makalah farmakognosi senyawa terpenoid

17
MAKALAH FARMAKOGNOSI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER TERPENOID Dosen Pengampu: Candra Eka Puspitasari, S.Si, Apt. Oleh : ALIFIA RIMADHANI YUWONO NIM. 35.2014.7.1.0948 ROHMAH MADYA AYU FITRIANA NIM. 35.2014.7.1.0973 Program Studi Farmasi FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR 2015

Upload: morelab

Post on 14-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH FARMAKOGNOSI

SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

TERPENOID

Dosen Pengampu:

Candra Eka Puspitasari, S.Si, Apt.

Oleh :

ALIFIA RIMADHANI YUWONO

NIM. 35.2014.7.1.0948

ROHMAH MADYA AYU FITRIANA

NIM. 35.2014.7.1.0973

Program Studi Farmasi

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Senyawa metabolit sekunder merupakan molekul kecil yang dihasilkan dari organisme. Senyawa ini bukan merupakan senyawa komponen dasar untuk proses kehidupan. Beberapa contoh senyawa metabolit sekunder adalah terpenoid, flavonoid, alkaloid, fenilpropanoid.

Dalam makalah akan dibahas mengenai salah satu senyawa metabolit sekunder yaitu terpenoid. Terpenoid adalah komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan.

Pada tumbuhan, terpenoid berguna sebagai hormon pertumbuhan dan sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba. Sedangkan pada pengobatan, senyawa ini dapat mengendalikan aktivitas bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

Penelitian mengenai terpenoid telah banyak dilakukan melihat manfaatnya yang begitu luas khususnya dalam dunia kesehatan. Contoh dari golongan senyawa terpenoid adalah monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, tetraterpenoid, politerpenoid. Beberapa golongan senyawa tersebut mempunyai turunan senyawa khusus yang berbeda-beda contohnya pada monoterpenoid terdapat senyawa champor, sineol, thymol. Pada seskuiterpen terdapat senyawa artemisinin, chamomile, feverfew, valerian. Pada diterpenoid terdapat senyawa ginkgo dan taxol. Pada triterpenoid terdapat senyawa Cucurbitacins. Pada tetraterpenoid terdapat senyawa karotenoid. Dan pada politerpenoid terdapat senyawa karet alam.

B. TUJUAN

Mengetahui pengertian, karakteristik, macam, sifat fisika-kimia, manfaat, metode ekstraksi, dan metode analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa terpenoid.

BAB II

PEMBAHASAN

A. METABOLIT SEKUNDERTerpenoid adalah komponen-komponen tumbuhan yang

mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu delapan banding lima. Dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid.

Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C -5 yang disebut unit isoprene. Unit C-5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isoprene. Secara umum biosintesa dari terpenoid terjadi dengan tiga reaksi dasar yaitu:1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam

mevalonat.2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk

mono-, seskui-, di-, tri-, tetra-, dan poli- terpenoid.3. Penggabungan ekor unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan

steroid.

Berdasarkan unit isoprene terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut:

No Jenis Senyawa Jumlah atom karbon Sumber1 Monoterpenoid 10 Minyak atsiri2 Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri3 Diterpenoid 20 Resin Pinus4 Triterpenoid 30 Damar5 Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten6 Politerpenoid ≥40 Karet alam

Terpenoid yang tersusun atas dua isoprene membentuk senyawa golongan monoterpenoid (C10H16), seskuiterpen (C15H24) tersusun atas tiga unit isoprene. Diterpenoid (C20H32) tersusun atas empat unit isoprene, triterpenoid (C30H42) tersusun atas enam unit isoprene, dan tetraterpen (C40H64) tersusun atas delapan isoprene.

A. Monoterpenoid

Monoterpenoid merupakan senyawa “essence” dan memiliki bau yang spesifik yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi

dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui.

Struktur dari senyawa mono terpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabunga kepala dan ekor dari 2 unit isopren.struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspekteron, spasmolotik dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid yang sudah dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum dan ini merupakan senyawa komersial yang banyak diperdagangkan.

Penetapan struktur monoterpenoida mengikuti suatu sistematika tertentu yang dimulai dengan penetapan jenis kerangka karbon. Jenis kerangka karon suatu monoterpen monosiklik antara lain dapat ditetapkan oleh reaksi dehidrogenasi menjadi suatu senyawa aromatik (aromatisasi).

Monoterpenoid AsiklikBiosynthetically, pirofosfat isopentenil dan pirofosfat dimethylallyl digabungkan untuk membentuk geranyl pirofosfat.

Monoterpenoid MonosiklikSelain lampiran linier, unit isoprena dapat membuat koneksi untuk membentuk cincin. Ukuran cincin yang paling umum dalam monoterpen adalah cincin beranggota enam. Sebuah contoh klasik adalah siklisasi pirofosfat geranyl untuk membentuk limonene.

Monoterpenoid BisiklikPirofosfat Geranyl juga dapat mengalami reaksi siklisasi dua berurutan untuk membentukmonoterpen bisiklik, seperti pinene yang merupakan konstituen utama dari getah pinus.

B. SeskuiterpenoidSeskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh

3 unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar naftalen.

Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktifitas yang cukup besar, diantaranya adalah sebagai antifeedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis farnesil pirofosfat dan trans farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geranil dan nerol.

C. DiterpenoidSenyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom

karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. Senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik , bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial.

D. TriterpenoidLebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40

jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen. Penamaan pada triterpenoid lebih disederhanakan dengan memberikan penomoran pada tiap atom karbon, sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada masing-masing atom karbon.

Struktur terpenoid yang bermacam ragam itu timbul sebagai akibat dari reaksi – reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil-, farnesil- dan geranil-geranil pirofosfat.

E. TetraterpenoidMerupakan senyawa dengan senyawa C yang berjumlah 40. Rumus

molekul tetraterpenoid adalah C4OH64. Terdiri dari 8 unit isoprene. Sedangkan biosintesisnya berasal dari geranyl-geraniol. Tetraterpenoid lebih dikenal dengan nama karotenoid. Terdiri dari urutan panjang ikatan rangkap terkonjugasi sehingga memberikan warna kuning, oranye dan merah. Karotenoid terdapat pada tanaman akar wortel, daun bayam, buah tomat dan biji kelapa sawit.

F. Polyterpenoid Disintesis dalam tanaman dari asetal melalui pyroposfat isopentil (C5)

dan dari konjugasi jumlah unit isoprene. Ditemukan dalam latek dari karet. Polyterpenoid merupakan senyawa penghasil karet.

Nama SumberContoh

Senyawa Nama Tumbuhan

Monoterpenoid Minyak Champor Kamfer (Cinnamomum

Atsiri

camphora)

SineolKayu putih (Melaleuca leucadendron)

Thymol Thymus  (Thymus vulgaris)

SesquiterpenoidMinyakAtsiri

ArtemisininBunga Artemisia (Artemisia annua)

ChamomilBunga Matricia (Matricia recutita)

FeverfewDaun TanamanFeverfew(Tanacetum parthenium)

ValerianBungan Valerian (Valeriana officinalis)

DiterpenoidResinPinus

GinkgoTanaman Ginkgo (Ginkgo biloba)

TaxolTanaman Taxus (Taxus brevifolia)

Triterpenoid Cucurbitacins CucurbitacinsTanaman Labu (Cucurbitafoetidissima)

TetraterpenoidPigmen Karoten

karotenoidWortel (Daucus carota)

Politerpenoid Karet Alam Karet Alam Karet (Ficus elastica)

artemisinin

chamomile

ka

Champor

cucurbitans

feverfew

Ginkgo

k

Karet

karotenoid

sineol

taxol

thymol

valerian

B. SIFAT FISIKA KIMIA SENYAWA TERPENOIDSecara fisika terpenoid larut dalam lemak dan terdapat didalam

sitoplasma sel tumbuhan.Terpenoid memiliki titik didih dan titik leleh tinggi diantaranya :

1. monoterpenoid memiliki titik didih 1400C-180OC.2. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna.

Tetapi jika teroksidasi warna, akan berubah menjadi gelap.3. Mempunyai bau khas.4. Indeks bias tinggi5. Kebanyakan optik aktif6. Kerapatan lebih kecil dari air7. Larut dalam pelarut organik eter dan alkohol

Sifat kimia :1. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam

dua bentuk enantiomerC. MANFAAT TERPENOID

1. Sebagai pengatur pertumbuhan (seskuiterpenoid abisin dan diterpenoid giberellin) tumbuhan.

2. Sebagai antiseptic, ekspektoran, spasmolitik, anestetik, dan sedative, sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum (monoterpenoid)

3. Sebagai tumbuhan obat untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria (triterpenoid)

4. Sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serang, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen (diterpenoid)

5. Sebagai anti feedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis (seskuiterpen)

6. Penghasil karet (politerpenoid)7. Karotenoid memberikan sumbangan terhadap warna tumbuhan dan

juga diketahui sebagai pigmen dalam fotosintesis8. Monoterpen dan seskuiterpen juga memberikan bau tertentu pada

tumbuhan9. Terpenoid memegang peranan dalam interaksi tumbuhan dan hewan

misalnya sebagai alat komunikasi dan pertahanan pada serangga.10. Beberapa terpenoid tertentu yang tidak menguap juga diduga

berperan sebagai hormon seks pada fungus. D. METODE EKSTRAKSI

Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa campuran dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Ekstraksi Herba MeniranEkstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu :

a.       SokletasiSeberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n –heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.

b.      MaserasiMaserasi adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman menggunakan pelarut organik pada tempertatur ruangan. Proses maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dikhawatirkan beberapa senyawa terkandung merupakan senyawa yang tidak tahan panas, sedangkan kerugian dari ekstraksi maserasi sendiri adalah waktu pengerjaannya lama.Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n–heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.

Ekstraksi tanaman anting-anting

A. 60 g sebuk kering dimaserasi menggunakan 300ml n-heksana serta dibantu pengadukan menggunakan shaker selama 5 jam dengan kecepatan 120 rpm.

B. Penyaringan dengan menggunakan corong buchner untuk memisahkan filtrat dan residu. Residu yang didapat dilakukan penggantian pelarut pada setiap harinya sampai diperoleh filtrat yang pucat sampai 4 kali proses ekstraksi, sehingga volume total dari pelarut yang digunakan mengekstraksi sampai filtrat berwarna pucat yaitu 1200 ml. Perubahan filtrat yang terjadi yaitu mulai berwarna kuning kecoklatan pekat hingga menjadi kuning pucat.

C. Filtrat yang diperoleh ditampung dan diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator vacum pada suhu 68,7oC sesuai dengan suhu pelarut n-heksana tersebut.

D. Ekstrak cair yang diuapkan dimasukkan ke dalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan.

E. Kemudian waterbath dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan yaitu 68,7oC. Setelah suhu tercapai, labu alas bulat yang telah berisi sampel dipasang dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. Selanjutnya aliran air pendingin dan pompa vakum dijalankan. Penguapan pelarut dengan rotary evaporator vacum dihentikan setelah diperoleh ekstraksi yang cukup pekat, sehingga pelarut yang masih ada dalam ekstrak diuapkan dalam suhu ruangan. Ekstrak pekat berwarna kuning kecoklatan dengan rendemen sebesar 2,51%

F. Ekstrak pekat yang dihasilkan dipartisi dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah dengan pelarut metanol untuk memisahkan senyawa-senyawa polar yang kemungkinan larut dalam pelarut nonpolar.

G. Proses pemisahan ekstraksi cair-cair dapat menggunakan pelarut metanol. Pada saat pencampuran antara ekstrak n-heksana dengan metanol terjadi perubahan distribusi ekstrak, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut pertama (n-heksana) dan masuk ke pelarut kedua (metanol). Penambahan pelarut metanol adalah 10ml ke dalam 20 ml ekstrak n-heksana.

H. Penambahan metanol menyebabkan terbentuknya dua lapisan yaitu lapisan atas (fasa organik) dan lapisan bawah (fasa air) karena kedua pelarut tersebut memiliki berat jenis dan kepolaran yang berbeda. Berat jenis metanol lebih besar yaitu 0,81 g/ml dari pada n-heksana yang hanya mempunyai berat 0,66g/ml sehingga lapisan metanol berada di bagian bawah. Warna kedua lapisan hampir sama yaitu kuning kecoklatan.

Ekstraksi RIMPANG Cyperus scariosusdiperoleh yang dipisahkan dengan penyaringan . masing-masing fraksi yang bekerja secara terpisah .

1. Rimpang dikeringkan dan ditumbuk halus (5kg)2. Cyperus scariosus diekstraksi dengan menggunakan ethanol di bawah

refluks dalam labu alas bulat3. Ekstrak ethanol (700ml) dengan penurunan tekanan dalam rotary

evaporator dan dimasukkan ke dalam larutan benzen dengan pengadukan konstan.

4. Didapatkan benzen coklat gelap larutan terlarut (fraksi 1) dan residu coklat muda (fraksi 2) yang diperoleh atau dipisahkan dengan penyarigan. Masing-masing fraksi bekerja secara terpisah.

Ekstraksi menthol (Mentha arvensis)Isolasi minyak mint dari daun M. arvensis dapat dilakukan dengan berbagai

metode distilasi seperti distilasi air, distilasi uap dan disitlasi uap-air.

Destilasi uap-air

 Distilasi uap-air pada 1800 g daun M. arvensis segar dilakukan selama 4 jam dari tetesan pertama distilat. Minyak mint kemudian ditambahkan dengan MgSO4 anhidrat untuk mengikat molekul air yang masih terdapat pada minyak. Kemudian minyak mint dipisahkan dari dengan MgSO4 anhidrat dengan cara dekantasi, dan ditampung dalam vial. Permukaan minyak mint dalam vial kemudian dialiri gas N2 sebelum ditutup. Minyak mint hasil isolasi ditimbang dan dihitung rendemennya .

Penyulingan (Destilasi)Proses selanjutnya setelah di kering anginkan selama 1 tau 2 hari daun

siap untuk di suling. Alat penyuling yang di gunakan sama dengan alat yang di gunakan dalam penyulingan nilam. Terbuat dari bahan antikarat dengan kapasitas ketel bervariasi antara 150 sampai 1000 liter. Alat berbentuk tabung setinggi hampir 1 m. Di bagian bawah terdapat tempat untuk meletakkan kompor yang teah di desain khusus untuk penyulingan. Air di masukan ke dalam tabung hingga memenuhi setengah volume tabung. Sarangan yang terbuat dari bahan anti karat lalu di masukan ke dalam tabung. Daun mint diletakkan hingga tabung penuh. Setelah di tutup rapat, kompor di nyalakan hingga proses selesai.

Berbeda dengan minyak asiri cendana yang membutuhkan titik didih tinggi, daun mentha hanya memerlukan tekanan 1 atm, setara dengan titik didih air yaitu 1000 C untuk melepaskan minyak asirinya. Prosesnya pun singkat, hanya perlu waktu 2 jam.

Air yang di panaskan aka mendidih melepaskan uap air yang akan naik ke atas mengenai bahan. Uap menarik minyak dalam daun masuk ke dalam pipa kecil berdiameter 1 cm. Pipa ini sudah di rancang untuk di letakkan dalam pipa yang lebih besar. Saat uap air bercampur minyak dalam pipa kecil, air di dalam

pipa bisa untuk proses pendinginan. Pipa besar ini di posisikan mengelilingi pipa kecil. Minyak secara otomatis terpisah dari uap air karena mempunyai berat jenis yang berbeda dengan air. Minyak yang terpisah kemudian di tampung dalam wadah khusus.Kristalisasi

Kebanyakan industri merasa cukup menggunakan menthol dalam bentuk minyak aisri. Namun untuk mendapatkan menthol di perlukan proses lebih lanjut. Minyak harus di dinginkan untuk mengisolasi kristal kristal menthol di dalamnya.

Minyak di masukkan dalam kotak anti karat. Di bagian bawah terdapat wadah penampung. Tidak sampai 12 jam menthol akan mengkristal, sedngkan minyak akan mengalir ke penampung. Bentuk kristal menthol ini berupa serpihan serpihan jarum berwarna bening sampai agak kekuningan, dalam suhu kamar kristal ini tidak akan menguap. Sampai di sini lah pengolahan mentha menjadi kristal menthol selesai.

E. ANALISIS KUALITATIFAnalisis Kualitatif pada triterpenoid (Lippia nodiflora)

1. 0,5 ml ekstrak dilarutkan dalam anhidrida asam, dipanaskan dan didinginkan

2. Tambahkan 1 ml H2SO4 3. Warna ungu yang dihasilkan mengindikasikan adanya triterpen.Lebih lanjut lagi, Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan pula untuk

mengidentifikasi adanya senyawa terpenoid. Solven terpilih biasanya hexane: toluen: ethyl acetate (2:15:0.5). Dalam prosedur screening menggunakan TLC, sebuah strip 3x10 cm piringan silika KLT (KLT Silica gel 60 F254, Merck) ditetedi dengan hasil ekstrak. Piringan tersebut kemudian dikeringkan di udara terbuka dan disimpan untuk identifikasi selanjutnya pada chamber kromatografi yang berisi 10 ml solven. Setelah itu, piringan di uji di bawah sinar UV 366 nm. Adanya triterpen ditandai dengan derivatisasi kimia yang mana pringan tadi disemprot dengan asam anisaldehida sulfat.

HPTLC (High Performance Thin Layer Chromatography)1. 20x10 cm piringan HPTLC (HPTLC Silica gel 60 F254, Merck)

diaktifkan pada suhu 110°C selama 30 menit. 2000 μL ekstrak diletakkan sebagai penanda tunggal dengan panjang 180 mm diatas HPTLC yang diaktifkan menggunakan CAMAG automatic TLC sampler III (CAMAG, Switzerland).

2. Piringan kemudian dikembangkan dengan 10 ml sistem solven yang telah distandarisaasi, Hexane:Toluene:Ethyl acetate (2:15:0.5) dalam chamber kromatografi.

3. Diuji di bawah sinar UV pada 366nm.Analisis kualitatif menthol (mentha arvensis)

1. Gas Chromatography Mass Spectrometry 2. GC-FID(Gas Cromatography- Flame Ionization Detector/ detektor

ionisasi nyala).3. KLT (Kromatografi Lapis Tipis) 4. Uji Lieberman-Burchard

Gas Chromatography Mass Spectrometry (analisis kuantitatif dan kualitatif)Identifikasi menggunakan GC-MS diperoleh data komposisi beberapa senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri mint. Senyawa komponen utama dalam minyak atsiri mint adalah piperitenon oksida dengan presentase komposisi 74,66%GC-FID(Gas Cromatography- Flame Ionization Detector/ detektor ionisasi nyala)(analisis kuantitatif dan kualitatif)Berdasarkan perbandingan antara waktu retensi tiap puncak yang dihasilkan dari kromatogram menggunakan GC-MS dengan kromatogramhasil pengukuran GC-FID, maka dapat disimpulkan bahwa komponen utama dari minyak mint hasil pemisahan adalah piperitenon oksida dan karvon dengan persentase komposisi piperitenon oksida yang lebih dominan hingga 81,40%.Kromatografi Lapis TipisMinyak atsiri mint diidentifikasi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan pelat aluminium berlapis silika gel sebagai fasa diam dan campuran pelarut etil asetat: n-heksana dengan beberapa perbandingan. Hasil kromatografi divisualisasi menggunakan lampu UV dan larutan vanilin sebagai penampak noda. Eluen yang paling sesuai digunakan untuk pemisahan komponen senyawa dalam isolat minyak atsiri adalah campuran pelarut etil asetat dan n-heksana 1:9

Uji Liberman-BurchardPada identifikasi terpenodi lapisan kloroform yang diperoleh pada uji alkaloid ditempatkan pada plat tetes dan dikeringkan. Kemudian ditambah 3 tetes H2SO4 pekat. Setelah penambahan, ternyata diperoleh warna ungu dari larutan yang ada pada plat tetes.Uji Kuantitatif Senyawa Terpenoid Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria)

1. UV spectroscopy2. Spektrofotometri IR (FT-IR)3. High resolution Mass spektrum4. Proton NMR spektrum (Nuclear Magnetic Resonance)5. Carbon NMR spektrum (Nuclear Magnetic Resonance)

Spektrofotometri IR (FT-IR)

Spektrum serapan spektrofotometri IR dari isolat triterpenoid menggunakan pelet KBr. Data spektrum inframerah isolat triterpenoid (fraksi F1) menunjukkan adanya pita serapan melebar dengan intensitas kuat pada daerah bilangan gelombang 3425,58 cm-1 yang diduga serapan dari gugus –OH terikat. Adanya gugus –OH ini didukung dengan munculnya serapan kuat pada bilangan gelombang 1242,16 cm-1 dari C–O alkohol. Pita serapan yang tajam dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 dan 2854,65 cm-1

diduga mengandung gugus –CH alifatik stretching. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1450,47 cm-1 dan 1381,03 cm-1 yang merupakan serapan dari –CH2 dan –CH3 bending. Serapan tajam dengan intensitas kuat pada daerah bilangan gelombang 1728,22 cm-1 diduga karena adanya gugus fungsi C=O dari suatu asam karboksilat (Lambert, dkk, 1976), sedangkan munculnya pita serapan tajam dengan intensitas kuat pada daerah bilangan gelombang 1620,21cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi –C=C alifatik stretching (Silverstein, dkk, 1981;Sastrohamidjojo, 1991; Sastrohamidjojo, 1992).

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULAN

Terpenoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mempunyai banyak manfaat bagi makhluk hidup khusunya manusia. Dalam dunia kesehatan senyawa terpenoid telah banyak berperan sebagai senyawa pokok maupun senyawa tambahan. Beberapa manfaatnya antara lain Sebagai antiseptic, ekspektoran, spasmolitik, anestetik, dan sedative, sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum (monoterpenoid).

Sebagai tumbuhan obat untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria (triterpenoid). Sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serang, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen atau penyebab kanker(diterpenoid). Berbagai macam sumber dari tumbuhan telah menjadi bahan utama senyawa obat paten yang dikenal dan dipergunakan oleh masyarakat luas di dunia.

Perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini memberikan kemudahan untuk mendapatkan ekstrak terpenoid dan mengambil manfaatnya. Oleh sebab itu diharapkan penelitian-penelitian mutakhir selanjutnya dapat mendatangkan inovasi-inovasi baru untuk manfaat yang seluas-luasnya bagi kemaslahatan umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Rita Susanah Wiwik. 2010. Isolasi, Identifikasi, Dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid Pada Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbran. Jurnal Kimia 4 (1). Hal 20-26

Lenny Sofia. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Departemen Kimia FMIPAFMIPA Universitas Sumatra Utara. Medan.

Ghosh Arghya, et al. 2013. Isolation Of A Novel Terpenoid From The Rhizome Of Curcuma caesia Roxb. Journal Of Scientific and Innovative Research 2

(4). Page 777-784Gallis Athanassion, et al. Needle Terpenoid Composition Of Pinus Halepensis

(Mill). Tress Infested By The Scale Insect Marchalina Hellenica (Genn). In Greece. Proceedings of the 4th International Workshop on Host-Parasite Interactions in Foresty

Gadhvi Rekha, et al. 2013. Isolation Of Terpenoid Constituents From Lippia Nodiflora By Preparative HPTCL Method. International Journal Of Medicine Plants and Alternative Medicine Vol. 1(6). PP 104-109

Zhang Li, et all. 2012. Bio-Guided Islation Of The Cytotoxic Terpenoid From The Roots Of Euphorbia Kansui Against Human Normal Cell Lines L-O2 And GES-1. International Journal Molecular Sciences

Gunawan, I.W.G. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Terpenoid Yang Aktif Antibakteri Pada Herba Meniran (phyllanthus niruri Linn). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia 2(1). Hal : 31-39

Mariajancyrani, et al. 2013. Isolation and Antibacterial Activity Of Terpenoid From Bougenvillea Glabra Choicy Leaves. Asian Journal Of Plants Science And Research, 3(3). PP 70-73

Yamunadevi, et al. 2011. Phytochemical Studies On The Terpenoids Of Medicinally Important Plant Aerva Lanata L Using HPTLC. Asian Pasific Journal Of Tropical Biomedicine

Shekhar Bhosle, et al. 2010. Antimicrobial Activity Of Terpenoid Extracts From Ganoderma Sample. International Journal Of Pharmacy and Life Science

Sahu Sachi. 2010. New Terpenoid From The Rhizomes Of Cyperus Scariosus. International Journal Of Chemical Engineering and Application. Vol 1, No.1.

Retnowati, Rurini, dkk. (2013). Isolasi dan Karakterisasi Terhadap Minyak Mint

Dari Daun Mentha Arvensis Segar Hasil Distilasi Uap-Air. Malang:

KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2 No. 2, pp. 574-579, diakses dari

http://kimia.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jikub/article/view/374 ,  

pada tanggal 02 November 2015 pukul 22.35 WIB

Hadipoetyanti, E, Amalia, Nursalam, dan Sri S. (2009). Adaptasi Empat Nomor

Harapan Mentha (Mentha Arvensis L.) di KP Cicurung, Jurnal

Tumbuhan Obat Indonesia. Sukabumi: Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik. Vol. 2 pp. 1-8, diakses dari

http://portalgaruda.org/download_article.php?

article=87239&val=4893, pada tanggal 04 November 2015 WIB

pukul 13.00

Gandjar, Ibnu Gholib, dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. PUSTAKA PELAJAR.

Yogyakarta