perspektif hamka tentang amar ma'ruf nah>>i munkar

142

Upload: khangminh22

Post on 21-Mar-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERSPEKTIF HAMKA TENTANG AMAR

MA’RUF NAH>>I MUNKAR: TELAAH TAFSI>>>>>> >>>>> >R AL-

AZHAR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Muhammad Awal Pane Nim:11150340000240

Di bawah Bimbingan

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar.M.A Nip: 196908221997031002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442/2021

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PERSPEKTIF HAMKA TENTANG AMAR

MA'RUF NAHI MUNKAR: TELAAH TAFSIR AL-AZHAR telah

diujikan

dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Februari

2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu

Al-Qur‟an dan Tafsir.

Jakarta, 26 April 2021

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Eva Nugraha, M.Ag Fahrizal Mahdi, Lc.,MIRKH

Nip.19710217 199803 1 002 NIP. 19820816201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Muslih, M.Ag

NIP. 1958030 1199203 1 001 Nip. 19721024 200312 1 002

Pembimbing,

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A NIP. 19690822 199703 1 002

Dr. Mafri Amir, M.A

,mmmmk,mkmk

mm

NIP. 1958030 1199203 1

001

i

ABSTRAK

Muhammad Awal Pane

Perspektif Hamka Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Telaah Tafsir

Al-Azhar, Ulama sepakat bahwasanya hendaklah ada dalam kalangan jamaah

muslim itu dari suatu golongan, dalam ayat ditegaskan suatu umat yang

menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan, tegasnya Da‟wah. Yang

selalu mesti mengajak manusia menyeru berbuat yang ma‟ruf, yaitu yang

patut, pantas dan sopan, dan mencegah, melarang perbuatan yang munkar,

yaitu yang dibenci; dan yang tidak diterima. Perbuatan yang ma‟ruf

apabila dikerjakan, dapat diterima dan difahami oleh manusia yang

berakal. Yang munkar artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi;

yang ditolak oleh masyarakat. Dari sini penulis ingin mengkaji tentang

pandangan Buya Hamka tentang Perspektif Hamka Tentang Amar Ma‟ruf

Nahi Munkar: Telaah Tafsir Al-Azhar. Penulis merujuk kepada Buya

Hamka karena beliau merupakan mufassir terkenal di zaman kontemporer,

dan sangat mudah dipahami dalam menjelaskan masalah agama.

Penelitian skripsi ini, secara keseluruahn menggunakan metode

penelitian kualitatif. Dalam metode mengumpulkan data, penulis

menggunakan metode kepustakaan (Library Research) yaitu teknik

pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-

buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan dibantu dengan skripsi, jurnal

dan artikel, sehingga diperoleh data-data yang diperlukan yang

berhubungan dengan masalah yang dipecahkan. Dalam metode analisis

data. Penulis mengolah data tersebut dengan menggunakan metode

tematik.

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa Buya Hamka

ketika menafsirkan al-Qur‟an dalam Qs. A<li ‘Imra>n ayat 110, Qs. A<li-

„Imra>n ayat 104 dan Qs. al-Taubah ayat 67 dan Qs. al-A‟raf ayat 157.

Buya Hamka menjelaskan dalam tafsir al-Azhar hendaklah ada suatu

kesadaran diri dan suatu golongan dari umat ini untuk menyeru kepada

yang ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar. Dengan demikian

agama ini tetap tegak dan tidak seolah-olah mati.

Kata kunci: Amar Ma’ruf Nahi Munkar ; Telaah Tafsir Al-Azhar

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur kehadirat Allah SWT.

yang memberikan taufik, hidayah dan inayahnya begitu pula dengan

nikmatnya yang tak terhingga jumlahnya, dengan atas seizinnyalah skripsi

yang berjudul:

Perspektif Hamka Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Telaah

Tafsir Al-Azhar”

Sholawat dan serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada

Baginda Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya, sahabatnya, serta

kepada pengikutnya. Kemudian penulis sangat menyadari tanpa adanya

bantuan dan dukungan penuh dari orang tua, keluarga, dosen pembimbing,

begitu juga teman-teman yang selalu mensupport dan mendukung penulis.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimah kasih dan rasa haru

sebanyak-banyaknya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc. M.A. selaku

rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Yusuf Rahman, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan

Tafsir dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH. selaku sekretaris Jurusan

Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.

4. Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. selaku Dosen Pembimbing

Skripsi penulis yang sudah banyak membimbing, memberikan

masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga bapak dan keluarga selalu diberikan kesehatan, panjang

umur, diberikan kelancaran dan dimudahkan segala urusannya.

5. Dr. Rifqi Muhammad Fatkhi, M.A. selaku Dosen pembimbing

akademik penulis yang telah banyak membimbing, memberikan

iii

6. masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga bapak dan keluarga selalu diberikan kesehatan, panjang

umur, dan dimudahkan segala urusannya.

7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen

jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir. Yang telah sabar dan banyak

memberikan ilmu kepada penulis. Semoga Allah Swt. memberikan

balasan pahala yang berlipat ganda kepada bapak dan ibu, serta

diberikan kesehatan, panjang umur, dimudahkan segala urusannya.

8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin,

Perpustakaan Utama (PU). Yang telah memberikan pelayan yang

begitu baik kepada penulis ketika dalam penyusunan skripsi ini.

9. Untuk orang tuaku tercinta, ayah dan ibu, yang selalu senantiasa

mendoakan, memberikan semangat, dan motivasi kepada penulis.

Mungkin tanpa doa dan dukungan yang tulus dari ayah dan ibu

mungkin penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga

Allah Swt selalu memberikan kesehatan dan panjang umur kepada

ayah dan ibu, dan murahkan rezekinya dan selalu dalam

lindungannya Allah Swt.

10. Untuk kakak dan keponakan-keponakan penulis yaitu cahaya pane,

sinar pane, alif, alfi, lia, aditya, alfa, Zahra, manda, rafa, dan aisyah

yang telah memberikan semangat dalam penulisan skiripsi ini.

Semoga kelak menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini

masih terdapat banyak kekurangan, bahkan kesalahan dan

kekeliruan dalam penelitian ini memungkinkan untuk terjadi. Oleh

karena itu, penulis mengharapakn kritik dan saran yang sifatnya

konstruktif, bukan dengan tujuan destruktif atau menjatuhkan

penulis agar penulisan karya ilmiah ke depannya menjadi lebih

iv

baik. Harapan penulis semoga skripsi ini menjadi bermanfaat bagi

pembaca untuk menambah wawasan dan semoga Allah Swt.

memberikan ridho-Nya dan balasan yang berlipat ganda atas

kebaikan seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian

skripsi ini.

iv

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K

Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198

No Huruf

Arab

Huruf

Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا .1

B Be ب .2

T Te ث .3

S Es dengan titik atas د .4

J Je ج .5

Ḥ h dengan titik bawah ح .6

KH ka dan ha خ .7

D De د .8

Ż Z dengan titik atas ر .9

R Er س .10

Z Zet ص .11

S Es ط .12

Sy es dan ya ش .13

Ṣ es dengan titik di bawah ص .14

Ḍ de dengan titik di bawah ض .15

Ṭ te dengan titik di bawah ط .16

Ż zet dengan titik di bawah ظ .17

koma terbalik di atas hadap kanan ع .18

G Ge غ .19

F Ef ف .20

Q Ki ق .21

K Ka ك .22

vi

L El ه .23

24. M Em

25. N En

26. W We

27. H Ha

Apostrof ˋ ء .28

29. Y Ye

2. Vokal

Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah

I Kasrah

U Ḍammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai Fatḥah dan ya ا

Au Fatḥah dan wau ا

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal Latin Keterangan

vii

Ā a dengan garis di atas با

Ī i dengan garis di atas ب

Ū u dengan garis di atas ب

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah

maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan

ad- dāwān.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydìd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydìd ) ) dalam alih aksara ini dilambangkan

dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda

syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima

tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-

huruf syamsiyah. Misalnya, kata (اىضشسة) tidak ditulis ad-ḍarūrah

melainkan al-ḏarūrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbūṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi

huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta

marbûah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun,

jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṭarīqah طشقت 1

viii

al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah اىجاعت اإلسالت 2

Waḥdat al-wujūd حذة اىجد 3

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama

bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,

maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-

Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring

(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis

dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,

demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin

al-Raniri, tidak Nu >r al-Di >n al-Ra>ni>ri>.

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................. 15

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 16

D. Tujuan dan manfaat Penelitian .......................................... 17

E. Kajian pustaka ..................................................................... 17

F. Metodologi Penelitian .......................................................... 23

G. Sistematika Penulisan ........................................ …………..25

BAB II PROFIL TAFSIR

A. Biografi Buya Hamka ..................................................... 27 1) Lahir, wafat, dan kelurga Buya Hamka .............. 27

2) Pendidikan dan karir Buya Hamka ..................... 30

3) Karya-karya Buya Hamka .................................. 37

B. Profil Tafsir ...................................................................... 43 1) Stori Buya Hamka dalam menulis tafsir ............. 43

2) Sumber tafsir Buya Hamka ................................. 49

3) Metode dan corak penafsiran Buya Hamka ........ 50

BAB III AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DALAM PANDANGAN

BUYA HAMKA

A. Pengertian amar ma‟ruf nahi munkar menurut universal,bahasa,

dan istilah ............................................................................... 55

B. Amar ma‟ruf dalam kehidupan manusia ................................ 62

C. Hukum dan syarat amar ma‟ruf nahi munkar ........................ 64

D. Urgensi amar ma‟ruf nahi munkar ......................................... 71

E. Kedudukan amar ma‟ruf nahi munkar dalam Islam ............... 76

F. Etika amar ma‟ruf nahi munkar ............................................. 78

x

G. Dampak meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar ................ 85

BAB IV ANALISIS AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

PERSPEKTIF BUYA HAMKA

A. Tanggung jawab sosial ........................................................... 91

B . Kolerasi antara pendirian sholat dengan amar ma‟ruf nahi

munkar ................................................................................... 96

C. Keimanan dalam beramar ma‟ruf nahi munkar .................... 100

D. Urgensi amar ma‟ruf nahi munkar ....................................... 104

E. Analis Penulis ....................................................................... 109

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................... 114

B. Kritik dan saran .................................................................. 116

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 117

1

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

Islam telah menimbulkan persaudaraan, menjinakkan hati dan

menyebut umat manusia yang nyaris terbenam ke dalam neraka, maka

untuk memelihara kokohnya nikmat itu, hendaklah ada dalam kalangan

jama>’ah muslimin itu dari suatu golongan, dalam ayat ditegaskan suatu

umat yang menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan, tegasnya

dakwah. Yang selalu mesti mengajak dan membawa manusia berbuat

kebaikan, menyuruh berbuat ma’ru>f, yaitu yang patut, pantas dan sopan;

dan mencegah, melarang perbuatan yang munkar, yang dibenci; yang

tidak diterima.

Umat Islam diperintahkan untuk mengajak saudara-saudaranya,

khususnya sesama umat Islam, untuk berbuat kebaikan yang diperintahkan

Allah Subh{a>nahu wa Ta’a>la dan menjauhi kesesatan yang dilarang-Nya.

Amar ma’ru>f dan nahi munkar sangat penting dalam ajaran Islam, mereka

yang melakukannya akan mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan,

sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah Subh{a>nahu wa Ta‟a>la., di dalam

al-Qur‟an :

ور وا

منك

معروف وينىين عن ال

مرون ةال

يد ويأ خ

ى ال

ث يدعين ال م

م ا

نك ن م

تكك وم ول ى ل

مفلحين ال

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan

2

mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang

beruntung.1 (Qs. A<li-Imran [3] :104)

Maksud ayat ini adalah hendaknya ada umat ini segolongan orang

yang berjuang di bidang ini, walaupun hal itu merupakn kewajiban bagi

setiap individu sesuai dengan kapasitasnya, sebagaimana hal itu di

tegeskan dalam s}ahih muslim dari abu> huraira>h, dia berkata bahwa:

Rasulullah saw. bersabda:

س ه هللا ع ج س : س ، ق اه هللا ع ض س ذ س ذ اىخ أ ب س ع : ملسو هيلع هللا ىلصع ه ق

ن شا » ن أ س ع سخ ط ى ، ف إ ع ف ب ي س ا سخ ط ى ، ف إ ب ذ ف ي غ ش

ا ع ف اإل ر ى ل أ ض ا س « ف ب ق ي ب ي س

“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah

dengan tangan, jika ia tidak mampu,maka ubahlah dengan lisannya, dan

jika tidak mampu,maka ubahlah dengan hatinya, dan yang demikian

merupakan selemah-lemah iman” Imam ahmad meriwayatkan dari

H{uz\aifah bin al-Yaman bahwa Nabi Saw. bersabda:“Demi z\at yang

jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kamu menyuruh kepada

kemakrufan, mencegah dari kemungkaran, atau Allah menyegerakan

pengiriman siksa dari-Nya, lalu dia tidak memperkenankan doamu”2

Melihat pada realita saat ini, manusia terkadang lupa diri dan tidak

ingat tujuan hidup, serta hendak kemana setelah ia mati. Akibatnya, ia

berbuat semenamena tanpa kendali, tidak dapat membedakan mana

perbuatan yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari.

Sesungguhnya, keadaan seperti ini dapat dihindari atau dikurangi bila ada

segolongan orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Dan

sesungguhnya mereka (segolongan itu) telah menolong saudaranya yang

tengah lalai tersebut. Allah Subh{a>nahu wa Ta‟ala., berfirman :

1 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)

jilid 2 (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 13-14. 2 Muhammad Nasib al-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jilid I (Jakarta:

Gema Insani, 1999) , 1.

3

ر منك

معروف وينىين عن ال

مرون ةال

يأ ولياء ةعض

مؤمنج ةعضىم ا

مؤمنين وال

.…وال

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,

sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka

menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar...

Seperti disebutkan dalam firman Allah Subha>nahu wa Ta’a>la :

معروف ويل ر وينىين عن ال

منك

مرون ةال

يأ ن ةعض منفلج ةعضىم م

منفلين وال

ل تضين ا

فسلين منفلين وم ال

فنسيىم ان ال سيا الله

يديهم ن

٦ا

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang

lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan

mencegah (perbuatan) yang ma’ru>f dan mereka menggenggamkan

tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah pun

melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah

orang-orang yang fasik. (Qs. al-Taubah [9] :67)

Setelah memaparkan beberapa perilaku buruk orang-orang

munafik, ayat ini menerangkan kesamaan orang munafik laki-laki dan

perempuan dalam hal sifat, sikap, perilaku dan akhlak. Orang-orang

munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah memiliki

kesamaan, yaitu mereka senantiasa menyuruh berbuat yang mungkar dan

mencegah perbuatan yang ma’ru>f dan mereka selalu menggenggamkan

tangannya karena kekikirannya. Mereka telah melupakan kebesaran Allah,

petunjuk-petunjuk agama-Nya. Mereka juga lupa kalau semua perilaku

buruknya akan mendapatkan balasan di akhirat kelak, maka Allah juga

akan melupakan mereka di akhirat kelak dengan menjauhkan mereka dari

rahmat-Nya. Sesungguhnya orang-orang munafik yang sudah jelas

kemunafikannya itulah orang-orang yang fasik, yakni orang-orang yang

4

benar-benar keluar dari ketaatan kepada Allah, bahkan sifat buruk mereka

melebihi orang-orang kafir.3

Amar ma‟ru>f nahi munkar termasuk kewajiban agama yang paling

agung setelah beriman kepada Allah Swt. Sebab di dalam al-Qur‟an, Allah

Subh{a>nahu wa Ta’a>la menyebutkan kewajiban amar ma’ru>f nahi munkar

dihubungkan dengan kewajiban beriman kepada-Nya. Allah Subh{a>nahu

wa Ta’a>la berfirman :

منك

معروف وحنىين عن ال

مرون ةال

اس حأ خرجج للن

ث ا م

نخم خيد ا

ك ر وحؤمنين ةالله

فسلين ثدوم ال

كمؤمنين وا

ىم منىم ال

كان خيدا ل

كتب ل

الول

من ا

ي ا ١١٠ول

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ru>f, dan mencegah

dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab

beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang

beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.4 (Qs. A<li-

„Imran [3] :110)

Maksud ayat di atas adalah menerangkan bahwa ada dua syarat

untuk menjadi umat terbaik, yaitu pertama iman yang kuat, dan kedua,

menegakkan amar ma’ru>f dan mencegah kemungkaran. maka setiap umat

yang memiliki kedua sifat ini pasti umat itu jaya dan mulia dan apabila

kedua hal itu diabaikan dan tidak dipedulikan lagi, maka tidak dapat

disesalkan bila umat itu jatuh ke lembah kemelaratan.5

3 Tafsir Singkat Kemenag RI, Pentashihan al-Qur‟an.

4 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)

jilid 2, Op.Cit, 19. 5 Muhammad Munzir, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar: Studi Analitis

Terhadap Hadis Nabi (Makassar: 7 Maret 2016), 1.

5

Jadi, dalam ayat ini Allah Swt menjelaskan bahwa berkat amar

ma‟ru>f nahi munkar mereka menjadi umat paling baik yang dilahirkan

untuk manusia. Allah Swt berfirman:

ميا ةع ذين ظل

خذنا ال

يء وا ذين ينىين عن الس

ينا ال ج

ن ا روا ةه

سيا ما ذك

ا ن م

فل يس ـ ة ذاب

انيا يفسلين ةما ك

“Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada

mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat

dan Kami timpakan kepada orang-orang yang z\alim siksaan yang keras,

disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Qs. al-A’raf [7] :165)

Dalam ayat ini, dengan tegas Allah Swt menyatakan bahwa mereka

diselamatkan karena melarang perbuatan buruk. Dengan demikian, amar

ma‟ru>f nahi munkar memiliki pengaruh yang besar bagi ketentraman

hidup manusia, baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Tidak

heran bila al-Qur‟an menyebutkan bahwa amar ma’ru>f nahi munkar

merupakan salah satu kewajiban umat Islam yang merupakan umat

terbaik.6

Allah Swt menjelaskannya dalam al-Qur‟an yang berbunyi :

سي تعين الر ذين يتليل ا ج

ان

يرىث وال خيةا عندوم فى الخ

دونه مك ذي يج

ي ال م

ابي ال الن

ل

ىد ب خيىم ال

م عل ر

تج ويح ي ىم الط

لل ر ويح

منك

معروف وينىىىم عن ال

مروم ةال

ويض يأ

ير عنىم اصهو روه ونصهوه واحتعيا الن منيا ةه وعزذين ا

فال يىم

انج عل

تي ك

ال

لغلام وال

مفلحين ك وم ال ى ول

معه ا

نزل

ذي ا

١٥٧ ال

6 Rachmat Syafe‟i, al-Hadits (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum), (Bandung:

CV Pustaka Setia, 2010), 238.

6

“yaitu orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang

(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi

mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang

mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka

segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan

membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada

pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.

memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang

diturunkan kepadanya (al-Qur‟an), mereka Itulah orang-orang yang

beruntung. (Qs. al-A’ra>f [7] :157)

Isi ayat tersebut di atas merupakan kejelasan risalah beliau. Allah-

lah yang memerintah beliau untuk mengemukakan segala yang ma’ruf dan

melarang segala yang munkar, menghalalkan semua yang baik dan

mengharamkan segala kekejian dan keburukan.7

Berkenaan dengan masalah perintah dan larangan, kita perlu

memahami kembali peranan amar ma’ru>f nahi munkar (menyeru kepada

yang ma’ru>f dan mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada

umatnya. Karena banyak di antara kita yang belum memahami hakikat,

fungsi dan kedudukanya di antara ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu

menyebabkan kurang berfungsinya konsep amar ma’ru>f nahi munkar

dalam kehidupan kita sehari-hari, apabila pada era modernisasi yang tidak

pernah sepi dari kemunkaran. Pembahasan masalah kebaikan dan

kemunkaran sangat luas dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat

ini banyak orang-orang Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk

dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.8

Amar ma’ruf dan nahi munkar sesuatu yang sangat dianjurkan

dalam agama Islam. seperti yang ditegaskan dalam Qs. al-nisa >/3:104 yang

berbunyi :

7 Ibn Taimiyah, Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet (Jakarta:Gema Insan

Press, 1990), 15-16. 8 Nurul Atiqoh, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir al-Misbah

(Semarang: 8 Desember 2001), 5.

7

لهم يأ مين فان

لينيا حأ

ليم ان حك

ا حىنيا فى اةخغاء ال

ما ول مين وحرجين من الله

لما حأ

مين ك

عليما حكيما ان اللها يرجين وك

١٠٤ ل

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu).

jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun

menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang

kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan

adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Ayat tersebut di atas memerintahkan kita untuk beramar ma’ru>f dan

nahi munkar, disamping itu, dalam agama Islam, seseorang tidak hanya

dituntut untuk jadi lebih baik tetapi juga untuk mengajak orang lain untuk

menjadi lebih baik.9

Firman Allah Swt dalam Qs A<li-„Imram/3:110 menegaskan bahwa

umat yang paling baik adalah yang melaksanakan amar ma’ru>f dan nahi

mungkar.

ر وحؤمنين ةاللهمنك

معروف وحنىين عن ال

مرون ةال

اس حأ خرجج للن

ث ا م

نخم خيد ا

ي ك

ول

ىم من كان خيدا ل

كتب ل

الول

من ا

مؤمنين ا

فسلينىم ال

ثدوم ال

ك وا

“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi

mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka

adalah orang-orang yang fasik.10

Demikian halnya terhadap kemunkaran, mereka hanya mencegah

kemunkaran dari dirinya pribadi dan membiarkan orang lain. Tujuan

beramar ma’ru >f nahi munkar yang diturunkan di atas bumi ini adalah

9 Syafiyurrahman al Mubarokfuri, S}ahih Tafsir Ibn Katsir (Jakarta: 14 April

2007), 649. 10

Muhammad Munzir, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar (Studi Analitis

Terhadap Hadis Nabi ) Makassar:7 Maret 2016, 1.

8

sebagai rahmatan lil alamin yakni sebagai rahmat bagi seluruh alam

semesta. Untuk mewujudkan tersebut dalam kenyataan, sekaligus untuk

mempertahankan kedudukan orang mukmin sebagai umat yang terbaik

yang ditampilkan Allah di arena kehidupan ini, maka sangat diperlukan

suatu konsepsi yang harus dilaksanakan secara konsekuen. Konsep itu tak

lain melaksanakan amar ma’ru>f nahi munkar tanpa adanya cadangan

sesuai dengan al-Quran. Terlebih dalam kemajuan dimasa ini dimana

kehidupan senantiasa diwarnai dengan pertarungan dan pertentangan yang

demikian dahsyat, maka dengan adanya keberanian sikap untuk

melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar tersebut sangat diperlukan demi

terwujudnya I’zzul Islam wal muslimin.11

Disini terdapat dua kata penting, yaitu menyuruh berbuat baik

ma’ru>f mencegah perbuatan munkar. Berbuat ma’ru>f diambil dari kata

uruf, yang dikenal, atau yang dapat dimengerti dan dapat difahami serta

diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang ma’ru >f apabila dikerjakan,

dapat diterima dan difahami oleh manusia yang berakal. Yang munkar

artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh

masyarakat, karena tidak patut , tidak pantas. Tidak selayaknya yang

demikian dikerjakan oleh manusia berakal. Agama datang menuntun

manusia dan memperkenalkan mana yang ma’ru>f itu dan mana yang

munkar. Sebab itu maka ma‟ruf dan munkar tidaklah terpisah dari

pendapat umum. Kalau ada yang berbuat ma’ru>f , seluruh masyarakat,

umumnya menyetujui, membenarkan, dan memuji. Kalau ada perbuatan

munkar, seluruh manyarakat menolak, membenci dan menyukainya.

Sebab itu bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal orang

akan yang ma’ru >f dan bertambah benci orang kepada yang munkar.

11

Nuru Atiqohl, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir Al-Misbah

(Semarang: 8 Desember 2001), 17.

9

Lantaran itu wajiblah ada dalam jama >‟ah muslimin segolongan umat yang

bekerja keras menggerakkan orang kepada yang ma’ru>f itu dan menjauhi

yang munkar, supaya masyarakat itu bertambah tinggi nilainya.12

Amar ma’ru>f berarti orang yang menyeru, mengajak, menyadarkan,

mengingatkan orang lain atau seseorang kepada sesuatu yang baik, benar

dan diridhai Allah. Kemudian, nahi mungkar bermaksud orang yang

melarang segala bentuk kejahatan yang dibenci dan tidak diridhai oleh

Allah dengan cara apa sekalipun. Jadi amar ma’ru>f adalah menyuruh

manusia melaksanakan kebaikan yang menjadi perintah Allah dan nahi

mungkar adalah mencegah segala perbuatan yang bertentangan dengan

kehendak Allah.13

Mengenai amar ma’ru>f nahi munkar di dalam masyarakat ada tiga

keadaan, pertama, mereka memerintahkan yang yang ma’ru>f dan melarang

yang munkar. Kedua , mereka saling menyuruh yang munkar dan saling

mencegah yang ma’ru>f, keadaan ini adalah keadaan orang-orang munafik.

Ketiga, mereka menyuruh sebagian yang ma’ru >f dan sebagaian yang

munkar. Mereka mencampur adukkan antara yang hak dan yang bathil.14

Salah satu fungsi menyeru kepada kebenaran dan mencegah dari

perpuatan yang munkar (Amar ma’ru >f nahi munkar), adalah suatu jalan

terbaik untuk bersatu dalam kebenaran di bawah naungan al-Qur'an dan

rasul-Nya, yaitu dengan menjadi umat yang menyerukan segala bentuk

kebaikan dunia dan akhirat, menyerukan kewajiban mendorong manusia

pada kebenaran bersama dan mencegah perbuatan yang salah. Dengan

demikian terciptalah tatanan masyarakat yang baik, apabila amar ma’ru>f

12

Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Nasional PTE LTD Singapur,

1989 ), 866. 13

Nor Azean , Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Perspektif Imam al-

GHAZALI (Banda Aceh: 27 Januari 2017), 3. 14

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 1993), 19.

10

nahi munkar diterapkan ditengah-tengah masyarakat Semua hal yang

terkait dengan kebaikan berupa perbuatan yang menuntun kepada jalan

yang benar dan semua perbuatan yang mengarah kepada kejahatan

merupakan kesalahan. Mereka yang melakukan prinsip itu adalah orang-

orang yang memperoleh keberuntungan yang sempurna.15

Jadi, etika dalam menyampaikan amar ma’ru>f nahi munkar pada

masyarakat, hendaknya memahami persoalan yang diperintahkan dan yang

dilarang secara pasti. Sikap sabar merupakan cara terbaik dalam

menghadapi tantangan umat. Menghadapi mereka harus bersikap lemah

lembut serta mempunyai keberanian untuk menegakkan kebenaran. Sikap

seperti itu tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi setiap mujahid dakwah yang

sudah pasti akan banyak menghadapi berbagai kendala. Seorang nabi atau

pemimpin umat yang shalih di dalam mengembangkan dakwah islam dan

ajarannya tidak terlepas dari hal yang demikian, mereka berkorban harta,

jiwa dan rumah tangga. Sikap ini disebutkan dalam al-Qur‟an dalam surah

al-Nah{l:

حسن ان رةك تي ني ا

ىم ةال

حسنث وجادل

ميعظث ال

مث وال

ك حك ةال

ى سبيل رة دع ال

م ا

علوي ا

مىخدين م ةال

عل عن سبيله ووي ا

١٢٥ةمن ضل

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang

baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

mendapat petunjuk.”16

Ibn Taimiyah menegaskan perlunya pemahaman, kesabaran, sopan

santun dan lemah lembut yang harus dimiliki oleh setiap orang yang

15

Ibn Taimiyah , Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet, 1 (Jakarta:Gema Insan

Press, 1990), 23. 16

Ibn Taimiyah , Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 25.

11

terlibat dalam urusan beramar ma’ru>f nahi munkar. Sifat berani

menegakkan kebenaran itu harus ada, dalam pengertian teguh pendirian

yang didasari oleh keyakinan dan keimanan yang penuh kepada Allah

Swt. Bagi kaum mu‟tazilah memperjuangkan amar ma‟ruf nahi munkar,

yakni dengan cara mencegah perbuatan dosa, mendorong orang yang

berbuat dosa agar sadar dan memohon ampunan kepada Allah Swt, serta

dihukum jika ternyata bersalah melanggar hukum. Pandangan golongan di

atas berbeda dengan teologi Asya‟riyah yang lebih moderat, bahwa

perintah ma‟ruf dan mencegah yang munkar tidak perlu dengan kekerasan

dan intimidasi. Akan tetapi dilakukan sikap lunak dan bijak adalah lebih

utama. Pemikiran ini juga didasari pada perintah untuk memberikan

peringatan kepda manusia dengan cara yang baik, menyampaikan nasihat

dengan bijak, dan argumentasi yang santun.17

Rasulullah Saw adalah suri teladan. Oleh karena itu, beliaulah

referensi yang mesti diikuti dalam mengaplikasikan amar ma’ru >f nahi

munkar. Cara atau model yang dilakukannya sangat bervariatif, tergantung

pada kondisi dan situasi.

Akan tetapi, akhir-akhir ini di masyarakat terdapat sekelompok

orang yang penegak amar ma‟ruf nahi munkar melakukan perusakan

terhadap tempat-tempat hiburan malam, mengusir orang-orang yang ada di

dalamnya. Pemerintah, dalam hal ini kepolisian, terkesan membiarkan.

Hal ini menyebabkan makna amar ma’ru>f nahi munkar mengandung

konotasi “berjuang dan menentang”, membasmi dan memberantas”.

Konotasinya adalah bentuk negative dari suatu perjuangan. Ini berarti,

17

Ibn Taimiyah , Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 27.

12

tekanan makna penyebutan istilah tersebut lebih berat aspek nahi munkar-

Nya.18

Kemudian mengenai metode dan corak Tafsi>r al-Azhar, dilihat dari

segi metode, Tafsi>r al-Azhar dapat dikategorikan sebagai tafsir tah{li>li,

karena penafsirannya dikakukan berdasarkan urutan mushaf al-Qur‟an.

Sedangkan dari segi corak penafsiran: tafsir ini tergolong Tafsir adabi al-

ijtima>‟i >y’. Pengertian dari corak adabi al-ijtima>‟i >y adalah: tafsir yang

menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan

langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha menanggulangi

penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk-

petunjuk ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut di dalam bahasa

yang mudah dimengerti.19

Sistematika penafsirannya, tafsir al-Azhar mempunyai keunikan

tersendiri dalam urutan atau langkah-langkah penafsiran ayat-ayat al-

Qur'an. Secara keseluruhan tafsir ini terdiri dari 30 juz, sesuai dengan

jumlah juz al-Qur'an itu sendiri. Setiap juz dimulai dengan muqaddimah,

dengan diberi judul misalnya “muqaddimah juzu” 4. Dalam muqaddimah

ini dijelaskan antara lain : tentang pembahasan dari juz sebelumnya dan

bagaimana hubungannya dengan juz yang sedang dibahas. Pada tahap

berikutnya dalam muqaddimah juga dijelaskan tentang garis-garis besar

kandungan tafsi>r yang akan dibahas dalam juz dimaksud. Dengan kata

lain, dalam muqaddimah dapat dikatakan sudah terdapat ringkasan atau

abstrak penafsiran yang akan dibahas, hal seperti ini menurut hemat

penulis memang sangat dibutuhkan bagi pembaca sehingga gambaran

ulasan yang akan ditemukan akan lebih mudah dipahami. Tidak banyak

18

Aida Fathurrohma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an (Ciputat:

Agustus 2018) , 7. 19

M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an (Bandung: Mizan 1997.73

13

penafsir yang membuat muqaddimah seperti yang dilakukan oleh Hamka

dalam tafsi>r al Azharnya.20

Keistimewaan tafsi>r al-Azhar, sebagaimana dimaklumi, bahwa

sosok Hamka merupakan sosok multi dimensi, hampir semua bidang

digelutinya dari masalah agama, pendidikan, politik, hukum, sastra,

dakwah dan sebagainya. Salah satu keistimewaan yang sangat

mengagumkan dalam tafsir al azharnya adalah adanya nilai-nilai sastra

dalam paparan penafsiran yang dilakukannya. Kecenderungan ini

menjadikan tafsi>r tersebut enak dibaca, halus bahasanya serta mudah

dipahami. Pada sisi yang lain tidak terdapat statemen-statemen yang dapat

memicu permusuhan antar suku, ras dalam masyarakat. Lebih jauh juga ia

mampu menjaga kenetralan dalam maz\hab atau aliran yang ada, baik

aliran hukum, aqidah dan sebagainya.21

Buya Hamka memberikan pandangan mengenai amar ma’ru>f nahi

munkar Pada masa kontemporer, Indonesia juga memiliki salah seorang

mufassir terkemuka, yakni Hamka. Dalam tafsirnya ia menyebutkan

bahwa tindakan dakwah menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari

yang munkar yang paling berhasil adalah dengan akhlak. Karena apabila

akhlak seseorang sudah diketahui keburukannya, maka orang tidak akan

percaya lagi. Kegiatan dakwah juga harus berani, sekalipun dengan

berkorban dan menderita.22

Yang ma‟ruf sebagaimana yang dikatakan

oleh buya hamka, ialah perbuatan baik yang dapat diterimah oleh

masyarakat yang baik. Dengan demikian ternyatalah kewajiban yang jadi

ahli dakwah atau umat dakwah membentuk pendapat umum yang sehat,

20

Bukhori A. Somad, “Tafsir al-Qur‟an Dan Dinamika Sosial Politik: Studi

Terhadap Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu Ushuluddin IAIN Raden Intan

Lampung, vol.9, no.2 (Juli-Desember 2013): 91-92. 21

Bukhori A. Somad, “Tafsir al-Qur‟an dan Dinamika Sosial Politik, 94 22

Nauval Muhammad Fikri, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar: Studi Komparatif

Antara Sa‟id Hawa dan Hamka ( Bandung: juli 2019). 27

14

atau public opini. Dan yang munkar adalah segala perbuatan atau gejala-

gejala yang buruk yang ditolak oleh masyarakat. Dengan selalu adanya

dakwah, maka terdapatlah masyarakat yang sehat. Dan itulah tujuan hidup

manusia, sebab manusia itu pada hakikatnya tidak ada yang menyukai

yang munkar dab menolak yang ma‟ruf. Maka apabila amar ma‟ruf nahi

munkar terhenti, itulah alamat bahwa masyarakat tadi mulai ditimpa

penyakit.23

Kemenangan dan kejayaan pergaulan hidup manusia ialah ada

padanya kesadaran akan kebaikan dan ma‟ruf tolakan mutlak atas yang

munkar.

Setengah ahli tafsir termasuk buya hamka mengatakan, bahwasanya

yang dimaksud dengan al-khairi yang berarti kebaikan: yaitu memupuk

kepercayaan dan iman kepada Tuhan, termasuk Tauh{id dan Ma’rifat. Dan

itulah hakikat kesadaran beragama yang menimbulkan tahu membedakan

mana yang baik dengan yang buruk, yang ma‟ruf dengan yang munkar.

Selanjutnya ialah timbul dan tumbuhnya rasa kebaikan dalam jiwa, yang

menyebabkan tahu pula dan berani menegaskan mana yang ma‟rut dan

menentang mana yang munkar. Kalau kesadaran beragama belum tumbuh,

menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma‟ruf dan menentang yang

munkar. Sebab untuk memperbedakan yang ma‟ruf dengan yang munkar

tidak lain dari ajaran Tuhan.24

Oleh karena itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam

mengadakan Da‟wah menyeru kepada yang ma‟ruf dan melarang dari

yang munkar, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan

terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang mengajak kepada yang ma‟ruf

23

Hamka, Tafsir al-Azhar. 869 24

Hamka, Tafsir al-Azhar, 867.

15

dan menjauhi kepada yang munkar, kesadaran diri harus lebih ditanamkan

dalam hati terlebih dahulu.25

Oleh karena itu, jika ada yang memaknai amar ma‟ruf nahi munkar

hanya dengan melakukan pengajian atau merusak tempat-tempat

kemaksiatan, hal ini belum cukup, dan hanya meredukasi makna amar

ma‟ruf nahi munkar.

Dengan pernyataan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

mengambil judul skripsi “Perspektif Hamka Tentang Amar Ma‟ruf Nahi

Munkar (Telaah Tafsir al-Azhar)”, guna mengetahui bagaimana

pelaksanaan atau penerapan amar ma‟ruf nahi munkar di dalam

kehidupan sosial masyarakat. Penelitian ini mengingatkan kembali bahwa

amar ma‟ruf nahi munkar merupakan sebuah kewajiban bagi setiap orang

muslim, yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk kepribadian

yang berakhlak mulia di masyarakat. Dan kemudian dalam penelitian ini

akan memunculkan sudut pandang buya hamka tehadap penafsiran amar

ma‟ruf nahi munkar dan mungkin akan dibandingkan juga dengan para

mufassir lainnya yang membahas terkait amar ma‟ruf nahi munkar, yang

kemudian pendapat-pendapat tersebut dapat dibandingkan untuk

mengambil sebuah kesimpulan tentang perspektif hamka tentang amar

ma‟ruf nahi munkar telaah tafsir al-Azhar yang dapat diterapkan untuk

mencegah dan mengatasi problematika sosial yang sering terjadi di

masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Perumusan masalah merupakan suata upaya untuk mengatakan

secara tersurat tentang suatu masalah yang akan di teliti atau pertayaan-

pertanyaan apa saja yang ingin dicari jawabannya. Titik tolak dan

25

Hamka, Tafsir al-Azhar, 868.

16

pengertian tersebut dan berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis

uraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu:

1. Bagaimana perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar :

telaah tafsir al-Azhar?

2. Etika dalam ber-amar ma‟ruf nahi munkar?

3. Manfaat dan tujuan amar ma‟ruf dalam kehidupan masyarakat sosial ?

4. Bagaimana terjadinya amar ma‟ruf nahi munkar?

5. Apa penyebab terjadinya amar ma‟ruf nahi munkar?

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Dari sekian banyak skripsi dan tesis yang sudah di tulis oleh para

penulis yang berkaitan dengan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar terdapat

berbagai corak dan pendekatan yang berbeda-beda baik dari segi

pendekatan melalui kitab tafsir melalui studi komparatif maupun secara

tematik begitu juga dengan melalui kitab hadis dan lain sebagainya.

Maka alasan penulis membatasi penulisan ini agar fokus dan tidak

keluar dari tema bahasan. Selain itu, kajian penulis hahya membatasi pada

satu mufassir yaitu Buya Hamka alasan penulis memilih tokoh ini karena

Buya Hamka mufassir terkenal di zaman kontemporer, dan mudah

dipahami dalam masalah agama. Dan Buya Hamka dalam menjelaskan

ayat-ayat yang berkaitan tentang amar ma‟ruf nahi munkar memberikan

pandangan terhadap pelaksanaannya dan penerapannya di tengah-tengan

masyarakat. Yang kemudian kesadaran diri dalam beragama adalah paling

utama untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Dengan demikian

agama akan tetap hidup tidak seolah-olah mati.

Rumusan permasalahan pokok yang akan dijawab dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut: “Bagaimana perspektif Hamka tentang amar

ma‟ruf nahi munkar: Telaah tafsir al-Azhar?”

17

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini tidak lepas dari permasalahan, untuk itu maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif hamka

tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah tafsir al-azhar.

2. Manfaat dari penelitian ini adalah: Secara teoritis, diharapakan dapat

menambah khasanah keilmuwan dakwah khususnya dalam bidang

penyiaran islam terutama dalam bidang ke Islamannya. Secara praktis,

penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru

kepada masyarakat utama tentang ke Islaman,sehingga bisa

diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

3. Dari penelitian ini dapat memberikan penjelasan yang konstruktif

terkait masalah perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar

telaah tafsir al-azhar.

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan penelitian di perpustakaan ditemukan beberapa skripsi

yang berhubungan dengan judul skripsi di atas:

Pertama, deskripsi amar ma‟ruf nahi munkar menurut al-

Qur‟an:(kajian terhadap tafsi<r Fi < Z|ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutb).

Karya Abdul Hadi Bin Mohi (Nim: 109034000106). Ditulis pada tahun

2004. Hasil dari pada pembaca dan penelitian, penulis mendapati rumusan

masalah dalam kajian tersebut adalah penulis serta penafsiran Sayyid Qutb

terhadap dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dan pemikiran beliau di dalam

mengaplikasikan serta merencanakan dakwah amar ma‟ruf nahi munkar ke

atas individual, masyarakat, kelompok, maupun jama‟ah.26

26

Abdul Hadi Bin Mohi, deskripsi amar ma‟ruf nahi munkar menurut al-Qur‟an,

(kajian terhadap tafsi<r Fi< Z|ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutb), UIN Jakarta: Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, 2004, 10.

18

Penelitian ini berfokus pada penafsira Sayyid Qutb terhadap

dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dan pemikiran beliau di dalam

mengaplikasikan serta merencanakan dakwah amar ma‟ruf nahi munkar ke

atas individual, kelompok, maupun jama‟ah, Sedangkan penelitian

sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam

hubungannya dengan dakwah Islam.

Kedua, Skripsi yang disusun oleh Sumarsih (2006), “Semantik Nahi

Munkar Dalam al-Qur‟an”. Pada intinya penulis skripsi ini menjelaskan

bahwa yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana nahi munkar,

dalam al- Qur‟an ditinjau dari segi semantik. Metode penelitian ini

menggunakan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa

perkataan munkar disebut sebanyak 37 kali dalam al-Qur‟an, antara lain

disebut dalam Qs al-Maidah 5:79. Dari membaca ayat itu saja sulit

diketahui apa makna yang sesungguhnya. Ayat itu berbunyi demikian:

ين انيا يفعل

بئس ما ك

يه ل

ر فعل

نك ا يتناوين عن م

انيا ل

﴾ ٧٩﴿ ك

“Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu

mereka perbuat.Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.(Qs. al-

Maidah[6] :79)

Dalam ayat tersebut hanya diterangkan sebab-sebab dari perbuatan

munkar itu, yakni sikap durhaka dan melampui batas. Jika kita baca ayat

sebelumnya, maka yang di maksud dengan mereka yang telah melakukan

perbuatan munkar itu adalah sebagian kaum Yahudi keturunan Dawud dan

Isa ibn Maryam. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan pula bahwa kaum

Yahudi itu tolong menolong dengan orang-orang musyrik yang menentang

kenabian Muhammad Saw. Dalam ayat sebelumnya disebutkan pula

bahwa kaum Yahudi yang disebutkan juga sebagai ahlul-kitab itu telah

“berlebih-lebihan (melampui batas) dengan cara yang tidak benar dalam

19

agama”. Maka Penelitian ini, dahulu menitik beratkan pembahasan pada

aliran. Sedangkan penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada

pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah Islam.al-nafsu”,

menyesatkan sebagian manusia dan mereka itulah orang-orang “tersebut

dari jalan yang lurus”. Jika dihubungkan dengan sikap ma‟ruf, salah satu

ciri perbuatan munkar adalah berlebih-lebihan dan melampui batas,

sebagai lawan dari yang sepantasnya atau wajar. 27

Penelitian ini menitik beratkan pembahasan pada perspektif

semantic dan sama sekali tidak menyentuh pemikiran tokoh. Sedangkan

penelitian saat ini mengambil pemikiran tokoh dan di hubungkan dengan

dakwah.

Ketiga, skripsi yang berjudul “Jihad Politik Dan Implementasinya

Dalam Melaksananakan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar (Studi Pemikiran

Yusuf Qard{awi)” karya Rony Sugiarto di tulis pada tahun (2008). Skirpsi

ini menjelaskan tentang politik dan penerapannya dalam melaksanakan

amār ma‟rūf nahi mungkar dan dikhususkan pada kajian pemikiran Yusuf

Qard{awi.28

Sedangkan penelitian sekarang ini, membahas sudut pandang buya

Hamka terkait dengan amar ma‟ruf nahi munkar dengan penerapannya

dikalangan masyarakat melalui pendekatan tafsir al-Azhar. Penelitian ini

lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan

dakwah Islam.

Keempat, Skripsi yang ditulis oleh: Hetiwinarti, jurusan

Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Tahun (2010). Dengan

27

Sumarsih, “Semantik Nahi Munkar Dalam al-Qur‟an” ciputat: 2006, 9. 28

Rony Sugiarto, “Jihad Politik Dan Implementasinya Dalam Melaksananakan

Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar (Studi Pemikiran Yusuf Qard{awi)” ( UIN Yogyakarta: 7

Mei, 2008), 8.

20

Judul Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghaz\a>li dalam Perspektif

Bimbingan Konseling Islam. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif

deskriptif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Skripsi

ini mempunyai letak persamaan dalam pembahasan perspektif tentang

amar ma‟ruf nahi munkar menurut buya Hamka, namun disini terdapat

letak perbedaan pada objek skripsi yang peneliti tulis. Hetiwinarti meneliti

tentang konsep amar ma‟ruf nahi munkar al-Ghaz\a>li dalam bimbingan

konseling Islam yang terfokus pada Fungsi, tujuan dan asas bimbingan

konseling Islam, sedangkan penulis meneliti tentang perspektif Hamka

tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah Tafsir al-Azhar yang berhungan

dengan relevansinya dengan dakwah Islam29

Kelima, implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif

Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam tafsir

al-Manar dan tafsir al-Ibriz) disusun oleh Neili Rizekiyah dari jurusan

Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel pada Januari (2017). Di dalam karya ilmiah ini diungkapkan

bahwa peneliti ingin mengkaji tentang implementasi amar ma‟ruf nahi

munkar dengan merujuk kepada dua pandangan mufassir, yaitu

Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa, yakni dengan mengkaji tafsir al-

Manar dan al-Ibriz. Perbedaan karya ilmiah ini dengan penelitian yang

akan dilakukan peneliti ialah pada kajian penelitiannya, yakni

implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial, menurut

kajian surat A<li Imran. Dan pada penelitian yang akan dilakukan, peneliti

29

Hetiwinarti, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghazali dalam

perspektif Bimbingan Konseling Islam” ( Semarang: Oktober, 2010 ), 11.

21

tidak menggunakan metode perbandingan dua tafsir, seperti karya ilmiah

tersebut.30

Penelitian ini, fokus kepada implementasi amar ma‟ruf nahi munkar

dalam kehidupan sosial, menurut kajian surat A<li Imran. Dan pada

penelitian yang akan dilakukan, peneliti tidak menggunakan metode

perbandingan dua tafsir, seperti karya ilmiah tersebut. Sedangkan

penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam

hubungannya dengan dakwah Islam.

Keenam, skripsi yang berjudul “Penafsiran Kata Ma‟ruf dan

Munkar menurut Sayyid Quthb dalam Tafsi>r Fi > Z|ila>l al-Qur‟an“ (Skripsi

Jurusan Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam UIN SUNAN KALIJAGA), (2017), karya Romi Hasbi Arrazi hanya

membahas tentang makna dari ma‟rūf dan munkar saja. Skripsi ini

menjelaskan tentang makna amār ma‟rūf nahi munkar menurut penafsiran

Sayyid Quṭb. Berbeda dengan tema yang penulis teliti, dalam skripsi

penulis membahas tentang pelaksanaan dan penegakan amār ma`rūf nahi

munkar menurut buya Hamka dan mendeskripsikan-Nya secara historis

faktor yang melatar belakangi penafsiran buya Hamka terhadap amar

ma`ruf nahi munkar.31

Ketujuh, Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam

Kehidupan Sosial oleh netti hidayati (1431030088) Universitas Islam

Negeri Raden Intan Lampung (2018). Amar ma‟ruf nahi munkar

merupakan hal yang penting dalam ajaran agama Islam, untuk membentuk

tatanan sosial masyarakat yang berakhlak mulia Dalam kehidupan sosial

30

Neili Rezekiyah, “implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif

Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam tafsir al-Manar dan

tafsir al-Ibriz” ( Surabaya: Januari, 2017), 10. 31

Romi Hasbi Arrazi, Penafsiran Kata Ma‟ruf Dan Munkar Menurut Sayyid

Quthb Dalam Tafsir Fi > Z\ila>l al-Qur‟an, (Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN SUNAN KALIJAGA), 2017, 6.

22

pada masyarakat modern saat ini, banyak penyimpangan isu- isu agama

sebagai dasar melakukan kemunkaran. Hal seperti ini membutuhkan peran

amar ma‟ruf nahi munkar untuk menghadapinya. Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara maupun etika dalam

mengimplementasikan amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial,

serta bagaimana amar ma‟ruf nahi munkar ini dapat berkontribusi dalam

mengatasi problematika sosial di masyarakat.32

Berdasarkan penelitian ini dapat ditemukan hasil rumusan masalah

sebagai berikut: pertama, implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dalam

kehidupan sosial berdasarkan kajian ayat-ayat tentang amar ma‟ruf nahi

munkar pada surat A<li „Imran ialah dengan membentuk sebuah

kelompok umat yang bertugas mengajak kepada yang ma’ruf dan

mencegah kemunkaran. tugas inilah yang kemudian tegasnya disebut

dengan dakwah. Dakwah tersebut dapat dilakukan oleh semua kalangan

umat Islam terhadap saudaranya,baik yang seiman ataupun tidak, karena

dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tidak dibatasi hanya untuk

sesama muslim saja. Namun kadarnya disesuaikan dengan tingkat

kemampuan ilmu pengetahuan agama yang dimiliki orang tersebut.

kedua, kontribusi amar ma’ruf nahi munkar dalam mengatasi masalah

sosial dimasyarakat, yaitu dengan mengimplementasikan amar ma’ruf

nahi munkar dengan cara dan etika yang benar, yang sesuai dengan apa

yang diperintahkan di dalam al-Qur‟an dan Sunnah. Kontribusi tersebut

tidak hanya melakukan dakwah atau menasehati saja,tetapi juga

bersentuhan langsung dengan masyarakat yang membutuhkan

bantuan,untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dapat memicu

terjadinya pelaku kemungkaran.

32

Netty Hidayati, “Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Kehidupan

Sosial” ( Lampung: Juni, 2018), 11.

23

F. Metode Penelitian

Jenis, Dan pendekatan Spesipikasi penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni

prosedur yang menghasilkan penelitian yang menghasilkan data yang

diskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau dari lisan orang yang di

amati.

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan

(library search). Kepustakaan yang dimaksud adalah menggunakan

buku-buku, skripsi, tesis, dan jurnal dan lain-lain. Spesipikasi penelitian

ini adalah Amar Ma‟ruf Nahi Munkar.

1. Data Dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penulisan ini adalah bagaimana

perspektif buya hamka tentang Amar Ma‟ruf Nahi Munkar : Telaah

Terhadap Tafsir Al-Azhar.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah

sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah

tafsir al- Azhar. Sumber primer ini di kembangkan melalui terjemahan

dan tafsir- tafsir lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang

penulis bahas.

2. Sumber Sekunder Sumber sekunder yang dijadikan data pelengkap

dan pendukung data primer , yang diambil dari buku-buku yang ada

relevansinya dengan tema penelitian ini. Adapun buku penunjang tafsir al-

Azhar, tafsir al-Maragi karangan Imam Ah{mad al-Maragi, tafsir al-Misbah

karangan M, Qurais shihab, dan lain sebagainya.

2. Teknik Pengumpulan Data

24

Teknik dokumentasi dalam mengumpulkan data, maka peneliti

menggunakan library research yang dalam hal ini meneliti sejumlah

kepustakaan yang revelan dengan tema skripsi ini. Kepustakaan yang

dimaksud yaitu berupa buku-buku atau kitab tafsir dan lain-lain.

3. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori dan satuan kategori dan

dianalisis secara kualitatif. Adapun metode yang digunakan adalah

Metode analisis maud}u>’i ( tematik ) yaitu studi tentang tafsir yang

dijelaskan secara tema, yang dimaksudkan untuk menguraikan tentang

makna. Beberapa permasalahan yang dikemukakan, pada rumusan

masalah akan dipecahkan menggunakan analisis dari teori Tafsir maud}u>’i

yaitu suatu prosedur yang di dasarkan atas hubungan sistematis antara satu

ayat dihubungkan dengan ayat lain, ekspresi dan pemahaman.

Menurut Janice Mc Drury, seperti dikutip oleh Lexy J. Moleong,

M.A., tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan masalah yang akan di bahas (topik)

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

3. Memahami kolerasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-

masing.

4. Menyusun pembahsan dalam kerangka yang sempurna (outline)

5. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama,

atau mengkompromikan antara yang „am (umum) dan yang khas }

(khusus), mutlaq dan muqoyyad atau yang pada lahirnya

25

bertentangan sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa

perbedaan atau pemaksaan.33

6. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan

gagasan yang ada dalam data.

7. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema

yang berasal dari data.

8. Menuliskan model yang ditemukan.

9. Koding yang telah dilakukan.

Penulis menggunakan metode tematik karena penulis

mengumpulkan ayat-ayat terlebih dahulu, kemudian penulis

membandingkannya melalui metode muqorran, penulis ingin mencoba

memaparkan bagaimana amar ma‟ruf nahi munkar menurut penafsiran

Hamka dalam penafsiran tafsir al-Azhar yang kemudian dikomparasikan

dengan tafsir lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab masing-masing memiliki

sub bab dan disusun dengan sistematika sebagai berikut

BAB I dimulai dengan pendahuluan, dalam bab ini tujuannya untuk

menggambarkan secara umum atau sebagai landasan dari skripsi ini,

adapun dari sub dari bab ini adalah membahas mengenai latar belakang

masalah yang dimaksud untuk mempertegas masalah yang akan diteliti

agar lebih fokus, tujuan dan manfaat penelitian untuk menjelaskan

pentingnya penelitian ini, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan

sistematika penulisan.

33

„Abdu al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟I, Terj, Rohison Anwar

(Bandung: Pustaka Setia, 2002), 51-52.

26

BAB II kemudian membahas buya Hamka dan Tafsirnya. Yang meliputi

riwayat hidup, karir, karya-karya, stori, sumber tafsir, metode penafsiran

dan corak penafsirannya.

BAB III membahas tentang amar ma‟ruf nahi munkar, yang meliputi

pengertian universal menurut bahasa dan istilah, amar ma‟ruf nahi munkar

dalam kehidupan manusia, hukum dan syarat amar ma‟ruf nahi munkar,

urgensi amar ma‟ruf nahi munkar, kedudukan amar ma‟ruf nahi munkar

dalam Islam, etika beramar ma‟ruf nahi munkar, dan dampak

meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar.

BAB IV membahas tentang analisis amar ma‟ruf nahi munkar perspektif

Buya Hamka, tanggung jawab sosial, kolerasi antara pendirian s}alat

dengan amar ma‟ruf nahi munkar, keimanan dalam beramar ma‟ruf nahi

munkar, urgensi amar ma‟ruf nahi munkar. Di tambah dengan analisa

tentang amar ma‟ruf nahi munkar terhadap penafsiran buya Hamka .

BAB V merupakan bab terakhir atau penutup dari penelitian skripsi ini,

yang berisi kesimpulan dengan tujuan untuk memberikan jawaban dari

hasil penelitian. Kemudian saran-saran dari peneliti untuk peneliti

selanjutnya.

27

BAB II

BIOGRAFI BUYA HAMKA DAN PROFIL TAFSIR AL- AZHAR

A. Biografi Buya Hamka dan Profil Tafsir

1. Lahir, Wafat dan Keluarga Buya Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan

sebutan buya Hamka, lahir di Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat

pada hari Ahad, tanggal 17 Februari 1908 M./13 Muharam 1326 H dari

kalangan keluarga yang taat agama. Ayahnya adalah Haji Abdul Karim

Amrullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh Muhammad Amarullah

bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama

yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum

muda dan penganjur Muhammadiyah di Minangkabau, sedangkan ibunya

bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari

geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia berasal dari keturunan yang taat

beragama dan memiliki hubungan dengan generasi pembaharu Islam di

Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia lahir dalam

struktur masyarakat Minangkabau yang menganut system matrilineal.

Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung,

sebagaimana suku ibunya. Nama Buya Hamka melekat stelah ia,untuk

pertama kalinya naik haji ke Mekah pada tahn 1927. HAMKA (akronim

pertama bagi orang indonesia)., yaitu potongan dari nama lengkap, Haji

Abdul Malik Karim Amrullah.1

Buya Hamka wafat pada hari Jum‟at pada tanggal 24 juli 1981

setelah menyelesaikan 84 judul buku meliputi bidang agama, filsafat, dan

sastra13 yang ia tulis dalam jangka 57 tahun . Tidak lama sebelum wafat,

1 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka

tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 15-18.

28

ia mengundurkan diri dari jabatan ketua umum MUI, sehubungan dengan

kontroversi fatwa keharaman keikutsertaan umat Islam dalam perayaan

Natal. Namun pemerintah (dalam hal ini Menteri Agama RI) keberatan

dengan fatwa tersebut dan memerintahkan MUI untuk mencabutnya.

Meskipun pada akhirnya fatwa tersebut dicabut, namun perlu dicatat

ungkap Hamka “Fatwa boleh dicabut, tetapi kebenaran tak bisa

diingkari.1

Catatan dan kepribadian yang tak bisa dibantah dari sosok Hamka

adalah kegigihan dan keuletannya, begitu juga sebagaimana Gus Dur

menulis “bahwa pada dasarnya Buya Hamka adalah seorang optimistis,

dan dengan modal itulah ia mampu untuk terus-menerus menghargai

orang lain secara tulus, karena ia percaya bahwa pada dasarnya manusia

itu baik2

Kelahiran Hamka sangat diharapkan ayahnya, kelak anak kecil ini

akan dihantar belajar ke Mekkah untuk menjadi penerus perjuangan beliau

sebagai ulama suatu hari nanti. Pada tahun 1924 Hamka berangkat ke

tanah Jawa yaitu Togyakarta. Di kota ini Buya Hamka bertemu Ki Bagus

Hadikusno, HOS Cokroaminoto, Syamsul Rijal dan H. Fachruddin.

Menurut Hamka manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan

berbuat. Pilihan untuk menjadi kafir atau menjadi mukmin berdasarkan

pilihan bebas manusia sendiri bukan ditentukan Allah swt. kebebasan

berbuat dan berkehendak dimungkinkan dipunyai oleh manusia, karena

manusia diberi akal oleh Allah swt. dengan akal manusia berikhtiyar

menentukan baik atau buruk, dan penentuan mafsadah maupun maslahah3

1 Husnul Hidayat, “ Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya

Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1 (Januari-Juni 2018): 5. 2 Husnul Hidayat, “ Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya

Hamka”, 6. 3 M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam dari Khawarij ke Buya

Hamka Hingga Hasan Hanafi, (Prenada Media Group: 2014), 108.

29

Semasa kecil ia lebih dekat dengan Midung (nenek) dan engkunya

(kakek) di Desa kelahirannya. Oleh karena profesi Ayahnya sebagai

seorang ulama yang banyak diperlukan masyarakat pada waktu itu,

sehingga hidupnya selalu berada di luar desa kelahirannya seperti ke kota

Padang bahkan sampai ke tanah Jawa dan sebagainya, karena dikenal suka

berkelana tersebut Ayahnya memberi gelar kepadanya “si bujang jauh”.4

Menurut penuturan Hamka sendiri, ia merasa lebih sayang kepada

kakek dan neneknya daripada terhadap ayah dan ibunya. Terhadap

ayahnya Hamka merasa lebih takut daripada sayang. Ayahnya

dirasakannya sebagai orang yang kurang mau mengerti jiwa dan kebiasaan

anak-anak, terlalu kaku bahkan secara diametral dinilainya bertentangan

dengan kecenderungan masa kanak-kanak yang cenderung ingin “bebas”

mengekspresikan diri atau “nakal” sebab kenakalan anak-anak betapapun

nakalnya, asal masih dalam batas-batas kewajaran adalah masih lumrah,

bahkan orang tua justru merasa “beruntung” kalau memiliki anak yang

nakal. Jika orang tua tepat dalam membimbing anak yang nakal itu, maka

kalau si anak nanti besar, dia akan menjadi manusia yang berani dan tidak

kenal putus asa. Hal ini tidak berarti bahwa Hamka membenci orang

tuanya bahkan ia sangat berbakti kepada keduanya. Sang ayahpun akan

paham bahwa ia juga pernah maengalami hal tersebut, yakni ketika terjadi

pertentangan paham dan pendirian antara ayah (Syekh Muhammad

Amrullah) dengan anak dalam persoalan adat dan aliran ketarekatan

(Naqsyabandiah).5

Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca al-

Qur‟an langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun tepatnya pada tahun

1914, ia dibawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia 7 tahun, ia

4Musyarif, “ Suatu Analisis Sosial Terhadap Kita al-Azhar”. IAIN Pare-Pare,

Vol.1, no.2 (Juli, 2019): 2. 5 Musyarif, “ Suatu Analisis Sosial Terhadap Kita al-Azhar”, 3.

30

kemudian dimasukkan ke sekolah desa yang hanya dienyamnya selama 3

tahun, karena kenakalannya ia dikeluarkan dari sekolah. Pengetahuan

agama, banyak ia peroleh dengan belajar sendiri (autodidak). Tidak hanya

ilmu agama, Hamka juga seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu

pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik

Islam maupun Barat.6

Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan dan

mengembangkan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Ditempat itulah

Hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab.

Sumatera Thawalib adalah sebuah sekolah dan perguruan tinggi yang

mengusahakan dan memajukan macam-macam pengetahuan berkaitan

dengan Islam yang membawa kebaikan dan kemajuan di dunia dan

akhirat. Awalnya Sumatera Thawalib adalah sebuah organisasi atau

perkumpulan murid-murid atau pelajar mengaji di Surau Jembatan Besi

Padang Panjang dan surau Parabek Bukit tinggi, Sumatera Barat. Namun

dalam perkembangannya, Sumatera Thawalib langsung bergerak dalam

bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perguruan yang

mengubah pengajian surau menjadi sekolah berkelas7

2. Pendidikan dan Karir Buya Hamka

Sudah terang bahwa di zaman buya Hamka belum ada sekolah yang

tersusun baik. Meskipun di Bukit tinggi sudah berdiri “ Sekolah Raja”,

namun sekolah demikian hanya disediakan oleh Belanda buat anak-anak

bangsawan, anak-anak laras, Jaksa-jaksa dan anak raja-raja dari daerah

lain dan gunannya ialah buat menumbuhkan golongan tengah untuk

memudahkan perjalanan kekuasaan dan pemerintahan Belanda

6 Hamka, Kenang-kenangan Hidup (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 46.

7 Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (Yogyakarta: e-Nusantara,

2009), 53.

31

dikemudian hari. Apakah lagi kaum agama pada masa itu masih

memandang bahwa sekolah-sekolah yang didirikan Belanda itu adalah “

Sekolah orang non muslim”. Tentu saja tidak pernah terlintas dalam

pikiran ayahnya hendak memasukkan puteranya yang diharapkannya akan

menjadi Ulama itu kedalam sekolah itu ke dalam sekolah demikian. Dari

mulai anak itu dewasa, yang teringat oleh ayahnya ialah memasukkannya

ke dalam pengajian di antaranya kepariaman, dibawa mamaknya ke

Tarusan dan akhirnya disuruh ke Mekkah.8

Hamka mengawali bangku pendidikannya dengan membaca al-

Qur‟an bertepat dirumahnya ketika mereka sekeluarga telah pindah dari

Maninjau ke Padang, pada tahun 1914. Sewaktu berusia 7 tahun ia

dimasukkan Ayahnya ke sekolah desa. Pagi Hamka pergi ke sekolah desa

dan malam harinya belajar mengaji dengan ayahnya sendiri hingga

khatam. Dua tahun kemudian, sambil tetap belajar setiap pagi di Sekolah

Desa, ia juga belajar di Diniyah School setiap sore. Namun sejak

dimasukkan ke T {awalib oleh ayahnya pada tahun 1918, ia tidak dapat lagi

mengikuti pelajaran di Sekolah Desa. Ia berhenti setelah tamat kelas dua.

Setelah itu, ia belajar di Diniyah School setiap pagi, sementara sorenya

belajar di T{awalib dan malamnya kembali ke surau9

Dan cara hafalannya sangat memusingkan kepala, sehingga Hamka

selalu mengasingkan diri diperpustakaan milik Zainuddin Labay

Elyusunusi dan Bagindo Sindaro. Ia menjadi lebih asyik dalam ruangan

perpustakaan belajar secara formalitas pada perguruan tinggi. Akan tetapi

berkat kegigihan beliau menela‟ah buku dalam segala aspek telah

mengantarkannya menjadi pribadi yang multidimensional.Pemikiran dan

8 Hamka, Ayahku ( Jakarta: Penerbit Ummida, 1982), 245.

9 Hamka, Kenangan-kenangan 70 Tahun Buya Hamka (Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983), 260.

32

perjuangan Hamka menurut Burhanuddin sangat dipengauhi oleh

Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Abduh10

Secara formal, pendidikan Hamka tidaklah tinggi, hanya sampai

kelas tiga di seekolah Desa, lalu sekolah yang ia jalani di Padang Panjang

dan Parabek juga tidak lama, hanya selama tiga tahun. Walaupun duduk

dikelas VII, akan tetapi iatidak mempunyai ijazah. Dari sekolah yang

pernah diikutinya tak satupun sekolah yang dapat diselesaikannya.11

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa hamka sampai akhir

hayatnya tidaklah pernah tamat sekolah, oleh sebab itulah ia tidak pernah

mendapat diploma atau ijazah dari sekolah yang diikutinya. Kegagalan

Hamka di sekolah, ternyata tidaklaah menghalanginya untuk maju, beliau

berusaha menyerap ilmu pengatahuan sebanyak mungkin, baik melalui

kursus-kursus ataupun dengan belajar sendiri. Karena bakat dan

otodidaknya ia dapat mencapai dalam berbagai bidang dunia secara lebih

luas, baik pemikiran Klasik, Arab, Politik, maupun Barat. Lewat bahasa

pula Hamka bisa menulis dalam bentuk apa saja, seperti puisi, cerpen,

novel, tasawuf, dan artikel-artikel tentang dakwah. Bakat tulis menulis

tampaknya memang sudah dibawanya sejak kecil, yang diwarisi dari

ayahnya.12

Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat

menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki

Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan

Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana

Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James,

Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre

10

Firdaus A.N. Syeh Muhammad Abdullah dan Perjuangannya dalam Risalah

Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 51-57. 11

Firdaus A.N. Syeh Muhammad Abdullah dan Perjuangannya dalam Risalah

Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 58. 12

Ensiklopedi Islam (Jakarta: Cv, Anda Utama, 2002), 344.

33

Loti. Hamka juga banyak menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya lain

seperti novel dan cerpen. Pada tahun 1928, Hamka menulis buku

romannya yang pertama dalam bahasa Minang dengan judul Si Sabariah.

Kemudian, ia juga menulis buku-buku lain, baik yang berbentuk roman,

sejarah, biografi dan otobiografi, sosial kemasyarakatan, pemikiran dan

pendidikan, teologi, tasawuf, tafsir, dan fiqih. Karya ilmiah terbesarnya

adalah Tafsir al-Azhar. Di antara novel-novelnya seperti Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke

Deli juga menjadi perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di

Malaysia dan Singapura. Beberapa penghargaan dan anugerah juga ia

terima, baik peringkat nasional maupun internasional.13

Ketika berusia 15 tahun, setelah mengalami suatu peristiwa yang

mengguncangkan jiwanya, yakni perceraian orang tuanya, Hamka telah

berniat pergi ke pulau Jawa setelah mengetahui bahwa Islam di Jawa lebih

maju daripada Minangkabau terutama dalam hal pergerakan dan

organisasi.

Demikian Jalan menuju kecemerlangan di dalam hidupnya semakin

hari semakin diakui ke ulamaannya. Ketika kongres Muhammaddiyah ke

19 di Bukit Tinggi pada tahun 1930, Hamka tampil sebagai pemasaran

dengan judul “Agama Islam dan Adat Minangkabau.

”BerlangsungnyaMuhammadiyah ke-20 Yogyakarta tahun 1931.Hamka

muncul sekaligus menjadi penceramah dengan judul “Muhammadiyah di

Sumatera” dalam suasana mukhtamar kali ini Hamka tampil dengan

prima. Ia mampu membuat hadirin mendengar pidatonya menangis

terisak-isak. Itulah sebabnya pengurus besar Muhammadiyah Yogyakarta

mengangkatnya menjadi muballigin Muhammadiyah di Makassar. Setelah

13

Irfan Safrudin, Ulama-ulama Perintis: Biografi Pemikiran dan Keteladanan (

Bandung: Majelis Ulama Indonesia, 2008), 290.

34

kembali dari Makassar, Hamka mendirikan Kuliatul Muballigin di padang

Panjang. Kemudian tanggal 22 Januari 1936 beliau berangkat ke Medan,

tempat yang ia cita-citakan sejak lama, yaitu menjadi pengarang. Majalah

pedoman Masyarakat, yang telah berhasil di terbitkannya.14

Hamka merupakan koresponden di banyak majalah dan seorang

yang amat produktif dalam berkarya. Hal ini sesuai dengan penilaian

Andries Teew, seorang guru besar Universitas Leiden dalam bukunya

yang berjudul Modern Indonesian Literature I. Menurutnya, sebagai

pengarang, Hamka adalah penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu

tulisan yang bernafaskan Islam berbentuk sastra. Untuk menghargai jasa-

jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu,

maka pada permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi University al-Azhar

Kairo memberikan gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa)

kepada Hamka. Sejak itu ia menyandang titel ”Dr” di pangkal namanya.

Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar kehormatan

tersebut dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada bidang kesusastraan,

serta gelar Professor dari universitas Prof. Dr. Moestopo. Kesemuanya ini

diperoleh berkat ketekunannya yang tanpa mengenal putus asa untuk

senantiasa memperdalam ilmu pengetahuan.15

Secara kronologis, karir Hamka yang tersirat dalam perjalanan

hidupnya adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru Agama di

Perkebunan Medan dan guru Agama di Padang Panjang.

2. Pendiri sekolah Tabligj school, yang kemudian diganti namanya

menjadi Kulliyatul Muballigin (1934-1935). Tujuan lembaga ini

adalah menyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah

14

Hamka ,Islam dan Adat MInagkabau (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), 2008. 15

Irfan Safrudin, Ulama-ulama Perintis: Biografi Pemikiran dan Keteladanan (

Bandung: Majelis Ulama Indonesia, 2008), 18.

35

dan menjadi khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah tinggakt

Tsanawiyah, serta membentuk kader-kader pemimpin Muhammadiyah

dan pimpinan masyarakat pada umumnya.

3. Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia (1947), Konstituante

melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan

Raya Umum (1955).

4. Koresponden pelbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan),

Seruan Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara

Muhammadiyah (Yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka

(Jakarta).

5. Pembicara konggres Muhammadiyah ke 19 di Bukittinggi (1930) dan

konggres Muhammadiyah ke 20 (1931).

6. Anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah di Sumatera Tengah

(1934).

7. Pendiri Majalah al-Mahdi (Makassar, 1934).

8. Pimpinan majalah Pedoman Masyarakat (Medan, 1936).

9. Menjabat anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat pada

pemerintahan Jepang (1944).

10. Ketua konsul Muhammadiyah Sumatera Timur (1949).

11. Pendiri majalah Panji Masyarakat (1959), majalah ini dibrendel oleh

pemerintah karna dengan tajam mengkritik konsep demikrasi

terpimpin dan memaparkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang

telah dilakukan Soekarno. Majalah ini diterbitkan kembali pada

pemerintahan Soeharto.

12. Memenuhi undangan pemerintahan Amerika (1952), anggota komisi

kebudayaan di Muangthai (1953), menghadiri peringatan mangkatnya

Budha ke-2500 di Burma (1954), di lantik sebagai pengajar di

Universitas Islam Jakarta pada tahun 1957 hingga tahun 1958, di lantik

36

menjadi Rektor perguruan tinggi Islam dan Profesor Universitas

Mustapa, Jakarta. menghadiri konferensi Islam di Lahore (1958),

menghadiri konferensi negara-negara Islam di Rabat (1968),

Muktamar Masjid di Makkah (1976), seminar tentang Islam dan

Peradapan di Kuala Lumpur, menghadiri peringatan 100 tahun

Muhammad Iqbal di Lahore, dan Konferensi ulama di Kairo (1977),

Badan pertimbangan kebudayaan kementerian PP dan K, Guru besar

perguruan tinggi Islam di Universitas Islam di Makassar.

13. Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim, Penasehat

Kementerian Agama, Ketua Dewan Kurator PTIQ.

14. Imam Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta, yang kemudian

namanya diganti oleh Rektor Universitas al-Azhar Mesir, Syaikh

Mahmud Syaltut menjadi Masjid Agung al-Azhar. Dalam

perkembangannya, al-Azhar adalah pelopor sistem pendidikan Islam

modern yang punya cabang di berbagai kota dan daerah, serta menjadi

inspirasi bagi sekolah-sekolah modern berbasis Islam. Lewat

mimbarnya di al-Azhar, Hamka melancarkan kritik-kritiknya terhadap

demokrasi terpimpin yang sedang digalakkan oleh Soekarno Pasca

Dekrit Presiden tahun 1959. Karena dianggap berbahaya, Hamka pun

dipenjarakan Soekarno pada tahun 1964. Ia baru dibebaskan setelah

Soekarno runtuh dan orde baru lahir, tahun 1967. Tapi selama

dipenjara itu, Hamka berhasil menyelesaikan sebuah karya

monumental, Tafsir al-Azhar 30 juz.

15. Ketua MUI (1975-1981), Buya Hamka, dipilih secara aklamasi dan

tidak ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai ketua

umum dewan pimpinan MUI. Ia dipilih dalam suatu musyawarah, baik

oleh ulama maupun pejabat. Namun di tengah tugasnya, ia mundur

37

dari jabatannya karena berseberangan prinsip dengan pemerintah yang

ada.

Dua bulan setelah Hamka mengundurkan diri sebagai ketua umum

MUI, beliau masuk rumah sakit. Setelah kurang lebih satu minggu dirawat

di Rumah Sakit Pusat Pertamina, tepat pada tanggal 24 Juli 1981 ajal

menjemputnya untu kembali menghadap ke hadirat-Nya dalam usia 73

tahun.Buya Hamka bukan saja sebagai pujangga, wartawan, ulama, dan

budayawan, tapi juga seorang pemikir pendidikan yang pemikirannya

masih relevan dan dapat digunakan pada zaman sekarang, itu semua dapat

dilihat dari karya-karya peninggalan beliau.

3. Karya-Karya Buya Hamka

Haji Abdul Malik Amrullah atau lebih di kenal dengan sebutan

Hamka termasuk penulis yang sangat produktif.Ia telah berhasil menulis

dalam berbagai dimensi, seperti sejarah, filsafat, akhlak, tafsir dan yang

tak kalah pentingnya dalam dunia sastra. Hal ini di kemukakan oleh

Andries Teuw yang di kenal sebagai penganut sejarah Indonesia yang

tajam dan teliti mengakui bahwa Hamka harus di bicarakan secara khusus,

sebagai pengarang Roman Indonesia yang paling banyak tulisannya

mengenai Agama Islam, ia juga pernah menghasilkan beberapa karya yang

bernilai sastra.16

Kecintaan Buya Hamka menulis yang menghasilkan puluhan

bahkan ratusan karya dalam bentuk yang telah beredar di masyarakat

semenjak Orde Baru sampai saat ini. Belum lagi ribuan tulisan Buya

Hamka dalam bentuk buletin atau opini di berbagai majalah, surat kabar

16

Nasir Tamara, Hamka Dimata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), 31.

38

nasional maupun dareah. Ceramah Buya Hamka di RRI dan TVRI juga tak

terhitung jumlah rekamannya.17

Karya-karya Buya Hamka tak hanya meliputi satu bidang kajian

saja. Di buku misalnya: selain banyak menulis tentang ilmu-ilmu

keislaman, Buya Hamka juga menulis tentang ilmu politik, sejarah

budaya, dan sastra. Dianatara beberapa hasil karangan Buya Hamka yang

berjudul:18

1. Tasawuf modern (1983), pada awalnya, karyanya ini merupakan

kumpulan artikel yang dimuat dalam majalah Pedoman Masyarakat

antara tahun 1937-1937. Karena tuntutan masyarakat, kumpulan

artikel tersebut kemudian dibukukan. Dalam karya monumentalnya

ini, ia memaparkan pembahasannya ke dalam XII bab. Buku ini

diawali dengan penjelasan mengenai tasawuf. Kemudian secara

berurutan dipaparkannya pula pendapat para ilmuwan tentang makna

kebahagiaan, bahagia dan agama, bahagia dan utama, kesehatan jiwa

dan badan, harta benda dan bahagia, sifat qonaah, kebahagiaan yang

dirasakan rosulullah, hubungan ridho dengan keindahan alam, tangga

bahagia, celaka, dan munajat kepada Allah. Karyanya yang lain yang

membicarakan tentang tasawuf adalah “Tasawuf; Perkembangan Dan

Pemurniaannya”. Buku ini adalah gabungan dari dua karya yang

pernah ia tulis, yaitu “Perkembangan Tasawuf Dari Abad Ke Abad”

dan “Mengembalikan Tasawuf Pada Pangkalnya”.19

2. Lembaga Budi (1983). Buku ini ditulis pada tahun 1939 yang terdiri

dari XI bab. pembicaraannya meliputi; budi yang mulia, sebab budi

menjadi rusak, penyakit budi, budi orang yang memegang

pemerintahan, budi mulia yang seyogyanya dimiliki oleh seorang raja

17

Irfan Hamka, Ayah (Jakarta: Republika Penerbit, 2013), 243. 18

Irfan Hamka, Ayah, 244. 19

Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Republika Penerbit, 2015),9.

39

(penguasa), budi pengusaha, budi saudagar, budi pekerja, budi

ilmuwan, tinjauan budi, dan percikan pengalaman. secara tersirat, buku

ini juga berisi tentang pemikiran Hamka terhadap pendidikan Islam,

termasuk pendidik.20

3. Falsafah Hidup (1950). Buku ini terdiri atas IX bab. Ia memulai buku

ini dengan pemaparan tentang makna kehidupan. Kemudian pada bab

berikutnya, dijelaskan pula tentang ilmu dan akal dalam berbagai

aspek dan dimensinya. Selanjutnya ia mengetengahkan tentang

undang-undang alam atau sunnatullah. Kemudian tentang adab

kesopanan, baik secara vertikal maupun horizontal. Selanjutnya makna

kesederhanaan dan bagaimana cara hidup sederhana menurut Islam. Ia

juga mengomentari makna berani dan fungsinya bagi kehidupan

manusia, selanjutnya tentang keadilan dan berbagai dimensinya,

makna persahabatan, serta bagaimana mencari dan membina

persahabatan. Buku ini diakhiri dengan membicarakan Islam sebagai

pembentuk hidup. Buku ini pun merupakan salah satu alat yang

Hamka gunakan untuk mengekspresikan pemikirannya tentang

pendidikan Islam.21

4. Lembaga Hidup (1962). Dalam bukunya ini, ia mengembangkan

pemikirannya dalam XII bab. Buku ini berisi tentang berbagai

kewajiban manusia kepada Allah, kewajiban manusia secara sosial,

hak atas harta benda, kewajiban dalam pandangan seorang muslim,

kewajiban dalam keluarga, menuntut ilmu, bertanah air, Islam dan

politik, al-Qur‟an untuk zaman modern, dan tulisan ini ditutup dengan

memaparkan sosok nabi Muhammad. Selain Lembaga Budi dan

20

Hamka, Lebaga Budi (Jakarta: Republika Penerbit,2016),8. 21

Hamka, Filsafah Hidup (Jakarta: Republika Penerbit,2015),10.

40

Falsafah Hidup, buku ini juga berisi tentang pendidikan secara

tersirat.22

5. Pelajaran Agama Islam (1952). Buku ini terbagi dalam IX bab.

Pembahasannya meliputi; manusia dan agama, dari sudut mana

mencari Tuhan, dan rukun iman.23

6. Tafsir al-Azhar Juz 1-30. Tafsir al-Azhar merupakan karyanya yang

paling monumental. Buku ini mulai ditulis pada tahun 1962. Sebagian

besar isi tafsir ini diselesaikan di dalam penjara, yaitu ketika ia

menjadi tahanan antara tahun 1964-1967. Ia memulai penulisan Tafsir

al-Azhar dengan terlebih dahulu menjelaskan tentang i‟jaz al-Qur‟an.

Kemudian secara berturut-turut dijelaskan tentang i‟jaz al-Qu‟ran, isi

mukjizat al-Qu‟ran, haluan tafsir, alasan penamaan tafsir al-Azhar, dan

nikmat Ilahi. Setelah memperkenalkan dasar-dasar untuk memahami

tafsir, ia baru mengupas tafsirnya secara panjang lebar.24

7. Ayahku; Riwayat Hidup Dr. Haji Amarullah dan Perjuangan Kaum

Agama di Sumatera (1958). Buku ini berisi tentang kepribadian dan

sepak terjang ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut

Haji Rosul. Hamka melukiskan perjuangan umat pada umumnya dan

khususnya perjuangan ayahnya, yang oleh Belanda diasingkan ke

Sukabumi dan akhirnya meninggal dunia di Jakarta tanggal 2 Juni

1945.25

8. Hamka renungan tasawuf, buku ini merupakan kumpulan enam

karangan dan ceramah almarhum Buya Hamka dari tahun-tahun yang

berbeda. Karangan pertama berjudul, “akal dan khayal” ditulis oleh

almarhum untuk majalah “Indonesia” April tahun 1952, sebuah

22

Hamka, Lembaga Hidup (Jakarta: Republika Penerbit, 2015),12. 23

,Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: Republika Penerbit, 2018),12. 24

Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), 25

,Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga Imam

Zarkasyi (Bandung: Nuansa, 2007), 62.

41

majalah kebudayaan yang diterbitkan Badan Musyawarah Kebudayaan

Nasiaonal di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan. Waktu itu perang aktif sebagai anggota Badam

Kebudayaan tersebut bersama para ahli dan para tokoh kebudayan

nasional lain.26

9. Hamka Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf dari masa Nabi

Muhammad Saw. hingga sufi-sufi Besar. Buku ini terdiri dari 12

bagian pembahasan dengan jumlah 323 halaman.27

10. Kenang-kenangan Hidup Jilid I-IV (1979). Buku ini merupakan

autobiografi Hamka.

11. Islam dan Adat Minangkabau (1984). Buku ini merupakan kritikannya

terhadap adat dan mentalitas masyarakatnya yang dianggapnya tak

sesuai dengan perkembangan zaman.

12. Sejarah umat Islam Jilid I-IV (1975). Buku ini merupakan upaya untuk

memaparkan secara rinci sejarah umat Islam, yaitu mulai dari Islam

era awal, kemajuan, dan kemunduran Islam pada abad pertengahan. Ia

pun juga menjelaskan tentang sejarah masuk dan perkembangan Islam

di Indonesia.

13. Studi Islam (1976), membicarakan tentang aspek politik dan

kenegaraan Islam. Pembicaraannya meliputi; syari‟at Islam, studi

Islam, dan perbandingan antara hak-hak azasi manusia deklarasi PBB

dan Islam.

14. Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973). Buku membahas tentang

perempuan sebagai makhluk Allah yang dimuliakan keberadaannya.28

26

Hamka, Renungan Tasawuf (Jakarta: Republika Penerbit, 2016), 1. 27

Hamka, Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf (Jakarta: Republika penerbit,

2016), 10. 28

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran

Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 64.

42

15. Si Sabariyah (1926), buku roman pertamanya yang ia tulis dalam

bahasa Minangkabau. Roman; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

(1979), Di Bawah Lindungan Ka‟bah (1936), Merantau Ke Deli

(1977), Terusir, Keadilan Illahi, Di Dalam Lembah Kehidupan,

Salahnya Sendiri, Tuan Direktur, Angkatan baru, Cahaya Baru,

Cermin Kehidupan.

16. Revolusi pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi

Revolusi, Negara Islam, Sesudah Naskah Renville, Muhammadiyah

Melalui Tiga Zaman, Dari Lembah Cita-Cita, Merdeka, Islam Dan

Demokrasi, Dilamun Ombak Masyarakat, Menunggu Beduk Berbunyi.

17. Di Tepi Sungai Nyl, Di Tepi Sungai Daljah, Mandi Cahaya Di Tanah

Suci, Empat Bulan Di Amerika, Pandangan Hidup Muslim.29

18. Artikel Lepas; Persatuan Islam, Bukti Yang Tepat, Majalah Tentara,

Majalah al-Mahdi, Semangat Islam, Menara, Ortodox Dan

Modernisme, Muhammadiyah Di Minangkabau, Lembaga Fatwa,

Tajdid Dan Mujadid, dan lain-lain.30

19. Antara Fakta Dan Khayal, Bohong Di Dunia, Lembaga Hikmat, dan

lain-lain.31

Keterangan di atas dapat memberikan kesimpulan dimana Buya

Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak, di antaranya yang sudah

dibukukan sebanyak 118 buah. Tulisan-tulisan Buya Hamka banyak

mengkaji berbagai macam keilmuan seperti, politik, sejarah, budaya,

akhlak, tasawuf, ilmu pendidikan dan ilmu Tafsir. Karangan dan serta

pemikiran Buya Hamka banyak dipelajari oleh banyak kalangan terutama

bagi para pelajar, yang buku serta karangan Buya Hamka yang lainnya

29

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran

Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 63. 30

Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka (Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983), 63. 31

Hamka, Antara Fakta dan Khayal (Jakarta: Republika Penerbit, 2017),13.

43

dapat dijadikan sebagai sumber dari sebuah penelitian. Hal tersebut sangat

berdampak positif, bagi banyak kalangan khusnya dikalangan umat Islam.

Kecintaan Buya Hamka menulis yang menghasilkan puluhan

bahkan ratusan karya dalam bentuk yang telah beredar di masyarakat

semenjak Orde Baru sampai aat ini. Belum lagi ribuan tulisan Buya

Hamka dalam bentuk buletin atau opini di berbagai majalah, surat kabar

nasional maupun dareah. Ceramah Buya Hamka di RRI dan TVRI juga tak

terhitung jumlah rekamannya.

B. PROFIL TAFSIR

1. Motivasi Buya Hamka Dalam Menulis Tafsir

Berbagai corak dan latar belakang dari murid-murid dan anggota

jamaah yang menjadi makmum Hamka ketika imam shalat, turut menjadi

pertimbangan Hamka dalam berfikir dan berkarya sehingga tercipta Tafsfr

al-Azhar. Di antaranya mahasiswa yang tengah tekun dan terdidik dalam

keluarga Islam, ada pula perwira-perwira tinggi yang berpangkat jenderal

dan laksamana dan ada pula anak buah mereka yang masih berpangkat

letnan, kapten, mayor dan para bawahan, para saudagar-saudagar, agen

automobil dengan relasinya yang luas, importir dan eksportir kawakan di

samping saudagar perantara, pelayan dan tukang kebun, pegawai negeri,

beserta isteri-isteri mereka. Semuanya bersatu membentuk masyarakat

yang beriman, dipadukan dalam shalat berjamaah, pada shaf yang teratur,

menghadapkan muka dengan khusyu' kepada Ilahi.32

Saat-saat menyusun tafsir ini, wajah-wajah mereka itulah yang

terbayang, sehingga penafsirannya tidak terlalu tinggi mendalam sehingga

dapat dipahami secara umum, tidak hanya semata-mata bisa dipahami.oleh

32

Yunus Amir Hamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, (Jakarta: Puspita

Sari Indah, 1993), 3-4.

44

sesama ulama saja, akan tetapi juga tidak terlalu rendah, sehingga

menjemukan. Dengan pendekatan seperti ini Tafsir al-Azhar rnudah

dipahami dari berbagai kalangan masyarakat yang tidak bisa berbahasa

Arab sekalipun.33

Tafsir al-Azhar merupakan hasil kumpulan materi tafsir yang

disampaikan oleh Hamka. Pelajaran tafsir yang diselenggarakan setelah

shalat Subuh di Masjid Agung al-Azhar telah terdengar di mana-mana ke

seluruh penjuru di Indonesia. Sejak tahun 1959 ketika itu mesjid ini belum

bernama al-Azhar, pada waktu yang sama Hamka bersama KH Fakih

Usman dan H.M Yusuf Ahmad, menerbitkan majalah Panji Masyarakat.

tidak lama setelah berfungsinya Mesjid al-Azhar suasana politik yang

mulai digambarkan terdahulu mulai muncul. Agistasi pihak PKI dalam

mendeskreminasikan orang-orang yang tidak sejalan dengan

kebijaksanaan mereka bertambah meningkat, Mesjid al-Azharpun tidak

luput dari kondisi tersebut. Mesjid ini dituduh menjadi sarang “Neo

Masyumi” dan “Hamkaisme”.34

Keadaan bertambah memburuk ketika penerbitan No. 22 tahun

1960, Panji Masyarakat memuat artikel Mohammad Hatta, “Demokrasi

Kita” Hamka sadar betul akibat apa yang akan diterima Panji Masyarakat

bila memuat artikel tersebut. Namun hal itu di pandang Hamka sebagai

perjuangan memegang amanah yang dipercayakan oleh Mohammad Hatta

kepundaknya. “Demokrasi Kita “ harus dimuat. Dengan demikian izin

Panji Masyarakat dicabut. Caci maki dan fitnah kaum komunis terhadap

kegiatan Hamka di Mesji al-Azhar bertambah menigkat caci maki dan

fitnah kaum komunis terhadap kegiatan Hamka di Mesjid al-Azhar

bertambah menigkat. Atas bantuan Jenderal Sudirman dan Kolonel

33

Yunus Amir Hamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, 4. 34

M. Yunan yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar: Sebuah Telah Atas

Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam (Jakarta: Panjimas, 1990), 55.

45

Muchlas Rowi, diusahakan penerbitan majalah Gema Islam. Walaupun

secara formal majalah Gema Islam dipimpin Jenderal Sudirman dan

Kolonel Muchlas Rowi tetapi pimpinan aktifnya adalah Hamka. Ceramah

Hamka setelah sholat subuh di mesjid al-Azhar yang mengupas tafsir al-

Azhar secara teratur dalam majalah ini. Dan berjalan sampai Januari

1964.35

Atas dasar usul dari seorang pegawai tata usaha majalah Gema

Islam waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf Ahmad, maka seluruh pelajaran

tafsir yang diselenggarakan setelah shalat Subuh, kemudian dimuat di

dalam majalah Gema Islam. Atas inisiatif ini Hamka kemudian

memberikan nama pelajarannya dengan "Tafsir al-Azhar", mengambil

nama dari masjid yang dipergunakan untuk menyampaikan materi

tafsirnya yaitu Masjid Agung al Azhar, yaitu masjid yang penamaannya

diberikan oleh Syeikh Jami' al-Azhar ketika berkunjung ke Jakarta.

Tanpa diduga sebelumnya, pada hari senin 12 Ramadhan 1383,

bertepatan 27 Januari 1964 sesaat setelah Hamka memberikan pengajian

dihadapan kira-kira 100 orang jamaah di Mesjid al-Azhar, ia ditangkap

oleh penguasa orde lama lalu dijebloskan ke dalam tahanan. Sebagai

tahanan politik, Hamka ditempatkan dibeberapa rumah peristirahatan di

kawasan puncak, yakni bunglow Herlina, Harjuna Bungalow Brimob

Megamendung, dan kamar tahanan polisi cimacan. Di rumah inilah

Hamka mempunayi kesempatan yang cukup untuk menulis Tafsir al-

Azhar. Disebabkan kesehatannya mulai menurun. Hamka kemudian

dipindahkan ke rumah sakit Persahabatan, Rawamangun Jakarta. Selama

perawatan di rumah sakit Hamka meneruskan penulisan tafsir al-Azhar.

Akhirnya setelah kejatuhan orde lama, kemudian orde baru bangkit

di bawah pimpinan Soekarno, lantas kekuatan PKI pun telah tumpas.

35

M. Yunan Yususf, Corak Pemikiran Kalam Dalam tafsir al-Azhar, 56-57.

46

Hamka dibebaskan dari tuduhan. Pada tanggal 21 Januari 1966, Hamka

kembali menemukan kebebasannya setelah mendekam dalam tahanan

selama lebih kurang dua tahun dengan tahanan rumah dua bulan dan

tahanan kota dua bulan. Kesempatan inipun digunakan Hamka untuk

memperbaiki serta menyempurnakan tafsir al-Azhar yang sudah pernah

ditulis dibeberapa rumah tahanan sebelumnya. Penerbitan pertama tafsir

al-Azhar dilakukan oleh penerbit Pimpinan Masa, Pimpinan Haji Mahmud

cetekan Pertama oleh pembimbing masa, merampungkan penerbitan dari

juz pertama sampai keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15

sampai dengan juz 29 oleh pustaka Islam Surabaya. Dan akhirnya juz 5

sampai juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.36

Tafsir al-Azhar karya Syeikh Haji Abdul Malik Karim Amirullah

(Hamka) merupakan salah satu kitab tafsir berbahasa Indonesia, paling

laris dan banyak diminati, baik kalangan awam maupun kalangan

terpelajar di Indonesia. Selain karena bahasanya yang mudah dipahami,

Tafsir al-Azhar sarat dengan makna. Bagi mereka yang pernah

membacanya, pasti akan mengetahui betapa luasnya dan dalamnya ilmu

yang dimiliki oleh penafsir. Hamka tidak hanya mendalami ilmu-ilmu

bantu bagi penafsiran al-Qur'an, tetapi juga menguasai h}azanah ilmu-ilmu

sastra dan juga ilmu pengetahuan modern lainnya. Tingkat keilmuan

Hamka tidak hanya diakui di Indonesia, terbukti telah mendapatkannya

gelar kehormatan di negara lain yaitu dengan gelar kehormatan sebagai

Doktor Honoris Causa di Cairo Mesir dan di Malaysia. Tafsir Hamka yang

merupakan karya yang masih bisa dinikmati hingga masa kini dan

berharap agar menjadi sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan

khususnya masyarakat Indonesia yang mau mempelajari ilmu al-Qur'an

36

M. Yunan Yususf, Corak Pemikiran Kalam Dalam tafsir Al-Azhar, 57.

47

dan kandungannya. Hamka mengharap agar masyarakat Indonesia menjadi

masyarakat yang aman, damai dan modern di bawah lindungan Allah swt.

Tafsir ditulis membawa corak pandang hidup penafsir, haluan dan

maz\habnya. Dalam tafsir ini Hamka meurujuk pada maz\hab salaf, yaitu

maz\hab Rasulullah saw. para sahabat dan ulama yang mengikuti jejak

beliau tentang aqidah dan ibadah. Hamka mengikuti yang mendekati

kebenaran dan meninggalkan yang menyimpang. Mengenai pengetahuan

umum Hamka kerap kali meminta bantuan kepada ahlinya.37

Di dalam tafsirnya Hamka tidak menonjolkan salah satu maz\hab

dan maz\hab-maz\hab yang berkembang. Beliau menampilkan berbagai

pendapat para ulama dan fuqaha dengan dalil-dalilnya, kemudian beliau

analisis menurutnya paling kuat hujjahnya. Mengetahui rahasia maka

pertikaian-pertikaian maz\hab tidaklah dibawakan dalam tafsir ini, dan

penulis tidaklah ta'as}ub kepada suatu faham, melainkan mencoba sedaya

upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna dari lafaz \ bahasa Arab

ke dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang berpikir. 38

Di dalam al-Qur‟an berkali-kali disebut soal atom, sedang penulis

tafsir bukanlah seorang ahli atom. Kalau syarat hendak dipenuhi tentu

tafsir ini tidak akan dikerjakan. Akan tetapi pekerjaan penulisan mendasak

untuik membangkit minat angkatan muda Islam di tanah air Indonesia dan

di daerah-daerah yang berbahasa Melayu hendak mengetahui isi al-Qur‟an

di zaman sekarang, padahal mereka tidak memiliki kemampuan berbahasa

Arab. Mayoritas angkatan muda sekarang mencurahkan minat pada

agamanya karena menghadapi rangsangan dan tantangan dari luar dan

dalam . semangat mereka pada agama telah tumbuh tetapi “rumah “ telah

37

Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid I (Jakarta: Gema Insasni, 2015), ix . 38

M. Yunan Yususf, Corak Pemikiran Kalam Dalam tafsir al-Azhar, 58.

48

kelihatan, jalan ke sana tidak tahu. Untuk mereka inilah utamanya tafsir

ini disusun.39

Yang kedua golongan peminat Islam yang disebut mubalig atau ahli

dakwah. Dikalangan mereka ada yang banyak dan ada yang sedikit

mengetahui ilmu bahasa Arab, mubalig menghadapi bangsa yang sudah

mulai cerdas dengan habisnya buta huruf. Keterangan-keterangan yang

didasarkan pada agama, padahal tidak masuk akal, sudah berani mereka

membantahnya. Padahal kalau mereka diberi keterangan al-Qur‟an

langsung, akan terlepas dari dahaga jiwa. Maka tafsir ini adalah sebagai

alat penolong bagi mereka untuk menyampaikan dakwah.40

Tafsir-tafsir bahasa Arab yang terkenal sebagai pegangan para

ulama-ulama dikenal juga dalam haluan pengarang. Seperti tafsir al-Ra>zi

dikenal kecenderungan tafsirnya untuk membela maz\habnya, yaitu

maz\hab Syafi‟i. Kalau dibaca tafsir al-Kas-sya>f dari Zamakhsyari, orang

akan mengenal pembelaannya pada maz\hab yang dianutnya yaitu

Mu‟tazilah. Dan kalau dibaca tafsir yang dikarang di akhir abad tiga belas

Hijriyah (abad sembilan belas Miladiyah), yaitu ruhul ma‟ani, karangan

al-alu>si, akan nyatalah pembelaannya pada maz\hab yang dianutnya yaitu

maz\hab Hanafi dan dikritiknya dengan halus atau keras maz\hab yang

ditinggalkannya, yaitu maz\hab Syafi‟i.41

Tafsir al-Azhar merupakan mahakarya Buya Hamka, ditulis oleh

ulama Melayu dengan gaya bahasa khas dan mudah dicerna. Di antara

ratusan judul buku mengenai agama, sastra, filsafat, tasawuf, politik,

sejarah dan kebudayaan yang melegenda hari ini, bisa dibilang tafsir al-

39

al-Qur‟an mengandung segala macam ilmu ; ilmu tauhid, akhlak, tasawuf,

fiqih, sejarah, dan ilmu dengan segala cabangnya. Setiap Vak ilmu itu bermacam-macam.

Lihat. Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid I, 4. 40

Firdaus A.N. Syeh Muhammad Abdullah dan Perjuangannya dalam Risalah

Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 59. 41

Hamka, Tafsir al-Azhar, 4.

49

Azhar adalah karya Hamka paling fenomenal. Disamping sebagai ulama

dan politisi berpengaruh, sejarah juga mencatat Hamka sebagai sastrawan

cerdas.42

2. Sumber Tafsir Buya Hamka

Sumber Penafsiran, dalam hal ini Buya Hamka dalam tafsirnya

menggunakan tafsir bi al-ra‟yu, beliau memberikan penjelasan secara

ilmiah (ra‟yu) apalagi terkait masalah ayat-ayat kauniyah.43

Namun

walaupun demikian beliau juga tetap menggunakan tafsir bi al-Ma‟ŝur44

sebagaimana yang beliau jelaskan sendiri dalam pendahuluan tafsirnya

bahwa al-Qur‟an terbagi kedalam tiga bagian besar (fiqih, Aqidah dan

Kisah) yang menjadi keharusan (bahkan wajib dalam hal fiqih dan akidah)

untuk disoroti oleh sunnah tiap-tiap ayat yang ditafsirkan tersebut. Beliau

juga berpandangan bahwa ayat yang sudah jelas, terang dan nyata maka

merupakan pengecualian ketika sunnah bertentangan dengannya.45

Sumber rujukan tafsir yang digunakan Hamka dapat terbaca dalam

kata pengantarnya, di antaranya: Tafsir al-Thabari karya Ibn Jarir al-

Thabari, Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Razi, Lubab al-Ta’wil Fi> Ma’ani

al-Tanzil, Tafsir al-Nasafi-Madariku al-Tanzil wa Haqa’iqu al-Ta’wil,

karya al-Khazi, Fath al-Qadir, Nailu al-Athar, Irsyad al-Fuhul (Us}ul

Fiqh) karya al-Syaukani, Tafsir al-Baghawi, Ruhul Bayan karya al-Alusi,

Tafsir Al-Manar karya Sayyid Rasyid Rid}a, Tafsir al-Jawa>hir karya

Tanthawi Jauhari, Tafsir Fi > Z|ila>l al-Qur’an karya Sayyid Qutb, Mahasin

al-Ta’wil karya Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Maraghi karya Syaikh

42

Hamka, Dari Lembah Cita-Cita (Jakarta: Gema Insani, 2016), 101. 43

Hamka, Tafsir al-Azhar, 27. 44

Manna‟ Khalil al-Qat ṭt ṭan, Mabāhis fi „Ulumil Qur‟an, Terj. Mudzakir As,

Studi Ilmu Ilmu Alquran (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), 482. 45

Hamka, Tafsir al-Azhar, 26.

50

al-Maraghi, Al-Mushaf al-Mufassar karya Muhammad Farid Wajdi, al-

Furqan karya A Hassan, Tafsir al-Qur’an karya bersama H. Zainuddin

Hamidi dan Fahruddin H.S, Tafsir al-Qur’anul Karim karya Mahmud

Yunus, Tafsir An-Nur karya TM Hasbi as-Shiddiqie, Tafsir al-Qur’anul

H>>>>>{akim karya bersama HM Kassim Bakri, Muhammad Nur Idris dan AM

Majoindo, al-Qur’an dan Terjemahan Depag RI, Tafsir al-Qur’anul

Karim karya Syaikh Abdul Halim Hasan, H. Zainal Arifin Abbas dan

Abdurrahim al-Haitami, Fathurrahman Lithalibi ayati al-Qur’an karya

Hilmi Zadah Faidhullah al-Hasani, Fath al-Bari karya Ibn Hajar al-

„Asqala>ni, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmiz\i, Riyadh al-Shalihin, Syarh

al-Muhazzab karya Syaikh Nawawi, Al-Muwaththa’ karya Imam Malik,

Al-Umm dan al-Risalah karya Imam Syafi‟i, al-Fatawa, al-Islam ‘

Aqidah wa al-Syari’ah karya Syaikh Mahmud Syalthut, Subulussalam fi

Syarh Bulug al-Maram karya Amir Ash-Shan‟ani, al-Tawassul wa al-

Wasilah karya Ibn Taimiyah, Al-Hujjatul Balighah karya Syah Waliyullah

al-Dihlawi, dan lain lain.46

3. Metode dan Karakteristik penafsiran Buya Hamka

Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsir al-Azhar adalah

dengan menggunakan metode Tahli>li,47 yaitu mengkaji ayat-ayat al-

Qur‟an dari segala segi dan maknannya, menafsirkan ayat demi ayat, surat

demi surat, sesuai dengan urutan Mushṣaṣf Uŝmanī, menguraikan kosa

kata dan lafaz \ nya, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju

dan kandungan ayat yakni unsur Balaghah, i‟jaz dan keindahan susunan

kalimat, menisbatkan hukum dari ayat tersebut, serta mengemukakan

46

Hamka, Tafsir Al-Azhar, 331-332. 47

Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran (Yogjakarta: Pustaka

Pelajar, 2000), 31.

51

kaitan antara yang satu dengan yang lain, merujuk kepada asbabun nuzul,

hadis Rasulullah saw, riwayat dari Sahabat dan Tabi‟in.48

Disamping itu, sebagaimana kesimpulan Howard M. Federspiel

bahwa, tafsir Hamka ini memiliki ciri khas sebagaimana karya tafsir

Indonesia sezamannya yakni dengan penyajian teks ayat al-Qur‟an dengan

maknanya, dan pemaparan dan penjelasan istilah-istilah agama yang

menjadi bagian-bagian tertentu dari teks serta penambahan dengan materi

pendukung lain untuk membantu pembaca lebih memahami maksud dan

kandungan ayat tersebut.25 Dalam tafsirnya ini, Hamka seakan

mendemonstrasikan keluasan pengetahuan yang ia miliki dari berbagai

sudut ilmu agama, ditambah pengetahuan sejarah dan ilmu non agama

yang sarat dengan obyektifitas dan informasi.49

Terlihat jelas, dengan alur penafsiran yang digunakan, Tafsir Al-

Azhar memiliki corak-sebagaimana dalam ilmu tafsir- digolongkan

kedalam corak adab al-ijtima>‟iy (corak sastra kemasyarakatan), yaitu

corak tafsir yang menitik beratkan pada penjelasan ayat-ayat al-Qur‟an

dari segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungannya dalam

suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan aspek petunjuk al-Qur‟an

bagi kehidupan, serta mengaitkan pengertian ayat-ayat dengan hukum

alam (sunnatullah) yang berlaku dalam masyarakat.50

Jika dilihat dari bermacam corak tafsir yang ada dan berkembang

hingga kini, Tafsir al-Azhar dapat dimasukkan kedalam corak tafsir adab

ijtima‟i >y sebagaimana tafsir al-Sya’ra>wi> yaitu menafsirkan ayat-ayat al-

Qur‟an sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat pada waktu

48

Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: Rajawali Pers,

1992), 41. 49

„Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah al-Tafsir al-Mawdhu‟i, (Kairo: Al-

Hadlarah al-„Arabiyah, 1977), 23. 50

„Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah al-Tafsir al-Mawdhu‟i, 24.

52

itu agar petunjuk-petunjuk dari al-Qur‟an mudah dipahami dan diamalkan

oleh semua golongan masyarakat.

Corak tafsir budaya kemasyarakatan merupakan corak tafsir yang

menerangkan petunjuk-petunjuk al-Qur‟an yang berhubung langsung

dengan kehidupan masyarakat. Tafsir dengan corak ini juga berisi

pembahasan-pembahasan yang berusaha untuk mengatasi masalah-

masalah atau penyakit-penyakit masyarakat berdasarkan nasihat dan

petunjuk-petunjuk al-Qur‟an. Dalam upaya mengatasi masalah-masalah

ini, petunjuk-petunjuk al-Qur‟an dipaparkan dalam bahasa yang enak dan

mudah dipahami.51

Corak tafsir budaya kemasyarakatan seperti yang terdapat dalam

kitab tafsir al-Azhar ini sebenarnya telah ada dan dimulai dari masa

Muhammad Abduh (1849-1905). Corak tafsir seperti ini dapat dilihat pada

kitab Tafsir al-Manar, yang ditulis oleh Rasyid Rid{a yang merupakan

murid Muh{ammad Abduh.52

Corak budaya kemasyarakatan ini dapat dilihat dengan jelas dalam

tafsir al-Azhar karya Hamka ini. Tafsir ini pada umumnya mengaitkan

penafsiran al-Qur‟an dengan kehidupan sosial, dalam rangka mengatasi

masalah atau penyakit masyarakat, dan mendorong mereka ke arah

kebaikan dan kemajuan. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ketika

mendapat kesempatan untuk mengupas isu-isu yang ada pada masyarakat,

Hamka akan mempergunakan kesempatan itu untuk menyampaikan

petunjuk-petunjuk al-Qur‟an dalam rangka mengobati masalah dan

penyakit masyarakat yang dirasakan pada masa beliau menulis tafsir

tersebut.53

51

Hamka, Tafsir al-Azhar, 42. 52

M.Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah,

1994), 21. 53

„Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah al-Tafsir al-Mawdhu‟i, 29.

53

Ketika dinyatakan bahwa tafsir al-Azhar memiliki corak budaya

kemasayarakatan, bukan berarti bahwa kitab tafsir ini tidak membahas

tentang hal-hal lain yang biasanya terdapat dalam tafsir-tafsir lain, seperti

fiqih, tasawuf, sains, filsafat dan sebagainya. Dalam tafsir al-Azhar,

Hamka juga mengemukakan bahasan tentang fiqih akan tetapi lebih

kepada menjelaskan makna ayat yang ditafsirkan, dan untuk menunjang

tujuan pokok yang ingin dicapainya, yaitu menyampaikan petunjuk-

petunjuk al-Qur‟an yang berguna bagi kehidupan masyarakat. Ini bisa

dirujuk ketika Hamka menjelaskan makna naz\ar dalam menafsirkan surah

al-Insa>n ayat ketujuh. Dalam corak penafsiran tafsir al-Azhar, Hamka

lebih dipengaruhi oleh tafsir al-Manar karangan Sayyid Rid{a, yang

terkenal dengan corak penafsiran birra‟yi.54

Tafsir al-Azhar memiliki langkah dan karakteristik yang tidak jauh

berbeda dengan beberapa kitab tafsir modern-kontemporer. Metode, corak

serta langkah penafsiran yang Hamka ambil dalam memahami al-Qur‟an

telah memperlihatkan kesungguhannya dalam membumikan al-Qur‟an

dalam kehidupan Islam Indonesia yang lebih nyata dan kontekstual.

Dari keterangan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan,

bahwa dimana Buya Hamka adalah seorang penulis yang sudah banyak

menghasilkan karangan buku. Terutama karangan Buya Hamka yang

paling tersohor adalah ilmu Tafsir yang Buya Hamka menamainya Tafsir

al-Azhar yang sampai saat ini banyak dipelajari oleh penuntut ilmu

khusnya di kalangan umat Islam.

Dari berbagai corak dan latar belakang dari murid-murid dan

anggota jama>‟ah yang menjadi makmum Hamka ketika imam shalat, turut

menjadi pertimbangan Hamka dalam berfikir dan berkarya sehingga

terciptanya Tafsfr al-Azhar. Di antaranya mahasiswa yang tengah tekun

54

Hamka Tafsir al-Azhar, jilid 29, 279-282 .

54

dan terdidik dalam keluarga Islam, ada pula perwira-perwira tinggi yang

berpangkat jenderal dan laksamana dan ada pula anak buah mereka yang

masih berpangkat letnan, kapten, mayor dan para bawahan, para saudagar-

saudagar, agen auto mobil dengan relasinya yang luas, importir dan

eksportir kawakan di samping saudagar perantara, pelayan dan tukang

kebun, pegawai negeri, beserta isteri-isteri mereka. Semuanya bersatu

membentuk masyarakat yang beriman, dipadukan dalam shalat

berjamaah, pada shaf yang teratur, menghadapkan muka dengan khusyu'

kepada Ilahi.

Saat-saat menyusun tafsir al-Azhar tersebut, wajah-wajah mereka

itulah yang terbayang, sehingga penafsirannya tidak terlalu tinggi

mendalam sehingga dapat dipahami secara umum, tidak hanya semata-

mata bisa dipahami.oleh sesama ulama saja, akan tetapi juga tidak terlalu

rendah, sehingga menjemukan. Dengan pendekatan seperti ini Tafsir al-

Azhar rnudah dipahami dari berbagai kalangan masyrakat. Sehingga

mudah untuk diamalkan.

55

BAB III

KAJIAN TEORITIS TENTANG AMAR MA’RU NAHI

MUNKAR

A. Devenisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Universal (Umum),

Basaha dan Istilah.

Di dalam al-Qur‟an, istilah amar ma‟ruf nahi munkar secara utuh

artinya tidak dipisahkan antara amar ma‟ruf nahi munkar berulang

sebanyak Sembilan kali di dalam surah yang berbeda yaitu di dalam surah

Ali-Imran pada ayat 104, 110, 114, surah al-A‟raf pada ayat 157, surah al-

Taubah pada ayat 67, 71, dan 122, surah al- Hajj pada ayat 41, surah

Luqman pada ayat 17.1

Secara universal (umum) pada hakikatnya amar ma‟ruf nahi munkar

merupakan bagian dari upaya menegakkan agama dan kemaslahatan di

tengah-tengah umat. Secara spesifik amar ma‟ruf nahi munkar lebih

dititiktekankan dalam mengatipasi maupun menghilangkan kemunkaran,

dengan tujuan utamanya menjauhkan setiap hal negative di tengah

masyarakat tanpa menimbulkan dampak negative yang lebih besar.2

Menerapkan amar ma‟ruf nahi munkar mudah dalam batas tertentu

tetapi akan sangan sulit apabila sudah terkait dengan konteks

bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu orang yang melakukan amar

ma‟ruf nahi munkar harus mengerti betul terhadap perkara yang akan ia

tindak, mengerti akan ilmu yang disampaikan kepada masyarakat dan

beretika dalam menyampaikannya baik individu maupun kepada orang

banyak, agar tidak salah dan keliru dalam bertindak. Terlebih dalam

1 Aidah Fathaturrahhmah , Amar ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an studi

komparatif dalam penafsiran Sayyid Qutb dan Al- Sya’ra>wi>, 24. 2 Aidah Fathaturrahhmah , Amar ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an

studi komparatif dalam penafsiran Sayyid Qutb dan Al- Sya’ra>wi>, 10.

56

persoalan yang berpotensi menimbulkan problematika social keamanan

yang lebih besar.1

Menurut bahasa amar ma‟ruf adalan amar berarti suruh, perintah

sedangkan ma‟ruf bermakna kebaikan. Sedangkan al-Ma‟ruf, sebagaimana

telah disebutkan di dalam kitab mufradat oleh al-Ragib dan selainnya

adalah nama segala perbuatan yang diketahui dengan akal atau syara‟

tentang kebaikannya. Dan dikatan pula bahwa makna al-Ma‟ruf adalah

nama yang mengumpulkan segala apa yang diketahui berupa ketaatan

kepada Allah Swt dan mendekatkan diri kepadanya serta berbuat baik

kepada manusia.2

Menurut Salman al-Audah ma‟ruf diambil dari kata ma‟rifah yang

menurut bahasa arab maknanya ialah: segala sesuatu yang diketahui oleh

hati,dan jiwa tentram kepadanya. Dan secara syar‟i ma‟ruf maknanya

adalah segala sesuatu yang dicintai oleh Allah Swt. Seperti taat kepadanya

dan berbuat baik kepada hamba-hambanya. Jadi standar untuk

menentukan ma‟ruf dan munkar adalah syara‟ bukan adat.3

Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka)

mengatakan berbuat ma‟ruf diambil dari kata uruf, yang berarti dikenal,

atau yang dapat dimengerti dan dapat difahami serta diterima oleh

masyarakat. Perbutan yang ma‟ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan

difahami oleh manusia serta dipuji, karena begitulah yang dapat

dikerjakan oleh manusia yang berakal. Menyampaikan ajakan kepada

yang ma‟ruf dan menjauhi yang munkar itulah yang dinamai dakwah.

1 Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan

Realisasinya di Dunia Modern ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 90. 2 Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiah (Jakarta: Pustaka Azzam, Mei 2001),

13-14. 3 Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

Oktober 1993), 11.

57

Dengan adanya umat yang berdakwah agama menjadi hidup, tidak

menjadi seolah-olah mati.

Oleh sebab itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam mengadakan

kepada yang ma‟ruf, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan

terlebih dahulu. Suatu dakwah yang ma‟ruf mendahulukan hukum halal

dan hukum haram, sebelum sebelum orang menyadari agama, adalah

perbuatan yang percuma, sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan

talak kepada istri orang lain.4

Menurut al-Zujaj, ma‟ruf adalah apa yang dianjurkan dari

perbuatan. Ibn Manz|ur menambahkan, ma‟ruf ialah semua kebaikan yang

dikenal oleh jiwa dimana yang membuat hati menjadi tentram. Sedangkan

menurut Muhammad asad perbuatan yang ma‟rūf adalah perbuatan yang

berisi kebenaran sesuai dengan apa yang terdapat di dalam syariat

sedangkan munkar yaitu setiap perbuatan yang salah bertentangan dengan

syariat. Dalam masyarakat muslim amar ma'ruf dan nahi mungkar

merupakan hak dan juga kewajiban bagi mereka, ia merupakan salah satu

prinsip dakwah dalam hubungan masyarakat sosial, al-Qur'an dan hadits

nabi telah menjelaskan hal itu dan memerintahkan orang untuk

memberikan nasihat atau kritik bagi pemangku kekuasaan dalam

masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal yang menjadi kemaslahatan

rakyat, atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi maslahat bagi rakyat.

Karena yang menjadi tolak ukur kebaikan dan kemungkaran adalah

syari'at.5

4 Hamka, Tafsir al-azhar, 866.

5 Kusnadi Zulhilmi Zulkarnain, “Makna Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut

Muhammad Asad Dalam Kitab The Message Of The Qur‟an”. Wardah, vol.18,

no.2,(2017): 16-19

58

Menurut istilah, al-ma‟ruf adalah segala perbuatan manusia yang

dapat mendekatkan dirinya kepada tuhan.6 Segala hal yang dianggap baik

oleh syari‟at, diperintahkan untuk melakukannya, syari‟at memujinya serta

memuji orang yang melakukannya. Segala bentuk ketaatan kepada Allah

swt masuk dalam pengertian ini, dan yang paling utama adalah

mentauhidkan Allah swt dan beriman kepadanya.7

Jadi kesimpulan penulis amar ma‟ruf adalah perintah untuk

melakukan kebaikan dengan mengikuti segala yang diperintahkan oleh

Allah swt dengan mengikuti syari‟at Islam.

Sedangkan munkar lawan dari kata ma‟ruf menurut bahasa nahi

munkar ialah “nahi” yang berarti larangan, pantang menurut istilah yaitu

suatu lafaz \ yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan,

sedangkan menurut us}ul fiqih adalah, lafaz \ yang menyuruh kita untuk

meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih

tinggi dari kita. sedangkan munkar menurut bahasa ialah sesuatu yang

diigkari oleh jiwa, tidak disukai dan tidak dikenalnya.8 Menurut istilah

semua isim yang diketahui oleh syariat maupun akal tentang jeleknya.

Munkar adalah segala sesuatu yang apa yang dilarang oleh syari‟at berupa

hal-hal yang merusak dunia akhirat, akal, dan fitrah yang selamat. 9

Ada yang berpendapat, al-Munkar suatu nama yang mencakup

setiap perbuatan yang tidak dikenal sebagai suatu ketidaktaatan dan tidak

mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat maksiat kepadanya.

Kemungkaran mencakup segala yang bertentangan dengan syari'ah, jika

6 Abdul Hadi Bin Mohd, Deskripsi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-

Qur‟an (kajian terhadap tafsir Fi > Z\ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutbh), Ciputat: Jurusan

Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. 26 7 Yazid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Waljama‟ah (Depok: Pustaka Khazanah Fawaid, 2017), 18. 8 Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 11.

9 Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.

al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, vol.1,no.2,(2015): 3.

59

pengertian keduanya digabungkan menurut etimologis adalah bermaksud

melarang perbuatan durhaka atau perbuatan melanggar peraturan.10

Sedangkan menurut istilah atau syari‟at, al-munkar adalah segala

yang diingkari, dilarang dan dicela oleh syari‟at dan dicelah pula orang

yang melakukannya. Masuk juga kedalam devenisi munkar yang berarti:

setiap perbuatan yang oleh akal sehat dipandang jelek, atau akal tidak

memandang jelek atau baik, tetapi agama (syara‟) memandangnya jelek11

.

Sedangkan menurut pengertian lain al-Munkar adalah segala perbuatan

yang ditetapkan oleh akal yang benar tentang keburukannya atau segala

perbuatan yang tidak dapat diputuskan oleh akan tentang keburukan atau

kebaikannya sedangkan syari‟at telah menetapkan tentang

keburukannya.12

Jadi kesimpulan penulis tentang nahi munkar adalah larangan

melakukan kemungkaran yang dilarang oleh Allah swt dan syari‟at islam

yang dapat merusak dunia akhirat.

Ukuran menentukan sesuatu itu sebagai al-ma’ruf atau al-Munkar

adalah sebagaimana yang telah dijelskan oleh imam al-Syaukani, beliau

berkata, “Dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu ma’ruf atau munkar

adalah al-Qur‟an dan al-Sunnah.13

Maka peranan menyampaikan al-ma’ruf

atau al-Munkar ini adalah lebih dikhususkan kepada para ulama sebab

amar ma’ruf nahi munkar mencakup pada perintah dengan tiga bagian.

Berdakwah kepada yang baik, menyeruh kepada yang ma’ruf dan

10

Ahmad Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Departemen Urusan

Keislaman,Dakawah,DanPengarahanKerajaanArabSaudi,1310.https://d1.islamhouse.com

/data/id/ih_books/single/id_Amar_Maruf_Nahi_Mungkar.pdf 11

Risnawati, Implementasi Pembelajaran Kemuhammadiyahan Dalam

Meningkatkan Perilaku Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Ponogoro: Jurusan Pendidikan

Agama Islam Fakultas Tarbiyah Keguruan IAIN Ponogoro,( 8 Maret 2020), 35. 12

Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiahm, 13. 13

Yazid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Waljama‟ah, 19.

60

mencegah dari yang munkar, dan sudah diketahui bahwasanya da‟wah

dipersyaratkan padanya ilmu, ilmu tentang kebaikan, ilmu tentang yang

ma‟ruf dan ilmu tentang yang munkar, karena seorang yang tidak faham

akan ilmu tentangnya bisa saja ia mengajak orang kepada kebathilan,

menyeru kepada kemunkaran dan mencegah dari yang ma’ruf.14

Bila penyebutan al-amru bil ma‟ruf dimutlakkan tanpa disertai

penyebutan an-nahyu„anil munkar, maka al-Nahyu „anil munkar masuk di

dalamnya. Karena,meninggalkan berbagai larangan termasuk perbuatan

yang baik, dan melakukan kebaikan tidak akan sempurna, kecuali dengan

meninggalkan kejelekan.

Contoh dalam hal ini firman Allah:

و ةين الناس اح و اصل

و معروف ا

مر ةصدكث ا

ا من ا

يىهم ال ج

ن ن ثيد م

ا خيد في ك

من ل

جرا عظيما فسيف نؤحيه ا ذلك اةخغاء مرضات الله

فعل ١١٤ي

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka,

kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang)

bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara

manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah,

maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. al-nisa> [4]:

114)

Maka, menyuruh kepada kebaikan mengandung larangan terhadap

kemungkaran. Demikian pula halnya, bila al-Nahyu ‘anil munkar

dimutlakkan tanpa disertai penyebutan al-amru bil ma’ru>f , maka al-amru

bil ma’ru>f termasuk di dalamnya.

al-Syāthibi>y mengatakan, hendaklah kaum muslimin berusaha

untuk selalu mempersiapkan kader-kader yang bertugas melaksanakan

dakwah dan membantu mereka dengan segal macam bantuan yang dapat

14

Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiahm, 38-39.

61

diberikan demi suksesnya usaha mereka menegakkan dakwah dan

menyebarkan agama Allah. Sebab apabila kaum muslimin tidak

melaksanakan yang demikian itu maka berdosalah mereka semuanya.15

Jika ingin menyampaikan amar ma‟ruf nahi munkar secara langsung,

secara tegas, langkah pertama yang harus kita jalankan adalah dengan

menjadi teladan. Amal saleh, perilaku mencerminkan ketakwaan dan

pelaku kebajikan adalah wujud dari seruan amar ma‟ruf. Tidak ada yang

paling efektif untuk mempengaruhi pola pikir manusia selain memberi

teladan dengan perbuatan.16

Selain itu, seorang yang menyampaikan amar

ma‟ruf nahi munkar mesti memiliki tiga sifat utama ilmu, lembut dan

sabar.Ilmu dibutuhkan sebelum melakukan amar ma‟ruf nahi munkar,

kelembutan dibutuhkan saat melakukannya dan kesabaran diperlukan

sesudah menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar tersebut. Meskipun ketiga

hal ini mesti ada dalam ketiga fase tersebut hanya saja masing-masing

lebih diutamakan pada kondisi tertentu.17

Hal ini sama seperti yang disebutkan dalam berita yang di nukil dari

salaf, dan sebagian menyandarkan pada Nabi Saw, disebutkan oleh al-

Qadi Abu Ya‟la dalam kitab al-Mu‟tamad: “Tidak boleh menyeru pada

yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar kecuali orang yang memiliki

pemahaman yang mendalam terhadap apa yang ia larang, lembut dalam

memerintah dan lembut dalam mencegah. Bijaksana dalam memerintah

dan bijaksana dalam memerintah dan bijaksana dalam mencegah.”18

Hamka mempunyai penjelasan yang baik sekali tentang tidak bisa

dipisahkannya anjuran kepada yang ma„ruf, dan pencegahan yang munkar.

15

Syamsuri, Ontologi Dakwah, “Upaya Membangun Keilmuan Dakwah”. Ilmu

Dakwah, vol.3, no.2 (Juni 2006).203 16

Mohd Farhan Md Arifin, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar,

(Malaysia,2020).file:///C:/Users/hp/Downloads/AMAR_MARUF_NAHI_MUNGKAR_P

DF. 17

Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiah. 97. 18

Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiah. 98.

62

Keduanya berkaitan erat. Katanya: “Agama datang menuntun manusia dan

memperkenalkan mana yang ma’ruf itu dan mana yang munkar. Sebab itu,

maka ma’ruf dan munkar itu tidaklah terpisah dan pendapat umum. Kalau

ada orang berbuat ma’ruf, maka seluruh masyarakat umumnya

menyetujui, membenarkan dan memuji. Kalau ada perbuatan munkar,

seluruh masyarakat menolak, membenci, dan tidak menyetujuinya. Sebab,

itu bertambah tinggi kecerdasan beragama. Bertambah kenal akan yang

ma‟ruf dan bertambah benci orang kepada yang munkar.”

Yang menarik dari keterangan Hamka adalah, yang baik atau yang

buruk itu ditentukan oleh pendapat umum. Pendapat masyarakat menjadi

kriteria apakah sesuatu itu ma‟ruf atau nunkar.

Selanjutnya, Hamka menjelaskan penafsiran amar ma‟ruf nahy

munkar sebagai dakwah. Keduanya seolah-olah identik atau menjelaskan satu

sama lain. Ia juga mengatakan bahwa salah satu tugas dakwah adalah

membentuk pendapat umum tentang sesuatu yang baik atau buruk.19

B. Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Kehidupan Manusia

Al-Qur‟an adalah kitab Tuhan yang mencakup universal, berlaku kapam

saja, dimana saja, dan untuk siapa saja. Dalam kehidupan kita sehari-hari,

banyak kita temui orang-orang yang selalu menyerukan kebaikan dan melarang

berbuat kemungkaran, bahkan diri kita sendiri pun disadari atau tidak selalu

menyerukan kebaikan dab melarang melakukan kejahatan, baik melalui tulisan

maupun melalui sumbang saran terhadap sesuatu. Amar ma‟ruf nahi munkar

tidak hanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pokok-pokok agama

saja atau ideology semata. Amar ma‟ruf nahi munkar juga bisa saja berkaitan

dengan kehidupan social, politik, budaya maupun hukum. Mengajak kepada

kebaikan itu adalah perkara yang sangat baik, melarang kemungkaran itu juga

19

Dawan Raharjo, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Ensiklopedia: 14, Januari ,2020).

2 https://ibtimes.id/amar-maruf-nahi-munkar/

63

baik. Apabila kebaikan selalu diserukan, tetapi masih ada saja yang melakukan

kemungkaran, maka kemungkaran itu tersebut harus diubah atau diperbaiki.20

1. Aspek Sosial.

Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri

utama masyarakat orang-orang yang beriman, setiap kali al-Qur‟an

memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan

menjelaskan risalahnya dalam kebaikan ini, kecuali ada perintah yang jelas,

atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada

kebaikan dan mencegah kemungkaran, karena kebaikan Negara dan rakyat

tidak sempurna. Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk kewajiban terpenting

dalam kehidupanm masyarakat muslim, selain s}olat dan zakat, terutama di

waktu umat Islam berkuasa di muka bumi, dan menang atas musuh, bahkan

kemenangan tidak dating dari Allah, kecuali bagi orang-orang yang tahu bahwa

mereka termasuk orang-orang yang melakukannya. Amar ma‟ruf nahi munkar

merupakan tawaran konsep dan tatanan sosial yang baik (terkonsepkan secara

kongkrit), sebagai solusi yang baik berupa contoh yang sudah ada maupun

berupa usulan ketika kita mengadakan nahi munkar yang merupakan tindakan

pencegahan atau penghapusan akan halal yang jelek/salah. Sudah pasti untuk

hal-hal tertentu dalam menjalankan nahi munkar (atau bukan juga yang ma‟ruf)

diperlukan kemauan politik setidaknya dorongan politik, mereka yang

mempunyai otoritas. Hal ini ibarat kepastian hukum (new enforcement)

terhadap para pelaku kriminal, terlebih-lebih kriminal dalam hal sosial.21

2. Aspek politik.

Sudah dijelaskan dalam surat A<li Imran ayat 104, menyeru kepada

kebaikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar,

maka perlu kita pahami bersama, bahwa ajaran Amar ma‟ruf nahi munkar

20

Nurcholis Majid, Masyarakat religious (Jakarta: Paramadina, 2000). 91-93. 21

Takdir Ali Mukti, Membangun Moralitas Bangsa (Yogyakarta: LPPI

Ummy,1998). 63.

64

tersebut bukan tanpa metode, dan mekanisme yang sesuai dengan tatanan

kehidupan masyarakat. Allah swt pun telah mengjarkan bagaimana kita

seharusnya melakukan amar ma‟ruf nahi mukar maka, dalam hal ini, tidak ada

kebebasan bagi sembarang orang atau kelompok untuk secara langsung

melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar ma‟ruf nahi munkar, kecuali

atas dasar otoritas yang diberikan oleh Negara. Otoritas inilah yang dalam

konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dapat dipahami sebagai

makna dari “biyadihi”/dengan tangan” dalam hadis yang dikutip sebelumnya,

tentang anjuran merubah kemunkaran.22

C. Hukum dan Syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan suatu hal yang wajib sebagaimana

yang terdapat dalam al-Qur‟an hadits dan ijma‟ ulama.23

Ahlul-ilmi bersepakat

tentang wajibnya amar ma‟ruf nahi munkar baik fardu „ain maupun kifayah.24

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa amar ma‟ruf nahi munkar hukumnya

fardu kifayah dan sebagian lainnya berpendapat hukumnya fardu „ain.

Perbedaan ini berawal dari penafsiran para ulama terhadap Qs. Ali-Imran : 104

Berikut akan dijelaskan.

ولر وا

منك

معروف وينىين عن ال

مرون ةال

يد ويأ خ

ى ال

ث يدعين ال م

م ا

نك ن م

تك ىك وم ول

مفلحين 25ال

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang

22

Takdir Ali Mukti, Membangun Moralitas Bangsa. 64. 23

Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan Relasi

Dunia Modern. 81. 24

Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan Relasi

Dunia Modern. 88. 25

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an Di Bawah Nuangan al-Qur‟an,

Penerjemah As‟ad Yasin Dkk (Jakarta: Gema Insan, 2008).183

65

munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs.A<li-

Imran[3]:104)

Mereka yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah fardu kifayah

berdalil dengan lafaz| “minkum” yang terdapat pada ayat di atas yang artinya

“sebagian”.

Sedangkan yang berpendapat fardu „ain mengartikan lafaz\| “minkum” sebagai

bayan atau untuk menjelaskan.26

Apabila umat yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu segolongan

melaksanakan tugasnyan maka gugurlah yang lain. Akan tetapi dengan syarat

golongan tersebut termasuk orang-orang yang mampu melaksanakan fardu

kifayah dalam syi‟ar ini. Akan tetapi dalam beberapa keadaan, amar ma‟ruf

nahi munkar menjadi fardu „ain dan disamping itu nahi munkar dengan hati

dan benci terhadap kemungkaran dan pelakunya, hukumnya fardu „ain

terhadap semua berdasarkan kesepakatan para ulama dan tidak seorangnya

yang dikecualikan karena hal tersebut memungkinkan bagi semua orang.27

Ibn Hazm Rah{imahullah, berpendapat bahwa amar ma‟ruf nahi munkar

hukumnya fardu „ain berdasarkan hadits Abu sa‟id al-Kudri yang marfu‟ :

ه هللا س ع ج س : س ، ق اه هللا ع ض س ذ س ذ اىخ أ ب س ع : ملسو هيلع هللا ىلصع ه » ق

ن شا ن أ س ع ف ب ق ي ب سخ ط ى ، ف إ ع ف ب ي س ا سخ ط ى ، ف إ ذ ب ش ف ي غ

ا ع ف اإل ر ى ل أ ض »

“Dari Abu Sa‟id Al-Khudri radhiyallahu „anhu, ia berkata, “Aku

mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, „Barangsiapa

dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa,

26

Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. 53. 27

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 1993). 50.

66

ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu

merupakan selemah-lemahnya iman.”

Berikut keterangan hadits yang disebutkan di atas sebagai berikut:

man ra-a: siapa yang melihat, maknanya adalah siapa yang mengetahui,

walaupun tidak melihat secara langsung, bisa jadi hanya mendengar

berita dengan yakin atau semisalnya.

munkaran: segala yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya s}allallahu

„alaihi wa sallam, pelakunya diingkari untuk melakukannya.

Kemungkaran di sini disyaratkan: (1) jelas kemungkaran yang disepakati

oleh pihak yang mengingkari dan yang diingkari; atau (2) orang yang

diingkari punya hujah yang lemah.

minkum: yang dilihat dari kaum muslimin yang sudah mukallaf (yang

sudah dikenai beban syariat).

fal-yugayyirhu biyadihi: maka hendaklah mengubah dengan tangannya.

Contoh, seseorang yang punya kuasa–misal: ayah pada anak–, ia melihat

anaknya memiliki alat musik (tentu tidak boleh digunakan), maka

ayahnya menghancurkannya.

fainlam yas-tathi‟ fa bi lisa>nih: jika tidak mampu, maka ubahlah dengan

lisannya. Yang mengingkari tetap bersikap hikmah dengan tetap

melarang. Mengingkari dengan lisan termasuk juga mengingkari dengan

tulisan.

fabi-qalbihi: mengingkari dengan hatinya, yaitu menyatakan tidak suka,

benci, dan berharap tidak terjadi.

Ad{-„aful i>ma>n: selemah-lemahnya iman, yaitu menandakan bahwa

mengingkari dalam hati itulah selemah-lemahnya iman dalam

mengingkari kemungkaran.28

28

H. Syaikh Muhammad bin S}alih Al-„Utsaimin , Syarh Al-Arba‟in An-

Nawawiyyah (Penerbit: Dar Ats-Tsuraya Tahun 1425).55 .

67

Mereka yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah fardu kifayah

berdalil dengan lafaz \ “minkum” yang terdapat pada ayat di atas yang

artinya “sebagian”.

Sedangkan yang berpendapat fardu „ain mengartikan lafaz |

“minkum” sebagai bayan atau untuk menjelaskan.29

Apabila umat yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu

segolongan melaksanakan tugasnyan maka gugurlah yang lain. Akan

tetapi dengan syarat golongan tersebut termasuk orang-orang yang mampu

melaksanakan fardu kifayah dalam syi‟ar ini. Akan tetapi dalam beberapa

keadaan, amar ma‟ruf nahi munkar menjadi fardu „ain dan disamping itu

nahi munkar dengan hati dan benci terhadap kemungkaran dan pelakunya,

hukumnya fardu „ain terhadap semua berdasarkan kesepakatan para ulama

dan tidak seorangnya yang dikecualikan karena hal tersebut

memungkinkan bagi semua orang.30

Sedangkan menurut para Ijma‟Ulama sebagai berikut:

Berkata Ibn Hazm al-Z>>|ahiri, “ seluruh umat islam telah bersepakat

mengenai kewajiban Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, tidak ada

perselisihan di antara mereka sedikitpun.

Berkata Abu Bakar al-Jas{{s{ah, “ Allah telah menegaskan kewajiban

amar ma‟ruf nahi munkar melalui beberapa ayat dalam al-Qur‟an

lalu dijelaskan oleh Rasulullah dalam yang mutawatir. Dan para

ulama terdahulu sepakat atas wajibnya menyampaikan amar ma‟ruf

nahi munkar kepada kehidupan masyarakat.

Berkata al-Nawawi, “ telah banyak dalil-dalil al-Qur‟an dan sunnah

serta Ijma‟ yang menunjukkan bahwa wajibnya amar ma‟ruf nahi

munkar.

29

Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. 53. 30

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 50.

68

Berkata al-Syaukani, “ amar ma‟ruf nahi munkar termasuk

kewajiban pokok serta rukun terbesar dalam syari‟at agama Islam,

yang dengannya sempurna aturan Islam dan tegaknya kejayaannya.

Tentang wajibnya amar ma‟ruf nahi munkar, terdapat perbedaan

pendapat di antara ulama. Sebagian dari mereka mengatakan wajib „ain

dan sebagian yang lainnya mengatakan wajib kifayah.

Penyebab perbedaan pendapat ini berasal dari pemahaman terdapat

nash-nash syar‟i yang terdapat kitabullah dan sunnah Rasul-Nya mengenai

amar ma‟ruf nahi munkar.31

Ada beberapa keadaan dimana melakukan amar ma‟ruf nahi munkar

yang hukum asalnya fardu kifayah namun menjadi fardu „ain bagi setiap

muslim. Di antara keadaan tersebut ialah :

Pertama adanya perintah dan ketentuan dari penguasa. Amar ma‟ruf

nahi munkar menjadi fardu „ain atas orang yang ditunjuk dan

ditentukan oleh penguasa atau wakilnya untuk melakukan tugasnya

tersebut.32

Kedua hanya beberapa orang saja yang mengetahui tentang hal itu

yang mengharuskan dilakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Amar ma‟ruf

menjadi fardu „ain atas seseorang yang memiliki pengetahuan bahwa

perbuatan ma‟ruf telah ditinggalkan dan perbuatan munkar telah

dilakukan.33

Ketiga terbatasnya kemampuan pada orang-orang tertentu saja. Jika

kemampuan untuk melakukan amar ma‟ruf nahi munkar terbatas pada

orang-orang tertentu saja dan orang selain mereka tidak mampu

31

Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. 51 32

Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. 52. 33

Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. 55.

69

melakukannya, maka amar ma‟ruf nahi munkar tersebut menjadi fardu

„ain atas mereka.34

Keempat berubahnya situasi dan kondisi.

Syaikh „Abdul „Aziz bin Abdullah bin Ba>z berpendapat bahwa amar

ma‟ruf nahi munkar menjadi fardu „ain ketika terjadi perubahan keadaan,

dimana beliau berkata, “ maka ketika sedikitnya para da‟i, ketika

banyaknya kemunkaran, dan ketika kebodohan telah berkuasa seperti

keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menyampaikan amar ma‟ruf nahi

munkar menjadi fardu „ain atas setiap orang sesuia kemampuannya.35

Syarat-syarat beramar ma‟ruf nahi munkar adalah.

1. Islam

Para fuqoha telah menjadikan Islam sebagai syarat, karena

pencegahan terhadap kemungkaran merupakan tugas yang disyari‟atkan.

Oleh karena itu, orang kafis tidak dituntut dan diwajibkan beramar ma‟ruf

nahi munkar sebelum dia benar-benar berpegang teguh pada Islam. Orang

kafir diperbolehkan mencegah kemunkaran tanpa harus menyuruh

perbuatan yang ma‟ruf.36

2. Taklif (balig dan berakal)

Taklif merupakan syarat bagi seluruh ibadah kecuali zakat,

sebagaimana hal itu telah menjadi pendapat jumhur ulama. Dan maksud

dari taklif tersebut adalah baligh (cukup umur) dan „akil (berakal). Oleh

karena itu amar ma‟ruf nahi munkar tidak diwajibkan bagi anak kecil dan

orang yang tidak waras pikirannya, karena telah diberikan maaf bagi

mereka.37

34

Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. 56 . 35

Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. 57. 36

Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan Relasi

Dunia Modern. 82. 37

Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 87.

70

3. Memiliki ilmu

Di antara syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang melakukan

amar ma‟ruf nahi munkar adalah: adanya pengetahuan tentang hukum apa

yang diperintah atau dilarangnya, ini disepakati oleh para ulama. Karena

sesungguhnya kebaikan itu adalah segala hal yang dianggap baik oleh

syari‟at, dan keburukan adalah sesuatu yang dianggap buruk oleh

syari‟at.38

4. Hikmah (bijaksana)

Hal ini dalam pembahasan amar ma‟ruf nahi munkar bermacam-

macam bentuknya tergantung orangnya, baik kepada si munkir atau si

munkar. Sebagian orang mengira bahwa kebijaksanaan diartikan dengan

meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar”39

5. Ramah dan lemah lembut

Dalam masalah melarang ini hendaknya harus ada dalam jiwanya sifat

ramah dan lemah lembut. Karena sesungguhnya sifat kaku dan monoton

menyebabkan kegagalan dalam bertindak terhadap kemungkaran. Bahkan

menyebabkan berlipat ganda dan meluaskan kemungkaran itu. Tidak diragukan

lagi jika orang-orang yang bertindak mungkar melihat orang-orang yang punya

gairah tinggi maka mereka akan marah dan bersitegang. Maka, jagalah dalam

mencegak dan melarang dirinya. Cegahlah dengan keramahan dan lemah

lembut dan perhatikan cara-cara memperbaikinya.40

6. Kasih sayang

38

Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah. 13. 39

Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.

5. 40

Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.

5.

71

Pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus menghiasi dirinya dengan sifat

kasih sayang dan sabar, karena sifat emosional, terkadang bisa mengakibatkan

kegagalan dalan menjalankan nahi munkar.41

7. Sabar

Sesunggunya orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar akan

menemui berbagai macam rintangan, maka tidak perlu khawatir, cemas, dan

putus asa. Yang demikian itu karena jalan amar ma‟ruf nahi munkar itu tidak

ditaburi oleh bunga-bunga, namun penuh dengan rintangan. Maka barang

siapa yang tidak menghiasi dirinya dengan sifat sabar, pantas bila dia

menganggap perjalanan terlampau jauh dan melelahkan.42

Melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar dengan cara demikian amatlah

sulit dilakukan oleh kebanyakan orang. Mereka sangka kalau sudah demikian

maka gugurlah kewajiban tersebut, lalu ditinggalkannya begitu saja. Tanpa

sifat-sifat tersebut atau tanpa batas minimumnya, amalan akan rusak. Jika suatu

kewajiban tidak diindahkan maka pasti ia melakukan maksiat, dan melanggar

larangan Allah dalam amar pun termasuk maksiat.43

Maka orang akan berpindah dari satu maksiat ke bentuk maksiat lainnya,

tidak ubahnya seperti orang yang pindah dari agama bat}il ke agama bat}il

lainnya. Bisa jadi yang kedua lebih buruk dari yang pertama dan begitu

seterusnya.

Demikian pula halnya akan terjadi pada seseorang yang tidak sempurna

melakukan amar ma‟ruf nahi munkar, bahkan melampaui batas, atau justru

kedua-duanya sama besar.

D. Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar

41

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 88. 42

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 89. 43

Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.

6.

72

sebuah masyarakat, masyarakat manapun itu, terbentuk dari manusia,

pemikiran, perasaan, dan aturan (sistem). Jika pemikiran dan perasaan yang

mengarahkan dan mengatur prilaku manusianya bersifat Islami, dan aturan

(sistem) yang diterapkan pada mereka adalah aturan (sistem) Islam, maka

masyarakat tersebut bukan masyarakat Islam. Sebaliknya walaupun seluruh

warga masyarakatnya muslim, tapi pemikiran, perasaan, dan aturan (sistem)

yang diterapkan itu bukan Islam, maka masyarakat tersebut bukan masyarakat

Islam, walaupun keseluruhan atau mayoritas penduduknya adalah muslim.

Maka Islam telah mensyari‟atkan amar ma‟ruf nahi munkar. Hal ini karena

kewajiban Amar ma‟ruf nahi munkar mengandung arti kewajiban memelihara

atau menjaga eksistensi konsep dan standar asasi yang menjadi landasan

tegaknya masyarakat, yang dipahami benar oleh masyarakat sebagai konvensi

masyarakat (mitsaq), serta kokoh dan mapan sebagai konsep dan prinsip yang

mengatur dan mengarahkan perbuatan yang tidak boleh dilanggar. Sedangkan

kewajiban nahi munkar mengandung arti kewajiban melawan setiap perbuatan

yang salah, yakni perbuatan yang diharamkan dan menyalahi Islam, perbuatan

yang bertentangan dengan keyakinan positif yang umum dan dominan

ditengah-tengah masyarakat.44

Sebagai umat muslim, kita mempunyai kewajiban untuk menyampaikan

ajaran Islam kepada seluruh manusia, baik mereka beragama Islam sendiri,

utamanya berdakwah kepada orang musyrik ataupun kepada orang-orang

pemeluk agama terdahulu.45

Dakwah merupakan suatu yang urgent bagi keberlangsungan agama

Islam sebab dakwah Islamiyyah telah dilaksanakan oleh Nabi Saw dan

44

Yasin Bin Ali, Hukum-Hukum Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Uwais al-Qorni:

penyuting A saifullah, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2012). 90. 45

Wafi Marzuqi Ammar, Ulumul Hadis I Penjelasan Seputar Muthalahul Hadis

dan Hadis-Hadis Baginda Rasulullah SAW (Surabaya: PT Wastu Lanas Grafika, 2012).

28.

73

diteruskan oleh para sahabat dan diteruskan hingga sampai pada para ulama

dan muballigh pada masa kini.46

Amar ma‟ruf nahi munkar di era modern nampaknya menjadi suatu hal

yang perlu di tingkatkan kembali. Hal ini didasari karena munculnya berbagai

problematika kehidupan, sehingga berdampak pada adanya dekadensi moral,

penurunan mutu religiusitas setiap individu dan sebagainya yang menimpa

umat manusia saat ini. Seseorang bebas bertindak pada hak dan

kepemilikannya selama tidak merugikan orang lain.47

Berkembangnnya agama Islam pada saat ini tentunya mendorong kita sebagai

umat muslim untuk semakin giat menyiarkan ajaran agama Islam dimanapun

tempatnya. Oleh karena itu sebagai umat muslim, menjadi sesuatu hal yang

penting untuk dapat melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar baik kepada

sesama muslim maupun kepada orang-orang yang berada di luar ajaran agama

Islam atau non muslim. Dengan kata lain bahwa melakukan amar ma‟ruf nahi

munkar menjadi sesuatu yang penting atau Urgent dikembangkan.

Amar ma‟ruf nahi munkar dirasa sangat penting umat Nabi

Muhammad Saw karena berbagai sebab dan faktor, di antaranya yang

terpenting adalah :

1. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan salah satu faktor penyebab kebaikan

umat ini dan termasuk karakteristiknya yang Allah karuniakan kepada kita di

antara seluruh umat. Allah azza wa jalla berfirman :

ر وحؤمنين ةاللهمنك

معروف وحنىين عن ال

مرون ةال

خرجج للناس حأ

ث ا م

نخم خيد ا

من ك

ي ا ول

فسلين ثدوم ال

كمؤمنين وا

ىم منىم ال

كان خيدا ل

كتب ل

الول

١١٠ا

46

Samsul Munir Amin, lmIu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009). 55. 47

Wafi Marzuqi Ammar, Ulumul Hadis I Penjelasan Seputar Muthalahul Hadis

dan Hadis-Hadis Baginda Rasulullah SAW. 57.

74

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang

mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah

itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun

kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Qs. A<li Imran[3]:110)

Pada ayat yang telah lalu telah diperintahkan dengan nyata dan tegas

supaya di kalangan jama‟ah Islamiyyah itu diadakan umat yang khusus

menyuruh kepada kebaikan, yaitu iman, menyruh berbuat yang ma‟ruf dan

melarang perbuatan yang munkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi hasil usaha

itu yang nyata, yang kongkrit. Yaitu kamu menjadi sebaik-baik umat yang

dikeluarkan antara manusia di dunia ini. Dijelaskan sekali lagi, bahwa kamu

memenuhi ketiga syarat: Amar ma‟ruf nahi munkar, Iman kepada Allah, ketiga

inilah yang menjadi sebab, kamu disebutkan sebaik-baik umat. Kalau yang

ketiga tersebut tidak ada, niscaya kamu bukanlah yang sebaik-baik umat,

bahkan kemungkinan menjadi seburuk-buruk umat. Lantaran itu apabila kita

membaca ayat ini, janganlah hanya memegang pangkalnya, lalu membangga,

sebagaimana membangganya orang yahudi mengatakan, bahwa mereka adalah

“Kaum pilihan Tuhan.”48

“kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia”

Inilah persoalan yang harus dimengerti oleh umat Islam agar mereka

mengetahui hakikat diri dan nilainya, dan mengerti bahwa mereka itu

dilahirkan untuk maju ke garis depan dan memegang kendali kepemimpinan

dimuka bumi ini untuk kebaikan, bukan untuk keburukan dan kejahatan.49

“menyuruh kepada yang ma‟ruf, mencegah dari yang munkar, dan

beriman kepada Allah.”

Menjalankan tugas-tugas umat terbaik, dengan segala beban yang ada di

baliknya, dan dengan menempuh jalannya yang penuh cabaan dan rintangan.

Tugasnya adalah menghadapi kejahatan, menganjurkan kepada kebaikan, dan

48

Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid 2. 889. 49

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an Di Bawah Nuangan Al-Qur‟an. 190.

75

menjaga masyarakat dari unsur-unsur kerusakan. Semua itu harus disertai

dengan iman kepada Allah, untuk menjadi timbangan yang benar terhadap tata

nilai, dan untuk mengetahui dengan benar mengenai amar ma‟ruf nahi munkar.

Untuk itu, diperlukan pula patokan yang baku mengenai kebaikan dan

keburukan, keutamaan dan kehinaan, yang ma‟ruf dan yang munkar, dengan

berpijak pada kaidah lain bukan istilah buatan manusia pada suatu generasi.50

Demikian sifat dan karakteristik masyarakat muslim yang

seharusnya bisa menjadikannya unggul sepanjang sejarah. Adapun

masyarakat jahiliyyah yang kafir, bibit penyakitnya adalah amar ma‟ruf

nahi munkar, sepanjang sejarah manusia yang panjang dan bukti paling

kelas atas hal ini adalah: masyarakat yang rela dengan kekafiran dan

kesesatan, sebab masyarakat sekarang ini kebanyakan memerangi

kebaikan dan mendukung yang hina dengan kedok kebebasan pribadi.51

2. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan bagian dari rasa solidaritas yang

Allah tegakkan di antara orang-orang mukmin, dimana orang-orang

mukmin itu saling menjamin dan saling melengkapi di antara sesame

mereka. Sebagai contoh adalah tidak boleh ada seorang muslim yang

kelaparang sementara orang-orang muslim disekitarnya kekenyangan,

seandainya terjadi hal demikian maka orang muslim tersebut

diperkenankan meminta kebutuhannya kepada orang-orang muslim yang

ada disekitarnya dengan rasa kekerasan dan orang-orang muslim berdosa

karena lalai dan tidak membantunya.52

3. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan jaminan bagi suatu lingkungan

dari bahaya polusi pemikiran dan akhlak.53

50

Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 23. 51

Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 25. 52

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 26. 53

Ibn Taimiyyah, Manhaj Dakwah Salafiyyah. 29.

76

4. Melakukan amar ma‟ruf nahi munkar merupakan terhindarya dari az\ab

Allah SWT yang menimpa masyarakat yang di dalamnya kerusakan

merajalela. Mengenai pembahasan secara rinci tentang az\ab-az\ab tersebut

akan kami bahas pada bagian berikut ini.54

E. Kedudukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Islam.

Dari keterangan di atas tampaklah pentingnya Amar Ma‟ruf Nahi

Munkar dan kedudukannya dalam Islam dan syari‟at Allah Azza Wa Jalla,

pengaruh-pengaruh yang dihasilkan dari penerapannya, serta hal-hal yang

ditimbulkan akibat meninggalkannya. Dari sela-sela pengetahuan tentang

sisi-sisi tersebut kita dapat mengetahui keutamaan dan keagungan

pahalanya.55

Dan tidak asing lagi bagi para pembaca bahwa penetapan keutamaan

dan keagungan pahala tersebut hanya ada di tangan Allah Azza Wa Jalla

seperti halnya ibadah-ibadah lainnya. Tetapi kita perlu memperhatikannya

sejenak untuk mengetahui kedudukannya antara ibadah-ibadah yang lain,

dari sana terlihat keagungan pahalanya :

1. Bahwasanya Allah Swt telah mengikatnya dengan iman dan

menyertakan keduanya dalam beberapa hal. Di samping itu, dia juga

mengaitkan keuntungan dengan penegakan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar,

oleh karena itu orang yang beruntung, maka dia benar-benar telah

mendapatkan kemenangan yang besar. Kebaikan dan keutamaan umat ini

sangat berkaitan erat dengan penegakannya sebagaimana yang telah

diterangkan oleh Allah Swt telah berfirman:

ر منك

معروف وينىين عن ال

مرون ةال

يد ويأ خ

ى ال

ث يدعين ال م

م ا

نك ن م

تك ول

مفلحين ك وم ال ى ول

وا

54

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 28. 55

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 74.

77

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah dari

yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. A<li-

„Imran: 104)

Selain dari pada itu, Allah Azza Wa Jalla juga berfirman :

مرون ةال

اس حأ خرجج للن

ث ا م

نخم خيد ا

ك ر وحؤمنين ةالله

منك

معروف وحنىين عن ال

فسلين ثدوم ال

كمؤمنين وا

ىم منىم ال

كان خيدا ل

كتب ل

الول

من ا

ي ا ١١٠ول

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah

dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab

beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang

beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Qs. A<li-

Imran: 110)

2. Sudah diketahui oleh para pembaca bahwa Allah SWT telah

menjadikan shalat dan zakat sebagai mitra Amar Ma‟ruf Nahi Munkar

pada beberapa kesempatan. Allah Azza Wa Jalla telah berfirman:

معروف ونىيا مروا ةال

ية وا

حيا الزك

ية وا

ل كاميا الص

رض ا

اىم فى ال نه

ك ذين ان م

ل ا

مير ا عاكتث ال ه ر ولل

منك

٤١عن ال

Artinya: (Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di

bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh

berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-

lah kembali segala urusan. (Qs. al-Hajj: 41).

Allah Azza Wa Jalla telah menyertakan s}alat zakat sebagai mitra

Amar Ma‟ruf Nahi Munkar pada sifat orang-orang shaleh dan orang

mukmin. Allah SWT telah berfirman:

78

يل ووم يسجدو ناء ال

ا يج الله

ين ا

خل ث كاىمث ي م

كتب ا

ول ال

يسيا سياء من ا

١١٣ن ل

ر ويسارعين ف منك

معروف وينىين عن ال

مرون ةال

خر ويأ

اييم ال

وال ى يؤمنين ةالله

لحين ك من الصه ى وليدت وا خ

١١٤ال

“Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang

berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain

(golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa mereka

(golongan Muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan

pertolongan-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, pada yang

demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai

penglihatan (mata hati). Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia

cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-

anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda

pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di

dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.(Qs. A<li-Imran: 113-

114)

Berkembangnnya agama Islam pada saat ini tentunya mendorong

kita sebagai umat muslim untuk semakin giat menyiarkan ajaran agama

Islam dimanapun tempatnya. Oleh karena itu sebagai umat muslim,

menjadi sesuatu hal yang penting untuk dapat melaksanakan Amar Ma‟ruf

Nahi Munkar baik kepada sesama muslim maupun kepada orang-orang

yang berada di luar ajaran agama Islam atau non muslim. Dengan kata lain

bahwa melakukan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar menjadi sesuatu yang

penting atau Urgent dikembangkan.56

F. Etika Ber-Amar Ma’ruf dan Ber- Nahi Munkar.

Sesungguhnya orang yang ingin melaksanakan amar ma‟ruf nahi

munkar berinteraksi dengan manusia. Oleh karena itu, ia harus menghiasi

diri dengan sifat-sifat tertentu, yang memudahkan bagi dirinya untuk

56

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 74-76.

79

meneliti jalan tersebut dan memeliharanya dari ketergelinciran yang

membuat dirinya terjerumus kejalan yang salah.57

Bahwa dakwah merupakan perkerjaan yang sangat mulia dan

merupakan warisan nabi Muhammad saw dalam amar ma‟ruf nahi

mungkar. Dalam dakwah ada aturan- aturan yang harus dipahami bagi

seorang juru dakwah. Pada prinsipnya dakwah bukan hanya sekedar

menyampaikan, tetapi bagaimana terjadinya sebuha perubahan dari yang

buruk menjadi yang lebih baik. Dalam hal ini seorang juru dakwah harus

memahami etika di dalam berdakwah, jangan sampai apa yang kita

harapkan berbeda dengan kenyataan.58

Maka dalam menjalankan misi dakwah dalam hal ini, adalah

menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar

maka perlu dalam diri seseorang tersebut memilki beberapa kriteria di

antaranya sebagai berikut:

Iklas

Hendaklah seorang pelaku amar ma‟ruf nahi munkar menjadikan

tujuannya mencari keridhaan Allah semata, tidak mengharapkan balasan

dan syukur dari orang lain. Demikianlah yang dilakukan para nabi, Allah

berfirman:

مين على رب ال

ا عل

جري ال

ان ا جر

يه من ا

م عل

كل ـ س

١٤٥وما ا

“Dan aku tidak meminta sesuatu imbalan kepadamu atas ajakan itu,

imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam. (Qs. al-Syu‟ara 26:145)59

Berilmu

57

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 73. 58

Tomi Hendra, “Etika Dakwah Ditinjau dari Perspektif Psikologi Komunikasi”

Komunikasi Penyiran Islam. Vol.10,no.2 (Juli-Desember 2019): 59

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 74

80

Hendaklah seorang pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus

mengetahui kema‟rufandan kemunkaran dan dapat membedakan keduanya

serta harus memiliki ilmu tentang keadaan yang diperintah dan dilarang.60

Rifq

Rifq adalah lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta

selalu mengambil yang mudah. Rifq adalah sifat para nabi dan rasul ketika

mengingkari kelakuan buruk kaumnya, lihatlah firmanNya dalam kisah

Musa:

ى فرعين انه طغى شى ٤٣اذوتا ال و يخ

ر ا

ه يخذك

علنا ل

ي ا له كيل

ا ل ٤٤فليل

“pergilah kamu berdua kepada Fir„aun, karena dia benar-benar telah

melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir„aun)

dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau

takut. (Qs.Taha 20:43-44)

Sabar

Kesabaran merupakan perkara yang sangat penting dalam perkara

manusia, apalagi dalam amar ma‟ruf nahi munkar, karena pelaku amar

ma‟ruf nahi munkar bergerak di medan perbaikan jiwanya dan jiwa orang

lain. Sehingga Luqman mewasiati anaknya untuk bersabar dalam amar

ma‟ruf nahi munkar. Allah SWT berfirman:

صاةك ان ى ما ا

ر واصبد عل

منك

معروف وانه عن ال

مر ةال

ية وأ

ل كم الص

يتني ا

مير ا ذلك من عزم ال

“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat

yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah

60

Nor Azean Binti Adali, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Imam Gozali

(Jurusan bimbingan Konseling: Aceh, 27 Juli 2018). 39

81

terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu

termasuk perkara yang penting. (Qs. Luqman 31:17)61

Kasih sayang

Pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus menghiasi dirinya dengan

sifat kasih sayang dan sabar, karena sifat emosional, terkadang bisa

mengakibatkan kegagalan dalan menjalankan nahi munkar Kasih sayang.62

Mengenai beberapa kriteria yang penulis bahas di atas, maka sangat

diperlukan ada dalam diri seseorang sifat-sifat tersebut ketika hendak

berinteraksi kepada masyarakat menyuruh kepada yang ma‟ruf dan

mencegah dari perbuatan yang munkar. Agar kebaikan dan pencegahan

yang munkar dapat diterimah masyarakat terlebih-lebih bagi mereka yang

masih minim dalam pengetahuan agama.

G. Dampak Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Sunnatullah terhadap makhluknya tetap tidak berubah, tidak pilih

kasih, dan tidak akan terlewat bila faktor-faktor penyebabnya udah ada. Di

antara sunnatullah yang telah terjadi adalah menimpa az\ab kepada

masyarakat-masyarakat yang mengabaikan syi‟ar amar ma‟ruf nahi

munkar seperti yang Allah SWT terangkan dalam al-Qur‟an terdapat pada

surah, Allah Swt berfirman:

ى لسان داود وعيسى اةن مر عل

فروا من ةني اسهاءيل

ذين ك

عن ال

يم ذلك ةما ﴿ل

انيا يعخدون ر ف ٧٨عصيا وك

نك ا يتناوين عن م

انيا ل

انياك

بئس ما ك

يه ل

ين عل

٧٩يفعل

“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan

(ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka

durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah

61

Abu Bakar Jabir al-Jaza‟iri, Terjemahan Minhajul Muslium „Panduan Hidup

Seorang Muslim‟ Cet 4 (Madinah: Maktabatul „Ulum wal Hikam, 1419). 148 62

Nor Azean Binti Adali, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Imam Gozali.

39

82

perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk

apa yang mereka perbuat. (Qs. al-Maidah [5]: 78-79)

Menurut Hamka dalam tafsirnya dijelaskan di zaman Nabi Daud,

bani Israil itu telah melanggar peraturan syari‟at mereka sendiri, yaitu

melanggar libur pada hari sabtu, karena mereka lihat banyak ikan menepi

di hari sabtu dan kurang sekali di hari yang lain, sehingga peliburan haru

itu mereka langgar. Mereka dikutuk sampai berperangai seperti kera. Di

zaman al-Masih mereka dikutuk lagi atas lidah beliau, oleh Allah, karena

hanya mulut mereka saja yang bertahan pada Taurat, padahal perbuatan

mereka telah jauh. Satu di antara kutuk al-Masih itu dapat kita lihat juga

catatannya dalam kitab-kitab orang Nasrani seketika beliau masuk ke

dalam Baitul Maqdis. Rumah yang disucikan itu, di dalamnya beliau lihat

campur aduk saja di antara orang yang memuja Allah dengan riuh rendah

bunyi suara jual beli, sehingga masjid sudah jadi pasar. Maka ayat

selanjunya menerangkan pokok datangnya segala kutuk itu dengan

perantaraan lidah Nabi-nabi, terutama Daud dan Isa, padahal jarak masa

kedua Rasul Allah itu sudah sangat jauh.63

“Adalah mereka tidak larang melarang dari yang munkar yang

telah mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah

mereka kerjakan.” (ayat 79).

Tidak ada lagi yang disegani dan tidak ada lagi yang berani

menegur kalau ada yang bersalah. Sebab yang akan menegur itu

sendiripun telah bersalah. Orang yang telah biasa mengicuh, tidaklah

berani melarang orang lain mengicuh. Orang biasa telah berzina, tidaklah

dapat mengangkat mulut menegur perzinaan. Atau melihat telah kejahatan

telah merajalela, orang yang tidak jahat telah bersikap tidak peduli lagi

asal dirinya tidak terkena az\ab. Sebab itu orang tidak berbuat jahat, tetapi

63

Hamka Tafsir al-Azhar. 1825

83

tidak berani menegur kejahatan disekelilingnya, dengan diamnya itu

sajapun dia telah jahat.64

Kejahilan dan sedikitnya pemahaman terhadap agama sungguh telah

menutupi hati sebagian orang-orang yang ilmunya minim. Mereka

terpedaya oleh pengabaian Allah SWT, dan mereka mengira bahwa

peringatan tentang akibat bergemilang dengan kemungkaran dan diam

terhadap suatu kemungkaran, merupakan salah satu bentuk teror

pemikiran, bukan sesuatu yang sebenarnya.

Akan tetapi orang-orang yang mengambil cahaya wahyu dan

memperhatiakan nas }-nas } al-Qur‟an dan al-Sunnah betul-betul mengetahui

akibat besar yang Allah berlakukan terhadap setiap umat yang

mengabaikan amar ma‟ruf nahi munkar, baik nas }-nas } tersebut berupa

kisah-kisah tentang binasanya umat-umat yang mengabaikan syi‟ar

tersebut, atau ancaman bagi orang yang mengikuti jalan mereka. Tidak

perlu az\ab-az\ab tersebut diberi batasan bahwa akan muncul pada hari apa

dan kapan waktunya, sebab yang menentukan waktu dan tempatnya serta

sifat-sifatnya hanyalah Allah bukan manusia.65

Akibat-akibat buruk tersebut banyak dampak negatif yang akan

dirasakanmanusia itu sendiri, akibat ketidak peduliannya menyuruh

kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari perbutan yang munkar, maka

banyak keburukan yang akan dirasakan manusia namun yang paling

menonjol adalah:

1. Mendapat laknat Allah Swt

Sebagaimana yang telah jelaskan oleh penulis di atas suatu kaum

yang mendapat az\ab dari Allah Swt yang berupa bentuk laknat kepada

64

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 73 65

Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 73

84

mereka. Sebab enggan kepada Nabi utusannya dan tidak peduli kepada

amar ma‟ruf nahi munkar Firman Allah Swt:

ى لسان داود وعيسى اةن مريم ذلك ةما عصيا عل

فروا من ةني اسهاءيل

ذين ك

عن ال

انيا ل

وك

٧٨يعخدون انيا يفعل

بئس ما ك

يه ل

ر فعل

نك ا يتناوين عن م

انيا ل

﴾ ٧٩ين ك

“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan

(ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka

durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah

perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk

apa yang mereka perbuat. (Qs. al-Maidah [5]: 78-79)66

Menurut al-Sya’ra>wi dalam tafsirnya Allah membeberkan suatu

realitas yang mendorong rasul untuk bersabar terhadap segala sikap

permusuhan dari Ahli Kitab. Permusuhan tersebut bukanlah hal yang baru

yang mengherankan sejarah panjang Ahli Kitab telah membuktikan sikap

permusuhan mereka terhadap Nabi Daud dan Nabi Isa. Itu artinya bukan

hanya Nabi Muhammad Rasul yang menghadapi hal tersebut. Karena,

sikap permusuhan telah menjadi watak Ahli Kitab. Ahli Kitab menentang

ajaran yang dibawa oleh Nabi Daud. Mereka dilaknat di hari sabtu,

sehingga mereka dikutuk menjadi kera. Mereka dilaknat dalam Zabur,

karena telah menebarkan fitnah bohong terhadap Siti Maryam. Hal ini

juga membuat mereka dilaknat dalam kita Injil. Untuk itulah, penghujung

ayat berbunyi ا ع خ ذ ا م ا ا ع ص yang demikian itu, disebabkan رى ل ب

mereka durhaka dan selalu melampaui batas (Qs. al-Maidah [5]:78) kata

yang bermakna melakukan maksiat adalah pembangkangan manusia yang

berkaitan dengan dirinya, tanpa berimbas pada yang lain, layaknya

66

Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-

Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan, 29.

85

seorang pendengki. Sedangkan melampaui batas adalah pembangkangan

yang berimbas pada yang lain seperti seorang pencuri dan penyogok.67

Di dalam jiwa manusia, Allah telah meletakkan suatu kekuatan

pencegah, yang sifatnya esensial dalam dirinya. Ketika timbul hasrat

manusia terhadap seks, harta, dan kemegahan, dia akan berusaha

meraihnya dengan segala cara. Tidak ada yang menghalanginya kecuali

Dhamir/hati nurani yang menuntunnya untuk berjalan pada alur yang

benar. Dhamir tersebut adalah nilai keimanan. Iman inilah yang

mengecamnya jika dia berbuat maksiat ن ش ع خ ا ا ل ا mereka satu م

sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.

Sekilas ayat ini menunjukkan bahwa kemungkaran telah diperbuat. Jika

bagitu, bagaimana cara menegurnya? Dari redaksi ayat di atas bisa

dipahami bahwa mereka sudah tidak saling melarang suatu kemunkaran

yang dikerjakan. Kita harus memiliki kewaspadaan dan kesadaran iman.

Setiap orang harus melakukan intropeksi sehingga dia tidak terbawa pada

perbuatan yang menyimpang. Dia juga harus peduli pada saudaranya, agar

terjadi nasihat-menasihati dan saling menegur hingga tidak terjatuh pada

kemunkaran. Kita harus mengatakan, “tidak” pada setiap ajakan

kemungkaran.68

2. Timbulnya kerusakan di muka bumi

Az\ab Allah itu sangat pedih. Jika az\ab itu diturunkan di suatu

tempat, maka ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut,

baik orang soleh maupun ahli maksiat. Dalam ayat ini, Allah

memperingatkan kaum muslimin agar sentiasa membentengi diri mereka

dari siksa tersebut dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-

67

Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Renungan Seputar

Kitab Suci al-Qur‟an (Medan: Penerbit Duta Azhar, 2007). 823 68

Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-

Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟rawi. 30

86

Nya serta menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka dari

kemungkaran.

Sebab, jika mereka meninggalkan amar ma‟ruf nahi mungkar, maka

kemungkaran akan menyebar dan kerusakan akan meluas. Bila kondisi

sudah demikian, maka az\ab pun akan diturunkan kepada seluruh

komponen masyarakat. Di antara kerusakan yang timbul akibat

meninggalkan amar ma‟ruf nahi mungkar adalah sebagai berikut:

1. Para pelaku/maksiat dan dosa akan semakin berani untuk terus

melakukan perbuatan nistanya sehingga sedikit demi sedikit akan sirnalah

cahaya kebenaran dari tengah-tengah umat manusia. Sebagai gantinya,

maksiat akan merajalela, keburukan dan kekejian akan terus bertambah,

dan pada akhirnya tidak mungkin lagi untuk dihilangkan.

2. Perbuatan mungkar akan menjadi baik dan indah di mata khalayak

ramai, kemudian mereka pun akan menjadi pengikut para pelaku maksiat.

3. Salah satu sebab hilangnya ilmu dan tersebarnya kebodohan. Karena,

tersebarluasnya kemungkaran tanpa adanya seorang pun dari ahli agama

yang akan mengingkarinya akan membentuk anggapan bahwa hal tersebut

bukanlah sebuah kebatilan. Bahkan bisa jadi mereka melihatnya sebagai

perbuatan baik untuk dikerjakan. Selanjutnya, sikap menghalalkan hal-hal

yang diharamkan Allah dan mengharamkan halal yang dihalalkan-Nya

semakin merajalela.69

3. Perselisihan dan pertentangan

Sesungguhnya di antara akibat yang paling fatal yang menimpa

masyarakat yang mengabaikan amar ma‟ruf nahi munkar adalah

berbahnya masyarakat tersebut kepada kelompok-kelompok dan

golongan-golongan yang paling bertentangan karena menuruti hawa nafsu,

akhirnya terjadilah perselisihan dan pertentangan:

69

Nor Azean Binti Adali, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Imam Gozali.

40

87

بسك

و يل

م ا

رجلك

ج ا ح

و من ت

م ا

ن فيكك م عذاةا م

يك

تعد عل ن ي

ى ا لادر عل

وي ال

م كل

ىم يفلىين عليج ل

اف ال يف نصه

نظر ك

ا س ةعض

م ةأ

يذيق ةعضك ٦٥شيعا و

“Katakanlah (Muhammad), “Dialah yang berkuasa mengirimkan

azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan

kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan

merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.”

Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda

(kekuasaan Kami) agar mereka memahami-nya. (Qs. al-An’a >m[6]:65)

Pertentangan tersebut menjadikan masyarakat tidak berdaya di

hadapan ekstern yang sudah menunggunya. Dan tidak ada yang bisa

melindungi masyarakat tersebut dari perpecahan dan pertentangan kecuali

syari‟at Allah, karena dia meyatukan manusia dan mengendalikan hawa

nafsu. Adapun jika manusia jauh dari syari‟at Allah ta‟ala bisa jadi setiap

orang mengikuti hawa nafsunya, sedangkan hawa nafsu manusia tidak

terkendalikan.70

4. Mendapat hukuman dari Allah

Nikmat yang telah Allah berikan kepada kita sangat banyak. Di

antaranya adalah nikmat kesehatan, rasa aman, rizki, dan lain-lain. Namun

semua itu akan berubah apabila kita tidak menegakkan amar ma‟ruf nahi

munkar. Rasanya aman menjadi ketakutan dan dikuranginya keberkahan

rizki.

Di antara bentuk hukuman yang lain adalah al-Khasf , yaitu

ditenggelamkannya manusia kedalam bumi dengan sebab banyaknya

perbuatan maksiat dan melewati batas. Khasf ini bisa berupa gempa,

banjir, wabah penyakit, ataupun bencana-bencana lainnya.71

70

Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 38 71

Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-

Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟rawi. 31

88

5. Berkuasanya musuh Allah

Allah Azza wa jalla terkadang menguji masyarakat yang

mengabaikan kebaikan amar ma‟ruf nahi munkar dengan menguasakan

musuh ekstern kepada mereka, mereka disakiti dan gadis-gadisnya

diperkosa, dan terkadang dirampas apa yang mereka miliki, dan hartanya

diperlakukan semuanya oleh musuh tersebut.

Kaum muslimin dalam sejarahnya telah diberi contoh tentang hal

tersebut, barang kali di antaranya adalah yang terjadi terhadap kaum

muslimin di andalus (spanyol), dimana keperkasaan dan kekuatannya telah

berubah disaat kemunkaran merajalela ditengah-tengan mereka dan tidak

ada yang memcegahnya akhirnya menjadi kehinaan bagi mereka dengan

sebab abai kepada amar ma‟ruf nahi munkar.72

6. Orang yang tidak mencegah kemungkaran akan disiksa oleh Allah

Dalam hal ini barang siapa di antara umat ini yang enggan dan tidak

peduli ketika kemunkaran sudah merajalela. Maka Allah Swt memberikan

siksanya kepada umat tersebut sebagaima yang dijelskan dalam al-Qur‟an

Allah Firman:

ا كليل

رض ال

افساد فى ال

نىين عن ال ث ي يا ةلي

ولم ا

لرون من كتلك

ان من ال

ا ك

يل ا م ن فل

انيا مجرمين حرفيا فيه وك

ميا ما ا

ذين ظل

ينا منىم واحت ال ج

نان ر ١١٦ا

ةك ليىلك وما ك

ىا مصلحين ولا م و

لرى ةظل

١١٧ال

“Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang

yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi,

kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan. Dan

orang-orang yang z\alim hanya mementingkan kenikmatan dan

kemewahan. Dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Tuhanmu

72

Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Al-

Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟ra-wi. 30-31

89

tidak akan membinasakan negeri-negeri secara z\alim, selama

penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (Qs. Hud[11]: 116-

117).

Al Hafiz \ Ibn Katsir berkata, “Allah berfirman” : Apakah tidak

ditemukan orang-orang baik dari sisa-sisa generasi terdahulu yang

melarang kejahatan, kemunkaran, dan kerusakan di muka bumi yang ada

di antara mereka firman Allah ال ,kecuali sebagian kecil” maksudnya“ ا ل ق ي

telah ditemukan orang yang mempunyai sifat seperti ini, sedikit dan tidak

banyak, mereka adalah orang-orang yang diselamatkan Allah disaat

datang kemarahan-Nya dan siksa-Nya maka dari itu Allah menyuruh umat

yang mulia ini supaya ada di antara mereka yang menyeru kepada

kebaikan dan melarang kemunkaran. Dan firman-Nya: ا ا ي ظ احب ع اىز

ا ف ف dan orang-orang yang z\alim hanya mementingkan kenikmatan “ ا ح ش

dan kemewaham,” maksudnya adalah mereka selalu berada dalam

kemaksiatan dan kemunkaran dan tidak menggubris orang yang menegur

perbuatan munkar mereka itu sampai az\ab datang kepada mereka dengan

serentak.73

Sesungguhnya kemunkaran bila telah dilakukan secara terang-

terangan di dalam suatu masyarakat, dan tidak ada orang yang

mencegahnya maka kemungkaran tersebut akan semakin kokoh dan

merajalela. Dan menjadi bukti atas kokohnya kedudukan ahli

kemungkaran dan kekuatannya, serta menajdi wasilah memanusia dalam

bertaklid kepada mereka. Betapa semangatnya ahli kemungkaran terhadap

hal tersebut. Oleh karena itu, Allah Swt memperingatkan kepada mereka

dengan firmannya:

73

Aidah Fathaturrahmah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-

Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟rawi. 31

90

ليم ىم عذاب ا

منيا ل

ذين ا

فاحشث فى ال

ن تشي ال

ين ا ت ذين يح

ان ال خرة والله

انيا وال فى الد

مين ا حعل

نخم ل

م وا

١٩يعل

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat

keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman,

mereka mendapat az\ab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Qs. al-Nur[24]:19).

Apabila sebagian manusia telah bertaklid kepada para pelaku

kemungkaran dalam kemungkarannya. Kebatilan mulai muncul dan

persoalan tersebut sedikit demi sedikit sudah dianggap remeh oleh jiwa.

Sedang manusia diam dan tidak mempedulikannya dan mereka sibuk

dengan persoalan yang lebih besar daripadanya sementara kemungkaran

terus merajalela sampai banyak muncul kekejian, dan menjadi suatu hal

yang wajar dimana jiwa sudah menjadi biasa dan mendidik dengannya.

Lantas Allah swt menerangkan pula ancaman azab dan siksa di

akhirat, dalam neraka jahannam bagi orang-orang yang berbuat demikian.

Neraka jahannam adalah tempat bagi orang yang tidak menegakkan

maksud-maksud yang mulia dalam kehidupan dunia ini. Di akhir ayat

Allah swt menyatakan haj mutlaknya yang tertinggi, pengetahuan sejati

hanya ada ditangannya, dan manusia tidak tahu apa-apa.74

74

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 7, 4910

91

BAB VI

ANALISIS AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR PERSPEKTIF BUYA

HAMKA

A. Tanggung Jawab Sosial

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah A<li-Imran ayat 104:

ور وا

منك

معروف وينىين عن ال

مرون ةال

يد ويأ خ

ى ال

ث يدعين ال م

م ا

نك ن م

تكىك وم ول ل

مفلحين ال

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan

mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang

beruntung. (Qs. A<li-Imran[3]:104)

Asbabun nuzul ayat ini adalah pada zaman jahiliyyah sebelum

Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus } dan Suku Khazraj yang selalu

bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun lamanya, permusuhan kedua

suku tersebut berakhir setelah Nabi Muhammad Saw mendakwakan Islam

kepada mereka, pada akhirnya Suku Aus }, yakni kaum Anshar dan Suku

Khazraj hidup berdampingan, secara damai dan penuh keakraban, suatu

ketika Syas ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku Aus } dengan Suku

Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal

sebelumnya adalah bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan

kedamaian mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk

bersama Suku Aus } dan Suku Khazraj untuk menyinggung perang “Bu‟ast”

yang pernah terjadi antara Suku Aus dan Suku Khazraj lalu masing-

masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-masing,

saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung Rasulullah Saw

yang mendengar peristiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka.

Apakah kalian termakan fitnah Jahiliyyah itu, bukankah Allah

92

mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam, dan menghilangkan

dari kalian semua yang berkaitan dengan Jahiliyah. Setelah mendengar

nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling berpelukan. Sungguh

peristiwa itu adalah seburuk-buruk dan sekaligus sebaik-baik peristiwa.

Maka turunlah surat ali-Imran ayat 104.1

Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya terdapat dua kata penting,

yaitu menyuruh berbuat baik ma‟ruf mencegah perbuatan munkar. Berbuat

ma‟ruf diambil dari kata uruf, yang dikenal, atau yang dapat dimengerti

dan dapat difahami serta diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang ma‟ruf

apabila dikerjakan, dapat diterima dan dipahami oleh manusia yang

berakal. Yang munkar artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi;

yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patut , tidak pantas. Tidak

selayaknya yang demikian dikerjakan oleh manusia berakal. Agama

datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang ma‟ruf itu dan

mana yang munkar. Sebab itu maka ma‟ruf dan munkar tidaklah terpisah

dari pendapat umum. Kalau ada yang berbuat ma‟ruf , seluruh masyarakat,

umumnya menyetujui, membenarkan, dan memuji. Kalau ada perbuatan

munkar, seluruh manyarakat menolak, membenci dan menyukainya.

Sebab itu bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal orang

akan yang ma‟ruf dan bertambah benci orang kepada yang munkar.

Lantaran itu wajiblah ada dalam jama‟ah muslimin segolongan umat yang

bekerja keras menggerakkan orang kepada yang ma‟ruf itu dan menjauhi

yang munkar, supaya masyarakat itu bertambah tinggi nilainya.2

Sedangkan menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya mengatakan

haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan yang menyeru kepada

kebaikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar.

1 Jalaluddin al-Suyuti, Sebab Turunnya al-Qur‟an, terj. Abdul Hayyie (Depok:

Gema Insani, 2009), 100. 2 Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jilid 2, Pustaka Nasional PTE LTD Singapure), 867.

93

Ketetapan bahwa harus ada suatu kekuasaan adalah madhul “kandungan

petunjuk” nas } al-Qur‟an ini sendiri. Di sana ada “seruan” kepada

kebajikan, tetapi ada juga “perintah” kepada yang ma‟ruf dan “larangan”

dari yang munkar. Apabila dakwah (seruan) itu dapat dilakukan oleh

orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka “perintah” itu tidak dapat

dilakukan kecuali orang yang memiliki kekuasaan.3

Al-Sya’ra>wi juga menjelaskan dalam tafsirnya kata ت dalam ayat ا

ini mengandung beberapa arti: pertama, segolongan umat tertentu, seperti

umat Arab, kedua, agama dan ketiga, periode, seperti firman Allah Swt

ت ادم ش ب ع ذ ا ا ا ج ق اه اىز “dan berkatalah orang yang selamat di antara

mereka berdua dan teringat (kepada yusuf) sesudah umat beberapa waktu

lama” (Qs.Yusuf [12] :45) orang yang diberi penafsiran mimpi oleh Nabi

Yusuf teringat Yusuf setelah beberapa waktu lamanya dilupakannya.

Keempat, umat artinya yaitu manusia yang memiliki sifat-sifat yang

seperti: ا ا م ش ا ب فاا ه ح ت ق ا خا لل “Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam

(yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan h{ani>f”. (Qs. al-

Nahl[16]:120)4

Kenapa demikian? Karena sifat-sifat baik itu biasanya tidak akan

mungkin seluruhnya bersatu pada satu orang. Karena itu, kita akan

mendapati bahwa si fulan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh

orang lain.

Kembali ke ayat utama. Kadang kita katakana kepada seseorang

“hendaklah kamu menjadi pemberani”. Maksudnya, dia harus

menumbuhkan rasa berani dalam dirinya dan membiasakan diri untuk jadi

pemberani dalam berbagai hal positif. Caranya, berlatih dan membiasakan

3 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an di bawah naungan al -Qur‟an, Penerj

As‟ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Mukhotob Hamzah, Jilid 3, Cet. 1 ( Jakarta:

Gema Insani Pres, 2001), 184 4 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Renunga Seputar

Kitab Suci al-Qur‟an, Jilid 2, Cet. 1 ( Medan: Penerbit Duta Azhar, 2007 , 492.

94

diri, sehingga akhirnya terbiasa. Begitulah kita memahami ت ا ن ى خ ن

ش ا ى اى خ dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang“ ذ ع

menyeru kepada kebaikan, dengan cara mempersiapkan diri dan berlatih

agar terbiasa.5

Menyampaikan ajaran kepada yang ma‟ruf dan menjauhi yang

munkar itulah yang dinamai dakwah. Dengan adanya umat yang

berda‟wah agama menjadi hidup, tidak menjadi seolah-olah mati.6

Bidang menyampaikan dakwah terbagi dua, umum dan khusus.

Yang umum banyak pula cabangnya, sebab masyarakat bercabang-cabang

pula. Dakwah kepada kalangan umat Islam sendiri, supaya mereka

memegang agama dengan betul dan beragama dengan kesadaran. Dan

pemeluk agama itu ada dalam segala bidang kemasyarakatan, dalam

pertanian, perniagaan, pekerjaan tangan, perburuhan dan kepegawaian.

Dipertimbangkan juga tingkat kecerdasan, di kampung atau di kota, laki-

laki dan perempuan, tua ataupun muda, orang yang lebih cerdas atau yang

lebih tinggi pendidikannya dengan orang yang yang rendah

kecerdasannya.

Dalam bidang umum termasuk propaganda menjelaskan kemurnian

agama keluar. Pertama bersifat mengajak orang lain supaya turut

memahami hikmat ajaran Islam. Dan kadang-kadang bersifat menangkis

serangan atau tuduhan yang tidak-tidak terhadap agama Islam.

Yang bersifat khusus ialah dakwah dalam kalangan keluarga sendiri,

menimbulkan suasana agama di kalangan keluarga, mendidik agar patuh

akan perintah Tuhan berlomba dalam berbuat baik. Dakwah tidak

berhenti, walaupun antar sesama golongan sendiri.

5 Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an, 52

6 Hamka, Tafsir Al-Azhar,868.

95

Di dalam ayat bertemu tiga kewajiban yang dihadapi. Yang dua

berpusat kepada yang satu. Yang satu ialah mengajak kepada kebaikan.

Dia menimbulkan dua tugas. Pertama menyuruh berbuat ma‟ruf, kedua

melarang berbuat dari yang munkar.7

Setengah ahli tafsir termasuk buya hamka mengatakan, bahwasanya

yang dimaksud dengan al-Khairi yang berarti kebaikan: yaitu memupuk

kepercayaan dan iman kepada Tuhan, termasuk Tauhid dan Ma‟rifat. Dan

itulah hakikat kesadaran beragama yang menimbulkan tahu membedakan

mana yang baik dengan yang buruk, yang ma‟ruf dengan yang munkar.

Selanjutnya ialah timbul dan tumbuhnya rasa kebaikan dalam jiwa, yang

menyebabkan tahu pula dan berani menegaskan mana yang ma‟rut dan

menentang mana yang munkar. Kalau kesadaran beragama belum tumbuh,

menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma‟ruf dan menentang yang

munkar. Sebab untuk memperbedakan yang ma‟ruf dengan yang munkar

tidak lain dari ajaran Tuhan.8

Oleh karena itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam

mengadakan Dakwah menyeru kepada yang ma‟ruf dan melarang dari

yang munkar, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan

terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang mengajak kepada yang ma‟ruf

dan menjauhi kepada yang munkar, kesadaran diri harus lebih ditanamkan

dalam hati terlebih dahulu.

Perintah bersiap diri dapat dipahami dalam dua pendapat. Pertama,

hendaklah ada di antara kalian wahai orang-orang yang mendapat seruan

ini sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan. Kedua, hendaklah

kalian semua menjadi umat yang menyeru kepada kebaikan. Namun,

pendapat kedua lebih kuat, karena barang siapa yang mengetahui sesuatu

7 Hamka Tafsir al-Azhar,869.

8 Hamka Tafsir al-Azhar,870.

96

hendaklah dia mengajak dan menyampaikannya, ayat tersebut tidak

dikhususkan kepada orang tertentu tapi kepada seluruh umat Islam.

Untuk kemungkaran umat Islam harus mengajaknya dengan dua

cara: pertama, agar dia tidak berbuat kemungkaran; kedua, dia mengajak

untuk mencegah kemungkaran.9

Para ulama telah sepakat ayat inilah yang mewajibkan amar ma‟ruf

nahi munkar kepada kaum muslim dengan wajib kifayah. Jelas lafal ن

menunjukkan tab'idh (sebagian) sebagaimana dikatakan oleh al-d{ahak dan

al-T{aba>ri, karena menyeru kepada kebaikan, menyeru yang ma‟ruf dan

mencegah dari yang munkar itu tidak patut dilakukan kecuali dengan

orang yang mengerti mana yang ma‟ruf dan mana yang munkar juga

mengerti bagaimana cara melaksanakannya.10

B. Kolerasi Antara Pendirian Shalat Dengan Amar Ma’ruf Nahi

Munkar

Sebagaimana dalam surah Luqman ayat 17:

منك

معروف وانه عن ال

مر ةال

ية وأ

ل كم الص

صاةك ان ذلك من عزم يتني ا

ى ما ا

ر واصبد عل

مير ا ال

“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia)

berbuat yang ma‟ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian

itu termasuk perkara yang penting. (Qs. Luqman[31]: 17)

Asbabun nuzul ayat ini menceritakan Ketika ayat ke-82 dari surat

al-An‟am diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Maka mereka datang

menghadap Rasulullah Saw, seraya berkata “wahai Rasulullah, siapakah di

9 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, 493.

10 Prof. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, karakteristik umat terbaik telaah manhaj,

akidah, dan harakah, penyunting subhan, Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 245.

97

antara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan

z\alim?”. Jawab beliau” bukan begitu, bukankah kamu telah mendengarkan

wasiat Lukman Hakim kepada anakanya :

م عظيم ظل

هك ل الش

ان ا تشهك ةاللهلمن لاةنه ووي يعظه يتني ل

ل ١٣واذ كال

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia

memberi pelajaran kepadanya,”Wahai anakku! Janganlah engkau

mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kez\aliman yang besar.” (Qs. Luqman[31]: 13)11

Surah Luqman adalah termasuk surat makkiyah, terdiri dari 34 ayat,

surat ini diturubkan setelah surah Ash-Shaffat.

Luqman adalah seorang anak yang sholeh dan memiliki akhlak yang

mulia, yaitu yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya

diabadikan Allah dalam salah satu surat di dalam al-Qur‟an, yakni surat ke

31. Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan pelajaran kepada kita

akan kesholehan Luqman dalam memberikan nasehat kepada anaknya,

yakni nasehat yang mengandung unsur “keimanan” yang mendalam,

“keikhlasan” yang suci dan “kecintaan” yang tinggi. Luqman adalah sosok

ayah pilihan Allah. Nasehat yang disampaikan pada anaknya diabadikan

dalam al-Qur‟an.12

Buya Hamka menjelaskan dalam tafsirnya mendirikan sholat, dan

menyeru kepada yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan

bersabar atas apa yang menimpa kita. Inilah empat modal hidup yang

diberikan Luqman kepada anaknya dan dibawakan menjadi modal pula

bagi semua, disampaikan Nabi Muhammad Saw kepada umatnya.

Untuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan

Allah, untuk memperdalam rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan

11

Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an, 56. 12

Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an, 57.

98

perlindungannya yang selalu kita terima. Dirikanlah solat, dengan solat

kita melatih lidah, hati, dan seluruh anggota badan agar selalu ingat

kepada Tuhan. Dalam agama Islam telah ditentukan bahwa wajib kita

untuk mengerjakannya itu sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari

semalam, jangan berkurang, lebih semakin baik dihadapan Tuhan.

Dapatlah kita hitungkan sendiri betapa besar kesannya kepada jiwa kalau

nama Allah selalu jadi sebutan. “Allahu Akbar” Alh{amdulillah,

Subh{anallah; dengan merundukkan badan kita ruku‟, dengan

mencecahkan kening ketika sujud, dengan tegak yang lurus tidak

menengok ke kiri dan ke kanan, kita akan mendapatkan kekuatan pribadi,

lahir dan batin, moral dan mental.13

Kemudian Luqman berkata kepada anaknya : “bahwa iman tidak

hanya solat, tapi iman yang sempurna ialah kita mencintai saudara kita

dengan apa yang kita cintai terhadap diri sendiri”.

Dia berkata: ن ش اى ع ا ف ع ش ش ب اى أ artinya “dan suruhlah

(manusia) mengerjakan yang baik dan cegalah (mereka) dari perbuatan

yang munkar. Merupakan kesempurnaan setelah pelaksanaan sholat adalah

amar ma‟ruf nahi munkar guna meraih kesempurnaan sosial masyarakat.

Dengan sempurnanya ini, maka sempurnahlah iman.14

Jangan pernah menduga amar ma‟ruf nahi munkar itu hanya

membantu orang lain saja. Sebenarnya pekerjaan itu bermanfaat bagi diri

pelaku sendiri. Dengan amar ma‟ruf nahi munkar ini kita dapat

ketenangan jiwa. Karena kita telah melaksanakan taklif disaat orang lain

tidak mampu melaksanakannya. Tidak diragukan bahwa kepatuhan orang

lain terhadap manhaj Allah merupakan kedamaian bagi kita juga. Kalau

13

Hamka Tafsir al-Azhar,5570. 14

Hamka Tafsir, al-Azhar,5571.

99

niscaya seluruh masyarakat akan susah keluar dan terganggu akibat

sekelompok kecil yang keluar dari manhaj Allah ini.15

Merupakan bukti nyata bahwa manusia tidak mendapatkan hasil

maksimal kecuali setelah dia beramar ma‟ruf kepada orang lain. Bila

disembunyikan amar ma‟ruf, maka orang lain akan mendapatkan manfaat

dari kebaikan yang kamu lakukan, dan kamu mendapatkan kerusuhan dari

kejahatan mereka.

Kata س ال ع ض hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dapat juga

dilihat pada مو ع ي للاه ج ف خ ,apabila kamu telah membulatkan tekad ف ا ر ا ع ض

maka bertakwalah kepada Allah. (Qs. A<li Imran[3]: 159) „Azam adalah

ambisi dan kemauan keras, yang tidak ada keraguan di dalamnya.

Jadi,‟Azam/ambisi adalah tenaga jiwa yang memotivasi kerja seseorang.16

Ada Tiga induk ibadah yang di wasiatkan Luqman pada anaknya

yaitu : pertama; sholat, perintah sholat adalah ajakan yang mulia, Luqman

berwasiat kepada anaknya untuk menunaikan sholat. Yang dimaksud

adalah menunaikana sholat enggan memperhatikan batasan, kewajiban,

dan waktunya. Wasiat Luqman ini menunjukkan bahwa ajakan sholat pada

anak adalah wasiat yang utama dan amat berharga. Rasul kita s}ollallahu

„alaihi wa sallam pun menasihatkan demian. Kedua; amar ma‟ruf nahi

munkar, Luqman pun berwasiat kepada anaknya untuk melakukan amar

ma‟ruf nahi munkar. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah memerintahkan

kebaikan sedangkan nahi munkar adalah melarang dari kemunkaran. Ibn

Taimiyah menasehati bagi yang ingin melakukan amar ma‟ruf nahi

munkar hendaklah memiliki tiga bekal yakni; berilmu sebelumnya, lemah

lembut ketika bertindak, dan sabar terhadap cobaan yang dihadapinya

nantinya. Ketiga; sabar dalam menghapi ujian dan cobaan yang menimpa

15

Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, 495. 16

Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi,496.

100

dirinya. Inilah wasiat yang diajarkan Luqman kepada anaknya, dan ajaran

tersebut sangatlah penting untuk di lakukan dan diamalkan dalam

kehidupan sehari-hari.17

C. Keimanan Dalam Ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Taubah ayat 71.

ر منك

معروف وينىين عن ال

مرون ةال

يأ ولياء ةعض

مؤمنج ةعضىم ا

مؤمنين وال

وال

ا ك سيدحمىم الله ى وله ا ورسيل ية ويطيعين الله

ية ويؤحين الزك

ل ويليمين الص ن الله

٧١عزيز حكيم

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian

mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh

(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan

salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka

akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa,

Mahabijaksana. (Qs. al-Taubah[9] :71)

Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya menjelaskan “Dan laki-laki

yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian

mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian.” Di dalam ayat ini kita

bertemu dengan kalimat اء ى di jama‟ dari kata “Wali”. Yang pernah kita ا

artikan pimpinan atau pemimpin. Maka dijelaskanlah di sisni perbedaan

yang sangat besar di antara orang munafik dan orang mukmin. Kalau pada

orang munafik terdapat perangai yang sama, kelakuan yang serupa, namun

di antara mereka sesama mereka ada pimpin- memimpin dan bimbing-

membimbing. Sebab masing-masing mementingkan diri sendiri, kalau

mereka bersatu hanyalah karena samanya kepentingan. Tetapi kalau ada

kesempatan, yang satu niscaya akan menghianati yang lain. Sedang orang

17

Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an,58.

101

mukmin tidaklah begitu. Mereka bersatu, pimpin-memimpin, yang

setengah atas yang setengah, bantu membantu, laki-laki dengan

perempuan. Dipatrikan kesatuan mereka oleh kesatuan I‟tiqad, yaitu

percaya kepada Allah. Lantaran kesatuan kepercayaan bersama itu,

timbullah Ukhuwah, yaitu persaudaraan.18

karena di dasari iman dalam diri seorang Muslim, maka hal inilah

yang menjadi tolak ukur bagi mereka untuk serta dalam mengamalkan

ajaran al-Qur‟an yang telah di wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw.

yang mana dalam ajarannya menganjurkan bagi pengikutnya untunk selalu

dalam kebaikan. Dalam hal ini seperti saling bantu-membantu, tolong-

menolong, dan saling mendukung dan ikut serta dalam menegakkan amar

ma‟ruf nahi munkar untuk kemaslahatan umat. Dengan iman inilah yang

mendorong umat ini untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar, karena

atas dorongan iman jugalah sebagian umat ini menyerukan amar ma‟ruf

nahi munkar di muka bumi ini.19

“mereka itu menyuruh berbuat yang ma‟ruf dan melarang dari yang

munkar”. Dengan semangat tolong-menolong, pimpin-memimpin itu

mereka menegakkan amal dan membangun masyarakat Islam, masyarakat

orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Kalau ada pekerjaan yang

baik, yang ma‟ruf, semua menegakkan dan mengingatkan. Dan kalau ada

yang munkar, yang tidak patut, semuanya menentang. Sehingga mereka

mempunyai pandangan umum yang baik. Tidak ada penghinaan pada

perempuan dari pihak laki-laki dan tidak ada tantangan yang buruk dari

pihak perempuan kepada laki-laki. Misalnya menuntut hak, sebab hak

telah terbagi dengan adil.

18

Hamka Tafsir al-Azhar,3028. 19

Hamka Tafsir al-Azhar,3029.

102

“Dan mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat.”. Karena

dengan mendirikan shalat mereka mendapat dua hubungan. Pertama

hubungan dengan Allah dengan ibadah, Kedua hubungan sesama mukmin

dengan berjama>‟ah. Dan berdirinya jama >‟ah s}alat itu, bertambah suburlah

amar ma‟ruf nahi munkar tadi. Sebab ukhwah telah terpadu dalam ibadah.

Sehabis shalat mereka berusaha kembali, berniaga, bercocok tanam, dan

beternak. Yang mana hasil usaha itu mereka zakatkan untuk kemaslahatan

umat ini.20

Telah diriwayatkan oleh Imam Muslin dari Thariq bin Syihab dia

menceritakan: “Orang yang pertama kali memulai Khutbah Id sebelum

pelaksanaan adalah Marwan, lalu seorang berdiri seraya mengucapkan:

shalat itu dikerjakan sebelum Khutbah. Dia pun menjawab: aku pernah

mendengar Rasulullah saw. bersabda:

س ه هللا ع ج س : س ، ق اه هللا ع ض س ذ س ذ اىخ أ ب س ع : ملسو هيلع هللا ىلصع ه ق

ب ذ » ن شا ف ي غ ش ن أ س ع سخ ط ى ، ف إ ع ف ب ي س ا سخ ط ى ، ف إ

ا ع ف اإل ر ى ل أ ض ا س « ف ب ق ي ب ي س

“dari abi> sa’i >d, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu

„alaihi wa sallam bersabda, „Barangsiapa dari kalian melihat

kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah

dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu

merupakan selemah-lemahnya iman.”21

Benar apa yang disabdakan Rasulullah Saw dengan ringkasnya.

Hadis ini telah mencakup banyak hukum Inkarul Munkarat. Perhatikan

keumuman sabdanya yang menggunakan kata “MAN” kata tersebut

mencakup seluruh individu dari umat ini. Perhatikan juga sabdanya

20

Hamka Tafsir al-Azhar,3030. 21

Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan

Realisasinya di Dunia Modern, ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 54-55.

103

menggunakan kata “RA‟A” yang menunjukkan bahwa kemunkaran

tersebut tampak kelihatan oleh pandangan mata manusia melihatnya tanpa

melalui tajassus.

Sedangkan sabdanya : “MUNKARAN” mencakup segala macam

kemungkaran, termasuk di dalamnya kemungkaran-kemungkaran yang

sekecil apapun, demikian juga kemungkaran-kemungkaran yang sebesar-

besarnya yang pelakunya dianggap sebagai orang yang melampaui batas.

Dan perhatikan gaya bahasa yang digunakan dalam memberikan perintah:

“FALYUGHAYYARU” yaitu perintah yang wajib dilaksanakan menurut

kesepakatan ulama.

Sedangkan sabda beliau: yang demikian itu adalah selemah-lemanya

iman”. Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan “ Arti dari kalimat itu

adalah bahwasanya imannya tersebut sangat kecil, lebih kecil dari biji

sawi”

Dalam menerangkan arti sabda Rasulullah saw ini: “Dan dibelakang

semuanya itu tidak terdapat iman meskipun hanya sebesar biji sawi”,

Syekhul al- Islam Ibn Taimiyah Rahimahullah pernah mengatakan:

Maksudnya adalah bahwasanya tidak tersisa setelah inkarul munkar ini

sesuatu yang termasuk iman meskipun dikerjakan oleh seorang mukmin,

tetapi pengingkaran dengan hati merupakan akhir batas iman, yang

demikian itu tidak berani bahwa orang yang tidak mencegah kemunkaran

tidak terdapat dalam dirinya iman sebesar biji sawi. Oleh karena itu, beliau

bersabda: “Dan tidaklah dibelakang semua itu”. Beliau menjadikan orang-

orang mukmin menjadi tiga tingkatan, setiap mereka berbuat berdasarkan

iman yang disukai.

Selanjutnya Ibn Taimiyah mengatakan : Dengan demikian dapat

diketahui bahwa manusia berlomba-lomba dalam keimanan yang

diwajibkan kepada mereka sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini

104

dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat

sosial. Dengan iman yang ada dalam diri mereka terdorong hatinya untuk

menegakkan amar ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar.22

D. Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar ma‟ruf nahi munkar dirasa sangat penting bagi umat Nabi

Muhammad karena berbagai sebab dan faktor, di antaranya yang

terpenting adalah:

1. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan penyebab kebaikan umat ini,

termasuk karakteristiknya yang Allah karuniakan kepada kita diamtara

seluruh umat ini. Sebagaimana yang telah Allah jelaskan dalam al-Qur‟an:

ر منك

معروف وحنىين عن ال

مرون ةال

اس حأ خرجج للن

ث ا م

نخم خيد ا

ك وحؤمنين ةالله

فسلين ثدوم ال

كمؤمنين وا

ىم منىم ال

كان خيدا ل

كتب ل

الول

من ا

ي ا ١١٠ول

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah

dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab

beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang

beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Qs. A<li-

Imran[3]: 110)

Demikianlaj sifat dan karakteristik masyarakat Muslim yang

menjadikannya unggul sepanjang sejarah. Adapun masyarakat jahiliyyah

yang kafir, bibit penyakitnya adalah munkar nahi ma‟ruf sepanjang sejarah

manusia yang panjang. Dan bukti yang paling jelas atas hal ini adalah:

Masyarakat sekarang yang rela dengan kekafiran dan kesesatan, sebab

22

Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan

Realisasinya di Dunia Modern,56.

105

masyarakat sekarang ini memerangi kebaikan dan mendukung perbuatan

yang hina dengan kedok kebebasan pribadi.23

2. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan bagian dari rasa solidaritas yang

Allah tegakkan di antara orang-orang Mukmin. Melengkapi di antara

sesama mereka. Sebagai contoh adalah tidak boleh ada seorang muslim

yang kelaparan sementara orang-orang Muslim disekitarnya meresa

kekenyangan, seandainya terjadi hal yang demikian maka orang Muslim

tersebut diperkenankan meminta kebutuhannya kepada orang-orang

Muslim yang disekitarnya dengan kekerasan dan orang-orang Muslim

berdosa karena lalai dan tidak mau membantunya. Demikianlah keadaan

di dalam seluruh kebutuhan-kebutuhan yang pokok.24

Dan seandainya anda mendapati seorang yang tenggelam , anda

wajib menyelamatkannya sebatas kemampuan, walaupun hal tersebut

mengakibatkan anda mengabaikan ibadah wajib yang di syari‟atkan

seperti puasa, shalat dan lainnya.

Dan seandainya anda melihat seseorang yang hendak membeli

barang dagangan yang cacat, maka anda wajib menjelaskan kepadanya

bahwa barang tersebut adalah cacat, hal ini termasuk dalam kategori

nasihat-menasihati dan menghendaki kebaikan kepada kamu Muslimin.

Oleh karena itu pengawasan terhadap barang dangangan pasar, serta

menolong orang yang akan binasa merupakan bagian dari sitim

pengawasan Islam.

Semuanya ini karena pemeliharaan terhadap manusia dalam Islam

merupakan masalah yang sangat penting. Namun manusia dalam Islam

tidaklah fisik saja, tapi fisik dan ruh. Sebagaimana halnya kita dituntut

memelihara akidah mereka, akhlak mereka serta komitmen mereka

23

Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 23. 24

Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 24.

106

terhadap agama. Hal ini melalui amar ma‟ruf nahi munkar, yang mana

dengan hal tersebut terlaksanakan penyempurnaan kekurangan yang

terdapat pada sebagian agama kaum Muslimin, dan terwujudlah sikap

solidaritas yang wajib dalam sisi ini.

3. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan jaminan bagi suatu lingkungan dari

bahaya polusi pemikiran dan akhlak. Bahaya polusi pemikiran dan akhlak

tidak jauh berbeda dengan bahaya polusi fisik, yang misalnya muncul

akibat pertarungan kuman yang menakutkan bagi manusia, yang muncul

karena sebab yang lain.

Oleh karena itu pelaku kemunkaran bila berada di dalam masyarakat

yang tidak terkena polusi pemikiran dia akan menyembunyikan

kemungkarannya karena dia mengetahui bahwa dia hidup ditengah-tengah

lingkungan baik, dan dia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan

perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat. Keadaannya persis dengan

keadaan orang yang hendak melakukan pencurian, dia menunggu keadaan

aman, dilakukan ditengah-tengah kegelapan malam dan jauh dari

penglihatan.

Akan tetapi bila pelaku kemungkaran hidup ditengah-tengah

masyarakat yang sudah tercemar polusi, dia akan melakukan

kemungkarannya secara terang-terangan, karena dia merasa bahwa dia

melakukan perbuatan yang sudah wajar, tidak menyalahi apa yang

dilakukan masyarakat. Dan terkadang pelaku kema‟rufan,sampai

melakukan kema‟rufannya secara tersembunyi karena takut terhadap

siksaan, atau khawatir dilihat manusia dan dapat celaan dari mereka.25

4. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan jaminan az\ab Ilahi yang menimpa

masyarakat yang di dalamnya kerusakan merajalela. Akibat ketidak

pedulian masyarakat dan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan abai

25

Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 25.

107

terhadap amar ma‟ruf nahi munkar yang mengakibatkan mereka mendapat

siksa dan az\ab dari Allah swt. Maka perlu untuk ada segolongan umat ini

untuk mnyeru kepada kebaikan dan mencegah daripa kemungkaran

dengan sebab inilah az\ab serta siksa Allah swt tidak akan diturunkan

kepada umat manusia ini.26

Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya pada ayat yang telah lalu

telah diperintahkan dengan nyata dan tegas supaya di kalangan jamaah

Islamiyah itu diadakan umat yang khusus untuk menyeruh kepada

kebaikan, yaitu iman, menyuruh berbuat yang ma‟ruf dan melarang yang

munkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi hasil usaha itu yang nyata, yang

kongkrit. Yaitu kamu menjadi sebaik-baik umat yang dikeluarkan antara

manusia di dunia ini. Di jelaskan sekali lagi, bahwa kamu mencapai

derajat yang demikian tinggi, sebaik-baik umat, karena kamu memenuhi

ketiga syarat: amar ma‟ruf nahi munkar, Iman kepada Allah. Ketiganya

inilah yang menjadi sebab, kamu disebutkan yang sebaik-baik umat. Kalau

yang ketiga tersebut tidak ada, niscaya kamu bukanlah yang baik-baik

umat, bahkan menjadi yang seburuk-buruk umat. Lantaran itu apabila kita

membaca ayat ini, janganlah hanya memegang pangkalnya, lalu

membangga, sebagaimana orang Yahudi mengatakan, bahwa mereka

adalah “kaum pilihan tuhan.”27

Ketiga dasar yang membawa mutu kebaikan isi pada hakikatnya

adalah satu. Pertama amar ma‟ruf nahi munkar, yang ketiga yakni beriman

kepada Allah adalah dasarnya yang sejati. Apabila telah mengakui dan

merasakan beriman kepada Allah, timbullah kebebasan jiwa. Sebab

percaya kepada Allah tidak memberi tempat buat mempersekutukan

kepercayaan kepada yang lain dengan kepercayaan kepada Allah. Orang

26

Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 26. 27

Hamka, Tafsir al-Azhar, 686.

108

yang beriman kepada Allah, bebas merdekalah dia dari pengaruh yang

lain, sebab yang lain hanyalah makhluk Allah belaka. Keimanan kepada

Allah menghilangkan ketakutan dan duka cita menimbulkan daya hidup.

Tegasnya juga menimbulkan dinamika hidup. Itulah jiwa bebas, maka

dengan sendirinya kemerdekaan jiwa karena tauhid itu menimbulkan pula

kemerdekaan yang kedua, yaitu kamauan. Lalu berani menyatakan fikiran-

fikiran yang baik untuk kemaslahatan umat dan kemajuan, sebab hidup

lebih maju adalah tabiat kemanusiaan. Di sinilah terletak amar ma‟ruf nahi

munkar.

Keberanian menyatakan, bahwa ini adalah ma‟ruf, tetapi lebih sulit

menyatakan, bahwa itu adalah munkar. Sebab besar kemungkinannya akan

dimurkai orang. Kadang-kadang kita dianjurkan supaya mengatakan yang

sebenarnya. Tetapi apabila yang sebenarnya yang kita katakana, orang

akan marah. Sebab masyarakat biasanya amat berat melepaskan

kebiasaannya. “Manusia budak kebiasaanya” begitu kata pepatah

mengatakan. Maka kalau iman kepada Allah di dalam ayat ini dijadikan

bahan yang terakhir, sebab dialah dasar kalau iman kepada Allah itu

lemah, niscaya amar ma‟ruf nahi munkar tidak akan berlangsung.

Kekurangan iman kepada Allah menghilangkan keberanian buat beramar

ma‟ruf nahi munkar. Dan kalau keberanian ini tidak ada lagi, kamu tidak

lagi terhitung sebaik-baik umat. Maka menurut ukuran tinggi dan rendah

bersemangat atau kendor semangat. Ketiga inilah amar ma‟ruf, nahi

munkar dan iman kepada Allah menjadi penilaian sebaik-baik umat.28

Inilah persoalan yang harus dimengerti oleh umat Islam agar mereka

mengetahui hakikat diri dan nilainya, dan mengerti bahwa mereka itu

dilahirkan untuk maju ke garis depan dan memegang kendali

kepemimpinan karena mereka adalah umat terbaik. Allah menghendaki

28

Hamka Tafsir,al-Azhar, 687.

109

supaya kepemimpinan di muka bumi ini untuk kebaikan, bukan untuk

keburukan dan kejahatan.29

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa memang sangat

pentinglah amar ma‟ruf nahi mungkar untuk ditegakkan, dengan tujuan

agar umat ini sadar akan pentingnya kebaikan ditegakkan dan bahaya

apabila kemunkaran dibiarkan dimana-mana. Hal apa yang akan terjadi

apabila amar ma‟ruf nahi munkar tidak ditegakkan atau bahkan di

tinggalkan, tentunya az\ab serta siksaan Allah swt akan diturunkan untuk

menyadarkan umat ini. Agar tidak selalu merusak dan berlaku semaunya

di muka bumi ini.

E. Analisis penulis

Menurut Buya Hamka, amar ma‟ruf nahi munkar dalam QS.ali

„Imran ayat 104 yang mana disimpulkan. Ketika dalam menyampaikan

ajaran kepada yang ma‟ruf dan menjauhi yang munkar itulah yang

dinamai da‟wah. Dengan adanya umat yang berda‟wah agama menjadi

hidup, tidak menjadi seolah-olah mati. Maka dalam hal ini sangatlah

diperlukan bagi seorang muslim untuk menyampaikan atau lebih tepatnya,

menghidupkan amar ma‟ruf nahi munkar dengan tujuan agar supaya

agama ini menjadi hidup. Tentunya dalam hal menyampaikan amar ma‟ruf

nahi munkar diperlukan ilmu terhadapnya, tentunya hal-hal yang berkaitan

dengan amar ma‟ruf nahi munkar. Dengan tujuan apa yang disampaikan

tepat sasaran dan dapat diterimah oleh masyarakat. Oleh karena itu

dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam mengadakan Dakwah menyeru

kepada yang ma‟ruf dan melarang dari yang munkar, hendaklah kesadaran

beragama ini wajib ditimbulkan terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang

29

Hamka Tafsir,al-Azhar, 688.

110

mengajak kepada yang ma‟ruf dan menjauhi kepada yang munkar,

kesadaran diri harus lebih di utanamakan dalam hati terlebih dahulu.

Sedangkan menurut Sayyid Quthb dalam Qs. A<li „Imran ayat 104

yang mana disimpulkan haruslah ada segolongan orang atau satu

kekuasaan yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf

dan mencegah dari yang munkar. Ketetapan bahwa harus ada suatu

kekuasaan adalah madhul “kandungan petunjuk” nas } al-Qur‟an ini sendiri.

Di sana ada “seruan” kepada kebajikan, tetapi ada juga “perintah” kepada

yang ma‟ruf dan “larangan” dari yang munkar. Apabila dakwah (seruan)

itu dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka

“perintah” itu tidak dapat dilakukan kecuali orang yang memiliki

kekuasaan.

Sedangkan menurut al-Sya’ra>wi> dalam Qs. A<li-„Imran ayat 104

yang mana disimpulkan bahwa perintah menjadi umat terbaik dengan cara

mempersiapkan diri dan berlatih agar terbiasa. Perintah bersiap diri dapat

dipahami dalam dua pendapat. Pendapat pertama, orang yang menyeru

kepada yang ma‟ruf. Pendapat kedua, menjadi umat yang menyeru

kebaikan. Dan untuk kemunkaran ada dua cara juga. Cara yang pertama,

agar dia tidak berbuat kemunkaran. Dan cara yang kedua, dia mengajak

mencegah kemunkaran.

Menurut Buya Hamka dalam Qs. Luqman ayat 17 yang mana

disimpulkan bahwa mendirikan s}olat, dan menyeru kepada yang ma‟ruf,

dan mencegah dari yang munkar, dan bersabar atas apa yang menimpa

kita. Inilah empat modal hidup yang diberikan Luqman kepada anaknya

dan dibawakan menjadi modal pula bagi semua, disampaikan Nabi

Muhammad Saw kepada umatnya akidah yang telah dirumuskan itu

beralih kepada da‟wah dengan menyeru manusia berbuat kebaikan. Dalam

hal ini mengajak kepada yang ma‟ruf dan meninggalkan dari pada yang

111

munkar. Luqman pun berwasiat kepada anaknya untuk melakukan amar

ma‟ruf nahi munkar. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah memerintahkan

kebaikan sedangkan nahi munkar adalah melarang dari kemungkaran.

Maka dengan mendirikan S{alat artinya mendirikan amar ma‟ruf, dengan

meninggalkannya artinya melakukan yang munkar sedangkan “munkar “

itu sendri yang bermakna tidak terpuji dan tidak disenangi.

Menurut Buya Hamka dalam Qs. al-Taubah ayat 71 yang mana

disimpulkan karena di dasari iman dalam diri seorang Muslim, maka hal

inilah yang menjadi tolak ukur bagi mereka untuk serta dalam

mengamalkan ajaran al-Qur‟an yang telah di wahyukan kepada Nabi

Muhammad Saw. yang mana dalam ajarannya menganjurkan bagi

pengikutnya untunk selalu dalam kebaikan. Dalam hal ini seperti saling

bantu-membantu, tolong-menolong, dan saling mendukung dan ikut serta

dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar untuk kemaslahatan umat.

Dengan iman inilah yang mendorong umat ini untuk menegakkan amar

ma‟ruf nahi munkar, karena atas dorongan iman jugalah sebagian umat ini

menyerukan amar ma‟ruf nahi munkar di muka bumi ini. Iman yang

mantap yang melekat dalam hati sanubari ketika melihat ada segolongan

umat ini enggan dengan yang ma‟ruf dan malah senang dengan

kemunkaran, maka dengan dasar Iman inilah terdorong hati untuk

menegakkan amar ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar.

Menurut Buya Hamka dalam Qs. A<li-„Imran ayat 110 yang mana

disimpulkan bahwa mereka itu dilahirkan untuk maju ke garis depan dan

memegang kendali kepemimpinan karena mereka adalah umat terbaik.

Dengan menjalankan tugas-tugas yang dilakukan dengan umat terbaik.

Tugasnya adalah mencegah kejahatan, mengajak kepada kebaikan. Dan

serta menjaga masyarakat dari unsur-unsur kerusakan. Dan supaya di

kalangan jamaah Islamiyah itu diadakan umat yang khusus untuk

112

menyeruh kepada kebaikan, yaitu iman, menyuruh berbuat yang ma‟ruf

dan melarang yang munkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi hasil usaha

itu yang nyata, yang kongkrit. Yaitu kamu menjadi sebaik-baik umat yang

dikeluarkan antara manusia di dunia ini. Di jelaskan sekali lagi, bahwa

kamu mencapai derajat yang demikian tinggi, sebaik-baik umat, karena

kamu memenuhi ketiga syarat: amar ma‟ruf nahi munkar, Iman kepada

Allah. Ketiganya inilah yang menjadi sebab, kamu disebutkan yang

sebaik-baik umat. Kalau yang ketiga tersebut tidak ada, niscaya kamu

bukanlah yang baik-baik umat, bahkan menjadi yang seburuk-buruk umat.

Lantaran itu apabila kita membaca ayat ini, janganlah hanya memegang

pangkalnya, lalu membangga, sebagaimana orang Yahudi mengatakan,

bahwa mereka adalah “kaum pilihan Tuhan.”

Dengan demikian penulis menganalisa penafsiran Hamka dan

penafsiran Sayyid Qutub dan Penafsiran al-Sya‟rawi terdapat ada

persamaan dan perbedaan di antara masing-masing mereka dalam

menafsirkan amar ma‟ruf nahi munkar. Di mana persamaan dari

penafsiran ketiga ulama tersebut terletak pada Qs. A<li ‘Imra>n ayat 110 dan

Qs. A<li- ‘Imra>n ayat 104, dalam Qs. A<li ‘Imra>n ayat 110 bahwa Hamka,

Sayyid Qutub dan al-Sya‟ra>wi sama-sama menafsirkan amar ma‟ruf nahi

munkar sebaik-baiknya umat adalah umat terbaik yang menyeru kepada

kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang munkar dan menjaga

masyarakat dari unsur-unsur kerusakan. Kemudian dalam Qs. A<li-‘Imra>n

ayat 104 bahwa bahwa terdapat persamaan di antara ketiga ulama tersebut,

Hamka memberikan penjelasan dalam tafsirnya bahwa haruslah suatu

golongan dari umat muslim ini menyeru kepada yang ma‟ruf dan

mencegah dari yang munkar. Dan sedangkan Sayyid Qutub memberikan

penjelasan dalam Qs. A<li-„Imran dengan penafsiran yang berbeda Sayyid

Qutub mengatakan haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan

113

yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan

mencegah dari yang munkar. Ketetapan bahwa harus ada suatu kekuasaan

adalah madhul “kandungan petunjuk” nas al-Qur‟an ini sendiri. Di sana

ada “seruan” kepada kebajikan, tetapi ada juga “perintah” kepada yang

ma‟ruf dan “larangan” dari yang munkar. Apabila dakwah (seruan) itu

dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka

“perintah” itu tidak dapat dilakukan kecuali orang yang memiliki

kekuasaan. Dan al-Sya‟rawi memberikan penjelasan dalam Qs. A<li-Imran

ayat 104 bahwa perintah menjadi umat terbaik dengan cara

mempersiapkan diri dan berlatih agar terbiasa. Perintah bersiap diri dapat

dipahami dalam dua pendapat. Pendapat pertama, orang yang menyeru

kepada yang ma‟ruf. Pendapat kedua, menjadi umat yang menyeru

kebaikan. Dan untuk kemunkaran ada dua cara juga. Cara yang pertama,

agar dia tidak berbuat kemunkaran. Dan cara yang kedua, dia mengajak

mencegah kemunkaran.

Oleh karena itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam

mengadakan Dakwah menyeru kepada yang ma‟ruf dan melarang dari

yang munkar, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan

terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang mengajak kepada yang ma‟ruf

dan menjauhi kepada yang munkar, kesadaran diri harus lebih ditanamkan

dalam hati terlebih dahulu

Maka dalam hal ini haruslah ada suatu golongan yang menyeru

kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar. Karena dengan hal

inilah mereka akan menjadi sebaik-baik umat. Oleh karena itu, sangatlah

penting sekali bagi umat ini untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar.

Karena dengan hal itulah mereka akan menjadi sebaik-baik umat

sebagaimana yang telah di jelaskan di dalam al-Qur‟an

114

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep dalam beramar ma‟ruf nahi munkar secara universal ulama

mufassir bersepakat dimaknai dengan memerintahkan untuk melakukan

perbuatan yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, sedangkan model

aplikasinya bervariatif, tergantung pada kondisi dan situasi.

Buya Hamka berpandangan bahwa amar ma‟ruf nahi munkar

Berkenaan dengan masalah perintah dan larangan, kita perlu memahami

kembali peranan amar ma‟ruf nahi munkar (menyeru kepada yang ma‟ruf

dan mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada umatnya.

Karena banyak di antara kita yang belum memahami hakikat, fungsi dan

kedudukanya di antara ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu menyebabkan

kurang berfungsinya konsep amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan

kita sehari-hari, apabila pada era modernisasi yang tidak pernah sepi dari

kemunkaran. Pembahasan masalah kebaikan dan kemunkaran sangat luas

dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat ini banyak orang-orang

Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk dirinya sendiri tanpa

memperdulikan orang lain.

mengenai amar ma‟ruf nahi munkar adalah tanggung jawab social,

yang mana hal tersebut melibatkan semua individu tanpa terkecuali.

Karena amar ma‟ruf nahi munkar adalah suatu perintah Tuhan yang bisa

membawa dampak posistif kepada masyarakat bila hal demikian

ditegakkan dan di indahkan . Malah kalau sekira manusia ini enggan dan

115

tidak peduli dengan amar ma‟ruf nahi munkar akan menimbulkan dampak

negative kepada manusia itu sendiri. Misalnya keburukan dan kerusakan

terjadi dimana-mana akibat ketidak pedulian masyarakat terhadap amar

ma‟ruf nahi munkar. Maka sebaliknya bila mana manusia ini peduli dan

mau menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar akan membawa nilai positif,

karena pada intinya amar ma‟ruf adalah sesuatu yang disenangi lagi terpuji

dan sedangkan nahi munkar adalah sesuatu yang di benci dan tidak terpuji

Dalam konsep dakwah Buya Hamka memberikan pandangan, di sini

terdapat dua kata penting, yaitu menyuruh berbuat baik ma‟ruf mencegah

perbuatan munkar. Berbuat ma‟ruf diambil dari kata uruf, yang dikenal,

atau yang dapat dimengerti dan dapat difahami serta diterima oleh

masyarakat. Perbuatan yang ma‟ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan

difahami oleh manusia yang berakal. Yang munkar artinya ialah yang

dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak

patut , tidak pantas. Tidak selayaknya yang demikian dikerjakan oleh

manusia berakal. Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan

mana yang ma‟ruf itu dan mana yang munkar. Sebab itu maka ma‟ruf dan

munkar tidaklah terpisah dari pendapat umum. Kalau ada yang berbuat

ma‟ruf , seluruh masyarakat, umumnya menyetujui, membenarkan, dan

memuji. Kalau ada perbuatan munkar, seluruh manyarakat menolak,

membenci dan menyukainya. Sebab itu bertambah tinggi kecerdasan

beragama, bertambah kenal orang akan yang ma‟ruf dan bertambah benci

orang kepada yang munkar. Lantaran itu wajiblah ada dalam jama‟ah

muslimin segolongan umat yang bekerja keras menggerakkan orang

kepada yang ma‟ruf itu dan menjauhi yang munkar, supaya masyarakat

itu bertambah tinggi nilainya.

Amar ma;ruf berarti orang yang menyeru, mengajak, menyadarkan,

mengingatkan orang lain atau seseorang kepada sesuatu yang baik, benar

116

dan diridhai Allah. Kemudian, nahi mungkar bermaksud orang yang

melarang segala bentuk kejahatan yang dibenci dan tidak diridhai Allah

dengan cara apa sekalipun. Jadi amar ma‟ruf adalah menyuruh manusia

melaksanakan kebaikan yang menjadi perintah Allah dan nahi mungkar

adalah mencegah segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak

Allah.

B. Saran-Saran

Kajian mengenai Amar ma‟ruf nahi munkar sangatlah penting

untuk dikaji dan diteliti, sebab hampir manusia wajib melaksanakan Amar

ma‟ruf nahi munkar. Karena mengajak kepada kebaikan dengan mencegah

dari kemunkaran itu adalah suatu yang harus dilaksanakan. Oleh karena

itu, penelitian ini belum cukup sampai di sini saja, untuk itu penulis

berharap agar para pembaca yang membaca skripsi ini bersedia untuk

melanjutkan penelitian ini dengan lebih meluas dan lebih baik lagi. Karena

penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan ini meskipun skripsi ini ditulis dengan semaksimal mungkin,

akan tetapi penulis menyadari kemampuan dan keterbatasan penulis.

Dengan adanya skripsi ini, penulis berharap agar kajian mengenai

Amar ma‟ruf nahi munkar bisa memberikan pemahaman baru yang akan

merevisi cara pandangan kita terhadap masalah-masalah yang kita hasapi

sehari-hari.A>mi>n.

117

DAFTAR PUTAKA

Ahmad, Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Departemen Urusan

Keislaman,Dakawah,DanPengarahanKerajaanArabSaudi,1310.htt

ps://d1.islamhouse.com/data/id/ih_books/single/id Amar Maruf

Nahi Mungkar.pdf

al-Arid, Hasan Ali, Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: Rajawali Pers,

1992.

Abdullah, Muhammad Syeh A.N Firdaus, “Perjuangannya dalam Risalah

Tauhid” Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Arifin, Md Mohd Farhan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Malaysia,

Januari,2020.

Azean, Nor, ,Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Perspektif Imam al-

Ghazali, Banda Aceh: 27 Januari 2017.

Atiqoh, Nurul, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir al-Misbah,

Semarang: 8 Desember 2001.

Arrazi, Hasbi Romi, “Penafsiran Kata Ma‟ruf Dan Munkar Menurut

Sayyid Quthb Dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an, Skripsi Jurusan

Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam UIN SUNAN KALIJAGA, 2017.

al-Audah, Salman, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, Oktober 1993.

Amin, Samsul Munir, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009.

Ali, Bin Yasin, Hukum-Hukum Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Uwais al-

Qorni: penyuting A saifullah, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,

2012.

Baidan, Nasruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an, Yogjakarta:

Pustaka Pelajar, 2000.

118

Baihaqi, Mif, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga

Imam Zarkasyi, Bandung: Nuansa, 2007.

Darwis, Saleh Bin Abdullah, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan

Realisasinya di Dunia Modern, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,

1996.

al-Farmawi,„Abdu al-Hayy, Metode Tafsir Maudhu‟I, Terj, Rohison

Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Fikri, Muhammad Nauval, Amar Ma‟ruf Nahi MUnkar: Studi Komparatif

Antara Sa‟id Hawa dan Hamka, Bandung: juli 2019.

Fathurrohma, Aida , Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an,

Ciputat: Agustus 2018

Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 2, Jakarta: Pustaka Nasional PTE LTD

Singapur, 1989.

Hamka ,Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.

-------, Antara Fakta dan Khayal, Jakarta: Republika Penerbit, 2017.

-------, Ayahku, Jakarta: Penerbit Ummida, 1982.

-------, Dari Lembah Cita-Cita, Jakarta: Gema Insani, 2016.

-------, Filsafah Hidup, Jakarta: Republika Penerbit,2015.

-------,Kenangan-kenangan 70 Tahun Buya Hamka, Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983.

-------, Kenang-kenangan Hidup, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

-------, Lebaga Budi, Jakarta: Republika Penerbit,2016.

-------, Lembaga Hidup, Jakarta: Republika Penerbit, 2015.

-------,Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Republika Penerbit, 2018.

-------,Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf, Jakarta: Republika

penerbit, 2016.

-------,Renungan Tasawuf, Jakarta: Republika Penerbit, 2016.

-------,Tafsir al-Azhar (Jakarta: Republika Penerbit, 2015).

119

-------,Tafsir al-Azhar, Jilid 2, Pustaka Nasional PTE LTD Singapure.

-------,Tafsir al-Azhar Jilid I, Jakarta: Gema Insasni, 2015.

-------,Tasawuf Modern, Jakarta: Republika Penerbit, 2015.

Hetiwinarti, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghazali dalam

Perspektif Bimbingan Konseling Islam” Semarang: Oktober,

2010.

Hidayat, Husnul, “Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya

Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1, Januari-Juni

2018.

Hamka, Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983.

Hendra, Tomi, “Etika Dakwah Ditinjau dari Perspektif Psikologi

Komunikasi” Komunikasi Penyiran Islam. Vol.10,no.2 Juli-

Desember 2019.

Hamzah, Amir Yunus, Hamka Sebagai Pengarang Roman, Jakarta:

Puspita Sari Indah, 1993.

al-Jaza‟iri, Jabir Abu Bakar, Terjemahan Minhajul Muslium “Panduan

Hidup Seorang Muslim” Cet 4, Madinah: Maktabatul „Ulum wal

Hikam, 1419.

Jawas, Qodir Abdul Bin Yajid, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus

Sunnah Waljama‟ah, Depok: Pustaka Khazanah Fawaid, 2017.

Mahmud, Halim Ali Abdul, karakteristik umat terbaik telaah manhaj,

akidah, dan harakah, penyunting subhan, Cet. 1 ,Jakarta: Gema

Insani Press, 1996.

Mohi, Bin Abdul Hadi, Deskripsi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-

Qur‟an (kajian terhadap tafsir Fi > Zila>l al-Qur‟an karya Sayyid

Qutbh), Ciputat: Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

120

Munzir, Muhammad, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar, Studi

Analitis Terhadap Hadis Nabi, Makassar:7 Maret 2016.

Musyarif, “ Suatu Analisis Sosial Terhadap Kita al-Azhar”. IAIN Pare-

Pare, Vol.1, no.2 , Juli 2019.

Majid,Nurcholis, Masyarakat religious, Jakarta: Paramadina, 2000.

al-Mubarokfuri, Syafiyurrahman, Sahih Tafsir Ibn Katsir, Jakarta: 14

April 2007.

Mukti, Ali Takdir, Membangun Moralitas Bangsa, Yogyakarta: LPPI

Ummy,1998.

Nizar, Samsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran

Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2008.

Netty, Hidayati, “Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam

Kehidupan Sosial” Lampung: Juni, 2018.

Purwono, Eko, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid

Qutbh”. Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, vol.1,no.2,

2015.

al-Qat ṭt ṭan, Khalil Manna‟, “Mabāhis fi „Ulumil Qur‟an, Terj. Mudzakir

As, Studi Ilmu Ilmu Alquran” Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar

Nusa, 2007.

Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an di bawah naungan al-Qur‟an,

Penerj As‟ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Mukhotob

Hamzah, Jilid 3 Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Pres, 2001.

-------, Sayyid, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an di Bawah Nuangan al-Qur‟an,

Penerjemah As‟ad Yasin Dkk, Jakarta: Gema Insan, 2008.

Roziqin, Badiatul, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: e-

Nusantara, 2009).

121

Raharjo, Dawan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Ensiklopedia: 14,Januari

,2020.

al-Rifa‟i, Nasib Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir Jilid I, Jakarta:

Gema Insani, 1999.

Rezekiyah, Neili,“implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif

Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa ,tinjauan komparatif

dalam tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Ibriz” ( Surabaya: Januari,

2017.

Risnawati, Implementasi Pembelajaran Kemuhammadiyahan Dalam

Meningkatkan Perilaku Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Ponogoro:

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Keguruan

IAIN Ponogoro, 8 Maret 2020.

Somad, A. Bukhori, “Tafsir Al-Qur‟an Dan Dinamika Sosial Politik:

Studi Terhadap Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu

Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, vol.9, no.2 ,Juli-

Desember 2013. 22-66

Safrudin, Irfan, Ulama-ulama Perintis: Biografi Pemikiran dan

Keteladanan, Bandung: Majelis Ulama Indonesia, 2008.

al-Suyuti, Jalaluddin, Sebab Turunnya al-Qur‟an, terj. Abdul Hayyie,

Depok: Gema Insani, 2009.

Shihab, M.Quraish, Membumikan al-Qur‟an, Bandung: Mizan 1997.

--------, M.Quraish, Study Kritis Tafsir al-Manar, Bandung: Pustaka

Hidayah, 1994.

--------, Muhammad, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar: Studi

Analitis Terhadap Hadis Nabi, Makassar: 7 Maret 2016.

Syafe‟i, Rachmat, al-Hadits “Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum”

Bandung: CV Pustaka Setia 2017.

122

Sugiarto, Rony, “Jihad Politik Dan Implementasinya Dalam

Melaksananakan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, Studi Pemikiran

Yusuf Qarda>wi” UIN Yogyakarta: 7 Mei, 2008.

Sumarsih, “Semantik Nahi Munkar Dalam al-Qur‟an” cipuat : 2006.

Syamsuri, Ontologi Dakwah, “Upaya Membangun Keilmuan Dakwah”.

Ilmu Dakwah, vol.3, no.2 ,Juni 2006. 2-22

Sya‟rawi, Mutawalli Muhammad Syekh, Tafsir Sya‟rawi, Renungan

Seputar Kitab Suci al-Qur‟an, Medan: Penerbit Duta Azhar,

2007.

-------, Mutawalli Muhammad Syekh, Tafsir Sya‟rawi, Renunga Seputar

Kitab Suci al-Qur‟an, Jilid 2, Cet. 1, Medan: Penerbit Duta

Azhar, 2007.

Taimiyah, Ibn, Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet, 1 ,Jakarta:Gema

Insan Press, 1990.

-------, Ibn, “Manhaj Da‟wah Salafiah” Jakarta: Pustaka Azzam, Mei

2001). Irfan Hamka, Ayah (Jakarta: Republika Penerbit, 2013.

Tamara, Nasir, Hamka Dimata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1983.

al-„Utsaimin, Shalih Bin Muhammad Syaikh, Syarh al-Arba‟in al-

Nawawiyyah, Penerbit: Dar al-Tsuraya Tahun 1425.

Yusuf, M. Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar: Sebuah Telah

Atas Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam, Jakarta: Panjimas,

1990.

Zulkarnai, Kusnadi Zulhimi, “Makna Amar Ma‟ruf Nahi Munkar

Menurut Muhammad Asad Dalam Kitab The Message Of The

Qur‟an”. Wardah, vol.18, no.2 ,2017. 16-40