pola penggunaan pusat layanan internet kecamatan (plik) untuk pembangunan sosioekonomi perdesaan

126

Upload: kominfo

Post on 25-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

POLA PENGGUNAAN PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) UNTUK PEMBANGUNAN

SOSIOEKONOMI DAN PERDESAAN DI KABUPATEN KULONPROGO, DI. YOGYAKARTA

USAGE PATTERNS OF INTERNET DISTRICT SERVICE CENTER (PLIK) FOR SOCIOECONOMIC AND RURAL DEVELOPMENT IN

KULONPROGO REGENCY, DI. YOGYAKARTA

BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA

2012

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

©2012. Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta Hak cipta dilindungi undang-undang. All right reserved. 2012

POLA PENGGUNAAN PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) UNTUK PEMBANGUNAN SOSIOEKONOMI DAN PERDESAAN DI KABUPATEN KULONPROGO, DI. YOGYAKARTA USAGE PATTERNS OF INTERNET SERVICE CENTER DISTRICT (PLIK) FOR SOCIOECONOMIC AND RURAL DEVELOPMENT IN KULONPROGO DISTRICT, DI. YOGYAKARTA Penanggung Jawab Kepala BPPKI Yogyakarta, Eka Handayani, SE., MM Ketua Kegiatan Kepala Seksi Program dan Evaluasi BPPKI Yogyakarta, Drs. Avianto Priyo Utomo Tim Peneliti Inasari Widiyastuti, ST., MT Emmy Poentarie, MAP RM. Agung Harimurti, SIP., M.Kom Topohudoyo, MAP Drs. Joko Martono Tim Pengumpul Data Suwarni Elmi Yekti Rahayu Suprapta Fransiska Rosilawati Rantiman Jujur Supangat Subekti Dipayuwana Dumbadi Entry Data Elmi Yekti Rahayu

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta Jl. Imogiri Barat, Km. 5, Sewon, Bantul, DI. Yogyakarta Telp/Fax. 0274. 375253

i

KATA PENGANTAR

KEPALA BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN

KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dalam komitmennya

mewujudkan masyarakat informasi Indonesia, tengah melaksanakan

program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK). PLIK berdasarkan

Peraturan Menteri Kominfo No. 48/PER/M.KOMINFO/11/ 2009 dan

PerMen Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010, bertujuan untuk

menyediakan layanan akses internet di wilayah kecamatan dalam

rangka menuju masyarakat cerdas dan informatif. DI. Yogyakarta,

khususnya Kabupaten Kulonprogo, merupakan salah satu wilayah yang

menjadi sasaran program PLIK dengan 32 titik PLIK. Tentunya

kehadiran PLIK di daerah rural ini diharapkan dapat mempercepat

terwujudnya akses informasi sehingga memberikan multiplier effect

dalam pembangunan sosioekonomi dan perdesaan.

Di tahun 2012 ini, Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan

Informatik (BPPKI) Yogyakarta melaksanakan penelitian tentang pola

penggunaan PLIK untuk pembangunan sosioekonomi dan perdesaan di

Kabupaten Kulonprogo, DI. Yogyakarta. Penelitian ini akan

mendeskripsikan karakteristik masyarakat di lokasi PLIK, karakteristik

pengguna PLIK, dan pola penggunaan PLIK. Peneliltian diharapkan

dapat memberikan arahan dan masukan bagi pengembangan PLIK dan

pelaksanaan program sustainability untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat sebagaimana yang tercantum dalam Deklarasi WSIS

Jenewa 2005/Tunis 2006.

Atas terlaksananya penelitian ini, kami haturkan penghargaan kepada

Bapak Menteri Kementerian Kominfo, Tifatul Sembiring; Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Aizirman

Djusan; Kepala Puslitbang Profesi dan Literasi, Gati Gayatri; dan

tentunya kepada seluruh masyarakat Desa Banyuroto, Kecamatan

Nanggulan; Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo; Desa Banjarharjo,

Kecamatan Kalibawang.

ii

Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan berharga bagi

pembangunan teknologi informasi dan komunikasi di daerah

perdesaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi

tingkat kemiskinan masyarakat perdesaan.

Yogyakarta, 4 Oktober 2012

Kepala BPPKI Yogyakarta

Eka Handayani, SE., MM

iii

EXECUTIVE SUMMARY

Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menyepakati Deklarasi

WSIS (World Summit on the Information Society) Jeneva 2003/ Tunis 2005. Inti

kesepakatan WSIS adalah menekankan peranan penting teknologi informasi dan

komunikasi sebagai salah satu pilar menuju masyarakat informasi melalui upaya

pemberdayaan masyarakat dalam mengakses informasi. Target WSIS itu menjadi

mandat untuk diwujudkan oleh setiap negara yang ambil bagian dalam

kesepakatan tersebut, termasuk Indonesia. Di Indonesia upaya tersebut

diwujudkan salah satunya dengan menyediakan layanan internet di kecamatan

dengan nama Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK).

Penelitian tentang Pola Penggunaan Pusat Layanan Internet Kecamatan

(PLIK) Untuk Membangun Sosioekonomi dan Perdesaan di Kabupaten Kulonprogo

di Daerah Istimewa Yogyakarta, dilatarbelakangi adanya program USO dari

Kementerian Komunikasi dan Informatika berupa Pusat Layanan Internet

Kecamatan (PLIK). Berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No.

48/PER/M.KOMINFO/11/2009 dan Peraturan Menteri Kominfo No.

19/PER/M.KOMINFO/12/2010, penyediaan layanan akses internet di wilayah

kecamatan bertujuan dalam rangka menuju masyarakat cerdas dan informatif.

Kehadiran PLIK di perdesaan dalam wilayah kecamatan diharapkan dapat

mempercepat terwujudnya akses informasi di daerah urban sehingga

memperkecil kesenjangan digital dan mampu meningkatkan sosioekonomi

masyarakat perdesaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh

gambaran tentang karakteristik masyarakat Kabupaten Kulonprogo di sekitar

PLIK, karakteristik pengguna PLIK serta pola penggunaan layanan PLIK.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

metode survey. Lokasi penelitian berada di 3 (tiga) PLIK di Kabupaten Kulonprogo

dengan jenis pengelolaan berbeda yaitu: PLIK Banyuroto di Kecamatan

Nanggulan (dikelola secara mandiri/ perorangan), PLIK Giripurwo di Kecamatan

Giripurwo (dikelola oleh KUD Girikencana), dan PLIK Banjarharjo di Kecamatan

iv

Kalibawang (dikelola pemerintah desa). Penelitian ini menggunakan instrumen

penelitian ITU dan ADB tentang sosioekonomi dalam menggunakan telecenter

yang dilaksanakan di Amerika Latin dan Kepulauan Karabia oleh Proenza et al.,

(2001).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uses and

gratification. Posisi khalayak dianggap aktif, perilaku khalayak dijelaskan melalui

berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) sebagai suatu fenomena

mengenai proses penerimaan (pesan media). Terkait dengan kebutuhan individu,

fungsi sosial dan psikologis media menurut Katz, Gurevitch & Hass digolongkan

ke dalam lima kategori yakini: kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kebutuhan

integratif personal, kebutuhan integratif sosial dan kebutuhan pelepas

ketegangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat Kabupaten

Kulonprogo di sekitar PLIK sebagian besar bekerja sebagai petani, dengan mata

pencaharian utama adalah bertani/ berkebun/ berternak. Memiliki jenjang

pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan sebagian

besar tergolong berpendapatan rendah hingga menengah. PLIK cenderung

belum dikenal luas oleh masyarakat rural. Meski demikian, PLIK mulai diminati

oleh masyarakat terlihat dari peningkatan kunjungan per hari. Pengguna PLIK

didominasi oleh masyarakat berusia 10-35 tahun terutama pengguna dari

kalangan pelajar. Adanya prinsip affordability, menjadikan PLIK digunakan oleh

sebagian besar masyarakat yang berpendapatan rendah hingga menengah.

Penggunaan PLIK ternyata baru pada upaya pemenuhan kebutuhan afektif,

integratif sosial, dan integratif personal. Para pengguna lebih mengutamakan

upaya memenuhi kebutuhan kesenangan pribadi dan peningkatan kepercayaan

diri. Pengguna belum memanfaatkan PLIK dalam upaya peningkatan

sosioekonominya yang dapat memberikan impak positif terhadap pembangunan

daerah rural serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.

Untuk pengembangan dan peningkatan layanan PLIK sebagai bagian dari

langkah perencanaan sustainability program sehingga menghasilkan multiplier

effect seperti yang diharapkan, maka direkomendasikan: penunjukan pengelola

PLIK perlu melalui proses seleksi semacam fit and proper test, yang memiliki visi

v

sejalan dengan visi Kemkominfo. Pengelola PLIK diperlakukan sebagai mitra

Kemkominfo dengan surat keputusan yang ditetapkan Menteri di bawah

koordinasi operator penyedia PLIK. Di samping itu perlu adanya pembekalan

technopreneurship dan sociopreneurship, sehingga pengelola memiliki

kemampuan untuk mengembangkan layanan PLIK sebagai pusat layanan

informasi yang mendukung perekonomian desa/ kecamatan.

vi

ABSTRAK

Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) adalah program penyedian

layanan akses internet di kecamatan yang diselenggarakan

Kementerian Komunikasi dan Informatika. PLIK diharapkan dapat

memperkecil kesenjangan digital, mewujudkan akses informasi, dan

meningkatkan sosioekonomi masyarakat perdesaan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui karakteristik masyarakat di sekitar PLIK.

Serta mengetahui karakteristik pengguna dan pola penggunaan PLIK.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey di tiga lokasi PLIK,

Banyuroto, Banjarharjo, dan Giripurwo. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa masih sedikit masyarakat yang mengetahui dan menggunakan

layanan PLIK. Pengguna PLIK terbesar berusia 10-35 tahun dan

berpendapatan rendah hingga menengah. Tujuan penggunaan layanan

PLIK cenderung untuk memenuhi kebutuhan kognitif dan afektif.

Kata kunci: PLIK, sosioekonomi, daerah rural, masyarakat perdesaan,

pelajar

vii

ABSTRACT

Internet Service Center District (PLIK) is an internet access service

providers in the district held by the Ministry of Communications

and Information Technology. PLIK expected to reduce the digital

divide, realizing access to information, and improve the

socioeconomic rural community. This study aimed to investigate

the characteristics of the communities around PLIK. And to know

the characteristics of users and usage patterns PLIK. This research

was conducted by survey method in three locations, Banyuroto,

Banjarharjo, and Giripurwo. The results showed that there are still

a few people who know and use PLIK. PLIK users aged 10-35 years

and the most low-and middle-income. Intended use PLIK services

tend to meet the cognitive and affective.

Keywords:PLIK, socioeconomic, rural areas, villagers, student

viii

Daftar Isi Kata pengantar i Executive Summary iii Abstrak vi Abstract vii Daftar Isi viii Daftar tabel xi Daftar grafik xii Daftar gambar xiii PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 4 1.3. Tujuan Penelitian 5 1.4. Manfaat Penelitian 5

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Telecenter 2.1.1. Definisi Telecenter 7 2.1.2. Tipe dan Klasifikasi Telecenter 8 2.1.3. Layanan Telecenter 9 2.1.4. Telecenter Sebagai Pusat Layanan Informasi 9

2.2. Pola Penggunaan Telecenter 10 2.3. Telecenter Di Indonesia 13

KERANGKA KONSEPTUAL 15 METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan Penelitian 22 4.2. Lokasi Penelitian 22 4.3. Teknik Sampling 22 4.4. Unit Analisis 23 4.5. Sampel Penelitian 23 4.6. Teknik Pengumpulan Data 24 4.7. Variabel Penelitian 25 4.8. Langkah Kegiatan Penelitian 26

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) DI KAB. KULONPROGO 28 5.1.1. Spesifikasi Teknis dan Perangkat PLIK 30 5.1.2. Implementasi PLIK Wilayah DI. Yogyakarta 31

5.2. KECAMATAN NANGGULAN, KAB. KULONPROGO

ix

5.2.1. Profil Desa Banyuroto 5.2.1.1. Kondisi Geografis 35 5.2.1.2. Pemerintahan Desa 36 5.2.1.3. Demografi 36 5.2.1.4. Potensi Sosial Ekonomi 37 5.2.1.5. Potensi TIK 39

5.2.2. Profil PLIK Banyuroto 39 5.3. KECAMATAN KALIBAWANG, KAB. KULONOPROGO

5.3.1. Profil Desa Banjarharjo 5.3.1.1. Kondisi Geografis 44 5.3.1.2. Pemerintahan Desa 44 5.3.1.3. Demografi 45 5.3.1.4. Potensi Sosial Ekonomi 46 5.3.1.5. Potensi TIK 47

5.3.2. Profil PLIK Banjarharjo 48 5.4. KECAMATAN GIRIMULYO, KAB. KULONPROGO

5.4.1. Profil Desa Giripurwo 5.4.1.1. Kondisi Geografis 50 5.4.1.2. Pemerintahan 51 5.4.1.3. Demografis 52 5.4.1.4. Potensi Sosial Ekonomi 52 5.4.1.5. Potensi TIK 54

5.4.2. Profil PLIK KUD Girikencana 54 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI MASYARAKAT DESA SEKITAR PLIK 6.1.1. Demografi Sosioekonomi Masyarakat Desa Banjarhajo,

Banyuroto, dan Giripurwo 57 6.1.2. Pengetahuan Responden Tentang PLIK 63

6.2. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI PENGGUNA PLIK 66 6.3. POLA PENGGUNAAN PLIK

6.3.1. Pola Penggunaan Layanan PLIK (Usage Pattern) 72 6.3.2. Tujuan Penggunaan Layanan PLIK 76 6.3.3. Motivasi dan Capaian Motivasi Pengguna PLIK 81 6.3.4. Jenis Layanan PLIK 85 6.3.5. Persepsi Penilaian Terhadap Layanan PLIK 87 6.3.6. Ketertarikan Terhadap Konten Informasi 90

PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 92 7.2. REKOMENDASI 94

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A. PROFIL MASYARAKAT DESA LAMPIRAN B HUBUNGAN ANTARA JENIS KELAMIN DAN VARIABEL LAINNYA LAMPIRAN C. PROFIL RESPONDEN PENGGUNA PLIK PER LOKASI PLIK LAMPIRAN D. PROFIL PENGGUNA PLIK LAMPIRAN E.1. POLA PENGGUNAAN PLIK LAMPIRAN E.2.

TUJUAN UTAMA PENGGUNAAN PLIK (MAIN PURPOSE OF PLIK USAGE)

LAMPIRAN E.3. IDENTIFIKASI FREKUENSI PENGGUNAAN PERANGKAT DAN

x

LAMPIRAN LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.4. PRIORITAS PENGGUNAAN PERANGKAT DAN LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.5. MOTIVASI/TUJUAN YANG HENDAK DICAPAI (PBJECTIVE OF USE) LAMPIRAN E.6. CAPAIAN KEMAJUAN PENGGUNAAN LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.7. PERSEPSI TERHADAP PERUBAHAN KEMAMPUAN DALAM

MENGGUNAKAN KOMPUTER DAN SARANA KOMUNIKASI MODERN LAINNYA; PENGALAMAN MENGGUNAKAN PLIK

LAMPIRAN E.8. PENILAIAN TERHADAP KUALITAS LAYANAN PLIK LAMPIRAN E.9. KETERTARIKAN TERHADAP KONTEN INFORMASI

xi

Daftar Tabel Tabel 2.1. Penelitian Tentang Pola Penggunaan Telecenter di Berbagai Negara 12

Tabel 2.2. Program Telecenter di Indonesia (World Bank, 2005) 14

Tabel 4.1. Populasi Kecamatan dan Desa Lokasi PLIK 23

Tabel 4.2. Ukuran Sampel Untuk Tingkat Kepercayaan 95% dan P=0.5 24

Tabel 4.3. Variabel dan Indikator Penelitian 25

Tabel 5.1. Paket Penyediaan PLIK dan Penyelenggara Jaringan/Jasa

Telekomunikasi 30

Tabel 5.2. Sebaran PLIK di DI. Yogyakarta 31

Tabel 5.3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian 46

Tabel 5.4. Potensi Bidang TIK Desa Banjarharjo 47

Tabel 5.5. Jumlah pengunjung PLIK Banjarharjo 49

Tabel 5.6. Mata Pencaharian Penduduk 52

Tabel 5.7. Peternakan Desa Giripurwo 53

Tabel 5.8. Penggunaan lahan pertanian 53

Tabel 6.1. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenis Kelamin,

Usia, Status Pernikahan, dan Posisi Dalam Keluarga 58

Tabel 6.2. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenjang Pendidikan,

Pendapatan Keluarga, dan Kontribusi Terhadap Pendapatan Keluarga 59

Tabel 6.3. Responden Yang Mengetahui Tentang PLIK 63

Tabel 6.4. Jarak Rumah dengan PLIK 66

Tabel 6.5. Komposisi Pengguna PLIK 68

Tabel 6.6. Demografi Sosioekonomi Pengguna PLIK 69

Tabel 6.7. Tujuan Utama Penggunaan Layanan PLIK 77

Tabel 6.8. Tujuan Utama Pertama Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar

dan Non-Pelajar 78

Tabel 6.9. Tujuan Utama Kedua Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar dan

Non-Pelajar 78

Tabel 6.9. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Menggunakan PLIK 82

xii

Daftar Grafik Grafik 5.2. Jumlah Penduduk Desa Banjarharjo Menurut Pendidikan 45

Grafik 6.1. Perbandingan Usia Responden di Desa Banyuroto, Giripurwo,

Banjarharjo 57

Grafik 6.2. Jenis Pekerjaan Responden 60

Grafik 6.3. Perbandingan Tingkat Pendidikan dan Status Pernikahan 61

Grafik 6.4. Perbandingan Pendapatan Keluarga/Bulan 62

Grafik 6.5. Sumber Informasi Tentang PLIK 64

Grafik 6.6. Perbandingan Sumber Informasi tentang PLIK Antar Desa 65

Grafik 6.7. Komposisi Pengguna Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lokasi PLIK 67

Grafik 6.8. Pendapatan Keluarga per Bulan 71

Grafik 6.9. Pendapatan Keluarga per Bulan Ditinjau dari Status Pekerjaan 72

Grafik 6.10. Sumber Informasi PLIK 73

Grafik 6.11. Jarak Rumah Pengguna ke PLIK 74

Grafik 6.12. Frekuensi Penggunaan Layanan PLIK 75

Grafik 6.13. Durasi Penggunaan Layanan PLIK 76

Grafik 6.14. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Penggunaan

Layanan PLIK 81

Grafik 6.15. Capaian Motivasi Penggunaan Layanan PLIK 83

Grafik 6.16. Persepsi terhadap perubahan kemampuan dalam menggunakan

komputer dan sarana komunikasi modern; pengalaman

menggunakan PLIK 84

Grafik. 6.17. Frekuensi Penggunaan Perangkat PLIK (Sering, Lebih dari 1 Kali) 86

Grafik 6.18. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (pengelola PLIK) 87

Grafik 6.19. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (penyelenggara dan penyedia) 88

Grafik 6.20. Ketertarikan Pengguna Terhadap Konten Informasi 90

xiii

Daftar Gambar Gambar 2.1. Model Penggunaan dan Kepuasan (Katz et al., 1974) 19

Gambar 5.1. Tahapan penyediaan PLIK yang dilakukan PT. SIMS 33

Gambar 5.1. PLIK Nanggulan 2, Desa Banyuroto, Kec. Nanggulan 39

Gambar 5.2. Peresmian PLIK Nanggulan secara live conference oleh

Menkominfo, Tifatul Sembiring, dan secara live oleh Roy Suryo 40

Gambar 5.3. Aktivitas pengguna PLIK Nanggulan 2 41

Gambar 5.4. Jasa layanan PLIK Nanggulan 2. 43

Gambar 5.5. PLIK Banjarharjo, Kec. Kalibawang 48

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) diketahui secara luas telah

berkembang sangat pesat di berbagai negara. TIK juga memiliki kontribusi yang

besar dan signifikan terhadap pertumbuhan sosioekonomi sebuah negara (Harris,

2001; Choi & Yi, 2009). TIK mampu memberdayakan manusia dalam

pengembangan kapasitasnya untuk berkomunikasi langsung dengan cara yang

benar dalam rangka memfasilitasi proses pembangunan secara efisien dan efektif

(Yonah & Salim, 2010). Penetrasi internet sebagai bagian dari perkembangan TIK

sendiri mampu mendorong pertumbuhan GDP hingga 3,4%, lebih tinggi

dibandingkan sektor energi yang terbatas sumbernya (Deloitte, 2011).

Pembangunan TIK memiliki impak terhadap peningkatan inovasi dan produksi,

informasi dan pengetahuan, serta interaksi dan transaksi yang melahirkan

kekuatan baru ekonomi, intelektual, dan sosial di industri (market), politik (legal),

dan masyarakat (citizen). Impak pembangunan TIK pada pertumbuhan

sosioeknomi akan berimbas positif pada kesejahteraan (welfare) masyarakatnya

(Proenza, Buch, & Montero, 2001).

Di Indonesia, kontribusi sektor TIK terhadap pendapatan nasional di

tahun 2008 sebesar 2,85% dan di tahun 2010 telah mencapai 3,2%1. Peningkatan

ini sangat signifikan dan berdampak pada peningkatan di sektor lainnnya.

Sayangnya, pertumbuhan sektor TIK baru terlihat jelas pada laju penyerapan

tenaga kerja sektor TIK yang mencapai 18,10%, meliputi penyerapan di pos dan

telekomunikasi (18,82%) dan jasa penunjang komunikasi (17,92%). Sedangkan di

bidang lainnya, seperti ekonomi, intelektual, dan sosial, belum terlihat jelas dan

signifikan. Penetrasi internet di Indonesia pada tahun 2010 masih cukup rendah

dibandingkan negara tetangga di kawasan Asia seperti Cina (34,3%), Malaysia

1 Ditjen Postel. Data Statistik Postel Semester I Tahun 2011 (Ditjen Postel Kemkominfo, 2012)

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

2

(55,3%), dan Vietnam (27,6%), yakni sebesar 9,1% dari jumlah penduduk (ITU,

2011). Masih rendahnya penetrasi internet ini juga terlihat pada tingkat Human

Development Index (HDI) di tahun 2011 yang baru mencapai indeks 0,617 atau

berada di urutan ke-124 dan termasuk dalam kategori low-medium human

development2.

Masih rendahnya tingkat HDI Indonesia salah satunya disebabkan oleh

ICT Development Index (IDI) yang juga rendah. IDI Indonesia baru mencapai 2,83,

tertinggal oleh Cina (7,79), Malaysia (4,45), Iran (3,39), dan Filipina (3,22)3. IDI

Indonesia hanya sedikit tinggi jika dibandingkan dengan Srilanka (2,79) dan India

(2,01). IDI menunjukkan bahwa (1) pembangunan infrastruktur dan akses TIK (ICT

Readiness), (2) intensitas penggunaan dan pemanfaat TIK (ICT Use), dan (3)

kapabilitas dan keterampilan TIK (ICT Skill) di Indonesia masih rendah. Jamaknya

yang terjadi di negara berkembang, pembangunan dan penggelaran akses TIK

masih terkonsentrasi di daerah dengan nilai ARPU (Average Revenue Per User)

tinggi. Yaitu daerah perkotaan. Kondisi ini memperlihatkan terjadi kesenjangan

pembangunan infrastruktur dan akses TIK antara perkotaan dan perdesaan.

Adopsi TIK di perkotaan lebih cepat dibandingkan perdesaan karena kemudahan

akses serta ditunjang oleh tingkat ekonomi dan pendidikan yang memadai.

Menurut ITU, penggunaan internet secara individu di perkotaan Indonesia

mencapai 16,1% sedangkan di perdesaan baru 3,8%4. Dengan populasi penduduk

perdesaan sebesar 46% dari total seluruh penduduk Indonesia, menunjukkan

bahwa besarnya digital divide antara perdesaan dan perkotaan.

Sebagai salah satu negara yang menyepakati Deklarasi WSIS (World

Summit on the Information Society) Jenewa 2003/Tunis 2005, Indonesia turut

menyepakati upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang tinggal di daerah

terpencil, di pedesaan, dan di pinggir kota untuk mengakses informasi dan

menggunakan teknologi. Tidak semata untuk memperkecil kesenjangan digital

tapi juga upaya mengangkat kehidupan masyarakat demi mewujudkan

2 UNDP. Human Development Report 2011 – Sustainablity and Equity: A Better Future for All. Tanggal akses

Januari 2012 3 ITU. Measuring The Information Society 2011 (ITU, 2012), h. 13.

4 Ibid, h. 119

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

3

masyarakat informasi dan sejahtera. Negara-negara menyepakati upaya ini

dengan (1) mempromosikan TIK untuk pembangunan, (2) membangun

infrastruktur TIK sebagai fondasi esensial Masyakarat Informasi yang inklusif, (3)

akses terhadap informasi dan pengetahuan, (4) membangun kemampuan

masyarakat (capacity building), (5) membangun kepercayaan dan keamanan

dalam penggunaan TIK, (6) menciptakan lingkungan yang memberdayakan, dan

(7) menciptakan aplikasi TIK berbasis kearifan lokal yang bermanfaat dalam

kehidupan sehari-hari. Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan

Informatika mengupayakannya dengan menyediakan layanan internet di

kecamatan dengan nama populis Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK)

berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No. 48/PER/M.KOMINFO/11/ 2009 dan

PerMen Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010.

PLIK merupakan salah satu program Universal Service Obligation (USO)

yang berprinsip minim subsidi (the lowest subsidy) sehingga penyediaannya

disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan masyarakat mengeluarkan biaya

layanan (affordability) dengan mengutamakan keberlanjutan program

(sustainability) untuk mendorong adanya multiplier effect. PLIK bertujuan untuk

menyediakan layanan akses internet di wilayah kecamatan dalam rangka menuju

masyarakat cerdas dan informatif. Kehadiran PLIK di perdesaan diharapkan dapat

mempercepat terwujudnya akses informasi di daerah urban sehingga

memperkecil kesenjangan digital dan mampu meningkatkan sosioekonomi

masyarakat perdesaan.

Saat ini, DI. Yogyakarta (DIY) menerima 113 PLIK yang tersebar di 4

kabupaten yaitu 26 PLIK di Kab. Bantul, 32 PLIK di Kab. Gunung Kidul, 23 PLIK di

Kab. Kulonprogo, dan 32 PLIK di Kab. Sleman. Berdasarkan data BPS (2012),

penduduk miskin di DIY mencapai 565.320 jiwa atau 16,05%. Sebagian besar

penduduk miskin tersebut berada di Kab. Kulonprogo yakni mencapai 23,15%

dari penduduk DIY. Struktur perekonomian Kab. Kulonprogo mengalami

peningkatan sebesar 3,97% dengan sektor penyumbang terbesar adalah sektor

pertanian. Kontribusi sektor pertanian mencapai 24,11%. Tidak heran karena

Kab. Kulonprogo merupakan wilayah agraris dengan sebagian besar penduduk

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

4

bermata pencaharian sebagai petani. Kontribusi sektor pertanian di Kab.

Kulonprogo tergolong besar dibandingkan kabupaten lain. Nilai Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Kab. Kulonprogo di tahun 2009 sebesar Rp. 3,286 triliun

dengan pendapatan per kapita mencapai Rp. 8.765.255 (jumlah penduduk

374.921 jiwa). Akan tetapi, pertumbuhan perekonomian ini mengalami

kelambatan sebesar 0.74 yang disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan

sektor pertanian. Jika dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun

2010, Kab. Kulonprogo berada di urutan ke-empat setelah Kab. Bantul dengan

IPM 74,495.

Kehadiran PLIK di Kab. Kulonprogo secara tidak langsung diharapkan

dapat meningkatkan sosioekonomi daerah melalui pengembangan kapasitas

masyarakatnya terutama perdesaan. Kegiatan utama dan penting dari PLIK

adalah adanya keberlanjutan program sehingga multiplier effect dari PLIK benar-

benar tercapai. Meski demikian, kebutuhan dan motivasi masyarakat terhadap

PLIK perlu diketahui dan dipahami agar dapat direncanakan program

sustainability yang tepat sasaran dan tepat tujuan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan data pertumbuhan TIK, penetrasi internet, dan indeks

pembangunan manusia di Indonesia utamanya dan di Kab. Kulonprogo

khususnya, dapat dilihat masih terjadi kesenjangan digital dan informasi antara

daerah urban dan rural. PLIK sebagai program Kementerian Komunikasi dan

Informatika dalam mewujudkan masyarakat informasi Indonesia dan masyarakat

sejahtera,memiliki tantangan keberlanjutan (sustainability) program.

Perencanaan program ini perlu didahului dengan mengidentifikasi karakteristik

masyarakat daerah sasaran program agar PLIK dapat diberdayakan secara

optimal dalam usaha-usaha peningkatan kualitas hidup dan sosioekonomi

masyarakat. Pengetahuan tentang karakteristik pengguna dan pola penggunaan

5 Susenas, BPS Prov DI.Yogyakarta. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Komponen

Kabupaten/Kota di Provoinsi DI. Yogyakarta. 2010. http://yogyakarta.bps.go.id/ipm.htm

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

5

PLIK juga menjadi hal yang penting untuk diketahui. Karakteristik pengguna akan

berkaitan erat dengan demografi sosioekonomi masyarakat yang akan

berkorelasi dengan pola penggunaan PLIK. Dengan demikian, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik sosioekonomi masyarakat desa sekitar PLIK?

2. Bagaimana karakteristik sosioekonomi pengguna PLIK di lokasi penelitian

3. Bagaimana pola penggunaan PLIK di lokasi penelitian?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, penelitian ini mendeskripsikan karakteristik

sosioekonomi masyarakat desa sekitar PLIK. Secara khusus, penelitian ini

mendeskripsikan karakteristik sosioekonomi pengguna PLIK dan pola

penggunaan PLIK. Dengan demikian dapat diketahui pengaruhnya terhadap

upaya peningkatan kualitas hidup (sosioekonomi) masyarakat perdesaan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang

karakteristik sosioekonomi masyarakat sekitar PLIK, karakteristik sosioekonomi

pengguna PLIK, dan pola penggunaan PLIK bagi Kementerian Komunikasi cq

Direktorat Telekomunikasi Khusus, Penyiaran Publik, dan Kewajiban Universal

(Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika), BP3TI, dan penyedia jasa dan

layanan PLIK. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam menyusun strategi

pengembangan PLIK terkait perencanaan jangka panjang dan berkelanjutan

untuk meningkatkan sosioekonomi masyarakat perdesaan.

Adapun manfaat akademis, penelitian ini diharapkan mampu menguji

konsep teroritik dan hasil temuan lain terkait pengaruh telecenter (PLIK)

terhadap peningkatan kualitas hidup/sosioekonomi untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

6

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

8

TINJAUAN LITERATUR

2.1. TELECENTER

2.1.1. Definisi Telecenter

Pusat layanan TIK atau telecenter memiliki nama yang berbeda-beda di

setiap negara (Harris R. W., 1999). Banyaknya nama telecenter ini menyebabkan

tidak adanya definisi yang baku tentang telecenter. Beberapa definisi telecenter

adalah sebagai berikut:

1. Telecentres are being introduced as a development tool to bridge

knowledge, social and economic gaps, frequently characterized as a

widening chasm between the 'information rich' and 'information poor'

(Gomez, Hunt, & Lamoureux, 1999).

2. One definition of telecentres is a physical space that provides public

access to ICTs for educational, personal, social, and economic

development (Harris R. W., 1999).

3. A telecenter may be defined as a “shared site that provides public access

to information and communications technologies.” This report focuses on

those sites whose main purpose is to increase public access to the Internet

and to services available over the Internet (Proenza, Buch, & Montero,

2001).

4. A telecentre is an organisation offering telecommunication and other

information services to a disadvantaged community. (Benjamin, 2001).

5. A telecentre is a public place where people can access computers, the

Internet, and other digital technologies that enable people to gather

information, create, learn, and communicate with others. Most

importantly, it provides access to Information and Communication

Technologies (ICTs) for people who cannot afford to own their own (Yusof,

Osman, & Yusop, 2010).

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

9

6. Telecentres, known more popularly as community information centres,

are public-access information and communication initiatives that serve as

a community-gathering place where people can access communication

technology and applications, learn new skills, tackle local social issues,

face common challenges and empower their neighbours (Rao, 2008).

Meski demikian, setiap definisi memiliki kesepakatan yang sama

tentang telecenter yaitu tempat yang memberikan layanan serta akses terhadap

telekomunikasi dan informasi serta layanan terkait lainnya, ditujukan bagi

mereka yang memiliki keterbatasan dan kemampuan untuk memiliki, mengakses,

dan menggunakan layanan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan

informasi dan pengetahuan.

2.1.2. Tipe dan Klasifikasi Telecenter

Proenza et al., (2001) mengklasifikasikan telecenter menjadi dua yaitu:

(i) telecenter yang pengelolaannya telah memiliki organisasi yang terencana, dan

(ii) telecenter yang memiliki layanan tambahan selain layanan komputer yang

terkoneksi dengan internet. Berdasarkan klasifikasi tersebut, terdapat beberapa

tipe telecenter yaitu komersial, franchise, universitas, sekolah, NGO-sponsored,

municipal, dan multipurpose. Meski demikian Mtega & Malekani (2009)

mengungkapkan bahwa keputusan tentang tipe telecenter sangat bergantung

pada kebutuhan informasi, tingkat literasi, kemampuan finansial, dan

infrastruktur. Jika situasi finansial menguntungkan, dapat dibangun telecenter

serbaguna atau multipurpose telecenter. Akan tetapi jika tidak, asalkan dapat

memenuhi layanan dasar yaitu informasi dan komunikasi serta beberapa

layanan tambahan lainnya, telecenter sudah dapat dibangun.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

10

2.1.3. Layanan Telecenter

Untuk memenuhi kebutuhan informasi dan meningkatkan literasi,

telecenter memberikan layanan telepon dan fax, pencetakan dokumen dan foto,

perpustakaan, dan pelatihan selain layanan utama komputer dan akses internet

(Proenza, Buch, & Montero, 2001). Kecepatan akses internet telecenter yang

disarankan adalah minimal 64 Kbps dedicated (Proenza, Buch, & Montero, 2001).

Harris (1999) mengidentifikasi komponen yang seharusnya ada dalam sebuah

telecenter yaitu sumber daya atau fisik telecenter, akomodasi, perangkat,

manusia atau pengguna, dan layanan. Telecenter dapat mengakomodasi

kebutuhan komunitas atau masyarakat pengguna dengan berbagai perangkat

pendukung serta sumber daya manusia sebagai pengelolanya. Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut maka dibutuhkan layanan berupa komputer, akses internet,

telepon dan fax, pelatihan, dukungan informasi/teknis/kelembagaan, serta

asosiasi pengelola telecenter.

Rao (2008) menyebutkan bahwa perlengkapan telecenter meliputi

layanan telekomunikasi (telepon, fax, e-mail, internet, dan VoIP), perlengkapan

kerja (komputer, CDROM/DVDROM, printer, fotokopi), perangkat keras dan

lunak multimedia (radio, TV, dan video), dan ruang khusus untuk kegiatan bisnis,

komunitas, atau pelatihan.

Telecenter juga menyediakan informasi yang relevan sesuai dengan

kebutuhan pengguna (Soriano, 2007). Masyarakat membutuhkan konten

informasi yang terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti harga kebutuhan,

agrikultur, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, strategi pemasaran dan financial,

serta upaya menghadapi bencana alam (Soriano, 2007; Benjamin, 2001)

2.1.4. Telecenter Sebagai Pusat Layanan Informasi

Informasi merupakan kebutuhan kognitif individu dalam rangka

memperoleh pengetahuan dan pemahaman (Katz, Gurevitch, & Hass dalam

Tankard, 2007:235). Kebutuhan informasi bagi tiap orang tidaklah sama. Latar

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

11

belakang, pengalaman, dan pendidikan menentukan informasi apa yang

diperlukan dan menarik perhatian seseorang (Wright dalam Rahmat, 1986:54).

Sedangkan, Chen & Hemon (1982) dalam Ellen (2003) menyebutkan kondisi

sosial (societal), kemampuan lembaga menyediakan informasi (institutional),

usaha seseorang dalam melakukan kontak informasi dengan pihak lain (physical),

ketidakmampuan mendapatkan informasi yang dibutuhkan (psychological)¸dan

keahlian dalam memperoleh informasi (intellectual), sebagai hambatan

seseorang dalam mencari dan memperoleh informasi.

Masyarakat perdesaan sebagai bagian dari tatanan informasi

masyarakat global merupakan sisi yang kerap terabaikan. Masyarakat desa tidak

memiliki kemampuan untuk mengakses pengetahuan dan informasi yang cepat

serta relevan dalam peningkatan produktivitas hasil-hasil pertanian (Lwoga,

2010). Sehingga kehadiran telecenter diharapkan mampu membuka gerbang

informasi bagi masyarakat desa dalam pengembangan kapasitas dan

meningkatkan kualitas hidupnya. Penyediaan telecenter di daerah perdesaan

membuka peluang akses informasi dan layanan yang relevan bagi masyarakat

dalam mengintensifkan produksi pertanian, membantu diversifikasi mata

pencaharian, serta mengarahkan pada penciptaan kemampuan masyarakat

untuk mengurangi tingkat kemiskinan (Soriano, 2007). Mtega & Malekani (2009)

dalam penelitiannya menemukan bahwa penyediaan infrastruktur TIK di

perdesaan hendaknya memberikan layanan yang relevan dengan kebutuhan

informasi masyarakat desa.

2.2. POLA PENGGUNAAN TELECENTER

Telecenter telah banyak dikembangkan di banyak negara terutama di

negara berkembang seperti India, Tanzania, Nigeria, Iran, Kepulauan Karibia,

bahkan Amerika Latin. Meski penetrasi internet di Malaysia relatif tinggi (55,3%)

dengan HDI dan IDI yang juga tinggi, upaya pembangunan TIK juga gencar

dilaksanakan hingga di perdesaan dan daerah perbatasan di Malaysia. Malaysia

memiliki rencana strategis yang tertuang dalam National Strategic Framework-

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

12

Bridging Digital Divide atau NSF-BDD (Razak, 2009)6. Salah satu strategi NSF-BDD

adalah membangun telecenter oleh berbagai lead agency baik dari pemerintah

pusat melalui kementerian maupun dari pemerintah daerah dengan target

sasaran yang berbeda. Setidaknya, Malaysia telah memiliki 2.145 telecenter

dengan berbagai nama antaralain Pusat Informasi Desa (PID), Universal Service

Provides (USP), dan Pusat Maklumat Rakyat (PMR). Dengan banyaknya telecenter

yang berkembang di Malaysia, penelitian tentang pola penggunaan telecenter

pun telah cukup banyak dilakukan.

Pengguna telecenter di Malaysia sebagian besar berusia antara 13 - 39

tahun atau berkisar di usia produktif (Razak, 2009; Bashir et al, 2011; Nair et al,

2010). Usia serupa juga ditemui di beberapa negara berkembang seperti

Amerika Latin dan Karibia (Proenza, Buch, & Montero, 2001), India (Maitrayee,

2009), Tanzania (Mtega & Malekani, 2009), Nigeria (Abdulwahab & Zulkahiri,

2012), dan Brazil (Prado, Camara, & Figueiredo, 2011). Tidak terlalu ada

perbedaan siginifikan antara laki-laki dan perempuan dalam menggunakan

telecenter (Proenza et al, 2001; Prado et al, 2011; Bashir et al, 2011). Sebagian

besar pengguna telecenter adalah mereka yang bermukim di dekat telecenter

(Mtega et al, 2009; Prado et al, 2011). Informasi tentang keberadaan telecenter

ini sebagian diperoleh dari teman atau kerabat yang dekat dengan pengguna

(Proenza et al, 2001; Abdulwahab et al, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa, pola

komunikasi masyarakat desa yang lebih mempercayai orang terdekat dalam

mencari dan memperoleh informasi masih relevan dalam bidang TIK.

Faktor pendidikan dapat mempengaruhi penggunaan telecenter dimana

sebagian besar pengguna telecenter adalah pelajar/mahasiswa atau pernah

mengeyam pendidikan hingga tingkat atas (Proenze et al, 2001; Nair et al, 2010;

Prado et al, 2011; Bashir et al, 2011). Dari segi ekonomi, pengguna telecenter

adalah mereka yang berpenghasilan rendah hingga menengah (Proenza et al,

2001; Nair et al, 2010; Bashir et al, 2011). Meski demikan, terdapat pula 6 NSF-BDD memiliki memiliki strategi untuk meningkatkan akses dan adopsi TIK, mengimplementasikan

layanan elektronik, membangun dan meningkatkan konten lokal, serta meningkatkan partisipasi

masyarakat, komunitas, dan pemerintah. Target NSF-BDD adalah pemuda, disable, perdesaan, orang miskin,

UKM, wanita, dan anak-anak.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

13

telecenter yang didominasi mereka yang berpenghasilan tinggi (Maitrayee, 2009).

Hal ini terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan layanan

telecenter.

Tabel 2.1. Penelitian Tentang Pola Penggunaan Telecenter di Berbagai Negara

Peneliti Lokasi Penelitian

Sampel Metode Sampling

Variabel

Proenza et al (2001)

Amerika Latin dan Karibia

1906 responden 14 Telecenter

Purposive sampling

demographic, telecenter usage pattern

Lashgarara et al (2012)

Provinsi Hamadan, Iran

230 responden (190.686 populasi) 3 desa (Hamadan, Razan, Asad Abad)

Proportional stratified sampling

demographic, telecenter usage pattern(ability, accessibility, enthusiasm, reference, familiarity)

Maitrayee (2009)

India 4 telecenter (4 desa)

Explatory research

Infrastructure, economic, social, cultural, instutional, political

Mtega et al (2009)

Tanzania 4 telecenter (4 desa)

Random sampling

demographic, information resources, information seeking, telecenter usage (distance,

Razak (2009) Malaysia 557 responden 20 telecenter (9 negara bagian di Malaysia)

Purposive random sampling

Demographic, telecenter usage pattern, awareness and support (community, leader, organization, user)

Abdulwahab et al (2012)

Nigeria 313 responden 2 community telecenter

Pusposive sampling (190 respondent adopters, 123 respondent non adopters)

Demographic, telecenter usage pattern, awareness

Bashir et al (2011)

Malaysia 138 responden 11 telecenter (Pusat Internet Desa, PIDs)

Stratified random sampling

Demographic, computer skill, competency of leader, location, infrastructure, quality of service

Nair et al (2010) Malaysia 400 responden

Random sampling based on households list

demographic, computer usage pattern

Prado et al (2011)

Brazil 538 responden 2 desa

Purposive sampling

Structural factor, individual motivation, demographic

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

14

Tingkat literasi komputer dan internet sangat mempengaruhi

penggunaan telecenter. Mayoritas pengguna telecenter memiliki keahlian dalam

menggunakan komputer dan internet (Razak, 2009; Bashir et al, 2011). Tingkat

literasi inilah yang acapkali menjadi kendala bagi masyarakat desa dalam

menggunakan telecenter (Abdulwahab et al, 2012; Maitrayee, 2009; Mtega et al,

2009; Prado et al, 2011).

Tujuan menggunakan telecenter umumnya untuk mengerjakan tugas-

tugas sekolah dan sekedar kesenangan atau hiburan (Proenza et al, 2001; Prado

et al, 2011). Meski demikian, telecenter digunakan untuk mencari informasi.

Razak (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengguna banyak mencari

informasi tentang pendidikan, berita, informasi umum, dan lowongan pekerjaan.

Sedangkan Prado et al., (2011) menyebutkan informasi tentang

kesehatan/sanitasi dan pekerjaan lebih sering dicari selain tentang hiburan.

2.3. TELECENTER DI INDONESIA

Pembangunan telecenter di Indonesia setidaknya telah dilaksanakan

sejak 2004 oleh pemerintah maupun organisasi non-pemerintah. Telecenter

tersebut diselenggarakan untuk berbagai tujuan dan target yang pada umumnya

ditujukan bagi dunia pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah

Kejuruan (Dikmenjur) pernah membangun 44 ICT Center untuk memfasilitasi,

memberdayakan, dan memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa

SMK/sekolah vokasi. Hal serupa dilakukan pula oleh Ristek melalui Warintek Plus

untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sedangkan telecenter bagi

masyarakat umum dan desa tertinggal baru disediakan oleh organisasi

internasional yang bekerja sama dengan institusi nasional maupun LSM seperti

Community Training and Learning Center (CTLC) oleh Microsoft dan Partnership

for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP) oleh UNDP berkolaborasi dengan BAPPENAS.

Telecenter bagi masyarakat umum khususnya perdesaan baru diselanggarakan

oleh Kemkominfo melalui dana USO pada pertengahan 2010. Oleh karena itu

penelitian tentang telecenter di Indonesia masih sedikit dan belum banyak

ditemukan dalam publikasi nasional dan internasional.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

15

Tabel 2.2. Program Telecenter di Indonesia (World Bank, 2005)

Penyedia Nama Program Target Jumlah

Dikmenjur ICT Center SMK/sekolah vokasi 44 (akhir 2004)

Ristek WARINTEK PLUS - Sekolah/universitas - Asosiasi professional - Pemerintah daerah - Institusi publik/khusus

84

Microsoft Indonesia & NGO nasional

CTLC (Community Training and Learning Center)

- Pemuda dan anak-anak - Petani - UKM - Wanita

24

UNDP & BAPPENAS Pe-PP (Partnership for e-Prosperity the Poor)

Desa tertinggal 1

Hasil observasi yang dilaksanakan oleh World Bank (2005) tentang

evaluasi telecenter di Indonesia menemukan bahwa, pengguna telecenter

didominasi oleh mereka yang berusia antara 10 – 30 tahun dengan jenjang

pendidikan SMA hingga sarjana. Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar

telecenter ditujukan bagi kepentingan pendidikan yang berada di

sekolah/universitas atau dekat dengan pusat-pusat pendidikan. Sehingga tingkat

literasi pengguna terhadap komputer dan internet pun sangat baik. Meski

demikian, terdapat pula pengguna yang berusia 41- 50 tahun. Informasi yang

dicari pengguna saat menggunakan internet adalah informasi pekerjaan,

bisnis/peluang usaha, dan pendidikan.

Hambatan yang ditemui oleh telecenter diantaranya kualitas layanan

telecenter yang dinilai pengguna berbiaya tinggi dan kecepatan akses yang

lambat. Tingginya biaya akses menyebabkan pengguna tidak memperoleh

informasi yang mencukupi dan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk mengatasi

hal tersebut, World Bank merekomendasikan dibangunnya konten informasi

yang dibutuhkan oleh pengguna serta tersedia secara offline untuk meringankan

biaya dan beban akses.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

17

KERANGKA KONSEPTUAL

Salah satu pendekatan yang dapat menjelaskan suatu fenomena dalam

mencermati penggunaan media untuk mendapatkan pemenuhan atas kebutuhan

seseorang adalah pendekatan Penggunaan dan Kepuasan (Uses and

Gratification). Dalam pendekatan uses and gratification, anggota khalayak

dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut

Bungin (Bungin, 2007: 286) pendekatan uses and gratification merupakan

penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas

kebutuhan seseorang. Dalam pendekatan ini perilaku khalayak dijelaskan melalui

berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) sebagai suatu fenomena

mengenai proses penerimaan (pesan media). Pendekatan uses and gratifications

ditujukan untuk menggambarkan proses penggunaan media oleh individu.

Menurut Baran dan Davis (2000:247) pendekatan uses and gratification antara

lain dipergunakan untuk mengeksplorasi apa yang dimaksud dengan khalayak

aktif.

Biocca (dalam Wright 1986:339) menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima)

karakteristik dari khalayak aktif, yaitu:

a) Kemampuan menyaring (selectivity).

Khalayak yang aktif akan mempertimbangkan untuk dipilih dalam media

yang mereka pilih untuk digunakan.

b) Bermanfaat (utilitarianism).

Khalayak yang aktif akan mengaitkan penggunaan media guna

mempertemukan fakta-fakta atau keterangan terhadap kebutuhan dan

tujuan mereka.

c) Faktor yang disengaja (intentionality).

Khalayak yang aktif dapat memberikan implikasi dengan maksud tertentu

dari penggunaan isi media.

d) Keterlibatan (involvement) atau usaha.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

18

Khalayak aktif mempunyai karakteristik menghadirkan, memikirkan

tentang sesuatu, dan menggunakan media.

e) Khalayak aktif percaya untuk dapat bertahan dari pengaruh yang ada atau

tidak terpengaruh dari ketersediaan media (impervious to influence).

Adapun mengenai kebutuhan, pada dasarnya dalam kehidupan sehari-

hari manusia berusaha memenuhi kebutuhannya yang menurut Maslow (dalam

Goldhaber, 1993:75-78) merupakan kegiatan suatu hirarki. Menurut Maslow

motivasi atau kebutuhan tersebutlah yang membuat atau mendorong manusia

melakukan sesuatu aktivitas. Maslow percaya bahwa kebutuhan dasar manusia

diatur dalam suatu hirarki kebutuhan mulai dari tingkat yang paling rendah

(kebutuhan fisik) atau hanya mempertahankan hidup (survive) hingga tingkat

yang paling tinggi (self-actualization). Jika level pertama telah terpenuhi maka

manusia pada dasarnya akan terus berusaha memenuhi atau mencapai hirarki

yang lebih tinggi lagi. Tingkat kebutuhan yang ada menurut Maslow, adalah

sesuatu yang menjadi motivasi pendorong bagi manusia dalam melakukan suatu

tindakan, yaitu:

a) Kebutuhan fisik - physiological needs, yang merupakan tingkat kebutuhan

manusia yang paling bawah.

b) Kebutuhan akan rasa aman (keamanan) - security needs.

c) Kebutuhan akan penerimaan dari pihak lain - affiliation or acceptance

needs.

d) Kebutuhan akan rasa penghargaan dan pengenalan - self-esteem or

recognition needs.

e) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya - self-actualication needs

(merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi).

Berlakunya tingkat kebutuhan manusia ini mulai dari tingkat yang paling

rendah yaitu kebutuhan fisik seperti makan, minum dan lainnya yang merupakan

usaha bertahan hidup yang dilakukan manusia. Kemudian jika kebutuhan tadi

sudah terpenuhi maka ada kecenderungan manusia untuk memenuhi tingkat

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

19

kebutuhan lainnya yang berada di atas tingkatannya. Kebutuhan untuk

mengaktualisasikan diri merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia.

Sementara itu Katz, Gurevitch & Hass (dalam Tankard, 2007: 357)

memandang media sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu

untuk berhubungan (atau memutuskan hubungan) dengan yang lain. Terkait

dengan kebutuhan individu, fungsi sosial dan psikologis media menurut Katz,

Gurevitch & Hass digolongkan ke dalam lima kategori:

a) Kebutuhan kognitif - memperoleh informasi, pengetahuan dan

pemahaman.

b) Kebutuhan afektif - emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetik.

c) Kebutuhan integratif personal - memperkuat kredibilitas, kepercayaan

diri, stabilitas dan status.

d) Kebutuhan integratif sosial - mempererat hubungan dengan keluarga,

teman dan sebagainya.

e) Kebutuhan pelepas ketegangan - pelarian dan pengalihan.

Dengan lima kebutuhan inilah biasanya manusia menggunakan media

untuk mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Kebutuhan kognitif adalah

kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan

pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk

memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran dan

dorongan untuk penyelidikan. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang

berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman estetis, menyenangkan

dan emosional. Kebutuhan pribadi secara integratif adalah kebutuhan yang

berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas dan status

individual. Kebutuhan sosial secara integratif adalah kebutuhan yang berkaitan

dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan lainnya. Hal tersebut

didasarkan pada hasrat berafiliasi. Sedangkan kebutuhan pelepasan adalah

kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan

dan hasrat akan keanekaragaman.

Sementara itu Schramm dan Robert (dalam Moss-Tubbs, 2000:209)

menyatakan bahwa suatu khalayak yang aktif mencari apa yang mereka inginkan,

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

20

menolak lebih banyak isi media daripada menerimanya, berinteraksi dengan

anggota-anggota kelompok yang mereka masuki dan dengan isi media yang

mereka terima, serta sering menguji pesan media massa dengan

membicarakannya dengan orang-orang lain atau membanding-bandingkan

dengan isi media lainnya.

Kebutuhan bagi masing-masing individu tidaklah sama, Wright dalam

Rahmat (1986:54) mengatakan, latar belakang, pengalaman dan pendidikan

menentukan informasi apa yang diperlukan dan menarik perhatian seseorang.

Hal-hal tersebut akan mempengaruhi motif mendapatkan informasi. Berdasarkan

pernyataan tersebut, jelaslah bahwa setiap individu mencari informasi melalui

media sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Dalam tindakan atau

perbuatan individu terdapat tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak

dicapai ini merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Sehingga ketika

individu mengetahui adanya kekurangan informasi atau pengetahuan mengenai

sesuatu hal, maka perilakunya dimotivasi menggunakan media untuk

mendapatkan pemenuhan kebutuhannya.

Rosengren (dalam Bungin,2007:286) menjelaskan pendekatan dan uses

and gratification membagi sebelas elemen yang dihubungkan satu dengan yang

lain sebagai berikut: (1) kebutuhan mendasar tertentu, dalam interaksinya

dengan (2) berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan

(3) struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai

percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan

tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau

penyelesaian persoalan, yang menghasilkan (7) perbedaan pola konsumsi media

dan (8) perbedaan pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola

konsumsi, yang dapat mempengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan

ekstra individu, sekaligus akan mempengaruhi pula (11) struktur media dan

berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.

Logika yang mendasari pendekatan uses and gratification menurut Katz

(Tankard, 2005:355) adalah: (1) asal usul sosial dan psikologis; (2) kebutuhan,

yang melahirkan; (3) harapan-harapan akan; (4) media massa atau sumber lain,

yang mengarah pada; (5) berbagai pola paparan media yang berbeda, yang

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

21

menghasilkan; (6) gratifikasi kebutuhan maupun; (7) konsekuensi-konsekuensi

lain, mungkin konsekuensi-konsekuensi yang paling tidak diniatkan.

Gambar 2. 1. Model Penggunaan dan Kepuasan (Katz et al., 1974)

Ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan timbulnya kebutuhan

seseorang yang berhubungan dengan media. Pertama, situasi sosial

menimbulkan ketegangan dan pertentangan. Hal ini berarti suatu individu akan

berusaha melepaskan dirinya dari suatu hal tersebut dengan mengonsumsi

media. Kedua, situasi sosial menciptakan kesadaran akan adanya masasalah-

masalah yang membutuhkan perhatian dan informasi. Artinya suatu individu

akan mencari tahu informasi tersebut melalui media. Ketiga, situasi sosial

menawarkan suatu kesempatan peningkatan taraf hidup dalam memuaskan

kebutuhan-kebutuhan tertentu yang semuanya bisa dipenuhi oleh media.

Keempat, situasi sosial memberikan dukungan dan penguatan pada nilai-nilai

tertentu melalui konsumsi media yang selaras. Kelima, situasi sosial menyajikan

sebuah harapan yang telah diketahui melalui materi-materi media tertentu.

Enam, keseluruhan faktor harus dipantau untuk mendukung kelompok-kelompok

sosial yang penting. Tujuh, dengan adanya faktor-faktor sosial dan media massa,

khalayak secara aktif berhadapan dengan pengalaman-pengalaman dalam

menggunakan medianya, dengan kepuasan yang diharapkan dan yang diperoleh

dari berbagai sumber media guna memuasakan kebutuhannya (Katz et al, 1974).

Faktor sosial

psikologi

menimbulkan

(1)

Kebutuhan

yang

melahirkan

(2)

Harapan-harapan

terhadap media massa

atau sumber lain yang

mengarah pada (3-4)

Berbagai pola

penghadapan

media

(5)

Menghasilkan

gratifikasi

kebutuhan

(6)

Konsekuensi lain

yang tidak

diinginkan

(7)

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

22

Khalayak aktif juga merupakan khalayak yang cerdas dalam menilai

informasi, mereka belajar dari banyaknya jumlah informasi yang mereka terima.

Baran dan Davis (2000:246) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 1970-1980,

para peneliti media budaya secara empirik meningkatkan fokus perhatian pada

khalayak media. Tujuannya untuk memperoleh pemahaman yang lebih

bermanfaat mengenai apa yang dilakukan orang-orang dengan media dalam

kehidupan sehari-hari. Sementara West dan Turner (2007:428) menjelaskan teori

uses and gratification dengan memberikan kerangka untuk memahami kapan

dan bagaimana konsumen media secara individual menjadi lebih atau kurang

aktif dan membawa konsekuensi apakah keterlibatan khalayak meningkat atau

menurun.

Katz, Blumer, dan Gurevitch, sebagaimana dikutip Tankard (2007:354)

menjelaskan bahwa pendekatan uses and gratification berfokus pada konsumen

- anggota khalayak, bukan pada pesannya. Berbeda dengan tradisi efek yang

powerful, maka pendekatan ini membayangkan anggota khalayak menjadi

pengguna media yang berbeda-beda. Menurut Littlejohn (2009:426) dalam

pendekatan uses and gratification khalayak dianggap sebagai khalayak yang aktif

dan diarahkan oleh tujuan. Khalayak sangat bertanggungjawab dalam memilih

media untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam pandangan ini media

dianggap sebagai satu-satunya faktor yang mendukung bagaimana kebutuhan

terpenuhi, dan khalayak dianggap sebagai perantara yang besar: mereka tahu

kebutuhan merekan, dan bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa khalayak aktif mempunyai

tujuan dalam mengkonsumsi media. Anggota khalayak bertanggung jawab dalam

memilih media untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhannya dan

mengetahui kebutuhannya serta mencari cara bagaimana agar kebutuhannya

dapat terpenuhi. Media dipertimbangkan sebagai jalan mempertemukan

kebutuhan-kebutuhan pribadi, dan suatu individu memungkinkan dapat

mempertemukan kebutuhan mereka lewat media atau dengan jalan yang lain.

Dalam pengertian ini, di luar dari pilihan yang disuguhkan media, seseorang akan

memilih jalan untuk memenuhi pemuasan kebutuhannya.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

23

Berdasarkan paparan para ilmuwan dapat diketahui adanya lima asumsi

dasar dari pendekatan uses and gratification, yang meliputi:

a) Khalayak adalah aktif dan penggunaan media terarah pada suatu tujuan.

b) Inisiatif berkaitan dengan pemuasan kebutuhan untuk memilih media

tertentu disandarkan pada anggota khalayak.

c) Media bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan

kebutuhan.

d) Khalayak telah cukup punya kesadaran sendiri tentang penggunaan

media, interest, motif, sehingga memiliki gambaran yang akurat tentang

penggunaan media.

e) Penentuan nilai isi media hanya dapat ditaksir oleh khalayak sendiri.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

25

METODE PENELITIAN

4.1. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survey untuk mengetahui

karakteristik sosioekonomi masyarakat, karakteristik sosioekonomi pengguna

PLIK, dan pola penggunaaan PLIK.

4.2. LOKASI PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang penelitian dan tujuan yang hendak dicapai,

penelitian ini mengambil lokasi di 3 (tiga) PLIK di Kab. Kulonprogo, DI.

Yogyakarta. Pemilihan ketiga PLIK ini berdasarkan pertimbangan pada perbedaan

karakteristik desa dari segi pendapatan per kapita serta perbedaan pada kategori

pengelolaan. PLIK yang dimaksud adalah :

1. PLIK Nanggulan 2 di Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan. Dikelola

secara mandiri/perorangan.

2. PLIK Girikencana di Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo. Dikelola oleh

Koperasi Unit Desa (KUD).

3. PLIK Banjarharjo di Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang. Dikelola

oleh pemerintah desa.

4.3. TEKNIK SAMPLING

Untuk memperoleh hasil yang representatif berdasarkan tujuan

penelitian, maka kerangka sampel dilaksanakan melaui dua metode penarikan

sampel:

1. Pertama, untuk mengetahui karakteristik masyarakat perdesaan maka

penarikan sampel dilakukan dengan teknik random sampling tingkat desa.

Oleh karena populasi di tiap kecamatan dan desa berbeda, maka penarikan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

26

sampel dilakukan dengan proportional random sampling. Masyarakat

perdesaan memiliki peluang yang sama untuk disampling secara acak.

2. Kedua, untuk mengetahui karakteristik sosioekonomi pengguna dan pola

penggunaan PLIK maka penarikan sampel dilakukan dengan sengaja yaitu

pengguna PLIK.

4.4. UNIT ANALISIS

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu bahwa telecenter lebih banyak

digunakan oleh mereka yang berusia antara 13 tahun hingga 50 tahun maka unit

analisis dalam penelitian adalah:

1. Penduduk perdesaan yang berusia antara 10 – 59 tahun, untuk mengetahui

karakteristik masyarakat

2. Pengguna PLIK, untuk mengetahui karakteristik pengguna dan pola

penggunaan PLIK

4.5. SAMPEL PENELITIAN

Berdasarkan data kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kab. Kulonprogo, diperoleh data penduduk per kecamatan lokasi PLIK

seperti pada tabel 4.1. Dengan unit analisis adalah penduduk berusia 10 – 59

tahun maka diketahui populasi desa Banyuroto adalah 2.970 jiwa, populasi desa

Giripurwo adalah 5.692 jiwa, dan populasi desa Banjarharjo adalah 6.178 jiwa.

Tabel 4.1. Populasi Kecamatan dan Desa Lokasi PLIK

Kecamatan ∑ penduduk total

Desa ∑ dusun ∑ penduduk total ∑ penduduk usia 10 – 59 th

Nanggulan 32.086 Banyuroto 8 4.206 2.970

Girimulyo 27.167 Giripurwo 15 7.964 5.692

Kalibawang 35.073 Banjarharjo 22 8.765 6.178

Agar besaran sampel memadai untuk penelitian ini, maka pengambilan

sampel untuk unsur masyarakat perdesaan menggunakan proportional random

sampling. Yaitu pengambilan sampel secara acak dengan mempertimbangkan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

27

populasi di tiap lokasi. Berdasarkan perhitungan ukuran sampel untuk tingkat

kepercayaan 95%, probabilitas P=0.5, dan tingkat presisi ± 10% (Israel, 2003)

maka diperoleh ukuran sampel minimal seperti pada tabel 4.2

Tabel 4.2. Ukuran Sampel Untuk Tingkat Kepercayaan 95% dan P=0.5

Size of Population Sample Size (n) for Precision (e) of.

± 3% ± 5% ± 7% ± 10%

2.000 714 333 185 95

3.000 811 353 191 97

4.000 870 364 194 98

5.000 909 370 196 98

6.000 938 375 197 98

7.000 959 378 198 99

Hasil pengukuran sampel ini menunjukkan hasil yang sama dengan menggunakan

rumus Yamane untuk tingkat presisi (d) 10%, yaitu

, dimana n=jumlah

sampel dan N=jumlah populasi. Dengan demikian diperoleh jumlah sampel untuk

Desa Banyuroto adalah 95 responden, Desa Giripurwo adalah 98 responden, dan

desa Banjarharjo adalah 99 responden.

Sedangkan untuk sampel pengguna PLIK, dilakukan dengan secara

sengaja dengan jumlah sampel proporsional berdasarkan masa operasional PLIK.

Jumlah sampel per lokasi PLIK yaitu; 50 sampel di PLIK Nanggulan 2 Banyuroto,

30 sampel di PLIK Girikencana Giripurwo; dan 20 sampel di PLIK Banjarharjo.

4.6. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data dikumpulkan melalui pertanyaan terstruktur dan tertutup yang

disampaikan melalui wawancara langsung dengan responden. Responden adalah

penduduk desa yang telah terpilih secara acak. Pewawancara terdiri dari tenaga

peneliti, Teknit Litkayasa, dan masyarakat desa yang telah diberi pelatihan dan

panduan untuk memperoleh kesamaan persepsi sehingga diperoleh data yang

valid dan reliable.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

28

Instrument penelitian disusun dalam bentuk kuesioner tertutup.

Penyusunan instrument penelitian melalui penelusuran penelitian terdahulu dan

mereplikasi kuesioner penelitian dari ”Telecenter for Socioeconomic and Rural

Development in Latin America and The Carrebean” oleh Proenza, Buch, dan

Montero (2001). Meski merupakan replikasi, kuesioner disesuaikan dengan

penerimaan masyarakat Indonesia secara umum.

4.7. VARIABEL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian Proenza et al (2001), maka variable penelitian

ini seperti terlihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel Dimensi variable Indikator Skala

Sosioekonomi Demografi Jenis kelamin Nominal

Usia Scale

Status pernikahan Nominal

Posisi dalam keluarga Nominal

Pekerjaan Nominal

Pendidikan Ordinal

Penguasaan bahasa Nominal

Pendapatan keluarga per bulan Scale

Pola penggunaan PLIK Pengetahuan tentang PLIK Sumber informasi Nominal

Jarak Scale

Frekuensi penggunaan Scale

Durasi penggunaan Scale

Tujuan penggunaan Nominal

Frekuensi penggunaan perangkat dan layanan

Perangkat Scale

Komputer dan internet Scale

Kursus/pelatihan Scale

Jasa layanan Scale

Prioritas penggunaan Perangkat Nominal

Jasa layanan Nominal

Motivasi dan tujuan Motivasi Nominal

Capaian kemajuan Scale

Kualitas layanan PLIK Tata ruang, pencahayaan, kebersihan, suhu, jumlah perangkat, spesifikasi perangkat, kecepatan dan kestabilan akses, harga jasa layanan, waktu pelayanan, sikap pengelola, ketersediaan perangkat lunak/aplikasi/software

Scale

Ketertarikan terhadap konten informasi

Informasi pendidikan, kesehatan, lowongan kerja, kesenian, hiburan, tanggap darurat/kebencanaan, pariwisata, pemerintah, bisnis

Scale

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

29

4.8. LANGKAH KEGIATAN PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka langkah-langkah kegiatan

penelitian sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan adalah kegiatan awal yang dilaksanakan meliputi

penyusunan proposal penelitian, rencana penelitian (research design), dan

instrument penelitian. Pada tahap ini, dilakukan diskusi secara intensif

dengan konsultan agar diperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian

serta pelaksanaan penelitian yang sesuai dengan metode dan kaidah-

kaidah ilmiah.

2. Tahap perancangan kerangka sampling

Tahap perancangan kerangka sampling bertujuan untuk menentukan unit

analisis dan populasi sampling sehingga diperoleh ukuran sampel yang

sesuai. Kegiatan pada tahap ini meliputi:

a. Pengumpulan data populasi penduduk meliputi nama, jenis kelamin,

usia, dan alamat (kecamatan, desa, dusun, RT, dan RW)

b. Penyaringan data populasi penduduk berdasarkan unit analisis

c. Penarikan sampel dengan random sampling tingkat desa

3. Tahap pengumpulan data

Sebelum mengumpulkan data, diawali dengan kegiatan coaching atau

pelatihan dan panduan pelaksanaan pengumpulan data untuk tenaga

Teknit Litkayasa dan masyarakat lokal. Coaching bertujuan untuk

menyamakan persepsi tentang kegiatan penelitian sehingga dalam

pengumpulan data nantinya sesuai dengan metode yang telah ditentukan.

Kegiatan pada tahap ini meliputi:

a. Penyampaian maksud dan tujuan kegiatan penelitian ke tokoh

masyarakat desa meliputi Kepala Desa dan Kepala Dusun serta

pengelola PLIK

b. Identifikasi calon responden berdasarkan hasil random sampling. Jika

calon responden tidak ada, baik karena meninggal, pindah, atau

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

30

berdomisili di luar desa dalam jangka waktu yang cukup lama (misal

bekerja dan sekolah), maka dilakukan penarikan ulang.

c. Calon responden yang ada diwawancari langsung dengan pertanyaan

terstruktur yang tercetak dalam kuesioner

d. Petugas pengumpul data memastikan pertanyaan dalam kuesioner

terjawab dengan baik

e. Peneliti mengecek kembali kuesioner yang telah terisi dan

mengembalikan kepada petugas jika terjadi kesalahan pengisian untuk

diambil data ulang

4. Tahap analisis data

Tahap analisis bertujuan untuk mengolah dan menganalisis data sesuai

dengan kerangka konseptual dan tinjauan literature untuk menjawab

pertanyaan penelitian. Tahapan analisis data meliputi:

a. Entry data ke tabel SPSS

b. Mengecek hasil entry jika terjadi kesalahan peng-entry-an

c. Mentabulasikan data sesuai dengan variable dan indikator variable

d. Menganalisis data untuk menjawab pertanyaan

5. Tahap akhir

Tahap akhir adalah tahapan pendokumentasian hasil penelitian sehingga

diperoleh laporan akhir penelitian.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

32

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK) DI

KAB. KULONPROGO

PLIK merupakan bagian dari Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) atau Universal

Service Obligation (USO) yang dituangkan dalam PerMen Kominfo No.

32/PER/M.KOMINFO/10/2008 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan

Universal yaitu penyediaan akses jaringan end-to-end yang memungkinkan

terselenggaranya telekomunikasi berupa teleponi, short message service (SMS),

dan internet7. Program USO sebelumnya didahului dengan pelaksanaan Desa

Berdering dengan target realisasi pembangunan mencapai 26.753 titik dan Desa

Pinter (Desa Punya Internet) dengan target realisasi 101 desa8. Latar belakang

penyediaan PLIK yaitu:

1. Indonesia turut menyepakati Deklarasi Jenewa 2003 dan Deklarasi Tunis

2005 yang menegaskan bahwa telah terjadi kesenjangan digital atas

ketidaksetaraan akses TIK.

2. Dalam pengumuman pers tanggal 2 Maret 2009, ITU menempatkan

Indonesia di peringkat 108 dari 154 negara dalam hal indeks pertumbuhan

TIK. Indeks pertumbuhan TIK Indonesia berada dalam kategori menengah

yang berarti masih terdapat kesenjangan digital.

3. Permen Kominfo No. 32/PER/M.KOMINFO/10/2008 tentang Penyediaan

Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi

4. Permen Kominfo No. 48/PER/M.KOMINFO/11/2009 tentang Penyediaan

Jasa Akses Internet pada Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi 7 PerMen Kominfo No 32/PER/M.KOMINFO/10/2008, pasal 4 (2) penyediaan akses sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berupa penyediaan jaringan end-to-end yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi, dan (3) penyediaan layananan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyediaan layanan teleponi (memanggil dan dipanggil), short message service (SMS), dan jasa akses internet. 8 Beriantho Herlamban. 2001. Implementation of USO Program in Indonesia: From Regulatory Conformance

Toward Development performance. Conference with Asia Development Bank. Jakarta, 23-24 Maret 2011.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

33

Internet Kecamatan yang selanjutnya diperbaharui dengan Permen

Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010.

5. Inspres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas

Pembangunan Nasional Tahun 20120, bagian Prioritas 10: Daerah

Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik, serta kebijakan: 003-

Pelaksanaan Pemberdayaan dan Pemerataan Pembangunan Sarana dan

Prasarana Informatika.

Berdasarkan latar belakang diatas, definisi PLIK menurut Permen

Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010 adalah pusat sarana dan prasarana

penyediaan layanan jasa akses internet di ibu kota kecamatan yang dibiayai

melalui dana Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi. Dalam

implementasinya, PLIK dibedakan atas 2, yaitu:

i. PLIK yang bersifat tetap, yaitu PLIK yang ditempatkan secara tetap di WPUT

Internet Kecamatan

ii. PLIK yang bersifat bergerak atau mobile ata M-PLIK, PLIK yaitu PLIK yang

memiliki kemampuan berpindah tempat untuk menjangkau masyarakat

yang belum terjangkau oleh layanan PLIK yang bersifat tetap di WPUT

Internet Kecamatan.

Seperti program USO lainnya, PLIK memilki prinsip (i) the lowest

subsidy, mengutamakan efisiensi biayan dengan memberikan subsidi seminimal

mungkin, (ii) affordability, dengan memperhatikan kemampuan daya beli

masyarakat terhadap layanan USO (willingness to pay) dan kemauan masyarakat

untuk mengeluarkan sejumlah biaya dalam menggunakan layanan USO (ability to

pay), dan (iii) sustainability, layanan USO diharapkan tidak berhenti pada

periode tertentu namun harus dapat berlanjut sehingga dapat mendorong

adanya multiplier effect terhadap ekonomi wilayah dan perkembangan

telekomunikasi. Seperti yang diungkapkan Proenza et al (2001), penggunaan

telecenter haruslah dalam jangka waktu yang lama sehingga benar-benar

mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

34

BP3TI selaku pemegang wewenang penyediaan PLIK, menargetkan

pembangunan PLIK di 5.748 titik di 32 provinsi (DKI Jakarta tidak termasuk) yang

dilaksanakan oleh penyelenggara jaringan/jasa telekomunikasi. Penyediaan PLIK

dibagi dalam 11 paket yang disediakan oleh PT. Aplikasi Lintasarta, PT.

Telekomunikasi Indonesia, PT. Sarana Insan Muda Selaras (SIMS), dan PT.

Jastrindo Dinamika.

Tabel 5.1. Paket Penyediaan PLIK dan Penyelenggara Jaringan/Jasa

Telekomunikasi

PAKET WPUT JUMLAH PLIK PENYELENGGARA

1 NAD 260

PT. Telkom SUMUT 337

2

SUMBAR 176

PT. Jastrindo Dinamika (Kemitraan)

JAMBI 125

BENGKULU 118

RIAU 145

3

SUMSEL 182

PT. Jastrindo Dinamika (Kemitraan)

LAMPUNG 149

BABEL 81

KEPRI 78

4 JABAR 448

PT. SIMS BANTEN 206

5 JATENG 478

PT. SIMS DI. YOGYAKARTA 113

6 JATIM 538 PT. Aplikanusa Lintasarta

7

BALI 90

PT. Aplikanusa Lintasarta NTB 125

NTT 213

8

KALBAR 173

PT. Aplikanusa Lintasarta KALSEL 156

KALTENG 132

KALTIM 158

9

MALUKU 84

PT. Aplikanusa Lintasarta MALUT 74

PAPUABARAT/IRJABAR 103

PAPUA 207

10

SULUT 128

PT. Telkom GORONTALO 72

SULTENG 135

11

SULBAR 88

PT. Telkom SULSEL 224

SULTRA 152

JUMLAH 5748

5.1.1. Spesifikasi Teknis dan Perangkat PLIK

Secara umum, spesifikasi teknis dan perangkat PLIK sebagai berikut:

a. Infrastruktur. Akses internet end-to-end dengan spesifikasi uplink

128 Kbps dan downlink 256 Kbps

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

35

b. Perangkat dan sarana pendukung:

1. 1 (satu) buah komputer server

2. 5 (lima) buah komputer client

3. Printer dan scanner

4. Peripheral jaringan

5. Meubeler

6. Rambu penunjuk lokasi dan rambu papan nama

7. Catu daya

8. Backup catu daya

9. Operating System (OS) untuk server dan client

10. Keamanan jaringan

11. Daftar tarif

5.1.2. Implementasi PLIK Wilayah DI. Yogyakarta

PLIK di DI. Yogyakarta diselenggarakan oleh PT. SIMS dengan pelaksana

adalah Jogja Media Net (JMN) yaitu anak perusahaan PT. SIMS. Jumlah

PLIK yang disediakan adalah 113 PLIK yang tersebar di 4 (empat)

kabupaten. Berdasarkan data JMN per April 2012, tersisa 4 PLIK yang

sedang dalam proses.

Tabel 5.2. Sebaran PLIK di DI. Yogyakarta

Kabupaten Jumlah PLIK

Sub Total Kab. Bantul 26

Sub Total Kab. Gunung Kidul 32

Sub Total Kab. Kulonprogo 23

Sub Total Kab. Sleman 32

Total PLIK Wilayah DIY 113

Dalam penyediaan PLIK, JMN melakukan kerjasama kemitraan dengan

daerah sasaran yang terbagi dalam 5 (lima) golongan kemitraan yaitu

sekolah, pemerintah (desa/kecamatan), Koperasi Unit Desa, keagamaan

(pesantren), organisasi masyarakat (berdasarkan permintaan khusus),

dan mandiri atau perorangan. Khusus DI. Yogyakarta, jenis kemitraan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

36

yang berlangsung berupa pemerintah desa, KUD, dan

mandiri/perorangan.

Proses penyediaan PLIK dilalui dengan tahapan berikut:

1. Tahap SITAC, yaitu mencari lokasi dan mitra pengelola PLIK.

Di awali dengan menentukan desa pelaksana dengan kriteria dasar

merupakan desa ibu kota kecamatan dan dekat dengan pusat-

pusat pendidikan. Tahapan SITAC ini bertujuan untuk

mendapatkan titik-titik pelanggan. Kemudian dilanjutkan dengan

mencari mitra pengelola PLIK dengan kategori pemerintah desa,

KUD, sekolah, pondok pesantren, lembaga kemasyarakatan, dan

mandiri/perorangan. Proses pencarian mitra berlangsung secara

tentative sesuai dengan karakteristik desa. Akan tetapi ada proses

khusus jika mitra tersebut adalah lembaga kemasyarakatan dan

KUD. Untuk mitra KUD, didahului dengan koordinasi bersama

Induk KUD (INKUD) untuk menentukan titik penempatan PLIK.

2. Tahap survey lokasi, meliputi:

a. Survey lokasi tempat penempatan perangkat PLIK dan

transmisi untuk posisi indoor dan outdoor

b. Survey ketersediaan fasilitas infrastruktr pendukung, akses

jalan, kebutuhan kamar mandi/toilet, penempatan

pole/tower, kapasitas catuan listrik, dan penempatan material

mekanikal elektrikal lainnya

3. Hasil kegiatan survey dituangkan dalam laporan site survey

4. Tahap deployment atau instalasi dan commissioning, meliputi:

a. Pengadaan perangkat

b. Pengantaran perangkat

c. Instalasi fasilitas infrastruktur indoor dan outdoor

d. Instalasi perangkat last mile connection link baik akses maupun

backhaul

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

37

e. Instalasi perangkat hardware dan software aplikasi pada

server pusat (Network Operating Control, NOC), server PLIK,

dan terminal PLIK

f. Pre-commissioning dan pemeriksaan instalasi sesuai dengan

standar persyarata teknis

g. Menjalankan supervise, uji terima, dan commissioning system

secara keseluruhan, testing link, remote control, dan

optimalisasi

5. Tahap uji kelayakan atau testing commissioning. Uji sistem secara

keseluruhan sesuai dengan parameter detail uji terima meliputi:

sistem operasi layanan, aplikasi perkantoran, aplikasi perhitungan

biaya pemakaian, aplikasi layanan push content, system directory

service dan repository

6. Tahap handover atau serah terima dokumen,meliputi:

a. Penandatanganan Berita Acara Serah Terima

b. Penyerahan dokumen manual operation & maintenance,

manual technical installation, system test log, standard

operation procedure.

Gambar 5.1. Tahapan penyediaan PLIK yang dilakukan PT. SIMS

Selain kewajiban penyediaan infrastruktur, perangkat, dan sarana

pendukung, PT. SIMS memberikan layanan dukungan operasional yang

meliputi:

SITAC

(mencari lokasi dan

mitra)

Survey Lokasi Laporan site

survey Deployment Testing Handover Operating

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

38

1. Kegiatan pelatihan dan pembinaan bagi pengelola PLIK yang

meliputi pelatihan teknis hardware, software, jaringan, dan

pengembangan bisnis.

2. 24/7 Online Monitoring. Kegiatan pengawasan secara online

selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan aplikasi

monitoring yang dimiliki PT.SIMS. Berdasarkan roadmap USO,

pelaksanaan penyediaan PLIK/M-PLI ini diiringi dengan

pembangunan SIMMLIK (Sistem Informasi Manajemen dan

Monitoring Layanan Internet Kecamatan). Oleh karena SIMMPLIK

belum beroperasi maka PT. SIMS mengembangkan aplikasi

monitoring sendiri.

3. Asistensi lewat telepon untuk mengatasi gangguan perangkat

keras ataupun gangguan pada sistem lainnya.

4. Dukungan engineer ke lokasi. Untuk gangguan yang tidak dapat

diatasi dengan asistensi melalui telepon. PT. SIMS juga bekerja

sama dengan pengelola PLIK yang dinilai memiliki kompetensi

untuk mendampingi PLIK lainnya.

5. Unit cadangan untuk server jika terjadi gangguan pada server yang

tidak dapat teratasi dalam waktu 24 jam atau 1(satu) hari.

6. Kunjungan teknis yang dijadwalkan.

Infrastruktur, perangkat, dan sarana pendukung yang disediakan

disesuaikan dengan spesifikasi perangkat teknis yang diatur oleh BP3TI.

Meski demikian, penggelaran jaringan disesuaikan dengan jaringan JMN

yang telah eksis dan kondisi geografis PLIK. Beberapa PLIK

menggunakan jaringan backbone broadband kabel (HFC, DSL) dan

broadband wireless access milik JMN. Akan tetapi untuk PLIK dengan

kontur geografis terisolasi menggunakan jaringan VSAT. Kecepatan

akses yang diberikan sebesar 256 Kbps. Sedangkan jam layanan selama

minimal 8 jam/hari.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

39

5.2. KECAMATAN NANGGULAN, KAB. KULONPROGO

5.2.1. Profil Desa Banyuroto

5.2.1.1. Kondisi Geografis

Secara geografis, Desa Banyuroto merupakan salah satu desa yang

terletak di wilayah Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tinggi tempat dari permukaan air

laut 794 mdpl, dengan suhu rata-rata 230C..Desa ini merupakan salah

satu daerah yang secara rutin mengalami kekeringan saat musim

kemarau, curah hujan 2000 mm dengan jumlah bulan hujan 5 bulan

setiap tahun. Desa Banyuroto mempunyai luas wilayah 793,849 hektar.

Berdasarkan Perdes Nomor: 09 Tahun 2003, batas-batas wilayah Desa

Banyuroto meliputi:

Sebelah Utara : Desa/kelurahan Giri Purwo, Kecamatan Giri Mulyo

Sebelah Selatan : Desa/kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pengasih

Sebelah Timur :Desa/kelurahan Donomulyo,Kecamatan Nanggulan

Sebelah Barat : Desa/kelurahan Sido Mulyo, Kecamatan Pengasih.

Jarak dari Desa Banyuroto ke ibukota Kecamatan Nanggulan tercatat 7

Km, lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan dengan berjalan kaki atau

kendaraan non bermotor sekitar 1,5 jam, dengan menggunakan

kendaraan bermotor sekitar 25 menit. Sementara jarak dari Desa

Banyuroto ke ibukota Kabupaten Kulonprogo 9 Km, lama jarak tempuh

dengan berjalan kaki sekitar 2 jam, dengan menggunakan sepeda motor

sekitar 30 menit. Sedangkan jarak dari Desa Banyuroto ke ibukota

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 35 Km, jarak tempuh dengan

berjalan kaki sekitar 3 jam, dengan sepeda motor sekitar 1,5 jam.

Keadaan daerah atau wilayah Desa Banyuroto merupakan kawasan

perdesaan dengan struktur tanah berbukit. Sebagian besar wilayah

Desa Banyuroto merupakan dataran tinggi/ pegunungan, berbukit-bukit

dengan tekstur tanah berupa lempungan berwarna ke abu-abuan.

Tingkat erosi tanah di Desa Banyuroto tercatat meliputi: luas tanah

erosi ringan 3,750 Ha/m2, luas tanah erosi sedang 4,0 Ha/m2, luas tanah

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

40

erosi berat 1 Ha/m2, sedangkan luas tanah yang tidak tererosi 105

Ha/m2. Sementara lahan kritis tercatat seluas 30 Ha.

5.2.1.2. Pemerintahan Desa

Secara administratif Desa Banyuroto dibagi dalam 8 (delapan) dusun

yakni: Dusun Tawang, Dusun Gendol, Dusun Angin-Angin, Dusun Keso,

Dusun Gayam, Dusun Sambiroto, Dusun Brangkal, dan Dusun Dlingo.

Secara keseluruhan terbagi lagi dalam satuan wilayah yang lebih kecil,

yang terdiri dari 18 Rukun Warga (RW) serta 56 Rukun Tetangga (RT).

Saat ini Kepala Desa Banyuroto dijabat oleh Suroso berusia 50 tahun.

Dalam menjalankan Pemerintahan Desa dibantu oleh seorang

Sekretaris Desa/ Carik serta 5 orang Kepala Bagian yang terdiri atas:

Kepala Bagian Pemerintahan; Kepala Bagian Pembangunan; Kepala

Bagian Kesejahteraan Rakyat; Kepala Bagian Keuangan; serta Kepala

Bagian Pelayanan Umum. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari,

dilengkapi dengan staf pelaksana teknis dan staf bagian.

5.2.1.3. Demografi

Secara demografis jumlah penduduk Desa Banyuroto tahun 2011 secara

keseluruhan tercatat berjumlah 4359 jiwa. Dari jumlah total penduduk

tersebut dilihat dari jenis kelaminnya terdiri atas jenis kelamin laki-laki

sebanyak 2142 jiwa dan jenis kelamin sebanyak perempuan 2217 jiwa.

Adapun jumlah kepala keluarga tercatat sebanyak 1172 kk. Sementara

komposisi penduduk menurut usia dapat dilihat pada grafik 5.1.

Ditinjau dari komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

formal di Desa Banyuroto pada tahun 2011 tercatat sebagai berikut:

tidak tamat SD = 97 jiwa, tamat SD = 598 jiwa, SLTP = 458 jiwa, SLTA

Umum = 356 jiwa, SLTA Kejuruan = 433 jiwa, Pondok Pesantren = 35

jiwa, Sarjana Muda = 41 jiwa dan Sarjana = 40 jiwa. Sedangkan

penduduk yang buta huruf tercatat sebanyak 21 jiwa. Berdasarkan data

tersebut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tingkat pendidikan

penduduk Desa Banyuroto sebagian besar menamatkan pendidikan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

41

pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, baik SLTA umum maupun

kejuruan.

Grafik 5.1. Komposisi Penduduk Desa Banyuroto Menurut Usia

Adapun komposisi penduduk Desa Banyuroto berdasarkan kelompok

agama dan kepercayaan berdasarkan monografi desa tercatat sebagai

berikut: penduduk yang memeluk agama Islam sebanyak 4317 jiwa,

yang memeluk agama Katolik sebanyak 33 jiwa, agama Kristen sebanyak

9 orang. Di Desa Banyuroto tidak tercatat penduduk yang memeluk

agama Buddha maupun Hindu. Adapun sarana peribadatan di Desa

Banyuroto tercatat ada 11 Masjid dan 4 Mushola. Kehidupan umat

beragama di Desa Banyuroto berjalan secara harmonis dan penuh

kerukunan. Kerukunan umat beragama dimaksud meliputi kerukunan

internal umat beragama maupun kerukunan antar umat beragama.

Keharmonisan umat beragama terwujud merupakan upaya dari

berbagai pihak, baik pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh agama,

utamanya adalah kesadaran dari umat beragama itu sendiri.

5.2.1.4. Potensi Sosial Ekonomi

Penduduk Desa Banyuroto pada umumnya memiliki sumber mata

pencaharian dari sektor pertanian dan peternakan, dalam hal ini

sebagai petani dan peternak. Kepemilikan tanah pertanian tercatat

sebagai berikut: kurang dari 0,5 Ha = 331 petani, 0,5 - 0,7 Ha = 267

481

490

213

394

1850

860

71

0 500 1000 1500 2000

0 - 6 th

7 - 15 th

17 - 18 th

19 - 24 th

25 - 55 th

56 - 79 th

di atas 80 th

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

42

petani, 0,8 – 1,0 = 198 petani, 1,0 – 1,5 Ha = 77 petani dan kepemilikan

tanah pertanian lebih dari 1,5 Ha = 7 petani. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa sebagian besar petani setempat memiliki tanah

pertanian seluas kurang dari 0,5 Ha. Adapun luas sawah yang ditanami

padi di Desa Banyuroto tercatat 180 Ha dengan jenis pengairan sebagai

berikut: tadah hujan 61 Ha, irigasi ½ teknis 39,34 Ha, Irigasi teknis 80

Ha.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani di Desa Banyuroto,

Dinas Pertanian Propinsi DIY mengadakan kegiatan Sekolah Lapang

Iklim (climate field study) untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan petani dalam hal budidaya tanaman pangan dan

hortikultura kaitannya dengan keadaan iklim setempat. Salah satu lokasi

yang dijadikan percontohan kegiatan berada di Pedukuhan Keso.

Dengan Sekolah Lapang Iklim ini diharapkan petani mampu mengelola

budidaya tanaman sesuai dengan situasi dan lokasi iklim masing-masing

sehingga dapat meningkatkan hasil pertaniannya. Adapun jenis

komoditas tanaman pangan yang dibudidayakan antara lain: jagung,

kedelai, kacang tanah, kacang panjang, ubi kayu, dan cabe. Sedangkan

komoditas buah-buahan yang dibudidayakan meliputi: mangga, salak,

sawo, pisang, nangka dan melinjo. Sementara untuk memenuhi

kebutuhan rempah sehari-hari, masyarakat Desa Banyuroto juga

membudidayakan tanaman Apotik Hidup seperti: jahe, kunyit, lengkuas,

sambiloto, temulawak, daun sirih, kayu manis, daun sereh dan kencur.

Di Desa Banyuroto juga terdapat perkebunan kelapa dan tebu. Terdapat

juga hasil hutan seperti: kayu jati, mahoni dan bambu.

Untuk menambah penghasilan keluarga, pada umumnya penduduk

Desa Banyuroto memelihara sapi, kambing/ domba, ayam dan itik.

Populasi sapi di desa tersebut tercatat: sapi 690 ekor, kambing 257

ekor, domba 490 ekor. Sementara ayam kampung tercatat 4.800 ekor,

ayam ras 36.000 dan itik 270 ekor. Adapun hasil produksi peternakan

pada tahun 2011 tercatat: daging 103 ton dan telur 47 ton. Saat ini

sudah banyak bermunculan peternak ayam di Desa Banyuroto, baik

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

43

ayam pedaging maupun ayam petelur. Adapun usaha peternakan di

Desa Banyuroto tercatat sebagai berikut: Ternak besar = 2 usaha,

Ternak kecil = 1 usaha dan Ternak Unggas= 12 usaha. Di Desa Banyuroto

juga terdapat budidaya ikan air tawar seperti lele, nila dan gurame.

Salah satu hal yang menarik terkait dengan pengolahan limbah ternak di

Desa Banyuroto adalah terdapat 3 (tiga) peternak yang memiliki usaha

Biogas.

5.2.1.5. Potensi TIK

Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari saat

ini tidak terlepas dari komunikasi dan informasi. Dapat dikatakan bahwa

Komunikasi dan Informasi menjadi hal yang begitu berarti. Informasi

menjadi kebutuhan sehari-hari bagi semua kalangan baik itu pribadi,

komunitas, masyarakat, swasta maupun pemerintah. Adapun prasarana

komunikasi dan informasi di Desa Banyuroto tercatat sebagai berikut:

Warnet = 2 unit, Radio = 353 buah, TV = 547 buah. Sementara koran

atau suratkabar yang beredar di Desa Banyuroto antara lain Kedaulatan

Rakyat, Tribun Yogya dan Jawa Pos

5.2.2. Profil PLIK Banyuroto

“PLIK Nanggulan 2” merupakan salah satu Pusat Layanan Internet

Kecamatan beralamat di

Jalan Wates-Sribit, KM 7 Desa

Banyuroto, Kecamatan

Nanggulan Kabupaten

Kulonprogo, Provinsi Derah

Istimewa Yogyakarta. PLIK

tersebut mempunyai website

yang beralamat di

“pliknanggulan2.blogspot.co

m. PLIK ini termasuk kategori Gambar 5.1. PLIK Nanggulan 2, Desa Banyuroto,

Kec. Nanggulan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

44

mandiri atau perorangan, karena terbentuk atas inisiatif pribadi yang

dikelola oleh salah seorang warga Desa Banyuroto bernama Sutrisno

Hadi. “PLIK Nanggulan 2” diresmikan secara maya oleh Menteri Kominfo

Tifatul Sembiring dari Prambanan melalui teleconference pada 26 Maret

2011. Sedangkan peresmian dan edukasi publik PLIK di “PLIK Nanggulan

2” dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2011 oleh Roy Suryo. Jumlah staf

pengelola “PLIK Nanggulan 2” sebanyak 3 (tiga) orang yang meliputi:

staf penuh waktu 1 orang, staf paruh waktu 2 orang. Dengan kualifikasi

keahlian bidang ICT 1 (satu) orang yakni pemilik PLIK tersebut. “PLIK

Nanggulan 2” pada tanggal 5 Desember 2011 memperoleh penghargaan

berupa penganugerahan USO Award 2011, sebagai salah satu pengelola

PLIK terbaik di Indonesia.

Pada umumnya PLIK memberi pelayanan kepada pengguna 8 jam

perhari, namun demikian berhubung banyaknya animo masyarakat

Desa Banyuroto untuk mengakses internet, “PLIK Nanggulan 2”

membuka layanan untuk umum rata-rata 14 jam, bahkan hingga

sampai 16 jam perhari. Pengelola cenderung menyesuaikan dengan

melihat situasi dan kondisi animo pengunjung PLIK tersebut. Setiap hari

Gambar 5.2. Peresmian PLIK Nanggulan

secara live conference oleh

Menkominfo, Tifatul Sembiring, dan

secara live oleh Roy Suryo

(sumber:dokumen PLIK Nanggulan 2)

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

45

pelayanan dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB

tengah malam. Karena letaknya yang strategis, yakni bersama dengan

rumah tinggal, “PLIK Nanggulan 2” membuka pelayanan kepada

masyarakat setiap hari (tujuh hari dalam satu minggu) yakni dari Senin

sampai Minggu. Meskipun pada hari libur, PLIK tersebut tetap buka,

karena justru pada hari libur banyak anak-anak sekolah yang mengisi

waktu liburnya untuk mengakses internet. Rata-rata jumlah pengunjung

di PLIK ini perhari mencapai 10 sampai dengan 15 orang, perminggu

rata-rata sebanyak 105 pengguna. Klasifikasi pengguna berjenis kelamin

pria rata-rata sebanyak 80 orang serta pengunjung wanita perminggu

rata-rata 25 orang.

“PLIK Nanggulan 2” mendapatkan bantuan peralatan standard yang

meliputi: 1 (satu) server, 5 (lima) komputer beserta internet

connections, 1 (satu) kamera digital, 1 (satu) printer, 1 (satu) scanner, 2

(dua) papan pengumuman, 1(satu) tower dan radio link, 1 (satu) UPS,

dan 1 (satu) kipas angin. Peralatan tadi masih dilengkapi dengan

software pendukung, box terminal hubungan & instalasi serta box panel

listrik. Sebagaimana PLIK lainnya, di “PLIK Nanggulan 2” memiliki

kecepatan akses yang sampai saat ini berkisar antara 512 Kbps hingga

256 Kbps untuk download dan 128 Kbps untuk upload. Sebagaimana

ketentuan yang ada bahwa masyarakat yang ingin menggunakan

fasilitas internet di PLIK ini dikenai biaya Rp 2.000 per jam. Atas

Gambar 5.3. Aktivitas pengguna PLIK Nanggulan 2

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

46

permintaan pengguna agar tidak lama menunggu antrian, pihak

pengelola menambah 2 (dua) unit perangkat komputer. Dengan

demikian keseluruhan jumlah perangkat komputer dengan sambungan

internet saat ini sebanyak 7 (tujuh) unit.

Di samping layanan akses internet, “PLIK Nanggulan 2” juga

menyediakan layanan lain berupa: word processing, jasa pengetikan,

cetak, penjualan pulsa, serta pembayaran listrik. “PLIK Nanggulan 2”

juga menyediakan layanan hotspot, bagi masyarakat yang ingin

menggunakan layanan ini disediakan voucher dengan harga mulai Rp

10.000. Bila masyarakat yang ingin berlangganan hotspot bulanan

dikenai biaya Rp 100.000. Daya pancar hotspot “PLIK Nanggulan 2”

mencapai radius kurang lebih 5 Km. Adapun layanan yang sering

dipergunakan oleh pengunjung adalah akses internet serta cetak

(printout). Layanan kedua yang sering dipergunakan adalah pulsa isi

ulang. Sementara permintaan dari pengguna yang belum tersedia di

PLIK Nanggulan 2 adalah layanan multi-media dan proyektor LCD.

Selain itu “PLIK Nanggulan 2” juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang

lainnya yang meliputi:

1) Fasilitas Ruang Edukasi dan Pertemuan Gubug Pintar, ruang ini

dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan pembelajaran,

pelatihan maupun pertemuan-pertemuan forum diskusi.

2) Fasilitas Perpustakaan Gubuk Pintar, di mana tersedia buku-buku

bacaan meskipun jumlahnya tidak begitu banyak, namun bisa

dikatakan cukup memadai. Buku-buku yang tersedia sebagian

besar tentang internet dan pertanian. Di samping sebagai ruang

baca, ruangan ini juga dipergunakan untuk pelatihan.

3) Fasilitas Olah Raga Tenis Meja, fasilitas ini disediakan untuk

pengguna yang sedang menunggu antrian. Agar tidak bosan,

waktu menunggu giliran bisa dipergunakan untuk bermain tenis

meja.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

47

4) Fasilitas Cyber-Café, fasilitas ini menyediakan berbagai macam

makanan dan minuman, bagi pengguna yang memerlukan bisa

nongkrong dan bercengkerama di tempat ini.

Literasi masyarakat terhadap Teknologi Informasi Komunikasi (TIK)

merupakan sebuah proses pembelajaran jangka panjang. Menyadari hal

tersebut, pengelola “PLIK Nanggulan 2” di samping memberikan

layanan kepada pengguna yang sudah familiar terhadap internet, juga

melakukan kerjasama dengan beberapa pihak seperti Pemerintah Desa

Banyuroto dan Dinas Pertanian Kabupaten Kulonprogo mengadakan

pelatihan terhadap beberapa komunitas masyarakat Desa Banyuroto

yang belum familiar terhadap akses internet. Pelatihan yang pernah

dilaksanakan meliputi kegiatan edukasi yang berkaitan dengan

pengenalan komputer beserta akses internet untuk pelajar dan petani

serta ibu-ibu PKK.

Gambar 5.4. Jasa layanan PLIK Nanggulan 2. Searah jarum jam: kegiatan akademik,

pelatihan pertanian, cyber café, sarana olahraga

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

48

5.3. KECAMATAN KALIBAWANG, KAB. KULONOPROGO

5.3.1. Profil Desa Banjarharjo

5.2.1.1. Kondisi Geografis

Desa Banjarharjo berada di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten

Kulonprogo, DI. Yogyakarta9. Desa dengan luas 1234,56 Ha ini berjarak

35 Km dari ibukota provinsi dan 2 Km dari pusat pemerintahan

kecamatan. Secara geografis, Desa Banjarharjo terletak di ketinggian

400 m dari permukaan laut dengan topografi dataran tinggi dan rendah.

Sebelah utara berbatasan dengan Desa Banjaroya sedangkan sebelah

selatan berbatasan dengan Kab. Magelang. Sebelah selatan berbatasan

dengan Kab. Sleman dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Banjar

Asri.

5.2.1.2. Pemerintahan Desa

Desa Banjarharjo dipimpin oleh seorang kepala desa yang dipilih secara

langsung oleh masyarakat. Pada bulan Juli 2012, Desa Banjarharjo baru

saja melaksanakan pemilihan kepala desa untuk periode 2012-2017.

Sebelumnya, kepala desa dijabat oleh Suwarto untuk kepemimpinan

selama 2 periode berturut-turut. Pelaksana administrasi desa terdiri

dari 37 perangkat desa yang terbagi dalam beberapa bagian.

Secara administratif, Desa Banjarharjo meliputi 22 dusun yang terdiri

dari 45 RW dan 99 RT. Dusun-dusun tersebut yaitu:

1) Bogo

2) Gerpule

3) Duwet I

4) Duwet II

5) Duwet III

6) Jurang

7) Cikalan

8) Demangan

9) Kalisentul

10) Kenaran

11) Kliwonan

12) Ngemplak

13) Ngrajun

14) Padaan Kulon

15) Padaan Wetan

16) Padaan Ngasem

17) Salam

18) Sanggrahan

19) Semawung

20) Srandu

21) Salak Malang

9 Kecamatan Kalibawang terdiri dari 4 (empat) desa yaitu (1) Desa Banjararum, (2) Desa

Banjarsari, (3) Desa Banjarharjo, (4) Desa Banjarroyo

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

49

5.2.1.3. Demografi

Jumlah penduduk Desa Banjarharjo per semester II tahun 2012 adalah

8.012 orang yang terdiri dari 3.884 laki-laki dan 4.128 perempuan. Ada

pun jumlah kepala keluarga sebesar 2.307 KK yang terdiri dari 2.034

kepala keluarga laki-laki dan 273 kepala keluarga perempuan. Mayoritas

penduduk Desa Banjarharjo beragama Islam yaitu sejumlah 6.884 orang

atau 85,49 %. Sedangkan sisanya beragama Katholik (1.162 orang,

14,43%) dan Kristen (6 orang, 0,07%).

Grafik 5.2. Jumlah Penduduk Desa Banjarharjo Menurut Pendidikan

Jumlah penduduk lulusan pendidikan mencapai 4.100 orang, terdiri atas

lulusan pendidikan umum (3.950 orang) dan lulusan pendidikan khusus

(150 orang). Menurut kewajiban pendidikan dasar, sebagian besar

penduduk desa adalah lulusan SD/sederajat yaitu sebesar 22,63%.

Hanya sebagian kecil penduduk desa yang melanjutkan pendidikan ke

jenjang Diploma (2,99%) atau Sarjana (4,25%). Sebagian besar

menghentikan pendidikan hingga SMA/sederajat (19,44%) dan beralih

bekerja, berumah tangga, atau mencari pekerjaan. Meski demikian,

cukup banyak penduduk yang menempuh pendidikan non-formal

dengan mengikuti kursus/keterampilan khusus untuk bekal mencari

1188

894

814

768

118

168

7

57

15

25

46

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Taman Kanak Kanak

SD

SMP

SMA

Diploma I/II

Sarjana Muda/Diploma III

Ponpes

madrasah

pddk keagamaan

SLB

keterampilan/kursus

Lulu

san

pen

did

ikan

fo

rmal

Lu

lusa

n p

end

idik

an

no

n-f

orm

al

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

50

pekerjaan atau berwirausaha. Jumlahnya mencapai 46 orang atau 38%.

Karakteristik penduduk desa berdasarkan lulusan pendidikan dapat

dilihat pada grafik 5.2.

5.2.1.4. Potensi Sosial Ekonomi

Selanjutnya, jumlah penduduk bermata pencaharian mencapai 6. 283

yang tersebar dalam berbagai bidang seperti yang digambarkan dalam

tabel 1. Sebagian besar penduduk desa bermata pencaharian sebagai

petani/pekebun yaitu 1.563 orang atau sebesar 24,88%. Disusul dengan

bermata pencaharian sebagai peternak sejumlah 832 orang (13,24%).

Akan tetapi, tidak sedikit juga penduduk yang belum bekerja/tidak

bekerja, mencapai 780 orang (12,41%).

Tabel 5.3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah No Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 belum/tdk bekerja 780 18 tukang jahit 3

2 mengurus rumah tangga 1670 19 penata rias 2

3 pelajar/mahasiswa 117 20 seniman 15

4 pensiun 68 21 paraji 5

5 PNS 148 22 agamawan 35

6 TNI 7 23 juru masak 5

7 Polisi 8 24 anggota DPRD kabupaten 1

8 perdagangan 78 25 dosen 5

9 petani/pekebun 1563 26 guru 111

10 peternak 832 27 dokter 2

11 industri 167 28 bidan 3

12 kary. Swasta 157 29 perawat 1

13 buruh tani/kebun 35 30 sopir 20

14 tukang cukur 1 31 paranormal 9

15 tukang listrik 2 32 pedagang 51

16 tukang batu 93 33 perangkat desa 38

17 tukang kayu 115 34 wiraswasta 136

Desa Banjarharjo merupakan desa agraris terlihat dari sebagian besar

penduduk bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, dan peternak.

Serta terlihat dari peruntukan lahan sawah dan ladang mencapai 499,14

Ha. Dimana luas tanah sawah 179,275 Ha dan tegalan atau kebun

213,822 Ha. Jumlah produksi padi sawah di tahun 2008, mencapai

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

51

1.445,44 ton dengan rata-rata produksi 52.05 kwintal/Ha. Jumlah ini

tergolong tinggi dibandingkan desa lain di kecamatan Kalibawang.

Hasil produksi tertinggi Desa Banjarharjo diperoleh dari hasil kebun

berupa kakao, cengkeh, kelapa, dan kopi. Desa Banjarharjo adalah

penghasil kakao dan cengkeh nomor 2 terbesar setelah desa Banjaroyo.

Luas panen kakao mencapai 137,67 ha dengan jumlah batang 5.784

buah dan produksi mencapai 4,5 ton. Luas panen cengkeh pun cukup

luas mencapai 33,83 ha dengan produksi 5,76 ton. Sedangkan dari buah

dan sayur, Desa Banjarharjo adalah penghasil pisang, durian, rambutan,

mangga, buah naga, dan cabe. Desa Banjarharjo memiliki 277 industri

kecil yang bergerak dalam berbagai bidang usaha terutama makanan

hasil perkebunan seperti slondok.

5.2.1.5. Potensi TIK

Infrastruktur TIK sudah dapat dinikmati masyarakat Desa Banjarharjo

meski dalam kapasitas terbatas. Contohnya, tidak semua dusun

dijangkau oleh sinyal telekomunikasi terutama dusun dengan tipografi

perbukitan atau berada di dataran tinggi dan lembah. Perangkat

telepon seluler dimiliki sebagian besar penduduk.

Tabel 5.4. Potensi Bidang TIK Desa Banjarharjo

Jenis layanan TIK Jumlah

Kantor Pos 1

Wartel -

Tower seluler 2

Kepemilikan pesawat radio 580

Kepemilikan televise 2.021

Kepemilikan telepon seluler 5.588

Warnet 2

Namun hanya 3 (tiga) sinyal operator seluler yang dapat ditangkap

dengan cukup baik yaitu Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo.

Sedangkan jaringan akses internet masih terbatas dan sangat lemah.

Untuk memenuhi kebutuhan internet penduduk telah tersedia 2 (dua)

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

52

buah warnet komersial. Berikut adalah potensi bidang TIK Desa

Banjarharjo.

5.3.2. Profil PLIK Banjarharjo

PLIK Banjarharjo merupakan salah satu PLIK yang dikelola oleh

pemerintah desa. Pada awal perencanaan, PLIK diletakkan di Balai Desa

Banjarharjo. Namun dengan pertimbangan tidak akan optimalnya PLIK

jika ditempatkan di balai desa karena ketiadaan sumber daya manusia

yang mampu mengelola serta kekhawatiran akan keenggan masyarakat

berkunjung maka lokasi PLIK dipindah. Selanjutnya PLIK ditempatkan di

salah satu rumah warga yang dinilai mampu mengelola serta cukup aktif

dalam organisasi kemasyarakatan. Saat ini PLIK terletak di rumah Johan,

Desa Duwet I. Selain track record Johan yang dinilai baik, PLIK ini berada

di jalan lintas Magelang-Kulonprogo yang cukup ramai.

Proses instalasi PLIK

dilaksanakan sejak Januari

2012 tetapi mulai beroperasi

April 2012. Tidak ada proses

peresmian baik yang

dilakukan oleh Kemkominfo

maupun pemerintah daerah

atau pemerintah desa.

Keberadaan PLIK hanya

disampaikan ke kepala dusun

melalui pertemuan rutin

desa serta penyampaian dari mulut ke mulut. Johan selaku pengelola,

terbilang aktif dalam mensosialisasikan keberadaan PLIK dibantu

dengan 2 (dua) orang tenaga lain. Terbukti dengan jumlah pengunjung

per Juli 2012 mencapai 750 visiting dengan rata-rata 15

pengunjung/hari. Sebagian besar pengunjung PLIK adalah anak sekolah

dan berjenis kelamin laki-laki.

Gambar 5.5. PLIK Banjarharjo, Kec. Kalibawang

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

53

Tabel 5.5. Jumlah pengunjung PLIK Banjarharjo

Bulan Jumlah pengunjung Keterangan

April 177

Mei 145

Juni 340

Juli 88 Data bulan Juli minggu I

Jumlah 750

Jam pelayanan PLIK dimulai dari jam 09.00 hingga jam 17.00.

Penghentian jam layanan di jam 17.00 semata untuk menghormati

kegiatan keagamaan yang berlangsung di masjid di depan PLIK. Pihak

pengelola tidak menginginkan kegiatan keagamaan terganggu dengan

kehadiran PLIK. Sedangkan malam hari, PLIK belum dapat beroperasi

karena beberapa pertimbangan seperti ketersediaan SDM dan

kebijakan desa. Tarif layanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan

dari PT.SIMS dan Kemkominfo yaitu sebesar Rp. 2000/jam. Meski di

awal operasi, pihak pengelola memberikan potongan harga untuk

menjaring minat masyarakat menggunakan PLIK. Hingga saat Juni 2012,

pemasukan PLIK mencapai Rp. 2.425.500. Pemasukan ini belum

dikurangi biaya operasional yang meliputi honor, listrik, dan pembelian

perangkat tambahan. Untuk honor pengelola diperhitungkan secara

matematis yaitu Rp. 2000 x 5 jam X jumlah hari.

Perangkat yang tersedia di PLIK merupakan pengadaan generasi ketiga

sehingga cenderung lebih baik spesifikasinya. Terdiri dari 1 server dan 5

client disertai perangkat pendukung seperti printer multifungsi, catu

daya, back up catu daya, dan meubeler. Operating system yang

ditanamkan adalah Linux. Sedangkan aplikasi yang tersedia tidak cukup

banyak. Untuk saat ini, pihak pengelola hanya memberikan layanan

internet akses dan pencetakan dokumen. Meski ada rencana

pengembangan layanan kea rah kompetensi penguasaan penggunaan

komputer dan internet, pihak pengelola belum berani mengambil

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

54

langkah. Hal ini dikarenakan pengelolaan PLIK masih berada di

pemerintah desa, sehingga perlu perencanaan bersama pihak desa.

Terutama terkait bagi hasil penerimaan dan pengeluaran PLIK. Kepala

desa sebelum Pilkades, Suwarto, sempat mengatakan akan

melaksanakan evaluasi triwulan dan perumusan kebijakan yang akan

dimasukan dalam Peraturan Desa.

5.4. KECAMATAN GIRIMULYO, KAB. KULONPROGO 5.4.1. Profil Desa Giripurwo

5.4.1.1. Kondisi Geografis

Desa Giripurwo adalah penggabungan dari tiga Kelurahan yaitu :

Kelurahan Niten dengan Lurah R.Honggo Pangrekso, Kelurahan Wadas

dengan Lurah R.Dipo Kawoco, dan Kelurahan Kepundung dengan Lurah

Noto Pawiro. Ketiga nama keluraan tersebut sampai sekarang

diabadikan menjadi nama Desa Giripurwo yang masing masing terdiri

dari pedukuhan-pedukuhan yang dahulunya merupakan wilayah dari

ketiga kelurahan tersebut,penggabungan ketiga kelurahan tersebut

terjadi pada tahun 1949. Setelah penggabungan muncullah nama Desa

Giripurwo yang terdiri dari lima belas pedukuhan.

Desa Giripurwo memiliki perbatasan wilayah sebagai berikut :

Utara : Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo

Barat : Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo

Selatan : Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan

Timur : Desa Tanjung Harjo, Kecamatan Naggulan

Desa Giripurwo secara geografis terletak di ketinggian 400-500 dpl,

Curah hujan rata-rata per tahun 2000 mm, Keadaan suhu rata-rata 23 -

33ºC, yang berbatasan dengan Desa Jatimulyo, yang memiliki potensi

yang cukup strategis baik dibidang agro wisata , peternakan kambing

peranakan ettawa, dan potensi lainnya.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

55

5.4.1.2. Pemerintahan

Desa Giripurwo merupakan ibu kota kecamatan Girimulyo yangmemiliki

luas 1467,4305 Ha yang terbagi menjadi 15 Pedukuhan, yakni:

Pedukuhan Karang Anyar, Pedukuhan Nglengkong, Pedukuhan Grigak,

Pedukuhan Sabrang, Pedukuhan Kebonromo, Pedukuhan Wadas,

Pedukuhan Banjaran, Pedukuhan Ngesong, Pedukuhan Penggung,

Pedukuhan Pringapus, Pedukuhan Sidi, Pedukuhan Kepundung,

Pedukuhan Tompak, Pedukuhan Bulu dan Pedukuhan Sekaro, serta

terdiri dari 44 Rukun Warga ( RW ) dan 115 Rukun Tetangga ( RT ). Desa

Giripurwo secara umum menyelenggarakan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan dikelola oleh 2 elemen utama, yakni elemen

Pemerintah Desa yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa beserta

jajaran perangkat desa

Selain komponen perangkat desa, elemen terpenting sebagai mitra

penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa

Giripurwo adalah keberadaan Badan Perwakilan Desa (BPD), namun

keberadaan BPD ini sendiri saat mengalami perubahan fungsi dan peran

yang semula sebagai badan perwakilan berubah menjadi badan

permusyawaratan (menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah). Namun apapun nama dan fungsi

keberadaan lembaga ini tetap dibutuhkan sebagai mitra dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan 5 (

lima ) tahun kedepan.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa ( LPMD ) dan Pemberdayaan

Kesejahteraan Keluarga ( PKK ) adalah komponen / elemen masyarakat

yang secara langsung maupun tidak langsung sangat dibutuhkan peran

serta aktifnya dalam pelaksanaan pembangunan di desa. Keberadaan

LPMD dan PKK yang juga merupakan representasi warga masyarakat

secara umum dapat memfungsikan dirinya sebagai agen dan fasilitator

pembangunan di tingkat desa.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

56

5.4.1.3. Demografis

Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo merupakan daerah otonomi desa

dengan jumlah penduduk 6765 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki 3316

dan penduduk perempuan 3449 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga

yaitu 1946 KK.

Tabel 5.6. Mata Pencaharian Penduduk

MATA PENCAHARIAN JML/ Org

Petani 2525

Industri 201

Bangunan dan Konstruksi 673

Perdagangan 190

Angkutan 16

Lembaga Keuangan 518

Jasa lainnya 198

5.4.1.4. Potensi Sosial Ekonomi

Perekonomian Desa Giripurwo secara umum didominasi pada sektor

pertanian yang sistem pengelolaannya masih sangat tradisional

(pengolahan lahan, pola tanam maupun pemilihan komoditas produk

pertaniannya). Produk pertanian di desa Giripurwo dapat dibedakan

menjadi 4 kategori yaitu : a) Kehutanan dan Perkebunan meliputi Kebun

Kakao, Cengkih, Panili, Empon-empon, dll; b) Peternakan, penduduk

desa Giripurwo rata-rata beternak kambing dan beternak sapi dengan

kepemilikan rata-rata 3 ekor / KK; c) Tanaman Pangan meliputi padi dan

komoditi buah-buahan lainnya; d) Perikanan di wilayah yang mencukupi

airnya rata-rata masyarakat membudidayakan ikan antara lain lele, nila,

gurami, bawal, dan sebagainya. Sedangkan hasil industri dan kerajinan

meliputi padi, gula aren, penyulingan minyak atsiri/cengkeh/nilam,

meubeler/ukir, tempe, emping, dan susu skim/caramel/kambing PE.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

57

Tabel 5.7. Peternakan Desa Giripurwo

Masih banyak lahan di desa Giripurwo yang belum dimanfaatkan secara

produktif untuk meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Langkah

alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah

melakukan penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan pemanfaatan

lahan, pengadaan bibit-bibit tanaman produktif dengan melibatkan

instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten

Kulonprogo.

Berikut adalah tabel mengenai luas wilayah pertanian yang ada ±

1467,5 Ha dengan Rincian status dan penggunaannya :

Tabel 5.8. Penggunaan lahan pertanian

No. Jenis Tanaman Luas (Ha)

1. Perkebunan Kakao 49,50

Hasil per Ha 8,25

Biaya pemupukan per Ha 4.000.000

Biaya bibit per Ha 1.000.000

Biaya obat per Ha 720.000

2. Perkebunan Cengkih 22,00

Hasil per Ha 7,00

Biaya pemupukan per Ha 3.000.000

Biaya bibit per Ha 1.000.000

Biaya obat per Ha 1.000.000

3. Kehutanan rakyat 360

Hasil per Ha 155.500.000

Biaya pemupukan per Ha 5.000.000

Biaya bibit per Ha 2.000.000

Biaya obat per Ha 1.500.000

4. Pertanian ( Padi ) 315

Hasil per Ha 1.570,10

Biaya pemupukan per Ha 5.000.000

Biaya bibit per Ha 2.500.000

Biaya obat per Ha

5. Palawija ( Jagung ) 53,50

Hasil per Ha 325,86

Biaya pemupukan per Ha 1.000.000

Biaya bibit per Ha 250.000

Biaya obat per Ha 250.000

No. Jenis Ternak Populasi

jantan Betina Jumlah

1. Sapi 132 854 986

2. Kambing PE 205 435 640

3. Kelinci 234

4. Domba 76 244 320

5. Ayam Buras - - 14.885

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

58

5.4.1.5. Potensi TIK

Potensi Komunikasi dan Informasi di desa Giripurwo terdiri atas 1 buah

kantor Pos dengan kelengkapannya yaitu bis surat sebanyak 2 buah.

Penduduk Giripurwo aktif dalam hal komunikasi denganmenggunakan

frekuensi radio ini dibuktikan dengan keanggotaan ORARI atau

Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP) sebanyak 8 individu.

Kepemilikan TV sebanyak 78 unit dan jumlah Radio 206 unit,

kepemilikan HP hampir merata bagi warga Giripurwo yang letaknya

cukup berbukit-bukit, sinyal yang paling mudah ditangkap berasal dari

operator Indosat dan XL, sementara untuk Telkomsel sinyal sedikit

melemah. Menurut catatan profil desa Giripurwo, hanya Surat Kabar

Harian Kedaulatan Rakyat yang menjadi salah satu langganan warga

desa.

5.4.2. Profil PLIK KUD Girikencana

Kontribusi Kewajiban Pelayanan Umum Kementerian Kominfo berupa

Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) di Kecamatan Girimulyo

Kabupaten Kulon Progo DIY, salah satunya ditempatkan di Koperasi Unit

Desa (KUD) Girikencana. KUD yang didirikan pada 30 Januari 1979 ini

mempunyai wilayah keanggotaan di 4 Desa, yaitu: Desa Giripurwo, Desa

Jatimulyo, Desa Pendoworejo, dan Desa Purwosari. Sekarang KUD

Girikencana memiliki 1180 anggota penuh, yang terdiri dari 917 laki-laki

dan 263 perempuan. Memiliki invetasi per 31 Desember 2010 sebesar 1

Milyar dan sembilan ratus juta rupiah, yang masing-masing terdiri dari

aset tanah, bangunan, dan modal. KUD Girikencana mempunyai 5 unit

usaha diluar PLIK yang pada masa datang akan dijadikan unit mandiri.

Ke-5 unit terdiri dari unit simpan pinjam, unit warung serba ada, unit

fotocopy, unit saprotan, dan unit listrik.

Kinerja KUD Girikencono cukup dinamis, unit saprotan sebagai pengecer

pupuk PUSRI dari masing KUD se-Kabupaten Kulon Progo di Kalibawang

dan menjadi pengecer pupuk Petrokimia dari CV MULIA ABADI di Galur

Kulon Progo, mulai bulan Januari 2011 KUD Girikencana menjadi

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

59

pengecer pupuk PUSRI dari CV KARYA ANUGRAH AGUNG di Sentolo,

sementara unit listrik mulai tahun 2009 menerima pembayaran

rekening listrik bekerjasama dengan PT AJN SOLUSINDO dengan sistem

PPOB, unit yang paling menyumbang banyak pendapatan KUD

Girikencono adalah unit SPBU, pembangunan SPBU didanai oleh 2 KUD

yaitu KUD Girikencono dan KUD Sidosubur. SPBU mulai beroperasi pada

tanggal 25 Oktober 2004 dengan sistem pengelolaan otonom yang

bermodal awal lebih kurang 2 milyar rupiah.

Sebagai salah satu unit yang diinginkan menjadi salah satu pencetak

laba, warnet KUD sebutan PLIK KUD Girikencana mulai diinstalasi pada

akhir September 2011. PT SIMS sebagai operator pemasangan

infrastruktur PLIK wilayah Jateng dan DIY mulai mengintegrasikan

koneksinya pada 10 Oktober 2011. KUD Girikencana dipilih Pusat KUD

(PUSKUD) Kabupaten Kolunprogo karena memiliki beberapa kriteria,

yaitu KUD Girikencono dipandang sebagai salah satu KUD “terkaya” di

Kabupaten Kulon Progo, dan disekitar lokasi KUD tersebut merupakan

pusat Kecamatan Girimulyo, serta disekeliling lokasi tersebut belum ada

satupun usaha warnet yang berdiri. Pada tanggal 28 Desember 2011

BPPPTI Kementerian Kominfo selaku penyelenggara kewajiban

pemberian PLIK melakukan uji fungsi, sementara pelatihan operator

dilakukan pada tanggal 25 Desember 2011. Uji coba pemanfaatan akses

internet untuk umum dilakukan mulai tanggal 27 Desember 2011

dengan berbekal promosi seadanya, pada hari pertama percobaan KUD

Girikencana mendapatkan 10 ribu rupiah dari warnet PLIK tersebut.

Tepat pada tahun baru 2012 warnet KUD ini resmi beroperasi 5

komputer yang telah terkoneksi akses internet berhasil difungsikan,

lumayan karena pada hari pertama resmi beroperasi PLIK mampu

menghasilkan keuntungan sebesar 15 ribu rupiah. 1 unit komputer plus

akses internet dibandrol sebesar 2 ribu rupiah, karena tidak ada pesaing

di sekitarnya maka pada bulan pertama PLIK ini mendapatkan laba

sebesar 440 ribu rupiah. PLIK beroperasi pada pukul 10 hingga pukul

20.00 atau pukul 14.00 sampai pukul 22.00, bahkan pada 4 bulan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

60

pertama beroperasi PLIK ini bahkan sering tidak pernah tutup melayani

pelanggan atau 24 jam buka, sehingga mampu meraup keuntungan

sebesar 1,5 juta dala 1 hari. Pada 4 bulan pertama tersebut warnet KUD

ini mempunyai 2 operator yang saling bergantian melayani pelanggan,

tetapi 5 bulan kemudian dikarenakan hanya mengandalkan 1 operator

maka penghasilannya-pun berkisar rata-rata 800 ribu perbulannya.

Uang tersebut harus dibagi 2, yaitu 50% untuk operasional dan setoran

ke KUD sisanya digunakan untuk gaji operatornya. Pengunjung warnet

KUD ini sehari-harinya diperkirakan sekitar 20-25 orang dengan rata-

rata akses selama 1 jam.

Evaluasi terakhir yang dilakukan oleh BPPPTI Kementerian Kominfo

memberikan penilaian positif terhadap warnet KUD ini, kedepan

menurut salah seorang pegawai BPPPTI, KUD Girikencana akan

mendapatkan lagi fasilitas yang lebih baik, tetapi “prestasi” pengelolaan

warnet KUD ini belum sepenuhnya didukung oleh pihak Pemerintah

Desa, ini dibuktikan walaupun keberadaan PLIK ini tidak lebih dari 100

meter tetapi para pejabat desa Giripurwo-pun banyak yang tidak

mengetahui. Hal ini disebabkan oleh pola sosialisasi untuk

mempromosikan warnet belum melibatkan stake holders diwilayah

tersebut, kenyataan ini diperlihatkan pada saat pertama beroperasi

tidak menggunakan peresmian formal seperti di PLIK yang lain.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

62

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

6.1. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI MASYARAKAT DESA

SEKITAR PLIK

6.1.1. Demografi Sosioekonomi Masyarakat Desa Banjarhajo,

Banyuroto, dan Giripurwo

Dari hasil penelitian diketahui jumlah responden berdasarkan jenis

kelamin secara total yaitu 154 (53,1%) responden laki-laki dan 136 (46,9%)

responden perempuan. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin di ketiga

desa relatif sama, tidak ada perbedaan signifikan seperti yang terlihat pada tabel

6.1. Ditinjau dari segi usia, sebagian besar responden berusia antara 31 – 35

tahun yaitu sebesar 37 orang (12,8%). Disusul kemudian responden berusia

antara 46 – 50 tahun (11,4%), usia 21 – 25 tahun (11%), dan usia 10 – 15 tahun

(10,7%). Jika dilihat per desa, jumlah responden terbanyak di Desa Banjarharjo

berusia antara 31 – 35 tahun (14,1%), di Desa Giripurwo berusia antara 21 – 25

tahun (16,7%), sedangkan di Desa Banyuroto merata antara usia 26 hingga 40

tahun.

Grafik 6.1. Perbandingan Usia Responden di Desa Banyuroto, Giripurwo, Banjarharjo

0

2

4

6

8

10

12

14

16

10-15th

16-20 th

21-25 th

26-30 th

31-35 th

36-40 th

41-45 th

46-50 th

51-55 th

56-60 th

Banjarharjo

Banyuroto

Giripurwo

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

63

Tabel 6.1. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenis Kelamin, Usia, Status Pernikahan, dan Posisi Dalam Keluarga

VARIABEL

PLIK TOTAL

BJHARJO BYROTO GPURWO

∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

1 Jumlah responden 99 34.1% 95 32.8% 96 33.1% 290

2 Jenis kelamin

Laki laki 58 58.6% 46 48.4% 50 52.1% 154 53.1%

Perempuan 41 41.4% 49 51.6% 46 47.9% 136 46.9%

3 Usia

10-15 th 10 10.1% 12 12.6% 9 9.4% 31 10.7%

16-20 th 11 11.1% 6 6.3% 10 10.4% 27 9.3%

21-25 th 9 9.1% 7 7.4% 16 16.7% 32 11.0%

26-30 th 8 8.1% 13 13.7% 3 3.1% 24 8.3%

31-35 th 14 14.1% 13 13.7% 10 10.4% 37 12.8%

36-40 th 8 8.1% 13 13.7% 6 6.3% 27 9.3%

41-45 th 12 12.1% 6 6.3% 9 9.4% 27 9.3%

46-50 th 12 12.1% 9 9.5% 12 12.5% 33 11.4%

51-55 th 8 8.1% 7 7.4% 13 13.5% 28 9.7%

56-60 th 7 7.1% 9 9.5% 8 8.3% 24 8.3%

4 Status pernikahan

Menikah 69 69.7% 63 67.0% 66 68.8% 198 68.5%

Bercerai/berpisa 2 2.0% 4 4.3% 4 4.2% 10 3.5%

Belum menikah 28 28.3% 27 28.7% 26 27.1% 81 28.0%

5 Posisi dalam keluarga

Kepala keluarga 35 35.4% 29 30.5% 34 35.4% 98 33.8%

Suami/istri 32 32.3% 35 36.8% 32 33.3% 99 34.1%

Anak 27 27.3% 30 31.6% 27 28.1% 84 29.0%

Cucu 2 2.0% 0 .0% 1 1.0% 3 1.0%

Ayah/ibu 2 2.0% 0 .0% 0 .0% 2 0.7%

Ayah/ibu mertua 0 .0% 0 .0% 1 1.0% 1 0.3%

Saudara 0 .0% 1 1.1% 1 1.0% 2 0.7%

Pekerja rumah tangga

1 1.0% 0 .0% 0 .0% 1 0.3%

Sedangkan jika dilihat dari status perkawinan, sebesar 198 (68,5%)

responden telah menikah, 10 (3,5%) responden belum menikah, dan 81 (28%)

responden belum menikah. Banyaknya jumlah responden yang telah menikah

menunjukkan bahwa masyarakat desa masih kental dengan budaya menikah di

usia muda. Tidak banyak ditemui masyarakat berusia muda, antara 18 – 25

tahun, yang belum menikah. Sebagian besar muda-mudi desa telah menikah

begitu tamat SMA. Hal ini terlihat dari tipisnya perbedaan antara responden

berusia 21 – 25 tahun yang telah menikah (43,8%) dan belum menikah (50%).

Sedangkan responden yang belum menikah umumnya masih berstatus sebagai

pelajar seperti yang terlihat pada posisi responden dalam keluarga. Sebagian

besar responden memiliki posisi sebagai kepala keluarga yaitu sebanyak 98 orang

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

64

(33,8%) dan sebagai suami/istri yaitu sebanyak 99 orang (34,1%). Sebagian besar

lainnya memiliki posisi sebagai anak yaitu 84 orang (29%).

Tabel 6.2. Demografi Sosioekonomi Responden Ditinjau dari Jenjang Pendidikan, Pendapatan Keluarga, dan Kontribusi Terhadap Pendapatan

Keluarga

NO VARIABEL PLIK

TOTAL BJHARJO BYROTO GPURWO

1 Status Pekerjaan Responden (Students / Non Students)

STUDENTS 17 17.2% 15 15.8% 19 19.8% 51 17.6%

NON STUDENTS 82 82.8% 80 84.2% 77 80.2% 239 82.4%

2 Jenjang Pendidikan Responden

Tidak Sekolah 1 1.0% 3 3.2% 4 4.2% 8 2.8%

SD 22 22.2% 35 36.8% 34 35.8% 91 31.5%

SMP 15 15.2% 18 18.9% 19 20.0% 52 18.0%

SMA/SMK 48 48.5% 35 36.8% 33 34.7% 116 40.1%

SEKOLAH VOKASI/DIPLOMA

7 7.1% 0 .0% 1 1.1% 8 2.8%

SARJANA S1 6 6.1% 4 4.2% 4 4.2% 14 4.8%

3 Pendapatan Keluarga Per Bulan

Kurang Dari Rp. 500.000 29 29.3% 26 27.4% 25 26.0% 80 27.6%

500-1000 39 39.4% 46 48.4% 40 41.7% 125 43.1%

1000-1500 11 11.1% 14 14.7% 14 14.6% 39 13.4%

1500-2000 7 7.1% 4 4.2% 6 6.3% 17 5.9%

2000-2500 4 4.0% 1 1.1% 3 3.1% 8 2.8%

DI ATAS 2500 9 9.1% 4 4.2% 8 8.3% 21 7.2%

4 Persentase Kontribusi Responden Terhadap Pendapatan Keluarga

Tidak Ada 27 27.3% 21 22.1% 24 25.0% 72 24.8%

Kurang 20% 11 11.1% 20 21.1% 27 28.1% 58 20.0%

20-40% 18 18.2% 22 23.2% 11 11.5% 51 17.6%

40-60% 14 14.1% 13 13.7% 9 9.4% 36 12.4%

60-80% 14 14.1% 11 11.6% 19 19.8% 44 15.2%

80-100% 15 15.2% 8 8.4% 6 6.3% 29 10.0%

Selanjutnya, dari status pekerjaan responden, sebesar 239 (82,4%)

responden berstatus non-pelajar atau pekerja sedangkan 51 (17,6%) responden

berstatus sebagai pelajar. Sebaran di ketiga desa terkait status pekerjaan

responden relatif sama. Dimana mayoritas responden adalah pekerja. Pekerjaan

responden di ketiga desa sendiri bervariasi seperti terlihat di grafik 6.1. Ketiga

desa lokasi penelitian merupakan daerah agraris dimana mata pencaharian

utamanya adalah bertani/berkebun/beternak. Kondisi ini terlihat dari pekerjaan

mayoritas responden adalah petani yaitu sebanyak 80 orang atau 27,6%.

Pekerjaan terbanyak selanjutnya adalah wiraswasta (15,9%) dan ibu rumah tanga

(13,8%). Jumlah responden yang bekerja sebagai petani di Desa Giripurwo dan

Desa Banjarharjo relatif lebih banyak dibandingkan di Desa Banjarharjo yaitu

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

65

masing-masing 30 dan 27 orang. Berdasarkan Data Monografi 2011, jumlah

petani di Desa Banjarharjo sebanyak 1.563 orang dengan luas lahan pertanian

mencapai 499,1 Ha dan jumlah petani di Desa Giripurwo sebanyak 2.525 orang

dengan luas lahan pertanian mencapai 315 Ha (tidak termasuk lahan

perkebunan). Sedangkan jumlah petani di Desa Banyuroto sebanyak 623 kepala

keluarga dengan luas lahan pertanian 180 Ha. Sebaliknya, jumlah responden

yang bekerja sebagai wiraswasta di Desa Banyuroto jauh lebih banyak yaitu 19

orang sedangkan di Desa Banjarharjo 16 orang dan di Desa Giripurwo 11 orang.

Grafik 6.2. Jenis Pekerjaan Responden

Dari segi tingkat pendidikan, sebanyak 116 responden atau 40,1%

berjenjang pendidikan SMA/SMK/sederajat, 91 responden atau 31,5% berjenjang

pendidikan SD/sederajat, dan 52 responden atau 18% berjenjang pendidikan

SMP/sederajat. Profil jenjang pendidikan responden secara lengkap dapat dilihat

pada tabel 6.2. Tidak banyak responden yang melanjutkan pendidikan tingkat

lanjut seperti diploma atau sarjana. Kondisi ini umum terjadi di wilayah

perdesaan dimana kebutuhan akan pendidikan tinggi tidak menjadi prioritas

utama. Tujuan yang hendak dicapai dari pendidikan adalah mendapat pekerjaan

yang lebih layak sehingga tidak heran jika muda-mudi lulusan SMA/SMK langsung

bekerja atau menikah. Secara umum, muda-mudi lulusan SMA/SMK di ketiga

desa banyak yang merantau ke luar kota untuk bekerja dengan kota tujuan

12

5

5

3

5

2

27

1

16

0

14

0

8

1

13

2

1

1

4

1

23

2

19

1

14

2

10

2

13 6

3

3

6

1

30

0

11

0

12

0

6

5

0 5 10 15 20 25 30 35

PELAJAR

MAHASISWA

PEKERJA PROFESIONAL

PEGAWAI NEGERI

PEGAWAI SWASTA

GURU

PETANI

BEKERJA PARUH WAKTU

WIRASWASTA

PENSIUN

IBU RUMAH TANGGA

PEKERJA RUMAH TANGGA

BURUH/PEKERJA KASAR

TIDAK BEKERJA

GIRIPURWO BANYUROTO BANJARHARJO

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

66

adalah Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya sebagai pekerja pabrik. Sedangkan

yang responden lulusan SMA/SMK yang telah menikah mencapai 82 orang atau

41,6% dari total responden yang telah menikah.

Grafik 6.3. Perbandingan Tingkat Pendidikan dan Status Pernikahan

Temuan yang menarik lainnya adalah, tingkat pendidikan di Desa

Banjarharjo relatif lebih tinggi dibandingkan kedua desa lainnya. Hal ini terlihat

dari jumlah responden yang berjenjang pendidikan tinggi cukup banyak yaitu

48,5% untuk SMA/SMK, 7,1% untuk sekolah vokasi/diploma, dan 6% untuk

sarjana. Selain itu responden yang tidak bersekolah hanya 1 orang sedangkan di

Desa Banyuroto ada 3 orang dan di Desa Giripurwo ada 4 orang.

Selanjutnya dilihat dari pendapatan keluarga per bulan, mayoritas

responden berpendapatan antara Rp. 500.000 – Rp. 1 juta/bulan yaitu sebanyak

125 orang atau 43,1%. Disusul kemudian responden berpendapatan kurang dari

Rp. 500.000/bulan yaitu 80 orang (27,6%) dan berpendapatan antara Rp. 1 juta –

Rp. 1,5 juta/bulan yaitu 39 orang (13,4%). Sedangkan responden yang

berpendapatan di atas Rp. 2,5 juta/bulan sebanyak 21 orang (7,2%). Tingkat

pendapatan keluarga perbulan Desa Banjarharjo dan Desa Giripurwo relatif lebih

tinggi dibandingkan Desa Banyuroto. Hal ini dapat terlihat pada jumlah

responden yang berpendapatan di atas Rp. 1 juta/bulan lebih banyak. Sebagai

contoh jumlah responden berpendapatan antara Rp. 1 juta – Rp. 1,5 juta/bulan

0

20

40

60

80

100 TIDAK SEKOLA

SD

SMP

SMA/SMK

SEKOLAH VOKASI/DIPLOMA

SARJANA S1

MENIKAH

BERCERAI/BERPISAH

BELUM MENIKAH

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

67

berturut-turut Desa Banjarharjo (7,1%); Desa Banyuroto (4,2%); dan Desa

Giripurwo (6,3%). Kemudian jumlah responden berpendapatan di atas Rp. 2,5

juta/bulan berturut-turut Desa Banjarharjo (9,1%); Desa Banyuroto (4,2%); dan

Desa Giripurwo (8,3%).

Grafik 6.4. Perbandingan Pendapatan Keluarga/Bulan

Perbedaan tingkat pendapatan keluarga per bulan di ketiga desa

berkaitan dengan mata pencaharian dan potensi produksi di ketiga desa. Meski

mata pencaharian terbesar di ketiga desa adalah petani, terdapat perbedaan

hasil bumi yang cukup mencolok dan mempengaruhi pendapatan kapita desa.

Desa Banjarharjo dan Desa Giripurwo, selain memiliki luas lahan

pertanian/perkebunan yang lebih luas, juga memiliki hasil bumi andalan seperti

cengkeh, biji kakao, dan minyak hasil penyulingan atsiri/cengkeh. Sedangkan

Desa Banyurotolebih mengandalkan hasil persawahan yaitu padi. Kedua desa ini

terkenal dengan produksi cengkeh. Produksi kakao dan cengkeh di Desa

Banjarharjo mencapai 4,5 ton/tahun dan 5.76 ton/tahun. Sedangkan produksi

kakao dan cengkeh Desa Giripurwo mencapai 8,25 ton/tahun dan 7 ton/tahun.

Bahkan Desa Giripurwo menjadikan kedua produk tersebut sebagai komiditi

ekspor. Kedua produksi inilah yang menyumbang pendapatan penduduk cukup

besar. Dengan tingkat pendapatan yang tinggi, kesempatan untuk memperoleh

pendidikan tingkat lanjut juga lebih besar seperti di Desa Banjarharjo. Meski

demikian, letak geografis yang kurang strategis,jauh dari pusat pendidikan dan

0

10

20

30

40

50

KURANG DARI RP. 500.000

500-1000

1000-1500

1500-2000

2000-2500

DI ATAS 2500

Banjarharjo

Banyuroto

Giripurwo

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

68

minim transportasi dapat menjadi hambatan untuk memperoleh pendidikan

tingkat lanjuta seperti yang terjadi di Desa Giripurwo.

6.1.2. Pengetahuan Responden Tentang PLIK

Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa hanya 87 atau 30% responden

yang mengetahui tentang keberadaan PLIK di desanya. Sedangkan 203 atau 70%

responden lainnya tidak mengetahui tentang PLIK. Sebagian besar responden

yang mengetahui tentang PLIK berasal dari Desa Banyuroto yaitu 51 responden

(53,7% ). Jumlah responden di Desa Banjarharjo dan Desa Giripurwo yang

mengetahui tentang PLIK masing-masing sebesar 16,2% dan 20,8% seperti

terlihat pada tabel 6.3. Menurut jenis kelamin, responden laki-laki lebih banyak

mengetahui tentang PLIK yaitu mencapai 54 orang atau 62,1% sedangkan jumlah

responden perempuan yang mengetahui tentang PLIK hanya 33 orang atau

37,9%.

Tabel 6.3. Responden Yang Mengetahui Tentang PLIK

VARIABEL PLIK

TOTAL BJHARJO BYROTO GPURWO

Apakah B/I/S mengetahui tentang PLIK

YA Count 16 51 20 87

% within PLIK 16.2% 53.7% 20.8% 30.0%

% of Total 5.5% 17.6% 6.9% 30.0%

TIDAK Count 83 44 76 203

% within PLIK 83.8% 46.3% 79.2% 70.0%

% of Total 28.6% 15.2% 26.2% 70.0%

Total Count 99 95 96 290

% within PLIK 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 34.1% 32.8% 33.1% 100.0%

Banyaknya responden Desa Banyuroto yang mengetahui tentang PLIK

dilatarbelakangi oleh usia operasional PLIK Nanggulan 2 yang lebih lama

dibandingkan PLIK Banjarharjo dan PLIK Girikencana Giripurwo, yaitu 1 tahun.

Sedangkan PLIK lainnya relatif baru beroperasi 6 bulan. Selain itu, PLIK Nanggulan

2 memiliki posisi yang strategis yaitu di pinggir jalan kecamatan yang

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

69

menghubungkan Kecamatan Nanggulan dengan Jalan Raya Wates. Untuk menuju

Wates, penduduk di Kecamatan Kalibawang dan Kecamatan Giripurwo melewati

PLIK Nanggulan 2. Posisinya yang berada di perbatasan antara Desa Banyuroto

dan Desa Dlingo juga menguntungkan. Di lain lokasi, PLIK di Desa Banjarharjo dan

Desa Banyuroto terletak di posisi yang sedikit “tersembunyi”. PLIK di Desa

Giripurwo terletak di posisi yang tidak sejajar dengan jala desa atau lebih tinggi

hingga 2 meter. Struktur geografis Desa Giripurwo yang perbukitan

menyebabkan posisi beberapa bangunan dan rumah penduduk tidak rata,

mengikuti kontur bumi. Sedangkan PLIK di Desa Banjarharjo terletak di pinggir

jalan alternatif Jogja-Magelang yang hanya dilalui oleh kendaraan roda 2 karena

adanya jembatan gantung dan agak ke dalam (tidak di pinggir jalan raya desa).

Selain letak strategis ketiga PLIK, sumber-sumber informasi tentang PLIK dapat

pula menjadi latar belakang pengetahuan masyarakat tentang PLIK.

Grafik 6.5. Sumber Informasi Tentang PLIK

Hasil survey menemukan bahwa, sumber informasi tentang PLIK

terbesar adalah dari teman yaitu 47,1%. Kemudian dari keluarga atau kerabat

(31%), papan pengumuman (11,5%), teman bekerja (3,4%), dan perangkat desa

(2,3%). Seperti ditunjukan pada grafik 6.3. Temuan ini memperlihatkan pola

komunikasi masyarakat desa yang masih mempercayai orang terdekat sebagai

sumber informasi yaitu teman dan keluarga. Sumber informasi melalui papan

pengumuman terlihat cukup efektif untuk mensosialisasikan PLIK. Akan tetapi,

47.13%

31.03%

3.45%

2.30%

1.15%

1.15%

11.49%

2.30% TEMAN

KELUARGA/SAUDARA

TEMAN BEKERJA

PERANGKAT DESA

KELOMPOK MASYARAKAT

INTERNET

PAPAN PENGUMUMAN

LAINNYA

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

70

penamaaan kurang familiar bisa jadi tidak dipahami masyarakat. Masyarakat

lebih mengenal warnet daripada PLIK. Sedangkan informasi dari perangkat desa

tidak banyak terlihat karena perangkat desa sendiri memang belum pernah

mensosialisasikan keberadaan PLIK pada warga sekitar. Pemerintah daerah,

penyedia PLIK, dan pihak Kemkominfo juga belum pernah mensosialisasikan PLIK

kepada masyarakat daerah sasaran.

Dilihat dari lokasi PLIK, sumber-sumber informasi di ketiga desa relatif

sama yaitu dari teman dan keluarga atau kerabat terdekat. Sumber informasi

dari papan pengumuman lebih banyak disampaikan oleh responden dari Desa

Banyuroto yaitu 9 orang. Sedangkan Desa Giripurwo 1 orang dan Desa

Banjarharjo tidak ada sama sekali. Papan pengumuman tentang PLIK di Desa

Banyuroto terpasang dengan sangat agresif. Selain papan pengumuman standar

dari Kemkominfo juga terdapat spanduk dan plang nama sendiri dengan warna

dan desain yang mencolok. Plang nama ini dipasang sendiri oleh pengelola PLIK

dengan tujuan agar masyarakat mengetahui keberadaan PLIK. Di Desa Giripurwo

dan Desa Banjarharjo, papan pengumuman hanya dipasang di depan bangunan.

Sedangkan papan penunjuk arah PLIK belum terpasang.

Grafik 6.6. Perbandingan Sumber Informasi tentang PLIK Antar Desa

Dari segi jarak antara rumah responden dengan PLIK, mayoritas

responden berdomisili dalam radius 101 – 500 m (21,8%) dan 501 m – 1 Km

(21,8%). Hal ini menunjukkan bahwa, semakin dekat dengan pusat objek maka

7 5

3

0 0 0 0 1

18

21

0 2

0 0

9

1

16

1 0 0 1 1 1 0 0

5

10

15

20

25

BJHARJO BYROTO GPURWO

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

71

semakin banyak yang mengetahui tentang objek tersebut, yaitu PLIK. Hampir

seluruh responden Desa Banjarharjo bertempat tinggal tidak jauh dari PLIK

hingga radius 1,5 Km. Hanya responden yang dekat dengan PLIK saja yang

mengetahui tentang keberadaan PLIK. Sedangkan responden di Desa Banyuroto

dan Desa Girupurwo yang mengetahui tentang PLIK memiliki jarak rumah

bervariasi bahkan ada yang lebih dari 2 Km.

Tabel 6.4. Jarak Rumah dengan PLIK

JARAK PLIK TOTAL

BJHARJO BYROTO GPURWO

Kurang Dari 100m 1 6.3% 2 3.9% 0 .0% 3 3.4%

101-500m 4 25.0% 3 5.9% 12 60.0% 19 21.8%

501m-1km 5 31.3% 11 21.6% 3 15.0% 19 21.8%

1-1,5km 5 31.3% 12 23.5% 0 .0% 17 19.5%

1,5-2km 0 .0% 9 17.6% 1 5.0% 10 11.5%

Lebih Dari 2km 1 6.3% 14 27.5% 4 20.0% 19 21.8%

Mengetahui tentang PLIK tidak berarti pernah menggunakan layanan

PLIK. Hal ini terlihat dari hasil survey dimana responden yang pernah

menggunakan layanan PLIK hanya 22 orang atau 7,59% dari total responden.

6.2. KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI PENGGUNA PLIK

Jumlah pengguna PLIK yang disurvei sebanyak 103 responden terdiri

dari 50 responden PLIK Nanggulan 2, 30 responden PLIK Girikencana Girimulyo,

dan 23 responden PLIK Banjarharjo. Survey sendiri dilaksanakan pada bulan Juli

2012. Dari hasil survey diketahui jumlah responden laki-laki sebanyak 74 orang

(71,84%) dan responden perempuan sebanyak 29 orang (28,16%). Secara rinci

komposisi pengguna menurut lokasi PLIK terlihat pada grafik 6.5.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

72

Grafik 6.7. Komposisi Pengguna Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lokasi PLIK

Pengguna laki-laki lebih banyak dibandingkan pengguna perempuan di

semua lokasi PLIK. Bahkan di PLIK Banjarharjo hanya ada 2 pengguna perempuan.

Seperti diungkapkan oleh pengelola PLIK Banjarharjo, Johan, sejak operasional

sedikit sekali pengguna perempuan. Pengguna perempuan dapat dihitung

dengan 1 tangan dan orangnya hanya itu-itu saja (pengguna setia). Kondisi

serupa juga terlihat di kedua PLIK lainnya meski tidak se-ekstrim di PLIK

Banjarharjo. Jumlah pengguna perempuan relatif banyak meski tidak setara

dengan jumlah pengguna laki-laki. Temuan ini bertolak belakang dengan

beberapa penelitian Telecenter di negara lain seperti di Malaysia (Bashir, et al.,

2011), Brazil (Prado, Camara, & Figueiredo, 2011), dan Amerika Latin & Karibia

(Proenza, Buch, & Montero, 2001). Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak

ada perbedaan yang signifikan antara pengguna laki-laki maupun perempuan.

Jumlah pengguna berdasarkan jenis kelamin sebanding.

Temuan tentang masih sedikitnya perempuan menggunakan PLIK

adalah suatu hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Setidaknya ada beberapa

latar belakang yang menyebabkan perempuan tidak banyak menggunakan PLIK

terutama ditinjau dari karakter masyarakat perdesaan. Dalam masyarakat

perdesaan dan juga masyarakat miskin, perempuan adalah pihak yang tidak

banyak diberi ruang dan mengambil peran yang besar dalam kehidupan sosial.

Kendati perempuan tersebut adalah tulang punggung keluarga. Kemunculan

perempuan di ruang publik akan menjadi pergunjingan masyarakat desa. Meski

penelitian lain mengambil lokus di perdesaan juga, Indonesia tidaklah semaju

0% 20% 40% 60% 80% 100%

BANJARHAJO

BANYUROTO

GIRIPURWO

21

33

20

2

17

10

LAKI LAKI

PEREMPUAN

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

73

dan seterbuka seperti negara lain. Selain itu, sebagian besar operator PLIK adalah

laki-laki sehingga menyebabkan perempuan sedikit enggan ke PLIK kecuali

bersama teman. PLIK Girikencana Giripurwo memiliki operator perempuan. Akan

tetapi tidak mendongkrak tingkat kunjungan pengguna perempuan.

Tabel 6.5. Komposisi Pengguna PLIK

VARIABEL SEMUA PELAJAR NON-PELAJAR

LK PR TOT LK PR TOT LK PR TOT

total responden 74 29 103 40 20 60 34 9 43

% overall total 71.84 28.16 100.00 38.83 19.42 58.25 33.01 8.74 41.75

% group total 71.84 28.16 100.00 66.67 33.33 100.00 79.07 20.93 100.00

Hasil survey menemukan bahwa pengguna PLIK didominasi oleh pelajar

yaitu 60 orang (58,25%) yang terdiri dari pelajar laki-laki 66,67% dan pelajar

perempuan 33,33%. Sedangkan pengguna non-pelajar sebanyak 43 orang

(41,75%) meliputi pengguna laki-laki 79,07% dan pengguna perempuan 20,93%.

Temuan ini menunjukkan bahwa PLIK familiar di kalangan pelajar terutama

pelajar laki-laki dengan tujuan penggunaan yang akan dibahas selanjutnya. Di sisi

lain, pengguna non-pelajar meskipun jumlahnya relatif banyak didominasi oleh

laki-laki. Masih sangat sedikit perempuan desa yang menggunakan layanan PLIK.

Ditinjau dari segi usia, rata-rata usia pengguna PLIK adalah 20–21 tahun,

baik laki-laki maupun perempuan. Pengguna terbesar berusia antara 10–15

tahun yaitu sebesar 35%. Kemudian pengguna berusia 16 – 20 tahun (21,4%),

pengguna berusia 31 – 35 tahun (15,5%), dan pengguna berusia 21 – 25 tahun

(13,8%). Pengguna yang berusia di atas 36 tahun tidak banyak yang

menggunakan PLIK. Hal ini dapat terkait dengan keterbatasan dalam

menggunakan komputer dan internet. Masyarakat desa pada usia tersebut

umumnya kurang terampil atau bahkan tidak bisa mengoperasikan komputer.

Hal ini diungkapkan oleh Razak (2009) dan Bashir et al (2011) dimana pengguna

telecenter didominasi oleh mereka yang telah terampil menggunakan komputer

dan internet. Persentase usia pengguna terlihat pada tabel 6.6. Komposisi

rentang usia ini menguatkan hasil sebelumnya bahwa pengguna PLIK didominasi

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

74

oleh pelajar. Rerata usia pengguna pelajar adalah 15 tahun. Sedangkan usia rata-

rata pengguna non-pelajar adalah 29 – 30 tahun. Dimana mayoritas pengguna

non-pelajar berusia 31 – 35 tahun (37,2%), berusia 26 – 30 tahun (23,3%), dan

berusia 21 – 25 tahun (20,9%). Hasil survey terkait usia pengguna PLIK cukup

sejalan dengan penelitian Razak (2009), Proenza et al. (2001), Maitrayee (2009),

Mtega et al (2009), Abdulwahab et al (2010), maupun Prado et al (2011). Meski

kecenderungan pengguna berusia 10 – 15 tahun.

Tabel 6.6. Demografi Sosioekonomi Pengguna PLIK

VARIABEL SEMUA PELAJAR NON-PELAJAR

LK PR TOT LK PR TOT LK PR TOT

Usia (%)

average (dalam tahun) 21.15 21.57 20.07 14.85 15.45 15.05 29.47 29.65 29.65

rentang kelompok usia (%)

10-15th 32.4 41.4 35.0 60.0 60.0 60.0 . . .

16-20 th 20.3 24.1 21.4 32.5 30.0 31.7 5.9 11.1 7.0

21-25 th 13.5 13.8 13.6 7.5 10.0 8.3 20.6 22.2 20.9

26-30 th 10.8 6.9 9.7 . . . 23.5 22.2 23.3

31-35 th 18.9 6.9 15.5 . . . 41.2 22.2 37.2

36-40 th 2.7 3.4 2.9 . . . 5.9 11.1 7.0

51-55 th 1.4 3.4 1.9 . . . 2.9 11.1 4.7

STATUS PERNIKAHAN (%)

menikah 27.00 13.80 23.30 . . . 58.80 44.40 55.80

bercerai/berpisah 1.40 3.40 1.90 2.50 . 1.70 . 11.10 2.30

belum menikah 71.60 82.80 74.80 97.50 100.00 98.30 41.20 44.40 41.90

POSISI RESPONDEN DALAM KELUARGA (%)

kepala keluarga 25.70 3.40 19.40 . . . 55.9 11.1 46.5

suami/istri 1.40 13.80 4.90 . . . 2.9 44.4 11.6

Anak 70.30 79.30 72.80 97.5 95.0 96.7 38.2 44.4 39.5

Cucu 1.40 3.40 1.90 2.5 5.0 3.3 . . .

penghuni/anak kos 1.40 . 1.00 . . . 2.9 . 2.3

PENDIDIKAN RESPONDEN (%)

tidak sekolah . 3.40 1.00 . . . . 11.10 2.30

SD 13.50 17.20 14.60 25.00 20.00 23.30 . 11.10 2.30

SMP 24.30 13.80 21.40 37.50 20.00 31.70 8.80 . 7.00

SMA/SMK 50.00 51.70 50.50 30.00 60.00 40.00 73.50 33.30 65.10

SEKOLAH VOKASI/DIPLOMA 2.70 . 1.90 2.50 . 1.70 2.90 . 2.30

SARJANA S1 8.10 13.80 9.70 2.50 . 1.70 14.70 44.40 20.90

PASCASARJANA S2 1.40 . 1.00 2.50 . 1.70 . . .

PENDAPATAN KELUARGA PERBULAN (%)

Kurang dari 500.000 41.90 24.10 36.90 47.50 35.00 43.30 35.30 - 27.90

500-1000 25.70 31.00 27.20 27.50 35.00 30.00 23.50 22.20 23.30

1000-1500 13.50 13.80 13.60 10.00 10.00 10.00 17.60 22.20 18.60

1500-2000 9.50 . 6.80 10.00 . 6.70 8.80 . 7.00

2000-2500 2.70 20.70 7.80 . 15.00 5.00 5.90 33.30 11.60

Di atas 2500 6.80 10.30 7.80 5.00 5.00 5.00 8.80 22.20 11.60

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

75

Dengan mayoritas pengguna adalah pelajar dan berusia antara 10 – 15

tahun, maka status pernikahan pengguna terbesar adalah belum menikah yaitu

82,8%. Sedangkan pengguna yang sudah menikah sebesar 13, 8% dan pengguna

yang bercerai/pisah sebesar 1,9%. Untuk pengguna non-pelajar, perbandingan

antara pengguna yang sudah menikah dan belum menikah relatif sama. Yaitu

pengguna yang telah menikah sebesar 55,8% dan belum menikah sebesar 41,9%.

Jika dilihat dari jenis kelaminnya pun, tidak ada perbedaan yang signifikan

menurut status pernikahan antara pengguna laki-laki dan pengguna perempuan.

Dengan hasil survey tersebut, maka posisi pengguna dalam keluarga

terbesar adalah sebagai anak yaitu 72,8% disusul kemudian kepala keluarga

(19,4%), suami/istri (4,9%), dan cucu (1,9%). Tidak ada perbedaan antara

pengguna anak laki-laki dan pengguna anak perempuan. Akan tetapi, pengguna

yang berposisi sebagai kepala keluarga mayoritas adalah laki-laki yaitu 25,7%.

Hasil survey juga menunjukkan bahwa tidak sedikit pengguna yang berstatus

sebagai istri. Sedangkan pengguna non-pelajar sebagian besar berposisi sebagai

kepala keluarga (46,5%) dan anak (39,5%).

Ditinjau dari jenjang pendidikan, 50,50% pengguna berjenjang

pendidikan SMA/SMK terdiri dari 50% pengguna laki-laki dan 51,7% pengguna

perempuan. Jenjang pendidikan terbanyak selanjutnya adalah SMP (21,4%), SD

(14,6%), dan sarjana S1 (9,7%). Pengguna pelajar memiliki jenjang pendidikan

tertinggi tingkat SMA/SMK yaitu 40%, kemudian SMP (31,7%) dan SD (23,3%).

Ternyata pengguna pelajar laki-laki ada yang berjenjang pendidikan lanjut yaity

diploma (2,5%), sarjana S1 (2,5%), dan pascasarjana S2 (2,5%). Sedangkan

pengguna pelajar perempuan hanya berjenjang pendidikan hingga tingkat SMA.

Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik masyarakat perdesaan dimana

perempuan tidak banyak yang menempuh pendidikan hingga tingkat lanjut. Rata-

rata perempuan perdesaan menempuh pendidikan hingga tingkat SMA. Untuk

pengguna non-pelajar, jenjang pendidikan pengguna terbanyak adalah SMA/SMK

( 65,1%) selanjutnya sarjana S1 (20,9%), dan SMP (7%). Tidak banyak pengguna

non-pelajar yang berjenjang pendidikan hingga tingkat SD.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

76

Grafik 6.8. Pendapatan Keluarga per Bulan

Dalam penelitian-penelitian terdahulu disebutkan bahwa telecenter

ditujukan bagi masyarakat perdesaan dan masyarakat miskin sehingga

selayaknya pengguna PLIK adalah mereka yang berpendapatan rendah hingga

menengah. Hasil survey memperlihatkan bahwa, sebanyak 36,9% pengguna

berpendapatan kurang dari Rp. 500.000/bulan dan sebanyak 27,2% pengguna

berpendapatan antara Rp. 500.000 – Rp. 1 juta/bulan. Harga layanan PLIK yang

maksimal Rp. 2000/jam ternyata masih mampu dijangkau oleh masyarakat

perdesaan. Dan masyarakat pun mau mengeluarkan biaya layanan tersebut.

artinya, prinsip affordability USO dapat terpenuhi. Meski demikian, layanan PLIK

tidak tertutup bagi masyarakat berpendapatan tinggi. Seperti terlihat pada tabel

6.6, ada pengguna yang berpendapatan Rp. 2 – 2,5 juta/bulan (7,8%) dan di atas

Rp 2,5 juta/bulan (7,8%). Begitu pun yang terlihat pada pengguna pelajar dan

non-pelajar dimana pengguna terbanyak adalah mereka yang berpendapatan

kurang dari Rp. 500.000/bulan (pelajar 35,3%; non-pelajar 27,9%). Banyaknya

pengguna yang berpendapatan rendah hingga menengah ini sejalan dengan hasil

penelitian Proenza et al (2001), Nair et al(2010), dan Bashir et al (2011).

Karakteristik masyarakat Jawa yang tidak mengenal kasta atau pemeringkatan

status sosial tidak mempengaruhi penggunaan PLIK. Tidak seperti yang terjadi di

India dimana pengguna telecenter didominasi mereka yang berpendapatan dan

berkedudukan sosial tinggi (Maitrayee, 2009).

36.89%

27.18%

13.59%

6.80%

7.77% 7.77%

KURANG DARI RP. 500.000

500-1000

1000-1500

1500-2000

2000-2500

DI ATAS 2500

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

77

Grafik 6.9. Pendapatan Keluarga per Bulan Ditinjau dari Status Pekerjaan

Tingkat pendapatan pengguna ini terkait pula dengan kepemilikan

media komputer rumah tangga. Dimana sebagian besar pengguna, yaitu 66,6%

atau 68 orang, tidak memiliki komputer di rumahnya. Baik pengguna pelajar

(71,7%) maupun non-pelajar (58,1%). Artinya bahwa pengguna yang sebagian

besar berpendapatan rendah hingga menengah memanfaatkan PLIK untuk

berbagai keperluan karena tidak memiliki dan atau tidak sanggup membeli

komputer. Kecuali pengguna pelajar yang relatif sebanding antara yang memiliki

komputer (41,9%) dan tidak memiliki komputer (58,1%). Akan tetapi, tidak

semua pengguna yang memiliki komputer juga memiliki akses internet di rumah.

Hanya 32,4% atau 11 pengguna saja yang memiliki komputer juga memiliki akses

internet di rumah. Sedangkan sebagian besar lainnya tidak memiliki akses

internet.

6.3. POLA PENGGUNAAN PLIK

6.3.1. Pola Penggunaan Layanan PLIK (Usage Pattern)

Sumber informasi PLIK di kalangan pengguna tidak jauh berbeda

dengan sumber informasi PLIK di sub bagian karakteristik masyarakat. Dimana

sebagian besar pengguna mendapatkan informasi tentang PLIK dari teman, yaitu

sebanyak 67 orang (65%). Sumber informasi dari keluarga/saudara sebanyak 26

orang (25,2%),dari teman bekerja sebanyak 3 orang (2,9%), dan dari sumber

26

18

6

4

3

3

12

10

8

3

5

5

0 5 10 15 20 25 30

KURANG DARI RP. 500.000

500-1000

1000-1500

1500-2000

2000-2500

DI ATAS 2500

NON STUDENTS

STUDENTS

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

78

lainnya seperti terlihat pada grafik 6.6. Tidak ada perbedaan sumber informasi

utama antara pengguna pelajar dan pengguna non-pelajar yaitu sama-sama

menjadikan teman dan keluarga/kerabat dekat sebagai sumber informasi.

Grafik 6.10. Sumber Informasi PLIK

Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Proenza et al (2001) dan

Abdulwahab et al (2012) bahwa informasi tentang telecenter diperoleh dari

teman atau kerabat terdekat. Hal ini juga menunjukkan bahwa karakteristik

masyarakat perdesaan masih memperlihatkan pola komunikasi yang

mengutamakan komunikasi primer. Yakni komunikasi yang berlangsung melalui

hubungan sosial yang mendalam dan cenderung berupa tatap muka. Keberadaan

PLIK terinformasikan dari mulut ke mulut antar masyarakat. Sedangkan sumber

informasi melalui penyuluh atau juru penerang seperti guru, perangkat desa, dan

kelompok masyarakat tidak banyak diperoleh karena memang tidak ada opinion

leader yang menginformasikan dan menggerakkan masyarakat tentang PLIK.

Begitu pun sumber informasi melalui TV dan papan pengumuman tidak menjadi

sumber informasi bagi pengguna.

Ditinjau dari jarak rumah pengguna ke PLIK, sebagian besar berada pada

radius 501 m – 1 Km, yaitu 29,10%, dan pada radius 101 – 500 m, yaitu 26,2%.

Meski demikian, tidak ada perbedaan mencolok dari jarak rumah pengguna ke

PLIK karena terdistribusi cukup merata. Ada pengguna yang berdomisili dekat

dengan PLIK atau kurang dari 100 m (11,7%) tetapi ada juga pengguna yang

0 10 20 30 40 50 60 70

guru

perangkat desa

kelompok masyarakat

papan pengumuman

Lainnya

TV

teman bekerja

keluarga/saudara

teman

1

1

1

1

1

2

3

26

67

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

79

berdomisili cukup jauh dari PLIK atau lebih dari 2 km (15,5%). Kondisi ini

menunjukkan bahwa, penetrasi informasi tentang PLIK telah merambah cukup

jauh. Sebagai contoh, PLIK Nanggulan 2 yang berlokasi strategis di jalan lintas

Kulonprogo-Wates tidak hanya digunakan oleh masyarakat Desa Banyuroto

tetapi juga digunakan oleh masyarakat dari Desa Giripurwo bahkan Temon.

Pengguna yang berdomisili cukup jauh dari PLIK umumnya adalah

pengguna non-pelajar. Sedangkan pengguna pelajar berdomisili dekat dengan

PLIK seperti terlihat pada grafik 6.7. Sebagian besar pengguna pelajar berdomisili

pada radius 501 m – 1 Km (19 orang/31,7%), 101 – 500 m (15 orang/25%), dan

kurang dari 100 m (8 orang/13,3%). Sedangkan pengguna non-pelajar selain

berdomisili di radius 101 – 500 m (12 orang/27,9%) dan 501 – 1 km (11

orang/25%) juga ada yang berdomisili lebih dari 2 Km (9 orang/20,9%). Pengguna

non-pelajar selain memiliki jaringan pertemanan yang luas juga memiliki

kebebasan dalam bertransportasi sehingga acapkali jarak tidak menjadi masalah.

Berbeda dengan pengguna pelajar, selain jaringan pertemanannya masih sebatas

teman sekolah atau teman se-dusun juga belum memiliki kebebasan

bertransportasi. Kecuali pelajar tingkat SMA dan tingkat lanjut.

Grafik 6.11. Jarak Rumah Pengguna ke PLIK

Dari segi frekuensi penggunaan layanan PLIK, frekuensi pengguna PLIK

bervariasi dan tidak ada pola frekuensi penggunaan yang cukup mencolok.

8

15

19

8

3

7

4

12

11

5

2

9

0 5 10 15 20

KURANG DARI 100M

101-500M

501M-1KM

1-1,5KM

1,5-2KM

LEBIH DARI 2KM

NON-PELAJAR

PELAJAR

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

80

Sebanyak 31,07% menggunakan layanan PLIK dalam 1 – 3 perbulan. Kemudian

sebanyak 24,47% menggunakan PLIK dalam 2-4 hari seminggu dan 1 kali

seminggu. Serta 20,39% yang menggunakan layanan PLIK setiap hari. Hal yang

menarik adalah, frekuensi penggunaan tertinggi berasal dari kalangan pengguna

pelajar seperti terlihat pada grafik 6.12 (b). Frekuensi penggunaan layanan PLIK

oleh pelajar dapat dikatakan hampir setiap hari umumnya 2 – 4 hari seminggu.

Sedangkan pengguna non-pelajar lebih jarang menggunakan layanan PLIK yakni 1

– 3 kali perbulan.

Grafik 6.12. Frekuensi Penggunaan Layanan PLIK

(a) Semua responden pengguna (b) Pengguna Pelajar & Non-pelajar

Selanjutnya jika dilihat dari durasi penggunaan layanan PLIK, ternyata

pengguna pelajar juga lebih lama menggunakan layanan PLIK dibandingkan

pengguna non-pelajar seperti terlihat pada grafik 6.13 (b). Secara umum, durasi

penggunaan layanan PLIK adalah 1 – 2 jam, yaitu mencapai 60,19%. Kemudian

kurang dari 1 jam (22,33%), antara 2 – 4 jam (15,53%), dan 4 – 6 jam (1,94%).

Jumlah pengguna pelajar yang menggunakan layanan PLIK selama 1 – 2 jam

sebanyak 40 orang (66,7%), selama 4 – 6 jam sebanyak 10 orang (16,7%), bahkan

selama 4 – 6 jam sebanyak 2 orang (13,3%). Sebaliknya, durasi penggunaan

layanan PLIK oleh pengguna non-pelajar lebih singkat antara 1 – 2 jam (22 orang,

51,2%). Bahkan kurang dari 1 jam yaitu sebanyak 15 orang (34,9%).

20.39%

24.27%

24.27%

31.07%

HAMPIR SETIAP HARI 2-4 HARI SEMINGGU

1 KALI SEMINGGU 1-3 KALI PERBLAN

14

19

15

12

7

6

10

20

0 5 10 15 20 25

HAMPIR SETIAP HARI

2-4 HARI SEMINGGU

1 KALI SEMINGGU

1-3 KALI PERBLAN

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

81

Dari sini terlihat tingginya minat pelajar dalam menggunakan PLIK.

Sepertinya tidak menjadi masalah bagi pelajar untuk menggunakan layanan PLIK

dalam jangka cukup lama, terutama akses internet karena umumnya digunakan

secara berkelompok 2 – 3 orang. Penggunaan secara berkelompok ini tentunya

akan menghemat biaya yang dikeluarkan karena ditanggung bersama. Tentang

kegiatan apa yang dilakukan ketika menggunakan layanan PLIK akan dibahas

pada sub bab berikutnya.

Grafik 6.13. Durasi Penggunaan Layanan PLIK

(a) Semua responden pengguna (b) Pengguna Pelajar & Non-pelajar

6.3.2. Tujuan Penggunaan Layanan PLIK

Menggunakan layanan PLIK merupakan suatu tindakan atau perbuatan

aktif khalayak dalam upayanya memenuhi kebutuhan. Motivasi yang berbeda

akan melahirkan tujuan penggunaan (uses) media yang berbeda pula termasuk

tujuan penggunaan layanan PLIK. Perbedaan tujuan penggunaan ini berkaitan

dengan latar belakang, pengalaman, dan pendidikan khalayak seperti yang

disampaikan Wright dalam Rahmat (1986:54). Setelah ditemukan karakteristik

atau latar belakang sosioekonomi pengguna, maka selanjutnya akan dibahas

tujuan penggunaan layanan PLIK.

Dari hasil survey ditemukan bahwa tujuan utama penggunaan layanan

PLIK adalah mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah yaitu sebesar 23,2%.

Tujuan ini juga menjadi tujuan utama pengguna laki-laki (24,1%) dan pengguna

perempuan (20,8%). Tujuan utama kedua adalah melakukan kontak dengan

22.33%

60.19%

15.53%

1.94%

kurang dari 1 jam 1-2 jam 2-4 jam 4-6 jam

8

40

10

2

15

22

6

0

0 10 20 30 40 50

kurang dari 1 jam

1-2 jam

2-4 jam

4-6 jam

NON-PELAJAR PELAJAR

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

82

teman/keluarga secara online yaitu 22%. Dimana menjadi tujuan pengguna laki-

laki sebesar 22,4% dan pengguna perempuan sebesar 20,8%. Secara rinci terlihat

pada tabel 6.7. Tingginya tujuan utama mengerjakan pekerjaan rumah dari

sekolah dilatarbelakangin oleh karakteristik pengguna PLIK yang sebagian besar

adalah pelajar.

Tabel 6.7. Tujuan Utama Penggunaan Layanan PLIK

TUJUAN UTAMA LAKI PEREMPUAN TOTAL

∑ % ∑ % ∑ %

Mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah 14 24.10 5 20.80 19 23.20

Melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online 13 22.40 5 20.80 18 22.00

Mengerjakan pekerjaan kantor 2 3.40 1 4.20 3 3.70

Melakukan bisnis secara online (jual beli online) . . . . . .

Mengembangkan hobi berkesenian 1 1.70 1 4.20 2 2.40

Mencari informasi pemerintahan/publik 6 10.30 8 33.30 14 17.10

Melakukan transaksi perbankan . . . . . .

Mencari informasi lowongan pekerjaan 3 5.20 1 4.20 4 4.90

Melihat-lihat/membeli produk melalui internet . . . . . .

Belajar menggunakan komputer dan Internet 6 10.30 2 8.30 8 9.80

Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan PLIK . . . . . .

Mengikuti kursus akademik yang diselenggarakan PLIK . . 1 4.20 1 1.20

Melakukan kegiatan rekreasi/hiburan/bersosialisasi 13 22.40 . . 13 15.90

Bagi sebagian besar pelajar, penggunaan PLIK ditujukan untuk

menyelesaikan tugas-tugas sekolah sekaligus menunjang pendidikan.

Secakangkan aktivitas yang bertujuan melakukan kontak dengan teman/keluarga

secara online diantaranya email, chatting, video conference, dan juga social

networking. Aktivitas social networking tertinggi dilakukan melalui situs

Facebook. Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah pengguna Facebook nomor

4 terbesar setelah Amerika, Brazil, dan India dengan total pengguna sebesar

44.214.400 users10.

Tujuan utama berikutnya adalah belajar menggunakan komputer dan

internet yaitu sebesar 16,10%. Selanjutnya adalah tujuan mencari informasi

pemerintahan atau informasi publik (15,10%) dan melakukan kegiatan

rekreasi/hiburan (8.60%). Hal yang cukup menarik adalah, meski sama-sama

bertujuan mencari informasi, pengguna laki-laki lebih bertujuan mencari

informasi pemerintahan/publik (18,5%) sedangkan pengguna perempuan lebih

10

Diakses dari http://www.socialbakers.com/facebook-statistics/indonesia, tanggal akses 23 September 2012

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

83

bertujuan mencari informasi lowongan pekerjaan (14,3%). Dalam budaya

masyarakat Jawa, laki-laki adalah tulang punggung keluarga sebagai pencari

nafkah. Maka temuan tentang lebih banyak pengguna perempuan yang

bertujuan mencari informasi pekerjaan cukup mengejutkan. Meski demikian,

motivasi yang mendorong munculnya tujuan ini perlu dibahas lebih lanjut.

Tabel 6.8. Tujuan Utama Pertama Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar dan

Non-Pelajar

TUJUAN UTAMA PELAJAR (%) NON-PELAJAR (%)

LAKI PEREMPUAN TOT LAKI PEREMPUAN TOT

Mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah 30.30 29.40 30.00 16.00 . 12.50

Melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online 18.20 11.80 16.00 28.50 42.90 31.30

Mengerjakan pekerjaan kantor . . . 8.00 14.30 9.40

Melakukan bisnis secara online (jual beli online) . . . 4.00 . 3.10

Mengembangkan hobi berkesenian . 5.90 2.00 . . .

Mencari informasi pemerintahan/publik 12.10 29.40 18.00 8.00 42.90 15.60

Melakukan transaksi perbankan . . . . . .

Mencari informasi lowongan pekerjaan . 5.90 2.00 12.00 . 9.40

Melihat-lihat/membeli produk melalui internet . . . . . .

Belajar menggunakan komputer dan Internet 12.10 11.80 12.00 8.00 . 6.30

Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan PLIK . . . . . .

Mengikuti kursus akademik yang diselenggarakan PLIK . 5.90 2.00 . . .

Melakukan kegiatan rekreasi/hiburan/bersosialisasi 27.30 . 18.00 16.00 . 12.50

Tabel 6.9. Tujuan Utama Kedua Penggunaan Layanan PLIK Oleh Pelajar dan

Non-Pelajar

TUJUAN UTAMA KEDUA PELAJAR NON-PELAJAR

LAKI PEREMPUAN TOT LAKI PEREMPUAN TOT

Mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah . 5.00 1.80 3.60 .

Melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online 45.90 30.00 40.40 7.10 . 5.60

Mengerjakan pekerjaan kantor 2.70 . 1.80 . . .

Melakukan bisnis secara online (jual beli online) . . . 7.10 . 5.60

Mengembangkan hobi berkesenian 8.10 . 5.30 3.60 12.50 5.60

Mencari informasi pemerintahan/publik . 10.00 3.50 42.90 . 33.30

Melakukan transaksi perbankan . . . . . .

Mencari informasi lowongan pekerjaan 2.70 10.00 5.30 3.60 25.00 8.30

Melihat-lihat/membeli produk melalui internet . 10.00 3.50 14.30 . 11.10

Belajar menggunakan komputer dan Internet 29.70 20.00 26.30 . . .

Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan PLIK . . . 3.60 . 2.80

Mengikuti kursus akademik yang diselenggarakan PLIK . . . . . .

Melakukan kegiatan rekreasi/hiburan/bersosialisasi 10.80 15.00 12.30 36.00 . 2.80

Jika dilihat dari status pengguna, tujuan utama pertama pengguna

pelajar adalah mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah, yaitu 30%. Tujuan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

84

utama pengguna non pelajar adalah melakukan kontak secara online, yaitu

31,3%. Seperti terlihat pada tabel 6.8. Terlihat perbedaan yang cukup mencolok

dari tujuan utama penggunaan layanan PLIK di antara kedua jenis pengguna ini.

Pengguna pelajar sebagai pengguna terbesar PLIK lebih bertujuan untuk

mengejakan pekerjaan rumah dari sekolah. PLIK menjadi sumber pengguna

pelajar dalam menyelesaikan tugas sekolah sekaligus sebagai pendukung

pendidikan di sekolah. Seperti diketahui, kurikulum pendidikan saat ini

memasukan mata pelajara teknologi informasi dan komunikasi untuk

mengenalkan dan melatih keterampilan penggunaan komputer dan internet.

Beberapa sekolah bahkan menyediakan laboratorium khusus TIK bagi pelajarnya.

Sehingga kehadiran PLIK menjadi pendukung pendidikan pelajar di sekolah.

Sedangkan pengguna non-pelajar memiliki tujuan utama melakukan kontak

dengan teman secara online baik melalui chat, email, maupun social networking.

Tujuan ini merupakan bentuk pengguna non-pelajar dalam mengaktualisasikan

diri (self actualization needs) dalam pergaulan sosialnya secara maya.

Selanjutnya tujuan utama kedua pengguna pelajar terbesar adalah

melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online, yaitu 40,40%. Dan

tujuan utama pengguna non-pelajar terbesar adalah mencari informasi

pemerintahan/publik, yaitu 33,30%. Sepert ditunjukkan pada tabel 6.9. Tujuan

utama kedua ini jauh berbeda dengan tujuan utama dimana pengguna pelajar

memiliki kecenderungan akan kebutuhan hiburan atau pelepas ketegangan.

Temuan ini memperlihatkan bahwa pengguna pelajar cenderung menggunakan

PLIK untuk aktivitas social networking, salah satunya Facebook. Sedangkan

pengguna non-pelajar, merupakan kalangan dewasa yang cukup rasional dalam

menggunakan layanan PLIK untuk mencari informasi publik.

Tujuan utama antara pengguna pelajar dan non-pelajar ini

memperlihatkan karakteristik khalayak aktif yang ditunjukkan oleh Biocca (dalam

Wright 1986:339). Khalayak, yaitu pengguna PLIK, telah memiliki kemampuan

menyaring (selectivity) dalam memilih media (komputer dan internet) dalam

memenuhi kebutuhan dan tujuan mereka (utilitarianism). Tindakan ini tidak

hanya disengaja (intentionality) tapi juga memerlukan usaha (involvement) yaitu

kemampuan menggunakan media (komputer dan internet) dimana dibutuhkan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

85

keterampilan khusus. Hal ini terlihat dari tujuan utama lainnya yang cukup

mencolok terutama di kalangan pengguna pelajar, yaitu menjadikan PLIK sebagai

sarana untuk belajar menggunakan komputer dan internet, (tujuan utama

pertama 12%; tujuan utama kedua 26,3%).

Seperti hasil yang ditunjukan pada tabel 6.7 sebelumnya, ini

menunjukkan bahwa pengguna pelajar adalah pengguna early adopter atau

mereka yang baru mengenal komputer dan internet. Dengan kata lain, mereka

belum memiliki keterampilan yang baik dalam menggunakan komputer dan

internet. Sementara itu, pengguna non-pelajar termasuk pengguna adopter atau

telah memiliki keterampilan menggunakan komputer dan internet. Kenyataan ini

terlihat pula pada banyaknya pengguna pelajar yang bertujuan menggunakan

layanan PLIK untuk melakukan kegiatan rekreasi/hiburan dibandingkan pengguna

non-pelajar. Mereka yang baru belajar menggunakan komputer dan internet

cenderung melakukan aktivitas yang menyenangkan terlebih dahulu untuk

membangkitkan minat. Hingga pada tahap selanjutnya, dimana telah memiliki

keterampilan dan kebutuhan, akan mengembangkan pada tujuan lain.

Melihat tujuan utama penggunaan PLIK, terlihat bahwa kebutuhan

pelajar dan non-pelajar mengalami perbedaan sesuai dengan fungsi sosial dan

fungsi psikologis seperti yang diungkapkan Katz, Gurevitch, & Hass (dalam

Tankard, 2007:357). Pengguna non-pelajar telah mengalami kematangan fungsi

sosial dan psikologis sehingga memiliki kebutuhan kognitif yang lebih kuat, yaitu

memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman. Pengguna non-pelajar

memiliki hasrat untuk memahami dan mengupayakan peningkatan kualitas hidup

dari informasi yang dicari. Sedangkan dari hasil survey terlihat bahwa kebutuhan

pengguna pelajar selain merupakan kebutuhan kognitif juga mengalami

kebutuhan afektif dan integratif sosial. Pengguna pelajar memiliki tujuan belajar

menggunakan komputer dan internet sebagai kebutuhan kognitifnya akan

pengetahuan dan pemahaman yang baru. Kebutuhan afektifnya diperoleh

melalui kegiatan rekreasi/hiburan untuk memperoleh pengalaman

menyenangkan dan melepaskan emosional. Dan kebutuhan integratif sosialnya

dicapai dengan melakukan kontak atau bersosialisasi secara online. Dari

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

86

kebutuhan-kebutuhan tersebutlah kemudian pengguna berupaya memenuhinya

sebagai tujuan penggunaan layanan PLIK.

6.3.3. Motivasi dan Capaian Motivasi Pengguna PLIK

Jika dilihat dari motivasi atau tujuan yang hendak dicapai dalam

menggunakan PLIK, sebanyak 78 (75,7%) pengguna bertujuan untuk mencari

hiburan. Kemudian mendapatkan informasi terkini (74/71,9% pengguna),

meningkatkan keterampilan dalam penggunaan komputer dan internet (71

pengguna), meningkatkan kepercayaan diri (64%), meningkatkan prestasi belajar

di sekolah (57 pengguna), dan meningkatkan keahlian yang berhubungan dengan

pekerjaan (47 pengguna). Motivasi atau tujuan yang hendak dicapai dalam

penggunaan layanan PLIK dapat terlihat pada grafik 6.14 dan tabel 6.9.

Grafik 6.14. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Penggunaan Layanan

PLIK

Pengguna pelajar lebih banyak memiliki motivasi untuk mendapatkan

hiburan (85%) dan meningkatkan prestasi belajar di sekolah (80%). Atau

berupaya memenuhi kebutuhan afektifnya. Dimana pelajar laki-laki lebih

termotivasi untuk mendapatkan hiburan yaitu sebanyak 92,5% atau hampir

24

25

25

27

31

38

41

43

47

57

64

71

74

78

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Memperluas jaringan/pasar dari usaha yang …

Melakukan pekerjaan jarak jauh

Meningkatkan keuntungan dari usaha yang …

Meningkatkan efisiensi waktu dalam …

Mendapatkan pekerjaan yang lebih baik

Meningkatkan keterampilan diri (musik, seni, …

Mencari pekerjaan

Memperluas jaringan

Meningkatkan keahlian yang berhubungan …

Meningkatkan prestasi belajar di sekolah

Meningkatkan kepercayaan diri

Meningkatkan keterampilan dalam penggunaan …

Mendapatkan informasi terkini

Mendapatkan hiburan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

87

seluruh pengguna pelajar laki-laki. Sedangkan pelajar perempuan lebih

termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajar di sekolah.

Tabel 6.9. Motivasi/Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Menggunakan PLIK

MOTIVASI MENGGUNAKAN LAYANAN PLIK

SEMUA

PELAJAR

NON-PELAJAR

LK PR TOT LK PR TOT LK PR TOT

Meningkatkan prestasi belajar di sekolah 51.40 65.50 55.30 75.00 90.00 80.00 23.50 11.10 20.90

Meningkatkan keahlian yang berhubungan dengan pekerjaan/keterampilan kerja

47.30 41.40 45.60 37.50 35.00 36.70 58.80 55.60 58.10

Melakukan pekerjaan jarak jauh 24.30 24.10 24.30 17.50 25.00 20.00 32.40 22.20 69.80

Mencari pekerjaan 39.20 41.40 39.80 17.50 35.00 23.30 64.70 55.60 62.80

Mendapatkan pekerjaan yang lebih baik 29.70 31.00 30.10 22.50 30.00 25.00 38.20 33.30 37.20

Meningkatkan kepercayaan diri 60.80 65.50 62.10 75.00 70.00 73.30 44.10 55.60 46.50

Meningkatkan keterampilan dalam penggunaan komputer

74.30 55.20 68.90 77.50 65.00 73.30 70.60 33.30 62.80

Meningkatkan keuntungan dari usaha yang dilakukan

25.70 20.70 24.30 15.00 20.00 16.70 38.20 22.20 34.90

Memperluas jaringan/pasar dari usaha yang dilakukan

25.70 17.20 23.30 12.50 15.00 13.30 41.20 22.20 37.20

Meningkatkan efisiensi waktu dalam berusaha/bekerja

25.70 27.60 26.20 20.00 25.00 21.70 32.40 33.30 32.60

Mendapatkan informasi terkini 73.00 69.00 71.80 70.00 60.00 66.70 76.50 88.90 79.10

Meningkatkan keterampilan diri (musik, seni, menulis. Dll)

36.50 37.90 36.90 40.00 40.00 40.00 32.40 33.30 32.60

Memperluas jaringan 40.50 44.80 41.70 27.50 40.00 31.70 55.90 55.60 55.80

Mendapatkan hiburan 79.70 65.50 75.70 92.50 70.00 85.00 64.70 55.60 62.80

Motivasi lainnya yang cukup menonjol di kalangan pengguna pelajar

adalah meningkatkan kepercayaan diri yaitu mencapai 73,3%. Tidak ada

perbedaan yang signifikan antara pengguna pelajar laki-laki dan perempuan.

Motivasi ini seiring sejalan dengan motivasi untuk meningkatkan keterampilan

dalam penggunaan komputer, yakni juga 73,3%. Artinya, pengguna pelajar

meyakini bahwa dengan menggunakan komputer dan internet mereka dapat

meningkatkan kepercayaan dirinya dalam pergaulan sosial dengan sesamanya.

Langkah itu diperoleh dengan memotivasi diri untuk meningkatkan keterampilan

penggunaan komputer. Kondisi ini turut memperlihatkan betapa kompleksnya

kebutuhan pengguna pelajar. Dimana pengguna pelajar memiliki hampir semua

kategori kebutuhan seperti yang digambarkan oleh Katz, Grevitch, & Hass.

Pengguna pelajar memiliki kebutuhan integrative personal untuk memperkuat

kredibilitasnya di mata teman sebaya atau orang lain untuk memperoleh

kepercayaan diri dan status.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

88

Sedangkan di pengguna non-pelajar, motivasi atau tujuan yang hendak

dicapai secara umum cukup merata dengan motivasi terbanyak adalah

mendapatkan informasi terkini yaitu 79,1%. Hal ini sejalan dengan tujuan utama

penggunaan layanan PLIK yaitu mencari informasi pemerintahan atau publik.

Motivasi penggunan non-pelajar selanjutnya adalah melakukan pekerjaan jarak

jauh (69,8%), mencari pekerjaan (62,8%), meningkatkan keterampilan

penggunaan komputer (62,8%), mendapatkan hiburan (62,8%), meningkatkan

keahlian yang berhubungan dengan pekerjaan/keterampilan kerja (58,1%), dan

memperluas jaringan (55,8%).

Grafik 6.15. Capaian Motivasi Penggunaan Layanan PLIK

(a) Meningkatkan prestasi belajar di sekolah (b) Meningkatkan kepercayaan diri

(c) Meningkatkan keterampilan dalam penggunaan

komputer dan internet

(d) Mendapatkan hiburan

Keterangan:

2.08%

27.08%

39.58%

31.25%

6.82%

11.36%

40.91%

40.91%

4.55% 11.36%

20.45%

63.64%

5.88%

21.57%

72.55%

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

89

Berdasarkan capaian kemajuan motivasi, motivasi mendapatkan

hiburan di kalangan pengguna pelajar adalah dianggap paling tercapai. Yaitu

72,5% mengatakan bahwa motivasi tersebut telah tercapai, baik pelajar laki-laki

maupun pelajar perempuan. Akan tetapi, motivasi meningkatkan prestasi belajar

di sekolah memiliki capaian yang beragam. Sebanyak 27,1% mengatakan tujuan

tersebut belum tercapai; 39,6% mengatakan hampir tercapai, dan 31,3%

mengatakan telah tercapai. Hal ini berarti, motivasi pelajar untuk meningkatkan

prestasi belajar melalui penggunaan layanan PLIK belum tercapai. Faktor yang

menyebabkan antara lain tidak adanya bimbingan atau arahan bagi pelajar dalam

menggunakan layanan PLIK serta konten dan kegiatan yang mendukung

pembelajaran mereka di sekolah. PLIK baru menjadi ajang bagi pelajar untuk

mendapatkan hiburan melalui aktivitas permainan atau game online.

Grafik 6.16. Persepsi terhadap perubahan kemampuan dalam menggunakan

komputer dan sarana komunikasi modern; pengalaman menggunakan PLIK

(a). Semua responden pengguna (b) Pengguna Pelajar & Non-pelajar

Meski demikian, sebanyak 40,9% pengguna pelajar mengungkapkan

bahwa motivasi untuk meningkatkan kepercayaan diri dari menggunakan

layanan PLIK telah tercapai. Dan 63,6% pengguna pelajar menyebutkan bahwa

motivasi meningkatkan keterampilan dalam menggunakan komputer dan

internet juga telah tercapai. Sementara itu, pengguna non-pelajar menganggap

bahwa capaian motivasi mendapatkan informasi terkini telah tercapai (70,6%).

28%

63%

8%

1%

sangat meningkat cukup meningkat

tidak ada perubahan bertambah buruk

17

39

4 0 12

26

4 1 0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

sangat meningkat

cukup meningkat

tidak ada perubahan

bertambah buruk

PELAJAR NON-PELAJAR

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

90

Capaian motivasi mencari pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik

juga dinilai oleh pengguna non-pelajar telah tercapai yaitu 51,9% dan 56,3%.

Secara umum, pengguna PLIK memiliki persepsi bahwa setelah

menggunakan PLIK terjadi perubahan kemampuan yang cukup meningkat dalam

menggunakan komputer dan sarana komunikasi modern, yaitu sebanyak 63%.

Dan sebanyak 28% mengatakan terjadi perubahan yang sangat meningkat. Baik

pengguna pelajar maupun pengguna non-pelajar mengungkapkan terjadi

perubahan yang cukup meningkat dalam penggunaan komputer dan internet.

Dengan demikian, tujuan utama dan motivasi pengguna dalam meningkatkan

keterampilan penggunaan komputer dan internet telah terpenuhi. Hal ini berarti

kehadiran PLIK membantu masyarakat untuk meningkatkan literasi penggunaan

komputer dan internet.

6.3.4. Jenis Layanan PLIK

Standar perangkat PLIK yang disediakan oleh penyelenggara

berdasarkan permintaan BP3TI terdiri dari komputer dan printer multifungsi

(print, fotocopy, scanner). Sedangkan jasa layanan PLIK disesuaikan dan

diserahkan kepada pengelola PLIK sehingga jenis jasa yang diberikan dapat

berbeda-beda. Perangkat dan jasa layanan PLIK tersebut sejatinya ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam mencapai tujuannya. Harris (2009)

menyebutkan bahwa telecenter dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna

dengan berbagai perangkat serta dukungan dari sumber daya manusia sebagai

pengelolanya.

Hasil survey terhadap frekuensi penggunaan perangkat menunjukkan

bahwa perangkat komputer lebih sering digunakan dibanding perangkat lainnya

seperti terlihat pada grafik 6.17. Sebanyak 98 pengguna (95,1%) menyatakan

bahwa komputer adalah perangkat yang paling sering digunakan dalam usaha

memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Perangkat komputer ini dapat

digunakan secara offline maupun online (internet). Perangkat lain yang sering

digunakan adalah headset yaitu 49 pengguna (47,6%). Tidak semua PLIK

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

91

menyediakan headset karena headset bukan perangkat yang disediakan oleh

penyelenggara sehingga beberapa pengelola mengusahakan sendiri perangkat

tersebut. Penggunaan headset yang relatif sering ini berkaitan erat dengan

motivasi pengguna dalam menggunakan komputer yaitu untuk mendapatkan

hiburan baik secara offline maupun online.

Grafik. 6.17. Frekuensi Penggunaan Perangkat PLIK (Sering, Lebih dari 1 Kali)

(a) Frekuensi penggunaan perangkat PLIK

(b) Perbandingan frekuensi penggunaan perangkat antara pelajar dan non-pelajar

Frekuensi penggunaan komputer dan internet yang paling tinggi adalah

untuk mencari informasi di-internet (browsing) yakni mencapai 74,8% atau

disampaikan oleh 77 pengguna. Kemudian digunakan untuk aplikasi dan software

atau penggunaan komputer secara offline (51%), email (47,6%), game online

(45,6%), dan chatting (35,9%).

Sedangkan kegiatan lain seperti pelatihan komputer/internet/program

aplikasi, pelatihan pengembangan kewirausahaan, dan kursus akademik

merupakan jasa yang tidak tersedia di PLIK. Hanya PLIK Nanggulan 2 saja yang

memberikan jasa pelatihan bekerja sama dengan instansi lain. Diketahui

sebanyak 13 orang saja yang sering mengikuti pelatihan komputer/internet dan

hanya 5 orang yang mengikuti pelatihan kewirausahaan. Tampaknya, yang

menjadi primadona layanan PLIK adalah komputer dan internet dengan

peruntukan tujuan yang bervariasi dan dengan pemenuhan kebutuhan kognitif,

afektif, integrative personal, dan integrative sosial. Pengelola PLIK belum berani

mengadakan pelatihan atau kegiatan pengembangan diri pengguna dalam

98

26

2

4

49

6

0 20 40 60 80 100 120

Computer

Printer

Fotokopi

Scanner

Headset

Peralatan yang bisa …

57

15

2

3

30

3

41

11

1

19

3

0 10 20 30 40 50 60

Computer

Printer

Fotokopi

Scanner

Headset

Peralatan yang bisa …

non-pelajar pelajar

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

92

kaitannya peningkatan taraf hidup karena tidak tahu bagaimana bentuknya dan

kesulitan secara financial jika tidak bekerja sama dengan pihak ketiga. Sementara

ini baru PLIK Nanggulan 2 yang mengadakan pelatihan bersama pihak ketiga.

Untuk jasa layanan yang diberikan, pengetikan, penterjemah, dan cetak

dokumen adalah jasa yang cukup sering digunakan (21,4%).

6.3.5. Persepsi Penilaian Terhadap Layanan PLIK

Dalam operasionalnya, pengelola PLIK memiliki kebebasan dalam

mendesain tata ruang PLIK yang memberikan kenyamanan bagi pengguna. PLIK

yang memberikan kenyamanan tentunya akan membangkitkan minat

masyarakat dalam menggunakan layanan PLIK. Kenyamanan tersebut

diantaranya menyangkut infrastruktur fisik PLIK dan aksesibilitas internet di PLIK.

Dari hasil survey diketahui bahwa secara umum pengguna memiliki persepsi

penilaian yang positif terhadap infrastruktur fisik PLIK. Sebanyak 61,2% pengguna

menyatakan bahwa tata ruang PLIK bagus.

Grafik 6.18. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (pengelola PLIK)

Tata ruang di ketiga PLIK memiliki bentuk yang tidak terlalu berbeda.

Rata-rata menempati ruangan berukuran5 x 5 meter dengan posisi komputer

client saling berhadapan atau melingkar mengikuti bentuk ruang. PLIK Nanggulan

2 dan PLIK Banjarharjo tidak menggunakan sekat antar komputer sedangkan PLIK

63

60

56

68

63

58

33

41

36

36

42

37

34

20

22

24

20

26

26

24

13

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Tata ruang

Pencahayaan ruangan

Suhu ruangan

Kebersihan ruangan

Perangkat terawat

Sikap pengelola PLIK (ramah, suka membantu)

Kursus dan pelatihan

non-students students all user

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

93

Girikencana Giripurwo menggunakan sekat. Dari segi pencahayaan ruangan,

suhu, dan kebersihan ruangan, sebagian besar pengguna menilai bagus.

Sedangkan penilaian terhadap aksesibilitas internet yang merupakan

layanan utama PLIK relatif mendapatkan penilaian yang biasa saja. Menurut

pengguna, jumlah perangkat PLIK belum memenuhi kebutuhan dimana

jumlahnya terlalu sedikit. Begitu pun dengan spesifikasi perangkat baik komputer

maupun printer. Pengguna menilai spesifikasi perangkat termasuk biasa saja.

Kecepatan akses dan kestabilan akses internet dinilai pengguna tidak terlalu

bagus meski tidak buruk. Terutama pengguna non-pelajar menilai kecepatan dan

kestabilan akses internet biasa saja. Aksesibilitas internet ini merupakan salah

satu isu yang penting dalam layanan PLIK dimana operator PLIK mengungkapkan

bahwa akses internet acap kali tidak stabil. Kadang sangat cepat dan kadang

sangat lambat meskipun. Dan pengguna PLIK pun paling sering mengeluhkan

kecepatan dan kestabilan akses internet. Untuk masalah ini, pengelola tidak bisa

mengambil langkah lebih jauh selain menghubungi penyelenggara PLIK.

Grafik 6.19. Persepsi Penilaian Pengguna Terhadap Layanan PLIK (penyelenggara dan penyedia)

Selanjutnya penilaian pengguna terhadap ketersediaan perangkat

lunak/aplikasi/software cenderung bagus hingga biasa saja. Memang tidak

banyak aplikasi atau software yang tersedia di perangkat komputer yang dapat

digunakan oleh pengguna secara offline. Saat ini, sistem operasi komputer klien

berbasis Linux yang dinilai oleh pengelola/operator sulit untuk menginstal

46

34

34

64

48

44

60

29

22

23

37

33

30

36

17

12

11

27

15

14

24

0 10 20 30 40 50 60 70

Spesifikasi perangkat (komputer, printer, dll)

Kecepatan akses internet

Kestabilan akses internet

Harga jasa layanan

Ketersediaan perangkat lunak/aplikasi/software

Jumlah perangkat

Waktu pelayanan PLIK

non-students students all user

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

94

software yang dibutuhkan oleh pengguna. Selain software tersebut harus

berbasis Linux juga tidak bisa diinstal langsung dari komputer klien.

Terkait waktu pelayanan dan harga jasa layanan, sebagian besar

pengguna menilai kualitas kedua variable ini sudah bagus. Waktu pelayanan PLIK

yang dianjurkan adalah 8 jam/hari namun boleh lebih sesuai kebutuhan. Namun

jam operasional layanan diserahkan kepada masing-masing pengelola. Menurut

59,4% pengguna, waktu pelayanan PLIK ini sudah bagus meski sebagian

diantaranya terutama pengguna non-pelajar mengharapkan jam layanan PLIK

hingga malam hari. Oleh karena di siang hari mereka harus bekerja. Sedangkan

harga jasa layanan memiliki persepsi bagus yaitu mencapai 62,7%. Pengguna

menilai harga jasa layanan ini terjangkau dan lebih murah dibandingkan di

warnet.

Dalam pelaksanaan penelitian, pengguna turut diminta pendapat baik

tentang layanan PLIK. Berikut adalah masukan, saran dan kritik pengguna yang

telah dikelompokkan untuk pengelola dan penyelenggara/penyedia PLIK:

1. Masukan bagi pengelola PLIK

a. Ruangan diberi pendingin ruangan (AC)

b. Disediakan both makanan/minuman yang dapat dibeli oleh

pengguna

c. Ada layanan happy hour, layanan dengan potongan harga tertentu

pada jam-jam tertentu

d. Ada website tentang PLIK

e. Disediakan aplikasi pemutar music di PC

f. Diadakan pelatihan untuk pengguna/masyarakat

g. Disediakan layanan hotspot

h. Disediakan jam operasional malam untuk pengguna dewasa

2. Masukan bagi penyelenggara dan penyedia PLIK

a. Koneksi internet lambat dan tidak stabil

b. Jumlah komputer ditambah

c. Disediakan headset

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

95

6.3.6. Ketertarikan Terhadap Konten Informasi

Ketertarikan pengguna terhadap konten informasi cukup besar pada

bidang-bidang tertentu. Secara umum, pengguna PLIK sangat tertarik pada

konten informasi pendidikan, kesehatan, dan lowongan pekerjaan. Dan informasi

lain yang cukup menarik bagi penggna meliputi konten informasi pemerintahan,

jual beli (bisnis), pariwisata, tanggap darurat/kebencanaan, dan informasi teknis

seperti pertanian dan industri kecil.

Kebutuhan informasi antara pengguna pelajar dan non-pelajar tampak

berbeda. Dimana pengguna pelajar sangat tertarik pada informasi hiburan

(59,5%) dan cukup tertarik pada informasi pendidikan (43,2%) dan informasi

kebudayaan/kesenian (43,2%). Sedangkan pengguna non pelajar memiliki

ketertarikan yang kuat terhadap informasi pendidikan (56,7%), informasi teknis

(56,7%), informasi lowongan kerja (53,3%), dan informasi kesehatan (43,3%).

Pengguna non-pelajar juga memiliki ketertarikan yang cukup terhadap konten

informasi pemerintahan (33,3%), kegiatan bisnis (33,3%), jual beli (33,3%), dan

tanggap darurat/kebencanaan (26,7%).

Grafik 6.20. Ketertarikan Pengguna Terhadap Konten Informasi

19

26

32

31

21

36

30

31

38

30

28

27

13

14

17

21

11

16

13

15

20

14

15

13

6

12

15

10

10

20

17

16

18

16

13

14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Pendidikan

Kesehatan

Riset akademik dari berbagai disiplin ilmu

Informasi teknis (pertanian, industri kecil)

Lowongan kerja

Kesenian/kebudayaan

Hiburan (game, film, music)

Tanggap darurat/kebencanaan (gempa bumi, …

Kepariwisataan

Pemerintahan

Kegiatan bisnis (pembayaran, perbankan)

Jual beli

non-students students all user

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

96

Perbedaan kebutuhan informasi antara pengguna pelajar dan non-

pelajar terkait dengan perbedaan latar belakang, pengalaman, dan pendidikan

pengguna. Secara psikologis, pengguna pelajar memiliki kebutuhan afektif untuk

memperoleh pengalaman yang menyenangkan dari menggunakan layanan PLIK,

khususnya internet. Pengguna pelajar mengharapkan PLIK dapat menjadi pelepas

ketegangan dari lingkungan sekolah dan lingkungan sosial sekitarnya. Sehingga

mereka termotivasi untuk menggunakan PLIK dalam memenuhi kebutuhan

hiburan. Maka, informasi yang dibutuhkan dan menarik minat pengguna pelajar

adalah informasi yang berkaitan dengan hiburan, terutama permainan online.

Pengguna pelajar menganggap bahwa PLIK dapat memenuhi kebutuhan akan

informasi hiburan terlihat dari capaian motivasi pada memperoleh hiburan

sangat baik. Meski demikan, pengguna pelajar juga membutuhkan informasi

tentang pendidikan. Informasi tentang pendidikan ini juga merupakan motivasi

pengguna pelajar dalam menggunakan layanan PLIK yaitu meningkatkan prestasi

belajar di sekolah. Sayangnya, PLIK dianggap belum bisa memenuhi kebutuhan

pengguna pelajar akan informasi pendidikan terlihat dari persepsi pencapaian

yang masih rendah.

Sedangkan pengguna non-pelajar telah memiliki kematangan yang

diperoleh dari lingkungan sosial sehingga kebutuhannya tidak lagi sebatas

pemenuhan kebutuhan afektif. Pengguna non-pelajar mengharapkan

pemenuhan kebutuhan kognitif untuk memperoleh informasi, pengetahuan, dan

pemahaman dengan diwujudkan dalam pencarian informasi yang lebih beragam.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

98

PENUTUP

7.1. KESIMPULAN

Masyarakat perdesaan dalam penelitian ini, terutama masyarakat Desa

Banyuroto, Kecamatan Nanggulan; Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo; dan

Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, merupakan masyarakat yang kental

akan karakteristik budaya Jawa agraris. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian

besar masyarakat perdesaan bermata pencaharian sebagai petani. Dengan

tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA/SMK dan sebagian lainnya adalah SD,

memperlihatkan bahwa masyarakat perdesaan berada pada tingkat

kesejahteraan yang belum memadai. Hal ini ditemukan dengan masih rendahnya

pendapatan keluarga per bulan yaitu antara Rp. 500.000 hingga Rp. 1.000.000.

Pada tingkat pendidikan SMA/SMK bahkan SD, tidak banyak keterampilan yang

dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan atau status sosioekonomi. Maka

kehadiran PLIK tentunya diharapkan mampu memberikan peluang terhadap

peningkatan kualitas hidup masyarakat perdesaan.

Penelitian tentang pola penggunaan PLIK dan peningkatan

sosioekonomi masyarakat perdesaan menemukan bahwa PLIK mulai diminati

oleh masyarakat yang terlihat dari peningkatan kunjungan per hari. Meski

demikian, tidak semua masyarakat desa yang mengetahui dan menggunakan

layanan PLIK. Hanya 30% masyarakat yang mengetahui tentang PLIK dan hanya

7,59% saja yang pernah menggunakan layanan PLIK. Sebagian besar pengguna

PLIK adalah pelajar yang berusia antara 10 – 20 tahun serta non-pelajar yang

berusia antara 25 – 35 tahun. Mayoritas pengguna PLIK adalah laki-laki. Dari segi

pendapatan, pengguna PLIK adalah masyarakat yang memiliki pendapatan

rendah yaitu kurang dari Rp 500.000 dan antara Rp. 500.000 – Rp. 1 juta.

Banyaknya pengguna berpendapatan rendah ini menunjukkan secara

demografis, PLIK telah tepat sasaran. PLIK telah berhasil menerapkan prinsip

affordability dimana tarif layanannya mampu dijangkau masyarakat. Dengan

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

99

demikian, seharusnya akan ada impaknya terhadap peningkatan sosioekonomi

masyarakat perdesaan.

Akan tetapi, kenyataan tersebut belumlah terwujud. Hal ini terlihat dari

tujuan utama penggunaan perangkat dan jasa PLIK. Penggunaan PLIK barulah

pada upaya pemenuhan kebutuhan afektif, integrative sosial, dan integrative

personal. Yakni, pengguna lebih mengutamakan upaya memenuhi kebutuhan

kesenangan pribadi dan meningkatkan kepercayaan diri. Terutama pada

pengguna pelajar, dimana tujuan utama pengunaan layanan PLIK adalah untuk

melakukan kontak dengan teman/keluarga secara online (40,40%) yang

umumnya berupa aktivitas social networking. Sedangkan pengguna non-pelajar

telah cukup matang dalam memilah kebutuhan utama yang bertujuan

meningkatkan kualitas hidup terlihat dari tujuan utamanya adalah mencari

informasi pemerintah atau publik (33,3%). Meski tujuan dan motivasi

penggunaan PLIK cenderung pada pemenuhan kebutuhan hiburan/kesenangan

diri, tampak adanya upaya pemenuhan kebutuhan akan peningkatan prestasi

belajar (80%) dan peningkatan literasi terhadap komputer dan internet (73,3%).

Sayangnya, pencapaian terhadap motivasi peningkatan prestasi belajar belum

sepenuhnya tercapai. Di sisi lain, pencapaian terhadap hiburan dan kesenangan

justru tercapai penuh. Hal ini menunjukkan belum adanya kesadaran

penggunaan layanan PLIK untuk kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan

kualitas hidup. Meski demikian, sebagian besar responden (63%) berpersepsi

positif terhadap peningkatan kemampuan dalam menggunakan komputer dan

internet.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

100

7.2. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian di atas, untuk pengembangan dan

peningkatan layanan PLIK sebagai bagian dari langkah perencanaan sustainability

program sehingga menghasilkan multiplier effect yang diharapkan bersama,

maka BPPKI Yogyakarta merekomendasikan hal berikut:

(a) Pengelolaan PLIK

1. Dengan adanya kategorisasi pengelolaan PLIK baik itu

perorangan/mandiri, pemerintah desa, maupun KUD, perlu adanya

pembinaan secara berkala dalam rangka menyamakan persepsi

tentang tujuan PLIK. Hal ini bertujuan untuk menjadikan PLIK benar-

benar sebagai pusat layanan informasi dan teknologi informasi yang

mampu memberdayakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

dan meningkatkan sosioekonominya. Dengan demikian pengelola

perlu dibekali dengan technopreunership dan sociopreneurship

sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan layanan PLIK

seperti yang berlangsung di PLIK Nanggulan 2.

2. Penunjukkan pengelola PLIK perlu melalui seleksi agar diperoleh

pengelola yang memiliki visi sejalan dengan visi Kemkominfo. Tidak

menjadikan PLIK semata-mata sebagai ladang bisnis yang hanya

menguntungkan pengelola secara sepihak.

3. Untuk menjamin pengelolaan PLIK yang sejalan dengan visi

Kemkominfo, ada baiknya pengelola PLIK diperlakukan sebagai mitra

Kemkominfo dengan surat keputusan yang ditetapkan oleh Menteri

di bawah koordinasi operator penyedia PLIK. Sehingga pengelola

PLIK memiliki kesadaran akan kewajiban menjadikan PLIK sebagai

pusat layanan informasi dan pemberdayaan masyarakat setempat.

4. Dalam pasal 12 Permen No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010

disebutkan bahwa penyedia PLIK wajib bekerja sama dengan UKM

setempat. Dalam hal pelaksanaan kerja sama ini, penyedia PLIK perlu

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

101

melakukan fit and proper test terhadap calon pengelola yaitu UKM

yang memiliki kemampuan secara teknis dan bisnis sehingga mampu

mengembangkan PLIK sebagai pusat layan informasi yang mendukung

perekonomian desa/kecamatan. Jika tidak terdapat UKM, pilih

organisasi atau individu yang memiliki kemampuan tersebut. PLIK

tidak sekedar dititipkan yang akan mengakibatkan operasionalisasinya

menjadi tidak optimal dalam mendukung visi misi Kemkominfo.

5. Untuk mencapai harapan peningkatan sosioekonomi masyarakat,

maka perlu dilaksanakan koordinasi, kolaborasi, kerja sama lintas

sektoral yang melibatkan Kementerian, pemerintah daerah,

penyelenggara, pengelola, dan masyarakat (kelompok masyarakat,

pelajar) dalam kegiatan pembinaan, penyuluhan, pelatihan

peningkatan produktivitas perdesaan/kecamatan melalui PLIK.

(b) Pemberdayaan: Pelatihan dan Pendidikan Bagi Anak dan Pemuda

6. Hasil penelitian menemukan bahwa pengguna PLIK terbeesar adalah

anak-anak dan pelajar yang berusia antara 10 – 20 tahun. Oleh karena

itu perlu dikembangkan jasa dan layanan PLIK yang mendukung

pengembangan keterampilan dan peningkatan pendidikan. PLIK

sebagai pelengkap dan pendukung pendidikan sekolah formal.

Dengan cara menyediakan pelatihan keterampilan multimedia,

konten informasi pendidikan, memadukan layanan PLIK dengan

layanan perpustakaan/kursus akademik, dan sebagainya. Sehingga

kunjungan anak dan pelajar ke PLIK tidak semata mencari kesenangan

atau hiburan dengan bermain game online atau social networking.

7. Dengan banyaknya pengguna anak dan pelajar, maka penyedia dan

pengelola PLIK perlu menjamin penggunaan internet yang sehat dan

aman. Dan Kemkominfo perlu menuangkan penggunaan internet

sehat dan aman dalam klausul kerja sama.

(c) Konten Informasi (Information Content)

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

102

8. Hasil penelitian memperlihatkan animo yang cukup tinggi terhadap

pencarian informasi publik secara online oleh pengguna PLIK. Serta

ada ketertarikan informasi-informasi tertentu oleh masyarakat

perdesaan secara umum. Sejalan dengan Deklarasi WSIS dan hasil

penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa telecenter (termasuk

PLIK) merupakan pusat layanan informasi bagi masyarakat sehingga

harus tersedia informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dengan

demikian harapan mewujudkan masyarakat informasi,

berpengetahuan, dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik

(sejahtera) dapat tercapai. Oleh karena itu, direkomendasikan adanya

konten informasi publik yang tersaji secara offline maupun online

sesuai kebutuhan masyarakat setempat.

9. Penambahan klausul pada Pasal 3 ayat (3) Permen Kominfo No.

19/PER/M.KOMINFO/12/2010, dimana SIMMLIK-Kominfo tidak

sekedar mendistribusikan konten tetapi juga menjamin tersedianya

konten informasi PLIK.

10. Konten informasi tersebut berkaitan dengan informasi pendidikan

(misal Buku Sekolah Elektronik, Edugames Mata Pelajaran, Bank Soal,

dan sebagainya), informasi pertanian (masa cocok tanam, budi daya),

informasi perekonomian (harga jual beli komiditi, agriculture supply

chain information), informasi pemerintahan, dan sebagainya.

(d) Monitoring dan Evaluasi

11. Berdasarkan Permen No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010 pasal 3 (3)

dilaksanakan kegiatan monitoring PLIK melalui SIMMLIK yang

berfungsi sebagai sistem penyediaan akses internet, sistem

monitoring dan manajemen perangkat, dan pusat manajemen

distribusi konten. Mengingat peran PLIK yang sangat besar terhadap

peningkatan sosioekonomi desa/kecamatan, maka pelaksanaan

monitoring tidak sebatas pada akses dan perangkat PLIK. Perlu

diadakan sistem monitoring terpadu terhadap keberlanjutan

program PLIK. Untuk melaksanakan sistem monitoring terpadu ini

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

103

maka Kemkominfo melalui BP3TI perlu merencankan program

keberlanjutan PLIK yang komprehensif memenuhi kebutuhan

masyarakat sesuai dengan karakteristiknya. Sehingga program PLIK

tidak sebatas pada instalasi dan monitoring infrastruktur.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

105

DAFTAR PUSTAKA

Abdulwahab, L., & Zulkahiri, M. D. (2012). Assessing the Catalyst and the Barriers to

Rural Community Based Telecenter Usage. Journal of emerging Trends in

Computing and Information Sciences, 3(6), 826-832.

Bank, W. (2005). Information and COmmunication technologies for Rural Development

Issues and Options: An Evaluation of Telecenters in Indoneisa. The World Bank.

Bashir, M. S., Samah, B. A., Emby, Z., Badsar, M., Azril, H., Shaffril, M., & Aliyu, A. (2011).

Information and Communication Technology Development in Malaysia:

Influence of Competency of Leaders, Location, Infrastructures and Quality of

Services on Telecentre Success in Rural Communities of Malaysia. Australian

Journal of Basic and Applied Sciences, 5(9), 1718-1728.

Benjamin, P. (2001). Does 'Telecntre' mean the centre is far away? Telecentre

development in South Africa. The Southern African Journal of Information and

Communication, 1(1). Retrieved 8 29, 2012, from http://link.wits.ac.za/journal/j-

01-pb.htm

BP3TI. (2012). Penyediaan KPU/USO: Melalui USO, Kita Buka Kemudahan Akses

Informasi Hingga Pelosok Negeri. BP3TI, Kementerian Komunikasi dan

Informatika.

Burhan, B. (2007). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi

Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Choi, C., & Yi, M. H. (2009). The Effect of The Internet on Economic growth: Evidencen

from Cross-Country Panel Data. Economic Letters, Elsevier.

Economic, D. A. (2011). Peran Internet Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia.

Australia: Deloitte Access Economic.

Ellen, D. (2003). Telecentres and the provision of community based access to electronic

information in everyday life in the UK. Journal of Information Research, 8(2).

Retrieved from http://informationr.net/ir/8-2/paper146.html

Goldhaber, G. M. (1993). Organizational Communication (6th ed.). McGraw-Hill Higher

Education.

Gomez, R., Hunt, P., & Lamoureux, E. (1999). Telecenter Evaluation and Research: a

global perspective. In I. D. Center (Ed.), Telecenter Evaluation: A Global

Perspective. Report of an International Meeting on Telecenter Evaluation (pp.

13-24). Canada.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

106

Harris, R. (2001). Telecentres in Rural Asia: Towards a Success Model. International

Conference on Information Technology, Communication and Development (ITCD)

(pp. 71-111). Kathmandu, Nepal: ITCD.

Harris, R. W. (1999). Evaluating Telecentres within National Policies for ICTs in

Developing Countries. In Telecentre Evaluation: A Global Perspective (pp. 129-

136). Canada: International Development Research Centre (IDRC).

Herlambang, B. (2011). Implementation of USO Program in Indonesia. Jakarta:

Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Israel, G. D. (2003). Determining Sample Size. University of Florida.

ITU. (2011). Measuring Information Society 2011. Geneva: International

Telecommunication Union.

Kemkominfo. (2006). Dokumen Hasil Sidang Konferensi Tingkat Tinggi Dunia Mengenai

Masyarakat Informasi Geneva 2003-Tunis 2005. Jakarta: Kementerian

Komunikasi dan Informatika RI.

Lashgarara, F., Karimi, A., & Mirdamadi, S. M. (2012). Effective Factors On The Villagers'

Use of Rural Telecenter (Case Study of Hamadan Province, Iran). 7(13).

Littlejhon, S. W., & Foss, K. A. (2009). Teori Komunikasi. (M. H. Hamdan, Trans.) Jakarta:

Salemba Humanika.

Lwoga, E. T. (2010). Bridging the Agricultural Knowledge and Information Divide: The

Case of Selected telecenters and Rural Radion in Tanzania. Electronic Journal of

Information Systems in Developing Countries, 43(6), 1-14.

Maitrayee, M. (2009). ICTs and Development: A Study of Telecentres in Rural India. 10th

International Conference on Social Impact of Computers in Developing Countries.

Dubai, UAE.

McQuali, D. (2000). McQualis's Mass Communication Theory (4th ed.). London: Sage

Pub.

Mtega, M. P., & Malekani, A. W. (2009). Analyzing the usage patterns and challenges of

telcenters among rural communities: experience from four selected telecenters

in Tanzania. International Journal of Education and Development using

Information and Communication Technology (IJEDICT), 5(2), 68-87.

Nair, M., Han, G.-S., Lee, H., Goon, P., & Muda, R. (2010). Determinants of the Digital

Divide in Rural Communities of a developing Country: The Case of Malaysia.

Journal of Development and Society, 39(1), 139-162.

Prado, P., Camara, M. A., & Figueiredo, M. A. (2011). Evaluating ICT adoption in rural

Brazil: a quantitative analysis of telecenters as agents of social change. The

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012

107

Journal of Community Informatics, 7(1-2). Retrieved from http://www.ci-

journal.net/index.php/ciej/article/view/663

Proenza, F. J., Buch, R. B., & Montero, G. (2001). Telecenters for Socioeconomic and

Rural Development in Latin America and the Caribbean. ITU, IADB, FAO.

Washington DC: IADB - Inter-America Development Bank.

Qvortrup, L. (1994). A means to social, cultural and economic development of rural

communities and low-income urban settlements: Impact of Community

Teleservices Centres (CTSCs) on Rural Development. ITU.

Rao, S. S. (2008). Social development in Indian rural communities: Adoption of

telecentres. International Journal of Information Management, 28, 474-482.

Razak, N. A. (2009). Empowering The Rural Communities Via The Telecenter. 9(3).

Soriano, C. R. (2007). Exploring the ICT and Rural Poverty Reduction Link: Community

Telecenters and Rural Livelihoods in Wu'an, China. Electronic Journal on

Information System in Developing Countries, 32, 1-15.

Statistik, B. P. (2010). Kulonprogo Dalam Angka 2009. Kulonprogo: BPS.

Tankard, S. J., & Werner, J. J. (2007). Tori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di

Dalam Media Massa (2nd ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wright, C. R. (1986). Sosiologi Komunikasi Massa. (J. Rahmat, Trans.) Bandung: PT.

Remaja Rosda-Karya.

Yonah, Z. A., & Salim, B. A. (2010). ICTs as Tools for Poverty Reduction: The Tanzanian

Experienc. In B. M. Maumbe, E-Agriculture and E-Governement for Global Policy

Development: Implications and Future Directions. United States of America:

Internation Science Reference (IGI Global).

Yusof, S. A., Osman, W. R., & Yusop, N. I. (2010). A Conceptual Model for Psychological

Empowerment of Telecentre Users. Journal of Computer and Information

Science, 3(3), 71-79.

a

LAMPIRAN

For detailed please contact [email protected]. Thank you.