hukum keuangan negara sebagai produk politik

43
Hukum Keuangan Negara Sebagai Produk Politik a. Hukum pada awalnya dipahami identik dengan Peraturan Perundang-undangan persepsi itu keliru. Peraturan Perundang-undangan lebih luas dari undang-undang, UU hanya Produk DPR (legislatif bersama Presiden) sementara Peraturan Perundang- undangan adalah semua produk Badan pembuat UU dan produk badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengikat dan berlaku umum. Peraturan Perundang-undangan tersusun secara bertingkat/berjenjang, tidak boleh dibalik urutannya sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Peraturan Perundang-undangan, yaitu: 1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 2. Undang-undang /Peraturan Pemerintah Pengganti UU. 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden

Upload: independent

Post on 23-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hukum Keuangan Negara Sebagai Produk Politik

a. Hukum pada awalnya dipahami identik dengan

Peraturan Perundang-undangan persepsi itu keliru.

Peraturan Perundang-undangan lebih luas dari

undang-undang, UU hanya Produk DPR (legislatif

bersama Presiden) sementara Peraturan Perundang-

undangan adalah semua produk Badan pembuat UU dan

produk badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang

mengikat dan berlaku umum.

Peraturan Perundang-undangan tersusun secara

bertingkat/berjenjang, tidak boleh dibalik

urutannya sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun

2004 tentang Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945

2. Undang-undang /Peraturan Pemerintah Pengganti

UU.

3. Peraturan Pemerintah

4. Peraturan Presiden

5. Peraturan Daerah, terdiri dari :

• Perda Propinsi

• Perda Kabupaten/ Kota

• Peraturan Desa/Nagari

Sebelumnya Urutan Peraturan Perundang-undangan

diatur Dalam Ketetapan MRPS No. XX/MPRS/1966 dan

kemudian Diganti dengan Ketetapan MPR

No.III/MPR/2000. Urutannya sebagai berikut:

1. UUD 1945

2. Ketetapan MPR

3. UU

4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)

5. Peraturan Pemerintah

6. Keputusan Presiden

7. Peraturan Daerah

Terdapat perbedaan, antara ketetapan MPR No.

III/MPR/2000 dengan UU No. 10 tahun 2004. UU No.

10 tidak mengenal lagi ketetapan MPR karena MPR

setelah amandemen UUD tidak berwenang lagi

mengeluarkan Ketetapan MPR, kewenangan MPR hanya

(1) Mengubah dan menetapakan UUD dan (2) Melantik

Presiden dan wakil Presiden. UU dan Perpu

dibedakan tingkatannya, istilah Keputusan Presiden

diganti dengan Peraturan Presiden.

(Peraturan Menteri, badan negara lain sekalipun

tidak masuk kedalam hierarkhi Peraturan Perundang-

undangan, menurut UU No. 10 tahun 2004 ia tetap

merupakan peraturan perundang-undangan).

b. Peristilahan Politik Hukum.

Istilah Politik hukum tediri dari 2 kata yaitu “

Politik” dan “Hukum”. Antara kata politik dan

hukum oleh kebanyakan ahli hukum memandangnya

sebagai dua kata yang paradok. Hukum adalah suatu

hal yang sudah pasti dan jelas, sementara politik

suatu hal yang selalu mengandung ketidak pastian

selalu berubah-ubah menurut pelaku politik.

Istilah politik hukum terjemahan dari bahasa

Belanda yaitu rechtspolitiek, terbentuk dari dua

kata yaitu rechts dan politiek. Istilah itu pernah

digunakan oleh Bellefroid “

”Politiek” dalam bahasa Belanda mengandung arti

beleid dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan

”kebijakan”. Kebijakan berarti adalah rangkaian

konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan ,

kepemimpinan dan cara bertindak. Misalnya

kebijakan penanganan korupsi, kebijakan peradilan

satu atap, kebijakan perekonomian Kabinet

Indonesia Bersatu dan lain-lain.

Politik Hukum dalam bahasa Inggris disebut Legal

Policy, istilah yang terdiri dari dua variable

“Politik” dan “Hukum”. Dalam konteks ini Politik

Hukum dipahami sebagai bagaimana politik

mempengaruhi hukum atau sebaliknya hukum

mempengaruhi politik yang kemudian mengkristal di

dalam politik hukum yang digariskan oleh suatu

negara.

Dalam hubungan konsep keilmuan ketika mempelajari

Ilmu Negara, hukum diibaratkan rangka dalam tubuh

manusia, sedangkan politik diibaratkan daging atau

istilah yang digunakan Muchtar Koesoemaatmadja

maupun Sri Soemantri hukum ibarat Rel, sementara

politik merupakan lokomotifnya. Pertanyaan apakah

rangka yang mengikuti daging atau daging yang

mengikuti rangka, ataukah lokomotif yang mengikuti

rel atau rel yang mengikuti lokomotif. Mana yang

aman dari pertanyaan di atas.

c. Pengertian/Definisi Politik Hukum

Ketika kita berbicara pengertian/definisi kita

ingat ungkapan Immanuel Kant, sulit mendapatkan

satu kesatuan pengertian/definisi tentang hukum.

Hal yang sama juga untuk mendapatkan pengertian

Politik Hukum. Para ahli mengemukakan definisi

menurut latar belakang, cara pandang masing-masing

tentang Politik Hukum. Terdapat perbedaan, namun

ada persamaan. Selain itu pengertian politik hukum

dapat dilihat dari segi tata bahasa.

i. Dari segi Tata Bahasa (asal usul kata)

Dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis Van der

Tas, kata politiek mengandung arti beleid. Kata

beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti

kebijakan (policy). Dari penjelasan itu dapat

diartikan politik hukum secara singkat berarti

kebijakan hukum. Kebijakan sendiri dalam kamus

besar bahasa Indonesia berarti serangkaian konsep

dan asas yang menjadi garis besar dan dasar

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,

kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan kata lain

Politik Hukum adalah Rangkaian konsep dan asas

yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan

cara bertindak dalam bidang Hukum.

Kata kebijakan (wisdom, wijsheid) dan

kebijaksanaan ( policy, beleid) menurut Girindro

Pringgodigdo dua hal yang berbeda. Kebijaksanaan

adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang

direncanakan dibidang hukum untuk mencapai tujuan

atau sasaran yang dikehendaki. Orientasinya pada

pembentukan dan penegakan hukum masa kini, masa

depan. Adapun kebijakan adalah tindakan atau

kegiatan seketika (instand desicion) melihat

urgensi/situasi yang dihadapi berupa pengambilan

keputusan di bidang hukum yang bersifat pengaturan

dan keputusan tertulis/lisan yang berdasarkan

kewenangan diskresi (kewenangan bebas bertindak

jika hukumnya tidak jelas/belum ada).

Sekalipun kedua istilah itu secara konseptual

berbeda, namun dalam praktek sehari-hari sering

penggunaanya dalam pengertian yang sama yakni

rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar

dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu

pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.

ii. Menurut Para ahli, diantara pandangannya

adalah:

• Padmo Wahyono dalam tulisannya “Menyelisik

proses terbentuknya Perundang-undangan, Forum

Keadilan mengatakan Politik Hukum adalah Kebijakan

penyelenggaraan negara, tentang apa yang dijadikan

kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Kebijakan itu

dapat berkaitan dengan membentuk hukum, penerapan

hukum dan penegakkan hukum

• Teuku M Radhie, “Pembaharuan dan Politik Hukum

dalam Rangka Pembangunan Hukum”. Politik hukum

sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara

mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya, dan

mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.

• Sodarto, Politik Hukum adalah kebijakan dari

negara melalui badan-badan negara yang berwenang

untuk menetapkan peraturan-peraturan yang

dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan

untuk mengekpresikan yang terkandung dalam

masyarakat dan dalam mencapai apa yang dicita-

citakan. (hukum dan Hukum Pidana).

• Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Politik hukum

sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak

dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan

hukum tertentu dalam masyarakat.

• Abdul Hakin G Nusantara “Politik Hukum

Nasional”. Politik hukum adalah kebijakan hukum

( legal policy) yang hendak diterapkan atau

dilaksanakan secara nasional oleh suatu

pemerintahan negara tertentu.

Dari definisi yang dikemukakan di atas, sebetulnya

dapat ditarik unsur-unsur dari Politik Hukum

yakni:

a. Kehendak penguasa negara mengenai hukum

b. Kehendak tersebut telah dituangkan/digariskan

dalam dokumen kenegaraan

c. Hal itu dijadikan pedoman/arah untuk dijalankan

secara nasional

d. Ini menyangkut pembentukan dan penegakan hukum.

Kesimpulan, Politik Hukum adalah kebijakan dasar

penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang

akan, sedang dan telah berlaku, bersumber dari

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk

mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

d. Pengertian Hukum Keuangan

Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah yang dimaksud dengan

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian

keuangan yang adil, proporsional, demokratis,

transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan desentralisasi, dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan

daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan

dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Pada dasarnya pelaksanaan perimbangan keuangan

pusat dan daerah merupakan amanat UUD 1945 yaitu

diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian secara ekspisit tertuang dalam Pasal 18A

ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar

hubungan keuangan, pelayanan umum, serta

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya

lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan

selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan

demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis

dan landasan konstitusional pembentukan Undang-

Undang tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Lebih lanjut Pendanaan dalam perimbangan keuangan

pusat dan daerah tersebut menganut prinsip money

follows function, yang mengandung makna bahwa

pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang

menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing

tingkat pemerintahan.

Dalam UU No 33 tahun 2004 beberapa istilah yang

penting adalah

Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari

Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil

Pemerintah.

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah

kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain

dengan kewajiban melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang

menugaskan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan

yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan

Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah

untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka

pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah

berdasarkan angka persentase untuk mendanai

kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan

Desentralisasi.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber

dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah

untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka

pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan

kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan

urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas

nasional.

Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari

APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil

Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan

pengeluaran dalam rangka pelaksanaan

Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang

dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di

daerah.

• Hukum Keuangan Negara

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara

yang dapat dinilai dengan uang (baik uang maupun

barang) yang dapat menjadi kekayaan negara berhubung

dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

• Menurut UU 17 Tahun 1965

• Seluruh kekayaan negara termasuk didalamnya segala

bagian – bagian harta milik kekayaan dan segala

hak serta kewajiban yang timbul karenanya, baik

kekayaan itu berada dalam penguasaan pejabat –

pejabat atau lembaga – lembaga yang termasuk

pemerintah maupun berada dalam penguasaan dan

pengurusan bank – bank pemerintah dengan status

hukum publik/perdata.

• Unsur Keuangan Negara

1. Hak – hak negara

2. Kewajiban – kewajiban negara

3. Ruang lingkup keuangan negara

4. Aspek sosial ekonomi dari keuangan negara

• Hak – hak Negara

• Hak negara dalam hal ini menyangkut masalah

keuangan negara dimana pemerintah untuk mengisi

kas negara dalam rangka membiayai kepentingan –

kepentingan aparatur negara (rutin) dan masyarakat

(pembangunan), negara diberi hak untuk :

1. Hak monopoli mencetak uang

2. Hak untuk memungut pajak, bea, cukai dan

retribusi

3. Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang

sangat dibutuhkan oleh masyarakat

4. Hak untuk melakukan pinjaman baik dalam

maupun luar negeri

• Kewajiban – kewajiban Negara

• Timbulnya kewajiban negara merupakan konskwensi

timbal balik yang saling berkaitan erat yang tidak

dapat dipisahkan dari keduanya.

• Kewajiban tersebut merupakan realisasi dari tujuan

negara yang termaktub dalam aline ke-IV Pembukaan

UUD 1945.

• tujuan negara tersebut :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia

2. Memajukan kesejahteraan umum

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.

• Terdapat pula kewajiban untuk melakukan pembayaran

kepada pihak ketiga atas pelaksanaan sebagian

tugas dari negara atas persetujuan atau penunjukan

pemerintah.

• Ruang Lingkup Keuangan Negara

• Keuangan negara yang langsung diurus Pemerintah

dapat berupa uang atau barang. Berupa uang

berwujud dalam APBN yang setiap tahun disusun dan

ditetapkan dengan UU dan secara teknis operasional

diatur dalam berbagai peraturan perundangan. Berupa

barang (milik negara) dapat berwujud benda

bergerak/tidak bergerak yang digunakan untuk menunjang

berjalannya tugas negara dan sebagai sumber penerimaan

negara pula.

• Keuangan negara yang dipisahkan pengurusannya

adalah kekayaan negara yang pengelolaannya

dipisahkan dari keuangan negara dan berbentuk usaha

negara seperti perusahaan umum negara.

• Aspek Sosial Ekonomi Negara

• Mencakup distribusi pendapatan, kekayaan dan

kestabilan kegiatan – kegiatan ekonomi.

• Landasan Hukum Keuangan Negara Pasal 23 UUD 1945

Harapan publik terhadap stabilitas politik nasional

agaknya amat dominan dalam menentukan keputusan-

keputusan ekonominya. Investasi yang rendah hingga saat

ini menunjukkan suatu ekspektasi yang masih lemah oleh

para pelaku ekonomi terhadap stabilitas politik dan

ekonomi dalam negeri untuk jangka panjang. Maka apapun

agendanya, upaya ke arah perbaikan sistem politik

hendaknya terus diarahkan pada pengembalian kepercayaan

publik atas kejelasan arah politik dalam negeri yang

kondusif dan berpihak bagi bekerjanya kembali berbagai

mekanisme perekonomian melalui aktivitas-aktivitas yang

produktif. Oleh karenanya situasi politik yang stabil

dan kondusif merupakan prasyarat utama dan tiket menuju

pemulihan ekonomi secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Untuk diwaspadai sekaligus diantisipasi dan terus

dikawal adalah seputar demokratisasi, fragmentasi

(polarisasi) politik serta desentralisasi kekuasaan

sebagai wujud dari semangat otonomisasi. Ketiga

persoalan domestik ini hadir sebagai sebuah konsekwensi

yang tak terpisahkan atas suatu kesepakatan kolektif

yang terbangun oleh arus reformasi total yang menuntut

perubahan menyeluruh terhadap sistem dan pranata

kehidupan berbangsa dan bernegara.

Euforia atas kebebasan berekspresi melalui baju

demokrasi yang berwujud dalam bentuk kekerasan, sadis

dan menyeramkan hingga sampai pada titik yang sulit

dikendalikan, jelas mereduksi berbagai upaya pemulihan

ekonomi. Bangunan perekonomian yang kuat tentu akan

sulit berdiri di atas situasi politik yang rawan tanpa

adanya kepastian hukum dan penegakkan stabilitas

keamanan. Kendati sebuah masa kritis telah mampu

dilalui seiring dengan suksesnya pemilu langsung 2004

namun meminjam istilah dalam sebuah permainan kuis,

kita baru sampai pada ”titik aman pertama”, tahap-

tahap selanjutnya akan semakin berat dengan konfigurasi

tantangan yang semakin kompleks, di mana ketika

prestasi ini tidak mampu dipertahankan maka bukan tidak

mungkin kita akan kembali lagi ke titik start, bahkan

lebih dari itu tanpa sebuah blue-print yang

jelas menyangkut agenda pembenahan terhadap arah dan

sistem politik ke depan kita akan terjebak pada suatu

titik krusial, dan sulit untuk kembali (point of no

return).

”Lompatan” dalam sistem politik yang dialami Indonesia

dari otokrasi ke demokrasi telah menciptakan Iklim

politik baru yang cukup riskan, yakni tumbuhnya beragam

kekuatan politik yang terpolarisasi berdasarkan

identitas etnik, agama, aliran politik maupun

kepentingan-kepentingan sesaat. Di satu sisi hal ini

sangat rentan bagi terpicunya konflik vertikal maupun

horizontal serta potensi disintegrasi yang semakin

melemahkan perekonomian. Konflik Ambon, Sampit, Poso

dan tempat- tempat lainnya menunjukkan mudahnya

kekerasan terjadi melalui polarisasi etnis, agama,

ataupun kelas. Pada saat yang bersamaan fragmentasi

politik juga dapat melemahkan konsentrasi dan

konsistensi pemerintah dalam melaksanakan agenda-agenda

perubahan.

Desentralisasi sebagai operasionalisasi dari konsep

otonomi daerah yang telah dimulai sejak awal tahun

2001, diharapkan mampu memberi angin baru bagi

bangkitnya perekonomian daerah menuju pertumbuhan

ekonomi nasional yang lebih kokoh. Secara ekonomi,

desentralisasi itu sendiri dapat mengalihkan fungsi

alokasi dan distribusi sumber-sumber ekonomi ke daerah

(kabupaten/kota). Hal ini penting karena masyarakat di

daerah lebih memahami kebutuhan mereka ketimbang

pemerintah di pusat sehingga mereka perlu diberi

wewenang yang luas untuk mengelola dan memanfaatkan

berbagai potensi dan sumberdaya ekonomi yang dimiliki

untuk kesejahteraannya. Konsekwensi yang di harapkan

adalah terciptanya persaingan di antara pemerintah-

pemerintah daerah untuk menyediakan prasarana dan

pelayanan umum yang terbaik guna menarik para pelaku

ekonomi (pemilik modal) ke daerahnya

Namun desentralisasi bisa menjadi ”bola panas” ketika

daerah belum benar-benar siap ditambah kerelaan

pemerintah pusat yang dalam banyak hal terkesan masih

setengah hati menyebabkan implementasi menjadi tidak

optimal, terjadinya segregasi dan kerawanan sosial,

berpindahnya kebobrokan sistem politik ekonomi dari

pusat ke daerah, dan pada akhirnya peningkatan kualitas

pelayanan publik menuju kesejahteraan ekonomi

masyarakat di daerah menjadi jauh dari harapan. Untuk

itu Pemerintah pusat harus mempunyai political will

yang kuat dalam menjalankan program desentralisasi ini

secara sungguh-sungguh disertai pola pembinaan yang

konstruktif. Upaya beberapa departemen dan instansi

terkait di pusat untuk tetap memegang kendali anggaran

sektor-sektor yang wewenangnya telah dialihkan ke

daerah, hendaknya ditinggalkan guna meminimalkan

praktik rente yang sering terjadi melalui kewenangan

mengendalikan anggaran.

Kemudian mengingat tidak semua daerah memiliki

sumberdaya dan potensi ekonomi yang sama, dimana ada

daerah yang kaya akan sumberdaya alam, sementara ada

juga daerah yang miskin, maka harus terdapat suatu

mekanisme yang menjamin transfer penghasilan dari

daerah kaya ke daerah yang ”kering” akan sumberdaya,

tentunya disertai upaya-upaya yang mendorong kemampuan

daerah miskin untuk bisa mandiri dalam jangka panjang,

dan di lain pihak tidak mematikan insentif bagi daerah

kaya untuk tetap memacu pertumbuhan ekonominya. Paling

tidak perumusan dalam menentukan pemberian dana alokasi

umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) perlu

disesuaikan agar benar-benar bisa berfungsi sebagai

penyeimbang dalam anggaran pemerintah daerah, terutama

bagi daerah-daerah yang termarginalkan oleh sistem bagi

hasil. Sehingga pada gilirannya dapat memperkecil

kesenjangan pembangunan antar daerah dan mejembatani

jurang ketimpangan.

Dalam konteks lain, desentralisasi politik yang

teraktualisasi melalui Pemilihan kepala daerah

(PILKADA) langsung hendaknya terus didampingi guna

meredam terjadinya polarisasi politik yang tidak sehat

pada tingkat daerah. Fenomena kontemporer

memperlihatkan efek buruk dari sebuah desentralisasi

politik yang belum matang. Pilkada yang yang sementara

masih berjalan, menyisakan kecemasan yang mendalam

terhadap suksesnya pesta politik rakyat tersebut.

Fenomena money politik, pembohongan publik, kecurangan-

kecurangan dalam proses pemilihan serta ketidak becusan

KPUD sebagai penyelenggara telah melahirkan aksi-aksi

kekerasan massa dan pengrusakan massal terhadap

fasilitas-fasilitas publik di beberapa daerah. Hal ini

mendorong para investor yang sebelumnya telah

merencanakan aktivitas penanaman modalnya di daerah

untuk sementara harus menahan dananya sambil wait and

see hingga ”badai” PILKADA benar-benar berlalu.

Selanjutnya, proses pemulihan ekonomi dapat berjalan

optimal melalui pengelolaan pemerintahan yang efektif,

jujur dan bertanggung jawab serta memiliki kompetensi

yang memadai untuk mengeluarkan bangsa ini dari jeratan

krisis. Tanpa adanya pembenahan internal dalam sistem

dan tata kelola pemerintahan yang dalam perkembangan

terkini dikenal dengan istilah-istilah good governance,

dan good corporate governance, maka bisa dipastikan

proses pemulihan ekonomi akan berjalan di tempat. Maka

langkah pemberantasannya pun mesti dilakukan secar

tuntas dan komprehensif, termasuk menyeret para

penguasa masa lalu yang kini cuci tangan serta para

konglomerat nakal perampok uang negara yang yang hingga

saat ini masih berkeliaran.

Di samping itu agenda good governance tentunya

berdimensi sangat luas, bukan hanya terbatas pada

pemberantasan korupsi, namun menyangkut keseluruhan

upaya pengembalian kepercayaan publik terhadap

kompetensi pemerintah dalam mengelola pemerintahan,

pencapaian stabilitas keamanan, penegakan supremasi

hukum, efisiensi birokrasi dan moral hazard, serta

pengelolaan sumber daya ekonomi secara efektif,

transparan dan akuntabel. Ketika pemerintah mampu

mengembalikan kredibilitasnya di mata masyarakat maupun

dunia internasional termasuk para pelaku ekonomi

diharapkan dapat berimbas pada terciptanya iklim yang

kondusif bagi investasi-investasi produktif dan

pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu Good governance bukanlah sesuatu yang

tiba-tiba ada, melainkan harus melalui upaya yang

berkesinambungan melalui penerapan sejumlah prinsip

secara frekuen, konsekuen dan terpadu. Prinsip-prinsip

itu antara lain : 1)Participation, yakni partisipasi

para pelaku pembangunan, sebagai subyek dan obyek

pembangunan yang mandiri, dalam proses pengambilan

keputusan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan

dan pemetikan hasil pembangunan; 2)Common Vision,

berupa visi bersama tentang posisi yang hendak dicapai

di masa depan, yang dibentuk dengan partisipasi seluas

mungkin para mitra pembangunan; 3)Rersponsiveness,

yakni tanggap terhadap kebutuhan nyata mitra

pembangunan; 4)Prdictability: dapat diprediksi karena

didasarkan pada aturan yang jelas dan adil, serta

kapasitas yang dimiliki; 5)Equity and Sustainability:

keadilan antar mitra pembangunan sekarang dan antara

generasi sekarang dengan generasi yang akan datang;

6)Transparency: keterbukaan dalam informasi, proses

pengambilan keputusan serta pelaksanaan pembangunan;

7)Rule of Law: supremasi hukum yang berlaku sama

untuk semua pihak; dan 8)Accountability, yakni

pertanggung-jawaban tentang efektivitas, efisiensi dan

keberlanjutan pembangunan, berdasarkan hukum yang

berlaku.

Dalam kehidupan masyarakat maka akan dapat terlihat

bahwa politik dan ekonomi saling berhubungan dan

bergantung, keduanya saling membutuhkan. Salah satu

diantara keduanya tidak bisa berjalan tampa iringan

satu sama lain. Bila di telaah satu per satu, ekonomi

berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan cara

mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam

bumi suatu negara dan juga bertujuan untuk mengentaskan

kemiskinan. Sedangkan politik berperan menciptakan

iklim yang mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat

banyak. Sehingga, apabila digabungkan, dapat kita lihat

bahwa sistem dan keadaan politik di suatu negara akan

mempengaruhi semua prosedur dan aspek-aspek ekonmi

karena bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh

keadaan dan kondisi masyarakatnya.

Ekonomi dan politik merupakan konsep yang tidak

terpisahkan. Sebaliknya merupakan kedua konsep

tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi.

Ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan

cara mengelola sumber daya alam yang terkandung di

dalam bumi juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan

dan kemakmuran. Politik berperan menciptakan iklim yang

mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat banyak.

Sistem dan keadaan politik di suatu negara selalu

mempengaruhi semua prosedur ekonomi karena bagaimanapun

keadaan ekonomi dipengaruhi oleh aspek-aspek

politiknya. Pada perkembangan selanjutnya ekonomi

menjadi salah satu faktor penentu posisi perpolitikan

negara secara struktural karena perekonomian menjadi

unsur yang tidak bisa lepas dari atribut power suatu

negara.

Dalam usaha untuk menyusun proyeksi masa depan sistem

politik Indonesia dengan pembangunan ekonominya maka

sangat penting untuk terlebih dahulu menganalisa

keunggulan yang potensial dan kendala kelemahan

Indonesia. Faktor-faktor riil pendukung

keunggulan tersebut dapat dirangkum dalam

berbagai sektor antara lain (1) sektor

perkembangan permodalan (kapital dan investasi) di

Indonesia yang tercermin dalam indeks bursa saham

gabungan Indonesia (IHSG); (2) sumber daya manusia

Indonesia sebagai faktor potensial pendukung

pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang; (3)

bentuk-bentuk dukungan politik terhadap kebijakan

pembangunan ekonomi Indonesia; (4) bentuk-bentuk

kebijakan publik yang mendukung pembangunan ekonomi

Indonesia di masa datang; (5) ideologi sistem politik

Indonesia yang mempengaruhi arah pembangunan ekonomi

secara keseluruhan.

Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik,

dengan memakai sistem demokrasi, di mana kedaulatan

berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat.

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di

mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara

sekaligus kepala pemerintahan. Sistem politik di

Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu

kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga

bernama Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) yang terdiri

dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya

terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang

anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di

Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang

dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-

masing. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah

lembaga tertinggi negara (Anonim, 2009).

Dalam UUD 1945 pada pasal 33 disebutkan bahwa

“pemerintah harus melakukan intervensi terhadap kondisi

perekonomian yang dijalankan melalui mekanisme pasar”.

Mengapa harus ada intervensi? Adanya Intervensi oleh

pemerintah dimaksudkan untuk mengupayakan peningkatan

kesejahteraan rakyat secara meluas dengan keberpihakan

terhadap masyarakat yang tertinggal namun tanpa

menghalangi langkah masyarakat yang sudah maju.

Berbagai program pro rakyat yang sudah dilakukan SBY

selama ini adalah seperti subsidi pupuk, Bantuan

Operasional Sekolah (BOS), pemberian bantuan langsung

tunai (BLT), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas)

dan beras untuk rakyat miskin merupakan bentuk

kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat (Anonim,

2010 dalam http://matanews.com/2009/07/13/baru-separo-

jalan-defisit-apbn-rp57-t/ ).

Selain itu pemerintah juga disibukan dengan kenaikan

harga bahan bahan kebutuhan pokok masyarakat. Parahnya

lagi, pemerintah disibukan juga dengan masalah politik

Bank Century yang tak kunjung selesai. Pemerintah

hanya disibukan dengan penyelesaian masalah masalah

rutin sehingga terkesan kurang memperdulikan

implementasi perencanaan ekonomi tahunan dan

pembangunan.

Untuk menyukseskan implementasi perencanaan ekonomi

seta pembangunan, diperlukan adanya dukungan politik

yang kuat dari DPR. Namun sayangnya, hal tersebut tidak

mudah untuk diwujudkan dalam masa demokrasi terbuka

ini. Membentuk koalisi juga tidaklah mudah. Kedudukan

politik di Indonesia sangat bersifat “melayani

kepentingan kelompok”. Adanya koalisi bersama yang

dipimipin oleh Abu Rizal Bakrie yang mana juga seorang

pengusaha pemimpin group Bakrie terbesar di Indonesia.

Bentuk adanya koalisi ini kemungkinan terjadi di masa

mendatang apabila terdapat ketidakpastian dalam jajaran

eksekutif pemerintah. Kesempatan mengembangkan

perekonomian menjadi sirna karena masing-masing

komponen bangsa lebih mementingkan perebutan kekuasaan

politik daripada menyelesaikan masalah ekonomi.

Bisa disimpulkan bahwa tren politik sekarang yang

mengedepankan koalisi akan berjalan untuk dua dekade ke

depan. Sayangnya koalisi yang terbentuk ini membawa

kepentingan korporat pengusaha Indonesia.

Dikhawatirkan pembangunan ekonomi secara menyeluruh

tidak mendapatkan perhatian pemerintah secara

bulat. Kemungkinan yang terjadi adalah

pembangunan ekonomi yang timpang di sektor-sektor

tertentu makin marak misalnya pergerakan ekonomi di

bidang jasa dan perbankan. Begitupula dengan orientasi

partai-partai di Indonesia bukan lagi menjadi

pengejawantahan suara rakyat melainkan perwakilan

sejumlah kepentigan korporat besar.

Analisis dampak kebijakan publik merupakan fokus

pembicaraan yang menarik untuk dicermati. Daya tarik

ini minimal didasarkan pada tiga hal penting. Pertama,

konteks desentralisasi pemerintahan yang mewarnai

wacana penyelenggaraan pemerintah di berbagai negara,

termasuk di Indonesia. Kedua, studi tentang dampak

kebijakan yang senantiasa dikritisi oleh berbagai pihak

(kalangan akademisi dan praktiksi). Ketiga, esensi dan

urgensi evaluasi kebijakan publik karena kemanfaatan

kebijakan yang dievaluasi terlihat melalui dampaknya

terhadap sasaran (target) yang dituju (Tarigan, 2010).

Kebijakan publik di Indonesia sangat bersifat otonomi

melalui penyerahan sebagian mandat pusat ke daerah

dalam bentuk desentralisasi dan dekonsentrasi.

Penyerahan otonomi (hak perlakuan khusus daerah)

ditujukan untuk pengembangan daerah secara lebih

efektif dan efisien. Meskipun lahir beberapa kritik

terhadap pelaksanaan otonomi daerah ini, tetapi

terdapat optimisme di tahun-tahun mendatang bahwa

pelaksanaan otonomi ini akan membaik dan akibatnya

mengundang investor untuk secara langsung bekerja sama

dengan pemerintah daerah tanpa kendala yang

memakan waktu lama. Kedatangan investor ini sangat

baik untuk menambah FDI.

Sayangnya permodalan di daerah ini akan semakin banyak

didominasi oleh investor asing daripada investor dalam

negeri sehingga ketergantungan kebijakan akan sangat

memihak pemilik modal tersebut daripada benar-

benar melayani publik masyarakat yang ada. Kehadiran

investor ini mayoritas adalah korporat multinasional

besar yang beroperasi transnasional. Tren politik yang

terjadi di daerah saat ini adalah semakin banyaknya

elite politik daerah yang tidak tahu menahu dampak

jangka panjang investasi ini pada keberlangsungan

pembangunan ekonomi daerah.

Ideologi adalah intisari pemikiran mendasar dari suatu

konsep (hidup) (Bacon, 2007). Secara garis besar dapat

disimpulkan bahwa ideologi adalah pemikiran yang

mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan

memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran

tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran

tersebut agar tidak menjadi absurd dari

pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk

menyebarkannya. Tujuan utama dari ideologi sendiri

adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses

pemikiran normatif.

Ditinjau dari aspek politik, ideologi politik adalah

sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan

bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan

tugas (order) kepada masyarakat tertentu. Ideologi

politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana ia

mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya

dilaksanakan. Terdapat beberapa ideologi politik yang

dianut oleh negara-negara di dunia, yaitu ideologi

anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme,

konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen,

fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme,

liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat

sosial. Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang

berbasis republik. Indonesia menganut sistem

pemerintahan presidensil, di mana presiden berkedudukan

sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Berbeda dengan ideologi politik, ideologi ekonomi

secara mendasar terdiri dari 3 macam yaitu:

1. Sistem ekonomi liberal (pasar), sistem ini memberi

kebebasan sepenuhnya kepada masyarakat yang punya modal

untuk menguasai perekonomian. biasanya negara-negara

yang menganut sistem ini adalah negara-negara yang

mempunyai banyak modal (negara maju) sehingga negara-

negara seperti ini sering disebut negara

kapitalis/penguasa modal. Sistem permodalan Indonesia

dijalankan menggunakan mekanisme liberalisasi ekonomi.

Nilai mata uang Rupiah Indonesia dibiarkan berfluktuasi

sedemikian rupa sesuai dengan permintaan dan penawaran

di pasar modal (Helleiner, 2002).

2. Sistem ekonomi terpusat (terpimpin), sistem ini

dalam kegiatan perekonomiannya semua sumber daya

dikuasai sepenuhnya oleh seorang pemimpin saja

(biasanya pemerintah) dan masyarakat hanya berperan

sebagai konsumen saja, sehingga dalam sistem

perekonomian seperti ini harga-harga barang lebih mudah

dikendalikan sehingga kemakmuran masyarakat lebih mudah

untuk diatur. biasanya negara yang menggunakan

sistem perekonomian seperti ini adalah negar-negara

komunis. Beberapa cabang penting penerimaan negara

seperti minyak dan pertambangan dikuasai oleh negara.

3. Sistem perekonomian campuran, sistem ini

merupakan perpaduan antara sistem ekonomi terpusat

dengan sistem perekonomian liberal, sehingga sumber

daya sebagian dikelola pemerintah dan sebagian dikelola

swasta/masyarakat yang punya modal. negara-negara yang

menganut sistem perekonomian seperti ini adalah negara

yang masih dalam taraf mensejahterakan masyarakatnya.

Sedangkan ideologi sistem ekonomi yang dianut oleh

Indonesia merupakan ideologi campuran, hal ini terbukti

melalui UUD 45 pasal 33 dimana sebagian sumber daya

dikuasai oleh negara (melalui BUMN) namun berjalannya

waktu dan tingkat inflasi, sekaran beberapa aset BUMN

dan sahamnya dijual kepada swasta sehingga sekrang

sumber daya Indonesia sebagian besar dikuasai oleh

swasta (kaum kapitalis/penguasa modal). Bisa

disimpulkan sistem perekonomian Indonesia adalah

campuran yang akan mengarah pada liberal.

Proyeksi ideologi sistem ekonomi Indonesia adalah

sebagai berikut: perekonomian Indonesia sering berada

di daerah abu-abu daripada benar-benar berada di daerah

hitam maupun putih. Tidak terdapat transparansi dimana

perekonomian Indonesia memerlukan kontrol

pemerintah agar pemanfaatan sumber daya alam akan

selalu berorientasi untuk mensejahterakan rakyat. Fakta

yang banyak terjadi adalah pemerintah Indonesia selalu

gagal mendapatkan porsi pengusahaan saham negara yang

mendatangkan keuntungan lebih besar. Indonesia selalu

kalah dengan pemain korporat multinasioal. Peristiwa

Blok Cepu, Freeport, dan Petrochina adalah salah satu

contohnya. Bagi hasil pengelolaan sumber daya alam

selalu memarginalkan Indonesia. Tren ini akan terus

menerus terjadi di masa mendatang seiring dengan

korporat multinasional itu akan semakin tumbuh menjadi

lebih besar.

Melihat pada ideologi politik yang dianut oleh

Indonesia yaitu ideologi demokrasi, masih memiliki

banyak kekurangan disana sini. Terutama pada kekuasaan

parlemennya. Kekuasaan parlemen dan eksekutif yang

sangat rawan mementingkan diri sendiri melalui tindak

korupsi di sana sini akan semakin memundurkan potensi

ekonomi Indonesia yang saat ini semestinya lebih

diberdayakan karena peluang itu akan terus menerus

mengalir.

Tuntutan kebutuhan akan kemakmuran dari pemerintah dan

masyarakat akan semakin meningkat dan intens.

Pemerintah lalu merespon dengan mengeluarkan kebijakan-

kebijakan politik. Kebijakan-kebijakan politik tersebut

akan berupa kebijkan publik yang menstimulus

perekonomian dan industri yang ditujukan untuk

menciptakan lingkungan kondusif bagi perekonomian

Indonesia secara keseluruhan. Demi mendukung

terciptanya kebijakan yang populis bagi para pengusaha,

maka investor diizinkan membanjiri Indonesia. Berbagai

insentif dikeluarkan oleh pemerintah seperti subsisdi,

perlindungan usaha yang lebih kompetitif, dan stimulus

ekonomi (kemudahan pengusaha mendapat pinjaman asing).

Usaha kecil-menengah mendaptkan berbagai kemudahan

permodalan dan pinjaman lebih luas dan terjamin. Dalam

rangka proses realisasi kebijakan tersebetu, pemerintah

membutuhkan sokongan dari pengusaha-pengusaha besar

baik lokal maupun internasional. Jalur dukungan

tersebut bisa diperoleh dari partisipasi politik

pengusaha-pengusaha besar. Muncul kecenderungan dari

kebijakan pemerintah untuk meloloskan permintaan

pengusaha dalam sektor perindustrian. Semakin lama,

partai dan masyarakat didominasi oleh kaum bisnis

sehingga permintaan masyarakat luas tidak lagi

esensial. Masyarakat akan merasa jenuh diabaikan

menyebabkan kekacauan sosio-politik dengan alasan-

alasan ekonomis. Kekacauan ini akan semakin banyak,

elite politik Indonesia lalu hadir dengan berbagai

janji dan jaminan kemakmuran pada masyarakat luas.

Ketika kemakmuran ini tercipta oleh keadaan ekonomi

yang lebih baik, maka masyarakat akan mulai terlena

dengan kapitalisme dan tidak lagi peduli akan sistem

perpolitikan di negaranya. Nasionalisme terhadap negara

akan mulai memudar. Nasionalisme terhadap negara lalu

hilang oleh tingginya efek globalisasi ekonomi yang

diciptakan oleh kebijakan pemerintah yang telah

didominasi oleh kaum pengusaha. Semakin besar

dampak globalisasi dan perdagangan bebas

menyebabkan peran negara tidak lagi penting karena

fungsi-fungsi negara akan digantikan oleh grup-grup

korporat besar. Lahir pemimpin Indonesia dari

golongan pengusaha sehingga tercipta stereotype

“Pengusaha adalah pemimpin Indonesia”. Ini

mengakibatkan entitas Negara Kesatuan Republik

Indonesia musnah digantikan oleh korporasi terbesar di

dunia yakni “Indonesia Coorporation”. Selama kebutuhan

pokok dan ekonomi rakyat terpenuhi, rakyat akan dengan

suka rela menyerahkan legitimasi kekuasaan dijalankan

oleh korporasi-korporasi besar.