kedudukan janin intrauterin

14
Kedudukan Janin Intrauterin 1. Letak (Situs) Merupaka hubungan antara sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu. Berdasarkan letak, kedudukan janin dibagi menjadi transversal (melintang), longitudinal, dan obliq. 2. Presentasi Untuk menentukan bagian janin yang terbawah, dan tiap presentasi terdapat 2 macam posisi yaitu kanan dan kiri, dan tiap posisi terbagi menjadi 3 variasi, yaitu depan, lintang, dan belakang. Macam-Macam Presentasi : A) Presentasi kepala (96%) Presentasi belakang kepala, degan penunjuk ubun-ubun kecil di segmen depan (merupakan normoposisi) Presentasi puncak kepala : kepala defleksi ringan dengan penunjuk ubun-ubun besar Presentasi dahi : kepala defleksi sedang dengan penunjuk dahi/frontum Presentasi muka : kepala defleksi maksimal dengan penunjuk dagu B) Presentasi Bokong (3,6%), dengan penunjuk sakrum Frank breech (Bokong murni) : ekstremitas bawah flexi pada sendi panggul, ekstensi pada sendi lutut Complete breech (Bokong sempurna) : ekstremitas bawah flexi pada sendi panggul, satu/dua kaki dalam keadaan flexi Presentasi bokong kaki Presentasi kaki Presentasi lutut

Upload: independent

Post on 18-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kedudukan Janin Intrauterin

1. Letak (Situs)

Merupaka hubungan antara sumbu panjang janin dengan sumbu

panjang ibu. Berdasarkan letak, kedudukan janin dibagi menjadi

transversal (melintang), longitudinal, dan obliq.

2. Presentasi

Untuk menentukan bagian janin yang terbawah, dan tiap

presentasi terdapat 2 macam posisi yaitu kanan dan kiri, dan

tiap posisi terbagi menjadi 3 variasi, yaitu depan, lintang,

dan belakang.

Macam-Macam Presentasi :

A) Presentasi kepala (96%)

Presentasi belakang kepala, degan penunjuk ubun-ubun

kecil di segmen depan (merupakan normoposisi)

Presentasi puncak kepala : kepala defleksi ringan

dengan penunjuk ubun-ubun besar

Presentasi dahi : kepala defleksi sedang dengan

penunjuk dahi/frontum

Presentasi muka : kepala defleksi maksimal dengan

penunjuk dagu

B) Presentasi Bokong (3,6%), dengan penunjuk sakrum

Frank breech (Bokong murni) : ekstremitas bawah flexi

pada sendi panggul, ekstensi pada sendi lutut

Complete breech (Bokong sempurna) : ekstremitas bawah

flexi pada sendi panggul, satu/dua kaki dalam keadaan

flexi

Presentasi bokong kaki

Presentasi kaki

Presentasi lutut

C) Presentasi Bahu (0,4 %), dengan penunjuk acromion atau

skapula

3.

Sikap

(Habitus)

Hubungan antara bagian-bagian janin yang satu dengan yang

lain, biasanya terhadap tulang punggungnya.

Sikap fisiologis janin yakni badan dalam keadaan kifosis

sehingga punggung menjadi konveks, kepala hiperflexi sehingga

dagu dekat dengan dada, lengan bersilang didepan dada dan tali

pusat terletak diantara ekstremitas.

Sikap defleksi ditandai dengan dagu menjauhi dada sehingga

kepala akan menengadah dan

tulang punggung lordose

.

4. Posisi

Hubungan antar salah satu bagian presentasi janin dengan sisi

kanan/kiri jalan lahir. Pada pemeriksaan dalam, posisi

ditentukan dengan menentukan kedudukan salah satu bagian janin

yang terendah terhadap jalan lahir yang disebut penunjuk.

Sumber : ILMU KEBIDANAN SARWONO

Penilaian Kesejahteraan Janin dalam Kandungan

Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan

kesejahteraan janin, dari cara sederhana hingga yang canggih.

A) Cara sederhana

Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui analisa

keluhan ibu (anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan

kartu gerak janin, pengukuran tinggi fundus uteri dalam

sentimeter, pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dan analisa

penyakit pada ibu.

Sambil melakukan anamnesis yang cermat, perhatikan juga

keadaan fisik dan psikologis

dari ibu tersebut. Anamnesis yang baik, dapat menegakkan

diagnosis dengan

baik pula.

1. Pemantauan Gerak Harian Janin

Gerak janin dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah

sistem susunan saraf pusat dan autonom berfungsi dengan

optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan

resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau

asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada

dua cara pemantauan, yaitu cara Cardiff dan cara Sadovsky

Menurut Cardiff, pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur

miring ke kiri atau duduk, dan menghitung berapa waktu yang

diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9

malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien

harus segera ke dokter / bidan untuk penanganan lebih lanjut.

Bila memakai metoda Sadovsky , pasien tidur miring ke kiri,

kemudian Hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan

janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah

satu jam lagi, bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan,

maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter /bidan

Pada waktu akan memulai penghitungan gerak janin,

dianjurkan ibu hamil tersebut makan dulu, mengosongkan kandung

kemih, dan tidur miring kekiri agar sirkulasi uteroplasenta

tidak terganggu. Gerak janin yang masih dapat dianggap normal

adalah lebih dari 10 kali dalam 12 jam. Bila ibu

merasakanperubahan pola gerak janin, apakah menjadi berlebih

atau berkurang, segeralah berkonsultasi dengan dokter atau

bidan

2. Palpasi Abdomen dan Pengukuran Tinggi Fundus Uteri

Palpasi abdomenmenggunakan

manuver Leopold I-IV:

o Leopold I : menentukan tinggi

fundus uteri dan bagian janin

yang terletak di fundus uteri

(dilakukan sejak awal trimester

I)

o Leopold II : menentukan bagian

janin pada sisi kiri dan kanan

ibu(dilakukan mulai akhir

trimester II)

o Leopold III : menentukan bagian janin yang terletak di

bagian bawah u terus (dilakukan mulai akhir trimester II)

o Leopold IV : menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintu

atas panggul (dilakukan bila usia kehamilan >36 minggu)

a) Tinggi Fundus Uteri (TFU) :

b) Tinggu Fundus Uteri untuk Mengetahui Usia Kehamilan :

Tinggi fundus uteri yang normal untuk usiakehamilan 20-36 minggu dapat diperkirakan dengan

rumus:

1. Fundus belum melewati pusar : Umur Kehamilan(Minggu) = Hasil Ukur + 4

2. Fundus belum melewati pusar : Umur Kehamilan (Minggu) = Hasil Ukur +6

c) Tinggu Fundus Uteri untuk Mengetahui Tafsir Berat Janin

3. Pemantauan Denyut Jantung Janin (DJJ)

Denyut jantung janin (DJJ) harus selalu dinilai pada

setiap kali pasien melakukan pemeriksaan kehamilan (umumnya

setelah kehamilan trimester pertama). Pada trimester kedua dan

selanjutnya, DJJ dapat dipantau dengan stetoskop Laenec atau

Doppler. DJJ dihitung secara penuh dalam satu menit dengan

memperhatikan keteraturan serta frekuensinya. Dalam persalinan

kala satu, DJJ dipantau setiap 15 menit, sedangkan pada kala

dua dipantau setiap 5 menit. Pemantauan DJJ dilakukan sebelum

his, pada saat his dan setelah his. Adanya iregularitas

(aritmia) atau frekuensi dasar yang abnormal (takhikardia :

160–180 dpm atau radikardia : 100 –120 dpm), apalagi bila

gawat janin (DJJ < 100 dpm atau 180 dpm) harus segera

ditindaklanjuti untuk mencari kausanya.

4. Penyakit Ibu

Kesehatan ibu akan mempengaruhi kesehatan janin, oleh

karena itu sangat penting untuk deteksi dini kelainan atau

penyakit pada ibu agar dapa dikoreksi segera dan dapat

mengurangi risiko bagi janin. Misalnya anemia pada ibu

1. Hodge I : (TFU-13) x 155 gram2. Hodge II : (TFU-12) x 155 gram 3. Hodge III : (TFU-11) x 155 gram

(wanita) banyak terdapat di Indonesia. Bila anemia ini berat

atau tidak diatasi dengan baik, maka pertumbuhan janin dapat

terganggu, dan kesehatan ibu juga terganggu. Kelainan -

kelainan yang ada pada ibu memerlukan konsultasi dengan

dokter.Konsultasi ini tidak mungkin terjadi apabila Bidan

pemeriksa tidak mengetahui bahwa pasien yang ditanganinya

berisiko. Pelatihan berkala atau pendidikan berkelanjutan

sangat diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan

kompetensi setiap tenaga kesehatan.

B) Cara Modern

Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggih

terdiri dari ultrasonografi (USG), kardiotokografi (KTG),

profil biofisik (Manning) atau fungsi dinamik janin plasenta

(FDJP) Gulardi, analisa gas darah dan pemeriksaan penunjang

canggihlainnya. Pembahasan berikut dibatasi pada USG dan KTG.

1. USG (Ultrasomografi)

Alat USG real-time dengan resolusi tinggi dapat digunakan

untuk menilai perilaku dan fungsi janin, morfologi dan

morfometri janin, plasenta, tali pusat, dan volume cairan

amnion. Salah satu fungsi penting dari alat ini adalah

menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin (deteksi

dini anomali). Pemeriksaan panjang kepala-bokong janin (CRL =

crown-rump length) yang dilakukan pada kehamilan trimester

pertama memiliki akurasi dengan kesalahan kurang dari satu

minggu dalam hal penentuan usia gestasi.

Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter

tunggal untuk penentuan usia gestasi dengan kesalahan

terkecil. Pengukuran diameter biparietal (DBP) atau panjang

femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu.Manfaat lain

dari pemeriksaan USG adalah penapisan anomali kongenital yang

dilakukan rutin pada kehamilan 10 –14 minggu dan 18 – 22

minggu. Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama sistem

saraf pusat dan jantung akan memberikan perubahan dalam pola

gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai kesalahan

interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak

terdeteksinya cacat bawaan pada janin.

2. (CTG) KARDIOTOKOGRAFI

.             INTERPRETASI GAMBARAN KARDIOTOKOGRAFI

Untuk dapat melakukan interpretasi gambaran KTG, beberapa hal

harus diperhatikan yakni:

-       Evaluasi hasil rekaman, apakah benar dan adekuat untuk

dilakukan pembacaan, misalnya apakah rekamannya kontinyu,

apakah his terekam dengan baik.

-       Identifikasi frekuensi DJJ basal

-       Identifikasi variability baik long-term variability maupun short-

term (beat to beat) variability

-       Tentukan ada tidaknya akselerasi dari DJJ basal

-       Tentukan ada tidaknya deselerasi dari DJJ basal

-       Identifikasi kontraksi rahim (his) termasuk

regularitasnya, frekuensinya, intensitasnya, durasinya dan

tonus basal diantara kontraksi.

-       Korelasikan akselerasi dan deselerasi dengan his,

kemudian identifikasikan gambarannya.

-       Tentukan apakah gambaran tersebut termasuk normal,

mencurigakan atau patologis.

Interpretasi gambaran denyut jantung janin (FHR-Fetal heart

rate) ditentukan dari 4 faktor yakni:

1.Frekuensi DJJ Basal

2.Amplitudo DJJ (Variabiliti)

3.Akselerasi

4.Deselerasi

1.     Frekuensi Denyut Jantung Janin Basal (Baseline fetal heart

rate)

Frekuensi rata-rata denyut jantung janin, di luar

akselerasi dan deselerasi, atau di antara dua kontraksi.

Ditentukan dalam periode tertentu, biasanya sekitar 5 – 10

menit. Pada janin prematur, DJJ basal sering meningkat,

namun tidak menunjukkan keadaan patologis. Frekuensi

denyut jantung basal (baseline frequency) yang normal adalah

antara 110 and 160 denyut per menit (DPM). Penentuan denyut

jantung janin normal 120 – 160 denyut per menit didapatkan

dari penemuan Von Winckel pada pertengahan abad ke 19, yang

saat ini sudah berubah.

Kelainan frekuensi DJJ basal dapat berupa melambatnya DJJ

(bradikardia) atau peningkatan frekuensi DJJ basal

(takhikardia).

Bradikardi ringan100-109 bpm

Takhikardi ringan 161-180 bpm

Bradikardi abnormal <100 bpm

Takhikardi abnormal >180 bpm

Dalam menentukan interpretasi KTG, pertimbangkan apakah ibu

dalah keadaan kehamilan atau persalinan, umur kehamilan,

kala persalinan, presentasi fetus, malpresentasi, apakah

dilakukan augmentasi oksitosin dan pemberian obat-obatan

lainnya.

a) Bradikardi

Bradikardi dapat terjadi pada keadaan:

Hipoksia janin yang berat/akut

Hipotermi janin.

Bradiaritmia janin

Pemberian obat-obatan pada ibu (propanolol, obat

anesthesia lokal).

Janin dengan kelainan jantung bawaan

Bila bradikardi antara 100-110 disertai dengan

variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan keadaan

hipoksia ringan dimana janin masih mampu mengadakan

kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia

janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi penurunan

frekuensi yang makin rendah (< 100 dpm) disertai dengan

perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas

yang abnormal).

b) Takhikardi

Takhikardi dapat terjadi pada keadaan :

Hipoksia janin (ringan / kronik).

Kehamilan kurang bulan (< 30 minggu)

 Infeksi ibu atau janin.

  Ibu febris atau gelisah.

Ibu hipertiroid.

Takhiaritmia janin

Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik.).

2.     Variabilitas Basal (Amplitudo)

Adalah fluktuasi amplitudo antar Denyut Jantung Janin.

Dibedakan 2 macam variabilitas, yakni:

- Variabilitas jangka pendek (short term variability)

-       Variabilitas jangka panjang (long term variability)

Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering

digunakan dalam penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi

hipoksia otak maka akan terjadi perubahan variabilitas

jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksianya,

variabilitas ini akan berkurang atau menghilang sama

sekali. Sebaliknya bila gambaran variabilitas ini masih

normal biasanya janin masih belum terkena dampak dari

hipoksia tersebut.

Berkurangnya variabilitas denyut jantung janin dapat

juga disebabkan oleh beberapa keadaan yang bukan karena

hipoksia, misalnya :

1. Janin tidur (keadaan fisiologik dimana aktivitas otak

berkurang).

2. Kehamilan preterm (SSP belum sempurna)

3. Janin anencephalus (korteks serebri tak sempurna).

4. Blokade vagal.

5. Kelainan jantung bawaan.

6. Pengaruh abat-obat narkotik, diasepam, MgSO4 dsb.

Terdapat suatu keadaan variabilitas jangka pendek

menghilang sedangkan variabilitas jangka panjang tampak

dominan sehingga membentuk ```gambaran sinusoidal. Hal ini

sering ditemukan pada :

1.     Hipoksia janin yang berat.

2.     Anemia kronik.

3.     Fetal Erythroblastosis

4.     Rh-sensitized.

5.     Pengaruh obat-obat Nisentil, Alpha prodine.

3.     Akselerasi

Kenaikan sementara frekuensi DJJ sebanyak 15 dpm atau

lebih, selama 15 detik atau lebih. Akselerasi terjadi

akibat respons simpatis yang merupakan keadaan fisiologis

yang baik (reaktif). Dapat terjadi akibat pergerkan janin

atau akibat adanya his. Dalam rekaman 20 menit, dinyatakan

normal bila terdapat akselerasi 2 kali atau lebih.Dampak

tidak adanya akselerasi saja pada gambaran KTG yang normal

belum diketahui.

4.     Deselerasi

Penurunan frekuensi DJJ sementara sebesar 15 dpm atau

lebih di bawah frekuensi DJJ basal, yang berlangsung selama

15 detik atau lebih. Deselerasi terjadi sebagai respons

parasimpatis melalui baroreseptor dan kemoreseptor sehinga

terjadi perlambatan frekuensi DJJ.

a. Deselerasi dini

Perlambatan/penurunan sementara frekuensi DJJ yang

seragam, berulang dan periodik, mulai pada saat kontraksi

uterus dan berakhir pada saat kontraksi uterus selesai. Pada

deselerasi dini timbul dan menghilangnya sesuai dengan his (

seperti cermin gambaran his), penurunan frekuensi tidak

lebih dari 20 dpm dan lamanya tidak lebih dari 90 detik.

Frekuensi DJJ dasar dan variabilitas masih normal.

b. Deselerasi variabel.

Penurunan sementara frekuensi DJJ yang bervariasi (tidak

seragam/ tidak uniform), baik saat timbulnya, lamanya,

amplitudonya dan bentuknya. Saat mulainya dan berakhirnya

dapat sangat cepat dan penurunan DJJ dapat mencapai 60 dpm.

Biasanya didahului dan diakhiri dengan akselerasi

(akselerasi pra deselerasi dan pasca deselerasi). Deselerasi

variabel terjadi akibat penekanan tali pusat yang dapat

disebabkan karena lilitan tali pusat, oligohidramnion atau

tali pusat menumbung. Apabila frekuensi DJJ basal dan

variabilitas normal, maka deselerasi ini tidak mempunyai

pengaruh berarti terhadap hipoksia janin. Merubah posisi

ibu, memberikan amnioinfusion, atau pemberian oksigen dapat

memperbaiki keadaan ini. Deselerasi variabel disebut berat

apabila deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih, frekuensi DJJ

basal turun sampai 60 dpm dan lamanya deselerasi leboh dari

60 detik ( rule of sixty). Pada keadaan seperti ini diperlukan

pengakhiran persalinan.

c. Deselerasi lambat.

Penurunan sementara frekuensi DJJ yang timbulnya

sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai dan

berakhir sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus

menghilang. Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60

detik), berulang pada setiap kontraksi, dan beratnya sesuai

dengan intensitas kontraksi uterus. Frekuensi dasar denyut

jantung janin biasanya normal atau takhikardi ringan,

tetapi pada keadaan hipoksia yang berat dapat terjadi

bradikardi.

Pada umumnya deselerasi lambat menunjukkan keadaan yang

patologis. Hal ini menunjukkan adanya hipoksia janin akibat

penurunan aliran darah uteroplasenta.. Jarak waktu antara

timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan

waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n.

vagus. Apabila hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia

otak dan janin masih mampu mengadakan kompensasi untuk

mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas DJJ biasanya

masih normal. Bila keadaan hipoksia makin berat atau

berlangsung lebih lama maka jaringan otak akan mengalami

hipoksia dan otot jantungpun mengalami depresi sehingga

variabilitas DJJ akan menurun dan menghilang pada saat

kematian janin intrauterin.