keajaiban ka'bah sebagai pusat pusaran energi positif oleh: muhammad tuwah
TRANSCRIPT
KEAJAIBAN KA’BAH SEBAGAI PUSAT PUSARAN ENERGI POSITIF
Oleh: Muhammad Tuwah
A. Ka’bah Kiblat Umat Islam Sedunia
1. Profil SIngkat Bangunan Ka‟bah
Dalam surat Ali-Imran ayat 96, Allah Swt pernah
berfirman;
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk
(tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di
Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia (QS. Ali Imran: 96).
Ka‟bah merupakan bangunan suci umat Islam di
seluruh dunia yang terletak di kota Mekkah, tepatnya di dalam
Masjidil Haram. Ka‟bah juga merupakan bangunan yang
dijadikan patokan arah kiblat atau arah shalat bagi kaum
Muslimin di seluruh dunia. Selain itu, merupakan bangunan
yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan
umrah.
Ka‟bah berbentuk bangunan kubus yang berukuran
12x10x15 meter. Ka‟bah disebut juga dengan nama Baitullah
atau Baitul Atiq (rumah tua) yang dibangun dan dipugar pada
masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada
di Mekkah atas perintah Allah. Kalau kita membaca Al-Qur‟an
surah Ibrahim ayat 37 yang berbunyi;
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang
demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada
mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).
Bila dicermati ayat al-Qur‟an di atas kita bisa
mengetahui bawah Ka‟bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim As
menempatkan istrinya Hajar dan bayi Ismail di lokasi tersebut.
Jadi Ka‟bah telah ada sebelum Nabi Ibrahim menginjakan
kakinya di Mekkah.
Pada masa Nabi Muhammad Saw berusia 30 tahun,
pada saat itu beliau belum diangkat menjadi rasul, bangunan
ini direnovasi kembali akibat bajir yang melanda kota Mekkah
pada saat itu.
Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau
kabilah ketika hendak meletakkan kembali Hajar Aswad.
Namun berkat hikmah Rasulallah perselisihan itu berhasil
diselesaikan tanpa kekerasan, tanpa pertumpahan darah dan
tanpa ada pihak yang dirugikan.
Di masa jahiliyyah sebelum diangkatnya Rasulallah
Saw menjadi nabi dan rasul sampai kepindahannya ke kota
Madinah, Ka‟bah penuh dikelilingi dengan patung patung yang
merupakan Tuhan bangsa Arab padahal Nabi Ibrahim As yang
merupakan nenek moyang bangsa Arab mengajarkan tidak
boleh mempersekutukan Allah Swt, tidak boleh menyembah
Tuhan selain Allah yang Tunggal, tidak ada yang menyerupai-
Nya dan tidak beranak dan diperanakkan. Setelah
pembebasan kota Mekkah, Ka‟bah akhirnya dibersihkan dari
patung patung tanpa kekerasan dan tanpa pertumpahan
darah.
Gambar Bagian Atas Bangunan Ka’bah
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh
Bani Sya‟ibah sebagai pemegang kunci Ka‟bah dan
administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan
baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawwiyah bin Abu
Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti
Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan
Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci,
yaitu; Mekkah dan Madinah.
Di bagian rukun (sudut) Ka‟bah yang mulia ada empat
rukun, yaitu rukun Aswad yakni Hajar Aswad, Rukun Iraqi,
Rukun Syami yang disebut pula dengan rukun Maghribi (sudut
barat), dan Rukun Yamani. Apabila disebut rukun secara
mutlak berarti Rukun Aswad. Jika disebut dua rukun, berarti
Rukun Aswad dan Rukun Yamani.
Pada masa Nabi Ibrahim, sisi antara rukun Iraqi dan
rukun Syami berbentuk seperti busur, yaitu busur Hijir yang
oleh sebagian orang disebut dengan Hijir Ismail. Pada masa
Abdullah bin Zubair, rukun-rukun itu dijadikan persegi empat
dan keberadaan mereka terus dipertahankan bersamaan
dengan keberadaan Hijir.
Rukun Yamani adalah sudut Ka‟bah yang menghadap
ke arah barat daya. Di dalam Mu’jam Al-Buldan, Yaqut Al-
Hamawi menyebutkan dari Qutaibah, bahwa seseorang dari
Yaman bernama Ubay bin Salim telah membangunnya.
Sebagian warga Yaman menyenandungkan nasyid yang
berbunyi; Kami memiliki sudut di Baitul Haram sebagai
warisan. Yaitu sisa peninggalan Ubay bin Salim.
Dahulu Nabi Muhammad Saw melakukan istilam
padanya sewaktu thawaf, lalu menyapunya dengan tangan
tanpa menciumnya dan tidak pula mencium tangannya setelah
beristilam.
Kemudian ada juga rukun Iraqi. Dinamakan demikian,
karena menghadap ke arah Syam dan Maghrib. Rukun ini
disebut pula dengan rukun Maghribi. Antara rukun Syami dan
rukun Iraqi terdapat talang Ka‟bah yang berhadapan dengan
Hijir. Talang adalah tempat saluran air hujan yang turun di atas
atap Ka‟bah. Di dalam Akhbar Mekkah--melalui sebuah isnad
yang shahih--Al-Azraqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia
berkata, “Shalatlah kalian di tempat shalat orang-orang pilihan
dan minumlah dari minuman orang-orang yang taat.”
Seseorang bertanya, “Apa itu tempat shalat orang-orang
pilihan?” Di menjawab, “Di bawah talang.” Lantas, “Apa itu
minuman orang-orang yang taat?” Dia menjawab, “Air
Zamzam.” Ibnu Abbas telah menafsirkan minuman orang-orang
taat dengan air Zamzam, bukan seperti yang dikira oleh
sebagian kalangan awam--semoga Allah memberi petunjuk
kepada mereka--yang berusaha keras untuk meminum air
hujan yang turun dari talang Ka‟bah.
2. Kunci Ka‟bah
Pada zaman Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As
pondasi bangunan Ka‟bah terdiri atas dua pintu dan letak
pintunya berada di atas tanah, tidak seperti sekarang yang
pintunya terletak agak tinggi. Namun ketika renovasi Ka‟bah
akibat bencana banjir pada saat Rasulallah Saw, karena
merenovasi Ka‟bah sebagai bangunan suci harus
menggunakan harta yang halal dan bersih, sehingga pada saat
itu terjadi kekurangan biaya. Maka bangunan Ka‟bah dibuat
hanya satu pintu serta
ada bagian Ka‟bah yang
tidak dimasukkan ke
dalam bangunan Ka‟bah
yang dinamakan Hijir
Ismail yang diberi tanda
setengah lingkaran pada
salah satu sisi Ka‟bah.
Saat itu pintunya dibuat
tinggi letaknya agar hanya
pemuka suku Quraisy
yang bisa memasukinya.
Karena suku Quraisy
merupakan suku atau kabilah yang sangat dimuliakan oleh
bangsa Arab.
Karena agama Islam masih baru dan baru saja
dikenal, maka Nabi Saw mengurungkan niatnya untuk
merenovasi kembali Ka‟bah, sehinggas ditulis dalam sebuah
hadits perkataan beliau: “Andaikata kaumku bukan baru saja
meninggalkan kekafiran, akan Aku turunkan pintu Ka‟bah dan
dibuat dua pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail ke dalam
Ka‟bah”, sebagaimana pondasi yang dibangun oleh Nabi
Ibrahim”. Jadi kalau begitu Hijir Ismail termasuk bagian dari
Ka‟bah. Makanya dalam bertawaf kita diharuskan mengelilingi
Ka‟bah dan Hijir Ismail. Hijir Ismail adalah tempat di mana Nabi
Ismail As lahir dan diletakan di pangkuan ibundanya Hajar.
Ketika masa Abdurahman bin Zubair memerintah
daerah Hijaz, bangunan Ka‟bah dibuat sebagaimana perkataan
Nabi Saw atas pondasi Nabi Ibrahim As. Namun karena terjadi
peperangan dengan Abdul Malik bin Marwan, penguasa daerah
Syam, terjadi kebakaran pada Ka‟bah akibat tembakan
pelontar (Manjaniq) yang dimiliki pasukan Syam. Sehingga
Abdul Malik bin Marwan yang kemudian menjadi khalifah,
melakukan renovasi kembali Ka‟bah berdasarkan bangunan
hasil renovasi Rasulallah Saw pada usia 30 tahun bukan
berdasarkan pondasi yang dibangun Nabi Ibrahim As. Dalam
sejarahnya Ka‟bah beberapa kali mengalami kerusakan
sebagai akibat dari peperangan dan umur bangunan.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid
pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, khalifah berencana untuk
merenovasi kembali Ka‟bah sesuai dengan pondasi Nabi
Ibrahim dan yang diinginkan Nabi Saw. Namun segera dicegah
oleh salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena
dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan masalah
khilafiyah oleh penguasa sesudah beliau dan bisa
mengakibatkan bongkar pasang Ka‟bah. Maka sampai
sekarang ini bangunan Ka‟bah tetap sesuai dengan renovasi
khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.
Ketika Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin
memperoleh Fathu Mekkah (kemenangan atas Mekkah),
beliau memanggil Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah (juru
kunci Ka‟bah di zaman jahiliyah). Lantas Rasulullah Saw
berkata, "Tunjukkan kepadaku kunci Ka‟bah." Usman pun
bergegas membuka tangannya, dan bermaksud memberikan
kunci itu kepada Nabi Saw. Hampir saja beliau menerima kunci
tersebut, tiba-tiba al-Abbas berdiri dan berkata, "Ya Nabi, demi
bapakku, engkau dan ibuku, berikan kunci itu kepadaku,
supaya aku yang mengurus masalah pengairan dan kunci
Ka‟bah itu sekaligus."
Mendengar ucapan ini, Usman menutup kembali
tangannya (enggan memberikannya kepada Rasulullah Saw).
Kemudian Nabi Saw bersabda, "Berikan kunci itu kepadaku,
wahai Utsman". Utsman lalu memberikan kunci itu kepada
Nabi seraya berkomentar, "Ini dia amanah dari Allah." Nabi
berdiri dan membuka pintu Ka‟bah, dilanjutkan kemudian
dengan thawaf mengelilingi Ka‟bah. Pada saat itu juga Jibril
turun, memerintahkan kepada Nabi untuk mengembalikan
kunci tersebut kepada Utsman. Nabi memanggil Utsman bin
Thalhah dan memberikan kembali kunci Ka‟bah
kepadanya. Demikian sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Pada kesempatan lain, Rasulullah bertanya kepada
sahabatnya, Mu'adz bin Jabal, "Wahai Mu'adz, tahukah kamu
apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?"
Mu'adz kemudian menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahuinya". Rasulullah lalu bersabda, "Sesungguhnya hak
Allah atas hambanya adalah menyembah-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan selain-Nya. Adapun hak hamba
atas Allah adalah ia tidak akan menyiksa hamba yang tidak
menyekutukan-Nya dengan selain-Nya".
Dalam riwayat lain juga diceritakan tentang khidmah
terhadap Ka‟bah. Para pelayan Ka‟bah disebut al-Hijabah atau
Sidanatul al-Bait. Mereka adalah sekelompok jama'ah yang
mendapatkan keistimewaan pewaris atas perintah Rasulullah
Saw sampai saat ini. Mereka berasal dari Bani Syaibah.
Mereka mendapat kepercayaan dari Rasulullah Saw untuk
menjadi juru kunci Ka‟bah sepanjang zaman.
Dalam suatu literatur sejarah diceritakan bahwasanya
ketika Fathu Mekkah (pembebasan kota Mekkah), Rasulullah
Saw beniat memasuki Ka‟bah, lalu beliau mencari Bani
Thalhah agar membukakan pintu Ka‟bah. Setelah itu dibukalah
pintu Ka‟bah. Setelah beberapa saat di dalam Ka‟bah
Rasulullah keluar dan berkata; "Ingatlah sesungguhnya setiap
darah, harta dan perbuatan sewenang-wenang seperti zaman
jahiliyyah adalah di bawah tanggung jawabku untuk
mengurusnya, kecuali pekerjaan memberi minum jama'ah haji
(siqayatal hajj) dan menjaga Ka‟bah . Sesungguhnya aku telah
menetapkan keduanya untuk dikembalikan kepada orang yang
berhak sebagaimana berlaku pada zaman jahillyah.
Ucapan Rasulullah Saw diikuti oleh ayat al-Qur‟an yang
artinya; "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”. Kemudian
Rasulullah memanggil Utsman bin Thalhah, dan memberikan
kembali kunci Ka‟bah kepadanya. Sejak itu, Utsman bin
Thalhah menjadi pewaris kunci Ka‟bah. Setelah beliau
meninggal digantikan anak pamannya dari keturunan
bapaknya sampai saat ini.
Namun, tugas menjaga Kabah kemudian diminta oleh
paman Nabi dan keponakan terdekat sekaligus menantunya,
Ali. Tapi Nabi Muhammad Saw tak memberikannya. Demi
stabilitas saat itu, Nabi Saw memilih 'Uthman bin Talha,
keturunan Abduddar, dan anak pamannya, Shayba bin
Uthman, untuk memegang kunci Kabah. Selama berabad-abad
kemudian, Mekkah telah berkali-kali ganti penguasa, mulai
Ottoman hingga Briton. Namun soal kunci pintu Kabah tetap
dipegang oleh keluarga Shaiba dan keturunannya.
Bagian lain yang secara historis juga penting dari
Kabah adalah bagian pintu. Ketika Nabi Ibrahim membangun
tempat ini, tidak ada pintu. Beberapa sumber menyebut pintu
itu baru dibangun oleh Qurais pada tahun 606 masehi. Namun
pintu itu rusak berat setelah pasukan Umayyah menggempur
Mekkah. Pintu itu kemudian direnovasi oleh Abdullah bin
Zubeyr dan membangun pintu lain. Pintu yang dibuat oleh
Zubeyr itu kemudian ditutup dinding oleh al-Hajjaj bin Yusuf Al-
Thaqafi dengan persetujuan khalifah.
Setelah itu, pintu Ka‟bah selalu dirawat dan dibenahi
oleh berbagai dinasti maupun kekaisaran Islam yang berkuasa
apabila terjadi kerusakan. Kebijakan perbaikan itu merupakan
tindakan prestisius di mata publik dan menjadi tradisi dalam
dunia Islam.
Saat Sultan Ottoman, Yavuz Selim, memasukkan Mesir
ke dalam kekuasaannya, tampaklah kejayaan kesultanan itu.
Legitimasi Ottoman sebagai pemimpin dunia Islam seolah tak
terbantahkan lagi. Sampai-sampai penguasa Mekkah dan
Madinah mengirimkan kunci Kabah ke Sultan Ottoman.
Sultan Ottoman menggambarkan dirinya sebagai
pelayan Ka‟bah dan merawatnya untuk menyiapkan segala
keperluan tempat suci itu. Sebagai tanda kehormatan
terhadap Ka‟bah, Sultan Ottoman menyimpan kunci tua
Ka‟bah yang sudah tidak dipakai setelah diganti dengan yang
baru. Kunci-kunci bekas itu saat ini disimpan di Museum Istana
Topkapi di Istanbul, Turki.
3. Hajar Aswad
Hajar Aswad atau Batu Hitam (Black Stone) diyakini
sebagai batu surga. Oleh karena itu tidak heran jika jamaah
haji atau umarh dari seluruh pelosok penjuru dunia selalu
merindukannya, bahkan saling berebut hanya karena ingin
menciumnya.
Batu hitam itu terletak di sudut Selatan Ka‟bah pada
ketinggian 1,10 meter dari lantai Masjidil Haram berukuran
panjang 25 cm dan lebar 17 cm. Sekarang ini, Hajar Aswad
pecah menjadi 8 bongkah dan kedelapan bongkahan itu masih
tersusun rapi pada tempatnya seperti sekarang. Pecahnya batu
itu terjadi pada zaman Qaramithah, yaitu sekte dari Syi‟ah al-
Bathiniyyah dari pengikut Abu Thahir Al-Qaramathi yang
mencabut Hajar Aswad dan membawanya ke Ihsa‟ pada tahun
319 Hijriyah. Tetapi batu itu dikembalikan lagi pada tahun 339
Hijriah.
Gugusan yang terbesar berukuran sebuah kurma yang
tertanam di batu besar lain dan dikelilingi oleh ikatan perak.
Inilah batu yang senantiasa dirindui setiap Muslim dan
berusaha untuk dapat menciumnya atau ber-ihtilam
(menyalaminya atau mencium tangan ketika thawaf). Batu
yang terletak dalam lingkaran perak itulah yang diusahakan
jamaah haji untuk dapat menciumnya, artinya bukan batu yang
berada di sekitarnya.
Hajar Aswad pernah mengalami renovasi pada zaman
Raja Fahd, yaitu pada bulan Rabi‟ulawal 1422 Hijriyah. Setiap
tahun menjelang musim haji, batu ini dibersihkan dan
sekaligus dilakukan pencucian Ka‟bah yang kadang-kadang
memberi kesempatan kepada tamu-tamu kerajaan
menyaksikan pencucian Ka‟bah ini sekaligus mencium Hajar
Aswad.
Lantas bagaimana kisah mengenai Hajar Aswad.
Ketika Nabi Ibrahim As bersama anaknya membangun Ka‟bah,
banyak kekurangan yang dialaminya. Pada awal mulanya dulu,
Ka‟bah tidak memiliki pintu masuk. Nabi Ibrahim As bersama
Nabi Ismail As berikhtiar untuk membuatnya dengan
mengangkut batu dari berbagai gunung.
Dalam sebuah kisah disebutkan pada waktu
pembangunan Ka‟bah hampir selesai, ternyata Nabi Ibrahim As
masih merasakan kekurangan sebuah batu lagi untuk
diletakkan di Ka‟bah. Nabi Ibrahim As berkata kepada Nabi
Ismail As; “Pergilah engkau mencari sebuah batu yang akan
aku letakkan sebagai penanda bagi manusia”.
Kemudian Nabi Ismail As pun pergi dari satu bukit ke
bukit yang lain untuk mencari batu yang baik dan sesuai.
Ketika Nabi Ismail As sedang mencari batu di sebuah bukit,
tiba-tiba datang malaikat Jibril As memberikan sebuah batu
yang cantik. Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu
kepada Nabi Ibrahim As. Nabi Ibrahim As merasa gembira
melihat batu yang sungguh cantik itu, beliau menciumnya
beberapa kali.
Kemudian Nabi Ibrahim As bertanya, “Dari mana kamu
dapat batu ini?” Nabi Ismail As. menjawab, “Batu ini kuterima
dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril).”
Nabi Ibrahim As mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi
Ismail As. Sampai sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-
orang yang pergi ke Baitullah. Siapa saja yang berthawaf di
Ka‟bah disunnahkan mencium Hajar Aswad. Beratus ribu kaum
muslimin berebut ingin mencium Hajar Aswad itu, yang tidak
mencium cukuplah dengan memberikan isyarat lambaian
tangan saja dari jauh.
Ada riwayat menyatakan bahwa dulunya batu Hajar
Aswad itu berwarna putih bersih, tetapi akibat dicium oleh
setiap orang yang datang menziarahi Ka‟bah, akhirnya menjadi
hitam seperti terdapat sekarang. Ingatlah kata-kata Khalifah
Umar bin Al-Khattab ketika beliau mencium batu itu (Hajar
Aswad), “Aku tahu, sesungguhnya engkau hanyalah batu biasa.
Andaikan aku tidak melihat Rasulullah mengecupmu, sudah
barang tentu aku tidak akan melakukan (mengecup Hajar
Aswad).”
4. Makam Ibrahim
Akibat penyebutan maqam atau maqom Ibrahim sering
diucapkan menjadi "makam" membuat jamaah haji maupun
umrah sering salah memahami. Maqam Ibrahim di dekat
Ka‟bah kerap dimaknai dalam pengertian kuburan yang sangat
berbeda dengan apa yang dimaksud secara lughawi (bahasa)
dan istilah tentang Maqam Ibrahim. "Secara bahasa "al-
maqam" dalam bahasa Arab berarti tempat kaki berpijak.
Maqam Ibrahim ialah batu yang dibawa oleh Ismail ketika
membangun Kabah yang digunakan untuk berpijak dan
berdirinya Nabi Ibrahim".
Makam Ibrahim bukan kuburan Nabi Ibrahim
sebagaimana banyak orang berpendapat. Makam Ibrahim
merupakan bangunan kecil terletak di sebelah timur Ka‟bah. Di
dalam bangunan tersebut terdapat batu yang diturunkan oleh
Allah Swt dari surga bersama-sama dengan Hajar Aswad.
Di atas batu itu, Nabi Ibrahim berdiri di saat beliau
membangun Ka‟bah bersama sama puteranya Nabi Ismail.
Dari zaman dahulu batu itu sangat terpelihara, dan sekarang
ini sudah ditutup dengan kaca berbentuk kubbah kecil. Bekas
kedua tapak kaki Nabi Ibrahim yang panjangnya 27 cm,
lebarnya 14 cm dan dalamnya 10 cm masih nampak dan jelas
dilihat orang. Berdasarkan ukuran tersebut, ahli sejarah Islam
Sheikh Mohd Tahir Al Kurdi memperkirakan bahwa Nabi
Ibrahim memiliki ukuran tubuh yang lebih kurang sama dengan
kebanyakan manusia saat ini. Makam Nabi Ibrahim
merupakan pahatan bekas telapak kaki Nabi Ibrahim ketika
membangun Ka‟bah. Saat ini kedudukan makam Ibrahim
disimpan dalam rumah kaca di samping Multazam. Jadi, arti
makam bukan sebuah kuburan, melainkan bekas tempat
berdiri.
Nabi Ibrahim membangun Kabah dengan tangannya
sendiri dengan bebatuan yang dibawa oleh Ismail. Setiap kali
bangunan Ka‟bah bertambah tinggi, maka semakin tinggi pula
tempat pijakan Nabi Ibrahim. Di atas makam yang ditandai
dengan sebuah batu dari surga ini pula Nabi Ibrahim
menyerukan manusia supaya datang menunaikan ibadah haji.
Saat ini keberadaan Makam Ibrahim dapat dilihat dalam
rumah kaca yang didalamnya terdapat cetakan kaki dari besi.
Saat memasuki Masjidil Haram, jamaah dengan mudahnya
menemukan Makam Ibrahim karena posisinya dilalui saat
melakukan thawaf.
Rumah kaca sengaja dibangun untuk menghindari dari
kerusakan dan sesembahan kaum musrikin. Kalau
keberadaan Hajar Aswad dihormati dengan mencium dan
mengusapnya, maka Makam Ibrahim dihormati dengan
melakukan shalat sunah dibelakangnya. Karena itu, Makam
Ibrahim dijaga oleh petugas untuk mengawasi jamaah supaya
tidak berdoa didepannya. Setiap jamaah yang menyembah
atau berdoa di Makam Ibrahim langsung dihalau petugas
untuk menjauh. Petugas biasanya memberi masukan bahwa
Makam Ibrahim hanya sebatas dilihat dan bukan untuk
disembah.
Sesungguhnya keberadaan Makam Ibrahim memiliki
beberapa keutamaan, yaitu sebagai tempat shalat sunnah
setelah jamaah menunaikan thawaf tujuh putaran dan
sebelum menuju bukit Shofa dan Marwah. Sebelum dan
sesudah shalat sunnah dibelakang Makam Ibrahim terdapat
doa khusus sebelum kita memanjatkan doa sesuai keinginan.
Tempat ini pula menjadi keutamaan umat Islam karena
menjadi salah satu lokasi yang mustajab untuk memanjatkan
doa kepada Allah Swt selain Multazam dan Hijir Ismail.
Shalat sunnah dan berdoa dibelakang Makam Ibrahim
diyakini sangat mustajab. Saat musim haji atau umrah kita
lihat banyak jamaah yang terlihat khusuk melaksanakan shalat
dan berdoa setiap waktu dibelakang Makam Ibrahim. Tak
jarang, saat menunaikan shalat sunnah dan berdoa jamaah
menitikkan air mata mengagumi kebesaran Allah Swt.
5. Multazam
Multazam adalah dinding Ka‟bah yang terletak antara
Hajar Aswad dan pintu Ka‟bah berjarak kurang lebih 2 meter.
Dinamakan Multazam karena dilazimkan bagi setiap muslim
untuk berdoa di tempat itu. Setiap doa dibacakan di tempat itu
sangat diijabah atau dikabulkan. Maka disunnahkan berdoa
sambil menempelkan tangan, dada dan pipi ke Multazam
sesuai dengan hadist Nabi Saw yang diriwayatkan sunan Ibnu
Majah dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash.
Menurut Atiq bin Ghaits Al-Biladi dalam Fadhail Mekkah
wa Hurmat al-Bayt al-Haram, panjang antara pintu Ka‟bah
dengan Hajar Aswad sekitar empat hasta. Inilah tempat yang
paling diburu jamaah haji dan umrah setelah mengerjakan
thawaf. Saat sekeliling Ka‟bah dipenuhi jamaah, tak mudah
untuk mencapai Multazam.
Setiap orang berusaha untuk mencapai tempat yang
mustajab itu. Jamaah haji dan umrah pun berdoa dengan
penuh kekhusyukan. Bersimpuh memohon ampunan dan
memanjatkan berbagai harapan kepada Sang Khalik. Selain
bersimpuh dan berdoa di Multazam, jamaah pun berlomba
menggapai pintu Ka‟bah. Mereka memeluk rumah Allah Swt itu
sambil memanjatkan doa. Ada pula yang menangis, bahkan
tak sedikit yang histeris. Setiap orang berlomba mencapai
Multazam karena Rasulullah Saw pernah bersabda; “Antara
rukun Hajar Aswad dan pintu Ka‟bah terdapat Multazam. Tidak
seorang pun hamba Allah Swt yang berdoa di tempat ini,
kecuali dikabulkan doanya”.
Saking spesialnya tempat ini, Rasulullah Saw sempat
mendekapkan wajah dan dadanya di Multazam sambil
memanjatkan doa. Kisah itu tercantum dalam hadis yang
diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah. Amru bin Syu‟aib
menceritakan dari ayahnya, „‟Aku pernah melakukan thawaf
bersama Abdullah bin Amr bin Ash, dan ketika kami sampai ke
belakang Ka‟bah, aku berkata, „Tidakkah engkau memohon
perlindungan kepada Allah dari api neraka?‟ Abdullah lalu
mengucapkan, „Aku berlindung kepada Allah dari api neraka‟‟.
„‟Kemudian dia berlalu dan menyentuh Hajar Aswad,
selanjutnya dia berdiri antara Hijir Ismail dan pintu, lalu
mendekatkan dada, kedua tangan dan pipinya kepada rukun
itu, kemudian dia berkata, „beginilah aku melihat Rasulullah
Saw melakukannya‟.
Menurut Atiq, Multazam juga menjadi tempat yang
dipilih Rasulullah Saw untuk menunaikan shalat. Seorang
Quraisy pernah mendengar Saib bertanya, „‟Dimanakah engkau
melihat Rasulullah Saw melakukan shalat? Lalu dia menunjuk
ke Ka‟bah, dekat rukun (sudut) yang sebelah kiri, yang
termasuk di dalamnya hijir Ismail, kira-kira empat atau lima
hasta”. Rasulullah Saw juga pernah memanjatkan doa khusus
di Multazam, ''Ya Allah yang memelihara al-Bait al-Atieq
(Ka‟bah) merdekakanlah kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu
kami, saudara-saudara kami dan anak-anak kami dari
belenggu api neraka Wahai Yang Mahamurah, Yang
Mahamulia, Yang Mahautama, Yang Maha Pengarunia, Yang
Maha Pemberi Kebakan. Ya Allah jadikanlah segala urusan
kami mendatangkan kebajikan, jauh dari segala kehinaan
dunia dan siksa akhirat''. ''Ya Allah, aku ini hamba-Mu dan
anak hamba yang sedang berdiri di bawah rumah-Mu di
Multazam, aku menghadap dan bersimpuh di hadapan-Mu.
Aku mengharapkan rahmat-Mu, takut akan siksa-Mu, wahai
Pemberi Kebajikan. Ya Allah aku memohon kepada-Mu
terimalah dzikir-ku (pada-Mu), hilangkanlah dosa-dosaku,
lancarkanlah urusanku sucikanlah hatiku, sinarilah kuburku,
ampunilah dosaku dan aku mohon pada-Mu berikanlah derajat
tinggi di surga.'' (HR Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali).
Nabi Adam As pun pernah memanjatkan doa khusus di
Multazam. Menurut Abdullah bin Abi Sulaiman--Maula Bani
Makhzum--ketika Adam diturunkan dia berthawaf di Baitullah
sebanyak tujuh putaran. Lalu shalat dua rakaat di hadapan
pintu Ka‟bah. Lalu, Adam mendatangi Multazam dan berdoa,
„‟Ya Allah engkau mengetahui rahasia dan terang-teranganku,
maka terimalah permohonan maafku. Engkau mengetahui apa-
apa yang ada dalam jiwaku, maka ampunilah dosa-dosaku.
Engkau mengetahui kebutuhanku, maka berikanlah
permintaanku…‟‟ Menurut riwayat itu, Allah SWT mengabulkan
doa Nabi Adam As itu.
Berada di Multazam sungguh terasa sangat nikmat.
Pesona Multazam bagai magnet yang menarik setiap jamaah
yang telah menyelesaikan thawaf untuk mendekatinya.
Rasanya tak mau sedikitpun bergeser dari tempat yang
mustajab ini. Namun, gelombang jamaah yang berlomba
mendekati Multazam membuat kita harus rela meninggalkan
tempat itu. Dan memandangnya dengan penuh kerinduan
untuk kembali bersimpuh di tempat spesial itu.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Multazam
menjadi tempat yang mustajab. Yang pertama adalah faktor
nabi Ibrahim. Yang kedua faktor Hajar Aswad. Dan yang ketiga
faktor jutaan manusia yang berthawaf mengitari Ka‟bah.
a) Faktor Nabi Ibrahim As.
Ibrahim menjadi salah satu faktor penyebab Multazam
sebagai tempat yang mustajab. Kenapa demikian? Karena
Nabi Ibrahim adalah orang yang membangun Ka‟bah bersama
Nabi Ismail. Memang apa pengaruhnya? Sangatlah besar
pengaruhnya, sebab Nabi Ibrahim adalah manusia yang
memiliki energi positip luar biasa besar yang kemudian
menular ke seluruh karya karyanya. Allah mengatakan di
dalam al-Qur‟n surat. Shaad ayat 45; “Dan Ingatlah hamba-
hamba Kami, Ibrahim, Ishak, dan Ya‟kub yang mempunyai
karya- karya besar dan ilmu pengetabuan (visi) yang jauh ke
depan”
Selain itu, Allah juga mengatakan bahwa Nabi Ibrahim
adalah hamba yang berhati lembut, seperti diabadikan dalam
surat at-Taubah ayat 114; “Dan permintaan ampun dari
Ibrabim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah
karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya
itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah
musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut
hatinya lagi penyantun.”
Lantas apa hubungannya hati yang lembut dan karya
yang besar? Bahwa hati yang lembut akan memancarkan
cahaya dan aura yang positif. Semakin lembut dan ikhlas
seseorang, maka pancaran auranya semakin kuat, sehingga
bisa meresonansi sekitarnya. Maka, dekat dengan orang-orang
yang shaleh akan menyebabkan hidup dan hati kita menjadi
tenteram.
Padahal kita tahu bahwa Nabi Ibrahim adalah rasul
yang memiliki kualitas kepasrahan dan keikhlasan yang sangat
tinggi. Sehingga oleh Allah, beliau dijadikan teladan bagi
manusia. Semua itu telah terbukti ketika beliau diperintahkan
untuk mengorbankan anaknya, Nabi Ismail. Semua itu
dijalaninya dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan.
Manusia sekualitas nabi Ibrahim ini, pancaran
energinya luar biasa besarnya. Dengan dekat orang seshaleh
beliau, bisa menyebabkan hati kita menjadi ketularan alias
teresonansi mengikuiti getaran frekuensi hatinya. Terasa sejuk
dan penuh kedamaian. Lingkungan dan tempat-tempat khusus
yang pernah menjadi lokasi aktivitas beliau pasti teresonansi
oleh energi beliau. Apalagi karya-karya yang langsung lahir dari
tangan beliau.
Ka‟bah adalah karya Nabi Ibrahim. Maka, di dalam
karya ini tersimpan energi Nabi Ibrahim yang sangat besar. Hal
ini bisa dianalogikan dengan batang besi yang digosok-gosok
oleh magnet. Jika ada sebuah batang besi biasa digosok-gosok
magnet, maka batang besi biasa itu akan berubah menjadi
magnet juga. Meskipun, dalam kurun waktu tertentu
kemagnetan itu hilang kembali. Akan tetapi jika gosokan itu
dilakukan berulang-ulang selama kurun waktu yang panjang,
maka besi biasa itupun akan menjadi magnet yang permanen.
Dia bisa menarik logam-logam seperti magnet yang asli.
Demikian pula halnya dengan Ka‟bah. Karena Ka‟bah
adalah karya Nabi Ibrahim, dan kemudian menjadi tempat
aktivitas beribadah selama bertahun-tahun, maka Ka‟bah itu
menyimpan energi Nabi Ibrahim yang positif. Dekat dengan
Ka‟bah, seperti dekat dengan Nabi Ibrahim. Kita merasakan
ketenangan dan kedamaian, lembut seperti sifat Nabi Ibrahim
yang dipuji-puji oleh Allah itu.
Maka berdoa di dekat Ka‟bah sangatlah besar
manfaatnya. Jiwa kita terbantu untuk menjadi khusyuk. Hati
menjadi tenang dan fokus, pada saat berdoa. Seringkali kita
melihat orang berdoa di dekat Ka‟bah tak mampu
membendung air matanya. Mereka menangis sesenggukan
sambil menengadahkan tangannya bermunajat kepada Allah.
Hatinya menjadi lembut dan santun. Hilang semua
kesombongan dan keangkuhannya. Doa yang demikian adalah
doa yang „didengarkan‟ oleh Allah, karena keluar dari hati yang
paling dalam Dalam surat al-A‟raaf ayat 55; “Berdo‟alah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” „Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan
dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): ya
Tuhanku kabulkanlah daripada kami, sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.
b) Faktor Hajar Aswad
Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa Hajar Aswad
ditempatkan di sebuah lubang, di salah satu pojok bangunan
Ka‟bah. Konon, batu hitam ini jatuh dari langit. Dalam
perspektif ilmu pengetahuan modern diduga Hajar Aswad
adalah sisa batu meteor yang memiliki kadar logam sangat
tinggi. Pada jaman dulu, kejadian seperti itu sering kali terjadi.
Bahkan di pulau Jawa, kita mendengar cerita, bahwa para
empu menjadikan batu meteorit itu sebagai bahan untuk
membuat senjata, termasuk keris, karena logamnya diketahui
memiliki kualitas yang sangat tinggi.
Memang ada yang mengatakan bahwa batu hitam itu
adalah batu surga yang dulunya berwarna putih. Kemudian
menjadi hitam, karena menyerap dosa-dosa manusia yang
berthawaf. Akan tetapi cerita semacam ini tidak memiliki dasar
yang jelas, dan juga tidak ada sumber yang otentik. Batu hitam
itu, oleh Nabi Ibrahim lantas dijadikan sebagai salah satu
bagian dari batu pondasi Ka‟bah. Nabi Ibrahim bersama Nabi
Ismail memperoleh perintah dari Allah untuk meninggikan
dasar-dasar Ka‟bah, untuk kemudian menjadi pusat
peribadatan pada jamannya, hingga kini. Dalam surat al-
Baqarah ayat 127 disebutkan;
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-
dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan
Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".
Apakah pengaruh batu hitam meteorit itu bagi
kemustajaban doa seseorang? Kalau hanya batu meteoritnya
saja, barangkali tidak banyak berguna untuk membantu
kekuatan doa. Tetapi karena batu meteorit itu menjadi bagian
dari karya seorang Ibrahim, maka batu yang memiliki
konduktifitas elektromagnetik sangat tinggi itu menjadi sangat
besar peranannya. Lebih dari itu, batu hitam ini juga diletakkan
pada lokasi yang dipilih oleh Allah Swt untuk bisa
membangkitkan energi yang besar, yaitu di atas pondasi
Ka‟bah.
Energi yang dipancarkan oleh nabi Ibrahim sepanjang
interaksinya pada waktu itu tersimpan di sistem bangunan
Ka‟bah. Apalagi pada saat usai membangun Ka‟bah itu beliau
berdua berdoa mohon dikabulkan atau diterima peribadatan
mereka. Nah, disinilah Hajar Aswad berfungsi sebagai “pintu”
masuk dan keluarnya energi Ka‟bah, karena ia memiliki daya
hantaran elektromagnetik yang sangat tinggi. Energi Ka‟bah
mengalir deras dari bagian ini menyinari orang-orang yang
berada di dekatnya.
Meskipun energi itu juga memancar dari bagian-bagian
Ka‟bah yang lain. Akan tetapi, yang paling besar adalah yang
terpancar dari Hajar Aswad. Karena itu orang yang paling dekat
dengan Hajar Aswad itulah yang akan mengalami pengaruh
paling besar.
Di situlah letaknya Multazam. Getaran gelombang doa
kita itu tertuju ke arah Hajar Aswad, sehingga terjadi kontak
antara hati kita dengan sistern energi Ka‟bah. Tetapi harus kita
pahami bukan karena Ka‟bah itu kita berthawaf. Juga bukan
karena batu hitam, Hajar Aswad, melainkan sepenuhnya
karena Allah. Karena itu, ketika kita memulai berthawaf yang
kita ucapkan adalah Bismillaahi Wallaahu Akbar (Dengan
nama Allah dan Allah Maha Besar).
Di ceritakan oleh salah seorang jamaah haji. Bahwa
ketika seorang ia menunaikan ibadah haji. Pada saat ia shalat
berjama‟ah di Masjidil Haram, cuaca sedang hujan deras.
Seusai shalat, ia mengalami kejadian yang tidak bisa ia
lupakan. Pada waktu itu, tiba-tiba ada petir menyambar.
Namun anehnya petir itu tidak menyambar penangkal petir di
gedung-gedung tinggi di sekitar Masjidil Haram seperti yang
ada di atas Hotel Hilton, misalnya, melainkan menyambar
Ka‟bah. Secara fisika ini menunjukkan kepada kita betapa
dahsyatnya konduktifitas Hajar Aswad itu dibandingkan dengan
Platina yang berada di ujung penangkal petir, di gedung-
gedung tinggi sekitar Ka‟bah.
Semestinya, petir selalu menyambar benda tertinggi
yang bisa digunakannya untuk segera menjalar ke tanah.
Disebabkan beda tegangan yang besar antara awan dan bumi,
maka petir ingin segera meloncat ke bumi secepat-cepatnya.
Karena itu, jika ada benda tinggi yang bisa menyalurkan petir
itu ke bumi maka ia pasti segera menyambarnya. Maka,
kejadian tersebut memberikan informasi yang sangat
meyakinkan kita, bahwa Hajar Aswad memang memiliki tingkat
konduktifitas yang luar biasa. Karena itu, ia akan sangat
berperan menjadi saluran „keluar masuknya‟ energi gelombang
elektromagnetik dalam sistem energi Ka‟bah.
c) Faktor Orang Berthawaf
Faktor penyebab besarnya gelombang elektromagnetik
Ka‟bah, salah satunya adalah dikarenakan orang berthawaf.
Kenapa orang yang berthawaf menyebabkan munculnya
gelombang elektromagnetik? Dan lantas apa kaitannya dengan
doa yang mustajab? Ada kaitan yang sangat erat antara orang
berdo‟a dan gelombang elektromagnetik yang ada di sekitar
Ka‟bah.
Sesungguhnya, setiap perbuatan manusia selalu
menghasilkan gelombang elektromagnetik. Gelombang itu
selalu memancar ketika kita melakukan apa pun. Baik kita
sedang berkata-kata, ataupun kita sedang berpikir, apalagi
sedang melakukan aktifitas fisik. Badan kita memancarkan
energi elektromagnetik.
Kenapa demikian? Karena tubuh kita ini memang
merupakan kumpulan bio elektron yang selalu berputar-putar
di dalam orbitnya di setiap atom-atom penyusun tubuh kita.
Ketika kita berkata-kata, kita sebenarnya sedang
memancarkan gelombang suara yang berasal dari getaran pita
suara kita.
Ketika kita berbuat, kita juga sedang memantul-
mantulkan gelombang cahaya ke berbagai penjuru lingkungan
kita. Jika tertangkap mata seseorang, maka mereka dikatakan
bisa melihat gerakan atau perbuatan kita. Demikian pula
ketika kita sedang berpikir, maka otak kita juga memancarkan
gelombang-gelombang yang bisa dideteksi dengan
menggunakan alat perekam aktivitas otak yang disebut EEG
(Electric Encephalo Graph). Jadi setiap aktifitas kita itu selalu.
memancarkan energi.
Maka doa yang kita ucapkan itu juga memiliki
kandungan energi. Apalagi doa-doa yang kita ambil dari firman-
firman Allah di dalam al-Quran. Di sisi lain, ternyata jutaan
orang yang berthawaf mengelilingi Ka‟bah juga menghasilkan
energi yang besar. Dari mana asalnya? Di dalam ilmu fisika kita
mengenal suatu kaidah yang disebut “Kaidah Tangan Kanan”.
Kaidah Tangan Kanan mengatakan; “Jika ada sebatang
konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak
berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan
muncul medan gelombang elektromagnetik yang mengarah ke
atas”.
Hal ini, dalam “Kaidah Tangan Kanan”, digambarkan
dengan sebuah tangan yang menggenggam empat jari, dengan
ibu jari yang tegak ke arah atas. Empat jari yang menggenggam
itu digambarkan sebagai arah putaran arus listrik, sedangkan
ibu jari itu digambarkan sebagai arah medan elektromagnetik.
Kaidah tangan kanan ini telah memberikan kemudahan
kepada kita dalam memahami misteri Ka‟bah. “Kebetulan”,
orang berthawaf mengelilingi Ka‟bah berputar berlawanan
dengan arah jarum jam. Atau dalam kaidah itu mengikuti
putaran empat jari tergenggam. Apa dampaknya? Seperti telah
dikatakan, bahwa tubuh manusia ini sebenarnya mengandung
listrik dalam jumlah besar yang dibawa oleh milyaran bio
elektron dalam tubuh kita. Maka, dengan kata lain, kita
sebenarnya bisa menyebut tubuh manusia ini adalah
kumpulan muatan listrik. Sehingga ketika ada jutaan orang
berthawaf mengelilingi Ka‟bah, ini seperti ada sebuah arus
listrik yang sangat besar berputar-putar berlawanan dengan
arah jarum jam mengitari Ka‟bah. Apa yang terjadi?
Di tengahnya, di Ka‟bah khususnya lagi di Hajar Aswad terjadi
medan elektromagnetik yang mengarah ke atas. Kenapa
begitu? Karena dalam hal ini, Hajar Aswad telah berfungsi
sebagai konduktor, seperti dijelaskan dalam “Kaidah Tangan
Kanan”. Bahkan bukan sekedar konduktor, melainkan
superkonduktor.
Lantas, apa fungsi medan elektromagnetik yang sangat
besar yang keluar dari Ka‟bah itu? Gelombang inilah yang akan
membantu kekuatan do‟a orang-orang yang bermunajat di
sekitar Ka‟bah, khususnya yang berada di dekat Hajar Aswad
atau Multazam. Bagaimana menjelaskannya? Pernahkah kita
mengamati seorang penyiar radio ketika ia sedang bertugas?
Pada saat seorang penyiar berbicara di depan mikrofonnya,
sebenarnya ia sedang menumpangkan suaranya pada
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh peralatan
pemancarnya.
Jika ia berbicara tanpa mikrofon, maka jarak jangkau
suaranya tidaklah terlalu jauh. Barangkali saat ia berteriak,
suaranya hanya bisa menjangkau puluhan meter saja. Akan
tetapi ketika ia menggunakan mikrofon, suaranya bisa
menjangkau jarak yang lebih jauh.
Ini karena energi suaranya “diangkut” oleh gelombang
elektromagnetik, yang lantas dipancarkan lewat menara
pemancar dengan power yang besar. Semakin besar powernya,
maka semakin jauh pula Jarak tempuhnya. Bisa menjangkau
berkilo-kilometer, dari sumber suaranya. Kita bisa mengambil
analogi ini untuk menjelaskan hubungan antara energi Ka‟bah
dan orang yang berdoa di dekatnya. Orang yang berdoa di
dekat Multazam, bagaikan seorang penyiar radio yang sedang
bertugas. Ia berada di depan „mikrofon‟ Hajar Aswad. Maka
ketika ia berdoa, pancaran energi doanya itu akan ditangkap
oleh superkonduktor Hajar Aswad untuk kemudian
dipancarkan bersama-sama gelombang elektromagnetik yang
mengarah ke atas akibat aktivitas orang berthawaf.
Energi doa kita akan “menumpang” gelombang
elektromagnetik yang keluar dari Ka‟bah itu, mirip dengan yang
terjadi pada pancaran radio. Kekuatan doa kita menjadi
berlipat-lipat kali, karena terbantu oleh power yang demikian
besar dari Ka‟bah menuju kepada Arasy Allah. Dalam hal ini,
Ka‟bah telah berfungsi bagaikan sistem pemancar radio.
Karena power yang besar itu pula, maka berdoa di
Multazam menjadi demikian mustajab. Energi doa itu jauh
lebih „cepat sampai‟ kepada Allah, dan cepat pula memperoleh
balasannya. Karena itu, jangan sembrono melakukan
perbuatan-perbuatan di Mekkah, karena respon atas
perbuatan kita itu demikian spontan. Hal ini telah banyak
dibuktikan oleh orang-orang yang menunakan ibadah haji.
Doa di multazam
اللهم يارب الب يت العتيق اعتق رقاب نا ورقاب آبائنا وأمهاتنا ب والود والكرم وإخواننا وأوالدنا من النار ، يا ذا ال
والفضل والمن والعطاء واإلحسان .األمور كلها وأجرنا من خزي اللهم أحسن عاقبت نا ف
ن يا وعذاب اآلخرة . الدبابك ، ملتزم اللهم إن عبدك وابن عبدك واقف تت
يديك ، أرجو رحتك وأخشى بأعتابك متذلل ب ي عذابك ، يا قدمي اإلحسان .
اللهم إن أسألك أن ت رفع ذكري وتضع وزري . وتصلح فر ل ذنب ، أمري . وتطهر ق لب وت ن ور ل ف ق بي . وت
. وأسألك الدرجات العلى من النة آمي
Ya Allah Tuhan yang mempunyai Al-Baitil Atiq (Baitullah),
bebaskan diri kami, diri bapa-bapa kami, ibu-ibu kami,
saudara-mara kami dan anak pinak kami daripada
neraka.
Ya Tuhan yang mempunyai kemewahan, kemurahan,
kelebihan kurniaan dan belas kasihan.
Ya Allah ya Tuhan! perelokkanlah kesudahan da1am
segala urusan-urusan kami dan jauhkan kami daripada
kehinaan dunia dan azab akhirat.
Ya Allah ya Tuhan, sesungguhnya daku ini hambaMu
dan anak hambaMu, berdiri di bawah pintuMu mencium
jenang pintuMu, merendah diri di hadapanMu dengan
mengharapkan rahmatMu dan takutkan azabMu. Wahai
Tuhan yang sentiasa bersifat ihsan,
Ya Allah ya Tuhan, sesungguhnya daku meminta
kepadaMu supaya Engkau muliakan sebutan namaku,
gugurkanlah dosaku, bersihkanlah hatiku serta
terangkanlah kuburku, ampunkanlah dosaku dan daku
memohon kepadaMu darjat-darjat yang tinggi di dalam
syurga, amin.
6. Hijir Ismail
Hijir Ismail merupakan suatu kawasan lengkungan yang
berbentuk separuh bulatan yang terletak di Utara Ka‟bah. Pada
asalnya kawasan ini merupakan tempat berteduh bagi Nabi
Ibrahim sepanjang sesi pembinaan Ka‟bah dan menunaikan
ibadah haji di Baitullah. Seterusnya ia menjadi kandang
kambing kepunyaan Nabi Ismail.
Namun begitu, selepas pembinaan Ka‟bah oleh
bangsa Arab Quraisy, ukuran panjangnya telah dikecilkan
sebanyak 6 hasta 1 jengkal, sebahagian Hijir Ismail telah
dimasukkan dalam kawasan Ka‟bah. Justeru, bagi mereka
yang tidak punya kesempatan untuk masuk ke dalam Ka‟bah,
memadailah bagi dirinya berada di Hijir Ismail untuk beribadat.
Diingatkan bahwa dilarang melakukan thawaf di Hijir Ismail
karena ia merupakan sebahagian Ka‟bah.
Pada awalnya, Hijir Ismail berbentuk lingkaran penuh
tetapi pada zaman Quraisy terjadilah perbaikan dan terpotong
separuh lingkarannya dengan demikian disebut hathim yang
artinya terpotong. Hijir yaitu tempat Nabi Ibarahim As
meletakan istrinya Hajar dan putranya Ismail. Ia
memerintahkan Hajar untuk membuat bangsal di tempat itu.
Ada pula yang meriwayatkan bahwa Nabi Ismail As dan
ibunya dikubur di Hijir Ismail. Banyak riwayat yang menjelaskan
bahwa Hijir ismail atau hathim ini adalah bagian dari Ka‟bah
(kira-kira 3 meter) oleh sebab itu tidak sah thawaf seseorang
jika hanya mengelilingi Ka‟bah tapi harus juga mengelilingi Hijir
Ismail.
Pada masa Quraisy, Ka‟bah mengalami perombakan.
Setelah dirombak, bangunan asli Ka‟bah berubah dengan
bangunan yang dibangun oleh Nabi Ibrahim As dan mengalami
penyempitan. Penyempitan itu terjadi di daerah Rukun Syami,
sehingga membuat Hijir Ismail tidak lagi masuk dalam Ka‟bah.
Hijir Ismail seolah-olah berada di luar bangunan Ka‟bah dan
bentuknya seperti yang kita lihat sekarang. Hal ini dikuatkan
melalui Hadits Rasulallah Saw. Siti Aisyah ra. pernah bertanya
kepada Rasulullah Saw. mengenai dinding Hijir ismail. Apakah
ia bagian dari rukun suci ini? Nabi menjawab: “betul”.
Kemudian Aisyah bertanya lagi: Mengapa mereka tidak
memasukkan sekalian sisanya ke Ka‟bah? Nabi Saw
menjawab; ”sebab kaummu kekurangan dana” (HR. Nasa‟i).
Pada zaman Abdullah bin Zubair menjadi penguasa
Mekkah, ia ingin mengembalikan Ka‟bah sesuai dengan
bentuk yang dibangun oleh Nabi Ibrahim As. Setelah
dimusyawaratkan dengan pemuka-pemuka Mekkah, ia
melakukan pemugaran dan pembangunan kembali Ka‟bah dan
memasukkan Hijir Ismail (batu setengah lingkaran yang berada
di halaman Ka‟bah) ke dalam bangunan Ka‟bah, lalu membuat
dua pintu Ka‟bah yang rata dengan tanah, satu arah timur dan
satu arah barat.
Pada masa pemerintahan Abdul malik bin Marwan, ia
memerintahkan Hajjaj bin Yusuf Ats-tsaqafi untuk menutup
pintu Ka‟bah bagian barat yang dibuat oleh Ibnu Zubair dan
menghancurkan bangunan tambahan di Hijir Ismail yang
masuk ke dalam bangunan Ka‟bah. Kemudian Hajjaj menutup
pintu Ka‟bah bagian barat dan membongkar dinding ke arah
Hijir ismail, sehingga terpisah dari Ka‟bah. Demikianlah bentuk
Ka‟bah dibiarkan dalam posisi sepeti itu sampai sekarang ini.
Menurut riwayat dari Aisyah ra. bahwasanya Nabi
Muhammad Saw bersabda; ”Aku ingin sekali masuk ke Ka‟bah
dan shalat di dalamnya, lalu Rasulullah Saw menarik tanganku
dan membawanya ke dalam Hijir Ismail, sambil berkata;
”Shalatlah di dalamnya jika engkau ingin masuk Ka‟bah,
karena ia merupakan bagian dari Ka‟bah”
Letak Hijir Ismail setengah lingkaran membentang
sepanjang 21,57 meter. Garis tengah dari Rukun Iraqi dan
Rukun Syami 11,94 meter, dan dari dinding Ka‟bah ke bagian
dinding dalam 8,42 meter. Lebar kedua sisi pintunya 2,29
meter, panjang dari pintu ke pintu 8,77 meter. Di dalam Hijir
Ismail yang kecil itulah orang berebutan masuk, shalat dan
berdoa meminta apa saja sesuai dengan hajat masing-masing.
Konon do‟a yang paling mustajab di Hijir Ismail dilakukan di
bawah talang air.
Sejak terpisahnya dari Ka‟bah, Hijir Ismail mengalami
perbaikan. Dan orang yang pertama kali memperbaiki Hijir
Ismail dengan memasang marmer pada pilar Hijir adalah Abu
Ja‟far Manshur, khalifah Bani Abbasiah, pada tahun 140 H.
Demikian seterusnya Hijir Ismail mengalami pembaharuan dari
tahun ke tahun sampai sekarang ini.
7. Rukun Yamani
Rukun Yamani adalah sisi atau sudut Ka‟bah yang
menghadap ke arah Yaman atau disebut sudut arah Yaman.
Rukun yang sejajar dengan Hajar
Aswad ini sangat penting artinya
bagi keistimewaan Ka‟bah. Di
sudut ini setiap jamaah yang
thawaf disunnah-kan untuk menyalami atau mengusap dengan
tangan kanan atau cukup dengan melambaikan tangan ke
arah sudut ini dengan mengucap “Bismillah Wallahu Akbar”.
Menurut riwayat dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi Saw hanya
menyalami Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja. Sedangkan
Ibnu Umar ra mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya mengusap keduanya yakni Hajar Aswad dan
Rukun Yamani dapat menghapus dosa-dosa.”
Rasulullah Saw ketika berada diantara dua rukun ini,
yaitu Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad, beliau membaca
doa:
ن يا ف آتنا رب نآ عذاب وقنا حسنة ٱآلخرة وف حسنة ٱلد ٱلنار
“Ya Tuhan kami, berilah kami kabaikan didunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api
neraka” (QS. al-Baqarah: 201)
Dalam satu riwayat, Nabi Saw pernah bersabda bahwa
setiap beliau meliwati sudut ini kelihatan ada malaikat yang
mengucapkan amin, sebagai jawaban dari do‟a beliau. Rukun
Yamani ini juga dipercayai sebagai salah satu tempat yang
sangat baik untuk berdo‟a, dengan cara meletakkan tangan
kanan lalu meminta kepada Allah Swt apa yang kita inginkan.
8. Sumur Zam Zam
a) Penemuan Pertama
Dalam kitab Fathul Bari, pada bab al-Anbiya‟ dijelaskan
bahwa kabilah Jurhun yang hidup di Jaziraul Arab senang
sekali berhijrah. Tapi setelah melihat ada tanda wujudnya air
Zam Zam di kota Mekkah, mereka segera membuat
perkampungan dan mendirikan kemah-kemah di sekitarnya.
Tentu yang pertama kali menemukan Zam Zam
adalah seorang wanita. Dialah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim As.
Di saat akan ditinggalkan suaminya, ia menyeret jubbahnya
seraya berkata; “Kemanakah engkau hendak pergi?, dan
meninggalkan kami di lembah yang tidak ada penghuni?
Apakah Allah yang menyuruhmu?” Nabi Ibrahim As menjawab:
“Ya”. Hajar berkata: “Jika demikian pasti Allah tidak akan
menyia-nyiakan kami”.
Setelah perbekalan Hajar habis ia tinggalkan anaknya
di sebuah pohon yang rindang dan berusaha (sa‟i) mencari air.
Ia berusaha sekuat tenaga naik ke bukit Shofa. Di atas bukit ia
melihat ke kiri dan ke kanan. Harapannya penuh melihat
kafilah datang dan bisa membantunya. Kemudia ia berlari lagi
ke bukit Marwah. Di sana ia melakukan hal yang sama seperti
ia melakukannya di bukit Shofa. Demikian seterusnya tujuh
kali ia berlari bolak balik dari Shofa ke Marwah.Ternyata air
yang dicarinya keluar deras dari tumit si bayi. Maka keluarlah
air Zam Zam.
Subhanallah, dari pasir gersang itu keluarlah air. Mulai
saat itu Mekkah yang dahulunya merupakan kota tandus,
gersang, tak ada pepohonan yang tumbuh, dan tidak ada
penghuni yang hidup, berkat Nabi Ismail As, datuk nabi kita
Muhammad Saw menjadi kota yang subur, makmur dan
terlimpah di dalamnya aneka ragam dari keberkahan Allah.
Semua ini karena air Zam Zam yang keluar di tanah Mekkah.
b) Penemuan Kedua
Setelah itu penghidupan di Mekkah terdapat sumber
air Zam Zam, kabilah Jurhum mulai berdatangan ke sana
untuk menetap dan mendudukinya. Campur baur pun antara
mereka dan keluarga Nabi Ismalil tak bisa dielakkan. Dari
sana, terbentuklah masyarakat baru dan keluarlah di
kemudian hari bangsa Quraisy dan Bani Hasyim. Itulah
sebahagian dari keunggulan dan keistimewaan air Zam Zam.
Hari berganti hari dan zaman berganti zaman, sehingga
datanglah hujan lebat dan banjir dahsyat yang membuat telaga
Zam Zam lenyap dan tidak ada tanda-tanda untuk
diketahuinya lagi. Ini menurut riwayat Yaqut Al-Hamawi.
Adapun menurut pendapat lain bahwa sumur Zam Zam
ditimbun dan dihilangkan tanda-tandanya oleh kabilah Jurhum
di saat mereka akan meninggalkan kota Mekkah.
Telaga Zam Zam terus lenyap dari permukaan bumi
Mekkah dan tidak diketahui tempatnya, hingga Abdul Muttalib,
kakek Nabi Saw memangku jabatan sebagai pemberi makan
dan minum jama‟ah haji. Dengan ru’ya shadiqah (impian yang
benar) ia akhirnya ditunjukan Allah tempat sumur Zam Zam
yang tidak pernah kering airnya dan tidak pernah surut.
Sumur ini dinamakan Zam Zam karena airnya yang
sangat banyak dan Zam Zam dalam bahasa Arab berarti
banyak dan berkumpul. Seandainya Siti Hajar di saat
menemukannya tidak mengumpulkan pasir di sekitar tempat
air dan tidak menciduknya, maka air Zam Zam akan mengalir
terus sehingga bisa menenggelamkan semuanya.
c) Keberkahan Zam Zam
Terletak lebih kurang 20 meter ke kiri dari Ka‟bah ada
semacam terowongan ke bawah. Sumber air Zam Zam itu
sekarang sudah ditutup dan dipagari dengan kaca tebal dan
didalamnya sudah dipasangi instalasi pipa modern untuk
mengalirkan air Zam Zam itu ke tempat-tempat yang sudah
ditentukan. Sampai sekarang sumur ini mampu mengalirkan
air sebesar 11-18.5 liter/detik, hingga permenit dapat
mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Celah-
celah atau rekahan ini salah satu yang mengeluarkan air
cukup banyak. Ada celah (rekahan) yang memanjang kearah
Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dengan ketinggian 30 cm,
juga beberapa celah kecil ke arah Shofa dan Marwa.
Dahulu pada masa jahiliah air Zam Zam dijuluki
syabba’ah artinya yang banyak mengenyangkan, dan diyakini
bahwa ia adalah sebaik-baik penolong bagi keluarga. Zam-Zam
memiliki nilai yang sangat tinggi bagi umat Islam karena ia
adalah air penuh barokah, air yang diberikan oleh Allah Swt,
sehingga dapat diminum untuk niat apa saja.
d) Keberkahan Zam Zam
Dari salah satu bukti yang menunjukan keutamaan
Zam Zam adalah saat malaikat Jibril As membelah dada
Rasullullah Saw, ia membasuhnya hati beliau dengan Zam
Zam. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Dhar Al-Ghifari
bahwa Rasulullah Saw bersabda; “ Atap rumahku dibuka saat
aku berada di Mekkah dan Jibril as turun dan membelah
dadaku kemudian ia membasuhnya dengan Zam Zam. Lalu ia
membawa bejana besar terbuat dari emas berisi hikmah dan
keimanan dan menuangkannya ke dalam dadaku. Kemudian ia
menutupnya. Lalu ia memegang tanganku dan membawaku ke
langit”
Kemudian, Mujahid berkata: “Aku tidak pernah melihat
Ibnu Abbas ra memberi makan seseorang kecuali ia juga
memberikan air Zam Zam untuk di minum. Ia juga mengatakan
setiap kali tamu datang berkunjung Ibnu Abbas akan
menjamunya dengan air Zam Zam.
Di antara keistimewaan air Zam Zam adalah bahwa
Rasulallah saw menjadikan siapa yang meminumnya sampai
kenyang akan dibersihkan hatinya dari sifat munafik.
Diriwayatkan dari Jabir ra bahwa Rasulallah Saw meminta
seember air Zam Zam, lalu beliau meminumnya dan
memakainya untuk berwudhu‟. Dalam kitab Shahih
diriwayatkan; saat Abu Dzar telah memeluk Islam, ia berkata:
“Ya Rasulallah saya berada di sini selama 30 hari”, beliau
bersabda: “Siapa yang memberimu makan?”, ia berkata: “Aku
tidak mempunyai makanan apapun jua hanya air Zam Zam,
tapi berat badanku bertambah, sehingga aku dapat merasakan
lipatan lemak pada perutku, dan aku tidak merasa lapar sama
sekali”. Lantas beliau bersabda; “Zam Zam diberkahi dan
mengandung makanan bergizi”. Bahkan air Zam Zam, atas
berkah Allah Swt merupakan air yang berkhasiat dapat
mengobati penyakit. Sungguh Rasulullah Saw telah bersabda
“Air yang paling baik di permukaan bumi adalah air Zam Zam,
di dalamnya terdapat makanan bergizi dan dapat
menyembuhkan penyakit” (HR at-Tabarani dari Ibnu Abbas)
9. Bukit Shofa dan Marwah
Bukit Shofa dan Marwah adalah dua buah bukit yang
terletak dekat dengan Ka‟bah (Baitullah). Bukit Shofa dan
Marwah ini memiliki peranan sangat penting dalam sejarah
Islam, khususnya dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
Bukit Shofa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter itu,
menjadi salah satu dari rukun haji dan umrah. Tidak sah haji
atau umrah seseorang jika tidak melakukan sa‟i antara Shofa
dan Marwah sebanyak tujuh kali.
Shofa merupakan sebuah bukit kecil yang
menyambung ke bukit Abi Qubais. Di bukit ini, dahulunya
terdapat Darul Arqam, Darul Saib bin Abi Saib dan Darul al-
Khuld yang sekarang semuanya sudah disatukan menjadi
tempat sa‟i. Sedangkan bukit Marwah bukit yang menyambung
dengan bukit Qaiqu‟an dan mengarah ke rukun Syami,
jaraknya 300 meter dari Ka‟bah. Marwah merupakan tempat
terakhir thawaf.
Dari segi fisik, tidak ada yang istimewa dari kedua bukit
itu. Namun, tujuan Allah memerintahkan Ibrahim As agar
membawa keluarganya ke Mekkah yang kelak di lokasi
tersebut rumah Allah (Baitullah) berdiri.
B. Rahasia Di balik Kesucian Bangunan Ka’bah
Ka‟bah merupakan kiblat shalat bagi seluruh umat
muslim di dunia. Ka‟bah terdapat dalam area Masjidil Haram
yang terletak di kota Mekkah, Arab Saudi. Setiap tahunnya,
jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia datang ke Mekkah
untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah serta berziarah ke
sejumlah tempat bersejarah di sana.
Di dalam Ka‟bah tidak terdapat benda apapun.
Meskipun demikian, Ka‟bah memiliki arti yang sangat penting
bagi umat muslim. Berdasarkan sebuah riwayat, Ka‟bah adalah
bangunan pertama yang diciptakan sejak penciptaan bumi.
Ka‟bah memiliki rahasia tersembunyi, bahkan tempat-tempat
sekitar Ka‟bah termasuk depan pintu Multazam merupakan
tempat mustajab untuk berdoa.
Di balik kesucian bangunan Ka‟bah terdapat beberapa
keajaiban yang tidak dimiliki oleh bangunan manapun di dunia.
Di antara keajaiban tersebut adalah;
1. Ka‟bah Mengeluarkan Sinar Radiasi
Di planet bumi mengeluarkan semacam radiasi, yang
kemudian diketahui sebagai medan magnet. Penemuan ini
sempat mengguncang National Aeronautics and Space
Administration (NASA), badan antariksa Amerika Serikat, dan
temuan ini sempat dipublikasikan melalui internet. Namun
entah mengapa, setelah 21 hari tayang, website yang
mempublikasikan temuan itu hilang dari dunia maya.
Namun demikian, keberadaan radiasi itu tetap diteliti,
dan akhirnya diketahui kalau radiasi tersebut berpusat di kota
Mekkah, tempat di mana Ka‟bah berada. Yang lebih
mengejutkan, radiasi tersebut ternyata bersifat infinite (tidak
berujung). Hal ini terbuktikan ketika para astronot mengambil
foto planet Mars, radiasi tersebut masih tetap terlihat. Para
peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki
karakteristik dan menghubungkan antara Ka‟bah di planet
bumi dengan Ka‟bah di alam akhirat.
Ada sebuah pengakuan dari ilmuwan Barat. Dalam
Encyclopedia Americana, Lawrence E Yoseph, mengatakan;
“ Sungguh kita telah berhutang besar kepada umat Islam.
Sekiranya orang-orang Islam berhenti melaksanakan thawaf
ataupun shalat di muka bumi ini, niscaya akan terhentilah
perputaran bumi kita ini, karena rotasi dari super konduktor
yang berpusat di Hajar Aswad, tidak lagi memancarkan
gelombang elektromagnetik.
Pengakuan yang sama juga diungkapkan Sunita
Williams. Ia adalah seorang wanita India pertama yang pergi ke
bulan pada tanggal 9 Juli 2011. Sekembalinya misi astronot ke
bulan ia langsung masuk dan memeluk agama Islam. Ia
berkata: ''Dari Bulan seluruh bumi kelihatan hitam dan gelap
kecuali dua tempat yang terang dan bercahaya. Ketika aku
lihat dengan teleskop, ternyata tempat itu adalah Mekkah dan
Madinah. Di bulan semua frekuensi suara tidak berfungsi, Tapi
aku masih mendengar suara Adzan”.
Dari testimoni dua orang astronot yang telah
mengangkasa melihat suatu sinar yang teramat terang
mememancar dari bumi, dan setelah diteliti ternyata
bersumber dari Bait Allah atau Ka'bah. Super konduktor itu
adalah Hajar Aswad, yang berfungsi bagai mikrofon yang
sedang siaran dan jaraknya mencapai ribuan mil jangkauan
siarannya.
Di sini, para astronot telah menemukan bahwa planet
bumi itu mengeluarkan semacam radiasi. Radiasi yang berada
di sekitar Ka‟bah ini memiliki karakteristik dan
menghubungkan antara Ka‟bah di planet bumi dengan Ka‟bah
di alam. Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub
selatan, ada suatu area yang bernama Zero Magnetism
Area, artinya apabila kita mengeluarkan kompas di area
tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak
sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara
kedua kutub.Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekkah,
maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak
dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi.
Sebab itulah ketika kita mengelilingi Ka‟bah, maka
seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi
misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara
ilmiah. Hal ini disebabkan Mekkah juga merupakan pusat
bumi. Mekkah adalah pusat dari lapisan-lapisan langit. da
beberapa ayat dan hadits nabawi yang menyiratkan fakta ini.
“Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan
dengan kekuatan”. (QS. ar-Rahman: 33).
Menurut riwayat Ibnu Abbas dan Abdullah bin Amr bin
As, dahulu Hajar Aswad tidak hanya berwarna putih tetapi juga
memancarkan sinar yang berkilauan. Sekiranya Allah Swt
tidak memadamkan kilauannya, tidak seorang manusia pun
yang sanggup mamandangnya. Dalam penelitian lainnya,
mereka mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan
batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di
sebuah museum di negara Inggris, ada tiga buah potongan
batu tersebut (dari Ka‟bah) dan pihak museum juga
mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan
berasal dari sistem tatasurya kita. Dalam salah satu hadits,
Rasulullah Saw bersabda : "Hajar Aswad itu diturunkan dari
surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa
anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam".
2. Zero Magnetism Area
Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan,
ada suatu area yang bernama Zero Magnetism Area. Bila
seseorang mengeluarkan kompas di area tersebut, maka
jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali
karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.
Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekkah,
maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak
dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu,
ketika mengelilingi Ka‟ah, maka seakan-akan fisik para jamaah
haji seperti di-charge ulang oleh suatu energi misterius dan ini
adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
3. Tekanan Gravitasi Tinggi
Ka‟bah dan sekitarnya merupakan sebuah area dengan
gaya gravitasi yang tinggi. Ini menyebabkan satelit, frekuensi
radio ataupun peralatan teknologi lainnya tidak dapat
mengetahui isi di dalam Ka‟bah. Selain itu, tekanan gravitasi
tinggi juga menyebabkan kadar garam dan aliran sungai bawah
tanah tinggi. Inilah yang menyebabkan shalat di Masjidil Haram
tidak akan terasa panas meskipun tanpa atap di atasnya.
Tekanan gravitasi yang tinggi memberikan kesan
langsung kepada sistem imun tubuh untuk bertindak sebagai
pertahanan dari segala macam penyakit.
4. Tempat Ibadah Tertua
Pembangunan Ka‟bah telah dilakukan sejak zaman
Nabi Adam As. Ada pula sumber yang menyebutkan, Ka‟bah
telah dibangun semenjak 2000 tahun sebelum Nabi Adam
diturunkan. Pembangunannya pun memerlukan waktu yang
lama karena dilakukan dari masa ke masa.
Menurut sebagian riwayat, Ka‟bah sudah ada sebelum
Nabi Adam As diturunkan ke bumi, karena sudah dipergunakan
oleh para malaikat untuk thawaf dan ibadah. Ketika Adam dan
Hawa terusir dari Taman Surga, mereka diturunkan ke muka
bumi, diantar oleh malaikat Jibril. Peristiwa ini jatuh pada
tanggal 10 Muharam.
5. Ka‟bah Memancarkan Energi Positif
Ka‟bah dijadikan sebagai kiblat oleh orang yang shalat
di seluruh dunia, karena orang shalat di seluruh dunia
memancarkan energi positif apalagi semua berkiblat kepada
Ka‟bah. Jadi dapat kita bayangkan energi positif yang terpusat
di Ka‟bah, dan juga menjadi pusat gerakan shalat sepanjang
waktu karena diketahui waktu shalat mengikuti pergerakan
matahari. Itu artinya, setiap waktu sesuai gerakan matahari
selalu ada orang yang sedang shalat. Jika sekarang seseorang
di sini melakukan shalat Dhuhur, demikian pula wilayah yang
lebih barat akan memasuki waktu Dhuhur dan seterusnya atau
dalam waktu yang bersamaan orang Indonesia shalat Dhuhur
orang yang lebih timur melakukan shalat Ashar demikian
seterusnya.
Memandang Ka‟bah dengan ikhlas akan
mendatangkan ketenangan jiwa. Aturan untuk tidak
mengenakan topi atau kepala saat beribadah haji juga
memiliki banyak manfaat. Rambut yang ada di tubuh manusia
dapat berfungsi sebagai antena untuk menerima energi postif
yang dipancarkan Ka‟bah.
1. Ka‟bah Pusat Bumi
Di kalangan ilmuan ruang angkasa telah diyakini bahwa
Ka‟bah sebagai pusat bumi. Bila diperhatikan arah panah dari
setiap arah penjuru di bumi, semua umat Islam melakukan
ibadah dengan mengarah pada satu pusat (kiblat) yaitu ke
Ka‟bah, baik pada saat melakukan shalat maupun saat
menunaikan salah satu rukun berhaji dan umrah, yaitu thawaf.
Hal ini sama seperti pergerakan bumi dan planet-planet lainnya
yang berpusat pada matahari, atau sama seperti pergerakan
matahari dan bintang-bintang yang berpusat pada satu titik
sehingga membentuk satu kelompok atau kumpulan bintang-
bintang atau yang disebut dengan galaksi. Setiap arah rotasi
dari bintang-bintang, planet-planet dan benda lainnya dalam
galaksi-galaksi tersebut membentuk lingkaran (mengelilingi)
suatu pusat dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam,
sesuai dengan hokum atau aturan dalam melakukan thawaf.
Gambar-gambar satelit yang muncul kemudian pada
tahun 90-an menekankan hasil dan natijah yang sama, ketika
kajian-kajian lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-
lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan. Telah
menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-
lempengan bumi terbentuk selama masa geologi yang panjang,
bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab.
Lempengan-lempengan itu terus menerus memusat ke arah itu
seolah-olah menunjuk ke arah Mekkah. “Demikianlah Kami
wahyukan kepadamu al-Quran dalam bahasa Arab supaya
kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk
Mekah) dan penduduk (negeri-negeri di sekelilingnya)” (QS.
asy-Syura: 7). Kata Ummul Qura berarti induk bagi kota-kota
lain, dan kota-kota di sekelilingnya, menunjukkan Mekkah
adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah
berada di sekelilingnya.
Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang
cukup penting dan luas di dalam peradaban Islam.
Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan,
maka Mekkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain
serta keunggulan di atas semua kota. Ada beberapa ayat al-
Qur‟an yang memperkuatkan fakta ini. Allah berfirman
maksudnya; “Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembusi (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusinya kecuali dengan
kekuatan (ilmu pengetahuan)” (QS. ar-Rahman: 33).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat difahamkan
bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter
bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Mekkah berada di tengah-
tengah bumi, dengan itu berarti bahawa Mkekah juga berada
di tengah-tengah lapisan langit.
Selain itu ada hadis yang menerangkan bahwa Masjidil
Haram di Mekkah, tempat Ka‟bah berada itu ada di tengah-
tengah tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan yang membentuk
bumi. Nabi Saw bersabda; “Wahai orang-orang Mekkah, wahai
orang-orang Quraisy, sesungguhnya kamu berada di bawah
pertengahan langit”.
Berdasarkan kajian di atas, bahwa Mekkah berada
pada tengah-tengah bumi (pusat dunia), maka benar-benar
diyakini bahawa Kota Suci Mekkah, bukan Greenwich, yang
seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan
mengakhiri kontroversi yang timbul pada empat dekade yang
lalu oleh kalangan Barat. Ada banyak perdebatan ilmiah untuk
membuktikan bahwa Mekkah merupakan wilayah kosong bujur
sangkar yang melalui kota suci tersebut. Jika waktu Mekkah
diterapkan, maka mudah bagi setiap orang mengetahui waktu
shalat.
C. Daya Magis Kain Kiswah
1. Sejarah Kiswah "Kain Penutup Ka‟bah"
Mungkin sudah tidak aneh lagi melihat kain hitam yang
menutupi Ka‟bah. Namun, tidak banyak orang yang tahu
bahwa selimut Ka‟bah yang dinamakan “Kiswah” itu ternyata
harganya sangat mahal, yaitu 20 juta real atau sekitar Rp 50
milyar. Selimut Ka‟bah itu terbuat dari sutera murni berwarna
hitam pekat. Kiswah dihiasi benang berlapis emas dan perak
untuk membuat sulaman kaligrafi berupa ayat-ayat al-Quran
dan ornamen- ornamen bernuansa Islam. Tulisan itu
membentuk angka V (angka tujuh dalam tulisan Arab). Salah
satu kalimat yang ditulis di Kiswah Ka‟bah adalah Allah Jalla
Jalalah, Laailaahaillallah, Muhammad Rasulullah. Terdapat
lima bagian Kiswah yang menutupi Ka‟bah. Empat bagian
untuk menutupi empat sisi Ka‟bah, termasuk bagian atasnya.
Sedangkan satu bagian lagi untuk menutup bagian pintu.
Kain Kiswah ini biasanya diganti setiap tahun pada
tanggal 9 Dzulhijjah, hari ketika jamaah haji berjalan ke bukit
Arafah pada musim haji. Nama Kiswah dalam bahasa Arab
berarti 'selubung' (kain yang dikenakan pada peti) dan seasal
dengan kata kisui dalam bahasa Ibrani. Setiap tahun, kiswah
lama diangkat, dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil
dan dihadiahkan kepada beberapa orang, pejabat Muslim
asing yang berkunjung dan organisasi asing. Beberapa di
antara mereka turut bertukar souvenir haji.
Pembuat Kiswah yang terkenal pada masa jahiliah
adalah ad-Dibaj Natilah binti Hibban, ibu dari Abbas bin Abdul
Muthalib. Pada masa-masa sebelumnya, Umar bin Khattab
memotong-motongnya dan membagi-bagikannya kepada para
jamaah yang hendak menggunakannya sebagai pelindung dari
panasnya suhu kota Mekkah.
Saat ini biaya pembuatan Kiswah mencapai SR
17.000.000. Untuk membuat sebuah Kiswah diperlukan 670
kg bahan sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera
yang terdiri dari 47 potong kain. Masing- masing potongan
tersebut berukuran panjang 14 meter dan lebar 101 meter.
Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi bidang kubus
Ka‟bah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan berupa
pintalan emas diperlukan 120 Kg emas dan beberapa puluh
kilogram perak. Kiswah dipasang mengitari Ka‟bah dan
direkatkan ke tanah menggunakan cincin tembaga. Jahitan
ayat-ayat Qur‟an yang biasanya dirancang secara manual
sekarang dibantu oleh komputer yang mempercepat masa
pembuatan kain ini. Kiswah pertama kali dibuat oleh seorang
pengrajin bernama Adnan bin „Ad dengan bahan baku kulit
unta.
Sejak 1931, Kiswah untuk menutupi Ka‟bah diproduksi
di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota Mekkah. Dalam
pabrik tersebut, pembuatan Kiswah dilakukan secara modern
dengan menggunakan mesin tenun modern pula. Di pabrik
Kiswah yang areanya seluas 10 hektare itu dipekerjakan
sekitar 240 pengrajin Kiswah. Di balik Kiswah hitam, ada kain
berwarna putih yang disebut Bithana Kiswah. Kain itu
berfungsi untuk menyerap uap dari dinding Ka‟bah dan
menghalangi panas yang diserap dari kain Kiswah yang hitam.
Kain ini mengandung daya serap tinggi untuk menghindarkan
panas yang berlebihan dan mencegah dinding Ka‟bah retak.
Tujuan dari pemasangan kain itu adalah untuk melindungi
dinding Ka‟bah dari kotoran, debu, serta panas yang dapat
membuatnya menjadi rusak. Selain itu Kiswah juga berfungsi
sebagai hiasan Ka‟bah.
Menurut sejarah, Ka‟bah sudah diberi Kiswah sejak
zaman Nabi Ismail As, putra Nabi Ibrahim As. Namun tidak ada
catatan yang mengisahkan Kiswah pada zaman Nabi Ismail
terbuat dari apa dan berwarna apa. Baru pada masa
kepemimpinan Raja Himyar As‟ad Abu Bakr dari Yaman,
disebutkan Kiswah yang melindungi Ka‟bah terbuat dari kain
tenun. Artinya, As‟ad Abu Bakr dari Yamanlah orang pertama
yang memakaikan Kiswah untuk Ka‟bah.
Dikisahkan bahwa As‟ad Abu Bakr pernah bermimpi
memakaikan kian penutup Ka‟bah. Maka pada tahun 220
sebelum hijriyah, sepulang dari penyerbuan nya ke kota
Yatsrib, As‟ad Abu Bakr melaksanakan mimpinya tersebut. Ia
membuat kain penutup untuk Ka‟bah yang terbuat dari kain
bulu atau barûd, sejenis kain yang berasal dari Yaman. Dalam
bukunya Tarikh Ka’bah, al-Kharbuthali menulis bahwa ketika
memakaikan kain Kiswah untuk Ka‟bah, Abu Bakr
menyenandungkan syair-syair pujian.
Langkah yang dilakukan Abu Bakr ini diikuti secara
turun temurun oleh orang-orang setelahnya. Mereka menutup
badan Ka‟bah dengan kain dan baju yang sebagian besar
diimpor dari Mesir dan Yaman. Tidak hanya para penguasa,
apa yang dilakukan Abu Bakr juga ditiru oleh para hartawan
Arab pada masa itu. Mereka yang punya nazar atau ingin
memberikan persembahan kepada Tuhannya memberikan
hadiah kain penutup untuk Ka‟bah.
Ketika Qushay bin Kilab berkuasa, ia memberlakukan
pemungutan upeti dari setiap suku di kalangan kaum Quraisy
untuk digunakan sebagai dana pembuatan Kiswah. Inilah awal
dari pemerataan dan manajemen modern dalam pembuatan
Kiswah. Qushay menetapkan bahwa setiap suku mendapatkan
bagiannya untuk membuat Kiswah.
Di masa Nabi Muhammad Saw sendiri juga pernah
memerintahkan pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari
Yaman. Sedangkan empat khalifah penerus Nabi Muhammad
yang termasuk dalam Khulafa al-Rasyidin memerintahkan
pembuatan kiswah dari kain benang kapas.
Sementara itu, pada era kekhalifahan Abbassiyah,
khalifah ke-4 al-Mahdi memerintahkan supaya Kiswah dibuat
dari kain sutra khuz. Pada masa pemerintahannya, kiswah
didatangkan dari Mesir dan Yaman.
Menurut catatan sejarah, kiswah tidak selalu berwarna
hitam pekat seperti saat ini. Kiswah pertama yang dibuat dari
kain tenun dari Yaman justru berwarna merah dan berlajur-
lajur. Di masa Rasulullah Saw, Kiswah yang digunakan untuk
menutupi Ka‟bah terbuat dari kain putih yang dikimpor dari
Mesir dan kemudian diganti dengan Kiswah buatan Yaman.
Sedangkan pada masa khalifah al-Ma‟mun ar-Rasyid, Kiswah
dibuat dengan warna dasar putih. Kiswah juga pernah dibuat
berwarna hijau atas perintah khalifah an-Nasir dari Bani
Abbasiyah (sekitar abad 16 M) dan Kiswah juga pernah dibuat
berwarna kuning berdasarkan perintah Muhammad ibnu
Sabaktakin.
Penggantian kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke
tahun, rupanya mengusik benak kalifah al-Ma‟mun dari Dinasti
Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan bahwa sebaiknya
warna Kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam. Hingga
saat ini, meskipun Kiswah diganti setiap tahun, tetapi
warnanya selalu hitam.
Pada era keemasan Islam, tanggung jawab pembuatan
maupun pengadaan Kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah
yang sedang berkuasa di Hijaz, Arab Saudi pada setiap
masanya. Meskipun Kiswah selalu menjadi tanggung jawab
para khalifah, beberapa raja di luar tanah Hijaz pernah
menghadiahkan Kiswah kepada pemerintah Hijaz.
Dulu, Kiswah yang terbuat dari sutera hitam pernah
didatangkan dari Mesir yang biayanya diambil dari kas
Kerajaan Mesir. Tradisi pengiriman Kiswah dari Mesir ini
dimulai pada zaman Sultan Sulaiman yang memerintah mesir
pada sekitar tahun 950-an H sampai masa pemerintahan
Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an.
Setiap tahun, Kiswah-Kiswah indah yang dibuat di
Mesir itu di antar ke Mekkah melewati jalan darat
menggunakan tandu indah yang disebut mahmal. Kiswah
beserta hadiah-hadiah lain di dalam mahmal datang
bersamaan dengan rombongan haji dari Mesir yang dikepalai
oleh seorang amirul hajj.
Amirul hajj itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah
Kerajaan Mesir. Dari Mesir, setelah upacara serah terima,
mahmal yang dikawal tentara Mesir berangkat ke terusan Suez
dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan Jeddah. Setibanya
di Hijaz, mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat
meriah menuju ke Mekkah.
Pengiriman kiswah dari Mesir pernah terlambat hingga
awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu setelah
meletusnya Perang Dunia I. Keterlambatan pengiriman kiswah
terjadi akibat suasana yang tidak aman dan kondusif akibat
Perang Dunia I.
Melihat situasi yang kurang baik pada saat itu, Raja
Ibnu Saud (pendiri Kerajaan Arab Saudi) mengambil keputusan
untuk segera membuat Kiswah sendiri mengingat pada tanggal
10 Dzulhijjah, Kiswah lama harus diganti dengan Kiswah yang
baru. Usaha tersebut berhasil dengan pendirian perusahaan
tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Mekkah.
Setelah Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari
Mesir kembali mengirimkan Kiswah ke tanah Hijaz. Namun
melihat berbagai kondisi pada saat itu, pemerintah Kerajaan
Arab Saudi dibawah Raja Abdul Aziz Bin Saud memutuskan
untuk membuat pabrik Kiswah sendiri pada 1931 di Mekkah.
Hingga akhirnya Kiswah dibuat di Arab Saudi hingga saat ini.
Kain kiswah memiliki keunikan dan keunggulan
tersendiri. Pintalan-pintalan benang berwarna emas maupun
perak bersatu padu merangkai goresan kalam Ilahi. Kiswah
menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman
Allah Swt yang suci yang dipintal pada Kiswah, tetapi juga
karena keindahan dan eksotisme pintalan benang berwarna
emas dan perak pada permukaannya.
Perpaduan warna emas dan perak pada kaligrafi yang
menghiasi kiswah tersebut memiliki nilai seni yang luar biasa.
Sebab pembuatannya membutuhkan skill dan bakat yang luar
biasa karena tidak semua orang mampu membuat seni
seindah itu. Kiswah merupakan simbol kekuatan,
kesederhanaan, juga keagungan.
2. Proses Pembuatan Kiswah
Kiswah pertama kali dibuat oleh seorang pengrajin
bernama Adnan bin Ad dengan bahan baku kulit unta. Namun
dalam perkembangannya, kiswah dibuat dari kain sutera.
Untuk membuat sebuah kiswah memerlukan 670 kg bahan
sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera yang terdiri
dari 47 potong kain. Masing-masing potongan tersebut
berukuran panjang 14 meter dan lebar 95 cm.
Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi bidang
kubus Ka‟bah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan
berupa pintalan emas diperlukan 120 kg emas dan beberapa
puluh kg perak.
Namun sejak 1931, Kiswah untuk menutupi Ka‟bah
diproduksi di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota
Mekkah, Arab Saudi. Dalam pabrik tersebut, pembuatan
Kiswah dilakukan secara modern dengan menggunakan mesin
tenun modern. Di pabrik Kiswah yang arealnya seluas 10
hektare itu dipekerjakan sekitar 240 perajin Kiswah.
Dalam pabrik tersebut, Kiswah dibuat secara massal.
Di sanalah semuanya disiapkan dari perencanaan, pembuatan
gambar prototipe kaligrafi, pencucian benang sutera, perajutan
kain dasar, pembuatan benang dari berkilo-kilo emas murni
dan perak hingga pada pemintalan kaligrafi dari benang emas
maupun perak, lalu penjahitan akhir.
Meskipun Kiswah tampak hitam jika dilihat dari luar,
namun ternyata bagian dalam Kiswah itu berwarna putih.
Salah satu kalimat yang tertera dalam pintalan emas kiswah
adalah kalimah syahadat, Allah Jalla Jalallah, La Ilaha Illallah,
dan Muhammad Rasulullah, surat Ali Imran ayat 96, al-
Baqarah :144, surat al-Fatihah, surat al-Ikhlash terpintal indah
dalam benang emas untuk menghiasi kiswah.
Kaligrafi yang digunakan untuk menghias Kiswah terdiri
dari ayat-ayat yang berhubungan dengan haji dan Ka‟bah juga
asma-asma Allah yang dimuliakan. Hiasan kaligrafi yang
terbuat dari emas dan perak tampak berkilau indah saat
terkena cahaya matahari. Karena menggunakan bahan baku
dari benda-benda yang sangat berharga seperti sutera, emas,
maupun perak, harga kiswah ini menjadi sangat mahal sekitar
Rp 50 miliar.
Sehingga setiap tahun Jawatan Wakaf Kerajaan Arab
Saudi harus menyediakan dana sekitar Rp 50 miliar untuk
pembuatan Kiswah. Menurut sejarah, tradisi penggantian
kiswah yang dilakukan setiap tahunnya sudah ada sejak masa
khalifah al-Mahdi yang merupakan penguasa Dinasti Abbasiyah
ke-IV.
Tradisi tersebut bermula ketika, Khalifah al-Mahdi naik
haji kemudian penjaga Ka‟bah melapor kepadanya tentang
Kiswah yang pada saat itu sudah mulai rapuh dan
dikhawatirkan akan jatuh. Mendengar laporan yang
memprihatinkan itu, al-Mahdi memerintahkan agar setiap
tahun Kiswah diganti.
Sejak saat itu, Kiswah untuk Ka‟bah selalu diganti
setiap tahun pada musim haji dan menjadi sebuah tradisi yang
harus selalu dijalankan. Dengan demikian tidak ada lagi
Kiswah yang kondisinya memprihatinkan. Pasalnya, setiap
Kiswah hanya memiliki masa pakai Ka‟bah selama satu tahun.
Bahkan, Kiswah bekas dipakai Ka‟bah ada yang dipotong-
potong kemudian potongan tersebut dijual sebagai penghias
rumah maupun kantor.
3. Memburu Kain Kiswah yang Dikeramatkan
Bagi sebagian orang, memiliki Kiswah adalah sebuah
kebanggaan dan prestise. Selain karena nilai seni Islami yang
tinggi dan kesakralan yang terdapat dalam kain Kiswah, nilai
keunikan dan kelangkaan menjadi daya tarik tersendiri bagi
para kolektor. Bagi jamaah haji Indonesia berulang kali
diingatkan, selama di tanah suci jangan melakukan tindakan-
tindakan atau perilaku yang bisa menggugurkan amalan
ibadahnya. Namun dalam kenyataannya, ada saja mereka
yang mempunyai keinginan macam-macam. Sambil menunggu
jadwal pemulangan, banyak juga jamaah asal Indonesia yang
iseng memburu benda-benda keramat. Padahal perilaku ini
termasuk syirik yang sangat bertentangan dengan ajaran
Islam. Apalagi hal semacam itu bisa dikategorikan tindakan
menyekutukan Allah Ta‟ala.
Barang keramat apa yang tengah diburu sebagian
jamaah tersebut? Ternyata salah satunya adalah kain kiswah
bekas yang baru saja dimanfaatkan untuk menutupi Ka‟bah.
Kabarnya, ada seorang mukimin dari Indonesia yang berjanji
sanggup mencarikan potongan-potongan kain kiswah bekas
yang diyakini sangat ber-“tuah”. Kain itu dijual dengan imbalan
uang tidak kecil nilainya dibandingkan potongan kain yang
tidak seberapa lebarnya tersebut. Namun, tidak sedikit pula
jamaah yang berminat.
Kain Kiswah diyakini dapat mendatangkan berkah.
Tidak cuma jamaah dari Indonesia yang memercayai hal itu,
tetapi juga banyak jamaah dari negara lain seperti Malaysia.
Tak heran bila di antara jutaan orang yang menunaikan ibadah
haji di Mekkah, ada yang memburu kain tersebut. Padahal
untuk mendapatkannya tidak mudah. Sebab, kain ini tidak
dijual di toko-toko atau pasar yang banyak terdapat di tanah
suci.
Namun toh, ternyata ada orang-orang tertentu yang
telanjur memercayai dapat memperoleh kain itu. Mereka
berani membayar mahal sampai jutaan rupiah, hanya untuk
memperoleh sepotong kain yang berukuran cuma satu kali dua
meter.
Mengingat tidak ada toko yang menjualnya, orang-
orang berburu dengan bisik-bisik dan sembunyi-sembunyi. Ada
yang berusaha menghubungi para mukimin. Bagi yang bisa
berbahasa Arab, mereka tak sungkan-sungkan menanyakan
ihwal penjualan kiswah itu ke petugas Masjidil Haram.
Kain berwarna hitam itu diyakini bisa membuat hidup
lebih sejahtera dan bahagia. Tak hanya itu, kain itu juga
diyakini mempunyai “tuah” sesuai dengan keinginan
pemiliknya. Misalnya, bisa untuk kekebalan tubuh, untuk
pelaris dagangan, meraih karier, dan menyembuhkan penyakit.
Untuk mendapatkan kain Kiswah berukuran 25
centimer persegi harus mengeluarkan uang dari kocek sebesar
100 rial. Seorang jamaah Malaysia mengaku pernah
mendapatkan sepotong kain kiswah berukuran satu kali dua
meter. Kain itu dibeli dengan harga Rp 30 juta. Ada kain yang
ukurannya lebih kecil, dijual Rp 8 juta.
Bagaimana sebetulnya kiswah itu, sehingga
memunculkan cerita kontradiksi? Kiswah tak ubahnya seperti
kain biasa yang sudah barang tentu tidak bertuah sama sekali.
Dalam satu tahun, Ka‟bah dicuci dua kali, Dzulhijjah dan
Sya'ban. Namun kiswah hanya diganti sekali dalam setahun,
dengan anggaran sekitar 17 juta rial/kiswah.Pencucian Ka‟bah
yang sekarang dilakukan dua kali dalam setahun, mula-mula
berawal dari perintah Nabi Muhammad Saw. Kala itu,
tujuannya untuk menghilangkan sisa-sisa kemusyrikan pada
zaman jahiliah. Cara mencucinya, menggunakan air Zam Zam.
Upacara pencucian biasanya dihadiri oleh raja-raja,
para menteri, tokoh masyarakat, dan utusan dari negara-
negara Islam yang sengaja diundang oleh pemerintah Arab
Saudi. Pada kesempatan itu, para undangan diberi
kehormatan untuk masuk ke dalam Ka‟bah. Setelah bersih
dicuci, Ka‟bah disiram berulang-ulang dengan air mawar dan
pewangi lain. Kemudian diasapi dengan kayu mbar, kayu
gaharu, dan kayu sejenis lain. Karena itu, bila berada di sekitar
Ka‟bah, akan mencium bau harum yang seolah-olah memancar
darinya.
Memang dahulu, kain Kiswah bekas diamankan oleh
pemerintah Arab Saudi. Kain itu kemudian dipotong-potong
dalam ukuran kecil-kecil. Lantas kain itu dibagikan ke para
pejabat, tokoh masyarakat, bahkan utusan tamu dari negara
lain. Tujuannya tidak lain hanya sebagai penghormatan dan
kenangan-kenangan, mengingat Kiswah terbuat dari kain sutra
yang dilapisi kaligrafi benang emas.
Namun konon, belakangan pemerintah Arab Saudi
mendengar cerita bahwa kain kiswah itu banyak diburu oleh
masyarakat biasa. Banyak dari mereka yang memburu untuk
mengeramatkan kain itu. Karena tindakan itu dinilai sudah
tergolong syirik, pemerintah Arab Saudi mengambil langkah
pengamanan. Kain itu untuk tahun-tahun berikutnya hingga
kini tidak lagi dibagi-bagi. Kain itu kemudian disimpan dalam
sebuah museum di Mekkah.
Namun sayang, sebagian orang sudah telanjur
memercayainya. Entah dengan cara apa mereka berusaha
memburunya, meskipun belum tentu berhasil. Perilaku
menyimpang inilah yang membikin kesal Kiai Achyaruddin dari
Mangkang. Menurut beliau Kiswah bekas itu tidak dijual dan
lagi pula tidak bertuah. ''Saya sudah pernah menanyakan ke
seorang syekh di Mekkah. Kata dia, jual beli kiswah itu hanya
bohong-bohongan. Sebab kiswah bekas tidak pernah dijual''.®
Idi Subandy Ibrahim, Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat Komoditas Indonesia, (Yogyakarta: Jalasutra,
2005)
Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2009)
http://www.etymonline.com/index.php?search=lifestyle
Yasraf Amir Pialang, Globalisasi Dan Gaya Hidup alternatif,
(Bandung: Mizan, 2005)
Irwan Abdullah, Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Jalaluddin Rahmad, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1997)
Martin Van Bruinessen, Mencari Ilmu Dan Pahala Di Tanah
Suci Orang Nusantara Naik Haji, (Jakarta, INIS: 1997)
Bahan Bacaan