makalah filsafat pendidikan sains filsafat konstruktivisme pengaruh dan penerapannya pada pendidikan...
TRANSCRIPT
MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN SAINSFILSAFAT KONSTRUKTIVISME
PENGARUH DAN PENERAPANNYA
PADA PENDIDIKAN FISIKA
Dosen PengampuProf. Dr. Widha Sunarno, M.Pd
Disusun oleh
Yulia DwisetyanigrumNIM S381308053
Pendidikan Sains – Minat Fisika
BAB I
PENDAHULUAN1. Latar Belakang
Proses pembelajaran fisika dewasa ini memerlukan strategi
yang tepat untuk dapat dipahami oleh para peserta didik. Dengan
menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dan tepat maka
diharapkan penyampaian materi fisika kepada peserta didik akan
dapat lebih menarik dan dapat memberikan motivasi kepada peserta
didik untuk menggali materi fisika itu sendiri.
Dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran fisika
diharapkan peserta didik dapat menemukan permasalahannya sendiri.
Dengan menemukan permasalahannya sendiri maka peserta didik akan
mampu menggali lebih mendalam untuk memahami materi pembelajaran
fisika tersebut. Dan dalam upaya menemukan solusi atau pemecahan
masalah dalam pembelajaran fisika, peserta didik perlu mendapat
bimbingan dan arahan dari guru yang berkompeten dibidangnya.
Peserta didik yang dapat menemukan permasalahan dalam
pembelajaran fisika, dan dapat mencari sendiri solusi atau
pemecahan masalahnya maka pemahaman siswa akan materi
pembelajaran tersebut melekat dengan kuat dalam waktu yang
relatif lama. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran dilakukan
oleh peserta didik.
Peranan guru dalam proses pembelajaran sebagai fasilitator
yang memberikan motivasi dalam proses menemukan dan memecahkan
permasalahan. Peranan peserta didik sebagai subjek dalam
pembelajaran, yang berperan langsung dalam menemukan dan
memecahkan permasalahan. Bimbingan guru diperlukan dalam
mengarahkan dan membimbing peserta didik untuk menemukan dan
mencari penyelesaiannya sendiri dalam proses pembelajaran,
sehingga dapat diharapkan tingkat pemahaman peserta didik akan
meningkat.
Dalam memahami pelajaran fisika, peserta didik tidak hanya
diajak untuk menghitung rumus dari sisi kajian teoritis saja,
tetapi siswa diajak untuk membangun kerangka pemahamannya
sendiri, mulai dari menyadari adanya masalah, menemukan data atau
fakta, melakukan hipotesa, melakukan eksperimen, menyusun teori
dan mengambil kesimpulan dari pemahaman materi tersebut.
Peserta didik yang menemukan dan dapat membangun konsep
pembelajarannya sendiri atau mengkonstruksi konsep
pembelajarannya akan mempunyai pemahaman yang baik terhadap
materi pembelajaran tersebut serta mempunyai daya ingat yang kuat
dan dapat dengan baik untuk dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, atau diterapkan dalam kajian evaluasi pada proses
pembelajaran. Selain itu peserta didik yang dapat membangun
pemahamannya sendiri akan mudah dalam mengembangkan materi
tersebut pada kajian selanjutnya.
Pada makalah ini akan dibahas tentang proses pembelajaran
fisika dikelas yang dilandasi dari filsafat konstruktivisme dalam
pendidikan fisika. Filsafat konstruktivisme memberikan landasan
yang kuat kepada guru dan juga peserta didik dalam mengkaji
materi pelajaran secara menyeluruh dan disesuaikan dengan
kemampuan peserta didik, baik usia, perkembangan psikologis,
perkembangan bahasa, maupun perkembangan dari sisi kognitif,
psikomotorik dan afektif. Filsafat konstruktivisme memberikan
gambaran yang jelas kepada guru dalam proses pembelajaran, metode
pembelajaran maupun strategi pembelajaran untuk dapat diterima
dengan baik kepada peserta didik.
Pada makalah ini juga akan dibahas tentang proses
pembelajaran fisika di kelas secara menyeluruh berdasarkan acuan
dari filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika. Selain hal
tersebut juga akan membahas filsafat konstruktivisme dalam
pendidikan fisika akan memberikan dampak perubahan prilaku dan
tindakan yang terarah dalam proses pembelajaran di kelas, baik
perubahan perilaku kepada para pendidik maupun kepada para
peserta didik. Perubahan perilaku ini merupakan dampak positif
dari filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika.
Proses pembelajaran fisika dikelas yang akan disampaikan
kepada peserta didik dari seorang guru dengan pendekatan
membangun konsep (mengkonstruksi) merupakan salah satu bukti
nyata adanya pengaruh pemikiran filsafat konstruktivisme yang
diterima oleh pendidik dan peserta didik.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mempelajari tentang filsafat ilmu dan kajiannya dalam penerapan
bidang pembelajaran khususnya pembelajaran fisika dengan landasan
pendekatan filsafat konstruktivisme. Selain hal tersebut juga
akan mempelajari pengaruh atau dampak filsafat konstruktivisme
bagi perubahan perilaku untuk para pendidik dan peserta didik.
Makalah ini juga akan mempelajari penerapan metode pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme baik untuk pendidik dan peserta
didik pada pembelajaran fisika.
3. Permasalahan
Permasalahan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat, munculnya filsafat dan
perkembangan aliran filsafat?
2. Bagaimanakah penerapan filsafat konstruktivisme dalam
pendidikan fisika?
3. Bagaimanakah pengaruh filsafat konstruktivisme terhadap
perilaku guru dan peserta didik pada proses pembelajaran
fisika?
4. Batasan Permasalahan
Pada makalah ini permasalahan dibatasi pada:
1. Pengertian filsafat, munculnya filsafat, dan perkembangan
aliran filsafat
2. Penerapan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika
3. Pengaruh filsafat konstruktivisme terhadap perilaku guru dan
peserta didik pada proses pembelajaran fisika
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. Pengertian Filsafat, Munculnya Filsafat dan Perkembangan
Aliran filsafat
Pengertian Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun
istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani,philosophia, yang
terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan shopia(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam
pengertian pencinta kebijaksanaan. Sebelum Socrates ada satu
kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang
berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai
ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam
kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna
yaitu berpikir yang menyesatkan.
Basori (1985) menjelaskan bahwa secara umum filsafat berarti
upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis,
radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses
bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir
kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti
pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu
informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima
atau ditolak.
Munculnya Filsafat
Hamersama (1992) memaparkan bahwa filsafat Barat muncul di
Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika
orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan
diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat
muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain seperti
Babilonia, Arab atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani,
tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta
sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah
Thales dari Mileta. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar
tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates
adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato.
Perkembangan Aliran Filsafat
Aliran filsafat dapat dianalogikan dengan suatu aliran
beberapa sungai yang kemudian bermuara ke laut yang luas dan
dalam. Aliran sungai yang pertama adalah aliran Parmenides,
pemikiran filsafatnya berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada
tidak berubah. Pemikiran ini selanjutnya mempengaruhi pemikiran
Plato, merupakan murid Socrates. Menurut Plato idea tidak
tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang
tergantung pada idea, sehingga alirannya sering disebut idealis.
Idealis mempengaruhi pemikiran Rene Dekartes, pemikirannya
membuat sebuah revolusi filsafat di Eropa karena pendapatnya yang
revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali
kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir (rasionalisme/ analitik
apriori).
Aliran sungai yang kedua adalah aliran Herakleitos,
menurutnya tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat
tetap. Pemikirannya mempengaruhi Aristoteles, murid Plato.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-
bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak
mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis), dikenal sebagai paham
realis. Selanjutnya pemikiran ini mempengaruhi David Hume, paham
yang dianutnya adalah empiris (sintesis aposteiri).
Di zaman modern filsuf bernama Immanuel Kant, menggabungkan
dua aliran tersebut, alirannya dikenal “sintetik apriori”.
Sintetik adalah pengalaman, dan apriori adalah ilmu. Ilmu hambar
tanpa pengetahuan, begitu juga sebaliknya. Pada perkembangan
berikutnya pos modern, semakin banyak paham-paham yang muncul,
dan dianut oleh para filsuf. Dan di zaman pos-pos modern, filsuf
yang cukup berpengaruh adalah August Comte. Dia dikenal sebagai
orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu
sosial. Dari sinilah mulai muncul ilmu-ilmu bidang dan berbagai
paham, seperti psikologi, sosiologi, sains, validisme,
absolutism, konstruktivisme, dan lainnya. Saat ini adalah zaman
power now (kotemporer) yang dikenal sebagai filsafat analitik
atau bahasa.
B. Filsafat Konstruktivisme Pendidikan Fisika
Filsafat konstruktivisme, dewasa ini, mempunyai pengaruh yang
besar dalam dunia pendidikan. Dengan berlandaskan pada teori ini,
model pembelajaran sangat berbeda dengan model pembelajaran
klasik. Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari
hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi.
Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) bagi yang menekuninya.
Pengetahuan adalah proses menjadi lebih tahu, lebih lengkap
dan lebih sempurna. Misalnya pengetahuan tentang listrik. Di
Sekolah Dasar diperkenalkan bahwa lampu menyala karena ada arus
listrik yang mengalir. Di Sekolah Menengah Pertama diperkenalkan
berbagai rangkaian listrik. Di Sekolah Menengah Atas diperdalam
lagi sampai rangkaian yang lebih kompleks dan selanjutnya terus
diperdalam di perguruan tinggi.
Secara prinsipal, para konstruktivis menolak kemungkinan
transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke
siswa. Pengetahuan dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit
diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja
dipindahkan.
Konstruktivisme Psikologis Personal (Piaget)
Dalam Tafsir (1990), konstruktivisme psikologis diawali oleh
Piaget yang meneliti bagaimana seorang anak membangun pengetahuan
kognitifnya. Seorang anak mula-mula membentuk skema,
mengembangkan skema, dan mengubah skema. Piaget lebih menekankan
bagaimana si individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan
dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi.
Pendekatan Piaget ini bersifat personal dan individual.
Dalam kasus belajar fisika, seorang anak diberi kebebasan
untuk mempelajari sendiri dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri.
Tekanannya adalah siswa hanya dapat mengerti fisika bila ia
sendiri belajar dan dengan demikian membangun pengetahuannya
sendiri.
Sosiokulturalisme (Vygotsky)
Berbeda dengan Piaget, Tafsir (1990) menjelaskan bahwa
Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain
terlebih yang memiliki pengetahuan lebih baik maupun lingkungan
yang telah berkembang dengan baik. Misalnya seorang yang belajar
fisika dipertemukan dengan ahli fisika yang dapat bercerita
tentang pengalaman, pemikiran maupun penemuan-penemuannya. Dalam
keterlibatan ini siswa tertantang untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para ahli.
Menurut sosiokulturalisme, kegiatan seseorang dalam memahami
sesuatu dipengaruhi oleh partisipasinya dalam praktik-praktik
sosial dan kultural yang ada, seperti masyarakat, sekolah, teman
dan lain-lain. Misalnya keadaan masyarakat yang mendukung
pendidikan dapat membantu anak-anak berkembang lebih baik.
Belajar berkelompok dapat membuat semakin yakin dengan
pengetahuan yang dimilikinya. Mereka dapat saling mengoreksi
maupun melengkapi gagasan atau pendapat teman juga dapat saling
mengisi kekurangannya. Konstruktivisme bersifat
kontekstual. Jika konteksnya berbeda, maka siswa memahami
konsepnya secara berbeda juga. Misalnya, seseorang anak menemukan
bahwa titik didih air pada tekanan udara tinggi akan berbeda ketika tekanan
udaranya rendah.
C. Pembelajaran Fisika menurut Filsafat Konstruktivisme
Belajar merupakan proses perubahan, perubahan yang dimaksud
di sini adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan
tersebut meliputi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Dari
pengertian tersebut dapat diambil beberapa elemen penting yang
terdapat di dalamnya. Adapun elemen tersebut yaitu
1. belajar merupakan perubahan tingkah laku yang meliputi
cara berpikir (kognitif), cara bersikap (afektif) dan
perbuatan (psikomotor),
2. menambah atau mengumpulkan sejumlah pengetahuan,
3. siswa diumpamakan sebagai sebuah botol kosong yang siap
untuk diisi penuh dengan pengetahuan, dan siswa diberi
bermacam-macam materi pelajaran untuk menambah pengetahuan
yang dimilikinya.
Menurut filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa
”pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) siswa sendiri yang
sedang belajar “. Pengetahuan seseorang tentang listrik arus
searah adalah bentukan siswa sendiri yang terjadi karena siswa
mengolah, mencerna dan akhirnya merumuskan pengertian tentang
listrik arus searah tersebut. Jadi menurut filosofi
konstruktivisme pengetahuan merupakan bentukan (konstruksi) dari
orang yang sedang belajar, yaitu dengan mengembangkan ide-ide dan
pengertian yang dimiliki oleh pribadi orang belajar tersebut.
Dengan cara ini siswa dapat menjalani proses mengkonstruksi
pengetahuan baik berupa konsep, ide maupun pengertian tentang
sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar proses pembentukan
pengetahuan dapat berkembang dengan baik, maka kehadiran
pengalaman menjadi sangat penting untuk tidak membatasi
pengetahuan siswa. Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya
oleh siswa ini dapat memunculkan atau mendorong terhadap siswa
untuk mencari dan menemukan pengalaman baru. Berdasarkan uraian
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
menekankan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri
dinamakan pembelajaran konstruktivisme. Aktivitas siswa merupakan
syarat mutlak agar siswa bukan hanya mampu mengumpulkan banyak
fakta, melainkan siswa mampu menemukan sesuatu pengetahuan dan
mengalami perkembangan berpikir (proses perkembangan berpikir
dalam rangka membangun konsep). Pengetahuan-pengetahuan yang
didapat oleh masing-masing siswa dibawa ke dalam diskusi kelas,
kemudian dipecahkan dan dibahas bersama-sama di dalam kelas.
Dalam pembelajaran konstruktivisme, guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan moderator, tugasnya adalah merangsang dan
membantu siswa untuk mau belajar sendiri dan merumuskan
pengertiannya. Jelas sekali bahwa pembelajaran konstruktivisme
adalah bentuk pembelajaran yang ideal yaitu pembelajaran siswa
yang aktif, kreatif, dinamis dan kritis.
D. Proses Pembelajaran Fisika
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik
untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk
mengumpulkan fakta. Belajar itu suatu perkembangan pemikiran
dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Pelajar harus
mempunyai pengalaman dengan membuat hipotesis, menguji hipotesis,
memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban,
menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi,
mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan dan lain-lain
untuk membentuk konstruksi baru. Pelajar harus membentuk
pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator
dalam proses pembentukan itu. Belajar yang berarti atau bermakna
terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan dalam
proses memperbaharui tingkat pemikiran yang tidak lengkap menjadi
lebih lengkap dan sempurna.
Proses belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh
seorang pelajar untuk mengerti sesuatu hal yang sebelumnya tidak
diketahui. Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah
suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium
atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-
perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan,
misalnya perubahan karena narkoba bukan termasuk hasil belajar.
Filsafat konstruktivisme memperkenalkan bahwa belajar
merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti baik teks,
dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang
sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa
dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
Konstruksi pada makna tersebut dipengaruhi oleh pengertian
yang telah dimiliki oleh peserta didik, baik pengertian
karena pengalaman atau dari informasi.
2. Konstruksi pada makna tersebut adalah proses yang terus-
menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau
persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi baik secara kuat
maupun lemah.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan
lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian
yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan
merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran
seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema
seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih
lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah
situasi yang baik untuk mengacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan
dunia fisik dan lingkungannya.
Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa ciri-ciri
kegiatan belajar merupakan sesuatu yang menghasilkan perubahan-
perubahan tingkah laku, keterampilan dan sikap pada diri individu
yang belajar. Perubahan ini tidak harus segera tampak setelah
proses pembelajaran, tetapi akan tampak pada kesempatan yang akan
datang. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu usaha
yang disengaja.
Depdiknas (2006) menjelaskan bahwa fisika sebagai salah satu
cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang lebih banyak berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan seperti mengumpulkan data, mengukur,
menghitung, menganalisis, mencari hubungan, menghubungkan konsep-
konsep, semuanya ditujukan pada satu penyelesaian soal. Oleh
karena itu, belajar fisika dengan prestasi tinggi, seharusnya
tidak hanya menghafal teori, definisi dan sejenisnya, tetapi
memerlukan pemahaman yang sungguh-sungguh.
Dalam belajar fisika hendaknya fakta konsep dan prinsip-
prinsip fakta tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman
dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja
dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa
sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan
menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Pengetahuan
atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya
diterima secara pasif dari guru mereka. Untuk meningkatkan hasil
dan proses pembelajaran fisika tentu saja diperlukan metode
pengajaran yang sesuai dengan karakter siswa dan materi fisika.
Pendekatan dan metode ini juga harus dapat menampilkan hakekat
fisika sebagai proses ilmiah, sikap ilmiah serta produk ilmiah.
E. Dampak Konstruktivisme Bagi Siswa yang Belajar
Belajar adalah proses yang aktif. Siswa sendiri yang
membentuk pengetahuannya. Dalam proses belajar ini, siswa
menyesuaikan konsep dan ide-ide yang baru dengan kerangka
berpikir yang mereka miliki. Siswa sendiri yang bertanggung jawab
terhadap hasil belajar mereka. Belajar bukan sekedar mengumpulkan
fakta. Di dalamnya dipenuhi dengan proses berpikir, dari membuat
hipotesa, memecahkan persoalan, berefleksi dan seterusnya sampai
terbentuk pengetahuan yang baru.
Dalam mempelajari suatu konsep, misalnya gerak dalam fisika,
siswa sudah membawa konsep-konsep fisika sebelum mengikuti
pelajaran formal di sekolah. Konsep-konsep yang mereka bawa
sering tidak tepat dan tidak sesuai. Itulah yang disebut
miskonsepsi. Pengertian awal inilah yang perlu dikembangkan dan
diluruskan dalam belajar di sekolah. Oleh karena pengetahuan
dibentuk baik secara individual maupun sosial, maka belajar
kelompok dapat dibentuk untuk mematangkan konstruksinya. Bagi
siswa yang mempunyai gagasan salah, mereka dapat mengubahnya.
Sedangkan bagi siswa yang mempunyai gagasan benar, dapat menjadi
lebih yakin dengan pengetahuannya.
Dampak Konstruksivisme Bagi Guru Fisika
Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari otak guru ke
otak siswa. Mengajar lebih merupakan proses membantu siswa
sendiri membangun pengetahuannya. Peran guru bukan mentransfer
ilmu, melainkan sebagai mediator atau fasilitator yang membantu
siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan
efektif.
Pendekatan mengajar konstruktivisme dapat memberikan pengaruh
kepada pendidik dengan beberapa sikap dan praktik dalam proses
pembelajaran sebagai berikut:
1. Sebelum guru mengajar
a. Guru menyiapkan bahan yang mau diajarkan dengan seksama.
b. Guru mempersiapkan alat-alat peraga atau alat praktikum yang
akan digunakan .
c. Guru mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang
siswa aktif belajar.
d. Guru sebaiknya mendalami keadaan siswa, mengerti kelemahan
dan kelebihan siswa.
e. Guru perlu mempelajari pengetahuan awal siswa.
2. Selama proses pembelajaran
a. Siswa dibantu aktif belajar dan menekuni bahan.
b. Siswa dipacu dan aktif untuk bertanya.
c. Guru menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan
sehingga siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka.
d. Pikiran dan gagasan siswa diikuti.
e. Guru perlu menggunakan bervariasi metode pembelajaran.
f. Siswa diajak melakukan kunjungan ke tempat pengembangan Ilmu
Pengetahuan Alam seperti museum sains, laboratorium tenaga
atom, dan lain-lain.
g. Guru perlu mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas
terlebih untuk topik yang sulit
h. sehingga siswa lebih mengerti.
i. Siswa yang berpendapat salah tidak dicerca, sebaliknya
pendapat mereka diperhatikan.
j. Jawaban alternatif dari siswa diterima atau dibahas.
k. Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif dan
bijaksana.
l. Pikiran siswa yang tidak tepat ditantang dengan menyediakan
data anomali yang
m. berlawanan dengan gagasan siswa.
n. Siswa diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka,
tanpa harus dikejar-kejar waktu.
o. Siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya sehingga
guru mengerti apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak.
p. Siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dan caranya
sendiri dalam belajar dan
q. menemukan sesuatu.
r. Guru perlu mengadakan evaluasi yang terus menerus dan
menyertakan proses belajar dalam evaluasi itu.
3. Sesudah proses pembelajaran
a. Guru memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya serta
mengoreksinya.
b. Guru perlu sering memberikan tugas lain untuk pendalaman
materi.
c. Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan.
4. Sikap yang perlu dimiliki oleh guru
a. Siswa dianggap sebagai subyek yang sudah tahu sesuatu.
b. Model kelas adalah siswa aktif, guru sebagai fasilitator.
c. Bila ditanya siswa dan guru tidak dapat menjawab, guru tidak
perlu marah dan mencerca siswa, lebih baik mengakuinya dan
mencoba mencari bersama.
d. Menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi.
e. Guru dan siswa saling belajar.
f. Dalam mengajar yang penting bukan bahan selesai, tetapi
siswa belajar untuk belajar sendiri.
g. Guru perlu memberikan ruang untuk boleh salah bagi siswanya.
h. Hubungan guru-siswa dialogal, saling dialog, dan kerja sama
dalam mendalami pengetahuan.
i. Guru mengembangkan pengetahuan yang luas dan mendalam.
j. Guru mengerti konteks bahan yang mau diajarkan sehingga
dapat menjelaskan secara
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari
hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi.
Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) bagi yang
menekuninya.
2. Belajar fisika adalah proses belajar yang aktif. Filsafat
konstruktivisme mengajarkan siswa sendiri yang membentuk
pengetahuannya. Dalam proses belajar ini, siswa menyesuaikan
konsep dan ide-ide yang baru dengan kerangka berpikir yang
mereka miliki. Metode kelompok belajar merupakan metode yang
dapat memberikan kemandirian bagi siswa dalam menemukan dan
memahami proses pembelajaran.
3. Peran guru bukan mentransfer ilmu, melainkan sebagai mediator
atau fasilitator yang membantu siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuan mereka secara cepat dan efektif. Pendekatan
mengajar konstruktivis dapat memberikan pengaruh kepada
pendidik beberapa sikap dan praktik dalam proses pembelajaran
untuk memacu dan membimbing siswa untuk menemukan suatu
pengetahuan, konsep maupun teori.
B. Saran
1. Perlu kajian yang mendalam untuk dapat membutikan pengaruh
filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran fisika, baik untuk
guru maupun peserta didik ditinjau dari aspek perilaku dan
tindakan atau aktivitas dalam persiapan, proses dan evaluasi
pembelajaran.