laporan praktikum tpb
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman nenek moyang, para petani telah mampu
melakukan pengujian-pengujian benih. Hal tersebut
dilakukan untuk menghindari kerugian yang bisa terjadi,
terutama dalam hal benih yang murni dan atau yang
unggul yang selalu mereka inginkan. Walaupun hasilnya
kurang memuaskan tetapi berhasil menyelamatkan usaha
taninya.
Pengujian yang mereka laksanakan biasanya
menggunakan perasaan, melihat, meraba, mencium dan
menggigit-gigit benih tersebut, dengan patokan-patokan
tradisional. Mereka dapat membedakan benih yang baik
dan yang buruk atau tegasnya pendekatan-pendekatan
antara benih yang baik dan benih yang buruk, sehingga
dalam jangka waktu yang panjang (beratus-ratus tahun)
mereka dapat mempertahankan kelangsungan usaha taninya,
serta mencukupi kebutuhan pangan masyarakat.
1
Pengujian benaih itu sangat penting, terujinya
benih berarti terhindarnya para petani dari berbagai
kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha
taninya. Selain itu benih yang baik dan unggul dengan
kultur teknik yang mantap, akan dapat meningkatkan
berbagai produk pertanian.
Dengan alasan tersebut, maka sangat diperlukan
pengujian benih lebih lanjut untuk memudahkan petani
memperoleh benih murni yang baik dan berkualitas,
sehingga tingkat usaha tani yang dilakukan pun
meningkat dan dapat menekan kerugian yang bisa terjadi
karena kurang baiknya benih yang digunakan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui komposisi dari contoh yang diuji
yang akan mencerminkan komposisi kelompok benih dari
mana contoh tersebut diambil dengan
jenis/kultivar/varietas dan kotoran benih pada contoh
tersebut dengan identifikasi yang telah ditetapkan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas benih merupakan titik awal dan faktor yang
paling penting bagi keberhasilan produksi tanaman.
Benih adalah penentu awal bagi perkembangan tanaman dan
3
bagi keberhasilan budidaya. Penggunaan benih yang
berkualitas akan memastikan kemajuan yang diperoleh
dari aplikasi input lain pada produksi pertanian
seperti pemupukan dan pengairan. Hanya dengan
penggunaan benih yang bermutu atau berkualitas baik
yang dapat memastikan hasil yang memuaskan dari
budidaya (Zecchinelli, 2009).
Hal penting dalam penyediaan benih bermutu adalah
kualitas benih. Kualitas benih ini sendiri dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu potensi genetik, kemasakan
biji, lingkungan selama tahap pembentukan biji, ukuran
biji dan kerapatan tanam, kerusakan mekanis, umur benih
dan kemundurannya, serangan mikroorganisme, dan
kerusakan akibat chilling injury. (Copeland, 1976)
Benih murni adalah semua benih masak utuh, benih
berukuran kecil, mengkerut, tidak masak, benih yang
telah berkecambah sebelum diuji, dan pecahan benih yang
ukurannya lebih besar dari separuh benih yang
sesungguhnya, dengan catatan benih tersebut sudah pasti
4
merupakan benih dari varietas/spesies tersebut.
(Rustini, 2012)
Kotoran benih mencakup partikel-partikel tanah,
pasir, dan bagian-bagian tanaman seperti ranting, daun,
dan lainnya, sedangkan benih tanaman lain/biji gulma
termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi
persyaratan baik dari komponen benih murni, benih
varietas/spesies lain, dan semua benih atau bagian
vegetatif tanaman yang termasuk kategori gulma serta
pecahan gulma. (Rustini, 2012)
Produksi benih berkualitas merupakan proses yang
panjang, dimulai dari pemilihan bahan tanaman,
pemeliharaan tanaman, panen, serta penanganan setelah
panen. Agar produksi benih berhasil, selain
mempertimbangkan factor genetik (bahan tanaman), perlu
pula diperhatikan faktor-faktor lainnya seperti lokasi
produksi, iklim, isolasi, ketersediaan serangga
penyerbuk, tenaga yang terampil dan murah, serta sistem
transportasi yang memadai. (Hasanah, 2002)
5
Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini
adalah : benih kedelai, petridish, timbangan
listrik, dan alat tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Berat awal benih campuran ditimbang
3. Benih campuran ditaburkan pada petridish dan
kemudian dipisahkan antara benih kedelai dan
kotoran lainnya
4. Benih kedelai maupun kotorannya ditimbang
5. Dihitung kemurnian benih dan dicatat hasilnya
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
% BM (Benih Murni ) = Berat BM x 100 % Berat Awal
= 12,1 x 100 % 20
= 60,50 %
% SL (Spesies lain ) = Berat SL x 100 % Berat Awal
= 4,1 x 100 % 20
= 20,50 %
% KB (Kemurnian Benih) = Berat KB x 100 % Berat Awal
= 12,1 x 100 % 20
= 60,50 %
Kesimpulan :
- Persentase (%) benih murni yang didapatkan adalah
60,50 %
8
- Persentase (%) spesies lain yang didapatkan
adalah 20,50 %
- Persentase (%) kemurnian benih yang didapatkan
adalah 20,50 %
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat
memperoleh beragam informasi bahwa pengujian kemurnian
benih menurut Kartasapoetra (1989) merupakan kegiatan-
kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik
komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat
dari benih murni (pure seed), benih tanaman lain, benih
varietas lain, biji-bijian herba (weed seed), dan
kotoran-kotoran pada masa benih. Sedangkan manfaat
pengujian kemurnian benih menurut Sutopo (2010) adalah
untuk mengetahui benih yang diuji termasuk semua
varietas dari spesies yang dinyatakan oleh pengirim
atau berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium.
9
Komponen-komponen yang terdapat pada pengujian
kemurnian benih adalah:
1. Benih murni, meliputi semua varietas dari setiap
spesies yang diakui sebagai mana yang dinyatakan
oleh pengirim atau yang ditemukan dalam pengujian
di laboratorium. Selain dari benih matang dan tidak
rusak ke dalam benih murni juga termasuk benih yang
ukurannya kurang tetapi lebih dari setengahnya dari
bagian ukuran asalnya, mengkerut, kurang matang dan
sudah berkecambah, dalam keadaan dapat ditentukan
dengan pasti sebagai spesies yang diakui.
2. Benih tanaman lain/ varietas lain, merupakan benih
yang jenisnya tidak sama, misalnya benih padi
dengan benih gandum, sedang yang bervarietas lain
merupakan benih dari tanaman sejenis yang
varietasnya berbeda misalnya padi Serayu dengan
padi Brantas.
3. Biji-bijian herba, merupakan biji dari tanaman lain
yang tidak dikehendaki, dan bublet, tuber dari
tanaman yang dinyatakan sebagai gulma, herba
10
menurut undang-undang, peraturan resmi atau
pendapat umum.
4. Kotoran atau benda mati, merupakan bagian-bagian
dari sejumlah benih yang sedang diuji yang tidak
berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya
mengotori benih, seperti misalnya kerikil, gumpalan
tanah, sekam, serta bentuk-bentuk lain yang
menyerupai benih dan gulma.
Pengujian kemurnian benih erat kaitannya dengan
sertifikasi benih, dimana benih yang telah
disertifikasi oleh badan yang syah secara aturan hukum
yang telah ditetapkan, maka benih tersebut telah
terjamin kemurniannya, sehingga benih yang belum di
sertifikasi maka kemurniannya masih diragukan atau
belum teruji dengan jelas asal-usul benih tersebut.
Pengujian kemurnian benih menurut ISTA (2006)
dilakukan secara duplo. Beda antara hasil ulangan
pertama dan kedua tidak boleh lebih tinggi atau lebih
rendah dari 5%. Dalam uji kemurnian benih sampel benih
yang telah ditentukan ditimbang beratnya terlebih
11
dahulu, kemudian dipisah-pisahkan atas komponen yang
ada yaitu benih murni, benih speises tanaman lain,
benih gulma dan kotoran lainnya. Untuk memisahkan
sampel benih dari kotoran fisik yang lebih ringan dari
benih dapat menggunakan seed blower.
Setiap komponen yang telah berhasil dipisahkan
selanjutnya masing masing ditimbang, lalu ditotal.
Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam menghitung
kemurnian benih, maka total berat semua komponen
dibandingkan dengan berat awal sampel benih yang diuji.
Berat total dari semua komponen seharusnya sama dengan
berat awal sampel benih yang diuji, tetapi bisa juga
kurang/lebih. Dan yang terakhir dari pelaksanaan uji
kemurnian benih adalah menghitung persentase dari
setiap komponen benih yang diuji.
Dalam perhitungan kemurnian benih dipengaruhi oleh
komponen hasil pengujian benih. Apabila berat sampel
benih kurang dari 25 gram, maka perhitungan persentase
berat masing-masing komponen dengan membandingkan
terhadap keseluruhan berat semua komponen (bukan
12
terhadap berat sampel benih yang diuji), dikalikan
dengan 100%.
BA = ? x 100%
CKeterangan :
A = Persentase masing-masing komponen benih
B = Berat msing-masing komponen benih
C = Berat total contoh benih yang diuji
Komponen yang hasilnya kurang dari 0,05% dianggap
nol, sedangkan yang hasilnya ? 0,05% dianggap 0,1%.
Pengujian benih pada saat praktikum yaitu dengan
cara memisahkan benih yang akan diuji dengan benih atau
kotoran lain yang tercampur didalamnya. Kemudian
masing-masing komponen dipisahkan dan ditimbang serta
dihitung persentasenya.
Perhitungannya digunakan rumus bertahap untuk
mendapatkan kemurnian benih, yaitu sebagai berikut:
% BM (Benih Murni ) = Berat BM x 100 % Berat Awal
= 12,1 x 100 % 20
= 60,50 %
13
Langkah awalnya dengan menimbang semua komponen
yang tercampur dalam benih yang akan diuji, kemudian
digunakan rumus diatas pada berat kedelai yang berhasil
dipisahakan dari komponen lainnya, selanjutnya
menghitung spesies lain yang berhasil dipisahkan dengan
cara:
% SL (Spesies lain ) = Berat SL x 100 % Berat Awal
= 4,1 x 100 % 20
= 20,50 %
Setelah mengetahui hasil perhitungan anatara benih
murni dan spesies lainnya, kemudian untuk mencari
persentasi kemurnian benih dimasukan persentase benih
murni pada rumus kemurnian benih yaitu:
% KB (Kemurnian Benih) = Berat KB x 100 % Berat Awal
= 12,1 x 100 % 20
= 60,50 %
Sedangkan menurut Sutopo (2010), cara untuk
menghitung kemurnian suatu benih yaitu dengan
14
memisahkan terlebih dahulu beberapa komponen yang
terdapat pada benih yang diuji, kemudian setelah
diperoleh kompinen-komponen yang ada didalamnya
dilakukan perhitungan pengujian kemurnian benih dengan
cara sebagai berikut:
1. Persentase benih murni yang sesungguhnya =
xx+y
Xa%
2. Persentase benih tanaman lain sekarang adalah =
xx+y
Xa %+b%
3. Benih gulma tetap c%
4. Kotoran tetap d%
Apabila contoh uji tersebut terdiri dari dua atau
lebih varietas yang sukar dibedakan maka diijinkan
untuk memasukan dan menimbang benih-benih yang serupa
dalam satu komponen.
Hasil pengujian kemurnian benih pada praktikum ini
diperoleh hasil benih murni sebesar 60,5 %, spesies
lain 20,50% dan kemurnian benihnya 20,50%. Hasil ini
diperoleh dengan memisahkan beberapa komponen yang ada,
15
sehingga hasil persentase benih murni dan kemurnian
benihnya dapat dihitung, hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Sutopo (2010) bahwa cara untuk
menghitung kemurnian suatu benih yaitu dengan
memisahkan terlebih dahulu beberapa komponen yang
terdapat pada benih yang diuji, kemudian setelah
diperoleh kompinen-komponen yang ada didalamnya
dilakukan perhitungan pengujian kemurnian benih.
V. SIMPULAN DAN SARAN
16
A. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa contoh benih yang diuji diatas
memiliki persentase benih murni sebesar 60,5%, spesies
lain sebesar 20,50% dan kemurnian benih kedelai yang
diuji adalah sebesar 20,50%.
B. Saran
1. Praktikan diharapkan dapat memperhatikan penjelasan
asisten sehingga tidak ada kesalahan dalam
praktikum ini
2. Dibutuhkan ketelitian dalam melihat hasil
penimbangan setiap komponen-komponen pengujian
kemurnian benih
17
DAFTAR PUSTAKA
Copeland, L.O. 1979. Principles of Seed Science and Technology.
Burgess Publ.Comp, Minneapolis.
Hasanah, M. 2002. Peran mutu fisiologik benih dan pengembangan
industri benih tanaman industri. Jurnal Litbang
Pertanian 21(3):84–91.
ISTA. 2006. International rules for seed testing. Edition 2006.
Switzerland.
Rustini, Sri. 2012. Teknologi Pembenihan Kenaf. Balai
Peneitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih (Edisi Revisi). PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta
18
Zecchinelli, R. 2009. The influence of seed quality on crop
productivity. Proceedings of the Second World Seed
Conference, FAO, Rome.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuhan yang mengandung biji yang telah dipungut
atau di petik perlu dikeringkan, hal ini dimaksudkan
untuk menurunkan kadar air yang masih banyak terkandung
19
di dalamnya. Tinggi rendahnya kandungan air dalam benih
memegang peranan yang penting dan berpengaruh besar
terhadap viabilitas dan pertumbuhan umum pada benih
tersebut.
Penurunan kadar air ini sehubungan benih akan
disimpan, entah berapa hari, bulan atau tahun, padi
yang matang fisiologis pada kadar 35%-45% agar dapat
disimpan dan dapat tahan lama dalam keadaan mutu yang
terjamin, penentuan kadar airnya yang tepat adalah
maksimum 13%. Sedang pada biji kacang tanah yang kering
kandungan/kadar air antara 6% akan tetap dipertahankan.
Pada tingkat-tingkat kadar air seperti di atas
benih akan dapat mempertahankan viabilitasnya, terutama
setelah mendapat pengeringan dan setelah beberapa waktu
disimpan, jika mulai ditanam untuk dikembangkan
kembali.
Oleh karena itu, mengingat betapa pentingnya kadar
air pada benih terhadap viabilitas dan daya simpannya,
kita perlu memahami dan dapat mengenali kandungan air
pada suatu benih tersebut sudah bisa disimpan atau
20
belum, karena kandungan air yang terlalu banyak maupun
sedikit dapat merusak benih tersebut sehingga daya
viabilitasnya menurun dan kualitas benih pun kurang
baik.
B. Tujuan
Untuk menguji kadar air benih dengan memanfaatkan
berbagai cara dan alat pengukur.
21
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pola umum perkembangan biji yang terjadi pada biji
ortodoks adalah peningkatan kadar air biji yang cepat
dan tajam pada masa embriogenesis dimana pembelahan sel
dan ekspansi embrio terjadi. Setelah terjadi pengisian
materi biji secara maksimum, kadar air biji menurun
(Bewley, 1994).
Penurunan ini terjadi dengan sangat cepat setelah
mencapai mass maturity (akhir masa pengisian polong).
Perkembangan biji ortodoks ditentukan pada fase
penurunan kadar air. Fase penurunan kadar air ini
22
berhubungan dengan eskpresi gen dan metabolisme yang
berpengaruh secara signifikan padakarakter
perkecambahan benih (Angelovici, 2010).
Benih dari banyak spesies ortodoks yang dipanen
saat belum masakakan lebih mudah mengalami kerusakan
pada saat penyimpanan. Biji yang belum masak tidak
mengalami akumulasi cadangan makanan yang cukup,
perkembangan enzim dan pendukung pertumbuhan yang belum
baik, dan belum mengalami perkembangan morfologi dan
pembagian sel secara lengkap (Bonner, 2008).
Daya simpan benih pun meningkat saat dilakukan
penundaan waktu panen. Penurunan kadar air secara alami
pada tanaman induk dan atau pengeringan yang perlahan
(slow pre drying treatment) dapat menghasilkan benih yang
lebih baik kualitasnya daripada benih dikeringkan
secara langsung pada kondisi penyimpanan. (Hay, 1995)
Kadar air benih diatas 13% dapat meningkatkan laju
kemunduran mutu benih selama penyimpanan. Laju
kemunduran mutu benih dapat diperlambat, dengan cara
kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air benih
23
optimum. Kadar air benih optimal, yaitu kadar air
tertentu dimana benih tersebut disimpan lama tanpa
mengalami penurunan mutu benih. Kadar air optimum dalam
penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6-
11%. Dari tabel 1 terlihat bahwa kadar air awal benih
adalah 10% diharapkan benih tidak mengalami kemunduran
mutu selama empat bulan penyimpanan. (Indartono, 2011)
Penurunan kadar air secara alami pada tanaman induk
dan atau perlakuan sebelum pengeringan yang perlahan
(slow pre drying treatment) menghasilkan benih yang lebih
baik kualitasnya daripada benih dikeringkan secara
langsung pada kondisi penyimpanan. Penurunan kadar air
yang terlalu tinggi pada biji yang masih memiliki kadar
air tinggi dapat menimbulkan kerusakan terhadap embrio
atau dapat dikatakan memiliki nilai toleransi penurunan
kadar air (seed desiccation tolerance) yang rendah. (Ferryal,
2012)
24
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
benih padi, oven, timbangan dan moisture tester.
B. Prosedur Kerja
a.) Metode praktek
1. Disiapkan dan dicek alat moisture tester serta
contoh benih yang akan diuji
25
2. Setelah alat siap, diambil beberapa benih padi
kemudian dimasukkan ke dalam lubang-lubang
pengujian pada alat moisture tester
3. Diputar sekrup penghancur benih sampai benih
benar-benar hancur
4. Dipilih menu uji sesuai dengan benih yang diuji
dengan menekan tombol pilihan biji yang diuji
dan baca hasil pengujian pada display alat
tersebut
5. Bandingkan hasil uji kadar air dengan kadar
air standar masing-masing benih dan simpulkan
b.) Metode dasar
1. Ditimbang berat awal benih sebanyak 20 gr
2. Dimasukkan ke dalam kantong kertas lalu di oven
selama 2 x 24 jam
3. Setelah dioven, ditimbang lagi berat akhirnya
4. Hasil uji kadar air dibandingkan dengan kadar
air standar benih dan disimpulkan
26
A. Hasil Pengamatan
Kadar air biji padi yang di oven :
KA = Berat Awal - Berat Akhir
= 20 gr – 18,6 gr
= 1,4 gram
1. Meode Dasar (Oven)
% KA = KA x 100% Berat awal = 1,4 x 100% 20 = 7 %
2. Metode Praktek
Kadar air di hitung dengan moisture tester
a. 12,8%
b. 13,7%
c. 13,7%
KA = 12,8 + 13,7 + 13,7 3
= 13,4 %
Kesimpulan :
28
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan kadar air
benih dengan metode dasar (di oven) sebesar 7% sehingga
lebih kecil 14% yang berdasakan literature.
Sedangkan berdasarkan metode Praktik diperoleh
hasil 13,4% yang lebih kecil dari 14% yang berdasarkan
literature. Jadi berdasarkan metode dasar dan praktik
hasilnya berbeda dengan literature.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum ini dapat diperoleh
hasil bahwa kadar air benih sangat penting untuk
dilakukan, karena menurut Sutopo (2010) laju kemunduran
suatu benih dipengaruhi oleh kadar airnya. Dalam batas
tertentu, makin rendah kadar air benih makin lama daya
hidup benih tersebut. Kadar air yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam,
sedangkan dalam penyimpanan menyebabkan naiknya
aktivitas pernafasan yang berakibat terkuras habisnya
bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu
29
merangsang perkembangan cendawan pathogen di dalam
tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar
air yang terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada
embrio.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih
menurut Sadjad (1997) antara lain:
1. Tipe benih
Secara teknologi dikenal benih yang bersifat
ortodoks dan rekalsitran.
Benih ortodoks tidak mati walaupun dikeringkan sampai
kadar air yang relatif sangat rendah dengan cara
pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu
disimpan dalam keadaan suhu yang relative rendah,
contoh benih yang bersifat ortodoks antara lain adalah
benih Acacia mangium Wild (Akasia), Dalbergia latifolia
Roxb (sonobrit), Eucalyptus urophylla S.T (ampupu),
Eucalyptus deglupta Blume (leda), Gmelina arborea Linn
(gmelina), Paraserianthes falcataria Folsberg
(sengon),P inus mercusii Jung et de Vriese (tusam) dan
Santalum album (cendana). Benih yang bersifat
30
rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya diturunkan
sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang
bersuhu rendah, contoh benih ini adalah Agathis
lorantifolia Salisb (dammar), Diosypros celebica Back
(eboni), Hevea brasiliensis Aublet (Kayu karet),
Macadamia hildenbrandii Steen (makadame), Shore
compressa, Shorea seminis V.SI.
2. Ukuran benih
Benih-benih dengan ukuran yang besar dapat diduga
tergolong ke dalam jenis rekalsitran, ukuran benih yang
sedang dapat diduga sebagai jenis benih yang semi
rekalsitran serta benih dengan ukuran yang kecil dapat
diduga sebagai benih ortodoks. Oleh karena itu, untuk
menduga lama durasi penyimpanan benih dapat diduga
berdasarkan ukuran dari benih yang akan disimpan. Pada
dasarnya teknik pendugaan jenis benih berdasarkan
ukuran dapat berimplikasi kepada kandungan air benih.
Benih dengan ukuran yang kecil lebih cenderung untuk
memiliki kadar air yang rendah, benih dengan ukuran
yang sedang memiliki kadar air yang sedang serta benih
31
dengan ukuran besar dapat mengandung kadar air yang
tinggi.
3. Penyimpanan
Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih
semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air
benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat
menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah
bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami
kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor
kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana
benih disimpan.
Lamanya penyimpanan benih mempunyai pengaruh
terhadap pertumbuhan benih dimana benih dapat mengalami
kemunduran untuk pertumbuhan benih jika disimpan
semakin lama.Umumnya benih dapat dipertahankan tetap
baik dalam jangka waktu yang cukup lama, bila suhu dan
kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu benih dapat
terjaga.Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan
benih.
32
Pada pelaksaan praktikum pengujian kadar air benih
ini, metode yang digunakan yaitu metode dasar dan
metode praktek. Metode dasar yaitu dengan menggunakan
pengeringan di dalam oven selama 2 x 24 jam. Sebelum di
oven benih ditimbang terlebih dahulu, kemudain setelah
2 x 24 jam benih ditimbang kembali dan dihitung kadar
air dengan rumus:
KA : berat awal – berat akhir
% KA : KA/ berat awal x 100%
Sedangkan dengan cara praktek digunakan alat
moisture tester, yaitu dengan memasukkan beberapa benih
padi kedalam alat tersebut kemudian dihancurkan, dan
hasilnya akan muncul pada display alat tersebut.
Menurut Sutopo (2010) bahwa pada prinsipnya metode
yang digunakan ada dua macam, yaitu:
1. Metode praktis; metode ini mudah dilaksanakan
tetapi hasilnya kurang teliti sehingga sering perlu
dikalibrasikan terlebih dahulu. Yang termasuk
metode ini adalah: metode Calcium carbide, metode
Electric moisture meter, dan lain-lain.
33
Kartasapoetra (1989) menambahkan bahwa Electric
Moisture Tester ini ditentukan kadar air benih
berdasarkan atas sifat konduktifitas dan dielektrik
benih, yang keduanya tergantung dari kadar air dan
temperature benih. Penentuan kadar air benih dengan
alat ini dapat berlangsung dengan cepat, adalah
tepat kalau dikatakan hanya beberapa menit.
2. Metode dasar; di sini kadar air ditentukan dengan
mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh
pengeringan/ pemanasan pada kondisi tertentu, dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula.
Yang termasuk dalam metode dasar adalah: metode
oven, metode destilasi, metode Karl Fisher dan
lain-lain.
Keuntungan pengujian kadar air benih menggunakan
metode praktis yaitu bisa dilakukan dalam waktu yang
relative lebih cepat dan apabila alatnya tidak rusak
pengukurannya pun bisa lebih tepat. Sedangkan
kelemahannya yaitu apabila alat yang digunakannya rusak
34
atau bila belum dikalibrasikan maka hasilnya tidak
tepat.
Keuntungan menggunakan metode dasar yaitu
keakuratan bisa tercapai dengan mencari berat basah dan
kering benih. Sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan
waktu yang lama untuk pengeringannya, sehingga perlu
menunggu benih dalam kondisi berat kering.
Hasil dari pengujian kadar air benih padi
berdasarkan moisture tester yaitu sebesar 13,4 %,
sedangkan melalui pengovenan selama 12 jam x 4 sebesar
7%. Perbedaan hasil ini bisa diakibatkan oleh banyak
factor, diantaranya alat yang tidak dikalibrasi
terlebih dahulu sebelum digunakan, atau pun alat yang
digunakan tidak sesuai dengan standar yang berlaku dan
atau pun juga bisa diakibatkan karena kerusakan alat
yang digunakan.
Wibowo (2011) mengatakan bahwa Kadar air padi panen
dari sawah umumnya masih cukup tinggi, sekitar 20-23%.
Pada tingkat kadar air tersebut, padi tidak aman
disimpan karena biji padi dapat tumbuh kembali menjadi
35
benih. Agar padi aman disimpan, padi perlu dikeringkan
hingga mencapai kadar air seimbang yaitu 14% (Keputusan
Bersama Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan No.
04/SKB/BBKP/II/2002). Oleh karena itu dibutuhkan suatu
proses pengeringan dengan sumber panas buatan yang
dapat diatur untuk mencapai panas yang konstan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa
kadar air yang seimbang bagi tanaman padi itu yaitu
14%, tetapi dari pengujian kedua cara yang telah
dilakukan dalam praktikum ini hasilnya tidak ada yang
14%. Sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
uraian diatas.
36
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum pengujian kemurnian benih
diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar air
benih padi yang dihitung menggunakan metode dasar
diperoleh KA sebesar 7%, sedangkan yang menggunakan
metode praktik yaitu sebesar 13,4%.
B. Saran
1. Praktikan diharapkan dapat memahami cara kerja
moisture tester dalam menampilkan kadar air benih
2. Praktikan bisa menghitung kadar air benih
berdasarkan petunjuk dan rumus yang ada
37
DAFTAR PUSTAKA
Angelovici, R., G. Galili, A.R. Fernie, and A.Fait.
2010. Seed desiccation: a bridge between maturation and
germination.Trends Plant Sci. 15 (4): 211-218.
(Abstr.)
Bewley, J. D. dan M. Black. 1994. Seeds Physiology of
Development and Germination. Plenum Press, London.
Bonner, F.T. 2008. Storage of Seeds. Dalam artikel:
Ferryal, M. B.Yudono, P. Toekidjo. 2012.
Pengaruh Tingkat Kemasakan Polong Terhadap Hasil Benih
Delapan Aksesi Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata (L.)
Walp.). Fakultas Pertanian Gadjah Mada,
Yogyakarta.
38
Ferryal, M. B.Yudono, P. Toekidjo. 2012. Pengaruh Tingkat
Kemasakan Polong Terhadap Hasil Benih Delapan Aksesi
Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata (L.) Walp.). Fakultas
Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hay, F.R. and R.J. Probert. 1995. Seed maturity and the
effects of different drying conditions on desiccation tolerance
and seed longevity in fox glove (Digitalis purpurea L.). Annals
of Botany 76: 639-647.
Indartono. 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan Dan
Teknik Pengemasan Terhadap Kualitas Benih
Kedelai. Jurnal GEMA TEKNOLOGI Vol. 16 No. 3
Kartasapoetra, A. 1989. Teknologi Benih. Jakarta: PT Bina
Aksara
Sadjad, S. 1997. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia
Widiasarana Indonesia.Jakarta.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Wibowo, D. S. Sudiharto, I. Sutedjo. 2011. Rancang
Bangun Alat Pengering Padi Dengan Metode Konveksi Berbasis
39
A. Latar Belakang
Tahap pengolahan benih diantaranya adalah tahap
pengeringan benih dan pembersihan benih, serta tahap
selanjutnya yang harus ditangani adalah perlakuan-
perlakuan terhadap benih. Kegiatan-kegiatan dalam
perlakuan ini pada dasarnya merupakan kegiatan khusus
yang tertuju pada pemeliharaan agar benih yang telah
ditentukan kualitasnya itu dapat mudah, cepat,
kondisinya lebih baik dalam kemampuannya untuk
berkecambah dan memiliki viabilitas serta agar mencapai
atau memuaskan harapan para konsumen sebagai tanaman
yang terjamin produknya.
Benih mengalami dormansi bilamana diletakan pada
kondisi lingkungan yang sesuai sekalipun benih tersebut
tidak tumbuh. Hal ini disebabkan oleh factor-faktor
dalam benih itu sendiri, kemungkinan dikarenakan embrio
yang rudimenter, embrio yang dorman, kulit benih yang
kedap terhadap air dan udara, atau kemungkinan pula
karena adanya zat penghambat perkecambahan.
41
Dormansi yang penyebabnya berada dalam benih, ada
yang morfologis dan ada yang fisiologis, dimana yang
morfologis disebabkan karena embrio yang rudimenter,
sedangkan yang fisiologis disebabkan misalnya karena
kematangan benih tidak terjamin sehingga kemampuannya
untuk membentuk zat-zat yang diperlukan bagi
perkecambahan kurang.
Dormansi dapat diatasi dengan melakuakn perlakuan-
perlakuan tertentu, misalnya dengan perlakuan
scarifikasi dan stratifikasi. Antara perlakuan
scarifikasi dan perlakuan skarifikasi ini biasanya di
tujukan pada jenih benih tertentu dengan tingkat
dormansi yang berbeda antara perlakuan satu dan yang
lainnya. Oleh karena itu, kita dapat memperpendek waktu
dormansi suatu benih dengan perlakuan yang telah
dilakukan sebelumnya.
B. Tujuan
42
1. Untuk menunjukan kekerasan biji legumes yang ada
pada daerah tropika dan bagaimana cara stratifikasi
dijalankan
2. Untuk mempercepat perkecambahan biji dengan metode
scarifikasi benih
II. TINJAUAN PUSTAKA
43
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji
yang dapat dilakukan dengan cara penusukan,
penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran,
dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau
lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi
dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani dengan
manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai
dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih
dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002)
Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia
sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi pada
benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji
lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat
dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi
lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan
mudah. Di samping itu dapat pula digunakan hormon
tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara
lain adalah sitokinin, giberellin dan auxin. Pemberian
44
giberellin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 ppm
dapat menghilangkan dormansi benih tersebut (Sutopo,
1988).
Giberelin dapat memecahkan dormansi biji dan tunas
pada sejumlah tanaman. Giberelin juga terlibat dalam
pengaktifan sintesa protease dan enzim-enzim hidrolitik
lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat-
zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase
dan protease, ditranspor ke embrio, dan di sini zat-zat
ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya
kecambah (Heddy, 1989).
Perlakuan pada benih dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain dengan cara mekanis, fisik
maupun kimia. Metode stratifikasi dapat dikatakan metode
yang paling praktis karena hanya merendam benih dengan
air bersuhu tinggi pada waktu tertentu. Perendaman
menggunakan air bersuhu tinggi teruji efektif
menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan dan
memicu pembentukan hormon pertumbuhan sehingga biji
dapat berkecambah (Raharjo, 2002).
45
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih
albasia, benih melinjo, ampelas, air panas, cawan
petri, pasir, polibag,
B. Prosedur Kerja
1. Stratifikasi dengan air panas
a) Persiapkan alat dan bahan yang digunakan
b) Benih albasia distratifikasi dengan air panas
selama 10 menit kemudian dicuci pada air
mengalir
c) Tanam 10 biji dari perlakuan untuk
dikecambahkan pada media polibag dan 10 biji
tanpa perlakuan sebagai control
d) Dicatat yang berkecambah tiap 2 hari sekali
selama 8 hari
e) Dicatat persentase benih yang berkecambah
2. Pengaruh scarifikasi terhadap perkecambahan biji
a) Dipersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
47
b) Bersihkan dua buah melinjo kemudian satunya di
ampelas dan yang satunya tidak diampelas
c) Kedua benih melinjo tadi ditanam pada polibag
berisi pasir dan dirawat serta diamati
pertumbuhannya selama 7 hari
d) Dicatat persentase benih yang berkecambah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Skarifikasi
% Perkecambahan = benih berkecambah x 100%∑ benih total∑
2. Stratifikasi
% Perkecambahan = benih berkecambah x 100%∑ benih total∑
: : Bandingkan dengan control
Stratifikasi Albasia
No Tanggal Variabel PangamatanPengamatan Kontrol Perlakuan
1 11 Juni 2014 1 22 13 Juni 2014 1 6
48
3 15 Juni 2014 1 64 17 Juni 2014 1 6
Stratifikasi Melinjo
No Tanggal Variabel PangamatanPengamatan Kontrol Perlakuan
1 11 Juni 2014 0 02 13 Juni 2014 0 03 15 Juni 2014 0 04 17 Juni 2014 0 0
: : Perlakuan skarifikasi dan stratifikasi pada
albasia memberikan persentase yang lebih tinggi
daripada control atau non perlakuan, yakni
sebessar 70%.
: : Adapun pada mlinjo persentase sama tidak ada
biji yang berkecambah.
B. Pembahasan
Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita dapat
mengetahui perlakuan mana yang cocok untuk memperpendek
waktu dormansi pada benih. Menurut Sutopo (2010) bahwa
benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut
sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun
49
diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah
memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.
Menurut Sutopo (2010) tipe-tipe dormansi adalah
fisik dan dormansi fisiologis, dormansi fisik yaitu
dormansi yang disebabkan pembatas structural terhadap
perkecambahan, diantaranya:
1. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Dalam istilah pertanian, benih-benih yang
menunjukan tipe dormansi ini disebut sebagai “benih
keras”. Hal ini dapat ditemui pada sejumlah family
tanaman dimana beberapa spesiesnya mempunyai kulit
biji yang keras, antara lain; leguminase, malvaceae
dan lain-lain.
2. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan
embrio
Beberapa benih tetap berada dalam keadaan dorman
disebabkan oleh kulit bijinya yang cukup kuat untuk
menghalangi pertumbuhan dari embrio. Jika kulit
biji dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan
segera. Tipe dormansi ini dijumpai pada beberapa
50
jenis gulma, seperti: mustard, pigweed dan lain-
lain
3. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap
gas-gas
Perkecambahan akan terjadi bila kulit biji dibuka
atau jika tekanan oksigen disekitar benih ditambah.
Kebutuhan oksigen untuk berkecambah lebih besar
pada biji sebelah atas daripada sebelah bawah. Dan
kebutuhan akan oksigen ini dipengaruhi oleh
temperature. Hal ini biasanya disebabkan oleh benih
tersebut yang memiliki zat penghambat pertumbuhan
sehingga menghalangi proses perkecambahan
Sedangkan dormansi fisiologis yaitu disebabkan oleh
sejumlah mekanisme, umumnya disebabkan pengatur tumbuh
baik penghambat ataupun perangsang ataupun bisa terjadi
oleh factor dalam benih itu sendiri, diantaranya:
1. Immaturity embryo
Beberapa jenis tanaman mempunyai biji dimana
perkembangan embrionya tidak secepat jaringan
sekelilingnya. Sehingga perkecambahan dari benih-
51
benih demikian perlu ditunda, sebaiknya benih
ditempatkan pada kondisi temperature dan kelembaban
tertentu agar terjaga sampai embrio terbentuk
sempurna dan dapat berkecambah.
2. After ripening
Sering pula didapati bahwa walaupun embrio telah
terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan
memungkinkan, namun benih tetap gagal untuk
berkecambah. Benih-benih yang demikian ternyata
memerlukan suatu jangka waktu simpan tertentu agar
dapat berkecambah atau dikatakan membutuhkan jangka
waktu.
3. Dormansi sekunder
Benih-benih yang pada keadaan normal mampu
berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan selama
beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuan
untuk berkecambah. Fenomena ini sering disebut
sebagai dormansi sekunder atau dormansi kedua.
52
4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis
oleh embrio
Keperluan akan cahaya: banyak dari jenis-jenis
benih tanaman diketahui peka terhadap cahaya.
Respon perkecambahan dari benih Betula sp dan
beberapa varietas dari Lactuca sativa digiatkan dengan
adanya cahaya, benih-benih demikian ini disebut
“fotoblastik positif”.
Sutopo (2010) menambahkan bahwa dipandang dari segi
ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih
dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu
dibutuhkan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan
atau sekurang-kurangnya lama dormansinya dapat
dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui
adalah:
1. Perlakuan mekanis, umumnya dipergunakan untuk
memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh
impermeabilitas kulit biji baik terhadap air
atau gas.
53
a. Skarifikasi: mencakup cara-cara seperti
mengikir atau menggosok kulit biji dengan
kertas ampelas, melubangi kulit biji dengan
pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk
benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Dimana
semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji
yang keras, sehingga lebih permiabel terhadap
air dan gas
b. Tekanan: benih-benih dari sweet clover dan
alfalfa setelah diberi perlakuan dengan
tekanan hidraulik 2000 atm pada 180 C selama
5-20 menit ternyata perkecambahannya meningkat
sebesar 5-200%.
2. Perlakuan kimia, menggunakan bahan-bahan kimia
sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi
pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu
proses imbibisi.
3. Perlakuan perendaman dengan air, beberapa jenis
benih terkadang diberi perlakuan perendaman
54
didalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih.
4. Perlakuan pemberian temperature tententu,:
a. Stratifikasi: banyak benih yang perlu dikenai
temperature tertentu sebelum dapat diletakkan
pada temperature yang cocok untuk
perkecambahannya.
b. Perlakuan dengan temperature yang rendah dan
tinggi: keadaan dormansi pada beberapa benih
dapat diatasi dengan pemberian efek dari
temperature rendah dan agak tinggi. tetapi
temperature ekstrim dar perlakuan ini tidak
boleh berbeda lebih dari 100 atau 200C, pada
umumnya berada di atas titik beku.
5. Perlakuan dengan cahaya, cahaya tidak hanya
mempengaruhi persentase perkecambahan benih,
tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya
pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang
diterima tetapi juga intensitas cahaya dan
panjang hari.
55
Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara
skarifikasi adalah melakukan pemecahan dormani dengan
perlakuan fisik, dimana benih diampelas, dikikir, di
lubangi dan sebagainya, sehingga benih akan lebih cepat
berkecambah dan masa dormansi dapat dipersingkat dengan
waktu yang tidak lama. Sedangkan kekurangannya adalah
apabila proses perlakuan fisik tersebut berlebihan,
maka benih dapat rusak atau bahkan mati sehingga benih
tidak dapat berkecambah sebagaimana mestinya, sehingga
diperlukan kehati-hatian dan juga dapat memperparah
kondisi benih bila terdapat hama dan penyakit di
dalamnya.
Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara
stratifikasi adalah dengan memberikan temperature
tertentu pada benih sehingga terdorong untuk melakukan
metabolisme di dalam benih dan diharapkan benih cepat
berkecambah, cara ini lebih praktis dari pada
skarifikasi dan juga hama serta penyakit yang menempel
pada benih bisa dimusnahkan. Sedangkan kerugiannya,
56
Pemberian temperature ini relative lebih lama waktunya
dibandingkan dengan cara skarifikasi.
Proses stratifikasi dengan air panas diperlakukan
pada benih albasia, benih albasia yang sudah di rendam
dengan air panas kemudian di tanam pada polybag yang
telah diisi pasir dan diamati pertumbuhan serta
perkecambahannya dalam 7 hari, selama itu juga tanaman
dirawat dengan baik. Sebagai pembanding, benih albasia
lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan
perendaman terlebih dahulu.
Hasilnya dari hari pertama sampai hari ke tujuh
terdapa perbedaan yang sangat jelas terlihat, dimana
benih albasia yang dilakukan perendaman terhadap air
panas tumbuh dari 2 mm menjadi 6 mm, sehingga
persentase pertumbuhannya selama tujuh hari mencapai
70%.
Sedangkan proses stratifikasi dengan air panas
menurut Putri (2012) terhadap perlakuan yang diberikan
pada benih kopi, dilakukan dengan cara merendam benih
57
kopi berdasarkan tingkat suhu yang berbeda dan dalam
waktu perendaman yang berbeda pula.
Putri (2012) menjelaskan bahwa hasil analisis
varian terhadap kecepatan berkecambah benih kopi pada
perendaman setiap hari selama 1 dan 7 hari menunjukkan
bahwa tidak ditemukan adanya interaksi antara suhu
perendaman dengan waktu perendaman. Pada lama
perendaman selama 1 hari perbedaan suhu air awal
perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah
benih dimana suhu 300C menunjukkan kecepatan
berkecambah benih paling rendah dibanding benih yang
direndam dengan suhu 600C dan 900C namun pada waktu
perendaman tidak berpengaruh terhadap kecepatan benih.
Sedangkan pada perendaman setiap hari selama 7 hari
perbedaan suhu air awal perendaman berpengaruh terhadap
kecepatan berkecambah dimana suhu 900C menunjukkan
kecepatan berkecambah paling cepat dibanding benih yang
direndam dengan suhu 300C dan 600C. Pada waktu
perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah
benih dimana waktu perendaman 30 menit menunjukkan
58
kecepatan berkecambah paling cepat dibanding waktu
perendaman 10 dan 20 menit. Kulit biji yang retak akan
mengakibatkan benih cepat merkecambah. Hal ini
menunjukkan penyerapan air dan masuknya oksigen kedalam
benih berlangsung cepat.
Proses skarifikasi dilakukan dengan mengampelas
kulit benih melinjo, hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menipiskan kulit melinjo supaya lebih cepat
menyerap air dan gas, kemudian benih ditanam pada
polibag yang telah diisi pasir, tanaman dirawat dan
diamati selama 7 hari. Sebagai pembanding, benih
melinjo lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan
pengampelasan terlebih dahulu.
Hasil dari proses skarifikasi yang dilakukan selama
tujuh hari ini tidak menunjukan adanya perbedaan,
antara yang dilakukan pengampelasan dan tidak hasilnya
selama tujuh hari sama, yaitu belum ada benih melinjo
yang berkecambah maupun tumbuh pada polybag.
Menurut Mistian (2012) skarifikasi benih dilakukan
setelah persiapan benih yaitu dengan membuka sebagian
59
epikarp, mengupas sebagian mesokarp tempat benih
diskarifikasi dan skarifikasi dilakukan dengan
menggosok endokarp benih dengan kertas pasir sesuai
perlakuan dengan luas bidang gosok 1 x 0,5 cm.
Perendaman benih dilakukan selama 2 jam dalam larutan
asam giberelat (GA3) dengan konsentrasi sesuai
perlakuan masing-masing. Penanaman dilakukan dengan
memasukkan 1 benih per lubang tanam hingga benih
terbenam dengan jarak tanam antar barisan 5 cm dan
jarak dalam barisan 10 cm. Penyiraman dilakukan setiap
hari yaitu pagi dan sore hari. Penyiangan dilakukan
secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara
menaburkan insektisida serta menyemprotkan fungisida di
dalam dan di sekeliling bak kecambah dengan interval 1
minggu sekali.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mistian
(2012) diatas, ia memperoleh hasil bahwa Perlakuan
skarifikasi bagian pangkal benih nyata meningkatkan
laju perkecambahan benih pinang hingga 64% dibandingkan
60
tanpa skarifikasi. Skarifikasi dilakukan dengan
mengupas sebagian epikarp (lapisan terluar benih) dan
mesokarp benih (sabut) kemudian menggosok endokarp
yaitu lapisan benih bertekstur keras. Perlakuan
skarifikasi bagian pangkal benih (dekat dengan embrio)
menyebabkan air dan oksigen mudah masuk ke dalam benih
sehingga proses perkecambahan dimulai lebih cepat
dibandingkan skarifikasi di bagian lain.
61
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara
praktikum in adalah:
1. Perlakuan stratifikasi pada tanaman albasiah
menggunakan air panas ketika ditanam pada polibag
memberikan persentase pertumbuhan yang lebih cepat
dari pada variable control, yatiu sebesar 70%
2. Perlakuan scarifikasi pada biji melinjo dengan cara
diampelas dan ditanamkan pada polybag belum
menghasilkan persentase pertumbuhan yang lebih
cepat dari pada variable control yang tidak
diampelas, sehingga persentase pertumbuhannya 0%
B. Saran
62
1. Praktikan diharapkan berhati-hati pada saat
mengampelas benih melinjo supaya tidak terlalu
tipis sehingga merusak benihnya
2. Praktikan diharapkan bisa membedakan proses
stratifikasi dan skarifikasi
DAFTAR PUSTAKA
Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuha Edisi I Cetakan kedua.
Rajawali Press. Jakarta.
Mistian, Dini. Meiriani. Purba, E. 2012. Respons
Perkecambahan Benih Pinang (Areca Catechu L.) Terhadap
Berbagai Skarifikasi Dan Konsentrasi Asam Giberelat (Ga3).
Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1,
Desember 2012.
63
Putra, D. Rabaniyah, R. Nasrullah. 2012. Pengaruh Suhu
Dan Lama Perendaman Benih Terhadap Perkecambahan Dan
Pertumbuhan Awal Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica (Lenn.).
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta Fakultas Pertanian Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Rahardjo P. 2002. Beberapa Cara yang Perlu Dalam
Perkecambahan Kopi. Penelitian Budidaya
Perkebunan Kopi, Bogor. 13-15p.
Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan
Tropis dan Sub Tropis (terjemahan) Dr. Mohammad
Na’iem dkk. Penerbit Tarsito. Bandung.
I. PENDAHULUAN
64
A. Latar Belakang
Akibat penyusutan lahan pertanian, untuk memenuhi
kebutuhan akan sandang dan pangan, tanaman budidaya
tidak hanya ditanam pada lahan subur dan tersedia cukup
air (lahan sawah), tetapi juga sudah merambah ke lahan
marjinal (sub-optimum). Salah satu masalah utama yang
dihadapi tanaman budidaya dilahan marginal adalah
cekaman kekeringan atau salinitas.
Tanah salinitas tidak cukup baik untuk pertumbuhan
tanaman budidaya pertanian, apalagi untuk berproduksi
tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia. Namun karena
keterbatasan lahan tersebut, para ahli mulai meneliti
dan mengembangkan benih tanaman pertanian yang tahan
atau toleran terhadap cekaman kekeringan maupun
salinitas.
Oleh sebab itu, penting sekali bagi kita untuk
menguji benih jenis varietas apa saja yang dapat
ditanam pada tanah salin atau kekeringan. Sehingga
lahan yang ada dapat dimanfaatkan oleh tanaman budidaya
65
pertanian dengan kerugian yang bisa ditekan, atau
setidaknya tanah tersebut bisa menumbuhkan benih yang
kita tanam untuk dipetik hasilnya.
B. Tujuan
Untuk mempelajari pengaruh garam pada medium
terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanah salin berkembang dari pengaruh elektrolit-
elektrolit garam natrium dengan reaksi sekitar netral
(elektrolit utama yang menyebabkan salinitas adalah
NaCI dan Na2SO4 jarang sekali NaNO3). Sifat-sifat yang
dapat menimbulkan cekaman adalah tekanan osmotic
larutan tanah yang tinggi (menimbulkan cekaman
kekeringan) dan toksisitas dari ion Na+ dan CI-.
(Pessarakli, 1999)
Upaya meningkatkan toleransi tanaman terhadap lahan
marginal, diantaranya lahan dengan tanah salin, semakin
66
penting dengan semakin berkurangnya lahan subur karena
meningkatnya alih fungsi. Tanah salin banyak terdapat
di daerah rawa, daerah pasang surut dan muara.
(Erinnovita, 2008)
Adaptasi penting yang ditemukan dalam banyak
organism yang mengalami cekaman air, cekaman garam,
atau cekaman lainnya adalah penimbunan senyawa organic
tertentu, misalnya sukrosa, asam amino (teurtama
prolin), dan beberapa zat lainnya yang menurunkan
potensial osmotic sehingga menurunkan potensial air
dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim (Salisbury,
1995)
Beberapa gangguan yang disebabkan oleh stres
salinitas, yaitu terganggunya keseimbangan ionik:
penyerapan Na+ merusak potensial membrane dan
penyerapan Cl- secara cepat menurunkan gradien kimia;
Na+ meracuni metabolisme sel dan mengakibatkan rusaknya
fungsi beberapa enzim; tingginya konsentrasi Na+
menyebabkan ketidakseimbangan osmotik dan kekacauan
membran, menurunnya tingkat pertumbuhan, terhambatnya
67
pembelahan dan pembesaran sel; tingginya Na+ juga
mengurangi fotosintesis dan produksi reactive oxygen species
(ROS). (Mahajan, 2005)
Budidaya tanaman di lahan marginal, dengan
lingkungan yang tidak mendukung (unfavuorable)
membutuhkan benih yang vigor, tidak sekedar benih yang
hidup (viable). Tahap perkecambahan dan awal fase
vegetative merupakan fase yang paling sensitive.
(Pudjihartati, 2007)
Benih yang vigor mampu tumbuh dan berproduksi
normal pada kondisi tanah yang beragam, termasuk
kondisi sub-optimum. Keberhasilan tanaman sangat
tergantung pada pertumbuhan dan perkembangannya pada
fase perkecambahan. Periode pekecambahan merupakan
periode yang sangat rentan terhadap cekaman, sehingga
perlakuan invigorasi untuk mempercepat periode
perkecambahan diharapkan dapat meningkatkan
toleransinya terhadap cekaman. Berbagai metode
invigorasi telah dikembangkan dan pengaruhnya spesifik
pada setiap jenis benih. (Erinnovita, 2008)
68
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih
padi, larutan garam NaCI dengan konsentrasi 0 ppm, 2500
ppm dan 5000 ppm, kertas merang, dan petridish
B. Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
69
2. Disiapkan petridish dengan diberi kertas merang
rangkap 5
3. Dikecambahkan 20 benih padi sesuai dengan perlakuan
yang ditentukan
4. Diamati pertumbuhan perkecambahannya pada
konsentrasi yang telah ditentukan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hari Jumlah benih yang berkecambah
70
ke/Tanggal0 ppm 2500 ppm 5000 ppm
1/10 Juni 2014 0 0 02/11 Juni 2014 0 0 03/12 Juni 2014 13 10 04/13 Juni 2014 16 12 05/14 Juni 2014 16 15 06/15 Juni 2014 17 16 07/16 Juni 2014 17 18 08/17 Juni 2014 17 18 3
Perhitungan:
Indeks Vigor = G1D1 + G2D2
+G3D3
+…+G8D8
0 ppm = 01 + 02
+133
+34 +
05
+16
+07
+08
= 0 + 0 + 4,33 + 0,75 + 0 + 0,17 + 0
+ 0
= 5,25
2500 ppm = 01 + 02
+103
+24 +
35
+16
+27
+08
= 0 + 0 + 3,33 + 0,5 + 0,6 + 0,17
+ 0,28 + 0
= 4,88
5000 ppm = 01 + 02
+03
+04 +
05
+06
+07
+38
71
= 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0
+ 0 + 0,375
= 0,375
Koefisien Vigor = 100 (A1+A2+A3+…+A8)A1T1+A2T2+A3T3+…+A8T8
0 ppm = 100 (0+0+13+3+0+1+0+0 )0.1+0.2+13.3+3.4+0.5+1.6+0.7+0.8
= 100 (17)0+0+39+12+0+6+0+0
= 29,82
2500 ppm = 100 (0+0+10+2+3+1+2+0 )0.1+0.2+10.3+2.4+3.5+1.6+2.7+0.8
= 100 (18)0+0+30+8+15+6+14+0
= 24,65
5000 ppm = 100 (0+0+0+0+0+0+0+3)0.1+0.2+0.3+0.4+0.5+0.6+0.7+3.8
= 100 (3 )0+0+0+0+0+0+0+24
= 12,5
% Perkecambahan =Jumlahbenihberkecambah
Totalbenihyangdikecambahkan x 100%
% Perkecambahan 0 ppm = 1720x100%=85%
% Perkecambahan 2500 ppm = 1820x100%=¿ 90%
% Perkecambahan 5000 ppm= 320
x100%=15 %
72
Kesimpulan:
Kandungan garam pada konsentrasi 2500 ppm memiliki
% perkecambahan lebih besar (90%) dari kontrol (85%).
Semakin besar konsentrasi garam (5000 ppm),
perkecambahan semakin lambat.
B. Pembahasan
Kondisi sub optimal pada prktikum ini berupa
kondisi salin, sehingga kondisi ini dapat diartikan
sebagai kondisi dimana semakin tinggi kadar garam yang
dikandung suatu media tanam, maka daya kecambah atau
vigor benih yang ditanam pada media tersebut akan
semakin menurun. (Kamil, 1984)
Pengujian vigor benih menurut ISTA (2006) dapat
dilakukan dengan berbagai metode, salah satu caranya
yaitu dengan pengujian daya berkecambah benih
menggunakan metode UKDdp (uji kertas digulung dalam
plastik):
73
1. Kertas merang direndam air sampai seluruh bagiannya
basah, kemudian di “pres” dengan alat pengepres
kertas hingga air tidak mengalir lagi (kertas basah
tetapi tidak mengandung air berlebihan),
2. Sebanyak 3–4 lembar kertas merang diletakkan di
atas selembar plastik,
3. Selanjutnya sebanyak 50 butir benih
ditanam/diletakkan berbaris (lebih kurang 5 baris @
10 butir ) di atas kertas merang, kemudian ditutup
dengan 3 lembar kertas merang dan digulung,
4. Gulungan kertas merang yang telah diberi ikatan
karet gelang (agar gulungan tidak terlepas) disusun
dalam germinator,
5. Pengamatan daya berkecambah dilakukan pada 4 dan 8
hari setelah tanam. Pada saat pengamatan 4 hari
setelah tanam, kecambah yang telah tumbuh normal
disisihkan sehingga yang tertinggal adalah benih
atau kecambah yang belum tumbuh normal,
6. Persentase daya berkecambah (DB) dihitung sebagai
berikut:
74
% DB =
jumlahtipekecambahnormal4HST+jumlahkecambahnormal8HSTjumlahbenihyangditanam
×100%
Sedangkan perlakuan yang dilakuakn pada praktikum
ini yaitu dengan pemberian larutan garam atau NaCI
dalam konsentrasi yang berbeda. Kemudian diamati
perkecambahannya selama 8 hari, dan dihitung berapa
benih yang berkecambah dalam setiap konsentrasinya.
Semakin banyak benih yang mampu berkecambah pada
kondisi salin maka benih tersebut memiliki vigor yang
baik untuk tumbuh pada kondisi sub-optimal yang
demikian.
Salinitas adalah kondisi dimana pada lingkungan
tersebut terdapat banyak kandungan NaCI. Untuk dapat
membuat larutan NaCI sebagai perlakuan yang akan
diberikan pada benih padi sebagai unit percobaan, maka
dilakukan penghitungan terlebih dahulu sebagai
konsentrasi yang akan digunakan untuk menguji benih
padi terhadap kondisi salin yang dibuat, caranya
sebagai berikut:
75
Untuk membuat larutan salin sebanyak 1 liter dengan
konsentrasi misalnya 2500 ppm, yaitu:
2500 = 2,5 x 10-3 gr/ml2,5 x 10-3 gr/ml x 1000 ml = 2,5 gr 1.000.000
Jadi, untuk membuat konsentrasi 2500 ppm dalam 1
liter air dibutuhkan garam seberat 2,5 gr.
Pengaruh larutan salin terhadap perkecambahan padi
yang diuji selama 8 hari menghasilkan perkecambahan
pada konsentrasi 0 ppm sebanyak 17 benih berkecambah,
pada 2500 ppm sebanyak 18 benih berkecambah, dan pada
5000 ppm hanya 3 benih yang mampu berkecambah.
Berdasarkan perlakuan tersebut sudah dapat jelas
terlihat secara fisiologi kalau benih padi yang diuji
memberikan respon yang berbeda terhadap konsentrasi
salin yang diberikan. Hal ini menunjukan bagaiman
kekuatan benih terebut dalam mempertahankan daya
vigornya untuk tumbuh pada lingkungan sub-optimal,
sehingga bila diukur indeks vigornya dihasilkan nilai
pada 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm secara berturut-
76
turut adalah 5.25, 4.88, dan 0.375, dengan coeffisien
vigor 29.82, 24.65, 12.5.
Sedangkan menurut Pudjihartati (2007) bahwa tolak
ukur fisiologi dilakukan dengan cara mengamati
perkecambahan benih dan ditentukan/dihitung persentase
kecambah normal pada perhitungan pertama (KNpi) dan
perhitungan pada akhir periode pengujian (KNpa),
ditimbang bobot kering kecambah, akar, dan pucuk, serta
selanjutnya dihitung rasio akar/pucuk. Untuk pengukuran
bobot kering kecambah digunakan kecambah umur 7 hari
yang di oven dengan suhu 600C selama 3 hari.
Respon pada konsentrasi 0 ppm, pada hari ketiga
benih mulai berkecambah sebanyak 13 butir, sedangkan
pada konsentrasi 2500 ppm di hari yang sama benih
berkecambah sebanyak 10 butir, tetapi pada konsentrasi
5000 ppm benih padi belum berkecambah, pada konsentrai
ini benih mulai berkecambah di hari terakhir pengamatan
sebanyak 3 butir.
Hasil dari praktikum ini diperoleh persentase
perkecambahan padi untuk konsentrasi 0 ppm sebesar 85%,
77
2500 ppm sebesar 90%, dan untuk 5000 ppm sebesar 15%.
Hasil ini diperoleh melalui perhitungan jumlah biji
yang berkecambah dibagi seluruh benih yang
dikecambahkan dan dikali 100%. Penghambatan
perkecambahan benih padi terhadap kondisi salin ini
terlihat dari awal perlakuan dimana kemampuan benih
padi untuk berkecambah terhambat.
Tetapi menurut Pudjihartati (2007) hasil ini tidak
sesuai, karena penurunan persentase kecambah normal
yang dibarengi oleh peningkatan kecambah abnormal padi
IR-64 pada kondisi cekaman garam menunjukan bahwa
penghambatan perkecambahan akibat cekaman salinitas
bukan pada kemampuan benih untuk bisa berkecambah atau
tidak (kualitatif), tetapi lebih pada penghambatan
pertumbuhan akar dan pucuk kecambah setelah itu
(perkecambahan akhir, setelah radikula dan kolioptil
muncul).
78
A. simpulan
Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara
praktikum ini bahwa persentase perkecambahan benih padi
pada konsentrasi NaCI 0 ppm adalah sebesar 85%,
konsentrasi 2500 ppm sebesar 90%, dan konsentrasi 5000
ppm sebesar 15%. Sehingga kondisi pertumbuhan penih
yang paling cepat perkecambahannya adalah pada kondisi
lingungan 2500 ppm kandungan NaCI
B. Saran
1. Praktikan diharapkan memperhatikan kelembaban
kertas merang yang disemprot larutan garam supaya
tidak kering
2. Praktikan diharapkan dapat mengamati dengan teliti
benih yang berkecambah untuk setiap konsentrasi
garam yang diberikan
80
DAFTAR PUSTAKA
Erinnovita. Sari, Maryati. Guntoro, Dwi. 2008. Invigorasi
Benih untuk Memperbaiki Perkecambahan Kacang Panjang
(Vigna unguiculata Hask. ssp. sesquipedalis) pada Cekaman
Salinitas. Bul. Agron. (36) (3) 214 – 220
Kamil.1984. Teknologi Benih I. Padang: Angkasa Raya Padang
Mahajan, S., N. Tuteja. 2005. Cold, salinity and drought
stresses: an overview. Archives of Biochemistry and
Biophysics 444:139-158.
Pessarakli, M. Szbolcs. 1999. Soil salinity and sodicity as
particular plant/crop stress factor. Dalam Pessarakli,
M., Ed. Handbook of Plant and Crop Stress. Marcel
Dekker, Inc. New York.
81
Pudjihartati, Endang. 2007. Pengaruh Vigor Benih padi (Oriza
sativa L) Terhadap Toleransi pada Kondisi Cekaman Salinitas
dengan Indikasi Fisiologi dan Biokimia. Jurnal AGRIC
Vol.19 No. 1 dan No. 2 hal: 91-106
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid
3. Bandung: Penerbit ITB
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan mengenai aspek fisiologis dan biokimia
perkecambahan benih sangat penting dalam industri
perbenihan, karena dalam industri benih faktor pemacu
dan faktor penghambat perkecambahan dapat dimanfaatkan
secara optimal sesuai dengan kebutuhan serta tahapan
82
proses dalam industri tersebut. Secara umum diketahui
bahwa umur benih mempengaruhi kecepatan pertumbuhan
serta produksi tanaman. Benih-baru pada umumnya
memiliki pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan
dengan benih-lama.
Selain itu, dengan mengetahui tipe perkecambahan
benih dan daya tumbuhnya kita akan mengetahui bagaimana
cara menanam benih tersebut sesuai dengan tipe
perkecambahannya. Karena setiap tipe perkecambahan pada
benih jenis satu dengan yang lainnya memerlukan
perlakuan yang berbeda, dimana caranya benih ditanam
akan menentukan cepat lambatnya benih tersebut
berkecambah.
Daya tumbuh benih akan memberikan kita gambaran
bahwa benih tersebut memiliki kemampuan tumbuh dengan
baik atau tidak bila ditamam pada kondisi lingkungan
yang sesuai, jika baik maka perkecambahannya akan
normal, tidak rusak maupun abnormal.
Berdasarkan hal yang dipaparkan diatas, kita dapat
mengetahui betapa pentingnya untuk memahami tipe
83
perkecambahan dan daya tumbuh benih, sehingga
pengujian-pengujian terhadap benih sangat penting untuk
dilakukan guna mengetahui teruji tidaknya benih
tersebut apabila di tanam di lapang.
B. Tujuan
Untuk menguji daya tumbuh berbagai benih tanaman,
mengidentifikasi kecambah/ bibit normal dan abnormal
84
II. TINJAUAN PUSTAKA
Proses perkecambahan terjadi karena adanya
aktivitas metabolisme dari biji. Biji yang akan
berkecambah membutuhkan air untuk merangsang hormon
pertumbuhan dan menambah kandungan air pada setiap
bagian yang mulai tumbuh pada saat perkecambahan. Oleh
karena itu, jika kekurangan air maka proses metabolisme
pada benih yang semula aktif menjadi terhenti sehingga
proses perkecambahan akan terganggu. Hanya benih yang
toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Tanaman
mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kekeringan
karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi,
biokimia dan molekuler (Lestari, 2006).
85
Perkecambahan merupakan suatu rangkaian komplek
perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia benih
tanaman. Tahap pertama suatu perkecambahan benih
dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih,
melunaknya kulit benih dan hidrasi protoplasma. Tahap
kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-
enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap
ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-
bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi
bentuk-bentuk terlarut dan ditranslokasikan ke titik-
titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari
bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah
meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan
pembentukan komponen dan sel-sel baru. Tahap kelima
adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses
pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik
tumbuh (Sutopo, 2002).
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
perkecambahan ialah faktor kedalaman tanam. Semakin
dalam kedalaman tanam maka benih yang ditanam akan
86
semakin sulit tumbuh. Sebaliknya apabila benih ditanam
pada kedalaman tanam yang dangkal, benih akan mudah
tumbuh. Hal ini disebabkan oleh kadar oksigen yang
terdapat di dalam tanah. Kadar oksigen akan semakin
menurun dengan semakin dalam lapisan tanah. (Ashari,
2006)
Tipe perkecambahan ada dua jenis dan yang
membedakannya adalah letak posisi keping benih
(kotiledon) pada permukaan tanah. Tipe pertama adalah
epigeal (epygeal germination) dan kedua adalah tipe
hipogeal (hypogeal germination). Apabila keping benih
terangkat di atas permukaan tanah dinamakan tipe
epigeal. Namun bila keping benih tersebut tetap tinggal
di dalam tanah disebut hipogeal. Biji durian memiliki
tipe perkecambahan epigeal. (Sari, 2011)
87
III. METODE PELAKSANAAN
A. Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum :
benih jagung, benih kedelai, kertas label, polybag dan
pasir
B. Prosedur Kerja
1. Diambil sampel benih, dikecambahkan masing-masing
sebanyak 2x 20 biji dengan media pasir
2. Dihitung benih yang tumbuh dalam jangka waktu 7
hari
88
3. Diamati dan diidentifikasi bibit normal dan tidak
normal, dibandingkan bentuknya dan digambarkan
4. Benih-benih berpenyakit dibuang dari perkecambahan
agar tidak menulari benih yang lain
5. Hari ke 7 tanaman dicabut dan digambarkan tanaman
yang paling baik pertumbuhannya. Dideskripsikan
vigor, bebas hama penyakit, warna, akar dan jumlah
daun
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Gambar Keterangan - % Perkecambahan :
= Jml benihberkecambah x100% Total yang
89
dikecambahkan= 9/10 x 100%= 90%
- Perkecambahan jagungdimulai denganmunculnya radikula dantumbuh kesamping sertakebagian bawah,selanjutnya plumulatumbuh dengan cadanganmakanan tetap padatempatnya (diatasmedia)
- Terdapat jamur pada 3benih jagung meskipuntetap terjadipertumbuhan, namunhanya 1 benih jagungyang tidak tumbuhradikula maupunplumulanya.
- Vigor pada benihjagung dikedalaman 0cm baik karenamenghasilkan 9 tanamandari total 10 benihyang di tanam.
90
- % Perkecambahan = 9/10x 100% = 90%
- Perkecambahan jagungdengan kedalaman tanam2 cm mulai terlihatmelewati media padahari ke dua setalahtanam, yaitu sebanyak4 buah
- Tidak terlihat adanyajamur diatas medianamun saat tanamandicabut, terlihatwarna hitam padabagian cadanganmakanan.
- Vigor tanaman jagungpada kedalaman tanam2cm baik denganmenghasilkan tanaman 9dari 10 benih yang ditanam.
- Tanamana jagungmemiliki tipeperkecambahan hipogeal
91
- -% Perkecambahan = 3/10 x 100%= 30%
- Perkecambahan kedelai ditandai dengan terangkatnya kotiledonseiring bertambahnya tinggi plumula
- Tipe perkecambahan tanaman kedelai yaitu epigeal
- Terdapat jamur yang melekat pada benih
- Vigor perkecambahanya tidak terlalu baik karena hanya menghasilkan 3 benih berkecambah dari total11yang di tanam. Jamurmenjangkiti hamper semua bagian benih yang ada sehingga dilakukan pembuangan benih agar tidak menjangkiti tanaman lainya.
- % Perkecambahan = 0%
Pada kedelai dengankedalaman tanam 2 cmvigor perkecambahannyakurang baik karenadari 10 benih yangditanam, tidak adabenih yang berhasilmelewati media danberkecambah denganbaik.
92
Kesimpulan :
Persentase perkecambahan pada tanaman (benih)
jagung 0 cm dan 2 cm sebesar 90% dengan tipe
perkecambahn hypogeal dan vigor yang baik sementara
pada tanaman kedelai diperoleh persen perkecambahan
sebesar 30% untuk kedalaman tanam 0 cm dan 0% untuk
kedalaman tanam 2cm. Vigor perkecambahan kurang baik
dan memiliki tipe perkcambahn epigeal.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat
memperoleh beragam informasi bahwa tipe-tipe
perkecambahan menurut Sutopo (2010) adalah:
1. Tipe epigeal (Epigeous), dimana munculnya radikel
diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara
keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula
keatas permukaan tanah.
2. Tipe hypogeal (Hypogeous), dimana munculnya radikel
diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak
memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan
93
kotiledon tetap berada di dalam kulit biji berada
di bawah permukaan tanah.
Daya tumbuh benih adalah munculnya unsur-unsur
utama dari lembaga dari suatu benih yang diuji yang
menunjukan kemampuan untuk menjadi tanaman normal
apabila ditanam pada lingkungan sesuai bagi benih
tersebut. Aplikasi daya tumbuh benih yaitu pada
kekuatan benih tersebut untuk tumbuh baik dilingkungan
yang ditempatkan, berarti benih tersebut memiliki daya
tmbuh yang baik.
Perbedaann benih normal dan tidak normal pada
benih, yaitu:
1. Plumula tidak terbelah, pada benih yang tidak
normal plumula terbelah sehingga menyebabkan benih
tumbuh tidak maksimal.
2. Kerdil, pada benih normal pertumbuhannya tidak
kerdil, pertumbuhan kerdil terjadi akibat tanaman
kekurangan hormone tertentu atau pun karena
terdapat kerusakan system metabolism di dalam benih
sehingga pertumbuhannya tidak normal
94
3. Akar tumbuh lemah atau tidak ada sama sekali, pada
benih normal benih akan mampu untuk menghasilkan
akar yang kuat melekat pada tanah untuk mengambil
air dan mineral guna melangsungkan proses
pertumbuhannya, sedangkan pada benih tidak normal,
proses pembentukan akarnya sangat lama atau
terhambat, hal tersebut menyulitkan benih untuk
berkecambah dan tumbuh sebagaimana mestinya
4. Kolioptil kosong atau tidak keluar seluruhnya,
koliptil yang kosong akan menyulitkan benih untuk
melangsungkan proses pertumbuhannya, sehingga
pertumbuhannya terhambat. Sedangkan pada benih
normal kolioptilnya terisi dan keluar menyebar
sebagai penanda benih siap melakukan proses
pertumbuhannya
Untuk menguji tipe perkecambahan pada tanaman
jagung dan kedelai, dilakukan perlakuan dengan menanam
benih jagung dan kedelai pada media pasir steril dalam
polybag dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm, untuk masing-
masing perlakuan diamati tipe perkecambahannya serta
95
dirawat dengan baik dengan cara disiram setiap hari.
Setelah diamati selama 8 hari, tipe perkecambahan dari
jagung dan kedelai digambarkan dan dihitung persentase
perkecambahannya.
Perkecambahan benih jagung pada kedalaman 0 cm
menghasilkan 9 dari 10 benih yang berkecambah.
Sementara pada benih jagung yang ditanam pada kedalaman
2 cm perkecambahan jagung menghasilkan nilai yang sama,
yaitu 9 dari 10 benih berkecambah. pada kedalaman 0 cm
maupun 2 cm, hanya satu benih yang tidak berkecambah
akibat adanya jamur penyakit yang harus segera dicabut
supaya tidak menular pada benih jagung lainnya. Hal ini
menggambarkan bahwa jagung memiliki daya tumbuh yang
baik, karena pada kedalaman 0 cm maupun 2 cm hasilnya
sama, sehingga jagung memiliki daya adaptasi yang baik
terhadap kedalaman pasir dengan tipe perkecambahan yang
dimilikinya yaitu hypogeal, serta persentase
perkecambahannya mencapai 90%.
Kedalaman pada 0 cm dan 2 cm terhadap benih jagung
ini tidak memiliki pengaruh yang nyata seperti yang
96
diungkapkan Sutopo (2002) bahwa kedalaman tanam
berhubungan dengan ketersedian oksigen yang terdapat di
dalam tanah. Semakin dalam kedalaman tanam maka
ketersedian oksigen semakin menurun. Sebaliknya semakin
dangkal kedalaman tanam maka ketersedian oksigen
semakin meningkat. Dimana oksigen diperlukan untuk
proses respirasi. Pada saat proses perkecambahan
berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai
pula dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan
pelepasan karbondioksida, air dan energi.
Sedangkan proses perkecambahan pada benih kedelai
dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm terlihat perbedaan
diantara keduanya, dimana pada kedalaman 0 cm benih
yang berkecambah sebanyak 30% dan pada kedalaman 2 cm
yang berkecambah sebanyak 0%. Hal ini sesuai dengan
Zheng et al (2005) yang mengatakan bahwa perkecambahan
benih berhubungan langsung dengan kedalaman tanam dan
semakin dalam benih ditanam semakin rendah
perkecambahan benih.
97
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa benih jagung memiliki tipe
perkecambahan hypogeal dengan persentase perkecambahan
pada kedalaman 0 cm dan 2 cm sebesar 90%. Sedangkan
benih kedelai memiliki tipe perkecambahan epigeal
dengan persentase perkecambahan pada kedalaman 0 cm
sebesar 30% dan kedalaman 2 cm sebesar 0%.
B. Saran
1. Praktikan diharapkan memahami tipe-tipe
perkecambahan pada benih
2. Praktikan diharapkan dapat menggambarkan perbedaan
tipe perkecambahan pad benih
98
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI
press.
Lestari, E. G. Mariska, I. 2006. Identifikasi somaklon padi
Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 tahan kekeringan
menggunakan polyehylene glycol. Bul. Agron. 34:71-78
Sari, A. A. A. Ashari, S. Haryono, D. 2011. Pengaruh
Kedalaman Tanam Benih Terhadap Perkecambahan Dan
Pertumbuhan Bibit Durian (Durio Zibethinus Murr.).
99
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,
Surabaya.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: CV. Rajawali.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
Zheng, Y., Z. Xie, Yi Yu, L. Jiang, H. Shimizu and G.
M. Rimmington. 2005. Effect of burial in sand and water
supply regime on seedling emergence of six species. Ann.
Bot. (95):1237-1245.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
100
Informasi tentang daya kecambah benih yang
ditentukan di Laboratorium adalah pada kondisi yang
optimum. Padahal kondisi lapang yang sebenarnya jarang
didapati berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub-
optimum yang tidak menguntungkan di lapangan dapat
menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan
turunnya persntase perkecambahan serta lemahnya
pertumbuhan selanjutnya.
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan
tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi
lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat
dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik.
Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang
viabilitas, masing-masing “kekuatan tumbuh” dan “daya
simpan” benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan
benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh
menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik
lapangan produksi sub-optimum atau sesudah benih
melampaui suatu periode yang lama.
101
B. Tujuan
Untuk membiasakan konsep indeks matematis vigor
benih
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan sarana produksi yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan budidaya tanaman pangan.
Penggunaan bahan tanam bermutu merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan
pertanaman. Petani sering mengalami kerugian yang
sangat besar baik dari segi biaya maupun waktu yang
berharga akibat dari penggunaan benih yang tidak
bermutu atau tidak jelas asal-usulnya. Kesalahan dalam
penggunaan bahan tanam akan mengakibatkan kerugian
jangka panjang. Penggunaan bibit bermutu merupakan
salah satu kunci untuk mendapatkan pertanaman yang
102
mampu memberikan hasil yang memuaskan. (Situmorang,
2010)
Daya berkecambah benih diartikan sebagai mekar dan
berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu
benih yang menunjukan kemampuannya untuk tumbuh secara
normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian
pengujian daya tumbuh atau daya berkecambah benih ialah
pengujian akan sejumlah benih, berapa persentase dari
jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah
pada jangka waktu yang telah ditentukan.
(Kartasapoetra, 1998)
Proses penuaan atau mundurnya vigor secara
fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah,
peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan
pemunculan kecambah di lapangan “field emergence”
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim
yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.
(Copeland, 1995)
103
Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana
kering dapat merupakan landasan bagi kemampuannya
tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan
pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam
multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan
merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorbsi
sarana produksi secara maksimal sebelum panen. (Sutopo,
2010)
Copeland (1995) dalam “Principles Of Seed Scientes
and Technology” telah mengemukakan rumus tentang
kecepatan berkecambahnya benih (koefisiensi
perkecambahan dan indeks vigor) sebagai berikut :
C.G =100 (A1+ A2 +..........An)A1T1+ A2T2+ .......AnTn
Dimana : A = jumlah benih yang berkecambah
pada hari tertentu
T = waktu yang bersesuaian dengan A
n = jumlah hari pada
penilaian/perhitungan akhir
C.G = koefisiensi perkecambahan
104
Kecepatan berkecambah digunakan sebagai penilain
vigor benih dirumuskan sebagai berikut :
I.V. = G1D1
+ G2D2
+ G3D3
+...... GnDn
Dimana : IV = indeks vigor, G = jumlah benih
yang berkecambah pada hari tertentu, D = waktu yang
bersesuaian dengan jumlah tersebut, dan n = jumlah
hari pada perhitungan akhir.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
benih padi dengan varietas A dan B, petridish, kertas
merang dan air.
B. Prosedur Kerja
1. Masing-masing varietas padi sebanyak 20 benih
dikecambahkan diatas kertas merang dan diamati
perkecambahannya
105
2. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan sambil
dihitung benih yang berkecambahnya
3. Dihitung indeks vigor dan coefficient vigor dengan
rumus:
I.V. =
G1D1
+ G2D2
+ G3D3
+...... GnDn
dan C.G =100 (A1+ A2 +..........An)A1T1+ A2T2+ .......AnTn
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
Tanggal Hasil Pengamatan
106
Pengamatan10 Juni Lum Padi a dan b belum berkecambah11 Juni Padi a: 16 benih berkecambah, padi b:
belum12 Juni Padi a: 17 benih berkecambah, padi b:
belum (benih berwarna hitam, terdapat
sedikit bintik putih)13 Juni Padi a: 17 benih berkecambah, padi b:
belum (benih berwarna hitam, sedikit
bintik putih)14 Juni Padi a: 18 benih berkecambah
Padi b: belum berkecambah terdapat
garis-garis berwarna hitam pada bagian
padi dan bintik-bintik putih15 Juni Padi a: 18 benih berkecambah
Padi b: belum berkecambah, 4 benih
diantaranya berwarna hitam16 Juni Padi a: 18 benih berkecambah
Padi b: belum berkecambah, benih
berwarna hitam17 Juni Padi a: 18 benih berkecambah
Padi b: tidak berkecambah, 4
diantaranya berwarna hitam pada seluruh
benihnya
Padi A
107
Indeks Vigor = G1D1 + G2D2
+G3D3
+…+GnDn
0 ppm = 01 + 162
+173
+174 +
185
+186
+187
+188
= 0 + 8 + 5,6 + 4,25 + 3,6 + 3+2,57 + 2,25
= 29,27
Koefisien Vigor = 100 (A1+A2+A3+…+An)A1T1+A2T2+A3T3+…+AnTn
0 ppm =100 (0+16+17+17+18+18+18+18)
0.1+16.2+17.3+17.4+18.5+18.6+18.7+18.8
= 100 (122 )591
= 20,64
Padi B
Indeks Vigor = 0
Koefisien Vigor = 0
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil analisis, Indeks vigor untuk padi
A = 29,27 dan padi B = 0, sedangkan untuk analisis
koefisien vigor padi A = 20,46 dan padi B = 0.
B. Pembahasan
108
Berdasarkan hasil praktikum ini dapat diperoleh
hasil bahwa indeks vigor perkecambahan adalah nilai
yang menerangkan tentang kekuatan atau daya tumbuh
tanaman tersebut untuk tumbuh pada beragam kondisi
lingkungan yang ada.
Menurut Kartasapoetra (1998) berdasarkan hasil
penelitian bahwa lama penyimpanan benih dapat dikaitkan
dengan kemunduran daya berkecambah suatu benih.
Sehingga dalam penyimpanan benih perlu memperhatikan
patokan dibawah ini:
1. Bagi tiap terjadinya penurunan 1% pada kadar air
benih, umur benih akan bertahan sampai 2 kali;
2. Bagi tiap terjadinya penurunan 50 C suhu dalam
penyimpanannya, umur benih akan bertahan sampai
2 kali.
Oleh karena itu apabila dalam penyimpanan benih
ketentuan 1 dan 2 diatas diperhatikan dan dapat
diterapkan, dengan pemeliharaan serta perlakuan-
perlakuan yang mantap disekitarnya, maka pengaruhnya
terhadap viabilitas dan vigor benih adalah geometris,
109
yang artinya benih dengan kadar air 14% apabila
dibandingkan dengan benih yang berkadar air lebih kecil
sampai batas 5%, ternyata yang berkadar air lebih kecil
akan dapat mengurangi kecepatan terjadinya kemunduran.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin rendah kadar air pada benih
maka semakin lama benih tersebut dapat disimpan.
Apabila penyimpanan dilakukan dalam waktu yang tidak
lama ataupun sesuai dengan waktu maksimal kemampuan
benih tersebut disimpan, maka benih itu masih dapat
dikecambahkan dengan baik dan proses perkecambahannya
tidak terganggu. Sedangkan bila benih disimpan terlalu
lama dengan kadar air yang rendah, maka embrio didalam
benih tersebut bisa rusak atau mati, sehingga ketika
ditanam, benih tersebut lama berkecambah ataupun tidak
bisa berkecambah sama sekali.
Sedangkan menurut pandapat Kartono (2004) yang
menyatakan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh terhadap
daya berkecambah benih kedelai. Sedangkan kemunduran
biokimia cirinya antara lain penurunan aktivitas enzim,
110
cadangan makanan, dan meningkatnya nilai konduktivitas.
Untuk itu perlu pencegahan peningkatan kadar air selama
penyimpanan, yaitu dengan tehnik penyimpanan dengan
bahan kemasan baik. Pentingnya mutu benih sebelum
disimpan berkaitan erat dengan teknologi produksi
benih.
Benih bisa dikatakan tumbuh apabila telah
berkecambah terlebih dahulu, oleh karena itu factor
yang mempengaruhi tumbuh tidaknya suatu benih yaitu
factor yang mempengaruhi perkecambahan benih itu
sendiri, menurut Sutopo (2010) faktor yang mempengaruhi
perkecambahan ialah faktor dalam dan luar. Factor dalam
meliputi:
1. Tingkat kemasakan benih; benih yang dipanen sebelum
tingkat kemasakan fisiologis tercapai tidak
mempunyai viabilitas tinggi.bahkan pada beberapa
jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat
berkecambah. Jadi, benih akan sulit tumbuh pada
kondisi yang sesuai sekalipun bila kemasakan
fisiologisnya belum tercapai.
111
2. Ukuran benih; benih yang berukuran berat dan besar
mengandung cadangan makanan lebih banyak
dibandingkan dengan benih yang lebih kecil, mungkin
pula embrionya lebih besar. Dikatakan pula bahwa
berat benih berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan dan produksi, karena berat benih
menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan
dan berat tanaman pada saat dipanen. Jadi, misalnya
benih caisim yang tidak disemaikan terlebih dahulu
berpotensi sulit tumbuh pada kondisi ekstrim karena
ukuran benihnya yang kecil belum mampu menyesuaikan
diri dengan kondisi dilapangan, berbeda dengan
benih jagung dan kacang tanah yang lebih besar
dapat langsung ditanam dilapangan tanpa harus
disemaikan terlebih dahulu.
3. Dormansi; suatu benih dikatakan dorman apabila
benih itu sebenarnya viable (hidup) tetapi tidak
mau berkecambah walaupun diletakan pada keadaan
lingkungan yang memenuhi syarat bagi
perkecambahannya. Periode dormansi ini dapat
112
berlangsung musiman atau dapat juga selama beberapa
tahun, tergantung pada jenis benih dan tipe
dormansinya.
Sedangkan factor luar yang mempengaruhi tidak
tumbuhnya suatu benih yaitu:
1. Air; merupakan salah satu syarat penting bagi
berlangsungnya proses perkecambahan benih.
Banyaknya air yang diperlukan bervariasi tergantung
kepada jenis benih. Oleh sebab itu, apabila
kandungan air pada media tempat benih itu diletakan
kurang, maka benih sulit untuk berkecambah sehingga
proses pertumbuhannya terhambat.
2. Temperature; merupakan syarat kedua yang penting
bagi perkecambahan benih, karena temperature yang
sesuai dengan kebutuhan benih yang berkecambah akan
mempercepat beih tersebut untuk tumbuh menjadi
tanaman yang diinginkan.
3. Oksigen; kebutuhan benih terhadap oksigen bagi
setiap tanaman berbeda-beda, misalnya sayuran yang
kebanyakan ditanam pada dataran tinggi jelas kadar
113
oksigennya berbeda dengan tanaman pangan yang
kebanyakan ditanam pada dataran yang lebih rendah.
4. Cahaya; kebutuhan benih terhadap cahaya bagi setiap
tanaman berbeda-beda, sehingga jika benih tersebut
memerlukan banyak cahaya akan terhambat
pertumbuhannya apabila ditanam pada lingkungan yang
kurang cahaya.
5. Medium; medium yang baik untuk perkecambahan benih
haruslah mempunyai sifat fisik yang baik, gembur,
mempunyai kemampuan menyimpan air dan bebas dari
orgenisme penyebab penyakit terutama cendawan. Oleh
karena itu, media yang baik akan cepat menumbuhkan
benih yang ditanam diatasnya ketimbang media yang
buruk hanya akan menyebabkan benih tersebut rusak
dan akhirnya mati sehingga benih tidak akan tumbuh.
Berdasarkan hasil praktikum ini, diperoleh hasil
indeks vigor pada padi varietas A sebesar 29,27 dan
coeffision vigornya sebesar 20,64. Sedangkan padi
varietas B memiliki indeks vigor dan coeffisien 0.
Hasil ini diperoleh dari pengamatan perkecambahan
114
selama 8 hari dengan penyiraman atau perawatan benih
setiap harinya. Setelah 8 hari, pada akhir pengamatan
dapat terlihat bahwa padi varietas A berkecambah
sebanyak 18 benih dari 20 benih dari 20 benih yang
dikecambahkan dan pada varietas B tidak satupun yang
berkecambah. Hal ini menggambarkan bahwa indeks vigor
perkecambahan padi varietas A lebih baik dari padi
varietas B.
Rendahnya vigor pada padi varietas B dapat
disebabkan oleh banyak factor, seperti yang diungkapkan
menurut Sutopo (2004) bahwa rendahnya vigor pada benih
dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan
mikrobia. Sedangkan menurut Copeland (1995) bahwa
proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis
ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan
jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah
di lapangan “field emergence” terhambatnya pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan
115
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum pengujian kemurnian benih
diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa padi
varietas A memiliki indeks vigor sebesar 29,27 dan
coefficient vigor sebesar 20,64, sedangkan pada padi
varietas B tidak ada yang berkecambah, sehingga indeks
vigor dan coeffisien vigornya 0.
B. Saran
1. Praktikan diharapkan dapat mengikuti kegiatan
praktikum sesuai dengan petunjuk asisten
2. Praktikan diharapkan dapat menghitung vigor benih
dengan rumus yang tersedia
117
DAFTAR PUSTAKA
Copeland, L.O., and M. B. McDonald. 1995. Principle Of Seed
Science and Technology. Fourth Edition. Dalam Jurnal
Wartabepe: Samuel. Purnamaningsil , S.L.
Kendarini, N. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap
Penurunan Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L)
Merill) Varietas Gepak Kuning Selama Dalam Penyimpanan.
Kartasapoetra, A. 1989. Teknologi Benih. Jakarta: PT Bina
Aksara
118
Kartono.2004. Tehnik Penyimpanan Benih Kedelai Varietas Wilis Pada
Kadar Air dan Suhu Penyimpanan Yang Berbeda. Buletin
Tehnik Pertanian Volume 9 Nomor 2.
Situmorang, T.S. 2010. Pengujian Mutu Benih. Balai Besar
Benih dan Proteksi Tanaman Direktorat Jendral
Perkebunan-Departemen Pertanian Medan.
Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih (edisi revisi). Dalam Jurnal
Wartabepe: Samuel. Purnamaningsil , S.L.
Kendarini, N. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap
Penurunan Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L)
Merill) Varietas Gepak Kuning Selama Dalam Penyimpanan.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih (edisi revisi). Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
I. PENDAHULUAN
119
A. Latar Belakang
Kebutuhan cahaya terhadap suatu tanaman berbeda-
beda, tergantung dari jenis tanaman itu sendiri. Ada
yang memerlukan banyak cahaya dan ada juga yang tidak.
Faktor cahaya tidak dapat dipisahkan bagi tanaman yang
menggantungkan proses hidupnya dengan melakukan
fotosintesis, dimana proses ini dapat berlangsung
sempurna dengan bantuan cahaya matahari.
Walaupun demikian, ada pula tanaman yang
membutuhkan intensitas cahaya yang lebih rendah untuk
menjaga kelangsungan hidupnya, bahkan ada pula yang
tetap dapat menghasilkan energi dengan tidak bergantung
pada cahaya matahari, namun hanya sebagian kecil
tanaman dan pada kondisi tertentu saja.
Untuk dapat berkecambah dengan baik, maka perlu
dipenuhi syarat-syarat pertumbuhan tanaman itu sendiri
dimulai dari sejak masih menjadi benih. media yang baik
dengan intensitas cahaya yang tercukupi akan membuat
120
benih berkecambah dengan baik dan tumbuh menjadi
tanaman yang berproduksi tinggi.
B. Tujuan
Untuk mempelajari atau mengetahui bagaimana
pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Intensitas cahaya matahari yang terhalang oleh
tanaman lain yang lebih tinggi akan mengakibatkan
terjadinya perubahan fisiologis tanaman, khususnya
dalam aktivitas fotosintesis. Tanaman kedelai yang
ternaungi akan mencapai titik kejenuhan cahaya,
akibatnya laju fotosintesis lebih rendah dibandingkan
tanaman yang ditanam di lingkungan yang tidak ternaungi
(Bowes, 1972).
121
Respon tanaman pada lingkungan ternaungi ditentukan
oleh toleransi tanaman terhadap pengurangan intensitas
cahaya. Salah satu pengaruh naungan terhadap morfologi
tanaman adalah batang tanaman menjadi lebih tinggi
karena batang tanaman mengalami etiolasi. (Uchimiya,
2001)
Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung
mempunyai jumlah cabang sedikit dan batang yang lebih
tinggi dibandingkan tanaman yang ditanam dalam kondisi
tanpa naungan. Perubahan tinggi batang tanaman pada
beberapa tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami
etiolasi pada naungan lebih dari 25%. (Uchimiya, 2001)
Tanaman C4, C3, dan CAM memiliki reaksi fisiologi
yang berbeda terhadap pengaruh intensitas, kualitas,
dan lama penyinaran oleh cahaya matahari. Selain itu,
setiap jenis tanaman memiliki sifat yang berbeda dalam
hal fotoperiodisme, yaitu lamanya penyinaran dalam satu
hari yang diterima tanaman.Perbedaan respon tumbuhan
terhadap lama penyinaran atau disebut juga
fotoperiodisme, menjadikan tanaman dikelompokkan
122
menjadi tanaman hari netral, tanaman hari panjang, dan
tanaman hari pendek.(Chory, 1997)
Cahaya juga dapat bersifat sebagai penghambat
(inhibitor) pada proses pertumbuhan, hal ini terjadi
karena dapat memacu difusi auksin ke bagian yang tidak
terkena cahaya. Cahaya yang bersifat sebagai inhibitor
tersebut disebabkan oleh tidak adanya cahaya sehingga
dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel –
sel tumbuhan sebaliknya, benih yang tumbuh ditempat
terang menyebabkan benih-benih tumbuh lebih lambat
dengan kondisi relatif pendek, lebih lebar, lebih
hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah lebih
kokoh. Hal ini dikarenakan sinar matahari sangat
penting dan memberikan pengaruh besar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan dari benih itu sendiri.
(Fitter, 1991)
123
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih
jagung, benih kedelai, polybag, pasir, sungkub,
seedbox, air dan label.
B. Prosedur Kerja
124
1. Ditanam benih kedelai pada seedbox dan benih jagung
pada polybag
2. Diberikan perlakuan dengan diberi cahaya dan
ditempatkan di ruangan gelap
3. Diamati perkecambahannya selama 2 hari sekali
selama 8 hari
4. Setelah 8 hari tanaman dicabut dan diamati panjang
akar serta panjang batangnya. Perlakuan
dibandingkan dan disimpulkan
5. Digambarkan masing-masing perkecambahannya dan
disebutkan bagian-bagiannya
6. Dilakukan hal seperti diatas pada media steril yang
telah direbus terlebih dahulu
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
125
A. Hasil Pengamatan
1. Tabel pengamatan tinggi tanaman jagung sungkup
No SampelTinggi Tanaman
Hari -2 Hari -4 (cm)
Hari -6 (cm)
Hari -8 (cm)
12345678910
tan 1tan 2tan 3tan 4tan 5tan 6tan 7 tan 8tan 9tan 10
0,01 cm0,02 cm
--------
4,33,15,55,368,54,65,66,26,8
1413,215,515
17,520,217,615,917,316,6
23,422,919,624,725,9313229,926,427,8
Rata-rata Total
tanaman
0,0032 tan
5,59cm
18 tan
16,2818 tan
26,36 18 tan
Keterangan : - belum tumbuh
: : rata-rat tinggi tanaman jagung dari hari kehari
semakin meningkat.
2. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Polibag Non
Sungkup
No SampelTinggi Tanaman
Hari -2 Hari -4 (cm)
Hari -6 (cm)
Hari -8 (cm)
12
tan 1tan 2
0,01 cm0,02 cm
44,4
12,312,7
23,723,5
126
345678910
tan 3tan 4tan 5tan 6tan 7 tan 8tan 9tan 10
0,01 cm-------
4,52,73,85,14,85,34,12,5
1313,59,514,914,816,512,113,6
24,324,119,526,127,329,124,327,5
Rata-rata Total
tanaman
0,00419 tan
4,12cm
19 tan
13,2919 tan
24,94 19 tan
: : rata-rata tinggi tanaman jagung semakin harisemakin naik.
3. Tabel persentase perkecambahan kedelai dan
persentase kontaminasi tanaman pada seed box berisi
pasir steril.
No VariabelPengamatan
Hari-2
Hari-4
Hari -6 Hari -8
1 Persentaseperkecambahan
- - - 2/40x100%= 5%
2 Persentasekontaminasi
- - 2/40x100%= 5%
6/40x100%= 15%
: : Persentase perkecambahan tanaman kedelai
hingga hari -8 mencapai 5%, sedangkan kontaminasi
mencapai 15%.
127
4. Tabel persentase perkecambahan kedelai dan
persentase kontaminasi tanaman kedelai pada seed
box berisi pasir non steril.
No VariabelPengamatan
Hari-1
Hari -4 Hari -6 Hari -8
1 Persentaseperkecambahan
- 1/40x100%= 2,5%
1/40x100%= 2,5%
2/40x100%= 5%
2 Persentasekontaminasi
- - 3/40x100%= 7,5%
6/40x100%= 15%
: : persentase perkecambahan tanaman kedelai meningkat
pada hari -8 dan persentasi kontaminasi pada hari ke -8
mencapai 15% (meningkat).
B. Pembahasan
Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita bisa
mengetahui bagaimana perbedaan pertumbuhan benih
128
kedelai pada pasir steril dan non steril. Tahapan
pembuatan pasir steril menurut Imron (2013) adalah:
1. Pasir diayak dengan menggunakan ayakan pasir dengan
ukuran 5 mess, sebanyak yang dikehendaki untuk
melakukan pengujian.
2. Pasir yang telah diayak dicuci di dalam bak pencuci
pasir sedikit demi sedikit, dengan terus diaduk-
aduk agar kotoran/tanah yang ada dalam pasir sampai
air untuk mencuci kelihatan bersih.
3. Pasir yang sudah bersih kemudian direbus dalam
drum, isi dengan air bersih ½ dari tinggi drum
tersebut. Setelah pasir dan air dimasukkan kemudian
dilakukan perebusan hingga air mendidih, sesekali
lakukan pengadukan dengan menggunakan adukan dari
kayu.
4. Pasir kemudian diturunkan dari dalam drum perebus
dengan menggunakan sekop kemudian ditiriskan di
atas karung.
5. Pasir siap digunakan untuk pengujian.
129
Pasir sebagai media perkecambahan benih cukup baik
digunakan karena pasir sangat mudah diolah, media
jenis ini memiliki aerasi dan drainase yang baik, namun
pasir memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga
kemampuannya dalam meloloskan air sangat tinggi dan
kemampuannya menyimpan air menjadi rendah. Hal ini
menyebabkan pasir mudah cepat kering, sehingga perlu
diperhatikan kandungan airnya. Sedangkan perkecambahan
suatu benih tidak dapat dipisahkan dari kandungan air
pada media tempatnya tumbuh. Benih yang ditanam pada
suatu media akan dapat berkecambah dengan baik apabila
syarat pertumbuhannya terpenuhi, salah satunya
kandungan air pada media tersebut yang fungsinya amat
vital untuk mengaktifkan enzim-enzim dan juga untuk
melarutkan unsure hara yang dibutuhkan tanaman. Apabila
media yang ditempati benih kekurangan air maka prose
perkecambahan dan pertumbuhannya akan terhambat.
Untuk daya tumbuh benih pada media pasir cukup
baik, karena media pasir yang steril telah aman untuk
pertumbuhan benih dimana bibit penyakit yang ada
130
didalamnya telah dihilangkan terlebih dahulu. Benih pun
menjadi sehat dan memiliki daya tumbuh yang kuat
apabila syarat pertumbuhannya pun diperhatikan dan di
penuhi.
Hasil yang didapat dari praktikum perkecambahan
benih kedelai pada pasir steril diperoleh data
persentase perkecambahan dimulai pada hari kedelapan
sebesar 5%, serta persentase kontaminasinya sudah
dimulai sejak hari ke enam sebesar 5% dan hari
kedelapan sebesar 15%. Sedangkan persentase
perkecambahan kedelai pada media pasir steril sudah
mulai muncul pada hari ke empat sebesar 2,5%, hari ke
enam 2,5% dan hari ke delapan 5%, dan persentase
kontaminasinya terjadi pada hari ke enam sebesar 7,5%
serta hari ke delapan sebesar 15%.
Berdasarkan hasil yang diuraikan diatas,
perkecambahan kedelai pada pasir steril terhitung lebih
lambat kemunculannya dibandingkan pasir non steril,
meskipun hasil akhirnya menunjukan persentase
perkecambahan yang sama. Hal ini tidak sesuai dengan
131
yang diungkapkan oleh Imron (2013) bahwa media pasir
yang steril telah terbebas dari jamur cendawan pathogen
serta mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman
seperti phospor (0,08 g), kalium (2,53 g), kalsium
(2,92 g), Fe2O3 (5,19 g) dan MgO (1,02 g), sehingga
proses perkecambahannya lebih cepat.
Gejala kondisi perkecambahan benih yang ternaungi
berdasarkan hasil diatas ialah berwarna hijau
kekuningan dan laju perkecambahannya lambat meskipun
pertumbuhannya dari hari ke hari terus meningkat.
Peningkatan ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Susanto (2011) bahwa peningkatan pertumbuhan pada
tanaman yang ternaungi menunjukan peningkatan jumlah
auksin pada tanaman tersebut sehingga proses
pemanjangan batangnya lebih cepat dari pada yang tidak
ternaungi.
Kondisi perkecambahan jagung yang ternaungi
memiliki warna hijau kekuningan dengan panjang akar
rata-rata 8,56. Cepatnya perkecambahann jagung ini
diakibatkan oleh kurangnya tanaman ini dalam memperoleh
132
cahaya, sehingga hormone auksin yang terdapat pada
jaringan muda jagung terutama bagian ujung akar
tanamannya berproduksi lebih banyak dan terjadi
pertambahan akar yang lebih cepat. Cahaya selain dapat
membantu proses fotosintesis untuk kebutuhan tanaman
juga berfungsi untuk sedikit menghambat hormone auksin
pada tanaman. Maka panjang akar tanaman jagung yang
tidak ternaungi lebih pendek dari yang ternaungi yaitu
dengan rata-rata 7,64. Sedangkan warnanya merah
kehijauan yang menunjukan proses metabolisme dengan
bantuan cahaya berjalan dengan lancar dan nutrisinya
terpenuhi, berbeda dengan yang tidak disungkup
mengalami kekurangan nutrisi.
Agrawal (1980) mengungkapkan bahwa Pemberian
sungkup karton menyebabkan pertumbuhan benih yang lebih
baik dibandingkan perlakuan tanpa sungkup. Pengaruh
pemberian sungkup terlihat pada peningkatan tinggi
tanaman, luas daun, indeks luas daun, dan rasio tajuk
akar satu minggu setelah tanam. Meski demikian
133
pemberian sungkup menyebabkan penurunan laju asimilasi
bersih, berat segar akar, dan berat kering akar.
Cahaya sangat penting untuk membantu mengaktifkan
proses metabolisme dalam benih sehingga mampu
berkecambah dengan normal dan pertumbuhannya tidak
lemah atau terganggu. Apalagi awal pertumbuhan tanaman
harus memenuhi syarat suatu benih itu untuk tumbuh
dengan baik sesuai dengan kebutuhan cahaya yang
diperlukannya.
Perbedaan morfologi antara jagung yang di sungkup
dan tidak disungkup adalah:
1. Warna batang
Warna pada batang tanaman jagung yang disungkup
yaitu hijau kekuningan, hal ini menggambarkan
terhambatnya proses fotosintesis. Sedangkan yang
tidak disungkup warnanya merah kehijauan yang
menandakan proses fotosintesis berjalan lancar.
2. Tinggi batang
Tinggi batang pada tanaman jagung yang disungkup
lebih tinggi dan lemah dari pada yang tidak
134
disungkup, hal ini menandakan peningkatan hormone
auksin karena tidak terhambat oleh cahaya matahari
serta kurangnya asupan nutrisi. Sedangkan pada
batang tanaman jagung yang tidak disungkup
tingginya lebih rendah tetapi kuat karena
nutrisinya tercukupi. Sedangkan menurut Harjadi
(1979) Tinggi tanaman dipengaruhi oleh intensitas
cahaya. Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan
tanaman pendek. Hal ini disebabkan auksin yang
mempengaruhi pemanjangan sel bekerja lebih aktif
dalam kondisi gelap. Tinggi tanaman merupakan usaha
tanaman memperoleh cahaya.
3. Warna daun
Warna daun pada tanaman jagung yang disungkup yaitu
hijau muda kekuningan yang menunjukan daun sulit
melakukan fotosintesis sehingga warnanya demikian.
Berbeda dengan daun yang tidak disungkup dengan
warna hijau tua yang menandakan proses fotosintesis
berjalan lancar dan tanaman mampu menghasilkan
bahan makanan yang diperlukan tanaman itu sendiri
135
untuk melakukan proses pertumbuhannya. Sulistyo
(2002) menambahkan bahwa kondisi tanaman yang
ternaungi cenderung meningkatkan luas daun pada
tanaman, hal ini menggambarkan bahwa tanaman
tersebut berusaha untuk memanksimalkan penangkapan
cahaya yang intensitasnya sedikit.
Perkecambahan pada tanaman jagung yang ternaungi
menghasilkan tanaman yang memiliki perkecambahan lambat
namun prose pertumbuhannya lebih cepat dari pada yang
tidak ternanungi. Hal ini menandakan adanya peristiwa
etiolasi yaitu dimana batang memanjang karena
peningkatan hormone auksin akibat ternaunginya tanaman
karena kekurangan intensitas cahaya. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Gardner (1985) bahwa Etiolasi
yang terjadi pada sebagian besar tanaman akibat naungan
disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin
yang tinggi, sehingga merangsang pemanjangan sel yang
mendorong meningkatnya tinggi tanaman.
Sedangkan pengaruh media steril pada perkecambahan
kedelai diperoleh hasil bahwa persentase
136
perkecambahannya 5%, hasil ini sama dengann
perkecambahan pada media non steril, namun
pemunculannya lebih dulu pada media non steril, hal ini
dapat terjadi karena banyak factor, salah satunya
karena kandungan air pada media pasir steril kurang
diperhatikan sehingga proses perkecambahan yang
membutuhkan keberadaan air menjadi terhambat. Sedangkan
untuk persentase kontaminasinya sendiri pada media
steril awalnya lebih sedikit sebanyak 5% dan pada media
non steril sebanyak 7,5%, hal ini sesuai yang
diungkapkan oleh Imron (2013) bahwa media pasir yang
telah disterilkan akan membunuh cendawan pathogen yang
bisa merusak atau menghambat pertumbuhan benih.
Meskipun demikian, hasil akhir dari persentase
kontaminasi pada pasir steril dan non steril ialah
sama, sebesar 15%.
137
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini
ialah rata-rata tinggi tanaman jagung yang ternaungi
26,36 cm dan yang tidak ternaungi tinggi rata-ratanya
24,94. Morfologi tanaman yang jagung yang ternaungi
berwarna hijau kekuningan dengan panjang akar
terpanjang sebesar 13 cm serta warna daun hijau muda
kekuningan. Sedangkan yang tidak ternaungi memiliki
warna daun hijau tua serta panjang akar terpanjang
sebesar 11,3 cm.
Untuk media pasir steril dan non steril sendiri
memiliki hasil akhir yang sama, yaitu persentase
138
perkecambahan sebesar 5% dan persentase kontaminasi
sebesar 15%.
B. Saran
1. Praktikan diharapkan dapat mengikuti petunjuk
asisten dengan baik
2. Praktikan diharapkan dapat mengamati perbedaan
pertumbuhan tanaman yang ternaungi dan tidak
ternaungi dengan teliti
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, R. L. 1980. Seed Technology. Oxford & IBH
Publishing Co. New Delhi.
139
Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Gramedia.
Jakarta.
Chory, J. 1997. Light Modulation of Vegetative Development. The
Plant Cell 9 : 1225-1234.
Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan
Tanaman. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchel. 1985.
Physiology of Crop Plants. Iowa State University
Press.
Sulistyono, E., M.A. Chozin, F. Rezkiyanti. 2002. Uji
potensi hasil beberapa galur padi gogo (Oryza sativa L.) pada
beberapa tingkat naungan. Bul. Agron. 30:1-5.
Bowes, G., W.L. Ogren, R.H. Hageman. 1972. Light
saturation, photosynthesis rate, RuDP carboxylase activity, and
specifi c leaf weight in soybeans grown under different light
intensity. Dalam jurnal Susanto, G. W. A. Sundari,
T. 2011. Perubahan Karakter Agronomi Aksesi Plasma
Nutfah Kedelai di Lingkungan Ternaungi. J. Agron.
Indonesia 39 (1) : 1 - 6 (2011)
140
Uchimiya, H. 2001. Genetic engineering for abiotic stress tolerance
in plants, SCOPAS.
http://www.sciencecouncil.cgiar.org. Diakses
pada tanggal 5 Juli 2014
Susanto, G. W. A. Sundari, T. 2011. Perubahan Karakter
Agronomi Aksesi Plasma Nutfah Kedelai di Lingkungan
Ternaungi. J. Agron. Indonesia 39 (1) : 1 - 6
(2011)
Imron, A.A. 2013. Cara Membuat Media Pasir Steril Sebagai Media
tanam. http://ditjenbun.go.id. Diakses pada
tanggal 5 Juli 2014.
141
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih di sini adalah biji tanaman yang digunakan
untuk tujuan pertanaman. Sehingga masalah teknologi
benih berada dalam ruang lingkup agronomi. Agronomi
sendiri diartikan sebagai suatu gugus ilmu pertanian
yang mempelajari pengolahan lapang produksi dengan
segenap unsure alam (iklim, tanah, air), tanaman, hewan
142
dan manusia untuk mencapai produksi tanaman secara
maksimal.
Pada konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu
tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman
yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang
maju. Sering petani mengalami kerugian yang tidak
sedikit baik dari segi biaya maupun waktu yang berharga
akibat penggunaan benih yang bermutu rendah. Oleh
karena itu meskipun pertumbuhan dan produksi tanaman
sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan cara bercocok
tanam, tetapi harus diingat pentingnya pemilihan mutu
benih yang akan digunakan.
Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa masalah-
masalah dalam bidang teknologi benih kebanyakan
menjurus pada aspek-aspek dalam bidang produksi benih,
pengolahan, penyimpanan, dan pengujian benih. Masalah
yang terdapat dalam satu bidang mempunyai kaitan dengan
bidang lainnya. Sehingga untuk dapat memecahkan suatu
masalah diperlukan kerjasama antar bidang. Disamping
dengan memanfaatkan juga cabang-cabang ilmu lain
143
seperti Botani, Fisiologi Tumbuh-tumbuhan, Genetika,
Taksonomi, Hama dan Penyakit Tanaman, Fisika, Kimia dan
sebagainya untuk dapat diaplikasikan ke dalam lingkaran
proses dari usaha mencapai sasaran yang utama yaitu
mutu benih yang tinggi bagi petani.
B. Tujuan
Untuk mengetahui proses produksi benih di PT East-
West
144
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih unggul bagi para produsen dan pedagang benih
banyak memberi harapan bagi mereka untuk memperoleh
keuntungan dalam usahanya, karena banyaknya permintaan
akan benih tersebut. Jadi tersedianya persediaan benih
unggul yang bersertifikat dalam rangka usahanya, lebih
banyak menenangkan serta memuaskan para pengusaha
tersebut. (Kartasapoetra, 1989)
Benih unggul selalu menjadi idaman utama bagi para
petani. Walaupun harga belinya lebih mahal dari benih
tanpa sertifikat, petani akan selalu puas dan mempunyai
145
harapan-harapan besar dalam keberhasilan usaha taninya.
Kultur teknik yang telah mereka kuasai dipadukan dengan
benih unggul dalam pemakaiannya. Memang banyak memberi
harapan bagi petani dalam pelaksanaan usaha tani,
sehingga kegairahan kerjanya meningkat pula.
(Kartasapoetra, 1989)
Produksi tanaman per satuan luas lahan (crop yield)
harus memiliki produktivitas tinggi. Hal ini dapat
dilakukan dengan penerapan benih unggul yang
digunakandimana memiliki sifat berproduksi tinggi (high
yielding variety). Produksi benih ini dimaksudkan untuk
dipakai langsung oleh manusia dan binatang terutama
untuk makanan, dimana dalam distribusinya akan
mengalami rantai – rantai, pengolahan dan pemasaran.
Oleh sebab itu benih yang dihasilkan harus bermutu
tinggi dan memenuhi syarat – syarat perdagangan lainnya
seperti bentuk, warna, besar ukuranharus seragam dan
rasa harus menurut yang ditentukan sesuai dengan
keinginan konsumen.(Nelson, 2001).
146
Sertifikasi benih tanaman merupakan bagian dari
sistem distribusi, dirancang untuk memelihara dan
mempertahankan identitas serta kualitas varietas
tanaman. Tujuan sertifikasi benih adalah untuk
memelihara kemurnian mutu benih dari varietas unggul
serta menyediakannya secara kontinyu kepada petani.
(Harjadi, 1979)
Program pengembangan pembenihan yang teratur
diarahkan pada dua bidang yaitu pengadaan dan
pengaturan penyaluran benih bermutu tinggi yang murni
sifat genetiknya dan tepat waktu sampai ke tangan
petani dalam jumlah yang cukup. Yang kedua adalah
pengontrolan dan peningkatan mutu serta kemurnian
hasil. Pengadaan benih terutama ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan benih bermutu tinggi dan memenuhi
kebutuhan konsumsi. (Kamil, 1979)
Adapun tentang tujuan sertifikasi benih yang
berlangsung di Indonesia, yang pokok adalah
pemeliharaan kemurnian dan kualitas benih tanaman dari
varietas unggul serta berusaha agar secara terus
147
menerus dapat tersedia benih-benih yang bersertifikat
bagi kepentingan petani dan para pemakai benih pada
umumnya. Bagian sertifikasi benih dengan demikian
memberikan pelayanan-pelayanan kepada para produsen,
penakar dan para pedagang benih dalam hal pemberian
sertifikat-sertifikat benih tersebut. (Kartasapoetra,
1989)
Pada dasarnya sertifikasi benih tidak merupakan
keharusan dan sifatnya sukarela, memberikan jasa kepada
produsen benih untuk memberikan keterangan bahwa benih
tersebut benar terdiri dari varietas yang dimaksud.
Sedang terhadap para konsumen benih akan membantu
meyakinkan terhadap kebenaran dan mutu dari benih yang
akan dibelinya. (Sutopo, 2010)
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah data
primer dan sekunder, alat tulis dan kamera.
148
B. Prosedur Kerja
1. Ditentukan lokasi kunjungan lapang berdasarkan
praktikum ini
2. Tempat lokasi disurvey atau dikunjungi
3. Data pengamatan yang didapat dari responden dan
berdasarkan pengamatan langsung di lokasi survei
diamati dan dicatat
4. Data yang diperoleh dianalisis
149
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pada praktikum lapang yang dilaksanakan dI
purwakarta pada tanggal 23 Juni 2014 yaitu dari PT EAST
WEST, diperoleh banyak informasi mengenai bagaimana PT
EAST WEST di bangun.
PT EAST WEST berdiri di Indonesia pada tahun 1990,
pabrik ini memiliki lambang cap panah merah dengan
gambar tanaman ditengahnya. Filosofi dari panah yang
saling berhadapan ini berarti bahwa teknologi dari
barat dipadukan dengan semangat kerja orang timur
sihingga diperoleh benih yang baik dan berkualitas.
PT EAST WEST memiliki banyak varietas benih unggul
yang sudah diproduksi. Beberapa diantaranya dipamerkan
pada demontrasi hasil pertanian di lapangan. Berikut
beberapa jenis benih tanaman dan varietas yang di
miliki oleh PT EAST WEST yaitu :
1. Kangkung, varietasnya :
150
a. Srimpi : berdaun kecil dan sempit seperti bambu
b. Habsari
c. Salina : Berbiji dengan rasa enak dan umur
genjah
2. Terong, varietasnya :
a. Mustang : Tumbuh di tanah merah
b. Yummy : Tahan penyakit layu
c. Laguna : Tahan penyakit layu
d. Largo : Bisa di temukan di daerah Kalimantan
e. Terong putih kania
f. Terong lalab hibrida
3. Tomat, varietasnya :
a. Agatha
b. Manara
c. Marta
d. Karunia
e. Mawar : Rasanya enak dan biasanya digunakan untuk
sambel sebagai pengganti pecin.
4. Cabai, varietasnya :
a. Dewata : hasil persilangan Hibrida
151
b. Santika : Rasanya paling pedas
c. Gadai : Didataran rendah
5. Semangka, Varietasnya :
a. Anabel : Tahan pecah
b. Punggawa : Adaptasi luas
c. Baginda : Tahan simpan
6. Oyong, varietasnya :
a. Chiko : Umurnya genjah
b. Azura : Tahan angkut
7. Labu, varietasnya :
a. Labu madu : Rasanya enak dan manis serta umur
genjah
b. Kusuma : Buah banyak rasa pulen
8. Melon, varietasnya :
a. Madesta : Tahan virus Gemini
b. Me 208 : Manis dan renyah
c. Aramis : Daging tebal dan tahan simpan
d. Amanta : Daging lembut dan rasa manis
e. Diora : Sikulit kuning
9. Pare, varietasnya :
152
a. Ranjau : Buah panjang
b. Dulco : Kulit mulus
c. Lipa : Daya hasil tinggi
d. Wuku : Buah banyak
10. Timun, varietasnya :
a. Zatavy : Tahan virus Gemini
b. Metavy : Tidak pahit
c. Monza : Tanaman vigor
11. Kembang Kol, vareitasnya :
a. Sinta
b. Nauli
c. Aquin : Umur genjah dan di datran tinggi
12. Jagung, varietasny :
a. Bonanza : Manis dan cantik
b. Lorenza : Lebih tahan bulai
13. Kacang Panjang :
a. Peletun : Rasanya enak
b. Parade : Produksi tinggi
c. Parade tavi : tahan virus dan buahnya banyak
153
Sedangkan untuk proses produksi benihnya, dimulai
dari persemaian di Green House untuk menguji
perkecambahannya. Parameter yang di uji yaitu :
1. Kadar air benih
2. Uji kemurnian benih
3. Uji bobot 1000 biji
4. Uji ketahanan benih
5. Uji daya kecambah
6. Uji genetik benih
Media yang di gunakan disini adalah media pasir
kali. Karena media ini telah diakui secara
internasional sebagai media dalam pengujian benih.
Sebab media ini sedikit sekali mengandung unsure hara,
sehingga setelah 10 hari tanaman akan kekuningan, maka
biasanya ditambahkan unsure hara tambahan dari sekam
padi apabila pengujian belum selesai.
Syarat pasir yang dapat digunakan yaitu yang tidak
beracun dan ber pH netral. Ciri pasir beracun bisa
terlihat pada seluruh akar tanaman seperti terbakar.
154
Di laboratorium, pengujian benih dilakukan dengan
cara lebih modern, dimana metode yang di gunakan
berbeda dengan metode di green house. 4 metode yang
digunakan, yaitu :
1. Uji daya keatas
2. Uji diantara kertas
3. Uji di pasir
4. Uji di kertas lipat
Syarat penggunaan kertas disini tidak jauh berbeda
dengan media pasir yang di gunakan sebelumnya, yaitu pH
netral dan tidak beracun. Pengujian disini dapat lebih
jelas bila benih tidak tumbuh dan berkecambah, karena
media yang digunakan memungkinkan kita untuk melihat
perkembangan dengan mudah.
Pada tempat yang terdapat banyak mesin besar,
disana proses bagaimana benih terseleksi dan
sipisahkan, antara benih besar dan kecil, antara yang
hampa dan tidak serta sebagainya. Disana juga ada
pewarnaan untuk benih, dimana benih akan terlihat
kemurnianya apabila warnanya sama dengan benih murni.
155
Terakahir area packing disini kondisi harus benar-
benar steril, baik mesin maupun orangnya. Hal ini untuk
menghindari campuran dari benih lain supaya tidak
terbawa ke benih baru. Pengemasan disini sudah modern,
dimana kualitas kemasan sangat terjaga sehingga benih
yang sudah siap diapasarkan memiliki kualitas yang
bagus.
B. Pembahasan
Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita dapat
mengetahui bahwa PT East West Seed Indonesia berdiri
pada 6 Juni 1990 tepatnya di Desa Benteng, Kecamatan
Campaka –Purwakarta, Jawa barat. Awalnya perusahaan
benih ini berdiri di Negara Filiphina pada tahun 80-an.
Perusahaan benih ini kemudian melebarkan usahanya
diberbagai Negara untuk memenuhi kebutuhan konsumen
yang semakin meningkat terhadap benih yang unggul.
Adapun Visi dan Misi Dari PT. East West Seed Indonesia
yaitu:
156
Visi dari PT. East West Seed Indonesia ini adalah:
“ PT. EAST WEST SEED INDONESIA bertekad menjadi
perusahaan benih sayuran nomor satu di Indonesia ”
Adapun Misi dari PT. EAST West Seed Indonesia ini
adalah:
1) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
2) Menghasilkan benih bermutu tinggi
3) Mengembangkan dan menerapkan teknologi perbenihan
secara terus menerus
4) Meningkatkan kesejahteraan karyawan
5) Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia
6) Memberikan Consultative Selling kepada pelanggan
7) Selalu berinovasi dalam pemenuhan kepuasan pelanggan
8) Turut serta dalam pengembangan perbenihan nasional.
Proses produksi benih di perusahaan ini dengan
melakukan kegiatan agronomi dilingkungan yang sesuai
dengan komoditas tanaman yang dibudidayakan. Mereka
menggunakan lahan ditempat tinggi, sedang dan rendah
sebagai lahan untuk menghasilkan benih unggul dengan
hasil produksi yang tingggi.
157
Lebih dari satu dekade PT. East West Seed Indonesia
selalu menyediakan benih yang sehat, produk yang tepat
dengan kemurnian genetika yang tinggi serta daya
kecambah yang baik. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi
sesuai dengan permintaan konsumen dan menjadi kunci
sukses petani Indonesia. Sesuai dengan misinya untuk
selalu menghasilkan benih sayuran yang bermutu tinggi
untuk petani Indonesia, PT. East West Seed Indonesia
terus membenahi system mutunya. Mulai dari proses
penelitian dan pengembangan varietas unggul baru,
produksi benih, pengolahan benih, penyimpanan,
pengemasan, penanganan order pelanggan, dan distribusi
benih diawasi secara ketat sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh ISO 9001:2000. PT. East West Seed .
Cap panah merah yang digunakan pada logo dari hasil
produsi benihnya memiliki filosofis sebagai teknologi
yang digunakan dari barat pada panah yang berasal dari
sisi barat dan sebagai semangat kerja orang-orang timur
dari sisi panah merah sebelah timurnya, sehingga
dantara dua panah merah terdapat benih tanaman yang
158
menggambarkan keunggulannya berkat kedua kekuatan panah
merah yang dilakukan dalam proses perakitannya.
Analisis SWOT yang dilakukan di PT. East West Seed
Indonesia adalah
1. Dengan mendirikan kantor pusat di berbagai dataran
agar kualitas benih tetap terjaga.
2. Pembangunan R&D yang modern di Purwakarta
3. Pembangunan Laboratorium QA dan Gudang di Jember
4. Perluasan area produksi di Timor Barat.
Demoplot berfungsi untuk menunjukan tanaman yang
dimiliki PT. East West dengan keunggulannya masing-
masing. Contoh varietas yang dipamerkan dalam demplot
PT East West Seed Indonesia adalah:
1. Tanaman Pare, tanaman ini memiliki beberapa
varietas yang dibudidayakan untuk dihasilkan benih
yang unggul pada pabrik ini, diataranya varietas
dan keunggulannya:
a) Ranjau : Buah panjang
b) Dulco : Kulit mulus
c) Lipa : Daya hasil tinggi
159
d) Wuku : Buah banyak
2. Timun dengan varietas yang ada di sama memiliki
keunggulan sebagai berikut:
a) Zatavy : Tahan virus Gemini
b) Metavy : Tidak pahit
c) Monza : Tanaman vigor
Proses packing di perusahaan ini harus dalam
kondisi benar-benar steril, baik mesin maupun orangnya.
Hal ini untuk menghindari campuran dari benih lain
supaya tidak terbawa ke benih baru. Pengemasan disini
sudah modern, dimana kualitas kemasan sangat terjaga
sehingga benih yang sudah siap diapasarkan memiliki
kualitas yang bagus.
Hal yang dilakukan pada proses packing yaitu
pengemasan benih dengan mesin modern yang ada,
penimbangan benih setiap per kemasan, serta pengemasan
benih yang sudah siap dipasarkan di masukan ke dalam
kardus yang telah disediakan, terakhir ditimbang
plastic bekas pengemasan yang kualitasnya gagal atau
tidak sesuai standar untuk dibuang.
160
Proses QW bertujuan untuk mengetahui layak tidaknya
benih tersebut untuk dipasarkan. QR (Quality Respon) di
PT. East West Seed Indonesia yaitu melalui beberapa
pengujian yaitu:
1. Uji sreen house
Pengujian ini yaitu dengan cara pengujian
menggunakan media pasir. Media pasir yang digunakan
adalah pasir sungai yang lolos ayakan 5 ml. Media
pasir yang digunakan harus bebas dari racun, pH
netral dan kemampuan menyimpan air baik. Kekurangan
pengujian media pasir yaitu tidak bisa melihat
pertumbuhan akar dan tidak dapat melihat secara
fisik. Keuntungan menggunakan metode ini yaitu
pertumbuhan yang didapatkan serempak.
2. Pengujian lab
Parameter mutu dalam pengujian benih yaitu daya
kecambah, kadar air, kemurnian fisik, bobot 1000
biji, kesehatan benih dan kemurnian genetic.
a. Daya kecambah : potensi berkecambah sebuah lot.
Menggunakan uji diatas kertas (UKD) bisanya pada
161
uji ini digunakan untuk benih yang kecil.
Dilakukan 4 kali ulangan untuk masing-masing
benih.
- Uji Antar Kertas, biasanya digunakan untuk
benih yang besar.
- Plant paper (kertas lipat) misalnya digunakan
untuk benih wortel.
Syarat kertas yang digunakan yaitu dapat menyerap
air, tidak beracun dan pH netral.
b. Uji kadar air : berhubungan dengan umur benih
makin tinggi kadar air pada suatu benih maka umur
benih berkurang. Standar kadar air pada benih
yang digunakan pada PT. East West Seed Indonesia
yaitu 7%.
c. Uji kemurnian genetic : berhubungan dengan
uniform yaitu sifat asli dari varietas fisik
benih yang akan dijual.
- Uji graw : uji lapang kemudian disamakan dnegan
deskripsi. Diliat dari daun, batang, bentuk
buah (harus murni/asli) waktu sampai 3-4 bulan.
162
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian diatas kita dapat menarik
kesimpulan bahwa perusahaan benih East West Seed
Indonesia telah menggunakan cara-cara pengujian standar
untuk proses produksi benih yang sesuai dengan aturan
ISTA. Hal ini menggambarkan bahwa benih yang dihasilkan
oleh perusahaan benih ini layak untuk dipasarkan dan
memang memberikan hasil produksi yang tinggi serta
memiliki keunggulan terhadap ketahanan penyakit maupun
adaptasi lingkungannya.
B. Saran
1. Praktikan diharapkan aktif dalam mencari informasi
atau data yang dibutuhkan dalam praktikum ini
2. Praktikan diharapkan bisa mengikuti arahan asisten
dan dosen dengan baik
164
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, S. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia.
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang : Angkasa Raya.
Nelson, S. 2001. Seed Stratification.University ofSaskatchewan. England
Kartasapoetra, A. 1989. Teknologi Benih. Jakarta: PT Bina
Aksara
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih (Edisi Revisi). PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta
165