lp lansia dengan hipertensi by ria septi
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI PADA LANSIA
KONSEP TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat:
Konsep Lansia, Konsep dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Hipertensi.
1. Konsep Teori Lansia
1.1. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia
meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45
sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
1.2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu
masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik
maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang
mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ
vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai
organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya
usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari
– hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan
masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan
– perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri
secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar
Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai
lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan
pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total
dalam pola hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang
telah meninggal atau pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang
yang bertambah banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh
dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock
mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah
perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama
minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap
penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang
semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan –
kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit.
Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia
lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap
sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk
melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990)
mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang
akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini
tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan
pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para
lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial
(Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan
penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari
lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang
baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik
antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan
secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil
kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimal trehadap diri dan orang lain.
1.3. Teori Proses Menua
1.3.1.Teori-teori Biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik
untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai
akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi
dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel).
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh
lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang
tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus
theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab
kerusakan organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
1.3.2.Teori Kejiwaan Sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah
kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa
usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan
ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem
sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada
lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori
diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
1.4. Permasalahan yang terjadi pada lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T.
1999 : 40-42)
1. Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis
kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan ,
dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga
profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya
masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia
1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua
a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres
1.6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua
sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal,
genito urinaria, endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan
ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan
jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan
hubungan dengan teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep dir.
3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari
(Murray dan Zentner, 1970).
1.7. Penyakit yang sering diderita Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council ,
dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu :Depresi mental
1) Gangguan pendengaran
2) Bronkhitis kronis
3) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
4) Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
5) Demensia
2. KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA
2.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah
diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap.
Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi
pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan
hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya
usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan
jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan
batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan
darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan
jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
2.2. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999) :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar
dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau
lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik
lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih
rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat
dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan
oleh penyakit lain
Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint NationalCommitle, U.S 1992)
TigkatTekanansistolik(mmHg)
Tekanandiastolik(mmHg)
Jadwal kontrol
Tingkat ITingkat IITingkat IIITingkat IV
140-159160-179180-209
210 satau lebih
90-99100-109110-119
120 atau lebuh
1 bulan sekali1 minggu sekali
Dirawat RS
2.3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
Elastisitas dinding aorta menurun
Katub jantung menebal dan menjadi kaku
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi
karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa
faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison,
epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-
penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis,
Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis,
Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol,
Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme,
Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat
juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral
Kortikosteroid.
2.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla
diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi
perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis
sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
(Darmojo, 1999).
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan
arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri
tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa
pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit
kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual
Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor
resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan
hipertensi)
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk /
adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
atau adanya diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
j. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
l. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung
m. CT scan
n. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
o. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
2.7. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler
yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang
dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5
gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
Penurunan berat badan
Penurunan asupan etanol
Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga
yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu
isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang
disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25
menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3
x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
Ø Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
Ø Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan
cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks
Ø Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION,
EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 )
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
o Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis,
ACE inhibitor
o Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan Diganti jenis lain dari obat
pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta
blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator
o Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah obat
ke-3 jenis lain
o Step 4
Alternatif pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan
terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan
interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas
kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian
pendidikan kesehatan.
2.8. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara
lain: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang terdekat,
alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Perubahan irama jantung
d. Takipnea
4. Integritas ego
a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria atau marah kronik.
b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan
yang berkaitan dengan pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti
makanan yang digoreng,keju,telur)gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
b. Mual, muntah.
c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat
atau menurun).
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan
jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah
terjadi sebelumnya.
d. Nyeri abdomen.
Pengkajian Persistem
1. Sirkulasi
a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit
jantung koroner atau katup dan penyakit cerebro
vaskuler.
b. Episode palpitasi,perspirasi.
2. Eleminasi
a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti
infeksi atau obtruksi atau riwayat penyakit ginjal
masa lalu.
3. Neurosensori
a. Keluhan pusing.
b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam).
4. Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi
berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi
atau keterbatasan kognitif
C. Intervensi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
vascular Cerebral
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase
akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk
menghilangkan sakit kmepala, misalnya kompres dingin
pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan
lampu kamar, tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan
yang memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase
kontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala,
misalnya mengejam saat bab, batuk panjang, membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral
Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum
1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas,
perhatikan frequency nadi lebih dari 20 kali per
menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan
darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas
( tekanan sistolik meningkat 40 mmhg atau tekanan
diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri
dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing
atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik
penghematan energy, misalnya menggunakan kursi saat
mandi,duduk saat menyisir rambut atau menyikat
gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy,
juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi
berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau
paha untuk evaluasi awal.gunakan ukuran manset yang
tepat dan teknik yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular.
Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai
peningkatan tekanan diastolic sampai 130, hasil pengukuran diastolic
diatas 130 dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama, kemudian
maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko yang di
tentukan untuk penyakit cerebrovaskular dan penyakit iskemi jantung
bila tekanan diastolic 90-115.
DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolic
1. Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan
langsung antara hipertensi dan kegemukan.
Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah
tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan
curah jangtung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
2. Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan
kalori dan membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai
indikasi.
Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
ateroskelorosis dan kegemukan yang merupakan predesposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal
jantung. Kelebihan memasukkan garam memperbanyak volume
cairan intravascular dan dpat merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi.
DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
system pendukung yang tidak adekuat
1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan
mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup
seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi
yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari
2. Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi
stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya
Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama
dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor
3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan
perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum
dalam rencana pengobatan
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control diri yang
berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik
4. Intervensi : Catat laporan gangguan tidur,
peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka
rangsang, penurunan toleransi sakit kepala
ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah
Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin
merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi
penentu utama TD diastolic
DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang
informasi atau keterbatasan kognitif
1. Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam
belajar, termasuk orang terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat
pasien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan
prognosis. Bila pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan
dipertahankan.
2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal.
Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada
jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan
TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan.
Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini
untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun
ketika merasa sehat
3. Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan
gunakan istilah “terkontrol dengan baik” saat
menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang
kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan
membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi
4. Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi
faktor-faktor risiko kardiovaskular yang dapat
diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak jenuh,
dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan
minum alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan teratur),
pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.
D. Evaluasi
1. Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau
terkontrol
2. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang
diinginkan/diperlukan
3. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan
tekanan darah atau beban kerja jantung.
4. Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan
makan, kuantitas,dan sebagainya), mempertahankan berat
badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan
optimal.
5. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan
konsekuensinya
6. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
regimen pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little
Brown and Company. Boston
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT
Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman.
EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta