analisis radionuklida 137cs pada sampel tanah
TRANSCRIPT
ANALISIS RADIONUKLIDA 137Cs PADA SAMPEL TANAH
DAN BERAS (Oryza sativa) KABUPATEN PANDEGLANG-
BANTEN DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER
GAMMA
SKRIPSI
ELLEN ARTILERIN RAMADHANI MAWANGI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1443 H
ANALISIS RADIONUKLIDA 137Cs PADA SAMPEL TANAH DAN BERAS
(Oryza sativa) KABUPATEN PANDEGLANG-BANTEN DENGAN
MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
ELLEN ARTILERIN RAMADHANI MAWANGI
11160960000002
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1443 H
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Analisis Radionuklida 137Cs pada Sampel Tanah dan
Beras (Oryza sativa) Kabupaten Pandeglang-Banten dengan Menggunakan
Spektrometer Gamma” telah diuji dan dinyatakan LULUS pada Sidang
Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 18 Oktober 2021. Skripsi telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S1) Program Studi
Kimia.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si. Tarso Rudiana, M.Si. NIP. 19750918 200801 1 007 NIDN. 0425028704
Pembimbing I Pembimbing II
Ahmad Fathoni, M.Si. Ghulam Fathul Amri, S.ST., ME., M.T. NIP. 19911113 201801 1 002 NIP. 19850714 200912 1 006
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si. NIP. 19710608 200501 1 005 NIP. 19750918 200801 1 007
PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 24 September 2021
Ellen Artilerin Ramadhani Mawangi
11160960000002
ABSTRAK
ELLEN ARTILERIN RAMADHANI MAWANGI. Analisis Radionuklida 137Cs pada Sampel Tanah dan Beras (Oryza sativa) Kabupaten Pandeglang-
Banten dengan Menggunakan Spektrometer Gamma. Dibimbing oleh AHMAD
FATHONI dan GHULAM FATHUL AMRI
137Cs adalah radionuklida atau inti yang tidak stabil dan bersifat berbahaya
karena dapat mengendap pada otot, tulang dan lemak. Radionuklida ini
diaplikasikan secara luas di berbagai bidang kehidupan seperti: industri, pertanian,
pertambangan, kedokteran, peternakan, penelitian, dan lain sebagainya. 137Cs
dapat terakumulasi di tanah dan tanaman serta berpotensi bahaya bagi manusia. 137Cs apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan terdistribusi ke jaringan lunak
seperti jaringan otot dan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi radionuklida 137Cs pada tanah dan beras (Oryza sativa) di Kabupaten
Pandeglang. Sampel tanah dikeringkan pada suhu 105 ˚C, ditumbuk, diayak dan
dimasukkan ke dalam beaker Marinelli. Sampel beras dihaluskan dan dimasukkan
ke dalam beaker Marinelli lalu dianalisis menggunakan spektrometer gamma.
Sampel beras tersebut diabukan pada suhu 400 ˚C dan dimasukkan ke dalam vial
lalu dianalisis kembali untuk dibandingkan. Parameter yang diuji yaitu
konsentrasi 137Cs pada sampel, Minimum Detectable Concentration (MDC) dan
ketidakpastian pengukuran. Hasil pengukuran konsentrasi radionuklida 137Cs
dalam sampel tanah, beras dan abu beras tertinggi yaitu di Kecamatan Carita
masing-masing sebesar 0,2178; 0,1588 dan 0,3418 Bq/kg. Hasil ini dikarenakan
Kecamatan Carita berdekatan dengan lokasi terjadinya ledakan di perusahaan
yang terletak di Kota Cilegon-Banten. Hasil analisis radionuklida dalam sampel
tanah, beras dan abu beras yang dihasilkan di bawah ambang batas yang
ditetapkan oleh PERKA BAPETEN No 9 tahun 2009 konsentrasi maksimal untuk
radionuklida 137Cs dalam tanah adalah 1000 Bq/kg dan PERMENKES RI
No.1031 tahun 2011 konsentrasi maksimal radionuklida dalam bahan pangan
adalah 500 Bq/kg.
Kata kunci: 137Cs, beras, radionuklida, spektrometer gamma, tanah.
ABSTRACT
ELLEN ARTILERIN RAMADHANI MAWANGI Analysis of 137Cs
Radionuclide on Soil and Rice Samples (Oryza sativa) Pandeglang Regency –
Banten Using Gamma Spectrometer. Supervised by AHMAD FATHONI and
GHULAM FATHUL AMRI
137Cs is a radionuclide or unstable nucleus and is dangerous because it can
precipitate in muscle, bone and fat. These radionuclides are widely applied in
various fields of life such as: industry, agriculture, mining, medicine, animal
husbandry, and research. 137Cs is a radionuclide that can accumulate in soil and
plants and is potentially hazardous to humans. When 137Cs enters the human body,
it will be distributed to soft tissues such as muscle and bone tissue. This study
aims to determine the concentration of radionuclide 137Cs in soil and rice (Oryza
sativa) in the Pandeglang Regency. Soil samples were dried at 105 ˚C, ground,
sieved, and put into a Marinelli beaker. The rice sample was mashed and put into
a Marinelli beaker and then analyzed using a gamma spectrometer. The rice
sample was washed at 400 ˚C and put into a vial and then analyzed again for
comparison. The parameters tested were the concentration of 137Cs in the sample,
Minimum Detectable Concentration (MDC), and measurement uncertainty. The
results of the measurement of the highest radionuclide concentration of 137Cs in
soil, rice, and rice ash samples were in Carita District, respectively 0,2178; 0,1588
and 0,3418 Bq/kg. This result is because Carita Subdistrict is close to the location
of the explosion at the company located in Cilegon-Banten City. The results of
radionuclide analysis in soil samples, rice and rice ash produced below the
threshold set by PERKA BAPETEN No. 9 of 2009 the maximum concentration
for radionuclide 137Cs in the soil is 1000 Bq/kg and PERMENKES RI No. 1031 of
2011 the maximum concentration of radionuclides in soil. Food ingredients is 500
Bq/kg.
Keywords: 137Cs, gamma spectrometer, radionuclide, rice, soil
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan
pada Sang Khalik Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam kepada junjungan Nabi akhir zaman Muhammad SAW
beserta sahabat serta orang yang berjuang dalam menegakkan risalah beliau.
Berkat rahmat, hidayah dan izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Radionuklida 137Cs pada Sampel Tanah dan Beras
(Oryza sativa) Kabupaten Pandeglang-Banten dengan menggunakan
Spektrometer Gamma”. Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa pihak lain yang
terus memberikan bimbingan serta dukungannya. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ahmad Fathoni, M.Si selaku pembimbing I sekaligus dosen Program Studi
Kimia yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta waktunya untuk
berdiskusi dengan penulis;
2. Ghulam Fathul Amri, S.ST., M.E., M.T, selaku pembimbing II yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan dan arahan selama pelaksanaan di
lapangan;
3. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si, selaku Penguji I serta Kepala Program Studi
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan masukan serta saran sehingga banyak membantu penulisan
skripsi;
4. Tarso Rudiana, M.Si, selaku Penguji II yang telah memberikan masukan serta
saran sehingga banyak membantu penulisan skripsi;
ii
5. Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
6. Keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan moril serta
materil kepada penulis;
7. Puja Dwi Sri Maulidya, Aini Nabila, Putri Anggraeni Puspitasari dan Anisa
Putri sebagai rekan penelitian;
8. Teman-teman Program Studi Kimia 2016 yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis;
9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membacanya.
Jakarta, September 2021
Ellen Artilerin Ramadhani Mawangi
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.3 Hipotesis ...................................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1.5 Manfaat ....................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8
2.1 Radioaktivitas .............................................................................................. 8
2.2 Radionuklida ............................................................................................... 9
2.2.1 Radionuklida Alam .............................................................................. 9
2.2.2 Radionuklida Buatan ......................................................................... 10
2.3 Cesium 137 ................................................................................................ 11
2.4 Cemaran Radionuklida dalam Tanah .......................................................... 12
2.5 Beras Pandeglang...................................................................................... 13
2.6 Cemaran Radionuklida pada Bahan Pangan ............................................... 15
2.7 Penelitian Terkait Radionuklida 137Cs ........................................................ 16
2.8 Spektrometer Gamma ................................................................................ 19
2.9 Peluruhan Sumber Standar ......................................................................... 21
2.10 Kalibrasi Spektrometer Gamma ............................................................... 21
2.11 Konsentrasi Radionuklida dalam Sampel Tanah dan Beras....................... 23
2.12 Ketidakpastian Pengukuran ...................................................................... 23
2.13 Konsentrasi Minimum Terdeteksi ............................................................ 24
iv
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 25
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 25
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 25
3.2.1 Alat .................................................................................................... 25
3.2.2 Bahan ................................................................................................. 25
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................................... 25
3.3.1 Penentuan Lokasi Sampling Tanah dan Beras..................................... 25
3.3.2 Kalibrasi Spektrometer Gamma .......................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 30
4.1 Kalibrasi Energi ......................................................................................... 30
4.2 Kalibrasi Efisiensi ...................................................................................... 36
4.3 Konsentrasi Radionuklida pada Sampel .................................................... 39
4.3.1 Konsentrasi Radionuklida 137Cs pada Sampel .................................... 41
4.3.2 Pola Penyebaran Radionuklida .......................................................... 50
4.4 Analisis Radionuklida Lain (60Co dan 131I ) menggunakan Spektrometer
Gamma ....................................................................................................... 53
4.4.1 Konsentrasi Radionuklida 60Co pada Sampel ...................................... 53
4.4.2 Konsentrasi Radionuklida 131I pada Sampel ........................................ 57
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62
LAMPIRAN .................................................................................................... 71
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Beras ............................................................................................... 14
Gambar 2. Perangkat spektrometer gamma ....................................................... 20
Gambar 3. Peta lokasi pengambilan sampel ...................................................... 27
Gambar 4. Ilustrasi Resolusi FWHM dan FWTM ............................................. 28
Gambar 5. Kurva Kalibrasi Energi pada Sumber Standar (Marinelli) ............... 33
Gambar 6. Kurva Kalibrasi Energi pada Sumber Standar (Vial) ........................ 35
Gambar 7. Kurva Kalibrasi Efisiensi pada Sumber Standar EW-679 ................. 37
Gambar 8. Kurva Kalibrasi Efisiensi GM-011 V Energi Rendah ...................... 37
Gambar 9. Kurva Kalibrasi Efisiensi GM-011 V Energi Tinggi ........................ 38
Gambar 10. Konsentrasi radionuklida 137Cs dalam sampel tanah dan beras ..... 44
Gambar 11. Konsentrasi radionuklida 137Cs dalam sampel abu beras ................ 48
Gambar 12. Konsentrasi radionuklida 137Cs pada masing-masing sampel ......... 49
Gambar 13. Pola penyebaran radionuklida 137Cs dalam tanah ........................... 52
Gambar 14. Pola penyebaran 137Cs dalam abu beras ......................................... 53
Gambar 15. Konsentrasi radionuklida 60Co dalam sampel tanah dan beras ........ 55
Gambar 16. Konsentrasi radionuklida 60Co dalam sampel abu beras ................. 56
Gambar 17. Konsentrasi radionuklida 131I dalam sampel tanah dan beras .......... 58
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis radionuklida buatan ..................................................................... 10
Tabel 2. Batas konsentrasi radionuklida ............................................................. 11
Tabel 3. Batasan dosis efektif masukan radionuklida lewat saluran makanan ..... 12
Tabel 4. Hasil analisis konsentrasi radionuklida (226Ra, 232Th, 40K, dan 137Cs)
pada sampel beras di di Pasar Raya Kota Padang .................................. 15
Tabel 5. Lokasi pengambilan sampel ................................................................. 26
Tabel 6. Data aktivitas radionuklida sumber standar EW-679 ............................ 31
Tabel 7. Data kalibrasi energi sumber standar EW-679 ...................................... 32
Tabel 8. Data aktivitas sumber standar GM-011 V ............................................ 33
Tabel 9. Data kalibrasi energi sumber standar GM-011 V .................................. 35
Tabel 10. Data analisis radionuklida 137Cs dan 60Co dan 131I dalam sampel ....... 42
Tabel 11. Hasil pengukuran konsentrasi 137Cs dan NORM lokasi SRG-04-2016,
Candi, koordinat lokasi S: 05˚ 54’ 22,4’’ E: 106˚ 05’ 11,7’’ ............... 46
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Spektrum radionuklida yang dianalisis.......................................... 71
Lampiran 2. Konsentrasi radionuklida standar EW-679 (Marinelli) dan GM-011
V pada saat pencacahan .............................................................. 75
Lampiran 3. Perhitungan efisiensi standar EW-679 (Marinelli) dan GM-011 V 77
Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi radionuklida pada sampel ....................... 79
Lampiran 5. Titik lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pandeglang ........ 90
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian ................................................................ 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
137Cs merupakan pemancar radiasi gamma pada energi (E) 661,66 keV dengan
kelimpahan energi gamma (Pλ) sebesar 0,85 dan memiliki waktu paruh sekitar 30
tahun (Nirwani & Wahyudi, 2015). Sifat kimia dan fisika suatu radionuklida
sangat berpengaruh pada penyerapan metabolisme di dalam tubuh. Salah satu
jalur masuknya radionuklida sampai ke dalam tubuh adalah melalui saluran
pencernaan makanan. 137Cs di dalam tubuh sebagian besar (80%) mengendap
pada otot sedangkan sebagian kecil (8%) mengendap pada tulang dan lemak.
Paparan radiasi 137Cs dapat meningkatkan resiko kanker, bila perannya sangat
tinggi dapat menyebabkan kematian (Nirwani et al., 2001). Bahan radioaktif dapat
terdeposisi ke permukaan lingkungan dan langsung terpapar ke manusia, juga
dapat terlepas ke udara di mana partikel-partikelnya dapat terhirup oleh manusia.
Salah satu cara yang paling besar kontribusinya adalah melalui rantai makanan.
Bahan radioaktif ini dapat terdeposisi di tanah kemudian diserap oleh tanaman
maupun langsung terdeposisi pada tanaman. Berikutnya, tanaman yang telah
terkontaminasi tersebut dimakan oleh hewan, dan akhirnya masuk ke manusia
akibat memakan hewan maupun tanaman yang telah terkontaminasi. Salah satu
radionuklida hasil fisi yang biasanya terlepas ke lingkungan pada saat terjadinya
ketidak normalan operasi reaktor adalah 134Cs dan 137Cs, dan apabila terlepas
dalam jumlah relatif besar dapat memberikan dampak merugikan bagi lingkungan
dan manusia (Togibasa et al., 2009).
2
137Cs mempunyai sifat yang sama dengan unsur Kalium (K). Kalium dan
Cesium adalah ion bermuatan positif. Kalium berfungsi dalam pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa, transmisi saraf,
relaksasi otot, dan memiliki peran penting dalam pertumbuhan tulang. (Regina et
al., 2016). Kedua unsur ini dalam tubuh terdapat pada otot dan tulang serta berada
di Golongan IA pada tabel periodik unsur dan memiliki perbedaan afinitas
elektron yang berdekatan. K memiliki afinitas elektron sebesar 48,4 kJ/mol,
sedangkan Cs memiliki afinitas elektron 45,5 kJ/mol sehingga 137Cs dapat
menggantikan peranan K di dalam otot dan tulang (Nirwani & Wahyudi, 2014).
Radionuklida masing-masing mempunyai energi tertentu dan bersifat spesifik
(Muthmainnah et al., 2020).
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi :
الذي اتقوا للاه حللا طي باا و ا رزقكم للاه انتم به مؤمنون وكلوا مم
Artinya :
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
direzekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya (Q.S. Al-Ma’idah : 88)
Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 88 di atas,
dalam mengkonsumsi makanan tidak semata ditinjau dari kehalalan tetapi juga
kualitas makanan tersebut. Halal dan baik menjadi suatu syarat kelayakan suatu
makanan untuk dikonsumsi. Halal dan haram atas sesuatu bukanlah manusia yang
memutuskan, tetapi dari Al-Qur’an yang merupakan perintah dari Allah SWT
(Niswah, 2018).
Upaya untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan dari suatu radionuklida
penting untuk dilakukan. Salah satunya dengan cara identifikasi cemaran
3
radionuklida di lingkungan. Analisis radionuklida dalam penelitian ini
menggunakan sampel tanah (soil). Pemilihan sampel pada penelitian ini
didasarkan karena hal ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui
kontaminan radioaktif yang ada pada tanah yaitu dengan menggunakan tanaman
yang mampu menyerap radionuklida dari dalam tanah. Metode ini dikenal dengan
nama fitoremediasi (Tjahaja & Sukmabuana, 2007).
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman padi sehingga
dalam analisisnya menggunakan beras putih (Oryza sativa). Hal ini karena beras
putih merupakan bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kualitas beras yang kurang baik dapat mempengaruhi kesehatan dan menurunkan
kualitas sumber daya manusia (Santosa et al., 2010).
Penelitian mengenai radionuklida 137Cs dalam bahan pangan, telah dilakukan
oleh Nirwani et al. (2001) yaitu tentang konsentrasi radionuklida alam dan 137Cs
dalam beras di Kabupaten Jepara. Beras yang diambil dari beberapa lokasi di
sekitar Semenanjung Muria yaitu Desa Sidorejo, Bayuran, Tubanan, Duren,
Bandungharjo, Dermayu, Kancilan dan Sekuping. Konsentrasi 137Cs dalam beras
tertinggi yaitu di Desa Bayuran sebesar 2,64 x 10-5 Bq/kg dengan nilai rata-rata
1,19 x 10-5 Bq/kg.
Berdasarkan bahaya yang dimiliki suatu radionuklida, maka analisis
radionuklida dalam bahan pangan perlu dilakukan di Kabupaten Pandeglang-
Banten. Kabupaten Pandeglang merupakan wilayah yang memiliki potensi
pertanian yang sangat baik dan produktif untuk menjadi sektor unggulan.
Kabupaten Pandeglang juga merupakan lumbung pangan di Provinsi Banten yang
dapat menentukan ketahanan pangan secara regional (Wahyuni et al., 2018).
4
Kabupaten Pandeglang merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi
padi paling besar yaitu lebih dari 30 % atau sebesar 721.872 ton dari total
produksi padi di Provinsi Banten yang berjumlah 2,3 juta ton pada tahun 2016.
Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Pandeglang menjadi sentra produksi beras
di Provinsi Banten (Cahya et al., 2018). Data statistik Provinsi Banten
menunjukkan jumlah produktivitas padi per hektar di Kabupaten Pandeglang
tahun 2018 menempati peringkat pertama dengan jumlah produksi padi 449.695
ton dengan luas areal 91.893 Ha (BPS Provinsi Banten, 2018).
Kabupaten Pandeglang memiliki luas wilayah sebesar 2.746,90 km2 yang
terdiri dari 35 Kecamatan dan 335 Desa/Kelurahan (Dispertan Banten, 2018).
Sampel dalam penelitian ini diambil di Kabupaten Pandeglang bagian Barat yaitu
Kecamatan yaitu Kecamatan Carita, Labuan, Jiput dan Pulosari. Pemilihan lokasi
tersebut dikarenakan paling dekat dengan tempat terjadinya kecelakaan industri
baja di yang berada di Kota Cilegon-Banten pada Desember tahun 2014
berdasarkan laporan BAPETEN. Penelitian mengenai cemaran radionuklida 137Cs
pada lingkungan telah dilakukan oleh Nirwani et al. (2018) yaitu tentang “Tingkat
Radioaktivitas Gross Beta dan 137Cs dalam Air Hujan di Kawasan Nuklir
Serpong”. Pengambilan sampel air hujan dilakukan secara terus menerus setiap
bulan sejak tahun 2007 hingga 2016, dan kegiatannya meliputi preparasi sampel
secara prekonsentrasi, selanjutnya analisis secara spektrometri gamma. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa tingkat radioaktivitas gross beta berkisar 0,0135
– 0,4882 Bq/L, sedangkan radioaktivitas 137Cs berkisar < 2,10 – 132,10 Bq/m3.
Nilai ini masih berada di bawah ambang batas tingkat radioaktivitas lingkungan
yang diijinkan Menkes RI (1990) untuk air bersih, yaitu gross beta 1000 Bq/L,
5
sedangkan 137Cs 260 (Bq/m3) menurut Bapeten (2017), sehingga dikategorikan
masih relatif aman untuk digunakan.
Alat yang digunakan untuk analisis radionuklida 137Cs yaitu spektrometer
gamma dengan detektor semikonduktor germanium yang memiliki kemurnian
tinggi (HPGe). Spektrometer gamma merupakan suatu alat untuk melakukan
analisis zat radioaktif yang memancarkan radiasi gamma (Muthmainnah et al.,
2020). Spektrometer gamma selain dapat digunakan untuk menganalisis
radionuklida 137Cs juga dapat digunakan untuk menganalisis radionuklida lain
yang dapat memancarkan radiasi gamma. Radionuklida tersebut diantaranya
137Cs, 135Te, 89Kr, 104Tc, 135I, 92Sr, 142Ba, 94Y 60Co dan 131I (Ardani, 2010).
Sehingga pada penelitian ini kemungkinan terdapat radionuklida lain yang
terdeteksi oleh alat tersebut. Tidak semua radionuklida pemancar radiasi gamma
dianalisis pada penelitian ini, hanya radionuklida yang memiliki bahaya untuk
kesehatan seperti 60Co dan 131I. 60Co
Spektrometer gamma sering juga digunakan untuk menganalisis Naturally
Occurring Radioactive Materials (NORM) merupakan produk samping dalam
proses kegiatan berupa industri yang perlu dipantau dan dikelola sedemikian rupa
mengingat material ini adalah bahan radioaktif (Sukirno & Samin, 2011).
Berdasarkan data latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai kualitas tanah dan beras di Kabupaten Pandeglang-Banten. Kualitas
tersebut dapat dilihat salah satunya dengan mengukur jumlah kandungan
radionuklidanya, dalam hal ini adalah cesium (137Cs).
6
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi cemaran radionuklida 137Cs pada tanah dari Kabupaten
Pandeglang-Banten yang dianalisis menggunakan spektrometer gamma?
2. Bagaimana kondisi cemaran radionuklida 137Cs pada beras dan abu beras
dari Kabupaten Pandeglang-Banten yang dianalisis menggunakan
spektrometer gamma?
3. Apakah terdapat cemaran radionuklida lain pada tanah dan beras dari
Kabupaten Pandeglang-Banten yang dianalisis menggunakan spektrometer
gamma?
1.3 Hipotesis
1. Kandungan radionuklida 137Cs pada tanah di Kabupaten Pandeglang-
Banten dibawah ambang batas.
2. Kandungan radionuklida 137Cs pada beras dan abu beras di Kabupaten
Pandeglang-Banten dibawah ambang batas.
3. Terdapat radionuklida lain pada tanah dan beras di Kabupaten
Pandeglang-Banten.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kondisi cemaran 137Cs pada tanah yang berasal dari
Kabupaten Pandeglang-Banten.
2. Mengetahui kondisi cemaran 137Cs pada beras dan abu beras yang berasal
dari Kabupaten Pandeglang-Banten.
3. Mengetahui keberadaan cemaran radionuklida lain pada tanah dan beras
yang berasal dari Kabupaten Pandeglang-Banten.
7
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi baik dalam bidang penelitian
yang relevan maupun sebagai informasi kondisi cemaran radionuklida 137Cs pada
bahan pangan. Informasi cemaran radionuklida 137Cs dapat digunakan untuk
pertimbangan pemilihan bahan pangan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radioaktivitas
Radioaktivitas adalah gejala perubahan keadaan inti atom secara spontan
disertai radiasi berupa zarah dan atau gelombang elektromagnetik. Perubahan
dalam inti atom tentu akan membawa perubahan dari satu unsur menjadi unsur
yang lain. Peristiwa perubahan inti menjadi inti atom yang lain ini disebut
peluruhan radioaktif. Laju peluruhan inti radioaktif disebut aktivitas. Semakin
besar aktivitas, semakin banyak inti atom yang meluruh per detik (Khairani et al.,
2007). Aktivitas radioaktif (A) merupakan peluruhan (disintegrasi) yang
dilakukan sejumlah zat radioaktif setiap satuan waktu. Aktivitas radioaktif juga
menunjukkan laju peluruhan bahan radioaktif. Satuan aktivitas zat radioaktif
untuk tingkat aktivitas rendah yaitu Becquerel (Bq), sedangkan untuk aktivitas zat
radioaktif tingkat aktivitas sangat tinggi satuannya adalah Curie (Ci) (Safitrianaz
et al, 2019). Pengukuran radioaktivitas terdapat 3 jenis, diantaranya:
1. Pengukuran keselamatan, yaitu untuk menunjukkan bahaya secara langsung
atau tidak langsung di lokasi tertentu. Secara umum keberadaan radionuklida
di lokasi tersebut diharapkan diketahui dan bila melebihi batas tertentu harus
dapat diambil tindakan yang sesuai.
2. Pengukuran kontrol, yaitu untuk menunjukkan batasan yang diizinkan tidak
terlampaui. Nilai pengukuran mengacu pada luas dan bahaya jangka panjang.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui efek jangka pendek dan jangka panjang,
yang menjadi dasar penilaian keselamatan, batas ini biasanya berisi faktor
keselamatan yang sangat besar. Secara umum, pengukuran kontrol dapat
9
menunjukkan konsentrasi maksimum yang diizinkan untuk radionuklida kritis
tertentu belum terlampaui. Konsentrasi maksimum yang melebihi batas
diizinkan, perlu dilakukan penyelidikan yang lebih akurat dalam rangka
untuk menilai potensi bahaya.
3. Pengukuran statistik, dimaksudkan untuk mengukur konsentrasi radioaktif
yang mungkin dapat menyebabkan bahaya radiasi bagi pekerja radiasi
(Sukesi et al., 2011).
2.2 Radionuklida
Radionuklida merupakan nuklida atau inti yang tidak stabil dan memiliki
karakteristik radiasi yang menguntungkan jika ditinjau dari jenis reaksi dan
tingkat energi radiasinya, sehingga dapat diaplikasikan secara luas di berbagai
bidang kehidupan seperti: industri, pertanian, pertambangan, kedokteran,
peternakan, penelitian, dan lain sebagainya (Arifin, 2011). Menurut Syah (2018),
materi radioaktif dapat memancarkan radiasi pengion karena memiliki inti yang
tidak stabil dan inti atom zat radioaktif akan meluruh untuk mencapai kestabilan.
Inti atom yang belum stabil disebut dengan radioisotop/radionuklida.
Radionuklida terdiri dari radionuklida alam yang meliputi deret uranium (U),
deret thorium (Th), dan deret aktinium sedangkan radionuklida buatan meliputi
90Sr, 137Cs dan 144Ce (Sofyan & Akhadi, 2004).
2.2.1 Radionuklida Alam
Radionuklida berdasarkan proses terbentuknya dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan besar yaitu radionuklida alami dan radionuklida buatan.
Radionuklida alam adalah sumber radiasi yang sudah ada sejak terbentuknya alam
semesta (Sofyan & Akhadi, 2004). Radionuklida alam dapat dikelompokkan
10
menjadi radionuklida primordial dan radionuklida kosmogenik (Yuliati & Akhadi,
2005). Radionuklida primordial yaitu radionuklida yang telah ada di kerak bumi
sejak terbentuknya alam semesta. Radionuklida ini dapat ditemukan dalam lapisan
tanah, batuan, air dan dapat juga ditemukan di udara (Sofyan & Akhadi, 2004).
Radionuklida kosmogenik terbentuk karena adanya interaksi nuklir antara radiasi
kosmis dari angkasa luar dengan atom-atom yang ada di atmosfer bumi (Yuliati &
Akhadi, 2005) .
2.2.2 Radionuklida Buatan
Radionuklida buatan adalah sumber radiasi yang pada proses
pembentukannya melibatkan manusia. Radionuklida buatan merupakan produk
dan atau produk samping dari pemanfaatan teknologi nuklir, yang tidak disengaja
atau tidak dikehendaki keberadaannya dan atau dapat pula sengaja dibuat untuk
maksud tertentu. Kedua radiasi tersebut dapat berperan sebagai sumber radiasi
lingkungan (Sofyan & Akhadi, 2004).
Tabel 1. Jenis Radionuklida Buatan
Jenis Radionuklida Waktu Paro 89Sr (50,5 d) 90Sr (28,6 y) 95Zr (64,0 d) 103Ru (39,4d) 106Ru (368 d) 131I (8,04 d) 136Cs (13,2 d) 137Cs (30,2 y) 140Ba (12,8 d)
Tabel 1 menunjukkan jenis radionuklida buatan (Mukmin, 2011). Menurut
Rina & Subiharto (2000), radionuklida buatan terjadi karena adanya reaksi yang
ditimbulkan oleh manusia secara sengaja, misalnya reaksi yang terjadi dalam
11
reaktor nuklir. Daur bahan bakar nuklir meliputi penambangan batuan dan
pengolahan bijih uranium fabrikasi bahan bakar, pembangkitan daya dalam
reaktor nuklir, konversi bijih menjadi bahan bakar, pembuangan limbah radioaktif
dan pengolahan kembali bahan bakar yang telah dipakai. Tahapan-tahapan dari
daur bahan bakar nuklir dapat terjadi pelepasan sebagian kecil bahan radioaktif ke
lingkungan.
2.3 Cesium 137
Terdapat dua radionuklida hasil reaksi fisi berumur panjang, yaitu 90Sr
waktu paruh 28,8 tahun dan 137Cs waktu paruh 30 tahun (Zulfakhri, 2007). 137Cs
merupakan unsur yang memiliki tingkat radioaktif yang cukup tinggi, bersifat
toksik dan memiliki waktu paro yang sangat lama (Muslim & Silalahi, 2014).
Selain itu, 137Cs juga merupakan radionuklida yang mudah larut dan mudah
diserap oleh saluran pencernaan (Nirwani et al., 2001). Isotop-isotop sesium
memiliki sifat kimia yang sama yaitu lebih reaktif daripada logam alkali yang
lebih rendah. Cesium lebih reaktif terhadap oksigen dan halogen, dan kurang
reaktif terhadap N, C dan H. Garam cesium dengan anion sederhana sangat larut
dan higroskopis tetapi garam cesium dengan anion kompleks kurang larut dalam
air. Radio sesium memiliki sifat yang mirip dengan rubidium (Purba et al., 2009).
Tabel 2. Batas Konsentrasi radionuklida
Radionuklida Batasan Konsentrasi (Bq/g)
137Cs 4 x 101 40K 1 x 102 226Ra 1 x 101 228Th 1 x 100
Radionuklida dapat terdeposisi ke tanah dan masuk ke dalam tubuh
manusia melalui jalur air, tanah, udara, flora, fauna lalu ke manusia (Zulfakhri,
12
2007). Batasan konsentrasi radionuklida 137Cs yang direkomendasikan IAEA
dalam Safety Series No.115 tahun 1996 disajikan dalam Tabel 2 (Nirwani et al.,
2001).
Batasan dosis efektif dari masukan radionuklida 137Cs tahunan lewat
saluran makanan untuk masyarakat umum yang direkomendasikan IAEA dalam
Safety Series No.115 tahun 1996 disajikan dalam Tabel 3 Batasan dosis efektif
masukan radionuklida lewat saluran makanan (Nirwani et al., 2001).
Tabel 3. Batasan dosis efektif masukan radionuklida lewat saluran makanan
Radionuklida Batasan Dosis Efektif (Sv/Bq) 137Cs 1,3 x 10-8 40K 6,2 x 10-9 226Ra 2,8 x 10-7 228Th 7,2 x 10-8
2.4 Cemaran Radionuklida dalam Tanah
Unsur yang terkandung dalam tanah adalah unsur besi (Fe) yang
merupakan salah satu unsur magnetik. Unsur magnetik ini ditunjukkan dengan
nilai suseptibilitas magnetik. Suseptibilitas magnetik merupakan salah satu
parameter yang digunakan dalam metode kemagnetan batuan (Almiati & Agustin,
2017) .
Tanah dapat tercemar dengan adanya radionuklida seperti 137Cs. Ketika
menyentuh permukaan tanah, dengan sangat cepat 137Cs akan terikat pada partikel
tanah. Unsur 137Cs terikat sangat kuat pada partikel tanah jenis lempung (clay),
sehingga dapat digunakan sebagai perunut (tracer) untuk studi erosi (Suhartini,
2010). Aktivitas radionuklida jatuhan pada tanah permukaan, umumnya cukup
tinggi dan relatif rendah pada lapisan subsoil. Aktivitas radionuklida jatuhan pada
13
berbagai tata guna lahan di tanah permukaan sendiri mempunyai perbedaan yang
cukup signifikan akibat adanya erosi (Aliyanta, 2015).
Penelitian mengenai cemaran radionuklida pada lingkungan telah
dilakukan oleh Putra et al. (2017) yaitu tentang “Distribusi Radionuklida Dalam
Sampel Lingkungan Tanah, Air dan Tanaman di sekitar PLTU Rembang”. Hasil
perhitungan konsentrasi aktivitas radionuklida alam 226Ra, 228 Ra, 232Th dan 40K
pada sampel tanah sebesar (8,17×10-3; 9,99×10-3; 7,84×10-3; 4,46×10-2) Bq/g.
Sampel air (3,07×10-3; 3,59×10-3; 6,59×10-4; 2,82×10-2) Bq/L. Sampel tanaman
(1,69×10-3; 7,56×10-4; 4,13×10-4; 1,17×10-2) Bq/g. Pola distribusi konsentrasi
aktivitas radionuklida alam yang yang terbentuk yaitu pada sampel tanah memiliki
pola distribusi semakin jauh jarak dari PLTU Rembang semakin besar konsentrasi
aktivitasnya. Selanjutnya, pada sampel air maupun tanaman pola distribusinya
cenderung mengarah ke lokasi yang dekat dengan PLTU yang memiliki
konsentrasi aktivitas lebih besar.
2.5 Beras Pandeglang
Beras adalah salah satu komoditas penting yang menjadi kebutuhan pokok
bagi masyarakat Indonesia. Komoditas beras menjadi penting, karena jika terjadi
kekurangan akan berdampak terjadinya gangguan stabilitas politik, ekonomi,
sosial, dan keamanan (Nasir et al., 2012). Menurut Kusumastuti et al. (2018)
dalam Jurnal Kesehatan Holistik yang ditulis oleh Ulfa (2015) beras memiliki
nilai gizi yang cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori,
protein sebesar 6,8 g dan kandungan mineral seperti Fe dan Ca masing-masing 0,8
mg dan 6 mg.
14
Pandeglang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Banten yang
berada di bagian Selatan. Kabupaten ini memiliki bentang alam cukup variatif
berupa pantai, dataran, perbukitan sampai pegunungan, serta pantai/pesisir dan
pulau-pulau kecil. Selain itu Pandeglang juga memiliki bentang morfologi yang
sedemikian rupa maka tidak mengherankan jika sumber daya alam yang
dimilikinya cukup prospektif dan potensial (Surahman, 2015).
Gambar 1. Beras
Kabupaten Pandeglang memiliki potensi sumber daya alam yang
berlimpah khususnya di Bidang Pertanian dan Pariwisata. Potensi tersebut
diindikasikan dengan diperolehnya penghargaan dalam bentuk Peningkatan
Produksi Beras Nasional (P2BN) tahun 2012, Adhikarya pangan nusantara tahun
2014 dan 2015 (Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang 2015) (Hakim, 2018).
Menurut Mulyaqin (2015) dari data BPS yang diterbitkan pada tahun 2009
disebutkan bahwa Kabupaten Pandeglang juga merupakan wilayah yang
memberikan kontribusi produksi padi paling besar yaitu mencapai 30,77 % dari
total produksi Provinsi Banten pada tahun 2010.
15
Penelitian penentuan konsentrasi radionuklida (226Ra, 232Th, 40K, dan
137Cs) telah dilakukan oleh Muthmainnah et al. (2020) pada beras di Pasar Raya
Kota Padang menggunakan spektrometer gamma. Hasil analisis konsentrasi
radionuklida yang diperoleh, konsentrasi 226Ra yang terdeteksi pada beras
melebihi batas konsentrasi 226Ra yang telah ditetapkan oleh IAEA 1788.
Radionuklida 232Th tidak terdeteksi, radionuklida 40K terdeteksi dan radionuklida
137Cs tidak terdeteksi pada sampel beras di Pasar Raya Kota Padang. Hasil analisis
pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisis konsentrasi radionuklida (226Ra, 232Th, 40K, dan 137Cs)
pada sampel beras di di Pasar Raya Kota Padang
No. Jenis
Sampel
Jenis
Radionuklida
Konsentrasi
Radionuklida
yang
diPeroleh
(Bq/kg)
IAEA
1788
(Bq/kg)
PERMENKES
RI No. 1031
Tahun 2011
(Bq/kg)
1.
Beras
226Ra
1,12
0,080 -
2. 232Th Tidak
Terdeteksi 0,003 -
3. 40K 28,44
Belum Ada Batas untuk
Konsentrasi 40K pada Bahan
Pangan
4. 137Cs Tidak
Terdeteksi
- 500
2.6 Cemaran Radionuklida pada Bahan Pangan
Radionuklida dapat masuk ke dalam tubuh manusia secara tidak langsung
melalui makanan yang dikonsumsi seperti bahan pangan (Muthmainnah et al.,
2020). Menurut Susiati (2006), bahan pangan merupakan salah satu jalur paparan
yang penting dan perlu dipertimbangkan sehubungan dengan evaluasi risiko
terhadap jalan masuknya polutan radionuklida alam maupun buatan ke dalam
16
tubuh manusia yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Bahan pangan yang
berasal dari biji padi-padian mengandung radioaktivitas total sebesar 4,52 - 6,78
Bq / g. Sayuran daun kacang-kacangan termasuk dalam kelompok tanaman dikotil
terdeteksi radioaktivitas gross beta 1,99 - 7,01 Bq / g (Muryono, 2005).
Perpindahan radionuklida di lingkungan khususnya jalur tanah ke tanaman
merupakan fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
sehingga nilai faktor transfer memiliki variasi yang besar berdasarkan jenis tanah
tempat tumbuh tanaman, jenis tanaman, dan jenis radionuklida (Sukmabuana,
2010).
2.7 Penelitian Terkait Radionuklida 137Cs
Penelitian terkait pencemaran radionuklida pada bahan pangan telah
dilakukan oleh Muryono (2005), yaitu tentang “Evaluasi Radioaktivitas Gross
Beta dan Identifikasi Radionuklida Pemancar Gamma dalam Buah-buahan Impor
dan Lokal”. Dipilih sampel buah-buahan lokal dan impor antara lain anggur, apel,
jeruk, kelengkeng, nanas, pepaya dan pisang. Sampel buah dipisahkan bagian
kulit buah dan daging buah. Partikulat debu di kulit buah, kulit buah dan daging
buah dicacah untuk mengetahui tingkat produktivitasnya dan untuk identifikasi
radionuklida pemancar gamma. Radioaktivitas rata-rata pada buah impor lebih
besar daripada buah lokal. Masing-masing besarnya adalah 114,53 Bq/kg untuk
buah-buahan impor dan 100,97 Bq/kg untuk buah-buahan lokal. Dalam buah-
buahan impor dan lokal teridentifikasi radionuklida 208 Tl, 214 Bi, 288 Ac dan
40K, yang masing-masing dengan aktivitas 3,8-8,82 Bq/kg, 0,30-2,02 Bq/kg, 0,03-
1,42 Bq/kg dan 0,32-0,66 Bq/kg. Radioaktivitas yang terdeteksi dalam sampel
17
buah-buahan impor dan lokal masih di bawah ambang batas yang membahayakan
bagi manusia.
Penelitian mengenai cemaran radionuklida telah dilakukan oleh Zulfakhri
(2007), yaitu tentang “Penyerapan 134Cs pada Tanaman Padi (Oryza sativa, L.)”.
Penyerapan 134Cs oleh tanaman padi dari tanah telah dipelajari untuk mengetahui
akumulasi 134Cs pada tanaman padi dan faktor transfernya. Data yang diperoleh
diharapkan dapat digunakan dalam penelitian dosis radiasi interna yang diterima
manusia karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Padi
ditanam selama lebih kurang 109 hari pada media tanah yang telah terkontaminasi
dengan 134Cs sebesar 1,3859 MBq. Pengamatan terhadap penyerapan 134Cs
dilakukan setelah panen dengan cara mengambil sampel tanaman dan tanah.
Sampel tanaman terdiri dari biji (beras, sekam), malai, daun, batang dan akar
dikeringkan kemudian dicacah dengan spektrometer sinar gamma, demikian pula
halnya dengan sampel tanah. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 134Cs
diakumulasi dalam biji, malai, daun, batang dan akar tanaman padi. Besarnya
akumulasi 134Cs dinyatakan sebagai faktor transfer 134Cs dari tanah ke padi, dan
dari penelitian ini diperoleh nilai nilai faktor transfer ke beras sebesar 0,03274 ±
0,00104; 0,03862 ± 0,00131 dan 0,03922 ± 0,00103.
Penelitian tentang penyerapan radionuklida oleh kangkung dari tanah berair
telah dilakukan oleh Sukmabuana & Tjahaja (2009) sampel tanaman dicuci bersih
dengan air mengalir, kemudian diukur tingginya. Bagian tanaman dipisahkan
menjadi akar, batang, dan daun kemudian ditimbang untuk memperoleh berat
basah. Kemudian sampel tanaman dan tanah dikeringkan hingga diperoleh berat
konstan dengan lampu pemanas (selama 30 jam), lalu ditimbang untuk
18
memperoleh berat kering, setelah itu, dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk
dicacah dengan spektrometer gamma selama 900 detik. Dari hasil penelitian ini
diketahui bahwa tanaman kangkung memiliki kemampuan menyerap 134Cs dari
media tanah yang mengandung air. Konsentrasi tertinggi radionuklida 134Cs
ditemukan di akar tanaman. Radionuklida 134Cs terikat kuat pada partikel tanah
liat berlempung yang digunakan dalam penelitian ini sehingga sangat sedikit 134Cs
yang terlarut dalam air. Faktor transfer 134Cs dari media tanah siram ke tanaman
sampai usia panen (sampling hari ke-45) relatif kecil yaitu 0,07. Bisa dikatakan
bahwa tanaman kangkung menyerap 134Cs dari media tanah, tetapi tidak
mengakumulasinya.
Penelitian mengenai radioaktivitas juga dilakukan oleh Sukmabuana (2010)
melakukan penelitian tentang parameter transfer radio stronsium 85 Sr di
lingkungan melalui jalur tanah tanaman bayam (Amaranthus sp.). Penelitian ini
dilakukan dengan cara tanaman bayam (Amaranthus sp.) ditanam pada tanah yang
terkontaminasi radionuklida 85 Sr selama dua bulan. Setiap lima hari sekali
tanaman dan tanah tempat mereka tumbuh diambil sampelnya, dikeringkan dan
kemudian diukur kandungan radionuklida 85 Sr nya dengan menggunakan
spektrometer gamma. Dari hasil penelitian diperoleh besarnya kemampuan
tanaman untuk mengakumulasi 85 Sr yang dinyatakan sebagai faktor transfer
adalah 3, sedangkan nilai k12 yang menyatakan koefisien transfer rate adalah 9,99
x 10-3 hari-1 dan 9,98 x 10-3 hari-1, masing-masing selama 0<t<41 hari dan t>41
hari.
Penelitian tentang penentuan konsentrasi radionuklida (226Ra, 232Th, 40K,
dan 137Cs) pada beberapa bahan pangan oleh Muthmainnah et al. (2020) seperti
19
cabe, beras, ikan laut, ikan tawar, singkong, dan daun singkong menggunakan
spektrometer gamma di Pasar Raya Kota Padang. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan data awal konsentrasi radionuklida pada bahan pangan di Pasar Raya
Kota Padang. Hasil konsentrasi 226Ra dan 232Th dianalisis berdasarkan IAEA
1788 dan hasil konsentrasi 137Cs dianalisis berdasarkan PERMENKES RI No
1031 tahun 2011. Pengukuran konsentrasi radionuklida menggunakan
spektrometer gamma. Penelitian diawali dengan persiapan sampel, kalibrasi
spektrometer gamma, dan pengukuran konsentrasi radionuklida. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa radionuklida yang terdeteksi pada bahan pangan yaitu 226Ra
dan 40K, sedangkan 232Th dan 137Cs tidak terdeteksi. 226Ra terdeteksi pada semua
bahan pangan dengan konsentrasi tertinggi pada ikan tawar yaitu 2,73 Bq/kg dan
konsentrasi terendah pada beras yaitu 1,12 Bq/kg. Konsentrasi 226Ra yang
terdeteksi pada bahan pangan melebihi batas yang ditetapkan IAEA 1788. 40K
terdeteksi pada semua bahan pangan dengan konsentrasi tertinggi pada cabe yaitu
958,06 Bq/kg dan konsentrasi terendah pada beras yaitu 28,44 Bq/kg.
2.8 Spektrometer Gamma
Spektrometer gamma digunakan untuk melakukan analisis zat radioaktif
yang dapat memancarkan radiasi gamma. Setiap radionuklida mempunyai tenaga
tertentu dan bersifat spesifik (Luhur et al., 2013). Zat radioaktif pemancar radiasi
gamma di antaranya adalah 137Cs, 60Co, 192Ir, 226Ra, 228Ra, 238U, 232Th, dan 40K
(Wahyudi et al., 2007). Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan
kalibrasi terhadap alat spektrometer gamma. Kalibrasi ini dilakukan pada energi
gamma dengan menggunakan sumber standar 60Co, pada dua puncak energi
yaitu sebesar 1173,24 keV dan 1332,50 keV. Selanjutnya diamati besarnya
20
cacahan radiasi (intensitas radiasi) dan resolusi yang dihasilkan sesuai dengan
puncak energi yang telah ditentukan (Noviarty et al., 2010). Pengujian pasca
iradiasi elemen bakar nuklir, spektrometer gamma digunakan sebagai teknik untuk
menganalisis isotop-isotop hasil fisi pemancar gamma diantaranya adalah isotop
137Cs (Kriswarini & Anggraini, 2009).
Gambar 2. Perangkat spektrometer gamma
Gambar 2 menunjukkan perangkat spektrometer gamma (Purwanto &
Nuraeni, 2013). Berbeda dengan sistem pencacah diferensial yang mengukur
intensitas radiasi yang mempunyai selang energi tertentu, sistem spektrometer
gamma ini menekankan distribusi pancaran radiasi terhadap energi nya. Fungsi
utama dari sistem spektrometer gamma adalah mempelajari spektrum distribusi
energi radiasi gamma, meskipun demikian sistem ini juga dapat digunakan untuk
pencacahan. Kelemahan sistem ini bila digunakan untuk melakukan pencacahan
adalah kecepatan yang yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena setiap
radiasi yang memasukinya akan diukur energinya, sedangkan proses pengukuran
energi tersebut membutuhkan waktu yang lama dibandingkan bila hanya
H
V
PA
Cryostat
Am
p
Unit
Pengolahan
data
Penganalisa
salur ganda
Penguat awal
Detektor
HPGe
21
digunakan untuk menentukan jumlahnya saja seperti yang ada pada sistem
pencacah (Ratnawati & Imam, 2015).
2.9 Peluruhan Sumber Standar
Penelitian ini, menggunakan sumber standar campuran 137Cs, 133Ba dan
60Co. Radionuklida 137Cs adalah pemancar radiasi gamma yang memiliki waktu
paruh 30 tahun sedangkan 133Ba memiliki waktu paruh 10,7 tahun (A. Aziz,
2013). Radionuklida 60Co merupakan pemancar radiasi gamma yang memiliki
waktu paruh 5,27 tahun (Sari et al., 2020).
𝐴𝑡 = 𝐴0𝑒−0,693t/T..........................................................................................(1)
At = Aktivitas pada saat pencacahan (Bq)
Ao = Aktivitas mula-mula (Bq)
t = Waktu tunda (hari)
T1/2 = waktu paro (hari)
2.10 Kalibrasi Spektrometer Gamma
Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai
yang ditunjukkan oleh instrumen ukur, sistem pengukuran atau nilai yang diwakili
oleh bahan ukur dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari
besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Tujuan kalibrasi adalah untuk
mengetahui ketertelusuran suatu alat ukur, simpangan alat ukur, serta menjamin
alat ukur telah tertelusur dengan standar nasional maupun internasional
(Wicaksono & Susanto, 2015). Irawan (2019) menjelaskan bahwa kalibrasi juga
bertujuan untuk menentukan perbedaan (deviasi) antara pembacaan alat ukur atau
bahan ukur (yang digunakan sebagai standar) dengan (taksiran) nilai benar. Hasil
kalibrasi dapat berupa penetapan koreksi yang berkaitan dengan penunjukan alat
ukur. Kalibrasi dapat juga menetapkan sifat metrologis lainnya, termasuk efek
besaran yang berpengaruh. Hasil kalibrasi direkam dalam dokumen yang biasa
22
disebut sertifikat kalibrasi. Hal ini akan bermanfaat untuk menjaga kondisi alat
ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasi dan mendukung sistem mutu di industri
atau bidang lain yang berkaitan dengan alat tersebut (Wicaksono & Susanto,
2015).
Kalibrasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu kalibrasi energi dan kalibrasi
efisiensi. Kalibrasi energi dilakukan dengan menggunakan sumber standar untuk
menentukan hubungan antara nomor salur dan energi gamma (keV), secara umum
hubungan antara nomor salur dengan energi gamma dapat ditentukan dengan
Persamaan 2 (Wahyudi et al., 2007).
γ = a + bX ......................................................................................................(2)
γ = Energi gamma (keV)
a dan b = Bilangan konstanta linier
X = Nomor salur (channel)
Kalibrasi energi ini bertujuan untuk mensinergikan puncak tiap energi
spektrum dengan energi yang sebenarnya sehingga dalam pencacahan sampel
diperoleh spektrum dengan puncak-puncak energinya sesuai dengan energi
radionuklida yang terkandung dalam sampel yang digunakan (Yusro et al., 2013).
Kalibrasi energi alat digunakan sumber standar energi gamma 60Co, pada dua
puncak energi yaitu energi 1173.24 keV dan energi 1332.50 keV (Noviarty et al.,
2009). Kalibrasi efisiensi deteksi adalah ukuran hubungan antara pencacahan yang
dihasilkan detektor dengan aktivitas zat radioaktif (Luhur et al., 2013). Kalibrasi
efisiensi digunakan untuk keakuratan dan ketelitian pada pengukuran aktivitas zat
radioaktif (Yusro et al., 2013). Kalibrasi efisiensi dapat dihitung dengan
persamaan 3 (Wahyudi et al., 2007).
23
Ɛγ =(
𝑁𝑠
𝑡𝑠−
𝑁𝐵𝐺
𝑡𝐵𝐺)
𝐴𝑡 . 𝑃γ............................................................................................(3)
Ɛγ = Efisiensi energi gamma (%)
Ns = Laju cacah standar (cps)
NBG = Laju cacah latar (cps)
At = Aktivitas pada saat pengukuran (Bq)
Pγ = Yield energi gamma tertentu (%)
2.11 Konsentrasi Radionuklida dalam Sampel Tanah dan Beras
Konsentrasi 137Cs ditentukan pada puncak energi 661,66 keV dengan P
85%. Konsentrasi radionuklida 137Cs yang terkandung dalam sampel dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 4 (BATAN, 2017b).
𝐶 =
Ns
ts–
NBG
tBg
ℇ.Pγ.W x 100........................................................................................(4)
C = Konsentrasi radionuklida dalam sampel (Bq/kg)
Ns = Laju cacah sampel (cps)
ts = Waktu cacah sampel (s)
NBG = Laju cacah latar (cps)
tBG = Waktu cacah background (s)
ℇ = Efisiensi pencacahan (%)
Pγ = Kelimpahan energi gamma (%)
W = Berat sampel (kg)
2.12 Ketidakpastian Pengukuran
Ketidakpastian pengukuran dapat terjadi karena menurut Ratnawati & Imam
(2015), tidak ada satupun hasil pengukuran yang mempunyai kebenaran mutlak
atau bersifat random, walaupun canggihnya alat yang digunakan dan stabil
kondisi lingkungan disekitar pengukuran. Jika ada suatu hasil pengukuran, baik
dalam bidang pengujian, analisa ataupun kalibrasi yang menyatakan bahwa hasil
ukurnya merupakan nilai sebenarnya dari apa yang sedang diukur, maka dapat
dikatakan bahwa pengukuran tersebut tidak benar. Sumber sumber kesalahan yang
menyumbang dalam proses pengukuran misalnya pengaruh kondisi lingkungan,
24
sampel ukur dan resolusi alat. Untuk menghitung ketidakpastian pengukuran
dapat menggunakan persamaan 5 (BATAN, 2017b):
𝜇𝐶 = 𝐶√(𝜎𝑛𝑠+σ𝑛𝐵
𝑛𝑠−𝑛𝐵)
2
+ (𝜎Ɛ
Ɛ)
2
+ (𝜎𝑃γ
𝑃γ)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
.................................(5)
μC = Ketidakpastian pengukuran (Bq/kg)
σns = Deviasi cacah sampel (%)
σnB = Deviasi cacah latar (%)
σƐ = Deviasi standar efisiensi (%)
σPγ = Deviasi standar pancaran radiasi gamma (%)
w = Berat sampel (kg)
2.13 Konsentrasi Minimum Terdeteksi
Konsentrasi minimum terdeteksi Minimum Detectable Concentration
(MDC) pada tingkat kepercayaan 95%
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √𝑛𝐵/𝑡𝐵
Ɛ.𝑝𝛾. 𝐹𝑘 . 𝑊......................................................................(6)
MDC= Konsentrasi minimum terdeteksi
Fk = Faktor koreksi serapan diri
Pγ = Kelimpahan energi gamma (%)
W = Berat sampel (kg)
ℇ = Efisiensi pencacahan (%)
𝑛𝐵 = Laju cacah latar (cps)
𝑡𝐵 = Waktu cacah latar (s)
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi
Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTKMR-BATAN) yang terletak di jalan
Lebak Bulus No. 49 Pasar Jumat Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan November 2020 hingga April 2021.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku pengabuan
(muffle furnace), beaker marinelli 1 liter, vial, alat spektrometer gamma
Spektrometer gamma dengan (merk Ortec) dengan detektor HPGe, selotip, kertas
label, spidol, alat-alat gelas, baki, gunting, blender, kantong plastik, ayakan 60
mesh, dan timbangan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah 2 kg, beras
jenis Ciherang 5 kg dan nitrogen cair 20 L. Sampel tanah dan beras diambil dari
Kecamatan Carita, Jiput, Labuan dan Pulosari.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penentuan Lokasi Sampling Tanah dan Beras
Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan di Kabupaten
Pandeglang-Banten yang meliputi Radius samplingnya adalah per satu kecamatan
1 sampel pada koordinat GPS di titik tengah atau yang mendekatinya (Tabel 5 dan
Gambar 3).
26
Tabel 5. Lokasi Pengambilan Sampel
No. Petani
Kode
Sampel
/ Jenis
Sampel
Lokasi
Sampling
Hari/
Tanggal Waktu Titik Koordinat
1. A TC1 /
Tanah
Kp.
Pamatang,
Desa
Banjarmasin
Kecamatan
Carita
Kabupaten
Pandeglang-
Banten
Senin /
09
November
2020
13.03
WIB
S06˚19.828’E105
˚50.068
2. A BC1 /
Beras
3. A
ABU
BC1 /
Abu
Beras
4. B TJ2 /
Tanah
Kp.
Pamarayan,
Desa
Pamarayan,
Kecamatan
Jiput,
Kabupaten
Pandeglang-
Banten
Selasa /
10
November
2020
13.20
WIB
S06˚20.732’E105
˚53.569
5. B BJ2 /
Beras
6. B
ABU
BJ2/
Abu
Beras
7. C TL3 /
Tanah Desa
Caringin,
Kecamatan
Labuan,
Kabupaten
Pandeglang –
Banten
Rabu /
11
November
2020
13.25
WIB
S06˚21.705’E105
˚49.501
8. C BL3 /
Beras
9. C
ABU
BL3/
Abu
Beras
10. D TP4 /
Tanah
Kp. Kadu
Kupa,
Desa
Sukasari,
Kecamatan
Pulosari,
Kabupaten
Pandeglang-
Banten
Kamis /
12
November
2020
13.05
WIB
S06˚19.256’E105
˚56.935
11. D BP4 /
Beras
12. D
ABU
BP4 /
Abu
Beras
27
Gambar 3. Peta lokasi pengambilan sampel
3.3.2 Kalibrasi Spektrometer Gamma
Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan sumber standar yang telah
disesuaikan dengan radionuklida yang akan dianalisis. Selanjutnya diamati
besarnya intensitas radiasi (cacahan radiasi) dan resolusi yang dihasilkan sesuai
dengan puncak energi yang telah ditentukan (Luhur et al., 2015).
Gambar 4 menunjukkan ilustrasi FWHM dan FWTM (Luhur et al., 2015).
Analisis atau pengukuran aktivitas zat radioaktif menggunakan spektrometer
28
gamma bersifat relatif atau tergantung pada jenis radionuklida yang akan
dianalisis. Setiap radionuklida mempunyai tenaga tertentu dan bersifat spesifik,
sehingga harus dilakukan kalibrasi terlebih dahulu (Luhur et al., 2013).
Gambar 4. Ilustrasi Resolusi FWHM dan FWTM
3.4 Sampling dan Analisis Sampel
3.4.1 Sampling dan Analisis Sampel Tanah
Sampel tanah diambil di sawah yang ditanami padi pada kedalaman 0-5
cm sebanyak 2 kg di setiap kecamatan yang dipilih (Despriani et al., 2020).
Beaker Marinelli 1 L disiapkan dan diberi label kode sampel. Sampel dibersihkan
dari pengotornya, selanjutnya sampel tanah dikeringkan pada suhu 105 ˚C di
dalam oven. Sampel kemudian ditumbuk dengan mortar dan diayak dengan
ayakan ukuran 50 - 60 mesh. Sampel dimasukkan ke dalam beaker Marinelli 1 L
hingga hampir penuh kemudian berat sampel ditimbang lalu wadah ditutup. Berat
sampel ditimbang lalu dicatat. Beaker Marinelli ditutup dan seal menggunakan
selotip. Sampel tanah dicacah secara langsung menggunakan spektrometer gamma
selama 3600 detik lalu dicatat (BATAN, 2017b).
29
3.4.2 Sampling dan Analisis Sampel Beras (Oryza sativa)
Sampel padi diambil di sawah lalu di giling agar menjadi beras sebanyak 5
kg pada masing-masing lokasi yang dipilih (Nirwani et al., 2001). Beaker
Marinelli 1 L disiapkan dan diberi label kode sampel. Sampel dibersihkan dari
bagian kulitnya kemudian dihaluskan. Sampel yang akan diukur dimasukkan ke
dalam beaker Marinelli 1 L dan berat sampel diukur lalu dicatat beratnya. Beaker
Marinelli ditutup dan seal menggunakan selotip. Sampel dicacah secara langsung
dengan spektrometer gamma selama 3600 detik. Hasil pengukuran dicatat, dan
sampel diabukan dalam tungku pengabuan (muffle furnace) pada suhu 400 ˚C.
Berat abu ditimbang setelah dihomogenkan dengan cara dicampur antara wadah
yang satu dengan wadah sampel yang lain yang berasal dari lokasi yang sama lalu
diaduk, kemudian dimasukkan ke dalam vial. Vial ditutup dan diukur konsentrasi
137Cs dalam sampel menggunakan spektrometer gamma, data yang diperoleh
dicatat (BATAN, 2017a).
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kalibrasi Energi
Sistem spektrometer gamma perlu dikalibrasi dengan sumber standar
sebelum digunakan untuk pengukuran. Kalibrasi yang dilakukan adalah kalibrasi
energi dan kalibrasi efisiensi. Kalibrasi energi diperlukan untuk menentukan
hubungan antara nomor saluran (channel) dan energi gamma (keV). Radionuklida
masing-masing memiliki energi yang berbeda dan bersifat spesifik, hal inilah
yang digunakan sebagai dasar dalam analisis baik kualitatif maupun kuantitatif
(Wahyudi et al., 2007). Pengukuran kalibrasi energi gamma merupakan analisis
kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui kondisi latar atau background dari
ruang pencacahan dengan menggunakan sumber standar (Noviarty et al., 2011).
Kalibrasi energi bertujuan untuk mensinergikan puncak tiap energi spektrum
dengan energi yang sebenarnya sehingga untuk pencacahan sampel berikutnya
akan diperoleh spektrum dengan puncak-puncak energi yang sesuai (Yusro et al.,
2013). Penelitian ini menggunakan dua jenis wadah sampel yaitu Marinelli dan
vial. Jenis sumber standar yang digunakan yaitu EW-679 untuk jenis wadah
Marinelli dan GM 011 V untuk jenis wadah vial. Kedua jenis sumber standar
tersebut dilakukan kalibrasi. Kalibrasi energi dilakukan setelah perhitungan
aktivitas radionuklida pada sumber standar.
Aktivitas radiasi menyatakan jumlah peluruhan yang terjadi per detik.
Aktivitas tidak berhubungan dengan jenis radiasi dan energi radiasi, tetapi hanya
berhubungan dengan jumlah peluruhan per satuan waktu. Jika Aktivitas awal
suatu radionuklida adalah Ao maka setelah t detik aktivitasnya menjadi At yang
31
mengikuti persamaan 1 (Aziz et al., 2015). Hasil perhitungan aktivitas
radionuklida pada sumber standar EW-679 pada Tabel 6.
Tabel 6. Data aktivitas radionuklida sumber standar EW-679
Radionuklida
Waktu
Acuan
pada
Sertifikat
Waktu
paro
(hari)
Aktivitas
Radionuklida
pada Sertifikat
(Bq)
Tanggal
Cacah
Waktu
Tunda
(hari)
Aktivitas
saat Cacah
(Bq)
137Cs 10/06/2020 10958 1806,6 06/01/2021 210 1782,766 60Co 10/06/2020 1925 142,9 06/01/2021 210 132,495
Hasil perhitungan aktivitas ketiga radionuklida dalam sumber standar ini
kemudian dibandingkan dengan nilai yang tertera dalam sertifikat standardisasi
radionuklida sebagai nilai acuan. Aktivitas kedua radionuklida ini yang tertera
pada sertifikat masing-masing adalah 1806,6 Bq dan 142,9 Bq. Tabel 6
menunjukkan aktivitas radionuklida sumber standar pada sertifikat lebih tinggi
dibandingkan aktivitas radionuklida saat cacah. Hal ini dikarenakan adanya proses
peluruhan (decay). Peluruhan merupakan proses perubahan inti atom yang tidak
stabil (radionuklida) menjadi inti stabil. Peluruhan juga dapat berarti sebagai
proses pemancaran sinar zat radioaktif oleh suatu radionuklida. Selain itu proses
peluruhan bersifat acak. Inti-inti atom tidak meluruh sekaligus pada suatu waktu
tetapi satu per satu dalam selang waktu tertentu. Zat radioaktif memiliki waktu
paruh yang diperlukan suatu zat radioaktif agar sebagian atau setengah dari inti
radioaktif meluruh (Ridwan et al., 2015). Laju peluruhan inti radioaktif disebut
aktivitas. Semakin besar aktivitas, semakin banyak inti atom yang meluruh per
detik. Aktivitas yang dimiliki oleh suatu radionuklida akan berkurang jika
radionuklida tersebut mengalami peluruhan untuk mencapai kestabilan (Khairani
et al., 2007). Nilai aktivitas sumber standar setelah diperoleh dari hasil
32
perhitungan, selanjutnya dilakukan kalibrasi sumber standar. Data hasil kalibrasi
energi sumber standar EW-679 didapat data sebagaimana pada Tabel 7.
Tabel 7. Data kalibrasi energi sumber standar EW-679
Nuklida Energi
(keV) Yield
Aktivitas
Radionuklida
pada Sertifikat
(Bq)
Nomor
Salur
(Channel)
Net
Area
137Cs 661,657 0,85 1806,6 3061 32140 60Co 1173,228 0,999 142,9 5426 1865 60Co 1332,492 0,999824 142,9 6160 1718
Sumber standar EW-679 ini digunakan untuk sampel yang ditempatkan
pada Marinelli seperti sampel tanah (TC1, TJ2, TL3 dan TP4) serta sampel beras
(BC1, BJ2, BL3 dan BP4). Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi
energi yang dimiliki oleh suatu radionuklida, maka semakin tinggi pula nomor
salurnya. Iman et al. (2013) mengatakan bahwa interaksi sinar-γ dengan detektor
akan menghasilkan sinyal pulsa. Tinggi pulsa tersebut akan sebanding dengan
tenaga sinar-γ yang mengenai detektor. Tinggi pulsa dicatat dalam suatu saluran
dengan nomor tertentu, sehingga nomor salur akan sebanding dengan energi sinar-
γ (Iman et al., 2013). Indrayani (2018) menjelaskan bahwa tinggi pulsa yang
dihasilkan oleh detektor pada spektrometri-γ setara dengan energi sinar-γ yang
mengenai detektor, sehingga nomor salur penganalisis salur ganda juga sebanding
dengan energi sinar-γ. Plot tingkat energi foton-γ versus nomor salur kemudian
diperoleh satu garis lurus. Plot inilah yang dinamakan kalibrasi energi. Kurva
kalibrasi energi sumber standar EW-679 pada Gambar 5. Persamaan kurva
kalibrasi (linearitas) menunjukan hubungan antara nomor salur dengan energi.
Pengukuran kurva kalibrasi (linearitas) diukur dengan menggunakan sumber
standar γ campuran (mixed gamma) minimum 3 puncak energi yaitu
33
menggunakan sumber standar 137Cs dengan energi 661,657 keV, 60Co dengan
energi 1173,228 keV dan 60Co 1332,492 keV yang sudah diketahui aktivitas
radionuklidanya dari sertifikat EW-679.
Gambar 5. Kurva Kalibrasi Energi pada Sumber Standar (Marinelli)
Gambar 5 didapatkan persamaan y = 0,2164 x – 0,8872 dan koefisien
korelasi R2 = 1. Nilai tersebut menggambarkan adanya korelasi yang berbanding
lurus antara energi terhadap nomor salur. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa
hasil analisis memenuhi persyaratan dengan nilai koefisien korelasi R2 = 1.
Kalibrasi energi setelah dilakukan pada sumber standar EW-679, selanjutnya
dilakukan penentuan aktivitas sumber standar dan kalibrasi sumber standar GM-
011 V. Kalibrasi energi sumber standar GM-011 V dilakukan setelah perhitungan
aktivitas radionuklida. Data aktivitas sumber standar GM-011 V pada Tabel 8.
Tabel 8. Data aktivitas sumber standar GM-011 V
Radionuklida
Waktu
Acuan
pada
Sertifikat
Waktu
paro
(hari)
Aktivitas
Radionuklida
pada
Sertifikat
(Bq)
Tanggal
Cacah
Waktu
Tunda
(hari)
Aktivitas
Cacah
(Bq)
60Co 01/10/2004 1925 215,48 09/03/2021 6003 24,823 137Cs 01/10/2004 10958 52,85 09/03/2021 6003 36,155 133Ba 01/10/2004 3847 169,07 09/03/2021 6003 57,336 241Am 01/10/2004 157899 225,03 09/03/2021 6003 219,179
y = 0.2164x - 0.8872R² = 1
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000En
erg
i G
am
ma
(k
eV)
Nomor Salur
34
Tabel 8 menunjukkan aktivitas radionuklida 60Co, 137Cs, 133Ba dan 241Am
pada saat pencacahan sumber standar yaitu sebesar 24,823 Bq; 36,155 Bq; 57,336
Bq dan 219,179 Bq. Aktivitas radionuklida masing-masing dalam sumber standar
yang tertera pada sertifikat yaitu 215,48 Bq; 52,85 Bq; 169,07 Bq dan 225,03 Bq.
Acuan waktu yang digunakan untuk menghitung aktivitas sumber standar GM-
011 V adalah tanggal 9 Maret 2021. Waktu yang tertera dalam sertifikat sumber
standar GM-011 V yaitu tanggal 1 Oktober 2004 sehingga waktu tundanya selama
6003 hari. Waktu tunda yang cukup lama ini menyebabkan hasil aktivitas
radionuklida pada saat pencacahan jauh lebih rendah dibandingkan dengan
aktivitas yang tertera pada sertifikat. Aktivitas merupakan perubahan jumlah inti
radioaktif tiap satuan waktu. Unsur radioaktif akan meluruh pada waktu tertentu.
Ketika unsur radioaktif meluruh jumlah intinya berkurang, sehingga aktivitas
yang dimiliki oleh unsur radioaktif tersebut akan berkurang (Khairani et al.,
2007). Aktivitas sumber standar setelah diperoleh hasilnya, selanjutnya dilakukan
kalibrasi energi (Gambar 5 dan 6).
Data kalibrasi energi sumber standar GM-011 V pada Tabel 9. Sumber
standar ini digunakan untuk sampel yang ditempatkan pada vial seperti sampel
abu beras (abu BC1, abu BJ2, abu BL3 dan abu BP4). Tabel 9 menunjukkan hasil
kalibrasi energi pada radionuklida yang memiliki energi tinggi, pada saat
pencacahan sumber standar memperoleh nomor salur yang tinggi pula. Menurut
Sudiati (2005), nomor salur sebanding dengan energi sinar γ. Semakin tinggi sinar
γ yang dideteksi semakin tinggi pula nomor salur pulsa yang dihasilkan.
Pengukuran terhadap sebuah sumber standar yang telah diketahui energinya dan
35
dicatat nomor salur yang bersesuaian dengan energi tersebut maka hasilnya dapat
dibuat grafik hubungan energi dengan nomor salur.
Tabel 9. Data kalibrasi energi sumber standar GM-011 V
Nuklida Energi
(keV) Yield
Aktivitas
Radionuklida
pada Sertifikat
(Bq)
Nomor
Salur
(Channel)
Net Area
60Co 1173,228 0,999
215,48 5425 9821
1332,492 0,999824 6160 8525 137Cs 661,657 0,85 52,85 3060 23168
133Ba
80,9979 0,3661
169,07
375 34734
276,3989 0,071 1279 6340
302,8508 0,1833 1402 14751 356,0129 0,623 1647 43476
383,8485 0,0892 1776 6205
Grafik yang diperoleh umumnya akan berbentuk garis lurus (linier) yang
disebut sebagai grafik kalibrasi energi dan digunakan sebagai dasar analisa
kualitatif. Grafik hasil pengukuran kalibrasi energi pada gambar 6.
Gambar 6. Kurva Kalibrasi Energi pada Sumber Standar (Vial)
Kurva kalibrasi energi pada Gambar 6 merupakan kurva kalibrasi dengan
sumber standar wadah vial (GM-011 V) yang terdiri dari abu rumput. Gambar
tersebut menunjukkan hubungan yang linear antara nomor salur dengan energi
y = 0,2152x + 3,9793R² = 0,9999
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
En
ergi
(keV
)
Nomor Salur
36
dan diperoleh persamaan y = 0,2152 x + 3,9793 dan koefisien korelasi R2 =
0,9999. Nilai tersebut menggambarkan linearitas yang sangat baik. Aturan umum,
nilai 0,90 < r < 0,95 menunjukan kurva yang cukup baik, nilai 0,95 < r < 0,99
menunjukan kurva yang baik dan nilai r > 0,99 menunjukan linearitas yang sangat
baik. Nilai maksimum dari r adalah 1 yang menunjukan adanya koefisien korelasi
yang tepat antara konsentrasi dan absorbansi. Berdasarkan data yang diperoleh
nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999 yang artinya menunjukan linearitas
yang sangat baik (Romsiah et al., 2017). Nilai koefisien regresi yang diperoleh
lebih besar dari 0,98 atau mendekati 1. Hasil ini menunjukkan linearitas yang baik
terhadap ketepatan data ukur yang mendekati nilai benar (Noviarty & Haryanti,
2016).
4.2 Kalibrasi Efisiensi
Kalibrasi efisiensi dilakukan untuk mengetahui kemampuan detektor
dalam menangkap setiap energi dari radionuklida pemancar gamma yang terdapat
pada suatu sampel (Despriani et al., 2020). Pembuatan kurva kalibrasi efisiensi
dilakukan pengukuran sumber standar radioaktif yang diketahui produktivitasnya.
Spektrum gamma dapat membantu peneliti untuk mengetahui counts per second
(cps) dari setiap puncak pada energi tertentu dengan mencari net area dari puncak
tersebut dibagi dengan counting time dalam detik (Suparman et al., 2008). Kurva
kalibrasi efisiensi, sebagai absis adalah energi (keV) dan ordinat adalah efisiensi.
Kurva kalibrasi efisiensi menunjukkan bahwa pada energi < 100 keV, efisiensi
akan naik sebanding dengan kenaikan energi (sinar gamma) dan pada energi >
100 keV berlaku sebaliknya yaitu efisiensi akan turun sebanding dengan kenaikan
37
energi (Suparman et al., 2008). Kalibrasi efisiensi sistem spektrometer gamma
detektor HPGe model GEM F5930-3 dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9.
Gambar 7. Kurva Kalibrasi Efisiensi pada Sumber Standar EW-679
Gambar 7 terlihat hubungan antara energi dan efisiensi dengan y =
0,580554 x-0,706951 dengan R2 sebesar 0,989200. Nilai koefisien determinasi yang
diperoleh 0,999798 (mendekati 1), hasil ini menunjukkan ketepatan terhadap data
ukur yang mendekati nilai benar. Kalibrasi efisiensi yang dilakukan dengan
demikian dapat diterima.
Gambar 8. Kurva Kalibrasi Efisiensi GM-011 V Energi Rendah
y = 0.580554x-0.706951
R² = 0.999798
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Efi
sien
si (
%)
Energi Gamma (keV)
y = 1.3603x + 0.0071
R² = 1
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 10 20 30 40 50 60 70
Efi
sien
si (
%)
Energi Gamma (keV)
38
Gambar 9. Kurva Kalibrasi Efisiensi GM-011 V Energi Tinggi
Gambar 8 dan 9 dapat dilihat efisiensi sistem spektrometer gamma
mempunyai karakteristik yang spesifik. Nilai efisiensi meningkat pada rentang
energi dibawah 100 keV. Hal ini dikarenakan terjadinya proses absorpsi foton
gamma energi rendah oleh bagian cap atau tutup detektor. Foton gamma dengan
energi yang lebih tinggi dari 100 keV memiliki energi yang cukup untuk
menembus cap detektor; sehingga proses absorpsi untuk foton gamma dengan
energi yang lebih tinggi akan semakin berkurang, dan efisiensi terpecahnya foton
gamma akan meningkat. Penurunan efisiensi terjadi untuk pencacahan foton
gamma dengan energi di atas 100 keV. Hal ini dikarenakan ketika terjadi kenaikan
energi dari 100 keV hingga lebih dari 1 MeV, sebagian besar foton gamma masih
berinteraksi dengan material detektor. Tetapi, interaksi yang berupa hamburan
compton lebih banyak terjadi dibandingkan dengan interaksi terpecahnya foton
gamma. Sehingga, efisiensi pencacahan menjadi berkurang untuk energi foton
gamma di atas 100 keV (Kurniawan et al., 2020).
y = 3.6084x-0.879
R² = 0.9996
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Efi
sien
si (
%)
Energi Gamma (keV)
39
Gambar 8 menunjukkan efisiensi pada energi di bawah 100 keV diperoleh
persamaan efisiensi = 1,3603 x + 0,0071 dengan R2 = 1 dengan kurva yang cukup
curam. Energi di atas 100 keV diperoleh persamaan Efisiensi = 3,6084 x-0,879
dengan R2 = 0,9996 dengan kurva yang cukup landai. Persamaan untuk energi di
bawah 100 keV menggunakan persamaan linear, sedangkan energi di atas 100
keV memiliki karakteristik persamaan eksponensial. Nilai koefisien korelasi (R2)
yang dihasilkan menunjukkan bahwa kurva efisiensi mempunyai koefisien
korelasi dengan nilai R2 ≈ 1, ini berarti setiap titik mendekati garis kurva efisiensi.
Analisis dilakukan secara langsung apabila radionuklida yang dianalisis sama
dengan standar, sedangkan kurva efisiensi digunakan untuk menghitung
radionuklida yang berbeda tetapi dalam rentang energi yang terdapat pada kurva
efisiensi (Wahyudi et al., 2007) .
4.3 Konsentrasi Radionuklida pada Sampel
Pengukuran konsentrasi radionuklida pada sampel diawali dengan
mengukur cacah background) selama 3600 detik. Pengukuran cacah background
pada penelitian ini yaitu dengan dimasukkan wadah sampel (Marinelli/vial) berisi
aquades ke dalam alat spektrometer gamma lalu diukur. setelah dilakukan
pengukuran radiasi latar, kemudian dilakukan pengukuran pada masing-masing
sampel selama 3600 detik dan dilakukan identifikasi radionuklida pada spektrum.
Hasil pencacahan sampel, diperoleh data berupa spektrum energi-γ. Berdasarkan
spektrum energi-γ yang muncul dari hasil pencacahan sampel tersebut, maka
selanjutnya dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
dilakukan dengan menentukan puncak-puncak pada spektrum energi gamma.
Puncak pada spektrum energi setelah ditentukan, kemudian disesuaikan dengan
40
Laboratoire National Henri Becquerel (LNHB), maka jenis radionuklida yang
terkandung dalam sampel dapat diketahui (Indrayani, 2018). Lebar kurva sangat
dipengaruhi oleh jenis detektor maupun instrumentasi yang digunakan, dan sangat
mempengaruhi keandalan suatu sistem spektroskopi. Semakin sempit kurvanya,
makin baik sistem spektroskopinya karena lebih dapat membedakan dua puncak
energi yang berdekatan (Ratnawati & Imam, 2015). Detektor High Purity
Germanium (HPGe) memiliki dua karakteristik utama yang harus diperhatikan
terkait dengan kualitas kinerja detektor HPGe yaitu efisiensi dan resolusi.
Resolusi adalah kemampuan detektor untuk memisahkan dua puncak yang saling
berdekatan pada spektrum. Efisiensi detektor bergantung pada energi radiasi,
jarak antara cuplikan dan detektor, serta volume aktif kristal detektor. Semakin
besar volume detektor semakin besar efisiensinya. Semakin sempit kurvanya,
makin baik sistem spektroskopinya karena lebih dapat membedakan atau
memisahkan dua puncak energi yang berdekatan. Nilai yang digunakan sebagai
ukuran lebar kurva ini disebut resolusi sistem spektroskopi (Rosidi et al., 2012).
Nilai resolusi detektor NaI(Tl) komersial sekitar 60 keV sedangkan detektor
HpGe komersial sekitar 2 keV. Maka ini berarti dua puncak energi yang berjarak
50 keV sudah sukar untuk dipisahkan bila menggunakan detektor NaI(Tl), akan
tetapi akan jelas terpisah jika menggunakan detektor High Purity Germanium
(HPGe). Detektor semikonduktor mempunyai resolusi yang baik karena jumlah
muatan yang dihasilkan persatuan energi lebih banyak daripada detektor yang lain
sehingga memiliki nilai ketidakpastian pengukuran yang lebih kecil (Ratnawati &
Imam, 2015).
41
4.3.1 Konsentrasi Radionuklida 137Cs pada Sampel
Komponen lingkungan memiliki kemampuan yang berbeda dalam
mengakumulasi suatu radionuklida (Nirwani & Wahyudi, 2014). Radionuklida
masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan baik langsung seperti
manusia mengkonsumsi karbohidrat, maupun tidak langsung seperti melalui
konsumsi ternak atau produk-produk turunannya. Radionuklida ini pada
umumnya terikat pada jaringan lunak makhluk hidup (Halfi & Mukhlis, 2005).
Radionuklida 137Cs merupakan radionuklida fallout sebagai produk dari percobaan
senjata nuklir dan jatuh bersama air hujan (Aliyanta, 2007). Unsur radioaktif
membentuk rantai peluruhan yang panjang. Proses peluruhan akan terus
berlangsung sampai mencapai kestabilan, yaitu sampai hasil peluruhan yang tidak
radioaktif terbentuk (Setiani et al., 2006).
Unsur yang terdeteksi oleh detektor bukan unsur 137Cs melainkan 137 Ba
(waktu paruh = 2,44 bulan). 137Ba merupakan turunan dari 137Cs (waktu paruh =
30,17 tahun), dan ini sebagai petunjuk tidak langsung dalam menentukan aktivitas
137Cs di alam. Hal ini disebabkan unsur 137Cs memancarkan sinar β menghasilkan
produk unsur 137Ba yang memancarkan sinar γ (Suhartini et al., 2000). Alat
penganalisis MCA yang dilengkapi dengan detektor HPGe merupakan alat
pendeteksi sinar γ, untuk menganalisis spektrum- γ 137 Ba yang terdeteksi oleh
detektor pada energi 661 keV. Besarnya aktivitas 137 Ba ekivalen dengan
aktivitas 137Cs. Selain spektrum 137 Ba juga akan muncul spektrum 214 Bi
sebagai pengganggu. Oleh karena itu, hasil cacahan pada energi 661 keV ini perlu
dikoreksi terhadap spektrum 214 Bi (Suhartini et al., 2000).
42
Tabel 10. Data Analisis Radionuklida 137Cs dan 60Co dan 131I dalam Sampel
No. Kode
Sampel
Radionuklida
137Cs (661,657 keV)
60Co (1173,228 keV dan 1332,492 keV)
131I (364,489 keV)
Konsentrasi
(Bq/kg)
MDC
(Bq/kg)
Ketidakpastian
(Bq/kg)
Konsentrasi
(Bq/kg)
MDC
(Bq/kg)
Ketidakpastian
(Bq/kg)
Konsentrasi
(Bq/kg)
MDC
(Bq/kg)
Ketidakpastian
(Bq/kg)
1. TC 1 0,2178 0,3102 0,0405 0,3726 0,6557 0,0671 <MDC 0,3177 <MDC
2. TJ 2 0,1201 0,3102 0,0271 0,3144 0,6557 0,0564 <MDC 0,3177 <MDC
3. TL 3 0,1885 0,3102 0,0368 0,927 0,6557 0,1623 <MDC 0,3177 <MDC
4. TP 4 0,1931 0,3102 0,0377 1,0251 0,6557 0,0899 0,0589 0,3177 0,0108
5. BC 1 0,1588 0,3102 0,0309 0,3225 0,6557 0,1519 <MDC 0,3177 <MDC
6. BJ 2 0,0848 0,3102 0,0218 0,3262 0,6557 0,0181 <MDC 0,3177 <MDC
7. BL 3 0,0859 0,3102 0,0208 0,5786 0,6557 0,1218 <MDC 0,3177 <MDC
8. BP 4 <MDC 0,3102 <MDC 0,7337 0,6557 0,0772 <MDC 0,3177 <MDC
9. Abu BC 1 0,3418 0,4319 0,0593 0,1943 1,8002 0,0364 <MDC 0,8103 <MDC
10. Abu BJ 2 0,2029 0,4319 0,0358 0,3594 1,8002 0,0632 <MDC 0,8103 <MDC
11. Abu BL 3 0,2466 0,4319 0,0432 0,3638 1,8002 0,0644 <MDC 0,8103 <MDC
12 Abu BP 4 0,0763 0,4319 0,0141 0,4716 1,8002 0,0819 <MDC 0,8103 <MDC
Keterangan :
TC 1 : Tanah Carita BC 1: Beras Carita Abu BC 1: Abu beras Carita
TJ 2 : Tanah Jiput BJ 2 : Beras Jiput Abu BJ 2 : Abu beras Jiput
TL 3 : Tanah Labuan BL3 : Beras Labuan Abu BL3 : Abu beras Labuan
TP 4 : Tanah Pulosari BP4 : Beras Pulosari Abu BP4 : Abu beras Pulosari
43
Hasil analisis nilai Minimum Detectable Concentration (MDC) terhadap
sampel tanah dan beras dibandingkan sampel abu beras menunjukkan adanya
perbedaan (Tabel 10). Perbedaan ini dikarenakan pada sampel tanah dan beras
menggunakan wadah Marinelli untuk analisis pengukurannya sehingga sumber
standar yang digunakan juga sumber standar Marinelli yaitu EW-679. Jenis wadah
yang digunakan untuk analisis sampel abu beras yaitu jenis wadah vial sehingga
sumber standar yang digunakan juga sumber standar vial yaitu GM-011 V.
Perbedaan wadah ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi massa pada
setiap jenis sampel yang berbeda-beda. Konsentrasi minimum yang dapat dideteksi
(MDC) untuk suatu sistem spektrometer gamma dipengaruhi oleh efisiensi
pencacahan, cacah latar dan berat sampel (Nirwani et al., 2017). Tabel 10 juga
menunjukkan bahwa selain dari jenis sampel perbedaan nilai MDC juga terlihat pada
perbedaan jenis radionuklida yang dianalisis. Nilai tersebut dikarenakan pada
masing-masing radionuklida memiliki nilai efisiensi yang berbeda dan dipengaruhi
oleh kelimpahan gamma pada masing-masing radionuklida. Data Laboratoire
National Henri Becquerel (LNHB) menunjukkan bahwa radionuklida 137Cs memiliki
kelimpahan gamma sebesar 85 %; 60Co 99,9 % pada energi 1173,228 keV; 60Co
99,9824 % pada energi 1332,492 keV dan 131I sebesar 81,2 %. Perhitungan nilai
efisiensi terhadap masing-masing wadah dan masing-masing radionuklida
menggunakan persamaan 3. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa semakin besar
kelimpahan gamma, maka semakin kecil nilai efisiensi yang dihasilkan (berbanding
terbalik).
Nilai ketidakpastian yang diperoleh pada penelitian ini berbeda-beda setiap
sampel. Nilai ketidakpastian yang dihasilkan ini dikarenakan konsentrasi hasil
44
pencacahan pada masing-masing sampel berbeda, selain itu massa setiap sampel juga
berbeda. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Wahyudi et al. (2007) bahwa nilai
ketidakpastian dari efisiensi diperoleh dari beberapa faktor yaitu; nilai dari sertifikat
sumber standar (U Cert), pencacahan (U cacah), penimbangan (Uw), dan dari yield
(Up). Ratnawati & Imam (2015) menyatakan tidak ada satupun hasil pengukuran
yang mempunyai kebenaran mutlak, meskipun alat yang digunakan sangat canggih
dan sangat stabil kondisi lingkungan disekitar pengukuran. Hal tersebut dikarenakan
adanya keterbatasan kemampuan manusia. Untuk itu jika ada suatu hasil pengukuran,
baik dalam bidang pengujian, analisa ataupun kalibrasi yang menyatakan bahwa hasil
ukurnya merupakan nilai sebenarnya dari apa yang sedang diukur, maka dapat
dikatakan bahwa pengukuran tersebut tidak benar, karena selalu ada sumber sumber
kesalahan yang menyumbang dalam proses pengukuran. Sumber kesalahan tersebut
antara lain: definisi besaran ukur yang tidak lengkap, realisasi definisi besaran ukur
yang tidak sempurna, sampel ukur, pengaruh kondisi lingkungan, pengaruh personil,
resolusi alat, bahan acuan standar, nilai konstanta, dan lain-lain.
Gambar 10. Konsentrasi radionuklida 137Cs dalam sampel tanah dan beras
0.2178
0.1201
0.1885 0.1931
0.1588
0.0848 0.0859
00
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
TC 1 TJ 2 TL 3 TP 4 BC 1 BJ 2 BL 3 BP 4
Kon
sen
tras
i (B
q/k
g)
Sampel
Cs-137
MinimumDetectable Concentration(MDC)0,3102
45
Gambar 10 menunjukkan konsentrasi radionuklida 137Cs di dalam sampel tanah
yang tertinggi di kabupaten Pandeglang yaitu pada sampel TC 1 yang berasal
Kecamatan Carita yaitu sebesar 0,2178 Bq/kg. Konsentrasi radionuklida 137Cs yang
dihasilkan sangat rendah dan nilainya dibawah MDC. Kondisi tanah di Kecamatan
Carita tidak ada cemaran 137Cs, meskipun lokasi pengambilan sampel terletak di
belakang rumah sakit dr. Immanuel (berjarak beberapa meter dari Rumah Sakit).
Menurut Sulaeman (2003), radionuklida 137Cs, 60Co, dan Ra banyak digunakan di
bidang medis yaitu untuk radioterapi. Radioterapi ini bertujuan untuk penyembuhan
pasien dengan menggunakan komponen radiasi diantaranya adalah photon dan zat
radioaktif seperti: 137Cs, 60Co, dan Ra. Rumah sakit ini tidak menggunakan peralatan
radioterapi sehingga tidak dapat memancarkan radiasi terhadap lingkungan.
Radioterapi dapat digunakan sebagai terapi kuratif, paliatif maupun profilaksis
(preventif). Terapi kuratif biasanya berbentuk terapi tunggal untuk penyembuhan
suatu kanker, contohnya digunakan dalam kasus limfoma Hodgkin tahap awal,
kanker nasofaring, beberapa kanker kulit, dan kanker glotis awal. Terapi paliatif
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara menghilangkan gejala-
gejala kanker dengan menerapkan dosis radiasi paliatif. Penerapannya antara lain
pada kasus maternal otak dan tulang serta sindrom vena cava superior. Terapi
profilaksis (preventif) merupakan terapi yang bertujuan untuk mencegah
kemungkinan metastasis atau kejadian berulang melalui penerapan radioterapi,
contohnya adalah whole-brain radiotherapy untuk leukemia limfoblastik akut dan
kanker paru-paru sel kecil (Zakiyyah et al., 2017).
Hasil Penelitian sebelumnya tentang penentuan konsentrasi radionuklida
137Cs pada sampel tanah telah dilakukan oleh Sucipto et al. (2017) dengan judul
46
“Karakteristik Tapak Potensial Disposal Limbah Radioaktif Daerah Serang-Banten :
Konsentrasi Naturally Occurring Radioactive Materials (NORM) dalam Batuan
Andesit, Breksi dan Tanah”.
Tabel 11. Hasil pengukuran konsentrasi 137Cs dan NORM lokasi SRG-04-2016,
Candi, koordinat lokasi S: 05˚ 54’ 22,4’’ E: 106˚ 05’ 11,7’’
No. Jenis Sampel Elevasi
(m)
Konsentrasi Aktivitas (Bq/kg) 137Cs 40K 226Ra 232Th
1. Tanah aluvial,
sawah kering 16 10,1 45,6 5,2 17,2
2. Tanah aluvial,
sawah agak basah 16 13,0 38,6 5,1 15,2
3. Tanah aluvial,
sawah gembur 16 11,1 55,3 6,3 14,1
Rata-rata 11,4 46,5 5,5 15,5
Hasil penelitian pada lokasi keempat diperoleh konsentrasi radionuklida
137Cs rata-rata pada sampel tanah aluvial adalah 11,4 Bq/kg. Konsentrasi ini lebih
tinggi dari konsentrasi radionuklida 137Cs pada sampel tanah sawah di Kabupaten
Pandeglang meskipun lokasi pengambilan sampel keduanya masih dalam satu
Provinsi. Perbedaan hasil pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sucipto et al.
(2017) dengan penelitian ini dikarenakan tanah atau lahan di daerah Serang-Banten
sudah mengalami pengolahan atau adanya unsur intervensi manusia seperti lahan
sawah, tegalan dan kebun. Penelitian terkait analisis konsentrasi radionuklida 137Cs
pada sampel tanah telah dilakukan oleh Despriani et al. (2020) yang berjudul
“Pemetaan Tingkat Radioaktivitas Lingkungan pada Tanah di Kota Padang”. Hasil
analisis konsentrasi radionuklida 137Cs tertinggi yaitu tanah dengan kode sampel F2
sebesar 1,66 Bq/kg. Hasil analisis tersebut lebih tinggi dari konsentrasi radionuklida
pada sampel tanah di Kabupaten Pandeglang. Perbedaan hasil ini dikarenakan pada
penelitian terdahulu pengukuran radiasi latar (background) dan sampel dilakukan
47
selama 17 jam (61200 detik) sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan selama
3600 detik, sehingga menghasilkan nilai counts per second (cps) yang berbeda.
Perhitungan konsentrasi suatu radionuklida menggunakan persamaan 4, dari
persamaan tersebut terbukti bahwa nilai counts per second (Ns/ts) dapat
mempengaruhi nilai konsentrasi suatu radionuklida. Konsentrasi radionuklida 137Cs
di dalam sampel beras yang tertinggi yaitu di Kecamatan Carita sebesar 0,1588
Bq/kg. Hasil tersebut dikarenakan lokasi pengambilan sampel paling dekat dengan
tempat terjadinya kecelakaan industri di yang berada di Kota Cilegon-Banten.
Berdasarkan laporan BAPETEN telah terjadi ledakan di sebuah pabrik baja di kota
Cilegon pada Desember tahun 2014. Ledakan di area converter menimbulkan
kerusakan pada sebagian dinding dan atap bangunan di area Steel Making Plant.
Diperkirakan penyebab terjadinya ledakan adalah adanya rembesan air yang jatuh
kedalam converter yang berisi baja cair. Perusahaan tersebut memanfaatkan sumber
radiasi pengion 137Cs untuk keperluan gauging dan mengukur ketebalan pelat di
Plate Mill dengan aktivitas masing-masing 50 Ci (185 x 1010 Bq). BAPETEN
melakukan inspeksi bekerjasama dengan tim Pemda setempat yang melibatkan dinas
tenaga kerja, dinas lingkungan hidup, serta dinas pertambangan dan energi, untuk
melakukan pertemuan dengan pihak perusahaan Investigasi selanjutnya dilakukan
terkait dampak ledakan tersebut. Hasil investigasi menunjukan bahwa lokasi kejadian
berada di area Steel Making Plant yang jaraknya 500 meter dari lokasi terpasang
sumber radiasi (Plate Mill), dimana memiliki paparan radiasi yang nilainya sama
dengan paparan radiasi latar (terukur 0,02 - 0,03 mikrosievert/jam). Pengukuran
paparan radiasi menggunakan alat ukur radiasi Radeye type PRD (Bapeten.go.id,
2014).
48
Radionuklida 137Cs pada sampel BP4 (sampel beras di Kecamatan Pulosari)
tidak terdeteksi. Hal ini karena konsentrasi 137Cs pada sampel beras Pulosari lebih
kecil dari nilai MDC sehingga nilai tersebut diluar batas kemampuan detektor dalam
mendeteksi suatu radionuklida. Nilai MDC pada wadah Marinelli untuk
radionuklida 137Cs yang diperoleh adalah 0,3102 Bq/kg. Konsentrasi radionuklida
137Cs yang dihasilkan pada sampel tanah dan sampel beras seluruhnya di Kabupaten
Pandeglang dibawah nilai MDC pada Tabel 10. Menurut Taftazani & Sumining
(2000), tidak terdeteksinya unsur 137Cs dimungkinkan karena faktor jarak tempat uji
coba nuklir dengan lokasi sampling.
Gambar 11. Konsentrasi radionuklida 137Cs dalam sampel abu beras
Gambar 11 menunjukkan hasil analisis konsentrasi radionuklida 137Cs pada
sampel abu beras yang tertinggi adalah di Kecamatan Carita yaitu sebesar 0,3418
Bq/kg. Hasil tersebut cukup lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi
radionuklida pada sampel tanah dan beras. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Prinsip dari pengabuan kering yaitu dengan
mengoksidasi semua senyawa organik pada suhu tinggi sekitar 400–600 ºC kemudian
0,3418
0,2029
0,2466
0,0763
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Abu BC 1 Abu BJ 2 Abu BL 3 Abu BP 4
Konse
ntr
asi
(B
q/k
g)
Sampel
Cs-137
MinimumDetectable Concentration(MDC)0,4319
49
dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
(Azis et al., 2015). Tingginya konsentrasi radionuklida 137Cs pada sampel abu beras
dikarenakan pada proses pengabuan terjadi oksidasi senyawa organik yang
terkandung dalam sampel, sehingga saat dianalisis zat radioaktif lebih tinggi.
Pengabuan dalam sampel bahan pangan merupakan tahapan yang telah di cantumkan
dalam SOP 001.003/KN 05 02/KMR 2. 1 tahun 2017.
Gambar 12 menunjukkan data analisis radionuklida 137Cs pada sampel tanah
lebih tinggi dibandingkan dengan sampel beras, hal ini dikarenakan radionuklida
137Cs yang ada pada tanah tidak seluruhnya dapat terserap oleh tanaman padi.
Radionuklida 137Cs pada sampel abu beras lebih tinggi dari sampel beras ini
dikarenakan radionuklida yang terdapat pada sampel abu dilakukan pemanasan
dengan suhu tinggi radionuklida terlihat lebih tampak dan terukur. Proses pemanasan
dengan suhu tinggi menyebabkan pengotor-pengotor disekitar radionuklida
teruapkan dan terlepas, sehingga radionuklida yang terukur lebih tinggi dan lebih
maksimal.
Gambar 12. Konsentrasi radionuklida 137Cs pada masing-masing sampel
0,2178
0,1201
0,1885 0,1931
0,1588
0,0848 0,0859
0
0,3418
0,2029
0,2466
0,0763
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
Carita Jiput Labuan Pulosari
Kon
sen
tra
si (
Bq
/kg
)
Lokasi Pengambilan Sampel
Tanah Beras Abu Beras
50
Hasil analisis konsentrasi 137Cs pada bahan pangan di Kabupaten Pandeglang
yang terdeteksi sangat kecil dan aman untuk dikonsumsi karena tidak melebihi batas
konsentrasi 137Cs yang ditetapkan oleh PERMENKES No 1031 tahun 2011.
Konsentrasi radionuklida 137Cs dalam bahan pangan yang ditetapkan PERMENKES
RI No.1031 tahun 2011 adalah 500 Bq/kg. Konsentrasi radionuklida 137Cs pada
sampel tanah di Kabupaten Pandeglang saat ini masih berada di bawah ambang batas
berdasarkan PERKA BAPETEN No 9 tahun 2009, yaitu 1000 Bq/kg. Hasil analisis
ini dapat disimpulkan masih aman dan belum menimbulkan bahaya terhadap
kesehatan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Menurut Muthmainnah et al.
(2020) radionuklida 137Cs merupakan radionuklida buatan yang berasal dari uji
percobaan nuklir dan jatuhan debu radioaktif pada saat terjadinya kecelakaan nuklir.
137Cs pada bahan pangan yang tidak terdeteksi disebabkan oleh kecil atau tidak
adanya jatuhan 137Cs di tempat asal bahan pangan tersebut.
4.3.2 Pola Penyebaran Radionuklida
Pola distribusi radionuklida 137Cs pada sampel lingkungan dan bahan pangan
dapat dilakukan dengan cara mengetahui konsentrasi radionuklida dari masing-
masing sampel. Cesium lebih banyak terikat pada tanah jenis lempung karena tanah
jenis ini banyak mengandung mineral tanah, antara lain mika dan leusit yang
tersusun dari kalium. Cesium yang berada di tanah akan terserap oleh tanaman. Pada
proses osmosis, cesium masuk melalui kutikula tanaman kemudian cesium terserap
oleh membran plasma dan masuk ke dalam sitoplasma tumbuhan. Pada inti sel,
cesium mengalami metabolisme seperti kalium yang berperan sebagai biokatalisator
pada proses fotosintesis. Cesium pada tanaman banyak terakumulasi pada daun
(Setiawati, Arif, & Intan, 2004).
51
Konsentrasi radionuklida 137Cs yang tertinggi yaitu pada sampel yang berada
di Kecamatan Carita. Konsentrasi radionuklida 137Cs yang diperoleh pada sampel
tanah, beras dan abu beras di Kecamatan tersebut masing-masing adalah 0,2178
Bq/kg, 0,1588 Bq/kg dan 0,3418 Bq/kg. Sumber-sumber pencemaran radioaktivitas
lingkungan, antara lain dapat berasal dari penambangan, pengolahan dan proses
kimia bahan nuklir, proses pengkayaan dan fabrikasi bahan bakar nuklir, operasi
reaktor nuklir, reprocessing bahan bakar, pengelolaan limbah radioaktif, proses
pembuatan radionuklida, penggunaan radioisotop di bidang riset, industri dan
kedokteran, proses dekontaminasi dan dekomisioning suatu fasilitas nuklir,
akselerator, pemakaian bahan bakar fosil, percobaan dan ledakan bom atom (Zaman
et al., 2007).
Rina (2002), menyatakan bahwa radionuklida hasil aktivasi kemungkinan
dapat terlepas ke lingkungan akibat adanya kegiatan di bidang nuklir di Pusat
Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Serpong. Transportasi radionuklida di tanah sangat
dipengaruhi oleh porositas tanah atau batuan dan permeabilitas tanah, dengan adanya
pori-pori, tanah akan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sehingga radionuklida
akan tertahan dalam pori tersebut. Bila aliran air di daerah tersebut kecil, maka
diharapkan radionuklida akan meluruh sebelum mengalir ke dalam air tanah. Bila
keberadaan pori tersebut berbatasan dengan lapisan kedap air, maka lapisan ini dapat
menahan radionuklida untuk tetap berada di tempatnya.
52
Gambar 13. Pola penyebaran radionuklida 137Cs dalam tanah (Putra et al., 2017)
Gambar 13 menunjukkan pola penyebaran radionuklida 137Cs dalam tanah
Radionuklida dalam tanah juga mengalami pergerakan ke samping dan ke bawah.
Pergerakan ke samping disebabkan oleh pengikisan permukaan tanah oleh hujan
deras maupun tiupan angin terutama pada daerah yang gersang, sehingga nuklida
tersebar ke sekitarnya. Pergerakan ke bawah dapat disebabkan karena mekanisme
pergerakan partikel itu sendiri, maupun karena proses pengadukan akibat aktivitas
fauna tanah atau aktivitas manusia. Angin dan hujan juga dapat menyebabkan
mekanisme pencampuran walaupun beberapa milimeter dari permukaan tanah (Rina,
2002).
53
Gambar 14. Pola penyebaran 137Cs dalam abu beras
Gambar 14 menunjukkan perbedaan pola penyebaran radionuklida 137Cs dalam
sampel abu beras dengan pola penyebaran radionuklida 137Cs dalam sampel tanah
(Putra et al., 2017). Hal ini dikarenakan kemampuan daya serap radionuklida 137Cs
antar tanaman padi dari masing masing lokasi berbeda-beda, selain itu hasil
pengukuran konsentrasi radionuklida 137Cs juga berbeda-beda.
4.4 Analisis Radionuklida Lain (60Co dan 131I ) menggunakan Spektrometer
Gamma
4.4.1 Konsentrasi Radionuklida 60Co pada Sampel
Penelitian ini selain menganalisis konsentrasi radionuklida 137Cs yang
terdapat dalam sampel tanah dan bahan pangan juga terdapat radionuklida lain
seperti 60Co dan 131I dikarenakan kedua radionuklida ini memiliki peran penting
54
dalam kehidupan sehari-hari yang dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya bagi
kesehatan manusia. 60Co adalah salah satu sumber radiasi yang paling banyak
digunakan untuk keperluan medis, terutama di Indonesia (50 %) sebagai sumber
radiasi pesawat teleterapi (Wulandari et al.,, 2019). Radionuklida 60Co merupakan
produk aktivasi dari bahan penyusun reaktor nuklir yang dalam kasus kecelakaan
dapat terlepas ke lingkungan. Radionuklida 60Co merupakan pemancar gamma dan
mempunyai waktu paruh sekitar 5 tahun. Radionuklida 60Co dapat terakumulasi
dalam materi lingkungan seperti tanah dan tanaman karena memiliki waktu paruh
yang relatif panjang. Radionuklida ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui
rantai makanan. Radionuklida 60Co setelah diserap oleh akar kemudian memasuki
pembuluh xilem dalam akar dan batang untuk kemudian didistribusikan menuju
daun. Air dan larutan lainnya didistribusikan melalui media yang disebut apoplas
(Sukmabuana & Tjahaja, 2011). Daun merupakan tempat terjadinya proses
fotosintesis. Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan
karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung
zat hijau daun atau klorofil. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat
hara, karbon dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya. Air dan unsur-unsur
lainnya di proses oleh sinar matahari .yang menghasilkan glukosa, oksigen dan air.
Oksigen yang dihasilkan tumbuhan kemudian dilepaskan melalui stomata, sedangkan
glukosa didistribusikan ke seluruh bagian tumbuhan (Hasbiah & Wahidah, 2013).
Hasil pengukuran yang tercantum pada Tabel 10 terlihat bahwa hasil analisis
konsentrasi sampel, MDC dan ketidakpastian pengukuran yang terbesar nilainya
yaitu pada radionuklida 60Co. Hasil ini dikarenakan radionuklida 60Co mengalami
55
peluruhan radioaktif dengan mengemisikan partikel beta serta radiasi gamma yang
kuat dengan energi gamma 1173,228 dan 1332,492 keV
Gambar 15. Konsentrasi radionuklida 60Co dalam sampel tanah dan beras
. Konsentrasi radionuklida 60Co terbesar pada sampel tanah dan beras yaitu di
Kecamatan Pulosari, masing-masing sebesar 1,0251 Bq/kg dan 0,7337 Bq/kg dengan
nilai MDC 0,6557 Bq/kg. Konsentrasi radionuklida 60Co yang diperoleh diatas nilai
MDC. Nilai MDC pada radionuklida ini, berbeda dengan nilai MDC pada
radionuklida lain seperti 137Cs dan 131I. Hal ini dikarenakan pada hasil pengukuran
cacah background memperoleh nilai counts per second yang berbeda-beda pada
setiap radionuklida yang dianalisis, karena masing-masing radionuklida memiliki
karakteristik yang berbeda.
Hasil analisis konsentrasi radionuklida 60Co ini diperoleh dengan angka yang
sangat besar dikarenakan menurut Sukmabuana & Tjahaja (2011), unsur Co
merupakan unsur kelumit secara alamiah berada di dalam tanah dan dibutuhkan oleh
tanaman sebagai mikroelemen esensial untuk membantu proses fiksasi nitrogen
dalam tanaman. Co di dalam tanah umumnya stabil terdapat dalam jumlah sekitar 8
0.37260.3144
0.92711.0251
0.3225 0.3262
0.5786
0.7337
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
TC 1 TJ 2 TL 3 TP 4 BC 1 BJ 2 BL 3 BP 4
Kon
sen
tras
i (B
q/k
g)
Sampel
Co-60
MinimumDetectable Concentration(MDC)0,6557
56
ppm. Tanaman hanya memerlukan sejumlah kecil dari unsur ini, dan kandungan Co
stabil dalam tanaman berkisar antara 0,005 – 1 ppm. Secara alamiah Co stabil diserap
oleh akar tanaman, dan sama seperti unsur lainnya, penyerapannya oleh tanaman
bergantung pada ketersediaannya di dalam tanah.
Gambar 16 menunjukkan hasil konsentrasi radionuklida 60Co pada sampel
abu beras nilainya rata-rata diatas MDC dan sangat tinggi. Hasil analisis konsentrasi
tertingginya yaitu pada sampel abu BP4 (abu beras Pulosari) yaitu sebesar 0,4716
Bq/kg. Gambar 16 menunjukkan hasil analisis radionuklida 60Co pada sampel abu
beras jauh lebih rendah dari nilai MDC, hal ini dikarenakan pada proses cacah
background wadah yang digunakan pada jenis sampel abu beras menggunakan
wadah vial berisi aquades dengan massa 0,17186 kg. Jenis sampel tanah dan beras
menggunakan jenis wadah Marinelli yang berisi aquades dengan massa 1 kg.
Perhitungan konsentrasi radionuklida pada sampel menggunakan persamaan 4.
Persamaan 4 (pada BAB II), menunjukkan bahwa massa sampel (W) berbanding
terbalik dengan konsentrasi, semakin kecil massa sampel yang dianalisis, maka
konsentrasi yang dihasilkan semakin besar.
Gambar 16. Konsentrasi radionuklida 60Co dalam sampel abu beras
0,1943
0,3594 0,36380,4716
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
Abu BC 1 Abu BJ 2 Abu BL 3 Abu BP 4
Kon
sen
tras
i (B
q/k
g)
Sampel
Co-60
MinimumDetectable Concentration(MDC)1,8002
57
Pemanfaatan 60Co semakin luas di berbagai bidang di antaranya sebagai
radioterapi di dunia medis baik sebagai implant maupun sumber radiasi eksternal.
Radioterapi merupakan suatu metode pengobatan penyakit kanker atau tumor yang
menggunakan teknik penyinaran dari zat radioaktif maupun radiasi pengion. 60Co di
bidang industri juga banyak dimanfaatkan yaitu untuk logging, gauging, radiografi,
bahkan juga untuk scanning pada sistem portal detektor untuk melihat isi truk-truk
kontainer yang keluar masuk pelabuhan (Kurniawati et al., 2011). Bidang kedokteran
juga memanfaatkan beberapa jenis radionuklida. Radionuklida ini digunakan untuk
mendeteksi atau diagnosa berbagai penyakit antara lain 99Tc, 201Tl, 131I, 24Na, 133Xe,
32P, 85Sr, 75Se, 60Co dan 59Fe (Murniasih & Sukirno, 2016).
4.4.2 Konsentrasi Radionuklida 131I pada Sampel
Radioaktivitas yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran adalah
iodin. Radioaktivitas 131I diserap terutama oleh kelenjar gondok, hati dan bagian-
bagian tertentu dari otak. Oleh karena itu, 131I dapat digunakan untuk mendeteksi
kerusakan pada kelenjar gondok, hati, dan untuk mendeteksi tumor otak (Murniasih
& Sukirno, 2016).
Data hasil analisis dalam Gambar 17 terlihat bahwa konsentrasi radionuklida
131I hanya terdeteksi pada sampel TP4 (Tanah Pulosari) konsentrasinya sebesar
0,0589 Bq/kg. Konsentrasi radionuklida 131I yang diperoleh dari penelitian ini sangat
rendah dan hanya terdapat pada sampel tanah. Hasil tersebut dikarenakan
radionuklida 131I bersifat volatile dan tidak terserap oleh tanaman padi yang tumbuh
di sekitarnya.
58
Gambar 17. Konsentrasi radionuklida 131I dalam sampel tanah dan beras
Menurut Udiyani & Kunjoro (2015), sifat 131I lebih volatil dibandingkan
dengan 137Cs, tetapi waktu paruh dan sifat toksisitas 137Cs lebih besar dibandingkan
131I. Radionuklida 131I terdeteksi pada salah satu sampel tanah (tanah Pulosari)
karena radionuklida tersebut merupakan salah satu isotop radioaktif yang ada di bumi
dan merupakan radioisotop yang penting dari unsur iodium (Noviarty & Haryati,
2006). 131I adalah salah satu dari radionuklida yang perlu mendapat perhatian serius,
karena radioiodine juga dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan yaitu berupa
kanker tiroid. Radioiodium dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa jalur yaitu
saluran pencemaan, inhalasi clan kulit yang terbuka. Jalur utamanya melalui inhalasi,
karena sifatnya yang mudah menguap (Bunawas et al., 2000).
Isotop 131I dapat diproduksi dengan cara mengiradiasi target metal Te dengan
fluks neutron di dalam teras reaktor nuklir. Iradiasi metal Te (130 Te) akan menyerap
sebuah partikel neutron dan memancarkan sinar beta untuk menghasilkan 131Te, yang
akan meluruh menjadi 131I dengan waktu paruh 25 menit. Selanjutnya 131I juga dapat
meluruh dengan waktu paruh 8,02 hari dengan memancarkan sinar beta dan sinar
gamma. Dalam proses peluruhan ini, 131I berubah menjadi 131Xe (Noviarty &
0,0589
0
0.1
0.2
0.3
0.4
TC 1 TJ 2 TL 3 TP 4 BC 1 BJ 2 BL 3 BP 4
Kon
sen
tras
i (B
q/k
g)
Sampel
I-131
MinimumDetectable Concentration(MDC)0,3177
59
Haryati, 2006). Rahman et al. (2013) menjelaskan bahwa 131I dapat diproduksi dari
reaksi fisi atom uranium. Waktu paruh yang pendek dari isotop 131I dapat
dimanfaatkan sebagai terapi pengobatan penyakit. Apabila penggunaan dosis radiasi
tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan sel yang cukup fatal (Noviarty & Haryati,
2006).
Semakin banyaknya pemanfaatan radionuklida seperti 137Cs, 60Co dan 131I
dalam berbagai bidang, maka pengukuran radioaktivitas secara tepat dan akurat
sangat diperlukan agar radionuklida tersebut dapat memberikan manfaat yang besar
dengan resiko bahaya radiasi sekecil mungkin.
60
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi radionuklida 137Cs dalam
sampel tanah hasil tertinggi yang diperoleh yaitu di Kecamatan Carita
masing-masing sebesar 0,2178 Bq/kg. Hasil tersebut masih di bawah
ambang batas yang ditetapkan oleh PERKA BAPETEN No 9 tahun 2009
konsentrasi maksimal radionuklida 137Cs pada lingkungan yaitu 1000
Bq/kg.
2. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi radionuklida 137Cs dalam beras
dan abu beras hasil tertinggi yang diperoleh yaitu di Kecamatan Carita
masing-masing sebesar 0,1588 Bq/kg dan 0,3418 Bq/kg. Hasil tersebut
masih di bawah ambang batas yang ditetapkan PERMENKES No 1031
tahun 2011 konsentrasi maksimal radionuklida 137Cs pada bahan pangan
yaitu 500 Bq/kg.
3. Terdapat radionuklida lain yaitu 60Co dan 131I. Konsentrasi radionuklida
60Co terbesar pada sampel tanah beras dan abu beras yaitu di Kecamatan
Pulosari, masing-masing sebesar 1,0251 Bq/kg; 0,7337 Bq/kg dan 0,4716
Bq/kg. Radionuklida 131I hanya terdeteksi pada satu sampel yaitu pada
sampel TP4 (Tanah Pulosari) dengan konsentrasi sebesar 0,0589 Bq/kg.
61
5.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya lokasi pengambilan sampel
berdasarkan radius per satu kecamatan 1 sampel pada koordinat GPS di titik
tengah atau yang mendekatinya, sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal.
Sebaiknya dilakukan variasi waktu pencacahan sehingga dapat mengetahui
pengaruh waktu pencacahan terhadap konsentrasi radionuklida yang dihasilkan.
62
DAFTAR PUSTAKA
Aliyanta, B. (2007). Model Estimasi Aktivitas Cs-137 dalam Contoh Tanah
Melalui Persentase Organik Karbon dan Debu Liat. Jurnal Ilmiah Aplikasi
Isotop Dan Radiasi, 3(2), 11–22.
Aliyanta, B. (2015). Kajian Komparatif Parameter Kualitas Tanah di Beberapa
Tataguna Lahan Sub DAS Cisadane Hulu dengan Pb-210 excess dan Cs-137
Comparative Study of Soil Quality Parameters on Several excess and Cs-
137. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi, 11(2), 113–124.
Almiati, R., & Agustin, E. (2017). Analisis Kesuburan Tanah dan Residu
Pemupukan pada Tanah dengan menggunakan Metode Kemagnetan Batuan.
Jurnal Ilmu Dan Inovasi Fisika (JILID), 01(02), 52–61.
Ardani. (2010). Analisis Aktivitas Sumber Radiasi dan Intensitas Sinar Gamma di
Teras Reaktor PWR 1000 MWe. Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir, 12(3),
67–74.
Arifin, M. (2011). Memahami Proses Fisika dalam Produksi Radionuklida dan
Karakteristik Fisiologis Radioterapi pada Manusia. Prosiding Seminar
Nasional Sains Dan Teknologi Nuklir; 2011 Juni 22; Bandung, Indonesia.
PTNBR-BATAN. 282–299.
Azis, A., Izzati, M., & Haryanti, S. (2015). Aktivitas Antioksidan dan Nilai Gizi
dari Beberapa Jenis Beras dan Millet sebagai Bahan Pangan Fungsional
Indonesia. Jurnal Akademika Biologi, 4(1), 45–61.
Aziz, A. (2013). Evaluasi Kinerja Dose Calibrator Capintec CRC-55 tR untuk
Pengukuran Aktivitas Radioisotop Yb-175. Prosiding Seminar Nasional
Sains Dan Teknologi Nuklir; 2013 Juli 4; Bandung, Indonesia. PTNBR-
BATAN. 53–60.
Aziz, M., Hidayanto, E., & Lestari, D. D. (2015). Penentuan Aktivitas Co-60 dan
Cs-137 pada Sampel Unknown dengan Menggunakan Detektor HPGe.
Youngster Physics Journal, 4(2), 189–196.
Bapeten.go.id. (2014). Pemantauan Paparan Radiasi di Sekitar Lokasi Ledakan PT
Krakatau Posco. Retrieved September 15, 2021, from website:
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:KbYMMwSjwmcJ:
BATAN. (2017a). Standar Operasional Prosedur Analisis Radionuklida Cs-137,
Cs-134, I-131 dan Co-60 pada Sampel Bahan Pangan. SOP 001.003/KN 05
02/KMR 2. 1.
BATAN. (2017b). Standar Operasional Prosedur Analisis Radionuklida Cs-137,
Cs-134 dan Co-60 pada Sampel Biota Rumput, Tanaman, Tanah dan
Sedimen. SOP 003.003/KN 05 02/KMR 2. 1.
63
BPS Provinsi Banten. (2018). Produktivitas Padi Per Hektar di Provinsi Banten
Tahun 2018. Retrieved September 22, 2021, from website:
https://bantenprov.go.id/opd/1622589b-8368-41dc-9f80
Bunawas, Iskandar, D., Wahyudi, & U, W. (2000). Pengukuran I-131 di Udara
Menggunakan Spektrometer Gamma. Prosiding Presentasi Ilmiah
Keselamatan Radiasi Dan Lingkungan; 2000 Agustus 23-24; Tangerang
Selatan, Indonesia. P3KRBIN-BATAN. 242–246.
Cahya, M. R., Wibowo, A. S., & Bukhari, A. (2018). Keberlanjutan Ketersediaan
Beras di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jurnal Agribisnis Terpadu,
11(2), 181–196.
Despriani, Y., Milvita, D., Kusdiana, & Pradana, R. (2020). Pemetaan Tingkat
Radioaktivitas Lingkungan pada Tanah di Kota Padang. Jurnal Fisika Unand
(JFU), 9(2), 190–195.
Dispertan Banten. (2018). Biro Pemerintahan Provinsi Banten. Retrieved August
21, 2020, from website: https://dispertan.bantenprov.go.id/category/bidang-
produksi-tanaman-pangan
Hakim, A. L. (2018). Budaya Ruang dan Strategi Pengembangan Bisnis Mikro
(Studi Kasus di Pandeglang). Jurnal Transparansi, 1(2), 158–165.
Halfi, & Mukhlis. (2005). Radionuklida Kosmogenik untuk Penanggalan. Buletin
Alara, 6(1), 163–171.
Hasbiah, S., & Wahidah, B. F. (2013). Perbandingan Kecepatan Fotosintesis pada
Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea) yang diberi Pupuk Organik dan
Anorganik. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi, 1(1), 61–69.
Iman, J., Sufmawan, A., & Mustofa, K. (2013). Pengukuran Fluks Neutron
Termal di Fasilitas Iradiasi Sistem Rabbit Teras 83 Reaktor RSG-GAS.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Aplikasi Reaktor Nuklir; 2013
Januari 1; Tangerang Selatan, Indonesia. PRSG-BATAN. 235–240.
Indrayani, L. (2018). Analisis Unsur Logam Berat pada Limbah Cair Industri
Batik dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding
Pertemuan Dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi Nuklir; 2018 Juli 24; Yogyakarta, Indonesia. Pusat Sains dan
Teknologi Akselerator-BATAN. 435–440.
Irawan, A. (2019). Kalibrasi Spektrofotometer sebagai Penjaminan Mutu Hasil
Pengukuran dalam Kegiatan Penelitian dan Pengujian. Indonesian Journal of
Laboratory, 1(2), 1–9.
Khairani, N., Azam, M., Sofjan, K., & Soelaeman. (2007). Penentuan Kandungan
Unsur Krom dalam Limbah Tekstil dengan Metode Analisis Pengaktifan
Neutron. Berkala Fisika, 10(1), 35–43.
64
Kriswarini, R., & Anggraini, D. (2009). Perbandingan Metode Otomatis dan
Manual dalam Penentuan Isotop Cs-137 Menggunakan Spektrometer
Gamma. Jurnal Urania, 15(2), 86–95.
Kurniawan, N., Setiawan, A., & Ramadhania, P. (2020). Perhitungan Nilai
Efisiensi Pencacahan Hampiran untuk Detektor HPGe pada Spektrometer
Gamma Menggunakan Metode Kuadrat Terkecil. Buletin Pengelolaan
Reaktor Nuklir, 17(1), 1–13.
Kurniawati, S., Lestiani, D. D., & Kusmartini, I. (2011). Penentuan aktivitas I-131
dan Co-60 di laboratorium PTNBR. Prosiding Seminar Nasional Sains Dan
Teknologi Nuklir; 2011 Juni 22; Bandung, Indonesia. PTNBR-BATAN. 205–
212.
Kusumastuti., A. C., Kolopaking., L. M., & Badrus., & B. (2018). Faktor yang
Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan di Kabupaten
Pandeglang. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 6(2), 131–136.
Luhur, N., Kadarusmanto, & Subiharto. (2013). Uji Banding Sistem
Spektrofotometer Gamma dengan Metoda Analisis Sumber Eu-152. Buletin
Pengelolaan Reaktor Nuklir, x(1), 22–30.
Luhur, N., Subiharto, & Hartoyo, U. (2015). Uji Banding Penguat Pulsa Sistem
Spektrometer Gamma Tennelec TC 244. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Dan Aplikasi Reaktor Nuklir; 2015 Januari 1; Tangerang Selatan,
Indonesia. PRSG-BATAN. 51.
Mukmin. (2011). Spektrometer Gamma. Retrieved 22 Agustus 2021 from
website: www.batan.go.id
Mulyaqin, T., & Astuti, Y. (2015). Ketersediaan dan Pemanfaatan Sumber
Pembiayaan Usahatani. Buletin Ikatan, 3(1), 19–29.
Murniasih, S., & Sukirno. (2016). Uji Performa Laboratorium AAN pada
Pengukuran Radionuklida dengan Aktivitas Rendah. Prosiding Pertemuan
Dan Presentasi Ilmiah; 2016 Agustus 9; Surakarta, Indonesia. Pusat Sains
dan Teknologi Akselerator-BATAN. 97–102.
Muryono, H. (2005). Evaluasi Radioaktivitas Gross Beta dan Identifikasi
Radionuklida Pemancar Gamma dalam Buah-buahan Impor dan Lokal.
Prosiding PPI – PDIPTN; 2005 Juli 12; Yogyakarta, Indonesia. Puslitbang
Teknologi Maju-BATAN. 75–81.
Muslim, & Silalahi, H. S. C. (2014). Aktivitas Cesium-137 di Perairan Bangka
Selatan Sebagai Baseline Data Radionuklida di Perairan Indonesia. Jurnal
OSEANOGRAFI, 3, 36–42.
Muthmainnah, Milvita, D., & Wiyono, M. (2020). Penentuan Konsentrasi
Radionuklida (Ra-226, Th-232, K-40, dan Cs-137) pada Bahan Pangan
Menggunakan Spektrometer Gamma di Pasar Raya Kota Padang. Jurnal
Fisika Unand (JFU), 9(3), 394–400.
65
Nasir, Bintoro, M. H., & Limbong, W. H. (2012). Kelayakan dan Strategi
Pengembangan Usaha Beras Cimanuk melalui Peningkatan Mutu Oleh PD
Jaya Saputra Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
MANAJEMEN IKM: Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil
Menengah, 7(2), 102–110.
Nirwani, L., Buchari, R., Wahyudi, Mujiwiyono, & Mellawati, J. (2018). Tingkat
Radioaktivitas Gross Beta dan Cs-137 dalam Air Hujan di Kawasan Nuklir
Serpong. Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir; 2018
Oktober 25; Yogyakarta, Indonesia. PTKMR-BATAN. 193–199.
Nirwani, L., Minarni, & Buchari. (2001). Konsentrasi Radionuklida Alam dan Cs-
137 dalam Beras di Kabupaten Jepara serta Perkiraan Dosis Interna yang
Diterima Penduduk. Prosiding Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan
Dan Lingkungan; 2001 Oktober 23-24; Yogyakarta, Indonesia. PTKMR-
BATAN. 273–278.
Nirwani, L., R.Buchori, Wahyudi, & Mujiwiyono. (2017). Pemantauan
Radioaktivitas dalam Air Hujan Tahun 2016. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Pengelolaan Limbah; 2017 Maret 28; Jakarta, Indonesia. PTKMR-
BATAN. 171–178.
Nirwani, L., & Wahyudi. (2014). Faktor Transfer Cs-137 dan Co-60 dari Tanah
ke Tomat (Solanum lycopersicum). Seminar Nasional Keselamatan
Kesehatan Dan Lingkungan; 2014 Juni 19; Jakarta, Indonesia. PTKMR--
BATAN. 224–233.
Nirwani, L., & Wahyudi. (2015). Faktor Transfer Cs-137 dari Tanah ke Terong
(Solanum melongena). Prosiding Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan
Dan Lingkungan Dan Pengembangan Teknologi Nuklir; 2015 Agustus 25;
Jakarta, Indonesia. PTKMR BATAN. 309–314.
Niswah, F. M. (2018). Hubungan Persepsi dan Religiusitas terhadap Keputusan
Pembelian Kosmetik Tanpa Label Halal. Jurnal Middle East and Islamic
Studies, 5(1), 47–66.
Noviarty, Anggraini, D., Rosika, & Adiantoro, D. (2009). Optimasi Pengukuran
Keaktifan Radioisotop Cs-137 Menggunakan Spektrometer Gamma. Seminar
Nasional V SDM Teknologi Nuklir; 2009 Oktober 15; Tangerang Selatan,
Indonesia. PRSG-BATAN. 11–23.
Noviarty, & Haryanti, I. (2016). Uji Profisiensi Laboratorium IRM melalui
Pengukuran Aktivitas Isotop Iodium-131 Menggunakan Spektrometer
Gamma. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Aplikasi Reaktor
Nuklir; 2016 Januari 8; Tangerang Selatan, Indonesia. PRSG-BATAN. 48–
53.
Noviarty, & Haryati, I. (2006). Uji Profisiensi Laboratorium IRM melalui
Pengukuran Aktivitas Isotop Iodium-131 menggunakan Spektrometer
Gamma. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Aplikasi Reaktor
Nuklir; 2006 April 10; Jakarta, Indonesia. PRSG-BATAN. 48–53.
66
Noviarty, Haryati, I., Sudaryati, & Susanto. (2011). Pengaruh Waktu Pengambilan
Sampling pada Analisis Unsur Radioaktif di Udara dengan Menggunakan
Spektrometer Gamma. Jurnal Forum Nuklir, 2(2), 1–9.
Noviarty, Sudaryati, & Susanto. (2010). Analisis Unsur Radioaktivitas Udara
Buang pada Cerobong IRM menggunakan Spektrometer Gamma. Jurnal
Forum Nuklir, (05), 8–13.
Purba, S. I., Salami, I. R. S., & Tjahaja, P. I. (2009). Distribusi Radionuklida Cs-
134 Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Hidup di Air Tercemar Cs-
134. Teknik Lingkungan, 15(2), 54–62.
Purwanto, A. T., & Nuraeni, E. (2013). Optimasi Parameter Spektroskopi Gamma
dengan Detektor HpGe. Prosiding Seminar Penelitian Dan Pengelolaan
Perangkat Nuklir; 2013 September 11; Yogyakarrta. Pusat Teknologi
Akselerator dan Proses Bahan-BATAN. 307–312.
Putra, A. Y. S., Sasongko, D. P., Arifin, Z., & Sukirno. (2017). Distribusi
Radionuklida dalam Sampel Lingkungan Tanah, Air dan Tanaman Sekitar
PLTU Rembang. GANENDRA Majalah IPTEK Nuklir, 22(1), 315–322.
Rahman, M. R. A., Hidayanto, E., & Shintawati, R. (2013). Efektivitas
Radiacwash sebagai Kontaminan Tc-99 dan I-131 pada Permukaan Daerah
Kerja Kedokteran Nuklir. Youngster Physics Journal, 1(4), 107–114.
Ratnawati, E., & Imam, J. (2015). Uji Akurasi Alat Pencacah Spektrometer
Gamma dengan Menggunakan Sumber Standar. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Dan Aplikasi Reaktor Nuklir; 2015 Juni 4; Tangerang Selatan,
Indonesia. PUSPITEK. 1689–1699.
Regina, Sapulete, I. M., & Pangemanan, D. H. C. (2016). Hubungan Kadar
Natrium dengan Tekanan Darah pada Remaja di Kecamatan Bolangitang
Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Jurnal E-Biomedik, 4(2), 37–
45.
Ridwan, p. J., Supriadi, B., & Dina, H. R. (2015). Simulasi Numerik Massa
Peluruhan Inti Zat Radioaktif Unsur Uranium-238 dengan Metode Aljabar
Matriks. Jurnal Pembelajaran Fisika, 4(2), 176–180.
Rina, & Subiharto, M. (2000). Pemantauan Sumber Paparan Radiasi di PPTA
Serpong. Prosiding Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan Dan
Lingkungan; 2000 Februari 10; Bamdung, Indonesia. Pusat Pengembangan
Teknologi Reaktor Riset-BATAN. 57–61.
Rina, T. M. (2002). Identifikasi Radionuklida di Tanah dalam Kawasan
PUSPIPTEK dan Sekitarnya. Prosiding Seminar Ke-7 Teknologi Dan
Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir; 2002 Februari 19; Bandung,
Indonesia. Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor Riset-BATAN. 363–372.
67
Romsiah, Marista, S. L., & Fatoni, A. (2017). Validasi Metode dan Penetapan
Kadar Nitrit (No2-) pada Sosis Sapi Curah dan Sosis Sapi Kaleng yang
Dijual di Swalayan Kota Palembang secara Spektrofotometri Uv-Vis.
Scientia : Jurnal Farmasi Dan Kesehatan, 7(2), 113–119.
Rosidi, Muljono, Sihono, & Suhardi. (2012). Uji Fungsi Detektor HPGe -GEM-
35-P4 Ortec Spektrometer Gamma Lab. AAN Tank-BKTPB. Prosiding
Seminar Penelitian Dan Pengelolaan Perangkat Nuklir; 2012 September 26;
Yogyakarta, Indonesia. Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-
BATAN. 156–162.
Safitrianaz, D., Latifah, N., Saragih, P. Y., & Saraswati, D. L. (2019). Analogi
Waktu Paruh dan Konstanta Peluruhan (Disintegrasi) Radioaktif. Jurnal
Pendidikan Fisika, 7(2), 179–189.
Santosa, I. G. N., Adnyana, G. M., & Dinata, I. K. K. (2010). Dampak Alih
Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan Beras. Prosiding
Seminar Nasional Budidaya Pertanian; 2010 Juli 26; Jakarta, Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS). 52–61.
Sari, N. M. P., Sutapa, G. N., & Gunawan, A. A. N. (2020). Pemanfaatan Radiasi
Gamma Co-60 untuk Pemuliaan Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L .)
dengan Metode Mutagen Fisik. Buletin Fisika, 21(2), 47–52.
Setiani, I., Munir, M., Firdaus, K. S., & Bunawas. (2006). Penentuan Konsentrasi
Aktivitas Uranium dari Industri Fosfat Menggunakan Detektor ZnS(Ag).
Berkala Fisika, 9(2), 63-70–70.
Setiawati, E., Arif, I., & Intan, P. (2004). Studi Distribusi Radionuklida Cs-134
pada Sistem Perairan Tawar. Berkala Fisika, 7(2), 35–40.
Sofyan, H., & Akhadi, M. (2004). Radionuklida Primordial Untuk Penanggalan
Geologi dan Arkeologi. Buletin Alara, 6(3), 85–96.
Sucipto, Setiawan, R., Suganda, D., & Purnomo, A. S. (2017). Karakteristik
Tapak Potensial Disposal Limbah Radioaktif Daerah Serang Banten :
Konsentrasi Naturally-Occurring Radioactive Materials (NORM) dalam
Batuan Andesit, Breksi dan Tanah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Pengelolaan Limbah; 2017 April 3; Tangerang Selatan, Indonesia. Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN. 83–91.
Sudiati. (2005). Kalibrasi Energi dan Penentuan Efisiensi Spektrometer Gamma
dengan Menggunakan Sumber Standar Eu-152. Buletin Limbah, 9(1), 21–26.
Suhartini, N. (2010). Perbandingan Profil Distribusi Vertikal Cs-137 di Lapisan
Tanah Hasil Pengukuran Terhadap Simulasi. Makara of Science Series,
10(2), 89–95.
68
Suhartini, N., Darman, Haryono, & A.S., D. (2000). Pemilihan Lokasi
Pembanding Berdasarkan Distribusi Cs-137 Lapisan Tanah dari Beberapa
Lokasi Stabil. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian Dan Pengembangan
Teknologi Isotop Dan Radiasi; 2000 November 7; Yogyakarta, Indonesia.
Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi-BATAN. 15–26.
Sukesi, E., Prayitno, B., & Suliyanto. (2011). Pengolahan Data Pengukuran
Radioaktivitas Alpha di Udara Instalasi Nuklir. Prosiding Seminar Nasional
Sains Dan Teknologi Nuklir; 2011 Oktober 4; Tangerang Selatan, Indonesia.
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN. 33–46.
Sukirno, & Samin. (2011). Estimasi Ketidakpastian Analisis Radionuklida Ra-
226, Ra-228, Th-228 dan K-40 dalam Cuplikan Sedimen dengan Teknik
Spektrometer Gamma. GANENDRA Majalah IPTEK Nuklir, 14(1), 10–18.
Sukmabuana, P. (2010). Parameter Transfer Radio Strontium Sr-85 di Lingkungan
melalui Jalur Tanah. Jurnal Sains Dan Teknologi Nuklir Indonesia, 9(2), 99–
110.
Sukmabuana, P., & Tjahaja, P. I. (2009). Penyerapan Radionuklida Cs-134 dari
Tanah Berair ke Tanaman Kangkung (Ipomoea sp). Prosiding Seminar
Nasional Sains Dan Teknologi Nuklir; 2009 Juni 3; Bandung, Indonesia.
Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-BATAN. 207–214.
Sukmabuana, P., & Tjahaja, P. I. (2011). Penentuan Nilai Rasio Konsentrasi pada
Perpindahan Co-60 dari Tanah ke Tanaman Sawi (Brassica juncea).
Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Nuklir; 2011 Juni 6;
Bandung, Indonesia. Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-
BATAN. 41–47.
Sulaeman, E. S. (2003). Analisis Paparan Radiasi terhadap Profil Hematologi
Pekerja Radiasi Divisi Radiologi Rumah Sakit DR. Kariadi Semarang.
Universitas Diponegoro.
Suparman, I., Soenarjo, S., & Y.Rahman, W. (2008). Komputasi Kalibrasi
Efisiensi, Control Chart dan Pengukuran Radionuklida pada Spektrometer
Gamma. Risalah Lokakarya Komputasi Dalam Sains Dan Teknologi Nuklir;
2008 Agustus 6-7; Yogyakarta, Indonesia. Pusat Radioisotop dan
Radiofarmaka. 225–239.
Surahman, A. B. (2015). Perkembangan Kegiatan Program Integrated
Participatory Development and Management of Irrigation Program
(IPDMIP) Kabupaten Pandeglang. Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan
Ruang Kabupaten Pandeglang, 53(9), 1689–1699.
Susiati, H. (2006). Tingkat Radioaktivitas Radionuklida Alam pada Bahan
Makanan Sekitar Calon Tapak PLTN Semenanjung Muria. Jurnal
Pengembangan Energi Nuklir, 7(2), 55–62.
Syah, A. K. (2018). Analisis Tingkat Radioaktivitas Air dan Tanaman Pangan di
Daerah Kabupaten Mamuju. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
69
Taftazani, A., & Sumining. (2000). Pola Penyebaran Radioaktivitas. Prosiding
Pertemuan Dan Presentasi Ilmiah; 2000 Juli 25-26; Universitas Gadjah
Mada (UGM). Yogyakarta, Indonesia. (l), 25–26.
Tjahaja, P. I., & Sukmabuana, P. (2007). Penyerapan Cs-134 dari Tanah oleh
Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus, less). Prosiding Seminar
Nasional Sains Dan Teknologi Nuklir; 2007 Juli 17-18; Bandung, Indonesia.
PTNBR-BATAN. 17–18.
Togibasa, O., Arif, I., Sukmabuana, P., & Tjahaja, P. I. (2009). Penyerapan Cs-
134 dari Tanah Oleh Tanaman Pangan Ubi Jalar (Ipomoea batatas).
Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Nuklir; 2009 Juni 3;
Bandung, Indonesia. PTNBR-BATAN. 180–186.
Udiyani, P. M., & Kunjoro, S. (2015). Pengaruh Kondisi Atmosferik Terhadap
Perhitungan Probabilistik Dampak Radiologi Kecelakaan PWR 1000-MWe.
Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir Tri Dasa Mega, 17(3), 149–158.
Ulfa, A. M. (2015). Penetapan Kadar Klorin (Cl2) pada Beras Menggunakan
Metode Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik, 9(4), 197–200.
Wahyudi, Iskandar, D., & Marjanto, D. (2007). Pengaruh matriks terhadap
pencacahan sampel menggunakan spektrometer gamma. Jurnal Forum
Nuklir, 65–78.
Wahyudi, Kusdiana, & Sutarman. (2007). Kontrol Kinerja Spektrometer Gamma
Menggunakan Metode Quality Control Chart. Prosiding Pertemuan Dan
Presentasi Ilmiah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir; 2007
Desember 12; Jakarta, Indonesia. PTKMR-BATAN. 33-43.
Wahyuni, E. S., Firdaus, M., & Baga, L. M. (2018). Strategi Alokasi Anggaran
Sektor Pertanian untuk Mempercepat Pembangunan Daerah di Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah,
10(1), 14–23.
Wicaksono, A., & Susanto, I. D. W. (2015). Sistem Otomasi Penggerak Kamera
dengan Motor Step sebagai Alat Bantu Kalibrasi Alat Ukur Panjang. Jurnal
Otomasi Kontrol Dan Instrumentasi, 6(2), 105–120.
Wulandari, Y., Hartoyo, P., Anita, F., & Purwantiningsih. (2019). Analisis Jumlah
Kadar Hemoglobin dan Sel Darah Putih (Leukosit) pada Mencit (Mus
Musculus) Sebelum dan Sesudah Radiasi Gamma Co-60 dengan Berbagai
Variasi Dosis. Jurnal Ilmiah Giga, 17(1), 9–18.
Yuliati, H., & Akhadi., M. (2005). Radionuklida Kosmogenik untuk Penanggalan.
Informasi IPTEK, 6(1), 10–19.
Yusro, M., Wijaya, G. S., & Muharini, A. (2013). Validasi Metode Penentuan Cs-
137 dan K-40 dalam Sampel Lingkungan dengan Spektrometer Gamma
berdasarkan ISO 17025. Teknofisika, 2(1), 1–6.
70
Zakiyyah, N. F., Sinuraya, R. K., & Puspitasari, I. M. (2017). Cancer Therapy
with Radiation: The Basic Concept of Radiotherapy and Its Development in
Indonesia. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 6(4), 311–320.
Zaman, B., Taftazani, A., & Retnaningrum, R. P. S. (2007). Studi Analisa dan
Pola Persebaran Radioaktivitas Perairan dan Sedimen (Studi Kasus: Sungai
Code Yogyakarta). Teknik Keairan, 13(4), 215–225.
Zulfakhri. (2007). Penyerapan Cs-134 pada Tanaman Padi (Oryza sativa, L.,).
Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Nuklir; 2007 Juli 17-18;
Bandung, Indonesia. PTNBR-BATAN. 17–18.
71
LAMPIRAN
Lampiran 1. Spektrum radionuklida yang dianalisis
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co tanah Carita
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co tanah Jiput
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co tanah Labuan
72
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co dan 129I tanah Pulosari
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co beras Carita
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co beras Jiput
73
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co beras Labuan
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co beras Pulosari
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co abu beras Carita
74
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co abu beras Jiput
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co abu beras Labuan
Spektrum radionuklida 137Cs dan 60Co abu beras Pulosari
75
Lampiran 2. Konsentrasi radionuklida standar EW-679 (Marinelli) dan GM-011
V pada saat pencacahan
Pada sertifikat sumber standar EW-679 (lampiran 9), diketahui :
A0 = Konsentrasi radionuklida 137Cs pada 10 Juni 2020
= 1806,6 Bq/Kg
A0 = Konsentrasi radionuklida 60Co pada 10 Juni 2020
= 142,9 Bq/Kg
t = Waktu tunda (10 Juni 2020 – 06 Januari 2021)
= 210 hari
T (137Cs) = Waktu paro 137Cs
= 10.958 hari
T (60Co) = Waktu paro 60Co
= 1.925 hari
Konsentrasi radionuklida pada saat pencacahan (06 Januari 2021) dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (persamaan 1):
At = A0e-0,693t/T...............................................................................(1)
Konsentrasi radionuklida 137Cs pada saat pencacahan (06 Januari 2021)
At = A0e-0,693t/T
= 1806,6e-0,693x210/10.958
= 1782,766 Bq/kg
Konsentrasi radionuklida 60Co pada saat pencacahan (06 Januari 2021)
At = A0e-0,693t/T
= 142,9e-0,693x210/1.925
= 132,495 Bq/kg
76
Konsentrasi radionuklida standar GM-011 V (vial) pada saat pencacahan
Pada sumber standar GM-011 V, diketahui :
A0 = Konsentrasi radionuklida 137Cs pada 1 Oktober 2004
= 52,85 Bq/kg
A0 = Konsentrasi radionuklida 60Co pada 1 Oktober 2004
= 215,48 Bq/kg
t = Waktu tunda (1 Oktober 2004 – 09 Maret 2021)
= 6003 hari
T (137Cs) = Waktu paro 137Cs
= 10.958 hari
T (60Co) = Waktu paro 60Co
= 1.925 hari
Konsentrasi radionuklida pada saat pencacahan (06 Januari 2021) dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (persamaan 1):
At = A0e-0,693t/T.................................................(1)
Konsentrasi radionuklida 137Cs pada saat pencacahan (06 Januari 2021)
At = A0e-0,693t/T
= 52,85 e-0,693x 6003/10.958
= 36,154 Bq/kg
Konsentrasi radionuklida 60Co pada saat pencacahan (06 Januari 2021)
At = A0e-0,693t/T
= 215,48 e-0,693x6003/1.925
= 24,823 Bq/kg
77
Lampiran 3. Perhitungan efisiensi standar EW-679 (Marinelli) dan GM-011 V
Perhitungan nilai efisiensi dapat dihitung dengan persamaan 3. Nilai Ns
merupakan net area standar sedangkan nilai NBG merupakan net area background.
Nilai ts merupakan waktu cacah standar, tBG merupakan waktu cacah background,
dan nilai At diperoleh dari persamaan 1 (lampiran 4). Untuk menghitung nilai
efisiensi menggunakan persamaan 3:
Ɛɣ =(
𝑁𝑠𝑡𝑠 −
𝑁𝐵𝐺𝑡𝐵𝐺 )
𝐴𝑡 X 𝑃ɣ
Penentuan harga efisiensi radionuklida 137Cs energi 661,657 keV :
Ɛɣ =(
𝑁𝑠𝑡𝑠 −
𝑁𝐵𝐺𝑡𝐵𝐺 )
𝐴𝑡 X 𝑃ɣ
Ɛɣ =(
32140 cps3600 s −
−4 cps3600 s)
1782,766 Bq X 85 %
Ɛɣ =8,928888889
1515,3511= 0,00589 %
Penentuan harga efisiensi radionuklida 60Co energi 1173,228 keV :
Ɛɣ =(
𝑁𝑠𝑡𝑠 −
𝑁𝐵𝐺𝑡𝐵𝐺 )
𝐴𝑡 X 𝑃ɣ
Ɛɣ =(
1865 cps3600 s −
2 cps3600 s)
132,495 Bq X 99,9 %
Ɛɣ =0,5175
132,3625283 = 0,00391%
Penentuan harga efisiensi radionuklida 60Co energi 1332,492 keV :
Ɛɣ =(
𝑁𝑠𝑡𝑠 −
𝑁𝐵𝐺𝑡𝐵𝐺 )
𝐴𝑡 X 𝑃ɣ
Ɛɣ =(
1718 cps3600 s −
3 cps3600 s)
132,495 Bq X 99,9824 % =
0,476989
132,4716809= 0,00360 %
78
Perhitungan nilai efisiensi standar GM-011 V (vial)
Perhitungan nilai efisiensi dapat dihitung dengan persamaan 3. Nilai Ns
merupakan net area standar sedangkan nilai NBG merupakan net area background.
Nilai ts merupakan waktu cacah standar, tBG merupakan waktu cacah background,
dan nilai At diperoleh dari persamaan 1 (lampiran 4). Untuk menghitung nilai
efisiensi menggunakan persamaan 3:
Ɛɣ =(
Nsts −
NBGtBG )
At X Pɣ
Penentuan harga efisiensi radionuklida 137Cs energi 661,657 keV :
Ɛɣ =(
Nsts −
NBGtBG )
At X Pɣ
Ɛɣ =(
23168 cps61200 s
−1 cps
3600 s)
36,15514215 Bq X 85 %
Ɛɣ =0,378284314
30,73187083 = 0,01231 %
Penentuan harga efisiensi radionuklida 60Co energi 1173,228 keV :
Ɛɣ =(
𝑁𝑠𝑡𝑠 −
𝑁𝐵𝐺𝑡𝐵𝐺 )
𝐴𝑡 X 𝑃ɣ
Ɛɣ =(
9821 cps61200 −
2 cps3600)
24,823 Bq X 99,9 %
Ɛɣ =0,159918301
24,79860986= 0,006449 %
Penentuan harga efisiensi radionuklida 60Co energi 1332,492 keV :
Ɛɣ =(
𝑁𝑠𝑡𝑠 −
𝑁𝐵𝐺𝑡𝐵𝐺 )
𝐴𝑡 X 𝑃ɣ
Ɛɣ =(
8525 𝑐𝑝𝑠61200 𝑠 −
1 𝑐𝑝𝑠3600 𝑠)
24,823 Bq X 99,9824 % =
0,139019608
24,81863115= 0,005601 %
79
Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi radionuklida pada sampel
Diketahui pada sertifikat standardisasi radionuklida EW-679:
Energi 137Cs = 661,657 keV
Energi 60Co = 1173,228 keV dan 1332,492 keV
Yield 137Cs = 85 %
Yield 60Co = 99,9 % dan 99,9824 %
Waktu paro 137Cs = 10958 hari
Waktu paro 60Co = 1925 hari
Perhitungan konsentrasi radionuklida 137Cs menggunakan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
Perhitungan konsentrasi radionuklida 137Cs pada lokasi sampling 1:
Perhitungan konsentrasi radionuklida 137Cs pada sampel tanah Carita (TC 1) :
Berat sampel (W) pada TC 1 = 1,019 Kg
Konsentrasi radionuklida 137Cs :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
𝐶 =
8 cps3600 s –
4 cps3600 s
0,00589 Bq X 85 % X 1,019 kg x 100
𝐶 =0,001111111
0,51016235 x 100 = 0,2178 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 137Cs pada sampel tanah Carita (TC 1) menggunakan persamaan 5 :
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,2178 Bq/kg x √(0,18 % + 0,09 %
8 cps − 4 cps)
2
+ (0,000589 %
0,00589 %)
2
+ (8,5 %
85 %)
2
+ (0,1019 %
1,019 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,2178 Bq/kg x √(0,27 %
4 cps)
2
+ (0,000589 %
0,00589 %)
2
+ (8,5 %
85 %)
2
+ (0,1019 %
1,019 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,2178 Bq/kg x √(0,0675)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,2178Bq/kg x √(0,00455625) + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,2178 Bq/kg x √0,03455625
80
𝜇𝐶 = 0,2178 Bq/kg x 0,185893114
𝜇𝐶 = 0,0405 Bq/kg
Perhitungan MDC 137Cs (661,657 keV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
є. 𝑝𝛾 . 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
4 cps3600 s
0,00589 % x 85 % x 1 x 1 kg
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,001111111
0,50065
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,033333333
0,50065
MDC = 0,3102 Bq/kg
Perhitungan konsentrasi radionuklida 137Cs pada sampel beras Carita (BC 1) :
Berat sampel (W) pada BC 1 = 0,699 Kg
Konsentrasi radionuklida 137Cs :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
𝐶 =
6 cps3600 s
–4 cps
3600 s0,00589 Bq X 85 % X 0,699 kg
x 100
𝐶 =0,000555556
0,003499544 x 100 = 0,1588 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 137Cs pada sampel beras Carita (BC 1) menggunakan persamaan 5 :
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,1588 Bq/kg x √(0,09 % + 0,09 %
6 cps − 4 cps)
2
+ (0,000589 %
0,00589 %)
2
+ (8,5 %
85 %)
2
+ (0,0699 %
0,699 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,1588 Bq/kg x √(0,18 %
2 cps)
2
+ (0,000589 %
0,00589 %)
2
+ (8,5 %
85 %)
2
+ (0,0699 %
0,699 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,1588 Bq/kg x √(0,09)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,1588 Bq/kg x √(0,0081) + 0,01 + 0,01 + 0,01
𝜇𝐶 = 0,1588 Bq/kg x √0,0381
81
𝜇𝐶 = 0,1588 Bq/kg x 0,195192213
𝜇𝐶 = 0,0309 Bq/kg
Perhitungan MDC 137Cs (661,657 keV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
є. 𝑝𝛾 . 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
4 cps3600 s
0,00589 % x 85 % x 1 x 1 kg
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,001111111
0,50065
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,033333333
0,50065
MDC = 0,3102 Bq/kg
Perhitungan radionuklida lain (60Co 1173,228 keV ; 60Co 1332,492 keV dan 131I 364,489 keV):
Misal konsentrasi 60Co pada sampel tanah Carita (TC 1) energi 1173,228 keV
W= 1,019 Kg
Sehingga besarnya konsentrasi 60Co dapat dihitung dengan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
𝐶 =
3 cps3600 s –
2 cps3600 s
0,00391 % x 99,9 % x 1,019 kg x 100
𝐶 =0,000277778
0,398030571 x 100 = 0,0697 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 60Co energi 1173,228 keV pada sampel tanah Carita (TC 1) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 5 :
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,0697 Bq/kg x √(0,07 % + 0,04%
3 cps − 2 cps)
2
+ (0,000391 %
0,00391 %)
2
+ (9,99 %
99,9 %)
2
+ (0,01019 %
1,019 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,0697Bq/kg x √(0,11)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,0697 Bq/kg x √0,0121 + 0,01 + 0,01 + 0,01
𝜇𝐶 = 0,0697 Bq/kg x √0,0421
82
𝜇𝐶 = 0,0697 Bq/kg x 0,205182845
𝜇𝐶 = 0,0143 Bq/Kg
Misal konsentrasi 60Co pada sampel Tanah Carita (TC 1) energi 1332,492 keV
W= 1,019 Kg
Sehingga besarnya konsentrasi 60Co dapat dihitung dengan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
C =
7 cps3600 s –
3 cps3600 s
0,00360 % x, 99,9824 % x 1,019 kg x 100
𝐶 =0,00111
0,3667754 x 100 = 0,3029 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 60Co energi 1332,492 keV pada sampel tanah Carita (TC 1) menggunakan
persamaan 5:
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,30294 Bq/kg x √(0,07 % + 0,01 %
7 cps − 3 cps)
2
+ (0,000360 %
0,00360 %)
2
+ (9,99824 %
99,9824 %)
2
+ (0,1019 %
1,019 kg )
2
𝜇𝐶 = 0,30294 Bq/kg x √(0,02)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,30294 Bq/kg x √0,0004 + 0,01 + 0,01 + 0,01
𝜇𝐶 = 0,30294 Bq/kg x √0,0304
𝜇𝐶 = 0,30294 Bq/kg x 0,174355958
𝜇𝐶 = 0,0528 Bq/kg
Konsentrasi 60Co (1173,228) + konsentrasi 60Co (1332,492 keV) = 0,0697 Bq/Kg + 0,3029 Bq/Kg = 0,3726
Bq/kg
Ketidakpastian 60Co (1173,228) + ketidakpastian 60Co (1332,492 keV)
= 0,0143 Bq/kg + 0,0528 Bq/Kg = 0,0671 Bq/kg
Perhitungan MDC 60Co (1173,228 keV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
є. 𝑝𝛾 . 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √ 2 cps
3600 s
0,00391 % x 99,9 % x 1 x 1 kg
83
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,000555556
0,390580708
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,0236
0,390580708
MDC = 0,2816 Bq/kg
Perhitungan MDC 60Co (1332,492 keV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
є. 𝑝𝛾 . 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √ 3 cps
3600 s
0,00360 % x 99,9824 % x 1 x 1 kg
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,000833333
0,359552352
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,028867513
0,359552352
MDC = 0,3741 Bq/kg
Jadi, MDC radionuklida 60Co (1173,228) + MDC 60Co (1332,492 keV)
= 0,2816 Bq/kg + 0,3741 Bq/kg = 0,6557 Bq/kg
Misal konsentrasi 131I pada sampel tanah Pulosari (TP 4) energi 364,489 keV
W= 0,862 Kg
Sehingga besarnya konsentrasi 131I energi 364,489 dapat dihitung dengan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
𝐶 =
6 cps3600 s
–5 cps
3600 s 0,006731044 % x 81,2 % x 0,862 kg
x 100
𝐶 =0,000277778
0,471135386 x 100 = 0,0589 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 131I energi 364,489 keV pada sampel tanah Pulosari (TP 4) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 5 :
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
84
𝜇𝐶 = 0,0589 Bq/kg x √(0,03 % + 0,03%
6 cps − 5 cps)
2
+ ( 0,0006731044 %
0,006731044 %)
2
+ (8,12 %
81,2 %)
2
+ (0,0862 %
0,862 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,0589 Bq/kg x √(0,06)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,0589 Bq/kg x √0,0036 + 0,01 + 0,01 + 0,01
𝜇𝐶 = 0,0589 Bq/kg x √0,0336
𝜇𝐶 = 0,0589 Bq/kg x 0,183303028
𝜇𝐶 = 0,0108 Bq/kg
Perhitungan MDC 131I energi 364,489 keV dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
Ɛ. 𝑝𝛾. 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
5 cps3600 s
0,006731044 % x 81,2 % x 1 x 1 kg
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,001388889
0,546560773
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,0372678
0,546560773
MDC = 0,3177 Bq/kg
85
Perhitungan konsentrasi radionuklida pada sampel dengan sumber standar GM-011 V (Vial)
Perhitungan konsentrasi radionuklida 137Cs menggunakan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
Perhitungan konsentrasi radionuklida 137Cs pada lokasi sampling 1:
Perhitungan konsentrasi 137Cs pada sampel abu beras Carita (abu BC 1) :
Berat sampel (W) pada abu BC 1 = 0,699 Kg
Konsentrasi radionuklida 137Cs :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
𝐶 =
10 cps3600 s –
1 cps3600 s
0,01231 % X 85 % X 0,699 kg x100
𝐶 =0,0025
0,73139865 x 100 = 0,3418 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian pada sampel abu beras Carita (Abu BC 1) menggunakan persamaan 5 :
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎Ɛ
Ɛ)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,3418 Bq/kg x √(0,03 % + 0,07 %
10 cps − 1 cps)
2
+ (0,001231 %
0,01231 % )
2
+ (0,85 %
85 %)
2
+ (0,0699 %
0,699 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,3418 Bq/kg x √(0,1
9)
2
+ (0,0001231
0,001231)
2
+ (0,85 %
85 %)
2
+ (0,0002 %
0,002 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,3418 Bq/kg x √(0,011)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,3418 Bq/kg x √(0,000121) + (0,01) + (0,01) + (0,01)
𝜇𝐶 = 0,3418 Bq/kg x √0,0325
𝜇𝐶 = 0,3418 Bq/kg x 0,173554026
𝜇𝐶 = 0,0593 Bq/kg
Perhitungan MDC 137Cs (661,657 keV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
є. 𝑝𝛾 . 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √ 1 cps
3600 s
0,01231 % x 85 % x 1 x 0,17186 kg
86
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,000277778
0,179825711
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,016666667
0,17982571
MDC = 0,4319 Bq/kg
Perhitungan radionuklida lain (60Co 1173,228 keV dan 60Co 1332,492 keV):
Misal konsentrasi 60Co pada sampel abu beras Carita (abu BC 1) energi 1173,228 keV
W= 0,699 Kg
Sehingga besarnya konsentrasi 60Co dapat dihitung dengan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
𝐶 =
4 𝑐𝑝𝑠3600 s –
2 cps3600 s
0,006449 % x 99,9 % x 0,699 kg x 100
𝐶 =0,000555556
0,450334315 x 100 = 0,1234 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 60Co energi 1173,228 keV pada sampel abu beras Carita (abu BC 1) dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 5 :
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,1234 Bq/kg x √(0,07 % + 0,01 %
4 cps − 2 cps)
2
+ (0,0006449 %
0,006449 % )
2
+ (0,0999 %
99,9 %)
2
+ (0,0699 %
0,699 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,1234 Bq/kg x √(0,04)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,1234 Bq/kg x √0,0016 + 0,01 + 0,01 + 0,01
𝜇𝐶 = 0,1234 Bq/kg x √0,0316
𝜇𝐶 = 0,1234 Bq/kg x 0,177763888
𝜇𝐶 = 0,0219 Bq/kg
Misal konsentrasi 60Co pada sampel abu beras Carita abu BC 1 (1332,492 keV)
W= 0,699 Kg
Sehingga besarnya konsentrasi 60Co dapat dihitung dengan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
C =
2 cps3600 s –
1 cps3600 s
0,005601 % x, 99,9824 % x 0,699 kg x 100
87
𝐶 =0,000277778
0,391440994 x 100 = 0,0709 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 60Co energi 1332,492 keV pada sampel abu beras Carita (abu BC 1)
menggunakan persamaan 5:
𝜇𝐶 = 0,0709 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,0709 Bq/kg x√(0,05 % + 0,06 %
2 cps − 1 cps)
2
+ (0,0005601 %
0,005601 %)
2
+ (0,999824 %
99,9824 %)
2
+ (0,0002 %
0,002 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,0709 Bq/kg x √(0,11)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,0709 Bq/kg x √0,0121 + 0,01 + 0,01 + 0,01
𝜇𝐶 = 0,0709 Bq/kg x √0,0421
𝜇𝐶 = 0,0709 Bq/kg x 0,205182845
𝜇𝐶 = 0,0145 Bq/Kg
Konsentrasi 60Co (1173,228 keV) + konsentrasi 60Co (1332,492 keV)
= 0,1234 Bq/Kg + 0,0709 Bq/Kg = 0,1943 Bq/kg
Ketidakpastian 60Co (1173,228 keV) + ketidakpastian 60Co (1332,492 keV)
= 0,0219 Bq/kg + 0,0145 Bq/kg = 0,0364 Bq/kg
Perhitungan MDC 60Co (1173,228 keV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
Ɛ. 𝑝𝛾. 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
2 cps3600 s
0,006449 % x 99,9 % x 1 x 0,17186 kg
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,000555556
0,110721681
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,0236
0,110721681
MDC = 0,9933 Bq/kg
Perhitungan MDC 60Co (1332,492 keV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
Ɛ. 𝑝𝛾. 𝐹𝑘 . 𝑊
88
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √ 1 cps
3600 s
0,005601 % x 99,9824 % x 1 x 0,17186 kg
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,000277778
0,096241844
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,016666667
0,096241844
MDC = 0,8069 Bq/kg
Jadi, MDC radionuklida 60Co (1173,228) + MDC 60Co (1332,492 keV)
= 0,9933 Bq/kg + 0,8069 Bq/kg = 1,8002 Bq/kg
Misal konsentrasi 131I pada sampel abu beras Carita (abu BC 1) energi 364,489 keV
W= 0,699 Kg
Sehingga besarnya konsentrasi 131I energi 364,489 keV dapat dihitung dengan persamaan 4 :
𝐶 =
Nsts –
NBGtBg
ℇ. Pγ. W x 100
𝐶 =
5 cps3600 s –
5 cps3600 s
0,015357621 % x 81,2 % x 0,699 kg x 100
𝐶 =0,00000
1,42464588 x 100 = 0,0000 Bq/kg
Perhitungan ketidakpastian 131I energi 364,489 keV pada sampel abu beras Carita (abu BC 1) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 5 :
𝜇𝐶 = 𝐶 x √(𝜎𝑛𝑠 + σ𝑛𝐵
𝑛𝑠 − 𝑛𝐵)
2
+ (𝜎є
є)
2
+ (𝜎𝑃𝛾
𝑃𝛾)
2
+ (𝜎𝑤
𝑤)
2
𝜇𝐶 = 0,0000 Bq/kg x √(0,03 % + 0,03%
5 cps − 5 cps)
2
+ ( 0,0015357621%
0,015357621%)
2
+ (8,12 %
81,2 %)
2
+ (0,0699 %
0,699 kg)
2
𝜇𝐶 = 0,0000 Bq/kg x √ (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2 + (0,1)2
𝜇𝐶 = 0,0000 Bq/kg x √0,01 + 0,01 + 0,01 + 0,01
𝜇𝐶 = 0,0000 Bq/kg x √0,03
𝜇𝐶 = 0,0000 Bq/kg x 0,173205081
𝜇𝐶 = 0,0000 Bq/Kg
89
Perhitungan MDC 131I energi 364,49 keV dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6:
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √
𝑛𝐵𝑡𝐵
Ɛ. 𝑝𝛾. 𝐹𝑘 . 𝑊
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √ 5 cps
3600 s
0,015357621 % x 81,2 % x 1 x 0,17186 kg
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 √0,001388889
0,214316092
𝑀𝐷𝐶 = 4,66 0,0372678
0,214316092
MDC = 0,8103 Bq/kg
90
Lampiran 5. Titik lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pandeglang
Titik pengambilan sampel 1 di Kecamatan Carita
Titik pengambilan sampel 2 di Kecamatan Jiput
92
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian
Sumber standar vial GM-011 V Sumber standar Marinelli EW-679
Lem untuk seal Alat spektrometer gamma
93
Sampel tanah sebelum dikeringkan
Sampel tanah setelah dikeringkan
Sampel beras setelah di haluskan
94
Sampel tanah setelah dipreparasi Sampel beras setelah dipreparasi
Sampel abu beras setelah dipreparasi
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Ellen Artilerin Ramadhani Mawangi
Tempat Tanggal Lahir : Brebes, 03 Januari 1998
NIM : 11160960000002
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Alamat Rumah : Kp. Pamatang RT/RW 01/07 Desa Banjarmasin,
Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang-
Banten, 42269
Telp/HP : 083813958420
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
Taman Kanak-kanak : TK Bahari Lulus Tahun 2004
Sekolah Dasar : SDN Teluk 1 Lulus Tahun 2010
Sekolah Menengah Pertama : SMPN 2 Labuan Lulus Tahun 2013
Sekolah Menengah Atas : SMAN 1 Pandeglang Lulus Tahun 2016
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Masuk
Tahun 2016
PENGALAMAN ORGANISASI
OSIS SMPN 2 Labuan : Jabatan Wakil Ketua
Tahun 2011-2012
Dewan Penggalang (DP) SMPN 2 Labuan : Jabatan Wakil Ketua
Tahun 2011-2012
Rohis SMAN 1 Pandeglang : Jabatan Anggota
Tahun 2013-2014
PENGALAMAN KERJA
1.Praktek Kerja Lapangan : Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri
Kimia (PTSEIK) - Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong /2019
Laboratorium Gedung 225
Judul Penelitian Pengaruh Massa Polyethylen
Glycol (PEG) dan Poly Acrilyc Acid (PAA),
Waktu serta Suhu pada Proses Sray Coating
Terhadap Sifat Fisik Pupuk Control Release
Fertilizer (CRF).