perspektif hamka tentang amar ma'ruf nah>>i munkar
TRANSCRIPT
PERSPEKTIF HAMKA TENTANG AMAR
MA’RUF NAH>>I MUNKAR: TELAAH TAFSI>>>>>> >>>>> >R AL-
AZHAR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Muhammad Awal Pane Nim:11150340000240
Di bawah Bimbingan
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar.M.A Nip: 196908221997031002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1442/2021
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul PERSPEKTIF HAMKA TENTANG AMAR
MA'RUF NAHI MUNKAR: TELAAH TAFSIR AL-AZHAR telah
diujikan
dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Februari
2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu
Al-Qur‟an dan Tafsir.
Jakarta, 26 April 2021
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Eva Nugraha, M.Ag Fahrizal Mahdi, Lc.,MIRKH
Nip.19710217 199803 1 002 NIP. 19820816201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Muslih, M.Ag
NIP. 1958030 1199203 1 001 Nip. 19721024 200312 1 002
Pembimbing,
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A NIP. 19690822 199703 1 002
Dr. Mafri Amir, M.A
,mmmmk,mkmk
mm
NIP. 1958030 1199203 1
001
i
ABSTRAK
Muhammad Awal Pane
Perspektif Hamka Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Telaah Tafsir
Al-Azhar, Ulama sepakat bahwasanya hendaklah ada dalam kalangan jamaah
muslim itu dari suatu golongan, dalam ayat ditegaskan suatu umat yang
menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan, tegasnya Da‟wah. Yang
selalu mesti mengajak manusia menyeru berbuat yang ma‟ruf, yaitu yang
patut, pantas dan sopan, dan mencegah, melarang perbuatan yang munkar,
yaitu yang dibenci; dan yang tidak diterima. Perbuatan yang ma‟ruf
apabila dikerjakan, dapat diterima dan difahami oleh manusia yang
berakal. Yang munkar artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi;
yang ditolak oleh masyarakat. Dari sini penulis ingin mengkaji tentang
pandangan Buya Hamka tentang Perspektif Hamka Tentang Amar Ma‟ruf
Nahi Munkar: Telaah Tafsir Al-Azhar. Penulis merujuk kepada Buya
Hamka karena beliau merupakan mufassir terkenal di zaman kontemporer,
dan sangat mudah dipahami dalam menjelaskan masalah agama.
Penelitian skripsi ini, secara keseluruahn menggunakan metode
penelitian kualitatif. Dalam metode mengumpulkan data, penulis
menggunakan metode kepustakaan (Library Research) yaitu teknik
pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-
buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan dibantu dengan skripsi, jurnal
dan artikel, sehingga diperoleh data-data yang diperlukan yang
berhubungan dengan masalah yang dipecahkan. Dalam metode analisis
data. Penulis mengolah data tersebut dengan menggunakan metode
tematik.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa Buya Hamka
ketika menafsirkan al-Qur‟an dalam Qs. A<li ‘Imra>n ayat 110, Qs. A<li-
„Imra>n ayat 104 dan Qs. al-Taubah ayat 67 dan Qs. al-A‟raf ayat 157.
Buya Hamka menjelaskan dalam tafsir al-Azhar hendaklah ada suatu
kesadaran diri dan suatu golongan dari umat ini untuk menyeru kepada
yang ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar. Dengan demikian
agama ini tetap tegak dan tidak seolah-olah mati.
Kata kunci: Amar Ma’ruf Nahi Munkar ; Telaah Tafsir Al-Azhar
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur kehadirat Allah SWT.
yang memberikan taufik, hidayah dan inayahnya begitu pula dengan
nikmatnya yang tak terhingga jumlahnya, dengan atas seizinnyalah skripsi
yang berjudul:
Perspektif Hamka Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Telaah
Tafsir Al-Azhar”
Sholawat dan serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya, sahabatnya, serta
kepada pengikutnya. Kemudian penulis sangat menyadari tanpa adanya
bantuan dan dukungan penuh dari orang tua, keluarga, dosen pembimbing,
begitu juga teman-teman yang selalu mensupport dan mendukung penulis.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimah kasih dan rasa haru
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc. M.A. selaku
rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH. selaku sekretaris Jurusan
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.
4. Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. selaku Dosen Pembimbing
Skripsi penulis yang sudah banyak membimbing, memberikan
masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga bapak dan keluarga selalu diberikan kesehatan, panjang
umur, diberikan kelancaran dan dimudahkan segala urusannya.
5. Dr. Rifqi Muhammad Fatkhi, M.A. selaku Dosen pembimbing
akademik penulis yang telah banyak membimbing, memberikan
iii
6. masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga bapak dan keluarga selalu diberikan kesehatan, panjang
umur, dan dimudahkan segala urusannya.
7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen
jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir. Yang telah sabar dan banyak
memberikan ilmu kepada penulis. Semoga Allah Swt. memberikan
balasan pahala yang berlipat ganda kepada bapak dan ibu, serta
diberikan kesehatan, panjang umur, dimudahkan segala urusannya.
8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin,
Perpustakaan Utama (PU). Yang telah memberikan pelayan yang
begitu baik kepada penulis ketika dalam penyusunan skripsi ini.
9. Untuk orang tuaku tercinta, ayah dan ibu, yang selalu senantiasa
mendoakan, memberikan semangat, dan motivasi kepada penulis.
Mungkin tanpa doa dan dukungan yang tulus dari ayah dan ibu
mungkin penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga
Allah Swt selalu memberikan kesehatan dan panjang umur kepada
ayah dan ibu, dan murahkan rezekinya dan selalu dalam
lindungannya Allah Swt.
10. Untuk kakak dan keponakan-keponakan penulis yaitu cahaya pane,
sinar pane, alif, alfi, lia, aditya, alfa, Zahra, manda, rafa, dan aisyah
yang telah memberikan semangat dalam penulisan skiripsi ini.
Semoga kelak menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan, bahkan kesalahan dan
kekeliruan dalam penelitian ini memungkinkan untuk terjadi. Oleh
karena itu, penulis mengharapakn kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif, bukan dengan tujuan destruktif atau menjatuhkan
penulis agar penulisan karya ilmiah ke depannya menjadi lebih
iv
baik. Harapan penulis semoga skripsi ini menjadi bermanfaat bagi
pembaca untuk menambah wawasan dan semoga Allah Swt.
memberikan ridho-Nya dan balasan yang berlipat ganda atas
kebaikan seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian
skripsi ini.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198
No Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا .1
B Be ب .2
T Te ث .3
S Es dengan titik atas د .4
J Je ج .5
Ḥ h dengan titik bawah ح .6
KH ka dan ha خ .7
D De د .8
Ż Z dengan titik atas ر .9
R Er س .10
Z Zet ص .11
S Es ط .12
Sy es dan ya ش .13
Ṣ es dengan titik di bawah ص .14
Ḍ de dengan titik di bawah ض .15
Ṭ te dengan titik di bawah ط .16
Ż zet dengan titik di bawah ظ .17
koma terbalik di atas hadap kanan ع .18
G Ge غ .19
F Ef ف .20
Q Ki ق .21
K Ka ك .22
vi
L El ه .23
24. M Em
25. N En
26. W We
27. H Ha
Apostrof ˋ ء .28
29. Y Ye
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatḥah
I Kasrah
U Ḍammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai Fatḥah dan ya ا
Au Fatḥah dan wau ا
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal Latin Keterangan
vii
Ā a dengan garis di atas با
Ī i dengan garis di atas ب
Ū u dengan garis di atas ب
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah
maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan
ad- dāwān.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydìd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydìd ) ) dalam alih aksara ini dilambangkan
dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda
syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima
tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf syamsiyah. Misalnya, kata (اىضشسة) tidak ditulis ad-ḍarūrah
melainkan al-ḏarūrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbūṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta
marbûah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun,
jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṭarīqah طشقت 1
viii
al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah اىجاعت اإلسالت 2
Waḥdat al-wujūd حذة اىجد 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama
bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-
Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis
dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin
al-Raniri, tidak Nu >r al-Di >n al-Ra>ni>ri>.
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................. 15
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 16
D. Tujuan dan manfaat Penelitian .......................................... 17
E. Kajian pustaka ..................................................................... 17
F. Metodologi Penelitian .......................................................... 23
G. Sistematika Penulisan ........................................ …………..25
BAB II PROFIL TAFSIR
A. Biografi Buya Hamka ..................................................... 27 1) Lahir, wafat, dan kelurga Buya Hamka .............. 27
2) Pendidikan dan karir Buya Hamka ..................... 30
3) Karya-karya Buya Hamka .................................. 37
B. Profil Tafsir ...................................................................... 43 1) Stori Buya Hamka dalam menulis tafsir ............. 43
2) Sumber tafsir Buya Hamka ................................. 49
3) Metode dan corak penafsiran Buya Hamka ........ 50
BAB III AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DALAM PANDANGAN
BUYA HAMKA
A. Pengertian amar ma‟ruf nahi munkar menurut universal,bahasa,
dan istilah ............................................................................... 55
B. Amar ma‟ruf dalam kehidupan manusia ................................ 62
C. Hukum dan syarat amar ma‟ruf nahi munkar ........................ 64
D. Urgensi amar ma‟ruf nahi munkar ......................................... 71
E. Kedudukan amar ma‟ruf nahi munkar dalam Islam ............... 76
F. Etika amar ma‟ruf nahi munkar ............................................. 78
x
G. Dampak meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar ................ 85
BAB IV ANALISIS AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
PERSPEKTIF BUYA HAMKA
A. Tanggung jawab sosial ........................................................... 91
B . Kolerasi antara pendirian sholat dengan amar ma‟ruf nahi
munkar ................................................................................... 96
C. Keimanan dalam beramar ma‟ruf nahi munkar .................... 100
D. Urgensi amar ma‟ruf nahi munkar ....................................... 104
E. Analis Penulis ....................................................................... 109
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 114
B. Kritik dan saran .................................................................. 116
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang Masalah
Islam telah menimbulkan persaudaraan, menjinakkan hati dan
menyebut umat manusia yang nyaris terbenam ke dalam neraka, maka
untuk memelihara kokohnya nikmat itu, hendaklah ada dalam kalangan
jama>’ah muslimin itu dari suatu golongan, dalam ayat ditegaskan suatu
umat yang menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan, tegasnya
dakwah. Yang selalu mesti mengajak dan membawa manusia berbuat
kebaikan, menyuruh berbuat ma’ru>f, yaitu yang patut, pantas dan sopan;
dan mencegah, melarang perbuatan yang munkar, yang dibenci; yang
tidak diterima.
Umat Islam diperintahkan untuk mengajak saudara-saudaranya,
khususnya sesama umat Islam, untuk berbuat kebaikan yang diperintahkan
Allah Subh{a>nahu wa Ta’a>la dan menjauhi kesesatan yang dilarang-Nya.
Amar ma’ru>f dan nahi munkar sangat penting dalam ajaran Islam, mereka
yang melakukannya akan mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan,
sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah Subh{a>nahu wa Ta‟a>la., di dalam
al-Qur‟an :
ور وا
منك
معروف وينىين عن ال
مرون ةال
يد ويأ خ
ى ال
ث يدعين ال م
م ا
نك ن م
تكك وم ول ى ل
مفلحين ال
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
2
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.1 (Qs. A<li-Imran [3] :104)
Maksud ayat ini adalah hendaknya ada umat ini segolongan orang
yang berjuang di bidang ini, walaupun hal itu merupakn kewajiban bagi
setiap individu sesuai dengan kapasitasnya, sebagaimana hal itu di
tegeskan dalam s}ahih muslim dari abu> huraira>h, dia berkata bahwa:
Rasulullah saw. bersabda:
س ه هللا ع ج س : س ، ق اه هللا ع ض س ذ س ذ اىخ أ ب س ع : ملسو هيلع هللا ىلصع ه ق
ن شا » ن أ س ع سخ ط ى ، ف إ ع ف ب ي س ا سخ ط ى ، ف إ ب ذ ف ي غ ش
ا ع ف اإل ر ى ل أ ض ا س « ف ب ق ي ب ي س
“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah
dengan tangan, jika ia tidak mampu,maka ubahlah dengan lisannya, dan
jika tidak mampu,maka ubahlah dengan hatinya, dan yang demikian
merupakan selemah-lemah iman” Imam ahmad meriwayatkan dari
H{uz\aifah bin al-Yaman bahwa Nabi Saw. bersabda:“Demi z\at yang
jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kamu menyuruh kepada
kemakrufan, mencegah dari kemungkaran, atau Allah menyegerakan
pengiriman siksa dari-Nya, lalu dia tidak memperkenankan doamu”2
Melihat pada realita saat ini, manusia terkadang lupa diri dan tidak
ingat tujuan hidup, serta hendak kemana setelah ia mati. Akibatnya, ia
berbuat semenamena tanpa kendali, tidak dapat membedakan mana
perbuatan yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari.
Sesungguhnya, keadaan seperti ini dapat dihindari atau dikurangi bila ada
segolongan orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Dan
sesungguhnya mereka (segolongan itu) telah menolong saudaranya yang
tengah lalai tersebut. Allah Subh{a>nahu wa Ta‟ala., berfirman :
1 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)
jilid 2 (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 13-14. 2 Muhammad Nasib al-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jilid I (Jakarta:
Gema Insani, 1999) , 1.
3
ر منك
معروف وينىين عن ال
مرون ةال
يأ ولياء ةعض
مؤمنج ةعضىم ا
مؤمنين وال
.…وال
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar...
Seperti disebutkan dalam firman Allah Subha>nahu wa Ta’a>la :
معروف ويل ر وينىين عن ال
منك
مرون ةال
يأ ن ةعض منفلج ةعضىم م
منفلين وال
ل تضين ا
فسلين منفلين وم ال
فنسيىم ان ال سيا الله
يديهم ن
٦ا
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang
lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan
mencegah (perbuatan) yang ma’ru>f dan mereka menggenggamkan
tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah pun
melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah
orang-orang yang fasik. (Qs. al-Taubah [9] :67)
Setelah memaparkan beberapa perilaku buruk orang-orang
munafik, ayat ini menerangkan kesamaan orang munafik laki-laki dan
perempuan dalam hal sifat, sikap, perilaku dan akhlak. Orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah memiliki
kesamaan, yaitu mereka senantiasa menyuruh berbuat yang mungkar dan
mencegah perbuatan yang ma’ru>f dan mereka selalu menggenggamkan
tangannya karena kekikirannya. Mereka telah melupakan kebesaran Allah,
petunjuk-petunjuk agama-Nya. Mereka juga lupa kalau semua perilaku
buruknya akan mendapatkan balasan di akhirat kelak, maka Allah juga
akan melupakan mereka di akhirat kelak dengan menjauhkan mereka dari
rahmat-Nya. Sesungguhnya orang-orang munafik yang sudah jelas
kemunafikannya itulah orang-orang yang fasik, yakni orang-orang yang
4
benar-benar keluar dari ketaatan kepada Allah, bahkan sifat buruk mereka
melebihi orang-orang kafir.3
Amar ma‟ru>f nahi munkar termasuk kewajiban agama yang paling
agung setelah beriman kepada Allah Swt. Sebab di dalam al-Qur‟an, Allah
Subh{a>nahu wa Ta’a>la menyebutkan kewajiban amar ma’ru>f nahi munkar
dihubungkan dengan kewajiban beriman kepada-Nya. Allah Subh{a>nahu
wa Ta’a>la berfirman :
منك
معروف وحنىين عن ال
مرون ةال
اس حأ خرجج للن
ث ا م
نخم خيد ا
ك ر وحؤمنين ةالله
فسلين ثدوم ال
كمؤمنين وا
ىم منىم ال
كان خيدا ل
كتب ل
الول
من ا
ي ا ١١٠ول
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ru>f, dan mencegah
dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang
beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.4 (Qs. A<li-
„Imran [3] :110)
Maksud ayat di atas adalah menerangkan bahwa ada dua syarat
untuk menjadi umat terbaik, yaitu pertama iman yang kuat, dan kedua,
menegakkan amar ma’ru>f dan mencegah kemungkaran. maka setiap umat
yang memiliki kedua sifat ini pasti umat itu jaya dan mulia dan apabila
kedua hal itu diabaikan dan tidak dipedulikan lagi, maka tidak dapat
disesalkan bila umat itu jatuh ke lembah kemelaratan.5
3 Tafsir Singkat Kemenag RI, Pentashihan al-Qur‟an.
4 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)
jilid 2, Op.Cit, 19. 5 Muhammad Munzir, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar: Studi Analitis
Terhadap Hadis Nabi (Makassar: 7 Maret 2016), 1.
5
Jadi, dalam ayat ini Allah Swt menjelaskan bahwa berkat amar
ma‟ru>f nahi munkar mereka menjadi umat paling baik yang dilahirkan
untuk manusia. Allah Swt berfirman:
ميا ةع ذين ظل
خذنا ال
يء وا ذين ينىين عن الس
ينا ال ج
ن ا روا ةه
سيا ما ذك
ا ن م
فل يس ـ ة ذاب
انيا يفسلين ةما ك
“Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada
mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat
dan Kami timpakan kepada orang-orang yang z\alim siksaan yang keras,
disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Qs. al-A’raf [7] :165)
Dalam ayat ini, dengan tegas Allah Swt menyatakan bahwa mereka
diselamatkan karena melarang perbuatan buruk. Dengan demikian, amar
ma‟ru>f nahi munkar memiliki pengaruh yang besar bagi ketentraman
hidup manusia, baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Tidak
heran bila al-Qur‟an menyebutkan bahwa amar ma’ru>f nahi munkar
merupakan salah satu kewajiban umat Islam yang merupakan umat
terbaik.6
Allah Swt menjelaskannya dalam al-Qur‟an yang berbunyi :
سي تعين الر ذين يتليل ا ج
ان
يرىث وال خيةا عندوم فى الخ
دونه مك ذي يج
ي ال م
ابي ال الن
ل
ىد ب خيىم ال
م عل ر
تج ويح ي ىم الط
لل ر ويح
منك
معروف وينىىىم عن ال
مروم ةال
ويض يأ
ير عنىم اصهو روه ونصهوه واحتعيا الن منيا ةه وعزذين ا
فال يىم
انج عل
تي ك
ال
لغلام وال
مفلحين ك وم ال ى ول
معه ا
نزل
ذي ا
١٥٧ ال
6 Rachmat Syafe‟i, al-Hadits (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum), (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2010), 238.
6
“yaitu orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang
mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan
membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada
pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (al-Qur‟an), mereka Itulah orang-orang yang
beruntung. (Qs. al-A’ra>f [7] :157)
Isi ayat tersebut di atas merupakan kejelasan risalah beliau. Allah-
lah yang memerintah beliau untuk mengemukakan segala yang ma’ruf dan
melarang segala yang munkar, menghalalkan semua yang baik dan
mengharamkan segala kekejian dan keburukan.7
Berkenaan dengan masalah perintah dan larangan, kita perlu
memahami kembali peranan amar ma’ru>f nahi munkar (menyeru kepada
yang ma’ru>f dan mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada
umatnya. Karena banyak di antara kita yang belum memahami hakikat,
fungsi dan kedudukanya di antara ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu
menyebabkan kurang berfungsinya konsep amar ma’ru>f nahi munkar
dalam kehidupan kita sehari-hari, apabila pada era modernisasi yang tidak
pernah sepi dari kemunkaran. Pembahasan masalah kebaikan dan
kemunkaran sangat luas dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat
ini banyak orang-orang Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk
dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.8
Amar ma’ruf dan nahi munkar sesuatu yang sangat dianjurkan
dalam agama Islam. seperti yang ditegaskan dalam Qs. al-nisa >/3:104 yang
berbunyi :
7 Ibn Taimiyah, Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet (Jakarta:Gema Insan
Press, 1990), 15-16. 8 Nurul Atiqoh, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir al-Misbah
(Semarang: 8 Desember 2001), 5.
7
لهم يأ مين فان
لينيا حأ
ليم ان حك
ا حىنيا فى اةخغاء ال
ما ول مين وحرجين من الله
لما حأ
مين ك
عليما حكيما ان اللها يرجين وك
١٠٤ ل
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu).
jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun
menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang
kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan
adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Ayat tersebut di atas memerintahkan kita untuk beramar ma’ru>f dan
nahi munkar, disamping itu, dalam agama Islam, seseorang tidak hanya
dituntut untuk jadi lebih baik tetapi juga untuk mengajak orang lain untuk
menjadi lebih baik.9
Firman Allah Swt dalam Qs A<li-„Imram/3:110 menegaskan bahwa
umat yang paling baik adalah yang melaksanakan amar ma’ru>f dan nahi
mungkar.
ر وحؤمنين ةاللهمنك
معروف وحنىين عن ال
مرون ةال
اس حأ خرجج للن
ث ا م
نخم خيد ا
ي ك
ول
ىم من كان خيدا ل
كتب ل
الول
من ا
مؤمنين ا
فسلينىم ال
ثدوم ال
ك وا
“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.10
Demikian halnya terhadap kemunkaran, mereka hanya mencegah
kemunkaran dari dirinya pribadi dan membiarkan orang lain. Tujuan
beramar ma’ru >f nahi munkar yang diturunkan di atas bumi ini adalah
9 Syafiyurrahman al Mubarokfuri, S}ahih Tafsir Ibn Katsir (Jakarta: 14 April
2007), 649. 10
Muhammad Munzir, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar (Studi Analitis
Terhadap Hadis Nabi ) Makassar:7 Maret 2016, 1.
8
sebagai rahmatan lil alamin yakni sebagai rahmat bagi seluruh alam
semesta. Untuk mewujudkan tersebut dalam kenyataan, sekaligus untuk
mempertahankan kedudukan orang mukmin sebagai umat yang terbaik
yang ditampilkan Allah di arena kehidupan ini, maka sangat diperlukan
suatu konsepsi yang harus dilaksanakan secara konsekuen. Konsep itu tak
lain melaksanakan amar ma’ru>f nahi munkar tanpa adanya cadangan
sesuai dengan al-Quran. Terlebih dalam kemajuan dimasa ini dimana
kehidupan senantiasa diwarnai dengan pertarungan dan pertentangan yang
demikian dahsyat, maka dengan adanya keberanian sikap untuk
melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar tersebut sangat diperlukan demi
terwujudnya I’zzul Islam wal muslimin.11
Disini terdapat dua kata penting, yaitu menyuruh berbuat baik
ma’ru>f mencegah perbuatan munkar. Berbuat ma’ru>f diambil dari kata
uruf, yang dikenal, atau yang dapat dimengerti dan dapat difahami serta
diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang ma’ru >f apabila dikerjakan,
dapat diterima dan difahami oleh manusia yang berakal. Yang munkar
artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh
masyarakat, karena tidak patut , tidak pantas. Tidak selayaknya yang
demikian dikerjakan oleh manusia berakal. Agama datang menuntun
manusia dan memperkenalkan mana yang ma’ru>f itu dan mana yang
munkar. Sebab itu maka ma‟ruf dan munkar tidaklah terpisah dari
pendapat umum. Kalau ada yang berbuat ma’ru>f , seluruh masyarakat,
umumnya menyetujui, membenarkan, dan memuji. Kalau ada perbuatan
munkar, seluruh manyarakat menolak, membenci dan menyukainya.
Sebab itu bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal orang
akan yang ma’ru >f dan bertambah benci orang kepada yang munkar.
11
Nuru Atiqohl, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir Al-Misbah
(Semarang: 8 Desember 2001), 17.
9
Lantaran itu wajiblah ada dalam jama >‟ah muslimin segolongan umat yang
bekerja keras menggerakkan orang kepada yang ma’ru>f itu dan menjauhi
yang munkar, supaya masyarakat itu bertambah tinggi nilainya.12
Amar ma’ru>f berarti orang yang menyeru, mengajak, menyadarkan,
mengingatkan orang lain atau seseorang kepada sesuatu yang baik, benar
dan diridhai Allah. Kemudian, nahi mungkar bermaksud orang yang
melarang segala bentuk kejahatan yang dibenci dan tidak diridhai oleh
Allah dengan cara apa sekalipun. Jadi amar ma’ru>f adalah menyuruh
manusia melaksanakan kebaikan yang menjadi perintah Allah dan nahi
mungkar adalah mencegah segala perbuatan yang bertentangan dengan
kehendak Allah.13
Mengenai amar ma’ru>f nahi munkar di dalam masyarakat ada tiga
keadaan, pertama, mereka memerintahkan yang yang ma’ru>f dan melarang
yang munkar. Kedua , mereka saling menyuruh yang munkar dan saling
mencegah yang ma’ru>f, keadaan ini adalah keadaan orang-orang munafik.
Ketiga, mereka menyuruh sebagian yang ma’ru >f dan sebagaian yang
munkar. Mereka mencampur adukkan antara yang hak dan yang bathil.14
Salah satu fungsi menyeru kepada kebenaran dan mencegah dari
perpuatan yang munkar (Amar ma’ru >f nahi munkar), adalah suatu jalan
terbaik untuk bersatu dalam kebenaran di bawah naungan al-Qur'an dan
rasul-Nya, yaitu dengan menjadi umat yang menyerukan segala bentuk
kebaikan dunia dan akhirat, menyerukan kewajiban mendorong manusia
pada kebenaran bersama dan mencegah perbuatan yang salah. Dengan
demikian terciptalah tatanan masyarakat yang baik, apabila amar ma’ru>f
12
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Nasional PTE LTD Singapur,
1989 ), 866. 13
Nor Azean , Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Perspektif Imam al-
GHAZALI (Banda Aceh: 27 Januari 2017), 3. 14
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 1993), 19.
10
nahi munkar diterapkan ditengah-tengah masyarakat Semua hal yang
terkait dengan kebaikan berupa perbuatan yang menuntun kepada jalan
yang benar dan semua perbuatan yang mengarah kepada kejahatan
merupakan kesalahan. Mereka yang melakukan prinsip itu adalah orang-
orang yang memperoleh keberuntungan yang sempurna.15
Jadi, etika dalam menyampaikan amar ma’ru>f nahi munkar pada
masyarakat, hendaknya memahami persoalan yang diperintahkan dan yang
dilarang secara pasti. Sikap sabar merupakan cara terbaik dalam
menghadapi tantangan umat. Menghadapi mereka harus bersikap lemah
lembut serta mempunyai keberanian untuk menegakkan kebenaran. Sikap
seperti itu tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi setiap mujahid dakwah yang
sudah pasti akan banyak menghadapi berbagai kendala. Seorang nabi atau
pemimpin umat yang shalih di dalam mengembangkan dakwah islam dan
ajarannya tidak terlepas dari hal yang demikian, mereka berkorban harta,
jiwa dan rumah tangga. Sikap ini disebutkan dalam al-Qur‟an dalam surah
al-Nah{l:
حسن ان رةك تي ني ا
ىم ةال
حسنث وجادل
ميعظث ال
مث وال
ك حك ةال
ى سبيل رة دع ال
م ا
علوي ا
مىخدين م ةال
عل عن سبيله ووي ا
١٢٥ةمن ضل
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.”16
Ibn Taimiyah menegaskan perlunya pemahaman, kesabaran, sopan
santun dan lemah lembut yang harus dimiliki oleh setiap orang yang
15
Ibn Taimiyah , Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet, 1 (Jakarta:Gema Insan
Press, 1990), 23. 16
Ibn Taimiyah , Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 25.
11
terlibat dalam urusan beramar ma’ru>f nahi munkar. Sifat berani
menegakkan kebenaran itu harus ada, dalam pengertian teguh pendirian
yang didasari oleh keyakinan dan keimanan yang penuh kepada Allah
Swt. Bagi kaum mu‟tazilah memperjuangkan amar ma‟ruf nahi munkar,
yakni dengan cara mencegah perbuatan dosa, mendorong orang yang
berbuat dosa agar sadar dan memohon ampunan kepada Allah Swt, serta
dihukum jika ternyata bersalah melanggar hukum. Pandangan golongan di
atas berbeda dengan teologi Asya‟riyah yang lebih moderat, bahwa
perintah ma‟ruf dan mencegah yang munkar tidak perlu dengan kekerasan
dan intimidasi. Akan tetapi dilakukan sikap lunak dan bijak adalah lebih
utama. Pemikiran ini juga didasari pada perintah untuk memberikan
peringatan kepda manusia dengan cara yang baik, menyampaikan nasihat
dengan bijak, dan argumentasi yang santun.17
Rasulullah Saw adalah suri teladan. Oleh karena itu, beliaulah
referensi yang mesti diikuti dalam mengaplikasikan amar ma’ru >f nahi
munkar. Cara atau model yang dilakukannya sangat bervariatif, tergantung
pada kondisi dan situasi.
Akan tetapi, akhir-akhir ini di masyarakat terdapat sekelompok
orang yang penegak amar ma‟ruf nahi munkar melakukan perusakan
terhadap tempat-tempat hiburan malam, mengusir orang-orang yang ada di
dalamnya. Pemerintah, dalam hal ini kepolisian, terkesan membiarkan.
Hal ini menyebabkan makna amar ma’ru>f nahi munkar mengandung
konotasi “berjuang dan menentang”, membasmi dan memberantas”.
Konotasinya adalah bentuk negative dari suatu perjuangan. Ini berarti,
17
Ibn Taimiyah , Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 27.
12
tekanan makna penyebutan istilah tersebut lebih berat aspek nahi munkar-
Nya.18
Kemudian mengenai metode dan corak Tafsi>r al-Azhar, dilihat dari
segi metode, Tafsi>r al-Azhar dapat dikategorikan sebagai tafsir tah{li>li,
karena penafsirannya dikakukan berdasarkan urutan mushaf al-Qur‟an.
Sedangkan dari segi corak penafsiran: tafsir ini tergolong Tafsir adabi al-
ijtima>‟i >y’. Pengertian dari corak adabi al-ijtima>‟i >y adalah: tafsir yang
menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan
langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha menanggulangi
penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk-
petunjuk ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut di dalam bahasa
yang mudah dimengerti.19
Sistematika penafsirannya, tafsir al-Azhar mempunyai keunikan
tersendiri dalam urutan atau langkah-langkah penafsiran ayat-ayat al-
Qur'an. Secara keseluruhan tafsir ini terdiri dari 30 juz, sesuai dengan
jumlah juz al-Qur'an itu sendiri. Setiap juz dimulai dengan muqaddimah,
dengan diberi judul misalnya “muqaddimah juzu” 4. Dalam muqaddimah
ini dijelaskan antara lain : tentang pembahasan dari juz sebelumnya dan
bagaimana hubungannya dengan juz yang sedang dibahas. Pada tahap
berikutnya dalam muqaddimah juga dijelaskan tentang garis-garis besar
kandungan tafsi>r yang akan dibahas dalam juz dimaksud. Dengan kata
lain, dalam muqaddimah dapat dikatakan sudah terdapat ringkasan atau
abstrak penafsiran yang akan dibahas, hal seperti ini menurut hemat
penulis memang sangat dibutuhkan bagi pembaca sehingga gambaran
ulasan yang akan ditemukan akan lebih mudah dipahami. Tidak banyak
18
Aida Fathurrohma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an (Ciputat:
Agustus 2018) , 7. 19
M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an (Bandung: Mizan 1997.73
13
penafsir yang membuat muqaddimah seperti yang dilakukan oleh Hamka
dalam tafsi>r al Azharnya.20
Keistimewaan tafsi>r al-Azhar, sebagaimana dimaklumi, bahwa
sosok Hamka merupakan sosok multi dimensi, hampir semua bidang
digelutinya dari masalah agama, pendidikan, politik, hukum, sastra,
dakwah dan sebagainya. Salah satu keistimewaan yang sangat
mengagumkan dalam tafsir al azharnya adalah adanya nilai-nilai sastra
dalam paparan penafsiran yang dilakukannya. Kecenderungan ini
menjadikan tafsi>r tersebut enak dibaca, halus bahasanya serta mudah
dipahami. Pada sisi yang lain tidak terdapat statemen-statemen yang dapat
memicu permusuhan antar suku, ras dalam masyarakat. Lebih jauh juga ia
mampu menjaga kenetralan dalam maz\hab atau aliran yang ada, baik
aliran hukum, aqidah dan sebagainya.21
Buya Hamka memberikan pandangan mengenai amar ma’ru>f nahi
munkar Pada masa kontemporer, Indonesia juga memiliki salah seorang
mufassir terkemuka, yakni Hamka. Dalam tafsirnya ia menyebutkan
bahwa tindakan dakwah menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari
yang munkar yang paling berhasil adalah dengan akhlak. Karena apabila
akhlak seseorang sudah diketahui keburukannya, maka orang tidak akan
percaya lagi. Kegiatan dakwah juga harus berani, sekalipun dengan
berkorban dan menderita.22
Yang ma‟ruf sebagaimana yang dikatakan
oleh buya hamka, ialah perbuatan baik yang dapat diterimah oleh
masyarakat yang baik. Dengan demikian ternyatalah kewajiban yang jadi
ahli dakwah atau umat dakwah membentuk pendapat umum yang sehat,
20
Bukhori A. Somad, “Tafsir al-Qur‟an Dan Dinamika Sosial Politik: Studi
Terhadap Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu Ushuluddin IAIN Raden Intan
Lampung, vol.9, no.2 (Juli-Desember 2013): 91-92. 21
Bukhori A. Somad, “Tafsir al-Qur‟an dan Dinamika Sosial Politik, 94 22
Nauval Muhammad Fikri, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar: Studi Komparatif
Antara Sa‟id Hawa dan Hamka ( Bandung: juli 2019). 27
14
atau public opini. Dan yang munkar adalah segala perbuatan atau gejala-
gejala yang buruk yang ditolak oleh masyarakat. Dengan selalu adanya
dakwah, maka terdapatlah masyarakat yang sehat. Dan itulah tujuan hidup
manusia, sebab manusia itu pada hakikatnya tidak ada yang menyukai
yang munkar dab menolak yang ma‟ruf. Maka apabila amar ma‟ruf nahi
munkar terhenti, itulah alamat bahwa masyarakat tadi mulai ditimpa
penyakit.23
Kemenangan dan kejayaan pergaulan hidup manusia ialah ada
padanya kesadaran akan kebaikan dan ma‟ruf tolakan mutlak atas yang
munkar.
Setengah ahli tafsir termasuk buya hamka mengatakan, bahwasanya
yang dimaksud dengan al-khairi yang berarti kebaikan: yaitu memupuk
kepercayaan dan iman kepada Tuhan, termasuk Tauh{id dan Ma’rifat. Dan
itulah hakikat kesadaran beragama yang menimbulkan tahu membedakan
mana yang baik dengan yang buruk, yang ma‟ruf dengan yang munkar.
Selanjutnya ialah timbul dan tumbuhnya rasa kebaikan dalam jiwa, yang
menyebabkan tahu pula dan berani menegaskan mana yang ma‟rut dan
menentang mana yang munkar. Kalau kesadaran beragama belum tumbuh,
menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma‟ruf dan menentang yang
munkar. Sebab untuk memperbedakan yang ma‟ruf dengan yang munkar
tidak lain dari ajaran Tuhan.24
Oleh karena itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam
mengadakan Da‟wah menyeru kepada yang ma‟ruf dan melarang dari
yang munkar, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan
terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang mengajak kepada yang ma‟ruf
23
Hamka, Tafsir al-Azhar. 869 24
Hamka, Tafsir al-Azhar, 867.
15
dan menjauhi kepada yang munkar, kesadaran diri harus lebih ditanamkan
dalam hati terlebih dahulu.25
Oleh karena itu, jika ada yang memaknai amar ma‟ruf nahi munkar
hanya dengan melakukan pengajian atau merusak tempat-tempat
kemaksiatan, hal ini belum cukup, dan hanya meredukasi makna amar
ma‟ruf nahi munkar.
Dengan pernyataan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
mengambil judul skripsi “Perspektif Hamka Tentang Amar Ma‟ruf Nahi
Munkar (Telaah Tafsir al-Azhar)”, guna mengetahui bagaimana
pelaksanaan atau penerapan amar ma‟ruf nahi munkar di dalam
kehidupan sosial masyarakat. Penelitian ini mengingatkan kembali bahwa
amar ma‟ruf nahi munkar merupakan sebuah kewajiban bagi setiap orang
muslim, yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk kepribadian
yang berakhlak mulia di masyarakat. Dan kemudian dalam penelitian ini
akan memunculkan sudut pandang buya hamka tehadap penafsiran amar
ma‟ruf nahi munkar dan mungkin akan dibandingkan juga dengan para
mufassir lainnya yang membahas terkait amar ma‟ruf nahi munkar, yang
kemudian pendapat-pendapat tersebut dapat dibandingkan untuk
mengambil sebuah kesimpulan tentang perspektif hamka tentang amar
ma‟ruf nahi munkar telaah tafsir al-Azhar yang dapat diterapkan untuk
mencegah dan mengatasi problematika sosial yang sering terjadi di
masyarakat.
B. Identifikasi Masalah
Perumusan masalah merupakan suata upaya untuk mengatakan
secara tersurat tentang suatu masalah yang akan di teliti atau pertayaan-
pertanyaan apa saja yang ingin dicari jawabannya. Titik tolak dan
25
Hamka, Tafsir al-Azhar, 868.
16
pengertian tersebut dan berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis
uraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimana perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar :
telaah tafsir al-Azhar?
2. Etika dalam ber-amar ma‟ruf nahi munkar?
3. Manfaat dan tujuan amar ma‟ruf dalam kehidupan masyarakat sosial ?
4. Bagaimana terjadinya amar ma‟ruf nahi munkar?
5. Apa penyebab terjadinya amar ma‟ruf nahi munkar?
C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Dari sekian banyak skripsi dan tesis yang sudah di tulis oleh para
penulis yang berkaitan dengan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar terdapat
berbagai corak dan pendekatan yang berbeda-beda baik dari segi
pendekatan melalui kitab tafsir melalui studi komparatif maupun secara
tematik begitu juga dengan melalui kitab hadis dan lain sebagainya.
Maka alasan penulis membatasi penulisan ini agar fokus dan tidak
keluar dari tema bahasan. Selain itu, kajian penulis hahya membatasi pada
satu mufassir yaitu Buya Hamka alasan penulis memilih tokoh ini karena
Buya Hamka mufassir terkenal di zaman kontemporer, dan mudah
dipahami dalam masalah agama. Dan Buya Hamka dalam menjelaskan
ayat-ayat yang berkaitan tentang amar ma‟ruf nahi munkar memberikan
pandangan terhadap pelaksanaannya dan penerapannya di tengah-tengan
masyarakat. Yang kemudian kesadaran diri dalam beragama adalah paling
utama untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Dengan demikian
agama akan tetap hidup tidak seolah-olah mati.
Rumusan permasalahan pokok yang akan dijawab dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut: “Bagaimana perspektif Hamka tentang amar
ma‟ruf nahi munkar: Telaah tafsir al-Azhar?”
17
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini tidak lepas dari permasalahan, untuk itu maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif hamka
tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah tafsir al-azhar.
2. Manfaat dari penelitian ini adalah: Secara teoritis, diharapakan dapat
menambah khasanah keilmuwan dakwah khususnya dalam bidang
penyiaran islam terutama dalam bidang ke Islamannya. Secara praktis,
penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru
kepada masyarakat utama tentang ke Islaman,sehingga bisa
diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
3. Dari penelitian ini dapat memberikan penjelasan yang konstruktif
terkait masalah perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar
telaah tafsir al-azhar.
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan penelitian di perpustakaan ditemukan beberapa skripsi
yang berhubungan dengan judul skripsi di atas:
Pertama, deskripsi amar ma‟ruf nahi munkar menurut al-
Qur‟an:(kajian terhadap tafsi<r Fi < Z|ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutb).
Karya Abdul Hadi Bin Mohi (Nim: 109034000106). Ditulis pada tahun
2004. Hasil dari pada pembaca dan penelitian, penulis mendapati rumusan
masalah dalam kajian tersebut adalah penulis serta penafsiran Sayyid Qutb
terhadap dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dan pemikiran beliau di dalam
mengaplikasikan serta merencanakan dakwah amar ma‟ruf nahi munkar ke
atas individual, masyarakat, kelompok, maupun jama‟ah.26
26
Abdul Hadi Bin Mohi, deskripsi amar ma‟ruf nahi munkar menurut al-Qur‟an,
(kajian terhadap tafsi<r Fi< Z|ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutb), UIN Jakarta: Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, 2004, 10.
18
Penelitian ini berfokus pada penafsira Sayyid Qutb terhadap
dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dan pemikiran beliau di dalam
mengaplikasikan serta merencanakan dakwah amar ma‟ruf nahi munkar ke
atas individual, kelompok, maupun jama‟ah, Sedangkan penelitian
sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam
hubungannya dengan dakwah Islam.
Kedua, Skripsi yang disusun oleh Sumarsih (2006), “Semantik Nahi
Munkar Dalam al-Qur‟an”. Pada intinya penulis skripsi ini menjelaskan
bahwa yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana nahi munkar,
dalam al- Qur‟an ditinjau dari segi semantik. Metode penelitian ini
menggunakan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa
perkataan munkar disebut sebanyak 37 kali dalam al-Qur‟an, antara lain
disebut dalam Qs al-Maidah 5:79. Dari membaca ayat itu saja sulit
diketahui apa makna yang sesungguhnya. Ayat itu berbunyi demikian:
ين انيا يفعل
بئس ما ك
يه ل
ر فعل
نك ا يتناوين عن م
انيا ل
﴾ ٧٩﴿ ك
“Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu
mereka perbuat.Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.(Qs. al-
Maidah[6] :79)
Dalam ayat tersebut hanya diterangkan sebab-sebab dari perbuatan
munkar itu, yakni sikap durhaka dan melampui batas. Jika kita baca ayat
sebelumnya, maka yang di maksud dengan mereka yang telah melakukan
perbuatan munkar itu adalah sebagian kaum Yahudi keturunan Dawud dan
Isa ibn Maryam. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan pula bahwa kaum
Yahudi itu tolong menolong dengan orang-orang musyrik yang menentang
kenabian Muhammad Saw. Dalam ayat sebelumnya disebutkan pula
bahwa kaum Yahudi yang disebutkan juga sebagai ahlul-kitab itu telah
“berlebih-lebihan (melampui batas) dengan cara yang tidak benar dalam
19
agama”. Maka Penelitian ini, dahulu menitik beratkan pembahasan pada
aliran. Sedangkan penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada
pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah Islam.al-nafsu”,
menyesatkan sebagian manusia dan mereka itulah orang-orang “tersebut
dari jalan yang lurus”. Jika dihubungkan dengan sikap ma‟ruf, salah satu
ciri perbuatan munkar adalah berlebih-lebihan dan melampui batas,
sebagai lawan dari yang sepantasnya atau wajar. 27
Penelitian ini menitik beratkan pembahasan pada perspektif
semantic dan sama sekali tidak menyentuh pemikiran tokoh. Sedangkan
penelitian saat ini mengambil pemikiran tokoh dan di hubungkan dengan
dakwah.
Ketiga, skripsi yang berjudul “Jihad Politik Dan Implementasinya
Dalam Melaksananakan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar (Studi Pemikiran
Yusuf Qard{awi)” karya Rony Sugiarto di tulis pada tahun (2008). Skirpsi
ini menjelaskan tentang politik dan penerapannya dalam melaksanakan
amār ma‟rūf nahi mungkar dan dikhususkan pada kajian pemikiran Yusuf
Qard{awi.28
Sedangkan penelitian sekarang ini, membahas sudut pandang buya
Hamka terkait dengan amar ma‟ruf nahi munkar dengan penerapannya
dikalangan masyarakat melalui pendekatan tafsir al-Azhar. Penelitian ini
lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan
dakwah Islam.
Keempat, Skripsi yang ditulis oleh: Hetiwinarti, jurusan
Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Tahun (2010). Dengan
27
Sumarsih, “Semantik Nahi Munkar Dalam al-Qur‟an” ciputat: 2006, 9. 28
Rony Sugiarto, “Jihad Politik Dan Implementasinya Dalam Melaksananakan
Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar (Studi Pemikiran Yusuf Qard{awi)” ( UIN Yogyakarta: 7
Mei, 2008), 8.
20
Judul Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghaz\a>li dalam Perspektif
Bimbingan Konseling Islam. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Skripsi
ini mempunyai letak persamaan dalam pembahasan perspektif tentang
amar ma‟ruf nahi munkar menurut buya Hamka, namun disini terdapat
letak perbedaan pada objek skripsi yang peneliti tulis. Hetiwinarti meneliti
tentang konsep amar ma‟ruf nahi munkar al-Ghaz\a>li dalam bimbingan
konseling Islam yang terfokus pada Fungsi, tujuan dan asas bimbingan
konseling Islam, sedangkan penulis meneliti tentang perspektif Hamka
tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah Tafsir al-Azhar yang berhungan
dengan relevansinya dengan dakwah Islam29
Kelima, implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif
Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam tafsir
al-Manar dan tafsir al-Ibriz) disusun oleh Neili Rizekiyah dari jurusan
Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel pada Januari (2017). Di dalam karya ilmiah ini diungkapkan
bahwa peneliti ingin mengkaji tentang implementasi amar ma‟ruf nahi
munkar dengan merujuk kepada dua pandangan mufassir, yaitu
Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa, yakni dengan mengkaji tafsir al-
Manar dan al-Ibriz. Perbedaan karya ilmiah ini dengan penelitian yang
akan dilakukan peneliti ialah pada kajian penelitiannya, yakni
implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial, menurut
kajian surat A<li Imran. Dan pada penelitian yang akan dilakukan, peneliti
29
Hetiwinarti, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghazali dalam
perspektif Bimbingan Konseling Islam” ( Semarang: Oktober, 2010 ), 11.
21
tidak menggunakan metode perbandingan dua tafsir, seperti karya ilmiah
tersebut.30
Penelitian ini, fokus kepada implementasi amar ma‟ruf nahi munkar
dalam kehidupan sosial, menurut kajian surat A<li Imran. Dan pada
penelitian yang akan dilakukan, peneliti tidak menggunakan metode
perbandingan dua tafsir, seperti karya ilmiah tersebut. Sedangkan
penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam
hubungannya dengan dakwah Islam.
Keenam, skripsi yang berjudul “Penafsiran Kata Ma‟ruf dan
Munkar menurut Sayyid Quthb dalam Tafsi>r Fi > Z|ila>l al-Qur‟an“ (Skripsi
Jurusan Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN SUNAN KALIJAGA), (2017), karya Romi Hasbi Arrazi hanya
membahas tentang makna dari ma‟rūf dan munkar saja. Skripsi ini
menjelaskan tentang makna amār ma‟rūf nahi munkar menurut penafsiran
Sayyid Quṭb. Berbeda dengan tema yang penulis teliti, dalam skripsi
penulis membahas tentang pelaksanaan dan penegakan amār ma`rūf nahi
munkar menurut buya Hamka dan mendeskripsikan-Nya secara historis
faktor yang melatar belakangi penafsiran buya Hamka terhadap amar
ma`ruf nahi munkar.31
Ketujuh, Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam
Kehidupan Sosial oleh netti hidayati (1431030088) Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung (2018). Amar ma‟ruf nahi munkar
merupakan hal yang penting dalam ajaran agama Islam, untuk membentuk
tatanan sosial masyarakat yang berakhlak mulia Dalam kehidupan sosial
30
Neili Rezekiyah, “implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif
Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam tafsir al-Manar dan
tafsir al-Ibriz” ( Surabaya: Januari, 2017), 10. 31
Romi Hasbi Arrazi, Penafsiran Kata Ma‟ruf Dan Munkar Menurut Sayyid
Quthb Dalam Tafsir Fi > Z\ila>l al-Qur‟an, (Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN SUNAN KALIJAGA), 2017, 6.
22
pada masyarakat modern saat ini, banyak penyimpangan isu- isu agama
sebagai dasar melakukan kemunkaran. Hal seperti ini membutuhkan peran
amar ma‟ruf nahi munkar untuk menghadapinya. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara maupun etika dalam
mengimplementasikan amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial,
serta bagaimana amar ma‟ruf nahi munkar ini dapat berkontribusi dalam
mengatasi problematika sosial di masyarakat.32
Berdasarkan penelitian ini dapat ditemukan hasil rumusan masalah
sebagai berikut: pertama, implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dalam
kehidupan sosial berdasarkan kajian ayat-ayat tentang amar ma‟ruf nahi
munkar pada surat A<li „Imran ialah dengan membentuk sebuah
kelompok umat yang bertugas mengajak kepada yang ma’ruf dan
mencegah kemunkaran. tugas inilah yang kemudian tegasnya disebut
dengan dakwah. Dakwah tersebut dapat dilakukan oleh semua kalangan
umat Islam terhadap saudaranya,baik yang seiman ataupun tidak, karena
dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tidak dibatasi hanya untuk
sesama muslim saja. Namun kadarnya disesuaikan dengan tingkat
kemampuan ilmu pengetahuan agama yang dimiliki orang tersebut.
kedua, kontribusi amar ma’ruf nahi munkar dalam mengatasi masalah
sosial dimasyarakat, yaitu dengan mengimplementasikan amar ma’ruf
nahi munkar dengan cara dan etika yang benar, yang sesuai dengan apa
yang diperintahkan di dalam al-Qur‟an dan Sunnah. Kontribusi tersebut
tidak hanya melakukan dakwah atau menasehati saja,tetapi juga
bersentuhan langsung dengan masyarakat yang membutuhkan
bantuan,untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dapat memicu
terjadinya pelaku kemungkaran.
32
Netty Hidayati, “Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Kehidupan
Sosial” ( Lampung: Juni, 2018), 11.
23
F. Metode Penelitian
Jenis, Dan pendekatan Spesipikasi penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni
prosedur yang menghasilkan penelitian yang menghasilkan data yang
diskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau dari lisan orang yang di
amati.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan
(library search). Kepustakaan yang dimaksud adalah menggunakan
buku-buku, skripsi, tesis, dan jurnal dan lain-lain. Spesipikasi penelitian
ini adalah Amar Ma‟ruf Nahi Munkar.
1. Data Dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penulisan ini adalah bagaimana
perspektif buya hamka tentang Amar Ma‟ruf Nahi Munkar : Telaah
Terhadap Tafsir Al-Azhar.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
sumber primer dan sumber sekunder.
1. Sumber Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah
tafsir al- Azhar. Sumber primer ini di kembangkan melalui terjemahan
dan tafsir- tafsir lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang
penulis bahas.
2. Sumber Sekunder Sumber sekunder yang dijadikan data pelengkap
dan pendukung data primer , yang diambil dari buku-buku yang ada
relevansinya dengan tema penelitian ini. Adapun buku penunjang tafsir al-
Azhar, tafsir al-Maragi karangan Imam Ah{mad al-Maragi, tafsir al-Misbah
karangan M, Qurais shihab, dan lain sebagainya.
2. Teknik Pengumpulan Data
24
Teknik dokumentasi dalam mengumpulkan data, maka peneliti
menggunakan library research yang dalam hal ini meneliti sejumlah
kepustakaan yang revelan dengan tema skripsi ini. Kepustakaan yang
dimaksud yaitu berupa buku-buku atau kitab tafsir dan lain-lain.
3. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori dan satuan kategori dan
dianalisis secara kualitatif. Adapun metode yang digunakan adalah
Metode analisis maud}u>’i ( tematik ) yaitu studi tentang tafsir yang
dijelaskan secara tema, yang dimaksudkan untuk menguraikan tentang
makna. Beberapa permasalahan yang dikemukakan, pada rumusan
masalah akan dipecahkan menggunakan analisis dari teori Tafsir maud}u>’i
yaitu suatu prosedur yang di dasarkan atas hubungan sistematis antara satu
ayat dihubungkan dengan ayat lain, ekspresi dan pemahaman.
Menurut Janice Mc Drury, seperti dikutip oleh Lexy J. Moleong,
M.A., tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan masalah yang akan di bahas (topik)
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
3. Memahami kolerasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-
masing.
4. Menyusun pembahsan dalam kerangka yang sempurna (outline)
5. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama,
atau mengkompromikan antara yang „am (umum) dan yang khas }
(khusus), mutlaq dan muqoyyad atau yang pada lahirnya
25
bertentangan sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa
perbedaan atau pemaksaan.33
6. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan
gagasan yang ada dalam data.
7. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema
yang berasal dari data.
8. Menuliskan model yang ditemukan.
9. Koding yang telah dilakukan.
Penulis menggunakan metode tematik karena penulis
mengumpulkan ayat-ayat terlebih dahulu, kemudian penulis
membandingkannya melalui metode muqorran, penulis ingin mencoba
memaparkan bagaimana amar ma‟ruf nahi munkar menurut penafsiran
Hamka dalam penafsiran tafsir al-Azhar yang kemudian dikomparasikan
dengan tafsir lainnya.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab masing-masing memiliki
sub bab dan disusun dengan sistematika sebagai berikut
BAB I dimulai dengan pendahuluan, dalam bab ini tujuannya untuk
menggambarkan secara umum atau sebagai landasan dari skripsi ini,
adapun dari sub dari bab ini adalah membahas mengenai latar belakang
masalah yang dimaksud untuk mempertegas masalah yang akan diteliti
agar lebih fokus, tujuan dan manfaat penelitian untuk menjelaskan
pentingnya penelitian ini, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
33
„Abdu al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟I, Terj, Rohison Anwar
(Bandung: Pustaka Setia, 2002), 51-52.
26
BAB II kemudian membahas buya Hamka dan Tafsirnya. Yang meliputi
riwayat hidup, karir, karya-karya, stori, sumber tafsir, metode penafsiran
dan corak penafsirannya.
BAB III membahas tentang amar ma‟ruf nahi munkar, yang meliputi
pengertian universal menurut bahasa dan istilah, amar ma‟ruf nahi munkar
dalam kehidupan manusia, hukum dan syarat amar ma‟ruf nahi munkar,
urgensi amar ma‟ruf nahi munkar, kedudukan amar ma‟ruf nahi munkar
dalam Islam, etika beramar ma‟ruf nahi munkar, dan dampak
meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar.
BAB IV membahas tentang analisis amar ma‟ruf nahi munkar perspektif
Buya Hamka, tanggung jawab sosial, kolerasi antara pendirian s}alat
dengan amar ma‟ruf nahi munkar, keimanan dalam beramar ma‟ruf nahi
munkar, urgensi amar ma‟ruf nahi munkar. Di tambah dengan analisa
tentang amar ma‟ruf nahi munkar terhadap penafsiran buya Hamka .
BAB V merupakan bab terakhir atau penutup dari penelitian skripsi ini,
yang berisi kesimpulan dengan tujuan untuk memberikan jawaban dari
hasil penelitian. Kemudian saran-saran dari peneliti untuk peneliti
selanjutnya.
27
BAB II
BIOGRAFI BUYA HAMKA DAN PROFIL TAFSIR AL- AZHAR
A. Biografi Buya Hamka dan Profil Tafsir
1. Lahir, Wafat dan Keluarga Buya Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan
sebutan buya Hamka, lahir di Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat
pada hari Ahad, tanggal 17 Februari 1908 M./13 Muharam 1326 H dari
kalangan keluarga yang taat agama. Ayahnya adalah Haji Abdul Karim
Amrullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh Muhammad Amarullah
bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama
yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum
muda dan penganjur Muhammadiyah di Minangkabau, sedangkan ibunya
bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari
geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia berasal dari keturunan yang taat
beragama dan memiliki hubungan dengan generasi pembaharu Islam di
Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia lahir dalam
struktur masyarakat Minangkabau yang menganut system matrilineal.
Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung,
sebagaimana suku ibunya. Nama Buya Hamka melekat stelah ia,untuk
pertama kalinya naik haji ke Mekah pada tahn 1927. HAMKA (akronim
pertama bagi orang indonesia)., yaitu potongan dari nama lengkap, Haji
Abdul Malik Karim Amrullah.1
Buya Hamka wafat pada hari Jum‟at pada tanggal 24 juli 1981
setelah menyelesaikan 84 judul buku meliputi bidang agama, filsafat, dan
sastra13 yang ia tulis dalam jangka 57 tahun . Tidak lama sebelum wafat,
1 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka
tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 15-18.
28
ia mengundurkan diri dari jabatan ketua umum MUI, sehubungan dengan
kontroversi fatwa keharaman keikutsertaan umat Islam dalam perayaan
Natal. Namun pemerintah (dalam hal ini Menteri Agama RI) keberatan
dengan fatwa tersebut dan memerintahkan MUI untuk mencabutnya.
Meskipun pada akhirnya fatwa tersebut dicabut, namun perlu dicatat
ungkap Hamka “Fatwa boleh dicabut, tetapi kebenaran tak bisa
diingkari.1
Catatan dan kepribadian yang tak bisa dibantah dari sosok Hamka
adalah kegigihan dan keuletannya, begitu juga sebagaimana Gus Dur
menulis “bahwa pada dasarnya Buya Hamka adalah seorang optimistis,
dan dengan modal itulah ia mampu untuk terus-menerus menghargai
orang lain secara tulus, karena ia percaya bahwa pada dasarnya manusia
itu baik2
Kelahiran Hamka sangat diharapkan ayahnya, kelak anak kecil ini
akan dihantar belajar ke Mekkah untuk menjadi penerus perjuangan beliau
sebagai ulama suatu hari nanti. Pada tahun 1924 Hamka berangkat ke
tanah Jawa yaitu Togyakarta. Di kota ini Buya Hamka bertemu Ki Bagus
Hadikusno, HOS Cokroaminoto, Syamsul Rijal dan H. Fachruddin.
Menurut Hamka manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan
berbuat. Pilihan untuk menjadi kafir atau menjadi mukmin berdasarkan
pilihan bebas manusia sendiri bukan ditentukan Allah swt. kebebasan
berbuat dan berkehendak dimungkinkan dipunyai oleh manusia, karena
manusia diberi akal oleh Allah swt. dengan akal manusia berikhtiyar
menentukan baik atau buruk, dan penentuan mafsadah maupun maslahah3
1 Husnul Hidayat, “ Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya
Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1 (Januari-Juni 2018): 5. 2 Husnul Hidayat, “ Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya
Hamka”, 6. 3 M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam dari Khawarij ke Buya
Hamka Hingga Hasan Hanafi, (Prenada Media Group: 2014), 108.
29
Semasa kecil ia lebih dekat dengan Midung (nenek) dan engkunya
(kakek) di Desa kelahirannya. Oleh karena profesi Ayahnya sebagai
seorang ulama yang banyak diperlukan masyarakat pada waktu itu,
sehingga hidupnya selalu berada di luar desa kelahirannya seperti ke kota
Padang bahkan sampai ke tanah Jawa dan sebagainya, karena dikenal suka
berkelana tersebut Ayahnya memberi gelar kepadanya “si bujang jauh”.4
Menurut penuturan Hamka sendiri, ia merasa lebih sayang kepada
kakek dan neneknya daripada terhadap ayah dan ibunya. Terhadap
ayahnya Hamka merasa lebih takut daripada sayang. Ayahnya
dirasakannya sebagai orang yang kurang mau mengerti jiwa dan kebiasaan
anak-anak, terlalu kaku bahkan secara diametral dinilainya bertentangan
dengan kecenderungan masa kanak-kanak yang cenderung ingin “bebas”
mengekspresikan diri atau “nakal” sebab kenakalan anak-anak betapapun
nakalnya, asal masih dalam batas-batas kewajaran adalah masih lumrah,
bahkan orang tua justru merasa “beruntung” kalau memiliki anak yang
nakal. Jika orang tua tepat dalam membimbing anak yang nakal itu, maka
kalau si anak nanti besar, dia akan menjadi manusia yang berani dan tidak
kenal putus asa. Hal ini tidak berarti bahwa Hamka membenci orang
tuanya bahkan ia sangat berbakti kepada keduanya. Sang ayahpun akan
paham bahwa ia juga pernah maengalami hal tersebut, yakni ketika terjadi
pertentangan paham dan pendirian antara ayah (Syekh Muhammad
Amrullah) dengan anak dalam persoalan adat dan aliran ketarekatan
(Naqsyabandiah).5
Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca al-
Qur‟an langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun tepatnya pada tahun
1914, ia dibawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia 7 tahun, ia
4Musyarif, “ Suatu Analisis Sosial Terhadap Kita al-Azhar”. IAIN Pare-Pare,
Vol.1, no.2 (Juli, 2019): 2. 5 Musyarif, “ Suatu Analisis Sosial Terhadap Kita al-Azhar”, 3.
30
kemudian dimasukkan ke sekolah desa yang hanya dienyamnya selama 3
tahun, karena kenakalannya ia dikeluarkan dari sekolah. Pengetahuan
agama, banyak ia peroleh dengan belajar sendiri (autodidak). Tidak hanya
ilmu agama, Hamka juga seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik
Islam maupun Barat.6
Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan dan
mengembangkan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Ditempat itulah
Hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab.
Sumatera Thawalib adalah sebuah sekolah dan perguruan tinggi yang
mengusahakan dan memajukan macam-macam pengetahuan berkaitan
dengan Islam yang membawa kebaikan dan kemajuan di dunia dan
akhirat. Awalnya Sumatera Thawalib adalah sebuah organisasi atau
perkumpulan murid-murid atau pelajar mengaji di Surau Jembatan Besi
Padang Panjang dan surau Parabek Bukit tinggi, Sumatera Barat. Namun
dalam perkembangannya, Sumatera Thawalib langsung bergerak dalam
bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perguruan yang
mengubah pengajian surau menjadi sekolah berkelas7
2. Pendidikan dan Karir Buya Hamka
Sudah terang bahwa di zaman buya Hamka belum ada sekolah yang
tersusun baik. Meskipun di Bukit tinggi sudah berdiri “ Sekolah Raja”,
namun sekolah demikian hanya disediakan oleh Belanda buat anak-anak
bangsawan, anak-anak laras, Jaksa-jaksa dan anak raja-raja dari daerah
lain dan gunannya ialah buat menumbuhkan golongan tengah untuk
memudahkan perjalanan kekuasaan dan pemerintahan Belanda
6 Hamka, Kenang-kenangan Hidup (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 46.
7 Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (Yogyakarta: e-Nusantara,
2009), 53.
31
dikemudian hari. Apakah lagi kaum agama pada masa itu masih
memandang bahwa sekolah-sekolah yang didirikan Belanda itu adalah “
Sekolah orang non muslim”. Tentu saja tidak pernah terlintas dalam
pikiran ayahnya hendak memasukkan puteranya yang diharapkannya akan
menjadi Ulama itu kedalam sekolah itu ke dalam sekolah demikian. Dari
mulai anak itu dewasa, yang teringat oleh ayahnya ialah memasukkannya
ke dalam pengajian di antaranya kepariaman, dibawa mamaknya ke
Tarusan dan akhirnya disuruh ke Mekkah.8
Hamka mengawali bangku pendidikannya dengan membaca al-
Qur‟an bertepat dirumahnya ketika mereka sekeluarga telah pindah dari
Maninjau ke Padang, pada tahun 1914. Sewaktu berusia 7 tahun ia
dimasukkan Ayahnya ke sekolah desa. Pagi Hamka pergi ke sekolah desa
dan malam harinya belajar mengaji dengan ayahnya sendiri hingga
khatam. Dua tahun kemudian, sambil tetap belajar setiap pagi di Sekolah
Desa, ia juga belajar di Diniyah School setiap sore. Namun sejak
dimasukkan ke T {awalib oleh ayahnya pada tahun 1918, ia tidak dapat lagi
mengikuti pelajaran di Sekolah Desa. Ia berhenti setelah tamat kelas dua.
Setelah itu, ia belajar di Diniyah School setiap pagi, sementara sorenya
belajar di T{awalib dan malamnya kembali ke surau9
Dan cara hafalannya sangat memusingkan kepala, sehingga Hamka
selalu mengasingkan diri diperpustakaan milik Zainuddin Labay
Elyusunusi dan Bagindo Sindaro. Ia menjadi lebih asyik dalam ruangan
perpustakaan belajar secara formalitas pada perguruan tinggi. Akan tetapi
berkat kegigihan beliau menela‟ah buku dalam segala aspek telah
mengantarkannya menjadi pribadi yang multidimensional.Pemikiran dan
8 Hamka, Ayahku ( Jakarta: Penerbit Ummida, 1982), 245.
9 Hamka, Kenangan-kenangan 70 Tahun Buya Hamka (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983), 260.
32
perjuangan Hamka menurut Burhanuddin sangat dipengauhi oleh
Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Abduh10
Secara formal, pendidikan Hamka tidaklah tinggi, hanya sampai
kelas tiga di seekolah Desa, lalu sekolah yang ia jalani di Padang Panjang
dan Parabek juga tidak lama, hanya selama tiga tahun. Walaupun duduk
dikelas VII, akan tetapi iatidak mempunyai ijazah. Dari sekolah yang
pernah diikutinya tak satupun sekolah yang dapat diselesaikannya.11
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa hamka sampai akhir
hayatnya tidaklah pernah tamat sekolah, oleh sebab itulah ia tidak pernah
mendapat diploma atau ijazah dari sekolah yang diikutinya. Kegagalan
Hamka di sekolah, ternyata tidaklaah menghalanginya untuk maju, beliau
berusaha menyerap ilmu pengatahuan sebanyak mungkin, baik melalui
kursus-kursus ataupun dengan belajar sendiri. Karena bakat dan
otodidaknya ia dapat mencapai dalam berbagai bidang dunia secara lebih
luas, baik pemikiran Klasik, Arab, Politik, maupun Barat. Lewat bahasa
pula Hamka bisa menulis dalam bentuk apa saja, seperti puisi, cerpen,
novel, tasawuf, dan artikel-artikel tentang dakwah. Bakat tulis menulis
tampaknya memang sudah dibawanya sejak kecil, yang diwarisi dari
ayahnya.12
Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki
Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan
Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana
Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James,
Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre
10
Firdaus A.N. Syeh Muhammad Abdullah dan Perjuangannya dalam Risalah
Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 51-57. 11
Firdaus A.N. Syeh Muhammad Abdullah dan Perjuangannya dalam Risalah
Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 58. 12
Ensiklopedi Islam (Jakarta: Cv, Anda Utama, 2002), 344.
33
Loti. Hamka juga banyak menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya lain
seperti novel dan cerpen. Pada tahun 1928, Hamka menulis buku
romannya yang pertama dalam bahasa Minang dengan judul Si Sabariah.
Kemudian, ia juga menulis buku-buku lain, baik yang berbentuk roman,
sejarah, biografi dan otobiografi, sosial kemasyarakatan, pemikiran dan
pendidikan, teologi, tasawuf, tafsir, dan fiqih. Karya ilmiah terbesarnya
adalah Tafsir al-Azhar. Di antara novel-novelnya seperti Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke
Deli juga menjadi perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di
Malaysia dan Singapura. Beberapa penghargaan dan anugerah juga ia
terima, baik peringkat nasional maupun internasional.13
Ketika berusia 15 tahun, setelah mengalami suatu peristiwa yang
mengguncangkan jiwanya, yakni perceraian orang tuanya, Hamka telah
berniat pergi ke pulau Jawa setelah mengetahui bahwa Islam di Jawa lebih
maju daripada Minangkabau terutama dalam hal pergerakan dan
organisasi.
Demikian Jalan menuju kecemerlangan di dalam hidupnya semakin
hari semakin diakui ke ulamaannya. Ketika kongres Muhammaddiyah ke
19 di Bukit Tinggi pada tahun 1930, Hamka tampil sebagai pemasaran
dengan judul “Agama Islam dan Adat Minangkabau.
”BerlangsungnyaMuhammadiyah ke-20 Yogyakarta tahun 1931.Hamka
muncul sekaligus menjadi penceramah dengan judul “Muhammadiyah di
Sumatera” dalam suasana mukhtamar kali ini Hamka tampil dengan
prima. Ia mampu membuat hadirin mendengar pidatonya menangis
terisak-isak. Itulah sebabnya pengurus besar Muhammadiyah Yogyakarta
mengangkatnya menjadi muballigin Muhammadiyah di Makassar. Setelah
13
Irfan Safrudin, Ulama-ulama Perintis: Biografi Pemikiran dan Keteladanan (
Bandung: Majelis Ulama Indonesia, 2008), 290.
34
kembali dari Makassar, Hamka mendirikan Kuliatul Muballigin di padang
Panjang. Kemudian tanggal 22 Januari 1936 beliau berangkat ke Medan,
tempat yang ia cita-citakan sejak lama, yaitu menjadi pengarang. Majalah
pedoman Masyarakat, yang telah berhasil di terbitkannya.14
Hamka merupakan koresponden di banyak majalah dan seorang
yang amat produktif dalam berkarya. Hal ini sesuai dengan penilaian
Andries Teew, seorang guru besar Universitas Leiden dalam bukunya
yang berjudul Modern Indonesian Literature I. Menurutnya, sebagai
pengarang, Hamka adalah penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu
tulisan yang bernafaskan Islam berbentuk sastra. Untuk menghargai jasa-
jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu,
maka pada permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi University al-Azhar
Kairo memberikan gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa)
kepada Hamka. Sejak itu ia menyandang titel ”Dr” di pangkal namanya.
Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar kehormatan
tersebut dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada bidang kesusastraan,
serta gelar Professor dari universitas Prof. Dr. Moestopo. Kesemuanya ini
diperoleh berkat ketekunannya yang tanpa mengenal putus asa untuk
senantiasa memperdalam ilmu pengetahuan.15
Secara kronologis, karir Hamka yang tersirat dalam perjalanan
hidupnya adalah sebagai berikut:
1. Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru Agama di
Perkebunan Medan dan guru Agama di Padang Panjang.
2. Pendiri sekolah Tabligj school, yang kemudian diganti namanya
menjadi Kulliyatul Muballigin (1934-1935). Tujuan lembaga ini
adalah menyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah
14
Hamka ,Islam dan Adat MInagkabau (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), 2008. 15
Irfan Safrudin, Ulama-ulama Perintis: Biografi Pemikiran dan Keteladanan (
Bandung: Majelis Ulama Indonesia, 2008), 18.
35
dan menjadi khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah tinggakt
Tsanawiyah, serta membentuk kader-kader pemimpin Muhammadiyah
dan pimpinan masyarakat pada umumnya.
3. Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia (1947), Konstituante
melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan
Raya Umum (1955).
4. Koresponden pelbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan),
Seruan Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara
Muhammadiyah (Yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka
(Jakarta).
5. Pembicara konggres Muhammadiyah ke 19 di Bukittinggi (1930) dan
konggres Muhammadiyah ke 20 (1931).
6. Anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah di Sumatera Tengah
(1934).
7. Pendiri Majalah al-Mahdi (Makassar, 1934).
8. Pimpinan majalah Pedoman Masyarakat (Medan, 1936).
9. Menjabat anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat pada
pemerintahan Jepang (1944).
10. Ketua konsul Muhammadiyah Sumatera Timur (1949).
11. Pendiri majalah Panji Masyarakat (1959), majalah ini dibrendel oleh
pemerintah karna dengan tajam mengkritik konsep demikrasi
terpimpin dan memaparkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang
telah dilakukan Soekarno. Majalah ini diterbitkan kembali pada
pemerintahan Soeharto.
12. Memenuhi undangan pemerintahan Amerika (1952), anggota komisi
kebudayaan di Muangthai (1953), menghadiri peringatan mangkatnya
Budha ke-2500 di Burma (1954), di lantik sebagai pengajar di
Universitas Islam Jakarta pada tahun 1957 hingga tahun 1958, di lantik
36
menjadi Rektor perguruan tinggi Islam dan Profesor Universitas
Mustapa, Jakarta. menghadiri konferensi Islam di Lahore (1958),
menghadiri konferensi negara-negara Islam di Rabat (1968),
Muktamar Masjid di Makkah (1976), seminar tentang Islam dan
Peradapan di Kuala Lumpur, menghadiri peringatan 100 tahun
Muhammad Iqbal di Lahore, dan Konferensi ulama di Kairo (1977),
Badan pertimbangan kebudayaan kementerian PP dan K, Guru besar
perguruan tinggi Islam di Universitas Islam di Makassar.
13. Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim, Penasehat
Kementerian Agama, Ketua Dewan Kurator PTIQ.
14. Imam Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta, yang kemudian
namanya diganti oleh Rektor Universitas al-Azhar Mesir, Syaikh
Mahmud Syaltut menjadi Masjid Agung al-Azhar. Dalam
perkembangannya, al-Azhar adalah pelopor sistem pendidikan Islam
modern yang punya cabang di berbagai kota dan daerah, serta menjadi
inspirasi bagi sekolah-sekolah modern berbasis Islam. Lewat
mimbarnya di al-Azhar, Hamka melancarkan kritik-kritiknya terhadap
demokrasi terpimpin yang sedang digalakkan oleh Soekarno Pasca
Dekrit Presiden tahun 1959. Karena dianggap berbahaya, Hamka pun
dipenjarakan Soekarno pada tahun 1964. Ia baru dibebaskan setelah
Soekarno runtuh dan orde baru lahir, tahun 1967. Tapi selama
dipenjara itu, Hamka berhasil menyelesaikan sebuah karya
monumental, Tafsir al-Azhar 30 juz.
15. Ketua MUI (1975-1981), Buya Hamka, dipilih secara aklamasi dan
tidak ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai ketua
umum dewan pimpinan MUI. Ia dipilih dalam suatu musyawarah, baik
oleh ulama maupun pejabat. Namun di tengah tugasnya, ia mundur
37
dari jabatannya karena berseberangan prinsip dengan pemerintah yang
ada.
Dua bulan setelah Hamka mengundurkan diri sebagai ketua umum
MUI, beliau masuk rumah sakit. Setelah kurang lebih satu minggu dirawat
di Rumah Sakit Pusat Pertamina, tepat pada tanggal 24 Juli 1981 ajal
menjemputnya untu kembali menghadap ke hadirat-Nya dalam usia 73
tahun.Buya Hamka bukan saja sebagai pujangga, wartawan, ulama, dan
budayawan, tapi juga seorang pemikir pendidikan yang pemikirannya
masih relevan dan dapat digunakan pada zaman sekarang, itu semua dapat
dilihat dari karya-karya peninggalan beliau.
3. Karya-Karya Buya Hamka
Haji Abdul Malik Amrullah atau lebih di kenal dengan sebutan
Hamka termasuk penulis yang sangat produktif.Ia telah berhasil menulis
dalam berbagai dimensi, seperti sejarah, filsafat, akhlak, tafsir dan yang
tak kalah pentingnya dalam dunia sastra. Hal ini di kemukakan oleh
Andries Teuw yang di kenal sebagai penganut sejarah Indonesia yang
tajam dan teliti mengakui bahwa Hamka harus di bicarakan secara khusus,
sebagai pengarang Roman Indonesia yang paling banyak tulisannya
mengenai Agama Islam, ia juga pernah menghasilkan beberapa karya yang
bernilai sastra.16
Kecintaan Buya Hamka menulis yang menghasilkan puluhan
bahkan ratusan karya dalam bentuk yang telah beredar di masyarakat
semenjak Orde Baru sampai saat ini. Belum lagi ribuan tulisan Buya
Hamka dalam bentuk buletin atau opini di berbagai majalah, surat kabar
16
Nasir Tamara, Hamka Dimata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), 31.
38
nasional maupun dareah. Ceramah Buya Hamka di RRI dan TVRI juga tak
terhitung jumlah rekamannya.17
Karya-karya Buya Hamka tak hanya meliputi satu bidang kajian
saja. Di buku misalnya: selain banyak menulis tentang ilmu-ilmu
keislaman, Buya Hamka juga menulis tentang ilmu politik, sejarah
budaya, dan sastra. Dianatara beberapa hasil karangan Buya Hamka yang
berjudul:18
1. Tasawuf modern (1983), pada awalnya, karyanya ini merupakan
kumpulan artikel yang dimuat dalam majalah Pedoman Masyarakat
antara tahun 1937-1937. Karena tuntutan masyarakat, kumpulan
artikel tersebut kemudian dibukukan. Dalam karya monumentalnya
ini, ia memaparkan pembahasannya ke dalam XII bab. Buku ini
diawali dengan penjelasan mengenai tasawuf. Kemudian secara
berurutan dipaparkannya pula pendapat para ilmuwan tentang makna
kebahagiaan, bahagia dan agama, bahagia dan utama, kesehatan jiwa
dan badan, harta benda dan bahagia, sifat qonaah, kebahagiaan yang
dirasakan rosulullah, hubungan ridho dengan keindahan alam, tangga
bahagia, celaka, dan munajat kepada Allah. Karyanya yang lain yang
membicarakan tentang tasawuf adalah “Tasawuf; Perkembangan Dan
Pemurniaannya”. Buku ini adalah gabungan dari dua karya yang
pernah ia tulis, yaitu “Perkembangan Tasawuf Dari Abad Ke Abad”
dan “Mengembalikan Tasawuf Pada Pangkalnya”.19
2. Lembaga Budi (1983). Buku ini ditulis pada tahun 1939 yang terdiri
dari XI bab. pembicaraannya meliputi; budi yang mulia, sebab budi
menjadi rusak, penyakit budi, budi orang yang memegang
pemerintahan, budi mulia yang seyogyanya dimiliki oleh seorang raja
17
Irfan Hamka, Ayah (Jakarta: Republika Penerbit, 2013), 243. 18
Irfan Hamka, Ayah, 244. 19
Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Republika Penerbit, 2015),9.
39
(penguasa), budi pengusaha, budi saudagar, budi pekerja, budi
ilmuwan, tinjauan budi, dan percikan pengalaman. secara tersirat, buku
ini juga berisi tentang pemikiran Hamka terhadap pendidikan Islam,
termasuk pendidik.20
3. Falsafah Hidup (1950). Buku ini terdiri atas IX bab. Ia memulai buku
ini dengan pemaparan tentang makna kehidupan. Kemudian pada bab
berikutnya, dijelaskan pula tentang ilmu dan akal dalam berbagai
aspek dan dimensinya. Selanjutnya ia mengetengahkan tentang
undang-undang alam atau sunnatullah. Kemudian tentang adab
kesopanan, baik secara vertikal maupun horizontal. Selanjutnya makna
kesederhanaan dan bagaimana cara hidup sederhana menurut Islam. Ia
juga mengomentari makna berani dan fungsinya bagi kehidupan
manusia, selanjutnya tentang keadilan dan berbagai dimensinya,
makna persahabatan, serta bagaimana mencari dan membina
persahabatan. Buku ini diakhiri dengan membicarakan Islam sebagai
pembentuk hidup. Buku ini pun merupakan salah satu alat yang
Hamka gunakan untuk mengekspresikan pemikirannya tentang
pendidikan Islam.21
4. Lembaga Hidup (1962). Dalam bukunya ini, ia mengembangkan
pemikirannya dalam XII bab. Buku ini berisi tentang berbagai
kewajiban manusia kepada Allah, kewajiban manusia secara sosial,
hak atas harta benda, kewajiban dalam pandangan seorang muslim,
kewajiban dalam keluarga, menuntut ilmu, bertanah air, Islam dan
politik, al-Qur‟an untuk zaman modern, dan tulisan ini ditutup dengan
memaparkan sosok nabi Muhammad. Selain Lembaga Budi dan
20
Hamka, Lebaga Budi (Jakarta: Republika Penerbit,2016),8. 21
Hamka, Filsafah Hidup (Jakarta: Republika Penerbit,2015),10.
40
Falsafah Hidup, buku ini juga berisi tentang pendidikan secara
tersirat.22
5. Pelajaran Agama Islam (1952). Buku ini terbagi dalam IX bab.
Pembahasannya meliputi; manusia dan agama, dari sudut mana
mencari Tuhan, dan rukun iman.23
6. Tafsir al-Azhar Juz 1-30. Tafsir al-Azhar merupakan karyanya yang
paling monumental. Buku ini mulai ditulis pada tahun 1962. Sebagian
besar isi tafsir ini diselesaikan di dalam penjara, yaitu ketika ia
menjadi tahanan antara tahun 1964-1967. Ia memulai penulisan Tafsir
al-Azhar dengan terlebih dahulu menjelaskan tentang i‟jaz al-Qur‟an.
Kemudian secara berturut-turut dijelaskan tentang i‟jaz al-Qu‟ran, isi
mukjizat al-Qu‟ran, haluan tafsir, alasan penamaan tafsir al-Azhar, dan
nikmat Ilahi. Setelah memperkenalkan dasar-dasar untuk memahami
tafsir, ia baru mengupas tafsirnya secara panjang lebar.24
7. Ayahku; Riwayat Hidup Dr. Haji Amarullah dan Perjuangan Kaum
Agama di Sumatera (1958). Buku ini berisi tentang kepribadian dan
sepak terjang ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut
Haji Rosul. Hamka melukiskan perjuangan umat pada umumnya dan
khususnya perjuangan ayahnya, yang oleh Belanda diasingkan ke
Sukabumi dan akhirnya meninggal dunia di Jakarta tanggal 2 Juni
1945.25
8. Hamka renungan tasawuf, buku ini merupakan kumpulan enam
karangan dan ceramah almarhum Buya Hamka dari tahun-tahun yang
berbeda. Karangan pertama berjudul, “akal dan khayal” ditulis oleh
almarhum untuk majalah “Indonesia” April tahun 1952, sebuah
22
Hamka, Lembaga Hidup (Jakarta: Republika Penerbit, 2015),12. 23
,Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: Republika Penerbit, 2018),12. 24
Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), 25
,Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga Imam
Zarkasyi (Bandung: Nuansa, 2007), 62.
41
majalah kebudayaan yang diterbitkan Badan Musyawarah Kebudayaan
Nasiaonal di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Waktu itu perang aktif sebagai anggota Badam
Kebudayaan tersebut bersama para ahli dan para tokoh kebudayan
nasional lain.26
9. Hamka Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf dari masa Nabi
Muhammad Saw. hingga sufi-sufi Besar. Buku ini terdiri dari 12
bagian pembahasan dengan jumlah 323 halaman.27
10. Kenang-kenangan Hidup Jilid I-IV (1979). Buku ini merupakan
autobiografi Hamka.
11. Islam dan Adat Minangkabau (1984). Buku ini merupakan kritikannya
terhadap adat dan mentalitas masyarakatnya yang dianggapnya tak
sesuai dengan perkembangan zaman.
12. Sejarah umat Islam Jilid I-IV (1975). Buku ini merupakan upaya untuk
memaparkan secara rinci sejarah umat Islam, yaitu mulai dari Islam
era awal, kemajuan, dan kemunduran Islam pada abad pertengahan. Ia
pun juga menjelaskan tentang sejarah masuk dan perkembangan Islam
di Indonesia.
13. Studi Islam (1976), membicarakan tentang aspek politik dan
kenegaraan Islam. Pembicaraannya meliputi; syari‟at Islam, studi
Islam, dan perbandingan antara hak-hak azasi manusia deklarasi PBB
dan Islam.
14. Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973). Buku membahas tentang
perempuan sebagai makhluk Allah yang dimuliakan keberadaannya.28
26
Hamka, Renungan Tasawuf (Jakarta: Republika Penerbit, 2016), 1. 27
Hamka, Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf (Jakarta: Republika penerbit,
2016), 10. 28
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran
Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 64.
42
15. Si Sabariyah (1926), buku roman pertamanya yang ia tulis dalam
bahasa Minangkabau. Roman; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
(1979), Di Bawah Lindungan Ka‟bah (1936), Merantau Ke Deli
(1977), Terusir, Keadilan Illahi, Di Dalam Lembah Kehidupan,
Salahnya Sendiri, Tuan Direktur, Angkatan baru, Cahaya Baru,
Cermin Kehidupan.
16. Revolusi pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi
Revolusi, Negara Islam, Sesudah Naskah Renville, Muhammadiyah
Melalui Tiga Zaman, Dari Lembah Cita-Cita, Merdeka, Islam Dan
Demokrasi, Dilamun Ombak Masyarakat, Menunggu Beduk Berbunyi.
17. Di Tepi Sungai Nyl, Di Tepi Sungai Daljah, Mandi Cahaya Di Tanah
Suci, Empat Bulan Di Amerika, Pandangan Hidup Muslim.29
18. Artikel Lepas; Persatuan Islam, Bukti Yang Tepat, Majalah Tentara,
Majalah al-Mahdi, Semangat Islam, Menara, Ortodox Dan
Modernisme, Muhammadiyah Di Minangkabau, Lembaga Fatwa,
Tajdid Dan Mujadid, dan lain-lain.30
19. Antara Fakta Dan Khayal, Bohong Di Dunia, Lembaga Hikmat, dan
lain-lain.31
Keterangan di atas dapat memberikan kesimpulan dimana Buya
Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak, di antaranya yang sudah
dibukukan sebanyak 118 buah. Tulisan-tulisan Buya Hamka banyak
mengkaji berbagai macam keilmuan seperti, politik, sejarah, budaya,
akhlak, tasawuf, ilmu pendidikan dan ilmu Tafsir. Karangan dan serta
pemikiran Buya Hamka banyak dipelajari oleh banyak kalangan terutama
bagi para pelajar, yang buku serta karangan Buya Hamka yang lainnya
29
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran
Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 63. 30
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983), 63. 31
Hamka, Antara Fakta dan Khayal (Jakarta: Republika Penerbit, 2017),13.
43
dapat dijadikan sebagai sumber dari sebuah penelitian. Hal tersebut sangat
berdampak positif, bagi banyak kalangan khusnya dikalangan umat Islam.
Kecintaan Buya Hamka menulis yang menghasilkan puluhan
bahkan ratusan karya dalam bentuk yang telah beredar di masyarakat
semenjak Orde Baru sampai aat ini. Belum lagi ribuan tulisan Buya
Hamka dalam bentuk buletin atau opini di berbagai majalah, surat kabar
nasional maupun dareah. Ceramah Buya Hamka di RRI dan TVRI juga tak
terhitung jumlah rekamannya.
B. PROFIL TAFSIR
1. Motivasi Buya Hamka Dalam Menulis Tafsir
Berbagai corak dan latar belakang dari murid-murid dan anggota
jamaah yang menjadi makmum Hamka ketika imam shalat, turut menjadi
pertimbangan Hamka dalam berfikir dan berkarya sehingga tercipta Tafsfr
al-Azhar. Di antaranya mahasiswa yang tengah tekun dan terdidik dalam
keluarga Islam, ada pula perwira-perwira tinggi yang berpangkat jenderal
dan laksamana dan ada pula anak buah mereka yang masih berpangkat
letnan, kapten, mayor dan para bawahan, para saudagar-saudagar, agen
automobil dengan relasinya yang luas, importir dan eksportir kawakan di
samping saudagar perantara, pelayan dan tukang kebun, pegawai negeri,
beserta isteri-isteri mereka. Semuanya bersatu membentuk masyarakat
yang beriman, dipadukan dalam shalat berjamaah, pada shaf yang teratur,
menghadapkan muka dengan khusyu' kepada Ilahi.32
Saat-saat menyusun tafsir ini, wajah-wajah mereka itulah yang
terbayang, sehingga penafsirannya tidak terlalu tinggi mendalam sehingga
dapat dipahami secara umum, tidak hanya semata-mata bisa dipahami.oleh
32
Yunus Amir Hamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, (Jakarta: Puspita
Sari Indah, 1993), 3-4.
44
sesama ulama saja, akan tetapi juga tidak terlalu rendah, sehingga
menjemukan. Dengan pendekatan seperti ini Tafsir al-Azhar rnudah
dipahami dari berbagai kalangan masyarakat yang tidak bisa berbahasa
Arab sekalipun.33
Tafsir al-Azhar merupakan hasil kumpulan materi tafsir yang
disampaikan oleh Hamka. Pelajaran tafsir yang diselenggarakan setelah
shalat Subuh di Masjid Agung al-Azhar telah terdengar di mana-mana ke
seluruh penjuru di Indonesia. Sejak tahun 1959 ketika itu mesjid ini belum
bernama al-Azhar, pada waktu yang sama Hamka bersama KH Fakih
Usman dan H.M Yusuf Ahmad, menerbitkan majalah Panji Masyarakat.
tidak lama setelah berfungsinya Mesjid al-Azhar suasana politik yang
mulai digambarkan terdahulu mulai muncul. Agistasi pihak PKI dalam
mendeskreminasikan orang-orang yang tidak sejalan dengan
kebijaksanaan mereka bertambah meningkat, Mesjid al-Azharpun tidak
luput dari kondisi tersebut. Mesjid ini dituduh menjadi sarang “Neo
Masyumi” dan “Hamkaisme”.34
Keadaan bertambah memburuk ketika penerbitan No. 22 tahun
1960, Panji Masyarakat memuat artikel Mohammad Hatta, “Demokrasi
Kita” Hamka sadar betul akibat apa yang akan diterima Panji Masyarakat
bila memuat artikel tersebut. Namun hal itu di pandang Hamka sebagai
perjuangan memegang amanah yang dipercayakan oleh Mohammad Hatta
kepundaknya. “Demokrasi Kita “ harus dimuat. Dengan demikian izin
Panji Masyarakat dicabut. Caci maki dan fitnah kaum komunis terhadap
kegiatan Hamka di Mesji al-Azhar bertambah menigkat caci maki dan
fitnah kaum komunis terhadap kegiatan Hamka di Mesjid al-Azhar
bertambah menigkat. Atas bantuan Jenderal Sudirman dan Kolonel
33
Yunus Amir Hamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, 4. 34
M. Yunan yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar: Sebuah Telah Atas
Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam (Jakarta: Panjimas, 1990), 55.
45
Muchlas Rowi, diusahakan penerbitan majalah Gema Islam. Walaupun
secara formal majalah Gema Islam dipimpin Jenderal Sudirman dan
Kolonel Muchlas Rowi tetapi pimpinan aktifnya adalah Hamka. Ceramah
Hamka setelah sholat subuh di mesjid al-Azhar yang mengupas tafsir al-
Azhar secara teratur dalam majalah ini. Dan berjalan sampai Januari
1964.35
Atas dasar usul dari seorang pegawai tata usaha majalah Gema
Islam waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf Ahmad, maka seluruh pelajaran
tafsir yang diselenggarakan setelah shalat Subuh, kemudian dimuat di
dalam majalah Gema Islam. Atas inisiatif ini Hamka kemudian
memberikan nama pelajarannya dengan "Tafsir al-Azhar", mengambil
nama dari masjid yang dipergunakan untuk menyampaikan materi
tafsirnya yaitu Masjid Agung al Azhar, yaitu masjid yang penamaannya
diberikan oleh Syeikh Jami' al-Azhar ketika berkunjung ke Jakarta.
Tanpa diduga sebelumnya, pada hari senin 12 Ramadhan 1383,
bertepatan 27 Januari 1964 sesaat setelah Hamka memberikan pengajian
dihadapan kira-kira 100 orang jamaah di Mesjid al-Azhar, ia ditangkap
oleh penguasa orde lama lalu dijebloskan ke dalam tahanan. Sebagai
tahanan politik, Hamka ditempatkan dibeberapa rumah peristirahatan di
kawasan puncak, yakni bunglow Herlina, Harjuna Bungalow Brimob
Megamendung, dan kamar tahanan polisi cimacan. Di rumah inilah
Hamka mempunayi kesempatan yang cukup untuk menulis Tafsir al-
Azhar. Disebabkan kesehatannya mulai menurun. Hamka kemudian
dipindahkan ke rumah sakit Persahabatan, Rawamangun Jakarta. Selama
perawatan di rumah sakit Hamka meneruskan penulisan tafsir al-Azhar.
Akhirnya setelah kejatuhan orde lama, kemudian orde baru bangkit
di bawah pimpinan Soekarno, lantas kekuatan PKI pun telah tumpas.
35
M. Yunan Yususf, Corak Pemikiran Kalam Dalam tafsir al-Azhar, 56-57.
46
Hamka dibebaskan dari tuduhan. Pada tanggal 21 Januari 1966, Hamka
kembali menemukan kebebasannya setelah mendekam dalam tahanan
selama lebih kurang dua tahun dengan tahanan rumah dua bulan dan
tahanan kota dua bulan. Kesempatan inipun digunakan Hamka untuk
memperbaiki serta menyempurnakan tafsir al-Azhar yang sudah pernah
ditulis dibeberapa rumah tahanan sebelumnya. Penerbitan pertama tafsir
al-Azhar dilakukan oleh penerbit Pimpinan Masa, Pimpinan Haji Mahmud
cetekan Pertama oleh pembimbing masa, merampungkan penerbitan dari
juz pertama sampai keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15
sampai dengan juz 29 oleh pustaka Islam Surabaya. Dan akhirnya juz 5
sampai juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.36
Tafsir al-Azhar karya Syeikh Haji Abdul Malik Karim Amirullah
(Hamka) merupakan salah satu kitab tafsir berbahasa Indonesia, paling
laris dan banyak diminati, baik kalangan awam maupun kalangan
terpelajar di Indonesia. Selain karena bahasanya yang mudah dipahami,
Tafsir al-Azhar sarat dengan makna. Bagi mereka yang pernah
membacanya, pasti akan mengetahui betapa luasnya dan dalamnya ilmu
yang dimiliki oleh penafsir. Hamka tidak hanya mendalami ilmu-ilmu
bantu bagi penafsiran al-Qur'an, tetapi juga menguasai h}azanah ilmu-ilmu
sastra dan juga ilmu pengetahuan modern lainnya. Tingkat keilmuan
Hamka tidak hanya diakui di Indonesia, terbukti telah mendapatkannya
gelar kehormatan di negara lain yaitu dengan gelar kehormatan sebagai
Doktor Honoris Causa di Cairo Mesir dan di Malaysia. Tafsir Hamka yang
merupakan karya yang masih bisa dinikmati hingga masa kini dan
berharap agar menjadi sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan
khususnya masyarakat Indonesia yang mau mempelajari ilmu al-Qur'an
36
M. Yunan Yususf, Corak Pemikiran Kalam Dalam tafsir Al-Azhar, 57.
47
dan kandungannya. Hamka mengharap agar masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang aman, damai dan modern di bawah lindungan Allah swt.
Tafsir ditulis membawa corak pandang hidup penafsir, haluan dan
maz\habnya. Dalam tafsir ini Hamka meurujuk pada maz\hab salaf, yaitu
maz\hab Rasulullah saw. para sahabat dan ulama yang mengikuti jejak
beliau tentang aqidah dan ibadah. Hamka mengikuti yang mendekati
kebenaran dan meninggalkan yang menyimpang. Mengenai pengetahuan
umum Hamka kerap kali meminta bantuan kepada ahlinya.37
Di dalam tafsirnya Hamka tidak menonjolkan salah satu maz\hab
dan maz\hab-maz\hab yang berkembang. Beliau menampilkan berbagai
pendapat para ulama dan fuqaha dengan dalil-dalilnya, kemudian beliau
analisis menurutnya paling kuat hujjahnya. Mengetahui rahasia maka
pertikaian-pertikaian maz\hab tidaklah dibawakan dalam tafsir ini, dan
penulis tidaklah ta'as}ub kepada suatu faham, melainkan mencoba sedaya
upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna dari lafaz \ bahasa Arab
ke dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang berpikir. 38
Di dalam al-Qur‟an berkali-kali disebut soal atom, sedang penulis
tafsir bukanlah seorang ahli atom. Kalau syarat hendak dipenuhi tentu
tafsir ini tidak akan dikerjakan. Akan tetapi pekerjaan penulisan mendasak
untuik membangkit minat angkatan muda Islam di tanah air Indonesia dan
di daerah-daerah yang berbahasa Melayu hendak mengetahui isi al-Qur‟an
di zaman sekarang, padahal mereka tidak memiliki kemampuan berbahasa
Arab. Mayoritas angkatan muda sekarang mencurahkan minat pada
agamanya karena menghadapi rangsangan dan tantangan dari luar dan
dalam . semangat mereka pada agama telah tumbuh tetapi “rumah “ telah
37
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid I (Jakarta: Gema Insasni, 2015), ix . 38
M. Yunan Yususf, Corak Pemikiran Kalam Dalam tafsir al-Azhar, 58.
48
kelihatan, jalan ke sana tidak tahu. Untuk mereka inilah utamanya tafsir
ini disusun.39
Yang kedua golongan peminat Islam yang disebut mubalig atau ahli
dakwah. Dikalangan mereka ada yang banyak dan ada yang sedikit
mengetahui ilmu bahasa Arab, mubalig menghadapi bangsa yang sudah
mulai cerdas dengan habisnya buta huruf. Keterangan-keterangan yang
didasarkan pada agama, padahal tidak masuk akal, sudah berani mereka
membantahnya. Padahal kalau mereka diberi keterangan al-Qur‟an
langsung, akan terlepas dari dahaga jiwa. Maka tafsir ini adalah sebagai
alat penolong bagi mereka untuk menyampaikan dakwah.40
Tafsir-tafsir bahasa Arab yang terkenal sebagai pegangan para
ulama-ulama dikenal juga dalam haluan pengarang. Seperti tafsir al-Ra>zi
dikenal kecenderungan tafsirnya untuk membela maz\habnya, yaitu
maz\hab Syafi‟i. Kalau dibaca tafsir al-Kas-sya>f dari Zamakhsyari, orang
akan mengenal pembelaannya pada maz\hab yang dianutnya yaitu
Mu‟tazilah. Dan kalau dibaca tafsir yang dikarang di akhir abad tiga belas
Hijriyah (abad sembilan belas Miladiyah), yaitu ruhul ma‟ani, karangan
al-alu>si, akan nyatalah pembelaannya pada maz\hab yang dianutnya yaitu
maz\hab Hanafi dan dikritiknya dengan halus atau keras maz\hab yang
ditinggalkannya, yaitu maz\hab Syafi‟i.41
Tafsir al-Azhar merupakan mahakarya Buya Hamka, ditulis oleh
ulama Melayu dengan gaya bahasa khas dan mudah dicerna. Di antara
ratusan judul buku mengenai agama, sastra, filsafat, tasawuf, politik,
sejarah dan kebudayaan yang melegenda hari ini, bisa dibilang tafsir al-
39
al-Qur‟an mengandung segala macam ilmu ; ilmu tauhid, akhlak, tasawuf,
fiqih, sejarah, dan ilmu dengan segala cabangnya. Setiap Vak ilmu itu bermacam-macam.
Lihat. Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid I, 4. 40
Firdaus A.N. Syeh Muhammad Abdullah dan Perjuangannya dalam Risalah
Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 59. 41
Hamka, Tafsir al-Azhar, 4.
49
Azhar adalah karya Hamka paling fenomenal. Disamping sebagai ulama
dan politisi berpengaruh, sejarah juga mencatat Hamka sebagai sastrawan
cerdas.42
2. Sumber Tafsir Buya Hamka
Sumber Penafsiran, dalam hal ini Buya Hamka dalam tafsirnya
menggunakan tafsir bi al-ra‟yu, beliau memberikan penjelasan secara
ilmiah (ra‟yu) apalagi terkait masalah ayat-ayat kauniyah.43
Namun
walaupun demikian beliau juga tetap menggunakan tafsir bi al-Ma‟ŝur44
sebagaimana yang beliau jelaskan sendiri dalam pendahuluan tafsirnya
bahwa al-Qur‟an terbagi kedalam tiga bagian besar (fiqih, Aqidah dan
Kisah) yang menjadi keharusan (bahkan wajib dalam hal fiqih dan akidah)
untuk disoroti oleh sunnah tiap-tiap ayat yang ditafsirkan tersebut. Beliau
juga berpandangan bahwa ayat yang sudah jelas, terang dan nyata maka
merupakan pengecualian ketika sunnah bertentangan dengannya.45
Sumber rujukan tafsir yang digunakan Hamka dapat terbaca dalam
kata pengantarnya, di antaranya: Tafsir al-Thabari karya Ibn Jarir al-
Thabari, Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Razi, Lubab al-Ta’wil Fi> Ma’ani
al-Tanzil, Tafsir al-Nasafi-Madariku al-Tanzil wa Haqa’iqu al-Ta’wil,
karya al-Khazi, Fath al-Qadir, Nailu al-Athar, Irsyad al-Fuhul (Us}ul
Fiqh) karya al-Syaukani, Tafsir al-Baghawi, Ruhul Bayan karya al-Alusi,
Tafsir Al-Manar karya Sayyid Rasyid Rid}a, Tafsir al-Jawa>hir karya
Tanthawi Jauhari, Tafsir Fi > Z|ila>l al-Qur’an karya Sayyid Qutb, Mahasin
al-Ta’wil karya Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Maraghi karya Syaikh
42
Hamka, Dari Lembah Cita-Cita (Jakarta: Gema Insani, 2016), 101. 43
Hamka, Tafsir al-Azhar, 27. 44
Manna‟ Khalil al-Qat ṭt ṭan, Mabāhis fi „Ulumil Qur‟an, Terj. Mudzakir As,
Studi Ilmu Ilmu Alquran (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), 482. 45
Hamka, Tafsir al-Azhar, 26.
50
al-Maraghi, Al-Mushaf al-Mufassar karya Muhammad Farid Wajdi, al-
Furqan karya A Hassan, Tafsir al-Qur’an karya bersama H. Zainuddin
Hamidi dan Fahruddin H.S, Tafsir al-Qur’anul Karim karya Mahmud
Yunus, Tafsir An-Nur karya TM Hasbi as-Shiddiqie, Tafsir al-Qur’anul
H>>>>>{akim karya bersama HM Kassim Bakri, Muhammad Nur Idris dan AM
Majoindo, al-Qur’an dan Terjemahan Depag RI, Tafsir al-Qur’anul
Karim karya Syaikh Abdul Halim Hasan, H. Zainal Arifin Abbas dan
Abdurrahim al-Haitami, Fathurrahman Lithalibi ayati al-Qur’an karya
Hilmi Zadah Faidhullah al-Hasani, Fath al-Bari karya Ibn Hajar al-
„Asqala>ni, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmiz\i, Riyadh al-Shalihin, Syarh
al-Muhazzab karya Syaikh Nawawi, Al-Muwaththa’ karya Imam Malik,
Al-Umm dan al-Risalah karya Imam Syafi‟i, al-Fatawa, al-Islam ‘
Aqidah wa al-Syari’ah karya Syaikh Mahmud Syalthut, Subulussalam fi
Syarh Bulug al-Maram karya Amir Ash-Shan‟ani, al-Tawassul wa al-
Wasilah karya Ibn Taimiyah, Al-Hujjatul Balighah karya Syah Waliyullah
al-Dihlawi, dan lain lain.46
3. Metode dan Karakteristik penafsiran Buya Hamka
Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsir al-Azhar adalah
dengan menggunakan metode Tahli>li,47 yaitu mengkaji ayat-ayat al-
Qur‟an dari segala segi dan maknannya, menafsirkan ayat demi ayat, surat
demi surat, sesuai dengan urutan Mushṣaṣf Uŝmanī, menguraikan kosa
kata dan lafaz \ nya, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju
dan kandungan ayat yakni unsur Balaghah, i‟jaz dan keindahan susunan
kalimat, menisbatkan hukum dari ayat tersebut, serta mengemukakan
46
Hamka, Tafsir Al-Azhar, 331-332. 47
Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran (Yogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2000), 31.
51
kaitan antara yang satu dengan yang lain, merujuk kepada asbabun nuzul,
hadis Rasulullah saw, riwayat dari Sahabat dan Tabi‟in.48
Disamping itu, sebagaimana kesimpulan Howard M. Federspiel
bahwa, tafsir Hamka ini memiliki ciri khas sebagaimana karya tafsir
Indonesia sezamannya yakni dengan penyajian teks ayat al-Qur‟an dengan
maknanya, dan pemaparan dan penjelasan istilah-istilah agama yang
menjadi bagian-bagian tertentu dari teks serta penambahan dengan materi
pendukung lain untuk membantu pembaca lebih memahami maksud dan
kandungan ayat tersebut.25 Dalam tafsirnya ini, Hamka seakan
mendemonstrasikan keluasan pengetahuan yang ia miliki dari berbagai
sudut ilmu agama, ditambah pengetahuan sejarah dan ilmu non agama
yang sarat dengan obyektifitas dan informasi.49
Terlihat jelas, dengan alur penafsiran yang digunakan, Tafsir Al-
Azhar memiliki corak-sebagaimana dalam ilmu tafsir- digolongkan
kedalam corak adab al-ijtima>‟iy (corak sastra kemasyarakatan), yaitu
corak tafsir yang menitik beratkan pada penjelasan ayat-ayat al-Qur‟an
dari segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungannya dalam
suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan aspek petunjuk al-Qur‟an
bagi kehidupan, serta mengaitkan pengertian ayat-ayat dengan hukum
alam (sunnatullah) yang berlaku dalam masyarakat.50
Jika dilihat dari bermacam corak tafsir yang ada dan berkembang
hingga kini, Tafsir al-Azhar dapat dimasukkan kedalam corak tafsir adab
ijtima‟i >y sebagaimana tafsir al-Sya’ra>wi> yaitu menafsirkan ayat-ayat al-
Qur‟an sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat pada waktu
48
Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: Rajawali Pers,
1992), 41. 49
„Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah al-Tafsir al-Mawdhu‟i, (Kairo: Al-
Hadlarah al-„Arabiyah, 1977), 23. 50
„Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah al-Tafsir al-Mawdhu‟i, 24.
52
itu agar petunjuk-petunjuk dari al-Qur‟an mudah dipahami dan diamalkan
oleh semua golongan masyarakat.
Corak tafsir budaya kemasyarakatan merupakan corak tafsir yang
menerangkan petunjuk-petunjuk al-Qur‟an yang berhubung langsung
dengan kehidupan masyarakat. Tafsir dengan corak ini juga berisi
pembahasan-pembahasan yang berusaha untuk mengatasi masalah-
masalah atau penyakit-penyakit masyarakat berdasarkan nasihat dan
petunjuk-petunjuk al-Qur‟an. Dalam upaya mengatasi masalah-masalah
ini, petunjuk-petunjuk al-Qur‟an dipaparkan dalam bahasa yang enak dan
mudah dipahami.51
Corak tafsir budaya kemasyarakatan seperti yang terdapat dalam
kitab tafsir al-Azhar ini sebenarnya telah ada dan dimulai dari masa
Muhammad Abduh (1849-1905). Corak tafsir seperti ini dapat dilihat pada
kitab Tafsir al-Manar, yang ditulis oleh Rasyid Rid{a yang merupakan
murid Muh{ammad Abduh.52
Corak budaya kemasyarakatan ini dapat dilihat dengan jelas dalam
tafsir al-Azhar karya Hamka ini. Tafsir ini pada umumnya mengaitkan
penafsiran al-Qur‟an dengan kehidupan sosial, dalam rangka mengatasi
masalah atau penyakit masyarakat, dan mendorong mereka ke arah
kebaikan dan kemajuan. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ketika
mendapat kesempatan untuk mengupas isu-isu yang ada pada masyarakat,
Hamka akan mempergunakan kesempatan itu untuk menyampaikan
petunjuk-petunjuk al-Qur‟an dalam rangka mengobati masalah dan
penyakit masyarakat yang dirasakan pada masa beliau menulis tafsir
tersebut.53
51
Hamka, Tafsir al-Azhar, 42. 52
M.Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah,
1994), 21. 53
„Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah al-Tafsir al-Mawdhu‟i, 29.
53
Ketika dinyatakan bahwa tafsir al-Azhar memiliki corak budaya
kemasayarakatan, bukan berarti bahwa kitab tafsir ini tidak membahas
tentang hal-hal lain yang biasanya terdapat dalam tafsir-tafsir lain, seperti
fiqih, tasawuf, sains, filsafat dan sebagainya. Dalam tafsir al-Azhar,
Hamka juga mengemukakan bahasan tentang fiqih akan tetapi lebih
kepada menjelaskan makna ayat yang ditafsirkan, dan untuk menunjang
tujuan pokok yang ingin dicapainya, yaitu menyampaikan petunjuk-
petunjuk al-Qur‟an yang berguna bagi kehidupan masyarakat. Ini bisa
dirujuk ketika Hamka menjelaskan makna naz\ar dalam menafsirkan surah
al-Insa>n ayat ketujuh. Dalam corak penafsiran tafsir al-Azhar, Hamka
lebih dipengaruhi oleh tafsir al-Manar karangan Sayyid Rid{a, yang
terkenal dengan corak penafsiran birra‟yi.54
Tafsir al-Azhar memiliki langkah dan karakteristik yang tidak jauh
berbeda dengan beberapa kitab tafsir modern-kontemporer. Metode, corak
serta langkah penafsiran yang Hamka ambil dalam memahami al-Qur‟an
telah memperlihatkan kesungguhannya dalam membumikan al-Qur‟an
dalam kehidupan Islam Indonesia yang lebih nyata dan kontekstual.
Dari keterangan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan,
bahwa dimana Buya Hamka adalah seorang penulis yang sudah banyak
menghasilkan karangan buku. Terutama karangan Buya Hamka yang
paling tersohor adalah ilmu Tafsir yang Buya Hamka menamainya Tafsir
al-Azhar yang sampai saat ini banyak dipelajari oleh penuntut ilmu
khusnya di kalangan umat Islam.
Dari berbagai corak dan latar belakang dari murid-murid dan
anggota jama>‟ah yang menjadi makmum Hamka ketika imam shalat, turut
menjadi pertimbangan Hamka dalam berfikir dan berkarya sehingga
terciptanya Tafsfr al-Azhar. Di antaranya mahasiswa yang tengah tekun
54
Hamka Tafsir al-Azhar, jilid 29, 279-282 .
54
dan terdidik dalam keluarga Islam, ada pula perwira-perwira tinggi yang
berpangkat jenderal dan laksamana dan ada pula anak buah mereka yang
masih berpangkat letnan, kapten, mayor dan para bawahan, para saudagar-
saudagar, agen auto mobil dengan relasinya yang luas, importir dan
eksportir kawakan di samping saudagar perantara, pelayan dan tukang
kebun, pegawai negeri, beserta isteri-isteri mereka. Semuanya bersatu
membentuk masyarakat yang beriman, dipadukan dalam shalat
berjamaah, pada shaf yang teratur, menghadapkan muka dengan khusyu'
kepada Ilahi.
Saat-saat menyusun tafsir al-Azhar tersebut, wajah-wajah mereka
itulah yang terbayang, sehingga penafsirannya tidak terlalu tinggi
mendalam sehingga dapat dipahami secara umum, tidak hanya semata-
mata bisa dipahami.oleh sesama ulama saja, akan tetapi juga tidak terlalu
rendah, sehingga menjemukan. Dengan pendekatan seperti ini Tafsir al-
Azhar rnudah dipahami dari berbagai kalangan masyrakat. Sehingga
mudah untuk diamalkan.
55
BAB III
KAJIAN TEORITIS TENTANG AMAR MA’RU NAHI
MUNKAR
A. Devenisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Universal (Umum),
Basaha dan Istilah.
Di dalam al-Qur‟an, istilah amar ma‟ruf nahi munkar secara utuh
artinya tidak dipisahkan antara amar ma‟ruf nahi munkar berulang
sebanyak Sembilan kali di dalam surah yang berbeda yaitu di dalam surah
Ali-Imran pada ayat 104, 110, 114, surah al-A‟raf pada ayat 157, surah al-
Taubah pada ayat 67, 71, dan 122, surah al- Hajj pada ayat 41, surah
Luqman pada ayat 17.1
Secara universal (umum) pada hakikatnya amar ma‟ruf nahi munkar
merupakan bagian dari upaya menegakkan agama dan kemaslahatan di
tengah-tengah umat. Secara spesifik amar ma‟ruf nahi munkar lebih
dititiktekankan dalam mengatipasi maupun menghilangkan kemunkaran,
dengan tujuan utamanya menjauhkan setiap hal negative di tengah
masyarakat tanpa menimbulkan dampak negative yang lebih besar.2
Menerapkan amar ma‟ruf nahi munkar mudah dalam batas tertentu
tetapi akan sangan sulit apabila sudah terkait dengan konteks
bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu orang yang melakukan amar
ma‟ruf nahi munkar harus mengerti betul terhadap perkara yang akan ia
tindak, mengerti akan ilmu yang disampaikan kepada masyarakat dan
beretika dalam menyampaikannya baik individu maupun kepada orang
banyak, agar tidak salah dan keliru dalam bertindak. Terlebih dalam
1 Aidah Fathaturrahhmah , Amar ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an studi
komparatif dalam penafsiran Sayyid Qutb dan Al- Sya’ra>wi>, 24. 2 Aidah Fathaturrahhmah , Amar ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an
studi komparatif dalam penafsiran Sayyid Qutb dan Al- Sya’ra>wi>, 10.
56
persoalan yang berpotensi menimbulkan problematika social keamanan
yang lebih besar.1
Menurut bahasa amar ma‟ruf adalan amar berarti suruh, perintah
sedangkan ma‟ruf bermakna kebaikan. Sedangkan al-Ma‟ruf, sebagaimana
telah disebutkan di dalam kitab mufradat oleh al-Ragib dan selainnya
adalah nama segala perbuatan yang diketahui dengan akal atau syara‟
tentang kebaikannya. Dan dikatan pula bahwa makna al-Ma‟ruf adalah
nama yang mengumpulkan segala apa yang diketahui berupa ketaatan
kepada Allah Swt dan mendekatkan diri kepadanya serta berbuat baik
kepada manusia.2
Menurut Salman al-Audah ma‟ruf diambil dari kata ma‟rifah yang
menurut bahasa arab maknanya ialah: segala sesuatu yang diketahui oleh
hati,dan jiwa tentram kepadanya. Dan secara syar‟i ma‟ruf maknanya
adalah segala sesuatu yang dicintai oleh Allah Swt. Seperti taat kepadanya
dan berbuat baik kepada hamba-hambanya. Jadi standar untuk
menentukan ma‟ruf dan munkar adalah syara‟ bukan adat.3
Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka)
mengatakan berbuat ma‟ruf diambil dari kata uruf, yang berarti dikenal,
atau yang dapat dimengerti dan dapat difahami serta diterima oleh
masyarakat. Perbutan yang ma‟ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan
difahami oleh manusia serta dipuji, karena begitulah yang dapat
dikerjakan oleh manusia yang berakal. Menyampaikan ajakan kepada
yang ma‟ruf dan menjauhi yang munkar itulah yang dinamai dakwah.
1 Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan
Realisasinya di Dunia Modern ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 90. 2 Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiah (Jakarta: Pustaka Azzam, Mei 2001),
13-14. 3 Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
Oktober 1993), 11.
57
Dengan adanya umat yang berdakwah agama menjadi hidup, tidak
menjadi seolah-olah mati.
Oleh sebab itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam mengadakan
kepada yang ma‟ruf, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan
terlebih dahulu. Suatu dakwah yang ma‟ruf mendahulukan hukum halal
dan hukum haram, sebelum sebelum orang menyadari agama, adalah
perbuatan yang percuma, sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan
talak kepada istri orang lain.4
Menurut al-Zujaj, ma‟ruf adalah apa yang dianjurkan dari
perbuatan. Ibn Manz|ur menambahkan, ma‟ruf ialah semua kebaikan yang
dikenal oleh jiwa dimana yang membuat hati menjadi tentram. Sedangkan
menurut Muhammad asad perbuatan yang ma‟rūf adalah perbuatan yang
berisi kebenaran sesuai dengan apa yang terdapat di dalam syariat
sedangkan munkar yaitu setiap perbuatan yang salah bertentangan dengan
syariat. Dalam masyarakat muslim amar ma'ruf dan nahi mungkar
merupakan hak dan juga kewajiban bagi mereka, ia merupakan salah satu
prinsip dakwah dalam hubungan masyarakat sosial, al-Qur'an dan hadits
nabi telah menjelaskan hal itu dan memerintahkan orang untuk
memberikan nasihat atau kritik bagi pemangku kekuasaan dalam
masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal yang menjadi kemaslahatan
rakyat, atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi maslahat bagi rakyat.
Karena yang menjadi tolak ukur kebaikan dan kemungkaran adalah
syari'at.5
4 Hamka, Tafsir al-azhar, 866.
5 Kusnadi Zulhilmi Zulkarnain, “Makna Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut
Muhammad Asad Dalam Kitab The Message Of The Qur‟an”. Wardah, vol.18,
no.2,(2017): 16-19
58
Menurut istilah, al-ma‟ruf adalah segala perbuatan manusia yang
dapat mendekatkan dirinya kepada tuhan.6 Segala hal yang dianggap baik
oleh syari‟at, diperintahkan untuk melakukannya, syari‟at memujinya serta
memuji orang yang melakukannya. Segala bentuk ketaatan kepada Allah
swt masuk dalam pengertian ini, dan yang paling utama adalah
mentauhidkan Allah swt dan beriman kepadanya.7
Jadi kesimpulan penulis amar ma‟ruf adalah perintah untuk
melakukan kebaikan dengan mengikuti segala yang diperintahkan oleh
Allah swt dengan mengikuti syari‟at Islam.
Sedangkan munkar lawan dari kata ma‟ruf menurut bahasa nahi
munkar ialah “nahi” yang berarti larangan, pantang menurut istilah yaitu
suatu lafaz \ yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan,
sedangkan menurut us}ul fiqih adalah, lafaz \ yang menyuruh kita untuk
meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih
tinggi dari kita. sedangkan munkar menurut bahasa ialah sesuatu yang
diigkari oleh jiwa, tidak disukai dan tidak dikenalnya.8 Menurut istilah
semua isim yang diketahui oleh syariat maupun akal tentang jeleknya.
Munkar adalah segala sesuatu yang apa yang dilarang oleh syari‟at berupa
hal-hal yang merusak dunia akhirat, akal, dan fitrah yang selamat. 9
Ada yang berpendapat, al-Munkar suatu nama yang mencakup
setiap perbuatan yang tidak dikenal sebagai suatu ketidaktaatan dan tidak
mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat maksiat kepadanya.
Kemungkaran mencakup segala yang bertentangan dengan syari'ah, jika
6 Abdul Hadi Bin Mohd, Deskripsi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-
Qur‟an (kajian terhadap tafsir Fi > Z\ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutbh), Ciputat: Jurusan
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. 26 7 Yazid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Waljama‟ah (Depok: Pustaka Khazanah Fawaid, 2017), 18. 8 Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 11.
9 Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.
al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, vol.1,no.2,(2015): 3.
59
pengertian keduanya digabungkan menurut etimologis adalah bermaksud
melarang perbuatan durhaka atau perbuatan melanggar peraturan.10
Sedangkan menurut istilah atau syari‟at, al-munkar adalah segala
yang diingkari, dilarang dan dicela oleh syari‟at dan dicelah pula orang
yang melakukannya. Masuk juga kedalam devenisi munkar yang berarti:
setiap perbuatan yang oleh akal sehat dipandang jelek, atau akal tidak
memandang jelek atau baik, tetapi agama (syara‟) memandangnya jelek11
.
Sedangkan menurut pengertian lain al-Munkar adalah segala perbuatan
yang ditetapkan oleh akal yang benar tentang keburukannya atau segala
perbuatan yang tidak dapat diputuskan oleh akan tentang keburukan atau
kebaikannya sedangkan syari‟at telah menetapkan tentang
keburukannya.12
Jadi kesimpulan penulis tentang nahi munkar adalah larangan
melakukan kemungkaran yang dilarang oleh Allah swt dan syari‟at islam
yang dapat merusak dunia akhirat.
Ukuran menentukan sesuatu itu sebagai al-ma’ruf atau al-Munkar
adalah sebagaimana yang telah dijelskan oleh imam al-Syaukani, beliau
berkata, “Dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu ma’ruf atau munkar
adalah al-Qur‟an dan al-Sunnah.13
Maka peranan menyampaikan al-ma’ruf
atau al-Munkar ini adalah lebih dikhususkan kepada para ulama sebab
amar ma’ruf nahi munkar mencakup pada perintah dengan tiga bagian.
Berdakwah kepada yang baik, menyeruh kepada yang ma’ruf dan
10
Ahmad Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Departemen Urusan
Keislaman,Dakawah,DanPengarahanKerajaanArabSaudi,1310.https://d1.islamhouse.com
/data/id/ih_books/single/id_Amar_Maruf_Nahi_Mungkar.pdf 11
Risnawati, Implementasi Pembelajaran Kemuhammadiyahan Dalam
Meningkatkan Perilaku Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Ponogoro: Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah Keguruan IAIN Ponogoro,( 8 Maret 2020), 35. 12
Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiahm, 13. 13
Yazid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Waljama‟ah, 19.
60
mencegah dari yang munkar, dan sudah diketahui bahwasanya da‟wah
dipersyaratkan padanya ilmu, ilmu tentang kebaikan, ilmu tentang yang
ma‟ruf dan ilmu tentang yang munkar, karena seorang yang tidak faham
akan ilmu tentangnya bisa saja ia mengajak orang kepada kebathilan,
menyeru kepada kemunkaran dan mencegah dari yang ma’ruf.14
Bila penyebutan al-amru bil ma‟ruf dimutlakkan tanpa disertai
penyebutan an-nahyu„anil munkar, maka al-Nahyu „anil munkar masuk di
dalamnya. Karena,meninggalkan berbagai larangan termasuk perbuatan
yang baik, dan melakukan kebaikan tidak akan sempurna, kecuali dengan
meninggalkan kejelekan.
Contoh dalam hal ini firman Allah:
و ةين الناس اح و اصل
و معروف ا
مر ةصدكث ا
ا من ا
يىهم ال ج
ن ن ثيد م
ا خيد في ك
من ل
جرا عظيما فسيف نؤحيه ا ذلك اةخغاء مرضات الله
فعل ١١٤ي
“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka,
kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang)
bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah,
maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. al-nisa> [4]:
114)
Maka, menyuruh kepada kebaikan mengandung larangan terhadap
kemungkaran. Demikian pula halnya, bila al-Nahyu ‘anil munkar
dimutlakkan tanpa disertai penyebutan al-amru bil ma’ru>f , maka al-amru
bil ma’ru>f termasuk di dalamnya.
al-Syāthibi>y mengatakan, hendaklah kaum muslimin berusaha
untuk selalu mempersiapkan kader-kader yang bertugas melaksanakan
dakwah dan membantu mereka dengan segal macam bantuan yang dapat
14
Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiahm, 38-39.
61
diberikan demi suksesnya usaha mereka menegakkan dakwah dan
menyebarkan agama Allah. Sebab apabila kaum muslimin tidak
melaksanakan yang demikian itu maka berdosalah mereka semuanya.15
Jika ingin menyampaikan amar ma‟ruf nahi munkar secara langsung,
secara tegas, langkah pertama yang harus kita jalankan adalah dengan
menjadi teladan. Amal saleh, perilaku mencerminkan ketakwaan dan
pelaku kebajikan adalah wujud dari seruan amar ma‟ruf. Tidak ada yang
paling efektif untuk mempengaruhi pola pikir manusia selain memberi
teladan dengan perbuatan.16
Selain itu, seorang yang menyampaikan amar
ma‟ruf nahi munkar mesti memiliki tiga sifat utama ilmu, lembut dan
sabar.Ilmu dibutuhkan sebelum melakukan amar ma‟ruf nahi munkar,
kelembutan dibutuhkan saat melakukannya dan kesabaran diperlukan
sesudah menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar tersebut. Meskipun ketiga
hal ini mesti ada dalam ketiga fase tersebut hanya saja masing-masing
lebih diutamakan pada kondisi tertentu.17
Hal ini sama seperti yang disebutkan dalam berita yang di nukil dari
salaf, dan sebagian menyandarkan pada Nabi Saw, disebutkan oleh al-
Qadi Abu Ya‟la dalam kitab al-Mu‟tamad: “Tidak boleh menyeru pada
yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar kecuali orang yang memiliki
pemahaman yang mendalam terhadap apa yang ia larang, lembut dalam
memerintah dan lembut dalam mencegah. Bijaksana dalam memerintah
dan bijaksana dalam memerintah dan bijaksana dalam mencegah.”18
Hamka mempunyai penjelasan yang baik sekali tentang tidak bisa
dipisahkannya anjuran kepada yang ma„ruf, dan pencegahan yang munkar.
15
Syamsuri, Ontologi Dakwah, “Upaya Membangun Keilmuan Dakwah”. Ilmu
Dakwah, vol.3, no.2 (Juni 2006).203 16
Mohd Farhan Md Arifin, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar,
(Malaysia,2020).file:///C:/Users/hp/Downloads/AMAR_MARUF_NAHI_MUNGKAR_P
DF. 17
Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiah. 97. 18
Ibn Taimiyah, Manhaj Da‟wah Salafiah. 98.
62
Keduanya berkaitan erat. Katanya: “Agama datang menuntun manusia dan
memperkenalkan mana yang ma’ruf itu dan mana yang munkar. Sebab itu,
maka ma’ruf dan munkar itu tidaklah terpisah dan pendapat umum. Kalau
ada orang berbuat ma’ruf, maka seluruh masyarakat umumnya
menyetujui, membenarkan dan memuji. Kalau ada perbuatan munkar,
seluruh masyarakat menolak, membenci, dan tidak menyetujuinya. Sebab,
itu bertambah tinggi kecerdasan beragama. Bertambah kenal akan yang
ma‟ruf dan bertambah benci orang kepada yang munkar.”
Yang menarik dari keterangan Hamka adalah, yang baik atau yang
buruk itu ditentukan oleh pendapat umum. Pendapat masyarakat menjadi
kriteria apakah sesuatu itu ma‟ruf atau nunkar.
Selanjutnya, Hamka menjelaskan penafsiran amar ma‟ruf nahy
munkar sebagai dakwah. Keduanya seolah-olah identik atau menjelaskan satu
sama lain. Ia juga mengatakan bahwa salah satu tugas dakwah adalah
membentuk pendapat umum tentang sesuatu yang baik atau buruk.19
B. Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Kehidupan Manusia
Al-Qur‟an adalah kitab Tuhan yang mencakup universal, berlaku kapam
saja, dimana saja, dan untuk siapa saja. Dalam kehidupan kita sehari-hari,
banyak kita temui orang-orang yang selalu menyerukan kebaikan dan melarang
berbuat kemungkaran, bahkan diri kita sendiri pun disadari atau tidak selalu
menyerukan kebaikan dab melarang melakukan kejahatan, baik melalui tulisan
maupun melalui sumbang saran terhadap sesuatu. Amar ma‟ruf nahi munkar
tidak hanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pokok-pokok agama
saja atau ideology semata. Amar ma‟ruf nahi munkar juga bisa saja berkaitan
dengan kehidupan social, politik, budaya maupun hukum. Mengajak kepada
kebaikan itu adalah perkara yang sangat baik, melarang kemungkaran itu juga
19
Dawan Raharjo, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Ensiklopedia: 14, Januari ,2020).
2 https://ibtimes.id/amar-maruf-nahi-munkar/
63
baik. Apabila kebaikan selalu diserukan, tetapi masih ada saja yang melakukan
kemungkaran, maka kemungkaran itu tersebut harus diubah atau diperbaiki.20
1. Aspek Sosial.
Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri
utama masyarakat orang-orang yang beriman, setiap kali al-Qur‟an
memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan
menjelaskan risalahnya dalam kebaikan ini, kecuali ada perintah yang jelas,
atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran, karena kebaikan Negara dan rakyat
tidak sempurna. Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk kewajiban terpenting
dalam kehidupanm masyarakat muslim, selain s}olat dan zakat, terutama di
waktu umat Islam berkuasa di muka bumi, dan menang atas musuh, bahkan
kemenangan tidak dating dari Allah, kecuali bagi orang-orang yang tahu bahwa
mereka termasuk orang-orang yang melakukannya. Amar ma‟ruf nahi munkar
merupakan tawaran konsep dan tatanan sosial yang baik (terkonsepkan secara
kongkrit), sebagai solusi yang baik berupa contoh yang sudah ada maupun
berupa usulan ketika kita mengadakan nahi munkar yang merupakan tindakan
pencegahan atau penghapusan akan halal yang jelek/salah. Sudah pasti untuk
hal-hal tertentu dalam menjalankan nahi munkar (atau bukan juga yang ma‟ruf)
diperlukan kemauan politik setidaknya dorongan politik, mereka yang
mempunyai otoritas. Hal ini ibarat kepastian hukum (new enforcement)
terhadap para pelaku kriminal, terlebih-lebih kriminal dalam hal sosial.21
2. Aspek politik.
Sudah dijelaskan dalam surat A<li Imran ayat 104, menyeru kepada
kebaikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar,
maka perlu kita pahami bersama, bahwa ajaran Amar ma‟ruf nahi munkar
20
Nurcholis Majid, Masyarakat religious (Jakarta: Paramadina, 2000). 91-93. 21
Takdir Ali Mukti, Membangun Moralitas Bangsa (Yogyakarta: LPPI
Ummy,1998). 63.
64
tersebut bukan tanpa metode, dan mekanisme yang sesuai dengan tatanan
kehidupan masyarakat. Allah swt pun telah mengjarkan bagaimana kita
seharusnya melakukan amar ma‟ruf nahi mukar maka, dalam hal ini, tidak ada
kebebasan bagi sembarang orang atau kelompok untuk secara langsung
melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar ma‟ruf nahi munkar, kecuali
atas dasar otoritas yang diberikan oleh Negara. Otoritas inilah yang dalam
konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dapat dipahami sebagai
makna dari “biyadihi”/dengan tangan” dalam hadis yang dikutip sebelumnya,
tentang anjuran merubah kemunkaran.22
C. Hukum dan Syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan suatu hal yang wajib sebagaimana
yang terdapat dalam al-Qur‟an hadits dan ijma‟ ulama.23
Ahlul-ilmi bersepakat
tentang wajibnya amar ma‟ruf nahi munkar baik fardu „ain maupun kifayah.24
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa amar ma‟ruf nahi munkar hukumnya
fardu kifayah dan sebagian lainnya berpendapat hukumnya fardu „ain.
Perbedaan ini berawal dari penafsiran para ulama terhadap Qs. Ali-Imran : 104
Berikut akan dijelaskan.
ولر وا
منك
معروف وينىين عن ال
مرون ةال
يد ويأ خ
ى ال
ث يدعين ال م
م ا
نك ن م
تك ىك وم ول
مفلحين 25ال
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang
22
Takdir Ali Mukti, Membangun Moralitas Bangsa. 64. 23
Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan Relasi
Dunia Modern. 81. 24
Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan Relasi
Dunia Modern. 88. 25
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an Di Bawah Nuangan al-Qur‟an,
Penerjemah As‟ad Yasin Dkk (Jakarta: Gema Insan, 2008).183
65
munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs.A<li-
Imran[3]:104)
Mereka yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah fardu kifayah
berdalil dengan lafaz| “minkum” yang terdapat pada ayat di atas yang artinya
“sebagian”.
Sedangkan yang berpendapat fardu „ain mengartikan lafaz\| “minkum” sebagai
bayan atau untuk menjelaskan.26
Apabila umat yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu segolongan
melaksanakan tugasnyan maka gugurlah yang lain. Akan tetapi dengan syarat
golongan tersebut termasuk orang-orang yang mampu melaksanakan fardu
kifayah dalam syi‟ar ini. Akan tetapi dalam beberapa keadaan, amar ma‟ruf
nahi munkar menjadi fardu „ain dan disamping itu nahi munkar dengan hati
dan benci terhadap kemungkaran dan pelakunya, hukumnya fardu „ain
terhadap semua berdasarkan kesepakatan para ulama dan tidak seorangnya
yang dikecualikan karena hal tersebut memungkinkan bagi semua orang.27
Ibn Hazm Rah{imahullah, berpendapat bahwa amar ma‟ruf nahi munkar
hukumnya fardu „ain berdasarkan hadits Abu sa‟id al-Kudri yang marfu‟ :
ه هللا س ع ج س : س ، ق اه هللا ع ض س ذ س ذ اىخ أ ب س ع : ملسو هيلع هللا ىلصع ه » ق
ن شا ن أ س ع ف ب ق ي ب سخ ط ى ، ف إ ع ف ب ي س ا سخ ط ى ، ف إ ذ ب ش ف ي غ
ا ع ف اإل ر ى ل أ ض »
“Dari Abu Sa‟id Al-Khudri radhiyallahu „anhu, ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, „Barangsiapa
dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa,
26
Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. 53. 27
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 1993). 50.
66
ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu
merupakan selemah-lemahnya iman.”
Berikut keterangan hadits yang disebutkan di atas sebagai berikut:
man ra-a: siapa yang melihat, maknanya adalah siapa yang mengetahui,
walaupun tidak melihat secara langsung, bisa jadi hanya mendengar
berita dengan yakin atau semisalnya.
munkaran: segala yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya s}allallahu
„alaihi wa sallam, pelakunya diingkari untuk melakukannya.
Kemungkaran di sini disyaratkan: (1) jelas kemungkaran yang disepakati
oleh pihak yang mengingkari dan yang diingkari; atau (2) orang yang
diingkari punya hujah yang lemah.
minkum: yang dilihat dari kaum muslimin yang sudah mukallaf (yang
sudah dikenai beban syariat).
fal-yugayyirhu biyadihi: maka hendaklah mengubah dengan tangannya.
Contoh, seseorang yang punya kuasa–misal: ayah pada anak–, ia melihat
anaknya memiliki alat musik (tentu tidak boleh digunakan), maka
ayahnya menghancurkannya.
fainlam yas-tathi‟ fa bi lisa>nih: jika tidak mampu, maka ubahlah dengan
lisannya. Yang mengingkari tetap bersikap hikmah dengan tetap
melarang. Mengingkari dengan lisan termasuk juga mengingkari dengan
tulisan.
fabi-qalbihi: mengingkari dengan hatinya, yaitu menyatakan tidak suka,
benci, dan berharap tidak terjadi.
Ad{-„aful i>ma>n: selemah-lemahnya iman, yaitu menandakan bahwa
mengingkari dalam hati itulah selemah-lemahnya iman dalam
mengingkari kemungkaran.28
28
H. Syaikh Muhammad bin S}alih Al-„Utsaimin , Syarh Al-Arba‟in An-
Nawawiyyah (Penerbit: Dar Ats-Tsuraya Tahun 1425).55 .
67
Mereka yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah fardu kifayah
berdalil dengan lafaz \ “minkum” yang terdapat pada ayat di atas yang
artinya “sebagian”.
Sedangkan yang berpendapat fardu „ain mengartikan lafaz |
“minkum” sebagai bayan atau untuk menjelaskan.29
Apabila umat yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu
segolongan melaksanakan tugasnyan maka gugurlah yang lain. Akan
tetapi dengan syarat golongan tersebut termasuk orang-orang yang mampu
melaksanakan fardu kifayah dalam syi‟ar ini. Akan tetapi dalam beberapa
keadaan, amar ma‟ruf nahi munkar menjadi fardu „ain dan disamping itu
nahi munkar dengan hati dan benci terhadap kemungkaran dan pelakunya,
hukumnya fardu „ain terhadap semua berdasarkan kesepakatan para ulama
dan tidak seorangnya yang dikecualikan karena hal tersebut
memungkinkan bagi semua orang.30
Sedangkan menurut para Ijma‟Ulama sebagai berikut:
Berkata Ibn Hazm al-Z>>|ahiri, “ seluruh umat islam telah bersepakat
mengenai kewajiban Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, tidak ada
perselisihan di antara mereka sedikitpun.
Berkata Abu Bakar al-Jas{{s{ah, “ Allah telah menegaskan kewajiban
amar ma‟ruf nahi munkar melalui beberapa ayat dalam al-Qur‟an
lalu dijelaskan oleh Rasulullah dalam yang mutawatir. Dan para
ulama terdahulu sepakat atas wajibnya menyampaikan amar ma‟ruf
nahi munkar kepada kehidupan masyarakat.
Berkata al-Nawawi, “ telah banyak dalil-dalil al-Qur‟an dan sunnah
serta Ijma‟ yang menunjukkan bahwa wajibnya amar ma‟ruf nahi
munkar.
29
Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. 53. 30
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 50.
68
Berkata al-Syaukani, “ amar ma‟ruf nahi munkar termasuk
kewajiban pokok serta rukun terbesar dalam syari‟at agama Islam,
yang dengannya sempurna aturan Islam dan tegaknya kejayaannya.
Tentang wajibnya amar ma‟ruf nahi munkar, terdapat perbedaan
pendapat di antara ulama. Sebagian dari mereka mengatakan wajib „ain
dan sebagian yang lainnya mengatakan wajib kifayah.
Penyebab perbedaan pendapat ini berasal dari pemahaman terdapat
nash-nash syar‟i yang terdapat kitabullah dan sunnah Rasul-Nya mengenai
amar ma‟ruf nahi munkar.31
Ada beberapa keadaan dimana melakukan amar ma‟ruf nahi munkar
yang hukum asalnya fardu kifayah namun menjadi fardu „ain bagi setiap
muslim. Di antara keadaan tersebut ialah :
Pertama adanya perintah dan ketentuan dari penguasa. Amar ma‟ruf
nahi munkar menjadi fardu „ain atas orang yang ditunjuk dan
ditentukan oleh penguasa atau wakilnya untuk melakukan tugasnya
tersebut.32
Kedua hanya beberapa orang saja yang mengetahui tentang hal itu
yang mengharuskan dilakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Amar ma‟ruf
menjadi fardu „ain atas seseorang yang memiliki pengetahuan bahwa
perbuatan ma‟ruf telah ditinggalkan dan perbuatan munkar telah
dilakukan.33
Ketiga terbatasnya kemampuan pada orang-orang tertentu saja. Jika
kemampuan untuk melakukan amar ma‟ruf nahi munkar terbatas pada
orang-orang tertentu saja dan orang selain mereka tidak mampu
31
Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. 51 32
Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. 52. 33
Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. 55.
69
melakukannya, maka amar ma‟ruf nahi munkar tersebut menjadi fardu
„ain atas mereka.34
Keempat berubahnya situasi dan kondisi.
Syaikh „Abdul „Aziz bin Abdullah bin Ba>z berpendapat bahwa amar
ma‟ruf nahi munkar menjadi fardu „ain ketika terjadi perubahan keadaan,
dimana beliau berkata, “ maka ketika sedikitnya para da‟i, ketika
banyaknya kemunkaran, dan ketika kebodohan telah berkuasa seperti
keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menyampaikan amar ma‟ruf nahi
munkar menjadi fardu „ain atas setiap orang sesuia kemampuannya.35
Syarat-syarat beramar ma‟ruf nahi munkar adalah.
1. Islam
Para fuqoha telah menjadikan Islam sebagai syarat, karena
pencegahan terhadap kemungkaran merupakan tugas yang disyari‟atkan.
Oleh karena itu, orang kafis tidak dituntut dan diwajibkan beramar ma‟ruf
nahi munkar sebelum dia benar-benar berpegang teguh pada Islam. Orang
kafir diperbolehkan mencegah kemunkaran tanpa harus menyuruh
perbuatan yang ma‟ruf.36
2. Taklif (balig dan berakal)
Taklif merupakan syarat bagi seluruh ibadah kecuali zakat,
sebagaimana hal itu telah menjadi pendapat jumhur ulama. Dan maksud
dari taklif tersebut adalah baligh (cukup umur) dan „akil (berakal). Oleh
karena itu amar ma‟ruf nahi munkar tidak diwajibkan bagi anak kecil dan
orang yang tidak waras pikirannya, karena telah diberikan maaf bagi
mereka.37
34
Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. 56 . 35
Yajid Bin Abdul Qodir Jawas, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. 57. 36
Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan Relasi
Dunia Modern. 82. 37
Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 87.
70
3. Memiliki ilmu
Di antara syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang melakukan
amar ma‟ruf nahi munkar adalah: adanya pengetahuan tentang hukum apa
yang diperintah atau dilarangnya, ini disepakati oleh para ulama. Karena
sesungguhnya kebaikan itu adalah segala hal yang dianggap baik oleh
syari‟at, dan keburukan adalah sesuatu yang dianggap buruk oleh
syari‟at.38
4. Hikmah (bijaksana)
Hal ini dalam pembahasan amar ma‟ruf nahi munkar bermacam-
macam bentuknya tergantung orangnya, baik kepada si munkir atau si
munkar. Sebagian orang mengira bahwa kebijaksanaan diartikan dengan
meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar”39
5. Ramah dan lemah lembut
Dalam masalah melarang ini hendaknya harus ada dalam jiwanya sifat
ramah dan lemah lembut. Karena sesungguhnya sifat kaku dan monoton
menyebabkan kegagalan dalam bertindak terhadap kemungkaran. Bahkan
menyebabkan berlipat ganda dan meluaskan kemungkaran itu. Tidak diragukan
lagi jika orang-orang yang bertindak mungkar melihat orang-orang yang punya
gairah tinggi maka mereka akan marah dan bersitegang. Maka, jagalah dalam
mencegak dan melarang dirinya. Cegahlah dengan keramahan dan lemah
lembut dan perhatikan cara-cara memperbaikinya.40
6. Kasih sayang
38
Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah. 13. 39
Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.
5. 40
Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.
5.
71
Pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus menghiasi dirinya dengan sifat
kasih sayang dan sabar, karena sifat emosional, terkadang bisa mengakibatkan
kegagalan dalan menjalankan nahi munkar.41
7. Sabar
Sesunggunya orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar akan
menemui berbagai macam rintangan, maka tidak perlu khawatir, cemas, dan
putus asa. Yang demikian itu karena jalan amar ma‟ruf nahi munkar itu tidak
ditaburi oleh bunga-bunga, namun penuh dengan rintangan. Maka barang
siapa yang tidak menghiasi dirinya dengan sifat sabar, pantas bila dia
menganggap perjalanan terlampau jauh dan melelahkan.42
Melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar dengan cara demikian amatlah
sulit dilakukan oleh kebanyakan orang. Mereka sangka kalau sudah demikian
maka gugurlah kewajiban tersebut, lalu ditinggalkannya begitu saja. Tanpa
sifat-sifat tersebut atau tanpa batas minimumnya, amalan akan rusak. Jika suatu
kewajiban tidak diindahkan maka pasti ia melakukan maksiat, dan melanggar
larangan Allah dalam amar pun termasuk maksiat.43
Maka orang akan berpindah dari satu maksiat ke bentuk maksiat lainnya,
tidak ubahnya seperti orang yang pindah dari agama bat}il ke agama bat}il
lainnya. Bisa jadi yang kedua lebih buruk dari yang pertama dan begitu
seterusnya.
Demikian pula halnya akan terjadi pada seseorang yang tidak sempurna
melakukan amar ma‟ruf nahi munkar, bahkan melampaui batas, atau justru
kedua-duanya sama besar.
D. Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
41
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 88. 42
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 89. 43
Eko Purwono, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid Qutbh”.
6.
72
sebuah masyarakat, masyarakat manapun itu, terbentuk dari manusia,
pemikiran, perasaan, dan aturan (sistem). Jika pemikiran dan perasaan yang
mengarahkan dan mengatur prilaku manusianya bersifat Islami, dan aturan
(sistem) yang diterapkan pada mereka adalah aturan (sistem) Islam, maka
masyarakat tersebut bukan masyarakat Islam. Sebaliknya walaupun seluruh
warga masyarakatnya muslim, tapi pemikiran, perasaan, dan aturan (sistem)
yang diterapkan itu bukan Islam, maka masyarakat tersebut bukan masyarakat
Islam, walaupun keseluruhan atau mayoritas penduduknya adalah muslim.
Maka Islam telah mensyari‟atkan amar ma‟ruf nahi munkar. Hal ini karena
kewajiban Amar ma‟ruf nahi munkar mengandung arti kewajiban memelihara
atau menjaga eksistensi konsep dan standar asasi yang menjadi landasan
tegaknya masyarakat, yang dipahami benar oleh masyarakat sebagai konvensi
masyarakat (mitsaq), serta kokoh dan mapan sebagai konsep dan prinsip yang
mengatur dan mengarahkan perbuatan yang tidak boleh dilanggar. Sedangkan
kewajiban nahi munkar mengandung arti kewajiban melawan setiap perbuatan
yang salah, yakni perbuatan yang diharamkan dan menyalahi Islam, perbuatan
yang bertentangan dengan keyakinan positif yang umum dan dominan
ditengah-tengah masyarakat.44
Sebagai umat muslim, kita mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
ajaran Islam kepada seluruh manusia, baik mereka beragama Islam sendiri,
utamanya berdakwah kepada orang musyrik ataupun kepada orang-orang
pemeluk agama terdahulu.45
Dakwah merupakan suatu yang urgent bagi keberlangsungan agama
Islam sebab dakwah Islamiyyah telah dilaksanakan oleh Nabi Saw dan
44
Yasin Bin Ali, Hukum-Hukum Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Uwais al-Qorni:
penyuting A saifullah, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2012). 90. 45
Wafi Marzuqi Ammar, Ulumul Hadis I Penjelasan Seputar Muthalahul Hadis
dan Hadis-Hadis Baginda Rasulullah SAW (Surabaya: PT Wastu Lanas Grafika, 2012).
28.
73
diteruskan oleh para sahabat dan diteruskan hingga sampai pada para ulama
dan muballigh pada masa kini.46
Amar ma‟ruf nahi munkar di era modern nampaknya menjadi suatu hal
yang perlu di tingkatkan kembali. Hal ini didasari karena munculnya berbagai
problematika kehidupan, sehingga berdampak pada adanya dekadensi moral,
penurunan mutu religiusitas setiap individu dan sebagainya yang menimpa
umat manusia saat ini. Seseorang bebas bertindak pada hak dan
kepemilikannya selama tidak merugikan orang lain.47
Berkembangnnya agama Islam pada saat ini tentunya mendorong kita sebagai
umat muslim untuk semakin giat menyiarkan ajaran agama Islam dimanapun
tempatnya. Oleh karena itu sebagai umat muslim, menjadi sesuatu hal yang
penting untuk dapat melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar baik kepada
sesama muslim maupun kepada orang-orang yang berada di luar ajaran agama
Islam atau non muslim. Dengan kata lain bahwa melakukan amar ma‟ruf nahi
munkar menjadi sesuatu yang penting atau Urgent dikembangkan.
Amar ma‟ruf nahi munkar dirasa sangat penting umat Nabi
Muhammad Saw karena berbagai sebab dan faktor, di antaranya yang
terpenting adalah :
1. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan salah satu faktor penyebab kebaikan
umat ini dan termasuk karakteristiknya yang Allah karuniakan kepada kita di
antara seluruh umat. Allah azza wa jalla berfirman :
ر وحؤمنين ةاللهمنك
معروف وحنىين عن ال
مرون ةال
خرجج للناس حأ
ث ا م
نخم خيد ا
من ك
ي ا ول
فسلين ثدوم ال
كمؤمنين وا
ىم منىم ال
كان خيدا ل
كتب ل
الول
١١٠ا
46
Samsul Munir Amin, lmIu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009). 55. 47
Wafi Marzuqi Ammar, Ulumul Hadis I Penjelasan Seputar Muthalahul Hadis
dan Hadis-Hadis Baginda Rasulullah SAW. 57.
74
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun
kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Qs. A<li Imran[3]:110)
Pada ayat yang telah lalu telah diperintahkan dengan nyata dan tegas
supaya di kalangan jama‟ah Islamiyyah itu diadakan umat yang khusus
menyuruh kepada kebaikan, yaitu iman, menyruh berbuat yang ma‟ruf dan
melarang perbuatan yang munkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi hasil usaha
itu yang nyata, yang kongkrit. Yaitu kamu menjadi sebaik-baik umat yang
dikeluarkan antara manusia di dunia ini. Dijelaskan sekali lagi, bahwa kamu
memenuhi ketiga syarat: Amar ma‟ruf nahi munkar, Iman kepada Allah, ketiga
inilah yang menjadi sebab, kamu disebutkan sebaik-baik umat. Kalau yang
ketiga tersebut tidak ada, niscaya kamu bukanlah yang sebaik-baik umat,
bahkan kemungkinan menjadi seburuk-buruk umat. Lantaran itu apabila kita
membaca ayat ini, janganlah hanya memegang pangkalnya, lalu membangga,
sebagaimana membangganya orang yahudi mengatakan, bahwa mereka adalah
“Kaum pilihan Tuhan.”48
“kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia”
Inilah persoalan yang harus dimengerti oleh umat Islam agar mereka
mengetahui hakikat diri dan nilainya, dan mengerti bahwa mereka itu
dilahirkan untuk maju ke garis depan dan memegang kendali kepemimpinan
dimuka bumi ini untuk kebaikan, bukan untuk keburukan dan kejahatan.49
“menyuruh kepada yang ma‟ruf, mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.”
Menjalankan tugas-tugas umat terbaik, dengan segala beban yang ada di
baliknya, dan dengan menempuh jalannya yang penuh cabaan dan rintangan.
Tugasnya adalah menghadapi kejahatan, menganjurkan kepada kebaikan, dan
48
Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid 2. 889. 49
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an Di Bawah Nuangan Al-Qur‟an. 190.
75
menjaga masyarakat dari unsur-unsur kerusakan. Semua itu harus disertai
dengan iman kepada Allah, untuk menjadi timbangan yang benar terhadap tata
nilai, dan untuk mengetahui dengan benar mengenai amar ma‟ruf nahi munkar.
Untuk itu, diperlukan pula patokan yang baku mengenai kebaikan dan
keburukan, keutamaan dan kehinaan, yang ma‟ruf dan yang munkar, dengan
berpijak pada kaidah lain bukan istilah buatan manusia pada suatu generasi.50
Demikian sifat dan karakteristik masyarakat muslim yang
seharusnya bisa menjadikannya unggul sepanjang sejarah. Adapun
masyarakat jahiliyyah yang kafir, bibit penyakitnya adalah amar ma‟ruf
nahi munkar, sepanjang sejarah manusia yang panjang dan bukti paling
kelas atas hal ini adalah: masyarakat yang rela dengan kekafiran dan
kesesatan, sebab masyarakat sekarang ini kebanyakan memerangi
kebaikan dan mendukung yang hina dengan kedok kebebasan pribadi.51
2. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan bagian dari rasa solidaritas yang
Allah tegakkan di antara orang-orang mukmin, dimana orang-orang
mukmin itu saling menjamin dan saling melengkapi di antara sesame
mereka. Sebagai contoh adalah tidak boleh ada seorang muslim yang
kelaparang sementara orang-orang muslim disekitarnya kekenyangan,
seandainya terjadi hal demikian maka orang muslim tersebut
diperkenankan meminta kebutuhannya kepada orang-orang muslim yang
ada disekitarnya dengan rasa kekerasan dan orang-orang muslim berdosa
karena lalai dan tidak membantunya.52
3. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan jaminan bagi suatu lingkungan
dari bahaya polusi pemikiran dan akhlak.53
50
Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 23. 51
Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 25. 52
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 26. 53
Ibn Taimiyyah, Manhaj Dakwah Salafiyyah. 29.
76
4. Melakukan amar ma‟ruf nahi munkar merupakan terhindarya dari az\ab
Allah SWT yang menimpa masyarakat yang di dalamnya kerusakan
merajalela. Mengenai pembahasan secara rinci tentang az\ab-az\ab tersebut
akan kami bahas pada bagian berikut ini.54
E. Kedudukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Islam.
Dari keterangan di atas tampaklah pentingnya Amar Ma‟ruf Nahi
Munkar dan kedudukannya dalam Islam dan syari‟at Allah Azza Wa Jalla,
pengaruh-pengaruh yang dihasilkan dari penerapannya, serta hal-hal yang
ditimbulkan akibat meninggalkannya. Dari sela-sela pengetahuan tentang
sisi-sisi tersebut kita dapat mengetahui keutamaan dan keagungan
pahalanya.55
Dan tidak asing lagi bagi para pembaca bahwa penetapan keutamaan
dan keagungan pahala tersebut hanya ada di tangan Allah Azza Wa Jalla
seperti halnya ibadah-ibadah lainnya. Tetapi kita perlu memperhatikannya
sejenak untuk mengetahui kedudukannya antara ibadah-ibadah yang lain,
dari sana terlihat keagungan pahalanya :
1. Bahwasanya Allah Swt telah mengikatnya dengan iman dan
menyertakan keduanya dalam beberapa hal. Di samping itu, dia juga
mengaitkan keuntungan dengan penegakan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar,
oleh karena itu orang yang beruntung, maka dia benar-benar telah
mendapatkan kemenangan yang besar. Kebaikan dan keutamaan umat ini
sangat berkaitan erat dengan penegakannya sebagaimana yang telah
diterangkan oleh Allah Swt telah berfirman:
ر منك
معروف وينىين عن ال
مرون ةال
يد ويأ خ
ى ال
ث يدعين ال م
م ا
نك ن م
تك ول
مفلحين ك وم ال ى ول
وا
54
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 28. 55
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 74.
77
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah dari
yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. A<li-
„Imran: 104)
Selain dari pada itu, Allah Azza Wa Jalla juga berfirman :
مرون ةال
اس حأ خرجج للن
ث ا م
نخم خيد ا
ك ر وحؤمنين ةالله
منك
معروف وحنىين عن ال
فسلين ثدوم ال
كمؤمنين وا
ىم منىم ال
كان خيدا ل
كتب ل
الول
من ا
ي ا ١١٠ول
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah
dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang
beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Qs. A<li-
Imran: 110)
2. Sudah diketahui oleh para pembaca bahwa Allah SWT telah
menjadikan shalat dan zakat sebagai mitra Amar Ma‟ruf Nahi Munkar
pada beberapa kesempatan. Allah Azza Wa Jalla telah berfirman:
معروف ونىيا مروا ةال
ية وا
حيا الزك
ية وا
ل كاميا الص
رض ا
اىم فى ال نه
ك ذين ان م
ل ا
مير ا عاكتث ال ه ر ولل
منك
٤١عن ال
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di
bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh
berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-
lah kembali segala urusan. (Qs. al-Hajj: 41).
Allah Azza Wa Jalla telah menyertakan s}alat zakat sebagai mitra
Amar Ma‟ruf Nahi Munkar pada sifat orang-orang shaleh dan orang
mukmin. Allah SWT telah berfirman:
78
يل ووم يسجدو ناء ال
ا يج الله
ين ا
خل ث كاىمث ي م
كتب ا
ول ال
يسيا سياء من ا
١١٣ن ل
ر ويسارعين ف منك
معروف وينىين عن ال
مرون ةال
خر ويأ
اييم ال
وال ى يؤمنين ةالله
لحين ك من الصه ى وليدت وا خ
١١٤ال
“Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang
berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain
(golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa mereka
(golongan Muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan
pertolongan-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, pada yang
demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
penglihatan (mata hati). Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia
cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-
anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda
pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.(Qs. A<li-Imran: 113-
114)
Berkembangnnya agama Islam pada saat ini tentunya mendorong
kita sebagai umat muslim untuk semakin giat menyiarkan ajaran agama
Islam dimanapun tempatnya. Oleh karena itu sebagai umat muslim,
menjadi sesuatu hal yang penting untuk dapat melaksanakan Amar Ma‟ruf
Nahi Munkar baik kepada sesama muslim maupun kepada orang-orang
yang berada di luar ajaran agama Islam atau non muslim. Dengan kata lain
bahwa melakukan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar menjadi sesuatu yang
penting atau Urgent dikembangkan.56
F. Etika Ber-Amar Ma’ruf dan Ber- Nahi Munkar.
Sesungguhnya orang yang ingin melaksanakan amar ma‟ruf nahi
munkar berinteraksi dengan manusia. Oleh karena itu, ia harus menghiasi
diri dengan sifat-sifat tertentu, yang memudahkan bagi dirinya untuk
56
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 74-76.
79
meneliti jalan tersebut dan memeliharanya dari ketergelinciran yang
membuat dirinya terjerumus kejalan yang salah.57
Bahwa dakwah merupakan perkerjaan yang sangat mulia dan
merupakan warisan nabi Muhammad saw dalam amar ma‟ruf nahi
mungkar. Dalam dakwah ada aturan- aturan yang harus dipahami bagi
seorang juru dakwah. Pada prinsipnya dakwah bukan hanya sekedar
menyampaikan, tetapi bagaimana terjadinya sebuha perubahan dari yang
buruk menjadi yang lebih baik. Dalam hal ini seorang juru dakwah harus
memahami etika di dalam berdakwah, jangan sampai apa yang kita
harapkan berbeda dengan kenyataan.58
Maka dalam menjalankan misi dakwah dalam hal ini, adalah
menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar
maka perlu dalam diri seseorang tersebut memilki beberapa kriteria di
antaranya sebagai berikut:
Iklas
Hendaklah seorang pelaku amar ma‟ruf nahi munkar menjadikan
tujuannya mencari keridhaan Allah semata, tidak mengharapkan balasan
dan syukur dari orang lain. Demikianlah yang dilakukan para nabi, Allah
berfirman:
مين على رب ال
ا عل
جري ال
ان ا جر
يه من ا
م عل
كل ـ س
١٤٥وما ا
“Dan aku tidak meminta sesuatu imbalan kepadamu atas ajakan itu,
imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam. (Qs. al-Syu‟ara 26:145)59
Berilmu
57
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 73. 58
Tomi Hendra, “Etika Dakwah Ditinjau dari Perspektif Psikologi Komunikasi”
Komunikasi Penyiran Islam. Vol.10,no.2 (Juli-Desember 2019): 59
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 74
80
Hendaklah seorang pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus
mengetahui kema‟rufandan kemunkaran dan dapat membedakan keduanya
serta harus memiliki ilmu tentang keadaan yang diperintah dan dilarang.60
Rifq
Rifq adalah lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta
selalu mengambil yang mudah. Rifq adalah sifat para nabi dan rasul ketika
mengingkari kelakuan buruk kaumnya, lihatlah firmanNya dalam kisah
Musa:
ى فرعين انه طغى شى ٤٣اذوتا ال و يخ
ر ا
ه يخذك
علنا ل
ي ا له كيل
ا ل ٤٤فليل
“pergilah kamu berdua kepada Fir„aun, karena dia benar-benar telah
melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir„aun)
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau
takut. (Qs.Taha 20:43-44)
Sabar
Kesabaran merupakan perkara yang sangat penting dalam perkara
manusia, apalagi dalam amar ma‟ruf nahi munkar, karena pelaku amar
ma‟ruf nahi munkar bergerak di medan perbaikan jiwanya dan jiwa orang
lain. Sehingga Luqman mewasiati anaknya untuk bersabar dalam amar
ma‟ruf nahi munkar. Allah SWT berfirman:
صاةك ان ى ما ا
ر واصبد عل
منك
معروف وانه عن ال
مر ةال
ية وأ
ل كم الص
يتني ا
مير ا ذلك من عزم ال
“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat
yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah
60
Nor Azean Binti Adali, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Imam Gozali
(Jurusan bimbingan Konseling: Aceh, 27 Juli 2018). 39
81
terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu
termasuk perkara yang penting. (Qs. Luqman 31:17)61
Kasih sayang
Pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus menghiasi dirinya dengan
sifat kasih sayang dan sabar, karena sifat emosional, terkadang bisa
mengakibatkan kegagalan dalan menjalankan nahi munkar Kasih sayang.62
Mengenai beberapa kriteria yang penulis bahas di atas, maka sangat
diperlukan ada dalam diri seseorang sifat-sifat tersebut ketika hendak
berinteraksi kepada masyarakat menyuruh kepada yang ma‟ruf dan
mencegah dari perbuatan yang munkar. Agar kebaikan dan pencegahan
yang munkar dapat diterimah masyarakat terlebih-lebih bagi mereka yang
masih minim dalam pengetahuan agama.
G. Dampak Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Sunnatullah terhadap makhluknya tetap tidak berubah, tidak pilih
kasih, dan tidak akan terlewat bila faktor-faktor penyebabnya udah ada. Di
antara sunnatullah yang telah terjadi adalah menimpa az\ab kepada
masyarakat-masyarakat yang mengabaikan syi‟ar amar ma‟ruf nahi
munkar seperti yang Allah SWT terangkan dalam al-Qur‟an terdapat pada
surah, Allah Swt berfirman:
ى لسان داود وعيسى اةن مر عل
فروا من ةني اسهاءيل
ذين ك
عن ال
يم ذلك ةما ﴿ل
انيا يعخدون ر ف ٧٨عصيا وك
نك ا يتناوين عن م
انيا ل
انياك
بئس ما ك
يه ل
ين عل
٧٩يفعل
“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan
(ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah
61
Abu Bakar Jabir al-Jaza‟iri, Terjemahan Minhajul Muslium „Panduan Hidup
Seorang Muslim‟ Cet 4 (Madinah: Maktabatul „Ulum wal Hikam, 1419). 148 62
Nor Azean Binti Adali, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Imam Gozali.
39
82
perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk
apa yang mereka perbuat. (Qs. al-Maidah [5]: 78-79)
Menurut Hamka dalam tafsirnya dijelaskan di zaman Nabi Daud,
bani Israil itu telah melanggar peraturan syari‟at mereka sendiri, yaitu
melanggar libur pada hari sabtu, karena mereka lihat banyak ikan menepi
di hari sabtu dan kurang sekali di hari yang lain, sehingga peliburan haru
itu mereka langgar. Mereka dikutuk sampai berperangai seperti kera. Di
zaman al-Masih mereka dikutuk lagi atas lidah beliau, oleh Allah, karena
hanya mulut mereka saja yang bertahan pada Taurat, padahal perbuatan
mereka telah jauh. Satu di antara kutuk al-Masih itu dapat kita lihat juga
catatannya dalam kitab-kitab orang Nasrani seketika beliau masuk ke
dalam Baitul Maqdis. Rumah yang disucikan itu, di dalamnya beliau lihat
campur aduk saja di antara orang yang memuja Allah dengan riuh rendah
bunyi suara jual beli, sehingga masjid sudah jadi pasar. Maka ayat
selanjunya menerangkan pokok datangnya segala kutuk itu dengan
perantaraan lidah Nabi-nabi, terutama Daud dan Isa, padahal jarak masa
kedua Rasul Allah itu sudah sangat jauh.63
“Adalah mereka tidak larang melarang dari yang munkar yang
telah mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah
mereka kerjakan.” (ayat 79).
Tidak ada lagi yang disegani dan tidak ada lagi yang berani
menegur kalau ada yang bersalah. Sebab yang akan menegur itu
sendiripun telah bersalah. Orang yang telah biasa mengicuh, tidaklah
berani melarang orang lain mengicuh. Orang biasa telah berzina, tidaklah
dapat mengangkat mulut menegur perzinaan. Atau melihat telah kejahatan
telah merajalela, orang yang tidak jahat telah bersikap tidak peduli lagi
asal dirinya tidak terkena az\ab. Sebab itu orang tidak berbuat jahat, tetapi
63
Hamka Tafsir al-Azhar. 1825
83
tidak berani menegur kejahatan disekelilingnya, dengan diamnya itu
sajapun dia telah jahat.64
Kejahilan dan sedikitnya pemahaman terhadap agama sungguh telah
menutupi hati sebagian orang-orang yang ilmunya minim. Mereka
terpedaya oleh pengabaian Allah SWT, dan mereka mengira bahwa
peringatan tentang akibat bergemilang dengan kemungkaran dan diam
terhadap suatu kemungkaran, merupakan salah satu bentuk teror
pemikiran, bukan sesuatu yang sebenarnya.
Akan tetapi orang-orang yang mengambil cahaya wahyu dan
memperhatiakan nas }-nas } al-Qur‟an dan al-Sunnah betul-betul mengetahui
akibat besar yang Allah berlakukan terhadap setiap umat yang
mengabaikan amar ma‟ruf nahi munkar, baik nas }-nas } tersebut berupa
kisah-kisah tentang binasanya umat-umat yang mengabaikan syi‟ar
tersebut, atau ancaman bagi orang yang mengikuti jalan mereka. Tidak
perlu az\ab-az\ab tersebut diberi batasan bahwa akan muncul pada hari apa
dan kapan waktunya, sebab yang menentukan waktu dan tempatnya serta
sifat-sifatnya hanyalah Allah bukan manusia.65
Akibat-akibat buruk tersebut banyak dampak negatif yang akan
dirasakanmanusia itu sendiri, akibat ketidak peduliannya menyuruh
kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari perbutan yang munkar, maka
banyak keburukan yang akan dirasakan manusia namun yang paling
menonjol adalah:
1. Mendapat laknat Allah Swt
Sebagaimana yang telah jelaskan oleh penulis di atas suatu kaum
yang mendapat az\ab dari Allah Swt yang berupa bentuk laknat kepada
64
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 73 65
Salman Al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 73
84
mereka. Sebab enggan kepada Nabi utusannya dan tidak peduli kepada
amar ma‟ruf nahi munkar Firman Allah Swt:
ى لسان داود وعيسى اةن مريم ذلك ةما عصيا عل
فروا من ةني اسهاءيل
ذين ك
عن ال
انيا ل
وك
٧٨يعخدون انيا يفعل
بئس ما ك
يه ل
ر فعل
نك ا يتناوين عن م
انيا ل
﴾ ٧٩ين ك
“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan
(ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah
perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk
apa yang mereka perbuat. (Qs. al-Maidah [5]: 78-79)66
Menurut al-Sya’ra>wi dalam tafsirnya Allah membeberkan suatu
realitas yang mendorong rasul untuk bersabar terhadap segala sikap
permusuhan dari Ahli Kitab. Permusuhan tersebut bukanlah hal yang baru
yang mengherankan sejarah panjang Ahli Kitab telah membuktikan sikap
permusuhan mereka terhadap Nabi Daud dan Nabi Isa. Itu artinya bukan
hanya Nabi Muhammad Rasul yang menghadapi hal tersebut. Karena,
sikap permusuhan telah menjadi watak Ahli Kitab. Ahli Kitab menentang
ajaran yang dibawa oleh Nabi Daud. Mereka dilaknat di hari sabtu,
sehingga mereka dikutuk menjadi kera. Mereka dilaknat dalam Zabur,
karena telah menebarkan fitnah bohong terhadap Siti Maryam. Hal ini
juga membuat mereka dilaknat dalam kita Injil. Untuk itulah, penghujung
ayat berbunyi ا ع خ ذ ا م ا ا ع ص yang demikian itu, disebabkan رى ل ب
mereka durhaka dan selalu melampaui batas (Qs. al-Maidah [5]:78) kata
yang bermakna melakukan maksiat adalah pembangkangan manusia yang
berkaitan dengan dirinya, tanpa berimbas pada yang lain, layaknya
66
Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-
Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan, 29.
85
seorang pendengki. Sedangkan melampaui batas adalah pembangkangan
yang berimbas pada yang lain seperti seorang pencuri dan penyogok.67
Di dalam jiwa manusia, Allah telah meletakkan suatu kekuatan
pencegah, yang sifatnya esensial dalam dirinya. Ketika timbul hasrat
manusia terhadap seks, harta, dan kemegahan, dia akan berusaha
meraihnya dengan segala cara. Tidak ada yang menghalanginya kecuali
Dhamir/hati nurani yang menuntunnya untuk berjalan pada alur yang
benar. Dhamir tersebut adalah nilai keimanan. Iman inilah yang
mengecamnya jika dia berbuat maksiat ن ش ع خ ا ا ل ا mereka satu م
sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.
Sekilas ayat ini menunjukkan bahwa kemungkaran telah diperbuat. Jika
bagitu, bagaimana cara menegurnya? Dari redaksi ayat di atas bisa
dipahami bahwa mereka sudah tidak saling melarang suatu kemunkaran
yang dikerjakan. Kita harus memiliki kewaspadaan dan kesadaran iman.
Setiap orang harus melakukan intropeksi sehingga dia tidak terbawa pada
perbuatan yang menyimpang. Dia juga harus peduli pada saudaranya, agar
terjadi nasihat-menasihati dan saling menegur hingga tidak terjatuh pada
kemunkaran. Kita harus mengatakan, “tidak” pada setiap ajakan
kemungkaran.68
2. Timbulnya kerusakan di muka bumi
Az\ab Allah itu sangat pedih. Jika az\ab itu diturunkan di suatu
tempat, maka ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut,
baik orang soleh maupun ahli maksiat. Dalam ayat ini, Allah
memperingatkan kaum muslimin agar sentiasa membentengi diri mereka
dari siksa tersebut dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-
67
Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Renungan Seputar
Kitab Suci al-Qur‟an (Medan: Penerbit Duta Azhar, 2007). 823 68
Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-
Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟rawi. 30
86
Nya serta menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka dari
kemungkaran.
Sebab, jika mereka meninggalkan amar ma‟ruf nahi mungkar, maka
kemungkaran akan menyebar dan kerusakan akan meluas. Bila kondisi
sudah demikian, maka az\ab pun akan diturunkan kepada seluruh
komponen masyarakat. Di antara kerusakan yang timbul akibat
meninggalkan amar ma‟ruf nahi mungkar adalah sebagai berikut:
1. Para pelaku/maksiat dan dosa akan semakin berani untuk terus
melakukan perbuatan nistanya sehingga sedikit demi sedikit akan sirnalah
cahaya kebenaran dari tengah-tengah umat manusia. Sebagai gantinya,
maksiat akan merajalela, keburukan dan kekejian akan terus bertambah,
dan pada akhirnya tidak mungkin lagi untuk dihilangkan.
2. Perbuatan mungkar akan menjadi baik dan indah di mata khalayak
ramai, kemudian mereka pun akan menjadi pengikut para pelaku maksiat.
3. Salah satu sebab hilangnya ilmu dan tersebarnya kebodohan. Karena,
tersebarluasnya kemungkaran tanpa adanya seorang pun dari ahli agama
yang akan mengingkarinya akan membentuk anggapan bahwa hal tersebut
bukanlah sebuah kebatilan. Bahkan bisa jadi mereka melihatnya sebagai
perbuatan baik untuk dikerjakan. Selanjutnya, sikap menghalalkan hal-hal
yang diharamkan Allah dan mengharamkan halal yang dihalalkan-Nya
semakin merajalela.69
3. Perselisihan dan pertentangan
Sesungguhnya di antara akibat yang paling fatal yang menimpa
masyarakat yang mengabaikan amar ma‟ruf nahi munkar adalah
berbahnya masyarakat tersebut kepada kelompok-kelompok dan
golongan-golongan yang paling bertentangan karena menuruti hawa nafsu,
akhirnya terjadilah perselisihan dan pertentangan:
69
Nor Azean Binti Adali, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Imam Gozali.
40
87
بسك
و يل
م ا
رجلك
ج ا ح
و من ت
م ا
ن فيكك م عذاةا م
يك
تعد عل ن ي
ى ا لادر عل
وي ال
م كل
ىم يفلىين عليج ل
اف ال يف نصه
نظر ك
ا س ةعض
م ةأ
يذيق ةعضك ٦٥شيعا و
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah yang berkuasa mengirimkan
azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan
kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan
merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.”
Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda
(kekuasaan Kami) agar mereka memahami-nya. (Qs. al-An’a >m[6]:65)
Pertentangan tersebut menjadikan masyarakat tidak berdaya di
hadapan ekstern yang sudah menunggunya. Dan tidak ada yang bisa
melindungi masyarakat tersebut dari perpecahan dan pertentangan kecuali
syari‟at Allah, karena dia meyatukan manusia dan mengendalikan hawa
nafsu. Adapun jika manusia jauh dari syari‟at Allah ta‟ala bisa jadi setiap
orang mengikuti hawa nafsunya, sedangkan hawa nafsu manusia tidak
terkendalikan.70
4. Mendapat hukuman dari Allah
Nikmat yang telah Allah berikan kepada kita sangat banyak. Di
antaranya adalah nikmat kesehatan, rasa aman, rizki, dan lain-lain. Namun
semua itu akan berubah apabila kita tidak menegakkan amar ma‟ruf nahi
munkar. Rasanya aman menjadi ketakutan dan dikuranginya keberkahan
rizki.
Di antara bentuk hukuman yang lain adalah al-Khasf , yaitu
ditenggelamkannya manusia kedalam bumi dengan sebab banyaknya
perbuatan maksiat dan melewati batas. Khasf ini bisa berupa gempa,
banjir, wabah penyakit, ataupun bencana-bencana lainnya.71
70
Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 38 71
Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-
Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟rawi. 31
88
5. Berkuasanya musuh Allah
Allah Azza wa jalla terkadang menguji masyarakat yang
mengabaikan kebaikan amar ma‟ruf nahi munkar dengan menguasakan
musuh ekstern kepada mereka, mereka disakiti dan gadis-gadisnya
diperkosa, dan terkadang dirampas apa yang mereka miliki, dan hartanya
diperlakukan semuanya oleh musuh tersebut.
Kaum muslimin dalam sejarahnya telah diberi contoh tentang hal
tersebut, barang kali di antaranya adalah yang terjadi terhadap kaum
muslimin di andalus (spanyol), dimana keperkasaan dan kekuatannya telah
berubah disaat kemunkaran merajalela ditengah-tengan mereka dan tidak
ada yang memcegahnya akhirnya menjadi kehinaan bagi mereka dengan
sebab abai kepada amar ma‟ruf nahi munkar.72
6. Orang yang tidak mencegah kemungkaran akan disiksa oleh Allah
Dalam hal ini barang siapa di antara umat ini yang enggan dan tidak
peduli ketika kemunkaran sudah merajalela. Maka Allah Swt memberikan
siksanya kepada umat tersebut sebagaima yang dijelskan dalam al-Qur‟an
Allah Firman:
ا كليل
رض ال
افساد فى ال
نىين عن ال ث ي يا ةلي
ولم ا
لرون من كتلك
ان من ال
ا ك
يل ا م ن فل
انيا مجرمين حرفيا فيه وك
ميا ما ا
ذين ظل
ينا منىم واحت ال ج
نان ر ١١٦ا
ةك ليىلك وما ك
ىا مصلحين ولا م و
لرى ةظل
١١٧ال
“Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang
yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi,
kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan. Dan
orang-orang yang z\alim hanya mementingkan kenikmatan dan
kemewahan. Dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Tuhanmu
72
Aidah Fathaturrahma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Al-
Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟ra-wi. 30-31
89
tidak akan membinasakan negeri-negeri secara z\alim, selama
penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (Qs. Hud[11]: 116-
117).
Al Hafiz \ Ibn Katsir berkata, “Allah berfirman” : Apakah tidak
ditemukan orang-orang baik dari sisa-sisa generasi terdahulu yang
melarang kejahatan, kemunkaran, dan kerusakan di muka bumi yang ada
di antara mereka firman Allah ال ,kecuali sebagian kecil” maksudnya“ ا ل ق ي
telah ditemukan orang yang mempunyai sifat seperti ini, sedikit dan tidak
banyak, mereka adalah orang-orang yang diselamatkan Allah disaat
datang kemarahan-Nya dan siksa-Nya maka dari itu Allah menyuruh umat
yang mulia ini supaya ada di antara mereka yang menyeru kepada
kebaikan dan melarang kemunkaran. Dan firman-Nya: ا ا ي ظ احب ع اىز
ا ف ف dan orang-orang yang z\alim hanya mementingkan kenikmatan “ ا ح ش
dan kemewaham,” maksudnya adalah mereka selalu berada dalam
kemaksiatan dan kemunkaran dan tidak menggubris orang yang menegur
perbuatan munkar mereka itu sampai az\ab datang kepada mereka dengan
serentak.73
Sesungguhnya kemunkaran bila telah dilakukan secara terang-
terangan di dalam suatu masyarakat, dan tidak ada orang yang
mencegahnya maka kemungkaran tersebut akan semakin kokoh dan
merajalela. Dan menjadi bukti atas kokohnya kedudukan ahli
kemungkaran dan kekuatannya, serta menajdi wasilah memanusia dalam
bertaklid kepada mereka. Betapa semangatnya ahli kemungkaran terhadap
hal tersebut. Oleh karena itu, Allah Swt memperingatkan kepada mereka
dengan firmannya:
73
Aidah Fathaturrahmah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif al-
Qur‟an: Studi Komparatif Dalam Penafsiran Sayyid Quthb Dan al-Sya‟rawi. 31
90
ليم ىم عذاب ا
منيا ل
ذين ا
فاحشث فى ال
ن تشي ال
ين ا ت ذين يح
ان ال خرة والله
انيا وال فى الد
مين ا حعل
نخم ل
م وا
١٩يعل
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat
keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman,
mereka mendapat az\ab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Qs. al-Nur[24]:19).
Apabila sebagian manusia telah bertaklid kepada para pelaku
kemungkaran dalam kemungkarannya. Kebatilan mulai muncul dan
persoalan tersebut sedikit demi sedikit sudah dianggap remeh oleh jiwa.
Sedang manusia diam dan tidak mempedulikannya dan mereka sibuk
dengan persoalan yang lebih besar daripadanya sementara kemungkaran
terus merajalela sampai banyak muncul kekejian, dan menjadi suatu hal
yang wajar dimana jiwa sudah menjadi biasa dan mendidik dengannya.
Lantas Allah swt menerangkan pula ancaman azab dan siksa di
akhirat, dalam neraka jahannam bagi orang-orang yang berbuat demikian.
Neraka jahannam adalah tempat bagi orang yang tidak menegakkan
maksud-maksud yang mulia dalam kehidupan dunia ini. Di akhir ayat
Allah swt menyatakan haj mutlaknya yang tertinggi, pengetahuan sejati
hanya ada ditangannya, dan manusia tidak tahu apa-apa.74
74
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 7, 4910
91
BAB VI
ANALISIS AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR PERSPEKTIF BUYA
HAMKA
A. Tanggung Jawab Sosial
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah A<li-Imran ayat 104:
ور وا
منك
معروف وينىين عن ال
مرون ةال
يد ويأ خ
ى ال
ث يدعين ال م
م ا
نك ن م
تكىك وم ول ل
مفلحين ال
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (Qs. A<li-Imran[3]:104)
Asbabun nuzul ayat ini adalah pada zaman jahiliyyah sebelum
Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus } dan Suku Khazraj yang selalu
bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun lamanya, permusuhan kedua
suku tersebut berakhir setelah Nabi Muhammad Saw mendakwakan Islam
kepada mereka, pada akhirnya Suku Aus }, yakni kaum Anshar dan Suku
Khazraj hidup berdampingan, secara damai dan penuh keakraban, suatu
ketika Syas ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku Aus } dengan Suku
Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal
sebelumnya adalah bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan
kedamaian mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk
bersama Suku Aus } dan Suku Khazraj untuk menyinggung perang “Bu‟ast”
yang pernah terjadi antara Suku Aus dan Suku Khazraj lalu masing-
masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-masing,
saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung Rasulullah Saw
yang mendengar peristiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka.
Apakah kalian termakan fitnah Jahiliyyah itu, bukankah Allah
92
mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam, dan menghilangkan
dari kalian semua yang berkaitan dengan Jahiliyah. Setelah mendengar
nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling berpelukan. Sungguh
peristiwa itu adalah seburuk-buruk dan sekaligus sebaik-baik peristiwa.
Maka turunlah surat ali-Imran ayat 104.1
Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya terdapat dua kata penting,
yaitu menyuruh berbuat baik ma‟ruf mencegah perbuatan munkar. Berbuat
ma‟ruf diambil dari kata uruf, yang dikenal, atau yang dapat dimengerti
dan dapat difahami serta diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang ma‟ruf
apabila dikerjakan, dapat diterima dan dipahami oleh manusia yang
berakal. Yang munkar artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi;
yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patut , tidak pantas. Tidak
selayaknya yang demikian dikerjakan oleh manusia berakal. Agama
datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang ma‟ruf itu dan
mana yang munkar. Sebab itu maka ma‟ruf dan munkar tidaklah terpisah
dari pendapat umum. Kalau ada yang berbuat ma‟ruf , seluruh masyarakat,
umumnya menyetujui, membenarkan, dan memuji. Kalau ada perbuatan
munkar, seluruh manyarakat menolak, membenci dan menyukainya.
Sebab itu bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal orang
akan yang ma‟ruf dan bertambah benci orang kepada yang munkar.
Lantaran itu wajiblah ada dalam jama‟ah muslimin segolongan umat yang
bekerja keras menggerakkan orang kepada yang ma‟ruf itu dan menjauhi
yang munkar, supaya masyarakat itu bertambah tinggi nilainya.2
Sedangkan menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya mengatakan
haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar.
1 Jalaluddin al-Suyuti, Sebab Turunnya al-Qur‟an, terj. Abdul Hayyie (Depok:
Gema Insani, 2009), 100. 2 Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jilid 2, Pustaka Nasional PTE LTD Singapure), 867.
93
Ketetapan bahwa harus ada suatu kekuasaan adalah madhul “kandungan
petunjuk” nas } al-Qur‟an ini sendiri. Di sana ada “seruan” kepada
kebajikan, tetapi ada juga “perintah” kepada yang ma‟ruf dan “larangan”
dari yang munkar. Apabila dakwah (seruan) itu dapat dilakukan oleh
orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka “perintah” itu tidak dapat
dilakukan kecuali orang yang memiliki kekuasaan.3
Al-Sya’ra>wi juga menjelaskan dalam tafsirnya kata ت dalam ayat ا
ini mengandung beberapa arti: pertama, segolongan umat tertentu, seperti
umat Arab, kedua, agama dan ketiga, periode, seperti firman Allah Swt
ت ادم ش ب ع ذ ا ا ا ج ق اه اىز “dan berkatalah orang yang selamat di antara
mereka berdua dan teringat (kepada yusuf) sesudah umat beberapa waktu
lama” (Qs.Yusuf [12] :45) orang yang diberi penafsiran mimpi oleh Nabi
Yusuf teringat Yusuf setelah beberapa waktu lamanya dilupakannya.
Keempat, umat artinya yaitu manusia yang memiliki sifat-sifat yang
seperti: ا ا م ش ا ب فاا ه ح ت ق ا خا لل “Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam
(yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan h{ani>f”. (Qs. al-
Nahl[16]:120)4
Kenapa demikian? Karena sifat-sifat baik itu biasanya tidak akan
mungkin seluruhnya bersatu pada satu orang. Karena itu, kita akan
mendapati bahwa si fulan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh
orang lain.
Kembali ke ayat utama. Kadang kita katakana kepada seseorang
“hendaklah kamu menjadi pemberani”. Maksudnya, dia harus
menumbuhkan rasa berani dalam dirinya dan membiasakan diri untuk jadi
pemberani dalam berbagai hal positif. Caranya, berlatih dan membiasakan
3 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an di bawah naungan al -Qur‟an, Penerj
As‟ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Mukhotob Hamzah, Jilid 3, Cet. 1 ( Jakarta:
Gema Insani Pres, 2001), 184 4 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Renunga Seputar
Kitab Suci al-Qur‟an, Jilid 2, Cet. 1 ( Medan: Penerbit Duta Azhar, 2007 , 492.
94
diri, sehingga akhirnya terbiasa. Begitulah kita memahami ت ا ن ى خ ن
ش ا ى اى خ dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang“ ذ ع
menyeru kepada kebaikan, dengan cara mempersiapkan diri dan berlatih
agar terbiasa.5
Menyampaikan ajaran kepada yang ma‟ruf dan menjauhi yang
munkar itulah yang dinamai dakwah. Dengan adanya umat yang
berda‟wah agama menjadi hidup, tidak menjadi seolah-olah mati.6
Bidang menyampaikan dakwah terbagi dua, umum dan khusus.
Yang umum banyak pula cabangnya, sebab masyarakat bercabang-cabang
pula. Dakwah kepada kalangan umat Islam sendiri, supaya mereka
memegang agama dengan betul dan beragama dengan kesadaran. Dan
pemeluk agama itu ada dalam segala bidang kemasyarakatan, dalam
pertanian, perniagaan, pekerjaan tangan, perburuhan dan kepegawaian.
Dipertimbangkan juga tingkat kecerdasan, di kampung atau di kota, laki-
laki dan perempuan, tua ataupun muda, orang yang lebih cerdas atau yang
lebih tinggi pendidikannya dengan orang yang yang rendah
kecerdasannya.
Dalam bidang umum termasuk propaganda menjelaskan kemurnian
agama keluar. Pertama bersifat mengajak orang lain supaya turut
memahami hikmat ajaran Islam. Dan kadang-kadang bersifat menangkis
serangan atau tuduhan yang tidak-tidak terhadap agama Islam.
Yang bersifat khusus ialah dakwah dalam kalangan keluarga sendiri,
menimbulkan suasana agama di kalangan keluarga, mendidik agar patuh
akan perintah Tuhan berlomba dalam berbuat baik. Dakwah tidak
berhenti, walaupun antar sesama golongan sendiri.
5 Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an, 52
6 Hamka, Tafsir Al-Azhar,868.
95
Di dalam ayat bertemu tiga kewajiban yang dihadapi. Yang dua
berpusat kepada yang satu. Yang satu ialah mengajak kepada kebaikan.
Dia menimbulkan dua tugas. Pertama menyuruh berbuat ma‟ruf, kedua
melarang berbuat dari yang munkar.7
Setengah ahli tafsir termasuk buya hamka mengatakan, bahwasanya
yang dimaksud dengan al-Khairi yang berarti kebaikan: yaitu memupuk
kepercayaan dan iman kepada Tuhan, termasuk Tauhid dan Ma‟rifat. Dan
itulah hakikat kesadaran beragama yang menimbulkan tahu membedakan
mana yang baik dengan yang buruk, yang ma‟ruf dengan yang munkar.
Selanjutnya ialah timbul dan tumbuhnya rasa kebaikan dalam jiwa, yang
menyebabkan tahu pula dan berani menegaskan mana yang ma‟rut dan
menentang mana yang munkar. Kalau kesadaran beragama belum tumbuh,
menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma‟ruf dan menentang yang
munkar. Sebab untuk memperbedakan yang ma‟ruf dengan yang munkar
tidak lain dari ajaran Tuhan.8
Oleh karena itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam
mengadakan Dakwah menyeru kepada yang ma‟ruf dan melarang dari
yang munkar, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan
terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang mengajak kepada yang ma‟ruf
dan menjauhi kepada yang munkar, kesadaran diri harus lebih ditanamkan
dalam hati terlebih dahulu.
Perintah bersiap diri dapat dipahami dalam dua pendapat. Pertama,
hendaklah ada di antara kalian wahai orang-orang yang mendapat seruan
ini sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan. Kedua, hendaklah
kalian semua menjadi umat yang menyeru kepada kebaikan. Namun,
pendapat kedua lebih kuat, karena barang siapa yang mengetahui sesuatu
7 Hamka Tafsir al-Azhar,869.
8 Hamka Tafsir al-Azhar,870.
96
hendaklah dia mengajak dan menyampaikannya, ayat tersebut tidak
dikhususkan kepada orang tertentu tapi kepada seluruh umat Islam.
Untuk kemungkaran umat Islam harus mengajaknya dengan dua
cara: pertama, agar dia tidak berbuat kemungkaran; kedua, dia mengajak
untuk mencegah kemungkaran.9
Para ulama telah sepakat ayat inilah yang mewajibkan amar ma‟ruf
nahi munkar kepada kaum muslim dengan wajib kifayah. Jelas lafal ن
menunjukkan tab'idh (sebagian) sebagaimana dikatakan oleh al-d{ahak dan
al-T{aba>ri, karena menyeru kepada kebaikan, menyeru yang ma‟ruf dan
mencegah dari yang munkar itu tidak patut dilakukan kecuali dengan
orang yang mengerti mana yang ma‟ruf dan mana yang munkar juga
mengerti bagaimana cara melaksanakannya.10
B. Kolerasi Antara Pendirian Shalat Dengan Amar Ma’ruf Nahi
Munkar
Sebagaimana dalam surah Luqman ayat 17:
منك
معروف وانه عن ال
مر ةال
ية وأ
ل كم الص
صاةك ان ذلك من عزم يتني ا
ى ما ا
ر واصبد عل
مير ا ال
“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia)
berbuat yang ma‟ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian
itu termasuk perkara yang penting. (Qs. Luqman[31]: 17)
Asbabun nuzul ayat ini menceritakan Ketika ayat ke-82 dari surat
al-An‟am diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Maka mereka datang
menghadap Rasulullah Saw, seraya berkata “wahai Rasulullah, siapakah di
9 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, 493.
10 Prof. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, karakteristik umat terbaik telaah manhaj,
akidah, dan harakah, penyunting subhan, Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 245.
97
antara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan
z\alim?”. Jawab beliau” bukan begitu, bukankah kamu telah mendengarkan
wasiat Lukman Hakim kepada anakanya :
م عظيم ظل
هك ل الش
ان ا تشهك ةاللهلمن لاةنه ووي يعظه يتني ل
ل ١٣واذ كال
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia
memberi pelajaran kepadanya,”Wahai anakku! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kez\aliman yang besar.” (Qs. Luqman[31]: 13)11
Surah Luqman adalah termasuk surat makkiyah, terdiri dari 34 ayat,
surat ini diturubkan setelah surah Ash-Shaffat.
Luqman adalah seorang anak yang sholeh dan memiliki akhlak yang
mulia, yaitu yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya
diabadikan Allah dalam salah satu surat di dalam al-Qur‟an, yakni surat ke
31. Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan pelajaran kepada kita
akan kesholehan Luqman dalam memberikan nasehat kepada anaknya,
yakni nasehat yang mengandung unsur “keimanan” yang mendalam,
“keikhlasan” yang suci dan “kecintaan” yang tinggi. Luqman adalah sosok
ayah pilihan Allah. Nasehat yang disampaikan pada anaknya diabadikan
dalam al-Qur‟an.12
Buya Hamka menjelaskan dalam tafsirnya mendirikan sholat, dan
menyeru kepada yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
bersabar atas apa yang menimpa kita. Inilah empat modal hidup yang
diberikan Luqman kepada anaknya dan dibawakan menjadi modal pula
bagi semua, disampaikan Nabi Muhammad Saw kepada umatnya.
Untuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan
Allah, untuk memperdalam rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan
11
Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an, 56. 12
Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an, 57.
98
perlindungannya yang selalu kita terima. Dirikanlah solat, dengan solat
kita melatih lidah, hati, dan seluruh anggota badan agar selalu ingat
kepada Tuhan. Dalam agama Islam telah ditentukan bahwa wajib kita
untuk mengerjakannya itu sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari
semalam, jangan berkurang, lebih semakin baik dihadapan Tuhan.
Dapatlah kita hitungkan sendiri betapa besar kesannya kepada jiwa kalau
nama Allah selalu jadi sebutan. “Allahu Akbar” Alh{amdulillah,
Subh{anallah; dengan merundukkan badan kita ruku‟, dengan
mencecahkan kening ketika sujud, dengan tegak yang lurus tidak
menengok ke kiri dan ke kanan, kita akan mendapatkan kekuatan pribadi,
lahir dan batin, moral dan mental.13
Kemudian Luqman berkata kepada anaknya : “bahwa iman tidak
hanya solat, tapi iman yang sempurna ialah kita mencintai saudara kita
dengan apa yang kita cintai terhadap diri sendiri”.
Dia berkata: ن ش اى ع ا ف ع ش ش ب اى أ artinya “dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegalah (mereka) dari perbuatan
yang munkar. Merupakan kesempurnaan setelah pelaksanaan sholat adalah
amar ma‟ruf nahi munkar guna meraih kesempurnaan sosial masyarakat.
Dengan sempurnanya ini, maka sempurnahlah iman.14
Jangan pernah menduga amar ma‟ruf nahi munkar itu hanya
membantu orang lain saja. Sebenarnya pekerjaan itu bermanfaat bagi diri
pelaku sendiri. Dengan amar ma‟ruf nahi munkar ini kita dapat
ketenangan jiwa. Karena kita telah melaksanakan taklif disaat orang lain
tidak mampu melaksanakannya. Tidak diragukan bahwa kepatuhan orang
lain terhadap manhaj Allah merupakan kedamaian bagi kita juga. Kalau
13
Hamka Tafsir al-Azhar,5570. 14
Hamka Tafsir, al-Azhar,5571.
99
niscaya seluruh masyarakat akan susah keluar dan terganggu akibat
sekelompok kecil yang keluar dari manhaj Allah ini.15
Merupakan bukti nyata bahwa manusia tidak mendapatkan hasil
maksimal kecuali setelah dia beramar ma‟ruf kepada orang lain. Bila
disembunyikan amar ma‟ruf, maka orang lain akan mendapatkan manfaat
dari kebaikan yang kamu lakukan, dan kamu mendapatkan kerusuhan dari
kejahatan mereka.
Kata س ال ع ض hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dapat juga
dilihat pada مو ع ي للاه ج ف خ ,apabila kamu telah membulatkan tekad ف ا ر ا ع ض
maka bertakwalah kepada Allah. (Qs. A<li Imran[3]: 159) „Azam adalah
ambisi dan kemauan keras, yang tidak ada keraguan di dalamnya.
Jadi,‟Azam/ambisi adalah tenaga jiwa yang memotivasi kerja seseorang.16
Ada Tiga induk ibadah yang di wasiatkan Luqman pada anaknya
yaitu : pertama; sholat, perintah sholat adalah ajakan yang mulia, Luqman
berwasiat kepada anaknya untuk menunaikan sholat. Yang dimaksud
adalah menunaikana sholat enggan memperhatikan batasan, kewajiban,
dan waktunya. Wasiat Luqman ini menunjukkan bahwa ajakan sholat pada
anak adalah wasiat yang utama dan amat berharga. Rasul kita s}ollallahu
„alaihi wa sallam pun menasihatkan demian. Kedua; amar ma‟ruf nahi
munkar, Luqman pun berwasiat kepada anaknya untuk melakukan amar
ma‟ruf nahi munkar. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah memerintahkan
kebaikan sedangkan nahi munkar adalah melarang dari kemunkaran. Ibn
Taimiyah menasehati bagi yang ingin melakukan amar ma‟ruf nahi
munkar hendaklah memiliki tiga bekal yakni; berilmu sebelumnya, lemah
lembut ketika bertindak, dan sabar terhadap cobaan yang dihadapinya
nantinya. Ketiga; sabar dalam menghapi ujian dan cobaan yang menimpa
15
Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, 495. 16
Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi,496.
100
dirinya. Inilah wasiat yang diajarkan Luqman kepada anaknya, dan ajaran
tersebut sangatlah penting untuk di lakukan dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.17
C. Keimanan Dalam Ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Taubah ayat 71.
ر منك
معروف وينىين عن ال
مرون ةال
يأ ولياء ةعض
مؤمنج ةعضىم ا
مؤمنين وال
وال
ا ك سيدحمىم الله ى وله ا ورسيل ية ويطيعين الله
ية ويؤحين الزك
ل ويليمين الص ن الله
٧١عزيز حكيم
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan
salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana. (Qs. al-Taubah[9] :71)
Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya menjelaskan “Dan laki-laki
yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian
mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian.” Di dalam ayat ini kita
bertemu dengan kalimat اء ى di jama‟ dari kata “Wali”. Yang pernah kita ا
artikan pimpinan atau pemimpin. Maka dijelaskanlah di sisni perbedaan
yang sangat besar di antara orang munafik dan orang mukmin. Kalau pada
orang munafik terdapat perangai yang sama, kelakuan yang serupa, namun
di antara mereka sesama mereka ada pimpin- memimpin dan bimbing-
membimbing. Sebab masing-masing mementingkan diri sendiri, kalau
mereka bersatu hanyalah karena samanya kepentingan. Tetapi kalau ada
kesempatan, yang satu niscaya akan menghianati yang lain. Sedang orang
17
Fathurrohma Aida, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Al-Qur‟an,58.
101
mukmin tidaklah begitu. Mereka bersatu, pimpin-memimpin, yang
setengah atas yang setengah, bantu membantu, laki-laki dengan
perempuan. Dipatrikan kesatuan mereka oleh kesatuan I‟tiqad, yaitu
percaya kepada Allah. Lantaran kesatuan kepercayaan bersama itu,
timbullah Ukhuwah, yaitu persaudaraan.18
karena di dasari iman dalam diri seorang Muslim, maka hal inilah
yang menjadi tolak ukur bagi mereka untuk serta dalam mengamalkan
ajaran al-Qur‟an yang telah di wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw.
yang mana dalam ajarannya menganjurkan bagi pengikutnya untunk selalu
dalam kebaikan. Dalam hal ini seperti saling bantu-membantu, tolong-
menolong, dan saling mendukung dan ikut serta dalam menegakkan amar
ma‟ruf nahi munkar untuk kemaslahatan umat. Dengan iman inilah yang
mendorong umat ini untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar, karena
atas dorongan iman jugalah sebagian umat ini menyerukan amar ma‟ruf
nahi munkar di muka bumi ini.19
“mereka itu menyuruh berbuat yang ma‟ruf dan melarang dari yang
munkar”. Dengan semangat tolong-menolong, pimpin-memimpin itu
mereka menegakkan amal dan membangun masyarakat Islam, masyarakat
orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Kalau ada pekerjaan yang
baik, yang ma‟ruf, semua menegakkan dan mengingatkan. Dan kalau ada
yang munkar, yang tidak patut, semuanya menentang. Sehingga mereka
mempunyai pandangan umum yang baik. Tidak ada penghinaan pada
perempuan dari pihak laki-laki dan tidak ada tantangan yang buruk dari
pihak perempuan kepada laki-laki. Misalnya menuntut hak, sebab hak
telah terbagi dengan adil.
18
Hamka Tafsir al-Azhar,3028. 19
Hamka Tafsir al-Azhar,3029.
102
“Dan mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat.”. Karena
dengan mendirikan shalat mereka mendapat dua hubungan. Pertama
hubungan dengan Allah dengan ibadah, Kedua hubungan sesama mukmin
dengan berjama>‟ah. Dan berdirinya jama >‟ah s}alat itu, bertambah suburlah
amar ma‟ruf nahi munkar tadi. Sebab ukhwah telah terpadu dalam ibadah.
Sehabis shalat mereka berusaha kembali, berniaga, bercocok tanam, dan
beternak. Yang mana hasil usaha itu mereka zakatkan untuk kemaslahatan
umat ini.20
Telah diriwayatkan oleh Imam Muslin dari Thariq bin Syihab dia
menceritakan: “Orang yang pertama kali memulai Khutbah Id sebelum
pelaksanaan adalah Marwan, lalu seorang berdiri seraya mengucapkan:
shalat itu dikerjakan sebelum Khutbah. Dia pun menjawab: aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda:
س ه هللا ع ج س : س ، ق اه هللا ع ض س ذ س ذ اىخ أ ب س ع : ملسو هيلع هللا ىلصع ه ق
ب ذ » ن شا ف ي غ ش ن أ س ع سخ ط ى ، ف إ ع ف ب ي س ا سخ ط ى ، ف إ
ا ع ف اإل ر ى ل أ ض ا س « ف ب ق ي ب ي س
“dari abi> sa’i >d, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda, „Barangsiapa dari kalian melihat
kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah
dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu
merupakan selemah-lemahnya iman.”21
Benar apa yang disabdakan Rasulullah Saw dengan ringkasnya.
Hadis ini telah mencakup banyak hukum Inkarul Munkarat. Perhatikan
keumuman sabdanya yang menggunakan kata “MAN” kata tersebut
mencakup seluruh individu dari umat ini. Perhatikan juga sabdanya
20
Hamka Tafsir al-Azhar,3030. 21
Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan
Realisasinya di Dunia Modern, ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 54-55.
103
menggunakan kata “RA‟A” yang menunjukkan bahwa kemunkaran
tersebut tampak kelihatan oleh pandangan mata manusia melihatnya tanpa
melalui tajassus.
Sedangkan sabdanya : “MUNKARAN” mencakup segala macam
kemungkaran, termasuk di dalamnya kemungkaran-kemungkaran yang
sekecil apapun, demikian juga kemungkaran-kemungkaran yang sebesar-
besarnya yang pelakunya dianggap sebagai orang yang melampaui batas.
Dan perhatikan gaya bahasa yang digunakan dalam memberikan perintah:
“FALYUGHAYYARU” yaitu perintah yang wajib dilaksanakan menurut
kesepakatan ulama.
Sedangkan sabda beliau: yang demikian itu adalah selemah-lemanya
iman”. Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan “ Arti dari kalimat itu
adalah bahwasanya imannya tersebut sangat kecil, lebih kecil dari biji
sawi”
Dalam menerangkan arti sabda Rasulullah saw ini: “Dan dibelakang
semuanya itu tidak terdapat iman meskipun hanya sebesar biji sawi”,
Syekhul al- Islam Ibn Taimiyah Rahimahullah pernah mengatakan:
Maksudnya adalah bahwasanya tidak tersisa setelah inkarul munkar ini
sesuatu yang termasuk iman meskipun dikerjakan oleh seorang mukmin,
tetapi pengingkaran dengan hati merupakan akhir batas iman, yang
demikian itu tidak berani bahwa orang yang tidak mencegah kemunkaran
tidak terdapat dalam dirinya iman sebesar biji sawi. Oleh karena itu, beliau
bersabda: “Dan tidaklah dibelakang semua itu”. Beliau menjadikan orang-
orang mukmin menjadi tiga tingkatan, setiap mereka berbuat berdasarkan
iman yang disukai.
Selanjutnya Ibn Taimiyah mengatakan : Dengan demikian dapat
diketahui bahwa manusia berlomba-lomba dalam keimanan yang
diwajibkan kepada mereka sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini
104
dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat
sosial. Dengan iman yang ada dalam diri mereka terdorong hatinya untuk
menegakkan amar ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar.22
D. Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma‟ruf nahi munkar dirasa sangat penting bagi umat Nabi
Muhammad karena berbagai sebab dan faktor, di antaranya yang
terpenting adalah:
1. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan penyebab kebaikan umat ini,
termasuk karakteristiknya yang Allah karuniakan kepada kita diamtara
seluruh umat ini. Sebagaimana yang telah Allah jelaskan dalam al-Qur‟an:
ر منك
معروف وحنىين عن ال
مرون ةال
اس حأ خرجج للن
ث ا م
نخم خيد ا
ك وحؤمنين ةالله
فسلين ثدوم ال
كمؤمنين وا
ىم منىم ال
كان خيدا ل
كتب ل
الول
من ا
ي ا ١١٠ول
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang
beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Qs. A<li-
Imran[3]: 110)
Demikianlaj sifat dan karakteristik masyarakat Muslim yang
menjadikannya unggul sepanjang sejarah. Adapun masyarakat jahiliyyah
yang kafir, bibit penyakitnya adalah munkar nahi ma‟ruf sepanjang sejarah
manusia yang panjang. Dan bukti yang paling jelas atas hal ini adalah:
Masyarakat sekarang yang rela dengan kekafiran dan kesesatan, sebab
22
Saleh Bin Abdullah Darwis, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan
Realisasinya di Dunia Modern,56.
105
masyarakat sekarang ini memerangi kebaikan dan mendukung perbuatan
yang hina dengan kedok kebebasan pribadi.23
2. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan bagian dari rasa solidaritas yang
Allah tegakkan di antara orang-orang Mukmin. Melengkapi di antara
sesama mereka. Sebagai contoh adalah tidak boleh ada seorang muslim
yang kelaparan sementara orang-orang Muslim disekitarnya meresa
kekenyangan, seandainya terjadi hal yang demikian maka orang Muslim
tersebut diperkenankan meminta kebutuhannya kepada orang-orang
Muslim yang disekitarnya dengan kekerasan dan orang-orang Muslim
berdosa karena lalai dan tidak mau membantunya. Demikianlah keadaan
di dalam seluruh kebutuhan-kebutuhan yang pokok.24
Dan seandainya anda mendapati seorang yang tenggelam , anda
wajib menyelamatkannya sebatas kemampuan, walaupun hal tersebut
mengakibatkan anda mengabaikan ibadah wajib yang di syari‟atkan
seperti puasa, shalat dan lainnya.
Dan seandainya anda melihat seseorang yang hendak membeli
barang dagangan yang cacat, maka anda wajib menjelaskan kepadanya
bahwa barang tersebut adalah cacat, hal ini termasuk dalam kategori
nasihat-menasihati dan menghendaki kebaikan kepada kamu Muslimin.
Oleh karena itu pengawasan terhadap barang dangangan pasar, serta
menolong orang yang akan binasa merupakan bagian dari sitim
pengawasan Islam.
Semuanya ini karena pemeliharaan terhadap manusia dalam Islam
merupakan masalah yang sangat penting. Namun manusia dalam Islam
tidaklah fisik saja, tapi fisik dan ruh. Sebagaimana halnya kita dituntut
memelihara akidah mereka, akhlak mereka serta komitmen mereka
23
Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 23. 24
Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 24.
106
terhadap agama. Hal ini melalui amar ma‟ruf nahi munkar, yang mana
dengan hal tersebut terlaksanakan penyempurnaan kekurangan yang
terdapat pada sebagian agama kaum Muslimin, dan terwujudlah sikap
solidaritas yang wajib dalam sisi ini.
3. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan jaminan bagi suatu lingkungan dari
bahaya polusi pemikiran dan akhlak. Bahaya polusi pemikiran dan akhlak
tidak jauh berbeda dengan bahaya polusi fisik, yang misalnya muncul
akibat pertarungan kuman yang menakutkan bagi manusia, yang muncul
karena sebab yang lain.
Oleh karena itu pelaku kemunkaran bila berada di dalam masyarakat
yang tidak terkena polusi pemikiran dia akan menyembunyikan
kemungkarannya karena dia mengetahui bahwa dia hidup ditengah-tengah
lingkungan baik, dan dia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat. Keadaannya persis dengan
keadaan orang yang hendak melakukan pencurian, dia menunggu keadaan
aman, dilakukan ditengah-tengah kegelapan malam dan jauh dari
penglihatan.
Akan tetapi bila pelaku kemungkaran hidup ditengah-tengah
masyarakat yang sudah tercemar polusi, dia akan melakukan
kemungkarannya secara terang-terangan, karena dia merasa bahwa dia
melakukan perbuatan yang sudah wajar, tidak menyalahi apa yang
dilakukan masyarakat. Dan terkadang pelaku kema‟rufan,sampai
melakukan kema‟rufannya secara tersembunyi karena takut terhadap
siksaan, atau khawatir dilihat manusia dan dapat celaan dari mereka.25
4. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan jaminan az\ab Ilahi yang menimpa
masyarakat yang di dalamnya kerusakan merajalela. Akibat ketidak
pedulian masyarakat dan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan abai
25
Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 25.
107
terhadap amar ma‟ruf nahi munkar yang mengakibatkan mereka mendapat
siksa dan az\ab dari Allah swt. Maka perlu untuk ada segolongan umat ini
untuk mnyeru kepada kebaikan dan mencegah daripa kemungkaran
dengan sebab inilah az\ab serta siksa Allah swt tidak akan diturunkan
kepada umat manusia ini.26
Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya pada ayat yang telah lalu
telah diperintahkan dengan nyata dan tegas supaya di kalangan jamaah
Islamiyah itu diadakan umat yang khusus untuk menyeruh kepada
kebaikan, yaitu iman, menyuruh berbuat yang ma‟ruf dan melarang yang
munkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi hasil usaha itu yang nyata, yang
kongkrit. Yaitu kamu menjadi sebaik-baik umat yang dikeluarkan antara
manusia di dunia ini. Di jelaskan sekali lagi, bahwa kamu mencapai
derajat yang demikian tinggi, sebaik-baik umat, karena kamu memenuhi
ketiga syarat: amar ma‟ruf nahi munkar, Iman kepada Allah. Ketiganya
inilah yang menjadi sebab, kamu disebutkan yang sebaik-baik umat. Kalau
yang ketiga tersebut tidak ada, niscaya kamu bukanlah yang baik-baik
umat, bahkan menjadi yang seburuk-buruk umat. Lantaran itu apabila kita
membaca ayat ini, janganlah hanya memegang pangkalnya, lalu
membangga, sebagaimana orang Yahudi mengatakan, bahwa mereka
adalah “kaum pilihan tuhan.”27
Ketiga dasar yang membawa mutu kebaikan isi pada hakikatnya
adalah satu. Pertama amar ma‟ruf nahi munkar, yang ketiga yakni beriman
kepada Allah adalah dasarnya yang sejati. Apabila telah mengakui dan
merasakan beriman kepada Allah, timbullah kebebasan jiwa. Sebab
percaya kepada Allah tidak memberi tempat buat mempersekutukan
kepercayaan kepada yang lain dengan kepercayaan kepada Allah. Orang
26
Salman al-Audah, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, 26. 27
Hamka, Tafsir al-Azhar, 686.
108
yang beriman kepada Allah, bebas merdekalah dia dari pengaruh yang
lain, sebab yang lain hanyalah makhluk Allah belaka. Keimanan kepada
Allah menghilangkan ketakutan dan duka cita menimbulkan daya hidup.
Tegasnya juga menimbulkan dinamika hidup. Itulah jiwa bebas, maka
dengan sendirinya kemerdekaan jiwa karena tauhid itu menimbulkan pula
kemerdekaan yang kedua, yaitu kamauan. Lalu berani menyatakan fikiran-
fikiran yang baik untuk kemaslahatan umat dan kemajuan, sebab hidup
lebih maju adalah tabiat kemanusiaan. Di sinilah terletak amar ma‟ruf nahi
munkar.
Keberanian menyatakan, bahwa ini adalah ma‟ruf, tetapi lebih sulit
menyatakan, bahwa itu adalah munkar. Sebab besar kemungkinannya akan
dimurkai orang. Kadang-kadang kita dianjurkan supaya mengatakan yang
sebenarnya. Tetapi apabila yang sebenarnya yang kita katakana, orang
akan marah. Sebab masyarakat biasanya amat berat melepaskan
kebiasaannya. “Manusia budak kebiasaanya” begitu kata pepatah
mengatakan. Maka kalau iman kepada Allah di dalam ayat ini dijadikan
bahan yang terakhir, sebab dialah dasar kalau iman kepada Allah itu
lemah, niscaya amar ma‟ruf nahi munkar tidak akan berlangsung.
Kekurangan iman kepada Allah menghilangkan keberanian buat beramar
ma‟ruf nahi munkar. Dan kalau keberanian ini tidak ada lagi, kamu tidak
lagi terhitung sebaik-baik umat. Maka menurut ukuran tinggi dan rendah
bersemangat atau kendor semangat. Ketiga inilah amar ma‟ruf, nahi
munkar dan iman kepada Allah menjadi penilaian sebaik-baik umat.28
Inilah persoalan yang harus dimengerti oleh umat Islam agar mereka
mengetahui hakikat diri dan nilainya, dan mengerti bahwa mereka itu
dilahirkan untuk maju ke garis depan dan memegang kendali
kepemimpinan karena mereka adalah umat terbaik. Allah menghendaki
28
Hamka Tafsir,al-Azhar, 687.
109
supaya kepemimpinan di muka bumi ini untuk kebaikan, bukan untuk
keburukan dan kejahatan.29
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa memang sangat
pentinglah amar ma‟ruf nahi mungkar untuk ditegakkan, dengan tujuan
agar umat ini sadar akan pentingnya kebaikan ditegakkan dan bahaya
apabila kemunkaran dibiarkan dimana-mana. Hal apa yang akan terjadi
apabila amar ma‟ruf nahi munkar tidak ditegakkan atau bahkan di
tinggalkan, tentunya az\ab serta siksaan Allah swt akan diturunkan untuk
menyadarkan umat ini. Agar tidak selalu merusak dan berlaku semaunya
di muka bumi ini.
E. Analisis penulis
Menurut Buya Hamka, amar ma‟ruf nahi munkar dalam QS.ali
„Imran ayat 104 yang mana disimpulkan. Ketika dalam menyampaikan
ajaran kepada yang ma‟ruf dan menjauhi yang munkar itulah yang
dinamai da‟wah. Dengan adanya umat yang berda‟wah agama menjadi
hidup, tidak menjadi seolah-olah mati. Maka dalam hal ini sangatlah
diperlukan bagi seorang muslim untuk menyampaikan atau lebih tepatnya,
menghidupkan amar ma‟ruf nahi munkar dengan tujuan agar supaya
agama ini menjadi hidup. Tentunya dalam hal menyampaikan amar ma‟ruf
nahi munkar diperlukan ilmu terhadapnya, tentunya hal-hal yang berkaitan
dengan amar ma‟ruf nahi munkar. Dengan tujuan apa yang disampaikan
tepat sasaran dan dapat diterimah oleh masyarakat. Oleh karena itu
dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam mengadakan Dakwah menyeru
kepada yang ma‟ruf dan melarang dari yang munkar, hendaklah kesadaran
beragama ini wajib ditimbulkan terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang
29
Hamka Tafsir,al-Azhar, 688.
110
mengajak kepada yang ma‟ruf dan menjauhi kepada yang munkar,
kesadaran diri harus lebih di utanamakan dalam hati terlebih dahulu.
Sedangkan menurut Sayyid Quthb dalam Qs. A<li „Imran ayat 104
yang mana disimpulkan haruslah ada segolongan orang atau satu
kekuasaan yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf
dan mencegah dari yang munkar. Ketetapan bahwa harus ada suatu
kekuasaan adalah madhul “kandungan petunjuk” nas } al-Qur‟an ini sendiri.
Di sana ada “seruan” kepada kebajikan, tetapi ada juga “perintah” kepada
yang ma‟ruf dan “larangan” dari yang munkar. Apabila dakwah (seruan)
itu dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka
“perintah” itu tidak dapat dilakukan kecuali orang yang memiliki
kekuasaan.
Sedangkan menurut al-Sya’ra>wi> dalam Qs. A<li-„Imran ayat 104
yang mana disimpulkan bahwa perintah menjadi umat terbaik dengan cara
mempersiapkan diri dan berlatih agar terbiasa. Perintah bersiap diri dapat
dipahami dalam dua pendapat. Pendapat pertama, orang yang menyeru
kepada yang ma‟ruf. Pendapat kedua, menjadi umat yang menyeru
kebaikan. Dan untuk kemunkaran ada dua cara juga. Cara yang pertama,
agar dia tidak berbuat kemunkaran. Dan cara yang kedua, dia mengajak
mencegah kemunkaran.
Menurut Buya Hamka dalam Qs. Luqman ayat 17 yang mana
disimpulkan bahwa mendirikan s}olat, dan menyeru kepada yang ma‟ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan bersabar atas apa yang menimpa
kita. Inilah empat modal hidup yang diberikan Luqman kepada anaknya
dan dibawakan menjadi modal pula bagi semua, disampaikan Nabi
Muhammad Saw kepada umatnya akidah yang telah dirumuskan itu
beralih kepada da‟wah dengan menyeru manusia berbuat kebaikan. Dalam
hal ini mengajak kepada yang ma‟ruf dan meninggalkan dari pada yang
111
munkar. Luqman pun berwasiat kepada anaknya untuk melakukan amar
ma‟ruf nahi munkar. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah memerintahkan
kebaikan sedangkan nahi munkar adalah melarang dari kemungkaran.
Maka dengan mendirikan S{alat artinya mendirikan amar ma‟ruf, dengan
meninggalkannya artinya melakukan yang munkar sedangkan “munkar “
itu sendri yang bermakna tidak terpuji dan tidak disenangi.
Menurut Buya Hamka dalam Qs. al-Taubah ayat 71 yang mana
disimpulkan karena di dasari iman dalam diri seorang Muslim, maka hal
inilah yang menjadi tolak ukur bagi mereka untuk serta dalam
mengamalkan ajaran al-Qur‟an yang telah di wahyukan kepada Nabi
Muhammad Saw. yang mana dalam ajarannya menganjurkan bagi
pengikutnya untunk selalu dalam kebaikan. Dalam hal ini seperti saling
bantu-membantu, tolong-menolong, dan saling mendukung dan ikut serta
dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar untuk kemaslahatan umat.
Dengan iman inilah yang mendorong umat ini untuk menegakkan amar
ma‟ruf nahi munkar, karena atas dorongan iman jugalah sebagian umat ini
menyerukan amar ma‟ruf nahi munkar di muka bumi ini. Iman yang
mantap yang melekat dalam hati sanubari ketika melihat ada segolongan
umat ini enggan dengan yang ma‟ruf dan malah senang dengan
kemunkaran, maka dengan dasar Iman inilah terdorong hati untuk
menegakkan amar ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar.
Menurut Buya Hamka dalam Qs. A<li-„Imran ayat 110 yang mana
disimpulkan bahwa mereka itu dilahirkan untuk maju ke garis depan dan
memegang kendali kepemimpinan karena mereka adalah umat terbaik.
Dengan menjalankan tugas-tugas yang dilakukan dengan umat terbaik.
Tugasnya adalah mencegah kejahatan, mengajak kepada kebaikan. Dan
serta menjaga masyarakat dari unsur-unsur kerusakan. Dan supaya di
kalangan jamaah Islamiyah itu diadakan umat yang khusus untuk
112
menyeruh kepada kebaikan, yaitu iman, menyuruh berbuat yang ma‟ruf
dan melarang yang munkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi hasil usaha
itu yang nyata, yang kongkrit. Yaitu kamu menjadi sebaik-baik umat yang
dikeluarkan antara manusia di dunia ini. Di jelaskan sekali lagi, bahwa
kamu mencapai derajat yang demikian tinggi, sebaik-baik umat, karena
kamu memenuhi ketiga syarat: amar ma‟ruf nahi munkar, Iman kepada
Allah. Ketiganya inilah yang menjadi sebab, kamu disebutkan yang
sebaik-baik umat. Kalau yang ketiga tersebut tidak ada, niscaya kamu
bukanlah yang baik-baik umat, bahkan menjadi yang seburuk-buruk umat.
Lantaran itu apabila kita membaca ayat ini, janganlah hanya memegang
pangkalnya, lalu membangga, sebagaimana orang Yahudi mengatakan,
bahwa mereka adalah “kaum pilihan Tuhan.”
Dengan demikian penulis menganalisa penafsiran Hamka dan
penafsiran Sayyid Qutub dan Penafsiran al-Sya‟rawi terdapat ada
persamaan dan perbedaan di antara masing-masing mereka dalam
menafsirkan amar ma‟ruf nahi munkar. Di mana persamaan dari
penafsiran ketiga ulama tersebut terletak pada Qs. A<li ‘Imra>n ayat 110 dan
Qs. A<li- ‘Imra>n ayat 104, dalam Qs. A<li ‘Imra>n ayat 110 bahwa Hamka,
Sayyid Qutub dan al-Sya‟ra>wi sama-sama menafsirkan amar ma‟ruf nahi
munkar sebaik-baiknya umat adalah umat terbaik yang menyeru kepada
kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang munkar dan menjaga
masyarakat dari unsur-unsur kerusakan. Kemudian dalam Qs. A<li-‘Imra>n
ayat 104 bahwa bahwa terdapat persamaan di antara ketiga ulama tersebut,
Hamka memberikan penjelasan dalam tafsirnya bahwa haruslah suatu
golongan dari umat muslim ini menyeru kepada yang ma‟ruf dan
mencegah dari yang munkar. Dan sedangkan Sayyid Qutub memberikan
penjelasan dalam Qs. A<li-„Imran dengan penafsiran yang berbeda Sayyid
Qutub mengatakan haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan
113
yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan
mencegah dari yang munkar. Ketetapan bahwa harus ada suatu kekuasaan
adalah madhul “kandungan petunjuk” nas al-Qur‟an ini sendiri. Di sana
ada “seruan” kepada kebajikan, tetapi ada juga “perintah” kepada yang
ma‟ruf dan “larangan” dari yang munkar. Apabila dakwah (seruan) itu
dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka
“perintah” itu tidak dapat dilakukan kecuali orang yang memiliki
kekuasaan. Dan al-Sya‟rawi memberikan penjelasan dalam Qs. A<li-Imran
ayat 104 bahwa perintah menjadi umat terbaik dengan cara
mempersiapkan diri dan berlatih agar terbiasa. Perintah bersiap diri dapat
dipahami dalam dua pendapat. Pendapat pertama, orang yang menyeru
kepada yang ma‟ruf. Pendapat kedua, menjadi umat yang menyeru
kebaikan. Dan untuk kemunkaran ada dua cara juga. Cara yang pertama,
agar dia tidak berbuat kemunkaran. Dan cara yang kedua, dia mengajak
mencegah kemunkaran.
Oleh karena itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam
mengadakan Dakwah menyeru kepada yang ma‟ruf dan melarang dari
yang munkar, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan
terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang mengajak kepada yang ma‟ruf
dan menjauhi kepada yang munkar, kesadaran diri harus lebih ditanamkan
dalam hati terlebih dahulu
Maka dalam hal ini haruslah ada suatu golongan yang menyeru
kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar. Karena dengan hal
inilah mereka akan menjadi sebaik-baik umat. Oleh karena itu, sangatlah
penting sekali bagi umat ini untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar.
Karena dengan hal itulah mereka akan menjadi sebaik-baik umat
sebagaimana yang telah di jelaskan di dalam al-Qur‟an
114
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep dalam beramar ma‟ruf nahi munkar secara universal ulama
mufassir bersepakat dimaknai dengan memerintahkan untuk melakukan
perbuatan yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, sedangkan model
aplikasinya bervariatif, tergantung pada kondisi dan situasi.
Buya Hamka berpandangan bahwa amar ma‟ruf nahi munkar
Berkenaan dengan masalah perintah dan larangan, kita perlu memahami
kembali peranan amar ma‟ruf nahi munkar (menyeru kepada yang ma‟ruf
dan mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada umatnya.
Karena banyak di antara kita yang belum memahami hakikat, fungsi dan
kedudukanya di antara ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu menyebabkan
kurang berfungsinya konsep amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan
kita sehari-hari, apabila pada era modernisasi yang tidak pernah sepi dari
kemunkaran. Pembahasan masalah kebaikan dan kemunkaran sangat luas
dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat ini banyak orang-orang
Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk dirinya sendiri tanpa
memperdulikan orang lain.
mengenai amar ma‟ruf nahi munkar adalah tanggung jawab social,
yang mana hal tersebut melibatkan semua individu tanpa terkecuali.
Karena amar ma‟ruf nahi munkar adalah suatu perintah Tuhan yang bisa
membawa dampak posistif kepada masyarakat bila hal demikian
ditegakkan dan di indahkan . Malah kalau sekira manusia ini enggan dan
115
tidak peduli dengan amar ma‟ruf nahi munkar akan menimbulkan dampak
negative kepada manusia itu sendiri. Misalnya keburukan dan kerusakan
terjadi dimana-mana akibat ketidak pedulian masyarakat terhadap amar
ma‟ruf nahi munkar. Maka sebaliknya bila mana manusia ini peduli dan
mau menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar akan membawa nilai positif,
karena pada intinya amar ma‟ruf adalah sesuatu yang disenangi lagi terpuji
dan sedangkan nahi munkar adalah sesuatu yang di benci dan tidak terpuji
Dalam konsep dakwah Buya Hamka memberikan pandangan, di sini
terdapat dua kata penting, yaitu menyuruh berbuat baik ma‟ruf mencegah
perbuatan munkar. Berbuat ma‟ruf diambil dari kata uruf, yang dikenal,
atau yang dapat dimengerti dan dapat difahami serta diterima oleh
masyarakat. Perbuatan yang ma‟ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan
difahami oleh manusia yang berakal. Yang munkar artinya ialah yang
dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak
patut , tidak pantas. Tidak selayaknya yang demikian dikerjakan oleh
manusia berakal. Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan
mana yang ma‟ruf itu dan mana yang munkar. Sebab itu maka ma‟ruf dan
munkar tidaklah terpisah dari pendapat umum. Kalau ada yang berbuat
ma‟ruf , seluruh masyarakat, umumnya menyetujui, membenarkan, dan
memuji. Kalau ada perbuatan munkar, seluruh manyarakat menolak,
membenci dan menyukainya. Sebab itu bertambah tinggi kecerdasan
beragama, bertambah kenal orang akan yang ma‟ruf dan bertambah benci
orang kepada yang munkar. Lantaran itu wajiblah ada dalam jama‟ah
muslimin segolongan umat yang bekerja keras menggerakkan orang
kepada yang ma‟ruf itu dan menjauhi yang munkar, supaya masyarakat
itu bertambah tinggi nilainya.
Amar ma;ruf berarti orang yang menyeru, mengajak, menyadarkan,
mengingatkan orang lain atau seseorang kepada sesuatu yang baik, benar
116
dan diridhai Allah. Kemudian, nahi mungkar bermaksud orang yang
melarang segala bentuk kejahatan yang dibenci dan tidak diridhai Allah
dengan cara apa sekalipun. Jadi amar ma‟ruf adalah menyuruh manusia
melaksanakan kebaikan yang menjadi perintah Allah dan nahi mungkar
adalah mencegah segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak
Allah.
B. Saran-Saran
Kajian mengenai Amar ma‟ruf nahi munkar sangatlah penting
untuk dikaji dan diteliti, sebab hampir manusia wajib melaksanakan Amar
ma‟ruf nahi munkar. Karena mengajak kepada kebaikan dengan mencegah
dari kemunkaran itu adalah suatu yang harus dilaksanakan. Oleh karena
itu, penelitian ini belum cukup sampai di sini saja, untuk itu penulis
berharap agar para pembaca yang membaca skripsi ini bersedia untuk
melanjutkan penelitian ini dengan lebih meluas dan lebih baik lagi. Karena
penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan ini meskipun skripsi ini ditulis dengan semaksimal mungkin,
akan tetapi penulis menyadari kemampuan dan keterbatasan penulis.
Dengan adanya skripsi ini, penulis berharap agar kajian mengenai
Amar ma‟ruf nahi munkar bisa memberikan pemahaman baru yang akan
merevisi cara pandangan kita terhadap masalah-masalah yang kita hasapi
sehari-hari.A>mi>n.
117
DAFTAR PUTAKA
Ahmad, Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Departemen Urusan
Keislaman,Dakawah,DanPengarahanKerajaanArabSaudi,1310.htt
ps://d1.islamhouse.com/data/id/ih_books/single/id Amar Maruf
Nahi Mungkar.pdf
al-Arid, Hasan Ali, Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: Rajawali Pers,
1992.
Abdullah, Muhammad Syeh A.N Firdaus, “Perjuangannya dalam Risalah
Tauhid” Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Arifin, Md Mohd Farhan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Malaysia,
Januari,2020.
Azean, Nor, ,Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Perspektif Imam al-
Ghazali, Banda Aceh: 27 Januari 2017.
Atiqoh, Nurul, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir al-Misbah,
Semarang: 8 Desember 2001.
Arrazi, Hasbi Romi, “Penafsiran Kata Ma‟ruf Dan Munkar Menurut
Sayyid Quthb Dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an, Skripsi Jurusan
Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN SUNAN KALIJAGA, 2017.
al-Audah, Salman, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, Oktober 1993.
Amin, Samsul Munir, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009.
Ali, Bin Yasin, Hukum-Hukum Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Uwais al-
Qorni: penyuting A saifullah, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,
2012.
Baidan, Nasruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an, Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2000.
118
Baihaqi, Mif, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga
Imam Zarkasyi, Bandung: Nuansa, 2007.
Darwis, Saleh Bin Abdullah, Konsep Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dan
Realisasinya di Dunia Modern, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
1996.
al-Farmawi,„Abdu al-Hayy, Metode Tafsir Maudhu‟I, Terj, Rohison
Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Fikri, Muhammad Nauval, Amar Ma‟ruf Nahi MUnkar: Studi Komparatif
Antara Sa‟id Hawa dan Hamka, Bandung: juli 2019.
Fathurrohma, Aida , Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an,
Ciputat: Agustus 2018
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 2, Jakarta: Pustaka Nasional PTE LTD
Singapur, 1989.
Hamka ,Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.
-------, Antara Fakta dan Khayal, Jakarta: Republika Penerbit, 2017.
-------, Ayahku, Jakarta: Penerbit Ummida, 1982.
-------, Dari Lembah Cita-Cita, Jakarta: Gema Insani, 2016.
-------, Filsafah Hidup, Jakarta: Republika Penerbit,2015.
-------,Kenangan-kenangan 70 Tahun Buya Hamka, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983.
-------, Kenang-kenangan Hidup, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
-------, Lebaga Budi, Jakarta: Republika Penerbit,2016.
-------, Lembaga Hidup, Jakarta: Republika Penerbit, 2015.
-------,Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Republika Penerbit, 2018.
-------,Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf, Jakarta: Republika
penerbit, 2016.
-------,Renungan Tasawuf, Jakarta: Republika Penerbit, 2016.
-------,Tafsir al-Azhar (Jakarta: Republika Penerbit, 2015).
119
-------,Tafsir al-Azhar, Jilid 2, Pustaka Nasional PTE LTD Singapure.
-------,Tafsir al-Azhar Jilid I, Jakarta: Gema Insasni, 2015.
-------,Tasawuf Modern, Jakarta: Republika Penerbit, 2015.
Hetiwinarti, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghazali dalam
Perspektif Bimbingan Konseling Islam” Semarang: Oktober,
2010.
Hidayat, Husnul, “Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya
Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1, Januari-Juni
2018.
Hamka, Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983.
Hendra, Tomi, “Etika Dakwah Ditinjau dari Perspektif Psikologi
Komunikasi” Komunikasi Penyiran Islam. Vol.10,no.2 Juli-
Desember 2019.
Hamzah, Amir Yunus, Hamka Sebagai Pengarang Roman, Jakarta:
Puspita Sari Indah, 1993.
al-Jaza‟iri, Jabir Abu Bakar, Terjemahan Minhajul Muslium “Panduan
Hidup Seorang Muslim” Cet 4, Madinah: Maktabatul „Ulum wal
Hikam, 1419.
Jawas, Qodir Abdul Bin Yajid, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus
Sunnah Waljama‟ah, Depok: Pustaka Khazanah Fawaid, 2017.
Mahmud, Halim Ali Abdul, karakteristik umat terbaik telaah manhaj,
akidah, dan harakah, penyunting subhan, Cet. 1 ,Jakarta: Gema
Insani Press, 1996.
Mohi, Bin Abdul Hadi, Deskripsi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-
Qur‟an (kajian terhadap tafsir Fi > Zila>l al-Qur‟an karya Sayyid
Qutbh), Ciputat: Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
120
Munzir, Muhammad, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar, Studi
Analitis Terhadap Hadis Nabi, Makassar:7 Maret 2016.
Musyarif, “ Suatu Analisis Sosial Terhadap Kita al-Azhar”. IAIN Pare-
Pare, Vol.1, no.2 , Juli 2019.
Majid,Nurcholis, Masyarakat religious, Jakarta: Paramadina, 2000.
al-Mubarokfuri, Syafiyurrahman, Sahih Tafsir Ibn Katsir, Jakarta: 14
April 2007.
Mukti, Ali Takdir, Membangun Moralitas Bangsa, Yogyakarta: LPPI
Ummy,1998.
Nizar, Samsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran
Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008.
Netty, Hidayati, “Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam
Kehidupan Sosial” Lampung: Juni, 2018.
Purwono, Eko, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Perspektif Sayyid
Qutbh”. Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, vol.1,no.2,
2015.
al-Qat ṭt ṭan, Khalil Manna‟, “Mabāhis fi „Ulumil Qur‟an, Terj. Mudzakir
As, Studi Ilmu Ilmu Alquran” Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar
Nusa, 2007.
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an di bawah naungan al-Qur‟an,
Penerj As‟ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Mukhotob
Hamzah, Jilid 3 Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Pres, 2001.
-------, Sayyid, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an di Bawah Nuangan al-Qur‟an,
Penerjemah As‟ad Yasin Dkk, Jakarta: Gema Insan, 2008.
Roziqin, Badiatul, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: e-
Nusantara, 2009).
121
Raharjo, Dawan, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Ensiklopedia: 14,Januari
,2020.
al-Rifa‟i, Nasib Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir Jilid I, Jakarta:
Gema Insani, 1999.
Rezekiyah, Neili,“implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif
Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa ,tinjauan komparatif
dalam tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Ibriz” ( Surabaya: Januari,
2017.
Risnawati, Implementasi Pembelajaran Kemuhammadiyahan Dalam
Meningkatkan Perilaku Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Ponogoro:
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Keguruan
IAIN Ponogoro, 8 Maret 2020.
Somad, A. Bukhori, “Tafsir Al-Qur‟an Dan Dinamika Sosial Politik:
Studi Terhadap Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu
Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, vol.9, no.2 ,Juli-
Desember 2013. 22-66
Safrudin, Irfan, Ulama-ulama Perintis: Biografi Pemikiran dan
Keteladanan, Bandung: Majelis Ulama Indonesia, 2008.
al-Suyuti, Jalaluddin, Sebab Turunnya al-Qur‟an, terj. Abdul Hayyie,
Depok: Gema Insani, 2009.
Shihab, M.Quraish, Membumikan al-Qur‟an, Bandung: Mizan 1997.
--------, M.Quraish, Study Kritis Tafsir al-Manar, Bandung: Pustaka
Hidayah, 1994.
--------, Muhammad, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar: Studi
Analitis Terhadap Hadis Nabi, Makassar: 7 Maret 2016.
Syafe‟i, Rachmat, al-Hadits “Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum”
Bandung: CV Pustaka Setia 2017.
122
Sugiarto, Rony, “Jihad Politik Dan Implementasinya Dalam
Melaksananakan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, Studi Pemikiran
Yusuf Qarda>wi” UIN Yogyakarta: 7 Mei, 2008.
Sumarsih, “Semantik Nahi Munkar Dalam al-Qur‟an” cipuat : 2006.
Syamsuri, Ontologi Dakwah, “Upaya Membangun Keilmuan Dakwah”.
Ilmu Dakwah, vol.3, no.2 ,Juni 2006. 2-22
Sya‟rawi, Mutawalli Muhammad Syekh, Tafsir Sya‟rawi, Renungan
Seputar Kitab Suci al-Qur‟an, Medan: Penerbit Duta Azhar,
2007.
-------, Mutawalli Muhammad Syekh, Tafsir Sya‟rawi, Renunga Seputar
Kitab Suci al-Qur‟an, Jilid 2, Cet. 1, Medan: Penerbit Duta
Azhar, 2007.
Taimiyah, Ibn, Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet, 1 ,Jakarta:Gema
Insan Press, 1990.
-------, Ibn, “Manhaj Da‟wah Salafiah” Jakarta: Pustaka Azzam, Mei
2001). Irfan Hamka, Ayah (Jakarta: Republika Penerbit, 2013.
Tamara, Nasir, Hamka Dimata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1983.
al-„Utsaimin, Shalih Bin Muhammad Syaikh, Syarh al-Arba‟in al-
Nawawiyyah, Penerbit: Dar al-Tsuraya Tahun 1425.
Yusuf, M. Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar: Sebuah Telah
Atas Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam, Jakarta: Panjimas,
1990.
Zulkarnai, Kusnadi Zulhimi, “Makna Amar Ma‟ruf Nahi Munkar
Menurut Muhammad Asad Dalam Kitab The Message Of The
Qur‟an”. Wardah, vol.18, no.2 ,2017. 16-40