majalah pkps edisi transportasi laut
TRANSCRIPT
PARTNERSHIPSUSTAINING
M E D I A I N F O R M A S I K E R J A S A M A P E M E R I N T A H D A N b A D A N u S A H A
Transportasi Laut | 2015
ISSN 2088-9194
7 7 2 0 8 8 9 1 9 4 0 89
24 Pelabuhan Strategis Penunjang Tol Laut
Tol Laut, Mewujudkan Konektivitas
Distribusi Logistik
Skema KPBU:
Mewujudkan Pelabuhan Kelas Internasional
2 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
media
Transportasi mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing Indonesia di era pasar bebas, terutama dengan akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean. Indonesia sebagai
negara maritim menyadari transportasi laut memiliki nilai strategis. Itulah sebabnya pemerintah fokus pada pembangunan tol laut yang mampu menghubungkan seluruh wilayah Indonesia.
Tol laut merupakan salah satu wujud pelaksanaan dari Nawacita Presiden Joko Widodo, yang implementasinya berupa konektivitas laut secara efektif dengan adanya kapal yang berlayar secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia. Jokowi juga telah menyampaikan gagasan Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia, dimana Indonesia terletak diantara dua samudera yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta dua benua yakni Asia dan Australia, yang menyebabkan Indonesia memiliki posisi strategis dalam dunia kemaritiman.
Pembangunan infrastruktur khususnya implementasi percepatan tol laut atau konektivitas tol laut (sea connectivity) jika dapat diselesaikan dengan baik maka akan mampu menyatukan nusantara melalui jalur laut. Berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dalam rangka pembangunan konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, pemerintah telah menetapkan sasaran peningkatan 24 pelabuhan strategis untuk mendukung program tol laut.
Tersedianya infrastruktur tol laut diharapkan dapat menciptakan keseimbangan pembangunan negara, mengefisienkan distribusi logistik nasional, dan juga mengurangi disparitas harga antara wilayah barat dan timur Indonesia. Keberadaan pelabuhan di Indonesia secara kuantitas maupun kualitas masih mengalami ketimpangan antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia. Ke depan, pemerintah perlu memicu tumbuhnya pemerataan pembangunan pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia. Itu sebabnya pemerintah terus mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, terutama konektivitas antar pulau, mengingat dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut.
Pembangunan sejumlah pelabuhan strategis dalam rangka menunjang konsep tol laut telah dicanangkan pemerintah untuk dapat diimplementasikan segera. Pelabuhan tersebut terdiri atas pelabuhan hub internasional, pelabuhan utama, dan pelabuhan pengumpul. Akan tetapi, di sisi lain pemerintah dihadapkan dengan situasi keterbatasan anggaran APBN dan APBD. Di sinilah peran badan usaha sangat dinantikan untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur transportasi laut. Diharapkan investor tertarik untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur transportasi laut dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Semoga penyediaan infrastruktur laut dapat segera direalisasikan untuk menyatukan jalur laut nusantara.
EditorialEditorial & redaksi
Menyatukan Nusantara dengan Infrastruktur Laut
SuSunan RedakSi
penanggung jawabPlt. Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Bappenas
peMIMpIn ReDaKSIJusuf Arbi
Dewan ReDaKSIDelthy Sugriady SimatupangGunsairiRachmat MardianaNovie AndrianiDodi SulistioAhmad Yudistira Eka Masropah Christiaan R. Rudolph Ajeng P. AnggitaElisabeth Ria
ReDaKtuR pelaKSanaR Indra
ReDaKtuRThomas PKandi Agus S
RepoRteRElmy Diah LarasatiDewi SulistiawatyAndi Nur Azisa
FotogRaFeRPonco
DeSaIn gRaFISAfandi A, Dica H
alamat RedakSi
Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP)BAPPENASJl. Jambu No.35, Jakarta 10310website: www.irsdp.orgTelp. (62-21) 31925392Fax. (62-21) 31926438
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 3
Profil Proyek kPBU
18
Biaya logistik yang tinggi dalam arus lalu lintas barang dan jasa lewat jalur darat membuat pemerintah era Presiden Joko Widodo terus berbenah.
Pelabuhan Kuala Tanjung Siap Melayani Dunia
Daftar Isi
rePortase
sosok
22
26
Disparitas harga barang untuk kawasan Indonesia timur bisa dibilang timpang dibandingkan Indonesia barat.
Skema KPBU merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan infrastruktur karena merupakan salah satu alternatif pembiayaan infrastruktur.
Sebagai negara maritim yang memiliki wilayah laut terluas serta garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memerlukan terobosan untuk memaksimalkan potensi wilayahnya yang kaya akan potensi perikanan, pariwisata bahari, cadangan energi, serta memiliki jalur pelayaran strategis yang dapat dimanfaatkan sebagai basis pengembangan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Program Tol Laut dalam mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
Tol Laut, Mewujudkan Konektivitas Distribusi Logistik kPBU lUar negeri
14
India mempunyai garis pantai sejauh 7.517 km. Sadar akan panjangnya garis pantai itu, pemerintah pun membangun infrastruktur pendukung transportasi laut.
India dan Pelabuhan yang Dibangun dengan Skema KPBU
Diperlukan Pedoman Teknis dalam Pelaksanaan KPBU
Direktur Transportasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas , Ir. Bambang Prihartono, MSCE
laPoran Utama4
4 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Program Tol Laut dalam Mendukung Indonesia sebagai
Poros Maritim Dunia
Sebagai negara maritim yang memiliki wilayah laut terluas serta garis pantai terpanjang kedua
di dunia, Indonesia memerlukan terobosan untuk memaksimalkan potensi wilayahnya yang kaya akan potensi perikanan, pariwisata bahari, cadangan energi, serta memiliki jalur pelayaran strategis yang dapat dimanfaatkan sebagai basis pengembangan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Terobosan program tol laut yang dikembangkan pemerintahan
dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dilakukan pada tanggal 4 November 2015. Kedua kapal milik PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) tersebut membawa 41 dan 36 peti kemas untuk perjalanan menuju wilayah timur Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan program tol laut, Kementerian Perhubungan menugaskan PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) melalui Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Pubtik
periode ini merupakan elaborasi perencanaan trayek angkutan laut, subsidi angkutan laut, revitalisasi pelayaran rakyat, dan pengembangan industri berbasis komoditi wilayah.
Peringatan satu tahun masa kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo ditandai dengan peluncuran salah satu program tol laut. Pemberangkatan KM Caraka Jaya III-22 dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan KM Caraka Jaya Niaga III-32
Oleh: Pandu Pradhana, Staf Perencana di Direktorat Transportasi, Kementerian PPN/Bappenas
Berita Utama
Kapal dalam Peluncuran Program Tol Laut.
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 5
untuk Angkutan Barang Dalam Rangka Pelaksanaan Tol Laut dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 161 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 168 Tahun 2015 tentang Tarif Angkutan Barang Dalam Negeri dan Bongkar Muat Dalam Rangka Pelaksanaan Tol Laut.
Tol laut merupakan salah satu wujud pelaksanaan dari Nawacita Presiden Joko Widodo, yang imple-mentasinya berupa konektivitas laut yang efektif dengan adanya kapal yang berlayar secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia. Tol laut diharap-kan dapat membangun konektivi-tas nasional untuk mencapai kes-eimbangan pembangunan negara, mengefisienkan distribusi logistik nasional, dan juga mengurangi
di sparitas harga antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Poros Maritim Dunia dan Implementasi Tol Laut
Peningkatan peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum untuk beberapa laporan terakhir dapat dikatakan merupakan hasil dari keberpihakan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dasar. Prioritas pemerintah dalam pembangunan infrastuktur juga meningkatkan peringkat indeks konektivitas Indonesia di sector transportasi, khususnya sektor transportasi laut.
Presiden Joko Widodo menyampaikan gagasan Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 Asia Timur di Myanmar pada November 2014.
Indonesia yang terletak diantara dua samudera yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta dua benua yakni Asia dan Australia memiliki posisi strategis dalam dunia kemaritiman. Diperkirakan sekitar 90 persen perdagangan international diangkut melalui laut, sedangkan 40% dari rute perdagangan internasional tersebut melewati Indonesia. Ditunjang oleh tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang merupakan “lorong” lalu lintas maritim dunia, Indonesia sangat berpotensi untuk merealisasikan target menjadi poros maritim dunia.
Lima pilar utama agenda pembangunan guna mendukung terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia antara lain: 1) membangun kembali budaya maritim Indonesia; 2) menjaga dan mengelola sumber daya laut; 3)
Berita Utama
Pelabuhan Strategis Pendukung Program Tol Laut
Sumber: Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015-2019
6 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim; 4) penguatan diplomasi maritim; serta 5) membangun kekuatan pertahanan maritim. Agenda ketiga difokuskan kepada pelaksanaan program tol laut, pembangunan deep sea port, pengembangan short sea shipping, peningkatan sistem logistik nasional, serta pengembangan industri galangan kapal.
Dalam rangka pelaksanaan program tol laut, untuk mencapai terciptanya penurunan biaya logistik dan pemerataan ekonomi di tahun 2019 melalui konektivitas laut sebagai tulang punggung distribusi yang efektif, disusun rencana aksi tol laut 2015-2016 sebagai berikut: a) pengembangan konsep tol laut; b) pengembangan 24 pelabuhan strategis; c) revitalisasi pelayaran rakyat; d) pengembangan short sea shipping; e) pengembangan sumber daya manusia di sektor transportasi laut; f) pengembangan armada dan industri galangan kapal; g) pengembangan pelabuhan sub-feeder dan pengembangan dana alokasi khusus; h) pengembangan jadwal, sistem cargo, intermodal, dan kepelabuhan; serta i) pengembangan hinterland pelabuhan strategis.
Konsep tol laut yang ditindak lanjuti Kementerian PPN/Bappenas pasca Presiden Joko Widodo menyampaikan peluang investasi pada pembangunan pelabuhan dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di China pada November 2014, merupakan integrasi dari konsep
Pendulum Nusantara, konektivitas Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), konsep wilayah depan dan dalam, serta Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Pengertian tol laut yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo lebih menitikberatkan pada konsep memperkuat jalur pelayaran pada Indonesia bagian timur.
Berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dalam rangka pembangunan konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan ditetapkan sasaran peningkatan 24 pelabuhan strategis untuk mendukung program tol laut, yang terdiri dari 5 pelabuhan hub (2 hub international dan 3 hub nasional) serta 19 pelabuhan feeder. Dengan ditetapkannya 24 pelabuhan strategis, untuk merealisasikan rute atau jaringan pelayaran diperlukan beberapa kebijakan strategis seperti: 1) penataan jaringan trayek angkutan laut atau revisi SK trayek eksisting; 2) perluasan jaringan trayek, peningkatan frekuensi layanan, serta peningkatan keandalan kapal untuk angkutan laut dan keperintisan; 3) optimalisai penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) angkutan laut penumpang maupun barang.
Adapun pengembangan 24 pelabuhan strategis direncanakan sebagai berikut: a) pembangunan pelabuhan bertaraf internasional yang berkapasitas besar dan modern untuk ekspor berbagai komoditas dan berfungsi juga
sebagai International Seaport-Hub; b) pengerukan kolam dan alur pelabuhan hub minimal -12,5 meter untuk mendukung penggunaan kapal Panamax yang bergerak dengan rute pendulum; c) peningkatan draft pelabuhan feeder minimal -7 meter, untuk mendukung penggunaan kapal 3 in 1 dan/atau kapal 2 in 1 yang mulai dikembangkan PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero); d) modernisasi fasilitas dan peralatan bongkar muat pelabuhan strategis tol laut untuk meningkatkan produktifitas pelabuhan; e) perluasan penerapan Indonesia National Single Window (INSW) dalam rangka persiapan implementasi ASEAN Single Windows; serta f) restrukturisasi dan rasionalisasi tarif jasa
Berita Utama
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 7
Berita Utama
kepelabuhanan dalam rangka meningkatkan daya saing.Pembangunan galangan kapal untuk mendukung program tol laut juga perlu menjadi prioritas. Memperhatikan potensi muatan yang tumbuh seiring dengan pemerataan pengembangan wilayah yang didukung oleh penguatan konektivitas, maka potensi industri berbagai jenis dan ukuran kapal dan jasa perawatan kapal (galangan kapal) sangat besar dengan proyeksi mencapai 1.000 unit/tahun. Kemampuan galangan saat ini baru mencapai 200-300 unit/tahun dengan jumlah docking kapal sekitar 250 unit yang terkonsentrasi di wilayah barat Indonesia. Armada kapal Indonesia saat ini didominasi oleh kapal kecil berumur diatas
25 tahun. Keadaan tersebut disebabkan pelaku industri jasa pelayaran cenderung membeli kapal bekas guna menekan biaya investasi dan depresiasi. Kebijakan strategis pengutamaan pembangunan kapal di dalam negeri perlu direalisasikan untuk mengambil peluang dari kebutuhan peremajaan dan penambahan berbagai jenis/ukuran kapal. Untuk itu diperlukan langkah sebagai berikut: 1) pembangunan galangan kapal baru yang berteknologi canggih dan efisien di wilayah yang tersebar; 2) penyusunan payung hukum agar dapat dikembangkan Galangan Kapal Milik Pemerintah; 3) insentif dan perhatian khusus dari pemerintah (Kementerian Perindustrian) untuk meningkatkan kapasitas
dan kualitas industri galangan kapal nasional.
Indikasi total kebutuhan pembiayaan untuk implementasi program tol laut dalam periode pembangunan jangka menengah 2015-2019 mencapai 700 triliun rupiah. Pembiayaan tersebut diharapkan dapat menyelesaikan pembebasan lahan, pengerukan, pengembangan terminal untuk 24 pelabuhan strategis; pengembangan short sea shipping di Pulau Jawa; pengembangan fasilitas cargo umum dan bulk sesuai Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN); pengembangan 1.481 pelabuhan non-komersil dan 83 pelabuhan komersil lainnya; transportasi multimoda untuk mencapai pelabuhan tol laut; revitalisasi industri galangan kapal; serta pengadaan kapal-kapal baru.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun Anggaran 2016, Kementerian Perhubungan mengalokasikan dana sebesar 34,3 miliar rupiah untuk mendukung program tol laut yang antara lain terdiri dari 14,9 miliar rupiah khusus untuk pengembangan 24 pelabuhan strategis; 13,6 miliar rupiah pada sektor transportasi laut lainnya; dan 5,4 miliar rupiah pada sektor transportasi angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Komitmen pemerintah dalam mengamankan anggaran tahunan program tol laut menjadi sangat penting untuk keberlanjutan dan kesuksesan pelaksanaannya program tol laut guna mencapai target menjadi poros maritim dunia. (*)
8 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Di masa yang akan datang,
permasalahan di sektor
transportasi diprediksi
akan bertambah
kompleks dan tantangannya
semakin kompleks. Dengan semakin
meningkatnya mobilitas manusia
serta aktivitas ekonomi yang cukup
tinggi untuk pemenuhan kebutuhan
hidup, sektor transportasi laut
akan sangat berperan besar dalam
rangka pemenuhan kebutuhan
tersebut. Akan tetapi, ketersediaan
infrastruktur untuk menunjang
moda transportasi laut sejauh ini
masih sangat terbatas.
Bicara transportasi laut tentu
tidak bisa dilepaskan dari ke-
beradaan pelabuhan. Oleh karena
itu, pemerintah kini terus mendo-
rong pengembangan kepela buhan,
termasuk pembangunan pela-
buhan-pelabuhan baru. Dari sisi
kuantitas, pelabuhan di Indonesia
sebenarnya tergolong tidak sedikit.
Data Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) menunjukkan, pela-
buhan umum yang dikelola PT
Pelindo saat ini sebanyak 111 lo-
kasi; pelabuhan umum yang dike-
lola Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Kemenhub sebanyak 614 lokasi;
terminal khusus 546 lokasi; dan Ter-
minal Untuk Kepentingan Sendiri
(TUKS) sebanyak 795 lokasi.
Pada kegiatan kepelabuhan,
selama ini juga terjadi peningkatan
pembangunan fasilitas pelabuhan
yang signifikan. Jika pada 2004 baru
terdapat 85 lokasi, melonjak menjadi
402 lokasi pada 2013 atau rata-rata
naik 22,94% per tahun. Kegiatan
pemeliharaan berupa pengerukan
alur pelayaran guna mendukung
terwujudnya kelancaran lalu lintas
pada alur pelayaran di sekitar
wilayah perairan pelabuhan juga
mengalami peningkatan volume
dari 3.267.508 m3 pada 2004,
Berita Utama
24 Pelabuhan Strategis Penunjang Tol Laut
Pelabuhan bagi sebuah negara mempunyai peran penting dan strategis untuk menunjang pertumbuhan industri dan perdagangan, serta merupakan sektor usaha yang dapat memberikan kontribusi cukup besar bagi pembangunan nasional. Karena itu, di era kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pembangunan pelabuhan menjadi salah satu agenda pembangunan prioritas yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Pelabuhan Tanjung Priok
8 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 9
Berita Utama
menjadi 8.364.510 m3 di 2013, atau
mengalami peningkatan rata-rata
23,78% per tahun.
Akan tetapi, kondisi tersebut belum
mampu mendukung konektivitas
antar wilayah akibat penyebaran
pelabuhan yang belum merata di
seluruh Indonesia. Keberadaan
pelabuhan di Indonesia secara
kuantitas maupun kualitas masih
mengalami ketimpangan antara
kawasan barat dan kawasan timur
Indonesia. Untuk itu, pemerintah
ke depan mendorong pemerataan
pembangunan pelabuhan di seluruh
wilayah Indonesia.
Dirjen Perhubungan Laut,
Kemenhub, Bobby R Mamahit,
mengatakan, pemerintah akan
membangun sejumlah pelabuhan
strategis yang terdiri atas pelabuhan
hub internasional, pelabuhan
utama, dan pelabuhan pengumpul.
Pelabuhan-pelabuhan itu nantinya
menghubungkan secara efektif
antara Indonesia timur dan barat
tanpa hambatan. Setidaknya, dalam
lima tahun ke depan pemerintah
mencanangkan pembangunan
dan pengembangan 24 pelabuhan
strategis yang tersebar dari wilayah
Indonesia barat hingga kawasan
timur Indonesia.
Pembangunan dan pengembangan
24 pelabuhan itu sudah tertuang
dalam RPJMN 2015-2019.
Sebanyak 24 pelabuhan itu dibagi
menjadi pelabuhan hub, pelabuhan
utama, dan pelabuhan pengumpul
yang mampu mendistribusikan
barang ke kota-kota kecil. Ke-24
pelabuhan itu, yakni Pelabuhan
Belawan/Kuala Tanjung, Sumatera
Utara: Tanjung Priok /Kali Baru,
Jakarta; Tanjung Perak Surabaya,
Jawa Timur; Makassar, Sulawesi
Selatan; Bitung, Sulawesi Utara;
Malahayati Aceh Besar, Aceh; Batu
Ampar Batam, Kepulauan Riau;
Teluk Bayur Padang, Sumatera
Barat; Jambi; Palembang, Sumatera
Selatan; Panjang, Lampung;
Tanjung Emas Semarang, Jawa
Tengah; Pontianak, Kalimantan
Barat; Sampit, Kalimantan Tengah;
Banjarmasin, Kalimantan Barat;
Kariangau Balikpapan, Kalimantan
Timur; Palaran Samarinda,
Kalimantan Timur; Pantoloan,
Sulawesi Tengah; Kendari, Sulawesi
Tenggara; Tenau Kupang, Nusa
Tenggara Timur; Ternate, Maluku
Utara; Ambon, Maluku Utara;
Sorong, dan Jayapura, Papua.
Di luar 24 pelebuhan strategis
tersebut, PT Pelindo juga siap
mengembangkan sejumlah
pelabuhan yang dikelola perusahaan
milik negara itu. PT Pelindo II,
misalnya, siap menginvestasikan
dana Rp40 triliun-Rp50 triliun
hingga 2018 untuk membiayai
proyek pengembangan dan
pembangunan lima pelabuhan
di Tanah Air, yakni Pelabuhan
Sorong, kanal Cikarang Bekasi Laut
(BCL), Pelabuhan Tanjung Kijing
Kepulauan Riau, Pelabuhan Tanjung
Carat Palembang, Pelabuhan
Cirebon, dan Pelabuhan Bojonegara.
Menurut Direktur Utama PT
Pelindo II, RJ Lino, proyek-proyek
pengembangan kapasitas dan
pembangunan pelabuhan itu ada
yang dimulai tahun 2015 ada juga
yang dimulai 2016, dengan periode
pengerjaan rata-rata dua tahun.
Salah satu proyek yang telah
memasuki masa pemasangan tiang
pancang (ground breaking) pada
Oktober 2015 adalah pembangunan
Pelabuhan Sorong dengan investasi
Rp3,5 triliun – Rp4 triliun. “Luas
dermaga dirancang mampu
menampung kapasitas 1 juta Teus.
Pembebasan lahan sudah mencapai
75%, dengan kebutuhan lahan
seluas 6.000 hektare,” ujar Lino.
Selanjutnya, pengembangan proyek
kanal Cikarang Bekasi Laut (CBL)
senilai Rp3,5 triliun mulai November
2015. Proyek CBL yang memadukan
terminal pelabuhan dengan
pelabuhan darat (dryport) Cikarang
ini mendesak guna mengurangi
beban Pelabuhan Tanjung Priok.
Sementara itu, investasi di
Pelabuhan Tanjung Kijing yang
akan memasuki masa ground
breaking pada Desember 2015,
membutuhkan dana sekitar
Rp3 triliun guna pengembangan
pelabuhan di atas lahan seluas
3.000-5.000 meter, dengan
kapasitas mencapai 500.000 Teus.
Adapun investasi pengembangan
Pelabuhan Tanjung Carat
Palembang, mencapai sekitar Rp4
triliun, pengembangan Pelabuhan
Bojonegara dan Pelabuhan Cirebon
masing-masing sekitar Rp2 triliun.
Untuk membiayai investasi tersebut,
perseroan akan menggunakan
dana internal dan pinjaman dalam
bentuk obligasi. “Kami tidak akan
menggunakan dana Pemerintah.
Kami memiliki dana internal
sekitar Rp19,5 triliun dalam bentuk
free cash. Selebihnya kami butuh
dana sekitar Rp20 triliun yang
bersumber dari pinjaman bank,
obligasi maupun kerja sama dengan
investor,” kata Lino. (*)
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 9
10 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Berita Utama
ementerian Perhubu-ngan melalui Badan Pengembangan Sum-ber Daya Manusia
Perhubungan (BPSDMP) pada Mei 2015 merilis data terkait kekura ngan SDM di bidang trans-portasi laut Indonesia yang men-capai 7.000 orang. Kekurangan SDM di bidang transportasi laut itu meliputi nakhoda kapal dan perwira mesin. Disebutkan pula bahwa kekurangan tenaga pelaut disebabkan pertumbuhan kapal yang tidak seimbang dengan pertumbuhan pelaut Indonesia. BPSDM menyebutkan, Indonesia hanya mampu menciptakan 1.500 pelaut. Karena itu tantangan kedepan adalah meningkatkan kuantitas maupun kualitas SDM pendukung transportasi laut. Apalagi disaat yang sama, peme-rintah memiliki visi menjadi poros maritim dunia.
Safri Burhanuddin, Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim Kemenko Kemaritiman mengatakan, pembangunan SDM pendukung transportasi laut menjadi dasar
dalam pembangunan nasional menuju visi poros maritim dunia. “Keberadaan dan ketersediaan SDM terampil dalam mendukung transportasi laut adalah suatu yang mutlak, sehingga pembangunan SDM pendukung transportasi laut harus menjadi salah satu prioritas pembangunan kemartiman nasional,” ujarnya.
Untuk membangun SDM pendukung transportasi laut di Indonesia menurutnya harus dimulai dari level Sekolah Menengah/Kejuruan. Kemudian dilakukan standarisasi kurikulum dan jumlah jam pengajaran/ praktek yang dibutuhkan untuk setiap jenjang kependidikan dan dilanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi (Sekolah Tinggi/Perguruan Tinggi di bidang ilmu sejenis).
Terkait infrastruktur pendidikan pencetak SDM transportasi laut, Safri mengakui bahwa Indonesia masih kekurangan. Sekolah pelayaran misalnya relatif masih terbatas. Dengan begitu untuk memenuhi target kebutuhan
jumlah tenaga kerja terdidik belum cukup dengan kondisi yang ada saat ini. Adapun ketimpangan jumlah sekolah pelayaran milik swasta dan pemerintah juga masih terjadi, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan jumlah siswa yang dapat diterima di sekolah pelayaran yang disubsidi penuh oleh pemerintah. Sedangkan sekolah swasta juga sangat tergantung dari jumlah siswa yang terdaftar setiap tahunnya. Selain sekolah pelayaran, lembaga pendidikan SDM transportasi laut yang dirasa minim ialah terkait SDM di bidang manajemen ke pelabuhan, manajemen transportasi multi moda, teknologi pekerjaan bawah air, teknologi transportasi laut dan lainnya.
Diharapkannya pembangunan infrastruktur pendidikan untuk
Kuantitas dan Kualitas SDM Tranportasi Laut Harus DitingkatkanSebagai negara kepulauan, Indonesia harusnya memiliki banyak Sumber Daya Manusia (SDM) pendukung transportasi laut. Nyatanya, angka SDM pendukung transportasi laut masih jauh dari harapan. Kuantitas maupun kualitas SDM pendukung transportasi laut pun perlu ditingkatkan demi visi poros maritim dunia.
menuju Poros maritim Dunia
K
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 11
Berita Utama
Ketua INSWA, Ir. Sri Bebassari M.Si
transportasi laut dapat dilakukan secara masif untuk mendukung visi poros maritim dunia. Pembangunan infrastruktur pendidikan transportasi laut tersebut dilakukan dengan APBN, APBD maupun melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pemerintah, jelasnya, sangat berharap ada investor tertarik membangun dan mengembangkan infrastruktur pendidikan transportasi laut dengan skema KPBU. Bagaimanapun peran badan usaha sangat dinantikan untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur pendidikan transportasi laut mengingat anggaran APBN dan APBD masih terbatas.
Sebagai gambaran, pemerintah hanya memiliki program
pendidikan pelaut yang ada di STIP Jakarta, Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang, Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya, PIP Makassar, PIP Sorong. Ada juga Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Malahayati (Banda Aceh), BP2IP Barombongan, dan BP2IP Tangerang. Sekolah tinggi tersebut berada dibawah naungan BPSDMP. Untuk tahun ini, pemerintah membuka formasi penerimaan taruna baru bagi segala moda transportasi seiring dengan upaya BPSDMP meningkatkan SDM bidang transportasi. Penerimaan taruna baru untuk moda transportasi laut pada tahun ini terbilang besar dibandingkan moda transportasi lainnya. (*)
Keberadaan dan ketersediaan SDM terampil dalam
mendukung transportasi laut adalah suatu yang mutlak,
sehingga pembangunan SDM pendukung transportasi
laut harus menjadi salah satu prioritas pembangunan
kemartiman nasional.
Safri BurhanuddinDeputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim Kemenko Kemaritiman
Aktivitas kapal yang melayani angkutan barang dan penumpang di dermaga pelabuhan Sabu Raijua, NTT. Indonesia masih butuh banyak SDM tranportasi
laut untuk mendukung visi poros maritim dunia.
12 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Berdasarkan perhitu-ngan Direktorat Trans-portasi, Kementerian PPN/Bappenas, esti-
masi pembiayaan untuk 24 pela-buhan prioritas butuh dana men-capai Rp243,696 triliun. Investasi sebesar itu sudah termasuk un-tuk biaya pengerukan, pengem-bangan terminal, serta pen-gadaan lahan. Melihat besarnya pembiayaan yang dibutuhkan, pemerintah mendorong keterli-batan badan usaha dalam merea-lisasikan agenda nasional itu.
Menteri Perhubungan (Menhub), Ignatius Jonan, mengatakan, meski negara mempunyai peran besar di sektor kepelabuhan, namun pemerintah tetap membuka peluang bagi badan usaha untuk menggarap sektor vital ini. “Kalau semua pelabuhan dikerjakan dan dikelola oleh negara namanya monopoli. Saya persilakan kalau ada kalangan swasta yang mau bikin pelabuhan kirim ke saya usulannya, akan saya tandatangani,” ujar Menhub kepada media, di Jakarta, awal Oktober lalu.
Menhub mengisyaratkan, negara tidak akan menggelontorkan dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan 24 pelabuhan tersebut, tapi murni badan usaha. Karena itu, dalam beberapa kesempatan Menhub mengajak investor untuk bekerja sama mengembangkan pelabuhan di dalam negeri, termasuk pelabuhan yang dikelola oleh Kemenhub. Namun khusus bagi investor asing, Jonan mengingatkan agar mematuhi aturan kepemilikan kapal, yaitu 50% tambah 1% harus dimiliki oleh perusahaan asal Indonesia.
Direktur Pelabuhan dan Penge-rukan, Direktorat Jenderal Per-hubungan Laut, Kemenhub, Mauritz HM Sibarani, menyebut-kan, pengembangan pelabuhan saat ini melibatkan koordina-si dari berbagai pihak maupun stakeholder, seperti Kemente-rian Koordinator Perekonomi-an, Kementerian Koordinator Maritim, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kemen terian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Ter tinggal dan Trans migrasi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, serta pemerintah daerah.
Setiap tahun, kata Mauritz, Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit untuk peningkatan fasilitas pelabuhan dan kegiatan pengerukan alur pelayaran/kolam pelabuhan. Untuk APBN 2016, total ada 105 lokasi pelabuhan yang memiliki kegiatan pembangunan. Namun, untuk mencapai hasil yang lebih maksimal, butuh peran badan usaha seperti PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV untuk pembangunan infrastruktur dan kawasan industri di luar Pulau Jawa, maupun perusahaan-perusahaan pelayaran yang akan melayani rute-rute Tol Laut. Menurut Mauritz, skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sangat dibutuhkan untuk menutupi kekurangan APBN yang hanya dapat memenuhi sekitar 30% pembiayaan pembangunan infrastruktur. Karena itu, Kemenhub juga berharap semakin banyak investor yang tertarik menggunakan skema KPBU di sektor kepelabuhan. Oleh karena itu, pengembangan 24 pelabuhan yang mendukung progam Tol Laut akan dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP)
Peluang menggiurkan bagi Badan Usaha Membangun Pelabuhan Pemerintah telah mencanangkan pembangunan sejumlah pelabuhan strategis dalam rangka menunjang
konsep Tol Laut yang diusung Presiden Joko Widodo. Pelabuhan tersebut terdiri atas pelabuhan hub internasional, pelabuhan utama, dan pelabuhan pengumpul. Akan tetapi, di sisi lain pemerintah
dihadapkan dengan keterbatasan anggaran untuk mempercepat pembangunan pelabuhan tersebut.
Berita Utama
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 13
dengan skema perjanjian KPBU. ”Badan usaha dapat bekerjasama dalam membangun pelabuhan, baik fasilitas pokok maupun penunjang, serta mengoperasikan pelabuhan selama berada dalam lingkup konsesi yang diberikan,” ujar Mauritz kepada Majalah Partnership pertengahan November 2015.
Kepala Sub Bidang Kajian Kemitraan Transportasi Laut dan Manajemen Transportasi Multimoda, Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi (PKKPJT), Kemenhub, Sandi Mahendra, mengatakan, kerja sama pemerintah dengan badan usaha di sektor kepelabuhan sebenarnya sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu. Di era pemerintahan sebelumnya, Kemenhub pada 2005 sudah mencoba mengembangkan infrastruktur
kepelabuhan dengan skema KPBU untuk proyek Pelabuhan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Hanya saat itu proyek ini terkendala masalah kepemilikan aset yang merupakan milik PT Pertamina. Menyusul kemudian proyek Teluk Lamong di Surabaya, Jawa Timur; pelabuhan wisata Tanah Ampo, Bali; Pelabuhan Maloy, Kalimantan Timur; dan Alur Perairan Barat Surabaya (APBS).
Mahendra menyebutkan. salah satu proyek KPBU di sektor kepelabuhan yang sudah berhasil adalah APBS, meskipun dengan pola penunjukan langsung kepada PT Pelindo III. Untuk Pelabuhan Tanah Ampo, sebenarnya ada dua badan usaha yang masuk parakualifikasi, tetapi yang lulus hanya satu dan kini tinggal penetapan masuk proses lelang. “Cuma, berdasarkan
prosedur yang sudah ada harus ditetapkan oleh PJPK, dalam hal ini Menteri Perhubungan, dan menteri sampai sekarang belum tandatangan, sehingga tidak maju-maju ke tahap pelelangan,” kata Mahendra Majalah Partnership akhir Oktober 2015.
Agar proyek KPBU di sektor kepelabuhan dapat berjalan lebih cepat, Kemenhub kini lebih mendorong proyek yang datang dari inisiasi atau prakarasa badan usaha. Mahendra menyebutkan, saat ini sejumlah proyek KPBU dengan model prakarsa badan usaha yang sedang berjalan antara lain Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara yang dikelola PT Pelindo I; Pelabuhan Tanjung Perak/Teluk Lamong Surabaya yang dikelola PT Pelindo III; dan pelabuhan baru Makassar, Sulawesi Selatan yang dikelola PT Pelindo IV. (*)
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Berita Utama
14 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Pemerintah India begitu mempercayai bahwa pembangunan sosial dan ekonomi suatu
negara dapat ditunjang oleh sektor transportasi laut. Karenanya pembangunan infrastruktur transportasi laut menjadi begitu penting. India, diketahui memiliki 12 pelabuhan utama serta sekitar 200 pelabuhan non utama yang ada di sepanjang pantai dan pulau negeri itu. Sayangnya, pelabuhan utama yang dimiliki India belum maksimal kinerjanya. Minimnya infrastruktur bongkar muat barang, dermaga yang kurang mendukung kapal besar berlabuh
hingga persoalan manajemen kepabeanan mengakibatkan in-efisiensi. Singkatnya, ongkos mengirim barang melalui laut sangat tidak wajar. Ujungnya, produk-produk buatan India tidak dapat bersaing di pasar internasional.
Untuk menekan biaya ekspor atas produk-produk buatan India sekaligus mengefektifkan pelabuh-an, selanjutnya pemerintah mendorong peran badan usaha untuk terlibat membangun, mengembangkan sekaligus men-jalankan pelabuhan-pelabuhan utama. Kebijakan ini dirilis pada
tahun 1996 oleh Kementerian Per-hubungan setempat.
Hasilnya, beberapa pelabuhan utama berhasil dikembangkan dengan skema KPBU. Pelabuhan utama yang dikembangkan dengan skema KPBU itu diantaranya, Kakinada Deep Water Port (KDWP). Pada tahun 1999, Government of Andhra Pradesh (setingkat pemerintah daerah di Indonesia –red) memutuskan menyerahkan pengelolaan pelabuhan melalui skema KPBU. Hasilnya, Kakinada Sea Port Limited (KSPL) terpilih untuk mengoperasikan KDWP dengan pola Operate – Maintenance – Share – Transfer / Build – Operate – Maintenance - Share – Transfer (OMST/ BOMST).
Pelabuhan lainnya adalah Gangavaram Port yang juga
KPBU Luar negeri
India dan Pelabuhan yang Dibangun dengan Skema KPBU
india mempunyai garis pantai sejauh 7.517 km. sadar akan panjangnya garis pantai itu, pemerintah pun membangun infrastruktur pendukung transportasi laut. Banyak pelabuhan di india dibangun dengan skema kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (kPBU).
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 15
KPBU Luar negeri
ditawarkan Andhra Pradesh melalui skema KPBU. Setelah melakukan proses tender internasional, pada tahun 2002 konsorsium Gangavaram Port Limited pun terpilih membangun pelabuhan. Lantas ada juga Nhava Sheva International Container Terminal yang terletak di Mumbai yang menggunakan skema KPBU. Konsorsium asal Australia, P&O Ports atau sekarang bernama Dubai Ports, memenangkan kontrak BOT Nhava Sheva International Container Terminal Mumbai selama 30 tahun.
Di India, peran pemerintah daerah seperti Andhra Pradesh dalam menjalin kerjasama dengan badan usaha memang cukup menonjol. Salah satu pemerintah daerah di India yang sukses menjalankan KPBU untuk pengembangan infrastruktur transportasi laut
adalah Gujarat. Gujarat tercatat sebagai pemerintah daerah yang pertama kali mengembangkan pelabuhan dengan skema KPBU. Gujarat juga memiliki proyek pembangunan pelabuhan terbanyak dengan skema KPBU di India. Sebut saja Mundra Port, Hazira Port, Pipavav Port serta Dahej Port. Pelabuhan tersebut melayani ekspor impor untuk komoditas batubara, pupuk, pertanian dan hasil kebun, garam, LNG dan PNG hingga angkutan penumpang.
Mundra Port sendiri kemudian menjadi pelabuhan India pertama yang mampu menangani 100 juta ton kargo. Catatan ini mengukuhkan Mundra Port sejajar dengan pelabuhan ternama lain di dunia. Rekor ini mengalahkan kemampuan Kandla Port, milik pemerintah yang terletak di Teluk Kutch. Pemerintah Gujarat mempercayakan pengembangan dan pengoperasian Mundra Port dalam kontrak selama 30 tahun kepada Adani Ports and Special Economic Zone Ltd (APSEZ).
Suksesnya Mundra Port tak lepas dari faktor geografis yang strategis. Gujarat diketahui merupakan akses untuk ke Rajasthan, Haryana, Punjab dan barat Uttar Pradesh. Lokasi ini juga merupakan pintu gerbang ke Eropa, Amerika Serikat, Afrika dan Asia Barat.
Keberhasilan pemerintah India mengembangkan pelabuhannya dengan skema KPBU tak lepas dari keterbukaannya akan investasi asing. Pemerintah juga mempermudah proses perizinan dan memberikan berbagai insentif bagi perusahaan yang bergerak dalam pengembangan sektor pelabuhan. Tercatat, selama tahun 2013 – 2014, sudah 16 proyek KPBU untuk pengembangan pelabuhan telah diserahkan pemerintah kepada investor. Bahkan, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan ‘The Maritime Agenda’ yang berlaku sejak 2010 hingga 2020 untuk pengembangan transportasi laut serta peningkatan kapasitas di pelabuhan. (*)
India banyak mengembangkan pelabuhan dengan skema KPBU, salah satunya Nhava Sheva International Container Terminal.
Pelabuhan Mundra di India, contoh pelabuhan tersukses di India yang
dikembangkan menggunakan skema KPBU.
16 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Profil Proyek KPBU
Sebagai pulau yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia serta berada di wilayah
perairan Selat Malaka, Batam memiliki keistimewaan tersendiri. Bagaimana tidak, hanya dengan mata telanjang kita dapat menyaksikan puluhan kapal-kapal besar negara lain berlalu lalang mengitari perairan barat Indonesia dimanapun kita menginjakkan kaki di daerah pinggiran kota Batam. Kita juga dapat menyaksikan Patung Singa Air yang merupakan simbol negara Singapura dari Kecamatan Sekupang, Batam dengan mata telanjang.
Dengan kelebihan tersebut, 25 tahun yang lalu, pemerintah Indonesia mengambil langkah untuk menasbihkan Batam sebagai daerah Free Trade Zone untuk menarik para investor dan pembisnis singgah ke Batam. Melalui BP Batam, pemerintah pusat terus membangun dan
mengembangkan berbagai sarana dan prasarana untuk mewujudkan Batam sebagai salah satu gerbang masuk Indonesia.
Salah satu infrastruktur yang saat ini sedang digarap adalah pengembangan Pelabuhan CPO Kabil. Ke depannya Pemerintah berharap pelabuhan ini menjadi pelabuhan Kargo dan Kontainer Internasional yang mencakupi kegiatan bongkar muat barang dan ekspor impor barang, serta Telaga Pungur sebagai pelabuhan yang melayani turun naik penumpang dalam negeri.
Dalam rencana induk pelabuhan pada tahun 2006 lalu, pelabuhan yang terletak di Tanjung Sauh, Batam ini direncanakan memiliki terminal kargo seluas 1.000 hektare (ha), yang disambung dengan jalur darat atau jembatan sepanjang 7 kilometer dari Terminal Kabil.
Kondisi Pelabuhan CPO Kabil saat ini memiliki panjang dermaga mencapai 420 meter, dengan kapasitas sandar kapal berbobot 35.000 DWT. Sementara kapasitas simpan tangki sebesar 75.000 kilo liter dan gudang seluas 1.890 meter persegi. Untuk tahap pertama direncanakan akan membangun dermaga wharf sepanjang 216 meter, dermaga trestle 273,5 meter, reklamasi dan pengaman ombak 269 meter serta ditambah pembangunan rak pipa 1.218 meter.
Menurut Kepala Biro Perencanaan Teknik BP Batam Imam Bachroni, tujuan pengembangan pelabuhan ini adalah untuk menyerap pasar transshipment di Selat Malaka yang berpotensi menghasilkan keuntungan besar. Dalam sehari ada 55 juta TEUs barang diangkut kapal yang lalu lalang di Selat Malaka, namun sayangnya pasar tersebut hanya dinikmati oleh Singapura dan Malaysia karena Indonesia tidak punya fasilitas untuk menampungnya. Dengan dikembangkannya CPO Kabil, BP Batam berharap bisa merebut 4 juta TEUs barang dari pasar yang ada.
Skema KPBU: Membantu Mewujudkan Pembangunan Pelabuhan Kelas Internasional Untuk mewujudkan Pelabuhan CPo kabil sebagai Pelabuhan internasional BP Batam menerapkan skema kPBU.tantangan terberatnya terletak pada bagaimana menarik investor ke dalam negeri karena harus berkompetisi dengan singapura dan malaysia.
16 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 17
Profil Proyek KPBU
Menurut Imam pada tahun 2012, sebenarnya proyek ini sudah siap dikerjasamakan dengan skema KPBU bersama pihak Pelindo II dengan nilai investasi sebesar Rp7 triliun. Namun dalam proses persiapan pelaksanaannya angka investasinya sudah naik menjadi 8 triliun rupiah karena ada kenaikan inflasi dan faktor eksternal lain. Untuk itu, pihak BP Batam sedang mereview kembali studi kelayakan atau feasibility study yang telah dilakukan Pelindo II untuk disesuaikan dengan kondisi saat ini. “Dalam jangka satu atau dua bulan ke depan kami akan terus mematangkan dan review studi kelayakannya sehingga pada tahun 2016 sudah siap ditawarkan ke swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU),” tutur Imam.
Imam menerangkan bahwa skema KPBU merupakan skema yang paling tepat untuk diterapkan dalam pembangunan infrastruktur di Kota Batam mengingat pulau ini tidak memiliki sumber daya alam seperti daerah lain sehingga kemajuan ekonominya sangat tergantung pada kelengkapan
infrastrukturnya. “Kalau daerah lain masyarakatnya membutuhkan sarana kemudian fasilitasnya dibangun. Sedangkan di Batam, fasilitasnya dibangun dulu baru orang berdatangan,” jelasnya. Lebih lanjut dikatakannya bahwa BP Batam telah mengembangkan skema KPBU sejak 20 tahun yang lalu karena tidak bisa mengandalkan dana APBN.
Berbeda dengan daerah lain yang kendala investasinya masih di seputar pengadaan lahan, Batam justru tidak memiliki masalah di pembebasan lahan karena BP Batam mendapat hak pengelolaan (HPL) tanah dari Pemerintah Pusat. Sehingga ketika ada investor yang siap investasi, BP Batam tinggal menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) nya saja. Dan ketika masa konsesinya habis, HGB tersebut oleh investor dikembalikan lagi ke BP Batam untuk diperpanjang atau dipindahkan ke pihak lain tergantung hasil evaluasi.
Khusus untuk pengembangan Pelabuhan Kabil, BP Batam
memang masih memilki kendala lahan karena lokasi Tanjung Sauh, Batam berada di antara Pulau Batam dan Bintan yang sebagian lahannya ada yang belum masuk wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam. Namun Imam meyakinkan, pihaknya saat ini sudah bernegosisi dengan Pemda setempat untuk melakukan pembebasan tanah sehingga investor tidak perlu khawatir.
Hambatan terberat dalam pembangunan infrastruktur melalui skema KPBU di kota Batam justru terletak pada iklim kompetisi antar negara yang sangat tinggi. Ada investor yang enggan berinvestasi karena mereka tidak yakin Batam mampu bersaing dengan Singapura atau Malaysia yang mempunyai fasilitas lengkap dan dukungan pemerintahnya juga tinggi. Sehingga tantangan terberat BP Batam dalam menerapkan skema KPBU adalah bagaimana membuat sebuah proyek pembangunan yang feasible secara finansial sehingga Investor terus berdatangan membantu pembangunan di Batam. (*)
18 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Salah satu elemen pen-
ting dalam transportasi
laut adalah keberadaan
pelabuhan. Pada Februari
2015, Jokowi meresmikan ground-
breaking pembangunan Pelabu-
han Kuala Tanjung di Kabupaten
Batubara, Sumatera Utara, yang
digarap oleh PT Pelabuhan Indo-
nesia ( Pelindo) I. Selain Pelabuhan
Bitung, pelabuhan ini akan menjadi
terminal multipurpose dan hub
internasional yang mendukung
proyek pengembangan Kawasan
Industri Kuala Tanjung dan Sei
Mangkei. Lokasi pelabuhan yang
hanya berjarak 27 kilometer
dari Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) Sei Mangkei memastikan
peran penting pelabuhan ini bagi
pengembangan kawasan industri.
Pelabuhan Kuala Tanjung memiliki
kedalaman alami hingga 14 meter
Low Water Spring (LWS) dengan
jarak 2,7 kilometer dari pantai.
Pelindo I menargetkan, pembangun-
an Kuala Tanjung akan rampung ta-
hun 2016. Direktur Utama Pe lindo I
Bambang Eka Cahyana menyata-
kan, pada November 2015 progres
pembangunan pelabuhan tersebut
diproyeksikan telah mencapai 30-40
persen dan 54 persen hingga akhir
tahun. Pembangunan pelabuhan
Pelabuhan Kuala Tanjung Siap Melayani Dunia
ini akan dipercepat. “Sampai akhir
Juli, progres pembangunan Kuala
Tanjung sampai 7%. Ditargetkan
tahun 2017-2018 sudah beroperasi.
Pelabuhan ini akan mengangkut
hasil industri dari Kawasan Indus-
tri Kuala Tanjung,” kata Bambang.
Alokasi anggaran untuk proyek
pelabuhan internasional
berkapasitas hingga 50 juta teus ini
sebesar Rp4,9 triliun untuk tahap
awal dengan total Rp42 triliun
untuk keseluruhan nilai investasi
proyek. Bambang mengaku
telah memiliki strategi untuk
menyiapkan anggaran bagi proyek
pembangunan pelabuhan tersebut.
Pelindo I telah mengantongi dana
total Rp8 triliun terdiri dari Rp4,5
triliun hasil proses revaluasi aset
perusahaan dan rencana penerbitan
obligasi sebesar Rp1,5 triliun.
Tak hanya itu, Pelindo I juga
melibatkan sesama BUMN yaitu
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan
PT Tabungan dan Asuransi Pensiun
(Taspen) untuk membangun
pelabuhan terbesar untuk Indonesia
bagian Barat ini. Dana tersebut
akan digunakan untuk membangun
dermaga sepanjang 400 meter dan
trestle hingga 2,7 kilometer. Fasilitas
yang akan dibangun yaitu tangki
Profil Proyek KPBU
Biaya logistik yang tinggi dalam arus lalu lintas barang dan jasa lewat jalur darat membuat pemerintah era Presiden Joko Widodo terus berbenah. salah satu program utama pembangunan ekonomi yang didorong pemerintahan Jokowi adalah dengan membangun tol laut.
timbun berkapasitas 145 ribu ton
dan container yard berkapasitas 400
ribu teus.
Untuk memanfaatkan tangki
timbun tersebut, PT Prima Multi
Terminal sebagai anak usaha
Pelindo I telah menandatangani
nota kesepahaman (MoU)
dengan PT Tolan Tiga Indonesia.
Nota kesepahaman ini meliputi
penjadwalan pembangunan
terminal CPO pertama oleh Prima
Multi dan jaminan Tolan Tiga atas
jumlah barang sebesar 10 ribu
hingga 15 ribu ton per bulan yang
membutuhkan lima tangki timbun
berkapasitas 3 ribu ton per unit.
Pada tahap kedua, panjang dermaga
akan ditambah menjadi 1.000 meter
dengan pembangunan kawasan
industri seluas 1.000 hektare.
Selanjutnya akan ada pembenahan
kegiatan bongkar muat dari Kuala
Tanjung ke berbagai pelabuhan
dunia pada tahap ketiga. Pada
akhirnya, Kawasan Kuala Tanjung
akan dikembangkan sebagai kota
pelabuhan modern.
Pelabuhan Penting Bagi Dunia
Secara keseluruhan, Pelindo I
diperkirakan harus menyiapkan
dana hingga Rp8 triliun untuk
membangun kawasan industri
seluas 1.500 hektare di Pelabuhan
Kuala Tanjung. Namun lebih dari
itu, pelabuhan ini diperkirakan
menelan anggaran hingga Rp42
triliun.
Direktur Pelabuhan dan
Pengerukan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Kementerian
Perhubungan Mauritz Sibarani
mengatakan, pembangunan
18 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 19
Pelabuhan Kuala Tanjung
menggunakan skema Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU). Hal ini dilakukan untuk
mendukung keberadaan tol
laut dengan membentuk Badan
Usaha Pelabuhan (BUP). “Skema
KPBU dibutuhkan untuk mengisi
kekurangan APBN. Perlu usaha
untuk mempermudah agar
pihak swasta semakin tertarik
berinvestasi di bidang pelabuhan,”
ujar Mauritz.
Untuk Pelabuhan Kuala Tanjung,
Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan Kala Tanjung
akan bertindak sebagai regulator.
Sedangkan yang bertindak sebagai
operator adalah BUP yang akan
diberikan konsesi untuk membangun
dan mengelola kedua pelabuhan
tersebut. “Saat ini sudah dilakukan
studi kelayakan untuk Pelabuhan
Kuala Tanjung sebagai pelabuhan
hub internasional,” tuturnya.
Pelabuhan yang didorong untuk
menjadi hub internasional
diharapkan menjawab tantangan
yang selama ini dihadapi yaitu
keterbatasan kedalaman dan alur
pelabuhan yang sempit sehingga
hanya mampu melayani bongkar
muat kapal bertonase kecil.
Untuk memenuhi ekspektasi
dan target sebagai pelabuhan
internasional, Pelindo I telah
menandatangani pokok-pokok
perjanjian dengan Port of Rotterdam
Authority pada 27 Agustus
2015. Penandatangan di lakukan
oleh Bambang dan CEO Port of
Rotterdam, Allard Castelein.
Pokok perjanjian tersebut terkait
dengan proyek pengembangan Kuala
Tanjung dan Port Management
Services Agreement (PMSA II).
Pada 13 Otkober 2014, PMSA I telah
ditandatangani di Belanda. Setelah
penandatanganan PMSA I, Otoritas
Pelabuhan Rotterdam juga telah
menyelesaikan dan menyerahkan
laporan Port Model Analysis (PMA)
dan proram pengelolaan pelabuhan.
Dalam laporan PMA tersebut,
Otoritas Pelabuhan Rotterdam telah
melakukan penilaian karakteristik
pelabuhan, mengidentifikasi
peluang bisnis, menyusun strategi
pengembangan potensi pasar dan
merekomendasikan metode dalam
pengembangan Pelabuhan Kuala
Tanjung sebagai gerbang industri
yang terintegrasi dengan Kawasan
Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan
Belawan.
Sementara dalam PSMA II, Port
of Rotterdam akan menyediakan
tenaga ahli dan konsultan dalam
aspek komersial, operasional, dan
keuangan untuk mengembangkan
pelabuhan dan manajemen layanan
tambahan tertentu.
Menurut Bambang, nota
kesepahaman dengan Port of
Rotterdam sangat penting bagi
Pelindo I dengan beberapa alasan.
Pertama, mendukung Program Tol
Laut yang dicanangkan Presiden
Joko Widodo. Kedua, proyek ini
ditujukan untuk mewujudkan
hubungan port di Indonesia bagian
barat yang akan meningkatkan
kinerja logistik dan daya saing di
Indonesia.
“Ketiga, proyek ini dapat
memberikan kontribusi
bagi pertumbuhan ekonomi,
khususnya pertumbuhan ekonomi
regional di tempat proyek ini
dikembangkan,” ujar Bambang.
Direktur Utama Pelindo II RJ Lino
mengatakan, sebagai pelabuhan
hub internasional, Kuala
Tanjung harus memiliki tenant
utama. Lino menyamakan Kuala
Tanjung dengan Tanung Pelepas
Singapura yang saat ini telah
memiliki sejumlah tenant utama di
antaranya China Shipping, Maersk
Line, dan Evergreen Shipping. (*)
Profil Proyek KPBU
Proses pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 19
20 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Salah satu elemen dalam
tol laut yaitu eksistensi
pelabuhan-pelabuhan
yang andal. Saat ini,
Indonesia memiliki 24 pelabuhan
strategis pendukung tol laut, lima
pelabuhan hub, serta 19 pelabuhan
feeder yang tersebar di seluruh
wilayah, satu di antaranya adalah
Pelabuhan Bitung di Sulawesi
Utara.
Pelabuhan Bitung yang melayani
penumpang dan peti kemas
barang dikelola oleh PT Pelabuhan
Indonesia IV (Persero). Manager
Perencanaan dan Operational
Pelindo IV Sardi mengatakan,
Pelabuhan Bitung akan diarahkan
menjadi hub internasional.
“Untuk itu dilakukan
pengembangan di Pelabuhan Bitung
yang ada saat ini dan berlokasi di
Tanjung Merah yang akan menjadi
Kawasan Ekonomi Khusus dan
tersambung dengan industri,” kata
Sardi saat berbincang dengan
Majalah Partnership, pertengahan
November 2015.
Pelabuhan Bitung yang ada saat
ini (existing) berada di Pulau
Lembeh di Kota Bitung dengan
dermaga seluas 1.440 meter dan
lapangan penumpukan peti kemas
atau container yard (CY) seluas
5 hektare. Sedangkan fasilitas
terminal peti kemas Bitung yang
ada saat ini yaitu dermaga seluas
591 meter, CY seluas 5,5 hektare,
container crane (CC) 4 unit, dan
Rubber Tyred Gantry (RTG)
sebanyak 8 unit.
Berdasarkan data Pelindo IV,
Pelabuhan Bitung tahun 2014
memiliki kapasitas terpasang
hingga 300 ribu teus per tahun
dan volume 200 ribu teus. Rata-
rata pertumbuhan mencapai 14
persen dan proyeksi pertumbuhan
hingga 10 persen untuk periode
2015-2019. Tahun ini, dilakukan
revitalisasi Pelabuhan Bitung
sehingga untuk periode 2015-2022
kapasitas terpasang diperkirakan
hingga 1 juta teus per tahun; tahun
2025 menjadi 1,5 juta teus per
tahun; dan pada 2030 mencapai 3,2
juta teus per tahun.
Pengembangan di Tanjung Merah
Sardi menjelaskan, Pelabuhan
Bitung sedang dikembangkan di
lokasi Tanjung Merah, Kota Bitung,
yang berjarak sekitar 6 kilometer
dari pelabuhan existing. Pelabuhan
di Tanjung Merah berada dalam
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
sehingga akan dibangun sejumlah
infrastruktur penunjang seperti
pembangunan tol laut dan rel
kereta.
“Ada beberapa alternatif
konektivitas dari KEK ke
pelabuhan, yaitu dengan dibangun
akses tol dari Tanjung Merah yang
berada di lokasi KEK ke pelabuhan
existing atau dengan membangun
rel kereta,” ujar Sardi.
Menurut Sardi, pengembangan
Pelabuhan Bitung dilakukan lewat
dana penyertaan modal negara
(PMN) sebesar Rp365 miliar, sudah
termasuk penambahan peralatan.
Rencana pengembangan tersebut
transportasi laut telah menjadi salah satu tumpuan dalam lalu lintas barang dan jasa. termasuk di dalamnya keberadaan tol laut yang dapat mendukung indonesia sebagai poros maritim dunia pada tahun 2045.
Anggaran Rp365 Miliar untuk Integrasikan Pelabuhan Bitung dengan KEK
Profil Proyek KPBU
11/29/15
Rencana Pengembangan Pelabuhan Bitung di Kawaasan KEK
Rencana Jalur Rel Kereta Api
Pelabuhan Bitung
PENGEMBANGAN PELABUHAN BITUNG TERINTEGRASI DENGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) BITUNG
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 21
saat ini masih dalam tahap proses
perizinan dan akan mulai dibangun
tahun 2016. “Direncanakan akan
rampung secara bertahap, pertama
tahun 2017 dan sudah ada yang
bisa dipakai. Lalu akan dilakukan
lagi reklamasi hingga tahap tiga
yaitu tahun 2019,” kata Sardi.
Direktur Pelabuhan dan Pengerukan
Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut (Ditjen Hubla) Kementerian
Perhubungan Mauritz Sibarani
menjelaskan, Direktoratnya
mengalokasikan anggaran untuk
meningkatkan fasilitas pelabuhan
dan kegiatan pengerukan alur
pelayaran atau kolam pelabuhan.
Untuk APBN tahun 2016, ada total
105 lokasi pelabuhan yang akan
dilakukan pembangunan, termasuk
Pelabuhan Bitung.
“Namun untuk mencapai hasil
maksimal, tetap butuh peran
swasta untuk membangun
infrastruktur maupun kawasan
industri. Terutama di luar Pulau
Jawa sampai perusahaan pelayaran
yang akan melayani rute tol laut,”
ujar Mauritz.
Dalam menggunakan skema
Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha (KPBU), kata
Mauritz, badan usaha dapat terlibat
dalam membangun pelabuhan baik
fasilitas pokok maupun penunjang,
serta mengoperasikan pelabuhan
selama berada dalam lingkup
konsesi.
Dengan pengembangan Pelabuhan
Bitung di Tanjung Merah, diharap-
kan akan terjadi peningkatan trafik
dan kapasitas terpasang. Merujuk
data Pelindo IV, trafik di Tanjung
Merah diperkirakan menembus 1,37
juta teus tahun 2025 dan menjadi
2,76 juta teus tahun 2030. Kapasitas
terpasang mencapai 1,5 juta teus
tahun 2025 dan 3,2 juta teus tahun
2030.
Infrastruktur di Tanjung Merah
yaitu container yard seluas 15,7
hektare tahun 2025 dan menjadi
16,3 hektare tahun 2030, dengan
panjang dermaga 1.930 meter
tahun 2025-2030. Peralatan
yang ada di Tanjung Merah
yaitu container crane sebanyak
15 unit tahun 2025 dan menjadi
28 unit tahun 2030, sedangkan
transtainer sebanyak 35 unit
tahun 2025 dan menjadi 60 unit
tahun 2030. Untuk terminal peti
kemas, kedalaman kolam mencapai
11 meter LWS; dermaga seluas
358,5 meter; dermaga 2 seluas 255
meter; container yard 30 ribu meter
persegi; dan container yard 2 seluas
22 ribu meter persegi.
Pelabuhan Bitung di Tanjung
Merah akan didukung oleh dua
infrastruktur penting yaitu
pembangunan tol laut dan jalur
kereta api. Proyek eksekusi tol laut
direncanakan dengan melakukan
empat tahap yaitu pembangunan
dermaga seluas 131 x 35 meter
persegi; reklamasi dan penahan
tanah 5 hektare; perkerasan
lapangan penumpukan seluas 5
hektare; dan pembangunan trestle
seluas 74 x 11,5 meter persegi. (*)
Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara.
Profil Proyek KPBU
22 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Berdasarkan Sea
Transport Connectivity
Index, Indonesia
masih menunjukkan
kesenjangan konektivitas logistik
yang cukup tinggi di tiap daerah.
Sebagai contoh, Jakarta dan kawasan
barat Indonesia lain, umumnya
mempunyai indeks konektivitas yang
kuat. Adapun pada kawasan Timur
Indonesia, indeks konektivitasnya
sangat rendah. Sementara,
kondisi transportasi laut nasional
berdasarkan Global Competitiveness
Index tahun 2014 menunjukkan
peringkat konektivitas Indonesia
pada angka 77. Angka tersebut
masih kalah dari indeks konektivitas
Malaysia dan Thailand.
Transportasi laut menjadi pilihan
favorit bagi banyak negara untuk
distribusi logistik, mengingat alat
transportasi laut relatif dapat
mengangkut barang logistik dalam
jumlah besar serta biayanya yang
relatif terjangkau dibandingkan
dengan angkutan udara yang serba
terbatas dan berbiaya tinggi. Me-
nyadari kondisi tersebut, peme-
rintahan Joko Widodo dan Jusuf
Kalla mengagendakan pembangun-
an infrastruktur tol laut sebagai
upaya pemerataan pembangun-
an yang berkelanjutan. Tol Laut
dipersepsikan sebagai konsep yang
menjadikan laut sebagai sarana
efektif untuk konektivitas antar-
wilayah dengan kapal yang me layari
secara rutin dan terjadwal dari barat
hingga ke timur Indonesia.
Menurut Direktur Transportasi
Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) Bambang
Prihartono tol laut merupakan
suatu konsep memperkuat jalur
pelayaran yang di dititikberatkan
pada Indonesia bagian timur.
Realisasi tol laut dimulai dengan
penentuan dua pelabuhan hub
(nasional) berdasarkan sebaran
wilayah serta muatannya dan
mampu melayani kapal-kapal
niaga besar di atas 3.000 teus
atau sekelas kapal panamax
6.000 TEUs. Dua pelabuhan hub
yang ditentukan tersebut yakni
Pelabuhan Kuala Tanjung di
Sumatera Utara dan Pelabuhan
Bitung di Sulawesi Utara. “Pada
prinsipnya, pengembangan Tol
Laut atau Pendulum Nusantara
adalah penataan rute tetap (linier)
terhadap rute yang sudah eksis,
yang untuk keberhasilannya
Tol Laut, Mewujudkan Konektivitas Distribusi Logistik
reportase
Disparitas harga barang untuk kawasan indonesia timur bisa dibilang timpang dibandingkan indonesia barat. Biaya distribusi yang tinggi menjadi penyebab tingginya harga barang untuk kawasan indonesia timur. oleh karena itu, tol laut dipilih pemerintah untuk mewujudkan konektivitas distribusi logistik antara wilayah indonesia barat dan wilayah indonesia timur.
22 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 23
reportase
Edisi Perkotaan | 2015 Sustaining Partnership | 23
diperlukan langkah-langkah lain
dalam kerangka mengefektifkan
sistem transportasi maritim
Indonesia,” katanya.
Disamping itu, sampai tahun
2019, tol laut pun akan mencakup
pengembangan 24 pelabuhan
strategis di Indonesia yang
akan dikembangkan bersama
BUMN yakni Pelindo dengan
nilai investasi Rp 243,6 triliun,
pengembangan short sea shipping
(Rp 7,5 triliun), pembangunan
fasilitas kargo umum dan bulk
(Rp 40,6 triliun). Selain itu
juga dilakukan pengembangan
pelabuhan komersil dan non
komersil (Rp 189,6 triliun),
pembangunan transportasi multi
moda ke pelabuhan (Rp 50 triliun),
revitalisasi industri galangan
kapal (Rp 10,8 triliun), kebutuhan
kapal untuk 5 tahun (Rp 101,7
triliun), kebutuhan kapal patroli
(Rp 6 triliun), dan percepatan
pembangunan lama yang belum
tercapai (Rp 50 triliun).
Pemerintah melalui Bappenas
sudah menerbitkan Public Private
Partnership (PPP) Book 2015
yang mencantumkan 7 proyek
pengembangan pelabuhan skema
KPBU dengan kategori potensial.
Pelabuhan tersebut diantaranya
Pelabuhan Maloy Kalimantan,
Pelabuhan Kuala Tanjung
Sumatera Utara, Pelabuhan Kabil
Batam, Pelabuhan Makassar dan
Garongkong di Sulawesi Selatan,
Pelabuhan Bau-Bau di Sulawesi
Tenggara serta Pelabuhan Bitung
Sulawesi Utara. Secara tidak
langsung, pencatuman proyek
tersebut dalam PPP Book ini tentu
turut mendukung program tol laut
pemerintah.
Sementara itu, Direktur Jenderal
Perhubungan Laut (Dirjen Hubla),
Bobby Mamahit menerangkan
bahwa konsep tol laut merupakan
jalur distribusi logistik
menggunakan kapal laut dari ujung
Pulau Sumatera hingga ujung
Papua. Pihaknya, sebut Bobby, telah
menetapkan enam trayek kapal tol
laut yang diluncurkan sepanjang
tahun ini. Hal itu berdasarkan
keputusan Direktorat Jenderal
(Ditjen) Perhubungan Laut No AL
108/6/2DJPL – 15 tentang jaringan
trayek penyelenggaraan kewajiban
pelayanan publik, untuk angkutan
barang terkait pelaksanaan tol laut
tahun anggaran 2015. Enam trayek
tersebut, di antaranya, Jakarta-
Serui-Nabire-Wasior-Manokwari-
Biak-Jakarta, Surabaya-Tual-
Fakfak-Kaimana-Timika-Surabaya,
S u r a b ay a - T u a l - D o b o - A g a t s -
Merauke-Saumlaki-Surabaya,
Surabaya-Reo-Maumere-Lewoleba-
Rote-Sabu-Waingapu-Surabaya,
Jakarta-Tobelo-Gebe-Buli-Ternate-
Galela-Jakarta, dan Jakarta-
Kijang-Letung-Tarempa-Natuna-
Midai-Serasan-Jakarta.
Selain trayek, lanjut Bobby,
pihaknya juga memesan 39
kapal senilai 1,4 triliun setelah
sebelumnya pada Agustus dan
Oktober lalu telah memesan 32
kapal perintis. “Pengadaan kapal
perintis ini dilakukan dalam
rangka mendukung program
tol laut yang dicanangkan
pemerintah, dalam rangka
percepatan pertumbuhan ekonomi
dan menjamin konektivitas antar
pulau,” pungkasnya. (*)
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 23
24 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Untuk mencapai nilai
kelautan tersebut,
pemerintah di era
Presiden Joko Widodo
membuat program Indonesia
sebagai Poros Maritim Dunia (PMD)
tahun 2045. Sejumlah kebijakan
dalam mendukung pembangunan
infrastruktur untuk mencapai
target tersebut terus dibuat.
Sebagai langkah awal, Indonesia
masih perlu membenahi peringkat
indeks konektivitas. Peringkat
tersebut di sektor transportasi laut
tahun 2014 memang mengalami
peningkatan menjadi 77 dibanding
tahun 2012 yang ada di posisi
104. Skor Logistic Performance
Index (LPI) Indonesia meningkat
0,14 dibanding tahun 2012
sehingga peringkat global naik
dari 59 menjadi 53. Meski terjadi
peningkatan, peringkat tersebut
masih jauh lebih rendah dibanding
Thailand dan Malaysia.
Tantangan yang dihadapi Indonesia
adalah implementasi program
pemerintah di bidang logistik
dan infrastruktur menjadi kunci
dalam perbaikan sistem rantai
pasok. Indeks konektivitas diukur
dengan faktor kapal terdaftar,
kapasitas kontainer pembawa,
ukuran maksimal vessels, jumlah
kunjungan kapal, dan pengiriman
perusahaan terdaftar.
Kepala Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (PKSPL)
Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat
(LPPM) Institut Pertanian Bogor
(IPB) Tridoyo Kusumastanto
mengatakan, diperlukan kebijakan
kelautan (ocean policy) yang
menjamah seluruh sektor kelautan
untuk bisa menjadi sebuah negara
berbasis maritim.
penjabaran ocean policy tersebut
yaitu kebijakan ekonomi kelautan
(ocean economy policy), kebijakan
tata kelola kelautan (ocean
governance policy), kebijakan
lingkungan laut (ocean environment
policy), kebijakan pengembangan
budaya bahari (maritime culture
policy), dan kebijakan keamanan
maritim (maritime security policy).
Lima Kebijakan Kelautan untuk Jadikan Indonesia Poros Maritim Dunia
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyebutkan, potensi nilai kelautan Indonesia mencapai USD171 miliar atau setara Rp2.046 triliun, dengan kurs Rp12.000 per USD. Proyeksi tersebut di antaranya terdiri dari wilayah pesisir Rp670 triliun, bioteknologi Rp480 triliun, minyak bumi Rp252 triliun, dan transportasi laut Rp240 triliun.
Edukasi
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Pelabuhan Tanjung Priok untuk meninjau proses pembangunan dan perluasan pelabuhan, khususnya Pelabuhan Kalibaru terkait rencana implementasi program tol laut.
(Antara Foto/Widodo S Jusuf)
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 25
“Indonesia harus mampu
melakukan eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya alam laut
di luar wilayah yurisdiksi Indonesia.
Dalam konteks ekonomi yang lain,
Indonesia harus memanfaatkan
Selat Malaka yang strategis dan
tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI) sebagai sumber pendapatan
negara dan rakyat,” kata
Tridoyo. ALKI ditetapkan untuk
menghubungkan dua perairan
bebas, yaitu Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik meliputi ALKI
yang melintasi Laut Cina Selatan-
Selat Karimata-Laut DKI-Selat
Sunda; ALKI II melintasi Laut
Sulawesi-Selat Makassar-Luatan
Flores-Selat Lombok; ALKI III
melintas Sumadera Pasifik-Selat
Maluku, Luat Seram-Laut Banda.
Tridoyo yang merupakan Guru Besar
Kebijakan Ekonomi Kelautan IPB
ini menuturkan, pemerintah harus
mengembangkan kekuatan armada
laut nasional untuk menguasai
pelayaran internasional serta
mengembangkan pelabuhan yang
kompetitif dan efisien. Nilai kelautan
sebagaimana diproyeksikan
Kadin, kata Tridoyo, juga sangat
menentukan dan mendukung
pertumbuhan sektor laut Indonesia.
Untuk sektor transportasi laut,
jumlah kunjungan kapal di seluruh
pelabuhan mengalami fluktuasi
dengan tren positif.
“Ukuran kapal yang berlayar
di per airan Indonesia semakin
bertambah besar dan nilai per-
dagangan lewat jasa perhubungan
laut semakin meningkat. Dibutuh-
kan pembangun an yang efekti dan
efisien pada sektor transportasi
laut,” ujar Tridoyo.
Melibatkan Peran Swasta
Tridoyo mengatakan, pengembangan
potensi maritim di Indonesia
tidak bisa dikerjakan sendiri oleh
pemerintah. Nilai investasi yang
terbilang besar, sebagaimana proyek
infrastruktur pada umumnya,
tidak dapat dilakukan jika hanya
mengandalkan kas negara.
“Dengan keterlibatan swasta dapat
mendorong iklim usaha yang
kondusif bagi pertumbuhan ekonomi
secara berkelanjutan. Pemerintah
harus memiliki arah kebijakan
yang jelas dalam mengembangkan
perekonomian berbasis kelautan,”
kata Tridoyo.
Ada tujuh poin yang disebut Tridoyo
perlu difokuskan pemerintah dalam
membangun ekonomi berbasis
maritim. Salah satunya yaitu
meningkatkan peran swasta dalam
melakukan investasi di bidang
kelautan, termasuk transportasi
laut. “Peningkatan investasi di
bidang kelautan dan maritim
dilakukan melalui kebijakan fiskal
dan moneter yang progresif. Basisnya
kepentingan nasional sehingga
investasi berkembang," ujarnya.
Keterlibatan perusahaan swasta
dalam bentuk Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU) untuk membangun
transportasi laut di Indonesia saat
ini diarahkan pada pengembangan
tol laut, pelabuhan yang handal dan
terintegrasi, kepastian pelayaran
rutin dan berjadwal, inland akses
yang efektif, dan pengembangan
jasa pelayanan transhipment
barang antarnegara dan benua.
“Pembangunan kelautan memang
kompleks karena menyangkut
multisektor, industri kelautan,
transportasi laut, bangunan
kelautan, dan jasa kelautan
sehingga harus melibatkan berbagai
lembaga negara, swasta, maupun
masyarakat untuk menentukan
keberhasilan pembangunan
kelautan,” paparnya. (*)
Edukasi
26 | Sustaining Partnership Edisi Transportasi Laut | 2015
Sebagai teknokrat bidang transportasi, tugas Ir. Bambang Prihartono, MSCE sangat kompleks.
Selain mengumpulkan semua usulan dari berbagai pihak, beliau juga harus merumuskan usulan tersebut menjadi sebuah rancangan kebijakan pembangunan bidang transportasi yang mendukung pembangunan ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing bangsa untuk menyambut MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang akan mulai berlaku tahun 2016.
“Transportasi mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing (competitiveness) Indonesia di era pasar bebas dengan diber-lakukannya MEA tahun 2016 nanti”, ujar Direktur Transpor-tasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) ini. Selain itu, peran sektor trans-portasi juga diperlukan guna menjem batani kesenjangan dan
mendorong pemerataan hasil- hasil pembangunan dan mencegah adanya konflik sosial politik yang timbul di wilayah perbatasan.
Bambang sangat antusias dengan dipercepatnya pembangunan tol laut oleh pemerintahan Presiden Jokowi karena sebagai negara maritim, dasar transportasi massal Indonesia perlu dikembalikan ke laut. Dan agar sistem tol laut berjalan lancar diperlukan sarana pendukungnya yang efisien sehingga pembangunan sistem transportasi tidak bisa dilakukan per sektor moda tetapi harus terintegrasi antara moda yang satu dan yang lain sehingga tercipta tarif yang terjangkau bagi masyarakat.
Untuk membangun sistem transportasi yang efektif diperlukan pemisahan antara regulator dan operator di bidang transportasi sehingga koordinasinya semakin mudah. Sesuai amanat UU, pemisahan fungsi regulator dan operator menjadi prioritas dalam RPJMN tahun 2015-2019. Bappenas berharap ke depannya pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator, sedangkan pengelolaan sarana tranportasi diserahkan pada lembaga non-pemerintah baik badan usaha swasta atau BUMN. Kerjasama ini dapat diwujudkan melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Pelaksanaan KPBU Bidang Transportasi: Diperlukan Penyempurnaan Pedoman Teknis
sosok
Ir. Bambang Prihartono, MSCE, Direktur Transportasi Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas
Skema KPBU merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan infrastruktur karena merupakan salah satu alternatif pembiayaan infrastruktur. Perlu dibuat petunjuk teknis terkait dengan mekanisme operasionalnya sehingga pelaksanaanya lebih jelas.
Pelabuhan Telaga Pungur Batam
Edisi Transportasi Laut | 2015 Sustaining Partnership | 27
sosok
Skema KPBU merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan infrastruktur karena merupakan salah satu alternatif pembiayaan infrastruktur. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha juga tidak selalu berarti penyerahan seluruh aset dari publik kepada investor swasta. Tetapi transfer resiko penyediaan jasa layanan kepada publik dari pemerintah kepada sektor swasta dimana sektor swasta akan mendapatkan kompensasi berupa hak operasional komersial.
Seiring dengan kebutuhan publik, regulasi di bidang pengadaan infrastruktur transportasi dengan menggandeng pihak swasta terus dilengkapi dengan dikeluarkanya Keppres No. 81/2001 yang diperbarui dengan Perpres No. 42/2005, dan kemudian dengan Perpres No. 12/2011. Akan tetapi, sampai dengan saat ini skema KPBU atau PPP dalam penyediaan infrastruktur transportasi belum berkembang
baik yang inisiatornya pemerintah (solicited) ataupun pihak swasta (unsolicited).
Menurut Bambang Prihartono, beberapa permasalahan yang masih muncul dari pendanaan proyek transportasi melalui skema KPBU atau PPP adalah (1) Langkanya proyek- proyek yang secara komersial siap dan bankable, (2) Kurangnya pemahaman dan pengalaman birokrasi dalam proses KPBU, (3) Kurang jelasnya skema dukungan pemerintah, (4) Tidak adanya insentif dan anggaran “on-top” untuk memajukan KPBU, (5) Lembaga PPP-Central Unit yang ada pun belum memperlihatkan kinerja yang bagus dalam mempromosikan proyek-proyek PPP infrastruktur dan menghantarkannya kepada tahapan transaksi, dan (6) ada beberapa kelembagaan yang belum terbentuk sesuai amanat undang-undang, seperti badan usaha multimoda, badan
usaha sarana dan badan usaha prasarana perkeretaapian.
Alternatif pembiayaan skema KPBU juga belum direspon dengan baik oleh pihak pemerintah ataupun swasta karena prosedur yang harus ditempuh untuk melaksanakannya masih sangat rumit. Selain itu, petunjuk teknis terkait dengan mekanisme operasional dan sistem pembiayaan melalui KPBU yang sudah ada masih bersifat umum sehingga kurang dipahami oleh stakeholder terkait. Untuk itu perlu dibuatkan pedoman pelaksanan yang lebih rinci.
Pedoman pelaksanaan ini penting untuk disusun lebih rinci sehingga tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk memperoleh pembiayaan KPBU lebih jelas. Dan proses terpenting dari pedoman teknis itu adalah diperlukan sosialisasi lebih luas sehingga stakeholder transportasi mengetahui dan memahami mekanisme dari KPBU. (*)
Jembatan Barelang, Batam