efektifitas dan kreatifitas pendidikan
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
Takkan ada habisnya kita memperbincangkan
tentang pendidikan. Pendidikan menjadi tema sentral
yang terkait erat dengan karakter dan kepribadian
bangsa. Pun begitu halnya dengan segala sesuatu yang
menaungi dunia pendidikan. Semuanya menjadi menarik
untuk dikaji lebih mendalam.
Demikian halnya dengan tema pembahasan makalah
kami kali ini yang bertajuk efektivitas dan
efisiensi pendidikan. Kata efektif dan efisien di
sini memiliki pesan positif yang mencoba memberikan
masukan dalam dunia kependidikan tentang strategi
managemen yang tepat dalam mengelola pendidikan,
yang dalam hal ini menyangkut seluruh aspek di
dalamnya, yakni peserta didik, pendidik, materi,
metode, hingga evaluasi.
Efektivitas dan efisiensi jika dikerjakan
dengan sekasama tidak dapat dipungkiri dapat
memberikan dampak yang signifikan terhadap
pencapaian tujuan pendidikan. Akan tetapi perlu
dicatat bahwasanya pencapaian itu hanya bisa
terlaksana apabila seluruh stakeholder yang
menaunginya dapat bekerja secara bersama-sama, bahu
membahu demi mencapai cita-cita pendidikan. Hal ini
1
dipertegas melalui berbagai penelitian para ahli
pendidikan dalam sebuah studi kasus. Kebijakan
efektivitas dan efisiensi yang tidak tepat, dapat
menimbulkan masalah baru yang rentan terhadap
berbagai macam gesekan kepentingan. Ujung-ujungnya
peserta didik sebagai obyek pendidikanlah yang
terkena imbas terbesar dalam kasuistik seperti ini.
Pada bab lain, kami menjelaskan intisari
sedalam-dalamnya dari istilah efektivitas dan
efisiensi, bagaimana efektivitas dan efisiensi dapat
dicapai melalui berbagai usaha-usahanya.
Terakhir kami ucapkan selamat menyelami karya
sederhana kami ini. Semoga bisa menjadi setitik
pelita yang menerangi kegelapan.
Selamat membaca.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam rumusan masalah dari makalah Efektivitas
dan Efisiensi Pendidikan ini kami menyajikan
beberapa rumusan yang menjadi pokok dasar pemikiran
dalam mendedah pembahasan tema di atas.
Adapan rumusan yang menjadi permasalahan kami
diantaranya:
2
1.Apakah yang dimaksud efektivitas pendidikan dalam
rangka penciptaan iklim pendidikan yang
berorientasi terhadap tujuan pendidikan?
2.Apa yang dimaksud dengan efisiensi dalam dunia
pendidikan dalam kaitannya dengan input dan output
pendidikan?
3.Bagaimana usaha-usaha dalam pencapaian efektivitas
dan efisiensi pendidikan dan aspek-aspeknya?
C. PEMBAHASAN
1. Efektivitas dalam Dunia Pendidikan yang
Berorientasi pada Tujuan Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya
(akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau
mujarab, dapat membawa hasil jadi efektifitas
adalah adanya kesesuaian antara orang yang
melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.
Sedangkan menurut istilah efektifitas adalah
bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan
dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha
mewujudkan tujuan operasional.
Berdasarkan pengertian diatas dapat
dikemukakan bahwa efektifitas berkaitan dengan
terlaksanya tugas pokok, tercapainya tujuan,
ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari
anggota.
3
Masalah efektivitas biasanya berkaitan erat
dengan perbandingan antara tingkat pencapaian
tujuan dengan rencana yang telah disusun
sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan
hasil yang direncanakan. Efektifitas manajemen
sekolah sebagaimana efektifitas pendidikan pada
umumnya dapat dilihat berdasarkan teori system dan
dimensi waktu.
Berdasarkan teori system, criteria
efektivitas harus mencerminkan keseluruhan siklus
input, proses, output, tidak hanya output atau
hasil, serta harus mencerminkan hubungan timbal
balik anatara manajemen berbasis sekolah dan
lingkungan sekitarnya. Adapun berdasarkan dimensi
waktu, efektivitas manajemen berbasis sekolah
dapat diamati dalam jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang.
Kriteria efektivitas jangka pendek untuk
menunjukkan hasil kegiatan dalam kurun waktu
sekitar satu tahun, dengan criteria kepuasan,
efisiensi, dan produksi. Efektivitas jangka
menengah dalam waktu sekitar lima tahun, dengan
criteria perkembangan serta kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan dan perusahaan. Sementara
criteria efektivitas jangka panjang adalah untuk
menilai waktu yang akan datang (di atas lima
4
tahun) digunakan criteria kemampuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan kemampuan
membuat perencanaan strategis bagi kegiatan di
masa depan.
Thomas (1979) melihat efektifitas pendidikan
dalam kaitannya dengan produktivitas, berdasarkan
tiga dimensi berikut:
a. The administrator production function; fungsi ini
meninjau produktivitas sekolah dari segi
keluaran administrative, yaitu seberapa besar
dan baik layanan yang dapat diberikan dalam
suatu proses pendidikan, baik oleh guru, kepala
sekolah, maupun pihak lain yang berkepentingan,
b. The psychologist’s production function; fungsi ini
melihat produktivitas dari segi keluaran,
perubahan perilaku yang terjadi pada peserta
didik, dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh
peserta didik sebagai suatu gambaran dari
prestasi akademik yang telah dicapainya dalam
periode belajar tertentu di sekolah,
c. The economic’s production function; fungsi ini
melihat produktivitas sekolah ditinjau dari segi
keluaran ekonomis yang berkaitan dengan
pembiayaan layanan pendidikan di sekolah. Hal
5
ini mencakup “harga” layanan pendidikan di
sekolah.1
Dalam pada itu, Lipham dan Hoeh (1987)
meninjau efektifitas suatu kegiatan dari faktor
pencapaian tujuan, yang memandang bahawa
efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan
bersama bukan pencapaian tujuan pribadi. Suatu
organisasi dan lembaga, termasuk sekolah,
dikatakan efektif jika tujuan bersama dapat
dicapai dan belum bisa dikatakan efektif
meskipun tujuan individu yang ada didalamnya
dapat terpenuhi.
Efektivitas kelompok sangat bergantung pada
sudut pandang, apakah kelompok itu efektif bagi
individu dalam kelompok atau kelompok itu
efektif untuk kepentingan organisasi. Dalam
kepentingan organisasi, dalam hal ini termasuk
organisasi pendidikan, efektivitas sangat
bergantung pada seberapa jauh pimpinan/manajer
mampu mengelola bawahannya. Jumlah bawahan yang
dapat dikendalikan secara efektif disebut
rentang kendali. Di mana letak batas rentang
kendali agak sulit dipastikan karena bergantung
pada berbagai variable yang melekat pada
1 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategis, danImplementasi, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2002, hal.82-83.
6
pekerjaan, pribadi, dan pimpinan yang
bersangkutan.2
2. Fefisiensi Pendidikan dalam Kaitannya dengan
Input dan Output Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
efisien diartikan sebagai tepat atau sesuai untuk
mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak
membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya). Sedang
efisiensi adalah kemampuan menjalankan tugas
dengan baik dan benar.
Efisiensi merupakan aspek yang sangat penting
dalam managemen sekolah karena sekolah pada
umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber
dana, dan secara langsung berpengaruh terhaadap
kegiatan manajemen. Kalau efektivitas
membandingkan antara rencana dengan tujuan yang
dicapai, efisiensi lebih ditekankan pada
perbandingan antara input atau sumber daya dengan
output. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika
tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan atau pemakaian sumber daya yang
minimal.
Harus disadari bahwa Manajemen Berbasisis
sekolah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
sekolah, pemerataan, keadilan, demokratisasi, dan2 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT. Remaja
Rosda Karya: Bandung, 1997, hal.84.
7
penghormatan terhadap nilai-nilai budaya local,
serta menggali potensi dan keanekaragaman sekolah
di daerah, bukan untuk memindahkan masalah dari
pusat ke sekolah.
Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan
desentralisasi pendidikan, manajemen berbasisis
sekolahpun ditujukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat dan
efisiensi sumberdaya yang terbatas. Sehubungan
dengan itu, sekolah perlu memilah dan memilih
secara hati-hati berbagai strategi manajemen
pendidikan yang selama ini telah dilakukan agar
kekeliruan kolektif di masa lalu tidak diulangi
oleh sekolah-sekolah di masa depan.
Dharma (1991) mengemukakan bahwa efisiensi
mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang
langka oleh organisasi. Efisiensi juga merupakan
perbandingan antara input dengan output, tenaga
dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya serta
kesenangan yang dihasilkan.3
Pada umumnya orang yang melakukan usaha atau
bekerja dengan harapan memperolah hasil yang
banyak tanpa mengeluarkan biaya, tenaga dan waktu
yang banyak pula atau dengan kata lain efisiensi.
Efisiensi adalah sebuah konsep yang mencerminkan3 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategis, dan
Implementasi, hal. 89.
8
perbandingan terbaik antara usaha dengan hasilnya
(Gie, 1995). Dengan demikian ,ada dua macam
efisiensi yang dapat dicapai siswa, yaitu:
a. Efisiensi Usaha Hasil Belajar, suatu kegiatan
belajar dapat dikatakan efisiensi kalau
prestasi belajar yang diinginkan dapat dapat
dicapai dengan usaha yang minimal. Usaha dalam
hal ini segala sesuatu yang digunakan untuk
mendapat hasil belajar yang memuaskan, seperti:
Tenaga dan pikiran, waktu, peralatan belajar,
dan lain-lain hal yang relevan dengan kegiatan
belajar.
b. Efisiensi Hasil Belajar, sebuah kegiatan
belajar dapat pula dikatakan efisien apabila
dengan usaha belajar tertentu memberikan
prestasi belajar tinggi.4
Masukan atau input pendidikan adalah sumber
daya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
pendidikan dan pengajaran dalam rangka mencapai
tujuan yang diinginkan. Sumber daya tersebut
berkaitan dengan nilai, serta faktor manusia ddan
ekonomi. Nilai dan pengetahuan menggariskan tujuan
dan isi pendidikan, faktor manusia, merupakan
pelaksana pendidikan, dan faktor ekonomi
menyangkut biaya dan fasilitas penyelenggaraan. 4 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT.
Remaja Rosdakarya: Bandung, 2008, hal.125.
9
Secara operasional, masukan tersebut adalah
perserta didik, guru, ruang kelas, buku teks,
peralatan, kurikulum dan sarana pendidikan.
Masukan-masukan ini bisa dinyatakan dalam bentuk
biaya per peserta didik setiap tahun. Oleh karena
itu, untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu
sekolah, dapat dihitung dari banyak tahun yang
dihasilkan peserta didik dalam siklus tertentu
untuk menyelesaikan studinya. Efisiensi ini akan
menurun jika ada peserta didik yang mengulang dan
yang drop out. Hal ini dapat dipahami karena angka
mengulang kelas dan drop out akan mengakibatkan
rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh setiap
peserta didik untuk lulus menjadi semakin lama.
Analisis efisiensi yang demikian disebut efisiensi
internal dari pendidikan.
Selain dianalisis dari komponen input dan
output, tingkat efisiensi bisa dianalisis dari
proses pendidikan, yang merupakan interaksi
anatara faktor-faktor manusiawi dengan faktor-
faktor non manusiawi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sesuai dengan waktu yang
disediakan. Dalam hal ini, sesuatu dikatakan
efisien jika melakukan banyak proses atau kegiatan
dalam waktu yang relatif singkat.
10
Depdikbud (1989) membedakan efisiensi
pendidikan menjadi dua:
a. Efisiensi Internal, menunjukkan perbandingan
anatar prestasi belajar (ukuran non moneter
hasil pendidikan) dan masukan biaya pendidikan.
b. Efisiensi Eksternal, dihubungkan dengan
metode cost-benefit analisys, yaitu perbandingan
keuntungan finansial pendidikan, biasanya diukur
dari pengahasilan lulusan dengan seluruh jumlah
dana yang dikeluarkan untuk pendidikannya.
3. Usaha-Usaha dalam Pencapaian Efektivitas dan
Efisisensi Pendidikan.
Nanang Fattah (1997) menyebutkan bahwa ukuran
efektivitas kelompok sangat bervariasi,
dinataranya:
a. Produktivitas (hasil),
b. Derajat kepuasan,
c. Kreatifitas,
d. Intensitas emosi.5
Hasil penelitian Rutter (1980) menunjukkan
satu faktor yang menentukan efektivitas sekolah
adalah dicapai dengan kebijakan pengembangan
sekolah, diantaranya:
a. Sistem reward dan hukuman
5 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT. RemajaRosda Karya: Bandung, 1997, hal.84.
11
Menambah penggunaan reward menimbulkan
kebanggaan dan penghargaan, bekerjasama dengan
hasil yang menyenangkan. Sedangkan masalah
pemberlakuan hukuman adalah lebih baik
mengurangi hukuman, terutama hukuman fisik
supaya sekolah menjadi kondusif,
b. Lingkungan sekolah
Kondisi kerja sekolah yang baik, tanggung
jwab kepada kebutuhan murid dengan kepedulian
yang baik dan dekorasi bangunan serasi,
semuanya bekerjasama dengan hasil yang lebih
tinggi,
c. Sekolah yang berhasil,
Hal ini cenderung membuat penggunaan tugas
rumah yang baik, menyususn tujuan akademik yang
jelas, memiliki atmosfer percaya diri sebagai
suatu kemampuan murid,
d. Pemberian teladan oleh guru
Hasil lebih baik jika guru-guru memberikan
contoh perilaku yang baik dalam arti memelihara
waktu dengan baik, dan memiliki keinginan
menangani masalah murid,
e. Temuan atas kelompok manajemen dalam kelas,
berpendapat pentingnya mempersiapkan bahan
kemajuan pelajaran, memelihara perhatian
keseluruhan kelas dari sikap rendah hati,
12
disiplin, fokus atas perilaku pemberian imbalan
yang baik dan bertindak cepat menangani
gangguan,
f. Hasil akan lebih menyenangkan bila ada
kombinasi kepemimpinan bersama dengan proses
pengambilan keputusan yang semua guru merasa
pandangan mereka terwakili (Saran dan Trafford,
1990: 14-15).6
Gerakan Sekolah Efektif (Effective School
Movement) dimulai kahir tahun 1970-an dan awal
tahun 1980-an, dengan penelitian Ronald Edmonds
dari Harvard University. Edmond mendefinisikan
sekolah efektif adalah sekolah yang skor prestasi
pelajar (keberhasilan siswa) tidak terlalu
bervariasi dari segi status sosioekonomi
(Mochraman, 1994:83). Menurutnya, ada lima
karakter sekolah efektif:
a. Kepala sekolah memiliki kepemimpinan yang
kuat,
b. Harapan yang tinggi terhadap prestasi
belajar,
c. Menekankan pada keterampilan dasar,
d. Keteraturan dan atmosfer terkendali,
6 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan, Rineka Cipta:Jakarta, 2008, hal.132-133.
13
e. Seringnya penilaian terhadap prestasi
belajar.7
Studi kasus tentang efektivitas dan efisiensi
tampak dalam regrouping Sekolah Dasar (SD) di
Probolinggo, seperti terkronologikan di bawah ini:
Pemerintah melalui Mendagri telah
mengeluarkan surat Nomor 421.2/2501/Bangda/1998
tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan
(regrouping) Sekolah Dasar. Tujuan penggabungan
tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan
tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya
bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang
ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk
rencana pembukaan SMP kecil/SMP kelas jauh atau
setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat
untuk menampung lulusan sekolah dasar.
Hasil penelitian Sudiyono, dkk., (2009)
menunjukkan 1) kebijakan regrouping belum didukung
oleh kebijakan teknis operasional terkait dengan
pengelolaan sarana dan prasarana dan pengelolaan
kelas paralel; 2) Kebijakan regrouping memberikan
dampak positif bagi efisiensi pendanaan sekolah,
tetapi tidak efisien dalam hal pengelolaan aset.
3) kebijakan regrouping mengakibatkan terjadinya
penurunan ranking prestasi hasil belajar.
7 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan,, hal. 180.
14
Hasil penelitian Kiemas Rizka (2005)
menunjukkan bahwa perencanaan sarana dan prasarana
pendidikan SDN yang terkena kebijakan regrouping
yang tidak digunakan untuk KBM umumnya sudah
direncanakan dan dimusyawarahkan terlebih dulu
oleh kedua belah pihak (sekolah yang digabungi
dengan yang digabung) yang dihadiri oleh kepala
sekolah, guru, komite sekolah/BP3 kedua SD serta
dihadiri oleh perangkat desa setempat dan Dinas
Pendidikan Kulonprogo. Hasil penelitian Yuliana
(2004) menunjukkan bahwa regrouping mampu berperan
dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di sekolah
dasar. Menurutnya, nilai indeks efisiensi
meningkat dari 1,0 menjadi 2,3 atau meningkat dari
0,43 menjadi 1,0. Efisiensi biaya produksi tiap
satuan produk (unit cost) sebesar Rp.
1.587.119,566 dengan peningkatan produktivitas
dari 9,75 menjadi 15,59 atau terjadi peningkatan
produktivitas sebesar 5,84. Regrouping juga mampu
mengatasi kekurangan guru sekolah dasar di
kecamatan Minggir dengan sumbangan efektif 6,4%,
dari total kekurangan guru sejumlah 78 orang.
Regrouping juga mampu meningkatkan mutu pendidikan
melalui perbaikan sarana prasarana pendidikan.
Hasil penelitian Marsono (2003) menunjukkan
bahwa regroupng menimbulkan masalah, baik masalah
15
organisasi, kesiswaan, kurikulum (pengajaran),
kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan
masyarakat, dan ketatalaksanaan, karena
pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan, tetapi
surat keputusan penggabungan belum terbit. Hal
yang tak kalah penting harus diingat adalah
sebagaimana telah dikatakan oleh Vilfredo Pareto,
bahwa efisiensi menurut hukum pareto adalah
pengorbanan atau kerugian pribadi mungkin
diharuskan untuk mengamankan pengorbanan publik
dan manfaat yang lebih kecil mungkin harus
dikorbankan untuk merealisasikan manfaat yang
lebih besar. Dengan demikian diperlukan sebuah
proses regrouping yang dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan
tanpa harus mengorbankan dampak negatip yang
mungkin timbul. Karenanya proses regrouping tidak
saja terbatas pada efektivitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan, tetapi harus dilihat
secara komprehensip pada tataran rumusan
pengambilan kebijakan, dan implementasi kebijakan
dan dampaknya. Kegagalan implementasi dalam
regrouping berkaitan dengan dua kategori
kegagalan, yaitu non implementation (tidak
terimplementasikan) dan unsuccessful
implementation (implementasi yang tidak berhasil).
16
Oleh karena itu, semua stakeholder dalam regouping
harus dilibatkan.8
D. CRITICAL THINKING
Efektivitas dan efisiensi pendidikan sedikit
banyak berperan pada keberhasilan pencapaian tujuan
luhur pendidikan. Efektivitas lebih mengedepankan
perbandingan rencana dengan tujuan yang akan
dicapai. Adapun efisiensi membandingkan input atau
sumber daya dengan output.
Kami memandang efektivitas dan efisiensi
sebagai pasangan sinergis yang saling berkaitan.
Dalam efektivitas, terdapat poin kriteria efisiensi
yang mendasarinya. Efisiensi menjadi salah satu
aspek membentuk sebuah pondasi pendidikan yang
efektif.
Dalam hal ini, kami tidak memandang efisiensi
hanya berdasarkan faktor biaya (harta, anggaran).
Kami mengambil sample mengenai anggaran negara dalam
APBN untuk bidang pendidikan yang meningkat dari
tahun ke tahun (2004: 6,6 %, 2005: 9,29 %, 2006:
12,01 %, 2007: 14,68 %, 2008: 17,40 %, 2009: 20,10
%).9 Menurut data di samping, jika efisiensi dipatok
dalam kisaran biaya, tentu saja akan jauh dari
8 Sudiyono, Jurnal Lumbung Ilmiah UNY: Regrouping sebagai Upaya Efisiensidan Efektivitas Perencanaan Pendidikan, Yogyakarta,tt, hal 1.
9 Lantip Diat Prasojo, Jurnal Internasional ManajemenPendidikan:Financial Resource sebagai Penentu dalam Implementasi KebijakanPendidikan, FKIP UNY, tt. Hal. 1.
17
efisien, mengingat kenaikan biaya yang sangat
signifikan. Akan tetapi hal ini sangat mutlak
diperlukan karena kebutuhan pembiayaan pendidikan
yang mendesak untuk segera tercover. Maka dari itu,
pembengkakan tersebut bukannya tidak efisien, tetapi
tetap efisien tapi efisien yang bukan memandang dari
arah nominal, akan tetapi efisien dalam segi
penggunaan dana, efisien dalam ketepatan sasaran
pendanaan, serta efisien dalam hal pemerataan biaya.
Jadi menurut kami efisiensi bukan hanya
berkutat tentang pembiayaan saja, akan tetapi segala
aspek yang terlibat baik langsung maupun tidak
langsung seperti kami contohkan di atas.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Efektifitas adalah bagaimana suatu organisasi
berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya
dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.
Efisiensi mengacu pada ukuran penggunaan
sumber daya yang langka oleh organisasi. Efisiensi
juga merupakan perbandingan antara input dengan
output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan
masukan, biaya serta kesenangan yang dihasilkan.
Faktor yang menentukan efektivitas sekolah
dapat dicapai dengan kebijakan pengembangan
sekolah, diantaranya:
18
a. Sistem reward dan hukuman
b. Lingkungan sekolah yang baik,
c. Sekolah yang berhasil,
d. Pemberian teladan oleh guru
e. Temuan atas kelompok manajemen dalam kelas,
f. Kombinasi kepemimpinan bersama dengan proses
pengambilan keputusan yang semua guru merasa
pandangan mereka terwakili.
Karakter sekolah yang efektif diantaranaya:
a. Kepala sekolah memiliki kepemimpinan yang
kuat,
b. Harapan yang tinggi terhadap prestasi
belajar,
c. Menekankan pada keterampilan dasar,
d. Keteraturan dan atmosfer terkendali,
e. Seringnya penilaian terhadap prestasi belaja
Studi kasus tentang efektivitas dan efisiensi
tampak dalam regrouping Sekolah Dasar (SD) di
Probolinggo. Keberhasilan kedua aspek itu harus
didukung semua stakeholder dalam regrouping.
f. Penutup
Demikian makalah ini kami sajikan. Kami sadar
masih banyak kekurangan dari segi sistematika
maupun konteks isi pembahasan di atas, untuk itu
kami mohon saran dan kritik bagi pembaca yang
budiman. Kemudian kami mohon maaf apabila terdapat
19
kesalahan baik yang disengaja maupun tidak,
mengingat tidak ada satu karyapun yang sempurna
melainkan penciptaan Allah SWT.
Terakhir sekali lagi semoga karya ini dapat
menjadi rujukan kecil dari keilmuan pendidikan
terutama manajemen pendidikan. Selamat berkarya !.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategis,
dan Implementasi, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2002.
Lantip Diat Prasojo, Jurnal Internasional Manajemen
Pendidikan:Financial Resource sebagai Penentu dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan, FKIP UNY, tt.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2008.
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT.
Remaja Rosda Karya: Bandung, 1997.
Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan, Rineka
Cipta: Jakarta, 2008.
Sudiyono, Jurnal Lumbung Ilmiah UNY: Regrouping sebagai
Upaya Efisiensi dan Efektivitas Perencanaan Pendidikan,
Yogyakarta,tt.
20