kajian kinerja ca-bentonit kabupaten pacitan-jawa timur
TRANSCRIPT
Program Studi Kimia - Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Vol. 1, No. 1, 2018
ISSN 2654-3737 (print), ISSN 2654-556X (online)
Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 27
This publication is licensed under a
Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur
Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Material Lepas Lambat
(Slow Release Material) Pupuk Organik Urin Sapi
Muhammad Taufiq Hidayat*, Irwan Nugraha
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telp. +62-274-540971
Email: [email protected]*
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Ca-Bentonit alam dan teraktivasi H2SO4 1 M pada proses
adsorpsi dan desorpsi terhadap amonium urin sapi serta potensinya sebagai pupuk slow relase material. Uji kemampuan
adsorpsi Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M terhadap amonium urin sapi menggunakan metode
indofenol. Proses adsorpsi dilakukan selama 2 jam dengan variasi konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25% (v/v)% dan diukur
nilai absorbansi filtrat dengan spektrofotometer UV/Vis. Hasilnya Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki
kemampuan adsorpsi lebih baik dengan konsentrasi adsorbat sebesar 48,7879 mmol/L pada konsentrasi urin 20%
(v/v)% dibandingkan dengan Ca-Bentonit alam dengan konsentrasi adsorbat sebesar 48,0000 mmol/L pada konsentrasi
urin 20% (v/v)%. Selanjutnya uji slow release menggunakan metode desorpsi dengan pelarut akuades terhadap Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M-teradsorpsi amonium urin sapi pada konsentrasi urin 20% (v/v)%. Uji slow release
menggunakan variasi waktu 5,10,30,60,90,120,150,180, dan 210 menit. Hasilnya amonium urin sapi yang sebelumnya
sudah teradsorpsi, mampu keluar secara bertahap dari struktur permukaan serta pori-pori Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4
1 M pada puncak waktu desorpsi 60 menit dengan konsentrasi amonium yang keluar sebesar 48,6667 mmol/L.
Kata kunci: Ca-Bentonit, Urin Sapi, Adsorpsi, Desorpsi, Slow Release Material, Indofenol, Pupuk Organik.
Pendahuluan
Ca-Bentonit alam secara alamiah memilki kemampuan
adsorpsi terhadap amonium urin sapi. Hal ini disebabkan Ca-
Bentonit alam merupakan mineral alam yang mempunyai
struktur berlapis pada interlayer yaitu aluminosilikat dengan
perbandingan 2:1 yang artinya bentonit tersusun atas 1 lapisan
oktahedral dan diapit oleh 2 lapisan tetrahedral. Pada lapisan
tetrahedral montmorillonit terdapat ion Si4+ sebagai SiO4, ion
Al3+ dan terdapat pula ion Mg2+. Sementara itu pada lapisan
oktahedral, ion Al mengikat 6 atom oksigen atau mengikat 4
atom oksigen dengan 2 gugus hidroksil. Keberadaan Al3+ pada
lapisan tetrahedral dan Mg2+ pada lapisan oktahedral
menyebabkan permukaan bentonit bermuatan negatif. Muatan
negatif pada permukaan bentonit akan diseimbangkan oleh ion-
ion bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+. Ion-ion
inilah yang kemudian bisa dipertukarkan dengan ion-ion positif
yang lain (Schoonheydt dan Jhonston, 2006).
Amonium urin sapi yaitu [NH4]+ yang terionisasi sehingga
memiliki muatan positif dari keadaan awal amonia [NH3]
sehingga akan terjadi gaya tarik-menarik antara anion dari
permukaan Ca-Bentonit dengan kation amonium urin sapi.
Namun, kemampuan adsorpsi dari Ca-Bentonit tanpa
dimodifikasi terlebih dahulu terhadap amonium urin sapi relatif
rendah, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel adsorben Ca-
Bentonit alam yang tidak seragam dan masih terlalu besar,
kemudian sifatnya yang mudah menyerap air atau hidrofilik, serta
ukuran dari pori-pori struktur Ca-Bentonit alam yang masih kecil
karena masih tertutupi oleh pengotor. Sehingga untuk
meningkatkan kemampuan adsorpsi Ca-Bentonit alam maka luas
permukaan adsorben Ca-Bentonit harus ditingkatkan, mengubah
sifat Ca-Bentonit menjadi menolak air atau hidrofobik, dan
menghilangkan pengotor yang menutupi kisi dan pori-pori Ca-
Bentonit (Widyaningsih, 2009).
Ca-Bentonit alam yang berupa raw material memiliki ukuran
partikel yang tidak sama dan berukuran cukup besar. Sehingga
untuk mengatasi masalah tersebut, ukuran partikel harus
diseragamkan dan diperkecil dengan cara yaitu Ca-Bentonit alam
digerus dan diayak menggunakan molecular sieve ukuran 250 μm
sehingga partikel yang berukuran ≥250 μm tidak akan lolos.
Menurut Priambodo (2014) menyatakan bahwa fungsi dari
pengayakan ini adalah untuk menyortir ukuran partikel sehingga
diperoleh ukuran yang sama dimana ukuran partikel adsorben
yang lebih kecil akan meningkatkan luas permukaan adsorben
sehingga kemampuan interaksi dari situs aktifnya akan lebih
maksimal dari Ca-Bentonit yang belum diayak.
Selain itu, kemampuan adsorpsi Ca-Bentonit alam dapat
ditingkatkan yaitu dengan proses aktivasi menggunakan larutan
asam H2SO4 1 M. Alasan dipilihnya asam mineral H2SO4 1 M
sebagai zat pengaktivasi disebabkan oleh H2SO4 1 M memiliki
ekuivalen H+ yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam-asam
yang lainnya seperti HCl ataupun HNO3 yang biasa digunakan
sebagai zat pengaktivasi. Dalam hal ini H2SO4 1 M mendonorkan
2 buah proton H+ dalam reaksinya, maka penggunaan H2SO4
sebagai asam lebih baik dibandingkan dengan mineral asam HCl
ataupun HNO3 yang hanya mendonorkan 1 buah proton H+.
Aktivasi Ca-Bentonit menggunakan H2SO4 1 M akan
menghasilkan adsorben dengan situs aktif dan keasaman
permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan adsorpsinya
lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi (Komadel, 2003).
Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha
28 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry
Metode Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu urin sapi
peternakan sapi Dusun Karangijo Kulon, Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul, lempung jenis Ca-Bentonit dari
Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, H2SO4 1 M, akuades, etanol
95%, larutan fenol yang dibuat dengan cara dilarutkan dengan 20
gram fenol dalam 200 ml etanol, larutan natrium nitroprussida
yang dibuat dengan cara 1 gram natrium nitroprussida dalam 200
ml akuabides dan disimpan dalam botol gelap, padatan natrium
sitrat, padatan NaOH, larutan NaOCl 1,5 M, dan terakhir larutan
(NH4)Cl yang dibuat dengan cara dilarutkan 0,132 gram padatan
(NH4)2SO4 kedalam 50 ml akuabides dengan labu takar 100 ml
lalu ditambahkan 1 ml klorofom untuk penstabil dan diencerkan
sampai tanda. Kemudian disimpan larutan amonium dalam
lemari es.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu
seperangkat alat gelas, neraca analitik, oven controller, cawan
porselin, hot-plate, ayakan molecular sieve 250 μm, magnetic
stirrer, kertas saring whatman no.41, spektronik D-20,
spektrofotometer UV/Vis, X-Ray Fluoresence (XRF), Fourier-
Transform Infrared (FT-IR) shimadzu Prestige-21, dan X-Ray
Diffraction (XRD) Shimadzu 600.
Preparasi Urin Sapi
Preparasi sampel urin sapi yaitu urin sapi disimpan dalam
botol gelap tertutup dan disimpan pada suhu kamar selama 24
jam. Kemudian dibuat larutan urin dengan berbagai variasi
konsentrasi (v/v)% dengan pelarut akuades dalam 50 ml labu
takar yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25%. Larutan ini digunakan sebagai
adsorbat pada proses adsorpsi dengan Ca-Bentonit alam dan
teraktivasi H2SO4 1 M.
Aktivasi Ca-Bentonit Alam
Ca-bentonit alam yang berupa raw material dihancurkan
secara mekanis kemudian diayak dengan saringan (molecular
sieve) 250 μm. Setelah itu Ca-bentonit alam dikarakterisasi
menggunakan FT-IR, XRD, dan XRF. Selanjutnya, sebanyak 50
gram bentonit ukuran 250 μm dimasukan ke dalam gelas beker
250 ml lalu ditambahkan 200 ml H2SO4 1 M kemudian di aduk
selama 2 jam pada suhu kamar. Setelah diaduk selama 2 jam, lalu
diukur pH suspensi solidnya. Selanjutnya suspensi disaring
sehingga menghasilkan filtrat dan residu. Residu yang diperoleh
kemudian dicuci dengan akuades hingga pH netral (mendekati
7). Setelah itu residu disaring dengan corong buchner dimana
sebelumnya kertas saring whatman no.41 sudah ditimbang
terlebih dahulu. Kemudian residu dikeringkan di dalam oven
controller pada suhu 110oC selama 4 jam atau sampai kering.
Setelah dikeringkan, residu disimpan dalam desikator sampai
massanya stabil. Setelah stabil, massa kristal ditimbang dengan
pengulangan minimal sebanyak 3 kali. Setelah itu diperoleh Ca-
Bentonit teraktivasi kemudian dihancurkan lagi dan diayak
kembali dengan saringan (molecular sieve) 250 μm. Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M dikarakterisasi menggunakan FT-IR,
XRD, dan XRF.
Pembuatan Pereaksi Larutan Indofenol dan Larutan Blanko
Pereaksi yang dibutuhkan yaitu pereaksi alkali, larutan
oksidator, dan larutan standar. Pereaksi alkali yaitu dilarutkan 20
gram natrium sitrat dan 1 gram NaOH dalam 100 ml akuades.
Larutan oksidator yaitu dicampurkan 100 ml pereaksi alkali dan
50 ml larutan hipoklorida. Larutan standar yaitu diambil 2,5 ml
larutan stok amonium ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan
dengan akuades sampai tanda batas sehingga diperoleh
konsentrasi 200 mmol/L.
Pembuatan larutan blanko yaitu sebanyak 3 ml larutan fenol
dimasukkan kedalam labu takar 50 ml dan dikocok sampai
sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida
dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga homogen, dan
diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu
ukur ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam
untuk memaksimalkan pembentukan warna.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Indofenol
Sebanyak 5 ml larutan standar dimasukkan ke dalam labu
takar 50 ml dan ditambahkan 3 ml larutan fenol, dikocok sampai
sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida
dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga homogen, dan
diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu
takar ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam
untuk memaksimalkan pembentukan warna. Absorbansi larutan
tersebut diamati dengan spektrofotometer UV/Vis.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Sebanyak 16 buah labu takar 50 ml disiapkan, kemudian
dimasukkan berturut-turut 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10,12, 14, 16, 18, 20,
22, 24, 26, dan 28 ml larutan standar. Setelah itu dimasukkan 3
ml larutan fenol dan dikocok sampai sempurna. Kemudian ke
dalam masing-masing labu tersebut, ditambahkan 2 ml larutan
natrium nitroprussida dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga
homogen dan diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.
Tutup labu takar dan dibiarkan larutan pada suhu kamar selama
24 jam. Absorbansi tiap-tiap larutan diamati dengan
spektrofotometer dan dibuat grafik antara konsentrasi amonia
larutan (mmol/L) vs absorbansi (A).
Penentuan Konsentrasi Amonium Urin Sapi Sebelum Adsorpsi
Dimasukkan 10 ml larutan dari masing-masing larutan urin
sapi dengan berbagai variasi konsentrasi (v/v)% yaitu 5, 10, 15,
20, dan 25 % kedalam 5 buah labu takar 50 ml. Ke dalam masing-
masing labu takar tersebut ditambahkan 3 ml larutan fenol,
dikocok sampai sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml
natrium nitroprussida dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga
homogen, dan diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.
Bagian atas labu takar ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar
kira-kira 1 jam untuk memaksimalkan pembentukan warna.
Absorbansi larutan tersebut diamati dengan spektrofotometer
UV/Vis pada panjang gelombang maksium.
Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …
Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 29
Uji Kemampuan Adsorpsi Ca-Bentonit Alam dan Teraktivasi
H2SO4 1 M Terhadap Amonium Urin Sapi
Sebanyak 10 gram Ca-bentonit alam dan teraktivasi H2SO4 1
M ukuran 250 μm ditimbang dan sebanyak 10 contoh masing-
masing direndam pada 50 ml larutan urin dengan masing-masing
konsentrasi (v/v)% yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25% selama 2 jam
dengan magnetic stirer. Kemudian diambil 10 ml filtrat (larutan)
sisa perendaman lalu dimasukkan kedalam 5 buah labu takar 50
ml. Kedalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan 3
ml larutan fenol, dikocok sampai sempurna. Selanjutnya
ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida dan 5 ml larutan
oksidator, diaduk hingga homogen, dan diencerkan dengan
akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu takar ditutup dan
dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam untuk
memaksimalkan pembentukan warna. Absorbansi larutan
tersebut diamati dengan spektrofotometer UV/Vis dan
ditentukan konsentrasi adsorbat paling besar yang digunakan
untuk uji slow release.
Uji Kinerja Ca-Bentonit Sebagai Material Lepas Lambat (Slow
Release Material) Pupuk Organik Urin Sapi
Sebanyak 10 gram Ca-bentonit dengan adsorpsi maksimum
ditimbang dan sebanyak 9 contoh masing-masing direndam pada
50 ml akuades sambil dilakukan pengadukan menggunakan
bantuan magnetic stirrer dimana masing-masing waktu kontak
yaitu 5, 10, 30, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210 menit dengan gelas
beker yang ditutup rapat. Setelah itu dilakukan penyaringan
dengan kertas whatman no.41 sehingga diperoleh filtrat hasil
penyaringan. Kemudian diambil 10 ml filtrat dan dimasukkan
kedalam labu takar 50 ml. Ke dalam masing-masing labu takar
tersebut ditambahkan 3 ml larutan fenol, dikocok sampai
sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida
dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga homogen, dan
diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu
takar ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam
untuk memaksimalkan pembentukan warna. Absorbansi larutan
tersebut diamati dengan spektrofotometer UV/Vis pada panjang
gelombang 600-650 nm dengan interval 2 nm.
Hasil dan Pembahasan
Aktivasi Ca-Bentonit
Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit hasil aktivasi
dikarakterisasi menggunakan X-Ray Fluoresence (XRF), Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR), dan X-Ray Diffraction
(XRD). Karakterisasi XRF bertujuan untuk mengetahui
komposisi senyawa yaitu konsentrasi unsur mayor maupun
minor yang terdapat pada Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M yang disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 terjadi perbedaan presentase komposisi
beberapa senyawa pada Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M. Menurut Sukandarrumidi (2009) bahwa
tingginya unsur mayor SiO2 dan Al2O3 serta unsur minor Si-O-Al
didukung teori bahwa bentonit memiliki konfigurasi 2:1 dimana
terdiri dari dua lapis tetrahedral (silika-oksigen) dan satu lapis
oktahedral (aluminium-oksigen-hidroksil). Kemudian bentonit
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Ca-Bentonit
yang ditandai dengan munculnya data unsur mayor CaO sebesar
4,44% dan unsur minor Ca sebesar 3,17%. Hal tersebut
membuktikan bahwa memang benar bahwa bentonit yang
digunakan merupakan tipe Ca-Bentonit dengan komposisi
senyawa utama adalah mineral montmorillonite.
Tabel 1. Data XRF Kandungan Unsur Mayor dan Minor Ca-
Bentonit Alam dan Ca-Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.
Ca-Bentonit
Alam Teraktivasi H2SO4 1 M
Konsentrasi Konsentrasi
Unsur Mayor Unsur Minor Unsur Mayor Unsur Minor
SiO2 (58,11%) O (46,55%) SiO2 (59,09%) O (46,91%)
Al2O3 (15,35%) Si (27,17%) Al2O3 (15,90%) Si (27,62%)
Fe2O3 (13,92%) Fe (9,74%) Fe2O3 (13,45%) Fe (9,41%)
CaO (4,44%) Al (8,12%) CaO (2,94%) Al (8,41%)
P2O5 (1,88%) Ca (3,17%) P2O5 (1,96%) Ca (2,10%)
TiO2 (1,60%) K (1,21%) TiO2 (1,69%) K (1,29%)
K2O (1,46%) Ti (0,96%) K2O (1,56%) Ti (1,01%)
MnO (0,13%) P (0,82%) MnO (0,13%) P (0,85%)
SrO (0,12%) Sr (0,10%) SrO (0,10%) Sr (0,08%)
ZrO2 (0,06%) Mn (0,10%) ZrO2 (0,06%) Mn (0,10%)
CuO (0,05%) Cu (0,04%) CuO (0,04%) Cu (0,03%)
ZnO (0,04% Zr (0,04%) ZnO (0,03%) Zr (0,04%)
SnO2 (0,03%) Zn (0,04%) SnO2 (0,03%) Zn (0,03%)
Sn (0,02%) Sn (0,03%)
Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M terjadi perbedaan
presentase komposisi pada unsur mayor maupun unsur minor
dimana terjadi penurunan presentase yaitu unsur mayor Fe2O3
sebesar 13,45%; CaO sebesar 2,94%; SrO sebesar 0,10%; CuO
sebesar 0,04%; dan ZnO sebesar 0,03%. Penurunan unsur mayor
diikuti oleh turunnya unsur minor yaitu Fe sebesar 9,41%; Ca
sebesar 2,10%; Sr sebesar 0,08%; Cu sebesar 0,03%; Zn sebesar
0,03%. Penurunan unsur mayor dan minor tersebut disebabkan
oleh berhasilnya proses pertukaran ion atau ion exchange serta
dealuminasi pada struktur interlayer Ca-Bentonit alam pada proses
aktivasi menggunakan H2SO4 1 M. Pemberian kontak langsung
larutan H2SO4 1 M terhadap Ca-Bentonit alam tersebut
menyebabkan ion H+ mengisi struktur interlayer dan mengganti
ion-ion Fe, Ca, Sr, Cu, Zn serta pengotor-pengotor lainnya pada
lapisan oktahedral dari kisi-kisi struktur. Proses pelepasan ion-
ion tersebut terjadi pada tahap swelling dan proses penetralan
dengan akuades sampai pH suspensi solid mendekati netral atau 7
sehingga kation-kation dan pengotor akan lepas dari struktur
kerangka Ca-Bentonit. Akibatnya luas permukaan interlayer akan
meningkat begitu juga kemampuan adsorpsinya (Syuhada dkk,
2009).
Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha
30 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry
Karakterisasi FT-IR bertujuan untuk mengetahui gugus-
gugus fungsional yang ada pada Ca-Bentonit alam dan Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M yang disajikan dalam bentuk
spektra pada Gambar 1.
Gambar 1. Spektra FT-IR. (a) Ca-Bentonit alam dan (b) Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M.
Berdasarkan spektra Ca-Bentonit alam pada Gambar 1a
bahwa bilangan bilangan gelombang 3626,17 cm-1 menunjukkan
adanya vibrasi ulur dari gugus OH (gugus hidroksil yang terikat
pada Al dilapisan oktahedral Al-Al-OH atau Mg-OH-Al).
Bilangan gelombang 3441,01 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
ulur gugus OH yang terhidrasi molekul air yang teradsorpsi.
Dengan kata lain, bilangan gelombang 3626,17 cm-1 dan 3441,01
cm-1 merupakan indikasi adanya gugus fungsi OH ulur pada
lapisan oktahedral (aluminol) dan vibrasi ulur OH silanol. Kedua
puncak tersebut menunjukkan intensitas yang hampir sama yang
mengindikasikan bahwa gugus OH tersebar merata pada lembar
alumina dan silika. Hal tersebut diperkuat dengan adanya pita
serapan pada bilangan gelombng 1635,64 cm-1 yang
menunjukkan vibrasi tekuk dari H-O-H dari air yang teradsorpsi
didalam Ca-Bentonit.
Puncak serapan pada bilangan gelombang 1033,85 cm-1
menunjukkan karakteristik dari Si-O-Si atau SiO2 (kuarsa) pada
lapisan tetrahedral, selain itu adanya vibrasi Si-O-Al juga
teramati pada bilangan gelombang 779,24 cm-1. Data tersebut
diperkuat oleh Rahman (2008) yang menyatakan bahwa serapan
pada daerah serapan 950-1250 cm-1 merupakan vibrasi ulur M-O,
dimana M-O merupakan Si atau Al. Indikasi vibrasi tekuk Si-O-
Si ditunjukkan pada pita serapan 470,63 cm-1, sedangkan vibrasi
ulur Si-O ditunjukkan pada daerah 779,24 cm-1. Sedangkan
menurut Purwaningsih (2012) pita serapan pada bilangan
gelombang 1041,56 cm-1 sampai 779,67 cm-1 menunjukkan
adanya vibrasi ulur asimetris dari Si-O. Adanya gugus Si-O
diidentifikasi dengan munculnya pita serapan yang tajam dan
intensitas tinggi pada bilangan gelombang 1033,85 cm-1.
Tingginya intensitas pada puncak 1033,85 cm-1 menunjukkan
tingginya kandungan montmorillonit pada Ca-Bentonit alam.
Vibrasi tekuk gugus hidroksil dari Al-OH-Al muncul pada pita
serapan 918,12 cm-1, sedangkan vibrasi tekuk dari Si-O-Al dan Si-
O-Si ditunjukkan pada bilangan gelombang 516,92 cm-1 dan
424,34 cm-1.
Spektra FT-IR Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M pada
Gambar 1b menunjukkan hasil perubahan puncak serapan
bilangan gelombang yang tidak jauh berbeda dengan Ca-Bentonit
alam dimana hanya sedikit mengalami pergeseran dan perbedaan
ketajaman spektra yang dihasilkan. Menurut Onal dan Sarikaya
(2007) perlakuan aktivasi menggunakan H2SO4 1 M terhadap
Ca-Bentonit alam tidak akan merubah struktur dasar Ca-Bentonit
tersebut, tetapi hanya menghilangkan pengotor dan karena
pengaruh asam mengakibatkan terjadinya dealuminasi yaitu
lepasnya Al3+ pada lapisan oktahedral yang dapat diamati pada
serapan 470,63 cm-1 yang lebih tajam yang menunjukkan bahwa
lingkungan Si-O-Si semakin homogen. Kemudian hal tersebut
didukung dengan bergesernya puncak Ca-Bentonit teraktivasi
H2SO4 1 M dari 516,92 cm-1 menjadi 524,64 cm-1 yang
mengindikasikan adanya vibrasi Si-O-Al. Serta bergesernya
puncak 1033,85 cm-1 menjadi 1041,56 cm-1 yang
mengindikasikan vibrasi regangan Si-O-Si. Hal ini diperkuat
dengan pita serapan pada daerah 3425,58 cm-1 bahwa lembar
silika tidak larut oleh asam. Puncak 779,24 cm-1 masih
teridentifikasi dengan jelas yang membuktikan bahwa kuarsa
tidak larut dalam pengasaman. Proses dealuminasi ini
membuktikan bahwa perlakuan asam menyebabkan lepasnya Al
yang dibuktikan dengan hilangnya serapan gugus aluminol pada
lapisan oktahedral didaerah 3626,17 cm-1, dimana hal ini
menyebabkan puncak serapan pada daerah 3441,01 cm-1 bergeser
menjadi 3425,58 cm-1. Pergeseran ini disebabkan oleh pelebaran
puncak pengaruh panjang ikatan OH ulur yang berubah akibat
lepasnya Al kearah bilangan gelombang yang lebih kecil.
Karakterisasi XRD merupakan analisis kualitatif dengan
menganalisa dan membandingkan nilai dhkl sampel dengan dhkl
pada difraktogram yang terdapat pada data JCPDS (Joint
Committee on Powder Diffraction Standards).
Gambar 2. Difraktogram XRD. (a) Ca-Bentonit Alam dan (b)
Ca-Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.
Berdasarkan difraktogram XRD Ca-Bentonit alam pada
Gambar 2a menghasilkan puncak serapan khas dengan sudut dan
basal spacing yaitu intensitas tertinggi pada difraktogram
2θ=26,70o (d=3,34Å) sesuai dengan standar JCPDS No.13-0259
Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …
Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 31
yaitu d=3,34Å yang merupakan mineral monmorillonit.
Kemudian kepastian kandungan Ca-Bentonit yaitu
montmorillonit didukung oleh puncak-puncak lain yaitu
2θ=5,52o (d=14,94Å) sesuai dengan JCPDS No.13-0135 yaitu
d001=15,00Å yang merupakan mineral montmorillonit. Puncak
2θ=22,04o (d=4,03Å) sesuai dengan JCPDS No.11-0695 yaitu
d101=4,05Å yang merupakan mineral kristobalit. Puncak
2θ=19,96o (d=4,44Å) sesuai dengan JCPDS No.06-0911 yaitu
d111=4,44Å yang merupakan mineral illit. Puncak 2θ=20,94o
(d=4,24Å) sesuai dengan JCPDS No.05-0490 yaitu d100=4,26Å
yang merupakan mineral kuarsa. Puncak 2θ=24,10o (d=3,69Å)
sesuai dengan JCPDS No.24-0495 yaitu d113=3,68Å dan
d204=3,68Å yang merupakan mineral illit. Puncak 2θ=25,56o
(d=3,48Å) sesuai dengan JCPDS No.26-0911 yaitu d114=3,46Å
yang merupakan mineral illit. Puncak 2θ=27,88o (d=3,20Å)
sesuai dengan JCPDS No.24-0495 yaitu d114=3,20Å yang
merupakan mineral illit. Puncak 2θ=35,64o (d=2,27Å) sesuai
dengan JCPDS No.26-0911 yaitu d040=2,27Å yang merupakan
mineral illit. Puncak 2θ=50,22o (d=1,815Å) sesuai dengan
JCPDS No.14-0164 yaitu d223=1,81Å yang merupakan mineral
kaolin. Sehingga Ca-Bentonit alam yang dikarakterisasi XRD
pada sudut 2θ yaitu 2-60o komposisi utamanya adalah mineral
montmorillonit kemudian didukung dengan adanya mineral-
mineral lain yaitu kristobalit, illit, kuarsa dan kaolin.
Pola difraksi Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M pada
Gambar 2b menghasilkan puncak serapan khas dengan sudut dan
basal spacing yaitu 2θ=5,46o (d=16,17Å); 2θ=19,68o (d=4,51Å);
2θ=20,70o (d=4,29Å); 2θ=21,86o (d=4,06Å); 2θ=26,50o
(d=3,36Å); 2θ=27,56o (d=3,23Å); 2θ=35,35o (d=2,54Å);
2θ=49,96o (d=1,82Å); dan 2θ=54,54o (d=1,68Å). Dari data
tersebut diperoleh informasi bahwa komposisi mineral masih
sama dengan Ca-Bentonit alam akan tetapi intensitas sudut 2θ
montmorillonit yang cenderung turun namun terjadi
peningkatan nilai d atau basal spacing. Hal ini disebabkan adanya
perlakuan aktivasi menggunakan larutan asam H2SO4 1 M
sehingga menyebabkan terjadinya dealuminasi yaitu lepasnya Al
pada lapisan oktahedral dan digantikan gugus H+ dari H2SO4 1
M. Dengan adanya gugus H+ ini mampu menghilangkan
keberadaan logam lain sehingga menyebabkan kristalinitas Ca-
Bentonit teraktivasi asam menurun. Lepasnya Al oleh asam ini
berdampak pada kenaikan intensitas kuarsa dikarenakan
meningkatnya ikatan Si-O-Si. Semakin tinggi konsentrasi asam
yang digunakan, maka intensitas karakteristik montmorillonit
pada bidang d001 mengalami penurunan (Onal dan Sarikaya,
2007).
Hal tersebut memperkuat data serapan FT-IR pada daerah
bilangan gelombang 3626,17 cm-1 yaitu hilangnya gugus
aluminol pada lapisan oktahedral. Akan tetapi meskipun terjadi
penurunan intensitas montmorillonit, puncak khas mineral
tersebut masih muncul pada pola difraksi. Hal ini menunjukkan
bahwa kerangka montmorillonit belum sepenuhnya rusak oleh
proses aktivasi asam. Mineral yang mengandung gugus alumina
mengalami kerusakan, namun masih menyisakan lembar silika
yang tidak terpengaruh oleh asam yaitu mineral kuarsa dan
kristobalit yang komposisi utamanya adalah SiO2, dimana
kondisi asam tidak menyebabkan rusaknya ikatan Si-O karena
oksida silika kondisinya cenderung asam. Oleh karena itu
komponen kuarsa dan kristobalit memiliki intensitas yang stabil
dalam suasana asam.
Kemudian apabila diperhatikan difraktogram XRD pada
Gambar 2, intensitas struktur montmorillonit dari keadaan awal
Ca-Bentonit alam 2θ=26,70o (d=3,34Å) mengalami peningkatan
basal spacing menjadi 2θ=26,50o (d=3,36Å) pada Ca-Bentonit
terkaktivasi H2SO4 1 M. Kenaikan intensitas montmorillonit
tersebut mengakibatkan intensitas kuarsa Ca-Bentonit alam pada
2θ=20,94o (d=4,24Å) dan Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M
mengalami peningkatan yang disebabkan meningkatnya ikatan
Si-O-Si. Meningkatnya perbandingan intensitas ikatan Si-O-Si ini
mendukung data XRF sebelumnya dimana analisis XRF Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M menunjukkan terjadi
peningkatan unsur mayor yaitu SiO2 59,09%; Al2O3 15,90%; P2O
5 1,96%; TiO2 1,69%; dan K2O 1,56% dari keadaan awal Ca-
Bentonit alam dan begitu juga unsur minor O 46,91%; Si 27,62%;
Al 8,41%; K 1,29%; Ti 1,01%; dan P 0,85%. Sehingga
meningkatnya unsur mayor dan minor tersebut juga akan
menaikkan angka perbandingan SiO2 dan Al2O3.
Karakterisasi sifat fisika dilakukan untuk mengetahui
karakteristik dari masing-masing material serta mendukung
karakterisasi menggunakan instrumen pada pembahasan sifat
kimia sebelumnya. Perbandingan sifat fisik antara Ca-Bentonit
alam dan Ca-Bentonit terkativasi H2SO4 1 M disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Sifat Fisik Ca-Bentonit Alam dan Ca-
Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.
Sifat Fisik Ca-Bentonit
Alam Teraktivasi H2SO4 1 M
acidity (mgKOH/g) 0,5637 0,9395
pH suspensi solid 4 1
bulk density (g/L) 1,0095 0,9948
%moisture 15,1824 14,8584
swelling indeks 2,3580 3,5235
Karakterisasi keasaman permukaan (acidity) terjadi
peningkatan nilai keasaman permukaan dari Ca-Bentonit alam
ke Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Dalam keadaan swelling
Ca-Bentonit alam memiliki pH asam lemah yaitu 4-7 sedangkan
pada saat ditambahkan asam H2SO4 1 M, secara otomatis akan
menurunkan pH sehingga nilai keasaman meningkat. Selain itu
peningkatan keasaman permukaan yang terjadi pada adsorben
tersebut diakibatkan oleh pengaktifan Ca-Bentonit dengan H2SO4
1 M yang memiliki situs aktif. Pada saat Ca-Bentonit
mendapatkan tambahan sumbangan situs aktif H+ dari H2SO4 1
M yang diinterkalasi kedalam antar lapisan lempung sehingga
keasaman permukaan meningkat. Sedangkan menurut Widihati
(2008) adanya perlakuan aktivasi dengan mineral asam dapat
mengurangi oksida alkali dan alkali tanah seperti Na2O, K2O,
MgO, dan CaO karena telah terjadi substitusi ion H+ sehingga
menyebabkan bertambahnya situs H+ (asam BrƟnsted) pada Ca-
Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha
32 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry
Bentonit. Aktivasi dengan asam pada konsentrasi tertentu juga
dapat menyebabkan larutnya aluminium atau dealuminasi yang
pada akhirnya dapat membentuk situs asam Lewis Al3+.
Karakterisasi pH suspensi solid bertujuan untuk menghitung
pH atau keasaman ion-ion permukaan Ca-Bentonit alam dan Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M yang larut dalam air. Keasaman
ion-ion permukaan ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah H+
yang larut dalam air. Berdasarkan Tabel 2 bahwa Ca-Bentonit
alam memiliki pH yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
pH Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Tingginya pH Ca-
Bentonit alam disebabkan oleh belum adanya penambahan ion
H+ kedalam Ca-Bentonit tersebut. Kemudian rendahnya pH dari
Ca-Bentonit terakstivasi H2SO4 1 M disebabkan karena sudah
adanya penambahan situs aktif H+ dari H2SO4 1 M ke dalam Ca-
Bentonit alam.
Karakterisasi bulk density merupakan kepadatan solid
material yaitu perbandingan massa kering material terhadap
volumenya termasuk pori-pori yang terdapat didalamnya.
Semakin tinggi nilai bulk density maka semakin tinggi kepadatan
suatu material yang berarti semakin sulit untuk ditembus atau
dimasuki oleh suatu adsorbat. Berdasarkan Tabel 2 bahwa Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki massa jenis yang relatif
lebih kecil hal ini diakibatkan oleh proses aktivasi asam
menggunakan H2SO4 1 M yang menyebabkan proses dealuminasi
terjadi.
Karakterisasi %moisture menunjukkan bahwa semakin besar
nilai %moisture maka semakin besar pula jumlah molekul air yang
terkandung pada suatu material sehingga menurunkan luas
permukaan pori-pori material semakin kecil karena tertutupi oleh
adsorbat yaitu ion atau molekul H2O serta ion-ion lainnya
penyusun adsorbat tersebut. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan
bahwa Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki kadar air
yang lebih rendah dibandingkan Ca-Bentonit alam. Hal tersebut
disebabkan oleh kadar air dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1
M berkurang pada saat aktivasi yaitu pada saat proses
pengeringan dengan oven pada suhu 110oC sehingga pada suhu
tersebut air menguap sehingga kadar %moisture turun.
Karakterisasi swelling indeks bertujuan untuk mengetahui
tingkat perekahan dari struktur antar lapis Ca-Bentonit alam dan
Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Berdasarkan Tabel 2
menunjukkan bahwa nilai swelling indeks lebih tinggi ditunjukkan
oleh Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Dalam penelitian ini
swelling yang tinggi dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M
dibandingkan Ca-Bentonit alam disebabkan karena ada
penambahan larutan H2SO4 1 M, sehingga mampu
meningkatkan nilai basal spacing. Dengan kata lain ion H+ dari
H2SO4 1 M dan ion amonium dari urin sapi berhasil mengisi
struktur pori-pori pada lapisan interlayer atau ruang antarlapis
sehingga menyebabkan basal spacing meningkat.
Penentuan Kapasitas Adsorpsi Maksimum
Berdasarkan hasil analisis bahwa setelah dilakukan proses
adsorpsi selama 2 jam terhadap amonium urin sapi dengan Ca-
Bentonit alam yaitu sampel A kemudian Ca-Bentonit teraktivasi
H2SO4 1 M yaitu sampel B dalam berbagai variasi konsentrasi
urin (v/v)% sebesar 5, 10, 15, 20, dan 25% menunjukkan nilai
absorbansi menurun yaitu sebelum di adsorpsi dengan sesudah di
adsorpsi. Hal ini menunjukkan bahwa amonium berhasil
terperangkap dalam permukaan maupun struktur pori-pori
adsorben yaitu Ca-Bentonit alam maupun Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M.
Tabel 3. Data Kapasitas Adsorpsi Ca-Bentonit Alam dan Ca-Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.
Sampel
Absorbansi Konsentrasi
Amonium teradsorpsi
(Xm/m) (mg/g) Sebelum Adsorpsi
(A0)
Sesudah Adsorpsi
(A1) A0-A1
Filtrat (Ce)
(mmol/L)
Adsorbat (Ca)
(mmol/L)
A1 (5%) 0,876 0,168 0,708 10,1818 42,9091 77,2325
A2 (10%) 0,909 0,174 0,735 10,5455 44,5455 80,1762
A3 (15%) 0,967 0,189 0,778 11,4545 47,1515 84,8685
A4 (20%) 0,991 0,199 0,792 12,0606 48,0000 86,3948
A5 (25%) 0,998 0,206 0,792 12,4848 48,0000 86,3948
B1 (5%) 0,888 0,162 0,726 9,8182 44,0000 79,1960
B2 (10%) 0,910 0,168 0,742 10,1818 44,9697 80,9414
B3 (15%) 0,968 0,181 0,787 10,9697 47,6970 85,8485
B4 (20%) 0,992 0,187 0,805 11,3333 48,7879 87,8129
B5 (25%) 0,997 0,193 0,804 11,6970 48,7273 87,7047
Menurut Ceyhan dan Baybas (1999) yaitu kapasitas adsorpsi
meningkat disebabkan karena adanya interaksi hidrofobik
diantara molekul yang diadsorpsi dengan ion-ion dari zat
pengaktivasi. Semakin banyak kation anorganik yang digantikan
oleh kation organik, permukaan semakin berubah dari hidrofilik
menjadi organofilik (hidrofobik), sehingga kemampuan adsorben
dalam mengadsorpsi zat organik atau anion semakin meningkat.
Selain itu dalam penelitian ini juga terjadi penurunan kapasitas
Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …
Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 33
adsorpsi. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi yang terjadi
antara adsorben dengan adsorbat mengalami entrapment
(fisisorpsi). Entrapment merupakan keadaan dimana adsorben
telah jenuh mengadsorpsi amonium dimana adsorbat yang sudah
terperangkap didalam adsorben memenuhi struktur permukaan
serta pori-pori adsorben. Akhirnya adsorbat yang tidak bisa
masuk kedalam pori-pori akan terlepas kembali, sehingga
kemampuan adsorpsi menurun.
Penentuan puncak adsorpsi maksimum Ca-Bentonit alam
digambarkan dengan grafik yang menghubungkan konsentrasi
urin (v/v)% dengan konsentrasi adsorbat (mmol/L) amonium
urin (Ca) sapi pada Gambar 3 dan grafik yang menghubungkan
antara konsentrasi urin (v/v)% dengan massa amonium
teradsorpsi per 1 gram adsorben Ca-Bentonit alam (Xm/m) pada
Gambar 4.
Gambar 3. Grafik Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
dengan Konsentrasi Adsorbat (mmol/L) oleh Ca-Bentonit Alam
(Ca).
Gambar 4. Grafik Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
dengan Massa Amonium Teradsorpsi per 1 gram Ca-Bentonit
alam (Xm/m).
Penentuan puncak adsorpsi maksimum Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M digambarkan dengan grafik yang
menghubungkan konsentrasi urin (v/v)% dengan konsentrasi
adsorbat (mmol/L) amonium urin sapi (Ca) pada Gambar 5 dan
grafik hubungan konsentrasi urin (v/v)% dengan massa
amonium teradsorpsi per 1 gram Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4
1 M (Xm/m) pada Gambar 6.
Gambar 5. Kurva Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
dengan Konsentrasi Adsorbat (mmol/L) oleh Ca-Bentonit
Teraktivasi H2SO4 1 M (Ca).
Gambar 6. Grafik Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
dengan Massa Amonium Teradsorpsi per 1 gram Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M (Xm/m).
Konsentrasi adsorbat dan massa amonium yang teradsorpsi
per 1 gram adsorben antara Ca-Bentonit alam dengan Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M yaitu lebih besar dialami oleh Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan adsorpsi dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M
yaitu lebih baik dibandingkan dengan Ca-Bentonit alam dimana
kapasitas adsorpsi maksimum Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M
yaitu sebesar 48,7879 mmol/L atau 87,8129 mg/g. Kemampuan
adsorpsi dari adsorben ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia
dari adsorben (luas permukaan, ukuran pori, dan komposisi
kimia), sifat fisik dan kimia adsorbat (ukuran, kepolaran, dan
komposisi kimia molekul), konsentrasi adsorbat dalam fase cair,
serta karakteristik fase cair (pH dan suhu).
Uji Isoterm Adsorpsi
Penentuan isoterm adosrpsi dilakukan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi setimbang amonium yang direaksikan
terhadap jumlah amonium yang diadsorpsi oleh adsorben pada
suhu kamar dimana dengan bertambahnya konsentrasi adsorbat
yang diinteraksikan, maka jumlah amonium yang teradsorpsi
pada adsorben semakin bertambah. Pola isoterm ini
memperlihatkan afinitas yang relatif tinggi antara adsorbat
dengan adsorben pada tahap awal dan selanjutnya konstan.
42
43
44
45
46
47
48
49
5% 10% 15% 20% 25%
Ko
nse
ntr
asi
Ad
sorb
at
(mm
ol/
L)
Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
5% 10% 15% 20% 25%
Xm
/m
Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
44
45
46
47
48
49
5% 10% 15% 20% 25%
Ko
nse
ntr
asi
Ad
sorb
at
(mm
ol/
L)
Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
5% 10% 15% 20% 25%
Xm
/m
Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%
Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha
34 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry
Tabel 4. Data Perhitungan Isoterm Adsorpsi.
Sampel Xm/m Konsentrasi setimbang (Ce) (mmol/L) Ce/(Xm/m) log (Ce) log (Xm/m)
A1 (5%) 77,2325 10,1818 0,1318 1,0078 1,8878
A2 (10%) 80,1762 10,5455 0,1315 1,0231 1,9040
A3 (15%) 84,8685 11,4545 0,1350 1,0590 1,9287
A4 (20%) 86,3948 12,0606 0,1396 1,0814 1,9365
A5 (25%) 86,3948 12,4848 0,1445 1,0964 1,9365
B1 (5%) 79,1960 9,8182 0,1240 0,9920 1,8987
B2 (10%) 80,9414 10,1818 0,1258 1,0078 1,9082
B3 (15%) 85,8485 10,9697 0,1278 1,0402 1,9337
B4 (20%) 87,8129 11,3333 0,1291 1,0544 1,9436
B5 (25%) 87,7047 11,6970 0,1334 1,0681 1,9430
Proses adsorpsi amonium urin sapi oleh Ca-Bentonit
merupakan hasil dari mekanisme entrapment yang menunjukkan
interaksi antara adsorben dan adsorbat adalah secara fisisorpsi.
Berdasarkan pada jenis gaya tariknya, adsorpsi fisisorpsi
merupakan adsorpsi fisik yang melibatkan gaya van der Waals
(Alberty dan Silbey, 1992). Hal tersebut dibuktikan dengan
menggunakan pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir dan
Freundlich untuk mengetahui jenis ikatan yang terjadi antara
adsorben yaitu Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit teraktivasi
H2SO4 1 M dengan adsorbat yaitu urin sapi.
Gambar 7. Grafik Persamaan Freundlich Ca-Bentonit Alam.
Gambar 8. Grafik Persamaan Langmuir Ca-Bentonit Alam.
Gambar 9. Grafik Persamaan Freundlich Ca-Bentonit
Teraktivasi H2SO4 1 M.
y = 0,5604x + 1,3283
R² = 0,9337
1,887
1,897
1,907
1,917
1,927
1,937
1,007 1,022 1,037 1,052 1,067 1,082 1,097
log
(X
m/m
)
log (Ce)
y = 0,0054x + 0,0753
R² = 0,9057
0,130
0,133
0,135
0,138
0,140
0,143
0,145
10,170 10,670 11,170 11,670 12,170
Ce/
(Xm
/m)
Ce
y = 0,6405x + 1,2641
R² = 0,9662
1,898
1,908
1,918
1,928
1,938
1,948
0,990 1,005 1,020 1,035 1,050 1,065
log
(X
m/m
)
log (Ce)
Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …
Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 35
Gambar 10. Grafik Persamaan Langmuir Ca-Bentonit
Teraktivasi H2SO4 1 M.
Pengujian persamaan adsorpsi Freundlich dan Langmuir
dibuktikan dengan persamaan regresi linear yang baik dan
mempunyai harga koefisien determinasi R2 yaitu ≥ 0,9
(mendekati angka 1). Apabila linearitas isoterm Langmuir lebih
besar dari Freundlich, maka adsorpsi amonium urin sapi
mengikuti tipe Langmuir. Sebaliknya jika isoterm Freundlich
lebih besar dari Langmuir, maka adsorpsi amonium urin sapi
oleh Ca-Bentonit mengikuti tipe isoterm Freundlich.
Persamaan adsorpsi isoterm yang dihasilkan terlihat bahwa
persamaan adsorpsi isoterm Ca-Bentonit alam maupun Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M menunjukan linearitas yang baik
dimana nilai R2 mendekati 1 yaitu Gambar 7 R2=0,933, Gambar
8 R2= 0,905, Gambar 9 R2=0,966, dan Gambar 10 R2=0,903. Hal
ini menunjukkan bahwa persamaan Freundlich dan Langmuir
dapat diterapkan pada proses adsorpsi amonium urin sapi oleh
Ca-Bentonit. Berdasarkan nilai R2 tersebut, linearitas isoterm
Freundlich Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki nilai
paling besar artinya adsorpsi urin sapi oleh adsorben Ca-Bentonit
mengikuti pola persamaan isoterm Freundlich.
Freundlich disebut juga adsorpsi fisika yang terjadi bila gaya
intramolekul lebih besar dari gaya tarik antarmolekul. Isoterm
Freundlich menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi antara Ca-
Bentonit dan urin sapi adalah ikatan van der Waals. Ikatan van der
Waals terjadi antara adsorbat yaitu amonium urin sapi yang
terperangkap ke dalam rongga atau pori-pori dari adsorben yaitu
Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Ikatan van der Waals terjadi
karena perbedaan energi atau gaya tarik-menarik elektrik (gaya
van der Walls) sehingga molekul-molekul adsorbat secara fisik
terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini umumnya
adalah lapis ganda (multilayer) dalam hal ini molekul terbentuk
diatas lapisan-lapisan yang proporsional dengan konsentrasi
kontaminan. Adsorpsi secara fisik ini bersifat dapat balik
(reversibel) yang artinya atom-atom atau ion-ion yang terikat
dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang
sesuai dengan sifat ion yang diikat. Atau dengan kata lain
adsorbat terikat secara lemah pada permukaan adsorben
sehingga mampu bergerak atau berpindah dari suatu bagian
permukaan ke bagian permukaan lain (Giequel dan Laplanche,
1997).
Kemudian efisiensi adsorpsi amonium urin sapi pada Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya konsentrasi amonium yang teradsorpsi sampai
pada konsentrasi optimum, sampai pada akhirnya amonium urin
sapi yang teradsorpsi cenderung tidak bertambah atau bahkan
berkurang dengan meningkatnya konsentrasi sampel. Hal ini
terjadi karena permukaan adsorben sudah dalam keadaan jenuh
dengan ion-ion amonium urin sapi, dimana pusat aktif sudah
tidak mampu lagi menampung ion amonium urin sapi karena
rongga atau pori-pori sudah tertutup. Sehingga peningkatan dosis
adsorbat relatif tidak akan meningkatkan penyerapan ion
amonium urin sapi oleh adsorben (Atkins, 1999).
Kemudian persamaan garis linier dari persamaan adsorpsi
isoterm Ca-Bentonit alam maupun Ca-Bentonit teraktivasi
H2SO4 1 M yang sudah diperoleh, dapat ditentukan harga
konstanta Langmuir dan Freundlich seperti yang terlihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Harga Konstanta Freundlich dan Langmuir.
Sampel
Harga Konstanta
Langmuir Freundlich
a b n k
Ca-Bentonit Alam 200,00000 0,06667 1,78571 21,28139
Ca-Bentonit
Aktivasi
250,00000 0,04938 1,56250 18,36538
Penentuan daya adsorpsi maksimum Ca-Bentonit pada
proses adsorpsi amonium urin sapi dihitung dengan
menggunakan persamaan adsorpsi Freundlich karena dilakukan
terhadap struktur lapisan tunggal zat yang teradsorpsi dari
amonium pada setiap permukaan Ca-Bentonit dalam satuan
mgram amonium teradsorpsi per 1 gram adsorben Ca-Bentonit.
Menurut Handayani dan Sulistiyono (2009) model persamaan
Freundlich mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu
lapisan permukaan (multilayer) dan sisi bersifat heterogen, yaitu
adanya perbedaan energi pengikat pada tiap-tiap sisi dimana
proses adsorpsi di tiap-tiap sisi adsorpsi mengikuti isoterm
Langmuir. Sehingga berdasarkan pernyataan tersebut maka
penentuan daya adsorpsi maksimum Ca-Bentonit pada proses
penyerapan amonium urin sapi dihitung menggunakan
persamaan adsorpsi Langmuir karena dilakukan terhadap lapisan
zat tunggal yang teradsorpsi dari ion amonium pada setiap
permukaan Ca-Bentonit dalam satuan mg ion amonium yang
teradsorpsi per gram adsorben Ca-Bentonit. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa daya adsorpsi maksimum adalah 250
mg/g.
Uji Slow Release Material
Uji kinerja Ca-Bentonit sebagai material lepas lambat (slow
release material) pupuk organik urin sapi dilakukan dengan
metode desorpsi dan digunakan spektrometer UV/Vis untuk
menentukan absorbansi filtrat. Absorbansi filtrat ditentukan
menggunakan panjang gelombang 600-650 nm dengan interval 2
nm. Sampel desorpsi adalah Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M
y = 0,0043x + 0,0813
R² = 0,9033
0,124
0,126
0,129
0,131
0,134
9,800 10,250 10,700 11,150 11,600
Ce/
(Xm
/m)
Ce
Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha
36 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry
pada adsorpsi maksimum konsentrasi (v/v)% larutan urin sapi
20%. Dalam proses desorpsi ini digunakan akuades sebagai
pelarutnya dengan variasi waktu desorpsi 5, 10, 30, 60, 90, 120,
150, 180, dan 210 menit. Setelah dilakukan desorpsi, dihasilkan
absorbansi filtrat sehingga dapat ditentukan konsentrasi filtrat
dengan memplotkan absorbansi yang diperoleh pada persamaan
kurva standar.
Gambar 11. Grafik Hubungan Waktu Desorpsi dengan
Konsentrasi Filtrat Desorpsi pada Panjang Gelombang
Maksimum 636 nm.
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa pada saat dilakukan
desorpsi selama 5 menit, amonium yang keluar dari Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M sebesar 10,1818 mmol/L. Kemudian pada
saat waktu desorpsi ditingkatkan menjadi 10 menit maka
amonium yang keluar juga meningkat sebesar 17,4545 mmol/L.
Pada saat waktu desorpsi selama 30 menit amonium yang keluar
sebesar 35,6970 mmol/L. Dan pada waktu desorpsi 60 menit
sampai 210 menit, amonium yang keluar sebesar 48,6667
mmol/L. Sehingga pada waktu 60 menit sampai 210 menit,
amonium yang keluar dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M
mengalami titik jenuh atau kesetimbangan. Dengan kata lain,
konsentrasi amonium yang keluar dari adsorben Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M pada proses desorpsi sebesar 48,6667
mmol/L merupakan puncak desorpsi yang terjadi pada waktu
desorpsi 60 menit.
Dilihat dari pola yang terbentuk pada Gambar 11 grafik
hubungan antara waktu desorpsi dengan konsentrasi filtrat dari
proses desorpsi, maka jelas bahwa mulai dari waktu terendah
yaitu 5 menit sampai waktu tertinggi yaitu 210 menit, amonium
yang keluar dari adsorben yaitu secara bertahap. Sehingga
meskipun intensitas amonium yang keluar dari adsorben relatif
begitu cepat, namun bisa dikatakan bahwa Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M yaitu sebagai pengemban pupuk organik
urin sapi serta memiliki potensi sebagai material lepas lambat
(slow release material).
Intensitas amonium urin sapi yang keluar dari adsorben yaitu
secara bertahap dan relatif cepat, hal ini menandakan bahwa
material adsorben yang digunakan memiliki pori-pori dalam dan
pori-pori luar. Kemudian perlakuan terhadap proses desorpsi
yang digunakan mempengaruhi waktu keluarnya adsorbat dari
dalam pori-pori adsorben. Dalam penelitian ini proses pelepasan
adsorbat dilakukan dengan proses pengadukan menggunakan
magnetic stirrer tanpa berhenti sampai batas waktu yang
ditentukan, sehingga hal inilah yang menyebabkan adsorbat
mudah sekali terlepas dari adsorben. Selain itu ikatan yang terjadi
antara adsorbat dan adsorben yaitu terjadi yaitu ikatan fisik
(fisiosorpsi) sehingga bersifat dapat balik (reversibel).
Selanjutnya apabila diperhatikan, puncak desorpsi pada
waktu 60 menit yaitu konsentrasi amonium urin yang keluar dari
Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M sebesar 48,6667 mmol/L
yaitu lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi optimum pada
proses adsorpsi amonium urin sapi sampel B4 dengan konsentrasi
(v/v)% sampel urin sebesar 20% menghasilkan konsentrasi
adsorbat sebesar 48,7879 mmol/L. Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu antara lain variasi waktu desorpsi yang
digunakan serta keadaan bentuk struktur pori-pori Ca-Bentonit
teraktivasi H2SO4 1 M.
Waktu desorpsi mempengaruhi jumlah konsentrasi adsorbat
(amonium urin sapi) yang keluar dari struktur pori-pori Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Semkain besar atau lama waktu
desorpsi maka akan memperbesar interaksi yang terjadi antara
adsorbat didalam pori-pori adsorben dengan pelarut yang
digunakan (Alberty dan Silbey, 1992).
Ca-Bentonit alam merupakan material berpori (porous
material) dimana pori-pori yang dimilki oleh Ca-Bentonit alam
sebagian besar tersusun atas pori-pori terbuka (open porous) dan
sebagian kecil pori-pori tertutup (closed porous) sedingga bentonit
merupakan mineral alam yang dapat dimanfaatkansebagai
adsorben. Struktur pori-pori material berlapis terdiri dari
beberapa bentuk yaitu bentuk silindris terbuka (open-ended
cylindris), celah antara dua bidang paralel (slit-shape), dan botol
tinta (ink-bottle). Penentuan bentuk pori-pori dipengaruhi oleh
struktur geometri dari suatu material berpori dalam hal ini Ca-
Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M dimana Ca-Bentonit alam sendiri
memiliki bentuk pori yaitu celah antara dua bidang paralel (slit-
shape). Struktur pori tersebut akan berubah bentuk menjadi lebih
rumit dan bercabang-cabang setelah dilakukan aktivasi yang
menyebabkan kotoran yang menutupi pori-pori akan terbuka dan
mampu membuat pori-pori baru (Grim, 1968).
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki
kemampuan adsorpsi lebih baik terhadap urin sapi dengan
konsentrasi adsorbat sebesar 48,7879 mmol/L pada konsentrasi
urin 20% (v/v)% dibandingkan dengan Ca-Bentoonit alam
dengan konsentrasi adsorbat 48,0000 mmol/L pada konsentrasi
urin 20% (v/v)%.
Daftar Pustaka
Alberty RA, Silbey RJ. 1992. Physical Chemistry. Ed ke-1. New
York: J Wiley
Alemdaroglu T, Akkus G, Onal M, Sarikaya Y. 2003.
Investigation of the Surface Acidity of A Bentonite Modified
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5 30 55 80 105 130 155 180 205
Ko
nse
ntr
asi
Fil
trat
(mm
ol/
L)
Waktu Desorpsi (menit)
Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …
Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 37
By Acid Activation and Thermal Treatment. Turkey Journal
of Chemistry 27:675-681
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid II. Kartohadiprodjo,
penerjemah; Rohhadyan Utama T, editor. Oxford University Press. Terjemahan dari: Physical Chemistry
Ceyhan O, Baybas D.1999. Adsorption of Some Textile Dyes by Hexadecytrimethyl Ammonium Bentonite. Turkey Journal of
Chemistry 25: 193-200
Chen, Liang. 2016. Environtmental-friendly Montmorillonite-
Biochar Composites: Facile Production and Tunable Adsorpstion-Release of Ammonium and Phosphate. State
Key Laboratory of Chemical Resource Engineering, Beijing
University of Chemical Technology.
Duka, S. and Cullaj, A., 2010. An optimal procedure for
ammonia nitrogen analysis in natural water using indophenol blue method, Nature Montenegrina, 9(3):743-751
Giequel, L., Wolbert, D., & Laplanche, A. 1997. Adsorpstion of
antrazine by powdered activated carbon; Influence of
dissolved organic and mineral matter of natural water.
Environmental Science and Technology, 18. 467-478
Komadel, A. 2003. Chemically Modified Smectites, Slovac
academy of Sciences, Slovakia. Rev.3, 121-122
Mahmudha, Siti., Nugraha, Irwan. 2016. Pengaruh Penggunaan
Bentonit Teraktivasi Asam Sebagai Katalis Terhadap
Peningkatan Kandungan Senyawa Isopulegol Pada Minyak
Sereh Wangi Kabupaten Gayo Lues-Aceh. Program Studi
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Yogyakarta
Priambodo, Norra Gus. 2014. Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Bentonit Teraktivasi Asam Klorida. Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
R.E., Grim. 1968. Clay Mineralogy. McGraw-Hill Book Co. Inc.,
New York
R.E., Grim. 1978. Bentonites: Geology, Mineralogy, Properties and
Uses. Elsevier Scientific Publishing Co., Amsterdam
Scoonheydt, R.A dan Johnston, C.T. dalam Bergaya. F. Theng, B.K.G dan Lagaly, G. 2006. Handbook of Clay Science
Development in Clay Science. Elsevier. Ltd. 87-113
Sukandarrumidi. 1999. Bahan Galian Industri. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta
Syuhada, Rahmat W, Jayatin, Saeful R. 2009. Modifikasi
Bentonite (Clay) Menjadi Organoclay dengan Penambahan
Surfaktan. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi 2:1
Widihati, I.A. Gede. 2008. Adsorpsi Anion Cr(VI) oleh Batu
Pasir Teraktivasi Asam dan Tersalut Fe2O3. Jurnal Kimia 2
(1), Januari 2008: 25-30
Widyaningsih, Janti. 2009. Adsorpsi dan Desorpsi Ion Kromium
(VI) pada Bentonit yang Dimodifikasi Heksadesil
Trimetilamonium Bromida.Bogor: IPB Press