geokimia batuan gunung api ciremai, jawa barat

36
1 GEOKIMIA BATUAN GUNUNG API CIREMAI, JAWA BARAT Eka Kadarsetia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jl. Diponegoro 57 Bandung Sari Ciremai merupakan gunungapi Kuarter aktif dan memiliki sejarah letusan yang tercatat sejak tahun 1698. Secara geografis terletak pada 108º24’ – 6º50’, dan secara administratif berada di Provinsi Jawa Barat, mencakup Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Di bawah mikroskop lava-lava G. Ciremai umumnya memiliki tekstur porfiritik, innequigranular, kemas tertutup. Menunjukkan struktur aliran, terdapat senolit. Fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral-mineral bijih. Massa dasar terdiri dari mikrolit plagioklas, mikro kristal piroksen, mineral-mineral bijih dan gelas. Lava-lava calc-alkalin G. Ciremai memiliki kisaran SiO2 yang agak panjang dari 50 sampai 58 wt%. Alumina terlihat meningkat dengan turunnya MgO. Tingginya alumina di dalam lava-lava basalt calc-alkalin Ciremai menepis perkiraan tingginya tingkat fraksinasi plagioklas di dalam lava-lava tersebut. Penurunan Fe2O3 yang disertai dengan turunnya kadar MgO menunjukkan pentingnya magnetit dan klinopiroksen dalam fraksinasi magma. Fraksinasi klinopiroksen dan plagioklas ditunjukkan oleh penurunan CaO yang dibarengi dengan penurunan MgO. Meningkatnya K2O pada lava-lava yang lebih terfraksi menandakan bahwa fase-fase kaya K seperti amfibol, flogopit dan K feldsfar bukan merupakan fase penting dalam fraksinasi. Tingginya kandungan K2O sangat dimungkinkan oleh proses kontaminasi krustal terhadap magma. Kandungan H2O dalam magma juga meningkat pada batuan-batuan yang lebih asam, peningkatan ini sangat berkaitan dengan kenaikan Indek Eksplosivitas.

Upload: khangminh22

Post on 25-Apr-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

GEOKIMIA BATUAN GUNUNG API CIREMAI, JAWA BARAT

Eka Kadarsetia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Jl. Diponegoro 57 Bandung

Sari

Ciremai merupakan gunungapi Kuarter aktif dan memiliki sejarah letusan yang

tercatat sejak tahun 1698. Secara geografis terletak pada 108º24’ – 6º50’, dan

secara administratif berada di Provinsi Jawa Barat, mencakup Kabupaten

Cirebon, Kuningan dan Majalengka.

Di bawah mikroskop lava-lava G. Ciremai umumnya memiliki tekstur porfiritik,

innequigranular, kemas tertutup. Menunjukkan struktur aliran, terdapat senolit.

Fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral-mineral bijih. Massa dasar

terdiri dari mikrolit plagioklas, mikro kristal piroksen, mineral-mineral bijih dan

gelas. Lava-lava calc-alkalin G. Ciremai memiliki kisaran SiO2 yang agak panjang

dari 50 sampai 58 wt%. Alumina terlihat meningkat dengan turunnya MgO.

Tingginya alumina di dalam lava-lava basalt calc-alkalin Ciremai menepis

perkiraan tingginya tingkat fraksinasi plagioklas di dalam lava-lava tersebut.

Penurunan Fe2O3 yang disertai dengan turunnya kadar MgO menunjukkan

pentingnya magnetit dan klinopiroksen dalam fraksinasi magma. Fraksinasi

klinopiroksen dan plagioklas ditunjukkan oleh penurunan CaO yang dibarengi

dengan penurunan MgO. Meningkatnya K2O pada lava-lava yang lebih terfraksi

menandakan bahwa fase-fase kaya K seperti amfibol, flogopit dan K feldsfar

bukan merupakan fase penting dalam fraksinasi. Tingginya kandungan K2O

sangat dimungkinkan oleh proses kontaminasi krustal terhadap magma.

Kandungan H2O dalam magma juga meningkat pada batuan-batuan yang lebih

asam, peningkatan ini sangat berkaitan dengan kenaikan Indek Eksplosivitas.

2

GEOCHEMISTRY OF THE ROCKS OF CIREMAI VOLCANO, WEST JAVA

Eka Kadarsetia Center for Volcanology and Geological Hazard Mitigation

Jl. Diponegoro 57 Bandung

Abstract

Ciremai is an active Quater volcano with the eruption history was recorded since

1698. Geographically lies at 108º24’ – 6º50’, belong to the West Java Province,

surounded by Cirebon, Kuningan and Majalengka Regencies.

Under the microscope, Ciremai lavas showing porphyritic textures,

innequigranullar with the clossed fabrique. Some times showing flow structures,

contain xenolith. The phenochrysts are plagioclase, phyroxene and ore minerals.

Ground mass contain of plagioclase mycroliths, micro chrystal of phyroxene, ore

minerals and glasses.

Calc-alkaline of Ciremai coontain teh SiO2 range from 50 to 58 wt%. Alumina

increase wtih decreasing of MgO. The high allumina content in basaltic calc-

alkaline lavas reflecting the low grade of plagioclase fractionation. Decreasing of

Fe2O3 parallel with MgO are featuring the importance of magnetite and clyno

pyroxene in the magma fractionation. The fractionation of clyno-pyroxene and

plagioclase are reflected by the increasing of Cao parallel to MgO. Increasing of

K2O in more fractionated lavas indicate that K rich phases such as amphibole,

phologophite and K-feldsfar are not importance minerals in fractionation. The

high K2O contents most possiby caused by crustal contamination to the magmas.

Kandungan H2O dalam magma juga meningkat pada batuan-batuan yang lebih

asam, peningkatan ini sangat berkaitan dengan kenaikan Indek Eksplosivitas.

The of H2O content are increassing in the more acid magmas, which is also

related to the increasing of Explosivity Index.

3

1. Pendahuluan

Ciremai merupakan gunungapi Kuarter aktif dan memiliki sejarah letusan

yang tercatat sejak tahun 1698. Secara geografis terletak pada 108º24’ – 6º50’,

dan secara administratif berada di Provinsi Jawa Barat, mencakup Kabupaten

Cirebon, Kuningan dan Majalengka (Gambar 1).

18

Gambar 1. Lokasi penelitian.

Erupsi G. Ciremai tercatat terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang

waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga erupsi 1772,

1775 dan 1805 (Junghun, 1845; 1853) terjadi di kawah pusat tetapi tidak

menimbulkan kerusakan yang berarti.

2. Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang dilakukan meliputi penelaahan geologi di

lapangan, pengambilan contoh batuan secara variatif, analisa kimia batuan dan

analisa petrografi. Tahapan akhir dilakukan evaluasi dan interpretasi data untuk

penyusunan karya ilmiah.

4

Gambar 2. Lokasi Pengambilan Contoh Batuan.

3. Geologi Gunung Api Ciremai

Pola tektonik Sektor Jawa relatif sederhana, dalam hal ini dasar Samudra

Hindia menunjam ke bawah Jawa dengan kecepatan rata-rata 6 cm/ tahun (Le

Pichon, 1968).

5

Gambar 3. Pola Tektonik Indonesia (Hall, 2002).

Gunung api Ciremai terletak di atas Formasi-formasi Tersier (Djuri, 1995;

Silitonga dkk, 1986). Formasi-formasi Tersier tersebut umumnya tersingkap di

bagian baratlaut dan utaranya, yang terdiri dari Formasi Cinambo (Oligo-

Miosen; serpih pasiran dan breksi), Formasi Halang (Miosen; batu pasir, serpih

pasiran dan breksi), Formasi Kaliwangu (Pliosen ; batulempung), Formasi

Citalang (Pliosen Atas; konglomerat, breksi, batupasir dan batugamping),

Formasi Kalibiuk (Pliosen Atas; batu pasir tufaan, batugamping dan lensa

batugamping), Formasi Ciherang (Oliosen Atas; selang seling antara breksi dan

batupasir) Formasi-formasi Tersier ini ternyata banyak diterobos oleh intrusi-

intrusi kecil yang berkomposisi andesitik. Tak kurang dari sepuluh tubuh intrusi

ditemukan di kawasan barat laut G. Ciremai yang diperkirakan muncul menjelang

kegiatan Ciremai Tua. Beberapa intrusi tersebut antara lain di daerah Maja serta

di utara komplek G. Ciremai, yaitu pada daerah G. Kromong.

Pemetaan geologi yang dilakukan oleh Situmorang dan kawan-kawan

(1984) menunjukkan bahwa G. Ciremai paling tidak mengalami 4 (empat) perioda

kegiatan, yaitu :

1). Erupsi G. Putri

2). Erupsi G. Gegerhalang

3). Erupsi G. Ciremai

4). Erupsi-erupsi celah

6

Pertumbuhan aktivitas vulkanik di sekitar G. Ciremai diawali oleh kegiatan

G. Putri dan disusul oleh kegiatan G. Gegerhalang, kemudian kegiatan G.

Ciremai dan erupsi-erupsi celah (Situmorang dkk, 1984). Erupsi G. Putri adalah

periode kegiatan pertama, yang menghasilkan aliran-aliran lava dan piroklastik

yang bersifat andesitik. Produk erupsi G. Putri ini mendominasi daerah selatan

dan tenggara dari G. Ciremai. G. Gegerhalang dipercaya sebagai kegiatan

vulkanik periode kedua mengawali kegiatan vulkanisma G. Ciremai.

Gegerhalang sekarang hanya dikenal sebagai dua buah pematang besar yang

masing-masing terletak di selatan dan tenggara dari puncak.

Gambar 4. Peta Geologi Gunung Api Ciremai (Situmorang dkk, 1984).

Gambar 4. Peta Geologi Gunung Api Ciremai (Situmorang dkk, 1984).

GEGERHALANG

G. PUCUK

KAWAH WURUNG

G. BUNTUNG

G. PUTRI

G. GEPUK

G. SELA

G. MENYAN

G. ASEUPAN

G. DULANG

3078

G. MANGGAR

Telaga Sangiang

G. BATUKARANG Barujaksi

TALAGA

MAJA

CILIMUS

KUNINGAN

G. PICUNG

Wanahayu

PR. GIBUG

PR. BATANG

7

Gambar 5. Korelasi Satuan Peta Geologi Gunung Api Ciremai (Situmorang dkk, 1984).

Pertumbuhan aktifitas vilkanik di sekitar G. Ciremai diawali oleh kegiatan G. Putri

dan disusul oleh kegiatan G. Gegerhalang, kemudian kegiatan G. Ciremai dan

erupsi-erupsi celah (Situmorang dkk, 1984). Erupsi G.Putri adalah periode

kegiatan pertama, yang menghasilkan aliran-aliran lava dan piroklastik yang

bersifat andesitik. Produk erupsi G. Putri ini mendominasi daerah selatan dan

tenggara dari G. Ciremai. G. Gegerhalang dipercaya sebagai kegiatan vulkanik

periode kedua mengawali kegiatan vulkanisme G. Ciremai. Gegerhalang

sekarang hanya dikenal sebagain dua buah pematang besar yang masing-

masing terletak di selatan dan tenggara dari puncak Ciremai pada ketinggian

antara 1200 sampai 1900 meter di atas permukaan laut. Melihat periode-periode

pertumbuhan tersebut dapat disimpulkan bahwa gunungapi ini memiliki titik

erupsi yang berpindah-pindah. Pada periode-periode awal nampaknya magma

bersifat basaltis, kemudian terjadi proses diferensiasi yang menghasilkan

magma-magma yang berjenis andesit seprti pada produk-produk G. Putri. Proses

8

diferensiasi ini berlangsung terus hingga menghasilkan magma yang lebih asam

(dasitik) sehingga menghasilkan letusa yang bersifat sangat eksplosif dan terjadi

pembentukan Kaldera Gegerhalang.

Gunung Gegerhalang bila dilakukan rekonstruksi, ternyata kedua pematang

tersebut menunjukkan bentuk sebuah kaldera dengan diameter sekitar 6 km

yang membuka ke arah barat laut dengan sedikit celah terbuka di bagian

tenggaranya yang memisahkan kedua pematang ini. Gunung api Ciremai yang

aktif sekarang menempati bagian utara yang terbuka dari kaldera ini. Diduga

bagian utara/ barat laut dari kaldera telah hancur mengiringi kegiatan kegiatan

vulkanik akhir dari erupsi Gegerhalang dan kini tertimbun oleh hasil-hasil

kegiatan erupsi G. Ciremai. Periode vulkanik Gegerhalang ini tampaknya

diwarnai pula oleh adanya paling sedikit dua erupsi samping, yang sisa-sisanya

masing-masing kini dikenal sebagai Telaga Sangiang dan Dataran Tinggi

Batukarang – Barujaksi. Kedua pusat erupsi samping tua ini terletak lebih kurang

6 km di barat daya dari pematang barat Kaldera Gegerhalang. Telaga Sangiang

ini kini sebagai danau berdiameter sekitar 800 meter pada ketinggian sekitar 900

meter di atas muka laut, sedangkan Dataran Tinggi Batukarang – Barujaksi

dengan diameter terpanjangnya yang sekitar 3,5 km dan ditutupi oleh endapan

piroklastik jatuhan berkomposisi basaltik menjadi lahan pertanian yang cukup

subur. Situmorang dkk (1984) dalam peta geologinya menggambarkan bahwa

dataran tinggi ini ditutupi oleh produk muda G. Pucuk, salah satu titik erupsi dari

Vulkanik Gegerhalang. Hasil erupsi Gegerhalang yang dominan adalah aliran

piroklastik yang bersifat asam serta lava-lava andesttik. Aliran piroklastika ini

penyebarannya terutama di kawasan baratdaya, selatan dan tenggara dari

Gegerhalang itu sendiri, yang terdiri dari Aliran Piroklastik Pasirbatang,

Pasirgibug, Wanahayu dan Puncak. Lava-lavanya terdiri dari Lava Picung,

Gegerhalang Barat, Putri dan Pucuk. Endapan Lahar Gegerhalang banyak

ditemukan di Kuningan dan Cilimus .

Gunung Api Ciremai yang saat ini menempati bagian utara dari tepi Kaldera

Gegerhalang, menghasilkan lava-lava yang lebih variatif, yaitu basalt, basaltik

andesit dan dominan andesit. Selain itu menghasilkan juga aliran

piroklastik,jatuhan piroklastik serta lahar. Erupsi celah yang diperkirakan terjadi di

masa erupsi Ciremai lebih banyak menghasilkan lava yang bersifat basaltik,

9

seperti erupsi celah Sukageri di selatan dan Dulang di utara. Melihat titik-titik

erupsi dari ketiga periode kegiatan Ciremai, periode pertama, kedua dan ke tiga

bisa dikatakan bahwa perkembangannya bergerak dari tenggara ke barat laut.

Pada kegiatan G. Putri menghasilkan aliran lava porfiritik, sedangkan

kegiatan vulkanik G. Gegerhalang menghasilkan aliran lava dan awan panas

serta jatuhan piroklastik. Setelah kegiatan vulkanik Gegerhalang disusul oleh

kegiatan G. Ciremai yang menghasilkan beberapa aliran lava serta endapan

awan panas, dan jatuhan piroklastika. Selain itu juga menghasilkan endapan

sekunder berupa endapan lahar yang menyebar di kaki sebelah timur G. Ciremai.

Disamping itu dijumpai juga beberapa erupsi samping yang menghasilkan aliran

lava berkomposisi andesit diantaranya erupsi Sukageri, erupsi Buntung, erupsi

Pucuk dan erupsi Dulang.

4. Petrografi

Karakteristik batuan G. Ciremai yang terutama didasarkan pada kriteria

mineralogi yang telah teramati akan diringkaskan di bawah ini. Yang terpenting

diantaranya adalah fase-fase fenokris, apa serta bagaimana hubungannya

dengan jenis fenokris lainnya dan massa dasarnya. Secara umum di bawah

mikroskop batuan G. Ciremai menunjukkan tekstur porfiritik yang kuat, dengan

fenokris plagioklas yang mendominasi, serta klinopiroksen yang kaya Ca,

ortopiroksen, olivin, titanomagnetit dan hornblenda (Ca-amfibol) (Gambar 9).

Fase-fase fenokris ini tertanam dalam massadasar yang halus yang

didominasi oleh mikrolit plagioklas, piroksen granular dan oksida-oksida Fe-Ti.

Massadasar ini sering mengandung gelas yang biasanya masif, kelurusan-

kelurusan fase fenokris dan massadasar mikrolit kadang-kadang memperlihatkan

tekstur aliran. Sering pula dijumpai adanya senolit sedimen Tersier dan

mikrogabbro. Terdapatnya senolit ini mengindikasikan bahwa magma G. Ciremai

dalam perjalanannya ke permukaan telah mengalami kontaminasi (Purbawinata

dkk, 1991).

Sementara itu pada deskripsi yang penulis lakukan secara umum

didapatkan, tekstur porfiritik, innequigranular, kemas setengah terbuka,

menunjukkan struktur aliran. Fenokris : massa dasar dari 35 : 65 sampai 65 : 35.

Terdapat senolit dan senokrist. Kadang menunjukkan struktur sub-ofitik.Fenokris

terdiri dari plagioklas, piroksen, olivin hornblenda dan mineral-mineral bijih.

10

Massa dasar terdiri dari mikrolit plagioklas, mikrokristal piroksen, mineral bijih

dan gelas.

Plagioklas

Tidak berwarna sampai agak keruh, bentuk subhedral sampai euhedral, dominan

yang berbentuk subhedral. Ukuran dari kecil hingga besar, dominan yang

berukuran besar dan sedang. Kembar berupa albit-karlsbad dan albit, kadang

menunjukkan struktur zonning sedang, terubah menjadi serisit mengikuti bidang

zonning, umumnya terdapat inklusi mineral-mineral bijih. Volume 20 – 50%

Piroksen

Berwarna hijau sampai kecoklatan, bentuk anhedral sampai subhedral, dominan

yang berbentuk anhedral. Belahan umumnya satu arah, umumnya berupa

piroksen ortho, kadang menunjukkan kembar sederhana, kadang menumpang

diatas plagioklas. Terubah menjadi mineral bijih dan sedikit hornblenda. Volume

4 – 7%

Hornblenda

Berwarna coklat, menunjukkan struktur mata burung, merupakan ubahan dari

piroksen, bentuk subhedral sampai berupa agregat, terkadang dikelilingi oleh

mineral bijih. 1%

Olivin

Berwarna hijau, bentuk anhedral, kadang berbentuka agregat, retak-retak,

mengandung inklusi mineral bijih. 1%>.

Mineral Bijih

Berwarna hitam, opak, berukuran kecil sampai sangat kecil. Yang berukuran kecil

(fenokris) umumnya berbentuk kotak dan sebagai mineral sekunder, sedangkan

yang sangat kecil (massa dasar) berbentuk bulat dan sebagai mineral bijih

primer serta sebagian berupa inklusi. Volume 2 - 3%.

11

Lava G.Putri

Bertekstur porfiritik, inequigranular, kemas setengah terbuka. Rasio antara

fenokris dengan massa dasar = 40 : 60. Fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen,

olivin dan mineral-mineral bijih. Massa dasar terdiri dari mikrolit plagioklas, mikro

kristal piroksen, mineral-mineral bijih dan gelas. Menunjukkan struktur aliran dari

mikrolit plagioklas, terdapat senolit batuan beku (Gambar 6).

Plagioklas

Tidak berwarna sampai agak keruh, bentuk subhedral sampai euhedral dan

dominan yang subhedral. Berukuran kecil sampai besar, dominan yang

berukuran sedang. Kembar albit, albit-karlsbad dan kadang karlsbad. Terdapat

inklusi mineral bijih dan olivin/piroksen. Kadang menunjukkan struktur zonning

sedang, kadang terubah menjadi serisit mengikuti bidang zonning. Volume

sekitar 33%.

Gambar 6. Lava G. Putri di bawah mikroskop.

Piroksen

Berwarna hijau sampai hijau kecoklatan, umumnya berupa piroksen ortho,

umumnya berbentuk prismatik panjang, subhedral sampai anhedral. Ukuran kecil

sampai besar, kadang saling menindih dengan piroksen lain. Belahan umumnya

satu arah, kadang kembar sederhana. Sebagian retak-retak dan retakannya diisi

oleh silika. Terdapat inklusi mineral bijih primer. Sebagian terubah menjadi

mineral bijih. Kadang diselimuti oleh plagioklas. Volume sekitar 5%.

Olivin

12

Berwarna hijau terang, berbentuk hampir bulat, terdapat didalam senolit. Volume

1%>.

Mineral Bijih

Berwarna hitam, opak, berukuran kecil sampai sangat kecil. Yang berukuran kecil

(fenokris) umumnya berbentuk kotak dan sebagai mineral sekunder, sedangkan

yang sangat kecil (massa dasar), sebagian berupa inklusi, berbentuk bulat,

berukuran sangat kecil, sebagai mineral bijih primer. Volume sekitar 2%.

Lava Barujaksi

Tekstur porfiritik, innequigranular, kemas tertutup. Menunjukkan struktur aliran,

terdapat senolit. Fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral-mineral

bijih. Massa dasar terdiri dari mikrolit plagioklas, mikro kristal piroksen, mineral-

mineral bijih dan gelas (Gambar 7).

Gambar 7. Lava Barujaksi di bawah mikroskop.

Plagioklas

Tidak berwarna sampai agak keruh, bentuk subhedral sampai euhedral, ukuran

besar dan sedang, dominan yang berukuran besar. Kembar albit dan albit-

karlsbad, dominan albit-karlsbad. Kadang menunjukkan struktur zonning sedang

dan pemadaman bergelombang. Terubah menjadi serissit mengikuti bidang

zonning. Terdapat inklusi mineral-mineral bijih dan olivin/piroksen. Volume sekitar

50%.

Piroksen

Berwarna hijau, bentuk anhedral sampai subhedral, kadang hadir dalam bentuk

pecahan. Belahan umumnya satu arah, umumnya berbentuk prismatik panjang,

kadang menunjukkan kembar sederhana, umumnya berupa piroksen ortho.

13

Kadang terubah menjadi hornblenda pada bagian tepi dan retakannya. Volume

sekitar 6%.

Mineral Bijih

Berwarna hitam, opak, berukuran kecil sampai sangat kecil. Yang berukuran kecil

(fenokris) umumnya berbentuk kotak dan sebagai mineral sekunder, sedangkan

yang sangat kecil (massa dasar), sebagian berupa inklusi, berbentuk bulat,

berukuran sangat kecil, sebagai mineral bijih primer. Volume sekitar 2%.

Lava G.Sela

Tektur porfiritik, innequigranular, kemas tertutup denga perbandingan antara

fenokris dengan massa dasar = 65 : 35. Fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen

dan mineral-mineral bijih. Massa dasar terdiri dari plagioklas, piroksen, mineral-

mineral bijih dan gelas (Gambar 8).

Gambar 8. Lava G. Sela di bawah mikroskop.

Plagioklas

Tidak berwarna sampai agak keruh, bentuk subhedral sampai euhedral. Kembar

albit, albit-karlsbad dan karlsbad, dominan albit-karlsbad. Kadang menunjukkan

struktur zonning lemah dan pemadaman bergelombang. Retak-retak, terubah

menjadi serisit mengikuti bidang zonning. Terdapat inklusi mineral-mineral

olivin/piroksen dan bijih. Volume sekitar 55%.

Piroksen

14

Berwarna hijau sampai agak kecoklatan, belahan umumnya satu arah, retak-

retak, bentuk anhedral sampai subhedral, umumnya anhedral. Kadang

menunjukkan kembar sederhana, ukuran kecil sampai sedang, dominan yang

berukuran kecil. Sebagian terubah menjadi mineral bijih. Volume sekitar 7%.

Mineral Bijih

Berwarna hitam, opak, berukuran kecil sampai sangat kecil. Yang berukuran kecil

(fenokris) umumnya berbentuk kotak dan sebagai mineral sekunder, sedangkan

yang sangat kecil (massa dasar), sebagian berupa inklusi, berbentuk bulat,

berukuran sangat kecil, sebagai mineral bijih primer. Volume sekitar 3%.

Gambar 9. Komposisi mineralogi batuan toleiitik (kiri) dan calc-alkalin

(kanan). Tanda x menunjukkan komposisi mineralogi batuan G. Ciremai (Sumber ; Wilson, 1989; Edwards, 1990; Purbawinata dkk, 1991)).

Perhitungan komposisi mineralogi (CIPW) dengan menggunakan metoda

Hollocher dapat dilihat dalam Tabel 1.

15

Tabel 1. Mineralogi Batuan (CIPW) G. Ciremai dengan menggunakan metoda Hollocher.

_________________________________________________________________________

Sampel (G.Tengah) (G.Apuy) (G.Sela) (G.Wangi) (G.Rohang) (G.Sada) (Cikakalang) (G.Raga (Sangkan saksi) herang)

SiO2 (wt%) (50,81) (53,75) (58,30) (56,97) (58,26) (56,29) (54,78) (54,93) (54,58)

_________________________________________________________________________

Kuarsa 0,70 7,47 5,87 8,81 7,11 0,34 3,96 2,68

Plagioklas 62,48 66,99 62,39 64,16 63,13 61,51 60,81 63,72 61,04

Ortoklas 7,62 9,77 11,44 12,47 11,03 10,07 7,78 9,04 9,92

Diopsid 13,4 7 4,4 3,41 5,39 2,24 4,23 4,77 6,55 9,25

Hipersten 5,91 16,08 3,66 10,59 13,18 15,57 22,66 14,95 15,38

Ilmenit 1,30 1,05 0,82 0,72 0,79 0,94 0,90 0,99 0,98

Magnetit 0,40 0,40 0,28 0,31 0,35 0,34 0,35 0,33 0,35

Apatit 0,43 0,61 0,49 0,51 0,51 0,54 0,39 0,46 0,40

Anortit 52,5 49,7 44,1 40,3 48,9 51,9 55,6 51,7 50,5

__________________________________________________________________________

5. Variasi Geokimia Unsur-unsur Utama Batuan G. Ciremai

Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa mayoritas batuan

Gunungapi Ciremai berkomposisi calc-alkalin. Lava-lava calc-alkalin G. Ciremai

memiliki kisaran SiO2 yang agak panjang dari 50 sampai 58 wt% (Gambar 10).

Sementara itu andesit basaltik kaya silika (SiO2 + 54 wt%) mempunyai

kandungan MgO cukup tinggi (7,0 wt %), mirip dengan basalt berkisar antara

0,57 – 0,62. Alumina terlihat meningkat dengan turunnya MgO. Tingginya

alumina di dalam lava-lava basalt calc-alkalin Ciremai menepis perkiraan

tingginya tingkat fraksinasi plagioklas di dalam lava-lava tersebut. Dibandingkan

dengan beberapa gunung api lain di Jawa Barat, batuan-batuan G. Ciremai

memiliki kandungan K2O yang relatif tinggi, hal ini kemungkinan besar

diakibatkan oleh kontaminasi krustal, yang dibuktikan dengan banyaknya senolit-

senolit batuan sedimen (Whitford, 1975).

16

Tabel 1. Komposisi Kimia Batuan G. Ciremai (Edwards, 1990)

17

Tabel 1. (Lanjutan) Komposisi Kimia Batuan G. Ciremai

Purbawinata dkk (1991) telah pula melakukan penelitian petrokimia Gunung

Api Ciremai. Lava-lava calc-alkalin Ciremai memiliki kisaran SiO2 yang agak

panjang (50 – 60 wt%). Beberapa lava basaltik andesit kaya silika mempunyai

18

kandungan MgO yang cukup tinggi (7 wt%) sama dengan basalt, dan Mg #

berkisar dari 0,57 – 0,62. Lava-lava Ciremai juga mempunyai afinitas high-K calc-

alkalin. Model kristalisasi fraksional memberikan gambaran bahwa lava calc-

alkalin Ciremai bukan merupakan hasil kristalisasi fraksional dari magma induk

yang sama seperti pada toleiitik, walaupun magma induk untuk lava calc-alkalin

bisa jadi toleiitik olivin. Plagioklas bukan merupakan fase fraksional yang penting

di dalam lava-lava calc-alkalin Ciremai.

6. Variasi Komposisi Unsur-unsur Jejak Batuan G. Ciremai

Basalt dan basaltik andesit calc-alkalin Ciremai mempunyai kadar Ni dan Cr

dari 115 sampai 532 ppm. Tingginya Ni dan Cr serta Mg# pada lava-lava basa di

Ciremai menandakan sifatnya yang cukup primitif atau bahwa basalt calc alkalin

Ciremai dihasilkan oleh proses fraksinasi yang tidak begitu lanjut/ kuat.

Vanadium dan Sc menunjukkan kecenderungan kompatibel ke arah lava-lava

yang lebih terfraksinasi. Kecenderungan ini diakibatkan oleh fraksinasi fase-fase

klinopiroksen dan magnetit.

Large Ion Lithophile Element (LILE), yaitu Rb, Ba, K, Sr dan Pb

memperlihatkan pola yang beragam. Rb, Ba dan K umumnya inkompatibel yang

menandakan bahwa fase-fase mika, K-feldsfar dan amfibol bukanlah fase

penting dalam fraksinasi. Sr nampak kompatibel dan ini mencerminkan fraksinasi

plagioklas.

High Field Strength Element (HFSE) , yaitu Zr, Ti, Nb, Ta, Hf, Th, P dan Y,

kecuali Ti dan P adalah unsur-unsur yang inkompatibel di dalam lava-lava calc-

alkalin. Rare Earth Elament (REE), yaitu Ce, Nb, Bm dan Yb juga adalah unsur-

unsur yang inkompatibel. harga-harga trace elemen terpilih yang

dinormalisasikan terhadap harga rata-rata chondrite normal dari Sun (1980)

(Gambar 12). Lava-lava calc-alkalin memiliki trend trace elemen yang khas

busur kepulauan dengan pengayaan LILE (Rb, Ba, Sr) dan LREE (Ce, Sn) relatif

terhadap HFSE (Nb, P, Ti) dan HREE (Y, Yb). Nb secara jelas memiliki anomali

negatif, demikian juga Ba relatif terhadap Rb dan Th menunjukkan anomali

negatif, dimana hal ini tidak terlihat pada lava-lava busur vulkanik lainnya

(Wilson, 1989). Anomali negatif Sr menunjukkan cukup intensnya fraksinasi

plagioklas dalam magma.

19

Pada gambar spidergram untuk lava-lava calc alkalin G. Ciremai dan

toleiitik G. Guntur dapat dilihat adanya perbedaan bentuk atau pola. Pearce

(1983) menunjukkan bahwa variasi dalam derajat kristalisasi fraksional dan

pelelehan parsial dari mantel akan merubah level pola geokimia spidergram

tanpa mempengaruhi bentuknya secara nyata. Bentuk-bentuk spidergram

dimungkinkan bisa berubah melalui kondisi-kondisi sebagai berikut :

- proses pengayaan yang mempengaruhi daerah sumbernya

- kontaminasi ketika magma naik melalui kerak

- derajat pelelehan parsial yang sangat rendah

- dinamika pelelehan yang selektif

- derajat kristalisasi yang tidak bias

7. Model Petrogenesis Batuan G. Ciremai

Penurunan Fe2O3 yang disertai dengan turunnya kadar MgO

menunjukkan pentingnya magnetit dan klinopiroksen dalam fraksinasi magma.

Fraksinasi klinopiroksen dan plagioklas ditunjukkan oleh penurunan CaO yang

dibarengi dengan penurunan MgO (Gambar 13, 14, 15 dan 16).

Meningkatnya K2O pada lava-lava yang lebih terfraksi menandakan

bahwa fase-fase kaya K seperti amfibol, flogopit dan K feldsfar bukan merupakan

fase penting dalam fraksinasi. Tingginya kandungan K2O sangat dimungkinkan

oleh proses kontaminasi krustal terhadap magma (Gambar 11 dan 12).

Nampaknya lava-lava Ciremai merupakan afinitas high K cac-alkalin, bukan

hasil dari fraksionasi fraksionasi kristalisasi. Menurunnya TiO2 seiring dengan

penurunan MgO menunjukkan adanya indikasi fraksinasi magnetit dan

klinopiroksen. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa variasi elemen-elemen

utama pada lava-lava G. Ciremai dihasilkan oleh fraksinasi klinopiroksen dan

magnetit. Sebagai bahan perbandingan ditampilkan pula variasi komposisi major

elements G. Galunggung (Bronto, 1090), terlihat bahwa sebagian besar Lava

Ciremai lebih matang dibandingkan dengan Lava Galunggung (Gambar 20 dan

22), namun sebagian kecil malah lebih primitif. Ploting antara K2O terhadap SiO2

(Wilson, 1989) menunjukkan bahwa lava-lava Ciremai berada pada batas antara

alkali dan sub-alkali, dimana batuan-batuan tersebut dapat dihasilkan oleh variasi

20

proses fraksinasi kristalisasi, kontaminasi dari kerak, penurunan prosentase

partial melting dan pengayaan dari sumber magma. Gunung Gegerhalang

merupakan sebuah kaldera, yang biasanya dihasilkan oleh magma yang bersifat

asam (dasitik) sebagai hasil dari proses-proses diferensiasi dan asimilasi

magma, dan batuan-batuan yang dihasilkan akan memiliki kandungan SiO2 dan

K2O yang relatif tinggi, yang secara mineralogi akan terbentuk mineral-mineral

alkali feldsfar. Resume perjalanan magma dari zona subduksi hingga ke

permukaan dapat dilihat pada Gambar 13.

Berdasarkan perhitungan dari Hollocher juga didapatkan harga-harga :

Indek diferensiasi, temperatur magma (°C), kandungan H2O dalam magma

(wt%), , viskositas, densitas cairan (g/cc). Kandungan H2O dalam magma juga

meningkat pada batuan-batuan yang lebih asam, peningkatan ini sangat

berkaitan dengan kenaikan Indek Eksplosivitas.

Gambar 10. Variasi komposisi kimia batuan G. Ciremai dan G. Guntur (Purbawinata dkk, 1991;

Data kimia dari: Edwards, 1990).

-- 1%

-- 2%

wt %

K2O

21

Gambar 11. Proses petrogenesis berdasarkan kandungan SiO2dan K2O dalam batuan beku.

(Wilson, 1989). X = Batuan Ciremai.

Gambar 12. Prosen berat Na2O + K2O terhadap SiO2 untuk basal-basat alkali dan toleiitik dari Kepulauan Hawaii. Garis pemisah antara alkali dan toleiitik dari Macdonald & Katsura, 1964; Wilson, 1989). Tanda kali berwarna merak adalah untuk batuan-batuan Ciremai.

x x

x

22

Gambar 13. Mekanisme perjalanan magma dari zona

Penunjaman ke permukaan (Wilson,1989).

Gambar 14. Ploting SiO2 terhadap anortit dalam Lava Ciremai.

23

Gambar 15. Ploting SiO2 terhadap diopsid dalam Lava Ciremai.

Gambar 16. Ploting SiO2 terhadap hipersten dalam Lava Ciremai.

Gambar 17. Ploting SiO2 terhadap total piroksen dalam Lava Ciremai.

24

Gambar 18. Ploting SiO2 terhadap Indek Diferensiasi dalam magma G. Ciremai.

Gambar 19. Ploting SiO2 terhadap temperatur magma G. Ciremai.

Gambar 20. Ploting SiO2 terhadap H2O dalam magma G. Ciremai.

25

G. Galunggung :

Gambar 21 . Ploting SiO2 terhadap MgO batuan G. Ciremai

dibandingkan dengan G. Galunggung (Bronto, 1989).

Gambar 22. Ploting SiO2 terhadap MgO batuan G. Ciremai dibandingkan dengan G. Galunggung (Bronto, 1989).

G. Galunggung

26

Gambar 23. Posisi tektoni G. Ciremai (tanda merah) berdasarkan ploting Th/Yb terhadap Ta/Yb.(Grafik dari Pearce, 1983; Wilson, 1989).

8. Kesimpulan

Di bawah mikroskop lava-lava G. Ciremai umumnya memiliki tekstur

porfiritik, innequigranular, kemas tertutup. Menunjukkan struktur aliran, terdapat

senolit. Fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral-mineral bijih. Massa

dasar terdiri dari mikrolit plagioklas, mikro kristal piroksen, mineral-mineral bijih

dan gelas.

Lava-lava calc-alkalin G. Ciremai memiliki kisaran SiO2 yang agak

panjang dari 50 sampai 58 wt%. Alumina terlihat meningkat dengan turunnya

MgO. Tingginya alumina di dalam lava-lava basalt calc-alkalin Ciremai menepis

perkiraan tingginya tingkat fraksinasi plagioklas di dalam lava-lava tersebut.

Penurunan Fe2O3 yang disertai dengan turunnya kadar MgO menunjukkan

pentingnya magnetit dan klinopiroksen dalam fraksinasi magma. Fraksinasi

X

27

klinopiroksen dan plagioklas ditunjukkan oleh penurunan CaO yang dibarengi

dengan penurunan MgO.

Meningkatnya K2O pada lava-lava yang lebih terfraksi menandakan

bahwa fase-fase kaya K seperti amfibol, flogopit dan K feldsfar bukan merupakan

fase penting dalam fraksinasi. Tingginya kandungan K2O sangat dimungkinkan

oleh proses kontaminasi krustal terhadap magma.

Kandungan H2O dalam magma juga meningkat pada batuan-batuan yang

lebih asam, peningkatan ini sangat berkaitan dengan kenaikan Indek

Eksplosivitas.

Variasi major dan trace elemen mengindikasikan bahwa magma G.

Ciremai telah terkontaminasi oleh batuan sedimen. Cairan (melt) dari sedimen

yang tersubduksi berpengaruh pada sifat alamiah sumber-sumber toleiitik, dan

lava-lava calc alkalin. Indikasi adanya pengaruh dari cairan-cairan ini antara lain

tingginya rasio Th/Ta dan Rb/Ba namun rendah dalam rasio-rasio Ce/Pb dan

Sr/Nd.

Plotting antara Th/Yb terhadap Ta/Yb mengindikasikan bahwa G. Ciremai

berada pada active continental margin.

DAFTAR PUSTAKA

Bronto, S., 1989. Volcanic Geology of Galunggung, West Java, Indonesia. Ph.D Thesis University of Canterbury, New Zealand. (unpublish).

Djuri, 1995. Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa. Pusat Penelitian dan

Pegembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energy. Dupre, B. and Allegre, C.J., 1983. Nd and Sr Isotope Variation in Indian Ocean

Basalts and Mixing Phenomena. Nature 303, 142-146. Edwards, C.M.H., 1990. Petrogenesis of tholeiitic, calc-alkaline volcanic rocks,

Sunda arc, Indonesia. Ph.D thesis (unpubl), Royal Holloway and Bodford New College, University of London.

Green, T.H., 1980. Island arc and continental building magmatism, a review of

petrogenetic models on experimental petrology and geochemistry. Tectonophysics. 63, 367-385.

Green, T.H., 1981., Experimental evidence for the role of accesory phases in

magma genesis. J.of volcanol. Geotherm. Res. 10, 405-422.

28

Hall, R., 2002. Cenozoic Geological and Plate Tectonic Evolution of South East Asia and the SW Pacific : Computer Based Reconstruction, Model and Animation. Journal of Asian Earth Science (20) 2002, 353 – 431.

Hutchinson, C.S., 1989. Geological evolution of South East Asia. Oxford

Monographs on Geology and Geophysics no. 13, Oxford science publications, Oxford, Clarendon Press, 368 pp.

Kay, R.W., 1977. Geochemical constraints on the origin of Aleutian magmas. In :

Talwani, N & Pitman, W.C. (red) Island arc, Deep-sea trenches and Back-arc basins. Amer. Geophys. Union, 229-242.

Katili, J.A.,1975. Volcanism and Tectonics in the Indonesian island arcs.

Tectonophysics, 26, p.165-188. Kaya, R.W., 1980. Volcanic arc magmas : implications of a melting-mixing

model for element recycling in the crust-upper mantle system.

Le Pichon, X., 1968. Sea floor spreading and continental drift. J. Geophys. Res. Morris, J.D. & Hart, S.R., 1983. Isotopic and incompatible element constraints on

the genesis of island arc volcanics from Cold Bay and Amak Island, Aleutians, and implication for mantle structure. Geochim. Cosmochom. Acta. 47.

Pearce, J.A., 1983. Role of the sub-continental lithosphere in magma genesis at

active continental margins. In : Hawkesworth, C.J. & Norry, M.J. (red). Continental Basalts and Mantle Xenoliths., Nautwich, Shiva publishing, 230-249.

Purbawinata, M.A., Kadarsetia, E. & Rakimin, 1991. Laporan Penelitian

Petrokimia Gunungapi – Ciremai – Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi (unpubl).

Silitonga, P.H., Masrie, M. Dan Suwarna, N., 1996. Peta Geologi Lembar

Cirebon, Jawa. Pusat Penelitian dan Pegembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energy.

Silitonga, P.H., 1973. Geological Maf of The Bandung Quadrangel, Jawa, scale

1 : 100.000. Geological Survey of Indonesia, Ministry of Mines, Indonesia.

Situmorang, T., Hadisantono, R.D. & Asmoro,P,.1984. Peta Geologi Gunungapi

Ciremai, Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi. Taylor, S.R. & Mc Lennan, S.M., 1985. The continental crust : Its composition

and evolution. Oxford, Blackwell Scientific.

Whitford, D.J., 1975. Geochemistry and petrology of volcanic rocks of the Sunda arc, Indonesia. PhD thesis (unpubl), Australian National University.

29

Wilson, M., 1989. Igneous Petrogenesis: a global tectonic approach. Unwin Hyman - London.

Wirakusumah, A.D., 1991. Some Studies of Volcanology, Petrology and

Structures of Mt. Kelut, East Java, Indonesia. Research School of Earth Sciences, Victoria University of Wellington, New Zealand. Ph.D Thesis (unpublished).

Wright, T.L. & Doherty, P.C., 1970. A linear programming and least squares

computer method for solving petrological mixing problems. Geol. Soc. Am. Bull. 81, 1996-2008.

30

GEOLOGI DAN GEOKIMIA BATUAN

GUNUNG API CIREMAI,

JAWA BARAT

GEOLOGY AND ROCKS GEOCHEMISTRY OF CIREMAI VOLCANO, WEST

JAVA

Oleh :

Eka Kadarsetia

BIDANG EVALUASI POTENSI BENCANA

PUSAT VULKANOLOGI DAN MITIGASI BENCANA GEOLOGI

BADAN GEOLOGI

2013

DAFTAR ISI

Hal

BAB I PENDAHULUAN

BAB II GEOLOGI

2.1 Geologi Regional

2.2 Geologi Gunung Api Ciremai

31

BAB III PETROGRAFI

3.1 Basalt

3.2 Andesit basaltik

3.2 Andesit

3.4 Andesit silika tinggi

BAB IV GEOKIMIA UNSUR-UNSUR UTAMA

(MAJOR ELEMENTS)

4.1 Variasi Geokimia Unsur-unsur Utama Batuan G. Ciremai

4.2 Model Petrogenesis Batuan G. Ciremai Berdasarkan Variasi

Unsur- unsur Utamanya

BAB V GEOKIMIA UNSUR-UNSUR JEJAK

(TRACE ELEMENTS)

5.1 Variasi Komposisi Unsur-unsur Jejak Batuan G. Ciremai

5.2 Model Petrogenesis Batuan G. Ciremai

BAB VI GEOKIMIA ISOTOP

3.1 Data Isotop Sr dan Nd

3.2 Data Isotop Pb

3.3 Data Isotop O

3.4 Pengenalan Komponen-komponen Sumber Dari Isotop

3.5 Pengenalan Komponen-komponen Zona Subduksi Dari Isotop dan

Trace Elements Inkompatibel

BAB VII PENGENALAN KOMPONEN-KOMPONEN SUMBER

MAGMA

7.1 Pengenalan Komponen-komponen Sumber Dari Isotop

7.2 Pengenalan Komponen-komponen Zona Subduksi Dari Isotop dan

Trace Elements Inkompatibel

DAFTAR PUSTAKA

ii

32

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Lokasi penelitian

Gambar 2. Pola Tektonik Indonesia (Hall, 2002).

Gambar 3a. Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa (Djuri,1995).

Gambar 3b. Korelasi Satuan Peta Geologi Lembar Arjawinangun,

Jawa (Djuri,1995).

Gambar 3c. Peta Geologi Lembar Cirebon, Jawa (Silitonga dkk, 1996)

Gambar 3d. Korelasi Satuan Peta Geologi Lembar Cirebon, Jawa

(Silitonga dkk, 1996)

Gambar 4. Peta Geologi Gunung Api Ciremai (Situmorang dkk, 1984).

Gambar 5. Korelasi Satuan Peta Geologi Gunung Api Ciremai

(Situmorang dkk, 1984)

Gambar 6. Komposisi mineralogi batuan toleiitik (kiri) dan calc-alkalin

(kanan). Tanda x menunjukkan komposisi mineralogi batuan

G. Ciremai (Sumber ; Wilson, 1989; Edwards, 1990;

Purbawinata dkk, 1991)).

Gambar 7. Variasi komposisi kimia batuan G. Ciremai dan G. Guntur

(Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 8. Proses petrogenesis berdasarkan kandungan SiO2

dan K2O dalam batuan beku (Wilson, 1989). X = Batuan

Ciremai.

33

Gambar 9 . Ploting SiO2 terhadap MgO batuan G. Ciremai

dibandingkan dengan G. Galunggung (Bronto, 1989).

Gambar 10. Ploting SiO2 terhadap MgO batuan G. Ciremai

dibandingkan dengan G. Galunggung (Bronto, 1989).

Gambar 11. Mekanisme perjalanan magma dari zona penunjaman

ke permukaan (Wilson,1989).

Gambar 12. Spidergrams yang dinormalisasi dengan Chondrite,

trace element terpilih dari calc-alkalin Ciremai

(Edwards, 1990;Purbawinata, dkk, 1991).

Gambar 13. Ploting Th/Yb terhadap Ta/Yb yang memperlihatkan

perbedaan antara basalt hasil penunjaman dengan basalt

dari MORB serta basalt hasil pengayaan sumber (OIB).

Vektor-vektor menunjukkan pengaruh dari komponen-

komponen subduksi (S), pengayaan lempeng

(W),kontaminasi kerak (C) dan fraksinasi kristalisasi (F).

TH = Toleiitik; CA = Calk-alkalin; S = Sosonit. (Wilson,

1989; Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 14. Diagram Sr/Nd vs Th/Ta dari lava-lava Ciremai dan Guntur.

Lava-lava tholeiitik memperlihatkan komposisi yang khas

hasil pengayaan elemen dari fluida asal kerak samudra yang

tersubduksi (Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 15. Diagram Rb/Ba vs Th/Ta dari lava-lava Ciremai dan Guntur.

Gambar 16. Variasi elemen-elemen jejak (trace elements)

G.Ciremai dibandingkan dengan G. Kelut,

Jawa Timur Wirakusumah, 1991).

Gambar 17. Variasi elemen-elemen jejak (trace elements)

G. Ciremai dibandingkan dengan G. Kelut,

Jawa Timur (Wirakusumah, 1991).

Gambar 18. Variasi elemen-elemen jejak (trace element)

G. Ciremai dibandingkan dengan G. Kelut, Jawa Timur

(Wirakusumah, 1991).

Gambar 19. Diagram 143Nd/ 144Nd vs 87Sr/ 86Sr dari lava-lava

Ciremai dan Guntur relatif terhadap MORB

(Purbawinata dkk, 1991).

iii

34

Gambar 20. Diagram 206Pb/ 204Pb vs 207Pb/ 204Pb dan 206Pb/ 204Pb vs 206Pb/ 204Pb dari lava-lava Ciremai relatif terhadap Nothern

Hemisphere Reference Line (NHRL) (Purbawinata dkk,

1991).

Gambar 21. Diagram 18O vs 87Sr/ 86Sr dari lava-lava Ciremai relatif

terhadap 18O MORB dan mantel (Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 22. Diagram 18O vs MgO dan 18O vs SiO2 dari lava-lava Ciremai

dan Guntur (Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 23. Diagram 87Sr/ 86Sr vs Sr untuk lava-lava Ciremai dan Guntur,

disertai kemungkinan arah evolusi magmanya masing-

masing (Purbawinata dkk, 1991). Gambar 24. Diagram 207 Pb/ 204 Pb vs Ce/Pb dari lava-lava

Ciremai dan Guntur (Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 25. Diagram Ce/Pb vs Pb dari lava-lava Ciremai dan Guntur.

Lava-lava Ciremai terplot pada atau dekat kurva mixing

(Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 26. Diagram Sr/Nd vs Th/Ta dari lava-lava Ciremai dan Guntur.

Lava-lava tholeiitik memperlihatkan komposisi yang khas

hasil pengayaan elemen dari fluida asal kerak samudra yang

khas hasil pengayaan elemen dari fluida asal kerak samudra

yang tersubduksi. Naiknya rasio Th/Ta dan turunnya rasio

Sr/Nd pada lava calc-alkalin diakibatkan oleh pengaruh dari

komponen sedimen.

Gambar 27. Diagram 87Sr/86Sr vs Sr/Nd dari lava-lava Ciremai dan

Guntur. Trend pada tholeiitik terbentuk akibat pengeruh

fluida asal kerak samudra di dalam mantel sumber. Tingginya

87Sr/86Sr pada calc-alkalin Ciremai berasosiasi dengan

rendahnya komponen Sr/Nd sedimen.

Gambar 28. Diagram 143Nd/ 144Nd vs 87Sr/ 86Sr dari lava-lava

Ciremai dan Guntur (Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 29. Diagram Rb/Ba vs Th/Ta dari lava-lava Ciremai dan

Guntur. Tingginya rasio Rb/Ba berasosiasi dengan

komponen sedimen (Purbawinata dkk, 1991).

Gambar 30. Resume perjalanan magma dari zona penunjaman ke

permukaan beserta karakteristik geokimianya (Wilson,

1989).

iv

35

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rakhmat dan karunianya sehingga penulisan buku ini dapat terwujud. Buku

ini merupakan hasil kompilasi dari para peneliti terdahulu, baik itu di bidang geologi

maupun di bidang geokimia G. Ciremai. Diharapkan bahwa buku ini akan memperkaya

khasanah keilmuam di bidang vulkanologi khususnya dan di bidang geologi umumnya.

Diharapkan pula bahwa hasil penelitian ini juga dapat digunakan dalam mitigasi

bencana Gunung Api Ciremai pada khususnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

koreksi dan masukan. Kepada Badan Geologi serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi yang telah memberikan berbagai fasilitas dan dorongan terhadap

penulisan buku ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Fakultas Teknik Geologi,

Universitas Padjadjaran yang telah memberikan pencerahan yang terus menerus di

bidang ”ilmu” geolologi, serta berbagai masukan dan koreksi yang sangat bermanfaat.

Semoga segala kebaikan Bapak, Ibu dan Saudara sekalian mendapat balasan yang

setimpal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Bandung, Oktober 2013

Penulis,

36

Eka Kadarsetia

NIP. 196101221987031001

i