maryam dalam tafsir al-azhar karya hamka (studi

49
MARYAM DALAM TAFSIR AL-AZHAR KARYA HAMKA (Studi Analisis Gender) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.) Disusun oleh: CHAMIDA MARDIYANTI NIM: 11530105 PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2018

Upload: khangminh22

Post on 31-Mar-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MARYAM DALAM TAFSIR AL-AZHAR KARYA

HAMKA

(Studi Analisis Gender)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S. Ag.)

Disusun oleh:

CHAMIDA MARDIYANTI

NIM: 11530105

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2018

v

MOTTO

“Ketekunan telah memperoleh buah yang matang dan menjadi

sempurna sehingga kamu tak kekurangan sesuatu apapun”

vi

PERSEMBAHAN

Karya Tulis ini Dipersembahkan Kepada:

Kedua orang tuaku,

Ayahanda Daryanto dan Ibunda Beng Warniasih

Kakakku tercinta

Saeful Anwar

Almamaterku

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Penulisan Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini

merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tertanggal 22 Januari 1988

Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

I. Konsonan tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alif ....... Tidak dilambangkan ا

Bā’ B Be ب

Tā’ T Te ت

Śā’ Ś Es titik atas ث

Jim J Je ج

Hā’ H Ha titik di bawah ح

Khā’ Kh Ka dan Ha خ

Dal D De د

Żal Ż Zet titik atas ذ

Rā’ R Er ر

Zai Z Zet ز

Sīn S Es س

Syīn Sy Es dan Ye ش

Ṣād Ṣ Es titik di bawah ص

viii

Dād Ḍ De titik di bawah ض

Tā’ T Te titik di bawah ط

Zā’ Ẓ Zet titik di bawah ظ

Ayn ...’... Koma terbalik di atas‘ ع

Gayn G Ge غ

Fā’ F Ef ف

Qāf Q Qi ق

Kāf K Ka ك

Lām L El ل

Mīm M Em م

Nūn N En ن

Waw W We و

Hā’ H Ha ه

Hamzah ...’... Apostrof أ

Yā’ Y Ye ي

II. Konsonan rangkap karena tasydīd, ditulis rangkap:

ditulis muta‘aqqidin مت عاقدين

ة ditulis ‘iddah عد

ix

III. Tā’ marbūtah di akhir kata,

1. Bila dimatikan, ditulis h:

ditulis hibbah هبة

ditulis jizyah جزية

(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah

terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti zakat, salat, dan sebagainya,

kecuali dikehendaki lafal aslinya).

2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t:

ditulis ni‘matullāh نعمة اهلل

ditulis zakātul-fitri زكاة الفطر

IV. Vokal pendek

_______ (fathah) ditulis a, contoh ضرب ditulis daraba.

_______ (kasrah) ditulis i, contohnya فهم ditulis fahima.

_______ (dammah) ditulis u, contoh كتب ditulis kutiba.

V. Vokal panjang

1. Fathah + alif, ditulis ā (garis di atas)

ditulis ja>hiliyyah جاهلية

2. Fathah + alif maqsūr, ditulis ā (garis di atas)

ditulis yas‘ā يسعى

x

3. Kasrah + yā’ mati, ditulis ī (garis di atas)

يد ditulis majīd م

4. D{ammah + wau mati, ditulis ū (garis di atas)

ditulis furūd ف روض

VI. Vokal rangkap:

1. Fathah + yā’ mati, ditulis ai:

نكم ditulis bainakum ب ي

2. Fathah + wau mati, ditulis au:

ditulis qaul ق ول

VII. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan

dengan apostrof:

ditulis a’antum أأن تم

VIII. Kata sandang alif + lam

1. Bila diikuti huruf qamariyah, ditulis al-

ditulis al-Qur'ān القرآن

ditulis al-qiyās القياس

2. Bila diikuti huruf syamsiyah, sama dengan huruf qamariyah.

مس ditulis al-syamsu الش

ماء ditulis al-samā’u الس

xi

IX. Huruf besar

Huruf-huruf besar dalam tulisan latin digunakan sesuai dengan Ejaan

Yang Disempurnakan (EYD).

X. Penulisan kata-kata

Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut

penulisannya:

ditulis zawi al-furūd ذوى الفرض

نة ditulis ahl al-sunnah أهل الس

xii

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, segala puji bagi Allah swt. Dengan ilham dan

penyertaannya skripsi ini bisa terselesaikan. Shalawat beserta salam kepada Nabi

Muhammad saw. beserta keluarga dan para sahabatnya serta generasi penerusnya

yang senantiasa berjuang penuh kesungguhan, istiqomah dan konsisten dengan

ajaran dan sunah-sunahnya demi tegaknya Islam di tengah dunia serta meletakkan

prinsip pengetahuan agama bagi kepentingan umat.

Karya yang berjudul Maryam Dalam Tafsir Al-Azhar Karya Hamka (Studi

Analisis Gender) ditulis untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program

strata satu program studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan

dan dukungan banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, Ph.D., M.A. selaku Rektor UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2. Dr. Alim Roswantoro, S.Ag., M.Ag. selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

3. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag. selaku Ketua dan Afdawaiza, M.Ag.

selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta.

4. Dadi Nurhaedi, S.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

xiii

5. Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum, M.A. selaku pembimbing

skripsi yang telah mempercayai penulis untuk bisa menyelesaikan

skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen UIN Sunan Kalijaga terkhusus Dosen Program

Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam yang telah mendidik, membimbing, memberi motivasi dan

wawasan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Seluruh staff administrasi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

yang telah memberikan pelayanan yang baik selama penulis

mengampu studi.

8. Kedua orang tua penulis bapak Daryanto dan mamak Warniasih yang

tanpa gelar apa-apa telah berjuang keras dan berhasil menjadikan

anaknya memiliki gelar akademik. Terima kasih juga kepada satu-

satunya kakak, Saeful Anwar, yang menjadi partner berkelahi sejak

kecil tetapi ingin menjadi „kakak yang baik‟ ketika sudah dewasa.

Penulis terharu akan usahanya itu. Tak lupa terima kasih kepada kaka

ipar, Vika Wulandari dan keponakan tersayang Muhammad Fikri Ilma

Ar-Rumy yang telah hadir di tengah-tengah kehidupan penulis dan

memberi warna tersendiri di dalam keluarga.

9. Seluruh teman-teman seangkatan di kelas Tafsir Hadis 2011 terutama

yang berjuang bersama penulis hingga detik-detik terakhir masa batas

kuliah di kampus. Penulis mengucapkan “you rock guys!”.

xiv

10. Yayasan Pondok Pesantren Al-Qodir yang telah memberi tempat bagi

penulis untuk belajar sesuatu yang tidak penulis dapatkan di tempat

lain. Guru-guru MA dan MTs beserta murid-murid yang telah menjadi

partner „pelarian‟ penulis selama penulis tidak kunjung menyelesaikan

skripsi. Kepada teman sekaligus keluarga baru penulis, Mba Riroh,

Luluk, dan Mia beserta kelincinya, yang bersedia menjadi teman

„ngrumpi‟ dan „ngopi‟ selama masa-masa sulit yang penulis hadapi.

Semoga terus menjadi teman „ngopi‟ dan „ngrumpi‟ di masa-masa

yang akan datang.

11. Pihak-pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak

langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini, seperti editor penulis,

teman-teman diskusi, teman-teman yang merekomendasikan dan

meminjamkan buku dan literatur ,dll.

Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Penulis juga menyampaikan

permohonan maaf apabila terjadi kesalahan baik dari segi tata bahasa,

sistematika dan teknik penyajiannya. Karenanya penulis terbuka dengan

segala kritikan dan masukan demi perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga skripsi ini bermanfaat, Amin.

Yogyakarta, 27 Agustus 2018

Penulis

Chamida Mardiyanti

NIM: 11530105

xv

ABSTRAK

Maryam adalah satu-satunya figur perempuan di dalam al-Qur’an yang namanya

disebut secara eksplisit dan satu-satunya yang memiliki kisahnya sendiri. Namun

menurut Hosn Abboud, kisah Maryam dalam sejarahnya selalu termarjinalkan dan

hanya dilihat dan diakui sebagai kisah tentang kelahiran Isa. Meskipun sudah

banyak kajian tentang Maryam di dalam al-Qur’an tetapi menurut Amina Wadud

penafsiran tentang tokoh perempuan di dalam al-Qur’an seringkali tidak disertai

visi perempuan dan juga tanpa memusatkan perhatian pada masalah

keperempuanan. Oleh karena itu penting untuk mengkaji Maryam dengan

perspektif gender. Hamka adalah salah satu ulama modern abad ke-20 yang

memiliki perhatian terhadap persoalan kedudukan perempuan di dalam Islam.

Mengkaji Maryam dari perspektif Hamka menjadi menarik karena konstruksi

pemahaman Hamka atas peran perempuan di dalam Islam dan di dalam al-Qur’an

(melalui figur-figur perempuan) sangat menentukan dan berdampak bagi

pembentukkan pemahaman keislaman yang egaliter dalam masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbasis library reasearch dengan

menggunakan sumber primer berupa tafsir Al-Azhar dan sumber sekunder berupa

kitab tafsir atau buku-buku dan penelitian tentang tema terkait. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan mencari, mengumpulkan dan menganalisis

langsung sumber primer dan sekunder dengan menggunakan metode deskriptif-

analitis. Pendekatan yang digunakan adalah historis-sosiologis dengan

mengadopsi teori gender.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi penafsiran Hamka

tentang Maryam pada aspek genealogis tidak mengecualikan Maryam sebagai

bagian dari orang-orang yang dipilih Allah dari garis keturunan Imran yang

memperoleh anugerah berupa risalat dan nubuwat. Bagi Hamka kesucian Maryam

terletak pada kemampuan menjaga keperawanannya. Hamka tidak mengaitkan

kesucian atau virginitas dengan mitos tentang tubuh perempuan yang dianggap

kotor atau najis. Selain itu, bagi Hamka Maryam adalah figur yang memiliki

kemuliaan yang tinggi dan tidak dimiliki oleh perempuan lain di alam. Status

Maryam sebagai perempuan suci yang mendapatkan wahyu dari Allah untuk

melahirkan Isa menempatkannya pada posisi seorang nabiyah. Konstruksi ini

dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan kulturnya. Selain itu, penafsiran Hamka

atas historisitas Maryam yang tidak banyak mendiskusikan kisah-kisah

historiografi dan persoalan doktriner membuat Hamka lebih menaruh banyak

perhatian pada aspek keteladanan dan kemuliaan Maryam.

Kata kunci: Maryam, tafsir Al-Azhar, gender, historisitas.

xvi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN ...................................................................................ii

NOTA DINAS ...................................................................................................iii

SURAT PENGESAHAN ...................................................................................iv

MOTTO ..............................................................................................................v

HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ...............................................vii

KATA PENGANTAR .......................................................................................xii

ABSTRAK .........................................................................................................xv

DAFTAR ISI ......................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1

B. Rumusan Masalah .....................................................................................9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................9

D. Telaah Pustaka ..........................................................................................10

E. Kerangka Teori .........................................................................................16

F. Metode Penelitian ......................................................................................21

G. Sistematika Pembahasan ..........................................................................22

BAB II HAMKA DAN TAFSIR AL-AZHAR ...............................................24

A. Biografi Hamka ........................................................................................24

1. Kelahiran dan Latar Belakang Pendidikan ...........................................24

2. Aktivitas Sosial-Poilitiknya ..................................................................31

3. Setting Sosial, Budaya dan Keagamaan di Minangkabau ....................35

4. Karya-karyanya......................................................................................41

B. Sekilas tentang Tafsir Al-Azhar ...............................................................42

1. Latar Belakang dan Sistematika Pembahasan ......................................42

2. Karakteristik, Corak dan Metode Tafsir Al-Azhar ...............................46

3. Pendapat Sarjana Lain Mengenai Hamka dan Tafsirnya ......................48

xvii

BAB III HISTORISITAS MARYAM DALAM TAFSIR AL-AZHAR ......53

A. Ayat-Ayat Maryam ...................................................................................53

B. Historisitas Maryam dalam Tafsir Al-Azhar ............................................55

1. Kelahiran dan Masa Kecil Maryam ......................................................55

2. Maryam di Rumah Suci (Mihrab) ........................................................60

3. Pewahyuan Maryam .............................................................................63

4. Kelahiran Isa (Yesus) ...........................................................................68

5. Pembelaan Maryam atas Tuduhan Kaumnya .......................................70

BAB IV ANALISIS GENDER PENAFSIRAN HAMKA TENTANG

MARYAM DALAM TAFSIR AL-AZHAR ..................................................74

A. Status Ontologis dan Genealogis Maryam ...............................................74

B. Status Kesucian dan Virginitas Maryam ..................................................78

C. Keterpilihan Maryam diantara Semua Perempuan di Alam .....................81

D. Kenabian Maryam ....................................................................................83

BAB V PENUTUP ............................................................................................87

A. Kesimpulan ..............................................................................................87

B. Saran-saran ...............................................................................................89

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................90

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................95

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an banyak menyebut dan mengisahkan figur-figur perempuan baik

di era kenabian Muhammad maupun di era nabi-nabi sebelumnya. Namun

kebanyakan tokoh atau figur perempuan yang diceritakan dalam al-Qur’an

disebut dengan bentuk kata kepunyaan (idhafah) yang terdiri dari salah satu

kata berbahasa Arab untuk menyebut seorang istri, kemudian diikuti dengan

nama suaminya seperti misalnya imra’a fir’aun1 (istri Fir’aun), imra’a Imran

2

(istri Imran), imra’a Nuh3 (istri Nuh). Contoh lain misalnya menggunakan

kata nisa’ yaitu nisa’al-nabiy4 (para istri Muhammad) atau menggunakan kata

zawj (jodoh atau pasangan) –jamaknya azwaj, misalnya zawj-k (Hawa, istri

Adam)5 dan azwaj-k

6 (para istri Muhammad). Sedangkan perempuan-

perempuan yang nama suaminya tidak disebut dihubungkan dengan nama

laki-laki tertentu, seperti: Ukht Musa7 (saudara perempuan Musa), Ukht

Harun8 (saudara perempuan Harun) dan Ummi Musa

9 (ibu Musa).

10

1 Lihat QS. Al-Qassas (28):9.

2 Lihat QS. Ali Imran (3):35.

3 Lihat QS. At-Tahrim (66):10.

4 Lihat QS. Al-Ahzab (33):30.

5 Lihat QS. Al-A’raf (7):19.

6 Lihat QS. Al-Ahzab (33):28.

7 Lihat QS. Taha (20):40; Al-Qassas (28):11.

8 Lihat QS. Maryam (19):28.

9 Lihat QS. Al-Qassas (28):7.

10 Amina Wadud, Wanita di Dalam Al Qur’an, terj. Yaziar F. B. (Bandung: Pustaka,

1994), hlm. 42. Lihat juga Qur’an and Woman: Rereading The Sacred Text from A Woman’s

Perspective, (New York: Oxford University Press, 1999), hlm. 32-33.

2

Di antara figur-figur perempuan yang diceritakan al-Qur’an, Maryam

muncul sebagai satu-satunya figur perempuan yang namanya disebut secara

eksplisit.11

Tidak hanya itu, namanya juga diabadikan menjadi salah satu nama

surat ke-19, yaitu surat Maryam.12

Hamka mengatakan bahwa penggunaan

nama perempuan, yaitu Maryam menjadi salah satu nama surat di dalam al-

Qur’an memiliki dampak psikologis bagi para perempuan Muslim di masa

nabi Muhammad. Mereka merasa bangga karena perempuan dimuliakan oleh

Allah dan hal itu merupakan bukti bahwa mereka, kaum perempuan, tidak

disia-siakan.13

Di dalam al-Qur’an, kisah Maryam muncul dalam tiga surat Makkiyah dan

empat surat Madaniyah.14

Secara keseluruhan ada tujuh puluh ayat yang

merujuk kepadanya, tiga puluh empat diantaranya secara spesifik merujuk

namanya (dua puluh empat diantaranya berkaitan dengan Isa, putra Maryam).

Hanya ada tiga figur di dalam al-Qur’an yang namanya disebut lebih sering

11

Barbara Freyer Stowasser, “Mary”, Encyclopaedia of The Qur’an, Vol. 3, (Leiden:

Brill, 2001), hlm. 288. Lihat juga daftar tabel nama-nama perempuan dalam al-Qur’an yang ditulis

oleh Muhammad Dluha Lutfillah yang dipublikasi dalam Jurnal Perempuan.

http://www.jurnalperempuan.org/blog-muda1/perempuan-perempuan-alquran diakses tanggal 13

Juli 2018. 12

Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi Gender: Wanita dalam Al-Qur’an, Hadis,

dan Tafsir (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), hlm. 167. Lihat juga Barbara Freyer Stowasser,

Women in The Qur’an, Traditions, and Interpretation, (New York: Oxford University Press,

1994), hlm. 67. 13

Hamka, Kedudukan Perempuan dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm.

8-10. 14

Makkiyah dan Madaniyah adalah penyebutan surat-surat di dalam al-Qur’an

berdasarkan kronologis turunnya atau pewahyuannya. Ayat yang turun di Mekkah sebelum nabi

Muhammad hijrah ke Madinah (622 M) disebut surat Makkiyah sedangkan ayat yang turun di

Madinah setelah Muhammad hijrah disebut Madaniyah. Lihat Jalaluddin Abd.Rahaman as-

Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulûm al-Quran, Juz I (Kairo: Maktabah as-Shaffah, 2006), hlm. 42. Kisah

tentang Maryam terdapat di dalam surat Makkyiyah yaitu Maryam [19] Al-Anbiya’ [21] Al-

Mu’minun [23] dan surat Madaniyah yaitu Ali Imran [3] An-Nisa’ [4] Al-Maidah [5] At-Tahrim

[66]. Lihat Barbara Freyer Stowasser, “Mary”, hlm. 288.

3

daripada Maryam, yaitu Musa (169 kali), Ibrahim (69 kali) dan Nuh (43

kali).15

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa Maryam memiliki

kedudukan sekaligus peran penting yang juga dimiliki oleh figur nabi-nabi

lain yang direkam oleh al-Qur’an. Tetapi menurut Hosn Abboud, seorang

sarjana feminis Muslim dari Universitas Toronto, menyebutkan selama

berabad-abad peran Maryam termarjinalkan. Kisah Maryam dalam sejarahnya

tidak pernah dilihat sebagai kisahnya sendiri tetapi kisah tentang kelahiran

Isa.16

Disebutkan di dalam al-Qur’an bahwa Maryam dan Isa adalah tanda

bagi seluruh alam (QS. 21:91), tetapi sebagaimana diakui Geoffrey Parrinder,

profesor studi perbandingan agama di King’s College London, mengatakan

bahwa peran Maryam di dalam al-Qur’an maupun Gospel adalah sebagai ibu

Isa. Ia tidak memiliki peran lain yang terpisah dari itu.17

Kajian dan ketertarikan tentang subjek Maryam telah terefleksikan di

dalam kesarjanaan Barat sebagai upaya dialog antar agama selama enam puluh

tahun terakhir. Sebagian dari mereka berusaha untuk mencari titik temu

(meeting point) antara tradisi Islam dan Kristen.18

Maryam dipercaya bisa

15

Jane I. Smith and Yvonne Y. Haddad, “The Virgin Mary in Islamic Tradition and

Commentary”, The Muslim World, LXXIX, Juli/Oktober 1989, hlm. 162. 16

Hosn Abboud, Mary in The Qur’an: A Literary Reading (New York: Routledge, 2014),

hlm. 1. 17

Geoffrey Parrinder, Jesus inThe Qur’an, (England: Oneworld Oxford, 2003), hlm. 61. 18

Louis Massignon, seorang sarjana yang memiliki perhatian dalam kajian Islam-Kristen,

telah memberikan kontribusi fundamental dalam mengkaji sosok Maryam dalam Islam. Kajian

lainnya tentang Maryam juga dilakukan oleh Jane McAuliffe yang diterbitkan dalam artikel

berjudul “Chosen of All Women: Mary and Fatima in Quranic Exegesis”. Selain itu, Jane Smith

dan Yvonne Haddad menulis sebuah artikel yang berjudul “The Virgin Mary in Islamic Tradition

and Commentary” yang menunjukkan perlunya kajian etnografi untuk mengetahui bagaimana

kemuliaan Maryam diresepsi di dalam masyarakat Muslim. Annemarie Schimmel, seorang sarjana

asal Jerman yang memiliki spesialisasi di bidang sufisme, mendiskusikan tentang penghormatan

sufi atas Maryam. Di dalam tradisi sufi, Maryam menjadi simbol seorang figur yang memiliki nilai

spiritual yang tinggi dan sebuah model “kesucian dari segala hal duniawi”. Barbara Stowasser juga

menulis bab tentang Maryam di dalam bukunya Women and the Qur’an: Traditions and

4

menjadi jembatan yang menghubungkan antara tradisi Katolik dan Islam.19

Maryam juga menjadi pusat polemik dan kontroversi di antara kedua agama

tersebut ketika Misionaris Kristen dan Orientalis menggunakan kisah Maryam

untuk meragukan kenabian Muhammad dan otentisitas wahyu al-Qur’an.20

Sebagian lainnya lagi berusaha melacak pemahaman Islam tentang Maryam

melalui hadis-hadis dan penafsiran-penafsiran ulama Islam.

Jane I. Smith dan Yvonne Y. Haddad misalnya, melakukan kajian

terhadap karya-karya tafsir klasik dan kontemporer tentang Maryam. Dari

hasil elaborasinya ia menolak pendapat bahwa Maryam bisa dijadikan model

atau jembatan yang menghubungkan agama Islam dan Kristen. Menurutnya di

dalam tradisi Islam, Maryam memainkan peran khusus yang tidak terdapat di

dalam tradisi Kristen, sehingga memaksa untuk menyamakan keduanya justru

akan berbahaya. Ia menegaskan pentingnya studi sastra dan etnografi untuk

mengetahui bagaimana peran Maryam di dalam tradisi Islam.21

Interpretations. Neal Robinson juga telah menulis sejumlah artikel tentang isu-isu doktrinal yang

berhubungan dengan Maryam di dalam literatur Islam klasik. Lihat Hosn Abboud, Mary in The

Qur’an: A Literary Reading (New York: Routledge, 2014), hlm. 5. 19

Jane I. Smith and Yvonne Y. Haddad, “The Virgin Mary in Islamic Tradition and

Commentary”, hlm. 185. Dekrit atau keputusan Konsili Vatikan Kedua tentang hubungan Gereja

dan agama-agama non-Kristen menunjukkan bahwa hubungan Kristen dan Islam memiliki basis

yang kuat karena Maryam yang dimuliakan di dalam tradisi Kristen juga mendapatkan privilage di

dalam al-Qur’an dan tradisi kanonis Islam. Lihat Ludwig Hagemann, “Mary, Allah has chosen you

(Koran 3:42) The Islamic Conception of Mary” dalam Father Cyril Bernard, Mother of God, A

Study of Mary in Scripture and Tradition, (Nairobi: Paulines, 2000), hlm. 66. 20

Jane I. Smith and Yvonne Y. Haddad, “The Virgin Mary in Islamic Tradition and

Commentary”, hlm. 185. Di dalam tradisi Kristen (Bible), Maryam adalah anak perempuan Imran

dan saudara perempuan Harun dan Musa. Tetapi di dalam al-Qur’an, Maryam ibu Isa disebut

sebagai saudara perempuan Harun (QS. 19:28). Padahal jarak antara Harun dan Musa dengan Isa

sangat jauh sekali, sekitar 600 tahun. Penyebutan identitas Maryam ini yang kemudian menjadi

polemik. Perlu diketahui bahwa diantara para mufassir pun terjadi perbedaan pendapat terkait

dengan identitas Maryam. Lihat Gabriel Said Reynolds, The Qur’an and It’s Biblical Subtext,

(New York: Routledge, 2010), hlm. 132. 21

Jane I. Smith and Yvonne Y. Haddad, “The Virgin Mary in Islamic Tradition and

Commentary”, hlm. 186.

5

Namun belakangan terus ada upaya untuk mengkaji Maryam dalam al-

Qur’an dengan semangat dialog antar agama (interreligious-dialogue).

Misalnya Suleiman A. Mourad22

dalam tulisannya yang berujudul Mary in

The Qur’an: A reexamination of her presentation mengkaji Maryam dengan

pendekatan intertekstualitas. Ada tiga tema yang ia diskusikan, yaitu identitas

dan garis keturunan Maryam; kisah pewahyuan dan kelahiran Isa; dan

perpindahan (migrasi) Isa dan Maryam. Lalu ia menyimpulkan bahwa

gambaran Maryam di dalam al-Qur’an tidaklah unik atau terpisah dari teks-

teks yang mendahuluinya. Gospel of Luke dan Protoevangelium of James

berpengaruh besar terhadap narasi Maryam dalam al-Qur’an.23

Kajian yang hampir sama dilakukan oleh Gabriel Said Reynolds.24

Ia

menggunakan pendekatan Biblical subtext25

untuk membaca al-Qur’an dan

kisah-kisah di dalamnya yang salah satunya kisah tentang Maryam. Di dalam

kajiannya dia menunjukkan bahwa narasi al-Qur’an tentang Maryam tidak

22 Suleiman A. Mourad adalah seorang asisten profesor studi agama di Smith College

(USA) yang memiliki karya publikasi tentang Maryam. 23

Suleiman A. Mourad, “Mary in The Qur’an: A reexamination of her presentation”

dalam Gabriel Said Reynolds, The Qur’an in Its Historical Context, (New York: Routledge, 2008),

hlm. 163-171. 24 Gabriel Said Reynolds adalah seorang Asisten Profesor Studi Islam dan Teologi di

Universitas Notre Dame yang banyak melakukan kajian tentang al-Qur’an. 25

Di dalam Oxford Dictionary, subtextual (adj) adalah relating to or characterized by

an underlying theme or meaning, yaitu berkaitan dengan atau dicirikan oleh tema atau makna yang

mendasarinya lihat https://en.oxforddictionaries.com/definition/subtextual, diakses tanggal 24

April 2018. Subtext juga berarti the implicit or methaporical meaning (as of a literary text) yaitu

makna implisit atau metaforis (seperti di dalam teks sastra), lihat https://www.merriam-

webster.com/dictionary/subtext, diakses tanggal 24 April 2018. Pengertian subtext, dalam hal ini

Biblical Subtext yang digunakan oleh Gabriel Said Reynolds adalah sebuah pendekatan atau

metode yang digunakan untuk membaca al-Qur’an tidak hanya menggunakan literatur tafsir abad

pertengahan, tetapi harus dibaca pula dalam sinaran tradisi dan teks-teks yang mendahuluinya

yaitu Bible, apokripa dan literatur-literatur Kristen dan Yahudi karena bahkan al-Qu’ran sendiri

mengajak audiensnya untuk berinteraksi dengan teks-teks dan tradisi yang mendahuluinya. Lihat

Gabriel Said Reynolds, The Qur’an and It’s Biblical Subtext, hlm. 2.

6

unik atau asing, tetapi terkait dengan sumber-sumber atau teks suci

pendahulunya.

Dari banyaknya kajian tentang kisah Maryam menunjukkan bahwa

Maryam adalah figur yang penting. Meskipun begitu, tidak banyak yang

memberi perhatian pada status dan peran pentingnya yang ditunjukkan al-

Qur’an. Maryam dipandang penting karena dia sebagai perantara kelahiran

nabi Isa. Kesucian dan ketaatannya dalam beribadah dilihat sebagai persiapan

untuk melahirkan laki-laki yang suci. Keimanan dan kepribadiannya sebatas

dijadikan teladan bagi perempuan Muslim.26

Al-Qur’an secara jelas

menyebutkan bahwa Maryam terpilih di antara semua perempuan di alam

(QS. 3:42) dan ia beserta putranya, Isa, menjadi bukti nyata kekuasaan Allah

(QS. 23:50).

Al-Qur’an seringkali menyebut Isa dengan putra Maryam.27

Itu artinya

Maryam berperan memberikan nasab baginya dari garis keturunan ibu. Peran

penting tersebut tidak membuat dirinya sejajar dengan Zakariya yang kisah

dan perannya di dalam al-Qur’an memiliki kemiripan.28

Mayoritas ulama

menolak kenabian Maryam,29

tetapi sepakat menyebut Zakariya sebagai nabi

meskipun al-Qur’an tidak menyebutnya demikian.30

Amina Wadud

26 Amina Wadud mengatakan bahwa peran penting Maryam tidak dibatasi oleh jenis

kelamin, tetapi teladan bagi laki-laki maupun perempuan sebagaimana yang terdapat di dalam QS.

66:12. Amina Wadud, Wanita di Dalam Al Qur’an, hlm. 53. 27 Lihat QS. 5:17,75. 28 Kisah Maryam dan Zakariya saling berjalin kelindan baik di dalam surat Maryam

maupun surat Ali Imran. Ada banyak kemiripan tentang kisah keduanya. 29 Mufasir klasik yang menolak kenabian Maryam diantaranya adalah Al-Tabari, Al-

Zamakhsyari, dan Al-Razi. Lihat Hosn Abboud, Mary in The Qur’an: A Literary Reading, hlm.

141. 30

Hosn Abboud, Mary in The Qur’an: A Literary Reading, hlm. 139.

7

mengatakan bahwa penafsiran tentang tokoh-tokoh perempuan di dalam al-

Qur’an seringkali tidak disertai dengan visi perempuan dan juga tanpa

memusatkan perhatian pada masalah keperempuanan mereka.31

Dalam

konteks inilah penulis tertarik untuk melakukan kajian dan penelitian tentang

Maryam dalam literatur tafsir modern untuk melihat pandangan mufasir

terhadap figur Maryam dengan perspektif gender dan feminisme.

Menurut Stowasser, karya-karya tafsir modern menunjukkan beberapa

perubahan dari pola klasik pada tiga tema, yaitu dimensi hagiografis, aspek

skolastik-doktriner, status keteladanan Maryam. menurut Stowasser, dimensi

hagiografi32

tertua (didasarkan pada hadis-hadis yang berkaitan dengan Bibel)

di dalam tafsir modern pada umumnya sudah dihapus. Penyelidikan skolastik

tentang sisi penting beberapa masalah kunci dalam kisah Maryam mendapat

prioritas lebih rendah dibandingkan dengan penekanan bahwa kisah ini

merupakan penegasan atas keesaan Allah dan kekuasaan-Nya yang tidak

terbatas. Problematika status keteladanan Maryam bagi kaum wanita Muslim

pada saat ini banyak diungkapkan dengan tujuan dan semangat yang lebih

besar.33

Dalam penelitian ini penulis memilih Tafsir al-Azhar karya Hamka

sebagai objek penelitian. Karya tafsirnya lengkap 30 juz menempatkannya

sebagai salah satu tokoh mufasir modern-kontemporer abad ke-20 dan

31

Amina Wadud, Wanita di Dalam Al Qur’an, hlm. 50. 32

Di dalam KBBI, hagiografi adalah buku atau tulisan yang memuat riwayat hidup dan

legenda orang-orang suci; riwayat hidup orang-orang suci. Lihat https://kbbi.web.id/hagiografi

diakses tanggal 18 Juli 2018. 33

Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi Gender: Wanita dalam Al-Qur’an, Hadis,

dan Tafsir, hlm. 183-184.

8

sekaligus sebagai salah satu tokoh pembaru Islam dalam bidang tafsir.34

Ada

beberapa alasan penulis memilih Hamka dan tafsirnya dalam penelitian ini.

Pertama, Hamka adalah sosok yang terlibat dalam wacana tentang peran dan

kedudukan perempuan dalam agama maupun dalam masyarakat. Ia menjadi

salah satu pengkritik yang paling keras atas adat istiadat di kampungnya yang

meskipun menganut budaya matriarki tetapi peran perempuan masih sangat

terbatas dan bahkan terkekang.35

Di saat tidak banyak isu perempuan dalam

konteks agama dibicarakan, Hamka sudah menyusun tulisan tentang

perempuan yang berjudul Agama dan Perempuan (1927) dan kumpulan

tulisan tentang perempuan dalam Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973).

Kedua, Hamka sudah familiar dengan wacana feminisme Barat dan

bahkan mengkritisi ide-ide mereka yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.36

Hamka juga mengkritik orang-orang modern yang menganggap Islam kolot,

merendahkan perempuan dan menganjurkan kawin paksa. Menurutnya, justru

Islamlah yang telah mengangkat derajat dan memuliakan perempuan, baik di

ranah publik maupun domestik.37

Ketiga, tafsir Al-Azhar dijadikan rujukan

bagi banyak masyarakat Muslim tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia

Tenggara, khususnya di Indonesia.38

Konstruksi pemahaman Hamka atas

peran perempuan di dalam Islam dan di dalam al-Qur’an (melalui figur-figur

34

Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga

Quraish Shihab, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 137. 35 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang

Pendidikan Islam, hlm. 91. 36 Hamka, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, hlm. 56. 37

Hamka, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, hlm. 57. 38

Misalnya Hamka pernah mengisi seminar tentang Islam dan Peradaban di Kuala

Lumpur. Lihat Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka

tentang Pendidikan Islam, hlm. 35.

9

perempuan) sangat menentukan dan berdampak bagi pembentukkan

pemahaman keislaman yang egaliter dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Uraian di atas menunjukkan betapa penting kajian pemikiran Hamka

mengenai figur Maryam dalam al-Qur’an. Kehadiran Maryam dalam al-Quran

telah memberikan nuansa tersendiri dalam studi al-Quran dan keislaman. Dia

bukan hanya tokoh penting dalam kisah kenabian tetapi juga menjadi penanda

peranan manusia –baik laki-laki maupun perempuan dalam narasi besar

keagamaan.

Dari latar belakang tersebut fokus penelitian ini dirumuskan dalam poin-

poin sebagai berikut:

1. Bagaimana historisitas konstruksi gender Hamka terhadap Maryam

dalam tafsir Al-Azhar?

2. Kemudian bagaimana konstruski penafsirannya tentang Maryam

dilihat dengan perspektif gender?

3. Apakah konstruksi penafsiran Hamka tentang Maryam dipengaruhi

oleh bangunan historisitas Hamka terhadap Maryam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Maryam Dalam Tafsir Al-Azhar Karya Hamka (Studi Analisis Gender)

bertujuan mengkaji secara ilmiah dan sistematis konstruksi gender Hamka

mengenai Maryam di dalam tafsir Al-Azhar. Dari kajian ilmiah yang disusun

10

akan terlihat bagaimana pandangan Hamka mengenai konstruksi laki-laki dan

perempuan. Adapun tujuan dari penelitian ilmiah ini sebagai berikut:

1. Menyajikan historisitas Maryammenurut Hamka.

2. Mengetahui konstruksi penafsiran Hamka tentang Maryam dalam

perspekstif gender.

3. Mengetahui bagaimana historisitas yang dibangun Hamka berpengaruh

terhadap konstruskinya tentang Maryam.

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Memberi sumbangsih penafsiran tentang peran figur perempuan penting

dalam al-Qur’an, yaitu Maryam melalui persektif Hamka dalam tafsir Al-

Azhar.

2. Memberikan kontribusi literatur ilmiah dalam disiplin Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir secara khusus serta khazanah pemikiran Islam tentang perempuan

secara umum.

D. Telaah Pustaka

Kajian atas Hamka dan tafsirnya tidak pernah terputus dalam sejarah studi

keislaman Indonesia. Selalu ada banyak sisi-sisi pemikiran dan tema yang

menarik dan penting untuk digali. Oleh karena itu, penulis telah melakukan

pra-penelitian terhadap objek kajian berupa telaah pustaka untuk menunjukkan

orisinalitas penelitian dan sekaligus posisi peneliti di antara penelitian-

penelitian yang sudah ada.

11

Beberapa sarjana yang menulis buku dan artikel tentang Maryam di dalam

al-Qur’an diantaranya Hosn Abboud. Karyanya yang berjudul Mary in The

Qur’an: A Literary Reading39

merupakan salah satu kajian yang komprehensif

tentang Maryam yang ditulis oleh seorang Muslim. Ia mencoba menggali

peran sentral Maryam di dalam al-Qur’an yang selama berabad-abad

termarjinalkan dan hanya dipandang sebagai ibu dari Isa. Kedudukannya

penting karena sebagai perantara lahirnya Isa. Untuk mendapatkan hasil kajian

yang utuh tentang Maryam, ia menggunakan pendekatan sastra dan linguistik

dalam mengkaji surat Maryam dan Ali Imran. Selain itu, untuk melihat

hubungan antara figur Maryam di dalam al-Qur’an dengan figur Maryam di

dalam Bible, ia mengelaborasikannya dengan pendekatan intertekstualitas. Ia

juga mengadopsi pendekatan dan analisis gender untuk mengurai tentang

masa kanak-kanak Maryam.

Karya lainnya yang mengkaji tentang Maryam adalah Women in The

Qur’an, Traditions, and Interpretation karya Barbara Freyer Stowasser.40

Ia

mengkaji figur-figur perempuan di dalam al-Qur’an dari mulai Hawa hingga

Maryam. Pertama-tama ia memaparkan bagaimana Maryam, ibu Isa

dinarasikan dalam al-Qur’an. Kemudian ia mengurai figur Maryam di dalam

penafsiran para mufasir klasik hingga modern. Setelah itu, ia mendiskusikan

beberapa isu doktrinal di dalam pewahyuan Qur’an tentang Maryam, seperti

terma spirit (ruh), kata-kata Tuhan yang diturunkan kepada Maryam

39

Hosn Abboud, Mary in The Qur’an: A Literary Reading, hlm. 1. 40

Barbara Freyer Stowasser, Women in The Qur’an, Traditions, and Interpretation, (New

York: Oxford University Press, 1994). Karya ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

dengan judul Reinterpretasi Gender: Wanita dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Tafsir (Bandung:

Pustaka Hidayah, 2001).

12

(kalimah), kenabian Maryam, kesucian dan virginitas Maryam, ketaatan,

pemilihan Maryam di antara semua wanita di dunia, dan hubungan Maryam

dengan Hawa. Namun Stowasser tidak mengkaji pemikiran mufasir tertentu

secara spesifik.

Karya lain adalah The Virgin Mary in Islamic Tradition And

Commentaries karya Jane I. Smith dan Yvonne Y. Haddad. Tulisan ini

mendiskusikan Maryam dan tema-tema yang melingkupi kisahnya yang

terdapat di dalam literatur muslim tradisional dan modern baik hadis maupun

tafsir. Dalam kesimpulan ia menegaskan bahwa figur Maryam yang

dipresentasikan di dalam literatur Muslim tidak bisa menjadi model bagi

perempuan pada umumnya karena kualitas-kualitas yang tidak memungkinkan

untuk dimiliki oleh perempuan biasa. Sama dengan karya sebelumnya,

penelitian ini juga tidak mengkaji pemikiran mufasir tertentu secara spesifik.41

Gabriel Said Reynolds membahas satu episode kisah Maryam dalam al-

Qur’an, yaitu seputar kelahiran dan masa mudanya. Di dalam buku The

Qur’an and It’s Biblical Subtext, Ia mendiskusikan beberapa tema seputar

Maryam yang menjadi sumber perdebatan dan perbedaan pendapat di

kalangan mufassirun. Ia menunjukkan betapa ulama muslim sangat kesulitan

ketika menafsirkan ayat-ayat seputar kelahiran Maryam. Dengan pendekatan

subtext, Reynolds menunjukkan bahwa narasi Qur’an seputar kelahiran

Maryam berkorelasi dan dekat dengan narasi kitab Protoevangelium of James.

41

Jane I. Smith and Yvonne Y. Haddad, “The Virgin Mary in Islamic Tradition and

Commentary”, hlm. 187.

13

Kitab ini ditulis pada paruh kedua abad kedua dalam bahasa Yunani lalu

diterjemahkan ke dalam bahasa Syria pada abad kelima Masehi.42

Kajian yang hampir sama juga dilakukan oleh Suleiman A. Mourad.

Dengan pendekatan intertekstualitas, ia mengkaji ulang gambaran Maryam di

dalam al-Qur’an untuk menemukan apakah ada kekhasan atau keunikan

tersendiri yang berbeda dari teks-teks lain yang mendahuluinya. Ada tiga tema

yang ia diskusikan, yaitu identitas dan genealogi Maryam, kisah pewahyuan

dan kelahiran Isa, serta perpindahan (migrasi) Isa dan Maryam. Dari ketiga isu

tersebut disimpulkan bahwa gambaran Maryam di dalam al-Qur’an tidaklah

unik atau terpisah dari teks-teks yang mendahuluinya. Gospel of Luke dan

Protoevangelium of James berpengaruh besar terhadap narasi Maryam dalam

al-Qur’an. Penyebutan Maryam sebagai putri Imran dan saudara perempuan

Harun bukanlah untuk memberitahu audiens bahwa mereka adalah ayah dan

saudara kandungnya, tetapi justru dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa

Maryam adalah figur Bible dan memiliki garis keturunan seperti yang

digambarkan dalam Bible.43

Penelitian ini juga tidak secara spesifik mengkaji

pemikiran mufasir tertentu.

Karya-karya yang mengkaji tentang Hamka dan menjadikan tafsir Al-

Azhar sebagai objek penelitiannya juga sangat banyak. Diantaranya adalah

buku yang berjudul Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis atas Kritik Al-Qur’an

terhadap Agama Lain karya Mun’im Sirry. Buku ini merupakan karya

42

Gabriel Said Reynolds, The Qur’an and It’s Biblical Subtext, hlm. 141. 43

Suleiman A. Mourad, “Mary in The Qur’an: A reexamination of her presentation”

dalam Gabriel Said ReynoldsThe Qur’an in Its Historical Context, (New York: Routledge, 2008),

hlm. 163-171.

14

disertasi yang mengkaji tentang pendekatan para Muslim reformis atas ayat-

ayat polemik yang terdapat di dalam al-Qur’an. Ada enam Muslim reformis

yang menjadi objek kajian dalam penelitian yang salah satunya ialah Hamka.

Mun’im Sirry menempatkan Hamka sebagai salah satu tokoh muslim

reformis yang memiliki ide-ide pembaruan Islam dan kitab tafsirnya berjenis

tafsir modern. Menurutnya, prinsip utama yang mendasari kriteria pemilihan

kitab tafsir al-Qur’an modern bukan saja karena pengaruh kitab itu pada

masanya, tapi juga karena mewakili gerakan reformasi Islam pada masa

modern di berbagai belahan dunia Islam.44

Ketertarikan Hamka terhadap

reformasi Islam tampak jelas dalam seluruh karyanya, terutama tafsir yang

menjadi wadah baginya untuk menjelaskan ayat al-Qur’an sekaligus

menjawab persoalan sosial keagamaan.45

Meskipun karya ini mengkaji Hamka

dan tafsirnya, tetapi tema yang diangkat berbeda dengan yang dipilih oleh

peneliti.

Karya lain yang mengkaji Hamka dan tafsirnya adalah Kesetaraan Gender

dalam Al-Qur’an: Studi Pemikiran Para Mufasir karya Yunahar Ilyas.46

Buku

ini merupakan karya disertasinya yang mengkaji tema tentang kesetaraan

gender dalam al-Qur’an dari perspektif Hamka dan M Hasbi ash-Shiddiqiy.

Ada beberapa tema yang didiskusikan, yaitu kesetaraan dalam penciptaan,

kesetaraan dalam hak kenabian, kesetaraan dalam perkawinan, kewarisan dan

peran publik. Ia menggunakan analisis gender untuk melihat sejauh mana

44

Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis Atas Kritik Al-Qur’an Terhadap

Agama Lain, (Jakarta: Gramedia, 2013), hlm. xxxvi. 45

Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci, hlm. iii. 46

Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, Studi Pemikiran Para Mufasir,

(Yogyakarta: Labda Press, 2006).

15

penafsiran Hamka dan Hasbi atas tema-tema tersebut merefleksikan

kesetaraan dan keadilan. Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh

penulis karena meskipun objek penelitiannya adalah tafsir Al-Azhar tetapi

tema yang diangkat berbeda.

Ada banyak pula penelitian berupa skripsi yang mengambil objek

penelitian tafsir Al-Azhar diantaranya berjudul Penafsiran Hamka tentang

Politik dalam Tafsir Al-Azhar.47

Karya tulis ini mendiskusikan bagaimana

ayat-ayat yang berhubungan dengan politik ditafsirkan oleh Hamka yang

semasa hidupnya pernah berkarir di bidang politik dan pemerintahan. Di

antara banyak karya skripsi yang meneliti tentang Hamka tidak ditemukan

penelitian yang mengangkat tema tentang Maryam.

Karya lain tentang Hamka dan tafsirnya berjudul Corak Pemikiran Kalam

Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah tentang Pemikiran Hamka dalam Teologi

Islam karya Yunan Yusuf. Menurutnya, tafsir Al-Azhar karya Prof. Dr.

Hamka merupakan salah satu tafsir yang mengambil corak sastra budaya

kemasyarakatan. Corak tafsir ini bermula dari tafsir karya Muhammad Abduh

(1849-1905). Walaupun corak tafsir Al-Azhar menyangkut berbagai

permasalahan yang berkaitan dengan kandungan ayat yang ditafsirkan

misalnya filsafat, teologi, hukum, tasawuf dan sebagainya. Namun penafsiran

tersebut seperti ditulis dalam sekapur sirih oleh Quraish Shihab, tidak keluar

dari cirinya yang berusaha menanggulangi penyakit-penyakit masyarakat.

47

Sartiman Setiawan, “Penafsiran Hamka tentang Politik dalam Tafsir Al-Azhar”, Skripsi

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009.

16

Lalu mendorongnya guna meraih kemajuan duniawi dan ukhrawi berdasarkan

petunjuk-petunjuk al-Qur’an.48

Dari kajian pustaka tersebut, penulis tidak menemukan ada kajian atau

penelitian tentang Maryam melalui perspektif mufasir modern Indonesia,

Hamka. Menurut penulis, penelitian ini penting mengingat Hamka adalah

salah satu tokoh pembaru dalam pemikiran Islam di Indonesia yang karyanya

dijadikan landasan serta rujukan oleh banyak umat Muslim di Indonesia.

Selain itu ia juga memiliki perhatian khusus terkait permasalahan perempuan.

Sehingga penelitian ini diharapkan dapat melengkapi studi-studi yang pernah

ada tentang pemikiran Hamka dalam tafsir Al-Azhar.

E. Kerangka Teori

Pengertian gender dalam kamus Inggris-Indonesia (1993) sama dengan

pengertian seks sebagai jenis kelamin.49

Dalam Oxford Advanced Learner’s

Dictionary,50

istilah gender diartikan dengan (1) the classification of nouns,

adjectives, or pronouns as masculine, feminine, or neutral;51

(2) the condition

of being male or female.52

Menurut pengertian di atas kata gender masih

digunakan dalam pengertian umum.

48

Lihat Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah tentang

Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), hlm. ix. 49

John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1993, hlm. 265 dan 517. 50

A. S Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, edisi V, (Oxford: Oxford

University Press, 1995), hlm. 490. 51

Artinya klasifikasi benda, kata sifat atau kata ganti benda sebagai maskulin, feminin,

atau netral. 52

Artinya kondisi menjadi laki-laki atau perempuan.

17

Di dalam tatanan bahasa Indonesia, gender adalah istilah baru. Kata

tersebut belum masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 1988

maupun dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S

Poerwadarminto.53

Kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa

Inggris.54

Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa kamus bahasa Inggris

pun tidak membedakan seks dan gender secara jelas.

Dalam perspektif feminisme dan ilmu sosiologi, kata seks dan gender

secara konseptual berbeda dan memang dibedakan. Seks (jenis kelamin)

adalah penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan

secara biologis yang melekat pada manusia. Seks atau jenis kelamin adalah

sesuatu yang di bawa sejak lahir sehingga bersifat kodrati dan tidak dapat

dipertukarkan, misalnya laki-laki memiliki penis, jakala dan memproduksi

sperma. Sedangkan perempuan memiliki rahim dan saluran melahirkan,

memproduksi sel telur, memiliki vagina dan payudara.55

Sedangkan konsep gender dimaknai sebagai konstruksi sosial maupun

kultural yang diberlakukan untuk laki-laki maupun perempuan, misalnya

perempuan dikenal lemah, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-

laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sebenarnya sifat tersebut

dapat dipertukarkan ke laki-laki maupun perempuan. Sejarah pembedaan

gender ini berlangsung melalui proses yang panjang dan dipengaruhi oleh

53

Inayah Rohmaniyah, Gender dan Konstruksi Patriarki dalam Tafsir Agama,

(Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, 2017), hlm. 7. 54

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: INSIST Press,

2016), hlm. 7. 55

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 8.

18

banyak faktor diantaranya dibentuk, disosialisasikan dan dikonstruksi secara

sosial atau kultural melalui ajaran agama dan Negara. Karena terbentuk

melalui proses yang panjang dan mapan, maka di masyarakat terjadi

peneguhan bahwa gender akibat konstruksi sosial dianggap sebagai kodrat dan

ketentuan dari Tuhan.56

Di dalam masyarakat perbedaan gender (gender differences) melahirkan

peran gender (gender role). Pada awalnya perbedaan peran tersebut dianggap

tidak menimbulkan masalah, maka tidak pernah digugat. Perempuan yang

hamil, melahirkan dan menyusui, kemudian mempunyai peran gender sebagai

perawat, pengasuh dan pendidik anak. Pandangan ini dianggap tidak

bermasalah. Akan tetapi yang jadi masalah ketika perbedaan gender dan peran

gender itu menimbulkan ketidakadilan.57

Inayah Rohmaniyah, dalam bukunya “Gender dan Konstruksi Patriarki

dalam Tafsir Agama” menjelaskan setidaknya ada lima bentuk ketidakadilan

gender, diantaranya: Pertama, stereotipe yaitu pelabelan atau penandaan

terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotip ini adalah pelabelan yang

distandarisasi dan biasanya merugikan serta menimbulkan ketidakadilan,

dalam hal ini perempuan sehingga mengakibatkan perempuan mendapatkan

citra negatif. Kedua, subordinasi adalah posisi sosial yang asimetris di mana

terdapat pihak yang superior (biasanya laki-laki) dan inferior (biasanya

perempuan). Subordinasi melandasi pola relasi sosial yang hirarkis di mana

salah satu pihak memandang dirinya lebih tinggi dari mereka yang

56

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 9. 57

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 76.

19

direndahkan. Subordinasi ini terjadi baik di wilayah domestik maupun publik.

Subordinasi biasanya memunculkan apa yang disebut dengan marginalisasi

(pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan. Ketiga, marginalisasi kaum

perempuan bisa terjadi pada wilayah Negara, masyarakat, agama, organisasi

atau tempat kerja, keluarga atau diri sendiri. Setereotip perempuan sebagai

makhluk yang lemah berdampak pada subordinasi perempuan di wilayah

domestik maupun publik dan pada akhirnya dipinggirkan, ditinggalkan atau

dimarginalisasikan dalam pengambilan keputusan strategis.58

Keempat, bentuk ketidakadilan lainnya adalah beban ganda perempuan. Di

era modern seperti sekarang ini ketika banyak perempuan yang mulai bekerja

dan masuk ke ranah publik, mereka tetap dituntut untuk berperan penuh di

wilayah domestik. Sementara peran laki-laki tidak bergeser dari wilayah

publik ke wilayah domestik. Akibatnya ketika laki-laki tidak mendapat

kesempatan berperan di wilayah publik, maka semua peran menjadi beban

perempuan. Kelima, bentuk ketidakadilan yang terakhir adalah kekerasan

terhadap perempuan. Kekerasan bisa terjadi di wilayah publik maupun

domestik tanpa dibatasi etnik, ras, agama, maupun tingkat ekonomi.

Kekerasan ini bisa berupa fisik, seksual atau psikologis. Pelakunya bisa

perorangan, kelompok, organisasi maupun Negara.59

Berbagai bentuk ketidakadilan gender di atas seperti diakui juga oleh

Yunahar Ilyas dalam “Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an: Studi Pemikiran

58

Inayah Rohmaniyah, Gender dan Konstruksi Patriarki dalam Tafsir Agama, hlm. 24-

25. 59

Inayah Rohmaniyah, Gender dan Konstruksi Patriarki dalam Tafsir Agama, hlm. 26-

27.

20

Para Mufasir” menyebutkan gender dan feminisme merupakan istilah yang

berbeda tetapi saling berhubungan.60

Gender adalah konstruksi sosial kultural

tentang peran laki-laki dan perempuan. Gender menjadi alat analisis untuk

mendeteksi fenomena ketidakdilan gender di masyarakat. Sedangkan feminis

menggunakan teori gender untuk membantu menganalisis berbagai bentuk

diskriminasi gender yang ada atau mungkin ada dalam berbagai aspek

kehidupan masyarakat.61

Para feminis pada umumnya mengakui dan mempunyai kesadaran bahwa

kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, sehingga harus ada

upaya mengkahiri penindasan dan eksploitasi tersebut.62

Meskipun begitu,

mereka berbeda pendapat mengenai bentuk-bentuk dan sebab-sebab

eksploitasi dan penindasan itu terjadi. Sebagian feminis berpandangan bahwa

penyebab munculnya diskriminasi adalah kultur patriarki (feminis radikal),

namun sebagian lain melihat bahwa akar persoalan ada pada perempuan

sendiri sebagai agensi yang tidak berdaya (feminis liberal). Ada juga yang

berpandangan bahwa diskriminasi berakar dari struktur masyarakat yang

menempatkan perempuan sebagai kelompok tertindas dan kelas nomer dua di

bawah kelompok laki-laki (feminis marxis). Sedangkan feminis yang memiliki

latar belakang studi agama atau pengetahuan keagamaan berpandangan bahwa

60

Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, Studi Pemikiran Para Mufasir,

hlm. 16. 61

Inayah Rohmaniyah, Gender dan Konstruksi Patriarki dalam Tafsir Agama, hlm. 30. 62

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 83.

21

interpretasi terhadap agama berkontribusi terhadap tumbuh dan langgengnya

diskriminasi di masyarakat (feminis religius).63

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan

data-data kepustakaan (library research) berupa kitab-kitab tafsir, buku-

buku, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan objek penelitian.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian yang digunakan dalam penelitian kepustakaan

bertumpu pada sumber-sumber literal yang terbagi ke dalam dua

kelompok, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber

data primernya adalah ayat-ayat tentang Maryam di dalam tafsir Al-Azhar

dan buku teori-teori gender. Sedangkan sumber data sekunder yang

digunakan penulis berupa buku-buku, jurnal artikel, riset ilmiah dan data-

data online yang terkait serta mendukung tema penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan dan mengklasifikasikan ayat-ayat yang berhubungan

dengan kisah Maryam di dalam tafsir Al-Azhar kemudian mengkajinya

secara langsung dengan menggunakan pendekatan gender.

63

Inayah Rohmaniyah, Gender dan Konstruksi Patriarki dalam Tafsir Agama, hlm. 32.

22

4. Teknik Analisis Data

Data-data primer maupun sekunder yang telah dikumpulkan ditelaah

dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode

deskriptif digunakan untuk menyajikan dan mendeskripsikan ayat-ayat

tentang Maryam yang berhubungan dengan tema gender beserta penafsiran

Hamka tentang tema tersebut. Sedangkan metode analitis digunakan untuk

menganalisis konstruksi penafsiran Hamka tentang tema terkait dengan

perspektif gender.

5. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan historis-sosiologis.

Pendekatan historis digunakan untuk mengetahui sejarah historisitas

Maryam yang dibangun oleh Hamka. Sedangkan pendekatan sosiologis

digunakan untuk mengaitkan penafsirannya dengan perspektif gender.

G. Sistematika Pembahasan

Maryam Dalam Tafsir Al-Azhar Karya Hamka (Studi Analisis Gender)

disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang penelitian

yang menguraikan tentang problem akademis dan difokuskan ke dalam

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian yang bersifat teoritis dan

praktis. Kemudian diuraikan dan dijelaskan posisi penulis dalam tema yang

diangkat melalui kajian pustaka. Didukung dengan metode dan langkah-

langkah penelitian untuk menjelaskan proses dan prosedur penelitian. Lalu

23

sistematika pembahasan untuk memberikan gambaran umum tentang tahap-

tahap penelitian secara keseluruhan. Pendahuluan ini dimaksudkan agar

pembaca memiliki gambaran umum terkait tema dan jalannya penelitian yang

diangkat oleh penulis.

Bab II berisi uraian tentang Hamka sebagai seorang ulama dan mufasir

modern Indonesia yang menulis tafsir utuh 30 juz. Selain itu akan dibahas

pula latar belakang kehidupan Hamka dan karir intelektualnya, guru-gurunya,

dan kondisi sosio-historis pada saat penulisan tafsir sehingga dapat diketahui

faktor-faktor yang melatarbelakangi dan mempengaruhi penafsirannya. Akan

dijelaskan pula gambaran umum tentang tafsir Al-Azhar, serta pendapat

sarjana lain terhadap Hamka dan tafsirnya.

Bab III berisi tentang historisitas Maryam menurut Hamka di dalam tafsir

Al-Azhar. Penulis menguraikan historisitas Maryam secara kronologis untuk

mengetahui historisitas Maryam yang dibangun oleh Hamka.

Bab IV berisi konstrusi penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat tentang

Maryam dengan perspektif gender.

Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan atas jawaban pertanyaan

dari rumusan masalah serta berisi saran-saran bagi penelitian selanjutnya

terkait tema yang diangkat.

87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian tentang Maryam dalam tafsir Al-Azhar dengan analisis

gender, penulis menemukan beberapa poin sebagai berikut:

Pertama, historisitas Maryam yang dibangun oleh Hamka tidak banyak

mengadopsi kisah-kisah historiografis yang bersumber baik dari hadis maupun

israiliyat. Hamka menafsirkan kisah Maryam dengan banyak menggunakan

rasionalitasnya. Misalnya ketika menjelaskan kehidupan Maryam di mihrab di

bawah pengasuhan Zakariya. Hamka mengatakan bahwa penerimaan Allah

atas Maryam salah satunya ditunjukkan dengan terpilihnya Zakariya menjadi

pengasuh Maryam.

Jika ada lebih dari satu pendapat terkait sejarah Maryam, Hamka akan

mengutip beberapa pendapat lain. Terkadang pendapat mufasir lain digunakan

untuk menguatkan atau mendukung penafsirannya. Tetapi terkadang Hamka

hanya mengutip saja pendapat yang berbeda tanpa menyatakan setuju atau

menolak. Hal ini dilakukan Hamka agar pembaca mengetahui adanya

pendapat tentang apa yang sedang ditafsirkan. Temuan ini mengonfirmasi

asumsi awal tentang karakteristik tafsir modern yang berbeda dari tafsir

klasik. Hamka tidak menaruh perhatian pada aspek historiografis kisah

Maryam dan aspek skolastik-doktriner.

88

Kedua, dari empat tema tentang Maryam yang telah diuraiakan pada bab

sebelumnya, pada aspek genealogis, Hamka tidak mengecualikan Maryam

sebagai bagian dari orang-orang yang dipilih Allah dari garis keturunan Imran

yang memperoleh anugerah berupa risalat dan nubuwat. Bagi Hamka kesucian

Maryam terletak pada kemampuan dia menjaga keperawanannya. Hamka

tidak mengaitkan kesucian atau virginitas dengan mitos tentang tubuh

perempuan yang dianggap kotor atau najis. Selain itu, bagi Hamka Maryam

adalah figur yang memiliki kemuliaan yang tinggi dan tidak dimiliki oleh

perempuan lain di alam. Status Maryam sebagai perempuan suci yang

mendapatkan wahyu dari Allah untuk melahirkan Isa menempatkannya pada

posisi seorang nabiyah.

Penafsiran Hamka tentang Maryam memiliki nilai dan pesan yang

signifikan bagi masyarakat pada zamannya. Hamka menjadikan figur Maryam

dan kisahnya sebagai teladan bagi perempuan muslimah dan pelajaran bahwa

karakter dan kepribadian seorang anak sangat bergantung pada peran orang

tua (ibu) dan guru pendidiknya. Pesan ini juga masih sangat relevan untuk

pendidikan anak pada zaman ini.

Selain itu, konstruksi penafsiran Hamka tentang Maryam juga

mencerminkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam status dan

peran sosial maupun relijiusnya. Status kenabian Maryam menunjukkan

bahwa perempuan juga mampu mencapai status relijius tertinggi yang setara

dengan laki-laki.

89

Ketiga, konstruksi penafsiran Hamka tentang Maryam juga secara tidak

langsung dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan kulturnya. Hal ini terlihat

bagaimana ia memposisikan Maryam dalam tafsir Al-Azhar. Selain itu,

penafsiran Hamka atas historisitas Maryam yang tidak banyak mendiskusikan

kisah-kisah historiografi dan persoalan doktriner membuat Hamka lebih

menaruh banyak perhatian pada aspek keteladanan Maryam.

B. Saran-Saran

Penulis menyadari bahwa penelitian ini bukan penelitian yang unik dan

terpisah dari penelitian-penelitian sebelumnya. Tetapi justru penelitian ini

merupakan usaha penulis untuk mengambil peran melanjutkan penelitan

sebelumnya. Sudah pasti ada banyak kekurangan dalam penelitian ini. Penulis

mengharapkan kritik yang membangun dari pembaca. Selain itu, penulis juga

perlu mengungkapkan beberapa saran untuk penelitian lanjutan dan pembaca

sebagai berikut:

1. Penelitian tentang figur-figur perempuan di dalam al-Qu’ran perlu

untuk digalakkan, khususnya dengan menggunakan perspektif gender.

2. Penelitian tentang Maryam di dalam al-Qur’an perlu mendapat

perhatian yang serius dari kalangan sarjana Muslim karena tidak

banyak kajian yang ada tentang tema tersebut.

3. Dari penelitian ini penulis ingin menunjukkan bahwa Hamka memiliki

concern terhadap kesetaraan gender tetapi penulis juga meminta saran

dan kritik dari pembaca untuk perbaikan karya ini.

90

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abboud, Hosn. Mary in The Qur’an: A Literary Reading. New York: Routledge.

2014.

Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. 2012.

Baqiy, Muhammad Fuad Abdul. Al-Mu’jam al Mufahras li alfadz al Qur’an al

Karim. Beirut: Dar al-Fikr. 1981.

Echols, John M. dan Hasan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. 1993.

Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford, cet. I. Bandung: Mizan. 2001.

Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSIST

Press. 2016.

Federspiel, Howard M. Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus

Hingga Quraish Shihab, terj. Tajul Arifin. Bandung: Mizan. 1996.

Hakim, Ahmad dan M. Talhah. Politik Bermoral Agama: Tafsir Politik Hamka.

Yogyakarta: UII Press. 2005.

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Juzu’ III. Jakarta: Pembimbing Masa. 1968.

______. Tafsir Al-Azhar. Juzu’ XVI. Surabaya: Yayaysan Latimojong. 1981.

______. Tafsir Al-Azhar. Juzu’ I. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1982.

______. Islam dan Adat Minangkabau, cet. II. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1984.

91

______. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1987.

______. Kenang-kenangan Hidup, jilid II. Jakarta: Bulan Bintang. 1997.

Hamka, Rusydi (ed.). Hamka Membahas Soal-Soal Islam. Jakarta: Pustaka

Panjimas. 1983.

______, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, cet II. Jakarta: Pustaka

Panjimas. 1983.

Hornby, A. S. Oxford Advanced Learner’s Dictionary, edisi V. Oxford: Oxford

University Press. 1995.

Ilyas, Yunahar. Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, Studi Pemikiran Para

Mufasir. Yogyakarta: Labda Press. 2006.

Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

1979.

Martamin, Mardjani et.al. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat.

Jakarta: Dep. Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982.

Mourad, Suleiman A. “Mary in The Qur’an: A reexamination of her presentation”

dalam Gabriel Said Reynolds. The Qur’an in Its Historical Context. New

York: Routledge. 2008.

Neuwirth, Angelika. “Foreword” dalam Hosn Abboud, Mary in The Qur’an: A

Literary Reading. New York: Routledge. 2014.

Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka

tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.

92

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilali Qur’an, terj. As’ad Yasin dkk. Jilid 2. Jakarta:

Gema Insani: 2011.

Reynolds, Gabriel Said. The Qur’an and It’s Biblical Subtext. New York:

Routledge. 2010.

Rohmaniyah, Inayah. Gender dan Konstruksi Patriarki dalam Tafsir Agama.

Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam. 2017.

Shihab, Quraish dalam Yunan Yusuf. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar:

Sebuah Telaah tentang Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam. Jakarta:

Pustaka Panjimas. 1990.

______. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. 2.

Jakarta: Lentera Hati. 2003.

______. “Pendahuluan” dalam Yunan Yusuf. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-

Azhar: Sebuah Telaah tentang Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam.

Jakarta: Pustaka Panjimas. 1990.

Sinaulan, Hans. “Siapa Yang Tak Kenal Buya Hamka?”, dalam Nasir Tamara

(ed.). Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan. 1983.

Sirry, Mun’im.Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis Atas Kritik Al-Qur’an

Terhadap Agama Lain. Jakarta: Gramedia. 2013.

Stowasser, Barbara Freyer. Women in The Qur’an, Traditions, and Interpretation.

New York: Oxford University Press. 1994.

_______. Reinterpretasi Gender: Wanita dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Tafsir.

Bandung: Pustaka Hidayah. 2001.

93

_______. “Mary” dalam Encyclopaedia of The Qur’an. Vol.3. Leiden: Brill. 2001.

Syakir, Syaikh Ahmad. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4. Jakarta: Darus

Sunnah. 2011.

Wadud, Amina. Wanita di Dalam Al Qur’an, terj. Yaziar F. B. Bandung: Pustaka.

1994.

______. Women in The Qur’an, Traditions, and Interpretation. New York:

Oxford University Press. 1994.

______. Qur’an and Woman: Rereading The Sacred Text from A Woman’s

Perspective. New York: Oxford University Press. 1999.

______. Reinterpretasi Gender: Wanita dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Tafsir.

Bandung: Pustaka Hidayah. 2001.

Yusuf, Yunan. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah tentang

Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1990.

______. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: Dari Khawarij ke Buya HAMKA

Hingga Hasan Hanafi. Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.

Jurnal dan Internet

Abboud, Hosn. “Is Mary Important for Herself or for Being The Mother of Christ

in the Holy Qur’an?” Jurnal Al-Raida. 2009.

______. Mary in The Qur’an: A Literary Reading. New York: Routledge. 2014.

Annunciation dalam

94

https://www.britannica.com/topic/Annunciation-Christianitydiakses

tanggal 21 Agustus 2018.

Lybarger, Loren D. “Gender and Prophetic Authority in the Qur’anic Story of

Maryam: A Literary Approach”. The Journal of Religion, V. 80. 2000.

Perempuan-perempuan dalam Alquran dalam

http://www.jurnalperempuan.org/blog-muda1/perempuan-perempuan-

alquran diakses tanggal 13 Juli 2018.

Setiawan, Sartiman. “Penafsiran Hamka tentang Politik dalam Tafsir Al-Azhar”,

dalam Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan

Kalijaga. Yogyakarta. 2009.

Smith, Jane I. and Yvonne Y. Haddad. “The Virgin Mary in Islamic Tradition and

Commentary”, The Muslim World, LXXIX. Juli/Oktober 1989.

Subtextual dalam https://en.oxforddictionaries.com/definition/subtextual, diakses

tanggal 24 April 2018.

Subtext dalam https://www.merriam-webster.com/dictionary/subtext, diakses

tanggal 24 April 2018.

95

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Chamida Mardiyanti

Tempat, Tanggal Lahir: Purworejo, 11 September 1992

Alamat : Wirun, 004/001, Kutoarjo,Purworejo

Alamat di Yogyakarta : Tanjung, Wukirsari, Cangkringan, Sleman,

Yogyakarta

E-mail : [email protected]

No. Hp : 085727030307

Nama Ayah : Daryanto

Nama Ibu : Beng Warniasih

B. Riwayat Pendidikan

1. TK Kencana Loka Wirun Kutoarjo (1998-1999)

2. SD N 1 Wirun, Kutoarjo (1999-2005)

3. SMP Takhassus Al-Qur’an, Wonosobo (2005-2008)

4. SMA N 5 Purworejo (2008-2011)

5. Program Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

(2011-2018)

C. Pengalaman Organisasi

1. BEM Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

2. KOPRI PMII Cab. DI Yogyakarta

3. Srikandi Lintas Iman Yogyakarta