kertas posisi koalisi pembaruan desa dan agraria untuk kebijakan perdesaan

27
Kertas Posisi Atas Rencana Perumusan UU Pemerintahan Desa “Pentingnya Pengakuan Agenda Pembaruan Desa” Disusun Oleh: KOALISI PEMBARUAN DESA DAN AGRARIA YO G Y A K A R T A 2007

Upload: independent

Post on 09-Dec-2023

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KertasPosisi

AtasRencanaPerumusanUUPemerintahanDesa

“PentingnyaPengakuanAgendaPembaruanDesa”

DisusunOleh:

KOALISIPEMBARUANDESADANAGRARIA

YOGYAKARTA2007

A. Pendahuluan

Sejarah pengaturan desa ke dalam sistem pemerintahan yang lebih luas, sejakmunculnya sistem ‘kerajaan-kerajaan pribumi’ hingga dikenalnya sistem negaramodern,menunjukkan adanya ketegangan yang nyaris abadi antara Negara dan Desa (baca:komunitas).PadamasaIndonesiaMerdeka,terlebihlagisejakintegralisasibirokrasidesakedalam sistem Pemerintahan Nasional sebagaimana yang diatur oleh Undang-UndangNomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, ketegangan itu terus meningkat. Initerjadi karena corak hubungan antara Negara dan Komunitas tidak lagi hanya sekedarinteraksimelainkanberubahmenjadiintervensi.

Dalamstrategibirokratisasidesaitu,desatidakhanyadirubahstatusnya,yaknidari‘masyarakathukum’menjadi‘sekumpulanorangyangtinggalbersama…..’,melainkanjugadicangkokkan sebuah institusi baru, yaitu apa yang disebut sebagai Pemerintahan Desa.Dengan strategi transpalantasi governance system itu, yaitu suatu sistem pengelolaanhidup bersama yang ada dalam desa, digantikan oleh suatu sistem Pemerintahan Desayang baru, yang sama sekali berbeda. Padahal, sejatinya, ada perbedaan ‘rasa keadilan’yangamatbesarantaradesasebagaisuatu‘persekutuansosial’dengandesasebagaisuatu‘satuan administrasi pemerintahan’. Desa yang semula hidup atas dasar sentimenpaguyuban, diubah menjadi suatu institusi yang katanya lebih ‘rasional’. Denganpemberlakuan UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, desa atau yang disebutdengannama lain, dipecahdan atau digabung satu sama lainnya, untukmenjadi sebuah‘desagayabaru’.

Perubahan itu berakibat langsung pada corak kesatuan teritorial wilayah yangkemudian terkait soal perubahan pada hal-hal yang berkaitan dengan pengaturanwewenangdanpenguasaanatassumber-sumberkehidupan,sepertilahan,pohon,sungai,air,danlainsebagainya.Sejakituwargadesamenjadi ‘tergantung’padapihakdi luarnya;menjadi ‘peminta-minta’ untukmemenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ketergantunganitu tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga sosial, budaya, dan politik, bahkan moralsekalipun. Hal ini secara langsung berpengaruh pada mekanisme sosial bagi penciptaansolidaritas sosial. Desa sebagai suatu sistem pengorganisasian untuk memproduksi danmereproduksi sistem nilai, norma, hukum, dan kesepakatan-kesepakatan sosial untukmenjadipedomanhidupbersamamenjadimacettotal.Desamenjaditeralienasisekaligusinferior, yang bermuara pada munculnya ‘sikap-sikap ekstrim’, seperti apatis, disparti-sipatif, dan radikal kritis terhadap pembangunan dan pemerintahan. Tekanan terhadapSDA menjadi besar. Dengan kata lain, intervensi Negara telah menimbulkan kerusakansosial,budaya,ekonomi,politikdanekologisyangtidakkecil!

Memang benar bahwa selama pemberlakuan UU No.5/1979 tidak ada kebijakanresmi yang melarang kehadiran ataupun berfungsinya ‘lembaga-lembaga sosialkemasyarakatan lainnya’, termasuk desa. Namun masalahnya adalah, karena seluruhenergi yang dialirkan ke desa untuk memajukan kehidupan rakyat di desa disalurkanmelaluiPemerintahanDesa,keberadaanlembaga-lembagasosialkemasyarakatandandesatersebut dengan sendirinya menjadi memudar. Situasi ini menjadi fatal karena, di satupihak, lembagadesabaru takdapat berfungsi sebagaimanamestinya, di pihak lain,desalama kehilanganmakna keberadaannya. Akibatnya, pertama, institusi-institusi lokal yangkuat kapasitasnyaberadadi tingkatatau lingkunganketetanggaan;Kedua, secaraumum,

pemerintah Indonesia tidak berhasil bekerja dengan kapasitas yang tersedia untukmeningkatkanperencanaandan implementasi kebijakanpembangunandesa. Pemerintahdi tingkat desa lebih lebih bersikap mewakili pemerintah di tingkat atasnya daripadabertindaksebagaiwakilwargadesa.

Berbagaicatatandiatasmenunjukkanbahwadesaadalahsuatu“sistempengaturandanataupengurusandirisendiri”yangdapatmenjadimodaldasarbagipencapaiantujuan-tujuanmendirikansebuahnegara,melaluitransformasisosiallainnya.

Kalau pembangunan dimaknai sebagai cara pemberdayaan, meletakkanpembangunan pedesaan sangat penting karena ranah ini selalu berada dalam pinggiran.Tiga babak kebijakan politik pemerintahan desa telah menunjuk pada situasi dimanakebijakanberpengaruhterhadapdinamikayangadadimasyarakat. UUNo.5tahun1979adalah cermin pertautan antara kebijakan dan kepentingan politik dari pemerintahOrdeBarupadawaktu itu (Mahfud,1998).Hubunganantarakebijakandankepentinganpolitiksangat erat dalam menentukan wajah pembangunan dan perubahan politik yang akandilangsungkan.Denganmemahamibahwamasalahpembangunan,termasukdidalamnyaadalah pembangunan politik,maka kita akan berhadapan dengan bentuk dan susunanpemerintahan desa yang akan menjadi “ruang” pembangunan. Ciri bagaimana relasikepentingan antara negara dan masyarakat desa tercermin dalam inkonsistensipemerintahan desa selama dua babak pemerintahan terakhir, orde baru dan reformasi.Setiap pemerintahan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda mengenaipemerintahan desa, tergantung kepentingan apa yang akan digulirkan. Oleh karena itutidakherankalausetiappergantianrezimselaludiikuti jugadenganperubahankebijakanatas pemerintahan desa. Makna yang terkandung dalam setiap periode rezim adalahbagaimana UU pemerintahan desa dapat ditempatkan sebagai alat kontrol terhadapkehidupanpolitik,sehinggakepentinganpemerintahdapatdenganmudahdijalankan.

Perjuangan pembaruan desa yang selama ini dilakukan adalah memberikanperhatiankepadaeksistensidesa,keberadaandesayangtercermindalamsistemotonomidandesentralisasidesa.Pengabaianpotensilokalsistemsosial-budayadankekayaandesalainnyayangdiabaikanpemerintahdianggaptelahmenghancurkanmekanismepolitikyangterbangun melalui kesadaran kolektif politiknya. Kehendak tersebut dapat dikatakanmerupakan cermindari latar belakangperjuangan yangmengharapkan capaian terhadapdesauntukmenjadilebihmajudalambeberapapandanganideal,yaitu:

a) Pertama,desakembalimewujudpadaotonomisasiasliyangdimilikinya.Otonomidesayang memberikan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, mengurushubungan sosial politik masyarakatnya, dan mengurus pembangunan yangdikehendakinya. Pencabutan otonomi desa melalui UU No. 5/1979 membuat desamengalami ketergantungan terhadap supra-desa (centrum), terutama secara politikkehendak untuk melakukan konsolidasi pemerintahan desa dengan rakyat menjaditerbelenggu, partisipasimasyarakat terhadap sistem pemerintahan desa tertidur, danpemerintahan desa tercerabut dari rakyat desanya. Dalam konteks UU No. 22 Tahun1999 otonomi dimaknai sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkanaspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalamUU No. 32 Tahun 2004 otonomi dipahami sebagai hak, wewenang, dan kewajiban

daerahotonomuntukmengaturdanmengurusurusanpemerintahandankepentinganmasyarakatsetempatsesusaidenganperaturanperundang-undangan.

b) Kedua, memberikan desentralisasi kepada desa berdasarkan kepentingan dankesejahteraanrakyatdesa.Desentralisasiadalahpenyerahanwewenangpemerintahanoleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusanpemerintahan dalam sistemNegara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam sistem asasdesentralisasi diberikan dua porsi kegiatan yang berdasarkan kepada: 1) kebutuhanmendanaikegiatankhususyangditentukanPemerintahatasdasarprioritasnasional;2)kebutuhanmendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Dari dua porsikegiatan dan pendanaan yang berasaskan desentralisasi diharapkan memberikankewenangan kepada desa untuk mengutamakan kehendak dan kepentingankesejahteraanmasyarakatnya.

c) Ketiga,menghidupkankembalisistemdemokratisasidesamelaluiberbagaipendekatan,khususnyamelaluipeningkatankapasitaspemerintahandesaagardapat lebih terbukaterhadapprakarsamasyarakat.

d) Keempat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Basis kehidupan masyarakatdesamerupakan hidupnya sistem pertanian rakyat yang jugamenghidupimasyarakatkota. Kebijakan revolusi hijau yang menempatkan masyarakat desa sebagai objek(sasaran)pembangunanswasembadaberaspadamasaOrdeBaruharusditinjauulangmenjadi pertanian berbasis kepada masyarakat desa sebagai subjeknya (pelaku).Termasuk pemanfaatan lahan dan alih lahan pertanian untuk non pertanian perlumendapatkanperhatianseksama,khususnyatanahdesayangmenjadiassetdesaperlumendapatkanperlindungan.Peningkatankesejahteraanmasyarakatyangbebasispadapartisipasidemokrasidapatmencerminkansistemkeadilanmasyarakat.Meningkatnyakemiskinan di desa dan ketimpangan kekayaan di desa merupakan cermin kegagalanpembangunan Distribusi kekayaan di desa, khususnya yang berkaitan dengan agrariamerupakan alat kontrol untuk menjawab peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.Keadilan rakyat menjadi tujuan yang mengikat segala bentuk proses pembangunandesa.

Dalam kaitan dengan seluruh agenda atau tujuan tersebut kiranya perlu dirumuskankembalimengenailatarbelakang,maknadantujuanpembaruandesa,khususnyaberkaitandengan rencana perumusan UU Pemerintahan Desa. Konsepsi ini sangat penting untukmeletakkan kebijakan yang memiliki orientasi politik yang berpihak kepada mereka yangpalingdirugikanselamaini,khususnyayangberadadilapisbawahpedesaan.

B. Pengantar

Salah satu keputusan penting dalam Sidang Istimewa Majelis PermusyawaratanRakyatdipenghujungtahun1998laluadalahlahirnyaKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,PembagiandanPemanfaatanSumberdayaNasionalyangBerkeadilansertaPerimbanganKeuanganPusatdanDaerahdalamKerangkaNegaraKesatuanRepublikIndonesia.Dalambagian menimbang antara lain dinyatakan: “bahwa penyelenggaraan otonomi daerah,pengaturan,pembagiandanpemanfaatansumberdayaNasional;perimbangankeuangan

pusat dan daerah belum dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsipdemokrasi,keadilandanpemerataan”KetetapanMPRRINo.XV/MPR/1998itutidakdapatpuladilepaskandarikeberadaanKetetapanMPRRINo.X/MPR/1998tentangPokok-pokokReformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi KehidupanNasional sebagai Haluan Negara, yang pada bagian Bab II, butir B menyatakan bahwa:“Tatanankehidupanpolitikyangdibangunselamatigapuluhduatahuntelahmenghasilkanstabilitas politik dan keamanan. Namun demikian, pengaruh budaya masyarakat yangsangat kental corak paternalistik dan kultur neo-feodalistiknya mengakibatkan prosespartisipasi dan budaya politik dalam sistem politik nasional tidak berjalan sebagaimanamestinya. (...) Mekanisme hubungan pusat dan daerah cenderung menganut sistemsentralistik kekuasaan dan pengambilan keputusan yang kurang sesuai dengan kondisigeografisdandemografis.Keadaaninimenghambatpenciptaankeadilandanpemerataanhasil pembangunan dan pelaksanaan otonom daerah yang luas, nyata, danbertangungjawab. (...) Pengembangan kualitas sumberdaya manusia dan sikap mentalsertakaderisasipemimpinbangsatidakberjalansebagaimanamestinya”.

Dalam perkembangan kebijakan yangmerupakan pengejawantahan atas TAPMPRtersebut, disusunlah satu kebijakan yang merupakan arus balik dari dua kebijakansebelumnyamengenai PemerintahanDesa dan Kabupaten yakni UUNo. 5/1974 danUUNo. 5/1979. Dibawah tekanan politik yang kuat, pemerintahan Habibie segeramerealisasikan dua TAP MPR tersebut dengan menyusun UU tentang PemerintahanDaerah(UUNo.22/1999)danUUtentangPerimbanganKeuanganPusatdanDaerah(UUNo.25/1999).MeskimasihbanyakkelemahanyangdikandungdalamkeduaUUtersebut,kemauan politik Pemerintah untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang lebihdemokratis telah ditunjukkan. Salah satu amanat penting yang terkandung dalampemberlakuan UU/1999 ini adalah dicabutnya UU No. 5 Tahun 1979 tentangPemerintahan Desa. Paling tidak ada dua alasan mengapa kedua UU tersebut cukupprogresif (khususnya UU No. 22/1999) ; (a) Dalam bagian Menimbang butir e. UUNo.22/1999 dikatakan: “... bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentangPemerintahan di Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan LembaranNegara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukanpemerintahan desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-undang Dasar 1945 dan perlunyamengakuisertamenghormatihakasal-usulDaerahyangbersifat istimewasehinggaperludiganti”.RumusaniniadalahekspresipengakuanPemerintahterhadapakibat-akibatburukyangmunculdaripemberlakuanUUNo.5/1979selamaini. (b)MelaluipemberlakuanUU22/1999,statusdesadalamsistempemerintahanNasionaldikembalikanlagisesuaidenganjiwaUUD1945.PadaBab I,KetentuanUmum,Pasal1,butiro,disebutkanbahwa:“Desaatau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuanmasyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan menguruskepentinganmasyarakatsetempatberdasarkanasal-usuldanadat-istiadatsetempatyangdiakuidalamsistemPemerintahanNasionaldanberadadidaerahkabupaten”.

RevisiUUNo.22/1999tentangpemerintahanDesayangkemudianmenjadiUUNo.32/2004, khususnya Bab XImengenai PemerintahanDesa kembalimenempatkan negarasebagairegulatorpentingataskehidupansosialpolitikyangadadidesa. Palingtidakadaduamasalahmendasar yang terkandung dalam UU No. 32/2004, pertama proses yangdijalankanolehlembaga-lembagapolitik,khususnyaDPRkomisiII,PanitiaKhusus(Pansus),danDepartemenDalamNegari sangat jauh dari proses yang tumbuhdari bawah.Dalam

catatan kami proses perumusan tersebut berwatak tertutup, elitis dan tergesa-gesaditengah-tengah semua kesibukan rakyat menghadapi dan melaksanakan pemilu. UUtersebut telahmenyalip di tikungandenganmemmanfaatkanwaktu yang tersedia ketikaseluruh kehidupan politik masyarakat sedang memuncak menghadapi pemilu 2004, UUtersebutdisusundandisyahkanolehpemerintahanhasilpemilu1999.Lebih jauhdarihaltersebut, pemerintah melakukan pengesahan atas UU tersebut ketika secara de factosudahkalahdalampemilu2004,dimanaketikaPresidenMegawatiyangmenandatanganiUU tersebut sudah kalah oleh SBY dalam pemilu presiden secara langsung. Dengandemikian UU tersebut memiliki cacat politik karena disahkan oleh pemerintahan yangsudahtidakkridibledimatapublik.

Kedua, mengenai isi dari UU No. 32/2004 yang semakin memarginalkan prosespemberdayaan politik desa. UU tersebut telah menghilangkan potensi partisipasi danpendidikanpolitik rakyatdesa.Sebagaicontohadalahmengenai fungsiBadanPerwakilanDesa (BPD). Badan Perwakilan Desa (BPD) adalah lembaga perwakilan rakyat desa yangberfungsi sebagai legislatif desa dan dipilih langsung oleh rakyat desa. Tugas BPD bukanhanyamengawasidanbersama-samapemerintahdesamenyusunABPDesdanPeraturanDesa(Perdes),tetapijugamemintapertanggungjawabanKepalaDesa.Dalamrevisikaliininampaknya ada perubahan yang cukup penting dalam pasal-pasal mengenai BPD. BPDyangdalamUUNo.22/1999singkatandariBadanPerwakilanDesa,dalamUUNo.32/2004berubahmenjadiBadanPermusyawaratanDesa.Perubahannamainimengandungmaknadankonsekuensiyangmendalamterhadapkehidupanpolitikdidesa.Maknamusyawarahyang terkandung dalam UU No. 32/2004 adalah pembonsaian partisipasi dan oposisi(kontrol) oleh BPD kepada pemerintah desa. Musyawarah berarti tidak dikehendakinyasifat oposisional dan digantikan dengan sifat loyal terhadap kebijakan pemerintah desa.Dengandemikian fungsi-fungsi legislasididesa telahdicabutdalamUUNo.32/2004.UUNo.22/1999dituduh telahmenyebarkankonflikmelalui posisi badan legislatif desa yangkuat.Sudahtentuiniadalahmasalahdalamperumusandancarapendangnegaraterhadapkehidupanpolitikyangadadidesa.Demokrasihanyadimaknaisebagaicarapengambilankeputusan, bukan sebagai momentum pendidikan politik. Perbedaan pendapat dandinamika sejauhmungkin disingkirkandari kehidupanpolitik yang adadi desa. Selain itufungsi BPD dipangkas yang hanya sampai pada menerima “keterangan” laporanpertanggungjawaban . Kepala desa hanya berkewajiban untuk memberikanpertanggungjawaban kepada Bupati melalui camat. Hal ini mengingatkan sistem hirarkipolitiksebagaimanayangpernahdiaturdalamUUNo.5/1979yangtelahdikecamolehUUNo.22/1999. Selain ituberbagaipengaturanmengenaisistempemerintahandesadalamUUNo.32/2004telahmenjadiblunderpolitikbagipemerintahpusat,khususnyaberkaitandengankeberadaanPegawaiNegeriSipil(PNS)dilingkunganpemerintahandesa.TuntutanparasekretarisdesakeJakartauntukdiangkatsebagaiPNStelahmembuatbebananggaranyang semakinbesar dan inimenunjukkan ketidaksiapanpemerintahdalammenjalankanUUtersebut.KeseluruhanfaktayangterangkumsecarasingkatdiatasmenunjukkanbahwaUU No. 32/2004 disusun secara serampangan tanpa mempertimbangkan persoalan-persoalan yang akan berkembang kemudian, baik berkaitan dengan persoalan teknis,administratifmaupunpolitis.

DidalamkeseluruhanpandangantersebutmakaKoalisiPembaruanDesadanAgrariaberpendapat bahwa UU Pemerintahan Desa haruslah disusun dengan cara-cara yangterbuka, demokratis dan sungguh-sungguh mempertimbangkan persoalan yang

berlangsungdidesa.Secarakhususrevisitersebutharusmeliputiprinsip-prinsipmendasaryangmenjadituntutanpembaruandesasecarakeseluruhanantaralainnondiskriminatif,anti feodalism, kesetaraan, demokratis dan keadilan. Dalam bagian ini termasuk soalbagaimanaprosespenyempurnaanituseharusnyadilakukan.Perluadakesamaanpersepsiberbagai pihak tentang substansi-substansi hukumapa saja yang perlu dirubah dan atauditambahkan dalam perngkat peraturan-perundangan yang akan mengaturpenyelenggaraanpemerintahandanpemulihandesa.UntukitulahKoalisiPembaruanDesadan Agraria merasa perlu menyampaikan Pokok-pokok Pikiran tentang PenyempurnaanPeraturan-perundangantentangKeniscayaanPembaruanDesa,khususnyayangberkaitandengan masalah pengaturan desa, sebagaimana yang akan menjadi agenda pemerintahJakarta. Di samping itu, dibutuhkan pula serangkaian peraturan-perundangan dankebijakan yang mengatur tentang PEMBARUAN DESA, yang pada dasarnya merupakanserangkaian proses transformasi sosial, ekonomi, dan politik demi terciptanya tatanankehidupandesabaruyanglebihbaikdanbermakna.Prosesyangbertumpupadakekuatandari dalamdesa sendiri ini diharapkandapatmenjadi upaya konkrit untukmenata ulanghubungan antara Negara dengan komunitasnya. Sehingga kerusakan-kerusakan sosial,budaya,ekonomi,politikdanekologisyangtelahterjadisebelumnyadapatdiatasi.

Saat ini pemerintahan SBY sedang melakukan upaya untuk menyusun kembali[amandemen]UUpemerintahandaerah[UUNo.32/2004]yangakandipisahmenjadiUUPemerintahan Desa, UU Pemerintahan Daerah dan UU Pilkada. Tuntutan berbagaikalangan untuk segeramerubah kebijakan yang berkaitan dengan pemerintahan daerahdan desa nampaknya direspon oleh parlemen sekalipun tidak dapat diputuskan dalamwaktu dekat karena belummasuk program legislatif nasional. Pemerintahan SBY sangatberkepentingan denganperubahantersebutmengingatUUtersebutselainmenimbulkanberbagai persoalan, juga pembentukannya merupakan proses yang cacat pada periodepemerintahanMegawatiSoekarnoputri.Beberapaprosesperubahan,khususnyaberkaitandengan pemilihan kepala daerah secara langsung yang terlambat diatur dalam UU juganampaknya menjadi pemicu percepatan amandemen UU tersebut. Barangkali ini akanadalah produk kebijakan yang paling cepat diamandemen dalam sejarah kebijakanmengenai hubungan pusat dan daerah. Kebijakan pemerintahan desa harus diletakkanpada persoalan yang dihadapi oleh rakyat desa sekarang ini dan sekaligus meletakkansendi-sendi partisipasi substansial bagi kepentingan kelompok yang selama initerpinggirkan. Dalam merumsukan kebijakan politik yang akan disusun, paling tidakmemuat lima hal pokok yang menjadi orientasi politik dari pembentukan pemerintahandesa ; pertama,pemerintahandesaharusmenjadi ”alatpolitik” rakyatuntukmelindungikepentinganya dari kelompok dan kekuatan supra desa yang dipandang merugikankepentinganrakyat.Dalamhalinipemerintahandesatidakhanyasemata-matadiletakkandalam struktur birokrasi penyelenggaraan pemerintahan supra desa, tetapi jugamenjaditempat bagi rakyat untuk membangun kapasitas politiknya sesuai degan kehendak dankepentingannya. Meletakkan pemerintahan desa dalam mobilitas vertikal hanya akanmenjadikannya boneka untuk kepentingan kekuasaan. Dalam praktek politik orde barusebagaimana UU No. 5 /1979 pemerintahan desa ditempatkan sebagai mesin dukungandanmobilisasisumberdaya.

Kedua, harus adapembatasandanpengawasan terhadappemerintahandesa yangmemingkinkan rakyat dapat ikutmenilai kebijakan yang dijalankan. Jaminanpembatasan

bagi kekuasaan eksekutif pemerintahan desa melalui Badan Perwakilan Desa harusditumbuhkankembalisebagaialatkontrolkebijakan.

Ketiga, kelembagaan pemerintahan desa yang ada harus merupakan representasidari rakyat,khususnyaadalahkaumtanidanperempuan.Sedapatmungkinkelembagaanpemerintahan desa bukan merupakan proses liberal yang tidak memberikan dukungankepadakelompok-kelompokmarginaluntukterlibatdalampengambilankeputusan,tetapijustru harus menjadi alat rakyat untuk memulai partisipasinya. Pengalaman diberbagaiwilayah, kelembagaan-kelembagaan desa seperti BPDmenjadi tempat bagi rakyat untukbelajarmengenaimekanismepolitik sekaligus tempatkaderisasipolitik.Penutupanruangpartisipasi dengan menjadikan BPD kembali ditunjuk [secara musyawarah] sebagaimanaUU No. 5/1979 menjadikan rakyat kehilangan tempat untuk belajar menyusun ”tanggapolitiknya”.

Keempat, harus ada jaminan bahwa sumber-sumber ekonomi yang penting,khususnya sumber agraria diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Selama ini desaditempatkan sebagai sumber ekstraksi sumber daya alam tanpa pernah memberikankonpensasi ekonomis kepada rakyat pemilik SDA tersebut. Pemerintah supra desasesungguhnyatelah”utangpolitik”terhadapdesa,sehinggaDanaAlokasiuntukDesayangtertuangdalamUUNo. 32/2004adalahpenyelesaianutangpolitik tersebut, bukanbalasbudiekonomi.

Kelima, harus ada jaminan bagi rakyat desa untuk bebas mengorganisirkepentingannyadanmenyampaikanpendapatnya.Gagasanuntukmenghidupkankembalikomando teritori militer, khususnya Babinsa adalah langkah mundur bagi kebijakanmendorong kemajuan politik di desa, setelah menghadirkan pemerintahan sipil melaluiPNSsebagaisekretarisdesa.

PerbedaanantaraUUNo.5/1979;UUNo.22/1999danUUno.32/2004

UUNo.5/1979 UUNo.22/1999 UUNo.32/2004

DefinisDesa Sebagaikesatuanwilayah

Sebagaimasyarakathukumyangmempunyaikewenanganmengurusmasyarakat.

Tidakadapenjelasan

Namadesadanpenyebutan

Harusdesadanseragam

Diusulkanolehwargadesa,disetujuiolehpemerintahkabupaten

Tergantungkebijakanpemerintahkabupaten.

PendirianDesabaru DiusulkanolehpemerintahkecamatandandisetujuiolehBupati.

Diusulkanolehwargadesadandisetujuiolehpemerintahkabupaten

Diusulkanolehdesaditetapkanmelaluiperda

LembagaDesa LembagaMusyawarahDesa,

BPDdipilihwargadenganhakdanotonomi

Bamusdesdenganpembentukansecara

LKMDyanganggotanyaditunjukolehkepaladesa

yangluas. musyawarahdankewenanganyangterbatas

Pemecatankepaladesa

Diusulkanolehkecamatandisetujuiolehkabupaten

DiusulkanolehBPDdisetujuiolehKabupaten

Tidakdiatursecarajelas

Pemerintahandesa Kepaladesa KepaladesadanBPD KepaladesadanBamusdes

Kepaladesa Dipilihtetapitundukpadapemeritahankabupatendenganmasajabatan16tahun

DipiliholehwargadantundukpadaBPDdenganmasajabatan10tahun

Dipiliholehwargadenganmasajabatanmak12tahun

Aturandesa Disusunolehkepaladesa,disutujuiolehkecamatan

Dibahassecarabersama-samaantaraBPDdanKepalaDesa

DitetapkanbersamaolehBamusdesdanKepaladesa

AnggaranBelanjaDesa

DisusunolehKepaladesa,disetujuiolehKabupaten;berasaldaribantuanpemerintah

DisusundanditetapkanbersamadenganBPDdandisetujuiKabupaten

Disusunolehkepaladesadandituangkandalamperdesbersumberdarodanaalokasidesa

Perusahaanmilikdesa Tidakdiijinkan Diijinkan Diijinkan

Sekretarisdesa Darimasyarakatdesadihonordengantanah

Darimasyarakatdihonordengantanah

DariPNS

Pelaksanaandanpengawasan

DepartemenDalamNegeri

PemerintahKabupatan Pemerintahkabupaten

PerwakilanMasyarakat

LMDrepresiftidakdiperkenankan

BPDdipilihdenganotoritasyangluas

BadanPermusyawaratanDesadenganotoritasterbatas

C.KonsepsiPolitik

Orde Baru telah membentuk watak kekuasaan yang menempatkan negara secara politissangatdominan.Negaratelahmengkooptasimaknakebangsaan,hasilnyajustrusuatusikapkebangsaan yang semu, integrasi yang dipaksakan oleh kekuasaan fisik, sehingga ketikakekuasaan mengalami “dekonstruksi”, maka integrasi terancam bergerak ke arahdisintegrasi. Pengembangan negara yang semata-mata mengandalkan kekuasaan, telahterbukti gagal dan pada gilirannya menuai kebangkrutan. Dalam konteks yang demikianmaka konsepsi mengenai negara harus kembali dirumuskan. Konsepsi negara yangdimaksud adalah bersebrangan dengan konsepsi negara masa lalu. Makna yang ingindikembangkandalambangunan“negara”yangbaruiniadalah:

a) Pertama, bahwa negara merupakan karya bersama melalui proses perjuanganpembebasannasional–dengandemikiansemuapihak(penghuninegara)memilikihakyang sama untuk mendapatkan akses kehidupan. Negara dengan demikian dihindarisejauh-mungkin dikuasai oleh segelintir orang atau golongan untuk menindas orangatau kelompok lain. Dalam soal ini, pernyataan politik dalam konstitusi (pembukaanUUD1945),sangat layakuntukdigaris-bawahi:“…untukmembentuksuatupemerintahnegara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpahdarahIndonesia…”Watakinisecaraimplisithendakmengatakanbahwanegarapastilahmemiliki jiwa kebangsaan. Posisi yangdemikian sangatdibutuhkan, terutamadidalamkenyataan kerasnya arus globalisasi, yangmemaksa dibukanya pintu-pintu pembatas,danpadagilirannyaakanmenantangnasionalisme

b) Kedua,sebagaihasildariprosesperjuanganpembebasannasionaldanjugaperjuanganpembebasan dari rejim sentralistik-otoriter, maka negara harus berfungsi sebagaisaranapembebas rakyatdari kedudukan yangmarjinal. Secara imperatif, negarabaruiniakandanharusdiefektifkan,untukduahalpokok,yakni:memberikandasarhukum(legalitas)dansekaliguspembenaran(legitimitasi)bagirakyatagarmerekasecaralebihbermakna dapat berpartisipasi dalam setiap aktivitas penyelenggaraan negara, gunamemastikan proses perbaikan kualitas hidup rakyat – “…untuk memajukankesejahteraanumum,mencerdaskankehidupanbangsa….”

c) Ketiga, negara tidakmungkin sepenuhnya netral. Hal yang tidak bisa diingkari adalahbahwapadasaatsekarang ini,kedudukanrakyattidakdalamposisiyangserbasetara,tetapi sebaliknya, dalam posisi yang serba tidak setara, penuh dengan ketimpangan.Dengandemikian,negara,dimasadepan,memikulmandatuntukmemfasilitasi suatuproses transformasi – yakni melakukan tindakan-tindakan untuk mengubah(mentransformasikan) struktur yang timpang, sehingga terdapat keadilan relatif, yangmemungkinkan semua elemen dalam masyarakat, ambil bagian secara setara dalamprosespengambilankebijakan,yangmenyangkuthidupdanmasadepanmerekasendiri–“…denganmewujudkansuatukeadilansosialbagiseluruhrakyatIndonesia.”

d) Keempat, pada masa kemerdekaan, terutama bila mengacu pada perjuangankemerdekaan nasional, sangat jelas bahwa untuk bisa mengubah nasib rakyat, tiadajalanlainkecualimenyingkirkanpenjajah,danmembuatnegaramerdeka.Kemerdekaansebagaisyaratmutlak(jembatanemas),untukmencapaikehidupanbaruyanglebihbaik

dan bermakna1. Untukmencapai kemerdekaan sendiri, tidak ada pilihan lain, kecualimembangun kekuatan guna merebut kekuasaan2. Dengan cara pandang demikian.Dengancarapandangini,menjadisangatjelasmengapakonstitusimemilikiwatakyangdemikian etatis – serba negara, sebab pada awalnya yang terpenting adalahmenyegerakandiakuinya“kedaulatannegara”–dalammanakedaulatannegaradiakuisebagaijelmaandarikedaulatanrakyat.PengalamandibawahOrdeBaru,memberikanpelajaranyangsangatpentingbahwakekuasaanyangdijalankandenganwataketatis,sama sekali tidak memberi tempat pada rakyat, dan sangat terbuka peluang bagimanipulasi,dankekuasaanyangsangatbesartersebutbisadigunakanuntukmenindas.

e) Kelima, kekuasaan yang demokratis, setidaknya diperlihatkan oleh tiga segi utama,yakni: (1) tidakmerupakan klaim sebagaiwakilmutlak dari rakyat, dan rakyat sendirijangan sampai menyerahkan seluruh hidup dan matinya, pada badan penguasa(penyelenggara kekuasaan negara); (2) kekuasaan penyelenggara negara, dengandemikian, bukan sebuah kekuasaan yang mutlak tanpa batas, tetapi justru suatukekuasaanyangterbatasdandibatasi; (3)suatukekuasaanyangterbatasdandibatasi,hanyamungkinberjalansecaraefektifbiladilandasiolehhukum.

f) Keenam, suatu kekuasaan yang tidak demokratis, tidak selalu bermakna fisik,melaluikekerasan atau ditutupnya aspirasi rakyat. Hal yang tidak bisa diingkari adalah suatukenyataandimana Indonesiamerupakannegarakepulauanyangsangatbesar,denganpluralitas yang sangat tinggi. Pengalaman masa lalu dimana kekuasaan lebihtersentralisasi dan didominasi oleh satu-dua suku bangsa, tidak lagi boleh terjadi dimasa yang akandatang.Menilik kenyataan ini,maka sistemperwakilandalamprosespenyelenggaran pemerintahan di masa depan, patut mengakomodasi pluralitastersebut, bahkan bila kita hendak menjadi Bhineka Tunggal Ika sebagai sebuahkenyataan, maka keragaman itulah yang hendaknya menjadi dasar dalam prosespengambilan keputusan politik. Apa yang tidak ada dimasa lalu, seperti keterwakilandaerah, harus ada di masa depan. Untuk keperluan ini, dibutuhkan suatu sistempemilihanumum,sistemkepartaiandansistempemerintahanyangsamasekalibaru3.

C.1.MasaDepanPedesaan4

Agenda pembangunan nasional yang menjadi produk politik Negara Orde Baru, padadasarnya telah tunaimemperoleh hasilnya: kegagalan berupa langgengnya kemiskinandan kesenjangan sosial, dan bahkanmembangkitkanmasalah-masalah baru yang lebihseriusdankompleks.Olehsebab itu,dimasadepankitamembutuhkanarahdankerja-kerja yang sama sekali baru, sebagai bentuk hijrah, perpindahan dari masa lalu yangkotordanusang,kepadamasadepan,yangbersihdanmenjanjikan.

1 Dalam proses pengadilan kolonial (1930), Soekarnomenyatakan: “…kemerdekaan adalah syarat yangamatpentingbagiperbaikankembalisegalasusunanpergaulanhidupsuatunegeribekas jajahan,suatu2Segipentingdalampernyataankemerdekaanadalah“...pemindahankekuasaan....”3 Untuk masalah ini bisa dilihat adanya pandangan alternatif yang pada saat ini juga mempengaruhipemikiranmengenaisistemperwakilandi“MPRdanDPR”–padaintinyadiharapkandalamsistempolitikyang demokratis keterwakilan daerah ada – lihat Tiro, Hasan Muhammad. 1999. Demokrasi UntukIndonesia,TeplokPress.Jakarta.4topikinidikembangkandariberbagaipaperyangditerbitkanolehLAPERAPustakaUtama(2001).

Kenyataan bahwa kebijakan pembangunanOrde Baru telahmenempatkan desa dalamposisiyangmatginal,desamenjadiperi-peridariseluruhkebijakanpolitikyangberjalanhampirtigapuluhlimatahun.

Dalam konteks itu apa yang hendak dirumuskanmengenaimasa depan pembangunanyangbertumpupadadesa.Palingtidakadatigafondasiyangharusdiletakkanterhadappembangunanpedesaanyakni:(1)keadilan,(2)demokrasidan(3)kemajuan.

Dalamkontekspemerintahan desa yang terbentukharusmerupakanbagiandari spiritdemokrasi. Suatu pemerintahan desa yang demokratis adalah pemerintahan yang lahirdari bentukanmasyarakat sendiri, dan bukanmerupakan hasil rekayasa elit penguasa.Dengan demikian, pemerintahan jenis ini setidaknya mengakui penggerak utamapemerintahan desa yakni kedaulatan rakyat, parlemen desa yang demokratis danpemerintahdesa.Kedaulatanrakyatmerupakansumberutamadarikekuasaanyangada.Pengakuanadanyakedaulatanrakyatmerupakancermindarisebuahpersepsimengenaikekuasaan yang rasional, dimana kekuasaan datang dari rakyat dan karena itu harusdipertanggungjawabkanpadarakyat.Parlemendesaadalahbadanyangberfungsidalamskema demokrasi perwakilan. Posisi parlemen desa tidak lebih dari penyambung lidahrakyat,dantidakmemilikiotonomidihadapanrakyat.Parlemendesajugabukansebuahbadan yangmenerimakekuasaanmutlakdari rakyatdesa, sebab yangdiberikanhanyasebagian, sehingga ketika sewaktu-waktu dirasakan terjadi pengingkaran suara rakyat,maka rakyatbisamenggunakanhakdasarnya.Pemerintahdesaadalahbadaneksekutifyang bertugas menjalankan aspirasi rakyat, untuk menjawab problem dan harapanrakyat.Pemerintahdesadimasadepanperlumengubahwataknya,agarbukansebagaipenguasa,melainkansebagaiabdi(pelayan,ataupemberilayanan)masyarakat.

BOX 1 Keadilan hendak menunjuk pada suatu kondisi dimana tidak terjadi dominasi, eksploitasi manusia atas manusia, dan pemerataan dalam kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia. Konsep ini tidak saja berbicara mengenai suatu hubungan dalam struktur sosial, melainkan juga relasi gender, kelestarian lingkungan dan hubungan antar generasi. Keadilan merupakan koreksi mendasar atas praktek eksploitasi dan marjinalisasi yang telah berlangsung lama. Demokrasi hendak menunjuk pada suatu kondisi dalam mana proses pengambilan kebijakan tidak dilakukan dengan cara paksa, militeristik, kekerasan dan segala bentuk tekanan yang mengabaikan dialog. Dalam arti yang lebih umum demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam demokrasi, rakyat yang memerintah, mengambil keputusan, dan merumuskan kebijakan-kebijakan1. Bagaimana bentuk demokrasi yang ideal? Hal ini sebaiknya diserahkan pada sejarah – bila mana demokrasi langsung dimungkinkan, maka tidak perlu dipaksakan suatu demokrasi perwakilan, demikian pula sebaliknya. Kemajuan hendak menunjuk pada suatu kondisi dimana ilmu pengetahuan dan teknologi di desa berkembang pesat, dan menjadi salah satu kekuatan yang mengubah wajah desa. Desa masa depan bukan lagi desa dengan segala kekumuhannya, melainkan desa yang berkembang pesat dan menjadi pelopor peradaban baru. Sudah tentu teknologi yang dikembangkan di desa bukan jenis teknologi yang menghancurkan lingkungan, melainkan sebaliknya

C.2.ArenaPerubahan

Mencapaisebuahtatananbaru,sudahtentumerupakanpekerjaanbesaryangakanmemakanwaktutidaksebentar.Halyangmenjadipertanyaanadalahsegi-segiprinsipapayangdapatdipandangsebagaiwilayah-wilayahstrategisyangdapatmenjadititiktransformasi.Kitahendakmenunjuktigaarenautamayangmemungkinkangerakperubahan,yaknipolitik,sosial-budayadanekonomipolitik.Adapunmaksuddarimasing-masingnyaadalah:

a) Arenapolitik–arenainimerupakanwilayahpengaturankekuasaan.Padamasalalu,politik yang terbangunadalah sebuah tatanan yangmenutuppintubagi partisipasimassa rakyat. Sistem politik yang terbangun bekerja melayani kepentinganpenguasa, dan bersifat anti rakyat. Upaya perubahan sudah tentu harus masukdalam arena ini, yakni mendorong perubahan sistem politik, sehingga terbangunsebuah tata politik baru yang mencerminkan pembagian dan pembatasankekuasaan.

b) Arena sosial-budaya – pengalaman desa-desa dengan proyek modernisasimeninggalkan akibat berupa terjadinya proses yang bisa dikatakan sebagaipenghancuran institusi lokal. Namun persis di situ pula, gerakan masyarakat sipil,telahmenjadikanmasalah sosial-budaya, sebagai pintu untukmasuk dalamprosespenguatanmasyarakat(institusi lokal).Upaya-upayamembangunskemareproduksisosial dan pengembangan identitas budaya, menjadi bagian penting dari prosestersebut. Ujungnya adalah bahwa proses rekonstruksi haruslahmasuk pada upayamentransformasi sistem sosial-budaya, untuk bisamengembalikan komunitas lokalkepadakebudayaanmereka.

c) Arena ekonomi politik – arena ini merupakan wilayah yang menjadi tempatpengaturanmasalahsaranaproduksi, sistemproduksidandistribusihasilproduksi.Kisahtentangnegarisasisumber-sumberekonomirakyatolehnegara,dankemudiandiperuntutan bagi modal besar, merupakan sebuah contoh kongkrit daridikembangkannya skema ekonomi kapitalistik, yang anti rakyat. Masuknya upayaperubahankedalamarena ini lebihdimaksudkanuntukmembangun tataekonomibaru, yang bermakna upayamelakukan penataan produksi sebagai basis ekonomibaru,yangpopulistik.

C.3.JalanYangDitempuh.

Segi dasar apa yang dibutuhkan untuk memungkinkan suatu pembaruan desa? Kitamenyadari bahwa suatu perubahan yang mendasar, mengubah tatanan lama menjaditatanan baru dibutuhkan, setidak-tidaknya tiga hal sekaligus5: (1) kekuatan – kekuasan

5 Syarat ini diperlukan, terutama karena jalan perubahan yang hendak diambil bukanlah jalan revolusi,melainkan perubahan evolusi – suatu perubahan bertahap, dan tidak menggunakan jalan kekerasan.Suatu perubahan jalan evolusi, yang bertahap,mengandaikan adanya sinergi yang besar dari berbagaielemenyangadadimasyarakatuntukbisabekerjasamadenganbaik,dibawahmaksudyangsama.

legal dan legitimit (mendapatkan legitimasi); (2) kebijakan-kebijakan yangmendukung6dandukungandarimassarakyat,yangsadardanterhimpun.

a) Kekuatan – yang dimaksudkan di sini adalah adanya kebutuhan untuk bekerjanyasuatu tata kekuasaan yangmendukung ataumemiliki komitmenmengenai realisasipembaruan desa yang konsisten. Adanya kekuasaan yang mendukung prosesperubahan ini, sudah tentu mengandaikan adanya perubahan dalam konfigurasikekuasaan.

b) Kebijakan pendukung – suatu legalitas formal dibutuhkan, terutama untukmembenarkan, menjadi dasar hukum, dan sekaligus yang mampu menggerakkansumberdayauntukperubahan.Kebijakan ini sudah tentubukankebijakaneksklusif,melainkankebijakanyangdisusunbersamamassarakyatsendiri;

c) Dukungannyatadarimassa–haldapatmemberisumbanganpadaduahalsekaligus:(1) keabsahan; dan (2) kemudahan – sebabmemperoleh tenaga penggerak prosespembaruan. Adanya dukungan dari massa rakyat juga menjadi penyangga dansekaliguskontrolatasmassarakyat–agaralamatyangdituju,sesuaidenganalamatyang dikehendaki massa rakyat. Dukungan ini hanya bisa terbit bila massa dalamkesadarandanterhimpun.

Halyangmenjadimasalahadalahbagaimanamemungkinkanketigahaltersebutagarbisadiraih? Tidak terhindarkan kita membutuhkan suatu strategi yang memungkinkan tigaelemen utama dalam proses pemerintahan bisa berjalan secara strategis. Strategi iniadalah strategi tiga kaki. Strategi ini diambil terutama karena jalan perubahan yanghendakdiambilbukanlahjalanrevolusi,melainkanperubahanevolusi–suatuperubahanbertahap,dantidakmenggunakanjalankekerasan.Suatuperubahanjalanevolusi,yangbertahap, mengandaikan adanya sinergi yang besar dari berbagai elemen yang ada dimasyarakatuntukbisabekerjasamadenganbaik,dibawahmaksudyangsama.

Untuk memungkinkan tiga kaki bersinergi untuk perubahan (pembaruan desa), makamutlakdibutuhkantransformasiketiganya,sebagaisyaratawaluntukmendoronggerakpembaruan.

ý Pertama, pembaruan dalam kerja dan watak kerja dari pemerintahan – yaknimeninggalkan format kerja status quo, yang hanya menempatkan pemerintahanhanyasebagaiajangaktualisasikepentinganparaelite.Pembaruaninihanyamungkinberlangsung jika pemerintah sudah berubah dalam bentuk dan watak, dan begitupula parlemen7. Namun pembaruan dalam bentuk dan watak tidak mungkin

6 Yangmeruapakankombinasidari sikapkekuasaandanpartisipasi rakyat– kebijakanyangmenangkapdinamikaaspirasi,danbukansajakepentinganelitepenguasa.7 Untuk mentransformasikan parlemen dapat dilakukan pendekatan pengembangan kapasitas danpendekatan kontrol. Pengembangan Kapasitas ini dilakukan dapat banyak cara: (1) menyelenggarakankerjasama untuk memungkinkan anggota parlemen daerah untuk mengkaji dengan seksama masalahyangdihadapidankapasitasyangdimiliki.Dariproses inidiharapkanmunculsemacamkesadaranuntukmeningkatkan kapasitas, dan sekaligus pemahaman mengenai segi-segi yang hendak ditingkatkan. Halyangsejakawalperludisadaribahwaapayangsangatperluuntukditingkatkanadalahkemampuandalammemberikanrespondanmenangkapdenyutaspirasirakyat;dan(2)meningkatkanaksesmasyarakatpada

dilakukan dengan gerakan moral, atau khotban moral, melainkan harus dilakukandengan tindakan-tindakan politik yang nyata. Masalah rekruitmen politik menjadisangat penting –maka tidak terhindarkan untuk memikirkan sistem pemilu –termasuk membuka peluang bagi pemilu lokal, sistem kepartaian dan sistemperwakilanyangada,agarbisaterhindardariwataklamayangantirakyat.

ý Kedua,pembaruan relasi kuasa–baik antarapusatdandaerah, antaradaerahdandesa,ataupunantaranegaradanrakyat.Polahubungankuasaantaraeksekutifdanlegislatif,diaerah,dariberpolasubordinatif,menjadimitra–bukandalamartikolusi,melainkan hubungan egaliter dan kritis; dan pembaruan hubungan rakyat danpemerintahan–yaknisebuahformatbaruyangmemungkinkanpartisipasirakyat.

ý Ketiga,pembaruankedaulatanrakyatmelaluipenguatanbasisorgansiasirakyatataukelembagaanlokal.Segiterakhirinidibutuhkanagardalamprosesperubahan,tetapada yang memberikan kontrol efektif. Di belakang uraian ini akan dimuat upaya-upayayangbisadilakukandalammemperkuatataunmentransformasikankedaulatanrakyatdenganbasiskesadarandanketerhimpunan.

Arah. Arah dasar dari proses yang hendak dikembangkan adalah sebuah prosespemberdayaan. Pemberdayaan adalah upaya penguatan yang memperbesar danmemperluas kemungkinan masyarakat untuk bisa berperanserta aktif dalam prosespembangunan. Peran aktif yang dimaksud sudah tentu bukanlah partisipasi a’la OrdeBaru yang tidak lain dari sebuah praktekmobilisasi. Pemberdayaan juga dimaksudkanuntuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat perdesaan dalamkesatuan wilayah yang sebagian besar diakibatkan oleh kesenjangan terhadap aksesmodal, prasarana, informasi-pengetahuan-teknologi-ketrampilan, ditambah olehkemampuan sumberdayamanusia sertaperekonomiandi sektor perdesaan yang tidakkompetitif sehingga tidak bisa menunjang pendapatan masyarakat, serta masalahakumulasimodal,sampaidenganstrukturkuasayangasimetri,sehinggapeluangkontrolmenjadisangatkecil.

Tujuan. Proses ini pada dasarnyamemiliki tigamaksud dasar, yakni: (1) memperkuatrakyat untuk bisa mengaktualisasi aspirasi dan kepentingan mereka terhadap gerakotonomidaerah,sehinggadapatmempengaruhikebijakanpublik,untuklebihmemihakpada kepentingan rakyat kebanyakan, melalui upaya pembentukan ‘parlemen desa’yang merupakan prakarsa dari rakyat; (2) memperkuat akses rakyat dalam kontrol

parlemen daerah, sehingga anggota parlemen terdesak (terdorong) untuk mengadakan peningkatankapasitas dan pada sisi lain secara etis akan mengupayakan peningkatan kapasitas individualnya.Kedekatan masyarakat dengan parlemen daerah akan meningkatkan kepahaman dan di sisi lain, akanmembuat anggota parlemen lebih terobsesi dengan problem-problem rakyat. Sedangkan kontrolterhadap kinerja parlemendaerahdimaksudkanuntuk: (1) senantiasamengingatkan anggota parlemenatas tugasdanamanatyangdipikulnya;dan (2)memberikandasar legitimasi (terus-menerus), sehinggaparlemendaerahtidaklagidalamkeraguanuntukmemberikankontrolterhadapparlemen.Padasisiyanglain,kontroldiperlukan,untukmemastikanagaranggotaparlementidakterjebakdalamsemangatyangsempit,yanghanyamemperhatikankepentinganpribadimaupungolongannya.Parlemenyangterkontroladalahparlemenyangbekerjasesuaidenganaspirasirakyat.Jikahaliniberlangsung,makasesungguhnyaperan dari lembaga-lembaga ekstra parlemenmenjadi lebih sedikit, atau bahkan dapat dialihkan padaagendalain.

terhadap proses realisasi pengembangan otonomi daerah-desa, melalui pengupayaanterbentuknya suatu koalisi (konsorsium) komunitas8; (3) memperkuat daya dukunguntuk mempercepat proses pemulihan kondisi ekonomi masyarakat desa, termasukuntuk mendorong proses transformasi ekonomi desa, sehingga masyarakat makinberdayadanlebihbaikkondisisertaposisinya.

Langkah Penguatan Partisipasi Rakyat Desa. Suatu gerak baru yang memaksudkanuntuk mengembalikan masyarakat ke dalam pusaran utama proses kehidupanbernegara,padadasarnyaadalaharusbalikdariproseslama.Dalambahasayangpalingumum,prosesinidipahamisebagaiupayauntukmenumbuhkanpartisipasirakyat.Yangmenjadimasalahbahwapada saat sekarang ini, konsepsi dan skemapartisipasi, telahdidangkalkan, dan lebih bermakna sebagai sebuah proses mobilisasi, dalam kerangkameraih efisiensi pencapaian hasil-hasil pembangunan nasional. Oleh sebab itu, untukmengembangkan partisipasi, yang akan dijadikan fondasi dari gerak perubahan, perludengan seksama memeriksa gagasan partisipasi lama, dan pada gilirannya perlumengembangkanparadigmabarupartisipasi.

Mengapa partisipasi. Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secaramandiri(otonom)mengorganisasidiri,dandengandemikianakanmemudahkanrakyatmenghadapi situasi-situasi sulit, sertamampumenolak berbagai kecenderungan yangmerugikan.Kedua,suatupartisipasi,tidaksajamenjadicerminkongkritpeluangekspresiaspirasidanjalanmemperjuangkannya,tetapiyanglebihpentinglagibahwapartisipasimenjadi semacamgaransi bagi tidakdiabai-kannya kepentingan rakyat. Ketiga, bahwapersoalan-persoalandalamdinamikapembangunan,akandapatdiatasidenganadanyapartisipasi rakyat. Prinsip ini sekaligus menjadi titik pijak suatu kepercayaan kepadarakyat, bahwa rakyat tidak perlu dimaknai sebagai sumber kebodohan, melainkansubyek pembangunan yang juga memiliki kemampuan. Apa yang penting darikeseluruhanini?Tidaklaindarisuatukehendakmengembangkanmodelpemerintahanyang tumbuh danmengakar dari bawah, dan dengan demikian proses pembangunan,termasukperencanaanpembangunantidakdijalankandariatas,melainkandaribawah.Bagaimanahalinidimungkinkan?

Suatupengembanganpartisipasirakyat,membutuhkandualangkahsekaligus,yakni:(1)memperkuatkapasitaskritismasyarakat;dan(2)memperkuatkelembagaanyangada.

ý Penguatan Kapasitas Kritis Masyarakat (Desa) dan Ketrampilan Politik. Suatupenguatan kapasitas kritis masyarakat adalah upaya yangmelandaskan diri padasuatu keyakinan dan kepercayaan, bahwa masyarakat pada dasarnya sudahmemiliki suatu kesadaran yang kuat mengenai pentingnya partisipasi ataupentingnyaketerlibatanmasyarakat.Pengalamandimasalalumenunjukanbahwapartisipasipadadasarnyabukantidakada,melainkanditiadakan.Olehsebabitulahdibutuhkan langkah-langkah yang memungkinkan masyarakat untuk kembalimemperkuatpemahaman,pengetahuandanteknik-teknikyangdimiliki,khususnyauntukbisaikutambilbagiansecaraproduktifdandemokratis,dalamprosespolitik(pengambilan kebijakan) di tingkat desa. Untuk mencapai maksud ini dapatdikembangkanberbagai programpenguatan.Duaprogramyangbisa diusulkandi

sini adalah: Pertama, program pendidikan politik9; dan (2) Kedua, programpengembanganarena-arenapengambilankebijakan,salingbelajardankomunikasidikalanganmasyarakat.

1. Pendidikan politik – program ini memaksudkan untuk memungkinkanmasyarakat (sebagai individu ataupun kelompok) memahami dengan “utuh”proses politik (proses pemerintahan) dan proses sosial-budaya-ekonomi, yangada. Pemahaman yang “utuh” tidak didalam arti penguasaan sebuahpengetahuan tertentu, melainkan adanya kemampuan dan kemauanmasyarakat untuk terus-menerus memeriksa realitas sosial yang ada,mengembangkan refleksi dari padanya dan mengambil sikap atas kondisi-kondisi yang ada. Dengan demikian dibutuhkan sejumlah pengetahuan danketrampilan-ketrampilan tertentu untuk mendukung proses partisipasi.Pendidikan politik dalam kerangka ini menjadi salah satu segi yang bisadipertimbangkan untuk memungkinkan lahirnya kesadaran baru tersebut.Pendidikan politik yang dimaksudkan di sini, bukan lah melulu suatu bentukpendidikan dalam kelas, melainkan juga pendidikan di luar kelas, atau suatuproses keterlibatan langsung masyarakat (individu atau kelompok) dalamproses-proses politik yang ada di desa. Media yang bisa digunakan seperti:proses pemilihan “pejabat publik –desa”; pertemuan reguler desa; dengarpendapat dengan parlemen daerah ataupun dengan parlemen desa; aksiprotes;danlain-lain.

2. PengembanganArena-arenaPengambilanKebijakan–pengalamandimasalalu,menunjukanbahwahampirsemuaarenapengambilankebijakantersentralisasipada figur kepala desa, dan juga telah terkooptasi pemerintah desa (negara).Kondisi yang demikian sudah barang tentu tidak mendukung suatu prosesdemokratisasi.Dimasadepan,dibutuhkanarenabaruyang lebihpartisipatif–yang ditandai dengan pembentukannya yang lepas dari intervensi kekuasaan(negara) dan memungkinkan masyarakat sendiri yang mengelola danmembentuk aturan main dalam arena tersebut. Arena arus bawah ini akanmemungkinkan berkembangkan pikiran-pikiran alternatif dan kritis, sehinggaakan memperkaya gagasan yang berkembang dan akan memperluasketerlibatan masyarakat. Dalam konteks otonomi aktual dewasa ini, di desatelahadasuatuinstitusibaru,yangmemperlebararenapartisipasirakyat,yakniBadan Perwakilan Desa (BPD) merupakan arena baru yang bersifat formal,namun dalam pembentukannya dan posisinya, lebih mencerminkanberkembangnyasuatupartisipasidankedekatandenganmasyarakat(desa).

ý Penguatan Kelembagaan Desa. Penguatan kelembagaan desa, bisa bermakna kedalam,penguatankelembagaaninternal,yakniyangmenguruspersoalan-persoalaninternal desa, dapat pula bermakna sebagai proses penguatan eksternal melalui

9 Programpendidikanpolitik yangdimaksudkandi sini adalahprogramyangbisa sajadikerjakanoleh pemerintah atau oleh elemen-elemen di luar pemerintah (non-pemerintah). Pendidikan yangdikembangkan harus jauh dari skema lama, seperti P4, atau berbagai jenis indoktrinasi. Patut puladipastikan bahwa model dan pendekatan pendidikan, tidaklah menggunakan model “indoktrinasi”,melaluiprosesyangmemungkinpesertapendidikanmengeksplorasidanmenganalisispengalamanhidupmerekasendiri.

pengembanganwahana“konsolidasi”kelembagaandesauntukmemperkuatkinerjakelembagaan desa sendiri. Adanya BPD pada dasarnya memungkinkan untukmendorongsuatuprosesbaru(yangberbasisarusbawah),baikmelaluipenguataninstitusi BPD sendiri, dalam kiprahnya ke dalam,maupun penguatan institusi BPDdalamkiprahnyakeluar,danjugapembukaankemungkinkankerjasamaantardesasebagaibagiandariupayapenguatanpedesaansecaraluas.

D. KebijakanOtonomiDesa

Pengakuan terhadap otonomi desa dan atau pembaharuan desa, seperti yang dijelaskanpada bagian sebelumnyamerupakan tuntutan yang hendaknya menjadi perhatian, ketikakonsep otonomi desa dan atau pembaharuan desa yang hanya dipandang sebagai sistimpemerintahan, maka ada hal yang paling esensi yang ditinggalkan dalam cara pandangtersebut. cara pandang demikian paling tidak menyisakan beberapa masalah mendasaryaitu;

1. Otonomiyangditempatkanhanyasekedarpemerintahandesakembalimenempatkannegara sebagai pengatur tunggal atas kehidupan masyarakat desa. Harus diakuikeberagamanpolitikdankarakteristiklokalmerupakansebuahkenyataanyangterjadidi berbagai daerah. Dalam persoalan yang demikian maka sesungguhnya persoalanotonomii menyangkut hubungan-hubungan yang bukan hanya sekedarpenyelenggaraan pemerintahan tetapi juga hubungan antar komunitas, bahkanindividudalamkomunitas.

2. Ekonomidesa.Ekonomibukanhanyaberkaitandenganpersoalaninternaldesa,tetapijuga berkaitan dengan antar desa. Penataan produksi adalah agenda yang pentingdalam konteks pembaruan desa untukmendorong kelembagaan ekonomi yang kuat,khususnyamenghadapikekuatanekstraktifyangmengancamrakyatdesa.

3. Kenyataan agraria. Fakta bahwa di desa telah berlangsung ketidakadilan agrariadiingkari dalam konsepsi otonomi desa. Keadilan agraria adalah agenda yang sangatpenting dan mendasar dalam pembaruan desa. menciptakan keadilan agraria bukanhanyaakanmenempatkanotonomidalamkotakmesiubersumbupendek.

Oleh karena pengakuan otonomi desa dan atau Pembaharuan desa adalah suatu kesatuansosial, ekonomi, politik dan budaya yang otonom. Dengan demikian maka dalam kontekspembaharuandesahal-halyangperludimasukandalamundang-undangmeliputi:Hakasal-usul,Ekonomi, Agraria dan pemerintahan desa Pemerintahan Desa. Dalam proses ini diperlukansejumlah kebijakan yang dapat dijadikan instrumen untuk mewujudkan pembaruan desa.Sejumlahkebijakantersebutantaralain;

D.1.kebijakantransisi.

Yakni perlunya suatu kebijakan pendukung yang bersifat terobosan untuk bidangpolitik dan ekonomi, untuk mendorong proses yang lebih cepat dalam reformasipedesaan.Kebijakanjenisiniterdiridari:

(1) Suatukebijakanyanglebihmerupakanimplementasidankonsistensidarikebijakanyang sudah tertuang dalam UU No.32 tahun 1999, yakni memberikan subsidiekonomi, dalam bentuk dana alokasi untuk desa (Dau-Desa). Di bidang ekonomi,melalui apayanghendakdisebutdisini sebagaiupayamemperkuatotonomidesa,melalui pengembangan dana perimbangan daerah desa. Di bidang politik melaluiperubahankebijakanmengenaiparlemendaerah,khususnyauntukmembukapintubagiperwakilandesadiparlemen.Segi terakhir inidibutuhkanuntukmemberikansaluran formal bagi masyarakat desa, sehingga bisa lebih dipastikanterakomodasinyaaspirasidesa.

(2) Suatu kebijakan yang bermaksud untuk memperkuat infrastruktur pedesaan. Dimasa lalu, infrastruktur pedesaan berkembang sangat lambat, sebagai akibat daristrategi pembangunan yang menyimpan watak ketidakadilan. Segi-segi pentingsepertipengembangansaranatransportasidankomunikasi,pendidikan,kesehatan,perlindunganataskualitas lingkungandansumberdayaalam,sangatminim.Dalamsektor pendidikan, sebagai contoh, kualitas sekolah dasar di desa, bagaikan bumidan langit, bila dibandingkan sekolah di kota. Lemahnya pengembanganinfrastruktur pedesaan ini menjadikan desa sangat lamban berkembang dankerapkali dituding sebagai pihak yang memperlambat pencapaian pertumbuhanekonomi.Pengembanganinfrastrukturinidibutuhkanpulauntukmemperluasaksesdan kesempatan bagi desa dan masyarakat desa, dalam berbagai segi – sepertiinformasi,teknologi,finansial,pasar,danlain-lain.

(3) SuatukebijakanyangmerupakanpelaksanaanyangkonsistendariTAPIX/MPR/2001tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya alam. Pasal inimerupakanbagian integral bagi sebuahprosespembaruanyangmenyeluruh yangberkait dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalammemenuhi kebutuhan materialnya dan juga dalam konteks meningkatkanproduktivitas nasional bagi pemerataan dan kemakmuran. Pembaruan agrariadalamkerangkainibukanlahsuatuprosespembagiantanah,melainkanupayauntukmentransformasikanstrukturagrariayangtimpangbagikeadilan.

D.2.KebijakanPenguatan.

Yaknimengarahpada reformasi pemerintahandesadan kabupaten. Kebijakaniniterdiridari:

(1) Kebijakandesentralisasipadadasarnyatelahmemuatprinsip-prinsipreformasitatapemerintahan dan pola hubungan kekuasaan. Hal yang masih dibutuhkan adalahsuatu perbaikan kinerja, khususnya untuk memperbaiki layanan pemerintahan –baik di tingkat desa ataupun di tingkat kabupaten. Untuk masalah ini, sangatdibutuhkan kejelasan dan transparansi mengenai batas-batas kewenangan danbentuk kongkrit layanan darimasing-masing otoritas, sehingga terdapat kejelasanwilayahkerja,dandengandemikian terdapatpulakejelasanbagimasyarakat,baikdalammenyalurkanaspirasiataupundalammelakukankontrol.Reformasiiniharuspulamemastikansuatuprinsipbahwatidakbolehadakebijakanyangdiambiltanpasuatupersetujuandarimasyarakat.

(2) Kebijakan yang merupakan upaya untuk melakukan reformasi dan penguatankelembagaan lokal dan hukum. Kepastian dan keadilan merupakan segi pentinguntuk menggerakan proses perubahan. Kenyataan dari hasil proses masa lalu,memperlihatkan suatu kualitas buruk dari kelembagaan dan hukum.Ketidakpercayaanmasyarakatterhadaphukumdankelembagaanyangada,sebagaiakibat dari maraknya praktek KKN, telah menjadikan kendala tersendiri untukproses perubahan di masa depan. Usaha ini dimaksudkan untuk mengembalikankepercayaan masyarakat, serta berfungsinya kelembagaan yang ada secara baik,yangdijaminpulaolehsebuahkepastianhukum.Destruksisosialyangberkembangsebagaikerusuhandanhilangnyakemampuan lokaluntukmenyelesaikanmasalah,sehingga harus mengundang intervensi eksternal, merupakan kerugian tersendiri,sebab persoalan yang berkepanjangan tentu sangat menguras sumberdaya lokal,yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan mencapai kemajuan-kemajuan.

D.3.KebijakanStrategis.

Yakni mempersiapkan lapisa sosial baru yang menjadi penyokong demokratisasi,keadilan dan kemajuan desa. Kebijakan ini berupa langkah penguatan partisipasimasyarakat dan menurunkan tingkat intervensi “negara” (baca; penguasa). Inti darikebijakan adalah memberikan perlindungan dan membuka kesempatan kepadamasyarakatsendiriuntukmenentukanpilihan-pilihannyayangsesuaidengankebutuhandankepentingandesa.Partisipasisudahtentutidakdiletakkandalamkerangkaefisiensi,sebagaimana yang selama ini dijalankan, dimana masyarakat hanya diundang untukmendukung program yang sudah ditetapkan, melainkan partisipasi, dalam artimasyarakat berkesempatan untuk menggali, mengidentifikasi, merumuskan,menjalankan dan mengevaluasi. Kesemuanya dipentingkan, agar tidak terjadi suatumanipulasidanprogrampembangunanyangsalahalamataliastidaktepat.

E. MasalahKebijakanTransisi:“GantiRugi”PolitikdanEkonomi

KetikasuatupengakuanmengenaipelanggaranterhadapUUD1945dikeluarkan,makayangmenjadipertanyaanadalahapakahcukuphanya sebuahpengakuan.Kitaharusmenyadaribahwa kebijakan lama yang dikeluarkan dan dijalankan, telah mengakibatkan banyakpersoalan.Sebagaisebuahpelanggaran,makakebijakan lama(UUNo.5tahun1979), telahmembawakorban.Proses lamadapatpuladigolongkansebagai sebuahpelangggaranhak-hak masyarakat, dan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang panjang. Sebagai suatupelanggaran hak,maka dibutuhkan langkah-langkah yang bukan sajamengembalikan hak,namun perlu kiranya dipikirkan upaya yang merupakan pemberian “ganti kerugian” atasprosesyangsudahberlangsunglebihduapuluhtahun.

Gagasan“gantikerugian”disinidimaksudkansebagaiperlunyakebijakanyangsecaraformalmenjaminprosespemulihankeberdayaandesa.Dengandemikian,konsepsiinimengandungmuatan perlunya pemerintah (pusat dan daerah) menjadi fasilitator dan sekaligus“penyedia” kebutuhan-kebutuhan desa untuk mengembalikan keberdayaannya. Sudahtentukebijakaninitidakdimaksudkanuntukmematikankeswadayaan,namunlebihsebagaiwahana untuk mempercepat proses pemulihan kesanggupan desa untuk bisa merealisasiotonomi desa secara konstruktif dan demokratis. Hal ini dirasakan penting sebab tanpa

adanyaproses“gantikerugian”,desaakansangatkesulitanbisamemanfaatkanmomentumreformasipemerintahandesa,sebagaiakibatproblemdasaryangdisebutkandidepan.

Barangkaliyangakanmenjadimasalahadalahbagaimanaprosespemberiangantikerugianbagi desabisadijalankan?Apa saja yangbisadiberikan ganti kerugian?Bagaimanaprosespenentuannya?Berapabesar“gantikerugian”tersebut?Bagaimanaorganisasikerjaprosestersebut? Pertanyaan ini tentu bisa diperpanjang, sebabmemang gagasan ini merupakansebuah terobosan untuk menemukan jalan usaha percepatan realisasi otonomi daerah.Hanya dengan inilah proses realisasi otonomi desa bisa dijalankan dengan baik danmemberikanmakna.

Sebagai langkah awal, dapat dipikirkan langkah percepatan pemberian ganti kerugian,melalui apa yang hendak disebutkan di sini sebagai subsidi khusus bagi desa. Gagasansubsididisiniakanmeliputiduahalsekaligus,yaknisubsidiekonomi,berupasubsidikhususanggaranuntukkeperluanpembiayaanaktivitasdemokratisasi,dansubsididibidangpolitikberupa“jatahbagidesadiparlemendaerah”.

Padayangpertamadimaksudkanuntukmemberikan“BBM”bagidesauntukbisabergerak.Harus diakui bahwa otonomi desa, yang lebih bernuansa politik, telah menyulitkan desa.Sebagai contoh, dengan adanya kelembagaan baru, seperti Badan PerwakilanDesa (BPD),tentusajaakanmenambahbebanbagidesa,jikatidakadasubsidikhususbagiaktivitasBPD.Pada sisi yang lain, upaya untuk membangkitkan prakarsa masyarakat, yang sudah lamaberada dalam cengkraman kekuasaan otoriter, pasti bukan hal yang mudah, dan kondisiyang demikian, memerlukan dukungan “yang lebih dari sekedar dukungan politik”. Olehsebab itulah, parlemen daerah (DPRD) sejak awal harus peka dengan kebutuhan ini, danmengupayakan agar anggaran subsidi khusus bagi desa bisa dimasukan sebagai anggarandaerah(APBD).

Padayangkedualebihmengarahpadapenguatanpolitik.Usulanuntukmemasukansubsididesa ke APBD, sebagai contoh, tentu saja akanmendapatkan berbagai halangan, jika daridesa sendiri tidak memiliki hak suara yang cukup kuat. Dengan memberikan kursi bagi“utusan desa” di DPRD, sudah tentu akan memudahkan bagi desa untuk bisamemperjuangkan aspirasinya. Konsep mengenai utusan desa ini penting untuk menjadiperhatian,sebabdengan inikitaakansegeramendapatkankendalahukum,dimanabelumada aturan yang memungkinkan konsep tersebut. Inilah agenda ke depan yang perlumenjadiperhatiandarikekuatan-kekuatanprodemokrasi.

MasalahDana PerimbanganDaerah-Desa. Kenyataanmengenai persoalan-persoalan yangmenjadi hasil dari pembangunan nasional, sudah barang tentumembutuhkan usaha yangbersifatkhusus,agarwajahdesabisadiubah–menjadi lebihbaikdanlebihbermakna.Halyang menjadi masalah adalah bahwa dalam kenyataan sumberdaya yang ada sangatterbatas. Pengalaman interaksi Lappera denganmasyarakat desamenunjukan bahwa adabanyakhambatan yangadadi desa, yangbersumberdari lemahnyadayadukungdesa itusendiri. Sebagai contoh – dengan adanya BPD, kini muncul berkembang suatu persoalanbaru, khususnyamenyangkut sumberdaya yang akan terserap untuk aktivitas BPD. Prosesdemokratisasi desa, yang dipicu oleh policy reform (perubahan kebijakan) sebagaimanatermuatdalamUUNo.32 tahun2004, sudah tentumembutuhkandayadukung tersendiri,khususnya berbentuk sumberdaya yangmemungkinkan gerak perubahan tersebut. Dalam

kaitaninilahhendakdikembangkangagasanmengenaiperlunyadanaperimbangandaerah-desa,dalammanaDanaAlokasiUntukDesa(DAu-Desa),menjadisalahsatuunsurnya.

Gagasan Dana Perimbangan Daerah-Desa sudah tentu bukanlah suatu gagasan ekonomi(semata),melainkansuatugagasanuntukmemberikandukunganbagiperkembanganprosespolitik dan proses reform di desa. Destruksi politik dimasa lalu, tentunyamembutuhkansebuah proses rehabilitasi yang memadai. Sumberdaya desa yang terkuras ke luar, perlu“dikembalikan” dan prinsip pemerataan yang hilang, perlu pula segera diwujudkan – agartidak terus menerus menjadi slogan politik. Dana perimbangan daerah-desa, akanmemungkinkanbeberapahalpenting:

(1) meningkatkan kemampuan desa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakatsetempat, yang dengan demikian akan memicu kepercayaan masyarakat padapemerintahandesa;

(2) meningkatkan kemampuandesa untukmemperbaiki infrastruktur desa yangmemangmenjaditanggungjawabdesa,sehinggadapatmeningkatkanaksesmasyarakatterhadapberbagaiaspek,termasukaksesinformasi;dan

(3) memugkinkandesauntukmembuatperencanaanmandiri berdasarkan “danaalokasi”yangada,sehinggalebihmemungkinkanprosesperencanaandaribawah;serta

(4) membuka kemungkinan yang lebih besar untuk masyarakat melakukan kontrolterhadap penyelenggaraan pemerintahan, sehingga bisa memberikan kontribusi bagiprosesdemokratisasiyanglebihluas.

DanaAlokasiuntukDesa–DAu-Desa.

YangdimaksuddenganDAu-DesaadalahdanayangmerupakanbagiandaridanaDAUyangditerimakabupaten,yangdiberikansebagaiwujuddaripemerataankebutuhanpengeluaran,gunamenyokongproses-proses pemberdayaan masyarakat pedesaan. DAu-Desa tidak bisa diartikan atau bukanlahsuatu upaya untuk memindahkan urusan kabupaten ke desa. Artinya, melalui gagasan ini tidakdimaksudkan untuk “membangun negara” di desa - Artinya desa tidak akan memindahkankeseluruhanlayananpusatdankabupatenkedesa,seperti layanankesehatan(misalnyamendirikanrumah sakit sendiri), layanan pendidikan (misalnya mendirikan sekolah-sekolah sendiri), danseterusnya.

DAu-Desa ditetapkan berdasarkan proses politik antara kabupaten dan desa (melalui konsorsiumbadan perwakilan desa atau konsorsium desa-desa10), dengan melandaskan pada telah adanyakejelasan mengenai wilayah dan tugas layanan masing-masing. Apa yang dimaksudkan? Yaknimemperjelas apa saja yangakandilakukankabupaten,danapa saja yangbisadilakukanolehdesa.Kejelasan mengenai beban kerja ini, tentu akan memperjelas kebutuhan anggaran dari masing-masingnya. Proses inilah yang hendak diproyeksikan sebagai “jalan untukmerealisasi perencanaandaribawah”.Denganinibermaknabahwamasyarakatdi lapisbawahdilibatkandalamperencanaan

10 Suatu konsorsium desa-desa, bisa berarti merupakan konsorsium dari keseluruhan elemen di desa,yaknipemerintahdesa,BPDdanmasyarakat.

strategis.

DAu-Desa (masing-masing desa) ditetapkan dengan mempertimbangkan porsi dari desa yangbersangkutan. JadiDAu-Desa tidakah ditetapkanmelalui pembagian sama rata (atau jumlah DAu-Desakeseluruhandibagikandengan jumlahdesayangada),melainkanbagiandesadihitungdenganporsidesatersebut.Apayangdimaksuddenganporsidesatidaklaindaripenghitunganempirisyanglebih seksama antara kebutuhan dan potensi desa. Kebutuhan desa diperhitungkan dari variabeljumlah penduduk, luas wilayah, kondisi geografis dan potensi alam, dan tingkat pendapatanmasyarakat serta jumlah mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Potensi desa adalahgambaran mengenai peluang penerimaan desa – baik dari sektor pertanian ataupun yang lain.Penghitungan sendiri diharapkanmerupakanpenghitunganyangmelibatkanataubahkandilakukansendiriolehmasyarakatdesa.

Rumus-rumusyangdiusulkan:

RumusI.

DAu-DesaadalahbagiandariDAUKabupatenyangdibagikansesuaidengankebutuhandanpotensilokal (desa) setempat. Pembagian berdasarkan bobot masing-masing desa – jadi bukan bagi rata.(lihatrumus1).

Di=∑DixBi

∑Di=λxDK

DiadalahDAusuatudesatertentu

∑DiadalahjumlahDAu-Desaseluruhkabupaten.AtaubagianuntukdesadariDAUKabupaten.

Biadalahbobotdarisebuahdesa.

λ= konstantayangditentukandariprosespolitikdesadankabupaten–apakah25%;10%atauyanglain.Yanghendakdiusulkandisinibahwanilaiλtidakbolehlebihbesardari0.25.

BobotDAU-Desa=KebutuhanDAu-DesaSebuahDesa:DAu-Desase-Kab.

KebutuhanDAu-Desasebuahdesa=KebutuhanDesa–PotensiDesa

KebutuhanSebuahDesaadalah rata-ratapengeluarandesa tersebut yangdikaitkandengankondisisetempat–sepertipertimbanganatasjumlahpenduduk,luaswilayah,sumberdayaalamdanjumlahmerekayangberadadibawahgariskemiskinan.

Potensiadalahpendapatanrata-ratadesayangdikaitkandengankondisisetempat–potensiindustri,sumberdayaalam,manusia,danlain-lain.

Rumus2.

Di=Dmi+(∑Di-∑Dm)xBi

Dmi adalah bagiandari sebuahyangdiperolehdari pembagian jumlahdanaminimal keseluruhandesadibagidengan jumlahdesa-desayangadadi kabupaten.Rumusankedua inimiripdengan rumusanpertama,hanya sajaadaperbedaandalamporsi. Prinsipdari rumuskedua ini adalahadanya suatubatasminimalyangbisaditerimaolehdesa,dalamhalinidisebutdenganDmatauDAu-Desaminimal.Selanjutnya sisaDAu-Desauntukkeseluruhandesayang sudahdikurangi jumlahDAu-Desaminimaltersebut. Dengan rumus ini lebih dimungkinkan untukmelihat angka yang dibagi sama ke seluruhdesa

Rumus3.

Di=Dmi+Dpi+DIi

Hampirsamadenganrumuskedua,rumusini lebihmenekankanpembedaanpadabeberapfaktor–sepertiadanyadanaDIiataudanauntukstimulan(rangsangan)bagidesa-desayangberprestasi.

Segi penting yang hendak ditegaskan untuk keseluruhan rumus yang ada adalah bahwa desa tidakbisa mengabaikan begitu saja kenyataan bahwa kabupaten memang sudah menanggung bebanwarisanmasa lalu.Oleh sebab itu,mengenai besarandariDAu-Desa ini patut dipikirkan agar tidakmenimbulkansuatukonflikyangtidakperlu.

SkemaMengenaiDanaPerimbangan

Desentralisasi Dekonsentrasi TugasPembantuanPropinsi Kabupaten/kota

Desa

(skemainihendakmenjelaskanmengenaiperlunyasuatugarisbarudalam“alokasidanaAPBD”,yakniadanyagarisdesentralisasisampaikedesa.Garisinilahyangmerupakanperwujudandari

APBN

APBD Anggaran

Dekonsentrasi

gagasanmengenai dana perimbangan daerah desa. Adanya dana yang langsung dikelola olehdesa,akanmenjadikandesamemilikikapasitasyangcukupuntukmewujudkanotonomidesa).

MasalahPerwakilanDesadiParlemen(DPRD)Kabupaten.PembaruanDesa,sudahtentutidakhanya berbicara masalah-masalah internal desa, melainkan juga mengkait dengan masalah-masalah di luar desa. Bagaimana pun, apa yang akan terjadi di desa, sangat ditentukan olehkekuatan-kekuatan eksternal, dalam hal ini kebijakan dari institusi di atas desa. Desa sebagaiwilayah di bawah Kabupaten, tentunya akan juga dipengaruhi oleh kebijakan yang dilahirkanolehpihakkabupaten.

Masalahnya, apakah format politik yang ada, dengan skema perwakilan yang kiniberjalan, telah dapat memberikan jaminan bagi tersalurkannya aspirasi desa? Di sinilahmasalahnya. Perjalanan yang ada sekarang ini, sangat memperlihatkan bahwa aspirasi desa,masih belum sepenuhnya terwakili dalamproses politik di tingkat kabupaten. Terdapat kesankuat dimana suara desa tidak terwakili, akibatnya banyak keputusan politik yang diambilkabupaten,belummencerminkanapayangdibutuhkanolehdesa.

Dengan kenyataan itulah, muncul suatu kebutuhan mengenai perlunya langkahterobosan untuk menempatkan wakil desa di parlemen kabupaten. Pertanyaan utamanyaadalah apakah hal inimungkin? Jikamerujuk pada format politik yang ada,maka gagasan inisangatsulituntukdipahami.Gagasaninisendiri,merupakansuaturesponataskenyataanpolitikmasakini.Secarateknis,gagasaninimembutuhkanpemikiranyanglebihjauh,antaralain:

a. berapa jumlah dan siapakah yang dimaksud dengan wakil desa? Apakah melaluipengangkatanataumelaluipemilihanlangsung;

b. apakahakandikembangkansuatusistemkuota,ataumodelduakamar(adasemacamDewanPerwakilanDesasendiri,danDPRDsendiri.

c. ApakahperwakilandesadiambildariunsurBPD?

d. Danlainsebagainya.

Terdapatbanyakkemungkinanyangbisadikembangkan.Namunidedasaryanghendakdikembangkan di sini adalah adanya mekanisme keterwakilan langsung desa dalam prosespengambilankeputusanditingkatkabupaten.

F.RekomendasiBagiAgendaGerakanPembaruanDesa(danagraria)

Pengembangan kebijakan-kebijakan yang mendukung proses pembaruan agraria, sejalandengan strategi bahwa pembaruan ini masih bertumpu pada kekuatan legal, oleh sebabitulah kebijakan sangat dibutuhkan. Namun demikian, proses ini tidak semata-matamembutuhkan dukungan legal, melainkan juga dukungan riil – basis rakyat yang akanmenggerakkan proses perubahan itu sendiri. Oleh sebab itu, usaha-usaha perubahankebijakan haruslah sejalan dengan usaha-usaha penguatan basis. Untuk itulah perludilakukan:

ý Konsolidasi paradigma – seluruh pihak yang bekerja untuk desa, diharapkan bisamembangun suatu sinergi, bukan saja dalam kepentingan ke dalam,melainkan untukkepentinganke luar–kalauadayangmemasang,danadayangmembongkarkembali;kapan pembaruan akan berakhir. Konsolidasi paradigma dimaksudkan untukmengembangkan suatu kerangka kerja bersama yang bisa menjadi rujukan bersama,dan sekaligusmengembangkan semacam “organisasi pemikiran” atau “kepemimpinanpemikiran” – yang dibangun melalui proses interaksi, komunikasi, kritik dan risetbersama. Paradigma lama yang sentralistik, mementingkan yang kuat, berpihak padakelompokthehave,haruslahdiubah,denganmengutamakanyangterbawah.Paradigmadi depan adalah paradigma yang bertumpu, berpijak atau mengandalkan partisipasiyang terbawah. Konsolidasi paradigma bermakna perlunya usaha internal dari parapekerja perubahan (pembaruan), untuk melakukan interaksi, diskusi, perdebatan dankritik,gunamengkristalisasipemikiranyangberpijakdanberpihak.

ý Konsolidasigerakan–jaringankerjaataubadan-badankerja.Salingjegal,salingtuding,saling silang yang tidak perlu, yang tidak mengarah pada pendalaman, malahpendangkalan,patutdipikirkanuntukdihindari.Untukmemikulbebanperubahan,tidakmungkindilakukanoleh satuduaorang saja,melainkanmembutuhkan kerjasamadankerja bersama yang intensif dan sungguh-sungguh. Suatu koalisi nasional untukpembaruan desa, koalisi nasional BPD, koalisi nasional akar rumput, patut dibentukuntukmenjadipemikulbebanpembaruan.JaringanpendukungpembaruantidakharusdantidakhanyaOrnop(LSM),melainkan juga jurnalis, tenagakesehatan,guru(tenagapendidik),perempuan,tenagakebudayaan,danlain-lain.

ý Konsolidasi aksi – tindakan-tindakan yang dibutuhkan, setidaknya dua hal, yakni: (1)penguatan basis – diantaranya penguatan pendidikan politik, fasilitasi pembentukanjaringanakarrumput,termasukfasilitasipembentukanjaringanBPD,danlain-lain;dan(2) usaha perubahan kebijakan, dari tingkat lokal, sampai dengan tingkat nasional –usaha perubahan perda, revisi UU sampai dengan pembentukan TAPMPR mengenaipembaruandesa.Konsolidasiaksidiharapkanmenjadisemacamgariskerjadariseluruhelemen, sehingga keseluruhan tindakanmengarah padamuara yang sama, dan tidaksalingsilang.

Reformasipedesaan,untukmengubahwajahdesadalamkerangkaotonomidaerahmasihberhadapan dengan kendala-kendala yang kompleks. Berbagai masalah mendasar sepertikemiskinan, kesenjangan, dan ketidakadilan yang lebih luas, sudah tentu tidak bisadiselesaikan dalam waktu yang singkat. Kenyataan ini perlu pula dilihat sebagai suatukeharusanbahwaperubahandipedesaantidakmungkinhanyamengandalkanperubahandidesa, melainkan juga membutuhkan suatu perubahan kebijakan di semua level. Dengansemua kekuatan-kekuatan yang menghendaki perubahan signifikan di pedesaan, sangatmutlakmempertimbangkanberbagaimasalahyangberkembangdisemualini.Usaha-usahaperubahansendiri,sudahbarangtentuharusmengandalkansinergidariberbagaikalangan.Namun demikian hendak ditegaskan di sini bahwa bagaimana pun arah perubahan yangmemadai (mengenai sasaran) hanya mungkin akan terwujud jika benar-benar bisamengandalkanprakarsadarimasyarakatpedesaaansendiri.Jalankearahsanaperludibukaoleh semua kalangan, termasuk perlunya kebijakan yang lebih memungkinkan partisipasimasyarakatpedesaan.

G.Catatan-catatan.

Reformasipedesaan,untukmengubahwajahdesadalamkerangkaotonomidaerahmasihberhadapan dengan kendala-kendala yang kompleks. Berbagaimasalahmendasar sepertikemiskinan, kesenjangan, dan ketidakadilan yang lebih luas, sudah tentu tidak bisadiselesaikan dalam waktu yang singkat. Kenyataan ini perlu pula dilihat sebagai suatukeharusanbahwaperubahandipedesaan tidakmungkinhanyamengandalkanperubahandidesa,melainkanjugamembutuhkansuatuperubahankebijakandisemualevel.Dengansemua kekuatan-kekuatan yang menghendaki perubahan signifikan di pedesaan, sangatmutlakmempertimbangkanberbagaimasalahyangberkembangdisemualini.Usaha-usahaperubahansendiri,sudahbarangtentuharusmengandalkansinergidariberbagaikalangan.Namun demikian hendak ditegaskan di sini bahwa bagaimana pun arah perubahan yangmemadai (mengenai sasaran) hanya mungkin akan terwujud jika benar-benar bisamengandalkanprakarsadarimasyarakatpedesaaansendiri.Jalankearahsanaperludibukaoleh semua kalangan, termasuk perlunya kebijakan yang lebihmemungkinkan partisipasimasyarakatpedesaan.

Demikian.