berita bahasa, sastra, dan literasi - - majalah bastera

80
Ciptakan Hubungan Harmonis, Wujudkan Prestasi Kerja EDISI VII, DESEMBER 2020 Berita Bahasa, Sastra, dan Literasi BASTERA Dr. Eva Krisna, M. Hum. Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung REFLEKSI Pemuda Melawan Covid-19 LIPUTAN UTAMA Merangkai Sejarah melalui Sastra BINCANG-BINCANG Melestarikan Bahasa dan Sastra Lampung

Upload: khangminh22

Post on 18-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 1

Ciptakan Hubungan Harmonis, Wujudkan Prestasi Kerja

Edisi Vii, dEsEmbEr 2020

Berita Bahasa, Sastra, dan Literasi

bastera

Dr. eva Krisna, M. Hum.Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung

reFLeKsI Pemuda Melawan Covid-19

LIPUtaN UtaMaMerangkai Sejarah melalui Sastra

BINCaNG-BINCaNGMelestarikan Bahasa dan Sastra Lampung

2 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 3

saLaM DarI reDaKsI

Dengan mengucap syukur kepada Allah Swt., kami hadirkan majalah Bastera edisi VI, Desember 2020 ini ke hadapan Sahabat Bastera yang budiman. Dengan semangat membawakan informasi kebahasaan, kesastraan, dan literasi, majalah Bastera hadir

membawa informasi mengenai kiprah Kantor Bahasa Provinsi Lampung sebagai unit pelaksana teknis Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di tengah masyarakat.

Sahabat Bastera, di tengah masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini, kami tetap berkomitmen menghadirkan informasi menarik dan bermanfaat bagi Sahabat Bastera. Dalam edisi ini kami mengajak Sahabat Bastera mengenal lebih dekat pemimpin baru KBPL, Dr. Eva Krisna melalui rubrik profil. Kami berharap kehadiran pemimpin baru membawa angin segar bagi KBPL dan juga Sahabat Bastera.

Di tengah kesukacitaan mendapat pemimpin baru, kabar duka menghampiri KBPL. Pada 6 September 2020 lalu, kami kehilangan salah satu sahabat kami, Yuliadi M.R., S.S., M.Pd., yang berpulang ke pangkuan Illahi Rabbi. Kepergiannya membuat kami kehilangan sosok panutan akan keramahannya. Semoga Allah Swt. mengampuni dan merahmati beliau. Amin Ya Rabbal Alamin.

Liputan utama kami kali ini membawakan tema penulisan sejarah Lampung dan urgensinya bagi Provinsi Lampung. Minimnya informasi mengenai sejarah Lampung menjadi hal yang perlu dikaji lebih mendalam. Oleh karena itu, laporan utama pada edisi ini mencoba mengkaji penulisan sejarah melalui sumber-sumber yang berasal dari karya sastra dan tradisi lisan.

Sahabat Bastera, selain profil dan laporan utama, rubrik-rubrik tetap kami juga hadir guna menghibur dan menambah pengetahuan Anda. Rubrik “Kreativitas Siswa” akan menyapa sahabat Bastera lewat beberapa puisi karya siswa SMP dan SMA Provinsi Lampung. Rubrik “Mengenal KBPL” memperkenalkan koordinator Tata Usaha KBPL kami yang baru, Dina Ardian, S.Pd.

Sahabat Bastera juga kami ajak untuk menyimak bincang-bincang kami dengan tokoh adat Lampung Saibatin, Bapak Nasrun Rakai. Selain itu, kami mengajak Sahabat Bastera menyimak rubrik yang dapat menambah wawasan dalam rubrik “Tahukah Anda” dan “Ladang Ilmu”. Tak lupa kami juga mengajak Sahabat Bastera mengenal beberapa kata dan istilah dalam bidang teknik yang terangkum dalam rubrik “Kata dan Istilah” dan masih banyak rubrik lainnya yang bermanfaat bagi Sahabat Bastera.

Sahabat Bastera, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penerbitan majalah Bastera ini. Akhir kata, kami berharap semoga kehadiran majalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Selamat membaca! n

Tabik,P un!

diah meutia Harum

4 Edisi VII, Desember 2020Bastera

reDaKsI Bastera

Penyunting:Kiki Zakiah Nurratih rahayuFotografer:sarmanPenata Letak:Haryo Mijil PamungkasKonsultan Materi:eva KrisnaKonsultan Tampilan:C. anwar syamsudin I. M. Putra

Penerbit: Kantor Bahasa Provinsi LampungAlamat Redaksi : Jalan Beringin II, Nomor 40, Kompleks Gubernuran, Telukbetung, Bandarlampung,Nomor Telepon/Faksimile: (0721) 486408, (0721) 486407Alamat Posel: [email protected] Foto/Ilustrasi:Pixabay, Kisspng, Cleanpng, YouTubeStocksnap.io, Pexel, Freepict, koleksi pribadiFoto Sampul: Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Basteraedisi Desember 2020Nomor 7, Volume 3, Tahun 2020Terbit Desember 2020

Mengenal KBL: Yohana sheraKlinik Bahasa: Kiki Zakiah N.Bomoh Sastra: sarmanBedah Soal: Yulfi Zawarnis

Penanggung Jawab: Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Pemimpin Umum:eva Krisna

Pemimpin Redaksi:Diah Meutia Harum

Redaktur:Dian anggraini, Dina ardian,Kiki Zakiah Nur, ratih rahayu, sarman, Yulfi Zawarnis

Pengasuh/Penanggung Jawab Rubrik:

Tahukah Anda: ratih rahayuKata dan Istilah: Dian anggraini

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 5

DaFtar IsI

OasIsBukan Sekadar Gaji

reFLeKsIPemuda Melawan Covid-19

OBItUarIUMYuliadi M.R.: Hidup Adalah Perjalanan dari Allah Menuju Allah

CerIta raKYatGajah Sumatra yang Baik Hati

LIPUtaN UtaMaMerangkai Sejarah melalui Sastra

CerIta PeNDeKBuku Rahasia

LIPUtaNBulan Bahasa dan Sastra 2020

PrOFILEva Krisna: Literasi Perdana itu Adalah Ibu

CerIta aNaKToko Roti Paman Irfan

serI PeNeLItIaNPemetaan Kompetensi Literasi

sastra LaMaPantun dalam Kesusatraan Melayu Klasik

MOMeN-MOMeN IstIMeWa

KreatIvItas LIPUtaN KBPL Memperluas Jejaring

Kata DaN IstILaHreseNsI Recehan yang Membuat Pembaca “Melek” Berbahasa

POjOK LaMPUNGWabah dan Pengobatannya

dalam Naskah Kuno Lampung

BINCaNG-BINCaNG Nasrun Rakai: Melestarikan Bahasa dan Budaya Lampung

LIPUtaNFestival Musikalisasi Puisi Digital Nasional 2020

PANDAI CAWA LaMPUNG Nyepok Senggulan

BeDaH sOaL taHUKaH aNDaAksara Nusantara

Laras BaHasaKonteks dalam Pertuturan

IKaDUBas BerKarYaAplikasi Belalai, Karya Ikadubas Lampung untuk Bumi Ruwa Jurai

Laras sastraCatatan tentang Novel Drupadi

Karya Seno Gumira Ajidarma

sastra DUNIaNovel Pride and Justice: Yang Mengesankan dari Abad Ke-18

MeNGeNaL KBLDina Ardian: Tiada Kata Henti untuk Belajar

KLINIK BaHasa

POjOK NUsaNtaraLunpia dan Kisah Asmara di Baliknya

KLINIK sastra

LaDaNG ILMUAlih Wahana dalam Karya Sastra teKa-teKI sILaNG

6

18

10

8

46

49

16

34

42

38

30

36

28

26

22

44

40

32

50

66

58

74

76

78

54

70

62

68

60

56

72

64

6 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Pandemi Covid-19 berdampak pada semua bidang, terutama bidang ekonomi. Tidak sedikit

pencari nafkah yang mengeluh karena mengalami penurunan pendapatan hingga hidup pun terasa semakin sulit. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap, mereka yang memiliki penghasilan tetap pun turut merasakan dampaknya. Bonus, tunjangan, dan insentif lain di luar gaji yang biasanya diperoleh pun tidak mereka peroleh akibat pemangkasan anggaran. Tentu saja hal itu memengaruhi perekonomian keluarga.

“Bagaimana Mas, coba cek, sudah gajian belum?” tanya kawan saya saat awal bulan tiba. “Belum masuk, Pak,” jawab saya sambil mengecek internet banking. Begitulah rutinitas sebagian masyarakat berpenghasilan tetap setiap awal bulan. Tidak sedikit orang yang khawatir gajinya terlambat datang, dipotong, bahkan khawatir di-PHK akibat pandemi ini.

Sebelum pandemi pun, tidak sedikit dari

mereka yang memiliki gaji rutin mengatakan, “Gajiku kurang terus, nih!” atau “Punya gaji kok sama seperti enggak punya gaji, ya?”

Komentar-komentar tersebut tentunya akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru. Mengapa hal itu bisa terjadi? Apa yang salah dengan gaji kita atau mereka? Apakah kita harus selalu bergantung pada gaji? Bagaimana supaya gaji kita cukup untuk memenuhi segala

kebutuhan?Untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan tersebut, kita memerlukan kejernihan hati agar bisa memaknai apa sesungguhnya gaji kita. Sebagian orang mungkin memandang gaji bukan segalanya, tapi bagi sebagian besar orang, gaji adalah suatu hal yang penting untuk menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar, yaitu makan dan minum.

Segala sesuatu itu dibeli dengan uang. Kita tidak bisa membeli pisang goreng, nasi uduk, makanan ringan, dan buah-buahan hanya dengan ucapan terima kasih. Kita harus membayarnya dengan uang dari gaji kita tentunya. Bila kita bisa menerima gaji secara rutin, kita pun bisa melangkah

dengan hati tenang, mengingat segala tagihan dapat terbayar, susu anak terbeli, biaya transportasi ke kantor tersedia, dan uang sekolah anak pun tidak jadi masalah. Semua ini dapat

menghadirkan kenyamanan hati dan bisa menjadi

motivasi dalam bekerja, terutama di

masa pandemi Covid-19. Imunitas yang

tinggi sangat

OasIs

dedi supriyanto

Bukan sekadar Gaji

n cleanpng.com

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 7

Bukan sekadar Gaji

dibutuhkan untuk tetap sehat dan kuat.

Ada baiknya, marilah kita merenungi pesan-pesan moral berikut ini berkaitan dengan gaji yang kita peroleh agar gaji tersebut memiliki nilai lebih yang bukan sekadar gaji. Janganlah lihat berapa besar gaji yang kita dapat, tapi lihatlah bagaimana cara kita mendapatkannya. Apakah dengan cara yang baik atau dengan cara yang dimurkai Allah? Jangan bandingkan gaji kita dengan gaji orang lain yang lebih tinggi karena kita tidak mengetahui gaji siapa yang penuh keberkahan.

Bisa jadi kita bergaji besar, tetapi banyak sekali pengeluaran di luar dugaan sehingga gaji seakan hilang tanpa bekas. Bisa

jadi kita bergaji kecil, tetapi bisa mengaturnya hingga

dapat hidup bahagia, tenang, dan tenteram tanpa beban. Semua itu tidak bisa dihitung dengan rumus matematika manusia.

Kita bisa menghitung besarnya gaji, tetapi karunia Allah tak pernah bertepi. Sebagai hamba-Nya kita diminta untuk tetap berikhtiar sebaik mungkin dan berdoa memohon kepada-Nya. Bila gaji yang kita dapatkan membuat kita dan keluarga lebih dekat kepada Allah, itulah keberkahan, syukurilah. Bila membuat kita dan keluarga menjauh dari-Nya, itulah kecelakaan, tangisilah. Bila gaji yang kita dapatkan tak sebanding dengan tenaga dan waktu yang kita keluarkan, yakinlah Allah tidak pernah tidur. Allah Mahaadil, mudah bagi Allah menghargai kelebihan waktu dan tenaga kita.

Gaji bagian dari rezeki, keluarga yang sakinah bagian dari rezeki, kesehatan bagian dari rezeki, kawan-kawan yang baik bagian dari rezeki, kesempatan belajar di jenjang yang lebih tinggi pun bagian dari rezeki. Oleh karena itu, kita jangan mengukur rezeki sebatas gaji dan uang.

Apa pun yang kita terima wajib kita syukuri. Masih banyak saudara kita yang gajinya tertunda selama satu bulan, dua bulan, tiga bulan, dan bahkan berbulan-bulan. Tak sedikit saudara kita yang hidup tanpa

gaji. Jangankan pekerjaan tetap, pekerjaan serabutan pun tidak mereka miliki. Masih banyak orang yang hidup dalam ketidakpastian, karena hidup yang mereka jalani jauh dari kata gaji atau penghasilan lainnya.

Mereka yang memiliki penghasilan tetap sudah selayaknya harus banyak bersyukur dengan menjadikan gaji bukan sekadar gaji. Gaji yang kita terima setiap bulan harus menjadi sumber keberkahan hidup bagi kita, keluarga kita, dan orang-orang di sekitar kita.

Janganlah lupa untuk menyisihkan sebagian dari gaji kita untuk membantu sesama dan meringankan beban orang di sekitar kita. Doa dari mereka akan menambah keberkahan gaji yang kita terima. Bukankah meringankan beban orang merupakan amalan yang luar biasa? Bila kita membantu orang lain, suatu saat kita juga akan mendapatkan bantuan dari orang lain. Ini adalah suatu kepastian, apa yang kita perbuat akan kembali kepada kita sebagai pelakunya. Semakin banyak berbuat kebaikan, semakin tenang dan damai hati kita hingga pada akhirnya pertolongan Allah pasti akan datang manakala kita berada dalam kesulitan.

Kita harus memahami bahwa gaji yang kita terima harus dapat dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Dari mana uang tersebut didapat, dengan cara apa mendapatkannya, dan bagaimana membelanjakannya akan diminta pertanggungjawabannya. Marilah kita sadari bahwa gaji kita bukan sekadar gaji, tetapi gaji adalah penghasilan yang harus penuh keberkahan. Gaji haruslah memberi nilai manfaat kehidupan dunia dan juga harus menunjang kehidupan di akhirat kelak. n

n cleanpng.com

8 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Hampir setahun pandemi Covid-19 melanda dunia dan membuat banyak perubahan

kebiasaan serta pola hidup di masyarakat. Bersalaman saat bertemu dengan teman dan kerabat, aktivitas belajar di sekolah, sistem dan jam kerja para pegawai adalah beberapa hal yang mengalami perubahan. Seiring dengan berjalannya

waktu, masyarakat yang pada awalnya tidak lebih banyak berdiam diri di rumah pun sudah mulai jenuh dan akhirnya nekat melakukan berbagai aktivitas di luar rumah dengan berbagai alasan.

Hingga saat ini, pandemi Covid-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Bahkan, beberapa waktu yang lalu terjadi peningkatan jumlah korban yang membuat beberapa daerah di Indonesia menjadi zona merah.

Pandemi Covid-19 nyatanya bukan hanya masalah kesehatan. Pandemi ini sudah memberikan dampak yang luar biasa dan menimbulkan berbagai masalah, terutama ekonomi yang akhirnya merembet hampir ke semua bidang.

Pandemi ini telah memakan banyak korban jiwa, tetapi hasil survei Biro Pusat Statistik (BPS) nasional menyebutkan bahwa 17% masyarakat masih tidak percaya akan pandemi Covid-19. Ini sangat disayangkan

dan persentase itu tergolong cukup besar mengingat total penduduk Indonesia yang mencapai 217 juta jiwa. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melibatkan berbagai pihak guna mengupayakan pencegahan penyebaran dan juga menyosialisasikan bahaya Covid-19.

Satuan tugas penanganan Covid-19 pun menitikberatkan pada para pemuda untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Hal ini dilakukan karena pemuda

yang gemar beraktivitas di luar rumah merupakan salah satu sumber penyebaran Covid-19 di Tanah Air. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science yang menyatakan bahwa orang yang berusia dewasa muda mampu menjadi superspreader atau menularkan virus corona ke banyak orang. Tak hanya itu, penelitian lain yang dipublikasikan dalam Journal of Adolescent Health menemukan bahwa satu dari tiga anak muda

rentan terkena Covid-19 dengan gejala yang parah.

Memang pada awalnya virus ini lebih banyak menyerang anak-anak dan orang lanjut usia. Namun, Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menjelaskan bahwa anak muda juga dapat terinfeksi, orang-orang muda dapat meninggal, dan orang-orang muda dapat menularkan virus kepada orang lain. Tedros pun meyakinkan orang muda di seluruh dunia bahwa virus dapat

ratih rahayu

reFLeKsI

Pemuda Melawan Covid-19

n thebodyshop.co.id

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 9

menimbulkan risiko serius bagi kesehatan mereka.

Sementara itu, kepala unit penyakit dan zoonosis WHO, Dr. Maria Van Kerkhove, mengatakan bahwa mayoritas orang yang lebih muda cenderung memiliki gejala Covid-19 yang lebih ringan, tetapi tidak terjadi pada semua anak muda. Beberapa orang dengan usia muda bahkan mengalami sakit parah hingga akhirnya meninggal dunia. Selain itu, beberapa dari mereka memiliki efek jangka panjang. Maria Kerkhove menambahkan bahwa ada orang yang berusia muda mengalami gejala berat, seperti mengidap kelelahan ekstrem, sesak napas, atau kesulitan melanjutkan kegiatan normal saat kembali bekerja atau berolahraga, bahkan setelah mereka dinyatakan sembuh dari Covid-19.

Dalam sejarah peradaban Indonesia, pemuda selalu memegang peranan penting dalam perubahan bangsa ini. Tidak dapat kita mungkiri bahwa keterlibatan pemuda dalam melawan Covid-19 sangatlah penting. Pemuda dapat memberikan sumbangsih positif dan turut berperan untuk membantu melawan pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Pemuda diharapkan bisa memberi kesadaran kepada masyarakat akan keberadaan Covid-19 dan meyakinkan masyarakat bahwa pandemi ini bukan sebuah konspirasi.

Pandemi ini merupakan hal baru dalam sejarah Indonesia dan menjadi pengalaman pertama bagi kita semua. Pemuda hendaknya dapat menjadi pelaku sejarah bangsa dalam upaya melawan pandemi Covid-19. Tidak mungkin pemerintah bekerja sendiri tanpa dukungan dan keterlibatan semua pihak untuk berhasil melawan pandemi Covid-

19, peran aktif para pemuda juga sangat diperlukan untuk memutus mata rantai penyakit akibat virus SARS-CoV2 ini.

Pandemi ini sudah menimbulkan berbagai masalah yang harus kita selesaikan bersama. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa memiliki tanggung jawab untuk mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara ini. Dalam situasi seperti ini, kreativitas para pemuda sangat dibutuhkan untuk mencari dan memberikan solusi akan permasalahan di sekitarnya. Pemuda dapat menjadi penggerak untuk mengampanyekan protokol kesehatan pada masyarakat sesuai dengan standar WHO. Dengan menjadi penggerak di daerahnya, pemuda diharapkan bisa memberikan pencerahan pada masyarakat, bahkan memberi solusi untuk melawan pandemi ini.

Banyak hal yang dapat dilakukan pemuda Indonesia dalam membantu pemerintah untuk melawan Covid-19. Dengan kreativitasnya, pemuda dapat membuat tayangan-tayangan yang edukatif yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan Covid-19. Pemuda juga dapat turun langsung ke masyarakat guna menginformasikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus Korona, yaitu rajin mencuci tangan, menjaga jarak sosial, mengenakan masker, dan menghindari tempat-tempat ramai.

Pemuda hendaknya tidak berpangku tangan dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19. Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 sebaiknya menjadi sumber inspirasi dan energi bagi pemuda Indonesia dalam berkarya untuk mengisi kemerdekaan di tengah pandemi ini. Sumpah Pemuda yang telah

mengajarkan pentingnya sebuah persatuan bagi bangsa Indonesia selayaknya mampu mengingatkan anak bangsa agar tidak mudah diadu domba dan tidak mudah dibenturkan antara satu kelompok dan kelompok lainnya. Kesadaran untuk tidak mudah dipecah belah itu menjadi suatu yang sangat penting mengingat perkembangan teknologi yang memudahkan akses informasi yang terkadang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Saat Hari

Sumpah Pemuda lalu, Presiden Joko Widodo melalui akun Instagram miliknya pun mengajak para pemuda untuk bersatu melewati masa-masa sulit di tengah pandemi Covid-19. Beliau pun sangat berharap bahwa pemuda Indonesia mau menyatukan semangat dan tekad yang menyala untuk dapat melewati masa-masa sulit pandemi ini. Semoga dengan semangat Sumpah Pemuda, nasionalisme pemuda Indonesia terlahir kembali dan dapat turut berkembang agar seluruh pemuda dan masyarakat Indonesia mau bersatu melawan Covid-19 ini. Dengan demikian, bangsa ini diharapkan mampu bangkit kembali dan menjadi negara yang maju seperti yang dicita-citakan para pendahulu bangsa. (RR)

n cleanpng.com

10 Edisi VII, Desember 2020Bastera

diah meutia Harum

Barangkali tebersit pertanyaan di benak kita: apakah penting bagi kita mempelajari

sejarah? Mengapa yang terjadi pada masa lalu menjadi penting bagi? Jawabannya bisa saja karena sejarah tidak bisa dihindari. Mempelajari sejarah berarti mempelajari warisan masa lalu. Alih-alih menjadi subjek yang ‘mati’, sejarah menghubungkan berbagai hal melalui waktu.

Manusia dari berbagai bangsa hidup dalam sejarah. Kita ambil contoh sebuah komunitas masyarakat yang menggunakan bahasa yang diwarisi dari masa lalu. Mereka hidup dalam budaya, tradisi, dan agama yang kompleks yang tidak diciptakan

secara mendadak. Mereka menggunakan teknologi yang mereka ciptakan sendiri. Jadi, memahami keterkaitan antara masa lalu dan masa kini menjadi sebuah kebutuhan mendasar untuk pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi suatu bangsa. Itulah mengapa sejarah menjadi penting. Ingat, sejarah bukan hanya berguna, tetapi penting.

Memahami sejarah merupakan salah satu bagian integral pemahaman yang baik tentang kondisi suatu bangsa karena sejarah merupakan fondasi dasar pembentukan manusia. Sejarah yang terletak pada ruang dan waktu membingkai dan menyatukan masa kini dan masa lampau.

Kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia dimulai

dengan cerita tentang masa lalu. Kisah para leluhur, pahlawan, dewa, atau hewan yang dikeramatkan oleh masyarakat

LIPUtaN UtaMa

Merangkai Sejarah melalui Sastra

n ulunlampung.com

n wordpress.com

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 11

pada masa lalu telah dikisahkan, bahkan sebelum adanya tulisan. Tentu saja, kebenaran cerita ini kemudian dikuatkan dengan peristiwa-peristiwa selanjutnya yang terjadi dalam sejarah. Oleh karena itu, sejarah dapat dikatakan sebagai catatan peristiwa, cara berpikir, dan perasaan yang berasal dari aktivitas naratif manusia.

Sebelum tulisan ada, manusia berkomunikasi dengan bahasa lisan. Banyak sejarah yang dituturkan melalui perantaraan lisan dan transmisi cerita yang berlangsung dari generasi ke generasi menunjukkan bahwa manusia tanpa tulisan pun dapat memiliki pemahaman sejarah yang canggih. Ketika mulai mengenal tulisan, manusia pertama kali menggunakannya dalam bentuk paku dan piktograf (huruf bergambar). Jenis tulisan ini ditemukan berbentuk ukiran pada batu dan lempengan tanah liat di Mesir dan Mesopotamia. Ada juga ideogram Cina yang diukir pada perunggu dan tulang orakel (tulang sapi

yang retakannya menurut kepercayaan dapat meramalkan masa depan). Menurut catatan sejarah, masyarakat Mesir, Mesopotamia, dan Cina adalah yang pertama membuat catatan tentang masyarakat yang sezaman mereka. Catatan tersebut berupa daftar raja dan leluhur.

Manusia dari seluruh dunia sebenarnya berbagi nenek moyang yang sama. Hal ini dibuktikan dengan cerita-cerita mitos, legenda, puisi epik, dan cerita rakyat. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, walaupun memiliki berbagai versi, cerita-cerita tersebut memiliki motif yang sama. Sumber sejarah yang berasal dari cerita lisan ini kebenarannya didasarkan pada kepercayaan bahwa sebuah peristiwa benar-benar terjadi pada suatu waktu pada masa lalu. Lalu, apakah validitas sumber sejarah yang berasal dari cerita lisan ini dapat diandalkan? Sejarah yang berasal dari cerita rakyat biasanya menjadi pendukung dokumentasi tertulis, seperti surat, undang-undang, dan catatan administratif.

Urgensi Rekonstruksi Sejarah Lampung

Sastra Lisan Lampung adalah bagian kebudayaan Lampung dan identitas suku Lampung. Ciri utamanya adalah kelisanan, anonim, dan lekat dengan kebiasaan, tradisi, serta adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung. Sastra lisan ini banyak tersebar dalam masyarakat dan merupakan bagian yang sangat penting dalam khazanah budaya etnis Lampung. Jenis sastra lisan Lampung beragam, yaitu pattun (pantun), syair, pisaan, ringget,

bandung, adi-adi, segata, muayak, memmang, sesikun, dan kias.

Begitu pun cerita rakyat. Lampung memiliki beragam cerita yang bersumber dari kepercayaan dan tradisi. Kisah Sidang Belawan, Ratu Melinting dan Keratuan Darah Putih, Si Bungsu Tujuh Bersaudara, Buaya Perompak, Sultan Domas, dan Dayang Rindu hanyalah sedikit contoh keberagaman tersebut.

Lampung juga merupakan wilayah yang kaya dengan adat dan budaya warisan masa lampau. Walaupun demikian, penulisan mengenai sejarahnya belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan oleh sejarah Lampung yang memang belum banyak diketahui karena keterbatasan data dan sumber yang akurat. Sumber sejarah yang dapat membantu rekonstruksi sejarah Lampung, di antaranya, adalah karya sejarah yang berasal dari abad ke-19 yang berjudul Sejarah Sumatra karya William Marsden. Buku ini menjadi semacam ensiklopedia yang memuat wilayah dan suku-suku yang ada di Pulau Sumatra.

William Marsden menguraikan dengan cukup terperinci megenai keadaan geografis, hasil bumi, flora dan fauna, serta adat istiadat. Dia bercerita tentang Lampung dalam satu bab tersendiri. Disebutkan

Sebelum tulisan ada, manusia berkomunikasi dengan bahasa lisan.

12 Edisi VII, Desember 2020Bastera

bahwa dibandingkan dengan semua penduduk Sumatra, orang Lampung mirip orang Cina karena bermuka bulat dan bermata sipit. Mereka berkulit paling putih, sedangkan kaum perempuan paling tinggi dan paling cantik. Marsden juga menyebutkan bahwa bahasa Lampung cukup berbeda dengan bahasa Rejang walaupun dasarnya sama dan masing-masing memiliki aksara tersendiri (Marsden, 2008:272).

Salah satu buku yang mengurai adat istiadat dan sejarah Lampung adalah karya Hilman Hadikusuma yang berjudul Masyarakat dan Adat Budaya Lampung yang diterbitkan tahun 1990. Buku tersebut sampai saat ini masih menjadi salah satu acuan untuk mengetahui sejarah Lampung. Hilman menguraikan adat istiadat

dan sejarah Lampung, yakni dari asal-usul suku Lampung hingga masa perjuangan masyarakat Lampung dalam melawan Belanda. Buku ini juga mengupas kitab Kuntara, yaitu hukum adat yang menjadi pedoman bagi para batin adat Papadun untuk mengatur kepentingan adat bagi masyarakat adatnya.

Kitab Kuntara Rajaniti berlaku bagi masyarakat adat Pubiyan. Kitab Kuntara Rajaasa berlaku bagi masyarakat Pemanggilan. Kitab Kuntara adat Abungseputih berlaku bagi masyarakat adat Abungseputih Sekampung. Kitab Kuntara adat Tulangbawang berlaku bagi masyarakat adat Tulangbawang.

Mayarakat Lampung membagi adat istiadat ke dalam dua golongan, yaitu adat istiadat Pepadun dan adat

istiadat Peminggir. Masyarakat adat Pepadun bermukim di daerah Abung, Waykanan/Sungkai, Tulangbawang, dan Pubiyan, sedangkan masyarakat adat Peminggir mendiami wilayah pesisir Teluk Lampung, Teluk Semangka, dan Krui Belalau. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa masyarakat adat Peminggir juga meliputi wilayah Ranau, Muara

Dua, Komering, dan Kayuagung di

Buku ini juga mengupas

kitab Kuntara, yaitu

hukum adat yang menjadi

pedoman bagi para batin

adat Papadun.

n wartalambar

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 13

Sumatra Selatan (Tim Depdikbud, 1996:5).Hilman menyebutkan bahwa asal-usul

suku Lampung kebanyakan diperoleh dari cerita rakyat yang berlaku di setiap masyarakat adat. Contohnya adalah cerita rakyat di daerah Sekala Brak. Dikisahkan bahwa pada zaman dahulu suku Tumi yang berada di kaki Bukit Pesagi adalah nenek moyang orang Lampung. Suku Tumi inilah yang menurunkan suku-suku di Lampung (Hilman,1990:45).

Kuntara Rajaniti menyebutkan kisah mengenai keturunan orang Lampung di Sekala Brak. Disebutkan bahwa ketika berpisah dari Pagaruyung, Minangkabau, datanglah putri dari kayangan yang dikawinkan dengan Kun Tunggal yang memiliki roh tunggal dan sebagai penguasa tunggal. Mereka melahirkan Umpu Sai Tungau yang menurunkan Umpu Serunting yang pindah ke Sekala Brak hingga berdirilah keratuan pemanggilan. Selanjutnya, Hilman menjelaskan bahwa Umpu Setrunting adalah orang Pagaruyung dari Kelarasan Bodi Chaniago (Datuk Parpatih nan Sabatang) yang pindah ke Sekala Brak karena perselisihan adat dengan kelarasan Koto Piliang (Datuk Ketemanggungan/Adityawarmbahwa berdasarkan cerita rakyat mengenai asal-usul suku Lampung yang tersebar di setiap masyarakat adat, Asisten Residen Tulangbawang pada 10 Januari 1915 melaporkan bahwa di Lampung terdapat lima ratu, yaitu Ratu Dipuncak, Ratu Pemanggilan, Ratu Dibalau, Ratu di Pugung dan Ratu Darah Putih (adatrechtbundels Z.S.XXXII). Yang dimaksud dengan ratu adalah penguasa wilayah tanah dan lingkungan kekerabatan adat (Hilman, 1990:46).

Harian Lampung Post pada 2014 memuat rubrik “Lampung Tumbai” yang ditulis oleh Frieda Amran. Rubrik ini berisi artikel yang berdasarkan tulisan yang berasal dari peneliti, pegawai VOC di Hindia Belanda, serta penjelajah dari Inggris dan Belanda

yang berasal dari abad 19. Salah satu artikel yang berjudul “ Nenek

Moyangku Seekor Naga” menceritakan salah satu legenda asal-usul orang Lampung, yaitu seekor naga atau ular yang terbang dan akhirnya mendarat di ujung Pulau Sumatra. Naga tersebut menetaskan beberapa butir telur. Setiap butir telur itu menjadi nenek moyang salah satu marga.

Tentu saja cerita rakyat semacam ini memiliki motif serupa dengan cerita rakyat dari daerah lain yang mengisahkan asal-usul suatu kerajaan atau raja yang biasanya mengaitkan asal-usul dengan keturunan dewa, raja yang perkasa, seperti Iskandar Zulkarnain, atau binatang yang dikeramatkan dan mempunyai nilai magis, seperti naga. Hal ini dilakukan untuk

memberikan legalitas bagi kekuasaan pada masa lalu.

Sumber-sumber tulisan rubrik “Lampung Tumbai” berasal dari peneliti-peneliti Belanda, di antaranya Reiner de Klerk, Captain Jackson, P.P. Roorda van Eysinga, J. de Roovere van breugel, dan F.G Steck. Kumpulan artikel yang berasal dari rubrik tersebut cukup membuka wawasan tentang kehidupan Lampung pada masa lalu yang bersumber dari pengamatan orang-orang Belanda, baik yang pernah tinggal di Indonesia maupun

n wordpress.com

14 Edisi VII, Desember 2020Bastera

yang menulis berdasarkan cerita saja. Setidaknya, cerita dalam kumpulan artikel ini dapat menjadi sumbangsih untuk merekonstruksi sejarah Lampung.

Ada lagi sumber sejarah berupa syair yang pernah ditulis tentang Lampung berjudul “Syair Lampung Karam” yang berkisah tentang kejadian meletusnya Gunung Krakatau pada 1883. Syair ini menceritakan dahsyatnya kekuatan letusan Gunung Krakatau yang memorak-porandakan wilayah Lampung, Banten, dan sekitarnya yang menenggelamkan desa-desa dan menyebabkan hilangnya manusia. Abu letusan Gunung Krakatau membuat dunia dalam keadaan suram selama beberapa hari.

Naskah seperti Syair “Lampung Karam” merupakan salah satu jejak sejarah yang mengaitkan masa lalu dengan masa kini. Adanya publikasi naskah “Syair Lampung Karam” adalah berkat seorang peneliti dan dosen Universitas Leiden, Suryadi, yang melakukan penelitian dan transliterasi dari huruf Jawi (Arab-Melayu) ke dalam

aksara Latin.Cerita rakyat Lampung menjadi

salah satu aset budaya dan dapat dijadikan sebagai sarana untuk menelusuri jejak sejarah Lampung pada masa lalu. Penulisan sejarah Lampung penting dilakukan dengan sinergi pemerintah pusat dan daerah agar jejak keagungan masa lalu dapat diwariskan kepada masyarakat Lampung.

Sejak berdirinya Kantor Bahasa Provinsi Lampung pada 2004, telah dilakukan kegiatan inventarisasi cerita rakyat Lampung sebagai bagian tradisi lisan Lampung. Data yang telah dikumpulkan tentu saja bermanfaat untuk merekonstruksi sejarah Lampung. Penyusunan sejarah Lampung oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terakhir dilakukan pada tahun 1977/1978 sehingga pemutakhiran data sangat perlu dilakukan. Tentunya ini menjadi tugas kita bersama untuk mengukuhkan identitas Lampung sebagai aset bangsa. Tabik! n

n ulunlampung

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 15

16 Edisi VII, Desember 2020Bastera

LIPUtaN

Tahun ini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyelenggarakan “Bulan

Bahasa dan Sastra 2020”. Kegiatan yang dilakukan secara virtual ini dibuka oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminuddin Aziz di Jakarta. Pembukaan kegiatan ini dilakukan pada 1 Oktober 2020. Dalam pelaksanaannya, Badan Bahasa menggandeng 30 balai dan kantor bahasa seluruh provinsi di Indonesia.

Pelaksanaan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020” kali ini berusaha menunjukkan kekhasan, keunikan, serta keunggulan tiap daerah di Nusantara. Tujuan diselenggarakannya kegiatan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020” ini adalah melestarikan semangat persatuan yang digagas oleh

para pemuda dalam peristiwa Sumpah Pemuda, meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan sebagai bahasa negara, meningkatkan peran serta masyarakat luas melalui berbagai aktivitas kebahasaan dan kesastraan, serta menumbuhkan minat baca dan kecakapan dalam menulis masyarakat Indonesia.

Bulan bahasa dan sastra kali ini mengambil tema “Berbahasa untuk Indonesia Sehat”. Penggunaan kata sehat dalam tema tersebut menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia menginginkan bangsa yang sehat, baik jasmani maupun rohani. Di sinilah peran bahasa dan sastra dalam mewujudkan hal tersebut. “Dengan begitu kita bisa semakin menghargai kebinekaan tanpa batasan wilayah serta tumbuhnya

keindonesiaan yang membuat bangsa ini kukuh,” harap Aminuddin.

Untuk memeriahkan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020”, Badan Bahasa menyelenggarakan rangkaian kegiatan yang merupakan ajang berkarya atau berekspresi, peningkatan kualitas berbahasa Indonesia, dan juga aneka perlombaan bagi masyarakat. Tercatat ada tujuh belas kegiatan, yaitu 1) “Menteri Menyapa: Dialog Mendikbud dengan Pemelajar BIPA”, 2) “Simulasi dan Pelayanan Kebahasaan dan Kesastraan”, 3) “Pesan Pujangga”, 4) “Lomba Cerdas Mengulas Buku”, 5) “Lomba Mendongeng bagi Penyandang Disabilitas Netra”, 6) “Lomba Debat Bahasa Antar Mahasiswa Se-Indonesia”, 7) “Festival Virtual Pembacaan

Bulan Bahasa dan Sastra 2020:“Berbahasa untuk Indonesia Sehat”

n youtube.com

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 17

Naskah Lakon”, 8) “Bincang-Bincang Kebangsaan dalam Perspektif Kebahasaan dan Kesastraan”, 9) “Bedah Buku Bahasa dan Sastra”, 10) “Penghargaan Media Massa Cetak”, 11) “Lomba Animasi Trigatra Bangun Bahasa”, 12) “Festival Handai Indonesia” 13) “Webinar Penerjemahan dan Penjurubahasaan”, 14) “Bengkel Terminologi”, 15) “Sosialisasi UKB”I, 16) “Bengkel Sastra bagi Siswa”, serta 17) “Sayembara Alih Wahana Bahan Diplomasi Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)”.

Selain rangkaian kegiatan di atas, seluruh balai dan kantor bahasa juga membuat rangkaian kegiatan yang diberi tajuk “Menjalin Indonesia”. Kegiatan yang berlangsung secara virtual tersebut diselenggarakan sejak 2 Oktober sampai dengan 23 Oktober 2020. Tujuan kegiatan ini adalah memperkenalkan khazanah bahasa dan sastra dari seluruh daerah di Indonesia. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan mengajak masyarakat Indonesia untuk mengenal balai dan kantor bahasa di seluruh Indonesia.

Aminuddin berharap rangkaian kegiatan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020” menjadi tonggak bagi Badan Bahasa untuk menjadi lembaga yang bermartabat, bermanfaat bagi masyarakat, dan menjunjung nilai profesionalisme. Pada kesempatan tersebut, Badan Bahasa juga meluncurkan buku Bahan Ajar BIPA yang meliputi Bahan Diplomasi BIPA dan Bahan Ajar BIPA.

Pada Rabu, 28 Oktober 2020, rangkaian kegiatan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020” ditutup secara resmi oleh Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim. Penutupan yang dilakukan secara virtual ini berbarengan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda yang ke-92. Dalam kesempatan tersebut, Mendikbud mengajak masyarakat

Indonesia untuk menyadari pentingnya arti ikrar Sumpah Pemuda, terutama ikrar menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Nadiem pun berharap pemahaman serta kemampuan berbahasa dan bersastra yang baik dapat membantu masyarakat untuk saling memahami. “Dengan kesalingpahaman tersebut diharapkan permasalahan yang ada dapat diatasi. Tema ‘Bulan Bahasa dan Sastra 2020’ kali ini juga menyiratkan optimisme bangsa yang akan mampu mewujudkan bangsa yang sehat secara jasmani dan rohani,” tutur Nadiem.

Pada kesempatan itu, Mendikbud juga menyampaikan apresiasi kepada Badan Bahasa serta berbagai pihak yang telah mendukung kegiatan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020”. Pada tahun ini, Badan Bahasa juga memberikan penghargaan di bidang kebahasaan dan kesastraan yang bernama Anugerah Hoessein Djajadiningrat. Nama Hoessein Djajadiningrat sendiri melekat pada perjuangan menjayakan bahasa dan sastra Indonesia pascakemerdekaan. Mendikbud berharap bahwa tahun-tahun mendatang semakin banyak tokoh bahasa dan sastra yang berkiprah di tingkat nasional, regional, dan global.

Pada kesempatan yang sama, Aminuddin menyampaikan bahwa kegiatan tahun ini terpaksa

dilakukan secara virtual untuk mendukung pemerintah dalam mencegah penyebaran Covid-19. Meskipun demikian, keadaan tersebut tidak membatasi kegiatan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020”, tetapi justru menumbuhkan kreativitas. Bahkan, kegiatan ini mendapatkan respons positif dari masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa kegiatan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020” telah menarik minat generasi muda termasuk yang memiliki keterbatasan, baik dari penglihatan maupun pendengaran, untuk berpartisipasi.

Dari 17 kegiatan yang diselenggarakan ini tercatat 11.036 pendaftar, 9.667 peserta, dan 1.096.073 penonton. Sementara itu, kegiatan “Menjalin Indonesia” yang disiarkan melalui kanal YouTube atau media sosial balai atau kantor bahasa, aplikasi Zoom, atau kehadiran langsung telah disaksikan oleh lebih dari 30.000 orang. Artinya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kegiatan “Bulan Bahasa dan Sastra 2020” telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Aminuddin mengatakan bahwa acara tersebut telah mencapai tujuannya, yaitu menunjukkan kekhasan, keunikan, dan keunggulan dari setiap wilayah Nusantara. Keunikan dan keunggulan itu merupakan anugerah terbesar yang harus dinikmati bersama. (QQ)

n youtube.com

18 Edisi VII, Desember 2020Bastera

PrOFIL

Innalilallahi wa innailaihi rajiun...

Kalimat itulah yang langsung terucap olehnya ketika mendapat surat tentang pengangkatannya sebagai pejabat

struktural untuk menggantikan jabatan lamanya sebagai pejabat fungsional peneliti di Balai Bahasa Provinsi Sumatra Barat. Dia yang selama ini merasa sudah merdeka dari “musibah” tersebut, setelah menerima berita pengangkatannya, mengalami goncangan yang luar biasa. Ibu, ayah, suami, dan anak berpendar kencang dalam pikiran dan tatapan nanarnya. Pertengahan Agustus 2020 adalah penentuan yang memorak-porandakan tatanan kehidupannya di Ranah Minangkabau.

“Ketika dirimu gundah seperti ini, segeralah kembali ke sunatullah. Segala yang terjadi adalah atas kehendak-Nya dan konsekuensi pilihan hidupmu sebagai ASN,” ucap sang pendamping hidup yang memiliki pengertian ‘ekstra’ pada dirinya dan jalur yang dipilihnya. Hal itu menguatkan Eva untuk berdiri tegak dari goncangan itu. Dukungan penuh dari adik-adik dan “dua kakak” menegakkan dirinya untuk mengemban tugas di rantau Sai Bumi Rua Jurai, Lampung.

Padang Kota TercintaDilahirkan di Payakumbuh, Eva Krisna

sesungguhnya adalah warga Kota Padang. Ibunya yang berasal dari Kota Kalamai/Gelamai itu menginginkan kelahiran anak pertama beliau di kampung asalnya. Segera setelah kelahirannya, si sulung perempuan itu segera diboyong ayahnya kembali ke Kota Padang, ke rumah kediaman mereka. Bersekolah dari TK, SD, SMP, SMA, hingga kuliah ditempuhnya di Padang. Masa kecil, remaja, hingga dewasa yang dimilikinya penuh warna. Tidak mau direpotkan oleh hal-hal yang dianggap remeh-temeh menjadi kebiasaannya dari kanak-kanak

Literasi Perdana itu Adalah Ibu“Ketika dirimu gundah seperti ini, segeralah kembali ke sunatullah.

Segala yang terjadi adalah atas kehendak-Nya dan konsekuensi pilihan hidupmu sebagai ASN,” ucap sang pendamping hidup yang memiliki pengertian “ekstra” pada dirinya dan jalur yang dipilihnya. Hal tersebut

menguatkan Eva Krisna untuk berdiri tegak dari goncangan itu.

n Dok. KBPL

Eva Krisna

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 19

Literasi Perdana itu Adalah Ibuhingga sekarang.

Eva Krisna kecil hingga remaja menghabiskan lebih dari separuh waktunya untuk membaca. Ayahnya yang memang hobi membaca dan agak sedikit nyentrik membebaskan anak perempuannya itu untuk membaca bacaan apa pun yang beliau miliki. Dari majalah keagamaan Panji Masyarakat, majalah popular Detektif Romantika, hingga majalah hiburan Vista ketika itu menjadi “santapannya” sehari-hari. Demikian pula koran lokal Haluan, Singgalang, dan Semangat menjadi bacaan rutinnya setiap hari. Melihat anaknya masih sering membaca sobekan koran yang sudah dijadikan pembungkus cabai, sang ayah pun merasa perlu menambah bahan bacaan untuk Eva. Berbagai jenis

majalah seperti Bobo, Si Kuncung, Tom Tam, Ananda, dan Hai menjadi pemuas dahaga Eva sejak kecil hingga remaja. Kesukaan membaca menjadikan Eva selalu berhasil menyelesaikan setiap jenjang pendidikan dengan hasil terbaik dari SD hingga pascasarjana. Dia pun berhasil menyelesaikan pendidikan pascasarjananya dengan meraih gelar doktor. Ternyata, membaca menjadikannya “hobi bersekolah”.

Ketika Eva Krisna memasuki dunia kepramukaan, aktivitas membacanya menjadi berkurang. Dia pun mulai memasuki dunia nyata dengan berbagai persoalan kehidupan. Di kegiatan pramuka, dia belajar banyak hal, tidak lagi sekadar wawasan teoretis yang diperoleh dari bacaan. Si anak sulung perempuan yang ideal menurut tatanan adat Minangkabau itu menambah penguatan identitas melalui kegiatan pramuka.

Literasi Perdana Adalah IbuIbunya bukanlah seseorang yang

berpendidikan tinggi. Beliau hanya ibu rumah tangga biasa yang dimanjakan suami dengan titipan delapan orang anak yang bersusunpaku (berderet usia seperti ukuran paku). Untuk

membesarkan kedelapan anaknya, beliau harus dibantu oleh asisten rumah tangga. Alhamdulillah, tiga orang di antara delapan anaknya telah menempuh pendidikan pascasarjana. Ibunda Eva Krisna melewati hari demi hari dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya dengan melakoni tradisi lisan. Pepatah petitih, ungkapan, pantun, cerita rakyat, dan lagu-lagu tradisional Minangkabau

n Dok. KBPL

20 Edisi VII, Desember 2020Bastera

adalah kemerduan yang sering beliau perdengarkan dari dalam rumahnya. Orang-orang yang melintasi jalan kecil di sebelah rumah besar itu menandai suara itu sebagai identitas pemilik rumah.

“Janganlah duduk seperti hendak menjual, berdiri seperti hendak membeli.” Demikian ungkapan sang ibu di hadapan Eva Krisna yang mulai menanjak remaja. Gadis remaja itu beranjak pelan dari duduknya di tangga rumah. Ia malu pada dirinya, malu pada sindiran ibunya. Segerombolan anak-anak STM telah terlihat dari kejauhan. Ibunya telah menangkap maksudnya duduk di tangga di sore itu. Ungkapan itu terpatri di hatinya hingga kini. Pelajaran literasi dari ibunya begitu halus, tetapi membekas begitu kuat.

Pendidikan dan PekerjaanMenamatkan pendidikan sesuai

dengan waktu adalah target bagi Eva Krisna. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Sastra Minangkabau di Universitas Andalas yang ditempuh sejak pertengahan tahun 1986 hingga awal 1991 adalah langkah awal baginya. Dunia pengabdian yang menjadi cita-citanya adalah mengajar. Derai air mata dan doa ibu mengantarkannya menempuh rantau demi rantau. Jakarta, Medan, dan Palembang adalah rantau-rantaunya ketika itu.

Ketika Eva Krisna kembali ke Padang untuk bekerja sebagai ASN di Balai Bahasa Provinsi Sumatra Barat, kedua adik perempuannya yang juga sudah meraih gelar sarjana, menggantikan dirinya untuk merantau. Demikian seterusnya hingga semua adiknya menjadi warga perantauan. Semua

n Dok. KBPL

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 21

terjadi sebagai suatu kewajaran, suatu hal yang ideal semata. Eva Krisna bersama suami, Ir. Syafruddin Acik, dan putra semata wayangnya, Raihan Puressa, tinggal bersama-sama sang ayah di Padang, sedangkan sang ibu berdomisili di Payakumbuh. Ibu menjadi pewaris tunggal dari keluarga besar yang punah. Secara matrilineal, ibu adalah ambun puruak, pagangan kunci, yakni pewaris utama dan satu-satunya.

Peneliti adalah tugas utama Eva Krisna. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi adalah egaliterian yang disenangi ketika berada di kantor. Di samping itu, menjadi staf pengajar di Perguruan Tinggi Swasta (STKIP PGRI dan Pascasarjana Universitas Bung Hata) adalah rutinitas yang dilewati sebelas tahun lamanya semenjak menyelesaikan studi S-2 di Universitas Indonesia (2003—2006) dan S-3 di

Universitas Udayana (2006—2009). Bertugas sebagai penyuluh bahasa Indonesia, instruktur literasi, narasumber pada berbagai kegiatan, juri pada berbagai lomba; membimbing, menguji, dan menyunting skripsi dan tesis; me-review artikel jurnal; dan menulis karya ilmiah serta karya kreatif dilakukan dengan bahagia dan penuh kenyamanan. Berdiskusi dengan para seniman, budayawan, aneka komunitas, dan para pegiat sosial, serta bersemuka dengan para guru besar dalam kegiatan akademik adalah kebahagiaan semata. Pada pertengahan tahun 2020 semua rutinitas dan kenyamanan itu harus ditinggalkannya.

Pengabdian di Kantor Bahasa Provinsi Lampung

“Tangan mencencang, bahu memikul, Nak!” Dalam isaknya, sang ibu kembali menyampaikan kearifan lokal kepada Eva

Krisna. Itu adalah kalimat dahsyat atas keikhlasan ibu melepas putrinya untuk kembali merantau. “Konsekuensi dari pilihan menjadi ASN adalah kewajiban untuk taat pada aturan birokrasi,” demikian kira-kira tafsiran kalimat bijak itu.

Dengan memohon rida Allah Swt. langkah pengabdian baru pun dimulai. Ditinggalkan ranah, dijelang rantau. Sisa usia krida diniatkan untuk bersama-sama berbakti di ujung Pulau Sumatra. Semoga niat sesuai dengan langkah. Hubungan yang harmonis dengan sesama staf Kantor Bahasa Provinsi Lampung adalah tujuan utama. Bila tujuan utama tersebut telah tercipta, prestasi kerja diyakini dapat diwujudkan. Hubungan dengan berbagai pihak pun dapat dilaksanakan dengan baik jika suasana kerja yang “nyaman” secara internal telah terlebih dahulu dibangun. Insyaallah... n

BIOData

Nama : Dr. eva KrisnaUsia : 53 tahun (16 Juli 1967)Pendidikan : S-1 Universitas Andalas S-2 Universitas Indonesia S-3 Universitas UdayanaSuami : Ir. Syafruddin AcikAnak : Raihan PuressaOrang tua : Hj. Erna dan H. Yusmar Dinal

n Dok. pribadi

22 Edisi VII, Desember 2020Bastera

CerIta aNaK

Paman Irfan hanya bisa termangu di depan toko roti miliknya. Ia tidak tahu mengapa tokonya sepi.

Tidak ada satu pun pembeli yang datang untuk melihat-lihat dan membeli roti di etalase tokonya. Padahal roti di tokonya itu terkenal enak dan lezat. Namun, entah mengapa sudah seminggu ini toko rotinya sepi pembeli.

“Sepertinya aku tidak bisa membayar upah kalian dalam minggu ini. Kalian tahu bukan, sudah seminggu ini toko roti kita sepi?” ujar Paman Irfan pada para pegawainya yang sedang duduk di belakang etalase.

Pegawai toko roti Paman Irfan ada lima orang, empat orang bertugas melayani para pembeli dan satu orang lainnya bertugas di kasir. Para pegawai Paman Irfan tidak terlibat dalam pembuatan roti. Paman Irfan

sendirilah yang bertugas membuat roti karena tidak ada seorang pun yang diizinkan membantunya.

Hal itu dilakukan bukan karena Paman Irfan tidak percaya pada pegawainya, tapi ia harus menjaga resep rahasia mendiang kakeknya. Oleh karena itu, proses pembuatan roti dilakukan Paman Irfan sendiri.

“Tidak apa, Tuan! Kami dapat memakluminya. Jika Tuan mau menutup toko roti ini sementara waktu, kami tidak keberatan,” ucap Tian, pegawai yang paling lama bekerja pada Paman Irfan.

Paman Irfan hanya diam termenung. Ia berpikir bahwa dirinya harus bisa mengambil keputusan secepatnya.

“Bagaimana menurut kalian, apakah kalian setuju bila toko roti ini ditutup sementara waktu?” tanya Tian kepada pegawai yang lainnya.

“Kalau aku siap saja! Semua

Toko RotiPaman Irfan

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 23

tergantung Tuan!” jawab Deva, pegawai yang bertugas mengatur dan menghitung uang kembalian dari para pembeli.

Sejenak suasana di toko roti itu menjadi hening. Sebelum para pegawai yang lain mengeluarkan suara, Paman Irfan pun mulai mengungkapkan isi hatinya.

“Baiklah, sudah kuputuskan bahwa aku akan menutup toko roti ini sementara waktu. Hal itu aku lakukan sambil mencari tahu alasan toko ini tidak seperti biasanya,” ucap Paman Irfan dengan berat hati.

“Mulai besok aku merumahkan kalian untuk sementara waktu,” lanjut Paman Irfan.

“Baik Tuan, kami menerima apa saja keputusan Tuan. Kami juga tidak keberatan bila upah kami tidak dibayar. Kami akan menerimanya dengan ikhlas,” ungkap Tian mewakili semua pegawai toko roti Paman Irfan.

“Tidak-tidak, aku tidak bisa seperti itu! Itu sama saja aku memperlakukan kalian dengan tidak adil!” tukas Paman Irfan.

“Aku akan bayar gaji kalian

walau tidak penuh, aku harus bisa menghargai jasa-jasa kalian selama ini,” lanjut Paman Irfan.

“Silakan saja, Tuan! Kami akan menyetujui apa saja keputusan Tuan,” jawab Deva mewakili kawan-kawannya

Paman Irfan mengambil keputusan itu dengan berat hati. Ia sedih melihat para pegawainya lesu karena keadaan toko roti yang sepi akhir-akhir ini. Sore itu, Paman Irfan pun menutup toko rotinya dengan penuh kesedihan dan membayar upah para pegawainya sebelum mereka pulang.

“Terima kasih, Tuan. Maaf Tuan, bolehkah kami datang kemari jika di antara kami ada yang rindu dengan suasana toko ini atau ingin bertemu Tuan?” tanya Tian.

“Iya Tian, silakan saja! Pintu toko ini selalu terbuka untuk kalian,” jawab Paman Irfan seraya tersenyum.

Setelah itu para pegawai Paman Irfan membubarkan diri pulang ke rumah masing-masing. Walaupun mereka

n cleanpng

24 Edisi VII, Desember 2020Bastera

semua merasa sedih, mereka menerima dengan lapang dada semua keputusan Paman Irfan. Mereka akan sabar menunggu kabar dari Paman Irfan kapan saat toko roti itu dibuka kembali. Semua pegawai berharap toko roti itu bisa kembali dibuka dalam waktu dekat.

***Tidak terasa waktu pun berjalan

cepat. Sudah genap tiga bulan lamanya toko roti Paman Irfan belum juga dibuka. Paman Irfan belum bisa menemukan alasan toko rotinya sepi pembeli. Ia merasa bahwa ia tidak pernah mengurangi atau mengubah resep rahasia milik kakeknya itu.

“Mengapa toko rotiku ini bisa sepi, ya? Adakah yang salah padaku?” Paman Irfan bertanya pada dirinya sendiri.

Saat Paman Irfan melamun di teras rumahnya, tiba-tiba salah satu pegawainya yang bernama Tian datang berkunjung. Pegawai yang setia itu datang ke rumah Paman Irfan untuk memberitahu sebuah rahasia yang ia sembunyikan selama ini. Ia takut menyakiti hati tuannya yang selama ini sudah baik kepadanya. Namun, jika ia tidak memberitahu Paman Irfan, bisa-bisa toko roti itu akan tutup selamanya.

“Hei, Tian! Apa kabarmu? Duduklah! Ada apa datang ke rumahku? Maaf jika aku belum bisa memanggil kalian untuk bekerja di toko rotiku kembali,” tanya Paman Irfan saat menyambut kedatangan Tian.

Tian pun tersenyum lalu duduk di hadapan Paman Irfan.

“Alhamdulillah kabarku baik, Tuan. Aku datang ke mari karena ingin memberitahukan rahasia yang selama ini aku sembunyikan. Selama ini aku takut menyampaikannya kepadamu, Tuan. Aku khawatir menyakiti hati Tuan yang sudah baik kepadaku selama ini,” ungkap Tian perlahan.

“Rahasia? Rahasia apa itu, Tian?” tanya Paman Irfan.

Tian mengubah posisi duduknya.

“Begini Tuan, toko roti kita sepi bukan karena tempatnya yang tidak nyaman ataupun pegawainya yang tidak ramah. Namun, maaf Tuan, rasa roti yang Tuan buat akhir-akhir ini sangatlah berbeda. Rasanya sudah tidak enak dan lezat lagi. Kami mendapat keluhan dari para pembeli yang setia menikmati roti buatan Tuan. Mereka mengatakan bahwa akhir-akhir ini roti buatan Tuan terasa hambar, tidak seperti

biasanya,” papar Tian dengan takut-takut.

“Apakah Tuan tidak tahu mengenai keluhan ini? Maaf Tuan, aku juga tidak tahu apa yang yang menjadi penyebab roti buatan Tuan menjadi hambar,” lanjut pegawai dengan perasaan sungkan.

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 25

Mendengar penjelasan Tian, Paman Irfan pun merenung. Adakah yang salah ketika ia membuat roti-roti itu? Paman Irfan akhirnya mengajak Tian ke toko roti. Ia menunjukkan caranya membuat roti sesuai dengan resep rahasia kakeknya. Ia pun berusaha mengingat secara detail apa saja yang dikatakan kakeknya saat mengajarinya membuat roti. Paman Irfan pun akhirnya tersenyum dan menyadari kekeliruannya selama ini.

“Oh ya, aku tahu sekarang mengapa rasa roti yang kubuat terasa hambar,” seru Paman Irfan seraya tersenyum.

“Resep rahasia kakekku tidak ada masalah. Masalah utama ada pada diriku sendiri. Aku ingat pesan kakek bahwa saat membuat roti aku harus

membuatnya dengan penuh rasa cinta. Aku harus tulus agar orang yang menikmati roti buatanku merasakan kelezatan di setiap gigitannya. Akhir-akhir ini aku membuat roti tidak dengan ketulusan dan rasa cinta, melainkan ingin mendapatkan keuntungan semata. Aku hanya ingin rotiku laku terjual habis. Aku lupa pesan kakekku” jelas Paman Irfan.

Paman Irfan menyadari kekeliruannya selama ini. Ia sangat berterima kasih kepada Tian karena keberaniannya berkata jujur mengatakan kekurangan roti buatannya.

“Terima kasih atas keberanian dan kebaikanmu mengingatkan hal ini, Tian,” ujar Paman Irfan dengan mata berkaca-kaca.

“Iya, sama-sama, Tuan!

Maaf jika aku lancang, Tuan,” jawab Tian kembali. Tian merasa senang karena Tuannya tidak marah kepadanya dan membantunya menemukan penyebab toko rotinya sepi pembeli.

Akhirnya, tak lama kemudian Paman Irfan membuka toko rotinya kembali. Ia memanggil semua pegawainya untuk mulai bekerja. Tian pun diangkat menjadi asisten Paman Irfan dan diberi kepercayaan membantu Paman Irfan membuat roti.

Sejak saat itu toko roti Paman Irfan kembali ramai. Rasa roti buatan Paman Irfan kembali enak dan lezat karena ditambah rasa cinta dan ketulusan dari Tian. Kreativitas Tian membuat roti beraneka bentuk juga menambah daya tarik pembeli. n

n cleanpng

26 Edisi VII, Desember 2020Bastera

KreatIvItas PuisiKarya Syandria Laila PutriSiswa SMA Negeri 15 Bandarlampung

Puisi

NeLaNGsa

Nelangsa aku, 2020 berjalan tanpa rasaKeceriaan masuk sekolah di semester baru menguap, hampaBukuku bukannya berisi catatan pelajaranMalah habis terlahap kata yang tak berani berkata-kataTertuang tanpa suara

Nelangsa aku, 2020 berjalan tanpa didugaBatinku meronta secara berkalaMataku melotot menatap media massaYang berseliweran membawa berita-beritaMengenai “pendatang” yang kian hari kian memakan korban jiwa

Nelangsa aku, 2020 kedatangan tamu tak diundangKorona dunia menyebutnyaEntah ia tercipta dari apa hinggaKehadirannya menambah beban bumiNamun, di lain sisi juga memperbaiki

Nelangsa aku, 2020-ku habis dengan rebahanSatu per satu rencanaku hancur berantakanGugur macam kertas domino yang tersapu anginHilang sepersekian detik tanpa ada sisa

Namun, di tengah nelangsa, meski menelan kecewaTetaplah sebuah keharusan percaya pada ketetapan-Nya

YaNG HILaNG

Petang,Ketika angin berembus tenangKilas balik yang telah kutenggelamkanKembali ke permukaan

Ke sana, ke siniBermenit-menit kuamatiTak punya jalanApalagi tempat pulang

Kutunggu iaMelihat seberapa lama ia bisa bertahanDi tengah lautanYang bahkan tak pernah berhenti bergelombang

Waktu melambatSeiring tubuhnya yang telah basah kuyup perlahan ditelanMenyisakan sedikit demi sedikit ruangnyaYang mungkin masih bisa kugenggam

Namun, aku memilih bungkamBerdiri menatapnya tanpa rasa engganMembiarkan tubuhnya menghilang perlahanHingga meninggalkan buih yang tak mungkin lagi membuatnya bertahan

Pada akhirnyaIa tak bisa lagi menarikku ke arah yang samaKarena pada dasarnyaKetertarikanku itu sudah hilang sejak lama

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 27

MaaF, aKU MatI LaGI

Ternyata dulu aku punya mimpi, ambisi, dan intuisiTernyata aku pernah mengharap terlalu banyak pada delusi

Sisanya hanya air di kedua mataku mengaburkannya persis seperti udara dan polusi Aku kehabisan napas dalam masa inkubasiDan lagi-lagi aku akan bereinkarnasi

Di hadapanmu aku dieksekusi,Mati,untuk yang keseribu kali(Tidak usah bersimpati!)

Aku hanya ingin memohon maafmu sekali lagiKarena aku tidak lagi punya mimpi Atau keberuntungan dari empat kelopak semanggi Maaf, aku juga tidak bisa membuat puisi

PuisiKarya Aisyah Yumna RahmaniSiswa SMP IT Fitrah Insani

Puisi

taK aDa MaKaNaN

Lapar, jemu, dan dahagaSeperti teater usang di kota tuaMerana, lalu tak bernyawaSayangnya tak lagi berharga

Seperti pelawak yang ceriaTersenyum dengan bahagiaLayaknya mendengar lelucon lama

Ah, tapi ini bukan leluconCukup makan angin dan keheninganSambil menyeruput sisa peluh yang asin

Ih, tak ada makananHanya ada lapar, jemu, dan dahagaMenjerit meminta jawabanTuan Lapar, tolong buat aku tertawa

n cleanpng

28 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Kata DaN IstILaH

Sahabat Bastera, apa kabar? Jika edisi lalu kalian telah mengetahui kata dan istilah bidang hukum, kali ini kami akan mengenalkan kata dan istilah bidang teknik. Beberapa kata dan istilah yang diperkenalkan ini juga dapat dilihat dan diunduh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring. Kata dan istilah apa saja yang kami sajikan dalam edisi kali ini? Yuk, mari kita simak bersama!

dian Anggraini

Kata dan Istilah Bidang Teknik

Insinyur (Ingenieur)Insinyur mempunyai

kontribusi yang besar untuk kemajuan pembangunan suatu negara. Melalui keahlian mereka, berbagai kemajuan di bidang teknik terus berkembang. Istilah insinyur berasal dari bahasa Jerman, yaitu ingenieur. Dalam KBBI, insinyur berarti ‘sarjana teknik’.

skala (schaal)Skala dalam gambar memiliki

fungsi untuk mewakili ukuran asli dari objek yang ingin digambarkan. Kata schaal berasal dari bahasa Belanda. Makna skala menurut KBBI adalah ‘garis atau titik tanda yang berderet-deret dan sebagainya yang sama jarak antaranya, dipakai untuk mengukur, seperti pada termometer, gelas pengukur barang cair; perbandingan ukuran besarnya gambar dan sebagainya dengan keadaan yang sebenarnya’.

Desain (Design)Membuat sebuah bangunan

bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Di samping harus memiliki kualitas yang baik, sebuah bangunan juga akan

bernilai lebih bila memiliki nilai estetika. Oleh karena itu, sebuah bangunan sebaiknya didesain oleh arsitek. Kata desain berasal dari bahasa Inggris, yaitu design. Dalam KBBI, desain bermakna ‘kerangka bentuk, rancangan, motif, pola, corak, dll.’.

tekstur (textuur) Dalam bidang teknik

arsitektur, tekstur berhubungan dengan kualitas permukaan material dan kualitas dua dimensi pada permukaan bangunan. Permukaan pasti memiliki tekstur, baik itu halus atau kasar, bergelombang atau datar. Istilah tekstur berasal dari bahasa Belanda, yaitu textuur. Dalam KBBI, tekstur berarti ‘ukuran dan susunan (jaringan) bagian suatu benda; jalinan atau penyatuan bagian-bagian sesuatu sehingga membentuk suatu benda (seperti susunan serat dalam kain, susunan sel-sel dalam tubuh)’.

Fasad (Façade)Istilah fasad sangat penting

dalam karya arsitektur. Bagian ini menjadi titik penting dalam keindahan sebuah bangunan.

Semakin bertema, semakin tinggi nilai estetikanya. Istilah fasad berasal dari bahasa Prancis, yaitu façade yang berarti ‘muka bangunan’.

Mesin (Machine)Mesin adalah alat mekanik

atau elektrik yang mengirim dan mengubah energi untuk membantu mempermudah pekerjaan manusia. Dalam KBBI, mesin adalah ‘perkakas untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yang dijalankan dengan roda, digerakkan oleh tenaga manusia atau motor penggerak, menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga alam’. Biasanya mesin yang berasal dari bahasa Inggris machine membutuhkan sebuah masukan sebagai pemicu, mengirim energi yang

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 29

telah diubah menjadi sebuah keluaran untuk melakukan tugas yang telah disetel.

Beton (Beton)Beton merupakan suatu

material bangunan yang memiliki fungsi untuk membuat struktur bangunan, fondasi-fondasi gedung, jalan, hingga jembatan penyeberangan. Beton berasal dari bahasa Belanda yang berarti campuran semen, kerikil, dan pasir yang diaduk dengan air untuk tiang rumah, pilar, dinding, dan sebagainya.

sains (sciense) Kata sains berasal

dari bahasa Inggris, yaitu science. KBBI menyebutkan bahwa makna dari sains adalah ‘ilmu pengetahuan pada umumnya, pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya’.

Infrastruktur (Infrastructure)Infrastruktur dalam

bangunan adalah praktik pengembangan fasilitas yang memiliki nilai guna bagi masyarakat luas. Infrastruktur merupakan bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain yang didefinisikan dalam suatu sistem. Kata infrastructure berasal dari bahasa Inggris yang artinya ‘prasarana’.

jarak tempuh (Warranty)Jika berniat membeli

kendaraan roda empat bekas, jangan lupa perhatikan odometernya. Konon, mobil

yang memiliki jarak tempuh di bawah 25.000 patut dipertimbangkan. Jarak tempuh merupakan padanan istilah bahasa Inggris warranty. Jarak tempuh berarti ‘jarak yang dapat ditempuh tanpa berhenti oleh kapal (pesawat dan sebagainya) dengan sejumlah bahan bakar tertentu’.

Kabel (Cable) Dalam kehidupan sehari-hari

kita sering membutuhkan kabel untuk mengalirkan aliran listrik. Saat kita salah menggunakannya peralatan listrik akan hangus. Kabel merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal dari satu tempat ke tempat lain. Kabel berasal dari bahasa Inggris cable yang bermakna ‘kawat (penghantar arus listrik) berbungkus karet, plastik, dan sebagainya’.

tenaga Kuda (Horse Power)Istilah tenaga kuda menjadi

ukuran kekuatan atau parameter performa sebuah kendaraan. Istilah tenaga kuda berasal dari bahasa Inggris, yakni horse power. Dalam KBBI, tenaga kuda bermakna ‘daya (kekuatan) kuda, ukuran kemampuan mesin’.

Sahabat Bastera, demikian beberapa istilah dalam bidang teknik. Semoga istilah ini bisa menambah kekayaan kosakata kalian. Salam!

n cleanpng

n cleanpng

n cleanpng

30 Edisi VII, Desember 2020Bastera

POjOK LaMPUNG

Berkaitan dengan wabah dan pengobatannya, di dalam buku Pengobatan Tradisional pada

Masyarakat Pedesaan Daerah Lampung terbitan Departemen P & K tahun 1990 tidak spesifik termuat informasi mengenai wabah di Lampung. Buku tersebut mendokumentasikan penyakit luar dan penyakit dalam, jenis-jenis tanaman obat untuk setiap penyakit, serta proses pembuatan obatnya. Jenis sakit yang dimuat dalam buku ini adalah sakit umum yang dapat terjadi di daerah mana pun, bukan yang sifatnya wabah massal.

Bahan baku obat pun sudah dikenal di banyak daerah, seperti kecubung, daun jarak, kunyit, ketepeng, kemiling, jambu batu, selasih, gambir, jahe, cengkeh, kelor, jeruk nipis, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Ada juga nama tanaman dan tumbuhan khas Lampung, seperti khapak, tuba bakak, hanau, khakhuku, lagun, wait labayan, kemediang, sepehakhui, cambai,

kakula, dan dadukhuk, Sumber lain, buku Upacara

Tradisional dalam Kaitannya dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan (Departemen P & K, 1983), tidak spesifik menjelaskan wabah. Bab III sub bab I.C (“Upacara Adat yang

Berhubungan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan”) hanya memuat gerhana bulan/matahari, lindu/linui (gempa bumi), Tulak Bala, Bulan Bakha, Nyarang, Muhun.

Dari buku-buku tersebut dapat diasumsikan bahwa konsep

Wabah dan Pengobatannyadalam Naskah Kuno Lampung

Arman A.Z.

Sahabat Bastera, rubrik “Pojok Lampung” pada edisi lalu membahas wabah dan

pengobatannya dalam naskah kuno Lampung. Pembahasan tersebut masih belum selesai.

Nah pada edisi kali ini, pembahasan tersebut akan

dilanjutkan.

Ket : contoh Memang hasil koleksi O.L. Helfrich

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 31

pengobatan ala Lampung hanyalah saat prawabah atau pascabah, yaitu tulak bala (tolak bala) dan muhun (memohon).

Buku-buku seperti itu, idealnya, diterbitkan ulang dan disosialisasikan kembali di masyarakat Lampung agar dapat dimanfaatkan. Bukankah beberapa dekade lalu kita mengenal istilah apotek hidup dan banyak orang yang menerapkannya?

***Telah dijelaskan sebelumnya

bahwa peminat dan pemerhati naskah kuno Lampung lebih megenal istilah memang, semacam jimat untuk keperluan khusus. Dari aspek isi naskah—selain aksara Lampung kuno yang sebagian hurufnya sudah rusak tidak bisa terbaca—ada juga ilustrasi atau gambar unik yang bermotif orang, hewan, dan lingkaran (mungkin semacam kompas, penunjuk arah mata angin) yang serupa dengan ilmu falak atau astronomi.

O.L. Helfrich yang sempat mengumpulkan sastra-sastra klasik di Lampung mendokumentasikan satu naskah memang. Isinya bukan pengobatan wabah, tetapi adab bersosialisasi di masyarakat, misalnya masuk ke rumah orang dan mawas diri. Penggunaan tumbuhan (sirih) disebutkan juga dalam prosesi tersebut.

Akulturasi dan sinkretik juga ditemukan dalam naskah ini. Isinya perpaduan unsur Islam, Hindu, dan animisme-dinamisme. Ada salam pembuka, yaitu Assalamuallaikum, lalu kata Laillahaillalah, Rabbi, dan Muhammad. Di bagian lain ditemukan nama dewa, yakni Hong. Ada pula tokoh mitologi Si Pahit Lidah yang terkenal di Sumbagsel.

Dalam Les Manuscrits Lampung (Van der Tuuk, 1868)

setiap tanggal ditandai dengan satu jenis binatang. Diperlukan pendekatan semiotika dan ilmu lainnya untuk menengarai motif dan alasan para leluhur Lampung mengistilahkan setiap tanggal dengan jenis binatang. Selain itu, dari sekian banyak naskah dalam Les Manuscrits Lampong, belum ada upaya telisik untuk mengetahui ada atau tidaknya informasi mengenai wabah.

***Informasi mengenai wabah

dan ritual pengobatannya dalam naskah kuno bukan hanya di Jawa dan Bali. Penjelasan tersebut membuktikan bahwa Lampung pun memiliki naskah serupa. Problemnya adalah minimnya sosialisasi kepada khalayak sehingga informasi mengenai hal ini tidak diketahui, bahkan, oleh masyarakat Lampung sekalipun.

Selain itu, isi naskah kuno di Lampung tentang wabah tidak selengkap naskah daerah lain. Dalam naskah lontar Bali,

misalnya, memuat protokol lengkap, seperti larangan, isolasi, terapi, dan tolak bala. Pengobatan tersebut juga diklasifikasi sebagai penyakit perorangan atau wabah menular. Sementara, dalam naskah Lampung dapat dikatakan tidak atau belum ada yang lengkap dalam penanganan suatu wabah dan sifatnya untuk sakit (masalah) perorangan.

Nenek moyang atau leluhur kita sudah memiliki kesadaran dan pengetahuan kosmologi. Mereka merawat keseimbangan antara sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Sang Pencipta.

Selain itu, upaya-upaya melacak dan rekoleksi kearifan lokal melalui naskah-naskah kuno harus terus diupayakan berbagai pihak yang kompeten dan peduli.

Problem mengenai wabah pada era modern tentu membutuhkan solusi modern pula. Namun, pada titik tertentu, selalu ada strategi yang masih bisa dimanfaatkan dari kearifan lokal warisan leluhur kita. n

Ket : Memang dalam Les Manuscrits Lampong (Van der Tuuk, 1868)

32 Edisi VII, Desember 2020Bastera

LIPUtaN

Pada tahun ini, “Festival Musikaliasi Puisi Tingkat Nasional” yang rutin digelar oleh Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dilaksanakan secara berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Karena adanya pandemi Covid-19, pada tahun ini para peserta tidak melakukan pementasan langsung di hadapan juri, tapi mengirimkan video rekaman pementasan musikalisasi puisinya. Oleh karena itu, festival tahun ini diberi nama “Festival Musikaliasi Puisi Digital Tingkat Nasional 2020” dengan tema “Pertemuan Kembali”.

Sebelum pendaftaran dan pengiriman karya, pada 5 dan 6 Agustus 2020 para peserta mengikuti diskusi daring yang diadakan melalui aplikasi zoom terlebih dahulu. Narasumber kegiatan ini adalah dewan juri festival, yaitu Reda Gaudiamo, Rara Sekar Larasati, Oka Rusmini, Narpati Awangga (Oomleo), dan Nyak Ina Raseuki (Ubiet). Selain kelima dewan juri, ada pula penyampaian materi tentang “Seni di Era Pandemi” dari Putu Fajar Arcana. Diskusi daring ini dilaksanakan guna menyamakan persepsi antara peserta dan dewan juri.

Rangkaian acara kemudian dilanjutkan dengan taklimat yang juga dilakukan secara daring pada 18 September 2020. Total ada 60 tim yang

berpartisipasi dalam festival tahun ini. Kantor Bahasa Provinsi Lampung turut berpartisipasi dengan mengirimkan dua perwakilannya, yaitu SMA Negeri 14 Bandarlampung dan SMA Al-Kautsar Bandarlampung yang menjadi pemenang I dan II dalam “Festival Musikalisasi Puisi Tingkat Provinsi Lampung”.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini peserta diminta untuk membawakan satu puisi wajib dan satu puisi pilihan dengan durasi masing-

masing puisi maksimal 5 menit. Puisi berjudul Pertanyaan karya Cynthia Hariadi merupakan puisi wajib dalam lomba ini. Selain itu, terdapat lima puisi pilihan, antara lain Malam karya Avianti Armand, Tilgram tak Diposkan karya Dorothea Rosa Herliany, Nyanyian karya Wing Kardjo, Melipat Jarak karya Sapardi Djoko Damono, dan Interlude Perjalanan karya Wayan Jengki Sunarta.

Setelah melewati proses pendaftaran dan pengiriman video pada 19 September—10

Oktober 2020, akhirnya pada tanggal 28 Oktober, bertepatan dengan perayaan hari Sumpah Pemuda, Badan Bahasa mengumumkan pemenang “Festival Musikalisasi Puisi Digital Tingkat Nasional 2020”. Namun sayang, perwakilan dari Provinsi Lampung belum beruntung menjadi salah satu pemenang di tahun ini.

Urutan pemenang “Festival Musikaliasi Puisi Digital Tingkat Nasional 2020” adalah berikut ini. Terbaik I: Kalimantan Barat

- SMAK Immanuel Pontianak; Terbaik II: Sulawesi Tenggara - SMAN 1 Kendari; Terbaik III: Sumatera Utara - SMAN 2 Binjai; Terbaik IV: Jawa Tengah - SMAN 5 Magelang; Terbaik V: DKI Jakarta - SMA Labschool Kebayoran; Terbaik VI: Bali - SMAN 1 Tabanan; Harapan I: Papua - SMAN 4 Jayapura; Harapan II: Kepulauan Riau - SMAN 3 Batam; Harapan III: Nusa Tenggara Barat - SMAN 1 Selong; dan Harapan IV: Maluku Utara - SMAN 1 Kota Ternate. (YSH)

FESTIVAL MUSIKALISASI PUISI DIGITAL NASIONAL 2020

Adaptasi, Kreativitas, dan Harapan untuk Pertemuan Kembali

n dokumentasi

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 33

LIPUtaN

Bagas Arya Ariyanto dan Amanda Rizka Putri telah ditetapkan sebagai pemenang I dalam ajang

pemilihan Duta Bahasa Provinsi Lampung pada 14 Agustus 2020. Sebagai pemenang I di tingkat provinsi, Bagas dan Amanda (Gasanda) berhak mewakili Lampung pada pemilihan Duta Bahasa Nasional (Dubasnas) yang dilaksanakan di Jakarta pada 19—24 Oktober 2020.

Sejak dinobatkan sebagai pemenang I di tingkat provinsi, Bagas dan Amanada (Gasanda) berkomitmen memberi yang terbaik untuk Provinsi Lampung. Serangkaian latihan dan persiapan pun mereka tempuh guna memberikan hasil yang maksimal. Gasanda meningkatkan pengetahuan dan wawasan terkait kebahasaan dan juga isu-isu terkini. Hampir setiap malam Gasanda berlatih wawancara secara daring bersama anggota Ikadubas mengenai kebahasaan dan juga pengetahuan umum. Latihan wawancara kebahasaan menjadi salah satu latihan yang penting

karena menjadi salah satu aspek penilaian.

Selain itu, Gasanda mempersiapkan penampilan bakat yang berupa tari kreasi Lampung, Nattinggam. Tari ini merupakan karya seniman terkemuka Lampung, Sandika Ali, M.Pd. Gasanda juga mempersiapkan krida kebahasaan yang berupa pembuatan dan pengenalan aplikasi Belalai untuk dibawa ke ajang Dubasnas. Aplikasi ini berisi fitur menyambung aksara dan mewarnai gambar berbahasa Lampung sebagai media pengenalan aksara dan bahasa Lampung pada anak usia dini. Aplikasi ini juga merupakan sebuah bentuk inovasi bagi negeri oleh Duta Bahasa Provinsi Lampung untuk menjaga kelestarian aksara dan bahasa daerah Lampung.

Pemilihan Dubasnas dilaksanakan selama satu minggu di Hotel Novotel, Mangga Dua Jakarta Utara dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Banyak hal menarik dan berkesan dirasakan Gasanda

selama masa karantina. Setelah melalui masa karantina dan berbagai penilaian tibalah pada malam puncak yang dinanti-nanti oleh seluruh peserta. Malam puncak menjadi saat yang mendebarkan karena saat itu akan diumumkan pemenang Dubasnas. Syukur alhamdulillah, Gasanda dinobatkan sebagai Duta Bahasa Nasional Terfavorit 2020. Urutan pemenang lain dalam ajang Dubasnas adalah berikut ini. Pemenang I diraih peserta dari DKI Jakarta, pemenang kedua dari Jawa Barat, pemenang III dari Banten, pemenang IV dari Sumatra Barat, pemenang V dari Kalimantan Tengah, dan Pemenang VI dari Jawa Tengah.

Penilaian kategori pemenang terfavorit yang diraih Gasanda ditentukan dari jumlah suka terbanyak pada unggahan video profil finalis di kanal Youtube Badan Bahasa, sikap dan kepribadian selama karantina, serta penampilan minat dan bakat. Video profil Gasanda di kanal Youtube Badan Bahasa pun kini telah disaksikan oleh lebih dari 12.000 penonton dan mendapat hampir 3.000 penyuka. Hal ini membuktikan bahwa keberhasilan Gasanda bukan berkat kerja keras mereka berdua saja, tapi juga berkat bantuan dari keluarga, pimpinan dan staf KBPL, teman-teman Ikadubas Lampung, dan tentunya masyarakat Lampung yang antusias mempromosikan video Youtube Gasanda. Selamat Gasanda dan masyarakat Lampung! (EP)

GasandaDuta Bahasa Nasional Terfavorit Se-Indonesia

n Dok. KBPL

34 Edisi VII, Desember 2020Bastera

BeDaH sOaL

Yulfi Zawarnis

Adik-adik Sahabat Bastera, kali ini kita akan membahas soal-soal mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat SD. Ayo, simak soal dan cermati pembahasannya baik-baik, ya!

1. Soal Bahasa Indonesia SDSiswa kelas VI SD Bangsa berlatih drama. Seluruh siswa terlibat dalam latihan drama. Adi berperan sebagai sutradara. Teman-teman lainnya berperan sebagai tokoh-tokoh drama.Makna sutradara pada paragraf tersebut adalah ….A. pengatur pementasanB. pemeran utamaC. penulis naskahD. penata panggung

Jawaban APembahasan

Dalam drama terdapat tokoh, penulis naskah, penata panggung, dan sutradara. Tokoh adalah pemegang peran dalam drama. Penulis naskah adalah orang yang memiliki ide membuat cerita dan ditulis dalam bentuk naskah. Penata panggung adalah orang yang pekerjaannya menata panggung untuk menunjang pementasan. Sutradara adalah orang yang bertugas mengatur pementasan dan disebut juga pengatur pementasan.

2. Air sungai menjadi keruh akibat banjir.Antonim kata keruh dalam kalimat tersebut adalah ….A. suciB. bersihC. putihD. jernih

Jawaban DPembahasan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keruh berarti ‘buram karena kotor; tidak bening; tidak jernih (tentang air dan sebagainya)’. Antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain. Oleh karena itu, antonim kata keruh adalah jernih atau bening. Antonim kata suci adalah ternoda. Antonim kata bersih adalah kotor. Antonim kata putih adalah hitam.

3. Tanaman talas sangat cocok ditanam saat musim hujan. Pada musim tersebut tanah menjadi gembur. Tanah yang gembur menjadikan tanaman talas tumbuh subur. Sinar matahari yang tidak berlebihan cukup untuk pertumbuhan tanaman talas. Selain itu, tumbuhan itu akan kekurangan air.Mengapa tanaman talas sangat cocok ditanam saat musim hujan?A. Tanaman talas sangat cocok ditanam saat musim hujan karena ….B. sinar matahari yang cukup dapat menyuburkan tanahC. tanaman talas akan tumbuh subur di daerah perairanD. air dalam tanah menjadikan akar tanaman talas kuatE. tanaman talas mendapat air yang cukup untuk pertumbuhan

Jawaban DPembahasan

Ide pokok paragraf tersebut terdapat pada awal paragraf. Kalimat-kalimat selanjutnya merupakan penjelas kalimat sebelumnya. Dalam kalimat penjelas disebutkan berbagai alasan yang membuat tanaman talas sangat cocok ditanam saat musim hujan. Simpulan dari berbagai kalimat penjelas tersebut adalah bahwa tanaman talas akan tumbuh subur bila mendapat cukup air.

4. Air limbah yang berasal dari industri tekstil sangat berbahaya. Air itu mengandung racun. Racun tersebut bisa mengganggu kesehatan manusia. Makna kata limbah pada paragraf tersebut adalah .…A. sesuatu yang tidak dipakaiB. sisa proses produksiC. sisa bahan industri

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 35

D. bahan sortiran pabrik

Jawaban BPembahasan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata limbah berarti ‘sisa proses produksi’. Sesuatu yang tidak dipakai disebut juga sampah. Sisa bahan industri dan bahan sortiran pabrik tidak dapat dikatakan limbah dan tidak dapat juga dikatakan sampah bila sisa dan bahan tersebut masih baik kualitasnya dan masih dapat digunakan.

5. Beberapa sekolah di kota mempunyai halaman yang sempit. Antonim kata sempit dalam kalimat tersebut adalah ….A. besarB. longgarC. rayaD. luas

Jawaban DPembahasan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sempit berarti ‘kurang dari ukuran luas (besar) yang diperlukan’. Antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain. Kata besar berantonim dengan kata kecil. Kata longgar berantonim dengan sempit. Akan tetapi, dalam konteks kalimat yang disajikan, sempit tidak berantonim dengan kata longgar karena penggunaan kata longgar biasanya merujuk pada pakaian, rumah, aturan, dan lain-lain. Antonim kata raya adalah kecil. Antonim kata sempit adalah luas yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ‘lapang; lebar’.

6. Beberapa tempat wisata harus segera dibenahi. Kebersihan tempat wisata harus diutamakan. Saat ini beberapa tempat wisata kurang diminati. Penyebabnya adalah kurangnya kepedulian pengelola dan pengunjung tempat wisata akan kebersihan. Sampah berserakan di tempat wisata tersebut. Bau tidak sedap menambah ketidaknyamanan wisatawan.

Berdasarkan paragraf tersebut, hal yang akan terjadi jika kebersihan daerah wisata tidak terjaga adalah…. A. daerah wisata menjadi objek penelitian B. kesuburan daerah wisata berkurang C. daerah wisata penuh dengan pekerja D. wisatawan yang berkunjung semakin berkurang

Jawaban DPembahasan

Hal yang akan terjadi jika kebersihan daerah wisata tidak terjaga dapat disimpulkan dari kalimat-kalimat yang digunakan dalam paragraf tersebut. Pada kalimat ketiga sudah disebutkan bahwa saat ini beberapa tempat wisata kurang diminati. Pada kalimat berikutnya dijelaskan mengapa wisatawan kurang meminati tempat wisata tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa wisatawan semakin kurang berminat mengunjungi tempat-tempat wisata yang tidak terjaga kebersihannya.

7. Bacalah paragraf berikut ini dengan cermat!(1) Doni adalah anak yang cerdas dan sederhana. (2)Tak heran jika dirinya selalu memperoleh peringkat pertama di kelasnya. (3) Beberapa kali juga ia sempat mewakili sekolahnya dalam ajang perlombaan cerdas cermat maupun olimpiade sains. (4) Ia juga sering memboyong trofi dalam beberapa perlombaan tersebut. (5) Doni sangat piawai sekali dalam memainkan bidak catur pada pertandingan peringatan kemerdekaan RI minggu lalu.

Kalimat tidak padu pada paragraf tersebut ditunjukan pada nomor… A. (2) B. (3) C. (4) D. (5)

Jawaban DPembahasan

Kepaduan antarkalimat dalam paragraf dapat ditandai dengan beberapa hal, di antaranya penggunaan konjungsi/kata hubung, pengulangan kata, penggunaan kata ganti, dan penggunaan hiponim. Dalam paragraf tersebut, kalimat 5 tidak padu dengan kalimat 4 karena piawai memainkan bidak catur bukan hiponim atau tidak berkaitan dengan perlombaan cerdas cermat maupun olimpiade sains.

n cleanpng

36 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Laras BaHasa

Beberapa waktu lalu, seorang teman mengkritik saya setelah saya mengunggah status berupa tangkapan

layar percakapan milik saya melalui WhatsApp. Apa sebabnya? Ternyata, dalam tangkapan layar tersebut, terlihat saya menggunakan sapaan dengan dialek Jakarta, lo-gue. Kawan saya berpendapat bahwa saya kurang cocok menggunakan pronomina tersebut dan terlihat kebelet gaul. Dia beralasan bahwa saya orang daerah, bersuku Jawa yang tinggal di Jawa Timur. Bahasa Jawa adalah bahasa ibu saya sehingga penggunaan pronomina lo-gue terlihat seperti “usaha

memaksakan diri agar terlihat keren”. Dia mengungkapkan hal tersebut tanpa mengetahui konteks tuturan, lawan tutur saya, dan latar belakang penggunaan lo-gue dalam percakapan tersebut.

Benarkah orang daerah kurang cocok menggunaan pronomina lo-gue dalam berkomunikasi sehari-hari? Lalu, pronomina apa yang seharusnya mereka gunakan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia nonformal?

Menurut saya, penyebutan kebelet gaul bagi orang daerah (bukan bersuku Betawi) yang menggunakan pronomina lo-gue dalam berbahasa Indonesia nonformal terlalu sinis. Padahal, orang dari suku dan bahasa ibu apa pun di Indonesia dapat saja menggunakan pronomina tersebut. Hal ini bergantung pada konteks, misalnya tempat, situasi, lawan tutur, atau peristiwa tutur yang terjadi ketika komunikasi berlangsung. Seorang penutur yang bukan bersuku Betawi dapat saja menggunakan pronomina dialek Jakarta jika sedang berada di wilayah Jakarta, Depok, dan Bekasi. Contohnya orang yang bersuku Batak. Jika berkuliah di Jakarta dan berkomunikasi dengan teman sebaya yang bersuku Betawi, ia tidak lagi menggunakan pronomina aku-kau, tetapi lo-gue. Orang bersuku Betawi pun tentu tidak menggunakan pronomina lo-gue, tetapi aku-kamu jika berkunjung ke Yogyakarta dan berbicara dengan teman sebaya yang bersuku Jawa. Mengapa demikian? Hal itu dilakukan untuk mengimbangi dan menyesuaikan diri agar tidak tercipta jarak komunikasi yang terlalu jauh dengan lawan tuturnya. Artinya, penutur akan menyesuaikan diri dengan lawan tutur dan situasi yang melingkupi tuturannya.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang penutur akan menentukan pertuturannya dengan

Konteks dalam Pertuturan

n cleanpng

indri Novi Harawati

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 37

mempertimbangkan dirinya sebagai penutur, lawan tuturnya, bahasa yang digunakan dalam tuturan, waktu dan tempat, serta tujuan terjadinya tuturan tersebut. Realitas ini sejalan dengan pendapat Fishman, yakni yang dipersoalkan dalam sosiolinguistik adalah ”who speak, what language, to whom, when, and to what end”. Menurut Rockman, pengetahuan sosiolinguistik tersebut muncul secara implisit sebagai background knowledge seorang penutur yang dimanfaatkan untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Dell Hymes menyebutnya sebagai communicative competence, yakni merujuk pada pengetahuan implisit tentang bahasa yang dimiliki oleh penutur jati yang ideal sehingga ia tidak hanya mampu berbahasa secara gramatikal, tetapi juga mengetahui norma-norma yang berlaku dan pemilihan bahasa yang sesuai saat ia berbahasa.

Di dalam communicative competence terdapat beberapa komponen tutur yang sering

disingkat menjadi SPEAKING. S adalah setting yang berkaitan dengan tempat tutur yang menunjukkan keadaan fisik tempat bertutur, sedangkan suasana tutur menunjukkan keadaan psikologis tuturan. Dalam interaksi verbal langsung, penutur yang sama di tempat yang sama dapat mengubah suasana tutur dengan cara mengubah ragam tuturannya, misalnya dari ragam informal dan santai ke ragam formal dan serius atau sebaliknya. P adalah participants yang berkaitan dengan peserta tutur, yakni penutur, lawan tutur, dan orang yang dituturkan. Pemilihan bahasa antarpeserta tutur ditentukan oleh perbedaan dimensi vertikal dan horisontal setiap peserta tutur. Perbedaan dimensi vertikal meliputi perbedaan umur, status sosial, kedudukan, dan tingkat ekonomi. Perbedaan dimensi horistontal mencakup perbedaan tingkat keakraban antarpeserta tutur. E adalah ends berkaitan dengan tujuan tuturan. A adalah acts yang berkaitan dengan isi, pokok, atau topik tuturan. K adalah keys yang berkaitan dengan

nada, cara, dan sikap saat bertutur. I adalah instruments yang berkaitan dengan alat atau sarana tutur. N adalah norms yang berkaitan dengan norma atau kaidah yang sesuai dan berlaku dalam tuturan. G adalah genres yang berkaitan dengan jenis tuturan, formal atau informal.

Nah, sebenarnya kepada siapakah saya berkirim pesan singkat sehingga saya menggunakan pronomina lo-gue? Orang tersebut adalah teman sebaya saya ketika kami mengikuti pelatihan dasar (latsar) CPNS tahun lalu di Depok, Jawa Barat. Saat itu, dia sekamar dengan saya. Dia memang dilahirkan dan dibesarkan di Depok. Sejak saat itu, kami pun menjadi akrab. Bahkan, kami menggunakan pronomina lo-gue dalam pertuturan kami dan itu berlangsung hingga sekarang. Lalu, bagaimana jika saya bertemu dengan teman sebaya yang juga bersuku Jawa? Bahasa apakah yang kami gunakan? Tentu saja kami menggunakan bahasa daerah kami, yaitu bahasa Jawa. n

n cleanpng

38 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Dari sekian banyak karya sastra yang tersebar dari seluruh dunia, Ramayana dan

Mahabarata menjadi dua karya kanon yang digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Keduanya merupakan epos terkenal yang berasal dari India. Sejak masuk ke Indonesia sekitar abad ke-4 Masehi, kedua karya itu telah mengalami penggubahan dari cerita aslinya. Sampai saat ini, sejumlah pengarang Indonesia masih terus menulis ulang teks kanon tersebut dalam bentuk sastra populer.

Sebenarnya, adaptasi teks kanon menjadi karya populer bukan fenomena baru dalam dunia sastra Indonesia. Karya itu tidak hanya ditulis dalam bentuk narasi seperti novel dan cerpen, tetapi juga dikisahkan melalui bentuk visual, seperti komik atau cerita bergambar, misalnya, Mahabarata karya M. Saleh (1949), Mahabaratha karya R.A. Kosasih (1975), Anak Bajang Menggiring Angin karya Sindhunata (1983), Rahuvana Tattwa karya Agus Sunyoto (2006), Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma (2004), Rahvayana: Aku Lala Padamu (2014) dan Rahvayana 2: Ada yang Tiada (2015) karya Sujiwo Tejo, Drupadi karya Seno Gumira Ajidarma (2017), dan Srikandi karya Heru H.S. (2017).

Menariknya, dalam perkembangan penerbitan karya tersebut, cerita yang diangkat

oleh pengarang juga semakin menyempit, hanya berfokus pada satu tokoh cerita. Telah disebutkan sebelumnya bahwa karya-karya yang masuk ke Indonesia bukan merupakan penyalinan utuh terhadap versi asli

India. Begitu pula yang dilakukan pengarang Indonesia dalam menuliskan kembali teks kanon. Beberapa pengarang menggubah cerita berdasarkan versi asli India. Beberapa pengarang lain

menggubah dari berbagai versi yang telah masuk ke Indonesia—India dan Jawa. Transformasi teks kanon ke dalam berbagai versi yang diterbitkan menjadi teks populer tentu dipengaruhi oleh perbedaan konteks sosial.

Penggubahan dilakukan oleh pengarang dengan menyesuaikan dengan keadaan zaman saat karya tersebut diterbitkan.

Di antara hasil transformasi teks kanon menjadi karya sastra populer yang beredar di Indonesia, novel Drupadi karya Seno Gumira Ajidarma patut menjadi perhatian. Sebelum menjadi sebuah cerita yang utuh dalam bentuk novel, Drupadi merupakan sebuah cerita pendek yang dimuat di berbagai media cetak Indonesia pada 1984—2006. Sejak diterbitkan pada awal tahun 2017, novel ini menjadi perbincangan dalam diskusi-diskusi sastra. Beberapa akademisi menggunakan Drupadi sebagai objek material dalam penelitian ilmiah. Sebagian besar pembahasan mengenai Drupadi berfokus pada tokoh utama dan

feminisme. Pada sebuah diskusi yang

diselenggarakan oleh UKM Gelanggang Seni, Sastra, Teater, dan Film (GSSTF) Universitas Padjadjaran pada 20 Maret

Anitalia stefany W.

Laras sastra

Catatan tentang Novel Drupadi Karya Seno Gumira Ajidarma

n wikipedia

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 39

2017, Seno mengakui bahwa ia mengubah kodrat beberapa tokoh Mahabarata. Salah satunya adalah Drupadi. Perubahan ini membuat Drupadi tidak hanya menjadi perempuan poliandri, tetapi juga sebagai perempuan yang memiliki kekuasaan atas dirinya. Pengubahan tersebut membuat Drupadi yang diceritakan oleh Seno menggunakan sudut pandang baru yang tidak hanya pada bentuk penciptaan cerita, tetapi juga tema dan alur yang diambil dari berbagai versi. Versi-versi itu kemudian saling bercampur dan memberikan sebuah pandangan baru bagi pembaca.

Cerita dibuka dengan melukiskan kecantikan Drupadi. Bahkan, hal ini dituliskan berulang-ulang dengan berbagai perumpamaan keindahan seolah pengarang ingin menegaskan bahwa Drupadi adalah seorang perempuan yang pantas dipuja dan diberi penghormatan. Kecantikan macam apakah itu yang bias melebihi kecantikan mimpi? Dari langit tujuh cahaya pelangi menyorot dari balik awan ke arah Dewi Drupadi (Ajidarma, 2017: 6). Baik dalam versi India maupun versi wayang Jawa, Drupadi dilahirkan melalui upacara Putrakama, sebuah ritual memohon kepada Dewa Agni agar diberi keturunan. Dalam beberapa versi, Drupadi dikatakan

lahir dari sebuah api yang muncul dari pemujaan terhadap Dewa Agni. Sementara, dalam novel Drupadi dikatakan bahwa Drupadi lahir dari sekuntum bunga teratai yang sedang merekah: Dewi Drupadi tidak pernah dilahirkan. Ia diciptakan dari sekuntum bunga teratai yang sedang merekah (Ajidarma, 2017: 2).

Keindahan teratai melambangkan kehidupan manusia. Meskipun hidup di tempat yang kotor, teratai tetap menampakkan keindahan dan kebersihan. Penggambaran teratai dapat dikatakan sebagai gugatan Seno kepada Drupadi dalam kisah Mahabarata. Meskipun

menjadi istri kelima Pandawa, Drupadi memiliki derajat yang sama seperti para suaminya. Sebagai seorang perempuan poliandri, Drupadi tetap dihormati dan berhak atas dirinya. Hal ini dibuktikan ketika Dewi Kunti memberikan kesempatan kepada Drupadi untuk menentukan nasib pernikahannya (halaman 29). Pandawa juga melibatkan Drupadi dalam membuat perjanjian dalam pernikahan mereka sehingga Drupadi dapat berlaku adil pada kelima suaminya (halaman 32).

Dalam sebuah permainan dadu, Yudhistira kalah melawan hasutan Sangkuni. Yudhistira telah mempertaruhkan seluruh kekayaan yang dimiliki, termasuk istrinya, Drupadi. Kekalahan itu

membuat Drupadi dilecehkan dan dipermalukan oleh para Kurawa di hadapan para suaminya. Tidak seperti beberapa versi lain, yang menyebutkan bahwa Drupadi mendapat bantuan dari Kresna sehingga para Kurawa gagal melepas kain yang menutupi tubuh Drupadi, dalam novel ini, diceritakah bahwa kain yang digunakan oleh Drupadi dapat dilepas dengan mudah karena tidak mendapat perlindungan dari Kresna. Kejadian itu membuat Drupadi menerima nasibnya di tangan Kurawa, bahkan juga kepada Dursilawati, satu-satunya perempuan Kurawa. Adegan itu tidak membuat Drupadi menjadi kehilangan kesuciannya. Seno justru memusatkan cerita kepada sebab terjadinya penghinaan terhadap Drupadi kepada Pandawa. Kelima Pandawa masih mematung tanpa jiwa. Pandawa yang terperdaya dan menjadi hina (Ajidarma, 2017: 64). Pandawa dianggapnya terhina karena ketidakmampuannya dalam melindungi istrinya.

Sebagai pengarang laki-laki, rasa simpati Seno kepada Drupadi sangat terasa dalam novel ini. Transformasi Mahabarata ke dalam novel Drupadi seperti memberi narasi baru di tengah maraknya perbincangan mengenai poligami. Poligami seolah mengukuhkan budaya patriarki yang selama ini melemahkan perempuan. Sementara itu, perempuan yang poliandri dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan memalukan. Meskipun demikian, Drupadi tetap berada dalam posisi korban karena tidak mengalami perubahan nasib hingga akhir hayatnya. Namun, yang harus ditekankan adalah cara Drupadi menjalani hidupnya. Ia menjadi seorang perempuan yang berani membela hak dan kekuasaan atas tubuhnya meskipun telah mengetahui takdir yang akan menimpanya. n

n caffeincoffee

40 Edisi VII, Desember 2020Bastera

MeNGeNaL KBL

Dina Ardian: Tiada Kata Henti untuk Belajar

Di bawah kepemimpinan Dr. Eva Krisna, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung yang baru,

ada beberapa perubahan kebijakan yang dilakukan guna meningkatkan kinerja seluruh staf KBPL. Salah satunya adalah penunjukan Dina Ardian sebagai Koordinator Tata Usaha. Istri dari Gun Gun Nugraha ini diminta untuk melanjutkan tugas Yuliadi M.R. yang telah berpulang ke rahmatullah pada 6 September 2020.

Pada awalnya Dina merasa tugas ini akan sulit dijalaninya. Ibu tiga orang anak ini merasa tidak akan sanggup membagi waktu dengan baik karena ia masih memiliki anak yang berusia balita. Namun, berkat dukungan suami serta Kepala KBPL akhirnya ia berani menerima tanggung jawab ini.

Ungkapan tiada kata berhenti untuk belajar juga memotivasinya berani menerima tanggung jawab ini. Dina memandang bahwa apa pun yang ada di hadapannya merupakan takdir Tuhan yang harus dijalani. Ia berkeyakinan bahwa apa pun bisa dipelajari bila kita memiliki keinginan yang kuat untuk terus belajar. Sebagai Koordinator TU, Dina berharap KBPL terus berjaya dalam memajukan bahasa, sastra, dan literasi di Provinsi Lampung.

Perempuan berdarah campuran Betawi dan Sunda ini lahir di Jakarta, 11 Desember 1980. Menjalani karier yang terkait dengan bahasa Indonesia tidak pernah terlintas di pikiran seorang Dina Ardian. Pada masa SD

dan SMP, Dina tidak menyukai pelajaran Bahasa Indonesia karena pelajaran ini terasa membosankan. Namun, hal itu berubah saat Dina duduk di bangku SMA.

Guru bahasa Indonesia SMA Dina memiliki metode pembelajaran yang cukup bervariasi hingga membuat siswa mudah memahami pelajaran. Sang guru juga mempunyai aneka cara memotivasi siswa untuk tetap bersemangat mengikuti pembelajaran hingga membuat Dina tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, ketika UMPTN tahun 1999 dibuka, tanpa ragu ia menempatkan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta sebagai pilihan pertamanya. Jurusan ini pun selaras dengan cita-citanya semenjak kecil, yakni menjadi guru.

Dina berhasil menyelesaikan pendidikan di UNJ dan berhak menyandang gelar Sarjana Pendidikan pada September 2004. Selama kuliah, Ibu dari Safaraz, Bara, dan Akhtar ini juga mengasah kemampuannya mengajar di sebuah bimbingan belajar di Bekasi. Tidak lama kemudian, ia mendapat informasi bahwa Pusat Bahasa membuka lowongan yang sesuai dengan ijazahnya. Dina pun memberanikan

n Dok. Pribadi

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 41

diri untuk mendaftar dan mengikuti tes hingga akhirnya dinyatakan diterima pada Desember 2004 dengan penempatan di Kantor Bahasa Provinsi Lampung. Selama beberapa tahun menduduki jabatan sebagai Pengkaji Bahasa dan Sastra, pada 2010 ia mendapat kesempatan untuk mengikuti diklat penyuluh bersama beberapa rekan dari KBPL.

Menjadi seorang penyuluh seakan merupakan jawaban Tuhan tentang cita-citanya menjadi seorang guru. Seperti halnya seorang guru, seorang penyuluh harus mampu menyampaikan materi dengan baik dan menarik. Selama ini Dina dikenal ramah, ceria, dan senang bercerita. Karakter itu sangat cocok dengan jabatannya sebagai penyuluh.

Dengan jabatan penyuluh yang diembannya, ia mengakui lebih banyak memiliki kisah senang daripada kisah sedih. Dengan menjadi penyuluh, ia bisa bertemu dengan banyak

orang dari berbagai profesi sehingga itu menambah relasinya. Ia sangat senang saat bisa berjumpa dengan guru-guru bahasa Indonesia dari berbagai kabupaten di Provinsi Lampung. Ia sangat berharap bahwa guru-guru yang disuluhnya dapat menularkan cara mengajar bahasa Indonesia yang menyenangkan bagi siswa. Bagi Dina, ini adalah salah satu cara untuk mengenang dan berterima

kasih kepada guru bahasa Indonesia SMA-nya.

Para penyuluh muda pun sering bertanya kepadanya mengenai apa yang harus dilakukan agar menjadi penyuluh andal seperti dirinya. Ia menjawab bahwa selain harus memiliki pengetahuan mengenai bahasa Indonesia yang sangat baik, seorang penyuluh juga perlu belajar untuk meningkatkan kemampuan persuasi dan berbicara. Seorang penyuluh harus mampu membuat audiens tertarik dan memancing keingintahuan mereka terhadap topik yang

sedang dibahas. Di samping itu, apabila ada pertanyaan yang sulit untuk dijawab, seorang penyuluh harus berani mengajak audiens untuk bersama-sama mendiskusikan pertanyaan itu lebih lanjut.

Selain sebagai seorang penyuluh, Dina Ardian juga sempat menjadi koordinator Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Sebagai unit pelaksana teknis Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, setiap kantor atau balai bahasa harus memiliki layanan UKBI. Sejak awal masuk PNS, Dina turut berkecimpung dalam tim penyelenggaraan layanan UKBI di KBPL. Membuat soal tes UKBI, mengadakan sosialisasi mengenai program UKBI, dan menyelenggarakan tes UKBI untuk berbagai kalangan adalah beberapa hal yang pernah dan masih dilakukannya sebagai anggota tim UKBI.

Orang tua memberi arti yang begitu besar dalam hidup Dina. Ayahnya yang dipanggilnya Ama melekat di hatinya karena jasa dan perjuangan beliau dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Ama selalu berpesan pada Dina untuk senantiasa belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh. Motivasi itu tetap teguh dipegangnya hingga hari ini. Ibunya yang dipanggilnya Mimih juga mengajarinya arti kesabaran dalam menjalani kehidupan. Mimih mengingatkan Dina bahwa hidup selalu berubah dan kita dituntut untuk belajar dan berani menghadapinya. Itulah yang menjadi alasan Dina berani merantau ke Lampung untuk bertugas di KBPL. Dina berharap bahwa pilihan ini dapat membahagiakan orang tua yang sangat dia kasihinya. (YS)

n Dok. Pribadi

42 Edisi VII, Desember 2020Bastera

POjOK NUsaNtara

Lunpia dan Kisah Asmara di Baliknya

Pernahkah Anda makan lunpia? Lunpia (loenpia), disebut juga lumpia, merupakan

makanan khas Semarang, Jawa Tengah. Makanan ini mirip martabak. Lunpia terdiri dari kulit pembungkus dan isi. Kulit pembungkus terbuat dari tepung, telur, dan bahan lain yang berbentuk seperti dadar tipis dan bisa digulung. Sementara, isinya berupa rebung (tunas bambu), daging, dan bumbu-bumbu dengan aroma yang khas. Lunpia memiliki cita rasa lunpia lengkap karena memadukan manis, asin, gurih, dan aroma rebung. Meskipun pada awalnya berasal dari Semarang, lunpia sudah menyebar ke berbagai pelosok Nusantara.

Lunpia merupakan camilan.

Kuliner ini cocok dinikmati dengan minuman teh hangat dan dikunyah (bahasa Jawa: diklethus) dengan cabai rawit utuh. Lunpia sering dihidangkan pada acara-acara pelatihan atau pertemuan. Cita rasa yang lengkap dan seimbang antara pedas, asin, gurih, dan manis ini membuat semua orang menyukainya. Bahkan, banyak orang yang ketagihan setelah mencobanya.

Selain memiliki cita rasa yang menarik, lunpia memiliki riwayat penemuan yang unik. Ada kisah asmara di baliknya, yakni kisah cinta dua sejoli dari dua etnis yang berbeda.

Alkisah, penjualan martabak gulung sudah muncul di Semarang pada tahun 1800. Saat itu ada seorang Tionghoa yang bekerja sebagai pedagang makanan di Semarang. Pria yang bernama Tjao Thay

Yoe itu berasal dari Provinsi Fu Kien. Pada awalnya, ia memasarkan makanan asli Tionghoa berupa martabak yang diisi rebung, dicampur daging babi yang berbumbu, dan digulung. Makanan ini memiliki cita rasa gurih asin yang dominan. Masyarakat Semarang, khususnya penduduk urban dan peranakan Tionghoa menggemari makanan ini. Hanya dalam waktu singkat, usaha Tjao Thay Yoe berkembang pesat.

Tjao Thay Yoe terus mengembangkan usahanya. Sambutan penggemarnya pun semakin meningkat. Martabak gulungnya laku keras. Menjelang puncak ketenaran usahanya, tiba-tiba saja muncul pesaing baru. Saat itu ada penjual martabak lokal yang laris daganganya. Martabak lokal ini berisi orak-arik daging ayam cincang, udang, dan telur. Penjualnya seorang

Ki sudadi

n Dok. Pribadi

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 43

perempuan muda bernama Wasi. Ia biasa menjual martabaknya dengan berkeliling, termasuk ke kampung-kampung yang menjadi sasaran penjualan martabak gulung Tjao Thay Yoe.

Munculnya pesaing baru membuat penjualan martabak Tjao Thay Yoe menurun. Ia pun akhirnya mengintip dan memata-matai Wasi. Uniknya, meskipun bersaing di bisnis kuliner dengan jenis dagangan dan pangsa pasar yang sama, keduanya tidak bermusuhan. Lelaki Tionghoa itu sering bertegur sapa dengan Wasi. Wasi menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Mereka bahkan sering memperbincangkan usaha mereka masing-masing. Barangkali itu sekadar berbasa-basi. Tidak aneh jika mereka semakin dekat dan menjadi sahabat meskipun tetap bersaing di dunia bisnis. Keduanya pun semakin intens memberi perhatian.

Akhirnya, Tjao Thay Yoe dan Wasi saling tertarik dan merasa cocok. Mereka pun menikah. Penyatuan hati keduanya berlanjut dengan penyatuan usaha martabak yang mereka geluti, termasuk penyatuan cita rasa martabak gulung khas Tionghoa dan martabak lokal. Dari situ lahirlah makanan baru bernama lunpia dengan ejaan asal loenpia.

Lunpia menyatukan dua tradisi kuliner, Tionghoa dan Jawa (Semarang). Rasa gurih dan asin diwariskan dari tradisi masakan Tionghoa, sedangkan perpaduan manis diwariskan dari masakan Jawa. Bahan lunpia dan bumbunya juga disesuaikan. Lunpia tidak lagi berisi daging babi, tetapi daging ayam cincang, udang, atau telur karena para penikmatnya juga orang Islam. Minyak babi juga tidak lagi digunakan, sementara rebung yang merupakan bahan netral

tetap menjadi ciri khas isi lunpia karena memberi rasa yang cocok di lidah semua orang. Lunpia pun dapat dinikmati oleh masyarakat Jawa dan Tionghoa, bahkan etnis lain. Penjualan lunpia yang menyasar semua etnis membuat dagangan kuliner ini semakin laris.

Dalam catatan sejarah, lunpia termasuk salah satu makanan khas Semarang yang dihidangkan dalam pesta olahraga Ganefo, ajang pertandingan olahraga antarbangsa yang mulai diselengarakan pada akhir 1962, sebagai tandingan dari Olimpiade, pada masa orde lama. Pada ajang olahraga yang cukup bergengsi ini, lunpia dijadikan salah satu hidangan yang disuguhkan untuk para atlit, pelatih, dan pengunjung dari berbagai negara. Tidak aneh jika lunpia menjadi semakin terkenal, tidak hanya di Nusantara, tetapi

juga di negara-negara lain.Lantas di mana kita bisa

menemukan lunpia yang asli? Penerus lunpia generasi pertama mengambil merek dagang Loenpia Mbak Lien. Gerai yang menjajakan lunpia asli ini berada di pusat kota Semarang, yakni di Jalan Pemuda, depan Sri Ratu, di sebuah mulut gang yang diberi nama

Gang Grajen. Mbak Lien adalah generasi keempat penemu lunpia Semarang. Gerai lunpia Mbak Lien ini dikelola putra-putranya dan selalu ramai dikunjungi penggemarnya.

Ciri khas lunpia Mbak Lien adalah hilangnya bau rebung yang pesing. Ini disebabkan oleh pengolahan rebung melalui proses yang panjang serta pencucian yang bersih dan hiegienis. Bahan-bahannya juga dibuat sendiri menurut tradisi lama. Isinya terdiri dari daging ayam, udang, telur, dan bumbu-bumbu lain yang khas dan tidak ditemukan di lunpia lainnya.

Pemilik usaha Lunpia Mbak Lien bernama Sri Iriani Santoso atau Siem Siok Lien. Nama Lien menjadi merek dagang lunpia legendaris Semarang. Sayangnya, Mbak Lien telah menghadap Sang Maha Pencipta pada Sabtu,

20 Juni 2020, pada usia ke-58. Usaha lunpia dilanjutkan oleh generasi penerusnya. Saat ini lunpia bergeser nama menjadi lumpia sudah diterima di berbagai kalangan. Di warung-warung dan penjual makanan keliling banyak ditemukan lumpia meskipun tentu saja memiliki cita rasa yang agak berbeda dari lunpia yang asli. n

n Dok. Pribadi

44 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Apa yang ada dalam pikiran seseorang ketika mendengar istilah karya sastra?

Mungkin sebagian orang akan menyebutkan jenis-jenis karya sastra, seperti puisi, cerpen, novel, atau drama. Sebagian lagi mungkin akan mengatakan bahwa karya sastra merupakan karya fiksi imajinatif yang bermediumkan bahasa. Berdasarkan kemungkinan kedua, sebagai sebuah karya fiksi yang imajinatif, karya sastra memberikan ruang bagi pembacanya untuk mengembangkan imajinasinya masing-masing dan berusaha untuk menginterpretasikan makna karya sastra yang dibacanya. Hasil interpretasi tersebut dapat ditunjukkan melalui tulisan, seperti esai, kritik, ulasan, atau diadaptasi dalam jenis karya sastra lainnya. Bisa juga hasil interpretasi karya sastra kemudian diadaptasi hingga menghasilkan

karya dengan media yang lain, seperti musik, film, tarian, dan drama. Suatu usaha mengadaptasi satu karya ke dalam bentuk wahana/media atau jenis karya lain kita kenal dengan alih wahana.

Apa Itu Alih Wahana?Alih wahana bukanlah

hal yang baru dilakukan. Proses ini sudah ada sejak zaman dahulu. Hanya saja, dalam beberapa kurun waktu belakangan ini, alih wahana kembali terangkat. Dalam buku Alih Wahana, Sapardi Djoko Damono menyatakan bahwa alih wahana mencakup kegiatan penerjemahan, penyaduran, dan pemindahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. Konsep wahana menurut Sapardi mencakup dua pengertian: pertama, wahana adalah medium yang dimanfaatkan atau dipergunakan untuk mengungkapkan sesuatu;

kedua, wahana adalah alat untuk membawa atau memindahkan sesuatu dari satu

tempat ke tempat lain. Yang dimaksud sesuatu dalam pengertian ini dapat berwujud gagasan, amanat, perasaan, ‘sekadar’ suasana (2018: 19). Contoh yang kita jumpai tentang alih wahana karya sastra adalah puisi yang dimusikalisasikan, cerpen dan novel yang dijadikan film atau pementasan drama, atau cerita rakyat yang dijadikan buku bacaan anak yang lengkap dengan, atau yang terbaru adalah sandiwara sastra.

Faktor dasar yang mendorong dilakukannya alih wahana, termasuk dalam karya sastra, adalah perkembangan seni-budaya di masyarakat. Perkembangan seni-budaya dapat memotivasi masyarakat untuk kreatif dalam berkarya dengan memanfaatkan wahana dan media. Selain itu, perkembangan teknologi juga membantu usaha alih wahana,

Yudho suryo Hapsoro

Alih Wahana dalam Karya Sastra

LaDaNG ILMU

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 45

seperti dalam adaptasi novel menjadi film.

Beberapa Jenis Alih WahanaAlih wahana menunjukkan

bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni yang fleksibel. Karya sastra dapat berubah unsur-unsurnya sesuai dengan wahananya atau sebaliknya. Beberapa bentuk alih wahana yang lekat dengan usaha alih wahana karya sastra adalah sebagai berikut.

EkranisasiEkranisasi mengacu pada

perubahan wahana dari karya sastra ke dalam film. Karya sastra yang bermediumkan bahasa atau kata-kata diubah ke dalam film yang bermediumkan gambar audiovisual. Dalam alih wahana dari karya sastra, misalnya novel menjadi film, bisa saja terjadi perubahan tokoh, latar, alur, dialog, dan lain-lain karena harus menyesuaikan kebutuhan dan ideologi dari pembuat karya. Contoh hasil ekranisasi adalah film Bumi Manusia yang merupakan hasil alih wahana dari novel Bumi Manusia, karya Pramoedya Ananta Toer, film Laskar Pelangi yang merupakan hasil alih wahana dari novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, dan film Doa yang Mengancam yang merupakan hasil alih wahana dari cerpen Doa yang Mengancam karya Jujur Hananto, dan masih banyak lagi.

MusikalisasiMusikalisasi puisi tidak sekadar

membacakan puisi yang diiringi musik, tetapi memadukan puisi dengan musik untuk menjadi sebuah lagu. Pada era modern, musikalisasi puisi adalah salah satu upaya untuk lebih memopulerkan puisi dan mendekatkan puisi kepada

masyarakat. Contoh musikalisasi puisi antara lain dilakukan Reda Gaudiamo dengan puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono, Banda Neira dengan puisi Derai-Derai Cemara karya Chairil Anwar, dan Bimbo dengan puisi-puisi karya Taufik Ismail.

DramatisasiDramatisasi merupakan proses

adaptasi karya seni menjadi sebuah pentas drama/teater. Hal ini juga bisa terjadi pada karya sastra, seperti cerpen atau novel yang dialihwahanakan menjadi sebuah pementasan drama/teater. Contoh dramatisasi adalah Calon Arang yang merupakan folklor masyarakat Bali menjadi Pembelaan Janda Jirah, Nyai Ontosoroh dari tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, Pariyem 2000 yang merupakan hasil alih wahana dari Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Agustinus, dan masih banyak lagi karya-karya yang dialihwahanakan ke dalam bentuk drama/teater.

NovelisasiNovelisasi merupakan sebuah

usaha alih wahana dari suatu karya seni menjadi novel. Film termasuk salah satu karya seni yang diadaptasi dalam bentuk novel, seperti novel Dua Garis Biru karya Lucia Prandarini sebagai alih wahana dari film Dua Garis Biru karya Gina S. Noer, novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma sebagai alih wahana dari film Biola Tak Berdawai karya Sekar Ayu Asmara, novel 30 Hari Mencari Cinta: Sebuah Novel

karya Nova Riyanti Yusuf dan Upi Avianto sebagai alih wahana dari film 30 Hari Mencari Cinta karya Upi Avianto, dan masih banyak lagi.

Selain keempat bentuk alih wahana itu, banyak kemungkinan lain untuk melakukan alih wahana berdasarkan karya sastra atau sebaliknya. Masih banyak karya seni yang bisa dieksplorasi untuk dialihwanakan berdasarkan karya sastra, seperti tarian, seni rupa, fotografi, komik, dan mungkin saja alih wahana karya sastra ke dalam karya busana. Semua bergantung pada kreativitas kita sebagai manusia. Yang perlu dipahami adalah karya hasil alih wahana merupakan karya yang berdiri sendiri dengan karya asalnya, dalam hal ini karya sastra. Pembahasan tentang alih wahana sebaiknya bukan dalam rangka membandingkan tentang karya yang lebih bagus, lebih estetik, dan lebih menarik, tetapi pembahasan lebih baik diarahkan kepada melihat ide, cerita, atau wacana yang diangkat. Titik akhir pembahasan yang dilakukan bukanlah tentang penilaian, melainkan usaha untuk melihat perubahan yang terjadi. Selain itu, perlu disadari karya hasil alih wahana merupakan sebuah karya adaptasi yang pasti ada pengurangan, penambahan, dan penyesuaian si pembuatnya. n*dari berbagai sumber

n cleanpng

46 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Ainun markhamah Taman Nasional Bukit Barisan dipenuhi bermacam-macam tumbuhan dan dihuni

berbagai macam binatang. Di hutan lebat itu juga hidup seekor

binatang berbadan besar, memiliki telinga lebar, bermata sipit, dan memiliki belalai. Ya, binatang itu adalah gajah.

Suatu hari, Gadik, seekor gajah yang hidup di hutan itu merasa

CerIta raKYat

Gajah Sumatra yang Baik Hatin cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 47

lapar. Ia berusaha mencari makanan dengan berjalan menyusuri hutan. Sampailah Gadik di persimpangan jalan. Ia merasa bingung untuk memilih jalan yang akan ditempuhnya, ke arah barat atau timur. Ia berhenti sejenak untuk berpikir dan mengambil keputusan.

“Aku akan mencoba mencari makanan ke arah barat saja, semoga banyak makanan di sana. Bagaimana aku bisa tahu jika aku tidak mencobanya terlebih dahulu?” pikir Gadik meyakinkan dirinya. Ternyata perkiraan Gadik benar. Di bagian barat hutan terdapat banyak pohon yang berbuah lebat dan berdaun rimbun. Gadik pun merasa senang dan bersyukur.

“Terima kasih, Tuhan. Banyak sekali makanan di sini. Aku berharap semoga teman-temanku yang lain juga mendapatkan makanan sesuai dengan kebutuhan mereka,” gumam Gadik dengan mata yang berbinar. Gadik pun segera makan dengan gembira.

Gadik tidak menyadari bahwa ada binatang lain yang memperhatikannya. Bunyet, seekor monyet, memperhatikan Gadik dari atas pohon dengan rasa heran. Bunyet melompat dengan lincah menghampiri Gadik dan berkata, “Hai gajah, kau rakus sekali! Kau memakan daun dan ranting banyaaak sekali. Pantas saja badanmu besar!”

Gadik pun tersenyum mendengar perkataan Bunyet. Gadik ingin menjelaskan kepada Bunyet tentang kebutuhan Gadik yang memang harus banyak makan dan minum. Belum sempat Gadik membuka mulut hendak menjawab, ia melihat Bunyet sudah lompat kembali ke atas pohon tidak memedulikan Gadik. Ia pun menggelengkan kepalanya sambil memandang Bunyet yang sedang asyik makan buah-buahan

di atas pohon.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Sejak saat itu Gadik tak pernah melihat atau bertemu Bunyet lagi. Suatu hari pada musim kemarau hujan sudah lama tidak turun dan sungai pun mengering. Bunyet sangat kehausan begitu pula anak-anaknya.

“Ibu, aku sangat haus! Apakah persediaan minum kita sudah benar-benar habis?” tanya Anya, anak monyet, kepada ibunya. Ia bertanya sambil menangis karena benar-benar merasa kehausan.

“Aku takut mati kehausan, ibu. Aku sudah lelah mencari air, tapi tak kunjung kudapatkan. Buah-buahan yang banyak mengandung air pun sudah tak ada lagi. Kita benar-benar kekeringan!” sahut anak Bunyet lainnya.

“Iya, anakku, aku akan mencari air ke arah barat. Siapa tahu di

sana ada air. Sabar, ya Nak!” jawab Bunyet

dengan rasa sedih.Bunyet merasa

bingung harus

n cleanpng

48 Edisi VII, Desember 2020Bastera

berbuat apa. Ia sebenernya tidak yakin dengan apa yang baru saja diucapkannya. Bunyet pun menyusuri pinggir sungai yang kering. Ia melompat dari dahan satu ke dahan yang lain sambil terus berharap menemukan air. Namun, setelah beberapa lama ia tak juga menemukan air. Bunyet merasa sangat lelah dan beristirahat di sebuah pohon. Tak sengaja Bunyet melihat Gadik sedang berada di tengah sungai yang kering sambil menggaruk-garuk tanah.

“Apa yang dilakukan oleh gajah itu? Aneh sekali! Mengapa ia menggaruk-garuk dasar sungai yang kering itu, ya? Apa gajah itu hanya berniat menghabiskan waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia?” pikir Bunyet seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dan beranjak pergi untuk terus

menemukan air.Tak berapa lama setelah Bunyet

pergi, usaha Gadik menggaruk-garuk dasar sungai membuahkan hasil. Usaha yang dilakukan Gadik dengan sungguh-sungguh disertai doa yang khusyuk akhirnya tidak sia-sia. Air keluar dari lubang yang dibuat oleh Gadik. Gadik pun merasa sangat senang. Gadik segera meminum air kemudian beristirahat.

Saat beristirahat, ia mendengar suara tangisan seekor binatang. Gadik meminta tolong burung pipit yang sedang mencari kutu di badannya untuk mencari tahu siapa yang sedang menangis. Burung pipit pun segera terbang mencari sumber suara tangisan.

Tak lama kemudian burung pipit kembali dan melaporkan hasil temuannya pada Gadik. “Ada beberapa anak monyet yang sedang menangis di balik pohon yang besar itu, sepertinya

mereka sedang kehausan, Gadik,” lapor burung

pipit.

“Alangkah malangnya anak-anak monyet itu. Pipit tolong kau ajak anak-anak monyet itu ke mari agar mereka bisa minum. Aku akan menggali lebih dalam lagi agar airnya semakin banyak!” ujar Gadik kepada burung pipit.

Tak lama kemudian, burung pipit pun kembali bersama anak-anak monyet. Anak-anak Bunyet

pun segera meminum air itu dengan riang.

Berapa saat kemudian Gadik melihat Bunyet di atas pohon sedang mencari anak-anaknya.

“Hai ibu monyet, ayo ke marilah! Minumlah bersama anak-anakmu!” Gadik mempersilakan Bunyet dengan ramah.

“Gajah, kau baik sekali. Aku malu pernah berkata buruk kepadamu. Maafkan aku, ya! Aku berjanji akan berkata baik dan tidak akan berprasangka buruk lagi,” ujar Bunyet merasa bersalah. Kemudian Bunyet meminta kedua anaknya untuk berterima kasih kepada Gadik.

“Anak-anakku berterimakasihlah pada paman gajah!” perintah Bunyet pada anak-anaknya.

“Terima kasih, Paman! Akhirnya aku bisa minum dan hausku hilang,” ujar Anya.

“Ibu, bolehkah aku main di sini bersama paman gajah?” pinta anak Bunyet lain dengan bersemangat.

“Boleh, Nak. Ingat ya, kalian harus menghormati paman gajah. Paman gajah adalah contoh yang baik. Ia tidak mudah sakit hati dan sangat senang berbagi. Selamat bersenang-senang!” ujar Bunyet.

Gadik tersenyum mendengar ucapan Bunyet. Gadik pun bermain dan menceritakan pengalaman hidupnya kepada anak-anak Bunyet. Pipit tersenyum melihatnya dan berharap dapat memiliki hati sebaik Gadik. Esoknya Pipit menceritakan kejadian itu kepada teman-temannya. Teman-teman Pipit sangat kagum akan kebaikan hati Gadik, si gajah cerdik dari Sumatra. n

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 49

OBItUarIUM

Minggu dini hari, 6 September 2020, kami menerima berita

duka melalui pesan singkat di grup WhatsApp KBPL. Berita duka berpulangnya Yuliadi Muhammad Rahim ke pangkuan Illahi Rabbi mengejutkan kami semua karena beberapa hari sebelumnya beliau berpamitan untuk pulang ke Kerinci, Jambi, guna berobat ke kampung halamannya.

Bang Je, begitulah ia akrab dipanggil, adalah seorang rekan kerja yang santun, ramah, rendah hati, bersahaja, dan berwibawa. Sosoknya jauh dari kesan sombong serta tidak pelit berbagi ilmu dan pengalaman. Kepribadiannya yang seperti itu muncul karena ia selalu meyakini prinsip bahwa hidup adalah sebuah perjalanan dari Allah dan kemudian kembali lagi ke Allah.

Bang Je lahir di Kerinci 8 Juli 1974. Anak pertama dari empat bersaudara ini menghabiskan masa kecil di tanah kelahirannya sebelum merantau ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan. Ia

sempat meniti karier sebagai seorang editor di Jakarta sebelum diangkat menjadi ASN di KBPL. Pertemuan dengan Diah Meutia Harum saat menempuh pendidikan di Program Studi Sastra Indonesia UGM membawa mereka menapaki karier yang sama sebagai ASN di KBPL.

Selama berkarier sebagai ASN di KBPL sejak 2005, Bang Je menempati beberapa jabatan, yaitu penyuluh, peneliti, dan koordinator tata usaha. Sebagai seorang peneliti, Bang Je cukup produktif melahirkan karya tulis ilmiah yang dimuat di berbagai macam jurnal kebahasaan dan kesastraan. Dalam dunia literasi, seolah tak ingin hanya berpangku tangan sebagai penonton semata, almarhum juga aktif mendukung Gerakan Literasi Nasional sebagai instruktur literasi. Pun demikian dengan penyediaan bahan bacaan literasi, ia telah menulis dua buku bahan bacaan literasi, yaitu Si Anak Emas Radin Jambat dan Legenda Sumur Putri.

Kini KBPL kehilangan seorang pria hebat, ramah, dan bersahabat. Tuhan lebih menyayangimu Bang Je, Dia memangilmu pastilah dengan sebuah alasan. Terima kasih Bang Je, kami semua banyak belajar darimu tentang bagaimana menjalani hidup, berjuang, dan bekerja keras menghadapi sakit yang kau derita. Kami tahu bahwa menerima kepergian itu memang berat, terutama bagi istri, anak, dan keluargamu. Semoga putri tunggalmu, Jauza Najla Naufalia, kelak bisa menjadi generasi yang berbakti kepada orang tua dan keluarga, berguna bagi bangsa dan agama, serta mampu merepresentasikan semua sifat baikmu.

Selamat jalan, Bang Je, semoga Allah Azza wajalla tersenyum indah menyambutmu, seindah senyummu dalam setiap sapamu. (SRM)

Hidup Adalah Perjalanan dari Allah Menuju Allah

Yuliadi M. rahim

50 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Jam dinding terus berdetak setiap detik searah putaran jarum jam. Suasana senyap dan sunyi membuat

detakan jam dinding menjadi alunan musik menakutkan bagi sebagian siswa yang berada di ruang kelas yang didominasi warna keabuan itu. Gesekan ujung tajam pensil yang bersinggungan dengan kertas terdengar berirama. Berbagai bisikan mulai terdengar bersahutan ketika guru pengawas tengah menerima panggilan telepon. Dengan gerak cepat beberapa siswa menukar lembar jawaban yang sudah ditandai oleh teman di belakangnya.

Decak penuh rasa risih terdengar dari bibir seorang gadis berlesung pipi. “Mengapa mereka begitu berani? Walaupun aku tidak pintar, aku tidak akan pernah melakukan perbuatan curang seperti itu!” ujar gadis berlesung pipi itu.

Tak lama kemudian suara bel tanda istirahat menggema dan merambat ke seluruh koridor. Suara seruan penuh kelegaan memenuhi setiap ruang kelas di bangunan berlantai tiga itu.

“Baiklah, anak-anak. Kumpulkan soal dan jawaban kalian lalu pergilah beristirahat sebelum jam selanjutnya dimulai!” perintah guru pengawas. Seluruh siswa beranjak dari kursi untuk mengumpulkan lembar jawaban ujian mereka.

Melva merangkul Rani seraya berjalan menelusuri koridor sekolah yang mengarah ke kantin. Sepanjang lorong dipadati siswa laki-laki maupun perempuan yang tengah berlalu lalang. Sekolah Galaksi mempunyai aturan bahwa siswa tidak diizinkan membawa

bekal dari rumah karena sekolah sudah menyediakan menu makan siang dengan gizi yang seimbang.

“Aku berharap hari ini lauknya udang balado,” harap Melva.

Keduanya mengantre di belakang barisan yang sudah terbentuk. Melva dan Rani sabar mengantre untuk mengambil bagiannya. Setelah itu, keduanya mendekati kursi yang masih kosong di pojok kantin.

“Hmm, rasanya enak!” puji Rani seraya menyeruput kuah hangat sup ayam.

“Telur balado pun sama enaknya dengan udang balado,” gumam Melva sambil menyuap sesendok

nasi dengan potongan telur balado.

“Tidak tahu malu!” tiba-tiba saja ada suara teriakan terdengar jelas.

Melva maupun Rani sontak terkejut dan menoleh ke arah suara itu. Ada seorang gadis bernama Soraya tengah menumpahkan segelas air putih

pada seorang gadis berambut sebahu bernama Nia yang tampak ketakutan.

“Bagaimana rasanya? Makanya jangan pelit padaku!” bentak Soraya pada Nia.

“Aku merasa malu jadi teman sekelasnya,” geram Rani.

***Melva menelusuri

deretan rak-rak kayu usang yang diselimuti debu. Matanya mencari-cari sesuatu di tengah kegelapan gudang sekolah. Terdengar suara

jeritan kecil saat Melva menjumpai serangga. Jika

tidak sedang piket, ia tidak akan mau memasuki gudang kotor dan usang ini. Melva tersenyum lebar saat menemukan alat pel yang tengah dicarinya.

Langkah Melva terhenti saat matanya menangkap sebuah buku yang diliputi cahaya menyilaukan di antara rak-rak berisi tumpukan buku-buku lama. Tanpa ragu Melva mengambil buku itu.

“Buku apa ini? Aneh!” gumam Melva.

Ketika Melva membuka buku itu, tidak ada satu pun goresan tinta di dalamnya. Buku bersampul coklat dengan judul magic book hanya berisi lembaran kertas yang kosong.

CerIta PeNDeK

BUKU RAHASIA

marchella rachelita

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 51

“Buku ini dapat berguna sebagai buku coret-coretanku,” ujar Melva menjinjing alat pel dan buku di kedua sisi tangannya. Ia berlari menuju kelasnya yang berada di lantai tiga.

Setelah melaksanakan tugas mengepel lantai kelas, Melva berkemas-kemas untuk pulang. Sesampainya di rumah, Melva mencium punggung tangan Mama Hani yang tengah menonton berita di televisi. Adik Melva yang berusia sepuluh tahun terlihat asyik dengan buku cerita yang tengah dibacanya.

“Jangan lupa makan, Melva!” perintah Mama Hani.

Melva pun mengangguk disertai seulas senyuman. Setelah membersihkan diri dan makan, Melva pun beranjak menuju kamarnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah.

Di tengah kebingungan pada sebuah soal Matematika, perhatian Melva terpaut pada buku bersampul coklat yang ditemukannya di gudang sekolah. Ia mengambil buku itu lalu menggunakannya sebagai buku coretan.

“Oh tidak!” jerit Melva saat dirinya tak sengaja menumpahkan air pada buku itu. Dahi Melva berkerut saat melihat rangkaian tulisan muncul saat tumpahan air terserap ke dalam kertas.

Tulislah permintaanmu dan buku ini akan mengabulkannya. Dengan perlahan Melva membaca tulisan itu lalu tertawa. Ia tidak percaya pada tulisan yang dibacanya.

“Ah, ini hanya ……….” gumamnya.

***“Heh, ke kantin aja lama

banget!” Melva menghentikan

langkahnya. Tepat di ujung anak tangga, Soraya terlihat tengah memarahi Nia, bahkan ia mendorong bahu Nia dengan kasar.

Melva mengepalkan tangannya, ia tidak akan membiarkan Nia terus-menerus ditindas oleh Soraya. Melva pun menghampiri Nia.

“Berhenti menindasnya, Soraya! Dia berhak memilih untuk membantumu saat ujian atau tidak!” ujar Melva tegas.

Soraya tertawa mengejek, ia

mendorong bahu Melva seraya melangkah maju.

“Kau sudah mulai berani melawanku? Aku akan membuatmu menderita di tanganku, tapi tidak kali ini!” ucap Soraya lalu beranjak pergi.

Melva mendengus dan menatap Nia.

“Kau tak apa-apa, kan?” tanya Melva.

“Aku baik-baik saja,” jawab Nia sambil mengangguk pelan.

Melva pun menarik tangan Nia menuju kelas. Melva langsung menempati kursinya dan mengambil buku bersampul coklat yang berada di laci meja. Melva membuka lembaran buku itu, lalu menulis aku ingin Soraya

Melva menghentikan langkahnya. Tepat di ujung anak tangga,

Soraya terlihat tengah memarahi Nia, bahkan

ia mendorong bahu Nia dengan kasar.

n cleanpng

52 Edisi VII, Desember 2020Bastera

mendapat balasan atas perlakuannya.“Apa yang aku lakukan? Buku ini

tentu saja tidak akan mengabulkan permintaanku,” pikir Melva sambil meletakkan kembali buku itu di laci mejanya. Selang beberapa menit, tanpa diketahui Melva, buku itu mengeluarkan cahaya.

Suara bel menggema membuat Melva menaikkan kepalanya. Melva melihat kelasnya telah terisi penuh. Tak lama kemudian, Bu Anna, guru Bahasa Indonesia, memasuki kelas.

“Baiklah, anak-anak. Presentasi akan dimulai hari ini. Ibu persilakan kelompok Soraya untuk melakukan presentasi,” jelas Bu Anna.

Dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, Soraya beserta kelompoknya melangkah maju. Ia menghubungkan laptopnya dengan kabel proyektor.

“Presentasi kami hari ini mengenai PUEBI,” papar Soraya.

Tiba-tiba kelas menjadi riuh saat layar proyektor menampilkan materi presentasi Soraya. Gadis itu sontak terkejut. Ia berusaha mematikan laptop yang menayangkan potongan video perilaku kasarnya serta beberapa fotonya yang tengah menindas beberapa siswa. Kelas bertambah riuh tak terkendali saat Soraya berhasil mematikan laptopnya.

“Diam, semua!” Bu Anna mengambil kendali.

“Soraya, ikut Ibu ke ruang BK!” perintah Bu Anna.

Soraya berjalan keluar kelas diikuti

sorakan dari teman sekelas. Melva yang sedari tadi menyaksikan hal itu pun hanya bisa melongo. Melva segera mengambil magic book dari laci mejanya. Ia pun melihat tulisan permintaanmu sudah terselesaikan. Melva terkejut dan spontan menutup mulut tak percaya. Bagaimana buku ini bisa melakukan apa yang ditulisnya?

***“Aku merasa lega sekarang, Soraya

mendapat hukuman yang berat,” ujar Rani seraya menyeruput es teh miliknya.

“Ia layak mendapatkannya. Semoga ia kapok dan tidak mengulangi perbuatannya,” jawab Melva dengan menganggukkan kepalanya.

Saat ini Melva dan Rani tengah menikmati makan siang di kantin, satu hari setelah berlalu sejak kejadian yang menyangkut Soraya.

“Melva, Rani, kalian melihat dompetku, tidak?” tanya Dilla seraya menghampiri meja Melva dan Rani dengan wajah bingung.

Melva menggeleng, “Tidak, apa yang terjadi?”

“Dompetku hilang. Isinya uang bulananku,” jawab Dilla sedih.

Rani menatap Dilla, “Apa kamu sudah melihat CCTV kelas?”

Dilla mengangguk seraya berkata, “Sudah, tapi rekaman CCTV itu tidak ada gambarnya. Sebenarnya aku curiga pada Gina karena aku melihat Gina datang terakhir memasuki kantin. Aku rasa dialah yang mencurinya.”

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 53

Melva dan Rani menyusul langkah Dilla yang berjalan menuju kelas. Saat itu ada beberapa keributan kecil yang berisi pembahasan hilangnya dompet Dilla. Akhirnya Bu Deska datang dan memberi solusi untuk menggeledah semua tas yang ada dalam kelas. Melva hanya terdiam dan mulutnya terkunci saat Bu Deska menemukan dompet Dilla di tas milik Gina. Gina pun diminta Bu Deska menemui guru BK.

Tak berselang lama, Gina kembali memasuki kelas dengan wajah murung. Ia duduk di samping kursi Melva.

“Gina, apa benar kamu pelakunya? Apa benar kamu yang mencuri uang Dilla?” tanya Melva.

Gina menggeleng lesu, “Aku berkata jujur bahwa bukan aku pencurinya. Aku tidak mungkin mencuri uang temanku,” jawab Gina lirih.

Melva menelisik mimik wajah Gina, ia yakin Gina tidak berbohong.

“Aku percaya kepadamu,” jawab Melva.

Melva mengambil buku magic book. Ia menuliskan kalimat Aku ingin kebohongan Dilla terungkap. Melva pun tersenyum tipis seraya kembali memperhatikan penjelasan Pak Adeh, guru Bahasa Lampung.

***Seminggu kemudian berhembus

kabar bahwa bukan Gina yang mencuri dompet Dilla. Dari rekaman CCTV di koridor terbukti bahwa Dilla telah menjebak Gina. Guru BK menghukum Dilla dan mencabut hukuman Gina.

Suatu hari, semua siswa tampak resah saat mendapat kabar bahwa ujian akhir

semester akan mundur akibat adanya kebocoran soal beserta jawabannya. Melva teringat kejadian beberapa hari yang lalu saat ia keluar dari perpustakaan sekolah. Melva tak sengaja melihat seorang siswa tengah mengambil beberapa lembaran kertas dari ruang guru dengan gerak-gerik yang mencurigakan. Melihat hal itu, Melva dengan cepat mengambil foto dan mengabadikan kejadian itu.

Dengan penuh keberanian, Melva menghadap kepala sekolah dan berkata, “Maaf, Bu Silla. Saya tahu siapa yang mencuri soal ujian akhir semester. Saya mempunyai buktinya.”

Melva pun membuka HP-nya dan menunjukkan foto yang ia ambil.

Bu Silla terkejut dan terdiam, Ia tak sanggup berkata-kata setelah melihat foto anaknya, Galuh, yang tengah memegang lembaran kertas berjalan keluar dari ruang guru.

“Terima kasih sudah membantuku menemukan pelakunya, Melva,” ucap Bu Silla tulus.

Keesokan harinya, Melva mendapat kabar bahwa Bu Silla mengundurkan diri dan Gaduh berpindah sekolah. Ia terkesan akan keputusan Bu Silla yang berani mengakui kesalahan putranya.

***Melva kini tengah berada di halaman

sekolah. Ia menatap buku yang telah banyak membantunya.

“Terima kasih sudah banyak membantuku. Kamu telah mengajariku untuk membantu orang lain. Namun, aku tidak boleh bergantung padamu. Aku harus bisa menyelesaikan masalahku sendiri,” bisik Melva lirih.

“Kamu harus dimusnahkan agar orang lain tidak menyalahgunakanmu,” lanjut Melva.

Melva melempar buku itu ke dalam tempat sampah yang tengah menyala apinya. Perlahan api melahap buku itu dan mengubahnya menjadi abu.

“Selamat tinggal magic book,” ucap Melva dengan senyum riang. Melva pun beranjak pergi. Ia pun berjanji akan lebih sering membantu orang lain dan menjalani kehidupan dengan menyimpan kisah buku rahasia itu di hatinya. n

Keesokan harinya Melva mendapat kabar bahwa

Bu Silla mengundurkan diri disertai kepindahan Galuh.

54 Edisi VII, Desember 2020Bastera

sastra LaMa

Pantun merupakan salah satu genre

puisi lama dalam kesusastraan Melayu klasik. Sejak abad XIV s.d. XV, bentuk pantun sudah ditemukan dalam Hikayat Raja Pasai dan Sejarah Melayu. Bentuk puisi ini diduga telah ada sejak awal kesusastraan Islam berkembang di Nusantara. Pantun yang muncul dan berkembang pada masa kesusastraan Melayu klasik memiliki perbedaan dengan pantun yang kita kenal saat ini. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan bunyi dan susunan larik yang terdapat pada setiap pantun.

Secara etimologi, pantun berasal dari akar kata tun yang diambil dari beberapa bahasa di Nusantara. Tun dalam bahasa Pampanga berasal dari kata tuntun yang berarti ‘teratur’, sedangkan tun dalam bahasa Jawa Kuno juga merujuk pada kata tuntun yang berarti ‘benang’; atuntun yang berarti ‘teratur’; dan matuntun yang berarti ‘memimpin’. Masyarakat Melayu memiliki pemahaman yang sedikit berbeda mengenai makna pantun, yakni sebuah quatrain berupa sajak yang terdiri atas

empat larik dengan

rima atau bunyi a-b-

a-b pada akhir setiap larik.

Masyarakat Sunda memandang pantun sebagai

sebuah cerita panjang yang memiliki keteraturan bunyi dan larik serta mengikuti alunan musik.

Diduga bahwa sebelum mewarnai berbagai hikayat dalam kesusastraan Melayu klasik, pantun—dalam bentuk yang lebih klasik—merupakan salah satu unsur penghias puisi-puisi dalam sastra lisan. Puisi tersebut memiliki kemiripan dengan pantun dan hadir dalam wujud teka-teki atau pepatah dengan struktur sederhana yang mengandung kata-kata kiasan dan memiliki rima. Pada awal perkembangan kesusastraan Islam di Nusantara, pantun yang ditemukan dalam berbagai hikayat memiliki kemiripan dengan bentuk puisi Arab-Parsi, yaitu masnawi atau qasidah.

Pantun yang kita kenal saat ini memiliki aturan bahwa setiap baitnya terdiri atas empat larik. Setiap lariknya terdiri atas empat kata dan memiliki pola bunyi a-b-a-b. Pola tersebut mutlak harus ada pada akhir setiap larik dengan pola vertikal. Pola vertikal pada pantun klasik ternyata lebih

rumit daripada pola pantun yang kita kenal saat ini. Susunan rima pada pantun klasik tidak hanya memperhatikan perulangan bunyi pada setiap akhir larik dengan pola a-b-a-b, tetapi juga memperhatikan kesesuaian bunyi dan fonem pada kata-kata yang menjadi sampiran dan isi. Sebagai contoh dapat dilihat pada pantun berikut yang terdapat dalam Hikayat Koris Mengindra yang ditulis pada abad ke-17.

Jika (1) dilurut (2) pecah (3) batangnya (4)

Disambar (5) ayam (6) dengan (7) bijinya (8)

Jika (9) diturut (10) susah (11) datangnya (12)

Menampar (13) alam (14) dengan (15) isinya (16).

Pada pantun tersebut terdapat tiga klasifikasi pasangan. Klasifikasi pertama merupakan kata yang mengalami perulangan lengkap, yaitu kata bernomor 1 dan 9, serta kata 7 dan 15. Klasifikasi kedua merupakan merupakan kata yang memiliki kesamaan rima, yaitu kata bernomor 2 dan 10, 3 dan 11, 4 dan 12, 5 dan 13, serta 6 dan 14. Klasifikasi ketiga merupakan kata yang mengalami kesamaan rima dan asonansi, yaitu kata bernomor 8 dan 16.

Selain struktur berpola vertikal, pantun klasik juga memiliki struktur berpola horizontal, yakni pola

Pantun dalam Kesusastraan

Melayu KlasikLisa misliani

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 55

yang tersusun pada setiap larik sehingga bunyi pada setiap larik memiliki susunan yang simetris. Setiap larik terbagi menjadi dua bagian. Setiap bagiannya memiliki rima dengan bunyi dan asonansi yang selaras sehingga membentuk suatu irama. Pola horizontal dan pola vertikal pada pantun klasik akan membentuk suatu hubungan larik yang paralel. Bait pertama dan ketiga serta bait kedua dan keempat memiliki hubungan paralel secara fonetik. Tidak hanya itu, kualitas sebuah pantun pada masa itu memiliki hubungan paralel secara semantis antara sampiran dan isi.

Secara umum, pantun terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran (dua larik di bagian awal) dan isi (dua larik di bagian isi). Keduanya

tidak memiliki hubungan logis secara langsung, tetapi tetap memiliki hubungan bunyi, makna, atau lambang yang paralel antara larik yang satu dan larik lainnya.

Pada akhir abad ke-19, beberapa ahli sastra berbeda pendapat mengenai hubungan antara sampiran dan isi. J. Pijnappel (1883), W. Marsden,

H. Overbeck (1922), dan R. Stiler (1972) menyatakan bahwa antara sampiran dan isi pasti memiliki hubungan secara semantik. Ch. A. van Ophuijsen (1904), R.O. Windstedt, R.J. Wlkinson (1907), dan C. Hooykas (1947) berpendapat bahwa antara sampiran dan isi tidak memiliki hubungan secara semantik, tetapi sebatas hubungan pada keselarasan bunyi.Walaupun demikian, kedua kelompok ini tetap bersepakat bahwa kulitas sebuah pantun, salah satunya, dipengaruhi ada tidaknya hubungan secara semantik antara sampiran dan isi. Kesepakatan ini didasari oleh kekhasan dan keistimewaan hubungan semantis keduanya pada pantun dalam kesusastraan

Melayu klasik yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi untuk dipahami.

Seorang sarjana Rusia, A.N. Veselovsky, berpendapat bahwa pilihan kata dalam sebuah pantun, baik pada sampiran maupun isinya, mengandung suatu lambang atau citra yang terkait dengan tradisi

Melayu. Lambang atau citra ini merupakan perekat hubungan paralelisme psikologis antara larik yang satu dan larik lainnya (sampiran dan isi). Veselovsky juga berpendapat bahwa estetika dan kualitas sebuah pantun tidak semata merujuk pada rima dan aturan fonetisnya, tetapi dapat pula merujuk bentuk lambang atau citra yang ditampilkan dalam sebuah pantun.

Berdasarkan hal itu, Vaselovsky menyimpulkan bahwa pantun memiliki tiga fase dalam perkembangannya. Fase pertama adalah pantun-pantun yang mengandung lambang atau citra yang cukup mudah diketahui maknanya. Penikmat pantun tidak memerlukan pengetahuan khusus untuk memahami makna lambang atau citra yang ditampilkan. Pantun-pantun yang disusun menggunakan lambang yang membutuhkan pengetahuan khusus untuk menafsirkannya justru berkembang pada fase kedua. Lambang-lambang yang digunakan untuk menyimbolkan sesuatu seakan telah menjadi kesepakatan bersama dalam penggunaannya. Contohnya dapat kita lihat pada senandung Mandailing, yaitu ende-ende. Sama seperti pantun, ende-ende. pun terdiri atas dua bagian. Bagian pertama melukiskan suatu kejadian atau peristiwa; bagian kedua merupakan isi yang disampaikan penulis. Berikut ini adalah contoh ende-ende.

Muda mandurung ko di PahuTampul si mardulang-dulangMuda malungan ho diauTatap si rumondang bulan.

Artinya: Kalau menangguk di lubuk (tangkap ikan)tetaklah daun dulang-dulangKalau rindu engkau pada sayalihatlah sinar bulan. n

n google.com

56 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Momen-Momen Istimewa1

3

4

6

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 57

Keterangan Foto:

1. Kantor Bahasa Provinsi Lampung melaksanakan uji cepat (rapid test) yang kedua kali.

2. Pembuatan video untuk kegiatan “Bulan Bahasa dan sastra (BBs): Menjalin Indonesia dari Lampung”.

3. Kunjungan kerja ke Balai Bahasa sumatra Barat untuk menggali informasi mengenai perpustakaan, jurnal, dan persuratan.

4. Pemantauan dan evaluasi barang Milik Negara oleh Biro Keuangan dan BMN Kemendikbud.

5. Pernikahan salah satu staf KBPL, resti Putri andriyati.

6. Pembentukan Dharma Wanita KBPL yang dihadiri oleh staf PNs perempuan dan istri dari staf PNs pria.

7. staf KBPL mengikuti kegiatan “Mas Menteri Menyapa Badan Bahasa” yang dilaksanakan secara daring.

7

5

2

58 Edisi VII, Desember 2020Bastera

serI PeNeLItIaN

Pada 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis hasil PISA Indonesia sampai

dengan tahun 2015. Hasil PISA tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ke-64 dari 72 negara yang menjadi sampel penelitian.

PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi literasi yang bertujuan meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP dan kelas I SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy).

Di Provinsi Lampung, hanya Kabupaten Lampung Barat yang mendeklarasikan diri sebagai kabupaten literasi. Kendati demikian, sejak 2016, Direktorat Pembinaan SMA telah menunjuk

SMA Negeri 9 Bandarlampung sebagai sekolah rujukan gerakan literasi. Berbagai kegiatan telah dilakukan SMA tersebut untuk mendukung program literasi, seperti seminar dan bimbingan teknis literasi, aneka lomba literasi, pojok buku, dan pameran buku.

Masih kurang berhasilnya gerakan literasi di Provinsi Lampung dibuktikan dari data yang dirilis oleh Puspendik di dalam http://puspendik.kemendikbud.go.id/inap-sd/. Dari data tersebut diketahui bahwa literasi membaca siswa di Provinsi Lampung masuk dalam kategori kurang, yakni 47,84 persen. Data ini menyiratkan bahwa kemampuan literasi membaca siswa di provinsi ini masih rendah. Namun, kajian yang dilakukan oleh Puspendik belum menyentuh ranah kebahasaan terkait dengan keterampilan membaca secara mendalam. Oleh karena itu, kajian ini berupaya mengulik lebih dalam mengenai kemampuan

membaca siswa yang tidak hanya didasarkan pada nilai (skor), tetapi juga indikator yang terkait dengan fitur kebahasaan yang memengaruhi kemampuan membaca siswa. Data yang dikemukakan oleh Puspendik ini menjadi dasar kegiatan kajian literasi membaca siswa SMA di Provinsi Lampung.

Berkenaan dengan hal tersebut, KBPL pada 2018 telah melaksanakan kegiatan kajian literasi guna penyusunan kebijakan teknis pendukung kegiatan literasi nasional, terutama literasi membaca. Kajian ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan informasi mengenai kemampuan literasi membaca siswa dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Pelaksanaan kajian literasi membaca di Provinsi Lampung dilaksanakan di sembilan sekolah yang tersebar di beberapa kabupaten/kota dengan penentuan sekolah berdasarkan kategori UN dan dilakukan dengan sistem acak (random). Selain itu, KBPL juga

Pemetaan Kompetensi Literasi

dian Anggraeni

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 59

melakukan pemetaan kompetensi literasi yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi membaca siswa SMA kelas X dan pemahaman guru terhadap teks.

Hasil Kemampuan Literasi Membaca Siswa

Hasil kajian menunjukkan bahwa kemampuan literasi membaca siswa kelas X di Provinsi Lampung berada pada kategori rendah. Skor yang diperoleh hanya 48,83 dari nilai rata-rata literasi nasional sebesar 48,87. Skor tersebut berasal hasil asesmen tingkat literasi membaca siswa yang dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dengan jumlah total siswa 6.539 siswa. Siswa dengan kemampuan literasi tinggi memiliki nilai rata-rata di atas 48,87 sedangkan siswa dengan kemampuan literasi rendah memiliki nilai rata-rata di bawah 48,87. Lampung sejajar dengan Maluku Utara, Gorontalo, Kalimatan Utara, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Papua Barat, Aceh, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Jambi, Papua, DKI, dan Sumatra Utara.

Lalu,bagaimana hasil pemetaan kompetensi siswa di Provinsi Lampung? Hasil pemetaan menunjukkan SMA Al Kautsar (56,84), SMA Negeri 5 Bandarlampung (56,30), SMA Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur (51,69), SMA Negeri 7 Bandarlampung (49,09), SMA Negeri 1 Banjaragung, Tulangbawang (47,88), SMA Negeri 2 Menggala (46,86), SMA Binakarya Rumbia, Lampung Tengah (43,80), SMA Muhammadiyah Gadingrejo, Tanggamus (43,18), dan SMA Negeri 1 Wonosobo, Tanggamus (42,89).

Dari data

tersebut diketahui bahwa SMA Alkautsar, Bandarlampung merupakan sekolah dengan rata-rata kemampuan literasi membaca siswanya tertinggi dibandingkan dengan seluruh sekolah yang menjadi sampel penelitian, yakni dengan nilai rata-rata 56,84. Sekolah urutan kedua memiliki nilai rata-rata 56,30 adalah SMA Negeri 5 Bandarlampung. Sekolah urutan ketiga yang memiliki rata-rata 49,09 adalah SMA Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur.

Pemahaman Guru terhadap TeksKegiatan pemetaan literasi

ini tidak hanya mengukur kemampuan siswa, tetapi juga mengukur tingkat pemahaman guru terhadap teks. Teks yang diujikan adalah deksripsi, eksplanasi, eksposisi, narasi, prosedural, laporan, dan rekon bervariasi pada setiap jenis teks.

Dari 34 provinsi yang menjadi sampel penelitian, hanya terdapat delapan provinsi yang memiliki guru-guru dengan tingkat pemahaman teks yang tinggi. Penilaian ini, selain berdasarkan rata-rata tingkat pemahaman keseluruhan teks yang berada di atas rata-rata nasional, juga berdasarkan gap yang terlihat antara persentase tertinggi dan terendah. Artinya, provinsi dengan tingkat

pemahaman yang merata dari setiap teks mempunyai guru-guru dengan pemahaman teks yang merata juga. Provinsi tersebut adalah Sulawesi Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Maluku, dan Sumatra Barat.

Tingkat pemahaman guru bahasa Indonesia di Lampung terhadap teks dijabarkan sebagai berikut ini. Pemahaman guru terhadap teks deskripsi sebesar 91%, teks eksplanasi 89%, teks narasi 89%, teks ekposisi 86%, teks prosedur 85%, teks laporan 86%, dan teks rekon 70%.

Berdasarkan data tersebut, tingkat pemahaman guru di Lampung terhadap teks sudah sangat baik. Teks deskripsi yang mendapat persentase tertinggi karena dikuasai oleh 91% guru. Sisanya, kecuali teks rekon, sudah dipahami oleh 80% guru. Hanya teks rekon yang persentasenya 70%, tetapi sudah jauh di atas rata-rata nasional.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlu peran serta guru dan orang tua untuk meningkatkan kompetensi literasi siswa. Literasi tidak sebatas membaca lima belas menit saja, tetapi perlu adanya pola kegiatan literasi yang mendukung pencapaian atau target yang ingin dituju. Selain itu, bahan bacaan yang digunakan juga harus mendukung peningkatan

kompetensi siswa untuk meningkatan

literasi kritis. n

n cleanpng

60 Edisi VII, Desember 2020Bastera

LIPUtaN

Kantor Bahasa Provinsi Lampung (KBPL) sebagai unit pelaksana teknis (UPT)

Kemendikbud di bawah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memiliki tugas dan fungsi mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia dan daerah di Provinsi Lampung. Tugas dan fungsi ini tentu tidak dapat terlaksana tanpa partisipasi dan peran serta masyarakat, baik yang bersifat perseorangan maupun instansi. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya kerja sama dan hubungan yang baik antara KBPL dan berbagai lapisan masyarakat serta instansi-instansi yang ada di Provinsi Lampung.

Dalam rangka menjalin kerja sama yang baik dengan berbagai instansi yang ada di Provinsi Lampung, KBPL telah melakukan audiensi ke beberapa instansi, antara lain, LPMP Provinsi Lampung, BPPAUD dan

Dikmas Provinsi Lampung, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji.

Audiensi ke LPMP Provinsi LampungPada 5 Oktober 2020, Kantor

Bahasa Provinsi Lampung telah melaksanakan audiensi ke LPMP Provinsi Lampung guna menjajaki berbagai kemungkinan bentuk kerja sama yang dapat dilakukan antara KBPL dan LPMP Provinsi Lampung. Selain melakukan audiensi, kegiatan tersebut juga dilaksanakan guna menjalin silaturahmi antara pejabat di lingkungan LPMP Provinsi Lampung dan Kepala KBPL yang baru, Dr. Eva Krisna.

Sebagai tindak lanjut hasil audiensi pada awal Oktober tersebut, LPMP Provinsi Lampung dan KBPL menandatangani nota kesepahaman pada Jumat, 16 Oktober 2020 di Gedung

Pepadun LPMP Provinsi Lampung. Pada kesempatan itu juga KBPL melaksanakan kegiatan “Aksi Perubahan Bahasa di Instansi Pemerintah”. Kegiatan tersebut merupakan lanjutan kegiatan “Penghargaan Wajah Bahasa bagi Instansi Pemerintah”.

Kegiatan diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman dan dilanjutkan dengan pemasangan poster dan papan layanan yang penulisannya sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kegiatan diakhiri dengan penyerahan hadiah secara simbolis kepada LPMP Provinsi Lampung yang menjadi pemenang ke-5 dalam “Penghargaan Wajah Bahasa”.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Drs. Sukirman, M.M., Kepala LPMP Lampung, Warsita, S.S., M.Hum., Kasubag TU LPMP Lampung, Dr. Eva Krisna, M.Hum., Kepala KBPL, Dina Ardiana, S.Pd., KTU KBPL, staf bagian kerja

KBPL Memperluas Jejaring

n Dok. KBPL

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 61

sama KBPL dan LPMP Provinsi Lampung, serta perwakilan media massa (Radar Lampung, RRI Lampung, dan Kupas Tuntas). Nota kesepahaman yang ditandatangani LPMP Provinsi Lampung dan KBPL berisi kesepakatan antara KBPL dan LPMP Provinsi Lampung untuk menjalin kerja sama dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat melalui peningkatan kemampuan berbahasa Indonesia serta pemuliaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah Lampung.

Audiensi ke BPPAUD dan Dikmas Provinsi Lampung

Selain melaksanakan audiensi ke LPMP Provinsi Lampung, KBPL pun melakukan audiensi ke BPPAUD dan Dikmas Provinsi Lampung pada Jumat, 10 Oktober 2020. Pada kesempatan itu Kepala KBPL, Dr. Eva Krisna, dan beberapa staf KBPL diterima oleh Kepala BPPAUD dan Dikmas Provinsi Lampung, Khairullah, M.Si., di Aula BPPUD dan Dikmas Provinsi Lampung.

Sama halnya dengan agenda audiensi ke LPMP Provinsi Lampung, audiensi ke BPPAUD dan Dikmas Provinsi Lampung dilaksanakan guna menjalin silaturahmi antar-UPT Kemendikbud. Kesempatan ini juga digunakan Dr. Eva Krisna untuk memaparkan program dan kegiatan KBPL serta menjajaki kemungkinan kerja sama. Kegiatan ini dilaksanakan agar nantinya KBPL dapat bersinergi dan bekerja sama dengan BPPAUD dan Dikmas Provinsi Lampung, khususnya dalam bidang bahasa, sastra, dan literasi.

Audiensi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung

Kamis, 15 Oktober 2020, KBPL juga telah melakukan audiensi

ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung. Pada kesempatan itu Dr. Eva Krisna yang ditemani lima orang stafnya diterima langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Drs. Sulpakar, M.M. dan Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Drs. Aswarodi, M.Pd.

Selain untuk menjalin

silaturahmi, agenda audiensi ini dilakukan untuk meminta dukungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung guna kenaikan eselon Kantor Bahasa Provinsi Lampung. Kepala KBPL meminta bantuan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung untuk memberi rekomendasi dalam pemenuhan syarat kenaikan eselon. Pada kesempatan itu, Dr. Eva Krisna juga memaparkan beberapa program dan kegiatan Kantor Bahasa Provinsi Lampung agar nantinya KBPL dapat

bersinergi dan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung.

Audiensi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji

Dr. Eva Krisna dan tiga orang staf KBPL juga melakukan audiensi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji pada Senin, 19 Oktober 2020. Pada kesempatan

tersebut, Dr. Eva Krisna dan tiga orang staf KBPL berbincang langsung dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji, Drs. Nawawi Matni, M.H. Sama seperti kegiatan audiensi lainnya, kesempatan ini dilakukan untuk memaparkan program dan kegiatan KBPL serta menjajaki kemungkinan kerja sama. Kegiatan ini dilaksanakan agar nantinya KBPL dapat bersinergi dan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji, khususnya dalam bidang bahasa, sastra, dan literasi. (RR)

n Dok. KBPL

62 Edisi VII, Desember 2020Bastera

reseNsI

Banyak anggapan belajar mengenai aturan bahasa yang sesuai dengan kaidah adalah

suatu proses yang menjemukan. Penjelasan yang terlalu ilmiah dengan uraian-uraian panjang semakin membuat pembelajar terkadang enggan untuk mengeksplorasi lebih dalam soal kebahasaan. Secara mental, kita juga kerap tidak menerima saat kata-kata yang selama ini dipakai dengan nyaman dalam berkomunikasi dianggap salah atau keliru jika dilihat secara aturan. Sampai-sampai lahir ungkapan, “Bahasa baku itu kaku!”.

Padahal, mempelajari bahasa adalah sebuah proses penting yang bahkan sangat menunjang hampir seluruh profesi, seperti pejabat, politikus, aparat, pengajar, pendakwah, penulis, jurnalis, presenter, wirausahawan, hingga bloger atau vloger.

Ivan Lanin melihat

hambatan itu sebagai tantangan untuk meningkatkan minat masyarakat dalam menyelami bahasa negaranya; meningkatkan keterampilan dan kepiawaian berbahasa.

Recehan Bahasa karya Uda Ivan hadir memberikan warna baru bagi pembaca dalam melihat permasalahan bahasa dari sudut pandang yang berbeda. Perpaduan uraian

singkat, contoh, dan ilustrasi yang tergambar dalam buku ini adalah kombinasi mantap, yang membuat materi terasa lebih “empuk” untuk dilahap pembaca.

Saat membuka pembahasan pertama (“Satai Khas Madura”) di halaman 1 saja, Ivan sudah menyuguhkan pembaca dengan penjelasan mengenai kata baku dengan menggunakan konsep dialog seperti komik. Dialog antara pedagang dan seorang

perempuan itu dibagi menjadi empat bingkai peristiwa yang disusun secara kronologis.

Urutan itu menciptakan konklusi yang sangat jelas dan tentu saja sedikit menohok. Mengapa menohok? Sebab, tulisan “Satai Khas Madura” yang tertulis di spanduk

Recehan yang Membuat Pembaca “Melek” Berbahasa

Judul Buku:

Recehan Bahasa: Baku Tak Mesti Kaku

Penulis: Ivan LaninTahun: 2020

Kota: BandungPenerbit: Qanita

Chairil Anwar

n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 63

pedagang dalam buku ini ternyata membuat kita harus kembali banyak belajar mengenai pemilihan kata. Masih banyak masyarakat—termasuk saya—yang menggunakan kata sate daripada satai.

Dalam satu pembahasan ini saja, setidaknya ada tiga poin yang pembaca dapatkan, yakni edukasi, informasi, dan tentunya hiburan kocak saat kita melihat Ivan Lanin versi kartun menjajakan satai dengan gerobak. Kalau teliti, pada buku ini Anda juga akan menemukan pula sosok Lionel Messi, Suzanna, dan Didi Kempot dalam versi kartun.

Meskipun memberi penjelasan dengan cara yang santai, Uda Ivan tetap mengikuti kaidah ilmiah dengan menyertakan tautan sumber referensi dalam halaman pembahasan, baik dengan cara ditulis langsung maupun dengan cara menyertakan kode bar yang bisa dipindai oleh gawai. Dengan latar belakang pendidikan pemrograman komputer, tentu Uda Ivan dengan mudah menyematkan sisi teknologi mutakhir dalam Recehan Bahasa.

Meskipun judulnya recehan, substansi yang dipaparkan Ivan bukanlah hal remeh-temeh, bahkan mungkin dapat dikatakan “gepokan”. Secara umum, hal yang dia tekankan

kepada pembaca adalah untuk menggunakan bahasa

Indonesia, bukan bahasa asing. Ivan berupaya mencari padanan bahasa

Indonesia untuk kosakata asing yang sedang marak digunakan para pemakai

bahasa. Kata-kata seperti tirah baring, salindia, KDR, LDJ, risak, luncur gantung, dan asdikamba dia kemukakan sebagai

padanan kata dari bed rest, slide, WFH, OTW, bully, 5W+1H, dan flying fox.

Mengapa bukan hal remeh? Sebab, penggunaan bahasa

Indonesia, khususnya

di ruang publik, saat ini tengah digencarkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud untuk menjaga dan meningkatkan muruah dan martabat bahasa Indonesia. Recehan Bahasa bisa dikatakan menjadi semacam alat untuk menumbuhkan kesadaran luhur itu bagi seluruh lapisan masyarakat.

Buku ini layak dibaca oleh berbagai kalangan, seperti praktisi, jurnalis, akademisi, dan pelajar. Bahkan, dalam beberapa bab, Ivan mengangkat kasus yang sangat dekat dengan dunia generasi milenial, seperti OTW, aq, 4l4y, ciyus miapah?, wkwkwk, kepo, dsb. Kasus-kasus aktual dalam buku ini juga diulas karena Ivan membahas diksi-diksi yang sempat naik daun seperti ambyar-nya Didi Kempot dan istilah lain yang tren pada saat pandemi sekarang, seperti isolasi dan karantina. Selain itu, diulas juga lema milenial, daring, dan sebagainya.

Meskipun Ivan mengajak kita untuk menghindari lewah (halaman 72), secara tata letak terdapat beberapa halaman dalam Recehan Bahasa yang tampak mubazir. Ada halaman-halaman yang hanya diisi oleh beberapa kalimat. Bahkan, ada satu halaman yang hanya terdiri dari lima kata (halaman 34) dan ada pula satu halaman yang hanya terdiri dari empat kalimat (halaman 42).

Namun, dengan dipadupadankan bersama grafis dan ilustrasi, halaman tersebut tidak membuat mata pembaca lelah saat membaca buku ini. Warna huruf yang bervariasi dengan ukuran yang berbeda-beda membuat Recehan Bahasa cukup nyaman untuk dibaca. Hanya saja, warna huruf biru muda terlihat kurang kontras dengan dasar kertas yang berwarna putih.

Dalam buku tersebut, tercantum tulisan bahwa karya ini dipersembahkan kepada warganet tersayang. Namun, tampaknya Ivan kurang tepat membidik target. Sebab, nyatanya, buku ini sangat bermanfaat untuk seluruh masyarakat pencinta bahasa Indonesia. Yang pasti, Recehan Bahasa ini mampu memantik kesadaran masyarakat untuk mencintai bahasa Indonesia. Kalau recehan koin membuat orang yang masuk angin sembuh usai dikerik, Recehan Bahasa Ivan Lanin mampu membuat orang “melek” berbahasa usai membacanya. Tabik!

n cleanpng

64 Edisi VII, Desember 2020Bastera

BINCaNG-BINCaNG

Sahabat Bastera, pada rubrik “Bincang-Bincang” edisi ini, kami akan mengajak Sahabat

Bastera untuk berkenalan dengan Nasrun Rakai, S.H., budayawan Lampung. Beliau berkiprah dalam budaya Lampung dengan berfokus pada bahasa, sastra, dan aksara Lampung. Sejak 2003, beliau bergabung dalam Majelis Punyimbang Adat Lampung (MPAL) dan kini menjabat sebagai Plt. Sekretaris Umum. Pensiunan PNS ini lahir di Krui pada 10 April 1952 dan menempuh studi di Sekolah Pertanian Menengah Atas. Beliau kemudian mengikuti ikatan dinas di Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.

Pada 1976, beliau melanjutkan studi S-1 di Fakultas Hukum, Universitas Saburai, Lampung. Kemudian, beliau berpindah tugas ke Dinas Perindustrian dan Dinas Peternakan Lampung Selatan. Pada 2004, beliau mengikuti diklat untuk menjadi widyaiswara di BAN Diklat Lampung Selatan. Dua tahun kemudian, beliau menjadi widyaiswara di BAN Diklat Provinsi Lampung.

Nasrun Rakai pensiun sebagai PNS pada 2012. Meskipun demikian, kiprahnya dalam budaya Lampung terus berlanjut. Beliau selalu mengisi siaran di RRI dan TVRI untuk mengulas kosakata bahasa Lampung. Hingga kini, beliau masih aktif dalam mengikuti kegiatan

adat. Beliau pun sering diminta menuturkan sastra lisan. Beliau telah menerbitkan tiga buku, yakni Tata-Titi Adat Istiadat Lampung, Menyingkap Tabir Piil Pesenggiri, dan Ajo Ya Kawin Batin.

Nah, Sahabat Bastera, berikut hasil wawancara kami dengan Nasrun Rakai di rumahnya di Gedong Air, Bandarlampung.

Sebetulnya apa yang membuat Bapak menggeluti budaya Lampung padahal latar pendidikan Bapak tidak berkaitan dengan budaya?

Selain memang mencintai budaya Lampung, saya melihat bahwa sedikit sekali orang Lampung yang merawat dan mengurusi budaya lokal, terutama bahasa. Saat ini banyak generasi muda yang tidak mampu berbahasa Lampung. Mereka menganggap bahwa bahasa Lampung ketinggalan zaman sehingga mereka merasa malu untuk menuturkannya. Berdasarkan pengamatan itu, sebagai penutur asli bahasa Lampung, saya berupaya agar masyarakat Lampung menggiatkan kembali penuturan bahasa Lampung sehingga bahasa ini terhindar dari kepunahan.

Menurut Bapak, mengapa bahasa Lampung sudah jarang dituturkan?

Ada kebiasaan yang mungkin menjadi penyebab terjadinya

hal tersebut. Ketika dua orang Lampung saling bercakap-cakap dengan bahasa Lampung, kemudian datanglah orang dari suku lain, misalnya Jawa. Orang Lampung akan mengubah bahasa yang digunakannya. Bisa jadi ia berbahasa Indonesia atau malah berbahasa Jawa agar orang yang datang tadi merasa nyaman dan bisa terlibat dalam percakapan. Sayangnya, kebiasaan ini membuat orang lain jarang mendengar, bahkan tidak mengenal bahasa Lampung. Bahkan, bahasa Lampung jarang digunakan di dalam keluarga untuk berkomunikasi. Padahal, keluarga adalah tempat yang paling efektif untuk pembelajaran bahasa daerah atau bahasa ibu.

Selama ini, Bapak bergabung dan berkegiatan di Majelis Punyimbang Adat Lampung (MPAL). Apa saja yang dilakukan MPAL untuk menanggulangi kemungkinan kepunahan bahasa Lampung?

MPAL sudah sejak lama menggelar program yang berkaitan dengan bahasa

Nasrun Rakai

Melestarikan Bahasa dan Budaya Lampung

n Dok. KBPL

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 65

Lampung. Salah satunya adalah Peraturan Gubernur Tahun 2011 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelestarian Bahasa dan Aksara Lampung yang merupakan hasil audiensi antara Pemerintah Provinsi Lampung dan MPAL. Kami juga melakukan pendekatan kepada siswa SD, SMP, dan SMA agar di sekolah mereka menggunakan bahasa Lampung sebagai bahasa pengantar dan muatan lokal.

Saat ini pun bisa kita lihat sudah banyak nama jalan atau gedung yang menggunakan bahasa Lampung dengan menyertakan aksara Lampungnya. Di pemerintah daerah, pernah juga didedikasikan bahwa hari Jumat sebagai hari berbahasa Lampung.

Apakah ada kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan yang berkaitan dengan seni dan pertunjukan sastra lisan?

Ya, biasanya pada perayaan ulang tahun Kota Bandarlampung atau Provinsi Lampung setiap tahun digelar kompetisi seni dan pertunjukan, seperti gitar tunggal, wawancan, hahiwang, ringget, dan seni klasik khas Lampung lainnya.

Selain itu, ada tradisi belangir

yang dilaksanakan satu minggu sebelum bulan puasa. Tradisi ini dilaksanakan di air mengalir yang cukup luas, misalnya sungai. Masyarakat diajak untuk menyucikan diri dengan air mengalir ini. Harapannya, segala keburukan dan dosa bisa hanyut oleh air tersebut. Acara ini biasanya diadakan secara besar-besaran dengan mengundang para duta besar dari berbagai negara.

Saya mendengar ada falsafah yang menjelaskan bahwa orang Lampung memiliki karakter yang ramah dan terbuka. Falsafah yang bagaimana itu, Pak?

Sebenarnya orang Lampung adalah orang yang sangat berperasaan. Itulah alasannya dikenal Piil Pesenggiri. Di dalamnya ada empat pandangan hidup orang Lampung, yaitu nengah nyapur yang berarti ‘orang Lampung adalah orang yang terbuka dan tidak mengisolasi diri’; sakai sambayan yang berarti ‘bergotong royong atau saling membantu’; bujuluk buadek yang memperlihatkan status sosial atau kedudukan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat; dan nemui nyimah yang merupakan

pandangan bahwa menghargai kedatangan tamu adalah hal penting untuk menciptakan keakraban dan kekeluargaan.

Apa pesan Bapak bagi generasi muda saat ini dalam upaya pelestarian bahasa dan budaya Lampung?

Saya mengimbau masyarakat Lampung untuk membiasakan penggunaan bahasa Lampung, yang dimulai dari keluarga.

Bagaimanapun, anak dan cucu kitalah yang nantinya akan meneruskan bahasa Lampung. Setidaknya, bahasa Lampung digunakan oleh sesama suku Lampung yang berada di rumah, seperti suami dan istri, sehingga anak-anak akan terbiasa mendengar dan lama-kelamaan mereka mengerti serta belajar untuk menuturkannya. Selain itu, hindarilah kebiasaan yang kurang baik, yakni segan menggunakan bahasa Lampung ketika dalam pembicaraan, ada orang yang berasal dari suku lain. Kita patut berbangga terhadap bahasa Lampung sehingga tidak perlu segan untuk berbicara dengan bahasa Lampung. Saya berharap bahwa kelak bahasa dan budaya Lampung akan tetap lestari. n

n Dok. KBPL

66 Edisi VII, Desember 2020Bastera

PaNDaI CaWa LaMPUNG

Dawah sa Doni, Aulia, rik Aisyah

Dawah sa Doni, Aulia, rik Aisyah midor mit lawok.Tiyan haga nyepok senggulan. Senggulan yak do binatang lawok sai hurik di terumbu karang. Bentuk ni buntor harong rikwat ruwi-ruwi tajom di unyin badanni. Bagian badan senggulan sai dikanik yak do daging sai delom cangkangni.

Siang itu Doni, Aulia, dan Aisyah main ke pantai. Mereka ingin mencari bulu babi. Bulu babi adalah hewan laut yang hidup di terumbu karang. Bentuknya bulat hitam dan ada duri tajam di seluruh badannya. Bagian badan bulu babi yang dimakan adalah daging yang di dalam cangkangnya.

Aisyah : Doni, niku haga ngakuk senggulan sa? Doni, kamu akan mengambil senggulankah?Doni : Yu, haga. Iya, mau.

Aulia : Yu, geluk ta! Ajo lawokni langok. Iya, cepatlah! Ini lautnya surut.

Aisyah : Yu, Niku nutuk nyepok munih! Ya, kamu (harus) ikut mencari juga.

Aulia : Ya, ram jejama sia. Iya, kita sama-sama.

Doni : Yu, kenyin senggulanni ngena lamon. Ya, supaya senggulannya dapat banyak.

Aisyah : Ai, repa ngakukni? Nyak mak pandai. Ai, bagaimana mengambilnya? Saya tidak tahu (caranya).

Doni : Nyak gawohsai ngakukni. Keti sai meson konni munih. Ki radu lamon, tiyan langsung gegak cangkangni. Saya saja yang mengambilnya. Kalian yang mengumpulkannya saja. Kalau sudah banyak, kalian langsung buka cangkangnya.

Aisyah : Yu, radu ki rena. Ya, sudah kalau begitu.

Aulia : Nyak nutuk gawoh. Pah, Aisyah usung kecandangni! Saya ikut saja. Mari, Aisyah bawa keranjangnya!

Aisyah : Yu, ram ruwa, yu. Ya, kita berdua, ya.

Doni : Nyak ngakukni pai. Beno kiwat senggulanni, kuti kuurau. Saya mengambilnya dulu. Nanti kalau ada bulu babinya, kalian saya panggil.

Aisyah : Yu, sikam ruwa nutukon niku. Ya, kami berdua mengikuti kamu.

Aulia : Di dudi lamon senggulan biasani. Di sana banyak bulu babi biasanya.

Doni : Yu, ram mit dudi! Ya, kita ke sana!

Aisyah : Yu, geluk ta! Ya, cepatlah!

Doni : Sudi lamon senggulanni. Itu banyak bulu babinya.

Aulia : Yu, akuk ta, Don! Ya, ambil, Don!

Doni : Dija ta kuti! Dija lamon senggulanni. Ke sinilah kalian! Di sini

Nyepok SenggulanMencari Bulu Babi

badar rohim

Rubrik “Cawa Lampung” memperkenalkan bahasa Lampung dengan menampilkan wacana dalam bentuk dialog sederhana untuk meningkatkan keterampilan berbahasa Lampung serta menumbuhkan rasa cinta terhadap bahasa Lampung. Rubrik ini dibawakan oleh Hasnawati Nasution.

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 67

banyak bulu babinya.

Aisyah : Ajo kecandangni, Aulia. Payu, ram kurukon! Ini keranjangnya, Aulia. Ayo, kita masukkan!

Aulia : Alhamdulillah, lamon nihan senggulanni. Alhamdulillah, banyak sekali bulu babinya.

Doni : Yu, nyakhaga ngakuk sia unyinni ji. Ya, saya akan ambil semuanya ini.

Aisyah : Yu,akuk unyin! Beno ram pakai suwa mengan. Ya, ambil semua! Nanti kita gunakan untuk lauk makan.

Aulia : Radu lamon hinji, pah nyimbin.Tiyan pasti radu betoh. Ram mengan pai. Sudah banyak ini, mari menepi! Kalian pasti sudah lapar. Kita makan dulu.

Doni : Yu radu. ki temon radu lamon. Tiyan gegakon pai cangkang senggulanni, nyak bebalin pai. Ya, sudah kalau benar sudah banyak. Kalian bukakan dulu cangkang

bulu babinya. Saya ganti pakaian dulu.

Aisyah : Aulia, tulung nyak ngegakni, yu! Aulia bantu saya membukanya, ya!

Aulia : Yu, ku tulung. Ya, saya bantu.

Aisyah : Niku ngecahkon ruwini, nyak ngegegakni. Kamu membersihkan durinya, saya membukanya.

Aisyah : Pah, Doni! Ram radu haga mengan. Kemarilah, Doni! Kita sudah akan makan.

Doni : Yu, apikah radu digegak unyin senggulanni! Ya, apakah sudah dibuka semua bulu babinya?

Aulia : Ajo,radu. Ini, sudah.

Aisyah : Yu, Doni, ajo radu melayan. Betikani ram mengan. Ya, Doni, ini sudah berhidang. Waktunya kita makan.

Doni : Pah, nyakradu

kebetohan munih! Mari, saya sudah kelaparan juga!

Aulia : Bangik do senggulanni. Enak sekali bulu babinya.

Aisyah : Sangun bangik rik lamon manfaat kanikan ji. Memang enak dan banyak manfaat makanan ini.

Doni : Yu, proteinni langgah. Ya, proteinnya tinggi.

Aulia : Yu, jakdo nihan, selain bangik lamon manfaatni. Ya, benar sekali, selain enak banyak manfaatnya.

Doni, Aisyah, rik Aulia ahirni mulang sambil kebetongan.Doni, Aisyah, dan Aulia akhirnya pulang sambil kekenyangan.

Pada “Cawa Lampung” edisi ini, percakapan yang digunakan adalah bahasa Lampung dialek Api, khususnya digunakan oleh penutur bahasa Lampung dialek Api di Pesawaran. Salah satu marga di Pesawaran yang menggunakan ragam bahasa tersebut adalah Marga Punduh Pesawaran. n

Kamus LuniK

bebalin : berganti (pakaian)betoh : laparbetong : kenyang; kekenyanganbuntor : bulat; berbentuk sebagai bolagegak : buka, membukageluk : cepat; lekaskanik, nganik : makan, memakankecandang : keranjanglanggah : tinggilangok : surut; berkuranglawok : laut

person : kumpul, mengumpulkansenggulan : bulu babi; landakl aut; Echiroideasuwa : lauk; teman nasiunyin : semua

68 Edisi VII, Desember 2020Bastera

taHUKaH aNDa

ratih rahayu

Aksara Nusantara merupakan salah satu warisan budaya yang nyaris punah.

Beberapa pemerintah daerah yang peduli menjaga kelestarian budaya pun berusaha membuat peraturan-peraturan khusus mengenai pelestarian aksara daerah masing-masing. Meskipun demikian, perlu kita akui bahwa saat ini semakin sedikit generasi muda yang mau serius mempelajari aksara yang dimiliki daerahnya masing-masing. Generasi muda masa kini mungkin merasa lebih bergengsi jika mempelajari aksara Kana atau aksara Kanji dari Jepang, aksara Han (Hanzi) dari China, serta aksara Hangul (Hangeul) dari Korea daripada mempelajari aksara daerahnya. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya kesadaran akan pentingnya memelihara kelestarian budaya daerah serta mulai lunturnya rasa cinta dan rasa memiliki akan kebudayaan daerah di masyarakat.

Pada edisi kali ini, rubrik “Tahukah Anda” akan mengenalkan beberapa aksara yang ada di Nusantara guna menumbuhkan rasa cinta akan kekayaan budaya daerah. Tahukah Anda, apa saja aksara yang ada di Nusantara? Mari kita simak bersama!

Aksara Batak disebut juga Surat Batak adalah huruf-huruf yang dipakai dalam naskah-naskah asli suku Batak (Angkola-Mandailing, Toba, Simalungun, Pakpak-Dairi, dan Karo). Kelompok bahasa subsuku ini mempunyai kemiripan satu sama lain. Aksara ini sebenarnya adalah cabang bahasa Batak tua (proto Batak). Naskah asli yang ditemukan sebagian besar berupa pustaha (laklak), sebagian kecil lainnya dituliskan pada bambu dan kertas. Surat Batak adalah sistem tulisan abugida yang terdiri atas sembilan belas aksara dasar dengan tambahan beberapa aksara pada varian tertentu. Seperti aksara brahmi lainnya, setiap konsonan pada aksara ini merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Surat Batak dibaca dari kiri ke kanan dan aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata.

Aksara Ulu atau Surat Ulu merupakan kumpulan beberapa

aksara yang berkerabat di Sumatra Selatan. Beberapa aksara yang termasuk kelompok Surat Ulu adalah aksara Kerinci, aksara Rejang-Rencong, dan aksara Lampung. Aksara Ulu dinamakan aksara kaganga berdasarkan tiga huruf pertama dalam urutan abjadnya dan masih serumpun dengan aksara Batak. Istilah kaganga diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan (1926—1975), antropolog di University of Hull di Inggris dalam buku Folk Literature of South Sumatra, Redjang Ka-Ga-Nga Texts (Canberra, The Australian National University, 1964) untuk merujuk kepada Surat Ulu.

Aksara Lampung atau aksara kaganga biasa disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Tulisannya berupa fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam huruf Arab dengan menggunakan tanda-tanda fathah pada baris atas dan tanda-

AksaraNusantara

n gadgetronik.com

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 69

tanda kasrah pada baris bawah. Namun, Had Lampung tidak menggunakan tanda dammah pada baris depan, melainkan menggunakan tanda di belakang yang masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri. Had Lampung terdiri atas huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka, dan tanda baca. Had Lampung ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan huruf induk berjumlah dua puluh buah.

Aksara Sunda disebut juga aksara ngalagena, biasa digunakan oleh suku Sunda (Jawa Barat). Aksara ngalagena menurut catatan sejarah telah dipakai oleh orang Sunda dari abad ke-14. Aksara Sunda Baku terdiri atas 32 aksara dasar, yaitu 7 aksara swara (aksara vokal mandiri): a, é, i, o, u, e, dan eu, dan 23 aksara ngalagéna (konsonan berbunyi a): ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za. Lima aksara ngalagena tambahan digunakan untuk merekam perkembangan bahasa Sunda, termasuk penyerapan kata-kata dari bahasa asing. Walaupun begitu, aksara tambahan ini bukanlah bentuk baru, melainkan modifikasi dari aksara yang telah ada. Ada pula dua aksara tambahan, kha dan sya, untuk menulis ⟨خ⟩ dan Ada pula rarangkén untuk .⟨ش⟩mengubah, menghapus, atau menambah bunyi pada aksara dasar.

Aksara Jawa, disebut juga aksara hanacaraka, merupakan aksara jenis abugida turunan

dari aksara brahmi. Dari segi bentuknya, aksara hanacaraka memiliki kemiripan dengan aksara Sunda dan Bali. Sistem tulisan terdiri atas 20 hingga 33 aksara dasar, tergantung dari penggunaan bahasa yang bersangkutan. Setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ atau/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Jawa adalah kiri ke kanan. Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi

antarkata.Aksara Bali disebut juga

dengan Carakan. Dalam buku Unicode Standard version 5.0 dinyatakan bahwa aksara Bali berasal dari aksara brahmi purba dari India. Aksara Bali memiliki banyak kemiripan dengan aksara-aksara modern di Asia Selatan dan Asia Tenggara yang berasal dari rumpun aksara yang sama. Aksara Bali pada abad ke-11 banyak memperoleh pengaruh dari bahasa kawi atau Jawa kuno. Aksara Bali memiliki 47 huruf. Versi modifikasi aksara Bali ini digunakan juga untuk

menuliskan bahasa Sasak yang digunakan di Pulau Lombok. Beberapa kata-kata dalam bahasa Bali meminjam dari bahasa Sansekerta yang kemudian juga memengaruhi aksara Bali. Tulisan Bali kuno ditemukan tertulis pada daun pohon siwalan (sejenis palma). Tumpukannya kemudian diikat dan disebut lontar.

Aksara Lontara merupakan perkembangan dari tulisan Kawi yang biasa digunakan di Indonesia tahun 800-an.

Lontara merupakan aksara kuno masyarakat Bugis-Makasar. Tulisan lontara Bugis menurut budayawan Profesor Mattulada berasal dari sulapa eppa wala suji (wala suji berasal dari kata wala yang berarti ‘pemisan/pagar atau penjaga’ dan suji artinya ‘putri’). Wala suji merupakan sejenis pagar bambu yang ada dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat, sedangkan, sulapa eppa merupakan bentuk mistis kepercayaan orang Bugis-Makasar klasik yang menyimbolkan susunan semesta yang terdiri atas api, air, angin, dan tanah. n

n wordpress

70 Edisi VII, Desember 2020Bastera

IKaDUBas BerKarYa

Indonesia adalah negara multikultural yang memiliki beragam suku, budaya, dan adat istiadat. Salah satu kekayaan Indonesia yang menjadi identitas

dan ciri khas bangsa adalah keragaman bahasa daerah dan aksara lokal. Per tahun 2020, Kemdikbud mencatat ada 718 bahasa daerah di Indonesia. Namun, tidak seluruh daerah memiliki aksara lokal. Ada 12 aksara lokal di Indonesia, salah satunya Lampung. Masyarakat Lampung sudah sepatutnya bangga akan hal tersebut, tetapi kenyataan pahit harus kita terima bahwa saat ini bahasa dan aksara Lampung terancam punah.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh guru besar linguistik UI, Asim Gunarwan, pada rentang usia 20 ke bawah, penggunaan bahasa Indonesia tampak

lebih unggul daripada penggunaan bahasa Lampung. Dengan hasil temuan ini, Asim Gunarwan memprediksi bahwa dalam 75 —100 tahun semenjak penelitiannya dilakukan, bahasa Lampung terancam punah. Prediksi ini juga diperkuat dengan adanya publikasi di jurnal Aksara tahun 2009 oleh dosen FKIP yang bernama Hartati Hasan. Beliau mengungkapkan bahwa dalam berkeluarga, suku Lampung lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dengan anak mereka di rumah. Akibatnya, anak-anak mereka kurang paham dan kurang mengenal penggunaan bahasa lampung pada saat berinteraksi.

Untuk menjawab keresahan yang timbul akibat rendahnya kepeduliaan terhadap eksistensi bahasa dan aksara

APLIKASI BELALAI

Karya Ikadubas Lampung untuk Bumi Ruwa Jurai

n Dokumentasi

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 71

Lampung, Ikadubas Lampung membuat sebuah inovasi sebagai upaya pengenalan aksara dan bahasa Lampung kepada mayarakat. Bentuk inovasi tersebut adalah pembuatan aplikasi Belalai yang terinspirasi dari buku Belalai yang telah lebih dulu dibuat oleh Ikadubas Lampung. Belalai merupakan akronim dari Belajar Aksara dan Bahasa Lampung Asyik. Aplikasi ini merupakan aplikasi permainan edukatif yang memuat konten bahasa dan aksara Lampung secara menarik dan sederhana sehingga mudah diterima oleh anak-anak. Pembuatan aplikasi Belalai bertujuan untuk melakukan upaya pelestarian budaya daerah sejak dini, mencegah punahnya aksara dan bahasa Lampung, menciptakan media yang tepat sesuai dengan perkembangan zaman untuk memperkenalkan aksara dan bahasa Lampung pada anak usia prasekolah, dan memaksimalkan pemanfaatan teknologi sebagai media edukasi guna mendukung dan memperkenalkan literasi digital sebagai media pelestarian budaya daerah.

Sasaran utama aplikasi pembelajaran ini adalah anak-anak usia prasekolah. Ikadubas Lampung ingin mengoptimalkan perkembangan otak anak di usia emas. Pada

masa ini, pertumbuhan dan perkembangan anak sangat pesat. Melalui permainan, anak-anak dapat belajar manajemen waktu, cara mengatasi konflik, dan menambah kosakata baru. Selain itu, tidak menutup kemungkinan cakupan sasaran ini akan meluas hingga ke orang tua. Hal itu disebabkan oleh adanya fungsi pendampingan ketika anak menggunakan aplikasi tersebut. Secara tidak langsung, orang tua akan ikut

belajar dan mengenal bahasa dan aksara Lampung.

Tim Ikadubas Lampung dengan serius merancang isi konten aplikasi Belalai yang cocok dengan anak usia prasekolah. Duta Bahasa Provinsi Lampung sangat bersemangat memberikan kontribusinya dengan menuangkan ide-ide kreatif sehingga konten aplikasi Belalai tepat sasaran. Konten aplikasi Belalai terdiri atas fitur menyambung aksara dan

fitur mewarnai gambar. Fitur menyambung aksara merupakan permainan berupa menyambung garis putus-putus yang membentuk aksara Lampung. Sementara itu, fitur mewarnai merupakan fitur permainan mewarnai benda-benda dengan keterangan kosakata benda dan kosakata warna dalam bahasa Lampung. Tujuan fitur ini adalah memperkenalkan bahasa dan aksara Lampung dengan kata yang sederhana dan benda yang

umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pelestarian aksara dan bahasa daerah merupakan suatu hal yang krusial, tetapi kerap luput dari perhatian kita. Bukankah seharusnya kebudayaan adalah

harta berharga yang seharusnya kita jaga bersama? Apakah kita baru akan menyadari bahwa aksara dan bahasa daerah yang kita miliki benar-benar berharga setelah aksara dan bahasa daerah itu punah? Inilah yang mendasari bahwa menumbuhkan rasa peduli akan penjagaan terhadap aksara dan bahasa daerah harus dilakukan sejak dini. Seperti slogan yang sering digunakan oleh masyarakat Lampung, mak gham sapa lagi mak ganta kapan lagi. n

n Dokumentasi

n Dokumentasi

72 Edisi VII, Desember 2020Bastera

sastra DUNIa

diah meutia Harum

Rubrik “Sastra Dunia” menampilkan karya sastra dan pengarang dari berbagai belahan dunia untuk membuka cakrawala pengetahuan sastra bagi sahabat Bastera. Rubrik ini dibawakan oleh Diah Meutia Harum.

Seorang seniman tidak bisa berbuat sembarangan. Begitulah pendapat Jane Austen

mengenai cara pandangnya tentang seni dan sastra. Pride and Prejudice, sebuah novel karyanya menjadi sebuah mahakarya yang terus dibaca hingga kini. Dalam novel tersebut, Jane menggambarkan masyarakat yang terbagi dalam kelas. Di sana pula, ia menampilkan tema yang universal, yaitu cinta.

Sahabat Bastera, Jane Austen adalah pengarang perempuan asal Inggris. Ia lahir di Steventon, Hampshire, pada 16 Desember 1775 dan meninggal di Winchester, Hampshire, pada pada usianya yang ke-41, 18 Juli 1817. Jane Austen merupakan penulis Inggris yang pertama kali memberikan sentuhan modern pada karya-karyanya. Gaya penulisannya khas dengan penggambaran yang membumi tentang kehidupan sehari-hari

orang biasa membuat kebaruan dalam tulisan-tulisannya.

Semasa hidupnya, Jane telah menerbitkan empat novel, yaitu Sense and Sensibility (1811), Pride and Prejudice (1813), Mansfield Park (1814), dan Emma (1815). Dalam novel-novel tersebut, ia menggambarkan kehidupan kelas menengah masyarakat Inggris selama awal abad ke-19. Novelnya menyajikan nilai-nilai yang normatif pada masa tersebut. Walaupun Jane membawakan isu yang terjadi pada masa kehidupannya, novel-novelnya tetap menjadi karya abadi yang tetap sukses dan populer, bahkan setelah lebih dari dua abad kematiannya.

Sahabat Bastera, Pride and Prejudice adalah novel karya Jane Austen yang pertama kali diterbitkan pada 28 Januari 1813. Novel ini awalnya berjudul First Impressions dan ditulis berkisar Oktober 1796 sampai dengan Agustus 1797. Novel

ini merupakan novel kedua yang terbit semasa hidupnya. Pada 1 November 1797, ayah Jane memberikan draf novel tersebut kepada penjual buku di London dengan harapan penjual buku tersebut menerbitkannya. Akan tetapi, sayangnya, naskah penjual buku tersebut menolak dan mengembalikannya. Jane lalu merevisinya dengan cukup signifikan dan mengganti judulnya menjadi Pride and Prejudice.

Novel Pride and Prejudice sendiri berlatar sebuah perdesaan di Inggris pada awal abad ke-19. Di dalamnya berkisah tentang keluarga Bennet yang memiliki lima anak perempuan yang bersifat sangat berbeda. Sang Ibu, Nyonya Bennet, ingin sekali melihat semua putrinya menikah. Alasan keinginan tersebut adalah karena mereka tidak memiliki anak laki-laki sehingga kekayaan yang mereka miliki harus diwariskan kepada saudara laki-laki Tuan Bennet. Dalam sebuah pesta,

Novel Pride and Prejudice Karya Jane Austen: Yang Mengesankan dari Abad Ke-18

n Amazon.co.uk

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 73

seorang bangsawan bernama Charles Bingley datang ke desa dan mengikuti pesta perjamuan. Ia tertarik pada putri tertua keluarga Bennet, Jane, yang cantik dan pemalu. Pada pesta tersebut, Bingley membawa teman karibnya, Darcy. Di sana Darcy bertemu dengan Elizabeth, putri kedua keluarga Bennet. Darcy dan Elizabeth menunjukkan rasa ketertarikan satu sama lain. Namun, mereka berdua saling mengembangkan prasangka. Elizabeth yang berasal dari kalangan menengah tidak menyukai Darcy, bangsawan kaya yang angkuh. Hubungan mereka terhambat karena perbedaan kelas dan harga diri.

Salah satu yang menjadi kritikan Jane dalam novelnya adalah tentang pernikahan. Pada abad ke-18, pernikahan menjadi

sarana untuk mencapai stabilitas finansial. Dalam novel tersebut, Jane dengan cerdik menggunakan penokohan untuk mengkritik sistem ini melalui dua karakter tokohnya, yaitu Nyonya Bennet dan Charlotte. Nyonya Bennet memprioritaskan pernikahan. Dia memiliki obsesi untuk menikahkan putrinya. Dia tidak peduli dengan keinginan putrinya dan tetap

berkeinginan menikahkannya dengan siapa pun yang layak secara finansial. Charlotte, sahabat Elizabeth, menikah karena takut tidak laku. Dia lalu menerima lamaran Tuan Collins yang tadinya berniat menikahi Elizabeth. Alasannya adalah karena Tuan Collins seorang laki-laki yang memiliki harta sehingga Charlotte tidak peduli walaupun laki-laki tersebut adalah pribadi yang snob.

Dari aspek judul, Novel Pride and Prejudice sebetulnya mengandung pesan lain yang disampaikan Jane. Kesan harga diri (pride) terlihat jelas di sepanjang plot. Darcy menunjukkan kebanggaan atas perbedaan kelas sosial. Elizabeth juga bangga dengan kecerdasannya. Kesombongan dan harga diri ini menghambat

hubungan mereka karena harga diri Darcy membutakannya dari berbagai pesona Elizabeth dan rasa harga diri Elizabeth juga yang membuatnya menolak lamaran pertama Darcy.

Dalam novel ini, berbagai penokohan juga menunjukkan prasangka. Adanya prasangka membuat Darcy salah menilai Elizabeth sebagai gadis yang

tidak sopan dan rendah diri. Elizabeth pun salah menilai Darcy sebagai orang yang sombong dan angkuh karena status sosialnya yang tinggi. Dengan demikian, Elizabeth dan Darcy saling mempertahankan prasangka buruk.

Jane juga mengkritisi pengaruh uang dan kelas sosial pada masyarakat. Di dalam novel tersebut, Jane menunjukkan bahwa kelas sosial dan uang memainkan peran utama dalam membentuk plot. Kelas sosial Darcy yang tinggilah yang membuat orang lain salah menafsirkannya sebagai orang yang sombong dan angkuh. Demikian pula, kelas sosial Elizabeth yang lebih rendahlah yang memaksa Lady De Bourg (bibi Darcy) yang sombong untuk ikut campur dan mencoba

menentang pernikahan Elizabeth dan Darcy demi menjodohkan Darcy dengan anaknya. Di dalam novel itulah dengan cerdik Jane menertawakan anggapan masyarakat pada masa itu tentang kelas sosial sebagai satu-satunya cara untuk menilai seseorang.

Jane menggambarkan perspektif masyarakat pada masa itu dengan semua kebanggaan, snobisme, harga diri, dan prasangka yang sempit melalui sindiran

yang tampak dalam novel lewat penokohan yang mudah dipahami pembaca. Kritik sosial tersebut ditampilkan dengan sangat baik sehingga hal itu mempertahankan rasa ingin tahu pembaca dan memberikan akhir yang bahagia bagi tokoh-tokoh dalam novel seperti yang diharapkan pembacanya. n

*dari berbagai sumber

n infofilm.org

74 Edisi VII, Desember 2020Bastera

KLINIK BaHasa

Ruang praktik “Dokter Bahasa” (RPDB) di bawah asuhan Ibu Kiki Zakiah Nur akan menjawab pertanyaan seputar bahasa Indonesia dan permasalahannya. Sahabat Bastera dapat mengirimkan pertanyaan melalui alamat pos-el: [email protected]. Tuliskan pertanyaanmu disertai identitas diri. Jangan lupa mencantumkan RPDB di pojok kanan atas, ya!

Kiki Zakiah Nur

Pertanyaan:Assalamualaikum, Bu Kiki. Semoga

Ibu selalu sehat. Perkenalkan, saya guru sekolah menengah pertama di Kabupaten Waykanan. Saya membaca majalah Bastera dan tertarik dengan rubrik “Klinik Bahasa” yang Ibu asuh. Begini, Bu, saya masih belum paham mengenai fungsi pelengkap dalam kalimat pasif, misalnya, Rumah didirikan paman. Saya mendengar dari seorang teman yang pernah mengikuti kegiatan penyuluhan bahasa dan sastra yang diselenggarakan Kantor Bahasa Provinsi Lampung beberapa waktu yang lalu, bahwa kata paman (nomina) pada kalimat tersebut berfungsi sebagai pelengkap, bukan objek. Yang saya pahami selama ini nomina pada contoh kalimat yang demikian berfungsi sebagai objek.

Kalimat tersebut merupakan kalimat pasif yang berasal dari kalimat aktif Paman mendirikan rumah. Saya mohon penjelasan Bu Kiki. Terima kasih!

Muhammad Akmal, Waykanan

Jawaban:Waalaikumsalam, Pak Akmal. Saya

ucapkan terima kasih atas apresiasi Bapak terhadap majalah Bastera, terutama pada rubrik “Klinik Bahasa”. Semoga Bapak juga selalu sehat dan terus mengikuti rubrik ini.

Begini, Pak, pembahasan mengenai objek dan pelengkap memang selalu berkaitan dengan kalimat aktif dan pasif. Ada perbedaan antara objek dan pelengkap. Hal itu dapat dilihat dari ciri-cirinya. Ciri-ciri objek, di antaranya, adalah berjenis kata (frasa) benda atau nomina; berada langsung di belakang kata kerja atau verba transitif; dan dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Pada kalimat aktif Paman mendirikan rumah, yang menjadi objek adalah rumah. Kata rumah berjenis nomina atau kata benda dan terletak di belakang kata kerja transitif mendirikan. Jika kalimat tersebut dipolakan, paman sebagai subjek, mendirikan sebagai predikat, dan rumah sebagai objek.

Jika kalimat tersebut diubah ke dalam kalimat pasif, polanya adalah rumah sebagai subjek, didirikan sebagai predikat, dan paman sebagai pelengkap. Perubahan dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif tersebut mengubah pola atau struktur kalimatnya, yaitu SPO menjadi SPPel. Ada beberapa ciri pelengkap. n cleanpng

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 75

Salah satunya adalah terletak di belakang kata kerja pasif. Kalimat Rumah didirikan paman mengandung kata kerja pasif, yaitu didirikan. Oleh karena itu, kata paman, karena terletak di belakang kata kerja pasif, fungsinya adalah pelengkap, bukan objek.

Namun, kadang-kadang pada contoh kalimat yang sejenis tersebut, orang menambahkan kata oleh setelah kata kerja pasif tersebut sehingga menjadi, misalnya, Rumah didirikan oleh Paman. Penambahan kata oleh pada kalimat tersebut tentu mengubah fungsi kalimat dari pelengkap menjadi keterangan. Artinya, frasa oleh paman berfungsi sebagai keterangan. Alasannya adalah bahwa kata oleh merupakan preposisi atau kata depan yang menyatakan makna ‘pelaku’. Jadi, jika dipolakan, kalimat tersebut menjadi Rumah (subjek), didirikan (predikat), dan oleh paman (keterangan).

Pertanyaan:Salam sejahtera,

Bu Kiki yang baik. Saya siswa SMK di Bandarlampung. Saya ingin menanyakan penggunaan singkatan dsb., dst., dll. Saya dan teman-teman menggunakan singkatan-singkatan tersebut dalam maksud yang sama. Apakah ada perbedaan dalam penggunaannya. Saya mohon penjelasan dari Bu

Kiki. Terima kasih! Yohana F., Pringsewu

Jawaban: Salam sejahtera untuk adik

Yohana di Pringsewu. Memang benar jika kita perhatikan bahwa orang sering menggunakan singkatan dsb., dst., dan dll. untuk maksud atau arti yang sama. Hal itu disebabkan oleh ketidakpahaman mereka mengenai penggunaannya secara tepat. Oleh karena itu, agar tepat menggunakannya, kita perlu memahami kandungan makna yang terdapat di dalam ketiga singkatan tersebut.

Singkatan dsb. digunakan untuk menyatakan perincian yang sejenis, misalnya kalimat Adik merengek minta dibelikan buku gambar, pensil warna, dan krayon. Unsur perincian yang sejenis

dalam contoh kalimat tersebut adalah buku gambar, pensil warna, dan krayon. Singkatan dst. digunakan untuk menyatakan perincian yang berkelanjutan secara berurutan, misalnya kalimat Anak-anak, bacalah halaman 20, 21, 22, dst. pada buku cerita ini, lalu kalian pahami pesan moral yang terdapat di dalamnya! Pada kalimat tersebut, terdapat perincian yang berurutan, yaitu halaman 20, 21, 22, dst. Sementara itu, singkatan dll. digunakan untuk menyatakan perincian yang beragam, misalnya kalimat Sudah sejak pagi-pagi sekali ibu berangkat ke pasar untuk membeli sayuran, ikan, dll. Unsur perincian yang beragam dalam kalimat tersebut adalah sayuran, ikan sehingga singkatan yang tepat digunakan

adalah dll. n

n infofilm.org

76 Edisi VII, Desember 2020Bastera

KLINIK sastra

Ruang praktik “Klinik Sastra” di bawah asuhan Ki Sarman akan menjawab pertanyaan seputar sastra dan permasalahannya. Sahabat Bastera dapat mengirimkan

pertanyaan melalui pos-el:[email protected]. Tuliskan pertanyaan Sahabat Bastera disertai identitas diri. Jangan

lupa mencantumkan RPBS di pojok kanan atas, ya!

sarmanPertanyaan:Apa kabar, Ki Sarman? Ki

Sarman, saya seorang siswa SD di Kabupaten Pringsewu. Setiap pagi sebelum jam pelajaran dimulai, saya dan teman-teman sering disuruh untuk membaca sebuah karya sastra. Sampai saat ini kegiatan itu kami anggap hanya rutinitas. Tolong jelaskan apa manfaat sastra anak bagi kami sebagai anak sekolah tingkat SD? Terima kasih!

Aida Salsabila, Pringsewu

Jawaban:Aki ucapkan terima kasih untuk

Ananda Aida atas apresiasi Ananda terhadap majalah Bastera, terutama rubrik “Bomoh Sastra”. Alhamdulillah, kabar Aki baik. Ananda Aida, sastra sejatinya merupakan sebuah unsur yang sangat penting yang mampu memberikan wajah manusiawi, keindahan, keselarasan, keseimbangan, perspektif, ekonomi, harmoni, proporsi, dan perubahan dalam setiap gerak kehidupan manusia dalam menciptakan kebudayaan. Sastra dalam dunia sekolah kita hingga saat ini tak lebih dari aktivitas menghafal, mencatat, pengujian, lalu selesai. Metodenya pun hampir sama setiap tahun dari generasi ke generasi sehingga minat terhadap sastra benar-benar tak terlintas di benak generasi muda.

Usia anak-anak merupakan

fase perkembangan yang sangat labil. Pada usia tersebut, anak-anak sangat mudah menerima berbagai hal, baik positif maupun negatif. Apa yang lebih banyak mereka terima pada usia anak-anak akan sangat menentukan perkembangan intelektual dan moral mereka pada saat dewasa nanti. Jika mereka lebih banyak diajarkan atau dibiasakan untuk membantu orang lain, gemar membaca, sopan santun, dan berbagai prilaku positif lainnya, setelah mereka besar, hal-hal baik itu akan terus mereka lakukan karena mereka telah terbiasa melakukannya sejak dini. Demikian pula sebaliknya. Jika anak-anak diajarkan atau dibiasakan dengan hal-hal negatif, seperti berbohong atau berkata kasar, tidak

menutup kemungkinan dia akan meneruskan kebiasaan buruk tersebut hingga dewasa. Alangkah bagusnya jika pada masa-masa pencarian dan produktivitas tersebut, anak-anak disuguhkan dengan berbagai bacaan yang dapat memperkaya intelektual dan moral mereka serta membentuk karakter dan budi pekerti yang luhur. Salah satu alternatif bacaan itu adalah bacaan-bacaan karya sastra, khususnya sastra anak.

Anak-anak yang telah terbiasa bergelut dengan sastra sejak usia dini akan menjadi lebih baik karena sastra diciptakan tidak semata-semata untuk menghibur, tetapi lebih dari itu. Sastra hadir untuk memberikan pencerahan moral bagi manusia sehingga terbentuk manusia-manusia yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur. Karya

n infofilm.org

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 77

sastra anak menjadi sangat penting dibiasakan kepada anak-anak sejak dini karena di dalamnya tersaji berbagai realitas kehidupan dunia anak dalam wujud bahasa yang indah. Sastra anak dapat menyajikan dua kebutuhan utama anak-anak, yaitu hiburan dan pendidikan. Anak-anak dapat merasakan hiburan lewat cerita serta untaian kata melalui belajar sastra. Dengan belajar sastra pula, anak-anak secara tidak langsung dididik untuk meneladani berbagai nasihat, ajaran, serta moral yang disampaikan dalam karya sastra anak.

Tarigan (2011:6-8) mengemukakan bahwa terdapat enam manfaat sastra terhadap anak-anak.

Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-anak.

Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara.

Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak.

Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani. Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman kepada para anak.

Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sastra anak juga mempunyai beberapa fungsi khusus berikut ini.

a. Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak.

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih suka membaca hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk

mencari kesenangan dapat dijadikan sebagai jembatan untuk melatih dan membiasakan anak bergelut dengan dunia buku. Jika anak-anak telah terbiasa membaca bacaan anak, itu akan merangsang kebiasaan atau hobi mereka untuk membaca buku-buku pelajaran dan buku umum lainnya.

b. Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak.

Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak telah terbiasa membaca, hakikatnya mereka telah terbiasa memahami apa yang dibacanya. Kebiasaan memahami bacaan tentu akan sangat membantu perkembangan intelektual atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita atau kisah dan berbagai hal dalam karya sastra anak akan menumbuhkan rasa simpati atau empati anak-anak terhadap berbagai kisah tersebut. Dengan demikian, sastra anak dapat membantu perkembangan psikologi atau kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap berbagai fenomena kehidupannya.

c. Mempercepat perkembangan bahasa anak.

Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring dengan perkembangan fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir sangat menentukan perkembangan bahasa anak.

Demikian pula sebaliknya. Perkembangan bahasa sangat menentukan kematangan berpikir anak. Anak-anak yang biasa membaca bacaan anak dapat memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih banyak dan lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lain. Tentu, jika anak-anak memiliki perkembangan bahasa yang cepat, itu akan membantu tingkat kematangan berpikirnya.

d. Membangkitkan daya imajinasi anak.

Imajinasi dalam karya sastra tidak sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya dengan realitas. Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu, esensi dan substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas kehidupan manusia. Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak) akan terbiasa turut merasakan dan melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga seolah-olah dia yang mengalami peristiwa dalam karya yang dibacanya. Dengan begitu, imajinasi akan menumbuhkan pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional yang tinggi dalam diri anak.

Demikian penjelasan dari Aki. Semoga bermanfaat bagi Ananda Aida di Pringsewu. Salam Sastra! n

n infofilm.org

78 Edisi VII, Desember 2020Bastera

Edisi VII, Desember 2020 Bastera 79

80 Edisi VII, Desember 2020Bastera