keajaiban ka'bah sebagai pusat pusaran energi positif oleh: muhammad tuwah

68
KEAJAIBAN KA’BAH SEBAGAI PUSAT PUSARAN ENERGI POSITIF Oleh: Muhammad Tuwah A. Ka’bah Kiblat Umat Islam Sedunia 1. Profil SIngkat Bangunan Ka‟bah Dalam surat Ali-Imran ayat 96, Allah Swt pernah berfirman; Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS. Ali Imran: 96). Ka‟bah merupakan bangunan suci umat Islam di seluruh dunia yang terletak di kota Mekkah, tepatnya di dalam Masjidil Haram. Ka‟bah juga merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah shalat bagi kaum Muslimin di seluruh dunia. Selain itu, merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan umrah. Ka‟bah berbentuk bangunan kubus yang berukuran 12x10x15 meter. Ka‟bah disebut juga dengan nama Baitullah atau Baitul Atiq (rumah tua) yang dibangun dan dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada

Upload: rafa

Post on 20-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEAJAIBAN KA’BAH SEBAGAI PUSAT PUSARAN ENERGI POSITIF

Oleh: Muhammad Tuwah

A. Ka’bah Kiblat Umat Islam Sedunia

1. Profil SIngkat Bangunan Ka‟bah

Dalam surat Ali-Imran ayat 96, Allah Swt pernah

berfirman;

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk

(tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di

Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk

bagi semua manusia (QS. Ali Imran: 96).

Ka‟bah merupakan bangunan suci umat Islam di

seluruh dunia yang terletak di kota Mekkah, tepatnya di dalam

Masjidil Haram. Ka‟bah juga merupakan bangunan yang

dijadikan patokan arah kiblat atau arah shalat bagi kaum

Muslimin di seluruh dunia. Selain itu, merupakan bangunan

yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan

umrah.

Ka‟bah berbentuk bangunan kubus yang berukuran

12x10x15 meter. Ka‟bah disebut juga dengan nama Baitullah

atau Baitul Atiq (rumah tua) yang dibangun dan dipugar pada

masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada

di Mekkah atas perintah Allah. Kalau kita membaca Al-Qur‟an

surah Ibrahim ayat 37 yang berbunyi;

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan

sebahagian keturunanku di lembah yang tidak

mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau

(Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang

demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka

jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada

mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,

mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).

Bila dicermati ayat al-Qur‟an di atas kita bisa

mengetahui bawah Ka‟bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim As

menempatkan istrinya Hajar dan bayi Ismail di lokasi tersebut.

Jadi Ka‟bah telah ada sebelum Nabi Ibrahim menginjakan

kakinya di Mekkah.

Pada masa Nabi Muhammad Saw berusia 30 tahun,

pada saat itu beliau belum diangkat menjadi rasul, bangunan

ini direnovasi kembali akibat bajir yang melanda kota Mekkah

pada saat itu.

Gambar Ka’bah

Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau

kabilah ketika hendak meletakkan kembali Hajar Aswad.

Namun berkat hikmah Rasulallah perselisihan itu berhasil

diselesaikan tanpa kekerasan, tanpa pertumpahan darah dan

tanpa ada pihak yang dirugikan.

Di masa jahiliyyah sebelum diangkatnya Rasulallah

Saw menjadi nabi dan rasul sampai kepindahannya ke kota

Madinah, Ka‟bah penuh dikelilingi dengan patung patung yang

merupakan Tuhan bangsa Arab padahal Nabi Ibrahim As yang

merupakan nenek moyang bangsa Arab mengajarkan tidak

boleh mempersekutukan Allah Swt, tidak boleh menyembah

Tuhan selain Allah yang Tunggal, tidak ada yang menyerupai-

Nya dan tidak beranak dan diperanakkan. Setelah

pembebasan kota Mekkah, Ka‟bah akhirnya dibersihkan dari

patung patung tanpa kekerasan dan tanpa pertumpahan

darah.

Gambar Bagian Atas Bangunan Ka’bah

Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh

Bani Sya‟ibah sebagai pemegang kunci Ka‟bah dan

administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan

baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab,

Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawwiyah bin Abu

Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti

Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan

Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci,

yaitu; Mekkah dan Madinah.

Di bagian rukun (sudut) Ka‟bah yang mulia ada empat

rukun, yaitu rukun Aswad yakni Hajar Aswad, Rukun Iraqi,

Rukun Syami yang disebut pula dengan rukun Maghribi (sudut

barat), dan Rukun Yamani. Apabila disebut rukun secara

mutlak berarti Rukun Aswad. Jika disebut dua rukun, berarti

Rukun Aswad dan Rukun Yamani.

Pada masa Nabi Ibrahim, sisi antara rukun Iraqi dan

rukun Syami berbentuk seperti busur, yaitu busur Hijir yang

oleh sebagian orang disebut dengan Hijir Ismail. Pada masa

Abdullah bin Zubair, rukun-rukun itu dijadikan persegi empat

dan keberadaan mereka terus dipertahankan bersamaan

dengan keberadaan Hijir.

Rukun Yamani adalah sudut Ka‟bah yang menghadap

ke arah barat daya. Di dalam Mu’jam Al-Buldan, Yaqut Al-

Hamawi menyebutkan dari Qutaibah, bahwa seseorang dari

Yaman bernama Ubay bin Salim telah membangunnya.

Sebagian warga Yaman menyenandungkan nasyid yang

berbunyi; Kami memiliki sudut di Baitul Haram sebagai

warisan. Yaitu sisa peninggalan Ubay bin Salim.

Dahulu Nabi Muhammad Saw melakukan istilam

padanya sewaktu thawaf, lalu menyapunya dengan tangan

tanpa menciumnya dan tidak pula mencium tangannya setelah

beristilam.

Kemudian ada juga rukun Iraqi. Dinamakan demikian,

karena menghadap ke arah Syam dan Maghrib. Rukun ini

disebut pula dengan rukun Maghribi. Antara rukun Syami dan

rukun Iraqi terdapat talang Ka‟bah yang berhadapan dengan

Hijir. Talang adalah tempat saluran air hujan yang turun di atas

atap Ka‟bah. Di dalam Akhbar Mekkah--melalui sebuah isnad

yang shahih--Al-Azraqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia

berkata, “Shalatlah kalian di tempat shalat orang-orang pilihan

dan minumlah dari minuman orang-orang yang taat.”

Seseorang bertanya, “Apa itu tempat shalat orang-orang

pilihan?” Di menjawab, “Di bawah talang.” Lantas, “Apa itu

minuman orang-orang yang taat?” Dia menjawab, “Air

Zamzam.” Ibnu Abbas telah menafsirkan minuman orang-orang

taat dengan air Zamzam, bukan seperti yang dikira oleh

sebagian kalangan awam--semoga Allah memberi petunjuk

kepada mereka--yang berusaha keras untuk meminum air

hujan yang turun dari talang Ka‟bah.

2. Kunci Ka‟bah

Pada zaman Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As

pondasi bangunan Ka‟bah terdiri atas dua pintu dan letak

pintunya berada di atas tanah, tidak seperti sekarang yang

pintunya terletak agak tinggi. Namun ketika renovasi Ka‟bah

akibat bencana banjir pada saat Rasulallah Saw, karena

merenovasi Ka‟bah sebagai bangunan suci harus

menggunakan harta yang halal dan bersih, sehingga pada saat

itu terjadi kekurangan biaya. Maka bangunan Ka‟bah dibuat

hanya satu pintu serta

ada bagian Ka‟bah yang

tidak dimasukkan ke

dalam bangunan Ka‟bah

yang dinamakan Hijir

Ismail yang diberi tanda

setengah lingkaran pada

salah satu sisi Ka‟bah.

Saat itu pintunya dibuat

tinggi letaknya agar hanya

pemuka suku Quraisy

yang bisa memasukinya.

Karena suku Quraisy

merupakan suku atau kabilah yang sangat dimuliakan oleh

bangsa Arab.

Karena agama Islam masih baru dan baru saja

dikenal, maka Nabi Saw mengurungkan niatnya untuk

merenovasi kembali Ka‟bah, sehinggas ditulis dalam sebuah

hadits perkataan beliau: “Andaikata kaumku bukan baru saja

meninggalkan kekafiran, akan Aku turunkan pintu Ka‟bah dan

dibuat dua pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail ke dalam

Ka‟bah”, sebagaimana pondasi yang dibangun oleh Nabi

Ibrahim”. Jadi kalau begitu Hijir Ismail termasuk bagian dari

Ka‟bah. Makanya dalam bertawaf kita diharuskan mengelilingi

Ka‟bah dan Hijir Ismail. Hijir Ismail adalah tempat di mana Nabi

Ismail As lahir dan diletakan di pangkuan ibundanya Hajar.

Ketika masa Abdurahman bin Zubair memerintah

daerah Hijaz, bangunan Ka‟bah dibuat sebagaimana perkataan

Nabi Saw atas pondasi Nabi Ibrahim As. Namun karena terjadi

peperangan dengan Abdul Malik bin Marwan, penguasa daerah

Syam, terjadi kebakaran pada Ka‟bah akibat tembakan

pelontar (Manjaniq) yang dimiliki pasukan Syam. Sehingga

Abdul Malik bin Marwan yang kemudian menjadi khalifah,

melakukan renovasi kembali Ka‟bah berdasarkan bangunan

hasil renovasi Rasulallah Saw pada usia 30 tahun bukan

berdasarkan pondasi yang dibangun Nabi Ibrahim As. Dalam

sejarahnya Ka‟bah beberapa kali mengalami kerusakan

sebagai akibat dari peperangan dan umur bangunan.

Ketika masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid

pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, khalifah berencana untuk

merenovasi kembali Ka‟bah sesuai dengan pondasi Nabi

Ibrahim dan yang diinginkan Nabi Saw. Namun segera dicegah

oleh salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena

dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan masalah

khilafiyah oleh penguasa sesudah beliau dan bisa

mengakibatkan bongkar pasang Ka‟bah. Maka sampai

sekarang ini bangunan Ka‟bah tetap sesuai dengan renovasi

khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.

Ketika Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin

memperoleh Fathu Mekkah (kemenangan atas Mekkah),

beliau memanggil Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah (juru

kunci Ka‟bah di zaman jahiliyah). Lantas Rasulullah Saw

berkata, "Tunjukkan kepadaku kunci Ka‟bah." Usman pun

bergegas membuka tangannya, dan bermaksud memberikan

kunci itu kepada Nabi Saw. Hampir saja beliau menerima kunci

tersebut, tiba-tiba al-Abbas berdiri dan berkata, "Ya Nabi, demi

bapakku, engkau dan ibuku, berikan kunci itu kepadaku,

supaya aku yang mengurus masalah pengairan dan kunci

Ka‟bah itu sekaligus."

Mendengar ucapan ini, Usman menutup kembali

tangannya (enggan memberikannya kepada Rasulullah Saw).

Kemudian Nabi Saw bersabda, "Berikan kunci itu kepadaku,

wahai Utsman". Utsman lalu memberikan kunci itu kepada

Nabi seraya berkomentar, "Ini dia amanah dari Allah." Nabi

berdiri dan membuka pintu Ka‟bah, dilanjutkan kemudian

dengan thawaf mengelilingi Ka‟bah. Pada saat itu juga Jibril

turun, memerintahkan kepada Nabi untuk mengembalikan

kunci tersebut kepada Utsman. Nabi memanggil Utsman bin

Thalhah dan memberikan kembali kunci Ka‟bah

kepadanya. Demikian sebagaimana yang diriwayatkan oleh

Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Pada kesempatan lain, Rasulullah bertanya kepada

sahabatnya, Mu'adz bin Jabal, "Wahai Mu'adz, tahukah kamu

apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?"

Mu'adz kemudian menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih

mengetahuinya". Rasulullah lalu bersabda, "Sesungguhnya hak

Allah atas hambanya adalah menyembah-Nya dan tidak

menyekutukan-Nya dengan selain-Nya. Adapun hak hamba

atas Allah adalah ia tidak akan menyiksa hamba yang tidak

menyekutukan-Nya dengan selain-Nya".

Dalam riwayat lain juga diceritakan tentang khidmah

terhadap Ka‟bah. Para pelayan Ka‟bah disebut al-Hijabah atau

Sidanatul al-Bait. Mereka adalah sekelompok jama'ah yang

mendapatkan keistimewaan pewaris atas perintah Rasulullah

Saw sampai saat ini. Mereka berasal dari Bani Syaibah.

Mereka mendapat kepercayaan dari Rasulullah Saw untuk

menjadi juru kunci Ka‟bah sepanjang zaman.

Dalam suatu literatur sejarah diceritakan bahwasanya

ketika Fathu Mekkah (pembebasan kota Mekkah), Rasulullah

Saw beniat memasuki Ka‟bah, lalu beliau mencari Bani

Thalhah agar membukakan pintu Ka‟bah. Setelah itu dibukalah

pintu Ka‟bah. Setelah beberapa saat di dalam Ka‟bah

Rasulullah keluar dan berkata; "Ingatlah sesungguhnya setiap

darah, harta dan perbuatan sewenang-wenang seperti zaman

jahiliyyah adalah di bawah tanggung jawabku untuk

mengurusnya, kecuali pekerjaan memberi minum jama'ah haji

(siqayatal hajj) dan menjaga Ka‟bah . Sesungguhnya aku telah

menetapkan keduanya untuk dikembalikan kepada orang yang

berhak sebagaimana berlaku pada zaman jahillyah.

Ucapan Rasulullah Saw diikuti oleh ayat al-Qur‟an yang

artinya; "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh

kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya

kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi

pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya

Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”. Kemudian

Rasulullah memanggil Utsman bin Thalhah, dan memberikan

kembali kunci Ka‟bah kepadanya. Sejak itu, Utsman bin

Thalhah menjadi pewaris kunci Ka‟bah. Setelah beliau

meninggal digantikan anak pamannya dari keturunan

bapaknya sampai saat ini.

Namun, tugas menjaga Kabah kemudian diminta oleh

paman Nabi dan keponakan terdekat sekaligus menantunya,

Ali. Tapi Nabi Muhammad Saw tak memberikannya. Demi

stabilitas saat itu, Nabi Saw memilih 'Uthman bin Talha,

keturunan Abduddar, dan anak pamannya, Shayba bin

Uthman, untuk memegang kunci Kabah. Selama berabad-abad

kemudian, Mekkah telah berkali-kali ganti penguasa, mulai

Ottoman hingga Briton. Namun soal kunci pintu Kabah tetap

dipegang oleh keluarga Shaiba dan keturunannya.

Bagian lain yang secara historis juga penting dari

Kabah adalah bagian pintu. Ketika Nabi Ibrahim membangun

tempat ini, tidak ada pintu. Beberapa sumber menyebut pintu

itu baru dibangun oleh Qurais pada tahun 606 masehi. Namun

pintu itu rusak berat setelah pasukan Umayyah menggempur

Mekkah. Pintu itu kemudian direnovasi oleh Abdullah bin

Zubeyr dan membangun pintu lain. Pintu yang dibuat oleh

Zubeyr itu kemudian ditutup dinding oleh al-Hajjaj bin Yusuf Al-

Thaqafi dengan persetujuan khalifah.

Setelah itu, pintu Ka‟bah selalu dirawat dan dibenahi

oleh berbagai dinasti maupun kekaisaran Islam yang berkuasa

apabila terjadi kerusakan. Kebijakan perbaikan itu merupakan

tindakan prestisius di mata publik dan menjadi tradisi dalam

dunia Islam.

Saat Sultan Ottoman, Yavuz Selim, memasukkan Mesir

ke dalam kekuasaannya, tampaklah kejayaan kesultanan itu.

Legitimasi Ottoman sebagai pemimpin dunia Islam seolah tak

terbantahkan lagi. Sampai-sampai penguasa Mekkah dan

Madinah mengirimkan kunci Kabah ke Sultan Ottoman.

Sultan Ottoman menggambarkan dirinya sebagai

pelayan Ka‟bah dan merawatnya untuk menyiapkan segala

keperluan tempat suci itu. Sebagai tanda kehormatan

terhadap Ka‟bah, Sultan Ottoman menyimpan kunci tua

Ka‟bah yang sudah tidak dipakai setelah diganti dengan yang

baru. Kunci-kunci bekas itu saat ini disimpan di Museum Istana

Topkapi di Istanbul, Turki.

3. Hajar Aswad

Hajar Aswad atau Batu Hitam (Black Stone) diyakini

sebagai batu surga. Oleh karena itu tidak heran jika jamaah

haji atau umarh dari seluruh pelosok penjuru dunia selalu

merindukannya, bahkan saling berebut hanya karena ingin

menciumnya.

Batu hitam itu terletak di sudut Selatan Ka‟bah pada

ketinggian 1,10 meter dari lantai Masjidil Haram berukuran

panjang 25 cm dan lebar 17 cm. Sekarang ini, Hajar Aswad

pecah menjadi 8 bongkah dan kedelapan bongkahan itu masih

tersusun rapi pada tempatnya seperti sekarang. Pecahnya batu

itu terjadi pada zaman Qaramithah, yaitu sekte dari Syi‟ah al-

Bathiniyyah dari pengikut Abu Thahir Al-Qaramathi yang

mencabut Hajar Aswad dan membawanya ke Ihsa‟ pada tahun

319 Hijriyah. Tetapi batu itu dikembalikan lagi pada tahun 339

Hijriah.

Gugusan yang terbesar berukuran sebuah kurma yang

tertanam di batu besar lain dan dikelilingi oleh ikatan perak.

Inilah batu yang senantiasa dirindui setiap Muslim dan

berusaha untuk dapat menciumnya atau ber-ihtilam

(menyalaminya atau mencium tangan ketika thawaf). Batu

yang terletak dalam lingkaran perak itulah yang diusahakan

jamaah haji untuk dapat menciumnya, artinya bukan batu yang

berada di sekitarnya.

Hajar Aswad pernah mengalami renovasi pada zaman

Raja Fahd, yaitu pada bulan Rabi‟ulawal 1422 Hijriyah. Setiap

tahun menjelang musim haji, batu ini dibersihkan dan

sekaligus dilakukan pencucian Ka‟bah yang kadang-kadang

memberi kesempatan kepada tamu-tamu kerajaan

menyaksikan pencucian Ka‟bah ini sekaligus mencium Hajar

Aswad.

Lantas bagaimana kisah mengenai Hajar Aswad.

Ketika Nabi Ibrahim As bersama anaknya membangun Ka‟bah,

banyak kekurangan yang dialaminya. Pada awal mulanya dulu,

Ka‟bah tidak memiliki pintu masuk. Nabi Ibrahim As bersama

Nabi Ismail As berikhtiar untuk membuatnya dengan

mengangkut batu dari berbagai gunung.

Dalam sebuah kisah disebutkan pada waktu

pembangunan Ka‟bah hampir selesai, ternyata Nabi Ibrahim As

masih merasakan kekurangan sebuah batu lagi untuk

diletakkan di Ka‟bah. Nabi Ibrahim As berkata kepada Nabi

Ismail As; “Pergilah engkau mencari sebuah batu yang akan

aku letakkan sebagai penanda bagi manusia”.

Kemudian Nabi Ismail As pun pergi dari satu bukit ke

bukit yang lain untuk mencari batu yang baik dan sesuai.

Ketika Nabi Ismail As sedang mencari batu di sebuah bukit,

tiba-tiba datang malaikat Jibril As memberikan sebuah batu

yang cantik. Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu

kepada Nabi Ibrahim As. Nabi Ibrahim As merasa gembira

melihat batu yang sungguh cantik itu, beliau menciumnya

beberapa kali.

Kemudian Nabi Ibrahim As bertanya, “Dari mana kamu

dapat batu ini?” Nabi Ismail As. menjawab, “Batu ini kuterima

dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril).”

Nabi Ibrahim As mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi

Ismail As. Sampai sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-

orang yang pergi ke Baitullah. Siapa saja yang berthawaf di

Ka‟bah disunnahkan mencium Hajar Aswad. Beratus ribu kaum

muslimin berebut ingin mencium Hajar Aswad itu, yang tidak

mencium cukuplah dengan memberikan isyarat lambaian

tangan saja dari jauh.

Ada riwayat menyatakan bahwa dulunya batu Hajar

Aswad itu berwarna putih bersih, tetapi akibat dicium oleh

setiap orang yang datang menziarahi Ka‟bah, akhirnya menjadi

hitam seperti terdapat sekarang. Ingatlah kata-kata Khalifah

Umar bin Al-Khattab ketika beliau mencium batu itu (Hajar

Aswad), “Aku tahu, sesungguhnya engkau hanyalah batu biasa.

Andaikan aku tidak melihat Rasulullah mengecupmu, sudah

barang tentu aku tidak akan melakukan (mengecup Hajar

Aswad).”

4. Makam Ibrahim

Akibat penyebutan maqam atau maqom Ibrahim sering

diucapkan menjadi "makam" membuat jamaah haji maupun

umrah sering salah memahami. Maqam Ibrahim di dekat

Ka‟bah kerap dimaknai dalam pengertian kuburan yang sangat

berbeda dengan apa yang dimaksud secara lughawi (bahasa)

dan istilah tentang Maqam Ibrahim. "Secara bahasa "al-

maqam" dalam bahasa Arab berarti tempat kaki berpijak.

Maqam Ibrahim ialah batu yang dibawa oleh Ismail ketika

membangun Kabah yang digunakan untuk berpijak dan

berdirinya Nabi Ibrahim".

Makam Ibrahim bukan kuburan Nabi Ibrahim

sebagaimana banyak orang berpendapat. Makam Ibrahim

merupakan bangunan kecil terletak di sebelah timur Ka‟bah. Di

dalam bangunan tersebut terdapat batu yang diturunkan oleh

Allah Swt dari surga bersama-sama dengan Hajar Aswad.

Di atas batu itu, Nabi Ibrahim berdiri di saat beliau

membangun Ka‟bah bersama sama puteranya Nabi Ismail.

Dari zaman dahulu batu itu sangat terpelihara, dan sekarang

ini sudah ditutup dengan kaca berbentuk kubbah kecil. Bekas

kedua tapak kaki Nabi Ibrahim yang panjangnya 27 cm,

lebarnya 14 cm dan dalamnya 10 cm masih nampak dan jelas

dilihat orang. Berdasarkan ukuran tersebut, ahli sejarah Islam

Sheikh Mohd Tahir Al Kurdi memperkirakan bahwa Nabi

Ibrahim memiliki ukuran tubuh yang lebih kurang sama dengan

kebanyakan manusia saat ini. Makam Nabi Ibrahim

merupakan pahatan bekas telapak kaki Nabi Ibrahim ketika

membangun Ka‟bah. Saat ini kedudukan makam Ibrahim

disimpan dalam rumah kaca di samping Multazam. Jadi, arti

makam bukan sebuah kuburan, melainkan bekas tempat

berdiri.

Nabi Ibrahim membangun Kabah dengan tangannya

sendiri dengan bebatuan yang dibawa oleh Ismail. Setiap kali

bangunan Ka‟bah bertambah tinggi, maka semakin tinggi pula

tempat pijakan Nabi Ibrahim. Di atas makam yang ditandai

dengan sebuah batu dari surga ini pula Nabi Ibrahim

menyerukan manusia supaya datang menunaikan ibadah haji.

Saat ini keberadaan Makam Ibrahim dapat dilihat dalam

rumah kaca yang didalamnya terdapat cetakan kaki dari besi.

Saat memasuki Masjidil Haram, jamaah dengan mudahnya

menemukan Makam Ibrahim karena posisinya dilalui saat

melakukan thawaf.

Rumah kaca sengaja dibangun untuk menghindari dari

kerusakan dan sesembahan kaum musrikin. Kalau

keberadaan Hajar Aswad dihormati dengan mencium dan

mengusapnya, maka Makam Ibrahim dihormati dengan

melakukan shalat sunah dibelakangnya. Karena itu, Makam

Ibrahim dijaga oleh petugas untuk mengawasi jamaah supaya

tidak berdoa didepannya. Setiap jamaah yang menyembah

atau berdoa di Makam Ibrahim langsung dihalau petugas

untuk menjauh. Petugas biasanya memberi masukan bahwa

Makam Ibrahim hanya sebatas dilihat dan bukan untuk

disembah.

Sesungguhnya keberadaan Makam Ibrahim memiliki

beberapa keutamaan, yaitu sebagai tempat shalat sunnah

setelah jamaah menunaikan thawaf tujuh putaran dan

sebelum menuju bukit Shofa dan Marwah. Sebelum dan

sesudah shalat sunnah dibelakang Makam Ibrahim terdapat

doa khusus sebelum kita memanjatkan doa sesuai keinginan.

Tempat ini pula menjadi keutamaan umat Islam karena

menjadi salah satu lokasi yang mustajab untuk memanjatkan

doa kepada Allah Swt selain Multazam dan Hijir Ismail.

Shalat sunnah dan berdoa dibelakang Makam Ibrahim

diyakini sangat mustajab. Saat musim haji atau umrah kita

lihat banyak jamaah yang terlihat khusuk melaksanakan shalat

dan berdoa setiap waktu dibelakang Makam Ibrahim. Tak

jarang, saat menunaikan shalat sunnah dan berdoa jamaah

menitikkan air mata mengagumi kebesaran Allah Swt.

5. Multazam

Multazam adalah dinding Ka‟bah yang terletak antara

Hajar Aswad dan pintu Ka‟bah berjarak kurang lebih 2 meter.

Dinamakan Multazam karena dilazimkan bagi setiap muslim

untuk berdoa di tempat itu. Setiap doa dibacakan di tempat itu

sangat diijabah atau dikabulkan. Maka disunnahkan berdoa

sambil menempelkan tangan, dada dan pipi ke Multazam

sesuai dengan hadist Nabi Saw yang diriwayatkan sunan Ibnu

Majah dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash.

Menurut Atiq bin Ghaits Al-Biladi dalam Fadhail Mekkah

wa Hurmat al-Bayt al-Haram, panjang antara pintu Ka‟bah

dengan Hajar Aswad sekitar empat hasta. Inilah tempat yang

paling diburu jamaah haji dan umrah setelah mengerjakan

thawaf. Saat sekeliling Ka‟bah dipenuhi jamaah, tak mudah

untuk mencapai Multazam.

Setiap orang berusaha untuk mencapai tempat yang

mustajab itu. Jamaah haji dan umrah pun berdoa dengan

penuh kekhusyukan. Bersimpuh memohon ampunan dan

memanjatkan berbagai harapan kepada Sang Khalik. Selain

bersimpuh dan berdoa di Multazam, jamaah pun berlomba

menggapai pintu Ka‟bah. Mereka memeluk rumah Allah Swt itu

sambil memanjatkan doa. Ada pula yang menangis, bahkan

tak sedikit yang histeris. Setiap orang berlomba mencapai

Multazam karena Rasulullah Saw pernah bersabda; “Antara

rukun Hajar Aswad dan pintu Ka‟bah terdapat Multazam. Tidak

seorang pun hamba Allah Swt yang berdoa di tempat ini,

kecuali dikabulkan doanya”.

Saking spesialnya tempat ini, Rasulullah Saw sempat

mendekapkan wajah dan dadanya di Multazam sambil

memanjatkan doa. Kisah itu tercantum dalam hadis yang

diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah. Amru bin Syu‟aib

menceritakan dari ayahnya, „‟Aku pernah melakukan thawaf

bersama Abdullah bin Amr bin Ash, dan ketika kami sampai ke

belakang Ka‟bah, aku berkata, „Tidakkah engkau memohon

perlindungan kepada Allah dari api neraka?‟ Abdullah lalu

mengucapkan, „Aku berlindung kepada Allah dari api neraka‟‟.

„‟Kemudian dia berlalu dan menyentuh Hajar Aswad,

selanjutnya dia berdiri antara Hijir Ismail dan pintu, lalu

mendekatkan dada, kedua tangan dan pipinya kepada rukun

itu, kemudian dia berkata, „beginilah aku melihat Rasulullah

Saw melakukannya‟.

Menurut Atiq, Multazam juga menjadi tempat yang

dipilih Rasulullah Saw untuk menunaikan shalat. Seorang

Quraisy pernah mendengar Saib bertanya, „‟Dimanakah engkau

melihat Rasulullah Saw melakukan shalat? Lalu dia menunjuk

ke Ka‟bah, dekat rukun (sudut) yang sebelah kiri, yang

termasuk di dalamnya hijir Ismail, kira-kira empat atau lima

hasta”. Rasulullah Saw juga pernah memanjatkan doa khusus

di Multazam, ''Ya Allah yang memelihara al-Bait al-Atieq

(Ka‟bah) merdekakanlah kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu

kami, saudara-saudara kami dan anak-anak kami dari

belenggu api neraka Wahai Yang Mahamurah, Yang

Mahamulia, Yang Mahautama, Yang Maha Pengarunia, Yang

Maha Pemberi Kebakan. Ya Allah jadikanlah segala urusan

kami mendatangkan kebajikan, jauh dari segala kehinaan

dunia dan siksa akhirat''. ''Ya Allah, aku ini hamba-Mu dan

anak hamba yang sedang berdiri di bawah rumah-Mu di

Multazam, aku menghadap dan bersimpuh di hadapan-Mu.

Aku mengharapkan rahmat-Mu, takut akan siksa-Mu, wahai

Pemberi Kebajikan. Ya Allah aku memohon kepada-Mu

terimalah dzikir-ku (pada-Mu), hilangkanlah dosa-dosaku,

lancarkanlah urusanku sucikanlah hatiku, sinarilah kuburku,

ampunilah dosaku dan aku mohon pada-Mu berikanlah derajat

tinggi di surga.'' (HR Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali).

Nabi Adam As pun pernah memanjatkan doa khusus di

Multazam. Menurut Abdullah bin Abi Sulaiman--Maula Bani

Makhzum--ketika Adam diturunkan dia berthawaf di Baitullah

sebanyak tujuh putaran. Lalu shalat dua rakaat di hadapan

pintu Ka‟bah. Lalu, Adam mendatangi Multazam dan berdoa,

„‟Ya Allah engkau mengetahui rahasia dan terang-teranganku,

maka terimalah permohonan maafku. Engkau mengetahui apa-

apa yang ada dalam jiwaku, maka ampunilah dosa-dosaku.

Engkau mengetahui kebutuhanku, maka berikanlah

permintaanku…‟‟ Menurut riwayat itu, Allah SWT mengabulkan

doa Nabi Adam As itu.

Berada di Multazam sungguh terasa sangat nikmat.

Pesona Multazam bagai magnet yang menarik setiap jamaah

yang telah menyelesaikan thawaf untuk mendekatinya.

Rasanya tak mau sedikitpun bergeser dari tempat yang

mustajab ini. Namun, gelombang jamaah yang berlomba

mendekati Multazam membuat kita harus rela meninggalkan

tempat itu. Dan memandangnya dengan penuh kerinduan

untuk kembali bersimpuh di tempat spesial itu.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Multazam

menjadi tempat yang mustajab. Yang pertama adalah faktor

nabi Ibrahim. Yang kedua faktor Hajar Aswad. Dan yang ketiga

faktor jutaan manusia yang berthawaf mengitari Ka‟bah.

a) Faktor Nabi Ibrahim As.

Ibrahim menjadi salah satu faktor penyebab Multazam

sebagai tempat yang mustajab. Kenapa demikian? Karena

Nabi Ibrahim adalah orang yang membangun Ka‟bah bersama

Nabi Ismail. Memang apa pengaruhnya? Sangatlah besar

pengaruhnya, sebab Nabi Ibrahim adalah manusia yang

memiliki energi positip luar biasa besar yang kemudian

menular ke seluruh karya karyanya. Allah mengatakan di

dalam al-Qur‟n surat. Shaad ayat 45; “Dan Ingatlah hamba-

hamba Kami, Ibrahim, Ishak, dan Ya‟kub yang mempunyai

karya- karya besar dan ilmu pengetabuan (visi) yang jauh ke

depan”

Selain itu, Allah juga mengatakan bahwa Nabi Ibrahim

adalah hamba yang berhati lembut, seperti diabadikan dalam

surat at-Taubah ayat 114; “Dan permintaan ampun dari

Ibrabim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah

karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya

itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah

musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya.

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut

hatinya lagi penyantun.”

Lantas apa hubungannya hati yang lembut dan karya

yang besar? Bahwa hati yang lembut akan memancarkan

cahaya dan aura yang positif. Semakin lembut dan ikhlas

seseorang, maka pancaran auranya semakin kuat, sehingga

bisa meresonansi sekitarnya. Maka, dekat dengan orang-orang

yang shaleh akan menyebabkan hidup dan hati kita menjadi

tenteram.

Padahal kita tahu bahwa Nabi Ibrahim adalah rasul

yang memiliki kualitas kepasrahan dan keikhlasan yang sangat

tinggi. Sehingga oleh Allah, beliau dijadikan teladan bagi

manusia. Semua itu telah terbukti ketika beliau diperintahkan

untuk mengorbankan anaknya, Nabi Ismail. Semua itu

dijalaninya dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan.

Manusia sekualitas nabi Ibrahim ini, pancaran

energinya luar biasa besarnya. Dengan dekat orang seshaleh

beliau, bisa menyebabkan hati kita menjadi ketularan alias

teresonansi mengikuiti getaran frekuensi hatinya. Terasa sejuk

dan penuh kedamaian. Lingkungan dan tempat-tempat khusus

yang pernah menjadi lokasi aktivitas beliau pasti teresonansi

oleh energi beliau. Apalagi karya-karya yang langsung lahir dari

tangan beliau.

Ka‟bah adalah karya Nabi Ibrahim. Maka, di dalam

karya ini tersimpan energi Nabi Ibrahim yang sangat besar. Hal

ini bisa dianalogikan dengan batang besi yang digosok-gosok

oleh magnet. Jika ada sebuah batang besi biasa digosok-gosok

magnet, maka batang besi biasa itu akan berubah menjadi

magnet juga. Meskipun, dalam kurun waktu tertentu

kemagnetan itu hilang kembali. Akan tetapi jika gosokan itu

dilakukan berulang-ulang selama kurun waktu yang panjang,

maka besi biasa itupun akan menjadi magnet yang permanen.

Dia bisa menarik logam-logam seperti magnet yang asli.

Demikian pula halnya dengan Ka‟bah. Karena Ka‟bah

adalah karya Nabi Ibrahim, dan kemudian menjadi tempat

aktivitas beribadah selama bertahun-tahun, maka Ka‟bah itu

menyimpan energi Nabi Ibrahim yang positif. Dekat dengan

Ka‟bah, seperti dekat dengan Nabi Ibrahim. Kita merasakan

ketenangan dan kedamaian, lembut seperti sifat Nabi Ibrahim

yang dipuji-puji oleh Allah itu.

Maka berdoa di dekat Ka‟bah sangatlah besar

manfaatnya. Jiwa kita terbantu untuk menjadi khusyuk. Hati

menjadi tenang dan fokus, pada saat berdoa. Seringkali kita

melihat orang berdoa di dekat Ka‟bah tak mampu

membendung air matanya. Mereka menangis sesenggukan

sambil menengadahkan tangannya bermunajat kepada Allah.

Hatinya menjadi lembut dan santun. Hilang semua

kesombongan dan keangkuhannya. Doa yang demikian adalah

doa yang „didengarkan‟ oleh Allah, karena keluar dari hati yang

paling dalam Dalam surat al-A‟raaf ayat 55; “Berdo‟alah

kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

melampaui batas.” „Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan

dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): ya

Tuhanku kabulkanlah daripada kami, sesungguhnya Engkaulah

yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.

b) Faktor Hajar Aswad

Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa Hajar Aswad

ditempatkan di sebuah lubang, di salah satu pojok bangunan

Ka‟bah. Konon, batu hitam ini jatuh dari langit. Dalam

perspektif ilmu pengetahuan modern diduga Hajar Aswad

adalah sisa batu meteor yang memiliki kadar logam sangat

tinggi. Pada jaman dulu, kejadian seperti itu sering kali terjadi.

Bahkan di pulau Jawa, kita mendengar cerita, bahwa para

empu menjadikan batu meteorit itu sebagai bahan untuk

membuat senjata, termasuk keris, karena logamnya diketahui

memiliki kualitas yang sangat tinggi.

Memang ada yang mengatakan bahwa batu hitam itu

adalah batu surga yang dulunya berwarna putih. Kemudian

menjadi hitam, karena menyerap dosa-dosa manusia yang

berthawaf. Akan tetapi cerita semacam ini tidak memiliki dasar

yang jelas, dan juga tidak ada sumber yang otentik. Batu hitam

itu, oleh Nabi Ibrahim lantas dijadikan sebagai salah satu

bagian dari batu pondasi Ka‟bah. Nabi Ibrahim bersama Nabi

Ismail memperoleh perintah dari Allah untuk meninggikan

dasar-dasar Ka‟bah, untuk kemudian menjadi pusat

peribadatan pada jamannya, hingga kini. Dalam surat al-

Baqarah ayat 127 disebutkan;

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-

dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan

Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya

Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".

Apakah pengaruh batu hitam meteorit itu bagi

kemustajaban doa seseorang? Kalau hanya batu meteoritnya

saja, barangkali tidak banyak berguna untuk membantu

kekuatan doa. Tetapi karena batu meteorit itu menjadi bagian

dari karya seorang Ibrahim, maka batu yang memiliki

konduktifitas elektromagnetik sangat tinggi itu menjadi sangat

besar peranannya. Lebih dari itu, batu hitam ini juga diletakkan

pada lokasi yang dipilih oleh Allah Swt untuk bisa

membangkitkan energi yang besar, yaitu di atas pondasi

Ka‟bah.

Energi yang dipancarkan oleh nabi Ibrahim sepanjang

interaksinya pada waktu itu tersimpan di sistem bangunan

Ka‟bah. Apalagi pada saat usai membangun Ka‟bah itu beliau

berdua berdoa mohon dikabulkan atau diterima peribadatan

mereka. Nah, disinilah Hajar Aswad berfungsi sebagai “pintu”

masuk dan keluarnya energi Ka‟bah, karena ia memiliki daya

hantaran elektromagnetik yang sangat tinggi. Energi Ka‟bah

mengalir deras dari bagian ini menyinari orang-orang yang

berada di dekatnya.

Meskipun energi itu juga memancar dari bagian-bagian

Ka‟bah yang lain. Akan tetapi, yang paling besar adalah yang

terpancar dari Hajar Aswad. Karena itu orang yang paling dekat

dengan Hajar Aswad itulah yang akan mengalami pengaruh

paling besar.

Di situlah letaknya Multazam. Getaran gelombang doa

kita itu tertuju ke arah Hajar Aswad, sehingga terjadi kontak

antara hati kita dengan sistern energi Ka‟bah. Tetapi harus kita

pahami bukan karena Ka‟bah itu kita berthawaf. Juga bukan

karena batu hitam, Hajar Aswad, melainkan sepenuhnya

karena Allah. Karena itu, ketika kita memulai berthawaf yang

kita ucapkan adalah Bismillaahi Wallaahu Akbar (Dengan

nama Allah dan Allah Maha Besar).

Di ceritakan oleh salah seorang jamaah haji. Bahwa

ketika seorang ia menunaikan ibadah haji. Pada saat ia shalat

berjama‟ah di Masjidil Haram, cuaca sedang hujan deras.

Seusai shalat, ia mengalami kejadian yang tidak bisa ia

lupakan. Pada waktu itu, tiba-tiba ada petir menyambar.

Namun anehnya petir itu tidak menyambar penangkal petir di

gedung-gedung tinggi di sekitar Masjidil Haram seperti yang

ada di atas Hotel Hilton, misalnya, melainkan menyambar

Ka‟bah. Secara fisika ini menunjukkan kepada kita betapa

dahsyatnya konduktifitas Hajar Aswad itu dibandingkan dengan

Platina yang berada di ujung penangkal petir, di gedung-

gedung tinggi sekitar Ka‟bah.

Semestinya, petir selalu menyambar benda tertinggi

yang bisa digunakannya untuk segera menjalar ke tanah.

Disebabkan beda tegangan yang besar antara awan dan bumi,

maka petir ingin segera meloncat ke bumi secepat-cepatnya.

Karena itu, jika ada benda tinggi yang bisa menyalurkan petir

itu ke bumi maka ia pasti segera menyambarnya. Maka,

kejadian tersebut memberikan informasi yang sangat

meyakinkan kita, bahwa Hajar Aswad memang memiliki tingkat

konduktifitas yang luar biasa. Karena itu, ia akan sangat

berperan menjadi saluran „keluar masuknya‟ energi gelombang

elektromagnetik dalam sistem energi Ka‟bah.

c) Faktor Orang Berthawaf

Faktor penyebab besarnya gelombang elektromagnetik

Ka‟bah, salah satunya adalah dikarenakan orang berthawaf.

Kenapa orang yang berthawaf menyebabkan munculnya

gelombang elektromagnetik? Dan lantas apa kaitannya dengan

doa yang mustajab? Ada kaitan yang sangat erat antara orang

berdo‟a dan gelombang elektromagnetik yang ada di sekitar

Ka‟bah.

Sesungguhnya, setiap perbuatan manusia selalu

menghasilkan gelombang elektromagnetik. Gelombang itu

selalu memancar ketika kita melakukan apa pun. Baik kita

sedang berkata-kata, ataupun kita sedang berpikir, apalagi

sedang melakukan aktifitas fisik. Badan kita memancarkan

energi elektromagnetik.

Kenapa demikian? Karena tubuh kita ini memang

merupakan kumpulan bio elektron yang selalu berputar-putar

di dalam orbitnya di setiap atom-atom penyusun tubuh kita.

Ketika kita berkata-kata, kita sebenarnya sedang

memancarkan gelombang suara yang berasal dari getaran pita

suara kita.

Ketika kita berbuat, kita juga sedang memantul-

mantulkan gelombang cahaya ke berbagai penjuru lingkungan

kita. Jika tertangkap mata seseorang, maka mereka dikatakan

bisa melihat gerakan atau perbuatan kita. Demikian pula

ketika kita sedang berpikir, maka otak kita juga memancarkan

gelombang-gelombang yang bisa dideteksi dengan

menggunakan alat perekam aktivitas otak yang disebut EEG

(Electric Encephalo Graph). Jadi setiap aktifitas kita itu selalu.

memancarkan energi.

Maka doa yang kita ucapkan itu juga memiliki

kandungan energi. Apalagi doa-doa yang kita ambil dari firman-

firman Allah di dalam al-Quran. Di sisi lain, ternyata jutaan

orang yang berthawaf mengelilingi Ka‟bah juga menghasilkan

energi yang besar. Dari mana asalnya? Di dalam ilmu fisika kita

mengenal suatu kaidah yang disebut “Kaidah Tangan Kanan”.

Kaidah Tangan Kanan mengatakan; “Jika ada sebatang

konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak

berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan

muncul medan gelombang elektromagnetik yang mengarah ke

atas”.

Hal ini, dalam “Kaidah Tangan Kanan”, digambarkan

dengan sebuah tangan yang menggenggam empat jari, dengan

ibu jari yang tegak ke arah atas. Empat jari yang menggenggam

itu digambarkan sebagai arah putaran arus listrik, sedangkan

ibu jari itu digambarkan sebagai arah medan elektromagnetik.

Kaidah tangan kanan ini telah memberikan kemudahan

kepada kita dalam memahami misteri Ka‟bah. “Kebetulan”,

orang berthawaf mengelilingi Ka‟bah berputar berlawanan

dengan arah jarum jam. Atau dalam kaidah itu mengikuti

putaran empat jari tergenggam. Apa dampaknya? Seperti telah

dikatakan, bahwa tubuh manusia ini sebenarnya mengandung

listrik dalam jumlah besar yang dibawa oleh milyaran bio

elektron dalam tubuh kita. Maka, dengan kata lain, kita

sebenarnya bisa menyebut tubuh manusia ini adalah

kumpulan muatan listrik. Sehingga ketika ada jutaan orang

berthawaf mengelilingi Ka‟bah, ini seperti ada sebuah arus

listrik yang sangat besar berputar-putar berlawanan dengan

arah jarum jam mengitari Ka‟bah. Apa yang terjadi?

Di tengahnya, di Ka‟bah khususnya lagi di Hajar Aswad terjadi

medan elektromagnetik yang mengarah ke atas. Kenapa

begitu? Karena dalam hal ini, Hajar Aswad telah berfungsi

sebagai konduktor, seperti dijelaskan dalam “Kaidah Tangan

Kanan”. Bahkan bukan sekedar konduktor, melainkan

superkonduktor.

Lantas, apa fungsi medan elektromagnetik yang sangat

besar yang keluar dari Ka‟bah itu? Gelombang inilah yang akan

membantu kekuatan do‟a orang-orang yang bermunajat di

sekitar Ka‟bah, khususnya yang berada di dekat Hajar Aswad

atau Multazam. Bagaimana menjelaskannya? Pernahkah kita

mengamati seorang penyiar radio ketika ia sedang bertugas?

Pada saat seorang penyiar berbicara di depan mikrofonnya,

sebenarnya ia sedang menumpangkan suaranya pada

gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh peralatan

pemancarnya.

Jika ia berbicara tanpa mikrofon, maka jarak jangkau

suaranya tidaklah terlalu jauh. Barangkali saat ia berteriak,

suaranya hanya bisa menjangkau puluhan meter saja. Akan

tetapi ketika ia menggunakan mikrofon, suaranya bisa

menjangkau jarak yang lebih jauh.

Ini karena energi suaranya “diangkut” oleh gelombang

elektromagnetik, yang lantas dipancarkan lewat menara

pemancar dengan power yang besar. Semakin besar powernya,

maka semakin jauh pula Jarak tempuhnya. Bisa menjangkau

berkilo-kilometer, dari sumber suaranya. Kita bisa mengambil

analogi ini untuk menjelaskan hubungan antara energi Ka‟bah

dan orang yang berdoa di dekatnya. Orang yang berdoa di

dekat Multazam, bagaikan seorang penyiar radio yang sedang

bertugas. Ia berada di depan „mikrofon‟ Hajar Aswad. Maka

ketika ia berdoa, pancaran energi doanya itu akan ditangkap

oleh superkonduktor Hajar Aswad untuk kemudian

dipancarkan bersama-sama gelombang elektromagnetik yang

mengarah ke atas akibat aktivitas orang berthawaf.

Energi doa kita akan “menumpang” gelombang

elektromagnetik yang keluar dari Ka‟bah itu, mirip dengan yang

terjadi pada pancaran radio. Kekuatan doa kita menjadi

berlipat-lipat kali, karena terbantu oleh power yang demikian

besar dari Ka‟bah menuju kepada Arasy Allah. Dalam hal ini,

Ka‟bah telah berfungsi bagaikan sistem pemancar radio.

Karena power yang besar itu pula, maka berdoa di

Multazam menjadi demikian mustajab. Energi doa itu jauh

lebih „cepat sampai‟ kepada Allah, dan cepat pula memperoleh

balasannya. Karena itu, jangan sembrono melakukan

perbuatan-perbuatan di Mekkah, karena respon atas

perbuatan kita itu demikian spontan. Hal ini telah banyak

dibuktikan oleh orang-orang yang menunakan ibadah haji.

Doa di multazam

اللهم يارب الب يت العتيق اعتق رقاب نا ورقاب آبائنا وأمهاتنا ب والود والكرم وإخواننا وأوالدنا من النار ، يا ذا ال

والفضل والمن والعطاء واإلحسان .األمور كلها وأجرنا من خزي اللهم أحسن عاقبت نا ف

ن يا وعذاب اآلخرة . الدبابك ، ملتزم اللهم إن عبدك وابن عبدك واقف تت

يديك ، أرجو رحتك وأخشى بأعتابك متذلل ب ي عذابك ، يا قدمي اإلحسان .

اللهم إن أسألك أن ت رفع ذكري وتضع وزري . وتصلح فر ل ذنب ، أمري . وتطهر ق لب وت ن ور ل ف ق بي . وت

. وأسألك الدرجات العلى من النة آمي

Ya Allah Tuhan yang mempunyai Al-Baitil Atiq (Baitullah),

bebaskan diri kami, diri bapa-bapa kami, ibu-ibu kami,

saudara-mara kami dan anak pinak kami daripada

neraka.

Ya Tuhan yang mempunyai kemewahan, kemurahan,

kelebihan kurniaan dan belas kasihan.

Ya Allah ya Tuhan! perelokkanlah kesudahan da1am

segala urusan-urusan kami dan jauhkan kami daripada

kehinaan dunia dan azab akhirat.

Ya Allah ya Tuhan, sesungguhnya daku ini hambaMu

dan anak hambaMu, berdiri di bawah pintuMu mencium

jenang pintuMu, merendah diri di hadapanMu dengan

mengharapkan rahmatMu dan takutkan azabMu. Wahai

Tuhan yang sentiasa bersifat ihsan,

Ya Allah ya Tuhan, sesungguhnya daku meminta

kepadaMu supaya Engkau muliakan sebutan namaku,

gugurkanlah dosaku, bersihkanlah hatiku serta

terangkanlah kuburku, ampunkanlah dosaku dan daku

memohon kepadaMu darjat-darjat yang tinggi di dalam

syurga, amin.

6. Hijir Ismail

Hijir Ismail merupakan suatu kawasan lengkungan yang

berbentuk separuh bulatan yang terletak di Utara Ka‟bah. Pada

asalnya kawasan ini merupakan tempat berteduh bagi Nabi

Ibrahim sepanjang sesi pembinaan Ka‟bah dan menunaikan

ibadah haji di Baitullah. Seterusnya ia menjadi kandang

kambing kepunyaan Nabi Ismail.

Namun begitu, selepas pembinaan Ka‟bah oleh

bangsa Arab Quraisy, ukuran panjangnya telah dikecilkan

sebanyak 6 hasta 1 jengkal, sebahagian Hijir Ismail telah

dimasukkan dalam kawasan Ka‟bah. Justeru, bagi mereka

yang tidak punya kesempatan untuk masuk ke dalam Ka‟bah,

memadailah bagi dirinya berada di Hijir Ismail untuk beribadat.

Diingatkan bahwa dilarang melakukan thawaf di Hijir Ismail

karena ia merupakan sebahagian Ka‟bah.

Pada awalnya, Hijir Ismail berbentuk lingkaran penuh

tetapi pada zaman Quraisy terjadilah perbaikan dan terpotong

separuh lingkarannya dengan demikian disebut hathim yang

artinya terpotong. Hijir yaitu tempat Nabi Ibarahim As

meletakan istrinya Hajar dan putranya Ismail. Ia

memerintahkan Hajar untuk membuat bangsal di tempat itu.

Ada pula yang meriwayatkan bahwa Nabi Ismail As dan

ibunya dikubur di Hijir Ismail. Banyak riwayat yang menjelaskan

bahwa Hijir ismail atau hathim ini adalah bagian dari Ka‟bah

(kira-kira 3 meter) oleh sebab itu tidak sah thawaf seseorang

jika hanya mengelilingi Ka‟bah tapi harus juga mengelilingi Hijir

Ismail.

Pada masa Quraisy, Ka‟bah mengalami perombakan.

Setelah dirombak, bangunan asli Ka‟bah berubah dengan

bangunan yang dibangun oleh Nabi Ibrahim As dan mengalami

penyempitan. Penyempitan itu terjadi di daerah Rukun Syami,

sehingga membuat Hijir Ismail tidak lagi masuk dalam Ka‟bah.

Hijir Ismail seolah-olah berada di luar bangunan Ka‟bah dan

bentuknya seperti yang kita lihat sekarang. Hal ini dikuatkan

melalui Hadits Rasulallah Saw. Siti Aisyah ra. pernah bertanya

kepada Rasulullah Saw. mengenai dinding Hijir ismail. Apakah

ia bagian dari rukun suci ini? Nabi menjawab: “betul”.

Kemudian Aisyah bertanya lagi: Mengapa mereka tidak

memasukkan sekalian sisanya ke Ka‟bah? Nabi Saw

menjawab; ”sebab kaummu kekurangan dana” (HR. Nasa‟i).

Pada zaman Abdullah bin Zubair menjadi penguasa

Mekkah, ia ingin mengembalikan Ka‟bah sesuai dengan

bentuk yang dibangun oleh Nabi Ibrahim As. Setelah

dimusyawaratkan dengan pemuka-pemuka Mekkah, ia

melakukan pemugaran dan pembangunan kembali Ka‟bah dan

memasukkan Hijir Ismail (batu setengah lingkaran yang berada

di halaman Ka‟bah) ke dalam bangunan Ka‟bah, lalu membuat

dua pintu Ka‟bah yang rata dengan tanah, satu arah timur dan

satu arah barat.

Pada masa pemerintahan Abdul malik bin Marwan, ia

memerintahkan Hajjaj bin Yusuf Ats-tsaqafi untuk menutup

pintu Ka‟bah bagian barat yang dibuat oleh Ibnu Zubair dan

menghancurkan bangunan tambahan di Hijir Ismail yang

masuk ke dalam bangunan Ka‟bah. Kemudian Hajjaj menutup

pintu Ka‟bah bagian barat dan membongkar dinding ke arah

Hijir ismail, sehingga terpisah dari Ka‟bah. Demikianlah bentuk

Ka‟bah dibiarkan dalam posisi sepeti itu sampai sekarang ini.

Menurut riwayat dari Aisyah ra. bahwasanya Nabi

Muhammad Saw bersabda; ”Aku ingin sekali masuk ke Ka‟bah

dan shalat di dalamnya, lalu Rasulullah Saw menarik tanganku

dan membawanya ke dalam Hijir Ismail, sambil berkata;

”Shalatlah di dalamnya jika engkau ingin masuk Ka‟bah,

karena ia merupakan bagian dari Ka‟bah”

Letak Hijir Ismail setengah lingkaran membentang

sepanjang 21,57 meter. Garis tengah dari Rukun Iraqi dan

Rukun Syami 11,94 meter, dan dari dinding Ka‟bah ke bagian

dinding dalam 8,42 meter. Lebar kedua sisi pintunya 2,29

meter, panjang dari pintu ke pintu 8,77 meter. Di dalam Hijir

Ismail yang kecil itulah orang berebutan masuk, shalat dan

berdoa meminta apa saja sesuai dengan hajat masing-masing.

Konon do‟a yang paling mustajab di Hijir Ismail dilakukan di

bawah talang air.

Sejak terpisahnya dari Ka‟bah, Hijir Ismail mengalami

perbaikan. Dan orang yang pertama kali memperbaiki Hijir

Ismail dengan memasang marmer pada pilar Hijir adalah Abu

Ja‟far Manshur, khalifah Bani Abbasiah, pada tahun 140 H.

Demikian seterusnya Hijir Ismail mengalami pembaharuan dari

tahun ke tahun sampai sekarang ini.

7. Rukun Yamani

Rukun Yamani adalah sisi atau sudut Ka‟bah yang

menghadap ke arah Yaman atau disebut sudut arah Yaman.

Rukun yang sejajar dengan Hajar

Aswad ini sangat penting artinya

bagi keistimewaan Ka‟bah. Di

sudut ini setiap jamaah yang

thawaf disunnah-kan untuk menyalami atau mengusap dengan

tangan kanan atau cukup dengan melambaikan tangan ke

arah sudut ini dengan mengucap “Bismillah Wallahu Akbar”.

Menurut riwayat dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi Saw hanya

menyalami Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja. Sedangkan

Ibnu Umar ra mendengar Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya mengusap keduanya yakni Hajar Aswad dan

Rukun Yamani dapat menghapus dosa-dosa.”

Rasulullah Saw ketika berada diantara dua rukun ini,

yaitu Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad, beliau membaca

doa:

ن يا ف آتنا رب نآ عذاب وقنا حسنة ٱآلخرة وف حسنة ٱلد ٱلنار

“Ya Tuhan kami, berilah kami kabaikan didunia dan

kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api

neraka” (QS. al-Baqarah: 201)

Dalam satu riwayat, Nabi Saw pernah bersabda bahwa

setiap beliau meliwati sudut ini kelihatan ada malaikat yang

mengucapkan amin, sebagai jawaban dari do‟a beliau. Rukun

Yamani ini juga dipercayai sebagai salah satu tempat yang

sangat baik untuk berdo‟a, dengan cara meletakkan tangan

kanan lalu meminta kepada Allah Swt apa yang kita inginkan.

8. Sumur Zam Zam

a) Penemuan Pertama

Dalam kitab Fathul Bari, pada bab al-Anbiya‟ dijelaskan

bahwa kabilah Jurhun yang hidup di Jaziraul Arab senang

sekali berhijrah. Tapi setelah melihat ada tanda wujudnya air

Zam Zam di kota Mekkah, mereka segera membuat

perkampungan dan mendirikan kemah-kemah di sekitarnya.

Tentu yang pertama kali menemukan Zam Zam

adalah seorang wanita. Dialah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim As.

Di saat akan ditinggalkan suaminya, ia menyeret jubbahnya

seraya berkata; “Kemanakah engkau hendak pergi?, dan

meninggalkan kami di lembah yang tidak ada penghuni?

Apakah Allah yang menyuruhmu?” Nabi Ibrahim As menjawab:

“Ya”. Hajar berkata: “Jika demikian pasti Allah tidak akan

menyia-nyiakan kami”.

Setelah perbekalan Hajar habis ia tinggalkan anaknya

di sebuah pohon yang rindang dan berusaha (sa‟i) mencari air.

Ia berusaha sekuat tenaga naik ke bukit Shofa. Di atas bukit ia

melihat ke kiri dan ke kanan. Harapannya penuh melihat

kafilah datang dan bisa membantunya. Kemudia ia berlari lagi

ke bukit Marwah. Di sana ia melakukan hal yang sama seperti

ia melakukannya di bukit Shofa. Demikian seterusnya tujuh

kali ia berlari bolak balik dari Shofa ke Marwah.Ternyata air

yang dicarinya keluar deras dari tumit si bayi. Maka keluarlah

air Zam Zam.

Subhanallah, dari pasir gersang itu keluarlah air. Mulai

saat itu Mekkah yang dahulunya merupakan kota tandus,

gersang, tak ada pepohonan yang tumbuh, dan tidak ada

penghuni yang hidup, berkat Nabi Ismail As, datuk nabi kita

Muhammad Saw menjadi kota yang subur, makmur dan

terlimpah di dalamnya aneka ragam dari keberkahan Allah.

Semua ini karena air Zam Zam yang keluar di tanah Mekkah.

b) Penemuan Kedua

Setelah itu penghidupan di Mekkah terdapat sumber

air Zam Zam, kabilah Jurhum mulai berdatangan ke sana

untuk menetap dan mendudukinya. Campur baur pun antara

mereka dan keluarga Nabi Ismalil tak bisa dielakkan. Dari

sana, terbentuklah masyarakat baru dan keluarlah di

kemudian hari bangsa Quraisy dan Bani Hasyim. Itulah

sebahagian dari keunggulan dan keistimewaan air Zam Zam.

Hari berganti hari dan zaman berganti zaman, sehingga

datanglah hujan lebat dan banjir dahsyat yang membuat telaga

Zam Zam lenyap dan tidak ada tanda-tanda untuk

diketahuinya lagi. Ini menurut riwayat Yaqut Al-Hamawi.

Adapun menurut pendapat lain bahwa sumur Zam Zam

ditimbun dan dihilangkan tanda-tandanya oleh kabilah Jurhum

di saat mereka akan meninggalkan kota Mekkah.

Telaga Zam Zam terus lenyap dari permukaan bumi

Mekkah dan tidak diketahui tempatnya, hingga Abdul Muttalib,

kakek Nabi Saw memangku jabatan sebagai pemberi makan

dan minum jama‟ah haji. Dengan ru’ya shadiqah (impian yang

benar) ia akhirnya ditunjukan Allah tempat sumur Zam Zam

yang tidak pernah kering airnya dan tidak pernah surut.

Sumur ini dinamakan Zam Zam karena airnya yang

sangat banyak dan Zam Zam dalam bahasa Arab berarti

banyak dan berkumpul. Seandainya Siti Hajar di saat

menemukannya tidak mengumpulkan pasir di sekitar tempat

air dan tidak menciduknya, maka air Zam Zam akan mengalir

terus sehingga bisa menenggelamkan semuanya.

c) Keberkahan Zam Zam

Terletak lebih kurang 20 meter ke kiri dari Ka‟bah ada

semacam terowongan ke bawah. Sumber air Zam Zam itu

sekarang sudah ditutup dan dipagari dengan kaca tebal dan

didalamnya sudah dipasangi instalasi pipa modern untuk

mengalirkan air Zam Zam itu ke tempat-tempat yang sudah

ditentukan. Sampai sekarang sumur ini mampu mengalirkan

air sebesar 11-18.5 liter/detik, hingga permenit dapat

mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Celah-

celah atau rekahan ini salah satu yang mengeluarkan air

cukup banyak. Ada celah (rekahan) yang memanjang kearah

Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dengan ketinggian 30 cm,

juga beberapa celah kecil ke arah Shofa dan Marwa.

Dahulu pada masa jahiliah air Zam Zam dijuluki

syabba’ah artinya yang banyak mengenyangkan, dan diyakini

bahwa ia adalah sebaik-baik penolong bagi keluarga. Zam-Zam

memiliki nilai yang sangat tinggi bagi umat Islam karena ia

adalah air penuh barokah, air yang diberikan oleh Allah Swt,

sehingga dapat diminum untuk niat apa saja.

d) Keberkahan Zam Zam

Dari salah satu bukti yang menunjukan keutamaan

Zam Zam adalah saat malaikat Jibril As membelah dada

Rasullullah Saw, ia membasuhnya hati beliau dengan Zam

Zam. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Dhar Al-Ghifari

bahwa Rasulullah Saw bersabda; “ Atap rumahku dibuka saat

aku berada di Mekkah dan Jibril as turun dan membelah

dadaku kemudian ia membasuhnya dengan Zam Zam. Lalu ia

membawa bejana besar terbuat dari emas berisi hikmah dan

keimanan dan menuangkannya ke dalam dadaku. Kemudian ia

menutupnya. Lalu ia memegang tanganku dan membawaku ke

langit”

Kemudian, Mujahid berkata: “Aku tidak pernah melihat

Ibnu Abbas ra memberi makan seseorang kecuali ia juga

memberikan air Zam Zam untuk di minum. Ia juga mengatakan

setiap kali tamu datang berkunjung Ibnu Abbas akan

menjamunya dengan air Zam Zam.

Di antara keistimewaan air Zam Zam adalah bahwa

Rasulallah saw menjadikan siapa yang meminumnya sampai

kenyang akan dibersihkan hatinya dari sifat munafik.

Diriwayatkan dari Jabir ra bahwa Rasulallah Saw meminta

seember air Zam Zam, lalu beliau meminumnya dan

memakainya untuk berwudhu‟. Dalam kitab Shahih

diriwayatkan; saat Abu Dzar telah memeluk Islam, ia berkata:

“Ya Rasulallah saya berada di sini selama 30 hari”, beliau

bersabda: “Siapa yang memberimu makan?”, ia berkata: “Aku

tidak mempunyai makanan apapun jua hanya air Zam Zam,

tapi berat badanku bertambah, sehingga aku dapat merasakan

lipatan lemak pada perutku, dan aku tidak merasa lapar sama

sekali”. Lantas beliau bersabda; “Zam Zam diberkahi dan

mengandung makanan bergizi”. Bahkan air Zam Zam, atas

berkah Allah Swt merupakan air yang berkhasiat dapat

mengobati penyakit. Sungguh Rasulullah Saw telah bersabda

“Air yang paling baik di permukaan bumi adalah air Zam Zam,

di dalamnya terdapat makanan bergizi dan dapat

menyembuhkan penyakit” (HR at-Tabarani dari Ibnu Abbas)

9. Bukit Shofa dan Marwah

Bukit Shofa dan Marwah adalah dua buah bukit yang

terletak dekat dengan Ka‟bah (Baitullah). Bukit Shofa dan

Marwah ini memiliki peranan sangat penting dalam sejarah

Islam, khususnya dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah.

Bukit Shofa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter itu,

menjadi salah satu dari rukun haji dan umrah. Tidak sah haji

atau umrah seseorang jika tidak melakukan sa‟i antara Shofa

dan Marwah sebanyak tujuh kali.

Shofa merupakan sebuah bukit kecil yang

menyambung ke bukit Abi Qubais. Di bukit ini, dahulunya

terdapat Darul Arqam, Darul Saib bin Abi Saib dan Darul al-

Khuld yang sekarang semuanya sudah disatukan menjadi

tempat sa‟i. Sedangkan bukit Marwah bukit yang menyambung

dengan bukit Qaiqu‟an dan mengarah ke rukun Syami,

jaraknya 300 meter dari Ka‟bah. Marwah merupakan tempat

terakhir thawaf.

Dari segi fisik, tidak ada yang istimewa dari kedua bukit

itu. Namun, tujuan Allah memerintahkan Ibrahim As agar

membawa keluarganya ke Mekkah yang kelak di lokasi

tersebut rumah Allah (Baitullah) berdiri.

B. Rahasia Di balik Kesucian Bangunan Ka’bah

Ka‟bah merupakan kiblat shalat bagi seluruh umat

muslim di dunia. Ka‟bah terdapat dalam area Masjidil Haram

yang terletak di kota Mekkah, Arab Saudi. Setiap tahunnya,

jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia datang ke Mekkah

untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah serta berziarah ke

sejumlah tempat bersejarah di sana.

Di dalam Ka‟bah tidak terdapat benda apapun.

Meskipun demikian, Ka‟bah memiliki arti yang sangat penting

bagi umat muslim. Berdasarkan sebuah riwayat, Ka‟bah adalah

bangunan pertama yang diciptakan sejak penciptaan bumi.

Ka‟bah memiliki rahasia tersembunyi, bahkan tempat-tempat

sekitar Ka‟bah termasuk depan pintu Multazam merupakan

tempat mustajab untuk berdoa.

Di balik kesucian bangunan Ka‟bah terdapat beberapa

keajaiban yang tidak dimiliki oleh bangunan manapun di dunia.

Di antara keajaiban tersebut adalah;

1. Ka‟bah Mengeluarkan Sinar Radiasi

Di planet bumi mengeluarkan semacam radiasi, yang

kemudian diketahui sebagai medan magnet. Penemuan ini

sempat mengguncang National Aeronautics and Space

Administration (NASA), badan antariksa Amerika Serikat, dan

temuan ini sempat dipublikasikan melalui internet. Namun

entah mengapa, setelah 21 hari tayang, website yang

mempublikasikan temuan itu hilang dari dunia maya.

Namun demikian, keberadaan radiasi itu tetap diteliti,

dan akhirnya diketahui kalau radiasi tersebut berpusat di kota

Mekkah, tempat di mana Ka‟bah berada. Yang lebih

mengejutkan, radiasi tersebut ternyata bersifat infinite (tidak

berujung). Hal ini terbuktikan ketika para astronot mengambil

foto planet Mars, radiasi tersebut masih tetap terlihat. Para

peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki

karakteristik dan menghubungkan antara Ka‟bah di planet

bumi dengan Ka‟bah di alam akhirat.

Ada sebuah pengakuan dari ilmuwan Barat. Dalam

Encyclopedia Americana, Lawrence E Yoseph, mengatakan;

“ Sungguh kita telah berhutang besar kepada umat Islam.

Sekiranya orang-orang Islam berhenti melaksanakan thawaf

ataupun shalat di muka bumi ini, niscaya akan terhentilah

perputaran bumi kita ini, karena rotasi dari super konduktor

yang berpusat di Hajar Aswad, tidak lagi memancarkan

gelombang elektromagnetik.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan Sunita

Williams. Ia adalah seorang wanita India pertama yang pergi ke

bulan pada tanggal 9 Juli 2011. Sekembalinya misi astronot ke

bulan ia langsung masuk dan memeluk agama Islam. Ia

berkata: ''Dari Bulan seluruh bumi kelihatan hitam dan gelap

kecuali dua tempat yang terang dan bercahaya. Ketika aku

lihat dengan teleskop, ternyata tempat itu adalah Mekkah dan

Madinah. Di bulan semua frekuensi suara tidak berfungsi, Tapi

aku masih mendengar suara Adzan”.

Dari testimoni dua orang astronot yang telah

mengangkasa melihat suatu sinar yang teramat terang

mememancar dari bumi, dan setelah diteliti ternyata

bersumber dari Bait Allah atau Ka'bah. Super konduktor itu

adalah Hajar Aswad, yang berfungsi bagai mikrofon yang

sedang siaran dan jaraknya mencapai ribuan mil jangkauan

siarannya.

Di sini, para astronot telah menemukan bahwa planet

bumi itu mengeluarkan semacam radiasi. Radiasi yang berada

di sekitar Ka‟bah ini memiliki karakteristik dan

menghubungkan antara Ka‟bah di planet bumi dengan Ka‟bah

di alam. Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub

selatan, ada suatu area yang bernama Zero Magnetism

Area, artinya apabila kita mengeluarkan kompas di area

tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak

sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara

kedua kutub.Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekkah,

maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak

dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi.

Sebab itulah ketika kita mengelilingi Ka‟bah, maka

seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi

misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara

ilmiah. Hal ini disebabkan Mekkah juga merupakan pusat

bumi. Mekkah adalah pusat dari lapisan-lapisan langit. da

beberapa ayat dan hadits nabawi yang menyiratkan fakta ini.

“Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup

menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka

lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan

dengan kekuatan”. (QS. ar-Rahman: 33).

Menurut riwayat Ibnu Abbas dan Abdullah bin Amr bin

As, dahulu Hajar Aswad tidak hanya berwarna putih tetapi juga

memancarkan sinar yang berkilauan. Sekiranya Allah Swt

tidak memadamkan kilauannya, tidak seorang manusia pun

yang sanggup mamandangnya. Dalam penelitian lainnya,

mereka mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan

batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di

sebuah museum di negara Inggris, ada tiga buah potongan

batu tersebut (dari Ka‟bah) dan pihak museum juga

mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan

berasal dari sistem tatasurya kita. Dalam salah satu hadits,

Rasulullah Saw bersabda : "Hajar Aswad itu diturunkan dari

surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa

anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam".

2. Zero Magnetism Area

Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan,

ada suatu area yang bernama Zero Magnetism Area. Bila

seseorang mengeluarkan kompas di area tersebut, maka

jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali

karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.

Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekkah,

maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak

dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu,

ketika mengelilingi Ka‟ah, maka seakan-akan fisik para jamaah

haji seperti di-charge ulang oleh suatu energi misterius dan ini

adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.

3. Tekanan Gravitasi Tinggi

Ka‟bah dan sekitarnya merupakan sebuah area dengan

gaya gravitasi yang tinggi. Ini menyebabkan satelit, frekuensi

radio ataupun peralatan teknologi lainnya tidak dapat

mengetahui isi di dalam Ka‟bah. Selain itu, tekanan gravitasi

tinggi juga menyebabkan kadar garam dan aliran sungai bawah

tanah tinggi. Inilah yang menyebabkan shalat di Masjidil Haram

tidak akan terasa panas meskipun tanpa atap di atasnya.

Tekanan gravitasi yang tinggi memberikan kesan

langsung kepada sistem imun tubuh untuk bertindak sebagai

pertahanan dari segala macam penyakit.

4. Tempat Ibadah Tertua

Pembangunan Ka‟bah telah dilakukan sejak zaman

Nabi Adam As. Ada pula sumber yang menyebutkan, Ka‟bah

telah dibangun semenjak 2000 tahun sebelum Nabi Adam

diturunkan. Pembangunannya pun memerlukan waktu yang

lama karena dilakukan dari masa ke masa.

Menurut sebagian riwayat, Ka‟bah sudah ada sebelum

Nabi Adam As diturunkan ke bumi, karena sudah dipergunakan

oleh para malaikat untuk thawaf dan ibadah. Ketika Adam dan

Hawa terusir dari Taman Surga, mereka diturunkan ke muka

bumi, diantar oleh malaikat Jibril. Peristiwa ini jatuh pada

tanggal 10 Muharam.

5. Ka‟bah Memancarkan Energi Positif

Ka‟bah dijadikan sebagai kiblat oleh orang yang shalat

di seluruh dunia, karena orang shalat di seluruh dunia

memancarkan energi positif apalagi semua berkiblat kepada

Ka‟bah. Jadi dapat kita bayangkan energi positif yang terpusat

di Ka‟bah, dan juga menjadi pusat gerakan shalat sepanjang

waktu karena diketahui waktu shalat mengikuti pergerakan

matahari. Itu artinya, setiap waktu sesuai gerakan matahari

selalu ada orang yang sedang shalat. Jika sekarang seseorang

di sini melakukan shalat Dhuhur, demikian pula wilayah yang

lebih barat akan memasuki waktu Dhuhur dan seterusnya atau

dalam waktu yang bersamaan orang Indonesia shalat Dhuhur

orang yang lebih timur melakukan shalat Ashar demikian

seterusnya.

Memandang Ka‟bah dengan ikhlas akan

mendatangkan ketenangan jiwa. Aturan untuk tidak

mengenakan topi atau kepala saat beribadah haji juga

memiliki banyak manfaat. Rambut yang ada di tubuh manusia

dapat berfungsi sebagai antena untuk menerima energi postif

yang dipancarkan Ka‟bah.

1. Ka‟bah Pusat Bumi

Di kalangan ilmuan ruang angkasa telah diyakini bahwa

Ka‟bah sebagai pusat bumi. Bila diperhatikan arah panah dari

setiap arah penjuru di bumi, semua umat Islam melakukan

ibadah dengan mengarah pada satu pusat (kiblat) yaitu ke

Ka‟bah, baik pada saat melakukan shalat maupun saat

menunaikan salah satu rukun berhaji dan umrah, yaitu thawaf.

Hal ini sama seperti pergerakan bumi dan planet-planet lainnya

yang berpusat pada matahari, atau sama seperti pergerakan

matahari dan bintang-bintang yang berpusat pada satu titik

sehingga membentuk satu kelompok atau kumpulan bintang-

bintang atau yang disebut dengan galaksi. Setiap arah rotasi

dari bintang-bintang, planet-planet dan benda lainnya dalam

galaksi-galaksi tersebut membentuk lingkaran (mengelilingi)

suatu pusat dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam,

sesuai dengan hokum atau aturan dalam melakukan thawaf.

Gambar-gambar satelit yang muncul kemudian pada

tahun 90-an menekankan hasil dan natijah yang sama, ketika

kajian-kajian lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-

lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan. Telah

menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-

lempengan bumi terbentuk selama masa geologi yang panjang,

bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab.

Lempengan-lempengan itu terus menerus memusat ke arah itu

seolah-olah menunjuk ke arah Mekkah. “Demikianlah Kami

wahyukan kepadamu al-Quran dalam bahasa Arab supaya

kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk

Mekah) dan penduduk (negeri-negeri di sekelilingnya)” (QS.

asy-Syura: 7). Kata Ummul Qura berarti induk bagi kota-kota

lain, dan kota-kota di sekelilingnya, menunjukkan Mekkah

adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah

berada di sekelilingnya.

Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang

cukup penting dan luas di dalam peradaban Islam.

Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan,

maka Mekkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain

serta keunggulan di atas semua kota. Ada beberapa ayat al-

Qur‟an yang memperkuatkan fakta ini. Allah berfirman

maksudnya; “Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup

menembusi (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka

lintasilah, kamu tidak dapat menembusinya kecuali dengan

kekuatan (ilmu pengetahuan)” (QS. ar-Rahman: 33).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat difahamkan

bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter

bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Mekkah berada di tengah-

tengah bumi, dengan itu berarti bahawa Mkekah juga berada

di tengah-tengah lapisan langit.

Selain itu ada hadis yang menerangkan bahwa Masjidil

Haram di Mekkah, tempat Ka‟bah berada itu ada di tengah-

tengah tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan yang membentuk

bumi. Nabi Saw bersabda; “Wahai orang-orang Mekkah, wahai

orang-orang Quraisy, sesungguhnya kamu berada di bawah

pertengahan langit”.

Berdasarkan kajian di atas, bahwa Mekkah berada

pada tengah-tengah bumi (pusat dunia), maka benar-benar

diyakini bahawa Kota Suci Mekkah, bukan Greenwich, yang

seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan

mengakhiri kontroversi yang timbul pada empat dekade yang

lalu oleh kalangan Barat. Ada banyak perdebatan ilmiah untuk

membuktikan bahwa Mekkah merupakan wilayah kosong bujur

sangkar yang melalui kota suci tersebut. Jika waktu Mekkah

diterapkan, maka mudah bagi setiap orang mengetahui waktu

shalat.

C. Daya Magis Kain Kiswah

1. Sejarah Kiswah "Kain Penutup Ka‟bah"

Mungkin sudah tidak aneh lagi melihat kain hitam yang

menutupi Ka‟bah. Namun, tidak banyak orang yang tahu

bahwa selimut Ka‟bah yang dinamakan “Kiswah” itu ternyata

harganya sangat mahal, yaitu 20 juta real atau sekitar Rp 50

milyar. Selimut Ka‟bah itu terbuat dari sutera murni berwarna

hitam pekat. Kiswah dihiasi benang berlapis emas dan perak

untuk membuat sulaman kaligrafi berupa ayat-ayat al-Quran

dan ornamen- ornamen bernuansa Islam. Tulisan itu

membentuk angka V (angka tujuh dalam tulisan Arab). Salah

satu kalimat yang ditulis di Kiswah Ka‟bah adalah Allah Jalla

Jalalah, Laailaahaillallah, Muhammad Rasulullah. Terdapat

lima bagian Kiswah yang menutupi Ka‟bah. Empat bagian

untuk menutupi empat sisi Ka‟bah, termasuk bagian atasnya.

Sedangkan satu bagian lagi untuk menutup bagian pintu.

Kain Kiswah ini biasanya diganti setiap tahun pada

tanggal 9 Dzulhijjah, hari ketika jamaah haji berjalan ke bukit

Arafah pada musim haji. Nama Kiswah dalam bahasa Arab

berarti 'selubung' (kain yang dikenakan pada peti) dan seasal

dengan kata kisui dalam bahasa Ibrani. Setiap tahun, kiswah

lama diangkat, dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil

dan dihadiahkan kepada beberapa orang, pejabat Muslim

asing yang berkunjung dan organisasi asing. Beberapa di

antara mereka turut bertukar souvenir haji.

Pembuat Kiswah yang terkenal pada masa jahiliah

adalah ad-Dibaj Natilah binti Hibban, ibu dari Abbas bin Abdul

Muthalib. Pada masa-masa sebelumnya, Umar bin Khattab

memotong-motongnya dan membagi-bagikannya kepada para

jamaah yang hendak menggunakannya sebagai pelindung dari

panasnya suhu kota Mekkah.

Saat ini biaya pembuatan Kiswah mencapai SR

17.000.000. Untuk membuat sebuah Kiswah diperlukan 670

kg bahan sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera

yang terdiri dari 47 potong kain. Masing- masing potongan

tersebut berukuran panjang 14 meter dan lebar 101 meter.

Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi bidang kubus

Ka‟bah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan berupa

pintalan emas diperlukan 120 Kg emas dan beberapa puluh

kilogram perak. Kiswah dipasang mengitari Ka‟bah dan

direkatkan ke tanah menggunakan cincin tembaga. Jahitan

ayat-ayat Qur‟an yang biasanya dirancang secara manual

sekarang dibantu oleh komputer yang mempercepat masa

pembuatan kain ini. Kiswah pertama kali dibuat oleh seorang

pengrajin bernama Adnan bin „Ad dengan bahan baku kulit

unta.

Sejak 1931, Kiswah untuk menutupi Ka‟bah diproduksi

di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota Mekkah. Dalam

pabrik tersebut, pembuatan Kiswah dilakukan secara modern

dengan menggunakan mesin tenun modern pula. Di pabrik

Kiswah yang areanya seluas 10 hektare itu dipekerjakan

sekitar 240 pengrajin Kiswah. Di balik Kiswah hitam, ada kain

berwarna putih yang disebut Bithana Kiswah. Kain itu

berfungsi untuk menyerap uap dari dinding Ka‟bah dan

menghalangi panas yang diserap dari kain Kiswah yang hitam.

Kain ini mengandung daya serap tinggi untuk menghindarkan

panas yang berlebihan dan mencegah dinding Ka‟bah retak.

Tujuan dari pemasangan kain itu adalah untuk melindungi

dinding Ka‟bah dari kotoran, debu, serta panas yang dapat

membuatnya menjadi rusak. Selain itu Kiswah juga berfungsi

sebagai hiasan Ka‟bah.

Menurut sejarah, Ka‟bah sudah diberi Kiswah sejak

zaman Nabi Ismail As, putra Nabi Ibrahim As. Namun tidak ada

catatan yang mengisahkan Kiswah pada zaman Nabi Ismail

terbuat dari apa dan berwarna apa. Baru pada masa

kepemimpinan Raja Himyar As‟ad Abu Bakr dari Yaman,

disebutkan Kiswah yang melindungi Ka‟bah terbuat dari kain

tenun. Artinya, As‟ad Abu Bakr dari Yamanlah orang pertama

yang memakaikan Kiswah untuk Ka‟bah.

Dikisahkan bahwa As‟ad Abu Bakr pernah bermimpi

memakaikan kian penutup Ka‟bah. Maka pada tahun 220

sebelum hijriyah, sepulang dari penyerbuan nya ke kota

Yatsrib, As‟ad Abu Bakr melaksanakan mimpinya tersebut. Ia

membuat kain penutup untuk Ka‟bah yang terbuat dari kain

bulu atau barûd, sejenis kain yang berasal dari Yaman. Dalam

bukunya Tarikh Ka’bah, al-Kharbuthali menulis bahwa ketika

memakaikan kain Kiswah untuk Ka‟bah, Abu Bakr

menyenandungkan syair-syair pujian.

Langkah yang dilakukan Abu Bakr ini diikuti secara

turun temurun oleh orang-orang setelahnya. Mereka menutup

badan Ka‟bah dengan kain dan baju yang sebagian besar

diimpor dari Mesir dan Yaman. Tidak hanya para penguasa,

apa yang dilakukan Abu Bakr juga ditiru oleh para hartawan

Arab pada masa itu. Mereka yang punya nazar atau ingin

memberikan persembahan kepada Tuhannya memberikan

hadiah kain penutup untuk Ka‟bah.

Ketika Qushay bin Kilab berkuasa, ia memberlakukan

pemungutan upeti dari setiap suku di kalangan kaum Quraisy

untuk digunakan sebagai dana pembuatan Kiswah. Inilah awal

dari pemerataan dan manajemen modern dalam pembuatan

Kiswah. Qushay menetapkan bahwa setiap suku mendapatkan

bagiannya untuk membuat Kiswah.

Di masa Nabi Muhammad Saw sendiri juga pernah

memerintahkan pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari

Yaman. Sedangkan empat khalifah penerus Nabi Muhammad

yang termasuk dalam Khulafa al-Rasyidin memerintahkan

pembuatan kiswah dari kain benang kapas.

Sementara itu, pada era kekhalifahan Abbassiyah,

khalifah ke-4 al-Mahdi memerintahkan supaya Kiswah dibuat

dari kain sutra khuz. Pada masa pemerintahannya, kiswah

didatangkan dari Mesir dan Yaman.

Menurut catatan sejarah, kiswah tidak selalu berwarna

hitam pekat seperti saat ini. Kiswah pertama yang dibuat dari

kain tenun dari Yaman justru berwarna merah dan berlajur-

lajur. Di masa Rasulullah Saw, Kiswah yang digunakan untuk

menutupi Ka‟bah terbuat dari kain putih yang dikimpor dari

Mesir dan kemudian diganti dengan Kiswah buatan Yaman.

Sedangkan pada masa khalifah al-Ma‟mun ar-Rasyid, Kiswah

dibuat dengan warna dasar putih. Kiswah juga pernah dibuat

berwarna hijau atas perintah khalifah an-Nasir dari Bani

Abbasiyah (sekitar abad 16 M) dan Kiswah juga pernah dibuat

berwarna kuning berdasarkan perintah Muhammad ibnu

Sabaktakin.

Penggantian kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke

tahun, rupanya mengusik benak kalifah al-Ma‟mun dari Dinasti

Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan bahwa sebaiknya

warna Kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam. Hingga

saat ini, meskipun Kiswah diganti setiap tahun, tetapi

warnanya selalu hitam.

Pada era keemasan Islam, tanggung jawab pembuatan

maupun pengadaan Kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah

yang sedang berkuasa di Hijaz, Arab Saudi pada setiap

masanya. Meskipun Kiswah selalu menjadi tanggung jawab

para khalifah, beberapa raja di luar tanah Hijaz pernah

menghadiahkan Kiswah kepada pemerintah Hijaz.

Dulu, Kiswah yang terbuat dari sutera hitam pernah

didatangkan dari Mesir yang biayanya diambil dari kas

Kerajaan Mesir. Tradisi pengiriman Kiswah dari Mesir ini

dimulai pada zaman Sultan Sulaiman yang memerintah mesir

pada sekitar tahun 950-an H sampai masa pemerintahan

Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an.

Setiap tahun, Kiswah-Kiswah indah yang dibuat di

Mesir itu di antar ke Mekkah melewati jalan darat

menggunakan tandu indah yang disebut mahmal. Kiswah

beserta hadiah-hadiah lain di dalam mahmal datang

bersamaan dengan rombongan haji dari Mesir yang dikepalai

oleh seorang amirul hajj.

Amirul hajj itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah

Kerajaan Mesir. Dari Mesir, setelah upacara serah terima,

mahmal yang dikawal tentara Mesir berangkat ke terusan Suez

dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan Jeddah. Setibanya

di Hijaz, mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat

meriah menuju ke Mekkah.

Pengiriman kiswah dari Mesir pernah terlambat hingga

awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu setelah

meletusnya Perang Dunia I. Keterlambatan pengiriman kiswah

terjadi akibat suasana yang tidak aman dan kondusif akibat

Perang Dunia I.

Melihat situasi yang kurang baik pada saat itu, Raja

Ibnu Saud (pendiri Kerajaan Arab Saudi) mengambil keputusan

untuk segera membuat Kiswah sendiri mengingat pada tanggal

10 Dzulhijjah, Kiswah lama harus diganti dengan Kiswah yang

baru. Usaha tersebut berhasil dengan pendirian perusahaan

tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Mekkah.

Setelah Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari

Mesir kembali mengirimkan Kiswah ke tanah Hijaz. Namun

melihat berbagai kondisi pada saat itu, pemerintah Kerajaan

Arab Saudi dibawah Raja Abdul Aziz Bin Saud memutuskan

untuk membuat pabrik Kiswah sendiri pada 1931 di Mekkah.

Hingga akhirnya Kiswah dibuat di Arab Saudi hingga saat ini.

Kain kiswah memiliki keunikan dan keunggulan

tersendiri. Pintalan-pintalan benang berwarna emas maupun

perak bersatu padu merangkai goresan kalam Ilahi. Kiswah

menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman

Allah Swt yang suci yang dipintal pada Kiswah, tetapi juga

karena keindahan dan eksotisme pintalan benang berwarna

emas dan perak pada permukaannya.

Perpaduan warna emas dan perak pada kaligrafi yang

menghiasi kiswah tersebut memiliki nilai seni yang luar biasa.

Sebab pembuatannya membutuhkan skill dan bakat yang luar

biasa karena tidak semua orang mampu membuat seni

seindah itu. Kiswah merupakan simbol kekuatan,

kesederhanaan, juga keagungan.

2. Proses Pembuatan Kiswah

Kiswah pertama kali dibuat oleh seorang pengrajin

bernama Adnan bin Ad dengan bahan baku kulit unta. Namun

dalam perkembangannya, kiswah dibuat dari kain sutera.

Untuk membuat sebuah kiswah memerlukan 670 kg bahan

sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera yang terdiri

dari 47 potong kain. Masing-masing potongan tersebut

berukuran panjang 14 meter dan lebar 95 cm.

Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi bidang

kubus Ka‟bah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan

berupa pintalan emas diperlukan 120 kg emas dan beberapa

puluh kg perak.

Namun sejak 1931, Kiswah untuk menutupi Ka‟bah

diproduksi di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota

Mekkah, Arab Saudi. Dalam pabrik tersebut, pembuatan

Kiswah dilakukan secara modern dengan menggunakan mesin

tenun modern. Di pabrik Kiswah yang arealnya seluas 10

hektare itu dipekerjakan sekitar 240 perajin Kiswah.

Dalam pabrik tersebut, Kiswah dibuat secara massal.

Di sanalah semuanya disiapkan dari perencanaan, pembuatan

gambar prototipe kaligrafi, pencucian benang sutera, perajutan

kain dasar, pembuatan benang dari berkilo-kilo emas murni

dan perak hingga pada pemintalan kaligrafi dari benang emas

maupun perak, lalu penjahitan akhir.

Meskipun Kiswah tampak hitam jika dilihat dari luar,

namun ternyata bagian dalam Kiswah itu berwarna putih.

Salah satu kalimat yang tertera dalam pintalan emas kiswah

adalah kalimah syahadat, Allah Jalla Jalallah, La Ilaha Illallah,

dan Muhammad Rasulullah, surat Ali Imran ayat 96, al-

Baqarah :144, surat al-Fatihah, surat al-Ikhlash terpintal indah

dalam benang emas untuk menghiasi kiswah.

Kaligrafi yang digunakan untuk menghias Kiswah terdiri

dari ayat-ayat yang berhubungan dengan haji dan Ka‟bah juga

asma-asma Allah yang dimuliakan. Hiasan kaligrafi yang

terbuat dari emas dan perak tampak berkilau indah saat

terkena cahaya matahari. Karena menggunakan bahan baku

dari benda-benda yang sangat berharga seperti sutera, emas,

maupun perak, harga kiswah ini menjadi sangat mahal sekitar

Rp 50 miliar.

Sehingga setiap tahun Jawatan Wakaf Kerajaan Arab

Saudi harus menyediakan dana sekitar Rp 50 miliar untuk

pembuatan Kiswah. Menurut sejarah, tradisi penggantian

kiswah yang dilakukan setiap tahunnya sudah ada sejak masa

khalifah al-Mahdi yang merupakan penguasa Dinasti Abbasiyah

ke-IV.

Tradisi tersebut bermula ketika, Khalifah al-Mahdi naik

haji kemudian penjaga Ka‟bah melapor kepadanya tentang

Kiswah yang pada saat itu sudah mulai rapuh dan

dikhawatirkan akan jatuh. Mendengar laporan yang

memprihatinkan itu, al-Mahdi memerintahkan agar setiap

tahun Kiswah diganti.

Sejak saat itu, Kiswah untuk Ka‟bah selalu diganti

setiap tahun pada musim haji dan menjadi sebuah tradisi yang

harus selalu dijalankan. Dengan demikian tidak ada lagi

Kiswah yang kondisinya memprihatinkan. Pasalnya, setiap

Kiswah hanya memiliki masa pakai Ka‟bah selama satu tahun.

Bahkan, Kiswah bekas dipakai Ka‟bah ada yang dipotong-

potong kemudian potongan tersebut dijual sebagai penghias

rumah maupun kantor.

3. Memburu Kain Kiswah yang Dikeramatkan

Bagi sebagian orang, memiliki Kiswah adalah sebuah

kebanggaan dan prestise. Selain karena nilai seni Islami yang

tinggi dan kesakralan yang terdapat dalam kain Kiswah, nilai

keunikan dan kelangkaan menjadi daya tarik tersendiri bagi

para kolektor. Bagi jamaah haji Indonesia berulang kali

diingatkan, selama di tanah suci jangan melakukan tindakan-

tindakan atau perilaku yang bisa menggugurkan amalan

ibadahnya. Namun dalam kenyataannya, ada saja mereka

yang mempunyai keinginan macam-macam. Sambil menunggu

jadwal pemulangan, banyak juga jamaah asal Indonesia yang

iseng memburu benda-benda keramat. Padahal perilaku ini

termasuk syirik yang sangat bertentangan dengan ajaran

Islam. Apalagi hal semacam itu bisa dikategorikan tindakan

menyekutukan Allah Ta‟ala.

Barang keramat apa yang tengah diburu sebagian

jamaah tersebut? Ternyata salah satunya adalah kain kiswah

bekas yang baru saja dimanfaatkan untuk menutupi Ka‟bah.

Kabarnya, ada seorang mukimin dari Indonesia yang berjanji

sanggup mencarikan potongan-potongan kain kiswah bekas

yang diyakini sangat ber-“tuah”. Kain itu dijual dengan imbalan

uang tidak kecil nilainya dibandingkan potongan kain yang

tidak seberapa lebarnya tersebut. Namun, tidak sedikit pula

jamaah yang berminat.

Kain Kiswah diyakini dapat mendatangkan berkah.

Tidak cuma jamaah dari Indonesia yang memercayai hal itu,

tetapi juga banyak jamaah dari negara lain seperti Malaysia.

Tak heran bila di antara jutaan orang yang menunaikan ibadah

haji di Mekkah, ada yang memburu kain tersebut. Padahal

untuk mendapatkannya tidak mudah. Sebab, kain ini tidak

dijual di toko-toko atau pasar yang banyak terdapat di tanah

suci.

Namun toh, ternyata ada orang-orang tertentu yang

telanjur memercayai dapat memperoleh kain itu. Mereka

berani membayar mahal sampai jutaan rupiah, hanya untuk

memperoleh sepotong kain yang berukuran cuma satu kali dua

meter.

Mengingat tidak ada toko yang menjualnya, orang-

orang berburu dengan bisik-bisik dan sembunyi-sembunyi. Ada

yang berusaha menghubungi para mukimin. Bagi yang bisa

berbahasa Arab, mereka tak sungkan-sungkan menanyakan

ihwal penjualan kiswah itu ke petugas Masjidil Haram.

Kain berwarna hitam itu diyakini bisa membuat hidup

lebih sejahtera dan bahagia. Tak hanya itu, kain itu juga

diyakini mempunyai “tuah” sesuai dengan keinginan

pemiliknya. Misalnya, bisa untuk kekebalan tubuh, untuk

pelaris dagangan, meraih karier, dan menyembuhkan penyakit.

Untuk mendapatkan kain Kiswah berukuran 25

centimer persegi harus mengeluarkan uang dari kocek sebesar

100 rial. Seorang jamaah Malaysia mengaku pernah

mendapatkan sepotong kain kiswah berukuran satu kali dua

meter. Kain itu dibeli dengan harga Rp 30 juta. Ada kain yang

ukurannya lebih kecil, dijual Rp 8 juta.

Bagaimana sebetulnya kiswah itu, sehingga

memunculkan cerita kontradiksi? Kiswah tak ubahnya seperti

kain biasa yang sudah barang tentu tidak bertuah sama sekali.

Dalam satu tahun, Ka‟bah dicuci dua kali, Dzulhijjah dan

Sya'ban. Namun kiswah hanya diganti sekali dalam setahun,

dengan anggaran sekitar 17 juta rial/kiswah.Pencucian Ka‟bah

yang sekarang dilakukan dua kali dalam setahun, mula-mula

berawal dari perintah Nabi Muhammad Saw. Kala itu,

tujuannya untuk menghilangkan sisa-sisa kemusyrikan pada

zaman jahiliah. Cara mencucinya, menggunakan air Zam Zam.

Upacara pencucian biasanya dihadiri oleh raja-raja,

para menteri, tokoh masyarakat, dan utusan dari negara-

negara Islam yang sengaja diundang oleh pemerintah Arab

Saudi. Pada kesempatan itu, para undangan diberi

kehormatan untuk masuk ke dalam Ka‟bah. Setelah bersih

dicuci, Ka‟bah disiram berulang-ulang dengan air mawar dan

pewangi lain. Kemudian diasapi dengan kayu mbar, kayu

gaharu, dan kayu sejenis lain. Karena itu, bila berada di sekitar

Ka‟bah, akan mencium bau harum yang seolah-olah memancar

darinya.

Memang dahulu, kain Kiswah bekas diamankan oleh

pemerintah Arab Saudi. Kain itu kemudian dipotong-potong

dalam ukuran kecil-kecil. Lantas kain itu dibagikan ke para

pejabat, tokoh masyarakat, bahkan utusan tamu dari negara

lain. Tujuannya tidak lain hanya sebagai penghormatan dan

kenangan-kenangan, mengingat Kiswah terbuat dari kain sutra

yang dilapisi kaligrafi benang emas.

Namun konon, belakangan pemerintah Arab Saudi

mendengar cerita bahwa kain kiswah itu banyak diburu oleh

masyarakat biasa. Banyak dari mereka yang memburu untuk

mengeramatkan kain itu. Karena tindakan itu dinilai sudah

tergolong syirik, pemerintah Arab Saudi mengambil langkah

pengamanan. Kain itu untuk tahun-tahun berikutnya hingga

kini tidak lagi dibagi-bagi. Kain itu kemudian disimpan dalam

sebuah museum di Mekkah.

Namun sayang, sebagian orang sudah telanjur

memercayainya. Entah dengan cara apa mereka berusaha

memburunya, meskipun belum tentu berhasil. Perilaku

menyimpang inilah yang membikin kesal Kiai Achyaruddin dari

Mangkang. Menurut beliau Kiswah bekas itu tidak dijual dan

lagi pula tidak bertuah. ''Saya sudah pernah menanyakan ke

seorang syekh di Mekkah. Kata dia, jual beli kiswah itu hanya

bohong-bohongan. Sebab kiswah bekas tidak pernah dijual''.®

Idi Subandy Ibrahim, Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam

Masyarakat Komoditas Indonesia, (Yogyakarta: Jalasutra,

2005)

Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek, (Yogyakarta:

Kreasi Wacana, 2009)

http://www.etymonline.com/index.php?search=lifestyle

Yasraf Amir Pialang, Globalisasi Dan Gaya Hidup alternatif,

(Bandung: Mizan, 2005)

Irwan Abdullah, Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Jalaluddin Rahmad, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1997)

Martin Van Bruinessen, Mencari Ilmu Dan Pahala Di Tanah

Suci Orang Nusantara Naik Haji, (Jakarta, INIS: 1997)

Bahan Bacaan