makalah pendekatan kontekstual
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Peran dunia pendidikan senantiasa harus dinamis dan
tanggap dalam menghadapi dan mengantisipasi setiap
perubahan yang terjadi pada Bangsa Indonesia. Saat ini
bangsa Indonesia sedang berusaha meningkatkan kualitas
pendidikan. Persyaratan penting untuk terwujudnya
pendidikan bermutu adalah pelaksanaan proses pembelajaran
oleh guru yang profesional, handal dalam layanan dan
handal dalam keahliannya. Guru dituntut untuk membantu
perkembangan siswa dalam segi kognitif, afektif dan
psikomotor serta bukan semata mata memberikan sejumlah
ilmu pengetahuan, tetapi juga harus menciptakan kondisi
yang kondusif, agar siswa dapat belajar secara terus
menerus atau berkelanjutan. Unsur – unsur tersebut
menjadi terpadu dalam jalinan hubungan timbal balik
antara guru dan siswa pada saat pengajaran berlangsung.
Dengan proses pengajaran yang lebih hidup dan terjalin
kerjasama diantara siswa, maka proses pembelajaran dengan
paradigma lama harus diubah dengan paradigma baru yang
1
dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir, arah
pembelajaran tidak hanya satu arah. Proses belajar
mengajar yang dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa
dengan guru dan siswa dengan siswa, akan menghasilkan
proses pembelajaran lebih hidup dengan hasil yang lebih
baik. Pernyataan ini berdasarkan pendapat Johnson dan
Smith (dalam Anita Lie, h. 5) bahwa, “Kegiatan pendidikan
adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa
interaksi antar pribadi. Belajar adalah suatu proses
pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika
masing masing orang berhubungan dengan yang lain dan
membangun pengertian dan pengetahuan bersama”.
Berdasarkan pandangan diatas, maka permasalahan yang
muncul adalah “Bagaimana upaya guru untuk meningkatkan
hasil balajar siswa dengan pendekatan yang tepat ?”.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan kreativitas siswa adalah pendekatan
kontektual. Dengan pendekatan kontekstual, siswa
diarahkan untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari – hari dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
2
dimilikinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Melihat hal tersebut, maka perlu
dilakukan suatu solusi untuk menemukan sebuah alternatif
pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dengan metode yang tepat di SMA Negeri 8 Kediri?
2. Apa saja metode pendekatan konstektual yang dapat
diterapkan pada siswa dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa di SMA Negeri 8 Kediri?
3. Apa respon siswa SMA Negeri 8 Kediri terhadap
pembelajaran kontekstual?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari
makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa saja upaya guru untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dengan metode yang tepat di SMA Negeri 8
Kediri.
2. Mengetahui metode pendekatan konstektual yang
diterapkan pada siswa dalam upaya meningkatkan hasil
belajar di SMA Negeri 8 Kediri.
3
3. Mengetahui respon siswa SMA Negeri 8 Kediri terhadap
pembelajaran kontekstual.
BAB II
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1 menyatakan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Disamping itu pula ilmu kimia merupakan
ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan
eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam; khususnya yang
berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat,
transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh sebab
itu, mata pelajaran kimia di SMA mempelajari segala
sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan
4
sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat yang
melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia
merupakan produk atau temuan saintis (berupa fakta,
teori, prinsip, hukum) melalui proses (kerja ilmiah),
sehingga dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus
memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai produk dan
proses. Adapun pengajaran sebagai suatu proses merupakan
suatu sistem yang melibatkan berbagai komponen, antara
lain komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa),
materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan
lain sebagainya. Komponen-komponen tersebut saling
berinteraksi antar sesama komponen. Keberhasilan
pengajaran sangat ditentukan manakala pengajaran tersebut
mampu mengubah diri peserta didik. Perubahan tersebut
dalam arti dapat menumbuhkembangkan potensi-potensi yang
dimiliki peserta didik, sehingga peserta didik dapat
memperoleh manfaatnya baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam perkembangan pribadinya. Tanggung jawab
keberhasilan pengajaran tersebut berada di tangan seorang
pendidik. Artinya, seorang guru harus berupaya semaksimal
mungkin untuk mengatur proses pembelajaran sedemikian
5
rupa, sehingga komponen-komponen yang diperlukan dalam
pengajaran tersebut dapat berinteraksi antar sesama
komponen.
2.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual
Beberapa pendapat tentang konstektual dikemukakan
oleh :
a. Nurhadi (2002, h. 5) mengemukakan, “Pembelajaran
konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,
yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, permodelan dan penilaian sebenarnya”.
b. Erman Suherman (2003, h. 3) mengemukakan, “Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Leaning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan
mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog,
atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan
sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke
dalam konsep yang dibahas”. Dari uraian ini dapat
6
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
konstektual memberikan penekanan pada penggunaan
berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan,
permodelan, informasi dan data dari berbagai sumber.
Dalam kaitan dengan evaluasi, pembelajaran dengan
konstektual lebih menekankan pada authentik assesmen
yang diperoleh dari berbagai kegiatan. Pendekatan
kontekstual dalam buku Pendekatan Kontekstual yang
diterbitkan oleh Depdiknas tahun 2002, Pembelajaran
Kontekstual (contextual Teching and Leaning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
c. Joshua (2003, h. 2) mengemukakan : “Pembelajaran
konstektual adalah suatu konsep tentang pembelajaran
yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan
ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat
7
aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam
pelajaran”. Pendekatan kontekstual ini merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong
siwa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Tugas guru dalam kelas kontekstual ini adalah membantu
siswa mencapai tujuannya, yang berarti guru lebih
banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru
bagi anggota kelas (siswa). Pendekatan kontekstual ini
perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan
masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan
sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Dalam
hal ini fungsi fungsi dan peranan guru masih dominan,
sehingga siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Melalui
pendekatan kontekstual ini siswa diharapkan belajar
denga cara mengalami sendiri bukan menghapal.
2.2 Permasalahan
8
Pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan
dari pada secara aktif mencari tahu untuk membangun
pemahaman mereka sendiri terhadap konsep ilmu kimia
tersebut. Hal ini menyebabkan sebagian besar konsep
konsep kimia menjadi konsep yang abstrak bagi siswa dan
bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep – konsep kunci
atau hubungan antar konsep yang diperlukan untuk memahami
konsep tersebut. Akibatnya, siswa tidak dapat membangun
pemahaman konsep – konsep kimia yang fundamental pada
awal mereka mempelajari ilmu kimia. Berdasarkan kenyataan
tersebut, perlu dikembangkan pembelajaran kimia di SMA
Negeri 8 Kediri yang lebih bermutu, agar dapat
mengaktifkan siswa sekaligus memantapkan konsep dan teori
yang diberikan serta meningkatkan hasil belajar siswa
dengan memberikan suatu perlakuan atau tindakan dalam
proses belajar mengajarnya. Untuk menciptakan
pembelajaran kimia sebagaimana tersebut, maka diperlukan
sarana dan media pembelajaran yang mendukung terciptanya
perbelajaran kimia yang kreatif dan inovative. Menurut
pendapat Gagne dan Briggs (1975) secara implisit
mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang
9
secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran. Dengan kata lain, media adalah komponen
sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi
instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang
siswa untuk belajar. Media pembelajaran seperti yang
dimaksudkan oleh Gagne dan Briggs tersebut sangat kurang
dimiliki oleh sekolah terutama didalam proses belajar
mengajar mata pelajaran kimia. Hal ini terbukti dari:
1. Pengakuan guru yang menyatakan kurangnya media
pembelajan kimia.
2. Guru banyak menggunakan metode ceramah dalam proses
belajar mengajar.
3. Guru mengakui sulitnya mendapatkan dan membuat media
pembelajaran kimia.
4. Tidak ada media pembelajaran kimia yang tersedia.
5. Kurangnya alat-alat laboratorium sebagai sarana
praktikum.
Dengan adanya masalah-masalah tersebut di atas, maka
berdasarkan hasil pengamatan sementara, terlihat dalam
proses belajar mengajar di SMA Negeri 8 Kediri hal-hal
sebagai berikut:
10
1. Kurangnya minat siswa terhadap pengajaran kimia.
2. Siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar.
3. Tidak terjadinya pembelajaran yang menyenangkan.
4. Tidak terdapat pembelajaran yang kreatif.
2.3 Pembahasan
Untuk mengatasi masalah yang ditemukan di atas, maka
usaha yang ditempuh sejalan tugas dan fungsi LPMP
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 7
tahun 2007 yang salah satunya adalah memfasilitasi
sumberdaya pendidikan, maka untuk memfasilitasi proses
belajar mengajar di sekolah dilakukan penelitian sarana
belajar berupa pemanfatan salah satunya laboratorium
secara virtual yang selanjutnya disebut laboratorium
kimia virtual. Dengan demikian diharapkan akan terjadi
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan
(PAKEM) salah satunya dengan metode dengan pendekatan
konstektual. Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran, yaitu: konstruktivisme
(constractivism), menemukan (inquiri), bertanya
(questioning), masyarakat belajar (leaning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflekction), dan
11
penilaian yang sebenarnya (autentic assesment). Sebuah
kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran
kontekstual apabila menerapkan ketujuh komponen tersebut
dalam proses pembelajarannya. Berikut ini adalah uraian
mengenai ketujuh komponen utama dalam pembelajaran
kontekstual yang terdapat pada Contextuan Teaching And
Leaning (Depdiknas, 2002, h. 10) sebagai berikut :
1. Kontrukstivisme (Constractivism)
Kontrukstivisme merupakan landasan berpikir
(filosofi) pendekatan kontekstual. Maksud konstruktivisme
disini adalah pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas (sempit) dan tidak secara mendadak. Dalam
hal ini, manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
2. Menemukan (Inquiri)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses
pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu
12
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan,
apapun materi yang diajarkannya.
3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam proses
pembelajaran bertanya dipandang sebagai kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan
bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis penemuan (inquiri), yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diteliti dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahui.
4. Masyarakat Belajar ( Learning Community)
Konsep masyarakat belajar ini menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.
Hasil pembelajaran diperoleh dari berbagi antar teman,
antar kelompok dan antar yang tahu dengan yang tidak
tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses
komunikasi dua arah, seseorang yang terlibat dalam
masyarakat belajar akan memberi informasi yang diperlukan
oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi
13
yang diperlukan dari teman belajarnya. Oleh karena itu,
dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok
belajar.
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus
ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih
mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual untuk ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi.
Dengan adanya suatu model untuk dijadikan contoh biasnya
akan lebih dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide
baru. Salah satu contohnya pemodelan dalam pembelajaran
misalnya mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan
alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu baca,
atau dalam membuat skema konsep. Pemodelan ini tidak
selalu oleh guru, bisa oleh siswa atau media yang
lainnya.
6. Refleksi (Feflection)
Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang
14
sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
yang baru diterima. Refleksi adalah berpikir kembali
tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan lagi
aktivitas yang telah dilakukan atau mengevaluasi kembali
bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna
untuk mengevaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau
peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti, dan
memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara
belajar (leaning how to learn) dan membuat jurnal
pembelajaran adalah contoh refleksi.
7. Penilaian yang Sebenarnya (Autentic Assesmen)
Assesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan
secara konperhensif berkenaan dengan seluruh aktifitas
pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar
sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan
mendapat penghargaan. Penilaian otentik seharusnya
dilakukan dari berbagi aspek dan metode sehingga menjadi
obyektif. Misalnya membuat catatan harian melalui
observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara
atau angket untuk menilai aspek afektif dan tes untuk
15
menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan
ajar.
Dari ketujuh komponen tersebut, pembelajaran
kontekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada
dunia kehidupan nyata (real word), berpikir tingkat
tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah
nyata, penilaian komprehensif dan pembentukan manusia
yang memiliki akal sehat. Untuk melaksanakan pembelajaran
kimia dengan pendekatan kontekstual ada berbagai model
pembelajaran yang bisa diterapkan. Menurut Erman Suherman
(2003, h. 10) model pembelajaran yang bisa diterapkan
dalam pembelajaran konstektual diantaranya adalah :
1. Pembelajaran langsung ( Direct Instraction, DI ).
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Instruksional, PBI)
4. Pembelajaran Problem Terbuka (Open Ended).
5. Model SAVI (Somatic, Auditory, Visuality,
Intellectuality)
2.4 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kontekstual
16
Hamalik (1999) menyatakan, “Sambutan (responding)
adalah suatu sikap terbuka ke arah sambutan”. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa respon adalah
perilaku yang lahir berupa sambutan atau sikap terbuka
dari hasil masuknya stimulus ke dalam pikiran seseorang.
Winataputra dan Rosita (1995) mengatakan bahwa respon
adalah perilaku yang lahir dan merupakan hasil masuknya
stimulus ke dalam pikiran seseorang. Stimulus bisa datang
dari objek misalnya peta, lingkungan, peristiwa, suasana
orang lain atau dari aktifitas subjek lain misalnya orang
lain bertanya kepada kita dan kita memberikan jawaban.
Menurut Winataputra dan Rosita (1995) penggolongan
perilaku terdiri kawasan-kawasan yang secara garis besar
dijabarkan sebagai berikut :
1. Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan atau
penemuan. Belajar kognitif mencakup asosiasi antar
unsur pembentukan konsep, penemuan masalah, dan
keterampilan pemecahan masalah yang selanjutnya
membentuk perilaku guru. Berpikir, menalar, menilai,
berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan
dengan proses belajar kognitif.
17
2. Proses belajar afektif seseorang menentukan bagaimana
ia menghubungkan dirinya dengan pengalaman baru.
Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat
dan sikap.
3. Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana
ia mampu mengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar
psikomotor mengandung aspek mental dan fisik.
Dari konsep yang diterapkan ke siswa SMA Negeri 8
Kediri dapat diketahui bahwa respon siswa terhadap
pembelajaran adalah perilaku siswa yang lahir setelah
mereka mengikuti pembelajaran yang berupa hasil kognitif,
afektif dan psikomotor. Dalam penelitian ini respon yang
didapat dari daftar isian siswa hanya pada aspek afektif
yaitu nilai emosi untuk mengungkapkan perasaan dan
pendapat siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan konstektual.
BAB III
P E N U T U P
3.1 Kesimpulan
18
Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa
dengan metode yang tepat di SMA Negeri 8 Kediri dengan
menggunakan pembelajaran konstektual adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran efektif.
2. Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran, yaitu: konstruktivisme
(constractivism), menemukan (inquiri), bertanya
(questioning), masyarakat belajar (leaning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflekction), dan
penilaian yang sebenarnya (autentic assesment).
3. Dari konsep yang diterapkan ke siswa SMA Negeri 8
Kediri dapat diketahui bahwa respon siswa terhadap
pembelajaran adalah perilaku siswa yang lahir setelah
mereka mengikuti pembelajaran yang berupa hasil
kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam penelitian ini
19
respon yang didapat dari daftar isian siswa hanya pada
aspek afektif yaitu nilai emosi untuk mengungkapkan
perasaan dan pendapat siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konstektual.
3.2 Saran
Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa di SMA
Negeri 8 Kediri, guru kimia dituntut dapat menerapkan
metode pengajaran pendekatan konstektual yang bervariasi
dan sesuai materi pembelajaran, tidak monoton dengan
metode ceramah.
DAFTAR PUSTAKA
Amidjaja, Tisna, D,A. 1981. Pedoman Pelaksanaan Pola
Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia.
Malang: BAAK IKIP Malang.
Hasibuan, J.J. et,al. 1988. Proses Belajar Mengajar : Keterampilan
Dasar Pengajaran Mikro. Jakarta: Remaja Karya.
Paterson, Kathy, 2006. 55 Dilema dalam Pengajaran. Jakarta.
Gramedia.
Asmani, Jamal Ma’mur, 2013. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jakarta.
Diva Press.
20
Seifert, Kelvin, 2012. Pedoman Pembelajaran dan Instruksi
Pendidikan. Jakarta. IRCiSoD.
Aqib, Zainal, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung. YRAMA
WIDYA.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D.
Bandung. Alfabeta.
LEMBAR PENGESAHAN
21
1. Judul Makalah : “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan
Penerapan Metode Pembelajaran Pendekatan
Kontektual yang Tepat bagi Siswa di SMA
Negeri 8 Kediri tahun pelajaran 2014 /
2015”.
2. Identitas Peneliti
Nama : MANSUR HIDAYAT, S.Pd.
NIP. : 19710110 199401 1 001
Pangkat/Gol. : Pembina / IV.A
Jabatan : Guru Mata Pelajaran Kimia
Unit Kerja : SMA Negeri 8 Kediri
3. Lokasi Penelitian : SMA Negeri 8 Kediri
Jl. P.K. Bangsa 77 Kediri Telp. 0354-
687151
4. Tujuan Penelitian :
Makalah ini disusun sebagai tugas bagi peserta kegiatan
“Pelatihan Guru Menulis Karya Tulis Ilmiah”, tanggal 13
– 15 Pebruari 2015 Penyelenggara Radar Kediri
Kediri, Pebruari 2015
Yang Mengesahkan, Peneliti
Kepala SMA Negeri 8 Kediri
WIDAYAT , S .Pd. MM . MANSUR HIDAYAT, S.Pd.Pembina NIP. 19710110 199401 1001NIP. 19520110 197302 1 001
22
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul :
”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan
Penerapan Metode Pembelajaran Pendekatan
Kontektual yang Tepat bagi Siswa di SMA
Negeri 8 Kediri tahun pelajaran 2014 /
2015”Pada kesempatan ini atas segala bantuan yang
diberikan kami tak lupa menyampaikan terima kasih yang
tulus kepada :
1. Bapak Widayat, S.Pd. MM. sebagai Kepala SMA Negeri
8 Kediri
2. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.
Menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kekurangan , maka saran yang membangun sangat kami
harapkan.
23
Akhirnya dengan karya yang sederhana ini besar
harapan kami, semoga dapat bermanfaat bagi pembelajaran
Kimia pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.
Kediri, Pebruari 2015
Penulis
ABSTRAKSI
Pelajaran kimia pada hakekatnya adalah pelajaran
yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan yang
terjadi disekitar kita. Untuk dapat menarik minat
siswa terhadap pelajaran kimia guru kimia dituntut
dapat menerapkan metode pengajaran yang bervariasi,
tidak monoton dengan metode ceramah. Salah satu
24
pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan
kreativitas siswa adalah pendekatan kontektual.
Dengan pendekatan kontekstual, siswa diarahkan untuk
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi nyata dalam kehidupan sehari – hari dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
Melihat hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu
solusi untuk menemukan sebuah alternatif pemecahan
masalah dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar
siswa. Pada metode ini siswa dituntut untuk menemukan
konsep secara mandiri dari apa yang mereka baca, dan
diskusikan dengan teman-temannya. Pada awalnya mereka
akan kebingungan, tetapi setalah dua atau tiga kali
proses mereka akan paham dan akan membekas lebih lama
dalam daya ingat siswa.
25
DAFTAR ISI
Judul ...................................................
.........................................................
.......... i
Kata
Pengantar ...............................................
.......................................................
ii
Abstraksi ...............................................
.........................................................
........iii
Daftar
Isi .....................................................
.........................................................
..iv
Bab I
Pendahuluan .............................................
26
................................................... 1
A. Latar
belakang ................................................
................................................. 1
B. Rumusan
masalah .................................................
........................................... 2
C.
Tujuan ..................................................
.........................................................
... 2
Bab II Permasalahan dan
Pembahasan ..............................................
................... 3
2.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual ………………………………………...
4
2.2 Permasalahan ………………………………………………………… .…… 5
2.3 Pembahasan …………………………………………………………………. 7
Bab III Penutup ………………………………………………………………….12
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………….12
27