laporan praktikum tpb

165
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman nenek moyang, para petani telah mampu melakukan pengujian-pengujian benih. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kerugian yang bisa terjadi, terutama dalam hal benih yang murni dan atau yang unggul yang selalu mereka inginkan. Walaupun hasilnya kurang memuaskan tetapi berhasil menyelamatkan usaha taninya. Pengujian yang mereka laksanakan biasanya menggunakan perasaan, melihat, meraba, mencium dan menggigit-gigit benih tersebut, dengan patokan-patokan tradisional. Mereka dapat membedakan benih yang baik dan yang buruk atau tegasnya pendekatan-pendekatan antara benih yang baik dan benih yang buruk, sehingga dalam jangka waktu yang panjang (beratus-ratus tahun) mereka dapat mempertahankan kelangsungan usaha taninya, serta mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. 1

Upload: universitasjenderalsoedirman

Post on 28-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman nenek moyang, para petani telah mampu

melakukan pengujian-pengujian benih. Hal tersebut

dilakukan untuk menghindari kerugian yang bisa terjadi,

terutama dalam hal benih yang murni dan atau yang

unggul yang selalu mereka inginkan. Walaupun hasilnya

kurang memuaskan tetapi berhasil menyelamatkan usaha

taninya.

Pengujian yang mereka laksanakan biasanya

menggunakan perasaan, melihat, meraba, mencium dan

menggigit-gigit benih tersebut, dengan patokan-patokan

tradisional. Mereka dapat membedakan benih yang baik

dan yang buruk atau tegasnya pendekatan-pendekatan

antara benih yang baik dan benih yang buruk, sehingga

dalam jangka waktu yang panjang (beratus-ratus tahun)

mereka dapat mempertahankan kelangsungan usaha taninya,

serta mencukupi kebutuhan pangan masyarakat.

1

Pengujian benaih itu sangat penting, terujinya

benih berarti terhindarnya para petani dari berbagai

kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha

taninya. Selain itu benih yang baik dan unggul dengan

kultur teknik yang mantap, akan dapat meningkatkan

berbagai produk pertanian.

Dengan alasan tersebut, maka sangat diperlukan

pengujian benih lebih lanjut untuk memudahkan petani

memperoleh benih murni yang baik dan berkualitas,

sehingga tingkat usaha tani yang dilakukan pun

meningkat dan dapat menekan kerugian yang bisa terjadi

karena kurang baiknya benih yang digunakan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui komposisi dari contoh yang diuji

yang akan mencerminkan komposisi kelompok benih dari

mana contoh tersebut diambil dengan

jenis/kultivar/varietas dan kotoran benih pada contoh

tersebut dengan identifikasi yang telah ditetapkan.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas benih merupakan titik awal dan faktor yang

paling penting bagi keberhasilan produksi tanaman.

Benih adalah penentu awal bagi perkembangan tanaman dan

3

bagi keberhasilan budidaya. Penggunaan benih yang

berkualitas akan memastikan kemajuan yang diperoleh

dari aplikasi input lain pada produksi pertanian

seperti pemupukan dan pengairan. Hanya dengan

penggunaan benih yang bermutu atau berkualitas baik

yang dapat memastikan hasil yang memuaskan dari

budidaya (Zecchinelli, 2009).

Hal penting dalam penyediaan benih bermutu adalah

kualitas benih. Kualitas benih ini sendiri dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu potensi genetik, kemasakan

biji, lingkungan selama tahap pembentukan biji, ukuran

biji dan kerapatan tanam, kerusakan mekanis, umur benih

dan kemundurannya, serangan mikroorganisme, dan

kerusakan akibat chilling injury. (Copeland, 1976)

Benih murni adalah semua benih masak utuh, benih

berukuran kecil, mengkerut, tidak masak, benih yang

telah berkecambah sebelum diuji, dan pecahan benih yang

ukurannya lebih besar dari separuh benih yang

sesungguhnya, dengan catatan benih tersebut sudah pasti

4

merupakan benih dari varietas/spesies tersebut.

(Rustini, 2012)

Kotoran benih mencakup partikel-partikel tanah,

pasir, dan bagian-bagian tanaman seperti ranting, daun,

dan lainnya, sedangkan benih tanaman lain/biji gulma

termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi

persyaratan baik dari komponen benih murni, benih

varietas/spesies lain, dan semua benih atau bagian

vegetatif tanaman yang termasuk kategori gulma serta

pecahan gulma. (Rustini, 2012)

Produksi benih berkualitas merupakan proses yang

panjang, dimulai dari pemilihan bahan tanaman,

pemeliharaan tanaman, panen, serta penanganan setelah

panen. Agar produksi benih berhasil, selain

mempertimbangkan factor genetik (bahan tanaman), perlu

pula diperhatikan faktor-faktor lainnya seperti lokasi

produksi, iklim, isolasi, ketersediaan serangga

penyerbuk, tenaga yang terampil dan murah, serta sistem

transportasi yang memadai. (Hasanah, 2002)

5

III. METODE PELAKSANAAN

A. Alat dan Bahan

6

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini

adalah : benih kedelai, petridish, timbangan

listrik, dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Berat awal benih campuran ditimbang

3. Benih campuran ditaburkan pada petridish dan

kemudian dipisahkan antara benih kedelai dan

kotoran lainnya

4. Benih kedelai maupun kotorannya ditimbang

5. Dihitung kemurnian benih dan dicatat hasilnya

7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

% BM (Benih Murni ) = Berat BM x 100 % Berat Awal

= 12,1 x 100 % 20

= 60,50 %

% SL (Spesies lain ) = Berat SL x 100 % Berat Awal

= 4,1 x 100 % 20

= 20,50 %

% KB (Kemurnian Benih) = Berat KB x 100 % Berat Awal

= 12,1 x 100 % 20

= 60,50 %

Kesimpulan :

- Persentase (%) benih murni yang didapatkan adalah

60,50 %

8

- Persentase (%) spesies lain yang didapatkan

adalah 20,50 %

- Persentase (%) kemurnian benih yang didapatkan

adalah 20,50 %

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat

memperoleh beragam informasi bahwa pengujian kemurnian

benih menurut Kartasapoetra (1989) merupakan kegiatan-

kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik

komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat

dari benih murni (pure seed), benih tanaman lain, benih

varietas lain, biji-bijian herba (weed seed), dan

kotoran-kotoran pada masa benih. Sedangkan manfaat

pengujian kemurnian benih menurut Sutopo (2010) adalah

untuk mengetahui benih yang diuji termasuk semua

varietas dari spesies yang dinyatakan oleh pengirim

atau berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium.

9

Komponen-komponen yang terdapat pada pengujian

kemurnian benih adalah:

1. Benih murni, meliputi semua varietas dari setiap

spesies yang diakui sebagai mana yang dinyatakan

oleh pengirim atau yang ditemukan dalam pengujian

di laboratorium. Selain dari benih matang dan tidak

rusak ke dalam benih murni juga termasuk benih yang

ukurannya kurang tetapi lebih dari setengahnya dari

bagian ukuran asalnya, mengkerut, kurang matang dan

sudah berkecambah, dalam keadaan dapat ditentukan

dengan pasti sebagai spesies yang diakui.

2. Benih tanaman lain/ varietas lain, merupakan benih

yang jenisnya tidak sama, misalnya benih padi

dengan benih gandum, sedang yang bervarietas lain

merupakan benih dari tanaman sejenis yang

varietasnya berbeda misalnya padi Serayu dengan

padi Brantas.

3. Biji-bijian herba, merupakan biji dari tanaman lain

yang tidak dikehendaki, dan bublet, tuber dari

tanaman yang dinyatakan sebagai gulma, herba

10

menurut undang-undang, peraturan resmi atau

pendapat umum.

4. Kotoran atau benda mati, merupakan bagian-bagian

dari sejumlah benih yang sedang diuji yang tidak

berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya

mengotori benih, seperti misalnya kerikil, gumpalan

tanah, sekam, serta bentuk-bentuk lain yang

menyerupai benih dan gulma.

Pengujian kemurnian benih erat kaitannya dengan

sertifikasi benih, dimana benih yang telah

disertifikasi oleh badan yang syah secara aturan hukum

yang telah ditetapkan, maka benih tersebut telah

terjamin kemurniannya, sehingga benih yang belum di

sertifikasi maka kemurniannya masih diragukan atau

belum teruji dengan jelas asal-usul benih tersebut.

Pengujian kemurnian benih menurut ISTA (2006)

dilakukan secara duplo. Beda antara hasil ulangan

pertama dan kedua tidak boleh lebih tinggi atau lebih

rendah dari 5%. Dalam uji kemurnian benih sampel benih

yang telah ditentukan ditimbang beratnya terlebih

11

dahulu, kemudian dipisah-pisahkan atas komponen yang

ada yaitu benih murni, benih speises tanaman lain,

benih gulma dan kotoran lainnya. Untuk memisahkan

sampel benih dari kotoran fisik yang lebih ringan dari

benih dapat menggunakan seed blower.

Setiap komponen yang telah berhasil dipisahkan

selanjutnya masing masing ditimbang, lalu ditotal.

Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam menghitung

kemurnian benih, maka total berat semua komponen

dibandingkan dengan berat awal sampel benih yang diuji.

Berat total dari semua komponen seharusnya sama dengan

berat awal sampel benih yang diuji, tetapi bisa juga

kurang/lebih. Dan yang terakhir dari pelaksanaan uji

kemurnian benih adalah menghitung persentase dari

setiap komponen benih yang diuji.

Dalam perhitungan kemurnian benih dipengaruhi oleh

komponen hasil pengujian benih. Apabila berat sampel

benih kurang dari 25 gram, maka perhitungan persentase

berat masing-masing komponen dengan membandingkan

terhadap keseluruhan berat semua komponen (bukan

12

terhadap berat sampel benih yang diuji), dikalikan

dengan 100%.

BA = ? x 100%

CKeterangan :

A = Persentase masing-masing komponen benih

B = Berat msing-masing komponen benih

C = Berat total contoh benih yang diuji

Komponen yang hasilnya kurang dari 0,05% dianggap

nol, sedangkan yang hasilnya ? 0,05% dianggap 0,1%.

Pengujian benih pada saat praktikum yaitu dengan

cara memisahkan benih yang akan diuji dengan benih atau

kotoran lain yang tercampur didalamnya. Kemudian

masing-masing komponen dipisahkan dan ditimbang serta

dihitung persentasenya.

Perhitungannya digunakan rumus bertahap untuk

mendapatkan kemurnian benih, yaitu sebagai berikut:

% BM (Benih Murni ) = Berat BM x 100 % Berat Awal

= 12,1 x 100 % 20

= 60,50 %

13

Langkah awalnya dengan menimbang semua komponen

yang tercampur dalam benih yang akan diuji, kemudian

digunakan rumus diatas pada berat kedelai yang berhasil

dipisahakan dari komponen lainnya, selanjutnya

menghitung spesies lain yang berhasil dipisahkan dengan

cara:

% SL (Spesies lain ) = Berat SL x 100 % Berat Awal

= 4,1 x 100 % 20

= 20,50 %

Setelah mengetahui hasil perhitungan anatara benih

murni dan spesies lainnya, kemudian untuk mencari

persentasi kemurnian benih dimasukan persentase benih

murni pada rumus kemurnian benih yaitu:

% KB (Kemurnian Benih) = Berat KB x 100 % Berat Awal

= 12,1 x 100 % 20

= 60,50 %

Sedangkan menurut Sutopo (2010), cara untuk

menghitung kemurnian suatu benih yaitu dengan

14

memisahkan terlebih dahulu beberapa komponen yang

terdapat pada benih yang diuji, kemudian setelah

diperoleh kompinen-komponen yang ada didalamnya

dilakukan perhitungan pengujian kemurnian benih dengan

cara sebagai berikut:

1. Persentase benih murni yang sesungguhnya =

xx+y

Xa%

2. Persentase benih tanaman lain sekarang adalah =

xx+y

Xa %+b%

3. Benih gulma tetap c%

4. Kotoran tetap d%

Apabila contoh uji tersebut terdiri dari dua atau

lebih varietas yang sukar dibedakan maka diijinkan

untuk memasukan dan menimbang benih-benih yang serupa

dalam satu komponen.

Hasil pengujian kemurnian benih pada praktikum ini

diperoleh hasil benih murni sebesar 60,5 %, spesies

lain 20,50% dan kemurnian benihnya 20,50%. Hasil ini

diperoleh dengan memisahkan beberapa komponen yang ada,

15

sehingga hasil persentase benih murni dan kemurnian

benihnya dapat dihitung, hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Sutopo (2010) bahwa cara untuk

menghitung kemurnian suatu benih yaitu dengan

memisahkan terlebih dahulu beberapa komponen yang

terdapat pada benih yang diuji, kemudian setelah

diperoleh kompinen-komponen yang ada didalamnya

dilakukan perhitungan pengujian kemurnian benih.

V. SIMPULAN DAN SARAN

16

A. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa contoh benih yang diuji diatas

memiliki persentase benih murni sebesar 60,5%, spesies

lain sebesar 20,50% dan kemurnian benih kedelai yang

diuji adalah sebesar 20,50%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan dapat memperhatikan penjelasan

asisten sehingga tidak ada kesalahan dalam

praktikum ini

2. Dibutuhkan ketelitian dalam melihat hasil

penimbangan setiap komponen-komponen pengujian

kemurnian benih

17

DAFTAR PUSTAKA

Copeland, L.O. 1979. Principles of Seed Science and Technology.

Burgess Publ.Comp, Minneapolis.

Hasanah, M. 2002. Peran mutu fisiologik benih dan pengembangan

industri benih tanaman industri. Jurnal Litbang

Pertanian 21(3):84–91.

ISTA. 2006. International rules for seed testing. Edition 2006.

Switzerland.

Rustini, Sri. 2012. Teknologi Pembenihan Kenaf. Balai

Peneitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih (Edisi Revisi). PT RajaGrafindo

Persada. Jakarta

18

Zecchinelli, R. 2009. The influence of seed quality on crop

productivity. Proceedings of the Second World Seed

Conference, FAO, Rome.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan yang mengandung biji yang telah dipungut

atau di petik perlu dikeringkan, hal ini dimaksudkan

untuk menurunkan kadar air yang masih banyak terkandung

19

di dalamnya. Tinggi rendahnya kandungan air dalam benih

memegang peranan yang penting dan berpengaruh besar

terhadap viabilitas dan pertumbuhan umum pada benih

tersebut.

Penurunan kadar air ini sehubungan benih akan

disimpan, entah berapa hari, bulan atau tahun, padi

yang matang fisiologis pada kadar 35%-45% agar dapat

disimpan dan dapat tahan lama dalam keadaan mutu yang

terjamin, penentuan kadar airnya yang tepat adalah

maksimum 13%. Sedang pada biji kacang tanah yang kering

kandungan/kadar air antara 6% akan tetap dipertahankan.

Pada tingkat-tingkat kadar air seperti di atas

benih akan dapat mempertahankan viabilitasnya, terutama

setelah mendapat pengeringan dan setelah beberapa waktu

disimpan, jika mulai ditanam untuk dikembangkan

kembali.

Oleh karena itu, mengingat betapa pentingnya kadar

air pada benih terhadap viabilitas dan daya simpannya,

kita perlu memahami dan dapat mengenali kandungan air

pada suatu benih tersebut sudah bisa disimpan atau

20

belum, karena kandungan air yang terlalu banyak maupun

sedikit dapat merusak benih tersebut sehingga daya

viabilitasnya menurun dan kualitas benih pun kurang

baik.

B. Tujuan

Untuk menguji kadar air benih dengan memanfaatkan

berbagai cara dan alat pengukur.

21

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pola umum perkembangan biji yang terjadi pada biji

ortodoks adalah peningkatan kadar air biji yang cepat

dan tajam pada masa embriogenesis dimana pembelahan sel

dan ekspansi embrio terjadi. Setelah terjadi pengisian

materi biji secara maksimum, kadar air biji menurun

(Bewley, 1994).

Penurunan ini terjadi dengan sangat cepat setelah

mencapai mass maturity (akhir masa pengisian polong).

Perkembangan biji ortodoks ditentukan pada fase

penurunan kadar air. Fase penurunan kadar air ini

22

berhubungan dengan eskpresi gen dan metabolisme yang

berpengaruh secara signifikan padakarakter

perkecambahan benih (Angelovici, 2010).

Benih dari banyak spesies ortodoks yang dipanen

saat belum masakakan lebih mudah mengalami kerusakan

pada saat penyimpanan. Biji yang belum masak tidak

mengalami akumulasi cadangan makanan yang cukup,

perkembangan enzim dan pendukung pertumbuhan yang belum

baik, dan belum mengalami perkembangan morfologi dan

pembagian sel secara lengkap (Bonner, 2008).

Daya simpan benih pun meningkat saat dilakukan

penundaan waktu panen. Penurunan kadar air secara alami

pada tanaman induk dan atau pengeringan yang perlahan

(slow pre drying treatment) dapat menghasilkan benih yang

lebih baik kualitasnya daripada benih dikeringkan

secara langsung pada kondisi penyimpanan. (Hay, 1995)

Kadar air benih diatas 13% dapat meningkatkan laju

kemunduran mutu benih selama penyimpanan. Laju

kemunduran mutu benih dapat diperlambat, dengan cara

kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air benih

23

optimum. Kadar air benih optimal, yaitu kadar air

tertentu dimana benih tersebut disimpan lama tanpa

mengalami penurunan mutu benih. Kadar air optimum dalam

penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6-

11%. Dari tabel 1 terlihat bahwa kadar air awal benih

adalah 10% diharapkan benih tidak mengalami kemunduran

mutu selama empat bulan penyimpanan. (Indartono, 2011)

Penurunan kadar air secara alami pada tanaman induk

dan atau perlakuan sebelum pengeringan yang perlahan

(slow pre drying treatment) menghasilkan benih yang lebih

baik kualitasnya daripada benih dikeringkan secara

langsung pada kondisi penyimpanan. Penurunan kadar air

yang terlalu tinggi pada biji yang masih memiliki kadar

air tinggi dapat menimbulkan kerusakan terhadap embrio

atau dapat dikatakan memiliki nilai toleransi penurunan

kadar air (seed desiccation tolerance) yang rendah. (Ferryal,

2012)

24

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah

benih padi, oven, timbangan dan moisture tester.

B. Prosedur Kerja

a.) Metode praktek

1. Disiapkan dan dicek alat moisture tester serta

contoh benih yang akan diuji

25

2. Setelah alat siap, diambil beberapa benih padi

kemudian dimasukkan ke dalam lubang-lubang

pengujian pada alat moisture tester

3. Diputar sekrup penghancur benih sampai benih

benar-benar hancur

4. Dipilih menu uji sesuai dengan benih yang diuji

dengan menekan tombol pilihan biji yang diuji

dan baca hasil pengujian pada display alat

tersebut

5. Bandingkan hasil uji kadar air dengan kadar

air standar masing-masing benih dan simpulkan

b.) Metode dasar

1. Ditimbang berat awal benih sebanyak 20 gr

2. Dimasukkan ke dalam kantong kertas lalu di oven

selama 2 x 24 jam

3. Setelah dioven, ditimbang lagi berat akhirnya

4. Hasil uji kadar air dibandingkan dengan kadar

air standar benih dan disimpulkan

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

27

A. Hasil Pengamatan

Kadar air biji padi yang di oven :

KA = Berat Awal - Berat Akhir

= 20 gr – 18,6 gr

= 1,4 gram

1. Meode Dasar (Oven)

% KA = KA x 100% Berat awal = 1,4 x 100% 20 = 7 %

2. Metode Praktek

Kadar air di hitung dengan moisture tester

a. 12,8%

b. 13,7%

c. 13,7%

KA = 12,8 + 13,7 + 13,7 3

= 13,4 %

Kesimpulan :

28

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan kadar air

benih dengan metode dasar (di oven) sebesar 7% sehingga

lebih kecil 14% yang berdasakan literature.

Sedangkan berdasarkan metode Praktik diperoleh

hasil 13,4% yang lebih kecil dari 14% yang berdasarkan

literature. Jadi berdasarkan metode dasar dan praktik

hasilnya berbeda dengan literature.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum ini dapat diperoleh

hasil bahwa kadar air benih sangat penting untuk

dilakukan, karena menurut Sutopo (2010) laju kemunduran

suatu benih dipengaruhi oleh kadar airnya. Dalam batas

tertentu, makin rendah kadar air benih makin lama daya

hidup benih tersebut. Kadar air yang terlalu tinggi

dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam,

sedangkan dalam penyimpanan menyebabkan naiknya

aktivitas pernafasan yang berakibat terkuras habisnya

bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu

29

merangsang perkembangan cendawan pathogen di dalam

tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar

air yang terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada

embrio.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih

menurut Sadjad (1997) antara lain:

1. Tipe benih

Secara teknologi dikenal benih yang bersifat

ortodoks dan rekalsitran.

Benih ortodoks tidak mati walaupun dikeringkan sampai

kadar air yang relatif sangat rendah dengan cara

pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu

disimpan dalam keadaan suhu yang relative rendah,

contoh benih yang bersifat ortodoks antara lain adalah

benih Acacia mangium Wild (Akasia), Dalbergia latifolia

Roxb (sonobrit), Eucalyptus urophylla S.T (ampupu),

Eucalyptus deglupta Blume (leda), Gmelina arborea Linn

(gmelina), Paraserianthes falcataria Folsberg

(sengon),P inus mercusii Jung et de Vriese (tusam) dan

Santalum album (cendana). Benih yang bersifat

30

rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya diturunkan

sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang

bersuhu rendah, contoh benih ini adalah Agathis

lorantifolia Salisb (dammar), Diosypros celebica Back

(eboni), Hevea brasiliensis Aublet (Kayu karet),

Macadamia hildenbrandii Steen (makadame), Shore

compressa, Shorea seminis V.SI.

2. Ukuran benih

Benih-benih dengan ukuran yang besar dapat diduga

tergolong ke dalam jenis rekalsitran, ukuran benih yang

sedang dapat diduga sebagai jenis benih yang semi

rekalsitran serta benih dengan ukuran yang kecil dapat

diduga sebagai benih ortodoks. Oleh karena itu, untuk

menduga lama durasi penyimpanan benih dapat diduga

berdasarkan ukuran dari benih yang akan disimpan. Pada

dasarnya teknik pendugaan jenis benih berdasarkan

ukuran dapat berimplikasi kepada kandungan air benih.

Benih dengan ukuran yang kecil lebih cenderung untuk

memiliki kadar air yang rendah, benih dengan ukuran

yang sedang memiliki kadar air yang sedang serta benih

31

dengan ukuran besar dapat mengandung kadar air yang

tinggi.

3. Penyimpanan

Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih

semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air

benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat

menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah

bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami

kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor

kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana

benih disimpan.

Lamanya penyimpanan benih mempunyai pengaruh

terhadap pertumbuhan benih dimana benih dapat mengalami

kemunduran untuk pertumbuhan benih jika disimpan

semakin lama.Umumnya benih dapat dipertahankan tetap

baik dalam jangka waktu yang cukup lama, bila suhu dan

kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu benih dapat

terjaga.Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan

benih.

32

Pada pelaksaan praktikum pengujian kadar air benih

ini, metode yang digunakan yaitu metode dasar dan

metode praktek. Metode dasar yaitu dengan menggunakan

pengeringan di dalam oven selama 2 x 24 jam. Sebelum di

oven benih ditimbang terlebih dahulu, kemudain setelah

2 x 24 jam benih ditimbang kembali dan dihitung kadar

air dengan rumus:

KA : berat awal – berat akhir

% KA : KA/ berat awal x 100%

Sedangkan dengan cara praktek digunakan alat

moisture tester, yaitu dengan memasukkan beberapa benih

padi kedalam alat tersebut kemudian dihancurkan, dan

hasilnya akan muncul pada display alat tersebut.

Menurut Sutopo (2010) bahwa pada prinsipnya metode

yang digunakan ada dua macam, yaitu:

1. Metode praktis; metode ini mudah dilaksanakan

tetapi hasilnya kurang teliti sehingga sering perlu

dikalibrasikan terlebih dahulu. Yang termasuk

metode ini adalah: metode Calcium carbide, metode

Electric moisture meter, dan lain-lain.

33

Kartasapoetra (1989) menambahkan bahwa Electric

Moisture Tester ini ditentukan kadar air benih

berdasarkan atas sifat konduktifitas dan dielektrik

benih, yang keduanya tergantung dari kadar air dan

temperature benih. Penentuan kadar air benih dengan

alat ini dapat berlangsung dengan cepat, adalah

tepat kalau dikatakan hanya beberapa menit.

2. Metode dasar; di sini kadar air ditentukan dengan

mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh

pengeringan/ pemanasan pada kondisi tertentu, dan

dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula.

Yang termasuk dalam metode dasar adalah: metode

oven, metode destilasi, metode Karl Fisher dan

lain-lain.

Keuntungan pengujian kadar air benih menggunakan

metode praktis yaitu bisa dilakukan dalam waktu yang

relative lebih cepat dan apabila alatnya tidak rusak

pengukurannya pun bisa lebih tepat. Sedangkan

kelemahannya yaitu apabila alat yang digunakannya rusak

34

atau bila belum dikalibrasikan maka hasilnya tidak

tepat.

Keuntungan menggunakan metode dasar yaitu

keakuratan bisa tercapai dengan mencari berat basah dan

kering benih. Sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan

waktu yang lama untuk pengeringannya, sehingga perlu

menunggu benih dalam kondisi berat kering.

Hasil dari pengujian kadar air benih padi

berdasarkan moisture tester yaitu sebesar 13,4 %,

sedangkan melalui pengovenan selama 12 jam x 4 sebesar

7%. Perbedaan hasil ini bisa diakibatkan oleh banyak

factor, diantaranya alat yang tidak dikalibrasi

terlebih dahulu sebelum digunakan, atau pun alat yang

digunakan tidak sesuai dengan standar yang berlaku dan

atau pun juga bisa diakibatkan karena kerusakan alat

yang digunakan.

Wibowo (2011) mengatakan bahwa Kadar air padi panen

dari sawah umumnya masih cukup tinggi, sekitar 20-23%.

Pada tingkat kadar air tersebut, padi tidak aman

disimpan karena biji padi dapat tumbuh kembali menjadi

35

benih. Agar padi aman disimpan, padi perlu dikeringkan

hingga mencapai kadar air seimbang yaitu 14% (Keputusan

Bersama Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan No.

04/SKB/BBKP/II/2002). Oleh karena itu dibutuhkan suatu

proses pengeringan dengan sumber panas buatan yang

dapat diatur untuk mencapai panas yang konstan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa

kadar air yang seimbang bagi tanaman padi itu yaitu

14%, tetapi dari pengujian kedua cara yang telah

dilakukan dalam praktikum ini hasilnya tidak ada yang

14%. Sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan

uraian diatas.

36

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan praktikum pengujian kemurnian benih

diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar air

benih padi yang dihitung menggunakan metode dasar

diperoleh KA sebesar 7%, sedangkan yang menggunakan

metode praktik yaitu sebesar 13,4%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan dapat memahami cara kerja

moisture tester dalam menampilkan kadar air benih

2. Praktikan bisa menghitung kadar air benih

berdasarkan petunjuk dan rumus yang ada

37

DAFTAR PUSTAKA

Angelovici, R., G. Galili, A.R. Fernie, and A.Fait.

2010. Seed desiccation: a bridge between maturation and

germination.Trends Plant Sci. 15 (4): 211-218.

(Abstr.)

Bewley, J. D. dan M. Black. 1994. Seeds Physiology of

Development and Germination. Plenum Press, London.

Bonner, F.T. 2008. Storage of Seeds. Dalam artikel:

Ferryal, M. B.Yudono, P. Toekidjo. 2012.

Pengaruh Tingkat Kemasakan Polong Terhadap Hasil Benih

Delapan Aksesi Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata (L.)

Walp.). Fakultas Pertanian Gadjah Mada,

Yogyakarta.

38

Ferryal, M. B.Yudono, P. Toekidjo. 2012. Pengaruh Tingkat

Kemasakan Polong Terhadap Hasil Benih Delapan Aksesi

Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata (L.) Walp.). Fakultas

Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hay, F.R. and R.J. Probert. 1995. Seed maturity and the

effects of different drying conditions on desiccation tolerance

and seed longevity in fox glove (Digitalis purpurea L.). Annals

of Botany 76: 639-647.

Indartono. 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan Dan

Teknik Pengemasan Terhadap Kualitas Benih

Kedelai. Jurnal GEMA TEKNOLOGI Vol. 16 No. 3

Kartasapoetra, A. 1989. Teknologi Benih. Jakarta: PT Bina

Aksara

Sadjad, S. 1997. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia

Widiasarana Indonesia.Jakarta.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada.

Jakarta.

Wibowo, D. S. Sudiharto, I. Sutedjo. 2011. Rancang

Bangun Alat Pengering Padi Dengan Metode Konveksi Berbasis

39

Mikrokontroler. Politeknik Elektronika Negeri

Surabaya, Surabaya

I. PENDAHULUAN

40

A. Latar Belakang

Tahap pengolahan benih diantaranya adalah tahap

pengeringan benih dan pembersihan benih, serta tahap

selanjutnya yang harus ditangani adalah perlakuan-

perlakuan terhadap benih. Kegiatan-kegiatan dalam

perlakuan ini pada dasarnya merupakan kegiatan khusus

yang tertuju pada pemeliharaan agar benih yang telah

ditentukan kualitasnya itu dapat mudah, cepat,

kondisinya lebih baik dalam kemampuannya untuk

berkecambah dan memiliki viabilitas serta agar mencapai

atau memuaskan harapan para konsumen sebagai tanaman

yang terjamin produknya.

Benih mengalami dormansi bilamana diletakan pada

kondisi lingkungan yang sesuai sekalipun benih tersebut

tidak tumbuh. Hal ini disebabkan oleh factor-faktor

dalam benih itu sendiri, kemungkinan dikarenakan embrio

yang rudimenter, embrio yang dorman, kulit benih yang

kedap terhadap air dan udara, atau kemungkinan pula

karena adanya zat penghambat perkecambahan.

41

Dormansi yang penyebabnya berada dalam benih, ada

yang morfologis dan ada yang fisiologis, dimana yang

morfologis disebabkan karena embrio yang rudimenter,

sedangkan yang fisiologis disebabkan misalnya karena

kematangan benih tidak terjamin sehingga kemampuannya

untuk membentuk zat-zat yang diperlukan bagi

perkecambahan kurang.

Dormansi dapat diatasi dengan melakuakn perlakuan-

perlakuan tertentu, misalnya dengan perlakuan

scarifikasi dan stratifikasi. Antara perlakuan

scarifikasi dan perlakuan skarifikasi ini biasanya di

tujukan pada jenih benih tertentu dengan tingkat

dormansi yang berbeda antara perlakuan satu dan yang

lainnya. Oleh karena itu, kita dapat memperpendek waktu

dormansi suatu benih dengan perlakuan yang telah

dilakukan sebelumnya.

B. Tujuan

42

1. Untuk menunjukan kekerasan biji legumes yang ada

pada daerah tropika dan bagaimana cara stratifikasi

dijalankan

2. Untuk mempercepat perkecambahan biji dengan metode

scarifikasi benih

II. TINJAUAN PUSTAKA

43

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji

yang dapat dilakukan dengan cara penusukan,

penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran,

dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau

lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi

dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani dengan

manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai

dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih

dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,

asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002)

Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia

sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi pada

benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji

lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi.

Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat

dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi

lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan

mudah. Di samping itu dapat pula digunakan hormon

tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara

lain adalah sitokinin, giberellin dan auxin. Pemberian

44

giberellin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 ppm

dapat menghilangkan dormansi benih tersebut (Sutopo,

1988).

Giberelin dapat memecahkan dormansi biji dan tunas

pada sejumlah tanaman. Giberelin juga terlibat dalam

pengaktifan sintesa protease dan enzim-enzim hidrolitik

lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat-

zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase

dan protease, ditranspor ke embrio, dan di sini zat-zat

ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya

kecambah (Heddy, 1989).

Perlakuan pada benih dapat dilakukan dengan

berbagai cara antara lain dengan cara mekanis, fisik

maupun kimia. Metode stratifikasi dapat dikatakan metode

yang paling praktis karena hanya merendam benih dengan

air bersuhu tinggi pada waktu tertentu. Perendaman

menggunakan air bersuhu tinggi teruji efektif

menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan dan

memicu pembentukan hormon pertumbuhan sehingga biji

dapat berkecambah (Raharjo, 2002).

45

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

46

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih

albasia, benih melinjo, ampelas, air panas, cawan

petri, pasir, polibag,

B. Prosedur Kerja

1. Stratifikasi dengan air panas

a) Persiapkan alat dan bahan yang digunakan

b) Benih albasia distratifikasi dengan air panas

selama 10 menit kemudian dicuci pada air

mengalir

c) Tanam 10 biji dari perlakuan untuk

dikecambahkan pada media polibag dan 10 biji

tanpa perlakuan sebagai control

d) Dicatat yang berkecambah tiap 2 hari sekali

selama 8 hari

e) Dicatat persentase benih yang berkecambah

2. Pengaruh scarifikasi terhadap perkecambahan biji

a) Dipersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

47

b) Bersihkan dua buah melinjo kemudian satunya di

ampelas dan yang satunya tidak diampelas

c) Kedua benih melinjo tadi ditanam pada polibag

berisi pasir dan dirawat serta diamati

pertumbuhannya selama 7 hari

d) Dicatat persentase benih yang berkecambah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Skarifikasi

% Perkecambahan = benih berkecambah x 100%∑ benih total∑

2. Stratifikasi

% Perkecambahan = benih berkecambah x 100%∑ benih total∑

: : Bandingkan dengan control

Stratifikasi Albasia

No Tanggal Variabel PangamatanPengamatan Kontrol Perlakuan

1 11 Juni 2014 1 22 13 Juni 2014 1 6

48

3 15 Juni 2014 1 64 17 Juni 2014 1 6

Stratifikasi Melinjo

No Tanggal Variabel PangamatanPengamatan Kontrol Perlakuan

1 11 Juni 2014 0 02 13 Juni 2014 0 03 15 Juni 2014 0 04 17 Juni 2014 0 0

: : Perlakuan skarifikasi dan stratifikasi pada

albasia memberikan persentase yang lebih tinggi

daripada control atau non perlakuan, yakni

sebessar 70%.

: : Adapun pada mlinjo persentase sama tidak ada

biji yang berkecambah.

B. Pembahasan

Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita dapat

mengetahui perlakuan mana yang cocok untuk memperpendek

waktu dormansi pada benih. Menurut Sutopo (2010) bahwa

benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut

sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun

49

diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah

memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.

Menurut Sutopo (2010) tipe-tipe dormansi adalah

fisik dan dormansi fisiologis, dormansi fisik yaitu

dormansi yang disebabkan pembatas structural terhadap

perkecambahan, diantaranya:

1. Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Dalam istilah pertanian, benih-benih yang

menunjukan tipe dormansi ini disebut sebagai “benih

keras”. Hal ini dapat ditemui pada sejumlah family

tanaman dimana beberapa spesiesnya mempunyai kulit

biji yang keras, antara lain; leguminase, malvaceae

dan lain-lain.

2. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan

embrio

Beberapa benih tetap berada dalam keadaan dorman

disebabkan oleh kulit bijinya yang cukup kuat untuk

menghalangi pertumbuhan dari embrio. Jika kulit

biji dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan

segera. Tipe dormansi ini dijumpai pada beberapa

50

jenis gulma, seperti: mustard, pigweed dan lain-

lain

3. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap

gas-gas

Perkecambahan akan terjadi bila kulit biji dibuka

atau jika tekanan oksigen disekitar benih ditambah.

Kebutuhan oksigen untuk berkecambah lebih besar

pada biji sebelah atas daripada sebelah bawah. Dan

kebutuhan akan oksigen ini dipengaruhi oleh

temperature. Hal ini biasanya disebabkan oleh benih

tersebut yang memiliki zat penghambat pertumbuhan

sehingga menghalangi proses perkecambahan

Sedangkan dormansi fisiologis yaitu disebabkan oleh

sejumlah mekanisme, umumnya disebabkan pengatur tumbuh

baik penghambat ataupun perangsang ataupun bisa terjadi

oleh factor dalam benih itu sendiri, diantaranya:

1. Immaturity embryo

Beberapa jenis tanaman mempunyai biji dimana

perkembangan embrionya tidak secepat jaringan

sekelilingnya. Sehingga perkecambahan dari benih-

51

benih demikian perlu ditunda, sebaiknya benih

ditempatkan pada kondisi temperature dan kelembaban

tertentu agar terjaga sampai embrio terbentuk

sempurna dan dapat berkecambah.

2. After ripening

Sering pula didapati bahwa walaupun embrio telah

terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan

memungkinkan, namun benih tetap gagal untuk

berkecambah. Benih-benih yang demikian ternyata

memerlukan suatu jangka waktu simpan tertentu agar

dapat berkecambah atau dikatakan membutuhkan jangka

waktu.

3. Dormansi sekunder

Benih-benih yang pada keadaan normal mampu

berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu

keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan selama

beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuan

untuk berkecambah. Fenomena ini sering disebut

sebagai dormansi sekunder atau dormansi kedua.

52

4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis

oleh embrio

Keperluan akan cahaya: banyak dari jenis-jenis

benih tanaman diketahui peka terhadap cahaya.

Respon perkecambahan dari benih Betula sp dan

beberapa varietas dari Lactuca sativa digiatkan dengan

adanya cahaya, benih-benih demikian ini disebut

“fotoblastik positif”.

Sutopo (2010) menambahkan bahwa dipandang dari segi

ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih

dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu

dibutuhkan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan

atau sekurang-kurangnya lama dormansinya dapat

dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui

adalah:

1. Perlakuan mekanis, umumnya dipergunakan untuk

memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh

impermeabilitas kulit biji baik terhadap air

atau gas.

53

a. Skarifikasi: mencakup cara-cara seperti

mengikir atau menggosok kulit biji dengan

kertas ampelas, melubangi kulit biji dengan

pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk

benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Dimana

semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji

yang keras, sehingga lebih permiabel terhadap

air dan gas

b. Tekanan: benih-benih dari sweet clover dan

alfalfa setelah diberi perlakuan dengan

tekanan hidraulik 2000 atm pada 180 C selama

5-20 menit ternyata perkecambahannya meningkat

sebesar 5-200%.

2. Perlakuan kimia, menggunakan bahan-bahan kimia

sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi

pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit

biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu

proses imbibisi.

3. Perlakuan perendaman dengan air, beberapa jenis

benih terkadang diberi perlakuan perendaman

54

didalam air panas dengan tujuan memudahkan

penyerapan air oleh benih.

4. Perlakuan pemberian temperature tententu,:

a. Stratifikasi: banyak benih yang perlu dikenai

temperature tertentu sebelum dapat diletakkan

pada temperature yang cocok untuk

perkecambahannya.

b. Perlakuan dengan temperature yang rendah dan

tinggi: keadaan dormansi pada beberapa benih

dapat diatasi dengan pemberian efek dari

temperature rendah dan agak tinggi. tetapi

temperature ekstrim dar perlakuan ini tidak

boleh berbeda lebih dari 100 atau 200C, pada

umumnya berada di atas titik beku.

5. Perlakuan dengan cahaya, cahaya tidak hanya

mempengaruhi persentase perkecambahan benih,

tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya

pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang

diterima tetapi juga intensitas cahaya dan

panjang hari.

55

Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara

skarifikasi adalah melakukan pemecahan dormani dengan

perlakuan fisik, dimana benih diampelas, dikikir, di

lubangi dan sebagainya, sehingga benih akan lebih cepat

berkecambah dan masa dormansi dapat dipersingkat dengan

waktu yang tidak lama. Sedangkan kekurangannya adalah

apabila proses perlakuan fisik tersebut berlebihan,

maka benih dapat rusak atau bahkan mati sehingga benih

tidak dapat berkecambah sebagaimana mestinya, sehingga

diperlukan kehati-hatian dan juga dapat memperparah

kondisi benih bila terdapat hama dan penyakit di

dalamnya.

Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara

stratifikasi adalah dengan memberikan temperature

tertentu pada benih sehingga terdorong untuk melakukan

metabolisme di dalam benih dan diharapkan benih cepat

berkecambah, cara ini lebih praktis dari pada

skarifikasi dan juga hama serta penyakit yang menempel

pada benih bisa dimusnahkan. Sedangkan kerugiannya,

56

Pemberian temperature ini relative lebih lama waktunya

dibandingkan dengan cara skarifikasi.

Proses stratifikasi dengan air panas diperlakukan

pada benih albasia, benih albasia yang sudah di rendam

dengan air panas kemudian di tanam pada polybag yang

telah diisi pasir dan diamati pertumbuhan serta

perkecambahannya dalam 7 hari, selama itu juga tanaman

dirawat dengan baik. Sebagai pembanding, benih albasia

lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan

perendaman terlebih dahulu.

Hasilnya dari hari pertama sampai hari ke tujuh

terdapa perbedaan yang sangat jelas terlihat, dimana

benih albasia yang dilakukan perendaman terhadap air

panas tumbuh dari 2 mm menjadi 6 mm, sehingga

persentase pertumbuhannya selama tujuh hari mencapai

70%.

Sedangkan proses stratifikasi dengan air panas

menurut Putri (2012) terhadap perlakuan yang diberikan

pada benih kopi, dilakukan dengan cara merendam benih

57

kopi berdasarkan tingkat suhu yang berbeda dan dalam

waktu perendaman yang berbeda pula.

Putri (2012) menjelaskan bahwa hasil analisis

varian terhadap kecepatan berkecambah benih kopi pada

perendaman setiap hari selama 1 dan 7 hari menunjukkan

bahwa tidak ditemukan adanya interaksi antara suhu

perendaman dengan waktu perendaman. Pada lama

perendaman selama 1 hari perbedaan suhu air awal

perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah

benih dimana suhu 300C menunjukkan kecepatan

berkecambah benih paling rendah dibanding benih yang

direndam dengan suhu 600C dan 900C namun pada waktu

perendaman tidak berpengaruh terhadap kecepatan benih.

Sedangkan pada perendaman setiap hari selama 7 hari

perbedaan suhu air awal perendaman berpengaruh terhadap

kecepatan berkecambah dimana suhu 900C menunjukkan

kecepatan berkecambah paling cepat dibanding benih yang

direndam dengan suhu 300C dan 600C. Pada waktu

perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah

benih dimana waktu perendaman 30 menit menunjukkan

58

kecepatan berkecambah paling cepat dibanding waktu

perendaman 10 dan 20 menit. Kulit biji yang retak akan

mengakibatkan benih cepat merkecambah. Hal ini

menunjukkan penyerapan air dan masuknya oksigen kedalam

benih berlangsung cepat.

Proses skarifikasi dilakukan dengan mengampelas

kulit benih melinjo, hal ini dilakukan dengan tujuan

untuk menipiskan kulit melinjo supaya lebih cepat

menyerap air dan gas, kemudian benih ditanam pada

polibag yang telah diisi pasir, tanaman dirawat dan

diamati selama 7 hari. Sebagai pembanding, benih

melinjo lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan

pengampelasan terlebih dahulu.

Hasil dari proses skarifikasi yang dilakukan selama

tujuh hari ini tidak menunjukan adanya perbedaan,

antara yang dilakukan pengampelasan dan tidak hasilnya

selama tujuh hari sama, yaitu belum ada benih melinjo

yang berkecambah maupun tumbuh pada polybag.

Menurut Mistian (2012) skarifikasi benih dilakukan

setelah persiapan benih yaitu dengan membuka sebagian

59

epikarp, mengupas sebagian mesokarp tempat benih

diskarifikasi dan skarifikasi dilakukan dengan

menggosok endokarp benih dengan kertas pasir sesuai

perlakuan dengan luas bidang gosok 1 x 0,5 cm.

Perendaman benih dilakukan selama 2 jam dalam larutan

asam giberelat (GA3) dengan konsentrasi sesuai

perlakuan masing-masing. Penanaman dilakukan dengan

memasukkan 1 benih per lubang tanam hingga benih

terbenam dengan jarak tanam antar barisan 5 cm dan

jarak dalam barisan 10 cm. Penyiraman dilakukan setiap

hari yaitu pagi dan sore hari. Penyiangan dilakukan

secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara

menaburkan insektisida serta menyemprotkan fungisida di

dalam dan di sekeliling bak kecambah dengan interval 1

minggu sekali.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mistian

(2012) diatas, ia memperoleh hasil bahwa Perlakuan

skarifikasi bagian pangkal benih nyata meningkatkan

laju perkecambahan benih pinang hingga 64% dibandingkan

60

tanpa skarifikasi. Skarifikasi dilakukan dengan

mengupas sebagian epikarp (lapisan terluar benih) dan

mesokarp benih (sabut) kemudian menggosok endokarp

yaitu lapisan benih bertekstur keras. Perlakuan

skarifikasi bagian pangkal benih (dekat dengan embrio)

menyebabkan air dan oksigen mudah masuk ke dalam benih

sehingga proses perkecambahan dimulai lebih cepat

dibandingkan skarifikasi di bagian lain.

61

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara

praktikum in adalah:

1. Perlakuan stratifikasi pada tanaman albasiah

menggunakan air panas ketika ditanam pada polibag

memberikan persentase pertumbuhan yang lebih cepat

dari pada variable control, yatiu sebesar 70%

2. Perlakuan scarifikasi pada biji melinjo dengan cara

diampelas dan ditanamkan pada polybag belum

menghasilkan persentase pertumbuhan yang lebih

cepat dari pada variable control yang tidak

diampelas, sehingga persentase pertumbuhannya 0%

B. Saran

62

1. Praktikan diharapkan berhati-hati pada saat

mengampelas benih melinjo supaya tidak terlalu

tipis sehingga merusak benihnya

2. Praktikan diharapkan bisa membedakan proses

stratifikasi dan skarifikasi

DAFTAR PUSTAKA

Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuha Edisi I Cetakan kedua.

Rajawali Press. Jakarta.

Mistian, Dini. Meiriani. Purba, E. 2012. Respons

Perkecambahan Benih Pinang (Areca Catechu L.) Terhadap

Berbagai Skarifikasi Dan Konsentrasi Asam Giberelat (Ga3).

Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1,

Desember 2012.

63

Putra, D. Rabaniyah, R. Nasrullah. 2012. Pengaruh Suhu

Dan Lama Perendaman Benih Terhadap Perkecambahan Dan

Pertumbuhan Awal Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica (Lenn.).

Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta Fakultas Pertanian Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Rahardjo P. 2002. Beberapa Cara yang Perlu Dalam

Perkecambahan Kopi. Penelitian Budidaya

Perkebunan Kopi, Bogor. 13-15p.

Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada.

Jakarta.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan

Tropis dan Sub Tropis (terjemahan) Dr. Mohammad

Na’iem dkk. Penerbit Tarsito. Bandung.

I. PENDAHULUAN

64

A. Latar Belakang

Akibat penyusutan lahan pertanian, untuk memenuhi

kebutuhan akan sandang dan pangan, tanaman budidaya

tidak hanya ditanam pada lahan subur dan tersedia cukup

air (lahan sawah), tetapi juga sudah merambah ke lahan

marjinal (sub-optimum). Salah satu masalah utama yang

dihadapi tanaman budidaya dilahan marginal adalah

cekaman kekeringan atau salinitas.

Tanah salinitas tidak cukup baik untuk pertumbuhan

tanaman budidaya pertanian, apalagi untuk berproduksi

tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia. Namun karena

keterbatasan lahan tersebut, para ahli mulai meneliti

dan mengembangkan benih tanaman pertanian yang tahan

atau toleran terhadap cekaman kekeringan maupun

salinitas.

Oleh sebab itu, penting sekali bagi kita untuk

menguji benih jenis varietas apa saja yang dapat

ditanam pada tanah salin atau kekeringan. Sehingga

lahan yang ada dapat dimanfaatkan oleh tanaman budidaya

65

pertanian dengan kerugian yang bisa ditekan, atau

setidaknya tanah tersebut bisa menumbuhkan benih yang

kita tanam untuk dipetik hasilnya.

B. Tujuan

Untuk mempelajari pengaruh garam pada medium

terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah salin berkembang dari pengaruh elektrolit-

elektrolit garam natrium dengan reaksi sekitar netral

(elektrolit utama yang menyebabkan salinitas adalah

NaCI dan Na2SO4 jarang sekali NaNO3). Sifat-sifat yang

dapat menimbulkan cekaman adalah tekanan osmotic

larutan tanah yang tinggi (menimbulkan cekaman

kekeringan) dan toksisitas dari ion Na+ dan CI-.

(Pessarakli, 1999)

Upaya meningkatkan toleransi tanaman terhadap lahan

marginal, diantaranya lahan dengan tanah salin, semakin

66

penting dengan semakin berkurangnya lahan subur karena

meningkatnya alih fungsi. Tanah salin banyak terdapat

di daerah rawa, daerah pasang surut dan muara.

(Erinnovita, 2008)

Adaptasi penting yang ditemukan dalam banyak

organism yang mengalami cekaman air, cekaman garam,

atau cekaman lainnya adalah penimbunan senyawa organic

tertentu, misalnya sukrosa, asam amino (teurtama

prolin), dan beberapa zat lainnya yang menurunkan

potensial osmotic sehingga menurunkan potensial air

dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim (Salisbury,

1995)

Beberapa gangguan yang disebabkan oleh stres

salinitas, yaitu terganggunya keseimbangan ionik:

penyerapan Na+ merusak potensial membrane dan

penyerapan Cl- secara cepat menurunkan gradien kimia;

Na+ meracuni metabolisme sel dan mengakibatkan rusaknya

fungsi beberapa enzim; tingginya konsentrasi Na+

menyebabkan ketidakseimbangan osmotik dan kekacauan

membran, menurunnya tingkat pertumbuhan, terhambatnya

67

pembelahan dan pembesaran sel; tingginya Na+ juga

mengurangi fotosintesis dan produksi reactive oxygen species

(ROS). (Mahajan, 2005)

Budidaya tanaman di lahan marginal, dengan

lingkungan yang tidak mendukung (unfavuorable)

membutuhkan benih yang vigor, tidak sekedar benih yang

hidup (viable). Tahap perkecambahan dan awal fase

vegetative merupakan fase yang paling sensitive.

(Pudjihartati, 2007)

Benih yang vigor mampu tumbuh dan berproduksi

normal pada kondisi tanah yang beragam, termasuk

kondisi sub-optimum. Keberhasilan tanaman sangat

tergantung pada pertumbuhan dan perkembangannya pada

fase perkecambahan. Periode pekecambahan merupakan

periode yang sangat rentan terhadap cekaman, sehingga

perlakuan invigorasi untuk mempercepat periode

perkecambahan diharapkan dapat meningkatkan

toleransinya terhadap cekaman. Berbagai metode

invigorasi telah dikembangkan dan pengaruhnya spesifik

pada setiap jenis benih. (Erinnovita, 2008)

68

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih

padi, larutan garam NaCI dengan konsentrasi 0 ppm, 2500

ppm dan 5000 ppm, kertas merang, dan petridish

B. Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

69

2. Disiapkan petridish dengan diberi kertas merang

rangkap 5

3. Dikecambahkan 20 benih padi sesuai dengan perlakuan

yang ditentukan

4. Diamati pertumbuhan perkecambahannya pada

konsentrasi yang telah ditentukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hari Jumlah benih yang berkecambah

70

ke/Tanggal0 ppm 2500 ppm 5000 ppm

1/10 Juni 2014 0 0 02/11 Juni 2014 0 0 03/12 Juni 2014 13 10 04/13 Juni 2014 16 12 05/14 Juni 2014 16 15 06/15 Juni 2014 17 16 07/16 Juni 2014 17 18 08/17 Juni 2014 17 18 3

Perhitungan:

Indeks Vigor = G1D1 + G2D2

+G3D3

+…+G8D8

0 ppm = 01 + 02

+133

+34 +

05

+16

+07

+08

= 0 + 0 + 4,33 + 0,75 + 0 + 0,17 + 0

+ 0

= 5,25

2500 ppm = 01 + 02

+103

+24 +

35

+16

+27

+08

= 0 + 0 + 3,33 + 0,5 + 0,6 + 0,17

+ 0,28 + 0

= 4,88

5000 ppm = 01 + 02

+03

+04 +

05

+06

+07

+38

71

= 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0

+ 0 + 0,375

= 0,375

Koefisien Vigor = 100 (A1+A2+A3+…+A8)A1T1+A2T2+A3T3+…+A8T8

0 ppm = 100 (0+0+13+3+0+1+0+0 )0.1+0.2+13.3+3.4+0.5+1.6+0.7+0.8

= 100 (17)0+0+39+12+0+6+0+0

= 29,82

2500 ppm = 100 (0+0+10+2+3+1+2+0 )0.1+0.2+10.3+2.4+3.5+1.6+2.7+0.8

= 100 (18)0+0+30+8+15+6+14+0

= 24,65

5000 ppm = 100 (0+0+0+0+0+0+0+3)0.1+0.2+0.3+0.4+0.5+0.6+0.7+3.8

= 100 (3 )0+0+0+0+0+0+0+24

= 12,5

% Perkecambahan =Jumlahbenihberkecambah

Totalbenihyangdikecambahkan x 100%

% Perkecambahan 0 ppm = 1720x100%=85%

% Perkecambahan 2500 ppm = 1820x100%=¿ 90%

% Perkecambahan 5000 ppm= 320

x100%=15 %

72

Kesimpulan:

Kandungan garam pada konsentrasi 2500 ppm memiliki

% perkecambahan lebih besar (90%) dari kontrol (85%).

Semakin besar konsentrasi garam (5000 ppm),

perkecambahan semakin lambat.

B. Pembahasan

Kondisi sub optimal pada prktikum ini berupa

kondisi salin, sehingga kondisi ini dapat diartikan

sebagai kondisi dimana semakin tinggi kadar garam yang

dikandung suatu media tanam, maka daya kecambah atau

vigor benih yang ditanam pada media tersebut akan

semakin menurun. (Kamil, 1984)

Pengujian vigor benih menurut ISTA (2006) dapat

dilakukan dengan berbagai metode, salah satu caranya

yaitu dengan pengujian daya berkecambah benih

menggunakan metode UKDdp (uji kertas digulung dalam

plastik):

73

1. Kertas merang direndam air sampai seluruh bagiannya

basah, kemudian di “pres” dengan alat pengepres

kertas hingga air tidak mengalir lagi (kertas basah

tetapi tidak mengandung air berlebihan),

2. Sebanyak 3–4 lembar kertas merang diletakkan di

atas selembar plastik,

3. Selanjutnya sebanyak 50 butir benih

ditanam/diletakkan berbaris (lebih kurang 5 baris @

10 butir ) di atas kertas merang, kemudian ditutup

dengan 3 lembar kertas merang dan digulung,

4. Gulungan kertas merang yang telah diberi ikatan

karet gelang (agar gulungan tidak terlepas) disusun

dalam germinator,

5. Pengamatan daya berkecambah dilakukan pada 4 dan 8

hari setelah tanam. Pada saat pengamatan 4 hari

setelah tanam, kecambah yang telah tumbuh normal

disisihkan sehingga yang tertinggal adalah benih

atau kecambah yang belum tumbuh normal,

6. Persentase daya berkecambah (DB) dihitung sebagai

berikut:

74

% DB =

jumlahtipekecambahnormal4HST+jumlahkecambahnormal8HSTjumlahbenihyangditanam

×100%

Sedangkan perlakuan yang dilakuakn pada praktikum

ini yaitu dengan pemberian larutan garam atau NaCI

dalam konsentrasi yang berbeda. Kemudian diamati

perkecambahannya selama 8 hari, dan dihitung berapa

benih yang berkecambah dalam setiap konsentrasinya.

Semakin banyak benih yang mampu berkecambah pada

kondisi salin maka benih tersebut memiliki vigor yang

baik untuk tumbuh pada kondisi sub-optimal yang

demikian.

Salinitas adalah kondisi dimana pada lingkungan

tersebut terdapat banyak kandungan NaCI. Untuk dapat

membuat larutan NaCI sebagai perlakuan yang akan

diberikan pada benih padi sebagai unit percobaan, maka

dilakukan penghitungan terlebih dahulu sebagai

konsentrasi yang akan digunakan untuk menguji benih

padi terhadap kondisi salin yang dibuat, caranya

sebagai berikut:

75

Untuk membuat larutan salin sebanyak 1 liter dengan

konsentrasi misalnya 2500 ppm, yaitu:

2500 = 2,5 x 10-3 gr/ml2,5 x 10-3 gr/ml x 1000 ml = 2,5 gr 1.000.000

Jadi, untuk membuat konsentrasi 2500 ppm dalam 1

liter air dibutuhkan garam seberat 2,5 gr.

Pengaruh larutan salin terhadap perkecambahan padi

yang diuji selama 8 hari menghasilkan perkecambahan

pada konsentrasi 0 ppm sebanyak 17 benih berkecambah,

pada 2500 ppm sebanyak 18 benih berkecambah, dan pada

5000 ppm hanya 3 benih yang mampu berkecambah.

Berdasarkan perlakuan tersebut sudah dapat jelas

terlihat secara fisiologi kalau benih padi yang diuji

memberikan respon yang berbeda terhadap konsentrasi

salin yang diberikan. Hal ini menunjukan bagaiman

kekuatan benih terebut dalam mempertahankan daya

vigornya untuk tumbuh pada lingkungan sub-optimal,

sehingga bila diukur indeks vigornya dihasilkan nilai

pada 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm secara berturut-

76

turut adalah 5.25, 4.88, dan 0.375, dengan coeffisien

vigor 29.82, 24.65, 12.5.

Sedangkan menurut Pudjihartati (2007) bahwa tolak

ukur fisiologi dilakukan dengan cara mengamati

perkecambahan benih dan ditentukan/dihitung persentase

kecambah normal pada perhitungan pertama (KNpi) dan

perhitungan pada akhir periode pengujian (KNpa),

ditimbang bobot kering kecambah, akar, dan pucuk, serta

selanjutnya dihitung rasio akar/pucuk. Untuk pengukuran

bobot kering kecambah digunakan kecambah umur 7 hari

yang di oven dengan suhu 600C selama 3 hari.

Respon pada konsentrasi 0 ppm, pada hari ketiga

benih mulai berkecambah sebanyak 13 butir, sedangkan

pada konsentrasi 2500 ppm di hari yang sama benih

berkecambah sebanyak 10 butir, tetapi pada konsentrasi

5000 ppm benih padi belum berkecambah, pada konsentrai

ini benih mulai berkecambah di hari terakhir pengamatan

sebanyak 3 butir.

Hasil dari praktikum ini diperoleh persentase

perkecambahan padi untuk konsentrasi 0 ppm sebesar 85%,

77

2500 ppm sebesar 90%, dan untuk 5000 ppm sebesar 15%.

Hasil ini diperoleh melalui perhitungan jumlah biji

yang berkecambah dibagi seluruh benih yang

dikecambahkan dan dikali 100%. Penghambatan

perkecambahan benih padi terhadap kondisi salin ini

terlihat dari awal perlakuan dimana kemampuan benih

padi untuk berkecambah terhambat.

Tetapi menurut Pudjihartati (2007) hasil ini tidak

sesuai, karena penurunan persentase kecambah normal

yang dibarengi oleh peningkatan kecambah abnormal padi

IR-64 pada kondisi cekaman garam menunjukan bahwa

penghambatan perkecambahan akibat cekaman salinitas

bukan pada kemampuan benih untuk bisa berkecambah atau

tidak (kualitatif), tetapi lebih pada penghambatan

pertumbuhan akar dan pucuk kecambah setelah itu

(perkecambahan akhir, setelah radikula dan kolioptil

muncul).

78

V. SIMPULAN DAN SARAN

79

A. simpulan

Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara

praktikum ini bahwa persentase perkecambahan benih padi

pada konsentrasi NaCI 0 ppm adalah sebesar 85%,

konsentrasi 2500 ppm sebesar 90%, dan konsentrasi 5000

ppm sebesar 15%. Sehingga kondisi pertumbuhan penih

yang paling cepat perkecambahannya adalah pada kondisi

lingungan 2500 ppm kandungan NaCI

B. Saran

1. Praktikan diharapkan memperhatikan kelembaban

kertas merang yang disemprot larutan garam supaya

tidak kering

2. Praktikan diharapkan dapat mengamati dengan teliti

benih yang berkecambah untuk setiap konsentrasi

garam yang diberikan

80

DAFTAR PUSTAKA

Erinnovita. Sari, Maryati. Guntoro, Dwi. 2008. Invigorasi

Benih untuk Memperbaiki Perkecambahan Kacang Panjang

(Vigna unguiculata Hask. ssp. sesquipedalis) pada Cekaman

Salinitas. Bul. Agron. (36) (3) 214 – 220

Kamil.1984. Teknologi Benih I. Padang: Angkasa Raya Padang

Mahajan, S., N. Tuteja. 2005. Cold, salinity and drought

stresses: an overview. Archives of Biochemistry and

Biophysics 444:139-158.

Pessarakli, M. Szbolcs. 1999. Soil salinity and sodicity as

particular plant/crop stress factor. Dalam Pessarakli,

M., Ed. Handbook of Plant and Crop Stress. Marcel

Dekker, Inc. New York.

81

Pudjihartati, Endang. 2007. Pengaruh Vigor Benih padi (Oriza

sativa L) Terhadap Toleransi pada Kondisi Cekaman Salinitas

dengan Indikasi Fisiologi dan Biokimia. Jurnal AGRIC

Vol.19 No. 1 dan No. 2 hal: 91-106

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid

3. Bandung: Penerbit ITB

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan mengenai aspek fisiologis dan biokimia

perkecambahan benih sangat penting dalam industri

perbenihan, karena dalam industri benih faktor pemacu

dan faktor penghambat perkecambahan dapat dimanfaatkan

secara optimal sesuai dengan kebutuhan serta tahapan

82

proses dalam industri tersebut. Secara umum diketahui

bahwa umur benih mempengaruhi kecepatan pertumbuhan

serta produksi tanaman. Benih-baru pada umumnya

memiliki pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan

dengan benih-lama.

Selain itu, dengan mengetahui tipe perkecambahan

benih dan daya tumbuhnya kita akan mengetahui bagaimana

cara menanam benih tersebut sesuai dengan tipe

perkecambahannya. Karena setiap tipe perkecambahan pada

benih jenis satu dengan yang lainnya memerlukan

perlakuan yang berbeda, dimana caranya benih ditanam

akan menentukan cepat lambatnya benih tersebut

berkecambah.

Daya tumbuh benih akan memberikan kita gambaran

bahwa benih tersebut memiliki kemampuan tumbuh dengan

baik atau tidak bila ditamam pada kondisi lingkungan

yang sesuai, jika baik maka perkecambahannya akan

normal, tidak rusak maupun abnormal.

Berdasarkan hal yang dipaparkan diatas, kita dapat

mengetahui betapa pentingnya untuk memahami tipe

83

perkecambahan dan daya tumbuh benih, sehingga

pengujian-pengujian terhadap benih sangat penting untuk

dilakukan guna mengetahui teruji tidaknya benih

tersebut apabila di tanam di lapang.

B. Tujuan

Untuk menguji daya tumbuh berbagai benih tanaman,

mengidentifikasi kecambah/ bibit normal dan abnormal

84

II. TINJAUAN PUSTAKA

Proses perkecambahan terjadi karena adanya

aktivitas metabolisme dari biji. Biji yang akan

berkecambah membutuhkan air untuk merangsang hormon

pertumbuhan dan menambah kandungan air pada setiap

bagian yang mulai tumbuh pada saat perkecambahan. Oleh

karena itu, jika kekurangan air maka proses metabolisme

pada benih yang semula aktif menjadi terhenti sehingga

proses perkecambahan akan terganggu. Hanya benih yang

toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Tanaman

mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kekeringan

karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi,

biokimia dan molekuler (Lestari, 2006).

85

Perkecambahan merupakan suatu rangkaian komplek

perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia benih

tanaman. Tahap pertama suatu perkecambahan benih

dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih,

melunaknya kulit benih dan hidrasi protoplasma. Tahap

kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-

enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap

ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-

bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi

bentuk-bentuk terlarut dan ditranslokasikan ke titik-

titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari

bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah

meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan

pembentukan komponen dan sel-sel baru. Tahap kelima

adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses

pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik

tumbuh (Sutopo, 2002).

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan

perkecambahan ialah faktor kedalaman tanam. Semakin

dalam kedalaman tanam maka benih yang ditanam akan

86

semakin sulit tumbuh. Sebaliknya apabila benih ditanam

pada kedalaman tanam yang dangkal, benih akan mudah

tumbuh. Hal ini disebabkan oleh kadar oksigen yang

terdapat di dalam tanah. Kadar oksigen akan semakin

menurun dengan semakin dalam lapisan tanah. (Ashari,

2006)

Tipe perkecambahan ada dua jenis dan yang

membedakannya adalah letak posisi keping benih

(kotiledon) pada permukaan tanah. Tipe pertama adalah

epigeal (epygeal germination) dan kedua adalah tipe

hipogeal (hypogeal germination). Apabila keping benih

terangkat di atas permukaan tanah dinamakan tipe

epigeal. Namun bila keping benih tersebut tetap tinggal

di dalam tanah disebut hipogeal. Biji durian memiliki

tipe perkecambahan epigeal. (Sari, 2011)

87

III. METODE PELAKSANAAN

A. Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum :

benih jagung, benih kedelai, kertas label, polybag dan

pasir

B. Prosedur Kerja

1. Diambil sampel benih, dikecambahkan masing-masing

sebanyak 2x 20 biji dengan media pasir

2. Dihitung benih yang tumbuh dalam jangka waktu 7

hari

88

3. Diamati dan diidentifikasi bibit normal dan tidak

normal, dibandingkan bentuknya dan digambarkan

4. Benih-benih berpenyakit dibuang dari perkecambahan

agar tidak menulari benih yang lain

5. Hari ke 7 tanaman dicabut dan digambarkan tanaman

yang paling baik pertumbuhannya. Dideskripsikan

vigor, bebas hama penyakit, warna, akar dan jumlah

daun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan - % Perkecambahan :

= Jml benihberkecambah x100% Total yang

89

dikecambahkan= 9/10 x 100%= 90%

- Perkecambahan jagungdimulai denganmunculnya radikula dantumbuh kesamping sertakebagian bawah,selanjutnya plumulatumbuh dengan cadanganmakanan tetap padatempatnya (diatasmedia)

- Terdapat jamur pada 3benih jagung meskipuntetap terjadipertumbuhan, namunhanya 1 benih jagungyang tidak tumbuhradikula maupunplumulanya.

- Vigor pada benihjagung dikedalaman 0cm baik karenamenghasilkan 9 tanamandari total 10 benihyang di tanam.

90

- % Perkecambahan = 9/10x 100% = 90%

- Perkecambahan jagungdengan kedalaman tanam2 cm mulai terlihatmelewati media padahari ke dua setalahtanam, yaitu sebanyak4 buah

- Tidak terlihat adanyajamur diatas medianamun saat tanamandicabut, terlihatwarna hitam padabagian cadanganmakanan.

- Vigor tanaman jagungpada kedalaman tanam2cm baik denganmenghasilkan tanaman 9dari 10 benih yang ditanam.

- Tanamana jagungmemiliki tipeperkecambahan hipogeal

91

- -% Perkecambahan = 3/10 x 100%= 30%

- Perkecambahan kedelai ditandai dengan terangkatnya kotiledonseiring bertambahnya tinggi plumula

- Tipe perkecambahan tanaman kedelai yaitu epigeal

- Terdapat jamur yang melekat pada benih

- Vigor perkecambahanya tidak terlalu baik karena hanya menghasilkan 3 benih berkecambah dari total11yang di tanam. Jamurmenjangkiti hamper semua bagian benih yang ada sehingga dilakukan pembuangan benih agar tidak menjangkiti tanaman lainya.

- % Perkecambahan = 0%

Pada kedelai dengankedalaman tanam 2 cmvigor perkecambahannyakurang baik karenadari 10 benih yangditanam, tidak adabenih yang berhasilmelewati media danberkecambah denganbaik.

92

Kesimpulan :

Persentase perkecambahan pada tanaman (benih)

jagung 0 cm dan 2 cm sebesar 90% dengan tipe

perkecambahn hypogeal dan vigor yang baik sementara

pada tanaman kedelai diperoleh persen perkecambahan

sebesar 30% untuk kedalaman tanam 0 cm dan 0% untuk

kedalaman tanam 2cm. Vigor perkecambahan kurang baik

dan memiliki tipe perkcambahn epigeal.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat

memperoleh beragam informasi bahwa tipe-tipe

perkecambahan menurut Sutopo (2010) adalah:

1. Tipe epigeal (Epigeous), dimana munculnya radikel

diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara

keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula

keatas permukaan tanah.

2. Tipe hypogeal (Hypogeous), dimana munculnya radikel

diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak

memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan

93

kotiledon tetap berada di dalam kulit biji berada

di bawah permukaan tanah.

Daya tumbuh benih adalah munculnya unsur-unsur

utama dari lembaga dari suatu benih yang diuji yang

menunjukan kemampuan untuk menjadi tanaman normal

apabila ditanam pada lingkungan sesuai bagi benih

tersebut. Aplikasi daya tumbuh benih yaitu pada

kekuatan benih tersebut untuk tumbuh baik dilingkungan

yang ditempatkan, berarti benih tersebut memiliki daya

tmbuh yang baik.

Perbedaann benih normal dan tidak normal pada

benih, yaitu:

1. Plumula tidak terbelah, pada benih yang tidak

normal plumula terbelah sehingga menyebabkan benih

tumbuh tidak maksimal.

2. Kerdil, pada benih normal pertumbuhannya tidak

kerdil, pertumbuhan kerdil terjadi akibat tanaman

kekurangan hormone tertentu atau pun karena

terdapat kerusakan system metabolism di dalam benih

sehingga pertumbuhannya tidak normal

94

3. Akar tumbuh lemah atau tidak ada sama sekali, pada

benih normal benih akan mampu untuk menghasilkan

akar yang kuat melekat pada tanah untuk mengambil

air dan mineral guna melangsungkan proses

pertumbuhannya, sedangkan pada benih tidak normal,

proses pembentukan akarnya sangat lama atau

terhambat, hal tersebut menyulitkan benih untuk

berkecambah dan tumbuh sebagaimana mestinya

4. Kolioptil kosong atau tidak keluar seluruhnya,

koliptil yang kosong akan menyulitkan benih untuk

melangsungkan proses pertumbuhannya, sehingga

pertumbuhannya terhambat. Sedangkan pada benih

normal kolioptilnya terisi dan keluar menyebar

sebagai penanda benih siap melakukan proses

pertumbuhannya

Untuk menguji tipe perkecambahan pada tanaman

jagung dan kedelai, dilakukan perlakuan dengan menanam

benih jagung dan kedelai pada media pasir steril dalam

polybag dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm, untuk masing-

masing perlakuan diamati tipe perkecambahannya serta

95

dirawat dengan baik dengan cara disiram setiap hari.

Setelah diamati selama 8 hari, tipe perkecambahan dari

jagung dan kedelai digambarkan dan dihitung persentase

perkecambahannya.

Perkecambahan benih jagung pada kedalaman 0 cm

menghasilkan 9 dari 10 benih yang berkecambah.

Sementara pada benih jagung yang ditanam pada kedalaman

2 cm perkecambahan jagung menghasilkan nilai yang sama,

yaitu 9 dari 10 benih berkecambah. pada kedalaman 0 cm

maupun 2 cm, hanya satu benih yang tidak berkecambah

akibat adanya jamur penyakit yang harus segera dicabut

supaya tidak menular pada benih jagung lainnya. Hal ini

menggambarkan bahwa jagung memiliki daya tumbuh yang

baik, karena pada kedalaman 0 cm maupun 2 cm hasilnya

sama, sehingga jagung memiliki daya adaptasi yang baik

terhadap kedalaman pasir dengan tipe perkecambahan yang

dimilikinya yaitu hypogeal, serta persentase

perkecambahannya mencapai 90%.

Kedalaman pada 0 cm dan 2 cm terhadap benih jagung

ini tidak memiliki pengaruh yang nyata seperti yang

96

diungkapkan Sutopo (2002) bahwa kedalaman tanam

berhubungan dengan ketersedian oksigen yang terdapat di

dalam tanah. Semakin dalam kedalaman tanam maka

ketersedian oksigen semakin menurun. Sebaliknya semakin

dangkal kedalaman tanam maka ketersedian oksigen

semakin meningkat. Dimana oksigen diperlukan untuk

proses respirasi. Pada saat proses perkecambahan

berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai

pula dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan

pelepasan karbondioksida, air dan energi.

Sedangkan proses perkecambahan pada benih kedelai

dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm terlihat perbedaan

diantara keduanya, dimana pada kedalaman 0 cm benih

yang berkecambah sebanyak 30% dan pada kedalaman 2 cm

yang berkecambah sebanyak 0%. Hal ini sesuai dengan

Zheng et al (2005) yang mengatakan bahwa perkecambahan

benih berhubungan langsung dengan kedalaman tanam dan

semakin dalam benih ditanam semakin rendah

perkecambahan benih.

97

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa benih jagung memiliki tipe

perkecambahan hypogeal dengan persentase perkecambahan

pada kedalaman 0 cm dan 2 cm sebesar 90%. Sedangkan

benih kedelai memiliki tipe perkecambahan epigeal

dengan persentase perkecambahan pada kedalaman 0 cm

sebesar 30% dan kedalaman 2 cm sebesar 0%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan memahami tipe-tipe

perkecambahan pada benih

2. Praktikan diharapkan dapat menggambarkan perbedaan

tipe perkecambahan pad benih

98

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI

press.

Lestari, E. G. Mariska, I. 2006. Identifikasi somaklon padi

Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 tahan kekeringan

menggunakan polyehylene glycol. Bul. Agron. 34:71-78

Sari, A. A. A. Ashari, S. Haryono, D. 2011. Pengaruh

Kedalaman Tanam Benih Terhadap Perkecambahan Dan

Pertumbuhan Bibit Durian (Durio Zibethinus Murr.).

99

Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,

Surabaya.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: CV. Rajawali.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada

Zheng, Y., Z. Xie, Yi Yu, L. Jiang, H. Shimizu and G.

M. Rimmington. 2005. Effect of burial in sand and water

supply regime on seedling emergence of six species. Ann.

Bot. (95):1237-1245.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

100

Informasi tentang daya kecambah benih yang

ditentukan di Laboratorium adalah pada kondisi yang

optimum. Padahal kondisi lapang yang sebenarnya jarang

didapati berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub-

optimum yang tidak menguntungkan di lapangan dapat

menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan

turunnya persntase perkecambahan serta lemahnya

pertumbuhan selanjutnya.

Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan

tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi

lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat

dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik.

Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang

viabilitas, masing-masing “kekuatan tumbuh” dan “daya

simpan” benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan

benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh

menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik

lapangan produksi sub-optimum atau sesudah benih

melampaui suatu periode yang lama.

101

B. Tujuan

Untuk membiasakan konsep indeks matematis vigor

benih

II. TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan sarana produksi yang sangat penting

dalam menentukan keberhasilan budidaya tanaman pangan.

Penggunaan bahan tanam bermutu merupakan salah satu

faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan

pertanaman. Petani sering mengalami kerugian yang

sangat besar baik dari segi biaya maupun waktu yang

berharga akibat dari penggunaan benih yang tidak

bermutu atau tidak jelas asal-usulnya. Kesalahan dalam

penggunaan bahan tanam akan mengakibatkan kerugian

jangka panjang. Penggunaan bibit bermutu merupakan

salah satu kunci untuk mendapatkan pertanaman yang

102

mampu memberikan hasil yang memuaskan. (Situmorang,

2010)

Daya berkecambah benih diartikan sebagai mekar dan

berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu

benih yang menunjukan kemampuannya untuk tumbuh secara

normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian

pengujian daya tumbuh atau daya berkecambah benih ialah

pengujian akan sejumlah benih, berapa persentase dari

jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah

pada jangka waktu yang telah ditentukan.

(Kartasapoetra, 1998)

Proses penuaan atau mundurnya vigor secara

fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah,

peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan

pemunculan kecambah di lapangan “field emergence”

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman,

meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim

yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.

(Copeland, 1995)

103

Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana

kering dapat merupakan landasan bagi kemampuannya

tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan

pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam

multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan

merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorbsi

sarana produksi secara maksimal sebelum panen. (Sutopo,

2010)

Copeland (1995) dalam “Principles Of Seed Scientes

and Technology” telah mengemukakan rumus tentang

kecepatan berkecambahnya benih (koefisiensi

perkecambahan dan indeks vigor) sebagai berikut :

C.G =100 (A1+ A2 +..........An)A1T1+ A2T2+ .......AnTn

Dimana : A = jumlah benih yang berkecambah

pada hari tertentu

T = waktu yang bersesuaian dengan A

n = jumlah hari pada

penilaian/perhitungan akhir

C.G = koefisiensi perkecambahan

104

Kecepatan berkecambah digunakan sebagai penilain

vigor benih dirumuskan sebagai berikut :

I.V. = G1D1

+ G2D2

+ G3D3

+...... GnDn

Dimana : IV = indeks vigor, G = jumlah benih

yang berkecambah pada hari tertentu, D = waktu yang

bersesuaian dengan jumlah tersebut, dan n = jumlah

hari pada perhitungan akhir.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah

benih padi dengan varietas A dan B, petridish, kertas

merang dan air.

B. Prosedur Kerja

1. Masing-masing varietas padi sebanyak 20 benih

dikecambahkan diatas kertas merang dan diamati

perkecambahannya

105

2. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan sambil

dihitung benih yang berkecambahnya

3. Dihitung indeks vigor dan coefficient vigor dengan

rumus:

I.V. =

G1D1

+ G2D2

+ G3D3

+...... GnDn

dan C.G =100 (A1+ A2 +..........An)A1T1+ A2T2+ .......AnTn

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Tanggal Hasil Pengamatan

106

Pengamatan10 Juni Lum Padi a dan b belum berkecambah11 Juni Padi a: 16 benih berkecambah, padi b:

belum12 Juni Padi a: 17 benih berkecambah, padi b:

belum (benih berwarna hitam, terdapat

sedikit bintik putih)13 Juni Padi a: 17 benih berkecambah, padi b:

belum (benih berwarna hitam, sedikit

bintik putih)14 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

Padi b: belum berkecambah terdapat

garis-garis berwarna hitam pada bagian

padi dan bintik-bintik putih15 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

Padi b: belum berkecambah, 4 benih

diantaranya berwarna hitam16 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

Padi b: belum berkecambah, benih

berwarna hitam17 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

Padi b: tidak berkecambah, 4

diantaranya berwarna hitam pada seluruh

benihnya

Padi A

107

Indeks Vigor = G1D1 + G2D2

+G3D3

+…+GnDn

0 ppm = 01 + 162

+173

+174 +

185

+186

+187

+188

= 0 + 8 + 5,6 + 4,25 + 3,6 + 3+2,57 + 2,25

= 29,27

Koefisien Vigor = 100 (A1+A2+A3+…+An)A1T1+A2T2+A3T3+…+AnTn

0 ppm =100 (0+16+17+17+18+18+18+18)

0.1+16.2+17.3+17.4+18.5+18.6+18.7+18.8

= 100 (122 )591

= 20,64

Padi B

Indeks Vigor = 0

Koefisien Vigor = 0

Kesimpulan:

Berdasarkan hasil analisis, Indeks vigor untuk padi

A = 29,27 dan padi B = 0, sedangkan untuk analisis

koefisien vigor padi A = 20,46 dan padi B = 0.

B. Pembahasan

108

Berdasarkan hasil praktikum ini dapat diperoleh

hasil bahwa indeks vigor perkecambahan adalah nilai

yang menerangkan tentang kekuatan atau daya tumbuh

tanaman tersebut untuk tumbuh pada beragam kondisi

lingkungan yang ada.

Menurut Kartasapoetra (1998) berdasarkan hasil

penelitian bahwa lama penyimpanan benih dapat dikaitkan

dengan kemunduran daya berkecambah suatu benih.

Sehingga dalam penyimpanan benih perlu memperhatikan

patokan dibawah ini:

1. Bagi tiap terjadinya penurunan 1% pada kadar air

benih, umur benih akan bertahan sampai 2 kali;

2. Bagi tiap terjadinya penurunan 50 C suhu dalam

penyimpanannya, umur benih akan bertahan sampai

2 kali.

Oleh karena itu apabila dalam penyimpanan benih

ketentuan 1 dan 2 diatas diperhatikan dan dapat

diterapkan, dengan pemeliharaan serta perlakuan-

perlakuan yang mantap disekitarnya, maka pengaruhnya

terhadap viabilitas dan vigor benih adalah geometris,

109

yang artinya benih dengan kadar air 14% apabila

dibandingkan dengan benih yang berkadar air lebih kecil

sampai batas 5%, ternyata yang berkadar air lebih kecil

akan dapat mengurangi kecepatan terjadinya kemunduran.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa semakin rendah kadar air pada benih

maka semakin lama benih tersebut dapat disimpan.

Apabila penyimpanan dilakukan dalam waktu yang tidak

lama ataupun sesuai dengan waktu maksimal kemampuan

benih tersebut disimpan, maka benih itu masih dapat

dikecambahkan dengan baik dan proses perkecambahannya

tidak terganggu. Sedangkan bila benih disimpan terlalu

lama dengan kadar air yang rendah, maka embrio didalam

benih tersebut bisa rusak atau mati, sehingga ketika

ditanam, benih tersebut lama berkecambah ataupun tidak

bisa berkecambah sama sekali.

Sedangkan menurut pandapat Kartono (2004) yang

menyatakan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh terhadap

daya berkecambah benih kedelai. Sedangkan kemunduran

biokimia cirinya antara lain penurunan aktivitas enzim,

110

cadangan makanan, dan meningkatnya nilai konduktivitas.

Untuk itu perlu pencegahan peningkatan kadar air selama

penyimpanan, yaitu dengan tehnik penyimpanan dengan

bahan kemasan baik. Pentingnya mutu benih sebelum

disimpan berkaitan erat dengan teknologi produksi

benih.

Benih bisa dikatakan tumbuh apabila telah

berkecambah terlebih dahulu, oleh karena itu factor

yang mempengaruhi tumbuh tidaknya suatu benih yaitu

factor yang mempengaruhi perkecambahan benih itu

sendiri, menurut Sutopo (2010) faktor yang mempengaruhi

perkecambahan ialah faktor dalam dan luar. Factor dalam

meliputi:

1. Tingkat kemasakan benih; benih yang dipanen sebelum

tingkat kemasakan fisiologis tercapai tidak

mempunyai viabilitas tinggi.bahkan pada beberapa

jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat

berkecambah. Jadi, benih akan sulit tumbuh pada

kondisi yang sesuai sekalipun bila kemasakan

fisiologisnya belum tercapai.

111

2. Ukuran benih; benih yang berukuran berat dan besar

mengandung cadangan makanan lebih banyak

dibandingkan dengan benih yang lebih kecil, mungkin

pula embrionya lebih besar. Dikatakan pula bahwa

berat benih berpengaruh terhadap kecepatan

pertumbuhan dan produksi, karena berat benih

menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan

dan berat tanaman pada saat dipanen. Jadi, misalnya

benih caisim yang tidak disemaikan terlebih dahulu

berpotensi sulit tumbuh pada kondisi ekstrim karena

ukuran benihnya yang kecil belum mampu menyesuaikan

diri dengan kondisi dilapangan, berbeda dengan

benih jagung dan kacang tanah yang lebih besar

dapat langsung ditanam dilapangan tanpa harus

disemaikan terlebih dahulu.

3. Dormansi; suatu benih dikatakan dorman apabila

benih itu sebenarnya viable (hidup) tetapi tidak

mau berkecambah walaupun diletakan pada keadaan

lingkungan yang memenuhi syarat bagi

perkecambahannya. Periode dormansi ini dapat

112

berlangsung musiman atau dapat juga selama beberapa

tahun, tergantung pada jenis benih dan tipe

dormansinya.

Sedangkan factor luar yang mempengaruhi tidak

tumbuhnya suatu benih yaitu:

1. Air; merupakan salah satu syarat penting bagi

berlangsungnya proses perkecambahan benih.

Banyaknya air yang diperlukan bervariasi tergantung

kepada jenis benih. Oleh sebab itu, apabila

kandungan air pada media tempat benih itu diletakan

kurang, maka benih sulit untuk berkecambah sehingga

proses pertumbuhannya terhambat.

2. Temperature; merupakan syarat kedua yang penting

bagi perkecambahan benih, karena temperature yang

sesuai dengan kebutuhan benih yang berkecambah akan

mempercepat beih tersebut untuk tumbuh menjadi

tanaman yang diinginkan.

3. Oksigen; kebutuhan benih terhadap oksigen bagi

setiap tanaman berbeda-beda, misalnya sayuran yang

kebanyakan ditanam pada dataran tinggi jelas kadar

113

oksigennya berbeda dengan tanaman pangan yang

kebanyakan ditanam pada dataran yang lebih rendah.

4. Cahaya; kebutuhan benih terhadap cahaya bagi setiap

tanaman berbeda-beda, sehingga jika benih tersebut

memerlukan banyak cahaya akan terhambat

pertumbuhannya apabila ditanam pada lingkungan yang

kurang cahaya.

5. Medium; medium yang baik untuk perkecambahan benih

haruslah mempunyai sifat fisik yang baik, gembur,

mempunyai kemampuan menyimpan air dan bebas dari

orgenisme penyebab penyakit terutama cendawan. Oleh

karena itu, media yang baik akan cepat menumbuhkan

benih yang ditanam diatasnya ketimbang media yang

buruk hanya akan menyebabkan benih tersebut rusak

dan akhirnya mati sehingga benih tidak akan tumbuh.

Berdasarkan hasil praktikum ini, diperoleh hasil

indeks vigor pada padi varietas A sebesar 29,27 dan

coeffision vigornya sebesar 20,64. Sedangkan padi

varietas B memiliki indeks vigor dan coeffisien 0.

Hasil ini diperoleh dari pengamatan perkecambahan

114

selama 8 hari dengan penyiraman atau perawatan benih

setiap harinya. Setelah 8 hari, pada akhir pengamatan

dapat terlihat bahwa padi varietas A berkecambah

sebanyak 18 benih dari 20 benih dari 20 benih yang

dikecambahkan dan pada varietas B tidak satupun yang

berkecambah. Hal ini menggambarkan bahwa indeks vigor

perkecambahan padi varietas A lebih baik dari padi

varietas B.

Rendahnya vigor pada padi varietas B dapat

disebabkan oleh banyak factor, seperti yang diungkapkan

menurut Sutopo (2004) bahwa rendahnya vigor pada benih

dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor

genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan

mikrobia. Sedangkan menurut Copeland (1995) bahwa

proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis

ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan

jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah

di lapangan “field emergence” terhambatnya pertumbuhan

dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan

115

terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat

menurunkan produksi tanaman.

116

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan praktikum pengujian kemurnian benih

diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa padi

varietas A memiliki indeks vigor sebesar 29,27 dan

coefficient vigor sebesar 20,64, sedangkan pada padi

varietas B tidak ada yang berkecambah, sehingga indeks

vigor dan coeffisien vigornya 0.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan dapat mengikuti kegiatan

praktikum sesuai dengan petunjuk asisten

2. Praktikan diharapkan dapat menghitung vigor benih

dengan rumus yang tersedia

117

DAFTAR PUSTAKA

Copeland, L.O., and M. B. McDonald. 1995. Principle Of Seed

Science and Technology. Fourth Edition. Dalam Jurnal

Wartabepe: Samuel. Purnamaningsil , S.L.

Kendarini, N. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap

Penurunan Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L)

Merill) Varietas Gepak Kuning Selama Dalam Penyimpanan.

Kartasapoetra, A. 1989. Teknologi Benih. Jakarta: PT Bina

Aksara

118

Kartono.2004. Tehnik Penyimpanan Benih Kedelai Varietas Wilis Pada

Kadar Air dan Suhu Penyimpanan Yang Berbeda. Buletin

Tehnik Pertanian Volume 9 Nomor 2.

Situmorang, T.S. 2010. Pengujian Mutu Benih. Balai Besar

Benih dan Proteksi Tanaman Direktorat Jendral

Perkebunan-Departemen Pertanian Medan.

Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih (edisi revisi). Dalam Jurnal

Wartabepe: Samuel. Purnamaningsil , S.L.

Kendarini, N. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap

Penurunan Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L)

Merill) Varietas Gepak Kuning Selama Dalam Penyimpanan.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih (edisi revisi). Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada

I. PENDAHULUAN

119

A. Latar Belakang

Kebutuhan cahaya terhadap suatu tanaman berbeda-

beda, tergantung dari jenis tanaman itu sendiri. Ada

yang memerlukan banyak cahaya dan ada juga yang tidak.

Faktor cahaya tidak dapat dipisahkan bagi tanaman yang

menggantungkan proses hidupnya dengan melakukan

fotosintesis, dimana proses ini dapat berlangsung

sempurna dengan bantuan cahaya matahari.

Walaupun demikian, ada pula tanaman yang

membutuhkan intensitas cahaya yang lebih rendah untuk

menjaga kelangsungan hidupnya, bahkan ada pula yang

tetap dapat menghasilkan energi dengan tidak bergantung

pada cahaya matahari, namun hanya sebagian kecil

tanaman dan pada kondisi tertentu saja.

Untuk dapat berkecambah dengan baik, maka perlu

dipenuhi syarat-syarat pertumbuhan tanaman itu sendiri

dimulai dari sejak masih menjadi benih. media yang baik

dengan intensitas cahaya yang tercukupi akan membuat

120

benih berkecambah dengan baik dan tumbuh menjadi

tanaman yang berproduksi tinggi.

B. Tujuan

Untuk mempelajari atau mengetahui bagaimana

pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Intensitas cahaya matahari yang terhalang oleh

tanaman lain yang lebih tinggi akan mengakibatkan

terjadinya perubahan fisiologis tanaman, khususnya

dalam aktivitas fotosintesis. Tanaman kedelai yang

ternaungi akan mencapai titik kejenuhan cahaya,

akibatnya laju fotosintesis lebih rendah dibandingkan

tanaman yang ditanam di lingkungan yang tidak ternaungi

(Bowes, 1972).

121

Respon tanaman pada lingkungan ternaungi ditentukan

oleh toleransi tanaman terhadap pengurangan intensitas

cahaya. Salah satu pengaruh naungan terhadap morfologi

tanaman adalah batang tanaman menjadi lebih tinggi

karena batang tanaman mengalami etiolasi. (Uchimiya,

2001)

Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung

mempunyai jumlah cabang sedikit dan batang yang lebih

tinggi dibandingkan tanaman yang ditanam dalam kondisi

tanpa naungan. Perubahan tinggi batang tanaman pada

beberapa tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami

etiolasi pada naungan lebih dari 25%. (Uchimiya, 2001)

Tanaman C4, C3, dan CAM memiliki reaksi fisiologi

yang berbeda terhadap pengaruh intensitas, kualitas,

dan lama penyinaran oleh cahaya matahari. Selain itu,

setiap jenis tanaman memiliki sifat yang berbeda dalam

hal fotoperiodisme, yaitu lamanya penyinaran dalam satu

hari yang diterima tanaman.Perbedaan respon tumbuhan

terhadap lama penyinaran atau disebut juga

fotoperiodisme, menjadikan tanaman dikelompokkan

122

menjadi tanaman hari netral, tanaman hari panjang, dan

tanaman hari pendek.(Chory, 1997)

Cahaya juga dapat bersifat sebagai penghambat

(inhibitor) pada proses pertumbuhan, hal ini terjadi

karena dapat memacu difusi auksin ke bagian yang tidak

terkena cahaya. Cahaya yang bersifat sebagai inhibitor

tersebut disebabkan oleh tidak adanya cahaya sehingga

dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel –

sel tumbuhan sebaliknya, benih yang tumbuh ditempat

terang menyebabkan benih-benih tumbuh lebih lambat

dengan kondisi relatif pendek, lebih lebar, lebih

hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah lebih

kokoh. Hal ini dikarenakan sinar matahari sangat

penting dan memberikan pengaruh besar terhadap

pertumbuhan dan perkembangan dari benih itu sendiri.

(Fitter, 1991)

123

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih

jagung, benih kedelai, polybag, pasir, sungkub,

seedbox, air dan label.

B. Prosedur Kerja

124

1. Ditanam benih kedelai pada seedbox dan benih jagung

pada polybag

2. Diberikan perlakuan dengan diberi cahaya dan

ditempatkan di ruangan gelap

3. Diamati perkecambahannya selama 2 hari sekali

selama 8 hari

4. Setelah 8 hari tanaman dicabut dan diamati panjang

akar serta panjang batangnya. Perlakuan

dibandingkan dan disimpulkan

5. Digambarkan masing-masing perkecambahannya dan

disebutkan bagian-bagiannya

6. Dilakukan hal seperti diatas pada media steril yang

telah direbus terlebih dahulu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

125

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel pengamatan tinggi tanaman jagung sungkup

No SampelTinggi Tanaman

Hari -2 Hari -4 (cm)

Hari -6 (cm)

Hari -8 (cm)

12345678910

tan 1tan 2tan 3tan 4tan 5tan 6tan 7 tan 8tan 9tan 10

0,01 cm0,02 cm

--------

4,33,15,55,368,54,65,66,26,8

1413,215,515

17,520,217,615,917,316,6

23,422,919,624,725,9313229,926,427,8

Rata-rata Total

tanaman

0,0032 tan

5,59cm

18 tan

16,2818 tan

26,36 18 tan

Keterangan : - belum tumbuh

: : rata-rat tinggi tanaman jagung dari hari kehari

semakin meningkat.

2. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Polibag Non

Sungkup

No SampelTinggi Tanaman

Hari -2 Hari -4 (cm)

Hari -6 (cm)

Hari -8 (cm)

12

tan 1tan 2

0,01 cm0,02 cm

44,4

12,312,7

23,723,5

126

345678910

tan 3tan 4tan 5tan 6tan 7 tan 8tan 9tan 10

0,01 cm-------

4,52,73,85,14,85,34,12,5

1313,59,514,914,816,512,113,6

24,324,119,526,127,329,124,327,5

Rata-rata Total

tanaman

0,00419 tan

4,12cm

19 tan

13,2919 tan

24,94 19 tan

: : rata-rata tinggi tanaman jagung semakin harisemakin naik.

3. Tabel persentase perkecambahan kedelai dan

persentase kontaminasi tanaman pada seed box berisi

pasir steril.

No VariabelPengamatan

Hari-2

Hari-4

Hari -6 Hari -8

1 Persentaseperkecambahan

- - - 2/40x100%= 5%

2 Persentasekontaminasi

- - 2/40x100%= 5%

6/40x100%= 15%

: : Persentase perkecambahan tanaman kedelai

hingga hari -8 mencapai 5%, sedangkan kontaminasi

mencapai 15%.

127

4. Tabel persentase perkecambahan kedelai dan

persentase kontaminasi tanaman kedelai pada seed

box berisi pasir non steril.

No VariabelPengamatan

Hari-1

Hari -4 Hari -6 Hari -8

1 Persentaseperkecambahan

- 1/40x100%= 2,5%

1/40x100%= 2,5%

2/40x100%= 5%

2 Persentasekontaminasi

- - 3/40x100%= 7,5%

6/40x100%= 15%

: : persentase perkecambahan tanaman kedelai meningkat

pada hari -8 dan persentasi kontaminasi pada hari ke -8

mencapai 15% (meningkat).

B. Pembahasan

Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita bisa

mengetahui bagaimana perbedaan pertumbuhan benih

128

kedelai pada pasir steril dan non steril. Tahapan

pembuatan pasir steril menurut Imron (2013) adalah:

1. Pasir diayak dengan menggunakan ayakan pasir dengan

ukuran 5 mess, sebanyak yang dikehendaki untuk

melakukan pengujian.

2. Pasir yang telah diayak dicuci di dalam bak pencuci

pasir sedikit demi sedikit, dengan terus diaduk-

aduk agar kotoran/tanah yang ada dalam pasir sampai

air untuk mencuci kelihatan bersih.

3. Pasir yang sudah bersih kemudian direbus dalam

drum, isi dengan air bersih ½ dari tinggi drum

tersebut. Setelah pasir dan air dimasukkan kemudian

dilakukan perebusan hingga air mendidih, sesekali

lakukan pengadukan dengan menggunakan adukan dari

kayu.

4. Pasir kemudian diturunkan dari dalam drum perebus

dengan menggunakan sekop kemudian ditiriskan di

atas karung.

5. Pasir siap digunakan untuk pengujian.

129

Pasir sebagai media perkecambahan benih cukup baik

digunakan karena pasir sangat mudah diolah, media

jenis ini memiliki aerasi dan drainase yang baik, namun

pasir memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga

kemampuannya dalam meloloskan air sangat tinggi dan

kemampuannya menyimpan air menjadi rendah. Hal ini

menyebabkan pasir mudah cepat kering, sehingga perlu

diperhatikan kandungan airnya. Sedangkan perkecambahan

suatu benih tidak dapat dipisahkan dari kandungan air

pada media tempatnya tumbuh. Benih yang ditanam pada

suatu media akan dapat berkecambah dengan baik apabila

syarat pertumbuhannya terpenuhi, salah satunya

kandungan air pada media tersebut yang fungsinya amat

vital untuk mengaktifkan enzim-enzim dan juga untuk

melarutkan unsure hara yang dibutuhkan tanaman. Apabila

media yang ditempati benih kekurangan air maka prose

perkecambahan dan pertumbuhannya akan terhambat.

Untuk daya tumbuh benih pada media pasir cukup

baik, karena media pasir yang steril telah aman untuk

pertumbuhan benih dimana bibit penyakit yang ada

130

didalamnya telah dihilangkan terlebih dahulu. Benih pun

menjadi sehat dan memiliki daya tumbuh yang kuat

apabila syarat pertumbuhannya pun diperhatikan dan di

penuhi.

Hasil yang didapat dari praktikum perkecambahan

benih kedelai pada pasir steril diperoleh data

persentase perkecambahan dimulai pada hari kedelapan

sebesar 5%, serta persentase kontaminasinya sudah

dimulai sejak hari ke enam sebesar 5% dan hari

kedelapan sebesar 15%. Sedangkan persentase

perkecambahan kedelai pada media pasir steril sudah

mulai muncul pada hari ke empat sebesar 2,5%, hari ke

enam 2,5% dan hari ke delapan 5%, dan persentase

kontaminasinya terjadi pada hari ke enam sebesar 7,5%

serta hari ke delapan sebesar 15%.

Berdasarkan hasil yang diuraikan diatas,

perkecambahan kedelai pada pasir steril terhitung lebih

lambat kemunculannya dibandingkan pasir non steril,

meskipun hasil akhirnya menunjukan persentase

perkecambahan yang sama. Hal ini tidak sesuai dengan

131

yang diungkapkan oleh Imron (2013) bahwa media pasir

yang steril telah terbebas dari jamur cendawan pathogen

serta mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman

seperti phospor (0,08 g), kalium (2,53 g), kalsium

(2,92 g), Fe2O3 (5,19 g) dan MgO (1,02 g), sehingga

proses perkecambahannya lebih cepat.

Gejala kondisi perkecambahan benih yang ternaungi

berdasarkan hasil diatas ialah berwarna hijau

kekuningan dan laju perkecambahannya lambat meskipun

pertumbuhannya dari hari ke hari terus meningkat.

Peningkatan ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Susanto (2011) bahwa peningkatan pertumbuhan pada

tanaman yang ternaungi menunjukan peningkatan jumlah

auksin pada tanaman tersebut sehingga proses

pemanjangan batangnya lebih cepat dari pada yang tidak

ternaungi.

Kondisi perkecambahan jagung yang ternaungi

memiliki warna hijau kekuningan dengan panjang akar

rata-rata 8,56. Cepatnya perkecambahann jagung ini

diakibatkan oleh kurangnya tanaman ini dalam memperoleh

132

cahaya, sehingga hormone auksin yang terdapat pada

jaringan muda jagung terutama bagian ujung akar

tanamannya berproduksi lebih banyak dan terjadi

pertambahan akar yang lebih cepat. Cahaya selain dapat

membantu proses fotosintesis untuk kebutuhan tanaman

juga berfungsi untuk sedikit menghambat hormone auksin

pada tanaman. Maka panjang akar tanaman jagung yang

tidak ternaungi lebih pendek dari yang ternaungi yaitu

dengan rata-rata 7,64. Sedangkan warnanya merah

kehijauan yang menunjukan proses metabolisme dengan

bantuan cahaya berjalan dengan lancar dan nutrisinya

terpenuhi, berbeda dengan yang tidak disungkup

mengalami kekurangan nutrisi.

Agrawal (1980) mengungkapkan bahwa Pemberian

sungkup karton menyebabkan pertumbuhan benih yang lebih

baik dibandingkan perlakuan tanpa sungkup. Pengaruh

pemberian sungkup terlihat pada peningkatan tinggi

tanaman, luas daun, indeks luas daun, dan rasio tajuk

akar satu minggu setelah tanam. Meski demikian

133

pemberian sungkup menyebabkan penurunan laju asimilasi

bersih, berat segar akar, dan berat kering akar.

Cahaya sangat penting untuk membantu mengaktifkan

proses metabolisme dalam benih sehingga mampu

berkecambah dengan normal dan pertumbuhannya tidak

lemah atau terganggu. Apalagi awal pertumbuhan tanaman

harus memenuhi syarat suatu benih itu untuk tumbuh

dengan baik sesuai dengan kebutuhan cahaya yang

diperlukannya.

Perbedaan morfologi antara jagung yang di sungkup

dan tidak disungkup adalah:

1. Warna batang

Warna pada batang tanaman jagung yang disungkup

yaitu hijau kekuningan, hal ini menggambarkan

terhambatnya proses fotosintesis. Sedangkan yang

tidak disungkup warnanya merah kehijauan yang

menandakan proses fotosintesis berjalan lancar.

2. Tinggi batang

Tinggi batang pada tanaman jagung yang disungkup

lebih tinggi dan lemah dari pada yang tidak

134

disungkup, hal ini menandakan peningkatan hormone

auksin karena tidak terhambat oleh cahaya matahari

serta kurangnya asupan nutrisi. Sedangkan pada

batang tanaman jagung yang tidak disungkup

tingginya lebih rendah tetapi kuat karena

nutrisinya tercukupi. Sedangkan menurut Harjadi

(1979) Tinggi tanaman dipengaruhi oleh intensitas

cahaya. Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan

tanaman pendek. Hal ini disebabkan auksin yang

mempengaruhi pemanjangan sel bekerja lebih aktif

dalam kondisi gelap. Tinggi tanaman merupakan usaha

tanaman memperoleh cahaya.

3. Warna daun

Warna daun pada tanaman jagung yang disungkup yaitu

hijau muda kekuningan yang menunjukan daun sulit

melakukan fotosintesis sehingga warnanya demikian.

Berbeda dengan daun yang tidak disungkup dengan

warna hijau tua yang menandakan proses fotosintesis

berjalan lancar dan tanaman mampu menghasilkan

bahan makanan yang diperlukan tanaman itu sendiri

135

untuk melakukan proses pertumbuhannya. Sulistyo

(2002) menambahkan bahwa kondisi tanaman yang

ternaungi cenderung meningkatkan luas daun pada

tanaman, hal ini menggambarkan bahwa tanaman

tersebut berusaha untuk memanksimalkan penangkapan

cahaya yang intensitasnya sedikit.

Perkecambahan pada tanaman jagung yang ternaungi

menghasilkan tanaman yang memiliki perkecambahan lambat

namun prose pertumbuhannya lebih cepat dari pada yang

tidak ternanungi. Hal ini menandakan adanya peristiwa

etiolasi yaitu dimana batang memanjang karena

peningkatan hormone auksin akibat ternaunginya tanaman

karena kekurangan intensitas cahaya. Hal ini seperti

yang diungkapkan oleh Gardner (1985) bahwa Etiolasi

yang terjadi pada sebagian besar tanaman akibat naungan

disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin

yang tinggi, sehingga merangsang pemanjangan sel yang

mendorong meningkatnya tinggi tanaman.

Sedangkan pengaruh media steril pada perkecambahan

kedelai diperoleh hasil bahwa persentase

136

perkecambahannya 5%, hasil ini sama dengann

perkecambahan pada media non steril, namun

pemunculannya lebih dulu pada media non steril, hal ini

dapat terjadi karena banyak factor, salah satunya

karena kandungan air pada media pasir steril kurang

diperhatikan sehingga proses perkecambahan yang

membutuhkan keberadaan air menjadi terhambat. Sedangkan

untuk persentase kontaminasinya sendiri pada media

steril awalnya lebih sedikit sebanyak 5% dan pada media

non steril sebanyak 7,5%, hal ini sesuai yang

diungkapkan oleh Imron (2013) bahwa media pasir yang

telah disterilkan akan membunuh cendawan pathogen yang

bisa merusak atau menghambat pertumbuhan benih.

Meskipun demikian, hasil akhir dari persentase

kontaminasi pada pasir steril dan non steril ialah

sama, sebesar 15%.

137

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini

ialah rata-rata tinggi tanaman jagung yang ternaungi

26,36 cm dan yang tidak ternaungi tinggi rata-ratanya

24,94. Morfologi tanaman yang jagung yang ternaungi

berwarna hijau kekuningan dengan panjang akar

terpanjang sebesar 13 cm serta warna daun hijau muda

kekuningan. Sedangkan yang tidak ternaungi memiliki

warna daun hijau tua serta panjang akar terpanjang

sebesar 11,3 cm.

Untuk media pasir steril dan non steril sendiri

memiliki hasil akhir yang sama, yaitu persentase

138

perkecambahan sebesar 5% dan persentase kontaminasi

sebesar 15%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan dapat mengikuti petunjuk

asisten dengan baik

2. Praktikan diharapkan dapat mengamati perbedaan

pertumbuhan tanaman yang ternaungi dan tidak

ternaungi dengan teliti

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, R. L. 1980. Seed Technology. Oxford & IBH

Publishing Co. New Delhi.

139

Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Gramedia.

Jakarta.

Chory, J. 1997. Light Modulation of Vegetative Development. The

Plant Cell 9 : 1225-1234.

Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan

Tanaman. Gadjah Mada University

Press.Yogyakarta.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchel. 1985.

Physiology of Crop Plants. Iowa State University

Press.

Sulistyono, E., M.A. Chozin, F. Rezkiyanti. 2002. Uji

potensi hasil beberapa galur padi gogo (Oryza sativa L.) pada

beberapa tingkat naungan. Bul. Agron. 30:1-5.

Bowes, G., W.L. Ogren, R.H. Hageman. 1972. Light

saturation, photosynthesis rate, RuDP carboxylase activity, and

specifi c leaf weight in soybeans grown under different light

intensity. Dalam jurnal Susanto, G. W. A. Sundari,

T. 2011. Perubahan Karakter Agronomi Aksesi Plasma

Nutfah Kedelai di Lingkungan Ternaungi. J. Agron.

Indonesia 39 (1) : 1 - 6 (2011)

140

Uchimiya, H. 2001. Genetic engineering for abiotic stress tolerance

in plants, SCOPAS.

http://www.sciencecouncil.cgiar.org. Diakses

pada tanggal 5 Juli 2014

Susanto, G. W. A. Sundari, T. 2011. Perubahan Karakter

Agronomi Aksesi Plasma Nutfah Kedelai di Lingkungan

Ternaungi. J. Agron. Indonesia 39 (1) : 1 - 6

(2011)

Imron, A.A. 2013. Cara Membuat Media Pasir Steril Sebagai Media

tanam. http://ditjenbun.go.id. Diakses pada

tanggal 5 Juli 2014.

141

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benih di sini adalah biji tanaman yang digunakan

untuk tujuan pertanaman. Sehingga masalah teknologi

benih berada dalam ruang lingkup agronomi. Agronomi

sendiri diartikan sebagai suatu gugus ilmu pertanian

yang mempelajari pengolahan lapang produksi dengan

segenap unsure alam (iklim, tanah, air), tanaman, hewan

142

dan manusia untuk mencapai produksi tanaman secara

maksimal.

Pada konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu

tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman

yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang

maju. Sering petani mengalami kerugian yang tidak

sedikit baik dari segi biaya maupun waktu yang berharga

akibat penggunaan benih yang bermutu rendah. Oleh

karena itu meskipun pertumbuhan dan produksi tanaman

sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan cara bercocok

tanam, tetapi harus diingat pentingnya pemilihan mutu

benih yang akan digunakan.

Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa masalah-

masalah dalam bidang teknologi benih kebanyakan

menjurus pada aspek-aspek dalam bidang produksi benih,

pengolahan, penyimpanan, dan pengujian benih. Masalah

yang terdapat dalam satu bidang mempunyai kaitan dengan

bidang lainnya. Sehingga untuk dapat memecahkan suatu

masalah diperlukan kerjasama antar bidang. Disamping

dengan memanfaatkan juga cabang-cabang ilmu lain

143

seperti Botani, Fisiologi Tumbuh-tumbuhan, Genetika,

Taksonomi, Hama dan Penyakit Tanaman, Fisika, Kimia dan

sebagainya untuk dapat diaplikasikan ke dalam lingkaran

proses dari usaha mencapai sasaran yang utama yaitu

mutu benih yang tinggi bagi petani.

B. Tujuan

Untuk mengetahui proses produksi benih di PT East-

West

144

II. TINJAUAN PUSTAKA

Benih unggul bagi para produsen dan pedagang benih

banyak memberi harapan bagi mereka untuk memperoleh

keuntungan dalam usahanya, karena banyaknya permintaan

akan benih tersebut. Jadi tersedianya persediaan benih

unggul yang bersertifikat dalam rangka usahanya, lebih

banyak menenangkan serta memuaskan para pengusaha

tersebut. (Kartasapoetra, 1989)

Benih unggul selalu menjadi idaman utama bagi para

petani. Walaupun harga belinya lebih mahal dari benih

tanpa sertifikat, petani akan selalu puas dan mempunyai

145

harapan-harapan besar dalam keberhasilan usaha taninya.

Kultur teknik yang telah mereka kuasai dipadukan dengan

benih unggul dalam pemakaiannya. Memang banyak memberi

harapan bagi petani dalam pelaksanaan usaha tani,

sehingga kegairahan kerjanya meningkat pula.

(Kartasapoetra, 1989)

Produksi tanaman per satuan luas lahan (crop yield)

harus memiliki produktivitas tinggi. Hal ini dapat

dilakukan dengan penerapan benih unggul yang

digunakandimana memiliki sifat berproduksi tinggi (high

yielding variety). Produksi benih ini dimaksudkan untuk

dipakai langsung oleh manusia dan binatang terutama

untuk makanan, dimana dalam distribusinya akan

mengalami rantai – rantai, pengolahan dan pemasaran.

Oleh sebab itu benih yang dihasilkan harus bermutu

tinggi dan memenuhi syarat – syarat perdagangan lainnya

seperti bentuk, warna, besar ukuranharus seragam dan

rasa harus menurut yang ditentukan sesuai dengan

keinginan konsumen.(Nelson, 2001).

146

Sertifikasi benih tanaman merupakan bagian dari

sistem distribusi, dirancang untuk memelihara dan

mempertahankan identitas serta kualitas varietas

tanaman. Tujuan sertifikasi benih adalah untuk

memelihara kemurnian mutu benih dari varietas unggul

serta menyediakannya secara kontinyu kepada petani.

(Harjadi, 1979)

Program pengembangan pembenihan yang teratur

diarahkan pada dua bidang yaitu pengadaan dan

pengaturan penyaluran benih bermutu tinggi yang murni

sifat genetiknya dan tepat waktu sampai ke tangan

petani dalam jumlah yang cukup. Yang kedua adalah

pengontrolan dan peningkatan mutu serta kemurnian

hasil. Pengadaan benih terutama ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan benih bermutu tinggi dan memenuhi

kebutuhan konsumsi. (Kamil, 1979)

Adapun tentang tujuan sertifikasi benih yang

berlangsung di Indonesia, yang pokok adalah

pemeliharaan kemurnian dan kualitas benih tanaman dari

varietas unggul serta berusaha agar secara terus

147

menerus dapat tersedia benih-benih yang bersertifikat

bagi kepentingan petani dan para pemakai benih pada

umumnya. Bagian sertifikasi benih dengan demikian

memberikan pelayanan-pelayanan kepada para produsen,

penakar dan para pedagang benih dalam hal pemberian

sertifikat-sertifikat benih tersebut. (Kartasapoetra,

1989)

Pada dasarnya sertifikasi benih tidak merupakan

keharusan dan sifatnya sukarela, memberikan jasa kepada

produsen benih untuk memberikan keterangan bahwa benih

tersebut benar terdiri dari varietas yang dimaksud.

Sedang terhadap para konsumen benih akan membantu

meyakinkan terhadap kebenaran dan mutu dari benih yang

akan dibelinya. (Sutopo, 2010)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah data

primer dan sekunder, alat tulis dan kamera.

148

B. Prosedur Kerja

1. Ditentukan lokasi kunjungan lapang berdasarkan

praktikum ini

2. Tempat lokasi disurvey atau dikunjungi

3. Data pengamatan yang didapat dari responden dan

berdasarkan pengamatan langsung di lokasi survei

diamati dan dicatat

4. Data yang diperoleh dianalisis

149

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Pada praktikum lapang yang dilaksanakan dI

purwakarta pada tanggal 23 Juni 2014 yaitu dari PT EAST

WEST, diperoleh banyak informasi mengenai bagaimana PT

EAST WEST di bangun.

PT EAST WEST berdiri di Indonesia pada tahun 1990,

pabrik ini memiliki lambang cap panah merah dengan

gambar tanaman ditengahnya. Filosofi dari panah yang

saling berhadapan ini berarti bahwa teknologi dari

barat dipadukan dengan semangat kerja orang timur

sihingga diperoleh benih yang baik dan berkualitas.

PT EAST WEST memiliki banyak varietas benih unggul

yang sudah diproduksi. Beberapa diantaranya dipamerkan

pada demontrasi hasil pertanian di lapangan. Berikut

beberapa jenis benih tanaman dan varietas yang di

miliki oleh PT EAST WEST yaitu :

1. Kangkung, varietasnya :

150

a. Srimpi : berdaun kecil dan sempit seperti bambu

b. Habsari

c. Salina : Berbiji dengan rasa enak dan umur

genjah

2. Terong, varietasnya :

a. Mustang : Tumbuh di tanah merah

b. Yummy : Tahan penyakit layu

c. Laguna : Tahan penyakit layu

d. Largo : Bisa di temukan di daerah Kalimantan

e. Terong putih kania

f. Terong lalab hibrida

3. Tomat, varietasnya :

a. Agatha

b. Manara

c. Marta

d. Karunia

e. Mawar : Rasanya enak dan biasanya digunakan untuk

sambel sebagai pengganti pecin.

4. Cabai, varietasnya :

a. Dewata : hasil persilangan Hibrida

151

b. Santika : Rasanya paling pedas

c. Gadai : Didataran rendah

5. Semangka, Varietasnya :

a. Anabel : Tahan pecah

b. Punggawa : Adaptasi luas

c. Baginda : Tahan simpan

6. Oyong, varietasnya :

a. Chiko : Umurnya genjah

b. Azura : Tahan angkut

7. Labu, varietasnya :

a. Labu madu : Rasanya enak dan manis serta umur

genjah

b. Kusuma : Buah banyak rasa pulen

8. Melon, varietasnya :

a. Madesta : Tahan virus Gemini

b. Me 208 : Manis dan renyah

c. Aramis : Daging tebal dan tahan simpan

d. Amanta : Daging lembut dan rasa manis

e. Diora : Sikulit kuning

9. Pare, varietasnya :

152

a. Ranjau : Buah panjang

b. Dulco : Kulit mulus

c. Lipa : Daya hasil tinggi

d. Wuku : Buah banyak

10. Timun, varietasnya :

a. Zatavy : Tahan virus Gemini

b. Metavy : Tidak pahit

c. Monza : Tanaman vigor

11. Kembang Kol, vareitasnya :

a. Sinta

b. Nauli

c. Aquin : Umur genjah dan di datran tinggi

12. Jagung, varietasny :

a. Bonanza : Manis dan cantik

b. Lorenza : Lebih tahan bulai

13. Kacang Panjang :

a. Peletun : Rasanya enak

b. Parade : Produksi tinggi

c. Parade tavi : tahan virus dan buahnya banyak

153

Sedangkan untuk proses produksi benihnya, dimulai

dari persemaian di Green House untuk menguji

perkecambahannya. Parameter yang di uji yaitu :

1. Kadar air benih

2. Uji kemurnian benih

3. Uji bobot 1000 biji

4. Uji ketahanan benih

5. Uji daya kecambah

6. Uji genetik benih

Media yang di gunakan disini adalah media pasir

kali. Karena media ini telah diakui secara

internasional sebagai media dalam pengujian benih.

Sebab media ini sedikit sekali mengandung unsure hara,

sehingga setelah 10 hari tanaman akan kekuningan, maka

biasanya ditambahkan unsure hara tambahan dari sekam

padi apabila pengujian belum selesai.

Syarat pasir yang dapat digunakan yaitu yang tidak

beracun dan ber pH netral. Ciri pasir beracun bisa

terlihat pada seluruh akar tanaman seperti terbakar.

154

Di laboratorium, pengujian benih dilakukan dengan

cara lebih modern, dimana metode yang di gunakan

berbeda dengan metode di green house. 4 metode yang

digunakan, yaitu :

1. Uji daya keatas

2. Uji diantara kertas

3. Uji di pasir

4. Uji di kertas lipat

Syarat penggunaan kertas disini tidak jauh berbeda

dengan media pasir yang di gunakan sebelumnya, yaitu pH

netral dan tidak beracun. Pengujian disini dapat lebih

jelas bila benih tidak tumbuh dan berkecambah, karena

media yang digunakan memungkinkan kita untuk melihat

perkembangan dengan mudah.

Pada tempat yang terdapat banyak mesin besar,

disana proses bagaimana benih terseleksi dan

sipisahkan, antara benih besar dan kecil, antara yang

hampa dan tidak serta sebagainya. Disana juga ada

pewarnaan untuk benih, dimana benih akan terlihat

kemurnianya apabila warnanya sama dengan benih murni.

155

Terakahir area packing disini kondisi harus benar-

benar steril, baik mesin maupun orangnya. Hal ini untuk

menghindari campuran dari benih lain supaya tidak

terbawa ke benih baru. Pengemasan disini sudah modern,

dimana kualitas kemasan sangat terjaga sehingga benih

yang sudah siap diapasarkan memiliki kualitas yang

bagus.

B. Pembahasan

Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita dapat

mengetahui bahwa PT East West Seed Indonesia berdiri

pada 6 Juni 1990 tepatnya di Desa Benteng, Kecamatan

Campaka –Purwakarta, Jawa barat. Awalnya perusahaan

benih ini berdiri di Negara Filiphina pada tahun 80-an.

Perusahaan benih ini kemudian melebarkan usahanya

diberbagai Negara untuk memenuhi kebutuhan konsumen

yang semakin meningkat terhadap benih yang unggul.

Adapun Visi dan Misi Dari PT. East West Seed Indonesia

yaitu:

156

Visi dari PT. East West Seed Indonesia ini adalah:

“ PT. EAST WEST SEED INDONESIA bertekad menjadi

perusahaan benih sayuran nomor satu di Indonesia ”

Adapun Misi dari PT. EAST West Seed Indonesia ini

adalah:

1) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

2) Menghasilkan benih bermutu tinggi

3) Mengembangkan dan menerapkan teknologi perbenihan

secara terus menerus

4) Meningkatkan kesejahteraan karyawan

5) Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia

6) Memberikan Consultative Selling kepada pelanggan

7) Selalu berinovasi dalam pemenuhan kepuasan pelanggan

8) Turut serta dalam pengembangan perbenihan nasional.

Proses produksi benih di perusahaan ini dengan

melakukan kegiatan agronomi dilingkungan yang sesuai

dengan komoditas tanaman yang dibudidayakan. Mereka

menggunakan lahan ditempat tinggi, sedang dan rendah

sebagai lahan untuk menghasilkan benih unggul dengan

hasil produksi yang tingggi.

157

Lebih dari satu dekade PT. East West Seed Indonesia

selalu menyediakan benih yang sehat, produk yang tepat

dengan kemurnian genetika yang tinggi serta daya

kecambah yang baik. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi

sesuai dengan permintaan konsumen dan menjadi kunci

sukses petani Indonesia. Sesuai dengan misinya untuk

selalu menghasilkan benih sayuran yang bermutu tinggi

untuk petani Indonesia, PT. East West Seed Indonesia

terus membenahi system mutunya. Mulai dari proses

penelitian dan pengembangan varietas unggul baru,

produksi benih, pengolahan benih, penyimpanan,

pengemasan, penanganan order pelanggan, dan distribusi

benih diawasi secara ketat sesuai dengan yang

dipersyaratkan oleh ISO 9001:2000. PT. East West Seed .

Cap panah merah yang digunakan pada logo dari hasil

produsi benihnya memiliki filosofis sebagai teknologi

yang digunakan dari barat pada panah yang berasal dari

sisi barat dan sebagai semangat kerja orang-orang timur

dari sisi panah merah sebelah timurnya, sehingga

dantara dua panah merah terdapat benih tanaman yang

158

menggambarkan keunggulannya berkat kedua kekuatan panah

merah yang dilakukan dalam proses perakitannya.

Analisis SWOT yang dilakukan di PT. East West Seed

Indonesia adalah

1. Dengan mendirikan kantor pusat di berbagai dataran

agar kualitas benih tetap terjaga.

2. Pembangunan R&D yang modern di Purwakarta

3. Pembangunan Laboratorium QA dan Gudang di Jember

4. Perluasan area produksi di Timor Barat.

Demoplot berfungsi untuk menunjukan tanaman yang

dimiliki PT. East West dengan keunggulannya masing-

masing. Contoh varietas yang dipamerkan dalam demplot

PT East West Seed Indonesia adalah:

1. Tanaman Pare, tanaman ini memiliki beberapa

varietas yang dibudidayakan untuk dihasilkan benih

yang unggul pada pabrik ini, diataranya varietas

dan keunggulannya:

a) Ranjau : Buah panjang

b) Dulco : Kulit mulus

c) Lipa : Daya hasil tinggi

159

d) Wuku : Buah banyak

2. Timun dengan varietas yang ada di sama memiliki

keunggulan sebagai berikut:

a) Zatavy : Tahan virus Gemini

b) Metavy : Tidak pahit

c) Monza : Tanaman vigor

Proses packing di perusahaan ini harus dalam

kondisi benar-benar steril, baik mesin maupun orangnya.

Hal ini untuk menghindari campuran dari benih lain

supaya tidak terbawa ke benih baru. Pengemasan disini

sudah modern, dimana kualitas kemasan sangat terjaga

sehingga benih yang sudah siap diapasarkan memiliki

kualitas yang bagus.

Hal yang dilakukan pada proses packing yaitu

pengemasan benih dengan mesin modern yang ada,

penimbangan benih setiap per kemasan, serta pengemasan

benih yang sudah siap dipasarkan di masukan ke dalam

kardus yang telah disediakan, terakhir ditimbang

plastic bekas pengemasan yang kualitasnya gagal atau

tidak sesuai standar untuk dibuang.

160

Proses QW bertujuan untuk mengetahui layak tidaknya

benih tersebut untuk dipasarkan. QR (Quality Respon) di

PT. East West Seed Indonesia yaitu melalui beberapa

pengujian yaitu:

1. Uji sreen house

Pengujian ini yaitu dengan cara pengujian

menggunakan media pasir. Media pasir yang digunakan

adalah pasir sungai yang lolos ayakan 5 ml. Media

pasir yang digunakan harus bebas dari racun, pH

netral dan kemampuan menyimpan air baik. Kekurangan

pengujian media pasir yaitu tidak bisa melihat

pertumbuhan akar dan tidak dapat melihat secara

fisik. Keuntungan menggunakan metode ini yaitu

pertumbuhan yang didapatkan serempak.

2. Pengujian lab

Parameter mutu dalam pengujian benih yaitu daya

kecambah, kadar air, kemurnian fisik, bobot 1000

biji, kesehatan benih dan kemurnian genetic.

a. Daya kecambah : potensi berkecambah sebuah lot.

Menggunakan uji diatas kertas (UKD) bisanya pada

161

uji ini digunakan untuk benih yang kecil.

Dilakukan 4 kali ulangan untuk masing-masing

benih.

- Uji Antar Kertas, biasanya digunakan untuk

benih yang besar.

- Plant paper (kertas lipat) misalnya digunakan

untuk benih wortel.

Syarat kertas yang digunakan yaitu dapat menyerap

air, tidak beracun dan pH netral.

b. Uji kadar air : berhubungan dengan umur benih

makin tinggi kadar air pada suatu benih maka umur

benih berkurang. Standar kadar air pada benih

yang digunakan pada PT. East West Seed Indonesia

yaitu 7%.

c. Uji kemurnian genetic : berhubungan dengan

uniform yaitu sifat asli dari varietas fisik

benih yang akan dijual.

- Uji graw : uji lapang kemudian disamakan dnegan

deskripsi. Diliat dari daun, batang, bentuk

buah (harus murni/asli) waktu sampai 3-4 bulan.

162

- Uji Isoelectric folosing : struktur protein

yang dilihatnya.

- DNA.

163

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian diatas kita dapat menarik

kesimpulan bahwa perusahaan benih East West Seed

Indonesia telah menggunakan cara-cara pengujian standar

untuk proses produksi benih yang sesuai dengan aturan

ISTA. Hal ini menggambarkan bahwa benih yang dihasilkan

oleh perusahaan benih ini layak untuk dipasarkan dan

memang memberikan hasil produksi yang tinggi serta

memiliki keunggulan terhadap ketahanan penyakit maupun

adaptasi lingkungannya.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan aktif dalam mencari informasi

atau data yang dibutuhkan dalam praktikum ini

2. Praktikan diharapkan bisa mengikuti arahan asisten

dan dosen dengan baik

164

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, S. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia.

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang : Angkasa Raya.

Nelson, S. 2001. Seed Stratification.University ofSaskatchewan. England

Kartasapoetra, A. 1989. Teknologi Benih. Jakarta: PT Bina

Aksara

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih (Edisi Revisi). PT RajaGrafindo

Persada. Jakarta

165