kedudukan janin intrauterin
TRANSCRIPT
Kedudukan Janin Intrauterin
1. Letak (Situs)
Merupaka hubungan antara sumbu panjang janin dengan sumbu
panjang ibu. Berdasarkan letak, kedudukan janin dibagi menjadi
transversal (melintang), longitudinal, dan obliq.
2. Presentasi
Untuk menentukan bagian janin yang terbawah, dan tiap
presentasi terdapat 2 macam posisi yaitu kanan dan kiri, dan
tiap posisi terbagi menjadi 3 variasi, yaitu depan, lintang,
dan belakang.
Macam-Macam Presentasi :
A) Presentasi kepala (96%)
Presentasi belakang kepala, degan penunjuk ubun-ubun
kecil di segmen depan (merupakan normoposisi)
Presentasi puncak kepala : kepala defleksi ringan
dengan penunjuk ubun-ubun besar
Presentasi dahi : kepala defleksi sedang dengan
penunjuk dahi/frontum
Presentasi muka : kepala defleksi maksimal dengan
penunjuk dagu
B) Presentasi Bokong (3,6%), dengan penunjuk sakrum
Frank breech (Bokong murni) : ekstremitas bawah flexi
pada sendi panggul, ekstensi pada sendi lutut
Complete breech (Bokong sempurna) : ekstremitas bawah
flexi pada sendi panggul, satu/dua kaki dalam keadaan
flexi
Presentasi bokong kaki
Presentasi kaki
Presentasi lutut
C) Presentasi Bahu (0,4 %), dengan penunjuk acromion atau
skapula
3.
Sikap
(Habitus)
Hubungan antara bagian-bagian janin yang satu dengan yang
lain, biasanya terhadap tulang punggungnya.
Sikap fisiologis janin yakni badan dalam keadaan kifosis
sehingga punggung menjadi konveks, kepala hiperflexi sehingga
dagu dekat dengan dada, lengan bersilang didepan dada dan tali
pusat terletak diantara ekstremitas.
Sikap defleksi ditandai dengan dagu menjauhi dada sehingga
kepala akan menengadah dan
tulang punggung lordose
.
4. Posisi
Hubungan antar salah satu bagian presentasi janin dengan sisi
kanan/kiri jalan lahir. Pada pemeriksaan dalam, posisi
ditentukan dengan menentukan kedudukan salah satu bagian janin
yang terendah terhadap jalan lahir yang disebut penunjuk.
Sumber : ILMU KEBIDANAN SARWONO
Penilaian Kesejahteraan Janin dalam Kandungan
Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan
kesejahteraan janin, dari cara sederhana hingga yang canggih.
A) Cara sederhana
Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui analisa
keluhan ibu (anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan
kartu gerak janin, pengukuran tinggi fundus uteri dalam
sentimeter, pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dan analisa
penyakit pada ibu.
Sambil melakukan anamnesis yang cermat, perhatikan juga
keadaan fisik dan psikologis
dari ibu tersebut. Anamnesis yang baik, dapat menegakkan
diagnosis dengan
baik pula.
1. Pemantauan Gerak Harian Janin
Gerak janin dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah
sistem susunan saraf pusat dan autonom berfungsi dengan
optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan
resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau
asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada
dua cara pemantauan, yaitu cara Cardiff dan cara Sadovsky
Menurut Cardiff, pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur
miring ke kiri atau duduk, dan menghitung berapa waktu yang
diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9
malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien
harus segera ke dokter / bidan untuk penanganan lebih lanjut.
Bila memakai metoda Sadovsky , pasien tidur miring ke kiri,
kemudian Hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan
janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah
satu jam lagi, bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan,
maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter /bidan
Pada waktu akan memulai penghitungan gerak janin,
dianjurkan ibu hamil tersebut makan dulu, mengosongkan kandung
kemih, dan tidur miring kekiri agar sirkulasi uteroplasenta
tidak terganggu. Gerak janin yang masih dapat dianggap normal
adalah lebih dari 10 kali dalam 12 jam. Bila ibu
merasakanperubahan pola gerak janin, apakah menjadi berlebih
atau berkurang, segeralah berkonsultasi dengan dokter atau
bidan
2. Palpasi Abdomen dan Pengukuran Tinggi Fundus Uteri
Palpasi abdomenmenggunakan
manuver Leopold I-IV:
o Leopold I : menentukan tinggi
fundus uteri dan bagian janin
yang terletak di fundus uteri
(dilakukan sejak awal trimester
I)
o Leopold II : menentukan bagian
janin pada sisi kiri dan kanan
ibu(dilakukan mulai akhir
trimester II)
o Leopold III : menentukan bagian janin yang terletak di
bagian bawah u terus (dilakukan mulai akhir trimester II)
o Leopold IV : menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintu
atas panggul (dilakukan bila usia kehamilan >36 minggu)
a) Tinggi Fundus Uteri (TFU) :
b) Tinggu Fundus Uteri untuk Mengetahui Usia Kehamilan :
Tinggi fundus uteri yang normal untuk usiakehamilan 20-36 minggu dapat diperkirakan dengan
rumus:
1. Fundus belum melewati pusar : Umur Kehamilan(Minggu) = Hasil Ukur + 4
2. Fundus belum melewati pusar : Umur Kehamilan (Minggu) = Hasil Ukur +6
c) Tinggu Fundus Uteri untuk Mengetahui Tafsir Berat Janin
3. Pemantauan Denyut Jantung Janin (DJJ)
Denyut jantung janin (DJJ) harus selalu dinilai pada
setiap kali pasien melakukan pemeriksaan kehamilan (umumnya
setelah kehamilan trimester pertama). Pada trimester kedua dan
selanjutnya, DJJ dapat dipantau dengan stetoskop Laenec atau
Doppler. DJJ dihitung secara penuh dalam satu menit dengan
memperhatikan keteraturan serta frekuensinya. Dalam persalinan
kala satu, DJJ dipantau setiap 15 menit, sedangkan pada kala
dua dipantau setiap 5 menit. Pemantauan DJJ dilakukan sebelum
his, pada saat his dan setelah his. Adanya iregularitas
(aritmia) atau frekuensi dasar yang abnormal (takhikardia :
160–180 dpm atau radikardia : 100 –120 dpm), apalagi bila
gawat janin (DJJ < 100 dpm atau 180 dpm) harus segera
ditindaklanjuti untuk mencari kausanya.
4. Penyakit Ibu
Kesehatan ibu akan mempengaruhi kesehatan janin, oleh
karena itu sangat penting untuk deteksi dini kelainan atau
penyakit pada ibu agar dapa dikoreksi segera dan dapat
mengurangi risiko bagi janin. Misalnya anemia pada ibu
1. Hodge I : (TFU-13) x 155 gram2. Hodge II : (TFU-12) x 155 gram 3. Hodge III : (TFU-11) x 155 gram
(wanita) banyak terdapat di Indonesia. Bila anemia ini berat
atau tidak diatasi dengan baik, maka pertumbuhan janin dapat
terganggu, dan kesehatan ibu juga terganggu. Kelainan -
kelainan yang ada pada ibu memerlukan konsultasi dengan
dokter.Konsultasi ini tidak mungkin terjadi apabila Bidan
pemeriksa tidak mengetahui bahwa pasien yang ditanganinya
berisiko. Pelatihan berkala atau pendidikan berkelanjutan
sangat diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kompetensi setiap tenaga kesehatan.
B) Cara Modern
Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggih
terdiri dari ultrasonografi (USG), kardiotokografi (KTG),
profil biofisik (Manning) atau fungsi dinamik janin plasenta
(FDJP) Gulardi, analisa gas darah dan pemeriksaan penunjang
canggihlainnya. Pembahasan berikut dibatasi pada USG dan KTG.
1. USG (Ultrasomografi)
Alat USG real-time dengan resolusi tinggi dapat digunakan
untuk menilai perilaku dan fungsi janin, morfologi dan
morfometri janin, plasenta, tali pusat, dan volume cairan
amnion. Salah satu fungsi penting dari alat ini adalah
menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin (deteksi
dini anomali). Pemeriksaan panjang kepala-bokong janin (CRL =
crown-rump length) yang dilakukan pada kehamilan trimester
pertama memiliki akurasi dengan kesalahan kurang dari satu
minggu dalam hal penentuan usia gestasi.
Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter
tunggal untuk penentuan usia gestasi dengan kesalahan
terkecil. Pengukuran diameter biparietal (DBP) atau panjang
femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu.Manfaat lain
dari pemeriksaan USG adalah penapisan anomali kongenital yang
dilakukan rutin pada kehamilan 10 –14 minggu dan 18 – 22
minggu. Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama sistem
saraf pusat dan jantung akan memberikan perubahan dalam pola
gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai kesalahan
interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak
terdeteksinya cacat bawaan pada janin.
2. (CTG) KARDIOTOKOGRAFI
. INTERPRETASI GAMBARAN KARDIOTOKOGRAFI
Untuk dapat melakukan interpretasi gambaran KTG, beberapa hal
harus diperhatikan yakni:
- Evaluasi hasil rekaman, apakah benar dan adekuat untuk
dilakukan pembacaan, misalnya apakah rekamannya kontinyu,
apakah his terekam dengan baik.
- Identifikasi frekuensi DJJ basal
- Identifikasi variability baik long-term variability maupun short-
term (beat to beat) variability
- Tentukan ada tidaknya akselerasi dari DJJ basal
- Tentukan ada tidaknya deselerasi dari DJJ basal
- Identifikasi kontraksi rahim (his) termasuk
regularitasnya, frekuensinya, intensitasnya, durasinya dan
tonus basal diantara kontraksi.
- Korelasikan akselerasi dan deselerasi dengan his,
kemudian identifikasikan gambarannya.
- Tentukan apakah gambaran tersebut termasuk normal,
mencurigakan atau patologis.
Interpretasi gambaran denyut jantung janin (FHR-Fetal heart
rate) ditentukan dari 4 faktor yakni:
1.Frekuensi DJJ Basal
2.Amplitudo DJJ (Variabiliti)
3.Akselerasi
4.Deselerasi
1. Frekuensi Denyut Jantung Janin Basal (Baseline fetal heart
rate)
Frekuensi rata-rata denyut jantung janin, di luar
akselerasi dan deselerasi, atau di antara dua kontraksi.
Ditentukan dalam periode tertentu, biasanya sekitar 5 – 10
menit. Pada janin prematur, DJJ basal sering meningkat,
namun tidak menunjukkan keadaan patologis. Frekuensi
denyut jantung basal (baseline frequency) yang normal adalah
antara 110 and 160 denyut per menit (DPM). Penentuan denyut
jantung janin normal 120 – 160 denyut per menit didapatkan
dari penemuan Von Winckel pada pertengahan abad ke 19, yang
saat ini sudah berubah.
Kelainan frekuensi DJJ basal dapat berupa melambatnya DJJ
(bradikardia) atau peningkatan frekuensi DJJ basal
(takhikardia).
Bradikardi ringan100-109 bpm
Takhikardi ringan 161-180 bpm
Bradikardi abnormal <100 bpm
Takhikardi abnormal >180 bpm
Dalam menentukan interpretasi KTG, pertimbangkan apakah ibu
dalah keadaan kehamilan atau persalinan, umur kehamilan,
kala persalinan, presentasi fetus, malpresentasi, apakah
dilakukan augmentasi oksitosin dan pemberian obat-obatan
lainnya.
a) Bradikardi
Bradikardi dapat terjadi pada keadaan:
Hipoksia janin yang berat/akut
Hipotermi janin.
Bradiaritmia janin
Pemberian obat-obatan pada ibu (propanolol, obat
anesthesia lokal).
Janin dengan kelainan jantung bawaan
Bila bradikardi antara 100-110 disertai dengan
variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan keadaan
hipoksia ringan dimana janin masih mampu mengadakan
kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia
janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi penurunan
frekuensi yang makin rendah (< 100 dpm) disertai dengan
perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas
yang abnormal).
b) Takhikardi
Takhikardi dapat terjadi pada keadaan :
Hipoksia janin (ringan / kronik).
Kehamilan kurang bulan (< 30 minggu)
Infeksi ibu atau janin.
Ibu febris atau gelisah.
Ibu hipertiroid.
Takhiaritmia janin
Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik.).
2. Variabilitas Basal (Amplitudo)
Adalah fluktuasi amplitudo antar Denyut Jantung Janin.
Dibedakan 2 macam variabilitas, yakni:
- Variabilitas jangka pendek (short term variability)
- Variabilitas jangka panjang (long term variability)
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering
digunakan dalam penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi
hipoksia otak maka akan terjadi perubahan variabilitas
jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksianya,
variabilitas ini akan berkurang atau menghilang sama
sekali. Sebaliknya bila gambaran variabilitas ini masih
normal biasanya janin masih belum terkena dampak dari
hipoksia tersebut.
Berkurangnya variabilitas denyut jantung janin dapat
juga disebabkan oleh beberapa keadaan yang bukan karena
hipoksia, misalnya :
1. Janin tidur (keadaan fisiologik dimana aktivitas otak
berkurang).
2. Kehamilan preterm (SSP belum sempurna)
3. Janin anencephalus (korteks serebri tak sempurna).
4. Blokade vagal.
5. Kelainan jantung bawaan.
6. Pengaruh abat-obat narkotik, diasepam, MgSO4 dsb.
Terdapat suatu keadaan variabilitas jangka pendek
menghilang sedangkan variabilitas jangka panjang tampak
dominan sehingga membentuk ```gambaran sinusoidal. Hal ini
sering ditemukan pada :
1. Hipoksia janin yang berat.
2. Anemia kronik.
3. Fetal Erythroblastosis
4. Rh-sensitized.
5. Pengaruh obat-obat Nisentil, Alpha prodine.
3. Akselerasi
Kenaikan sementara frekuensi DJJ sebanyak 15 dpm atau
lebih, selama 15 detik atau lebih. Akselerasi terjadi
akibat respons simpatis yang merupakan keadaan fisiologis
yang baik (reaktif). Dapat terjadi akibat pergerkan janin
atau akibat adanya his. Dalam rekaman 20 menit, dinyatakan
normal bila terdapat akselerasi 2 kali atau lebih.Dampak
tidak adanya akselerasi saja pada gambaran KTG yang normal
belum diketahui.
4. Deselerasi
Penurunan frekuensi DJJ sementara sebesar 15 dpm atau
lebih di bawah frekuensi DJJ basal, yang berlangsung selama
15 detik atau lebih. Deselerasi terjadi sebagai respons
parasimpatis melalui baroreseptor dan kemoreseptor sehinga
terjadi perlambatan frekuensi DJJ.
a. Deselerasi dini
Perlambatan/penurunan sementara frekuensi DJJ yang
seragam, berulang dan periodik, mulai pada saat kontraksi
uterus dan berakhir pada saat kontraksi uterus selesai. Pada
deselerasi dini timbul dan menghilangnya sesuai dengan his (
seperti cermin gambaran his), penurunan frekuensi tidak
lebih dari 20 dpm dan lamanya tidak lebih dari 90 detik.
Frekuensi DJJ dasar dan variabilitas masih normal.
b. Deselerasi variabel.
Penurunan sementara frekuensi DJJ yang bervariasi (tidak
seragam/ tidak uniform), baik saat timbulnya, lamanya,
amplitudonya dan bentuknya. Saat mulainya dan berakhirnya
dapat sangat cepat dan penurunan DJJ dapat mencapai 60 dpm.
Biasanya didahului dan diakhiri dengan akselerasi
(akselerasi pra deselerasi dan pasca deselerasi). Deselerasi
variabel terjadi akibat penekanan tali pusat yang dapat
disebabkan karena lilitan tali pusat, oligohidramnion atau
tali pusat menumbung. Apabila frekuensi DJJ basal dan
variabilitas normal, maka deselerasi ini tidak mempunyai
pengaruh berarti terhadap hipoksia janin. Merubah posisi
ibu, memberikan amnioinfusion, atau pemberian oksigen dapat
memperbaiki keadaan ini. Deselerasi variabel disebut berat
apabila deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih, frekuensi DJJ
basal turun sampai 60 dpm dan lamanya deselerasi leboh dari
60 detik ( rule of sixty). Pada keadaan seperti ini diperlukan
pengakhiran persalinan.
c. Deselerasi lambat.
Penurunan sementara frekuensi DJJ yang timbulnya
sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai dan
berakhir sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus
menghilang. Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60
detik), berulang pada setiap kontraksi, dan beratnya sesuai
dengan intensitas kontraksi uterus. Frekuensi dasar denyut
jantung janin biasanya normal atau takhikardi ringan,
tetapi pada keadaan hipoksia yang berat dapat terjadi
bradikardi.
Pada umumnya deselerasi lambat menunjukkan keadaan yang
patologis. Hal ini menunjukkan adanya hipoksia janin akibat
penurunan aliran darah uteroplasenta.. Jarak waktu antara
timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan
waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n.
vagus. Apabila hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia
otak dan janin masih mampu mengadakan kompensasi untuk
mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas DJJ biasanya
masih normal. Bila keadaan hipoksia makin berat atau
berlangsung lebih lama maka jaringan otak akan mengalami
hipoksia dan otot jantungpun mengalami depresi sehingga
variabilitas DJJ akan menurun dan menghilang pada saat
kematian janin intrauterin.