tugas v epidemiologi lingkungan - jaring jaring sebab akibat dan konsep bloom
TRANSCRIPT
TUGAS V EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN
JARING-JARING SEBAB AKIBAT DAN KONSEP BLOOM
I
KELOMPOK 3
1. DESYCA RANTYANA (P23133014007)
2. EVI NURFITRIA SARI (P23133014010)
3. LYDIA OKTAVIANI (P23133014023)
4. M. YOGA TRIDARMA (P23133014031)
5. SALMAH NUR WAHIDAH (P23133014039)
TINGKAT II-DIII
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Telp. 021.7397641, 7397643
Fax. 021.7397769
2015/2016
A. Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web of Causation)
Model ini menekankan bahwa suatu penyakit saling berkaitan satu sama lain seperti
jaring-jaring, sehingga untuk menghentikannya, dapat dengan memutus salah satu rantai.
Dalam model jaring-jaring ini, penyakit terjadi karena hubungan yang rumit dari
berbagai faktor yang saling berkaitan, baik memperkuat maupun melemahkan. Dalam
model ini tidak dikenal penyebab utama atau tunggal. Dalam kondisi bagaimanapun,
penyakit terjadi karena rangkaian sebab musabab yang panjang.
Model ini diperkenalkan oleh Mc Mahon. Model ini menerangkan bahwa sebab
sesuatu penyakit saling berkaitan satu sama lain seperti sebuah jaring laba -laba. Sehingga,
untuk menghentikan penyakit ini, cukup dengan memutus satu rantainya saja. Pada model
ini juga terdapat faktor yang lebih dominan daripada faktor lainnya. Contohnya, angka
kematian ibu saat melahirkan. Bisa dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendidikan ibu
yang rendah, gizi yang kurang, kemiskinan, keadaan politik dan ekonomi yang tidak stabil,
kurangnya sarana dan prasarana dan banyak lagi faktor lainnya yang sebenarnya saling
berkaitan satu sama lain.
Intinya efek tidak pernah bergantung hanya pada satu penyebab, tetapi berkembang
menjadi sebuah rantai penyebab dimana masing-masing merupakan hasil dari kompleks
agen terdahulu.
Hakikat konsep ini adalah efek yang terjadi tidak tergantung kepada penyebab-
penyebab yang terpisah secara mandiri, tetapi lebih merupakan perkembangan sebagai
suatu akibat dari suatu rangkaian sebab-akibat, dimana setiap hubungan itu sendiri hasil
dari silsilah (geneologi) yang mendahuluinya dan yang kompleks (complex geneology of
antecenden).
Berikut jaring - jaring sebab akibat terjadinya suatu penyakit :
Menurut model ini perubahan dari salah satu factor akan mengubuah keseimbangan
antara mereka yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit yang
bersangkutan. Suatu penyakit tidak tergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses “sebab dan akibat”. Dengan demikian
maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada
berbagi titik. Misalnya, penyakit diare. Muncul akibat dari konsumsi makanan yang kurang
bersih atau karena makan tanpa mencuci tangan sebelumnya. Selain itu, mungkin juga
karena adanya permasalahan psikologisnya dan berefek pada penurunan motilitas usus
halus untuk melakukan tugasnya secara maksimal.
Contoh :
Dalam kasus terjadinya penyakit kulit pada para pemulung dan keluarganya
disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan dengan faktor lainnya. Kurangnya
kebijakan dari pemerintah mengakibatkan lokasi TPA tidak sesuai dengan ketentuan teknis
misalnya terlalu dekat dengan pemukiman dan sumber air minum sehingga keberadaan TPA
justru makin mencemari lingkungan, dengan demikian semakin mempertinggi kemungkinan
tercemarnyaudara, tanah air dan bahan makanan. Tenaga kesehatan yang tidak memadai
menyebabkan kurangnya pelayanan kesehatan kepada penderita dan kurangnya
penyuluhan kesehatankepada masyarakat sehingga masyarakat yang berpendidikan rendah
tidak memiliki wawasan tentang kesehatan pribadi, akibatnya masyarakat kurang menjaga
kesehatan pribadinya dan tidak mengobati penyakit yang dideritanya. Tingkat pendidikan
yang rendah disebabkan karena kemiskinan sehingga tidak mampu membiayai biaya
pendidikan. Kemiskinan juga menyebabkan para keluarga miskin tidak mampu membeli
makanan bergizi yang penting bagi ketahanan tubuhnya.
Mereka juga tidak memiliki pekerjaan lain, tidak memiliki rumah dan bekerja tanpa
istirahat sehingga tingkat paparan terhadap sampah sangat tinggi yang artinya semakin
tinggi terpapar kuman penyakit. Penularan penyakit juga terjadi karena kontak dengan
penderita lain. Dari jaring-jaring tersebut, terjadinya penyakit kulit pada kelompok
pemulung dapat dikurang idengan cara memutus salah satu mata rantai sebab akibat, baik
dari kebijakan pemerintah maupun dari penderita sendiri.
B. Konsep H.L. Bloom
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan. Kondisi
sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga spiritual dan sosial
dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu
keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum menjelaskan ada empat faktor
utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut terdiri
dari faktor perilaku/gaya hidup (life style),faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik,
budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor
genetik (keturunan) serta keempatnya merupakan faktor determinan timbulnya masalah
kesehatan.
Menurut Henrik L. Blum (1974) seperti dikutip Azwar (1983), terdapat empat faktor
yang memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku,
faktor pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan yang saling mempengaruhi.
1. Faktor perilaku masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting
untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih
dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga
kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakan masyarakat menuju
sehat. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam
menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat
yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga
lingkungan yang bersih dan sehat.
Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti berolah raga, tidur yang cukup,
tidak merokok, dan tidak minum minuman beralkohol. Apabila kita mengembangkan
kebiasaan yang bagus dari sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap
kesehatan tubuh. Sekali-kali atau dalam batas-batas tertentu untuk waktu yang lebih
lama, kita bebas melakukan kebiasaan-kebiasaan harian. Namun, bagaimanapun juga
sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu keharusan agar benar-benar sehat. Tubuh
kita memerlukan tidur yang cukup, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah
tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya.
2. Faktor lingkungan
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik.
Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber
berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat kita.
Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara,
air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan menjadi
tanggung jawab semua pihak, untuk itulah perlu kesadaran dari semua pihak.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk
sosial kita membutuhkan bantuan orang lain sehingga interaksi individu satu dengan
yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat
menimbulkan masalah kejiwaan.
3. Pelayanan kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan
posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu
dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan terutama untuk pelayanan
kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia di bidang kesehatan juga harus ditingkatkan. Puskesmas sebagai
garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar peranannya
sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan
perawatan primer. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang
memiliki kompetensi di bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun
program-program kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang
bersifat preventif sehingga masyarakat tidaka banyak yang jatuh sakit. Banyak kejadian
kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare, demam berdarah, malaria, dan
penyakit degeneratif yang berkembang saat ini seperti jantung koroner, stroke,
diabetes mellitus asalkan masyarakat paham dan melakukan nasehat dalam menjaga
kondisi lingkungan dan kesehatannya.
4. faktor keturunan yang saling mempengaruhi (genetik)
Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh sebab itu kita
harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka mampu
berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya. Dalam hal
ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah perkembangan
otak anak yang menjadi aset kita dimasa mendatang. Namun masih banyak saja anak
Indonesia yang status gizinya kurang bahkan buruk padahal potensi alam Indonesia
cukup mendukung. Oleh sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan
peningkatan status gizi masyarakat masih tetap diperlukan seperti program posyandu
yang biasanya dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka
akan terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Ilustrasi konsep Blum
Semua negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga kesehatan warga
negaranya. Untuk negara maju saat ini sudah fokus pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Sehingga asupan makanan anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga
akan melahirkan keturunan yang berbobot. Kondisi yang berseberangan dialami Indonesia
sebagai negara agraris, segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada
penanggulangan kekurangan gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya, banyak masyarakat
kota yang mengalami kekurangan gizi padahal dari hasil penelitian membuktikan wilayah
Indonesia potensial sebagai lahan pangan dan perternakan karena wilayahnya yang luas
dengan topografi yang mendukung. Seringkali dalam analisis kesehatan, pemerintah kurang
mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public health) sehingga kebijakan
yang dibuat hanya dari sudut pandang kejadian sehat-sakit.
Perilaku adalah resultan antarstimulus (faktor eksternal) dengan respon (faktor
internal)dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Perilaku seseorang atau subjek
dipengaruhi atau ditentukan oelah faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek.
Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. Dalam bidang
perilaku kesehatan ada tiga teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian kesehatan.
1. Teori Lawrence Green
Ada dua determinan masalah kesehatan yaitu faktor perilaku (behavioral factor) dan
faktor nonperilaku (non-behavioral factor). Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh tiga
faktor utama.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antgara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nila-nilai, dan tradisi. Misalnya,
seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu karena tahu bahwa di posyandu
akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya
akan memperoleh imunisasai untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa
adanya pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa
anaknya ke posyandu.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku serta tindakan. Yang dimaksud
dengan faktor pemungkin dalah saran dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya
perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat
pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi,
uang dan sebagainya. Misalnya, sebuah keluarga yang sudah tahu masalah
kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk menggunakan iar bersih, buang air
besar di WC, makan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apabila
keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua maka
dengan terpaksa buang air besar di kali atau kebun, menggunakan air kali untuk
keperluan sehari-hari, makan seadany, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan
mampu untuk berperlaku sehat, tetapi tidak melakukannya, seorang ibu hamil
tahu manfaat periksa hamil, dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan
bidan, tetapi dia tidak mau melakukan periksa hamil karena ibu lurah dan ibu-ibu
tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti,
bahwa untuk berperilaku sehhat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
2. Teori Snehandu B. Karr
Mengidentisikasi adanya lima determinan perilaku yaitu :
a. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau
stimulus di luar dirinya. Misalnya orang mau membuat jamban/WC keluarga di
rumahnya apabila dia mempunyai niat untuk itu.
b. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support). Di dalam kehidupan
seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan
legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau
tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka dia akan merasa kurang atau
tidak nyaman. Demikian pula untuk berperilaku sehat, orang memerlukan
dukungan dari masyarakat sekitarnya, minimal tidak mendapat gunjingan atau
bahan pembicaraan masyarakat.
c. Terjangkaunya informasi yaitu tersedianya informasi-informasi terkait dengan
tindakan yang akan diambil seseorang. Misalnya, sebuah keluarga mau ikut
program keluarga berencana, apabila keluarga ini memperoleh penjelasan yang
lengkap tentang keluarga berencana yaitu tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB
(alat-alat kontrasepsi yang tersedia), efek samping dari KB yang digunakan, dan
sebagainya.
d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan. Di
Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama di
pedesaan. Seorang istri dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung
pada suami. Misalnya, untuk membawa anaknya yang sakit ke puskesmas harus
menunggu setelah suaminya pulang kerja. Demikian pula, untuk periksa hamil,
seorang istri harus memperoleh persetujuan dari suami, dan kalu suami tidak
setuju maka tidak akan ada pemeriksaan kehamilan.
e. Adanya kondisi atau situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk
bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi
dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta
kempuan yang ada. Untuk membangun rumah yang sehat misalnya, jelas sangat
tergantung pada kondisi ekonomi dari orang yang bersangkutan. Meskipun faktor
yang lain tidak da masalah, tetapi apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung,
maka perilaku tesebut tidak akan terjadi.
3. Teori Perilaku menurut WHO
Ada empat determinan yaitu
a. Pemikiran dan perasaan (thought and feeling) yang merupakan hasil pemikiran-
pemikran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan
pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulasi, merupakan
modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Misalnya, seorang ibu akan
membawa anaknya ke puskesmas untuk memperoleh imunisasi, akan didasarkan
pertimbangan untung rugunya, manfaatnya, dan sumber daya atau uangnya yang
tersedia.
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercaya (personal
references). Di dalam masyarakat, di mana sikap peternalistik masih kuat maka
perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan atau referensi yang
pada umunya dalah para tokoh masyarakat setempat. Misalnya, orang mau
mebangun jamban keluarga kalau para tokoh masyarakatnya sudah lebih dulu
mempunyai jamban keluarga sendiri.
c. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori Green,
sumber daya ini dalah saba dengan enabling factors (sarana dan prasarana atau
fasilitas). Misalnya, sebuah keluarga akan selalu menyediakan makanan yang
bergizi bagi anak-anaknya apabila mempunyai uang yang cukup untuk memebeli
makanan tersebut, dan orang mau menggosok gigi menggunakan pasta gigi kalau
mampu membeli sikat gigi dan sikat gigi.
d. Sosiobudaya (culture) yang merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya
perilaku seseorang. Sosiobudaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia
yang berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya
yang berbeda-beda.
Kini makin disadari kesehatan dipengaruhi oleh determinan sosial dan lingkungan,
fisik, dan biologi. Ada sepuluh determinan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan.
1. Kesenjangan sosial
Masyarakat dengan kelas sosial ekonomi lemah, biasanya sangat rentan dan
beresiko terhadap penyakit, serta memiliki harapan hidup yang rendah.
2. Stres
Stres merupaka keadaan psikologis/jiwa yang labil. Kegagalan menanggulangi stres
baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan di lingkungan kerja akan mempengaruhi
kesehatan seseorang.
3. Pengucilan sosial
Kehidupan di pengasingan atau perasaan terkucil akan menghasilkan perasaan tidak
nyaman, tidak berharga, kehilangan harga diri, akan mempengaruhi kesehatan fisik
maupaun mental.
4. Kehidupan dini
Kesehatan masa dewasa ditentukan oleh kondisi kesehatan di awal kehidupan.
Pertumbuhan fisik yang lambat, serta dukungan emosi yang kurang baik pada awal
kehidupan akan memberikan dampak pada kesehatan fisik, mental, dan kemampuan
intelektual masa dewasa.
5. Pekerjaan
Stres di tempat kerja meningkatkan resiko terhadap penyakit dan kematian. Syarat-
syarat kesehatan di tempat kerja akan membantu meningkatnkan derajat kesehatan.
6. Pengangguran
Pekerjaan merupakan penopang biaya kehidupan. Jaminan pekerjaan yang mantap
akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bagi diri dan keluarganya.
7. Dukungan sosial
Hubungan sosial termasuk diantaranya adalah persahabatan serta kekerabatan yang
baik dalam keluarga dan juga di tempat kerja.
8. Penyalahgunaan napza
Pemakaian napza merupakan faktor memperburuk kondisi kesehatan, keselamat
dan kesejahteraan. Napza atau pemakaian narkoba, alkohol, dan merokok akan
memberika dampak buruk terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
9. Pangan
Ketersediaan pangan, pendayagunaan penghasilan keluarga untuk pangan, serta
cara makan berpengaruh terhadap kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.
Kekurangan gizi maupun kelebihan gizi berdampak terhadap kesehatan dan penyakit.
10. Transportasi
Transportasi yang sehat, mengurangi waktu berkendara, meningkatkan aktivitas fisik
yang memadai akan baik bagi kebugaran dan kesehatan. Selain itu, mengurangi waktu
berkendara dan jumlah kendaraan akan mengurangi polusi pada manusia.
Di samping determinan-determinan tersebut, masih terdapat faktor lain yang
mempengaruhi atau menentukan terwujudnya kesehatan seseorang, kelompok atau
masyarakat. Determinan-determinan yang menentukan atau mempengaruhi kesehatan
baik individu, kelompok atau masyarakat ini, dalam Piagam Otawa (Ottawa Charter ) disebut
prasyarat untuk kesehatan (prerequisites for health). Piagam Ottawa, 1986
mengidentifikasikan prasayarat untuk kesehatan ini dalam 9 faktor, yaitu:
1. Perdamaian atau keamanan ( peace)
2. Tempat tinggal (shelter)
3. Pendidikan (education)
4. Makanan ( food )
5. Pendapatan (income)
6. Ekosistem yang stabil dan seimbang (a stable eco-sistem)
7. Sumber daya yang berkesinambungan (sustainable resources)
8. Keadilan sosial (social justice)
9. Pemerataan (equity)
Daftar Pustaka
http://anraeworld.blogspot.co.id/2011/10/konsep-dasar-timbulnya-penyakit.html
http://www.academia.edu/6023500/konsep_dasar_terjadinya_penyakit
http://apriliasakari.blogspot.co.id/2014/01/jaring-jaring-penyebab.html
https://wimee.wordpress.com/2011/06/20/teori-h-l-blum/
http://angelangeljs.blogspot.co.id/2013/05/determinan-sosial-yang-berkaitan-dengan.html