kajian kinerja ca-bentonit kabupaten pacitan-jawa timur

12
Program Studi Kimia - Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Vol. 1, No. 1, 2018 ISSN 2654-3737 (print), ISSN 2654-556X (online) Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1 . No.1, 2018, 27-37 | 27 This publication is licensed under a Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Material Lepas Lambat (Slow Release Material) Pupuk Organik Urin Sapi Muhammad Taufiq Hidayat*, Irwan Nugraha Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telp. +62-274-540971 Email: [email protected]* Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Ca-Bentonit alam dan teraktivasi H 2 SO 4 1 M pada proses adsorpsi dan desorpsi terhadap amonium urin sapi serta potensinya sebagai pupuk slow relase material. Uji kemampuan adsorpsi Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit teraktivasi H 2 SO 4 1 M terhadap amonium urin sapi menggunakan metode indofenol. Proses adsorpsi dilakukan selama 2 jam dengan variasi konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25% (v/v)% dan diukur nilai absorbansi filtrat dengan spektrofotometer UV/Vis. Hasilnya Ca-Bentonit teraktivasi H 2 SO 4 1 M memiliki kemampuan adsorpsi lebih baik dengan konsentrasi adsorbat sebesar 48,7879 mmol/L pada konsentrasi urin 20% (v/v)% dibandingkan dengan Ca-Bentonit alam dengan konsentrasi adsorbat sebesar 48,0000 mmol/L pada konsentrasi urin 20% (v/v)%. Selanjutnya uji slow release menggunakan metode desorpsi dengan pelarut akuades terhadap Ca- Bentonit teraktivasi H 2 SO 4 1 M-teradsorpsi amonium urin sapi pada konsentrasi urin 20% (v/v)%. Uji slow release menggunakan variasi waktu 5,10,30,60,90,120,150,180, dan 210 menit. Hasilnya amonium urin sapi yang sebelumnya sudah teradsorpsi, mampu keluar secara bertahap dari struktur permukaan serta pori-pori Ca-Bentonit teraktivasi H 2 SO 4 1 M pada puncak waktu desorpsi 60 menit dengan konsentrasi amonium yang keluar sebesar 48,6667 mmol/L. Kata kunci: Ca-Bentonit, Urin Sapi, Adsorpsi, Desorpsi, Slow Release Material, Indofenol, Pupuk Organik. Pendahuluan Ca-Bentonit alam secara alamiah memilki kemampuan adsorpsi terhadap amonium urin sapi. Hal ini disebabkan Ca- Bentonit alam merupakan mineral alam yang mempunyai struktur berlapis pada interlayer yaitu aluminosilikat dengan perbandingan 2:1 yang artinya bentonit tersusun atas 1 lapisan oktahedral dan diapit oleh 2 lapisan tetrahedral. Pada lapisan tetrahedral montmorillonit terdapat ion Si 4+ sebagai SiO4, ion Al 3+ dan terdapat pula ion Mg 2+ . Sementara itu pada lapisan oktahedral, ion Al mengikat 6 atom oksigen atau mengikat 4 atom oksigen dengan 2 gugus hidroksil. Keberadaan Al 3+ pada lapisan tetrahedral dan Mg 2+ pada lapisan oktahedral menyebabkan permukaan bentonit bermuatan negatif. Muatan negatif pada permukaan bentonit akan diseimbangkan oleh ion- ion bermuatan positif seperti Ca 2+ , Mg 2+ , K + , dan Na + . Ion-ion inilah yang kemudian bisa dipertukarkan dengan ion-ion positif yang lain (Schoonheydt dan Jhonston, 2006). Amonium urin sapi yaitu [NH4] + yang terionisasi sehingga memiliki muatan positif dari keadaan awal amonia [NH3] sehingga akan terjadi gaya tarik-menarik antara anion dari permukaan Ca-Bentonit dengan kation amonium urin sapi. Namun, kemampuan adsorpsi dari Ca-Bentonit tanpa dimodifikasi terlebih dahulu terhadap amonium urin sapi relatif rendah, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel adsorben Ca- Bentonit alam yang tidak seragam dan masih terlalu besar, kemudian sifatnya yang mudah menyerap air atau hidrofilik, serta ukuran dari pori-pori struktur Ca-Bentonit alam yang masih kecil karena masih tertutupi oleh pengotor. Sehingga untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi Ca-Bentonit alam maka luas permukaan adsorben Ca-Bentonit harus ditingkatkan, mengubah sifat Ca-Bentonit menjadi menolak air atau hidrofobik, dan menghilangkan pengotor yang menutupi kisi dan pori-pori Ca- Bentonit (Widyaningsih, 2009). Ca-Bentonit alam yang berupa raw material memiliki ukuran partikel yang tidak sama dan berukuran cukup besar. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut, ukuran partikel harus diseragamkan dan diperkecil dengan cara yaitu Ca-Bentonit alam digerus dan diayak menggunakan molecular sieve ukuran 250 μm sehingga partikel yang berukuran ≥250 μm tidak akan lolos. Menurut Priambodo (2014) menyatakan bahwa fungsi dari pengayakan ini adalah untuk menyortir ukuran partikel sehingga diperoleh ukuran yang sama dimana ukuran partikel adsorben yang lebih kecil akan meningkatkan luas permukaan adsorben sehingga kemampuan interaksi dari situs aktifnya akan lebih maksimal dari Ca-Bentonit yang belum diayak. Selain itu, kemampuan adsorpsi Ca-Bentonit alam dapat ditingkatkan yaitu dengan proses aktivasi menggunakan larutan asam H2SO4 1 M. Alasan dipilihnya asam mineral H2SO4 1 M sebagai zat pengaktivasi disebabkan oleh H2SO4 1 M memiliki ekuivalen H + yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam-asam yang lainnya seperti HCl ataupun HNO3 yang biasa digunakan sebagai zat pengaktivasi. Dalam hal ini H2SO4 1 M mendonorkan 2 buah proton H + dalam reaksinya, maka penggunaan H2SO4 sebagai asam lebih baik dibandingkan dengan mineral asam HCl ataupun HNO3 yang hanya mendonorkan 1 buah proton H + . Aktivasi Ca-Bentonit menggunakan H2SO4 1 M akan menghasilkan adsorben dengan situs aktif dan keasaman permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan adsorpsinya lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi (Komadel, 2003).

Upload: khangminh22

Post on 24-Mar-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Program Studi Kimia - Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Vol. 1, No. 1, 2018

ISSN 2654-3737 (print), ISSN 2654-556X (online)

Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 27

This publication is licensed under a

Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur

Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Material Lepas Lambat

(Slow Release Material) Pupuk Organik Urin Sapi

Muhammad Taufiq Hidayat*, Irwan Nugraha

Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telp. +62-274-540971

Email: [email protected]*

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Ca-Bentonit alam dan teraktivasi H2SO4 1 M pada proses

adsorpsi dan desorpsi terhadap amonium urin sapi serta potensinya sebagai pupuk slow relase material. Uji kemampuan

adsorpsi Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M terhadap amonium urin sapi menggunakan metode

indofenol. Proses adsorpsi dilakukan selama 2 jam dengan variasi konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25% (v/v)% dan diukur

nilai absorbansi filtrat dengan spektrofotometer UV/Vis. Hasilnya Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki

kemampuan adsorpsi lebih baik dengan konsentrasi adsorbat sebesar 48,7879 mmol/L pada konsentrasi urin 20%

(v/v)% dibandingkan dengan Ca-Bentonit alam dengan konsentrasi adsorbat sebesar 48,0000 mmol/L pada konsentrasi

urin 20% (v/v)%. Selanjutnya uji slow release menggunakan metode desorpsi dengan pelarut akuades terhadap Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M-teradsorpsi amonium urin sapi pada konsentrasi urin 20% (v/v)%. Uji slow release

menggunakan variasi waktu 5,10,30,60,90,120,150,180, dan 210 menit. Hasilnya amonium urin sapi yang sebelumnya

sudah teradsorpsi, mampu keluar secara bertahap dari struktur permukaan serta pori-pori Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4

1 M pada puncak waktu desorpsi 60 menit dengan konsentrasi amonium yang keluar sebesar 48,6667 mmol/L.

Kata kunci: Ca-Bentonit, Urin Sapi, Adsorpsi, Desorpsi, Slow Release Material, Indofenol, Pupuk Organik.

Pendahuluan

Ca-Bentonit alam secara alamiah memilki kemampuan

adsorpsi terhadap amonium urin sapi. Hal ini disebabkan Ca-

Bentonit alam merupakan mineral alam yang mempunyai

struktur berlapis pada interlayer yaitu aluminosilikat dengan

perbandingan 2:1 yang artinya bentonit tersusun atas 1 lapisan

oktahedral dan diapit oleh 2 lapisan tetrahedral. Pada lapisan

tetrahedral montmorillonit terdapat ion Si4+ sebagai SiO4, ion

Al3+ dan terdapat pula ion Mg2+. Sementara itu pada lapisan

oktahedral, ion Al mengikat 6 atom oksigen atau mengikat 4

atom oksigen dengan 2 gugus hidroksil. Keberadaan Al3+ pada

lapisan tetrahedral dan Mg2+ pada lapisan oktahedral

menyebabkan permukaan bentonit bermuatan negatif. Muatan

negatif pada permukaan bentonit akan diseimbangkan oleh ion-

ion bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+. Ion-ion

inilah yang kemudian bisa dipertukarkan dengan ion-ion positif

yang lain (Schoonheydt dan Jhonston, 2006).

Amonium urin sapi yaitu [NH4]+ yang terionisasi sehingga

memiliki muatan positif dari keadaan awal amonia [NH3]

sehingga akan terjadi gaya tarik-menarik antara anion dari

permukaan Ca-Bentonit dengan kation amonium urin sapi.

Namun, kemampuan adsorpsi dari Ca-Bentonit tanpa

dimodifikasi terlebih dahulu terhadap amonium urin sapi relatif

rendah, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel adsorben Ca-

Bentonit alam yang tidak seragam dan masih terlalu besar,

kemudian sifatnya yang mudah menyerap air atau hidrofilik, serta

ukuran dari pori-pori struktur Ca-Bentonit alam yang masih kecil

karena masih tertutupi oleh pengotor. Sehingga untuk

meningkatkan kemampuan adsorpsi Ca-Bentonit alam maka luas

permukaan adsorben Ca-Bentonit harus ditingkatkan, mengubah

sifat Ca-Bentonit menjadi menolak air atau hidrofobik, dan

menghilangkan pengotor yang menutupi kisi dan pori-pori Ca-

Bentonit (Widyaningsih, 2009).

Ca-Bentonit alam yang berupa raw material memiliki ukuran

partikel yang tidak sama dan berukuran cukup besar. Sehingga

untuk mengatasi masalah tersebut, ukuran partikel harus

diseragamkan dan diperkecil dengan cara yaitu Ca-Bentonit alam

digerus dan diayak menggunakan molecular sieve ukuran 250 μm

sehingga partikel yang berukuran ≥250 μm tidak akan lolos.

Menurut Priambodo (2014) menyatakan bahwa fungsi dari

pengayakan ini adalah untuk menyortir ukuran partikel sehingga

diperoleh ukuran yang sama dimana ukuran partikel adsorben

yang lebih kecil akan meningkatkan luas permukaan adsorben

sehingga kemampuan interaksi dari situs aktifnya akan lebih

maksimal dari Ca-Bentonit yang belum diayak.

Selain itu, kemampuan adsorpsi Ca-Bentonit alam dapat

ditingkatkan yaitu dengan proses aktivasi menggunakan larutan

asam H2SO4 1 M. Alasan dipilihnya asam mineral H2SO4 1 M

sebagai zat pengaktivasi disebabkan oleh H2SO4 1 M memiliki

ekuivalen H+ yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam-asam

yang lainnya seperti HCl ataupun HNO3 yang biasa digunakan

sebagai zat pengaktivasi. Dalam hal ini H2SO4 1 M mendonorkan

2 buah proton H+ dalam reaksinya, maka penggunaan H2SO4

sebagai asam lebih baik dibandingkan dengan mineral asam HCl

ataupun HNO3 yang hanya mendonorkan 1 buah proton H+.

Aktivasi Ca-Bentonit menggunakan H2SO4 1 M akan

menghasilkan adsorben dengan situs aktif dan keasaman

permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan adsorpsinya

lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi (Komadel, 2003).

Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha

28 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry

Metode Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu urin sapi

peternakan sapi Dusun Karangijo Kulon, Kecamatan Ponjong,

Kabupaten Gunungkidul, lempung jenis Ca-Bentonit dari

Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, H2SO4 1 M, akuades, etanol

95%, larutan fenol yang dibuat dengan cara dilarutkan dengan 20

gram fenol dalam 200 ml etanol, larutan natrium nitroprussida

yang dibuat dengan cara 1 gram natrium nitroprussida dalam 200

ml akuabides dan disimpan dalam botol gelap, padatan natrium

sitrat, padatan NaOH, larutan NaOCl 1,5 M, dan terakhir larutan

(NH4)Cl yang dibuat dengan cara dilarutkan 0,132 gram padatan

(NH4)2SO4 kedalam 50 ml akuabides dengan labu takar 100 ml

lalu ditambahkan 1 ml klorofom untuk penstabil dan diencerkan

sampai tanda. Kemudian disimpan larutan amonium dalam

lemari es.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu

seperangkat alat gelas, neraca analitik, oven controller, cawan

porselin, hot-plate, ayakan molecular sieve 250 μm, magnetic

stirrer, kertas saring whatman no.41, spektronik D-20,

spektrofotometer UV/Vis, X-Ray Fluoresence (XRF), Fourier-

Transform Infrared (FT-IR) shimadzu Prestige-21, dan X-Ray

Diffraction (XRD) Shimadzu 600.

Preparasi Urin Sapi

Preparasi sampel urin sapi yaitu urin sapi disimpan dalam

botol gelap tertutup dan disimpan pada suhu kamar selama 24

jam. Kemudian dibuat larutan urin dengan berbagai variasi

konsentrasi (v/v)% dengan pelarut akuades dalam 50 ml labu

takar yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25%. Larutan ini digunakan sebagai

adsorbat pada proses adsorpsi dengan Ca-Bentonit alam dan

teraktivasi H2SO4 1 M.

Aktivasi Ca-Bentonit Alam

Ca-bentonit alam yang berupa raw material dihancurkan

secara mekanis kemudian diayak dengan saringan (molecular

sieve) 250 μm. Setelah itu Ca-bentonit alam dikarakterisasi

menggunakan FT-IR, XRD, dan XRF. Selanjutnya, sebanyak 50

gram bentonit ukuran 250 μm dimasukan ke dalam gelas beker

250 ml lalu ditambahkan 200 ml H2SO4 1 M kemudian di aduk

selama 2 jam pada suhu kamar. Setelah diaduk selama 2 jam, lalu

diukur pH suspensi solidnya. Selanjutnya suspensi disaring

sehingga menghasilkan filtrat dan residu. Residu yang diperoleh

kemudian dicuci dengan akuades hingga pH netral (mendekati

7). Setelah itu residu disaring dengan corong buchner dimana

sebelumnya kertas saring whatman no.41 sudah ditimbang

terlebih dahulu. Kemudian residu dikeringkan di dalam oven

controller pada suhu 110oC selama 4 jam atau sampai kering.

Setelah dikeringkan, residu disimpan dalam desikator sampai

massanya stabil. Setelah stabil, massa kristal ditimbang dengan

pengulangan minimal sebanyak 3 kali. Setelah itu diperoleh Ca-

Bentonit teraktivasi kemudian dihancurkan lagi dan diayak

kembali dengan saringan (molecular sieve) 250 μm. Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M dikarakterisasi menggunakan FT-IR,

XRD, dan XRF.

Pembuatan Pereaksi Larutan Indofenol dan Larutan Blanko

Pereaksi yang dibutuhkan yaitu pereaksi alkali, larutan

oksidator, dan larutan standar. Pereaksi alkali yaitu dilarutkan 20

gram natrium sitrat dan 1 gram NaOH dalam 100 ml akuades.

Larutan oksidator yaitu dicampurkan 100 ml pereaksi alkali dan

50 ml larutan hipoklorida. Larutan standar yaitu diambil 2,5 ml

larutan stok amonium ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan

dengan akuades sampai tanda batas sehingga diperoleh

konsentrasi 200 mmol/L.

Pembuatan larutan blanko yaitu sebanyak 3 ml larutan fenol

dimasukkan kedalam labu takar 50 ml dan dikocok sampai

sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida

dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga homogen, dan

diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu

ukur ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam

untuk memaksimalkan pembentukan warna.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Indofenol

Sebanyak 5 ml larutan standar dimasukkan ke dalam labu

takar 50 ml dan ditambahkan 3 ml larutan fenol, dikocok sampai

sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida

dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga homogen, dan

diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu

takar ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam

untuk memaksimalkan pembentukan warna. Absorbansi larutan

tersebut diamati dengan spektrofotometer UV/Vis.

Pembuatan Kurva Kalibrasi

Sebanyak 16 buah labu takar 50 ml disiapkan, kemudian

dimasukkan berturut-turut 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10,12, 14, 16, 18, 20,

22, 24, 26, dan 28 ml larutan standar. Setelah itu dimasukkan 3

ml larutan fenol dan dikocok sampai sempurna. Kemudian ke

dalam masing-masing labu tersebut, ditambahkan 2 ml larutan

natrium nitroprussida dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga

homogen dan diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.

Tutup labu takar dan dibiarkan larutan pada suhu kamar selama

24 jam. Absorbansi tiap-tiap larutan diamati dengan

spektrofotometer dan dibuat grafik antara konsentrasi amonia

larutan (mmol/L) vs absorbansi (A).

Penentuan Konsentrasi Amonium Urin Sapi Sebelum Adsorpsi

Dimasukkan 10 ml larutan dari masing-masing larutan urin

sapi dengan berbagai variasi konsentrasi (v/v)% yaitu 5, 10, 15,

20, dan 25 % kedalam 5 buah labu takar 50 ml. Ke dalam masing-

masing labu takar tersebut ditambahkan 3 ml larutan fenol,

dikocok sampai sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml

natrium nitroprussida dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga

homogen, dan diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.

Bagian atas labu takar ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar

kira-kira 1 jam untuk memaksimalkan pembentukan warna.

Absorbansi larutan tersebut diamati dengan spektrofotometer

UV/Vis pada panjang gelombang maksium.

Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …

Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 29

Uji Kemampuan Adsorpsi Ca-Bentonit Alam dan Teraktivasi

H2SO4 1 M Terhadap Amonium Urin Sapi

Sebanyak 10 gram Ca-bentonit alam dan teraktivasi H2SO4 1

M ukuran 250 μm ditimbang dan sebanyak 10 contoh masing-

masing direndam pada 50 ml larutan urin dengan masing-masing

konsentrasi (v/v)% yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25% selama 2 jam

dengan magnetic stirer. Kemudian diambil 10 ml filtrat (larutan)

sisa perendaman lalu dimasukkan kedalam 5 buah labu takar 50

ml. Kedalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan 3

ml larutan fenol, dikocok sampai sempurna. Selanjutnya

ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida dan 5 ml larutan

oksidator, diaduk hingga homogen, dan diencerkan dengan

akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu takar ditutup dan

dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam untuk

memaksimalkan pembentukan warna. Absorbansi larutan

tersebut diamati dengan spektrofotometer UV/Vis dan

ditentukan konsentrasi adsorbat paling besar yang digunakan

untuk uji slow release.

Uji Kinerja Ca-Bentonit Sebagai Material Lepas Lambat (Slow

Release Material) Pupuk Organik Urin Sapi

Sebanyak 10 gram Ca-bentonit dengan adsorpsi maksimum

ditimbang dan sebanyak 9 contoh masing-masing direndam pada

50 ml akuades sambil dilakukan pengadukan menggunakan

bantuan magnetic stirrer dimana masing-masing waktu kontak

yaitu 5, 10, 30, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210 menit dengan gelas

beker yang ditutup rapat. Setelah itu dilakukan penyaringan

dengan kertas whatman no.41 sehingga diperoleh filtrat hasil

penyaringan. Kemudian diambil 10 ml filtrat dan dimasukkan

kedalam labu takar 50 ml. Ke dalam masing-masing labu takar

tersebut ditambahkan 3 ml larutan fenol, dikocok sampai

sempurna. Selanjutnya ditambahkan 2 ml natrium nitroprussida

dan 5 ml larutan oksidator, diaduk hingga homogen, dan

diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Bagian atas labu

takar ditutup dan dibiarkan dalam suhu kamar kira-kira 1 jam

untuk memaksimalkan pembentukan warna. Absorbansi larutan

tersebut diamati dengan spektrofotometer UV/Vis pada panjang

gelombang 600-650 nm dengan interval 2 nm.

Hasil dan Pembahasan

Aktivasi Ca-Bentonit

Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit hasil aktivasi

dikarakterisasi menggunakan X-Ray Fluoresence (XRF), Fourier

Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR), dan X-Ray Diffraction

(XRD). Karakterisasi XRF bertujuan untuk mengetahui

komposisi senyawa yaitu konsentrasi unsur mayor maupun

minor yang terdapat pada Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M yang disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 terjadi perbedaan presentase komposisi

beberapa senyawa pada Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M. Menurut Sukandarrumidi (2009) bahwa

tingginya unsur mayor SiO2 dan Al2O3 serta unsur minor Si-O-Al

didukung teori bahwa bentonit memiliki konfigurasi 2:1 dimana

terdiri dari dua lapis tetrahedral (silika-oksigen) dan satu lapis

oktahedral (aluminium-oksigen-hidroksil). Kemudian bentonit

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Ca-Bentonit

yang ditandai dengan munculnya data unsur mayor CaO sebesar

4,44% dan unsur minor Ca sebesar 3,17%. Hal tersebut

membuktikan bahwa memang benar bahwa bentonit yang

digunakan merupakan tipe Ca-Bentonit dengan komposisi

senyawa utama adalah mineral montmorillonite.

Tabel 1. Data XRF Kandungan Unsur Mayor dan Minor Ca-

Bentonit Alam dan Ca-Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.

Ca-Bentonit

Alam Teraktivasi H2SO4 1 M

Konsentrasi Konsentrasi

Unsur Mayor Unsur Minor Unsur Mayor Unsur Minor

SiO2 (58,11%) O (46,55%) SiO2 (59,09%) O (46,91%)

Al2O3 (15,35%) Si (27,17%) Al2O3 (15,90%) Si (27,62%)

Fe2O3 (13,92%) Fe (9,74%) Fe2O3 (13,45%) Fe (9,41%)

CaO (4,44%) Al (8,12%) CaO (2,94%) Al (8,41%)

P2O5 (1,88%) Ca (3,17%) P2O5 (1,96%) Ca (2,10%)

TiO2 (1,60%) K (1,21%) TiO2 (1,69%) K (1,29%)

K2O (1,46%) Ti (0,96%) K2O (1,56%) Ti (1,01%)

MnO (0,13%) P (0,82%) MnO (0,13%) P (0,85%)

SrO (0,12%) Sr (0,10%) SrO (0,10%) Sr (0,08%)

ZrO2 (0,06%) Mn (0,10%) ZrO2 (0,06%) Mn (0,10%)

CuO (0,05%) Cu (0,04%) CuO (0,04%) Cu (0,03%)

ZnO (0,04% Zr (0,04%) ZnO (0,03%) Zr (0,04%)

SnO2 (0,03%) Zn (0,04%) SnO2 (0,03%) Zn (0,03%)

Sn (0,02%) Sn (0,03%)

Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M terjadi perbedaan

presentase komposisi pada unsur mayor maupun unsur minor

dimana terjadi penurunan presentase yaitu unsur mayor Fe2O3

sebesar 13,45%; CaO sebesar 2,94%; SrO sebesar 0,10%; CuO

sebesar 0,04%; dan ZnO sebesar 0,03%. Penurunan unsur mayor

diikuti oleh turunnya unsur minor yaitu Fe sebesar 9,41%; Ca

sebesar 2,10%; Sr sebesar 0,08%; Cu sebesar 0,03%; Zn sebesar

0,03%. Penurunan unsur mayor dan minor tersebut disebabkan

oleh berhasilnya proses pertukaran ion atau ion exchange serta

dealuminasi pada struktur interlayer Ca-Bentonit alam pada proses

aktivasi menggunakan H2SO4 1 M. Pemberian kontak langsung

larutan H2SO4 1 M terhadap Ca-Bentonit alam tersebut

menyebabkan ion H+ mengisi struktur interlayer dan mengganti

ion-ion Fe, Ca, Sr, Cu, Zn serta pengotor-pengotor lainnya pada

lapisan oktahedral dari kisi-kisi struktur. Proses pelepasan ion-

ion tersebut terjadi pada tahap swelling dan proses penetralan

dengan akuades sampai pH suspensi solid mendekati netral atau 7

sehingga kation-kation dan pengotor akan lepas dari struktur

kerangka Ca-Bentonit. Akibatnya luas permukaan interlayer akan

meningkat begitu juga kemampuan adsorpsinya (Syuhada dkk,

2009).

Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha

30 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry

Karakterisasi FT-IR bertujuan untuk mengetahui gugus-

gugus fungsional yang ada pada Ca-Bentonit alam dan Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M yang disajikan dalam bentuk

spektra pada Gambar 1.

Gambar 1. Spektra FT-IR. (a) Ca-Bentonit alam dan (b) Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M.

Berdasarkan spektra Ca-Bentonit alam pada Gambar 1a

bahwa bilangan bilangan gelombang 3626,17 cm-1 menunjukkan

adanya vibrasi ulur dari gugus OH (gugus hidroksil yang terikat

pada Al dilapisan oktahedral Al-Al-OH atau Mg-OH-Al).

Bilangan gelombang 3441,01 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi

ulur gugus OH yang terhidrasi molekul air yang teradsorpsi.

Dengan kata lain, bilangan gelombang 3626,17 cm-1 dan 3441,01

cm-1 merupakan indikasi adanya gugus fungsi OH ulur pada

lapisan oktahedral (aluminol) dan vibrasi ulur OH silanol. Kedua

puncak tersebut menunjukkan intensitas yang hampir sama yang

mengindikasikan bahwa gugus OH tersebar merata pada lembar

alumina dan silika. Hal tersebut diperkuat dengan adanya pita

serapan pada bilangan gelombng 1635,64 cm-1 yang

menunjukkan vibrasi tekuk dari H-O-H dari air yang teradsorpsi

didalam Ca-Bentonit.

Puncak serapan pada bilangan gelombang 1033,85 cm-1

menunjukkan karakteristik dari Si-O-Si atau SiO2 (kuarsa) pada

lapisan tetrahedral, selain itu adanya vibrasi Si-O-Al juga

teramati pada bilangan gelombang 779,24 cm-1. Data tersebut

diperkuat oleh Rahman (2008) yang menyatakan bahwa serapan

pada daerah serapan 950-1250 cm-1 merupakan vibrasi ulur M-O,

dimana M-O merupakan Si atau Al. Indikasi vibrasi tekuk Si-O-

Si ditunjukkan pada pita serapan 470,63 cm-1, sedangkan vibrasi

ulur Si-O ditunjukkan pada daerah 779,24 cm-1. Sedangkan

menurut Purwaningsih (2012) pita serapan pada bilangan

gelombang 1041,56 cm-1 sampai 779,67 cm-1 menunjukkan

adanya vibrasi ulur asimetris dari Si-O. Adanya gugus Si-O

diidentifikasi dengan munculnya pita serapan yang tajam dan

intensitas tinggi pada bilangan gelombang 1033,85 cm-1.

Tingginya intensitas pada puncak 1033,85 cm-1 menunjukkan

tingginya kandungan montmorillonit pada Ca-Bentonit alam.

Vibrasi tekuk gugus hidroksil dari Al-OH-Al muncul pada pita

serapan 918,12 cm-1, sedangkan vibrasi tekuk dari Si-O-Al dan Si-

O-Si ditunjukkan pada bilangan gelombang 516,92 cm-1 dan

424,34 cm-1.

Spektra FT-IR Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M pada

Gambar 1b menunjukkan hasil perubahan puncak serapan

bilangan gelombang yang tidak jauh berbeda dengan Ca-Bentonit

alam dimana hanya sedikit mengalami pergeseran dan perbedaan

ketajaman spektra yang dihasilkan. Menurut Onal dan Sarikaya

(2007) perlakuan aktivasi menggunakan H2SO4 1 M terhadap

Ca-Bentonit alam tidak akan merubah struktur dasar Ca-Bentonit

tersebut, tetapi hanya menghilangkan pengotor dan karena

pengaruh asam mengakibatkan terjadinya dealuminasi yaitu

lepasnya Al3+ pada lapisan oktahedral yang dapat diamati pada

serapan 470,63 cm-1 yang lebih tajam yang menunjukkan bahwa

lingkungan Si-O-Si semakin homogen. Kemudian hal tersebut

didukung dengan bergesernya puncak Ca-Bentonit teraktivasi

H2SO4 1 M dari 516,92 cm-1 menjadi 524,64 cm-1 yang

mengindikasikan adanya vibrasi Si-O-Al. Serta bergesernya

puncak 1033,85 cm-1 menjadi 1041,56 cm-1 yang

mengindikasikan vibrasi regangan Si-O-Si. Hal ini diperkuat

dengan pita serapan pada daerah 3425,58 cm-1 bahwa lembar

silika tidak larut oleh asam. Puncak 779,24 cm-1 masih

teridentifikasi dengan jelas yang membuktikan bahwa kuarsa

tidak larut dalam pengasaman. Proses dealuminasi ini

membuktikan bahwa perlakuan asam menyebabkan lepasnya Al

yang dibuktikan dengan hilangnya serapan gugus aluminol pada

lapisan oktahedral didaerah 3626,17 cm-1, dimana hal ini

menyebabkan puncak serapan pada daerah 3441,01 cm-1 bergeser

menjadi 3425,58 cm-1. Pergeseran ini disebabkan oleh pelebaran

puncak pengaruh panjang ikatan OH ulur yang berubah akibat

lepasnya Al kearah bilangan gelombang yang lebih kecil.

Karakterisasi XRD merupakan analisis kualitatif dengan

menganalisa dan membandingkan nilai dhkl sampel dengan dhkl

pada difraktogram yang terdapat pada data JCPDS (Joint

Committee on Powder Diffraction Standards).

Gambar 2. Difraktogram XRD. (a) Ca-Bentonit Alam dan (b)

Ca-Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.

Berdasarkan difraktogram XRD Ca-Bentonit alam pada

Gambar 2a menghasilkan puncak serapan khas dengan sudut dan

basal spacing yaitu intensitas tertinggi pada difraktogram

2θ=26,70o (d=3,34Å) sesuai dengan standar JCPDS No.13-0259

Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …

Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 31

yaitu d=3,34Å yang merupakan mineral monmorillonit.

Kemudian kepastian kandungan Ca-Bentonit yaitu

montmorillonit didukung oleh puncak-puncak lain yaitu

2θ=5,52o (d=14,94Å) sesuai dengan JCPDS No.13-0135 yaitu

d001=15,00Å yang merupakan mineral montmorillonit. Puncak

2θ=22,04o (d=4,03Å) sesuai dengan JCPDS No.11-0695 yaitu

d101=4,05Å yang merupakan mineral kristobalit. Puncak

2θ=19,96o (d=4,44Å) sesuai dengan JCPDS No.06-0911 yaitu

d111=4,44Å yang merupakan mineral illit. Puncak 2θ=20,94o

(d=4,24Å) sesuai dengan JCPDS No.05-0490 yaitu d100=4,26Å

yang merupakan mineral kuarsa. Puncak 2θ=24,10o (d=3,69Å)

sesuai dengan JCPDS No.24-0495 yaitu d113=3,68Å dan

d204=3,68Å yang merupakan mineral illit. Puncak 2θ=25,56o

(d=3,48Å) sesuai dengan JCPDS No.26-0911 yaitu d114=3,46Å

yang merupakan mineral illit. Puncak 2θ=27,88o (d=3,20Å)

sesuai dengan JCPDS No.24-0495 yaitu d114=3,20Å yang

merupakan mineral illit. Puncak 2θ=35,64o (d=2,27Å) sesuai

dengan JCPDS No.26-0911 yaitu d040=2,27Å yang merupakan

mineral illit. Puncak 2θ=50,22o (d=1,815Å) sesuai dengan

JCPDS No.14-0164 yaitu d223=1,81Å yang merupakan mineral

kaolin. Sehingga Ca-Bentonit alam yang dikarakterisasi XRD

pada sudut 2θ yaitu 2-60o komposisi utamanya adalah mineral

montmorillonit kemudian didukung dengan adanya mineral-

mineral lain yaitu kristobalit, illit, kuarsa dan kaolin.

Pola difraksi Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M pada

Gambar 2b menghasilkan puncak serapan khas dengan sudut dan

basal spacing yaitu 2θ=5,46o (d=16,17Å); 2θ=19,68o (d=4,51Å);

2θ=20,70o (d=4,29Å); 2θ=21,86o (d=4,06Å); 2θ=26,50o

(d=3,36Å); 2θ=27,56o (d=3,23Å); 2θ=35,35o (d=2,54Å);

2θ=49,96o (d=1,82Å); dan 2θ=54,54o (d=1,68Å). Dari data

tersebut diperoleh informasi bahwa komposisi mineral masih

sama dengan Ca-Bentonit alam akan tetapi intensitas sudut 2θ

montmorillonit yang cenderung turun namun terjadi

peningkatan nilai d atau basal spacing. Hal ini disebabkan adanya

perlakuan aktivasi menggunakan larutan asam H2SO4 1 M

sehingga menyebabkan terjadinya dealuminasi yaitu lepasnya Al

pada lapisan oktahedral dan digantikan gugus H+ dari H2SO4 1

M. Dengan adanya gugus H+ ini mampu menghilangkan

keberadaan logam lain sehingga menyebabkan kristalinitas Ca-

Bentonit teraktivasi asam menurun. Lepasnya Al oleh asam ini

berdampak pada kenaikan intensitas kuarsa dikarenakan

meningkatnya ikatan Si-O-Si. Semakin tinggi konsentrasi asam

yang digunakan, maka intensitas karakteristik montmorillonit

pada bidang d001 mengalami penurunan (Onal dan Sarikaya,

2007).

Hal tersebut memperkuat data serapan FT-IR pada daerah

bilangan gelombang 3626,17 cm-1 yaitu hilangnya gugus

aluminol pada lapisan oktahedral. Akan tetapi meskipun terjadi

penurunan intensitas montmorillonit, puncak khas mineral

tersebut masih muncul pada pola difraksi. Hal ini menunjukkan

bahwa kerangka montmorillonit belum sepenuhnya rusak oleh

proses aktivasi asam. Mineral yang mengandung gugus alumina

mengalami kerusakan, namun masih menyisakan lembar silika

yang tidak terpengaruh oleh asam yaitu mineral kuarsa dan

kristobalit yang komposisi utamanya adalah SiO2, dimana

kondisi asam tidak menyebabkan rusaknya ikatan Si-O karena

oksida silika kondisinya cenderung asam. Oleh karena itu

komponen kuarsa dan kristobalit memiliki intensitas yang stabil

dalam suasana asam.

Kemudian apabila diperhatikan difraktogram XRD pada

Gambar 2, intensitas struktur montmorillonit dari keadaan awal

Ca-Bentonit alam 2θ=26,70o (d=3,34Å) mengalami peningkatan

basal spacing menjadi 2θ=26,50o (d=3,36Å) pada Ca-Bentonit

terkaktivasi H2SO4 1 M. Kenaikan intensitas montmorillonit

tersebut mengakibatkan intensitas kuarsa Ca-Bentonit alam pada

2θ=20,94o (d=4,24Å) dan Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M

mengalami peningkatan yang disebabkan meningkatnya ikatan

Si-O-Si. Meningkatnya perbandingan intensitas ikatan Si-O-Si ini

mendukung data XRF sebelumnya dimana analisis XRF Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M menunjukkan terjadi

peningkatan unsur mayor yaitu SiO2 59,09%; Al2O3 15,90%; P2O

5 1,96%; TiO2 1,69%; dan K2O 1,56% dari keadaan awal Ca-

Bentonit alam dan begitu juga unsur minor O 46,91%; Si 27,62%;

Al 8,41%; K 1,29%; Ti 1,01%; dan P 0,85%. Sehingga

meningkatnya unsur mayor dan minor tersebut juga akan

menaikkan angka perbandingan SiO2 dan Al2O3.

Karakterisasi sifat fisika dilakukan untuk mengetahui

karakteristik dari masing-masing material serta mendukung

karakterisasi menggunakan instrumen pada pembahasan sifat

kimia sebelumnya. Perbandingan sifat fisik antara Ca-Bentonit

alam dan Ca-Bentonit terkativasi H2SO4 1 M disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Sifat Fisik Ca-Bentonit Alam dan Ca-

Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.

Sifat Fisik Ca-Bentonit

Alam Teraktivasi H2SO4 1 M

acidity (mgKOH/g) 0,5637 0,9395

pH suspensi solid 4 1

bulk density (g/L) 1,0095 0,9948

%moisture 15,1824 14,8584

swelling indeks 2,3580 3,5235

Karakterisasi keasaman permukaan (acidity) terjadi

peningkatan nilai keasaman permukaan dari Ca-Bentonit alam

ke Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Dalam keadaan swelling

Ca-Bentonit alam memiliki pH asam lemah yaitu 4-7 sedangkan

pada saat ditambahkan asam H2SO4 1 M, secara otomatis akan

menurunkan pH sehingga nilai keasaman meningkat. Selain itu

peningkatan keasaman permukaan yang terjadi pada adsorben

tersebut diakibatkan oleh pengaktifan Ca-Bentonit dengan H2SO4

1 M yang memiliki situs aktif. Pada saat Ca-Bentonit

mendapatkan tambahan sumbangan situs aktif H+ dari H2SO4 1

M yang diinterkalasi kedalam antar lapisan lempung sehingga

keasaman permukaan meningkat. Sedangkan menurut Widihati

(2008) adanya perlakuan aktivasi dengan mineral asam dapat

mengurangi oksida alkali dan alkali tanah seperti Na2O, K2O,

MgO, dan CaO karena telah terjadi substitusi ion H+ sehingga

menyebabkan bertambahnya situs H+ (asam BrƟnsted) pada Ca-

Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha

32 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry

Bentonit. Aktivasi dengan asam pada konsentrasi tertentu juga

dapat menyebabkan larutnya aluminium atau dealuminasi yang

pada akhirnya dapat membentuk situs asam Lewis Al3+.

Karakterisasi pH suspensi solid bertujuan untuk menghitung

pH atau keasaman ion-ion permukaan Ca-Bentonit alam dan Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M yang larut dalam air. Keasaman

ion-ion permukaan ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah H+

yang larut dalam air. Berdasarkan Tabel 2 bahwa Ca-Bentonit

alam memiliki pH yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan

pH Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Tingginya pH Ca-

Bentonit alam disebabkan oleh belum adanya penambahan ion

H+ kedalam Ca-Bentonit tersebut. Kemudian rendahnya pH dari

Ca-Bentonit terakstivasi H2SO4 1 M disebabkan karena sudah

adanya penambahan situs aktif H+ dari H2SO4 1 M ke dalam Ca-

Bentonit alam.

Karakterisasi bulk density merupakan kepadatan solid

material yaitu perbandingan massa kering material terhadap

volumenya termasuk pori-pori yang terdapat didalamnya.

Semakin tinggi nilai bulk density maka semakin tinggi kepadatan

suatu material yang berarti semakin sulit untuk ditembus atau

dimasuki oleh suatu adsorbat. Berdasarkan Tabel 2 bahwa Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki massa jenis yang relatif

lebih kecil hal ini diakibatkan oleh proses aktivasi asam

menggunakan H2SO4 1 M yang menyebabkan proses dealuminasi

terjadi.

Karakterisasi %moisture menunjukkan bahwa semakin besar

nilai %moisture maka semakin besar pula jumlah molekul air yang

terkandung pada suatu material sehingga menurunkan luas

permukaan pori-pori material semakin kecil karena tertutupi oleh

adsorbat yaitu ion atau molekul H2O serta ion-ion lainnya

penyusun adsorbat tersebut. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan

bahwa Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki kadar air

yang lebih rendah dibandingkan Ca-Bentonit alam. Hal tersebut

disebabkan oleh kadar air dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1

M berkurang pada saat aktivasi yaitu pada saat proses

pengeringan dengan oven pada suhu 110oC sehingga pada suhu

tersebut air menguap sehingga kadar %moisture turun.

Karakterisasi swelling indeks bertujuan untuk mengetahui

tingkat perekahan dari struktur antar lapis Ca-Bentonit alam dan

Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Berdasarkan Tabel 2

menunjukkan bahwa nilai swelling indeks lebih tinggi ditunjukkan

oleh Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Dalam penelitian ini

swelling yang tinggi dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M

dibandingkan Ca-Bentonit alam disebabkan karena ada

penambahan larutan H2SO4 1 M, sehingga mampu

meningkatkan nilai basal spacing. Dengan kata lain ion H+ dari

H2SO4 1 M dan ion amonium dari urin sapi berhasil mengisi

struktur pori-pori pada lapisan interlayer atau ruang antarlapis

sehingga menyebabkan basal spacing meningkat.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Maksimum

Berdasarkan hasil analisis bahwa setelah dilakukan proses

adsorpsi selama 2 jam terhadap amonium urin sapi dengan Ca-

Bentonit alam yaitu sampel A kemudian Ca-Bentonit teraktivasi

H2SO4 1 M yaitu sampel B dalam berbagai variasi konsentrasi

urin (v/v)% sebesar 5, 10, 15, 20, dan 25% menunjukkan nilai

absorbansi menurun yaitu sebelum di adsorpsi dengan sesudah di

adsorpsi. Hal ini menunjukkan bahwa amonium berhasil

terperangkap dalam permukaan maupun struktur pori-pori

adsorben yaitu Ca-Bentonit alam maupun Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M.

Tabel 3. Data Kapasitas Adsorpsi Ca-Bentonit Alam dan Ca-Bentonit Teraktivasi H2SO4 1 M.

Sampel

Absorbansi Konsentrasi

Amonium teradsorpsi

(Xm/m) (mg/g) Sebelum Adsorpsi

(A0)

Sesudah Adsorpsi

(A1) A0-A1

Filtrat (Ce)

(mmol/L)

Adsorbat (Ca)

(mmol/L)

A1 (5%) 0,876 0,168 0,708 10,1818 42,9091 77,2325

A2 (10%) 0,909 0,174 0,735 10,5455 44,5455 80,1762

A3 (15%) 0,967 0,189 0,778 11,4545 47,1515 84,8685

A4 (20%) 0,991 0,199 0,792 12,0606 48,0000 86,3948

A5 (25%) 0,998 0,206 0,792 12,4848 48,0000 86,3948

B1 (5%) 0,888 0,162 0,726 9,8182 44,0000 79,1960

B2 (10%) 0,910 0,168 0,742 10,1818 44,9697 80,9414

B3 (15%) 0,968 0,181 0,787 10,9697 47,6970 85,8485

B4 (20%) 0,992 0,187 0,805 11,3333 48,7879 87,8129

B5 (25%) 0,997 0,193 0,804 11,6970 48,7273 87,7047

Menurut Ceyhan dan Baybas (1999) yaitu kapasitas adsorpsi

meningkat disebabkan karena adanya interaksi hidrofobik

diantara molekul yang diadsorpsi dengan ion-ion dari zat

pengaktivasi. Semakin banyak kation anorganik yang digantikan

oleh kation organik, permukaan semakin berubah dari hidrofilik

menjadi organofilik (hidrofobik), sehingga kemampuan adsorben

dalam mengadsorpsi zat organik atau anion semakin meningkat.

Selain itu dalam penelitian ini juga terjadi penurunan kapasitas

Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …

Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 33

adsorpsi. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi yang terjadi

antara adsorben dengan adsorbat mengalami entrapment

(fisisorpsi). Entrapment merupakan keadaan dimana adsorben

telah jenuh mengadsorpsi amonium dimana adsorbat yang sudah

terperangkap didalam adsorben memenuhi struktur permukaan

serta pori-pori adsorben. Akhirnya adsorbat yang tidak bisa

masuk kedalam pori-pori akan terlepas kembali, sehingga

kemampuan adsorpsi menurun.

Penentuan puncak adsorpsi maksimum Ca-Bentonit alam

digambarkan dengan grafik yang menghubungkan konsentrasi

urin (v/v)% dengan konsentrasi adsorbat (mmol/L) amonium

urin (Ca) sapi pada Gambar 3 dan grafik yang menghubungkan

antara konsentrasi urin (v/v)% dengan massa amonium

teradsorpsi per 1 gram adsorben Ca-Bentonit alam (Xm/m) pada

Gambar 4.

Gambar 3. Grafik Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

dengan Konsentrasi Adsorbat (mmol/L) oleh Ca-Bentonit Alam

(Ca).

Gambar 4. Grafik Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

dengan Massa Amonium Teradsorpsi per 1 gram Ca-Bentonit

alam (Xm/m).

Penentuan puncak adsorpsi maksimum Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M digambarkan dengan grafik yang

menghubungkan konsentrasi urin (v/v)% dengan konsentrasi

adsorbat (mmol/L) amonium urin sapi (Ca) pada Gambar 5 dan

grafik hubungan konsentrasi urin (v/v)% dengan massa

amonium teradsorpsi per 1 gram Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4

1 M (Xm/m) pada Gambar 6.

Gambar 5. Kurva Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

dengan Konsentrasi Adsorbat (mmol/L) oleh Ca-Bentonit

Teraktivasi H2SO4 1 M (Ca).

Gambar 6. Grafik Hubungan Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

dengan Massa Amonium Teradsorpsi per 1 gram Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M (Xm/m).

Konsentrasi adsorbat dan massa amonium yang teradsorpsi

per 1 gram adsorben antara Ca-Bentonit alam dengan Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M yaitu lebih besar dialami oleh Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan adsorpsi dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M

yaitu lebih baik dibandingkan dengan Ca-Bentonit alam dimana

kapasitas adsorpsi maksimum Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M

yaitu sebesar 48,7879 mmol/L atau 87,8129 mg/g. Kemampuan

adsorpsi dari adsorben ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia

dari adsorben (luas permukaan, ukuran pori, dan komposisi

kimia), sifat fisik dan kimia adsorbat (ukuran, kepolaran, dan

komposisi kimia molekul), konsentrasi adsorbat dalam fase cair,

serta karakteristik fase cair (pH dan suhu).

Uji Isoterm Adsorpsi

Penentuan isoterm adosrpsi dilakukan untuk mengetahui

pengaruh konsentrasi setimbang amonium yang direaksikan

terhadap jumlah amonium yang diadsorpsi oleh adsorben pada

suhu kamar dimana dengan bertambahnya konsentrasi adsorbat

yang diinteraksikan, maka jumlah amonium yang teradsorpsi

pada adsorben semakin bertambah. Pola isoterm ini

memperlihatkan afinitas yang relatif tinggi antara adsorbat

dengan adsorben pada tahap awal dan selanjutnya konstan.

42

43

44

45

46

47

48

49

5% 10% 15% 20% 25%

Ko

nse

ntr

asi

Ad

sorb

at

(mm

ol/

L)

Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

5% 10% 15% 20% 25%

Xm

/m

Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

44

45

46

47

48

49

5% 10% 15% 20% 25%

Ko

nse

ntr

asi

Ad

sorb

at

(mm

ol/

L)

Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

5% 10% 15% 20% 25%

Xm

/m

Konsentrasi Urin Sapi (v/v)%

Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha

34 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry

Tabel 4. Data Perhitungan Isoterm Adsorpsi.

Sampel Xm/m Konsentrasi setimbang (Ce) (mmol/L) Ce/(Xm/m) log (Ce) log (Xm/m)

A1 (5%) 77,2325 10,1818 0,1318 1,0078 1,8878

A2 (10%) 80,1762 10,5455 0,1315 1,0231 1,9040

A3 (15%) 84,8685 11,4545 0,1350 1,0590 1,9287

A4 (20%) 86,3948 12,0606 0,1396 1,0814 1,9365

A5 (25%) 86,3948 12,4848 0,1445 1,0964 1,9365

B1 (5%) 79,1960 9,8182 0,1240 0,9920 1,8987

B2 (10%) 80,9414 10,1818 0,1258 1,0078 1,9082

B3 (15%) 85,8485 10,9697 0,1278 1,0402 1,9337

B4 (20%) 87,8129 11,3333 0,1291 1,0544 1,9436

B5 (25%) 87,7047 11,6970 0,1334 1,0681 1,9430

Proses adsorpsi amonium urin sapi oleh Ca-Bentonit

merupakan hasil dari mekanisme entrapment yang menunjukkan

interaksi antara adsorben dan adsorbat adalah secara fisisorpsi.

Berdasarkan pada jenis gaya tariknya, adsorpsi fisisorpsi

merupakan adsorpsi fisik yang melibatkan gaya van der Waals

(Alberty dan Silbey, 1992). Hal tersebut dibuktikan dengan

menggunakan pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir dan

Freundlich untuk mengetahui jenis ikatan yang terjadi antara

adsorben yaitu Ca-Bentonit alam dan Ca-Bentonit teraktivasi

H2SO4 1 M dengan adsorbat yaitu urin sapi.

Gambar 7. Grafik Persamaan Freundlich Ca-Bentonit Alam.

Gambar 8. Grafik Persamaan Langmuir Ca-Bentonit Alam.

Gambar 9. Grafik Persamaan Freundlich Ca-Bentonit

Teraktivasi H2SO4 1 M.

y = 0,5604x + 1,3283

R² = 0,9337

1,887

1,897

1,907

1,917

1,927

1,937

1,007 1,022 1,037 1,052 1,067 1,082 1,097

log

(X

m/m

)

log (Ce)

y = 0,0054x + 0,0753

R² = 0,9057

0,130

0,133

0,135

0,138

0,140

0,143

0,145

10,170 10,670 11,170 11,670 12,170

Ce/

(Xm

/m)

Ce

y = 0,6405x + 1,2641

R² = 0,9662

1,898

1,908

1,918

1,928

1,938

1,948

0,990 1,005 1,020 1,035 1,050 1,065

log

(X

m/m

)

log (Ce)

Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …

Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 35

Gambar 10. Grafik Persamaan Langmuir Ca-Bentonit

Teraktivasi H2SO4 1 M.

Pengujian persamaan adsorpsi Freundlich dan Langmuir

dibuktikan dengan persamaan regresi linear yang baik dan

mempunyai harga koefisien determinasi R2 yaitu ≥ 0,9

(mendekati angka 1). Apabila linearitas isoterm Langmuir lebih

besar dari Freundlich, maka adsorpsi amonium urin sapi

mengikuti tipe Langmuir. Sebaliknya jika isoterm Freundlich

lebih besar dari Langmuir, maka adsorpsi amonium urin sapi

oleh Ca-Bentonit mengikuti tipe isoterm Freundlich.

Persamaan adsorpsi isoterm yang dihasilkan terlihat bahwa

persamaan adsorpsi isoterm Ca-Bentonit alam maupun Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M menunjukan linearitas yang baik

dimana nilai R2 mendekati 1 yaitu Gambar 7 R2=0,933, Gambar

8 R2= 0,905, Gambar 9 R2=0,966, dan Gambar 10 R2=0,903. Hal

ini menunjukkan bahwa persamaan Freundlich dan Langmuir

dapat diterapkan pada proses adsorpsi amonium urin sapi oleh

Ca-Bentonit. Berdasarkan nilai R2 tersebut, linearitas isoterm

Freundlich Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki nilai

paling besar artinya adsorpsi urin sapi oleh adsorben Ca-Bentonit

mengikuti pola persamaan isoterm Freundlich.

Freundlich disebut juga adsorpsi fisika yang terjadi bila gaya

intramolekul lebih besar dari gaya tarik antarmolekul. Isoterm

Freundlich menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi antara Ca-

Bentonit dan urin sapi adalah ikatan van der Waals. Ikatan van der

Waals terjadi antara adsorbat yaitu amonium urin sapi yang

terperangkap ke dalam rongga atau pori-pori dari adsorben yaitu

Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Ikatan van der Waals terjadi

karena perbedaan energi atau gaya tarik-menarik elektrik (gaya

van der Walls) sehingga molekul-molekul adsorbat secara fisik

terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini umumnya

adalah lapis ganda (multilayer) dalam hal ini molekul terbentuk

diatas lapisan-lapisan yang proporsional dengan konsentrasi

kontaminan. Adsorpsi secara fisik ini bersifat dapat balik

(reversibel) yang artinya atom-atom atau ion-ion yang terikat

dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang

sesuai dengan sifat ion yang diikat. Atau dengan kata lain

adsorbat terikat secara lemah pada permukaan adsorben

sehingga mampu bergerak atau berpindah dari suatu bagian

permukaan ke bagian permukaan lain (Giequel dan Laplanche,

1997).

Kemudian efisiensi adsorpsi amonium urin sapi pada Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M ditunjukkan dengan semakin

meningkatnya konsentrasi amonium yang teradsorpsi sampai

pada konsentrasi optimum, sampai pada akhirnya amonium urin

sapi yang teradsorpsi cenderung tidak bertambah atau bahkan

berkurang dengan meningkatnya konsentrasi sampel. Hal ini

terjadi karena permukaan adsorben sudah dalam keadaan jenuh

dengan ion-ion amonium urin sapi, dimana pusat aktif sudah

tidak mampu lagi menampung ion amonium urin sapi karena

rongga atau pori-pori sudah tertutup. Sehingga peningkatan dosis

adsorbat relatif tidak akan meningkatkan penyerapan ion

amonium urin sapi oleh adsorben (Atkins, 1999).

Kemudian persamaan garis linier dari persamaan adsorpsi

isoterm Ca-Bentonit alam maupun Ca-Bentonit teraktivasi

H2SO4 1 M yang sudah diperoleh, dapat ditentukan harga

konstanta Langmuir dan Freundlich seperti yang terlihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Harga Konstanta Freundlich dan Langmuir.

Sampel

Harga Konstanta

Langmuir Freundlich

a b n k

Ca-Bentonit Alam 200,00000 0,06667 1,78571 21,28139

Ca-Bentonit

Aktivasi

250,00000 0,04938 1,56250 18,36538

Penentuan daya adsorpsi maksimum Ca-Bentonit pada

proses adsorpsi amonium urin sapi dihitung dengan

menggunakan persamaan adsorpsi Freundlich karena dilakukan

terhadap struktur lapisan tunggal zat yang teradsorpsi dari

amonium pada setiap permukaan Ca-Bentonit dalam satuan

mgram amonium teradsorpsi per 1 gram adsorben Ca-Bentonit.

Menurut Handayani dan Sulistiyono (2009) model persamaan

Freundlich mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu

lapisan permukaan (multilayer) dan sisi bersifat heterogen, yaitu

adanya perbedaan energi pengikat pada tiap-tiap sisi dimana

proses adsorpsi di tiap-tiap sisi adsorpsi mengikuti isoterm

Langmuir. Sehingga berdasarkan pernyataan tersebut maka

penentuan daya adsorpsi maksimum Ca-Bentonit pada proses

penyerapan amonium urin sapi dihitung menggunakan

persamaan adsorpsi Langmuir karena dilakukan terhadap lapisan

zat tunggal yang teradsorpsi dari ion amonium pada setiap

permukaan Ca-Bentonit dalam satuan mg ion amonium yang

teradsorpsi per gram adsorben Ca-Bentonit. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa daya adsorpsi maksimum adalah 250

mg/g.

Uji Slow Release Material

Uji kinerja Ca-Bentonit sebagai material lepas lambat (slow

release material) pupuk organik urin sapi dilakukan dengan

metode desorpsi dan digunakan spektrometer UV/Vis untuk

menentukan absorbansi filtrat. Absorbansi filtrat ditentukan

menggunakan panjang gelombang 600-650 nm dengan interval 2

nm. Sampel desorpsi adalah Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M

y = 0,0043x + 0,0813

R² = 0,9033

0,124

0,126

0,129

0,131

0,134

9,800 10,250 10,700 11,150 11,600

Ce/

(Xm

/m)

Ce

Muhammad Taufiq Hidayat, Irwan Nugraha

36 | IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 Indonesian Journal of Materials Chemistry

pada adsorpsi maksimum konsentrasi (v/v)% larutan urin sapi

20%. Dalam proses desorpsi ini digunakan akuades sebagai

pelarutnya dengan variasi waktu desorpsi 5, 10, 30, 60, 90, 120,

150, 180, dan 210 menit. Setelah dilakukan desorpsi, dihasilkan

absorbansi filtrat sehingga dapat ditentukan konsentrasi filtrat

dengan memplotkan absorbansi yang diperoleh pada persamaan

kurva standar.

Gambar 11. Grafik Hubungan Waktu Desorpsi dengan

Konsentrasi Filtrat Desorpsi pada Panjang Gelombang

Maksimum 636 nm.

Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa pada saat dilakukan

desorpsi selama 5 menit, amonium yang keluar dari Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M sebesar 10,1818 mmol/L. Kemudian pada

saat waktu desorpsi ditingkatkan menjadi 10 menit maka

amonium yang keluar juga meningkat sebesar 17,4545 mmol/L.

Pada saat waktu desorpsi selama 30 menit amonium yang keluar

sebesar 35,6970 mmol/L. Dan pada waktu desorpsi 60 menit

sampai 210 menit, amonium yang keluar sebesar 48,6667

mmol/L. Sehingga pada waktu 60 menit sampai 210 menit,

amonium yang keluar dari Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M

mengalami titik jenuh atau kesetimbangan. Dengan kata lain,

konsentrasi amonium yang keluar dari adsorben Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M pada proses desorpsi sebesar 48,6667

mmol/L merupakan puncak desorpsi yang terjadi pada waktu

desorpsi 60 menit.

Dilihat dari pola yang terbentuk pada Gambar 11 grafik

hubungan antara waktu desorpsi dengan konsentrasi filtrat dari

proses desorpsi, maka jelas bahwa mulai dari waktu terendah

yaitu 5 menit sampai waktu tertinggi yaitu 210 menit, amonium

yang keluar dari adsorben yaitu secara bertahap. Sehingga

meskipun intensitas amonium yang keluar dari adsorben relatif

begitu cepat, namun bisa dikatakan bahwa Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M yaitu sebagai pengemban pupuk organik

urin sapi serta memiliki potensi sebagai material lepas lambat

(slow release material).

Intensitas amonium urin sapi yang keluar dari adsorben yaitu

secara bertahap dan relatif cepat, hal ini menandakan bahwa

material adsorben yang digunakan memiliki pori-pori dalam dan

pori-pori luar. Kemudian perlakuan terhadap proses desorpsi

yang digunakan mempengaruhi waktu keluarnya adsorbat dari

dalam pori-pori adsorben. Dalam penelitian ini proses pelepasan

adsorbat dilakukan dengan proses pengadukan menggunakan

magnetic stirrer tanpa berhenti sampai batas waktu yang

ditentukan, sehingga hal inilah yang menyebabkan adsorbat

mudah sekali terlepas dari adsorben. Selain itu ikatan yang terjadi

antara adsorbat dan adsorben yaitu terjadi yaitu ikatan fisik

(fisiosorpsi) sehingga bersifat dapat balik (reversibel).

Selanjutnya apabila diperhatikan, puncak desorpsi pada

waktu 60 menit yaitu konsentrasi amonium urin yang keluar dari

Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M sebesar 48,6667 mmol/L

yaitu lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi optimum pada

proses adsorpsi amonium urin sapi sampel B4 dengan konsentrasi

(v/v)% sampel urin sebesar 20% menghasilkan konsentrasi

adsorbat sebesar 48,7879 mmol/L. Hal tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu antara lain variasi waktu desorpsi yang

digunakan serta keadaan bentuk struktur pori-pori Ca-Bentonit

teraktivasi H2SO4 1 M.

Waktu desorpsi mempengaruhi jumlah konsentrasi adsorbat

(amonium urin sapi) yang keluar dari struktur pori-pori Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M. Semkain besar atau lama waktu

desorpsi maka akan memperbesar interaksi yang terjadi antara

adsorbat didalam pori-pori adsorben dengan pelarut yang

digunakan (Alberty dan Silbey, 1992).

Ca-Bentonit alam merupakan material berpori (porous

material) dimana pori-pori yang dimilki oleh Ca-Bentonit alam

sebagian besar tersusun atas pori-pori terbuka (open porous) dan

sebagian kecil pori-pori tertutup (closed porous) sedingga bentonit

merupakan mineral alam yang dapat dimanfaatkansebagai

adsorben. Struktur pori-pori material berlapis terdiri dari

beberapa bentuk yaitu bentuk silindris terbuka (open-ended

cylindris), celah antara dua bidang paralel (slit-shape), dan botol

tinta (ink-bottle). Penentuan bentuk pori-pori dipengaruhi oleh

struktur geometri dari suatu material berpori dalam hal ini Ca-

Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M dimana Ca-Bentonit alam sendiri

memiliki bentuk pori yaitu celah antara dua bidang paralel (slit-

shape). Struktur pori tersebut akan berubah bentuk menjadi lebih

rumit dan bercabang-cabang setelah dilakukan aktivasi yang

menyebabkan kotoran yang menutupi pori-pori akan terbuka dan

mampu membuat pori-pori baru (Grim, 1968).

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa Ca-Bentonit teraktivasi H2SO4 1 M memiliki

kemampuan adsorpsi lebih baik terhadap urin sapi dengan

konsentrasi adsorbat sebesar 48,7879 mmol/L pada konsentrasi

urin 20% (v/v)% dibandingkan dengan Ca-Bentoonit alam

dengan konsentrasi adsorbat 48,0000 mmol/L pada konsentrasi

urin 20% (v/v)%.

Daftar Pustaka

Alberty RA, Silbey RJ. 1992. Physical Chemistry. Ed ke-1. New

York: J Wiley

Alemdaroglu T, Akkus G, Onal M, Sarikaya Y. 2003.

Investigation of the Surface Acidity of A Bentonite Modified

10

15

20

25

30

35

40

45

50

5 30 55 80 105 130 155 180 205

Ko

nse

ntr

asi

Fil

trat

(mm

ol/

L)

Waktu Desorpsi (menit)

Kajian Kinerja Ca-Bentonit Kabupaten Pacitan-Jawa Timur Teraktivasi …

Indonesian Journal of Materials Chemistry IJMC Vol 1. No.1, 2018, 27-37 | 37

By Acid Activation and Thermal Treatment. Turkey Journal

of Chemistry 27:675-681

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid II. Kartohadiprodjo,

penerjemah; Rohhadyan Utama T, editor. Oxford University Press. Terjemahan dari: Physical Chemistry

Ceyhan O, Baybas D.1999. Adsorption of Some Textile Dyes by Hexadecytrimethyl Ammonium Bentonite. Turkey Journal of

Chemistry 25: 193-200

Chen, Liang. 2016. Environtmental-friendly Montmorillonite-

Biochar Composites: Facile Production and Tunable Adsorpstion-Release of Ammonium and Phosphate. State

Key Laboratory of Chemical Resource Engineering, Beijing

University of Chemical Technology.

Duka, S. and Cullaj, A., 2010. An optimal procedure for

ammonia nitrogen analysis in natural water using indophenol blue method, Nature Montenegrina, 9(3):743-751

Giequel, L., Wolbert, D., & Laplanche, A. 1997. Adsorpstion of

antrazine by powdered activated carbon; Influence of

dissolved organic and mineral matter of natural water.

Environmental Science and Technology, 18. 467-478

Komadel, A. 2003. Chemically Modified Smectites, Slovac

academy of Sciences, Slovakia. Rev.3, 121-122

Mahmudha, Siti., Nugraha, Irwan. 2016. Pengaruh Penggunaan

Bentonit Teraktivasi Asam Sebagai Katalis Terhadap

Peningkatan Kandungan Senyawa Isopulegol Pada Minyak

Sereh Wangi Kabupaten Gayo Lues-Aceh. Program Studi

Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Yogyakarta

Priambodo, Norra Gus. 2014. Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Bentonit Teraktivasi Asam Klorida. Skripsi.

Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta

R.E., Grim. 1968. Clay Mineralogy. McGraw-Hill Book Co. Inc.,

New York

R.E., Grim. 1978. Bentonites: Geology, Mineralogy, Properties and

Uses. Elsevier Scientific Publishing Co., Amsterdam

Scoonheydt, R.A dan Johnston, C.T. dalam Bergaya. F. Theng, B.K.G dan Lagaly, G. 2006. Handbook of Clay Science

Development in Clay Science. Elsevier. Ltd. 87-113

Sukandarrumidi. 1999. Bahan Galian Industri. Gajah Mada

University Press, Yogyakarta

Syuhada, Rahmat W, Jayatin, Saeful R. 2009. Modifikasi

Bentonite (Clay) Menjadi Organoclay dengan Penambahan

Surfaktan. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi 2:1

Widihati, I.A. Gede. 2008. Adsorpsi Anion Cr(VI) oleh Batu

Pasir Teraktivasi Asam dan Tersalut Fe2O3. Jurnal Kimia 2

(1), Januari 2008: 25-30

Widyaningsih, Janti. 2009. Adsorpsi dan Desorpsi Ion Kromium

(VI) pada Bentonit yang Dimodifikasi Heksadesil

Trimetilamonium Bromida.Bogor: IPB Press

THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK