makalah wanita pada zaman jahiliyah
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadiran Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan lancar dan tanpa kendala yang
begitu berarti.
Sholawat serta salam tak lupa terlimpah curakan kepada kepada Nabi
Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya.Makalah yang bertemakan
“pengertian zaman jahiliyah, hak wanita dan pria diera islam dan penghargaan
terhadap ilmu” ini, kami buat untuk memenuhi tugas mentoring.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa “tak ada gading yang tak retak”
oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, guna
dapat memperbaiki dan meningkat kualitas pembuatan makalah dimasa yang akan
datang.
Akhir kata “ semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi
perkembangan dunia pendidikan. Amin-amin yaa rabbal-alaminn”.
Surakarta ,15 oktober 2015
penulis
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................1
KATA PENGANTAR.……………………………….……..……2
DAFATR ISI….....………………………………….……….……3
BAB I
PENDAHULUAN……...…………………………….…………...4
A. Latar Belakang……………………………………….…………………….. 4
B. Tujuan…………………………………………..…………….…………….. 4
O BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zaman Jahiliyah……………………….……………… 5
B. Pengertian hak wanita dan pria di era islam……………….……... 7
C. Definisi penghargaan terhadap ilmu …………………………….. 15
BAB III
PENUTUP…….……………………........……………………. 17
A. Kesimpulan..……………………………………………………………… 17
B. Saran…………….....…………………………………………………….. 17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………...…….. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Agama islam sangat terkenal dengan Sejarah Kebudayaan Islam, dari zaman
jahiliyah ke zaman islamiyah. Islamiyah adalah agama yang memiliki norma
agama yang sangat kuat namun, di Zaman Islamiyah yang sudah modern saat ini
banyak kita ketahui, bahwa perang pemikiran yang dikemukakan orang barat
terhadap orang-orang islam sudah mulai banyak yang terhasud, sehingga banyak
orang islam yang mulai kembali ke zaman jahiliyah terdahulu. Maka dari itu kita
sebagai penerus bangsa Indonesia yang mayoritasnya agama islam harus
mempelajari apa itu zaman jahiliyah, hak wanita dan pria di era islam, dan
penghargaan terhadap ilmu. Sehingga norma Agama islam tetap terjaga.
B. TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian Zaman Jahiliyah
2) Untuk mengetahui hak-hak Wanita dan Pria di Era Islam
3) Untuk mengetahui betapa penting menghargai Ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jahiliyah
Masa Jahiliyah adalah era ketika kondisi dan situasi masyarakat belum
terjamah oleh risalah dan dakwah Islam. Periode ini sering juga disebut dengan
istilah Pra-Islam. Seiring dengan perkembangan dan akulturasi bahasa, istilah ini
juga melekat erat pada sifat orang-orang yang tidak taat pada aturan agama yang
telah diproyeksikan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kebiasaan-kebiasaan kaum jahiliyah yang realitasnya berseberangan
dengan anjuran Rasulullah s.a.w tersebut disebabkan oleh sifat keras kepala,
apriori dan ta’assub (fanatik yang berlebihan) terhadap peninggalan dan tradisi
para leluhur yang mengental rekat dalam ritual yang selalu disakralkan. Seperti
kebiasaan dahulu orang-orang jahiliyah yang mengitari ka’bah dengan
bertelanjang tanpa busana, akhirnya terwarisi dengan kebiasaan generasi
berikutnya yang tidak malu mempertontonkan auratnya di depan publik, sehingga
hal seperti itu dianggap lumrah bahkan dianggap sebagai modernisasi.
Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab dalam Masail Al-Jahiliyyah
mengatakan, bahwa agama mereka (orang-orang jahiliyah) terbangun oleh
beberapa pondasi yang menjadi akar dan pijakan. Yang terbesar diantaranya ialah
“TAQLID”, yaitu sebuah sistim yang besar yang selalu menjadi tumpuan semua
orang-orang kafir, sedari dahulu kala hingga akhir zaman. Sebagaimana Allah
SWT berfirman di berbagai ayat di dalam Al-Qur’an:
وها رف
ال مت
ذير إال ق
رية من ن
بلك في ق
نا من ق
رسل
لك ما أ
ذ
وك
ارهم مقتدون ى آث
ا عل ة وإن م
ى أ
ا عل
ا آباءن
ا وجدن .إن
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut
suatu agama dan sesunguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”(QS.Az-
Zukhruf:23).
ا بع ما وجدن
توا بل ن
ال
ه ق
زل الل
نبعوا ما أ هم ات
ا قيل ل
وإذ
عير اب السى عذ
ان يدعوهم إل
يط ان الش
و ك
ول
ا أ
يه آباءن
.عل
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”.
Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapat
dari bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun syaithan itu menyeru mereka ke dalam siksa api
yang menyala-nyala (neraka). (QS.Luqman:21).
ولياء بعوا من دونه أ
تم وال ت
ك م من رب
يك
زل إل
نبعوا ما أ ات
رون ك
ذ
ليال ما ت
.ق
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya (pemimpin yang membawa kepada
kesesatan). Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)” (QS.Al-
A’raf:3).
Syeikh DR.Shalih ibn Fauzan ibn Abdillah Al-Fauzan dalam Syarhul Masaa’il Al-
Jahiliyyah menjelaskan bahwa mereka (orang-orang jahiliyah) tidak menegakkan
agama mereka sesuai dengan apa yang telah para Rasul sampaikan kepada
mereka, sesunguhnya mereka mengkonstruksi agama mereka dengan dasar-dasar
yang mereka mengada-adakannya sendiri sekehendak hati mereka, dan mereka
enggan merobah diri serta beranjak dari kebiasaan itu. Perihal inilah yang dalam
dunia Islam disebut sebagai “at-taqlid”, atau dalam istilah Arab juga akrab dengan
sebutan “al-muhakah”, yaitu sebagian orang meniru cara-cara yang kelompok
individu lain lakukan, sedangkan objek yang ditiru itu tidak sepatutnya untuk
menjadi percontohan (maslahat). Sebagaimana Allah SWT berfirman:
Kata “مترفوها” dalam ayat ini adalah “mereka (para penduduk) yang hidup mewah
sejahtera dan bergelimang harta pada umumnya, karena mereka adalah orang-
orang yang cenderung berbuat jahat, sombong, dan tiada keinginan menerima
kebenaran. Berbeda halnya dengan kaum faqir dan dhuafa, yang pada umumnya
bersikap tawadhu’ dan ikhlas menerima kebenaran.
Kaum yang mengagung-agungkan harta, tahta dan garis keturunan leluhurnya
inilah, yang dahulu ketika para Rasul memberi peringatan dan mengajak mereka
kepada jalan yang benar, mereka selalu membantah dengan ucapan” “Inna
wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa aatsaarihim muqtaduun”;
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan
sesungguhnya kami adalah penganut jejak-jejak mereka.” Dengan kata lain
(secara tidak langsung) mereka bermaksud: Kami tidak butuh peran dan
kehadiranmu wahai Rasul, kami lebih percaya dengan apa yang telah
dibudayakan oleh leluhur kami.
Islam Basics: About Islam and American Muslim, Council on American-Islamic Relations
(CAIR), Copyright © 2007.
Religions & Ethics: Islam at a glance, BBC - homepage, © MMVII.
B. Pengertian Hak Wanita dan Pria di Era Islam
hak wanita adalah prospek pelepasan wanita dari kedudukan sosial ekonomi
yang rendah, serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk
berkembang dan maju. Dalam bahasa Arab, istilah ini dikenal dengan tahrir al-
marah. Jauh Sebelum mempoklamirkan emansipasi wanita, Jauh Sebelum
mempoklamirkan emansipasi wanita, Islam telah lebih dahulu mengangkat
derajad wanita dari masa pencampakan wanita di era jahiliah ke masa kemulaian
wanita. Semua sama di hadapan Allah, yang membedakan mereka di hadapan
Allah adalah mereka yang paling bertaqwa, taqwa dalam artian menjalankan
segala perintahnya dan menjauhi segala larangnnya.
Pemahaman emansipasi wanita yang berkembang saat ini
mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM), menyerukan bahwa emansipasi
wanita adalah menyamakan hak dengan kaum pria, padahal tidak semua hak
wanita harus disamakan dengan pria. Mencermati pemahaman tersebut, Penulis
tertarik mengkaji lebih mendalam terkait emansipasi wanita dalam perspektif
hukum islam.
Islam sangat memuliakan wanita. Al-Qur’an dan Sunnah memberikan
perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada wanita, baik
sebagai anak, istri, ibu, saudara maupun peran lainnya. Begitu pentingnya hal
tersebut, Allah mewahyukan sebuah surat dalam Al-Qur’an kepada Nabi
Muhammad yaitu Surat An-Nisa’ yang sebagian besar ayat dalam surat ini
membicarakan persoalan yang berhubungan dengan kedudukan, peranan dan
perlindungan hukum terhadap hak-hak wanita.
Sesungguhnya Islam menempatkan wanita di tempat yang sesuai pada tiga
bidang:
Pertama, Bidang Kemanusiaan, Islam mengakui hak wanita sebagai manusia
dengan sempurna sama dengan pria.
Kedua, Bidang Sosial , terbuka lebar bagi wanita di segala jenjang pendidikan, di
antara mereka menempati jabatan-jabatan penting dan terhormat dalam masyarakat
sesuai dengan tingkatan usianya, masa kanak-kanak sampai usia lanjut. Bahkan
semakin bertambah usianya, semakin bertambah pula hak-hak wanita, usia kanak-
kanak; kemudian sebagai seorang isteri, sampai menjadi seorang ibu yang menginjak
lanjut usia (lansia), yang lebih membutuhkan cinta, kasih dan penghormatan.
Ketiga, Bidang Hukum, Islam memberikan pada wanita hak memiliki harta
dengan sempurna dalam mempergunakannya tatkala sudah mencapai usia dewasa dan
tidak ada seorang pun yang berkuasa atasnya baik ayah, suami, atau kepala keluarga.
Secara lebih rinci, hukum islam yang mengatur tentang emansipasi wanita
yang konon diartikan sebagai tuntutan persamaan gender dengan pria. Adapun
dalil-dalilnya adalah sebagai berikut.
1) Kedudukan wanita sama dengan pria dalam pandangan Allah
Kedudukan wanita yang sama dengan pria dalam pandangan Allah dapat
ditilik dalam QS. Al-Ahzab : 35.
Islam Basics: About Islam and American Muslim, Council on American-Islamic Relations
(CAIR), Copyright © 2007.
Religions & Ethics: Islam at a glance, BBC - homepage, © MMVII.
سلمات سلمين وال
انتين إن ال
ق
منات وال
ؤ منين وال
ؤ وال
ابرين والصابرات ات والصادق ادقين والص انتات والص
ق
وال
ات ق تصد
قين وال تصد
اشعات وال
خ
اشعين وال
خ
وال
روجه حافظين ف
ائمات وال ائمين والص ات والص
حافظ
م وال
جرا وأ
فرة
هم مغ
ه ل
عد الل
اكرات أ
ثيرا والذ
ه ك
اكرين الل
والذ
عظيما
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki
dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka
ampunan dan pahala yang besar”.
Orang muslim yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang
mengikuti perintah dan menjauhi larangan pada lahirnya, sedangkan yang
dimaksud orang mukmin adalah orang-orang yang membenarkan apa yang harus
dibenarkan oleh hatinya. Berdasarkan dalil ini, islam menjelaskan bahwa
kedudukan antara wanita dan pria adalah sama, yang membedakan adalah iman
dan ketakwaannya.
2) Kedudukan wanita sama dengan pria dalam berusaha untuk memperoleh,
memiliki, menyerahkan atau membelanjakan harta kekayaannya
Berkenaan dengan kedudukan tersebut maka dalil dalam Islam dapat dirujuk
dalam QS. An-Nisa : 4.
يء منه
م عن ش ك
إن طبن ل
ف
ة
اتهن نحل
ساء صدق
وا الن
وآت
وه هنيئا مريئالك
فسا ف
ن
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebahagian maskawin itu dengan senang hati, makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
Pemberian itu adalah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas
persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.
Selain dalil tersebut, kedudukan wanita dan pria dalam berusaha memperoleh,
memiliki, menyerahkan atau membelanjakan harta kekayaan dapat dilihat dalam
QS. An-Nisa’ : 32.
جال ى بعض للرم عل
ه به بعضك
ل الل ض
وا ما ف تمن
وال ت
صيب مم ساء ن
سبوا وللن
تا اك صيب مم
وا ن
لسبن واسأ
تا اك
يء عليما
ل ش ان بك
ه ك
ضله إن الل
ه من ف
الل
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada
bagian yang mereka usahakan, dan bagi para (wanita) pun ada bagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunianya.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
3) Kedudukan wanita sama dengan pria untuk menjadi ahli waris dan memperoleh
warisan, sesuai pembagian yang ditentukan
Kedudukan wanita dan pria terkait dengan warisan dapat dirujuk dalam QS
An-Nisa: 7,
صيب ساء ن
ربون وللن
والدان وألاق
رك ال
ا ت صيب مم
جال ن للر
وال رك ال
ا ت صيبا مم
ر ن
ثو ك
ل منه أ
ا ق ربون مم
دان وألاق
مفروضا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
Islam merupakan agama yang kaffah, pengaturan terkait kedudukan pria dan
wanita rinci diatur di dalamnya, salah satunya mengenai pembagian warisan.
Hak dan kewajiban wanita dan pria, dalam hal tertentu memiliki kodrat yang
menimbulkan peran dan tanggung jawab antara pria dan wanita, maka dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai suami isteri, fungsi mereka pun berbeda.
Suami (pria) menjadi Penanggu-ng jawab dan kepala keluarga, sementara isteri
(wanita) menjadi penanggung jawab sebagai Ibu rumahtangga.
Berdasarkan dalil-dalil yang telah Penulis kemukakan, maka dapat diketahui
bahwa islam sangat menjunjung harkat wanita bahkan melindungi dari hal yang
paling sederhana hingga yang lebih kompleks.
EMANSIPASI BUKAN PEMBEBASAN DIRI
Wanita merupakan bagian terbesar dari komunitas masyarakat secara umum.
Apabila mereka baik, niscaya masyarakat pun akan menjadi baik. Sebaliknya,
apabila mereka rusak, masyarakat pun akan rusak. Sungguh, apabila seorang
wanita muslimah benar-benar memahami agama, hukum dan syari’at Allah,
niscaya mereka akan mampu melahirkan generasi-generasi baru yang tangguh dan
berguna bagi umat seluruhnya.
Dienul Islam sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh bentuk
kezhaliman-kezhaliman yang menimpa kaum wanita dan mengangkat derajatnya
sebagai martabat manusiawi. Timbangan kemulian dan ketinggian martabat di sisi
Allah adalah takwa, sebagaiman yang terkandung dalam dalam firman-Nya ;
ه من عمل نحيينلمن ف
ى وهو مؤ
ثنو أ
ر أ
ك
صالحا من ذ
ون وا يعمل
ان
حسن ما ك
جرهم بأ
هم أ نجزين
ول
بة ي
ط
حياة
“Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl:
97)
Dalih emansipasi atau kesamarataan posisi dan tanggung jawab antara pria dan
wanita telah semarak di panggung modernisasi. Hal tersebut dimanfaatkan sebagai
peluang dan jembatan emas bagi musuh-musuh Islam dari kaum feminis dan
aktivis perempuan anti Islam untuk menyebarkan opini-opini sesat, adalah sebagai
propaganda yang tiada henti dijejalkan di benak-benak wanita Islam sehingga
emansipasi lebih condong dimaknai sebagai bentuk pembebasan bagi kaum
wanita.
Opini-opini sesat yang terbentuk terkait emansipasi memberikan kesan
wanita-wanita muslimah yang menjaga kehormatannya dan kesuciannya dengan
tinggal di rumah adalah wanita-wanita pengangguran dan terbelakang. Menutup
aurat dengan jilbab atau kerudung atau menegakkan hijab (pembatas) kepada yang
bukan mahramnya, direklamekan sebagai tindakan jumud (kaku) dan penghambat
kemajuan budaya. Oleh karena itu agar wanita dapat maju, harus direposisi ke
ruang rubrik yang seluas-luasnya untuk bebas berkarya, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan cara yang sesuai dengan ajaran islam.
Sudah merupakan aksioma zaman modern, bahwa wanita itu mulia. Hanya
saja semua orang tidak sepakat dalam menentukan kriterium yang digunakan
dalam mengukur tingkat kemuliaannya. Banyak yang melihat kepada
kecantikannya. Ada juga yang melihat dari kemandirian dan posisi sosialnya. Ada
juga yang melihat dari segi yang lebih abstrak, seperti kualitas spiritual dan
akhlaknya.
Para pembela kaum wanita terus menerus mengkampanyekan persamaan hak
antara pria dan wanita di semua bidang kehidupan . Sayangnya, usaha persamaan
(emansipasi) itu cenderung ditampilkan dengan menafikan berbagai perbedaan
kodrati antara dua kelompok manusia berlainan jenis ini. Ada sebuah ungkapan
ironis, bahwa dunia wanita itu dibatasi empat dinding tembok. Sedangkan dunia
kaum lelaki dibatasi oleh garis cakrawala. Maka emansipasi berarti "mendobrak"
dinding pemisah yang membatasi ruang gerak kaum wanita. Apakah benar
demikian? Tentunya harus merujuk kembali kepada beberapa aspek dalam
menjelaskan hakikat persamaan antara pria dan wanita ini agar dalam
"ketidaksamaan" yang tak terpungkiri itu, tetap dapat bertindak obyektif dan adil.
Perlu ditekankan bahwa emansipasi bukanlah pembebasan diri wanita. Selama
ini, emansipasi lebih cenderung diartikan sebagai persamaan gender yang
berimplikasi pada bentuk kebebasan memilih. Memilih dalam arti demikian
disebut-sebut sebagai bagian dari hak asasi manusia. Misalnya, memilih menjadi
wanita karier, padahal tugas mencari nafkah adalah kewajian seorang suami. Hal
tersebut dianggap sebagai perwujudan bahwa kedudukan wanita dan pria adalah
sama. Pada dasarnya, Islam membolehkannya tetapi ada batasannya dan tentunya
tidak melanggar syari’. Sebagaimana telah tertulis dalam Al-Baqarah : 228, “Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara
yang ma’ruf.”
Islam didzalimi dengan anggapan palsu, bahwa Islam tidak memberikan
kesempatan kepada kaum wanita untuk aktif di dalam kehidupan bermasyarakat
dan memperoleh hak-hak politiknya. Ini tidak lepas dari misunderstanding dan
sikap apriori terhadap ajaran-ajaran Islam. Menurut Yusuf Qardhawy, Islam
membolehkan kaum wanita untuk menduduki posisi yang tertinggi di dalam
pengadilan, mencalonkan diri menjadi anggota parlemen dan mendapatkan hak-
hak politiknya secara umum. Intelek kondang Timur Tengah ini berdalilkan
kepada QS : At-Taubah : 7 yang menyatakan: "Al-Mukminuun walmukminaat
ba’dhuhum auliyaa’u ba’dhin". (Orang-orang yang beriman, baik laki-laki
maupun perempuan saling menjadi auliya' antara satu sama lain). Pengertian
kataAuliya’, yang termaktub dalam ayat yang tersebut secara definitif mencakup
kerjasama, bantuan, saling pengertian dalam konteks saling menyuruh untuk
mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran.
Hal tersebut berarti mencakup pula segala segi kebaikan ataupun usaha
perbaikan kualitas hidup umat, misalnya memberikan nasihat (kritik) kepada
penguasa. Senada dengan pendapat Yusuf Qardhawi, Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa membolehkan wanita untuk menjadi hakim selain dalam
perkara qishash dan hudud. Dan Imam Al-Thabary dan Ibn Hazm juga
berpendapat yang demikian.
Jadi, pemahaman mengenai emansipasi perempuan harus dilihat dari berbagai
aspek. tidak hanya dilihat dari aspek penuntutan hak saja, tetapi juga harus dilihat dari
pemenuhan kewajiban. Perkembangan zaman mendengungkan emansipasi sebagai
penuntutan hak-hak saja tetapi mengesampingkan kewajiban yang menjadi
konsekuensi dari hak-hak tersebut. Contoh konkritnya, wanita diperbolehkan
berkarier, tetapi juga harus memenuhi kewajibannya seperti tetap memakai hijabnya
dalam bekerja dan mengetahui posisinya di berbagai peran lainnya, yakni sebagai istri
dan sebagai ibu. Dengan demikian, makna emansipasi menurut perspektif hukum
islam tidak hanya menjabarkan mengenai penuntutan hak saja akan tetapi juga
menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban merupakan konsekuensi dari hak yang
bertujuan untuk memuliakan wanita itu sendiri.
C. Penghargaan Terhadap Ilmu
Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang
terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai
bentuknya terulang 854 kali dalam Al-qur’an. Kata ini digunakan dalam arti
proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. Setiap ilmu membatasi
diri pada salah satu bidang kajian. Oleh sebab itu seseorang yang memperdalam
ilmu-ilmu tertentu disebut sebagai spesialis. Dari sudut pandang filsafat, ilmu
lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan.
Jadi ilmu pengetahuan atau sains adalah himpunan pengetahuan manusia
yang dikumpulkan melalui proses pengkajian yang dapat dinalar atau dapat
diterima oleh akal. Dengan kata lain, sains dapat didefinisikan sebagai
pengetahuan yang sudah sistematis (science is systematic knowledge). Dalam
pemikiran sekuler, sains mempunyai tiga karakteristik, yaitu obyektif, netral dan
bebas nilai, sedangkan dalam pemikiran Islam, sain tidak boleh bebas nilai, baik
nilai lokal maupun nilai universal.
Dalam pemikiran Islam ada dua sumber ilmu, yaitu akal dan wahyu.
Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Ilmu yang bersumber dari wahyu Allah
bersifat abadi (perennial knowledge) dan tingkat kebenaran mutlak (absolute).
Sedangkan Ilmu yang bersumber dari akal pikiran manusia bersifat perolehan
(acquired knowledge), tingkat kebenaran nisbi (relative), oleh karenanya tidak ada
istilah final dalam suatu produk ilmu pengetahuan, sehingga setiap saat selalu
terbuka kesempatan untuk melakukan kajian ulang atau perbaikan kembali.
Al-qur’an menganggap “anfus” (ego) dan “afak” (dunia) sebagai sumber
pengetahuan. Tuhan menampakka tanda-tanda-Nya dalam pengalaman batin dan
juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki kapasitas yang sangat luas
karena ditimbang dari berbagai sisi pengalaman ini. Pengalaman batin merupakan
pengembaraan manusia terhadap seluruh potensi jiwa dan inteleknya yang
atmosfernya telah dipenuhi dengan nuansa wahyu Ilahi. Sedangkan Al-qur’an
membimbing pengalaman lahir manusia kearah obyek alam dan sejarah.
Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi karena
sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi kemanusiaan itu
sendiri. Manusia adalah makhluk satu-satunya yang secara potensial diberi
kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan.
ALLAH SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat al-mujadalah :11
حوا ف المجالس فافسحوا يا أي ها الذين آمنوا إذا قيل لكم ت فس
ي فسح الله لكم وإذا قيل انشزوا فانشزوا ي رفع الله الذين آمنوا
والله بات عملون خبير منكم والذين أوتوا العلم درجات
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa. Zaman Jahiliyah adalah
Era ketika kondisi dan situasi masyarakat belum terjamah oleh risalah dan dakwah
Islam. Periode ini sering juga disebut dengan istilah Pra-Islam. Seiring dengan
perkembangan dan akulturasi bahasa, istilah ini juga melekat erat pada sifat
orang-orang yang tidak taat pada aturan agama yang telah diproyeksikan oleh Al-
Qur’an dan As-Sunnah.
hak wanita adalah prospek pelepasan wanita dari kedudukan sosial ekonomi
yang rendah, serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk
berkembang dan maju. Dalam bahasa Arab, istilah ini dikenal dengan tahrir al-
marah. Jauh Sebelum mempoklamirkan emansipasi wanita, Islam telah lebih
dahulu mengangkat derajad wanita dari masa pencampakan wanita di era jahiliah
ke masa kemulaian wanita.
Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi karena
sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi kemanusiaan itu
sendiri. Manusia adalah makhluk satu-satunya yang secara potensial diberi
kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan. Penghargaan ini dapat dilihat dari
beberapa aspek.
B. SARAN
Kita sebagai umat manusia, khususnya umat islam marilah kita jaga iman dan
takwa kita kepada ALLAH SWT. Jangan sampai kita kembali ke masa jaman
jahiliyah yang terdahulu karna pada zama modern ini banyak orang-orang barat
yang mencoba memerangi kita dengan kemajuan teknologi yang berkembang saat
ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembebasan&action=edit&redlink=1
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/berpakaian-sesuai-syariat-islam/