kerukunan antar umat beragama

12
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA PAPER-UAS AGA 110 – Agama Katolik Nama : Septhio. T. P NIM : 2013-041-040 Dosen : Joko Suyanto Tanggal : 3 Desember 2015 Pukul : 14.15 WIB Seksi : L UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA JAKARTA 2015

Upload: independent

Post on 25-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

PAPER-UASAGA 110 – Agama Katolik

Nama : Septhio. T. PNIM : 2013-041-040Dosen : Joko SuyantoTanggal : 3 Desember 2015Pukul : 14.15 WIBSeksi : L

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

JAKARTA

2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................2

A. Tinjauan Agama..............................................................................................................4

1. Tinjauan Agama Secara Etimologis dan Definisi.....................................................4

2. Perbedaan Agama dengan Kepercayaan dan Kebudayaan.......................................4

3. Kaitan Pancasila dan Kedudukan Agama dalam UUD’45.......................................5

B. Kebebasan Beragama......................................................................................................5

1. Definisi Kebebasan Beragama..................................................................................5

2. Landasan Kebebasan beragama................................................................................6

C. Kerukunan Antar Umat beragama..................................................................................6

1. Pengertian kerukunan antar umat beragama.............................................................6

2. Bentuk dan tujuan kerukunan antar umat beragama.................................................7

3. Usaha-usaha dalam memelihara kerukunan antar umat beragama...........................9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11

2

Pluralitas merupakan suatu yang tidak dapat disangkal atau dielakan keberadaannya di manapun dan oleh siapapun. Pluralitas dapat menyangkut berbagai aspek kehidupan umat manusia seperti suku, bahasa, adat istiadat dan budaya menjadi samar-samar, kehidupan manusia telah berubah menjadi komunitas yang menuntut adanya kesadaran penuh terhadap pluralitas, khususnya pluralitas agama.

Oleh karena itu pluralitas agama merupakan fenomena realitas sosial yang ridak dapat disembunyikan dalam kehidupan ini. Sehingga adanya pluralitas atau kemajemukan sebenarnya merupakan suatu hadiah yang patut untuk disyukuri, akan tetapi sekaligus juga merupakan suatu tantangan bagi umat beragama itu sendiri, karena dalam kemajemukan biasanya sarat dengan kepentingan yang sering popular disebut conflict interest. Apalagi banyak pihak mensinyalir bahwa pluralitas/keragaman dan kemajemukan rentan menjadi sumber konflik dan perselisihan. Hal itu tentu saja terjadi disebabkan karena ada banyaknya kepentingan yang berbeda-beda, yang masing-masing kepentingan tersebut beradu diantara keragaman yang ada, sehingga terjadinya konflik dalam masyarakat plural tidak dapat dihindari. Lebih-lebih konflik dalam masyarakat yang berada dalam kemajemukan atau pluralitas agama sangat mungkin terjadi.

Dengan demikian terjadinya konflik antar umat beragama dalam masyarakat plural yang menysinyalir atas nama agama tidak dapat dielakkan, karena persoalan agama dalam diri manusia merupakan persoalan yang dapat membawa pada suatu keyakinan dalam prinsip agama tertentu. Dengan adanya prinsip salah satu agama yang diyakini tersebut, maka akan melahirkan suatu pandangan, kebutuhan, tanggapan dan struktur motivasi yang beraneka. Sebagai wujud konkritnya dapat ditunjukan jelas dalam beberapa prinsip keagamaan antara kebutuhan pandangan kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.

Meskinpun demikian motivasi terjadinya konflik antar umat beragama tidak serta merta dipengaruhi atas nama agama. Akan tetapi konflik yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor lain, meliputi aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, atau yang lainnya. Akan tetapi di satu sisi terjadinya konflik antar umat beragama dalam realitas masyarakat pluralitas, yang mensinyalir atas nama agama tidak dapat dipungkiri, karena agama juga ikut andil terhadap lahirnya konflik (meskipun tidak dominan), seperti di wilayah-wilayah kepulauan Indonesia, seperti di Situbondo, Aceh, Papua, dan di daerah lainnya.

3

A. Tinjauan Agama1. Tinjauan Agama Secara Etimologis dan Definisi

Agama mengandung pengertian yang berhubungan serta mengatur segala aspek kehidupan manusia yang bersifat rohaniah dan bersifat jasmaniah. Kata agama dalam bahasa inggris ialah religion, dalam bahasa belanda dipakai kata religi, dan dalam bahasa Arab dipakai kata ad in, dipergunakan untuk menyebut satu macam ilmu yang berdasarkan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang disampaikanNya kepada Rasul (utusan)Nya dengan jalan wahyu

Istilah ‘agama’ pada mulanya adalah bahasa Sansekerta yang terdiri dari suku kata: a, gam dan a. ‘A’ diawal berarti tidak, ‘gam’ sebagai akar kata (kerja) berarti pergi. Jadi agama berarti tidak pergi, tetap ditempat, langgeng, abadi. Tetapi dalam arti jiwa kerohanian agama itu ialah Dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Bila ditinjau dari sumber asal, maka agama-agama di dunia dapat dibagi atas dua kategori; agama wahyu (revealed religion) dan agama wad’i (natural religion). Agama wahyu adalah yang diturunkan oleh Tuhan kepada Rasul (utusan)Nya dengan jalan wahyu untuk disampaikan kepada manusia. Agama wad’i adalah agama yang pada mulanya merupakan sejenis falsafat hidup atau sebagai hasil pengalaman manusia yang diperoleh dari alam lingkungannya.

2. Perbedaan Agama dengan Kepercayaan dan KebudayaanAgama bersumber dari wahyu Allah Tuhan Yang Maha Esa yang diwahyukanNya

kepada utusanNya sebagai pembawa risalah untuk disampaikan kepada manusia. Sebagai wahyu Tuhan agama mengandung kebenaran yang mutlak. Dengan kebenaran mutlak inilah agama mampu dan bertahan selama berabad-abad, sehingga dapat diterima oleh setiap generasi dan setiap masyarakat yang memiliki berbagai macam kebudayaan. Oleh karena itu agama dapat dijadikan sebagai landasan, pegangan, dan tuntunan berbuat dan bertindak dalam menghadapi segala macam masalah hidup. Oleh karena agama memiliki berbagai ajaran yang paling lengkap, maka manusia tidak perlu menciptakan ilmu-ilmu lain yang bertujuan untuk kesucian dan kebersihan jiwa, karena semua hal telah terkandung dalam ajaran agama.

Manusia hidup dan berada di dalam dua lingkungan; lingkungan masyatakat dan lingkungan alam sekitar. Oleh karena masyarakat tersebut banyak mengalami peristiwa atau kejadian yang tidak dapat diatasi dengan nyata, seperti bencana alam, banjir, gempa, angin topan dan lain sebagainya. Mereka mengakui dan mempercayai adanya kekuatan supranatural. Kekuatan tersebut dihadapi dengan kekuatan yang sama, yaitu mengadakan upacara-upacara khusus yang disesuaikan dengan kejadian atau peristiwa yang mereka alami. Dengan banyaknya peristiwa tersebut masyarakat itu percaya kepada sesuatu yang mereka anggap benar yang telah mereka rasakan sebelumnya.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

4

yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.

Dari ketiga definisi diatas agama, kepercayaan dan kebudayaan merupakan hal yang tidak bisa dibilang sama. Mereka memiliki makna dan arti tersendiri. Yang membuatnya terklasifikasi dan memiliki perbedaan. Namun ketiga kata tersebut memiliki keterkaitan yang dapat saling berhubungan satu dengan lainnya. Seperti kepercayaan seseorang terhadapa agam yang dianutnya, dan kebiasaan yang telah dilakukan secara terus menjadikannya kebudayaan yang telah dibuat.

3. Kaitan Pancasila dan Kedudukan Agama dalam UUD’45Pancasila adalah ideologi bagi dasar negara Republik Indonesia. Pancasila terdiri dari

dua kata Sanskerta; pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Sehingga pancasila dapat diartikan sebagai lima asas, prinsip, maupun pedoman bagi jatidiri negara Indonesia. Pancasila juga merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi rakyat Indonesia. Pancasila adalah dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Pancasila juga jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan alat pemersatu bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Sebagai dasar negara Pancasila merupakan hasil rumusan dari nilai-nilai dan norma-norma yang berakar dan tumbuh dalam dan dari kepribadian bangsa Indonesia. Filsafah dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran pokok tiap agama yang hidup di Indonesia. Islam yang berpokok pada Iman terhadap Allah Yang Maha Esa. Kristen dan Katolik kepada sifat kasih Tuhan Yang satu-satuNya yang Maha Kasih. Agama Hindu percaya akan adanya Sang Hyang Widhi Wasa. Demikian dengan agama Budha di Indonesia berpokok kepada Sang Hyang Adhi Budha Tuhan Yang Maha Bernilai Maha Tinggi.

Pancasila  yang  di  dalamnya  terkandung  dasar filsafat hubungan negara dan agama merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding  Fathers Negara Republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa Indonesia Begitu pentingnya memantapkan  kedudukan  Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya dengan agama Islam, Kristen, Budha, Hindu dan bahkan juga Animisme

Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa”. Yaitu; Pasal 28E Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 29 Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sehingga kedudukan agama terlihat jelas dalam

5

Undang-undang dasar 1945 dimana dalam UUD 1945 tersebut telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam memeluk agama yang dianutnya.

B. Kebebasan Beragama1. Definisi Kebebasan Beragama

Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari agama resmi.

Kebebasan merupakan hak asasi bagi tiap insan. Mengingat peranan agama begitu pentingnya bagi kehidupan manusia, maka kebebasan menganut agama merupakan hak asasi yang paling asasi diantara hak asasi lainnya. Karena penganutan agama menyangkut dengan martabat manusia inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya. Kebebasan beragama menciptakan suatu kondisi dalam masyarakat di mana seorang manusia dapat menuntut tujuan-tujuan spiritual yang tertinggi dengan tidak dihalang-halangi orang lain.

Dalam UUD 1945 kebebasan beragama didasarkan kepada Pasal 28 E ayat 1: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”. Dan pasal 29 ayat 2 : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu.”. Dari ayat tersebut sehingga mengandung suatu pengertian; memberikan kesemmpatan seluas-luasnya kepada warga negara untuk menganut agama dan menunaikan ibadat agamanya itu, menghidupsuburkan agama dan kehidupan beragama.

2. Landasan Kebebasan beragamaSecara pedagogis, keturuanan merupakan faktor yang sangat menentukan

keberagamaan seseorang. Dengan pengertian bahwa orang tua bertanggung jawab atas keberagamaan anak-anak dan keluarganya. Tentu hal ini menyangkut dengan landasan kebebasan beragama itu sendiri. Oleh karena Indonesia bukan negara agama, melainkan negara beragama dengan heterogen penduduknya, maka kebebasan beragama perlu didukung oleh landasan yang diciptakan oleh manusia, agar keotonomian dan kesubjektifitasan tiap golongan agama tidak menimbulkan pembenturan dalam pembaruan hidup bermasyarakat. Landasan yang dimaksud adalah:

Pertama, landasan yang bersifat internasional dimana sesuai dengan keuniversalan agama itu sendiri. Landasan tersebut merupakan Deklarasi Hak-hak Manusia. Deklarasi sebagai sidang PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Menyangkut hak asasi; untuk hidup, kebebasan keamanan, kedudukan yang sama terhadap hukum serta perlindungan dari hukum tersebut tanpa adanya diskriminasi, tidak mencampuri kehidupan pribadi orang lain baik individu, keluarga maupun tempat tinggal, serta kebebasan untuk berfikir, termasuk kesadaran batin untuk bertukar agama dan keyakinannya.

6

Kedua, landasan yang bersifat nasional yang dimaksud adalah landasan tempat berdiri dan berpegang semua umat beragama dalam bernegara. Seperti landasa ideal di Indonesia adalah Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945 pasal 29, landasan operasional; ketetapan MPR dan kebijakan pemerintah.

Ketiga landasan dari masing-masing agama. Hal ini menyangkut landasan beragama bagi penganutnya dalam mengurus dunianya, maka sangat diperlukan berpegang kepada agama-agama itu sendiri, agar kebebasan itu terwujud sesuai dengan tuntunan agama masing-masing panutan. Landasan yang dipakai di sini adalah ayat-ayat Kitab Suci sebagai landasan bagi terwujudnya kebebasan beragama.

C. Kerukunan Antar Umat Beragama1. Pengertian kerukunan antar umat beragama

Kerukunan dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila. Dengan demikian kerukunan merupakan jalan hidup manusia yang memiliki bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-sama, saling tolong menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan, saling menjaga satu sama lain. Kerukunan antar umat beragama dapat dikatakan sebagai suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup berdampingan bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Hal ini dapat terlaksana dengan baik bila nilai nilai kerukunan dapat dijaga dan dipelihara antara lain dengan:

Pertama saling menerima, dengan sikap saling menerima tiap subjek memandang dan menerima subjek lain dengan segala keberadaannya, dan bukan untuk kehendak dan kemauan subjek pertama. Kedua saling mempercayai, kenyataan dan pernyataan dari saling menerima. Hal ini berkatian erat dengan sika saling mempercayai, untuk menjaga keharmonisan dan memelihara kerukunan. Ketiga prinsip berpikir Positif, tiap masalah mengandung nilai positif dan negatif yang memerlukan pemecah dan penyelesaian. Karena itu, tiap pihak harus berusaha agar tiap masalah yang timbul, dihadapi, dipecahkan dan diselesaikan secara objektif dengan berpikir secara positif. Membuat masalah yang timbul tidak menambah masalah baru, dan besar kaitannya dengan menjaga nilai kerukunan antara masyarakat.

2. Bentuk dan tujuan kerukunan antar umat beragamaa. Jenis – jenis kerukunan antar umat beragama

Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen. Kerukunan antar pemeluk agama yang sama juga harus dijaga agar tidak terjadi perpecahan, walaupun sebenarnya dalam hal ini sangat minim sekali terjadi konflik.

Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama. Kerukunan antar umat beragama lain ini cukup sulit untuk dijaga. Seringkali terjadi konflik antar pemeluk agama yang berbeda.

7

b. Toleransi antar umat beragamaToleransi berasal dari kata “ Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang berarti

dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Toleransi beragama dapat diwujudkan dalam segala hal; rasa saling menghormati dan menghargai antar sesama umat manusia, sikap saling tolong menolong antar sesama umat manusia tanpa mengenal agama, suku, ras ataupun budaya, memahami setiap perbedaan satu sama lainnya.

c. Konsep tri kerukunanTri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh

pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah “trikerukunan”. Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi konflik antar umat beragama. Berbagai kebijakan pemerintah telah diterbitkan untuk memperbaiki keadaan. Berbagai rambu peraturan telah disahkan agar meminimalisir bentrokan-bentrokan kepentingan antar umat beragama.

Seluruh peraturan pemerintah yang membahas tentang kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia. Mencakup pada empat pokok masalah; Pendirian Rumah Ibadah, Penyiaran Agama, Bantuan Keagamaan dari Luar Negeri, Tenaga Asing Bidang Keagamaan.

Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekali pun banyak perbedaan. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Trikerukunan ini meliputi tiga kerukunan; Kerukunan intern umat beragama, Kerukunan antar umat beragama, dan Kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.

1) Kerukunan intern umat beragamaPerbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam

tubuh suatu agama itu sendiri. Perbedaan madzhab adalah salah satu perbedaan yang nampak dan nyata. Kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu aqidah, yakni aqidah Islam, perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap Al-Quran dan As-Sunnah terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama.Konsep ukhuwwah islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang menyebabkan peristiwa konflik . Konsep pertama ini mengupayakan berbagai cara agar tidak saling klain kebenaran. Menghindari permusuhan karena perbedaan madzhab dalam Islam. Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama yang tenteram, rukun, dan penuh kebersamaan.

8

2) Kerukunan antar umat beragamaKonsep kedua dari trikerukunan memiliki pengertian kehidupan beragama

yang tentram antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak terjadi sikap saling curiga mencurigai dan selalu menghormati agama masing-masing.Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah, agar tidak terjadi saling mengganggu umat beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang rukun dan damai di Negara Republik Indonesia.

3) Kerukunan antara umat beragama dan pemerintahPemerintah ikut andil dalam menciptakan suasana tentram, termasuk

kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah sendiri. Semua umat beragama yang diwakili para pemuka dari tiap-tiap agama dapat sinergis dengan pemerintah. Bekerjasama dan bermitra dengan pemerintah untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa.Trikerukunan umat beragama diharapkan menjadi menjadi salah satu solusi agar terciptanya kehidupan umat beragama yang damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai dalam perbedaan.

d. Tujuan kerukunan antar umat beragamaMemahami arti tujuan selain dari menumbuhkan cita-cita, juga memberikan nilai

kepada usaha. Nilai usaha terletak pada cara yang memberi jaminan kepada tercapainya tujuan tersebut. Tujuan ini tidak dapat dipisahkan dari agama itu sendiri. Inti utama tujuan hidup manusia adalah ketentraman dan kebahagiaan batin. Dalam agama hal tersebut bukan hanya untuk pribadi saja, melainkan untuk seluruh masyarakat yang disebut kemaslahatan atau kesejahteraan umum. Namun secara umum tujuan kerukunan antar umat beragama (lihat pada gambar 1.1); Terciptanya suasana yang damai dalam kehidupan bermasyarakat, Toleransi antar umat beragama meningkat sehingga dapat saling menghargai satu dengan lainnya, Menciptakan rasa aman bagi umat beragama, baik dalam kehidupan bermasyarakat, maupun dalam proses peribadatan, dan meminimalisir konflik yang terjadi dengan mengatasnamakan agama untuk memprovokasi.

Gambar 1.1 Toleransi Antar Umat Beragama

3. Usaha-usaha dalam memelihara kerukunan antar umat beragama

9

Kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional dan dinamis harus terus dipelihara dari waktu ke waktu. “Kita memang tidak boleh berhenti membicarakan dan mengupayakan pemeliharaan kerukunan umat beragama di Indonesia,” kata Menteri Agama saat membuka seminar “Kerukunan umat beragama sebagai pilar kerukunan nasional” di Jakarta , Rabu (31/12). Sebagai contoh, konflik yang pernah terjadi bermula dari murni konflik tentang kesenjangan ekonomi atau politik, kemudian bergeser dengan cepat menjadi konflik antara pemeluk agama. Oleh karena itu, pemeliharaan kerukunan umat beragama bukan hanya tanggungjawab para pejabat pemerintah di bidang agama dan pemuka agama, melainkan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.

Berbicara tentang usaha memelihara kerukunan antar umat beragama perlu diketahui bahwa pada hakekatnya kerukunan terletak pada dan oleh penganut agama-agama itu sendiri , maka eksistensi kerukunan tersebut dipelihara oleh kesadaran dan kehendak umat beragama tersebut. Setiap bangsa negara terutama banga Indonesia harus dapat memahami urgensi kerukunan sebagai penunjang bagi terlaksana dan suksesnya pembangunan. Dengan memahami urgensi kerukunan, semua pihak merasa terlibat dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kerukunan ini. Keterlibatan rasa tanggung jawab ini diwujudkan dengan jalan:

a. Mencari penyebab terjadi ketegangan antara umat beragamaBila penyebab ketegangan ini telah ditemukan, diinventarisasikan dan dijadikan masalah bersama. Penyebab ketegangan tersebut bisa antara lain dapat dibagi menjadi empat hal; perbedaan doktrin dan sikap mental, perbedaan suku dan ras pemeluk agama, perbedaan tingkat kebudayaan, masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.

b. Mewujudkan modus vivendi antara umat beragamaModus vivendi adalah persetujuan sementara antara kedua belah pihak yang bersengketa. Persetujuan ini dilakukan sampai adanya persetujuan baru yang pasti dan permanen. Modus vivendi biasanya dibuat dengan cara yang informal dan tidak membutuhkan ratifikasi.

c. Menciptakan dialog antar umat beragamaKata “dialog antar umat beragama” menunjuk kepada pertemuan serta percakapan antara orang-orang yang berbeda agama yang diadakan untuk saling mengenal dan saling belajar mengenai agama yang diyakini sebagai bertujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi seperti memelihara kerukunan antar umat beragama.

Secara sederhana, usaha menjaga kerukunan antar umat beragama ini dapat dilakukan dengan cara; menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama di Indonesia, selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status orang tersebut, tidak memperlakukan orang lain secara diskriminatif, terutama saat mereka membutuhkan bantuan, menghormati orang lain tanpa memandang agama apa yang mereka anut, bila terjadi masalah yang membawa nama agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin dan damai, tanpa harus saling tunjuk dan menyalahkan.

10

Gambar 1.2 Tanpa Memandang Perbedaan Hubungan Kebersamaan Tetap Terjalin

KESIMPULANDari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat

bragama merupakan bagian yang teramat penting dalam mewujudkannya dan memeliharanya. Sebagai manusia yang beragama tentu bertanggung jawab penuh dan berperan penting dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama. Sikap toleransi, saling menghargai dan menghormati tanpa memandang perbedaan, merupakan tindakan kecil yang menjadi kunci dari terciptanya kerukunan dan perdamaian dunia. Jika warga di dunia hidup dengan rukun dan damai, maka akan membuat hidup menjadi semakin bermakna dan bahagia baik lahiriah maupun secara batin.

Sebagai negara yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di Negara Indonesia. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidak-nyamanan bagi rakyat yang memeluk agama diluar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut. Dengan tetap menjunjung tinggi ideologi Pancasila sebagai dasar negara, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan  sejahtera pasti akan tercapai.

Gambar 1.3. Perbedaan Tetap Mempersatukan

11

DAFTAR PUSTAKA

Naim, S., (1983). Kerukunan Antar Umat Beragama. Jakarta: PT. Gunung Agung.Risdianto, H., (2008). Kerukunan Umat Beragama: Studi Hubungan Pemeluk Buddha dan Islam di Desa Jatimulyo. UIN Sunan Kalijaga: YogyakartaDefinisi Budaya (online), November 2015. (https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya, diakses pada tanggal 24 November 2015)Modus Vivendi (online), November 2015. (https://id.wikipedia.org/wiki/Modus_vivendi, diakses pada tanggal 24 November 2015)

12