tinjauan yuridis tentang fungsi dan kedudukan wakil menteri

82
SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG FUNGSI DAN KEDUDUKAN WAKIL MENTERI MENURUT PERPRES NO.60 TAHUN 2012 OLEH H. HIDAYAT SAHABUDDIN B 111 07 674 BAGIAN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: khangminh22

Post on 29-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TENTANG FUNGSI DAN

KEDUDUKAN WAKIL MENTERI MENURUT

PERPRES NO.60 TAHUN 2012

OLEH

H. HIDAYAT SAHABUDDIN

B 111 07 674

BAGIAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

i

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TENTANG FUNGSI DAN KEDUDUKAN

WAKIL MENTERI MENURUT PERPRES NO. 60 TAHUN 2012

Oleh

H. HIDAYAT SAHABUDDIN

B 111 07 674

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Dalam bagian Hukum Tata Negara Program

Studi Ilmu Hukum

BAGIAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TENTANG FUNGSI DAN KEDUDUKAN WAKIL MENTERI MENURUT PERPRES

NO. 60 TAHUN 2012

Disusun dan diajukan oleh

H. HIDAYAT SAHABUDDIN

B 111 07 674

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi yang dibentuk dalam rangka penyelesaian studi program sarjana

Bagian Hukum Tata Negara Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Pada Hari Senin 30 Mei 2013 Dan Dinyatakan Diterima

Panitia Ujian

Ketua

Sekretaris

Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H. M.H. NIP. 19570101 198601 1 001

Naswar Bohari, S.H.,M.H. NIP. 19730213 199903 1 005

An. Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik,

Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H. NIP. 19630419 198903 1 003

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa Skripsi Mahasiswa

Nama : H. HIDAYAT SAHABUDDIN

No. Pokok : B 111 07 678

Bagian : HUKUM PIDANA

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS TENTANG FUNGSI DAN

KEDUDUKAN WAKIL MENTERI MENURUT PERPRES

NO. 60 TAHUN 2012

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam Ujian Skripsi.

Makassar, November 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H. M.H. NIP. 19570101 198601 1 001

Naswar Bohari, S.H.,M.H. NIP. 19730213 199903 1 005

iv

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI

Menerangkan bahwa skripsi mahasiswa:

Nama : H. HIDAYAT SAHABUDDIN

No. Pokok : B 111 07 678

Bagian : HUKUM PIDANA

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS TENTANG FUNGSI DAN

KEDUDUKAN WAKIL MENTERI MENURUT PERPRES

NO. 60 TAHUN 2012

Memenuhi syarat dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai

ujian akhir program studi.

Makassar, Januari 2013

An. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik,

Prof.Dr.Ir. Abrar Saleng, S.H.M.H. NIP. 19630419 198903 1 003

v

ABSTRAK

HIDAYAT SAHABUDDIN (B111 07 674), Tinjauan Yuridis Tentang Fungsi dan Kedudukan Wakil Menteri Menurut Perpres No 60 Tahun 2012, (Di Bawah Bimbingan Achmad Ruslan dan Naswar Bohari)

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi dan kedudukan wakil menteri menurut perpres no 60 tahun 2012; untuk menganalisis dan memahami peranan wakil menteri ditinjau dari perpres no 60 tahunb 2012 dalam sistem pemerintahan dan membantu presiden.

Data yang ditulis diperoleh kemudian diolah untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian pustaka. Selanjutnya data yang diperoleh disajikan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Presiden berhak mengangkat wakil menteri untuk membantu menteri menjalankan fungsi dan tugasnya yang telah diatur dalam UU No. 39 tahun 2008 tentang kementerian negara, pengangkatan wakil menteri berdasarkan objektivitas presiden dalam menilai sebuah kementerian yang perlu mendapatkan penanganan secara khusus. Wakil menteri adalah jabatan politik yang mempunyai tugas membantu menteri menjalankan tugas-tugasnya dan kedudukannya dibawah menteri. Wakil menteri diangkat oleh presiden dan wakil menteri bertanggung jawab atas kinerjanya kepada menteri, sebgaimana telah diataur dalam Perpres No. 60 tahun 2012 tentang wakil menteri. (2) jika menteri berhalangan sementara maka wakil menteri dapat membantu tugas-tugas menteri sampai dengan menteri tidak berhalangan lagi, dan jika menteri berhalangan tetap, dan presiden belum mengangkat menteri yang baru, maka wakil menteri dapat membantu tugas-tugas menteri yang ditinggalkan sampai dengan presiden mengangkat menteri yang baru.

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.wb

Segala puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT,

karena atas limpahan rahmat dan hidayaNya penulis sekalikus penyusun

akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi) diwaktu yang tepat.

Hanya Allah-lah segala sumber dari ilmu pengetahuan yang maha luas

dan memberi pentunjuk kepada orang yang diinginkannya mendapat

petunjuk. Dan segala puji atas Nabi yang terakhir Nabi Muhammad SAW.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa

terimakasih yang sangat besar kepada Ayahanda H.Sahabuddin

Samad,SH. dan Ibunda Hj.Rahmatiah Hudayah,SH. yang tidak pernah

berhenti memberikan doa,dukungan,nasehat, dan kasih sayang yang tidak

terhingga hingga saat ini, serta sikembar kakanda H.Rahmat

Sahabuddin,S.kom. dan H.Rahmi Sahabuddin,SH. dan adinda

tersayang Humairah Sahabuddin yang tiada henti-hentinya memberikan

dorongan semangat kepada penulis agar dapat menyelesaikan tugas

akhir (skripsi) ini.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka

skripsi ini akan mengalami banyak kesulitan, kekurangan dan hambatan.

Untuk itu pula pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa

terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

vii

1. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H.,M.S.,DFM selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin beserta jajarannya.

2. Bapak Prof.Dr. Achmad Ruslan, S.H.,M.H. selaku pembimbing I

serta Bapak Naswar Borahi, S.H.,M.H. selaku pembimbing II yang

telah menyediakan waktu luang dan memberikan curahan ilmu

untuk menuntun penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H.,M.H., Bapak Dr. Anshori

Ilyas, S.H.,M.H., dan Bapak Kasman Abdullah,S.H.,M.H. selaku tim

penguji atas segala masukan dan saran yang sangat berharga

dalam penulisan skripsi ini.

4. Teman-teman Companero, Hastomo,S.H., Aditya Prayudi fauzan,

S.H., Wahyudi,S.H., Syahreni Arsam, S.H., Finda Sinapoy, S.H.,

Azwar, S.H., Diska, Muh.Ihsan Yamin, S.H., Andi Suryawan, S.H.,

Hesti Masuku, S.H., Suvita Setia, S.H., Ahmad Fadli, Eka RG, S.H.,

Ade linglung, S.H., Andi Indah, Firman Setiadi,S.H., terima kasih

atas bantuan dan motivasinya.

5. Rekan-rekan seperjuangan KKN PH Pengadilan Tinggi Sulselbar

Ahmad Kurniadi Zaini, Ismed, Andry, Soraya, Ani, Aming keple,

eka, ita, finda, kak ade, yang selalu membantu dalam proses KKN

PH serta dosen pembimbing lapangan Ibu Birkah Latif,S.H.,M.H.

atas masukan dan motivasinya.

6. Teman-teman “LEGALITAS 07” yogi, Deden, ade bom-bom,

sairpank, Ery, Samang, Insan ansari, fate, ali, alya, masri, evi, tiara,

viii

jean, haging, idhan, awal, ode serta teman-teman yang lain yang

tidak bisa disebutkan satu persatu.

7. Teman-teman seperjuangan HTN 07 ani, fadly, miswar, viswar,

Ansar, ilo, koang, joko terima kasih telah sama-sama belajar dan

bertukar ilmu.

8. Sahabat-sahabat Tobita ali, cia, memet, pale, ally, ayu, vika, annas,

awwing, ipoel, ipul, Abe, arya, bota, riky, sudah sama-sama sejak

SMA dulu dan masih betah menemani sampai sekarang dan untuk

anak-anak WIN GAME Aphu, tesar, bambang famili, rahmad,

sangat membantu dalam meringankan tanggung jawab.

9. Mantan tetangga Andi Melisa Anastasia,S.E. yang banyak

membantu memberikan motivasi dan semangat.

10. Bapak, ibu, serta teman-teman Kloter 42 Makassar Pangkep yang

banyak memberi inspirasi dan pengalaman ajaib sewaktu

melakukan perjalanan ibadah dan orang-orang yang saya tidak

kenal namanya yang memberiku pengalaman baru dan Aneh

sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran hidup.

Tidak ada imbalan yang setimpal yang pantas penulis berikan

kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung

maupun tidak langsung selain ucapan TERIMAKASIH yang tulus disertai

doa semoga ALLAH SWT membalas dengan yang jauh lebih baik.

ix

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

banyak kekurangan yang harus segera dibenahi, untuk itu penulis sangat

mengharapkan segala kritik, saran, dan masukan yang bersifat konstruktif

sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi penulis, sekian dan

terimakasih.

Makassar, Januari 2013

Penulis

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii

PERSETUJUAN MNEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................... iv

ABSTRAK .......................................................................................... v

KATA PENGANTAR .......................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang masalah .................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 10

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 10

D. Kegunaan Penelitian .......................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 12

A. Jabatan Pemerintahan ....................................................... 12

B. Konsep Negara .................................................................. 18

C. Sistem Ketatanegaraan Indonesia ..................................... 23

D. Sistem Pemerintahan Presidensial .................................... 25

E. Menteri dan Kementerian Negara ...................................... 34

F. Landasan Konstitusional Pengangkatan Wakil Menteri ...... 38

G. Pendapat para ahli tentang asas pengangkatan Wakil

Menteri............................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 46

A. Jenis Penelitian .................................................................. 46

B. Jenis data .......................................................................... 46

C. Teknik pengumpulan data .................................................. 47

D. Analisis data ...................................................................... 47

xi

BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 48

A. Fungsi dan Kedudukan Wakil Menteri dalam Membantu

Tugas Menteri .................................................................... 48

B. Kedudukan Wakil Menteri Jika Menteri Berhalangan

Sementara dan Berhalangan Tetap ................................... 63

BAB V PENUTUP .............................................................................. 67

A. Kesimpulan ........................................................................ 67

B. Saran ................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum yang berlaku di Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh

sejarah Bangsa Indonesia. Setelah dijajah cukup lama oleh negara

Belanda, Bangsa Indonesia mengadopsi sistem hukum dari negara

Belanda yang menganut sistem civil law. Secara umum ada dua sistem

hukum yang dikenal di dunia, yaitu civil law dan common law.

Pengkatagorian Indonesia sebagai negara penganut sistem hukum civil

law didasarkan pada proses pembentukan hukum yang dilakukan oleh

lembaga legislatif dan eksekutif, sedangkan pada sistem common law

proses pembentukan hukum adalah dari kasus ke kasus, yang biasa

disebut judge made law .

Indonesia sebagai sebuah negara yang menganut sistem

pemerintahan Presidensial (Presidencial system) yang dipimpin oleh

seorang Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala

pemerintahan. Dalam menjalankan sistem pemerintahan sebagai badan

eksekutif Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri yang yang menjalankan

urusan tertentu dalam pemerintahan. Hal ini di telah diatur dalam pasal 17

UUD 1945, yang bunyinya sebagai berikut:

1. Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri negara. 2. Menteri-Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 3. Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam

pemerintahan. 4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementerian

negara diatur dalam undang-undang.

2

Berdasarkan undang-undang diatas maka Presiden dapat memilih

siapa saja yang yang akan mengisi posisi Menteri di sebuah Kementerian

yang dimana tentunya telah memenuhi kapasitas sebagai seorang Menteri

menurut Presiden.

Urusan pemerintahan yang nomenklatur kemeteriannya secara

tegas disebutkan dalam UUD 1945 harus dibentuk dalam satu

Kementerian tersendiri. Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi

urusan Kementerian, Presiden juga dapat membentuk kemeterian

koordinasi. Jumlah keseluruhan Kementerian maksimal 34 Kementerian.

Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan selain yang

nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945

dapat diubah oleh Presiden. Pemisahan, penggabungan, dan

pembubaran Kementerian tersebut dilakukan dengan pertimbangan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kecuali untuk pembubaran Kementerian

yang menangani urusan agama, hukum keamanan, dan keuangan harus

dengan persetujuan DPR.

Sebagian besar Kementerian yang ada sekarang telah mengalami

berbagai perubahan, meliputi penggabungan, pemisahan, pergantian

nama, dan pembubaran (baik sementara maupun permanen). Sepanjang

sejarah Kementerian menggunakan nomenklatur yang berubah-ubah.

Nomenklatur yang digunakan adalah “departemen”, “kantor Menteri

negara”, dan “kantor Menteri koordinator”. Sejak berlakunya UU No.39

3

tahun 2008 dan Perpres No. 47 tahun 2009, seluruh nomenklatur

kementrian dikembalikan menjadi “Kementerian” saja.

Menteri-Menteri yang dipilih dan diangkat bertanggung jawab

langsung kepada Presiden atas kinerjanya dalam membantu Presiden.

Dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan oleh Presiden kepada

Menteri-Menteri maka Presiden mengangkat posisi baru dalam

keorganisasian Kementerian di Indonesia dengan membuat jabatan baru

yaitu posisi Wakil Menteri, Presiden beranggapan dalam Kementerian

tertentu terdapat beban kerja yang lebih, maka dengan itu Presiden

mengeluarkan peraturan untuk mengesahkan jabatan Wakil Menteri

tersebut untuk membantu Menteri dalam menjalankan tugas-tugasnya, hal

ini seperti sesuai dengan Pasal 10 UU Kementerian Negara “Dalam hal

terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus,

Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”.

Jabatan Wakil Menteri sendiri bukan yang pertama kali ada di

Indonesia, sejarah mencatat bahwa posisi Wakil Menteri pernah diadakan

yaitu pada era kabinet Presidensial pertama pasca Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945 (priode 2 September – 14 November

1945), yakni Wakil Menteri Dalam Negeri dan Wakil Menteri Penerangan,

dan jabatan Wakil Menteri pernah diadakan Kementerian (dulu

departemen), seperti Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri Pertanian,

Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Wakil Menteri perhubungan, Wakil

Menteri perdagangan, dan Wakil Menteri Perindustrian.

4

Dengan dimunculkannya posisi Wakil Menteri oleh Presiden

banyak menuai protes, salah satunya mengenai posisi Wakil Menteri yang

menjadikan pemborosan keuangan negara, yang dimana negara harus

mengeluarkan dana lebih untuk menunjang wakil-wakil menteri tersebut,

namun disatu sisi juga posisi wakil menteri banyak memberi keuntungan

dari segi beban kerja yang harus di tanggung seorang Menteri yang

secara langsung bertanggung jawab kepada presiden dan ini juga dapat

mengefektifkan lagi sistem pemerintahan yang menganut sistem

pemerintahan Presidensial.

Setelah reshuffle pada tanggal 18 oktober 2011 terdapat 13 Wakil

Menteri baru dan sebelumnya telah ada 7 Wakil Menteri. Jumlah tersebut

lebih dari setengah jumlah Menteri yang ada, artinya Presiden memiliki

beban kerja yang lebih dalam menjalankan pemerintahan yang telah di

berikan kepada Menteri-Menteri sehingga Presiden menunjuk banyak

Wakil Menteri dalam reshuffle tersebut, bahkan ada beberapa

Kementerian yang memiliki lebih dari satu Wakil Menteri seperti,

Kementerian pendidikan dan kebudayaan Nasional dan Kementerian

keuangan.

Menteri dapat dikatakan sebagai jabatan politik yang diberikan oleh

Presiden kepada koalisi politiknya pada saat terjadi pemilihan umum

terdahulu. Hal ini berdasarkan bahwa para Menteri yang duduk di kursi

Kementerian merupakan dari partai politik yang menjadi koalisi

sebelumnya, dan tidak sedikit yang duduk di Kementerian bukan berasal

5

dari profesional yang mengerti betul akan tugas yang diembannya,

mungkin itulah salah satu alasan mengapa Presiden mengangkat Wakil

Menteri yang ada di beberapa Kementerian tertentu. Selain itu

pengangkatan Wakil Menteri dilakukan oleh Presiden secara langsung,

sama halnya pengangkatan Menteri tersebut, sedangkan Menteri

merupakan anggota kabinet, dan Wakil Menteri merupakan jabatan yang

diisi oleh PNS, ini yang membuat jabatan Wakil Menteri menjadi sebuah

tanda tanya apakah Wakil Menteri merupakan anggota kabinet atau bukan

anggota kabinet.

Dengan pengangkatan Wakil Menteri sekiranya tidak terjadi

tumpang tindihnya kekuasan dan kewenangan dengan Menteri itu sendiri,

Job descripton Wakil Menteri sebagai pembantu Menteri yang

bertanggungjawab langsung kepada Menteri dan sedangkan Wakil

Menteri sendiri ditunjuk dan dipilih oleh Presiden dan bukan oleh Menteri

itu sendiri yang menduduki sebuah jabatan tertentu dalam pemerintahan.

Walaupun pemerintah melalui Presiden telah mengeluarkan Perpres No.

60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, namun tidak menutup kemungkinan

terjadinya perbedaan yang dapat menggangu hubungan kerja antara

menteri dan wakilnya yang berakibat semakin menurunnya keefektifan

Kementerian tersebut.

Dilihat dari segi kewenangannya, jabatan Wakil Menteri bukanlah

jabatan yang strategis. Wakil menteri hanya berhak mewakili menteri dan

tidak punyak hak mengambil keputusan serta hak suara dalam sidang-

6

sidang kabinet. Wakil Menteri adalah subordinasi Menteri karena

kewenangan utama tetap berada di tangan Menteri. Wakil Menteri dapat

dikatakan jabatan birokrasi tertinggi di Indonesia, walaupun secara nyata

seorang wakil menteri harus diberhenti sementara dari tugasnya sebagai

PNS, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan tanpa

persetujuan Menteri. Fenomena ini semakin menguatkan tendensi

dikotomi politik-birokrasi di Indonesia. Jika pemerintah benar-benar ingin

mengefektifkan Kementerian negara dengan membentuk jabatan Wakil

Menteri seharusnya Wakil Menteri juga diberi kewenangan untuk

mengambil keputusan. Namun, kewenangan ini tetap dipegang oleh

Menteri karena pembantu Presiden yang bertugas mengejawantahkan

kebijakan politik Presiden adalah Menteri bukan Wakil Menteri. Akibatnya,

Wakil Menteri hanya menjadi “ban serap” Menteri yang mengkilap.

Fenomena pengangkatan jabatan Wakil Menteri dapat

menimbulkan implikasi politik dan kebijakan dimana Presiden dapat

menambah lagi jabatan Wakil Menteri pada Kementerian yang lain.

Menteri-Menteri yang lain bisa ikut-ikutan meminta kepada Presiden untuk

membentuk jabatan Wakil Menteri pada Kementeriannya. Akhirnya,

struktur Kementerian negara menjadi semakin tambun karena setiap

Kementerian bisa memiliki jabatan Wakil Menteri.

Dengan fungsinya terbatas, jabatan wakil menteri jelas tidak akan

meningkatkan efektifitas kinerja organisasi Kementerian. Jabatan Wakil

Menteri hanya menambah beban keuangan negara, tetapi tidak memiliki

7

fungsi dan peranan yang signifikan. Untuk menjalankan peran mewakili

Menteri dalam sidang-sidang kabinet dan pada forum-forum regional dan

internasional, tidak perlu dibentuk jabatan Wakil Menteri. Presiden dapat

menambahkan fungsi tersebut kepada Sekjen, Dirjen dan Irjen. Jabatan

Wakil Menteri baru dibentuk jika fungsi-fungsi baru tidak bisa dilimpahkan

kepada unit internal organisasi Kementerian.

Selain menuai protes dari bebarapa kalangan mengenai

pengangkatan Wakil Menteri yang berdampak keuangan negara yang

semakin banyak mengalami pengeluaran, protes juga muncul karena

dalam satu Kementerian yang memiliki lebih dari satu Wakil Menteri. Hal

ini semakin membuat masyarakat berasumsi terjadinya pemborosan pada

kebijakan Presiden tersebut, namun kembali lagi bahwa Presiden lebih

mengetahui pada Kementerian mana yang memiliki beban kerja yang

lebih dan Presiden memiliki hak untuk mengangkat Wakil Menteri lebih

dari satu yang bertujuan untuk memajukan kualitas dari pemerintahan itu

sendiri. Posisi Wakil Menteri ini sekaligus menjadi sebuah indikasi bahwa

Menteri-Menteri yang terpilih dan mendapat dampingan dari Wakil Menteri

adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan serta bargaining position

pasti atas tugas yang diembannya. Presiden juga dapat menetapkan

bahwa tidak diperlukannya Wakil Menteri di Kementerian tertentu karena

sudah bisa dibantu oleh sekjen dan deputi Kementerian yang sudah ada

dan terbentuk sebelumnya.

8

Jika melihat ke beberapa negara yang menganut sistem

prsidensial, maka terdapat beberapa negara Eropa yang telah memiliki

posisi jabatan seperti Wakil Menteri, hal ini juga dapat menjadi rujukan

dari pemerintahan saat ini mengapa perlunya mengangkat Wakil Menteri

guna menunjang proses pemerintahan Presidensial saat ini.

Analisis adanya jabatan Wakil Menteri yang diusung kembali ini

dapat di bandingkan sebelum dan setelah masa jabatan Presiden dengan

melihat hasil kinerja pemerintahan dengan ada atau tidaknya posisi Wakil

Menteri yang guna menunjang pemerintahan yang ada, apakah sebuah

keputusan yang tepat ataukah hanya sebuah pemborosan pengeluaran

kuangan untuk membiayai para Wakil Menteri ini yang telah diangkat.

Terlepas dari itu, sebelum ditariknya Perpres No 47 tahun 2009

tentang keorganisasian Kementerian, posisi Wakil Menteri belum ada

pada saat itu, namun dengan adanya perpres nomor 60 tahun 2012

tentang Wakil Menteri maka pencabutan perpres dilakukan, ini berdampak

pada organisasian Kementerian yang dulu seorang dirjen Kementerian

dan sekertaris Menteri beserta jajarannya bertanggung jawab langsung

hanya kepada Menteri saja, ini akan membuat keorganisasian

Kementerian akan memakan cukup waktu untuk beradaptasi dengan

adanya posisi Wakil Menteri yang dimana Wakil Menteri berada dibawah

Menteri, dan Wakil Menteri merupakan jabatan PNS yang sama dengan

para dirjen Kementerian, sekertaris Menteri, dan para jajarannya. Belum

lagi jabatan Wakil Menteri ini tentunya akan memerlukan staf-staf baru

9

yang nantinya akan membantu Wakil Menteri dalam menjalakan tugasnya,

ini yang akan dikhawatirkan akan membawa dampak yang negatif jika

terjadi tumpang tindih kewenangan tugas dan fungsi dalam

keorganisasian Kementerian itu sendiri. Dalam hal ini sebenarnya dapat

diatasi dengan alasan terdapat beban kerja yang lebih, maka Presiden

dapat mengganti Menteri dan jajarannya jika dinilai tidak kompetitif dalam

menjalankan tugas-tugas yang sudah dibebankan, tentunya akan lebih

menghemat dana yang dipersiapkan untuk jabatan Wakil Menteri yang

tentunya tidak sedikit dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun sisa masa

kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Polemik yang muncul kepermukaan adalah pada saat kasus posisi

Wakil Menteri apakah sah secara konstitusiaonal ataukah

inkonstitusiaonal setelah dirapatkan dan disidang oleh mahkamah

konstitusi, dan hasilnya adalah Wakil Menteri merupakan jabatan yang

sah secara konstitusioanal. Setelah adanya putusan mahkamah

konstitusional dengan Putusan no 79/PUU-IX?2011 maka Presiden

menetapkan peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil

Menteri.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengajukan skripsi

dengan judul “ Tinjauan Yuridis tentang Fungsi dan Kedudukan Wakil

Menteri Menurut Perpres No.60 tahun 2012”.

10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas

untuk membatasi pembahasan, maka permasalahan penelitaian

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah fungsi dan kedudukan Wakil Menteri dalam

membantu tugas Menteri ?

2. Apakah Wakil Menteri dapat secara otomatis menggantikan

Menteri, jika Menteri berhalangan sementara atau berhalangan

tetap ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah fungsi dan kedudukan Wakil

Menteri dalam membantu tugas Menteri.

2. Untuk mengetahui apakah Wakil Menteri dapat secara otomatis

dapat menggantikan Menteri, jika Menteri berhalangan sementara

atau berhalangan tetap.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa

kegunaan, adapun kegunaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dapat menjadi bahan pembelajaran dan pengembangan ilmu

hukum khususnya dibidang hukum tata negara.

11

2. Bagi pemerintah penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan

dalam mengambil kebijakan publik terutama dalam sistem

pemerintahan secara umum dan pengangkatan Wakil Menteri

secara khusus.

3. Sebagai referensi dan sumbangsih terhadap penelitian selanjutnya

dalam menyusun karya tulis selanjutnya.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jabatan Pemerintahan

Sesuai dengan keberadaan negara yang menganut konsep welfare

stateI, ruang lingkup kegiatan pemerintahan sangat luas dan beragam.

Keluasan dan keragaman kegiatan administrasi negara ini seiring sejalan

dengan dinamika perkembangan masyarakat yang menuntut berbagai

pengaturan.

Berdasarkan kenyataan ini, Indroharto menyebutkan bahwa ukuran

untuk dapat disebut badan atau pejabat adalah fungsi yang dilaksanakan ,

bukan nama sehari-hari, bukan pula kedudukan strukturalnya dalam suatu

lingkungan kekuasaan dalam negara. Selanjutnya Indroharto

mengelompokan organ pemerintahan itu sebagai berikut.

1. Instansi-instansi resmi pemerintahan yang berada dibawah

Presiden sebagai kepala eksekutif;

2. instansi-intansi dalam lingkungan diluar lingkungan kekuasaan

eksekutif yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

melaksanakan urusan pemerintahan;

3. badan-badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah

dengan maksud untuk melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan;

13

4. instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pihak

pemerintahan dengan pihak swasta yang melaksanakan tugas-

tugas pemerintahan;

5. Lembaga hukum swasta yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan dan sistem perizinan melaksanakan tugas

pemerintahan.

Beberapa jabatan tertentu pada struktur pemerintahan RI

merupakan jabatan politik. Undang-undang no 8 tahun 1974 tentang

pokok kepegawaian tidak menggunakan istilah jabatan politik. Ketentuan-

ketentuan pokok kepegawaian terdahulu, yakni undang-undang nomor 18

tahun 1961 tepatnya pada bagian penjelasan dari pasal satu ternyata

berpendapat bahwa istilah jabatan politik itu. Sastra Djatmika (1964:22)

diartikan sama dengan para pejabat atau pegawai negara, sekalipun

pejabat negara juga diatur didalam undang-undang nomor 8 tahun 1974,

namun pejabat negara tidak dipandang termaksud pegawai negeri . pasal

11 undang-undang nomor 8 tahun 1974 menetapkan bahwa seorang

pegawai negeri yang diangkat menjadi pejabat negara, dibebaskan untuk

sementara, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya

selama menjadi pejabat negara tanpa kehilangan status sebagai pegawai

negeri. Pada bagian penjelasan pasal 11 dari undang-undang nomor 8

tahun 1974 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pejabat negara

ialah :

14

1. Presiden

2. Anggota Badan Permusyawaratan/PerWakilan Rakyat

3. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan

4. Ketua,Wakil ketua, Ketua Muda dan hakim Mahkamah Agung

5. Anggota Dewan Pertimbangan Agung

6. Menteri

7. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang

berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa

penuh.

8. Gubernur kepala daerah

9. Pejabat lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-

undangan

10. Bupati kepala daerah/walikotamadya kepala daerah.

1. Kewenangan

Dalam ilmu hukum tata Negara dan hukum Adminstrasi Negara,

istilah “kekuasaan” dan “wewenang” terkait erat dengan pelaksanaan

fungsi pemerintahan.

Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI), kata “wewenang”

memiliki arti:

a. Hak dan kekuasaan bertindak; kewenangan. b. Kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan

tanggung jawab kepada orang lain. c. Fungsi yang boleh tidak dilaksanakan.

15

Sedangkan “kewenangan” memiliki arti:

1. Hal berwenang

2. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu

Soerjono soekanto menguraikan bahwa berbeda antara kekuasaan

dan wewenang. Kekuasaan adalah bahwa setiap kemampuan untuk

mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan, sedangkan

wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseoarang atau

sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau dapat pengakuan dari

masyarakat.

Menurut Bagirmanan, “kekuasaan” (macht) tidak sama artinya

dengan “wewenang”, kekuasaan menggambarkan hak membuat untuk

tidak membuat. Wewenang berarti hak sekaligus kewajiban. Wewenang

menurut stout adalah keseluruhan atauran-aturan yang berkeadaan

hubungan hukum politik berkenaan dengan perolehan dan penggunaan

wewenang-wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik. Kemudian

Nichkolia memberikan pengertian tentang kewenangan yang berarti

kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu (tindakan yang

dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup timbul

dan lenyapnya akibat hukum tertentu).

Wewenang dalam bahasa Inggris disebut Authority. Kewenangan

adalah otoritas yang dimiliki suatu lembaga untuk melakukan sesuatu atau

tidak melakukan sesuatu. Menurut Roobert Bierttedt, bahwa wewenang

adalah instutionaliszed power (kekuatan yang dilembagakan). Sementara

16

itu, Marriam Budiarjo wewenang adalah kemampuan untuk mempengaruhi

tingkah laku pelaku lain, sehingga tingkah laku terakhir sesuai dengan

keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.

Sementara itu, Marbun memberikan pengertian berbeda antara

kewenangan dan wewenang. Menurutnya kewenangan (authority, gezag)

adalah kekuatan yang diformalkan baik terhadap segolangan orang

tertentu maupun terhadap sesuatu bidang secara bulat. Sedangkan

wewenang hanya mengenai bidang tertentu saja. Dengan demikian,

kewenangan kumpulan dari wewenang-wewenang (rechsbevoegeden).

Menurutnya wewenang adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu

tindakan hukum publik atau kemampuan bertindak yang diberikan oleh

perundang-undangan untuk melakukan hubungan hukum. Sedangkan,

kewenangan dalam konteks penyelengaraan negara terkait pula dengan

paham kedaulatan (suaverewgnity).

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara,(1) atribusi yakni

pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada

organ pemerintah, (2) delegasi yakni pelimpahan wewenang

pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan

lainnya dan (3) mandat yakni kewenagan yang terjadi ketika organ

pemerintahan mengizinkan kewenagannya diljalankan oleh negara lain.

Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan

cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini sangat penting,

17

karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam pengunaan

wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip dalam negara

hukum; “geen bevoedghein zonder verantwoordelijkheid” atau “there is no

authority without responbility” (tidak ada kewenangan tanpa

pertanggungjawaban). Dalam setiap pembagian kewenangan kepada

pejabat pemerintahan tertentu tersirat pertanggungjawaban dari pejabat

yang bersangkutan.

Berdasarkan keterangan diatas , tampak bahwa wewenang yang

diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan

perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintah memperoleh

kewenangan secara langsung dari redaksi dari pasal tertentu dari suatu

peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini atribusi penerimaan

kewenangan dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas

wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab interen dan eksteren

pelaksanaan yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerimaan

wewenang. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun hanya

ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu ke pejabat yang

lainnya. Sementara itu pada mandat, penerima mandat hanya bertindak

untuk dan atas nama pemberi mandat, tanggung jawab akhir keputusan

yang diambil mandataris tetap berada pada pemberi mandat. Hal ini

karena pada dasarnya, penerima mandat ini bukan pihak lain dari pemberi

mandat.

18

2. Fungsi

Pengertian fungsi dalam bahasa Indonesia terkadang disamakan

dengan tugas atau wewenang. Padahal sebenarnya jika ditinjau secara

etimologis nampaklah berbeda, pengertiannya terkadang mengikuti

pengertian operasional sesuai maksud perundang-undangan.

Secara etimologi pengertian fungsi antara lain menurut Kamus

Besar Indonesia (2008:265) fungsi adalah:

a. Jabatan atau pekerjaan yang dilakukan b. Kegunaan suatu hal c. Cara kerja suatu organ tertentu1

Menurut Djokosutono (1982:15)

1. Arti fungsi yang sering dipakai dalam ilmu pasti disini fungsi berarti “tergantung pada” misalnya: y=f(x)(dibaca dengan funsi artinya harga y pada harga x untuk setiap-setiap harga yang kita berikan kepada x akan kita peroleh harga tertentu untuk y.x adalah variebel.

2. Fungsi berarti tugas 3. Fungsi adalah hubungan timbal balik antara bagian dengan

keseluruhan atau antar bagian dengan bagian 4. Fungsi yang diartikan kegunaaan, misalnya fungsi

perekonomian terhadap perkembangan budayaan2.

B. Konsep Negara

Negara merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik.

Didalamnya terdapat hubungan antar rakyat, penguasa dan hukum yang

mengaturnya. Negara memiliki otoritas yang besar dalam mengatur rakyat

untuk kepentingan bersama sehingga negara dapat memaksakan

kekuasaannya kepada rakyat sebagai alat untuk mencapai tujuan

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:265).

2 Djokosutono (1982:15).

19

bersama. Tanpa ada negara yang disepakati oleh rakyat, maka

kekacauan dan anarki akan timbul.

1. Istilah Negara

Istilah negara diterjemahkan dari beberapa kata seperti

steat(bahasa Belanda dan Jerman), state(Bahasa Inggris) dan

l’etat(bahasa Prancis). Kata-kata tersebut sebenarnya diambil dari bahasa

Latin, yaitu status atau statum yang artinya keadaan yang tegak dan tetap.

Kata status atau statum lazim diartikan sebagai standing atau station

(kedudukan) yang di hubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup

manusia sebagaimana diartikan dalam istilah status civitas atau status

republiace.

Istilah lain yang sering dipadankan dengan negara ditemukan juga

di dalam pemikiran hukum dan politik. Sejumlah pemikir telah

menggunakan istilah lo stato yang berasal dari bahasa Italia yang

kemudian menjelma menjadi l’etat dalam bahasa Prancis. Istilah negara

juga ditemukan dalam bahasa Inggris, yaitu the state, dalam bahasa

Jerman dengan der staat dan dalam bahasa Belanda disebut de staat.

Semenjak kata Negara diterima secara umum sebagai pengertian

yang menunjukan organisasi teritorial suatu bangsa yang memiliki

kedaulatan. Negara mengalami berbagai pemahaman tentang hakikat

dirinya. Negara merupakan integrasi dari kekuasaaan politik, negara

adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik, negara adalah agency

(alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur

20

hubungan-hubungan masyarakat dan menertibkan gejala-gejala

kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam

suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap

semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-

tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan

batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan

bersama itu, baik oleh individu dan golongan atau asosiasi maupun oleh

negara sendiri.3

2. Definisi Negara

Aristoteles mendefinisikan negara sebagai sebuah persekutuan

dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan sebaik-baiknya.

Aristoteles merupakan istilah polis untuk negara kota (city state) yang

berfungsi sebagai tempat tinggal bersama warga negara dengan

pemerintahan dan benteng untuk menjaga keamanan dan serangan

musuh. Sedangkan menurut Plato negara adalah entitas yang terdiri atas

bagian-bagian yang saling melengkapi dan saling tergantung dan

bertindak dari bagian-bagian yang saling melengkapi dan bertindak

bersama-sama dalam mengejar tujuan bersama. Dua filosof ini

mendefinisikan negara dalam pengertian subtantifnya dengan tidak

menggandengkan agama. Dengan kata lain, negara dan agama tidak

disatukan, karena negara bukan entitas yang berasal dari Tuhan. Negara

adalah kreativitas dari kebutuhan manusia dalam mengelola

kehidupannya.

3 Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik,hlm.82.

21

Dalam perkembangan lain dimasa klasik, negara sudah

diorentasikan kepada ketuhanan. Negara merupakan entitas yang

berhubungan dengan agama. Karena itulah, pemikir kristiani seperti santo

Agustinus (354-430) menyebut the city of god (Negara Tuhan). Orentasi

integralistik ini merupakan wujud dari pemikiran yang menyatukan agama

dan negara. Harold J. Laski berpendapat negara adalah suatu masyarakat

yang disatukan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa

dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok

manusia yang hidup dan bekerja untuk tercapainya keinginan-keinginan

bersama mereka. Max Webber berpendapat negara adalah komunitas

manusia yang secara sukses memonopoli penggunaaan paksaan fisik

yang sah didalam wilayah tertentu. Mac Iver membuat definisi negara

sebagai asosiasi yang menyelengarakan penertiban didalam suatu

masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang

diselenggarakan oleh suatu masyarakat di mana untuk mencapai maksud

tersebut tersebut diberi kekuasaan memaksa. Definisi lain dikemukakan

oleh H.A. Logemann ia mengartikan negara sebagai organisasi

kekuasaan. Keberadaan negara bertujuan untuk mengatur serta

menyelenggarakan masyarakat yang dilengkapi kekuasaan tertinggi.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pendapat para ahli tentang

definisi negara, seperti Djokosoetono, Soenarko, Miriam Budiarjo. Ketiga

pendapat ini yang kerap dijadikan acuan dalam mendefinisikan negara.

Menurut Djokosoetono, negara diartikan sebagai sebuah organisasi

22

manusia atau sekumpulan manusia. Organisasi tersebut muncul serta

berada dalam sebuah sistem pemerintahan yang sama. Sementara

Soenarko mengkonsepsikan negara diartikan sebagai sebuah

perhimpunan masyarakat yang memiliki daerah tertentu yang didalamnya

terdapat kekuasaan negara yang dipatuhi secara mutlak dan dijadikan

sebagai sebuah kedaulatan.

3. Tujuan dan Fungsi Negara

Negara sebagai entitas masyarakat memiliki tujuan dan fungsinya.

Secara garis besar, negara bertujuan untuk mencapai kebahagiaan bagi

rakyatnya. Negara berfungsi menyelesaikan sengketa, konflik, dan

pemenuhan kehidupan bersama. Negara merupakan alat kepentingan

bersama dalam mencapai kebahagiaan.

Plato menyebutkan bahwa tujuan negara adalah untuk menunjukan

kesusilaan manusia sebagai individu dan sebagai mahluk sosial.

Sebaliknya, Machiavelli berpendapat tujuan negara adalah untuk

memperluas kekuasaan semata-mata dan karena itu disebut negara

kekuasaan.4 Menurut Roger H. Soltau, tujuan negara adalah

memungkinkan rakyat berkembang serta menyelenggarakan daya

ciptanya sebebas mungkin. Menurut Harold J. Laski, tujuan negara adalah

menciptakan keadaan dimana rakyat dapat mencapai keinginan-keinginan

mereka secara maksimal.5

4 Ahmad Sukardja,2012. Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara,hal.59.

5 Ahmad Sukardja.Loc.Cit.

23

C. Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Perkembangan ketatanegaraan Indonesia setelah terjadinya

reformasi nasional sejak tahun 1998 yang kemudian diikuti dengan

terjadinya perubahan (amandemen) UUD 1945 sebanyak 4 kali, yaitu

pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002, telah menyebabkan perubahan

pada konstitusi Indonesia. Perubahan ini disebabkan oleh perkembangan

sejarah ketatanegaraan Indonesia yang terus mengalami dinamika

menuju suatu tatanan pemerintahan Negara Indonesia yang lebih baik.6

Dalam beberapa tahun ini, Indonesia mengalami perubahan

mendasar mengenai sistem ketatanegaraan. Perubahan mendasar

tersebut ialah komposisi dari UUD itu sendiri, yang semula terdiri dari

Pembukaan, Batang tubuh, dan pasal-pasal. Penjelasan UUD 1945 yang

semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak

turut disahkan oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI)

tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi kandungannya sebagian

dimasukkan, diubah, dan ada pula yang dirumuskan kembali dalam pasal-

pasal amandemen.7

Setelah komposisi dari UUD 1945, perubahan yang mendasar

tersebut juga mempengaruhi struktur dan mekanisme struktural organ-

organ negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut

cara berpikir lama. Banyak pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan

kedalam kerangka UUD 1945 itu. Empat diantaranya adalah (a)

6 Yogi Octovianto, Pandangan Mengenai Sistem Ketatanegaraan Indonesia.

7 http ://www.scribd.com akses pada tanggal 21 juni 2012

24

penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan

saling melengkapi secara komplementer; (b) pemisahan kekuasaan dan

prinsip “check and balance”; (c) pemurnian sistem pemerintahan

Presidensial; dan (d) penguatan cita persatuan dan keragaman dalam

wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.8

Perubahan yang signifikan dan mendasar juga terjadi pasca

perubahan UUD 1945. Perubahan tersebut meliputi sistem pelembagaan

dan hubungan antara cabang-cabang kekuasaan negara

(eksekutif,yudikatif dan legislatif), manajemen pemerintahan lokal serta

relasinya dengan pemerintahan pusat di Ibu Kota, jaminan konstitusional

atas hak asasi manusia (HAM), dan berbagai sistem dalam

penyelenggaraan negara seperti pemilihan umum (Pemilu), dan sistem

pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas).9

Menurut UUD 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai

berikut :

a. Bentuk negara adalah negara kesatuan;

b. Bentuk pemerintahan adalah republik;

c. Sistem pemerintahan adalah Presidensil; dan

d. Sistem politik adalah demokrasi atau kedaulatan rakyat.

8 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat

UUD 1945, Makalah disampaikan pada seminar pembangunan hukum Nasional VIII di Denpasar, 14-18 Juli 2003,http://www.Ifip.or,akses tanggal 21 Juni 2012. Hal.1.

9 Winarto Adi Gunawan, Pemakzulan (impeachment) Presiden dalam perspektif Hukum

Tata negara,http://jurnal.pdii.lipi.go.id, akses tanggal 21 Juni 2012.

25

D. Sistem Pemerintahan Presidensial

Menurut UUD 1945, Sistem pemerintahan negara Indonesia adalah

sistem Presidensial. Sistem Presidensial ini pertama kali dikenalkan

kepada dunia oleh Amerika Serikat. Sistem Presidensial yang berlaku dan

diberlakukan di Amerika Serikat, telah berlangsung lebih dari dua ratus

tahun yang lalu. Dalam sistem ini, kedudukan sebagai kepala negara dan

kepala pemerintahan bersatu dalam jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Karena itu, sistem Presidensial tidak mengenal pembedaan dan apalagi

pemisahan antara kedudukan sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan. Yang ada hanya Presiden dan Wakil Presiden masing-

masing ditentukan tugas dan kewenangannya dalam konstitusi ataupun

dalam peraturan perundang-undangan dibawahnya.10

1. Sejarah Singkat Sistem Presidensial

Sejarah sistem pemerintahan Presidensial berawal dari lahirnya

negara baru Amerika Serikat buah dari perjuangan rakyat koloni inggris di

benua Amerika untuk memiliki pemerintahan sendiri lepas dari pusat

kekuasaan, kerajaan Inggris. Perlawanan rakyat tersebut dipicu oleh

perasaan tidak adil masyarakat koloni, yang sebagian besar berasal dari

Inggris, namun hak dan kedudukannya ditempatkan tidak sederajat

dengan hak dan kedudukan penduduk di Inggris. Keinginan rakyat

Amerika sudah tentu berbenturan dengan Inggris yang tidak ingin wilayah

koloninya lepas dari negara Induk. Kehendak mereka untuk merdeka

10

Jimly Assidiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran kekuasaan Dalam UUD 1945 (Yogyakarta:Cet.II,UII Presws,2005).

26

akhirnya harus ditempuh melalui peperangan panjang dan melelahkan

dengan Inggris (1775-1783), yang kala itu adalah „negara adikuasa dan

adidaya‟. Rakyat koloni memenangkan peperangan dan selanjutnya

mereka menyatakan diri merdeka, sebagai Bangsa Amerika.11

Negara Amerika dibentuk berdasarkan prinsip adanya pemerintah

federal (pemerintah pusat) dan pemerintah negara bagian dimana setiap

anggota federasi (negara bagian) sepakat untuk tetap menghargai

eksistensi wilayah masing-masing. Untuk menghindari kesalah pahaman

dan kesalah pengertian, para pendiri Amerika Serikat sepakat bahwa

Konstitusi negara harus tertulis. Setiap pasal dalam konstitusi harus dibuat

secara nyata dan jelas. Kesepakatan yang dihasilkan, seluruhnya dicatat

dalam dokumen tertulis yang merupakan aturan dasar tertulis, yakni

Undang-undang Dasar A.S (1787). Aturan dasar tersebut (UUD A.S)

adalah aturan dasar tertinggi yang merupakan acuan dalam membuat

ketentuan atau aturan selanjutnya (undang-undang). Undang-undang

Dasar Amerika Serikat (UUD A.S) tercatat dalam sejarah sebagai undang-

undang dasar tertulis yang tertua didunia.12

2. Ciri-ciri Sistem Presidensial

Dalam sistem Presidensial, kedudukan sebagai kepala negara dan

kepala pemerintahan itu menyatu dalam jabatan Presiden dan Wakil

Presiden. Karena itu, sistem sistem Presidensial tidak mengenal

11

Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik (Bandugn:fokus Media,2007),Hal.127.

12 M.V Polak, Ictisar Hukum Tatanegara Uni Ameriak Serikat, Sebagaiman dikutip dalam

Buku Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik (Bandung: fokusmedia,2007),hal.129.

27

pembedaan dan apalagi pemisahan antara kedudukan sebagai kepala

negara dan kepala pemerintahan, yang ada hanya Presiden dan Wakil

Presiden yang masing-masing ditentukan tugas dan kewenagannya dalam

konstitusi ataupun dalam peraturan perundang-undangan dibawahnya.

Beberapa ciri yang penting dalam sistem pemerintahan

Presidensial adalah:

a. Masa jabatannya tertentu, misalnya 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun, atau

7 tahun, sehingga Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat

diberhentikan ditengah masa jabatan karena alasan politik. Di

beberapa negara , periode masa jabatan ini biasanya dibatasi

dengan tegas, misalnya, hanya 1 kali masa Jabatan atau hanya 2

kali masa jabatan berturut-turut.

b. Presiden dan Wakil Presiden tidak bertanggung jawab kepada

lembaga politik tertentu yang biasa dikenal sebagai parlemen,

melainkan langsung bertanggung jawab kepada rakyat. Presiden

dan Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dari jabatannya

karena alasan pelanggaran hukum13 yang biasanya di batasi pada

kasus-kasus tindak pidana tertentu yang jika dibiarkan tanpa

pertanggungjawaban dapat menimbulkan masalah hukum yang

serius seperti penghianatan pada negara pelanggaran yang nyata

terhadap konstitusi, dan sebagainya.

13

Dalam UUD 1945 (setelah perubahan) Pasal 7A,pelanggaran hukum yang dimaksud adalah penghianatan terhadap negara, korupsi, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

28

c. Karena itu, lazimnya ditentukan bahwa Presiden dan Wakil

Presiden itu dipilih oleh rakyat secara langsung ataupun melalui

mekanisme perantara tertentu yang tidak bersifat perWakilan

permanen sebagaimana hakikat lembaga parlemen.

d. Dalam hubungannya dengan lembaga parlemen, Presiden tidak

tunduk kepada parlemen, tidak dapat membubarkan parlemen,dan

sebaliknya parlemen juga tidak dapat menjatuhkan Presiden dam

membubarkan kabinet sebagaimana dalam praktik sistem

parlementer.

e. Dalam sistem ini, tidak dikenal adanya pembedaan fungsi kepala

negara dan kepala pemerintahan . Presiden adalah jabatan yang

memegang kedua fungsi tersebut. Sebagai kepala negara,

Presiden adalah simbol representasi negara dan simbol pemersatu

bangsa sementara sebagai kepala pemerintahan, Presiden harus

bertanggung jawab penuh atas jalannya pemerintahan.

Sedenagkan dalam sistem pemerintahan parlementer, pembedaan

dan bahkan pemisahan kedua jabatan kepala negara dan kepala

pemerintahan itu merupakan suatu kelaziman dan keniscayaan.

f. Tanggung jawab pemerintahan berada di puncak Presiden dan

oleh karena itu, Presiden pada prinsipnya yang berwenang

membentuk pemerintahan, menyusun kabinet, mengingat dan

memberhentikan para Menteri serta pejabat-pejabat publik yang

pengangkatannya dan pemberhentiannya dilakukan berdasarkan

29

„polotical appoinment’. Karena itu, dalam sistem ini, biasa dikatakan

„concentration of governing power and responbility upon the

President’. Diatas Presiden, tidak ada institusi lain yang lebih

tinggin kecuali konstitusi. Karena itu, dalam sistem „constitutional

state’, secara politik Presiden dianggap bertanggung jawab kepada

rakyat, sedangkan secara hukum ia bertanggung jawab kepada

konstitusi.14

3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial

Adapun kelebihan dari sistem Pemerintahan Presidensial adalah :

a. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak

tergantung pada parlemen.

b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu

tertentu, misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat

adalah empat tahun, Presiden di Indonesia masa jabatannya

adalah lima tahun.

c. Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan

jangka waktu masa jabatannya.

d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan

eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar anggota parlemen

sendiri.15

14

Jimly asshidiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945 (Yogyakarta ;UII Press,2005),hal.59-61.

15 Azan Sumarwan dan Dianah, Sistem Pemerintahan, http://witantra.wordpress.com,

akses pada tanggal 22 Juni 2012.

30

Sedangkan kekurangan dari sistem pemerintahan Presidensial

yaitu:

1. Kekuasan eksekutif diluar pengawasan legislatif sehingga dapat

menciptakan kekuasaan mutlak.

2. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.

3. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-

menawar dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak

tegas dan memakan waktu yang lama.16

4. Kemungkinan terjadi apa yang ditetapkan sebagai tujuan negara

menurut eksekutif bisa berbeda dari pendapat legislatif. Lagi pula,

pemilihan umum yang diselanggarakan untuk memilih Wakil rakyat

dan untuk memilih Presiden dilakukan untuk masa jabatan yang

tidak sama, sehingga perbedaan pendapat yang timbul pada para

pemilih dapat mempengaruhi sikap dan keadaan lembaga itu

menjadi berlainan.17

4. Kementerian Negara dalam Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam sistem Presidensial, kedudukan Menteri sepenuhnya

tergantung kepada Presiden. Para Menteri diangkat dan diberhentikan

serta bertanggung jawab kepada Presiden. Meskipun demikian, dalam

pelaksanaan tugasnya tentu saja, para Menteri itu membutuhkan

dukungan parlemen agar tidak setiap kebijakannya “dijegal” atau “diboikot”

oleh parlemen. Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa

16

Loc.cit. 17

Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: pusat Studi HTN FH-UI dan CV Sinar Bakti,1998),hal 178-179.

31

para Menteri dalam sistem pemerintahan Presidensial itu

mempersyaratkan kualifikasi yang lebih teknis profesional dari pada politis

seperti dalam sistem parlementer. Dalam sistem Presidensial, yang

bertenaggung jawab adalah Presiden, bukan Menteri, sehingga sudah

seharusnya nuansa pekerjaan para Menteri dalam sistem Presidensial itu

bersifat lebih profesional dari pada politis.

Oleh sebab itu, untuk diangkat menjadi Menteri seharusnya

seseorang benar-benar memiliki kualifikasi teknis dan profesional untuk

memimpin pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Sistem pemerintahan

Presidensial lebih menuntut kabinetnya sebagai kabinet profesional dari

pada kabinet yang berada dalam sistem parlementer yang menonjol sifat

politisnya. Oleh karena itu dalam menetapkan seseorang diangkat

menjadi Menteri sudah seharusnya Presiden dan Wakil Presiden lebih

mengutamakan persyaratan teknis kepemimpinan daripada persyaratan

dukungan politis.

Hal itu dipertegas lagi oleh kenyataan dalam sistem pemerintahan

Presidensial, Menteri itu sendiri adalah pemimpin yang tertinggi dalam

kepemimpinannya di organisasi kementrian yang dipimpinnya. Oleh

karena jabatan Presiden dan Wakil Presiden tergabung fungsi kepala

negara dan kepala pemerintahan secara sekaligus, maka tentunya

Presiden dan Wakil Presiden tidak mungkin terlibat terlalu mendetail

dalam urusan-urusan oprasional pemerintahan sehari-hari. Bahkan, untuk

kepentingan koordinasi, terbukti pula adanya jabatan Menteri senior,

seperti para Menteri koordinator. Maka dari itu, jabatan Menteri untuk

32

masing-masing bidang pemerintahan memang seharunya dipercayakan

sepenuhnya kepada para Menteri yang kompeten di bidangnya masing-

masing.18

Dalam penjelasan UUD 1945 yang sekarang hanya berlaku

sebagai dokumen historis, tercantum uraian bahwa jabatan Menteri itu

merupakan jabatan yang sangat penting. Menteri adalah pejabat tinggi

yang secara nyata bertindak sebagai pemimpin pemerintahan sehari-hari

dalam bidangnya masing-masing. Karena itu, tidak semua orang dapat

bekerja sebagai Menteri jika tidak melengkapi diri dengan sifat-sifat

kepemimpinan dan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk itu.

Jabatan Menteri dalam sistem pemerintahan Presidensial juga

harus dipahami berbeda dari jabatan Menteri dalam sistem pemerintahan

parlementer yang murni bersifat politik. Dalam sistem Presidensil, yang

murni bersifat politik adalah Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan

jabatan Menterinya disamping bersifat politik juga bersifat teknis. Oleh

karena itu, Menteri dalam sistem Presidensil membutuhkan kualifikasi

politik dan sekaligus kualifikasi teknis. Apalagi, Menteri yang akan diserahi

tugas memimpin suatu departemen pemerintahan republik dengan

penduduk besar dan kompleksitas persoalan pembangunan yang

demikian rumit seperti Indonesia, tentulah di perlukan kualifikasi politis

dan teknis yang benar-benar memenuhi syarat kapabilitas (kualifikasi

teknis) dan syarat aksepbilitas (kualifikasi politik) yang tinggi.

18

Jimly asshidiqie,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II (Jakarta:Sekjen dan Kepanitraan MK RI,2006),hal.62-63.

33

Tentang istilah Menteri negara, terdapat kebiasaan untuk

mengartikan seolah Menteri negara itu adalah Menteri yang tidak

memimpin departemen. Seperti, Menteri Negara urusan Badan Usaha

Milik Negara disebut dengan singkatan meneg BUMN, sedangkan Menteri

yang memimpin departemen, seperti Menteri Perhubungan disingkat

dengan istilah Menhub, Menteri Pendidikan Nasional dengan istilah

Mendiknas, dan sebagainya. Namun dalam rumusan ketentuan Pasal 17

ayat (1) dan bahkan dalam judul Bab V UUD 1945 jelas dipakai istilah

Menteri negara dan Kementerian negara untuk pengertian yang bersifat

umum dan berlaku untuk semua menteri. Artinya, semua Menteri adalah

negara. Hanya saja ada yang memimpin departemen atau biasa

diistilahkan dengan Menteri dengan portofolio dan Menteri tanpa

portofolio.

Pembedaan antara keduanya sangat penting karena berkaitan

dengan jangkauan tugas dan wewenang sebagai pejabat publik pembantu

Presiden. Menteri dengan portofolio departemen memiliki perangkat

aparatur pendukung yang menjangkau sampai kelapisan pemerintahan di

daerah melalui aparatur dekonsentrasi di tingkat provinsi dan/atau bahkan

sampai ke tingkat kabupaten/kota. Sedangkan Menteri tanpa portofolio

departemen tidak memiliki jaringan aparatur sampai kedaerah-daerah.

Disamping itu, dalam praktik, dikenal pula adanya Menteri

koordinator dan Menteri muda. Jabatan Menteri muda pernah diadakan

baik di zaman era pemerintahan Presiden Soekarno maupun di zaman

34

pemerintahan Presiden Soeharto. Di zaman pemerintahan Presiden

Abdulrahman Wahid juga pernah diadakan Kementerian Negara urusan

Otonomi Daerah yang pada hakikatnya juga merupakan bentuk lain dari

Menteri Muda seperti di zaman sebelumnya, yaitu Menteri yang terkait

erat tugasnya dan membutuhkan koordinasi dengan Menteri Dalam

Negeri. Sementara itu jabatan Menteri koordinator dari dulu sampai

dengan sekarang selalu diadakan. Jabatan Menteri koordinator ini sesuai

dengan kebutuhan biasanya yang dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu

Menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan, Menteri

koordinator bidang ekonomi dan keuangan, dan Menteri koordinator

bidang kesejahtraan rakyat.19

E. Menteri dan Kementerian Negara

1. Menteri sebagai pimpinan pemerintahan

Ketentuan mengenai Kementerian negara ini ditempatkan tersendiri

dalam bab V Undang-undang Dasar Negara Repoblik Indonesia.

Pengaturan tentang hubungan Presiden dan Menteri menurut UUD 1945

sebelum dan sesudah perubahan pada pokoknya tidak berbeda, hanya

saja karena stuktur ketatanegaraannya sudah berubah secara mendasar.

Sebelum UUD 1945, Bab V tentang Kementerian Negara berisi pasal 17

yang hanya terdiri dari tiga ayat. Terlepas dari perbedaan antara rumusan

asli dan rumusan baru hasil perubahan UUD 1945, yang pertama-tama

mesti dicatat adalah bahwa ketentuan mengenai Kementerian negara ini

19

Jimly Asshiddiqie,2010. pokok-pokok hukum tata negara indonesia pasca reformasi.(hal 369-371).

35

disusun dalam bab yang terpisah, pemisahan ini pada pokoknya,

disebabkan kedudukan Menteri-Menteri negara itu dianggap sangat

penting dalam sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945. Presiden

Republik Indonesia menurut UUD 1945 bukanlah merupakan kepala

eksekutif.

Kepala eksekutif yang sebenarnya adalah Menteri yang

bertanggung jawab kepada Presiden. Oleh sebab itu, dalam penjelasan

UUD 1945 sebelum perubahan dinyatakan bahwa Menteri itu bukanlah

pejabat biasa. Kedudukannya sangat tinggi sebagai pemimpin

pemerintahan eksekutif sehari-hari. Artinya para Menteri itulah pada

pokoknya yang merupakan pemimpin pemerintahan dalam arti yang

sebenarnya di bidang tugasnya masing-masing. Dengan demikian sering

digunakan istilah bahwa para Menteri itu adalah pembantu Presiden,

tetapi mereka itu bukanlah orang atau pejabat sembarangan. Oleh karena

itu, untuk dipilih menjadi Menteri hendaklah sungguh-sungguh

dipertimbangkan bahwa ia akan dapat diharapkan bekerja sebagai

pemimpin pemerintahan eksekutif dibidangnya masing-masing secara

efektif untuk melayani kebutuhan rakyat akan pemerintahan yang baik.20

Sistem pemerintahan Presidensial yang dibangun hendaklah

didasarkan atas pemikiran bahwa Presiden berhak mengangkat dan

memberhentikan Menteri negara untuk mendukung efektifitas kinerja

pemerintahannya guna melayani sebanyak-banyaknya kepentingan

rakyat. Penyusunan kabinet tidak boleh didasarkan atas logika sistem

20

Jimliy Asshidiqqie,2010,Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,Sinar Grafika,hlm.147-148.

36

parlementer yang dibangun atas dasar koalisi antar partai politik

pendukung Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, sesorang

dipilih dan dianggkat oleh Presiden untuk menduduki jabatan Menteri

harus didasarkan atas kriteria kecakapannya bekerja, bukan karena

pertimbangan jasa politiknya ataupun imbalan terhadap dukungan

kelompok partai politik terhadap Presiden. Artinya jabatan Menteri negara

menurut ketentuan pasal 17 UUD 1945 haruslah diisi berdasarkan merit

system. Itulah konsekuensi dari sitem pemerintahan Presidensial yang

dianut UUD 1945. Dengan demikian kekuasaan para Menteri negara itu

benar-benar bersifat meritrokaratis (meritrocracy), sehingga dalam

memimpin Kementerian yang menjadi bidang tugasnya, para Menteri itu

dapat pula diharapkan bekerja menurut standar-standar yang bersifat

meritrokratis juga.

Sebagai pemegang amanat jabatan politik (political appointee),

para Menteri negara tidak boleh memaksakan aspirasi politik suatu partai

politik kedalam sistem birokrasi Kementerian yang dipimpinnya. Tugasnya

adalah untuk menjabarkan program kerja Presiden selama lima tahun di

bidangnya masing-masing berdasarkan aturan perudang-undangan yang

berlaku.

Dalam rangka pelaksanaan segala peraturan perundang-undangan

tersebut, birokrasi Kementerian negara yang dipimpin oleh Menteri harus

dijamin bebas (secured from politics) dari pengaruh kepentingan politik.

Birokrasi negara demokrasi terutama dalam pengisian jabatan-jabatan

administratif di dalamnya, harus benar-benar dibebaskan dari berbagai

37

kemungkinan pertarungan kepentingan politik. Jangan sampai dinamika

politik pergantian kekuasaan antarpresiden dan antarpartai menyebabkan

birokrasi menjadi goncang karena para pejabatnya datang dan pergi

sesuai kepentingan para Menteri sebagai pembantu Presiden yang

berkuasa.21

2. Organisasi Kementerian Negara

Dalam penyempurnaan pasal 17 UUD 1945 terkandung pengertian

bahwa Menteri-Menteri negara tidak harus selalu memimpin organisasi

departemen. Sebagaimana telah terbukti dalam praktik selama masa

pemerintahan Orde baru, beberapa jabatan Menteri diadakan, meskipun

tidak memimpin departemen. Kementerian-Kementerian tanpa portofolio

departemen diadakan sesuai dengan kebutuhan, yang lazimnya disebut

dengan istilah Menteri negara, seperti Menteri negara urusan BUMN,

Menteri negara urusan pemuda dan olahraga, Menteri negara urusan

pemberdayaan perempuan, dan sebagainya. Selain itu dalam praktik

selama ini, juga biasa diadakan jabatan Menteri koordinator, yaitu bidang

politik dan keamanan, bidang ekonomi dan keuangan, dan bidang

kesejahteraan rakyat. Baik Menteri negara maupun Menteri koordinator

biasanya tidak memimpin departemen yang mempunyai jangkauan

birokrasi sampai ke daerah-daerah, melainkan hanya memimpin suatu

kantor Kementerian tingkat pusat saja. Bahkan, baik di masa

pemerintahan soeharto pernah diadakan pula jabatan Menteri muda ,

21

Jimlly Asshidiqqie,2010,Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,Sinar Grafika,Jakarta timur,hlm.149.

38

disamping Menteri departemen, Menteri negara tanpa portopolio dan

jabatan Menteri koordinator.22

3. Tiga Menteri Triumvirat

Selain Menteri dan Kementerian negara pada umumnya

sebagaimana sudah diuraikan diatas, perlu dicatat bahwa adanya tiga

Menteri yang biasa disebut dengan Menteri Triumvirat. Ketiga jabatan

Menteri Triumvirat itu adalah Menteri luar negeri (Menlu), Menteri dalam

negeri (Mendagri),dan Menteri Pertahanan (Menpan) sebagai mana diatur

dalam pasal 8 ayat (3) UUD 1945. Menurut ketentuan pasal 8 ayat (3) ini,

apabila terdapat kekosongan dalam jabatan Presiden dan Wakil Presiden

secara bersamaan, maka tugas kePresidenan dipegang untuk sementara

waktu oleh tiga Menteri secara bersama-sama, yaitu Menteri luar negeri,

Menteri dalam negeri, dan Menteri Pertahanan sampai terpilihnya

Presiden dan Wakil Presiden yang baru.23

F. Landasan Konstitusional Pengangkatan Wakil Menteri

Pengangkatan Wakil Menteri didasarkan oleh beberapa UU dan

Perpres. Hal itu yang membuat Presiden melakukan pengangkatan Wakil

Menteri secara konstitusional, dimana sebelumnya inskontitusional oleh

Mahkamah Konstitusi.24

Landasan hukum diangkatnya Wakil Menteri adalah pasal 4 ayat 1

UUD 1945 yaitu “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan

22

Loc.cit. 23

Loc.cit. 24

Putusan Nomor 79/PUU-XI/2012,Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

39

pemerintahan menurut undang-undang dasar”, pasal 10 undang-undang

nomor 39 tentang Kementerian Negara yang berbunyi “Dalam hal terdapat

beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden

dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Dan yang

paling terakhir keluar dan mencabut dan dinyatakan tidak berlaku (1)

Perpres nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi

Kementerian Negara; (2) Perpres nomor 76 tahun 2011 tentang

perubahan atas perubahan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang

Pembentukan dan organisasi Kementerian Negara; (3) peraturan Presiden

Nomor 91 tahun 2011 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden

nomor 47 tahun 2009 tentang Kementerian Negara; yaitu Perpres Nomor

60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri.

Didalam perpres nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri

terdapat materi muatan yang lebih spesifik mengenai tugas yang akan

dilakukan Wakil Menteri tersebut dan koordinasi antara Menteri dan

Wakilnya sehingga dapat dengan jelas kerja sama antara Menteri dan

Wakil Menteri.

G. Pendapat Para Ahli tentang Asas Pengangkatan Wakil Menteri

Pro dan kontra terjadi pada saat Presiden mengangkat dan

melantik jabatan Wakil Menteri. Ini membuat para ahli mengemukakan

pendapat masing-masing tentang kebijakan pemerintah mengangkat

Wakil Menteri sesuai perundang-undangan yang berlaku, berikut

merupakan pendapat beberapa ahli adalah:

40

1. Yusril Izha Mahendra

a. Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Presiden dibantu oleh

Menteri-Menteri negara, tidak ada norma yang menyebutkan

keberadaan Wakil Menteri bahkan pada saat rancangan

Undang-Undang yang diserahkan kepada Presiden pada tahun

2007 keberadaan jabatan Wakil Menteri tidak ada dalam draf.

b. Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono, Ahli menilai bahwa Wakil Menteri tidak mempunyai

tugas yang jelas sehingga ahli berpendapat bahwa adanya

jabatan Wakil Menteri adalah tindakan yang mubazir dan

berlebihan dari Pemerintah.

c. Bahwa Pembentukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008

tentang Kementerian Negara oleh Dewan PerWakilan Rakyat

tidak sesuai dengan perintah Pasal 17 ayat (4) UUD 1945.

2. Margarito Kamis

a. Bahwa secara substansial, jabatan-jabatan yang diciptakan oleh

Bung Karno dengan jawaban Wakil Menteri pada saat ini

memiliki kemiripan dalam substansial yang dipersoalkan

kontitusionalitasnya tidak diatur dalam UUD 1945;

b. Bahwa Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie anggota tim ahli bidang

hukum, orang yang pertama kali mengusulkan ayat ini dengan

dasar dan harapan yang jelas yaitu mencegah siapapun yang

menjadi Presiden nantinya tidak akan membentuk,

menggabungkan, dan membubarkan Kementerian seenaknya.

41

c. Untuk menghindari kesan setiap kali membentuk Kementerian,

setiap kali pula itu diperlukan undang-undang, maka Affandi dari

TNI Polri secara tegas menyarankan perubahan frasa

ditetapkan dengan undang-undang, diganti dengan frasa diatur

dalam Undang-Undang. Nalarnya, nilai instriksinya dan makna

normatif Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 adalah perintah kepada

DPR dan Presiden membentuk undang-undang yang mengatur

syarat-syarat pembentukan, pengubahan, dan pembubaran

Kementerian. Bukan mengatur organisasi Kementerian, apalagi

menciptakan jabatan Menteri bahkan Wakil Menteri.

d. Bahwa ruang Presiden semakin kokoh tidak adanya ketentuan

pasal yang mengatur mengenai syarat-syarat seseorang dapat

diangkat menjadi Wakil Menteri, tidak ada kualifikasi jabatan

apakah Wakil Menteri merupakan jabatan struktural atau

jabatan fungsional, serta tidak ada norma yang mengatur

mengenai cara pemberhentian Wakil Menteri.

3. Maruar Siahaan.

a. Pasal 17 UUD 1945 cantelannya merupakan wewenang

Presiden dengan suatu diskresi yang luas. Kita mau keberatan

terhadap diskresinya karena Presiden sebagai seorang

pemimpin yang diberi mandat untuk mengangkat Menteri,

Presiden menafsirkan lebih lanjut;

b. Dipenjelasan dikatakan bahwa konstitusi bukan hanya yang

tertulis. Konvensi dari sejarah negara Indonesia ada

42

nomenklaturnya Menteri muda, Menteri koordinator yang

sampai sekarang diterima;

4. Miftah Thoha

a. Jabatan Wakil Menteri yang sekarang mulai dipakai lagi oleh

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 bukanlah merupakan

hal baru bagi susunan kabinet di bawah UUD 1945. Keberadaan

jabatan Wakil Menteri dalam kabinet berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan Presiden perlu adanya jabatan

Wakil Menteri. Pengisian atau penunjukkan jabatan Wakil

Menteri sangat tergantung Presidennnya, apakah mau diisi oleh

orang politik atau dari PNS, pengusaha, dan mantan Jenderal

tentara. Semua itu karena diskresi dan kewenangan Presiden

dan kabinet Presidensil.;

b. Jika kewenangan dan diskresi ini dipergunakan oleh Presiden

dalam membuat kebijakan dalam pandangan ilmu administrasi

negara sudah sepantasnya dilakukannya. Maka Presiden tidak

dapat disalahkan atau dibenturkan dengan konstitusi karena

hakekatnya Presiden juga menjalankan perintah Undang-

Undang. Dengan demikian mempersoalkan kewenangan dan

diskresi Presiden dalam menyusun dan menunjuk anggota

kabinet presindensil, dalam rangka menjalankan pemerintah

yang sesuai dengan Undang-Undang;

c. Bahwa Wakil Menteri adalah political appointees yang dapat

berasal dari kekuatan politik, sosial, atau kekuatan lainnya.

43

Dengan demikian political appointees, Presiden mempunyai

diskresi untuk memilihnya secara demokratis memberikan

kesempatan apakah pegawai negeri sipil maupun kekuatan

politik lainnya, termasuk calon pengusaha.

5. Prof. Dr. HM. Laica Marzuki, S.H

a. Pasal 10 UU 39/2008 selain memuat hal kewenangan (de

bevoegheden) guna mengangkat dan menempatkan Wakil

Menteri, juga terutama memberikan kekuasaan diskresi

(discretionnary power, pouvoir discretionnaire), baginya, kapan

dan dalam hal apa Wakil Menteri diangkat dan ditempatkan

pada suatu Kementerian tertentu;

b. Frasa “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan

penanganan secara khusus...” pada Pasal 10 UU 39/2008,

menunjukkan pemberian kekuasaan diskresi kepada Presiden

guna dapat mengangkat dan menempatkan Wakil Menteri pada

suatu Kementerian tertentu. Hanya dalam hal terdapat beban

kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden

secara diskresi mengangkat dan menempatkan Wakil Menteri

pada suatu Kementerian tertentu.

6. Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S

a. Dalam menjalankan roda pemerintahan Presiden mempunyai

tanggung jawab yang amat besar. Hal ini nampak pada

banyaknya kewenangan yang melekat pada jabatan Presiden

44

yang diberikan oleh konstitusi meskipun setelah amandemen

kewenangan itu telah dikurangi agar tidak terjadi konsentrasi

kekuasaan di tangan Presiden. Tetapi dalam kenyataan rakyat

selalu membebankan kegagalan atau keberhasilan

pemerintahan itu terutama ada pada Presiden, tidak pada

lembaga-lembaga negara lainnya;

b. Dalam menafsirkan dan menjabarkan Pasal 17 UUD 1945

tidaklah hanya semata-mata melihatnya secara eksplisit, tetapi

perlu juga melalui perspektif yang lain yaitu lebih luas dari itu.

Dalam hal tidak diatur secara eksplisit tentunya Presiden dalam

rangka upaya untuk menjalankan roda pemerintahan yang

berdaya guna dan berhasil guna harus pula diberi keleluasaan

untuk membentuk jabatan-jabatan lain (jabatan Wakil Menteri)

asal tidak bertentangan dengan Pasal 17 itu sendiri;

c. Pada waktu membaca teks (norma) yang terkandung di dalam

Pasal 17 UUD 1945, tidak dapat hanya membaca bunyi kata-

kata pasal tersebut, melainkan membacanya secara filosofis,

atau yang disebut oleh Ronald Dworkin sebagai moral reading.

Konstitusi lebih dari hanya sekedar hukum tertulis, UUD adalah

perjanjian luhur dari bangsa ini, sehingga UUD lebih merupakan

dokumen moral luhur suatu bangsa. UUD tidak bersifat semata-

mata kuantitatif tetapi kualitatif, tidak begitu konkrit dan riil tetapi

lebih bersifat umum (general-pokok-pokok saja) dan pengaturan

lebih lanjut diserahkan produk hukum di bawahnya yang harus

mendapat persetujuan rakyat;

45

7. Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh

a. Sebuah teks peraturan perundang-undangan harus

diinterprestasi tidak hanya secara yuridis, sosiologis, bahkan

antropologis. Karena sebuah teks dalam peraturan perundang-

undangan sangat terkait dengan konteks yang dinamis dan

multiinterpretic;

b. Sejalan dengan pendekatan hermeneutic phenomenology

tersebut, membaca UUD tidak dapat hanya dilakukan dengan

membaca kata-kata atau teks UUD saja, tetapi harus disertai

dengan pendalaman maknanya dan membacanya secara

filosofis atau meminjam istilah Ronald Dworekin dengan

sebutan the moral reading of constitution.

c. Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan beratnya

tanggung jawab, kewajiban, maupun untuk melaksanakan hak-

haknya di dalam penyelenggaraan pemerintahan, Presiden

berhak membentuk organ-organ pemerintahan lain yang berada

dalam tubuh birokrasi;

8. Adnan Buyung Nasution

a. Bahwa janganlah berpikir secara sempit seolah-olah di dalam

Undang-Undang Dasar tidak ada di sebut ada Wakil Menteri

bahwa hal yang menjadi dipertentangkan atau suatu

penyimpangan. Bahwa pelaksanaan yang justru diperkokoh

dalam Undang-Undang Kementerian Negara.

b. Ahli tidak melihat kerugian konstitusional Pemohon.25

25

Putusan sidang nomor 79 /PUU-IX/2011 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Perlu dinyatakan bahwa studi yang di lakukan dalam penelitian ini

bersifat kepustakaan. Yaitu dilakukan dengan mengkaji secara kritis

bahan-bahan kepustakaan seperti bahan-bahan berupa kitab perundang-

undangan, buku-buku, jurnal-jurnal, dan bahan-bahan terkait dengan

objek penelitian.

Penelitian ini bersifat deskriptif yuridis, ditentukan demikian karena

disandarkan kepada argumen yaitu penelitian mencoba mendekati

masalah yang hendak diteliti dengan menelaah secara mendalam,

landasan-landasan teoritis tentang pengangkatan Wakil Menteri yang

pernah dikemukakan para ahli, dalam bingkai ketatanegaraan.

B. Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data

sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan

mencermati literatur-literatur, artikel-artikel serta bahan-bahan yang erat

kaitannya dengan penulisan ini. Data sekunder yang dimaksudkan penulis

adalah:

1. Bahan hukum primer, seperti peraturan perundang-undangan.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa literatur-literatur hukum yang

terdiri dari buku-buku, jurnal, majalah-majalah, karya tulis ilmiah,

maupun media internet yang berkaitan dengan penulisan ini.

47

3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa kamus artikel-artikel.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian

ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu teknik

pengumpulan data dengan cara menulusuri literatur, artikel-artikel,

peraturan perundang-undangan, buku-buku, internet, pendapat para

sarjana dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penulis ini.

D. Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan

kepustakaan. Bahan-bahan tersebut merupakan data yang diolah dengan

cara mengumpulkan, menyeleksi dan mengklarifikasinya secara yuridis,

sistematis dan logis. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif

dalam arti data dianalisis secara kualitatif. Maksudnya data yang

dikumpulkan tersebut diklarifikasi dan diseleksi untuk dicari data

khususnya yaitu yang berkaitan dengan objek penelitian. Dengan

demikian dapat membantu penulis.

48

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Fungsi dan Kedudukan Wakil Menteri Dalam Membantu Tugas

Menteri

Presiden dalam menjalankan fungsinya sebagai kepala negara dan

kepala pemerintahan dapat dibantu dengan Menteri yang ditunjuk dan

diangkat langsung Presiden. Menteri tersebut menjalankan tugas yang

telah diberikan sesuai dengan Kementerian yang dipimpinnya. Seperti

didalam proses berlangsungnya pemerintahan baik di Indonesia atau

negara lain yang menganut sistem pemerintahan Presidensial

(Presidencial system) Menteri bertanggung jawab langsung kepada

Presiden sebagai orang yang telah ditunjuk untuk mengemban tugas-

tugas negara. Dengan menjalankan tugas Kementerian, Menteri di dukung

pejabat didalam Kementerian tersebut, yang dimana terdiri atas Sekretaris

Jendral, Direktorat Jendral, Inspektorat Jendral, badan dan/atau pusat,

serta Menteri itu sendiri sebagai pemimpin didalam sebuah Kementerian,

hal ini berdasarkan UU No.39 tahun 2008 pasal 9 tentang Kementerian

Negara yang berbunyi:

“susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana di maksud dalam pasal 5 ayat (1) terdiri atas unsur: a. Pemimpin, yaitu Menteri b. Pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jendral c. Pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jendral d. Pengawas, yaitu inspektorat jendral e. Pendukung, yaitu badan/atau pusat, dan f. Pelaksanaan tugas pokok di daerah dan/atau perWakilan luar

negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

49

Pelaksanaan didalam beberapa Kementerian tertentu di Indonesia

sekarang ini diisi juga dengan jabatan yang jika di lihat dari sejarah

(history) pemerintahan sejak merdeka tahun 1945 pernah terjadi hal yang

serupa yaitu adanya jabatan didalam Kementerian posisi Wakil Menteri

sebagai pembantu tugas-tugas yang diemban Menteri. Presiden dengan

berdasarkan UU No.39 tahun 2008 pasal 10 yang berbunyi “Dalam hal

terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus,

Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”,

Presiden dalam hal ini melihat bahwa ada beberapa Kementerian yang

membutuhkan penanganan yang lebih khusus untuk menjalankan

tugasnya maka Presiden menunjuk dan mengangkat para Wakil Menteri di

dalam Kementerian tertentu. Dengan adanya kebijakan Presiden seperti

ini mengangkat Wakil Menteri menuai banyak pro dan kontra dari para

pakar hukum baik didalam pemerintahan maupun diluar pemerintahan,

menurut Prof.Dr.HM. Laica Marzuki,S.H sebagai saksi ahli dalam putusan

Mahkamah konstitusi dengan putusan nomor 79/PUU-IX/2011

menyatakan bahwa:

a. Pasal 10 UU 39/2008 selain memuat hal kewenangan (de bevoegheden) guna mengangkat dan menempatkan Wakil Menteri, juga terutama memberikan kekuasaan diskresi (discretionnary power, pouvoir discretinnaire), baginya, kapan dan dalam hal apa Wakil Menteri diangkat dan ditempatkan pada suatu Kementerian tertentu;

b. Frasa “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus...” pada pasal 10 UU 39/2008, menunjukan pemberian kekuasaan diskresi kepada Preaiden guna dapat mengangkat dan menempatkan Wakil Menteri pada suatu Kementerian tertentu. Hanya dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penaganan secara khusus, Presiden secara diskresi mengangkat dan menempatkan Wakil Menteri pada suatu Kementerian tertentu.

50

Menurut Arief Hidayat dalam putusan yang sama berpendapat

bawha:

a. Dalam menjalankan roda pemerintahan Presiden mempunyai tanggung jawab yang amat besar. Hal ini nampak pada banyaknya kewenagan yang melekat pada jabatan Presiden yang di berikan oleh konstitusi meskipun setelah amandemen kewenagan itu telah dikurangi agar tidak terjadi konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden. Tetapi dalam kenyataan rakyat selalu membebankan kegagalan atau keberhasilan pemerintah itu terutama ada pada Presiden, tidak pada lembaga-lembaga negara lainnya;

b. Dalam menafsirkan dan menjabarkan pasal 17 UUD 1945 tidaklah hanya semata-mata melihatnya secara eksplisit, tetapi perlu juga melalui perspektif yang lain yaitu lebih luas dari itu. Dalam hal tidak diatur secara eksplisit tentunya Presiden dalam rangka upaya untuk menjalankan roda pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna harus pula diberi keleluasaan untuk membentuk jabatan-jabatan lain (jabatan Wakil Menteri) asal tidak bertentangan dengan pasal 17 itu sendiri;

c. Pada waktu membaca teks (norma) yang terkandung didalam pasal 17 UUD 1945, tidak dapat hanya membaca bunyi kata-kata pasal tersebut, melainkan membacanya secara filosofis, atau yang disebut Ronald Dworkin sebagai moral reading. Konstitusi lebih dari hanya sekedar hukum tertulis, UUD adalah perjanjian luhur dari bangsa ini, sehingga UUD lebih merupakan dokumen moral luhur suatu bangsa. UUD tidak bersifat semata-mata kuantitatif tetapi kualitatif, tidak begitu konkrit dan rill tetapi lebih bersifat umum (general-pokok-pokok saja) dan pengturan lebih lanjut diserahkan produk hukum di bawahnya yang harus mendapat persetujuan rakyat;

Apabila dilihat pendapat tadi maka kita dapat menyimpulkan bahwa

saksi ahli sependapat dengan kebijakan yang dilakukan oleh Presiden.

Namun hal yang kontra di tujukan oleh saksi ahli lainnya dalam putusan

Mahkamah Konstitusi putusan nomor 79/PUU-IX/2011 yaitu Yusril Izha

Mahendra yang berpendapat bahwa:

a. Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri negara, tidak ada norma yang menyebutkan keberadaan Wakil Menteri bahkan pada saat rancangan undang-

51

undang yang diserahkan kepada Presiden tahun 2007 keberadaan jabatan Wakil Menteri tidak ada dalam draf.

b. Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ahli menilai bahwa Wakil Menteri tidak mempunyai tugas yang jelas sehingga ahli berpendapat bahwa adanya jabatan Wakil Menteri adalah tindakan yang mubazir dan berlebihan dari Pemerintah.

c. Bahwa Pembentukan undang-undang nomor 39 tahun 20008 tentang Kementerian Negara oleh Dewan PerWakilan Rakyat tidak sesuai dengan perintah pasal 17 ayat (4) UUD 1945.

Dengan adanya beberapa pendapat dari para saksi ahli mengenai

jabatan Wakil Menteri, penulis berpendapat bahwa jabatan Wakil Menteri

merupakan jabatan yang sah hasil dari kekuasaan yang diberikan oleh

konstitusional kepada Presiden,Wakil Menteri sendiri juga harus lebih

mengefisienkan tugas-tugas meteri yang sebagai pemimpinnya agar

jalannya sistem pemerintahan untuk memajukan kinerja dari sebuah

Kementerian, tentunya dalam hal ini Presiden sebagai pemilik

kewenangan yang lebih mengetahui pada Kementerian mana saja yang

sangat memerlukan penanganan secara khusus.

Kementerian pada kabinet sekarang ini adalah 34 Kementerian dan

19 Wakil Menteri, yang terdiri dari 3 Menteri koordinator, 31 Menteri,dan

19 Wakil Menteri, yaitu :

1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan: Marsekal TNI Purn Djoko Suyanto

2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian: Hatta Rajasa 3. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat: Agung

Laksono 4. Menteri Sekretaris Negara: Sudi Silalahi 5. Menteri Dalam Negeri: Gamawan Fauzi 6. Menteri Luar Negeri: Marty Natalegawa 7. Menteri Pertahanan: Purnomo Yusgiantoro 8. Menteri Hukum dan HAM: Amir Sjamsuddin 9. Menteri Keuangan: Agus Martowardjojo

52

10. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral: Jero 11. Menteri Perindustrian: MS Hidayat 12. Menteri Perdagangan: Gita Wirjawan 13. Menteri Pertanian: Suswono 14. Menteri Kehutanan: Zulkifli Hasan 15. Menteri Perhubungan: EE Mangindaan 16. Menteri Kelautan dan Perikanan: Tjitjip Sutardjo 17. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi: Muhaimin Iskandar 18. Menteri Pekerjaan Umum: Djoko Kirmanto 19. Menteri Kesehatan: Nafsiah Mboy (menggantikan Endang

Rahayu yang meninggal 12 mei 2012) 20. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: M Nuh 21. Menteri Sosial: Salim Segaf Aljufrie 22. Menteri Agama: Suryadharma Ali 23. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Mari Elka Pangestu 24. Menteri Komunikasi dan Informatika: Tifatul Sembiring 25. Menteri Negara Riset dan Teknologi: Gusti Mohammad Hatta 26. Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM: Syarifudin Hasan 27. Menteri Negara Lingkungan Hidup: Beerth Kambuaya 28. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak: Linda Agum Gumelar 29. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi: Azwar Abubakar 30. Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal: Helmy Faisal

Zaini 31. Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas: Armida Alisjahbana 32. Menteri Negara BUMN: Dahlan Iskan 33. Menteri Negara Perumahan Rakyat: Djan Faridz 34. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga: Andi Mallarangeng

Daftar nama-nama Wakil Menteri :

1. Wakil Menteri Pertanian: Rusman Heriawan. 2. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang

Kebudayaan: Wiendu Nuryanti 3. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan:

Musliar Kasim 4. Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi: Eko Prasodjo 5. Wakil Menteri Keuangan: Mahendra Siregar (sebelumnya

menjabat sebagai Wakil Menteri Perdagangan) 6. Wakil Menteri Perdagangan: Bayu Krisnamurthi (sebelumnya

menjabat sebagai Wakil Menteri Pertanian) 7. Wakil Menteri BUMN: Mahmuddin Yasin (sebelumnya menjabat

sebagai Sekretaris Kementerian BUMN) 8. Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron

53

9. Wakil Menteri Luar Negeri Wardana 10. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Sapta Nirwandar 11. Wakil Menteri ESDM: Rudi Rubiandini (menggantikan

Widjajono Partowidagdo yang meninggal pada 21 April 2012) 12. Wakil Menteri Agama: Nasaruddin Umar 13. Wakil Menteri Hukum dan HAM: Denny Indrayana 14. Wakil Menteri Pertahanan: Sjafrie Sjamsoeddin 15. Wakil Menteri Perindustrian: Alex Retraubun 16. Wakil Menteri Perhubungan: Bambang Susantono 17. Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional: Lukita

Dinarsyah Tuwo 18. Wakil Menteri Keuangan: Anny Ratnawati 19. Wakil Menteri Pekerjaan Umum: Hermanto Dardak.

1. Fungsi dan Tugas Wakil Menteri menurut Perpres No.60 tahun 2012

Setelah pro dan kontra dimunculkannya posisi Wakil Menteri oleh

Presiden, maka dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa posisi Wakil

Menteri ada Konstitusional maka Presiden menerbitkan dan menetapkan

Perpres (Peraturan Presiden) tentang Wakil Menteri yaitu Perpres No 60

tahun 2012. Dalam Perpres tersebut telah memuat pasal yang mengatur

secara garis besar tugas-tugas Wakil Menteri dalam membantu tugas

Menteri, dengan adanya Perpres ini membuat kecendrungan adanya

tumpang tindih dalam menjalankan tugasnya masing-masing dapat

teratasi walaupun tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat terjadi.

Pasal yang mengatur tentang tugas Wakil Menteri yaitu pasal 2, pasal 3,

pasal 9 dan pasal 12 sebagai berikut:

Pasal 2

1. Wakil Menteri mempunyai tugas dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian.

2. Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), meliputi:

54

a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan Kementerian; dan

b. Membantu Menteri dalam mengkoordinasi pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian.

Pasal 3

Rincian tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, meliputi: a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan keputusan

Kementerian; b. Membantu Menteri dalam melaksanakan program kerja dan

kontrak kerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri

berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian; d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan

tugas dan fungsi Kementerian; e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian

jabatan di lingkungan Kementerian; f. Melaksanakan pengendalian reformasi birokrasi di lingkungan

Kementerian; g. Mewakili Menteri pada acara tertentu dan/atau memimpin rapat

sesuai dengan penugasan Menteri; h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus

yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri. Pasal 9

1. Dalam melaksanakan tugasnya Wakil Menteri secara administratif didukung oleh Sekretaris Jendral/Sekretaris Kementerian.

2. Dalam melaksanakan tugasnya Wakil Menteri secara teknis didukung oleh Direktorat Jendral, Deputi, Inspektorat Jendral/Inspektorat Kementerian, Badan dan Pusat di lingkungan Kementerian.

Pasal 12

1. Wakil Menteri melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan para Pejabat eselon I di lingkungan Kementerian.

2. Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Wakikl Menteri berwenang mengadakan rapat dengan para pejabat di lingkungan Kementerian.

55

2. Penjabaran kedudukan Wakil Menteri dalam Perpres No. 60 tahun 2012

Sebelum adanya jabatan Wakil Menteri struktur keorganisasi di

dalam Kementerian menurut UU No.39 tahun 2008 pasal 9 tentang

Kementerian negara mengatur tentang keorganisasi Kementerian, namun

dengan adanya Wakil Menteri perlu ditambhakannya isi pasal tersebut

dengan posisi Wakil Menteri tersebut dalam keorganisasian Kementerian.

Pada UU No. 60 tahun 2012 menjelaskan bahwa posisi Wakil Menteri itu

berada di bawah Menteri dan bertanggung jawab kepada Menteri. Struktur

keorganisasian Kementerian pada UU No 39 tahun 2008 dibawah Menteri

tidak terdapat Wakil, tapi langsung diisi jabatan Sekertaris Jendral,

Direktorat Jendral, Inspektorat Jendral. Jabatan-jabatan diatas sekarang

menurut Perpres No.60 tahun 2012 di bawah posisi Menteri terdapat

Wakil Menteri yang jabatan di bawah Wakil Menteri itu juga selain

bertanggung jawab kepada Menteri juga bertanggung jawab kepada Wakil

Menteri selaku Pembantu tugas dan fungsi meteri didalam suatu

Kementerian. Pasal 1 Perpres No.60 tahun 2012 jelas bahwa Wakil

Menteri di bawah Wakil Menteri, Pasal tersebut berbunyi: Wakil Menteri

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

Wakil Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, dan

memiliki masa jabatan paling lama sesuai dengan masa jabatan Presiden,

pasal 4 Perpres No.60 menyatakan bahwa:

1. Wakil Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 2. Masa jabatan Wakil Menteri paling lama sama dengan masa

jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang bersangkutan.

56

Dalam hal ini proses pengangkatan yang dilakukan oleh Presiden

tetapi Wakil Menteri bertanggung jawab langsung kepada Menteri, bukan

kepada Presiden selaku orang yang mengangkat dan melantik Wakil

Menteri tersebut. Ini dapat menjadi hal yang riskan jika Presiden

mengangkat Wakil Menteri yang tidak memenuhi kapasitasnya didalam

Kementerian maka yang harus bertanggung jawab atas Kementerian itu

adalah Menteri selaku jabatan yang paling bertangung jawab atas

Kementerian yang dipimpinnya.

Wakil Menteri dapat dikatakan sebagai jabatan politik, karena Wakil

Menteri dapat berasal dari golongan pegawai negeri sipil sebagai jenjang

karirnya atau bukan dari kalangan pegawai negeri sipil, seperti pengusaha

dan lain-lain. Telah diatur dalam Perpres tentang pengisian jabatan Wakil

Menteri tersebut sebagai mana dalam pasal 6 Perpres No.60 tahun 2012

yang menyatakan bahwa: “Wakil Menteri dapat berasal dari Pegawai

Negeri atau bukan Pegawai negeri”, hal ini memang membuka peluang

bagi siapa saja dari kalangan mana saja yang dapat menduduki jabatan

tersebut, hal ini tergantung kapasitas yang di miliki seseorang tersebut

yang dinilai oleh Presiden dapat mengemban jabatan tersebut dan

memiliki kompetensi sesuai Kementerian yang akan dipimpinnya.

Pegawai negeri dapat juga menduduki jabatan Wakil Menteri,

tentunya dengan berbagai persyaratan yang telah diatur oleh Perpres,

pegawai negeri sipil yang diangkat menjadi Wakil Menteri dapat

diberhentikan tetap atau diberhentikan sementara, tetapi tetap memiliki

57

status sebagai pegawai negeri, dan apabila masa menjabat sebagai Wakil

Menteri telah usai atau diberhentikan menjadi Wakil Menteri tetapi belum

mencapai batas usia pensiun sebagai pegawai negeri, maka dapat

kembali diangkat sebagai pegawai negeri sebagai mana sebelumnya dan

menjalankan sisa masa tugasnya sebagai pegawai negeri sipil sampai

masa pensiunnya telah tiba. Tapi jika tiba masa pensiunnya sebagai

pegawai negeri sipil dan telah selesai pula menjabat sebagai Wakil

Menteri maka dapat diberikan hak kepegawaiannya seperti hak pensiunan

sebagai pegawai negeri bukan sebagai Wakil Menteri sesuai ketentuan-

ketentuan peraturan perundang-undangan, hal ini dijelaskan didalam

Perpres No. 60 tahun 2012 pasal 7dan pasal 8 yaitu:

Pasal 7

1. Wakil Menteri yang berasal dari pegawai Negeri diberhentikan dan/atau diberhentikan sementara dari jabatan organiknya selama menjadi Wakil Menteri tanpa kehilangan statusnya sebagai pegai negeri sipil.

2. Pegawai Negeri sipil yang berhenti atau telah berakhir masa jabatannya sebagai Wakil Menteri dan belum mencapai batas usia pensiun dapat diaktifkan kembali dalam jabatan organik sesuai peraturan perundang-undangan.

3. Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Wakil Menteri diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri apabila mencapai batas usia pensiun dan diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

Wakil Menteri apabila berhenti atau telah berakhir masa jabatannya tidak diberikan hak pensiun dan/atau pesangon sebagai Wakil Menteri.

58

3. Implementasi kedudukan dan fungsi Wakil Menteri

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa dapat kita perhatikan

dalam berjalannya waktu pada masa pemerintahan Presiden saat ini dan

telah berjalannya Wakil Menteri dalam membantu Menteri dalam

membantu Menteri melaksanakan fungsi dan tugasnya, maka dapat kita

melihat implementasinya pada saat ini.

Hemat saya bahwa berjalannya sistem yg di tunjang oleh Wakil

Menteri untuk saat ini masih belum menunjukan hasil yang memuaskan,

belum ada suatu “breakthrough” yang menonjol selain hanya sekedar

sebuah proses pembagian tugas antara Menteri dan Wakilnya, belum ada

indikasi yang menunjukan adanya sebuah kebijakan-kebijakan hebat dari

Kementerian yang dapat mengangkat kualitas negeri ini. Terdapat

beberapa contoh Kementerian yang di “resuffle” oleh Presiden, menjadi

pertanda belum efisiennya Kementerian tersebut. Berikut ini penjelasan

sebagian dari 13 orang Wakil Menteri baru yang disampaikannya seusai

menjalani 'audisi' di kediaman pribadi Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono di Cikeas yang dikutip oleh detik com, Bogor, pada

pertengahan Oktober tahun lalu. Wamenkes Prof. DR. Ali Gufron Mukti.

Tugas utama dari mantan dekan FK UGM yang saat ini juga menjabat

tugas sebagai plt. Menkes ini, adalah mendorong percepatan perbaikan

perluasan cakupan program Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan

Kesehatan Daerah bagi rakyat miskin, Wamenbudpar Sapta Nirwanda

yang sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Pemasaran Pariwisata

59

Kemenbudpar ini mendapat tugas dari Presiden untuk mengembangkan

pasar pariwisata berbasiskan produk-produk ekonomi kreatif, Wamenlu

Wardana. Tugas pokok diplomat senior yang menggantikan Triono

Wibisono ini adalah memastikan dilaksanakannya berbagai komitmen dan

kesepakatan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara sahabat

maupun dalam forum-forum internasional, Wamendikbud bidang

Pendidikan, Musliar Kasim. Mantan rektor Universitas Andalas yang

sempat menjabat sebagai Inspektur Jendral Kemendiknas ini Presiden

SBY tugaskan mengembangkan pendidikan yang meningkatkan daya

saing bangsa dengan program pendidikan yang menghasilkan alumni

cerdas dan cocok dengan kebutuhan pasar, Wamendikbud bidang

Kebudayaan, Wiendu Nuryanti. Kebudayaan dalam arti luas perlu

perumusan kebijakan yang diikuti program strategis menyeluruh untuk

akselerasi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,

Wamentan Rusman Heryawan. Misi utama mantan Kepala BPS ini adalah

menjalankan program swasembada pangan dengan target surplus

produksi beras sebesar 10 juta ton pada 2014, Wamen Pemberdayaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Prof Eko Prasojo. Misi

utamanya memperbaiki implementasi dari kebijakan publik dan reformasi

kepegawaian. Mesin reformasi birokrasi perlu diperkuat. Hukum

administrasi negara bagi penguatan perbuatan pejabat publik agar sesuai

aturan dan memperkecil potensi korupsi, Wamenag Nasaruddin Umar.

Tugas yang Presiden berikan kepada guru besar UIN Syarief Hidayatullah

60

ini cukup luas. Mulai dari perbaikan menajemen di lingkungan

Kementerian Agama, menciptakan suasana damai antara umat beragama

hingga meminimalisir persoalan-persoalan keagamaan yang muncul di

tengah masyarakat, Wamen ESDM yang sempat dijabat Alm. Widjajono

Partowidagdo, guru besar ITB bidang perminyakan dan ekonomi. Tugas

seorang Wamen ESDM di antaranya adalah menggerakkan program

ketahanan energi dengan meningkatkan produksi minyak, gas, listrik dan

mineral.

Penjelasan dari beberapa Wakil Menteri diatas dapat menjadi tolak

ukur misi dari beberapa Wakil Menteri tersebut untuk menjadi tujuan akhir

atau bahkan bisa lebih dari pada yang ditargetkan. Jika dilihat

implementasinya berdasarkan pada kedudukannya, maka posisi Wakil

Menteri telah menjalankan kedudukannya sampai saat ini berjalan dengan

baik, hal ini disebebkan hubungan “vertrikal” dan “horizontal” tidak ada

pemberitaan yang berarti, berjalan baik. Maksudnya ialah dengan Menteri

maupun staffnya sudah dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai

suatu target yang diemban sebelumnya, gencar berita dimedia massa

bahwa menjadi sebuah polemik disahkannya Wakil Menteri adalah akan

terjadi kisruh yang dapat terjadi ditubuh Kementerian karena sebelumnya

tidak terdapat posisi tersebut sebelumnya dalam masa pemerintahan

Presiden Susilo Bambang yudhoyono sekarang ini. Hal ini menjadi peran

penting bagi internal Kementerian agar tetap berjalan sebagaimana

mestinya dimana Menteri dan Wakil sebagai pemimpin memiliki sebuah

kemampuan agar tidak terjadi hal yang tidak inginkan, seperti kisruh

61

internal maupun timpang tindih kewenangan didalam Kementerian

tersebut.

4. Hubungan Wakil Menteri terhadap Menteri dan Presiden

a. Hubungan Wakil Menteri terhadap Menteri.

Sebagaimana yang diatur dalam Perpres bahwa Wakil Menteri

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, maka Wakil

Menteri memiliki sebuah Akuntabilitas kepada Kementerian yang

dipimpinnya, terutama kepada Menteri sebagai atasan langsungnya dalam

keorganisasian Kementerian tersebut. Kerja sama yang dalam pembagian

tugas dan kewenangan yang sebagai mana di atur dalam Perpres

maupun UU Kementerian negara merupakan hal utama yang harus

mereka perhatikan disamping tugas yang mereka emban langsung dari

Presiden.

Dalam pasal 1 Perpres No.60 tahun 2012 materi muatan tentang

kedudukan Wakil Menteri itu berada dibawah Menteri ditekankan agar

terjadi sebuah pemahaman bahwa Menteri tetap menjadi pemimpin

tertinggi dari sebuah Kementerian, pasal 1 berbunyi “ Wakil Menteri

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”. Hal yang

sangat perlu diperhatikan oleh Wakil Menteri, agar tercipta keselarasan

untuk menyelesaikan tugas-tugas Kementerian yang sebagaimana telah

di amanatkan oleh Presiden. Perlu dijelaskan pula bahwa Wakil Menteri

sama halnya dengan Menteri, yaitu Menteri bertanggung jawab langsung

atas Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR, begitupun juga

dengan Wakil Menteri.

62

b. Hubungan Wakil Menteri terhadap Presiden

Tentunya dalam memilih dan melantik Wakil Mnterim, Presiden

telah melihat kemampuan yang kompeten dari Wakil enteri yang telah

dipilihnya mengemban tugas didalam Kementerian. Dalam sistem

Presidensial yang dianut oleh Indonesia, Menteri dianggkat langsung oleh

Presiden, dan dengan adanya Wakil Menteri ini, UU Kementerian Negara

mengatur hal tetang pengangkatan Wakil meteri oleh Presiden, walaupun

didalam Perpres No 60 tahun 2012 terncantum dalam pasal 1 bahwa

Wakil Menteri bertanggung jawab kepada Menteri selaku pemimpin dalam

keorganisasian tersebut, namun secara tanggung jawab dan di pilih

langsung dan di percaya oleh Presiden, maka secara moral dapat

dikatakan Wakil Menteri bertanggung jawab besar kepada Presiden,

secara hirarki kedudukan pejabat negara pun demikian, jelas waki Menteri

berada di bawah Menteri dan Presiden. Secara langsung pun demikian

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi tugas yang detail seperti

yang saya jelaskan diatas,m pada bulan Juli para Wakil Menteri mendapat

tugas secara khusus dari Presiden sebgai misi utama dari para Wakil

Menteri tersebut untuk di jalankan disamping tugas Kementerian lainnya

dimana yang dipimpinnya. Pada dasarnya memang Wakil Menteri itu ada

disebabkan oleh karena adanya beban kerja yang berlebih yang

diamanatkan menurut Presiden memerlukan penanganan lebih serius

maka terciptalah Wakil Menteri untuk membantu Menteri menjalankan

tugas-tugas diKementerian, sesuai dengan pasal 10 UU Kementerian

Negara tahun 2008.

63

Presiden sendiri telah melakukan ressufle pada Wakil Menteri,

guna lebih memaksimalkan sisa waktu kepemimpinan Presiden yang akan

berakhir pada tahun 2014 nanti, itulah merupakan hak prerogatif Presiden

melakukan resuffle kepada Wakil-Wakil Menteri maupun kepada kabinet

yang telah di pilih sebelumnya.

B. Kedudukan Wakil Menteri jika Menteri berhalangan sementara dan berhalangan tetap

Berhalangan sementara merupakan istilah jika Menteri tidak dapat

menghadiri sebuah agenda yang telah ditentukan sebelumnya

dikarenakan suatu hal yang beralasan kuat namun masih tetap dapat

memimpin organisasi Kementerian tersebut, pada saat seperti itu disinilah

salah satu peran adanya Wakil Menteri yaitu meWakili Menteri jika Menteri

berhalangan sementara, penyebab terjadinya Menteri berhalangan

sementera bisa terji dikarenakan sakit, terdapat tugas lain yang lebih

penting, atau sedang menjalani masa cuti, namun masih banyak hal-hal

lain yang dapat menyebabkan Menteri berhalangan sementara. Tentunya

jika terjadi hal seperti itu telah terjadi koordinasi sebelumnya didalam

lebaga Kementerian tersebut untuk terjadi pergantian pemegan

kekuasaan sementara yang dapat dilakukan oleh Wakil Menteri atau

Sekjen tertentu dalam Kementerian tersebut.

Apabila seorang Menteri berhalangan tetap karena memiliki alasan

yang kuat yaitu seperti mangkat, habis masa jabatannya, dipidana yang

masa hukumannya lima tahun atau lebih, maka Menteri tersebut dapat

64

digantikan. Persoalan siapakah yang dapat menggantikan atau apakah

seorang Wakil Menteri dapat menggantikan seorang Menteri yang

berhalangan tetap ialah seorang Presiden lah yang dapat menentukan hal

tersebut,karena itu merupakan hak prerogatif dari seorang Presiden yang

dapat menunjuk dan mengangkat seorang Menteri, terlebih jika seprang

Menteri tersebut berhalangan tetap. Namun, dalam perjalanannya jika

seorang Menteri berhalangan tetap dan Presiden juga belum memutuskan

siapa pengganti Menteri yang berhalangan tetap tersebut, maka jika

Menteri tersebut memiliki Wakil dalam keorganisasian Kementerian

tersebut maka, beban kerja atau tugas-tugas yang sebelumnya diemban

oleh seorang Menteri, dapat dijalankan sementara oleh Wakil Menteri jika

ada, dan jika tidak ada dapat di emban oleh sekjen Kementerian tersebut.

Dalam masa pemerintahan sekarang ini telah terjadi beberpa kasus

Menteri berhalangan tetap untuk memimpin suatu keoraganisasian

Kementerian tertentu yang disebabkan oleh Menteri atau Wakil Menteri

tersebut mangkat atau meninggal dunia, sebut saja Menteri kesehatan

alm.Endang Rahayu Sedyaningsih yang meninggal pada 2 Mei 2012

karena sakit kangker paru-paru, dalam masa beliau masuk rumah sakit

sampai pasca meninggalnya beliau sempat terjadi kekosongan pada

posisi Menteri kesehatan pada saat itu, secara otomatis Wakil Menteri Ali

gufron yang mengemban posisi Menteri baik secara tugas maupun

kewenangan secara sementara untuk memimpin Kementerian kesehatan

pada saat itu. Memang didalam UU tidak diatur mengenai pergantian

65

Menteri oleh Wakil Menteri yang berhalangan tetap, namun jika dalam

proses bisa terjadi hanya untuk sementara waktu sampai saat Presiden

mengangkat secara resmi Menteri yang baru. Presiden memiliki hak

prerogatif dalam hal ini untuk mengangkat Menteri sesuai dengan UUD

1945 dan UU tentang Kementerian Negara tahun no 39 tahun 2008.

Terbukti jika ali gufron tidak menjadi Menteri kesehatan secara tetap sejak

Presiden mimilih pengganti alm.Endang Sri Sedyaningsih dengan Nafsiah

Emboy sebagai Menteri Kesehatan yang baru.

Hal yang mirip serupa terjadi pada Wakil Menteri Energi Sumber

Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo yang meninggal dunia,

berbeda dengan kasus Menteri kesehatan yang meninggal kemuadian

secara sementara diisi dengan dengan Wakil Menteri untuk menjalankan

tugas-tugasnya, hal ini tidak terjadi, karena beliau hanya seorang Wakil

Menteri ESDM yang jika terjadi berhalangan tetap maka tugas-tugasnya

sebagai Wakil Menteri ESDM akan kembali kepada Menteri ESDM selaku

pemimpin dalam organisasi Kementerian tersebut, sampai Presiden pada

akhirnya melantik Rubi Rubiandini sebagai Wakil Menteri ESDM yang

baru menggantikan alm.Widjajono Partowidagdo yang meninggal pada 21

april 2012.

Berbeda dengan Wakil Presiden dapat menggantikan secara

otomatis Presiden jika berhalangan tetap, maka jika terjadi hal demikin

pada Kementerian maka Presiden yang akan memilih siapa yang akan

menduduki jabatan tersebut, yang dimana tidak menutup kemungkinan

66

apakah Wakil Menteri atau orang lain yang dianggap mampu oleh

Presiden, hal ini karena tidak ada undang-undang yang mengatur tentang

seorang Menteri jika berhalangan tetap dapat digantikan oleh Wakil

Menteri secara tetap pula.

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan

dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh Menteri-

Menteri yang bergerak pada Kementerian tertentu. Menteri-

Menteri tersebut dipilih langsung oleh Presiden. Jika didalam

suatu Kementerian terdapat beban kerja yang menurut Presiden

memerlukan penanganan secara khusus agar lebih

mengefektifkan suatu organisasi Kementerian tersebut maka

didalam undang-undang no 39 tahun 2008 tentang Kementerian

negara telah mengatur bahwa Presiden dapat mengangkat

Wakil Menteri untuk membantu tugas Menteri. Kedudukan dan

fungsi Wakil Menteri secara umum adalah membantu Menteri

merumuskan kebijakan-kebijakan dalam Kementerian tersebut.

Wakil Menteri berada dibawah Menteri dan bertanggung jawab

kepada Menterinya. Wakil Menteri dapat dikatakan sebagai

jabatan politik, karena Wakil Menteri dapat berasal dari

golongan pegawai negeri sipil sebagai jenjang karirnya atau

bukan dari kalangan pegawai negeri sipil, seperti pengusaha

dan lain-lain. Lebih spesifik dalam Perpres No 60 Tahun 2012

tentang Wakil Menteri, dalam Perpres tersebut mengatur lebih

rinci lagi mengenai Wakil Menteri.

68

2. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Menteri dibantu oleh

Wakil Menteri,dan susunan keorganisasian Kementerian yang

diatur oleh undang-undang no 39 tahun 2008. Jika Menteri

berhalangan sementara maka Wakil Menteri yang akan

menggantikannya sebagai Menteri dalam menjalankan fungsi

dan tugas-tugasnya. Namun jika Menteri tersebut berhalangan

tetap, maka Wakil Menteri akan menggantikan Menteri tersebut

untuk sementera waktu sambil menunggu Presiden memilih

Menteri baru untuk menggantikan Menteri yang berhalangan

tetap tersebut.

B. Saran

1. Presiden harus lebih selektif dalam memiih Menteri sehingga

dapat lebih mengefektifkan pemerintahan dan adanya jumlah

Wakil Menteri dapat ditekan karena tentunya hal ini lebih

menghemat anggaran negara, dan pemilihan Wakil Menteri

sebagai pembantu Menteri lebih melibatkan lagi Menteri yang

bersangkutan karena Wakil Menteri yang dipilih Presiden tidak

bertanggung jawab kepada Presiden secara langsung

melainkan kepada Menteri yang memimpin organisasi

Kementerian tersebut.

2. Perlu adanya aturan-aturan yang mengatur secara jelas tentang

kedudukan Wakil Menteri, jika Menteri berhalangan tetap atau

menteri berhalangan sementara, agar lebih jelas prosedural

yang terjadi dalam suatu organisasi Kementerian seandainya

terjadi hal yang demikian.

69

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sukardja. 2012. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi

Negara, Jakarta, Gramedia.

Ridwan HR. 2011. Hukum Administrasi Negara,Jakarta, PT Rajagrafindo Persada.

Phillipus Hdajon, Sri Soemantri, Sjahran Basah, Bagir Manan, dan Laica Marzuki.1993. pengantar Hukum administrasi Negara.Gajamada University Press.

Jimly Asshidiqie, 2010. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Sinar Grafika, Jakarta.

________, 2011. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Sinar Grafika, Jakarta.

________, 2010. Perkembangan dan Konsolidasi Lebaga Negara Pasca Reformasi. Sinar Grafiaka, Jakarta.

________, 2010, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Sinar Grafika , Jakarta.

________, 2006. Pengantar Ilmu Hukum Jilid II. Sinar Grafika, jakarta.

Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1998. Pengantar Hukum Tata Negara. CV Sinar Bakti, Jakarta.

Zainal Asikin dan Amiruddin, 2008. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo, Jakarta.

Perundang-Undangan:

UU NRI 1945

UU No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

UU No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Perpres No. 60 Tahun 2012 Tetang Wakil Menteri.

70

Sumber-Sumber Lain :

(www.tempointeraktif.com diakses tanggal 13-10-2012)

(www.detik.com diakses tanggal 30-04-2012)

(www.jimly.com diakses tanggal 20-05-2012)