masalah seksual pada lansia wanita
TRANSCRIPT
MAKALAH
“MASALAH SEKSUAL PADA LANSIA WANITA”
TUGAS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Lansia
Dosen Pengampu: Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso, SKM
Disusun Oleh :
April Lia Rachmawati
Arifah Septiane Mukti
Asyifa Robiatul Adawiyah
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA (URINDO)
PROGRAM PASCA SARJANA (S2)
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulispanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat,
Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Masalah Seksual pada Lansia Wanita” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Kesehatan
Reproduksi Lansia.
Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami,
hingga tersusunnya makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan
pengetahuan, pengalaman serta sumber yang Penulis miliki. Oleh karena itu, Penulis harapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
Akhirnya Penulis berharap mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 10 Juni 2015
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Constantinides (1994) menua merupakan proses yang alamiah yang meliputi
proses organobiologik, psikologig, dan social. Berbagai perhatian dan upaya telah dilakukan
agar orang tetap awet muda namun, penuaan tetap berlangsung tanpa bisa dicegah. Menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan dalam tubuh
untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan teradap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Darmojo, 2010).
Perkembangan penduduk Lanjut Usia (lansia) di Indonesia menarik diamati, dari tahun
ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (KESRA) melaporkan jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 522 tahun dan
jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang
(8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Perkiraan pada tahun 2020 penduduk lansia
di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun (www.
Menkokesra.go.id)
Adanya peningkatan jumlah lansia, menyebabkan masalah kesehatan yang dihadapi
bangsa Indonesia menjadi semakin kompleks, terutama yang berkaitan dengan gejala
penuaan. Proses penuaan umumnya terlihat jelas pada saat memasuki usia 40 tahun keatas,
khususnya pada pria mulai menampakan kemunduran perilaku seksual dalam hal sifat dan
kemampuan fisik (aktivitas seksual dan frekuensi hubungan mulai menurun). Kebutuhan
seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar amnesia sepanjang rentang kehidupannya.
Begitupun pada lanjut usia (Lansia), walaupun sudah terjadi penurunan pada berbagai
system orgam tubuh, namun kebutuhan seksual itu masih tetap ada, akan tetapi tidak semua
lansia tetap memiliki pasangan hidup sampai akhir hayatnya.
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia sehingga kualitas
kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup.Hubungan seksual yang sehat adalah
hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan
4
tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan
lansia.
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti: gangguan jantung, gangguan metabolism, missal diabetes
mellitus, vaginitis, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan
sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu seperti antihipertensi, golongan steroid,
transquilizer. Factor psikologis yang menyertai lansia antara lain: rasa tabu atau malu bila
mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang
kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena
kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal. Disfungsi seksual
karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi,
pikun, dsb (Utama, 2009).
Menurut hasil penelitian Raihani (2005), dari 50 orang responden terdapat 18 orang
(36%) yang masih aktif melakukan hubungan seksual, sedangakan dari hasil penelitian
Khairunisa (2007), menunjukan dari 116 responden, sebanyak 80 orang (69%) masih aktif
berhubungan seksual dan dari hasil penelitian Hafrizal (2004), menunjukan bahwa dari 105
responden sebesar 78,1% masih aktif berhubungan seksual.
1.2. Tujuan
Dengan melihat kesenjangan yang ada pada lansia khususnya lansia perempuan terkait
dengan masalah seksual; maka sebagai tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu
melihat secara menyeluruh masalah – masalah seksual pada lansia perempuan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI SEKS
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) bahwa seks mengacu pada
sifat-sifat biologis yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan ataupun laki-
laki.Sementara himpunan sifat biologis ini tidak saling asing, sebab ada individu yang
memilih kedua-duanya, manusia cenderung dibedakan sebagai laki-laki dan perempuan.
Dalam penggunaan awam dalam banyak bahsa istilah seks sering digunakan dalam arti
“kegiatan seksual” tetapi untuk keperluan teknis dalam konteks perbincangan tentang
seksualitas dan aktivitas seksual, definisi tadi yang lebih diutamakan.
Kata seks diartikan dalam dua hal yaitu:
a. Aktivitas seksual genital yaitu hubungan fisik antara individu.
b. Sebagai label jenis kelamin, dimana seks lebih berkonotasi kepada biologis perempuan
dan laki-laki.
2.2. DEFINISI SEKSUALITAS
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) tentang seksualitas adalah
suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran
gender, orientasi seksual erotisme, kenikmatan, kemesraan, dan reproduksi. Seksualitas
dialami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan gairah, kepercayaan sikap nilai, perilaku,
perbuatan, peran, dan hubungan.Sementara seksualitas dapat meliputi semua dimensi
ini.Tidak semuanya selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi
factor biologis, psikologis, social, ekonomi, politik budaya etika hokum sejarah, religi, dan
spiritual.
Sedangkan definisi seksualitas yang dihasilkan dalam Konferensi APNET (Asia
Pasific Network for Sosial Health)di Cepu, Filipina 1996 mengatakan seksualitas adalah
ekspresi seksual seseorang yang secara social dianggap dapat diterima serta mengandung
aspek-aspek kepribadian yang luas dan mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari
perasaan dan perilaku seseorang yang tidak hanya didasarkan pada ciri seks secara biologis,
6
tetapi juga merupakan suatu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari
aspek kehidupan yang lain (Samaoen, 2000).
Menurut Depkes RI pengertian seksualitas adalah suatu kekuatan dan dorongan hidup
yang ada diantara laki-laki dan perempuan, dimana kedua makhluk ini merupakan suatu
system yang memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung-menyambung sehingga
eksistensi manusia tidak punah (Abineno, 1999)
Dalam pengertian tersebut diatas terdapat 2 aspek dari seksualitas yaitu:
a. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai
berikut:
a) Alat kelamin itu sendiri
b) Kelenjar dan hormone-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat-
alat kelamin
c) Anggota-anggota tubuh dari ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki
dan perempuan. (misalnya perbedaan suara, pertumbuhan kumis, payudara, dan
sebagainya.)
d) Hubungan kelamin (senggama)
e) Proses pembuhan, kehamilan dan kelahiran (termasuk KB)
b. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain:
a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dan lain-lain
b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dan lain lain.
c) Perbedaan peran dan lain-lain
2.3. AKTIFITAS SEKSUAL
Aktifitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan
seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui
beberapa perilaku. Misalnya berfantasi, mansturbasi, meninton atau membaca pornografi,
cium pipi, cium bibir, petting, dan berhubungan seks (Ingrid, 2001)
7
Hubungan seks/senggama/sexual intercourse adalah kontak seksual yang dilakukan
dengan berpasangan dengan lawan jenis. Perilaku seksual dapat dilakukan melalui berbagai
cara mulai dari fantasi, berpegangan tanga ciuman, meraba, berpelukan petting, sampai
sexual intercourse, dengan memberikan dampak yang bervariasi (Inggrid, 2001).
Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan membayangkan atau
mengimajinasikan aktifitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
Aktifitas seksual ini bisa berlanjut keaktifitas seksual selanjutnya, seperti masturbasi,
berciuman, dan aktifitas lainnya (Inggrid, 2001)
Perilaku selanjutnya adalah berpegangan tangan.Aktifitas seksual ini memang tidak
terlalu menimbulkan rangsangan yang kuat, namun biasanya muncul kegiatan mencoba
aktifitas seksual lainnya.Perilaku selanjutnya adalah berciuman kening, yaitu aktivitas
seksual berupa sentuhan pipi, pipi dengan bibir.Perilaku ini mengakibatkan imajinasi atau
fantasi seksual menjadi berkembang dan bisa menimbulkan kegitan untuk melakukan
bentuk aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.Sedangkan ciuman basah
adalah aktivitas seks berupa sentuhan bibir dengan bibir.Perilaku ini dapat menimbulkan
sensasi seksual yang kuat dan membangkitkan dorongan seksual hingga tak terkendali.
Orang akan mudah melakukan aktivitas seksual lainnya tanpa disadari seperti cumbuan,
petting, bahkan sampai hubungan intim (Inggrid, 2001).
Perilaku selanjutnya adalah meraba, yaitu kegiatan meraba bagan-bagan sensitive
rangsang seksual seperti payudara, leher, paha atas, penis, dan pantat.Perilaku ini dapat
mengakibatkan pelaku terangsang secara seksual (hingga melemahkan control diri dan akal
sehat), akibatnya bisa melakukan aktivitas seksual selanjutnya.Dan juga dapat
menimbulkan ketagihan.Perilaku seksual berikutnya adalah petting.Petting merupakan
keseluruhan aktivitas seksual non intercourse (menempelkan alat kelamin).Jenis aktivitas
seksual yang terakhir adalah intercourse yaitu aktivitas seks dengan memasukan alat
kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan (Inggrid, 2001).
8
2.4. SEKSUALITAS PADA PEREMPUAN
Tidak diketahui atau tidak ada usia tertentu ketika seseorang mencapai puncak
tingginya dorongan seksual atau kemampuan untuk merasakan nafsu seksual. Beberapa ahli
telah mengidentifikasi bahwa puncaknya pada usia 35 tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah
yang tepat untuk menentukan kapan saatnya bagi setiap orang khususnya perempuan. Para
ahli telah menemukan bahwa kadar hormon perempuan biasanya meninggi sekitar usia 35
tahun, tetapi apa yang sebenarnya terjadi untuk mengukur dorongan seksual adalah dengan
merasakan apa yang akan terjadi pada pikiran dan emosi seseorang.
Sama sekali tidak, perasaan terhadap seks dan minatnya mungkin sangat bervariasi,
tetapi kemampuan seorang perempuan untuk melakukan hubungan intim sejauh ini,
memiliki hasrat sehat, dan tentu saja mempunyai pasangan (Masland, 2006).
2.5. PERUBAHAN PSIKIS PADA MASA USIA LANJUT
Gangguan psikologis paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah
timbulnya depresi, dimensia, dan mengigau. Hal ini lebih sering diakibatkan oleh
perasaan sudah tua, sudah pikun, dan secara fisik sudah tidak menarik bagi pasangan.
Perubahan akibat depresi dan dimensia bahkan sering mengganggu prilaku seksual
termasuk gangguan khayal yang dikaitkan dengan kecemburuan phatologis.
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
Kecemasan (angietas)
Depresi
Rasa bersalah (guilty feeling)
Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan
seksual
Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar
terhadap sisi kewanitaannya seperti :
Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
Cerviks yang menyusut ukurannya
Dinding vagina atropi ukurannya memendek
9
Berkurangnya pelumas vagina
Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan,
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
Ada prinsip perkembangan yang dinamakan Multidirectional, dimana beberapa
komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya malah menurun, lansia
akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang membutuhkan kecepatan memproses
informasi, misalnya lansia baru mempelajari komputer.
2.6. MASALAH SEKSUAL PADA LANJUT USIA
Pertambahan usia menyebabkan perubahan-perubahan jasmani pada pria atau
wanita. Perubahan tersebut dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk melakukan
dan menikmati aktifitas seksual. Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual
merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini
meliput ketakutan akan berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara
normal sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi
berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi premature, dan sakit pada alat
kelamin sewaktu masturbasi.
Orang yang secara fisik sehat dan merasa sangat normal cenderung melakukan
aktivitas seksual sepanjang hidup mereka, kira-kira mendekati usia 70-an. Ini berarti tidak
ada waktu yang khusus kapan seseorang berhenti melakukan hubungan seks hanya karena
beberapa pasangan menonaktifkan diri dari kegiatan itu (Masland, 2006). Penyesuaian fisik
yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya (40-60 tahun)
terdapat pada perubahan-perubahan kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa
menopause atau perubahan hidup. Adapun pria mengalami masa klimaterik pria. Terdapat
fakta yang berkembang bahwa perubahan tersebut merupakan bagian yang normal dari pola
kehidupan dan juga diketahui bahwa perubahan-perubahan psikologis selama usia madya
lebih merupakan akibat dari tekanan emosional dari pada gangguan fisik.
10
Alexander dan Allison dalam Darmojo (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya
perubahan fisiologik yang terjadi pada aktifitas seksual pada usia lanjut biasanya
berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vascular, hormonal,
dan neurologiknya.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari
pembagian tahapan seksual menurut (Kaplan) dalam Darmojo (2010) adalah berikut ini:
1. Fase Hasrat (Desire)
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan
kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin
menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk
meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testosterone menurun
secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2. Fase Arousal
Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang, terjadi penurunan flushing,
elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot, iritasi uretra
dan kandung kemih.
Lansia pria: ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat,
penurunan produksi sperma sejak usia 40 tahun akibat penurunan testosterone;
elevasi testis ke perineum lebih lambat.
3. Fase Orgasme (Orgasmic)
Lansia wanita: tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstaktil
kemampuan mendapatkan orgasme multiple berkurang.
Lansia pria: kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah
kontraksi otot berkurang, volume ejakulasi menurun.
4. Fase Setelah Orgasme (Pasca Orgasmic)
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya
fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.
11
Tabel 2.1
Perubahan Fisiologi Dan Aktivitas Seksual Yang Diakibatkan Oleh Proses Menua
Menurut Kaplan (dalam Darmajo 2010)
Fase
tanggapan
seksual
Pada wanita lansia Pada pria lansia
Fase
Desire
Terutama dipengaruhi oleh
penyakit baik dirinya sendiri
atau pasangan, masalah
hubungan antar keduanya,
harapan cultural dan hal-hal
tentang harga diri. Desire
pada lansia wanita mungkin
menurun dengan makin
lanjutnya usia, tetapi hal ini
bisa bervariasi.
Interval untuk meningkatkan hasrat melakukan
kontak seksual meningkat, hasrat sangat
dipengaruhi oleh penyakit kecemasan akan
kemampuan seks dan masalah hubungan antara
pasangan. Mulai usia 55 tahun testosterone
menurun bertahap yang akan mempengaruhi libido
Fase
arousal
Pembesaran payudara
berkurang, semburan panas
di kulit menurun, elastisitas
dinding vagina menurun,
iritasi uretra dan kandung
kemih meningkat, otot-otot
yang menegang pada fase ini
menurun
Membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi,
ereksi kurang begitu kuat, testosterone menurun,
produksi seperma menurun bertahap mulai usia
40th
, elevasi testis ke perineum lebih lambat dan
sedikit penguasaan atas ejakulasi biasanya
membaik.
Fase
orgasmic
(fase
muscular)
Tanggapan orgasmic mungkin
kurang intens disertai sedikit
kontraksi, kemampuan untuk
mendapatkan orgasme
multiple berkurang dengan
makin lanjutnya usia.
Kemampuan mengontrol ejakulasi membaik,
kekuatan kontraksi otot dirasakan berkurang,
jumlah kontraksi menurun, volume ejakulat
menurun.
12
Fasse
pasca
orgasmik
Mungkin terdapat periode
refrakter, dimana
pembangkitan gairah secara
segera lebih sukar
Periode refrakter memanjang secara fisiologis,
dimana ereksi dan orgasme berikutnya lebih sukar
terjadi.
Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja,
terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin
membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak
dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia
adalah sebagai berikut :
Gangguan hasrat
Tahap pemanasan
Orgasme
Rasa nyeri
Sakit fisik
Obat dan alkohol
Gangguan yang tidak khusus
Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2. Pasca stroke
13
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas
situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual
ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke,
maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi
permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan
penglihatan mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa
kasus, pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang
tidak mengalami kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan
mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif.
Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk
berkomunikasi.
3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik
operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi
seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada
kerusakan saraf.
4. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan
neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi
vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur
fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku
mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
6. Rokok dan alkohol
14
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya
bila terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron.
Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi
kemampuan untuk mengalami kenikmatan.
7. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya
kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain
beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
2.7. PENGARUH PENUAAN TERHADAP SEKSUAL WANITA PADA LANJUT USIA
Pengaruh utama proses menua pada seksualitas wanita dihubungkan dengan perubahan
pada saat menopause. Faktor penting adalah reduksi yang menandai sirkulasi estrogen
yang ditemukan pada wanita sesudah menopause. Hormon estrogen penting untuk
mempertahankan keadaan normal vagina dan untuk tanggapan seksual. Selaput lendir
vagina sesudah menopause mengalami penipisan. Di samping itu, terjadi pengurangan
pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan
ketidaknyamanan selama bersenggama. Terdapat beberapa bukti bahwa jika seorang
wanita tetap aktif secara seksual, perubahan tersebut kurang nyata. Proses menua juga
mengakibatkan beberapa penyusutan vagina dan labia minora. Kepekaan vagina berkurang
(Hawton, 1993).
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
• Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
• Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
• Cerviks yang menyusut ukurannya
• Dinding vagina atropi ukurannya memendek
• Berkurangnya pelumas vagina
• Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
15
• Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir
kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perineal
Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan
penurunan hormon,seperti berikut ini :
1. Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama
2. Pengembangan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya
3. Dinding vagina menjadi tipis dan mudah teriritasi
4. Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan uretra
5. Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkat kemungkinan terjadi infeksi
6. Penurunan elivasi uterus
7. Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun
8. Fase orgasme lebih pendek
9. Fase resolusi muncul lebih cepat
10. Kemampuan multipel orgasme masih baik
Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik, tetapi
dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak mengalami penurunan yang sama.
Dari pada penurunan fungsi seksual diasumsikan dengan sakit, lebih baik perhatian
difokuskan pada sesuatu yang masih mungkin dilakukan. Mengembangkan kepercayaan
diri dan membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banyak membantu pada lansia yang
mengalami ketidakmampuan seksual.
Atritis dengan deformitas pada sendi, kemungkinan terjadi kontraktur dan nyeri,
kanker dengan nyeri dan komplikasi operasi, kemoterapi dan radiasi, gangguan
neoromuskular yang menyebabkan atrofi otot, tonus yang tidak normal, dan gerakan yang
tidak normal menyebabkan lansia merasa kurang menarik dan tidak mempunyai daya tarik
seksual. Perasaan negatif ini menghambat pengembangan emosi dan fisik. Beberapa
penyakit dihubungkan dengan daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan gangguan
seksual dan aktivitas. Penyakit kronis menyebabkan ketakutan dan menghalangi dorongan
aktivitas seksual. Ketakutan dan persepsi negatif harus diatasi sehingga lansia dapat
menikmati kehidupan/ hubungan seksualnya. Pada beberapa lansia, kunci utama
mempertahankan hubungan seksual secara penuh adalah kemampuan untuk mengubah
pola lama ke pola baru dengan baik (Pudjiastuti, 2002). Akan tetapi, walaupun pengaruh
16
proses menua sangat mengganggu seksualitas wanita, penemuan bahwa banyak wanita
tetap aktif secara seksual dan menikmati hubungan seks hingga usia 60 tahun, 70 tahun,
dan bahkan 80 tahun sangat menggembirakan. Sebagai contoh, Persson (1980) di Swedia
menemukan bahwa 16% dari 266 wanita berusia 70 tahun tetap aktif secara seksual.
Dalam studi ini, 36% dari 91 wanita yang menikah masih tetap aktif (Hawton, 1993).
2.8. SEKS DAN LIBIDO PADA LANSIA PEREMPUAN
Dengan makin meningkatnya usia, maka sering dijumpai gangguan seksual pada
wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah kevagina berkurang, cairan
vagina Berkurang, dan sel – sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah cidera. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting
untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah dan mencegah vagina dari kekeringan
sehingga tidak menimbulkan nyeri saat senggama (Baziad,2003).
Wanita dengan kadar estrogen yang kurang/menurun, lebih banyak mengeluh masalah
seksual seperti vagina kering,perasaan terbakar, gatal, dan sering keputihan. Akibat cairan
vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi
melakukan hubungan sexs. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila
hubungan sexs makin jarang dilakukan (Baziad, 2003).
Pada masa menopouse, sebanyak 15% wanita mengeluh vagina kering, walaupun Haid
mereka masih teratur. Pada masa pasca manopouse, wanita mengeluh vagina kering
meningkat sampai dengan 50%. Pada keadaan kadar esterogen sangat rendah pun wanita
tetap mendapatkan orgasme. Yang terpenting adalah melakukan hubungan sexsual secara
teratur agar elastisitas vagina masih tetap di pertahankan . Hampir 50% wanita usia antara
55 – 57 tahun seksualnya masih tetap aktif, Orgasme tetap saja diperoleh hingga usia pasca
menopouse, Sehingga bila wanita mengeluh aktivitas seksual mulai menurun, Maka
penyebabnya kemungkinan terletak kepada pasanganya sendiri (Baziad,2003).
Libido sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perasaan, lingkungan dan
hormonal. Androgen kelihatnya memiliki perasaan penting dalam hal peningkatan libido,
karena pada wanita yang telah diangkat kedua ovariumnya, Penurunan Libido yang terjadi
erat kaitanya dengan penurunan kadar endrogen. Baik pada wanita dengan menopouse
17
alami, maupun pada wanita pasca ooforektomi. Pemeriksaan androgen kombinasi dengan
estrogen akan meningkatkan Libido.
2.9. KLIMAKTERIUM PADA WANITA LANSIA
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium.
Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir 6-7 tahun setelah menopouse
Tanda-tanda Klimakterium :
a. Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur
b. Haid banyak ataupun sangat sedikit
c. Sakit kepala terus menerus
d. Berkeringat
e. Neuralgia
Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :
a. Kemurungan
b. Mudah tersinggung / mudah marah
c. Mudah curiga
d. Insomnia
e. Tertekan
f. Kesepian
g. Tidak sabar
h. Tegang dan cemas
Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :
a. Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
b. Mengalami atropi pada sistem reproduksi
c. Penampilan kewanitaan menurun
d. Keadaan fisik kurang nyaman
a. Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing, iritasi,
friigid
e. Berat badan
f. Perubahan kepribadian
18
Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum:
a. Merasa tua
b. Tidak menarik lagi
c. Rasa tertekan karena takut menjadi tua
d. Mudah tersinggung
e. Mudah kaget
f. Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami
g. Rasa takut karena suami menyeleweng
Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia
a. Ketakutan
– Ketergantungan fisik dan ekonomi
– Sakit-sakitan yan kronis
– Kesepian
– Kebosanan karena tidak diperlukan
b. Perubahan mental
– Belajar : kurang mampu belajar yang baru
– Berfikir : terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
– Kreatifitas berkurang
– Berkurang rasa humor
– Perbendaharaan kata semakin menurun
c. Gangguan mental
– Agresi : menyerang disertai kekuatan
– Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
– Kecemasan yang tidak berobyektif
– Kacau & sering bingung
– Penolakan ; ketidakmampuan untuk mengakui secara sendiri terhadap keinginan,
fikiran, perasaan pada kejadian nyata
– Ketergantungan : meletakakkan kepercayaan terhadap orang lain
– Depresi : perasaan sedih & pesimis
19
– Ketakutan : reaksi emosional terhadap sumber luar
– Manipulasi : proses bertingkah laku untuk memuaskan diri sendiri / orang lain
dengan cara serdik, tidak jujur / tipu muslihat
– Rasa sakit yang tidak berpenyebab
2.10. MENOPAUSE PADA WANITA LANSIA
Menopause adalah saat berhentinya siklus menstruasi dalam kehidupan seorang
perempuan. Ini berarti, seorang perempuan berhenti ovulasi karena jumlah hormon
estrogen yang diproduksi tidak cukup untuk menghasilkan periode menstruasi.
Menopause terjadi pada saat yang berbeda pada seorang perempuan. Masa tersebut
dapat saja terjadi setiap saat usia awal 40-an sampai awal 50-an. Apabila perempuan
dalam keluarga tertentu mengikuti pola menopause pada usia pertengahan 40-an
kemungkinan besar seorang perempuan dalam keluarga itu mengalami menopause pada
usia 45 atau 46. Apabila seorang perempuan menjalani operasi pengangkatan kandungan
telur, atau jika ovarium telah diradiasi atau dikemoterapi, maka menopause akan terjadi
lebih awal (Masland, 2006).
a. Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang
perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Seorang
wanita yang sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase ini terjadi
karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk mempertahankan
jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.
b. Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium yang
berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang menurun
pada wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001).
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atau
satu tahun. Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48
hingga 52 tahun (Rachmawati, 2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan
penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler di bawah permukaan kulit juga
20
akan terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi atrofi dan tidak adanya darah
kapiler berakibat permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae (kerut)
vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan permukaannya menjadi licin,
akibatnya sering sekali wanita mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama),
sehingga malas berhubungan seksual.
c. Gejala dan efek menopause
Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari kemunduran fungsi
kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap menopause sebagai
bencana di usia senja. Banyak perempuan menopause merasa menjadi tua, yang
diasosiasikan dengan ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual (Rachmawati,
2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang
berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan dalam
gairah seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi
hubungan badan, selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri
dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.
Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause dapat menimbulkan
kecemasan, karena mereka takut tidak bisa melayani suami dengan baik akan mencari
wanita lain atau malah menceraikannya, karena dari mereka tidak sedikit yang
kemudian merasa tidak berarti lagi bagi suaminya, sehingga di sisi lain banyak juga
suami yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat mengganggu istri yang telah
menopause.
Ada empat kemungkinan mengapa para suami enggan berhubungan seksual lagi
dengan istrinya yaitu tidak tertarik lagi, ada anggapan salah bahwa menopause berarti
padamnya dorongan seksual, kesulitan berhubungan intim akibat perlendiran vagina
berkurang, sementara ereksi tetap kokoh seperti sedia kala, penolakan istri karena
merasa sakit saat berhubungan seksual (Pangkahila, 1998). Anggapan seperti itu
sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh salah pengertian atau karena mendengar
cerita orang lain, kadang pria mencoba mengatasi masalah ini dengan mencari
pasangan lebih muda dengan harapan bahwa kemampuan seksualnya yang telah surut
dapat kembali. Rasionalisasi yang umum dilakukan oleh pria dengan mencari
21
pasangan lebih muda adalah karena pihak wanita tidak lagi tertarik pada seks setelah
menopause, hal ini semakin diperparah dengan upaya menghindari berhubungan intim
dengan suami disebabkan nyeri saat senggama akibat menipisnya selaput lendir liang
senggama (Hidayana, 2004).
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan
mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah
tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan
merasa kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan
suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami
menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25%
tidak memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang
perempuan terhadap menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi, gaya
hidup, kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007).
Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS, menunjukkan bahwa
tidak semua perempuan menopause mengalami penurunan hasrat seksual, 39% wanita
berusia 61-65 tahun memiliki aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71
tahun, 13% wanita menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika
masih muda (Rachmawati, 2006).
d. Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat dilakukan
di tingkat pelayanan dasar :
1) Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher rahim untuk
melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet, keputihan, pertumbuhan
abnormal sepertu benjolan dan radang.
2) Pap Smear
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat adanya tanda radang
atau deteksi awal bagi kemungkinan adanya kanker pada saluran reproduksi.
Dengan demikian pengobatan terhadap adanya kelainan dapat segera dilakukan.
22
3) Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormone
estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara. Hal ini juga dapat
terjadi pada pemberian hormone pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan
akibat menopause.
4) Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-gen
5) Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause digantikan
dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup seperti
kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
6) Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
7) Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak, kopi dan alcohol
2.11. SENIUM PADA WANITA LANSIA
Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan
baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.
2.12. HAMBATAN AKTIVITAS SEKSUAL PADA USIA LANJUT
Pada usia lanjut, terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas seksual
yang dapat dibagi menjadi hambatan/masalah eksternal yang datang dari lingkungan dan
hambatan internal, yang terutamaberasal dari subyek lansianya sendiri (Darmajo, 2010).
2.12.1. Hambatan Eksternal
Biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual
tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia. Masyarakat biasanya masih bias
menerima seorang duda lansia kaya yang menikah lagi dengan wanita yang lebih
mudaatau mempunyai anak setelah usianya agak lanjut, tetapi hal sebaliknya
seorang janda kaya yang menikah dengan pria lebih muda sering kali mendapat
cibiran masyarakat. Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda akan
menikah lagi sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan
berbagai alasan. Kenangan pada ayah/ ibu yang telah meninggal atau ketakutan
akan kurangnya warisan merupakan latar belakang penolakan. Di Negara Barat
23
hal ini masih terjadi, akan tetapi pengaruhnya di Negara Timur akan lebih terasa
mengingat kedekatan hubungan orang tua dengan anak-anak (Darmojo, 2010).
2.12.2. Hubungan Internal
Psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan
eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak pantas bias dan tidak
pantas berpenampilan untuk bias menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan
keagamaan tentang seksualitas di usia lanjut (baik pada mereka yang masih
mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada mereka yang sudah menjanda/
menduda) menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian hingga
memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik yang dikenal sebagai impotensia
(Darmojo, 2010)
2.13. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEKSUALITAS PADA
LANSIA
Seksualitas pada lansia dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu umur, jenis kelamin,
pendidikan, penyakit, pengalaman menikah, psikologis, sikap nilai pengetahuan,
kebudayaan, lingkungan, dan dukungan keluarga dan social ekonomi. Dalam makalah ini
hanya mengambil factor umur, jeniskelamin, pendidikan, sikap, dan pengetahuan.
a. Umur
Umur seorang lanjut usia mempengaruhi dan menunjukan sejauh mana terjadi
perubahan pada lansia tersebut baik fisik, fungsi tubuh dan tingkah laku. Dengan
meningkatnya jumlah lanjut usia, seksualitas menjadi permasalahan karena ternyata
keinginan dan kemampuan seks pada lansia masih terus berkembang. Penurunan
kegiatan seks pada menurun pada umur 60 tahun sekitar 20% dari usia muda.
Penurunan secara seksual dikatakan telah melampaui masa remajanya, karena
secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa kemampuan seseorang sudah mengalami
penurunan, walaupun tidak tampak jelas, sejak mencapai usia pra dewasa atau usia
dewasa muda, khususnya pada pria sudah terjadi penurunan produksi hormone
testosterone.
24
Pada usia 60 tahun tenaga seseorang biasanya hanya tinggal 50% dari kekuatan
masa remajanya, pada usia ini pula kegiatan seks lelaki mengalami paling banyak
kemunduran. Produksi air mani menurun, kesuburan berkurang, namun nafsu seks
tetap ada, Sedangkan pada wanita jika sudah memasuki usia 45 - 50 tahun indung
telurnya mulai kehabisan telur untuk dikeluarkan dan juga terjadi penurunan produksi
hormone seks, akan tetapi dorongan seksual pada wanita tidak dipengaruhi hal
tersebut. Kemampuan seksual wanita dapat bertahan sampai tua sesudah 60 tahun
bahkan sampai 80 tahun.
b. Jenis Kelamin
Perubahan – perubahan seksual yang dialami pria tidak dapat disamakan dengan
perubahan pada wanita, bukan karna hanya karena gabungan faktor fisik yang
berbeda, namun juga karna faktor sosial (Paad dalam Marsetio dan Tjokronegoro,
(1991)).
Kemampuan seksual pada seorang pria lanjut usia dipengaruhi oleh faktor –
faktor non seksual seperti : kelelahan fisik atau mental, obesitas, penyakit usia tua,
obat – obat dan rasa takut gagal. Proses menua pada wanita berbeda denga pria
setidaknya dalam dua hal, yaitu, pertama apabila ada pria tidak ada suatu peristiwa
biologis yang menandai dengan jelas suatu perlatihan kemasa tua pada wanita yaitu
monopouse, kedua penurunan potensi seksual pada pria sudah mulai tampak pada
usia muda sedangkan pada wanita baru menunjukkan tanda- tanda penurunan pada
umur 55 – 60 tahun. (Paad dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991)).
Hasil penyelidikan Masters dan Jhonson, (1966) dalam Suparto, (2000),
menyatakan tidak ada bukti kesanggupan seks lelaki menurun dengan bertambahnya
umur, mereka juga mengatakan bahwa wanita lanjut usia ternyata masih bisa
melakukan onani tanpa kesulitan. Namun menurut Kinsey,dkk (1948) dalam
oswari,(1997) melaporkan frekuensi kegiatan seks wanita umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki pada skala tingkat umur. Preiffer, dkk(1969) dalam
oswari mengatakan hampir semua laki – laki lanjut usia sangat tertarik pada seks
seperti ketika masih remaja, sedangkan pada wanita lanjut usia hanya sepertiganya
yang masih memiliki keinginan seks yang lebih tinggi.
c. Pendidikan
25
Pendidikan merupakan fenomena insani atau gejala kemanusiaan yang
mendasar dan juga mempunyai sifat konstruktif atau memangun dalam hidup manusia
(Driyarkara dalam Tanlain dkk 1992). Pendidikan berlangsung dalam suatu proses
panjang yang pada akhirnya mencapai tujuan akhir yaitu individu yang dewasa
(Tanlain, dkk, 1992), dimana kematangan intelektual seseorang akan mempengaruhi
wawasan dan cara pikir seseorang baik tindakan maupun dalam cara pengambilan
keputusan.
d. Pengetahuan
Pada tingkat individu, pertumbuhan pemahaman seksualitas seseorang akan
menambah perkembangan pribadinya, kepercayaan diri, kedewasaan, dan kecakapan
mengambil keputusan (Halstead, 2006). Banyak pasangan yang masih menganggap
bahwa hubungan seks hanyalah terbatas penyaluran kebutuhan biologis semata. Ini
adalah pemahaman yang salah besar. Lebih jauh, hubungan seks haruslah dipahami
sebagai sarana untuk refreshing dan rekreasi. Terlebih lagi, aktivitas seks merupakan
suatu bentuk atau sarana untuk menjaga keharmonisan di dalam rumah tangga
(waspada, 2012).
e. Penyakit
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : gangguan jantung, gangguan metabolisme,
misal diabetes millitus, vaginitis (Narsevhybuntu, 2012). Menurut Stanley & Beare
(2006), obat-obatan berpengaruh terhadap aktivitas seksual lansia. Konsumsi berbagai
obat yang berbeda dan metabolisme obat tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan,
sehingga efek dari obat-obat tersebut dapat mempengaruhi siklus respon seksual
(Oktaviani, 2010).
f. Budaya
Menurut Darmojo dan Martono (2006), faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas
seksual berupa budaya yang berkembang di masyarakat, menganggap aktivitas
seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia, sehingga menyebabkan keinginan
dalam diri mereka ditekan yang memberikan dampak penurunan aktivitas seksual.
g. Menopause
26
Perubahan tubuh dan emosi secara umum terjadi pada saat menopause, tetapi tidak
berlaku disebabkan atau berhubungan dengan keadaan tersebut. Berhentinya
menstruasi hanya merupakan salah satu aspek dari menopause. Sistem reproduksi
menurun dan berhenti sebagai akibatnya, maka tidak lagi memproduksi hormon
ovarium dan hormon progesteron (Jahja, 2011). Di samping itu, terjadi pengurangan
pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan
ketidaknyamanan selama bersenggama (Hawton, 1993).
Menopause, yaitu masa berhentinya haid membawa banyak perubahan pada fisik
seorang wanita. Akibat dari menopause adalah terjadi perubahan bentuk tubuh, buah
dada wanita menjadi kurang menarik lagi, dan dinding vagina menjadi tipis.
Menopause pada wanita tidak selalu mempengaruhi kepuasan kontak seksual,
meskipun ada perubahan-perubahan biologis fisiologis tersebut (Hurlock, 1999).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada alat-alat seksual wanita dan faalnya karena
proses menua, terutama disebabkan oleh menciutnya indung telur (dengan akibat
menurunnya dan kemudian hilangnya hormon kewanitaan terutama estrogen.
Perubahan-perubahan itu dapat diringkaskan sebagai berikut :
1. Menstruasi menjadi tak teratur dan semakin sedikit, lalu lama-kelamaan berhenti
sama sekali
2. Buah dada menipis, menjadi lembek dan menggantung.
3. Rahim dan indung telur menciut dan kemudian fungsinya sangat berkurang. Hal
ini mengakibatkan vagina kehilangan elastisitasnya, kebasahannya, sehingga
seringkali meradang. Lama-kelamaan mengecil juga dan pada persetubuhan
menimbulkan rasa nyeri.
4. Rangsangan menurun, kemampuan reaksi terhadap rangsangan langsung semakin
menurun pula, oleh karena itu ada kaitannya dengan kepekaan persyarafan alat
kelamin (Marsetio, M. 1991).
h. Tabu, malu, bosan, dan kecemasan
Tabu bersangkut paut dengan larangan berbicara dan bertindak terhadap seks. Faktor
psikologis yang mempengaruhi penurunan fungsi dan potensi seksual adalah rasa tabu
dan malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia. Kelelahan atau
kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya. Disfungsi seksual karena
27
perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya, misalnya cemas, depresi,
pikun dsb (Anonim, 2012).
i. Pasangan hidup
Lanjut usia masih mempunyai harapan untuk menikah dan masih memiliki minat
terhadap lawan jenis. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha berkunjung ke lawan
jenis yang sudah tidak memiliki pasangan. Adanya fenomena keinginan menikah,
pengacuhan kebutuhan seksual lanjut usia yang berdampak pada kebahagiaan dan
gangguan hemeostasis, teori-teori yang menunjukkan perlu adanya kebutuhan
seksual dipenuhi, dan masih adanya anggapan yang keliru mengenai pemenuhan
kebutuhan seksual pada lanjut usia. Namun, kondisi hubungan seksual dan
nonseksual dengan pasangan hidup memberi pengaruh besar. Makin baik hubungan,
makin memuaskan kehidupan seksualnya. Maka, seks akan bertambah lama sampai
tidak ada batasannya. Akhirnya salah satu penentu lainnya adalah tidak adanya
pasangan. Wanita usia lanjut yang tidak mempunyai pasangan lagi umumnya akan
menekan dorongan seksnya sampai habis. Sebaliknya, pria yang sudah kehilangan
pasangan, sebagian akan menikah lagi (Warsono, 2010).
2.14. HAL – HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN SEPUTAR SEKS PADA LANSIA
Kehidupan Seks setiap orang pada usia senja mempunyai karakteristik yang berbeda
– beda. Kehidupan seks dapat diperbaiki dengan melakukan sejumlah perubahan. Berikut
adalah beberapa hal yang perlu di perhatikan seputar kehidupan seks Pasa lansia menurut
Suarsa (2006) Yaitu :
1. Memperluas Pengertian seks
Sejalan dengan pertumbuhan usia, berbagai pilihan hubungan intim mungkin lebih
nyaman dan memuaskan. Sentuhan terhadap pasangan bisa saja merupakan alternatif
yang baik selain penetrasi. Sentuhan bisa berarti saling berpegangan tangan,
berciuman denga pasangan, Pijat sensual, mastrubasi, atau seks oral. Jadi seks dalam
konteks ini pengertianya lebih luas.
2. Berkomunikasi dengan pasangan
Komunikasi merupakan sarana untuk mendekatkan diri dengan pasangan. Diskusikan
perubahan – prtubahan yang terjadi dengan pasangan, Dengan komunikasi diharapkan
28
mendapat menyesuaikan diri selama berhubungan intim. Jadi masing – masing
pasangan perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan bersama. Dan komunikasi
dengan pasangan kadang juga menjadi suatu rangsangan
3. Melepaskan Kebiasan Rutin
Perubahan sekecil apa pun dapat memperbaiki hubungan seks. Mengubah waktu
berhubungan merupakan salah satu solusi. Misal mengubah waktu berhubungan
kewaktu yang paling berenergi, seperti melakukan hubungan intim di pagi hari ketika
lansia baru – baru tidur dan dalam keadaan masih segar dan cobalah posisi seks baru.
4. Mengontrol Ekspektasi
Jika pada masa muda tidak sering melakukan hubungan seks, jangan harap melakukan
lebih pada masa lansia. Mungkin perlu melakukan mengekspresikan keintiman secara
berbeda dibandingkan waktu lama.
5. Mengatur Diri
Mengatur pla makan sehat dan berolahraga secara teratur akan membuat tubuh sehat
dan bugar
2.15. PENANGANAN DAN REHABILITASI GANGGUAN SEKSUAL PADA LANSIA
Pengobatan yang diberikan untuk gangguan seksual pada lansia mencakup:
1. Konseling Psikoseksual
2. Therapi Hormon
3. Penyembuhan dengan obat-obatan
4. Bedah Pembuluh
1. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan
seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi
2. Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan
“Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi)
Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada
klimakterium
29
3. Penyembuhan dengan Obat
a. Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
b. Oral phentholamin
c. Tablet apomorphine sublingual
d. Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
e. Penempatan intra-uretral prostaglandin
Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika
sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut. Contoh golongan obat
yang menyebabkan gangguan fungsi seksual, yaitu:
Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan Dan Pengaruhnya Pada Fungsi Seksual Lansia.
Golongan Obat Contoh Pengaruh Pada Fase Anjuran Obat Pengganti
Anti
hipertensi:diuretika
Gol. tiasid Fase pembangkitan Pertimbangkan penghambat
kanal Ca
Anti hipertensi:
obat berdaya sentral
Klonidin, metil-
dopa
Fase pembangkitan Sama seperti diatas
Anti hipertensi:
penyakit beta
propanolol Fase hasrat dan
penggairahan
Sama seperti diatas
Anti-hipertensi
penghambat ACE
captopril Fase penggairahan Sama seperti diatas
Obat anti -psikotik Torasin, tiotksen,
haloperidol
Fase desire, fase
pembangkitan,
priapismus,
ejakulasi retrogad
Pertimbangkan Buspiron,
turunkan dosis bertahap
Obat anti-ansietas diasepam Fase desire,
orgasme
Lebih ditekankan pada
pemuaskan
30
Antikolinergik Atropin, hidroksisin Fase pembangkitan,
fase desire
Estrogen oral merupakan
pilihan pada yang tak bisa per
oral
estrogen premarin Fase
pembangkitan(perb
aikan lubrikasi,
turunkan rasa nyeri)
Bila ada efek samping berikan
secara siklik
progestin provera Fase desire(dapat
diturunkan libido)
Pertimbangkan alternatifdari
Blocker H-2
Antagonis reseptor
H-2
simetidin Fase desire,
pembangkitan
orgasme
Waktu pemberian sangat
penting (berhubungan dengan
waktu aktivitas seksual0
narkotik Kodein, demerol Fase desire,
pembangkitan
orgasme
Kenali dan obatitd.adiksi
Sedatif
lain-lain
Alkohol, barbiturat
digitalis
Fase desire,
pembangkitan
Obati gejala kecemasan;
yakinkan ketakutan akan
serangan jantung waktu akt.
Seksual
Antidepresan
trisiklik
Imipramin,
amitriptilin
Fase desire,
pembangkitan
fase muskular
terlambat
Pertimbangkan: Prozac, zoloft
Antidepresan lain Trasodon, inhibitor
MAO
Priapisme, fase
pembangkitan,
orgasme
Pertmb. Prozac, Zoloft
Dikutip dari: Alexander, EA and Allison AL (1995)
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak
kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan
berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan
akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah
seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan
waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan
konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang
penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat
Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual adalah masalah
yang tabu.
B. Saran
Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung jawabnya
dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan dan arahan dari dosen
pembimbing sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi sesuatu yang lebih berguna di
masa yang akan datang.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan ajar untuk penyusunan
berikutnya.
32
BAB IV
TELAAH ARTIKEL
1. Judul Jurnal :Sexual dysfunction in the elderly: age or disease?
Pengarang Jurnal :ME Camacho1* and CA Reyes-Ortiz
Sealy Center on Aging, The University of Texas Medical Branch,
Galveston, Texas, USA
Tahun Pembuatan : 2005
Abstract
Sexuality is an important component of emotional and physical intimacy that men and
women experience through their lives. Male erectile dysfunction (ED) and female sexual
dysfunction increase with age. About a third of the elderly population has at least one
complaint with their sexual function. However, about 60% of the elderly population
expresses their interest for maintaining sexual activity. Although aging and functional decline
may affect sexual function, when sexual dysfunction is diagnosed, physicians should rule out
disease or side effects of medications. Common disorders related to sexual dysfunction
include cardiovascular disease, diabetes, lower urinary tract symptoms and depression. Early
control of cardiovascular risk factors may improve endothelial function and reduce the
occurrence of ED. Treating those disorders or modifying lifestyle-related risk factors (eg
obesity) may help prevent sexual dysfunction in the elderly. Sexuality is important for older
adults, but interest in discussing aspects of sexual life is variable. Physicians should give
their patient’s opportunity to voice their concerns with sexual function and offer them
alternatives for evaluation and treatment.
Abstrak
Seksualitas merupakan komponen penting dari keintiman emosional dan fisik yang pria dan
wanita mengalami melalui hidup mereka. Disfungsi laki-laki ereksi (ED) dan peningkatan
disfungsi seksual wanita dengan usia. Sekitar sepertiga dari populasi orang tua memiliki
setidaknya satu keluhan dengan fungsi seksual mereka. Namun, sekitar 60% dari populasi
lanjut usia mengungkapkan minat mereka untuk mempertahankan aktivitas seksual.
33
Meskipun penuaan dan penurunan fungsional dapat mempengaruhi fungsi seksual, ketika
disfungsi seksual didiagnosis, dokter harus menyingkirkan penyakit atau efek samping obat.
Gangguan umum yang terkait dengan disfungsi seksual termasuk penyakit jantung, diabetes,
gejala saluran kemih bagian bawah dan depresi. Kontrol awal faktor risiko kardiovaskular
dapat meningkatkan fungsi endotel dan mengurangi terjadinya ED. Mengobati gangguan
tersebut atau memodifikasi faktor risiko berkaitan dengan gaya hidup (misalnya obesitas)
dapat membantu mencegah disfungsi seksual pada orang tua. Seksualitas penting untuk lanjut
usia, tapi minat membahas aspek kehidupan seksual adalah variabel. Dokter harus
memberikan kesempatan pasien mereka untuk menyuarakan keprihatinan mereka dengan
fungsi seksual dan menawarkan mereka alternatif untuk evaluasi dan pengobatan.
Hasil telaah artikel:
Pada telaah artikel jurnal tersebut didapatkan bahwa berbagai penelitian menunjukkan
bahwa 10% dari pria di atas 35 tahun melaporkan disfungsi ereksi (ED) dan 25% ED
sesekali. Namun, setelah usia 70 tahun, persentase ini naik menjadi 75% .
Data yang dikumpulkan antara 2001 dan 2002 di 27000 pria dan wanita berusia 40-80
tahun, di 29 negara, mengungkapkan bahwa 28% pria dan 39% dari perempuan memiliki
setidaknya satu keluhan dengan fungsi seksual. Hampir setengah dari orang-orang sampel
antara 70 dan 80 tahun dilaporkan melakukan hubungan selama tahun sebelum dilakukan
wawancara, dan hanya 21% dari wanita. Hanya 17% pria dan 23% wanita dalam sampel kata
'orang tua tidak lagi menginginkan seks'. Dan 68% laki-laki dan 60% perempuan dalam
mendukung 'orang tua menggunakan perawatan medis untuk membantu menikmati aktivitas
seksualnya.
Prevalensi ED terutama meningkat dengan usia. Kurangnya minat dalam seks dan
ketidakmampuan untuk mencapai orgasme sering pada wanita, tapi tidak begitu tergantung
pada penuaan. Ketika pasien klinis berbeda dengan wanita berbasis masyarakat disaring,
prevalensi disfungsi seksual perempuan (FSD) lebih tinggi dan ada hubungan yang lebih
besar dengan usia.
Penurunan fungsi seksual yang sejalan dengan usia dapat mempengaruhi kualitas hidup.
Penyakit dan penurunan fungsional berbanding lurus dalam aktivitas seksual pada lansia
34
Survei populasi langsung saat ini mungkin akan meningkatkan pemahaman kita tentang
seksualitas di tua tua. Faktor risiko lain dari usia yang sangat terkait dengan ED dan FSD.
Subyek dengan SD harus diskrining untuk faktor risiko kardiovaskular, risiko penyakit
koroner dan LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome). Pengendalian faktor risiko
kardiovaskular dapat meningkatkan fungsi endotel dan ED. Kesadaran awal pasien dari
hubungan antara faktor-faktor risiko kardiovaskular dan ED akan mendorong pasien untuk
mematuhi kontrol dan gaya hidup yang lebih baik perubahan. LUTS adalah masalah umum
pada pria dan wanita lanjut usia yang berhubungan dengan SD yang dapat meningkatkan
dengan terapi. Seksualitas penting untuk orang dewasa yang lebih tua, tapi minat membahas
aspek kehidupan seksual adalah merupakan suatu variabilitas.
2. Judul Jurnal : Sexuality in older age: essential considerations for healthcare
professionals
Pengarang Jurnal : ABI TAYLOR1,MARGOT A.GOSNEY
Royal Berkshire Hospital—Elderly Care Medicine, London Road,
Reading RG1 5AN, UK 2University of Reading—Institute of
Health Sciences, Reading RG1 5AQ, UK
ME Camacho and CA Reyes-Ortiz
Sealy Center on Aging, The University of Texas Medical Branch,
Galveston, Texas, USA
Penerbit : Oxford University Press
Tahun Pembuatan : 2011
Abstract
This review describes the fact that many elderly people enjoy an active sex life and examines
the evidence against the general perception of an ‘asexual’ old age. It offers an overview of
the evidence for healthcare professionals who had not previously considered the sexuality of
their older patients. It also describes some of the sexual problems faced by older people,
especially the difficulties experienced in disclosing such problems to healthcare
professionals. It examines why healthcare professionals routinely avoid discussing sexual
35
problems with older patients, and how this can be improved. It also offers some
recommendations for future research in the area, as well as a word of caution regarding the
temptation of over-sexualising the ageing process.
Keywords: sexuality, sexual problems, communication skills, elderly
Abstrak
Ulasan ini menggambarkan fakta bahwa banyak orang tua menikmati kehidupan seks yang
aktif dan memeriksa bukti terhadap persepsi umum dari 'aseksual' usia tua. Ini menawarkan
gambaran bukti bagi para profesional kesehatan yang sebelumnya tidak terlalu menganggap
penting seksualitas pasien mereka yaitu lansia. Hal ini juga menjelaskan beberapa masalah
seksual yang dihadapi oleh orang-orang yang lebih tua, terutama kesulitan- kesulitan yang
dialami dalam mengungkapkan masalah tersebut kepada profesional kesehatan. Ini mengkaji
mengapa profesional kesehatan enggan untuk membahas masalah seksual dengan pasien
lansia, dan bagaimana hal ini dapat ditingkatkan. Hal ini juga menawarkan beberapa
rekomendasi untuk penelitian masa depan di daerah, serta kata peringatan tentang godaan
over-sexualising proses penuaan.
Kata kunci: seksualitas, masalah seksual, kemampuan komunikasi, orang tua
Hasil Telaah Artikel:
Pada telaah jurnal artikel tersebut didapatkan bahwa tahun 2033 nanti, diperkirakan
bahwa 23% dari populasi Inggris akan berusia > 65. Oleh karena itu, masalah yang
mempengaruhi orang tua menjadi semakin lebih penting.
Pada tahun 2001, Departemen Kesehatan Inggris yang diterbitkan The National Service
Framework untuk Orang Lanjut Usia, menetapkan program aksi dan reformasi untuk
mengatasi masalah dalam pengelolaan pasien usia lanjut. Bagaimanapun, orang tidak
menyebutkan seksualitas atau masalah yang dihadapi oleh lansia mungkin berkaitan dengan
masalah seksual. Demikian juga, Strategi Nasional untuk Kesehatan dan HIV (2001) Seksual,
terutama ditujukan untuk orang-orang muda, dengan tidak menyebutkan bagaimana isu-isu
seksual dapat mempengaruhi orang tua.
Kesenjangan ini dalam kebijakan pemerintah mencerminkan persepsi umum dan
prasangka dari 'aseksual' usia tua, seks pada orang tua yang menjijikkan, atau hanya lucu.
36
Penelitian menunjukkan, bagaimanapun, bahwa banyak orang tua menikmati kehidupan seks
yang aktif, meskipun mereka mungkin menghadapi beberapa masalah. Jika profesional
kesehatan (HCP) tidak menerima bahwa orang tua dapat menikmati seks, maka tidak
mungkin bahwa masalah seksual akan efektif dieksplorasi, didiagnosis dan diobati.
Jurnal tersebut bertujuan untuk menyelidiki beberapa penelitian yang bersangkutan
menghilangkan mitos yang sama sekali 'aseksual' lanjut usia, dan menawarkan rekomendasi
untuk HCP termasuk dokter umum (dokter), geriatricians dan psikiater usia tua.Banyak orang
tua menikmati kehidupan seks yang aktif, meskipun mereka mungkin mengalami masalah.
Secara umum, lingkungan perawatan tidak membuka dirinya untuk diskusi
tentang seks dan banyak pasien sulit untuk mengungkapkan dan merupakan hal yang
memalukan untuk berbicara dengan HCP tentang masalah seksual. Sebaliknya,
banyak HCP percaya bahwa pasien mereka yang lansia tidak (atau tidak boleh) aktif
secara seksual.
Diperlukan pelatihan yang lebih untuk HCP yang bekerja untuk merawat lansia baik
untuk memberikan pengetahuan seksualitas tua dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
membahasnya karena merupakan suatu hal yang sensitif.
Kesimpulannya, masalah seksual pada orang tua harus dikelola secara sensitif dan
praktis oleh HCP, sehubungan dengan perbedaan individu dalam minat seksual dan aktivitas.
Poin-poin penting:
Banyak orang tua menikmati kehidupan seks yang aktif.
Beberapa orang tua menghadapi masalah seksual yang mereka dan malu untuk
membicarakan dengan profesional kesehatan.
Profesional kesehatan tidak meminta pasien lansia menceritakan tentang seks mereka
bahkan hal itu setara ketika menilai adanya suatu depresi
Masalah yang disebabkan oleh rasa malu seorang profesional kesehatan 'bisa berdampak
pada pasien.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta : FKUI
2. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.
Fitramaya
3. Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
4. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
5. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia
6. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/493-andropause-waktunya-si-jantan-istirahat
7. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/469-mengenal-impotensi-atau-disfungsi-ereksi
8. http://sehatnews.com/wlovesex/up-date/3999.html
9. http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunairbab2.pdf
10. http://www.docstoc.com/docs/6600963/Masalah-Usia-LAnjut
11. http://www.klipingku.com/result-page/masalah%20seks%20pada%20lansia