lp lansia dengan hipertensi by ria septi

33
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PADA LANSIA KONSEP TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipertensi. 1. Konsep Teori Lansia 1.1. Batasan Lansia Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi: a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun. c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun. d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. 1.2. Proses Menua Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan

Upload: independent

Post on 07-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

KONSEP TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat:

Konsep Lansia, Konsep dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan

Hipertensi.

1. Konsep Teori Lansia

1.1. Batasan Lansia

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia

meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45

sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

1.2. Proses Menua

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu

masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga

tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.

Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik

maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang

mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan

memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ

vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.

Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai

organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya

usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:

1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,

2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari

– hari,

3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan

masyarakat (Rahardjo, 1996)

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan

– perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri

secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri

dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai

masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar

Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai

lansia yaitu:

1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan

pada orang lain,

2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total

dalam pola hidupnya,

3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang

telah meninggal atau pindah,

4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang

yang bertambah banyak dan

5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh

dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock

mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah

perubahan gerak.

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama

minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap

penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang

semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan –

kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit.

Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia

lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap

sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk

melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk

meningkatkan kebugaran fisiknya.

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990)

mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang

akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan

akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang

ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini

tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan

pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para

lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah

peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial

(Goldstein, 1992)

Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan

penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari

lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:

1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.

2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi

3) Selalu mengingat kembali masa lalu

4) Selalu khawatir karena pengangguran,

5) Kurang ada motivasi,

6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang

baik, dan

7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik

antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan

secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil

kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan

memiliki kekhawatiran minimal trehadap diri dan orang lain.

1.3. Teori Proses Menua

1.3.1.Teori-teori Biologi

a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik

untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai

akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh

molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi

dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan

fungsional sel).

b) Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh

lelah (rusak)

c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi

suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang

tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh

menjadi lemah dan sakit.

d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus

theory)

Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia

dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab

kerusakan organ tubuh.

e) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa

digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan

usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

terpakai.

f) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak

stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan

osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti

karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat

menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g) Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya

menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan

kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,

kekacauan dan hilangnya fungsi.

h) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang

membelah setelah sel-sel tersebut mati.

1.3.2.Teori Kejiwaan Sosial

a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah

kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa

usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan

ikut banyak dalam kegiatan sosial.

Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem

sosial dan individu agar tetap stabil dari usia

pertengahan ke lanjut usia

b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada

lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori

diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang

terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat

dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

c) Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,

seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri

dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan

interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi

kehilangan ganda (triple loss), yakni :

1. kehilangan peran

2. hambatan kontak sosial

3. berkurangnya kontak komitmen

1.4. Permasalahan yang terjadi pada lansia

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian

kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T.

1999 : 40-42)

1. Permasalahan umum

a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis

kemiskinan.

b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota

keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan ,

dihargai dan dihormati.

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga

profesional pelayanan lanjut usia.

e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan

kesejahteraan lansia.

2. Permasalahan khusus :

a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya

masalah baik fisik, mental maupun sosial.

b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.

c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.

d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada

tatanan masyarakat individualistik.

f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat

mengganggu kesehatan fisik lansia

1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua

a. Hereditas atau ketuaan genetik

b. Nutrisi atau makanan

c. Status kesehatan

d. Pengalaman hidup

e. Lingkungan

f. Stres

1.6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia

1) Perubahan fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua

sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan,

pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem

pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal,

genito urinaria, endokrin dan integumen.

2) Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.

b) Kesehatan umum

c) Tingkat pendidikan

d) Keturunan (hereditas)

e) Lingkungan

f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan

ketulian.

g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan

jabatan.

h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan

hubungan dengan teman dan famili.

i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep dir.

3) Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam

kehidupannya (Maslow, 1970)

Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini

terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari

(Murray dan Zentner, 1970).

1.7. Penyakit yang sering diderita Lansia

Menurut the National Old People’s Welfare Council ,

dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu :Depresi mental

1) Gangguan pendengaran

2) Bronkhitis kronis

3) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.

4) Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia

5) Demensia

2. KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA

2.1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah

diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap.

Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi

pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan

hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya

usia (Stockslager , 2008).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan

jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan

batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan

darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai

hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan

jenis kelamin (Marliani, 2007).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah

persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan

diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

2.2. Klasifikasi

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999) :

a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar

dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau

lebih besar dari 90 mmHg.

b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik

lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih

rendah dari 90 mmHg.

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat

dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :

a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu

hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya

b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan

oleh penyakit lain

Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint NationalCommitle, U.S 1992)

TigkatTekanansistolik(mmHg)

Tekanandiastolik(mmHg)

Jadwal kontrol

Tingkat ITingkat IITingkat IIITingkat IV

140-159160-179180-209

210 satau lebih

90-99100-109110-119

120 atau lebuh

1 bulan sekali1 minggu sekali

Dirawat RS

2.3. Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah

terjadinya perubahan-perubahan pada :

Elastisitas dinding aorta menurun

Katub jantung menebal dan menjadi kaku

Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi

karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenasi

Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti

penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa

faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika

orang tuanya adalah penderita hipertensi

2. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi

adalah:

Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah :

a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)

b. Kegemukan atau makan berlebihan

c. Stress

d. Merokok

e. Minum alcohol

f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison,

epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-

penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis,

Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis,

Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol,

Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme,

Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat

juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral

Kortikosteroid.

2.4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla

diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di

toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system

saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,

kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal

mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor

ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi

perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh

perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan

penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya

“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis

sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer

(Darmojo, 1999).

Pathway

2.5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan

dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan

arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi

arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri

tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam

kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai

kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa

pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit

kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual

Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

2.6. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin / hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan

( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor

resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

b. BUN

Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa

Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi)

dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan

hipertensi)

c. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama

( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

d. Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi

e. Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk /

adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

f. Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan

hipertensi

g. Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )

h. Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan

atau adanya diabetes.

i. Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko

hipertensi

j. Steroid urin

Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

k. IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit

parenkim ginjal, batu ginjal / ureter

l. Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran

jantung

m. CT scan

n. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati

o. EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan

konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini

penyakit jantung hipertensi.

2.7. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah

morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler

yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan

darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi

ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang

dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5

gr/hr

Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

Penurunan berat badan

Penurunan asupan etanol

Menghentikan merokok

b. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah

yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga

yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu

isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,

berenang dan lain-lain.

Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari

kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang

disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25

menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3

x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.

c. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi

meliputi :

Ø Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk

menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh

yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi

gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk

gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

Ø Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang

bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan

cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot

dalam tubuh menjadi rileks

Ø Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan

pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan

pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya

dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan

tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah

komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah

kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur

hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli

Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION,

EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 )

menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis

kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat

tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan

penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatannya meliputi :

o Step 1

Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis,

ACE inhibitor

o Step 2

Alternatif yang bisa diberikan :

Dosis obat pertama dinaikkan Diganti jenis lain dari obat

pilihan pertama

Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta

blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,

vasodilator

o Step 3

Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah obat

ke-3 jenis lain

o Step 4

Alternatif pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4

Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan

terapi

Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan

interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas

kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian

pendidikan kesehatan.

2.8. Konsep Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian secara Umum

1. Identitas Pasien

Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara

lain: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,

Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang terdekat,

alamat, nomor registrasi.

2. Riwayat atau adanya factor resiko

a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi

b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi

3. Aktivitas / istirahat

a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.

b. Frekuensi jantung meningkat

c. Perubahan irama jantung

d. Takipnea

4. Integritas ego

a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,

euphoria atau marah kronik.

b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan

yang berkaitan dengan pekerjaan).

5. Makanan dan cairan

a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi

garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti

makanan yang digoreng,keju,telur)gula-gula yang

berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.

b. Mual, muntah.

c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat

atau menurun).

6. Nyeri atau ketidak nyamanan

a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan

jantung)

b. Nyeri hilang timbul pada tungkai.

c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah

terjadi sebelumnya.

d. Nyeri abdomen.

Pengkajian Persistem

1. Sirkulasi

a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit

jantung koroner atau katup dan penyakit cerebro

vaskuler.

b. Episode palpitasi,perspirasi.

2. Eleminasi

a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti

infeksi atau obtruksi atau riwayat penyakit ginjal

masa lalu.

3. Neurosensori

a. Keluhan pusing.

b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat

bangun dan menghilang secara spontan setelah

beberapa jam).

4. Pernapasan

a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja

b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.

c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.

d. Riwayat merokok

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular

Cerebral

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi

berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi

4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kebutuhan metabolic

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system

pendukung yang tidak adekuat

6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi

atau keterbatasan kognitif

C. Intervensi

Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan

vascular Cerebral

1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase

akut

Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi

2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk

menghilangkan sakit kmepala, misalnya kompres dingin

pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan

lampu kamar, tekhnik relaksasi.

Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan

yang memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam

menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya

3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase

kontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala,

misalnya mengejam saat bab, batuk panjang, membungkuk

Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan

sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral

Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan umum

1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas,

perhatikan frequency nadi lebih dari 20 kali per

menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan

darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas

( tekanan sistolik meningkat 40 mmhg atau tekanan

diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri

dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing

atau pingsan.

Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon

fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari

kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik

penghematan energy, misalnya menggunakan kursi saat

mandi,duduk saat menyisir rambut atau menyikat

gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.

Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy,

juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi

berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi

1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau

paha untuk evaluasi awal.gunakan ukuran manset yang

tepat dan teknik yang akurat.

Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang

lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular.

Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai

peningkatan tekanan diastolic sampai 130, hasil pengukuran diastolic

diatas 130 dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama, kemudian

maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko yang di

tentukan untuk penyakit cerebrovaskular dan penyakit iskemi jantung

bila tekanan diastolic 90-115.

DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kebutuhan metabolic

1. Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan

langsung antara hipertensi dan kegemukan.

Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah

tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan

curah jangtung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.

2. Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan

kalori dan membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai

indikasi.

Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya

ateroskelorosis dan kegemukan yang merupakan predesposisi untuk

hipertensi dan komplikasinya misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal

jantung. Kelebihan memasukkan garam memperbanyak volume

cairan intravascular dan dpat merusak ginjal yang lebih

memperburuk hipertensi.

DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan

system pendukung yang tidak adekuat

1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan

mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan

menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan

berpartisipasi dalam rencana pengobatan

Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup

seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi

yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari

2. Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi

stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk

mengatasinya

Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama

dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor

3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan

perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum

dalam rencana pengobatan

Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control diri yang

berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat

meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik

4. Intervensi : Catat laporan gangguan tidur,

peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka

rangsang, penurunan toleransi sakit kepala

ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah

Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin

merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi

penentu utama TD diastolic

DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang

informasi atau keterbatasan kognitif

1. Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam

belajar, termasuk orang terdekat

Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena

perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat

pasien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan

prognosis. Bila pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan

pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan

dipertahankan.

2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal.

Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada

jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak

Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan

TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan.

Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini

untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun

ketika merasa sehat

3. Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan

gunakan istilah “terkontrol dengan baik” saat

menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan

Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang

kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan

membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan

pengobatan/medikasi

4. Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi

faktor-faktor risiko kardiovaskular yang dapat

diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak jenuh,

dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan

minum alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan teratur),

pola hidup penuh stress.

Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam

menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.

D. Evaluasi

1. Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau

terkontrol

2. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang

diinginkan/diperlukan

3. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan

tekanan darah atau beban kerja jantung.

4. Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan

makan, kuantitas,dan sebagainya), mempertahankan berat

badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan

optimal.

5. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan

konsekuensinya

6. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan

regimen pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,

Binarupa Aksara, Jakarta.

Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan

gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little

Brown and Company. Boston

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT

Gramedia, Jakarta.

Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman.

EGC. Jakarta

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri

Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta