click that spot... then burn it!

188
'Click that spot... then burn it!' 1. Intro Brug!! Mata rubahnya dengan cepat berganti fokus pada sesuatu-seseorang yang tiba-tiba saja membuat kegaduhan. Namun tidak lama. Segera setelah mengenali siapa yang hadir, ia pun kembali menekuni pekerjaan di atas meja berukir tebal dari kayu aek. Singgasananya. "Bagaimana hasilnya, sayang?" ucapan tersebut keluar tanpa memandang yang diajak bicara. "Lee Sungmin..." terdengar jawaban parau. "Hmm?" "Malam ini kau harus bercinta denganku sampai pagi." Sreet! "Yah!! Aku jadi salah tulis, kan!" Seeorang yang dipanggil Lee Sungmin tadi langsung frustasi bukan main. Sebuah dokumen dengan tulisan tangannya yang begitu rapi seketika rusak dengan satu goresan panjang. Kalimat lawan bicaranya baru saja membuat jantung Sungmin hampir berpindah tempat. Entah bagaimana sistem refleksinya bekerja, jemari yang tenang saat menuliskan kalimat demi kalimat langsung saja hilang keseimbangan. Yang di sana hanya menoleh. Masih pada posisi tengkurap di atas sofa panjang. "Notebook-mu sudah berjamur kurasa. Ada teknologi, Sungmin... kenapa kau masih saja menyiksa diri dengan membuat semua laporan busuk itu dengan jari-jarimu?" Sungmin hanya mencibir mendengar ucapan partner-nya. Dengan sigap ia mengeluarkan kembali kertas khusus berwarna biru pucat dengan logo NIS berwarna biru pada kepala surat yang masih kosong. Kemudian kembali menorehkan huruf-huruf tegak di atasnya dengan tinta hitam pekat. "Kyuhyun-ah. Jadi apa yang sudah kau dapatkan dari tempat itu?" Sungmin kembali pada pertanyaan awal yang tak kunjung mendapat jawaban. Pria jangkung di sana-yang dipanggil Kyuhyun-hanya menghela napas berat sebelum berkata, "Sama saja. Spontaneous Human Combustion. Aku bahkan sudah hampir percaya bahwa ini adalah perbuatan tukang sihir." Sungmin terkekeh pelan. Kyuhyun selalu mengutarakan apapun yang ada di benaknya. Tak peduli apakah hal yang diucap akan membuatnya terlihat keren atau bahkan seperti orang bodoh. Kepribadian yang terbuka... sangat bertolak belakang dengan dirinya. Sungmin hanya manis dalam hal rupa. Namun begitu serius jika dihadapkan dengan sesuatu seperti pekerjaan. Bahkan disegani. "Aku ingin tahu siapa penyihir itu. Mungkin saja seperti di televisi, pembunuhnya wanita cantik." Kemudian tertawa pelan. "Ya. Ya. Ya. Terus saja tertawa, Sungmin. Tunggu saja sampai kau memeriksa sendiri tubuh-tubuh yang terbakar itu." Kyuhyun berkata sinis. Tampangnya sudah begitu kusut. Setelan yang tadi begitu rapi saat berangkat menuju lokasi kejadian perkara, sekarang sudah tak berbentuk. "Dan maaf, sayang, aku merusak

Upload: khangminh22

Post on 26-Apr-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

'Click that spot... then burn it!'

1. Intro

Brug!!

Mata rubahnya dengan cepat berganti fokus pada sesuatu-seseorang yang tiba-tiba saja membuat kegaduhan. Namun tidak lama. Segera setelah mengenali siapa yang hadir, ia pun kembali menekuni pekerjaan di atas meja berukir tebal dari kayu aek. Singgasananya.

"Bagaimana hasilnya, sayang?" ucapan tersebut keluar tanpa memandang yang diajak bicara.

"Lee Sungmin..." terdengar jawaban parau.

"Hmm?"

"Malam ini kau harus bercinta denganku sampai pagi."

Sreet!

"Yah!! Aku jadi salah tulis, kan!" Seeorang yang dipanggil Lee Sungmin tadi langsung frustasi bukan main. Sebuah dokumen dengan tulisan tangannya yang begitu rapi seketika rusak dengan satu goresan panjang. Kalimat lawan bicaranya baru saja membuat jantung Sungmin hampir berpindah tempat. Entah bagaimana sistem refleksinya bekerja, jemari yang tenang saat menuliskan kalimat demi kalimat langsung saja hilang keseimbangan.

Yang di sana hanya menoleh. Masih pada posisi tengkurap di atas sofa panjang. "Notebook-mu sudah berjamur kurasa. Ada teknologi, Sungmin... kenapa kau masih saja menyiksa diri dengan membuat semua laporan busuk itu dengan jari-jarimu?"

Sungmin hanya mencibir mendengar ucapan partner-nya. Dengan sigap ia mengeluarkan kembali kertas khusus berwarna biru pucat dengan logo NIS berwarna biru pada kepala surat yang masih kosong. Kemudian kembali menorehkan huruf-huruf tegak di atasnya dengan tinta hitam pekat.

"Kyuhyun-ah. Jadi apa yang sudah kau dapatkan dari tempat itu?" Sungmin kembali pada pertanyaan awal yang tak kunjung mendapat jawaban.

Pria jangkung di sana-yang dipanggil Kyuhyun-hanya menghela napas berat sebelum berkata, "Sama saja. Spontaneous Human Combustion. Aku bahkan sudah hampir percaya bahwa ini adalah perbuatan tukang sihir."

Sungmin terkekeh pelan. Kyuhyun selalu mengutarakan apapun yang ada di benaknya. Tak peduli apakah hal yang diucap akan membuatnya terlihat keren atau bahkan seperti orang bodoh. Kepribadian yang terbuka... sangat bertolak belakang dengan dirinya. Sungmin hanya manis dalam hal rupa. Namun begitu serius jika dihadapkan dengan sesuatu seperti pekerjaan. Bahkan disegani. "Aku ingin tahu siapa penyihir itu. Mungkin saja seperti di televisi, pembunuhnya wanita cantik." Kemudian tertawa pelan.

"Ya. Ya. Ya. Terus saja tertawa, Sungmin. Tunggu saja sampai kau memeriksa sendiri tubuh-tubuh yang terbakar itu." Kyuhyun berkata sinis. Tampangnya sudah begitu kusut. Setelan yang tadi begitu rapi saat berangkat menuju lokasi kejadian perkara, sekarang sudah tak berbentuk. "Dan maaf, sayang, aku merusak

kemeja yang baru saja kau belikan." Bagai aktor piawai, Kyuhyun dengan mudah merubah wajahnya kini menjadi terlihat sedih dan menyesal.

Sungmin selesai dengan pekerjaannya-mungkin. Pemuda itu berdiri dan segera menghampiri kekasihnya.

Kekasih?

Ehem! Ya... tidak salah tulis, kok. Mereka memang seperti itu. Well, Lee Sungmin pria, dan Kyuhyun pun pria. Kalian akan langsung menganggap hubungan ini tidak normal. Tapi memang begitu keadaannya. Jadi... ini rahasia ya. Hanya kita yang tahu...

"Lepaskan kemejamu!" perintah Sungmin saat berada dekat di samping Kyuhyun.

"Heuh? Oh, tidak... tidak perlu. Aku masih ingin berbaring. Nanti saja mandinya." Kyuhyun menolak. Tubuh tengkurapnya masih senantiasa menempel pada kelembutan cover sofa yang hangat.

"Aku tidak menyuruhmu mandi. Lepaskan saja kemejanya." Sungmin masih bersabar.

"Hmm... sayang... tidak usah buru-buru... kita bisa melakukannya nanti malam kan? Lagipula tubuhku masih berkeri-AAAAAAHHHH!! SAKIT!! LEE SUNGMIN, INI SAKIT! KUMOHON LEPASKAN!!" Pria itu berteriak ketika dirasakan sesuatu menekan punggungnya. Tepat dimana sebuah luka yang disembunyikan terpusat.

"Tidak akan begitu sakit jika kau mau menurut. Sekarang cepat lepaskan bajumu!" Perintahnya kali ini mutlak. Dengan masih sedikit mengaduh Kyuhyun bangun dan segera menuruti apa yang dikatakan Sungmin.

Tidak perlu beranjak. Pemilik apartemen itu memodifikasi sesuatu di bawah meja kaca menjadi sebuah laci rahasia yang berisi perlengkapan obat-obatan. Sungmin menarik tuas kecil di sampingnya hingga bagian tengah meja tersebut terbuka layaknya etalase pertokoan. Lengannya dengan sigap mengeluarkan secarik perca dan cairan tylenol dari dalam kota 'rahasia' tersebut.

"Aw! Pelan-pelan-" Kyuhyun meringis dan ribut sepanjang Sungmin mengobati lukanya. Hal yang sudah biasa.

Mereka berdua adalah sedikit dari beberapa personil sebuah badan intelejensi Korea Selatan. Sebagaimana mereka menyebut kesatuan tersebut, Kyuhyun dan Sungmin hampir seperti petugas kepolisian yang tiap hari berhadapan dengan kasus-kasus kriminal. Tidak banyak memang, hanya sesuatu yang tidak bisa diselesaikan yang akhirnya akan sampai tangan orang-orang pilihan di dalam organisasi tersebut.

Cho Kyuhyun. Pemuda ini mantan polisi. Ia selalu berada pada garis depan tindakan berbahaya atas setiap kasus. Gegabah. Menjadi ciri khas pria dengan senyuman (sedikit) menyebalkan itu. Namun walaupun beberapa tindakannya hampir selalu membuat kepala polisi terkena serangan darah tinggi, Kyuhyun seperti memiliki banyak nyawa. Malaikat maut tak pernah bisa mendekatinya barang sejengkal. Hal tersebut agaknya membuat direktur NIS tertarik dan langsung merekrutnya. Hingga kini, investigasi adalah tugas utama lelaki dengan brunette alami itu.

Lain halnya dengan Lee Sungmin. Pemuda yang satu ini seorang senior. Berada pada kesatuan intelijensi beberapa tahun lebih dulu dari Kyuhyun. Ketelitiannya dalam menginvasi segala hal yang selalu jarang terlihat oleh 'mata-mata' normal menjadikan dirinya sebagai salah satu 'otak' pengungkapan kode-kode rahasia yang ditinggalkan pelaku kejahatan.

Tidak seperti Kyuhyun yang begitu 'bebas'. Sungmin memiliki kepribadian yang cukup tenang, bahkan terkesan tertutup. Bukan tanpa alasan memang. Kalian pernah mendengar bahwa seseorang yang pernah mengalami 'mati suri' sebagian besar mengalami beberapa perubahan pada dirinya? Berbeda dengan Kyuhyun yang bahkan

tidak pernah 'tersentuh' malaikat maut, Lee Sungmin bahkan-mungkin-sudah pernah 'berbincang' dengan pesuruh Tuhan tersebut.

Ya. Kematian pernah datang padanya.

Satu hal yang mungkin tidak Kyuhyun ketahui.

Mungkin tak ada yang berubah jika sekilas orang-orang memandangnya. Hanya saja... Sungmin sepuluh tahun lalu berbeda dengan Sungmin tiga tahun belakangan ini. Tuhan seperti menambah volume otaknya dengan hal-hal luar biasa. Katakan saja peningkatan kecerdasan.

Jangan tanyakan mengapa Kyuhyun dan Sungmin bisa menjadi seperti sekarang. Kyuhyun yang 'ingin-tahu-lebih-banyak' dan Sungmin yang 'tahu-sangat-banyak'. Ikatan mereka jelas bagai anoda dan katoda.

Hmm.... dan kurasa tak perlu membahas soal orientasi mereka. Tadi sudah kukatakan, bukan? Ini... rahasia.

"Masih terasa sakit?" Sungmin bertanya pelan. Mereka sudah selesai dengan acara 'mari-mengobati-luka-Kyuhyun'. Ruangan sekejap menjadi begitu dingin bagi Kyuhyun setelah kegiatan tersebut.

"Kau menurunkan suhu ruangannya?" Alih-alih menjawab, Kyuhyun justru bertanya perihal udara kering dan dingin yang tiba-tiba menyentuh kulit pucatnya.

Mata Sungmin berkeliling sebentar. "Tidak. Aku bahkan tak menyentuh remote-nya. Sedari tadi aku di sampingmu."

Kyuhun meringis sambil memakai kaus bersih yang disediakan Sungmin. "Benarkah? Tapi kenapa rasanya jadi lebih dingin?"

"Mungkin efek dari luka memar. Sepertinya benturan di punggungmu menyentuh saraf terdalam. Kau demam, Kyu. Beristirahatlah di dalam kamar." Bukannya memperlihatkan wajah khawatir, Sungmin justru terkikik geli mengetahui kenyataan bahwa Kyuhyun sakit.

"Kenapa tertawa? Tidak kasihan melihatku?" Benar, kan? Pria itu protes.

Sungmin menggeleng, masih sambil tersenyum. "Tidak. Aku bahkan sangat kasihan padamu."

"Lalu kenapa tertawa?"

"Karena malam ini lagi-lagi aku punya waktu tidur yang lebih panjang."

Ada bunyi 'klik' kecil di dalam otaknya setelah beberapa detik mencerna kalimat terakhir sang kekasih. "Ya Tuhan... kenapa jadi begini? Dasar punggung sialan!" rutuknya.

***

Mt. Nam, Kantor Pusat 02:13 a.m

"Gege, mau sampai jam berapa di sini? Ini bahkan pertama kalinya kau menggantikan forensik." Henry-salah satu personel tim khusus penyelidikan di NIS-kembali merengek pada seseorang yang sudah berjam-jam berada dalam ruangan bersama onggokan daging hangus. Hanya menyisakan kedua kaki yang masih utuh. Selebihnya hitam... dan mengerikan.

"Aku sudah katakan padamu bahwa pemeriksaan akan sangat lama. Seharusnya kau mempersiapkan diri." Tidak memandang, bahkan sekedar untuk menoleh. Sungmin begitu serius dengan botol-botol pada laboratorium yang berisi sampel-sampel dari tubuh korban.

“Tai chajingle!”

"Aku mengerti kalimat itu~"

Henry yang tadi sempat kesal langsung terkejut. Ia tahu seniornya ini cerdas. Tapi semua orang mengenalnya sangat buruk dalam berbahasa mandarin. Hingga sering kali pemuda dengan kulit seputih kapas itu mengumpat dengan bahasa kampung halamannya. Tujuannya memang jelas, agar tidak dimengerti Sungmin.

Namun kali ini sepertinya Henry sedang tidak beruntung. "Maaf, sunbae."

Diam-diam, Sungmin tersenyum di tengah-tengah pengamatannya. Ya... wajah itu terlihat sangat manis. Senyum malaikat yang sangat disukai banyak orang. Kecuali... kau mengetahui kepribadian yang sesungguhnya.

"Jadi. Apa yang kau temukan?" Sungmin seperti tak ingin membahas lebih jauh soal kaliamat tadi. Matanya beralih pada Henry dengan senyuman yang khas. Seketika membuat pemuda itu kembali tenang dan pulih dari rasa bersalah.

"Seperti tujuh korban lainnya. Diabetes dan alkohol. Keduanya positif." Jawaban itu singkat, namun sadar akan diterima Sungmin dengan pengembangan data di dalam otaknya. "...dan bau minyak kadaluarsa. Korban benar-benar mengalami SHC."

Sungmin mendengarkan dengan seksama laporan pekerjaan Henry. Semua bukti memang sudah mengacu pada satu fenomena manusia yang langka itu. Ia menarik napas panjang, sebelum akhirnya berucap "Sepertinya buntu lagi. Kita sudahi saja hari ini. Pulanglah, biar aku yang buat laporannya."

Kedua mata Henry langsung menampakkan garis tegas. Tersenyum benar-benar membuat lelaki itu kehilangan matanya. "Benarkah? Aku boleh pulang dan tidak harus membuat laporannya?" tanyanya masih tak percaya.

"Hmm." Sungmin mengangguk. "Kau sudah mengatakan hasil pengamatanmu. Aku hanya tinggal menambahkannya pada kertas laporanku nanti. Menghemat waktu."

Tiba-tiba ponsel dalam kantung celana Sungmin bergetar. Ia melepas sarung tangan sebelum melihat siapa yang mengirimkan pesan. Dan tersenyum setelah membacanya.

From : Kyuhyun"Aku berharap mayat-mayat di sana bangun,dan mengingatkan padamu untukcepat pulang.Kau tahu? Aku kedinginandi depan pintu apartemen.Cepatlah pulang~"T_T

Kemudian kembali menatap Henry yang masih berdiri di hadapannya. "Pulanglah. Aku juga akan pulang sebentar lagi."

"Yes, sir!" Henry berucap sambil menunjukkan pose hormat khas kemiliteran. Dan seketika berlalu meninggalkan ruangan persis seperti siswa taman kanak-kanak di jam pulang sekolah.

***

"Kau tidak bisa menghindar lagi. Malam ini kita harus melakukannya."

Kyuhyun mengunci tubuh Sungmin di atas peraduan. Dalam jarak yang begitu dekat, ia memanfaatkan untuk menulusuri wajah kekasihnya sampai puas-walaupun sejujurnya hal itu tak akan pernah terjadi, mengingat bagi Kyuhyun, Sungmin tak akan pernah membuatnya bosan.

"Tapi aku lelah. Apa kau tetap ingin memaksa?" pertanyaan retoris. Tapi berbeda dari biasanya, Kyuhyun memang melihat 'garis' lelah tersamar di wajah indah Sungmin.

"Jangan ber-acting. Kau sangat tahu bagaimana lelahnya menyembunyikan hubungan ini di luar sana. Apa saat hanya berdua saja kita harus menahannya lagi?" Kyuhyun berujar sedih. Ia tahu hubungan mereka tak akan pernah bisa diterima dengan profesi keduanya. Bukan hanya perihal 'tidak normal'. Bahaya setiap saat bisa saja menyapa tanpa tanda-tanda. Dan kekhawatiran untuk bisa membahayakan diri satu sama lain bukan sekedar ancaman kosong.

Kedua lengan Sungmin terulur dan melingkar pada punggung seseorang yang masih setia berada di atasnya. Kemudian dengan lembut mendorong agar tubuh mereka semakin merapat. Saling merasakan kehangatan suhu tubuh di kulit masing-masing.

Kyuhyun balas memeluk. Seketika pikiran kotor untuk 'melahap' sang kekasih malam ini sirna. Digantikan dengan kelembutan yang sakral. Benar-benar mengalahkan segalanya. "Kau kenapa? Apa penyelidikan ini semakin berat untukmu?" Mereka berdua kini telah terpaut, tak menyisakan sedikitpun rongga diantara keduanya. "Kita bahkan baru saja memulainya..."

"Kyuhyun..."

"Hmm?"

"Lepaskan kasus ini."

"Apa?" Kyuhyun sedikit melonggarkan pelukan untuk melihat wajah Sungmin. Memastikan kalimat tadi benar-benar berasal dari mulut pemuda di hadapannya.

Sungmin balas menatap. Tajam. "Lepaskan kasus ini. Kudengar industry security membutuhkan orang lapang. Bekerja dengan mereka tidak akan membuatmu terluka setiap hari."

Diam sesaat. Kyuhyun tidak mengerti mengapa tiba-tiba Sungmin mencemaskannya.

"Hey~ ada apa denganmu?" Kyuhyun mengusap helaian rambut hitam Sungmin dengan wajah cemas. "Tidak seperti biasanya. Apa ada yang mengganggu?"

Sungmin masih terus menatap Kyuhyun serius. "Aku tahu akhir-akhir ini kau terluka bukan karena jatuh atau alasan apapun yang selalu kau utarakan padaku. Bagian berbahaya dari kasus pembunuhan berantai ini sudah mulai terlihat. Aku tahu beberapa dari kalian sudah mengalami penyerangan dari orang-orang tak dikenal. Termasuk kau sendiri."

Kyuhyun masih diam. Ia belum ingin menginterupsi kalimat-kalimat Sungmin.

"Ingat terakhir kali kau terluka? Demam tinggimu malam itu bukan disebabkan oleh luka memarnya. Tapi sesuatu yang dipakai untuk membuatmu terluka. Ada setitik lubang di punggungmu, seperti bekas tusukan jarum. Aku sudah memastikannya. Kau sudah diracuni seseorang."

"Lalu?"

"Jangan pura-pura tidak mengerti. Kepolisian menyerahkan kasus ini pada NIS secara rahasia bukan tanpa alasan. Spontaneous Human Combustion pada delapan korban dalam kurun waktu satu bulan bukan hal yang bisa disebut kebetulan. Walaupun fenomena itu bisa dijelaskan secara alamiah, SHC bukan penyakit flu yang bisa diidap banyak orang. Jadi... berpikirlah. Ini bukan kasus yang bisa kita hadapi sambil sesekali minum kopi dan mengobrol santai. Kau harus tahu itu."

"Lee Sungmin. Aku mengenalmu sebagai orang yang luar biasa cerdas. Tapi kenapa malam ini aku seperti tengah melihat Sungmin yang sangat bodoh?" Kyuhyun kini membalas tajam kedua permata foxy hitam di dalam sana.

"Kyuhyun-"

"Apa kau akan mengatakan hal yang sama pada yang lain saat pertemuan besok?"

"Bukan begitu. Maksudku-"

"Orang bodoh mana yang akan menganggap kasus ini hanya 'bualan' jika sampai harus dibentuk personil khusus untuk menanganinya? Kami sudah sangat tahu apa yang terjadi pada kasus ini. Bukan hanya kau. Jadi berhentilah menganggap kami bodoh, Sungmin. Pada titik ini kau sungguh keterlaluan. Mulai saat ini, hilangkan pikiran tidak pentingmu itu. Aku tak ingin orang-orang justru membencimu karena sudah menganggap remeh yang lain." Walau tak sampai berteriak, dengan jarak sedekat itu Sungmin mampu merasakan kekesalan yang terkuak dari setiap kalimat Kyuhyun.

"Kau membenciku karena mengatakan ini?" Sungmin masih memandang lurus tak bergeming. Tegas walaupun tahu pita suaranya sedikit bergetar.

Jarak mereka kembali terkikis. Kini Kyuhyun yang ganti membuat Sungmin hingga betul-betul bersandar di dadanya. Ia terkekeh pelan, "Kapan terakhir kali aku membentakmu, sayang?"

Sesaat ruangan sepi. Hanya suara deru napas halus mereka berdua yang menjadi musik pengiring pembicaraan yang panas malam ini.

Kyuhyun merasakan sesuatu menggesek kulit lehernya. Sungmin menggeleng. "Tidak tahu. Rasanya tidak pernah. Aku merasa seperti bicara pada orang lain malam ini."

"Benarkah? Aku sudah keterlaluan sepertinya tadi." Kyuhyun tertawa.

"Hukum 'aksi-reaksi'. Kau tak akan berkata seperti itu jika aku tak memulainya." Ujar Sungmin. Ia semakin memperdalam pelukannya hingga pada ceruk terdalam leher Kyuhyun.

"Kalau begitu pembicaraan ini selesai." Putusnya.

"Tapi aku tak akan minta maaf." Sungmin membalas.

"Itu terserah padamu. Aku tidak memintanya."

Sungmin melepaskan pelukan. Ia mendorong tubuh Kyuhyun hingga kini mengunci pria itu di bawah tubuhnya. "Hey!" Kyuhyun memprotes.

"Setelah pertemuan pertama dengan anggota besok, rasanya kita memang taka akan memiliki waktu sesenggang malam ini."

Kelembutan bibir indah dari masing-masing anak adam bertemu dalam sapuan kehangatan yang berdefinisi lebih indah dari musim semi. Saliva bertemu saliva, lidah bertemu lidah. Kenikmatan sejati insan dengan lumuran dosa selalu berhasil menghanyutkan. Deru napas senada beriringan dengan jutaan bulir peluh dalam pori yang memberi jalan bebas keluarnya titik bahagia duniawi. Mereka menyatu dalam hangatnya selimut langit malam, bergerak hingga puncak dan berakhir dengan api cinta yang mungkin tak pernah padam.

'Sentuh titik terdalam... kemudian nyalakan apinya!'

***

Markas Besar, 09:00 a.m

"Aku akan memperkenalkan kalian satu per satu. Jadi perhatikan dengan baik. Aku tak suka mengulang, ingat?"

Semua yang hadir dalam ruangan menyetujui dalam diam. Hari ini direktur sendiri yang memimpin pembetukan pasukan khusus secara resmi mengenai penyelidikan kasus SHC pada delapan korban di sejumlah tempat Seoul Selatan.

"Yang pertama. Kurasa kalian bukan orang-orang baru hingga tak mengenal siapa Choi Siwon. Dia akan memimpin kelompok ini selama investigasi. Kurasa tak perlu penjelasan bagaimana kasta seorang ketua. Bukan sebagai yang 'di'hormati, jadi aku tak akan mentolelir penjilat. Dan kau, Siwon. Kau adalah 'pimpinan' bukan 'raja'. Paham maksudku, kan?"

Siwon mengangguk tegas. Gurat keseriusannya tidak bisa dipungkiri memiliki sebuah kharisma seorang pengambil keputusan.

Selanjutnya direktur terus menyebutkan satu per satu anggota dan alasan mereka harus berada dalam tim. Donghae, si manis dengan tubuh kekar namun tidak terlalu tinggi ini mungkin terlihat seperti pemuda baik-baik. Namun silahkan hadapkan ia pada sebuah senjata api paling mutakhir di negeri ini. kalian akan lihat bagaimana sorot mata sayu itu berubah fokus dengan sangat menakutkan.

Kim Kibum. Sekilas memang sangat tenang. Tapi rasanya akan sangat cocok jika berdampingan dengan Kyuhyun di 'pagar' pembatas dengan bahaya. Mantan petinju muda dengan pukulan kidal sekeras baja. Mereka berdua akan menjadi yang paling pertama melakukan kontak fisik dengan siapapun di balik drama teror mengerikan ini.

Eunhyuk dan Henry. Dua pemuda hiperaktif yang akan merajai laboratorium forensik ini mungkin akan dibuat berpikir lebih keras oleh si 'serba-tahu' Lee Sungmin. Mereka bertiga mungkin beresiko terkena bakteri pembusuk karena akan selalu ber-'interaksi' dengan tubuh korban.

Zhoumi dan Shindong. Jenius cyber. Orang-orang bisa terhubung satu sama lain walaupun sedang melakukan pekerjaan masing-masing. Dua makhluk dengan postur tubuh sangat berbeda itu akan menjaga semua personil agar tetap bisa berkomunikasi.

"Aku akan menyebut operasi rahasia ini sebagai 'Fire Blossom'. Jadi... jaga diri kalian baik-baik." Secepat bicaranya, lelaki paruh baya itu pun dengan cepat meninggalkan markas meninggalkan delapan orang terpilih di

dalam ruangan ....

Hening untuk beberapa saat, hingga sebuah suara sang ketua mengalun tenang.

"Jadi... kurasa kita sudah bisa mulai berkemas."

"Kau tidak ingin menyampaikan sebuah pidato singkat, Tuan Choi?" Zhoumi bertanya sambil menyunggingkan senyum miringnya.

Siwon hanya tersenyum, "Tidak. Aku tidak begitu suka bicara."

"Kalau begitu bagus. Aku juga tak begitu suka mendengarkan." Kyuhyun menyahut lantang.

"Aku lelah berdiri. Bisa kita bicara setelah menemukan tempat duduk saja?" Kini Donghae yang bicara. Kedua matanya memang terlihat mengantuk.

Akhirnya semua orang tertawa. Masing-masing meraih barang bawaan mereka menuju ruangan khusus yang telah dipersiapkan....

Sepanjang lorong markas...

Sungmin menggenggam lengan Kyuhyun. Mereka berdua berjalan paling akhir.

"Apapun yang terjadi. Tetaplah hidup." Sungmin berbisik.

Kyuhyun tersenyum, kemudian membalas "Apapun yang terjadi. Aku akan membuatmu terus hidup. Tetaplah berada dalam jangkauanku."

***...

Sementara itu...

"Fire Blossom. Nama yang bagus. Jadi... kuharap mereka suka dengan pesta penyambutannya."

"Kapsul-kapsul gelombang ke-tiga sudah kami kumpulkan."

Pria itu mengangkat telepak tangannya hingga menghadap ke atas. Tatapan tajam segera saja mengarah pada pandangan hampa garis-garis samar pada permukaannya. "Lakukan yang terbaik." Kini terlihat gumpalan serupa asap putih keluar begitu saja melalui kulit telapak tadi. Semakin pekat... hingga akhirnya...

Wuzzzhh!!!

Api. Tangan orang itu terbakar. Tidak. Dia tidak terbakar. Hanya saja... pria tersebut berhasil mengeluarkan sebuah api dari dalam telapak tangannya. Mungkinkah manusia bisa seperti itu?

"Tidak lagi terasa panas di lenganku." Ia berucap serak. "Tapi... beberapa bahkan sudah menjadi abu." Kemudian tertawa keras bagai orang tak waras.

"Burn it!"

:::::::::::::::::::::::::::::::Fire Blossom

To be continued....::::::::::::::::::::::::::

"Ge, bisakah kau tidak memainkan itu di depanku? Berbahaya!"

"Tidak ada pelurunya, bodoh! Kau ini penakut sekali."

"Tapi jangan mengarahkannya padaku!"

Pemandangan pertama yang terlihat adalah Lee Donghae dengan sebuah revolver kecil sepuluh sentimeter di tangannya dan wajah 'jangan-dekat-dekat-denganku' milih Henry tepat di samping pemuda tersebut.

"Berapa banyak memang yang kau bawa di dalam tasmu?" Zhoumi mengernyit saat Shindong tak henti-hentinya mengeluarkan makanan besar ataupun kecil dari dalam backpack hitam yang ia bawa.

"Kau mau?" Bukannya menjawab, laki-laki agak tambun tersebut justru menyodorkan sebungkus sandwitch ukuran sedang. "Aku masih bawa banyak." Ujarnya sembari mengunyah keripik kentang.

Wajah kurus putih di sana tidak berhenti memperlihatkan raut 'tak-percaya'nya. Namun tidak juga menolak tawaran camilan tadi.

"Hyung, masih kau punya satu lagi?" Tiba-tiba saja seseorang yang lain di seberang meja berseru riang dan menatap penuh harap akan sesuatu yang Zhoumi pegang-roti sandwitch.

Shindong tersenyum, "Tentu saja."

"Kibum-ah, kau mau juga? Kau selalu terlihat mengantuk. Pasti tidak pernah sarapan." Shindong beralih pada sosok diam setenang lautan malam di sebelah Sungmin.

Sosok yang dimaksud hanya menggeleng sambil tersenyum. Beberapa orang di sana sedikit terkejut karena mengetahui ternyata wajah dingin Kibum berubah menyenangkan saat tersenyum. Seperti anak-anak. "Tidak, hyung. Terimakasih. Kalau ingin tahu, sebenarnya orang 'itu' yang tidak pernah sarapan." Kibum melirik seseorang yang sedari tadi masih asik dengan 'mainan' yang menurut Henry 'berbahaya'.

Merasa menjadi objek pembicaraan, Donghae mengalihkan pandangan dari besi-besi hitam di tangannya. "Apa? Kenapa melihatku seperti it-Ah! Sandwitch! Hyung, aku mau!"

Pandangan terkejut langsung beranjak kepada pemuda manis tersebut. Kini seorang Lee Donghae sudah terlihat terlalu... ehm... menggemaskan. Well, hanya karena sebungkus roti.

Oh... kalian pasti mencari Kyuhyun. Dia ada di sebelah Sungmin. Tentu saja. Walaupun seharusnya ini menjadi rahasia, tapi Kyuhyun rasanya belum ingin berjauhan dengan pemuda manis-nya saat ini.

Pemuda itu diam. Menatap dalam sorotan tak selalu searah. Menyelami aktivitas semua orang di dalam ruangan yang melingkari sebuah meja besar. Tidak terlalu tajam, tapi sungguh menuntut sebuah penjelasan besar akan diri masing-masing manusia di sekitarnya. Ya... insting seorang polisi memang. Terlebih, ini pertama kalinya mereka bertemu. Hanya dalam dua jam berada di ruangan yang sama, semua terasa seperti mereka adalah kawan-kawan lama yang hanya dipertemukan kembali dalam sebuah pekerjaan.

Inikah yang dimaksud Sungmin sebagai 'Breakdown only-child?'. Kekasihnya itu menyebut istilah tersebut tadi malam. Kyuhyun selalu bertanya kenapa setelah pertemuan berlangsung ada jadwal kosong selama lima jam dan mereka harus berada di dalam sebuah ruangan tanpa diharuskan melakukan apapun yang berhubungan dengan tugas mereka sebenarnya.

Kyuhyun sempat merasa bahwa hal ini akan menjadi sesuatu yang membosankan. Hey... dimanapun itu... ia tak bisa membayangkan berada dalam atmosfir pasif yang mengharuskan orang diam tanpa berakhir pada rasa kantuk.

"Kau tidak akan tertidur. Lima jam itu akan menjadi hal yang menarik, Kyu."

Begitulah kata-kata Sungmin padanya. Sampai akhirnya Kyuhyun merasakan sendiri saat ini. "Jadi ini maksud kalimatmu semalam, sayang?" Kyuhyun tidak harus merendahkan suaranya, karena kini ruangan sudah ramai dengan celotehan duo hyperaktive Shindong-eunhyuk, lengkap dengan gelak tawa dari yang lain.

Yang ditanya hanya mengangguk sambil masih melebur dengan atmosfir yang riang di sana. Tersenyum lebar. Ya... meskipun dalam konteks ini Sungmin terlihat sedikit mengacuhkannya, semua tergantikan karena Kyuhyun menyukai wajah kekasihnya yang berseri dan tampak bahagia. Mood-nya tidak terlalu buruk.

Bahkan seorang Choi Siwon yang serius kini hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa melihat bagaimana eunhyuk selalu bisa membuat kalimat lucu dari setiap kata dalam bahasa korea yang keluar dari mulut Henry dan Zhoumi.

Fire Blossom.

"No matter how the enemy goes too close...Just stay with my circle fire..."

.fe89

"Sampai mana?"

Kedua orang di dalam sana langsung menoleh manakala sebuah suara tenor memenuhi pendengaran. Eunhyuk dan Henry tersenyum saat melihat siapa pemilik suara tadi.

"Seperti yang kau katakan tadi. Kami menemukan sesuatu dalam otaknya. Sebuah pecahan kaca. Tidak... ini bukan kaca... tapi lebih seperti polyethilene modifikasi. Tebalnya nol koma dua senti. Sangat kaku." Eunhyuk menyerahkan wadah kecil berisi materi yang dimaksud agar Sungmin bisa melihatnya dengan jelas. "Sudah sedikit hitam seperti arang. " Lanjutnya.

Sungmin merogoh kantung jas lab dan mengeluarkan sebuah pemantik. Tahu apa yang akan dilakukannya. Dengan cepat ia menyulut cawan petri dalam genggaman hingga... bussshh! "Kalian lihat warnanya?"

Dua orang di hadapannya sejenak diam memperhatikan. Sampai akhirnya Henry membuka suara. "Aku tidak pernah melihat warna api sepekat itu. Sekalipun yang dibakar adalah seratus persen plastik. Sungmin Ge, bagaimana bisa benda seperti ini ada di dalam tubuh manusia? Terlebih otaknya."

"Seseorang menanamnya." Jawab Sungmin singkat. Matanya masih memandang api hijau yang menyala di wadah uji, di atas telapak tangannya.

"eh? Henry-ah, apa kau menambahkan sesuatu ke dalamnya?" enhyuk seperti tersadar akan sesuatu. "Kenapa tidak juga padam?"

Henry menggeleng, "Hanya asam sulfat dan metanol sesuai prosedur."

"Hyung, apa kau tahu sesuatu?" Pria dengan gummy smile nya itu tiba-tiba saja jadi begitu antusias. Yang dilihatnya saat ini bukan sesuatu yang bisa dijelaskan dengan teori. Lempengan itu hanya berukuran sekitar dua sentimeter. Jika benar plastik, mungkin hanya bisa menyulut nyala api sekitar lima sampai sepuluh detik.

Lagi-lagi-Sungmin tersenyum. "Seperti katamu, ini modifikasi. Aku belum tahu ada bahan penunjang apa lagi. Yang jelas, benda ini dibuat agar hancur dalam kurun waktu tertentu. Tapi.... saat ini hanya satu hal yang membuatku penasaran. Kira-kira apa yang diisi dalam benda ini hingga harus dipecah dalam otak manusia seperti bom waktu?"

Ketiganya terdiam dengan pikiran masing-masing. Hari pertama kelompok forensik untuk menunjukkan 'taring' mereka rupanya membawa sesuatu yang menjanjikan. Namun semuanya seakan semakin menambah daftar pertanyaan.

"Tunggu!" Sungmin tersentak. Ada aroma belerang yang memasuki indera penciumannya. "eunhyuh-ah... kau sedang mengekstraksi apa?" Dalam jangkauan penglihatan, ia melihat sebuah pipa letter U sedang mengeluarkan gelembung cairan, tanda bahwa alat tersebut tengah digunakan dan hampir selesai prosesnya.

"Ahh~ itu?" Henry menyahut. "Kami mengambil sample dari lipatan otak korban. Kupikir tadi terlihat sedikit gejala kanker di sana.

"Lalu kenapa baunya seperti ini?" Aroma tersebut semakin kuat hingga ketiga orang itu terpaksa menggunakan kembali masker yang tadi dibiarkan melingkar di leher.

"Eung... aku menambahkan sedikit formula buatan sendiri, hyung." Kini eunhyuk yang menambahkan. "Sekitar lima tahun lalu aku dan teman-teman hanya ingin membuat sebuah lelucon untuk salah seorang senior di akademi. Sebuah ramuan belerang buatan. Kami mencampurkan makanan dari bahan-bahan itu. Tidak berbahaya dan makanan tersebut tidak akan berubah warna. Tapi...."

"Tapi apa?" Sungmin terlihat tidak sabaran mendengar penjelasan Eunhyuk.

"Tapi... efek formula itu membuat bau badan seseorang jadi seperti belerang." Penjelasannya selesai sampai di sini. Meninggalkan seorang Henry Lau dengan kening berkerut dan satu lagi-Lee Sungmin-yang membelalakan mata. Dua respon yang berbeda namun sepertinya isi kepala berada pada pemahaman sama.

"Gege.... bisakah aku menyimpulkan sesuatu?" Setelah kebisuan yang cukup panjang, akhirnya Henry membuka suara.

"Tentu saja." Kedua 'Lee' menyahut berbarengan.

"Aroma belerang yang dibuat Eunhyuk gege memang terlalu kuat, tapi jika kita hubungkan dengan apa yang kita temukan sebelumnya, kurasa bau minyak kadaluarsa itu memang cairan zat yang ditanam."

"Ah, ya. Aku baru ingat. Aku baca laporan kalian sebelumnya." Eunhyuk kembali ikut serta dalam pembicaraan."Jadi semua korban memiliki jejak itu di sekujur tubuhnya yang terbakar. Tubuh manusia bisa mengakumulasi formula ini di tubuhnya pada awal reaksi. Tapi semua itu akan berangsur hilang dan setelah beberapa hari hanya akan menimbulkan aroma-aroma minyak jelantah bahkan yang sudah kadaluarsa."

"Tapi yang tidak aku pahami," lelaki jenjang itu melanjutkan, "...apa mungkin formula seperti ini bisa menyulut api dari dalam tubuh manusia? Kita semua tahu jika pembakaran butuh oksigen bebas. Akumulasi panas seperti apapun kurasa tidak akan sampai membakar seperti ini."

"Oh! Baunya memang hilang." Henry yang pertama kali menyadari bahwa aroma tak mengenakan sepanjang pembicaraan mereka tadi sudah tidak ada.

Mereka bertiga kembali terdiam...

Satu menit....

Dua menit....

"Eunhyuk-ah." panggil Sungmin.

"Ne?"

"Bisa kau beritahu secara detail formula buatanmu itu?"

Eunhyuk tersenyum penuh arti, "Tentu saja."

"Henry-ah."

"Ne!"

"Bersiaplah..."

"Heuh? Untuk apa?"

"Kita akan jalan-jalan sebentar."

***Fire Blossom***

"Kenapa harus kalian yang pergi ke Busan? Suruh orang saja." Kyuhyun batal menikmati kopi pagi hari saat melihat Sungmin berpakaian rapi dan lengkap dengan tas yang biasa dipakai untuk bepergian.

"Menyuruh siapa? Operasi ini rahasia. Semua hal harus kita lakukan sendiri. Memakai kurir itu sangat berbahaya. Siapapun bisa membocorkan informasi penyelidikan ke luar." Sungmin mencoba membuat kekasihnya mengerti.

"Tapi kenapa aku sampai tidak tahu rencana ini? Jika ada penyelidikan ke luar, bukankah aku atau Kibum harus ikut?" Kyuhyun masih belum bisa menerima. Tujuannya jelas. Kemanapun Sungmin pergi, dia harus ikut.

Sungmin menghela napas. Ia paham maksud perdebatan ini. "Jangan merengek, Kyu. Aku hanya pergi seharian. Itu pun tidak sendiri. Lagipula Siwon sudah mengizinkan, dan HANYA mengizinkan kami bertiga yang pergi. Kau harus fokus mengurus yang lain."

Kemudian lengan putih itu terulur. Jemari-jemarinya menyentuh surai coklat milik seorang Cho Kyuhyun dengan lembut. Sungmin tahu benar, Kyuhyun tidak bisa diajak bicara keras. "Jangan khawatir. Anggap saja aku sedang jalan-jalan. Setelah mendapatkan semua yang kami butuhkan, aku janji akan langsung kembali."

Tapi...

Tep!

Reaksi Kyuhyun cukup berlebihan kali ini. Ia menangkap pergelangan tangan Sungmin ketika pemiliknya hendak menjauh dan selesai akan belaiannya. "Lee Sungmin..." Kyuhyun mendesis. Tatapannya sungguh mengerikan saat bertumbuk dengan safir hitam Sungmin. "Apa kau pikir kalimatku waktu itu hanya lelucon?"

"..."

"Tetap. Berada. Dalam. Jangkauanku. Apa masih kurang jelas?"

Suhu ruangan mendadak menurun. Sungmin tahu pagi ini akan sulit. Namun tidak menyangka akan jadi sangat sulit. Dalam tahap ini Sungmin harus tahu bagaimana selama ini seorang Cho Kyuhyun mencintai dirinya. Mungkin semua kalimat manis akan terdengar seperti sebuah gombalan dua insan yang sedang jatuh cinta. Namun hal itu tak berlaku bagi mereka yang hidup tidak dalam romansa masyarakat sejatinya.

Menapaki jalan semiring jurang, menikmati pemandangan kotor yang menyakiti mata, dan menghirup oksigen yang tercampur aroma darah dan bangkai yang membusuk. Well, bukan kehidupan yang sepadan dengan sikap romantis bukan?

Tapi... percayalah... selalu ada alasan selain cinta untuk membiarkan dua makhluk Tuhan agar bisa terus bersama.

Kyuhyun merogoh kantung celana. Ia mengeluarkan ponsel yang sama dinginnya dengan ruangan dimana mereka berdiri. Setelah beberapa saat menunggu jawaban..."Aku menghubungimu tidak untuk meminta izin, tapi hanya memberi tahu bahwa aku akan ikut bersama dengan Sungmin, Henry, dan Eunhyuk."

"..."

"Aku tidak peduli. Hukum aku jika memang perlu saat pulang nanti."

Dan tanpa sedikitpun mengucap salam perpisahan, Kyuhyun menutup ponsel. Di sana Sungmin tak bisa berbuat apa-apa saat lelaki yang sudah bertahun-tahun hidup bersama dengannya itu langsung berlari ke kamar, mengganti baju seadanya, mengacak-acak isi lemari dan tempat penyimpanan senjata.

Terkadang semua memang terlihat berlebihan....

Tapi Sungmin tak akan pernah mengelak.... Kyuhyun-nya adalah hadiah terindah yang Tuhan titipkan padanya ketika membuka mata untuk memulai kehidupan keduanya. Dan... percayalah, Sungmin tak ingin 'hadiah' itu rusak.

***Fire Blossom***

"Kau lama sekali, hyu- Hey! Kenapa ada DIA?!"

Eunhyuk menunjuk tepat pada wajah seseorang yang berdiri tepat di belakang Sungmin. Antara terkejut-mungkin. Atau... lebih tepatnya tidak terima.

Oh, kenapa seperti itu?

Sedang Kyuhyun-laki-laki yang ditunjuk tadi-langsung saja mencibir, "Ada apa denganmu? Masih marah soal ramen kemarin, heum?" ujarnya santai.

"Heuh? Ramen?" Sungmin terlihat bingung. Jelas tidak paham saat mendengar tuduhan Kyuhyun pada salah satu rekan kerjanya. Tapi jika melihat tatapan yang diberikan, seperti pemuda itu lebih memilih bertanya pada 'garis netral'. Henry. Yang saat itu memang sedang sibuk dengan gadget kesayangannya-music player.

"Aku tidak tahu apa-apa, Sungmin Ge... Kyuhyun waktu itu hanya meminta sesuap ramen milik dia..." menunjuk wajah eunhyuk, "...dan tiba-tiba saja dia pergi dan membanting pintu ruangan."

Sungmin mendengus, "Henry-ah~ itu artinya kau bukan tidak tahu apa-apa." ujarnya pelan. "Dan kalian berdua, jangan memperpanjang lagi. Aku sudah membuat keberangkatan terundur hampir satu jam, jadi jangan sampai bertambah jadi dua atau tiga jam."

"Aku hanya penasaran kenapa Kyuhyun harus ikut." Eunhyuk merengut, tapi tetap beranjak membereskan semua perlengkapan.

"Ini perintah." Sungmin menutup pembicaraan tersebut dengan satu kalimat pendek namun tegas.

Dan saat itu Henry bersumpah melihat kyuhyun tersenyum... Hmm... tidak, itu lebih seperti menyeringai? Entahlah.

"Lagipula aku yang akan bawa mobilnya, jadi kalian bisa menyimpan energi untuk memecah berbagai rumus saat mendapat sample yang kita cari. Walaupun aku tak mengerti, tapi satu hal yang aku pahami. Yang seperti itu tidak bisa dilakukan saat kelelahan, kan? Bukan begitu, eunhyuk hyung?" Kyuhyun tersenyum manis pada pria itu. Ia tahu benar bahwa Sungmin sangat tidak suka dengan kelakuannya yang usil. Jadi... sedapat mungkin, ia harus bertahan untuk tidak menggoda rekan-rekan yang lain.

Di luar perkiraan, Eunhyuk justru bergidik ngeri melihat senyuman Kyuhyun.

....

Dua jam perjalanan....

Jika tadi eunhyuk yang terlihat merajuk. Kini wajah tersebut berpindah pada sosok brunatte di depan kemudi. Kyuhyun tak henti-hentinya melirik ke arah bangku belakang melalui kaca spion tengah mobil.

Ya, sepertinya pikiran kita sama. Siapa lagi yang Kyuhyun lihat melalui kaca tersebut? Tentu saja Lee Sungmin-nya. Keributan 'sebelum' masuk mobil memang sudah berlalu, namun keributan 'setelah' naik mobil? Itu jelas berbeda, kawan.

_Flashback_

"Aku duduk di belakang dengan Henry. Kau bersama eunhyuk di depan. Dia yang mengetahui rute keberangkatan kita hari ini."

Kalimat tersebut mungkin terdengar biasa saja bagi dua partner laboratoriumnya itu. Tapi... demi ratusan lolipop yang sudah Kyuhyun habiskan satu bulan terakhir, pernyataan Sungmin bagai petir di siang bolong.

Berlebihan? Memang. Kyuhyun akan selalu seperti itu jika menyangku seorang diri Lee Sungmin.

"Dia bisa menunjukkan jalannya walaupun duduk di belakang." Saat itu Kyuhyun berusaha melobi keputusan Sungmin.

"Aku ingin tidur. Di belakang lebih santai." Seperti yang sudah Kyuhyun perkirakan. Kekasihnya tak akan begitu saja menurut.

"Duduk di depan juga nyaman, masih bisa tidur."

"Kyuhyun-ah..."

"YAH! Kau ini kenapa sih?!" eunhyuk yang saat itu memang sudah rapi dan duduk manis dengan seat-belt nya pun tak kuasa untuk tidak membentak. Tak tahan dengan orang di sebelahnya yang masih saja ribut soal siapa-yang-duduk-dimana.

"Aku hanya ingin Sungmin du-"

"Uhuk!! Uhuk... uhukk!!"

Belum selesai Kyuhyun dengan kalimatnya, Sungmin kini terlihat seperti seorang pesakitan, ehm... tidak, itu terlalu berlebihan. 'Tersedak' mungkin lebih enak didengar. Tapi... Sungmin memang berlebihan. Ia batuk sangat keras, sampai-sampai tenggorokannya sakit sendiri.

Sementara Henry dan eunhyuk sibuk mencari air mineral yang entah sudah mereka taruh mana, Kyuhun dan Sungmin menggunakan momen itu untuk bertengkar melaluiu tatapan mata.

"Kau gila, Kyuhyun? Ingin mereka curiga?!"

"Kau yang membuatku begini, Sungmin."

"Kalau begitu hentikan!"

"Tapi-"

"...atau tidak ada lagi acara menginap di apartemenku!"

"Ya Tuhan~ Baiklah....baiklah... kau menang Lee Sungmin."

***Fire Blossom***

"Jadi, ada yang ingin menjelaskan kenapa kita justru pergi ke pantai untuk mengambil sample belerang?"

Taejongdae. Kawasan berbatu karang di sisi dengan hamparan lautan biru. Di sanalah kini mereka berempat berada. Tempat yang sejatinya merupakan objek wisata cukup terkenal itu kini hanya didatangi oleh beberapa orang yang hanya duduk atau sekedar berfoto. Jelas saja. ini bukan hari libur.

"eunhyuk ge, mana di antara batu-batu itu yang bernama Mangbuseok?" Kedua karamel Henry berbinar penasaran ketika dihadapkan pada pemandangan bebatuan yang unik.

"Kau tahu Mangbuseok?" Sungmin bertanya dengan nada kagum. Pasalnya Henry baru satu tahun berada di Korea. Itupun jika tidak salah mengingat, sebagian besar waktunya hanya dihabiskan dengan botol-botol reaksi di laboratorium markas. Tentu saja. Seperti pemerintah hanya mengirim Henry untuk mebusuk di tempat yang sama sekali tidak menyenangkan.

"Heung~ aku pernah membaca sesuatu di kantormu, Sungmin ge. Entah apa itu, mungkin sebuah postcard. Yang jelas, aku menangkap bahwa nama itu ada di Busan, Pelabuhan Taejongdae. Lalu aku mencoba menelusuri dalam situs pencarian internet." Henry tersenyum bangga.

"Di kantorku? Aku tidak ingat pernah menyimpan hal-hal yang berhubungan dengan Busan. Tapi..." Sungmin sebetulnya ingin bertanya pada Kyuhyun. Karena selain miliknya, di sana juga pasti ada banyak barang-barang milik Kyuhyun. Namun niat tersebut langsung ia tahan. Kalian tahu alasannya.

"Yang itu! Kau lihat? Bentuknya seperti orang yang tengah duduk bersumpuh." Eunhyuk langsung menimpali-berteriak-ketika matanya tertuju pada arah bebatuan yang menjadi topik pembicaraan. "Kalau yang ada di sebalah sana," lanjutnya, "Sinseonbawi. Nenekku pernah mengatakan bahwa batu itu adalah tempat singgah para dewa. Dan yang itu-"

"Hey, hey, hey!!" tiba-tiba seseorang menginterupsi acara tour guide di hadapannya. "Kalian datang ke sini untuk bekerja, kan? Kenapa tiba-tiba berubah jadi acara wisata alam?"

Eunhyuk memutar bola matanya bosan. "Cho Kyuhyun, kau ini kaku sekali sih? Kita baru saja sampai. Apa salahnya menikmati pemandangan sebentar? Lagipula kau sendiri yang mengatakan bahwa pekerjaan kami ini butuh energi dan konsentrasi yang tinggi. Jadi biarkan otak kami beristirahat sejenak." protesnya tak mau kalah.

"Aku bisa mengadukan kalian pada Siwon hyung!" Kyuhyun mengancam.

"Kau membosankan sekali." Eunhyuk berujar sinis.

"Jangan dengarkan dia. Kyuhyun hanya kesal karena tak ada yang menjawab pertanyaannya tadi. Ehm... Kyuhyun-ah, kau tanya apa tadi?"

Kyuhyun memandang Sungmin sebal, "Tidak tahu! Aku sudah lupa."

Dan kemudian yang lain hanya bisa mentertawakannya.

***

"Apa kau pernah mendengar kalau di sini terdapat sebuah sumber air panas?" Saat ini Sungmin agaknya mulai berkonsentrasi pada seseorang yang memang sedari tadi terus saja menekuk wajahnya-kesal. Kyuhyun benar-benar menutup mulut semenjak mereka melangkahkan kaki meninggalkan pesisir menuju kawasan hutan bakau.

"..." Kyuhyun masih diam. Pemuda itu benar-benar marah.

Jalan setapak sudah tak lagi terlihat. Semuanya berubah menjadi lahan basah, bahkan berlumpur. Mereka sudah sangat jauh dari objek wisata pelabuhan. Begitu sunyi, sesekali hanya terdengar burung pantai yang mungkin singgah di puncak rhizopora rimbun sepanjang tegakan yang berlumpur.

Eunhyuk dan Henry sudah agak jauh meninggalkan sepasang kekasih itu di belakang. Kesempatan ini tidak Sungmin abaikan untuk membuat suasana hati Kyuhyun kembali membaik. Lambat-lambat lengan kirinya menelusup pada jemari kurus milik Cho Kyuhyun.

Sang pemilik tangan tadi sedikit terkejut dengan perlakuan manis pemuda di sebelahnya. Namun tentu saja, masih bisa mempertahankan raut stoic andalan. Hal yang percuma sebetulnya, karena Sungmin tahu Kyuhyun dengan baik. Pria itu tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya sedikitpun.

"Kita akan menuju ke sana sekarang. Kau pasti tahu bahwa air panas yang alami memiliki banyak sekali kandungan sulfurnya. Itulah alasan kenapa kita datang ke tempat ini. eunhyuk memberikan referensi beberapa hari sebelumnya, ada lokasi yang tidak banyak diketahui orang bahwa di sini memiliki sumber air panas."

"Bagaimana bisa?" dan agaknya Kyuhyun mulai tertarik dengan topik pembicaraan mereka.

Sungmin tersenyum lembut. Angin laut siang hari cukup membuat kulit mereka yang tak terlindungi sedikit meremang. Kyuhyun semakin mempererat genggaman tangan dengan Sungmin.

"Kau harus tahu. Busan adalah tempat yang menakjubkan."

"Ya. Gerbang utama Korea. Aku terlalu sering mendengar hal itu." sahut Kyuhyun lamat-lamat.

"Jika pasang-surut air laut di tempat lain hanya akan dimanfaatkan penduduk untuk menambak garam. Di sini mungkin mereka justru diberikan 'sesuatu' yang lebih besar. Air panas.

"Jadi, maksudmu air pasang di sini dapat memiliki suhu yang tinggi?" Kyuhyun semakin tertarik dengan informasi yang Sungmin berikan.

"Ishhh, bodoh." Sungmin menjitak pelan kepala Kyuhyun. "Bukan air pasangnya. Eunhyuk mengatakan ada beberapa bagian belahan bumi yang memang sejatinya memiliki akses mata air dari panas bumi. Bahkan di tempat-tempat yang sepertinya tidak mungkin seperti pantai. Aku pernah mendengar fenomena ini terjadi di tempat lain. Sumber air panas itu berada tepat di bawah air laut, tapi tak banyak yang bisa merasakan karena biasanya sudah tercampur dengan air laut yang dingin. Haaah~ aku benar-benar penasaran. Rasanya memang pernah kudengar... atau mungkin kubaca di suatu tempat." Kening Sungmin berkerut saat mencoba mengingat.

Kyuhyun terkekeh, "Hentikan, Sungmin. Keningmu berlipat seperti kakek-kakek."

Mendengar penuturan Kyuhyun yang seenaknya, Sungmin justru tertawa. Dia mengakui bahwa yang dikatakan pria ini memang benar. Wajahnya pasti terlihat aneh sekali. Sungmin benar-benar memiliki wajah yang mengerikan saat tengah serius.

"Aku penasaran bagaimana penduduk bisa mengumpulkan air panas itu tanpa tercampur dengan air laut." Sungmin berujar ceria.

.......

Akhirnya mereka berempat sampai pada daerah tak jauh dari rimbunan semai bakau dan lahan basah, bahkan hampir berlumpur. Tak jauh dari empat anak adam tadi berdiri terdapat sebuah goa yang tidak terlalu besar. Sepertinya hanya sebuah tempat yang sengaja dibangun. Pondasinya bukan bebatuan alam, melainkan hanya berupa semen murah dan bebatuan yang ditumpuk asal menyerupai sebuah mulut gorong-gorong besar.

Tak perlu terlalu dalam memasuki tempat tersebut untuk bisa menemukan sebuah kubangan berasap.

"Waaaah~ mereka benar-benar pintar. Membuat tanggul untuk menghalangi air pasang. Air panas ini jadi tidak bercampur dan tetap panas sepanjang waktu." Eunhyuk memandang berkeliling dengan kagum. "Hangat sekali. Rasanya aku ingin sekali berendam."

"Lain kali saja, eunhyuk-ah. Kita harus sampai Seoul lagi sebelum gelap. Laboratorium sama sekali kosong untuk malam ini. hanya akan tersisa keamanan di luar gedung." Larang Sungmin. Pria itu mulai menurunkan ranselnya dan mengambil beberapa wadah sederhana.

Sebuah filler ia pasangkan dengan pipet ukur. Tabung reaksi dengan penutup karet sudah siap dalam genggamannya yang lain. Tapi...

"Tidak di sini, hyung! Kita tidak akan mengambil sample sulfur dari dalam air panas ini. Ada belerang yang siap kita bawa pulang." Eunhyuk berseru mantap.

Sungmin berkedip tak mengerti, "Benarkah? Kalau begitu, bukankah kita butuh desikator untuk menjaga kadar air? Aku tidak membawanya~"

"Siapa yang mau membawa-bawa barang berat seperti itu ke luar memang? Disuruhpun aku tak akan mau. Kau akan tahu sendiri nanti. Semua sample kering. Ayo! Kita harus jalan lebih ke dalam lagi."

Semua orang tidak protes. Tak terkecuali Kyuhyun. Pria itu mulai memasang raut wajah siaganya, dan mengikuti langkah eunhyuk.

Di luar dugaan, ternyata goa besar itu memiliki jalur menanjak dan ruangan, semakin dalam goa buatan tadi semakin menyempit. Undakan bebatuan acak menjadi pemandangan sekaligus rintangan perjalanan kali ini. Tak jarang beberapa dari mereka terpeleset saat lengah menginjak tumpukan batuan rapuh dan berlumut.

Namun satu hal yang membuat perjalanan ini tidak begitu menyenangkan.... paru-paru mereka mulai sedikit kekurangan pasokan oksigen.

"Gege, apa tidak terlalu jauh? Aku semakin sulit bernapas. Pengap sekali." Henry yang wajahnya sudah mulai memerah akibat uap panas dan mungkin kekurangan udara segar mencoba menghentikan perjalanan.

"Aaah~ maaf. Aku terlalu bersemangat. Kurasa kita bisa mulai di sini. Kalian lihat dindingnya kan? Itu hasil sublimasinya. Kita bisa mencungkil ini. Kalian lihat sendiri kan? Seperti bedak. Ini tak akan sulit." Eunhyuk meremas padatan belerang di tangannya hingga melebur seperti tepung.

.....

Waktu berlalu hingga tak ada yang menyadari keempat orang tadi sudah satu jam berada di sana. Menyisakan ketenangan yang mencekam dan deru napas manusia yang semakin berat. Persis seperti yang dikatakan Henry, uap panas di dalam tempat itu sudah benar-benar tak menyisakan oksigen. Pemuda Cina tersebut bahkan sudah beberapa kali menghisap inhaler dalam-dalam.

"Berapa banyak yang kita butuhkan? Kyuhyun yang sedari tadi hanya diam, mulai bicara. Pasalnya ia baru saja menyadari keadaan Henry yang sudah mulai kepayahan. "Aku punya firasat buruk jika kita terlalu lama di sini."

Eunhyuk yang masih asik mencungkil belerang-belerang kering di sekitar dinding goa menoleh. Sedangkan Sungmin sepertinya juga sudah mulai khawatir pada anggota termuda mereka itu. Ia langsung saja berbenah dan menyudahi pekerjaannya.

"Kurasa sudah cukup. Ayo keluar dari sini!" perintahnya.

Dan... masalah pun kembali menyapa.

Tak ada yang mengira bahwa perjalanan kembali tidak semudah yang dibayangkan. Fokus yang terlalu berlebihan membuat mereka tak menyadari bahwa jalan pulang di hadapan memiliki kemiringan yang cukup curam. Kyuhyun terlihat kesal. Entah karena apa.

"Ada yang bawa tali?" tanya Kyuhyun serak.

"Jangan pakai tali. Tidak akan ada tempat untuk menguncinya. Semua yang ada di sini sudah bercampur dengan belerang dan lumut. Pasti rapuh." Eunhyuk memperingati.

Semua orang mulai terlihat panik. Henry sudah mulai batuk tak terkendali, bahkan tak sanggup bicara. Sungmin sangat takut kalau jika anak itu akan muntah darah karena rasanya aroma sulfur semakin kuat di sekitar mereka.

"Henry, kau masih sanggup untuk turun kan? Kau duluan. Aku akan memegang lenganmu dari atas sini." Eunhyuk mulai bertindak cepat. Tangannya langsung meraih ransel di punggung Henry dan melemparnya ke bawah. "Sekarang kau yang turun!"

Masih dengan napas tersengalnya Henry mencoba menuruni jalan sempit dan curam. Dengan kekuatan kakinya yang masih tersisa, ia berusaha meraba bebatuan yang masih kuat untuk menjadi pijakan.

Satu langkah....

Dua langakah....

Sepertinya akan berhasil. Eunhyuk terus saja memegangi lengan Henry. Pemuda itu sudah hampir sampai pada jalur yang lebih landai ketika tiba-tiba...

Kraakkk!!

"Oh! Ge-"

"eunhyuk AWASSS!!"

Terlambat.

Bertepatan dengan tergelincirnya Henry saat menginjak belerang rapuh, dari atas mereka sebuah batu sebesar bola voli langsung jatuh dan menghantam pundak kanan eunhyuk. Pria itu berteriak kesakitan. Dan tidak hanya itu. Tubuhnya pun oleng. Akibatnya, genggamannya pada lengan Henry terlepas, dan ia terjun bebas tanpa pelindung apapun.

Semua orang berteriak, tak terkecuali Kyuhyun yang pada saat itu memang juga tengah menahan tubuh eunhyuk tak kuasa mempertahankannya.

Eunhyuk jatuh. Yang terdengar dari atas hanya bunyi derak 'sesuatu' menghantam alas goa dengan sangat keras, kemudian disusul oleh jatuhan batu besar dan kecil yang menggelinding dari dinding-dinding tempat mereka berada.

Sungmin sadar. Terjadi sesuatu pada bangunan ini. Semuanya bergetar. Dan entah pada detik keberapa, tubuhnya serasa ditarik dan melayang ke sudut goa lebih dalam. Batu-batu yang tadinya terlihat kokoh bertengger pada langit-langit, kini berjatuhan. Menghantap siapa saja yang ada di bawahnya tanpa ampun.

Bunyi-bunyian keras berlangsung beberapa detik. Namun saat ia membuka mata, dan menyadari bahwa sesuatu-seseorang sudah menindihnya pada ujung dinding bangunan. Sungmin yakin yang tadi menariknya adalah Kyuhyun-orang yang saat ini ada di hadapannya. Memeluknya.

"Aakkhh!"

Rintihan itu pelan. Namun lekas membuat pemuda semanis Sungmin berubah panik. "Kyuhyun-ah... kau... kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada cemas berlebih.

"Hmm." Kyuhyun menjawab singkat. Kemudian berusaha terkekeh. "Tak apa. Hanya terbentur sedikit. Aku bisa menahannya."

"Tapi-"

"Jalannya tertutup." Kyuhyun menginterupsi.

Sungmin sontak melihat pemandangan di hadapannya. Mereka benar-benar terdorong semakin ke dalam goa. Dan batu-batu yang runtuh tadi, sudah menjadi mahakarya yang sempurna. Dinding itu terbentuk dengan hanya hitungan detik. Memisahkan dua insan dengan satu-satunya akses ke luar bangunan.

Kyuhyun merosot. Benturan pada kakinya saat menarik Sungmin untuk menghindari runtuhan tadi cukup telak. Ia sangat yakin bahwa tulang keringnya sudah retak.

"Kyuhyun-ah..." Sungmin kembali panik.

Lelaki itu hanya menggeleng. "Aku tak apa-apa. Sebaiknya kau periksa keadaan Henry dan eunhyuk." ujarnya masih dengan napas tersengal.

Sungmin baru tersadar bahwa kedua deongsangnya tadi juga berada dalam bahaya. Ia langsung beranjak pada runtuhan bebatuan tadi. "Ya Tuhan... aku bahkan sudah tak bisa lagi melihat mereka ke bawah."

"Teriak saja."

Sungmin menurut. "Henry-ah!!! Eunhyuk-ah!!!! Kalian masih di sana???"

Tak ada jawaban. Degup jantung Sungmin terpacu. Dadanya sakit membayangkan keadaan terburuk kedua rekannya yang lain.

"Lebih keras." Kyuhyun masih memerintah.

"Henry!!!!! Eunhyuk!!!!"

Delapan... atau mungkin sepuluh oktaf. Sungmin benar-benar mengeluarkan semuanya dalam satu tarikan napas panjang.

"Sungmin ge... Kyuhyun ge..."

Terima kasih, Tuhan! Sungmin langsung berbinar kembali mendengar suara Henry. "Henry-ah... kau baik-baik saja? eunhyuk?? Apa kalian bersama?"

"Aku baik-baik saja. Tapi eunhyuk ge... dia... sama sekali tidak membuka matanya." Henry berteriak frustasi. "Kepalanya terbentur. Darahnya banyak sekali. Dan... dan aku tidak bisa memindahkannya... kakinya terjepit reruntuhan. Bagaimana ini?"

Selanjutnya hanya terdengar lirihan Henry yang mencoba menyadarkan eunhyuk.

"eunhyuk terluka?" Kyuhyun bertanya sambil menahan sakit pada kakinya.

"Kita harus segera turun dan membantu mereka-"

Ssssshhhhhhhhhh....

"Suara apa itu?" Belum tuntas rasa penasaran Sungmin akan bunyi sesuatu yang baru saja muncul, seketika asap tebal muncul dari pipa kecil di dinding-dinding batu yang sebelumnya tekelupas. "Damn it! Bangunan ini dipasang jebakan, Kyu."

Sulfur dengan konsentrasi tinggi. Siapapun tak akan bertahan lama di dalam sini. Bagaimanapun caranya. Mereka harus keluar.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Kyuhyun berdiri. Ia meraba dinding runtuhan tadi dengan cermat. Mengetuk perlahan untuk melihat bagian mana yang masih bisa didobrak.

"Aku tak bisa menarik eunhyuk gege seorang diri!! Kakinya benar-benar terjepit rapat." Henry berteriak dari bawah. "Kalian baik-baik saja di sana?"

"Ya... ya! Kami baik-baik saja. Tenanglah. Kami akan segera turun." Sungmin mulai tersengal. Dadanya terasa sangat sakit untuk bernapas. Ia sangat tahu, cepat atau lambat racun sulfur ini akan mengiritasi saluran pernapasannya. Berusaha tetap terjaga, walau kakinya sudah tak sanggup menopang berat badan sendiri.

"Sungmin-ah... pakai ini." Tiba-tiba saja Sungmin merasa wajahnya direngkuh. Sebuah masker besar sudah menempel rapi di wajahnya. Kyuhyun yang memakaikan benda tersebut di sana. "Dan jangan tidur. Aku sudah menemukan jalan keluar untuk satu orang. Hanya bisa jika sedikit dipanjat. Jadi kau harus keluar lebih dulu. Mengerti?"

Kyuhyun baru saja akan beranjak, tapi seseorang menarik kausnya yang memang sudah sangat kotor. Sungmin menggeleng, kemudian melepas masker tadi. "Tidak! Kau yang harus memakai ini... dan keluar bersamaku."

"Aku hanya punya satu. Jadi kau saja yang pakai."

"Please..." Sungmin tidak sanggup.

Pada akhirnya Kyuhyun memang harus menggunakan 'metode' rahasianya. Ia menarik wajah Sungmin yang sudah memerah, tidak berbeda jauh dengan matanya. Sulfur sudah mengkontaminasi selaput panca indera penglihatan mereka. "Dengarkan aku... kau tidak terluka dan sudah pasti bisa memanjat dinding ini. eunhyuk dan Henry butuh bantuan cepat. Jadi kau harus menolong mereka."

Sungmin kembali menggeleng. Ketegarannya hilang sama sekali. Apa tadi katanya? Keluar sendiri? Tanpa Kyuhyun? Dengan gas bcracun yang bisa saja merenggut nyawa dalam hitungan menit? "Kyuhyun kumohon..."

"Lee Sungmin! Mereka menunggumu di bawah!"

"Kyuhyun... tidak-"

Jika kalimat tak bisa meyakinkan, rasanya sentuhan pada masing-masing bibir pucat mereka mampu membangun sebuah kepercayaan maha dahsyat. Kyuhyun mengambil alih seluruh rasa untuk sebuah harapan dalam setiap gerakan lembut disana. Marah, takut, dan putus asa melebur dalam satu ciuman, hingga bertransformasi pada sebuah kekuatan dan keberanian.

Kekuatan untuk bertahan hidup...

Keberanian akan kemungkinan sebuah kehilangan....

"Henry, kau bawa masker?" Kyuhyun berteriak.

"Ya, aku dan eunhyuk masing-masing memiliki satu. Ada apa?"

"Pakai dan jangan bertanya lagi! Sungmin akan segera turun. Setelah berhasil membebaskan eunhyuk, cepat keluar dari sini! Kau paham?!"

"Baik- eh, hanya Sungmin yang turun? Lalu kau bagaimana?"

"Kubilang jangan bertanya! Lakukan saja!"

"Baik. Aku mengerti!"

Kemudian beralih pada Sungmin, "Kau juga harus cepat." Setelah (kali ini) mengecup singkat bibir manis kekasihnya, ia langsung mendorong Sungmin untuk memanjat bagian atas reruntuhan yang ternyata sudah dibongkar. Kyuhyun benar. Hanya bisa satu orang, dan harus dipanjat. Cukup sulit. Dalam keadaan normal pun butuh seseorang untuk membantunya naik, apalagi dengan kakinya yang terluka parah, pemuda itu tak sanggup untuk keluar dari sini.

Sementara itu, asap tebal semakin memenuhi goa. Kyuhyun sudah tak sanggup lagi bernapas. Paru-parunya sudah seratus persen berisi gas berbahaya tersebut. Ia sudah kehilangan fokus. Sekelilingnya gelap... dan semakin hitam...

Sungmin, aku mencintaimu...

***Fire Blossom***

Sungmin sudah berhasil membebaskan eunhyuk dari reruntuhan dan menggotong tubuh itu keluar bersama Henry. Eunhyuk benar-benar butuh bantuan medis. "Apa sudah ada sinyal?" tanyanya parau.

Henry mengangguk. Ya... aku sudah mengirimkan pesan pada Shindong dan Zhoumi ge. Informasi ini hanya satu arah. Tapi kupastikan reaksi mereka akan cepat jika tombol ini sudah berwarna-ah!! Hijau!! Mereka sudah akan kemari, ge!" Henry bersorak.

Namun, secepat respon yang datang dari markas, secepat itu pula Sungmin beranjak meninggalkan mereka. Ia membawa peralatan seadanya dan kembali masuk ke dalam goa. Ya... Kyuhyun-nya masih di dalam. Dia harus membawa Kyuhyun-nya keluar.

Dengan cepat ia merayapi jalan-jalan yang memang sudah tak lagi tertata semenjak longsor. Harus lebih berhati-hati karena bisa saja kejadian yang sama akan terulang.

Sungmin sampai pada bagian runtuhan yang tadi sempat mengisolasinya bersama Kyuhyun. "Kyuhyun-ah! Kyuhyun! Kau di dalam? Kyuhyun jawab aku!!!"

Frustasi. Hanya itu yang Sungmin rasakan. Walau asap gas sulfur sudah menipis dan tidak lagi memenuhi sepanjang goa, tapi ini sudah lebih dari setengah jam ia meninggalkan Kyuhyun sendirian dengan konsentrasi gas beracun yang berbahaya.

Sungmin mendorong sebuah batu besar untuk dia jadikan undakan. Cukup tinggi karena tubuhnya kini bisa menggapai lubang yang tadi dipakai sebagai jalan keluar. Dengan sedikit panjatan, maka Sungmin sudah bisa kembali masuk ke dalam. Dan betapa terkejutnya ketika mendapati Kyuhyun sudah tergeletak. Ketakutan yang teramat besar kembali merayapi dirinya.

"Kyuhyun... Cho Kyuhyun... kau dengar aku? Bangun Kyuhyun! Kumohon..." Dengan cepat Sungmin menghirup oksigen sintetis dari sebuah tabung yang ia bawa bersama dua buah masker. Kemudian dengan cekatan mentransfernya pada Kyuhyun.

CPR yang tak kunjung selesai. Sungmin terus saja memberikan udara pada paru-paru Kyuhyun. Sesekali lengannya digunakan untuk memompa jantung dengan menekan-nekan bagian dada pria itu. Terus... dan terus... hingga Sungmin kelelahan. Tapi ia tak boleh berhenti. Kyuhyun-nya sudah sering berada pada jurang kematian, seperti menolak kehadiran sang malaikat maut. Tapi walaupun begitu kekasihnya selalu kembali padanya. Bersamanya. Harapan itu yang Sungmin miliki. Dan dia percaya...

"Kyuhyun-ah... bangunlah...".....

"Uhuk... uhukk..."

Keajaiban selalu ada untuk mereka yang percaya. Dan tentu saja... berusaha.

"Kyuhyun-ah!" Sungmin berseru bahagia. Mendapati seseorang di hadapannya membuka mata... hingga kemudian tersenyum padanya.

"Apa aku sudah berada di surga?"

Sungmin memeluk erat tubuh lemah Kyuhyun. Begitu erat, hingga mungkin jika sang malaikat pencabut nyawa sudah menunggu untuk membawa kekasihnya keluar dari lingkaran api kehidupan, ia tak akan pernah memberikannya.

...***Fire Blossom***To be continued

3. Traps (Guns)

"Dari awal, bukankah kalian sudah mengenali bahwa bangunan itu memang bukan sebuah goa alami?" Siwon melemparkan berkas penyelidikan tepat di hadapan wajah Sungmin yang memang saat itu tengah termenung di samping meja kerjanya.

Terkejut. Ya. Sungmin menunjukkan respon yang manusiawi atas apa yang dilakukan makhluk tinggi di hadapannya barusan. Namun bukan Sungmin jika tidak bisa menguasai diri. Ia cepat kembali dalam keadaan normal. "Ya. Kami tahu." ujarnya tenang.

"Lalu?" Siwon mengernyit.

"La... lu??" Sungmin membeo. Tidak mengerti kenapa Siwon mengucapkan satu kata itu seakan dapat mewakili semua rasa ingin tahu khas seorang pimpinan. Tiba-tiba saja atmosfir ruangan berubah menjadi tak bersahabat. Siwon menatap marah lawan bicaranya.

"LALU KENAPA KALIAN MASIH SAJA MELANJUTKAN PENCARIAN?!" Terjadi sudah. Siwon akhirnya tak tahan untuk membentak.

Sementara di sana, Sungmin masih diam. Tapi jangan sesekali kalian mengartikan sikapnya sebagai rasa takut. Lihatlah.... Sungmin justru membalas tatapan Siwon tanpa gentar.

Alis tebal itu terangkat, "Tidak punya jawaban?" Sekarang lebih rendah, namun tatapan mengerikannya belum juga lepas. Entahlah... mungkin sebagian orang mengatakannya seperti itu. Tapi mungkin juga tidak. Karena jika kau mau sedikit saja menilik, kharisma dalam tatapannya sungguh kental.

Sungmin akhirnya mendengus pelan, memalingkan wajahnya karena rasa lelah yang lebih dominan dibanding keinginan untuk melawan. "Jadi kau ingin menyalahkan siapa sekarang? Aku? Eunhyuk? Atau justru kami berempat?"

"Jika kau masih ingat, aku mempercayakan komando untuk perjalanan kalian kemarin padamu." Suara Siwon tertahan. Jika telinganya masih normal, Sungmin sangat yakin bahwa ia baru saja mendengar gemelutuk gigi milik seorang Choi Siwon.

"Aahh~ jadi kau memang menyalahkanku rupanya." Sungmin berujar tenang namun tegas. Kalimat tersebut jelas sebuah pernyataan--atau mungkin tuduhan.

Kini ganti Siwon yang mendengus, "Aku hanya tak habis pikir. Kenapa kalian bisa begitu lengah." Akhirnya suara bass tersebut kembali terdengar tanpa emosi. Agaknya pria tampan itu tak sanggup berlama-lama bicara kasar pada seorang Lee Sungmin. Sejauh ini bibir manisnya memang tak akan pernah membalas sesuatu apapun yang dilontarkan. Sungmin mungkin orang yang tenang, dan Siwon cukup tahu akan hal tersebut.

"Ya. Saat ini aku baru bisa minta maaf. Semuanya akan kutuangkan dalam laporan, dan kalian bisa memutuskan hukumannya nanti. Aku tak akan lari." Lelah... Sungmin betul-betul lelah.

"Hyung...""Jangan sekarang, Siwon-ah, kumohon. Aku tahu bahwa ini salah. Aku hampir membunuh mereka semua. Tapi tolong. Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya kembali. Membaca semua laporan tim penyelidik umum membuatku tak sanggup berkata apa-apa."

"Kenyataannya memang seperti itu." ujar Siwon datar.

"Tapi bagaimana bisa kalian mengumpulkan kami hanya karena semua orang terhubung dengan kasus pembunuhan satu keluarga China?" Sungmin mengepalkan sebelah tangannya. Bukan. Bukan soal kasus pembunuhan itu yang mengganggunya. Namun seperti... ada sesuatu yang diinginkan para petinggi NIS melalui kasus ini.

Sungmin sungguh punya firasat buruk. 'Fire Blosom' adalah kutukan.

"Aku sudah pernah mengatakan padamu bahwa ini akan sulit. Bahkan juga memohon agar kau menolak untuk bergabung."

"Tidak ada hubungannya! Sekalipun kutolak, mereka akan menggunakan cara lain untuk tetap melibatkanku--kita--dalam kasus ini."

Bahkan Siwon terkejut dengan pernyataan Sungmin. Pria itu baru menyadarinya. "Ya. Dan kau benar. Aku hingga kini masih penasaran kenapa dengan menarik seorang Cho Kyuhyun bisa membuatmu seperti tak punya pilihan lain. Kau bahkan berlebihan jika hanya ingin kedekatan kalian dibaca orang sebagai hubungan kakak beradik."

Sungmin tahu menyembunyikan sesuatu dari seorang Choi Siwon adalah bagian terbodoh sepanjang hidupnya. Namun semua masih bisa ia antisipasi. Siwon bukan orang yang mudah menarik kesimpulan jika 'barang bukti' tak ada di depan matanya.

"Seandainya kau mengerti, aku pun juga ingin tahu kenapa." Pengalihan paling efektif. Sungmin cukup sering menggunakannya. Setiap lawan akan langsung kembali tersesat pada hipotesa terdekat mereka. Dan akhirnya semakin jauh dari kebenaran.

"Aku iri pada Cho Kyuhyun. Tiba-tiba saja memiliki 'hyung' yang sangat menyayanginya." Wajah Siwon berubah masam.

"Kau sangat tidak pantas begitu." Sungmin melirik sebal pada Siwon.

Tak lama terdengar suara pintu yang diketuk. Tanpa menunggu izin, seseorang dari luar langsung masuk ke dalam ruangan. Tak perlu heran, 'ketuk pintu' memang hanya sebuah prosedur tidak penting di tempat mereka.

Sosok jangkung dengan rambut berwarna perpaduan antara hitam dan maroon langsung nampak di hadapan Sungmin dan Siwon.

"Zhoumi? Apa ada masalah?" Siwon langsung bertanya begitu ruangan kembali ditutup.

Yang ditanya menggeleng sambil tersenyum. "Hanya ingin memberitahu kalian kalau Eunhyuk dan Kyuhyun sudah bangun. Hmm... dan masing-masing dari mereka berebut untuk bicara padamu, Sungmin."

Bagai sebuah suntikan adrenalin. Sungmin seketika pulih dari ekspresi lelahnya. "Benarkah? Jam berapa mereka bangun?"

"Baru saja."

"Wah... wah... wah... tak ada yang ingin bicara padaku?" Sepertinya Siwon mencoba masuk dalam suasana yang perlahan mulai mencair. Pembicaraannya dengan Sungmin tadi betul-betul membuat kepalanya sakit.

Zhoumi tertawa pelan. "Sayangnya tidak, kawan. Mereka bahkan mengancamku untuk tidak mengizinkanmu masuk kamar perawatan.

Siwon memutar bola mata bosan. "Pasien-pasienmu sangat manja, Dokter Zhoumi~"

Dan.... dimana Sungmin?

Hey, tentu saja dia sudah langsung berlari keluar. Bahkan sebelum lelucon-basa-basi antara Siwon dan Zhoumi terlontar.

***Fire Blossom***

Brakk!

"Hey! Apa yang kau lakukan?"

Seseorang dengan suara unik bariton-nya berseru ketika bunyi gaduh yang berasal dari benda-benda kesayangannya sampai pada pendengaran.

"Hyung... maaf. Ruangan ini gelap. Aku jadi tak bisa melihat dengan baik." Sang pelaku bersuara. Nadanya mungkin tak sarat akan rasa bersalah, tapi percayalah... itu.. cukup normal... sepertinya.

"Ck... kau ini..." tiba-tiba saja semua menjadi sangat terang. Kibum bahkan harus memicingkan kedua matanya untuk menahan laju cahaya yang tiba-tiba saja serasa menusuk onyx kelam miliknya.

Dan ketika proses adaptasi itu sempurna, di sana ia pun melihat sosok tampan dengan wajah mengantuk. "Dongahe, hyung. Ada apa memanggilku?" serunya seraya mendekat.

"Duduklah." Donghae mempersilahkan.

"Di mana?" Sejauh mata memandang, Kibum bahkan tak menemukan sesuatu yang layak untuk dijadikan tempat duduk.

"Dimana saja." Sahut orang itu tanpa menoleh.

Akhirnya Kibum menemukan sebuah kotak hitam di samping lemari besi tinggi. Ia menarik benda tersebut ke tengah-tengah ruangan. Sudah sangat berdebu. Namun sepertinya hanya perempuan yang akan mempermasalahkan. Tanpa 'bersih-bersih', pemuda itu langsung duduk di atasnya.

"Jadi ini ruangan favoritmu." Mata Kibum masih melakukan tour panjang selagi masih bisa. Kamar di mana mereka berada tak lebih besar dari sebuah gudang penyimpanan barang bekas. Udaranya begitu kering karena sistem pendingin yang tak pernah mati. Lemari-lemari besi mengelilingi seluruh ruang hingga hanya menyisakan beberapa meter untuk jalan keluar-masuk. Dinding-dinding lusuh seperti tak pernah dijamah menjadi daya tarik tersendiri. Aneh memang. Kenapa orang semanis Donghae suka sekali berlama-lama dalam ruangan seperti ini.

"Kim Kibum."

"Ne?"

"Ambil ini!"

Dengan refleks sempurna Kibum menangkap sesuatu yang Donghae lemparkan padanya. Sebuah kunci--tidak. Sebuah kotak persegi pipih dengan layar kecil di bagian tengahnya. "Ini... apa?" Tanyanya bingung.

"Sentuh layarnya dengan ibu jarimu." perintah Donghae singkat.

Kemudian....

Kedua bola mata milik Kibum hampir saja melompat dari tempatnya. Tepat pada dinding sebelah kiri yang terlihat lusuh tadi, kini mulai terangkat bagai sebuah pintu garasi otomatis. Kemudian sesuatu seperti menyembul ke luar. Benda yang awalnya hanya sebuah kota besi, kemudian bertransformasi hingga pada bentuk anak tangga. Tak kalah hebat, di atasnya sebuah lubang berdiameter setinggi manusia normal terlihat menganga. Cahaya berwarna biru matic berpendar tak menyilaukan, namun sarat akan dinginnya suhu di dalam sana.

Walaupun sudah bisa menduga akan seperti apa wajah Kibum, tetap saja Donghae tak bisa menahan ekspresi geli di wajahnya. "Itu... lemari 'pakaian'mu." ujar Donghae sambil menyisipkan siulan kecil.

***

"Kau lama sekali." Kyuhyun langsung saja menegakkan tubuhnya yang tadi tengah bersandar di tempat tidur. Melihat seseorang masuk ke dalam ruangan tersebut, seketika suasana bosan melebur.

Sosok manis di sana hanya tersenyum. Belum mau membalas protes dari Kyuhyun, dan justru mendekat dengan tergesa untuk kemudian...

Cup~

"Eh?" Kyuhyun merasakan jantungnya akan melompat seketika. Bibirnya yang tadi dirasa sangat kering tiba-tiba saja mendapatkan sesuatu yang hangat. Singkat.... tapi pria itu bersumpah saat ini benda di balik dadanya belum bisa berdetak normal.

"Bagaimana perasaanmu?" Belum sadar betul, suara lembut Sungmin kembali menghanyutkan.

"Sungmin-ah..."

"Hm?"

"Kurasa pagi ini kita bisa melakukan satu ronde saja."

Sungmin terbelalak, "Apa-apaan kau ini?" sungutnya sambil mengetuk kening Kyuhyhun. "Berapa banyak dosis prozac yang Zhoumi berikan padamu hah?" Pemuda itu masih mengomel.

Kyuhyun hanya merengut mendengarkan. "Ayolah..." rengeknya pelan. "Tidak ada CCTV di sini."

"YAHH!!" Suara bentakan tenor itu sekejap hampir membalikkan otak Kyuhyun untuk kembali pada posisi yang sebenarnya. "Ingin kuhajar?"

Kyuhyun memejamkan mata. Kepalanya tertunduk sebagai reaksi dari sebuah penolakan. "Lalu kenapa kau membuatku seperti ini?" ujarnya lirih.

"Aku betul-betul harus bertanya pada Zhoumi. Bagaimana mungkin serum pengantar tidur bisa membuat orang mudah sekali terangsang." Sungmin berucap dengan nada iba yang dibuat-buat.

"Lebih mudah lagi jika kau melepaskan semua pakaianmu..."

"Issshh kau..." Sungmin sudah benar-benar ingin menghajar Kyuhyun jika saja orang itu tidak langsung bergerak menjauh sambil membuat sebuah perisai dengan kedua tangannya.

Kyuhyun kemudian tertawa keras mendapati wajah kesal kekasihnya karena digoda. "Aahh~ manisnya."

"Aku tak akan bertanya lagi. Kau betul-betul sudah SEMBUH." Sungmin berkata sinis.

"Eeeyyy... begitu saja marah. Siapa suruh sembarangan mencium orang tadi?" Kyuhyun membela diri, mengulum senyum yang menurut Sungmin menyebalkan.

"Aku tidak sembarangan. Memang tidak boleh mencium kekasih sendiri?" Sungmin tidak terima.

Sunyi agak lama. Kyuhyun memandang wajah itu dalam diam.

"..."

"Lee Sungmin."

"Apa?" ketusnya.

"Kau mengerikan."

"Hah?!"

"Cium aku lagi. Kali ini lebih lama."

***

Weapon Chamber

"Masuklah, dan lihat apa yang kusiapkan untukmu." Donghae menepuk pundak Kibum yang mungkin saat itu masih belum tersadar dengan apa yang baru saja ia lihat.

Tanpa bertanya lagi, kakinya mulai menapaki anak tangga besi hingga menimbulkan suara denting besi yang halus. Kibum masuk ke dalam lubang persegi yang disipkan untuknya. Untuk kemudian kembali terpana. "Waaaa~ ini benar-benar hebat." ucapnya pada diri sendiri.

Sebuah lorong yang dijejali rak-rak polimer bening. Di dalamnya berbagai jenis senjata api berpose angkuh tak bergerak. Dingin. Hampir sama dengan suhu dalam 'lemari' tersebut.

Melalui perjalanan singkat, Kibum merasa seperti berada dalam sebuah 'penangkaran' senjata. Dirinya dapat menikmati keindahan benda-benda berbahaya itu dari balik kotak-kotak kaca. Benar-benar menakjubkan. Donghae membuat besi-besi tersebut seperti sebanding dengan barang-barang bernilai tinggi di museum. Namun bedanya, Kibum yakin jika yang ada di sini sejatinya memang untuk dipergunakan, bukan dipamerkan.

Langkahnya berhenti saat mencapai ujung lorong. Sebuah heckler koch dan rifle sniper berdiri tegak dalam kota kaca besar. Kibum sempat berpikir dua benda ini mungkin adalah secreet weapon karena diberi tempat khusus pada sisi tengah ruangan.

Belum berhenti ratap kekaguman dari seorang Kim Kibum, ia merasakan pundaknya ditepuk pelan.

"Kau harus menjaga yang satu itu." Donghae, tiba-tiba saja sudah berada di belakang. "Bocah ini tidak memiliki penglihatan yang baik." Ujarnya penuh misteri.

"Heuh?" Hanya reaksi tersebut yang dapat dikeluarkan Kibum. Ia sama sekali tak mengerti.

Lengan Donghae terulur, menekan tombol transparan di sisi kaca depan. Seketika kotak tadi terbuka seakan menelanjangi isinya. Pria itu menghela napas panjang, seperti ada banyak beban yang coba dikelurkan.

"Aku pernah lalai, hingga seseorang yang tak seharusnya merasakan panas peluru ini harus kehilangan nyawanya." Tatapan Donghae berubah sangat redup. Rasa bersalah itu terlihat sangat jelas.

"Apa dia.... temanmu?" Kibum tak perlu bertanya apa yang terjadi. Ia paham maksud perkataan Donghae.

Yang ditanya menggeleng. "Aku tidak mengenalnya. Yang aku tahu, ia juga memiliki tujuan yang sama saat kami semua terjebak dalam baku hantam senjata api."

"Lalu?"

"Lalu semuanya terjadi begitu cepat. Orang itu jatuh ke jurang, dan demi menjaga reputasi tim, semua informasi mengenai orang-orang yang terluka ditutup rapat."

"Apa yang mereka lakukan padamu selanjutnya?" Kibum semakin menaruh perhatian pada pembicaraan itu.

"Tidak ada. Hanya 'diistirahatkan' selama beberapa bulan. Dan aku menggunakan kesempatan itu dengan sangat baik." Senyuman yang terlihat sama sekali tak menunjukkan bahwa Donghae senang dengan 'libur' yang ia dapat.

"Kau sudah melakukan yang terbaik, hyung. Semua itu hanya kecelakaan." Kibum berusaha membuat aura positif di sekitar mereka kembali.

"Aku sniper jarak jauh waktu itu. Dan tak seharusnya tembakanku meleset. Dia... seperti tiba-tiba saja muncul tepat pada bidikanku." Donghae mengembalikan laras panjang tadi ke tempatnya.

"Kasus apa itu?"

"Pembantaian satu keluarga keturunan Cina. Tiga tahun lalu."

"Tunggu! Kau terlibat dalam kasus itu?"

Donghae mengernyit tak mengerti.

"Keluarga Tan, bukan? Aku juga ada di sana."

***Fire Blossom***

"Kau sudah melihat lemari 'pakaian'mu? Waaahh, Donghae hyung sungguh tak main-main. Kurasa ada lebih dari puluhan senjata dan ribuan peluru hanya di dalam lemariku."

Kyuhyuh berjalan tertatih dengan kruk di samping tubuh bagian kirinya. Bebat yang dipasangkan membuat pemuda itu kesulitan untuk bergerak lincah.

"Hati-hati! Kau bisa jatuh nanti." Sungmin membentak kecil. Ia khawatir.

"Aku baik-baik saja." Sahut Kyuhyun sambil menyamankan diri di atas sofa. Ada Sungmin di sebelahnya. "Bagaimana? Kau sudah lihat? Apa aku boleh melihat lemarimu juga? Yang lain sangat pelit." Seperti anak kecil. Kyuhyun terus merengek perihal lemari senjata buatan Donghae.

"Hentikan, Kyuhyun..." Sungmin tiba-tiba saja menyandarkan tubuhnya. Kedua mata terpejam, namun keningnya berlipat seperti menahan sakit.

"Hey... ada apa denganmu?" Kyuhyun menggeser sedikit tubuhnya untuk lebih dekat pada Sungmin.

Sungmin tak menjawab. Lengannya justru terangkat untuk menyentuh dada, meremas tepat pada bagian dimana jantungnya berdetak.

"Sungmin, kau kenapa?" Kyuhyun semakin cemas saat melihat wajah kekasihnya berubah merah mengkilat. Betul-betul seperti orang yang tengah kesakitan.

Pemuda itu tak menjawab. Tubuhnya yang tadi bersandar kini kian menekuk. Dan tentu saja ada yang semakin panik dibuatnya. Kyuhyun mengutuk kakinya yang saat ini dibebat. Ia jadi tak mampu bergerak cepat. Bergerak.... entahlah... mungkin mengambil sesuatu yang bisa membuat kekasihnya merasa lebih baik.

"Sungmin... kau jangan bercanda... apa...? kau mau apa? Aku akan mengambilkan untukmu. Air... ya kau harus minum air hangat dulu. Tunggu di sini, aku tak akan lama."

Sreeet!

Belum sempurna Kyuhyun menopang tubuhnya dengan tongkat jalan tadi, ia kembali duduk karena seseorang mencegahnya berdiri. Sungmin menarik ujung kemeja Kyuhyun. Pria itu melihatnya menggeleng.

Sungmin meraih pangkuan Kyuhyun. Tubuhnya direbahkan persis di atas kedua paha kekasihnya.

Sedang sang pemilik hanya bisa diam. Tahu bahwa bergerak pun akan sulit mengingat kondisi sebelah kakinya, pemuda itu akhirnya diam. Bergeser sedikit untuk memperbaiki cara duduknya. Tentu saja agar Sungmin dapat merasa lebih nyaman dalam pangkuan.

Apa Sungmin sedang sakit? Setidaknya baru itu saja yang terlintas di dalam pikirannya saat ini. Entah... atau memang hanya tidak ingin membayangkan hal-hal yang lebih buruk jika itu semua berkaitan dengan diri Lee Sungmin.

"Apa yang dapat kulakukan untukmu?"

"..." tak ada sahutan. Sebagai gantinya, Sungmin meraih jemari Kyuhyun untuk ia kaitkan dengan miliknya.

Keheningan yang cukup lama. Hanya deru napas Sungmin yang berangsur-angsur normal terdengar sangat jelas. Kyuhyun merasa dirinya hari ini sangat tidak berguna. Lagi-lagi soal kaki. Tak pernah ia diam saja ketika Sungmin membutuhkan bantuannya. Sekarang pria itu justru mulai mengutuk diri sendiri.

Dan... setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya Kyuhyun mendapati bahwa Lee Sungmin-nya sudah tertidur.

Tanpa diminta... ingatan tentang kejadian beberapa jam lalu kembali mengganggunya.

Saat itu dirinya, Eunhyuk, dan Shindong memenuhi permintaan Donghae untuk datang ke Gudang senjata. Satu-per-satu dari mereka diberikan momen hampir sama dengan apa yang dialami Kibum. Reaksi ketiganya pun tak jauh berbeda. Kagum!

"Kau membuatkan satu untuk masing-masing orang?" Kyuhyun bertanya sambil masih memandang berkeliling.

Hanya dijawab Donghae dengan anggukan singkat.

"Waaaahhh~ ini hebat!!!" Teriakan Shindong dari dalam lemarinya sendiri. Terdengar tak begitu nyaring.

"Donghae-ah! Aku tidak begitu mahir menggunakan senjata. Kau harus melatihku dengan mulai memperkenalkan nama-nama 'mereka'." Eunhyuk bersiap untuk naik ke dalam ruangannya.

"Tak masalah.." sahutnya pendek.

Kyuhyun selesai lebih dulu. Donghae menghampiri dengan wajah sedikit cemas.

"Ada apa?" tanya Kyuhyun saat menyadari ekspresi Donghae.

"Aku tak tahu harus bertanya pada siapa." Pemuda itu terlihat ragu. "Dari yang kulihat, kau adalah orang yang paling dekat dengan Sungmin."

Kyuhyun mengernyit. Ini tentang kekasihnya. "Lalu?"

"Aku agak cemas. Tadi pagi, aku mengundangnya kemari. Tentu saja ingin menunjukkan apa yang sudah kutunjukan padamu."

"Tapi... saat aku memperlihatkan ruang senjata miliknya, Sungmin hyung seperti... tidak suka. Ehm... tidak... kurasa lebih seperti... takut." Donghae berhenti sebentar untuk melihat perubahan wajah Kyuhyun. "Apa... dia memiliki semacam Hoplophobia??"

"Hah?!" Kyuhyun terkejut mendengar pertanyaan itu. "Sungmin sama seperti kita. Dia perwira. Kau pikir masuk akal jika ada petugas kepolisian yang phobia dengan senjata api?"

Donghae menghela napas, "Karena itulah aku bertanya." sahutnya singkat.

"Yang aku tahu Sungmin hanya tidak suka dengan benda-benda itu. Bukannya takut."

"Kau yakin sekali."

"Tentu saja."

"Seberapa besar?"

"Sangat besar!"

Namun jika ada yang mampu melihat ke dalam suara hati seseorang. Akan telihat setitik kekhawatiran pada diri Cho Kyuhyun.

Walaupun begitu... ia tidak--belum ingin berspekulasi terlalu jauh. "Aku akan meyakinkannya. Kau tenang saja."

"Sebetulnya tidak perlu. Aku tidak ingin memaksa. Hanya penasaran. Setidaknya informasi apapun mengenai kalian semua akan membuatku berhati-hati dalam bersikap." Setelah menepuk pelan pundak Kyuhyun, laki-laki dengan senyum manis itu langsung pergi meninggalkan ruangan.

"Jangan lupa untuk membereskan semuanya!!" Satu teriakan tegas mengiringi suara pintu yang ditutup.

***Fire Blossom***

Siwon, Zhoumi, dan Henry berjalan tergesa di lorong sel bawah tanah. Pagi-pagi sekali sebuah alarm berteriak membangunkan seisi gedung.

Hal itu hanya berarti satu. Keadaan darurat.

Seseorang tewas.

"Bagaimana bisa terjadi?" Siwon bertanya dengan nada yang tidak bisa dikatakan bersahabat.

"Pergantian tugas jaga, Pak!" Seorang petugas sel dengan seragam biru muda menyambut pertanyaan Siwon dengan tegas.

"Berapa lama?"

"Sepuluh menit, Pak!"

"Mulai hari ini aku mau hanya ada satu menit!!" Putusnya.

Walaupun sempat terkejut, namun petugas tadi tetap melakukan gerakan mematuhi perintah. "Baik, Pak!"

Tak ada yang bisa menentang Siwon. Semua perkataannya adalah perintah. Dan terbukti, ia baru saja merubah toleransi kekosongan waktu saat pergantian penjaga sel di dalam markas.

Belum banyak orang yang memeriksa. Ketiga orang tadi adalah yang pertama.

"Kurasa mereka sudah mulai melakukan teror pada NIS. Aku bertaruh, tak perlu pemeriksaan lebih lanjut, ciri kematian korban pasti sama dengn delapan orang sebelumnya." Zhoumi hanya memperhatikan sedikit sebelum akhirnya kembali mundur. Bau hangus yang ditimbulkan masih sangat kentara. Betul-betul seperti berhadapan langsung dengan daging babi yang baru saja dipanggang.

"Untuk apa mereka meneror? Kita bahkan belum bergerak." Siwon menyangkal.

"Gege, jangan lupakan kejadian di Busan." Henry pun angkat bicara. "Jangan kesampingkan hipotesa. Aku yakin ada yang berusaha membunuh kami waktu itu di sana."

"Hanya ada satu jawaban 'manis' untuk kejadian itu. Salah satu dari kalian mencoba menggiring yang lain untuk masuk jebakan. Kau ingin jawaban itu menjadi seratus persen terbukti?" Siwon berujar sinis.

"Hey, kau menuduh ada mata-mata di antara kami?" Henry sedikit tidak terima dengan opini dari ketua tim mereka.

"Lalu apa kau punya ide lain?" Pemuda bertubuh tegap itu membalas tak kalah sengit.

"Kau sudah menuduh tanpa bukti!"

"Henry-ah... hentikan." Sebuh suara, lembut, namun cukup menginterupsi ketegangan yang baru saja terjadi.

Sungmin dan yang lainnya sudah ada di sana. Semua. Tak terkecuali Eunhyuk yang sebetulnya masih harus dalam masa pemulihan.

"Jangan menghancurkan TKP. Kita akan bicara hal itu nanti." Tak ada yang menyadari tatapan Sungmin pada Siwon. Sebuah tatapan yang bahkan lebih dari sekedar berkata 'tutup mulutmu, Choi Siwon!'.

Kemudian semua orang akhirnya sibuk pada kegiatan masing-masing.

Persis seperti apa yang sudah diperkirakan. Korban kali ini memiliki ciri-ciri yang sama. Di satu sisi, orang-orang merasa tak memerlukan waktu yang lama untuk  melakukan pemeriksaan pada sosok mayat mengerikan hari ini. Namun tak bisa dipungkiri bahwa semua itu semakin menimbulkan banyak pertanyaan. Terutama bagi kesembilan pemuda yang saat ini tengah duduk dalam satu ruangan dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

“Aku tak tahan lagi!” Tak ada yang menyangka bahwa yang berteriak adalah seorang Kim Kibum. Sontak semua orang menolah.

“Apa-apaan kau, Kibum?” Hanya satu orang yang hampir terlihat mengabaikan. Siwon bertanya malas.

“Hyung, mau sampai kapan kita hanya diam? Aku merasa penyelidikan ini terlalu memakan waktu. Tak adakah yang bisa kita lakukan untuk cepat meringkus pelakunya?”

Semua diam. Tidak menyalahkan, tidak juga membenarkan. Sebetulnya hanya tinggal menunggu waktu untuk mereka merasa jengah dengan kasus rahasia ini. Namun seseorang sepertinya memang sudah mengatur semua proses.

Sungmin terlihat menghela napas, “Siwon-ah, aku merasa kau menyembunyikan sesuatu. Hari ini satu tahanan tewas dengan mengerikan. Namun kau justru menyuruh kami semua tenang layaknya petugas dengan kasus perkelahian pelajar di jalanan.”

Yang lainnya masih saja bungkam. Tak ada yang bicara karena masing-masing sudah begitu ingin tahu sebenarnya apa yang sudah dilakukan sang ketua tim pada kasus ini.

Siwon akhirnya beranjak membetulkan posisi duduk. Wajah yang memang selalu terlihat tegas, kian terlihat mencekam jika berada dalam atmosfir serius. “Aku sudah menduga bagaimana pola pembunuhan...” Ia mengambil jeda sebentar. “Hilangkan semua jejak.” ujarnya mantap. “Kalian ingin tahu siapa tahanan itu?”

Tak ada jawaban, namun aura sekitar sudah menunjukkan gairah keingintahuan yang kuat.

“Ada seseorang yang kami tangkap saat kejadian Eunhyuk dan yang lain di Busan.”

"..."

“Lalu kau menyembunyikannya dari kami?” Kyuhyun membuka suara. Nada suaranya terdengar tidak terima.

"Aku maklum jika Kyuhyun dan Eunhyuk tidak diberitahu karena keadaan mereka waktu itu. Tapi bahkan kami yang dalam kondisi baik-baik saja pun tidak tahu.” Shindong menyambung.

Suasana kembali tegang. Sepertinya setiap orang bersiap untuk saling melancarkan tinju masing-masing.

“Bisakah kalian membiarkan dia menyelesaikan pembicaraan?” Itu suara Sungmin. Seperti biasa lembut, namun sangat kuat untuk ‘membungkam’.

“Tahanan tersebut bukan berada dalam naungan fire blossom. Kalian tahu sendiri, karena kejadian di goa sialan itu, aku harus mengerahkan tim umum NIS untuk melakukan penyelamatan. Susah payah aku meyakinkan

pimpinan mereka bahwa apa yang kalian berempat alami di sana adalah kecelakaan. Tahanan tersebut hanya kubiarkan mengaku sampai pada kalimat ‘dia adalah pemilik goa jebakan itu’. Selanjutnya belum diperiksa. Karena tepat seperti dugaanku. Sebelum dia menjelaskan semua kebenaran yang mungkin saja memberikan sedikit petunjuk untuk penyidikan, nyawanya sudah berada dalam genggaman orang lain. Dan... Binggo! Hari ini terjadi.”

“Aku tak mengerti maksudmu.” Henry yang terus saja melipat keningnya semenjak Siwon membuka mulut untuk menjelaskan, akhirnya bersuara.

“Henry... tahanan itu bagian dari ‘mereka’ yang menjadi tujuan kita. Dan selayaknya seorang pengikut, mereka sudah diberi tanda ‘kesetiaan’.” Zhoumi pun ikut andil.

“Maksudmu ‘bom’ kecil dalam otak mereka itu?”

“Anak pintar.” Siwon menyahut. Suaranya riang namun terdengar sangat dipaksakan.

Diam lagi cukup lama. Setiap pribadi tengah mengolah semua pembicaraan ini. Hanya sesekali dering telepon ruangan yang tak sekalipun digubris.

“Sepertinya aku harus segera menyelesaikan uji reaksi pada sulfur-sulfur itu.” Eunhyuk terlihat berusaha beranjak dari tempatnya duduk. Meraih dua kruk untuk membantunya berdiri dan berjalan. “Sungmin, hyung... Henry... ayo bantu aku.” ajaknya kemudian.

Siwon juga berdiri. “Kalian berdua... periksa kembali riwayat hidup semua korban. Jangan tinggalkan apapun, bahkan organisasi-organisasi kecil yang pernah mereka ikuti.” Siwon memberi perintah pada duo-hi-tech di sana, Zhoumi-Shindong.

“Dan untuk yang lainnya, ikut aku ke ruang arsip. Aku punya firasat dapat menemukan sesuatu di sana.” ujarnya mengakhiri pembicaraan hari ini.

***Fire Blossom***

“Kau baik-baik saja? Aku tak pernah melihatmu semenjak pagi yang menghebohkan markas. Donghae mengatakan padaku kalian bertiga menginap di laboratorium.” Kyuhyun baru berhasil menemui Sungmin di apartemennya setelah tiga hari tak menemukan siapapun di dalam flat sederhana itu.

Ia melihat Sungmin terbaring sambil salah satu punggung lengannya menutupi kedua mata. “Kau datang?” sahut Sungmin seadanya.

Tak menjawab. Setelah melempar jaket dan kunci mobil begitu saja di atas sofa kamar, lelaki itu langsung mendekati tempat tidur dimana kekasihnya berada. Tak ada kecanggungan ketika membuat tubuhnya menghempas ranjang dan bantal yang sama. “Bagaimana penelitian kalian?” Kyuhyun perlahan menarik lengan yang menutupi wajah indah Sungmin. Ia begitu merindukannya selama beberapa hari ini.

“Eunhyuk berhasil membuat seekor kelinci terbakar tanpa disulut api.” Sungmin menjawab masih sambil terpejam.

“Maksudmu... kalian sudah berhasil?” Kyuhyun membelalak.

“Hm.” Jawab Sungmin dengan anggukan.

“Bagaimana bisa?” Sikap Kyuhyun selanjutnya sama sekali sudah tak menunjukkan bahwa ia tertarik. Walaupun sebetulnya tetap saja penasaran. Ia melepas kemeja biru-hitam yang membungkus tubuh dan melemparkannya asal ke sisi tempat tidur. Setelah merasa nyaman dengan tubuh separuh telanjang, ia menelusup pada selimut yang juga tengah dipakai Sungmin. Memeluk tubuh sang kekasih, dan menyandarkan kepala pada ceruk antara dagu dan pundak Sungmin.

“Kau sudah mandi? Kenapa kulitmu terasa segar sekali?” Pembicaraan sejenak teralihkan karena pemuda manis itu menghirup wangi mentol segar dari tubuh Kyuhyun.

“Aku mampir ke apartemeku lebih dulu untuk menaruh berkas di brankas. Dan tidak sabar untuk segera membersihkan diri setelah seharian di ruang arsip. Aku beruntung tak memiliki alergi debu. Di sana benar-benar menyebalkan. Ditambah lagi.... Siwon hyung juga menyebalkan.”

Sungmin terkikik geli. Lengannya langsung mengusap lembut kepala sang kekasih. “Di dalam laboratorium dengan bau daging asap juga sama menyebalkan kurasa.”

“Jadi bagaimana? Kalian berhasil, heuh?” Kyuhyun kembali pada pembicaraan awal.

“Enhyuk, Donghae dan Henry membuatku hampir gila. Mereka membuat senjata mikro untuk menembakkan kapsul-kapsul itu pada kelinci percobaan. Dan aku merasa tengah merakit senjata api.” Wajah Sungmin kembali pada keadaan beberapa menit lalu sebelum Kyuhyun datang.

“Siapa yang memulai ide itu?” tanya Kyuhyun.

“Tentu saja Donghae. Ia sangat yakin operasi kecil bukan metode yang dipilih target kita untuk menanam bom-bom kecil itu di dalam otak manusia.”

“Lalu... menurut kalian, cara pelaku adalah dengan menembakkannya begitu saja? Bukankah itu berbahaya? Siapapun akan mati jika ada benda asing menembus tengkorak kepalanya.” Kyuhyun bangun. Ia menghadap wajah Sungmin untuk menemukan bahwa pemuda terkasihnya tidak sedang bicara sembarangan.

Ide buruk. Kedua sapphire hitam di sana justru membuatnya berpikir ke arah lain.

“Kami akan mendemonstrasikannya besok. Kau akan tahu betapa hebat tubuh manusia.” Putus Sungmin. Rasanya tenaga di dalam tubuh itu semakin berkurang. Ia begitu lelah.

“Kau sudah ingin tidur, Sungmin?” Kyuhyun terlihat kecewa. “Aku masih merindukanmu."

“Jangan bicara macam-macam, Kyu. Kita masih harus bekerja besok.”

Sret!

“Hey!” Sungmin protes setelah apa yang dilakukan Kyuhyun. Pemuda itu menunduk dan memposisikan tubuhnya untuk menindih Sungmin.

Lelaki itu diam saja. sebagai gantinya, hanya membalas dengan tatapan lembut dan bicara melalui gelimbang tersebut. Kedua mata Kyuhyun solah bicara, “Aku merindukanmu...” secara berulang-ulang.

Kyuhyun meraih bibir yang sudah akan melancarkan protes di sana dengan miliknya. Membungkam segala hal dengan kehangatan lembab diantara kedua daging lembut yang bergerak perlahan, dan seolah memiliki “mata” untuk terus berada pada suatu arah invasi yang tepat.

“Mnghh~” Sungmin tak sengaja melenguh. Mudah baginya untuk lupa diri saat berhadapan dengan Kyuhyun seperti ini.

“Jadi... kau akan menunjukkan teknik menembak yang baik pada kami besok?” Terus bergerak. Menyapu bagian atas dan bawah secara bergantian. Belum terlampau panas, namun ciuman itu sudah hampir memabukkannya.

“Ngghh~ aku... tidak.” Sungmin kesulitan menjawab. “Aku benci menggunakan senjata.” Tak ingin kalah. Kini kedua lengannya menarik kepala Kyuhyun untuk memperdalam ciuman mereka.

Kyuhyun berhenti tiba-tiba. “Kenapa?”

“Heuh?” Sungmin yang masih merasakan kepalanya berputar akibat pagutan panjang mereka tadi belum bisa menangkap dengan jelas maksud pertanyaan Kyuhyun “Kenapa... apanya?”

Hal selanjutnya yang Kyuhyun lakukan cukup membuat kekasihnya terkejut dan bingung. Pria itu membuka satu persatu kancing piyama yang Sungmin kenakan. Hingga bidang dengan kulit putih dan sedikit berkeringat itupun nampak.

Sungmin hanya bisa diam ketika jemari Kyuhyun menyentuh sesuatu yang menyembul panjang di bagian rongga dadanya. Sebuah bekas luka jahitan. Di sana... tubuh Sungmin pernah dikoyak sangat lebar dan dalam.

"Aku selalu ingin tahu bagaimana bekas luka ini bisa ada di tubuhmu, Sungmin.” ucap Kyuhyun pelan. Masih sambil mengusap lembut bagian tadi.

“Kyuhyun-ah...”

“Aku tahu... sudah ratusan kali kau katakan tak ingin membahasnya. Tapi... Kau tak percaya padaku?” Kyuhyun berujar sedih. Ada sedikit luka dari kalimatnya barusan.

Sungmin memejamkan mata. Dengan selang beberapa detik, ia kembali mampu merasakan rasa sakit yang hebat di bagian dadanya. Dingin... dingin yang membakar. Detak jantung yang berjuang melawan sebuah hantaman menyakitkan. Di sana... di sana ruhnya pernah sempat meninggalkan jasad. Untuk sementara...

“Min... Sungmin...”

Kyuhyun kembali menarik Sungmin dari mimpi buruk sesaatnya. “Kyuhyun-ah...” Ia menarik tubuh kekasihnya mendekat. Mengikis jarak dan menguncinya dalam satu pelukan dengan sebuah ketakutan. “Kau merasakannya?”

Kyuhyun tak mengerti pertanyaan Sungmin.

“Kau masih bisa merasakannya, bukan? Jantungku berdetak.” Sungmin terpejam berusaha mencari pembenaran dari kalimatnya sendiri.

“Ya... milikmu dan milikku berdetak bersamaan saat ini.”

“Biarkan seperti ini terus. Aku tak ingin degupan milikku berhenti lagi. Tidak juga untuk milikmu. Aku ingin musik ini berdentum terus untuk waktu yang lama. Sangat... sangat lama.”

Melalui sebuah konduktivitas, rasa takut itu akhirnya sampai pada Kyuhyun. Pemuda tersebut tersadar dari egonya. Rasa bersalah langsung saja menyelimuti. “Aku mengerti. Maafkan aku, Min. Aku tak akan memaksamu lagi. Aku berjanji.”

“Maafkan aku.”

Dan malam ini pun kehangatan itu terbagi rata. Rasa sakit itu tertuang dengan porsi yang sama pada dua hati. Banyak hasrat menyatu dalam satu pergumulan indah penuh harapan. Harapan akan sebuah kebahagiaan, wujud mimpi indah, dan rasa sakit melawan segala ketiadaan satu sama lain.

“Ingin sekali kukatakan pada semua orang bahwa kau adalah milikku.”

“Kau akan melakukannya... nanti.”

“Kau sangat tahu bahwa aku sudah terjebak di bawah pesonamu.”

***Fire Blossom***

“Karena tak mungkin menggunakan sample manusia untuk demo hari ini, maka aku mencuri sebuah organ buatan dari laboratorium mantan profesorku dulu. Struktur organ buatan ini sembilan puluh lima persen sama dengan aslinya. Kalian bisa melihat sebuah ‘kehidupan’ virtual dari layar monitor ini. Jadi... jika garis di sana tak bergerak, kita bisa menganggap bahwa pemilik 'kepala' ini mati.” Eunhyuk memulai peragaan penemuan mereka pagi itu dengan penjelasan singkat mengenai robot kepala mirip manusia sungguhan dengan silikon dan struktur tengkorak dan lipatan otak yang sama persis.

Bedanya, ‘kehidupan’ yang dimaksud pada robot peraga hari ini terpancar melalui gelombang magnetik pada jalur rangsang sebuah sentuhan. Tanpa pembuluh darah tentunya. Sehingga orang-orang tak perlu merasa mula. Tak ada yang ingin harinya diawali oleh hal-hal yang menjijikan seperti itu, bukan?

Donghae membantu merakit sebuah senjata mikro dengan laras berdiameter tak lebih besar dari sebuah jarum suntik.

Kemudian sebuah kapsul yang sama sekali sulit dilihat oleh mata telanjang diisikan ke dalamnya. Henry menuang satu benda tersebut dengan sebuah pinset mikro. Ia harus menggunakan kacamata pembesar untuk memastikan benda super kecil tersebut berada pada ruang peluru yang benar.

Kemudian...

“Kalian perhatikan ini. Tekanan dan kecepatan pada tembakan harus diatur pada porsi yang tepat agar kapsul tadi tertanam pada tempat yang sudah ditentukan, tidak terlalu dalam, tanpa menyentuh pembuluh darah.” Eunhyuk mengarahkan laras pada pelipis robot. “Satu-satunya jalan dengan tumpukan pembuluh darah minimal adalah melalui bagian ini. Tidak merusak tengkorak.”

Dan...

Sleb!

Semua mata langsung terfokus pada monitor gelombang magnet sample. Garis itu sempat berhenti selama beberapa detik. Namun kembali bergerak lemah... dan kembali normal setelah hampir setengah jam.

“Benda itu benar-benar tertanam di kepalanya.” Shindong yang masih belum bisa tersadar dari rasa takjub bergumam pelan.

“Lima... empat... tiga... dua... satu...”

Cssssshhhhh!!

Terkecuali Sungmin, Eunhyuk, Henry, dan Donghae, semua orang di dalam sana semakin terbelalak dengan apa yang selanjutnya terjadi. Dari lubang hidung, mulut, dan telinga boneka peraga keluar asap dengan bau sulfur yang menyengat. Itulah mengapa sebelumnya Henry membagikan masker pada setiap orang.

Reaksi selanjutnya tak kalah mengejutkan. Perlahan silikon pada robot mulai menampakkan tanda-tanda melepuh, beberapa bagian mulai terlihat kecoklatan bahkan hampir hitam. Tak harus menunggu lama lagi untuk melihat kulit kepala robot meleleh... hingga kemudian...

Buuuzzhh!!

Kepala tanpa tubuh tersebut langsung terbakar sempurna.

***

“Apa kau melihat Kyuhyun?” Sungmin berjalan di sepanjang koridor markas. Menyapa setiap orang dan menanyakan hal yang sama pada mereka.

“Di balkon lantai tiga kurasa. Ia seperti orang yang ingin muntah tadi.”

Sungmin langsung berlari secepat yang ia bisa untuk meraih lantai tiga. Pemuda itu bahkan mengabaikan lift dan lebih memilih melompati anak-anak tangga.

“Cho Kyuhyun...”

Ia menemukannya.

“Heuh?”

“Kenapa menghilang begitu saja?”

Kyuhyun menghela napas. Wajahnya terlihat sedikit frustasi. “Haaaa~ yang tadi itu mengerikan. Kepalaku langsung sakit melihatnya.”

Wajah cemas yang tadi sempat menghiasi wajah Sungmin langsung berubah. Perlahan... pria itu mengulum senyum. Hingga tak tahan... ia pun tertawa lepas sambil memegangi perutnya. “Ya Tuhan, Cho Kyuhyun. Kau ini...” Sungmin kesulitan meneruskan kata-katanya. Ia terus saja tertawa. Sedang seseorang di sana menekuk wajahnya kesal.

Sementara itu...

“Siwon-ah, apa yang tertawa itu Sungmin?”

Yang ditanya hanya mengangguk.

“Kapan terakhir kali anak itu tertawa begitu lepas?”

“Aku tak ingat, hyung.”

***Fire Blossom***

“Century... semua korban pernah berhubungan dengan perusahaan itu.” Shindong menyudahi pencariannya. Siwon menatap kertas penuh data perihal sebuah perusahaan mainan anak-anak terbesar di Asia. Pemiliknya selalu berganti setiap sepuluh tahun. Tidak hanya dari negeri ginseng ini, namun beberapa kali bahkan pernah dikuasai oleh Jepang dan China, bahkan seorang Inggris.

“Saat ini perusahaan tersebut dipimpin oleh satuan direksi. Hanya proporsi tertentu di perusahaan yang tahu siapa pemegang saham terbesar di sana. Publik hanya mengetahui bahwa Century merupakan perusahaan berbasis hubungan kekeluargaan. Hingga hal-hal semacam keuntungan perusahaan tak pernah menjadi objek media selama  beberapa dekade terakhir.”

“Bagaimana bisa perusahaan seperti ini memiliki perputaran dana yang stabil sepanjang tahun?” Zhoumi seperti bicara pada diri sendiri. Namun tetap saja Siwon dan Shindong mendengarnya.

“Hal itu yang akan kita selidiki.”

"Peluncuran produk baru biasanya akan disertai dengan acara festival hiburan untuk anak-anak. Lusa, Century Park, pukul sembilan pagi.” ujar Zhoumi.

“Persiapkan semuanya!” Perintah Siwon.

“Hey, tunggu! Kau mau kita berkeliaran dengan senjata berbahaya di tengah ratusan anak-anak dan keluarga mereka? Jangan katakan kau sudah gila karena kita sudah terdesak.” Kyuhyun memprotes. Kibum pun mengangguk menyetujui.

“Tidak akan ada yang terluka. Kita hanya melakukan pemeriksaan. Bukan untuk perburuan yang sebenarnya.”

“Kau akan jadi sangat berdosa jika terjadi sesuatu.”

“Kau meragukanku, Kyuhyun?”

***Fire Blossom***

Selain Eunhyuk dan Zhoumi, semuanya bersiap untuk operasi kedua mereka. Tujuh orang akan turun ke festival hari ini.

Mereka pergi dengan tiga mobil dari arah yang berbeda menuju tempat tujuan. Shindong bersama dengan Henry dan Siwon, Donghae bersama Kibum, dan tentu saja... Kyuhyun bersama dengan Sungmin. Mereka hanya akan melakukan komunikasi via interkom pribadi yang dipasangkan dengan sangat baik ke tubuh masing-masing anggota. Sebuah sinyal dengan portal pribadi hingga tak akan sanggup terbaca oleh gelombang komunikasi manapun.

Sungmin.” Kyuhyun menghentikan langkah kekasihnya sebelum masuk ke dalam mobil.

Sungmin menatap dan seolah bicara “Ada apa” dengan sorotannya.

Lengan Kyuhyun menelusup ke dalam mantel hitam Sungmin. Sekejap pemuda itu terlihat seperti ingin memeluk, namun jika seseorang menyingkap mantel yang dipakai Sungmin, akan terlihat bahwa kedua

tangannya menyelipkan dua  buah levorver di pinggang milik Sungmin, dan memasangkan belt sewarna mantel dengan sebuah heckler beramunisi penuh.

“K-Kyuhyun—“

Kyuhyun mencium bibir Sungmin sekilas, “Aku tahu kau tidak suka. Tapi kumohon... setidaknya ini akan mampu membuat kekhawatiranku berkurang.”

"Sungmin menelan semua kalimat protes bulat-bulat saat mendengar alasan Kyuhyun. Toh kemungkinan besar tak akan ada yang menyulut aksi tembak di tengah-tengah tempat yang penuh dengan malaikat-malaikat kecil tak bersalah.

“Hm.” Sungmin mengangguk patuh. “Ayo berangkat.”

Century Park, 10.21 am

“Aku heran apa yang bisa kita dapatkan di tengah acara keramaian. Untuk transaksi senjata tajam ilegal saja kurasa terlalu bodoh jika harus menggunakan tempat seramai ini.” Kyuhyun terus saja mengoceh sepanjang perjalanan. Mereka sudah berada di tengah-tengah festival anak-anak. Balon, boneka, lolipop, ornamen-ornamen superhero, dan benda-benda lain yang penuh warna dan keceriaan menyambut mereka mulai dari gerbang kedatangan hingga di tengah-tengah wahana.

Anak-anak kecil berlarian ke sana kemari untuk mengunjungi satu per satu stand-stand mainan dan aneka makanan manis. “Tempat ini menyenangkan.” Ujar Sungmin sambil tersenyum. “Anggap saja kita sedang berkencan.” Kemudian berlalu mendahului Kyuhyun.

Pemuda itu masih mencerna perkataan kekasihnya tadi. Dan saat tersadar, ia langsung buru-buru menyusul langkah Sungmin.

“Tunggu!” Kyuhyun menghentikan Sungmin.

“Apa lagi?"

“Kau bilang ini kencan?”

“Anggap saja begitu.”

“Kalau berkencan itu...” Kyuhyun meraih lengan kanan Sungmin. Kemudian menelusupkan jemarinya pada milik sang kekasih. “...harus seperti ini.” Tidak hanya sekedar bergandengan, tangan itu seperti mengunci satu sama lain.

Suasana ramai membuat semua terlihat berjalan normal. Tak ada yang mencurigakan. Sampai sebuah teriakan anak-anak terdengar....

Seperti benar-benar memiliki satu fokus yang sama, ketujuh orang yang terpencar itu berlari serentak menuju ke arah sumber suara... Kyuhyun dan Sungmin berlari dari arah barat daya, Shindong, Siwon, dan Henry datang dari taman bagian selatan, sedang Donghae dan Kibum muncul dari arah utara.

Wuuuzzzz!!

Kemudian ketujuh orang itu membeku. Anak-anak memang berteriak, namun setelah itu disusul tawa dan riuh tepuk tangan. Sebuah atraksi rupanya telah membuat kesalah pahaman. Semua saling menatap. Ada sedikit rasa lega karena hal itu bukan berarti apa-apa.

“Ayo.” Siwon memerintahkan tiap sub kelompok untuk melanjutkan berpencar. Bersama Shindong ia sudah berjalan lagi ke arah istana boneka di ujung paling selatan taman. Donghae dan Kibum pun juga melakukan hal yang sama.

“Sungmin, ayo.”

Namun laki-laki itu tak beranjak. Matanya tertuju pada seorang atraktor yang dengan lincah memainkan bola-bola api di tangannya. Memutar dan sesekali membuat anak-anak berteriak karena semburan api dari mulut, menyembul dari balik telapak tangan bahkan helaian scarf.

Kedua mata Sungmin tak lepas saat orang tersebut menggenggam api tanpa terbakar. Sejenak slide-slide fatamorgana mengerikan hadir di kepalanya. Semua terlihat acak, hingga ia tak mampu fokus pada satu pun gambar. Namun satu hal yang ia rasa kuat, sesuatu akan terjadi.

“Kyuhyun-ah!” Apa kau melihat Henry tadi?”

Dengan kasar ditekan tombol interkom, Kemudian berteriak “Choi Siwon. Kau benar-benar tolol! Dimana Henry?!!”

***

Tak jawaban sedikitpun dari jaringan telepon milik Henry. Hingga mereka memutuskan melacak melalui pusat dan langsung berhubungan dengan Zhoumi di markas.

“Ini aneh... titik radar Henry sama sekali tak bergerak semenjak setengah jam lalu. Pergi ke arah barat! Dua ratus meter dari posisi kalian. Cepat!”

Semua menuruti intruksi Zhoumi. Berlari hingga hampir menabrak orang-orang yang kebetulan menghalangi langkah cepat mereka. Rupanya petunjuk tadi membawa mereka keluar taman festival. Sebuah jalan satu arah yang dilalui mobil-mobil dari arah parkiran. Dan... Henry bukannya sudah setengah jam terus berada di sana, tapi alat komunikasinya lah yang tertinggal.

“Shit! Kenapa aku bisa lengah begini?” Siwon memaki dirnya.

“Sekarang kita harus kemana? Ini bukan sekedar firasat. Henry tak mungkin dalam keadaan baik-baik saja jika ia meninggalkan alat-alat ini tergeletak di jalan.”

Sungmin kembali memperhatikan sekitar. Gambaran-gambaran itu kembali mengisi kepalanya. Hanya saja... ia tetap berusaha fokus. Kemudian matanya menangkap sebuah sedan hitam tua melintasi arteri jalan taman. Terjebak di dalam antrian untuk keluar. “Untuk apa memakai kecepatan seperti itu di sana?”

“Kau bicara apa, hyung?” Donghae bertanya saat mendengar Sungmin bergumam.

“Cepat ke mobil. Dan ikuti sedan hitam itu!!”

Walau perintahnya terkesan tiba-tiba dan tanpa alasan jelas, tapi semua orang mendengarkan Sungmin, untuk kemudian berlari pada parkiran menuju mobil masing-masing.

***

Tidak sulit menyusul mobil itu karena hanya ada satu arah jalan raya setelah pintu keluar taman. Keraguan sirna begitu menyadari bahwa mobil tadi langsung menambah kecepatan ketika tiga mobil di belakangnya berusaha menyalip. Ya... seseorang—beberapa orang membawa Henry dengan paksa.

Aksi kejar-kejaran tak bisa dihindari. Dua mobil putih, Siwon-Shindong dan Kyuhyun-Sungmin menggunakan kecepatan penuh untuk menyusul sedan hitam di depan mereka. Beberapa kali gagal karena mereka harus berhati-hati dengan pengendara lain. Semenjak satu kilometer sebelumnya jalanan sudah terbuka menjadi dua arah. Walaupun bukan jalan ramai, tidak menutup kemungkinan beberapa kendaraan melaju dari arah yang berlawanan.

Namun sepertinya mobil yang diduga membawa Henry tersebut tidak terlalu cepat. Siwon dan Kyuhyun berhasil mengapitnya. Dan sebelum ada kendaraan lain di jalan, Donghae menggunakan kesempatan itu untuk melumpuhkan. “Kibum-ah, buka mobil ini.”

Berbeda dengan kendaraan yang dibawa Siwon maupun Kyuhyun. Kibum dan Donghae menggunakan outomatic open car hingga bagian atasnya dapat terbuka.

Pria itu membidik...

Kemudian...

DOOORR!! Ciiiiiiit!! Braakk!!

Hanya satu tembakan, tepat pada ban belakang. Mobil itu oleng dan hampir terguling jika saja dua kendaraan lain tidak menahannya. Hingga pertarungan itu berakhir pada tiga mobil yang membentur pembatas jalan.

Beberapa orang keluar dari sedan hitam tadi dengan berlumuran darah. Tidak sampai berjalan jauh, mereka tumbang satu persatu di tengah jalan.

Tidak jauh berbeda sebetulnya untuk keadaan Siwon, Shindong, Kyuhyun, dan Sungmin. Mereka pun keluar dengan luka akibat benturan. Shindong bahkan terjatuh saat keluar dari mobil. Sedang yang lain hanya menghampiri dengan berjalan terhuyung.

Donghae dan Kibum yang saat itu bisa dikatakan paling baik-baik saja langsung bergerak cepat. Kibum kesulitan saat membuka pintu belakang sedan tadi. Dan semakin bertambah panik karena ia benar-benar melihat Henry di dalam dengan kondisi tidak sadarkan diri.

Tiba-tiba...Praang!!

Sungmin muncul dengan pemukul baseball yang menghantam kaca jendela mobil. Jangan tanyakan darimana pria itu mendapatkan pemukul tadi. Mobil yang mereka gunakan bukan kendaraan dinas. Hingga mungkin saja perlengkapan berlibur turut mengisi bagasi.

Sinyal SOS sudah sampai pada markas, bahkan sebelum mereka melumpuhkan buronan. Henry sudah berhasil dibawa keluar walau masih tak sadarkan diri.

Kejadian selanjutnya membuat keenam pemuda di sana tercengang. Pasalnya ketika mencoba meringkus orang-orang yang—juga—tak sadarkan diri tadi, sebuah reaksi shock yang aneh muncul dari seseorang dengan badan cukup tambun. Pria itu bangun dengan mata melotot langsung. Kemudian menggeliat sampai pada teriakan kesakitan. Kedua tangan memegangi kepalanya seakan mau pecah.

Dan...

Duarrr!!

Kepala itu... benar-benar pecah.

Untuk selanjutnya... tubuh tanpa kepala itu terbakar.

***

.

.

.

Keadaan markas betul-betul ricuh. Jika menganggap meledaknya kepala seseorang tadi adalah akhir dari pertunjukan, maka kalian salah.

Henry terus mengalami pendarahan dari hudung dan telinganya. Ia sudah sadar, namun tak bisa diajak bicara. Kebenaran baru saja diketahui setelah Sungmin menemukan setitik darah pada pelipis kirinya.

Jangan bertanya lagi. Kalian pasti tahu apa yang sudah orang-orang itu lakukan pada Henry.

Pemeriksaan dilakukan, dan sinar X membaca sebuah benda asing terus berkembang dalam otak Henry. Benda asing yang akan membuat pemuda itu berakhir dengan cara sama seperti dialami oleh korban-korban kasus fire blossom. Hanya saja, melihat bagaimana korban terakhir tewas, Henry bahkan terancam tak akan mendapati kepalanya dengan utuh.

Waktu. Mereka mungkin harus menghentikan satu kerajaan itu untuk membuat Henry tetap hidup.

“Henry... Henry kau dengar aku?” Zhoumi berusaha membuat pemuda itu tetap sadar, dan memastikan semua sistem syarafnya masih berfungsi.

Henry hanya balas menatap. Dan beberapa detik kemudian kembali memuntahkan darah.

“Ya Tuhan... Henry-ah... kumohon... kau harus kuat...” Siwon sudah seperti kehilangan akal melihat keadaan salah satu anggotanya yang bahkan lebih buruk dari sekarat.

“Donghae, Kyuhyun, bawa orang ini keluar!” Perintah Sungmin

Seperti orang kesetanan, Siwon mengamuk saat dua orang yang diperintahkan tadi mencoba menariknya ke luar ruang operasi. Di luar, Kyuhyun bahkan harus meninju wajah orang itu untuk membuatnya tenang.

Sementara di dalam. Semua orang berusaha mencari jalan untuk segera mengeluarkan benda terkutuk itu dari kepala Henry.

“Apa waktunya akan cukup? Kita bahkan tak tahu berapa lama pengaturan bom ini aktif.” Zhoumi berujar cemas.

“Lalu apa ada cara lain? Kita harus cepat mengeluarkan benda itu!” Sungmin pun tak sanggup menyembunyikan raut kekhawatiran yang sangat besar.

Eunhyuk berusaha berbicara pada Henry, memastikan kondisinya akan baik-baik saja untuk pembedahan. “Henry-ah... kau bisa mendengarku, kan? Anggukan kepalamu.”

Henry merespon.

“Bagaimana rasanya? Apa kepalamu sakit?”

Henry kembali mengangguk. Dan “Aaaaaaaaaaakkkkkkkkkkhhhhhhhhh!!!” Ia tiba-tiba saja berteriak.

“Tidak. Kita tak akan sempat.” Eunhyuk berujar cepat. “Akan meledak sebelum kita sempat membelah kepalanya.”

“Apa tak ada cara lain untuk bisa menghentikan timer ini? Di dalam sini jelas bukan hanya cairan pembakar. Ada gelombang listrik yang dimasukkan sebagai penghubung pengendali jarak jauh.”

“Harus ada ledakan listrik untuk memutuskan sinyal gelombang elektronya.” Zhoumi bergumam.

“Maksudmu dengan tegangan tinggi?” Sungmin menebak dengan benar. Pria jangkung itu mengangguk.

“Gege~”

“Ya Tuhan! Dia bicara.” Eunhyuk berteriak.

“Sistem syarafnya kembali normal. Apa dia akan baik-baik saja?” tanya Zhoumi. Ada secercah harapan di matanya.

“Tidak sama sekali. Artinya bom itu bahkan sudah lebih stabil dan penghitungan mundur dimulai.” Sungmin mengusap wajahnya kasar.

“Lima puluh herz. Kurasa bisa kita coba.” Zhoumi memutuskan.

“Kau yakin?”

“Henry-ah...”

Yang dipanggil namanya mengangguk. “Lakukan, ge~”

Kibum tidak harus menunggu perintah. Ia mulai mencari sumber listrik di ruangan. Dengan tangan kosong ia menarik dua kabel paling besar. Menariknya untuk lebih dekat pada Henry.

Eunhyuk menyiapkan pemompa jantung. Tegangan itu tidak hanya memutuskan gelombang elektrik pada bom kecil di dalam otak. Hal tersebut juga akan menghentikan detak jantung Henry. Dan jika terlambat sedikit saja. Detak jantung itu akan berhenti untuk selamanya.

“Kau sudah siap?” Sungmin memberikan tatapan menenangkan. “Kami akan membangunkanmu lagi nanti. Jadi jangan pergi terlalu jauh. Pastikan kau bisa mendengar kami lagi. Janji?” pemuda itu menarik kelingkingnya dan disambut hangat oleh Henry.

“Satu kali. Dengan cepat.” Perintah Zhoumi.

Henry memejamkan mata, dan Kibum bersiap di atas kepala pemuda itu. “Kau hanya akan terkejut sebenar. Setelah itu semua akan baik-baik saja—“

Zzzrrrttttt!!

Hening....

Mereka melakukannya. Henry tak bergerak lagi setelah mendapat sengatan tadi. Bunyi bip bip kecil dari pengontrol di samping ranjang tak lagi terdengar. Mereka berhasil me-non-aktif-kan bom laknat tersebut.

“Eunhyuk cepat!!”

Bunyi alat pemompa jantung mengudara. “Satu... dua... tiga. DEG!” Tubuh Henry melompat.

Belum ada reaksi.

“Sekali lagi. Satu-dua-tiga! DEG!”

Detak jantungnya tak juga bergerak.

“Tambahkan dayanya.” Dengungan alat semakin terdengar keras. “Satu-dua-tiga! DEG!” Tubuh Henry kembali melompat, dan yang terakhir lebih hebat akibat sengatan yang bertambah.

Namun sia-sia... gambar di monitor masih berupa garis lurus.

“Henry!! Henry bangun!!” Sungmin mulai tak sanggup lagi bertahan, “Aku sudah bilang jangan pergi terlalu jauh!! HENRY!!”

Eunhyuk bahkan mulai menangis. Ia tak percaya harus kehilangan secepat ini.

“Henry-ah~” Putus asa mendera semua orang di dalam sana. Sungmin sudah menangis sejadinya. Ia memukul-mukul dada Henry. “Bangun... Henry-ah~ Bangunlah...”

Hening... tak ada lagi yang tersisa.

.

.

.

.

Bip!

“Hyung! Bergerak! Garisnya bergerak!!” Kibum tiba-tiba berteriak.

***Fire Blossom***

.

.

.

To be continued

Mungkin benar bahwa Tuhan tak akan pernah memberi petunjuk tentang apa yang akan terjadi esok hari.Tapi…. dengan ‘mengintip’ sebentar saja… sepertinya tak akan membuat Tuhan marah.

Fire Blossom...

4. Failure (Toys)

“Apa yang kau lakukan seharian di ruangan bersama Siwon?” Kyuhyun terus mengekor. Pria itu melakukannya sejak seorang Lee Sungmin baru saja keluar dari ruangan tempat dimana ketua ‘kelompok’ mereka berada–Choi Siwon.

“Aku menyuruhmu pulang. Kenapa masih keras kepala?” Sungmin membalas dengan nada biasa. Ia tak memandang Kyuhyun. Membuat lelaki itu menganggap untuk sejenak bahwa kekasihnya sangat menyebalkan.

“Jangan mengalihkan pembicaran. HEY!” Tanpa diduga Kyuhyun mencengkeram lengan Sungmin dan berhasil membuat pandangan mereka bertemu. “Jangan sembunyikan apapun dariku.”

Sejenak tak ada sahutan. Sungmin hanya memandang pilu wajah pias yang ada dihadapannya.

Kemudian tangan itu seolah mengikuti nurani. Sungmin bergerak mengusap sisi kanan wajah Kyuhyun dengan lembut. “Bagaimana jika…” Suaranya seperti tercekat, “Bagaimana jika memang ada pengkhianat di antara kita?”

Kyuhyun mengerutkan kening seketika. “Sebenarnya apa yang Siwon hyung katakan padamu di dalam?”Sungmin memejamkan mata ketika jemari itu akhirnya berhenti pada leher kurus Kyuhyun dan membuat gerakan memijat pelan. “Banyak hal. Dan seperti biasa… menyebalkan.” Ujarnya yang sama sekali tak bisa Kyuhyun pahami.

Tahu bahwa pembicaraan dengan gerak gerik seperti itu cepat atau lambat akan membuat siapapun yang melihat curiga, Kyuhyun hanya menggiring tubuh Sungmin untuk terus berjalan menghabiskan sisa koridor yang mereka lewati.

“Apa malam ini lagi-lagi kita akan bercinta? Aku akan ‘menghabisimu’ di atas ranjang.” Seperti tengah mabuk, Sungmin bicara seolah perkara itu bukan hal yang tabu untuk dibicarakan dengan suara keras.

“Diamlah, Lee Sungmin.” Kyuhyun salah tingkah menghadapi sikap kekasihnya yang tak terduga.

“Kenapa? Kau tak suka?” Sungmin berusaha membuat suaranya terdengar merajuk–dan namun sepertinya gagal karena telinga Kyuhyun masih mendengar nada frustasi dalam melodi pita suaranya.

“Ini masih di kantor. Dan biasanya kau tidak suka jika kita seperti ini.” Masih melangkah. Kyuhyun mengumpat dalam hati karena merasa jika koridor lantai dua gedung ini seolah bertambah panjang.

“Alihkan saja perhatianku.”

“Tidak bisa. Kau harus tetap memberitahu apapun yang terjadi di dalam sana seharian ini.”

“Aku tidak ingin.”

“Kau harus.”

“Kenapa?”

“Akibat sikap kalian yang tidak terbuka, aku yakin akan ada yang benar-benar tewas nantinya.”

Sungmin akhirnya diam. Air mukanya kembali meredup. “Jika memang ada pengkhianat. Kuharap itu bukan kau, Kyuhyun.” ujarnya penuh luka.

“Jika aku memang pengkhianat itu. Aku hanya akan menyisakanmu menjadi satu-satunya yang hidup.”

“Apa memang sebesar itu kau mencintaiku?” Mereka sudah di pelataran parkir. Berbelok ke sektor E, karena Kyuhyu lebih memilih mengendarai mobil tuanya sendiri ketimbang milik Sungmin yang terlalu mencolok. “Dan… jika hanya aku yang satu-satunya hidup… itu artinya…”

“Hanya kau yang bisa membunuhku.” Tegas Kyuhyun.

Accent metalic tersebut membelah malam kota Seoul dengan kecepatan sedang. Kyuhyun menggunakan kemudi matic karena sedari tadi jemari Sungmin tak lepas dari lengan kanannya.“Kau pasti sangat lelah.” Kyuhyun memecah beberapa menit kebisuan mereka di dalam mobil.

“Semua orang pasti lelah, Kyuhyun. Kau juga begitu, bukan?”

Pria itu mengendikkan bahunya, “Entahlah. Kasus ini baru seumur jagung, namun tekanannya sudah begitu kuat. Dan kemarin itu…. kau sangat hebat.”

Sungmin menunjukkan raut wajah bingung, “Aku? Hebat? Apa maksudmu?”

“Aku tidak tahu pasti. Tapi… kau memerintah seperti tahu apa yang memang benar harus kami lakukan. Dan Siwon hyung yang biasanya keras kepala, dia menjadi sangat penurut jika yang ‘bicara’ itu adalah dirimu.” Sebuah koordinasi yang sempurna pada otak Kyuhyun ketika mengumpulkan kembali potongan

kejadian operasi kemarin dengan masih harus fokus pada kemudi dan jalan raya.Sungmin menunduk, “Aku pun tidak begitu paham. Bagaimana bisa semua itu muncul begitu saja dalam penglihatanku. Jangan menganggapku seorang cenayang. Aku tak suka.”

Kyuhyun terkekeh dengan protes tadi. “Cenayang? Aku justru tak memikirkan istilah itu sedikitpun tadi. Sangat. Tidak. Keren.”

Ganti Sungmin yang tertawa, “Aku juga begitu. Jika menyebut ‘cenayang’, yang ada dalam pikiranku hanya orang berpakaian aneh dengan banyak atribut sambil mengoceh kata-kata aneh–seperti mantra. Dan kau benar…. Sangat. Tidak. Keren.”

“Tidurlah sebentar. Aku akan membangunkanmu jika sudah sampai.” Akhirnya Sungmin memang tak bisa menyembunyikan kelelahan pada nada suaranya. Tidak harus menunggu lama bagi Kyuhyun untuk dapat mendengar dengkuran halus.

***Fire Blossom***“Kau datang, hyung?” Siwon tersenyum begitu melihat sosok dengan rambut pirang berdiri di depan kamar perawatan.“Aku mengunjungi Henry. Tapi sepertinya anak itu masih dalam pengaruh obat. Tidurnya sangat pulas.” Jawabnya.

“Kami menyerahkan segala pemeriksaan pada rumah sakit pemerintah. Kurasa Zhoumi tidak bisa mengurus semua sendiri. Ia harus fokus pada bagiannya. Shindong akan kewalahan nanti.” Mereka berjalan beriringan. Langkah kaki samar terdengar karena lantai gedung begitu sepi.

“Lalu bagaimana keadaannya?”

“Sejauh ini stabil. Namun aku masih mengkhawatirkan efek sampingnya. Melihat bagaimana reaksi Henry ketika benda asing itu berhasil bersarang di otaknya, aku belum berani mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja.” Siwon berhenti saat menemukan mesin penjual kopi. “Kau mau?”

Dan pria di sana hanya mengangguk.

“Tapi aku masih harus bersyukur, kita tidak kehilangan anak itu.”

Terdengar dengusan napas pelan, “Kau tahu? Untuk pertama kalinya sejak tiga tahun lalu. Sungmin akhirnya mengirim pesan singkat padaku.”

Kedua mata Siwon langsung membulat penuh. “Kau tidak berbohong, kan? Apa yang dia katakan padamu?”

Sosok itu terkekeh. “Sesuatu yang… hmm… singkat. Hyung, aku akan membunuhmu.”“Eh?”

“Jangan memasang wajah begitu, Siwon-ah. Kau menakutkan.” Pria itu masih menyunggingkan senyum geli.

“Jangan bercanda. Setelah tiga tahun ia sama sekali tak ingin berhubungan denganmu, dan ketika akhirnya memberikan tanda-tanda perbaikan, pesan mengerikan itu yang dia kirimkan?” Siwon masih tak mengerti dengan jalan pikiran Lee Sungmin.

“Itu lebih baik daripada selamanya diam. Artinya aku masih memiliki tempat dalam perjalanan hidupnya.”

“Dia hanya masih marah padamu. Itu saja.” Putus Siwon.

“Tidak semudah itu. Jika bisa… dia memang ingin sekali membunuhku. Hanya Sungjin yang ia miliki saat itu. Dan aku bahkan tak bisa menjaga dia dengan baik.”

Diam yang menyedihkan. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Dulu semua terlihat akan baik-baik saja. Terasa sangat hebat. Hingga pada akhirnya kesombongan lah yang membuat sebuah ‘keluarga’ menjadi pecah. Sebuah tim yang dibanggakan, berbalik menjadi sebuah petaka.

“Jung Soo hyung…““Hm?”

“Sungmin akan memaafkanmu. Jangan khawatir.”

***Fire Blossom***Mereka berdua tanpa sehelai benang, berkeringat, dan tersengal.

Kyuhyun menganggap malam ini adalah ‘malam’ tersulit dalam hidupnya. Sungmin begitu liar, menuntut, dan terlalu ‘lama’. Berkali-kali puncak yang Kyuhyun hadapi, sama sekali tak mengimbangi kekasihnya yang kesulitan melepas hasrat.

“Hanya satu kali. Dan ini sudah tiga jam.” Kyuhyun bergumam pelan, namun masih cukup untuk sampai pada telinga pemuda dalam dekapannya.

“Dan aku masih ingin yang kedua… ketiga…”

“Tidak. Aku lelah. Dan kau juga.” Potong Kyuhyun.

“Ini tidak adil.”

“Bagaimana bisa adil? Kau memang tak ingin melakukannya. Hanya memaksakan diri. Itulah sebabnya kau kesulitan mencapai klimaks.” Kyuhyun mulai frustasi. Bukan ini yang biasa terjadi. Hal romantis seharusnya menjadi ending sesi percintaan mereka.“Kyuhyun-ah~” Sungmin membuat tubuh mereka semakin melekat erat. Lengannya memeluk leher Kyuhyun dengan begitu possesif.

Jemari Kyuhyun memijat pelipisnya perlahan. Dia tahu semua akan percuma. Dan besok mereka masih harus bekerja. “Kubilang. Tidak.”

“Aku tak akan mau tidur denganmu selama satu bulan kalau begitu.”

“Tak masalah.”

“Tiga bulan!” Sungmin masih berusaha.

“Aku tidak peduli.”

Sungmin mengangkat kepalanya, menatap langsung wajah sang kekasih dengan sorot tajam. “Selamanya! Aku tak akan mau lagi tidur denganmu!”

“Baik. Masih banyak wanita yang ingin tidur denganku.”

“Kau mati jika berani melakukannya.” Ancam Sungmin.

“Tidur!” Kyuhyun mengembalikan posisi nyaman mereka. Mencoba menenangkan Sungmin dalam dekapan.

“Setidaknya ayo mandi dulu. Aku tak nyaman tidur seperti ini.” Sungmin kembali menurunkan nada bicaranya. Ia benar-benar berusaha sampai titik penghabisan.

“Kita lakukan masing-masing. Kau duluan.” Kyuhyun tetap acuh.

“Bersama akan lebih cepat.”

“Kalau begitu tidak usah.”

Dan negosiasi berakhir dengan dengkuran halus Kyuhyun.

***Fire Blossom***Pagi ini sama sulitnya. Sungmin bicara sangat sedikit. Kyuhyun menganggap kejadian malam tadi membuat makhluk ini sangat malu. Beberapa kali dirinya mencoba membuat kontak mata, namun Sungmin selalu berhasil menghindar.

Begitu pula ketika berada di markas. Hingga akhirnya Kyuhyun memutuskan memberi Sungmin kesempatan untuk tenang dengan menyibukkan dirinya.

Di dalam ruang arsip, lengkap dengan masker dan sarung tangan, Kyuhyun menyisir seluruh rak untuk mencari beberapa berkas. Ia menyusuri tahun demi tahun. Beberapa file dari sepuluh tahun lalu hingga tiga tahun terakhir mengisi troli kecilnya. Kemudian menumpuk rapi di atas meja yang dipilih sebagai

tempat berlabuh dan membuka satu persatu kertas-kertas kusam tersebut.Januari dua ribu dua. Ia melihat foto Sungmin yang tengah dilantik untuk bergabung dalam satuan pasukan khusus bersama sepuluh orang lainnya. Sebuah senyum tersungging di bibir Kyuhyun. Ia tak habis pikir, bagaimana wajah seseorang bisa tak berubah selama sepuluh tahun? Sungmin seperti tidak dapat menua.

Sungmin memang berasal dari keluarga dengan basis militer. Ayahnya juga mantan anggota satuan khusus di sana. Dan… Kyuhyun sering mendengar namanya. Tapi…. tidak dengan sang adik. Lee Sungjin.

Pria itu tertegun. “Sungmin memiliki adik laki-laki?”

Ia membuka file berikutnya. Setelah melakukan beberapa klarifikasi kompetensi, Sungmin akhirnya menetap pada divisi kriminal. Forensik adalah fokusnya. Kyuhyun mulai bimbang antara menyelesaikan file milik Sungmin atau beralih mencari tahu soal ayah dan adik itu.

Pikirannya begitu ‘gatal’ hingga akhirnya beranjak dan kembali menyusuri rak.

‘Lee Chunhwa’ dan ‘Lee Sungjin’. Tidak butuh waktu lama bagi Kyuhyun untuk membawa file dengan dua nama itu ke atas meja.

Hal menakjubkan seperti pada pasukan khusus NIS lainnya. Namun sangat disayangkan ketika ‘perjalanan’ harus berakhir dengan sebuah tragedi naas. Sepertinya bukan berita baru ketika mobil yang ditumpangi oleh petinggi NIS (Lee Chunhwa) dan istrinya tiba-tiba meledak saat perjalanan justru ketika sang prajurit akan menghabiskan liburan bersama istri tercintanya.

Kyuhyun tahu itu saat pertama kali mengenal Sungmin. Dan walau sudah berubah menjadi ‘sesuatu’ yang lebih intim, perasaan simpati untuk pemuda itu masih bersisa.

Kemudian ia beralih pada file sang adik.

“Lee Sungjin? Aku bahkan sama sekali tidak tahu ada yang memiliki nama itu di sini. “Lalu kenapa filenya hanya sampai tahun 2009? Kemana orang ini setelah tahun tersebut?” Kyuhyun masih asik bermonolog. Beruntung ia hanya sendirian di sana. Hingga tak akan ada yang menganggapnya gila.

“Jika sudah mati, kenapa tidak ada catatannya?”

Merasa tak menemukan apapun lagi, Kyuhyun akhirnya kembali pada file-file milik kekasihnya. Sungmin.

Namun ada hal yang membuat dirinya gusar. Tak begitu yakin, tapi seharusnya mudah saja dicurigai. Ia juga kehilangan file Sungmin di tahun 2009.

Drrttt… drrrt…

Sebuah pesan masuk.

Tidak ingin makan siang denganku?Kau masih marah?Dari Sungmin. Dan Kyuhyun tersenyum saat membacanya. Ia mengetik balasan.

Menurutmu?Aku masih takut kau seperti semalam lagi.Seperti remaja yang tengah kasmaran. Senyum itu belum juga lepas dari bibirnya.

Sungmin kembali membalas.

Maaf. Kau pasti kecewa.Cepatlah kemari.Eunhyuk sudah mengincar makananmu.Kyuhyun mengutak-atik ponselnya. Membenahi beberapa file dan mengabadikan bagian-bagian yang belum ia baca dengan fitur kamera alat komunikasinya tadi.

Sesuatu pasti pernah terjadi.***

“Tak bermaksud mengganggu acara makan siang kalian hari ini. Tapi… aku harus segera menyampaikannya. Tidak bisa ditunda.”

Eunhyuk yang beberapa saat masih fokus pada acar karena menurutnya dimasak terlalu asam, langsung beralih menatap sang ketua regu. “Kau membuatku tak pernah tenang, Siwon-ah.”

Orang yang diajak bicara hanya menghela napas panjang. Sebelum akhirnya berkata, “Aku memang tak pernah berniat membuat kalian tenang. Tenang artinya lengah. Dan aku tak ingin anggotaku tidak waspada walaupun saat kalian tidur.” Diplomatis memang, namun cukup untuk membungkam. Entah memang tidak ada yang berani membantah, atau justru terlalu malas membantah.

“Aku sudah mengumpulkan semua profil Century dan juga membicarakan masalah ini pada pimpinan. Kita sepakat memang ada yang tidak beres dari semua kesempurnaan perjalanan perusahaan. Fluktuasi saham dan beberapa pendapatan yang dinilai terlalu apik. Terlalu naif jika sebuah perusahaan

besar seperti itu tidak memiliki bisnis ‘sambilan’. Dan…. untuk memulai penyelidikan dengan lebih bersih, aku harus memecah kalian untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber.”

***Fire Blossom***“Kenapa kau diam saja?” Sungmin terlihat kesulitan mensejajarkan diri dengan langkah Kyuhyun. Baru kali ini ia merasa bahwa kedua kaki kekasihnya betul-betul panjang. “Jangan cepat-cepat. Pinggangku masih sakit.”

Kyuhyun menoleh dengan wajah bodoh. “Mengapa tak sekalian kau berteriak kalau semalam kita habis bercinta gila-gilaan?”

Sungmin menatap sebal. “Aku tahu kau masih marah. Tapi jangan begini. Tadi Siwon bertanya padaku kenapa hari ini kita berdua seperti sepasang kekaksih yang tengah bertengkar.”

“Kita memang sedang bertengkar.”

“Karena itu kah kau diam saja saat Siwon memutuskan partnermu adalah Kibum dalam penyelidikan pertama? Heum?”

“Kau sedih karena kita tidak akan bersama untuk sementara?” Kyuhyun mulai tertarik dengan perbincangan ini. Masih banyak orang karena ini jam kerja. Untuk itulah Kyuhyun merendahkan suaranya hingga hanya mereka berdua yang dapat mendengar.

Sungmin hanya berkedip saat ditatap.

“Katakan kau memang kecewa, Lee Sungmin.”

“Jika aku katakan ‘ya’, berjanjilah untuk tidak marah lagi.” Wajah Sungmin tak menunjukan bahwa ia tengah merajuk. Lebih terlihat sedang memaksa.

“Tapi ditambah dengan satu ciuman.”

“Ya. Aku sangat kecewa karena tak bisa mendampingimu untuk penyelidikan awal.” Sungmin berucap tegas.

“Lalu?” Kyuhyun menagih satu lagi janji.

Dan…

Cup~

“Aku minta maaf.”

Cup~

“Jangan marah lagi.”

Cup~

“Aku mencintaimu, Kyuhyun.”

Tiga kecupan singkat di tengah bahaya bahwa siapa saja akan lewat dan melihatnya, cukup membuat jantung Kyuhyun seolah berhenti sejenak. Wajah itu memang stoic, namun kalian tak akan tahu apa yang tengah terjadi pada sistem peredaran darah Kyuhyun saat ini.“Kau… ingin orang lain melihat?” Kyuhyun terbata. Masih belum sadar benar dari sensasi pada bibirnya.

“Kurasa tidak ada yang akan lewat di koridor ini sampai istirahat makan siang.” Sungmin bergumam lembut.

“CCTV.”

Sungmin tertawa. “Ini sektor paling utara. CCTV bahkan dilarang dipasang di sini. Kau lupa?”

“Aku justru tidak tahu. Lalu apa yg di atas sana?” Kyuhyun menunjuk benda separuh bola kaca berwarna hitam metalik yang terpasang di sepanjang lorong.

“Kau betul-betul tidak tahu?” Sungmin memicingkan mata. Ia tak pernah suka jika Kyuhyun sedang mempermainkan dirinya.

Kyuhyun mendesah. Walau sudah kembali berkonsentrasi, namun wajah frustasinya masih tampak. “Apa aku terlihat sedang berbohong?”

Sungmin menggeleng.

“Jadi? Benda apa itu?”

“Sensor gerak. Tidak merekam gambar. Tapi dapat mendeskripsikan aroma pada sesuatu yang melewati tempat ini.” Sungmin menjelaskan walau masih dengan wajah ragu.

“Hanya itu?” Kyuhyun menatap benda-benda tadi.

“Dan jika kau melihat seperti itu, sistem komputer akan merekam kornea matamu. Seperti kita mengenali mata kucing di tempat gelap.”

Kyuhyun mengernyit. “Terlalu rumit. Orang akan butuh waktu untuk investigasi jika terjadi sesuatu.”

“Memang sengaja dibuat seperti itu. Karena memburamkan lensa kamera sudah terlalu populer. Jika dengan alat ini. Benda setebal apapun tidak akan menutupi sensor yang ada.”

Kyuhyun tak pernah berjalan di sektor utara. Karena tempat ini memang bukan bagian yang boleh dimasuki oleh sembarang orang, sekalipun ia adalah anggota NIS. Jadi sepertinya wajar jika pria itu sedikit bingung.

“Jadi… fire blossom memang sedang berada di tempat pengasingan.” Ucapnya pelan.“Kau bilang apa?” Sungmin memotong.

Kyuhyun menoleh dan tersenyum. “Jadi… aku bisa menciummu sepuasnya di tempat ini.”

“Kau ini…”

“Sungmin-ah.”

Sebuah suara yang tidak berasal dari mulut Kyuhyun. Kedua orang itu menoleh, kemudian mendapati seorang pemuda pirang dan bermata kucing. Sebuah lesung pipit kecil tercetak pada sudut kiri bibir yang tersenyum.

Sungmin mengenali sosok tersebut.

***

“Kau cemas?” Sebuah sentuhan kuat pada pundak tegapnya membuat Kibum tersadar dari lamunan.

“Oh… hyung, kau baru datang?” Sapanya ramah.“Hm. Pagi ini lalu lintas tak begitu bersahabat. Jadi… ada apa denganmu? Kenapa melamun? Donghae menghempaskan dirinya di sofa panjang. Tempat itu biasanya penuh sesak dengan mantel-mantel milik setiap anggota.

Kibum menggeleng. “Aku tidak melamun. Hanya tidak tahu harus apa saat orang-orang belum datang.” Ada keraguan dalam nada suaranya.

“Baiklah. Jadi, bagaimana persiapanmu dan Kyuhyun?” Dongahe bertanya sambil lengannya merogoh ransel besar.

“Lima belas menit lagi seorang make-up artist akan datang. Kuharap transformasiku nanti tidak terlalu menyebalkan.”“Ambil ini!” Donghae tiba-tiba berseru dan melempar sesuatu. Beruntung refleks Kibum masih sangat baik. Begitu cepat benda itu melayang, secepat itu pula jemarinya mencengkeram.

“Pemantik?” Kibum mengernyit ketika logam keperakan itu berkilau di telapak tangannya.

“Hadiah untukmu.” Sahut Donghae.

“Tidak ada yang begitu suka dengan kebiasaanku merokok.” Kibum meneliti hadiahnya, “Ukurannya lebih besar dari pemantik kebanyakan. Tapi… terima kasih. Aku menyukainya.”

Belum sempat jari-jari itu membuka tutup pemantik, Kibum menemukan sebuah tombol. “Apa yang akan terjadi jika aku menekan ini?”

“Coba saja. Kau akan suka.”

Kemudian pemuda dengan senyum teduh itu terkejut. Pemantik tadi tiba-tiba bergerak. Sebuah tuas membuat benda tersebut bertambah panjang. Dan bilah pisau berputar keluar dari salah satu sisi.

Donghae tersenyum, “Aku menyukai permainan bela dirimu dengan menggunakan belati.” Ia memberi jedah sejenak, sekarang arahkan pisau itu pada bidikanmu, dan tekan tombol yang sama.”

Kibum tidak membuka mulutnya, namun ia menuruti apa yang Donghae perintahkan…

Dia….

Membidik… Donghae.

Syuuuut…. jleb!Jika saja perhitungan itu gagal dalam jarak lima sentimeter, Kibum akan membunuh pemuda yang tengah bersamanya saat ini.

Donghae hanya tersenyum. Di sebelah wajahnya terdepat belati yang tertancap pada punggung sofa. “Jangan pernah meleset jika tak ingin menyesal untuk selamanya.”

***Fire Blossom***Agaknya seseorang harus mengajarkan kepada Sungmin bagaimana cara mensyukuri sebuah makanan yang tersaji di hadapannya.

Jangankan untuk mengisi lambungnya, sendok dan garpu saja sama sekali tidak ia sentuh.

“Apa wajahku begitu menjijikan hingga membuatmu tak bernafsu makan?”

Ada gurat kesedihan dalam senyuman seorang Park Jung Soo. Walau demikian, pria itu harus memaklumi. Hal inilah yang akan dia dapatkan jika memang bersikeras ingin berbicara dengan Sungmin.

Namun ia tak menyerah. “Sepertinya begitu. Aku bahkan memesankan makanan kesukaanmu. Dulu.” Jung Soo menyesap kopi hitamnya dalam-dalam.

“Kau pikir aku bercanda soal pesan singkat itu?” Akhirnya Sungmin membuka suara. Nadanya teramat dingin.

Pria di hadapannya menggeleng, “Tidak. Aku selalu menganggap serius semua yang berhubungan denganmu. Dan aku percaya kau memang benar-benar ingin membunuhku saat ini.”

“Kau salah. Aku ingin membunuhmu sejak tiga tahun yang lalu.” Balas Sungmin sengit.

Tubuh Jung Soo terlihat sedikit menegang. “Hm. Aku sangat terkejut mengetahui hal itu. Kau banyak berubah.”

“Terima kasih.” Sungmin berucap seakan menganggap kalimat tadi adalah pujian.

“Sungmin-ah… aku sedang berusaha memperbaiki semuanya–”

“Dengan mengumpulkan kami semua lagi? Kau tahu? Baru dua minggu tim ini dibentuk, dua orang hampir saja tewas.” Suara Sungmin mulai tinggi.

“Tapi kalian masih bertahan. Tidak ada yang tewas.” Jung Soo membalas cepat.

“Beraninya kau bicara seperti itu! Kau pikir dirimu adalah Tuhan yang bisa mengatur hidup-mati seseorang? Dengar! Aku bahkan sudah tak tertarik dengan kasus ini semenjak Siwon tidak sengaja berucap bahwa bahwa semuanya dilakukan di bawah kendalimu. Lagi-lagi.” Sungmin tidak sadar jemarinya sudah kebas karena mencengkeram tepi meja kuat-kuat. Buku-buku jarinya bahkan memucat.

“Untuk kali ini saja. Percayalah padaku.” Jung Soo masih memohon.

“Dan kau melibatkan Kyuhyun yang tidak tahu apa-apa untuk memaksaku bergabung. Kau masih saja licik, Park Jung Soo.

“Anak itu mencintaimu. Dan aku percaya dia akan terus melindungimu.”

“Apa kau bilang?! Benar-benar. Itu yang Sungjin lakukan padaku! Dan dia mati!! Kau ingin Kyuhyun juga mengalami hal yang sama?”

Seisi restoran menoleh. Sungmin tidak hanya berteriak. Ia juga memukul meja dengan kuat.

“Aku minta maaf.” Semua diam. “Sungmin-ah. Aku… minta maaf. Saat itu… aku harus memilih. Kau melakukan semua tiba-tiba. Aku sangat panik. Saat itu aku sudah pasrah terhadap adikmu, tapi aku belum bisa kehilanganmu. Jika saat itu kau melakukannya, aku bahkan bisa kehilangan kalian berdua sekaligus.”

“Berhenti. Jangan beralasan. Aku  tak ingin dengar apapun.” Sungmin menutup telinganya. Ia bangkit, hendak pergi dari restoran tersebut. Dadanya terasa sangat sakit. Sungmin tahu tak akan mudah baginya untuk menangis. Air matanya belum akan keluar untuk saat ini. Tidak sampai ia bisa menghentikan semua rencana konyol NIS.

***Fire Blossom***“Zhoumi, apa itu yang ada di lenganmu?”

Tak ada yang menyangka bahwa di tengah-tengah konsentrasinya bergelut dengan alat-alat komunikasi Shindong tiba-tiba saja berujar memecah keheningan.

“Hah? Apa?” Zhoumi cukup terkejut, hingga sepertinya tak menyimak apa yang Shindong tanyakan.

“Lenganmu. Aku baru sadar bahwa hari ini kau tidak menggunakan sweater atau jaket kesayanganmu. Itu. Garis hitam di lenganmu.” Shindong menunjuk dengan dagunya.Pria jangkung tersebut langsung mengarahkan pandangan pada lengan kirinya yang jarang sekali terekspose. “Oh. Ini. Hanya bekas luka.” ujarnya santai.

“Karena itu kau hampir tak pernah memakai lengan pendek?” Shindong masih penasaran.

“Mungkin. Aku sedikit tak nyaman jika seseorang memperhatikan ini. Seperti yang kau lakukan sekarang, hyung. Jadi hentikan tatapanmu.”“Aigooo~ jika tak nyaman kenapa kau tidak melakukan operasi saja?” Shindong kembali menekuni ‘mainan-mainan’ yang berserakan di atas meja. “Aku kenal seorang ahli dermatologi. Kalau mau akan kuatur pertemuan kalian.”

Zhoumi memutar bola matanya. “Tidak, hyung. Terima kasih.  Aku tak akan pernah datang ke tempat seperti itu.”Pembicaraan terhenti lagi karena keduanya sibuk dengan gulungan kabel serta berbagai jenisamperemeter. Memasang kawat logam dari satu tempat ke

tempat lain, kemudian mengukurnya, memutuskan lagi, menyambungkan lagi, diukur, dan begitu seterusnya.“Aku ingin mencoba sebuah radar baru. Kemana orang-orang?” Shindong menggerutu. “Dan aku sudah lapar lagi.”

Pintu otomatis ruangan terbuka. Menampakan sosok pucat dengan wajah mengantuk dan seorang lagi yang lebih pendek membawa aura dingin yang menyebalkan. Setidaknya untuk Shindong. Ia tak pernah suka melihat Sungmin memasang tampang seperti ingin berkelahi. Menurutnya sangat tidak sesuai dengan wajah pemuda itu.

“Halo, hyungdeul. Bagaimana kabar kalian hari ini?” Walaupun sapaan ramah keluar dari mulutnya dengan lancar, namun Kyuhyun bertingkah seperti tanpa semangat.“Kami baik. Dan sibuk.” Zhoumi menyahut tanpa menoleh. Masih berkutat pada kombinasi nol-satu-nol pada layar komputer dan sebuah handphone (yang

terlihat) mahal.“Di mana yang lainnya?” Shindong menghampiri kedua orang yang baru datang tadi. “Dan… ada apa dengan wajahmu, Sungmin? Habis berkelahi dengan preman jalanan?”

“Lebih menjijikan dari mereka.” Sahut Sungmin ketus. Tak ayal membuat kening pria tambun itu mengkerut.

“Yah, Kyuhyun-ah. Ada apa dengannya? Apa dia benar-benar habis berkelahi?”

Kyuhyun hanya membalas dengan gelengan kepala serta raut wajah seakan berkata, “Hyung, jangan tanya lagi.”“Aku tak sengaja mendengarmu mengatakan ingin memcoba alat baru. Butuh bantuan?” Sungmin terlihat memang tak ingin membahas perihal apapun yang membuatnya kesal.

“Oh? Eoh! Benar. Aku ingin mencoba radar baru. Rencananya akan kupakaikan di tubuh Kyuhyun dan Kibum saat penyelidikan.”

“Memang ada apa dengan yang lama?” Kyuhyun cukup penasaran karena sepertinya setiap ada gerakan baru, kedua jenius IT ini selalu membekali mereka dengan alat-alat baru.

“Tidak ada masalah. Hanya saja. Kita tak akan pernah tahu apakah sistem komunikasi yang lama masih dalam frekuensi aman atau tidak. Seseorang bisa saja sudah mensabotasenya. Mengganti peralatan adalah metode yang paling aman.” Shindong menjelaskan dengan santai. Di mulutnya kini sudah terisi dengan keripik kentang.

“Aku akan berangkat malam ini. Kita coba saja sekarang.” Kyuhyun melepas jaket dan menghempaskannya di atas sofa yang baru saja ia huni.

“Berbaringlah. Aku akan melalukan operasi kecil. Zhoumi bantu aku!”

“Yes, sir!“Tak lama pemandangan sedikit ngilu hadir di tengah ruangan. Kyuhyun yang berbaring dengan posisi miring, serta di atas terlihat Zhoumi tengah

memasukan sesuatu ke dalam telinganya.Sebuah alat pengintai mikro berusaha mereka pasang di dalam tubuh Kyuhyun.

“Berteriaklah jika kau merasa tak nyaman.” Ujar Zhoumi. “Akan berbahaya jika aku meletakannya terlalu dekat dengan gendang telinga. Kau tidak akan bisa mendengar suara desahan wanita yang tengah kau kencani di atas ranjang.”

Hanya Shindong yang tertawa. Kyuhyun diam. Tak tahu bagaimana membalas lelucon tadi. Ingin sekali rasanya berbalik dan melihat wajah Sungmin setelah mendengar gurauan konyol Zhoumi.

“Apa sudah selesai? Aku… kesemutan.” Kyuhyun beralasan. Ia ingin melihat Sungmin saat ini juga.

“Terasa sakit?” tanya Zhoumi.

“Tidak.”

“Merasakan dengungan?”

“Tidak.”

Shindong menjentikan jari tepat di telinga kiri Kyuhyun “Apa terdengar aneh?”

“Tidak, hyung. Semuanya oke. Apa aku sudah boleh bangun?”Shindong mendengus. “Haaaah~ tidak sabaran. Sudah selesai. Bangunlah.”

Gerakan Kyuhyun begitu cepat, bangun dan langsung membalikan badannya. Untuk kemudian tertegun karena tak menemukan sosok Sungmin. “Eh, kemana Sungmin?”

Alih-alih menjawab, Shindong justru menyuruhnya keluar. “Pergilah berkeliling. Aku akan mengecek apakah alat ini bekerja pada gelombang yang sudah ditentukan. Semakin jauh semakin baik.”

“Apa kalian juga memasang microphone?” Kuhyun bertanya cepat.“Tidak. Terkadang noise terjadi saat gelombang suara kami jadikan satu. Alat perekam suara hanya akan kami pasang nanti di dalam gigi kalian.”Kyuhyun pun pergi. Bukan karena diperintah. Ia memang ingin mencari Sungmin.

***“Ada apa?”

Kyuhyun menemukan Sungmin tengah termenung pada sebuah balkon lantai paling tinggi gedung. Hanya sebuah ruangan kosong yang ia temukan di sisi kiri lorong. Tidak ada apapun kecuali debu dan sarang laba-laba. Wajahnya sedikit menampakan ekspresi tak percaya bahwa markas besar dengan segala peralatan keamanan dan sistem komunikasi yang canggih masih memiliki pojok-pojok ruang yang tidak terurus.

“Bagaimana bisa kau menemukanku di sini?” Sungmin terkejut ketika mengenali siapa yang menyapa di tengah aktifitas berpikirnya.

“Bertanya tentu saja. Beberapa orang melihatmu naik ke lantai paling atas. Dan aku menyisir semua sudut hingga akhirnya menemukan tempat ini. Aku hebat, kan? Kemanapun kau pergi, aku pasti bisa menemukannya.” Kyuhyun mendekat, mencoba meraih pinggang kekasihnya.

“Tidak, Kyuhyun.” Sungmin menolak sentuhan tersebut. Ia menggeser tubuhnya untuk sedikit menjauh dari Kyuhyun. “Aku minta maaf. Tapi… untuk kali ini saja. Aku ingin sendirian.”

Kyuhyun mendengus keras. “Sejak bertemu dengan Tuan Park, kau jadi aneh.”

“Kau mengenalnya?” Sungmin terkejut.

Yang ditanya mengangguk. “Tentu saja. Dia si pembawa pesan itu. Yang datang kepadaku dengan surat perintah untuk bergabung pada divisi khusus.”

“Apa kau bilang?” Seolah lupa bahwa tadi ia sudah mengusir Kyuhyun, Sungmin teralihkan dengan suatu kenyataan yang sama sekali tidak ia ketahui.

“Orang itu. Tuan Park. Dia datang sendiri membawa surat perintah untuk membawaku bersama kalian semua. Fire Blossom.”“Kau tidak pernah mengatakan apapun tentang itu padaku.” Sungmin berujar kaku.

“Rahasia. Hanya itu alasannya. Lagipula saat itu aku belum tahu siapa saja yang akan ada di dalam tim. Sampai akhirnya kau bercerita setelah korban pertama jatuh.”

“Lalu?”

Kyuhyun terlihat serba salah. Beberapa kali ia mengusap tengkuknya. “Lalu…” pria itu nenarik napas panjang, “…lalu aku lupa.” Kemudian menunduk.

Sungmin merasakan panas pada kepalan tangannya. Lalu segera mengambil satu langkah dengan marah untuk pergi.

“Sungmin!” Namun Kyuhyun berhasil mencegah dengan menangkap tubuh itu. “Jangan membuatku bingung. Ada apa sebetulnya?”

“Lepaskan. Aku sedang marah. Kau bisa terluka.” Sungmin mengancam.

Alih-alih gentar dengan gertakan tersebut, Kyuhyun justru bergerak memposisikan dirinya merangkul, lebih tepatnya memeluk Sungmin dari belakang. “Aku sudah terluka melihatmu seperti ini. Apa pria itu bagian dari masa lalu yang tak pernah ingin kau beritahu? Sampai kapan kau akan terus diam dan memikulnya sendiri?” Rangkulannya semakin kuat. Berusaha mencairkan ketegangan yang menyelimuti tubuh sang kekasih.

Jeda beberapa detik sebelum Sungmin akhirnya berbalik menatap Kyuhyun. “Aku akan membubarkanFire Blossom. Kau, aku, dan yang lainnya akan menyelesaikan kasus ini dengan jalur resmi. Tidak ada yang akan terluka lagi.”

***Fire Blossom***

“Batal? Apa lagi yang terjadi? Persiapan sudah sangat matang untuk mata-mata pertama kita.” Eunhyuk yang paling terakhir datang dan mendengar bahwa operasi malam ini batal langsung saja kebingungan.

“Aku tidak tahu. Siwon dan Sungmin lagi-lagi bersitegang tanpa alasan yang jelas. Dan Sungmin meminta penyelidikan dihentikan sampai mereka bisa menyelesaikan sesuatu yang penting.” Shindong berujar lelah. Ia merasa pekerjaannya hari ini sia-sia.

“Aku mulai merasa jengah dengan perlakuan ketua pada kita.” Zhoumi tiba-tiba berujar dingin. “Sepertinya kembali ke pengasingan jauh lebih menyenangkan. Ketimbang diperlakukan seperti ini.”

“Pengasingan? Apa maksudmu?” Kyuhyun tiba-tiba menyela.

Hening. Tidak ada yang menanggapi pertanyaan Kyuhyun. Tidak juga Zhoumi.

“Hentikan. Dan kau…” Shindong menunjuk Zhoumi, “Jangan pernah bicara sembarangan. Seharusnya kau berterima kasih karena mereka memberimu kesempatan kedua.”

“Pikirkan juga Henry. Anak itu akan menangis dalam tidurnya jika mengingat kehidupan di sana.” Eunhyuk berucap sedih.

“Aku pun tidak yakin mampu hidup selamanya dengan status palsu.” Kibum bahkan angkat bicara. “Aku datang kemari untuk mendapatkan nama Kim Kibum kembali, dan menggunakannya di luar sana.”

Donghae sedikit terkejut mendengar pengakuan dongsaeng favoritnya. Oh… semenjak melihat Kibum sebagai pribadi yang tenang namun tak sedikit kemampuannya, pria bermata sendu tersebut sudah menyukainya.“Apa yang kalian bicarakan sebenarnya?” Kyuhyun mulai frustasi.

Belum sempat terjawab. Pintu ruangan terbuka dari luar, menampakkan sosok rupawan denganbrunatte lurus dan tipis. Mata karamelnya menatap semua orang yang ada di ruangan.“Sudah lama tak jumpa. Bagaimana kabar kalian?”

Tidak butuh waktu lama untuk melihat pemandangan bahwa setiap orang merubah posisi tubuh mereka menjadi tegak dan melakukan penghormatan khas militer.

Sosok itu tersenyum. “Jangan sungkan terhadapku. Kalian memang sedang bertugas, tapi di dalam divisi ini sikap itu tidak dibutuhkan.” ujarnya lembut.

Semua orang menurut dan kemudian kembali pada sikap biasa.

“Duduklah. Aku ingin membicarakan sesuatu pada kalian.”

Sekali lagi. Walaupun diucapkan dengan tenang, perintah itu seperti mutlak. Setiap dari mereka mulai mencari posisi yang nyaman.

“Mungkin ini bukan pertama kalinya aku bicara dengan kalian. Tapi rasanya memang yang pertama jika aku bicara secara dengan semua orang dalam satu tim. Secara bersama-sama.” Jung Soo menatap satu per satu. Ada rasa bangga dan cemas yang melebur dalam satu sorotan matanya.

“Tapi saat ini kami tidak lengkap.” Donghae berujar tegas.

“Jika maksudmu soal Sungmin dan Siwon, aku tengah menghukum keduanya.”

Berbagai rupa kebingungan terpancar dari masing-masing anggota. Namun sepertinya enggan untuk mengungkapkan.

“Jangan dipikirkan. Saat ini aku ingin lebih dekat dengan kalian. Tidak seperti dulu. Untuk kali ini aku benar-benar akan menjaga semua orang. Kalian masih percaya padaku, bukan?”

Hening yang menyebalkan. Pertanyaan retoris selalu membuat orang merasa berada di antara pilihan ‘kau maju dan hadapi para penyamun, atau  mundur dan jatuh ke jurang’.

“Aku mengerti. Semuanya masih terasa sulit. Tapi hanya satu yang dapat kuyakini. Kita semua di sini ada untuk memperbaiki segala yang pernah dirusak.”

Pria itu berdiri. Di usianya yang berkepala tiga, Park Jung Soo adalah sosok yang teramat dewasa dan… masih cukup tampan. “Lanjutkan misi untuk malam ini. Tidak ada yang dibatalkan. Persiapkan segalanya!”

“Yes, sir!“Komando itu jelas. Pembicaraan singkat dan tanpa satupun sanggahan. Bukan replika sebuah diktator, namun semua orang paham tak ada yang merasa pantas untuk menginterupsi. Mereka semua ada di sini untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Memperoleh kembali kepercayaan diri dan kehidupan terbaik yang pernah direnggut paksa.

***

Sementara itu…“Kau dengar itu, hyung?” Siwon menatap Sungmin yang berdiri mematung di depan pintu. Ia mendengar semuanya. “Membubarkan fire blossom sama

artinya dengan… kau menaruh semua orang kembali pada rasa bersalah. Tanpa kepercayaan diri.”

***Fire Blossom***

Century wirehouse, 22:37 pm“Bodoh! Sudah kukatakan bawa peti itu melewati pintu utara. Kenapa kau bawa lagi ke sini?!” Seorang laki-laki pendek namun memiliki tubuh kekar berteriak kepada salah satu pekerja yang sangat jelas memiliki tubuh jauh lebih tinggi darinya.

Pria kurus dengan kumis tipis dan wajah lelah yang dibentak tadi hanya membungkuk dalam dan meminta maaf. Kemudian kembali mendorong peti ke arah yang dimaksud.

“Dan kau! Hey!! Apa yang kau lakukan?! Jangan ditumpuk sepertu itu!”

Kali ini pada seorang pemuda gemuk dengan mata mengantuk. Dengan sedikit kaku dan wajah ketakutan, orang tersebut menurunkan perlahan palet-palet kayu untuk disusun bersejajar.

“Haiiisshh… aku paling benci mengarahkan pekerja-pekerja borongan. Setiap kali harus selalu memerintah.”

“Bos bilang ini untuk kelancaran pengiriman juga. Jangan memperlihatkan wajah seperti itu. Kau bisa dihukum.” Kali ini seorang lebih muda, dengan seragam pengawas yang sama dengan yang dipakai pria pendek tadi.

“Jangan menggertakku. Kau sama sekali tidak membantu.” Sungut si pria pendek dengan galak.

“Aku hanya mengingatkan.” Pria yang satunya kembali bicara, kali ini suaranya begitu kecil, hingga hanya dua orang itu yang bisa mendengar. “Aku tak melihat teman sekamarmu lagi semenjak tragedi salah bicara di kamar kecil.”

Seakan keduanya sudah paham apa yang terjadi hingga tidak melanjutkan cerita. Mereka hanya bergidik dan kembali mengawasi para pekerja.

“Pinggangku serasa ingin patah.”“Berapa banyak peti yang kau angkat?”“Jangan tertawa. Aku tahu kau juga lelah.”“Bertahanlah. Lima belas menit lagi kita bergerak.”Tidak ada yang menyangka bahwa di dalam kesibukan orang-orang di ruangan tersebut, ada dua penyelundup yang terus saja saling berkomunikasi melalui alat saluran rahasia.

Gudang besar milik perusahaan Century terletak tak jauh dari pelabuhan Incheon. Semua aktivitas ekspor impor produk mereka dikirim melalui jalur ini. Mereka selalu menggunakan jasa angkut borongan untuk memindahkan semua barang. Tidak seperti pemasok kebanyakan yang lebih nyaman

menggunakan  crane untuk mengangkut. Tidak ada yang tahu alasannya, padahal jika dilihat dari segi barang, Century hanya perusahaan mainan. Standar jenis barang mereka bukan sesuatu yang harus diberi perlakuan ‘lembut’ dalam proses bongkar muat.“Sudah waktunya. Aku akan berkeliling lewat pintu selatan. Kau periksa di daerah utara.” Suara kibum kembali mengisi gelombang telekomunikasi yang

terpasang di tubuhnya.Tidak saja hanya Kyuhyun, yang saat ini menjadi partnernya, langsung siaga, semua orang di markas pun langsung mempertajam pengawasan. Memperkeras volume komunikasi, dan menjaga stabilitas radar.

“Ingat…” sebuah suara dari markas tiba-tiba sedikit menginterupsi. “Jangan pernah menyentuh apalagi membawa benda apapun dari dalam gudang. Kalian hanya berkeliling. Pastikan semua sudut gudang terekam.”Kibum dan Kyuhyun tahu suara siapa di sana. Siwon mengawasi setiap langkah mereka malam ini. Jadi tak boleh ada kesalahan. Semua bergerak sesuai intruksi.

Kyuhyun melewati pintu utara yang masih dilalui para pekerja dengan troli-troli bermuatan. Pemuda itu sendiri mendorong muatannya. Keadaan diluar gudang hanya diterangi seberkas cahaya lampu sorot yang temaram. Walaupun begitu, tetap saja ia harus berhati-hati. Penjaga berseragam terlihat di beberapa titik dan kemungkinan kecurigaan muncul akan besar jika tak mampu bersikap biasa.

Begitu pula dengan Kibum. Dengan (penyamaran) tubuh tambunnya, ia berjalan mengelilingi kontener-kontener kosong dengan beberapa pekerja yang masih sibuk keluar masuk. Keringat membasahi tubuhnya karena silikon dan busa yang membungkus. Sekarang ia tahu kenapa Donghae terus saja menyuruhnya minum air banyak-banyak.

Dehidrasi bisa saja melanda dan mengacaukan segalanya.

Mendorong muatan dari satu titik ke titik lainnya, menyusuri setiap pintu masuk yang digunakan pekerja untuk merekam semua bagian labirin yang terpasang. Dimanapun ada pintu, Kyuhyun dan Kibum harus masuk dan menjelajah. Sekalipun itu adalah sebuah toilet bau atau bahkan ruang kosong tanpa satupun benda di dalamnya.

“Tuan. Aku diperintahkan menaruh ini di gudang C. Dimana aku bisa menemukannya?” Kyuhyun dengan (masih) menggunakan wajah rentanya bertanya dengan suara serak kepada seorang pengawas.

“Di sana. Kemudian belok kiri.” jawab si pengawas dengan galak.

Kyuhyun membungkuk. “Terima kasih.”

Ia pun kini menjelajah gedung C. Langkahnya cepat seperti para pekerja lainnya.

Namun langkahnya terhenti saat menemukan sebuah palet yang koyak hingga menampakkan isinya. Sebuah ide hinggap dalam kepala pria itu.

“Seharusnya tidak apa-apa jika aku membawa satu mainan.” Monolognya.

Sementara itu Kibum hampir selesai berkeliling. Ia dan Kyuhyun akan bertemu pada titik dimana mereka berkeliling.

Tapi…

“Berengsek! Dasar penguntil menjijikan!!”

Ia melihat keributan kecil pada labirin bagian utara. Seseorang tertangkap mencuri sepertinya.

Kibum sudah akan terus jalan dan mengindahkan hingga seseorang berteriak sesuatu yang membuatnya langsung waspada.

“Apa ini?!! Kau memakai plasti di wajahmu?!”

Plastik? Wajah?

“Hey! Kumis ini palsu!!!”

Hanya dalam hitungan detik perkelahian tak seimbang pun terjadi. Pria yang disangka pencuri tadi jelas adalah Kyuhyun.

“Penyusup. Ada penyusup!!”

Walaupun berhasil mematahkan bagian tubuh lawan-lawannya, seseorang berhasil meraih walkie-talkiedan mengirim pesan darurat.Ia baru saja akan memberikan satu pukulan telak lagi pada penjaga tersebut, “Tinggalkan dia! Kita harus segera keluar dari sini.” Kibum sudah ada di sana, mencengkeram lengan Kyuhyun.

Dan saat langkah seribu itu baru membawa mereka beberapa meter, sebuah alarm berbunyi dan semua tempat tiba-tiba menjadi terang benderang.

“Tutup semua pintu dan pastikan tidak ada satupun yang keluar!” Sebuah teriakan mengawali perburuan. Semua pekerja yang tidak tahu apa yang tengah terjadi pun langsung panik. Beberapa bahkan menggedor pintu sambil berteriak-teriak dan berakhir dengan pukulan keras yang menghantam kepala dari para pengawas.

Kyuhyun dan Kibum terjebak. Mereka terpaksa menggunakan gudang bawah tanah dan berharap menemukan sebuah jalan keluar.

Sementara puluhan penjaga semakin dekat. Mereka berlarian menyusuri tangga-tangga berputar yang panjang dan melelahkan.

Kelelahan dan belum menemukan jalan keluar. “Lewat sini!” Kibum memutuskan mereka harus bersembunyi dalam satu ruangan penyimpanan di bagian ujung lorong.

“Apa yang kau lakukan?” Kibum berbisik ketika keduanya untuk sementara terhalang banyak tumpukan alat-alat berat.

“Aku…” Kyuhyun masih berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu. Hanya bermaksud membawa satu mainan agar bisa kita periksa di markas.”

“Bodoh! Ketua sudah memperingatkan kita.” Nada suara Kibum terdengar frustasi. “Sesuatu pasti dipasang dalam setiap barang-barang itu.”

“Apa maksudmu?” Kyuhyun tak mengerti.

“Kau pikir saja, kenapa semua peti tak boleh ditumpuk, kenapa setiap barang harus ditaruh pada cluster yang tepat, mereka akan tahu jika ada satu saja benda yang tidak berada pada tempatnya.” Kibum mengungkapkan pengamatannya selama bekerja beberapa jam.

“No way. Tempat ini gila. Apa yang sudah mereka kirim ke negeri seberang sebenarnya?”“Pikirkan itu nanti saja. Sekarang kita harus keluar dari sini.” Sergah Kibum.

Kyuhyun memandang berkeliling. Kemudian samar-samar matanya menangkap lingkaran di pojok ruangan. “Apa itu lubang angin?” gumannya rendah.

Mereka berdua menuju tempat yang ditunjuk Kyuhyun. Benar saja. Sebuah lubang angin. Jika konstruksi bangunan ini masih berpedoman pada standar design, lubang angin itu akan membawa mereka pada saluran pembuangan bawah tanah. Dan jika beruntung, mereka bisa berakhir pada perairan. Sedikit menyelam, keduanya dapat muncul di permukaan laut pelabuhan dan itu artinya keluar dari gudang.

“Kau duluan.”

Kyuhyun memimpin perjalanan ‘kecil’ mereka. Merangkak dengan cepat sepanjang lubang. Beberapa kali berusaha keras mendengar arah hempasan laut untuk memutuskan akan berbelok kemana saat menemukan persimpangan.

Sementara para penjaga berlari kesana kemari karena kehilngan jejak, kedua ‘penyusup’ itu sudah masuk dalam perairan melalui pipa besar di ujung gorong-gorong.

Ruang bawah tanah berada hampir berpuluh meter di bawah permukaan laut. Bukan perkara mudah bagi seseorang yang tanpa alat bantu pernapasan untuk sampai pada permukaan sebelum benar-benar kehilangan napas.

Beberapa kali Kyuhyun kehilangan keseimbangan gerakan tubuhnya untuk berenang ke atas. Namun Kibum selalu menariknya dan menjaga tubuhnya sendiri agar tetap tenang dan mempercepat mereka berdua mengapung.

Spasshh…Tuhan masih menyelamatkan mereka. Keduanya muncul tepat di sebelah boot kecil dekat dengan selasar. Cukup gelap di bagian itu.Mereka naik ke daratan, dan baru saja akan lari untuk melanjutkan pelarian, tiba-tiba….

“Aaakkhh!!”

Kyuhyun berteriak kesakitan, dan tubuhnya ambruk.

“Ada apa?” Kibum berujar panik.

“Kakiku tak bisa digerakkan.” jawabnya masih sambil tersengal. “Kau pergi duluan.”

“Tidak akan. Aku tidak akan pergi tanpamu. Kita akan pergi dari tempat ini bersama-sama.”

Kibum mulai melakukan pertolongan pertama. Ia mendorong tubuh Kyuhyun untuk terlentang, kemudian sebelah kaki yang terasa sakit ia angkat dengan gerakan lambat. Melakukan gerakan naik turun seperti tengah memompa, menekuk dengan sedikit pijatan berulang kali hingga dirasa bagian tubuh itu melemas. “Sudah baikan?” tanya Kibum

“Ya… sudah lebih baik. Ayo pergi.”

Kibum segera memapah Kyuhyun. Namun sama sekali tak mengetahui apa yang sudah menunggu mereka sedari tadi.

“Sudah selesai? Apa dengan berhasil keluar dari gudang kami tak bisa menemukan kalian?”

Mereka lebih dari dua puluh orang. Dan jalan satu-satunya adalah menghadapi walau resiko terjadi pengeroyokan sudah bisa terbaca.

Satu persatu mereka hadapi. Segala pukulan, tendangan, dan serangan-serangan senjata tajam hampir saja melumpuhkan mereka. Sehebat apapun kemampuan bela diri yang dimiliki baik Kyuhyun atau Kibum, mereka tetap kalah jumlah dengan telak. Tak jarang satu dua kali tubuh mereka menerima hantaman dari berbagai sisi.

“Ini tidak baik, hyung. Kita akan mati di sini.” Kyuhyun mengeram frustasi. “Paru-paruku seperti terbakar.”“Kita lakukan sampai akhir. Aku tak mau mati dengan mengalah.”

Baku hantam kembali terjadi. Mereka berdua benar-benar menggunakan sisa-sisa tenaga. Hingga akhirnya berada pada titik dimana tubuh keduanya terkunci. Terkungkung diantara banyak penjaga.

Beberapa yang memegangi tubuh Kyuhyun dan Kibum, menghentakan mereka hingga pada posisi berlutut.

“Sejujurnya aku begitu penasaran untuk tahu siapa kalian. Tapi….” salah seorang berbicara, di lengannya terdapat belati berukuran sedang. Bilahnya siap menembus apa saja tanpa ampun. “….peraturan kami di sini adalah singkirkan semua pengganggu tanpa bersisa.” Pria itu mendekati Kibum dan menarik rambut hingga mendongak dan memperlihatkan leher dengan peluh dan bercak darah dari bibirnya. “Aku akan melakukannya dengan cepat hingga sakitnya hanya sebentar.”

Seperti seorang psyco yang menikmati sebuah penganiayaan, pria itu mulai menekankan belatinya pada leher Kibum.“Selamat tinggal, gendut~”

Syuuuut… jleb!“Akhh!!”

Kedua mata Kyuhyun seperti akan keluar dari tempatnya. Pisau itu benar-benar menembus leher…

“Hyung!” Kibum berseru saat melihat seseorang muncul dari kegelapan.Ia mengenalinya dari bilah pisau menancap pada leher seseorang yang hampir saja menghilangkan nyawanya.

Semua penjaga panik dan langsung berusaha menyerang kembali Kyuhyun dan Kibum yang masih dalam kungkungan tangan mereka.

Tapi…

“Akh!” Lagi- lagi erangan kematian. Tidak hanya sekali, namun berkali-kali dari mulut setiap para penjaga. Timah panas yang berasal dari sebuah pistol dengan peredam berhasil menembus kepala sebagian dari mereka.

Dua orang lagi muncul. Jung Soo dan Siwon ada di sana. Mendekat dan bergulat dengan sisa dari kawanan penjaga yang masih hidup. Hingga kini lima lawan sepuluh. Walau masih kurang seimbang, namun setidaknya persenjataan mereka cukup.

Kyuhyun berhasil mematahkan rahang salah satunya hingga tumbang. Namun tak menyadari bahaya yang menghampiri dari belakang.

Jleb!Siapa? Sekarang siapa lagi yang datang?

“Kyuhyun, kenapa kau selalu lengah?”

Suara tenor yang sangat Kyuhyun kenali.

“Sungmin?”

“Nanti saja bicaranya.”

Lengan itu mulai menarik sesuatu dari bagian belakang tubuhnya. Sebuah senjata api. Sungmin menggunakan senjata api. Ia mengokakangnya dengan pasti, kemudian menjatuhkan bidikannya satu per satu.

Dengan berbagai macam luka, akhirnya semua penjaga tumbang.

“Ayo lekas pergi dari tempat ini sebelum lebih banyak lagi yang datang.” perintah Jung Soo.

Semua orang bergegas. Tak terkecuali Kyuhyun dan Sungmin. Mereka berlari paling belakang.

“Ah~” Sungmin tiba-tiba berhenti saat sekali lagi Kyuhyun mengaduh di belakangnya. Ia menoleh dan melihat Kyuhyun membungkuk. Entah apa yang dirasakan oleh pemuda itu.

“Kyuhyun-ah!” serunya.

“Tidak. Aku baik-baik saja. Ayo!”

Tapi…

“Tidak!” Sungmin tiba-tiba saja memeluk Kyuhyun dan memutar tubuh mereka berdua. Hingga… logam panas akhirnya menembus punggung Sungmin.

Semua orang menoleh dan berbalik untuk melihat kedua anggota yang masih berada di belakang. Donghae bahkan sempat melayangkan tembakan bertubi-tubi pada seorang penjaga yang masih hidup dan tertangkap tangan membidikkan senjata api ke arah Sungmin dan Kyuhyun.

“S-Sungmin. Sungmin.” Kejadian itu begitu cepat hingga Kyuhyun bahkan masih belum bisa sadar apa yang tengah terjadi. Fokusnya hanya pada Sungmin. “Tidak. Tidak. Jangan tutup matamu. Kumohon. Sungmin…. kumohon…”

“Cepat angkat Sungmin!!” Kini Siwon yang berteriak.

Semuanya bergerak cepat. Dua buah van hitam melaju dan herhenti tepat di hadapan mereka. Shindong dan Zhoumi sudah siap di belakang kemudi.

“Apa yang terjadi?” Zhoumi terbelalak ketika melihat Kyuhyun dan Donghae memapah Sungmin yang berlumuran darah.

“Sungmin hyung tertembak. Kita langsung ke rumah sakit.” sahut Donghae.“Ini! Pakai kain ini untuk menekan lukanya.” Zhoumi memberikan sebuah kasa tebal.

“Kyuhyun-ah…” Donghae berusaha melepaskan pelukan Kyuhyun pada Sungmin.

“Cepat jalan.” Bisik Kyuhyun serak.

“Tapi lepaskan dulu. Aku harus menaruh ini di luka–”

“CEPAT KEMUDIKAN SAJA MOBILNYA!!!” Kyuhyun meledak. Tatapannya sudah nanar dengan banyak jejak air mata. Sementara napas Sungmin sudah terdengar satu-satu di telinganya.

Donghae memberi isyarat kepada Zhoumi dengan sekali anggukan. Dan beberapa saat kemudian mobil itu melaju menyusul yang lainnya.

“Sungmin… jangan pergi terlalu jauh… kumohon…”

***to be continued***

Nah… akhirnya bisa update. Semoga gak mengecewakan. Mohon maaf jika tulisannya masih berantakan, terus banyak typo jugak. Laptop saya rusak lagi TT__TT jadi ngetik di hape. Terima kasih sudah membaca

See u next chapt ^_^/

Berikan anugerah itu padaku, agar aku bisa bertukar posisi

menjadi malaikat penjagamu...

Fire Blossom

.

.

.

Plak!

Setitik darah segar mengalir dari sudut bibir Kyuhyun. Pukulan

telak di bagian kiri wajahnya sontak membuatnya limbung hingga

membentur meja kayu yang ada di dekat mereka berdua.

Siwon sudah ingin melancarkan serangan yang kedua jika saja anak

itu bermaksud melawan. Tapi nyatanya tidak. Kyuhyun diam saja

walau jemari itu sudah mencengkeram pinggir meja dengan kuat.

"Kali ini semua jelas terjadi karena ulahmu. Ingin menyangkal?"

desisnya pelan.

Diam yang cukup lama. Mereka berdua mematung dengan posisi

Kyuhyun yang cukup menyedihkan. Pemuda itu bahkan belum

beristirahat sejak semalam. Apa yang menimpa Sungmin

membuatnya tidak berada pada kesadaran penuh akan akal sehat.

Semua pikiran buruk terus saja menghampiri dan mengganggu

setiap detik-detik penantian di ruang operasi.

Beruntung tak ada yang serius. Peluru itu memang menembus

punggung Sungmin, hanya saja tidak sampai menyentuh organ vital

dalam tubuhnya. Pemuda itu selamat dan kini menjalani perawatan

di rumah sakit pemerintah.

"Maaf." Kyuhyun berkata lirih.

"Hanya itu? Bagaimana kau bisa mempertanggungjawabkan semua

ini?" Siwon terus mendesak. Jengkel dan cemas masih tercetak jelas

pada mata elangnya.

"Aku akan melakukan apapun untuk

mempertanggungjawabkannya. Aku... tidak akan lari." Pasrah.

Hanya sikap itu yang mampu Kyuhyun berikan.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Park Jung Soo masuk dan

mengernyit saat melihat keadaan kedua anggotanya. Namun ketika

berhasil mengingat bagaimana tempramen seorang Choi Siwon,

pria tersebut hanya menghela napas panjang. "Kyuhyun..." ia

memanggil.

Orang yang dimaksud langsung menegakkan tubuhnya perlahan.

"Bersihkan dirimu dan istirahat." Lelaki itu menatap tajam. "Dan

segera buat laporan kesalahanmu untuk NIS. Besok pagi, jam

sepuluh. Tidak ada kata terlambat!" tegasnya.

Setelah perintah itu berkumandang, Kyuhyun pun meninggalkan

ruangan.

_sign out 83_

"Kita mendapatkan semua rekaman jalur gudang Century. Bahkan

ditambah bonus ruang bawah tanah... hmm... ruang bawah air lebih

tepatnya." Shindong memainkan kursor untuk memperbesar dan

menggeser peta-peta yang berhasil mereka rangkum dari

penyelidikan. Zhoumi membantu dari komputer di sisi kanan. Yang

lain hanya memperhatikan dari layar besar yang dipasang di tengah

ruangan.

"Benar-benar dibuat rumit. Aku serasa tengah melihat medan

bermain game online." Donghae berbinar saat melihat garis-garis

peta yang disusun sebagai model gudang Century.

"Kau suka bermain game, hyung?" Kibum bertanya karena

sepertinya hanya seorang Lee Donghae yang menunjukkan

ketertarikan lebih pada layar.

"Tidak. Lebih tepatnya tidak bisa." Sahut Donghae singkat.

"Oh."

Pria itu menoleh saat mendengar balasan Kibum yang singkat.

"Kenapa?"

Kibum menggeleng. "Tidak. Hanya saja. Kupikir aku bisa

mengajakmu bermain suatu saat."

"Heumm... kau bisa mengajariku nanti." Donghae memasukan

kentang goreng ke dalam mulutnya dan kembali fokus pada

presentasi Shindong.

"Apa Tuan Park sudah melihat ini?" Kibum bertanya.

"Belum. Ini belum semua. Ada beberapa titik koordinat yang

terbaca aneh. Kurasa alatnya sedikit mengalami gangguan karena

insiden kalian yang hampir tertangkap." Zhoumi mengalihkan

pandangannya pada seseorang di sudut ruangan. Yang tentu saja

membuat semuanya mengikuti.

Kyuhyun ada di sana. Tertidur di atas sofa pendek dengan posisi

meringkuk.

"Anak itu benar-benar baru bisa beristirahat setelah memastikan

sendiri bahwa Sungmin hyung baik-baik saja." Eunhyuk menghela

napas. Memandang khawatir pada Cho Kyuhyun.

"Kenapa Kyuhyun terlihat seperti itu saat Sungmin hyung terluka?

Aku melihatnya malam itu. Matanya seperti orang gila. Ia bahkan

tidak melonggarkan pelukannya sedikitpun." Donghae menerawang

tentang kejadian semalam. Ia bergidik saat membayangkan lagi

bagaimana sorot mata seorang Cho Kyuhyun.

"Mereka sangat dekat. Aku rasa wajar jika Kyuhyun bersikap seperti

itu." ujar Shindong menganalisa. "Lagipula dia yang mengatakan

sendiri kalau Sungmin terluka karena menyelamatkannya.

Yang lain hanya mengangguk setuju. Begitu lelah untuk

memikirkan rasa penasaran mereka akan hubungan pribadi

siapapun.

Shindong seperti teringat sesuatu. "Ah. Kita semalam sudah

membuat kekacauan. Apa tidak akan berdampak buruk? Atau

setidaknya mereka berusaha merubah sesuatu atas informasi yang

sudah kita dapatkan."

"Kurasa tidak. Gudang itu terlihat permanen. Perubahan sedikit

saja akan membutuhkan waktu." Kibum cukup yakin dengan

ucapannya.

"Jika memang seperti itu, syukurlah. Haaah~ kenapa anak itu

melakukannya, sih?" Shindong kembali menatap Kyuhyun yang

masih tertidur.

"Sssst! Nanti dia dengar." Donghae menyela.

"Aku hanya penasaran kenapa dia begitu keras kepala. Melakukan

hal yang sia-sia dan membahayakan orang lain."

"Kyuhyun tidak melakukan hal yang sia-sia."

Semua mata langsung mengarah pada Eunhyuk.

"Apa maksudmu?" tanya Zhoumi.

"Mainan yang Kyuhyun ambil. Aku masih menyimpannya. Dan

tahu apa yang sudah kutemukan?" Eunhyuk menyeringai

memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Semua menggeleng. Seperti orang bodoh.

"Sebuah kapsul. Fire Blossom."

Lama keheningan menghinggapi.... Hingga akhirnya sebuah suara

menginterupsi.

"Eunhyuk-ah... kau benar-benar minta dipukul." Shindong

mengeram.

"Heuh? Kau akan merusak wajah tampanku, hyung."

Tawa rendah memenuhi ruangan. Pengorbanan mereka mulai

menunjukkan titik terang. Walaupun masih terlalu dini untuk

menyimpulkan, tapi mereka sudah menemukan 'pintu masuk' yang

selama ini tak pernah terlihat.

***Fire Blossom***

Kyuhyun terlihat mondar mandir di depan ruang perawatan dengan

balutan warna putih dan hijau lembut pada dindingnya. Tak perlu

bertanya siapa yang ada di dalam. Saat ini Kyuhyun tengah

mengunci pikirannya hingga tak sanggup memikirkan sesuatu yang

lain. Bahkan laporannya saja selesai hanya dengan modal berlutut

di hadapan Eunhyuk. Entah karena Kyuhyun berhasil mengambil

hati Eunhyuk atau memang pria itu yang bodoh. Yang jelas...

Eunhyuk mengerjakan semuanya.

"Apa yang kau lakukan di sana?" Seorang suster paruh baya dengan

tatapan mengintimidasi baru saja keluar dari ruang perawatan dan

langsung menegur Kyuhyun.

"Aku... aku ingin menjenguk temanku." Tidak seharusnya Kyuhyun

gugup. Tapi dia melakukannya.

"Kenapa tidak masuk saja? Kau malah mondar-mandir seperti ingin

melakukan kejahatan."

"Heuh? Apa maksudmu? Aku betul-betul ingin menjenguk temanku

di dalam." Kyuhyun protes hingga tak sadar suaranya meninggi.

"Kau ini berisik!" Mata suster tadi menatap Kyuhyun garang.

"Masuk! Jika tak ingin menjenguk, pergilah. Jangan buat orang lain

tidak nyaman."

Setelah mengatakannya, suster tersebut melenggang meninggalkan

Kyuhun yang masih terkejut karena dibentak.

_sign out 83_

"Kyuhyun kau dari mana saja?" Donghae yang saat itu masih

berada di ruang kerja menyambut Kyuhyun dengan mata

mengantuk.

"Aku? Tidak ada. Hanya berkeliling." Ia meletakkan mantel dan

tasnya di atas meja, meraba-raba laci untuk mencari sisa air

mineral yang ditinggal pagi tadi.

"Tadi Tuan Park mencarimu. Kau masih berhutang laporan

padanya?" Tubuh Donghae kembali meringkuk di sofa. Dengan

posisi seperti itu jelas seperti orang kedinginan, namun ia terlalu

malas berdiri hanya untuk sekedar mematikan AC.

"Tidak. Tapi nanti aku akan ke ruangannya." Kyuhyun duduk

sambil menikmati air minum. "Kembalilah tidur. Jangan pedulikan

aku."

"Aku memang ingin kembali tidur."

Dan setelah itu, Kyuhyun merasakan hening yang aneh.

Ia diam menatap Donghae yang memang sudah melanjutkan

kembali perjalanan ke dunia mimpinya. Sesuatu yang terus saja

mengganjal di hati seorang Cho Kyuhyun memang belum pada titik

dimana akan meledak. Tapi satu hal, ia kini menyadari bahwa

memang ada sesuatu di balik wajah-wajah ramah rekan satu tim-

nya. Sesuatu yang sama sekali tidak ia tahu. Sesuatu yang

berhubungan dengan kasus ini. Sesuatu yang membuat mereka

pernah terluka, sesuatu yang pernah melukai orang terkasihnya.

"Siapa kalian sebenarnya?"

***Fire Blossom***

Eunhyuk merendahkan kepalanya untuk berterima kasih pada

seorang suster jaga setelah selesai membersihkan tubuh Henry.

Pemuda itu masih belum mau bicara banyak. Walau tak ada tanda-

tanda seperti menahan rasa sakit, semua orang masih khawatir

pada kerusakan otak yang mungkin dialami.

"Bagaimana perasaanmu hari ini?" Eunhyuk menarik sebuah kursi

dan duduk di samping ranjang.

Henry menggeleng, "Entahlah... aku hanya merasa lelah."

"Lelah? Lelah yang bagaimana? Lelah karena bosan terus berada di

tempat tidur atau seperti apa?" Eunhyuk memberondong. Kentara

sekali kecemasan dalam wajahnya.

Lagi-lagi pemuda itu menggeleng. "Lelah, ge. Betul-betul lelah.

Ingin sekali kembali tidur."

Eunhyuk hanya diam. Sudah banyak hari terlewat dan bahkan

dokter menyatakan benda itu tak lagi mengganggunya, akan hancur

dengan sendirinya. Namun Henry tak menunjukkan tanda-tanda

kebugaran dalam tubuhnya. Anak itu memang terus terlihat lelah

seakan tidur di rumah sakit seharian sama halnya dengan bekerja

dalam jumlah waktu yang sama.

"Apa aku bisa melewatkan jam makan malam? Aku ingin cepat

tidur kembali." ujar Henry lemah.

"Oh? oh... masih ada kurang dari dua jam sebelum makan

malammu diantar. Kau harus tetap makan, tapi tak apa jika ingin

tidur. Aku akan membangunkanmu nanti."

"Makan saat baru bangun tidur sangat tidak enak, gege." Henry

mengeluh.

"Maaf, Henry-ah. Tapi aku tidak punya pilihan. Aku dan yang

lainnya sangat ingin kau cepat sembuh." Eunhyuk menatap dengan

rasa bersalah di matanya.

Henry mengangguk. Kemudian hanya butuh satu putaran pada

detik jam dinding, anak itu sudah kembali terlelap.

Siwon menelepon.

"Kau dimana?"

"Aku masih di rumah sakit. Kondisi Henry tak juga ada perubahan."

"Pemeriksaan lab?"

"Tidak juga ada kelainan." Eunhyuk memejamkan mata frustasi.

"Pasti ada penjelasan untuk ini. Minta rumah sakit untuk

mengganti dokter yang memeriksanya."

"Ini sudah dokter ke-tiga--"

"Kau tak mau melakukannya?"

"YAH!"

Eunhyuk tak sengaja menangkap gerak tubuh terkejut Henry

walaupun tidak benar-benar bangun. "Yah~" kemudian

merendahkan suaranya. "Kau sangat tahu kalau kita harus berhati-

hati. Dan yang dibutuhkan para dokter itu hanya detail penjelasan

benda yang ada di dalam kepala Henry. Haruskah aku

menginformasikan semuanya?"

Lama tak ada jawaban di seberang sana.

"Ketua Choi?" Eunhyuk memanggil. Namun hanya hening yang

didapat. "Yah, Choi Siwon! Kau masih mendengarku?" Ia sedikit

kesal karena tak ada respon.

"Jangan berteriak. Aku masih mendengarmu." sahutnya

sebal. "Kembalilah ke markas sore ini. Kita harus membicarakan

perihal kapsul yang kau temukan dalam mainan. Aku penasaran

kenapa kau hanya menulis laporan sekedarnya."

"Itu laporan Kyuhyun." Eunhyuk mencoba membantah.

"Jangan berbohong, aku tahu kau yang menulis semua ini."

Setelahnya hanya sebuah nada sambungan terputus yang terdengar.

"Haaah~ kepalaku sakit..."

***Fire Blossom***

"Henry akan pulang besok lusa. Dokter mengatakan tidak baik jika

terlalu lama di rumah sakit. Untuk membuktikan bahwa tak ada

yang salah dengan kepalanya, ia harus banyak berinteraksi dengan

lingkungan normal."

Zhoumi tertawa kecil mendengar penuturan Eunhyuk. "Haahh~ dia

memang sudah baik-baik saja. Aku juga sudah rindu bicara bahasa

ibu dengannya. Semakin hari aku semakin kehilangan jiwa

nasionalisme dengan seringnya berbahasa korea dengan kalian."

"Apa semuanya sudah berkumpul?" Tiba-tiba saja Siwon muncul di

ambang pintu dan menginterupsi percakapan santai tadi.

"Kecuali Sungmin hyung dan Henry, kurasa sudah." ujar Eunhyuk

datar.

"Aku tidak tahu kau sedang menyindir siapa. Tapi ketahuilah, aku

sama sekali tidak terganggu." Siwon tahu bagaimana caranya

membungkam semua orang. Dan seperti perkataannya, memang

tengah ada yg tersindir di antara mereka. Kyuhyun menunduk

seakan ada sesuatu yang harus ia lakukan pada sepatunya.

"Katakan padaku apa yang sudah kalian temukan dari mainan itu."

Siwon memulai.

"Kalian tentu masih ingat dengan sulfur yang kubuat. Aku

menemukan setengah gram yang seperti itu di dalam mainan.

Sebenarnya belum seratus persen kupastikan, karena Donghae

waktu itu mengindikasikan aroma bubuk mesiu. Jadi laporan itu

perlu direvisi. Lima puluh persen mengatakan bahwa kapsul itu

memang yang sama digunakan dalam kasus fire blossom, tapi lima

puluh persen yang lain hanya akan mengarahkan kita pada kasus

penggelapan senjata dan bahan bakarnya oleh sebuah perusahaan

besar." Eunhyuk menaikkan kacamatanya, kemudian memandang

penuh arti pada sang ketua regu.

"Aku percaya padamu." Pria itu menyahut dengan kalimat yang

cukup membuat semua orang bingung.

"Kau tahu kalau aku tidak butuh itu, Choi Siwon. Ayahmu bagian

dari perusahaan itu. Dan kau sangat paham apa yang akan terjadi

jika dua dugaan itu terbukti benar."

"Yah, Lee Hyukjae, apa maksud perkataanmu itu?" Shindong

memanggil Eunhyuk dengan nama aslinya. Hal yang berarti bahwa

pria itu terganggu.

"Aku tidak punya hak menjelaskan. Laporanku hanya sampai situ."

Eunhyuk menutup mulut dan memilih duduk bersandar pada

kursinya.

"Hyung..." Kibum memandang Siwon meminta penjelasan.

"Jangan khawatir. Kalian sangat tahu aku tidak akan mencampur

adukan kasus ini dengan masalah pribadi." Siwon membuka

lembaran file yang dibawa bersamanya. "Jadi.... kita akan

melakukan misi selanjutnya. Kuharap tidak ada lagi kesalahan."

"Aku sudah tidak akan ragu lagi untuk membuka kembali sesuatu

yang mungkin akan membuat kalian kembali pada luka lama."

Siwon kembali bicara, dan semua orang menahan napas karenanya.

"Awal tahun dua ribu sembilan sebuah keluarga keturunan Cina

tiba-tiba ditemukan tewas di tempat yang berbeda. Dengan cara

yang sama. Terbakar.”

Siwon mengambil jeda sesaat untuk mengeluarkan

beberapa bundle kertas dari dalam tas jinjingnya.

“Aku tahu ini akan sangat sulit di awal. Lebih mudah membuang

semua masa lalu terkutuk ini jika ingin hidup tenang, bukan? Tapi

maaf, sepertinya kali ini kalian harus kupaksa mengingat semua

kembali tragedi tiga tahun silam. Karena semua ini adalah satu-

satunya cara untuk menyelesaikan kasus kita dan...” Siwon menarik

napas panjang, “...jalan yang harus kita tempuh untuk memperbaiki

semuanya.”

Sang ketua membagikan semua dokumen pelengkap yang

dimaksud. Sekilas seperti seorang dosen yang tengah membagikan

kertas-kertas ujian kepada mahasiswanya.

Seperti yang sudah diprediksi seorang Choi Siwon, bahwa seluruh

anggota tidak akan banyak protes dan langsung tanggap akan apa

yang dimaksudkan, kecuali satu orang. “Kyuhyun-ah, Tuan Park

ingin bicara denganmu di ruangannya.” Ia berbisik saat melewati

Kyuhyun di sofa.

“Apa hanya aku yang tidak tahu?” Kyuhyun bergumam. Namun

masih sanggup didengar oleh beberapa orang yang berada di

dekatnya.

Siwon masih diam. Wajahnya walau tak menunjukkan

kekhawatiran, sorot mata elang di sana tetap menghadirkan rasa

bersalah. “Aku tak berhak menjelaskan.” Kemudian menepuk

pundak Kyuhyun yang entah tengah seperti apa kesimpulan

sementara yang ia ambil di dalam kepalanya.

***Fire Blossom***

Kyuhyun berdiri menatap objek paling berharganya. Di sana, di atas

kursi roda, Sungmin duduk memandang langit-langit sore yang

sedikit mendung. Tak ada sorot matahari yang akan membuat

kedua zamrud hitamnya terasa terbakar. Di atas sana cukup kelabu.

Pemuda itu menyukainya.

“Mereka benar-benar membuatku cemburu.” Kyuhyun sudah

berada di sebelah Sungmin. Sontak lelaki itu langsung menoleh

karena terkejut. Setelah mengetahui siapa, lidahnya mendadak

kelu. Hanya—nyaris—senyuman yang tergambar pada bibir yang

tidak merona.

“Lee Sungmin, aku cemburu pada langit. Apa mereka begitu indah

hingga membuatmu melupakan kekasih yang kesepian ini?”

Kyuhyun mendekatkan wajahnya dan berucap dengan intonasi

yang sengaja dibuat jengkel. “Lihat... lihat... mereka bahkan

membuatmu tidak mengucapkan satu kalimat sapaan padaku.”

Setelah kalimat tadi terucap, Sungmin tersenyum kecil, namun

memutuskan untuk mengalihkan lagi pandangannya pada lalu

lalang orang-orang di taman rumah sakit.

“Kau tidak lihat? Aku sedang mengadukanmu pada Tuhan.” Ujar

Sungmin masih enggan menatap Kyuhyun.

“Apa Dia marah padaku?” Kyuhyun pun masuk dalam percakapan

absurd mereka.

“Hm. Sangat marah, dan ingin sekali menghukummu.” Jawabnya

masih tersenyum. “Tapi Dia juga membuatku kesal, karena

mengatakan bahwa aku masih harus berada di dekatmu.”

Kyuhyun ikut tersenyum haru, “Dia begitu baik. Kalau benar begitu,

lain waktu aku akan menyempatkan diri untuk menyapanyaNya.”

Sungmin terkikik geli, “Kau memang anak nakal, Kyuhyun.”

“Aku merindukanmu, Sungmin.” Kyuhyun berjongkok... hampir

duduk. Ia memposisikan dirinya bersandar pada kedua kaki

Sungmin, kemudian menaruh kepalanya dengan nyaman di

pangkuan sang kekasih.

“Kau yang menyebabkan semua ini.” Sungmin berkata lembut.

“Aku sudah dipukul karenanya. Siwon hyung terlihat lega setelah

melakukan itu. Kau juga boleh mencobanya jika ingin.” Lengan

Kyuhyun mencoba meraih pergelangan tangan Sungmin. Rasanya

sudah seperti menahun tak merasakan kehangatan dan lembutnya

kulit Sungmin. Kyuhyun sempat kehilangan penawar candunya.

“Di sini banyak orang, Kyuhyun. Aku tak mau suster-suster itu jadi

sering datang memeriksaku di kamar hanya untuk bertanya siapa

laki-laki yang memelukku di taman.” Ada nada geli saat Sungmin

mengucapkan hal tadi. Terdengar konyol.

“Aku sudah mengatakan pada mereka bahwa Cho Kyuhyun adalah

adik kesayangan pasien bernama Lee Sungmin.” Kyuhyun masih

malas untuk mengangkat kepalanya. Pangkuan Sungmin terlalu

nyaman untuk ia sia-siakan barang sejenak.

“Heuh? Mereka mengenalmu?” Sungmin membuat beberapa

lipatan di keningnya.

“Aku diam-diam selalu mengunjungimu setiap hari. Tidak seperti

kau yang enak-enakan tidur dengan perawatan intens, aku selalu

tak bisa tidur dan tersiksa karena merindukanmu. Terkadang aku

juga ingin mengadukanmu pada Tuhan. Tapi kau tahu sendiri, kami

tidak begitu akrab.” Kyuhyun bicara seolah sosok Tuhan adalah

seperti halnya sama dengan manusia.

Sungmin seperti kehilangan kata-kata. Perasaan haru dan sensitif

mungkin kebanyakan adalah milik wanita. Namun semua itu rela ia

rasakan ketika seorang Cho Kyuhyun lah yang menjadi alasan

dibaliknya.

"Dulu aku tidak selemah ini, Kyuhyun. Dekat denganmu memang

bukan ide yang baik." Sungmin mengulum senyumnya. Sebisa

mungkin agar kalimat yang keluar terdengar menyebalkan.

"Aku tahu. Kekasihku sangat hebat." Kyuhyun menghela napas

sebentar, "sampai saat ini.... bahkan mungkin sebelum waktu tiga

tahun lalu."

Kyuhyun dapat merasakan tubuh Sungmin menegang. Hal tadi

sama sekali bukan topik yang disukai saat-saat kebersamaan

mereka. Tapi sepertinya salah seorang sudah harus segera

mengetahui segalanya. Sebelum ada lagi yang terluka. Sebelum

segalanya jadi berubah mengerikan.

"Kyuhyun-ah... kita sudah sepakat tak akan--"

"Aku tidak mau melanjutkan kesepakatan itu." Kyuhyun memotong

cepat. Kepalanya terangkat dan berusaha menemukan wajah sang

kekasih. "Lihat aku, Sungmin. Lihat apakah aku memang harus

diperlakukan seperti ini?"

"Kyuhyun..."

"Tidak. Jangan katakan apapun dulu. Biar aku menyelesaikannya."

Kedua mata Kyuhyun terlihat mulai berembun. Entah apakah

karena emosi atau memang udara sore hari yang mulai dingin. "Aku

hanya ingin kau tahu betapa inginnya melihatmu mengacungkan

senjata padaku, meledakkan kepala ini dengan senjata paling

canggih hingga bahkan kematianku lebih dari sekedar

mengenaskan."

"Kyuhyun, kumo--"

Kyuhyun mencengkeram lengan Sungmin. Ia kini dapat melihat

wajah Sungmin yang frustasi.

"Tidak seharusnya kau memperlakukan aku sebaik ini. Bahkan

menjadikanku sebagai bagian dari hidupmu. Bagaimana....

bagaimana jika mereka benar-benar memanfaatkanku? Bagaimana

jika aku membunuhmu? Seperti yang Ayah lakukan pada kedua

orang tuamu?"

Kini wajah Kyuhyun sudah basah karena air mata. Sementara itu

Sungmin tak mampu lagi menyembunyikan keterkejutannya.

Bagaimana.... bagaimana Kyuhyun bisa mengatakan hal itu? Siapa

yang memberi tahunya?

_sign out 83_

Ulsang, 4 years ago

"Aku ingin bertemu dengan mereka! Lepaskan aku!! Biarkan aku

masuk!! BIARKAN AKU MASUKKK!!!"

Wajah tirus, pucat, dan terlihat depresi. Gambaran itulah yang

nampak pada seorang pemuda yang saat ini tengah dalam

cengkeraman para petugas di depan kediaman keluarga Lee.

Saat itu keheningan akibat duka yang mendalam tengah dirasakan

seluruh keluarga besar. Lee Chunhwa dan sang istri meninggal

dalam kecelakaan yang tragis. Sebuah pengkhianatan. Sebuah

ledakan besar. Semuanya mengakhiri sepak terjang salah satu

petinggi NIS yang saat itu begitu disegani karena keberadaanya

begitu membuat para pelaku kriminal tak mampu 'merebahkan

tubuh' walaupun sejenak.

"Kau benar-benar ingin dipenjara, Cho Kyuhyun!" Salah seorang

petugas yang menahan tubuh kurusnya membentak.

"Kumohon... aku harus ke dalam. Aku harus menjelaskan pada

mereka. Ayahku bukan pengkhianat. Ayahku bukan penyebab dari

semua ini. Lepaskan aku... LEPASKAN!!"

Bugh!

Sebuah tinju mendarat di wajahnya yang memang sudah

berantakan. Pukulan itu memang membuatnya berhenti berteriak,

namun sorot mata tak mampu menyembunyikan sebuah

kemurkaan sebagai seorang yang tidak bersalah.

"Ayahku tidak melakukannya. Ia begitu mencintai keluarga ini...

walaupun ia tak pernah sekalipun mengenalkanku mereka..."

Kyuhyun berujar lirih. "Ayahku tak bersalah..." Kemudian menangis

dengan posisi masih bersujud dan hampir mencium tanah.

Suami-istri itu bukan satu-satunya korban. Seorang asisten setia

mereka juga turut menjadi daging hangus dalam kecelakaan

tersebut. Seorang yang paling dekat dengan kelaurga Lee. Seorang

yang mendedikasikan hidupnya untuk terus mendampingin

kemanapun langkah Lee Chunwa.

Dan berakhir pada status 'pembunuh' dan 'pengkhianat' walaupun

jasad sudah bersatu kembali dengan tanah.

"Ayahku bukan pembunuh. Kenapa kalian tega melakukan semua

itu padanya?"

_sign out 83_

"Cho Kyuhyun, lihat aku!" Sungmin menangkup wajah Kyuhyun

untuk bertemu dalam tatapannya. "Kau tidak ada hubungannya

dengan semua ini. Ayah dan ibuku mungkin memang sudah

dikhianati. Tapi kami tak pernah menganggap paman Cho adalah

salah satu dari mereka. Kami mempercayainya, bahkan sampai

kapanpun ayahmu akan menjadi yang terbaik dalam keluarga kami.

Jadi jangan biarkan hal itu mengganggumu. Aku bersamamu saat

ini. Lihat kan? Aku bahkan membiarkanmu menjadi satu-satunya

yang paling dekat denganku... bagian hidup seorang Lee Sungmin."

"Aku bersyukur dan merasa hina dalam waktu yang bersamaan

karena perlakuanmu."

"Tidak. Tidak. Jangan katakan itu. Kau menyakitiku." Sungmin

memeluk Kyuhyun erat. Meletakkan kepala pemuda itu dalan

kehangatan dadanya. Membiarkan buncahan berbagai rasa

menyatu. Membiarkan rasa bersalah menguap dari dalam diri satu

sama lain. Membiarkan semua masa lalu tak lagi menggangu.

"Biarkan hanya aku yang melindungimu, Sungmin. Bukan

sebaliknya."

***Fire Blossom***

"Aku menemukan beberapa kejanggalan." Kibum masih membolak-

balik dokumen tanpa terlihat lelah. 'Pekerjaan rumah' selalu

membuatnya tak bisa beristirahat dengan tenang. "Walaupun

akhirnya paham mengapa saat itu kita semua tak dibiarkan untuk

saling mengenal dan hanya patuh pada perintah, tapi semuanya

membuatku tidak bisa mengerti apa hubungan kasus ini dengan

kasus fire blossom yang tengah kita hadapi saat ini." Lengannya

merogoh saku celana dan mengeluarkan sebungkus rokok dari

sana. Kibum selalu melakukannya jika tengah berpikir. Itulah

sebabnya ia lebih suka berada di balkon gedung ketimbang di dalam

ruangan tim.

"Siwon sudah mengatakannya. Korban sama-sama tebakar."

Shindong menyesap kopi hitam walaupun tetap tak kehilangan

camilannya.

"Terlalu sederhana jika menghubungkannya seperti itu." Kibum

menghela napas, membuat kepulan asap menari-nari di sekitar

diskusi mereka.

"Mungkin memang tidak ada kaitannya." Kini Zhoumi yang

menyahut.

"Satu-satunya penghubung hanya fakta bahwa keduanya terjadi

karena masalah penyelundupan bahan bakar senjata. Keluarga Cina

itu terbukti melakukan penggelapan selama beberapa tahun, dan

begitu pula korban-korban fire blossom. Bukankah semua korban

ternyata memiliki latar belakang militer dan pernah bekerja

untuk Century?"

"Aku setuju denganmu, Hae." Eunhyuk menimpali. "Sekarang

mungkin hal selanjutnya yang harus kita lakukan adalah apakah

keluarga Cina ini juga memilik hubungan dengan Century."

"Benar. Untuk itu aku sudah menyerahkan bagian penyelundupan

senjata dalam gudang Century yang kita temukan pada divisi resmi

di sini. Jangan biarkan kasus itu membuat kita teralihkan. Biarkan

orang-orang di luar sana memberesakan penyelidikan. Satu per

satu, hanya butuh mengelupas lapisan-lapisan kulit terluar untuk

dapat melihat intinya." Shindong melihat dokumen di tangannya

dengan serius, "Hanya satu hal yang sangat kuyakini, ada atau

tidaknya hubungan antara dua kasus ini, kita hanya perlu mencari

satu dalang."

"Aku melihat Siwon tadi. Bibirnya lebam." Donghae mengalihkan

pembicaraan untuk sekedar mendinginkan otak.

"Sepertinya sudah mulai dilakukan penyelidikan pada pendiri grup.

Aku sangat yakin semalam ia bertengkar habis-habisan dengan

sang ayah." Eunhyuk menggumam sambil memainkan gelas

dihadapanya.

"Tentu saja. Bekerja di badan penyelidik sama sekali bukan

perpaduan yang menyenangkan bagi seorang pewaris keluarga

kaya."

"Aku membaca biografimu Kim Kibum. Kau juga berasal dari

keluarga kaya." Donghae menatap Kibum ingin tahu.

"Dulunya. Tapi mereka menutup perusahaan setelah vonis

penggelapan uang nasabah. Sedangkan aku tengah menghilang dan

berusaha membiayai keluarga itu dengan menjadi petinju bayaran

yang namanya pun baru mereka dengar. Mereka tak mengenali

siapa yang membiayai hidupnya saat ini. Mereka tak mengenali

putra sendiri." Kibum menerawang sambil masih asik menghisap

batangan rokok.

"Kurasa semua orang di sini memang disingkirkan untuk sementar.

Aku juga hidup dengan identitas baru. Sebagai pengrajin besi."

Donghae ikut menceritakan masa lalunya.

"Mereka membuatku kehilangan banyak berat badan." Shindong

berusaha melucu. Lumayan berhasil karena semua tertawa.

Eunhyuk tak mau kalah, "Aku dipaksa melakukan wajib militer dua

kali, masuk dengan identitas sebagai seorang mahasiswa kutu

buku."

"Menjadi dokter di tempat pengasingan sebenarnya tidak begitu

buruk. Tapi aku ingin sekali bertemu dengan istri dan anakku." Kini

giliran Zhoumi.

"Kau tahu dimana keberadaan mereka sekarang?" Shindong

sepertinya tertarik dengan cerita Zhoumi.

"Hm." Pria itu mengangguk, "Aku diam-diam menyelidikinya

setelah sampai Seoul." Untuk beberapa saat ia terlihat sibuk

mengaduk-aduk isi tasnya. "Cantik, kan?" Zhoumi mengeluarkan

selembar foto. Ada dua makhluk cantik di sana. "Putriku, Zhou Yi.

Dan yang ini Ah Lin, wanita yang kukencani saat pulang ke Wuhan

hingga akhirnya mengandung benihku." Zhoumi terkekeh saat

menyebutkan kenakalan masa muda.

"Waaahh~ daebak Zhoumi-ssi."

"Ini foto terbaru?"

"Tenti saja."

"Darimana kau mendapatkannya? Mereka seperti berpose di

hadanmu."

"Bodoh. Tentu saja jejaring sosial."

Setelah itu diskusi berakhir dengan merebutkan selembar foto dan

ribut layaknya kelas pada jam kosong tanpa guru.

"Hey... nanti rusak!"

"Istrimu cantik. Nanti kenalkan pada kami ya." Eunhyuk

menampilkan deretan giginya yang rapi.

"Tidak akan."

"Aku boleh melamar putrimu saat dewasa nanti?" Donghae

menimpali.

"Yah! Dia baru lima tahun. Kau ini sejenis phedo atau apa?"

***Fire Blossom***

"Kau sudah tidur?" Sungmin berbisik. Malam itu Kyuhyun

memaksa untuk menginap di rumah sakit. Dan yang mungkin

membuatnya tidak tenang adalah bahwa saat ini Kyuhyun tidur di

sampingnya, di atas tempat tidur rawat.

"Hmm." Kyuhyun menyahut.

"Pindah ke sofa. Di sini sempit. Aku tidak bisa bergerak." Keluhnya.

"Di sofa lebih sempit untuk kita berdua." Kyuhyun masih terpejam.

Lengannya semakin memeluk Sungmin erat.

Sungmin menghela napas panjang. Kyuhyun adalah yang terbaik

dalam perihal keras kepala. "Kau yang pindah, Kyuhyun."

Sejenak tak ada jawaban. Kemudian Kyuhyun terlihat membuka

mata. Ia menjadikan lengan sebagai penopang kepalanya agar dapat

menatap wajah Sungmin. "Kau ini ribut sekali. Langsung tidur saja

apa sulitnya?"

"Mana bisa aku tidur. Suster jaga sewaktu-waktu akan masuk untuk

memeriksa." Sungutnya kesal.

"Biar saja. Memangnya ada masalah dengan adik yang ingin tidur

dengan kakaknya?"

"Kau bukan adikku."

"Memang bukan. Aku ini pacarmu. Tapi mereka tidak boleh tahu

itu."

Benar kan? Kyuhyun juga yang terbaik dalam hal berdebat urusan

ranjang.

"Aku meminta untuk pulang besok. Henry juga akan keluar dari

rumah sakit." Sungmin memutuskan untuk biacara hal lain.

"Memang sudah diizinkan?"

"Aku sudah siap kembali bekerja."

Saat ini ganti Kyuhyun yang menghela napas. "Baiklah. Aku tidak

akan melarang. Tapi... memangnya aku bisa melarangmu?"

"Bagaimana perkembangan kasusnya?" Sungmin mulai

memiringkan tubuh menghadap Kyuhyun.

"Walaupun tidak banyak, tapi semua berjalan maju. Tuan Park

secara khusus berterima kasih pada kecerobohanku." Jemarinya

menyingkirkan surai-surai kecoklatan yang menutupi mata

Sungmin. "Kau butuh ke salon sesekali."

"Aku mendengar semuanya. Penyelundupan senjata dan bahan

bakarnya. Aku tak percaya Century melakukan semua itu selama

berpuluh-puluh tahun."

"Pemeriksaan dari divisi resmi sudah dilakukan. Mereka tak

meninggalkan satupun. Bahkan Tuan Choi pun tidak dapat

pertolongan apapun dari putranya."

"Pasti berat untuk Siwon. Dia sangat menghormati sosok ayahnya.

Ceritakan semuanya. Aku sudah ketinggalan begitu banyak. Kau

sangat tahu aku benci tak tahu apa-apa."

"Aku lebih suka menyelesaikan masalah kita terlebih dahulu."

Sungmin merengut mendengar perkataan itu. "Memangnya apa lagi

yang harus kita selesaikan?"

"Kenapa kau harus berbohong soal anggota tim. Bahkan kau

menyebut teori break down only child. Seolah mereka memang

tidak pernah kenal satu sama lain." Kyuhyun memulai

investigasinya.

Sungmin tersenyum. Belum merasa terintimidasi oleh pertanyaan

Kyuhyun. "Mereka memang tidak pernah saling kenal, Kyuhyun."

"Maksudmu?"

"Jungsoo hyung dan ayahku sempat bersitegang karena hal ini.

Ayah selalu memiliki teori bahwa pekerjaan yang kita lakukan

sekarang adalah lebih baik tidak pernah menjalin hubungan yang

terlalu dekat satu sama lain. Menurutnya, hal itu dapat membangun

kelemahan dari masing-masing individu. Karena tidak ada yang

akan menyangka bahwa pelaku kejahatan akan menggunakan

orang-orang terdekat sebagai umpan untuk menjatuhkan."

Sungmin mengambil jeda sebentar untuk membetulkan letak

selimutnya.

"Tapi lain ayah, lain pula untuk seorang Park Jungsoo. Dia bukan

orang yang selalu menggunakan hal-hal kaku untuk mendisiplinkan

diri dan orang-orang di sekitarnya. Jungsoo hyung selalu berusaha

dekat dengan tim, berusaha membuat suasana kekeluargaan dalam

menghadapi suatu kasus. Aku pun menyukainya. Aku sangat

nyaman bekerja di bawahnya. Tapi..."

Tak ada pertanyaan. Tatapan Kyuhyun lah yang seolah berbicara

'tapi apa?' pada Sungmin.

"Aku sangat menyegani ayah karena setiap perkataannya selalu

benar. Kami terjebak dengan kelemahan itu sendiri. Para pelaku

kejahatan waktu itu menculik salah satu anggota wanita kami."

Sungmin tersenyum miris. "Wanita itu adalah adik Jungsoo hyung,

dan.... wanita yang dicintai adikku. Sungjin. Benar-benar sebuah

drama, bukan? Aku bahkan sampai saat ini tak percaya bahwa

kejadian itu betul-betul terjadi."

"Lalu apa yang terjadi?"

_sign out 83_

Ilsan Beach, 3 years ago

Baku hantam terhenti setelah seorang sandera dipertunjukkan.

Sekelompok orang membawa Jung Ahn ke tengah-tengah arena

pertempuran. Semua ujung laras senjata api tertuju ke arah kepala

wanita itu. Hanya dengan satu perintah kecil, salah satu dari peluru

itu akan menembus kepala sang perwira perempuan.

"Adikmu terlalu cantik untuk kami habisi saat ini, Park Jungsoo.

Tapi kami terpaksa harus melakukannya jika kau tidak segera pergi

dan membawa mundur pasukanmu." Salah seorang yang memakai

topeng di wajahnya mencengkeram leher Jung Ahn dengan keras.

Semua orang sedang bertaruh, dan tidak mudah untuk percaya

pada perkataan penjahat.

"Brengsek!" Seseorang bersiap utuk maju dan melakukan tindakan

pertolongan yang nekad. Namun Jungsoo berhasil menghalau.

"Sungjin-ah... jangan gegabah!"

"Hyung, apapun yang kita lakukan, dia tetap akan menembak Ahn

di sana."

"Kubilang tenang!"

"Kau hanya perlu menyerahkan diri. Kumohon, jangan ada lagi

yang terluka." Jungsoo berusaha bernegosiasi.

Sebuah tawa gila memenuhi daerah karang tinggi tempat

penyergapan berlangsung. "Jangan membuatku habis kesabaran."

Kemudian bersiap menarik pelatuk.

"Ahn!" Jungsoo berteriak. "Baik. Baik. Kami akan mundur.

Sekarang lepaskan dia."

"Kau pikir aku bodoh? Aku tahu kau mensiagakan seorang

penembak jitu. Saat aku melepaskan adikmu, seseorang di kejauhan

sana akan menembakku."

Semua orang diam.

"Aku dan seluruh anak buahku akan pergi dari sini dengan

meminjam adikmu. Dan jangan ada yang berani mengikuti.

Bagaimana?"

Tidak ada sahutan lagi.

"Tidak. Lepaskan dulu dia."

Sang penjahat sepertinya kesal. "Baik. Kalau begitu wanita ini biar

mati saja. Setelah itu baru kalian bisa menangkapku. Aku juga

sudah lelah~ setidaknya membunuh adikmu adalah hadiah terakhir

dariku, Jungsoo." Suaranya begitu tenang. Niat membunuh seperti

halnya hanya membuang mainan yang tidak terpakai.

Saat jari telunjuk itu kembali bersiap menarik pelatuk, sebuah

tembakan dengan cepat mengenai kaki si penjahat. Pria itu jatuh,

namun tidak serta merta melepaskan sandera. Cengkeramannya

masih sekuat harimau yang tidak ingin kehilangan buruannya.

Dengan cepat suasana kembali ramai. Suara tembakan bersahutan

dan entah siapa saja yang sudah tertembus banyak timah panas

yang berhujaman.

Sungjin berguling dan berlari untuk meraih sang kekasih. Wanita

itu tergeletak, dan tidak jelas apa yang terjadi padanya. Hal itulah

yang membuatnya nekad menerobos di tengah peluru-peluru yang

ditembakkan tak tentu arah.

"Ahn... bangun Ahn..."

Wanita itu membuka kedua matanya. Ada secercah harapan bagi

Sungjin bahwa gadis dalam pangkuannya baik-baik saja.

Tapi.... manusia hanya berkeinginan. Sedang Tuhan yang

memutuskan.

Sungjin merasakan bau anyir semakin menusuk hidungnya. Basah

ia rasakan saat menyentuh bagian belakang kepala Jung Ahn.

"Ahn... tidak. Tidak boleh. Kau tidak boleh begini. Bertahanlah.

Kumohon."

"Ma... maafkan a-ku."

Saat iblis menguasai hati seorang manusia, ia bahkan tak akan

peduli dengan kematian.

Sungjin berlari menerjang orang yang kakinya terluka tadi.

Penjahat yang sudah berani menyentuh wanitanya. Tidak ada lagi

jeda. Pria itu memukul, menghantam setiap inchi wajah yang

tertutup topeng hingga darah segar keluar dari berbagai tempat,

hidung, mulut, bahkan telinga.

Mereka berdua melakukan duel di bibir jurang. Siapapun yang

kalah akan dipastikan jatuh ke laut.

Sementara seorang dengan senjata laras panjang di atas sana

benar-benar frustasi untuk membidik. Karena di awal tadi sudah

melakukan tindakan gegabah dengan menembak kaki sang pelaku,

ia jadi terus saja gugup saat akan membidik salah seorang dari duel

di sana.

Jlep

Bunyi senapan dengan peredam memang tak terlalu terdengar

mengerikan.

Tapi...

"Sungjin! SUNGJIN!!!"

_sign out 83_

"Saat itu aku bersumpah akan melakukan apapun untuk membuat

adikku tetap hidup. Harapan masih ada saat mereka menukannya

setelah jatuh dari jurang. Masih bernapas walaupun sudah sekarat."

Keduanya tiba-tiba diam. Kyuhyun susah payah menelan saliva saat

jemari Sungmin membuka kancing baju dan memperlihatkan bekas

luka yang ada di dalamnya.

"Jungsoo hyung hampir gila karena aku melakukan hal ini. Waktu

itu Sungjin hanya butuh jantung yang sehat untuk bisa hidup lagi."

Kyuhyun menggenggam lengan Sungmin di dadanya. Wajah itu

merendah dan mendaratkan sepasang bibir di atas kening

kekasihya. "Kalau begitu aku harus berterima kasih padanya.

Karena dia... sudah menjaga jantung ini hingga masih pada

tempatnya."

***Fire Blossom***

Mereka berkumpul. Sepuluh orang kini tengah diam dengan pikiran

masing-masing memandangi jasad-jasad hangus di atas meja dalam

kamar mayat.

"Apa masih ada lagi yang bisa membuat kejutan di pagi hari? Selain

kau, hyung?" Siwon menatap Eunhyuk tajam.

Sedang orang yang dimaksud hanya mengendikkan bahu.

"Mereka adalah tersangka pembunuhan satu keluarga Cina itu?

Orang-orang yang kita hadapi di Ilsan?"

Eunhyuk mengangguk. "Catatan DNA dalam dokumen yang kau

berikan terasa familiar di mataku. Saat Henry di rumah sakit, kami

berusaha memecahkannya sendiri. Mencuri waktu dan peralatan

lab untuk dibawa ke kamar rawatnya. Walau bagaimanapun, aku

butuh bantuan untuk mencocokan segala data. Aku menguji lagi

DNA para korban. Kemudian data itu akan dicocokan dengan

rumus yang dihapal Henry luar kepala. Kami memang tidak yakin

pada awalnya. Tapi... inilah hasilnya."

Eunhyuk menatap Jungsoo, lalu menunjuk pada salah satu jasad

yang hanya menyisakan pergelangan kaki dan tangan yang masih

utuh. "Dialah orang yang waktu itu mencoba menyandera adikmu,

tuan. Darah yang menempel pada tubuh seorang yang saat itu

berduel, menjadi catatan yang berguna untuk kita."

Kemudian tatapannya beralih pada Donghae, "Orang yang

membuatmu harus menjauh pada mainan kesayangan untuk

beberapa tahun."

"Dan membuat kita semua harus hidup dalam rasa bersalah selama

hampir tiga tahun."

"Kita sudah menemukan pelakunya. Kau boleh menutup kasus tiga

tahun silam dengan baik, hyung."

Siwon menepuk pundak Jungsoo. Menguatkan segalanya dari

kenyataan konyol ini.

_sign out 83_

"Apa benar kita bisa menutup kasus terdahulu?" Kibum masih tak

percaya apa yang terjadi pagi ini.

"Kibum-ah, apa kesalahanmu pada kasus itu?" Shindong tiba-tiba

bertanya.

Kibum diam sebentar. Wajahnya menunduk.

"Satu-satunya kesalahan kita di sana adalah 'masih hidup'. Saat

semua orang meregang nyawa dan bertaruh akan takdir hidup dan

matinya, kita bahkan masih bisa makan dengan baik."

"Tuan Park mencabut semua kebebasan kita, menyembunyikan

identitas, bahkan menjauhkan dari orang-orang yang kita cintai.

Anggaplah semua itu adalah balasan setimpal." Akhirnya Eunhyuk

menenggak banyak-banyak soju dalam gelas yang sedari tadi masih

saja ia genggam.

"Kejahatan--siapapun mereka--tidak akan pernah berujung."

_sign out 83_

Di tempat lain....

"Henry... jauhkan pistol itu. Kau biasanya paling takut." Donghae

mencoba meraih senjatanya yang sedari tadi menjadi mainan

Henry. Bocah itu tengah mabuk.

"Ge, kenapa kau suka sekali membawa benda ini kemanapun kau

pergi?" Henry meracau. Namun kalimatnya masih bisa dipahami

Donghae dan Zhoumi yang saat itu memang menjadi teman

minum.

"Kenapa? Kau juga bisa membawanya kalau mau. Dengan begitu

para wanita akan mengatakan kau keren." Donghae terkekeh.

"Tidak... hanya saja, jadi terlalu mudah untukku. Hiks!" Kedua

orang yang belum mabuk itu mulai sakit kepala mendengar racauan

tak jelas Henry.

"Bicara apa anak ini?" Zhoumi bergumam. Namum masih

menyesap minuman dari gelas bir yang masih penuh.

"Kau bilang ini peredam kan?" Henry menunjuk bagian berbentuk

silinder pada ujung senapan. "Kalau ada ini orang-orang tidak akan

mendengar suara letusannya, kan?"

"Iya... kau makin pintar, bocah. Sekarang berikan itu padaku. Kau

akan membuat orang takut nanti."

Sekali lagi Donghae hanya meraih udara karena Henry tidak mau

benda itu diambil. "Aku masih ingin memegangnya." ujar Henry

dengan nada mengantuk.

"Henry jangan begitu. Berikan benda itu padaku. Sini." Zhoumi

mencoba membantu. Tentu saja ia juga takut Henry kelepasan. Dia

sudah benar-benar mabuk.

"Aku... hiks... harus mati. Jadi... mereka tak bisa lagi

memanfaatkanku."

Kedai minuman yang mereka datangi tak begitu ramai. Tentu saja

keheningan menjadikan perkataan Henry sebagai bentuk ancaman.

"Apa maksudmu?" Zhoumi mulai menatap serius.

"Gege... kau tidak akan tahu bagaimana rasanya. Setiap kali mereka

berbicara di kepalaku, aku seperti ingin mati saja.."

"Zhoumi, dia bicara apa?" Donghae pun mulai kebingungan.

"Ayo pulang. Kau sudah terlalu mabuk." Dengan cekatan pria

jangkung itu menahan tubuh Henry dan menariknya agar berdiri

tegak. Dan di lain sisi, Donghae sudah berhasil mendapatkan

senjatanya kembali.

Mereka bertiga berjalan beriringan. Zhoumi dan Donghae berusaha

menopang tubuh Henry yang terus-terusan limbung.

"Suruh mereka berhenti bicara. Kepalaku sakit." Henry mengoceh

terus sepanjang jalan. Sedang kedua rekannya mengumpat karena

sama sekali tak ada satupun taxi yang lewat.

Tiba-tiba Henry benar-benar terjatuh. Ia berteriak "Berhenti

bicara!!" berulang kali. Kedua tangannya mencengkeram kepala

kuat-kuat.

"Henry-ah... ada apa denganmu?"

Kemudian... brugh!

Dengan sekuat tenaga Henry mendorong keduanya hingga

terpelanting. "Kenapa kalian tidak mengeluarkan benda ini dari

kepalaku?! KENAPA?!!"

Henry membentak. Semakin membuat kedua rekannya tak

mengerti.

Tapi... tiba-tiba hal yang paling mencengangkan hadir dalam

penglihatan Donghae dan Zhoumi. Henry mendekatkan ujung laras

senjata api di kepalanya. Donghae sempat meraba bagian belakang

celana dan memang benar benda itu adalah miliknya. Kapan Henry

mengambil pistol dari tubuhnya?

"Aku harus mengeluarkannya. Benda ini terus saja mengeluarkan

suara. Kepalaku sakit." Henry kembali bergumam.

Belum sempat menarik pelatuknya, Donghae sudah menerjang.

Pergulatan tak bisa dihentikan. Kekuatan Henry ketika mabuk

semakin bertambah, ia membuat Donghae dan Zhoumi kepayahan.

Beberapa kali bahkan mereka kembali terjatuh.

Terakhir kali kedua hyung nya berusaha mendekat, Henry justru

mengacungkan senajata ke arah mereka. "Aku lelah... sangat lelah."

Kemudian mengayunkan kembali senjata itu pada dirinya...

Namun belum sempat benda itu meledak, Henry sudah jatuh.

Darah tiba-tiba mengalir dari telinga dan mulutnya. Pemandangan

yang hampir sama kini berulang. Dan bahkan lebih mengerikan.

Mereka tidak berada di rumah sakit dengan banyak peralatan

pertolongan pertama.

Semua panik. Donghae berusaha menghubungi rumah sakit

terdekat. Sedang Zhoumi mencoba terus menahan laju pendarahan

dengan menaruh telapak tangannya pada mulut Henry. Hal yang

cukup sia-sia dilakukan untuk pasien yang mengalami pendarahan

di dalam.

"Henry..." Zhoumi mencicit. "Tidak.... bernapaslah. Henry,

bernapaslah!!!"

Donghae yang sudah selesai dengan panggilan darurat langsung

bergabung dengan keduanya. Dan apa yang ia lihat sama sekali

bukan hal baik.

Kedua mata Henry memang masih terbuka. Namun kornea di sana

sudah berubah keruh.

***Fire Blossom***

"H-hyung... kau ada dimana? Sesuatu yang buruk sudah terjadi."

Jungsoo mendengar suara Siwon yang tengah terisak di seberang

sana. Mengadukan semua yang terjadi dengan kalimat berantakan.

Bukan kabar baik dan lebih dari sekedar buruk. Seseorang akhirnya

meregang nyawa. Salah satu dari mereka akhirnya menjadi korban.

"Aku akan segera datang." ucapnya mengakhiri pembicaraan.

.

.

.

Syuuuuuttt.... duarrr!!!

Bukankah lesung pipit itu akan tercetak jika sang pemilik bibir bibir

tersenyum? Dan... dia memang melakukannya.

"Maafkan aku, Henry."

Jungsoo menatap kobaran api di tengah pertunjukan kecil yang ia

buat. Membakar satu persatu manekin-manekin indah yang

disejajarkan dalam ruang berdinding bata merah...

to be continued

Chapter ini selesai. Haaaahhh... entah apa kalian akan masih

menerima ceritanya kalau sudah kayak gini. Tapi mudah-

mudahan memang gak akan kecewa. Karena saya juga frustasi

bikin tragedi di chapter ini.

Maaf kalau sudah tidak pernah membalas review temen2.

Soalnya memang sudah jarang punya waktu senggang. Fic inipun

saya ketik nyicil dari dua minggu lalu. Kkk~

Yasudah.... sampai ketemu di chapter depan ya....

Terimakasih ^_^

Untuk pertama kali sejak beberapa tahun, pagi yang suram menambah sebuah rasa duka. Rentetan pasukan berseragam mengiringi sebuah perjalanan akhir. Dentuman salvo mengudara sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada salah satu abdi negeri.

Tak ada yang tersenyum walaupun “The Last Post” dimainkan begitu indah dengan rima tanpa cela. Manusia adalah makhluk yang paling egois jika sudah begini. Walau kepergian sejatinya bertuju pada tempat yang damai, mereka tak akan pernah sampai pada keikhlasan yang sesungguhnya.

“Langitnya menangis.” Seseorang bergumam. “Aku iri padanya.”

Fire Blossom...

Kementrian transmigrasi menetapkan status penuh akan kewarganegaraan Henry di Korea. Itulah sebabnya peti jenazah Henry berselimut bendera kebangsaan Korea Selatan. Seorang perwira yang gugur dalam menjalankan tugas negara. Pada akhirnya ia mendapatkan sebuah pengakuan setelah beberapa tahun ‘diperjualbelikan’.

Pada akhirnya...

Pada saat terakhir hidupnya...

“Kau baik-baik saja?”

Eunhyuk hanya diam menatap arus lalu lintas di sekitar gedung. Karena langit juga tak membuatnya bahagia, ia memutuskan untuk menundukkan kepala dan mengumpat dalam hati tentang bagaimana bisa penduduk semakin bertambah tiap dekade.

“Jika aku tahu malam itu adalah yang terakhir kalinya, aku pasti memilih untuk minum bersama kalian.” seperti sebuah penyakit menular, Jungsoo ikut memandang keramaian kota Seoul di bawahnya.

Belum ada tanggapan. Eunhyuk tetap menyembunyikan senyuman khas yang paling disukai para anggota. Suhu Coffee latte dalam genggaman bahkan sudah mendekati udara sekitar.

Jungsoo menghela napas. “Apa aku sudah melakukan kesalahan yang sama?” ucapnya murung. Kali ini mampu membuat sedikit reaksi dari orang yang dari tadi bagai hanya sebuah patung berukir sempurna.

“Tentu saja... aku bahkan lebih bodoh dari seekor tupai yang melompat.” Kembali ia berkata. “Kau tahu kan jika tupai tidak akan jatuh pada lubang yang sama?” Sebuah lesung pipi terbentuk oleh sebuah senyuman getir.

Eunhyuk menoleh, memutuskan untuk mengamati sebuah ekspresi terluka yang dihadirkan pria di dekatnya. “Kau sudah memberikan apa yang paling dia inginkan. Walupun... itu terjadi di akhir kisahnya.” Akhirnya sebuah kalimat meluncur dari bibir Eunhyuk.

Sekarang siapa yang sedang menghibur siapa?

“Aku juga akan memberikan apapun untuk kalian.” Jungsoo tersenym lagi.

“Pada saat-saat terakhir kami?” tatapan Eunhyuk mengintimidasi.

“Mungkin tidak.” Jungsoo menjawab cepat. “Untuk itu aku hanya minta satu hal. Tetaplah hidup.”

Dengan penuh kharisma langkah itu terlihat begitu menawan saat meninggalkan tempat di mana seorang Lee Hyukjae terpaku.

Neunggok, 2010 (Eunhyuk)

Bagiku, wajib militer memang bukan sebuah neraka seperti yang selalu anak-anak muda belakangan ini sebutkan. Korea Selatan sudah menjadi sebuah negara dengan kehidupan glamor beberapa tahun ini. Jadi aku bisa mengerti perasaan mereka.

Hanya dua alasan...

Yang pertama aku sangat senang jika harus pergi dari rumah... dan kedua... aku tumbuh dalam lingkungan militer. Aku salah satu orang hebat. Sertifikat akademi FBI melekat di punggungku dengan mudah. Kalian harus percaya itu.

Akan tetapi, mengikuti wajib militer dua kali adalah hal yang berbeda. Kau mengalami dua kali masa orientasi, kau tidur di barak yang sama dua kali, mempelajari hal yang sama, dan menyantap menu yang sama.

Mungkin akan menyenangkan jika masuk sebagai seorang yang berpengalaman. Tidak seperti ini. Menyandang nama baru, hingga semua hal yang kau hadapi seolah harus diperlakukan secara baru.

Hanya dua tahun bergabung bersama NIS, lembaga yang paling kuinginkan sebelum aku benar-benar menjadi seorang agen khusus dalam FBI laboratory.

Hanya dua tahun... dan aku tak menyangka akan ada keputusan mengerikan saat melakukan kesalahan. Aku bahkan tak tahu jika kesalahan yang kuperbuat dianggap sangat fatal.

Maret dua ribu sembilan... Seoul

“Eunhyuk-ah... kau benar-benar tidur dengan opsir Jung Ahn?”

Pertanyaan itu lagi, dan aku tak tahu bagaimana harus menjawabnya. “Hyung, kami berdua mabuk. Dan aku tidak dapat mengontrol yang terjadi selanjutnya.” Seharusnya aku tidak memandang gelas kaca. Pantulan wajahku terlihat kacau.

“Tertangkap basah tidur dengan sang adik mungkin cukup bisa membuat Ketua membunuhmu. Dan aku tak dapat membayangkan jika berita ini sampai pada tunangannya. Dua kakak beradik Lee bukan kumpulan orang-orang pemaaf kalau kau ingin tahu.”

“Hyung!” Aku membentak, “Tak bisakah kau diam? Kepalaku serasa sudah akan meledak walau tanpa kau ulangi ceritanya.” Yunho selalu membuatku gila. Aku percaya berita ini tak akan keluar, Tuan Park tak mungkin membuka aib keluarganya, dan Yunho hyung akan merahasiakannya jika pria itu sudah bersabda.

Hanya ingin kalian tahu. Yunho juga bersama dengan Tuan Park saat menemukan aku dan adik perempuannya tanpa pakaian di sebuah kamar hotel.

“Jika memang tak ada sesuatu, itu bagus. Aku hanya khawatir akan menyakiti dua orang yang sedang kasmaran.” Kemudian pemuda itu meninggalkanku sendiri.

Yunho hyung... memang sudah menyakitiku.

Kalian pikir aku semabuk apa hingga meniduri wanita yang sama sekali tidak aku suka?

Ya. Kalian benar. Aku mencintainya. Aku mencintai Ahn. Dan Tuan Park tahu itu. Ia selalu saja berusaha menjauhkanku dari adiknya. Karena seperti yang sudah kalian tahu, tak ada hubungan khusus sesama agen. Terlebih saat ini seseorang sudah mengklaim dirinya sebagai calon istri. Calon istri seorang pangeran dari keluarga Lee Chunhwa yang paling disegani hampir semua orang di NIS.

Dan aku seperti punuk yang merindukan rembulan.

Tapi aku bukan binatang. Aku tak akan melakukannya jika tidak diizinkan. Ahn mengizinkanku. Mungkin hanya karena simpati. Bukan cinta yang berbalas.

Seperti yang sudah aku perkirakan. Tuan Park masih sama dinginnya. Ia begitu profesional dalam menjalankan tugas penyelidikan kasus penggelapan bahan bakar senjata berbahaya yang dilakukan sebuah transmigran Cina di Korea. Ia tak pernah sekalipun memulai pembicaraan perihal aku dan adiknya. Hingga sama sekali tak ada kesempatan untuk minta maaf.

Pekerjaan laboratorium adalah bagian terbesarku dalam kasus ini. Aku bukan pribadi yang bisa diam sebetulnya. Dan dalam kasus ini kami tidak diperbolehkan bergaul dengan sesama anggota. Lucu memang. Tapi sekali lagi. Siapa yang bisa menentang seorang Lee Chunhwa? Walaupun pria itu sudah tiada, pengaruhnya masih saja berkumandang di tiap sudut ruangan NIS. Bahkan seorang Park Jungsoo yang berkharisma tak bisa melakukan perubahan apapun.

Hipotesa yang mereka keluarkan tentu saja tidak sama dengan yang kudapatkan. Hey, aku ini calon agen khusus FBI, bagaimana bisa aku tidak ‘berbeda’?

Jika bahan kimia yang aku teliti dianggap sebagai sebuah bahan bakar senjata api, aku justru menganggapnya sebagai sebuah bom waktu dan alat pengendali.

Tapi sudah kuduga. Tanpa uji klinis, teoriku hanya sebuah lelucon. Dan meledakkan kepala manusia bukan sebuah penelitian yang akan mendapatkan pendanaan dengan mudah. Kalian harus tahu bahwa tragedi kemanusiaan walau dalam ilmu pengetahuan juga sebuah kejahatan besar, terlebih jika harus menghilangkan satu atau beberapa nyawa.

“Apa kau benar-benar tak bisa mengujinya pada makhluk lain? Para ilmuan hebat saja masih menggunakan hewan untuk penelitiannya.” Yunho masih terus mendesak. Aku cukup berterima kasih karena masih ada orang yang setidaknya berusaha untuk percaya padaku.

“Aku akan melakukannya jika kau membawa jenis hewan yang dapat bicara.”

“Dasar gila... dimana aku harus mencari yang seperti itu?”

“Kalau begitu lupakan. Buat saja laporan yang akan dipercayai mereka.”

“Eunhyuk-ah...”

“Hyung, halusinasi yang akan ditunjukan manusia akan jauh berbeda jika ditujukan pada hewan. Makhluk itu bergerak secara naluriah, bukan akal layaknya kita. Jika memang dugaanku benar, hewan-hewan itu hanya akan menunjukkan sebuah kerusakan otak secara fisik. Untuk itu aku butuh yang bisa bicara.”

Aku tahu Yunho hyung masih tidak akan menyerah. “Kita hanya perlu pembuktian variabel efek halusinasi. Rasanya aman jika dilakukan pada terpidana.”

Dia mulai gila. “Hyung! Benda itu bisa meledak.”

“Keluarkan saja isinya dari dalam kapsul.”

“Kau saja! Aku masih menyayangi tanganku.”

Pembicaraan memang tak kunjung membawa solusi. Hingga akhirnya aku menyimpan semua teori ‘konyol’ itu dan hanya sisanya yang kulaporkan.

Juni dua ribu sembilan, Ilsan

Apa yang kami takutkan akhirnya terjadi. Mereka menggunakan senjata itu pada salah satu dari kami. Dan yang aku takutkan juga terjadi. Mereka menggunakannya pada salah satu dari kami yang terlihat paling lemah. Satu-satunya perwira wanita. Park Jung Ahn.

Kejadian di Ilsan membuatku tak bisa berpikir akan resiko yang akan kudapat ketika kembali ke markas dan tertangkap basah. Aku tak pernah mendapatkan lisensi menembak. Karena aku memang dibina bukan untuk menggunakan senjata. Satu-satunya pengalaman menggunakan benda-benda pembunuh itu hanya saat tiga bulan masa percobaan di karantina FBI. Selebihnya, menembak adalah hal terakhir yang hanya kulakukan jika betul-betul terdesak.

Seperti saat ini. Menyelinap dalam pasukan penyergapan. Dan memantau dari jarak jauh dengan sebuah heckler koch beramunisi penuh. Aku bahkan menyiapkan tambahan jika diperlukan.

Pemandangan di atas batu karang sana bukan hal yang bisa kau nikmati layaknya sebuah film action kelas atas. Sejatinya, yang sungguhan tidak akan pernah sama dengan apa yang kau bayangkan. Aku akan selalu ingat itu.

Menahan laju degupan jantung saat melihat wanita yang kucintai berada dalam genggaman seorang penjahat berbahaya adalah pilihan yang akan membuatmu lebih baik mati.

‘Eunhyuk-ah... aku hamil...’

Aku tak bisa menghilangkan tatapan mata Jung Ahn saat mengatakan itu. Dan aku rela menebusnya dengan nyawaku untuk menyelamatkan mereka.

Dorr!

Apa yang snipper bodoh itu lakukan? Kaki? Apa mereka tidak bisa menjangkau kepala? Kenapa justru kaki? Oh tidak. Sekarang begitu banyak yang melepaskan tembakan. Ahn... jangan berdiri saja! Cepat pergi dari sana!

Tapi ia tak mendengarku—tentu saja. Dia... terjatuh. Apa Ahn tertembak? Seseorang menghampirinya. Kemudian meletakkan lagi tubuh Jung Ahn. Dia berkelahi. Tertembak. Dan jatuh ke jurang.

Selain itu aku bahkan bisa melihat Yunho meregang nyawanya...

Namun aku sama sekali tak peduli. Di sana ada wanita hamil yang sedang sekarat! Kumohon selamatkan dia!! Selamatkan wanitaku!! Selamatkan dia dan anakku!!!

Neunggok, 2010

Aku bersumpah hampir gila saat mengetahui kenyataan itu. Kenyataan yang baru saja kuketahui saat wanita yang kucintai sudah tiada. Catatan pengujian yang kulakukan tetap kusimpan. Selalu mencoba menguji di dalam laboratorium akademi yang kupinjam saat asrama sepi karena libur akhir tahun.

Bukan peluru yang membunuh Jung Ahn dan bayi dalam kandungannya. Melainkan sesuatu yang tidak pernah mereka percaya saat itu. Sesuatu yang seharusnya kulaporkan, sesuatu yang bukannya kusembunyikan...

***Fire Blossom***

“Aku mengerti sekarang. Delapan orang korban ini adalah tersangka yang hampir kita ringkus tiga tahun silam. Kejadian yang menewaskan banyak personil termasuk adikmu dan adik Sungjin. Mereka juga bernasib sama dengan anggota tim yang saat itu diasingkan dan terpaksa harus menggunakan identitas baru untuk berbaur dengan masyarakat.” Siwon mengadakan ulasan kejadian yang terjadi selama dua minggu semenjak operasi mereka pada gudang Century.

“Seperti anjing yang dibawa bermain ke dunia luar namun masih terpasang tali kekangnya. Metode klasik, hanya caranya saja yang sempat membuat kita tercengang. Aku ingin mendengar penjelasan langsung dari Eunhyuk. Kepalaku sakit melihat banyaknya laporanmu.” Jungsoo beranjak dari tempat duduk dan menghampiri interkom. “Kopi?” tanyanya pada Siwon.

“Bawakan dua gelas kopi ke ruanganku.” Ujar Jungsoo pada seseorang di seberang line telepon.

“Benda yang tertanam dalam otak Henry ternyata masih aktif.”

Jungsoo menggeleng, “Tidak. Pada kenyataannya kita tak pernah benar-benar mematikannya.” Kembali jemari Jungsoo meremas-remas dua bola momentum baja. Sesuatu yang dilakukannya ketika sedang fokus. “Aku rasa kita hanya—“

Belum selesai kalimatnya terucap, pintu ruangan terbuka dan menampakkan sosok Lee Sungmin. “Aku minta maaf karena terlambat.” Kemudian mencari posisi duduk di sebelah Siwon.

”Sungmin-ah. Aku senang kau mau datang.” Lesung pipi itu kembali tercetak jelas. “Kau mau kopi?”

“Tidak, terima kasih. Aku datang bukan karena undanganmu. Tapi karena laporan yang dibuat Eunhyuk membuatku ingin segera mengklarifikasinya.” Nada suara Sungmin masih saja belum berubah saat bicara pada Jungsoo. Tetap dingin.

Jungsoo tersenyum lembut, “Apapun itu. Terima kasih karena sudah datang sepagi ini.”

“Bagaimana dengan lukamu?” Siwon berusaha mencairkan suasana dengan mengalihkan pembicaraan.

Sungmin mengangguk, “Sudah lebih baik. Hanya sedikit sakit jika harus membawa sesuatu di tangan dalam watu yang lama. Bisa kita lanjutkan?”

Dua orang di sana seperti baru tersadar dengan tujuan mereka berada di sini. “Baik. Jadi, bagaimana pendapatmu dengan benda yang ada di dalam kepala Henry?”

“HAARP. Aku sangat yakin fenomena yang terjadi pada kapsul adalah modifikasi sebuah program High Frequency Active Auroral. Laporan penelitian itu sementara menuliskan bahwa dengan gelombang rendah, pikiran manusia dapat dimanipulasi dengan HAARP. Walaupun masih dalam tahap pengembangan, prosesnya pasti menimbulkan banyak drama yang out of record. Banyak orang yang mengincar rumusan proyek tersebut. Dan sedikit banyak pasti ada yang tergiur. Aku dan Eunhyuk percaya bahwa selama Henry berada di rumah sakit, pelaku menggunakan gelombang terendah dalam aktivitasnya, yaitu pada saat tidur, untuk memanipulasi pikiran.”

Sungmin mengambil jeda untuk mengatur napasnya, “Dan sebuah kontak antara Henry dan pelaku sudah terjadi. Ada semacam informasi yang berusaha mereka korek dari kita.”

“Maksudmu? Pelaku sudah pernah berbicara langsung dengan Henry? Kalau begitu kenapa tidak mulai melakukan pemeriksaan CCTV siapa saja orang-orang yang datang mengunjunginya ketika berada di rumah sakit?” Siwon terdengar tak sabaran.

“Kita akan melakukannya. Tapi semua butuh waktu. Lagipula Henry bukan pasien yang berada dalam pengawasan dua puluh empat jam. Dia bisa saja bertemu dengan pelaku saat berjalan-jalan di sekitar rumah sakit dan tidak dalam jangkauan kamera pengawas. Orang yang bisa melakukan kejahatan sejauh ini bukan tipikal yang akan melakukan kecerobahan seperti itu.” Sungmin membuka sebuah kota baja yang ia bawa. “Ini. benda yang tertanam dalam kepala Henry.”

Kotak itu dilengkapi dengan kaca pembesar untuk menghasilkan gambaran benda dalam ukuran cukup dapat dilihat oleh mata telanjang. Tepat seperti kapsul obat. Cukup menarik karena benda itu seperti kaca bening yang melapisi beberapa komponen dan cairan di dalamnya. Kecil, namun berbahaya.

“Siapa yang memeriksa rumah sakit saat ini?” Siwon akhirnya menyerah untuk terus bingung dengan benda di hadapannya.

“Aku mengirim Kyuhyun. Dia sangat baik dalam bernegosiasi. Kuharap kepala keamanan rumah sakit mau bekerjasama mengingat butuh waktu untuk mengeluarkan surat perintah pemeriksaan. Dan... aku masih berharap seseorang di sini mau untuk segera membuat status penyelidikan kita sebagai kasus resmi.”

Jungsoo tahu siapa yang Sungmin maksudkan. “Jam berapa anak itu pergi?”

“Sekitar jam sepuluh pagi tadi.”

“Hubungi Kyuhyun? Aku ingin tahu perkembangannya langsung.”

Sungmin mengambil ponsel dan menyentuh layar untuk menghasilkan sebuah panggilan.

“Hay, sayang. Apa kau merindukanku?” sapaan yang manis dan terdengar konyol untuk Sungmin.

“Aku sedang bersama Siwon dan Tuan Park.”

“O-oh.. apa? Hmm... apa kau mengaktifkan speakernya?” Kyuhyun terdengar gugup di sana. Persis seperti orang yang sudah tertangkap basah melakukan sesuatu.

Sungmin mati-matian mengulum senyumnya. “Tentu saja tidak, karena aku tahu kau pasti akan mengucapkan itu saat mengangkat telepon.”

Terdengar helaan napas lega di seberang sana. “Aku hampir terkena serangan jantung, Sungmin~”

“Seriuslah... apa sudah ada hasil? Kami semua ingin tahu. Aku akan menggunakan speaker.”

“Kyuhyun-ah...” sapa Jungsoo.

“Ya Tuan. Ini aku.”

“Apa sudah ada perkembangan?” Jungsoo memimpin wawancara.

“Aku berhasil mendapatkan koneksi untuk semua rekaman kamera pengawas. Hanya saja jika surat perintah tidak keluar dalam dua hari, mereka akan menghentikan izinnya. Apa kita bisa mempercepat prosesnya? Aku khawatir mereka akan panik jika kita melakukan sedikit saja kesalahan.”

“Tawarkan mereka sebuah kompensasi. Kita akan memberikannya walaupun melakukan penyelidikan rahasia.”

“Maksudmu? Kita memberikan sejumlah uang pada mereka? NIS tak pernah mengeluarkan biaya untuk hal semacam itu.”

“Siapa yang mengatakan NIS? Aku yang akan mengeluarkan pendanaan tersebut.” Jungsoo tertawa kecil, “Kalian akan tahu sendiri berapa yang sudah aku timbun selama ini. Aku bukan orang miskin, Kyuhyun-ah.”

Tak ada jawaban. Mungkin perkataan Jungsoo tidak hanya membuat dua orang bersamanya tertegun, tapi juga seseorang di seberang telepon.

“Kau masih di sana?” Jungsoo kembali menginterupsi.

“Ya, Tuan. Yang lain segera menyusulku ke sini. Jadi nanti malam rasanya kami sudah bisa mengumpulkan semuanya.”

“Kau sudah bekerja keras.” Jungsoo mengakhiri pembicaraan.

***Fire Blossom***

“Aah! Pelan-pelan, Kyuhyun. Masih terasa sakit di sekitar sana.” Sungmin meringis. Tubuh setengah telanjangnya sedikit menggigil akibat penghangat ruangan apartemen Kyuhyun yang tidak pernah bekerja dengan baik.

“Maaf... maaf... aku tidak sengaja. Tahanlah, ini tidak akan lama.”

Kyuhyun merobek kasa dan melipatnya untuk menutup luka pada punggung Sungmin. Kegiatan malam yang masih rutin mereka lakukan sebelum tidur. Mengganti perban.

“Pemanasmu rusak lagi?” Sungmin sudah tak bisa menahan diri. Ia bahkan mencengkeram kuat-kuat selimut di tempat tidur.

“Aku belum sempat memperbaikinya.” Sahut Kyuhyun masih sambil berkonsentrasi memotong plester terakhir.

“Aku sudah katakan untuk minta yang baru. Kau hanya membuang-buang uang untuk perbaikan tiap kali rusak. Pengelola apartemen ini sudah memerasmu.”

Kyuhyun sudah selesai dengan pekerjaannya. Ia mambuat tubuh Sungmin berbalik hingga keduanya saling berhadapan. “Kenapa hari ini kau ribut sekali? Apa kembali bekerja sama dengan Tuan Park membuatmu bahagia?”

“Bahagia... apa maksudnya?” Sungmin menggerutu pelan sambil memakai kembali piamanya. “Kau tidak ganti baju? Aku sudah menyiapkannya di dalam kamar mandi.”

“Kau tidurlah di sini. Aku harus menemui Zhoumi dan Shindong untuk memeriksa kaset-kaset rekaman itu.” Kyuhyun beranjak dari tempat tidur dan meraih mantel coklatnya.

“Heuh? Kau tidak mengatakan ingin bermalam di sana. Kalau tahu begitu aku lebih baik tidur di apartemenku sendiri. Di sini dingin.” Ada kekecewaan dalam perkataan Sungmin.

“Tidur di sini saja. Jadi besok pagi tidak terlalu jauh untuk menjemputmu. Mesin itu akan menghangat dengan sendirinya. Butuh waktu karena sudah lama tidak dinyalakan. Tidur, oke?”

“Kalau aku tidak mau?”

“Jangan seperti itu.”

“Aku ikut saja memeriksa kaset. Lagipula sudah tidak mengantuk.”

“Tidurlah. Kumohon.”

“Aku hanya tidak ingin sendirian.”

“Jangan katakan kau takut akan ada hantu keluar dari dalam lemari pakaianku.” Kyuhyun terkekeh.

“Kalau sendirian... aku pasti akan memikirkan Henry.”

Kyuhyun melepas senyumannya. Wajah itu berganti dengan ekspresi khawatir. Ia kembali duduk di pinggir tempat tidur. “Kau akan membuat tidur panjangnya tidak tenang kalau seperti ini.”

Sungmin tertawa kecil. Sebuah tawa getir. “Padahal aku sudah menemukan partner bekerja yang lebih menyebalkan dari Sungjin.”

“Kau masih memiliki Eunhyuk.” Kyuhyun berkata lembut.

“Hm..” Sungmin mengangguk. “Kau benar. Eunhyuk masih menjadi teman yang hebat di laboratorium.” Tiba-tiba ia seperti merasakan sesuatu. “Oh. Kau benar lagi. Ruangan ini sudah kembali hangat. Kalau begini aku bisa tidur lelap.”

Kyuhyun tersenyum, “Sampai bertemu besok pagi. Selamat malam.” Pria itu mengecup kening Sungmin dengan lembut.

“Hati-hati mengemudi.”

Sungmin mengamati punggung Kyuhyun yang menghilang di balik pintu kamar. Setelah mendengar suara tombol keamanan aktif pada pintu apartemen, pemuda itu langsung saja beranjak dari tempat tidur. Ia membongkar tasnya dan mengeluarkan berlembar-lembar kertas.

Sebuah file yang berisi tentang Cho Kyuhyun. Sungmin meng-copy semuanya dari ruang arsip NIS.

“Kyuhyun, maafkan aku. Aku betul-betul ingin percaya padamu seratus persen. Juga kepada semua anggota tim. Aku tak hanya melakukan ini padamu. Kau hanya yang pertama. Jadi jangan salah paham padaku.”

Sungmin langsung terlihat fokus pada bacaannya setelah bermonolog.

;;;;;

“Kau sudah datang?” Shindong yang membuka pintu. Kyuhyun sedikit mengernyit melihat ruang tengah yang sudah seperti lokasi gempa bumi. “Ah~ jangan pasang wajah seperti itu. Kami memang selalu seperti ini saat memeriksa data.” Shindong menangkap wajah Kyuhyun yang terperangah.

“Aku datang untuk memeriksa kaset dan tak akan mau membatu kalian beres-beres.” Ucapnya masih memandang berkeliling.

Kyuhyun segera bergabung dengan kedua rekannya di sana. Menggunakan sebuah peralatan video editor masing-masing untuk memeriksa semua rekaman yang ada.

;;;;;

“Ayahmu sangat setia pada keluargaku. Sama sepertimu. Aku juga tak percaya bahwa dia yang melakukan semua peledakan itu pada ayah dan ibuku.”

Sungmin memandang salah satu kertas. Di sana tertulis artikel dengan judul besar ‘Suicide Bomber’ yang terasa menamparnya. Berita ini ditulis setelah satu minggu penyelidikan yang dilakukan terhadap kasus pembunuhan petinggi NIS dan istrinya.

Sungmin sendiri yang menangani peyelidikan, dan menemukan semua bukti tersangka hingga tak ada yang dapat menyangkal rasa tidak percayanya.

Hingga ketika ia menyaksikan sendiri seseorang dipukuli karena berusaha menerobos rumahnya dan berteriak bahwa ‘sang ayah tidak bersalah’, ‘sang ayah tidak melakukan pembunuhan’.

Seoul, 2011

Sungmin akhirnya bangun dari koma dari sebuah praktik transplantasi jantung ilegal yang ia lakukan untuk menyelamatkan sang adik. Shock yang dialami Sungjin akibat penembakan pada dirinya membuat pemuda itu mengalami gagal jantung saat berada di ruang operasi. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada Sungjin, Sungmin yang saat itu hanya berpikir tak ingin lagi orang yang ia sayangi pergi meninggalkannya, terpaksa memaksa rumah sakit untuk bertindak cepat dalam penanganan.

Sebuah ide operasi transplantasi yang tidak mendasar terucap dari salah satu dokter. Dan Sungmin memutuskan untuk melakukannya.

Park Jungsoo yang saat itu juga bertanggung jawab atas kasus penyergapan di Ilsan pun tidak tinggal diam. Bukan perkara sulit untuk mengetahui apa yang terjadi di rumah sakit. Dan beruntung ia bisa menghentikannya.

Sungjin memang sudah tak bisa ditolong mengingat lukanya yang sudah terlanjur parah, namun pria itu tak akan menyerah terhadap satu-satunya pewaris dari keluarga Lee Chunhwa.

Setelah beberapa bulan melakukan terapi penyembuhan, Sungmin dinyatakan sudah bisa bergabung di NIS. Untuk mengurangi trauma yang mungkin masih dialami, Sungmin dipindah tugaskan ke dalam markas pusat.

“Aku Kyuhyun, Cho Kyuhyun. Senang bertemu denganmu.” Kalimat itu masih selalu berkumandang di telingan Sungmin. Pertemuan pertama.

“Dia anak dari Paman Cho?”

“Ya. Kau benar.”

Masing-masing dari mereka bertemu dengan segudang luka yang disembunyikan.

;;;;;

“Tapi bagaimana dia tahu aku putra dari Lee Chunhwa? Aku mengira hanya aku yang tahu tentang dirinya. Apa Kyuhyun juga diam-diam menyelidikiku?” Sungmin masih bicara pada langit. Ia memutuskan mendinginkan kepalanya di balkon apartemen dengan segelas wine milik Kyuhyun.

Saat ini pukul enam pagi. Dan Sungmin tak sedikitpun memejamkan matanya. Menatap banyak file membuatnya kacau. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan pada Kyuhyun jika kasus yang mereka hadapi saat ini terbukti adalah sebuah rentetan tragedi yang diawali oleh kematian sang ayah.

“Sungmin. Kau di mana?”

“Aku di sini.”

“Apa yang kau lakukan? Udaranya masih sangat dingin. Dan, hey— kau minum anggur? Sepagi ini?” Kyuhyun merampas gelas dari tangan Sungmin. “Kau... tidak tidur semalaman. Aku benar, kan? Sungmin-ah, kenapa kau seperti ini? Lukamu masih belum sembuh benar.” Kyuhyun segera merengkuh tubuh Sungmin yang hanya dilindungi selembar selimut. Pria itu menggiring kekasihnya untuk masuk ke dalam.

“Ini masih pagi, Kyuhyun. Suaramu akan membangunkan penghuni apartemen.” Sungmin berujar lembut. “Aku baik-baik saja. Dan... aku tidur.” Sungmin berbohong, “Hanya bangun terlalu pagi dan mulutku terasa pahit.”

“Kau tidak bohong?”

“Tidak. Cium aku jika tak percaya.” Cara yang aneh memang untuk menunjukkan bahwa seseorang tidak sedang berbohong. Sungmin hanya ingin terus mempercayai pria di hadapannya.

Kyuhyun tak menanggapi. Ia justru membawa kepala Sungmin untuk rebah di pangkuannya. “Kalau begitu kembali tidur. Aku juga ingin tidur sebentar sebelum berangkat ke kantor.”

“Hm. Tidurlah. Aku akan menemanimu.”

***Fire Blossom***

“Kami tak menemukan apapun di dalam rekaman-rekaman itu. Memang ada beberapa yang menunjukkan Henry berjalan-jalan di sekitar rumah sakit. Tapi tak ada orang yang mencurigakan. Hanya kita yang terlihat bicara dengannya. Selain dari itu suster dan dokter.”

Shindong melaporkan semua pekerjaan yang dilakukan semalaman suntuk. Suasana hatinya cukup buruk karena seperti melakukan hal yang sia-sia.

“Apa mungkin alat ini bisa dikendalikan dari jarak jauh?” Kibum masih mengamati kapsul kecil dalam kotak.

“Aku akan memuja siapapun yang bisa menciptakan alat seperti itu. Tidak mungkin, karena selain sulfur dan radioaktif yang menghasilkan panas, tidak ada komponen robotik yang kita temukan. Waktu kematian mereka sudah ditentukan dari seberapa pekat pembekuan cairan yang dilakukan. Semakin cair dan semakin tinggi suhu di dalam otak seseorang, bom waktu itu akan semakin singkat. Untuk itulah kenapa kita menggunakan sengatan listrik. Dengan gelombang kejut tersebut, dapat memanipulasi sistem tubuh. Tubuh korban akan rileks hingga suhu tubuh bisa turun. Dengan artian semua bisa diperlambat.” Eunhyuk menjelaskan dengan tatapan kosong.

“Diperlambat? Lee Hyukjae, sejak kapan kau tahu teori ini?” Siwon menangkap keganjilan dari semua penjelasan Eunhyuk.

“Cukup lama.”

“Apa maksudmu?”

Eunhyuk meremas jemarinya kuat-kuat. Ia tahu hari ini akan tiba.

“Jawab aku!”

“Cukup lama, Siwon. Aku sudah tahu akan hal ini cukup lama. Kau pikir darimana aku mendapatkan ide untuk mengambil sulfur dari Busan?”

Braak!!

Siwon tak mampu lagi menahan kemarahannya. Ia mencengkeram kerah baju Eunhyuk dan mendorong pemuda itu hingga membentur meja di hadapan mereka.

“Brengsek! Kau tahu apa yang sudah kau lakukan, hah?!” Siwon benar-benar meledak. “Jadi semua kejadian di goa bukan kecelakaan? Kau yang mengatur semuanya? Kau ingin kami semua mati?”

“Siwon-ah. Hentikan. Kau sudah terlalu jauh.” Sungmin berusaha melepas cengkeraman kuat pada pakaian enhyuk. “Eunhyuk-ah, jangan mengatakan hal yang tidak-tidak. Katakan kau hanya sedang kesal.”

“Aku hanya berniat mati di sana. Sungmin hyung, Kyuhyun, dan Henry hanya kujadikan saksi atas kematianku di sana. Kau puas?!”

“Eunhyuk!” Sungmin berteriak. “Hentikan! Kau sudah keterlaluan!”

“Apa? Kesalahan apa yang sudah aku perbuat pada keluargamu, hyung?” Pemuda itu berucap lirih. Membuat semua orang yang ada di sana semakin dibuat bingung. “Aku hanya mencintainya. Seorang Lee Hyukjae hanya mencintai wanitanya. Kau putra yang patuh. Tapi kenapa peringatan mendiang ayahmu tidak kau jalani sampai akhir? Harusnya kau menghentikan adikmu. Adikmu yang egois. Ahn tidak akan berakhir seperti ini. Kita semua tidak akan berakhir seperti ini!!”

Buagh!

Alih-alih Siwon yang seharusnya memukul, hantaman itu justru hadir dari seorang yang lain. “Sekali lagi kau bicara omong kosong kepada Sungmin, aku akan benar-benar menghajarmu sampai mati.” Kyuhyun membuat bibir Eunhyuk pecah dan berdarah.

“Kenapa? Ini bukan omong kosong. Jika putra kedua dari keluarga Lee yang mulia itu tidak berlari kesana kemari mengumumkan sebuah pernikahan, hal ini tak akan terjadi. Orang-orang itu tak akan memanfaatkan Jung Ahn. Dia tidak akan mati. Wanita yang kucintai tak akan berakhir seperti itu.”

Kyuhyun tak bisa lagi mentolelir. Kepalan tangannya terus menghantam wajah Eunhyuk dengan membabi buta. Jika saja para anggota tidak segera menarik pemuda itu, Eunhyuk dipastikan akan benar-benar tewas dianiaya.

Eunhyuk tak sadarkan diri setelah itu. Kibum dan Donghae membawanya untuk melakukan pertolongan pertama. Zhoumi tidak absen. Sebagai satu-satunya dokter, ia pun turut menyusul tiga orang tadi ke klinik markas.

;;;;;

“Kau baik-baik saja?” Shindong membawakan segelas air putih untuk Sungmin. Dalam pernyataan Eunhyuk, keluarga Sungmin adalah satu-satunya objek yang ditunjuk sebagai penyebab dari tragedi tiga tahun lalu. “Aku memang tak bisa mengatakan semua akan baik-baik saja. Karena mungkin di antara kami semua, masa lalunya terhadap kasus ini lebih menyakitkan. Aku berharap apa yang dikatakan laki-laki bodoh itu tidak benar.”

“Hyung. Semuanya masuk akal.” Sungmin menatap kosong. “Dia benar. Seharusnya kami mendengarkan nasihat ayah untuk tidak dekat satu sama lain.”

“Kami masih melakukannya waktu itu. Untuk itulah kita tak saling mengenal dengan baik saat tiba di sini. Perintah ayahmu tak pernah kami abaikan. Kami... kami bahkan tak tahu kau adalah kakak dari perwira yang tertembak dan jatuh ke jurang itu. Kami tak tahu kalian putra Tuan Lee Chunhwa.”

“Tapi adikku melanggarnya. Dia mengatakan ingin menikahi Jung Ahn kepada semua orang. Dia begitu bahagia saat itu. Jadi bagaimana aku bisa merusak kebahagiaan adikku sendiri?” Sungmin terdengar sangat frustasi. “Apa yang harus kulakukan? Aku sudah membiarkan semuanya terjadi tanpa bisa berbuat apapun.”

Shindong sudah tak mampu lagi berkata. Semua kejadian memang pasti saling terkait. Namun ia sama sekali tidak tahu jika akan ada hubungan serumit ini.

“Kita bisa melewatinya.” Shindong menepuk pundak Sungmin sebagai cara terakhir untuk menenangkan.

Sementara itu...

“Kau sudah tahu siapa Sungmin?”

“Hm.” Kyuhyun mengangguk.

Siwon mengusap wajahnya dengan kasar. “Sejak kapan?”

“Aku menyelidiki keluarganya diam-diam.”

“Itu sebuah kejahatan, Kyuhyun.”

“Bukan kejahatan jika aku tak melakukan apa-apa dengan data-data itu.”

“Baik. Jadi karena itu kau bersikap seperti tadi? Ingin melanjutkan pengabdian ayahmu pada keluarga itu? Keluarga yang sudah membuat ayahmu menjadi seorang pengkhianat dan pembunuh?” Siwon berkata sinis.

Kyuhyun diam cukup lama saat Siwon mengatakan hal mengenai ayahnya. “Anggap saja seperti itu.” Ujarnya setelah kesunyian melingkupi mereka berdua.

“Apa katamu? Kau sudah gila?”

“Hanya Sungmin yang dapat mengembalikan nama baik ayahku. Aku tak boleh menyakitinya.”

“Hanya itu?”

“Selain itu... aku juga tidak pernah ingin menyakitinya.” Kyuhyun melanjutkan dalam hati, ‘Karena aku mencintainya, hyung.’

Siwon memijat pelipisnya kuat-kuat, “Haaah~ aku butuh liburan.”

;;;;;

“Kami cukup terkejut. Kau benar-benar gila, Eunhyuk.” Zhoumi membuka percakapan. Eunhyuk sudah siuman satu jam lalu. Namun Zhoumi baru mau berbincang saat sudah memastikan bahwa keadaan Eunhyuk stabil.

“Aku tak bisa membawa beban ini selamanya. Aku benar-benar sial karena tak mati saja saat itu.” Ucapnya lemah.

“Jadi, siapa sebenarnya wanita itu?”

“Park Jung Ahn.”

“Lalu?”

“Dia adik dari Tuan Park.”

“Apa katamu?”

Eunhyuk memilih diam. Tenaganya bagai terkuras setelah kejadian beberapa jam lalu di markas.

Zhoumi yang menyadari bahwa ia sudah melewati batas langsung saja berhenti, “Maaf, ini urusan pribadi. Aku tak seharusnya terlalu banyak ingin tahu.”

“Tak apa. Lagipula aku sudah terlanjur mengatakan semuanya. Tapi tidak saat ini Zhoumi. Aku masih belum bisa menenangkan diri. Selain itu, aku sudah berkata kasar pada Sungmin hyung. Dia pasti juga sama sepertiku saat ini, tak tahu harus berbuat apa.”

“Baiklah. Aku akan meninggalkanmu dengan satu suntikan obat tidur. Kuharap itu bisa membantumu istirahat lebih baik.”

“Tapi aku baru saja bangun.”

“Tidak sadarkan diri karena kesakitan bukan suatu bentuk istirahat. Kau harus tidur.”

***Fire Blossom***

“Jadi sebetulnya bagaimana cara kerja pengendali pikiran itu?” Kyuhyun mulai tak sabar. Ia sudah sakit kepala saat harus membaca semua laporan tertulis. Tak banyak istilah-istilah yang ia pahami. Satu kasus yang pernah ia dengar perihal pengendalian otak manusia adalah mind-kontrol (MK-ULTRA) yang dilakukan CIA hingga akhir tahun sembilan belas enam pulahan.

“Hanya sebuah radiasi yang biasa terjadi pada orang-orang karena beberapa alat elektronik di sekitarnya.” Sungmin menjelaskan.

“Seperti dinitrogen oksida yang bisa membuat orang tertawa?”

“N2O bukan membuat orang tertawa, Kyuhyun. Gas itu hanya membuat keadaan otak orang yang menghirupnya menjadi rileks, hingga hanya perasaan bahagia yang dikeluarkan.”

“Aaah~”

“Cara kerjanya sama, hanya mediasi yang berbeda.” Sungmin melanjutkan. “Kapsul ini di tanam di dalam otak manusia. Banyak resiko yang akan berdatangan jika saat pemasangannya tidak benar-benar paham seluk beluk kepala manusia.”

“Aku bisa membayangkannya. Ehm... aku pernah melihatnya. Kita bisa lewatkan bagian itu.” Kyuhyun merutuki dirinya karena hampir saja membahas bagaimana Henry begitu tersiksa akibat benda kecil tersebut.

“HAARP dapat mempengaruhi pikiran manusia dengan mengirimkan secara ekstrim radiasi frekuensi rendah ke dalam otak manusia hingga bisa mengontrol suasana hati. Tentu saja untuk mendapatkan kerja yang diinginkan, butuh kontak fisik atau minimal seseorang yang berbicara pada subjek hingga bisa menuntun jalan pikiran itu.”

“Hipnotis. Para pakar hipnotis bahkan butuh alat, seperti misalnya sebuah bandul.” Kyuhyun menarik kesimpulan.

Sungmin mengangkat ibu jarinya, “Kau hebat.”

“Aku memang hebat.”

“Hmm... satu hal yang menarik adalah bahwa HAARP bekerja maksimal pada gelombang paling rendah yang dilakukan otak besar manusia. Dan frekuensi delta kerja otak adalah ketika tidur.” Sungmin mencorat coret buku catatannya.

Kyuhyun mengangguk, “Sekarang kita tahu kenapa waktu itu Eunhyuk mengatakan Henry seperti selalu merasa lelah bahkan saat dirinya bangun tidur. Ada seseorang yang sengaja mengambil informasi dari memori otaknya saat ia tidur. Kira-kira informasi apa yang mereka inginkan?”

“Kyuhyun-ah... tiba-tiba saja aku merindukan Henry.”

Kyuhyun yang mendengar itu langsung menyingkirkan semua kertas-kertas dari hadapan Sungmin, dan kemudian menarik tubuh mereka berdua untuk bersandar di sofa. “Semua orang pasti merindukannya. Haah~ Henry-ah... kau bahagia kan di sana? Tentu saja, aku senang kau tidak lagi seperti kami di sini yang setiap saat berpeluang besar terkena kram otak.”

“Henry-ah... jaga kami semua di sini...” Sungmin berdoa dengan tulus.

“Henry akan menjaga sisanya. Sedang kau adalah tanggung jawabku.” Satu lagi kecupan di kening yang menandakan sebuah kepercayaan.

“Kyuhyun-ah...”

“Kenapa? Kau masih saja gelisah. Sepertinya aku harus melakukan manipulasi pada otakmu.”

“Bagaimana caranya?”

Kyuhyun tersenyum, “Begini...”

Lembut dan hangat. Seolah beban berat di dalam kepalanya betul-betul terangkat. Invasi pada bibir keduanya adalah metode manipulasi yang Kyuhyun maksud. Bibirnya bermain cantik dalam tiap sapuan. Tidak hanya pada pada kelembutan merah jambu, Kyuhyun juga melakukannya pada setiap jengkal wajah, leher, bahkan sebuah kecupan kecil di bagian dada Sungmin sudah berhasil membuat napas mereka memburu.

“Apa kau mengizinkan aku melakukannya?” Kyuhyun berbisik. Hembusan napas panas seketika membuat birahi Sungmin naik meminta lebih... dan lebih...

“Hhhh~ Kyuhyunhh... aku sudah tak bisa berpikir... ooohh~”

“Aku sepertinya berhasil mengendalikan pikiranmu. Sekarang apa yang kau inginkan, Sungmin?” Kyuhyun kembali memprovokasi.

“Hmmhh??” Sungmin masih sibuk mendesah.

“Apa yang kau inginkan saat ini, sayang?”

“Kau.” Sungmin kesulitan mengambil napas. “Aku menginginkanmu. Aku menginginkan seorang Cho Kyuhyun.”

Malam itu kembali menjadi saksi bisu penyatuan dua insan yang melanggar perintah Tuhan. Tapi apa yang bisa mereka lakukan? Biar hukumannya kelak akan mereka hadapi bersama.

***Fire Blossom***

Tak ada yang berani menatap satu sama lain. Susana canggung yang menyebalkan melingkupi ruang perawatan klinik markas. Setelah berhasil menata susana hatinya, Sungmin memutuskan untuk bicara pada Eunhyuk.

“Bagaimana... bagaimana keadaanmu?” Butuh tarikan napas panjang untuk akhirnya bisa mengeluarkan sebaris kalimat sapaan.

Eunhyuk masih menunduk. “Aku baik. Hanya saja Zhoumi terlalu memanjakanku.”

“Kau memang butuh istirahat.”

Diam lagi untuk beberapa saat.

“Hyung!”

“Eunhyuk-ah!”

Mereka bersuara pada saat yang sama.

“O-oh... kau duluan.”

“Tidak hyung, kau saja duluan.”

“Baiklah. Aku... minta maaf. Walaupun tak tahu atas kesalahan apa. Aku tetap ingin minta maaf. Mungkin bisa mewakili mendiang adikku. Aku... jujur aku sama sekali tak tahu ada hubungan apa antara kau dengan Jung Ahn. Maafkan aku...”

“Aku juga minta maaf, hyung. Tak seharusnya aku melampiaskan semuanya padamu. Aku tahu semua ini bukan keinginan siapapun. Aku hanya masih kalut karena kita kehilangan Henry. Aku... betul-betul tak ingin kehilangan lagi.”

Keduanya sudah melewati masa-masa kecanggungan. Sungmin menghela napas lega, “Tapi... aku ingin bertanya padamu satu hal. Apa yang kau katakan soal kejadian di Busan itu benar?”

“Aku minta maaf, hyung. Saat menyadari senjata yang mereka gunakan sama dengan kasus tiga tahun lalu, aku hanya ingin menghindar. Mati bahkan lebih baik. Tiba-tiba saja kemarahan itu langsung tertuju padamu, keturunan keluarga Lee Chunwa yang tersisa. Aku hanya ingin mencelakakanmu tanpa harus membunuh, karena rasanya melihatmu kesakitan sebelum aku mati sudah sedikit mengobati kemarahan ini. Saat itu aku hampir berhasil bukan? Aku hampir mati karena tertimpa reruntuhan.” Eunhyuk tersenyum miris.

“Lalu orang asing yang tertangkap itu? Yang mati saat berada di dalam sel?” Sungmin masih belum sepenuhnya mengerti situasi.

Eunhyuk menggeleng. “Aku tidak tahu. Aku berani bersumpah aku sama sekali tak menyadari bahwa kita juga sudah diikuti. Aku tak tahu tempat itu sudah direkayasa, karena sebelumnya tempat itu asli. Bukan dinding-dinding kapur buatan yang rapuh. Aku hanya bepikir untuk jatuh dari ketinggian hingga kepala ini membentur bebatuan dan mati. Aku—“

“Eunhyuk-ah... kenapa kau selalu menyebut kata-kata mati? Aku tidak tahan mendengarnya.”

“Maaf.”

“Aku ingat kau bersikeras untuk segera mengeluarkan benda itu dari dalam kepala Henry. Tapi kita tak bisa melakukannya karena kondisi anak itu tak pernah stabil.”

“Aku mencemaskannya setiap hari. Untuk itu aku lebih memilih menjaganya setiap hari untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Henry masih bisa bertahan sampai benda itu kita keluarkan. Mungkin jika aku tak menyembunyikan semuanya, hal ini tak akan terjadi. Henry masih bisa bersama kita saat ini.” Eunhyuk menangis. Hal yang paling ia takutkan selama tiga tahun terakhir pun terjadi. Ia berharap dengan menyimpan dokumen

dan mengkajinya dengan rajin, akan bisa menyelamatkan orang-orang terdekatnya suatu saat.

Sungmin sudah tak memiliki kata-kata untuk menenangkan. Karena saat ini pun ia butuh seseorang untuk berada di sampingnya.

“Kita pasti bisa melewatkan semua ini. Eunhyuk-ah, jangan pernah menyerah. Kita tak boleh menyerah.”

***Fire Blossom***

“Ah!”

Lantai itu dingin memang. Tapi bisa teratasi dengan tubuh mereka yang semakin membara. Kyuhyun menindih tubuh Sungmin yang sudah hampir polos tanpa sehelai benang.

“Kenapa kau tiba-tiba datang dan membuatku gila, hah?” Kyuhyun menantap wajah Sungmin yang sudah setengah gila dengan birahi. Seluruh tubuhnya memerah karena derasnya aliran darah yang dipompa jantung. Sistem tubuhnya bekerja cepat mengolah oksigen untuk energi yang dibutuhkan dalam jumlah besar.

Dada Sungmin naik turun dengan kecepatan yang tak biasa, “Aku juga tak mengerti. Kyuhyun-ah, apa yang kau lakukan pada pikiranku, mengapa metode manipulasi otak ini membuatku kecanduan?” ucapnya sambil terengah.

Kyuhyun menjawab dengan ciuman panas dan buas. Ia ingin mengklaim bibir itu sebagai miliknya secara utuh. Tak ada keraguan.

“Aku sudah menyakiti keluargamu. Haaahhh~ bunuh aku, Kyuhyun!” Sungmin panik karena sesuatu di bawah sana sudah kembali terkoyak. Tubuhnya melengkung dengan satu lenguhan panjang. Kyuhyun sudah mengisi dirinya secara penuh dan bergerak dengan gilanya.

“Membunuhmu? Enghh~ kau tahu aku bisa melakukannya dengan mudah saat ini.” Kyuhyun terus saja mencari titik terdalam. Tak peduli peluh sudah menyelimuti tubuh mereka berdua.

“Haah.. haahh... ya... lebih dalam, Kyuhyunhhh... Aaaahhh~”

“Aku mencintaimu.”

“Cium aku lagi.”

Semburan larva cinta mereka sama panasnya dengan suhu tubuh. Dengan begitu, keegoisan terjawab, dan rasa terlindungi selalu meningkat. Jika seseorang harus hidup sekali lagi, dia harus menggunakannya untuk saling mencintai, bukan untuk menyakiti.

“Sungmin...”

“Hmm?”

“Kau tidak lupa untuk mengunci pintu kan tadi?”

“Aku tak bodoh sepertimu.”

“Malam ini kita menginap di kantor saja. Aku terlalu malas untuk berpakaian.”

“Kyuhyun-ah...”

“Apa?”

“Kurasa kita tak perlu repot mencari tersangka di luar sana. Aku bisa merasakannya. Dia ada di sekitar kita, sangat dekat.”

***Fire Blossom***

Zhoumi berjalan cepat dan mengendap saat melihat seseorang asing keluar dari klinik mengikuti Eunhyuk. Ia menyesalkan kenapa klinik markas tak memberlakukan pengamanan seketat gedung utama. Mereka selalu saja membiarkan orang asing masuk.

Saat ini tiga buah mobil melaju secara berurutan dengan kecepatan yang hampir sama. Paling depan adalah mobil yang dikemudikan Eunhyuk, di tengah dikemudikan oleh orang asing yang mengikuti Eunhyuk, sedang Zhoumi mengikuti keduanya paling belakang.

Zhoumi sengaja memakai topi hitamnya untuk mengecoh penguntit tadi. Ia berusaha menghubungi Eunhyuk.

“Eunhyuk-ah...”

“Oh? Ada apa?”

“Kau dimana?”

“Aku di jalan. Ingin pulang sebentar. Kau di mana?”

“Aku di belakangmu.”

“eh—“

“Jangan menoleh!” Zhoumi berujar cepat. “Tepat di belakangmu bukan aku. Tapi ada orang lain yang mengikuti semenjak kau keluar dari klinik. Apa kau punya penggemar? Kau tidak terlalu buruk untuk ukuran ilmuan.”

Tak ada yang tertawa dengan lelucon buatan Zhoumi. Keduanya fokus pada seorang penguntit yang dimaksud. “Aku akan mencoba menyalip dan berada tepat di belakangmu. Saat aku ingin masuk, jalan lebih cepat. Jangan putuskan sambungan teleponnya.”

“Oh, baik. Aku akan tetap di line telepon.”

Zhoumi melepas topi dan menggantinya dengan kaca mata hitam. Ia mengacak rambutnya dan membuka dua kancing teratas kemeja. Bangku kemudi sedikit ia dorong ke belakang hingga membuatnya menyetir dengan gaya santai menggunakan satu tangan. Sekarang pria itu sudah seperti orang mabuk yang nekad mengemudi.

Tiiinnn... tiiiiiiinnnn!!

Sebuah klakson panjang dibunyikan Zhoumi dengan kasar. Seperti orang yang tidak sabaran. Walaupun begitu, ia harus tetap fokus pada pengendara lain.

Sekali lagi klakson panjang berkumandang, dan Zhoumi mulai menambah kecepatan untuk menyalip. Pengemudi asing itu terlihat cukup panik saat mobil di sebelahnya melaju dengan kecepatan tinggi dan jauh dari kata stabil. Hanya kehilangan fokus sedikit saja mereka bisa bersinggungan.

“Hey!! MINGGIR!!” Zhoumi betul-betul seperti orang mabuk.

Eunhyuk yang menyadari bahwa Zhoumi sudah berhasil menyalip pun menambah kecepatan untuk memberi ruang di belakangnya. Dan berhasil. Kini posisi kedua sudah diduduki oleh pria kelewat jangkung tersebut.

“Eunhyuk-ah. Aku sudah di belakangmu.”

“Ya. Aku bisa melihatmu. Yah, apa maksudnya dengan kancing kemeja itu? Kau gila.” Eunhyuk terkekeh melihat penampilan Zhoumi dari spion belakang. Kaca film mobil Zhoumi terlalu bening. Orang selalu menganggapnya berbahaya, tapi saat ini sepertinya itu sangat berguna.

“Sekarang jangan kurangi kecepatan. Aku tak melihat ada kepadatan lalu lintas.” Zhoumi menyentuh layar navigasinya yang sudah dimodifikasi, “Kau harus mengambil jalan berputar. Dua kilometer dari sekarang ada perempatan, kau ambil sebelah kanan, dan langsung kembali lewat jalan kecil di pada tikungan pertama. Itu akan membawamu pada jalan menuju kantor. Kuaharap kau tidak kehabisan bahan bakar karena harus melakukan perjalanan jarak dua kali lipat lebih jauh.”

“Aku akan baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”

“Aku? Tak perlu khawatir. Tujuanku sudah dekat. Setelah memastikanmu berbalik arah dengan aman, aku akan pergi menguntit orang lain.”

“Jangan katakan kau ingin mengamati istri dan anakmu diam-diam lagi. Temui mereka. Kau akan dikira orang jahat nanti.”

“Akan kulakukan. Doakan aku.”

“Dasar manusia gila. Baiklah, semoga berhasil. Terima kasih untuk hari ini.”

Setelah itu Eunhyuk mengikuti jalur yang sudah direkomendasikan. Zhoumi benar-benar baru bisa tersenyum lega saat sedan biru itu telah menghilang di balik gedung-gedung pertokoan besar.

Zhoumi mengemudikan mobil sambil bersiul membayangkan bagaimana wajah malaikat kecilnya akan kembali hadir secara nyata di depan mata. Mulutnya tak berhenti bersenandung.

Tapi...

Ciiiiiittt.... TIIIIIINNN!!!

Sebuah van hitam tiba-tiba saja menghentikan laju mobilnya. Hampir saja terjadi kecelakaan. Sadar bahwa ini bukan hal baik dan ia tidak berada di dalam kompleks yang ramai, dengan cekatan pria itu menutup segala peralatan elektronik dan mengubah interior mobil kembali pada modus umum.

Lima orang pria keluar dari dalam mobil. Mereka benar-benar tak bersahabat.

“Keluar kau!”

Tak ada pilihan selain meladeni mereka. Jika hanya satu dua orang, mungkin Zhoumi tak akan gentar. Tapi kelima pria ini bersenjata. Ia cukup gugup dibuatnya.

“Kalian menghalangi jalanku.” Zhoumi berseru dengan bahasa mandarin. Sempat membuat orang-orang di hadapannya saling bertukar pandang bingung.

“Oy. Aku bilang. Kalian. Menghalangi. Jalanku.” Pria itu kembali mengeja dengan bahasa yang sudah ia kuasai semenjak bisa mengucapkan kalimat pertama pada kedua orang tuanya.

“Habisi saja dia!”

Bukan reaksi yang Zhoumi inginkan. Ia bergerak mundur. “Hey... hey... tunggu. Kalian mau apa?”

Namun perkelahian tak dapat dihindari. Zhoumi berusaha sekuat tenaga untuk melayani kelimanya dengan tangan kosong. Satu dua pukulan masih bisa dihindari. Ia berusaha agar benda-benda tumbul yang mereka bawa tidak menghantam kepalanya.

Satu orang berhasil memukul punggungnya, Zhoumi hilang keseimbangan. Ia jatuh. Dan kesempatan itu tak dilewatkan pria-pria asing di sana untuk menyerang secara membabi buta. Kaki, pinggang, perut, dada, bahkan kepala tak luput dari hantaman. Pria itu sudah tak bisa bernapas dengan normal. Rasa sakit di bagian tubuh dan kepalanya membuat pandangan Zhoumi semakin kabur.

Mereka berhenti saat dirasa tubuh Zhoumi sudah tak bergerak.

Di sisa-sisa kesadarannya, ia masih bisa mendengar.

“Aku sudah menyelesaikan si penggangu. Sekarang cari orang itu dan pastikan kau tidak kehilangan lagi. Aku akan membunuhmu jika gagal.”

Eunhyuk masih dalam bahaya.

Dan dengan satu hantaman lain di kepala untuk yang terakhir. Zhoumi benar-benar menutup matanya.

“Zhou Li... Ah Lin... duibuqi...”

Few days ago...

“Yah! Jangan pandangi foto itu terus. Ambil ini.” Eunhyuk menempelkan secarik kertas di kening Zhoumi.

Pria itu membaca tulisannya. “Seoul International Kindergarten? Apa ini?” Zhoumi tak mengerti maksud dari tulisan yang diberikan padanya.

“Aku melihat malaikat-malaikatmu di sana.” Eunhyuk tersenyum penuh arti.

Butuh lebih dari satu menit bagi Zhoumi untuk menyadari maksud ucapan manusia di hadapannya ini. Lambat laun senyum lebar terkembang. “Mereka di Korea?”

“Hm.” Eunhyuk mengangguk.

“Tapi bagaimana bisa?” Zhoumi masih tak percaya.

Ia mengendikkan bahu. “Aku sedikit menggoda salah satu guru muda di sana. Hmm... sayang sekali aku lupa meminta nomer ponselnya. Nama dan kewarganegaraan cocok dengan yang sudah kau sebutkan. Aku mungkin memang tak begitu mengenali putrimu, karena rasanya terlihat lebih besar dari yang ada di dalam foto. Tapi aku sangat yakin dengan wajah istrimu.”

“Eunhyuk-ah. Xie xie... xie xie ni...” Zhoumi memeluk Eunhyuk erat.

“Y-yah! Lepaskan! Aku tak bisa bernapas!”

To be continued

Haha.. so many dramas in this chapter, rite?Hmm... saya sedang bingung waktu mau membuat kejadian aksi lagi karena sepertinya kamu2 sudah gak sabar untuk tahu masa lalu semua orang.Mungkin memang di sini banyak part eunhyuk ya? Saya gak tahu kenapa begitu menikmati menulis ttg dia sebagai main role (sementara) di sini. Dengan OC pulak. Harapannya gak ada demo dari para shipper yaoi eunhyuk yah... hihi. �^_^v ini Cuma fiksi...

NC nya niat gak niat... haha... tapi rasanya cukup bikin temen2 merinding disko *mudah-mudahan -_-

Masih betah tongkrongin fire blossom? Saya senang kalau begitu. Tapi musti sabar yaaa... walaupun saya bukan orang sibuk, tapi saya termasuk pemalas kalau mau mulai menulis. *duagh!Capek sedikit aja udah pengennya bercinta(?) dengan bantal guling haha...

Chapter ini terakhir saya update di ffn. Karena beberapa hari ini sepertinya admin ffn galau dan sering bad connection hingga muncul ‘crack’ di page saya, khawatir akan terjadi apa-apa, jadi mulai chapter depan saya Cuma posting di WP. Yang masih mau ikutin fire blossom, monggo mampir di WP saya. Kamu bisa cek di profil kalau mau tinggal klik link nya. Atau mau ketik sendiri di www(dot)fetriapriliana89(dot)wordpress(dot)com.

Sampai ketemu di chapter depan.Thank you~ *kiss

They were mine. No mather what it takes... wherever... I’ll tell it well!...

“Lama tak berjumpa adik kecil.”

Sungmin tersenyum di hadapan sebuah lemari kaca. Tidak seperti lemari-lemari lainnya yang memajang foto dan nama setiap abu, yang ada di hadapannya hanya tersampir secarik kertas bertuliskan ‘dia yang tersayang’.

Bukan tanpa alasan ‘makam’ adiknya hanya ditandai seperti itu. Kasus aneh yang melibatkan banyak korban dan banyak orang yang juga harus dilindungi. Dan demi keselamatan semua orang, salah seorang—atau mungkin lebih harus bersedia ‘menghilang’. Bahkan ketika mereka sudah berada dalam keabadian.

Pemuda itu hanya diam, memilih bicara dalam hati karena ia beranggapan hal tersebut sudah cukup terdengar oleh siapapun di dalam kotak kaca di sana. Dan mungkin Sungmin benar karena berada di tempat Tuhan tidak mungkin masih memiliki pendengaran yang sama dengan makhluk fana seperti dirinya. Tersenyum, bahkan kadang hampir menitikan air mata. Pembicaraan yang dalam menggantikan setiap lelucon yang pernah mereka jalani bersama beberapa tahun silam. Walaupun tak bisa lagi mendengar tawa mereka. Walaupun tak bisa lagi saling menyentuh raganya.

“Kau harus melindungi kami semua. Beri tahu aku jika memang akan terjadi sesuatu. Bantu aku untuk berbuat curang dengan Tuhan kali ini saja.”

Sebuah kalimat sarat makna yang diucapkan seperti sebuah gumaman menjadi akhir sesi perbincangannya.

Seseorang membuat benda di dalam saku jasnya bergetar.

“Kyuhyun-ah.”

“Kau ada di mana? Kenapa tidak ke kantor hari ini?” Sebuah suara merdu memenuhi ruang dengar Sungmin. Membuat hatinya seketika terasa panas namun masih cukup menyenangkan.

“Pulang kampung.” Jawabnya lirih.

“Apa?” Entah hanya menegaskan atau memang tak mendengar. Suara Kyuhyun terdengar terkejut.

“Aku ada di Ilsan. Aku merindukan keluargaku, jadi pergi mengunjungi mereka.”

Lama tak ada respon. Hanya kebisuan yang mengudara.

“Kau baik-baik saja?” Akhirnya salah satu dari mereka memecah keheningan. “Aku khawatir.”

Sungmin tersenyum, yang memang tak akan pernah bisa dilihat lawan bicaranya saat ini di seberang telepon. “Hm. Jangan begitu. Aku tidak akan bunuh diri di sini. Kau masih tidak bisa membereskan kamar sendiri. Bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian?” dan kini diwarnai dengan lelucon getir.

“Tidak lucu. Aku boleh menyusulmu ke sana? Penyelidikan sedang tidak begitu aktif dan Siwon terus marah-marah karena tidak bisa menghubungi Zhoumi.” Kyuhyun mengadu dengan gayanya yang kata orang cukup menjengkelkan. Tapi untungnya tidak bagi seorang Lee Sungmin.

“Baiklah. Tapi jangan ke rumah. Tempat itu kosong dan sepertinya angker. Temui aku di Paradise.” Sungmin menyebutkan sebuah rumah inap sederhana yang biasa ia singgahi saat pulang ke kampung halamannya. Kyuhyun tahu tempat itu karena sebelumnya mereka pernah bersama-sama ke sana.

Kyuhyun hanya terkekeh pelan mendengar bagaimana kekasihnya menyebut bagaimana kondisi kediaman keluarganya. “Aku mungkin akan tiba nanti malam. Jangan menungguku untuk makan. Kau harus menjaga kesehatanmu.” Sebuah pesan manis mengakhiri pembicaraan dua anak adam yang kini sudah dirundung kerinduan walau hanya beberapa jam tidak melihat satu sama lain.

*Fire Blossom*

Eunhyuk terus saja mondar-mandir di depan apartemen Zhoumi. Mencoba peruntungan untuk bisa menemukan pemiliknya pulang dengan kondisi berantakan karena habis bercinta dengan siapapun di luar sana yang membuatnya tidak dapat dihubungi.

Setidaknya kemungkinan itu yang hanya bisa Eunhyuk pikirkan jika mengingat akan kemana Zhoumi saat terakhir kali melihatnya.

Namun jika seseorang pernah berkata bahwa membayangkan suatu kebohongan lebih menyenangkan dari pada kenyataan yang ada, dadanya kembali membuncah rasa cemas. Karena terakhir kali mereka bersama adalah saat dirinya dalam bahaya diikuti seseorang tak dikenal. Hingga pikiran-pikiran buruk menyela harapan baik dalam kepala pemuda itu.

Kibum menghubunginya.

“Hyung. Aku menemukannya. Datanglah ke rumah sakit di Shincon.”

“Apa yang terjadi? Kenapa di rumah sakit?” Sekejap pemikiran negatif tadi hampir berubah menjadi kenyataan.

“Datanglah dulu. Aku belum bisa menghubungi yang lain. Baru kau yang mengangkat telepon.”

Tidak ada lagi pembicaran tak penting. Eunhyuk langsung berlari menuruni tangga menuju tempat parkir. Melupakan dari lantai berapa ia turun dan tak peduli walau lift gedung masih berfungsi sangat baik.

;;;;;;

“Apa yang terjadi?”

Eunhyuk tak dapat menyembunyikan kecemasan ketika sampai pada bangsal rumah sakit. Di sana, di deretan banyak tempat tidur dan orang-orang terkulai lemah, ia menemukan Kibum berdiri di samping ranjang. Tak perlu di tanya siapa yang tengah tertidur—atau mungkin tak sadarkan diri di atas sana. Ia meringis ketika wajah dan tubuh penuh luka milik Zhoumi memenuhi pandangan.

“Mereka menemukannya tak sadarkan diri di jalanan. Sudah seperti ini. Penuh luka.” Kibum berujar pelan.

“Dirampok?”

Kibum hanya menggeleng. “Bahkan mobilnya masih bagus seperti biasa.”

Berusaha menghubungkan beberapa kejadian yang pada akahirnya membuat Zhoumi terluka membuat Eunhyuk merasa kepalanya akan pecah. Pria ini menyelamatkannya dua hari yang lalu. Tapi

justru tak bisa menjaga dirinya sendiri. Ia menggigit bibir untuk bertahan agar tidak menangis. Dalam hati, Eunhyuk sangat benci menjadi cengeng.

Duduk diam memandangi wajah seorang teman yang tergeletak lemah lebih buruk daripada merasa bosan. Walaupun Kibum sudah mengatakan laki-laki itu baik-baik saja, ia tetap saja tak bisa melihat banyak perban membungkus hampir sebagian besar tubuh Zhoumi.

Dua jam tak ada pergerakan, kini Zhoumi menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan sadar.

“Zhoumi—“

“Hyung—“

Eunhyuk dan Kibum berucap bersamaan.

Suara erangan cukup jelas terdengar hingga kesimpulan bahwa Zhoumi sadar pun bukan sekedar harapan lagi. “Kau baik-baik saja? Bagaimana perasaanmu?”

“Oh... di mana ini?” Zhoumi berujar serak.

“Rumah sakit Shincon. Zhoumi, apa yang terjadi padamu?” Eunhyuk seakan lupa jika orang yang baru saja pulih belum bisa diberikan pertanyaan bertubi-tubi.

“Dipukuli.” Zhoumi berusaha tersenyum walaupun sebetulnya di amat sangat kesakitan. Sudut bibirnya pecah.

“Siapa?”

“Entahlah.”

“Orang sama dengan yang saat itu mengikutiku?”

“Rasanya tidak. Mereka lebih banyak—“ setelah itu pembicaraan terputus karena Zhoumi kembali mengerang. Kali ini lebih besar. Ia sepertinya kesakitan. Tidak butuh waktu lama untuk membuat ruangan dipenuhi orang-orang berpakaian putih memegangi tubuh Zhoumi dan menyuntikkan obat penenang ke dalam tubuhnya.

Apa yang terjadi? Kumohon jangan lagi, Tuhan. Kumohon...

Eunhyuk diam dengan kedua matanya tak lepas memandangi kericuhan yang terjadi di salah satu sudut bangsal. Wajahnya sudah pias. Ia tahu apa yang terjadi pada Zhoumi, hanya saja masih terus berdoa semoga apa yang dipikirkan semuanya salah.

Jika Tuhan masih mengizinkannya untuk salah.

“Kibum-ah. Jangan beri tahu yang lain dulu.”

*Fire Blossom*

“Kau tau? Kita seperti anak nakal yang kabur dari rumah dan bercinta sepuasnya di jalan.”

Kyuhyun belum ingin melepaskan sapuan bibirnya pada ceruk leher Sungmin. Mereka tengah berada di ‘surga’. Benar. Benar. Surga.

“Berhenti, Kyuhyun. Aku ingin tidur.” Sungmin mendorong tubuh Kyuhyun pelan dari atas tubuhnya. “Lagi pula aku bukan kabur dari rumah. Dan di sini anak nakalnya itu hanya kau.” Lanjutnya sambil membenahi kancing piama yang sudah nyaris terlepas semua karena perbuatan sang kekasih.

Pemuda itu beringsut dalam diam. Pikirnya benar terlalu egois jika ia menginginkan Sungmin malam ini. mereka berada di Ilsan bukan untuk bersenang-senang. Kyuhyun bahkan sangat tahu jika kekasihnya butuh sendiri untuk menata hati setelah semua kenyatakan yang diutarakan Eunhyuk. Walaupun raganya marah saat seseorang menyalahkan Sungmin, namun hati kecil Kyuhyun masih sangat ingin siapapun yang berada di balik kematian ayahnya segera mengantarkan nyawa padanya.

“Maafkan aku. Tidurlah.” Kyuhyun mengusap punggung Sungmin yang saat ini terbaring membelakanginya. “Aku sama sekali tak keberatan jika tadi kau menolak untuk kujemput.” Ada nada kecewa dalam kalimat Kyuhyun.

“Tapi memangnya aku bisa menolakmu?”

Tak ayal jawaban Sungmin membuat Kyuhyun tersenyum. Ia mengumpat, mengapa bahagia terasa selalu mudah jika Sungmin yang ada di balik alasannya.

“Jangan marah, Kyuhyun. Sekarang peluk aku dan tidurlah. Kita harus kembali pagi-pagi sekali.”

*Fire Blossom*

Kyuhyun hanya dapat menahan napasnya saat Sungmin terlihat kalap dengan gas dan rem mobil yang tengah ia kendarai. Seperti rencana semula, mereka kembali ke Seoul pagi-pagi sekali. Bahkan terlalu pagi. Ada bonus pertengkaran mengenai siapa yang akan mengemudi menjadi penyemarak acara berbenah mereka. Dan Sungmin memenangkan semuanya. Mereka melakukan perjalanan pukul empat dini hari, dan mengemudi.

Saat itu Kyuhyun sangat ingin memukul Sungmin yang keras kepala.

“Oh, hyung. Bagaimana Zhoumi? Kalian sudah memindahkannya?” Kyuhyun menerima panggilan dari Shindong. Pria itu mengabari perkembangan.

“Operasi? Kalian yakin akan melakukannya?” kemudian diam lagi untuk mendengar jawaban. Kyuhyun dapat merasakan mobil melaju lebih kencang dari sebelumnya. Sebelah tangannya yang bebas mencengkeram sarung jok sebagai pegangan.

“Baik. Aku akan sampai sebelum waktunya. Ini sudah separuh perjalanan. Kabari aku terus, hyung.”

“...”

“Ya. Aku sudah memberi tahunya. Dia juga dalam perjalanan—kurasa.” Dari lirikan Kyuhyun, pria itu jelas ditanya apakah sudah memberitahu Sungmin. Semua orang tahu ia sangat dekat dengan Sungmin. Tapi akan jadi rahasia jika semalam mereka pergi bersama.

“Sungmin, hentikan mobilnya!”

Kendaraan tersebut berhenti mendadak. Beruntung jalanan terlalu sepi. Bukan karena Sungmin yang menuruti perkataan Kyuhyun. Pemuda itu hanya terlalu terkejut saat kekasihnya membentak. “Apa-apaan kau?!” suara Sungmin tak kalah meninggi.

Yang ditanya tidak menjawab. Pemuda itu justru keluar dari mobil dan hanya dalam beberapa detik dirinya sudah meminta Sungmin untuk membuka pintu di samping kemudi.

“Apa yang kau lakukan, Kyuhyun?” Sungmin masih memandang tajam.

“Kau tahu? Aku tak peduli jika hanya aku yang mati apabila pagi ini kita benar-benar mengalami kecelakaan. Tapi jika itu terjadi padamu, aku bersumpah tak akan memaafkan diriku sendiri seumur hidup.” Kyuhyun mengambil jeda untuk menarik napas. “Aku yang mengemudi!”

Perintah Kyuhyun mutlak. Ia bahkan menyeret Sungmin dengan tangannya sendiri untuk berpindah tempat. Walaupun kesal, kekasihnya itu hanya diam masih sambil menahan segala kecamuk yang mungkin akan meledak jika sedikit saja disulut.

Dan kebisuan kini hanya menjadi sisa perjalanan mereka. Kyuhyun mengemudi dengan apik walaupun spidometer masih menunjukkan kecepatan yang tinggi. Tapi kontrol dirinya bahkan membuat Sungmin yakin perjalanannya tidak seberbahaya tadi.

;;;;;

Para dokter harus ekstra hati-hati dalam operasi kali ini. Membongkar kepala seseorang yang tiga puluh menit sebelumnya mengalami pendarahan hebat bukan sebuah operasi yang mudah. Jika dilakukan tanpa izin, kegagalan hanya akan membawa mereka pada kasus mal praktek.

Eunhyuk sudah sangat paham apa yang terjadi pada Zhoumi saat pemuda jangkung itu menunjukkan tanda-tanda di awal. Erangan mengerikan saat itu mewarnai seisi bangsal tempat Zhoumi pertama kali mendapat perawatan. Lengan Zhoumi yang patah bahkan digerakkan hanya untuk memegangi kepalanya yang berdenyut sangat hebat. Pria itu bahkan hampir terbunuh hanya dengan rasa sakit.

Seseorang kembali menanam fire blossom. Dan mimpi buruk seakan kembali hadir di antara para anggota.

Jungsoo muncul di depan rumah sakit. Semua orang berdiri dan memberi hormat.

“Kau datang, Tuan?” Siwon mencoba memecah atmosfir ketegangan yang tiba-tiba saja terasa semakin mencekam.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” Setiap orang kini dapat merasakan aura tak bersahabat seorang pemimpin mereka di sini.

Siwon yang juga menyadari hal itu langsung mendekat, ia bicara pelan, “Hyung, kenapa bicara seperti itu? Kami di sini menunggu—“

“Kalian menjadikan momen ini untuk menghindar? Berkumpul seperti keluarga besar yang menunggu kelahiran cucu pertama? Manis sekali. Sekaligus menggelikan... jika kalian ingin tahu pendapatku.” Kalimat tadi benar-benar diucapkan dengan lantang dan sinis.

“Apa kau sadar dengan yang kau katakan tadi? Tuan?” Sungmin yang sedari tadi menyandar gugup di dinding dekat pintu ruang operasi menyahut tak kalah sinis.

“Ini mulutku. Dan aku sangat tahu apa yang sudah kuucapkan.” Jungsoo balas menatap tajam. Membuat Sungmin sedikit terkejut karena ini pertama kali—sejak beberapa tahun lalu—seorang Park Jungsoo membentak dirinya. “Aku sangat yakin, siapapun yang melakukan ini di luar sana sudah sangat jauh pergi dan merayakan keberhasilan. Sedang kalian di sini hanya menunjukkan sebuah drama.”

“Drama kau bilang? Kau pikir keadaan Zhoumi hanya sebuah pertunjukan film?” Sungmin masih membalas. Sekarang perdebatan mereka justru yang mirip sebuah drama.

“Berhenti jadi perwira jika kalian masih saja tidak bisa bersikap layaknya seorang prajurit.”

“Prajurit juga bukan orang yang tidak memiliki hati sepertimu!”

“Sungmin, hentikan.” Kyuhyun kini sibuk menahan tubuh Sungmin yang sudah akan maju. Mungkin jika dibiarkan, perkelahian bisa saja terjadi.

“Lupakan jika ingin berdebat denganku. Aku pimpinan di sini, dan kuperintahkan kalian untuk kembali ke markas dan temukan cara menangkap pelakunya!”

;;;;;

“Apa katamu?” Suara Siwon kembali terdengar memenuhi ruangan tim. Ia menatap Eunhyuk marah. “Kalian berdua mengalami serangan dan masih menyembunyikannya dari kami? Apa kau berniat mengulangi semua kebodohan yang pernah kau perbuat? Kau tahu? Informasi sekecil apapun bisa menjadi bermanfaat, juga bisa menjadi bahaya yang mengancam keselamatan anggota lain. Kenapa kau tidak pernah belajar dari kesalahan, Eunhyuk?”

‘Tersangka’ utama saat ini hanya bisa diam. Semua yang Siwon katakan benar. Kenapa ia masih saja selalu menyimpan semua dan berharap bisa menyelesaikannya sendiri?

“Sudahlah, Siwon. Sebaiknya kita mulai dengan memeriksa mobil Zhoumi. Kendaraannya sama seperti milikku yang dilengkapi dengan kamera. Kuharap dia tak lupa mengaktifkan saat aksi saling membuntuti itu terjadi. Kita bisa mencari setidaknya orang yang sudah mencoba menyakiti Eunhyuk. Dan jika beruntung, orang-orang yang memukuli dan memasang benda itu di kepala Zhoumi juga masih terekam jelas.

Tak lama semua orang berkutat pada layar raksasa yang ditampilkan Shindong. Seperti yang diharapkan, Zhoumi tak akan melawatkan momen tersebut. Ia merekam tanpa terkecuali. Satu jam dihabiskan untuk menyaksikan bagaimana Zhoumi membuntuti orang asing tersebut. Nomor polisi, merk, dan spesifikasi fisik kendaraan langsung tercatat. Sementara rekaman tersebut masih menampakkan hal yang sama, Kibum melacak kendaraan tersebut.

Sebuah hyundai hitam tahun dua ribu delapan. Pemilik plat berganti dari tahun ke tahun, dan sebagai pemilik terakhir sebuah nama asing muncul.

“Kim Young Pil. Pengusaha bar. Usia empat puluh delapan tahun. Mantan perwira di perbatasan. Pensiun dini karena mengalami cacat permanen akibat sebuah insiden penyelamatan dalam misi pasukan relawan di palestina. Membuka beberapa bar dengan izin legalitas dari departemen perdagangan.” Kibum mulai mendikte apa yang sudah ditemukannya. Tangannya mulai lihai memindahkan semua informasi penting ke dalam file NIS untuk dilakukan investigasi lanjutan oleh departemen resmi.

“Hidup yang hebat. Tak ada catatan kejahatan? Bisnis tempat hiburan sangat rentan dengan kriminalitas.” Sungmin mendekat komputer yang dipakai Kibum. Matanya ikut fokus membaca semua informasi yang ada.

“Tidak ada catatan seperti itu. Bisnisnya bersih. Ia tak pernah lupa untuk melaporkan diri sebagai peserta audit para pengusaha menengah.”

“Menurutmu bagaimana cara kita menyelidiki petugas audit?”

“Hanya lembaga resmi yang bisa melakukannya. Untuk hal ini kita harus menyerahkan semua pada NIS.”

“Hey kalian! lihat ini!” Shindong tiba-tiba berteriak. Rekaman yang ia putar tiba pada kejadian dimana Zhoumi menerima penganiayaan. Untuk sesaat semua orang menahan napas, sedikit kecewa karena ternyata pemukulan dilakukan di belakang mobil. Semua wajah luput dari kamera. Hanya bersisa suara teriakan-teriakan yang salah satunya adalah milik Zhoumi. “Bagaimana ini? Hanya ada suara.”

“Simpan saja.” Suara itu datang dari seseorang yang sejak awal hanya diam di sudut ruangan memperhatikan bagaimana anggota tim bekerja. “Kita bisa mencocokannya dengan calon tersangka.” Jungsoo terlihat berdiri. Ia berjalan menuju pintu ruangan. Dan tanpa kalimat lagi, punggungnya menghilang di balik benda persegi itu.

“Sudah lama aku tak melihatnya seperti itu.” Donghae yang sejak tadi asik berkutat dengan data-data penggelapan amunisi senjata yang belum selesai di Century langsung berujar pelan. Namun walaupun begitu, dengan suasana hening, semua orang dapat mendengarnya.

Eunhyuk tersenyum miring. “Dia tak pernah tersenyum atau marah padaku. Bahkan saat tahu aku sudah meniduri adiknya.”

“Yah! Tidak bisakah kau berhenti membahas hal itu? Kyuhyun akan memukulmu lagi.” Donghae memukul pelan lengan Eunhyuk yang saat itu memang duduk di sebelahnya. Lelaki itu bicara sambil berbisik.

Sementara di sana, Sungmin hanya diam. Dirinya tahu Eunhyuk tak akan pernah memaafkan adiknya, Sungjin. Bagaimanapun, satu-satunya yang harus bertanggung jawab akan apa yang telah terjadi pada adik seorang Park Jungsoo adalah Lee Sungjin. Sesaat pikirannya mulai tertuju pada Kyuhyun. Hal yang sama mungkin akan terjadi jika saja mereka tak sengaja membuat semua orang tahu. Rasanya cukup Jungsoo yang tahu akan hubungan tak normal dirinya dengan Kyuhyun.

Ya. Kalian tidak salah dengar. Park Jungsoo memang mengetahui semua tentang Sungmin. Tak terkecuali orientasinya dan bagaimana hubungannya dengan seorang Cho Kyuhyun. Itulah sebabnya anak itu terlibat. Sungmin tak akan bisa menolak jika hal itu menyangkut Kyuhyun.

Ayahnya memang benar. Memiliki hubungan khusus dengan rekan seprofesi untuk pekerjaan ini hanya akan menjadi ide yang buruk. Sungjin, Jung Ahn dan Eunhyuk sudah melanggar pesan itu, dan mereka hancur dengan penderitaan masing-masing. Bahkan menyeret banyak orang yang tidak bersalah.

Kini dirinya?

Tiba-tiba kepalanya terasa sakit. “Hyung, kau baik-baik saja?” Kibum yang terdekat saat itu paling cepat menyadari apa yang tengah terjadi pada Sungmin.

Dengan begitu, Kyuhyun yang berada tak jauh dan memang terus mengawasi, langsung saja mendekat. Tak ada kalimat tanya ‘apa kau baik-baik saja?’, tapi pemuda itu langsung menggiring Sungmin menuju sofa panjang. “Kau belum minum obatnya hari ini?”

Sungmin hanya menggeleng. Dia tahu obat penghilang rasa sakit sangat diperlukan pada jam-jam tertentu. Karena kini bukan hanya kepalanya saja yang berdenyut, punggungnya pun terasa terbakar.

“Kyuhyun-ah, ada apa?” Eunhyuk menghampiri mereka berdua.

“Dia lupa meminum obatnya.”

Eunhyuk terlihat terkejut, “Oh, pasti sakit sekali rasanya. Kau bawa? Cepat diminum. Aku tahu bagaimana rasanya.”

“Aku akan mengambilnya.”

Kyuhyun sudah hampir beranjak ketika Eunhyuk tiba-tiba berujar, “Kau tahu ada dimana?” dan sejenak baik yang ditanya maupun Sungmin langsung menahan napas.

Diam beberapa detik.

“Ada apa?” lagi-lagi Eunhyuk yang memecah semuanya.

“Sungmin. Dimana kau menaruhnya?” Kyuhyun hampir tersedak karena suaranya sendiri.

“Oh? Mmm... di dalam tas. Aku menaruhnya di dalam tas besar. Kau—kau bisa langsung menemukannya. Hanya ada satu di dalam mobil.” Terlihat sekali bagaimana Sungmin mengimbangi akting Kyuhyun. Mereka tak boleh ketahuan.

Tanpa melakukan banyak percakapan lagi, Kyuhyun langsung menghilang untuk mengambil obat Sungmin.

Sementara itu seseorang masih mencium sesuatu yang mencurigakan. “Aku tahu tak ada yang salah dengan dua pria yang sangat dekat. Tapi... kenapa rasanya saat melihat kalian berdua itu berbeda?”

Sungmin mencoba tertawa dengan pertanyaan Eunhyuk. Namun ia mati-matian menahan laju detak jantung yang mulai meningkat. “Aneh bagaimana? Kau ini... jangan berpikir yang tidak-tidak.”

“Hng~ apa maksudmu dengan berpikir yang tidak-tidak? Memangnya menurutmu apa yang sedang kupikirkan?”

Sungmin benar-benar terjebak dengan pertanyaan tadi. Dia emang seharusnya diam saja. “Eunhyuk-ah, apa aku boleh beristirahat sebentar? Kepala dan punggungku benar-benar sakit.” Akhirnya hanya itu alasan yang dapat Sungmin utarakan saat dirinya sudah mulai terdesak. Bicara bohong pada salah satu peserta calon anggota khusus FBI bukan ide yang baik. Dia hanya harus diam.

“Oh, maaf. Tentu saja. istirahatlah. Kuharap Kyuhyun tidak kesulitan mencari obatmu.”

Dan setelahnya Sungmin hanya bisa memejamkan mata sambil menunggu Kyuhyun kembali. Untuk pertama kalinya ia merasa bahwa pria itu sangat lambat. Mengambil obat saja lama sekali.

*Fire Blossom*

“Tak bisakah kita melakukan double investigasi? Bukan bermaksud meremahkan tim dari departemen kriminal. Hanya saja... akan lebih puas jika aku bisa mengorek informasi itu sendiri.” Siwon datang dengan setumpuk laporan pemeriksaan yang akan dilakukan oleh petugas NIS secara resmi. Karena sejauh apapun penyelidikan dan informasi yang didapat, eksekusi pemeriksaan terhadap warga sipil hanya boleh dilakukan dengan perintah resmi. Sedang tim mereka dibuat dalam sebuah misi rahasia. Tak ada yang boleh melakukan investigasi langsung jika sudah berhubungan dengan calon tersangka. Operasi yang dilakukan selama ini jelas ilegal.

Jungsoo menyesap kopinya sedikit. Lingkaran hitam di sekitar matanya mulai terlihat jelas. Pria itu memang belum tidur. Atau mungkin... tak pernah tidur.

“Hyung, kau terlihat pucat.” Siwon dengan cepat mengalihkan topiknya sendiri.

“Apa kau pernah melihatku berseri?” Jungsoo menjawab sarkatis.

“Tidak. Itu sebabnya aku kasihan padamu.”

“Bagaimana keadaan Zhoumi?” tema pembicaraan kembali beralih.

“Setengah jam lalu pihak rumah sakit menghubungi. Benda itu sudah dikeluarkan dari kepalanya. Namun Zhoumi masih belum lepas dari masa kritis. Aku tak bisa menahan yang lain untuk pergi ke sana.” Siwon kini membagi-bagi beberapa dokumen untuk diserahkan pada masing-masing departemen.

“Semuanya?”

Siwon menatap sendu wajah datar Jungsoo. “Jangan seperti itu. Mereka sangat khawatir pada Zhoumi. Jadi biarkan saja. Lagipula pemeriksaan data sudah lengkap. Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan sampai menunggu hasil investigasi resmi.”

“Siwon-ah. Ayo kita keluar untuk minum. Sudah lama kita tak melakukannya.”

“Tidak!” Siwon menjawab cepat. “Terakhir kali kita mabuk, aku hampir tidur denganmu. Kau ingin membuatku berubah ‘haluan’? Bercandamu sangat tidak lucu. Aku tak ingin kau melakukannya lagi padaku.”

Jungso terkekeh pelan, “Aku tak tahu jika membuatmu horni lebih mudah daripada mengajak wanita penghibur bercinta. Kau tidak sekuat yang terlihat.”

“Aku bilang tidak lucu, hyung. Untuk itu aku tak akan pernah minum denganmu, apalagi sampai mabuk. Kau benar-benar berbahaya. Dari mana kau mempelajari semua itu? Apa kau gay?” Siwon terlihat kesal.

“Jangan asal bicara. Aku ini pria yang sudah menikah.”

“Tetap saja aku takut padamu.”

Jungsoo tertawa melihat ekspresi wajah Siwon yang benar memang ketakutan. Walaupun mereka sangat dekat, Siwon sangat takut jika mengingat kebiasaan Jungsoo yang satu itu. Menikah dengan wanita Amerika sedikit banyak mengubah gaya hidup dan pandangannya soal orientasi seksual.

“Baiklah. Apa lagi yang kalian dapatkan?” Akhirnya mereka kembali pada topik pembicaraan serius.

“Donghae sudah mengolah semua hasil investigasi di Century. Dia sudah mengumpulkan nama-nama pekerja berkebangsaan Cina yang paling mungkin sangat berhubungan dengan pelaku penyerangan kasus tiga tahun silam. Jika kita bisa melakukan pemeriksaan CT-scan terhadap kepala mereka, kita bisa menemukan ‘korban’ yang masih hidup.”

“Ah~ aku baru ingat jika delapan korban itu akhirnya diketahui adalah warga keturunan Cina. Jadi itu sebabnya penyelidikan ini mengerucut?”

“Ya. Keturunan Cina yang entah bagaimana caranya bisa terdaftar sebagai warga negara Korea. Dan yang paling ingin aku tahu saat ini adalah identitas si pemilik mobil yang menguntit Eunhyuk. Kurasa saat ini kita memang butuh saksi yang benar-benar bisa bertahan hidup. Menyelidiki orang-orang ini tidak boleh sembarangan. Pengikat di leher mereka masih terpasang dengan baik. Sang ‘majikan’ bisa kapan saja melenyapkan anjing-anjing yang sudah tidak berguna.”

Jungsoo terlihat berpikir sejenak. Kemudian menatap Siwon tajam. “Kalau begitu... jangan serahkan nama-nama itu pada NIS. Kita akan melakukan investigasi sendiri.”

“Apa maksudmu? Kita akan melakukan operasi ilegal lagi?”

“Bersiaplah. Choi Siwon. Perlakukan para calon tersangka dengan baik. Jangan sampai mereka merasa terancam.”

Siwon tahu apa itu. Tanpa pikir panjang ia langsung mengangguk meng-iya-kan. “Aku sudah lama ingin merasakan bagaimana menjadi seorang penculik.”

*Fire Blossom*

Zhoumi akhirnya lepas dari masa kritis. Saat ini dirinya tengah dalam ruang perawatan intensif. Mengeluarkan dengan segera apapun yang ditanam di kepalanya adalah keputusan tepat. Hanya saja, masalahnya sekarang adalah pihak rumah sakit membuat keributan dengan memaksa sebuah penjelesan mengenai peluru ‘aneh’ yang sudah dikeluarkan dari dalam kepala salah satu pasien mereka.

“Aku sudah tidak punya jawaban lagi untuk tuntutan mereka. Haruskah kita beritahu saja semua?” Shindong melepas mantel dan melemparnya ke sembarang arah. Dasi yang melingkar bahkan sudah sejak tadi mengendur dan menggantung tak beraturan. Sama sekali bukan gayanya memakai setelan.

“Tapi kau tadi hebat, hyung. Rasanya jika berada di posisi mereka, aku juga akan kesal. Yang tadi itu apa? Menutup rumah sakit?” Donghae tertawa pelan, “Kuharap kita memang memiliki kemampuan untuk melakukan itu semua. Tidak kooperatif terhadap penyelidikan kepolisian. Aku sangat suka alasanmu itu. Kurasa mereka akan meninjau ulang pelaporannya. Dan untuk sementara tidak akan mengganggu pekerjaan kita.

Namun ada seseorang yang justru menghela napas panjang, “Aku hanya khawatir pada Zhoumi. Masa pemulihan pasien untuk cidera otak membutuhkan waktu yang lama, dan aku tidak yakin dia akan sembuh total. Jika sudah mengancam seperti ini, akan sulit mengusahakan perawatan yang khusus bagi Zhoumi dari pihak rumah sakit.”

“Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Kenapa kalian bisa diikuti orang asing?” Kyuhyun yang sedari tadi diam akhirnya tak tahan untuk bertanya.

“Hanya aku yang diikuti pada awalnya. Tapi Zhoumi menyadari itu dan pergi membantuku. Awalnya kupikir semua akan baik-baik saja, karena yakin orang itu hanya sendiri. Tapi nyatanya aku salah, seharusnya aku juga memastikan Zhoumi baik-baik saja.”

“Ada yang ingin memasang bom waktu di kepalamu. Ini sudah sangat mengerikan. Kita tak tahu siapa sasaran selanjutnya.” Shindong bergidik ngeri.

“Kyuhyun, kau jaga baik-baik Sungmin. Satu-satunya nggota yang masih dalam keadaan lemah adalah dia. Lukanya pasti masih belum sembuh benar.” Eunhyuk tiba-tiba bicara tanpa alasan jelas. Membuat semua orang, tak terkecuali Sungmin dan Kyuhyun langsung bungkam. Tentu saja aksi diam dua orang itu berbeda dari yang lain.

“Kenapa harus aku?” Kyuhyun refleks berpura-pura tak mengerti.

“Eunhyuk-ah, kenapa kau mengatakan itu pada Kyuhyun?” Sungmin ikut menimpali.

Eunhyuk mengendikkan bahu, “Entahlah, ingin saja bicara seperti itu.”

“A-aku baik-baik saja. Khawatirkan diri kalian sendiri. Kyuhyun, kau juga.”

“Ada apa denganku?” Kyuhyun protes. Namun langsung diam saat Sungmin memelototinya. “Ne.”

;;;;;

“Apa menurutmu Eunhyuk mulai curiga pada kita?” Sungmin masih terlihat gusar di sebelah seseorang yang saat ini mengemudi terlalu tenang. Kyuhyun diam semenjak tarikan gas pertama mereka.

“...”

“Bagaimana ini? Kyuhyun-ah, katakan sesuatu. Jangan diam saja!”

“...”

“Yah, Cho Kyuhyun!”

Tiba-tiba manuver tajam membuat mobil itu menepi dengan gaya yang cukup berbahaya. Beberapa kendaraan di belakang mereka membunyikan klakson secara membabi buta karena jengkel.

“Kau gila?! Bagaimana jika terjadi kecelakaan lalu lintas?” Sungmin memegangi dadanya yang kini berdegup sangat cepat.

“Jika hal itu terjadi, kau penyebabnya, Sungmin.” Kyuhyun tak kalah terkejut. Aksinya yang medadak juga membuatnya secara refleks berteriak. “Issshhh... si monyet itu benar-benar—“ ia mengumpat sambil membenturkan kepalanya di atas kemudi.

“K-Kyuhyun... hentikan. Kalau geger otak bagimana?”

“Sepertinya sudah. Kepalaku sakit memikirkan kejadian di markas tadi, dan kau masih saja membahasnya saat aku mengemudi. Jika memang tadi terjadi kecelakaan, kau adalah tersangka utama!”

“Lalu aku harus bagaimana? Eunhyuk sudah membuatku tidak konsentrasi seharian ini.”

“Donghae dan Kibum bahkan terus memandangiku saat memeriksa dokumen tadi. Mereka juga curiga. Kenapa kau tidak mengatakan suatu kebohongan saja? Kenapa justru bicara gugup dan memberikan pernyataan-pernyataan yang justru membuat mereka makin penasaran?” Kyuhyun mulai frustasi. Interior kendaraan mulai kesulitan meredam suaranya yang besar.

“Kenapa kau jadi marah padaku?”

“Karena kau bodoh!”

Sungmin diam saat mendengar kaliamat terakhir Kyuhyun. Dia paling benci dibilang bodoh. Sekalipun Kyuhyun yang mengatakannya. “Aku membencimu, Kyuhyun.” Putusnya.

Butuh beberapa detik untuk Kyuhyun dapat menguasi dirinya sendiri. Setalah itu kabel-kabel otaknya bagai tersambung lagi dengan benar, dan saat itu terjadi, ia baru sadar bahwa perkataannya sudah keterlaluan. “S-Sungmin... aku tidak bermaksud—“ pria itu tak berani melanjutkan. Aura tak baik sudah terlanjur menguar. Kyuhyun bersumpah bisa merasakannya.

Sungmin hampir tak pernah merajuk, namun perasaannya yang sensitif akan membuatnya sulit untuk minta maaf. Dan tadi ia sudah mengatakan hal yang paling tidak Sungmin sukai. Kesalahan cukup besar.

;;;;;

Kyuhyun sudah satu jam berdiri di luar. Sungmin tak mengizinkannya masuk semenjak mereka sampai. Pemuda itu menutup pintu tepat di hadapan Kyuhyun. Memanfaatkan kode rumah untuk masuk pun percuma karena Sungmin pasti sudah mengunci manual dari dalam.

“Sungmin~ maafkan aku.” Ujarnya pelan. Ia tak cukup bodoh untuk membuat keributan konyol yang akan membangunkan seluruh penghuni apartemen di lantai itu.

Sungmin tentu saja tak bisa mendengarnya, jadi Kyuhyun hanya membunyikan bel berkali-kali beharap kekasihnya benar-benar terganggu dan akhirnya mau membuka pintu. Ia tak berani berharap Sungmin mau langsung memaafkannya. Untuk saat ini, masuk ke dalam rumah sudah cukup. Masalah bagaimana cara membuat Sungmin tidak marah lagi, Kyuhyun sudah sangat hapal. Pikirnya merajuk bukan hal yang akan bertahan lama untuk Lee Sungmin, dia masih seorang laki-laki dan memiliki gengsi tinggi untuk bersikap terlalu manja.

Hanya saja... ia mulai kedinginan di luar sini.

Sebuah ide terlintas. Kyuyhyun mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu.

Satu menit...

Dua menit...

Lima menit...

Pintu terbuka dari dalam. Menampakkan wajah Sungmin yang masih seperti satu jam lalu.

“Aku tidak bodoh, Kyuhyun.” Ujarnya lirih.

“Iya... iya... kau tidak bodoh. Aku yang bodoh. Maafkan aku.” Kyuhyun membawa tubuh Sungmin dalam dekapannya. Ia tak percaya pria ini adalah salah satu perwira terbaik di NIS. Bagaimana bisa memiliki perasaan yang begitu sensitif.

“Kau tahu? Di luar itu dingin.” Kyuhyun mengusap kepala Sungmin dengan sayang. “Yang tadi itu aku hanya sedang panik, dan kau sama sekali tak membantu. Bertindak tanpa rencana sama sekali bukan gayaku, sangat tidak nyaman. Saat itu kau harusnya menjadi Sungmin yang tenang seperti biasa.”

Sungmin merengkuh pinggang Kyuhyun yang rasanya semakin bertambah besar. Sepertinya pria itu menurut saat dirinya meminta untuk lebih rajin mengunjungi pusat kebugaran. “Tidakkah kau merasa konyol? Kenapa kita harus bertengkar hanya karena permasalahan seperti ini? Kita bukan pasangan normal, dan tidak seharusnya bersikap bodoh karena hal-hal itu.”

Keduanya tekekeh. Menertawakan diri masing-masing.

“Tapi cinta dimanapun sama. Sudah naluri setiap pasangan untuk meributkan hal-hal kecil.”

“Apa semua akan terasa menyenangkan jika aku adalah seorang wanita, Kyuhyun?”

Kyuhyun mengetuk kening Sungmin. “Kau ini! Tidak ingin dikatakan bodoh. Tapi kenapa bicara seperti seorang idiot?”

Sungmin tersenyum, “Haaah~ Cho Kyuhyun... sudah berapa kali aku mengatakan bahwa aku mencintaimu??”

“I Love you too, Sungmin.”

*Fire Blossom*

“Jadi... apa kita saat ini sedang berperan sebagai orang jahat?” Kibum menampakkan senyum miringnya. Agaknya misi penculikan adalah permainan baru yang membuatnya sangat bersemangat untuk terjun langsung.

“Kenapa kalian mengajakku dan Sungmin?” Eunhyuk melancarkan protesnya. Mereka tak seharusnya berada di lapangan lagi. Laboratorium memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Dan menculik satu orang tidak butuh masa sebanyak ini.

“Kau tidak ingin terlibat di lapangan lagi?” Donghae bicara sinis.

“Tidak. Aku tidak ingin tertembak.”

“Aku baru kali ini melihat mantan anggota khusus FBI tidak mau tertembak.” Kyuhyun menyindir dengan gayanya yang khas. Siapapun akan kesal mendengarnya.

“Kau ini—“ Eunhyuk menunjuk wajah Kyuhyun, “Aku juga sedang memikirkan Sungmin hyung. Dia masih belum sembuh benar. Kenapa kau justru bicara begitu padaku? Benar-benar tidak tahu terima kasih. Dan satu lagi... aku belum pernah diresmikan bergabung di FBI.”

“Eunhyuk-ah, kenapa kau selalu menghubungkan perihal Sungmin dengan Kyuhyun? Apa mereka berdua berkencan?” Shindong kembali menangkap situasi yang ambigu dari pernyataan Eunhyuk.

Lagi-lagi dua orang di dalam sana berusaha mati-matian mempertahankan ekspresi wajah mereka.

Eunhyuk menyikut lengan Shindong, “Kenapa serius sekali. Aku hanya sedang bosan.” Ungkapnya dengan nada malas.

Penculikan terhadap Kim Young Pil dilakukan benar-benar tanpa perlawanan. Pria itu dengan mudahnya masuk perangkap dan pingsan begitu saja ketika Donghae menembakkan peluru bius di punggungnya. Tindakan yang terpaksa dilakukan untuk menghindari kepanikan dan membuatnya berakhir sama seperti saksi-saksi lain. Jika memang orang itu adalah salah satu dari mereka yang menjadi dalang di balik semua kejadian.

Park Jungsoo sendiri yang memerintahkan. Misi ini tentu saja ilegal. Jika tidak sesuai rencana dan ada sedikit saja kesalahan, korban dapat melaporkan semua orang.

;;;;;

“Bagaimana perasaan Anda, Tuan?”

“Di mana aku?”

“Rumah sakit.”

Skenario yang cukup berbahaya. Membuat seseorang berada dalam delusi di mana ia tengah berada di tempat yang sebenarnya bukan seperti kelihatannya.

“Apa yang terjadi padaku?”

“Anda tiba-tiba tak sadarkan diri di tengah jalan. Dan beberapa orang membawamu kemari. Bisa tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?”

Satu serangan. Korban diminta menceritakan kejadian yang sebenarnya memang tak pernah terjadi.

Kim Young Pil terlihat bingung. “Aku tidak tahu. Aku hanya baru pulang dari tempat bekerja. Dan... tiba-tiba berada di sini.”

“Anda yakin?”

“Ya. Dan siapa kau?” pria itu mulai tidak nyaman dengan keadaan dan tatapan dari seseorang yang bersamanya.

“Aku? Anda akan segera tahu jika bersedia bekerja sama.”

“Bekerja... sama? Apa maksudmu? Apa kau orang suruhan dari pengusaha kompetitor? Jangan kalian pikir bisa memanfaatkan kondisiku saat ini. Aku bisa melaporkan kalian pada polisi!”

Seseorang di sana tertawa pelan, namun cukup mengintimidasi. Tangannya bergerak mengeluarkan sesuatu dari balik jas hitam, kemudian menunjukkan sebuah lencana tepat di depan wajah Young Pil. “Aku Park Jungsoo, dari departemen kriminal NIS. Anda sudah menjadi tersangka dalam kasus pemukulan seorang petugas kami.” Jungsoo mengeluarkan lembaran berisi foto hasil rekaman kamera saat kejadian penguntit yang dialami Eunhyuk dan Zhoumi. “Masih ingin melapor pada kepolisian? Kami bahkan punya wewenang untuk memerintah mereka.”

Wajah Young Pil terlihat pucat. Keringat dingin mulai mengucur karena gugup.

“Tuan Kim Young Pil, jangan terlalu tegang. Anda sangat tahu jika benda dalam kepala Anda tidak akan tahan dengan kondisi panas tubuh. Jadi tenanglah, jika tidak ingin berakhir seperti rekan-rekan Anda di luar sana.”

“Ap-apa yang kalian inginkan dariku?”

“Bukankah sudah kukatakan. Bekerja samalah dengan kami. Kau bisa membayar kejahatanmu dengan informasi yang kami perlukan.”

“Kapsul. Bagaimana kau bisa tahu kapsul yang ada di dalam kepalaku?”

Sekali lagi Jungsoo terkekeh. “Anda sangat ingin tahu?” ia melakukan semua penekanan dalam tiap kata. “Benda itu... adalah milikku. Tapi kalian mencurinya. Orang tidak mungkin tak mengenali kepunyaannya, bukan begitu?”

“Kau... kau orang itu. Kau yang selalu menjadi alasan kami harus selalu melarikan diri. Kau—“

“Pintar. Anda sangat cepat mengenali orang.”

“Tidak... kumohon... jangan lakuakan apapun lagi padaku. Aku sudah cukup ketakuan membayangkan apa yang akan terjadi sewaktu-waktu jika benda ini terus berada di kepala.”

“Tuan... waktu kematian hanya Anda yang menentukan. Aku hanya bisa memberikan saran apa yang bisa dan tidak boleh kau lakukan. Maka kau akan hidup lebih lama.” Jungsoo seperti sangat menikmati bagaimana tubuh orang di hadapannya bergetar hebat karena takut.

“Selamatkan aku... aku akan memberikan apa saja.”

“Benar. Memang seperti itu seharusnya. Anda akan menjadi perantara kami yang baik. Tidak ada pengkhianatan. Karena jika itu terjadi. Kematian akan menyapamu lebih cepat.”

;;;;;

Pagutan mereka seperti tak akan bisa terlepas begitu saja. Dua tubuh itu sudah sangat berkeringat dan entah cairan apa lagi yang bercampur di dalamnya. Mereka sudah sangat kelelahan, namun tak mampu menghentikan segala gairah yang terus muncul walaupun banyak noda yang ditorehkan.

“Aku tidak bisa berhenti, Sungmin.” Kyuhyun tak mampu lagi menyembunyikan deru napasnya yang memburu. Sungmin begitu membuatnya gila.

“Haahh~ kalau begitu jangan.” Rasa sakit itu sudah tak lagi mengganggu. Semuanya melebur dengan setiap bayaran puncak kenikmatan.

Tapi...

“Eughh!!”

“Kyuhyun. Ada apa?” Sungmin terpaksa mengumpulkan semua kesadaran saat mendengar erangan dari pasangannya. “

Dengan satu gerakan cepat dan kasar Kyuhyun mendorong tubuh mereka yang masih menyatu. Tubuh bagian bawah Sungmin serasa terbakar dengan perlakuan itu. Namun apa yang dilihatnya kemudian tak ayal membuat dirinya melupakan rasa sakit. Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Kyuhyun menggeliat hebat dan mengeluarkan darah dari hidungnya. Pria itu terus berguling sambil memegangi kepalanya dengan kuat.

“Kyuhyun! Ada apa?!” Sungmin kalap. Ia sama sekali tidak punya petunjuk dengan kondisi Kyuhyun saat ini.

“Matikan... matikan pemanasnya. Kumohon.... AAAAAARRRRGGGGG!!!”

*Fire Blossom*

USA, 2005

“Kau benar-benar membuat kami tercengang, Park. Ini senjata yang benar-benar hebat. Dari mana kau mendapatkan ide semacam ini?”

Senyuman tak pernah lepas dari bibir seorang Park Jungsoo. Berbagai ucapan selamat terus menghujaninya hingga lesung pipi itu tak pernah pudar dari wajah manisnya. Sebuah prestasi sudah ditorehkan. Laboratorium CIA menjadi gempar siang itu dengan penemuan seorang pemuda Asia Timur yang mungkin akan berpengaruh besar terhadap kemajuan tekhnologi dunia.

Sebuah senjata. Yang bahkan lebih berbahaya dari radiasi nuklir. Tidak akan ada yang menyangka semua itu bisa tercipta dari tangan anak perantau negeri ginseng.

Tapi...

Hanya selang satu hari dimana hak cipta akan jatuh ke tangannya, semua bagai mimpi buruk.

“Kau sangat tahu konstitusi tidak pernah mengizinkanmu melanjutkan penelitian. Hanya dukungan orang dalam CIA yang membawamu hingga akhirnya mendapatkan izin penggunaan laboratorium. Senjata ini jelas berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah. Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan bahwa produkmu harus dikarantina. Bahkan penggunaan mind-kontrol dapat menjadi pemicu tragedi kemanusiaan.”

“Anda tidak bisa melakukan ini padaku, Tuan. Aku sudah menunggu hari dimana pengakuan itu benar-benar terjadi. Ini hanya berselang satu hari sebelum seminar yang akan kugelar, dan kalian membatalkannya secara sepihak? Aku tidak bisa menerimanya.”

“Fire blossom bukan sebuah kebanggaan. Dan kita tidak dalam masa perang dengan negara manapun. Bagaimana bisa kami membiarkan produk ini digunakan oleh para anggota? Ingatlah posisimu di sini, Park. Kau hanya disebut sebagai anggota ‘magang’. Kami memberimu kesempatan mempelajari semua hal yang ada di sini. Bukan memintamu merubah dunia.”

“Kalian meremehkanku.”

“Terserah apa pendapatmu. Yang jelas kau dilarang membawa sedikit saja dokumen penelitian ini. produkmu kami karantina, dan otomatis kau di non-aktif-kan dari divisi. Tapi... kami tak akan membiarkanmu pulang dengan tangan kosong. Kau mengantongi sertifikat ‘magang’ dengan nilai yang memuaskan. Korea Selatan akan bangga padamu.”

‘Kalian tahu? Benda itu milikku. Dan sampai kapanpun akan tetap menjadi milikku. Dimanapun, dan dalam bentuk apapaun. Jika saat itu tiba, aku akan mengenalinya dengan mudah.’

*Fire Blossom*

“Sungmin-ah. Apa yang membawamu kemari?” Jungsoo langsung melemparkan senyum terbaiknya saat Sungmin memasuki ruangan. Bahkan kali ini tanpa diminta.

“Sampai kapan kau akan menyembunyikan semua ini?” Tanpa basa-basi Sungmin melempar beberapa kertas di atas meja. “Siapa kau sebenarnya?! Aku sudah lama bekerja denganmu, tapi mengapa rasanya kau begitu asing?”

“Sungmin-ah. Duduk dan tenanglah. Kita bisa bicara baik-baik. Aku sama sekali tak mengerti maksud perkataanmu tadi.”

“Beri saja satu alasan mengapa kau menginginkan kami yang menyelesaikan kasus ini.”

“Aku punya lebih dari satu.”

“Satu saja. satu saja alasan yang paling menjelaskan mengapa Kyuhyun juga memiliki Fire Blossom di kepalanya.”

To be continued...

Aku tak tahu apa yang harus kulakuan. Semuanya menjadi serba salah. Semua keyakinan yang telah kubangun dengan susah payah, semua kepercayaan yang menjadi petunjuk tentang apa yang harus kulakukan atau tidak kulakukan, dan cinta yang telah tumbuh.

Melihat semua kenyataan yang hadir satu persatu, terus saja menampar dengan keras wajah ini. Apa kami bersalah? Apa aku memang bersalah. Ayah... ibu... Sungjin-ah... mengapa waktu itu kalian tidak membawaku ikut serta? Mengapa kalian membuatku menjalani hidup dengan semua dosa yang telah kalian lakukan? Tak bisakah kalian cepat menjemputku? Aku sangat merindukan kalian... sangat merindukan kalian....

“Kami tidak bisa menjamin setelah ini Tuan Zhoumi akan hidup layaknya manusia normal lain. Tubuhnya mungkin akan baik-baik saja, tapi tidak dengan perilakunya setelah ini.”

Kyuhyun-ah... apa yang harus aku lakukan untukmu?

Fire Blossom...

Chapt 8 “Creature Sin” (be far from the light)

“Apa sudah baikan?”

Kyuhyun mengangguk. Senyum terpaksa terukir bersama bibirnya yang hampir pucat.

“Aku sudah berkali-kali mengingatkan kau untuk beristirahat selagi ada kesempatan. Lihatlah sekarang, kepalamu memberontak. Kau jarang sekali mimisan, dan itu artinya hanya satu, kau butuh sekali tidur. Mulai sekarang tidak ada lagi bercinta di sela-sela waktu istirahat kita.” Sungmin membereskan semua kasa dengan noda darah. Beranjak mengumpulkan satu persatu kain dan selimut yang terkena noda cairan merah dari Kyuhyun. “Haah~ besok aku harus mampir untuk me-laundry semua ini.” ujarnya dengan wajah kesal yang dibuat-buat.

“Maafkan aku...”

“Tak apa. Lagipula aku yakin kau lupa kapan terakhir kali mencuci semua ini. Rasanya memang sudah harus diganti. Sedikit berbenah akan membuat kamarmu nyaman.” Sungmin mengusap kepala Kyuhyun dengan kasar. “Kau—ingat! Aku akan mengurangi jatah bercinta karena ini. Dasar anak nakal!”

Apa yang harus kulakukan padamu, Kyuhyun?

Kedua tangan itu sibuk menyiapkan sesuatu di dapur, namun tidak dengan pikirannya. Sejak tadi kepala Sungmin hanya sibuk ‘memunguti’ setiap potongan-potongan kejadian yang mungkin bisa membuatnya sampai pada suatu petunjuk besar tentang siapa yang memulai dan bagaimana semua ini bisa terjadi.

Kematian kedua orang tuanya, ayah Kyuhyun, Jung Ahn, Sungjin, penyelidik rahasia, dan... Park Jungsoo. Kepalanya berdenyut seperti akan pecah. Ia berpikir apakah sudah saatnya bergerak sendiri. Ataukah semua masih bisa salah? Sungmin tidak bisa lagi meyakini semua dalam satu kali penyimpulan. Ia tidak bisa lagi mengandalkan intuisinya, dia harus memulai penyelidikan... sendiri.

*Fire Blossom*

“Sungmin-ah. Apa yang membawamu kemari?” Jungsoo langsung melemparkan senyum terbaiknya saat Sungmin memasuki ruangan. Bahkan kali ini tanpa diminta.

“Sampai kapan kau akan menyembunyikan semua ini?” Tanpa basa-basi Sungmin melempar beberapa kertas di atas meja. “Siapa kau sebenarnya?! Aku sudah lama bekerja denganmu, tapi mengapa rasanya kau begitu asing?”

“Sungmin-ah. Duduk dan tenanglah. Kita bisa bicara baik-baik. Aku sama sekali tak mengerti maksud perkataanmu tadi.”

“Beri saja satu alasan mengapa kau menginginkan kami yang menyelesaikan kasus ini.”

“Aku punya lebih dari satu.”

“Satu saja. satu saja alasan yang paling menjelaskan mengapa Kyuhyun juga memiliki Fire Blossom di kepalanya.”

“....”

“Kenapa diam saja? Apa kau penasaran darimana aku bisa mengetahuinya? Apa kau terkejut karena akhirnya aku mengetahui alasan kau membawa Kyuhyun dalam kasus ini... kemudian menyeretku juga... kau takut? Kau—“

“Lee Sungmin—“ Jungsoo menggenggam cangkir kuat-kuat. “—apa yang baru saja kau katakan?”

Sungmin diam menatap Jungsoo. Jantungnya seakan ingin meledak. Ingin sekali menumpahkan segala amarahnya.

“Kau—apa kau baru saja menuduhku sebagai dalang dari semua kejadian ini? Begitukah?”

Sungmin menarik napas dalam-dalam. “Ya. Aku menuduhmu, Tuan Park Jungsoo. Sekarang kau adalah tersangka di hadapanku.” Seperti apa yang Jungsoo lakukan, pemuda itu mengepalkan tangan kuat mencengkram udara.

Hening yang teramat lama. Baik Sungmin ataupun Jungsoo tak tahu isi kepala lawan bicara. Ketimbang menahan segala emosi yang bisa setiap saat tumpah, mereka terlihat lebih frustasi karena tak tahu akan ada rencana apa yang menimpa. Baik dari Sungmin, ataupun dari seorang Park Jungsoo.

Sungmin tak tahu perasaan apa yang kemudian muncul tatkala melihat Jungsoo tersenyum. “Benarkah? Jadi... aku menjadi tersangka di matamu?”

“Ya.”

Jungsoo terkekeh pelan. Namun Sungmin melihat hal itu bukan suatu kemenangan. Ia benci mengakuinya, ketimbang puas, tawa itu lebih terdengar menyakitkan. Seperti suara tangisan pilu dengan cara yang berbeda.

Jungsoo berdiri dari tempatnya duduk. Beranjak mengenakan jas hitam legam yang sedari tadi menggantung menjadi saksi akan perdebatan absurd di dalam ruangan. “Kalau begitu... berjuanglah. Aku yakin sekarang kau membutuhkan bukti-bukti untuk membawaku menjadi tersangka di mata hukum.”

Jungsoo berjalan mendekati sungmin sebelum benar-benar keluar ruangan. Kemudian mengatakan sesuatu dengan berbisik. Seakan di dalam ruangan tempat mereka berada akan ada yang mendengarnya, “Dan sampai saat itu tiba, aku akan tetap jadi anggota tim ini. Aku tetap memiliki kuasa untuk memerintahmu... memerintahkan kalian semua.”

Sebuah tepukan hangat pada bahu Sungmin mengiringi kepergian Jungsoo dan menghilang dari balik pintu.

Seolah beban berat ratusan kilo baru saja Sungmin bawa. Tubuhnya merosot ke lantai bagai kehilangan semua kekuatannya.

Persetan dengan kasus ini. yang Sungmin inginkan adalah mencegah dirinya untuk tidak kehilangan lagi. Ia akan menjaga semua miliknya. Tak terkecuali.

;;;;;

Eunhyuk hampir gagal menyembunyikan air matanya saat melihat keadaan Zhoumi. Apa yang sudah ia lakukan saat ini, walaupun sudah membawa semua orang-orang yang disayangi kembali pada orang itu, dirinya tetap tak sanggup untuk berhenti menyalahkan diri sendiri.

Operasi yang dilakukan pada Zhoumi bukan tidak menimbulkan efek apapun. Walau benda itu sudah tak akan lagi membahayakan nyawanya, namun kepala itu kini sudah kehilangan kemampuan untuk mengkordinasikan dengan anggota tubuh yang lain. Zhoumi lebih terlihat seperti penderita ataxia. Bedanya, jika penyakit itu akan membuat penderitanya berakhir pada kematian, Zhoumi justru akan terlihat seperti itu selama sisa hidupnya.

Tak bisa melakukan apapun, bahkan walau sekedar mengedipkan mata. Jika ada manusia yang seperti itu, untuk apa dia hidup? Kenyataan itu membuatnya marah.

Tapi...

Saat ini seseorang di hadapannya bahkan lebih membuat dia ingin sekali berteriak marah.

“Kau begitu senang saat aku memberi tahu bisa bertemu lagi dengan suamimu. Kenapa sekarang justru seperti ini? kau benar-benar membuatku tidak mengerti.” Eunhyuk berusaha keras untuk bicara dalam nada yang wajar agar tak membuat wanita di depannya ini histeris.

“I-itu... karena...”

“Karena keadaan Zhoumi yang seperti itu?” Eunhyuk terkejut dengan tebakannya sendiri yang memang sepertinya benar. “Kau bilang kau merindukannya, bukan? Kau sangat ingin bersama-sama lagi dengannya, kan? Kau juga mengatakan—“

“Tapi tidak dalam keadaan seperti ini!” Akhirnya Ah Lin—wanita yang sedari tadi menjadi lawan bicara Eunhyuk tak bisa menahan diri lagi. Wanita itu kesal dan menangis. Ia menutup wajah agar raungannya tidak terlalu terdengar, walau terlambat orang-orang di kafetaria rumah sakit sudah terlanjur menjadikan mereka berdua sebagai objek drama di siang bolong.

Eunhyuk sudah tak bisa lagi memikirkan kalimat apa untuk bisa membujuk istri Zhoumi. “Apa semua wanita di dunia ini sepertimu?” ujarnya lemah.

“Hah?” Ah Lin melepas kedua telapak tangan agar kedua matanya bisa melihat Eunhyuk. Meyakinkan bahwa ia tidak salah mengartikan kalimat dalam bahasa korea yang baru saja Eunhyuk ucapkan.

“Aku tak percaya bahwa Zhoumi rela menderita selama bertahun-tahun hanya untuk bertemu lagi dengan wanita sepertimu. Saat Zhoumi bahkan tidak pernah lari dari kematian yang mungkin kapan saja bisa mengampiri, melakukan semua hal-hal dan menderita hanya untuk menghindari istri dan putrinya dari segala bahaya, kau justru malu melihat keadaannya yang seperti ini. Apa kau manusia?

Tidak. Aku lebih penasaran, apakah semua wanita akan bersikap sepertimu jika ada dalam situasi yang sama seperti ini?”

Wanita itu menunduk. Hanya menangis.

“Pergi! Jika kau memang menginginkan hal itu. Hiduplah terus seperti itu sampai kau mati. Jangan pernah muncul lagi di hadapannya. Kau ingat itu? Aku tak akan tinggal diam jika suatu saat kau kembali. Aku bukan orang yang ramah terhadap wanita jika kau ingin tahu.”

Eunhyuk pergi meninggalkan Ah Lin yang menangis sesenggukan. Telinganya bahkan sudah tak lagi mendengar bahwa tangisannya adalah suatu bentuk penyesalan ataupun kesedihan. Wanita itu sudah menolak Zhoumi, ayah dari anak yang saat ini tengah ia besarkan. Eunhyuk sangat percaya jika tidak ada gunanya bicara pada manusia seperti itu. Bahkan... ia benar-benar percaya bahwa wanita yang Zhoumi cintai itu bukanlah manusia.

;;;;;

“Kau sendirian, hyung? Mana Kyuhyun?” Donghae menyambut Sungmin yang baru saja datang ke markas. Dan sepertinya kedekatan kedua manusia itu sudah tidak mungkin disembunyikan lagi. Kini semua orang sudah terlanjur percaya bahwa di mana ada Sungmin di sana pasti ada Kyuhyun.

Dan Sungmin memutuskan untuk tidak lagi merasa terganggu. “Eoh, anak itu sakit. Ia mengatakan padaku bahwa hari ini tidak bisa bekerja.” ‘Lagipula kita di sini juga tidak benar-benar bekerja’. Kalimat terakhir tentu saja hanya Sungmin ucapkan dalam hati.

“Sakit? Anak itu terlihat sangat kuat. Ternyata bisa juga sakit?” Shindong bicara sambil jemari-jemarinya menari di atas keyboard komputer.

“Hm. Kau benar. Ternyata anak itu bisa sakit.” Sungmin menjawab seadanya. Ia menghempaskan diri di atas sofa yang selalu menjadi singgasana Kyuhyun.

“Apa dia baik-baik saja? Kau bisa tidak datang jika ingin menjaganya.” Shindong terus mengetik sambil bicara.

“Kau benar-benar menganggap kami berdua sepasang kekasih, hyung. Go. Map. Dda.” Sungmin berterima kasih dengan sinis. Ia betul-betul sudah lelah berkata ‘tidak’.

Kibum menghampiri Sungmin yang mungkin saat itu justru hampir memejamkan matanya. Rasanya markas hari ini hanya menjadi tempatnya berpidah dari tempat tidur. “Kau ingin membacanya?” pemuda itu menyerahkan sebuah file pada Sungmin. “Ini catatan kesehatan Zhoumi. Dokter sudah mengatakan terapi yang akan diterima tidak akan membuat banyak perubahan. Kita sudah tidak bisa menuntut apa-apa karena operasi dilakukan atas izin NIS. Sekarang apa yang harus kita lakukan?”

Sungmin menerima file yang Kibum berikan. Membolak-balik isinya masih dengan sikap malas. “Kenapa kau bertanya padaku?”

“Hyung, jangan seperti ini. Kau juga leader.” Kibum hari ini benar-benar bertingkah manja. Sangat tidak cocok dengan kepribadiannya.

“Tanyakan pada Siwon. Atau... Tuan Park.” Sungmin kembali berusaha menjaga emosinya saat mengucapkan nama Jungsoo.

Akhirnya pemuda itu menduduki meja dekat sofa dimana Sungmin tergeletak. “Dari semenjak operasi pertama dalam penyelidikan ini, aku selalu memperhatikanmu. Kau satu-satunya yang sangat

berkonsentrasi pada kasus ini. Ah, bukan seperti itu,” Kibum menggeleng, “Kau—rasanya hanya kau yang tidak akan mentertawakan saat kami memiliki satu pendapat.”

“Ada apa denganmu? Jika Siwon mendengar kau bisa habis olehnya.” Sungmin mengerutkan keningnya bingung. “Berhenti bicara omong kosong. Kita tak tahu siapa yang akan tumbang setelah ini. Kau tahu betapa cemasnya aku memikirkan semuanya?” ‘Dan bolehkan aku sedikit egois jika berharap bukan Kyuhyun yang selanjutnya?’

Kibum tersenyum. Kemudian sedikit mencondongkan wajahnya mendekat Sungmin. “Kau tahu? Aku selalu merasa kau selalu punya kemampuan berintuisi untuk melakukan tindakan yang tepat.” Bisiknya sebelum pergi kembali bergabung dengan Shindong dan beberapa komputernya.

‘Sungjin-ah. Apa kau terlalu keras berbisik padaku? Seseorang mendengarnya.’

“Y-yah! Kemana Eunhyuk?” Sungmin berusaha mengusir sejenak pikiran konyolnya barusan. Beruntung ia menemukan meja Eunhyuk yang masih belum diduduki sang penghuni.

“Ke rumah sakit. Nanti siang kita juga akan ke sana mengunjungi Zhoumi.” Donghae menjawab sambil membenahi semua senjata yang baru saja dia bersihkan. Barang-barang itu betul-betul diperlakukan layaknya sang kekasih.

“Apa ada perkembangan tentang siapa yang melukainya?” Sungmin langsung kembali berkonsentrasi pada pekerjaan. Ia melawan semua rasa malas yang membuntutinya sejak berangkat dari rumah.

“Kita masih menunggu kabar pemeriksaan terhadap Kim Young Pil.” Donghae beranjak memberikan laporan sementara untuk kasus penganiayaan terhadap Zhoumi. “Untuk sementara, departemen resmi tengah melakukan pencarian terhadap pemilik suara hasil rekaman dari mobil Zhoumi. Seperti biasa, bukti yang kita dapatkan hanya boleh ditelusuri NIS secara resmi. Dan aku mulai muak melakukan semuanya. Orang-orang di departemen kriminal akan semakin menjadi pemalas.”

Sungmin dapat merasakan suasana berubah. Tidak hanya Donghae, Shindong dan Kibum pun terlihat seperti memiliki pikiran yang sama. “Mm... apakah Siwon tidak memeriksa orang itu terlalu lama? Aku takut akan ada yang sadar bahwa Kim Young Pil menghilang. Sebelum ada yang melaporkan pada pihak berwajib, kita harus segera mengembalikannya.”

“Kita tak bisa begitu saja mengembalikannya. Melepaskan orang itu sama artinya dengan membawa kita dalam bahaya.” Shindong berhenti mengetik. Tangannya berganti merogoh kantong celana berharap ada sesuatu yang bisa ia pakai untuk membuatnya tetap segar.

“Tapi menculiknya teralu lama juga bukan ide yang baik. Aku akan menemui Siwon.” Namun sebelum Sungmin beranjak untuk pergi, seseorang muncul membuka pintu ruangan. “Oh, Siwon-ah. Aku baru saja ingin menemuimu.”

“Benarkah? Ada apa mencariku?”

“Hmm... apa kau sudah selesai dengan Kim Young Pil? Dapatkah kita segera melepaskannya?”

“Melepaskannya? Aku belum dapat perintah untuk itu.” Siwon berujar bingung. “Apa Jungsoo hyung sudah mengatakan sesuatu pada kalian?”

“Apa?” Sungmin mulai merasakan sesuatu yang kurang baik. “B-bukankah kau yang memeriksa orang itu?”

Siwon menggeleng. “Tidak. Bukan aku. Tapi Jungsoo hyung.”

“Kenapa?”

“Apanya?”

“Kenapa kau memberikan tugasmu pada yang lain?” Sungmin mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Kenapa?”

“Ada apa denganmu? Aku tidak ‘memberikannya’, Jungsoo hyung yang memintanya padaku.”

‘Choi Siwon. Kuharap kau memang benar-benar bodoh. Aku tak bisa membayangkan jika kau melakukan hal ini dengan sengaja.’

;;;;;

Sungmin benar-benar bekerja sendiri. Ia membawa semua file tentang kasus-kasus yang menghubungkan semua orang. Dari mulai kematian orang tuanya, kasus pembantaian satu keluarga di Ilsan hingga penyergapan yang berujung petaka. Semuanya ia lakukan secara diam-diam. Dirinya selalu beranggapan bahwa sang ayah yang memiliki kunci duplikat ruang arsip departemen adalah sebuah kejahatan, bahkan ia selalu bertengkar karena hal itu.

Namun saat ini Sungmin sangat berterima kasih dengan apa yang ayahnya lakukan. Membawa dokumen sebanyak ini keluar tidak akan diizinkan. Dan memeriksa sesuatu untuk waktu yang lama di ruang arsip akan membuat semua orang curiga. Sungmin beruntung mengapa designer gedung NIS begitu bodoh sudah memasang tempat sampah hingga langsung bisa menghubungkan sesuatu yang dibuang di sana ke dunia luar tanpa pengawasan.

“Haruskan aku mulai dari kasus ayah dan ibu? Rasanya seperti membelah luka yang sudah kering.” Sungmin memejamkan mata dan berusaha mengatur napasnya. “Huuuuff... kau bisa melakukannya, Sungmin!” Pemuda itu berseru pada dirinya sendiri.

*Fire Blossom*

“Sungmin, ada apa dengan wajahmu? Kau habis menangis?” Kyuhyun menemukan kekasihnya sudah berada di ruang tamu saat kembali dari kamar mandi. Jauh berbeda dengannya yang sudah sangat segar pagi ini. Kedua kelopak mata Sungmin terlihat agar membesar, begitu pula lingkaran hitamnya.

“Tidak. Aku hanya tidak bisa tidur semalam. Kau sudah makan? Aku akan menyiapkan sesuatu. Sepertinya kemarin kita masih memiliki—“

Sungmin tersentak ketika sebuah genggaman dengan kuat menarik tubuhnya kembali duduk di sofa. Kyuhyun menangkupkan kedua tangannya pada wajah Sungmin, untuk melihat lebih jelas betapa kacaunya rupa itu. “Kau tidak meminum obatmu? Di sana ada kandungan obat penenang. Kau bisa tidur nyenyak dengan itu.” Ujar Kyuhyun cemas.

“Yah, berhenti mengkhawatirkanku. Kau harus memikirkan kesehatanmu sendiri. Apa kepalamu masih sakit?”

Karena gemas Kyuhyun mengetuk kening Sungmin, “Terus saja mengalihkan pembicaraan.”

“Isshh... sakit! Kau ingin kupukul?”

Kyuhyun tahu itu hanya sebuah gertakan. Ia justru senang mendengar Sungmin bereaksi bebas seperti tadi—berteriak. “Kemarilah.” Pemuda itu membawa kepala Sungmin dalam dekapannya. “Tak ada yang ingin kau tanyakan padaku?” ujar Kyuhyun.

“Tentang apa?” Tanpa sadar Sungmin bergerak untuk lebih menenggelamkan dirinya dalam pelukan Kyuhyun. Lelah memang sudah sangat menyiksanya.

“Malam di saat aku jatuh pingsan.”

“...”

“Sungmin-ah...”

Sungmin mendorong tubuh Kyuhyun untuk melepaskan pelukan mereka. Kemudian memandang kekasihnya dengan serius. “Kau baik-baik saja. Tidak ada yang salah denganmu. Kau hanya perlu istirahat yang cukup, dan semua akan baik-baik saja.” Kepalanya bertambah pening saat terus mengulang kata ‘baik-baik saja’.

Kyuhyun hanya diam. Tahu bahwa kekasihnya sudah tak ingin membicarakan apapun perihal dirinya malam itu.

“Semuanya akan segera berakhir, kemudian kita bisa pergi dan hidup bersama-sama di suatu tempat yang tenang. Jauh dari semua hal yang berhubungan dengan kriminalitas. Aku akan hidup denganmu tanpa membawa sedikitpun kenangan akan apa yang kita hadapi saat ini. Nantinya, tak akan ada lagi penyelidikan, penjahat, dan senjata. Kau... kau juga menginginkan hidup bersamaku seperti itu, kan?”

Kyuhyun tetap diam. Bahkan kedua matanya tak bisa menggambarkan jawaban apa yang ada di dalam kepalanya.

“Jawab aku. Kau juga menginginkan hidup denganku seperti itu, bukan?” Kedua manik hitam Sungmin mulai mengembun. Hanya butuh melepaskan sedikit rasa malu untuk membuatnya mengalir jatuh di wajah.

Kyuhyun kembali membawa tubuh itu dalam satu dekapan hangat. “Hm. Aku sangat ingin, Sungmin. Hanya kau dan aku.” Kemudian mencium sekilas bibir Sungmin. “Yang saat ini harus kau lakuakan adalah... tetap hidup, hingga aku juga bisa bertahan.”

“Deal!” Sungmin pun membalas ciuman itu.

*Fire Blossom*

“Aku sudah melepaskan Kim Young Pil. Saat ini orang itu kujadikan sebagai umpan. Kita bisa menggunakannya untuk sementara waktu. Tetap awasi pergerakannya di luar sana, sehingga kita tak kehilangan pengawasan padanya.” Jungsoo mengakhiri pertemuan pagi dengan para anggota.

Semuanya menerima intruksi dengan serius. Kecuali satu orang.

“Sungmin. Apa game itu lebih penting dari kasus ini? Kau tidak memperhatikan Tuan Park.” Kyuhyun berbisik ketika pertemuan bubar. Walau ia tahu Sungmin tak pernah bersikap baik pada pemimpin mereka, tapi saat ini menurutnya Sungmin sungguh kekanakan.

“Aku mendengarkan. Kedua mata ini hanya terlalu cepat bosan jika memperhatikan sesuatu dalam waktu yang cukup lama.” Sungmin mencoret-coret buku catatannya.

“Apa kau benar-benar mendengarkan tadi?”

Sungmin mengehentikan kegiatannya. Pandangannya beralih pada Kyuhyun. “Kau ingin aku mengulang semua perkataan orang itu sekarang? Apa dengan begitu kau akan percaya kalau aku benar-benar mendengarkan isi pertemuan tadi?”

Kyuhyun tak lagi berusaha berdebat. Walaupun tidak tahu secara pasti, namun kedua mata itu rasanya sudah memberi peringatan ‘jangan-ganggu-aku-saat-ini’. Daripada kembali bertengkar, akan lebih baik jika ia menghindar untuk sementara waktu.

“Yah! Sampai kapan kau mau di sana? Kami juga membutuhkanmu di sini.” Shindong terlihat berteriak pada seseorang yang berada di seberang sana lewat ponselnya. “Aku tahu kau sangat khawatir padanya. Apa kau pikir kami tidak? Tapi semua ada waktunya. Eunhyuk-ah, jangan buat alasan lagi, karena aku sudah tak lagi punya alasan untuk bisa kuberikan pada Tuan Park atas ketidakhadiran dirimu. Mengerti?!”

“Sungmin hyung. Kau bisa lihat ini sebentar dokumen ini? Aku sama sekali tak mengerti isinya. Seperti sebuah coretan rumus.” Sungmin yang sedari tadi hanya fokus pada Shindong yang tengah marah-marah, terkejut saat Donghae memberikan beberapa lembar kertas yang sepertinya fotocopy-an dokumen lama.

“Dimana kau mendapatkannya?” Sungmin membolak balik kertas tadi sambil sesekali mengernyit.

“Oh, aku tengah mengambil beberapa file di ruang arsip dan melihat ini tergeletak di lantai. Kupikir hanya sebuah teka-teki. Tadinya ingin kuberikan pada Kibum karena anak itu menyukai permainan seperti itu. Tapi... dia marah-marah dan mengatakan kalau aku bodoh.”

“Hyung... apa kau tidak lulus dalam mata kuliah kimia hingga sama sekali tidak mengenali rumus dan persamaan reaksi?” Kyuhyun berujar frustasi.

“Aigoo... mulutmu benar-benar. Sudahlah, aku hanya penasaran, hyung. Kalau itu menganggumu tidak usah dipedulikan.” Donghae kembali ke meja kerjanya. Entah apa yang mereka kerjakan.

Dan memang entah apa yang semua orang kerjakan di sini.

“Hmm... ini tidak buruk. Lagipula aku mulai bosan. Aku mau bermain di balkon. Kau mau ikut, Kyuhyun?”

Kyuhyun hanya mengerjap mendengar tawaran tadi. Beberapa menit sebelumnya mereka hampir bertengkar karena sesuatu yang konyol. Dan saat ini Sungmin kembali menjadi kekasihnya yang manis dan mengajaknya keluar. “Oke... lagipula memang tidak ada yang bisa kukerjakan di sini.”

“Yah! Yah! Yah! Kalian berdua mau kemana lagi? Ini masih jam kerja!” Shindong kembali berteriak. Kali ini kepada Kyuhyun dan Sungmin yang hendak meninggalkan ruangan.

Sungmin memutar bola mata bosan, “Hyung, apa kau saat ini sedang bekerja di perusahan administrasi? Kau ini seorang agen rahasia, bukti-bukti tentang kasus yang sedang kita kerjakan tidak akan tiba-tiba muncul di layar kamputer.” Dan tanpa mempedulikan tatapan terkejut semua orang, Sungmin tetap melangkahkan kakinya keluar ruangan.

;;;;;

“Hari ini kau sepertinya agak keterlaluan, Sungmin. Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Kibum baru saja mengatakan dia percaya padamu melebihi pimpinan di sana. Tapi sepertinya kau membuat orang itu patah hati.” Suara Kyuhyun mengudara menemani malam istirahat mereka berdua. Sungmin benar-benar menepati janjinya. Dia bahkan tak mau lebih sering menghabiskan malam bersama. Walaupun tidak sepenuhnya berpisah—karena jangan salahkan teknologi yang bernama ponsel—mereka memang pulang ke rumah masing-masing.

“Begitukah? Hmm... tapi aku merasa lebih baik dengan bersikap begitu.” Sambil masih menelusuri dokumen-dokumen yang berserakan, Sungmin menjawab pertanyaan Kyuhyun dengan biasa.

“Kenapa?”

“Aku merasa terbebani.” Sungmin menjawab singkat.

“Oh, tidak seperti dirimu yang biasa, Lee Sungmin. Sekarang aku semakin yakin kalau memang ada yang tengah menganggumu. Tak ingin cerita?”

Lengan Sungmin berhenti sejenak dari membolak-balik kertas. Matanya terpejam untuk berkonsentrasi pada udara yang ia hirup saat ini. “Tidak ada apa-apa Kyuhyun. Aku hanya—“ pemuda itu menggantung kalimatnya.

“Hanya apa?” Suara di sana terdengar tidak sabar.

“Bukan ide yang baik untuk berbagi pada siapapun saat ini.”

Suara Kyuhyun tak terdengar menginterupsi. Keduanya sama-sama diam dalam pikiran masing-masing. Suasana seperti ini sebetulnya tidak pernah—baik Kyuhyun maupun Sungmin—suka. Berada dalam kecanggungan ketika sesuatu yang tidak diinginkan terucap dari bibir masing-masing. Mereka harus bertarung dengan pengendalian diri.

“Kyuhyun-ah—“

“Aku mengerti. Kau bahkan tidak ingin berbagi padaku. Itu artinya kau memang tidak ingin.”

“Maafkan aku.” Sungmin terdengar sedih.

“Tidak ada yang mengerti dirimu sebaik aku saat ini. Dan aku sungguh paham dengan situasi yang kau hadapi. Mengomel tidak akan merubah keputusanmu. Lagi pula, semua ini harus segera diakhiri, dan aku tahu kau akan melakukannya sendiri.” Terdengar helaan napas sebagai jeda bicara Kyuhyun. “Tapi, kau harus tahu. Saat kau berpikir bahwa kau sudah berjalan sendirian dan semakin merasa kesepian, saat itulah kau bisa menggunakanku. Kau bisa menganggap aku adalah sebuah bayangan yang mengikuti kemanapun kau pergi. Sesuatu yang terlihat dan bergerak bersamamu, namun tidak akan bersuara untuk mengusikmu.”

“Mengapa rasanya sedih mendengar kau menggambarkan dirimu sendiri seperti itu, Kyuhyun? Tidak ada bayangan yang akan jatuh cinta pada sosok aslinya.” Ucap Sungmin getir.

Kyuhyun sedikit terkekeh, “Tidak ada yang tahu. Kau tidak pernah bertanya pada bayanganmu sendiri. Dan walaupun kau melakukannya, dia tidak akan pernah menjawab.”

“Ya. Sesuatu yang terlihat dan bergerak bersamaku, namun tidak akan bersuara untuk mengusikku.” Sungmin mengulang perkataan Kyuhyun.

“Jangan tidur terlalu malam.”

“Hm.”

“Aku mencintaimu, Sungmin.”

Jika saja Sungmin perempuan, ia tak akan malu menangis walaupun saat ini ia tengah sendirian. Mereka berdua saat ini sudah terlalu dalam mencintai. Jika sudah seperti itu, manusia akan lebih egois, tidak ingin terpisahkan, dan akan selalu mencari cara untuk melindungi satu sama lain.

Sungmin tahu benar Kyuhyun tak akan tinggal diam dengan apa yang akan terjadi padanya jika ia bergerak sendirian. Rasanya langit pun tidak akan bisa mencegahnya.

Tapi seperti yang dikatakannya, Kyuhyun memang seperti bayangan. Sungmin pun tak akan pernah mendengar jawaban apapun saat ia bertanya. ‘Tak bersuara’. Seperti malam itu, Sungmin memang tidak ingin bertanya pada Kyuhyun kenapa ia bisa sakit.

Setelah menemukan kembali dirinya yang sejenak terbuai, Sungmin kembali menekuni dokumen. Saat ini di tangannya berserakan dokumen tentang perjalanan sang ayah semasa berkiprah di departemen kriminal NIS. Tidak jauh berbeda dengan dirinya saat ini, Lee Chun Hwa muda adalah petugas forensik dan laboratorium saat memulai karir. Sangat pandai dan berambisi. Sungmin bisa sedikit bangga dengan kenyataan itu. Ungkapan ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ memang dirasa benar.

Banyak sekali kertas-kertas coretan yang dibuat ayahnya dalam rangka menemukan beberapa serum, senjata kimia pembunuh, ataupun hanya sekedar penelitian kecil untuk membuat suatu produk-produk ilmiah sebagai pengembangan edukasi. Karena walaupun berada di divisi kriminal, ayahnya juga seorang dosen di sebuah perguruan tinggi Ilsan.

Sungmin menelusuri dengan seksama dan tertegun saat mengagumi masterpiece sang ayah dalam coretan yang tidak bisa dikatakan bagus. Hmm... seorang jenius tidak akan pernah bisa memperbaiki kualitas bentuk tulisan tangannya, karena otak sudah berjalan sangat cepat, tangan itu akan tidak akan sanggup mengimbangi saat menorehkan di atas kertas. Tulisan ayahnya benar-benar jelek. Ia tersenyum sendiri saat memikirkannya.

Tapi... saat memeriksa coretannya yang terakhir, Sungmin seperti sangat familiar dengan rumus-rumus tersebut.

“Aku pernah melihat ini. Tapi di mana? ‘Sulfur-pengelak-perosak’. Kenapa ayah meneliti sulfur seperti ini?” Semakin dalam Sungmin membaca tulisan sang ayah, dirinya semakin merasa cemas. “Titik leleh sebesar seratus enam belas derajat celcius dan mendidih dalam suhu seratus empat puluh lima. Apa maksudnya dia menuliskan semua ini?”

Semakin panas suhu di kepalanya, maka waktu kematian akan semakin cepat.

Sungmin dengan cepat menyambar ponsel yang tergeletak di atas sofa. “Eunhyuk-ah, apa kau masih menyimpan rumus untuk serum sulfur yang pernah kau buat? Boleh aku melihatnya.”

Suara di seberang sana terdengar mengantuk. “Haruskah sekarang, hyung? Aku sedang di rumah sakit.”

“Tidak adakah sesuatu yang bisa kau kirim lewat internet?”

“Hmm... aku menuliskan separuhnya di blog. Kau bisa membacanya. Akan kukirimkan password untuk membuka tulisan itu.”

“O-oh, baik. Aku tunggu. Mian, ini sangat penting.”

“Aku mengerti. Sekarang tutup teleponnya agar aku bisa mengetik.” Eunhyuk menyudahi percakapan.

Sungmin menunggu dengan tidak sabar. Waktu dua menit untuk menunggu pesan Eunhyuk sampai di ponselnya serasa bagai dua jam. Dan setelah mendapatkan yang ia mau, Sungmin beralih pada komputer dan mulai menelusuri blog yang Eunhyuk maksud.

Sungmin terbelalak. “Tidak mungkin. Persis seperti yang dituliskan. Polisulfida logam.”

‘Tidak. Aku pasti sudah berlebihan. Ayah tidak mungkin ada hubungannya dengan kapsul pembunuh itu. Ini hanya kebetulan. Ya. Ini pasti hanya kebetulan’

Aku sudah mengetahu semuanya sejak awal, hyung. Kapsul pembunuh itu sudah ada sejak dulu. Bahkan aku yakin jauh lebih lama dari yang kuprediksi.

“Isshhh... Eunhyuk si brengsek itu. Kenapa perkataannya harus muncul saat ini?”

Sungmin melempar semua dokumen ke atas meja, ia beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Tidak. Saat ini ia bahkan mengguyur keseluruhan kepala. Rasanya begitu panas hingga Sungmin berpikir akan ada asap yang keluar dari sana.

‘Bagaimana ini? Haruskah aku melanjutkan? Haaahh~ aku butuh sedikit pengalihan. Mungkin mengerjakan soal-soal olimpiade.’

Sungmin kemudian teringat dengan kertas-kertas yang Donghae berikan padanya tadi pagi. “Sepertinya tidak terlalu buruk.”

Pemuda itu pergi ke dalam kamar untuk memeriksa kertas-kertas yang dimaksud. Tulisan ini cukup rapi dan—

Sungmin kembali terduduk lemas. “Sulfur lagi?” kemudian semakin tidak percaya dengan stempel NIS yang terbubuhkan di lembar paling belakang dokumen. Ia tidak memperhatikannya tadi pagi. Dan itu artinya, dokumen ini memang dibuat oleh seseorang di dalam NIS. Seorang agen.

“Aku butuh seseorang untuk menjelaskan rumus-rumus ini. Aah~ rasanya kepala ini akan pecah. Haruskah aku minta tolong pada Eunhyuk?”

Skip time>>>

“Aku tahu akan seperti ini akhirnya. Kau benar-benar tidak sabaran, hyung.” Dan disinilah Eunhyuk. Berada di apartemen Sungmin, dan duduk dengan wajah mengantuk.

“Yah, cuci mukamu. Kau tidak bisa menjelaskan ini semua dengan wajah seperti itu kan?” Sungmin menatap Eunhyuk dengan wajah memohon.

“Hentikan. Kau menakutiku dengan tatapan seperti itu.” Eunhyuk terlihat mengerjap sebentar. “Aku sudah segar. Kau ingin mulai dari mana?”

“Sebelumnya, kau masih ingat bukan pernah mengatakan padaku? Kau berpikir kapsul itu sudah tercipta jauh sebelum semua rangkaian tragedi terjadi. Sebelum pembunuhan satu keluarga imigran itu? Apa kau punya petunjuk lain?” Sungmin memberondong pertanyaan.

Eunhyuk mengangguk, kemudian menggeleng. “Tidak. Aku hanya mengira-ngira. Lagipula jika aku mengatakan soal proyek MK, kurasa tidak sehebat produk fire blossom. Mind-Kontrol tidak menggunakan bahan peledak dari sulfur. Semuanya murni dilakukan dengan bahan kimia aditif yang dapat membuat otak manusia berhalusinasi.”

Sungmin mengeluarkan dokumen yang sedari tadi membuatnya sakit kepala. “Coba kau lihat ini. Ini yang kutemukan dari dokumen ayah. Ini yang ditemukan Donghae di ruangan arsip. Sedangkan yang ini adalah print out penyelidikan yang kau buat. Semuanya seperti rumusan yang semakin berkembang. Milik ayahku, milik entah siapa ini, dan milikmu. Seperti sebuah puzzle.”

Ekspresi Eunhyuk berubah mengerikan saat serius. Berbeda dengan wajah mengantuk tadi, kini matanya benar-benar fokus. “Ini... apa kau berpikir ayahmu yang menciptakan semuanya?”

“Tidak mungkin...” Sungmin kembali lunglai. Bahkan Eunhyuk pun berpikr demikian.

Lama ruangan menjadi sepi karena Eunhyuk dan Sungmin sibuk dengan analisa mereka masing-masing. Tidak ada kalimat yang terucap, sampai Eunhyuk bergumam, “...bukan ayahmu.”

“Apa maksudmu?”

Eunhyuk kemudian meletakkan ketiga diokumen terkait dan mensejajarkannya di atas meja. “Kau berpikir seperti ini bukan?” Pemuda itu menunjuk kertas paling kiri, kertas pertama, “Ini rumusan yang dibuat ayahmu,” kemudian menunjuk kertas yang berada di posisi tengah, “Ini dibuat oleh seseorang yang belum kita tahu siapa,” dan terakhir menunjuk tulisannya sendiri. “Terakhir milikku. Kau mengurutkan seperti itu karena rumusnya menjadi berkembang, bukan?”

Sungmin mengangguk. “Lalu?”

“Kurasa kau salah.”

“Apa?” Sungmin berujar tak percaya.

“Lihat ini.” Eunhyuk mengangkat dokumen yang berada di tengah. “Pengelak-perosak. Rumusnya ditulis masih sama dengan aslinya saat ditemukan empat ratus dua puluh tahun sebelum masehi. Sedangkan yang ditulis ayahmu sudah merupakan modifikasi kuat dari campuran kalium nitrat dan karbon.”

“Tapi bisa saja rumusan itu diangkat kembali dan ditulis ulang.” Sungmin masih bertahan dengan argumennya.

“Kau tidak ingat? Tulisan ini sudah dibukukan. Ayahmu menjadi terkenal karena ini. Dan semua mahasiswa peneliti menggunakan rumusan ini yang sudah sangat lengkap untuk menjabarkan komposisi dasar dari sulfur.” Eunhyuk mengambil jeda untuk bernapas. “Jadi... urutannya adalah seperti ini. Tulisan ayahmu di tengah. Dan tulisan misterius ini adalah yang pertama. Jika kita menemukan dokumen aslinya, kita bisa memeriksa umur kertas tersebut. Dengan begitu kita bisa lebih yakin kalau urutan ini memang benar.”

Sungmin mengangguk, “Kau benar, dokumen ini hanya fotocopy. Bukan yang asli walaupun sudah dibubuhi stempel NIS di bagian belakangnya.”

Eunhyuk tersenyum, “Kami tak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya tanpamu, hyung.”

“Hah?” Sungmin menatap tak mengerti.

“Kita bisa melakukan penyelidikan dari ini.” Lengannya mengangkat dokumen yang berada di urutan pertama. “Siapapaun dia, penulisnya pasti tahu sejarah dibalik semua tragedi yang menimpa kita.”

“Dan... dia yang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi.”

Eunhyuk mengangguk mantap.

*Fire Blossom*

Suasana canggung melingkupi mereka berdua di dalam lift. Hanya satu malam mereka tidak bersama, ditambah dengan pembicaraan yang terlalu dalam menjadi akhir perbincangan di telepon waktu itu

cukup membuat Kyuhyun dan Sungmin seperti baru bertemu dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Benar-benar pasangan yang unik.

“Kenapa rasanya lift ini lambat sekali?” Sungmin bergumam pelan. Tapi tentu saja karena ruangan yang kecil dan suasana yang hening membuat Kyuhyun juga bisa mendengarnya.

“Mungkin karena kau naik bersamaku.” Kyuhyun menjawab (juga) pelan.

“Biasanya tidak seperti ini.”

“Benar juga.”

Diam lagi untuk beberapa detik sebelum akhirnya Kyuhyun merasakan seseorang menarik-narik pelan mantelnya. Ia menoleh dan menemukan Sungmin sudah menatapnya denga jemari bertengger di pakaian. “Wae?”

“Kau marah?” tanya Sungmin. Wajahnya yang sudah lelah semakin mengenaskan karena cemas.

Kecanggungan menguap. Bukannya menjawab, Kyuhyun justru mendekat dan memeluk pinggang Sungmin dengan hangat. Kemudian menumpahkan segala kerindunannya dengan satu ciuman panjang di bibir mereka. Menyesap aroma yang sudah menjadi kekuatan masing-masing tiap harinya, menyapu kelembutan hangat walau tanpa birahi yang berlebihan. Merasakan kenikmatan berdua... hanya mereka...

Ting!

“Aku sepertinya sudah melihat apa yang tidak seharusnya kulihat.”

Dengan kekuatan penuh, Sungmin mendorong tubuh kyuhyun hingga pelukan mereka berdua terlepas begitu saja. menyisakan Kyuhyun yang menahan sakit akibat benturan pada dinding lift. Seseorang di sana hanya mengernyit seolah juga merasakan ngilu pada punggungnya.

“Eun-Eunhyuk-ah... ini bukan sepeti yang kau lihat... k-kami hanya—“

“Sudahlah. Kau tak perlu menjelaskan apapun padaku. Anggap saja aku tak melihat.” Eunhyuk memutus ucapan Sungmin yang kacau. Berusaha terlihat ‘keren’ dan biasa saja walaupun ia juga tak bisa menyembunyikan sedikit keterkejutan dari wajahnya. Sepanjang sisa perjalana lift, Eunhyuk terlihat menggaruk dan mengusap lehernya yang tidak gatal sama sekali.

Sedang dibelakangnya, Kyuhyun dan Sungmin hanya diam dan berjuang dengan rasa malu mereka.

‘Tidak ada hubungan khusus sesama agen.’

;;;;;

Saat ini semua orang tengah bersiap-siap di ruang senjata masing-masing. Hanya berselang satu jam sejak semua berkumpul di markas. Seseorang dari departemen kriminal masuk dan membawa surat perintah untuk melakukan penyergapan terhadap satu gembong mafia yang akan melakukan transaksi senjata berbahaya di sebuah pelabuhan.

Dan... tim rahasia ini mendapat perintah khusus untuk menjadi bagian dari penyergapan. Hal in tentu saja langsung merubah atmosfir tak bersemangat di antara anggota hilang begitu saja dan berganti dengan semangat luar biasa.

“Akhirnya aku punya kesempatan untuk berkencan denganmu, sayang.” Donghae mencium revolver andalannya yang sudah beramunisi penuh. Dan jangan ditanya berapa banyak yang tersembunyi di balik baju dinas yang dikenakan. Rasanya begitu ingin menangis karena bisa kembali memakai seragam ini.

“Apa semua sudah siap? Segera berkumpul di lapangan!” Sebuah suara dari speaker interkom berkumandang di dalam markas. Tim SWAT dan yang lainnya sudah menunggu mereka. Dan tanpa harus diperingati dua kali, semua orang berlari menuju tempat yang dimaksud.

Setiap tujuh orang dikelompokkan untuk menggunakan satu mobil, dan karena Siwon beserta anggotanya datang paling akhir, serta untuk mempermudah, mereka langsung ditempatkan dalam satu mobil. Dengan Kyuhyun yang berada di balik kemudi.

Perjalana diisi dengan keheningan dan mungkin suara degup jantung setiap orang di dalam sana. Arak-arakan mobil hitam menjadi pemandangan mencengangkan setiap pengemudi di jalan. Sudah lama rasanya ketujuh orang ini tidak berada dalam situasi seperti ini. Mereka begitu merindukannya. Bersemangat. Dan sedikit merasa hebat.

Pelabuhan dekat Wirehouse Century...

Pemandangan yang sama, namun dengan aksi berbeda.

Penyamaran yang melibatkan Kyuhyun dan Kibum dalam aksinya, hingga berakhir pada Sungmin yang tertembak, semuanya seperti membuahkan hasil. Dan skenario yang paling mengejutkan adalah, dari catatan kejahatan beberapa anggota gembong mafia yang pernah ditahan kepolisian, suara-suara pelaku penganiayaan Zhoumi tercatat memiliki persamaan.

Dan itu artinya... sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Semua tim bergerak sesuai prosedur. Mereka disebar pada titik-titik penyergapan tanpa boleh terlihat. Donghae yang memang sangat handal dalam menggunakan senjata, bergabung dengan para snipper lainnya menggunakan senjata laras panjang, mengawasi dari atas gedung penyimpanan. Kecuali Shindong yang berada di dalam mobil pengawas untuk mengendalikan jalannya penyergapan dari alat-alat komunikasi, semuanya menyebar dan bersembunyi.

Beberapa menit berlalu hanya dengan mengawasi keheningan. Tidak seperti malam saat penyamaran dengan banyak karyawan berlalu lalang. Yang terlihat saat ini hanya beberapa penjaga sewaan menyebar di beberapa titik tempat keluar-masuk barang.

Dua menit sebelum waktu yang diprediksi untuk melakukan transaksi. Semua orang terlihat begitu gugup.

Kemudian....

Sebuah suara mobil terdengar dari kejauhan. Dan pelabuhan yang tadinya gelap mendadak terang benderang. Tak ayal bahkan seekor tikus pun bisa terlihat. Kemudian tidak beberapa lama suara tembakan beruntun terdengar mengudara bersama teriakan-teriakan sang korban.

“Shindong, apa yang terjadi?!” Siwon berteriak dengan panik di jalur komunikasi. Beberapa orang yang tadi bersamanya juga ada yang tumbang karena tertembak.

‘Ada apa ini? Dari mana tembakan-tembakan itu berasal?’

Kibum yang bersembunyi tak jauh dari tempat Siwon juga menyaksikan bagaimana satu persatu kelompok penembak jitu jatuh dari atap gedung. Matanya memicing untuk fokus mencari seseorang yang dikenalnya, yang juga berada dalam posisi itu.

‘Donghae hyung...’

“Kyuhyun! Sungmin! Donghae! Eunhyuk! Kalian mendengarku?! JAWAB!!” Siwon masih bersiaga dan mencemaskan anggota dalam waktu yang bersamaan. Sedikit lega karena melihat Kibum yang tak jauh darinya masih baik-baik saja. Tidak terluka. Pemuda itu bersembunyi dari cahaya yang saat ini seperti menembus hampir semua sudut kegelapan.

“YA!” Empat orang menjawab bersamaan membuat telinga Siwon berdengung. Tapi... benarkan semua orang menjawab? “Sebutkan nama kalian satu persatu. Dan dimana.” Siwon kembali berinteruksi di tengah bunyi sirine mengaung dan letusan senjata api.

“Aku masih bisa melihat radar kalian bergerak. Semuanya masih bergerak, Siwon. Tenangkan dirimu.” Shindong berseru dari mobil monitor melalui alat komunikasi pribadi mereka. “Kurasa ini jebakan. Dan siapapun yang melakukannya, mereka ingin membunuh kita semua.”

Beberapa orang yang tengah bersama Shindong menatap pemuda tambun itu dengan ngeri. “A-apa maksudmu?” Seseorang memberanikan diri bertanya.

Shindong menutup sebentar microphone di depannya. “Kalian. Pergilah. Dan selamatkan diri kalian. Lari sejauh mungkin dari tempat ini, dan laporkan semuanya sampai kalian benar-benar berada di markas. Jangan gunakan telepon atau alat komunikasi apapun. Cepat!”

Sementara itu, ditempat lain...

“Sungmin! Kau baik-baik saja?” Kyuhyun dengan segala cara keluar dari tempat persembunyian dan mencari Sungmin, akhirnya menemukan tujuannya. “Apa kau terluka?”

Sungmin menggeleng, “Aku baik-baik saja. Tapi yang lain tertembak. Beberapa orang yang berjaga bersamaku tertembak.”

“Aku menjatuhkan alat komunikasiku saat mencarimu. Keluarkan milikmu, Sungmin. Laporkan kalau kita baik-baik saja.”

“Kau kehilangan alat komunikasi?” Sungmin menatap horor.

Tak butuh waktu lama bagi Kyuhyun untuk mengetahui situasi mereka berdua. “Kau... juga?”

Sungmin hanya mengangguk.

“BRENGSEK!” Kyuhyun memukul dinding beton dengan keras. “Sekarang mereka pasti menyebar lagi untuk mencari satu sama lain. Aku harus memastikan semua orang keluar dari area gudang.

Kyuhyun tiba-tiba mengeluarkan ponselnya.

“Apa kau gila?! Semua alat komunikasi berbahaya, kecuali milik tim kita saat ini. Jangan nyalakan!” Sungmin berusaha merebut benda dingin itu dari tangan Kyuhyun.

“Tak ada cara lain. Aku harus segera memberi tahu mereka bahwa tempat ini dikepung. Lari tanpa membawa alat komunikasi adalah cara terbaik untuk menghindari tembakan otomatis. Hanya sebentar.”

“Tembakan... otomatis?”

“Nanti saja kujelaskan.” Kyuhyun mengetikan sebuah kode ‘KM; 3anycTNTb; NPh’ dengan ponselnya. Kemudian mengirimkan kepada anggota yg lain.

Namun Sungmin merasakan sesuatu. Dengan cepat ia menerjang Kyuhyun dan keduanya terjatuh. Suara helikopter di atas mereka dan ponsel Kyuhyun yang hancur karena tembakan. Hembusan napas panas menerpa wajah masig-masing. Sungmin hampir gila membayangkan Kyuhyun lah yang bernasib seperti ponselnya saat ini. “Apa... apa ini yang kau sebut tembakan otomatis? Dasar bodoh!”

Kyuhyun yang tak kalah terkejut pun langsung memeluk Sungmin erat, menarik tubuh mereka berdua jauh dari cahaya.

;;;;;

Shindong menerima pesan berbunyi untuk lari, dan tanggalkan semua alat komunikasi. KM? Ia tersenyum karena mengetahui kedua makhluk itu baik-baik saja. sudah sejak tadi ia begitu frustasi karena hanya radar Kyuhyun dan Sungmin yang tidak bergerak.

‘K untuk Kyuhyun, M untuk Sungmin, S untuk Siwon, E untuk Eunhyuk, H untuk Donghae, B untuk Kibum, dan SH untuk diriku sendiri, Shindong. Gunakan inisial ini untuk berkomunikasi satu sama lain. Dan satu lagi... hanya bahasa Rusia yang menjadi kode teraman, tuliskan dengan abjad latin dan bukan dengan tulisan yang sebenarnya, lakukan pengiriman pesan seperti itu hanya untuk kita bertujuh. Walaupun hanya ingin berjaga-jaga, Sungmin sudah memecahkan gelas tadi, dan aku sangat percaya dengan pertanda seperti itu. Aku tak ingin kalian juga percaya, hanya cukup ingat akan semua intruksi ini. Maka kita akan baik-baik saja.’

Ia menanggalkan semua alat-alat komunikasi resmi, hingga hanya bersisa alat kecil miliknya yang bekerja dengan menumpuknya pada sinyal provider komunikasi penduduk di sekitar radius tiga kilometer dari tempat kejadian. Itu akan mengalihkan penyadapan dan memungkinkan radar hanya tertangkap sebagai sinyal biasa. Tak diindahkan.

Tapi...

“Apa yang anak itu lakukan? Kenapa berlari menuju pelabuhan lagi? Apa dia tak menerima pesanku?” Shindong menangkap sosok Kibum yang berlari dan kembali memasuki areal gudang dan pelabuhan.

“Kibum. Tidak... kau tidak boleh ke sana!”

Kibum kini terlihat berkelahi dengan pria yang ia tangkap tengah membidik seseorang di kejauhan sana. Orang itu berpakaian hitam-hitam. Sama dengannya. Hanya saja bukan seragam khusus. Hanya... pakaian hitam.

Aksi saling serang menjadi pemandangan mendebarkan. Walaupun berhasil membuat lawannya jauh dari senjata api, namun kini Kibum harus berusaha menghindari belati yang menjadi senjata kedua. Keduanya hampir kehabisan tenaga karena Kibum bukan lawan dengan tangan kosong yang bisa diremehkan, begitu pula orang satunya. Pria bertopeng itu begitu terlatih.

Sret!

Goresan belati itu terukir di wajah Kibum, hal ini membuatnya lengah hingga pada akhirnya tubuh Kibum terperangkap. Seseorang di atas sana sudah siap menghujamnya dengan belati tepat di jantung. Dan...

DORR!

Orang bertopeng tadi melepas belatinya dan tumbang setelah sebuah timah panas menembus kepalanya.

“Hyung...” Kibum tersenyum lega melihat siapa yang menyelamatkannya. Donghae berdiri di sana dengan revolver kesayangan di tangan yang mengeluarkan sedikit asap.

Kibum berlari untuk menghampiri Donghae yang juga tersenyum lega karena ia tidak datang terlambat. Pemuda itu hanya butuh beberapa langkah lagi untuk sampai pada Donghae, sebelum sesuatu seperti mengoyak daging lengannya. Rasa terbakar langsung saja melingkupi bagian yang kini sudah mengeluarkan banyak darah.

Peluru itu hanya mengenai sebagian lengannya... masih bergerak berbahaya dan...

Dengan kedua matanya Kibum melihat seseorang yang tadi tersenyum menunggunya untuk segera mendekat... terhempas di atas tanah yang keras.

Benda itu hanya melewatinya, Menggores lengannya, dan justru tertanam di leher Donghae....

“LEE DONGHAE!!!”

To be continued...

Yassalaaaamm.... apa ini???Jangan gebukin saya ya... plissss... saya juga maunya mereka selamat. Gak ada yang terluka...Tapi... tapi.... AAARRRRGGGGGG *acak2 rambut

Hmm... ada yang masih bingung dengan kode ini? ‘KM; 3anycTNTb; NPh’Tadi saya sebut bahasa rusia kan? Jadi sebenarnya kalau tulisan yang benar itu adalah 3аΠΥCTИTЬ (zapustit’) yang artinya ‘lari’, Nph (no Phone), atau tanpa alat komunikasi. Kkk~ ngaco dan pastinya teramat memaksa kan?? Haha... biarin aja... yg penting akhirnya nemu kode yang cocok buat ff ini....

Terus (lagi-lagi) untuk istilah kimia yang ada... jangan anggap kalo saya ini ekspert yah. Soalnya itu juga nyontek dari buku. Dan perihal kata ‘sulfur-pengelak-perosak’ itu anggap aja kalo bapaknya Sungmin emang udah menciptakan modifikasi rumus yang sudah digunakan oleh semua chemist education di dunia ini (Hwalaahh!). jadi bagi kamu yg sekolah di jurusan kimia analisi, dan menganggap kalo author yang satu ini udah keterlaluan bokisnya,,, maklumi aja... kapasitas otak saya Cuma segini soalnya *pasang helm*

Ya sudah,, udah kebanyakan cuap-cuapnya.Thaks for reading. Nomu saranghae.. ajjumoni.... *heart sign

See u next chapt...

“Apa yang kau lakukan?”

Sungmin mengamati Kyuhyun yang tengah mengacak-acak belasan senjata dari dalam kotak di tengah hutan pantai.

Entah darimana dan bagaimana benda-benda itu bisa berada di sekitar pelabuhan. Sungmin terus berdiri mematung

sambil dadanya bergerak naik-turun karena napas yang memburu.

Kyuhyun tak kunjung menjawab pertanyaan tadi. Kedua tangannya terus saja memenuhi setiap ruang di tubuhnya

dengan senjata-senjata api berbagai ukuran. Dan ketika semuanya selesai, ia menyisakan satu senapan panjang untuk

dibawa dengan satu tangannya sendiri. Sedang yang lainnya ia gunakan untuk menarik lengan Sungmin.

“Kyuhyun—“

“Jangan bicara dulu, Sungmin. Ikut aku!”

Tanpa diduga pemuda itu menyela dengan nada kasar. Seperti bukan seorang Cho Kyuhyun yang selalu lembut pada

kekasihnya. Sungmin bahkan terkejut mendengar seruan tadi. Tidak berteriak memang. Namun cukup kuat aura

kegelapan dari sana.

Mereka berlari menyusuri pepohonan yang masih Sungmin ingat juga dilaluinya saat datang. Dan jika perhitungan

dalam kegelapannya tidak salah, mereka memang akan kembali ke pelabuhan. Susah payah Sungmin mencari alasan

sendiri mengapa tiba-tiba Kyuhyun seperti itu. Mereka—Kyuhyun lebih tepatnya—langsung berlari setelah mendengar

satu suara tembakan. Lari ke tempat dimana begitu banyak senjata dan amunisinya disimpan.

Apa Kyuhyun yang menaruhnya? Apa yang dia rencanakan?

Sungmin berlari sembari menggaungkan banyak pertanyaan di kepalanya.

Sejujurnya ia begitu tidak fokus, karena setelah bunyi senapan terdengar, dirinya menangkap lamat-lamat seseorang

meneriakkan nama salah satu anggota tim. Lee Donghae. Sungmin begitu tak tenang memikirkannya.

Namun ia tetap ikut berlari kemanapun Kyuhyun membawanya.

Kyuhyun begitu berani keluar dan menghadapi cahaya, tidak seperti sebelumnya saat semua menganggap bahwa keluar

dari persembunyian dalam gelap adalah menjemput kematian. Serangan malam ini tidak main-main. Mereka berdua

bisa melihat begitu banyak tubuh-tubuh tergeletak yang entah masih hidup atau sudah mati.

Mata Sungmin terlihat begitu waspada. Kyuhyun terlihat lengah. Seseorang bisa saja menembaknya. Ia sedikit

mengutuk diri karena tak membawa banyak senjata tadi.

Namun sedetik kemudian ia mengingat bahwa Kyuhyun  banyak membawa senjata. Kekasihnya tak akan melarang jika

ia mengambil satu yang tergantung di paling luar seragam Kyuhyun.

Satu tangannya yang bebas baru saja akan meraih sebuah senapan otomatis dari sana. Tapi...

‘Cklek’

Keduanya terdiam. Sungmin menatap Kyuhyun dengan bola mata yang melebar. Tak percaya apa yang saat ini ia lihat.

Kyuhyun mengarahkan ujung laras senapan tepat di keningnya.

Lama mereka dalam posisi seperti itu. Walaupun detak jantung semakin melewati jarak detik waktu, keduanya masih

harus bertahan seakan satu gerakan kecil saja akan membuat Kyuhyun melubangi kepala Sungmin.

Dan seakan semuanya berjalan begitu cepat. Ketika derap langkah mendekati dimana posisi mereka. Sungmin seperti

sudah tak bisa menggerakkan apapun dari tubuhnya. Hingga lengan panjang Kyuhyun melingkar di lehernya dengan

kuat dan dinginnya ujung laras semakin membuat kepalanya berdenyut walaupun Kyuhyun sudah menggantinya

dengan senapan otomatis.

“Lepaskan dia, Kyuhyun!”

Park Jungsoo. Lelaki itu dan beberapa orang yang mengikuti di belakangnya tiba sambil mengangkat senjata mereka

mengarah pada dua orang yang tidak bisa lagi dikatakan sebagai sepasang kekasih. Kini mereka adalah penjahat dan

sanderanya.

“Kyu—“ Sungmin tercekat. Kyuhyun semakin mengeratkan jeratan pada lehernya. Hingga mungkin kini lengan pucat

itu bisa merasakan napas panas memburu di atas kulitnya.

“Cukup Kyuhyun. Kita sudahi permainan ini. Sudah banyak yang terluka. Donghae sekarat. Apa sekarang kau mau

menyakiti Sungmin juga?!” Jungsoo bicara masih sambil mempertahankan lengannya di udara dengan senjata.

“Permainan?” Kyuhyun berujar sinis, namun suaranya parau. “Aku tidak tahu kalau kau sangat menikmati permainan

ini Park Jungsoo.” Sudah tak ada lagi sopan santun. Kalimat Kyuhyun begitu penuh emosi yang tertahan entah sudah

berapa lama. “Semua yang kau janjikan padaku hanya kebohongan. Menyembunyikan kenyataan bahwa semua orang

terlibat. Berusaha mengembalikan posisi mereka setelah apa yang sudah semua orang perbuat pada ayahku. KAU

PEMBOHONG, PARK JUNGSOO!!”

“Kyuhyun-ah. Kumohon—“

“Sungmin, kau mau mendengar semua ceritanya kan, sayang?” Suara Kyuhyun melembut, namun tetap terdengar

mengerikan. “Ayahku sangat baik pada kalian. Dia bahkan selalu bilang sangat menyayangimu seperti anak sendiri.

Melebihi diriku.” Pria itu menghela napas panjang. “Tapi... mereka memanfaatkannya.”

Sungmin menggeleng lemah, “Aku tidak mengerti, Kyuhyun... aku tidak mengerti—“ kemudian kembali terdiam saat

Kyuhyun kembali mengeratkan lilitan lengannya dan ujung senapan seperti sudah bisa menembus kepala Sungmin. Ia

meringis menahan nyeri.

“Ayahmu serakah. Dia bahkan mencuri benda berharga dari anak didiknya sendiri.”

Sungmin mengepalkan kedua telapak tangannya di bawah sana. Satu kenyataan terburuk sudah hampir terungkap.

Sejak kecil ia selalu percaya bahwa sebuah pengkhianatan pasti didasari oleh kekecewaan. Begitu pula dengan apa yang

dialami keluarganya. Seseorang pasti sudah disakiti. Kematian mereka bukan hanya sekedar alasan kekuasaan.

“Kau bisa membunuhku saja kalau begitu. Kenapa harus semua orang?” Pelupuk itu sudah tergenang. Sungmin selalu

berada dalam kondisi lemah jika menyangkut keluarganya.

Kyuhyun terkekeh, namun terdengar seperti raungan tangis jauh di dalam hatinya. “Karena semua orang sudah

membuat ayahmu semakin agung dalam kematiannya, sementara ayahku adalah pembunuh yang keji. Ini tidak adil,

sayang.” Lelaki itu menyesap kuat aroma dari rambut Sungmin dalam-dalam, untuk kemudian mengokang senapan

dengan cepat dan kembali mengarahkan pada kepala Sungmin.

“Kyuhyun! Hentikan! Semua sudah selesai. Kita akan membersihkan nama ayahmu kembali. Jadi tolong jangan

lakukan itu.” Jungsoo memandang ngeri mata Kyuhyun yang seperti sudah kehilangan akal sehat. Ia juga membagi

fokusnya pada beberapa petugas di belakang. Jika satu saja gerakan heroik dilakukan, Jungsoo akan kehilangan

Sungmin. Bahkan kehilangan keduanya.

Sementara itu yang berada dalam cengkeraman hanya bisa memejamkan mata. Memori yang susah payah terkubur kini

menyeruak lagi dan membuat sebuah koyakan tak kasat mata di dadanya.

“Sudah tidak akan berarti apa-apa. Kau ingin semuanya berakhir, bukan? Kalau begitu kita selesaikan semua sekarang.

Biarkan aku menembak mati semua orang, juga kau. Lalu dengan begitu aku bisa menembak kepalaku sendiri.”

Kyuhyun berujar dengan getir. Keringat mulai membasahi wajah dan tangannya. Genggaman pada pistolnya pun sudah

semakin melemah.

“Tidak. Tidak. Tidak akan kubiarkan kau melanjutkan ini semua. Lepaskan Sungmin, Kyuhyun. Kau mencintainya, kan?

Kau tak ingin dia terluka, bukan?” Jungsoo masih berusaha berdamai dengan keadaan. Orang-orang di belakangnya

sempat saling tukar pandang mendengar kalimat yang tak seharusnya tentang Kyuhyun dan Sungmin.

Tapi saat ini siapa yang akan mempermasalahkannya? Semua orang sedang berada diantara hidup dan mati.

Tiba-tiba Kyuhyun dapat merasakan sentuhan hangat di punggung tangannya yang basah. Ia tahu jemari siapa yang

bertengger di sana. Sungmin menyentuhnya dengan tangan yang juga sama berkeringat. “Kyuhyun-ah... kita mati

bersama. Bagaimana?” bisiknya gemetar. “Mati, kemudian rasa sakit ini tidak akan lagi terasa.” Salah satu lengannya

bergerak menyentuh lengan Kyuhyun yang menggenggam senjata. Jemari itu mengikuti posisi yang juga siap menarik

pelatuk. “Biar aku yang menarik pelatuknya. Aku pergi duluan. Aku yang akan menunggumu di sana.”

Jungsoo terlihat frustasi dengan apa yang dilakukan Sungmin. Walaupun ia tak bisa mendengar apa yang tengah

diucapkan, namun instingnya menangkap sesuatu yang memang buruk. Ia harus bertindak cepat. Dirinya sadar bahwa

dua manusia di hadapannya sudah tidak akan menggunakan akal sehat untuk mengakhiri semua ini. “Sungmin! Apa

yang kau lakukan?!”

Kemudian setelah menangkap senyum dari bibir Sungmin, sebuah letusan senjata terdengar.

Seseorang terpelanting. Tidak. Dua orang.

Kyuhyun dan Sungmin terjatuh dengan tangan kanan mereka yang berlumuran darah. Jungsoo dan timnya tak mau

melewatkan hal ini. Setelah salah satu peluru berhasil menembus telapak tangan dua orang tadi, benda itu juga

melempar jauh senjata api yang digunakan. Tubuh Sungmin menghantam lantai pasir sambil memegangi salah satu

tangannya. Ia menggeliat kesakitan.

Begitu juga dengan Kyuhyun. Namun seakan kesempatan apa yang akan Jungsoo gunakan, ia dengan cepat berdiri dan

mengambil senjata dari balik tubuhnya dengan tangan kiri. Begitu lihai mengokang dengan satu tangan.

Tak lama, posisi bertahan kembali Kyuhyun lakukan. Ia sudah berhasil mengarahkan senjatanya pada orang-orang yang

tadi berniat menyergapnya. “Dasar bodoh!” ucapnya sarkatis.

Jungsoo dan petugas lain tidak serta merta berhenti, mereka hanya memperlambat langkah seperti kuda-kuda saat

akan menangkap seekor ayam untuk dipotong. “Kyuhyun-ah, kumohon menyerahlah. Kita akhiri semuanya.”

Hingga akhirnya langkah itu benar-benar berhenti saat Kyuhyun justru menarik lengan dan menempelkan ujung laras

di sisi kiri kepalanya sendiri. “Lihat, Park Jungsoo. Aku memang sudah tidak seharusnya percaya pada kata-katamu.”

Matanya melirik Sungmin yang masih tergeletak menahan sakit. Peluru tadi memang menembus telapak tangannya,

namun serpihan kecil masih sempat menggores nadi. Sungmin kehilangan lebih banyak dari dari pada Kyuhyun.

Namun seperti sudah terlalu bingung, Kyuhyun hanya diam menatap kekasihnya yang berusaha menahan sakit yang

hebat. Hingga akhirnya tubuh itu melemah. Dirinya justru mundur perlahan. Membuat jarak yang cukup besar supaya

orang-orang di sana bisa mendekati Sungminnya dan melakukan pertolongan pertama.

“Sungmin! Sungmin kau baik-baik saja?!”

Yang ditanya hanya menggeleng. Wajah Sungmin sudah seputih kertas.

“Lakukan pertolongan pertama! Lalu segera bawa dia dengan unit satu!” Jungsoo memerintah dengan ganas.  Beberapa

orang sibuk mengeluarkan benda apa saja yang bisa digunakan untuk menghentikan pendarahan, kemudian tubuh

Sungmin dipapah menuju mobil yang akan membawanya ke rumah sakit.

“Dia menghilang, Pak!”

Seseorang berteriak. Jungsoo mengedarkan pandangannya pada sekitar, namun ia tidak menemukan sosok Kyuhyun.

Bagai hantu, orang itu pergi ketika semua lengah.

Pria itu menghela napas frustasi setelah menyadari bahwa telah kehilangan buruan yang sebenarnya.

_FireBlossom_

Berusaha menemukan jalan keluar dari pekatnya kabut membuat Sungmin harus mengerjap beberapa kali. Kepalanya

terasa sangat berat, bahkan sekujur tubuhnya kaku bagai terus berada dalam posisi tersebut dalam waktu yang sangat

lama.

“Sungmin?”

Sebuah suara membantunya untuk terus fokus. Walaupun terdengar familiar ditelinga, namun hati kecilnya berharap

suara lain yang terdengar. Namun tak apa, toh suara itu cukup membantu saat ini, pikir Sungmin.

“Kau baik-baik saja? Bagaimana perasaanmu?”

Suara itu—milik Park Jungsoo. Sungmin lega menemukan memorinya masih baik-baik saja untuk dipakai mengingat.

“Hmm...” ia mendesah pelan. “Kupikir aku sudah mati.” Katanya pelan.

Yang mendengar hanya tersenyum. Senyum kekhawatiran segaligus lega. “Kurasa mereka sudah berlebihan

memberikan obat penenang padamu.”

“Mereka siapa?” Sungmin mengangkat tangannya untuk memijat pelipis. Di sana berdenyut sangat hebat. Matanya

kembali terpejam untuk merasakan tekanan-tekanan yang dihadirkan sendiri oleh jari-jari miliknya.

“Tentu saja dokter dan perawat. Kau di rumah sakit sekarang.” Jawab Jungsoo.

“Oh. Aku tahu itu.” Sungmin menjawab singkat. “Seingatku, aku terluka di tangan. Kenapa kepala ini juga terasa sakit?”

Pemuda itu mengeluh saat pijatan pada kepalanya juga tak kunjung membuat denyutan itu berhenti. Malah semakin

sakit.

“Kau kehilangan banyak darah. Peluru anak buahku mengenai pembuluh nadi di tanganmu. Mereka butuh berkantung-

kantung darah untuk menggantinya.” Jungsoo menjelaskan tanpa rasa. Nada suaranya yang datar berbanding terbalik

dengan sorot mata yang menatap penuh cemas.

Sungmin menyerah. Tangan kirinya tak cukup kuat untuk terus bertengger di kepala. “Ada apa sebenarnya? Kenapa

semuanya jadi seperti ini?”

Jungsoo mengangguk pasrah. “Aku memang sudah tak bisa menyembunyikan apa-apa lagi.”

“Memang tidak. Jadi ceritakan semua sebelum aku nekat menghajarmu dengan tiang penyangga infus ini.” Ancam

Sungmin. Ia sudah benar-benar berkonsentrasi walaupun masih sedikit dipaksakan. Air mukanya mengeruh tanda ia

betul-betul kecewa dan marah.

“Fire blossom itu milikku...”

Tubuh Sungmin menegang mendengar pengakuan pertama.

“...sampai mereka mengatakan bahwa senjata itu terlalu berbahaya untuk dikembangkan oleh anak magang sepertiku.

Mereka mengirimku kembali ke Seoul.”

Lelaki yang terbaring itu belum sepenuhnya menangkap maksud seorang Park Jungsoo. Namun ia belum mau menyela.

Ia harus bertahan untuk mendengarkan.

;;;;;

Ilsan, Desember 2007

Jungsoo menghempaskan dirinya begitu saja di atas tempat tidur. Kepalanya hampir pecah. Bukan karena kasus yang

sedang ia hadapi. Melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih besar. Seseorang seperti sudah membakar lagi luka

yang hampir mengering.

‘Kudengar tuan Lee akan memperkenalkan pada kita semua senjata ciptaannya yang baru. Orang-orang

laboratorium tidak berhenti menyebutnya sebagai manusia yang sangat genius.’

Perkataan rekannya terus berputar di kepala. Pria itu meraih sebuah bantal dan meremasnya kuat-kuat untuk

menumpahkan segalanya.

‘Rasanya Lee Chunhwa memang akan terus jadi legenda. Sebuah bom waktu yang ditanam di kepala? Hanya orang

gila yang bisa memikirkan hal semacam itu.’

Lagi. Rasanya seperti terbakar. Kedua matanya yang terpejam memanas. Namun ia tak mau mengeluarkan semua

aliran kekecewaan itu dari sana.

“Jika aku tak bisa memilikinya, maka orang lain juga tidak.”

;;;;;

“Paman, itu namanya mencuri.”

Kyuhyun yang baru saja beberapa hari pulang ke rumahnya di Ilsan setelah menjalani pendidikan hanya bisa menatap

bingung perdebatan antara sang ayah dengan seseorang yang memang sudah seperti kakaknya sendiri—Park Jungsoo.

“Jungsoo-yah, tuan Lee bilang ia hanya ingin menyelamatkan senjata itu. Tentara Amerika Serikat dan Arab Saudi

sudah mulai melakukan strategi untuk acara pelelangannya. Jika tidak dibawa pulang ke ‘rumah’ mereka akan

menggunakannya untuk membuat Perang Dunia ke tiga terwujud.”

“Semua orang berkata begitu. Paman, itu hanya alasan mereka. Korea selatan sudah mengincar semenjak penciptanya

baru saja akan memperkenalkan senjata itu pada serikat.” Jungsoo masih saja bicara dengan kesal.

“Kau ini kenapa, sih? Bicara seperti benda-benda itu adalah ciptaanmu saja.” Pria paruh baya itu sudah hampir terbawa

emosi dengan sikap yang ditunjukkan Jungsoo.

Pemuda di hadapannya tak bisa lagi berkata. Ia mengusap kasar wajah dan menyandarkan tubuhnya dengan pasrah ke

punggung sofa. “Banyak orang yang mengincar benda itu. Kau bisa saja terlibat dalam situasi yang berbahaya, paman.”

“Aku berhutang budi pada mereka. Aku dan Kyuhyun.” Ucap sang paman lirih.

;;;;;

“Maaf Kyuhyun. Karena terjadi masalah, aku sampai lupa memberi selamat atas keululusanmu. Dimana kau akan

bertugas? Ilsan?”

Kyuhyun menggeleng. “Tidak. Mereka mengirimku ke ibukota.” Pemuda itu menyesap kaleng bir nya dengan ringan.

“Hyung... ada apa dengan ayahku dan keluarga Lee itu? Apa dia melakukan hal-hal yang akan membahayakan

nyawanya?”

Jungsoo menarik napas dalam-dalam. Udara laut membuat pikirannya sedikit jernih. Ia tersenyum. “Pengabdian

ayahmu mengerikan, Kyuhyun. Tapi jangan khawatir, aku tak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada

ayahmu. Berada di tengah orang-orang serakah memang seperti itu. Kadang kita harus bisa benar-benar bisa menjaga

milik sendiri.”

Kyuhyun tidak terlalu paham dengan apa yang Jungsoo katakan. Namun sedikit banyak fenomena itu memang terjadi

pada manusia. Keserakahan. “Ayah selalu bilang kalau aku akhirnya bisa menjadi seorang polisi karena bantuan Tuan

Lee. Mereka begitu baik mengasuh kami yang miskin ini, menyekolahkanku dan memberikan berbagai fasilitas untuk

kami bisa hidup.”

Jungsoo meraih pundak Kyuhyun dan menepuknya pelan. “Jangan dipikirkan. Kau hanya perlu menjadi polisi yang

baik setelah ini. NIS selalu membuka peluang bagi para perwira polisi yang kompeten. Dan aku punya firasat akan

melihatmu di sana.”

Kyuhyun tersenyum. “Kalau begitu, jaga ayahku selama aku di Seoul, hyung. Aku akan segera menggantikan posisi ayah

untuk bisa membalas budi kepada mereka.”

;;;;;

Ini hari ulang tahunnya. Dan Kyuhyun benar-benar mendapatkan sesuatu yang sangat mengejutkan dari sang Ayah.

Sebuah kabar duka.

Hanya segelintir orang yang datang memberikan penghormatan terakhir di rumah duka. Sisanya hanya ada polisi yang

berjaga.

‘Bahkan sampai hari pemakamannya pun ayah adalah seorang penjahat.’

Bayangan dirinya yang datang semalam ke rumah kediaman keluar Lee masih saja berputar di kepalanya. Kyuhyun

‘mengemis’ pengampunan untuk sang ayah di sana. Namun tentu saja tidak ada yang mendengar. Anak itu hanya

diperlakukan bagai pengemis yang mengganggu.

Tidak ada kemegahan ataupun simpati bagi seorang pembunuh dan pengkhianat di hari kematiannya. Tidak ada. Baik

Kyuhyun ataupun sang ayah. Hari itu mereka benar-benar sendirian. Bahkan satu-satunya orang yang dianggap sebagai

keluarga sama sekali tak menunjukkan dirinya ketika proses penghormatan terakhir di tanah makam selesai. Semua

orang yang membantu hanya karena mereka dibayar. Selebihnya tak ada air mata kecuali milik seorang Cho Kyuhyun

yang mengalir di hari itu.

“Kyuhyun-ssi. Ini dokumen kekayaan yang ayahmu miliki. Tuan Lee ternyata memberikan semua atas namanya dan

namamu. Kau bisa menggunakan semua fasilitas atas nama Cho Kyuhyun. Sisanya, harus ditarik untuk denda atas

kasusnya. Gunakan sebaik mungkin. Jangan mengecewakan mereka untuk kedua kalinya. Kau tidak boleh mengikuti

jejak ayahmu.”

‘Benarkah ayahku adalah penyebab kematian mereka? Hanya karena bom itu ditemukan di tubuhnya.’

“Jangan sisakan apapun untukku. Ambil saja semuanya.”

Kyuhyun meletakkan kembali surat-surat penting tadi di atas meja atasannya. Surat atas kepemilikan apartemen dan

segala isinya.

“Kau yakin?”

Pemuda itu mengangguk. “Aku tidak membutuhkannya lagi. Lagipula aku tidak akan bisa menempatinya selama

bertugas di ibukota.

_FireBlossom_

Sungmin hampir menangis mendengar penuturan Jungsoo. Kyuhyun juga korban. Pria itu terjebak dalam dendamnya

atas kematian sang ayah dan namanya yang sampai saat ini tidak juga dibersihkan. Sungmin tahu apa yang pemuda itu

inginkan. Dia hanya mau semua orang tidak menganggapnya sebagai anak dari seorang pengkhianat atau pembunuh.

Tapi jika mengingat bagaimana Sungjin dan dirinya berusaha keras untuk membuktikan bahwa kematian kedua orang

tua meraka adalah sebuah kasus pembunuhan yang melibatkan senjata bom bunuh diri, hatinya kembali sakit. Kyuhyun

tak pernah memaafkannya, dia tak pernah mengampuni kedua orang tuanya.

“Setelah menemukannya kembali, butuh usaha keras untukku bisa membujuknya bergabung dalam tim inti ini. Aku

harus bisa membersihkan sisa orang-orang yang sudah mencuri fire blossom dari tangan ayah Kyuhyun. Walaupun

tidak bisa dikatakan sebagai keberuntungan, kasus penyerangan di Ilsan sedikit banyak membantuku untuk

meyakinkan kalian bahwa memang masih ada yang harus diselesaikan. Dan dengan liciknya aku menggunakan

kesempatan ini untuk menggambil apa yang seharusnya menjadi milikku saat itu.”

Sungmin mendelik marah, “Kau penyebab kematian Henry dan bertanggung jawab atas keadaan yang lain.”

“Aku tahu. Setelah mengetahui siapa sebenarnya kalian. Aku tak bisa menghentikan Kyuhyun. Henry salah satu

informan penting yang kami taruh pada kelompok bangsa China saat itu. Dia menyimpan banyak kebenaran yang

mungkin belum semua dilaporkan. Bahkan saat ayah Kyuhyun terlibat negosiasi berbahaya yang berakhir pada

kematiannya dan juga orang tuamu.”

“Ayah Kyuhyun bukan pelakunya?” Sungmin mengernyit pedih. Satu lagi kenyataan yang tidak bisa ia anggap sepele.

“Persis seperti apa yang kutakutkan di awal. Ayahmu memiliki perjanjian terselebung dengan pihak militer China untuk

mendapatkan rumusan fire blossom milikku dari CIA. Dan ayah Kyuhyun yang memang mahir berbahasa mandarin

adalah perantaranya. Kesetiaan ayah Kyuhyun terhadap seorang Lee Chunhwa sangat mengerikan. Hingga akhirnya

ayahmu melanggar perjanjian, dan pemberontakan dimulai.”

“Kau bohong.”

“Kau sangat tahu bahwa aku tidak bohong. File rumusan senjata berbahya itu tersimpan di dokumen ayahmu. Jika kau

ingin bukti, aku memiliki catatan dasarnya. Benda-benda itu ciptaanku dan aku tahu apa yang akan terjadi pada semua

orang jika memiliki fire blossom di kepalanya.”

“Lalu yang lainnya?” Sungmin menanyakan hubungan setiap anggota dengan kasus sang ayah.

“Zhoumi tidak jauh berbeda dengan Henry. Hanya saja dia tak masuk dalam kelompok militer rahasia itu. Tapi yang

membuat Kyuhyun marah, bom waktu itu adalah pekerjaanya. Yang meledak bukan yang dipasang pada tubuh Paman

Cho, melainkan mobil yang sudah dimodifikasi. Mereka hanya membuat seolah ayah Kyuhyun lah yang melakukan bom

bunuh diri.”

“Terlalu kejam. Bagaimana manusia bisa melakukan hal itu pada manusia lainnya?” Sungmin sudah menangis.

Kenyataan benar-benar menyakitinya.

“Kau bisa bertanya pada ayahmu jika saja ia masih hidup.” Masih tersisa kebencian pada nada bicara seorang Park

Jungsoo.

“Mobil itu milik Shindong. Dia menjual barang-barang dan memastikannya untuk tepat sampai pada ayahmu. Sedang

aku tak perlu menjelaskan Siwon, Donghae dan Kibum. Mereka bertiga adalah pengawal kepercayaan ayahmu selama

melakukan transaksi. Bekerja secara rahasia dan terpisah tanpa mengenal satu sama lain diluar perintah NIS.”

“Eunhyuk?”

Jungsoo menyeringai. “Dia sama seperti aku dan kau. Kehilangan orang-orang yang sangat berarti. Dendamnya tak

terbalas dan beberapa kali berusaha mencabut nyawanya sendiri. Aku mempertahankannya karena keyakinan bahwa

anak itu bisa menggiring kalian semua untuk sampai pada pengetahuan senjata mematikan dalam penyelidikan. Aku—“

Jungsoo mengambil jeda sebentar, “—aku memanfaatkannya agar bisa berkonsentrasi memainkan peran sebagai ketua

tim di atas Siwon.”

Sungmin semakin frustasi. Sakit kepalanya bertambah. “Jadi kau tidak memasang bom kecil itu di kepala Zhoumi dan

Henry?”

“Kau sudah tahu bahwa demonstrasi yang dilakukan Eunhyuk mengenai cara memasukkan senjata kapsul itu terlalu

dibaut-buat, Sungmin. Anak itu sama sekali tidak punya ketertarikan dengan kasus selain terjebak dengan dendamnya

kepada adikmu. Dia sudah membagi ‘imajinasinya’ dengan semua orang. Zhoumi dan Henry adalah informan, secara

langsung atau tidak, mereka terikat dalam kelompok, dan tak ada satupun yang tidak ditandai. Benda itu sudah ada

sejak lama di kepala mereka.”

Sungmin diam. Hatinya bergejolak. Ia membenarkan semua perkataan Jungsoo. Tuduhannya pada lelaki di sebelahnya

dan perihal Kyuhyun yang juga memiliki fire blossom  adalah kebohongan yang dia buat untuk membuktikan bahwa

Jungsoo memang bukan dibalik semua peristiwa ini. Ia ingin membuktikan satu persatu bahwa semua orang hanya

korban.

“Kyuhyun mencoba membunuh semua orang. Tapi aku bisa melihat ke dalam matanya bahwa ia mencintaiku, ingin

melindungiku. Bagaimana aku bisa mempercayai semua ini, hyung?”

Jungsoo terbelalak. Ia sudah tak pernah lagi mendengar kata hyung terucap dengan tulus dari bibir Sungmin. 

“Sungmin-ah...”

“Aku tahu, hyung. Aku menyelidiki Kyuhyun diam-diam. Cerebral Aneurysm yang diderita Kyuhyun, aku manfaatkan

untuk mencoba percaya lagi padamu.”

“Kau pernah melihatnya kambuh?” Jungsoo bertanya sedih.

Sungmin mengangguk. “Satu kali. Dan aku hampir gila karena cemas.”

“Tapi sepertinya kau tidak tahu tentang syndrom bipolar yang dideritanya.”

Sungmin mengerutkan keningnya. “Sindrom. Bipolar?”

“Ayahmu membantu menyembunyikan keadaan Kyuhyun dan membantunya lulus tanpa syarat dari akademi

kepolisian. Aku sangat yakin bahwa dia memang mencintaimu dengan tulus. Tapi ada beberapa ‘jiwa’ dalam dirinya

yang sampai saat ini tidak aku tahu bagaimana bisa membuat semua kekacauan ini. Pemukulan terhadap Zhoumi dan

misi kemarin malam.”

“Apa yang terjadi dengan penggerebekan malam itu, hyung. Kenapa kami diserang?”

Jungsoo menggeleng. “Mereka bukan menyerang kalian. Justru tim SWAT yang berangkat bersama kalianlah yang

seharusnya memiliki tugas menghabisi anggota kita. Aku mengetahuinya setelah menerima pesan resmi bahwa

penyergapan di pelabuhan dibatalkan. Dan kalian berangkat dengan orang-orang bayaran. Kyuhyun menggunakan kode

komunikasi rahasia kita untuk mengecoh. Dengan bertaruh waktu, aku berusaha menaruh banyak pasukan di

pelabuhan sebelum kalian datang. Dan ketika waktunya tiba, dengan menggunakan sensor komunikasi yang telah

Kyuhyun berikan pada orang-orang bayarannya, kami bisa menembak mati semua tanpa keliru. Yang tentu saja harus

memperhatikan kode komunikasi kalian agar tidak ikut tertembak. Aku benar-benar mengandalkan cahaya saat itu.

Rencana Kyuhyun gagal.”

“Sedetail itu?”

“Kyuhyun memiliki bagian dirinya yang lebih keji.”

“Tidak mungkin...”

Jungsoo hanya menarik napas dalam-dalam. “Aku harus menutup kasus ini, karena semenjak kematian masal pada

penculikan Henry, aku tahu hanya satu orang yang tersisa dari kelompok itu. Kim Young Pil sudah ada dalam

genggamanku. Dan pembunuhan keluarga Cina tiga tahun silam sudah terungkap. Ini sudah selesai. Istirahatlah. Aku

harus melihat keadaan Donghae. Anak itu masih kritis. Dan keputusan apakah kita harus mencari Kyuhyun setelah ini

ada di tanganmu. Century berusaha menuntut balik atas penyelidikan yang pernah kita lakukan, Kibum sebagai

buktinya tidak cukup, Donghae harus tetap hidup karena semua dokumen laporan adalah buatannya.”

_FireBlossom_

Kyuhyun terbangun dengan tubuh lemah. Kepalanya terasa sakit, sama halnya dengan telapak tangannya. Pemuda itu

membiarkan dirinya kehilangan banyak darah dan jatuh pingsan-bangun lagi-kemudian pingsan lagi di tempat

persembunyian selama berhari-hari. Ia menatap sekeliling ruangan yang sudah sama dengan lokasi terjadi gempa.

Dirinya mendesah, pikirnya semalam ia pasti mengamuk lagi.

Seperti tidak pernah terjadi apa-apa, Kyuhyun mulai beranjak membersihkan diri. Lengannya yang terluka parah hanya

ia siram dengan cairan antiseptik dan dibalut dengan perban bersih. Dan setelah mandi sekedarnya, pemuda itu mulai

membersihkan ruangan yang berantakan. Benda-benda seperti kursi-kursi kecil yang patah dan beberapa perabot

elektronik yang sudah menjadi bangkai ia kumpulkan untuk dibuang nanti.

Ia mengaduk-aduk isi kulkas untuk mengganjal perutnya yang lapar. Menemukan banyak makanan yang sudah lewat

tanggal kadaluarsa. Tapi siapa peduli? Ia terkapar selama beberapa hari dengan banyak darah dan tanpa makanan.

Kyuhyun melahap habis apa yang ia temukan di dalam kulkas. Tak mempedulikan rasanya, bahkan apakah makanan itu

harus dimasak dulu atau tidak.

Kyuhyun duduk di sofa menatap layar televisi yang tidak menyala. Benda itu sudah tidak berfungsi. Sepertinya

tongkat baseball sudah menjadi senjata utama hancurnya alat komunikasi satu arah tersebut. Sorot matanya kosong

dan memerah. Jika sedang bersama Sungmin, orang itu pasti akan marah-marah dan menyuruhnya memperbaiki

semua kerusakan dengan cepat. Walaupun ini bukan rumahnya. Bayangan pria yang mengomel padanya membuat

sudut bibir itu tertarik.

Dia merindukan kekasihnya.

Kyuhyun mengintip dari balik tirai ke arah luar. Di sana gelap, dan ‘malam’ adalah kesimpulan yang ada di kepala

Kyuhyun. Dan tiba-tiba tubuhnya berubah waspada.

Seseorang memasuki rumah tempat dia bersembunyi. Kyuhyun bisa merasakan kehadirannya. Ia mempertahankan

kondisi ruangan yang sangat gelap, beranjak meraih tongkat golf di sebelah sofa, dan berjalan perlahan.

Pencuri selalu ingin mengambil apapun dari rumah besar ini. Dan Kyuhyun sepertinya tidak mengaktifkan kembali

sensor keamanan di pagar rumah. Ia bahkan lupa apakah sudah menutup pintu atau belum. Itu memberikan

kesempatan bagi mereka.

Ia mendengar gemulutuk dari balkon rumah. Pencuri itu memanjat lantai dua rumahnya. Kyuhyun dengan sigap

memposisikan diri di samping jendela, bersiap menyambut tamu yang tak diundang. Tubuhnya semakin waspada ketika

jendela betul-betul bergeser karena dibuka dari luar, menampakkan siluet seorang laki-laki. Sepertinya sama sekali tak

menyadari bahwa tuan rumah sudah bersiap menghancurkan kepalanya dengan tongkat logam.

Kyuhyun sudah mengayunkan stick golf ketika pria tadi akhirnya berdiri pada satu spot yang diterangi cahaya

rembulan. Ia bisa melihat wajah orang itu, dan seketika membatalkan niatnya.

“Lee Sungmin??”

Pemilik nama itu berbalik dengan cepat karena terkejut. “Kyuhyun? Kau kah itu?”

Dengan cepat Kyuhyun melempar senjata di tangannya dan menghampiri Sungmin. Lengannya dengan kasar memukul

tombol lampu hingga dirinya benar-benar bisa melihat sosok itu.

“Sungmin-ah...” Kyuhyun terpaku. Pemuda itu benar-benar ada di depannya. Sungmin menemukannya. “Bagaimana—“

Bugh!

Satu pukulan telak mendarat di wajah Kyuhyun. Ia tersungkur dan menabrak dinding ruangan dengan keras. Darah

segera keluar dari sudut bibirnya yang lebam.

Tak hanya berhenti di sana. Sungmin segera mendekat dan mencengkeram kerah baju Kyuhyun. Ia kembali memukul

pemuda itu dengan membabi buta. Lebih dari tiga kali di tempat yang sama. “Pembunuh!” ujar Sungmin garang.

Sungmin baru saja akan menggunakan kedua tangannya untuk membenturkan kepala Kyuhyun, sebelum akhirnya pria

itu menendang perutnya. Kini ganti Sungmin yang terpelanting ke belakang.

Mereka berdua berdiri. Bersiap melakukan duel yang seimbang. Sungmin menyerang duluan yang masih berhasil

dihindari, namun kaki Sungmin tak kalah cepat hingga lututnya berhasil menghantam ulu hati lawan. Kyuhyun mundur

sambil menahan sakit.

Hal itu tak membuat Sungmin puas, ia kembali menyerang. Sebelum kakinya melayang, ia sempat melempar perabot

keramik ke arah Kyuhyun yang berhasil dihindari dan akhirnya hanya pecah membentur tembok.

Kyuhyun menangkap ayunan lengan Sungmin dan mengunci pemuda itu pada satu gerakan memutar. Namun sekali

lagi, Sungmin berhasil lepas dengan menyikut perut Kyuhyun. Namun tidak membiarkan menjauh, Kyuhyun menarik

kaki Sungmin hingga terjatuh dengan menimbulkan bunyi debuman mengerikan. Dengan cepat Kyuhyun berada di atas

punggung Sungmin, membalik pemuda itu hingga menghadapnya. Mengunci semua pergerakannya.

“Bagaimana kau bisa ke sini?”

Tak ada jawaban. Sungmin masih menggeliat untuk melepas diri.

“JAWAB AKU BRENGSEK!!!”

Teriakan Kyuhyun berhasil membuat Sungmin berhenti. Ia menatap bola mata di sana yang sudah berkilat marah. “Apa

hal itu penting?” tanyanya sinis.

“Kau tahu aku bisa saja membunuhmu sekarang.” Kyuhyun berujar sadis. Masih menekan kuat tubuh Sungmin.

“Lakukan saja. Tanganmu sudah kotor. Kau sudah banyak membunuh orang. Jadi membunuhku pun tidak akan

berdampak apa-apa. Mungkin besok pagi kau tidak akan mengingatnya.”

Kyuhyun terdiam. Ia mengendurkan semua kuncian pada tubuh Sungmin dan perlahan berdiri. Berjalan ke arah

ranjang yang tidak bisa dikatakan rapi walaupun tadi Kyuhyun sudah berusaha semampunya. “Kau datang ingin

membunuhku kalau begitu.” Itu bukan pertanyaan.

Dengan tertatih, Sungmin menghampiri. Ia berjongkok dihadapan Kyuhyun. Kedua tangannya terulur meraih rambut

pria itu dan menggenggamnya kuat. Membuat kedua mata mereka bertemu lagi. “Lihat aku. Apa sampai sekarang kau

masih membenci kami? Membenci ayahku?” Sungmin menangis. “Sejak awal, aku yang kau cari. Sejak awal semua ini

adalah kesalahan ayahku. Kenapa kau tega mengorbankan semua orang? Demi Tuhan, Cho Kyuhyun. Aku bahkan tak

tahu bahwa selama ini sudah mencintai pembunuh berdarah dingin.”

Kyuhyun pasrah dengan apa yang Sungmin tuduhkan terhadapnya. Tubuhnya sudah berada pada titik paling lemah. Ia

juga sudah lelah dengan semuanya.

“Kyuhyun-ah...”

“Park Jungsoo menawarkanku sebuah keadilan. Aku tak peduli dengan apa yang kalian alami di Ilsan tiga tahun lalu.

Harapanku dimulai sejak aku bertemu denganmu. Kau bisa membuatku lebih lama berada dalam jiwa pemaaf. Selama

aku bersamamu, aku bisa mempercayai bahwa semua akan baik-baik saja. Aku bahkan yakin dapat membersihkan

nama ayah. Membuatnya lebih tenang di alam sana. Kau begitu spesial, Sungmin. Aku bisa lupa dengan diriku yang

sangat jahat hanya dengan bersamamu.”

“Lalu kenapa kau berubah?”

“Aku menemukan kenyataan siapa dirimu. Dan untuk apa Jungsoo mengumpulkan kalian. Sejak awal tidak ada yang

benar-benar berniat membantuku. Bahkan aku menemukan kebenaran siapa kalian semuanya. Bagaimana kalian

membuat ayahku seperti itu.”

Sungmin terus saja menitikan air mata walau tanpa isakan. Baru kali ini ia dapat melihat luka yang begitu besar.

Kemana saja ia selama ini?

“Kau tahu resiko yang harus ditanggung setelah semua ini.”

Kyuhyun menggeleng, “Aku tidak akan menyerahkan diri. Aku berhak atas tubuh ini. Dan aku sendiri yang akan

mencabut nyawa ini.”

Sungmin mencengkeram rambut Kyuhyun lebih kuat. “Kau ingin meninggalkanku begitu saja, heuh? Kau harus

mempertanggungjawabkan perbuatanmu, Kyuhyun!”

“Satu-satunya orang yang ingin kutemui untuk mempertanggungjawabkan semuanya adalah ayahku. Aku bahkan tak

bisa lagi percaya padamu.” Kyuhyun menyeringai, “Bukankah ini lucu, Sungmin? Aku mencintai musuh terbesarku

sekarang.”

Setelah itu tak ada yang bicara. Keduanya saling menatap dengan luka yang menganga. Linangan air mata sudah tak

lagi memiliki suara. Semuanya tumpah tanpa sedikitpun perintah. Tanpa harus bertanya, Sungmin bisa membaca

bagaimana Kyuhyun akhirnya memutuskan untuk membunuh semua orang. Anak ini hanya ingin kejujuran, karena

dengan begitu ia yakin bisa membawa kebenaran yang membawa sang ayah lepas dari dosa yang sama sekali tak pernah

diperbuat.

“Aku tak bisa hidup tanpamu, Kyuhyun...”

Setelah itu Sungmin membawa diri mereka dalam sebuah ciuman panjang. Kasar. Namun mereka membutuhkannya.

Beberapa kali keduanya mengerang menahan sakit saat salah satu membuat gerakan menyakitkan dalam pagutan

mereka. Bukan hanya saliva yang mengalir, bahkan cairan bening itu sudah bercampur dengan aroma karat yang khas

dan warna merah pekat.

Kedua tangan mereka dibalut karena luka yang sama. Namun tanpa mempedulikan rasa sakitnya, baik Kyuhyun

maupun Sungmin terus berusaha menanggalkan pakaian masing-masing tanpa melepaskan tautan bibirnya. Kyuhyun

bahkan sudah merasakan pembuluh darah di kepalanya hampir pecah. Jika suhu kembali memanas, darah itu akan

segera mengalir dari lubang hidungnya.

Sungmin menyadari itu semua. Ketika pada akhirnya ciuman mereka terlepas dan bibir Kyuhyun beralih pada ceruk

leher, ia menggunakan kesempatan itu untuk memutar tombol pendingin di atas tempat tidur. Jendela pun tidak

tertutup, ruangan itu masih terasa dingin walaupun sesungguhnya tubuh mereka mulai lengket dengan peluh.

Sungmin hampir berteriak ketika dirasakan genggaman kuat pada benda sensitif di bawah perutnya. Kemudian

semakin gila ketika saat genggaman itu berubah menjadi pijatan-pijatan menggairahkan. Seketika celana mereka

semakin terasa sesak.

Keduanya sibuk dengan celana mereka masing-masing, melemparkan ke sembarang arah ketika pada akhirnya tanggal.

Dengan lapar kembali pada ciuman mereka yang masih jauh dari kata akhir. Berusaha saling mendominsai hingga tak

sadar bahwa semua itu menyakitkan. Ujung bibir Sungmin kembali pecah karena gigitan Kyuhyun.

Namun seperti tak peduli, keduanya justru menyerang titik senggama masing-masing lawan. Tak ada yang mau

mengalah. Tak ada yang berhenti mungkin hingga salah satunya menyerah untuk menjadi yang berada ‘di bawah’.

Dengan gerakan kasar Kyuhyun melakukan langkah selanjutnya lebih dulu. Ia membalik tubuh Sungmin yang masih

terbuai dengan permainan tangannya.

“Fuck!” Sungmin mengumpat ketika sadar bahwa memang dirinyalah yang harus ‘dimasuki’ saat ini. Bagian

selangkangannya masih berkedut sakit karena sesi foreplay Kyuhyun yang tidak tuntas. Ia mencengkeram tiang besi

tempat tidur untuk meredakan rasa sakit itu. Kyuhyun masih terus menciumnya sambil berusaha memasukkan benda

tumpul ke dalam lubang anus milik kekasihnya. Sungmin jadi semakin kehabisan napas, ia seperti tercekik saat harus

memutar kepalanya hampir lebih dari sembilan puluh derajat karena ciuman Kyuhyun di bibirnya tak berhenti,

merasakan ngilu pada benda diantara pangkal pahanya, dan sakit luar biasa di daerah tulang duduk.

Setelah berhasil ‘masuk’. Kyuhyun melepaskan pagutan mereka. Sungmin bisa bernapas dengan benar setelah itu.

Bersiap menerima hal yang mungkin lebih menyakitkan karena Kyuhyun sudah mulai bergerak.

“Eeuuugghhhh... haaahhh... Kyuhyunhhh... bantu aku~” ujarnya frustasi. Tangannya tak sanggup memanjakan sendiri

titik senggama itu. Kemudian tangan Kyuhyun menggantikannya. Bergerak seperti seorang petani yang berusaha

memerah susu ternaknya. Sungmin kembali pada hormon liar yang bisa kapan saja meledak. Rasa sakit akibat

tumbukan Kyuhyun bahkan sudah hampir tidak ia rasakan.

Tubuh polos Sungmin terus tersentak dengan gerakan Kyuhyun yang semakin cepat. Pria di belakangnya hampir

sampai hingga meremas milik Sungmin dengan keras. Tak ayal Sungmin jatuh lebih dulu. Cairan putih kental

membasahi tempat peraduan mereka.

Karena tubuh Sungmin sudah tak sanggup lagi melakukan posisi awal mereka karena orgasme yang dialaminya,

Kyuhyun memabalik tubuh itu hingga tergeletak menghadap atap langit. Kedua mata Sungmin masih terpejam

merasakan sensasi di sekujur tubuhnya yang bagai melayang.

Tapi Kyuhyun belum berhenti, ia masih tersiksa dengan kedutan yang tak kunjung datang. Ia mengangkat kaki

Sungmin tinggi-tinggi dan kembali bergerak. Lagi-lagi tubuh Sungmin menghentak-hentak kuat. Walaupun sakit, ia

justru menggoda dengan membuat dinding-dinding rektum miliknya memerangkap milik Kyuhyun dengan Kuat.

“Ooowwwhhh... Sungminnhhh... Shit!” Kyuhyun menggila, karena kedutan itu datang lagi. Ia dapat merasakan lubang

Sungmin menghisapnya dalam-dalam. Dan dengan gerakan semakin cepat... Kyuhyun akhirnya sampai pada satu

semburan kenikmatan di dalam sana.

Sungmin tersenyum melihat bagaimana Kyuhyun begitu menikmati puncaknya. Hingga akhirnya tubuh mereka benar-

benar ambruk dan lelap menyelimuti.

_FireBlossom_

Sungmin terbangun dengan udara dingin yang serasa meremukkan tulangnya. Sudah hampir pagi. Walaupun pendingin

ruangan sudah mati secara otomatis, namun ia bisa melihat tirai kamar bergerak-gerak kasar karena jendela balkon

yang terbuka sejak semalam. Pelukan Kyuhyun dan selimut yang membungkus mereka sama sekali sudah tidak

membantu. Dingin tetap membuatnya harus kembali terjaga.

Ia berbalik menatap Kyuhyun yang masih setia dengan mimpi. Tersenyum sembari membelai lembut wajah itu.

kemudian kembali titik air jatuh dari sudut mata. Wajahnya tiba-tiba berubah muram mengingat tujuan utamanya

datang ke tempat persembunyian Kyuhyun.

Sungmin bangun dari ranjang Kyuhyun. Siapa saja yang ada di sana mungkin saat ini bisa melihat bagaimana pemuda

itu tanpa balutan sehelai benangpun. Namun ia tak peduli. Langkahnya terus menuju pintu yang diyakini sebagai kamar

mandi.

...

Kyuhyun tak menemukan Sungmin ketika membuka mata. Ia tersentak bangun dan mengedarkan pandangannya ke

segala arah. Berdiri panik hingga tak mempedulikan bahwa ia juga belum memakai apapun ditubuhnya. “Sungmin?”

panggilnya serak.

Namun ketika melihat baju-baju yang berserakan miliknya—juga milik Sungmin, serta suara keran menyala dari arah

kamar mandi, wajahnya beringsut menunjukkan rasa lega.

Kyuhyun menemukan Sungmin duduk di pinggir bathup masih tanpa busana, sama seperti dirinya. Kemudian

memeluk tubuh itu dari belakang. “Kupikir kau pergi.” Ujarnya lembut.

Sungmin diam saja. Tangannya bergerak memainkan kolam air yang sudah meninggi. Lama mereka dalam posisi

tersebut sampai keran air mati secara otomatis karena tinggi air sudah mencapai batas maksimal.

Pemuda itu menoleh. “Hangatnya sudah pas. Berendamlah.” Sungmin membimbing tangan Kyuhyun dan menyuruhnya

untuk masuk ke dalam bak mandi. Kyuhyun menurutinya.

Setelah itu mereka hanya diam ketika Sungmin menuangkan cairan antiseptik ke dalam genangan air, kemudian mulai

membasuhkannya ke wajah Kyuhyun. Ibu jarinya bergerak perlahan saat berada di atas titik luka-luka memar pada

kulit pucat kekasihnya. “Bersandarlah seperti ini.” Ia membimbing kepala Kyuhyun untuk lebih rileks. Dan setelahnya,

Kyuhyun hanya menikmati Sungmin membersihkan dirinya seperti seorang ibu yang tengah memandikan bayi. Penuh

kelembutan dan tentu saja pria itu bahagia.

Lama Kyuhyun menikmati keheningan, ketika tiba-tiba dirasakan sebuah kelembutan di bibirnya. Sungmin kembali

mencumbunya. Namun kali ini tidak ada gigitan dan gerakan kasar. Hanya gerakan perlahan yang memabukkan.

Keduanya saling mengimbangi, dan bergerak searah. Jemari Sungmin bahkan sudah bergerak menyentuh leher

Kyuhyun. Lagi dan lagi... keduanya menyesap kehangatan dan energi dari masing-masing orang.

Namun... wajah murung Sungmin seperti menandakan bahwa itu adalah ciuman perpisahan. “Aku mencintaimu,

Kyuhyun.” Bisiknya.

Setelah itu...

Kedua mata Kyuhyun terbelalak ketika Sungmin mengunci leher dan tangannya. Mendorong tubuh itu semakin merosot

ke dalam bak mandi yang memang cukup besar. Kyuhyun hampir tak bisa bernapas, “Kkkkhhh... Sung....min...aaakkhh”

Kyuhyun berusaha keluar dari air dengan mengandalkan kekuatan tangan. Tapi sial. Sabun membuat cengkeramannya

sia-sia. Sementara itu juga harus berusaha melepaskan tangan Sungmin yang membuatnya kesulitan bernapas. Hingga

akhirnya tangan Kyuhyun hanya bisa menggapai-gapai udara ketika kepala sudah terendam sempurna di dalam air.

Gelembung-gelembung kasar mulai membuat permukaannya bagai air mendidih.

Sungmin terus menahan kepala itu di sana sampai gelembung tadi menghilang. Merasakan tubuh Kyuhyun melemas di

bawahnya dan kemudian tak bergerak sama sekali.

Seketika itu juga Sungmin tersungkur. Ia juga merasakan sekujur tubuh tak bertenaga. Napasnya mulai berhembus tak

karuan karena menahan sesak sedari tadi. Isakan demi isakan langsung meluncur keluar bersamaan dengan air mata. Ia

sudah tak bisa menahan lagi. Meraung tak karuan setelah memutuskan untuk mengakhiri hidup orang yang sangat

dicintainya. Dengan tangannya sendiri.

“Yang terakhir...” Ia masih menangis. “Aku tak akan membiarkanmu tetap menjadi pembunuh.”

“Tunggu aku... Kyuhyun”

Ia melirik jam yang terpajang di luar kamar mandi. Dengan membawa semua benda-benda komunikasi di tubuhnya

semalam. Mereka pasti akan menemukan tempat ini.

To be continued...

Haaaalllllaaaawwww.....

Ya ampun.... udah berapa lama saya gak update. Satu bulan?? Dua bulan?? Meeehhh... yang jelas saya

minta maaf... kalau memang lama banget lanjutannya. Tapi tenang aja. Apapun yang sudah dimulai,

seorang Fe akan menyelesaikannya. Its.for.sure. #Slaped

Yaudah... kita intip footnotednya yuk...

*Cerebral Aneurysm / Aneurisma serebral : kelainan pada dinding pembuluh darah berupa

tonjolan/pelebaran yang membuat pembuluh darah itu sendiri semakin tipis dan lemah yang pada

akhirnya bisa pecah secara spontan dan penderita mengalami pembekuan darah yang menyebabkan

kematian jika terjadi di otak. Gejalanya bisa berupa sakit kepala, mual, sensitif terhadap cahaya,

kejang dan bahkan tak sadarkan diri. Nah... untuk kasus Kyuhyun saya buat pendarahan di hidung karena

aneurisma / pelebaran pembuluh darahnya juga terjadi di hidung. Jadi darah itu gak keluar dari kepalanya yak. Kalo itu

terjadi, Kyuhyun langsung mati soalnya -_-

*Sindrom Bipolar : jenis penyakit psikologi yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat

ekstrim. Seseorang yang menderita bipolar disorder memiliki perubahan mood yang drastis. Suatu

saat bisa sangat bahagia dan antusias, namun hanya dalam hitungan detik bisa berubah menjadi

depresi. Hmm... Kyuhyun bukan memiliki kepribadian ganda ya. Semua tindakan yg dilakukannya itu dilakukan

dengan sadar. Cuma... karena manusia depresi lebih sering berperilaku berdasarkan ‘mood’/suasana hati dibandingkan

dengan akal sehat, jadi... begitulah XD

Kisah yang memang bukan suci untuk untuk dijalani, namun menunggu dengan tulus

untuk sebuah maaf dari Tuhan adalah doa yang sama polosnya dengan sebuah ‘kelahiran

baru’.

Tiga orang berdiri terpaku di ambang pintu kamar mandi besar. Di belakang mereka beberapa orang

berpakaian seragam masih menunggu perintah untuk apa yang harus di lakukan.

Shindong gemetar bahkan hampir terjatuh yang membuat Eunhyuk kepayahan memberikan penopang.

Sementara itu Jungsoo berusaha sendiri untuk membuat tulang punggungnya tak lebih berat dari kaki. Ia

pun sama, jemari tangan kanan menggenggam besi gantungan handuk sebagai pegangan. Mereka berharap

ini tidak nyata... Mereka berharap semua akan kembali seperti sedia kala...

Tapi kenyataan berkata lain...

“Pak...” seseorang menginterupsi pergulatan hati pimpinan mereka di sana. Jungsoo terpaksa harus

bangun dari ranah hitam ruang berpikirnya dan memandang sesuatu di hadapan mereka dengan lebih

fokus... walaupun apa yang dihadapannya saat ini begitu menyakitkan.

“Sisir setiap sudut ruangan. Kau ikut aku memeriksa—“ Jungsoo hampir tak bisa bernapas, “—memeriksa

tubuh... di sana. Di dalam bak mandi.”

Seruan pelaksanaan akan perintahnya menggema di bangunan besar itu. Setiap orang langsung berpencar

untuk melakukan tugas masing-masing.

Jungsoo dan satu orang petugas forensik mendekati tubuh yang sudah tak bergerak di sana. Tubuh seorang

Cho Kyuhyun. Pria itu berjongkok di samping bathup yang memang hanya menyisakan onggokan manusia

tanpa tanda-tanda kehidupan. Ia sedikit mengulurkan tangan untuk meminta sepasang sarung tangan pada

anak buahnya.

Dengan gemetar, tangan itu mulai menyentuh wajah Kyuhyun yang sudah hampir seputih kapas. Dingin.

Entah karena tubuhnya yang basah, atau memang karena sudah tak ada lagi jiwa di dalam sana.

Pandangannya hampir selalu mengabur karena genangan air yang berusaha ditahan. Namun Jungsoo

berusaha fokus.

Setelah wajah, jemarinya berpindah pada leher jenjang untuk mencari informasi kehidupan. Tangan

Jungsoo berhenti pada titik nadi yang nihil sama sekali dengan denyutan. Kemudian kembali tangan itu

beralih pada dada bidang milik Kyuhyun, yang juga sama... tanpa gerakan.

Satu...

Dua...

Tiga kali hentakan pada bagian itu. Namun tak membuahkan hasil. Dan ketika pemerikasaannya berakhir

pada jemari tangan Kyuhyun, ia pun berhenti.

“Hyung...” Eunhyuk mendekat. Menatap meminta jawaban atas pertanyaannya yang tidak terucap.

Dan kemudian air mata Shindong dan Eunhyuk tak bisa lagi terbendung. Gelengan kepala dan raut wajah

Jungsoo sudah menjawab semuanya. Artinya sudah tak ada lagi yang tersisa. Semua... sudah berakhir.

“Aku menemukan sperma di tempat tidur. Apa orang ini maniak seks? Banyak sekali. Dan semua masih

baru. Tapi aku sama sekali tak menemukan tanda-tanda pernah ada wanita ke sini.”

Tak ada yang menanggapi gumaman keras salah satu anak buah mereka di sana. Jungsoo hanya

mengangguk sekali pertanda asistennya tadi sudah bisa memanggil ambulance untuk memindahkan tubuh

Kyuhyun.

Shindong masih terdiam dengan sisa-sisa air mata di pelupuknya. Sedang Eunhyuk mulai memikirkan apa

yang tidak seharusnya ia pikirkan. Baginya, bertanya saat ini adalah percuma. Ia percaya pada Jungsoo,

dan cepat atau lambat, pria itu akan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

;;;;;

Belum ada yang membuka mulut dalam perjalanan mereka kembali ke markas besar. Tidak tahu apakah

memang tengah berpikir atau hanya terlalu lelah. Bahkan tak ada satupun yang berani menyentuh pemutar

lagu walau hanya sekedar mendengarkan senandung bervolume paling kecil.

“Bagaimana dengan Sungmin?”

Akhirnya Jungsoo memulai percakapan. Walaupun tak yakin ini akan jadi topik yang tepat untuk suasana

hati mereka saat ini.

“Dia sudah diperbolehkan pulang kemarin lusa. Aku tak melihatnya lagi setelah itu.” Shindong

memberikan laporannya.

“Ponselnya?” lanjut Jungsoo.

Shindong menggeleng, “Terakhir kali aku menghubunginya, tidak aktif. Sekitar... delapan belas jam lalu.

Tuan Park, apa kita harus memberitahukan perihal Kyuhyun pada Sungmin sekarang? Jujur... aku tidak

berani bicara padanya langsung.” Pemuda tambun itu tertunduk memperhatikan ponselnya yang

menampilkan deretan orang-orang yang pernah dihubungi dalam dua puluh empat jam terakhir.

“Biar aku yang bicara padanya.”

Kalimat terakhir Jungsoo diartikan ‘pertolongan’ oleh Shindong, namun berbeda bagi Eunhyuk. Beberapa

tahun terakhir ini memang sulit membedakan apakah pimpinan mereka yang satu ini tengah bicara dusta

atau kebenaran. Tapi satu hal, semua orang memiliki ekspresi yang sama saat menyembunyikan sesuatu.

Eunhyuk tahu benar akan hal itu.

“Kau ingin mengatakan sesuatu, Eunhyuk?”

Insting seorang Park Jungsoo hampir tidak pernah meleset, pria itu seperti memiliki mata di setiap jengkal

tubuhnya.

Eunhyuk menggeleng, “Tidak.”

_FireBlossom_

“Waktu kematian?”

“Kamis, pukul enam lebih tiga puluh lima menit. Apa aku bisa segera mengotopsinya?”

Jungsoo menatap keji seseorang dari bagian forensik yang kini sudah sedikit beringsut mundur karena

kedua mata nyalang tadi. Jelas pertanyaan terakhir adalah kesalahan besar. “Aku sudah mengatakan senior

yang akan menangani tubuh itu. Kalian cukup ikuti, dan lakukan apapun yang diperintahkan. Apa aku

terlihat seperti seorang amatir yang akan menyuruh lulusan baru seperti kalian untuk memotong-motong

tubuh manusia?”

Orang baru yang dimaksud tadi hanya menunduk. Sadar bahwa keinginan untuk cepat belajar hanya

terbaca layaknya sikap lancang di mata seorang Park Jungsoo.

“Lee Sungmin yang akan menanganinya. Kau cukup perhatikan dan pelajari semua. Mengerti?!”

“Mengerti, Pak! Tapi... bukankah sampai hari ini Sungmin sunbae belum bisa dihubungi?”

“Kau—“

Pintu terbuka dan menampakkan sosok seseorang dengan balutan seragam forensik yang khas. Seragam

yang sama dengan pemuda yang kini membungkuk memberi hormat, namun berbeda simbol pada bagian

saku yang menandakan kasta senioritas. “Aku di sini.”

“Kau—keluar.” Jungsoo memerintahkan pada anak buahnya tadi untuk meninggalkan ruangan. Baru

setelah itu pemuda kurus tadi benar-benar pergi.”

Tak ada yang bicara selama beberapa menit. Kedua mata karamel milik Jungsoo tak pernah lepas dari batu

hitam dengan lingkaran gelap disekitarnya milik Sungmin. ‘Lelah’. Hanya itu yang terbaca.

“Aku baik-baik saja.”

Jungsoo tetap diam. Sikap itu hanya membuat Sungmin menghela napas pelan.

“Tanyakan saja. Jika memang aku mau, akan kujawab. Kau tahu aku sudah kehilangan satu-satunya orang

yang paling penting. Jika kau ingin tahu apakah aku sedih? Jawabannya adalah ‘tidak’. Karena aku marah.

Kau yang sudah membiarkan semua ini terjadi. Kau dan penemuan bodohmu itu.” Setitik air turun dari

sudut mata Sungmin. Mungkin ini adalah untuk yang terakhir kali. Percayalah, air mata manusia memang

benar-benar bisa habis. Setidaknya begitulah yang ada dalam pikiran Sungmin.

Namun seperti benar-benar mengunci mulutnya, Park Jungsoo sama sekali tak mengeluarkan satupun

kalimatnya. Sungmin bagaikan durjana yang bicara sendiri. Setelah selesai dengan aksi diamnya, pria itu

berdiri. “Aku tidak tahu apa-apa, Sungmin.” Kemudian berlalu setelah menyerahkan kunci locker untuk

menyuruhnya bekerja.

;;;;;

“Tersangka bunuh diri untuk menghindari tuntutan hukum. Sepertinya dia benar-benar gila.

Ah sunbae, apa hari ini kau akan langsung mengotopsinya? Sudah hampir enam bulan aku ditugaskan di

sini, tapi sampai sekarang tak sekalipun aku benar-benar membedah mayat seseorang. Haahh... terlebih

dia ini ternyata dalang dibalik semua kekacauan operasi penyergapan gudang Century. Kudengar dia

berusaha membunuh kalian, bukan? Itu mengerikan. Oh ya, apa kau sudah membaca laporan pemeriksaan

TKP? Mereka menemukan banyak bercak sperma di tempat tidur. Dia bukan hanya penjahat, tapi juga

maniak—“

“Mau sampai kapan kau bicara?” Sungmin menyela rentetan kalimat yang diucapkan bocah anggota

forensik baru yang tadi sempat ditemuinya berada di ruangan Jungsoo.

Pemuda itu tergagap, “O-oh... maafkan aku, sunbae. Aku hanya... menceritakan kronologis penemuan

mayat ini karena kupikir kau juga ingin tahu.” Ucapnya sambil menunduk.

“Aku akan membaca laporannya. Jadi kau tak perlu repot-repot menjelaskan. Dan satu hal...” Sungmin

menatap pemuda itu dengan sinis, “...apa menurutmu memotong-motong tubuh manusia adalah kegiatan

menyenangkan?”

Anak itu kembali tergagap, “Bu-bukan itu maksudku. Aku hanya... aku hanya—“

Tak ada yang bisa diharapkan. Sungmin tak seharusnya menekan para junior dengan sikapnya yang sama

sekali tidak bisa dikatakan bijak. Kemudian ia menghela napas. “Jongjin-ah...” ujarnya melembut, “Aku

minta maaf, kurasa aku harus mengerjakan semua ini sendiri.”

“Tapi, sunbae—“

Sungmin menatap pemuda itu dengan air muka penuh keputusasaan. “Kumohon...”

Tidak lagi bertanya. Tak ada lagi sanggahan. Sungmin mendapatkan privasinya bukan karena dia harus

menyelesaikan semua sendiri, namun lebih kepada Jongjin melihat sesuatu yang lebih dari sekedar kata

‘gila’ dalam mata itu. Dan seluruh insting tubuhnya mengatakan ‘menolak berarti sesuatu yang buruk akan

segera terjadi padanya’. Seperti hewan yang menemukan tanda-tanda gempa bumi, pemuda itu pun pergi

meninggalkan sumber bahaya—Sungmin.

Seperti seorang penderita bipolar, wajah Sungmin seketika menjadi tegang. Seakan sesuatu tengah

menghimpitnya. Waktu... ia sungguh tengah bertaruh dengan waktu.

Sungmin meninggalkan loker pendingin yang tadi ada dihadapannya setelah menyuntikkan sesuatu dan

kemudian berpindah pada dua pintu setelahnya. Ia mengeluarkan tubuh seseorang dari dalam,

memposisikan pada meja operasi dan men-setting tubuh tersebut agar lebih mudah untuk segera

dilakukan otopsi.

Hanya setengah jam kemudian, seorang Lee Sungmin kini sudah berkonsentrasi pada organ-organ tubuh

manusia yang sudah ia keluarkan dari jasad tersebut. Memisahkannya dari banyak kotoran-kotoran sisa

dan menempatkan potongan kecil pada tiap kantung-kantung sample.

;;;;;

Tuesday, 01:25 KST

“Kami menyebutnya bufo bufo bufo. Dulu racun ini digunakan orang-orang Afrika untuk membuat

zombie.”

Sungmin diam. Kerutan di dahinya terus saja terlihat saat seseorang baru saja menunjukkan sebotol cairan

berwarna kuning kehijauan. Persis seperti air seni seseorang yang mengkonsumsi kokain. Hari itu adalah

dimana rencana gila menyelimuti dirinya. Tidak ada pilihan lain. Perkataan para personil NIS yang tadi

pagi sempat menjenguknya di rumah sakit tak pelik membuat dirinya sama sekali harus menanggalkan

segala logika untuk sebuah jalan keluar.

‘Cho Kyuhyun, si brengsek itu, bahkan menggunakan kepemimpinan ayahmu untuk masuk akademi

kepolisian. Catatan kesehatannya semua palsu. Hanya tinggal menunggu waktu kejaksaan memutuskan

dia adalah tersangka atas kasus pembunuhan dan percobaan pembunuhan para personel kalian,

Sungmin. Dengan memanfaatkan senjata kapsul itu tentu saja.’

“Apa efeknya?” Sungmin kembali pada kenyataan dimana sekarang dirinya berada. Sesaat ia cemas ketika

mendapati lelaki paruh baya itu menunjukkan ekspresi tak suka. Buru-buru ia mengeluarkan lembaran

surat dan data dirinya, “Aku anggota NIS yang sedang menyelidiki tentang kasus pembunuhan.

Tersangkanya melibatkan orang yang dipercaya sudah mati.” Kebohonga itu adalah bagian rencananya.

Pria itu mengernyit. “Aku baru saja menyebut zombie. Apa memang seperti itu?”

Sungmin mengangguk, “Ya. Semua orang melihat jasadnya dikuburkan. Namun beberapa hari kemudian

seseorang mati, dan saksi menyebut ciri-ciri yang sama dengan orang yang sudah mati tersebut.

Apakah... zombie benar-benar bisa dibuat?” tanyanya ragu.

Pria itu terlihat menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia terlihat menghilang ke

belakang rumah dan kembali dengan membawa segelas minuman. “Hanya ada air putih. Kau beruntung

tadi aku sempat membuat es batu.”

Sungmin berujar “Terima kasih” dengan singkat.

Lelaki tadi kembali pada botol ramuannya. “Aku bukan seorang ilmuan. Ramuan ini hanya turun temurun

bagi kami dalam hal-hal pengobatan tradisional. Ramuan ini dibuat dari kulit katak jenis bufo dan ikan

puffer. Kau pasti tahu... itu ikan buntal yang lucu.” Ia terkekeh. “Efeknya sungguh luar biasa. Seseorang

yang mengkonsumsi ramuan ini akan terlihat seolah mati, napas dan detak jantung yang sangat lemah,

bahkan jika komposisinya sesuai, orang itu akan  benar-benar terlihat mati. Tanpa detak jantung, tanpa

hembusan napas, dan nadi yang sama sekali tidak terekam oleh sentuhan manusia. Dan untuk ikan buntal

ini, yang kutahu jika ada yang terkena racunnya, efek mati rasa akan diderita seratus enam puluh ribu kali

lebih kuat dari kokain. Perpaduan yang sempurna bukan untuk membuat sebuah ‘kematian’?”

Sungmin seakan lupa bernapas. Ia semakin dekat dengan rencananya. Dirinya tak boleh lemah. Karena

hanya dengan cara itu semua bisa berakhir. Benar-benar berakhir.

“Berapa lama seseorang bisa bertahan dengan kondisi seperti itu?” Sungmin kembali bertanya.

“Entahlah. Aku tidak tahu secara pasti. Satu botol ini bisa membuat orang ‘mati’ selama lebih dari satu

minggu. Tentu saja jika pertahanan dirinya kuat. Tapi aku pernah diperingatkan bahwa tubuh manusia

sekiranya hanya mampu bertahan tiga sampai empat hari tanpa makan dan minum. Untuk itu aku hanya

berani menganjurkan tiga hari adalah batas maksimal. Tentu saja saat orang yang diberi ramuan ini dalam

kondisi tidak mengalami pendarahan apapun.”

“Hanya diminum?”

“Wajarnya seperti itu. Namun menunggu efek perlahan hanya akan menghabiskan sisa waktu, dan efek

kematiannya tidak begitu kentara. Pemeriksaan medis masih bisa mendeteksi kehidupan.”

“Maksudmu, efek kematian yang cepat akan membuat semua seolah benar-benar nyata?” Sungmin

terperangah.

Pria tadi mengangguk sambil mengetuk dagunya, “Hmm... kasarnya... buat napasnya berhenti tiba-tiba.

Dan pemeriksaan medis akan langsung mengindikasikan kematian total.”

;;;;;

Entah bagaimana menyebut keadaan Sungmin saat ini. Bekerja di laboratorium mini di apartemennya

tanpa sedikitpun memikirkan makan, minum, apalagi tidur. Berulang kali mencoret-coret kata

‘tetrodotoksi’, ‘biogenetik amina’, bufogenin, bufotoksis, dan istilah-istilah lain yang sudah berhasil terukir

dalam catatan berhalaman.

Sebuah radar rakitan berkedip di sebelahnya. Entah apa yang Sungmin pikirkan saat itu, ia hanya tak ingin

kehilangan Kyuhyun terlalu jauh ketika memutuskan untuk melepaskannya. Tepat saat dirinya terkurung

dalam cengkeraman dan senjata api di kepala, ia memasukkan sebuah alat pelacak sederhana ke dalam

kantung celana Kyuhyun. Tak ada yang menyadari, bahkan dirinya sendiri pun sempat lupa apa benar-

benar benda itu berfungsi.

....

Dan pagi itupun... perjalanannya dimulai.

;;;;;

Thursday, 07:00 KST

Sungmin selesai membenahi apapun yang berkaitan dengan rencananya. Ini sudah setengah jam semenjak

Kyuhyun tak sadarkan diri. Bertaruh dengan semua kepercayaannya terhadap ilmu pengetahuan dan

keajaiban, pemuda itu benar-benar membiarkan orang terkasihnya kini terendam dalam air dan tidak

bernapas.

Sebuah gelas bening terlihat kosong di atas nakas. Kyuhyun meminumnya. Persis seperti apa yang sudah

direncanakan. Ramuan ‘kematian’nya.

Sekali lagi, air mata itu mengalir ketika Sungmin meninggalkan rumah persembunyian Kyuhyun.

“Kyuhyun-ah... tunggu aku...”

_FireBlossom_

Jungsoo hanya diam menatap anak buahnya saat tengah membenahi bangkai tubuh yang isinya sudah

dikeluarkan. Mereka menutup dan menjahit tubuh itu sekedarnya. Menyisakan bagian kepala dan wajah

yang sepertinya sudah tidak berbentuk.

‘Apa yang Sungmin lakukan? Tubuh siapa yang dia otopsi? Apa ini tubuh Kyuhyun?’ Posturnya betul-

betul milik Kyuhyun. Seandainya ia mengambil sample DNA pun, tak tahu harus membandingkan dengan

apa.

“Dimana Sungmin?” Jungsoo menghampiri salah satu orang di sana.

Yang ditanya hanya menggeleng, “Tidak tahu. Setelah melakukan otopsi, ia menyuruh kami menyelesaikan

sisanya dan langsung pergi.”

Masih saja tak yakin, laki-laki itu pun berjalan mengitari loker-loker pendingin tempat dimana mayat-

mayat disimpan. Loker pertama yang ia lihat adalah tempat dimana tubuh Kyuhyun terakhir disimpan.

Dan di sana memang sudah kosong.

“Apa kalian sudah mengecek kelengkapan mayat yang disimpan sampai hari ini?” Jungsoo bertanya entah

pada siapa.

Kemudian seorang petugas wanita datang tergopoh, “Aku baru saja memeriksa semua, Tuan. Di dalam

catatan lengkap dan tidak ada masalah.”

Jungsoo kembali tak yakin, “Kau yakin? Berapa kali kau lakukan pengecekan?”

Gadis tersebut terlihat bingung, “Tiga kali dalam satu hari. Sesuai prosedur.” Jawabnya.

Jungsoo menghela napas sambil menutup matanya sejenak. “Aku pasti sudah gila.”

“Apa yang terjadi?” petugas tadi justru mendapat giliran bertanya.

Setelah memaksakan dirinya untuk kembali tenang, Jungsoo hanya menggeleng, “Tidak. Kembalilah

bekerja.”

;;;;;

Di dalam ruangannya seorang Park Jungsoo masih saja tidak bisa tenang. Saat itu. Saat semua orang

menemukan tubuh Kyuhyun tak bernyawa. Tidak. Dia yang mengatakan bahwa Kyuhyun sudah tewas.

Namun pada kenyataanya ia hanya berbohong.

Seseorang membuat Kyuhyun seperti sudah mati.

Salah satu petugas masuk dan membawakan laporan berkas otopsi dengan nama korban ‘Cho Kyuhyun’.

Sidik jari, adalah kolom yang paling pertama ia cari. Tangannya dengan lincah segera memindai dengan

alat scan dan mencocokan dengan data-data para anggota NIS.

Sepuluh menit kemudian adalah angka sembilan puluh delapan persen.

Semuanya cocok. Sidik jari itu milik Kyuhyun.

_FireBlossom_

“Bernapaslah, Kyuhyun! Kumohon!”

Dengan hanya bermodalkan alat seadanya dan banyak suntikan adrenalin, Sungmin mencoba membuat

tubuh itu kembali bergerak. Mencoba berbagai cara untuk memicu detak jantung, mulai dari CPR bahkan

sengatan listrik bertenaga sedang.

“Kyuhyun bangun... sayang... kumohon buka matamu...” air mata sudah bercampur dengan peluh.

Ternyata Sungmin salah, manusia memang tak akan pernah habis untuk memproduksi air mata. Cairan

bening itu tak akan mengering jika masih ada ‘harapan’ dalam setiap hidup manusia.

Seperti saat ini. Sungmin tengah menggali harapannya. Berdoa jika dirinya memang tidak terlambat. Ia

jelas menyuruh Kyuhyun untuk menunggu. Apa kekasihnya sudah lelah menunggu? Apa dirinya memang

terlalu lama menjemput?

“Kyuhyun~” Sungmin mulai frustasi. Tangannya mulai bergerak memukul-mukul tak tentu arah. “Bangun,

bodoh! Bangun! Kau tidak dengar? Aku  menyuruhmu bangun sekarang. Kenapa kau seperti ini,

Kyuhyun...” kepalan tangannya semakin keras memukul hingga menimbulkan bunyi dug dug dug yang

jelas.

“KYUHYUN KAU MEMANG BRENGSEK!” Satu teriakan dan pukulan sangat keras di atas dada Kyuhyun.

Itulah detik dimana Tuhan mengembalikan semua harapannya.

“Ugh!”

Sungmin terperangah. Ia mengusap matanya dengan kasar untuk menyingkirkan air mata yang

menghalangi pandangan. Dirinya melihat dada itu perlahan bergerak walauupun masih sangat lemah. Dan

suara tadi. Itu datang dari mulut Kyuhyun yang saat ini sudah sedikit terbuka.

Dengan cepat Sungmin memasang alat bantu pernapasan serta infus yang memang sudah disiapkan.

Selang-selang kecil segera direkatkan disekitar bagian permukaan jantung dan sekitarnya. Tangan

Sungmin yang gemetar mulai menekan tombol-tombol untuk mengaktifkan sensor tersebut hingga

kemudian bunyi bip halus berulang kali terdengar. Suara itu terdengar indah di telinga Sungmin. Sebuah

suara ‘kehidupan’.

Ia menangis lagi. Namun kali ini tangis bahagia. “Kau memang brengsek, sayang.” Sungmin mencium

singkat kening Kyuhyun. “Terima kasih karena sudah kembali. Aku mencintaimu.”

_FireBlossom_

Three months later...

‘Aku tahu ini terlihat kuno. Tapi jangan tertawa. Aku betul-betul benci melihat tawamu itu, hyung. Kau

tahu? Kyuhyun begitu berisik memintaku untuk segera memberi kabar padamu. Untuk itu satu-satunya

pesan yang aman adalah dengan mengirimmu sebuah surat.

Kami berada di tempat yang sangat jauh yang tidak akan pernah kuberitahu dimana itu. Bukan karena

takut kau akan melaporkan kami lagi pada NIS, tapi lebih kepada aku tidak ingin ada yang

menggangggu kami berdua.

Kudengar Donghae juga sudah siuman. Itu bagus. Kupikir aku dan Kyuhyun sudah meninggalkanmu

dalam kesulitan yang tidak bisa kau selesaikan. Tapi nyatanya aku salah. Kau tetap hebat seperti biasa.

Kau menduduki kursi ayahku sekarang, huh? Jangan sampai merusaknya. Kau harus menjaganya

dengan baik dan pastikan siapapun yang nantinya akan duduk di sana adalah orang pilihanmu. Karena

aku percaya padamu.

Kami baik-baik saja, hyung. Dan akan seterusnya begitu. Terima kasih untuk segalanya. Aku dan

Kyuhyun tak akan bisa membalas semua. Tapi mungkin di kehidupan selanjutnya. Kkk~

Jaga dirimu baik-baik dan sampaikan salamku pada yang lainnya (yg ini bercanda, selain Eunhyuk kau

tidak mengatakan pada yang lain bahwa Kyuhyun masih hidup dan bersamaku, bukan?).

Aku menyayangi kalian....

S&K

Ps: Apa Eunhyuk masih mengumpulkan mayat-mayat gelandangan? Hentikan dia, hyung! Dia benar-

benar pemeras! Aku menghabiskan separuh tabungan saat itu untuk membeli satu tubuh.

“Cih, dasar bocah-bocah brengsek. Aku bahkan tak tahu Eunhyuk berbisnis seperti itu. pantas saja dia

semakin kaya akhir-akhir ini.”

“Ada yang menyebut namaku?”

“Aku akan menjebloskanmu ke dalam penjara karena bisnis ilegal, Hyuk.”

Eunhyuk hanya memutar bola matanya jengah. “Kau sama sekali tak mempunyai sense of scientist,

hyung. Membosankan.”

“Memangnya untuk apa kau mengumpulkan tubuh mereka? Kau bahkan sama sekali tidak keren jika harus

menyandang sebut psyco.”

“Untuk diteliti tentu saja. Kemudian diperlakukan layaknya manusia untuk yang terakhir kali. Manusia

yang sudah meninggal tentu saja. Dan aku tidak mencari uang dari menjualnya. Sungmin memaksaku

waktu itu.”

“Pelankan suaramu, bodoh!”

“HEY CEPAT!”

“Siwon semakin berisik. Memangnya kita harus benar-benar menghadiri persidangan? Aku bahkan sudah

tahu lebih dulu apa keputusannya.”

Eunhyuk menghela napas, “Mendengar sendiri bagaimana mereka menutup kasus fire blossom adalah

sesuatu yang dutunggu banyak orang. Banyak pengorbanan yang harus ditebus. Ah! Apa belum ada kabar

sama sekali dari Sungmin hyung  dan Kyuhyun?”

Jungsoo tersenyum, kemudian menggeleng. “Kalaupun tahu, aku akan segera melupakannya.” ‘Karena aku

berhutang pada mereka, pada kalian semua’

_FireBlossom_

Milford, Ohio, USA December, 2013

“Oh, hai Lee. Kau mau belanja lagi?”

Seseorang di sebuah toserba menegur ramah sosok asia yang baru saja membuka pintu. Ia bahkan belum

sempat mengucapkan salam.

“Apa aku begitu khas hingga dari kejauhan kau sudah mengenalinya, Merlin?”

Wanita itu tertawa, memperlihatkan kerutan di sudut mata dan bibir walaupun sejatinya ia baru berusia

pertengahan tiga puluh. Ia mengangguk, “Tentu saja, aku sudah bilang kau ini seperti vampire yang

bercahaya saat terkena sinar matahari.”

“Kupikir kau menyebutku begitu karena aku terlihat muda.”  Sungmin—tidak, Vincent Lee—tertawa sedikit

meledek pada wanita yang terkenal sangat ramah di desa itu.

“Kau ini ya. Masih tidak mau membagi resep bagaimana agar terlihat awet muda padaku? Kau itu pelit,

Lee!” Merlin membuat wajahnya seolah kesal pada pemuda itu.

Vincent hanya tertawa rendah, “Sudah kuberitahu. Menikahlah, Merlin. Dengan begitu kau akan terlihat

bahagia dan itu adalah satu-satunya obat rahasia untuk awet muda.”

Merlin menghela napas mendengar penjelasan Vincent. “Ya Tuhan, pengantin baru ini pamer lagi.”

Ujarnya dengan raut sedih yang dibuat-buat.

Vincent hanya tersenyum melihat kelakuan wanita itu. “Ah, Merlin. Apa kau punya obat penghilang rasa

sakit?”

Wanita itu mengangguk, “Aku masih menyimpan beberapa kardus. Ada apa? Kau sakit?” Ia bertanya

sambil tangannya sibuk membuka lemari gantung dan mengeluarkan lempengan-lempengan alumunium

berisi banyak tablet berwarna kuning pucat.

“Bukan aku. Tapi Marcus. Telapak tangannya teriris jerami-jerami kering di gudang penyimpanan. Dia tak

mau menerima pengobatan dariku tanpa obat penahan sakit. Manja sekali.” Serunya kesal.

Merlin tersenyum. “Aku benar-benar iri pada kalian. Kecewa pada mereka yang menyuruh kalian berdua

pergi dari negeri sendiri hanya karena di sana hubungan sesa—“ tiba-tiba saja ia berhenti saat menemukan

tatapan Vincent di depannya.

“Kita sudah pernah membicarakan soal ini, Merlin.”

Merlin mengangkat kedua tangannya, “Baik... baik... maafkan aku. Aku tidak sengaja. Sungguh.” Kemudian

beralih pada obat-obatan yang tadi dikeluarkan. “Kau mau berapa banyak?”

“Satu kardus saja. Untuk persiapan di rumah. Terima kasih, Merlin.”

Merlin mengangkat wajahnya seperti teringat sesuatu, “Lee, kau harus datang ke rumahku malam natal

nanti. Jangan lupa.”

“Tentu saja. Aku tidak akan melewatkannya. Kau harus masak yang enak. Karena kami ini pasangan yang

sama sekali tidak bisa masak.”

Merlin tertawa lagi mendengar alasan Vincent. “Kutunggu ya. Salamku untuk Marcus.”

“Oke! Sampai jumpa, Merlin.”

“Bye.”

;;;;;

“Sayang, bantu aku mengikat ini.” Marcus—Kyuhyun menyerahkan lengan kirinya pada Sungmin. Pemuda

itu harus selalu merekatkan jari-jari palsunya dengan sarung tangan untuk menutupi ketidaksempurnaan

bagian tersebut.

“Bagaimana? Terlalu kencang?” Sungmin mencoba ikatan pertama agar nantinya tidak menyiksa lengan

Kyuhyun. Lebih tepatnya, jari-jari Kyuhyun. “Apa sampai sekarang masih terasa sakit?” Sungmin bertanya

sambil kedua lengannya mengusap-usap lembut bagian tadi yang ia bantu ikat. Wajahnya sedikit khawatir.

“Hm. Terkadang. Tapi aku terbantu dengan obat penghilang rasa sakitnya. Mungkin aku masih belum rela

kehilangan mereka. Seharusnya kau membawa potongannya, Sungmin.”

“Cukup Kyuhyun. Atau kau mau tidur di sofa malam ini?”

“Heuh?? T-tidak. Aku tak akan membahasnya lagi.”

‘Relakan kelima jarimu, Kyuhyun. Karena jari-jarimu yang menyelamatkan kita untuk sampai di sini.’

Pasangan muda di tanah Amerika yang penuh kearifan, ramah, dan tak memandang siapa dan apa latar

belakang seseorang. Semua disambut dengan begitu hangat. Begitu pula dengan dua pemuda Asia yang

entah bagaimana caranya bisa terdampar di desa impian seperti ini.

Mereka memulai hidup baru di sini. Sebagai pribadi yang baru, nama baru, bahkan... status baru. Ya. Desa

kecil ini bahkan menghargai berbagai kisah cinta yang tumbuh. Tidak melihat dari siapa, kepada siapa, dan

apakah pantas kisah itu dijalani. Hanya berselang beberapa bulan sejak kepindahan mereka, dan

memastikan keadaan Kyuhyun—yang akhirnya mengubah nama menjadi Marcus Cho—sudah sangat

membaik, pernikahan kecil digelar dengan banyaknya doa tulus para penghuni Milford. Pasangan itu tidak

kesulitan untuk mengenal semua orang karena penduduk di sana tidak banyak dan ikatan kekeluargaan

mereka juga sangat kuat, saling melontarkan pandangan optimis, menghargai yang lain, serta tidak henti-

hentinya memberikan motivasi.

Mereka bahagia. Saat ini, dan untuk seterusnya.

Marlin dan George keluar dari dapur membawakan berbagai kudapan dan makanan besar. George bahkan

terlihat kepayahan membawa satu nampan daging kalkun besar. Melihat hal itu, Kyuhyun segera

menghampiri untuk membantu.

“Berapa orang yang akan hadir memang?” Kyuhyun bertanya sambil meringis melihat banyaknya sajian

yang dihidangkan.

“Marlin selalu mengundang semua orang di malam natal.” Lelaki itu sedikit berbisik, “Kau akan lihat nanti,

walau tidak bisa dikatakan banyak, makanan ini pasti habis. Milford berisi orang-orang kelaparan di

malam natal.”

“Aku mendengarnya, George. Kau tidak boleh mengatakan itu di depan para tamu nanti.” Merlin berujar

tanpa berpaling dari fokusnya menata meja makan.

“Haaahh... kau orang baik Merlin. Aku heran mengapa kakakku yang satu ini belum juga menikah.” Dan

perkataan itu berhasil membuat Marlin memberikan tatapan bengisnya pada sang adik.

Kyuhyun dan Sungmin tertawa melihat dua bersaudara itu bertengkar.

“Kalian benar-benar baik mau datang sebelum acara berlangsung.” Merlin berujar senang ketika semua hal

sudah tertata rapi. “Aku tak tahu harus menggunakan kecepatan seperti apa untuk membuat persiapan ini

tepat waktu. Tuhan memberkati Kau dan Marcus.”

Sungmin mengamini dengan tulus di dalam hati doa itu. Walaupun entah apakah Tuhan masih mau

memberkati dirinya dan Kyuhyun.

Hanya berselang beberapa menit, tamu-tamu berdatangan. Kehangatan yang lebih dan lebih lagi langsung

saja menguar di dalam rumah sederhana itu. Kerlipan lampu-lampu pohon natal dan salju di luar

membawa suasana kudus lebih terasa. Baru kali ini kedua pemuda Asia itu melihat bagaimana natal

dimaknai begitu religius di tempat mereka tinggal. Karena seperti yang diketahui, natal di negeri mereka

hanya sebuah perayaan yang diperingati orang-orang layaknya tahun baru. Mereka tidak benar-benar pergi

ke gereja untuk melakukan doa bersama.

Ya... walaupun sampai hari ini pun Sungmin dan Kyuhyun juga tidak pergi ikut berdoa atau semacamnya.

Setelah makan malam, mereka semua berkumpul di ruang tamu dengan berbagai makanan kecil dan

minuman ringan. Tidak ada alkohol, karena Marlin mengatakan tidak ingin menodai kesucian malam

kudus dengan perilaku-perilaku yang tidak pantas.

Robbin. Seorang pemuda autis tengah dikelilingi banyak orang. Ia bercerita dengan penuh antusias tanpa

ada satupun yang menginterupsi. Bahkan semuanya terlihat sama antusiasnya. Bayangkan betapa desa itu

diduduki oleh manusia-manusia seperti malaikat.

“Ayah selalu bilang Zombie itu tidak ada.” Ujarnya dengan aksen Irlandia yang lucu. “Mereka nyata. Dan

benar-benar hidup kembali dari kematian. Kulit mereka pucat seperti salju. Seperti... kau.” Tanpa disangka

Robbin menunjuk wajah Kyuhyun yang saat itu tengah mengunyah permen dimulutnya.

Semua orang langsung menatap satu objek.

“A-aku?” Kyuhyun bertanya hampir tanpa suara.

Robbin mengangguk. “Wajahmu seperti mereka.”

“Tapi aku tidak berjalan sempoyongan seperti orang mabuk. Bukankah Zombie-zombie selalu punya

ekspresi seperti ini?”

Semua orang tertawa melihat wajah Kyuhyun yang dibuat seolah dia adalah mayat hidup yang

gentayangan. Namun lebih terlihat seperti orang yang mengidap ayan.

Robbin tak ikut tertawa. Pemuda itu diam seperti tengah berpikir. Kemudian mengangguk perlahan.

“Benar. Marcus orang baik. Dia juga tidak menggigit.”

Kyuhyun berpikir sebentar. Kemudian menggeleng, “No.. No... aku menggigit, Robbin. Tapi hanya pada

satu orang.” Kemudian mengedipkan mata ke arah Sungmin yang hasilnya membuat orang-orang dewasa

di sana menyoraki dengan riuh.

“Kyuhyun!” Sungmin membentak dengan manis.

;;;;;

“Robbin sangat... sangat lucu. Dan... genius. Bagaimana bisa dia menebak dengan tepat?” Kyuhyun

memeluk Sungmin dari belakang sambil terus bicara perihal pesta mereka yang berakhir satu jam lalu.

“Lepaskan, Kyuhyun. Aku mau ganti baju.” Sungmin terlihat kesulitan memakai kaos untuk tidur karena

lengan Kyuhyun mengunci pergerakannya.

Kyuhyun membalik tubuh yang masih belum sepenuhnya berpakaian itu untuk menghadapnya. “Katakan

padaku, Sungmin. Apa ramuan itu benar-benar memberikan efek pada wajahku? Disebut mirip Zombie itu

tidak keren.” Ucapnya dengan ekspresi cemas yang dibuat-buat.

Sungmin jadi semakin meringis, ia tak pernah tahu bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan Kyuhyun

yang bodoh. Namun dengan lembut ia membalas pelukan tersebut. “Kenyataanya kau memang kembali

dari kematian, sayang.” Sungmin membelai wajah di sana yang memang selalu terlihat pucat. “Tapi kau

masih tampan. Dan ini musim dingin. Kau jadi terlihat semakin tampan.”

Sebuah ciuman singkat mendarat pada bibir Kyuhyun. Untuk kemudian berhasil memporak-porandakan

pertahanannya.

“Kau tidak memberikanku hadiah natal?” Kyuhyun menatap tajam manik hitam Sungmin.

Yang ditatap hanya memberikan ekspresi tidak bersalah, “Untuk apa? Kau bilang ‘aku’ ini hadiahmu setiap

harinya.”

“Kau percaya?”

“Apa?” Sungmin melotot mendengar pernyataan Kyuhyun. “Jadi kau bohong?”

Namun seperti tak ingin membiarkan lelaki dalam dekapannya meledak dan mulai memukulnya dengan

keji, Kyuhyun langsung tersenyum. Ia mendekatkan bibir ke telinga Sungmin dan berbisik indah, “Kau

bukan hadiah. Tidak ada yang memberikanmu padaku. Aku yang menemukanmu. Dan kau selamanya

milikku.” Kemudian mulai mengusap lekukan leher halus tanpa penutup itu dengan sapuan dari

hidungnya.

Sungmin terpejam menikamti segala luapan cinta yang bahkan sudah ia rasakan walau hanya sentuhan

kecil. Cumbuan itu bertahap, walaupun Sungmin setidaknya selalu merasakan sensasi yang sama

dimanapun Kyuhyun menyentuhnya.

“Selamanya milikku yang paling berharga.”

Kemudian konspirasi antara rasa lelah dengan birahi memuncak tidak berlangsung lama. Pada akhirnya

kelelahan itulah yang pergi meninggalkan tubuh dua orang yang sudah mendidih di bawah kulit masing-

masing. Penyatuan yang memang bukan untuk pertama kali, namun semakin menyempurnakan pada

setiap waktunya. Pori-pori yang masih kosong akan terisi sedikit demi sedikit, membuat setiap pribadi

begitu merasa semakin dilengkapi.

Kisah yang memang bukan suci untuk untuk dijalani, namun menunggu dengan tulus untuk sebuah maaf

dari Tuhan adalah doa yang sama polosnya dengan sebuah ‘kelahiran baru’.

;;;;;

“Oohh... Kyuhyun... Ya Tuhannn...” Sungmin mendesah gila di bawah kekasih hatinya.

“Kau... lelah, sayang?”

Pemuda itu mengangguk.

“Ingin kita berhenti?”

“Besok libur, Kyuhyun.”

“Aku juga.”

“Hhh... hhh...jadi untuk apa kita berhenti?”

“Dasar nakal~”

FIN