etnografi sebagai penelitian komunikasi

21
METODOLOGI PENELITIAN KOMUNIKASI KAJIAN ETNOGRAFI SEBAGAI PENELITIAN KUALITATIF DISUSUN OLEH : FEBY GRACE ADRIANY 147045003 RENANDA KHAIRUNA PURBA 147045004 MUHARRAMI SYAHPUTRA 147045006 NANDA RIZKI 147045007 AGNES APRILISNA LUBIS 147045009 MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Upload: ingenst

Post on 09-Apr-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

METODOLOGI PENELITIAN KOMUNIKASI

KAJIAN ETNOGRAFI

SEBAGAI PENELITIAN KUALITATIF

DISUSUN OLEH :

FEBY GRACE ADRIANY 147045003

RENANDA KHAIRUNA PURBA 147045004

MUHARRAMI SYAHPUTRA 147045006

NANDA RIZKI 147045007

AGNES APRILISNA LUBIS 147045009

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

2

DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................... 2

Pendahuluan ......................................................................................................... 3

Pembahasan .......................................................................................................... 5

A. Etnografi sebagai Penelitian Kualitatif ........................................................... 5

B. Ciri Penelitian Etnografi ................................................................................. 8

C. Etnografi Komunikasi ..................................................................................... 9

D. Melakukan Penelitian Etnografi ..................................................................... 10

E. Informan dalam Penelitian Etnografi ............................................................... 13

F. Tantangan Penelitian Etnografi ....................................................................... 13

G. Contoh Penelitian Etnografi Komunikasi Terdahulu ....................................... 15

Penutup ............................................................................................................ 18

Daftar Referensi .................................................................................................. 19

3

PENDAHULUAN

Pada awalnya, metode penelitian dalam ilmu sosial banyak dipengaruhi oleh

pendekatan positivistik, yang berpangkal pada keyakinan bahwa kebenaran itu selalu

bermanifestasi dalam wujud gejala-gejala yang dapat diamati secara indrawi, artinya

pendekatan positivistik berasumsi bahwa suatu gejala itu hanya boleh dinilai betul (true)

bukan benar (right) maka gejala itu kasat mata, bisa diamati dan bisa diukur. Namun

dalam perkembangannya mulai dilakukan pengembangan bahkan pendekatan

positivistik mulai ditinggalkan oleh peneliti ilmu sosial karena ternyata tidak semua

gejala sosiobudaya dapat diukur dan dikuantifikasi seperti awalnya realitas organik.

Seorang tokoh pendekatan interaksionisme simbolik Mead menilai bahwa

sesungguhnya mustahil untuk mengonsepkan objek-objek kajian ilmu sosial

sepenuhnya sebagai sesuatu yang memiliki raga dan selalu dapat diobservasi.

Penelitian ilmu sosial pun dilakukan dalam dua bentuk, kuantitatif dan kualitatif.

Metode kualitatif dipengaruhi oleh paradigma naturalistik-interpretatif Weberian,

perspektif post-positivistik kelompok teori kritis serta post-modernisme seperti

dikembangkan oleh Baudrillard, Lyotard, dan Derrida (Cresswell, 1994). Penelitian

kualitatif berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Sehingga,

penelitian kualitatif biasanya sangat memperhatikan proses, peristiwa dan otentisitas.

Memang dalam penelitian kualitatif kehadiran nilai peneliti bersifat eksplisit dalam

situasi yang terbatas, melibatkan subjek dengan jumlah relatif sedikit. Peneliti kualitatif

biasanya terlibat dalam interaksi dengan realitas yang ditelitinya.

Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme

yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran

pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif

percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui

penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka

(Danim, 2002).

John W. Cresswell menilik beberapa dimensi asumsi paradigmatik yang

membedakan penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Dimensi-dimensi tersebut

mencakup ontologis, epistemologis, aksiologis, retorik, serta pendekatan metodologis.

Secara ontologis, peneliti kuantitatif memandang realitas sebagai „objektif‟ dan dalam

4

kacamata „out there‟, serta independen dari dirinya. Sementara itu, peneliti kualitatif

memandang realitas merupakan hasil rekonstruksi oleh individu yang terlibat dalam

situasi sosial. Secara epistemologis, peneliti kuantitatif bersikap independen dan

menjaga jarak (detachment) dengan realitas yang diteliti. Sementara peneliti kualitatif,

menjalin interaksi secara intens dengan realitas yang ditelitinya.

Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa terdapat beberapa ciri penelitian

kualitatif, antara lain :

Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data langsung,

dan peneliti sebagai instrumen kunci.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan

lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka

Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal ini

disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau

hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati

dalam proses.

Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif, peneliti tidak

mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai

penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.

Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang

tampak.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, pada dasarnya penelitian kualitatif bertumpu

secara mendasar pada fenemenologi. Sementara kebudayaan, teori simbolik,

etnometodologi dijadikan sebagai dasar tambahan yang melatar belakangi secara

teorities penelitian kualiatatif. Dalam penelitian kualitatif pun dikenal beberapa

tipe penelitian, antara lain fenomenologi, etnografi, studi kasus dan grounded

theory. Makalah ini akan secara khusus membahas etnografi sebagai kajian dalam

penelitian kualitatif.

5

PEMBAHASAN

A. Etnografi sebagai Penelitian Kualitatif

Istilah ethnos dalam bahasa Yunani diartikan sebagai orang, ras, atau

budaya sekelompok orang. Jika „ethno‟ sebagai awalan digabungkan dengan

„graphic‟ sehingga membentuk etnographic yang merupakan suatu disiplin ilmu

yang mengkaji budaya sekelompok orang. Penelitian etnografi bermula dari

penelitian antropologi yang mengamati budaya di suatu tempat. Hal ini dilakukan

oleh para peneliti awal seperti Taylor, Frazer, Morgan sekitar abad 20. Dimana

penelitian lapangan ini hanya terfokus pada perkembangan budaya di suatu daerah.

Teknik etnografi utama pada masa awal ini adalah wawancara yang panjang,

berkali-kali, dengan beberapa informan kunci, yaitu orang-orang tua dalam

masyarakat tersebut yang kaya dengan cerita tentang masa lampau, tentang

kehidupan yang “nyaman” pada suatu masa dahulu. Orientasi teoritis para peneliti

terutama berkaitan dengan perubahan sosial dan kebudayaan. Pendeknya, tipe

penelitian etnografi pada masa awal ini adalah “informan oriented”, karena

tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran masa lalu masyarakat tersebut.

Selanjutnya penelitian ini terus berkembang (modern 1915-1925). Racliffe-

Brown dan Malinowski mengembangkan penelitian etnografi ini yang menekankan

kepada kehidupan masa kini oleh anggota masyarakat yaitu way of life suatu

masyarakat, dimana penelitian ini berusaha mendiskripsikan dan membangun

struktur sosial budaya suatu masyarakat dan membandingkan sistem sosial dalam

rangka mendapatkan kaidah-kaidah umum tentang masyarakat. Untuk dapat

mencapai tujuan tersebut, sang peneliti tidak cukup hanya melakukan interview

dengan beberapa informan tua, seperti yang dilakukan oleh para etnografi awal, tapi

yang lebih penting adalah melakukan observasi sambil berpatisipasi dalam

kehidupan masyarakat tersebut.

Dalam etnografi modern, bentuk sosial dan budaya masyarakat dibangun

dan dideskripsikan melalui analisis dan nalar sang peneliti. Struktur budaya yang

dideskripsikan adalah struktur sosial dan budaya masyarakat tersebut menurut

interpretasi sang peneliti.

6

Selanjutnya penelitian etnografi ini terus berkembang yang disebut sebagai

etnografi baru (1960-an). Penelitian ini dikembangkan oleh Spradley, dimana

penelitian ini menekankan kepada usaha untuk menemukan bagaimana berbagai

masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan

kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan.

Jadi bentuk sosial dan budaya disini menurut aliran baru adalah susunan

yang ada dalam pikiran (mind) anggota masyarakat tersebut dan tugas peneliti

mengoreknya keluar dari pikiran mereka. Budaya suatu masyarakat terdiri atas

segala sesuatu yang harus diketahui dan dipercayai seseorang agar dia dapat

berprilaku sesuai dengan cara yang diterima masyarakat. Budaya bukanlah hanya

suatu fenomena material seperti benda-benda, manusia, prilaku, atau emosi. Tugas

peneliti etnografi adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran

tersebut.

Ada tiga prinsip dasar metodologis penelitian etnografi. Pertama,

naturalisme yaitu menangkap karakter perilaku manusia yang muncul dalam setting

alami, setting yang memberi kebebasan proses penelitian dan buka setting yang

sengaja dibuat peneliti untuk tujuan penelitian. Kedua, pemahaman, yaitu

mempelajari karakter subjek penelitian sebelum menjelaskan perilakunya. Ketiga,

penemuan, yaitu konsepsi proses penelitian bersifat induktif atau berdasarkan

temuan.

Jalan yang paling utama dalam memahami suatu budaya dengan

mempelajari bahasa suatu budaya tersebut. Etnografi mengandalkan keterlibatan

peneliti dalam kelompok atau komunitas selama jangka waktu tertentu di lapangan.

Lama tidaknya penelitian etnografi ini bergantung pada pemahaman terhadap gejala

yang diteliti. Penelitian bisa berlangsung dalam kurun waktu singkat apabila hanya

meliputi satu peristiwa, misalnya meneliti tentang cara upacara perkawinan adat

Betawi. Sebaliknya, akan berlangsung dalam waktu yang lama bila hendak meneliti

a sinle society, masyarakat yang kompleks.

Berangkat dari penjelasan diatas, maka penelitian etnografi merupakan

pekerjaan mendiskripsikan suatu kebudayaan dari sekelompok orang. Artinya

memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Malinowski dalam Spradley (1997:3), dimana tujuan

7

etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan

kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya. Dengan arti lain

adalah etnografi mempelajari masyarakat dan belajar dari masyarakat. Kemudian

kebudayaan sebagai objek dari penelitian etnografi merupakan pola tingkah laku

yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu seperti custom

(adat) atau cara hidup masyarakat. Dimana pola tingkah laku, adat, dan pandangan

masyarakat, semua dapat didefinisikan, diinterprestasikan, dan dideskripsikan dari

berbagai perspektif. Dari paparan ini dapat dipahami bahwa pemahaman terhadap

suatu budaya akan berbeda pada setiap orang yang berbeda budaya. Hal ini dapat

dilihat dari contoh bahwa keinginan untuk menolong seseorang akan berbeda

makna dengan orang lain yang berbeda budaya. Maka penelitian etnografi ini

meneliti tingkah laku namun lebih dalam dari itu menyelidiki makna tingkah laku

itu sendiri

Studi etnografi merupakan bagian dari paradigma interpretif atau

konstruktivis. Paradigma interpretatif adalah cara pandang yang bertumpu pada

tujuan untuk memahami dan menjelaskan dunia sosial dari kacamata aktor yang

terlibat di dalamnya. Oleh karena itu keilmiahannya, sebagaimana yang dijelaskan

oleh Burrell dan Morgan (1979), terletak pada ontologi sifat manusia yang

voluntaristik. Subyektivitas justru memainkan peranan penting dibandingkan

obyektivitas. Paradigma interpretif bercita-cita memahami dan menafsirkan makna

suatu kenyataan. Paradigma interpretif yang berkembang dalam tradisi pemikiran

Jerman, lebih humanistik dan memandang manusia sebagai manusia, serta terobsesi

dan dipengaruhi oleh filsafat rasionalisme (idealisme) Platonik. Tradisi pemikiran

inilah yang kemudian menjadi akar-akar pendekatan penelitian kualitatif.

Sedangkan paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah

realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi

analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa

atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.

Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai

paradigma produksi dan pertukaran makna. Paradigma konstruktivis menolak

pandangan positivisme yang memisahkan subjek dengan objek komunikasi.

8

Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor

sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.

Ada beberapa konsep yang menjadi fondasi bagi metode penelitian

etnografi ini. Pertama, pentingnya membahas konsep bahasa, baik dalam

melakukan proses penelitian maupun saat menuliskan hasilnya dalam bentuk

verbal. Sesungguhnya adalah penting bagi peneliti untuk mempelajari bahasa

setempat. Konsep kedua adalah informan. Etnografer bekerja sama dengan

informan untuk menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan. Informan merupakan

sumber informasi; secara harafiah, mereka menjadi guru bagi etnografer.

B. Ciri Penelitian Etnografi

Endraswara (2006), menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik

dari penelitian etnografi, yaitu;

1. Sumber data bersifat ilmiah, dimana peneliti berusaha memahami gejala

empirik dalam kehidupan informan sehari-hari.

2. Peneliti adalah instrumen penting dalam pengumpulan data.

3. Bersifat deskripsi, mencatat dengan rinci fenomena budaya yang dilihat dan

dibaca menggunakan instrumen apapun. Kemudian dikombinasikan, melalui

abstraksi, dan ditarik kesimpulannya.

4. Penelitian etnografi biasanya digunakan untuk memahami bentuk- bentuk

tertentu atau studi kasus.

5. Analisisnya bersifat induktif.

6. Peneliti bersikap sebagaimana penduduk asli yang ditelitinya ketika berada

di lapangan.

7. Data dan informan harus berasal dari tangan pertama.

8. Kebenaran data harus dicek dengan data lain, misalnya data lisan dicek

kembali menggunakan data tertulis.

9. Subjek penelitian disebut partisipan, konsultan, serta teman sejawat.

10. Sudut pandang penelitian ialah emik, bukan etik.

11. Pengumpulan data menggunakan teknik purpossive sampling, dan bukan

probabilitas statistik.

9

12. Bisa menggunakan kualitatif maupun kuantitatif, namun biasanya

menggunakan kualitatif

Pada dasarnya, penelitian etnografi bertujuan untuk menguraikan budaya

tertentu secara holistik, yaitu aspek budaya baik spiritual maupun material.

Berusaha menggali pandangan hidup sesuai dengan sudut pandangan penduduk

setempat. Penelitian etnografi ini mengangkat fenomena budaya yang kemudian

akan ditemukan makna tindakan budaya suatu komunitas yang diekspresikan

melalui apa saja.

C. Etnografi Komunikasi

Sedangkan untuk etnografi komunikasi, ruang lingkupnya menurut Hymes adalah

sebagai berikut:

a. Pola dan fungsi komunikasi

b. Hakikat dan definisi masyarakat tutur (speech comm unity)

c. Cara-cara berkomunikasi

d. Komponen-komponen kompetensi komunikatif

e. Hubungan bahasa dengan pandangan dunia dan organisasi sosial

f. Semesta dan ketidaksamaan linguistik dan sosial

Pada etnografi komunikasi, yang menjadi fokus perhatian adalah perilaku

komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu, jadi bukan keseluruhan perilaku

seperti dalam etnografi. Adapun yang dimaksud dengan perilaku komunikasi

menurut ilmu komunikasi adalah tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau

khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi. Etnografi komunikasi

memfokuskan kajiannya pada perilaku-perilaku komunikasi yang melibatkan

bahasa dan budaya. Sehingga etnografi komunikasi tidak hanya akan menyorot

fonologi dan gramatika bahasa, melainkan struktur sosial yang mempengaruhi

bahasa, dan kebudayaan dalam kosakata bahasa. Etnografi komunikasi

menggabungkan antropologi, linguistik, komunikasi, dan sosiologi dalam suatu

frame yang sama, sehingga deskripsi etnografi komunikasi memberikan sumbangan

pemahaman bagi ilmu lain. Singkatnya, etnografi komunikasi melihat perilaku

komunikasi dalam konteks sosiokultural. Mencoba menemukan hubungan antara

bahasa, komunikasi, dan konteks kebudayaan dimana peristiwa komunikasi itu

10

berlangsung. Semua itu menjadikan etnografi komunikasi sebagai multi studi dalam

ilmu sosial. Contoh: riset etnografi komunikasi dapat menemukan jenis-jenis

bahasa yang biasa digunakan untuk merepresentasikan kegiatan beristirahat (tidur)

pada masyarakat Jawa, yaitu turu, tilem, dan sare. Penggunaannya ini tergantung

pada konteks komunikasi yang berbeda seperti dengan siapa berbicara dan dalam

situasi apa berbicara, yang semuanya menjadi budaya keseharian masyarakat Jawa.

D. Melakukan Penelitian Etnografi

Etnografi memanfaatkan beberapa teknik pengumpulan data, meskipun teknik

utamanya adalah pengamatan berperan serta (participant observation). Lindloff

(1995) mengemukakan etnografer tidak mengingkari teknik penelitian kuantitatif,

mereka juga sering menggunakan sensus dan prosedur statistik untuk menganalisis

pola-pola atau menentukan siapa yang menjadi sampel penelitian. Etnografer juga

terkadang menggunakan tes diagnostik, inventori kepribadian, dan alat pengukur

lainnya. Pendeknya, etnografer akan memanfaatkan metode apapun yang

membantu mereka mencapai tujuan etnografi yang baik. Penelitian etnografi tidak

saja berbentuk etnografi lengkap (comprehensive ethnography) dimana mencatat

satu total way of life atau memberikan satu deskripsi utuh, lengkap dan mendetail

tentang sistem sosial dan sistem kebudayaan suatu suku bangsa dan topic oriented

ethnography (monografi) yang terfokuskan pada satu aspek tertentu, melainkan

mulai beranjak kearah hyphothesis oriented ethnography yang bertujuan untuk

menguji hipotesa dan tidak sekedar mendeskripsikan.

Penelitian etnografi memiliki karakteristik dan langkah-langkah tersendiri,

Spradley (2007) mengemukakan langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Menetapkan informan. Terdapat beberapa syarat dalam memilih informan

agar bisa memberikan informasi seperti yang diharapkan.. Peneliti juga harus

melakukan penduga-dugaan siapa yang layak menjadi informan yang tepat

sesuai dengan penelitiannya.

2. Mewawancarai informan. Dalam mewawancarai informan seharusnya

dilakukan dengan wawancara penuh kekerabatan supaya tidak menimbulkan

kecurigaan yang berarti pada informan. Dengan artian ketika melakukan

wawancara disampaikan tujuannya, penjelasan etnografi

11

(meliputi perekaman, model wawancara, waktu dan dalam suasana bahasa

asli), menjelaskan menjelaskan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif,

struktural, dan kontras).

3. Membuat catatan etnografis. Catatan etnografi dapat berupa laporan

ringkasan, laporan yang diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan

analisis atau interpretasi. Catatan ini juga sangat fleksibel, tidak harus

menggunakan kertas ini itu atau buku ini itu, melainkan cukup sederhana

saja.Yang penting penelitian bisa mencatat jelas tentang identitas informan.

4. Mengajukan pertanyaan deskriptif. Spradley menjelaskan bahwa pertanyaan-

pertanyaan deskriptif merupakan dasar dari pertanyaan etnografi. Dalam hal

ini, perlu membangun hubungan dengan informan untuk memperoleh

informasi yang dibutuhkan. Salah satu model pertanyaan deskriptif umum

ialah seorang peneliti yang menggali permasalahan dengan cara meminta

informan untuk membicarakan suatu lingkup budaya tertentu. Prinsip utama

dalam mengajukan pertanyaan deskriptif ialah dengan

memperluas pertanyaan cenderung memperluas jawaban (Spradley,

2007:119).

5. Melakukan analisis wawancara etnografis. Analisis dalam hal ini bisa

memungkinkan bagi kita guna menemukan berbagai permasalahan untuk

ditanyakan kembali dalam wawancara berikutnya. Hal penting dalam

penelitian etnografi ialah bahwa informan telah memahami secara

keseluruhan budaya mereka, sehingga analisis lebih ditekankan pada

penyelidikan berbagai bagian budaya sebagaimana yang telah

dikonseptualisasikan oleh informan (Spradley, 2007:129-130).

6. Membuat analisis domain. Peneliti membuat istilah pencakup dari apa yang

dinyatakan oleh informan. Istilah tersebut seharusnya memiliki hubungan

semantis yang jelas (Endraswara, 2006:213).

7. Mengajukan pertanyaan struktural. Pertanyaan ini diperoleh dengan hasil

analisis domain yang dilakukan oleh peneliti etnografi sebelumnya. Beberapa

prinsip dalam mengajukan pertanyaan struktural ialah,

a) Prinsip Konkuren, pertanyaan diajukan guna melengkapi pertanyaan

deskriptif, bukan menggantikan.

12

b) Prinsip Penjelasan, pertanyaan struktural seringkali menuntut suatu

penjelasan, pertanyaan ini tidak selazim pertanyaan deskriptif. Biasanya,

dari pertanyaan yang diajukan tersebut membuat informan mengetahui

batasan jawaban yang diperlukan.

c) Prinsip Pengulangan, tujuan dari pengulangan ini untuk memperoleh

kejelasan dari istilah-istilah informan mengenai domain dalam suatu

budaya.

d) Prinsip Konteks, pemberian informasi kontekstual

mengenai penelitiannya kepada informan akan membantu memberikan

perluasan dalam pertanyaan struktural.

e) Prinsip Kerangka Kerja Budaya

8. Membuat analisis taksonomik. Setelah melewati langkah-langkah

sebelumnya, seorang peneliti bisa jadi telah memperoleh bangunan informasi

budaya yang ditelitinya. Dalam tahap ini, peneliti membuat batasan ruang

lingkup etnografi dan membuat analisis mendalam mengenai makna

dari beberapa domain yang telah terpilih.

9. Mengajukan pertanyaan kontras. Pertanyaan kontras (perbedaan) diajukan

biasanya untuk memperjelas domain-domain yang disebutkan oleh informan.

Selain itu juga berguna untuk menemukan hubungan-hubungan yang

tersembunyi dari simbol-simbol yang digambarkan oleh informan.

10. Membuat analisis komponen

11. Menemukan tema-tema budaya

12. Menulis laporan etnografi

Seorang etnografer bekerjasama dengan seorang informan untuk

menghasilkan satu deskripsi kebudayaan. Penelitian sosial membagi tiga peran

informan yaitu sebagai subyek, responden, dan pelaku. Subyek di gunakan ketika

peneliti mempunyai tujuan tertentu, yaitu untuk menguji hipotesis. Peneliti

utamanya tidak tertarik menemukan pengetahuan budaya subjek, peneliti hanya

berupaya menegaskan atau membatalkan suatu hipotesis tertentu dengan

mempelajari respons atau jawaban subyek. Bekerja dengan subyek harus di mulai

dengan ide-ide yang telah di tetapkan sebelumnya. Berbeda dengan bekerja

bersama informan, peneliti di mulai dari ketidaktahuan. Subyek tidak

13

mendefinisikan hal-hal penting yang harus di temukan oleh peneliti, tetapi informan

yang mendefinisikanya. Seorang responden adalah siapa saja yang menjawab daftar

pertanyaan penelitian atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh seorang

peneliti. Sebagian besar orang akan ambigu definisi responden dan informan karena

keduanya sama-sama menjawab pertanyaan dan tampak memberikan informasi

mengenai kebudayaan mereka. Pelaku adalah seorang yang menjadi obyek

pengamatan dalam setting alam. Seorang etnografer melakukan observasi seperti

mendengarkan dan menyaksikan masyarakat dengan setting alamiah yang wajar.

E. Informan dalam Penelitian Etnografi

Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki informan dalam penelitian

etnografi, antara lain : pertama, enkulturasi penuh, artinya dapat mengetahui

budayanya dengan baik. Kedua, keterlibatan langsung. Ketiga, suasana budaya

yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana

adanya, dia tidak akan basa-basi. Keempat, memiliki waktu yang cukup. Dan

kelima, non-analitis. Sedangkan pemilihan informan ditentukan dengan 4 cara :

a. Secara insidental, artinya peneliti menemui seseorang yang sama sekali

belum di ketahui pada salah satu wilyah penelitian

b. Menggunakan modal orang-orang yang telah di kenal, peneliti berusaha

menghubungi beberapa orang terdekat dengan cara ini peneliti bisa

meyakinkan bahwa penelitiannya akan di hargai.

c. Sistem quota, artinya informan kunci telah di rumuskan kriterianya. Misalkan

ketua organisasi, ketua RT, dukun dan sebagainya.

d. Secara snowball artinya informasi kunci di mulai dari jumlah kecil (satu

orang) kemudian atas rekomendasi orang tersebut informan kunci menjadi

semakin besar sampai jumlah tertentu. Dari cara- cara tersebut peneliti dapat

memilih salah satu cara yang cocok. Pemilihan berdasakan aspek kemudahan

peneliti memasuki setting dan pengumpulan data.

F. Tantangan Penelitian Etnografi

Dalam pelaksanaannya metode etnografi ini memiliki tantangan tersendiri baik

yang sifatnya eksternal yaitu lingkungan diluar responden, maupun yang sifatnya

14

internal yaitu sifat dan karakter yang melekat di responden sebagai objek penelitian

yang dapat membuat tujuan utama dari etnografi tidak tercapai yaitu mendapatkan

data perilaku target market secara natural.

Risih bila diamati

Istilah „demam panggung‟ mungkin lebih tepat untuk menggambarkan dari

sifat yang pertama ini. Tidak setiap orang akan merasa nyaman dan

berperilaku natural bila mereka tahu sedang diamati. Ini tantangan yang

cukup besar dalam etnografi karena objektif dari etnografi tidak akan

tercapai apabila orang yang diamati berperilaku secara „kaku‟ tidak apa

adanya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kondisi seperti ini sangat

mungkin terjadi apabila ada orang lain (tim etnografi) atau peralatan yang

tidak biasa misalnya video rekaman yang berada dalam kehidupan mereka

sehari-hari, yang akhirnya apa yang dilakukan dan dikerjakan terkesan serba

salah.

Gengsi

Sifat gengsi dari seseorang yang menjadi target etnografi juga dapat

menghambat hasil data yang natural . Ingin selalu berusaha terlihat baik dan

„wah‟ dimata orang lain akan menjadikan pola kebiasaan yang biasa

dilakukan sehari-hari dapat berubah. Sebagai contoh pada saat dietnografi ,

mereka yang biasanya tidak sarapan pagi menjadi sarapan pagi atau

biasanya sarapan dengan sajian sekedarnya menjadi berubah dengan sajian

sarapan yang lebih mewah, dsb.

Suka basa basi dan adanya rasa sungkan

Perlu pengamatan atau waktu etnografi yang lama untuk memperoleh pola

perilaku yang sesungguhnya, mengingat sebagian besar masyarakat kita

suka sekali basa-basi tidak to the point mengenai apa yang dia pikirkan dan

dia kerjakan, apalagi untuk hal-hal yang sifatnya pribadi. Kondisi ini

disebabkan oleh rasa sungkan atau tidak enakan untuk menjaga perasaan

orang lain. Sebagai contoh misalnya sedang ada masalah pribadi di rumah,

mereka tetap akan berusaha tampil manis atau ramah seolah-olah tidak

terjadi apa-apa terhadap tamu/ orang lain (tim etnografi) yang berada di

rumah mereka.

15

Dari ketiga sifat dan karakter dari target pengamatan ini menjadikan penggunaan

metode etnografi tidak mudah untuk mendapatkan data secara natural, perlu

persiapan dan usaha tersendiri dalam aplikasinya. Oleh karena itu dibutuhkan data-

data pendukung lain dan pendekatan berbeda untuk mendapatkan gambaran utuh

mengenai prilaku konsumen Indonesia secara umum.

G. Contoh Penelitian Etnografi Terdahulu

a) Pola Komunikasi Etnis Besemah (Studi Etnografi Komunikasi Pada Kelompok

Etnis Di Dusun Jangkar, Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara

Kotamadya Pagaralam Provinsi Sumatera Selatan) oleh Tina Kartika,

Universitas Bandar Lampung Tahun 2012.

Istilah Besemah mengacu kepada etnis yang menghuni wilayah di sekitar

Gunung Dempo dan Pegunungan Gumai, wilayah ini kemudian dikenal dengan

ucapan setempat Rena Besemah (Wilayah Besemah). Tempat penelitian ini di

Dusun Jangkar Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara Kota

Pagaralam. Di Dusun Jangkar bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-

hari adalah Bahasa Besemah. Etnis Besemah mengenal bahasa tabu/bila

diucapkan tidak sopan, salah satu bahasa tabu adalah singkuh. Seni dalam

menyampaikan pesan lisan melalui guritan, petatapetiti/ peribahasa, dan anday-

anday/dongeng. Budaya setempat antara lain adalah likuh (seseorang dilarang

menikah pada orang yang masih ada hubungan kekerabatan), tunggu tubang

(anak laki-laki pertama harus tinggal di rumah orang tuanya), bekagoan

(pernikahan) dan lain-lain. Budaya dan bahasa tersebut diuraikan dengan teori

etnografi komunikasi Dell Hymes. Landasan Teoretik yang digunakan adalah

Interaksionisme Simbolik, Konstruksi Sosial terhadap Realita, dan Etnografi

Komunikasi. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan paradigma

interpretif. Informan sebanyak delapan belas orang. Fokus penelitian ini adalah

Bagaimana pola komunikasi Etnis Besemah di Dusun Jangkar Kelurahan

Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam. Waktu penelitian

adalah lima belas bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas

komunikasi Etnis Besemah di Dusun Jangkar dibangun dari peristiwa

komunikatif, situasi komunikatif dan tindak komunikatif. Komponen

16

komunikasi yang membentuk peristiwa komunikasi Etnis Besemah terdiri dari:

Genre/tipe peristiwa komunikatif misalnya salam khas Etnis Besemah adalah

samlekum. Dongeng misalnya Jambu Mbak Kulak, Gadis Perawan Di sarang

Penyamun, Dirut. Bentuk Pesan yang digunakan adalah pesan verbal dan pesan

nonverbal. Isi pesan yang digunakan tergantung situasi atau pesan apa yang

dibutuhkan. Norma ketika berinteraksi misalnya menggunakan base tutughan

dan singkuh. Kebiasaan antara lain: bercocok tanam, tradisi berhubungan

dengan seseorang lahir/dapat untung, menikah/bekagoan, meninggal/mate, pria

dewasa bertanggungjawab memenuhi kebutuhan keluarga, sedekah/hajatan

bersifat insidental seperti sedekah tolak balak. Interpretasi terhadap nilai,

seperti: Singkuh, likuh, ziarah kubur, base tutughan, pepatah-petiti/ungkapan

tradisional, bicara dengan suara keras, pekerjaan; buruh dan pengemis, lelaki

dewasa sebagai kepala keluarga. Dari hasil hubungan komponen komunikasi

tersebut didapatkan pola komunikasi, antara lain: 1). Pola komunikasi keluarga

inti Etnis Besemah. 2). Pola komunikasi keluarge pasat Etnis Besemah, 3).

Pola perilaku komunikasi singkuh Etnis Besemah, 4). Pola perilaku

komunikasi melalui pepata jeme tue. 6. Pola pesan pada Etnis Besemah, 6).

Pola komunikasi sesama Etnis Besemah.

b) Pola Perilaku Komunikasi dalam Game Online Audition AyoDance Studi

Etnografi pada Pemain Game Online AyoDance yang Kecanduan di Kota

Malang oleh Fendy Gunawan, Universitas Brawijaya Malang Tahun 2013.

Penelitian ini membahas mengenai perilaku komunikasi dari pemain game

online Audition AyoDance di kota Malang, terutama difokuskan pada pemain

game AyoDance yang sudah kecanduan bermain. Penelitian ini bertujuan untuk

dapat mengetahui alasan-alasan pemain untuk mulai bermain game online

Audition AyoDance hingga kecanduan dan bagaimana perilaku komunikasi

mereka saat bermain di dunia maya. Penelitian ini memiliki manfaat sebagai

bahan wacana bagi masyarakat, terutama pemain game online, supaya dapat

mengetahui dan mempertimbangkan akan tindakan yang mereka lakukan di

dunia maya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan

analisis etnografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observatory

sebagai data primer dan indepth interview (wawancara mendalam) sebagai data

17

sekunder. Penelitian dilakukan dengan informan penelitian setiap saat mereka

bermain di warnet. Penelitian ini menggunakan teori dasar Hyperpersonal

Communication dan teori Behaviorisme. Hasil penelitian ini mengungkapkan

bahwa pemain game online Audition AyoDance yang kecanduan melakukan

proses komunikasi sesuai dengan yang dia lakukan di dunia nyata dan isi dari

hal yang dikomunikasikan tergantung pada kedekatan hubungan antara dirinya

dengan pemain lain yang berinteraksi dengannya. Selain itu, pengaruh fisik dan

mood mereka di dunia nyata juga memengaruhi perilaku komunikasi mereka

saat berinteraksi di dunia AyoDance dan sebaliknya. Pemain game online

Audition AyoDance yang kecanduan juga memiliki suatu pola perilaku tertentu,

dimana berubah-ubah sesuai dengan siapa pemain yang berinteraksi dengannya,

seberapa dekat hubungan mereka yang terjalin di dunia AyoDance dan dunia

nyata. Penggunaan kata-kata dan gaya bahasa pun menjadi berbeda antara

berinteraksi dengan pemain yang dikenal dan yang tidak dikenal.

18

PENUTUP

Etnografi merupakan bagian dari penelitian sosial yang mengkaji budaya

sekelompok orang yang bertujuan untuk memahami way of life suatu masyarakat,

struktur sosial dan budaya masyarakat menurut interpretasi sang peneliti. Dalam

penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data.

Pengamatan berperan serta (participant observation) merupakan teknik pengumpulan

data utama dan bisa dilengkapi dengan teknik lainnya.

Seringkali penelitian etnografi memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya

yang cukup besar, karena fenomena yang ditangkap tentang masyarakat sekitar cukup

kompleks dan penelitian dilakukan dalam setting alami, tidak bisa direkayasa untuk

kepentingan penelitian. Selain terlibat dalam kehidupan masyarakat yang diteliti,

peneliti pun bekerja sama dengan informan untuk mendapatkan data dari sisi „orang

dalam‟.

Pelaksanaan penelitian etnografi pun menghadapi sejumlah tantangan antara lain

masyarakat yang risih bila diamati yang berakibat mereka tidak akan berperilaku

natural, munculnya sikap gengsi dari masyarakat yang diteliti, dan adanya rasa sungkan

dan berbasa-basi masyarakat sehingga kurang jujur dalam menampilkan dirinya dan

dalam memberi informasi.

19

DAFTAR REFERENSI

Buku :

Ardial, H. 2014. Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi. Jakarta : Bumi Aksara

Bogdan , R.C. & Biklen , S.K. 1992. Qualitative research for Education: An

introduction to theory and methods. Boston : Allyn & Bacon

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press

Spradley, James. P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Skripsi, Tesis, dan Disertasi :

Kartika, Tina. 2012. Pola Komunikasi Etnis Besemah (Studi Etnografi Komunikasi

Pada Kelompok Etnis Di Dusun Jangkar, Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan

Dempo Utara Kotamadya Pagaralam Provinsi Sumatera Selatan). Disertasi pada

Universitas Bandar Lampung : tidak diterbitkan

Gunawan, Fendy. Pola Perilaku Komunikasi dalam Game Online Audition AyoDance

(Studi Etnografi pada Pemain Game Online AyoDance yangKecanduan di Kota

Malang). Skripsi pada Universitas Brawijaya Malang : www.academia.edu

Jurnal :

Indrariani, Eva A. 2011. Strategi Komunikasi Mahasiswa Asing Dalam Interaksi dan

Pembelajaran Bahasa Indonesia. Parole Vol. 2, No. 1, pp 77-82

Jailani, M Syahran. 2013. Ragam Penelitian Qualitative (Ethnografi, Fenomenologi,

Grounded Theory, dan Studi Kasus. Edu-Bio Vol. 4, pp 41-50

Somantri, Gumilar R. 2005. Memahami Metode Kualitatif. Makara Sosial Humaniora

Vol. 9, No. 2, pp 57-65

20

Internet :

Febriyani, Feny, et al. 2014. Etnography. Paper pada Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga. Yogyakarta : https://www.academia.edu/7139292/etnography akses 8

April 2015 pukul 13.48

http://communicator12.blogspot.com/2010/08/penelitian-etnografi-komunikasi.html

akses 8 April 2015 pukul 12.33

http://fgreisye.blogspot.com/2013/12/metode-penelitian-komunikasi-kualitatif.html

akses 9 April 2015 pukul 10.45

21

KELOMPOK 2