fraktur femur koas bedah
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS MANDIRI
KOASISTENSI ILMU BEDAH DAN RADIOLOGI
FRAKTUR TULANG FEMUR PADA ANJING “BIULTY”
WAHYU FEBRIYANTO MUS ARDI, S.K.H.
14/374283/KH/8289
(Kelompok A.14.10)
Dosen Pembimbing:
Dr. drh. Dhirgo Adji, M.P.
BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
FRAKTUR TULANG FEMUR PADA ANJING “NGGICIT”
Oleh:
WAHYU FEBRIYANTO MUS ARDI, S.K.H.
14/374283/KH/8289
INTISARI
Pada tanggal 22 Juni 2015 dilakukan operasi fraktur tulangfemur pada anjing betina bernama “Biulty”. Anjing berumur 12 bulandan berwarna hitam putih. Anjing seberat 4,5 kg dengan namapemilik Sugito yang bertempat tinggal di Klebengan CTVIII E2Depok, Sleman, D.I.Yogyakarta. Operasi dilakukan di ruang operasiBagian Bedah dan Radiologi Klinik Hewan Kuningan FakultasKedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Anjing dipuasakan selama 24 jam dan puasa minum selama 6jam sebelum dilakukan operasi fraktur. Pada bagian yang akandiincisi dicukur bulu dan dioleskan antiseptik. Pemberianpremedikasi dengan atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg.Anastesi dengan ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg dicampur denganxylazin 2% dosis 2 mg/kg.
Setelah hewan teranastesi dilakukan incisi pada kulit dansub kutan dilakukan pada sepanjang cranio lateral tulang yangsegaris dari trochanter mayor ke patella. Kulit dan jaringansubkutan diretraksikan, fasialata diiris pada sepanjang tepikranial muskulus bicep femoris. Setelah facia diiris tampak septummuskulus, muskulus bicep femoris ditarik ke kaudal dan muskulusvastus lateralis ditarik ke kranial sehingga tampak bagianpermukaan tulang femur. Demikian pula retraksi dilakukan untukmuskulus abduktor magnus ditarik ke kaudal dan muskulus vastusintermedius dipreparir dan ditarik ke kranial. Batang tulangdiusahakan terlepas dari muskulus sekitarnya. Tulang femurdilakukan pematahan secara oblique, kemudian disambung dengan
Page 1
menggunakan pen yang panjangnya diukur terlebih dahulu sepanjangtulang femur, dilanjutkan pemasangan kawat steril pada patahanoblique tersebut. Setelah tulang tersambung sempurna, larutanantibiotik dimasukan ke dalam daerah yang dilakukan operasi untukmencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambatproses kesembuhan. Kemudian dilakukan penjahitan pada muskulusyang dipreparir dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakanbenang catgut chromik, kemudian subkutan dijahit dengan polajahitan sederhana menerus menggunakan benang catgut plain dankulit dijahit dengan pola jahitan sederhana tunggal menggunakanbenang katun.
Perawatan pasca operasi selama 3 hari diberi antibiotiksetiap pagi dan sore, serta luka operasi diberi iodin. Infusintravena menggunakan ringer laktat selama 48 jam. Pemberian minumsetelah 24 jam pasca operasi dan pemberian makan bubur (recovery)setelah 48 jam pasca operasi. Setelah 7 hari pasca operasidilakukan pelepasan jahitan.
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang
dengan atau tanpa letak perubahan letak fragmen tulang
(Kumar,1997). Menurut Lane (1995), fraktur atau patah
tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik
komplit maupun inkomplit yang berakibat tulang yang
menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan
atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.
Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah
kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal,
krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald,
2000).
Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma atau
rudipaksa dan penyakit. Fraktur karena trauma ini
dikenal sebagai fraktur traumatika. Sedangkan fraktur
karena penyakit ini bisa disebabkan oleh penyakit yang
berada di dalam tulang (penyakit tulang) baik bersifat
lokal maupun umum, dapat juga disebabkan oleh penyakit
yang berada di luar tulang (Piermattei, 2000).
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R”, yaitu
rekognisi, reduksi/reposisi, retensi/fiksasi, dan
rehabilitasi. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan
melakukan berbagai iagnose yang benar sehingga akan
membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan
Page 3
terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna. Reduksi
atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-
fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau
kedudukan semula atau keadaan letak normal. Retensi
atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan
mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut
selama penyembuhan. Rehabilitasi adalah tindakan dengan
maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut
dapat kembali normal.
Menurut Kumar (1997), prinsip dasar penanganan
fraktur adalah aposisi dan imobilisasi serta perawatan
setelah operasi yang baik. Pertimbangan-pertimbangan
awal saat menangani kasus fraktur adalah menyelamatkan
jiwa penderita yang kemungkinan disebabkan oleh
banyaknya cairan tubuh yang keluar dan kejadian shock,
kemudian baru menormalkan kembali fungsi jaringan yang
mengalami kerusakan. Kriteria penyembuhan fraktur
dibagi menjadi 2 yaitu 1) Klinis, meliputi tidak ada
pergerakan antar fragmen, tidak ada rasa sakit, ada
konduksi yaitu ada kontinuitas tulang; 2) Radiologi,
meliputi terbentuknya kalus, trabekula tampak sudah
menyeberangi garis patahan (Archibald, 2000).
Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Patah Tulang (Fraktur)
Fraktur adalah rusak dan terputusnya kontinuitas
tulang, yang merupakan suatu gangguan integritas tulang
karena tekanan yang berlebihan. Fraktur memilliki
beberapa penyebab seperti akibat trauma yang disebabkan
oleh pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan secara langsung,
tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Fraktur
patologik disebabkan kelainan tulang misalnya lunak
oleh tumor ataupun sangat rapuh/osteoporosis
(Piermattei, 2000).
Fraktur diklasifikasikan menjadi:
1. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya
komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar
melewati kulit
2. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak
jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan
lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial
terjadi infeksi
3. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas
jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi
menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang
Page 5
dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh
korteks
4. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas
jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang,
sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada
korteks yang utuh)
5. Fraktur transverse yaitu fraktur yang menyilang
tulang tidak lebih dari 300 dari axis tulang panjang
6. Fraktur oblique yaitu fraktur yang memperlihatkan
lebih dari 300 dari axis tulang panjang
7. Fraktur spiral adalah fraktur khusus dari fraktur
oblique yang mana membentuk garis melingkar pada
diafisis (Lane, 1995).
Diagnosa Fraktur
Berdasarkan gejala klinis, anamnesa, inspeksi
(perubahan simetrisitas, deformitas, jejas, bengkak)
dan pemeriksaan fisik secara palpasi (nyeri tekan,
krepitasi), pengukuran panjang kaki harus dilakukan
untuk memperoleh diagnosa yang akurat.
Laboratorium :
Pada fraktur, test laboratorium yang perlu
diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
Page 6
Radiologi :
Dengan X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur,
deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Penanganan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu:
1. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan
keadaan secara umum; riwayat kecelakaan, parah
tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien,
menentukan kemungkinan tulang yang patah dan adanya
krepitus
2. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi
anatomis normal untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan.
3. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen
tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal.
4. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan
fungsi tulang secara sempurna, dengan cara:
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
b. Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan
pembengkakan.
Page 7
c. Memantau status neorovaskular.
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri.
e. Latihan isometrik dan setting otot.
f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari.
g. Kembali keaktivitas secara bertahap
Penanganan Pasca Operasi
Hewan dibebat dengan perban khusus yang memiliki
tekstur empuk untuk meningkatkan kenyamanan dan
mengurangi rasa nyeri. Plat dan sekrup juga memerlukan
perawatan khusus. Pemberian nutrisi tambahan berupa
tablet kalsium, magnesium dan Vit.D juga perlu
diberikan. Setiap 3-6 minggu sekali hewan harus
dirontgen untuk memantau kondisi tulang, apakah ada
pergeseran/mal union/non union. Apabila fraktur sudah
mencapai tahap kesembuhan, pin/plat/sekrup yang
dipasang segera dilepas (Basset, 1962).
Proses Kesembuhan Patah Tulang
Bentuk kesembuhan tulang dapat bervariasi
tergantung pada ketepatan reduksi dan fiksasi. Secara
ringkas proses kesembuhan tulang dapat dikategorikan
menjadi 3 macam, yaitu kesembuhan normal, kesembuhan
kontak dengan fiksasi yang kokoh dan kesembuhan gap
dengan fiksasi yang kokoh (Archibald, 2000). Proses
Page 8
penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap
sebagai berikut, yaitu :
1. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai
pembengkakan jaringan lunak, kemudian terjadi
organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda
dalam daerah radang) dan hematoma akan mengempis.
Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh
darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar
fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi
ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan
yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah
fraktur tersebut. Normalnya fase ini berlangsung
selama 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali
(Piermattei, 2000).
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal
yang menonjol adalah proliferasi sel-sel lapisan
dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma
terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh
tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub
periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari
kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari
bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari
periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing
Page 9
fragmen bertemu dalam satu proses yang sama, proses
terus berlangsung ke dalam dan ke luar dari tulang
tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu
sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa
tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak
sekali, walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak
dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi
pengendapan kalsium. Normalnya fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung dari frakturnya (Kumar, 1997).
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan
disini tulang menjadi osteoporotik akibat resorbsi
kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas
mengeluarkan matriks intraseluler yang terdiri dari
kolagen dan polisakarida, yang segera bersatu dengan
garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau
young callus, karena proses pembauran tersebut, maka
pada akhir stadium terdapat dua macam callus yaitu di
dalam disebut internal callus dan di luar disebut
external callus. Fase ini berlangsung kurang lebih
selama 4 minggu setelah fraktur menyatu (Archibald,
2000).
4. Fase remodelling
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami
maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas,
Page 10
callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature)
dengan pembentukan lamela-lamela. Pada stadium ini
sebenarnya proses penyembuhan sudah lengkap. Pada
fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi
primary callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan
sehingga sudah tampak jaringan yang radioopaque.
Secara berangsur-angsur primary bone callus
diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang
sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
Proses pada fase ini lambat dan memerlukan beberapa
bulan, sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang
normal (Archibald, 2000).
Gambar 1. Mekanisme Seluler Tahapan Penyembuhan
Tulang
(www.sciencedirect.com)
Page 11
Gambar 2. Fase Penyembuhan Tulang
(www.apbrwww5.apsu.edu)
Premedikasi
Premedikasi dalam proses operasi bertujuan untuk
memudahkan dalam anestesi dan membuat hewan menjadi
lebih tenang. Sedativa, transquliser dan analgetika
dapat digunakan dalam premedikasi untuk mengurangi
iritabilitas saraf pusat sehingga meningkatkan efek
anestesi (Hall, 1977).
Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi
bermanfaaat untuk membuat hewan menjadi lebih tenang
dan terkendali, mengurangi dosis anastesi, mengurangi
efek-efek otonomik dan efek samping yang tidak
diinginkan, serta mengurangi nyeri pre-operasi.
Premedikasi adalah untuk meniadakan kegelisahan, hewan
menjadi lebih tenang dan terkendali, meningkatkan
sekresi saliva dan reaksi yang menyebabkan kejang-
kejang, bradikardia selama anastesi, memperkuat efek
anastesi sehingga bekerja lebih dalam dan durasinya
dapat ditentukan untuk memperlancar induksi dan
mengurangi keadaan gawat anastesi, serta mengurangi
Page 12
efek-efek samping yang tidak diinginkan serta nyeri
pada pre-operasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Atropin Sulfat merupakan obat premedikasi
golongan antikolinergik yang paling sering digunakan.
Keuntungan antikolinergik sebagai premedikasi adalah
mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila
dipakai obat anastetik yang menimbulkan hipersekresi
kelenjar saliva, menurunkan keasaman cairan gastrium,
menghambat bradikardia oleh stimulasi vagal, menurunkan
motilitas intestinal, dan menyebabkan bronchodilatasi
(Sardjana dan Kusumawati, 2004). Atropin sulfat
merupakan obat yang dapat memblokir kerja syaraf
parasimpatik. Efeknya mampu mengurangi aktivitas
traktus digestivus, menekan urinasi dan aksi nervus
vagus, kerugiannya adalah peningkatan kecepatan
metabolisme, peningkatan denyut jantung, dapat
menyebabkan bradikardia atau takikardia dan dilatasi
pupil. Dosis pada anjing adalah 0,04 mg/kg BB dengan
konsentrasi 0,025% secara subkutan (Tenant, 2002).
Anestesi Umum
Anastesi umum adalah suatu kedaan tidak sadar
akibat intoksikasi sistem syaraf pusat yang bersifat
reversibel dan terkontrol, sedangkan sentivitas
terhadap stimulasi yang berasal dari luar menurun dan
respon motor terhadap stimulasi akan berkurang. Secara
Page 13
umum anestesi umum terbagi menjadi 4 stadium, sedangkan
pada stadium III dibagi lagi menjadi 4 plane.
1. Stadium I (Analgesisia)
Stadium analgesia dimulai dari hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini hewan berusaha
melepaskan diri dari pengaruh anestesi dan juga
ditandai dengan adanya defekasi, urinasi, pulsus
meningkat, dilatasi pupil, peningkatan sekresi
saliva dan sekresi bronchial. Pada akhir stadium ini
hewan menjadi lebih tenang dan mulai menampakkan
efek analgesia.
2. Stadium II (Dellirium atau eksitasi)
Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium
ini terlihat gerakan yang tidak menurut kehendak dan
terlihat jelas adanya eksitasi. Pernafasan tidak
teratur, tonus otot meningkat, inkonentia urine,
muntah, medriasis, hipertensi, takikardia. Pada
stadium ini bisa terjadi kematian dan untuk
mencegahnya stadium ini harus cepat dilewati.
3. Stadium III (Pembedahan)
Stadium pembedahan dimulai dengan teraturnya
pernafasan, tanda yang harus dikenali yaitu:
a.Pernafasan tidak teratur pada stadium II telah
menghilang.
Page 14
b.Reflek kelopak mata dan konjungtiva menghilang,
bila dilepas tidak akan menutup dan kelopak mata
tidak berkedip jika bulu mata disentuh.
c.Kepala dapat digerakkan bebas ke kanan atau ke
kiri.
d.Gerakan bulu mata yang tidak menurut kehendak
merupakan tanda spesifik untuk permulaan stadium
III.
4. Stadium IV (Paralisa)
Stadium paralisa dimulai dengan melemahnya
pernafasan perut dibandingkan dengan plane IV,
tekanan darah tidak dapat diukur, jantung berhenti
berdenyut dan akhirnya mati (Brander dkk., 1991).
Anastesi yang sering diberikan adalah ketamin dan
Xilazin. Kombinasi antara ketamin dan xilazine
merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini untuk
menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranastesi
secara baik dengan menggunakan kombinasi ini. Anastesi
dengan ketamin xilazine memiliki efek lebih pendek jika
dibandingkan denga pemberian ketamin saja, tetapi
kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik
tanpa konfulsi. Emesis sering terjadi pasca pemberian
ketamin xilazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan
pemberian atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin
xilazine. Efek anastesi akan timbul setelah 10-30
Page 15
menit, dan kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2 jam
(Lumb dan Jones, 1984).
Antiseptik dan Desinfektan
Antiseptik dan desinfektan dapat menggunakan
Alkohol 70%, Kalium Permanganat (KMnO4), dan Iodium
Tincture 3%. Alkohol 70% merupakan antiseptik dan
desinfektan yang baik. Alkohol bekerja dengan cara
mendenaturasi protein, interupsi metabolik dan
melisiskan sel. Alkohol bersifat korosif terhadap
peralatan stainless steel (Fossum, 2002). Kalium
Permanganat (KMnO4) tersedia dalam bentuk kristal
berwarna ungu dan mudah larut dalam air. PK mempunyai
daya membunuh kuman yang tinggi. Hampir semua jenis
kuman dapat terbunuh dengan antiseptik ini. Dalam
konsentrasi yang tidak merusak jaringan, spora kuman
tidak terpengaruh oleh PK (Brander dkk, 1991).
Iodium Tincture 3% merupakan preparat halogen
yang mempunyai efek bakteri yang sangat poten, karena
afinitasnya yang tinggi terhadap protoplasma bakteri.
Preparat ini mengandung 3% iodine dalam larutan
alkohol. Bakteri akan mati setelah kontak dengan iodium
selama 1 menit, sedangkan sporanya akan mati setelah
kontak selama 15 menit (Brander dkk., 1991).
Antibiotik
Page 16
Ampicillin
Ampicillin merupakan salah satu semi sintetik
penicillin yang paling penting. Ampicilline tersedia
dalam bentuk serbuk, tablet, krim dan parenteral
injeksi. Dengan sediaan: kapsul 250 mg, 500 mg, tablet
125 mg, 250 mg, 500 mg vial (ampicillin sodium), 20-40
mg/kg PO q 8 jam, 10-20 mg/kg IV, IM, Sc q 6-8 jam
(ampicillin sodium).Mempunyai aktivitas bakterisid dan
merupakan antibiotik spektrum luas serta aktif melawan
sejumlah mikroorganisme Gram positif dan negatif,
diantaranya spesies Staphylococcus, Streptococcus, Salmonella,
Shigella, Brucella, E Coli, Klebsiella dan Fungiformis spp (Brander
dkk., 1991).
Organ sasaran untuk antibiotic ini antara lain,
alat perkencingan, alat pernafasan, gastrointestinal
(Kirk dan Bistner, 1985). Waktu paruh eliminasi
Ampicillin pada anjing 45-80 menit, dosis PO 10 mg/kg
BB 2 kali sehari, IM dan IV 10-20 mg/kg BB, sedangkan
SC 10-20 mg/kg BB/8 jam (Brander dkk., 1991).
Perawatan Pasca Operasi
Pemberian infus intravena pasca operasi perlu
dilakukan sampai hewan mau minum. Daerah yang diincisi
dibersihkan dan diolesi dengan iodium tincture 3%.
Perlu pemberian vitamin B kompleks secara intra
muscular, antibiotic dan supportif diberikan selama
Page 17
tiga hari berturut-turut. Makanan dan air dapat
diberikan dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah operasi.
Jika muntah dapat diberikan dengan metoclopramide atau
antiemetik. Pasien dimasukkan ke dalam kandang yang
bersih, kering dan terang. Selama masa perawatan
diberikan makanan yang mudah dicerna, luka operasi
dijaga kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka
operasi kering dan pada bekas operasi dioles Iodium
tincture 3% (Tobias, 2010).
Page 18
BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Anjing betina ”Biulty” dengan umur 12 bulan dengan
berat badan 4,5 kg, alat yang diperlukan antara lain
handle scalpel dan blade, gunting lurus, gunting
bengkok, needle holder, pinset anatomis, pinset
cirrurgis, seperangkat hemostatik forceps, allis
forceps, duk klem, jarum berujung bulat, jarum berujung
segitiga, benang katun, benang catgut kromic dan catgut
plain, duk steril, kapas dan kasa steril, boor tulang,
seperangkat alat fraktur tulang, pen tulang.
Bahan lain yang digunakan adalah air sabun,
alkohol 70%, larutan Kalium Permanganat (PK), iodium
tincture, Atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB
subcutan (SC), Ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg BB
intramuscular (IM), Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB
intramuscular (IM), larutan penstrep, Ampicillin,
Betadine salep, metroxicam dan salep bioplacenton.
Metode
Persiapan Operator dan Co-operator
Meja operasi disterilkan terlebih dahulu. Alat-
alat operasi yang telah disterilkan diletakkan di meja
Page 19
khusus secara urut dan rapi di dekat meja operasi.
Selama operasi berlangsung, operator dan co-operator
harus dalam keadaan steril. Tangan dicuci dengan sabun
kemudian dibilas dengan air yang mengalir mulai dari
ujung jari sampai siku kemudian celupkan pada larutan
Kalium Permanganat (PK) dan didesinfeksi dengan alkohol
70% lalu dibiarkan hingga kering. Tangan harus
dibiarkan dalam posisi terangkat dan tidak boleh
menyentuh barang-barang disekitarnya. Pakaian yang
digunakan operator dan co-operator adalah jas operasi,
sarung tangan, masker dan penutup kepala.
Persiapan hewan
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan fisik. Jika
hasil dari pemeriksaan hewan dinyatakan memenuhi syarat
untuk operasi, maka operasi dapat langsung
dilaksanakan. Sebelum operasi hewan dipuasakan makan
terlebih dahulu 6-12 jam dan puasa minum 2-6 jam.
Tujuan hewan dipuasakan adalah pengosongan lambung
sehingga selama operasi hewan tidak muntah. Disamping
itu juga karena pengaruh anastesi, maka tonus muskulus
akan menurun sehingga apabila hewan tidak dipuasakan
makanan dari lambung dapat masuk ke saluran pernafasan
melalui faring. Dimandikan terlebih dahulu kemudian
Page 20
dikeringkan dan dilakukan pencukuran rambut. Pencukuran
dilakukan searah rebah rambut dengan sebelumnya diberi
air sabun terlebih dahulu.
Anestesi
Terlebih dahulu diberikan premedikasi Atropin
sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB secara sub kutan
kemudian induksi anastesi umum diinjeksikan 15 menit
setelahnya. Induksi anestesi yang digunakan adalah
Ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg BB secara intramuskuler,
dan Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB secara intramuskuler.
Pelaksanaan operasi
Pelaksanaan operasi dimulai dengan pemberian
anestesi, setelah teranestesi hewan diletakkan pada
meja operasi dengan posisi rebah lateral dengan ketiga
kaki difiksasi pada kaki meja operasi dan satu kaki
yang dilakukan operasi fraktur femur tidak difiksasi.
Daerah yang akan diincisi diolesi dengan alkohol dan
kemudian dengan yodium secara sirkuler dari bagian
sentral (tempat yang akan dioperasi) bergerak ke
perifer. Hal ini bertujuan untuk mematikan berbagai
jenis kuman baik virus, bakteri maupun spora. Setelah
itu duk dipasang yang kemudian difiksir dengan duk
klem. Incisi pada kulit dan sub kutan dilakukan pada
sepanjang craniolateral tulang yang segaris dari
Page 21
trochanter mayor ke patella. Kulit dan jaringan
subkutan diretraksikan fasialata diiris pada sepanjang
tepi kranial muskulus bicep femoris. Setelah facia
diiris tampak septum muskulus, m. bicep femoris ditarik
ke kaudal dan muskulus vastus lateralis ditarik ke
kranial sehingga tampak bagian permukaan tulang femur.
Demikian pula retraksi dilakukan untuk muskulus
abduktor magnus ditarik ke kaudal dan m. vastus
intermedius dipreparir dan ditarik ke kranial. Usahakan
batang tulang terlepas dari muskulus sekitarnya. Tulang
femur dilakukan pematahan secara oblique, kemudian
disambung dengan menggunakan pen yang panjangnya diukur
terlebih dahulu sepanjang tulang femur. Dilanjutkan
pemasangan kawat steril pada patahan oblique tersebut.
Setelah tulang tersambung sempurna, masukkan larutan
antibiotik ke dalam daerah yang dilakukan operasi untuk
mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat
menghambat proses kesembuhan (Fossum, 2002). Kemudian
dilakukan penjahitan pada muskulus yang dipreparir
dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakan
benang catgut chromik, kemudian subkutan dijahit dengan
pola jahitan sederhana menerus menggunakan benang
catgut plain dan kulit dijahit dengan pola jahitan
sederhana tunggal menggunakan benang katun.
Perawatan Pasca Operasi
Page 22
Ketika pasien belum tersadar dari pengaruh
anestesi, dilakukan pengamatan terhadap nafas, pulsus,
dan suhu tubuh serta diberi infus Ringer Laktat. Untuk
menghindari infeksi sekunder diberikan injeksi
antibiotik yaitu Ampicillin yang diberikan selama 3
hari berturut-turut. Pengecekan suhu tubuh selama
perawatan untuk mengetahui kondisi tubuh hewan. Bekas
luka operasi diolesi dengan larutan iodin dan
bioplacenton. Apabila kesembuhan luka baik maka benang
jahitan dapat diambil tujuh hari pasca operasi.
Page 23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemeriksaan Umum
Tanggal 22 Juni 2015, dilakukan pemeriksaan fisik
dan laboratorium pada anjing “Biulty” yang berumur 12
bulan, jenis kelamin betina dengan berat badan 4,5 kg,
jenis anjing domestik dengan warna hitam putih. Hasil
anamnesa diperoleh bahwa anjing “Biulty” sudah diberi
obat cacing; belum diberi vaksin; feses padat; nafsu
makan dan minum baik; pakan kering. Hasil pemeriksaan
fisik dan laboratorium ditunjukkan pada Tabel. 1 dan 2.
Tabel 1. Pemeriksaan Fisik
No. Statuspraesens
Keterangan
1 Keadaan umum Ekspresi muka biasa, kondisitubuh sedang.Frekuansi nafas : 44x/menit;Frekuensi pulsus : 110x/menit;Suhu tubuh : 38,70C
2 Kulit danrambut
Rambut tidak rontok, turgorkulit baik
3 Selaputlendir
Konjungtiva mata pink, CRT < 2detik, cermin hidup basah.
4 Kelenjarlimfe
lgl. Superficial tidak adapembengkakan.
5 Pernafasan Tipe pernafasanthoracoabdominal, suara
Page 24
pernafasan vesicular.6 Peredaran
darahSistole dan diastole dapatdibedakan, ritmis normal.
7 Pencernaan Mulut bersih, anus bersih,peristaltik usus normal.
8 Kelamin dan perkencingan
Palpasi ginjal tidak ada rasasakit dan tidak ada rasa sakitsaat urinasi.
9 Saraf Reflek palpebra, pedal danpupil baik.
10 Anggota gerak dapat berdiri sempurna dantidak ada kepincangan.
Page 25
Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium
No. Jenispemeriksaan
Keterangan
1 Feses Tidak dilakukan2 Urine Tidak dilakukan3 Kulit Tidak ada
ektoparasit4 Pemeriksaan
darahTidak dilakukan
Berdasarkan hasil anamnesa pemeriksaan umum pra-
operasi diketahui bahwa anjing dalam kondisi sehat dan
dapat dipuasakan selama 12 jam sebelum operasi.
Pembahasan
Pada tanggal 22 Juni 2015 dilakukan operasi
fraktur femur pada seekor anjing “Biulty”, sebelum
dilakukan operasi dilakukan pemeriksaan umum dan
pemeriksaan fisik. Hal ini untuk mengetahui kondisi
pasien berkenaan operasi yang akan dilakukan. Hewan
dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa minum 6 jam
sebelum operasi. Tujuan dari puasa ini adalah untuk
pengosongan gastrium supaya tidak mendesak diafragma
selama operasi sehingga tidak terjadi muntah.
Pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik menunjukkan
hewan tidak mengalami perubahan patologis sehingga
hewan dinyatakan sehat dan aman untuk dioperasi.
Pada kasus fraktur femur ini, prosedur operasi
dilakukan dengan posisi hewan rebah lateral. Hewan yang
telah dipersiapkan kemudian diletakkan diatas meja
Page 26
operasi dan direstrain. Operasi dilakukan pada femur
sinister. Sebelum operasi dilakukan, bagian yang akan
di operasi dicukur pada daerah femur. Setelah itu di
olesi alkohol 70% dan iodium tinctur 3%. Persiapan
alat-alat operasi juga dilakukan. Setelah itu baru
hewan diberi cairan premedikasi dan anastesi. Anastesia
yang diberikan dengan cara anastesi umum. Pramedikasi
digunakan cairan Atropin Sulfat 0,025 %.
Volume Atropin sulfat yang diinjeksikan adalah sebagai
berikut :
Volume = dosis x berat badan = 0,04 mg/kg
x 4,5 kg
Konsentrasi 0,025%
= 0,04 mg/kg x 4,5 kg = 0,72 cc
0,25 mg
Jadi volume Atropin sulfat yang diinjeksikan adalah
sebanyak 0,32 cc secara subkutan. Efek utama dari
Atropin sulfat ini yang dikehendaki adalah untuk menurunkan
tonus parasimpatik, karena reflek parasimpatik tersebut
bebrbahaya dan kadang dapat menyebabkan kematian
(berhentinya jantung) (Tennant, 2002).
Anestesi umum dengan memberikan Ketamin dosis 10% dan
Xilazin dosis 0,2 %. Volume Ketamin (konsentrasi 10% dan
dosis 15 mg/kg) yang diberikan adalah
Volume Ketamin = dosis x berat badan = 15
mg/kg x 4,5 kg
Page 27
Konsentrasi 10%
15 mg/kg x 4,5 kg = 0,67 cc
100 mg
Volume Xylacin (konsentrasi 2% dan dosis 2 mg/kg) yang
diberikan bersama Ketamin, yang disuntikkan secara
intramuskuler, adalah sebagai berikut
Volume Xylacin = dosis x berat badan =
2 mg/kg x 4,5 kg
Konsentrasi 2%
2 mg/kg x 2 kg = 0,2 cc
20 mg
Penyuntikan Ketamin dan Xylazin yaitu 10-15 menit
setelah penyuntikan Atropin sulfat. Anestesi menggunakan
kombinasi Ketamin dan Xylazin pada operasi fraktur femur
bagian diafise anjing ini sebenarnya kurang dianjurkan
karena kombinasi kedua obat anestesi tersebut untuk
operasi yang tidak lama, sedangkan operasi fraktur
femur belum tentu dapat dilaksanakan dengan cepat.
Namun pada operasi ini dipilih dua anestesi tersebut
bisa disebabkan oleh faktor biaya anestesi dan kondisi
anjing yang sudah lemah sehingga dua macam obat
anestesi tersebut diharapkan cukup namun tetap
digunakan dosis Ketamin yang cukup tinggi yaitu 15
mg/kg.
Setelah dianestesi hewan akan menunjukkan gejala-
gejala memasuki stadium-stadium anestesi, yaitu :
Page 28
Stadium pertama, pasien masih sadar tetapi dalam keadaan
analgesia dan amnesia. Stadium kedua, pasien tidak
sadar, tetapi dapat bereaksi tidak tentu dan biasanya
menunjukkan pola pernafasan tidak teratur. Stadium
ketiga, menghasilkan keadaan operasi optimal dengan
pernafasan yang cukup baik dan hemodinamis yang stabil.
Tapi pada bagian yang lebih dalam, baik pernafasan
maupun sirkulasi menunjukkan tanda-tanda menurun.
Stadium keempat, terjadi kolaps kardiovaskuler dan
kegagalan pernafasan (Sabiston, 1992).
Kemudian dilakukan pemasangan kaos kaki dengan
lubang pada bagian yang akan di bedah (kaki kiri) dan
ketiga kaki yang lain difiksasi pada meja operasi dan
duck operasi dipasang. Kemudian Kulit diiris di
sepanjang craniolateral tulang yang segaris dari
trochanter mayor ke patella, demikian pula jaringan
subkutannya. Kulit dan jaringan subkutan diretraksikan,
fascia lata diiris pada sepanjang tepi cranial musculus
biceps femoris. Setelah fascia diiris akan tampak
septum musculus. Musculus Biceps femoris ditarik ke
kaudal dan musculus vastus lateralis ditarik ke kranial
sehingga tampak bagian permukaan tulang femur. Retraksi
juga dilakukan untuk musculus Adductor magnus ditarik
ke kaudal dan vastus intermedius dipreparir dan ditarik
ke kranial. Diusahakan batang tulang terlepas dari
musculus di sekitarnya.
Page 29
Teranastesinya sel – sel syaraf dibuktikan dengan
tidak adanya respon kesakitan ketika dilakukan jepitan
menggunakan allis forcep. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan deposisi cairan analgesik pada daerah yang
benar.
Operasi segera dilakukan setelah yakin bahwa
daerah operasi telah teranastesi sempurna pada semua
bagian yang akan dioperasi. Setelah kulit dan subkutan
terbuka, muskulus diretraksikan dengan facialata untuk
dipreparir. Setelah muskulus dipreparir kemudian tulang
di ambil dan dipatahkan secara oblique, kemudian
disambung dengan menggunakan pen yang panjangnya diukur
terlebih dahulu sepanjang tulang femur. Dilanjutkan
pemasangan kawat steril pada patahan oblique tersebut.
Setelah tulang tersambung sempurna, masukkan larutan
antibiotik ke dalam daerah yang dilakukan operasi untuk
mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat
menghambat proses kesembuhan (Fossum, 2002). Kemudian
dilakukan penjahitan pada muskulus yang dipreparir
dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakan
benang catgut chromik, kemudian subkutan dijahit dengan
pola jahitan sederhana menerus menggunakan benang
catgut plain dan kulit dijahit dengan pola jahitan
sederhana tunggal menggunakan benang katun.
Terapi pasca operasi yang diberikan pada anjing
adalah injeksi Ampicilin 0,45 cc. Injeksi diberikan
Page 30
secara intramuskuler 2 kali sehari. Pengobatan
antibiotik ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi
baik yang diakibatkan oleh kurang terjaganya sterilitas
operasi maupun akibat masuknya agen penyakit/bakteri
melalui celah luka pada saat proses penyembuhan.
Ampicillin merupakan salah satu obat semi sintetik
penicillin yang paling penting, mempunyai aktifitas
bakterisid, merupakan antibiotik berspektrum luas, dan
aktif melawan sejumlah besar organisme gram positif dan
negatif, seperti Staphylococcus, Streptococcus, Salmonela, Sigella,
Corynebachterium, Clostridium, Proteus, Pasteurella, Brucella, E. Colli,
Klebsiella, dan Fusiformis spp. Ampicillin bekerja dengan cara
menghambat sintesa dinding sel bakteri. Ampicillin
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dan terpusat
dalam hati dan ginjal (Brander dkk., 1991). Dosis
ampicillin pada anjing 10-20 mg/kg BB secara per oral,
dan 5-10 mg/kg BB secara parenteral. Pemberian
analgesic berupa meloxicam dengan jumlah 0,45 cc
diberikan tiap pagi hari bertujuan agar hewan
terkurangi rasa nyeri pada tulang dan lukanya.
Setelah operasi fraktur femur, yang paling penting
dalam tahapan ini adalah kesembuhan luka. Kesuksesan
operasi sangat tergantung pada kesembuhan luka. Menurut
Fossum (2002) kesembuhan luka dibagi menjadi beberapa
tahapan. Pada tahapan inflamasi yang memiliki
karakteristik meningkatkan permeabilitas vaskuler,
Page 31
kemotaksis pada sirkulasi, produksi sitokin, faktor
pertumbuhan dan mengaktivasi sel (makrofag, limfosit,
dan fibroblas).
Pakan post operasi untuk anjing adalah pakan
komersil berupa dogfood dan air minum masak. Pada hari
pertama sampai hari ke empat post operasi, anjing
“Biulty” memiliki nafsu makan dan minum baik.
Page 32
BAB V
KESIMPULAN
Intramedullary pinning adalah teknik fiksasi internal
yang cukup baik untuk terapi fraktur Anjing ”Biulty”.
Dalam pemasangan pin maupun kawat, perlu diperhatikan
komplikasi yang mungkin terjadi. Operasi harus berjalan
aseptis. Diameter pin harus sesuai dengan diameter
kanalis medularis. Diameter pin yang terlalu kecil
mengakibatkan kegagalan fiksasi dan nonunion, jika
terlalu besar bisa mengakibatkan tulang pecah.
Pemilihan pemasangan pin secara permanen berdasarkan
lokasi fraktur yang tidak memungkinkan menyisakan
sebagian pin di luar tulang karena akan mengganggu
persendian. Pemasangan kawat diharuskan pas pada posisi
patahan oblique, untuk menahan dan menjaga posisi
tulang tidak berubah yang berakibat pada kesembuhan
malunion.
Page 33
DAFTAR PUSTAKA
Archibald, J. 2000. Canine Surgery. America VeterinaryPublication. Inc. Santa Barbara California.
Basset, C.D. 1962. Current concepts of bone formation.J Bone Joint Surg 44A 1217.
Brander, G.C., Pugh, D.M., dan Bywater, R.J., 1991.Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics. 5th ed.The English Language Book Society, BaillireTindal. London.
Fossum, T.W. 2002. Small Animal Surgery Second Edition. C.V.Mosby. St Louis.
Hall, L. W. And J. G. Wrigth, 1977. Veterinary Anestesia andAnalgesica, 9th edition. The English Language BookSociety and Bailliere Tyndall. London.
Kumar, A., 1997. Veterinary Surgical Tehniques. Gandhi Nagar.Bangalore.
Lane, D.R. 1995. Veterinary Nursing. Missouri: WB SaunderElsevier.
Lumb, W.V., dan Jones, E.W., 1984. Veterinary Anesthesia. 2nd
ed. Lea & Febiger. Philadelphia.
Piermattei, L. 2000. Handbook of Small Animal Orthopedics andFracture Repair. Missouri: WB Saunder Elsevier.
Sabiston D.C. 1992. Buku Ajar Bedah (Essential of Surgery).Bagian1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sardjana, I Komang Wirasa dan Kusumawati, D. 2004.Anastesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.
Page 34
Tenant, Bryn, 2002. BSAVA Small Animal Formulary Fourth Edition.BSAVA. England.
Tobias, K.M. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery.Wiley Blackwell. Veterinary Science and Medicine,Purdue Univeristy. Indiana
Page 35
LAMPIRAN
Incisi kulit, subkutan,
dan musculus
observasi dan pematahan
tulang femur
Pematahan tulang secara
oblique
pemasangan pen pada tulang
Pamasangan pin permanen Pemasangan kawat steril
Page 36
Tabel 3. Perawatan pasca operasi
HariKe- Pemeriksaan Umum Pengobatan Keterangan
1 Sore Suhu tubuh :39,4 °CPulsus : 110 kali/menitNafas : 60 kali/menit
Injeksi ampicillin 0,45 cc pasca operasi
Luka diolesi iodine tinkture
Anjing tidak mampu berdiri dan berjalannormal, dan masih agak lesu
Jahitan masih dalam keadaan basah
2 Pagi Suhu tubuh :38,8 °CPulsus : 86 kali/menitNafas : 54 kali/menitSore Suhu tubuh :38,6 °CPulsus : 84 kali/menitNafas : 48 kali/menit
Injeksi ampicillin 0,45 cc setiap pagi dan sore
Luka diolesi iodine tinkture
Belum mampu berjalannormal
Jahitan belum mengering.
Jahitan tidak ada yang lepas
Sudah mau makan dogfood dan minum air putih
3 Pagi Suhu tubuh :38,8 °CPulsus : 100 kali/menitNafas : 40 kali/menitSore Suhu tubuh :38,9 °CPulsus : 80 kali/menitNafas : 44 kali/menit
Injeksi ampicillin 0,45 cc setiappagi dan sore
Belum mampu berjalannormal
Jahitan sudah mengering.
Jahitan tidak ada yang lepas
Nafsu makan dan minum baik
4 Pagi Suhu tubuh :38,5 °CPulsus : 110 kali/menit
Injeksi ampicillin 0,45 cc setiappagi dan sore
Belum mampu berjalannormal
Jahitan sudah mengering.
Page 38
Nafas : 42 kali/menitSore Suhu tubuh :38,3 °CPulsus : 80 kali/menitNafas : 20 kali/menit
Jahitan tidak ada yang lepas
Nafsu makan dan minum baik
5 Pagi Suhu tubuh :38,3 °CPulsus : 104 kali/menitNafas : 40 kali/menitSore Suhu tubuh :38,8 °CPulsus : 80 kali/menitNafas : 36 kali/menit
Belum mampu berjalannormal
Jahitan sudah mengering.
Jahitan tidak ada yang lepas
Nafsu makan dan minum baik
6 Pagi Suhu tubuh : 38,8 °CPulsus : 104 kali/menitNafas : 40 kali/menitSore Suhu tubuh : 38,5 °CPulsus : 80 kali/menitNafas : 36 kali/menit
Belum mampu berjalannormal
Jahitan sudah mengering.
Jahitan tidak ada yang lepasNafsu makan dan minum baik
7 Pagi Suhu tubuh : 38,3 °CPulsus : 104 kali/menitNafas : 40 kali/menitSore Suhu tubuh :
Belum mampu berjalannormal
Jahitan sudah mengering.
Jahitan tidak ada yang lepasNafsu makan dan
Page 39