hukum keuangan negara sebagai produk politik
TRANSCRIPT
Hukum Keuangan Negara Sebagai Produk Politik
a. Hukum pada awalnya dipahami identik dengan
Peraturan Perundang-undangan persepsi itu keliru.
Peraturan Perundang-undangan lebih luas dari
undang-undang, UU hanya Produk DPR (legislatif
bersama Presiden) sementara Peraturan Perundang-
undangan adalah semua produk Badan pembuat UU dan
produk badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang
mengikat dan berlaku umum.
Peraturan Perundang-undangan tersusun secara
bertingkat/berjenjang, tidak boleh dibalik
urutannya sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun
2004 tentang Peraturan Perundang-undangan, yaitu:
1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang-undang /Peraturan Pemerintah Pengganti
UU.
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah, terdiri dari :
• Perda Propinsi
• Perda Kabupaten/ Kota
• Peraturan Desa/Nagari
Sebelumnya Urutan Peraturan Perundang-undangan
diatur Dalam Ketetapan MRPS No. XX/MPRS/1966 dan
kemudian Diganti dengan Ketetapan MPR
No.III/MPR/2000. Urutannya sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Terdapat perbedaan, antara ketetapan MPR No.
III/MPR/2000 dengan UU No. 10 tahun 2004. UU No.
10 tidak mengenal lagi ketetapan MPR karena MPR
setelah amandemen UUD tidak berwenang lagi
mengeluarkan Ketetapan MPR, kewenangan MPR hanya
(1) Mengubah dan menetapakan UUD dan (2) Melantik
Presiden dan wakil Presiden. UU dan Perpu
dibedakan tingkatannya, istilah Keputusan Presiden
diganti dengan Peraturan Presiden.
(Peraturan Menteri, badan negara lain sekalipun
tidak masuk kedalam hierarkhi Peraturan Perundang-
undangan, menurut UU No. 10 tahun 2004 ia tetap
merupakan peraturan perundang-undangan).
b. Peristilahan Politik Hukum.
Istilah Politik hukum tediri dari 2 kata yaitu “
Politik” dan “Hukum”. Antara kata politik dan
hukum oleh kebanyakan ahli hukum memandangnya
sebagai dua kata yang paradok. Hukum adalah suatu
hal yang sudah pasti dan jelas, sementara politik
suatu hal yang selalu mengandung ketidak pastian
selalu berubah-ubah menurut pelaku politik.
Istilah politik hukum terjemahan dari bahasa
Belanda yaitu rechtspolitiek, terbentuk dari dua
kata yaitu rechts dan politiek. Istilah itu pernah
digunakan oleh Bellefroid “
”Politiek” dalam bahasa Belanda mengandung arti
beleid dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
”kebijakan”. Kebijakan berarti adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan ,
kepemimpinan dan cara bertindak. Misalnya
kebijakan penanganan korupsi, kebijakan peradilan
satu atap, kebijakan perekonomian Kabinet
Indonesia Bersatu dan lain-lain.
Politik Hukum dalam bahasa Inggris disebut Legal
Policy, istilah yang terdiri dari dua variable
“Politik” dan “Hukum”. Dalam konteks ini Politik
Hukum dipahami sebagai bagaimana politik
mempengaruhi hukum atau sebaliknya hukum
mempengaruhi politik yang kemudian mengkristal di
dalam politik hukum yang digariskan oleh suatu
negara.
Dalam hubungan konsep keilmuan ketika mempelajari
Ilmu Negara, hukum diibaratkan rangka dalam tubuh
manusia, sedangkan politik diibaratkan daging atau
istilah yang digunakan Muchtar Koesoemaatmadja
maupun Sri Soemantri hukum ibarat Rel, sementara
politik merupakan lokomotifnya. Pertanyaan apakah
rangka yang mengikuti daging atau daging yang
mengikuti rangka, ataukah lokomotif yang mengikuti
rel atau rel yang mengikuti lokomotif. Mana yang
aman dari pertanyaan di atas.
c. Pengertian/Definisi Politik Hukum
Ketika kita berbicara pengertian/definisi kita
ingat ungkapan Immanuel Kant, sulit mendapatkan
satu kesatuan pengertian/definisi tentang hukum.
Hal yang sama juga untuk mendapatkan pengertian
Politik Hukum. Para ahli mengemukakan definisi
menurut latar belakang, cara pandang masing-masing
tentang Politik Hukum. Terdapat perbedaan, namun
ada persamaan. Selain itu pengertian politik hukum
dapat dilihat dari segi tata bahasa.
i. Dari segi Tata Bahasa (asal usul kata)
Dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis Van der
Tas, kata politiek mengandung arti beleid. Kata
beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti
kebijakan (policy). Dari penjelasan itu dapat
diartikan politik hukum secara singkat berarti
kebijakan hukum. Kebijakan sendiri dalam kamus
besar bahasa Indonesia berarti serangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan kata lain
Politik Hukum adalah Rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak dalam bidang Hukum.
Kata kebijakan (wisdom, wijsheid) dan
kebijaksanaan ( policy, beleid) menurut Girindro
Pringgodigdo dua hal yang berbeda. Kebijaksanaan
adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang
direncanakan dibidang hukum untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang dikehendaki. Orientasinya pada
pembentukan dan penegakan hukum masa kini, masa
depan. Adapun kebijakan adalah tindakan atau
kegiatan seketika (instand desicion) melihat
urgensi/situasi yang dihadapi berupa pengambilan
keputusan di bidang hukum yang bersifat pengaturan
dan keputusan tertulis/lisan yang berdasarkan
kewenangan diskresi (kewenangan bebas bertindak
jika hukumnya tidak jelas/belum ada).
Sekalipun kedua istilah itu secara konseptual
berbeda, namun dalam praktek sehari-hari sering
penggunaanya dalam pengertian yang sama yakni
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.
ii. Menurut Para ahli, diantara pandangannya
adalah:
• Padmo Wahyono dalam tulisannya “Menyelisik
proses terbentuknya Perundang-undangan, Forum
Keadilan mengatakan Politik Hukum adalah Kebijakan
penyelenggaraan negara, tentang apa yang dijadikan
kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Kebijakan itu
dapat berkaitan dengan membentuk hukum, penerapan
hukum dan penegakkan hukum
• Teuku M Radhie, “Pembaharuan dan Politik Hukum
dalam Rangka Pembangunan Hukum”. Politik hukum
sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara
mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya, dan
mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.
• Sodarto, Politik Hukum adalah kebijakan dari
negara melalui badan-badan negara yang berwenang
untuk menetapkan peraturan-peraturan yang
dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan
untuk mengekpresikan yang terkandung dalam
masyarakat dan dalam mencapai apa yang dicita-
citakan. (hukum dan Hukum Pidana).
• Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Politik hukum
sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak
dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan
hukum tertentu dalam masyarakat.
• Abdul Hakin G Nusantara “Politik Hukum
Nasional”. Politik hukum adalah kebijakan hukum
( legal policy) yang hendak diterapkan atau
dilaksanakan secara nasional oleh suatu
pemerintahan negara tertentu.
Dari definisi yang dikemukakan di atas, sebetulnya
dapat ditarik unsur-unsur dari Politik Hukum
yakni:
a. Kehendak penguasa negara mengenai hukum
b. Kehendak tersebut telah dituangkan/digariskan
dalam dokumen kenegaraan
c. Hal itu dijadikan pedoman/arah untuk dijalankan
secara nasional
d. Ini menyangkut pembentukan dan penegakan hukum.
Kesimpulan, Politik Hukum adalah kebijakan dasar
penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang
akan, sedang dan telah berlaku, bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk
mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
d. Pengertian Hukum Keuangan
Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang dimaksud dengan
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian
keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Pada dasarnya pelaksanaan perimbangan keuangan
pusat dan daerah merupakan amanat UUD 1945 yaitu
diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian secara ekspisit tertuang dalam Pasal 18A
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar
hubungan keuangan, pelayanan umum, serta
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan
demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis
dan landasan konstitusional pembentukan Undang-
Undang tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Lebih lanjut Pendanaan dalam perimbangan keuangan
pusat dan daerah tersebut menganut prinsip money
follows function, yang mengandung makna bahwa
pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang
menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing
tingkat pemerintahan.
Dalam UU No 33 tahun 2004 beberapa istilah yang
penting adalah
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain
dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang
menugaskan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan
yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang
dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di
daerah.
• Hukum Keuangan Negara
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang (baik uang maupun
barang) yang dapat menjadi kekayaan negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
• Menurut UU 17 Tahun 1965
• Seluruh kekayaan negara termasuk didalamnya segala
bagian – bagian harta milik kekayaan dan segala
hak serta kewajiban yang timbul karenanya, baik
kekayaan itu berada dalam penguasaan pejabat –
pejabat atau lembaga – lembaga yang termasuk
pemerintah maupun berada dalam penguasaan dan
pengurusan bank – bank pemerintah dengan status
hukum publik/perdata.
• Unsur Keuangan Negara
1. Hak – hak negara
2. Kewajiban – kewajiban negara
3. Ruang lingkup keuangan negara
4. Aspek sosial ekonomi dari keuangan negara
• Hak – hak Negara
• Hak negara dalam hal ini menyangkut masalah
keuangan negara dimana pemerintah untuk mengisi
kas negara dalam rangka membiayai kepentingan –
kepentingan aparatur negara (rutin) dan masyarakat
(pembangunan), negara diberi hak untuk :
1. Hak monopoli mencetak uang
2. Hak untuk memungut pajak, bea, cukai dan
retribusi
3. Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat
4. Hak untuk melakukan pinjaman baik dalam
maupun luar negeri
• Kewajiban – kewajiban Negara
• Timbulnya kewajiban negara merupakan konskwensi
timbal balik yang saling berkaitan erat yang tidak
dapat dipisahkan dari keduanya.
• Kewajiban tersebut merupakan realisasi dari tujuan
negara yang termaktub dalam aline ke-IV Pembukaan
UUD 1945.
• tujuan negara tersebut :
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
• Terdapat pula kewajiban untuk melakukan pembayaran
kepada pihak ketiga atas pelaksanaan sebagian
tugas dari negara atas persetujuan atau penunjukan
pemerintah.
• Ruang Lingkup Keuangan Negara
• Keuangan negara yang langsung diurus Pemerintah
dapat berupa uang atau barang. Berupa uang
berwujud dalam APBN yang setiap tahun disusun dan
ditetapkan dengan UU dan secara teknis operasional
diatur dalam berbagai peraturan perundangan. Berupa
barang (milik negara) dapat berwujud benda
bergerak/tidak bergerak yang digunakan untuk menunjang
berjalannya tugas negara dan sebagai sumber penerimaan
negara pula.
• Keuangan negara yang dipisahkan pengurusannya
adalah kekayaan negara yang pengelolaannya
dipisahkan dari keuangan negara dan berbentuk usaha
negara seperti perusahaan umum negara.
• Aspek Sosial Ekonomi Negara
• Mencakup distribusi pendapatan, kekayaan dan
kestabilan kegiatan – kegiatan ekonomi.
• Landasan Hukum Keuangan Negara Pasal 23 UUD 1945
Harapan publik terhadap stabilitas politik nasional
agaknya amat dominan dalam menentukan keputusan-
keputusan ekonominya. Investasi yang rendah hingga saat
ini menunjukkan suatu ekspektasi yang masih lemah oleh
para pelaku ekonomi terhadap stabilitas politik dan
ekonomi dalam negeri untuk jangka panjang. Maka apapun
agendanya, upaya ke arah perbaikan sistem politik
hendaknya terus diarahkan pada pengembalian kepercayaan
publik atas kejelasan arah politik dalam negeri yang
kondusif dan berpihak bagi bekerjanya kembali berbagai
mekanisme perekonomian melalui aktivitas-aktivitas yang
produktif. Oleh karenanya situasi politik yang stabil
dan kondusif merupakan prasyarat utama dan tiket menuju
pemulihan ekonomi secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Untuk diwaspadai sekaligus diantisipasi dan terus
dikawal adalah seputar demokratisasi, fragmentasi
(polarisasi) politik serta desentralisasi kekuasaan
sebagai wujud dari semangat otonomisasi. Ketiga
persoalan domestik ini hadir sebagai sebuah konsekwensi
yang tak terpisahkan atas suatu kesepakatan kolektif
yang terbangun oleh arus reformasi total yang menuntut
perubahan menyeluruh terhadap sistem dan pranata
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Euforia atas kebebasan berekspresi melalui baju
demokrasi yang berwujud dalam bentuk kekerasan, sadis
dan menyeramkan hingga sampai pada titik yang sulit
dikendalikan, jelas mereduksi berbagai upaya pemulihan
ekonomi. Bangunan perekonomian yang kuat tentu akan
sulit berdiri di atas situasi politik yang rawan tanpa
adanya kepastian hukum dan penegakkan stabilitas
keamanan. Kendati sebuah masa kritis telah mampu
dilalui seiring dengan suksesnya pemilu langsung 2004
namun meminjam istilah dalam sebuah permainan kuis,
kita baru sampai pada ”titik aman pertama”, tahap-
tahap selanjutnya akan semakin berat dengan konfigurasi
tantangan yang semakin kompleks, di mana ketika
prestasi ini tidak mampu dipertahankan maka bukan tidak
mungkin kita akan kembali lagi ke titik start, bahkan
lebih dari itu tanpa sebuah blue-print yang
jelas menyangkut agenda pembenahan terhadap arah dan
sistem politik ke depan kita akan terjebak pada suatu
titik krusial, dan sulit untuk kembali (point of no
return).
”Lompatan” dalam sistem politik yang dialami Indonesia
dari otokrasi ke demokrasi telah menciptakan Iklim
politik baru yang cukup riskan, yakni tumbuhnya beragam
kekuatan politik yang terpolarisasi berdasarkan
identitas etnik, agama, aliran politik maupun
kepentingan-kepentingan sesaat. Di satu sisi hal ini
sangat rentan bagi terpicunya konflik vertikal maupun
horizontal serta potensi disintegrasi yang semakin
melemahkan perekonomian. Konflik Ambon, Sampit, Poso
dan tempat- tempat lainnya menunjukkan mudahnya
kekerasan terjadi melalui polarisasi etnis, agama,
ataupun kelas. Pada saat yang bersamaan fragmentasi
politik juga dapat melemahkan konsentrasi dan
konsistensi pemerintah dalam melaksanakan agenda-agenda
perubahan.
Desentralisasi sebagai operasionalisasi dari konsep
otonomi daerah yang telah dimulai sejak awal tahun
2001, diharapkan mampu memberi angin baru bagi
bangkitnya perekonomian daerah menuju pertumbuhan
ekonomi nasional yang lebih kokoh. Secara ekonomi,
desentralisasi itu sendiri dapat mengalihkan fungsi
alokasi dan distribusi sumber-sumber ekonomi ke daerah
(kabupaten/kota). Hal ini penting karena masyarakat di
daerah lebih memahami kebutuhan mereka ketimbang
pemerintah di pusat sehingga mereka perlu diberi
wewenang yang luas untuk mengelola dan memanfaatkan
berbagai potensi dan sumberdaya ekonomi yang dimiliki
untuk kesejahteraannya. Konsekwensi yang di harapkan
adalah terciptanya persaingan di antara pemerintah-
pemerintah daerah untuk menyediakan prasarana dan
pelayanan umum yang terbaik guna menarik para pelaku
ekonomi (pemilik modal) ke daerahnya
Namun desentralisasi bisa menjadi ”bola panas” ketika
daerah belum benar-benar siap ditambah kerelaan
pemerintah pusat yang dalam banyak hal terkesan masih
setengah hati menyebabkan implementasi menjadi tidak
optimal, terjadinya segregasi dan kerawanan sosial,
berpindahnya kebobrokan sistem politik ekonomi dari
pusat ke daerah, dan pada akhirnya peningkatan kualitas
pelayanan publik menuju kesejahteraan ekonomi
masyarakat di daerah menjadi jauh dari harapan. Untuk
itu Pemerintah pusat harus mempunyai political will
yang kuat dalam menjalankan program desentralisasi ini
secara sungguh-sungguh disertai pola pembinaan yang
konstruktif. Upaya beberapa departemen dan instansi
terkait di pusat untuk tetap memegang kendali anggaran
sektor-sektor yang wewenangnya telah dialihkan ke
daerah, hendaknya ditinggalkan guna meminimalkan
praktik rente yang sering terjadi melalui kewenangan
mengendalikan anggaran.
Kemudian mengingat tidak semua daerah memiliki
sumberdaya dan potensi ekonomi yang sama, dimana ada
daerah yang kaya akan sumberdaya alam, sementara ada
juga daerah yang miskin, maka harus terdapat suatu
mekanisme yang menjamin transfer penghasilan dari
daerah kaya ke daerah yang ”kering” akan sumberdaya,
tentunya disertai upaya-upaya yang mendorong kemampuan
daerah miskin untuk bisa mandiri dalam jangka panjang,
dan di lain pihak tidak mematikan insentif bagi daerah
kaya untuk tetap memacu pertumbuhan ekonominya. Paling
tidak perumusan dalam menentukan pemberian dana alokasi
umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) perlu
disesuaikan agar benar-benar bisa berfungsi sebagai
penyeimbang dalam anggaran pemerintah daerah, terutama
bagi daerah-daerah yang termarginalkan oleh sistem bagi
hasil. Sehingga pada gilirannya dapat memperkecil
kesenjangan pembangunan antar daerah dan mejembatani
jurang ketimpangan.
Dalam konteks lain, desentralisasi politik yang
teraktualisasi melalui Pemilihan kepala daerah
(PILKADA) langsung hendaknya terus didampingi guna
meredam terjadinya polarisasi politik yang tidak sehat
pada tingkat daerah. Fenomena kontemporer
memperlihatkan efek buruk dari sebuah desentralisasi
politik yang belum matang. Pilkada yang yang sementara
masih berjalan, menyisakan kecemasan yang mendalam
terhadap suksesnya pesta politik rakyat tersebut.
Fenomena money politik, pembohongan publik, kecurangan-
kecurangan dalam proses pemilihan serta ketidak becusan
KPUD sebagai penyelenggara telah melahirkan aksi-aksi
kekerasan massa dan pengrusakan massal terhadap
fasilitas-fasilitas publik di beberapa daerah. Hal ini
mendorong para investor yang sebelumnya telah
merencanakan aktivitas penanaman modalnya di daerah
untuk sementara harus menahan dananya sambil wait and
see hingga ”badai” PILKADA benar-benar berlalu.
Selanjutnya, proses pemulihan ekonomi dapat berjalan
optimal melalui pengelolaan pemerintahan yang efektif,
jujur dan bertanggung jawab serta memiliki kompetensi
yang memadai untuk mengeluarkan bangsa ini dari jeratan
krisis. Tanpa adanya pembenahan internal dalam sistem
dan tata kelola pemerintahan yang dalam perkembangan
terkini dikenal dengan istilah-istilah good governance,
dan good corporate governance, maka bisa dipastikan
proses pemulihan ekonomi akan berjalan di tempat. Maka
langkah pemberantasannya pun mesti dilakukan secar
tuntas dan komprehensif, termasuk menyeret para
penguasa masa lalu yang kini cuci tangan serta para
konglomerat nakal perampok uang negara yang yang hingga
saat ini masih berkeliaran.
Di samping itu agenda good governance tentunya
berdimensi sangat luas, bukan hanya terbatas pada
pemberantasan korupsi, namun menyangkut keseluruhan
upaya pengembalian kepercayaan publik terhadap
kompetensi pemerintah dalam mengelola pemerintahan,
pencapaian stabilitas keamanan, penegakan supremasi
hukum, efisiensi birokrasi dan moral hazard, serta
pengelolaan sumber daya ekonomi secara efektif,
transparan dan akuntabel. Ketika pemerintah mampu
mengembalikan kredibilitasnya di mata masyarakat maupun
dunia internasional termasuk para pelaku ekonomi
diharapkan dapat berimbas pada terciptanya iklim yang
kondusif bagi investasi-investasi produktif dan
pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu Good governance bukanlah sesuatu yang
tiba-tiba ada, melainkan harus melalui upaya yang
berkesinambungan melalui penerapan sejumlah prinsip
secara frekuen, konsekuen dan terpadu. Prinsip-prinsip
itu antara lain : 1)Participation, yakni partisipasi
para pelaku pembangunan, sebagai subyek dan obyek
pembangunan yang mandiri, dalam proses pengambilan
keputusan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan
dan pemetikan hasil pembangunan; 2)Common Vision,
berupa visi bersama tentang posisi yang hendak dicapai
di masa depan, yang dibentuk dengan partisipasi seluas
mungkin para mitra pembangunan; 3)Rersponsiveness,
yakni tanggap terhadap kebutuhan nyata mitra
pembangunan; 4)Prdictability: dapat diprediksi karena
didasarkan pada aturan yang jelas dan adil, serta
kapasitas yang dimiliki; 5)Equity and Sustainability:
keadilan antar mitra pembangunan sekarang dan antara
generasi sekarang dengan generasi yang akan datang;
6)Transparency: keterbukaan dalam informasi, proses
pengambilan keputusan serta pelaksanaan pembangunan;
7)Rule of Law: supremasi hukum yang berlaku sama
untuk semua pihak; dan 8)Accountability, yakni
pertanggung-jawaban tentang efektivitas, efisiensi dan
keberlanjutan pembangunan, berdasarkan hukum yang
berlaku.
Dalam kehidupan masyarakat maka akan dapat terlihat
bahwa politik dan ekonomi saling berhubungan dan
bergantung, keduanya saling membutuhkan. Salah satu
diantara keduanya tidak bisa berjalan tampa iringan
satu sama lain. Bila di telaah satu per satu, ekonomi
berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan cara
mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam
bumi suatu negara dan juga bertujuan untuk mengentaskan
kemiskinan. Sedangkan politik berperan menciptakan
iklim yang mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat
banyak. Sehingga, apabila digabungkan, dapat kita lihat
bahwa sistem dan keadaan politik di suatu negara akan
mempengaruhi semua prosedur dan aspek-aspek ekonmi
karena bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh
keadaan dan kondisi masyarakatnya.
Ekonomi dan politik merupakan konsep yang tidak
terpisahkan. Sebaliknya merupakan kedua konsep
tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi.
Ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan
cara mengelola sumber daya alam yang terkandung di
dalam bumi juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan
dan kemakmuran. Politik berperan menciptakan iklim yang
mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat banyak.
Sistem dan keadaan politik di suatu negara selalu
mempengaruhi semua prosedur ekonomi karena bagaimanapun
keadaan ekonomi dipengaruhi oleh aspek-aspek
politiknya. Pada perkembangan selanjutnya ekonomi
menjadi salah satu faktor penentu posisi perpolitikan
negara secara struktural karena perekonomian menjadi
unsur yang tidak bisa lepas dari atribut power suatu
negara.
Dalam usaha untuk menyusun proyeksi masa depan sistem
politik Indonesia dengan pembangunan ekonominya maka
sangat penting untuk terlebih dahulu menganalisa
keunggulan yang potensial dan kendala kelemahan
Indonesia. Faktor-faktor riil pendukung
keunggulan tersebut dapat dirangkum dalam
berbagai sektor antara lain (1) sektor
perkembangan permodalan (kapital dan investasi) di
Indonesia yang tercermin dalam indeks bursa saham
gabungan Indonesia (IHSG); (2) sumber daya manusia
Indonesia sebagai faktor potensial pendukung
pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang; (3)
bentuk-bentuk dukungan politik terhadap kebijakan
pembangunan ekonomi Indonesia; (4) bentuk-bentuk
kebijakan publik yang mendukung pembangunan ekonomi
Indonesia di masa datang; (5) ideologi sistem politik
Indonesia yang mempengaruhi arah pembangunan ekonomi
secara keseluruhan.
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik,
dengan memakai sistem demokrasi, di mana kedaulatan
berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di
mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Sistem politik di
Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga
bernama Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) yang terdiri
dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya
terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang
anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di
Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang
dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-
masing. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah
lembaga tertinggi negara (Anonim, 2009).
Dalam UUD 1945 pada pasal 33 disebutkan bahwa
“pemerintah harus melakukan intervensi terhadap kondisi
perekonomian yang dijalankan melalui mekanisme pasar”.
Mengapa harus ada intervensi? Adanya Intervensi oleh
pemerintah dimaksudkan untuk mengupayakan peningkatan
kesejahteraan rakyat secara meluas dengan keberpihakan
terhadap masyarakat yang tertinggal namun tanpa
menghalangi langkah masyarakat yang sudah maju.
Berbagai program pro rakyat yang sudah dilakukan SBY
selama ini adalah seperti subsidi pupuk, Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), pemberian bantuan langsung
tunai (BLT), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas)
dan beras untuk rakyat miskin merupakan bentuk
kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat (Anonim,
2010 dalam http://matanews.com/2009/07/13/baru-separo-
jalan-defisit-apbn-rp57-t/ ).
Selain itu pemerintah juga disibukan dengan kenaikan
harga bahan bahan kebutuhan pokok masyarakat. Parahnya
lagi, pemerintah disibukan juga dengan masalah politik
Bank Century yang tak kunjung selesai. Pemerintah
hanya disibukan dengan penyelesaian masalah masalah
rutin sehingga terkesan kurang memperdulikan
implementasi perencanaan ekonomi tahunan dan
pembangunan.
Untuk menyukseskan implementasi perencanaan ekonomi
seta pembangunan, diperlukan adanya dukungan politik
yang kuat dari DPR. Namun sayangnya, hal tersebut tidak
mudah untuk diwujudkan dalam masa demokrasi terbuka
ini. Membentuk koalisi juga tidaklah mudah. Kedudukan
politik di Indonesia sangat bersifat “melayani
kepentingan kelompok”. Adanya koalisi bersama yang
dipimipin oleh Abu Rizal Bakrie yang mana juga seorang
pengusaha pemimpin group Bakrie terbesar di Indonesia.
Bentuk adanya koalisi ini kemungkinan terjadi di masa
mendatang apabila terdapat ketidakpastian dalam jajaran
eksekutif pemerintah. Kesempatan mengembangkan
perekonomian menjadi sirna karena masing-masing
komponen bangsa lebih mementingkan perebutan kekuasaan
politik daripada menyelesaikan masalah ekonomi.
Bisa disimpulkan bahwa tren politik sekarang yang
mengedepankan koalisi akan berjalan untuk dua dekade ke
depan. Sayangnya koalisi yang terbentuk ini membawa
kepentingan korporat pengusaha Indonesia.
Dikhawatirkan pembangunan ekonomi secara menyeluruh
tidak mendapatkan perhatian pemerintah secara
bulat. Kemungkinan yang terjadi adalah
pembangunan ekonomi yang timpang di sektor-sektor
tertentu makin marak misalnya pergerakan ekonomi di
bidang jasa dan perbankan. Begitupula dengan orientasi
partai-partai di Indonesia bukan lagi menjadi
pengejawantahan suara rakyat melainkan perwakilan
sejumlah kepentigan korporat besar.
Analisis dampak kebijakan publik merupakan fokus
pembicaraan yang menarik untuk dicermati. Daya tarik
ini minimal didasarkan pada tiga hal penting. Pertama,
konteks desentralisasi pemerintahan yang mewarnai
wacana penyelenggaraan pemerintah di berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Kedua, studi tentang dampak
kebijakan yang senantiasa dikritisi oleh berbagai pihak
(kalangan akademisi dan praktiksi). Ketiga, esensi dan
urgensi evaluasi kebijakan publik karena kemanfaatan
kebijakan yang dievaluasi terlihat melalui dampaknya
terhadap sasaran (target) yang dituju (Tarigan, 2010).
Kebijakan publik di Indonesia sangat bersifat otonomi
melalui penyerahan sebagian mandat pusat ke daerah
dalam bentuk desentralisasi dan dekonsentrasi.
Penyerahan otonomi (hak perlakuan khusus daerah)
ditujukan untuk pengembangan daerah secara lebih
efektif dan efisien. Meskipun lahir beberapa kritik
terhadap pelaksanaan otonomi daerah ini, tetapi
terdapat optimisme di tahun-tahun mendatang bahwa
pelaksanaan otonomi ini akan membaik dan akibatnya
mengundang investor untuk secara langsung bekerja sama
dengan pemerintah daerah tanpa kendala yang
memakan waktu lama. Kedatangan investor ini sangat
baik untuk menambah FDI.
Sayangnya permodalan di daerah ini akan semakin banyak
didominasi oleh investor asing daripada investor dalam
negeri sehingga ketergantungan kebijakan akan sangat
memihak pemilik modal tersebut daripada benar-
benar melayani publik masyarakat yang ada. Kehadiran
investor ini mayoritas adalah korporat multinasional
besar yang beroperasi transnasional. Tren politik yang
terjadi di daerah saat ini adalah semakin banyaknya
elite politik daerah yang tidak tahu menahu dampak
jangka panjang investasi ini pada keberlangsungan
pembangunan ekonomi daerah.
Ideologi adalah intisari pemikiran mendasar dari suatu
konsep (hidup) (Bacon, 2007). Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa ideologi adalah pemikiran yang
mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan
memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran
tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran
tersebut agar tidak menjadi absurd dari
pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk
menyebarkannya. Tujuan utama dari ideologi sendiri
adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses
pemikiran normatif.
Ditinjau dari aspek politik, ideologi politik adalah
sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan
bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan
tugas (order) kepada masyarakat tertentu. Ideologi
politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana ia
mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya
dilaksanakan. Terdapat beberapa ideologi politik yang
dianut oleh negara-negara di dunia, yaitu ideologi
anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme,
konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen,
fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme,
liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat
sosial. Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang
berbasis republik. Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensil, di mana presiden berkedudukan
sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Berbeda dengan ideologi politik, ideologi ekonomi
secara mendasar terdiri dari 3 macam yaitu:
1. Sistem ekonomi liberal (pasar), sistem ini memberi
kebebasan sepenuhnya kepada masyarakat yang punya modal
untuk menguasai perekonomian. biasanya negara-negara
yang menganut sistem ini adalah negara-negara yang
mempunyai banyak modal (negara maju) sehingga negara-
negara seperti ini sering disebut negara
kapitalis/penguasa modal. Sistem permodalan Indonesia
dijalankan menggunakan mekanisme liberalisasi ekonomi.
Nilai mata uang Rupiah Indonesia dibiarkan berfluktuasi
sedemikian rupa sesuai dengan permintaan dan penawaran
di pasar modal (Helleiner, 2002).
2. Sistem ekonomi terpusat (terpimpin), sistem ini
dalam kegiatan perekonomiannya semua sumber daya
dikuasai sepenuhnya oleh seorang pemimpin saja
(biasanya pemerintah) dan masyarakat hanya berperan
sebagai konsumen saja, sehingga dalam sistem
perekonomian seperti ini harga-harga barang lebih mudah
dikendalikan sehingga kemakmuran masyarakat lebih mudah
untuk diatur. biasanya negara yang menggunakan
sistem perekonomian seperti ini adalah negar-negara
komunis. Beberapa cabang penting penerimaan negara
seperti minyak dan pertambangan dikuasai oleh negara.
3. Sistem perekonomian campuran, sistem ini
merupakan perpaduan antara sistem ekonomi terpusat
dengan sistem perekonomian liberal, sehingga sumber
daya sebagian dikelola pemerintah dan sebagian dikelola
swasta/masyarakat yang punya modal. negara-negara yang
menganut sistem perekonomian seperti ini adalah negara
yang masih dalam taraf mensejahterakan masyarakatnya.
Sedangkan ideologi sistem ekonomi yang dianut oleh
Indonesia merupakan ideologi campuran, hal ini terbukti
melalui UUD 45 pasal 33 dimana sebagian sumber daya
dikuasai oleh negara (melalui BUMN) namun berjalannya
waktu dan tingkat inflasi, sekaran beberapa aset BUMN
dan sahamnya dijual kepada swasta sehingga sekrang
sumber daya Indonesia sebagian besar dikuasai oleh
swasta (kaum kapitalis/penguasa modal). Bisa
disimpulkan sistem perekonomian Indonesia adalah
campuran yang akan mengarah pada liberal.
Proyeksi ideologi sistem ekonomi Indonesia adalah
sebagai berikut: perekonomian Indonesia sering berada
di daerah abu-abu daripada benar-benar berada di daerah
hitam maupun putih. Tidak terdapat transparansi dimana
perekonomian Indonesia memerlukan kontrol
pemerintah agar pemanfaatan sumber daya alam akan
selalu berorientasi untuk mensejahterakan rakyat. Fakta
yang banyak terjadi adalah pemerintah Indonesia selalu
gagal mendapatkan porsi pengusahaan saham negara yang
mendatangkan keuntungan lebih besar. Indonesia selalu
kalah dengan pemain korporat multinasioal. Peristiwa
Blok Cepu, Freeport, dan Petrochina adalah salah satu
contohnya. Bagi hasil pengelolaan sumber daya alam
selalu memarginalkan Indonesia. Tren ini akan terus
menerus terjadi di masa mendatang seiring dengan
korporat multinasional itu akan semakin tumbuh menjadi
lebih besar.
Melihat pada ideologi politik yang dianut oleh
Indonesia yaitu ideologi demokrasi, masih memiliki
banyak kekurangan disana sini. Terutama pada kekuasaan
parlemennya. Kekuasaan parlemen dan eksekutif yang
sangat rawan mementingkan diri sendiri melalui tindak
korupsi di sana sini akan semakin memundurkan potensi
ekonomi Indonesia yang saat ini semestinya lebih
diberdayakan karena peluang itu akan terus menerus
mengalir.
Tuntutan kebutuhan akan kemakmuran dari pemerintah dan
masyarakat akan semakin meningkat dan intens.
Pemerintah lalu merespon dengan mengeluarkan kebijakan-
kebijakan politik. Kebijakan-kebijakan politik tersebut
akan berupa kebijkan publik yang menstimulus
perekonomian dan industri yang ditujukan untuk
menciptakan lingkungan kondusif bagi perekonomian
Indonesia secara keseluruhan. Demi mendukung
terciptanya kebijakan yang populis bagi para pengusaha,
maka investor diizinkan membanjiri Indonesia. Berbagai
insentif dikeluarkan oleh pemerintah seperti subsisdi,
perlindungan usaha yang lebih kompetitif, dan stimulus
ekonomi (kemudahan pengusaha mendapat pinjaman asing).
Usaha kecil-menengah mendaptkan berbagai kemudahan
permodalan dan pinjaman lebih luas dan terjamin. Dalam
rangka proses realisasi kebijakan tersebetu, pemerintah
membutuhkan sokongan dari pengusaha-pengusaha besar
baik lokal maupun internasional. Jalur dukungan
tersebut bisa diperoleh dari partisipasi politik
pengusaha-pengusaha besar. Muncul kecenderungan dari
kebijakan pemerintah untuk meloloskan permintaan
pengusaha dalam sektor perindustrian. Semakin lama,
partai dan masyarakat didominasi oleh kaum bisnis
sehingga permintaan masyarakat luas tidak lagi
esensial. Masyarakat akan merasa jenuh diabaikan
menyebabkan kekacauan sosio-politik dengan alasan-
alasan ekonomis. Kekacauan ini akan semakin banyak,
elite politik Indonesia lalu hadir dengan berbagai
janji dan jaminan kemakmuran pada masyarakat luas.
Ketika kemakmuran ini tercipta oleh keadaan ekonomi
yang lebih baik, maka masyarakat akan mulai terlena
dengan kapitalisme dan tidak lagi peduli akan sistem
perpolitikan di negaranya. Nasionalisme terhadap negara
akan mulai memudar. Nasionalisme terhadap negara lalu
hilang oleh tingginya efek globalisasi ekonomi yang
diciptakan oleh kebijakan pemerintah yang telah
didominasi oleh kaum pengusaha. Semakin besar
dampak globalisasi dan perdagangan bebas
menyebabkan peran negara tidak lagi penting karena
fungsi-fungsi negara akan digantikan oleh grup-grup
korporat besar. Lahir pemimpin Indonesia dari
golongan pengusaha sehingga tercipta stereotype
“Pengusaha adalah pemimpin Indonesia”. Ini
mengakibatkan entitas Negara Kesatuan Republik