pola penggunaan pusat layanan internet kecamatan (plik) untuk pembangunan sosioekonomi perdesaan
TRANSCRIPT
POLA PENGGUNAAN PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) UNTUK PEMBANGUNAN
SOSIOEKONOMI DAN PERDESAAN DI KABUPATEN KULONPROGO, DI. YOGYAKARTA
USAGE PATTERNS OF INTERNET DISTRICT SERVICE CENTER (PLIK) FOR SOCIOECONOMIC AND RURAL DEVELOPMENT IN
KULONPROGO REGENCY, DI. YOGYAKARTA
BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA
2012
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
©2012. Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta Hak cipta dilindungi undang-undang. All right reserved. 2012
POLA PENGGUNAAN PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) UNTUK PEMBANGUNAN SOSIOEKONOMI DAN PERDESAAN DI KABUPATEN KULONPROGO, DI. YOGYAKARTA USAGE PATTERNS OF INTERNET SERVICE CENTER DISTRICT (PLIK) FOR SOCIOECONOMIC AND RURAL DEVELOPMENT IN KULONPROGO DISTRICT, DI. YOGYAKARTA Penanggung Jawab Kepala BPPKI Yogyakarta, Eka Handayani, SE., MM Ketua Kegiatan Kepala Seksi Program dan Evaluasi BPPKI Yogyakarta, Drs. Avianto Priyo Utomo Tim Peneliti Inasari Widiyastuti, ST., MT Emmy Poentarie, MAP RM. Agung Harimurti, SIP., M.Kom Topohudoyo, MAP Drs. Joko Martono Tim Pengumpul Data Suwarni Elmi Yekti Rahayu Suprapta Fransiska Rosilawati Rantiman Jujur Supangat Subekti Dipayuwana Dumbadi Entry Data Elmi Yekti Rahayu
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta Jl. Imogiri Barat, Km. 5, Sewon, Bantul, DI. Yogyakarta Telp/Fax. 0274. 375253
i
KATA PENGANTAR
KEPALA BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dalam komitmennya
mewujudkan masyarakat informasi Indonesia, tengah melaksanakan
program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK). PLIK berdasarkan
Peraturan Menteri Kominfo No. 48/PER/M.KOMINFO/11/ 2009 dan
PerMen Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010, bertujuan untuk
menyediakan layanan akses internet di wilayah kecamatan dalam
rangka menuju masyarakat cerdas dan informatif. DI. Yogyakarta,
khususnya Kabupaten Kulonprogo, merupakan salah satu wilayah yang
menjadi sasaran program PLIK dengan 32 titik PLIK. Tentunya
kehadiran PLIK di daerah rural ini diharapkan dapat mempercepat
terwujudnya akses informasi sehingga memberikan multiplier effect
dalam pembangunan sosioekonomi dan perdesaan.
Di tahun 2012 ini, Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan
Informatik (BPPKI) Yogyakarta melaksanakan penelitian tentang pola
penggunaan PLIK untuk pembangunan sosioekonomi dan perdesaan di
Kabupaten Kulonprogo, DI. Yogyakarta. Penelitian ini akan
mendeskripsikan karakteristik masyarakat di lokasi PLIK, karakteristik
pengguna PLIK, dan pola penggunaan PLIK. Peneliltian diharapkan
dapat memberikan arahan dan masukan bagi pengembangan PLIK dan
pelaksanaan program sustainability untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat sebagaimana yang tercantum dalam Deklarasi WSIS
Jenewa 2005/Tunis 2006.
Atas terlaksananya penelitian ini, kami haturkan penghargaan kepada
Bapak Menteri Kementerian Kominfo, Tifatul Sembiring; Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Aizirman
Djusan; Kepala Puslitbang Profesi dan Literasi, Gati Gayatri; dan
tentunya kepada seluruh masyarakat Desa Banyuroto, Kecamatan
Nanggulan; Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo; Desa Banjarharjo,
Kecamatan Kalibawang.
ii
Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan berharga bagi
pembangunan teknologi informasi dan komunikasi di daerah
perdesaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
tingkat kemiskinan masyarakat perdesaan.
Yogyakarta, 4 Oktober 2012
Kepala BPPKI Yogyakarta
Eka Handayani, SE., MM
iii
EXECUTIVE SUMMARY
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menyepakati Deklarasi
WSIS (World Summit on the Information Society) Jeneva 2003/ Tunis 2005. Inti
kesepakatan WSIS adalah menekankan peranan penting teknologi informasi dan
komunikasi sebagai salah satu pilar menuju masyarakat informasi melalui upaya
pemberdayaan masyarakat dalam mengakses informasi. Target WSIS itu menjadi
mandat untuk diwujudkan oleh setiap negara yang ambil bagian dalam
kesepakatan tersebut, termasuk Indonesia. Di Indonesia upaya tersebut
diwujudkan salah satunya dengan menyediakan layanan internet di kecamatan
dengan nama Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK).
Penelitian tentang Pola Penggunaan Pusat Layanan Internet Kecamatan
(PLIK) Untuk Membangun Sosioekonomi dan Perdesaan di Kabupaten Kulonprogo
di Daerah Istimewa Yogyakarta, dilatarbelakangi adanya program USO dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika berupa Pusat Layanan Internet
Kecamatan (PLIK). Berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No.
48/PER/M.KOMINFO/11/2009 dan Peraturan Menteri Kominfo No.
19/PER/M.KOMINFO/12/2010, penyediaan layanan akses internet di wilayah
kecamatan bertujuan dalam rangka menuju masyarakat cerdas dan informatif.
Kehadiran PLIK di perdesaan dalam wilayah kecamatan diharapkan dapat
mempercepat terwujudnya akses informasi di daerah urban sehingga
memperkecil kesenjangan digital dan mampu meningkatkan sosioekonomi
masyarakat perdesaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran tentang karakteristik masyarakat Kabupaten Kulonprogo di sekitar
PLIK, karakteristik pengguna PLIK serta pola penggunaan layanan PLIK.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode survey. Lokasi penelitian berada di 3 (tiga) PLIK di Kabupaten Kulonprogo
dengan jenis pengelolaan berbeda yaitu: PLIK Banyuroto di Kecamatan
Nanggulan (dikelola secara mandiri/ perorangan), PLIK Giripurwo di Kecamatan
Giripurwo (dikelola oleh KUD Girikencana), dan PLIK Banjarharjo di Kecamatan
iv
Kalibawang (dikelola pemerintah desa). Penelitian ini menggunakan instrumen
penelitian ITU dan ADB tentang sosioekonomi dalam menggunakan telecenter
yang dilaksanakan di Amerika Latin dan Kepulauan Karabia oleh Proenza et al.,
(2001).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uses and
gratification. Posisi khalayak dianggap aktif, perilaku khalayak dijelaskan melalui
berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) sebagai suatu fenomena
mengenai proses penerimaan (pesan media). Terkait dengan kebutuhan individu,
fungsi sosial dan psikologis media menurut Katz, Gurevitch & Hass digolongkan
ke dalam lima kategori yakini: kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kebutuhan
integratif personal, kebutuhan integratif sosial dan kebutuhan pelepas
ketegangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat Kabupaten
Kulonprogo di sekitar PLIK sebagian besar bekerja sebagai petani, dengan mata
pencaharian utama adalah bertani/ berkebun/ berternak. Memiliki jenjang
pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan sebagian
besar tergolong berpendapatan rendah hingga menengah. PLIK cenderung
belum dikenal luas oleh masyarakat rural. Meski demikian, PLIK mulai diminati
oleh masyarakat terlihat dari peningkatan kunjungan per hari. Pengguna PLIK
didominasi oleh masyarakat berusia 10-35 tahun terutama pengguna dari
kalangan pelajar. Adanya prinsip affordability, menjadikan PLIK digunakan oleh
sebagian besar masyarakat yang berpendapatan rendah hingga menengah.
Penggunaan PLIK ternyata baru pada upaya pemenuhan kebutuhan afektif,
integratif sosial, dan integratif personal. Para pengguna lebih mengutamakan
upaya memenuhi kebutuhan kesenangan pribadi dan peningkatan kepercayaan
diri. Pengguna belum memanfaatkan PLIK dalam upaya peningkatan
sosioekonominya yang dapat memberikan impak positif terhadap pembangunan
daerah rural serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.
Untuk pengembangan dan peningkatan layanan PLIK sebagai bagian dari
langkah perencanaan sustainability program sehingga menghasilkan multiplier
effect seperti yang diharapkan, maka direkomendasikan: penunjukan pengelola
PLIK perlu melalui proses seleksi semacam fit and proper test, yang memiliki visi
v
sejalan dengan visi Kemkominfo. Pengelola PLIK diperlakukan sebagai mitra
Kemkominfo dengan surat keputusan yang ditetapkan Menteri di bawah
koordinasi operator penyedia PLIK. Di samping itu perlu adanya pembekalan
technopreneurship dan sociopreneurship, sehingga pengelola memiliki
kemampuan untuk mengembangkan layanan PLIK sebagai pusat layanan
informasi yang mendukung perekonomian desa/ kecamatan.
vi
ABSTRAK
Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) adalah program penyedian
layanan akses internet di kecamatan yang diselenggarakan
Kementerian Komunikasi dan Informatika. PLIK diharapkan dapat
memperkecil kesenjangan digital, mewujudkan akses informasi, dan
meningkatkan sosioekonomi masyarakat perdesaan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik masyarakat di sekitar PLIK.
Serta mengetahui karakteristik pengguna dan pola penggunaan PLIK.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey di tiga lokasi PLIK,
Banyuroto, Banjarharjo, dan Giripurwo. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa masih sedikit masyarakat yang mengetahui dan menggunakan
layanan PLIK. Pengguna PLIK terbesar berusia 10-35 tahun dan
berpendapatan rendah hingga menengah. Tujuan penggunaan layanan
PLIK cenderung untuk memenuhi kebutuhan kognitif dan afektif.
Kata kunci: PLIK, sosioekonomi, daerah rural, masyarakat perdesaan,
pelajar
vii
ABSTRACT
Internet Service Center District (PLIK) is an internet access service
providers in the district held by the Ministry of Communications
and Information Technology. PLIK expected to reduce the digital
divide, realizing access to information, and improve the
socioeconomic rural community. This study aimed to investigate
the characteristics of the communities around PLIK. And to know
the characteristics of users and usage patterns PLIK. This research
was conducted by survey method in three locations, Banyuroto,
Banjarharjo, and Giripurwo. The results showed that there are still
a few people who know and use PLIK. PLIK users aged 10-35 years
and the most low-and middle-income. Intended use PLIK services
tend to meet the cognitive and affective.
Keywords:PLIK, socioeconomic, rural areas, villagers, student
viii
Daftar Isi Kata pengantar i Executive Summary iii Abstrak vi Abstract vii Daftar Isi viii Daftar tabel xi Daftar grafik xii Daftar gambar xiii PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 4 1.3. Tujuan Penelitian 5 1.4. Manfaat Penelitian 5
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Telecenter 2.1.1. Definisi Telecenter 7 2.1.2. Tipe dan Klasifikasi Telecenter 8 2.1.3. Layanan Telecenter 9 2.1.4. Telecenter Sebagai Pusat Layanan Informasi 9
2.2. Pola Penggunaan Telecenter 10 2.3. Telecenter Di Indonesia 13
KERANGKA KONSEPTUAL 15 METODE PENELITIAN
4.1. Pendekatan Penelitian 22 4.2. Lokasi Penelitian 22 4.3. Teknik Sampling 22 4.4. Unit Analisis 23 4.5. Sampel Penelitian 23 4.6. Teknik Pengumpulan Data 24 4.7. Variabel Penelitian 25 4.8. Langkah Kegiatan Penelitian 26
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) DI KAB. KULONPROGO 28 5.1.1. Spesifikasi Teknis dan Perangkat PLIK 30 5.1.2. Implementasi PLIK Wilayah DI. Yogyakarta 31
5.2. KECAMATAN NANGGULAN, KAB. KULONPROGO
ix
5.2.1. Profil Desa Banyuroto 5.2.1.1. Kondisi Geografis 35 5.2.1.2. Pemerintahan Desa 36 5.2.1.3. Demografi 36 5.2.1.4. Potensi Sosial Ekonomi 37 5.2.1.5. Potensi TIK 39
5.2.2. Profil PLIK Banyuroto 39 5.3. KECAMATAN KALIBAWANG, KAB. KULONOPROGO
5.3.1. Profil Desa Banjarharjo 5.3.1.1. Kondisi Geografis 44 5.3.1.2. Pemerintahan Desa 44 5.3.1.3. Demografi 45 5.3.1.4. Potensi Sosial Ekonomi 46 5.3.1.5. Potensi TIK 47
5.3.2. Profil PLIK Banjarharjo 48 5.4. KECAMATAN GIRIMULYO, KAB. KULONPROGO
5.4.1. Profil Desa Giripurwo 5.4.1.1. Kondisi Geografis 50 5.4.1.2. Pemerintahan 51 5.4.1.3. Demografis 52 5.4.1.4. Potensi Sosial Ekonomi 52 5.4.1.5. Potensi TIK 54
5.4.2. Profil PLIK KUD Girikencana 54 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI MASYARAKAT DESA SEKITAR PLIK 6.1.1. Demografi Sosioekonomi Masyarakat Desa Banjarhajo,
Banyuroto, dan Giripurwo 57 6.1.2. Pengetahuan Responden Tentang PLIK 63
6.2. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI PENGGUNA PLIK 66 6.3. POLA PENGGUNAAN PLIK
6.3.1. Pola Penggunaan Layanan PLIK (Usage Pattern) 72 6.3.2. Tujuan Penggunaan Layanan PLIK 76 6.3.3. Motivasi dan Capaian Motivasi Pengguna PLIK 81 6.3.4. Jenis Layanan PLIK 85 6.3.5. Persepsi Penilaian Terhadap Layanan PLIK 87 6.3.6. Ketertarikan Terhadap Konten Informasi 90
PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 92 7.2. REKOMENDASI 94
LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A. PROFIL MASYARAKAT DESA LAMPIRAN B HUBUNGAN ANTARA JENIS KELAMIN DAN VARIABEL LAINNYA LAMPIRAN C. PROFIL RESPONDEN PENGGUNA PLIK PER LOKASI PLIK LAMPIRAN D. PROFIL PENGGUNA PLIK LAMPIRAN E.1. POLA PENGGUNAAN PLIK LAMPIRAN E.2.
TUJUAN UTAMA PENGGUNAAN PLIK (MAIN PURPOSE OF PLIK USAGE)
LAMPIRAN E.3. IDENTIFIKASI FREKUENSI PENGGUNAAN PERANGKAT DAN
x
LAMPIRAN LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.4. PRIORITAS PENGGUNAAN PERANGKAT DAN LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.5. MOTIVASI/TUJUAN YANG HENDAK DICAPAI (PBJECTIVE OF USE) LAMPIRAN E.6. CAPAIAN KEMAJUAN PENGGUNAAN LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.7. PERSEPSI TERHADAP PERUBAHAN KEMAMPUAN DALAM
MENGGUNAKAN KOMPUTER DAN SARANA KOMUNIKASI MODERN LAINNYA; PENGALAMAN MENGGUNAKAN PLIK
LAMPIRAN E.8. PENILAIAN TERHADAP KUALITAS LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.9. KETERTARIKAN TERHADAP KONTEN INFORMASI
xi
Daftar Tabel Tabel 2.1. Penelitian Tentang Pola Penggunaan Telecenter di Berbagai Negara 12
Tabel 2.2. Program Telecenter di Indonesia (World Bank, 2005) 14
Tabel 4.1. Populasi Kecamatan dan Desa Lokasi PLIK 23
Tabel 4.2. Ukuran Sampel Untuk Tingkat Kepercayaan 95% dan P=0.5 24
Tabel 4.3. Variabel dan Indikator Penelitian 25
Tabel 5.1. Paket Penyediaan PLIK dan Penyelenggara Jaringan/Jasa
Telekomunikasi 30
Tabel 5.2. Sebaran PLIK di DI. Yogyakarta 31
Tabel 5.3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian 46
Tabel 5.4. Potensi Bidang TIK Desa Banjarharjo 47
Tabel 5.5. Jumlah pengunjung PLIK Banjarharjo 49
Tabel 5.6. Mata Pencaharian Penduduk 52
Tabel 5.7. Peternakan Desa Giripurwo 53
Tabel 5.8. Penggunaan lahan pertanian 53
Tabel 6.1. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenis Kelamin,
Usia, Status Pernikahan, dan Posisi Dalam Keluarga 58
Tabel 6.2. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenjang Pendidikan,
Pendapatan Keluarga, dan Kontribusi Terhadap Pendapatan Keluarga 59
Tabel 6.3. Responden Yang Mengetahui Tentang PLIK 63
Tabel 6.4. Jarak Rumah dengan PLIK 66
Tabel 6.5. Komposisi Pengguna PLIK 68
Tabel 6.6. Demografi Sosioekonomi Pengguna PLIK 69
Tabel 6.7. Tujuan Utama Penggunaan Layanan PLIK 77
Tabel 6.8. Tujuan Utama Pertama Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar
dan Non-Pelajar 78
Tabel 6.9. Tujuan Utama Kedua Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar dan
Non-Pelajar 78
Tabel 6.9. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Menggunakan PLIK 82
xii
Daftar Grafik Grafik 5.2. Jumlah Penduduk Desa Banjarharjo Menurut Pendidikan 45
Grafik 6.1. Perbandingan Usia Responden di Desa Banyuroto, Giripurwo,
Banjarharjo 57
Grafik 6.2. Jenis Pekerjaan Responden 60
Grafik 6.3. Perbandingan Tingkat Pendidikan dan Status Pernikahan 61
Grafik 6.4. Perbandingan Pendapatan Keluarga/Bulan 62
Grafik 6.5. Sumber Informasi Tentang PLIK 64
Grafik 6.6. Perbandingan Sumber Informasi tentang PLIK Antar Desa 65
Grafik 6.7. Komposisi Pengguna Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lokasi PLIK 67
Grafik 6.8. Pendapatan Keluarga per Bulan 71
Grafik 6.9. Pendapatan Keluarga per Bulan Ditinjau dari Status Pekerjaan 72
Grafik 6.10. Sumber Informasi PLIK 73
Grafik 6.11. Jarak Rumah Pengguna ke PLIK 74
Grafik 6.12. Frekuensi Penggunaan Layanan PLIK 75
Grafik 6.13. Durasi Penggunaan Layanan PLIK 76
Grafik 6.14. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Penggunaan
Layanan PLIK 81
Grafik 6.15. Capaian Motivasi Penggunaan Layanan PLIK 83
Grafik 6.16. Persepsi terhadap perubahan kemampuan dalam menggunakan
komputer dan sarana komunikasi modern; pengalaman
menggunakan PLIK 84
Grafik. 6.17. Frekuensi Penggunaan Perangkat PLIK (Sering, Lebih dari 1 Kali) 86
Grafik 6.18. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (pengelola PLIK) 87
Grafik 6.19. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (penyelenggara dan penyedia) 88
Grafik 6.20. Ketertarikan Pengguna Terhadap Konten Informasi 90
xiii
Daftar Gambar Gambar 2.1. Model Penggunaan dan Kepuasan (Katz et al., 1974) 19
Gambar 5.1. Tahapan penyediaan PLIK yang dilakukan PT. SIMS 33
Gambar 5.1. PLIK Nanggulan 2, Desa Banyuroto, Kec. Nanggulan 39
Gambar 5.2. Peresmian PLIK Nanggulan secara live conference oleh
Menkominfo, Tifatul Sembiring, dan secara live oleh Roy Suryo 40
Gambar 5.3. Aktivitas pengguna PLIK Nanggulan 2 41
Gambar 5.4. Jasa layanan PLIK Nanggulan 2. 43
Gambar 5.5. PLIK Banjarharjo, Kec. Kalibawang 48
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) diketahui secara luas telah
berkembang sangat pesat di berbagai negara. TIK juga memiliki kontribusi yang
besar dan signifikan terhadap pertumbuhan sosioekonomi sebuah negara (Harris,
2001; Choi & Yi, 2009). TIK mampu memberdayakan manusia dalam
pengembangan kapasitasnya untuk berkomunikasi langsung dengan cara yang
benar dalam rangka memfasilitasi proses pembangunan secara efisien dan efektif
(Yonah & Salim, 2010). Penetrasi internet sebagai bagian dari perkembangan TIK
sendiri mampu mendorong pertumbuhan GDP hingga 3,4%, lebih tinggi
dibandingkan sektor energi yang terbatas sumbernya (Deloitte, 2011).
Pembangunan TIK memiliki impak terhadap peningkatan inovasi dan produksi,
informasi dan pengetahuan, serta interaksi dan transaksi yang melahirkan
kekuatan baru ekonomi, intelektual, dan sosial di industri (market), politik (legal),
dan masyarakat (citizen). Impak pembangunan TIK pada pertumbuhan
sosioeknomi akan berimbas positif pada kesejahteraan (welfare) masyarakatnya
(Proenza, Buch, & Montero, 2001).
Di Indonesia, kontribusi sektor TIK terhadap pendapatan nasional di
tahun 2008 sebesar 2,85% dan di tahun 2010 telah mencapai 3,2%1. Peningkatan
ini sangat signifikan dan berdampak pada peningkatan di sektor lainnnya.
Sayangnya, pertumbuhan sektor TIK baru terlihat jelas pada laju penyerapan
tenaga kerja sektor TIK yang mencapai 18,10%, meliputi penyerapan di pos dan
telekomunikasi (18,82%) dan jasa penunjang komunikasi (17,92%). Sedangkan di
bidang lainnya, seperti ekonomi, intelektual, dan sosial, belum terlihat jelas dan
signifikan. Penetrasi internet di Indonesia pada tahun 2010 masih cukup rendah
dibandingkan negara tetangga di kawasan Asia seperti Cina (34,3%), Malaysia
1 Ditjen Postel. Data Statistik Postel Semester I Tahun 2011 (Ditjen Postel Kemkominfo, 2012)
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
2
(55,3%), dan Vietnam (27,6%), yakni sebesar 9,1% dari jumlah penduduk (ITU,
2011). Masih rendahnya penetrasi internet ini juga terlihat pada tingkat Human
Development Index (HDI) di tahun 2011 yang baru mencapai indeks 0,617 atau
berada di urutan ke-124 dan termasuk dalam kategori low-medium human
development2.
Masih rendahnya tingkat HDI Indonesia salah satunya disebabkan oleh
ICT Development Index (IDI) yang juga rendah. IDI Indonesia baru mencapai 2,83,
tertinggal oleh Cina (7,79), Malaysia (4,45), Iran (3,39), dan Filipina (3,22)3. IDI
Indonesia hanya sedikit tinggi jika dibandingkan dengan Srilanka (2,79) dan India
(2,01). IDI menunjukkan bahwa (1) pembangunan infrastruktur dan akses TIK (ICT
Readiness), (2) intensitas penggunaan dan pemanfaat TIK (ICT Use), dan (3)
kapabilitas dan keterampilan TIK (ICT Skill) di Indonesia masih rendah. Jamaknya
yang terjadi di negara berkembang, pembangunan dan penggelaran akses TIK
masih terkonsentrasi di daerah dengan nilai ARPU (Average Revenue Per User)
tinggi. Yaitu daerah perkotaan. Kondisi ini memperlihatkan terjadi kesenjangan
pembangunan infrastruktur dan akses TIK antara perkotaan dan perdesaan.
Adopsi TIK di perkotaan lebih cepat dibandingkan perdesaan karena kemudahan
akses serta ditunjang oleh tingkat ekonomi dan pendidikan yang memadai.
Menurut ITU, penggunaan internet secara individu di perkotaan Indonesia
mencapai 16,1% sedangkan di perdesaan baru 3,8%4. Dengan populasi penduduk
perdesaan sebesar 46% dari total seluruh penduduk Indonesia, menunjukkan
bahwa besarnya digital divide antara perdesaan dan perkotaan.
Sebagai salah satu negara yang menyepakati Deklarasi WSIS (World
Summit on the Information Society) Jenewa 2003/Tunis 2005, Indonesia turut
menyepakati upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang tinggal di daerah
terpencil, di pedesaan, dan di pinggir kota untuk mengakses informasi dan
menggunakan teknologi. Tidak semata untuk memperkecil kesenjangan digital
tapi juga upaya mengangkat kehidupan masyarakat demi mewujudkan
2 UNDP. Human Development Report 2011 – Sustainablity and Equity: A Better Future for All. Tanggal akses
Januari 2012 3 ITU. Measuring The Information Society 2011 (ITU, 2012), h. 13.
4 Ibid, h. 119
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
3
masyarakat informasi dan sejahtera. Negara-negara menyepakati upaya ini
dengan (1) mempromosikan TIK untuk pembangunan, (2) membangun
infrastruktur TIK sebagai fondasi esensial Masyakarat Informasi yang inklusif, (3)
akses terhadap informasi dan pengetahuan, (4) membangun kemampuan
masyarakat (capacity building), (5) membangun kepercayaan dan keamanan
dalam penggunaan TIK, (6) menciptakan lingkungan yang memberdayakan, dan
(7) menciptakan aplikasi TIK berbasis kearifan lokal yang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan
Informatika mengupayakannya dengan menyediakan layanan internet di
kecamatan dengan nama populis Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK)
berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No. 48/PER/M.KOMINFO/11/ 2009 dan
PerMen Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010.
PLIK merupakan salah satu program Universal Service Obligation (USO)
yang berprinsip minim subsidi (the lowest subsidy) sehingga penyediaannya
disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan masyarakat mengeluarkan biaya
layanan (affordability) dengan mengutamakan keberlanjutan program
(sustainability) untuk mendorong adanya multiplier effect. PLIK bertujuan untuk
menyediakan layanan akses internet di wilayah kecamatan dalam rangka menuju
masyarakat cerdas dan informatif. Kehadiran PLIK di perdesaan diharapkan dapat
mempercepat terwujudnya akses informasi di daerah urban sehingga
memperkecil kesenjangan digital dan mampu meningkatkan sosioekonomi
masyarakat perdesaan.
Saat ini, DI. Yogyakarta (DIY) menerima 113 PLIK yang tersebar di 4
kabupaten yaitu 26 PLIK di Kab. Bantul, 32 PLIK di Kab. Gunung Kidul, 23 PLIK di
Kab. Kulonprogo, dan 32 PLIK di Kab. Sleman. Berdasarkan data BPS (2012),
penduduk miskin di DIY mencapai 565.320 jiwa atau 16,05%. Sebagian besar
penduduk miskin tersebut berada di Kab. Kulonprogo yakni mencapai 23,15%
dari penduduk DIY. Struktur perekonomian Kab. Kulonprogo mengalami
peningkatan sebesar 3,97% dengan sektor penyumbang terbesar adalah sektor
pertanian. Kontribusi sektor pertanian mencapai 24,11%. Tidak heran karena
Kab. Kulonprogo merupakan wilayah agraris dengan sebagian besar penduduk
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
4
bermata pencaharian sebagai petani. Kontribusi sektor pertanian di Kab.
Kulonprogo tergolong besar dibandingkan kabupaten lain. Nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kab. Kulonprogo di tahun 2009 sebesar Rp. 3,286 triliun
dengan pendapatan per kapita mencapai Rp. 8.765.255 (jumlah penduduk
374.921 jiwa). Akan tetapi, pertumbuhan perekonomian ini mengalami
kelambatan sebesar 0.74 yang disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan
sektor pertanian. Jika dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun
2010, Kab. Kulonprogo berada di urutan ke-empat setelah Kab. Bantul dengan
IPM 74,495.
Kehadiran PLIK di Kab. Kulonprogo secara tidak langsung diharapkan
dapat meningkatkan sosioekonomi daerah melalui pengembangan kapasitas
masyarakatnya terutama perdesaan. Kegiatan utama dan penting dari PLIK
adalah adanya keberlanjutan program sehingga multiplier effect dari PLIK benar-
benar tercapai. Meski demikian, kebutuhan dan motivasi masyarakat terhadap
PLIK perlu diketahui dan dipahami agar dapat direncanakan program
sustainability yang tepat sasaran dan tepat tujuan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan data pertumbuhan TIK, penetrasi internet, dan indeks
pembangunan manusia di Indonesia utamanya dan di Kab. Kulonprogo
khususnya, dapat dilihat masih terjadi kesenjangan digital dan informasi antara
daerah urban dan rural. PLIK sebagai program Kementerian Komunikasi dan
Informatika dalam mewujudkan masyarakat informasi Indonesia dan masyarakat
sejahtera,memiliki tantangan keberlanjutan (sustainability) program.
Perencanaan program ini perlu didahului dengan mengidentifikasi karakteristik
masyarakat daerah sasaran program agar PLIK dapat diberdayakan secara
optimal dalam usaha-usaha peningkatan kualitas hidup dan sosioekonomi
masyarakat. Pengetahuan tentang karakteristik pengguna dan pola penggunaan
5 Susenas, BPS Prov DI.Yogyakarta. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Komponen
Kabupaten/Kota di Provoinsi DI. Yogyakarta. 2010. http://yogyakarta.bps.go.id/ipm.htm
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
5
PLIK juga menjadi hal yang penting untuk diketahui. Karakteristik pengguna akan
berkaitan erat dengan demografi sosioekonomi masyarakat yang akan
berkorelasi dengan pola penggunaan PLIK. Dengan demikian, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik sosioekonomi masyarakat desa sekitar PLIK?
2. Bagaimana karakteristik sosioekonomi pengguna PLIK di lokasi penelitian
3. Bagaimana pola penggunaan PLIK di lokasi penelitian?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum, penelitian ini mendeskripsikan karakteristik
sosioekonomi masyarakat desa sekitar PLIK. Secara khusus, penelitian ini
mendeskripsikan karakteristik sosioekonomi pengguna PLIK dan pola
penggunaan PLIK. Dengan demikian dapat diketahui pengaruhnya terhadap
upaya peningkatan kualitas hidup (sosioekonomi) masyarakat perdesaan.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang
karakteristik sosioekonomi masyarakat sekitar PLIK, karakteristik sosioekonomi
pengguna PLIK, dan pola penggunaan PLIK bagi Kementerian Komunikasi cq
Direktorat Telekomunikasi Khusus, Penyiaran Publik, dan Kewajiban Universal
(Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika), BP3TI, dan penyedia jasa dan
layanan PLIK. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam menyusun strategi
pengembangan PLIK terkait perencanaan jangka panjang dan berkelanjutan
untuk meningkatkan sosioekonomi masyarakat perdesaan.
Adapun manfaat akademis, penelitian ini diharapkan mampu menguji
konsep teroritik dan hasil temuan lain terkait pengaruh telecenter (PLIK)
terhadap peningkatan kualitas hidup/sosioekonomi untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat perdesaan.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
8
TINJAUAN LITERATUR
2.1. TELECENTER
2.1.1. Definisi Telecenter
Pusat layanan TIK atau telecenter memiliki nama yang berbeda-beda di
setiap negara (Harris R. W., 1999). Banyaknya nama telecenter ini menyebabkan
tidak adanya definisi yang baku tentang telecenter. Beberapa definisi telecenter
adalah sebagai berikut:
1. Telecentres are being introduced as a development tool to bridge
knowledge, social and economic gaps, frequently characterized as a
widening chasm between the 'information rich' and 'information poor'
(Gomez, Hunt, & Lamoureux, 1999).
2. One definition of telecentres is a physical space that provides public
access to ICTs for educational, personal, social, and economic
development (Harris R. W., 1999).
3. A telecenter may be defined as a “shared site that provides public access
to information and communications technologies.” This report focuses on
those sites whose main purpose is to increase public access to the Internet
and to services available over the Internet (Proenza, Buch, & Montero,
2001).
4. A telecentre is an organisation offering telecommunication and other
information services to a disadvantaged community. (Benjamin, 2001).
5. A telecentre is a public place where people can access computers, the
Internet, and other digital technologies that enable people to gather
information, create, learn, and communicate with others. Most
importantly, it provides access to Information and Communication
Technologies (ICTs) for people who cannot afford to own their own (Yusof,
Osman, & Yusop, 2010).
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
9
6. Telecentres, known more popularly as community information centres,
are public-access information and communication initiatives that serve as
a community-gathering place where people can access communication
technology and applications, learn new skills, tackle local social issues,
face common challenges and empower their neighbours (Rao, 2008).
Meski demikian, setiap definisi memiliki kesepakatan yang sama
tentang telecenter yaitu tempat yang memberikan layanan serta akses terhadap
telekomunikasi dan informasi serta layanan terkait lainnya, ditujukan bagi
mereka yang memiliki keterbatasan dan kemampuan untuk memiliki, mengakses,
dan menggunakan layanan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan
informasi dan pengetahuan.
2.1.2. Tipe dan Klasifikasi Telecenter
Proenza et al., (2001) mengklasifikasikan telecenter menjadi dua yaitu:
(i) telecenter yang pengelolaannya telah memiliki organisasi yang terencana, dan
(ii) telecenter yang memiliki layanan tambahan selain layanan komputer yang
terkoneksi dengan internet. Berdasarkan klasifikasi tersebut, terdapat beberapa
tipe telecenter yaitu komersial, franchise, universitas, sekolah, NGO-sponsored,
municipal, dan multipurpose. Meski demikian Mtega & Malekani (2009)
mengungkapkan bahwa keputusan tentang tipe telecenter sangat bergantung
pada kebutuhan informasi, tingkat literasi, kemampuan finansial, dan
infrastruktur. Jika situasi finansial menguntungkan, dapat dibangun telecenter
serbaguna atau multipurpose telecenter. Akan tetapi jika tidak, asalkan dapat
memenuhi layanan dasar yaitu informasi dan komunikasi serta beberapa
layanan tambahan lainnya, telecenter sudah dapat dibangun.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
10
2.1.3. Layanan Telecenter
Untuk memenuhi kebutuhan informasi dan meningkatkan literasi,
telecenter memberikan layanan telepon dan fax, pencetakan dokumen dan foto,
perpustakaan, dan pelatihan selain layanan utama komputer dan akses internet
(Proenza, Buch, & Montero, 2001). Kecepatan akses internet telecenter yang
disarankan adalah minimal 64 Kbps dedicated (Proenza, Buch, & Montero, 2001).
Harris (1999) mengidentifikasi komponen yang seharusnya ada dalam sebuah
telecenter yaitu sumber daya atau fisik telecenter, akomodasi, perangkat,
manusia atau pengguna, dan layanan. Telecenter dapat mengakomodasi
kebutuhan komunitas atau masyarakat pengguna dengan berbagai perangkat
pendukung serta sumber daya manusia sebagai pengelolanya. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut maka dibutuhkan layanan berupa komputer, akses internet,
telepon dan fax, pelatihan, dukungan informasi/teknis/kelembagaan, serta
asosiasi pengelola telecenter.
Rao (2008) menyebutkan bahwa perlengkapan telecenter meliputi
layanan telekomunikasi (telepon, fax, e-mail, internet, dan VoIP), perlengkapan
kerja (komputer, CDROM/DVDROM, printer, fotokopi), perangkat keras dan
lunak multimedia (radio, TV, dan video), dan ruang khusus untuk kegiatan bisnis,
komunitas, atau pelatihan.
Telecenter juga menyediakan informasi yang relevan sesuai dengan
kebutuhan pengguna (Soriano, 2007). Masyarakat membutuhkan konten
informasi yang terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti harga kebutuhan,
agrikultur, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, strategi pemasaran dan financial,
serta upaya menghadapi bencana alam (Soriano, 2007; Benjamin, 2001)
2.1.4. Telecenter Sebagai Pusat Layanan Informasi
Informasi merupakan kebutuhan kognitif individu dalam rangka
memperoleh pengetahuan dan pemahaman (Katz, Gurevitch, & Hass dalam
Tankard, 2007:235). Kebutuhan informasi bagi tiap orang tidaklah sama. Latar
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
11
belakang, pengalaman, dan pendidikan menentukan informasi apa yang
diperlukan dan menarik perhatian seseorang (Wright dalam Rahmat, 1986:54).
Sedangkan, Chen & Hemon (1982) dalam Ellen (2003) menyebutkan kondisi
sosial (societal), kemampuan lembaga menyediakan informasi (institutional),
usaha seseorang dalam melakukan kontak informasi dengan pihak lain (physical),
ketidakmampuan mendapatkan informasi yang dibutuhkan (psychological)¸dan
keahlian dalam memperoleh informasi (intellectual), sebagai hambatan
seseorang dalam mencari dan memperoleh informasi.
Masyarakat perdesaan sebagai bagian dari tatanan informasi
masyarakat global merupakan sisi yang kerap terabaikan. Masyarakat desa tidak
memiliki kemampuan untuk mengakses pengetahuan dan informasi yang cepat
serta relevan dalam peningkatan produktivitas hasil-hasil pertanian (Lwoga,
2010). Sehingga kehadiran telecenter diharapkan mampu membuka gerbang
informasi bagi masyarakat desa dalam pengembangan kapasitas dan
meningkatkan kualitas hidupnya. Penyediaan telecenter di daerah perdesaan
membuka peluang akses informasi dan layanan yang relevan bagi masyarakat
dalam mengintensifkan produksi pertanian, membantu diversifikasi mata
pencaharian, serta mengarahkan pada penciptaan kemampuan masyarakat
untuk mengurangi tingkat kemiskinan (Soriano, 2007). Mtega & Malekani (2009)
dalam penelitiannya menemukan bahwa penyediaan infrastruktur TIK di
perdesaan hendaknya memberikan layanan yang relevan dengan kebutuhan
informasi masyarakat desa.
2.2. POLA PENGGUNAAN TELECENTER
Telecenter telah banyak dikembangkan di banyak negara terutama di
negara berkembang seperti India, Tanzania, Nigeria, Iran, Kepulauan Karibia,
bahkan Amerika Latin. Meski penetrasi internet di Malaysia relatif tinggi (55,3%)
dengan HDI dan IDI yang juga tinggi, upaya pembangunan TIK juga gencar
dilaksanakan hingga di perdesaan dan daerah perbatasan di Malaysia. Malaysia
memiliki rencana strategis yang tertuang dalam National Strategic Framework-
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
12
Bridging Digital Divide atau NSF-BDD (Razak, 2009)6. Salah satu strategi NSF-BDD
adalah membangun telecenter oleh berbagai lead agency baik dari pemerintah
pusat melalui kementerian maupun dari pemerintah daerah dengan target
sasaran yang berbeda. Setidaknya, Malaysia telah memiliki 2.145 telecenter
dengan berbagai nama antaralain Pusat Informasi Desa (PID), Universal Service
Provides (USP), dan Pusat Maklumat Rakyat (PMR). Dengan banyaknya telecenter
yang berkembang di Malaysia, penelitian tentang pola penggunaan telecenter
pun telah cukup banyak dilakukan.
Pengguna telecenter di Malaysia sebagian besar berusia antara 13 - 39
tahun atau berkisar di usia produktif (Razak, 2009; Bashir et al, 2011; Nair et al,
2010). Usia serupa juga ditemui di beberapa negara berkembang seperti
Amerika Latin dan Karibia (Proenza, Buch, & Montero, 2001), India (Maitrayee,
2009), Tanzania (Mtega & Malekani, 2009), Nigeria (Abdulwahab & Zulkahiri,
2012), dan Brazil (Prado, Camara, & Figueiredo, 2011). Tidak terlalu ada
perbedaan siginifikan antara laki-laki dan perempuan dalam menggunakan
telecenter (Proenza et al, 2001; Prado et al, 2011; Bashir et al, 2011). Sebagian
besar pengguna telecenter adalah mereka yang bermukim di dekat telecenter
(Mtega et al, 2009; Prado et al, 2011). Informasi tentang keberadaan telecenter
ini sebagian diperoleh dari teman atau kerabat yang dekat dengan pengguna
(Proenza et al, 2001; Abdulwahab et al, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa, pola
komunikasi masyarakat desa yang lebih mempercayai orang terdekat dalam
mencari dan memperoleh informasi masih relevan dalam bidang TIK.
Faktor pendidikan dapat mempengaruhi penggunaan telecenter dimana
sebagian besar pengguna telecenter adalah pelajar/mahasiswa atau pernah
mengeyam pendidikan hingga tingkat atas (Proenze et al, 2001; Nair et al, 2010;
Prado et al, 2011; Bashir et al, 2011). Dari segi ekonomi, pengguna telecenter
adalah mereka yang berpenghasilan rendah hingga menengah (Proenza et al,
2001; Nair et al, 2010; Bashir et al, 2011). Meski demikan, terdapat pula 6 NSF-BDD memiliki memiliki strategi untuk meningkatkan akses dan adopsi TIK, mengimplementasikan
layanan elektronik, membangun dan meningkatkan konten lokal, serta meningkatkan partisipasi
masyarakat, komunitas, dan pemerintah. Target NSF-BDD adalah pemuda, disable, perdesaan, orang miskin,
UKM, wanita, dan anak-anak.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
13
telecenter yang didominasi mereka yang berpenghasilan tinggi (Maitrayee, 2009).
Hal ini terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan layanan
telecenter.
Tabel 2.1. Penelitian Tentang Pola Penggunaan Telecenter di Berbagai Negara
Peneliti Lokasi Penelitian
Sampel Metode Sampling
Variabel
Proenza et al (2001)
Amerika Latin dan Karibia
1906 responden 14 Telecenter
Purposive sampling
demographic, telecenter usage pattern
Lashgarara et al (2012)
Provinsi Hamadan, Iran
230 responden (190.686 populasi) 3 desa (Hamadan, Razan, Asad Abad)
Proportional stratified sampling
demographic, telecenter usage pattern(ability, accessibility, enthusiasm, reference, familiarity)
Maitrayee (2009)
India 4 telecenter (4 desa)
Explatory research
Infrastructure, economic, social, cultural, instutional, political
Mtega et al (2009)
Tanzania 4 telecenter (4 desa)
Random sampling
demographic, information resources, information seeking, telecenter usage (distance,
Razak (2009) Malaysia 557 responden 20 telecenter (9 negara bagian di Malaysia)
Purposive random sampling
Demographic, telecenter usage pattern, awareness and support (community, leader, organization, user)
Abdulwahab et al (2012)
Nigeria 313 responden 2 community telecenter
Pusposive sampling (190 respondent adopters, 123 respondent non adopters)
Demographic, telecenter usage pattern, awareness
Bashir et al (2011)
Malaysia 138 responden 11 telecenter (Pusat Internet Desa, PIDs)
Stratified random sampling
Demographic, computer skill, competency of leader, location, infrastructure, quality of service
Nair et al (2010) Malaysia 400 responden
Random sampling based on households list
demographic, computer usage pattern
Prado et al (2011)
Brazil 538 responden 2 desa
Purposive sampling
Structural factor, individual motivation, demographic
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
14
Tingkat literasi komputer dan internet sangat mempengaruhi
penggunaan telecenter. Mayoritas pengguna telecenter memiliki keahlian dalam
menggunakan komputer dan internet (Razak, 2009; Bashir et al, 2011). Tingkat
literasi inilah yang acapkali menjadi kendala bagi masyarakat desa dalam
menggunakan telecenter (Abdulwahab et al, 2012; Maitrayee, 2009; Mtega et al,
2009; Prado et al, 2011).
Tujuan menggunakan telecenter umumnya untuk mengerjakan tugas-
tugas sekolah dan sekedar kesenangan atau hiburan (Proenza et al, 2001; Prado
et al, 2011). Meski demikian, telecenter digunakan untuk mencari informasi.
Razak (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengguna banyak mencari
informasi tentang pendidikan, berita, informasi umum, dan lowongan pekerjaan.
Sedangkan Prado et al., (2011) menyebutkan informasi tentang
kesehatan/sanitasi dan pekerjaan lebih sering dicari selain tentang hiburan.
2.3. TELECENTER DI INDONESIA
Pembangunan telecenter di Indonesia setidaknya telah dilaksanakan
sejak 2004 oleh pemerintah maupun organisasi non-pemerintah. Telecenter
tersebut diselenggarakan untuk berbagai tujuan dan target yang pada umumnya
ditujukan bagi dunia pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan (Dikmenjur) pernah membangun 44 ICT Center untuk memfasilitasi,
memberdayakan, dan memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa
SMK/sekolah vokasi. Hal serupa dilakukan pula oleh Ristek melalui Warintek Plus
untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sedangkan telecenter bagi
masyarakat umum dan desa tertinggal baru disediakan oleh organisasi
internasional yang bekerja sama dengan institusi nasional maupun LSM seperti
Community Training and Learning Center (CTLC) oleh Microsoft dan Partnership
for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP) oleh UNDP berkolaborasi dengan BAPPENAS.
Telecenter bagi masyarakat umum khususnya perdesaan baru diselanggarakan
oleh Kemkominfo melalui dana USO pada pertengahan 2010. Oleh karena itu
penelitian tentang telecenter di Indonesia masih sedikit dan belum banyak
ditemukan dalam publikasi nasional dan internasional.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
15
Tabel 2.2. Program Telecenter di Indonesia (World Bank, 2005)
Penyedia Nama Program Target Jumlah
Dikmenjur ICT Center SMK/sekolah vokasi 44 (akhir 2004)
Ristek WARINTEK PLUS - Sekolah/universitas - Asosiasi professional - Pemerintah daerah - Institusi publik/khusus
84
Microsoft Indonesia & NGO nasional
CTLC (Community Training and Learning Center)
- Pemuda dan anak-anak - Petani - UKM - Wanita
24
UNDP & BAPPENAS Pe-PP (Partnership for e-Prosperity the Poor)
Desa tertinggal 1
Hasil observasi yang dilaksanakan oleh World Bank (2005) tentang
evaluasi telecenter di Indonesia menemukan bahwa, pengguna telecenter
didominasi oleh mereka yang berusia antara 10 – 30 tahun dengan jenjang
pendidikan SMA hingga sarjana. Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar
telecenter ditujukan bagi kepentingan pendidikan yang berada di
sekolah/universitas atau dekat dengan pusat-pusat pendidikan. Sehingga tingkat
literasi pengguna terhadap komputer dan internet pun sangat baik. Meski
demikian, terdapat pula pengguna yang berusia 41- 50 tahun. Informasi yang
dicari pengguna saat menggunakan internet adalah informasi pekerjaan,
bisnis/peluang usaha, dan pendidikan.
Hambatan yang ditemui oleh telecenter diantaranya kualitas layanan
telecenter yang dinilai pengguna berbiaya tinggi dan kecepatan akses yang
lambat. Tingginya biaya akses menyebabkan pengguna tidak memperoleh
informasi yang mencukupi dan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk mengatasi
hal tersebut, World Bank merekomendasikan dibangunnya konten informasi
yang dibutuhkan oleh pengguna serta tersedia secara offline untuk meringankan
biaya dan beban akses.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
17
KERANGKA KONSEPTUAL
Salah satu pendekatan yang dapat menjelaskan suatu fenomena dalam
mencermati penggunaan media untuk mendapatkan pemenuhan atas kebutuhan
seseorang adalah pendekatan Penggunaan dan Kepuasan (Uses and
Gratification). Dalam pendekatan uses and gratification, anggota khalayak
dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut
Bungin (Bungin, 2007: 286) pendekatan uses and gratification merupakan
penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas
kebutuhan seseorang. Dalam pendekatan ini perilaku khalayak dijelaskan melalui
berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) sebagai suatu fenomena
mengenai proses penerimaan (pesan media). Pendekatan uses and gratifications
ditujukan untuk menggambarkan proses penggunaan media oleh individu.
Menurut Baran dan Davis (2000:247) pendekatan uses and gratification antara
lain dipergunakan untuk mengeksplorasi apa yang dimaksud dengan khalayak
aktif.
Biocca (dalam Wright 1986:339) menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima)
karakteristik dari khalayak aktif, yaitu:
a) Kemampuan menyaring (selectivity).
Khalayak yang aktif akan mempertimbangkan untuk dipilih dalam media
yang mereka pilih untuk digunakan.
b) Bermanfaat (utilitarianism).
Khalayak yang aktif akan mengaitkan penggunaan media guna
mempertemukan fakta-fakta atau keterangan terhadap kebutuhan dan
tujuan mereka.
c) Faktor yang disengaja (intentionality).
Khalayak yang aktif dapat memberikan implikasi dengan maksud tertentu
dari penggunaan isi media.
d) Keterlibatan (involvement) atau usaha.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
18
Khalayak aktif mempunyai karakteristik menghadirkan, memikirkan
tentang sesuatu, dan menggunakan media.
e) Khalayak aktif percaya untuk dapat bertahan dari pengaruh yang ada atau
tidak terpengaruh dari ketersediaan media (impervious to influence).
Adapun mengenai kebutuhan, pada dasarnya dalam kehidupan sehari-
hari manusia berusaha memenuhi kebutuhannya yang menurut Maslow (dalam
Goldhaber, 1993:75-78) merupakan kegiatan suatu hirarki. Menurut Maslow
motivasi atau kebutuhan tersebutlah yang membuat atau mendorong manusia
melakukan sesuatu aktivitas. Maslow percaya bahwa kebutuhan dasar manusia
diatur dalam suatu hirarki kebutuhan mulai dari tingkat yang paling rendah
(kebutuhan fisik) atau hanya mempertahankan hidup (survive) hingga tingkat
yang paling tinggi (self-actualization). Jika level pertama telah terpenuhi maka
manusia pada dasarnya akan terus berusaha memenuhi atau mencapai hirarki
yang lebih tinggi lagi. Tingkat kebutuhan yang ada menurut Maslow, adalah
sesuatu yang menjadi motivasi pendorong bagi manusia dalam melakukan suatu
tindakan, yaitu:
a) Kebutuhan fisik - physiological needs, yang merupakan tingkat kebutuhan
manusia yang paling bawah.
b) Kebutuhan akan rasa aman (keamanan) - security needs.
c) Kebutuhan akan penerimaan dari pihak lain - affiliation or acceptance
needs.
d) Kebutuhan akan rasa penghargaan dan pengenalan - self-esteem or
recognition needs.
e) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya - self-actualication needs
(merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi).
Berlakunya tingkat kebutuhan manusia ini mulai dari tingkat yang paling
rendah yaitu kebutuhan fisik seperti makan, minum dan lainnya yang merupakan
usaha bertahan hidup yang dilakukan manusia. Kemudian jika kebutuhan tadi
sudah terpenuhi maka ada kecenderungan manusia untuk memenuhi tingkat
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
19
kebutuhan lainnya yang berada di atas tingkatannya. Kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia.
Sementara itu Katz, Gurevitch & Hass (dalam Tankard, 2007: 357)
memandang media sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu
untuk berhubungan (atau memutuskan hubungan) dengan yang lain. Terkait
dengan kebutuhan individu, fungsi sosial dan psikologis media menurut Katz,
Gurevitch & Hass digolongkan ke dalam lima kategori:
a) Kebutuhan kognitif - memperoleh informasi, pengetahuan dan
pemahaman.
b) Kebutuhan afektif - emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetik.
c) Kebutuhan integratif personal - memperkuat kredibilitas, kepercayaan
diri, stabilitas dan status.
d) Kebutuhan integratif sosial - mempererat hubungan dengan keluarga,
teman dan sebagainya.
e) Kebutuhan pelepas ketegangan - pelarian dan pengalihan.
Dengan lima kebutuhan inilah biasanya manusia menggunakan media
untuk mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Kebutuhan kognitif adalah
kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan
pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk
memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran dan
dorongan untuk penyelidikan. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang
berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman estetis, menyenangkan
dan emosional. Kebutuhan pribadi secara integratif adalah kebutuhan yang
berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas dan status
individual. Kebutuhan sosial secara integratif adalah kebutuhan yang berkaitan
dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan lainnya. Hal tersebut
didasarkan pada hasrat berafiliasi. Sedangkan kebutuhan pelepasan adalah
kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan
dan hasrat akan keanekaragaman.
Sementara itu Schramm dan Robert (dalam Moss-Tubbs, 2000:209)
menyatakan bahwa suatu khalayak yang aktif mencari apa yang mereka inginkan,
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
20
menolak lebih banyak isi media daripada menerimanya, berinteraksi dengan
anggota-anggota kelompok yang mereka masuki dan dengan isi media yang
mereka terima, serta sering menguji pesan media massa dengan
membicarakannya dengan orang-orang lain atau membanding-bandingkan
dengan isi media lainnya.
Kebutuhan bagi masing-masing individu tidaklah sama, Wright dalam
Rahmat (1986:54) mengatakan, latar belakang, pengalaman dan pendidikan
menentukan informasi apa yang diperlukan dan menarik perhatian seseorang.
Hal-hal tersebut akan mempengaruhi motif mendapatkan informasi. Berdasarkan
pernyataan tersebut, jelaslah bahwa setiap individu mencari informasi melalui
media sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Dalam tindakan atau
perbuatan individu terdapat tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak
dicapai ini merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Sehingga ketika
individu mengetahui adanya kekurangan informasi atau pengetahuan mengenai
sesuatu hal, maka perilakunya dimotivasi menggunakan media untuk
mendapatkan pemenuhan kebutuhannya.
Rosengren (dalam Bungin,2007:286) menjelaskan pendekatan dan uses
and gratification membagi sebelas elemen yang dihubungkan satu dengan yang
lain sebagai berikut: (1) kebutuhan mendasar tertentu, dalam interaksinya
dengan (2) berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan
(3) struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai
percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan
tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau
penyelesaian persoalan, yang menghasilkan (7) perbedaan pola konsumsi media
dan (8) perbedaan pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola
konsumsi, yang dapat mempengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan
ekstra individu, sekaligus akan mempengaruhi pula (11) struktur media dan
berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
Logika yang mendasari pendekatan uses and gratification menurut Katz
(Tankard, 2005:355) adalah: (1) asal usul sosial dan psikologis; (2) kebutuhan,
yang melahirkan; (3) harapan-harapan akan; (4) media massa atau sumber lain,
yang mengarah pada; (5) berbagai pola paparan media yang berbeda, yang
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
21
menghasilkan; (6) gratifikasi kebutuhan maupun; (7) konsekuensi-konsekuensi
lain, mungkin konsekuensi-konsekuensi yang paling tidak diniatkan.
Gambar 2. 1. Model Penggunaan dan Kepuasan (Katz et al., 1974)
Ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan timbulnya kebutuhan
seseorang yang berhubungan dengan media. Pertama, situasi sosial
menimbulkan ketegangan dan pertentangan. Hal ini berarti suatu individu akan
berusaha melepaskan dirinya dari suatu hal tersebut dengan mengonsumsi
media. Kedua, situasi sosial menciptakan kesadaran akan adanya masasalah-
masalah yang membutuhkan perhatian dan informasi. Artinya suatu individu
akan mencari tahu informasi tersebut melalui media. Ketiga, situasi sosial
menawarkan suatu kesempatan peningkatan taraf hidup dalam memuaskan
kebutuhan-kebutuhan tertentu yang semuanya bisa dipenuhi oleh media.
Keempat, situasi sosial memberikan dukungan dan penguatan pada nilai-nilai
tertentu melalui konsumsi media yang selaras. Kelima, situasi sosial menyajikan
sebuah harapan yang telah diketahui melalui materi-materi media tertentu.
Enam, keseluruhan faktor harus dipantau untuk mendukung kelompok-kelompok
sosial yang penting. Tujuh, dengan adanya faktor-faktor sosial dan media massa,
khalayak secara aktif berhadapan dengan pengalaman-pengalaman dalam
menggunakan medianya, dengan kepuasan yang diharapkan dan yang diperoleh
dari berbagai sumber media guna memuasakan kebutuhannya (Katz et al, 1974).
Faktor sosial
psikologi
menimbulkan
(1)
Kebutuhan
yang
melahirkan
(2)
Harapan-harapan
terhadap media massa
atau sumber lain yang
mengarah pada (3-4)
Berbagai pola
penghadapan
media
(5)
Menghasilkan
gratifikasi
kebutuhan
(6)
Konsekuensi lain
yang tidak
diinginkan
(7)
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
22
Khalayak aktif juga merupakan khalayak yang cerdas dalam menilai
informasi, mereka belajar dari banyaknya jumlah informasi yang mereka terima.
Baran dan Davis (2000:246) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 1970-1980,
para peneliti media budaya secara empirik meningkatkan fokus perhatian pada
khalayak media. Tujuannya untuk memperoleh pemahaman yang lebih
bermanfaat mengenai apa yang dilakukan orang-orang dengan media dalam
kehidupan sehari-hari. Sementara West dan Turner (2007:428) menjelaskan teori
uses and gratification dengan memberikan kerangka untuk memahami kapan
dan bagaimana konsumen media secara individual menjadi lebih atau kurang
aktif dan membawa konsekuensi apakah keterlibatan khalayak meningkat atau
menurun.
Katz, Blumer, dan Gurevitch, sebagaimana dikutip Tankard (2007:354)
menjelaskan bahwa pendekatan uses and gratification berfokus pada konsumen
- anggota khalayak, bukan pada pesannya. Berbeda dengan tradisi efek yang
powerful, maka pendekatan ini membayangkan anggota khalayak menjadi
pengguna media yang berbeda-beda. Menurut Littlejohn (2009:426) dalam
pendekatan uses and gratification khalayak dianggap sebagai khalayak yang aktif
dan diarahkan oleh tujuan. Khalayak sangat bertanggungjawab dalam memilih
media untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam pandangan ini media
dianggap sebagai satu-satunya faktor yang mendukung bagaimana kebutuhan
terpenuhi, dan khalayak dianggap sebagai perantara yang besar: mereka tahu
kebutuhan merekan, dan bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa khalayak aktif mempunyai
tujuan dalam mengkonsumsi media. Anggota khalayak bertanggung jawab dalam
memilih media untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhannya dan
mengetahui kebutuhannya serta mencari cara bagaimana agar kebutuhannya
dapat terpenuhi. Media dipertimbangkan sebagai jalan mempertemukan
kebutuhan-kebutuhan pribadi, dan suatu individu memungkinkan dapat
mempertemukan kebutuhan mereka lewat media atau dengan jalan yang lain.
Dalam pengertian ini, di luar dari pilihan yang disuguhkan media, seseorang akan
memilih jalan untuk memenuhi pemuasan kebutuhannya.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
23
Berdasarkan paparan para ilmuwan dapat diketahui adanya lima asumsi
dasar dari pendekatan uses and gratification, yang meliputi:
a) Khalayak adalah aktif dan penggunaan media terarah pada suatu tujuan.
b) Inisiatif berkaitan dengan pemuasan kebutuhan untuk memilih media
tertentu disandarkan pada anggota khalayak.
c) Media bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan
kebutuhan.
d) Khalayak telah cukup punya kesadaran sendiri tentang penggunaan
media, interest, motif, sehingga memiliki gambaran yang akurat tentang
penggunaan media.
e) Penentuan nilai isi media hanya dapat ditaksir oleh khalayak sendiri.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
25
METODE PENELITIAN
4.1. PENDEKATAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survey untuk mengetahui
karakteristik sosioekonomi masyarakat, karakteristik sosioekonomi pengguna
PLIK, dan pola penggunaaan PLIK.
4.2. LOKASI PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang penelitian dan tujuan yang hendak dicapai,
penelitian ini mengambil lokasi di 3 (tiga) PLIK di Kab. Kulonprogo, DI.
Yogyakarta. Pemilihan ketiga PLIK ini berdasarkan pertimbangan pada perbedaan
karakteristik desa dari segi pendapatan per kapita serta perbedaan pada kategori
pengelolaan. PLIK yang dimaksud adalah :
1. PLIK Nanggulan 2 di Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan. Dikelola
secara mandiri/perorangan.
2. PLIK Girikencana di Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo. Dikelola oleh
Koperasi Unit Desa (KUD).
3. PLIK Banjarharjo di Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang. Dikelola
oleh pemerintah desa.
4.3. TEKNIK SAMPLING
Untuk memperoleh hasil yang representatif berdasarkan tujuan
penelitian, maka kerangka sampel dilaksanakan melaui dua metode penarikan
sampel:
1. Pertama, untuk mengetahui karakteristik masyarakat perdesaan maka
penarikan sampel dilakukan dengan teknik random sampling tingkat desa.
Oleh karena populasi di tiap kecamatan dan desa berbeda, maka penarikan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
26
sampel dilakukan dengan proportional random sampling. Masyarakat
perdesaan memiliki peluang yang sama untuk disampling secara acak.
2. Kedua, untuk mengetahui karakteristik sosioekonomi pengguna dan pola
penggunaan PLIK maka penarikan sampel dilakukan dengan sengaja yaitu
pengguna PLIK.
4.4. UNIT ANALISIS
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu bahwa telecenter lebih banyak
digunakan oleh mereka yang berusia antara 13 tahun hingga 50 tahun maka unit
analisis dalam penelitian adalah:
1. Penduduk perdesaan yang berusia antara 10 – 59 tahun, untuk mengetahui
karakteristik masyarakat
2. Pengguna PLIK, untuk mengetahui karakteristik pengguna dan pola
penggunaan PLIK
4.5. SAMPEL PENELITIAN
Berdasarkan data kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kab. Kulonprogo, diperoleh data penduduk per kecamatan lokasi PLIK
seperti pada tabel 4.1. Dengan unit analisis adalah penduduk berusia 10 – 59
tahun maka diketahui populasi desa Banyuroto adalah 2.970 jiwa, populasi desa
Giripurwo adalah 5.692 jiwa, dan populasi desa Banjarharjo adalah 6.178 jiwa.
Tabel 4.1. Populasi Kecamatan dan Desa Lokasi PLIK
Kecamatan ∑ penduduk total
Desa ∑ dusun ∑ penduduk total ∑ penduduk usia 10 – 59 th
Nanggulan 32.086 Banyuroto 8 4.206 2.970
Girimulyo 27.167 Giripurwo 15 7.964 5.692
Kalibawang 35.073 Banjarharjo 22 8.765 6.178
Agar besaran sampel memadai untuk penelitian ini, maka pengambilan
sampel untuk unsur masyarakat perdesaan menggunakan proportional random
sampling. Yaitu pengambilan sampel secara acak dengan mempertimbangkan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
27
populasi di tiap lokasi. Berdasarkan perhitungan ukuran sampel untuk tingkat
kepercayaan 95%, probabilitas P=0.5, dan tingkat presisi ± 10% (Israel, 2003)
maka diperoleh ukuran sampel minimal seperti pada tabel 4.2
Tabel 4.2. Ukuran Sampel Untuk Tingkat Kepercayaan 95% dan P=0.5
Size of Population Sample Size (n) for Precision (e) of.
± 3% ± 5% ± 7% ± 10%
2.000 714 333 185 95
3.000 811 353 191 97
4.000 870 364 194 98
5.000 909 370 196 98
6.000 938 375 197 98
7.000 959 378 198 99
Hasil pengukuran sampel ini menunjukkan hasil yang sama dengan menggunakan
rumus Yamane untuk tingkat presisi (d) 10%, yaitu
, dimana n=jumlah
sampel dan N=jumlah populasi. Dengan demikian diperoleh jumlah sampel untuk
Desa Banyuroto adalah 95 responden, Desa Giripurwo adalah 98 responden, dan
desa Banjarharjo adalah 99 responden.
Sedangkan untuk sampel pengguna PLIK, dilakukan dengan secara
sengaja dengan jumlah sampel proporsional berdasarkan masa operasional PLIK.
Jumlah sampel per lokasi PLIK yaitu; 50 sampel di PLIK Nanggulan 2 Banyuroto,
30 sampel di PLIK Girikencana Giripurwo; dan 20 sampel di PLIK Banjarharjo.
4.6. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data dikumpulkan melalui pertanyaan terstruktur dan tertutup yang
disampaikan melalui wawancara langsung dengan responden. Responden adalah
penduduk desa yang telah terpilih secara acak. Pewawancara terdiri dari tenaga
peneliti, Teknit Litkayasa, dan masyarakat desa yang telah diberi pelatihan dan
panduan untuk memperoleh kesamaan persepsi sehingga diperoleh data yang
valid dan reliable.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
28
Instrument penelitian disusun dalam bentuk kuesioner tertutup.
Penyusunan instrument penelitian melalui penelusuran penelitian terdahulu dan
mereplikasi kuesioner penelitian dari ”Telecenter for Socioeconomic and Rural
Development in Latin America and The Carrebean” oleh Proenza, Buch, dan
Montero (2001). Meski merupakan replikasi, kuesioner disesuaikan dengan
penerimaan masyarakat Indonesia secara umum.
4.7. VARIABEL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian Proenza et al (2001), maka variable penelitian
ini seperti terlihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel Dimensi variable Indikator Skala
Sosioekonomi Demografi Jenis kelamin Nominal
Usia Scale
Status pernikahan Nominal
Posisi dalam keluarga Nominal
Pekerjaan Nominal
Pendidikan Ordinal
Penguasaan bahasa Nominal
Pendapatan keluarga per bulan Scale
Pola penggunaan PLIK Pengetahuan tentang PLIK Sumber informasi Nominal
Jarak Scale
Frekuensi penggunaan Scale
Durasi penggunaan Scale
Tujuan penggunaan Nominal
Frekuensi penggunaan perangkat dan layanan
Perangkat Scale
Komputer dan internet Scale
Kursus/pelatihan Scale
Jasa layanan Scale
Prioritas penggunaan Perangkat Nominal
Jasa layanan Nominal
Motivasi dan tujuan Motivasi Nominal
Capaian kemajuan Scale
Kualitas layanan PLIK Tata ruang, pencahayaan, kebersihan, suhu, jumlah perangkat, spesifikasi perangkat, kecepatan dan kestabilan akses, harga jasa layanan, waktu pelayanan, sikap pengelola, ketersediaan perangkat lunak/aplikasi/software
Scale
Ketertarikan terhadap konten informasi
Informasi pendidikan, kesehatan, lowongan kerja, kesenian, hiburan, tanggap darurat/kebencanaan, pariwisata, pemerintah, bisnis
Scale
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
29
4.8. LANGKAH KEGIATAN PENELITIAN
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka langkah-langkah kegiatan
penelitian sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan adalah kegiatan awal yang dilaksanakan meliputi
penyusunan proposal penelitian, rencana penelitian (research design), dan
instrument penelitian. Pada tahap ini, dilakukan diskusi secara intensif
dengan konsultan agar diperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian
serta pelaksanaan penelitian yang sesuai dengan metode dan kaidah-
kaidah ilmiah.
2. Tahap perancangan kerangka sampling
Tahap perancangan kerangka sampling bertujuan untuk menentukan unit
analisis dan populasi sampling sehingga diperoleh ukuran sampel yang
sesuai. Kegiatan pada tahap ini meliputi:
a. Pengumpulan data populasi penduduk meliputi nama, jenis kelamin,
usia, dan alamat (kecamatan, desa, dusun, RT, dan RW)
b. Penyaringan data populasi penduduk berdasarkan unit analisis
c. Penarikan sampel dengan random sampling tingkat desa
3. Tahap pengumpulan data
Sebelum mengumpulkan data, diawali dengan kegiatan coaching atau
pelatihan dan panduan pelaksanaan pengumpulan data untuk tenaga
Teknit Litkayasa dan masyarakat lokal. Coaching bertujuan untuk
menyamakan persepsi tentang kegiatan penelitian sehingga dalam
pengumpulan data nantinya sesuai dengan metode yang telah ditentukan.
Kegiatan pada tahap ini meliputi:
a. Penyampaian maksud dan tujuan kegiatan penelitian ke tokoh
masyarakat desa meliputi Kepala Desa dan Kepala Dusun serta
pengelola PLIK
b. Identifikasi calon responden berdasarkan hasil random sampling. Jika
calon responden tidak ada, baik karena meninggal, pindah, atau
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
30
berdomisili di luar desa dalam jangka waktu yang cukup lama (misal
bekerja dan sekolah), maka dilakukan penarikan ulang.
c. Calon responden yang ada diwawancari langsung dengan pertanyaan
terstruktur yang tercetak dalam kuesioner
d. Petugas pengumpul data memastikan pertanyaan dalam kuesioner
terjawab dengan baik
e. Peneliti mengecek kembali kuesioner yang telah terisi dan
mengembalikan kepada petugas jika terjadi kesalahan pengisian untuk
diambil data ulang
4. Tahap analisis data
Tahap analisis bertujuan untuk mengolah dan menganalisis data sesuai
dengan kerangka konseptual dan tinjauan literature untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Tahapan analisis data meliputi:
a. Entry data ke tabel SPSS
b. Mengecek hasil entry jika terjadi kesalahan peng-entry-an
c. Mentabulasikan data sesuai dengan variable dan indikator variable
d. Menganalisis data untuk menjawab pertanyaan
5. Tahap akhir
Tahap akhir adalah tahapan pendokumentasian hasil penelitian sehingga
diperoleh laporan akhir penelitian.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
32
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) DI
KAB. KULONPROGO
PLIK merupakan bagian dari Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) atau Universal
Service Obligation (USO) yang dituangkan dalam PerMen Kominfo No.
32/PER/M.KOMINFO/10/2008 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan
Universal yaitu penyediaan akses jaringan end-to-end yang memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi berupa teleponi, short message service (SMS),
dan internet7. Program USO sebelumnya didahului dengan pelaksanaan Desa
Berdering dengan target realisasi pembangunan mencapai 26.753 titik dan Desa
Pinter (Desa Punya Internet) dengan target realisasi 101 desa8. Latar belakang
penyediaan PLIK yaitu:
1. Indonesia turut menyepakati Deklarasi Jenewa 2003 dan Deklarasi Tunis
2005 yang menegaskan bahwa telah terjadi kesenjangan digital atas
ketidaksetaraan akses TIK.
2. Dalam pengumuman pers tanggal 2 Maret 2009, ITU menempatkan
Indonesia di peringkat 108 dari 154 negara dalam hal indeks pertumbuhan
TIK. Indeks pertumbuhan TIK Indonesia berada dalam kategori menengah
yang berarti masih terdapat kesenjangan digital.
3. Permen Kominfo No. 32/PER/M.KOMINFO/10/2008 tentang Penyediaan
Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
4. Permen Kominfo No. 48/PER/M.KOMINFO/11/2009 tentang Penyediaan
Jasa Akses Internet pada Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi 7 PerMen Kominfo No 32/PER/M.KOMINFO/10/2008, pasal 4 (2) penyediaan akses sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa penyediaan jaringan end-to-end yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi, dan (3) penyediaan layananan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyediaan layanan teleponi (memanggil dan dipanggil), short message service (SMS), dan jasa akses internet. 8 Beriantho Herlamban. 2001. Implementation of USO Program in Indonesia: From Regulatory Conformance
Toward Development performance. Conference with Asia Development Bank. Jakarta, 23-24 Maret 2011.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
33
Internet Kecamatan yang selanjutnya diperbaharui dengan Permen
Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010.
5. Inspres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 20120, bagian Prioritas 10: Daerah
Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik, serta kebijakan: 003-
Pelaksanaan Pemberdayaan dan Pemerataan Pembangunan Sarana dan
Prasarana Informatika.
Berdasarkan latar belakang diatas, definisi PLIK menurut Permen
Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010 adalah pusat sarana dan prasarana
penyediaan layanan jasa akses internet di ibu kota kecamatan yang dibiayai
melalui dana Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi. Dalam
implementasinya, PLIK dibedakan atas 2, yaitu:
i. PLIK yang bersifat tetap, yaitu PLIK yang ditempatkan secara tetap di WPUT
Internet Kecamatan
ii. PLIK yang bersifat bergerak atau mobile ata M-PLIK, PLIK yaitu PLIK yang
memiliki kemampuan berpindah tempat untuk menjangkau masyarakat
yang belum terjangkau oleh layanan PLIK yang bersifat tetap di WPUT
Internet Kecamatan.
Seperti program USO lainnya, PLIK memilki prinsip (i) the lowest
subsidy, mengutamakan efisiensi biayan dengan memberikan subsidi seminimal
mungkin, (ii) affordability, dengan memperhatikan kemampuan daya beli
masyarakat terhadap layanan USO (willingness to pay) dan kemauan masyarakat
untuk mengeluarkan sejumlah biaya dalam menggunakan layanan USO (ability to
pay), dan (iii) sustainability, layanan USO diharapkan tidak berhenti pada
periode tertentu namun harus dapat berlanjut sehingga dapat mendorong
adanya multiplier effect terhadap ekonomi wilayah dan perkembangan
telekomunikasi. Seperti yang diungkapkan Proenza et al (2001), penggunaan
telecenter haruslah dalam jangka waktu yang lama sehingga benar-benar
mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
34
BP3TI selaku pemegang wewenang penyediaan PLIK, menargetkan
pembangunan PLIK di 5.748 titik di 32 provinsi (DKI Jakarta tidak termasuk) yang
dilaksanakan oleh penyelenggara jaringan/jasa telekomunikasi. Penyediaan PLIK
dibagi dalam 11 paket yang disediakan oleh PT. Aplikasi Lintasarta, PT.
Telekomunikasi Indonesia, PT. Sarana Insan Muda Selaras (SIMS), dan PT.
Jastrindo Dinamika.
Tabel 5.1. Paket Penyediaan PLIK dan Penyelenggara Jaringan/Jasa
Telekomunikasi
PAKET WPUT JUMLAH PLIK PENYELENGGARA
1 NAD 260
PT. Telkom SUMUT 337
2
SUMBAR 176
PT. Jastrindo Dinamika (Kemitraan)
JAMBI 125
BENGKULU 118
RIAU 145
3
SUMSEL 182
PT. Jastrindo Dinamika (Kemitraan)
LAMPUNG 149
BABEL 81
KEPRI 78
4 JABAR 448
PT. SIMS BANTEN 206
5 JATENG 478
PT. SIMS DI. YOGYAKARTA 113
6 JATIM 538 PT. Aplikanusa Lintasarta
7
BALI 90
PT. Aplikanusa Lintasarta NTB 125
NTT 213
8
KALBAR 173
PT. Aplikanusa Lintasarta KALSEL 156
KALTENG 132
KALTIM 158
9
MALUKU 84
PT. Aplikanusa Lintasarta MALUT 74
PAPUABARAT/IRJABAR 103
PAPUA 207
10
SULUT 128
PT. Telkom GORONTALO 72
SULTENG 135
11
SULBAR 88
PT. Telkom SULSEL 224
SULTRA 152
JUMLAH 5748
5.1.1. Spesifikasi Teknis dan Perangkat PLIK
Secara umum, spesifikasi teknis dan perangkat PLIK sebagai berikut:
a. Infrastruktur. Akses internet end-to-end dengan spesifikasi uplink
128 Kbps dan downlink 256 Kbps
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
35
b. Perangkat dan sarana pendukung:
1. 1 (satu) buah komputer server
2. 5 (lima) buah komputer client
3. Printer dan scanner
4. Peripheral jaringan
5. Meubeler
6. Rambu penunjuk lokasi dan rambu papan nama
7. Catu daya
8. Backup catu daya
9. Operating System (OS) untuk server dan client
10. Keamanan jaringan
11. Daftar tarif
5.1.2. Implementasi PLIK Wilayah DI. Yogyakarta
PLIK di DI. Yogyakarta diselenggarakan oleh PT. SIMS dengan pelaksana
adalah Jogja Media Net (JMN) yaitu anak perusahaan PT. SIMS. Jumlah
PLIK yang disediakan adalah 113 PLIK yang tersebar di 4 (empat)
kabupaten. Berdasarkan data JMN per April 2012, tersisa 4 PLIK yang
sedang dalam proses.
Tabel 5.2. Sebaran PLIK di DI. Yogyakarta
Kabupaten Jumlah PLIK
Sub Total Kab. Bantul 26
Sub Total Kab. Gunung Kidul 32
Sub Total Kab. Kulonprogo 23
Sub Total Kab. Sleman 32
Total PLIK Wilayah DIY 113
Dalam penyediaan PLIK, JMN melakukan kerjasama kemitraan dengan
daerah sasaran yang terbagi dalam 5 (lima) golongan kemitraan yaitu
sekolah, pemerintah (desa/kecamatan), Koperasi Unit Desa, keagamaan
(pesantren), organisasi masyarakat (berdasarkan permintaan khusus),
dan mandiri atau perorangan. Khusus DI. Yogyakarta, jenis kemitraan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
36
yang berlangsung berupa pemerintah desa, KUD, dan
mandiri/perorangan.
Proses penyediaan PLIK dilalui dengan tahapan berikut:
1. Tahap SITAC, yaitu mencari lokasi dan mitra pengelola PLIK.
Di awali dengan menentukan desa pelaksana dengan kriteria dasar
merupakan desa ibu kota kecamatan dan dekat dengan pusat-
pusat pendidikan. Tahapan SITAC ini bertujuan untuk
mendapatkan titik-titik pelanggan. Kemudian dilanjutkan dengan
mencari mitra pengelola PLIK dengan kategori pemerintah desa,
KUD, sekolah, pondok pesantren, lembaga kemasyarakatan, dan
mandiri/perorangan. Proses pencarian mitra berlangsung secara
tentative sesuai dengan karakteristik desa. Akan tetapi ada proses
khusus jika mitra tersebut adalah lembaga kemasyarakatan dan
KUD. Untuk mitra KUD, didahului dengan koordinasi bersama
Induk KUD (INKUD) untuk menentukan titik penempatan PLIK.
2. Tahap survey lokasi, meliputi:
a. Survey lokasi tempat penempatan perangkat PLIK dan
transmisi untuk posisi indoor dan outdoor
b. Survey ketersediaan fasilitas infrastruktr pendukung, akses
jalan, kebutuhan kamar mandi/toilet, penempatan
pole/tower, kapasitas catuan listrik, dan penempatan material
mekanikal elektrikal lainnya
3. Hasil kegiatan survey dituangkan dalam laporan site survey
4. Tahap deployment atau instalasi dan commissioning, meliputi:
a. Pengadaan perangkat
b. Pengantaran perangkat
c. Instalasi fasilitas infrastruktur indoor dan outdoor
d. Instalasi perangkat last mile connection link baik akses maupun
backhaul
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
37
e. Instalasi perangkat hardware dan software aplikasi pada
server pusat (Network Operating Control, NOC), server PLIK,
dan terminal PLIK
f. Pre-commissioning dan pemeriksaan instalasi sesuai dengan
standar persyarata teknis
g. Menjalankan supervise, uji terima, dan commissioning system
secara keseluruhan, testing link, remote control, dan
optimalisasi
5. Tahap uji kelayakan atau testing commissioning. Uji sistem secara
keseluruhan sesuai dengan parameter detail uji terima meliputi:
sistem operasi layanan, aplikasi perkantoran, aplikasi perhitungan
biaya pemakaian, aplikasi layanan push content, system directory
service dan repository
6. Tahap handover atau serah terima dokumen,meliputi:
a. Penandatanganan Berita Acara Serah Terima
b. Penyerahan dokumen manual operation & maintenance,
manual technical installation, system test log, standard
operation procedure.
Gambar 5.1. Tahapan penyediaan PLIK yang dilakukan PT. SIMS
Selain kewajiban penyediaan infrastruktur, perangkat, dan sarana
pendukung, PT. SIMS memberikan layanan dukungan operasional yang
meliputi:
SITAC
(mencari lokasi dan
mitra)
Survey Lokasi Laporan site
survey Deployment Testing Handover Operating
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
38
1. Kegiatan pelatihan dan pembinaan bagi pengelola PLIK yang
meliputi pelatihan teknis hardware, software, jaringan, dan
pengembangan bisnis.
2. 24/7 Online Monitoring. Kegiatan pengawasan secara online
selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan aplikasi
monitoring yang dimiliki PT.SIMS. Berdasarkan roadmap USO,
pelaksanaan penyediaan PLIK/M-PLI ini diiringi dengan
pembangunan SIMMLIK (Sistem Informasi Manajemen dan
Monitoring Layanan Internet Kecamatan). Oleh karena SIMMPLIK
belum beroperasi maka PT. SIMS mengembangkan aplikasi
monitoring sendiri.
3. Asistensi lewat telepon untuk mengatasi gangguan perangkat
keras ataupun gangguan pada sistem lainnya.
4. Dukungan engineer ke lokasi. Untuk gangguan yang tidak dapat
diatasi dengan asistensi melalui telepon. PT. SIMS juga bekerja
sama dengan pengelola PLIK yang dinilai memiliki kompetensi
untuk mendampingi PLIK lainnya.
5. Unit cadangan untuk server jika terjadi gangguan pada server yang
tidak dapat teratasi dalam waktu 24 jam atau 1(satu) hari.
6. Kunjungan teknis yang dijadwalkan.
Infrastruktur, perangkat, dan sarana pendukung yang disediakan
disesuaikan dengan spesifikasi perangkat teknis yang diatur oleh BP3TI.
Meski demikian, penggelaran jaringan disesuaikan dengan jaringan JMN
yang telah eksis dan kondisi geografis PLIK. Beberapa PLIK
menggunakan jaringan backbone broadband kabel (HFC, DSL) dan
broadband wireless access milik JMN. Akan tetapi untuk PLIK dengan
kontur geografis terisolasi menggunakan jaringan VSAT. Kecepatan
akses yang diberikan sebesar 256 Kbps. Sedangkan jam layanan selama
minimal 8 jam/hari.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
39
5.2. KECAMATAN NANGGULAN, KAB. KULONPROGO
5.2.1. Profil Desa Banyuroto
5.2.1.1. Kondisi Geografis
Secara geografis, Desa Banyuroto merupakan salah satu desa yang
terletak di wilayah Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tinggi tempat dari permukaan air
laut 794 mdpl, dengan suhu rata-rata 230C..Desa ini merupakan salah
satu daerah yang secara rutin mengalami kekeringan saat musim
kemarau, curah hujan 2000 mm dengan jumlah bulan hujan 5 bulan
setiap tahun. Desa Banyuroto mempunyai luas wilayah 793,849 hektar.
Berdasarkan Perdes Nomor: 09 Tahun 2003, batas-batas wilayah Desa
Banyuroto meliputi:
Sebelah Utara : Desa/kelurahan Giri Purwo, Kecamatan Giri Mulyo
Sebelah Selatan : Desa/kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pengasih
Sebelah Timur :Desa/kelurahan Donomulyo,Kecamatan Nanggulan
Sebelah Barat : Desa/kelurahan Sido Mulyo, Kecamatan Pengasih.
Jarak dari Desa Banyuroto ke ibukota Kecamatan Nanggulan tercatat 7
Km, lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan dengan berjalan kaki atau
kendaraan non bermotor sekitar 1,5 jam, dengan menggunakan
kendaraan bermotor sekitar 25 menit. Sementara jarak dari Desa
Banyuroto ke ibukota Kabupaten Kulonprogo 9 Km, lama jarak tempuh
dengan berjalan kaki sekitar 2 jam, dengan menggunakan sepeda motor
sekitar 30 menit. Sedangkan jarak dari Desa Banyuroto ke ibukota
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 35 Km, jarak tempuh dengan
berjalan kaki sekitar 3 jam, dengan sepeda motor sekitar 1,5 jam.
Keadaan daerah atau wilayah Desa Banyuroto merupakan kawasan
perdesaan dengan struktur tanah berbukit. Sebagian besar wilayah
Desa Banyuroto merupakan dataran tinggi/ pegunungan, berbukit-bukit
dengan tekstur tanah berupa lempungan berwarna ke abu-abuan.
Tingkat erosi tanah di Desa Banyuroto tercatat meliputi: luas tanah
erosi ringan 3,750 Ha/m2, luas tanah erosi sedang 4,0 Ha/m2, luas tanah
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
40
erosi berat 1 Ha/m2, sedangkan luas tanah yang tidak tererosi 105
Ha/m2. Sementara lahan kritis tercatat seluas 30 Ha.
5.2.1.2. Pemerintahan Desa
Secara administratif Desa Banyuroto dibagi dalam 8 (delapan) dusun
yakni: Dusun Tawang, Dusun Gendol, Dusun Angin-Angin, Dusun Keso,
Dusun Gayam, Dusun Sambiroto, Dusun Brangkal, dan Dusun Dlingo.
Secara keseluruhan terbagi lagi dalam satuan wilayah yang lebih kecil,
yang terdiri dari 18 Rukun Warga (RW) serta 56 Rukun Tetangga (RT).
Saat ini Kepala Desa Banyuroto dijabat oleh Suroso berusia 50 tahun.
Dalam menjalankan Pemerintahan Desa dibantu oleh seorang
Sekretaris Desa/ Carik serta 5 orang Kepala Bagian yang terdiri atas:
Kepala Bagian Pemerintahan; Kepala Bagian Pembangunan; Kepala
Bagian Kesejahteraan Rakyat; Kepala Bagian Keuangan; serta Kepala
Bagian Pelayanan Umum. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari,
dilengkapi dengan staf pelaksana teknis dan staf bagian.
5.2.1.3. Demografi
Secara demografis jumlah penduduk Desa Banyuroto tahun 2011 secara
keseluruhan tercatat berjumlah 4359 jiwa. Dari jumlah total penduduk
tersebut dilihat dari jenis kelaminnya terdiri atas jenis kelamin laki-laki
sebanyak 2142 jiwa dan jenis kelamin sebanyak perempuan 2217 jiwa.
Adapun jumlah kepala keluarga tercatat sebanyak 1172 kk. Sementara
komposisi penduduk menurut usia dapat dilihat pada grafik 5.1.
Ditinjau dari komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
formal di Desa Banyuroto pada tahun 2011 tercatat sebagai berikut:
tidak tamat SD = 97 jiwa, tamat SD = 598 jiwa, SLTP = 458 jiwa, SLTA
Umum = 356 jiwa, SLTA Kejuruan = 433 jiwa, Pondok Pesantren = 35
jiwa, Sarjana Muda = 41 jiwa dan Sarjana = 40 jiwa. Sedangkan
penduduk yang buta huruf tercatat sebanyak 21 jiwa. Berdasarkan data
tersebut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tingkat pendidikan
penduduk Desa Banyuroto sebagian besar menamatkan pendidikan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
41
pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, baik SLTA umum maupun
kejuruan.
Grafik 5.1. Komposisi Penduduk Desa Banyuroto Menurut Usia
Adapun komposisi penduduk Desa Banyuroto berdasarkan kelompok
agama dan kepercayaan berdasarkan monografi desa tercatat sebagai
berikut: penduduk yang memeluk agama Islam sebanyak 4317 jiwa,
yang memeluk agama Katolik sebanyak 33 jiwa, agama Kristen sebanyak
9 orang. Di Desa Banyuroto tidak tercatat penduduk yang memeluk
agama Buddha maupun Hindu. Adapun sarana peribadatan di Desa
Banyuroto tercatat ada 11 Masjid dan 4 Mushola. Kehidupan umat
beragama di Desa Banyuroto berjalan secara harmonis dan penuh
kerukunan. Kerukunan umat beragama dimaksud meliputi kerukunan
internal umat beragama maupun kerukunan antar umat beragama.
Keharmonisan umat beragama terwujud merupakan upaya dari
berbagai pihak, baik pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh agama,
utamanya adalah kesadaran dari umat beragama itu sendiri.
5.2.1.4. Potensi Sosial Ekonomi
Penduduk Desa Banyuroto pada umumnya memiliki sumber mata
pencaharian dari sektor pertanian dan peternakan, dalam hal ini
sebagai petani dan peternak. Kepemilikan tanah pertanian tercatat
sebagai berikut: kurang dari 0,5 Ha = 331 petani, 0,5 - 0,7 Ha = 267
481
490
213
394
1850
860
71
0 500 1000 1500 2000
0 - 6 th
7 - 15 th
17 - 18 th
19 - 24 th
25 - 55 th
56 - 79 th
di atas 80 th
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
42
petani, 0,8 – 1,0 = 198 petani, 1,0 – 1,5 Ha = 77 petani dan kepemilikan
tanah pertanian lebih dari 1,5 Ha = 7 petani. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sebagian besar petani setempat memiliki tanah
pertanian seluas kurang dari 0,5 Ha. Adapun luas sawah yang ditanami
padi di Desa Banyuroto tercatat 180 Ha dengan jenis pengairan sebagai
berikut: tadah hujan 61 Ha, irigasi ½ teknis 39,34 Ha, Irigasi teknis 80
Ha.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani di Desa Banyuroto,
Dinas Pertanian Propinsi DIY mengadakan kegiatan Sekolah Lapang
Iklim (climate field study) untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan petani dalam hal budidaya tanaman pangan dan
hortikultura kaitannya dengan keadaan iklim setempat. Salah satu lokasi
yang dijadikan percontohan kegiatan berada di Pedukuhan Keso.
Dengan Sekolah Lapang Iklim ini diharapkan petani mampu mengelola
budidaya tanaman sesuai dengan situasi dan lokasi iklim masing-masing
sehingga dapat meningkatkan hasil pertaniannya. Adapun jenis
komoditas tanaman pangan yang dibudidayakan antara lain: jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang panjang, ubi kayu, dan cabe. Sedangkan
komoditas buah-buahan yang dibudidayakan meliputi: mangga, salak,
sawo, pisang, nangka dan melinjo. Sementara untuk memenuhi
kebutuhan rempah sehari-hari, masyarakat Desa Banyuroto juga
membudidayakan tanaman Apotik Hidup seperti: jahe, kunyit, lengkuas,
sambiloto, temulawak, daun sirih, kayu manis, daun sereh dan kencur.
Di Desa Banyuroto juga terdapat perkebunan kelapa dan tebu. Terdapat
juga hasil hutan seperti: kayu jati, mahoni dan bambu.
Untuk menambah penghasilan keluarga, pada umumnya penduduk
Desa Banyuroto memelihara sapi, kambing/ domba, ayam dan itik.
Populasi sapi di desa tersebut tercatat: sapi 690 ekor, kambing 257
ekor, domba 490 ekor. Sementara ayam kampung tercatat 4.800 ekor,
ayam ras 36.000 dan itik 270 ekor. Adapun hasil produksi peternakan
pada tahun 2011 tercatat: daging 103 ton dan telur 47 ton. Saat ini
sudah banyak bermunculan peternak ayam di Desa Banyuroto, baik
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
43
ayam pedaging maupun ayam petelur. Adapun usaha peternakan di
Desa Banyuroto tercatat sebagai berikut: Ternak besar = 2 usaha,
Ternak kecil = 1 usaha dan Ternak Unggas= 12 usaha. Di Desa Banyuroto
juga terdapat budidaya ikan air tawar seperti lele, nila dan gurame.
Salah satu hal yang menarik terkait dengan pengolahan limbah ternak di
Desa Banyuroto adalah terdapat 3 (tiga) peternak yang memiliki usaha
Biogas.
5.2.1.5. Potensi TIK
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari saat
ini tidak terlepas dari komunikasi dan informasi. Dapat dikatakan bahwa
Komunikasi dan Informasi menjadi hal yang begitu berarti. Informasi
menjadi kebutuhan sehari-hari bagi semua kalangan baik itu pribadi,
komunitas, masyarakat, swasta maupun pemerintah. Adapun prasarana
komunikasi dan informasi di Desa Banyuroto tercatat sebagai berikut:
Warnet = 2 unit, Radio = 353 buah, TV = 547 buah. Sementara koran
atau suratkabar yang beredar di Desa Banyuroto antara lain Kedaulatan
Rakyat, Tribun Yogya dan Jawa Pos
5.2.2. Profil PLIK Banyuroto
“PLIK Nanggulan 2” merupakan salah satu Pusat Layanan Internet
Kecamatan beralamat di
Jalan Wates-Sribit, KM 7 Desa
Banyuroto, Kecamatan
Nanggulan Kabupaten
Kulonprogo, Provinsi Derah
Istimewa Yogyakarta. PLIK
tersebut mempunyai website
yang beralamat di
“pliknanggulan2.blogspot.co
m. PLIK ini termasuk kategori Gambar 5.1. PLIK Nanggulan 2, Desa Banyuroto,
Kec. Nanggulan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
44
mandiri atau perorangan, karena terbentuk atas inisiatif pribadi yang
dikelola oleh salah seorang warga Desa Banyuroto bernama Sutrisno
Hadi. “PLIK Nanggulan 2” diresmikan secara maya oleh Menteri Kominfo
Tifatul Sembiring dari Prambanan melalui teleconference pada 26 Maret
2011. Sedangkan peresmian dan edukasi publik PLIK di “PLIK Nanggulan
2” dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2011 oleh Roy Suryo. Jumlah staf
pengelola “PLIK Nanggulan 2” sebanyak 3 (tiga) orang yang meliputi:
staf penuh waktu 1 orang, staf paruh waktu 2 orang. Dengan kualifikasi
keahlian bidang ICT 1 (satu) orang yakni pemilik PLIK tersebut. “PLIK
Nanggulan 2” pada tanggal 5 Desember 2011 memperoleh penghargaan
berupa penganugerahan USO Award 2011, sebagai salah satu pengelola
PLIK terbaik di Indonesia.
Pada umumnya PLIK memberi pelayanan kepada pengguna 8 jam
perhari, namun demikian berhubung banyaknya animo masyarakat
Desa Banyuroto untuk mengakses internet, “PLIK Nanggulan 2”
membuka layanan untuk umum rata-rata 14 jam, bahkan hingga
sampai 16 jam perhari. Pengelola cenderung menyesuaikan dengan
melihat situasi dan kondisi animo pengunjung PLIK tersebut. Setiap hari
Gambar 5.2. Peresmian PLIK Nanggulan
secara live conference oleh
Menkominfo, Tifatul Sembiring, dan
secara live oleh Roy Suryo
(sumber:dokumen PLIK Nanggulan 2)
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
45
pelayanan dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB
tengah malam. Karena letaknya yang strategis, yakni bersama dengan
rumah tinggal, “PLIK Nanggulan 2” membuka pelayanan kepada
masyarakat setiap hari (tujuh hari dalam satu minggu) yakni dari Senin
sampai Minggu. Meskipun pada hari libur, PLIK tersebut tetap buka,
karena justru pada hari libur banyak anak-anak sekolah yang mengisi
waktu liburnya untuk mengakses internet. Rata-rata jumlah pengunjung
di PLIK ini perhari mencapai 10 sampai dengan 15 orang, perminggu
rata-rata sebanyak 105 pengguna. Klasifikasi pengguna berjenis kelamin
pria rata-rata sebanyak 80 orang serta pengunjung wanita perminggu
rata-rata 25 orang.
“PLIK Nanggulan 2” mendapatkan bantuan peralatan standard yang
meliputi: 1 (satu) server, 5 (lima) komputer beserta internet
connections, 1 (satu) kamera digital, 1 (satu) printer, 1 (satu) scanner, 2
(dua) papan pengumuman, 1(satu) tower dan radio link, 1 (satu) UPS,
dan 1 (satu) kipas angin. Peralatan tadi masih dilengkapi dengan
software pendukung, box terminal hubungan & instalasi serta box panel
listrik. Sebagaimana PLIK lainnya, di “PLIK Nanggulan 2” memiliki
kecepatan akses yang sampai saat ini berkisar antara 512 Kbps hingga
256 Kbps untuk download dan 128 Kbps untuk upload. Sebagaimana
ketentuan yang ada bahwa masyarakat yang ingin menggunakan
fasilitas internet di PLIK ini dikenai biaya Rp 2.000 per jam. Atas
Gambar 5.3. Aktivitas pengguna PLIK Nanggulan 2
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
46
permintaan pengguna agar tidak lama menunggu antrian, pihak
pengelola menambah 2 (dua) unit perangkat komputer. Dengan
demikian keseluruhan jumlah perangkat komputer dengan sambungan
internet saat ini sebanyak 7 (tujuh) unit.
Di samping layanan akses internet, “PLIK Nanggulan 2” juga
menyediakan layanan lain berupa: word processing, jasa pengetikan,
cetak, penjualan pulsa, serta pembayaran listrik. “PLIK Nanggulan 2”
juga menyediakan layanan hotspot, bagi masyarakat yang ingin
menggunakan layanan ini disediakan voucher dengan harga mulai Rp
10.000. Bila masyarakat yang ingin berlangganan hotspot bulanan
dikenai biaya Rp 100.000. Daya pancar hotspot “PLIK Nanggulan 2”
mencapai radius kurang lebih 5 Km. Adapun layanan yang sering
dipergunakan oleh pengunjung adalah akses internet serta cetak
(printout). Layanan kedua yang sering dipergunakan adalah pulsa isi
ulang. Sementara permintaan dari pengguna yang belum tersedia di
PLIK Nanggulan 2 adalah layanan multi-media dan proyektor LCD.
Selain itu “PLIK Nanggulan 2” juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang
lainnya yang meliputi:
1) Fasilitas Ruang Edukasi dan Pertemuan Gubug Pintar, ruang ini
dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan pembelajaran,
pelatihan maupun pertemuan-pertemuan forum diskusi.
2) Fasilitas Perpustakaan Gubuk Pintar, di mana tersedia buku-buku
bacaan meskipun jumlahnya tidak begitu banyak, namun bisa
dikatakan cukup memadai. Buku-buku yang tersedia sebagian
besar tentang internet dan pertanian. Di samping sebagai ruang
baca, ruangan ini juga dipergunakan untuk pelatihan.
3) Fasilitas Olah Raga Tenis Meja, fasilitas ini disediakan untuk
pengguna yang sedang menunggu antrian. Agar tidak bosan,
waktu menunggu giliran bisa dipergunakan untuk bermain tenis
meja.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
47
4) Fasilitas Cyber-Café, fasilitas ini menyediakan berbagai macam
makanan dan minuman, bagi pengguna yang memerlukan bisa
nongkrong dan bercengkerama di tempat ini.
Literasi masyarakat terhadap Teknologi Informasi Komunikasi (TIK)
merupakan sebuah proses pembelajaran jangka panjang. Menyadari hal
tersebut, pengelola “PLIK Nanggulan 2” di samping memberikan
layanan kepada pengguna yang sudah familiar terhadap internet, juga
melakukan kerjasama dengan beberapa pihak seperti Pemerintah Desa
Banyuroto dan Dinas Pertanian Kabupaten Kulonprogo mengadakan
pelatihan terhadap beberapa komunitas masyarakat Desa Banyuroto
yang belum familiar terhadap akses internet. Pelatihan yang pernah
dilaksanakan meliputi kegiatan edukasi yang berkaitan dengan
pengenalan komputer beserta akses internet untuk pelajar dan petani
serta ibu-ibu PKK.
Gambar 5.4. Jasa layanan PLIK Nanggulan 2. Searah jarum jam: kegiatan akademik,
pelatihan pertanian, cyber café, sarana olahraga
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
48
5.3. KECAMATAN KALIBAWANG, KAB. KULONOPROGO
5.3.1. Profil Desa Banjarharjo
5.2.1.1. Kondisi Geografis
Desa Banjarharjo berada di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten
Kulonprogo, DI. Yogyakarta9. Desa dengan luas 1234,56 Ha ini berjarak
35 Km dari ibukota provinsi dan 2 Km dari pusat pemerintahan
kecamatan. Secara geografis, Desa Banjarharjo terletak di ketinggian
400 m dari permukaan laut dengan topografi dataran tinggi dan rendah.
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Banjaroya sedangkan sebelah
selatan berbatasan dengan Kab. Magelang. Sebelah selatan berbatasan
dengan Kab. Sleman dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Banjar
Asri.
5.2.1.2. Pemerintahan Desa
Desa Banjarharjo dipimpin oleh seorang kepala desa yang dipilih secara
langsung oleh masyarakat. Pada bulan Juli 2012, Desa Banjarharjo baru
saja melaksanakan pemilihan kepala desa untuk periode 2012-2017.
Sebelumnya, kepala desa dijabat oleh Suwarto untuk kepemimpinan
selama 2 periode berturut-turut. Pelaksana administrasi desa terdiri
dari 37 perangkat desa yang terbagi dalam beberapa bagian.
Secara administratif, Desa Banjarharjo meliputi 22 dusun yang terdiri
dari 45 RW dan 99 RT. Dusun-dusun tersebut yaitu:
1) Bogo
2) Gerpule
3) Duwet I
4) Duwet II
5) Duwet III
6) Jurang
7) Cikalan
8) Demangan
9) Kalisentul
10) Kenaran
11) Kliwonan
12) Ngemplak
13) Ngrajun
14) Padaan Kulon
15) Padaan Wetan
16) Padaan Ngasem
17) Salam
18) Sanggrahan
19) Semawung
20) Srandu
21) Salak Malang
9 Kecamatan Kalibawang terdiri dari 4 (empat) desa yaitu (1) Desa Banjararum, (2) Desa
Banjarsari, (3) Desa Banjarharjo, (4) Desa Banjarroyo
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
49
5.2.1.3. Demografi
Jumlah penduduk Desa Banjarharjo per semester II tahun 2012 adalah
8.012 orang yang terdiri dari 3.884 laki-laki dan 4.128 perempuan. Ada
pun jumlah kepala keluarga sebesar 2.307 KK yang terdiri dari 2.034
kepala keluarga laki-laki dan 273 kepala keluarga perempuan. Mayoritas
penduduk Desa Banjarharjo beragama Islam yaitu sejumlah 6.884 orang
atau 85,49 %. Sedangkan sisanya beragama Katholik (1.162 orang,
14,43%) dan Kristen (6 orang, 0,07%).
Grafik 5.2. Jumlah Penduduk Desa Banjarharjo Menurut Pendidikan
Jumlah penduduk lulusan pendidikan mencapai 4.100 orang, terdiri atas
lulusan pendidikan umum (3.950 orang) dan lulusan pendidikan khusus
(150 orang). Menurut kewajiban pendidikan dasar, sebagian besar
penduduk desa adalah lulusan SD/sederajat yaitu sebesar 22,63%.
Hanya sebagian kecil penduduk desa yang melanjutkan pendidikan ke
jenjang Diploma (2,99%) atau Sarjana (4,25%). Sebagian besar
menghentikan pendidikan hingga SMA/sederajat (19,44%) dan beralih
bekerja, berumah tangga, atau mencari pekerjaan. Meski demikian,
cukup banyak penduduk yang menempuh pendidikan non-formal
dengan mengikuti kursus/keterampilan khusus untuk bekal mencari
1188
894
814
768
118
168
7
57
15
25
46
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Taman Kanak Kanak
SD
SMP
SMA
Diploma I/II
Sarjana Muda/Diploma III
Ponpes
madrasah
pddk keagamaan
SLB
keterampilan/kursus
Lulu
san
pen
did
ikan
fo
rmal
Lu
lusa
n p
end
idik
an
no
n-f
orm
al
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
50
pekerjaan atau berwirausaha. Jumlahnya mencapai 46 orang atau 38%.
Karakteristik penduduk desa berdasarkan lulusan pendidikan dapat
dilihat pada grafik 5.2.
5.2.1.4. Potensi Sosial Ekonomi
Selanjutnya, jumlah penduduk bermata pencaharian mencapai 6. 283
yang tersebar dalam berbagai bidang seperti yang digambarkan dalam
tabel 1. Sebagian besar penduduk desa bermata pencaharian sebagai
petani/pekebun yaitu 1.563 orang atau sebesar 24,88%. Disusul dengan
bermata pencaharian sebagai peternak sejumlah 832 orang (13,24%).
Akan tetapi, tidak sedikit juga penduduk yang belum bekerja/tidak
bekerja, mencapai 780 orang (12,41%).
Tabel 5.3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah No Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1 belum/tdk bekerja 780 18 tukang jahit 3
2 mengurus rumah tangga 1670 19 penata rias 2
3 pelajar/mahasiswa 117 20 seniman 15
4 pensiun 68 21 paraji 5
5 PNS 148 22 agamawan 35
6 TNI 7 23 juru masak 5
7 Polisi 8 24 anggota DPRD kabupaten 1
8 perdagangan 78 25 dosen 5
9 petani/pekebun 1563 26 guru 111
10 peternak 832 27 dokter 2
11 industri 167 28 bidan 3
12 kary. Swasta 157 29 perawat 1
13 buruh tani/kebun 35 30 sopir 20
14 tukang cukur 1 31 paranormal 9
15 tukang listrik 2 32 pedagang 51
16 tukang batu 93 33 perangkat desa 38
17 tukang kayu 115 34 wiraswasta 136
Desa Banjarharjo merupakan desa agraris terlihat dari sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, dan peternak.
Serta terlihat dari peruntukan lahan sawah dan ladang mencapai 499,14
Ha. Dimana luas tanah sawah 179,275 Ha dan tegalan atau kebun
213,822 Ha. Jumlah produksi padi sawah di tahun 2008, mencapai
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
51
1.445,44 ton dengan rata-rata produksi 52.05 kwintal/Ha. Jumlah ini
tergolong tinggi dibandingkan desa lain di kecamatan Kalibawang.
Hasil produksi tertinggi Desa Banjarharjo diperoleh dari hasil kebun
berupa kakao, cengkeh, kelapa, dan kopi. Desa Banjarharjo adalah
penghasil kakao dan cengkeh nomor 2 terbesar setelah desa Banjaroyo.
Luas panen kakao mencapai 137,67 ha dengan jumlah batang 5.784
buah dan produksi mencapai 4,5 ton. Luas panen cengkeh pun cukup
luas mencapai 33,83 ha dengan produksi 5,76 ton. Sedangkan dari buah
dan sayur, Desa Banjarharjo adalah penghasil pisang, durian, rambutan,
mangga, buah naga, dan cabe. Desa Banjarharjo memiliki 277 industri
kecil yang bergerak dalam berbagai bidang usaha terutama makanan
hasil perkebunan seperti slondok.
5.2.1.5. Potensi TIK
Infrastruktur TIK sudah dapat dinikmati masyarakat Desa Banjarharjo
meski dalam kapasitas terbatas. Contohnya, tidak semua dusun
dijangkau oleh sinyal telekomunikasi terutama dusun dengan tipografi
perbukitan atau berada di dataran tinggi dan lembah. Perangkat
telepon seluler dimiliki sebagian besar penduduk.
Tabel 5.4. Potensi Bidang TIK Desa Banjarharjo
Jenis layanan TIK Jumlah
Kantor Pos 1
Wartel -
Tower seluler 2
Kepemilikan pesawat radio 580
Kepemilikan televise 2.021
Kepemilikan telepon seluler 5.588
Warnet 2
Namun hanya 3 (tiga) sinyal operator seluler yang dapat ditangkap
dengan cukup baik yaitu Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo.
Sedangkan jaringan akses internet masih terbatas dan sangat lemah.
Untuk memenuhi kebutuhan internet penduduk telah tersedia 2 (dua)
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
52
buah warnet komersial. Berikut adalah potensi bidang TIK Desa
Banjarharjo.
5.3.2. Profil PLIK Banjarharjo
PLIK Banjarharjo merupakan salah satu PLIK yang dikelola oleh
pemerintah desa. Pada awal perencanaan, PLIK diletakkan di Balai Desa
Banjarharjo. Namun dengan pertimbangan tidak akan optimalnya PLIK
jika ditempatkan di balai desa karena ketiadaan sumber daya manusia
yang mampu mengelola serta kekhawatiran akan keenggan masyarakat
berkunjung maka lokasi PLIK dipindah. Selanjutnya PLIK ditempatkan di
salah satu rumah warga yang dinilai mampu mengelola serta cukup aktif
dalam organisasi kemasyarakatan. Saat ini PLIK terletak di rumah Johan,
Desa Duwet I. Selain track record Johan yang dinilai baik, PLIK ini berada
di jalan lintas Magelang-Kulonprogo yang cukup ramai.
Proses instalasi PLIK
dilaksanakan sejak Januari
2012 tetapi mulai beroperasi
April 2012. Tidak ada proses
peresmian baik yang
dilakukan oleh Kemkominfo
maupun pemerintah daerah
atau pemerintah desa.
Keberadaan PLIK hanya
disampaikan ke kepala dusun
melalui pertemuan rutin
desa serta penyampaian dari mulut ke mulut. Johan selaku pengelola,
terbilang aktif dalam mensosialisasikan keberadaan PLIK dibantu
dengan 2 (dua) orang tenaga lain. Terbukti dengan jumlah pengunjung
per Juli 2012 mencapai 750 visiting dengan rata-rata 15
pengunjung/hari. Sebagian besar pengunjung PLIK adalah anak sekolah
dan berjenis kelamin laki-laki.
Gambar 5.5. PLIK Banjarharjo, Kec. Kalibawang
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
53
Tabel 5.5. Jumlah pengunjung PLIK Banjarharjo
Bulan Jumlah pengunjung Keterangan
April 177
Mei 145
Juni 340
Juli 88 Data bulan Juli minggu I
Jumlah 750
Jam pelayanan PLIK dimulai dari jam 09.00 hingga jam 17.00.
Penghentian jam layanan di jam 17.00 semata untuk menghormati
kegiatan keagamaan yang berlangsung di masjid di depan PLIK. Pihak
pengelola tidak menginginkan kegiatan keagamaan terganggu dengan
kehadiran PLIK. Sedangkan malam hari, PLIK belum dapat beroperasi
karena beberapa pertimbangan seperti ketersediaan SDM dan
kebijakan desa. Tarif layanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan
dari PT.SIMS dan Kemkominfo yaitu sebesar Rp. 2000/jam. Meski di
awal operasi, pihak pengelola memberikan potongan harga untuk
menjaring minat masyarakat menggunakan PLIK. Hingga saat Juni 2012,
pemasukan PLIK mencapai Rp. 2.425.500. Pemasukan ini belum
dikurangi biaya operasional yang meliputi honor, listrik, dan pembelian
perangkat tambahan. Untuk honor pengelola diperhitungkan secara
matematis yaitu Rp. 2000 x 5 jam X jumlah hari.
Perangkat yang tersedia di PLIK merupakan pengadaan generasi ketiga
sehingga cenderung lebih baik spesifikasinya. Terdiri dari 1 server dan 5
client disertai perangkat pendukung seperti printer multifungsi, catu
daya, back up catu daya, dan meubeler. Operating system yang
ditanamkan adalah Linux. Sedangkan aplikasi yang tersedia tidak cukup
banyak. Untuk saat ini, pihak pengelola hanya memberikan layanan
internet akses dan pencetakan dokumen. Meski ada rencana
pengembangan layanan kea rah kompetensi penguasaan penggunaan
komputer dan internet, pihak pengelola belum berani mengambil
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
54
langkah. Hal ini dikarenakan pengelolaan PLIK masih berada di
pemerintah desa, sehingga perlu perencanaan bersama pihak desa.
Terutama terkait bagi hasil penerimaan dan pengeluaran PLIK. Kepala
desa sebelum Pilkades, Suwarto, sempat mengatakan akan
melaksanakan evaluasi triwulan dan perumusan kebijakan yang akan
dimasukan dalam Peraturan Desa.
5.4. KECAMATAN GIRIMULYO, KAB. KULONPROGO 5.4.1. Profil Desa Giripurwo
5.4.1.1. Kondisi Geografis
Desa Giripurwo adalah penggabungan dari tiga Kelurahan yaitu :
Kelurahan Niten dengan Lurah R.Honggo Pangrekso, Kelurahan Wadas
dengan Lurah R.Dipo Kawoco, dan Kelurahan Kepundung dengan Lurah
Noto Pawiro. Ketiga nama keluraan tersebut sampai sekarang
diabadikan menjadi nama Desa Giripurwo yang masing masing terdiri
dari pedukuhan-pedukuhan yang dahulunya merupakan wilayah dari
ketiga kelurahan tersebut,penggabungan ketiga kelurahan tersebut
terjadi pada tahun 1949. Setelah penggabungan muncullah nama Desa
Giripurwo yang terdiri dari lima belas pedukuhan.
Desa Giripurwo memiliki perbatasan wilayah sebagai berikut :
Utara : Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo
Barat : Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo
Selatan : Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan
Timur : Desa Tanjung Harjo, Kecamatan Naggulan
Desa Giripurwo secara geografis terletak di ketinggian 400-500 dpl,
Curah hujan rata-rata per tahun 2000 mm, Keadaan suhu rata-rata 23 -
33ºC, yang berbatasan dengan Desa Jatimulyo, yang memiliki potensi
yang cukup strategis baik dibidang agro wisata , peternakan kambing
peranakan ettawa, dan potensi lainnya.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
55
5.4.1.2. Pemerintahan
Desa Giripurwo merupakan ibu kota kecamatan Girimulyo yangmemiliki
luas 1467,4305 Ha yang terbagi menjadi 15 Pedukuhan, yakni:
Pedukuhan Karang Anyar, Pedukuhan Nglengkong, Pedukuhan Grigak,
Pedukuhan Sabrang, Pedukuhan Kebonromo, Pedukuhan Wadas,
Pedukuhan Banjaran, Pedukuhan Ngesong, Pedukuhan Penggung,
Pedukuhan Pringapus, Pedukuhan Sidi, Pedukuhan Kepundung,
Pedukuhan Tompak, Pedukuhan Bulu dan Pedukuhan Sekaro, serta
terdiri dari 44 Rukun Warga ( RW ) dan 115 Rukun Tetangga ( RT ). Desa
Giripurwo secara umum menyelenggarakan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan dikelola oleh 2 elemen utama, yakni elemen
Pemerintah Desa yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa beserta
jajaran perangkat desa
Selain komponen perangkat desa, elemen terpenting sebagai mitra
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa
Giripurwo adalah keberadaan Badan Perwakilan Desa (BPD), namun
keberadaan BPD ini sendiri saat mengalami perubahan fungsi dan peran
yang semula sebagai badan perwakilan berubah menjadi badan
permusyawaratan (menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah). Namun apapun nama dan fungsi
keberadaan lembaga ini tetap dibutuhkan sebagai mitra dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan 5 (
lima ) tahun kedepan.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa ( LPMD ) dan Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga ( PKK ) adalah komponen / elemen masyarakat
yang secara langsung maupun tidak langsung sangat dibutuhkan peran
serta aktifnya dalam pelaksanaan pembangunan di desa. Keberadaan
LPMD dan PKK yang juga merupakan representasi warga masyarakat
secara umum dapat memfungsikan dirinya sebagai agen dan fasilitator
pembangunan di tingkat desa.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
56
5.4.1.3. Demografis
Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo merupakan daerah otonomi desa
dengan jumlah penduduk 6765 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki 3316
dan penduduk perempuan 3449 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga
yaitu 1946 KK.
Tabel 5.6. Mata Pencaharian Penduduk
MATA PENCAHARIAN JML/ Org
Petani 2525
Industri 201
Bangunan dan Konstruksi 673
Perdagangan 190
Angkutan 16
Lembaga Keuangan 518
Jasa lainnya 198
5.4.1.4. Potensi Sosial Ekonomi
Perekonomian Desa Giripurwo secara umum didominasi pada sektor
pertanian yang sistem pengelolaannya masih sangat tradisional
(pengolahan lahan, pola tanam maupun pemilihan komoditas produk
pertaniannya). Produk pertanian di desa Giripurwo dapat dibedakan
menjadi 4 kategori yaitu : a) Kehutanan dan Perkebunan meliputi Kebun
Kakao, Cengkih, Panili, Empon-empon, dll; b) Peternakan, penduduk
desa Giripurwo rata-rata beternak kambing dan beternak sapi dengan
kepemilikan rata-rata 3 ekor / KK; c) Tanaman Pangan meliputi padi dan
komoditi buah-buahan lainnya; d) Perikanan di wilayah yang mencukupi
airnya rata-rata masyarakat membudidayakan ikan antara lain lele, nila,
gurami, bawal, dan sebagainya. Sedangkan hasil industri dan kerajinan
meliputi padi, gula aren, penyulingan minyak atsiri/cengkeh/nilam,
meubeler/ukir, tempe, emping, dan susu skim/caramel/kambing PE.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
57
Tabel 5.7. Peternakan Desa Giripurwo
Masih banyak lahan di desa Giripurwo yang belum dimanfaatkan secara
produktif untuk meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Langkah
alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah
melakukan penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan pemanfaatan
lahan, pengadaan bibit-bibit tanaman produktif dengan melibatkan
instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten
Kulonprogo.
Berikut adalah tabel mengenai luas wilayah pertanian yang ada ±
1467,5 Ha dengan Rincian status dan penggunaannya :
Tabel 5.8. Penggunaan lahan pertanian
No. Jenis Tanaman Luas (Ha)
1. Perkebunan Kakao 49,50
Hasil per Ha 8,25
Biaya pemupukan per Ha 4.000.000
Biaya bibit per Ha 1.000.000
Biaya obat per Ha 720.000
2. Perkebunan Cengkih 22,00
Hasil per Ha 7,00
Biaya pemupukan per Ha 3.000.000
Biaya bibit per Ha 1.000.000
Biaya obat per Ha 1.000.000
3. Kehutanan rakyat 360
Hasil per Ha 155.500.000
Biaya pemupukan per Ha 5.000.000
Biaya bibit per Ha 2.000.000
Biaya obat per Ha 1.500.000
4. Pertanian ( Padi ) 315
Hasil per Ha 1.570,10
Biaya pemupukan per Ha 5.000.000
Biaya bibit per Ha 2.500.000
Biaya obat per Ha
5. Palawija ( Jagung ) 53,50
Hasil per Ha 325,86
Biaya pemupukan per Ha 1.000.000
Biaya bibit per Ha 250.000
Biaya obat per Ha 250.000
No. Jenis Ternak Populasi
jantan Betina Jumlah
1. Sapi 132 854 986
2. Kambing PE 205 435 640
3. Kelinci 234
4. Domba 76 244 320
5. Ayam Buras - - 14.885
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
58
5.4.1.5. Potensi TIK
Potensi Komunikasi dan Informasi di desa Giripurwo terdiri atas 1 buah
kantor Pos dengan kelengkapannya yaitu bis surat sebanyak 2 buah.
Penduduk Giripurwo aktif dalam hal komunikasi denganmenggunakan
frekuensi radio ini dibuktikan dengan keanggotaan ORARI atau
Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP) sebanyak 8 individu.
Kepemilikan TV sebanyak 78 unit dan jumlah Radio 206 unit,
kepemilikan HP hampir merata bagi warga Giripurwo yang letaknya
cukup berbukit-bukit, sinyal yang paling mudah ditangkap berasal dari
operator Indosat dan XL, sementara untuk Telkomsel sinyal sedikit
melemah. Menurut catatan profil desa Giripurwo, hanya Surat Kabar
Harian Kedaulatan Rakyat yang menjadi salah satu langganan warga
desa.
5.4.2. Profil PLIK KUD Girikencana
Kontribusi Kewajiban Pelayanan Umum Kementerian Kominfo berupa
Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) di Kecamatan Girimulyo
Kabupaten Kulon Progo DIY, salah satunya ditempatkan di Koperasi Unit
Desa (KUD) Girikencana. KUD yang didirikan pada 30 Januari 1979 ini
mempunyai wilayah keanggotaan di 4 Desa, yaitu: Desa Giripurwo, Desa
Jatimulyo, Desa Pendoworejo, dan Desa Purwosari. Sekarang KUD
Girikencana memiliki 1180 anggota penuh, yang terdiri dari 917 laki-laki
dan 263 perempuan. Memiliki invetasi per 31 Desember 2010 sebesar 1
Milyar dan sembilan ratus juta rupiah, yang masing-masing terdiri dari
aset tanah, bangunan, dan modal. KUD Girikencana mempunyai 5 unit
usaha diluar PLIK yang pada masa datang akan dijadikan unit mandiri.
Ke-5 unit terdiri dari unit simpan pinjam, unit warung serba ada, unit
fotocopy, unit saprotan, dan unit listrik.
Kinerja KUD Girikencono cukup dinamis, unit saprotan sebagai pengecer
pupuk PUSRI dari masing KUD se-Kabupaten Kulon Progo di Kalibawang
dan menjadi pengecer pupuk Petrokimia dari CV MULIA ABADI di Galur
Kulon Progo, mulai bulan Januari 2011 KUD Girikencana menjadi
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
59
pengecer pupuk PUSRI dari CV KARYA ANUGRAH AGUNG di Sentolo,
sementara unit listrik mulai tahun 2009 menerima pembayaran
rekening listrik bekerjasama dengan PT AJN SOLUSINDO dengan sistem
PPOB, unit yang paling menyumbang banyak pendapatan KUD
Girikencono adalah unit SPBU, pembangunan SPBU didanai oleh 2 KUD
yaitu KUD Girikencono dan KUD Sidosubur. SPBU mulai beroperasi pada
tanggal 25 Oktober 2004 dengan sistem pengelolaan otonom yang
bermodal awal lebih kurang 2 milyar rupiah.
Sebagai salah satu unit yang diinginkan menjadi salah satu pencetak
laba, warnet KUD sebutan PLIK KUD Girikencana mulai diinstalasi pada
akhir September 2011. PT SIMS sebagai operator pemasangan
infrastruktur PLIK wilayah Jateng dan DIY mulai mengintegrasikan
koneksinya pada 10 Oktober 2011. KUD Girikencana dipilih Pusat KUD
(PUSKUD) Kabupaten Kolunprogo karena memiliki beberapa kriteria,
yaitu KUD Girikencono dipandang sebagai salah satu KUD “terkaya” di
Kabupaten Kulon Progo, dan disekitar lokasi KUD tersebut merupakan
pusat Kecamatan Girimulyo, serta disekeliling lokasi tersebut belum ada
satupun usaha warnet yang berdiri. Pada tanggal 28 Desember 2011
BPPPTI Kementerian Kominfo selaku penyelenggara kewajiban
pemberian PLIK melakukan uji fungsi, sementara pelatihan operator
dilakukan pada tanggal 25 Desember 2011. Uji coba pemanfaatan akses
internet untuk umum dilakukan mulai tanggal 27 Desember 2011
dengan berbekal promosi seadanya, pada hari pertama percobaan KUD
Girikencana mendapatkan 10 ribu rupiah dari warnet PLIK tersebut.
Tepat pada tahun baru 2012 warnet KUD ini resmi beroperasi 5
komputer yang telah terkoneksi akses internet berhasil difungsikan,
lumayan karena pada hari pertama resmi beroperasi PLIK mampu
menghasilkan keuntungan sebesar 15 ribu rupiah. 1 unit komputer plus
akses internet dibandrol sebesar 2 ribu rupiah, karena tidak ada pesaing
di sekitarnya maka pada bulan pertama PLIK ini mendapatkan laba
sebesar 440 ribu rupiah. PLIK beroperasi pada pukul 10 hingga pukul
20.00 atau pukul 14.00 sampai pukul 22.00, bahkan pada 4 bulan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
60
pertama beroperasi PLIK ini bahkan sering tidak pernah tutup melayani
pelanggan atau 24 jam buka, sehingga mampu meraup keuntungan
sebesar 1,5 juta dala 1 hari. Pada 4 bulan pertama tersebut warnet KUD
ini mempunyai 2 operator yang saling bergantian melayani pelanggan,
tetapi 5 bulan kemudian dikarenakan hanya mengandalkan 1 operator
maka penghasilannya-pun berkisar rata-rata 800 ribu perbulannya.
Uang tersebut harus dibagi 2, yaitu 50% untuk operasional dan setoran
ke KUD sisanya digunakan untuk gaji operatornya. Pengunjung warnet
KUD ini sehari-harinya diperkirakan sekitar 20-25 orang dengan rata-
rata akses selama 1 jam.
Evaluasi terakhir yang dilakukan oleh BPPPTI Kementerian Kominfo
memberikan penilaian positif terhadap warnet KUD ini, kedepan
menurut salah seorang pegawai BPPPTI, KUD Girikencana akan
mendapatkan lagi fasilitas yang lebih baik, tetapi “prestasi” pengelolaan
warnet KUD ini belum sepenuhnya didukung oleh pihak Pemerintah
Desa, ini dibuktikan walaupun keberadaan PLIK ini tidak lebih dari 100
meter tetapi para pejabat desa Giripurwo-pun banyak yang tidak
mengetahui. Hal ini disebabkan oleh pola sosialisasi untuk
mempromosikan warnet belum melibatkan stake holders diwilayah
tersebut, kenyataan ini diperlihatkan pada saat pertama beroperasi
tidak menggunakan peresmian formal seperti di PLIK yang lain.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
62
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
6.1. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI MASYARAKAT DESA
SEKITAR PLIK
6.1.1. Demografi Sosioekonomi Masyarakat Desa Banjarhajo,
Banyuroto, dan Giripurwo
Dari hasil penelitian diketahui jumlah responden berdasarkan jenis
kelamin secara total yaitu 154 (53,1%) responden laki-laki dan 136 (46,9%)
responden perempuan. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin di ketiga
desa relatif sama, tidak ada perbedaan signifikan seperti yang terlihat pada tabel
6.1. Ditinjau dari segi usia, sebagian besar responden berusia antara 31 – 35
tahun yaitu sebesar 37 orang (12,8%). Disusul kemudian responden berusia
antara 46 – 50 tahun (11,4%), usia 21 – 25 tahun (11%), dan usia 10 – 15 tahun
(10,7%). Jika dilihat per desa, jumlah responden terbanyak di Desa Banjarharjo
berusia antara 31 – 35 tahun (14,1%), di Desa Giripurwo berusia antara 21 – 25
tahun (16,7%), sedangkan di Desa Banyuroto merata antara usia 26 hingga 40
tahun.
Grafik 6.1. Perbandingan Usia Responden di Desa Banyuroto, Giripurwo, Banjarharjo
0
2
4
6
8
10
12
14
16
10-15th
16-20 th
21-25 th
26-30 th
31-35 th
36-40 th
41-45 th
46-50 th
51-55 th
56-60 th
Banjarharjo
Banyuroto
Giripurwo
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
63
Tabel 6.1. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenis Kelamin, Usia, Status Pernikahan, dan Posisi Dalam Keluarga
VARIABEL
PLIK TOTAL
BJHARJO BYROTO GPURWO
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 Jumlah responden 99 34.1% 95 32.8% 96 33.1% 290
2 Jenis kelamin
Laki laki 58 58.6% 46 48.4% 50 52.1% 154 53.1%
Perempuan 41 41.4% 49 51.6% 46 47.9% 136 46.9%
3 Usia
10-15 th 10 10.1% 12 12.6% 9 9.4% 31 10.7%
16-20 th 11 11.1% 6 6.3% 10 10.4% 27 9.3%
21-25 th 9 9.1% 7 7.4% 16 16.7% 32 11.0%
26-30 th 8 8.1% 13 13.7% 3 3.1% 24 8.3%
31-35 th 14 14.1% 13 13.7% 10 10.4% 37 12.8%
36-40 th 8 8.1% 13 13.7% 6 6.3% 27 9.3%
41-45 th 12 12.1% 6 6.3% 9 9.4% 27 9.3%
46-50 th 12 12.1% 9 9.5% 12 12.5% 33 11.4%
51-55 th 8 8.1% 7 7.4% 13 13.5% 28 9.7%
56-60 th 7 7.1% 9 9.5% 8 8.3% 24 8.3%
4 Status pernikahan
Menikah 69 69.7% 63 67.0% 66 68.8% 198 68.5%
Bercerai/berpisa 2 2.0% 4 4.3% 4 4.2% 10 3.5%
Belum menikah 28 28.3% 27 28.7% 26 27.1% 81 28.0%
5 Posisi dalam keluarga
Kepala keluarga 35 35.4% 29 30.5% 34 35.4% 98 33.8%
Suami/istri 32 32.3% 35 36.8% 32 33.3% 99 34.1%
Anak 27 27.3% 30 31.6% 27 28.1% 84 29.0%
Cucu 2 2.0% 0 .0% 1 1.0% 3 1.0%
Ayah/ibu 2 2.0% 0 .0% 0 .0% 2 0.7%
Ayah/ibu mertua 0 .0% 0 .0% 1 1.0% 1 0.3%
Saudara 0 .0% 1 1.1% 1 1.0% 2 0.7%
Pekerja rumah tangga
1 1.0% 0 .0% 0 .0% 1 0.3%
Sedangkan jika dilihat dari status perkawinan, sebesar 198 (68,5%)
responden telah menikah, 10 (3,5%) responden belum menikah, dan 81 (28%)
responden belum menikah. Banyaknya jumlah responden yang telah menikah
menunjukkan bahwa masyarakat desa masih kental dengan budaya menikah di
usia muda. Tidak banyak ditemui masyarakat berusia muda, antara 18 – 25
tahun, yang belum menikah. Sebagian besar muda-mudi desa telah menikah
begitu tamat SMA. Hal ini terlihat dari tipisnya perbedaan antara responden
berusia 21 – 25 tahun yang telah menikah (43,8%) dan belum menikah (50%).
Sedangkan responden yang belum menikah umumnya masih berstatus sebagai
pelajar seperti yang terlihat pada posisi responden dalam keluarga. Sebagian
besar responden memiliki posisi sebagai kepala keluarga yaitu sebanyak 98 orang
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
64
(33,8%) dan sebagai suami/istri yaitu sebanyak 99 orang (34,1%). Sebagian besar
lainnya memiliki posisi sebagai anak yaitu 84 orang (29%).
Tabel 6.2. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenjang Pendidikan, Pendapatan Keluarga, dan Kontribusi Terhadap Pendapatan
Keluarga
NO VARIABEL PLIK
TOTAL BJHARJO BYROTO GPURWO
1 Status Pekerjaan Responden (Students / Non Students)
STUDENTS 17 17.2% 15 15.8% 19 19.8% 51 17.6%
NON STUDENTS 82 82.8% 80 84.2% 77 80.2% 239 82.4%
2 Jenjang Pendidikan Responden
Tidak Sekolah 1 1.0% 3 3.2% 4 4.2% 8 2.8%
SD 22 22.2% 35 36.8% 34 35.8% 91 31.5%
SMP 15 15.2% 18 18.9% 19 20.0% 52 18.0%
SMA/SMK 48 48.5% 35 36.8% 33 34.7% 116 40.1%
SEKOLAH VOKASI/DIPLOMA
7 7.1% 0 .0% 1 1.1% 8 2.8%
SARJANA S1 6 6.1% 4 4.2% 4 4.2% 14 4.8%
3 Pendapatan Keluarga Per Bulan
Kurang Dari Rp. 500.000 29 29.3% 26 27.4% 25 26.0% 80 27.6%
500-1000 39 39.4% 46 48.4% 40 41.7% 125 43.1%
1000-1500 11 11.1% 14 14.7% 14 14.6% 39 13.4%
1500-2000 7 7.1% 4 4.2% 6 6.3% 17 5.9%
2000-2500 4 4.0% 1 1.1% 3 3.1% 8 2.8%
DI ATAS 2500 9 9.1% 4 4.2% 8 8.3% 21 7.2%
4 Persentase Kontribusi Responden Terhadap Pendapatan Keluarga
Tidak Ada 27 27.3% 21 22.1% 24 25.0% 72 24.8%
Kurang 20% 11 11.1% 20 21.1% 27 28.1% 58 20.0%
20-40% 18 18.2% 22 23.2% 11 11.5% 51 17.6%
40-60% 14 14.1% 13 13.7% 9 9.4% 36 12.4%
60-80% 14 14.1% 11 11.6% 19 19.8% 44 15.2%
80-100% 15 15.2% 8 8.4% 6 6.3% 29 10.0%
Selanjutnya, dari status pekerjaan responden, sebesar 239 (82,4%)
responden berstatus non-pelajar atau pekerja sedangkan 51 (17,6%) responden
berstatus sebagai pelajar. Sebaran di ketiga desa terkait status pekerjaan
responden relatif sama. Dimana mayoritas responden adalah pekerja. Pekerjaan
responden di ketiga desa sendiri bervariasi seperti terlihat di grafik 6.1. Ketiga
desa lokasi penelitian merupakan daerah agraris dimana mata pencaharian
utamanya adalah bertani/berkebun/beternak. Kondisi ini terlihat dari pekerjaan
mayoritas responden adalah petani yaitu sebanyak 80 orang atau 27,6%.
Pekerjaan terbanyak selanjutnya adalah wiraswasta (15,9%) dan ibu rumah tanga
(13,8%). Jumlah responden yang bekerja sebagai petani di Desa Giripurwo dan
Desa Banjarharjo relatif lebih banyak dibandingkan di Desa Banjarharjo yaitu
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
65
masing-masing 30 dan 27 orang. Berdasarkan Data Monografi 2011, jumlah
petani di Desa Banjarharjo sebanyak 1.563 orang dengan luas lahan pertanian
mencapai 499,1 Ha dan jumlah petani di Desa Giripurwo sebanyak 2.525 orang
dengan luas lahan pertanian mencapai 315 Ha (tidak termasuk lahan
perkebunan). Sedangkan jumlah petani di Desa Banyuroto sebanyak 623 kepala
keluarga dengan luas lahan pertanian 180 Ha. Sebaliknya, jumlah responden
yang bekerja sebagai wiraswasta di Desa Banyuroto jauh lebih banyak yaitu 19
orang sedangkan di Desa Banjarharjo 16 orang dan di Desa Giripurwo 11 orang.
Grafik 6.2. Jenis Pekerjaan Responden
Dari segi tingkat pendidikan, sebanyak 116 responden atau 40,1%
berjenjang pendidikan SMA/SMK/sederajat, 91 responden atau 31,5% berjenjang
pendidikan SD/sederajat, dan 52 responden atau 18% berjenjang pendidikan
SMP/sederajat. Profil jenjang pendidikan responden secara lengkap dapat dilihat
pada tabel 6.2. Tidak banyak responden yang melanjutkan pendidikan tingkat
lanjut seperti diploma atau sarjana. Kondisi ini umum terjadi di wilayah
perdesaan dimana kebutuhan akan pendidikan tinggi tidak menjadi prioritas
utama. Tujuan yang hendak dicapai dari pendidikan adalah mendapat pekerjaan
yang lebih layak sehingga tidak heran jika muda-mudi lulusan SMA/SMK langsung
bekerja atau menikah. Secara umum, muda-mudi lulusan SMA/SMK di ketiga
desa banyak yang merantau ke luar kota untuk bekerja dengan kota tujuan
12
5
5
3
5
2
27
1
16
0
14
0
8
1
13
2
1
1
4
1
23
2
19
1
14
2
10
2
13 6
3
3
6
1
30
0
11
0
12
0
6
5
0 5 10 15 20 25 30 35
PELAJAR
MAHASISWA
PEKERJA PROFESIONAL
PEGAWAI NEGERI
PEGAWAI SWASTA
GURU
PETANI
BEKERJA PARUH WAKTU
WIRASWASTA
PENSIUN
IBU RUMAH TANGGA
PEKERJA RUMAH TANGGA
BURUH/PEKERJA KASAR
TIDAK BEKERJA
GIRIPURWO BANYUROTO BANJARHARJO
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
66
adalah Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya sebagai pekerja pabrik. Sedangkan
yang responden lulusan SMA/SMK yang telah menikah mencapai 82 orang atau
41,6% dari total responden yang telah menikah.
Grafik 6.3. Perbandingan Tingkat Pendidikan dan Status Pernikahan
Temuan yang menarik lainnya adalah, tingkat pendidikan di Desa
Banjarharjo relatif lebih tinggi dibandingkan kedua desa lainnya. Hal ini terlihat
dari jumlah responden yang berjenjang pendidikan tinggi cukup banyak yaitu
48,5% untuk SMA/SMK, 7,1% untuk sekolah vokasi/diploma, dan 6% untuk
sarjana. Selain itu responden yang tidak bersekolah hanya 1 orang sedangkan di
Desa Banyuroto ada 3 orang dan di Desa Giripurwo ada 4 orang.
Selanjutnya dilihat dari pendapatan keluarga per bulan, mayoritas
responden berpendapatan antara Rp. 500.000 – Rp. 1 juta/bulan yaitu sebanyak
125 orang atau 43,1%. Disusul kemudian responden berpendapatan kurang dari
Rp. 500.000/bulan yaitu 80 orang (27,6%) dan berpendapatan antara Rp. 1 juta –
Rp. 1,5 juta/bulan yaitu 39 orang (13,4%). Sedangkan responden yang
berpendapatan di atas Rp. 2,5 juta/bulan sebanyak 21 orang (7,2%). Tingkat
pendapatan keluarga perbulan Desa Banjarharjo dan Desa Giripurwo relatif lebih
tinggi dibandingkan Desa Banyuroto. Hal ini dapat terlihat pada jumlah
responden yang berpendapatan di atas Rp. 1 juta/bulan lebih banyak. Sebagai
contoh jumlah responden berpendapatan antara Rp. 1 juta – Rp. 1,5 juta/bulan
0
20
40
60
80
100 TIDAK SEKOLA
SD
SMP
SMA/SMK
SEKOLAH VOKASI/DIPLOMA
SARJANA S1
MENIKAH
BERCERAI/BERPISAH
BELUM MENIKAH
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
67
berturut-turut Desa Banjarharjo (7,1%); Desa Banyuroto (4,2%); dan Desa
Giripurwo (6,3%). Kemudian jumlah responden berpendapatan di atas Rp. 2,5
juta/bulan berturut-turut Desa Banjarharjo (9,1%); Desa Banyuroto (4,2%); dan
Desa Giripurwo (8,3%).
Grafik 6.4. Perbandingan Pendapatan Keluarga/Bulan
Perbedaan tingkat pendapatan keluarga per bulan di ketiga desa
berkaitan dengan mata pencaharian dan potensi produksi di ketiga desa. Meski
mata pencaharian terbesar di ketiga desa adalah petani, terdapat perbedaan
hasil bumi yang cukup mencolok dan mempengaruhi pendapatan kapita desa.
Desa Banjarharjo dan Desa Giripurwo, selain memiliki luas lahan
pertanian/perkebunan yang lebih luas, juga memiliki hasil bumi andalan seperti
cengkeh, biji kakao, dan minyak hasil penyulingan atsiri/cengkeh. Sedangkan
Desa Banyurotolebih mengandalkan hasil persawahan yaitu padi. Kedua desa ini
terkenal dengan produksi cengkeh. Produksi kakao dan cengkeh di Desa
Banjarharjo mencapai 4,5 ton/tahun dan 5.76 ton/tahun. Sedangkan produksi
kakao dan cengkeh Desa Giripurwo mencapai 8,25 ton/tahun dan 7 ton/tahun.
Bahkan Desa Giripurwo menjadikan kedua produk tersebut sebagai komiditi
ekspor. Kedua produksi inilah yang menyumbang pendapatan penduduk cukup
besar. Dengan tingkat pendapatan yang tinggi, kesempatan untuk memperoleh
pendidikan tingkat lanjut juga lebih besar seperti di Desa Banjarharjo. Meski
demikian, letak geografis yang kurang strategis,jauh dari pusat pendidikan dan
0
10
20
30
40
50
KURANG DARI RP. 500.000
500-1000
1000-1500
1500-2000
2000-2500
DI ATAS 2500
Banjarharjo
Banyuroto
Giripurwo
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
68
minim transportasi dapat menjadi hambatan untuk memperoleh pendidikan
tingkat lanjuta seperti yang terjadi di Desa Giripurwo.
6.1.2. Pengetahuan Responden Tentang PLIK
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa hanya 87 atau 30% responden
yang mengetahui tentang keberadaan PLIK di desanya. Sedangkan 203 atau 70%
responden lainnya tidak mengetahui tentang PLIK. Sebagian besar responden
yang mengetahui tentang PLIK berasal dari Desa Banyuroto yaitu 51 responden
(53,7% ). Jumlah responden di Desa Banjarharjo dan Desa Giripurwo yang
mengetahui tentang PLIK masing-masing sebesar 16,2% dan 20,8% seperti
terlihat pada tabel 6.3. Menurut jenis kelamin, responden laki-laki lebih banyak
mengetahui tentang PLIK yaitu mencapai 54 orang atau 62,1% sedangkan jumlah
responden perempuan yang mengetahui tentang PLIK hanya 33 orang atau
37,9%.
Tabel 6.3. Responden Yang Mengetahui Tentang PLIK
VARIABEL PLIK
TOTAL BJHARJO BYROTO GPURWO
Apakah B/I/S mengetahui tentang PLIK
YA Count 16 51 20 87
% within PLIK 16.2% 53.7% 20.8% 30.0%
% of Total 5.5% 17.6% 6.9% 30.0%
TIDAK Count 83 44 76 203
% within PLIK 83.8% 46.3% 79.2% 70.0%
% of Total 28.6% 15.2% 26.2% 70.0%
Total Count 99 95 96 290
% within PLIK 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 34.1% 32.8% 33.1% 100.0%
Banyaknya responden Desa Banyuroto yang mengetahui tentang PLIK
dilatarbelakangi oleh usia operasional PLIK Nanggulan 2 yang lebih lama
dibandingkan PLIK Banjarharjo dan PLIK Girikencana Giripurwo, yaitu 1 tahun.
Sedangkan PLIK lainnya relatif baru beroperasi 6 bulan. Selain itu, PLIK Nanggulan
2 memiliki posisi yang strategis yaitu di pinggir jalan kecamatan yang
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
69
menghubungkan Kecamatan Nanggulan dengan Jalan Raya Wates. Untuk menuju
Wates, penduduk di Kecamatan Kalibawang dan Kecamatan Giripurwo melewati
PLIK Nanggulan 2. Posisinya yang berada di perbatasan antara Desa Banyuroto
dan Desa Dlingo juga menguntungkan. Di lain lokasi, PLIK di Desa Banjarharjo dan
Desa Banyuroto terletak di posisi yang sedikit “tersembunyi”. PLIK di Desa
Giripurwo terletak di posisi yang tidak sejajar dengan jala desa atau lebih tinggi
hingga 2 meter. Struktur geografis Desa Giripurwo yang perbukitan
menyebabkan posisi beberapa bangunan dan rumah penduduk tidak rata,
mengikuti kontur bumi. Sedangkan PLIK di Desa Banjarharjo terletak di pinggir
jalan alternatif Jogja-Magelang yang hanya dilalui oleh kendaraan roda 2 karena
adanya jembatan gantung dan agak ke dalam (tidak di pinggir jalan raya desa).
Selain letak strategis ketiga PLIK, sumber-sumber informasi tentang PLIK dapat
pula menjadi latar belakang pengetahuan masyarakat tentang PLIK.
Grafik 6.5. Sumber Informasi Tentang PLIK
Hasil survey menemukan bahwa, sumber informasi tentang PLIK
terbesar adalah dari teman yaitu 47,1%. Kemudian dari keluarga atau kerabat
(31%), papan pengumuman (11,5%), teman bekerja (3,4%), dan perangkat desa
(2,3%). Seperti ditunjukan pada grafik 6.3. Temuan ini memperlihatkan pola
komunikasi masyarakat desa yang masih mempercayai orang terdekat sebagai
sumber informasi yaitu teman dan keluarga. Sumber informasi melalui papan
pengumuman terlihat cukup efektif untuk mensosialisasikan PLIK. Akan tetapi,
47.13%
31.03%
3.45%
2.30%
1.15%
1.15%
11.49%
2.30% TEMAN
KELUARGA/SAUDARA
TEMAN BEKERJA
PERANGKAT DESA
KELOMPOK MASYARAKAT
INTERNET
PAPAN PENGUMUMAN
LAINNYA
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
70
penamaaan kurang familiar bisa jadi tidak dipahami masyarakat. Masyarakat
lebih mengenal warnet daripada PLIK. Sedangkan informasi dari perangkat desa
tidak banyak terlihat karena perangkat desa sendiri memang belum pernah
mensosialisasikan keberadaan PLIK pada warga sekitar. Pemerintah daerah,
penyedia PLIK, dan pihak Kemkominfo juga belum pernah mensosialisasikan PLIK
kepada masyarakat daerah sasaran.
Dilihat dari lokasi PLIK, sumber-sumber informasi di ketiga desa relatif
sama yaitu dari teman dan keluarga atau kerabat terdekat. Sumber informasi
dari papan pengumuman lebih banyak disampaikan oleh responden dari Desa
Banyuroto yaitu 9 orang. Sedangkan Desa Giripurwo 1 orang dan Desa
Banjarharjo tidak ada sama sekali. Papan pengumuman tentang PLIK di Desa
Banyuroto terpasang dengan sangat agresif. Selain papan pengumuman standar
dari Kemkominfo juga terdapat spanduk dan plang nama sendiri dengan warna
dan desain yang mencolok. Plang nama ini dipasang sendiri oleh pengelola PLIK
dengan tujuan agar masyarakat mengetahui keberadaan PLIK. Di Desa Giripurwo
dan Desa Banjarharjo, papan pengumuman hanya dipasang di depan bangunan.
Sedangkan papan penunjuk arah PLIK belum terpasang.
Grafik 6.6. Perbandingan Sumber Informasi tentang PLIK Antar Desa
Dari segi jarak antara rumah responden dengan PLIK, mayoritas
responden berdomisili dalam radius 101 – 500 m (21,8%) dan 501 m – 1 Km
(21,8%). Hal ini menunjukkan bahwa, semakin dekat dengan pusat objek maka
7 5
3
0 0 0 0 1
18
21
0 2
0 0
9
1
16
1 0 0 1 1 1 0 0
5
10
15
20
25
BJHARJO BYROTO GPURWO
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
71
semakin banyak yang mengetahui tentang objek tersebut, yaitu PLIK. Hampir
seluruh responden Desa Banjarharjo bertempat tinggal tidak jauh dari PLIK
hingga radius 1,5 Km. Hanya responden yang dekat dengan PLIK saja yang
mengetahui tentang keberadaan PLIK. Sedangkan responden di Desa Banyuroto
dan Desa Girupurwo yang mengetahui tentang PLIK memiliki jarak rumah
bervariasi bahkan ada yang lebih dari 2 Km.
Tabel 6.4. Jarak Rumah dengan PLIK
JARAK PLIK TOTAL
BJHARJO BYROTO GPURWO
Kurang Dari 100m 1 6.3% 2 3.9% 0 .0% 3 3.4%
101-500m 4 25.0% 3 5.9% 12 60.0% 19 21.8%
501m-1km 5 31.3% 11 21.6% 3 15.0% 19 21.8%
1-1,5km 5 31.3% 12 23.5% 0 .0% 17 19.5%
1,5-2km 0 .0% 9 17.6% 1 5.0% 10 11.5%
Lebih Dari 2km 1 6.3% 14 27.5% 4 20.0% 19 21.8%
Mengetahui tentang PLIK tidak berarti pernah menggunakan layanan
PLIK. Hal ini terlihat dari hasil survey dimana responden yang pernah
menggunakan layanan PLIK hanya 22 orang atau 7,59% dari total responden.
6.2. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI PENGGUNA PLIK
Jumlah pengguna PLIK yang disurvei sebanyak 103 responden terdiri
dari 50 responden PLIK Nanggulan 2, 30 responden PLIK Girikencana Girimulyo,
dan 23 responden PLIK Banjarharjo. Survey sendiri dilaksanakan pada bulan Juli
2012. Dari hasil survey diketahui jumlah responden laki-laki sebanyak 74 orang
(71,84%) dan responden perempuan sebanyak 29 orang (28,16%). Secara rinci
komposisi pengguna menurut lokasi PLIK terlihat pada grafik 6.5.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
72
Grafik 6.7. Komposisi Pengguna Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lokasi PLIK
Pengguna laki-laki lebih banyak dibandingkan pengguna perempuan di
semua lokasi PLIK. Bahkan di PLIK Banjarharjo hanya ada 2 pengguna perempuan.
Seperti diungkapkan oleh pengelola PLIK Banjarharjo, Johan, sejak operasional
sedikit sekali pengguna perempuan. Pengguna perempuan dapat dihitung
dengan 1 tangan dan orangnya hanya itu-itu saja (pengguna setia). Kondisi
serupa juga terlihat di kedua PLIK lainnya meski tidak se-ekstrim di PLIK
Banjarharjo. Jumlah pengguna perempuan relatif banyak meski tidak setara
dengan jumlah pengguna laki-laki. Temuan ini bertolak belakang dengan
beberapa penelitian Telecenter di negara lain seperti di Malaysia (Bashir, et al.,
2011), Brazil (Prado, Camara, & Figueiredo, 2011), dan Amerika Latin & Karibia
(Proenza, Buch, & Montero, 2001). Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara pengguna laki-laki maupun perempuan.
Jumlah pengguna berdasarkan jenis kelamin sebanding.
Temuan tentang masih sedikitnya perempuan menggunakan PLIK
adalah suatu hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Setidaknya ada beberapa
latar belakang yang menyebabkan perempuan tidak banyak menggunakan PLIK
terutama ditinjau dari karakter masyarakat perdesaan. Dalam masyarakat
perdesaan dan juga masyarakat miskin, perempuan adalah pihak yang tidak
banyak diberi ruang dan mengambil peran yang besar dalam kehidupan sosial.
Kendati perempuan tersebut adalah tulang punggung keluarga. Kemunculan
perempuan di ruang publik akan menjadi pergunjingan masyarakat desa. Meski
penelitian lain mengambil lokus di perdesaan juga, Indonesia tidaklah semaju
0% 20% 40% 60% 80% 100%
BANJARHAJO
BANYUROTO
GIRIPURWO
21
33
20
2
17
10
LAKI LAKI
PEREMPUAN
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
73
dan seterbuka seperti negara lain. Selain itu, sebagian besar operator PLIK adalah
laki-laki sehingga menyebabkan perempuan sedikit enggan ke PLIK kecuali
bersama teman. PLIK Girikencana Giripurwo memiliki operator perempuan. Akan
tetapi tidak mendongkrak tingkat kunjungan pengguna perempuan.
Tabel 6.5. Komposisi Pengguna PLIK
VARIABEL SEMUA PELAJAR NON-PELAJAR
LK PR TOT LK PR TOT LK PR TOT
total responden 74 29 103 40 20 60 34 9 43
% overall total 71.84 28.16 100.00 38.83 19.42 58.25 33.01 8.74 41.75
% group total 71.84 28.16 100.00 66.67 33.33 100.00 79.07 20.93 100.00
Hasil survey menemukan bahwa pengguna PLIK didominasi oleh pelajar
yaitu 60 orang (58,25%) yang terdiri dari pelajar laki-laki 66,67% dan pelajar
perempuan 33,33%. Sedangkan pengguna non-pelajar sebanyak 43 orang
(41,75%) meliputi pengguna laki-laki 79,07% dan pengguna perempuan 20,93%.
Temuan ini menunjukkan bahwa PLIK familiar di kalangan pelajar terutama
pelajar laki-laki dengan tujuan penggunaan yang akan dibahas selanjutnya. Di sisi
lain, pengguna non-pelajar meskipun jumlahnya relatif banyak didominasi oleh
laki-laki. Masih sangat sedikit perempuan desa yang menggunakan layanan PLIK.
Ditinjau dari segi usia, rata-rata usia pengguna PLIK adalah 20–21 tahun,
baik laki-laki maupun perempuan. Pengguna terbesar berusia antara 10–15
tahun yaitu sebesar 35%. Kemudian pengguna berusia 16 – 20 tahun (21,4%),
pengguna berusia 31 – 35 tahun (15,5%), dan pengguna berusia 21 – 25 tahun
(13,8%). Pengguna yang berusia di atas 36 tahun tidak banyak yang
menggunakan PLIK. Hal ini dapat terkait dengan keterbatasan dalam
menggunakan komputer dan internet. Masyarakat desa pada usia tersebut
umumnya kurang terampil atau bahkan tidak bisa mengoperasikan komputer.
Hal ini diungkapkan oleh Razak (2009) dan Bashir et al (2011) dimana pengguna
telecenter didominasi oleh mereka yang telah terampil menggunakan komputer
dan internet. Persentase usia pengguna terlihat pada tabel 6.6. Komposisi
rentang usia ini menguatkan hasil sebelumnya bahwa pengguna PLIK didominasi
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
74
oleh pelajar. Rerata usia pengguna pelajar adalah 15 tahun. Sedangkan usia rata-
rata pengguna non-pelajar adalah 29 – 30 tahun. Dimana mayoritas pengguna
non-pelajar berusia 31 – 35 tahun (37,2%), berusia 26 – 30 tahun (23,3%), dan
berusia 21 – 25 tahun (20,9%). Hasil survey terkait usia pengguna PLIK cukup
sejalan dengan penelitian Razak (2009), Proenza et al. (2001), Maitrayee (2009),
Mtega et al (2009), Abdulwahab et al (2010), maupun Prado et al (2011). Meski
kecenderungan pengguna berusia 10 – 15 tahun.
Tabel 6.6. Demografi Sosioekonomi Pengguna PLIK
VARIABEL SEMUA PELAJAR NON-PELAJAR
LK PR TOT LK PR TOT LK PR TOT
Usia (%)
average (dalam tahun) 21.15 21.57 20.07 14.85 15.45 15.05 29.47 29.65 29.65
rentang kelompok usia (%)
10-15th 32.4 41.4 35.0 60.0 60.0 60.0 . . .
16-20 th 20.3 24.1 21.4 32.5 30.0 31.7 5.9 11.1 7.0
21-25 th 13.5 13.8 13.6 7.5 10.0 8.3 20.6 22.2 20.9
26-30 th 10.8 6.9 9.7 . . . 23.5 22.2 23.3
31-35 th 18.9 6.9 15.5 . . . 41.2 22.2 37.2
36-40 th 2.7 3.4 2.9 . . . 5.9 11.1 7.0
51-55 th 1.4 3.4 1.9 . . . 2.9 11.1 4.7
STATUS PERNIKAHAN (%)
menikah 27.00 13.80 23.30 . . . 58.80 44.40 55.80
bercerai/berpisah 1.40 3.40 1.90 2.50 . 1.70 . 11.10 2.30
belum menikah 71.60 82.80 74.80 97.50 100.00 98.30 41.20 44.40 41.90
POSISI RESPONDEN DALAM KELUARGA (%)
kepala keluarga 25.70 3.40 19.40 . . . 55.9 11.1 46.5
suami/istri 1.40 13.80 4.90 . . . 2.9 44.4 11.6
Anak 70.30 79.30 72.80 97.5 95.0 96.7 38.2 44.4 39.5
Cucu 1.40 3.40 1.90 2.5 5.0 3.3 . . .
penghuni/anak kos 1.40 . 1.00 . . . 2.9 . 2.3
PENDIDIKAN RESPONDEN (%)
tidak sekolah . 3.40 1.00 . . . . 11.10 2.30
SD 13.50 17.20 14.60 25.00 20.00 23.30 . 11.10 2.30
SMP 24.30 13.80 21.40 37.50 20.00 31.70 8.80 . 7.00
SMA/SMK 50.00 51.70 50.50 30.00 60.00 40.00 73.50 33.30 65.10
SEKOLAH VOKASI/DIPLOMA 2.70 . 1.90 2.50 . 1.70 2.90 . 2.30
SARJANA S1 8.10 13.80 9.70 2.50 . 1.70 14.70 44.40 20.90
PASCASARJANA S2 1.40 . 1.00 2.50 . 1.70 . . .
PENDAPATAN KELUARGA PERBULAN (%)
Kurang dari 500.000 41.90 24.10 36.90 47.50 35.00 43.30 35.30 - 27.90
500-1000 25.70 31.00 27.20 27.50 35.00 30.00 23.50 22.20 23.30
1000-1500 13.50 13.80 13.60 10.00 10.00 10.00 17.60 22.20 18.60
1500-2000 9.50 . 6.80 10.00 . 6.70 8.80 . 7.00
2000-2500 2.70 20.70 7.80 . 15.00 5.00 5.90 33.30 11.60
Di atas 2500 6.80 10.30 7.80 5.00 5.00 5.00 8.80 22.20 11.60
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
75
Dengan mayoritas pengguna adalah pelajar dan berusia antara 10 – 15
tahun, maka status pernikahan pengguna terbesar adalah belum menikah yaitu
82,8%. Sedangkan pengguna yang sudah menikah sebesar 13, 8% dan pengguna
yang bercerai/pisah sebesar 1,9%. Untuk pengguna non-pelajar, perbandingan
antara pengguna yang sudah menikah dan belum menikah relatif sama. Yaitu
pengguna yang telah menikah sebesar 55,8% dan belum menikah sebesar 41,9%.
Jika dilihat dari jenis kelaminnya pun, tidak ada perbedaan yang signifikan
menurut status pernikahan antara pengguna laki-laki dan pengguna perempuan.
Dengan hasil survey tersebut, maka posisi pengguna dalam keluarga
terbesar adalah sebagai anak yaitu 72,8% disusul kemudian kepala keluarga
(19,4%), suami/istri (4,9%), dan cucu (1,9%). Tidak ada perbedaan antara
pengguna anak laki-laki dan pengguna anak perempuan. Akan tetapi, pengguna
yang berposisi sebagai kepala keluarga mayoritas adalah laki-laki yaitu 25,7%.
Hasil survey juga menunjukkan bahwa tidak sedikit pengguna yang berstatus
sebagai istri. Sedangkan pengguna non-pelajar sebagian besar berposisi sebagai
kepala keluarga (46,5%) dan anak (39,5%).
Ditinjau dari jenjang pendidikan, 50,50% pengguna berjenjang
pendidikan SMA/SMK terdiri dari 50% pengguna laki-laki dan 51,7% pengguna
perempuan. Jenjang pendidikan terbanyak selanjutnya adalah SMP (21,4%), SD
(14,6%), dan sarjana S1 (9,7%). Pengguna pelajar memiliki jenjang pendidikan
tertinggi tingkat SMA/SMK yaitu 40%, kemudian SMP (31,7%) dan SD (23,3%).
Ternyata pengguna pelajar laki-laki ada yang berjenjang pendidikan lanjut yaity
diploma (2,5%), sarjana S1 (2,5%), dan pascasarjana S2 (2,5%). Sedangkan
pengguna pelajar perempuan hanya berjenjang pendidikan hingga tingkat SMA.
Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik masyarakat perdesaan dimana
perempuan tidak banyak yang menempuh pendidikan hingga tingkat lanjut. Rata-
rata perempuan perdesaan menempuh pendidikan hingga tingkat SMA. Untuk
pengguna non-pelajar, jenjang pendidikan pengguna terbanyak adalah SMA/SMK
( 65,1%) selanjutnya sarjana S1 (20,9%), dan SMP (7%). Tidak banyak pengguna
non-pelajar yang berjenjang pendidikan hingga tingkat SD.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
76
Grafik 6.8. Pendapatan Keluarga per Bulan
Dalam penelitian-penelitian terdahulu disebutkan bahwa telecenter
ditujukan bagi masyarakat perdesaan dan masyarakat miskin sehingga
selayaknya pengguna PLIK adalah mereka yang berpendapatan rendah hingga
menengah. Hasil survey memperlihatkan bahwa, sebanyak 36,9% pengguna
berpendapatan kurang dari Rp. 500.000/bulan dan sebanyak 27,2% pengguna
berpendapatan antara Rp. 500.000 – Rp. 1 juta/bulan. Harga layanan PLIK yang
maksimal Rp. 2000/jam ternyata masih mampu dijangkau oleh masyarakat
perdesaan. Dan masyarakat pun mau mengeluarkan biaya layanan tersebut.
artinya, prinsip affordability USO dapat terpenuhi. Meski demikian, layanan PLIK
tidak tertutup bagi masyarakat berpendapatan tinggi. Seperti terlihat pada tabel
6.6, ada pengguna yang berpendapatan Rp. 2 – 2,5 juta/bulan (7,8%) dan di atas
Rp 2,5 juta/bulan (7,8%). Begitu pun yang terlihat pada pengguna pelajar dan
non-pelajar dimana pengguna terbanyak adalah mereka yang berpendapatan
kurang dari Rp. 500.000/bulan (pelajar 35,3%; non-pelajar 27,9%). Banyaknya
pengguna yang berpendapatan rendah hingga menengah ini sejalan dengan hasil
penelitian Proenza et al (2001), Nair et al(2010), dan Bashir et al (2011).
Karakteristik masyarakat Jawa yang tidak mengenal kasta atau pemeringkatan
status sosial tidak mempengaruhi penggunaan PLIK. Tidak seperti yang terjadi di
India dimana pengguna telecenter didominasi mereka yang berpendapatan dan
berkedudukan sosial tinggi (Maitrayee, 2009).
36.89%
27.18%
13.59%
6.80%
7.77% 7.77%
KURANG DARI RP. 500.000
500-1000
1000-1500
1500-2000
2000-2500
DI ATAS 2500
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
77
Grafik 6.9. Pendapatan Keluarga per Bulan Ditinjau dari Status Pekerjaan
Tingkat pendapatan pengguna ini terkait pula dengan kepemilikan
media komputer rumah tangga. Dimana sebagian besar pengguna, yaitu 66,6%
atau 68 orang, tidak memiliki komputer di rumahnya. Baik pengguna pelajar
(71,7%) maupun non-pelajar (58,1%). Artinya bahwa pengguna yang sebagian
besar berpendapatan rendah hingga menengah memanfaatkan PLIK untuk
berbagai keperluan karena tidak memiliki dan atau tidak sanggup membeli
komputer. Kecuali pengguna pelajar yang relatif sebanding antara yang memiliki
komputer (41,9%) dan tidak memiliki komputer (58,1%). Akan tetapi, tidak
semua pengguna yang memiliki komputer juga memiliki akses internet di rumah.
Hanya 32,4% atau 11 pengguna saja yang memiliki komputer juga memiliki akses
internet di rumah. Sedangkan sebagian besar lainnya tidak memiliki akses
internet.
6.3. POLA PENGGUNAAN PLIK
6.3.1. Pola Penggunaan Layanan PLIK (Usage Pattern)
Sumber informasi PLIK di kalangan pengguna tidak jauh berbeda
dengan sumber informasi PLIK di sub bagian karakteristik masyarakat. Dimana
sebagian besar pengguna mendapatkan informasi tentang PLIK dari teman, yaitu
sebanyak 67 orang (65%). Sumber informasi dari keluarga/saudara sebanyak 26
orang (25,2%),dari teman bekerja sebanyak 3 orang (2,9%), dan dari sumber
26
18
6
4
3
3
12
10
8
3
5
5
0 5 10 15 20 25 30
KURANG DARI RP. 500.000
500-1000
1000-1500
1500-2000
2000-2500
DI ATAS 2500
NON STUDENTS
STUDENTS
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
78
lainnya seperti terlihat pada grafik 6.6. Tidak ada perbedaan sumber informasi
utama antara pengguna pelajar dan pengguna non-pelajar yaitu sama-sama
menjadikan teman dan keluarga/kerabat dekat sebagai sumber informasi.
Grafik 6.10. Sumber Informasi PLIK
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Proenza et al (2001) dan
Abdulwahab et al (2012) bahwa informasi tentang telecenter diperoleh dari
teman atau kerabat terdekat. Hal ini juga menunjukkan bahwa karakteristik
masyarakat perdesaan masih memperlihatkan pola komunikasi yang
mengutamakan komunikasi primer. Yakni komunikasi yang berlangsung melalui
hubungan sosial yang mendalam dan cenderung berupa tatap muka. Keberadaan
PLIK terinformasikan dari mulut ke mulut antar masyarakat. Sedangkan sumber
informasi melalui penyuluh atau juru penerang seperti guru, perangkat desa, dan
kelompok masyarakat tidak banyak diperoleh karena memang tidak ada opinion
leader yang menginformasikan dan menggerakkan masyarakat tentang PLIK.
Begitu pun sumber informasi melalui TV dan papan pengumuman tidak menjadi
sumber informasi bagi pengguna.
Ditinjau dari jarak rumah pengguna ke PLIK, sebagian besar berada pada
radius 501 m – 1 Km, yaitu 29,10%, dan pada radius 101 – 500 m, yaitu 26,2%.
Meski demikian, tidak ada perbedaan mencolok dari jarak rumah pengguna ke
PLIK karena terdistribusi cukup merata. Ada pengguna yang berdomisili dekat
dengan PLIK atau kurang dari 100 m (11,7%) tetapi ada juga pengguna yang
0 10 20 30 40 50 60 70
guru
perangkat desa
kelompok masyarakat
papan pengumuman
Lainnya
TV
teman bekerja
keluarga/saudara
teman
1
1
1
1
1
2
3
26
67
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
79
berdomisili cukup jauh dari PLIK atau lebih dari 2 km (15,5%). Kondisi ini
menunjukkan bahwa, penetrasi informasi tentang PLIK telah merambah cukup
jauh. Sebagai contoh, PLIK Nanggulan 2 yang berlokasi strategis di jalan lintas
Kulonprogo-Wates tidak hanya digunakan oleh masyarakat Desa Banyuroto
tetapi juga digunakan oleh masyarakat dari Desa Giripurwo bahkan Temon.
Pengguna yang berdomisili cukup jauh dari PLIK umumnya adalah
pengguna non-pelajar. Sedangkan pengguna pelajar berdomisili dekat dengan
PLIK seperti terlihat pada grafik 6.7. Sebagian besar pengguna pelajar berdomisili
pada radius 501 m – 1 Km (19 orang/31,7%), 101 – 500 m (15 orang/25%), dan
kurang dari 100 m (8 orang/13,3%). Sedangkan pengguna non-pelajar selain
berdomisili di radius 101 – 500 m (12 orang/27,9%) dan 501 – 1 km (11
orang/25%) juga ada yang berdomisili lebih dari 2 Km (9 orang/20,9%). Pengguna
non-pelajar selain memiliki jaringan pertemanan yang luas juga memiliki
kebebasan dalam bertransportasi sehingga acapkali jarak tidak menjadi masalah.
Berbeda dengan pengguna pelajar, selain jaringan pertemanannya masih sebatas
teman sekolah atau teman se-dusun juga belum memiliki kebebasan
bertransportasi. Kecuali pelajar tingkat SMA dan tingkat lanjut.
Grafik 6.11. Jarak Rumah Pengguna ke PLIK
Dari segi frekuensi penggunaan layanan PLIK, frekuensi pengguna PLIK
bervariasi dan tidak ada pola frekuensi penggunaan yang cukup mencolok.
8
15
19
8
3
7
4
12
11
5
2
9
0 5 10 15 20
KURANG DARI 100M
101-500M
501M-1KM
1-1,5KM
1,5-2KM
LEBIH DARI 2KM
NON-PELAJAR
PELAJAR
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
80
Sebanyak 31,07% menggunakan layanan PLIK dalam 1 – 3 perbulan. Kemudian
sebanyak 24,47% menggunakan PLIK dalam 2-4 hari seminggu dan 1 kali
seminggu. Serta 20,39% yang menggunakan layanan PLIK setiap hari. Hal yang
menarik adalah, frekuensi penggunaan tertinggi berasal dari kalangan pengguna
pelajar seperti terlihat pada grafik 6.12 (b). Frekuensi penggunaan layanan PLIK
oleh pelajar dapat dikatakan hampir setiap hari umumnya 2 – 4 hari seminggu.
Sedangkan pengguna non-pelajar lebih jarang menggunakan layanan PLIK yakni 1
– 3 kali perbulan.
Grafik 6.12. Frekuensi Penggunaan Layanan PLIK
(a) Semua responden pengguna (b) Pengguna Pelajar & Non-pelajar
Selanjutnya jika dilihat dari durasi penggunaan layanan PLIK, ternyata
pengguna pelajar juga lebih lama menggunakan layanan PLIK dibandingkan
pengguna non-pelajar seperti terlihat pada grafik 6.13 (b). Secara umum, durasi
penggunaan layanan PLIK adalah 1 – 2 jam, yaitu mencapai 60,19%. Kemudian
kurang dari 1 jam (22,33%), antara 2 – 4 jam (15,53%), dan 4 – 6 jam (1,94%).
Jumlah pengguna pelajar yang menggunakan layanan PLIK selama 1 – 2 jam
sebanyak 40 orang (66,7%), selama 4 – 6 jam sebanyak 10 orang (16,7%), bahkan
selama 4 – 6 jam sebanyak 2 orang (13,3%). Sebaliknya, durasi penggunaan
layanan PLIK oleh pengguna non-pelajar lebih singkat antara 1 – 2 jam (22 orang,
51,2%). Bahkan kurang dari 1 jam yaitu sebanyak 15 orang (34,9%).
20.39%
24.27%
24.27%
31.07%
HAMPIR SETIAP HARI 2-4 HARI SEMINGGU
1 KALI SEMINGGU 1-3 KALI PERBLAN
14
19
15
12
7
6
10
20
0 5 10 15 20 25
HAMPIR SETIAP HARI
2-4 HARI SEMINGGU
1 KALI SEMINGGU
1-3 KALI PERBLAN
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
81
Dari sini terlihat tingginya minat pelajar dalam menggunakan PLIK.
Sepertinya tidak menjadi masalah bagi pelajar untuk menggunakan layanan PLIK
dalam jangka cukup lama, terutama akses internet karena umumnya digunakan
secara berkelompok 2 – 3 orang. Penggunaan secara berkelompok ini tentunya
akan menghemat biaya yang dikeluarkan karena ditanggung bersama. Tentang
kegiatan apa yang dilakukan ketika menggunakan layanan PLIK akan dibahas
pada sub bab berikutnya.
Grafik 6.13. Durasi Penggunaan Layanan PLIK
(a) Semua responden pengguna (b) Pengguna Pelajar & Non-pelajar
6.3.2. Tujuan Penggunaan Layanan PLIK
Menggunakan layanan PLIK merupakan suatu tindakan atau perbuatan
aktif khalayak dalam upayanya memenuhi kebutuhan. Motivasi yang berbeda
akan melahirkan tujuan penggunaan (uses) media yang berbeda pula termasuk
tujuan penggunaan layanan PLIK. Perbedaan tujuan penggunaan ini berkaitan
dengan latar belakang, pengalaman, dan pendidikan khalayak seperti yang
disampaikan Wright dalam Rahmat (1986:54). Setelah ditemukan karakteristik
atau latar belakang sosioekonomi pengguna, maka selanjutnya akan dibahas
tujuan penggunaan layanan PLIK.
Dari hasil survey ditemukan bahwa tujuan utama penggunaan layanan
PLIK adalah mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah yaitu sebesar 23,2%.
Tujuan ini juga menjadi tujuan utama pengguna laki-laki (24,1%) dan pengguna
perempuan (20,8%). Tujuan utama kedua adalah melakukan kontak dengan
22.33%
60.19%
15.53%
1.94%
kurang dari 1 jam 1-2 jam 2-4 jam 4-6 jam
8
40
10
2
15
22
6
0
0 10 20 30 40 50
kurang dari 1 jam
1-2 jam
2-4 jam
4-6 jam
NON-PELAJAR PELAJAR
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
82
teman/keluarga secara online yaitu 22%. Dimana menjadi tujuan pengguna laki-
laki sebesar 22,4% dan pengguna perempuan sebesar 20,8%. Secara rinci terlihat
pada tabel 6.7. Tingginya tujuan utama mengerjakan pekerjaan rumah dari
sekolah dilatarbelakangin oleh karakteristik pengguna PLIK yang sebagian besar
adalah pelajar.
Tabel 6.7. Tujuan Utama Penggunaan Layanan PLIK
TUJUAN UTAMA LAKI PEREMPUAN TOTAL
∑ % ∑ % ∑ %
Mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah 14 24.10 5 20.80 19 23.20
Melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online 13 22.40 5 20.80 18 22.00
Mengerjakan pekerjaan kantor 2 3.40 1 4.20 3 3.70
Melakukan bisnis secara online (jual beli online) . . . . . .
Mengembangkan hobi berkesenian 1 1.70 1 4.20 2 2.40
Mencari informasi pemerintahan/publik 6 10.30 8 33.30 14 17.10
Melakukan transaksi perbankan . . . . . .
Mencari informasi lowongan pekerjaan 3 5.20 1 4.20 4 4.90
Melihat-lihat/membeli produk melalui internet . . . . . .
Belajar menggunakan komputer dan Internet 6 10.30 2 8.30 8 9.80
Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan PLIK . . . . . .
Mengikuti kursus akademik yang diselenggarakan PLIK . . 1 4.20 1 1.20
Melakukan kegiatan rekreasi/hiburan/bersosialisasi 13 22.40 . . 13 15.90
Bagi sebagian besar pelajar, penggunaan PLIK ditujukan untuk
menyelesaikan tugas-tugas sekolah sekaligus menunjang pendidikan.
Secakangkan aktivitas yang bertujuan melakukan kontak dengan teman/keluarga
secara online diantaranya email, chatting, video conference, dan juga social
networking. Aktivitas social networking tertinggi dilakukan melalui situs
Facebook. Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah pengguna Facebook nomor
4 terbesar setelah Amerika, Brazil, dan India dengan total pengguna sebesar
44.214.400 users10.
Tujuan utama berikutnya adalah belajar menggunakan komputer dan
internet yaitu sebesar 16,10%. Selanjutnya adalah tujuan mencari informasi
pemerintahan atau informasi publik (15,10%) dan melakukan kegiatan
rekreasi/hiburan (8.60%). Hal yang cukup menarik adalah, meski sama-sama
bertujuan mencari informasi, pengguna laki-laki lebih bertujuan mencari
informasi pemerintahan/publik (18,5%) sedangkan pengguna perempuan lebih
10
Diakses dari http://www.socialbakers.com/facebook-statistics/indonesia, tanggal akses 23 September 2012
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
83
bertujuan mencari informasi lowongan pekerjaan (14,3%). Dalam budaya
masyarakat Jawa, laki-laki adalah tulang punggung keluarga sebagai pencari
nafkah. Maka temuan tentang lebih banyak pengguna perempuan yang
bertujuan mencari informasi pekerjaan cukup mengejutkan. Meski demikian,
motivasi yang mendorong munculnya tujuan ini perlu dibahas lebih lanjut.
Tabel 6.8. Tujuan Utama Pertama Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar dan
Non-Pelajar
TUJUAN UTAMA PELAJAR (%) NON-PELAJAR (%)
LAKI PEREMPUAN TOT LAKI PEREMPUAN TOT
Mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah 30.30 29.40 30.00 16.00 . 12.50
Melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online 18.20 11.80 16.00 28.50 42.90 31.30
Mengerjakan pekerjaan kantor . . . 8.00 14.30 9.40
Melakukan bisnis secara online (jual beli online) . . . 4.00 . 3.10
Mengembangkan hobi berkesenian . 5.90 2.00 . . .
Mencari informasi pemerintahan/publik 12.10 29.40 18.00 8.00 42.90 15.60
Melakukan transaksi perbankan . . . . . .
Mencari informasi lowongan pekerjaan . 5.90 2.00 12.00 . 9.40
Melihat-lihat/membeli produk melalui internet . . . . . .
Belajar menggunakan komputer dan Internet 12.10 11.80 12.00 8.00 . 6.30
Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan PLIK . . . . . .
Mengikuti kursus akademik yang diselenggarakan PLIK . 5.90 2.00 . . .
Melakukan kegiatan rekreasi/hiburan/bersosialisasi 27.30 . 18.00 16.00 . 12.50
Tabel 6.9. Tujuan Utama Kedua Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar dan
Non-Pelajar
TUJUAN UTAMA KEDUA PELAJAR NON-PELAJAR
LAKI PEREMPUAN TOT LAKI PEREMPUAN TOT
Mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah . 5.00 1.80 3.60 .
Melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online 45.90 30.00 40.40 7.10 . 5.60
Mengerjakan pekerjaan kantor 2.70 . 1.80 . . .
Melakukan bisnis secara online (jual beli online) . . . 7.10 . 5.60
Mengembangkan hobi berkesenian 8.10 . 5.30 3.60 12.50 5.60
Mencari informasi pemerintahan/publik . 10.00 3.50 42.90 . 33.30
Melakukan transaksi perbankan . . . . . .
Mencari informasi lowongan pekerjaan 2.70 10.00 5.30 3.60 25.00 8.30
Melihat-lihat/membeli produk melalui internet . 10.00 3.50 14.30 . 11.10
Belajar menggunakan komputer dan Internet 29.70 20.00 26.30 . . .
Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan PLIK . . . 3.60 . 2.80
Mengikuti kursus akademik yang diselenggarakan PLIK . . . . . .
Melakukan kegiatan rekreasi/hiburan/bersosialisasi 10.80 15.00 12.30 36.00 . 2.80
Jika dilihat dari status pengguna, tujuan utama pertama pengguna
pelajar adalah mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah, yaitu 30%. Tujuan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
84
utama pengguna non pelajar adalah melakukan kontak secara online, yaitu
31,3%. Seperti terlihat pada tabel 6.8. Terlihat perbedaan yang cukup mencolok
dari tujuan utama penggunaan layanan PLIK di antara kedua jenis pengguna ini.
Pengguna pelajar sebagai pengguna terbesar PLIK lebih bertujuan untuk
mengejakan pekerjaan rumah dari sekolah. PLIK menjadi sumber pengguna
pelajar dalam menyelesaikan tugas sekolah sekaligus sebagai pendukung
pendidikan di sekolah. Seperti diketahui, kurikulum pendidikan saat ini
memasukan mata pelajara teknologi informasi dan komunikasi untuk
mengenalkan dan melatih keterampilan penggunaan komputer dan internet.
Beberapa sekolah bahkan menyediakan laboratorium khusus TIK bagi pelajarnya.
Sehingga kehadiran PLIK menjadi pendukung pendidikan pelajar di sekolah.
Sedangkan pengguna non-pelajar memiliki tujuan utama melakukan kontak
dengan teman secara online baik melalui chat, email, maupun social networking.
Tujuan ini merupakan bentuk pengguna non-pelajar dalam mengaktualisasikan
diri (self actualization needs) dalam pergaulan sosialnya secara maya.
Selanjutnya tujuan utama kedua pengguna pelajar terbesar adalah
melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online, yaitu 40,40%. Dan
tujuan utama pengguna non-pelajar terbesar adalah mencari informasi
pemerintahan/publik, yaitu 33,30%. Sepert ditunjukkan pada tabel 6.9. Tujuan
utama kedua ini jauh berbeda dengan tujuan utama dimana pengguna pelajar
memiliki kecenderungan akan kebutuhan hiburan atau pelepas ketegangan.
Temuan ini memperlihatkan bahwa pengguna pelajar cenderung menggunakan
PLIK untuk aktivitas social networking, salah satunya Facebook. Sedangkan
pengguna non-pelajar, merupakan kalangan dewasa yang cukup rasional dalam
menggunakan layanan PLIK untuk mencari informasi publik.
Tujuan utama antara pengguna pelajar dan non-pelajar ini
memperlihatkan karakteristik khalayak aktif yang ditunjukkan oleh Biocca (dalam
Wright 1986:339). Khalayak, yaitu pengguna PLIK, telah memiliki kemampuan
menyaring (selectivity) dalam memilih media (komputer dan internet) dalam
memenuhi kebutuhan dan tujuan mereka (utilitarianism). Tindakan ini tidak
hanya disengaja (intentionality) tapi juga memerlukan usaha (involvement) yaitu
kemampuan menggunakan media (komputer dan internet) dimana dibutuhkan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
85
keterampilan khusus. Hal ini terlihat dari tujuan utama lainnya yang cukup
mencolok terutama di kalangan pengguna pelajar, yaitu menjadikan PLIK sebagai
sarana untuk belajar menggunakan komputer dan internet, (tujuan utama
pertama 12%; tujuan utama kedua 26,3%).
Seperti hasil yang ditunjukan pada tabel 6.7 sebelumnya, ini
menunjukkan bahwa pengguna pelajar adalah pengguna early adopter atau
mereka yang baru mengenal komputer dan internet. Dengan kata lain, mereka
belum memiliki keterampilan yang baik dalam menggunakan komputer dan
internet. Sementara itu, pengguna non-pelajar termasuk pengguna adopter atau
telah memiliki keterampilan menggunakan komputer dan internet. Kenyataan ini
terlihat pula pada banyaknya pengguna pelajar yang bertujuan menggunakan
layanan PLIK untuk melakukan kegiatan rekreasi/hiburan dibandingkan pengguna
non-pelajar. Mereka yang baru belajar menggunakan komputer dan internet
cenderung melakukan aktivitas yang menyenangkan terlebih dahulu untuk
membangkitkan minat. Hingga pada tahap selanjutnya, dimana telah memiliki
keterampilan dan kebutuhan, akan mengembangkan pada tujuan lain.
Melihat tujuan utama penggunaan PLIK, terlihat bahwa kebutuhan
pelajar dan non-pelajar mengalami perbedaan sesuai dengan fungsi sosial dan
fungsi psikologis seperti yang diungkapkan Katz, Gurevitch, & Hass (dalam
Tankard, 2007:357). Pengguna non-pelajar telah mengalami kematangan fungsi
sosial dan psikologis sehingga memiliki kebutuhan kognitif yang lebih kuat, yaitu
memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman. Pengguna non-pelajar
memiliki hasrat untuk memahami dan mengupayakan peningkatan kualitas hidup
dari informasi yang dicari. Sedangkan dari hasil survey terlihat bahwa kebutuhan
pengguna pelajar selain merupakan kebutuhan kognitif juga mengalami
kebutuhan afektif dan integratif sosial. Pengguna pelajar memiliki tujuan belajar
menggunakan komputer dan internet sebagai kebutuhan kognitifnya akan
pengetahuan dan pemahaman yang baru. Kebutuhan afektifnya diperoleh
melalui kegiatan rekreasi/hiburan untuk memperoleh pengalaman
menyenangkan dan melepaskan emosional. Dan kebutuhan integratif sosialnya
dicapai dengan melakukan kontak atau bersosialisasi secara online. Dari
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
86
kebutuhan-kebutuhan tersebutlah kemudian pengguna berupaya memenuhinya
sebagai tujuan penggunaan layanan PLIK.
6.3.3. Motivasi dan Capaian Motivasi Pengguna PLIK
Jika dilihat dari motivasi atau tujuan yang hendak dicapai dalam
menggunakan PLIK, sebanyak 78 (75,7%) pengguna bertujuan untuk mencari
hiburan. Kemudian mendapatkan informasi terkini (74/71,9% pengguna),
meningkatkan keterampilan dalam penggunaan komputer dan internet (71
pengguna), meningkatkan kepercayaan diri (64%), meningkatkan prestasi belajar
di sekolah (57 pengguna), dan meningkatkan keahlian yang berhubungan dengan
pekerjaan (47 pengguna). Motivasi atau tujuan yang hendak dicapai dalam
penggunaan layanan PLIK dapat terlihat pada grafik 6.14 dan tabel 6.9.
Grafik 6.14. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Penggunaan Layanan
PLIK
Pengguna pelajar lebih banyak memiliki motivasi untuk mendapatkan
hiburan (85%) dan meningkatkan prestasi belajar di sekolah (80%). Atau
berupaya memenuhi kebutuhan afektifnya. Dimana pelajar laki-laki lebih
termotivasi untuk mendapatkan hiburan yaitu sebanyak 92,5% atau hampir
24
25
25
27
31
38
41
43
47
57
64
71
74
78
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Memperluas jaringan/pasar dari usaha yang …
Melakukan pekerjaan jarak jauh
Meningkatkan keuntungan dari usaha yang …
Meningkatkan efisiensi waktu dalam …
Mendapatkan pekerjaan yang lebih baik
Meningkatkan keterampilan diri (musik, seni, …
Mencari pekerjaan
Memperluas jaringan
Meningkatkan keahlian yang berhubungan …
Meningkatkan prestasi belajar di sekolah
Meningkatkan kepercayaan diri
Meningkatkan keterampilan dalam penggunaan …
Mendapatkan informasi terkini
Mendapatkan hiburan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
87
seluruh pengguna pelajar laki-laki. Sedangkan pelajar perempuan lebih
termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajar di sekolah.
Tabel 6.9. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Menggunakan PLIK
MOTIVASI MENGGUNAKAN LAYANAN PLIK
SEMUA
PELAJAR
NON-PELAJAR
LK PR TOT LK PR TOT LK PR TOT
Meningkatkan prestasi belajar di sekolah 51.40 65.50 55.30 75.00 90.00 80.00 23.50 11.10 20.90
Meningkatkan keahlian yang berhubungan dengan pekerjaan/keterampilan kerja
47.30 41.40 45.60 37.50 35.00 36.70 58.80 55.60 58.10
Melakukan pekerjaan jarak jauh 24.30 24.10 24.30 17.50 25.00 20.00 32.40 22.20 69.80
Mencari pekerjaan 39.20 41.40 39.80 17.50 35.00 23.30 64.70 55.60 62.80
Mendapatkan pekerjaan yang lebih baik 29.70 31.00 30.10 22.50 30.00 25.00 38.20 33.30 37.20
Meningkatkan kepercayaan diri 60.80 65.50 62.10 75.00 70.00 73.30 44.10 55.60 46.50
Meningkatkan keterampilan dalam penggunaan komputer
74.30 55.20 68.90 77.50 65.00 73.30 70.60 33.30 62.80
Meningkatkan keuntungan dari usaha yang dilakukan
25.70 20.70 24.30 15.00 20.00 16.70 38.20 22.20 34.90
Memperluas jaringan/pasar dari usaha yang dilakukan
25.70 17.20 23.30 12.50 15.00 13.30 41.20 22.20 37.20
Meningkatkan efisiensi waktu dalam berusaha/bekerja
25.70 27.60 26.20 20.00 25.00 21.70 32.40 33.30 32.60
Mendapatkan informasi terkini 73.00 69.00 71.80 70.00 60.00 66.70 76.50 88.90 79.10
Meningkatkan keterampilan diri (musik, seni, menulis. Dll)
36.50 37.90 36.90 40.00 40.00 40.00 32.40 33.30 32.60
Memperluas jaringan 40.50 44.80 41.70 27.50 40.00 31.70 55.90 55.60 55.80
Mendapatkan hiburan 79.70 65.50 75.70 92.50 70.00 85.00 64.70 55.60 62.80
Motivasi lainnya yang cukup menonjol di kalangan pengguna pelajar
adalah meningkatkan kepercayaan diri yaitu mencapai 73,3%. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pengguna pelajar laki-laki dan perempuan.
Motivasi ini seiring sejalan dengan motivasi untuk meningkatkan keterampilan
dalam penggunaan komputer, yakni juga 73,3%. Artinya, pengguna pelajar
meyakini bahwa dengan menggunakan komputer dan internet mereka dapat
meningkatkan kepercayaan dirinya dalam pergaulan sosial dengan sesamanya.
Langkah itu diperoleh dengan memotivasi diri untuk meningkatkan keterampilan
penggunaan komputer. Kondisi ini turut memperlihatkan betapa kompleksnya
kebutuhan pengguna pelajar. Dimana pengguna pelajar memiliki hampir semua
kategori kebutuhan seperti yang digambarkan oleh Katz, Grevitch, & Hass.
Pengguna pelajar memiliki kebutuhan integrative personal untuk memperkuat
kredibilitasnya di mata teman sebaya atau orang lain untuk memperoleh
kepercayaan diri dan status.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
88
Sedangkan di pengguna non-pelajar, motivasi atau tujuan yang hendak
dicapai secara umum cukup merata dengan motivasi terbanyak adalah
mendapatkan informasi terkini yaitu 79,1%. Hal ini sejalan dengan tujuan utama
penggunaan layanan PLIK yaitu mencari informasi pemerintahan atau publik.
Motivasi penggunan non-pelajar selanjutnya adalah melakukan pekerjaan jarak
jauh (69,8%), mencari pekerjaan (62,8%), meningkatkan keterampilan
penggunaan komputer (62,8%), mendapatkan hiburan (62,8%), meningkatkan
keahlian yang berhubungan dengan pekerjaan/keterampilan kerja (58,1%), dan
memperluas jaringan (55,8%).
Grafik 6.15. Capaian Motivasi Penggunaan Layanan PLIK
(a) Meningkatkan prestasi belajar di sekolah (b) Meningkatkan kepercayaan diri
(c) Meningkatkan keterampilan dalam penggunaan
komputer dan internet
(d) Mendapatkan hiburan
Keterangan:
2.08%
27.08%
39.58%
31.25%
6.82%
11.36%
40.91%
40.91%
4.55% 11.36%
20.45%
63.64%
5.88%
21.57%
72.55%
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
89
Berdasarkan capaian kemajuan motivasi, motivasi mendapatkan
hiburan di kalangan pengguna pelajar adalah dianggap paling tercapai. Yaitu
72,5% mengatakan bahwa motivasi tersebut telah tercapai, baik pelajar laki-laki
maupun pelajar perempuan. Akan tetapi, motivasi meningkatkan prestasi belajar
di sekolah memiliki capaian yang beragam. Sebanyak 27,1% mengatakan tujuan
tersebut belum tercapai; 39,6% mengatakan hampir tercapai, dan 31,3%
mengatakan telah tercapai. Hal ini berarti, motivasi pelajar untuk meningkatkan
prestasi belajar melalui penggunaan layanan PLIK belum tercapai. Faktor yang
menyebabkan antara lain tidak adanya bimbingan atau arahan bagi pelajar dalam
menggunakan layanan PLIK serta konten dan kegiatan yang mendukung
pembelajaran mereka di sekolah. PLIK baru menjadi ajang bagi pelajar untuk
mendapatkan hiburan melalui aktivitas permainan atau game online.
Grafik 6.16. Persepsi terhadap perubahan kemampuan dalam menggunakan
komputer dan sarana komunikasi modern; pengalaman menggunakan PLIK
(a). Semua responden pengguna (b) Pengguna Pelajar & Non-pelajar
Meski demikian, sebanyak 40,9% pengguna pelajar mengungkapkan
bahwa motivasi untuk meningkatkan kepercayaan diri dari menggunakan
layanan PLIK telah tercapai. Dan 63,6% pengguna pelajar menyebutkan bahwa
motivasi meningkatkan keterampilan dalam menggunakan komputer dan
internet juga telah tercapai. Sementara itu, pengguna non-pelajar menganggap
bahwa capaian motivasi mendapatkan informasi terkini telah tercapai (70,6%).
28%
63%
8%
1%
sangat meningkat cukup meningkat
tidak ada perubahan bertambah buruk
17
39
4 0 12
26
4 1 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
sangat meningkat
cukup meningkat
tidak ada perubahan
bertambah buruk
PELAJAR NON-PELAJAR
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
90
Capaian motivasi mencari pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik
juga dinilai oleh pengguna non-pelajar telah tercapai yaitu 51,9% dan 56,3%.
Secara umum, pengguna PLIK memiliki persepsi bahwa setelah
menggunakan PLIK terjadi perubahan kemampuan yang cukup meningkat dalam
menggunakan komputer dan sarana komunikasi modern, yaitu sebanyak 63%.
Dan sebanyak 28% mengatakan terjadi perubahan yang sangat meningkat. Baik
pengguna pelajar maupun pengguna non-pelajar mengungkapkan terjadi
perubahan yang cukup meningkat dalam penggunaan komputer dan internet.
Dengan demikian, tujuan utama dan motivasi pengguna dalam meningkatkan
keterampilan penggunaan komputer dan internet telah terpenuhi. Hal ini berarti
kehadiran PLIK membantu masyarakat untuk meningkatkan literasi penggunaan
komputer dan internet.
6.3.4. Jenis Layanan PLIK
Standar perangkat PLIK yang disediakan oleh penyelenggara
berdasarkan permintaan BP3TI terdiri dari komputer dan printer multifungsi
(print, fotocopy, scanner). Sedangkan jasa layanan PLIK disesuaikan dan
diserahkan kepada pengelola PLIK sehingga jenis jasa yang diberikan dapat
berbeda-beda. Perangkat dan jasa layanan PLIK tersebut sejatinya ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam mencapai tujuannya. Harris (2009)
menyebutkan bahwa telecenter dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna
dengan berbagai perangkat serta dukungan dari sumber daya manusia sebagai
pengelolanya.
Hasil survey terhadap frekuensi penggunaan perangkat menunjukkan
bahwa perangkat komputer lebih sering digunakan dibanding perangkat lainnya
seperti terlihat pada grafik 6.17. Sebanyak 98 pengguna (95,1%) menyatakan
bahwa komputer adalah perangkat yang paling sering digunakan dalam usaha
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Perangkat komputer ini dapat
digunakan secara offline maupun online (internet). Perangkat lain yang sering
digunakan adalah headset yaitu 49 pengguna (47,6%). Tidak semua PLIK
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
91
menyediakan headset karena headset bukan perangkat yang disediakan oleh
penyelenggara sehingga beberapa pengelola mengusahakan sendiri perangkat
tersebut. Penggunaan headset yang relatif sering ini berkaitan erat dengan
motivasi pengguna dalam menggunakan komputer yaitu untuk mendapatkan
hiburan baik secara offline maupun online.
Grafik. 6.17. Frekuensi Penggunaan Perangkat PLIK (Sering, Lebih dari 1 Kali)
(a) Frekuensi penggunaan perangkat PLIK
(b) Perbandingan frekuensi penggunaan perangkat antara pelajar dan non-pelajar
Frekuensi penggunaan komputer dan internet yang paling tinggi adalah
untuk mencari informasi di-internet (browsing) yakni mencapai 74,8% atau
disampaikan oleh 77 pengguna. Kemudian digunakan untuk aplikasi dan software
atau penggunaan komputer secara offline (51%), email (47,6%), game online
(45,6%), dan chatting (35,9%).
Sedangkan kegiatan lain seperti pelatihan komputer/internet/program
aplikasi, pelatihan pengembangan kewirausahaan, dan kursus akademik
merupakan jasa yang tidak tersedia di PLIK. Hanya PLIK Nanggulan 2 saja yang
memberikan jasa pelatihan bekerja sama dengan instansi lain. Diketahui
sebanyak 13 orang saja yang sering mengikuti pelatihan komputer/internet dan
hanya 5 orang yang mengikuti pelatihan kewirausahaan. Tampaknya, yang
menjadi primadona layanan PLIK adalah komputer dan internet dengan
peruntukan tujuan yang bervariasi dan dengan pemenuhan kebutuhan kognitif,
afektif, integrative personal, dan integrative sosial. Pengelola PLIK belum berani
mengadakan pelatihan atau kegiatan pengembangan diri pengguna dalam
98
26
2
4
49
6
0 20 40 60 80 100 120
Computer
Printer
Fotokopi
Scanner
Headset
Peralatan yang bisa …
57
15
2
3
30
3
41
11
1
19
3
0 10 20 30 40 50 60
Computer
Printer
Fotokopi
Scanner
Headset
Peralatan yang bisa …
non-pelajar pelajar
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
92
kaitannya peningkatan taraf hidup karena tidak tahu bagaimana bentuknya dan
kesulitan secara financial jika tidak bekerja sama dengan pihak ketiga. Sementara
ini baru PLIK Nanggulan 2 yang mengadakan pelatihan bersama pihak ketiga.
Untuk jasa layanan yang diberikan, pengetikan, penterjemah, dan cetak
dokumen adalah jasa yang cukup sering digunakan (21,4%).
6.3.5. Persepsi Penilaian Terhadap Layanan PLIK
Dalam operasionalnya, pengelola PLIK memiliki kebebasan dalam
mendesain tata ruang PLIK yang memberikan kenyamanan bagi pengguna. PLIK
yang memberikan kenyamanan tentunya akan membangkitkan minat
masyarakat dalam menggunakan layanan PLIK. Kenyamanan tersebut
diantaranya menyangkut infrastruktur fisik PLIK dan aksesibilitas internet di PLIK.
Dari hasil survey diketahui bahwa secara umum pengguna memiliki persepsi
penilaian yang positif terhadap infrastruktur fisik PLIK. Sebanyak 61,2% pengguna
menyatakan bahwa tata ruang PLIK bagus.
Grafik 6.18. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (pengelola PLIK)
Tata ruang di ketiga PLIK memiliki bentuk yang tidak terlalu berbeda.
Rata-rata menempati ruangan berukuran5 x 5 meter dengan posisi komputer
client saling berhadapan atau melingkar mengikuti bentuk ruang. PLIK Nanggulan
2 dan PLIK Banjarharjo tidak menggunakan sekat antar komputer sedangkan PLIK
63
60
56
68
63
58
33
41
36
36
42
37
34
20
22
24
20
26
26
24
13
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Tata ruang
Pencahayaan ruangan
Suhu ruangan
Kebersihan ruangan
Perangkat terawat
Sikap pengelola PLIK (ramah, suka membantu)
Kursus dan pelatihan
non-students students all user
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
93
Girikencana Giripurwo menggunakan sekat. Dari segi pencahayaan ruangan,
suhu, dan kebersihan ruangan, sebagian besar pengguna menilai bagus.
Sedangkan penilaian terhadap aksesibilitas internet yang merupakan
layanan utama PLIK relatif mendapatkan penilaian yang biasa saja. Menurut
pengguna, jumlah perangkat PLIK belum memenuhi kebutuhan dimana
jumlahnya terlalu sedikit. Begitu pun dengan spesifikasi perangkat baik komputer
maupun printer. Pengguna menilai spesifikasi perangkat termasuk biasa saja.
Kecepatan akses dan kestabilan akses internet dinilai pengguna tidak terlalu
bagus meski tidak buruk. Terutama pengguna non-pelajar menilai kecepatan dan
kestabilan akses internet biasa saja. Aksesibilitas internet ini merupakan salah
satu isu yang penting dalam layanan PLIK dimana operator PLIK mengungkapkan
bahwa akses internet acap kali tidak stabil. Kadang sangat cepat dan kadang
sangat lambat meskipun. Dan pengguna PLIK pun paling sering mengeluhkan
kecepatan dan kestabilan akses internet. Untuk masalah ini, pengelola tidak bisa
mengambil langkah lebih jauh selain menghubungi penyelenggara PLIK.
Grafik 6.19. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (penyelenggara dan penyedia)
Selanjutnya penilaian pengguna terhadap ketersediaan perangkat
lunak/aplikasi/software cenderung bagus hingga biasa saja. Memang tidak
banyak aplikasi atau software yang tersedia di perangkat komputer yang dapat
digunakan oleh pengguna secara offline. Saat ini, sistem operasi komputer klien
berbasis Linux yang dinilai oleh pengelola/operator sulit untuk menginstal
46
34
34
64
48
44
60
29
22
23
37
33
30
36
17
12
11
27
15
14
24
0 10 20 30 40 50 60 70
Spesifikasi perangkat (komputer, printer, dll)
Kecepatan akses internet
Kestabilan akses internet
Harga jasa layanan
Ketersediaan perangkat lunak/aplikasi/software
Jumlah perangkat
Waktu pelayanan PLIK
non-students students all user
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
94
software yang dibutuhkan oleh pengguna. Selain software tersebut harus
berbasis Linux juga tidak bisa diinstal langsung dari komputer klien.
Terkait waktu pelayanan dan harga jasa layanan, sebagian besar
pengguna menilai kualitas kedua variable ini sudah bagus. Waktu pelayanan PLIK
yang dianjurkan adalah 8 jam/hari namun boleh lebih sesuai kebutuhan. Namun
jam operasional layanan diserahkan kepada masing-masing pengelola. Menurut
59,4% pengguna, waktu pelayanan PLIK ini sudah bagus meski sebagian
diantaranya terutama pengguna non-pelajar mengharapkan jam layanan PLIK
hingga malam hari. Oleh karena di siang hari mereka harus bekerja. Sedangkan
harga jasa layanan memiliki persepsi bagus yaitu mencapai 62,7%. Pengguna
menilai harga jasa layanan ini terjangkau dan lebih murah dibandingkan di
warnet.
Dalam pelaksanaan penelitian, pengguna turut diminta pendapat baik
tentang layanan PLIK. Berikut adalah masukan, saran dan kritik pengguna yang
telah dikelompokkan untuk pengelola dan penyelenggara/penyedia PLIK:
1. Masukan bagi pengelola PLIK
a. Ruangan diberi pendingin ruangan (AC)
b. Disediakan both makanan/minuman yang dapat dibeli oleh
pengguna
c. Ada layanan happy hour, layanan dengan potongan harga tertentu
pada jam-jam tertentu
d. Ada website tentang PLIK
e. Disediakan aplikasi pemutar music di PC
f. Diadakan pelatihan untuk pengguna/masyarakat
g. Disediakan layanan hotspot
h. Disediakan jam operasional malam untuk pengguna dewasa
2. Masukan bagi penyelenggara dan penyedia PLIK
a. Koneksi internet lambat dan tidak stabil
b. Jumlah komputer ditambah
c. Disediakan headset
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
95
6.3.6. Ketertarikan Terhadap Konten Informasi
Ketertarikan pengguna terhadap konten informasi cukup besar pada
bidang-bidang tertentu. Secara umum, pengguna PLIK sangat tertarik pada
konten informasi pendidikan, kesehatan, dan lowongan pekerjaan. Dan informasi
lain yang cukup menarik bagi penggna meliputi konten informasi pemerintahan,
jual beli (bisnis), pariwisata, tanggap darurat/kebencanaan, dan informasi teknis
seperti pertanian dan industri kecil.
Kebutuhan informasi antara pengguna pelajar dan non-pelajar tampak
berbeda. Dimana pengguna pelajar sangat tertarik pada informasi hiburan
(59,5%) dan cukup tertarik pada informasi pendidikan (43,2%) dan informasi
kebudayaan/kesenian (43,2%). Sedangkan pengguna non pelajar memiliki
ketertarikan yang kuat terhadap informasi pendidikan (56,7%), informasi teknis
(56,7%), informasi lowongan kerja (53,3%), dan informasi kesehatan (43,3%).
Pengguna non-pelajar juga memiliki ketertarikan yang cukup terhadap konten
informasi pemerintahan (33,3%), kegiatan bisnis (33,3%), jual beli (33,3%), dan
tanggap darurat/kebencanaan (26,7%).
Grafik 6.20. Ketertarikan Pengguna Terhadap Konten Informasi
19
26
32
31
21
36
30
31
38
30
28
27
13
14
17
21
11
16
13
15
20
14
15
13
6
12
15
10
10
20
17
16
18
16
13
14
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Pendidikan
Kesehatan
Riset akademik dari berbagai disiplin ilmu
Informasi teknis (pertanian, industri kecil)
Lowongan kerja
Kesenian/kebudayaan
Hiburan (game, film, music)
Tanggap darurat/kebencanaan (gempa bumi, …
Kepariwisataan
Pemerintahan
Kegiatan bisnis (pembayaran, perbankan)
Jual beli
non-students students all user
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
96
Perbedaan kebutuhan informasi antara pengguna pelajar dan non-
pelajar terkait dengan perbedaan latar belakang, pengalaman, dan pendidikan
pengguna. Secara psikologis, pengguna pelajar memiliki kebutuhan afektif untuk
memperoleh pengalaman yang menyenangkan dari menggunakan layanan PLIK,
khususnya internet. Pengguna pelajar mengharapkan PLIK dapat menjadi pelepas
ketegangan dari lingkungan sekolah dan lingkungan sosial sekitarnya. Sehingga
mereka termotivasi untuk menggunakan PLIK dalam memenuhi kebutuhan
hiburan. Maka, informasi yang dibutuhkan dan menarik minat pengguna pelajar
adalah informasi yang berkaitan dengan hiburan, terutama permainan online.
Pengguna pelajar menganggap bahwa PLIK dapat memenuhi kebutuhan akan
informasi hiburan terlihat dari capaian motivasi pada memperoleh hiburan
sangat baik. Meski demikan, pengguna pelajar juga membutuhkan informasi
tentang pendidikan. Informasi tentang pendidikan ini juga merupakan motivasi
pengguna pelajar dalam menggunakan layanan PLIK yaitu meningkatkan prestasi
belajar di sekolah. Sayangnya, PLIK dianggap belum bisa memenuhi kebutuhan
pengguna pelajar akan informasi pendidikan terlihat dari persepsi pencapaian
yang masih rendah.
Sedangkan pengguna non-pelajar telah memiliki kematangan yang
diperoleh dari lingkungan sosial sehingga kebutuhannya tidak lagi sebatas
pemenuhan kebutuhan afektif. Pengguna non-pelajar mengharapkan
pemenuhan kebutuhan kognitif untuk memperoleh informasi, pengetahuan, dan
pemahaman dengan diwujudkan dalam pencarian informasi yang lebih beragam.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
98
PENUTUP
7.1. KESIMPULAN
Masyarakat perdesaan dalam penelitian ini, terutama masyarakat Desa
Banyuroto, Kecamatan Nanggulan; Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo; dan
Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, merupakan masyarakat yang kental
akan karakteristik budaya Jawa agraris. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian
besar masyarakat perdesaan bermata pencaharian sebagai petani. Dengan
tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA/SMK dan sebagian lainnya adalah SD,
memperlihatkan bahwa masyarakat perdesaan berada pada tingkat
kesejahteraan yang belum memadai. Hal ini ditemukan dengan masih rendahnya
pendapatan keluarga per bulan yaitu antara Rp. 500.000 hingga Rp. 1.000.000.
Pada tingkat pendidikan SMA/SMK bahkan SD, tidak banyak keterampilan yang
dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan atau status sosioekonomi. Maka
kehadiran PLIK tentunya diharapkan mampu memberikan peluang terhadap
peningkatan kualitas hidup masyarakat perdesaan.
Penelitian tentang pola penggunaan PLIK dan peningkatan
sosioekonomi masyarakat perdesaan menemukan bahwa PLIK mulai diminati
oleh masyarakat yang terlihat dari peningkatan kunjungan per hari. Meski
demikian, tidak semua masyarakat desa yang mengetahui dan menggunakan
layanan PLIK. Hanya 30% masyarakat yang mengetahui tentang PLIK dan hanya
7,59% saja yang pernah menggunakan layanan PLIK. Sebagian besar pengguna
PLIK adalah pelajar yang berusia antara 10 – 20 tahun serta non-pelajar yang
berusia antara 25 – 35 tahun. Mayoritas pengguna PLIK adalah laki-laki. Dari segi
pendapatan, pengguna PLIK adalah masyarakat yang memiliki pendapatan
rendah yaitu kurang dari Rp 500.000 dan antara Rp. 500.000 – Rp. 1 juta.
Banyaknya pengguna berpendapatan rendah ini menunjukkan secara
demografis, PLIK telah tepat sasaran. PLIK telah berhasil menerapkan prinsip
affordability dimana tarif layanannya mampu dijangkau masyarakat. Dengan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
99
demikian, seharusnya akan ada impaknya terhadap peningkatan sosioekonomi
masyarakat perdesaan.
Akan tetapi, kenyataan tersebut belumlah terwujud. Hal ini terlihat dari
tujuan utama penggunaan perangkat dan jasa PLIK. Penggunaan PLIK barulah
pada upaya pemenuhan kebutuhan afektif, integrative sosial, dan integrative
personal. Yakni, pengguna lebih mengutamakan upaya memenuhi kebutuhan
kesenangan pribadi dan meningkatkan kepercayaan diri. Terutama pada
pengguna pelajar, dimana tujuan utama pengunaan layanan PLIK adalah untuk
melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online (40,40%) yang
umumnya berupa aktivitas social networking. Sedangkan pengguna non-pelajar
telah cukup matang dalam memilah kebutuhan utama yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup terlihat dari tujuan utamanya adalah mencari
informasi pemerintah atau publik (33,3%). Meski tujuan dan motivasi
penggunaan PLIK cenderung pada pemenuhan kebutuhan hiburan/kesenangan
diri, tampak adanya upaya pemenuhan kebutuhan akan peningkatan prestasi
belajar (80%) dan peningkatan literasi terhadap komputer dan internet (73,3%).
Sayangnya, pencapaian terhadap motivasi peningkatan prestasi belajar belum
sepenuhnya tercapai. Di sisi lain, pencapaian terhadap hiburan dan kesenangan
justru tercapai penuh. Hal ini menunjukkan belum adanya kesadaran
penggunaan layanan PLIK untuk kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan
kualitas hidup. Meski demikian, sebagian besar responden (63%) berpersepsi
positif terhadap peningkatan kemampuan dalam menggunakan komputer dan
internet.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
100
7.2. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian di atas, untuk pengembangan dan
peningkatan layanan PLIK sebagai bagian dari langkah perencanaan sustainability
program sehingga menghasilkan multiplier effect yang diharapkan bersama,
maka BPPKI Yogyakarta merekomendasikan hal berikut:
(a) Pengelolaan PLIK
1. Dengan adanya kategorisasi pengelolaan PLIK baik itu
perorangan/mandiri, pemerintah desa, maupun KUD, perlu adanya
pembinaan secara berkala dalam rangka menyamakan persepsi
tentang tujuan PLIK. Hal ini bertujuan untuk menjadikan PLIK benar-
benar sebagai pusat layanan informasi dan teknologi informasi yang
mampu memberdayakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
dan meningkatkan sosioekonominya. Dengan demikian pengelola
perlu dibekali dengan technopreunership dan sociopreneurship
sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan layanan PLIK
seperti yang berlangsung di PLIK Nanggulan 2.
2. Penunjukkan pengelola PLIK perlu melalui seleksi agar diperoleh
pengelola yang memiliki visi sejalan dengan visi Kemkominfo. Tidak
menjadikan PLIK semata-mata sebagai ladang bisnis yang hanya
menguntungkan pengelola secara sepihak.
3. Untuk menjamin pengelolaan PLIK yang sejalan dengan visi
Kemkominfo, ada baiknya pengelola PLIK diperlakukan sebagai mitra
Kemkominfo dengan surat keputusan yang ditetapkan oleh Menteri
di bawah koordinasi operator penyedia PLIK. Sehingga pengelola
PLIK memiliki kesadaran akan kewajiban menjadikan PLIK sebagai
pusat layanan informasi dan pemberdayaan masyarakat setempat.
4. Dalam pasal 12 Permen No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010
disebutkan bahwa penyedia PLIK wajib bekerja sama dengan UKM
setempat. Dalam hal pelaksanaan kerja sama ini, penyedia PLIK perlu
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
101
melakukan fit and proper test terhadap calon pengelola yaitu UKM
yang memiliki kemampuan secara teknis dan bisnis sehingga mampu
mengembangkan PLIK sebagai pusat layan informasi yang mendukung
perekonomian desa/kecamatan. Jika tidak terdapat UKM, pilih
organisasi atau individu yang memiliki kemampuan tersebut. PLIK
tidak sekedar dititipkan yang akan mengakibatkan operasionalisasinya
menjadi tidak optimal dalam mendukung visi misi Kemkominfo.
5. Untuk mencapai harapan peningkatan sosioekonomi masyarakat,
maka perlu dilaksanakan koordinasi, kolaborasi, kerja sama lintas
sektoral yang melibatkan Kementerian, pemerintah daerah,
penyelenggara, pengelola, dan masyarakat (kelompok masyarakat,
pelajar) dalam kegiatan pembinaan, penyuluhan, pelatihan
peningkatan produktivitas perdesaan/kecamatan melalui PLIK.
(b) Pemberdayaan: Pelatihan dan Pendidikan Bagi Anak dan Pemuda
6. Hasil penelitian menemukan bahwa pengguna PLIK terbeesar adalah
anak-anak dan pelajar yang berusia antara 10 – 20 tahun. Oleh karena
itu perlu dikembangkan jasa dan layanan PLIK yang mendukung
pengembangan keterampilan dan peningkatan pendidikan. PLIK
sebagai pelengkap dan pendukung pendidikan sekolah formal.
Dengan cara menyediakan pelatihan keterampilan multimedia,
konten informasi pendidikan, memadukan layanan PLIK dengan
layanan perpustakaan/kursus akademik, dan sebagainya. Sehingga
kunjungan anak dan pelajar ke PLIK tidak semata mencari kesenangan
atau hiburan dengan bermain game online atau social networking.
7. Dengan banyaknya pengguna anak dan pelajar, maka penyedia dan
pengelola PLIK perlu menjamin penggunaan internet yang sehat dan
aman. Dan Kemkominfo perlu menuangkan penggunaan internet
sehat dan aman dalam klausul kerja sama.
(c) Konten Informasi (Information Content)
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
102
8. Hasil penelitian memperlihatkan animo yang cukup tinggi terhadap
pencarian informasi publik secara online oleh pengguna PLIK. Serta
ada ketertarikan informasi-informasi tertentu oleh masyarakat
perdesaan secara umum. Sejalan dengan Deklarasi WSIS dan hasil
penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa telecenter (termasuk
PLIK) merupakan pusat layanan informasi bagi masyarakat sehingga
harus tersedia informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dengan
demikian harapan mewujudkan masyarakat informasi,
berpengetahuan, dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik
(sejahtera) dapat tercapai. Oleh karena itu, direkomendasikan adanya
konten informasi publik yang tersaji secara offline maupun online
sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
9. Penambahan klausul pada Pasal 3 ayat (3) Permen Kominfo No.
19/PER/M.KOMINFO/12/2010, dimana SIMMLIK-Kominfo tidak
sekedar mendistribusikan konten tetapi juga menjamin tersedianya
konten informasi PLIK.
10. Konten informasi tersebut berkaitan dengan informasi pendidikan
(misal Buku Sekolah Elektronik, Edugames Mata Pelajaran, Bank Soal,
dan sebagainya), informasi pertanian (masa cocok tanam, budi daya),
informasi perekonomian (harga jual beli komiditi, agriculture supply
chain information), informasi pemerintahan, dan sebagainya.
(d) Monitoring dan Evaluasi
11. Berdasarkan Permen No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010 pasal 3 (3)
dilaksanakan kegiatan monitoring PLIK melalui SIMMLIK yang
berfungsi sebagai sistem penyediaan akses internet, sistem
monitoring dan manajemen perangkat, dan pusat manajemen
distribusi konten. Mengingat peran PLIK yang sangat besar terhadap
peningkatan sosioekonomi desa/kecamatan, maka pelaksanaan
monitoring tidak sebatas pada akses dan perangkat PLIK. Perlu
diadakan sistem monitoring terpadu terhadap keberlanjutan
program PLIK. Untuk melaksanakan sistem monitoring terpadu ini
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
103
maka Kemkominfo melalui BP3TI perlu merencankan program
keberlanjutan PLIK yang komprehensif memenuhi kebutuhan
masyarakat sesuai dengan karakteristiknya. Sehingga program PLIK
tidak sebatas pada instalasi dan monitoring infrastruktur.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
105
DAFTAR PUSTAKA
Abdulwahab, L., & Zulkahiri, M. D. (2012). Assessing the Catalyst and the Barriers to
Rural Community Based Telecenter Usage. Journal of emerging Trends in
Computing and Information Sciences, 3(6), 826-832.
Bank, W. (2005). Information and COmmunication technologies for Rural Development
Issues and Options: An Evaluation of Telecenters in Indoneisa. The World Bank.
Bashir, M. S., Samah, B. A., Emby, Z., Badsar, M., Azril, H., Shaffril, M., & Aliyu, A. (2011).
Information and Communication Technology Development in Malaysia:
Influence of Competency of Leaders, Location, Infrastructures and Quality of
Services on Telecentre Success in Rural Communities of Malaysia. Australian
Journal of Basic and Applied Sciences, 5(9), 1718-1728.
Benjamin, P. (2001). Does 'Telecntre' mean the centre is far away? Telecentre
development in South Africa. The Southern African Journal of Information and
Communication, 1(1). Retrieved 8 29, 2012, from http://link.wits.ac.za/journal/j-
01-pb.htm
BP3TI. (2012). Penyediaan KPU/USO: Melalui USO, Kita Buka Kemudahan Akses
Informasi Hingga Pelosok Negeri. BP3TI, Kementerian Komunikasi dan
Informatika.
Burhan, B. (2007). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Choi, C., & Yi, M. H. (2009). The Effect of The Internet on Economic growth: Evidencen
from Cross-Country Panel Data. Economic Letters, Elsevier.
Economic, D. A. (2011). Peran Internet Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Australia: Deloitte Access Economic.
Ellen, D. (2003). Telecentres and the provision of community based access to electronic
information in everyday life in the UK. Journal of Information Research, 8(2).
Retrieved from http://informationr.net/ir/8-2/paper146.html
Goldhaber, G. M. (1993). Organizational Communication (6th ed.). McGraw-Hill Higher
Education.
Gomez, R., Hunt, P., & Lamoureux, E. (1999). Telecenter Evaluation and Research: a
global perspective. In I. D. Center (Ed.), Telecenter Evaluation: A Global
Perspective. Report of an International Meeting on Telecenter Evaluation (pp.
13-24). Canada.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
106
Harris, R. (2001). Telecentres in Rural Asia: Towards a Success Model. International
Conference on Information Technology, Communication and Development (ITCD)
(pp. 71-111). Kathmandu, Nepal: ITCD.
Harris, R. W. (1999). Evaluating Telecentres within National Policies for ICTs in
Developing Countries. In Telecentre Evaluation: A Global Perspective (pp. 129-
136). Canada: International Development Research Centre (IDRC).
Herlambang, B. (2011). Implementation of USO Program in Indonesia. Jakarta:
Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Israel, G. D. (2003). Determining Sample Size. University of Florida.
ITU. (2011). Measuring Information Society 2011. Geneva: International
Telecommunication Union.
Kemkominfo. (2006). Dokumen Hasil Sidang Konferensi Tingkat Tinggi Dunia Mengenai
Masyarakat Informasi Geneva 2003-Tunis 2005. Jakarta: Kementerian
Komunikasi dan Informatika RI.
Lashgarara, F., Karimi, A., & Mirdamadi, S. M. (2012). Effective Factors On The Villagers'
Use of Rural Telecenter (Case Study of Hamadan Province, Iran). 7(13).
Littlejhon, S. W., & Foss, K. A. (2009). Teori Komunikasi. (M. H. Hamdan, Trans.) Jakarta:
Salemba Humanika.
Lwoga, E. T. (2010). Bridging the Agricultural Knowledge and Information Divide: The
Case of Selected telecenters and Rural Radion in Tanzania. Electronic Journal of
Information Systems in Developing Countries, 43(6), 1-14.
Maitrayee, M. (2009). ICTs and Development: A Study of Telecentres in Rural India. 10th
International Conference on Social Impact of Computers in Developing Countries.
Dubai, UAE.
McQuali, D. (2000). McQualis's Mass Communication Theory (4th ed.). London: Sage
Pub.
Mtega, M. P., & Malekani, A. W. (2009). Analyzing the usage patterns and challenges of
telcenters among rural communities: experience from four selected telecenters
in Tanzania. International Journal of Education and Development using
Information and Communication Technology (IJEDICT), 5(2), 68-87.
Nair, M., Han, G.-S., Lee, H., Goon, P., & Muda, R. (2010). Determinants of the Digital
Divide in Rural Communities of a developing Country: The Case of Malaysia.
Journal of Development and Society, 39(1), 139-162.
Prado, P., Camara, M. A., & Figueiredo, M. A. (2011). Evaluating ICT adoption in rural
Brazil: a quantitative analysis of telecenters as agents of social change. The
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
107
Journal of Community Informatics, 7(1-2). Retrieved from http://www.ci-
journal.net/index.php/ciej/article/view/663
Proenza, F. J., Buch, R. B., & Montero, G. (2001). Telecenters for Socioeconomic and
Rural Development in Latin America and the Caribbean. ITU, IADB, FAO.
Washington DC: IADB - Inter-America Development Bank.
Qvortrup, L. (1994). A means to social, cultural and economic development of rural
communities and low-income urban settlements: Impact of Community
Teleservices Centres (CTSCs) on Rural Development. ITU.
Rao, S. S. (2008). Social development in Indian rural communities: Adoption of
telecentres. International Journal of Information Management, 28, 474-482.
Razak, N. A. (2009). Empowering The Rural Communities Via The Telecenter. 9(3).
Soriano, C. R. (2007). Exploring the ICT and Rural Poverty Reduction Link: Community
Telecenters and Rural Livelihoods in Wu'an, China. Electronic Journal on
Information System in Developing Countries, 32, 1-15.
Statistik, B. P. (2010). Kulonprogo Dalam Angka 2009. Kulonprogo: BPS.
Tankard, S. J., & Werner, J. J. (2007). Tori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di
Dalam Media Massa (2nd ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wright, C. R. (1986). Sosiologi Komunikasi Massa. (J. Rahmat, Trans.) Bandung: PT.
Remaja Rosda-Karya.
Yonah, Z. A., & Salim, B. A. (2010). ICTs as Tools for Poverty Reduction: The Tanzanian
Experienc. In B. M. Maumbe, E-Agriculture and E-Governement for Global Policy
Development: Implications and Future Directions. United States of America:
Internation Science Reference (IGI Global).
Yusof, S. A., Osman, W. R., & Yusop, N. I. (2010). A Conceptual Model for Psychological
Empowerment of Telecentre Users. Journal of Computer and Information
Science, 3(3), 71-79.