terapi hbo pada fraktur

89
BAB I PENDAHULUAN Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak hanya diperlukan sebagai energi pada proses metabolisme tapi juga sangat diperlukan oleh sel polimorfonuklear, proliferasi fibroblas, dan deposisi kolagen. 1 Pada proses penyembuhan luka suplai oksigen yang cukup sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan. Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan bentuk pengobatan dimana penderita harus berada dalam ruangan bertekanan dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar daripada udara atmosfer normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut. 1,2 Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya digunakan pada penyakit dekompresi (Decompression Illness), 1

Upload: hangtuah

Post on 02-May-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas

sel, fungsi metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan

yang luka. Oksigen tidak hanya diperlukan sebagai

energi pada proses metabolisme tapi juga sangat

diperlukan oleh sel polimorfonuklear, proliferasi

fibroblas, dan deposisi kolagen.1 Pada proses

penyembuhan luka suplai oksigen yang cukup sangat

diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan

jaringan.

Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan bentuk

pengobatan dimana penderita harus berada dalam ruangan

bertekanan dan bernafas dengan oksigen murni (100%)

pada tekanan udara lebih besar daripada udara atmosfer

normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini

dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau

berada dalam ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric

chamber) yaitu suatu ruang kedap udara terbuat dari

perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih

besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber

oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam ruang

rekompresi tersebut.1,2

Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya

digunakan pada penyakit dekompresi (Decompression Illness),

1

yaitu suatu penyakit yang dialami oleh penyelam dan

pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan

saat naik ke permukaan secara mendadak. Dari berbagai

penelitian terungkap bahwa oksigen hiperbarik mempunyai

manfaat lebih, tidak terbatas pada kasus-kasus

penyelaman saja. Salah satu contoh terapi oksigen

hiperbarik yang berhasil yang akan dibahas dalam

referat ini ialah kegunaannya sebagai terapi

penunjang / adjuvant therapy dalam kasus fraktur tulang.

2

BAB II

FRAKTUR

2.1. Definisi10,11

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya

kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma

yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma

langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung

menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi

fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung,

apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh

dari daerah fraktur.

2.2. Klasifikasi Fraktur 10,11,12,13,14

Fraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara

lain:

1. Klasifikasi Etiologis

Fraktur traumatik : Terjadi karena trauma

yang tiba-tiba.

Fraktur patologis : Terjadi karena

kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan

patologis di dalam tulang.

3

Fraktur stress : Terjadi karena adanya trauma

yang terus menerus pada suatu tempat

tertentu.

4

2. Klasifikasi Klinis

Fraktur tertutup (simple fracture)

Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan

dengan dunia luar.

Fraktur terbuka (compound fracture)

Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia

luar melalui luka pada kulit dan jaringan

lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam)

atau from without (dari luar)

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Fraktur yang disertai dengan komplikasi

misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang.

5

Gambar II.1. Klasifikasi klinis fraktur.14

6

3. Klasifikasi Radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas:

A. Lokalisasi

Diafisis

Metafisis

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

B. Konfigurasi

Fraktur transversal, garis patah tulang

melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu

tulang)

Fraktur obliq, garis patah tulang

melintang sumbu tulang (<80o atau >100o

dari sumbu tulang)

Fraktur spiral, garis patah tulang berada

di dua bidang atau lebih

Fraktur segmental

Fraktur kominutif (comminuted), fraktur

lebih dari dua fragmen

Fraktur kompresi, biasanya pada vertebrae

karena trauma kompresi

Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik

oleh otot atau tendo, misalnya fraktur

7

epikondilus humeri, fraktur trokanter

mayor, fraktur patella

Fraktur depresi, karena trauma langsung,

misalnya pada cranium

Fraktur impaksi

Fraktur pecah (burst), dimana terjadi

fragmen kecil yang berpisah, misalnya pada

fraktur vertebrae, patella, tallus,

kalkaneus

Fraktur epifisis

C. Menurut Existensi

Fraktur complete

Fraktur torus

Fraktur green stick

8

Gambar II.2. Jenis-jenis bentuk fraktur.

D. Menurut hubungan antara fragmen satu dengan

fragmen lainnya16

Tidak bergeser (undisplaced)

Fragmen tulang fraktur masih terdapat pada

tempat anatomisnya.

Bergeser (displaced)

Fragmen tulang fraktur tidak pada tempat

anatomisnya.

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:

9

o Shifted Sideways: menggeser ke samping

tetapi dekat

o Angulated : membentuk sudut

tertentu

o Rotated : memutar

o Distracted : saling menjauh karena

ada interposisi

o Overriding : garis fraktur tumpang

tindih

o Impacted : satu fragmen masuk ke

fragmen yang lain

Gambar II.3. Jenis fraktur overriding dan distraction.

2.3. Bone Healing

Healing dari fraktur dibagi menjadi 2 tipe:8

Direct healing atau primer oleh remodeling internal

10

Yaitu hanya terjadi dengan stabilitas mutlak dan

merupakan proses biologis remodeling tulang osteonal.

Indirect healing atau sekunder oleh formasi kalus

Yaitu terjadi dengan stabilitas relatif (metode

fiksasi fleksibel). Hal ini sangat mirip dengan

proses pembentukan tulang embriologis dan meliputi

baik pembentukan tulang intramembraneous dan

endochondral. Pada fraktur diaphyseal, akan ditandai

dengan pembentukan kalus.

Bone healing dibagi menjadi 4 tahap menurut AO, yakni

1. Inflamasi

Setelah fraktur terjadi, proses inflamasi akan

terjadi secara cepat dan bertahan hingga jaringan

fibrosa, kartilago, atau formasi tulang dimulai

(1-7 hari post fraktur). Pada awalnya, terjadi

pembentukan hematom dan eksudat inflamatorik dari

pembuluh darah yang ruptur. Nekrosis tulang

terlihat pada ujung fragmen fraktur. Cedera pada

jaringan lunak dan degranulasi dari trombosit akan

mengakibatkan dilepaskannya sitokin-sitokin yang

memungkinkan terjadinya respon inflamasi seperti

vasodilatasi dan hyperemia, migrasi dan

proliferasi dari neutrofil polimorfonuklear,

makrofag, dan lain-lain. Di dalam hematom,

terdapat jaringan fibrin, retikulin, serta

11

kolagen. Hematom dari fraktur akan digantikan oleh

jaringan granulasi secara gradual. Osteoklas akan

melakukan removal jaringan tulang nekrotik pada

ujung fragmen.

Gambar III.1 Fase Inflamasi.8

2. Soft callus formation

Akhirnya, edema dan nyeri akan berkurang dan

saat itulah terbentuk soft callus. Hal ini terjadi

saat fragmen tulang tidak lagi dapat bergerak

secara bebas, yakni 2–3 minggu post fraktur.

12

Gambar III.2. Fase Pembentukan soft callus. Terjadi penggantian

jaringan granulasi dalam kalus oleh jaringan fibrosa dan tulang

rawan, serta jaringan vaskuler yang baru ke dalam kalus

kalsifikasi. Proses ini dimulai di perifer dan bergerak menuju ke

pusat. 8

Di akhir tahap pembentukan soft callus, akan

terjadi stabilitas yang cukup untuk mencegah

shortening, meskipun angulasi pada tempat fraktur

masih dapat terjadi. Tahap ini ditandai oleh

tumbuhnya kalus. Sel – sel progenitor pada cambial

layer dari periosteum dan endosteum distimulasi

untuk membentuk osteoblast.

Pertumbuhan tulang intramembranosa terjadi

jauh daripada fracture gap, membentuk woven bone di

periosteal, dan memenuhi kanal intramedulla.

Pertumbuhan dari kapiler-kapiler pembuluh darah ke

dalam kalus akan meningkatkan vaskularitas. Di

dekat fracture gap, sel-sel progenitor mesenkimal

akan berproliferasi dan bermigrasi melalui kalus,

13

kemudian berdiferensiasi membentuk fibroblast dan

kondrosit, yang masing-masing memiliki matriks

ekstraseluler yang berbeda dan secara perlahan

menggantikan hematom. 8

3. Pembentukan Hard callus

Saat ujung-ujung fraktur disatukan kembali

oleh soft callus, maka pembentukan hard callus dimulai

dan bertahan hingga fragmen-fragmen tersebut

akhirnya disatukan oleh tulang yang baru (3–4

bulan).

Jaringan lunak yang terletak di dalam fracture

gap kemudian mengalami osifikasi endochondral dan

kalus kemudian dikonversi menjadi jaringan rigid

yang mengalami kalsifikasi (woven bone). Pertumbuhan

kalus tulang terjadi pada bagian perifer dari

tempat fraktur, yakni tempat tegangan minimal.

Sehingga pembentukan hard callus dimulai dari

perfier menuju ke sentral dari fraktur dan fracture

gap.

14

Gambar III.3 Gambaran kalus pada X-ray9

15

Gambar III.4. Fase hard callus. Konversi lengkap dari kalus menjadi

jaringan yang terkalsifikasi melalui osifikasi intramembranosa dan

endochondral.8

16

4. Remodeling

Fase remodeling dimulai saat fraktur telah

menyatu oleh woven bone. Woven bone secara perlahan

akan digantikan oleh lamellar bone melalui proses

surface erosion dan osteonal remodeling. Proses ini dapat

berlangsung beberapa bulan hingga beberapa tahun.

Hal ini berlangsung sampai tulang telah benar-

benar kembali ke morfologi aslinya.

Gambar III.5 Fase remodeling. Konversi woven bone menjadi lamellar

bone melalui proses surface erosion dan osteonal remodeling. 8

Proses penyembuhan tulang bersifat multifaktorial

(lihat tabel 3.1).10

Tabel 3.1Faktor yang Menghambat proses penyembuhan

Tulang

Umur >40 tahun

Faktor komorbiditas (hipertensi, diabetes mellitus)

Penggunaan obat-obatan (Obat anti inflamasi non-

17

steroid/NSAID, kortikosteroid)

Perokok

Nutrisi yang buruk

Fraktur terbuka dengan suplai darah yang buruk

Trauma multipel

Disertai Infeksi lokal

18

2.4. Diagnosis Fraktur15,16,17

2.4.1. Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu

trauma (traumatik, fraktur), baik yang

hebat maupun trauma ringan dan diikuti

dengan ketidakmampuan untuk menggunakan

anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan

dengan cermat, karena fraktur tidak

selamanya terjadi di daerah trauma dan

mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

Penderita biasanya datang karena adanya

nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi

anggota gerak, krepitasi atau datang dengan

gejala-gejala lain.

2.4.2. Pemeriksaan fisik,18

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu

diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau perdarahan.

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya

otak, sumsum tulang belakang atau organ-

organ dalam rongga thoraks, panggul dan

abdomen.

3. Fraktur predisposisi, misalnya pada

fraktur patologis.

19

2.4.3. Pemeriksaan lokal18,19,20,21

1. Inspeksi (Look)

Apakah terdapat luka pada kulit dan

jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau fraktur

terbuka, dasar luka, dan warna kulit

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Perhatikan adanya deformitas berupa

angulasi, rotasi dan perpendekan

Lakukan survei pada seluruh tubuh

apakah ada trauma pada organ-organ

lain

2. Palpasi

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh

karena penderita biasanya mengeluh sangat

nyeri.

Temperatur kulit

Nyeri tekan: nyeri tekan yang

bersifat superfisial biasanya

disebabkan oleh kerusakan jaringan

20

lunak yang dalam akibat fraktur pada

tulang

Krepitasi: ditemukan secara “tidak

sengaja” saat gerak aktif maupun

pasif

Pemeriksaan vaskuler pada daerah

distal trauma sesuai dengan anggota

gerak yang terkena

Capillary Refill (pengisian) pada kuku,

warna kulit pada bagian distal daerah

trauma

Pemeriksaan neurologis berupa

pemeriksaan saraf secara sensoris dan

motoris serta gradasi kelelahan

neurologis, yaitu neuropraksia,

aksonotmesis atau neurotmesis.

Pengukuran tungkai terutama pada

tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Movement)

Dengan cara mengajak penderita untuk

menggerakkan secara aktif dan pasif sendi

21

proximal dan distal dari daerah yang

mengalami trauma. Pada penderita dengan

fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan

nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak

boleh dilakukan secara kasar, disamping

itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada

jaringan lunak seperti pembuluh darah dan

saraf.

4. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk

menentukan keadaan, lokasi serta extensi

fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta

kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka

sebaliknya kita mempergunakan bidai yang

bersifat radiolusen untuk imobilisasi

sementara sebelum dilakukan pemeriksaan

radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal

tulang dan sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur

Untuk melihat sejauh mana pergerakan

dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya

22

Untuk menentukan teknik pengobatan

Untuk menentukan fraktur itu baru

atau tidak

Untuk menentukan apakah fraktur

intra-artikuler atau ekstra-artikuler

Untuk melihat adanya keadaan

patologis lain pada tulang

Untuk melihat adanya benda asing,

misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan

beberapa prinsip dua:17

Two views: proyeksi AP/AnteroPosterior

dan Lateral, karena proyeksi yang

salah akan dapat memberikan informasi

yang salah, maka pemeriksaan

radiologis harus benar-benar AP dan

lateral.

Two joints: terlihat dua sendi, pada

bagian proksimal dan distal fraktur.

Two limbs: dua anggota gerak sisi kanan

dan kiri, terutama pada fraktur

epifisis.

Two injuries: biasanya pada multiple

trauma yang bisa melibatkan trauma di

tempat lain dalam tubuh.

23

Two times: Pada fraktur tertentu

misalnya fraktur tulang skafoid, foto

pertama biasanya tidak jelas sehingga

biasanya diperlukan foto berikutnya

10-14 hari kemudian.

24

2.5. Penatalaksanaan Fraktur16,18,22,23,24

2.5.1. Penatalaksanaan secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk

itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway),

proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi

(circulation), apakah terjadi syok atau tidak.

Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah

lagi, baru lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu

tejadinya kecelakaan penting ditanyakan

untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,

mengingat golden period 4-6 jam. Bila lebih

dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin

besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan

fisik secara cepat, singkat dan lengkap.

Kemudian lakukan foto radiologis.

Anamnesis menurut pedoman ATLS mengikuti

akronim AMPLE, yakni:25

A : Alergi

M : Medikasi yang dikonsumsi

sebelum kecelakaan

P : Past History / riwayat penyakit

yang relevan

25

L : Last meal /makanan yang

dikonsumsi sebelum kecelakaan

E : Events related to the accident/

kejadian terkait kecelakaan,

termasuk keadaan alam, kecepatan

saat terjadinya kecelakaan, apa

yang sebenarnya terjadi?

Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi

rasa sakit dan mencegah terjadinya

kerusakan yang lebih berat pada jaringan

lunak selain memudahkan proses pembuatan

foto.

2.6. Penatalaksanaan Kedaruratan 25,26,27

Segera setelah cedera, biasanya pasien berada

dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya

fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang

patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting

untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum

pasien dipindahkan.

Bila pasien yang mengalami cedera harus

dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan

pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan

dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi

maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang

26

dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak

dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat

dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan

fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.

Pembidaian yang baik sangat penting untuk mencegah

kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang

bidai sementara dengan bantalan yang baik, yang

kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi

tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga

dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama,

dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai

bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera

ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,

atau lengan bawah yang cedera digantung pada

sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji

untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan

perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan

pembalut bersih (steril) untuk mencegah

kontaminasi ke jaringan yang lebih dalam. Jangan

sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila

ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.

Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi

dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut,

27

pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari

sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong

pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan

sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih

lanjut.

2.7. Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip 4R (Chairudin Rasjad):

1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur

2. Reduction : reduksi

3. Retention : immobilisasi

4. Rehabilitation : mengembalikan aktivitas

fungsional semaksimal mungkin

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi

dan imobilisasi fraktur. Status neurologis dan

vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik

sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi.

Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya

dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang

setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan

penatalaksanaan definitif fraktur adalah

imobilisasi dengan menggunakan gips atau terapi

operatif dengan Open Reduction and Internal

Fixation (ORIF) maupun Open Reduction and External

Fixation (OREF).

28

Enam prinsip umum dalam penatalaksanaan fraktur

antara lain:18

1. Jangan perberat kondisi penderita/Do no

harm

Tidak jarang kasus yang berkaitan dengan

fraktur serta komplikasinya berkaitan

dengan tatalaksana dari fraktur itu

sendiri(iatrogenik). Pencegahan terjadinya

kasus-kasus iatrogenik ini ialah dengan

mengikuti prosedur dan prinsip penanganan

fraktur secara tepat, antara lain:

Tidak mengakibatkan cedera lebih

lanjut terhadap jaringan lunak pada

saat pertolongan pertama atau saat

transportasi pasien ke rumah sakit

Tidak memberi cedera pada pembuluh

darah, saraf, dan kulit akibat

pemasangan gips yang tidak tepat atau

pemasangan traksi yang berlebihan

Tidak membuka port d’ entrée infeksi pada

lokasi fraktur atau pada aplikasi

ORIF atau tindakan debridemen yang

tidak adekuat

2. Tatalaksana berdasarkan diagnosis yang

akurat dan prognosis/ Base treatment on an

accurate diagnosis and prognosis

29

Dalam memperoleh diagnosis yang tepat,

informasi-informasi penting berkaitan

dengan pasien harus diperoleh sehingga

dengan demikian dapat diambil kesimpulan

prognosis dari cedera yang terjadi. Selain

itu, pemilihan metode yang spesifik dari

penanganan fraktur juga harus berdasarkan

prognosis yang telah diputuskan. Berikut

ini faktor-faktor yang penting dalam

menilai prognosis:

Usia pasien

Lokasi dan konfigurasi fraktur

Jumlah initial displacement

Suplai darah pada fragmen fraktur

Pada umumnya apabila kalus external

(periosteal) dapat diharapkan, seperti

pada fraktur shaft tanpa disrupsi

periosteal yang berlebihan, atau pada

keadaan dimana kombinasi kalus periosteal

dan endosteal dapat diharapkan, seperti

pada fraktur metaphyseal yang mengalami

impaksi, maka reduksi yang sempurna serta

fiksasi yang rigid tidak diperlukan.

Sebaliknya pada keadaan dimana penyembuhan

dapat terjadi dari kalus endosteal saja,

seperti pada fraktur neck of femur, dimana

30

periosteum tipis atau pada fraktur intra

artikular dari tulang-tulang yang kecil,

seperti fraktur carpal scaphoid, maka reduksi

sempurna dan fiksasi rigid diperlukan.

Penentuan awal harus ditujukan kepada,

apakah fraktur tersebut memerlukan reduksi

atau tidak, kemudian apabila diperlukan,

tipe apa yang terbaik, apakah open atau

closed. Kemudian penentuan kedua harus

dipilih tipe imobilisasi yang tepat,

apakah eksternal atau internal.

3. Select treatment with specific aims

Tujuan yang spesifik dari tatalaksana

fraktur secara umum ialah :

Untuk menghilangkan nyeri

Tulang bukanlah komponen yang relatif

sensitif. Nyeri yang muncul justru

berasal dari komponen jaringan lunak,

termasuk periosteum dan endosteum.

Nyeri akan diperburuk dengan

pergerakan dari fragmen-fragmen

fraktur, spasme otot, serta edema

progresif pada ruang tertutup. Oleh

karena itu, untuk mengurangi nyeri

tentunya pergerakan fragmen harus

dicegah dengan imobilisasi dan

31

menghindari pemasangan cast atau

encircling bandage yang terlalu ketat.

Pada hari-hari pertama post fraktur

dapat diberikan analgesik

Untuk memperoleh posisi yang tepat

dari fragmen-fragmen fraktur dan

mempertahankannya

Beberapa fraktur tidak terjadi

displacement atau displacement yang sangat

minimal, sehingga tidak dibutuhkan

reduksi. Reduksi dibutuhkan untuk

memperoleh fungsi yang optimal,

mencegah timbulnya arthritis sendi,

serta untuk memperoleh bentuk klinis

yang baik dari tempat terjadinya

cedera. Bentuk yang sempurna secara

radiologis tidak diperlukan, oleh

karena bukan tampilan radiologisnya

lah yang diterapi, melainkan pasien

itu sendiri. Maintenans dari fragmen

fraktur yang sudah direduksi

memerlukan adanya imobilisasi, yang

dapat diperoleh dari berbagai macam

metode, antara lain continous traction,

plaster-of Paris, fiksasi eksternal, dan

fiksasi internal, tergantung dari

32

derajat stabilitas dan instabilitas

dari reduksi yang dilakukan.

Untuk memungkinkan terjadinya union

Pada sebagian besar fraktur, union

merupakan proses alamiah yang akan

terjadi seiring proses penyembuhan,

namun pada beberapa kasus fraktur

dimana terjadi robekan masif dari

periosteum dan jaringan lunak

sekitarnya, atau pada kasus nekrosis

avaskular dari satu atau beberapa

fragmen fraktur, union harus

difasilitasi dengan menggunakan

autogenous bone grafts pada awal proses

penyembuhan awal atau kemudian.

Untuk mengembalikan fungsi optimal

dari bagian tubuh yang mengalami

cedera

Saat periode imobilisasi dari fraktur

yang sedang mengalami proses

penyembuhan, atrofi otot harus

dicegah dengan latihan aktif statik

(isometrik) dari otot yang mengontrol

lokasi cedera yang diimobilisasi dan

latihan aktif dinamik (isotonik) dari

otot-otot tubuh dan anggota gerak

33

lainnya. Hal ini untuk meningkatkan

sirkulasi darah lokal, dan

memfasilitasi gerakan sendi yang

normal dan fungsi yang optimal dari

anggota gerak yang cedera dan anggota

tubuh lainnya yang tidak cedera.

4. Cooperate with “Laws of Nature”

Terapi dari fraktur harus bersifat

kooperatif terhadap proses penyembuhan

alamiah. Sebagai contoh proteksi yang

inadekuat dan imobilisasi, traksi yang

berlebihan, destruksi pembuluh darah

intraoperatif, serta infeksi post operatif

dapat mengakibatkan terhambat bahkan

gagalnya proses penyembuhan.

5. Make treatment realistic and practical

Ada 3 pertanyaan utama sehubungan dalam

memilih metode terapi yang tepat, antara

lain:

Tujuan spesifik apakah yang ingin

dicapai dari metode yang dipilih?

Apakah metode yang dipilih dapat

menunjang tujuan/target terapi

spesifik yang telah dibuat?

Apakah metode dan tujuan terapi yang

hendak dicapai sebanding dengan hal

34

lain yang harus pasien tanggung,

seperti resiko, biaya, serta waktu

yang harus ia habiskan di rumah

sakit. Sebagai contoh, pada fraktur

intertrokanter femur pada orang

lanjut usia akan selalu terjadi union

apabila diterapi baik dengan continous

traction dan prolonged immobilization (bed rest)

atau dengan ORIF dan early mobilization.

Untuk kasus seperti ini , bed rest dalam

jangka panjang di rumah sakit untuk

orang lanjut usia dianggap terlalu

beresiko oleh karena dapat

mengakibatkan kejadian patologis

serial yang mengarah kepada penurunan

kondisi pasien secara umum, oleh

karena itu, keputusan untuk dilakukan

operasi memiliki resiko yang lebih

minimal dibanding pilihan bed rest

jangka panjang.

6. Select treatment as an Individual

Masing-masing kasus fraktur dapat menjadi

permasalahan yang sangat berbeda antar

individu, sehubungan dengan usia, jenis

kelamin, pekerjaan, dan riwayat kesehatan

pasien. Sebagai contoh, adanya malunion

fraktur klavikula yang terjadi pada

35

seorang anak kecil bukanlah masalah yang

besar oleh karena tulang klavikula

tersebut akan mengalami remodeling seiring

pertumbuhannya, atau pada seorang buruh

(karena penampilan fisik bukanlah hal

utama), namun dapat menjadi masalah besar

jika individu yang terkena berprofesi

sebagai seorang model atau aktris.

Reduksi Tertutup diindikasikan untuk

keadaan berikut:

a. Fraktur tanpa pergeseran,

b. Fraktur yang stabil setelah

reposisi/reduksi,

c. Fraktur pada anak-anak,

d. Cedera jaringan luka minimal,

e. Trauma berenergi rendah

Reduksi Terbuka diindikasikan untuk keadaan

berikut:

a. Kegagalan dalam penanganan secara reduksi

tertutup,

b. Fraktur yang tidak stabil,

c. Fraktur intraartikuler yang mengalami

pergeseran dan

d. Fraktur yang mengalami pemendekan.

36

Tujuan pengobatan fraktur : 29,30

1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen ke

posisi anatomis

Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi

(kulit, sekeletal)

Terbuka:

Indikasi:

o Reposisi tertutup gagal

o Fragmen bergeser dari apa yang

diharapkan

o Mobilisasi dini

o Fraktur multiple

o Fraktur Patologis

2. IMOBILISASI / FIKSASI31

Tujuan mempertahankan posisi fragmen post

reposisi sampai union.

Jenis Fiksasi :

Exernal

o Gips ( plester cast) imobilisasi

relatif, diindikasikan pada fraktur

yang tidak terjadi displacement namun

tidak stabil. Contohnya pada fraktur

tulang panjang yang mengalami shifting

sideways, namun tidak ada angulasi dan

37

rotasi yang signifikan dari fragmen

fraktur.

o Traksi

1) Traksi Gravitasi (misalnya U- Slab

pada fraktur humerus)

2) Traksi Kulit, bertujuan menarik

otot dari jaringan sekitar fraktur

sehingga fragmen akan kembali ke

posisi semula. Beban maksimal 4-5

kg karena bila berlebihan kulit

akan lepas.

3) Traksi Skeletal, contohnya K-wire,

Steinmann pin atau Denham pin.

Gambar II.3 Kirschner wires ("K" wires) untuk

menstabilisasi fraktur distal radius

Komplikasi Traksi:

38

1. Gangguan sirkulasi darah Umumnya

pada penggunaan beban > 12 kg

2. Nerve palsy

3. Sindrom kompartemen

4. infeksi, contohnya:Pin track infection

Indikasi Open Reduction and External Fixation /

OREF :

1. Fraktur terbuka derajat III

2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak

yang luas

3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

4. Fraktur kominutif

5. Fraktur pelvis

6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi

dengan ORIF

7. Non union

8. Trauma multiple

39

Gambar II.4. Fiksator eksternal pada unstable distal radial fracture

Gambar II.5 . Fiksator eksternal

40

Internal / ORIF : K-wire, plating, screw,

K-nail

Gambar II.6 . ORIF(Open Reduction Intenal Fixation)

41

Gambar II.7 . Fiksator internal – Plate and Screw dan

Intramedullary rod

Gambar II.8 Fraktur patella yang distabilisasi dengan circalage

wire dan screws

42

3. UNION

Pada dewasa union dari kortikal ialah 3 bulan,

cancellous 6 minggu, sedangkan pada anak-anak

ialah separuh dari orang dewasa 32

4. REHABILITASI

Intinya bertujuan mengembalikan aktivitas

fungsional semaksimal mungkin

2.6. Komplikasi Fraktur

a. Komplikasi segera

1. Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan

kulit, pembuluh darah (hematom, spasme

arteri, dan kontusio), kerusakan saraf,

kerusakan otot, dan kerusakan organ

dalam.28

2. Komplikasi sistemik – syok.

b. Komplikasi awal

1. Komplikasi lokal

Yaitu sekuele dari komplikasi segera,

berupa nekrosis kulit, gangren, trombosis

vena, komplikasi pada persendian

(arthritis), dan pada tulang

(infeksi/osteomyelitis).

2. Komplikasi sistemik

43

Misalnya emboli lemak, emboli paru,

pneumonia, tetanus, delirium tremens.

c. Komplikasi Lanjut

1. Komplikasi pada persendian

Antara lain dapat terjadi kontraktur dan

kekakuan sendi persisten, penyakit sendi

degeneratif pasca trauma.

2. Komplikasi tulang

Yakni penyembuhan tulang abnormal

(malunion, delayed union dan non union).

Mal union adalah keadaan dimana

tulang menyambung dalam posisi tidak

anatomis, bisa sembuh dengan

pemendekan, sembuh dengan angulasi,

atau sembuh dengan rotasi.

44

a)

b)

Gambar II.9 a) Metacarpal shaft malunion

dengan angulasi dorsal b) Gambaran X Ray pada

pasien yang sama (angulasi dorsal)

Delayed union adalah proses penyembuhan

patah tulang yang melebihi waktu yang

45

diharapkan, hal ini berarti bahwa

proses terjadi lebih lama dari batas

waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.

Gambar II. 10 Delayed union pada fraktur scaphoid.

Gambaran radiograf (A) menunjukkan fraktur dan

resorpsi pada waktu 5 bulan. T1-weighted (B) and fat-

suppressed T2-weighted (C) MRI menunjukkan fraktur

tanpa adanya gambaran cairan synovial di antara

fragmen.

Non union menurut Birnbaum adalah

tidak adanya proses penyembuhan

setelah 6 bulan 32

46

3. Komplikasi pada otot, misalnya miositis

pasca trauma, ruptur tendon lanjut.

4. Komplikasi saraf, misalnya Tardy nerve palsy.

47

Gambar II. 11

Nonunion pada tibia

pada radiografi

anteroposterior44

BAB III

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

3.1 PENDAHULUAN

Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan aplikasi

dari pemberian tekanan absolut >1 atmosfer pada

oksigen murni (oksigen 100%).46 Hal ini akan

mengakibatkan tekanan oksigen (PO2) meningkat

dalam perbandingannya dengan tekanan lingkungan

sekitar. Terapi hiperbarik oksigen yang sebenarnya

ialah terapi pemberian oksigen secara sistemik

lewat paru, bukannya topikal. 47

Terapi HBO dilakukan dalam hyperbaric chamber, yang

terdiri dari multiplace chambers yang dapat memuat

lebih dari 1 pasien secara bersamaan, serta

monoplace chambers yang memuat hanya1 pasien dalam

sesi terapi. 47

Gambar 3.1 Monoplace Chambers

Berikut ini keuntungan dan kerugian dari monoplace

chambers:

48

KEUNTUNGAN KERUGIAN

Penanganan pasien

individu privat & pada

kasus infeksi.

Balk untuk perawatan

intensif

Masker muka tidak

dibutuhkan, lebih

nyaman.

Ideal untuk membatasi

perawatan pasien dalam

masa akut dari

penyakitnya atau luka-

luka, kelumpuhan.

Mudah untuk

mengobservasi pasien.

Dapat mudah

dioperasikan dan

ditempatkan dimana

saja di rumah sakit

Membutuhkan sedikit

tenaga operator

Sangat mudah terbakar

dalam lingkungan

oksigen

Hubungan langsung

dengan pasien

terbatas, kecuali

pada chamber yang

mempunyai ruangan

tambahan disisinya

Terapi fisik tidak

nyaman karena

keterbatasan tempat

Sedangkan keuntungan dari Multiplace chambers antara lain:48

49

Memberikan terapi dalam jumlah banyak .

Bahaya kebakaran kurang.

Terapi fisik dapat dilaksanakan dalam chamber

Tekanan dapat dinaikan sampal 6 ATA untuk

situasi khusus, seperti dalam emboli udara dan

penyakit dekompresi.

Prosedur bedah minor dapat dikerjakan di

Multiplace Hyperbaric Chamber,

Gambar 3.2 Multiplace chambers 70

3.2 Prinsip Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik 49,50,51

Tekanan atmosfer diukur menggunakan beberapa

satuan unit yang setara, seperti 1 atm = 760

mmHg , atau Torr 760. Satu atmosfer sama dengan

50

tekanan yang diberikan dalam 10 meter air laut.

Dalam kedalaman 10 meter atau 33 kaki, seorang

penyelam terekspos 2 ATA (yakni 1 atmosfer dari

atas permukaan laut dan 1 dari tekanan 10 meter

air laut). Kebanyakan terapi hiperbarik

menggunakan tekanan 2.0 sampai dengan 3.0 ATA (1

atmosfer dari atmosfer bumi ditambah 1 atau 2

atmosfer dari tekanan hyperbaric chamber).

Prinsip fisika dibalik terapi HBO ialah hukum

gas ideal. Hukum Dalton mengemukakan bahwa

tekanan total dari berbagai macam campuran gas

sama dengan total tekanan parsial dari masing-

masing gas.

Udara yang kita hirup berasal dari campuran

gas, yang terdiri dari 21% oksigen dan 78%

nitrogen, dan 1 % ialah campuran gas-gas

lainnya. Oleh karena total tekanan udara

lingkungan ialah 760 mm Hg, maka tekanan parsial

nitrogen sama dengan 0.78 x 760 atau 593 mm Hg,

dan PO2 = 0.21 x 760 atau 160 mm Hg. Seiring

tekanan total campuran gas meningkat, tekanan

parsial masing-masing gas juga ikut meningkat.

Hukum Henry menyatakan bahwa tekanan parsial

gas yang bercampur dalam cairan setara dengan

tekanan yang dikeluarkan oleh gas. Terapi HBO

meningkatkan PO2 lingkungan dan mengakibatkan

peningkatan yang signifikan dari jumlah oksigen

51

yang larut dalam darah. Pasien yang berada pada

hyperbaric chamber yang diberi tekanan 2 ATA akan

menghirup 21% oksigen dua kali lebih banyak

molekul oksigen dalam setiap napas. Hal ini akan

ekuivalen dengan menghirup 42% oksigen pada 1

ATA.

Kadar Oksigen dalam darah ialah total oksigen

yang dibawa oleh hemoglobin dan oksigen yang

larut dalam plasma. Hemoglobin akan tersaturasi

dalam PO2 sekitar 100 mm Hg. Dalam kondisi

normobarik, oksigen yang larut hanya 0.3 mL

oxygen per 100 mL darah (vol%), dibandingkan

dengan 20% vol yang dibawa oleh hemoglobin.

Pada tekanan 3 ATA di hyperbaric chamber,

PaO2 mendekati 2200 mmHg. Tekanan ini cukup

tinggi untuk meningkatkan oksigen yang larut

hingga 5.4 vol%. Sehingga dengan kata lain,

terapi HBO dapat menyediakan oksigen yang cukup

untuk mempertahankan fungsi metabolik basal

tanpa adanya hemoglobin.

Hukum Boyle menyatakan bahwa, gas-gas yang

disimpan dalam temperatur yang konstan,

volumenya berbanding terbalik terhadap tekanan

yang diberikan padanya. Dengan kata lain,

seiring peningkatan tekanan, maka volume gas

akan menurun, dan sebaliknya. Prinsip inilah

52

yang digunakan dalam terapi Decompression sickness

dan emboli gas-udara.

Kondisi Normobarik

  Jumlah oksigen = oksigen yang dibawa oleh hemoglobin

+ oksigen yang larut dalam plasma

Jumlah oksigen arterial = 1.34 (hemoglobin)(%saturasi) + 0.003

(PaO2)

  = 1.34 (15)(100%) + 0.003 (100)

  = 20.1 + 0.3  = 20.4 vol%

Jumlah oksigen vena = 1.34 (15)(70%)

  = 14 vol%

Kondisi Hiperbarik—3 atmosfir absolut

Jumlah oksigen arterial  = 1.34 (15)(100%) + 0.003 (2200)

  = 20.1 + 6.6 vol%

= 26.7 %

Tabel 3.1 Konten oksigen arterial pada kondisi normobarik VS kondisi hiperbarik46

53

3.3 EFEK FISIOLOGIS DARI TERAPI HIPERBARIK

OKSIGEN 46,51,52

Terdapat 2 efek mendasar yang terjadi pada

jaringan yang diterapi HBO, yakni efek yang

berhubungan dangan peningkatan PO2  serta efek yang

terkait dengan daya mekanik tekanan itu sendiri.

1. Efek dari peningkatan tekanan oksigen:

a. Hiperoksigenasi

Kondisi hiperbarik memungkinkan oksigen

dalam jumlah yang signifikan larut dalam

darah. Plasma yang ter-hiperoksigenasi

akan mentranspor oksigen pada area yang

kekurangan akses dari sel darah merah

atau jaringan yang hipoksik. Oksigen

terlarut dalam plasma dapat dikirim ke

jaringan pada jarak sedikitnya tiga

sampai empat kali yang dapat dihantarkan

oleh hemoglobin. Selain itu, sel darah

merah menjadi lebih lentur dan dapat

masuk ke sirkulasi mikrovaskuler secara

lebih efisien. Sehingga dapat lebih

memungkinkan peningkatan pengantaran

oksigen.

b. Vasokonstriksi

54

Pada keadaan hiperbarik, terjadi

vasokonstriksi, yang membatasi aliran

oksigen dan transportasi oksigen. Hal

ini terjadi hanya pada jaringan yang

normoksik dan bukan pada jaringan yang

sebelumnya hipoksik.

c. Peningkatan kecepatan proses

penyembuhan pada luka yang hipoksik

Terapi HBO memfasilitasi proses

pembunuhan bakteri, resistansi

terhadap infeksi, sintesis kolagen,

dan proses epitelialisasi. Namun pada

jaringan yang cukup vaskularisasinya

dan normoksik, terapi HBO memiliki

efek yang minimal terhadap penutupan

lukanya.sebaliknya pada jaringan yang

iskemik dan vaskularisasi yang buruk,

terapi HBO secara signifikan

mempercepat penutupan luka.

d. Efek sinergis terhadap penggunaan

antimikrobial

Lingkungan yang hiperoksik pada terapi

HBO memfasilitasi perubahan fisiologis

dan biokimiawi yang berkontribusi

55

terhadap pemberian antimikrobial

standar.

56

AKSI KETERANGAN

Menurunkan

produksi toksin

clostridial alpha pada

kasus gas

gangren

Meningkatkan

efisiensi kerja

dari leukosit

dan mensupresi

bakteri

Granulosit bersifat oxygen-independent

dan oxygen-dependent.. Leukosit

kehilangan efektifitasnya dalam

mengeradikasi kuman gram-positif dan

gram-negatif manakala tekanan oksigen

turun di bawah 30 - 40 mm Hg.

Turunnya efektifitas granulosit di

bawah kondisi hipoksik ini

mengakibatkan mekanisme pertahanan

tubuh menurun karena hanya leukosit

yang bersifat oxygen-independent saja

yang tersisa untuk mengeradikasi

bakteri pathogen. Pada lingkungan

yang kaya akan oksigen, proses

fagositosis bakteri pathogen

menghasilkan sebuah “ledakan

oksidatif” atau  "oxidative burst"

yang terdiri dari radikal oksigen

(hydroxyl radical, peroxides, and superoxide).

Produksi radikal O2 ini berbanding

57

lurus terhadap jumlah O2.

Peningkatan

efektifitas

antibiotik

efektifitas dari beberapa antibiotik,

termasuk aminoglikosida dan

antimetabolit trimethoprim,

sulfamethoxazole, dan sulfasoxazole,

meningkat pada lingkungan yang

hipoksik. Namun antibiotik golongan

lain seperti vancomycin dan

fluorokuinolon menjadi lebih lemah

pada kondisi hipoksik.

Saat tekanan oksigen turun di bawah

30 mm Hg, bakteri dengan cepat

membunuh jaringan. Berbagai

penelitian mendukung adanya

efektifitas dan sinergisme antara

hiperoksigenasi dengan pemberian

antibiotik

Stimulasi

produksi

granulosit dari

antimikrobial

endogen yang

dihasilkan tubuh

(cth:radikal

Bakteri anaerob memiliki tahanan yang

lemah terhadap radikal oksigen bebas.

58

oksigen bebas)

Tabel 3.1 Perubahan fisiologis dan kimiawis dalam penggunaan

terapi HBO dengan pemberian antimikroba (aksi sinergistik).46

e. Supresi Radikal Oksigen yang Toksik

Terapi HBO melindungi jaringan terhadap

efek yang membahayakan dari radikal

oksigen yang toksik. Efek yang

menguntungkan ini dikatakan dapat

terjadi dalam beberapa mekanisme.

Pertama, terapi HBO bersifat

antagonis terhadap lipid

peroksidase dari membran sel

dengan cara mencegah konversi

dari endothelial xanthine dehydrogenase

menjadi xanthine oxidase, tahap yang

paling penting dalam produksi

lipid peroksidase.

Kedua, terapi HBO menghambat

inisiasi dari reperfusion injury karena

mencegah sekuestrasi neutrofil ke

jaringan yang cedera. Reperfusion

injury mengacu pada kerusakan

jaringan oleh karena ketika

suplai darah kembali ke jaringan

setelah masa iskemia, pemulihan

aliran darah sebenarnya mengarah

59

ke kerusakan vaskular progresif

dan memperluas area dengan aliran

darah yang buruk.

Ketiga, terapi HBO memungkinkan

oksigen yang cukup untuk

reperfusi jaringan

2. Efek Mekanis dari Tekanan Oksigen yang

Meningkat

Terapi hiperbarik menurunkan ukuran gelembung

udara sesuai peningkatan tekanan atmosfer

dari chamber (Hukum Boyle). Pada peningkatan

tekanan, oksigen akan berdifusi ke dalam

gelembung dan menggantikan nitrogen ke dalam

larutan. Hal ini memungkinkan resolusi dari

gelembung nitrogen yang terbentuk pada

Decompression Sickness dan gelembung udara pada

emboli gas vena atau arteri. Pada kasus gas

gangrene, terapi HBO menurunkan ukuran

gelembung sehingga memungkinkan perfusi yang

lebih baik dan mengurangi rasa nyeri.

60

3.4 TEKNIK OKSIGENASI HIPERBARIK 48,52

Berikut ini tabel klasifikasi penggunaan tekanan

sesuai kegunaannya:

Sampai 1,5 ATA Gangguan iskemi

serebral, kardiak,

gangguan vaskular

perifer, terapi adjuvant

dalam kedokteran

olahraga, trauma

akustik, skin fl aps.

2 – 3 ATA Gas gangrene, luka

bakar, fraktur

terbuka,crush

injury¸penanganan darurat

pada penyakit dekompresi

Sampai 6 ATA Emboli udara, penyakit

dekompresi

Teknisi hiperbarik mengikuti instruksi-

instruksi dari dokter hiperbarik mengenai tekanan,

waktu, dan frekwensi terapi. Kebanyakan pengobatan

di pusat hiperbarik diberi tekanan antara 1,5

sampai 2,5 ATA dan waktunya biasanya 45 menit.

Sebagai contoh pada tekanan 1,5 ATA diperlukan 10

menit untuk kompresi dan 5 menit dekompresi. Jadi

maksimum oksigen saturasi (jenuh) dipertahankan

61

selama 30 menit. Jika ada infeksi waktu terapi

dilipat dua kali. Untuk kondisi kronis, terapi

dilakukan setiap hari, termasuk Sabtu/Minggu.

Pada chamber multiple pasien dikelompokan sesuai

indikasinya. Misalnya, semua pasien stroke

dikelompokan pada sesi yang sama dan disertai

fisioterapis atau dokter jika dilakukan

penelitian. Teknisi membuat catatan lengkap

mengenai sesi tersebut, datanya dicatat dan dapat

ditampilkan oleh komputer.

Kompresi dan dekompresi berlangsung mulus dan jika

pasien mengeluh misalnya sakit kuping, prosedurnya

dapat dihentikan. Jika ada masalah, pasien

tersebut dapat dipindahkan ke ruang lain

dilanjutkan bagi pasien-pasien lain.

Pada chamber Monoplace, dipakai masker oksigen dan

menghirup oksigen dimulai bila chamber sudah

diberi tekanan tertentu. Tekanan partial oksigen

tidak dicatat secara rutin, hanya jika diperlukan

bagi riset. Umumnya nilai Pa02 adalah sekitar

1000mmHg pada 1,5 ATA.

PERALATAN TAMBAHAN UNTUK HYPERBARIC CHAMBER48

1. Masker oksigen.

2. Respirator dan ventilator

3. Peralatan untuk terapi.

62

a. Alat resusitasi kardiopulmonal

b. Tabung Endotrakeal

c. Alat penyedot ( penghisap)

d. Infus intra venus.

4. Peralatan untuk diagnostik

a. Baki untuk pemeriksaan medis.

b. Alat monitor transkutan oksigen

c. EEG

d. ECG

e. Alat monitor tekanan intra kranial dan

tekanan intra kranial dan tegangan oksigen

CSF.

5. Alat neurologis

a. Optalmoskop

b. Dynamometer untuk mengukur spastisitas.

6. Alat latihan : Treadmill.

7. Alat terapi seperti traksi cervical untuk cedera

servikal

MASKER OKSIGEN

Masker oksigen hanya diperlukan dalam multiplace

chamber. Masker Angkatan Udara USA (Gambar 3.3)

bila dipakai secara tepat, memberikan kadar

63

oksigen sebesar 96,9% - 99% dan Pa02 sebesar 1640

mmHg tercapai pada 2,4 ATA

Gambar 3.3 Masker Angkatan Udara USA

ALAT DIAGNOSTIK

Alat dasar medikal diagnostik seperti Reflek

Hammers, stetoskop, opthalmoskop, harus ada dalam

chamber.

PENGAWASAN PASIEN DALAM HYPERBARIC CHAMBER

Pasien dan pengawas didalam hyperbaric chamber dapat

dimonitor dengan mengikuti cara (Deauphince et al.

1985):

Penglihatan CCTV didalam Multiplace Chamber.

64

Komunikasi Untuk Monoplace dan Multiplace

Chamber menggunakan sistem komunikasi satu

arah.

Tingkat pengawasan atas keparahan dan tipe

penyakit. Dengan pasien gawat, pengawasan ICU

dapat berlangsung dalam chamber.

3.5 KONTRAINDIKASI TERAPI HBO 46,47,48,51

HBO hanya mempunyai satu kontraindikasi

absolut yaitu Pneumothorax yang tidak

diobati. Diusahakan pengobatan

pneumothorax dengan operasi sebelum

pemberian terapi HBO.

Daftar di bawah ini merupakan kontraindikasi

relatif yang harus dipertimbangkan manfaat

dan kerugiannya terhadap kondisi pasien:

Infeksi respirasi Atas.

Kejang-kejang.

Empisema dengan retensi CO2.

Pasien dengan keadaan ini dapat

mengembangkan pneumothoraks oleh

karena rupturnya bula empisema selama

HBO. DIlakukannya foto rontgen thoraks

sebelum terapi dapat menghindarkan kejadian

tersebut.

65

Lesi pulmo simptomatik pada foto rontgen

thorax.

Riwayat bedah thoraks atau bedah telinga.

Demam tinggi yang tidak terkontrol.

Demam merupakan predisposisi dari

kejang. Jika terapi OHB merupakan

indikasi pada infeksi dengan demam,

suhu tubuh harus diturunkan dulu sebelum

terapi dilaksanakan.

Penyakit keganasan.

Ada beberapa kontroversi berkenaan dengan

efek dari HBO, pada pertumbuhan tumor.

Eltorai et al (1987) melaporkan 3 kasus

karsinoma yang tersembunyi, timbul secara

klinis setelah dimulainya HBO dan dianggap

memicu proliferasi dari tumor pada 3 kasus

tersebut. Hingga kini mekanismenya masih

belum jelas, namun HBO umumnya

dipertimbangkan sebagai kontraindikasi pada

keganasan, meskipun dalam beberapa literatur,

terapi HBO justru menjadi terapi adjuvant

dalam radioterapi atau kemoterapi.

Kehamilan

Ada bukti eksperimental, bahwa hewan yang

terekspos HBO selama kehamilan muda

meningkatkan insiden malformasi kongenital.

66

Terapi HBO pada kehamilan tua tidak

menimbulkan efek merugikan. Pertanyaan

mengenai keselamatan terapi hiperbarik pada

kehamilan di diskusikan oleh Jennings (1987).

Jika keselamatan ibunya yang diperlukan,

contohnya keracunan CO, ibunya harus

menerima prioritas terapi OHB dibandingkan

fetusnya. Banyak terapi-terapi HBO berhasil

dilaksanakan dengan baik selama kehamilan

di Amerika tanpa membahayakan fetus .

3.6 KOMPLIKASI TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN 46,47,48,51

Meskipun komplikasi dari terapi hiperbarik oksigen

sangat jarang ditemui, namun harus diketahui dan

dipertimbangkan. Komplikasi yang dapat terjadi

antara lain:

Toksisitas Oksigen pada Paru-paru

Oksigen tambahan dengan fraksi oksigen

inspirasi> 50% yang diberikan pada

pasien dalam jangka waktu yang lama

dapat menghasilkan cedera paru yang

progresif, termasuk penurunan kecepatan

absorpsi mukus, penurunan lung compliance,

kapasitas vital, dan kapasitas difusi.

Akan tetapi kadar oksigen tinggi yang

67

diberikan untuk jangka waktu yang pendek

(90 sampai 120 menit) dalam kondisi

hiperbarik (pada 2,0-2,4 ATA) dan bahkan

setiap hari sampai 6 minggu, belum

terbukti berbahaya bagi paru-paru.

Toksisitas oksigen pada sistem saraf

pusat dan sistem saraf perifer

Keracunan sistem saraf pusat dapat

terjadi ketika pasien menghirup oksigen

100% pada tekanan> 2.0 ATA. Kejadian

kejang tonik-klonik selama pengobatan

HBO diperkirakan sebesar 0,3% pada 2,4

ATA dan sampai dengan 2,5% pada 3,0 ATA.

Faktor yang terkait dengan kejadian

kejang selama terapi HBO termasuk

hipertermia [> 37,8 ° C (100 ° F)],

hipertiroidisme, PaCO2 tinggi, asidosis,

trauma otak atau iskemia, riwayat kejang

yang ada sebelumnya, hipoglikemia,

kekurangan vitamin E, dan obat-obatan

tertentu (vasodilator, insulin,

inhibitor karbonat anhydrase, mafenide

asetat (Sulfamylon), epinefrin /

norepinefrin, steroid, dan aspirin).

Beberapa pusat pelayanan terapi HBO

menggunakan profilaksis benzodiazepin

untuk mencegah kejang pada pasien

68

berisiko tinggi. Tidak ada efek sisa

dari kejang akibat keracunan oksigen

yang telah dilaporkan.

Keracunan sistem saraf perifer

bermanifestasi sebagai parestesia yang

muncul setelah sesi perawatan dalam

jangka panjang.

Masalah penglihatan

Myopia progresif dan reversibel dapat

terjadi setelah terapi yang panjang.

Akan tetapi kondisi ini akan pulih

seperti semula dalam kurang lebih 6

minggu. Katarak idiosinkrasi juga dapat

terjadi namun merupakan komplikasi dari

pemakaian yang kronis.

Barotrauma

Barotrauma dapat terjadi pada telinga

tengah, telinga bagian luar, telinga

bagian dalam, sinus, gigi, saluran

gastrointestinal dan sistem paru.

Barotrauma pada telinga tengah terjadi

pada 2% dari pasien yang menerima HBO.

Gambaran klinis termasuk edema,

perdarahan, kongesti mukosa, bulging atau

penonjolan dari membran timpani, dan

yang jarang terjadi, ialah pecahnya

69

membran timpani. Masalah biasanya

menghilang secara spontan dalam 1-2

minggu. Pencegahan dan atau pengobatan

bagi barotraumas di telinga tengah

meliputi penentuan patensi tuba

estachius sebelum terapi, pengajaran

teknik autoinflasi yang benar,

myringotomy dengan jarum, serta

penggunaan pressure equalization tubes.

Klaustrofobia

Oleh karena kecilnya ukuran monoplace

chamber, pasien seringkali mengalami

ansietas. Akan tetapi efek ini biasanya

dapat membaik dengan pemberian

anxiolitik.

BAB IV

KASUS

Identitas

Nama : Tn. A

Usia : 39 tahun

Agama : Islam

Alamat : Surabaya

Tanggal Pemeriksaan : 28 Januari 2015

70

Keluhan Utama

Patah tulang kering kaki kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Patah tulang kering kaki kiri karena kecelakaan

pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2015. Kecelaan

tunggal, berkendara dengan sepeda motor dan terjatuh ke

kiri. Setelah kecelakaan tersebut tidak bisa berjalan

dengan baik dan terasa sakit sekali. Saat itu Penderita

tidak mengetahui jika patah tulang karena yang tampak

hanya bengkak saja di kaki kiri nya. Langsung dibawa ke

UGD Rsal dr. Ramelan Surabaya dan kemudian di rontgen

kaki kiri didapatkan patah tulang tertutup pada tibia

kiri. Saat ini penderita telah melakukan terapi HBO

selama 7 kali. Penderita berkata bahwa bengkak tersebut

berangsur-angsur mengecil setelah 4 kali terapi HBO.

Riwayat Penyakit Dahulu

Diabetes mellitus disangkal

Hipertensi disangkal

Asma disangkal

Hiperkolesterol disangkal

Trauma disangkal

71

Status Pasien

Obyektif

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 4-5-6

TB : 167 cm ; BB : 70 kg ;

PEMERIKSAAN FISIK :

Kepala : A/I/C/D = -/-/-/- dbn

Leher : Deviasi trakea (-) , pembesaran KGB (-),

bendungan vena (-)

Thoraks :

Jantung :

Inspeksi Normochest, Ictus cordis tak

tampak

Palpasi Ictus cordis tak teraba

Perkusi Batas Jantung jelas, tidak ada

pelebaran

Auskultasi S1S2 Tunggal, murmur (-),

gallop (-)

Paru :

Inspeksi Gerak nafas normal

Palpasi Fremitus Raba Normal

Perkusi Sonor/sonor

72

Auskultasi Wheezing (-/-), Rhonki

(-/-)

Abdomen

Inspeksi Cembung, Simetris

Palpasi Hepar dan Lien tak teraba

Perkusi Tymphani

Auskultasi Bising Usus Normal

Ekstremitas

Oedema - - Akral Hangat + +

- + + +

Terdapat luka dan bengkak yang dibungkus gips dan

ditutup dengan perban di cruris sinistra.

ASSESSMENT

Diagnosa = Fraktur tertutup os. Tibia sinistra

PLANNING

Immobilisasi menggunakan traksi terus menerus,

pembebatan dengan gips, pemakaian penahan

fungsional, fiksasi internal maupun fiksasi

eksternal

73

Anti-nyeri dan Kortikosteroid

Terapi OHB

74

BAB V

TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN PADA

FRAKTUR46,51,52,53,54,55,56,57

Saat ini terapi HBO digunakan sebagai Adjuvant

Therapy pada kasus fraktur tulang setelah seluruh

terapi definitive dikerjakan dengan baik. Pada fraktur

akan menyebabkan hipoksia lokal yang diikuti dengan

iskemia jaringan, lesi vaskuler, nekrosis ujung fragmen

tulang yang patah dan gangguan proses metabolic seluler

dengan akibat akan terjadi gangguan perfusi serta

oksigenasi jaringan lunak dan tulang.

Terapi oksigen hiperbarik mempunyai efek langsung pada

fraktur tulang, yaitu :

- Meningkatkan kandungan oksigen pada tingkat

jaringan

- Meningkatkan distribusi oksigen per unit aliran

darah

- Reduksi edema

Efek jangka panjangnya adalah :

- Meningkatkan penyembuhan luka setelah fasciotomy

- Mengurangi angka infeksi

- Meningkatkan hasil skin graft

75

Penanganan dari bentuk paling parah dari

kondisi ini hampir selalu memerlukan pembedahan.

Oksigen hiperbarik merupakan intervensi efektif

yang melawan peristiwa patofisiologi yang

terjadi dengan kondisi ini. Studi menunjukkan

penurunan secara statistik dan signifikan pada

hilangnya fungsi otot, metabolit terkait dengan

cedera otot, edema, dan nekrosis otot ketika HBO

digunakan dalam crush injury dan kompartemen

sindrom.

Terapi oksigen hiperbarik pada kasus fraktur harus

dimulai sedini mungkin, idealnya dalam waktu 4-6 jam

setelah cedera. Setelah intervensi pembedahan darurat,

pasien diberikan terapi oksigen hiperbarik dengan

tekanan 2 – 2,4 atm selama 60 – 90 menit. Untuk 2 – 3

hari berikutnya, terapi oksigen hiperbarik dilakukan

sehari setiap harinya kemudian dua kali sehari setiap

harinya selama 2 -3 hari, lalu setiap hari selama 2 – 3

hari berikutnya.

Ancaman langsung ke jaringan yang hidup

setelah fraktur terbuka dengan crush injury maupun

sindrom kompartemen adalah apakah perfusi sudah

cukup atau tidak untuk mempertahankan

kelangsungan hidup jaringan tersebut. Edema

vasogenik pasca-trauma berkembang sebagai akibat

dari cedera dan diperbesar oleh edema sitogenik,

dimana sel yang hipoksia tersebut kehilangan

76

kemampuan untuk mempertahankan cairan

intraseluler. Rintangan untuk proses difusi

oksigen meningkat oleh karena adanya edema dan

runtuhnya mikrosirkulasi sekunder karena tekanan

dari cairan edema (seperti terjadi pada sindrom

kompartemen), sehingga akan semakin mengurangi

ketersediaan oksigen ke jaringan yang cedera.

Ketika tekanan oksigen jaringan turun di bawah

30 mmHg, respon host terhadap infeksi dan

iskemia akan menumpul. Dalam lingkungan

hipoksia, neutrofil yang oxygen-dependent menjadi

rusak atau tidak ada, dan proses perbaikan host

seperti migrasi fibroblas, proliferasi, dan

sekresi kolagen berkurang. Oleh karena itu,

neovaskularisasi terganggu karena kurangnya

kolagen matriks yang diperlukan sebagai substrat

untuk angiogenesis kapiler.

Alasan utama untuk menggunakan terapi HBO

pada fraktur terbuka dan luka-luka crush injury dan

sindrom kompartemen ialah pertama, pasokan

oksigen ke jaringan lain yang mungkin mati dari

hipoksia selama periode awal pasca-cedera

kemungkinan besar tidak memadai sebagai akibat

langsung dari cedera. Kedua, terapi HBO

meningkatkan tekanan oksigen jaringan ke tingkat

yang memungkinkan respon host yang disebutkan di

atas berfungsi. Dengan terapi HBO sebesar

77

tekanan 2 atmosfer absolut, kandungan oksigen

darah (yaitu kombinasi hemoglobin dan plasma

yang mengandung oksigen) meningkat sebesar 125%.

Tekanan oksigen dalam plasma, serta cairan

jaringan, meningkat 10 kali lipat (yaitu 1000%).

Efeknya adalah peningkatan 3 kali lipat dalam

difusi oksigen melalui cairan jaringan. Hal ini

membantu untuk mengkompensasi efek edema yang

merugikan pada penurunan ketersediaan oksigen ke

sel. Oksigen yang cukup akan terlarut dalam

plasma untuk menjaga jaringan hidup tanpa

bantuan hemoglobin.

Pengurangan edema adalah efek sekunder dari

hyperoksigenasi jaringan. Oksigen hiperbarik

menginduksi vasokonstriksi yang mengurangi

aliran darah sebesar 20% (12). Pengurangan edema

terjadi karena penurunan filtrasi cairan dari

kapiler ke ruang ekstraseluler sebagai

konsekuensi dari vasokonstriksi sementara

resorpsi cairan ekstraselular pada tingkat

kapiler dipertahankan. Hiperoksigenasi

mempertahankan pengiriman oksigen pada

vasokonstriksi yang diinduksi oleh terapi HBO

tersebut. Selain itu, aliran darah di

mikrosirkulasi ditingkatkan melalui penurunan

tekanan cairan interstisial dari pengurangan

edema.

78

Oksigen hiperbarik melawan interaksi antara

oksigen radikal beracun dan mencegah peroksidasi

lipid dari membran sel. Oksigen hiperbarik

secara khusus melawan sistem beta2 integrin

(cluster-designation-11) yang menginisiasi respon

perlengketan neutrofil pada endotelium kapiler

venul.

Dengan mengurangi anion superoksida yang

dihasilkan, reaksinya dengan molekul nitrit oksida

untuk membentuk radikal peroksinitrit yang reaktif

juga dikurangi. Mekanisme lain dari terapi HBO

terhadap cedera reperfusi ialah adanya oksigen

tambahan untuk mereperfusi jaringan sehingga

menghasilkan scavengers. Scavengers yang dimaksud ialah

superoxide dismutase, catalase, peroxidase dan

glutathione yang akan mendetoksifikasi radikal

oksigen yang destruktif sebelum mereka menghancurkan

jaringan.

Pada tahun 1980-an pengaruh terapi HBO pada

sindrom kompartemen otot-rangka dilaporkan dalam

serangkaian artikel dengan menggunakan model

anjing. Terapi HBO secara signifikan mengurangi

jumlah otot rangka yang nekrosis dibandingkan

dengan kontrol. Bowersox et al menunjukkan

tingkat penyembuhan 90% ketika terapi HBO

digunakan untuk mengelola kulit yang dilakukan

flap dan atau cangkok yang sebelumnya gagal.

79

Pada tahun 1987 Shupak dilaporkan menyelamatkan

anggota tubuh dari 75% dari pasien yang berisiko

amputasi setelah trauma dengan cedera iskemik

yang bersamaan.

Penyembuhan fraktur pada pasien lebih dari 40

tahun secara signifikan diperbaiki dengan terapi

HBO (p value <0,05). Para peneliti juga

mempelajari pengukuran oksigen transkutan dan

menemukan oksigen transkutan lebih ditingkatkan

dalam kelompok yang diperlakukan terapi HBO

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain

itu, pasien yang telah sembuh dari patah tulang

memiliki hasil pembacaan oksigen transkutan

lebih tinggi secara signifikan dibandingkan

mereka yang bahkan tidak mengalami patah tulang.

Melalui data yang diperoleh dari Hyperbaric Oxygen

Therapy Facilitates Surgery in Complex Open Elbow Injuries dalam

Journal of Shoulder and Elbow Surgery (2007), ditemukan bahwa

menambahkan terapi HBO untuk fiksasi internal dan flap

jaringan lunak setelah debridemen radikal kompleks

cedera siku terbuka dapat menjadi alternatif pengobatan

yang sangat baik.

Dari jurnal ini diperoleh 12 kasus patah tulang

terbuka pada siku, sembilan kasus ialah patah tulang

terbuka jenis IIIA, enam adalah jenis IIIB, satu tipe

IIIC. Delapan pasien mengalami cedera nervus perifer,

termasuk delapan cedera nervus radial, dua cedera

80

nervus median, dan dua cedera nervus ulnar. Satu pasien

juga memiliki laserasi dari arteri brakialis. Semua

operasi untuk pengobatan fraktur dimulai dalam waktu 30

menit sampai 2 jam tiba di unit gawat darurat. Protokol

pengobatan bedah terdiri dari irigasi, fasiotomi, dan

debridemen luas, diikuti oleh fiksasi internal dengan

atau tanpa dukungan eksternal. Semua pasien menjalani 2

sesi terapi HBO (2,5 bar, oksigen 100%, 120 menit)

dalam 48 jam setelah operasi. Fraktur terbuka kompleks

pada siku biasanya berhubungan dengan cedera jaringan

lunak yang berat, yang diperberat dengan nekrosis

jaringan, edema jaringan progresif, hipoksia,

kontaminasi bakteri yang tidak terelakkan. Karena

terapi HBO yang bersifat adjuvan dapat meningkatkan

konsentrasi oksigen secara signifikan di semua

jaringan tubuh oleh karena hiperoksigenasi, penurunan

edema pada jaringan melalui vasokonstriksi, dan

penurunan insidens infeksi oleh karena adanya

peningkatan fagositosis sel darah putih dan sinergisme

antibiotik seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya

pada subbab ini. Terapi HBO sebagai adjuvan ini

dilakukan pada kasus dengan fiksasi internal dan

terbukti dapat memperbaiki hasil klinis pasien.

Hasilnya, 12 pasien (75% kasus) mencapai hasil

memuaskan yakni secara fungsional baik, 3 (18,75%)

mencapai hasil fungsional yang cukup, dan 1 (6,25%)

hasil fungsional yang buruk. Lima puluh pasien tidak

81

mengalami nyeri siku, sedangkan sisanya hanya sakit

ringan. Empat pasien tidak memiliki pembatasan

kegiatan sehari-hari, 11 pasien keterbatasan ringan

sampai sedang. Tidak ada infeksi dalam yang terjadi

pada semua kasus. Infeksi superfisial terjadi pada 3

pasien, namun bersifat ringan dan berhasil diterapi

dengan local dressing dan antibiotik. Osteomyelitis kronis

tidak terjadi.

Coulson et al di tahun 1966 sudah menuliskan pula

manfaat dari terapi HBO pada komplikasi fraktur berupa

delayed union maupun non union. Pada studi yang dilakukan

pada binatang juga didapatkan bahwa terapi HBO dapat

mempercepat pertumbuhan tulang dan mempercepat removal

sel-sel mati atau sel-sel yang abnormal. Kerwin et al

(2000) pada uji eksperimental pada kucing yang sengaja

dibuat non union membuktikan adanya peningkatan

pembentukan tulang secara radiologis maupun histologis

pada penggunaan terapi HBO, namun vaskularisasi tidak

ditingkatkan.

82

REFERENSI

1. Latham E, et al. Hyperbaric Oxygen Therapy. E medicine

[online]. 2010 [cited 2011 Jan 20]. Available

from:URL:

http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview

2. Atlantic Hyperbaric Associates. Hyperbaric Oxygen

Therapy and Crush Injury, Compartment Syndrome and

Other Acute Traumatic Ischemias.1999[cited 2011 Jan

20]. Available from:URL:

http://www.atlantichyperbaric.com/health/crush-

injuries.htm

3. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-

20.Jakarta: EGC.2003. Bab 21.Hal 325-70

4. Anonym. Bone Structure. 2011[cited 2011 Jan 20].

Available from:URL:

http://www.cliffsnotes.com/study_guide/topicArticleId-

22032,articleId-21902.html

5. Nather A, Ong HJ. Bone Grafts and Bone Substitutes -

Basic Science and Clinical Applications. Available

from:URL:

http://www.worldscibooks.com/etextbook/5695/5695_chap0

1.pdf

6. Ito K dan Parren SM. Biology of fracture healing.

Available from:URL http://www.aopublishing.org/"><img

src="./ao bone heal_files/MyPortalFiles"

83

7. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available

from:URL:

depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html

8. Buckley R dan Panaro CD. General Principles of

Fracture Care.2010 [cited 2011 Jan 22] Available

from:URL

http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview

9. Sjamsuhidayat R dan Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah

Edisi 2. EGC:Jakarta. 2004. Bab 40,hal.841-89.

10. Greenspan A. Imaging Modalities in Orthopedics in

Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1. 2001.

Lippincott Williams & Wilkins.Ch.4,185-96

11. Otto C dan Touquet E. General Principles: How to

Interpret Radiograph. Available from:URL:

http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/

Content_store/Sample_chapter/

9780727915283/9780727915283_4_001.pdf

12. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of

Musculoskeletal System 3rd ed.1999. Ch.3,p.416-27

13. American Academy of Orthopaedic

Surgeons .Fractures.Available from:[URL]:

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00097

14. McRae R. Practical Fracture Treatment, 3rd ed,

Churcill Livingstone. London: 1999. p. 285-290.

15. Ludwig O, Bisschop P, Veer TJ. A System of

Orthopaedic Medicine Vol. 1. Elsevier Health

Sciences.p.68-72

84

16. Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. Apley's Concise

System of Orthopaedics and Fractures 3rd ed.

2005.USA:Oxford University Press.

17. Tintinalli JE. Stapczynski S, et al. Tintinalli's

Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, 7th

ed.2004. Philadelphia:McGraw Hill Company.

18. Wade R, Juan F, et al. Immediate Management of

Musculoskeletal Trauma in CURRENT Diagnosis &

Treatment in Orthopedics. 2011. Philadelphia:McGraw

Hill Company.

19. Ramesh C, Tolhurst S, et al. Orthopedic Surgery

in CURRENT Diagnosis and Treatment: Surgery 13th ed.

2011. Philadelphia:McGraw Hill Company.

20. Canale, S. Terry, and James H. Beatty, eds.

"Fractures and Dislocation, Part XV." Campbell's Operative

Orthopaedics. 11th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier,

2007.

21. Braddom, Randolph L. Physical Medicine and

Rehabilitation. 3rd ed. Philadelphia: W.B. Saunders, 2006.

22. Anonym. Reduction of Fracture or Dislocation.

Available from:

[URL]:http://www.mdguidelines.com/reduction-of-

fracture-or-dislocation

23. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of

Internal Fixation. 2009[cited 2011 Feb 2]. Available

from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987

-overview

24. American Academy of Orthopaedic Surgeons.

Internal Fixation and External Fixations for

85

Fractures. Available from:URL:

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00196

25. Kaleidoscope Executive Advisory Group. Traction.

2008. Available from:URL:

http://www.kaleidoscope.org.au/docs/GL/Traction_Kal.pd

f

26. Bennet MH. Hyperbaric Oxygen Therapy for

Promoting Fracture Healing and Treating Nonunion

Fracture.Available

from:URL:http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabil

itacion/hyperbaric_oxygen_therapy_for_promoting_fractu

re_healing_a%85.pdf

27. Brien PJO dan Mosheiff R.Open Fractures-

Principles. Available From:[URL]:

http://www.aopublishing.org/

28. Fraktur Terbuka. Browsed:

http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fraktur-

Terbuka.html

29.  Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology

of open fractures. Court-Brown CM, McQueen MM, Quaba AA

(eds), Management of open fractures. London: Martin Dunitz,

25-35.

30. Patel M dan Herzenberg J.Open Tibial

Fractures.2009[cited 2011 Feb 3]. Available from:

[URL]:http://emedicine.medscape.com/article/1249761-

overview

31. Norvell JG dan Steele M.Fracture Tibia and

Fibula. 2009[cited 2011 Feb 3]. Available from:

86

[URL]:http://emedicine.medscape.com/article/826304-

overview

32. Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D. The

management of open fractures. J Bone Joint Surg Am.

Feb 1990;72(2):299-304.

33. Tscherne H, Oestern HJ.  A new classification of

soft-tissue damage in open and closed

fractures. 1982;85(3):111-5

34. Rotondo N. Approach to the Trauma Patient in

Merck Manual Online. 2009. Available from:[URL]:

http://www.merckmanuals.com/professional/sec21/ch307/c

h307a.html

35. Basar C, Sadik G, et al. The effectiveness of

analgesics in traumatic injuries of the ex tremities.

ADVANCES IN THERAPY; 22(5), 462-6

36. Zalavras CG, Patzakis MJ . Open Fractures:

evaluation and management. 2003. J Am Acad Orthop Surg;

11(3):212-219.

37. Hoff WS, Bonadies JA, Cachecho R, et al. East

Practice Management Guidelines Work Group:Update to

Practice Management Guidelines for Prophylactic

Antibiotic Use in Open Fractures.2008. Eastern

Association for the Surgery of Trauma.

38. Chapman MW. Open Fractures in in Chapman’s

Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1. 2001[online

database]. Lippincott Williams & Wilkins.

87

39. Paley, Dean C, et al. Ilizarov Bone Transport

Treatment for Tibial Defects. 2000.JOT; 14(2);pp 76-

85 

40. Khandelwal S, Kaide CG. Hyperbaric Oxygen Therapy

in Tintinalli JE, Stapczynski JS, Cline DM,et al:

Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study

Guide 7th ed(online database). Available from:[URL]:

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?

aID=6349284.

41. Latham E, Hare MA, Neumeister M. Hyperbaric

Oxygen Therapy.2010 [cited 2011 Feb 3]. Available

from:[URL]:

http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview

42. Sutarno, Riyono A, dkk. Kedokteran Hiperbarik

Edisi I. 2000. Jakarta:RS AL Mintohardjo Hiperbarik

Senter.

43. Setiawan HW. Pengantar Ilmu Kesehatan Penyelaman.

2000. Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik Indonesia.

Ch.3,p.11-31.

44. Bennet P and Elliot D. The Physiology and

Medicine of Diving 4th ed.

45. Feldmeier JJ. Hyperbaric Oxygen: Indication and

Results. 2003. The Hyperbaric Oxygen Therapy Committee

Report.

46. Manaf, E.Understanding Challenges through HBO

Therapy-From Pathology to Clinical Implication. On

symposium “Update on Hyperbaric Oxygen Therapy”. 2005,

October 1-2nd . Jakarta.

88

47. Huang KC , Tsai YT, Wei RW. Hyperbaric oxygen

therapy facilitates surgery on complex open elbow

injuries: Preliminary results. 2007. Journal of

Shoulder and Elbow Surgery;16(4);454-60.

48. Buettner MF, Wolkenhauer D. Hyperbaric Oxygen

Therapy in the Treatment of Open Fractures and Crush

Injuries. 2007. Radiology source;25(1);p.177-88

49. Strauss M. Crush injury, compartment syndrome and

other acute traumatic peripheral ischemias. In:

Hyperbaric Medicine Practice. Kindwall EP and Whelan

HT, eds. Best Publishing, Flagstaff, AZ 1999;753-778.

50. Strauss MB. Crush injury and Skeletal Muscle

Compartment Syndromes. 2003. The Hyperbaric Oxygen

Therapy Committee Report.

51. Jain KK.Hyperbaric Oxygenation in Traumatology

and Orthopedics in Textbook of Hyperbaric Medicine 2nd

ed. 1996. Kirkland: Hogrefe & Huber Publisher.

89