disentri dan typhus
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
1/22
1
DISENTRI DAN TYPHUS
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Epidemiologi Penyakit Menular
Yang dibina oleh drg. Rara Warih Gayatri, M.Kes.
Oleh:
Dwiguandi Adi Vallan Srihaskari (1306126078 )
Hamidah Indrihapsari (130612607876)
Nadiya Istighfara (1306126078 )
Yulinda (1306126078 )
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Februari 2015
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
2/22
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I
DAFTAR ISI ......................................................................................................... II
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB 2. PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Penyakit Disentri .................................................................................. 3
2.1.1 Mekanisme Penyakit Disentri .................................................... 3
2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit Disentri .......................................... 6
2.1.3 Diagnosa Penyakit Disentri ....................................................... 8
2.1.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Disentri ........................ 9
2.1.5 Pencegahan Penyakit Disentri ................................................... 9
2.2 Penyakit Typhus................................................................................. 10
2.2.1 Mekanisme Penyakit Typhus ................................................... 11
2.2.2 Tanda dan Gejala Penyakit Typhus ......................................... 12
2.2.3 Diagnosa Penyakit Typhus ...................................................... 13
2.2.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Typhus ....................... 13
2.2.5 Pencegahan Penyakit Typhus .................................................. 13
2.3 Studi Kasus dan Epidemiologis Disentri dan Typhus........................ 14
BAB 3. PENUTUP ................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 16DAFTAR PUSTAKA
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
3/22
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit disentri dan typhus merupakan contoh penyakit yang termasuk ke
dalam penyakit yang ditularkan melalui pencernaan. Penyakit yang ditularkan
melalui pencernaan dapat disebabkan karena adanya bakteri pada makanan dan
bukan menjadi sifat dari suatu makanan, sehingga penyakit yang diperoleh
melalui saluran pencernaan (bacterial disease through the alimentary route)
sangat berbeda dengan peristiwa keracunan makanan. Sedangkan pada peristiwa
keracunan makanan, terjadi ketika makanan seperti salah satu spesies jamur atau
makanan laut yang kita makan memiliki atau menghasilkan racun yang
menyebabkan terjadinya keracunan (Hanmann, 2007).
Disentri dan typhus merupakan beberapa penyakit yang bersifat akut dan
memiliki masa inkubasi yang cukup cepat. Kendati demikian, kedua penyakit ini
begitu berbahaya terutama di Indonesia karena kondisi sanitasi yang masih kurang
sehat dan berbagai faktor lain yang mendorong tingginya angka insidensi disentri
maupun typhus di Indonesia. Hal ini terlihat dari data GBD Compare (CDC,
2010) yang menyatakan bahwa diare (diarrheal disease) masih termasuk ke dalam
10 penyebab kematian di Indonesia yakni sebesar 4%, setelah stroke (8%),
tuberculosis (7%), kanker (6%), dan kecelakaan jalan (5%).
Sebagai penyakit yang tergolong ke dalamfoodborne diseaseatau penyakit
yang ditularkan melalui makanan maupun air maka penyakit ini sebenarnya dapat
dicegah agar tidak terjadi maupun menular dengan menjaga kebersihan sanitasi
lingkungan dan makanan yang hendak dimakan.Sebagai negara berkembang yang telah cukup maju, Indonesia telah
membuktikan bahwa upaya untuk penurunan angka prevalensi penyakit menular
yang dalam hal ini adalah disentri dan typhus semakin menurun dengan adanya
berbagai kebijakan dan perbaikan fasilitas kesehatan yang ada. Meski begitu,
penurunan ini tidak terjadi secara merata dan pada beberapa provinsi masih cukup
tinggi. Angka kematian masih ditemukan terutama pada balita penderita diare
(secara umum) yaitu terdapat 10 kematian pada tahun 2000 dan menurun menjadi
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
4/22
2
6 kematian pada 2012 (WHO, 2014). Berdasarkan data yang didapatkan, angka
prevalensi diare (secara umum, tidak disebutkan secara spesifik) tertinggi terdapat
di Provinsi Papua (14,7%), Nusa Tenggara Timur (10,9%), Sulawesi Selatan
(10,2%) dan Sulawesi Barat (10,1%) dengan didominasi oleh anak usia 1 hingga 4
tahu (Balitbangkes, 2013). Sedangkan untuk typhus, insiden typhus pada tahun
2007 adalah sekitar 0,11% dengan yang tertinggi adalah Provinsi Lampung
(Balitbangkes, 2007). Angka morbiditas typhus memang lebih rendah dan
menurun seiring waktu. Akan tetapi hal tersebut masih belum dapat dijadikan
patokan selain karena penggolongan data terutama pada diare yang belum spesifik
dan juga banyaknya kasus-kasus yang belum terlaporkan. Akan tetapi data-data
tersebut sudah dapat memastikan bahwa penyakit menular diare terutama disentri
dan typhus di daerah-daerah tertentu perlu mendapatkan perhatian lebih, terutama
karena faktor sanitasi dan perilaku hidup masyarakat sehari-hari.
Oleh karena itulah makalah ini disusun untuk lebih menjelaskan secara
epidemiologis mengenai penyakit disentri dan typhus yang masih sering terjadi di
Indonesia dan bagaimana pemerintah menangani hal tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan disentri?
2. Apakah yang dimaksud dengan typhus?
3. Bagaimanakah analisis studi epidemiologi terhadap penyakit disentri dan
typhus di Indonesia?
1.3Tujuan
1.
Memahami mengenai penyakit disentri.2.
Memahami mengenai penyakit typhus.
3. Mengetahui analisis studi epidemiologi terhadap kejadian penyakit disentri
dan typhus di Indonesia.
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
5/22
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Disentri
Disentri merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran pencernaan
dan merupakan salah satu penyakit diarrhoeal disease. Diarrhoeal disease oleh
WHO dibagi menjadi tiga golongan yaitu diare cair akut, diare berdarah dan diare
persisten. Diare berdarah disebut juga dengan disentri, yang pada dasarnya dapat
disebabkan oleh beberapa jenis disentri basiler (golongan Shigella), disentri
amuba (Entamoeba hystolitica), Salmonella spp., trichuriasis, enterokolitis, EIEC
(Enteriinnasive E. Coli) (Iwolakon, 2001). Akan tetapi pada makalah ini akan
dibahas secara lebih mendalam mengenai disentri basiler dan disentri amuba saja.
Hal ini karena dari beberapa penyebab disentri di atas, ditemukan bahwa disentri
basiler merupakan penyebab yang paling banyak ditemui pada penderita disentri
dan menyebabkan kematian sebesar 29% pada balita umur 1 sampai 4
(Edmundson, 1992). Tingginya insidens dan mortalitas pada penderita penyakit
disentri dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan
penduduk, dan kebersihan yang kurang (Nafianti, 2005).
2.1.1 Mekanisme Penyakit Disentri
Diare pada dasarnya merupakan bentuk mekanisme pertahanan untuk
membersihkan usus atau saluran pencernaan dengan didorong oleh tinja yang
lunak maupun cair. Adanya bakteri-bakteri disentri yang ada di dalam usus atau
saluran pencernaan, kemudian oleh sistem imun tubuh dikenali sebagai suatu hal
yang harus dihilangkan dan dibuang. Hal ini dilakukan dengan merangsang sistemsaraf untuk membersihkannya dengan banyak cairan, yang kemudian
menghasilkan tinja yang berbentuk cair (Edmundson, 1992).
Disentri dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri yang menghasilkan
manifestasi klinis yang sedikit berbeda. Berikut penjelasannya:
a. Amoebic Dysentery (Amoebiasis)
Bentuk dari disentri ini cenderung kronis namun dapat juga akut dan
merupakan respon umum jaringan tubuh atau terhadap adanya invasi dari
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
6/22
4
Entamoeba histolytica. Tingkat keparahan dari amoebiasis ini tergantung pada
tingkat virulensi masing-masing tipe, keadaan sistem imun secara umum, dan
kekuatan mukosa usus dari host.
Entamoeba histolytica berasal dari kata histo yang berarti jaringan, lysis
berarti hancur, sehinggaEntamoeba histolyticabersifat menghancurkan jaringan.
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Fedor Aleksandroich Losch
pada tahun 1875 dari tinja pasien disentri di Leningrad, Rusia. Losch menemukan
Entamoeba histolyticabentuk tropozoit dalam ulkus usus besar pada saat otopsi
tetapi ia belum mengetahui hubungan antara parasit dengan kelainan ulkus
tersebut (Rozaliyani, 2010).
Entamoeba histolyticapada dasarnya memiliki empat fase kehidupan yang
berbentuk siklus (Edmundson, 1992), yaitu:
1. Tropozoit, berukuran 10-60 mikron, mempunyai inti entamoeba di
dalam endoplasma. Ketika bentuk metakista masuk ke dalam saluran
pencernaan, bentuk metakista dari Entamoeba hystolitica akan
dihancurkan oleh zat alkalin dari usus halus sehingga berubah menjadi
tropozoit. Tropozoit bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan usus
besar, hati, paru, otak, kulit, dan vagina dengan menginvasi mukosa,
memakan sel darah merah dan membentuk ulkus (luka).
2. Prekista, merupakan bentuk Entamoeba hystolitica yang berkembang
biak dan merupakan bentuk awal sebelum menjadi kista.
3. Kista, terdapat di rongga usus besar, besarnya 10-20 mikron, berbentuk
bulat atau lonjong, mempunyai dinding dan inti entamoebamerupakan
bentuk dari Entamoeba histolytica yang ditemukan di feses yang
terdapat di usus besar.4.
Metakista, merupakan bentuk matang dari kista. Intinya telah membelah
menjadi 4, bersifat apatogen tetapi merupakan bentuk infektif. Metakista
merupakan bentuk Entamoeba hystolitica yang dikeluarkan bersama
dengan tinja yang biasanya mencemari air yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Dapat tumbuh dengan baik di lingkungan yang
basah dan lembab, pada suhu kamar dari 30 hari hingga 3 bulan. Dapat
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
7/22
5
dihancurkan dengan pemanasan atau pengeringan pada suhu di atas 50
Celcius.
Infeksi amuba ini terjadi melalui jalur pencernaan atau melalui feses yang
telah terkontaminasi dengan amuba ini. Akan tetapi juga dapat terjadi secara
seksual melalui oral-anal kontak (Hamann, 2007). Masa inkubasi secara umum
terjadi dari 2 hingga 4 minggu bahkan hingga 4 bulan tergantung kepada tingkat
invasif tropozoit itu sendiri (Rozaliyani, 2010).
Infeksi Entamoeba hystolitica ini dimulai ketika tropozoit menempel pada
sel epitel mukosa usus dengan perantara lektin spesifik, kemudian tropozoit akan
menghasilkan enzim proteinase sistein, fosfolipase dan hemolisin yang berperan
dalam penghancuran elastin, kolagen dan fibronektin sehingga dapat menginvasi
pembuluh darah hingga dapat mengakibatkan nekrosis, kematian hati dan abses
hati (Rozaliyani, 2010).
b. Shigella spp (bacterial dysentery)
Gambar Shigella
Shigella merupakan salah satu bakteri berbentuk batang dan merupakan
bakteri gram negatif. Merupakan bakteri fakultatif anaerob tetapi paling baik
tumbuh secara aerob Disentri basiler yang disebabkan oleh bakteri Shigella sp.
dibagi atas 4 spesies yaitu S.dysenteriae, S.flexneri, S.boydii, dan S.sonnei. Dari
keempat spesies tersebut S.dysenteriae (Shiga bacillus) diketahui dapat
menyebabkan penyakit yang berat dan dapat menyebar dengan cepat sehingga
terjadi epidemi. Sedangkan untuk S.sonnei dan S.flexneri pada umumnya
menyebabkan diare disentri yang ringan dan sembuh sendiri (Nafianti, 2005)..
Shigella dysenteriaemerupakan jenis disentri basiler yang memiliki tingkat
virulensi paling tinggi karena mampu memproduksi sebuah eksotoksin yang dapat
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
8/22
6
menghancurkan fagosit, mencerna sel, dan menghancurkan sel darah merah.
Shigellosis memiliki masa inkubasi yang cukup pendek yakni 1 hingga 3 hari.
(Edmundson, 1992).
Secara umum, shigellosis terjadi secara akut dan diikuti dengan demam.
Dapat menyebabkan ulcer pada daerah tertentu dari mukosa kolon, dan seringkali
luka yang ditimbulkan cukup dalam dan kadang hingga berlubang.
Pada dasarnya, kram dan demam yang timbul pada saat adanya Shigellosis
disebabkan sebagai bentuk dari mekanisme pertahanan dari host. Setelah invasi,
mukosa usus mensekresikan sel-sel darah putih dan serum. Hal inilah yang
menyebabkan disentri basiler tidak menyebabkan timbulnya tinja berdarah yang
padat seperti pada saat amobiasis, tetapi lebih kepada diare dengan jangka waktu
yang lebih pendek yang ditandai dengan diare berdarah yang sering, cair,
berlendir, dan tidak berlemak ()Edmundson, 1992).
Shigella dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37 Celcius dan satu jam
berada di lingkungan yang dingin dapat membunuh organisme tersebut. Dengan
suhu yang hangat dan keadaan lembab, serta iklim tropis memicu tumbuhnya
Shigella untuk tumbuh dengan baik. Akan tetapi tidak seperti Entamoeba
hystolitica, Shigella sp. tidaklah memiliki suatu siklus kehidupan hanya saja
memiliki masa dorman. Tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan
berkurangnya masa dorman Shigella dari 44 hari pada temperatur 16 Celcius
menjadi hanya 10 hari jika temperatur mencapai 30 Celcius (Edmundson, 1992).
Shigella juga ditularkan melalui feses yang dihasilkan oleh penderita.
Ditularkan paling banyak melalui air yang terkontaminasi maupun makanan.
Penularan ini seringkali terjadi ketika seorang individu yang tidak membersihkan
tangannya dengan bersih setelah buang air besar sehingga dapat menularkanpenyakit melalui kontak fisik dengan penderita. Makanan juga dapat
terkontaminasi ketika lalat membawa cukup banyak Shigella untuk dapat
berkembangbiak.
2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit Disentri
Menurut Goldfinger (dalam Edmundson, 1992) sebagai bagian dari penyakit
diare, penderita disentri memiliki gejala:
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
9/22
7
a. Kehilangan cairan dari usus halus dan besar.
b. Diare berdarah dan berlendir dalam bentuk lunak maupun cair.
c.
Menurunnya fungsi dari mukosa usus.
d.
Adanya rangsangan neural untuk menghasilkan tinja cair maupun lunak.
e. Lemahnya reabsorbsi air dan elektrolit akibat lebihnya garam empedu
atau asam lemak.
a. Amoebiasis
Pada penderita amoebiasis, tinja memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
1. Hitam dan gelap.
2. Cukup padat.
3.
Berdarah.
4. Berlendir.
5. Berlemak.
Hal ini diikuti dengan gejala klinis yang dimiliki pasien yaitu:
1.
Diare akut ringan sampai kronik.
2. Berdarah sampai kolitis fulminan.
3. Demam (pada amubiasis ekstraintestinal).
4.
Nyeri dada menjalar ke bahu disertai nyeri perut kanan.
5. Nyeri perut dan seringnya buang air besar berdarah dan berlendir hingga
10 kali perhari.
Kasus-kasus kronis pada penderita amoebiasis terkadang malah tidak
menimbulkan gejala yang jelas dan dilaporkan sebagai kasus yang terabaikan.
Akan tetapi hal ini tidak mengurangi kebutuhan akan pengobatan amoebiasis ini
karena 40% dari seluruh kasus amoebiasis yang tidak tertangani seringkali
menyebabkan infeksi usus yang berat, misalnya amoebic hepatitis atau hepaticabscesses (Edmundson, 1992).
b. Shigellosis
Penderita shigellosis memiliki sedikit perbedaan dengan amoebiasis.
Shigellosis cenderung terjadi secara akut dan tidak kronis, juga adanya tanda-
tanda tinja sebagai berikut:
1. Berdarah
2.
Cair.
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
10/22
8
3. Berlendir.
4. Tidak berlemak (Hamann, 2007).
Shigellosis menginvasi mukosa usus dan menyebabkan peradangan. Pada
anak-anak, shigellosis biasanya disertai dengan tenesmus, demam tinggi, mual,
muntah, sakit bagian abdomen dengan adanya pembesaran, sakit pada saat buang
air besar, mengantuk dan lemah. Kejang-kejang merupakan komplikasi yang
terjadi pada anak-anak (Hamann, 2007).
Pada orang dewasa, gejala yang dimiliki hampir sama dengan gejala pada
anak-anak, akan tetapi seringkali tidak menunjukkan gejala demam tinggi seperti
pada anak-anak. Komplikasi seperti kekurangan elektrolit jarang terjadi, akan
tetapi dapat menjadi fatal pada anak-anak (Hamann, 2007).
2.1.3 Diagnosis Penyakit Disentri
Pendiagnosisan pada diare berdarah ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada anamnesis
merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui gejala klinis yang
timbul, faktor resiko atau penyakit dasar lainnya (Rozaliyani, 2010).
Gejala klinis infeksi sangat bervariasi, kurang lebih 10% orang yang
terinfeksi menjadi sakit, sedangkan sisanya sembuh spontan dalam 1 tahun setelah
infeksi (Rozaliyani, 2010).
Pemeriksaan fisik pada sebagian besar pasien ditemukan hepatomegali
dengan konsistensi kenyal, permukaan licin, disertai nafas yang melemah.
Gambaran foto toraks memperlihatkan efusi pleura dan peninggian
hemidiafragma. USG atau CT-scan dapat menunjukkan penyakit hati dan
diagnosis ditegakkan bila cairan pleura menyerupai saus kecoklatan pada disentriyang disebabkan olehEntamoeba hystolitica (Rozaliyani, 2010).
Pemeriksaan laboratorium terhadap amubiasis sangat penting untuk
dilakukan dengan ditemukannya bakteri penyebab disentri. Deteksi tergantung
pada pengambilan spesimen, cara memprosesnya, tes diagnostik yang digunakan
serta ketrampilan pemeriksa.
Beberapa tes untuk mendeteksi antibodi juga dilakukan dengan beberapa
metode dengan mengetahui kadar IgG dan IgM. Kadar IgG dalam serum masih
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
11/22
9
tetap ada dalam beberapa tahun setelah infeksi terjadi sedangkan IgM hanya ada
dalam waktu singkat (Rozaliyani, 2010).
2.1.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Disentri
Pada penderita terdapat beberapa pengobatan pilihan pengobatan. Untuk
menangani dehidrasi, minum lebih banyak cairan untuk menghindarkan kehabisan
cairan, jika pasien sudah pada tahap dehidrasi, maka dapat diatasi dengan
Rehidrasi Oral. Pada pasein dengan diare berat disertai dehidrasi dan pasien
muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan Rehidrasi Oral, maka dapat
dilakukan Rehidrasi Intravena. Antibiotik yang diberikan juga dapat disesuaikan
dengan bakteri penyebab dari disentri itu sendiri.
a. Amubiasis
Terapi pilihan yang dapat digunakan adalah metronidazol dengan dosis 500-
750 mg tiga kali sehari secara oral atau intravena pada orang dewasa, sedangakn
pada anak diberikan dosis 35-50mg/kg berat badan perhari dalam tiga kali
pemberian.
Metronidazol bekerja melalui difusi yang dapat membunuh tropozoit bila
diberikan secara oral dapat segera diserap dan langsung meresap ke jaringan.
Dosis obat juga disesuaikan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati.
b. Shigellosis
Pada infeksi ringan pada umumnya dapat sembuh sendiri, penyakit akan
sembuh pada 4 hingga 7 hari. Untuk infeksi shigellosis yang berat dapat
menggunakan ampicilin, trimethoprim-sulfamethoxazole dan ciprofloxin.
2.1.5 Pencegahan Penyakit DisentriSeperti pada penyakit lain yang ditularkan melalui feses, secara umum
penyakit disentri dapat dicegah dengan melakukan kebiasaan hidup bersih dan
sehat. WHO telah mengembangkan Ten Golden Rules for Food Preparation
untuk melawan penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam foodborne disease,
peraturan tersebut adalah:
1. Memilih proses produksi makanan dengan baik.
2.
Memasak makanan secara merata.
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
12/22
10
3. Memakan makanan matang dengan segera.
4. Menyimpan makanan dengan hati-hati.
5.
Panaskan kembali makanan.
6.
Menghindari kontak antara makanan mentah dan matang.
7. Mencuci tangan berulang.
8.
Menjaga peralatan dapur agar tetap bersih.
9. Menjaga makanan dari serangga, pengerat dan binatang lain.
10. Gunakan air murni (dalam Hamann, 2007).
Edmundson (1992) menyarankan adanya upaya pencegahan melalui 8
langkah sehat:
1.
Penyediaan air bersih dan sehat.
2. Penyediaan MCK.
3. Penyediaan drainase.
4. Sanitasi lingkungan.
5.
ASI untuk bayi hingga usia 6 bulan.
6. Mempromosikan adanya makanan sehat tambahan.
7. Pendidikan kesehatan mengenai kontrol penyakit.
8.
Peningkatan PHC atau Pelayanan Kesehatan Dasar.
Pencegahan selain melakukan hal-hal di atas adalah dengan melakukan
deteksi dini sehingga dapat menghindari adanya dehidrasi maupun komplikasi
berlebih. Hal ini juga dapat menyematkan lebih banyak nyawa (Hamann, 2007).
Sampai saat ini, vaksin untuk disentri masih dalam proses pengembangan,
yaitu vaksin untuk Shigella yang berupa vaksin oral dan vaksin sub unit
parenteral, serta vaksin untuk Campilobacter berupa vaksin oral yang mati
(Gonzales, 2008).
2.2 Penyakit Typhus
Penyakit typhus atau disebut sebagai thypoid fever atau demam thipoid
merupakan suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica
serotipe Typhi (Salmonella typhi) (Ochiai, 2008). Penyakit ini masih menjadi
suatu permasalahan kesehatan di beberapa negara-negara berkembang. Pada tahun
2000, diperkirakan terdapat lebih dari 2,16 juta kasus typhus yang terjadi di
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
13/22
11
seluruh dunia dan menghasilkan 216.000 kematian dengan 90% morbiditas dan
mortalitasnya berasal dari Asia (Crump, 2004).
Sama seperti layaknya disentri, typhus merupakan penyakit yang
ditransmisikan secara fecal-oral (tinja-mulut) melalui makanan maupun air yang
terkontaminasi dan oleh karena itulah dimana keadaan sanitasi yang kurang dan
akses menuju air bersih kurang, penyakit ini sering ditemukan (Parry, 2005).
Sebelum abad ke-19, thyphus masih dipertanyakan dengan adanya
sindrome-sindrome yang terlihat jelas, khususnya demam typhus. Kemudian
Huxham, Louis, Bretonneau, Gerhard, dan William Jenner masing-masing
melakukan observasi pada pertengahan abada ke-19, sehingga dua kondisi pada
demam typhus ini dapat diidentifikasi dengan jelas. Pada tahun 1873, William
Budd mendeskripsikan riwayat alamiah perjalanan penyakit typhus dan mampu
mendeteksi bahwa penyakit ditransmisikan melalui tinja pada sumber air yang
telah terkontaminasi. Pada tahun 1880, Eberth menemukan organisme penyebab
dari typhus dari limfa seorang pasien. Organisme tersebut dikenali sebagai
Bacillus typhosus, Erbethella typhosa, Salmonella typhosa, dan Salmonella typhi
(Parry, 2005).
2.2.1 Mekanisme Penyakit Typhus
Salmonella typhimerupakan sebuah bakteri gram negatif fakultatif anaerob,
berbentuk basil yang memiliki kekerabatan dengan Escherichia coli pada famili
Enterobacteriaceae. Pada prinsipnya, bakteri ini hidup di saluran usus manusia.
Manusia dapat mengeluarkan bakteri tersebut selama maupun setelah infeksi jika
mereka menjadi carier. Dapat tumbuh dengan baik pada suhu 35-37C, dan akan
menurun pada suhu di bawah 15C maupun di atas 45C. Bisa berada pada suatupermukaan makanan untuk waktu yang sangat lama, yaitu 190 hari pada biskuit
coklat dan 230 hari pada gula. Dapat bertahan hidup di air laut dan air kotor
hingga 9 hari hingga berminggu-minggu. Tidak dapat dimatikan dengan
pembekuan dan dapat bertahan hidup di es hingga 90 hari (CHP, 2011).
Menurut Hornick (dalam Parry 2005) manusia adalah satu satunya host
dan reservoir alamiah dari Salmonella typhi, dan dosis infeksi yang dibutuhkan
adalah antara 103-109organisme.
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
14/22
12
Untuk dapat menginvasi, S. Typhi harus dapat bertahan dari asam lambung.
Di usus halus, bakteri tersebut masuk dan menginvasi sel mukosa, kemudian
berpindah ke kantung-kantung limpoid usus dan beberapa menuju ke sel
retikuloendotelium hati dan limpa, sehingga bakteri dapat memasuki aliran darah
(CHP, 2011). S. Typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak di dalam sel
fagosit yang ada di hati dan limpa. Membutuhkan waktu 7-14 hari masa inkubasi
(Parry, 2005) hingga 21 hari untuk menghasilkan suatu gejala klinis (CHP, 2008).
Typhus ditransmisikan melalui pencernaan makanan atau air yang telah
terkontaminasi oleh feses maupun urin penderita atau carier. Vektor pada penyakit
ini termasuk kerang, buah-buahan dan sayuran mentah, bahan makanan mentah,
susu, dan lain-lain. Lalat juga dapat berperan dalam penularan penyakit ini dan
dibutuhkan 105bakteri S. typhiuntuk dapat menimbulkan penyakit typhus (CHP,
2011).
2.2.2 Tanda dan Gejala Penyakit Typhus
Typhus merupakan suatu penyakit yang sistemik. Ketika seorang pasien
telah terinfeksi S. typhi maka dengan segera akan terkena gejala pada lambung
dan usus, akan tetapi hal ini merupakan efek samping setelah gejala demam
typhoid dimulai (Parry, 2005).
Selama minggu pertama, gejala meliputi anorexia, myalgia, malaise, sakit
kepala, dan demam. Selama minggu kedua demam meninggi hingga 40C,
biasanya terjadi pada sore hari, yang diikuti dengan kedinginan, berkeringat,
lemas dan lemah, delirium, serta meningkatnya rasa sakit di bagian abdominal,
diare atau konstipasi, bertambah besarnya limfa (Parry, 2005). Dalam minggu
ketiga ketika demam masih ada, rasa lelah semakin bertambah, munculnyaperforasi usus halus, abses, gumpalan darah di lengan dan kepala, pneumonia,
osteomyelitis, myocarditis dan kegagalan sirkulasi darah akut (Hamann, 2007).
Tanda secara fisik kurang cukup memberikan tanda yang khas, akan tetapi
akan terlihat lidah yang menebal akibat adanya suatu lapisan abu-abu,
hepatomegali, dan bagian abdomen yang sakit. Bagian abdomen yang terasa sakit
terkadang dapat membingungkan dengan penyakit lain seperti apendisitis, akan
tetapi biasanya jika bagian kanan perut bawah yang sakit, maka baru diperkirakan
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
15/22
13
menderita apendisitis. Munculnya bercak-bercak merah ditemukan pada 5 30%
kasus akan tetapi kurang dapat terlihat pada penderita dengan kulit yang gelap
biasanya terdapat pada dada dan perut (Parry, 2005).
Tingkat keparahan kasus yang tidak diobati cukup fatal yakni sebesar 10-
20% menyebabkan kematian. Sekitar 10% dari pasien yang tidak diobati menjadi
host infektif dalam 3 bulan sejak invasi pertama dan 2 5% menjadi carier yang
kronis (CHP, 2011).
2.2.3 Diagnosis Penyakit Typhus
Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengisolasi Salmonella typhi dari
spesimen darah pada tahap awal dan dari urin maupun feses setelah minggu
pertama. Penemuan adanya bakteri di dalam darah tergantung pada volume
pengambilan darah, substansi antikomplementer di dalam medium (Parry, 2005).
Pengambilan sampel darah secara umum digunakan untuk dilakukannya
diagnosis, sumsum tulang juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
Salmonella typhi dan lebih sensitif untuk mendeteksi adanya bakteri tersebut
ketika dari pemeriksaan darah tidak ditemukannya Salmonella typhi(CHP, 2011).
Kadar hemoglobin dan platelet menurun. Urin mengandung protein dan juga
leukosit. Tes serological dapat digunakan untuk mengetes antibodi di dalam tubuh
penderita typhus (Parry, 2005).
2.2.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Typhus
Selama akhir tahun 1990an, bakteri Salmonella typhi secara simultan
menjadi resisten pada seluruh obat jenis chloramphenicol, trimethoprim,
sulphamethoxazole dan ampicillin. Hal tersebut terjadi di India, Pakistan,Bangladesh, Vietnam dan Africa. MDR atau Multi Drugs Resistentjuga terjadi di
Indonesia. Kemudian di Asia mulai digunakan secara luas fluoroquinolones dan
cephalosporins yang memiliki tingkat efektifitas yang lebih tinggi (Parry, 2005).
2.2.5 Pencegahan Penyakit Typhus
Pencegahan dapat dilakukan sebagaimana seperti pada penyakit disentri di
atas, yakni sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, serta menjaga
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
16/22
14
lingkungan secara teratur. Hal tersebut sangat tergantung pada perlinsungan yang
adekuat terhadap sumber air bersih, pembuangan limbah kotoran manusia,
pasteurisasi susu, menjaga kebersihan pada makanan, kontrol jumlah lalat, dan
pengidentifikasian carier pembawa typhus (Hamann, 2007).
Selain itu, vaksinasi juga dapat dilakukan yakni dengan vaksin Typhoid Vi
parenteral, dengan masa kumulatif keefektifan tiga tahun, juga terdapat vaksin Vi
konjugasi dengan masa kumulatif yang lebih lama yakni 3,8 tahun akan tetapi
belum terlisensi hingga saat ini (Gonzales, 2008).
2.3 Studi Kasus dan Epidemiologi Penyakit Disentri dan Typhus
Penyakit menular berupa disentri dan typhus ini masih menjadi suatu
masalah di Indonesia dan cukup tinggi kasusnya jika dibandingkan dengan negara
lain.
a. Penyakit Disentri
Data berikut didapatkan dari hasil surveillance sejak tahun 2001 hingga
2003, di Jakarta dengan meneliti adanya bakteri Shigellosis dengan
mengikutsertakan 16.225 kasus diare yang ada, dan terdapat 1.203 (7%) kasus
ditemukannya Shigella spp. Dari 1.203 kasus tersebut, sebanyak 866 (72%) kasus
merupakan S.flexneri, 277 (23%) kasus merupakan S. sonnei, 21 (2%) kasus
merupakan S.dysenteriae, dan 39 (3%) kasus merupakan S.boydii. Dari seluruh
kasus tersebut, yang menginap di rawa inap adalah 76 kasus (6%) dari seluruh
penderita disentri yang ditemukan. Diperkirakan incidensi dari shigellosis
mencapai 3,8 per 1.000 populasi per tahun (Seidlein, 2006).
Berdasarkan data yang didapatkan, angka prevalensi diare (secara umum,
tidak disebutkan secara spesifik) tertinggi terdapat di Provinsi Papua (14,7%),Nusa Tenggara Timur (10,9%), Sulawesi Selatan (10,2%) dan Sulawesi Barat
(10,1%) dengan didominasi oleh anak usia 1 hingga 4 tahu (Balitbangkes, 2013).
b. Penyakit Typhus
Untuk typhus, insiden typhus pada tahun 2007 adalah sekitar 0,11% dengan
yang tertinggi adalah Provinsi Lampung (Balitbangkes, 2007). Prevalensi typhus
secara nasional sebesar 1,5% yakni dengan 1.500 kasus per 100.000 penduduk.
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
17/22
15
Data yang didapatkan berasal dari Semarang dengan didapatkannya 75
kasus typhus dari keseluruhan populasi. 54,7% dari kasus yang ada hidup di
daerah perkotaan dan sisanya di daerah pedesaan. Sebanyak 29 kasus (38,7%)
hidup di daerah perkotaan yang kumuh dengan kriteria >60.000 orang/km2, tidak
adanya struktur sistematika bagaimana rumah dibangun, kekurangan fasilitas
publik dan rumah pada keadaan yang kotor.
Dari berbagai data-data di atas, terdapat beberapa faktor penyebab tingginya
angka insidensi yang ada, kedua penyakit di atas memiliki persamaan dalam hal
penyebab tingginya angka insidensi maupun prevalensi. Tingginya angka tersebut
disebabkan karena:
1. Jenis kelamin dan umur.
2. Pendidikan.
3. Kualitas air.
4.
Adanya sumber pencemaran di sekitar sumber air minum.
5. Cara pengolahan air.
6. Saluran pembuangan limbah.
7.
Variabel tempat pembuangan sampah (Raflizar, 2006)..
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
18/22
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Diare berdarah disebut juga dengan disentri, yang pada dasarnya dapat
disebabkan oleh beberapa jenis disentri basiler (golongan Shigella),
disentri amuba (Entamoeba hystolitica), Salmonella spp., trichuriasis,
enterokolitis,EIEC (Enteriinnasive E. Coli)(Iwolakon, 2001).
a. Pada dasarnya, baik disentri maupun typhus ditransmisikan secara
fecal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi, sehingga
termasuk ke dalamfoodborne disease.
b. Tanda dan gejala penyakit disentri, yaitu Kehilangan cairan dari
usus halus dan besar, diare berdarah dan berlendir dalam bentuk
lunak maupun cair, menurunnya fungsi dari mukosa usus, adanya
rangsangan neural untuk menghasilkan tinja cair maupun lunak,
lemahnya reabsorbsi air dan elektrolit akibat lebihnya garam
empedu atau asam lemak.
c.
Pendiagnosisan pada diare berdarah ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
radiologi. Pada anamnesis merupakan langkah yang perlu
dilakukan untuk mengetahui gejala klinis yang timbul, faktor resiko
atau penyakit dasar lainnya (Rozaliyani, 2010).
d. Penyakit disentri ditangani dengan metronidazol dengan dosis 500-
750 mg tiga kali sehari secara oral atau intravena pada orang
dewasa, sedangakn pada anak diberikan dosis 35-50mg/kg beratbadan perhari dalam tiga kali pemberian, untuk shigellosis
menggunakan ampicilin, trimethoprim-sulfamethoxazole dan
ciprofloxin dan yang lainnya disesuaikan dengan bakteri penyebab.
e.
Pencegahan penyakit dilakukan dengan melakukan kebiasaan hidup
bersih dan sehat. WHO juga telah mengembangkan Ten Golden
Rules for Food Preparation untuk melawan penyakit-penyakit
yang termasuk ke dalamfoodborne disease,
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
19/22
17
2. Penyakit typhus atau disebut sebagai thypoid feveratau demam thipoid
merupakan suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
enterica serotipe Typhi (Salmonella typhi)(Ochiai, 2008).
a.
Pada dasarnya, baik disentri maupun typhus ditransmisikan secara
fecal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi, sehingga
termasuk ke dalamfoodborne disease.
b. Tanda dan gejala penyakit typhus yaitu Selama minggu pertama,
gejala meliputi anorexia, myalgia, malaise, sakit kepala, dan
demam. Selama minggu kedua demam meninggi hingga 40C,
biasanya terjadi pada sore hari, yang diikuti dengan kedinginan,
berkeringat, lemas dan lemah, delirium, serta meningkatnya rasa
sakit di bagian abdominal, diare atau konstipasi, bertambah
besarnya limfa (Parry, 2005). Dalam minggu ketiga ketika demam
masih ada, rasa lelah semakin bertambah, munculnya perforasi usus
halus, abses, gumpalan darah di lengan dan kepala, pneumonia,
osteomyelitis, myocarditis dan kegagalan sirkulasi darah akut
(Hamann, 2007).
c.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengisolasi Salmonella typhi
dari spesimen darah pada tahap awal dan dari urin maupun feses
setelah minggu pertama. Penemuan adanya bakteri di dalam darah
tergantung pada volume pengambilan darah, substansi
antikomplementer di dalam medium (Parry, 2005). Pengambilan
sampel darah secara umum digunakan untuk dilakukannya
diagnosis, sumsum tulang juga dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya Salmonella typhi dan lebih sensitif untuk mendeteksiadanya bakteri tersebut ketika dari pemeriksaan darah tidak
ditemukannya Salmonella typhi(CHP, 2011).
d. Untuk typhus digunakan fluoroquinolones dan cephalosporins yang
memiliki tingkat efektifitas yang lebih tinggi (Parry, 2005).
e. Pencegahan dapat dilakukan sebagaimana seperti pada penyakit
disentri di atas, yakni sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih
dan sehat, serta menjaga lingkungan secara teratur. Hal tersebut
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
20/22
18
sangat tergantung pada perlinsungan yang adekuat terhadap sumber
air bersih, pembuangan limbah kotoran manusia, pasteurisasi susu,
menjaga kebersihan pada makanan, kontrol jumlah lalat, dan
pengidentifikasian carier pembawa typhus (Hamann, 2007). Selain
itu, vaksinasi juga dapat dilakukan yakni dengan vaksin Typhoid
Vi parenteral, dengan masa kumulatif keefektifan tiga tahun, juga
terdapat vaksin Vi konjugasi dengan masa kumulatif yang lebih
lama yakni 3,8 tahun akan tetapi belum terlisensi hingga saat ini
(Gonzales, 2008).
3. Berdasarkan studi kasus yang ada Dari berbagai data-data di atas,
terdapat beberapa faktor penyebab tingginya angka insidensi yang ada,
kedua penyakit di atas memiliki persamaan dalam hal penyebab
tingginya angka insidensi maupun prevalensi. Tingginya angka tersebut
disebabkan karena, jenis kelamin dan umur, pendidikan, kualitas air,
danya sumber pencemaran di sekitar sumber air minum, cara
pengolahan air, saluran pembuangan limbah, variabel tempat
pembuangan sampah (Raflizar, 2006).
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
21/22
19
DAFTAR ISI
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). 2007.Riset
Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). 2013.Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
CDC. 2010. CDC in Indonesia. (Online),
(http://www.cdc.gov/globalhealth/countries/indonesia/pdf/indonesia.pdf)
diakses pada 05 Februari 2015.
CHP. 2011.Epidemiology and Prevention of Thypoid Fever in Hong Kong.
(Online),
(http://www.chp.gov.hk/files/pdf/epidemiology_and_prevention_of_typhoid
_fever_in_hong_kong_r.pdf) diakses pada 07 Februari 2015.
Crumps, JA et. Al. 2004. The Global Burden of Typhoid Fever.Bull Health
Organ. 82:346-353.
Edmundson, SA. 1992.Diarhoea in India and Indonesia.(Online),
(http://email.midcoast.com/wordpress/edmundson/c8) diakses pada 05
Februari 2015.
Gonzales, M. 2008.Red Alert: Blood in the Stools. Artikel tidak diterbitkan.
Manila: Department of Pediatrics - University of Phillipines.
Hamann, Barbara P. 2007.Disease: Identification, Prevention, and Control. New
York: The McGraw-Hill Companies.
Iwolakon, BA. 2001. Epidemiology of Shigellosis in Lagos, Nigeria: Trends in
antimicrobial resistence.Journal Health Population and Nutrition. 19:183-
190.Nafianti, S. & Sinuhaji. 2005. Resisten TrimetoprimSulfametoksazol terhadap
Shigellosis. Sari Pediatri. 07(1):39-44.
Ochiai, RL.Et al.2008. A Study of Thypoid Fever in Five Asian Countries:
Disease Burden and Implications for Controls.Bulletin of the World Health
Organization. 86(4):260-268.
Parry, Christoper. 2005.Epidemiological and Clinical Aspects of Human Typhoid
Fevered. Pietro Mastroeni. Cambridge: Cambridge University Press.
-
7/23/2019 Disentri Dan Typhus
22/22
20
Raflizar. 2006.Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian Tifoid di Pulau
Jawa. (Online),
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/download/1600/pd
f) diakses pada 05 Februari 2015.
Rozaliyani, dkk. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Empiema Amuba.Majalah
Kedokteran Indonesia. 60(11):526-531.
Seidlein. et al. 2006. A Multicentre Study of Shigellain Six Asian Countries:
Disease Burden, Clinical Manifestations, and Microbiology.PloS Medicine.
3(9):1556-1569.
World Health Organization. 2014. World Health Statistics 2014.Geneva: WHO.