desa wisata blimbingsari jembrana balirepository.undhirabali.ac.id/14/1/buku___pkm dw...uu no 28...

210

Upload: others

Post on 29-Jul-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Desa Wisata Blimbingsari Jembrana Bali

Usaha Transformasi Ekonomi

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan

peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian

ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,

kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan

iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Desa Wisata Blimbingsari Jembrana Bali

Usaha Transformasi Ekonomi

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, S.E., M.MA., M.A.

Dr. I Wayan Ruspendi Junaedi, S.E., M.A.

Hak Cipta 2018, Pada Penulis

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581

Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com E-mail: [email protected]

Copyright © 2018 by Deepublish Publisher All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)

Anggota IKAPI (076/DIY/2012)

MEMBANGUN PARIWISATA DARI DESA: DESA WISATA BLIMBINGSARI JEMBRANA BALI USAHA TRANSFORMASI EKONOMI

I Gusti Bagus Rai Utama

I Wayan Ruspendi Junaedi

Desain cover Nama

Sumber

link

Tata letak: Amira Dzatin Nabila

Proofreader: Deepublish

Ukuran:

x, 199 hlm, Uk: 15.5x23 cm

ISBN: 978-623-7022-39-8

Cetakan Pertama: November 2018

v

PRAKATA

Transformasi ekonomi dapat dimulai dari desa. Transformasi

ekonomi dapat dimulai dari sektor yang paling dominan dari sebuah

daerah. Sektor pariwisata di Bali telah berkontribusi rata-rata 38%

dari total PDRB Bali sejak tahun 1998 dan telah mendominasi ide,

gagasan, kreativitas, dan inovasi masyarakat Bali. Permasalahan

warga Desa Wisata Blimbingsari yang menjadi prioritas untuk

dipecahkan adalah minimnya pengetahuan tentang pentingnya

hygiene dan sanitasi, serta rendahnya pengetahuan dan keterampilan

penataan hidangan. Masalah lainnya yang segera menjadi prioritas

adalah rendahnya pengetahuan dan keterampilan penataan kamar

atau akomodasi yang telah dikelola oleh kelompok masyarakat di desa

tersebut. Setelah menjadi desa wisata, banyak kendala yang dihadapi

oleh desa tersebut khususnya yang berhubungan aspek pemasaran,

penataan akomodasi, dan penataan kuliner. Kelompok usaha jasa

akomodasi yang telah ada di desa tersebut sangat memerlukan adanya

pendampingan terhadap manajemen tata graha berupa penataan

akomodasi yang sesuai dengan harapan wisatawan, namun tetap

bernuansa perdesaan serta sesuai dengan kemampuan penyediaan

akomodasi kelompok usaha jasa akomodasi yang ada di Desa Wisata

Blimbingsari. Hasil dari pendampingan pada kedua kelompok usaha

tersebut adalah terjadinya peningkatan kinerja kelompok yang

mampu menyediakan layanan akomodasi dan kuliner yang sesuai

dengan harapan wisatawan, baik dari aspek hygiene, sanitasi, budaya

setempat. Tingkat kunjungan wisatawan ke Desa Wisata tersebut

semakin meningkat seiring mudahnya mendapatkan informasi

tentang keunikan dan daya tarik desa, akomodasi, dan paket wisata

yang disediakan oleh warga desa. Penelusuran tentang berbagai

vi

informasi dapat di lihat dari Youtube, Traveloka, booking, dan

tentunya dari website/blog tentang Desa Wisata Blimbingsari.

Badung, 7 September 2018

Penulis,

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Dr. I Wayan Ruspendi Junaedi, SE., MA.

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................................ v

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................vii

Membangun Desa Melalui Program Kemitraan Masyarakat

Desa Wisata Blimbingsari, Melaya, Jembrana, Bali ........................... 1

Sepintas tentang Desa Blimbingsari ........................................................... 1

Kondisi Geografis .................................................................................................. 1

Luas Area dan Guna Lahan............................................................................... 2

Kependudukan ....................................................................................................... 5

Pekerjaan dan Jenis-Jenis Wirausaha Blimbingsari ............................ 6

Peternak Ayam ....................................................................................................... 7

Pertanian dan Perkebunan .............................................................................. 8

Seni dan Budaya .................................................................................................... 9

Blimbingsari Sebagai Desa Kristen ........................................................... 10

Niti Graha ............................................................................................................... 13

Enjungan (Wilayah) .......................................................................................... 13

Pniel Blimbingsari .............................................................................................. 15

Simbol Kuri Agung Blimbingsari................................................................ 17

Giri Astina Raga .................................................................................................. 18

Penelitian Tentang Desa Wisata Blimbingsari ..................................20

Latar Belakang..................................................................................................... 20

Rumusan Masalah.............................................................................................. 21

Tujuan Penelitian ............................................................................................... 22

Manfaat Penelitian ............................................................................................ 22

Metode Survei Wisatawan Desa Wisata Blimbingsari ....................23

Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 23

Populasi dan Sampel ........................................................................................ 23

viii

1. Populasi ......................................................................................................... 23

2. Jumlah Sampel ........................................................................................... 23

Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 24

1. Jenis data ...................................................................................................... 24

2. Sumber data ................................................................................................ 24

Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 24

Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............ 26

Instrumen Penelitian ....................................................................................... 27

Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 28

Teknik Analisis Data ......................................................................................... 28

Teknik Statistik Deskriptif ............................................................................ 28

Analisis SEM (The Structural Equation Modelling) ........................... 29

Profil Wisatawan dan Analisis .............................................................. 32

Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian................................. 34

Deskriptif Statistik Indikator Penelitian ................................................ 36

Analisis Structural Equation Modelling.................................................. 38

1. Analisis Faktor Konfirmatori ............................................................. 40

2. Pengujian Kelayakan Model dengan Modifikasi ...................... 45

3. Pengujian Hipotesis Penelitian ......................................................... 47

Model Pengembangan Agrowisata Terintegrasi

Blimbingsari ......................................................................................................... 50

Pelaksanaan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Desa

Wisata Blimbingsari ................................................................................ 54

Permasalahan Mitra ......................................................................................... 55

Kelompok Usaha Jasa Akomodasi, dan Usaha Jasa Boga ............... 57

Untuk Masyarakat Calon Pengusaha (Tracking dan

Wisata Agro) ......................................................................................................... 58

Solusi dan Target Luaran Solusi ................................................................. 60

Solusi yang Telah Dilakukan ........................................................................ 61

Hasil dan Pembahasan .................................................................................... 61

Metode Pelaksanaan......................................................................................... 62

Kegiatan Sosialisasi ........................................................................................... 63

ix

Hasil Pretest dan Postest Kegiatan PKM Desa Wisata

Blimbingsari ......................................................................................................... 68

Simpulan dan Implikasi .................................................................................. 72

Materi Pengetahuan Dan Keterampilan Paket Tentang

Daya Tarik Wisata .....................................................................................75

Daya Tarik Wisata ............................................................................................. 75

Jenis-jenis Daya Tarik Wisata ...................................................................... 78

Materi Pengetahuan Dan Keterampilan Akomodasi

Perhotelan Untuk Mitra Pengelola Home Stay ..................................98

Pengertian Hotel................................................................................................. 98

Klasifikasi Hotel .................................................................................................. 99

1. Jenis Hotel Menurut Tujuan Kedatangan Tamu ....................... 99

2. Jenis hotel menurut lamanya tamu menginap ........................ 102

3. Jenis hotel menurut lokasinya ......................................................... 105

4. Jenis Hotel menurut Bintangnya .................................................... 108

Materi Pengetahuan dan Keterampilan Tentang Jenis-Jenis

Restoran .................................................................................................... 113

Coffee Shop .......................................................................................................... 113

Cafetaria ................................................................................................................ 114

Canteen ................................................................................................................. 115

Continental Restaurant ................................................................................. 116

Carvery ................................................................................................................... 116

Dining Room ........................................................................................................ 117

Fish and Chip Shop ........................................................................................... 118

Grill Room ............................................................................................................. 118

Inn Tavern ........................................................................................................... 119

Night Club ............................................................................................................. 120

Pizzeria .................................................................................................................. 120

Pan Cake House ................................................................................................. 121

Snack Bar .............................................................................................................. 122

Specialty Restaurant ...................................................................................... 122

Terrace Restaurant .......................................................................................... 123

x

Gourmet Restaurant ........................................................................................124

Family Type Restaurant .................................................................................124

Main Dining Room ............................................................................................125

Materi Pengetahuan dan Keterampilan Tentang Jenis-Jenis

Pelayanan Restoran ............................................................................... 127

Table Service ......................................................................................................127

Counter Service ..................................................................................................132

Self Service ...........................................................................................................133

Buffet Service ......................................................................................................134

Carry Out Service ..............................................................................................136

Materi Pengetahuan dan Keterampilan Tentang Jenis-Jenis

Menu Tata Hidang .................................................................................. 137

Berdasarkan Penawaran ..............................................................................137

Berdasarkan Waktu Penghidangan ........................................................141

Materi Pengetahuan Dan Keterampilan Tentang E-

Commerce Pada Industri Pariwisata ................................................ 146

E-Tourism ............................................................................................................146

Electronic Commerce ......................................................................................151

Perspektif E-commerce..................................................................................153

Jenis-Jenis E-COMMERCE..............................................................................154

Aplikasi E-commerce Situs dan Startup Travel Populer ..............158

GLOSARIUM ..................................................................................................................... 166

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 171

INDEKS ...................................................................................................................... 196

BIODATA PENULIS ....................................................................................................... 198

1

MEMBANGUN DESA MELALUI PROGRAM KEMITRAAN

MASYARAKAT DESA WISATA BLIMBINGSARI, MELAYA,

JEMBRANA, BALI

Sepintas tentang Desa Blimbingsari

Kemajuan desa Blimbingsari perlu disajikan di bab tiga ini agar

pembaca memahami konteks yang penulis teliti. Ada beberapa hal

yang dibahas di dalam bab ini, di antaranya adalah kondisi geografis

Blimbingsari, kependudukan, jenis wirausaha, seni dan budaya, serta

status Blimbingsari sebagai Desa Kristen. Juga ikut digambarkan

infrastruktur desa yang di dalamnya berisi kantor desa, enjungan

(wilayah), Kuri Agung, gereja yang mirip pura, dan tanah penguburan

Giri Astina Raga.

Kondisi Geografis

Desa Blimbingsari terletak melintang dari timur ke barat dalam

wilayah administratif Kabupaten Jembrana. Sebagian wilayahnya

adalah dataran rendah, sebagiannya lagi dataran tinggi berupa

pegunungan dan perbukitan. Sebelah utara dan barat desa merupakan

kawasan hutan jati (bukit dan gunung Klatakan). Di bagian selatan

Blimbingsari berbatasan dengan Desa Pangkung Tanah. Sedangkan di

sebelah timur Blimbingsari berbatasan dengan Desa Ekasari. Desa

Blimbingsari merupakan satu dari sepuluh desa yang ada di

Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.

2

Gambar 1.1 Desa Blimbingsari Berbentuk Salib.

Sumber: Ferdinand Ludji, 2010

Di desa ini tidak ditemukan peninggalan kebudayaan yang

berumur tua sebagaimana umumnya dengan desa-desa di Bali. Ini

terkait dengan status Blimbingsari sebagai desa yang relatif baru.

Lahan di ujung barat pulau Bali yang kemudian dikenal dengan Desa

Blimbingsari ini baru dibuka pada tahun 1939, seiring dengan

hubungannya perkembangan Agam Kristen di Pulau Bali. Blimbingsari

karenanya merupakan salah satu desa yang mayoritas penduduknya

memeluk agama Kristen Protestan. Desa Blimbingsari telah mendapat

sertifikat sebagai Juara desa terbersih, terbebas (tidak ada) dari

Narkoba, (komunikasi pribadi dengan Kepala Desa Made John Rony,

2009).

Luas Area dan Guna Lahan

Desa Blimbingsari secara keseluruhan adalah 443 ha. Luasan itu

memuat di dalamnya tanah pemukiman/pekarangan sebesar 55,88 ha

(12,61%), tanah perkebunan/ladang 351,12 ha (79,26%), tanah

sawah tadah hujan 10 ha (2,26%), tanah adat 20 ha (4,51%) serta

3

tanah pemerintahan 6 ha (1,35%) (Sumber: Data sekunder, Profil

Pembangunan Desa, 2005).

Desa Blimbingsari mempunyai dua banjar kedinasan yaitu

Banjar Blimbingsari dan Banjar Ambyarsari. Banjar Blimbingsari

berlokasi di tengah-tengah Desa Blimbingsari, dekat lapangan alun-

alun dan juga berdekatan dengan GKPB Gereja Pniel Blimbingsari

serta SDK Maranatha Blimbingsari. Banjar Ambyarsari berlokasi agak

di pinggiran Desa Blimbingsari, kira-kira 4 km dari Banjar

Blimbingsari.

Blimbingsari adalah desa yang asri. “Udaranya bersih, sejuk,

penataan rumah-rumah masyarakat dan tanaman bersih dan pot

bunga sangat rapi, dikelilingi oleh hutan dan perkebunan rakyat”,

ungkap Ibu Wendy, seorang informan asal Australia yang menginap di

salah satu rumah penduduk Blimbingsari (komunikasi pribadi dengan

Ibu Wendy yang sudah fasih berbahasa Indonesia, di Blimbingsari,

2010) (Lihat gambar 3.2). Blimbingsari termasuk wilayah dengan

tofografi berbukit landai dengan kemiringan 0-9 derajat dan berada

pada ketinggian 100m - 200m dari permukaan laut. (Sumber: Profil

Pembangunan Desa, 2005).

Gambar 1.2 Pusat Desa Saat Pagi Hari yang Sejuk

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2009)

4

Dua sungai yang mengalir memasuki Desa Blimbingsari, yaitu

sungai Melaya dan sungai Nyangkrut. Sungai Melaya dimanfaatkan

sebagai bendungan/waduk yang didistribusikan, guna mengairi areal

persawahan di samping irigasi air dari Grojogan yang dialirkan ke

ladang dan perkebunan warga, sekaligus dimanfaatkan sebagai objek

wisata “arung jeram’ (kano dan jukung). Suhu rata-rata 22 sampai 26

derajat Celcius, curah hujan 1500 mm – 2000 mm. (Komunikasi

pribadi dengan kepala desa Made John Rony, dan observasi langsung,

2008).

Daya tarik Blimbingsari juga diperoleh karena daerah

sekitarnya. Daerah Grojogan merupakan sebuah taman wisata daerah

Jembrana. Ia diberi nama Lembah Ciptaning Hyang, yang berarti

“lembah yang diciptakan oleh Tuhan”. Letaknya di sebelah utara Desa

Blimbingsari, kira-kira 15-20 menit bila ditempuh dengan kendaraan

bermotor atau mobil. Tempat ini dilengkapi dengan lapangan sepak

bola, ayunan anak-anak, play ground, kawasan outbound dan kawasan

wisata, tempat berenang dengan air terjun yang airnya mengalir dari

pegunungan serta pemandangannya yang sangat indah. (Komunikasi

pribadi dengan kepala desa Made John Rony, dan pengamatan

langsung, 2008). Di bawah ini adalah Gambar 3.3 tentang gambar

tanda penunjuk Grojogan Blimbingsari.

Gambar 1.3. Tanda Penunjuk Grojogan Blimbingsari

5

Menjangkau Blimbingsari pun tidak sulit. Desa Blimbingsari

berjarak tujuh kilometer (7 km) dari kota kecamatan, dua puluh lima

kilometer (25 km) dari kota kabupaten, dan seratus dua puluh

kilometer (120 km) dari kota Denpasar. Jalan dari Kecamatan ke Desa

Blimbingsari sudah aspal “hotmix” yang lebar jalannya kurang lebih 6

meter.

Gambar 1.4. Peta Kabupaten Jembrana

Kependudukan

Dari data kependudukan Kabupaten Jembrana (2009)

dinyatakan bahwa jumlah penduduk Desa Blimbingsari adalah 1.075.

Laki-laki berjumlah 518 (48.2%) dan perempuan berjumlah 557

(51.8%). Lihat tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 1.1. Data Agregat Kependudukan Desa Blimbingsari

DESA/ KELURAHAN

LAKI-LAKI PEREMPUAN JML PDDK

(Satuan Jiwa)

GILIMANUK 4.745 4.660 9.405

MELAYA 5.750 5.710 11.460

BLIMBINGSARI 518 (48.2%) 557 (51.8%) 1.075

6

DESA/ KELURAHAN

LAKI-LAKI PEREMPUAN JML PDDK

(Satuan Jiwa)

EKASARI 2.607 2.615 5.222

NUSASARI 1.860 1.901 3.761

WARNASARI 1.211 1.215 2.426

CANDIKUSUMA 2.754 2.707 5.461

TUWED 2.286 2.293 4.579

TUKADAYA 3.599 3.371 6.970

MANISTUTU 3.909 3.819 7.728

TOTAL 29.239 (1.7%) 28.848 (1.9%) 58.087 Sumber: Database Kependudukan Kabupaten Jembrana, 2009 (diolah)

Di antara keseluruhan desa yang ada di Kecamatan Melaya,

Blimbingsari memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit. Tabel 1.1

menunjukkan komposisi penduduk desa-desa di Kabupaten Jembrana.

Database Kabupaten Jembrana lebih jauh memberi informasi

bahwa tingkat pendidikan penduduk desa Blimbingsari bervariasi,

mulai dari tamat Sekolah Dasar (SD) hingga tamat Strata 3 (program

Pasca Sarjana, tingkat Doktor). Proporsi yang tertinggi adalah jumlah

tamat SMU sejumlah 310 (39%). Jumlah penduduk yang tamat SD

sejumlah 151 (20%), tamat SMP 118 (15%), tamat D1-D2 55 (7%),

tamat D3 42 (5.3%), tamat S1 107 (13%), tamat S2 6 (0.5%), dan

tamat S3 sejumlah 2 (0.2%). Ini menunjukkan Desa Blimbingsari

tergolong memiliki warga yang terdidik, walaupun ada yang belum

tamat SD. (Sumber: Database Kependudukan Kabupaten Jembrana,

2009 (diolah))

Menurut kelompok umur, proporsi penduduk Blimbingsari yang

terbesar adalah pada kelompok usia 26-45 tahun. Desa ini karenanya

memiliki penduduk usia produktif yang relatif banyak.

Pekerjaan dan Jenis-Jenis Wirausaha Blimbingsari

Warga Desa Blimbingsari memiliki pekerjaan yang beragam.

Ada yang bertani, baik sebagai petani kelapa, kakao dan vanili dan

sengon. Sebagian warga adalah peternak, seperti beternak sapi, babi,

7

dan ayam serta lele. Sehingga bisa memenuhi kebutuhannya dengan

menjual hasil kebunnya dan ternaknya. (Observasi langsung, 2009).

Selain itu ada juga warga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil

(PNS), berwirausaha, seperti pengusaha batako, isi ulang (air dalam

kemasan), katering makanan, jual pulsa dan villa (penginapan) serta

gula bali. (Komunikasi pribadi dengan Kepala Desa Made John Rony,

dan observasi langsung, 2009).

Peternak Ayam

Sejak tahun 2010, mulai ada peternakan ayam yang dibangun

dan dikelola oleh warga Desa Blimbingsari tersebut. Lokasi kandang

ternak ayam ini berada di pinggiran desa Blimbingsari agar tidak

mempengaruhi lingkungan masyarakat, karena bau kotorannya yang

sangat mengganggu.

Ternak ayam yang dimaksud disini adalah usaha ayam petelur,

yang menghasilkan telur yang di jual ke luar desa Blimbingsari dan

atau di konsumsi oleh warga Blimbingsari. Jumlah ayam petelur ini

yang dikelola ini, masing-masing berbeda-beda jumlahnya.

Tergantung lama usaha dan modal yang dimiliki oleh pengelola atau

pemilik.

8

Gambar 1.5 Jenis Usaha Blimbingsari.

Adapun pemilik ternak ayam tersebut adalah Bapak Murji,

Bapak Korni, Bapak Made Arif, Katon, Bapak Nyoman Suyadnyana,

Bapak Nyoman Suwitra dan Bapak Ketut Edi Kusnaedi. Semua adalah

warga Blimbingsari. Disamping ada ternak ayam, ada juga warga yang

memiliki peternakan babi, sapi dan lele yang juga menghasilkan untuk

pemenuhan hidup dan dijual ke pasar untuk kebutuhan lainnya.

Pertanian dan Perkebunan

Pertanian dan perkebunan adalah usaha utama warga desa

Blimbingsari. Dengan hasil pertanian dan perkebunan ini warga desa

bisa menyekolahkan anak-anak. Memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan papan. Sejak adanya pemipaan air bersih tepat guna yang

diprakarsai oleh pemimpin rohani, pemerintahan desa dan bersama-

sama masyarakat, hasil pertanian dan perkebunan masyarakat desa

Blimbingsari sungguh lebih sangat meningkat.

Pertanian yang dimaksud disini adalah sawah dan hasil padinya.

Seperti gambar 6 diatas yang sedang dikerjakan dengan membajak

tanah agar tanah lebih gembur. Sedangkan perkebunan yang

dimaksud disini adalah hasil perkebunan seperti kelapa, kopi, vanili,

cokelat, pisang, dan hasil-hasil lainnya seperti kopra.

9

Seni dan Budaya

Desa Blimbingsari memiliki kekayaan seni-budaya selayaknya

wilayah lain di Bali. Kesenian khas yang dimiliki oleh Desa

Blimbingsari adalah tarian yang biasanya diringi oleh pemusik

gamelan yang sangat merdu dan indah. Bahan musik gamelan ini

terbuat dari perunggu dan bagian depan gamelan berisikan hiasan

atau ukiran bali dan biasanya memainkan musik ini dilakukan sambil

duduk (lihat gambar terlampir).

Seni dan budaya lainnya adalah seni jegog. Seni Jegog ini adalah

alat musik ciri khas kabupaten Jembrana. Bahan musik jegog ini

terbuat dari bambu pilihan yang ukurannya berdiameter 18-20 cm

(tergantung kebutuhan) dan bagian depan jegog berisikan hiasan atau

ukiran bali. Beda dengan gambelan, seni jegog biasanya memainkan

musik jegog ini dilakukan sambil berdiri. Jumlah peserta yang

memainkan musik antara gamelan dan jegog hampir sama jumlahnya.

(Lihat gambar terlampir).

Kedua seni musik baik gamelan dan jegog, biasanya dipakai

sebagai alat musik untuk mengiringi penari. Kesenian tari ini biasanya

digunakan untuk menyambut kelompok tamu yang datang

mengunjungi dan menginap di Desa Blimbingsari. Tarian ini dilakukan

oleh anak-anak muda berusia 18-20 tahun yang telah dilatih khusus

untuk melakukan tarian penyambutan atau perpisahan tamu.

Biasanya penari ini adalah perempuan (komunikasi pribadi dengan

Kepala desa Made John Roni, 2009).

Seni budaya lainnya adalah saat Blimbingsari ber Hari Ulang

Tahun (acara tahunan) atau merayakan hari besar Gerejawi, warga

Blimbingsari memasak secara bersama-sama dengan seluruh wilayah

dan membagi tugas ke masing-masing wilayah. Mereka menggunakan

pakaian bali serta makan secara megibung (duduk bersama dalam

satu nampan), tidak memakai piring sendiri-sendiri.

Dari aspek seni dan budaya tersebut, berbagai orang atau

kelompok tamu dari seluruh dunia berkunjung ke Blimbingsari

10

melihat seni dan budaya tersebut. untuk data wisata ke Desa

Blimbingsari (lihat tabel terlampir).

Tamu yang berkunjung ke Desa Blimbingsari dalam tahun 2009

sejumlah 1518 orang. Negara-negara yang datang berkunjung ke Desa

Blimbingsari diantaranya Australia, USA, Prancis, Belanda, Jerman,

New Zeland, Singapore, Korea, Belgia dan Jepang. Tamu yang paling

banyak datang adalah Australia. Hal itu berlanjut sampai sekarang

(lihat lampiran laporan kunjungan tamu ke Blimbingsari).

Dampak seni dan budaya sangat jelas sekali untuk

pemberdayaan masyarakat, ketika tamu/wisatawan datang ke

Blimbingsari untuk bermalam rata-rata 2-5 malam yang menggunakan

fasilitas rumah-rumah atau kamar-kamar penduduk di Desa

Blimbingsari ini, mampu meningkatkan perekonomian Desa

disamping hasil kebun dan peternakan dan wiraswasta.

Contoh yang menunjukkan bahwa dengan adanya kunjungan

tamu ke Desa Blimbingsari membantu pemberdayaan masyarakat

Desa Blimbingsari. Misalnya kamar untuk tempat menginap, makanan

dan minuman serta beberapa kesenian (baik tarian, gamelan dan

jegog) yang dibayarkan oleh tamu-tamu yang berkunjung tersebut.

Blimbingsari berkembang dengan significant dimana

Blimbingsari telah menyumbang untuk pemberdayaan ekonomi

dengan aliran dana Rp. 126.039.000 yang diterima oleh keluarga,

sekehe gong, kumpulan penari dan pemusik gambelan, anak-anak yang

menari, ibu-ibu yang memasak, gereja dan desa (data Sekunder,

laporan Jemaat Pniel, Blimbingsari 2009).

Blimbingsari Sebagai Desa Kristen

Warga Desa Blimbingsari melakukan pertemuan-pertemuan

untuk membahas awig-awig Desa Adat Kristen Blimbingsari antar

enjungan/wilayah Desa Blimbingsari, jemaat Blimbingsari dan

Ambyarsari, Majelis Sinode Harian GKPB, Majelis Jemaat Blimbingsari

dan Ambyarsari serta Ketua Majelis Adat Hindu Camat Melaya.

(Komunikasi pribadi dengan Kepala desa Made John Rony, 2009).

11

Pertemuan awal dalam pembahasan awig-awig desa adat

kristen ini dilaksanakan di Gereja Pniel Blimbingsari. Dalam

kesempatan itu, Ketua Majelis Adat Hindu Camat Melaya, Bapak

Nengah Suwenten menanyakan: “Apa dasar dari awig-awig desa adat

Kristen ini dibentuk?”. Setelah digumuli dan di diskusikan pertanyaan

dari Bapak Nengah Suwenten tentang dasar dibuatnya awig-awig

desa, maka diketemukan hal-hal sebagai berikut. Bahwa ada tiga dasar

yang kuat dalam pembentukan awig-awig desa adat Kristen ini.

Sebenarnya dasar-dasar terbentuknya awig-awig desa adat kristen ini

sama dengan Tri Hita Karina, yang terdiri dari pahrayangan,

pawongan, palemahan yang dipakai di dalam desa adat, dimana sudah

memenuhi syarat sesuai dengan awig-awig desa adat hindu pada

umumnya, yaitu ada keagamaan/pahrayangan, ada orang-

orang/pawongan atau manusia yang hidup dalam wilayah tertentu

dan ada tempat/palemahan. (Komunikasi pribadi dengan Kepala desa

Made John Rony, 2009).

Urutan proses pembentukan awig-awig desa adat kristen

Blimbingsari adalah pertama, dapat pengesahan dari warga

Blimbingsari, dibentuknya kelian dan bendesa adat serta pengurus

lainnya dari warga Blimbingsari, yang diajukan ke Kabupaten, apabila

sudah disahkan dari Bupati baru keluar dana dari propinsi Bali.

(Komunikasi pribadi dengan Kepala desa Made John Rony, 2009).

Setelah panitia pemilihan mengadakan rapat desa, dengan suara

terbanyak akhirnya terpilih Bapak I Made Sukabagia melalui forum

desa dan dihadiri oleh Ketua Adat Hindu, Kecamatan Melaya dan juga

sudah diresmikan oleh bapak Bupati Jembrana, Prof. Dr. drg. Gde

Winasa, sekaligus peresmian Kantor Desa Blimbingsari. (Komunikasi

pribadi dengan Kepala desa Made John Rony, 2009).

Dr. drg. I Gede Winasa Bupati Jembrana telah meresmikan dan

melantik pengurus bendesa adat tanggal 25 Desember 2009. Susunan

keanggotaan Desa Adat yang diresmikan itu adalah Ketua I Made

Sukabagia, Bendahara I Nyoman Magnakarta dan Sekretaris I Ketut

Adi Purnawirawan, sedangkan anggota lain dari awig-awig desa

12

adatnya akan dicari tersendiri setelah pelantikan tersebut oleh Ketua,

Bendahara dan Sekretaris (komunikasi Pribadi dengan Kepala Desa

John Rony). Semua pengurus desa adat saat dilantik menggunakan

pakaian adat Bali, kamben, udeng dan baju adat lainnya (pengamatan

langsung dan komunikasi pribadi dengan kepala desa Made John

Rony, 2009).

Adapun tugas dan tanggungjawab yang dibebankan ke desa adat

adalah mengatur pekerjaan adat istiadat desa Blimbingsari baik dalam

suka maupun duka. Yang termasuk pekerjaan suka duka adalah dari

pekerjaan kelahiran, meminang, pertunangan, pernikahan dan

kematian. Dengan demikian Blimbingsari satu-satunya desa yang

memiliki awig-awig desa adat Kristen di Bali. (Komunikasi pribadi

dengan kepala desa Made John Rony, 2009).

Didalam pelantikan tanggal 25 Desember 2009 tersebut

disampaikan pernyataan oleh Bupati Jembrana bahwa pemerintah

daerah Jembrana “akan memberikan dana bantuan sebesar rp. 100

juta setiap tahun untuk pekerjaan mengurus adat istiadat desa dan

satu buah motor jenis honda 125 cc dengan plat merah”, ungkap Made

John Rony Kepala desa Blimbingsari, 2009.

Setelah pengurus baru desa adat dilantik yang sekarang dikenal

dengan nama “bendesa adat Blimbingsari”, diberikan tempat bekerja

di salah satu ruangan gedung kantor desa Blimbingsari untuk

memperlancar pekerjaan suka duka adat istiadat desa Blimbingsari,

serta fasilitas kantor lainnya seperti komputer, printer dan kertas-

kertas untuk bahan print.

Dalam tugasnya, mereka melaksanakan awig-awig (aturan) desa

adat yang telah di susun dan dibuat oleh warga dan pengurus desa

adat yang baru dilantik. Adapun awig-awig (aturan) yang mengatur

adat desa Blimbingsari tersebut dengan beberapa pasal-pasal dan

ayat-ayatnya terlampir.

13

Niti Graha

Kantor Desa atau Bale Desa Blimbingsari bernama Niti Graha

yang artinya tempat menata. Niti artinya noto atau mengatur,

sedangkan Graha artinya tempat/rumah. Niti graha ditahbiskan oleh

Bishop I Wayan Sudira Husada, MM, Ketua Sinode GKPB dan

diresmikan pemakaiannya oleh Bupati Jembrana Prof. DR.drg I Gede

Winasa pada tanggal 25 Desember 2009 bertepatan dengan Jubelium

70 tahun Blimbingsari dan Natal 2009. (Pengamatan Langsung

peneliti, 2009). Bale desa sebagai pusat desa Blimbingsari berlokasi di

depan Gereja Pniel. Karena lokasinya di pusat desa, sehingga lebih

mudah bagi warga untuk bertemu dan berkonsultasi dengan pejabat

Desa.

Enjungan (Wilayah)

Enjungan (wilayah) merupakan bagian lembaga/ organisasi dari

pemerintah desa untuk memperlancar komunikasi di antara warga.

Selain dinas, enjungan juga merupakan bagian dari lembaga/

organisasi untuk kepentingan adat, gereja.

Ada enam Enjungan atau Banjar di desa ini. Masing-masing

enjungan punya bale banjar tersendiri yang mengatur suka duka

sendiri. Enjungan itu terdiri dari enjungan kangin (Timur), tengah,

kaja (Utara), kauh (Barat), kelod (Selatan), kelod kauh (Barat Daya).

Gambar 15 adalah salah satu contoh enjungan yang biasanya memiliki

papan nama. Gambar 3.6 namanya Enjungan Kelod. (Komunikasi

pribadi dengan Kepala desa Made John Rony, 2009).

14

Gambar 1.6. Contoh Enjungan

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009

Di setiap enjungan ada juru arah (ketua keompok banjar) yang

dipilih oleh warganya masing-masing menurut wilayahnya masing-

masing. Pada umumnya enjungan berlokasi di tengah-tengah

wilayahnya masing-masing supaya mudah di tempuh oleh warganya.

Enjungan berfungsi dalam pengurusan administrasi desa dan

juga mengurus keagamaan suka-duka masyarakat desa Blimbingsari,

seperti: peristiwa kelahiran, peminangan, pernikahan, kematian.

Enjungan ini juga dipakai sebagai tempat pertemuan warganya atau

sarasehan membicarakan tugas-tugas dan tanggung jawab sebagai

warga desa sampai kebersihan pekarangan dibicarakan disini.

(Komunikasi pribadi dengan Kepala desa Made John Rony, 2009).

Luas bangunan rata-rata setiap enjungan 3500 meter persegi

semua berarsitektur bali, desain pintu masuk juga dengan candi

bentar yang didesain seperti bali, yang didalamnya diisi Kursi, meja

dan papan tulis untuk kepentingan rapat-rapat atau sarasehan warga.

Luas tanah rata-rata 5000-6000 meter persegi. Tanah yang kosong

15

digunakan untuk lahan parkir saat warga rapat. Sedangkan enjungan

yang paling luas tanahnya dan luas bangunan adalah luas tanah dari

enjungan kelod (selatan) (komunikasi pribadi dengan Kepala desa

Made John Rony, 2009).

Pniel Blimbingsari

Perintis pertama Blimbingsari membangun Gereja Pniel

Blimbingsari dengan kayu, namun beberapa tahun kemudian telah

menggantikannya dengan ubin. Pada tahun 1950 gereja dibangun

dalam bentuk seperti salib, dan coraknya banyak mengambil dari

gereja Eropa. Hal ini bisa dilihat dari dinding dengan jendela kecil dan

pernak-pernik lainnya. Namun pada saat Gunung Agung Meletus pada

tahun 1975 yang berpusat di Seririt, maka gedung gereja Blimbingsari

dirubah dengan gaya arsitektur Bali.

Gereja Pniel di Blimbingsari dikenal sebagai “Besakih”nya

(Ibunya Pura bagi gereja Bali. Di sebelah kiri Gereja ada bangunan

dengan ketinggian 10 meter dengan desain /arsitektur bali dimana di

fungsikan sebagai tempat kulkul, kentongan, untuk menandakan

dimulainya suatu aktivitas di Desa Blimbingsari. Bunyi kulkul ini

biasanya di bunyikan untuk peringatan bahwa acara akan dimulai.

Biasanya acara penguburan, ibadah gereja dan pernikahan warga Desa

Blimbingsari.

16

Gambar 1.7. Gereja Pniel Blimbingsari

Kuri Agung

Dalam tradisi kuno dari Perjanjian Lama dapat dipelajari, bahwa

memasuki kota harus melalui pintu gerbang. Dari kekokohan pintu

gerbang mencerminkan budaya dan kekuatan orang yang

mendiaminya. Sampai saat ini tembok dan pintu gerbang Yerusalem

kuno masih terpelihara. Sekarang memasuki satu kabupaten ataupun

desa juga telah dibangun pintu gerbang yang beragam bentuknya. Dari

pintu masuk ini akan mendapatkan kesan pertama budaya dan

kehidupan penghuninya.

Kuri Agung Blimbingsari telah diprogramkan oleh Jemaat Pniel

untuk dibangun pada tahun 2008 bekerja sama dengan Pemerintah

Desa. Kuri Agung ini dibangun dengan tujuan (1).Untuk mengingat:

Begitu memasuki Kuri Agung Blimbingsari, diingatkan bahwa inilah

tanah yang diberikan Allah dengan cuma – cuma pada pendahulu kita

yang patut kita syukuri. (2). Kuri Agung ini akan memberi dorongan

17

kepada keluarga yang tinggal di dalamnya untuk membangun

kelestarian rumah, pekarangan dan lingkungan kita, agar sungguh

menjadi tanah pemberian Tuhan. (3). Dengan Kuri Agung Blimbingsari

ini juga berusaha untuk meningkatkan kualitas Blimbingsari sebagai

salah satu tujuan wisata Nusantara maupun Mancanegara yang tahun

ini sudah mulai ramai.

Gambar 1.9. Foto Kuri Agung Blimbingsari

Sumber: Penulis, 2009

Simbol Kuri Agung Blimbingsari

Kuri Agung ini berukuran panjangnya 11 m, lebarnya 1,7 m dan

tingginya 11 m. Ditopang oleh 2 tiang yang kokoh didasarkan atas ke 2

hukum Tuhan yaitu “Kasihilah Allah dan Kasihilah Sesama”

(komunikasi pribadi dengan Made John Roni, 2009). Bagian atas

terdapat 10 bundaran mengingatkan 10 hukum yang di beri kepada

umatnya sebelum memasuki tanah perjanjian. Kemudian paling atas

terdapat 3 gunungan api sebagai simbol Trinitas. Pintu Kuri Agung ini

18

dikombinasikan antara budaya Bali, Romanik dan Kota Kuno

Yerusalem. Di atas pintu masuk tertulis “Rahajeng Rauh” yang

maksudnya setiap orang yang memasuki Blimbingsari, tanah

perjanjian ini; memperoleh rahajeng, damai sejahtera, karena

”bertemu muka dengan Tuhan, Pniel”. Waktu kita meninggalkan

Blimbingsari, di atas pintu masuk tertulis “Rahayu Memargi” yang

berarti kemana pun saudara mengembara, akan diberkati dan

memperoleh kerahayuan, keselamatan. Di bawah ini adalah foto Kuri

Agung.

Giri Astina Raga

Giri Astina Raga adalah nama tempat kuburan Desa

Blimbingsari bagi warga Desa Blimbingsari. Di tengah-tengah tanah

kuburan ini dibangun sebuah gedung megah, terbuka yang berundag-

undag sejumlah 100 undangan yang luasnya 7x7 meter persegi,

dengan ketinggian 15 meter dari tanah kuburan tersebut. Gedung

yang ditengah-tengah tersebut digunakan oleh pendeta dan majelis

jemaat yang melayani ibadah penguburan warga desa Blimbingsari.

Warga Desa yang meninggal, akan di kubur di tempat ini dengan

cara agama Kristen, dengan prosesi berjalan kaki diiringi musik bali

(gong), salib yang ditancapkan di tanah kuburan, karangan bunga, dan

foto alm. Setelah di doakan oleh Pendeta di rumah keluarganya

masing-masing, baru di bawa ke tanah kuburan.

Uniknya adalah setiap diaspora (orang-orang Blimbingsari yang

merantau keluar dari Desa Blimbingsari) yang meninggal dunia bisa

dikuburkan di tanah Giri Astina Raga desa Blimbingsari ini. Jadi setiap

warga desa dan diaspora tidak kesulitan dalam hal penguburan. Hal

itu sudah ditetapkan oleh desa adat dan bersama sama masyarakat

desa serta Bupati Jembrana. (Komunikasi pribadi dengan Pdt. Ketut

Suyaga Ayub, 2009).

19

Gambar 1.10. Peta Pulau Bali dan Kabupaten-Kabupaten

yang ada di Bali

Gambar 1.10 di atas yang diarsir gelap, adalah kabupaten

Jembrana, dimana desa Blimbingsari adalah salah satunya desa yang

ada di kabupaten Jembrana. Blimbingsari adalah desa yang berada di

kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali, Indonesia. Blimbingsari

dikenal sebagai desa yang berpenduduk mayoritas Kristen di seantero

kabupaten Jembrana. Secara Administratif desa Blimbingsari berada

di Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana yang memiliki 5

Kecamatan, dari barat ke timur yaitu Kecamatan Melaya, Kecamatan

Negara, Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo, Kecamatan

Pekutatan. Adapun Kecamatan Melayan terdiri dari 9 Desa, 1

Kelurahan, yaitu Kelurahan Gilimanuk; Desa Blimbingsari; Desa

Melaya; Desa Ekasari; Desa Nusasari; Desa Candikusuma; Desa

Warnasari; Desa Tuwed; Desa Tukadaya; Desa Manistutu.

20

PENELITIAN TENTANG DESA WISATA

BLIMBINGSARI

Latar Belakang

Fenomena terkini bahwa preferensi dan motivasi wisatawan

berkembang secara dinamis yang cenderung berbentuk pemenuhan

kebutuhan spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang

indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk

pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat.

Kecenderungan ini merupakan sinyal tingginya permintaan akan

wisata agro dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan

produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun

produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik.

Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat

beragam yang, jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu

diandalkan menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi

agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan

komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol

sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian

(mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan,

peternakan dan perikanan) dengan keragaman dan keunikannya yang

bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat

beragam mempunyai daya tarik kuat sebagai wisata agro atau

ekowisata yang berbasiskan pertanian. Keseluruhannya sangat

berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia.

Untuk dapat mengembangkan agrowisata yang menguntungkan

bagi semua pihak, diperlukan integrasi dari beberapa sektor terkait

seperti sektor pertanian, sektor pariwisata, sektor usaha kecil dan

menengah. Model pengembangan agrowisata terintegrasi amat

diperlukan untuk dapat melakukan integrasi sektor terkait, sehingga

diperlukan penelitian yang mendalam tentang model agrowisata yang

terintegrasi. Agrowisata dapat menjadi salah satu sumber

pertumbuhan baru daerah, sektor pertanian dan ekonomi nasional.

21

Objek wisata agro tidak hanya terbatas pada objek dengan skala

hamparan yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan,

tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi objek

wisata yang menarik. Dengan datangnya wisatawan mendatangi objek

wisata juga terbuka peluang pasar tidak hanya bagi produk dan objek

wisata agro yang bersangkutan, namun pasar dan segala kebutuhan

masyarakat.

Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian

dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap

kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu

menggairahkan aktivitas bisnis untuk menghasilkan manfaat sosial,

budaya, dan ekonomi yang berarti bagi suatu negara. Ketika

pariwisata direncanakan dengan baik, mestinya akan dapat

memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi.

Keberhasilan pariwisata terlihat dari penerimaan pemerintah dari

sektor ini dapat mendorong sektor lainnya untuk berkembang.

Indikator keberhasilan pariwisata yang paling mudah untuk diamati

adalah bertambahnya jumlah kedatangan wisatawan dari periode ke

periode.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan analisis

kuantitatif (statistik) berupa analisis faktor konfirmatori yang lebih

dikenal dengan SEM (Structural Equation Modeling), dan dikombinasi

dengan analisis kualitatif sebagai penguat terhadap hasil kuantitatif

untuk melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap faktor

motivasi wisatawan melakukan aktivitas wisata agro, faktor daya tarik

agrowisata bagi wisatawan yang dapat disediakan oleh masyarakat,

dan faktor keberlanjutan agrowisata. Hasil penelitian ini diarahkan

untuk memberikan kontribusi secara teoretis dan praktis terhadap

pengelolaan destinasi wisata agro yang menguntungkan masyarakat

kecil.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka

pokok permasalahannya adalah bagaimanakah pengaruh antara

motivasi wisatawan dan daya tarik wisata agro terhadap

22

keberlanjutan agrowisata, dengan sub-pokok permasalahan sebagai

berikut:

1) Bagaimanakah pengaruh motivasi wisatawan terhadap

keberlanjutan agrowisata?

2) Bagaimanakah pengaruh daya tarik wisata agro terhadap

keberlanjutan agrowisata?

3) Bagaimanakah model pengembangan agrowisata terintegrasi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka

tujuan umum penelitian ini adalah: untuk menguji pengaruh motivasi,

dan daya tarik wisata agro terhadap keberlanjutan agrowisata. Tujuan

khusus penelitian selanjutnya ditujukan untuk menjawab beberapa

sub pokok permasalahan yang telah ditentukan, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1) Menentukan pengaruh motivasi wisatawan terhadap

keberlanjutan agrowisata.

2) Menentukan pengaruh daya tarik wisata agro terhadap

keberlanjutan agrowisata.

3) Menentukan model pengembangan agrowisata yang

terintegrasi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diarahkan untuk memberikan kontribusi secara

teoretis dan praktis terhadap manajemen destinasi pariwisata

khususnya yang berhubungan dengan pengembangan agrowisata

yang menguntungkan masyarakat. Manfaat yang diharapkan

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pariwisata khususnya yang

berhubungan dengan pengembangan agrowisata yang

menguntungkan masyarakat dengan rincian manfaat harapan sebagai

berikut: (1) identifikasi dan menguji motivasi wisatawan destinasi

agrowisata. (2) identifikasi dan menguji daya tarik wisata agro. (3)

identifikasi dan menguji pengaruh motivasi, dan daya tarik terhadap

keberlanjutan sebuah destinasi agrowisata. (4) terbentuk model

agrowisata yang menguntungkan masyarakat.

23

METODE SURVEI WISATAWAN DESA WISATA

BLIMBINGSARI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Provinsi Bali pada Desa Blimbingsari

di Kecamatan Melaya. Responden penelitian ini adalah wisatawan

berkunjung pada desa yang terpilih sebagai lokasi penelitian.

Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun, dari tahun

2016.

Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah wisatawan yang

mengunjungi tiga desa yang terpilih sebagai lokasi penelitian. Jumlah

populasi tidak diketahui dengan pasti sehingga untuk menentukan

keterwakilan dari anggota sampel (responden) ditentukan

berdasarkan teknik sampling non probabilitas. Teknik non

probabilitas dibenarkan dalam penelitian, sepanjang tidak bertujuan

untuk melakukan generalisasi hasil penelitian (Santoso dan Tjiptono,

2001:91).

2. Jumlah Sampel

Sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan teknik sampling

purposive yang merupakan salah satu dari teknik sampling non

probabilitas, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria

tertentu yang ditetapkan secara cermat oleh peneliti. Jumlah sampel

penelitian ini merujuk pada persyaratan jumlah sampel minimal pada

analisis SEM yaitu antara 100 hingga 200 sampel karena jumlah

populasi yang pasti tidak diketahui. Jumlah sampel penelitian ini

adalah sebesar 100 orang. Jumlah tersebut telah dianggap cukup

memadai karena melebihi dari ketentuan minimum kecukupan alat

analisis SEM-AMOS. Kondisi seperti ini, memungkinkan penggunaan

24

teknik ML (maksimum likehood) atau GLS (generelaized least squares)

(Hair dkk., 1998; Ferdinand, 2002:48).

Penelitian ini, juga melakukan pemilihan beberapa informan,

yang dipilih dari antara para responden, khususnya para responden

yang telah berwisata lebih dari sekali ke Bali. Maksud dan tujuan

pemilihan informan adalah untuk melakukan wawancara secara

mendalam agrowisata di Bali sebagai bentuk pariwisata alternatif.

Jenis dan Sumber Data

1. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif dan data kualitatif. Jenis data ini diambil dari sumber data

primer yang didapatkan secara langsung dari hasil survei. Data

kuantitatif menurut Sudjana (1996) adalah data yang berbentuk

bilangan yang dapat dilakukan perhitungan dengan alat bantu statistik

atau matematika.

Data kualitatif adalah data yang berbentuk transkrip hasil

wawancara, komentar para wisatawan, keterangan-keterangan atau

kategori yang mengandung makna kualitas dan bukan berbentuk

bilangan (Sudjana, 1996:2) yang tidak dapat dilakukan perhitungan

dengan alat bantu statistik atau matematika.

2. Sumber data

Sumber data pada penelitian ini adalah sumber data primer,

yakni data yang dikumpulkan langsung dari para responden melalui

angket penelitian, dan wawancara langsung dan mendalam.

Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh data tentang

faktor yang memotivasi berwisata ke objek wisata agro, Penelitian

juga menggunakan data sekunder, yakni data yang didapatkan melalui

publikasi lembaga-lembaga pariwisata yang berwewenang seperti

pemerintah, hotel, dan objek wisata yang melengkapi data sekunder.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian pariwisata

25

dengan menggunakan pendekatan sistem, yakni pendekatan dengan

penekanan bahwa pergerakan wisatawan, aktivitas masyarakat yang

memfasilitasi serta implikasi kedua-duanya terhadap kehidupan

masyarakat luas merupakan kesatuan yang saling berhubungan

“linked system” dan saling mempengaruhi. Setiap terjadinya

pergerakan wisatawan akan diikuti dengan penyediaan fasilitas wisata

dan interaksi keduanya akan menimbulkan pengaruh logis di bidang

ekonomi, sosial, budaya, ekologi, bahkan politik. Sehingga, pariwisata

sebagai suatu sistem akan digerakkan oleh dinamika sub sistemnya,

seperti pasar, produk, dan pemasaran khususnya yang terkait dengan

wisatawan. Konstruk yang ditawarkan adalah seperti Gambar 3.1

berikut:

Gambar 3.1 Konstruk Penelitian Agrowisata Terintegrasi

X2

X2.1e12

X2.2e13

X2.3e14

X2.4e15

X2.5e16

X2.6e17

X2.7e18

X2.8e19

X2.9e20

X2.10e21

X2.11e22

X2.12e23

X2.13e24

X2.14e25

X2.15e26

X1

X1.11 e11

X1.10 e10

X1.9 e9

X1.8 e8

X1.7 e7

X1.6 e6

X1.5 e5

X1.4 e4

X1.3 e3

X1.2 e2

X1.1 e1

Y1

Y1.1

e27

Y1.2

e28

Y1.3

e29

Y1.4

e30

e31

26

Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Sebelum mendefinisikan variabel dan indikator yang akan

digunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu konstruk penelitian

yang akan digunakan. Penelitian ini menggunakan dua variabel laten

eksogen dan dua variabel laten endogen. Konstruk model agrowisata

yang hendak dibangun adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Interpretasi Faktor Motivasi Wisatawan

Kode Indikator Keberlanjutan Definisi X1.1 Beristirahat dan relaksasi Motif untuk beristirahat dan relaksasi X1.2 Mengunjungi tempat-

tempat baru Motif untuk mengunjungi tempat baru

X1.3 Belajar dan mengalami hal-hal baru

Motif untuk belajar sesuatu yang baru

X1.4 Menjauhkan diri dari stress Motif untuk menghilangkan stress X1.5 Melarikan diri dari kegiatan

sehari- hari Motif untuk keluar dari rutinitas

X1.6 Menemui orang-orang dan bersosialisasi

Motif untuk bersosialisasi

X1.7 Meningkatkan kesehatan Motif untuk meningkatkan kesehatan X1.8 Mencoba

tantangan/pengalaman dan petualangan

Motif untuk sebuah tantangan atau petualangan

X1.9 Memperkaya intelektualitas Motif untuk menambah ilmu X1.10 Melatih fisik Motif untuk latihan fisik X1.11 Mengunjungi keluarga dan

teman- teman. Motif untuk mengunjungi teman atau kerabat.

Berikut interpretasi daya tarik wisata agro menjadi beberapa

indikator berikut ini:

Tabel 3.2 Daya Tarik Wisata Agro

Kode Indikator Keberlanjutan Definisi X2.1 Keunikan Desa Tertarik oleh keunikan desa X2.2 Areal Perkebunan Desa Tertarik oleh areal perkebunan desa X2.3 Aktivitas Masyarakat Desa Tertarik oleh aktivitas masyarakat

desa X2.4 Budaya/Adat/Tradisi Masyarakat Tertarik oleh

budaya/adat/tradisi X2.5 Keindahan Alam Desa Tertarik oleh keindahan alam desa

27

Kode Indikator Keberlanjutan Definisi X2.6 Penginapan Penginapan X2.7 Kuliner Tertarik oleh kuliner desa X2.8 Fasilitas umum Tertarik oleh ketersediaan fasilitas

umum X2.9 Visitor Center Tertarik oleh ketersediaan visitor

center X2.10 Jarak dari Bandara Tertarik oleh jarak dari bandara X2.11 Jarak dari Ibu Kota Tertarik oleh jarak dari ibu kota X2.12 Ketersediaan Transportasi Tertarik oleh ketersediaan

transportasi X2.13 Pelayanan Biro Perjalanan Tertarik oleh pelayanan biro

perjalanan X2.14 Pelayanan Pramuwisata

Lokal Tertarik oleh pelayanan pramuwisata lokal

X2.15 Keterlibatan Masyarakat Desa

Tertarik oleh keterlibatan masyarakat desa

Selanjutnya, operasionalisasi variabel keberlanjutan agrowisata

diterjemahkan menjadi empat indikator yang terdiri dari:

Tabel 3.3 Pengukuran Keberlanjutan Agrowisata

Kode Indikator Keberlanjutan Definisi Y1.1 Kesediaan merekomendasi

teman atau keluarga Wisatawan bersedia merekomendasi teman-temannya untuk datang

Y1.2 Keinginan berkunjung kembali

Wisatawan berniat berkunjungan kembali pada kesempatan berikutnya

Y1.3 Dukungan masyarakat lokal Wisatawan merasakan masyarakat lokal dilibatkan pada pengelolaan agrowisata

Y1.4 Dukungan pemerintah Wisatawan merasakan ada peran pemerintah pada pengelolaan agrowisata

Sumber: Sutjipta (2001)

Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan sebuah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab

permasalahan penelitian. Ada beberapa jenis instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu: daftar pertanyaan terbuka

28

(open-ended interview) untuk wawancara, dan daftar pertanyaan

tertutup (closed-endedsurvey) berupa angket penelitian.

Peneliti memberikan angket pada responden. Jawaban atas

daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden dibuat dengan

menggunakan skala likert, yaitu dengan rentangan 1 sampai dengan 5.

Tanggapan yang paling positif (sangat setuju) diberi nilai paling tinggi

dan tanggapan paling negatif (sangat tidak setuju) diberi nilai paling

rendah.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan atau

triangulasi antara kuantitatif dan kualitatif, sehingga digunakan dua

metode untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif. Dua

metode tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Closed-ended Survey: pengumpulan data dengan cara

memberikan kuesioner penelitian kepada para responden untuk

mendapatkan data kuantitatif. Adapun cara penyebarannya

adalah dengan memberikan atau menyebarkan pertanyaan

secara tertulis kepada responden dengan harapan mereka dapat

memberikan respons atas pertanyaan yang diajukan oleh

peneliti.

2. Open-ended Interview: pengumpulan data dengan cara

melakukan wawancara mendalam berupa pertanyaan terbuka.

Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis dengan menggunakan teknik triangulasi (mix methods)

menggunakan teknik statistik deskriptif, analisis SEM, dan analisis

deskriptif kualitatif yang mendalam.

Teknik Statistik Deskriptif

Statistik deskripsi adalah analisis yang dilakukan dengan

menggambarkan sekumpulan data secara visual, yang dapat dilakukan

29

dalam dua bagian, yaitu deskripsi dengan numerik, teks dan grafik.

1. Deskripsi dengan numberik dan teks. Numerik terdiri atas

bagian-bagian yang penting yang menggambarkan isi data

secara keseluruhan, seperti mean (rata- rata), deviation

standard, varians data dari data, yang selanjutnya

dinterpretasikan dalam bentuk teks.

2. Deskripsi dengan Grafik. Deskripsi dalam bentuk gambar atau

grafik disajikan untuk melengkapi Deskripsi berupa gambar,

dan bagan, agar data tampak lebih impresif dan komunikatif

bagi para pembaca. Grafik yang digunakan pada penelitian ini

untuk menggambarkan data yang bersifat kualitatif yang

berhubungan secara teoretis, valid, dan reliabel dari peneliti

sebelumnya.

Analisis SEM (The Structural Equation Modelling)

Selanjutnya, untuk menjawab pokok permasalahan yang

dikemukakan sebelumnya, akan dijawab dengan teknik analisis The

Structural Equation Modelling (SEM). The Structural Equation

Modelling (SEM) adalah analisis multivariat, yang kemudian datanya

akan diolah dengan bantuan program SPSS dan AMOS. SPSS digunakan

untuk input data yang diperoleh dari hasil penelitian, sedangkan

program AMOS digunakan untuk tampilan hasil penelitian yang

mudah untuk dilihat hubungan antar variabelnya.

Uji reliabilitas dan validitas dengan penerapan SEM tidak

diperlukan, karena program dengan sendirinya akan mengolah data

dengan tampilan yang diharapkan. Setelah survei dilakukan dan

sejumlah data didapat, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan

menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Kelloway

(1995:215) mengemukakan model struktur kovarians dapat

digunakan untuk menguji berbagai model yang kompleks. SEM adalah

model statistik yang menjelaskan hubungan diantara sejumlah

variabel, dengan menguji struktur dari hubungan diantara variabel-

variabel tersebut, yang dinyatakan dalam bentuk sejumlah persamaan

(Hair et al., 2006).Persamaan-persamaan tersebut menjelaskan

30

hubungan diantara konstruk yang ada dalam analisis. Dalam

pengujian model menggunakan SEM, hal itu sama dengan

menggunakan alat analisis faktor dan analisis regresi dalam satu tahap

pengujian.

Kegiatan pengujian SEM mempunyai beberapa tahapan penting.

Pertama adalah mendefinisikan konstruk yang ada, kemudian

mengembangkan model pengukuran. Setelah itu proses dilanjutkan

dengan pengujian model pengukuran tersebut. Kemudian dilakukan

spesifikasi model struktural dan penilaian validitas model struktural

tersebut. Beberapa kriteria kelayakan model dalam sebuah persamaan

model struktural adalah sebagai berikut: Penjelasan dari masing-

masing kriteria Goodness of Fit (Wijaya, 2013: 104-105) adalah

sebagai berikut:

1. χ 2 (chi square) adalah alat uji fundamental untuk mengukur

overall fit adalah likelihood ratio chi square statistic. Model dapat

dikategorikan baik jika mempunyai chi square = 0 yang berarti

tidak ada perbedaan. Tingkat signifikan penerimaan yang

direkomendasikan adalah p ≥0,05 yang berarti matriks input

sebenarnya dengan matriks input yang diprediksi tidak berbeda

secara statistik.

2. CMN/DF (Normed Chi Square) adalah ukuran yang diperoleh

dari nilai Chi Square dibagi dengan degree of freedom. Nilai yang

direkomendasikan untuk menerima kesesuaian sebuah model

adalah nilai CMN/DF yang lebih kecil atau sama dengan 2,00

3. RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) adalah nilai

yang menunjukkan goodness of fit yang diharapkan bila model

diestimasikan dalam populasi. Nilai RMSEA yang kecil atau sama

dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model

yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan

degree of freedom. RMSEA merupakan indeks pengukuran yang

tidak dipengaruhi oleh besarnya sampel sehingga biasanya

indeks ini digunakan untuk mengukur fit model pada jumlah

sampel besar.

4. GFI (Goodness of Fit Index) merupakan proporsi tertimbang dari

31

varians dalam matrik kovarians sampel yang dijelaskan oleh

matriks kovarians populasi yang terestimasikan. Indeks ini

mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan

yang dihitung dari residual kuadrat model yang diprediksi

dibandingkan dengan data yang sebenarnya. Nilai Goodness of

Fit Index biasanya berkisar antara 0 sampai 1. Nilai yang lebih

baik adalah nilai yang mendekati 1 berarti mengindikasikan

model diuji memiliki kesesuaian yang baik. Nilai GFI dapat

dikatakan baik bila mempunyai nilai sama atau lebih besar 0,9

(mendekati satu).

5. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) merupakan

pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan degree of

freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya sebuah

model. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila

mempunyai nilai sama atau lebih besar dari 0,9 (mendekati 1)

6. TLI (Tucker Lewis Index) adalah sebuah alternatif incremental fit

index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap

sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai

sebuah acuan untuk diterimanya sebuah model adalah nilai

sama atau lebih besar dari 0,9 (mendekati 1) dan menunjukkan

a very good fit. TLI merupakan index fit yang kurang dipengaruhi

oleh ukuran sampel.

7. CFI (Comparative Fit Index) merupakan index kesesuaian

incremental yang juga membandingkan model yang diuji dengan

null model. Indeks ini dikatakan baik untuk mengukur

kesesuaian sebuah model karena tidak dipengaruhi oleh ukuran

sampel (Hair et al., 2006). Indeks yang mengindikasikan bahwa

model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik adalah apabila

CFI mempunyai nilai sama atau lebih besar 0,9 (mendekati

satu).

32

PROFIL WISATAWAN DAN ANALISIS

Responden yang telah mengisi angket penelitian berjumlah 100

orang dan telah sesuai dengan kebutuhan jumlah sampel penelitian.

Berdasarkan perbedaan jenis kelamin, 46% pengisi angket penelitian

adalah laki-laki, 54% oleh responden perempuan (Lihat Tabel 4.1)

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase Laki-laki 46 46.0 Perempuan 54 54.0 Total 100 100.0

Berdasarkan perbedaan kelompok umur, 62% pengisi angket

penelitian adalah berumur kurang dari 40 tahun, dan 38% oleh

responden berumur lebih dari 40 tahun (Lihat Tabel 4.2)

Tabel 4.2 Kelompok Umur Responden

Umur Jumlah (orang) Persentase < 40 62 62.0 > 40 38 38.0 Total 100 100.0

Berdasarkan perbedaan kewarganegaraan, dominan responden

adalah wisatawan domestik (WNI) 46%, dan 28% berkebangsaan

Australia, sisanya berkebangsaan lainnya (Lihat Tabel 4.3)

Tabel 4.3 Kewarganegaraan Responden

Negara Jumlah (orang) Persentase Australia 28 28.0 Belgium 2 2.0 Canada 1 1.0 Germany 4 4.0 Japan 1 1.0 Netherlands 6 6.0 UK 3 3.0 USA 9 9.0 WNI 46 46.0

33

Negara Jumlah (orang) Persentase Total 100 100.0

Berdasarkan perbedaan jenis pekerjaan, dominan responden

adalah mahasiswa 28%, dan 28% adalah pensiunan, sisanya pekerjaan

lainnya (Lihat Tabel 4.4)

Tabel 4.4 Jenis Pekerjaan Responden

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase Mahasiswa 28 28.0 Pensiunan 18 18.0

- 9 9.0 Guru 6 6.0 Menejer 6 6.0 Misionaries 5 5.0 Dosen 4 4.0 Designer 3 3.0 IRT 3 3.0 Pegawai Swasta 3 3.0 Pengusaha 3 3.0 Akuntan 1 1.0 Insinyur 1 1.0 Pastor 1 1.0 Pedagang 1 1.0 Pelajar 1 1.0 Pelukis 1 1.0 Pendeta 1 1.0 Pengacara 1 1.0 Penulis 1 1.0 Psikolog 1 1.0 Seniman 1 1.0 Teacher 1 1.0 Total 100 100.0

Berdasarkan pengalaman mereka berkunjung ke Desa Wisata

Blimbingsari, dominan responden yang baru pertama kalinya datang

52%, dan 48% pernah datang lainnya (Lihat Tabel 4.5)

34

Tabel 4.5 Pengalaman Kunjungan Responden

Kunjungan Jumlah (orang) Persentase Pertama 52 52.0 > 2 48 48.0 Total 100 100.0

Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana butir atau item suatu skala

mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang

memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur, diperlukan

pengujian daya beda butir-butir tiap alat ukur. Menurut Santosa

(2004), untuk mencari validitas dapat menggunakan perbandingan

antara rhasil dengan 0,30 untuk perhitungan yang menggunakan SPSS,

rhasil dapat dilihat dari kolom corrected item total coreclation.

Uji konsistensi internal (uji reliabilitas) dilakukan dengan

menghitung koefisien (Cronbach) alpha dari masing-masing instrumen

dalam satu variabel. Instrumen yang dipakai dalam variabel tersebut

dikatakan andal (reliabel) bila memiliki Reliability Statistics Cronbach's

Alpha lebih dari 0,60 (Nunnaly dalam Imam Ghozali, 2001).

Tabel 4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel Indikator Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted Motivasi Wisatawan (X1)

Istirahat dan rileksasi .419 .814 Mengunjungi tempat baru

.552 .801

Mencari pengalaman .594 .799 Menghindari Stres .547 .803 Keluar dari rutinitas .651 .792 Bersosialisasi .532 .803 Meningkatkan kesehatan

.498 .807

Petualangan .469 .811 Meningkatkan pengetahuan

.447 .811

Latihan fisik .395 .815

35

Variabel Indikator Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted Mengunjungi teman dan sahabat

.336 .821

Daya Tarik Desa Wisata (X2)

Keunikan desa .587 .857 Lahan pertanian dan perkebunan

.398 .865

Aktivitas masyarakat desa

.498 .861

Tradisi dan budaya desa

.715 .849

Keindahan alam pedesaan

.547 .858

Fasilitas penginapan desa

.366 .866

Kuliner desa .509 .860 Fasilitas umum .628 .854 Pusat informasi wisata desa

.698 .849

Jarak dari bandara .434 .864 Jarak dari ibukota provinsi

.472 .862

Ketersediaan transportasi

.614 .854

Pelayanan Biro perjalanan wisata

.354 .867

Pemandu wisata lokal .497 .861 Keterlibatan masyarakat

.351 .867

Keberlanjutan (Y) Niat merekomendasi teman

.592 .648

Niat berkunjung kembali

.647 .615

Dukungan pemerintah daerah

.433 .754

Dukungan dan keterlibatan masyarakat desa

.494 .700

36

Karena semua rhasil nilainya positif, serta rhasil > 0,30, maka butir

pertanyaan atau indikator tersebut di atas dapat dinyatakan valid dan

bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya “r= Pearson Correlation”

adalah 0,30 ke atas maka faktor tersebut merupakan construct yang

kuat. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua variabel

bebas memiliki nilai yang lebih sebesar dari 0,60. Berhubung dari

masing-masing variabel tersebut didapatkan nilai Reliability Statistics

Cronbach's Alpha lebih besar dari 0,60 maka instrumen penelitian ini

dapat dikatakan handal (reliabel) untuk digunakan sebagai alat ukur.

Deskriptif Statistik Indikator Penelitian

Analisis statistik deskriptif di gunakan dalam penelitian ini

untuk mengetahui tingkat distribusi responden berdasarkan hasil

kuesioner yang dibesar kepada 100 responden dan berhasil ditarik

sebesar 100%.

Tabel 4.7 Deskriptif Statistik Indikator Penelitian

Indikator Penelitian Mean Keterangan Istirahat dan rileksasi 4.21 Sangat Setuju Mengunjungi tempat baru 4.20 Setuju Mencari pengalaman 4.32 Setuju Menghindari Stres 4.27 Setuju Keluar dari rutinitas 4.17 Setuju Bersosialisasi 3.91 Setuju Meningkatkan kesehatan 3.29 Netral Petualangan 3.70 Setuju Meningkatkan pengetahuan 4.26 Sangat Setuju Latihan fisik 4.23 Sangat Setuju Mengunjungi teman dan sahabat 3.95 Setuju Keunikan desa 4.21 Sangat Setuju Lahan pertanian dan perkebunan 4.20 Setuju Aktivitas masyarakat desa 4.04 Setuju Tradisi dan budaya desa 3.60 Setuju Keindahan alam pedesaan 4.08 Setuju Fasilitas penginapan desa 3.93 Setuju Kuliner desa 3.52 Setuju Fasilitas umum 3.34 Netral Pusat informasi wisata desa 3.34 Netral

37

Indikator Penelitian Mean Keterangan Jarak dari bandara 3.06 Netral Jarak dari ibukota provinsi 2.98 Netral Ketersediaan transportasi 3.18 Netral Pelayanan Biro perjalanan wisata 3.99 Setuju Pemandu wisata lokal 3.81 Setuju Keterlibatan masyarakat 4.28 Sangat Setuju Niat merekomendasi teman 4.26 Sangat Setuju Niat berkunjung kembali 4.22 Sangat Setuju Dukungan pemerintah daerah 3.60 Setuju Dukungan dan keterlibatan masyarakat desa 4.19 Setuju

Kolom keterangan pada statistik deskriptif indikator

berdasarkan nilai rata-rata dan modus di atas diinterpretasikan

berdasarkan interval nilai (0,8) dari masing-masing indikator sebagai

berikut ini.

Tabel 4.8 Interval Penilaian Angket Penelitian

No Interval Makna 1 1,00 – 1,80 Sangat Tidak Setuju 2 1,81 – 2,60 Tidak Setuju 3 2,61 – 3,40 Netral 4 3,41 – 4,20 Setuju 5 4,21 – 5,00 Sangat Setuju

Nilai interval dihitung dari pengurangan nilai tertinggi pada

angket (5) dengan nilai terendah pada angket (1), kemudian dibagi

dengan jumlah nilai kategori pada angket penelitian (5) sehingga

menghasilkan nilai interval sebesar 0,8.

Hasil analisis rata-rata hitung menunjukkan bahwa semua

penilaian responden terhadap indikator penelitian jatuh pada kategori

baik, hal ini bermakna bahwa semua indikator penelitian dianggap

penting oleh para responden. Nilai rata-rata hitung dapat

menunjukkan jawaban responden terhadap indikator yang sedang

diteliti. Rata-rata hitung adalah diukur berdasarkan banyaknya

jawaban responden pada skala penilaian tertentu (5, 4, 3, 2, 1)

38

kemudian dibagi dengan jumlah responden yang telah berpartisipasi

pada penelitian.

Analisis Structural Equation Modelling

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasikan pola saling

hubungan, sehingga matriks yang digunakan adalah matriks dalam

bentuk korelasi. Program AMOS akan mengkonversikan dari data

mentah ke bentuk kovarian atau korelasi lebih dahulu sebagai input

analisis (Ghozali, 2005:152). Model estimasi standard AMOS adalah

menggunakan estimasi maksimum likelihood (ML).

Konstruk pada penelitian ini, diadopsi dari model yang telah

dibangun oleh Yoon dan Uysal (2003) dan Chi (2005), dan

mengadopsi indikator penelitian dari Esichaikul (2012). Penelitian ini

menggunakan dua variabel laten eksogen dan satu variabel laten

endogen. Konstruk ini menawarkan dua hipotesis: (H1) Motivasi

internal (push factors) X1 berpengaruh terhadap Keberlanjutan

Agrowisata Y1; (H2) Daya Tarik Desa Wisata (pull factors) X2

berpengaruh terhadap Keberlanjutan Agrowisata Y1.

Setelah dilakukan pengujian terhadap model dalam konstruk

yang ada, maka terbentuk model seperti pada Gambar 4.2 di bawah

ini:

39

Gambar 4.2 Konfirmasi Model Terintegrasi Agrowisata

Pada pengujian tahap pertama ini ternyata dua hipotesis yang

diajukan untuk menjawab pokok permasalahan adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis Tahap Pertama

End Eks Estimate S.E. C.R. P Label

Y1 <--- X2 .474 .164 2.896 .004 par_28

Y1 <--- X1 -.084 .183 -.460 .646 par_29

40

1. Motivasi Pendorong (push factor) X1 tidak berpengaruh nyata

terhadap keberlanjutan Agrowisata karena nilai p_value sebesar

0,646 > 0,05 dan nilai CR (-084) < 1,96

2. Daya Tarik Desa Wisata (pull factor) X2 berpengaruh nyata

terhadap keberlanjutan Agrowisata karena nilai p_value

(significance ***) dan nilai CR (2,896) > 1,96

Namun setelah dilihat dari uji kelayakan model, ternyata model

yang dibentuk dinyatakan Tidak Goodness of fit. Hasil Uji Kelayakan

Model dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini:

Tabel 4.10 Hasil Uji Kelayakan Model Pertama

Kriteria Indek Ukuran Nilai Acuan Hasil Uji Penilaian Model CMIN/df ≤ 2,00 2,398 Kurang baik RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation)

≤ 0,08 0,119 Kurang Baik

GFI (Goodness of Fit Index) ≥ 0,90 0,692 Kurang baik AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)

≥ 0,90 0,571 Kurang baik

1. Analisis Faktor Konfirmatori

Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah salah satu metode

analisis faktor yang digunakan ketika peneliti telah memiliki

pengetahuan mengenai struktur suatu faktor laten. Struktur faktor

laten tersebut diperoleh berdasarkan kajian teoretis, hasil penelitian

atau hipotesis peneliti mengenai hubungan antara variabel yang

diobservasi dengan variabel laten. Metode CFA digunakan untuk

menguji hipotesis tersebut (Byrne, 1998). Pengujian model dengan

CFA hanya dilakukan untuk mengetahui model pengukuran

(measurement model) dan bukan untuk mengetahui hubungan antar

faktor laten (Byrne, 1998). Model pengukuran menunjukkan

hubungan antara setiap indikator sebagai variabel yang diobservasi

dengan konstruk yang menjadi faktor laten yang diwakilinya (Hair, et

al, 2010).

Penilaian signifikansi setiap parameter dari tiap indikator yang

mewakili faktor laten dilakukan dengan uji signifikansi berdasarkan

41

nilai t (t-value) dari masing-masing parameter di mana t-value (C.R)

diharapkan sebesar > 1.96 untuk dinyatakan signifikan. Parameter

yang tidak signifikan dalam model sebaiknya disingkirkan atau tidak

dilibatkan lagi dalam model. Untuk memperbaiki model agar fit,

langkah selanjutnya adalah melihat nilai convergent validity yaitu

indikator dengan faktor loading (Standardized Regression Weights) di

bawah 0.50 dapat nyatakan tidak valid sebagai pengukur konstruk

dengan alasan bahwa jika memang sebuah indikator menjelaskan

sebuah konstruk, maka indikator tersebut akan mempunyai factor

loading yang tinggi dengan konstruk tersebut dan total indikator akan

mempunyai variance extracted yang cukup tinggi. (Byrne, 1998). Hasil

uji unidimensionalitas dengan CFA (confirmatory factor analysis)

adalah sebagai berikut ini:

a. CFA (confirmatory factor analysis) terhadap Faktor

Pendorong (X1)

Gambar 4.3 CFA Variabel Motivasi Pendorong

42

Tabel 4.11 Hasil Uji CFA (X1) Variabel Motivasi Pendorong

Hubungan Nama Indikator Estimate Keterangan X1.1 <--- X1 Beristirahat dan relaksasi .349 Eliminasi X1.2 <--- X1 Mengunjungi tempat-

tempat baru .555 Valid

X1.3 <--- X1 Belajar dan mengalami hal-hal baru

.700 Valid

X1.4 <--- X1 Menjauhkan diri dari stress

.317 Eliminasi

X1.5 <--- X1 Melarikan diri dari kegiatan sehari- hari

.428 Eliminasi

X1.6 <--- X1 Menemui orang-orang dan bersosialisasi

.503 Valid

X1.7 <--- X1 Meningkatkan kesehatan .495 Eliminasi X1.8 <--- X1 Mencoba

tantangan/pengalaman dan petualangan

.454 Eliminasi

X1.9 <--- X1 Memperkaya intelektualitas

.560 Valid

X1.10

<--- X1 Melatih fisik .591 Valid

X1.11

<--- X1 Mengunjungi keluarga dan teman- teman.

.554 Valid

Sumber: Lampiran Hasil Uji CFA

Pada hasil uji CFA dapat ditentukan indikator yang akan

mewakili variable latennya dalam pengujian model struktural.

Hasil uji menunjukkan bahwa tidak semua indikator dinyatakan

layak disertakan dalam uji model teoretis memiliki Standardized

Regression Weights > 0,5. Indikator yang di eliminasi adalah X1.1

43

b. CFA (confirmatory factor analysis) terhadap Daya Tarik

Desa Wisata (X2)

Gambar 4.4 CFA Variabel Motivasi Penarik

Tabel 4.11 Hasil Uji CFA (X1) Variabel Motivasi Penarik

Hubungan Nama Indikator Estimate Keterangan X2.1 <--- X2 Keunikan Desa .571 Valid X2.2 <--- X2 Areal Perkebunan Desa .379 Eliminasi X2.3 <--- X2 Aktivitas Masyarakat Desa .545 Valid X2.4 <--- X2 Budaya/Adat/Tradisi .694 Valid X2.5 <--- X2 Keindahan Alam Desa .644 Valid

44

Hubungan Nama Indikator Estimate Keterangan X2.6 <--- X2 Penginapan .556 Valid X2.7 <--- X2 Kuliner .539 Valid X2.8 <--- X2 Fasilitas umum .695 Valid X2.9 <--- X2 Visitor Center .755 Valid

X2.10 <--- X2 Jarak dari Bandara .763 Valid X2.11 <--- X2 Jarak dari Ibu Kota .713 Valid X2.12 <--- X2 Ketersediaan

Transportasi .691 Valid

X2.13 <--- X2 Pelayanan Biro Perjalanan .252 Eliminasi X2.14 <--- X2 Pelayanan Pramuwisata

Lokal .181 Eliminasi

X2.15 <--- X2 Keterlibatan Masyarakat Desa

.290 Eliminasi

Sumber: Lampiran Hasil Uji CFA

Hasil uji menunjukkan bahwa tidak semua indikator

dinyatakan layak disertakan dalam uji model teoretis memiliki

Standardized Regression Weights > 0,5. Indikator yang di

eliminasi adalah X2.2, X2.13, X2.14, dan X2.15

45

c. CFA (confirmatory factor analysis) terhadap Faktor

Kepuasan (Y)

Gambar 4.5 CFA Variabel Kepuasan Berwisata

Tabel 4.13 Hasil Uji CFA (X1) Variabel Keberlanjutan

Hubungan Nama Indikator Estimate Keterangan

Y2.1 <--- Y Kesediaan merekomendasi teman atau keluarga

.707 Valid

Y2.2 <--- Y Keinginan berkunjung kembali

.828 Valid

Y2.3 <--- Y Dukungan masyarakat lokal

.539 Valid

Y2.4 <--- Y Dukungan pemerintah .443 Eliminasi Sumber: Lampiran Hasil Uji CFA

Hasil uji menunjukkan bahwa semua indikator dinyatakan

layak disertakan dalam uji model teoretis memiliki Standardized

Regression Weights > 0,5.

2. Pengujian Kelayakan Model dengan Modifikasi

Setelah dilakukan pengujian, ternyata ada beberapa indikator

yang dinyatakan kurang layak mewakili variabel latennya. Indikator-

46

indikator yang kurang layak tersebut, tidak disertakan pada pengujian

model berikutnya. Metode estimasi yang dipilih pada penelitian ini

adalah Maximum Likelihood Estimates (MLE). Setelah dilakukan

pengujian model dengan hanya menyertakan indikator-indikator yang

memiliki nilai Standardized Regression Weights lebih besar dari 0,5

maka terbentuklah model yang dinyatakan fit. Hasil modifikasi model

seperti Gambar 4.6 berikut ini:

Gambar 4.6 Konstruk Model Agrowisata Blimbingsari Teringrasi

Dari beberapa kriteria untuk mengukur model yang fit, yakni

X2-Chi Square, RMSEA, CMIN/DF, TLI, dan CFI menunjukkan bahwa

model dapat dikatakan fit atau disimpulkan bahwa model teoretis

sesuai dengan fakta empiris dari penelitian yang telah dilakukan.

47

Tabel 4.14 Hasil Modifikasi Model

Goodness of Fit Index

Cut off Value Result Keputusan

X2-Chi Square Diharapkan Kecil 259,572 Fit/Sesuai RMSEA ≤ 0,08 0,078 Moderate GFI ≥ 0,90 0,806 Kurang Sesuai AGFI ≥ 0,90 0,747 Kurang Sesuai CMIN/DF ≤ 3,00 1,612 Fit/Sesuai TLI ≥ 0,95 0,865 Kurang Sesuai CFI ≥ 0,95 0,885 Kurang Sesuai Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

3. Pengujian Hipotesis Penelitian

Setelah semua asumsi dapat dipenuhi, selanjutnya akan

dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana diajukan pada bab

sebelumnya. Pengujian delapan hipotesis penelitian ini dilakukan

sebagai berikut.

Tabel 4.15 Bobot Regresi Hubungan Struktural

No Hubungan Standardized

Regression Weights

C.R. P-

Value Keputusan

1 Y. (Keberlanjutan)

X.2 (Faktor Penarik)

.732 4.452 *** Signifikan

2 Y (Keberlanjutan)

X.1 (Faktor Pendorong)

-.218 -1.764 .078 Tidak Signifikan

Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

Dari pengolahan data primer pada model tersebut di atas,

hipotesis penelitian dapat dijawab sebagai berikut ini:

a. Bagaimanakah pengaruh Faktor Pendorong (X1) terhadap

Keberlanjutan Agrowisata Blimbingsari (Y1)?

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh (X1) Faktor

Pendorong terhadap (Y1) Keberlanjutan Agrowisata ditunjukkan

oleh nilai CR (critical ratio) sebesar –1,764 dan dengan

probabilitas sebesar 0,078. Kedua nilai tersebut tidak memenuhi

syarat untuk penerimaan H1 yaitu nilai CR yang lebih kecil dari

1,96 dan probabilitas yang lebih besar dari 0,05. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa (X1) Faktor Pendorong

48

tidak berpengaruh signifikan terhadap (Y1) Keberlanjutan

Agrowisata. Hubungan teoritis kedua variabel tersebut

dinyatakan tidak sesuai fakta empiris sehingga hubungan yang

terjadi dapat dikatakan tidak signifikan. Kesimpulan lain yang

dapat dinyatakan adalah factor pendorong yang dimiliki oleh

wisatawan belum mampu mengarahkan tujuan kunjungannya

ke Desa Wisata Blimbingsari, dan diduga factor lainlah yang

menyebabkan para wisatawan mengarahkan kunjungannya ke

Desa Wisata (Agrowisata). Indikator-indikator dari factor

pendorong wisatawan untuk berkunjung ke Desa Wisata

Blimbingsari adalah sebagai berikut ini:

Tabel 4.16 Faktor Pendorong Wisatawan Berkunjung

ke Desa Wisata Blimbingsari

Kode Nama Indikator

X1.2 Mengunjungi tempat-tempat baru

X1.3 Belajar dan mengalami hal-hal baru

X1.6 Menemui orang-orang dan bersosialisasi

X1.9 Memperkaya intelektualitas

X1.10 Melatih fisik

X1.11 Mengunjungi keluarga dan teman- teman. Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

b. Bagaimanakah pengaruh Daya Tarik Desa Wisata (X2)

terhadap Keberlanjutan (Y1) Agrowisata Blimbingsari?

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh (X2) Faktor

Penarik terhadap (Y1) Keberlanjutan Desa Wisata (Agrowisata)

Blimbingsari ditunjukkan oleh nilai CR (critical ratio) sebesar

4,452dan dengan probabilitas sebesar ***. Kedua nilai tersebut

telah memenuhi syarat untuk penerimaan H1 yaitu nilai CR yang

lebih besar dari 1,96 dan probabilitas yang lebih kecil dari 0,05.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa (X2) Faktor Penarik

berpengaruh signifikan terhadap (Y1) Keberlanjutan Desa

Wisata (Agrowisata) Blimbingsari. Hubungan teoritis kedua

variabel tersebut dinyatakan telah sesuai dengan fakta empiris

49

sehingga hubungan yang terjadi dapat dikatakan signifikan.

Kesimpulan lain yang dapat dinyatakan adalah factor penarik

yang dimiliki oleh Desa Wisata (Agrowisata) Blimbingsari telah

mampu mengarahkan tujuan wisatawan berwisata ke Desa

tersebut. Indikator-indikator dari factor penarik wisatawan

datang Desa Wisata (Agrowisata) Blimbingsari adalah sebagai

berikut ini:

Tabel 4.17 Faktor Penarik

Desa Wisata (Agrowisata) Blimbingsari

Kode Nama Indikator

X2.1 Keunikan Desa

X2.3 Aktivitas Masyarakat Desa

X2.4 Budaya/Adat/Tradisi

X2.5 Keindahan Alam Desa

X2.6 Penginapan

X2.7 Kuliner

X2.8 Fasilitas umum

X2.9 Visitor Center

X2.10 Jarak dari Bandara

X2.11 Jarak dari Ibu Kota

X2.12 Ketersediaan Transportasi Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

c. Bagaimanakah dengan keberlanjutan Desa Wisata

(Agrowisata) Blimbingsari?

Indikator-indikator yang telah dinyatakan berkaitan erat

dengan keberlanjutan Desa Wisata (Agrowisata) Blimbingsari

adalah sebagai berikut ini:

Tabel 4.18 Faktor Keberlanjutan

Desa Wisata (Agrowisata) Blimbingsari

Kode Nama Indikator

Y2.1 Kesediaan merekomendasi teman atau keluarga

Y2.2 Keinginan berkunjung kembali

Y2.3 Dukungan masyarakat lokal Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

50

Secara empiris, keberlanjutan desa wisata atau desa

agrowisata ditentukan oleh tiga indikator penting. Tiga

indikator tersebut adalah kesediaan para pengunjung untuk

merekomendasi teman atau keluarga agar bersedia berwisata ke

daya tarik wisata agro, adanya niat atau keinginan para

wisatawan untuk berkunjung kembali di masa yang akan

datang, dan yang paling penting adanya dukungan masyarakat

lokal.

Model Pengembangan Agrowisata Terintegrasi Blimbingsari

Gambar 4.7 Model Pengembangan Agrowisata Terintegrasi

Blimbingsari

51

Model Pengembangan Agrowisata Terintegrasi dapat dijelaskan

sebagai berikut ini:

Indikator-indikator dari factor pendorong wisatawan

berkunjung ke Desa Blimbingsari dapat dijadikan alasan yang kuat

untuk melakukan pengembangan dan inovasi Desa Wisata

Blimbingsari. Terdapat enam indikator yang mendorong wisatawan

datang ke desa tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut: (1)

mengunjungi tempat-tempat baru, (2) belajar dan mengalami hal-hal

baru, (3) menemui orang-orang dan bersosialisasi, (4) memperkaya

intelektualitas, (5) melatih fisik, dan (6) mengunjungi keluarga dan

teman- teman. Indikator tersebut menunjukkan bahwa fasilitas atau

daya tarik wisata buatan (man made) dapat dikembangkan untuk

memenuhi keinginan para pengunjung.

Tabel 4.19 Fasilitas yang perlu dibangun

No Nama Indikator Kemungkinan Fasilitas (made made)

yang dapat dikembangkan

1. Mengunjungi tempat-tempat baru

Museum botani, dan agro shop

2. Belajar dan mengalami hal-hal baru

3. Menemui orang-orang dan bersosialisasi

Ruang pertemuan atau rest area

4. Memperkaya intelektualitas

Perpustakaan Desa

5. Melatih fisik Sport Tracking area

6. Mengunjungi keluarga dan teman- teman.

Suvenir Shop Desa

Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

Indikator-indikator dari factor penarik wisatawan berkunjung

ke Desa Blimbingsari dapat dijadikan alasan yang kuat juga untuk

melakukan pengembangan dan inovasi Desa Wisata Blimbingsari.

52

Tabel 4.20 Aktivitas yang perlu digalakkan

No Nama Indikator Kemungkinan Aktivitas yang dapat

dikembangkan

1. Keunikan Desa Membuat gerbang pekarangan rumah Bali style.

2. Aktivitas Masyarakat Desa

Melestarikan tradisi dan budaya yang diaktualisasi dengan kondisi Agama masyarakat setempat 3. Budaya/Adat/Tradisi

4. Keindahan Alam Desa Melestarikan alam dan lingkungan agar bebas dari sampah dan plastik

5. Penginapan Melatih masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan Tata Graha

6. Kuliner Melatih masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan Tata Boga.

7. Fasilitas umum Melatih masyarakat dengan pengetahuan Higiene dan sanitasi umum.

8. Visitor Center Melatih Komite pariwisata dengan pengetahuan dan keterampilan Administrasi, database, dan Internet.

9. Jarak dari Bandara Membuat paket wisata yang memungkinkan wisatawan menginap di Desa Blimbingsari, misalnya paket 3 malam dengan jadwal kegiatan yang jelas,

10. Jarak dari Ibu Kota

11. Ketersediaan Transportasi

Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

Indikator-indikator dari faktor loyalitas wisatawan atau

pengunjung ke Desa Blimbingsari dapat dijadikan alasan yang kuat

juga untuk melakukan pengembangan dan inovasi Desa Wisata

Blimbingsari.

Tabel 4.21 Program yang perlu dikembangkan

No Nama Indikator Kemungkinan program yang dapat

dikembangkan

1. Kesediaan merekomendasi teman atau keluarga

Memberikan pelayanan yang prima kepada para pengunjung

2. Keinginan berkunjung kembali

Menyediakan tempat khusus yang memungkinkan para pengunjung untuk melekatkan memori mereka, misalnya bidang

53

No Nama Indikator Kemungkinan program yang dapat

dikembangkan

tembok atau dinding yang boleh di tuliskan nama dan tanda tangan.

3. Dukungan masyarakat lokal

Tetap mempertahankan sistem CBT yang telah berkembang saat ini, dan menambah unit atau divisi untuk melayani pengunjung.

Sumber: Lampiran Hasil Uji Konstruk Modifikasi Model

54

PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT

(PKM) DESA WISATA BLIMBINGSARI

Desa Blimbingsari terletak di Kecamatan Melaya, Kabupaten

Jembrana, Bali, dengan penduduk mayoritas beragama Kristen

Protestan di tengah-tengah masyarakat Bali yang sebagian besar

menganut agama Hindu. Warga desa yang merupakan orang-orang

Bali asli ini walau telah berpindah agama namun tidak meninggalkan

kebudayaan asli mereka. Keunikan desa ini dapat dilihat dari

arsitektur gereja yang jika dilihat dari depan tampak seperti sebuah

pura. Tata ruang dalam membangun desa pun masih memegang

kebudayaan Bali yang kuat.

Gambar 5.1 Kantor Desa Wisata Blimbingsari

55

Desa ini menjadi desa wisata yang sejak 16 Desember 2011

ditetapkan sebagai desa wisata oleh Gubernur Bali dan diresmikan

oleh Bupati Jembrana pada tanggal 25 Desember 2011 tentu saja tidak

terjadi dengan begitu saja. Sebuah perjalanan yang sangat panjang

telah dilalui oleh Desa Blimbingsari sehingga menjadi desa yang

makmur. Desa Blimbingsari terletak sekitar 25 km ke arah barat pusat

kota Negara, Jembrana yang merupakan desa Kristen pertama di Bali

dengan mayoritas penduduknya yang beragama Kristen.

Permasalahan Mitra

Permasalahan warga Desa Wisata Blimbingsari yang menjadi

prioritas untuk dipecahkan adalah minimnya pengetahuan tentang

pentingnya hygiene dan sanitasi, serta rendahnya pengetahuan dan

keterampilan penataan hidangan. Masalah lainnya yang segera

menjadi prioritas adalah rendahnya pengetahuan dan keterampilan

penataan kamar atau akomodasi yang telah dikelola oleh kelompok

masyarakat di desa tersebut. Sebelum ditetapkan menjadi desa wisata,

desa tersebut telah didampingi oleh Universitas Dhyana Pura dalam

hal ini Lembaga Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat khusus dalam

bidang kepariwisataan. Setelah menjadi desa wisata, banyak kendala

yang dihadapi oleh desa tersebut khususnya yang berhubungan aspek

pemasaran, penataan akomodasi, dan penataan kuliner.

Kelompok usaha jasa akomodasi yang telah ada di desa tersebut

sangat memerlukan adanya pendampingan terhadap manajemen tata

graha berupa penataan akomodasi yang sesuai dengan harapan

wisatawan, namun tetap bernuansa perdesaan serta sesuai dengan

kemampuan penyediaan akomodasi kelompok usaha jasa akomodasi

yang ada di Desa Wisata Blimbingsari. Rupanya kendala lainnya juga

sedang dihadapi oleh masyarakat desa tersebut yakni kendala

terhadap aspek hygiene dan sanitasi makanan dan minuman yang

dihadapi oleh kelompok usaha jasa kuliner. Kelompok tersebut, sangat

memerlukan pendampingan terhadap usahanya agar sajian yang

diberikan oleh kelompok jasa kuliner tersebut sesuai dengan harapan

56

para wisatawan yang menginap di desa tersebut. Kedua kelompok

tersebut di atas adalah kelompok vital pendukung keberlanjutan desa

wisata Blimbingsari karena letak desa ini cukup jauh dari pusat-pusat

kota yang biasa menjual makanan dan minuman, dan jasa akomodasi

sehingga penyediaan jasa akomodasi dan kuliner di desa tersebut

menjadi amat vital.

Gambar 5.2 Sosialisasi Tata Hidangan bersama Warga Mitra Desa

Wisata Blimbingsari

Hasil dari pendampingan pada kedua kelompok usaha tersebut

adalah terjadinya peningkatan kinerja kelompok yang mampu

menyediakan layanan akomodasi dan kuliner yang sesuai dengan

harapan wisatawan, baik dari aspek hygiene, sanitasi, budaya

setempat. Tingkat kunjungan wisatawan ke Desa Wisata tersebut

semakin meningkat seiring mudahnya mendapatkan informasi

tentang keunikan dan daya tarik desa, akomodasi, dan paket wisata

yang disediakan oleh warga desa. Penelusuran tentang berbagai

informasi dapat di lihat dari Youtube, Traveloka, Booking, dan

tentunya dari website/blog tentang Desa Wisata Blimbingsari.

57

Kelompok Usaha Jasa Akomodasi, dan Usaha Jasa Boga

Sebelum ditetapkan menjadi Desa Wisata, sebagian masyarakat

telah menyiapkan rumah mereka menjadi akomodasi bagi para

wisatawan yang mengunjungi desa wisata tersebut. Permasalahan

nyata yang dihadapi oleh kelompok usaha jasa akomodasi tersebut

adalah rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam

penataan kamar sehingga amat memerlukan pendampingan dari

perguruan tinggi yang memiliki dosen pariwisata khususnya yang

kompeten dengan penataan kamar. Pendampingan dengan

memberikan program pelatihan kepada para anggota kelompok usaha

akomodasi adalah solusi yang ditawarkan dan dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam penataan kamar.

Kelompok usaha lainnya yang menghadapi permasalahan adalah

kelompok usaha jasa boga atau kuliner. Bagi para wisatawan,

makanan tidak saja rasa enak, tetapi juga masalah seni penataan dan

etika. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat

berkaitan dengan hal ini, telah menjadi kendala dalam usaha

memuaskan wisatawan sehingga permasalahan ini prioritas untuk

dituntaskan. Pendampingan dengan memberikan program pelatihan

kepada para anggota kelompok usaha jasa boga adalah solusi yang

ditawarkan dan dipercaya dapat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan masyarakat dalam penataan makanan dan minuman

yang dihidangkan untuk para wisatawan.

58

Gambar 5.3 Sosialisasi Internet bersama Warga Mitra Desa

Wisata Blimbingsari

Secara keseluruhan, pengelola desa wisata juga mengalami

permasalahan pemasaran yang tampak dari minimnya tingkat

kunjungan, dan masalah aksesibilitas karena jarak Desa Blimbingsari

yang tergolong cukup jauh dari Pusat Kota Denpasar yakni sekitar 100

km. Permasalahan ini dipercaya dapat diatasi dengan penyediaan

brosur online dalam bentuk website yang menyediakan

program/paket wisata agar para wisatawan lebih tertarik untuk

menginap di desa tersebut, tidak sekadar berkunjung singgah saja.

Paket wisata menginap telah berdampak langsung terhadap

peningkatan permintaan terhadap kamar, dan kuliner.

Untuk Masyarakat Calon Pengusaha (Tracking dan Wisata Agro)

Keberhasilan kedua kelompok di atas, berdampak terhadap

peluang usaha lainnya di desa tersebut. Paket-paket wisata dapat

dirancang lebih lengkap dengan mengintegrasikan dengan usaha

lainnya seperti usaha tracking menyusuri Taman Nasional Bali Barat

karena desa tersebut berbatasan secara langsung. Terciptanya usaha

tracking dapat membuka peluang kerja bagi para pemuda di desa

tersebut.

59

Gambar 5.4 Sosialisasi Tata Boga bersama Warga Mitra Desa

Wisata Blimbingsari

Kelompok usaha lainnya yang dapat dikembangkan adalah

usaha wisata agro kelapa, Desa Blimbingsari memang telah dikenal

sebagai penghasil buah kelapa. Buah kelapa yang dihasilkan oleh

warga desa Blimbingsari dijual dalam bentuk biji kering sebagai bahan

minyak goreng. Usaha agro seperti wisata edukasi pembuatan gula

merah, memetik buah kelapa muda (degan) dan sejenisnya dapat

dikembangkan jika memang tingkat kunjungan ke desa wisata

tersebut bertumbuh secara konsisten, dan sekaligus menjadikan paket

wisata agro sebagai daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung

desa tersebut.

60

Gambar 5.5 Sosialisasi Tata Boga bersama Warga Mitra Desa

Wisata Blimbingsari

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tim pengab-

dian menawarkan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Solusi dan Target Luaran Solusi

1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat

dalam penataan kamar (Tata Graha).

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat

berkaitan dengan jasa boga khususnya masalah penataan serta

hygiene dan sanitasi (Tata Boga)

3. Meningkatkan kunjungan ke Desa wisata Blimbingsari

(Promosi)

4. Meningkatkan aksesibilitas karena jarak Desa Blimbingsari yang

tergolong cukup jauh dari Pusat Kota Denpasar yakni 100 km

(Paket Wisata menginap)

5. Memiliki media promosi yang efektif dan efisien (Website)

6. Memiliki visitor center yang akurat khususnya berhubungan

dengan pendataan wisatawan (Pusat layanan informasi wisata

desa)

61

Solusi yang Telah Dilakukan

1. Menyelenggarakan pelatihan Tata Graha untuk mengatasi

rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam

penataan kamar.

2. Menyelenggarakan pelatihan Tata Boga untuk mengatasi

rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat

berkaitan dengan jasa boga khususnya masalah penataan serta

hygiene dan sanitasi.

3. Menyelenggarakan pelatihan promosi pariwisata kepada

anggota komite pariwisata desa Blimbingsari untuk mengatasi

minimnya tingkat kunjungan ke Desa wisata Blimbingsari.

4. Menyelenggarakan pelatihan pembuatan paket wisata pedesaan

untuk mengatasi masalah aksesibilitas karena jarak Desa

Blimbingsari yang tergolong cukup jauh dari Pusat Kota

Denpasar yakni 100 km.

5. Menyelenggarakan pelatihan internet untuk para anggota

komite pariwisata untuk mengatasi media promosi yang efektif

dan efisien dalam bentuk Website.

6. Menyelenggarakan sosialisasi tentang pentingnya visitor center

dan database untuk masalah yang berhubungan dengan

pendataan wisatawan dan pelayanan informasi kepada

wisatawan maupun calon wisatawan.

Hasil dan Pembahasan

Target pengabdian pada masyarakat ini adalah kelompok UKM

usaha Jasa Akomodasi, dan usaha jasa akomodasi yang ada di Desa

Wisata Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana,

Provinsi Bali. Perkembangan Desa Wisata Blimbingsasri menurut

ketua kelompok usaha jasa boga, dan akomodasi menyampaikan

kepada ketua tim pengabdian bahwa masih rendahnya pengetahuan

dan keterampilan masyarakat dalam penataan kamar, masih

rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat berkaitan

dengan jasa boga khususnya masalah penataan serta hygiene dan

62

sanitasi, masih minimnya tingkat kunjungan ke Desa wisata

Blimbingsari karena kurangnya promosi, masalah aksesibilitas karena

jarak Desa Blimbingsari yang tergolong cukup jauh dari Pusat Kota

Denpasar yakni 100 km, belum memiliki media promosi yang efektif

dan efisien seperti Website, dan belum memiliki visitor center yang

akurat khususnya berhubungan dengan pendataan wisatawan

sehingga sering terjadi kendala terhadap layanan pusat layanan

informasi wisata desa.

Metode Pelaksanaan

Lokasi PKM ini dilaksanakan di Desa Wisata Blimbingsari,

Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembarana, Bali ke arah Tabanan

menuju Gilimanuk. Program dan solusi yang ditawarkan adalah

program yang bersifat nyata dalam rangka peningkatan pengetahuan

dan keterampilan para anggota kelompok usaha jasa boga, dan

akomodasi yang telah berkembang di Desa Blimbingsari.

Gambar 5.6 Kegiatan Sosialisasi Pengelolaan Homestay bersama

Warga Mitra Desa Wisata Blimbingsari

63

Metode yang digunakan pada program PKM ini adalah

sosialisasi yang bertujuan meningkatkan aspek pengetahuan para

anggota kelompok usaha, baik itu usaha Jasa Boga, maupun

Akomodasi. Selain sosialisasi, PKM ini juga menggunakan metode

pelatihan untuk menerapkan teknik Tata Boga Tata Hidangan, Tata

Graha, dan teknik promosi yang efektif dan efisien.

Kegiatan Sosialisasi

Bertempat di Balai Desa Blimbingsari Tim Pengabdian

Masyarakat Undhira yang didukung oleh Kemenristekdikti RI datang

dengan Ketua Tim yaitu Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, dan Dr. I Wayan

Ruspendi Junaedi beserta para anggota tim lapangan yaitu Christine

Suyasa, BS., M.Par (Dosen Tata Graha), Sidhi Bayu Turker, SH, M.Par

(Dosen Pariwisata), Ni Kadek Widya Astuti, SE., M.Par (Dosen

Pariwisata), Dra. Ni Made Erpia Ordani Astuti, M.Pd (Dosen Tata

Boga), dan I Gede Agus Mertayasa, S.E., M.M. (Dosen Tata Hidang).

Kegiatan diikuti oleh hampir 60 peserta yang terdiri dari perangkat

Pemerintahan Desa Blimbingsari, pemilik guesthouse dan pengurus

Komite Pariwisata Desa Blimbingsari.

Sosialisasi dilaksanakan secara konvensional dengan cara

mengundang atau menghadirkan peserta dalam suasana belajar yang

interaktif. Sosialisasi tentang pentingnya penataan kamar yang

terstandar (Tata Graha), dan Tata Boga serta Hidangan akan

disampaikan oleh tenaga dosen (pakar) dan praktisi pariwisata serta

perhotelan. Sosialisasri tersebut juga menghadirkan kepala Desa

Blimbingsari sebagai pembuka acara dan motivator agar para anggota

bersemangat mengikuti program sosialisasi tersebut.

Perbekel Desa Blimbingsari I Made John Ronny menyampaikan

dalam sambutannya bahwa Desa Blimbingsari sangat konsen dalam

pariwisata. “Pemerintah desa membentuk Komite Pariwisata

Blimbingsari yang bertugas untuk mengelola pariwisata dan

pokdarwis Desa Blimbingsari, Pemerintah tingkat II kabupaten

Jembrana juga sangat mendukung dengan adanya desa wisata

64

Blimbingsari dengan mengadakan sosialisasi maupun pelatihan, serta

ada beberapa kunjungan dari Komite Pariwisata desa lain juga

membantu kami untuk saling belajar dan bersinergi dalam

memperkuat fondasi pariwisata desa Blimbingsari”. Pelaksanaan

Program Kemitraan Masyarakat Desa Wisata Blimbingsari yang telah

dilaksanakan memberikan solusi sebagai berikut:

Gambar 5.7 Pelatihan Tata Graha.

Saksikan di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=BtZISZZzSkY

Penerapan Teknik Tata Graha dengan cara menyelenggarakan

pelatihan Tata Graha untuk mengatasi rendahnya pengetahuan dan

keterampilan masyarakat dalam penataan kamar. Target setiap

anggota kelompok mampu menerapkan teknik penataan kamar yang

sesuai dengan standar Tata Graha Hotel dan hasilnya pada akhir

pengabdian anggota mitra mampu menata kamar dengan Teknik Tata

Graha hotel.

Penerapan Teknik Tata Penataan Makanan dan minuman (Tata

Hidangan) restoran formal dengan cara menyelenggarakan pelatihan

Tata Boga untuk mengatasi rendahnya pengetahuan dan keterampilan

masyarakat berkaitan dengan jasa boga khususnya masalah penataan

65

serta hygiene dan sanitasi dan hasilnya pada akhir pengabdian

anggota mitra mampu menata Hidangan dengan Teknik Tata

Hidangan ala restoran.

Gambar 5.8 Pelatihan Tata Hidangan

Saksikan di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=PE5ZKdW8rT

Penerapan teknologi informasi sebagai media promosi yang

efektif, namun efisien dengan cara menyelenggarakan pelatihan

promosi pariwisata kepada anggota komite pariwisata desa

Blimbingsari untuk mengatasi minimnya tingkat kunjungan ke Desa

wisata Blimbingsari sehingga setiap anggota kelompok mampu

menerapkan teknik promosi dengan menggunakan media social

seperti Facebook, Twiter, WA, Line, dan sejenisnya.

66

Gambar 5.9 Pelatihan Internet

Saksikan di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=dAr9U0M0158

Penerapan teknologi informasi sebagai media promosi yang

efektif, namun efisien dengan cara menyelenggarakan pelatihan

internet untuk para anggota komite pariwisata untuk mengatasi

media promosi yang efektif dan efisien dalam bentuk Website

sehingga Desa Wisata Blimbingsari memiliki profil yang lengkap

tentang berbagai hal yang terkait dengan kepariwisataan dan aspek

lain sebagai daya tarik wisata.

67

Gambar 5.10 Sosialisasi Visitor Center dan Database

Saksikan di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=lC465on6ePg

Penerapan teori industri hospitalitas dengan cara

menyelenggarakan sosialisasi tentang pentingnya visitor center dan

database untuk masalah yang berhubungan dengan pendataan

wisatawan dan pelayanan informasi kepada wisatawan maupun calon

wisatawan sehingga Komite Desa Wisata Blimbingsari memiliki

database yang lengkap tentang berbagai hal yang terkait dengan

kepariwisataan dan aspek lain sebagai daya tarik wisata.

68

Gambar 5.11 Penerapan Teori Industri Hospitalitas

Saksikan di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=RXrZuat_SXo

Penerapan teori industri hospitalitas, dan kepariwisataan

dengan cara Melakukan pendampingan kepada kelompok yang telah

terbentuk di desa Blimbingsari khususnya yang berkaitan dengan tata

kelola boga, akomodasi, rekreasi, aktivitas wisata, manajemen

keuangan koperasi desa, dan sejenisnya sehingga Komite Desa Wisata

Blimbingsari dan kelompok usaha yang telah berkembang, memiliki

mitra untuk dalam pengembangan usahanya.

Hasil Pretest dan Postest Kegiatan PKM Desa Wisata Blimbingsari

Setelah kedua kelompok Mitra diberikan sosialisasi dan

pelatihan pada Bulan April 2018 yang lalu, dan dilakukan

pendampingan hingga Bulan Agustus 2018, maka peningkatan

pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan kedua kelompok

yakni Mitra Kelompok Homestay (Tata Graha), dan Mitra Kelompok

Kuliner (Tata Boga) tampak telah mengalami peningkatan.

Peningkatan tersebut dapat dijelaskan sebagaimana Tabel berikut ini:

69

Tabel 4.1 Dampak Program Kemitraan Masyarakat pada Desa

Wisata Blimbingsari.

Nama Mitra

Pengetahuan dan

Keterampilan awal (Pretest)

Pengetahuan dan Keterampilan akhir (Postest)

Keterangan

Mitra Kelompok Homestay (Tata Graha)

Pengetahuan isi kamar homestay: meja, kursi, tempat tidur, almari, meja rias, ac, seprai, bed cover, bantal, rak handuk, handuk, sabun mandi, keset, gantungan baju.

Pengetahuan isi kamar homestay: seprai, kasur, bantal, selimut, bed cover, duvet, sarung bantal, meja hias, lemari, hanger, washtafel, kamar mandi, keset, vas bunga, toilet paper, tempat sampah, handuk, sabun,

Pengetahuan Anggota Mitra Homestay (Tata Graha) meningkat setelah mendapatkan sosialisasi tentang homestay seperti istilah asing, dan suplai wajib untuk sebuah homestay.

Keterampilan menata kamar homestay: Kamar ditata secara tradisional karena peralatan wajib serta suplai wajib untuk sebuah kamar homestay belum diketahui.

Keterampilan menata kamar homestay: Anggota mitra dapat menata kamar homestay sebagaimana layaknya menata kamar hotel karena telah mengetahui komponen wajib untuk kamar homestay seperti menata seprai, kasur, bantal, selimut, bed cover, duvet, sarung bantal, meja hias, lemari,

Keterampilan Anggota Mitra Homestay (Tata Graha) meningkat setelah mendapatkan pelatihan tentang penataan kamar homestay.

70

Nama Mitra

Pengetahuan dan

Keterampilan awal (Pretest)

Pengetahuan dan Keterampilan akhir (Postest)

Keterangan

hanger, washtafel, kamar mandi, dan menyediakan keset, vas bunga, toilet paper, tempat sampah, handuk, sabun,

Mitra Kelompok Kuliner (Tata Boga)

Pengetahuan tentang jenis peralatan Tata Boga dan Jenis Hidangan: Anggota Mitra Kelompok Kuliner (Tata Boga) mengetahui beberapa alat dapur, beberapa jenis hidangan seperti nasi, sayur mayur, lauk pauk, buah, air putih, gula, kopi, teh, snack, tisu, gelas, sendok, piring.

Pengetahuan tentang jenis peralatan Tata Boga dan Jenis Hidangan: Anggota Mitra Kelompok Kuliner (Tata Boga) mengetahui istilah baru seperti: Hidangan pagi (sarapan), Makan siang, dan malam. Mitra juga mulai mengenal istilah seperti breakfast, lunch, dinner.

Pengetahuan Anggota Mitra Kuliner (Tata Boga) meningkat setelah mendapatkan sosialisasi tentang Tata Boga seperti istilah asing, dan Hidangan wajib untuk wisatawan.

Keterampilan menata Hidangan: Hidangan ditata secara tradisional karena

Keterampilan menata Hidangan: Hidangan ditata sesuai kaidah Tata Hidangan karena Anggota

Keterampilan Anggota Mitra Kuliner (Tata Boga) meningkat setelah mendapatkan pelatihan tentang penataan hidangan.

71

Nama Mitra

Pengetahuan dan

Keterampilan awal (Pretest)

Pengetahuan dan Keterampilan akhir (Postest)

Keterangan

peralatan wajib serta hidangan wajib untuk wisatawan belum diketahui.

Mitra telah mengetahui Jenis Hidangan seperti Hidangan Sarapan pagi, Hidangan Makan Siang, dan Hidangan Malam hari. Para Anggota Mitra mulai mengenal istilah estetika penataan hidangan seperti membuat makanan penutup, table manner, membuat garnis, dan menjaga kebersihan alat.

Penawaran homestay saat ini sudah include dengan sarapan pagi (breakfast) karena para anggota mitra telah mampu menyediakan hidangan sarapan.

Komite Pariwisata (Induk Organisasi Kelompok Mitra Kuliner dan Homestay)

Pengetahuan dan keterampilan para anggota komite yang menjadi induk beberapa kelompok mitra (termasuk Mitra Kelompok Kuliner dan homestay) tentang promosi masih

Pengetahuan dan keterampilan para anggota komite yang menjadi induk beberapa kelompok mitra (termasuk Mitra Kelompok Kuliner dan homestay) tentang promosi menjadi meningkat tentang promosi seperti media sosial seperti

Pengetahuan dan Keterampilan Anggota Mitra khususnya Pengelola Desa wisata mulai meningkat tentang tersedianya informasi tentang Desa Wisata Blimbingsari di beberapa kanal online seperti Traveloka, Booking Dot Com, Youtube, Facebook, blog, dan sebagainya. Berikut beberapa Kanal informasi Tentang Desa Wisata Blimbingsari Traveloka:

72

Nama Mitra

Pengetahuan dan

Keterampilan awal (Pretest)

Pengetahuan dan Keterampilan akhir (Postest)

Keterangan

terbatas pada promosi sederhana seperti: Pemasangan iklan di koran, penayangan kegiatan desa wisata di televisi, posting kegiatan di media sosial seperti Facebook.

Facebook, Youtube, menerima email dari grup yang akan datang ke Desa Wisata Blimbingsari, menambah kanal promosi tentang homestay di Traveloka, Booking Dot Com, dan siaran wisata yang diselenggarakan oleh salah satu media televisi nasional.

https://goo.gl/pjCor7 Booking dot com https://goo.gl/HxncpW Facebook https://goo.gl/ybNy9n Youtube https://goo.gl/fHbGC1 https://goo.gl/HJMQVe https://goo.gl/mnGe6z https://goo.gl/VcBgUW

Simpulan dan Implikasi

Setelah diselenggarakannya Program Kemitraan Masyarakat

terhadap kelompok Mitra Kuliner dan Homestay, peningkatan

pengetahuan dan keterampilan tentang penataan makanan dan

minuman, serta penataan kamar homestay telah mengalami

peningkatan yang nyata.

Peningkatan Pengetahuan tentang isi kamar homestay, seprai,

kasur, bantal, selimut, bed cover, duvet, sarung bantal, meja hias,

lemari, hanger, washtafel, kamar mandi, keset, vas bunga, toilet paper,

tempat sampah, handuk, sabun semakin meningkat sehingga saat ini

para pemilik homestay berani menawarkannya secara luas kepada

wisatawan. Keterampilan menata kamar homestay para anggota mitra

meningkat sebagaimana layaknya menata kamar hotel karena telah

mengetahui komponen wajib untuk kamar homestay seperti menata

seprai, kasur, bantal, selimut, bed cover, duvet, sarung bantal, meja

73

hias, lemari, hanger, washtafel, kamar mandi, dan menyediakan keset,

vas bunga, toilet paper, tempat sampah, handuk, sabun.

Peningkatan Pengetahuan tentang jenis peralatan Tata Boga dan

Jenis Hidangan terjadi secara nyata pada anggota Mitra Kelompok

Kuliner (Tata Boga), dan mereka mulai mengetahui istilah baru

seperti: Hidangan pagi (sarapan), Makan siang, dan malam. Mitra juga

mulai mengenal istilah seperti breakfast, lunch, dinner. Keterampilan

menata Hidangan para anggota mitra juga meningkat secara nyata.

Hidangan dapat ditata sesuai kaidah Tata Hidangan karena Anggota

Mitra telah mengetahui Jenis Hidangan seperti Hidangan Sarapan pagi,

Hidangan Makan Siang, dan Hidangan Malam hari. Dampak lainnya

dari Program Kemitraan Masyarakat ini adalah Para Anggota Mitra

mulai mengenal istilah estetika penataan hidangan seperti membuat

makanan penutup, table manner, membuat garnis, dan menjaga

kebersihan alat.

Dampak ikutan lainnya adalah pengetahuan dan keterampilan

para anggota komite yang menjadi induk beberapa kelompok mitra

(termasuk Mitra Kelompok Kuliner dan homestay) tentang promosi

menjadi meningkat tentang promosi seperti media sosial seperti

Facebook, Youtube, menerima email dari grup yang akan datang ke

Desa Wisata Blimbingsari, menambah kanal promosi tentang

homestay di Traveloka, booking dot com, dan siaran wisata yang

diselenggarakan oleh salah satu media televisi nasional.

Implikasi dari penyelenggaraan Program PKM Ristekdikti ini

menunjukkan bahwa masih banyak persoalan yang dihadapi oleh

kelompok-kelompok pengelola desa wisata yang perlu mendapat

pendampingan, sedangkan yang mendapatkan pendampingan hanya

baru dua kelompok saja yakni Mitra Kuliner, dan Mitra Homestay,

padahal di Desa Wisata Blimbingsari masih terdapat beberapa

kelompok yang belum mendapat pendampingan program sejenis ini.

Kelompok-kelompok lainnya yang ada di Desa Blimbingsari

seperti Kelompok Penangkaran Burung Jalak Bali, Kelompok Seni

Jegog, Kelompok Wanita Penabuh, Kelompok Pengrajin Cenderamata,

74

Kelompok Penggiat aktivitas tracking, kelompok agro Kakao,

Kelompok Agro Kelapa, dan sebagainya. Kelompok-kelompok ini perlu

mendapat pendampingan secara terintegrasi melalui program

kemitraan yang lebih besar di masa yang akan datang agar Desa

Wisata Blimbingsari dapat menjadi Desa Wisata Unggulan di Wilayah

Bali Barat.

Ucapan Terima Kasih

Melalui kesempatan ini, Tim pengabdian dengan setulus hati

mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Kementerian Riset dan Teknologi Perguruan Tinggi yang telah

memfasilitasi kegiatan pengabdian dalam bentuk pemberian Dana

Hibah Program Kemitraan Masyarakat tahun 2018.

75

MATERI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PAKET

TENTANG DAYA TARIK WISATA

Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata pada awal perkembangan pariwisata di

Indonesia adalah untuk mengistilahkan objek wisata, namun setelah

Peraturan Pemerintah (PP) pada tahun 2009 diterbitkan, kata objek

wisata selanjutnya tidak digunakan lagi untuk menyebut kata objek

wisata yang merupakan suatu daerah tujuan para wisatawan. Untuk

memahami pengertian dan makna dari kata daya tarik wisata

tersebut, berikut dijabarkan pengertian daya tarik wisata dari

beberapa sumber berikut ini:

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

2009, daya tarik wisata bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang

mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud

keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia

yang menjadi sasaran atau kunjungan para wisatawan. Sedangkan

menurut Yoeti (2006:164), menyatakan bahwa daya tarik wisata

adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

mengunjungi suatu daerah tertentu. Begitu juga dengan Pendit (2003:

35), menyatakan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang

menarik dan mempunyai nilai untuk dikunjungi dan dilihat. Pada

dasarnya, daya tarik wisata dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yakni daya tarik wisata alamiah, dan daya tarik wisata

buatan.

Daya tarik wisata alamiah adalah daya tarik wisata ciptaan

Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri dari keadaan alam, flora dan fauna,

sedangkan daya tarik wisata buatan merupakan hasil karya manusia

yang terdiri dari museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya,

wisata agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi,

dan kompleks hiburan. Lebih lanjut Pendit (2003) juga menyatakan

76

bahwa terdapat daya tarik wisata lainnya yakni minat khusus yang

merupakan suatu hal yang menjadi daya tarik sesuai dengan minat

dari wisatawannya seperti berburu, mendaki gunung, menyusuri gua,

industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-

tempat ibadah, tempat ziarah dan lainnya.

Paparan beberapa pengertian yang diberikan di atas tentang

daya tarik wisata, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud

dengan daya tarik wisata adalah segala sesuatu disuatu tempat yang

memiliki keunikan, keindahan, kemudahan dan nilai yang berwujud

keanekaragaman kekayaan alam maupun buatan manusia yang

menarik dan mempunyai nilai untuk dikunjungi dan dilihat oleh

wisatawan.

Lebih lanjut tentang faktor-faktor yang dapat menjadi daya tarik

wisata, menurut Pitana dan Gayatri, (2005: 56) mengidentifikasikan

terdapat 10 faktor yang menjadi faktor penarik suatu daerah menjadi

daya tarik wisata, yaitu: (1) iklim suatu daerah, (2) gencarnya usaha

promosi, (3) produk barang maupun jasa pada suatu daerah, (4) even-

even khusus, (5) insentif potongan harga dan sejenis, (6) ajakan

teman, (7) mengunjungi kerabat dan teman, (8) daya tarik wisata, (9)

budaya, dan (10) lingkungan alamiah maupun buatan manusia.

Dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang menentukan

wisatawan untuk membeli atau mengunjungi daya tarik wisata,

Ariyanto (2005), menyatakan ada lima faktor yang menentukan

seseorang untuk membeli jasa atau mengunjungi objek wisata, yaitu:

(1) lokasi, (2) fasilitas, (3) citra atau image, (4) harga atau tarif, dan

(5) pelayanan.

Jika melihat pengertian dan pendapat di atas, mengindikasikan

bahwa tidak semua tempat yang ada di suatu kawasan wisata dapat

dikelompokkan sebagai daya tarik daerah tujuan wisata. Terdapat

syarat-syarat yang mesti dapat dipenuhi untuk menjadi daya tarik

wisata pada tujuan wisata. Daya tarik daerah untuk tujuan wisata akan

mampu menarik wisatawan untuk mengunjunginya jika memenuhi

77

syarat-syarat untuk pengembangan daerahnya, Maryani (1991:11)

menyatakan syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

[1] Daya tarik yang dapat disaksikan (what to see), hal ini

mengisyaratkan bahwa pada daerah harus ada sesuatu yang

menjadi daya tarik wisata, atau suatu daerah mestinya

mempunyai daya tarik yang khusus dan atraksi budaya yang

bisa dijadikan sebagai hiburan bagi wisatawan. Apa yang

disaksikan dapat terdiri dari pemandangan alam, kegiatan,

kesenian, dan atraksi wisata.

[2] Aktivitas wisata yang dapat dilakukan (what to do), hal ini

mengisyaratkan bahwa di tempat wisata, menyaksikan sesuatu

yang menarik, wisatawan juga mesti disediakan fasilitas

rekreasi yang bisa membuat para wisatawan betah untuk

tinggal lebih lama di tempat tujuan wisata.

[3] Sesuatu yang dapat dibeli (what to buy), hal ini mengisyaratkan

bahwa tempat tujuan wisata mestinya menyediakan beberapa

fasilitas penunjang untuk berbelanja terutama barang suvenir

dan kerajinan rakyat yang bisa berfungsi sebagai oleh-oleh

untuk dibawa pulang ke tempat asal wisatawan.

[4] Alat transportasi (How to arrived), hal ini mesti mampu

dijelaskan bahwa untuk dapat mengunjungi daerah daya tarik

tujuan wisata tersebut, kendaraan apa yang digunakan dan

berapa lama wisatawan tiba ke tempat tujuan wisata yang akan

dituju.

[5] Penginapan (where to stay), hal ini menunjukkan bagaimana

wisatawan akan dapat tinggal untuk sementara selama mereka

berlibur. Untuk menunjang keperluan tempat tinggal sementara

bagi wisatawan yang berkunjung, daerah tujuan wisata perlu

mempersiapkan penginapan- penginapan, seperti hotel

berbintang atau hotel tidak berbintang dan sejenisnya.

78

Jenis-jenis Daya Tarik Wisata

Tipologi wisatawan merupakan aspek sosiologis wisatawan

yang menjadi bahasan yang penting karena terkait langsung dengan

persepsi wisatawan terhadap suatu objek wisata. Wisatawan dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Pitana, 2005)

[1] Allocentris, yaitu wisatawan hanya ingin mengunjungi tempat-

tempat yang belum diketahui, bersifat petualangan, dan mau

memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal.

[2] Psycocentris, yaitu wisatawan yang hanya ingin mengunjungi

daerah tujuan wisata sudah mempunyai fasilitas dengan standar

yang sama dengan di negaranya.

[3] Mid-Centris, yaitu terletak diantara tipologi Allocentris dan

Psycocentris

Gambar 6.1 Ilustrasi Wisatawan Allocentris

Sumber: http://www.travel-studies.com/blogs/orwell-staged-authenticity

79

Tipologi wisatawan perlu diketahui untuk tujuan perencanaan,

termasuk dalam pengembangan kepariwisataan. Tipologi yang lebih

sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan riil wisatawan

sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan objek wisata

sesuai dengan segmentasi wisatawan. Pada umumnya kelompok

wisatawan yang datang ke Indonesia terdiri dari kelompok wisatawan

psikosentris (Psycocentris). Kelompok ini sangat peka pada keadaan

yang dipandang tidak aman dan sangsi akan keselamatan dirinya,

sehingga wisatawan tersebut enggan datang atau membatalkan

kunjungannya yang sudah dijadwalkan (Darsoprajitno, 2001).

Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh

beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan

menjadi empat kelompok besar sebagai berikut: (1) Physical or

physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik antara lain

untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam

kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya. (2) Cultural motivation

yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian

daerah lain. (3)Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang

bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui

mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi

(prestice), melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan

dan seterusnya. (4) Fantasy motivation yaitu adanya motivasi di

daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang

menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (Pitana,

2005).

80

Gambar 6.2 Ilustrasi Wisatawan Psycocentris,

Sumber: http://bpi.ge/turizmis-departamenti-morig-media-turs-

maspindzlobs/

Wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata termotivasi

oleh beberapa faktor yakni: Kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial,

prestise, dan aktualisasi diri. Faktor-faktor pendorong untuk

berwisata sangatlah penting untuk diketahui oleh siapa pun yang

berkecimpung dalam industri pariwisata (Pitana, 2005). Dengan

adanya faktor pendorong, maka seseorang ingin melakukan

perjalanan wisata, tetapi belum jelas mana daerah yang akan dituju.

Interpretasi Faktor Pendorong dan Penarik Berwisata

Tabel 6.1. Pendorong dan Penarik Wisatawan untuk Berwisata

Faktor Pendorong (push factors) Faktor Penarik (pull factors) 1. Rest and relaxation (Beristirahat

dan relaksasi) 1. Safety of the destination (Jaminan

keselamatan pada destinasi) 2. Visit to new places (mengunjungi

tempat-tempat baru) 2. Location of accommodation

(Lokasi akomodasi) 3. Learn and experience new things

(Belajar dan mengalami hal-hal 3. Natural attractions (Daya tarik

alamiah)

81

Faktor Pendorong (push factors) Faktor Penarik (pull factors) baru)

4. Get away from stress (Menjauhkan diri dari stress)

4. Price of inclusive packages/ hotels (Harga paket yang inklusif/ hotel)

5. Escape from day-by-day activities (Melarikan diri dari kegiatan sehari-hari)

5. Variety of suitability of Food and Beverage (Berbagai makanan dan minuman yang sesuai)

6. Meet people and socialization (Menemui orang-orang dan bersosialisasi)

6. Historical attractions (Daya tarik sejarah)

7. Improve health and well-being

(Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan)

7. Cultural attractions (Daya tarik budaya)

8. Take challenge/experience and

adventure (Mencoba tantangan/ pengalaman dan petualangan)

8. Local transportation (Transportasi lokal)

9. Seek intellectual enrichment

(Memperkaya intelektualitas)

9. Convenient immigration and customs procedure (Kenyamanan urusan imigrasi dan prosedur beacukai)

10. Exercise physically (Melatih fisik)

10. Availability of medical facilities (Ketersediaan fasilitas medis)

11. Visit family and friends (Mengun-jungi keluarga dan teman-teman)

11. Infrastructure (Infrastrukutur Destinasi)

12. Service quality of travel agents (Kualitas layanan agen perjalanan)

13. Service quality of tour leaders and tour guide (Kualitas pelayanan tour leader dan pemandu wisata)

14. Hotel accessibility and disability features (Aksesibilitas hotel dan fasilitas untuk penyandang cacat/senior)

15. Special events and festivals (Acara khusus dan festival)

16. Leisure activities (Aktivitas wisata, rekreasi, dan hiburan)

Sumber: Esichaikul, (2012)

82

Pariwisata dapat dibedakan menurut motif wisatawan untuk

mengunjungi suatu tempat (Pendit, 1994). Jenis-jenis pariwisata

tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 6.3 Wisata Budaya ke Negeri Tiongkok

1. Wisata Budaya

Definisi wisata budaya adalah berwisata dengan menggunakan

kebudayaan sebagai daya tarik wisata. Unsur dari kebudayaan yang

dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan yaitu:

a. Masyarakat

b. Bahasa

c. Kerajinan tangan

d. Makanan dan kebiasaan makan

e. Kesenian dan Musik

f. sejarah suatu daerah

g. Teknologi dan cara kerja

83

h. Agama

i. Karakterisitk dan bentuk daerah tujuan wisata

j. Cara berpakain penduduk

k. Pola atau sistem pendidikan

l. Aktivitas pada waktu luang atau senggang.

Indonesia adalah salah satu negara yang punya ragam

kebudayaan, karenanya banyak wisatawan mancanegara dan lokal

yang menyukai berbagai jenis budaya Indonesia dan itu juga termasuk

dalam wisata budaya. Dua belas unsur kebudayaan di atas banyak di

kemas dengan sengaja untuk menarik para wisatawan dan

mempunyai maksud agar lebih menarik.

Dari kamus besar bahasa Indonesia pengertian wisata budaya

adalah bepergian bersama-sama dengan tujuan mengenali budaya di

tempat yang akan di tuju. Ada juga yang berpendapat bahwa wisata

budaya itu terjadi karena dorongan dari adanya objek-objek wisaya

yang berupa hasil dari budaya setempat, seperti upacara agama, ada

istiadat, tata kehidupan masyarakat. Peninggalan sejarah, hasil seni,

kerajinan rakyat dan lain-lainya.

Dampak negatif dari wisata budaya terhadap kelangsungan

budaya itu sendiri adalah:

Terjadi transformasi dari aktifitas sosial ke arah penduduk dan

perkenalan dengan ekonomi baru itu akan merubah tata nilai

kultur dan tatanan masyarakat.

Dengan adanya komersialisasi budaya yang berlebihan akan

berdampak pada upaya merubah kultur budaya apabila di nilai

kurang ekonomis.

Akan terjadi interaksi antara masyarakat tradisional dengan

masyarakat modern akn timbul kemungkinan terjadinya efek

saling mempengaruhi dan itu akan merubah pola kehidupan

masyarakat

Berbagai Daya tarik wisata budaya yang menjadi dorongan

wisatawan:

84

Wisatawan akan meriset dan meneliti secara ilmiah, serta

melakukan kegiatan lain yang bersifat pendidikan kebudayaan.

Event acara pertunjukan yang di bungkus dari adat istiadat atau

budaya masyarakat setempat.

Unsur benda yang di buat oleh para nenek moyang sejak zaman

dahulu kala.

Unsur lain yang di kemas dalam acara wisata sejarah dan wisata

pendidikan.

Demi kelangsungan dan untuk mempertahankan budayanya

maka sekarang banyak tempat wisata budaya yang sekuat tenaga

mempertahankan budaya yang ada dan menjaganya agar tidak rusak.

2. Wisata Maritim atau Bahari

Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga di

air, lebih–lebih di danau, pantai, teluk, atau laut seperti memancing,

berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi

berselancar, balapan mendayung, melihat–lihat taman laut dengan

pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi

perairan yang banyak dilakukan di daerah–daerah atau negara–negara

maritim, di Laut Karibia, Hawaii, Tahiti, Fiji dan sebagainya. Di

Indonesia banyak tempat dan daerah yang memiliki potensi wisata

maritim ini, seperti misalnya Pulau–pulau Seribu di Teluk Jakarta,

Danau Toba, pantai Pulau Bali dan pulau–pulau kecil di sekitarnya,

taman laut di Kepulauan Maluku dan sebagainya. Jenis ini disebut pula

wisata tirta.

85

Gambar 6.4 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Bahari Raja Ampat

Sumber: www.booking.com (2017)

3. Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi)

Untuk jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh

agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha–usaha dengan

jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman

lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang

kelestariannya dilindungi oleh undang–undang. Wisata cagar alam ini

banyak dilakukan oleh para penggemar dan pecinta alam dalam

kaitannya dengan kegemaran memotret binatang atau marga satwa

serta pepohonan kembang beraneka warna yang memang mendapat

perlindungan dari pemerintah dan masyarakat. Wisata ini banyak

dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa

udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang

langka serta tumbuh–tumbuhan yang jarang terdapat di tempat–

tempat lain. Di Bali wisata Cagar Alam yang telah berkembang seperti

Taman Nasional Bali Barat dan Kebun Raya Eka Karya

86

Gambar 6.5 Ilustrasi Daya Tarik Wisata

Kebun Binatang Ragunan Jakarta

4. Wisata Konvensi

MICE diartikan sebagai wisata konvensi, dengan batasan: usaha

jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha

dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan

sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan dan

sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan

dengan kepentingan bersama (Pendit, 1999:25). Mice sebagai suatu

kegiatan kepariwisataan yang aktivitasnya merupakan perpaduan

antara leisure dan business, biasanya melibatkan sekelompok orang

secara bersama-sama, rangkaian kegiatannya dalam bentuk meetings,

incentive travels, conventions, congresses, conference dan exhibition

(Kesrul, 2004:3).

87

Gambar 6.6 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Konvensi

(Nusa Dua Convention Center)

a. Meeting: Meeting adalah istilah bahasa inggris yang berarti

rapat, pertemuan atau persidangan. Meeting merupakan suatu

kegiatan yang termasuk di dalam MICE. Menurut Kesrul

(2004:8), Meeting Suatu pertemuan atau persidangan yang

diselenggarakan oleh kelompok orang yang tergabung dalam

asosiasi, perkumpulan atau perserikatan dengan tujuan

mengembangkan profesionalisme, peningkatan sumber daya

manusia, menggalang kerja sama anggota dan pengurus,

menyebarluaskan informasi terbaru, publikasi, hubungan

kemasyarakatan. Menurut Kesrul (2004:3), “Meeting adalah

suatu kegiatan kepariwisataan yang aktivitasnya merupakan

perpaduan antara leisure dan business, biasanya melibatkan

orang secara bersama-sama”.

b. Incentive: Undang-undang No.9 tahun 1990 yang dikutip oleh

Pendit (1999:27), Menjelaskan bahwa perjalanan insentif

merupakan suatu kegiatan perjalanan yang diselenggarakan

oleh suatu perusahaan untuk para karyawan dan mitra usaha

88

sebagai imbalan penghargaan atas prestasi mereka dalam kaitan

penyelenggaraan konvensi yang membahas perkembangan

kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Menurut Kesrul

(2004:18), bahwa insentif merupakan hadiah atau penghargaan

yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawan, klien,

atau konsumen. Bentuknya bisa berupa uang, paket wisata atau

barang. Menurut Any Noor (2007:5) yang dikutip dari SITE

1998 dalam Rogers 2003, juga memberikan definisi mengenai

incentive adalah incentive travel is a global management tool

that uses an exceptional travel experience to motivate and/or

recognize participants for increased levels of performance in

support of the organizational goals.

Gambar 6.7 Wisata Incentive London

Sumber: Corporate Business Portrait Service (2018)

c. Conference: Menurut (Pendit, 1999: 29), Istilah conference

diterjemahkan dengan konferensi dalam bahasa Indonesia yang

mengandung pengertian sama. Dalam praktiknya, arti meeting

89

sama saja dengan conference, maka secara teknis akronim mice

sesungguhnya adalah istilah yang memudahkan orang

mengingatnya bahwa kegiatan-kegiatan yang dimaksud sebagai

perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan sebuah

meeting, incentive, conference dan exhibition hakikatnya

merupakan sarana yang sekaligus adalah produk paket-paket

wisata yang siap dipasarkan. Kegiatan-kegiatan ini dalam

industri pariwisata dikelompokkan dalam sati kategori, yaitu

mice. Menurut Kesrul, (2004:7), Conference atau konferensi

adalah suatu pertemuan yang diselenggarakan terutama

mengenai bentuk-bentuk tata karena, adat atau kebiasaan yang

berdasarkan mufakat umum, dua perjanjian antara negara-

negara para penguasa pemerintahan atau perjanjian

internasional mengenai topik tawanan perang dan sebagainya.

Gambar 6.8 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Conference

d. Exhibition: Exhibition berarti pameran, dalam kaitannya dengan

industri pariwisata, pameran termasuk dalam bisnis wisata

konvensi. Hal ini diatur dalam Surat Keputusan Menparpostel RI

Nomor KM. 108 / HM. 703 / MPPT-91, Bab I, Pasal 1c, yang

90

dikutip oleh Pendit (1999:34) yang berbunyi “ Pameran

merupakan suatu kegiatan untuk menyebar luaskan informasi

dan promosi yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan

konvensi atau yang ada kaitannya dengan pariwisata Menurut

Kesrul (2004:16), exhibition adalah ajang pertemuan yang

dihadiri secara bersama-sama yang diadakan di suatu ruang

pertemuan atau ruang pameran hotel, dimana sekelompok

produsen atau pembeli lainnya dalam suatu pameran dengan

segmentasi pasar yang berbeda.

Gambar 6.9 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Exhibition

Sumber: Kemenpar (2017)

Pertimbangan pelaksanaan MICE: Menurut Kesrul (2004:9),

dalam penyelenggara kegiatan MICE, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, antara lain:

a. Penetapan lokasi dan ruang MICE

Dalam penentuan terjadi 2 kemungkinan sebagai berikut: (1)

Pihak klien yang menetapkan dan mengonfirmasikan lokasi

tempat penyelenggaraannya. Pihak perencana tidak

91

meneruskan proses lebih lanjut. dan (2) Perencana mutlak

menentukan lokasi dan tempat pertemuan, misalnya

menyelenggarakan suatu seminar atau workshop atau

konferensi.

Pertimbangan tempat penyelenggara secara geografis

dengan spread of the person attending: terlalu jauh dari

tempat peserta, kecuali khususnya seperti no.1b, peserta

yang memerlukan sekali seminar dan konferensi tersebut.

Pertimbangan dalam menentukan kondisi sekitar lokasi

dimana pertemuan akan digelar.

b. Perlengkapan fasilitas MICE

Menurut Kesrul (2004:90) Perlengkapan fasilitas dan

pelayanan kesekretariatan dari pertemuan atau konferensi amat

beragam sehingga tidak ada standar yang berlaku umum. Dalam

menentukan perlengkapan suatu pertemuan perlu memahami

dengan saksama beberapa hal berikut:

Jenis pertemuan dan lamanya

Jumlah peserta

Jumlah ruangan yang dibutuhkan

Jenis dan jumlah equipment yang diperlukan

Bentuk pengaturan tempat duduk

Akomodasi peserta mice

c. Penanganan transportasi

Meeting planner atau PCO bertanggung jawab dalam

pengaturan transportasi bagi keseluruhan peserta MICE. Ada

enam poin dalam pengaturan transportasi (Kesrul, 2004:104):

Transportasi udara

Airport shuttle service

Multiple property shuttle

VIP transportation

Local tour

Staff transportation.

92

d. Pelayanan makanan dan minuman

Agar acara pertemuan atau konferensi berjalan dengan

lancar dan mengurangi komplain makanan dan minuman.

Seorang meeting manager perlu memeriksa lokasi dan

penempatan reguler Food and Beverage, room service and

banquet capabilities. Evaluasi kualitas makanan dan minuman

meliputi appearance and attractiveness, cleanliness, dan jenis

serta variasi makanan dan minuman pada saat ramai (peak

hours) untuk mengetahui ketersediaan stok pelayanan dan

keterampilan. Termasuk harga yang sesuai dengan penawaran,

di samping itu apakah perlu melakukan pemesanan terlebih

dahulu. Apakah restaurant tersebut melayani permintaan

khusus atau tambahan menyangkut layout dan jenis makanan

dan minuman (Kesrul, 2004:113).

e. Akomodasi

Berikut ini daftar penanganan akomodasi yang harus di cek:

Akomodasi sesuai harapan peserta

Penginapan: Jumlah kamar, tipe kamar dan tempat tidur

Kamar gratis untuk panitia atau komite: jumlah, tipe, dan

fasilitas yang harus dibayar

Kamar khusus untuk organisasi dan tamu resmi: jumlah, tipe,

dan harga.

5. Wisata Pertanian (Agrowisata)

Filosofi agrowisata adalah meningkatkan pendapatan kaum tani,

dan meningkatkan kualitas alam pedesaan menjadi hunian yang

benar-benar dapat diharapkan sebagai hunian yang berkualitas,

memberikan kesempatan masyarakat untuk belajar kehidupan

pertanian yang menguntungkan dan ekosistemnya. Rilla, et al (1999)

memiliki pendapat yang hampir sama tentang agrowisata, dimana

pembangunan pariwisata mestinya dapat menjadi peluang bagi petani

local untuk meningkatkan pendapatannya untuk mempertahankan

hidup keluarganya. Pendapat Lobo et al dapat dijabarkan sebagai

93

berikut: agrowisata mendidik masyarakat belajar tentang pertanian

untuk meningkatkan pendapatannya, agrowisata dapat mengurangi

urbanisasi karena dengan adanya agrowisata di pedesaan, kaum muda

tidak perlu pergi ke kota untuk bekerja, agrowisata juga dapat

menjadi media mempromosikan produk local ke ranah internasional.

Rilla (1999) describes more clearly the reasons of developing

agrotourism as such; (1) it educates for the purpose of keeping the

relationship among local societies, interest sectors, and visitors. (2) it

improves the health and freshness of visitors, (3) relaxation, (4)

adventure, (5) natural food or food organic, (6) unique experiences, (7)

cheap tourism.

Sementara agrowisata bagi wisatawan adalah pendidikan

wisatawan untuk memahami kehidupan nyata tentang pertanian dan

memberikan pemahaman kepada wisatawan bahwa kehidupan

bertani adalah pekerjaan yang amat mulia karena kehidupan manusia

lainnya sangat tergantung pada pertanian.

Gambar 6.10 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Agro

94

Keuntungan lain bagi wisatawan adalah mereka dapat

menikmati alam yang sehat dan alamiah bebas dari polusi kota,

mendapatkan produk pertanian yang benar-benar segar dan bahkan

organik atau green product, agrowisata memberikan pengalaman

perjalanan wisata yang unik, agrowisata adalah perjalanan wisata

yang relatif murah jika dibandingkan dengan wisata lainnya.

Gambar 6.11 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Agro Jatiluwih

6. Wisata Buru

Jenis ini banyak dilakukan di negeri–negeri yang memang

memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh

pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan.

Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari buru ke daerah atau hutan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan,

seperti berbagai negeri di Afrika untuk berburu gajah, singa, ziraf, dan

sebagainya. Di India, ada daerah–daerah yang memang disediakan

untuk berburu macan, badak dan sebagainya, sedangkan di Indonesia,

pemerintah membuka wisata buru untuk daerah Baluran di Jawa

Timur dimana wisatawan boleh menembak banteng atau babi hutan.

95

Gambar 6.12 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Berburu di

Pangandaran

7. Wisata Ziarah

Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah,

adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat.

Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke

tempat–tempat suci, ke makam–makam orang besar atau pemimpin

yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat,

tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib

penuh legenda. Wisata ziarah ini banyak dihubungkan dengan niat

atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan batin,

keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh

berkah dan kekayaan melimpah. Dalam hubungan ini, orang–orang

Khatolik misalnya melakukan wisata ziarah ini ke Istana Vatikan di

Roma, orang–orang Islam ke tanah suci, orang–orang Budha ke

tempat–tempat suci agama Budha di India, Nepal, Tibet dan

sebagainya. Di Indonesia banyak tempat–tempat suci atau keramat

yang dikunjungi oleh umat-umat beragama tertentu, misalnya seperti

Candi Borobudur, Prambanan, Pura Basakih di Bali, Sendangsono di

Jawa Tengah, makam Wali Songo, Gunung Kawi, makam Bung Karno di

96

Blitar dan sebagainya. Banyak agen atau biro perjalanan menawarkan

wisata ziarah ini pada waktu–waktu tertentu dengan fasilitas

akomodasi dan sarana angkutan yang diberi reduksi menarik ke

tempat–tempat tersebut di atas.

Gambar 6.13 Ilustrasi Daya Tarik Wisata Ziarah ke Brasilia

Sesungguhnya daftar jenis–jenis wisata lain dapat saja

ditambahkan di sini, tergantung kepada kondisi dan situasi

perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah atau negeri yang

memang mendambakan industri pariwisatanya dapat maju

berkembang. Pada hakikatnya semua ini tergantung kepada selera

atau daya kreativitas para ahli profesional yang berkecimpung dalam

bisnis industri pariwisata ini. Makin kreatif dan banyak gagasan–

gagasan yang dimiliki oleh mereka yang mendedikasikan hidup

mereka bagi perkembangan dunia kepariwisataan di dunia ini, makin

bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang dapat diciptakan bagi

kemajuan industri ini, karena industri pariwisata pada hakikatnya

kalau ditangani dengan kesungguhan hati mempunyai prospektif dan

97

kemungkinan sangat luas, seluas cakrawala pemikiran manusia yang

melahirkan gagasan–gagasan baru dari waktu ke waktu. Termasuk

gagasan–gagasan untuk menciptakan bentuk dan jenis wisata baru

tentunya.

98

MATERI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN

AKOMODASI PERHOTELAN UNTUK MITRA PENGELOLA

HOME STAY

Pengertian Hotel

Kebutuhan terhadap sarana akomodasi bagi para wisatawan

sangat di rasakan manfaat dan pentingnya suatu hotel. Hotel berasal

dari bahasa latin yakni “hospes” yang mempunyai pengertian untuk

menunjukkan orang asing yang menginap di rumah seseorang

kemudian berkembangnya menjadi kata “hotel” yang dinyatakan

sebagai rumah penginapan.

Gambar 7.1 Ilustrasi Hotel Berbintang

Sumber: www.booking.com

Hotel adalah sejenis akomodasi yang menyediakan fasilitas

dan pelayanan penginapan, makan, dan minum, serta jasa-jasa lainnya

untuk umum yang tinggi untuk sementara waktu dan dikelola secara

99

profesional (Gaffar, 2007). Hotel adalah bangunan yang menyediakan

kamar untuk tempat menginap para tamu, makanan dan minuman,

serta fasilitas-fasilitas lain yang di perlukan untuk mendapatkan

keuntungan (Rumekso, 2001). Hotel adalah suatu usaha yang

bergerak di bidang akomodasi yang dikelola secara profesional untuk

menghasilkan keuntungan dengan menyediakan pelayanan

penginapan, makanan, minuman, dan fasilitas yang lainnya

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Republik Indonesia, Nomor: Pm.106/Pw.006/Mpek/2011, Tentang

Sistem Manajemen Pengamanan Hotel menyatakan bahwa hotel

adalah penyediaan akomodasi secara harian berupa kamar-kamar di

dalam 1 (satu) bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa

pelayanan makanan dan minuman, kegiatan hiburan serta fasilitas

lainnya. Kriteria klasifikasi hotel di Indonesia secara resmi terdapat

pada peraturan pemerintah, yaitu SK: Kep-22/U/VI/78 oleh Dirjen

Pariwisata.

Klasifikasi Hotel

Meskipun kegiatan yang berada di dalam setiap hotel sama,

beberapa hotel memiliki keunikan dan rancangan yang berbeda-beda

baik dari sisi kelengkapan ruang, kelengkapan layanan, penampilan

bangunan, maupun suasana dalam bangunan yang dirancang,. Hal ini

dipengaruhi oleh kegiatan khusus atau lebih spesifik dari para tamu

hotel. Proses perencanaan sebuah hotel perlu memperhatikan

berbagai komponen yang terkait, yang berbeda-beda sesuai dengan

jenis hotel yang direncanakan.

1. Jenis Hotel Menurut Tujuan Kedatangan Tamu

a. Bussiness Hotel

Bussiness hotel adalah hotel yang dirancang untuk

mengakomodasi tamu yang mempunyai tujuan berbisnis. Hotel

seperti ini memerlukan berbagai macam fasilitas seperti olah

raga, area bersantai, jamuan makan dan minum, fasilitas

negosiasi dengan mengedepankan kenyamanan dan privasi

100

yang tinggi. Selain itu standar luas ruang pertemuan juga perlu

dipertimbangkan.

b. Pleasure Hotel

Pleasure Hotel adalah hotel yang sebagian besar fasilitasnya

ditujukan untuk memfasilitasi tamu yang bertujuan berekreasi.

Sebagai fasilitas pendukung aktivitas rekreasi, hotel seperti ini

dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk bersantai dan

relaksasi baik itu untuk kegiatan outdoor ataupun indoor.

Gambar 7.2 Ilustrasi Bussiness Hotel

c. Country Hotel

Country Hotel adalah hotel khusus bagi tamu antar negara.

Hotel seperti ini sangat memerlukan privasi dan keamanan yang

sangat tinggi. Biasanya lokasi hotel ini berada di pusat kota agar

dekat dengan pusat pemerintahan suatu negara, atau berada

jauh dari pusat kota tetapi lokasi tersebut mempunyai nilai lebih

seperti pemandangan yang indah sehingga tamu dapat

beristirahat dengan nyaman.

101

Gambar 7.4 Ilustrasi Country Hotel

Sumber: www.agoda.com

d. Sport Hotel

Sport Hotel adalah hotel yang fasilitasnya ditujukan untuk

melayani tamu yang bertujuan untuk berolahraga. Untuk

fasilitas sport hotel hampir sama dengan fasilitas pleasure hotel,

hanya saja untuk fasilitas olah raga lebih diutamakan, tidak

hanya sekadar fasilitas olah raga untuk berekreasi, fasilitas

untuk berekreasi juga tetap diadakan karena tidak semua tamu

yang menginap di hotel tersebut merupakan kalangan

penggemar olah raga saja tetapi juga merupakan masyarakat

biasa.

102

Gambar 7.5 Ilustrasi Sport Hotel

Sumber: http://www.canor.hu

2. Jenis hotel menurut lamanya tamu menginap

a. Transit Hotel

Transit Hotel adalah hotel dengan waktu inap tidak lama

(harian). Fasilitas yang dapat mendukung hotel seperti ini

adalah layanan pada tamu dalam waktu singkat seperti laundry,

restoran, dan agen perjalanan.

103

Gambar 7.6 Transit Hotel

Sumber: http://www.hotel-r.net/ua/transit-hotel

b. Semiresidential Hotel

Semiresidential Hotel adalah hotel dengan rata-rata waktu

inap tamu cukup lama (mingguan). Fasilitas hotel seperti ini

perlu dilengkapi dengan fasilitas yang lebih bervariasi, tidak

membosankan, dan untuk waktu yang relatif lebih lama, seperti

fasilitas kebugaran seperti spa, jogging track, tenis, kolam

renang, dan fasilitas rekreasi seperti restoran, cafe, taman

bermain, dan sejenisnya.

104

Gambar 7.7 Semiresidential Hotel

Sumber: https://bh.cleartrip.com/hotels/info/epic-hotel-551140

c. Residential Hotel

Residential Hotel adalah hotel dengan waktu kunjungan tamu

yang tergolong lama (bulanan). Hotel seperti ini

mengedepankan rasa nyaman dan keamanan pada tamu hotel.

Fasilitas yang disediakan biasanya fasilitas yang dibutuhkan

sehari-hari seperti supermaket atau perbelanjaan, fasilitas

kebugaran, (spa, jogging track, tenis, kolam renang, dan

sebagainya), fasilitas rekreasi (taman bermain, restoran, cafe,

dan sejenisnya). Lokasi hotel yang seperti ini biasanya

digabungkan dengan tempat perbelanjaan atau supermaket agar

saling dapat memberikan keuntungan, layanan dan sebagai daya

tarik pengunjung.

105

Gambar 7.8 Residential Hotel

Sumber: https://www.ischgl.com

3. Jenis hotel menurut lokasinya

a. City Hotel

City Hotel adalah hotel yang terletak di pusat kota dan

biasanya menampung tamu yang bertujuan bisnis atau dinas.

Sasaran konsumen dari hotel ini adalah tamu pebisnis atau

urusan dinas, lokasi yang dipilih biasanya berdekatan dengan

kantor-kantor atau area bisnis di kota tersebut.

106

Gambar 7.9 City Hotel

Sumber: http://www.executivesforhospitality.com

b. Down Town Hotel

Down Town Hotel adalah hotel yang berlokasi di dekat

perdagangan dan perbelanjaan. Sasaran konsumen dari hotel ini

adalah pengunjung yang ingin berwisata belanja ataupun

menjalin relasi dagang. Kadangkala hotel ini dibangun

bergabung dengan suatu fasilitas perbelanjaan agar dapat saling

memberikan keuntungan.

107

Gambar 7.10 Down Town Hotel

Sumber: www.lonelyplanet.com

c. Sub-urban Hotel/Motel

Sub-urban Hotel/Motel adalah hotel yang berlokasi di pinggir

kota. Sasaran konsumen dari hotel ini adalah tamu yang

menginap dengan waktu pendek dan merupakan fasilitas transit

masyarakat yang sedang melakukan perjalanan.

Gambar 7.11 Sub-urban Hotel

Sumber: https://hotels.webjet.com.au

108

d. Resort Hotel

Resort Hotel adalah hotel yang dibangun di tempat-tempat

wisata. Tujuan pembangunan hotel ini adalah sebagai fasilitas

akomodasi dari suatu aktivitas wisata.

Gambar 7.12 Resort Hotel

Sumber: www.dealchecker.co.uk

4. Jenis Hotel menurut Bintangnya

Gambar 7.13 Ilustrasi Hotel Bintang Satu (*)

Sumber: www.pegipegi.com

109

a. Hotel Bintang Satu

Hotel bintang satu biasanya dikelola langsung oleh

pemiliknya dan ukurannya relatif kecil. Biasanya berlokasi

strategis, di tempat ramai, dan memiliki akses ke transportasi

umum. Kriterianya antara lain:

Jumlah kamar standar minimum 15 kamar

Kamar mandi di dalam

Luas kamar standar minimum 20 m2

Gambar 7.14 Ilustrasi Hotel Bintang Dua (**)

Sumber: www.pegipegi.com

b. Hotel Bintang Dua

Hotel bintang dua biasanya bisa dicapai dengan mudah.

Berlokasi di lingkungan yang aman, bersih, dan bebas polusi.

Gedungnya juga terawat dan rapi. Kriterianya sebagai berikut

ini:

Jumlah kamar standar minimum 20 kamar

Kamar suite minimum 1 kamar

Kamar mandi di dalam

Luas kamar standar minimum 22 m2

Luas kamar suite minimum 44 m2

110

Gambar 7.15 Ilustrasi Hotel Bintang Tiga (***)

Sumber: www.pegipegi.com

c. Hotel Bintang Tiga

Hotel bintang tiga, memiliki akses lebih mudah untuk

menjelajah tempat wisata, pusat belanja, dan pusat bisnis.

Kriterianya adalah sebagai berikut:

Jumlah kamar standar minimum 30 kamar

Kamar suite minimum 2 kamar

Kamar mandi di dalam

Luas kamar standar minimum 24 m2

Luas kamar suite minimum 48 m2

111

Gambar 7.16 Ilustrasi Hotel Bintang Empat (****)

Sumber: www.pegipegi.com

d. Hotel Bintang Empat

Hotel bintang empat tentunya lebih profesional. Pelayanan

yang diberikan pastinya diatas rata-rata. Hotel ini memiliki

bangunan yang luas dan cukup besar, dekat dengan tempat

wisata, tempat belanja, dan pusat hiburan. Kriteria hotel bintang

empat adalah sebagai berikut:

Jumlah kamar standar minimum 50 kamar

Kamar suite minimum 3 kamar

Kamar mandi di dalam

Luas kamar standar minimum 24 m2

Luas kamar suite minimum 48 m2

112

Gambar 7.17 Ilustrasi Hotel Bintang Lima (*****)

Sumber: www.pegipegi.com

e. Hotel Bintang Lima

Hotel bintang lima termasuk termewah jika dibandingkan

dengan bintang empat, tiga, dua dan satu. Pelayanannya sangat

mementingkan tamu, sehingga setiap tamu yang masuk

disambut dengan ramah oleh staf. Setiap tamu juga diberikan

welcome drink, bahkan diberikan daftar anggur yang bisa dipilih

saat masuk ke kamar hotel. Kriterianya adalah sebagai berikut:

Jumlah kamar standar minimum 100 kamar

Kamar suite minimum 4 kamar

Kamar mandi di dalam

Luas kamar standar minimum 26 m2

Luas kamar suite minimum 52 m2

113

MATERI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN

TENTANG JENIS-JENIS RESTORAN

Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang dikelola

secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik

kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum. Restoran

ada yang berlokasi di dalam suatu hotel, kantor maupun pabrik, dan

banyak juga yang berdiri sendiri di luar bangunan itu.

Tujuan operasi restoran adalah untuk mencari untung.. Selain

bertujuan bisnis atau mencari untung, membuat puas para tamu pun

merupakan tujuan operasi restoran yang utama. Pada bisnis ini terjadi

semacam barter antara pembeli dengan penjual, dalam hal ini antara

produk jasa dengan uang. Barter ini tidak akan berjalan mulus kalau

pekerja yang akan menangani pelayanan tidak diseleksi secara cermat,

dididik dan dilatih dengan baik, dilatih berkomunikasi serta

dikoordinasikan dengan teliti serta dipersiapkan dengan kesungguhan

hati.

Restoran adalah uang. karena itu pengelola harus tahu pasti

bagaimana mengelolanya, bagaimana cara membuat tamu-tamu

senang dan puas sehingga mereka selalu berkeinginan untuk menjadi

pelanggan. Banyak usaha dan upaya yang harus ditempuh agar tujuan

operasi restoran dapat terwujud dengan baik. Jenis-jenis restoran

dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

Coffee Shop

Coffee Shop atau brasserie adalah suatu restoran yang pada

umumnya berhubungan dengan hotel, suatu tempat di mana tamu bisa

mendapatkan makan pagi, makan siang dan makan malam secara

cepat dengan harga yang terjangkau. Pada umumnya sistem

pelayanannya adalah dengan American Service dimana yang

diutamakan adalah kecepatannya. Ready on plate service, artinya

114

makanan sudah diatur dan disiapkan di atas piring. Kadang-kadang

penyajiannya dilakukan dengan cara Buffet atau prasmanan.

Gambar 8.1 Ilustrasi Coffee Shop

Sumber: www.steffeyins.com

Cafetaria

Cafetaria atau cafe adalah suatu restoran kecil yang

mengutamakan penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi dan

teh. Pilihan makanannya terbatas dan tidak menjual minuman yang

beralkohol seperti yang disediakan di Bar.

115

Gambar 8.2 Ilustrasi Cafetaria

Sumber: www. TripAdvisor.com

Canteen

Canteen adalah restoran yang berhubungan dengan kantor,

pabrik, atau sekolah, tempat di mana para pekerja dan para pelajar

bisa mendapatkan makan siang dan coffee break, yaitu acara minum

kopi disertai makanan kecil untuk selingan jam kerja, jam belajar

ataupun dalam acara rapat-rapat dan seminar.

Gambar 8.3 Ilustrasi Canteen

Sumber: http://hg2.com/venue/canteen/

116

Continental Restaurant

Continental Restaurant adalah suatu restoran yang menitik-

beratkan hidangan continental pilihan dengan pelayanan elaborate

atau megah. Suasananya santai, susunannya agak rumit, disediakan

bagi tamu yang ingin makan secara santai atau relax.

Gambar 8.4 Ilustrasi Continental Restaurant

Sumber: http://www.parkhotelcontinental.com/en/restaurants.html

Carvery

Carvery adalah suatu restoran yang berhubungan dengan hotel

di mana para tamu dapat mengiris sendiri hidangan panggang

sebanyaknya yang mereka inginkan dengan harga hidangan yang

sudah ditetapkan.

117

Gambar 8.5 Ilustrasi Carvery

Sumber: http://www.alamy.com/stock-photo/carvery-restaurant.html

Dining Room

Dining Room yang terdapat di hotel kecil, Motel atau Inn,

merupakan tempat yang tidak lebih ekonomis daripada tempat makan

biasa. Dining Room pada dasarnya disediakan untuk para tamu yang

tinggal di hotel itu, namun juga terbuka bagi para tamu dari luar hotel.

Gambar 8.6 Ilustrasi Dining Room

Sumber: www.zgallerie.com

118

Fish and Chip Shop

Fish and Chip Shop adalah suatu restoran yang banyak terdapat

di Inggris, di mana tamu dapat membeli macam-macam kripik (chips)

dan ikan goreng, biasanya berupa ikan Cod, dibungkus dalam kertas

dapat dibawa pergi.

Gambar 8.7 Ilustrasi Fish and Chip Shop

Sumber: http://www.alamy.com

Grill Room

Grill Room (Rotisserie) adalah suatu restoran yang menyediakan

bermacam-macam daging panggang. Pada umumnya antara restoran

dengan dapur dibatasi oleh sekat dinding kaca sehingga para tamu

dapat memilih sendiri potongan daging yang diinginkan dan melihat

sendiri bagaimana memasaknya. Grill Room kadang-kadang disebut

juga sebagai Steak House.

119

Gambar 8.8 Ilustrasi Grill Room (Rotisserie)

Sumber: http://www.thebigchilli.com

Inn Tavern

Inn Tavern adalah suatu restoran dengan harga terjangkau yang

dikelola oleh perorangan di pinggiran kota. Suasananya dibuat sangat

dekat dan ramah dengan para tamu, sedangkan hidangannya cukup

lezat.

Gambar 8.9 Ilustrasi Inn Tavern

Sumber: http://www.droversinn1848.com/tavern/

120

Night Club

Night Club/Super Club adalah suatu restoran yang pada

umumnya mulai dibuka menjelang larut malam, menyediakan makan

malam bagi tamu-tamu yang ingin santai. Dekorasinya mewah,

pelayanannya megah. Band atau musik merupakan kelengkapan yang

diperlukan. Para tamu dituntut berpakaian resmi dan rapi sehingga

menaikkan gengsi.

Gambar 8.10 Ilustrasi Night Club/Super Club

Sumber: www.casino.org

Pizzeria

Pizzeria adalah suatu restoran yang khusus menjual pizza.

Kadang-kadang juga berupa spaghetti serta makanan khas Italia yang

lain.

121

Gambar 8.11 Ilustrasi Pizzeria

Sumber: http://www.businessinsider.com

Pan Cake House

Pan Cake House/Creperie adalah suatu restoran yang khusus

menjual Pan Cake serta Crepe yang diisi dengan berbagai macam

manisan di dalamnya.

Gambar 8.12 Ilustrasi Pan Cake House

Sumber: http://pancakehouseinternational.com.my/

122

Snack Bar

Snack Bar/Cafe/Milk Bar adalah semacam restoran murah yang

sifatnya tidak resmi dengan pelayanan cepat, dimana para tamu

mengumpulkan makanan mereka di atas baki yang diambil dari atas

counter dan kemudian membawanya ke meja makan. Para tamu bebas

memilih makanan yang disukainya. Makanan yang disediakan pada

umumnya adalah hamburger, sausages dan sandwich.

Gambar 8.12 Ilustrasi Snack Bar

Sumber: https://www.blogto.com/

Specialty Restaurant

Specialty Restaurant adalah restoran yang suasana dan dekorasi

seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau

temanya. Restoran-restoran semacam ini menyediakan masakan Cina,

Jepang, India, Italia dan sebagainya. Pelayanannya sedikit banyak

berdasarkan tradisi negara tempat asal makanan spesial itu.

123

Gambar 8.13 Ilustrasi Specialty Restaurant

Sumber: www.frommers.com

Terrace Restaurant

Terrace Restaurant adalah suatu restoran yang terletak di luar

bangunan, namun pada umumnya masih berhubungan dengan hotel

maupun restoran induk. Di negara-negara Barat pada umumnya

restoran tersebut hanya buka pada waktu musim panas saja.

Gambar 8.14 Ilustrasi Terrace Restaurant

Sumber: www.undercovertourist.com

124

Gourmet Restaurant

Gourmet Restaurant adalah suatu restoran yang

menyelenggarakan pelayanan makan dan minum untuk orang-orang

yang berpengalaman luas dalam bidang rasa makanan dan minuman.

Keistimewaan restoran ini adalah makanan dan minumannya lezat-

lezat, pelayanannya megah dan harganya cukup mahal.

Gambar 8.15 Ilustrasi Gourmet Restoran

Sumber: www.tripadvisor.com

Family Type Restaurant

Family Type Restaurant adalah suatu restoran sederhana yang

menghidangkan makanan dan minuman dengan harga tidak mahal,

terutama disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan.

125

Gambar 8.16 Ilustrasi Family Type Restaurant

Sumber: https://medium.com

Main Dining Room

Main Dining Room adalah suatu restoran atau ruang makan

utama yang pada umumnya terdapat di hotel-hotel besar, dimana

penyajian makanannya secara resmi, pelan tetapi pasti terikat oleh

suatu peraturan atau tata cara yang ketat. Pelayanannya bisa

mempergunakan pelayanan ala Perancis atau Rusia. Tamu-tamu yang

hadir pun pada umumnya berpakaian resmi atau formal.

126

Gambar 8.17 Ilustrasi Main Dining Room

Sumber: http://www.coolenevada.com

127

MATERI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN

TENTANG JENIS-JENIS PELAYANAN RESTORAN

Pelayanan adalah bentuk pemberian yang diberikan oleh

produsen baik terhadap pelayanan barang yang diproduksi maupun

terhadap jasa yang ditawarkan guna memenuhi minat konsumen,

dengan demikian pelayanan mempengaruhi minat konsumen

terhadap suatu barang atau jasa dari pihak perusahaan yang

menawarkan produk atau jasa. Pada dunia usaha pelayanan, terutama

restaurant (Food and Beverage department) yang berada di hotel,

mempunyai beberapa macam sistem pelayanan (Assauri, 1999).

Table Service

Table service adalah suatu tata pelayanan restoran dimana para

tamu duduk di kursi menghadap meja makan, dan kemudian makanan

maupun minuman disajikan kepada para tamu. Table service pada

umumnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kategori sebagai

berikut ini:

1. American Service (Sistem Pelayanan A’la Amerika).

American service sifatnya tidak begitu formal atau resmi bila

dibandingkan dengan French service, Russian service atau juga English

service dan merupakan tata cara pelayanan yang paling sering

dipergunakan di restoran-restoran. American service sangat terkenal

dengan ciri khasnya bahwa makanan sudah disiapkan, ditata dan

diatur dengan rapi dan menarik di atas piring makan di dapur, kecuali

salad, roti dan mentega. Hampir semua makanan penyerta seperti

kentang goreng atau rebus, buncis, wortel dan sebagainya ditata di

atas dinner plate bersama hidangan utamanya. Untuk menyajikan

makanan hanya diperlukan seorang Waiter atau Waitress saja. Tata

cara penyajian “American Service” ciri-cirinya adalah sebagai berikut

ini:

128

Sifat pelayanannya sederhana, tidak resmi serta cepat.

Makanan sudah siap ditata dan diatur di atas piring sejak dari

dapur.

Makanan disajikan dari sebelah kanan.

Salad, roti disajikan kepada tamu dari sebelah kiri.

Piring kotor diangkat dari sebelah kanan.

Gambar 9.1 Ilustrasi American Service

Sumber: www.hospitality.school.com

2. English Service (Pelayanan Ala Inggris)

English service mirip sekali dengan pelayanan yang biasa

dilakukan di rumah kalau kita makan bersama. English service biasa

dipergunakan saat Thanks Giving Dinner di Amerika pada umumnya.

Tuan rumah sekeluarga dan tamu duduk bersama menikmati makan

malam dengan menu makanan yang sama, mulai dari hidangan

129

pembuka atau sup sampai kepada hidangan penutup. Yang melayani,

membagi-bagi, memotong-motong daging, ikan dan sebagainya di atas

meja makan adalah tuan rumah sendiri. Ciri-ciri dari English service

adalah sebagai berikut ini:

Sifat pelayanannya formal atau resmi.

Family service, artinya sifatnya cenderung kekeluargaan.

Gambar 9.2 Ilustrasi English Service

Sumber: www.hospitality.school.com

3. Service A’la Ritz

Service a’la Ritz dapat diklasifikasikan kedalam English service

yang sifatnya mewah, dimana yang melayani tamu-tamu bukan tuan

rumah atau host. Tugasnya diambil alih oleh seorang Restaurant

captain yang sudah berpengalaman dan ahli, dan dibantu oleh Waiter.

Captain memperlihatkan keterampilannya dalam memporsi sup,

memotong-motong daging, mencampur salad, membuat sauce dan

sebagainya di hadapan para tamu. Ia juga melayani tamu yang ingin

menambah makanannya, sampai mereka selesai makan malam.

Makanan pada umumnya disajikan dari sebelah kanan. Piring

130

kotornya juga diangkat dari atas meja makan dari sebelah kanan;

kecuali apa-apa yang terletak sebelah kiri, diangkat dari sebelah kiri

tamu.

Gambar 9.3 Ilustrasi Service A’la Ritz

Sumber: www.hospitality.school.com

4. French Service (Pelayanan Ala Perancis)

French service adalah suatu tipe pelayanan sifatnya “formal”

atau resmi. Pada awalnya dipergunakan di lingkungan kaum

bangsawan. Saat ini tata cara ini disukai oleh orang-orang yang

menginginkan pelayanan mewah. Makanan disiapkan di dapur,

ditaruh di atas silver platter yang bagus dan menarik. Silver platter tadi

ditaruh di atas alat pemanas atau rechaud yang disimpan di atas

kereta spesial (queridon) kemudian didorong ke restoran dekat meja

tamu oleh Commis de rang. Chef de rang atau Commis de rang

kemudian menyelesaikan persiapan makanannya, memotong daging,

menyiapkan sauce, mencampur salad, dan sebagainya. Setelah siap,

maka makanan tersebut dipindahkan ke piring tamu, dan dihidangkan

131

oleh Commis de rang atau Busboy kepada tamu. Semua makanan

dihidangkan dari sebelah kanan tamu dengan tangan kanan, kecuali

roti, mentega, salad, dan apa yang semestinya di sebelah kiri tamu.

Gambar 9.4 Ilustrasi French Service

Sumber: http://www.hospitality-school.com

5. Russian Service

Russian service kadang-kadang disebut juga sebagai Modified

French service karena dalam beberapa hal mempunyai kesamaan

dengan French service. Russian service sifatnya sangat formal, mewah

dan para tamu merasa mendapatkan perhatian yang luar biasa dari

pramusaji. Makanan disajikan oleh pramusaji (Waiter/Waitress) dari

dalam silver platter (piring besar dari logam/stainless steel).

Sementara cara menutup meja makannya (table cover/table setting)

sama dengan menutup meja makan a’la Perancis (French cover). Dua

132

perbedaan yang menonjol antara Russian service dengan French

service adalah sebagai berikut ini:

Pada Russian Service, untuk menyajikan makanan hanya

diperlukan seorang waiter/waitress sementara dalam French

Service diperlukan dua orang waiter/waitress.

Pada Russian Service, makanan disiapkan seperlunya di dapur;

sedangkan pada French Service makanan ada yang full process

atau semi process di dalam ruang makan di depan para tamu.

Gambar 9.4 Ilustrasi Russian Service

Sumber: http://www.hospitality-school.com/

Counter Service

Counter service adalah suatu tata pelayanan restoran di mana

para tamu yang datang terus duduk di counter. Apabila makanan dan

minuman yang dipesannya sudah siap maka akan disajikan kepada

tamu di atas counter. Petugas yang menyajikan makanan dan

minuman bisa Waiter, Waitress, atau langsung oleh juru masaknya.

Pelayanan model ini lebih praktis, hemat tenaga dan waktu. Yang

133

dimaksud dengan counter di sini adalah meja panjang yang membatasi

dua ruangan yaitu ruangan dapur dengan ruangan restoran.

Gambar 9.5 Ilustrasi Counter Service

Sumber: www.tripadvisor.com/

Self Service

Self service disebut juga dengan buffet service adalah suatu

sistem pelayanan restoran di mana semua makanan secara lengkap

dari hidangan pembuka, sup, hidangan utama, hidangan penutup, dan

sebagainya, yang telah ditata dan diatur dengan rapi di atas meja

hidang atau meja prasmanan. Para tamu secara bebas mengambil

sendiri hidangannya sesuai dengan selera maupun kesukaannya.

Sedangkan untuk minuman panas, seperti teh atau kopi, pada

umumnya disajikan kepada tamu oleh pramusaji.

134

Gambar 9.6 Ilustrasi Self Service

Sumber: www.tripadvisor.com/

Buffet Service

Pada tata cara buffet service tamu mengambil makanan dari

meja buffet. Buffet dan penataan makanan di meja dapat bervariasi

dari sangat sederhana, seperti sup dan salad, hingga buffet yang

variatif, seperti yang sering dilihat pada restoran-restoran mewah.

Banyak restoran komersial yang membangun reputasinya pada variasi

dan keanekaragaman meja buffet yang mereka tawarkan.

135

Gambar 9.6 Ilustrasi Buffet Service Sumber: http://www.hospitality-school.com/

Buffet adalah alat penjualan yang efektif dan dapat digunakan

untuk mendatangkan keuntungan bagi pengelola restoran, khususnya

bila penawaran dilakukan pada hari libur dan minggu. Keuntungan

dimungkinkan karena sedikitnya produksi dan staf yang dibutuhkan

untuk memberikan pelayanan yang efisien bila dibandingkan dengan

pelayanan a la carte, baik staf produksi maupun pelayanan dapat

diberi hari libur tanpa mengganggu reputasi bisnis.

Kualitas makanan dapat dijaga, dan masing-masing pramusaji

dapat melayani tamu lebih banyak secara efisien, karena para tamu

melakukan sendiri beberapa fungsi atau tugas pramusaji. Pekerja

bagian produksi makanan dapat pula lebih produktif karena proses

persiapan makanan dibuat untuk jangka waktu yang lama dan dibuat

dalam kuantitas yang memadai dan tidak dibuat berdasarkan pesanan,

seperti porsi perorangan.

Personel pelayanan akan menikmati bekerja dengan sistem

buffet karena pelayanan yang diberikan lebih mudah dan dapat

melayani lebih banyak orang dan mendapatkan lebih banyak tip.

Tamu jarang membedakan antara buffet dan plate service dan

biasanya tip yang diberikan 15 persen. Manajer dan pramusaji harus

136

waspada akan tanggung jawab tambahan bila menggunakan buffet.

Jenis menu dapat diganti atau penggantiannya dapat terjadi selama

proses makan. dan adalah tanggung jawab masing-masing pramusaji

untuk memeriksa meja buffet untuk pergantian ini serta memastikan

agar para tamu memperoleh informasi tentang pergantian.

Carry Out Service

Carry out service kadang-kadang disebut juga sebagai Take out

service yaitu tata pelayanan restoran di mana tamu datang untuk

membeli makanan yang telah siap atau disiapkan terlebih dahulu,

dibungkus dalam box (kotak) untuk dibawa pergi. Makanan tidak

dinikmati di tempat itu tetapi mungkin dibawa pulang untuk dinikmati

bersama keluarganya, dibawa piknik, ke kantor, ke pabrik, ke kampus,

dan sebagainya. Harga makanan dan minuman jauh lebih murah bila

dibandingkan dengan restoran pada umumnya sebab pengusaha tidak

perlu menyediakan peralatan-peralatan yang mewah dan lengkap.

Kalau untuk makan diperlukan pisau, sendok atau, garpu, maka dapat

dilengkapi dengan alat makan dari plastik yang sekali dipakai terus

dibuang.

Gambar 9.7 Ilustrasi Carry Out Service

Sumber: http://act-pos.com/restaurantpos-system/index.htm

137

MATERI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN

TENTANG JENIS-JENIS MENU TATA HIDANG

Menu adalah sebuah daftar makanan yang telah dilengkapi

dengan harga masing-masing, yang disediakan dan ditampilkan untuk

menarik pelanggan serta memberikan nilai terhadap sejumlah uang

terhadap makanan yang ditawarkan. Jenis menu adalah merupakan

jenis hidangan yang ditawarkan kepada tamu, yang datang, baik yang

datang perorangan maupun yang datang secara rombongan (group).

Dikenal beberapa jenis menu berdasarkan: bentuk penawaran, yaitu

dilihat dari sisi bagaimana menu itu disusun dan ditawarkan kepada

tamu yang menyangkut harga.

Berdasarkan Penawaran

Gambar 10.1 Contoh Menu A la carte

Sumber: http://www.yanagisushipaso.com

138

Berdasarkan bentuk penawarannya ini, maka menu dapat

diklasifikasikan menjadi:

1. A la carte menu adalah suatu daftar makanan yang

mencantumkan berbagai jenis makanan dari appetizer atau

makanan pembuka sampai dengan makanan penutup dimana

masing-masing makanan tersebut memiliki harga tersendiri. Ini

berarti tamu memiliki kesempatan untuk memilih makanan

sesuai dengan seleranya dan kemampuan untuk membayar.

2. Table D’hote Menu adalah daftar makanan yang membentuk

atau tersusun dalam satu set makanan dengan satu harga yang

pasti. Table d’hote menu ini dapat terdiri dari 2 courses, 3

courses maupun 4 courses. Ini berarti dalam table d’hote menu

ini tidak adanya banyak pilihan bagi tamu dan biasanya menu

semacam ini akan banyak dihidangkan dalam melayani tamu

grup, karena akan lebih mudah mempersiapkan dan

melayaninya.

Gambar 10.2 Contoh Menu Table D’hote

Sumber: http://www.yanagisushipaso.com

139

3. Special Party Menu: Menu untuk banquet dan perayaan sejenis

biasanya dibuat setelah diadakan persetujuan antara si pemesan

dan pihak hotel. Setelah melalui pembicaraan dengan banquet

manager atau lain yang ditunjuk itu, lalu dibuatlah susunan

menu. Susunan menu ini ada dua kemungkinan, pertama

harganya ditetapkan oleh pemesan dan menu disusun pihak

hotel atau kemungkinan kedua susunan menu diberikan si

pemesan dan harga ditentukan oleh pihak penyelenggara. Tidak

setiap pesanan dapat dilayani oleh pihak hotel meskipun

harganya telah disepakati oleh kedua belah pihak karena

penyelenggara harus juga mempertimbangkan beberapa hal

demi lancarnya perayaan tersebut, seperti kemampuan dari staf

restoran dan dapur serta daya tampung restoran.

Gambar 10.3 Contoh Special Party Menu

Sumber: http://www.ablecaterer.com.au/

140

a. Jamuan Cocktail (Cocktail Party): Perayaan ini biasanya

mengambil waktu antara makan siang dan makan malam,

dimana undangan dibuat untuk beberapa alasan seperti

pembukaan gedung baru, pembukaan kantor-kantor cabang,

konferensi pers, olahraga, politik, pameran dan sebagainya.

Makanan yang dihidangkan harus sesuai dengan bentuk

perayaan itu sendiri, yaitu makanan atau minuman yang ringan,

seperti kue-kue kecil, emping, kacang canapé, sandwich, relish,

currypuffe, chips, fritters dan sebagainya.

b. Jamuan Promosi (Business Lunch): Susunan menu harus dibuat

dari makanan yang ringan dan mudah dicerna, sehingga tidak

menyebabkan kelelahan. Yang harus diperhatikan adalah nilai-

nilai nutritif, kualitas dan rasa makanan yang dihidangkan.

Seperti: Smoked Salmon on toast, Clear oxtail soup, Veal steak

mushroom sauce, Buttered noodles, Assorted salad, Fresh fruits.

c. Rombongan Tourist: Menu disusun berdasarkan grup yang

bagaimana yang akan datang, apakah tourist itu datang dari

daerah lain ataupun negeri lain atau rombongan tersebut terdiri

dari wanita/pria atau anak-anak muda/orang-orang umur.

Walaupun benar bahwa orang-orang tersebut ingin melihat

kebudayaan dan mencicipi makanan setempat, tetapi harus pula

dihindari adanya makanan yang terlampau banyak bumbu-

bumbu yang asing, makanan yang kurang baik bentuk maupun

warnanya dan tentunya juga kebiasaan bersantap. Untuk

menghindari hal tersebut biasanya untuk rombongan tourist

menunya disusun berdasarkan kombinasi dari makanan daerah

dan makanan aslinya.

d. Jamuan Kenegaraan (State Banquet): Menu disini dapat berupa

menu yang sederhana sampai yang paling mewah, karena ini

merupakan jamuan kehormatan sehinga segala sesuatunya

harus disusun dan dikerjakan dengan teliti. Contoh menu yang

diperoleh dari istana negara untuk beberapa tamu-tamu seperti:

Gado-gado betawi, Soto Madura, Bistik sapi, Saute baby corn,

141

Roast Lembang potatoes, Buttered baby carrots, Sauted

champignon, Pisang molen Bandung, Sari sirsak, Mocca pudding,

Buah segar potong.

Berdasarkan Waktu Penghidangan

Jenis menu berdasarkan waktu penghidangan (bentuk

hidangan) jenis menu berdasarkan waktu penghidangan dibagi dalam

empat waktu, antara lain sebagai berikut ini:

1. Hidangan Makan Pagi (Breakfast): Hidangan ini biasanya

disajikan antara jam 06.00 sampai 10.00 pagi, dengan susunan

beraneka-ragam dari yang paling sederhana sampai yang

lengkap. Ada beberapa macam hidangan makan pagi yaitu:

Continental Breakfast: Continental Breakfast terdiri dari

beberapa macam makanan seperti jus (sari buah) atau buah-

buahan, bermacam-macam roti seperti danish pastry, croissants,

toast dengan dihidangkan mentega, selai dan marmalade.

American Breakfast: American Breakfast terdiri dari

bermacam-macam buah dan jus. Bermacam-macam roti (danish,

pastry, croissants) dihidangkan dengan selai, mentega dan

marmalade. Dan bermacam-macam telur, seperti Poached, Fried,

Boiled, Scramble dan Omelete dengan dihidangkan Sausage, Ham,

Bacon. Dan bermacam-macam teh dan susu.

English Breakfast: English Breakfast terdiri dari bermacam-

macam buah dan jus. Bermacam-macam Cereal, seperti Oat

meal, Corn flake, Rice Crispiest yang disajikan dengan susu.

Bermacam-macam roti (toast, croissant, danish, pastry)

dihidangkan dengan mentega, selai dan marmalade. Bermacam-

macam Kopi, teh dan susu.

Indonesia Breakfast: Indonesia Breakfast terdiri dari

bermacam-macam buah dan jus. Nasi goreng, Bubur ayam, Soto

dan sebagainya. Dan bermacam-macam kopi, teh dan susu

142

Gambar 10.4 Contoh Breakfast Menu

Sumber: http://www.royskwikkorner.com

2. Hidangan Makan Siang (Lunch): Hidangan ini biasanya

disajikan dari jam 11.00 sampai jam 15.00 siang.

Makanan Pembuka (Appetizer): Makanan Pembuka (Appetizer)

adalah hidangan dengan rasa dominan kecut dan disajikan

dalam porsi kecil. Hidangan appetizer ini biasanya dapat

menggunakan atau menimbulkan selera makan. Seperti Seafood

cocktail, Chicken salad Hawaiian, Lumpia asam manis, Egg

mayonnaise Russian salad, Pizza Napolitaine.

Soup: Soup adalah hidangan yang lebih banyak mengandung air

atau hidangan yang encer. Hidangan ini bahan dasarnya adalah

kaldu, seperti kaldu ayam, sapi dan sebagainya. Dan dicampur

dengan bahan yang lain, seperti: Sup buntut dari Indonesia, soto

ayam Madura, laksa soup dari Malaysia, Hongarian Goulash soup.

143

Hidangan Makanan Utama (Main Course): Hidangan Makanan

Utama adalah makanan yang dihidangkan sebagai makanan

pokok pada tamu, seperti: Spaghetti Bolognaise, Chicken Sauted

Chasseur, Fillet Fish Mineure.

Makanan Penutup (Dessert): Makanan Penutup adalah berbagai

jenis makanan yang dihidangkan pada akhir acara makan, atau

makanan yang dihidangkan terakhir. Seperti: Sliced Fresh Fruit,

Fruit Cocktail, Vanilla Ice Cream, Banana Split, cendol dan

sebagainya.

Gambar 10.5 Contoh Lunch Menu

Sumber: http://thehillspizza.com/lunch-menu/

3. Hidangan Makan Malam (Dinner): Hidangan Makan Malam

adalah susunan menu yang dihidangkan pada malam hari. Pada

144

dasarnya sama dengan hidangan siang hari, yaitu terdapat

appetizer, soup, main course dan dessert. Yang membedakannya

adalah komposisi berat dimana untuk lunch menu lebih ringan.

Sehingga lebih punya waktu untuk menikmati hidangan

dibandingkan dengan dinner menu karena siang hari tamu akan

lebih banyak melakukan aktivitas/bekerja, sedangkan malam

hari tamu akan beristirahat/tidur. Hidangan malam hari,

biasanya ditambah dengan beberapa makanan yang dibakar

(flambee).

Gambar 10.6 Contoh Dinner Menu

Sumber: http://jesusmexicanrestaurant.com/dinner/2776041

145

4. Hidangan Makan Tengah Malam (Supper): Hidangan Makan

Tengah Malam adalah hidangan yang disajikan pada waktu

tengah malam yaitu antara jam 23.00 sampai dengan jam 02.00

pagi. Menu ini dihidangkan kepada tamu yang datang ke

restaurant pada waktu tengah malam, baik bagi tamu yang tidak

bisa tidur maupun yang ingin menikmati suasana malam. Menu

yang ditawarkan jumlahnya sangat terbatas, dalam arti tidak

selengkap menu lunch dan dinner. Ini disebabkan karena secara

umum tamu yang makan tengah malam (supper) biasanya

tidaklah banyak dan juga jumlah staf yang ada sedikit, baik yang

untuk di restaurant maupun untuk di dapur sehingga menu itu

bersifat sederhana dan dilengkapi dengan bermacam-macam

minuman, seperti cake (jajan), kopi, teh, dan bermacam

sandwich.

Gambar 10.7 Contoh Supper Menu

Sumber: http://www.thebungalowrestaurant.com/summer-

wednesday-night-bbq/

146

MATERI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN

TENTANG E-COMMERCE PADA INDUSTRI PARIWISATA

E-Tourism

Pariwisata modern saat ini telah dipercepat perkembangannya

oleh proses globalisasi, dan juga oleh pesatnya perkembangan

teknologi informasi. WTO juga mencatat bahwa internet telah menjadi

media utama dalam mencari informasi tentang destinasi pariwisata

yang akan dikunjungi oleh calon wisatawan dan diperkirakan 95%

wisatawan mendapatkan informasi melalui internet. Seiring dengan

hal itu, pertumbuhan pengguna internet terus bertambah hingga

300% pada lima tahun ke depan seiring dengan pesatnya kemajuan

teknologi informasi.

Fakta lain juga dicatat bahwa diperkirakan 80% dari wisatawan

yang berkunjung ke destinasi-destinasi di Indonesia berasal dari

negara-negara maju yang telah terbiasa menggunakan internet

sebagai sumber informasi dalam mengambil keputusan perjalanan

wisatanya. Namun, masih harus disadari bahwa pemanfaatan

kemajuan teknologi informasi pada bisnis pariwisata masih sangat

terbatas, hanya tampak pada perusahaan besar atau berjejaring

internasional saja, padahal industri kecil pun dapat memanfaatkan

teknologi informasi dengan biaya terjangkau, asalkan ada yang mau

memulainya.

Tentu saja kunjungan wisatawan ke Indonesia akan terus

meningkat jika destinasi yang kita miliki telah memiliki kualitas yang

melebihi harapan wisatawan. Dengan mengusung destinasi tropis

yang sangat diminati oleh wisatawan, kita juga memiliki

keanekaragaman sumber daya alam dan budaya, yang semestinya

menjadi daya tarik tiada tara bagi calon wisatawan. Namun, harus juga

disadari oleh seluruh komponen terkait bahwa pariwisata dunia telah

147

semakin kompetitif, di mana wisatawan tidak lagi berhenti pada

“citra”, namun lebih mengedepankan kualitas destinasi.

Kenyataan saat ini, wisatawan semakin “intelek” dalam memilih

destinasi, dengan berbagai pertimbangan yang rasional. Ada tiga hal

penting yang biasanya menjadi indikator destinasi yang berkualitas, di

antaranya adalah: kemampuan destinasi dalam melestarikan sumber

daya alami, minimalisasi tingkat polusi termasuk juga kemacetan lalu

lintas, dan keunikan budaya. Ketiga hal ini menjadi pertimbangan

utama calon wisatawan dalam menentukan destinasi yang akan

dikunjungi. Untuk mempromosikan dan memberikan gambaran

tentang ketiga hal ini, harusnya dipilih media yang paling dapat

menggambarkannya, misalnya visualisasi yang dapat menggugah

calon wisatawan berkunjung dalam hal ini peran pencitraan virtual

seperti e-tourism akan sangat efektif. E-tourism adalah bentuk

pemanfaatan teknologi informasi internet untuk mendukung industri

pariwisata, biro perjalanan, hotel, serta industri terkait pariwisata

lainnya.

Gambar 11.1 Contoh Aplikasi Pemesanan Hotel Online

148

Ada banyak alasan yang memperkuat optimisme e-tourism

sangat efektif sebagai sistem dan media promosi pariwisata Bali, di

antara adalah:

1. Sistem ini dapat memperpendek rantai distribusi, dan pangsa

pasar pariwisata Bali telah terbiasa dengan penggunaan

teknologi informasi,

2. Relatif murah, sangat berbeda dengan promosi door to door,

sehingga keterbatasan dana promosi dan masih lemahnya

jaringan pemasaran yang dimiliki selama ini akan diatasi dengan

memanfaatkan secara cerdas kemajuan di bidang teknologi

informasi.

Hanya diperlukan sedikit dukungan, kesungguhan serta

kepekaan pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata membuat

perencanaan yang terencana yang berorientasi tidak hanya waktu

pendek dan melakukan diversifikasi produk dengan berbagai inovasi

dan kreasi yang berkelanjutan. Pariwisata berbasis teknologi

informasi dikenal dengan sebutan E-Tourism. E-tourism dipandang

sebagai salah satu cara yang sangat efektif didalam memperkenalkan

pariwisata suatu daerah atau negara. Hal ini disebabkan karena

teknologi informasi saat ini sudah dianggap merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Konsep e-tourism pada

dasarnya merupakan konsep yang masih baru dan belum

mendapatkan perhatian dari berbagai pihak yang bergerak dalam

bidang pariwisata, terkhusus di Indonesia. E tourism masih di lihat

sebagai sesuatu hal yang masih perlu di kaji lebih jauh mengenai

keberadaan. Meskipun dilain pihak dalam pengembangan pariwisata

penekanan terhadap pemanfaatan Internet sudah tinggi, namun hal ini

tidak dibarengi dengan aplikasi internet tersebut sebagai alat

pengembangan pariwisata.

Hendriksson menyatakan bahwa ada empat karakteristik utama

jikalau kita ingin mengembangkan E–Tourism yaitu: 1) Produk

Pariwisata; 2) dampak berantai yang ditimbulkan oleh industri

pariwisata; 3) struktur industri pariwisata; dan 4) ketersediaan

149

infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi. Lebih jauh Eriksson

menyatakan, dalam mempersiapkan karakteristik E Tourism, maka

perlu dilakukan pembangunan untuk mencapai penyempurnaan

market place elecronic seperti: 1) warisan sistem yang telah ada; 2)

keberagaman informasi; 3) tidak ada standar global dalam penukaran

data; 4) seamless interoperability.

Aplikasi internet dalam pariwisata pada dasarnya tercermin

dalam suatu sistem distribusi pariwisata yang lebih mengarah pada

transformasi pengembangan industri pariwisata dari perantara

tradisional ke arah perantara internet. Beberapa sistem akses

pariwisata menggunakan jalur internet untuk tiket pesawat,

penginapan, penyewaan mobil angkutan wisata, dan berbagai jasa

pelayanan lainnya. Web memiliki peranan penting sebagai jembatan

penghubung antara produsen pariwisata dan daerah potensi

pariwisata, dalam memberikan pelayanan kepada produser

pariwisata. E-tourism yang dikembangkan di Indonesia pada saat ini

belum menyentuh pada aspek yang paling utama yaitu memberikan

informasi dan kepastian bagi wisatawan ketika mereka memilih untuk

berkunjung ke daerah tujuan wisata. Jikalau di bandingkan dengan

negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Singapura, dapat di

katakan Indonesia sangat tertinggal untuk pengembangan e-tourism.

Theophilus Wellem menyatakan bahwa “e-tourism” di Indonesia

adalah belum optimalnya dalam pemasaran paket wisata karena

informasi yang diberikan pada website pariwisata tidak bersifat

interaktif dengan wisatawan yang membutuhkan informasi lengkap,

juga belum terintegrasinya website-website pariwisata dengan sistem

informasi komponen lain dalam industri pariwisata, seperti

perusahaan penerbangan, pelayaran, asuransi, agen travel, hotel, dan

pengelola objek wisata sendiri.

Pengembangan e-tourism di Indonesia masih bersifat spasial,

belum menyentuh pada penyediaan informasi yang menyeluruh untuk

berbagai kawasan serta pendukungnya di setiap daerah. Hal inilah

yang menjadi kendala dan masalah dalam pengembangan pariwisata.

150

Disisi lain para wisatawan, ketika memutuskan untuk memenuhi

kebutuhannya akan pariwisata, lebih mengutamakan untuk

memperoleh informasi yang komprehensif serta menyuluh mengenai

daerah wisata.

Pada hakikatnya sektor pariwisata Indonesia berharap dapat

menggaet kunjungan wisatawan mancanegara yang besar, disisi lain

kedatangan wisatawan di Indonesia pada dasarnya tidak terlepas dari

promosi yang dilakukan. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi

internet merupakan langkah yang dipandang tepat untuk

mendatangkan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Wisatawan kini

tidak sabar menunggu informasi yang biasanya diberikan melalui biro

jasa perjalanan ataupun organisasi lainnya. Mereka lebih senang

mencari sendiri apa yang ada di benaknya sehingga mampu

meyakinkan bahwa produk yang dipilihnya adalah yang terbaik.

Pada saat perjalanan wisata dibeli pada umumnya hanyalah

membeli informasi yang berada di komputer melalui reservation

system nya. Yang dibeli oleh wisatawan hanyalah “hak” untuk suatu

produk, jasa penerbangan ataupun hotel. Berdasarkan pemahaman di

atas, maka kebutuhan untuk melakukan perjalanan wisata akan sangat

mudah, tanpa harus melalui birokrasi yang rumit dan sukar. Sehingga

terlihat bahwa peranan internet melalui e-tourism sangat penting dan

perlu untuk diperhatikan dalam pengembangan pariwisata. Pada saat

ini juga yang perlu diperhatikan adalah perkembangan teknologi yang

amat pesat. Hal ini menyebabkan:

1. Terjadinya pergeseran dari tiket manual ke tiket elektronik;

2. Setiap individu dapat melakukan pemesanan tersendiri, hal ini

menyebabkan individu tersebut mendapatkan kepuasan dari

pemesanan yang ia lakukan;

3. Pemanfaatan teknologi internet yang semakin meluas dan sudah

menjadi media informasi dan komunikasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan apabila kita ingin

memajukan potensi industri pariwisata, sudah saatnya komponen

151

sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya harus dikembangkan

agar siap menjadi bagian dari industri pariwisata global.

Gambar 11.2 Contoh Aplikasi

Pemesanan Tiket Pesawat secara Online

Electronic Commerce

Electronic Commerce (e-commerce) adalah proses pembelian,

penjualan atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan

komputer. E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana

cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekadar perniagaan tetapi

mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah,

lowongan pekerjaan dan sebagainya. Selain teknologi jaringan www,

e-commerce juga memerlukan teknologi basis data atau pangkalan

data (database), e-surat atau surat elektronik (e-mail), dan bentuk

teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman

barang, dan alat pembayaran untuk e-commerce ini (Siregar, 2010)

Menurut Rahmati (2009) E-commerce singkatan dari Electronic

Commerce yang artinya sistem pemasaran secara atau dengan media

152

elektronik. E-Commerce ini mencakup distribusi, penjualan,

pembelian, marketing dan servis dari sebuah produk yang dilakukan

dalam sebuah sistem elektronika seperti Internet atau bentuk jaringan

komputer yang lain. E-commerce bukan sebuah jasa atau sebuah

barang, tetapi merupakan perpaduan antara jasa dan barang. E-

commerce dan kegiatan yang terkait melalui internet dapat menjadi

penggerak untuk memperbaiki ekonomi domestik melalui liberalisasi

jasa domestik dan mempercepat integrasi dengan kegiatan produksi

global. Karena e-commerce akan mengintegrasikan perdagangan

domestik dengan perdagangan dunia, berbagai bentuk pembicaraan

atau negosiasi tidak hanya akan terbatas dalam aspek perdagangan

dunia, tetapi bagaimana kebijakan domestik tentang pengawasan di

sebuah negara, khususnya dalam bidang telekomunikasi, jasa

keuangan, dan pengiriman serta distribusi.

Electronic Commerce didefinisikan sebagai proses pembelian

dan penjualan produk, jasa, dan informasi yang dilakukan secara

elektronik dengan memanfaatkan jaringan komputer. Salah satu

jaringan yang digunakan adalah internet. Electronic Commerce

(Perniagaan Elektronik), sebagai bagian dari Electronic Business

(bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission

(Hildamizanthi. 2011).

Dalam mengimplementasikan e-commerce tersedia suatu

integrasi rantai nilai dari infrastrukturnya, yang terdiri dari tiga lapis.

1. Pertama, infrastruktur sistem distribusi (flow of good);

2. Kedua, infrastruktur pembayaran (flow of money); dan

3. Ketiga, infrastruktur sistem informasi (flow of information).

Agar dapat terintegrasinya sistem rantai suplai dari supplier, ke

pabrik, ke gudang, distribusi, jasa transportasi, hingga ke pelanggan

maka diperlukan integrasi enterprise system untuk menciptakan

supply chain visibility. Ada tiga faktor yang faktor dicermati oleh kita

jika ingin membangun toko e-commerce yaitu: variability, visibility, dan

velocity (Sukamjati, 2009). E-commerce akan merubah semua kegiatan

marketing dan juga sekaligus memangkas biaya-biaya operasional

153

untuk kegiatan trading (perdagangan). Proses yang ada dalam E-

commerce adalah sebagai berikut:

1. Presentasi elektronis (pembuatan website) untuk produk dan

layanan.

2. Pemesanan secara langsung dan tersedianya tagihan.

3. Otomatisasi akun pelanggan secara aman (baik nomor rekening

maupun nomor Kartu Kredit).

4. Pembayaran yang dilakukan secara Langsung (online) dan

penanganan transaksi.

Perspektif E-commerce

E-commerce (electronic commerce) merupakan istilah yang

digunakan oleh perusahaan untuk menjual dan membeli sebuah

produk secara online. E-commerce didefinisikan dari beberapa

perspektif (Kalakota dan Whinston (1997) yaitu berdasarkan

komunikasi, proses bisnis, layanan, dan online.

Definisi e-commerce berdasarkan beberapa perspektif yang

telah disebutkan yaitu:

Perspektif Komunikasi (Communications), Menurut perspektif

ini, e-commerce merupakan pengiriman informasi, produk/jasa,

dan pembayaran melalui lini telepon, jaringan komputer atau

sarana elektronik lainnya.

Perspektif Proses bisnis (Business), Menurut perspektif ini, e-

commerce merupakan aplikasi teknologi menuju otomatisasi

transaksi dan aliran kerja perusahaan (work flow).

Perspektif layanan (Service), Menurut perspektif ini e-commerce

merupakan satu alat yang memenuhi keinginan perusahaan,

konsumen, dan manajemen dalam memangkas service cost

ketika meningkatkan mutu barang dan ketepatan pelayanan.

Perspektif Online (Online), Menurut perspektif ini e-commerce

berkaitan dengan kapasitas jual beli produk dan informasi di

internet dan jasa online lainnya.

154

Jenis-Jenis E-COMMERCE

E-commerce dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang memiliki

karakteristik berbeda-beda.

1. Business to Business (B2B): Business to Business eCommerce

memiliki karakteristik:

Trading partners yang sudah diketahui dan umumnya memiliki

hubungan (relationship) yang cukup lama. Informasi hanya

dipertukarkan dengan partner tersebut. Dikarenakan sudah

mengenal lawan komunikasi, maka jenis informasi yang

dikirimkan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan

kepercayaan (trust).

Pertukaran data (data exchange) berlangsung berulang-ulang

dan secara berkala, misalnya setiap hari, dengan format data

yang sudah disepakati bersama. Dengan kata lain, layanan yang

digunakan sudah tertentu. Hal ini memudahkan pertukaran data

untuk dua entiti yang menggunakan standar yang sama.

Salah satu pelaku dapat melakukan inisiatif untuk mengirimkan

data, tidak harus menunggu parternya.

Model yang umum digunakan adalah peer-to-peer, dimana

processing intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku

bisnis.

2. Business to Consumer (B2C): Business to Consumer eCommerce

memiliki karakteristik sebagai berikut:

Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan ke umum.

Pelayanan (service) yang diberikan bersifat umum (generic)

dengan mekanisme yang dapat digunakan oleh khalayak ramai.

Sebagai contoh, karena sistem Web sudah umum digunakan

maka layanan diberikan dengan menggunakan basis Web.

Layanan diberikan berdasarkan permohonan (on demand).

Konsumer melakukan inisiatif dan produser harus siap

memberikan respons sesuai dengan permohonan.

155

Pendekatan client/server sering digunakan dimana diambil

asumsi client (consumer) menggunakan sistem yang minimal

(berbasis Web) dan processing (business procedure) diletakkan

di sisi server.

Business to Consumer e-commerce memiliki permasalahan yang

berbeda. Mekanisme untuk mendekati konsumen pada saat ini

menggunakan bermacam-macam pendekatan misalnya dengan

menggunakan “electronic shopping mall” atau menggunakan konsep

“portal”. Electronic shopping mall menggunakan website untuk

menjajakan produk dan layanan.

Para penjual produk dan layanan membuat sebuah storefront

yang menyediakan katalog produk dan layanan (service) yang

diberikannya. Calon pembeli dapat melihat-lihat produk dan layanan

yang tersedia seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari dengan

melakukan window shopping. Bedanya, calon pembeli dapat

melakukan belanja ini kapan saja dan dari mana saja dia berada tanpa

dibatasi oleh jam buka toko.

3. Consumen to consumen C2C): Dalam C2C seseorang menjual

produk atau jasa ke orang lain. Dapat juga disebut sebagai

pelanggan ke pelanggan yaitu orang yang menjual produk dan

jasa ke satu sama lain.

Lelang C2C, Dalam lusinan negara, penjualan dan pembelian C2C

dalam situs lelang sangat banyak. Kebanyakan lelang dilakukan

oleh perantara, seperti eBay.com, auctionanything.com; para

pelanggan juga dapat menggunakan situs khusus seperti

buyit.com atau bid2bid.com. Selain itu banyak pelanggan yang

melakukan lelangnya sendiri seperti greatshop.com

menyediakan peranti lunak untuk menciptakan komunitas

lelang terbalik C2C online.

Iklan Kecik, Orang menjual ke orang lainnya setiap hari melalui

iklan kecik (classified ad) di koran dan majalah. Iklan kecik

berbasis internet memiliki satu keunggulan besar daripada

156

berbagai jenis iklan kecik yang lebih tradisional: iklan ini

menawarkan pembaca nasional bukan hanya local. Iklan kecik

tersedia melalui penyedia layanan internet seperti AOL, MSN,

dan sebagainya.

Layanan Personal. Banyak layanan personal (pengacara, tukang,

pembuat laporan pajak, penasehat investasi, layanan kencan)

tersedia di internet. Beberapa diantaranya tersedia dalam iklan

kecik, tetapi lainnya dicantumkan dalam situs web serta

direktori khusus. Beberapa gratis dan ada juga yang berbayar

4. Comsumen to Business (C2B): Dalam C2B konsumen

memberitahukan kebutuhan atas suatu produk atau jasa

tertentu, dan para pemasok bersaing untuk menyediakan

produk atau jasa tersebut ke konsumen. Contohnya di

priceline.com, dimana pelanggan menyebutkan produk dan

harga yang diinginkan, dan priceline mencoba menemukan

pemasok yang memenuhi kebutuhan tersebut.

5. Pemerintah ke Warga (Goverment to Citizen—G2C): Dalam

kondisi ini sebuah unit atau lembaga pemerintah menyediakan

layanan ke para masyarakat melalui teknologi E-commerce.

Unit-unit pemerintah dapat melakukan bisnis dengan berbagai

unit pemerintah lainnya serta dengan berbagai perusahaan

(G2B). E-goverment yaitu penggunaan teknologi internet secara

umum dan e-commerce secara khusus untuk mengirimkan

informasi dan layanan publik ke warga, mitra bisnis, dan

pemasok entitas pemerintah, serta mereka yang bekerja di

sektor publik. E-goverment menawarkan sejumlah manfaat

potensial:

E-goverment meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi

pemerintah, termasuk pemberian layanan publik.

157

E-goverment memungkinkan pemerintah menjadi lebih

transparan pada masyarakat dan perusahaan dengan

memberikan lebih banyak akses informasi pemerintah.

E-goverment juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk

memberikan umpan balik ke berbagai lembaga pemerintah

serta berpartisipasi dalam berbagai lembaga dan proses

demokrasi.

6. Perdagangan Mobile (mobile commerce—m-commerce): Ketika

e-commerce dilakukan dalam lingkungan nirkabel, seperti

dengan menggunakan telepon seluler untuk mengakses internet

dan berbelanja, maka hal ini disebut m-commerce.

7. Standar Teknologi E-commerce: Di samping berbagai standar

yang digunakan di Internet, e-commerce juga menggunakan

standar yang digunakan sendiri, umumnya digunakan dalam

transaksi bisnis-ke-bisnis.

Gambar 11.3 Contoh Daya Tarik Wisata Online

158

Aplikasi E-commerce Situs dan Startup Travel Populer

Startup yang menawarkan layanan wisata, seperti pemesanan

tiket pesawat, pemesanan hotel, atau paket perjalanan wisata telah

banyak dibangun oleh para pebisnis internet. Berikut ditampilkan

beberapa website Situs dan startup travel Populer yang telah populer

sebagai bagian dari e-commerce pariwisata.

Agoda.com (www.agoda.com) adalah salah satu platform hotel

online dengan perkembangan terpesat di seluruh dunia dengan daftar

ratusan ribu hotel dan layanan dalam 38 bahasa yang berbeda.

Perusahaan ini didirikan pada tahun 2005 oleh dua pensiunan dari

bisnis perjalanan online dan pada tahun 2007, Agoda.com diakuisisi

oleh Priceline Grup, penjual kamar hotel online terbesar. Priceline

Grup diperdagangkan di NASDAQ (Nasdaq: PCLN) dan merupakan

bagian dari S & P 500. Agoda.com memperkerjakan lebih dari 2,000

profesional di bidang perjalanan wisata yang mewakili lebih dari 20

negara. Agoda memiliki wilayah operasional yang besar meliputi

Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur, Tokyo, Sydney, Hong Kong, dan

Budapest, dengan tambahan kota-kota besar lainnya di seluruh Asia,

Afrika, Timur Tengah, Eropa dan Amerika. Para market manager

Agoda berdedikasi untuk memelihara hubungan erat dengan mitra

hotel Agoda.com untuk menciptakan promosi khusus dan program

pemasaran yang akan membantu Agoda.com menawarkan beberapa

penawaran terbaik di Internet. Keunggulan kompetitif ini didukung

dengan Jaminan Harga Agoda.

159

1. http://www.agoda.com

Gambar 11.4 Situs dan startup Agoda

Sebagai website pemenang penghargaan, Agoda.com

menjanjikan pelayanan yang sangat cepat, mudah digunakan, dan

menggunakan teknologi berkelas dunia untuk memberikan konfirmasi

instan untuk setiap pemesanan dari ribuan hotel yang terdaftar. Selain

berbagai pilihan jenis akomodasi dan kamar, jutaan ulasan hotel

Agoda.com yang 100 persen asli, dikirim oleh pelanggan setelah

mereka selesai menginap di hotel mereka. Menyediakan layanan

bantuan pelanggan 24 jam dalam berbagai bahasa kami memberikan

bantuan dengan cepat dan dapat diandalkan. Agoda juga menawarkan

pelanggan set pilihan hotel terluas dan selalu berusaha untuk

menawarkan harga yang paling kompetitif. Dengan melakukan hal ini,

Agoda berharap untuk membuat perjalanan lebih terjangkau, mudah

diakses, dan menyenangkan untuk para pelanggan di seluruh dunia.

160

2. www.tripadvisor.co.id

Gambar 11.5 Situs dan startup tripadvisor

TripAdvisor mengaku sebagai situs wisata terbesar di dunia

yang membantu wisatawan merencanakan dan memesan perjalanan

impian. TripAdvisor juga menawarkan saran dari jutaan wisatawan

serta berbagai pilihan dan fitur perencanaan wisata dengan link cepat

ke alat bantu pemesanan yang memeriksa ratusan situs web untuk

mencari harga hotel terbaik. Situs web TripAdvisor merupakan

komunitas wisata terbesar di dunia yang menjangkau 350 juta

pengunjung unik setiap bulannya, serta menampilkan lebih dari 290

juta ulasan dan opini tentang 5,3 juta akomodasi, restoran, dan objek

wisata.

161

3. http://www.hotelscombined.com

Hotelcombined mengaku memiliki tim global dengan latar

belakang dan minat berbeda. Yang menyatukan Hotelcombined adalah

obsesinya untuk terus-menerus memperbaiki kualitas layanannya

Hotelcombined adalah perusahaan teknologi dan teknologi yang

merupakan inti semua kegiatan Hotelcombined. Hotelcombined

menggunakan data dan pemikiran untuk melandasi keputusannya,

sehingga dia bisa berfokus pada hal-hal yang penting saja.

Gambar 11.6 Situs Dan Startup Hotelscombined

Teknologi Hotelcombined mengaku selalu mampu menembus

ketersediaan dan harga dari semua situs web perjalanan dari segala

penjuru dunia, termasuk Booking.com, Expedia, Hotels.com, Agoda,

Venere, LateRooms dan lebih banyak lagi. Dalam satu pencarian cepat

dan mudah, Hotelcombined hanya menampilkan informasi yang

wisatawan ingin dan perlu ketahui. Wisatawan akan menemukan apa

yang mereka sedang cari dan mendapatkan yang terbaik dari pesanan

mereka.

162

4. http://www.traveloka.com

Kalau diamati, Traveloka dapat menampilkan harga tiket

pesawat murah yang telah dianalisa dan diolah dari jaringan sumber-

sumber resmi. Traveloka adalah website pencarian tiket pesawat

online terbesar di Indonesia.

Gambar 11.7 Situs dan Startup Traveloka

Situs ini menawarkan beberapa kelebihan, diantaranya adalah

sebagai berikut ini:

[1] Teknologi efisien: Lain dengan online travel agent pada

umumnya, biaya operasional kami jauh lebih rendah berkat

sistem online aman dan mutakhir.

[2] Bukan cuma murah, ini harga jujur: Harga di awal sudah final,

gratis biaya transaksi dan tanpa biaya tersembunyi.

[3] Online Travel Agent terbesar di Indonesia: Kami online travel

agent terbesar dan terpercaya yang bekerja sama dengan

163

banyak airline dan hotel dalam menghadirkan promo dan harga

khusus tiap harinya.

[4] Traveloka Best Price Guarantee: Jika menemukan harga lebih

murah dari pemesanan Anda di Traveloka, klaim dan kami akan

menggantinya.

[5] Jaminan Aman Transaksi Online: Teknologi SSL dari RapidSSL

dengan Sertifikat yang terotentikasi menjamin privasi dan

keamanan transaksi online Anda. Konfirmasi instan dan e-tiket

dikirim ke email Anda.

[6] Hasil Pencarian Terlengkap: Mencari dan membandingkan

harga tiket pesawat Lion Air, Sriwijaya Air, Garuda Indonesia,

Citilink, dan lain-lain, termasuk KalStar dan Aviastar.

[7] Harga Tertera Sudah Termasuk Pajak: Harga tiket pesawat yang

ditampilkan sudah termasuk biaya-biaya seperti pajak, Iuran

Wajib Jasa Raharja, dan fuel surcharge.

[8] Berbagai Pilihan Pembayaran: Pembelian tiket menjadi semakin

fleksibel dengan berbagai pilihan pembayaran, dari Transfer

ATM, Kartu Kredit, hingga Internet Banking.

[9] Smart Algorithm: Kami berusaha mencari tiket pesawat terbaik

dari segi harga, lama perjalanan, waktu terbang, kombinasi

maskapai, dan lain-lain, dengan teknologi terbaru.

164

5. http://www.hoteltravel.com

Gambar 11.8 Situs dan Startup Hoteltravel

HotelTravel.com juga mengaku sebagai salah satu website

pemesanan kamar hotel yang paling cepat berkembang di Internet dan

bagian dari MakeMyTrip Limited (NASDAQ: MMYT), Portal

HotelTravel.com paling populer di India dan bisnis e-commerce

terbesar di negara ini. Dengan jaringan global yang berkembang pesat.

HotelTravel.com mencakup lebih dari 140.000 hotel di seluruh dunia.

Perusahaan ini menggunakan teknologi terbaru untuk memberikan

tarif hotel terbaik dan promosi untuk wisatawan bisnis dan

kenyamanan dengan fokus yang kuat pada tujuan paling populer di

Asia. Staf multinasional HotelTravel.com ini terdiri ratusan profesional

dari lebih dari 20 negara yang berbeda, semua dengan pengalaman

yang luas di kedua industri internet dan perjalanan. tim multibahasa

perusahaan sangat terlatih.

165

Gambar 11.9 Situs dan Startup Booking dot com

166

GLOSARIUM

Citra Destinasi Pariwisata adalah sebuah pengetahuan individu dan

keyakinannya terhadap sebuah destinasi pariwisata yang

dipersepsikan atau dievaluasi.

Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan

alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran

atau tujuan kunjungan wisatawan.

Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam

satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya

terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,

aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan

melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling

terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan

pariwisata.

Industri perjalanan wisata adalah industri yang disibukkan dengan

harga karena karakteristik produk seperti regulasi resmi yang

luas dan waktu yang lama antara keputusan harga dan

penjualan

Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi

utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan

pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau

lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya,

pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan

hidup, serta pertahanan dan keamanan.

Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang

167

muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara

serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,

sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan

pengusaha.

Kepuasan Pelanggan adalah fungsi dari harapan pelanggan terhadap

pelayanan yang diterimanya

Loyalitas Wisatawan: Loyalitas wisatawan adalah kesetiaan

wisatawan terhadap destinasi pariwisata Bali yang

ditunjukkan oleh kerelaan untuk merekomendasi calon

wisatawan dan niat melakukan kunjungan ulang.

Motivasi perjalanan wisata adalah motif yang mendorong dan

menggerakkan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata

ke destinasi pariwisata Bali. Motivasi perjalanan wisata dibagi

menjadi dua, yakni motivasi internal yang disebut dengan push

factor dan motivasi eksternal yang disebut dengan pull factor.

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Pemasaran adalah kegiatan yang sistematis dan serius yang diawali

dengan rencana dan mengambil tindakan yang mendapatkan

lebih banyak orang untuk membeli lebih banyak produk

pemasok, lebih sering dan pada harga yang lebih tinggi,

sehingga lebih banyak uang dihasilkan

Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang

melakukan kegiatan usaha pariwisata.

Produk pariwisata yang inklusif adalah pengalaman bermakna yang

memberikan konteks langsung kepada pengunjung, namun

bergantung pada rangsangan indera penglihatan dan suara.

Promosi adalah istilah deskriptif untuk campuran kegiatan

komunikasi, baik secara pribadi dan melalui media massa,

dilakukan dalam rangka untuk mempengaruhi orang-orang

untuk membeli

168

Suplai Pariwisata adalah multivariabel produk yang membentuk

kepuasan gabungan dari variabel daya tarik wisata, hotel atau

akomodasi, pelayanan imigrasi, restoran, pusat perbelanjaan,

dan juga transportasi.

Usaha agen perjalanan wisata adalah usaha jasa pemesanan sarana,

seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta

pengurusan dokumen perjalanan.

Usaha biro perjalanan wisata adalah usaha penyediaan jasa

perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan

penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan

perjalanan ibadah.

Usaha daya tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola

daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya

tarik wisata buatan/binaan manusia.

Usaha jasa informasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan data,

berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai

kepariwisataan yang disebarkan dalam bentuk bahan cetak

dan/atau elektronik.

Usaha jasa konsultan pariwisata adalah usaha yang menyediakan

saran dan rekomendasi mengenai studi kelayakan,

perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian, dan pemasaran di

bidang kepariwisataan.

Usaha jasa makanan dan minuman adalah usaha jasa penyediaan

makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan

perlengkapan untuk proses pembuatan dapat berupa restoran,

kafe, jasa boga, dan bar/kedai minum.

Usaha jasa perjalanan wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan

usaha agen perjalanan wisata.

Usaha jasa pramuwisata adalah usaha yang menyediakan dan/atau

mengoordinasikan tenaga pemandu wisata untuk memenuhi

kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan biro perjalanan

wisata.

169

Usaha jasa transportasi wisata adalah usaha khusus yang

menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan

pariwisata, bukan angkutan transportasi reguler/umum.

Usaha kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya

membangun dan/atau mengelola kawasan dengan luas

tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau

jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan

penyelenggaraan pariwisata.

Usaha penyediaan akomodasi adalah usaha berupa hotel, vila, pondok

wisata, bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan

akomodasi lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata.

Usaha penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan

pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan

pelayanan pariwisata lainnya.

Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi adalah usaha

yang ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni

pertunjukan, arena permainan, karaoke, bioskop, serta

kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan untuk

pariwisata.

Usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi,

dan pameran adalah usaha yang memberikan jasa bagi suatu

pertemuan sekelompok orang, menyelenggarakan perjalanan

bagi karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan atas

prestasinya, serta menyelenggarakan pameran dalam rangka

menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan

jasa yang berskala nasional, regional, dan internasional.

Usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan

metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-

rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas

fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan

tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

170

Usaha wisata tirta adalah usaha yang menyelenggarakan wisata dan

olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta

jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut,

pantai, sungai, danau, dan waduk.

Visitor Center adalah untuk menjadi pengganti objek wisata atau

setidaknya menjadi daya tarik besar dalam dirinya sendiri.

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk

tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka

waktu sementara.

Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata.

171

DAFTAR PUSTAKA

Ainur Rofiq, “Peningkatan Peran Infokom Dalam Mempromosikan

Pariwisata Daerah (Tinjauan dari Aspek Pemanfaatan

Teknologi Informasi dan Komunikasi)”, Fakultas Ekonomi

Universitas Brawijaya Malang, 2006

Ajzen, I,. Fishbein, M. 1977. Attitude-Behavior relations: A theoretical

analysis and review of empirical research. Psychological

Bulletin, 84, 888–918.

Alisa Bailey. 2011. VTC: Virginia Tourism Corporation in Strategic

Marketing Plan FY12

Amstrong, G.K. and Morgan, K. 1998. Stability and change in levels of

habitual physical activity in later life. Age and Ageing.

University of Queensland.

Annisa, Hyra. 2012. Identifikasi Karakteristik Tempat Rekreasi Yang

Menarik Untuk Dikunjungi Para Lansia Dari Segi Penawaran.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 23 No. 2, Agustus

2012, hlm. 103 – 118.

Ardika, I Wayan. 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan, Refleksi dan

Harapan di Tengah Perkembangan Global. Program Studi

Magister (S2): Kajian Pariwisata Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Ari, K.A., Yudana, I.M., Pursika, I.N. 2015. Budaya Hindu Yang Masih

Digunakan Setelah Terjadinya Proses Peralihan Agama Hindu

Menjadi Kristen (Study Kasus Di Desa Blimbingsari, Kecamatan

Melaya, Kabupaten Jembrana). Jurnal Jurusan Pendidikan PKn,

3(1).

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta

172

Armstrong, G.K. and Morgan, K. 1998. Stability and change in levels of

habitual physical activity in later life. Age and Ageing 27, 17-

23.

Azwar, S. 2003. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Backman, S. J., Crompton, J. L,. 1991. The usefulness of selected variables

for predicting activity loyalty. Leisure Science, 13, 205–220.

Badan Pusat Statistik. 2011. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara

dan Nusantara yang langsung datang ke Bali. Laporan BPS

Prov Bali.

Baloglu, S. dan McCleary, K.W,. 1999. A model of destination image

formation. Annals of Tourism Research, 26 (4), pp. 868-897.

Barsky, Jonathan. 1992. Customer Satisfaction in the Hotel Industry:

Measurement and Meaning. Cornell H.R.A. Quaterly, 7,20-41.

Bates, Lyndel. 2004. The Value of Grey Tourism: Maximising the Benefits

for Queensland. Queensland Parliamentary Library, Research

Publications and ReSumbers Section. Research Brief No

2004/04, (serial online) available from www.

parliament.qld.gov.au cited 1 July 2013.

Beirman, D. (2003). Restoring Tourism Destinations in Crisis: A

Strategic Marketing Approach. Wallingford: Cabi Publishing

Bennett, JA (ed.) 2000: Managing tourism services; a Southern African

perspective, second edition. SA: Van Schaik Publishers.

Blazey, M.A. 1986. Research breathes new life into senior travel

program. Parks and Recreation October, 55-56.

Buhalis, D. and Laws, E. (2001). Tourism Distribution Channels.

London: Continuum.

Butler, R 1998: Sustainable tourism - looking backwards in order to

progress? (In: Hall, CM & Lew, AA (eds.), Sustainable tourism; a

geographic perspective, p.25-34). USA: Addison Wesley

Longman Ltd.

Cateora, P.R. and Ghauri, P.N. (2000). International Marketing:

European Edition. Maidenhead: McGraw-Hill.

173

Chena, Ching-Fu,. Wu, Chine-Chiu. 2009. How Motivations, Constraints,

and Demographic Factors Predict Seniors’ Overseas Travel

Propensity. Department of Transportation and Communication

Management Science, National Cheng Kung University, Taiwan,

Department of Tourism Department, Nan Hua University,

Taiwan: Asia Pacific Management Review 14(3) (2009) 301-

312, available from www.apmr.management.ncku.edu.tw cited

20 December 2013

Cheng, Y. H. 2000. A Study on the factors of internal service quality--

Nurse for example.

Choi, Suh-hee., Kim, Jeong-Nam, Cai, Liping A. 2012. Tourism Loyalty:

An Extended Communicative Action Model. Purdue Tourism and

Hospitality Research Center, Purdue University, USA (serial

online) diunduh pada 12 Mei 2013, pada

www.scholarworks.umass.edu

Cipta, Cet. III.

Coban, S. 2012. The effects of the Image of Destination on Tourist

Satisfaction and Loyalty: The Case of Cappadocia. European

Journal of Social Sciences, 29(2), 222-232.

Cohen, E. 1984. The sociology of tourism: approaches, issues and

findings. Ann. Rev. Social 10: 373-92

Cohen, G.D. 2000 The Creative Age: Awakening Human Potential in the

Second Half of Life. HarperCollins, New York.

Cooper, C 1991: The technique of interpretation (In: Medlik, S (ed.),

Managing tourism, 1997 edition, p.224-230). UK: Butterworth-

Heinemann Ltd.

Cooper, C 1994a: Education and training (In: Witt, SF & Moutinho, L

(eds.), Tourism management and marketing handbook, second

edition, p.140-144). UK: Prentice Hall International (UK) Ltd.

Cooper, C 1994b: Product life cycle (In: Witt, SF & Moutinho, L (eds.),

Tourism management and marketing handbook, second

edition, p.341-345). UK: Prentice Hall International (UK) Ltd.

174

Cooper, C. And Jackson, S. L. 1997. Destination Life Cycle: The Isle of

The man Case Study. (ed. Lesly, France) dalam The Earthscan

Reader in Sustainable Tourism. UK: Earthscan Publication

Limited.

Cooper, C; Fletcher, J; Gilbert, D & Wanhill, S edited by Shepherd, R

1998: Tourism; principles and practice, second edition. USA:

Addison Wesley Longman Ltd.

Cooper, CP & Lockwood, A (eds) 1992: Progress in tourism, recreation

and hospitality management, volume four. UK: Belhaven Press.

Corporate tourism New South Wales. 2009. Facts & Figures, Reports

and Presentations (serial online). Available from

http://www.destinationnsw.com.au cited 21 September 2012.

Creswell, J. W. 2008. Mixed Methods Research in Education. Journal of

Mixed Methods Research, Nelson Mandela University, 17

October 2008.

Cross, G. 1990 A Social History of Leisure Since 1600. Venture, State

College, Penn-sylvania.

Darsoprajitno, H, Soewarno.2001.Ekologi Pariwisata,Tata Laksana

Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata.Bandung:Angkasa

Departemen Sosial. 2006. Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Bina

Pelayanan Sosial Lanjut Usia, Edisi Cetak Ulang, Jakarta, 2006

Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional

BAPPENAS, “Pengembangan Ekonomi Daerah Berbasis

Kawasan Andalan: Membangun Model Pengelolaan dan

Pengembangan Keterkaitan Program”, Direktorat

Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal.

Dick, A. S., Basu, K,. 1994. Customer loyalty: Toward an integrated

conceptual framework. Journal of the Academy of Marketing

Science, 22(2), 99–113.

175

Dimanche, F., Havitz, M. E,. 1994. Consumer behavior and tourism:

Review and extension of four study areas. Journal of Travel and

Tourism Marketing, 3(3), 37–58.

Disparda Bali 2010. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara

berdasarkan Kebangsaan. Denpasar.

Disparda Bali, 2012. Data perkembangan Jumlah kunjungan langsung

wisatawan Mancanegara ke Bali Tahun 1994 – 2012.

Disparda Bali, 2013. Analisis Pasar Wisatawan Nusantara 2013.

Available from http://www.disparda.baliprov.go.id/id/

Database-Dinas-Pariwisata, cited 8 January 2014.

Dodik Ariyanto, 2012. “Pengaruh Efektivitas Penggunaan Dan

Kepercayaan Teknologi Sistem Informasi Terhadap Kinerja

Individual”, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas

Udayana.

Doganis, R. (2005). The Airline Business. 2nd edn. London: Routledge.

Doole, I. and Lowe, R. (2001). International Marketing Strategy. 4th

edn. London: Thomson Learning.

Echtner, C. M., Ritchie, J. R. B,. 1991. The meaning and measurement of

destination image. The Journal of Tourism Studies, 2 (2), pp. 2-

12.

Edgell Sr, David, 2003. A New Era for Tourism: The Ten Important

Tourism Issues for 2003, University of Missouri-Kansas City

Ekinci, Y., Riley, M., Chen, J,. 2001. A review of comparisons used in

service quality and customer satisfaction studies: Emerging

issues for hospitality and tourism research. Tourism Analysis,

5(2/4), 197–202.

Esichaikul, Ranee. 2012. Travel motivations, behavior and requirements

of European senior tourists to Thailand. Sukhothai

Thammathirat Open University (Thailand), Vol. 10 Nº 2.

Special Issue. Pp. 47-58. 2012

European Commission. 2012. Tourism for Seniors. (Serial online) cited

5 October 2014, available from http://ec.europa.eu/

enterprise/sectors/tourism/tourism-seniors/index_en.htm

176

Fakeye, P. C., Crompton, J. L. 1991. Image differences between

prospective, first-time, and repeat visitors to the lower Rio

Grande valley. Journal of Travel Research, 30 (2): 10-15.

Fandeli, Chafid. 2001. Dasar-dasar Managemen Kepariwisataan Alam.

Liberty. Yogyakarta.

Fauzi. 1995. Kamus Akuntansi Praktisi. Surabaya: Indah

Ferdinand, Agusty. 2002. Structural Equation Modeling Dalam

Penelitian Manajemen. Semarang: BP UNDIP.

Firmansyah. 2011. Paket Wisata Untuk Para Lansia Akan

Dikembangkan. Dunduh pada 17 Juli 2012, pada

http://lansiasehat.com/paket-wisata-untuk-para-lansia-akan-

dikembangkan.html

Flavian, C., Martinez, E., Polo, Y,. 2001. Loyalty to grocery stores in the

Spanish market of the 1990s. Journal of Retailing and Consumer

Services, 8, 85–93.

Fornell, Claes. 1996. The American Customer Satisfaction Index:

Nature, Purpose, and Findings. Journal of Marketing, 60(10).

(7-18).

Framke, W,. 2002. The Destination as a Concept: A Discussion of the

Business-related Perspective versus the Socio-cultural Approach

in Tourism Theory. Scandinavian Journal of Hospitality and

Tourism, 2 (2): 92-108.

Francken, D. A., Van Raaij, W. F,. 1981. Satisfaction with leisure time

activities. Journal of Leisure Research, 13(4), 337–352.

Gallarza, M., Gil, I. Calderón, H. 2002. Destination image. Towards a

conceptual framework, Annals of Tourism Research, 29 (1), 56-

78.

Gartner, W. C. 1993. Image formation process. Journal of Travel &

Tourism Marketing, 2(2-3), 191-216.

Gebyar Andyono, “Analisis Kebutuhan Sistem Informasi Dan Desain

Sistem Pariwisata Untuk Kawasan Resort Hutan: Studi Kasus

Wilayah Hutan Wanagama”, Yogyakarta, Sekolah Pascasarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007.

177

Gengqing, Chi. 2005. “A Study of Developing Destination Loyalty Model”.

(Dissertation) Submitted to the Faculty of the Graduate College

of the Oklahoma State University in Partial Fulfillment of the

Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy, July

2005

George, R 2001: Marketing South African tourism and hospitality. SA:

Oxford University Press Southern Africa.

Ghozali, Imam., Fuad. 2005. Structural Equation Modelling. Badan

Penerbit: Undip, Semarang.

Gilbert D. 1993. Consumer Behavior and Tourism Demand. In: Crish

Cooper, John Fletcher, David Gilbert, Stephen Wanhill (editor).

Tourism: Principles and Practices. London. Pitmann Publishing.

Gillon, S.M. 2004 Boomer Nation: the Largest and Richest Generation

Ever, and How it Changed. Free Press, New York.

Gillon, S.M. 2004 Boomer Nation: the Largest and Richest Generation

Ever, and How it Changed. Free Press, New York.

Gitelson, R. J., J. L. Crompton. 1984. Insights into the repeat vacation

phenomenon. Annals of Tourism Research, 11: 199-217.

Gnoth, J,. 1997. Tourism motivation and expectation formation. Annals

of Tourism Research, 21(2), 283–301.

Goncalves, Karen P. 1998. Service Marketing A Strategy Approach.

Upper Saddle River New Jersey: Prentice Hall: 1-80.

Gray, Pennington, L.. Kerstetter, D.L,. 2001. Examining travel

preferences of older Canadian adults over time. Journal of

Hospitality and Leisure Marketing 8, 131–145.

Gremler, Dwayne D. and Brown, Stephen W.(1997). Service Loyalty:

Its Nature, Importance, and Implications. Advancing Service

Quality: A Global Perspective, Edvardsson et al., (eds) Quiz 5,

Conference Processing, University of Karlstad, Sweden, (171-

181).

Gremler, Dwayne D., Brown, Stephen W. 1997. Service Loyalty: Its

Nature, Importance, and Implications. Advancing Service

Quality: A Global Perspective, Edvardsson et al., (eds) Quiz 5,

178

Conference Processing, University of Karlstad, Sweden, (171-

181).

Griffin, Jill. 2002. Customer Loyalty: How to Earn It, How to Keep It.

Singapore: Lexington Books, The Free Press.

Gronroos, Christian. 1990. Services Management and Marketing:

Managing the Moments of Truth in Service Competition.

Massachusetts: Lexington Books.

Guliling, Hasnawati., Yuhanis Abdul Aziz, Jamil Bojei, Murali

Sambasivan,. 2013. Conceptualizing Image, Satisfaction And

Loyalty Of Heritage Destination. 4th International Conference

On Business And Economic Research (4th Icber 2013)

Proceeding, cited 05 March 2013. Golden Flower Hotel,

Bandung, Indonesia ISBN: 978-967-5705-10-6. available from

www.internationalconference.com.my

Gyte, D. M., A. Phelps. 1989. Patterns of destination repeat business:

British tourists in Mallorca, Spain. Journal of Travel Research,

28 (1): 24-28.

Hair, J. F., Anderson, R. E., Tatham R.L., Black, W. C., 2006. Multivariate

Data Analysis. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

Handoko, Hani T, dan Reksohadiprodjo Sukanto.1996. Organisasi

Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta: BPFE

Heath, E. and G. Wall, 1992. Marketing Tourism Destinations, A

Strategic Marketing Planning Approach. New York: John Wiley

and Sons, Inc.

Henderson, J.C. (2003). Communicating in a crisis: Flight SQ 006.

Tourism Management. 24

Henny Khusniatiy, “Sistem Informasi Manajemen Perhotelan Dengan

Aplikasi Visual Basic Studi Kasus Pada Puri Indrakila Hotel Dan

Cottage Ungaran”, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Semarang 2007.

Heskett, J. L., Sasser, W. E., Schlesinger, L. A,. 1997. The service profit

chain. New York, NY: The Free Press.

179

Heskett, James L.; Jones, Thomas O.; Loveman, Garry W.; Sasser, W.

Earl; and Schlesinger, Leonard A. (1994). Putting the Service-

Profit Chain to Work. Harvard Business Review, March-April,

(164-174).

Hofstede, Geert, dan Hofstede, Jan, Gert. 1997. Wired international

teams: experiments in strategic decision-making by multi-

cultural virtual teams: Proceedings of the 5th European

Conference on Information Systems, (eds. Galliers, Murphy,

Hansen. O'Callaghan, Carlsson, Loehbecke)

Holloway, J.C. (2005). Tourism Marketing. 4th edn. Harlow, England:

Prentice Hall.

Hooper, Daire; Joseph Coughlan; and Michael R. Mullen. 2008.

Structural Equation Modelling: Guidelines for Determining

Model Fit, The Electronic Journal of Business Research Methods,

Vol 6: 53-60.

Horner, S & Swarbrooke, J 1996: Marketing tourism, hospitality and

leisure in Europe.

Hudson, S. and Miller, G.A. (2003). The responsible marketing of

tourism: The case of Canadian Mountain Holidays. Tourism

Management. 26

Indrawati, Yayuk. 2010. Persepsi Wisatawan Lanjut Usia Pada Fasilitas

Akomodasi Dan Aktivitas Pariwisata Bernuansa Seni Budaya Di

Desa Sanur. Denpasar: Jurnal Soca, Universitas Udayana.

Ing, D. 1993 Potential for senior travel escalates. Hotel and Motel

Management 208.

International Editrion, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey

Iso-Ahola, S.E 1999. Motivational Foundations of Leisure. Leisure

Studies Prospects for the Twenty First Century. University of

Maryland.

Iso-Ahola, S.E. 1982. Towards a Social Psychological Theory of tourism

Motivation: A Rejoinder. Annals of Tourism Research.

Iso-Ahola, S.E. 1991. Towards a Social Psychological Theory of tourism

Motivation: A Rejoinder. Annals of Tourism Research.

180

Jackson and Burton 2005. Leisure Studies: Prospects for the Twenty

First Centery. Pennsylvania: State College Venture Publishing

Inc.

Jackson, Edgar, L., Burton, Thomas, L. 1999. Leisure Studies: Prospects

for the Twenty First Century. Pennsylvania: State College

Venture Publishing Inc.

Jacoby, J., Chesnut, R. W,. 1978. Brand loyalty measurement and

management. New York: Wiley.

James Spillane.1993. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.

Yogyakarta: Kanisius.

Jang, S., And Feng, R. 2007. Temporal destination revisit intention: The

effects of novelty seeking and satisfaction. Tourism

Management

Jin, Wu Qing. 2006. “A Study of Tourist Consumer Behaviour,” Tourism

Education Publishing House, pp. 15-19

Jobber, D. (1995). Principles and Practice of Marketing. Maidenhead,

UK: McGraw-Hill Book Company.

Jonathan, Sarwono., Herlina, Budiono. 2012. Statistik Terapan Aplikasi

Untuk Riset Skripsi, Tesis dan Disertasi, menggunakan SPSS,

AMOS dan Excel. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Kompas

Gramedia.

Kandampully & Suhartanto, Dwi (2000) Customer loyalty in the hotel

industry: the role of image and customer satisfaction,

International Journal of Contemporary Hospitality

Management. Vol. 12. 6, 2000.

Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM Provinsi Bali. 2012. Kanwil

Departemen Kehakiman dan HAM Provinsi Bali. Kunjungan

Langsung Wisatawan Mancanegara ke Bali Berdasarkan

Kebangsaan Tahun 2007 – 2011.

Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM Provinsi Bali. 2012.

Kunjungan Langsung Wisatawan Mancanegara ke Bali

Berdasarkan Kebangsaan Tahun 2007–2011. Publikasi Kanwil

Dep. Kehakiman dan HAM Provinsi Bali

181

Kasali. Rhenald. 2005. Membidik Pasar Indonesia, Segmentasi,

Targeting, Positioning, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Kelloway, E. Kevin. 1995. Structural Equation Modelling in Perspective,

Journal of Organizational Behavior, Vol 16: 215-224.

Kelly, J.R. 1992 Leisure. In: Bogatta, E.F. ed. Encyclopedia of Sociology,

Vol. 3. Macmillan, New York.

Kelly, J.R. and Kelly, J.R. 1994 Multiple dimensions of meaning in the

domains of work, family and leisure. Journal of Leisure

Research.

Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Publikasi Kem. Kebudayaan

dan Pariwiata RI. 2011. SK Menteri Kehakiman No. M-04-

12.01.02/1998. (serial online) Jakarta. Temporary Visa: Ijin

Tinggal Wisatawan Senior.

Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Temporary Visa: Ijin Tinggal

Wisatawan Lanjut usia. (serial online) Jakarta: Publikasi Kem.

Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Keputusan Presiden

/Keppres No. 31/1998.

Keown, C., Jacobs, L. and Worthley, R. 1984. American tourists’

perceptions of retail stores in 12 selected countries. Journal of

Travel Research, 22(3): 26-30.

Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Aksesibilitas dan Kemudahan

Dalam Penggunaan Sarana dan Prasarana. Komisi Nasional

Lanjut Usia.

Kotler, P, Bowen, Jhon, Makens, James. 1996. Marketing for hospitality

& tourism. Practice-Hall, Inc. A Simon and Schuster Company

Upper Saddle River, NJ 07458.

Kotler, P, Keller, K. 2012. Marketing Management, 14th Edition,

Pearson Education, Inc., publishing as Prentice Hall, One Lake

Street, Upper Saddle River,New Jersey 07458

182

Kotler, P. (1997). Marketing Management: Analysis, Planning and

Control. 9th edn. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall

International.

Kotler, P., M.A. Hamlin, I. Rein and D.H. Haider, 2002. Marketing Asian

Places, Attracting Investment, Industry, and Tourism to Cities,

States and Nations. Singapore: John Wiley & Sons, Inc.

Kotler, P; Bowen, J & Makens, J 1996: Marketing for hospitality and

tourism. USA: Prentice-Hall Inc.

Kotler, P; Haider, DH & Rein, I 1993: Marketing places; attracting

investment, industry, and tourism to cities, states and nations.

USA: The Free Press, Macmillan Inc.

Kotler, Philip, Gary Armstrong. 1999. Principle of Marketing. 8th

Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan,

Implementasi dan kontrol, Jakarta: Prehalindo.

Kotler, Philip. 2003. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan,

Implementasi dan kontrol, Jakarta: Prehalindo.

Kozak M. 2002. Comparative analysis of tourist motivations by

nationality and destinations. Tourism Management.

Kozak, M,. Rimmington, M,. 2000. Tourist satisfaction with Mallorca,

Spain, as an off-season holiday destination. Journal ofTravel

Research, 38(3), 260–269.

Kozak, M., Bigné, E., & Andreu, L. 2003. Limitations of Cross-Cultural

Customer Satisfaction Research and Recommending

Alternative Methods. Journal of Quality Assurance in

Hospitality and Tourism.

Kozak, M., Rimmington, M. 2000. Tourist satisfaction with Mallorca,

Spain as anoff-season holiday destination. Journal of Travel

Research, 38 (February).

Krippendorf, J. 1987. The Holiday Makers: Understanding the impact

of leisure and travel, Butterworth-Heinemann.

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi:

Bagaimana peneliti dan menulis tesis?. Jakarta: Erlangga.

183

Kuo-Ching Wang, Joseph S. Chen, Shu-Hui Chou. 2007. Senior Tourists’

Purchasing Decisions In Group Package Tour. Anatolia: An

International Journal Of Tourism And Hospitality Research,

Volume 18, Number 1, Pp. 139-154. 2007

LaTour, S. A., Peat, N. C, 1979. Conceptual and methodological Issues in

consumer satisfaction research, Ralph day, Bloomington Wilkie,

W.L. (Eds.), (pp. 31–5). IN: Indiana University Press.

Lawton, M.P. 1993 Meanings of activity. In: Kelly, J.R. ed. Activity and

aging. Sage, Newbury Park, California.

Leven, G.E. 1972. A market segmentation analysis of holiday

destinations. Seminar on Research and the Travel and Tourism

Market. ESOMAR (pp.29-47): Bled, Yugoslavia.

Liljander, V,. 1994. Modeling perceived service quality using different

comparison standard. Journal of Consumer Satisfaction and

Dissatisfaction, 7, 126–142.

Liu, Chao-Chin., Huang, Ching-Hsu., Liu, Yi-Hui. 2004. How Motivations,

Constraints, and Demographic Factors Predict Seniors’ Overseas

Travel Propensity. Department of Tourism Department, Nan

Hua University, Taiwan. Asia Pacific Management Review 14(3)

(2009) 301-312. Cited 30 August 2008. available from

www.apmr.management.ncku.edu.tw

Liying, Zhou Tze,. Wang, Xiaolin. 2012. Tourist Satisfaction-based

Tourism Destination Image Mode – TSS. Available from

http://www.ikk9.com cited 23 Oktober 2012

Losier, Gaetan F., Bouraque, Paul E., Vallerand, Robert J. 1992. A

Motivational Model of Leisure Participation in the Elderly. The

Journal of Psychology 127(2).153-170: Universite du Quebec a

Montreal.

MacCannell, D. 1977. The tourist. New York: Schockon

MacNeil, R.D,.1991. The recreation profession and the age revolution:

times they are a ‘changin’. Illinois Parks and Recreation 22,

(September/October), 22–24.

Mandal, P. and Vong, J., 2015. Development of Tourism and the

184

Hospitality Industry in Southeast Asia. Singapore: Springer

Mazursky, D,. Jacoby, J. 1986 “Exploring the development of store

images”. Journal of Retailing, 62: 145-65.

Mbuthia, Ruth., Bambot, Gildas Y. 2011. Utilizing Elderly Free Time

Activities: A Study Of Activities That Promote Health And

Wellbeing. Bachelor‟s Thesis Degree Programme in Nursing

Vasa: Novia University of Applied Sciences.

McCabe, Scott (2009). Butterworth-Heinemann is an imprint of

Elsevier Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP, UK The

Boulevard, Langford Lane, Kidlington, Oxford OX5 1GB, UK

First edition 2009

McGuire, F.A. (1984) A factor analytic study of leisure constraints in

advanced adult-hood.Leisure Sciences 6, 313-326.

McGuire, F.A., Boyd, R.K. and Tedrick, R.E. 2004 Leisure and Aging:

Ulyssean Living in Later Life, 3rd edn. Sagamore, Champaign,

Illinois.

McIntosh, Robert W dan Charles R goeldner. 1986. Tourism Principle,

Practices and Philosophies. L John Wiley & Sons. New York.

Middleton, VTC 1994: Marketing in travel and tourism, second edition.

UK: Butterworth, Heinemann Ltd.

Milman, A., Pizam, A,. 1995. The role of awareness and familiarity with

a destination: the central Florida case. Journal of Travel

Research, 33 (3), pp. 21-27.

Moleong, J. Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

Rosda Karya

Muller, T.E. and O’Cass, A. 2001 Targeting the young at heart: seeing

senior vacationers the way they see themselves. Journal of

Vacation Marketing 7.

Muller, T.E. and O’Cass, A. 2001 Targeting the young at heart: seeing

senior vacationers the way they see themselves. Journal of

Vacation Marketing 7.

185

Musa, Ghazali., Sim, Ong Fon. 2010. Travel behaviour: a study of older

Malaysians. Current Issues in Tourism. Vol. 13, No. 2, March

2010, 177–192.

News Letter Pemasaran Pariwisata Indonesia Vol. 20 No. 1 Oktober

2011

News Letter Pemasaran Pariwisata Indonesia Vol. 21 No. 1 September

2011

Nirwandar, Sapta. 2010. Ijin Tinggal Bagi Wisatawan Warga Negara

Asing Lansia. (serial online) Jakarta: News letter informasi

pemasaran pariwisata., Edisi 12

Noe, F. P., Uysal, M,. 1997. Evaluation of outdoor recreational settings. A

problem of measuring user satisfaction. Journal of Retailing and

Consumer Services, 4(4), 223–230.

O’Connor, T. J (2001). Performance management - Electrical

wholesaling.

Office of National Statistics (2007). Travel Trends 2006: Data and

commentary from the International Passenger Survey 2006.

ONS/HMSO.

Oka Yoeti. 1996. Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa.

Okumus, F. and Karamustafa, K. (2005). Impact of an Economic Crisis

Evidence from Turkey. Annals of Tourism Research. 32 (4)

Oliver, Richard L. 1999. When Customer Loyalty, Journal of Marketing,

Vol. 63. pp. 33-34 (Special Issues)

Optimalisasi Potensi Agrowisata Melalui Sistem Informasi Berbasis

Web Service Dalam rangka Peningkatan PAD, http://

digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/

HASHfbee.dir/doc

Patterson, Ian. 2006. Growing Older: Tourism and Leisure Behaviour of

Older Adults. School of Tourism and Leisure Management

University of Queensland, CABI is a trading name of CAB

International.

Pearce, P. L,. 1982. The social psychology of tourist behavior. Oxford:

Pergamon Press.

186

Pearce, P.L. and Lee, U. 2005. ‘‘Developing the travel career approach

to tourist motivation’’, Journal of Travel Research, Vol. 43 No. 3

Pendit, I Nyoman, S. 1999. Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana.

Jakarta: PT Pradnya Paramita, cetakan ke-enam edisi revisi.

Pike, S., 2008. Destination Marketing, An Integrated Marketing

Communication Approach. USA: Elsevier Inc.

Pillai & Bagavathi. 2003. Office Management. Ram Nagar New Delhi:

S.Chad & Company Ltd.

Pitana, I. Gde dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi Pariwisata.

Jogjakarta. Penerbit Andi

Plog, S.C. 1974. ‘‘Why destination areas rise and fall in popularity’’,

Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 14

No. 4

Plog, S.C. 1987. ‘‘Understanding psychographics in tourism research’’,

in Ritchie, J.R.B. and Goeldner, C.R. (Eds), Travel, Tourism and

Hospitality Research. A Handbook for Managers and

Researchers, John Wiley & Sons, New York, NY

Plog, S.C. 2001. ‘‘Why destination areas rise and fall in popularity: an

update of a Cornell quarterly classic’’, Cornell Hotel and

Restaurant Administration Quarterly, Vol. 42 No. 3

Postma, P 1999: The new marketing era; marketing to the imagination

in a technologydriven world. USA: McGraw-Hill.

Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Keputusan

Presiden /Keppres No. 31/1998. Temporary Visa: Ijin Tinggal

Wisatawan Usia Lanjut. Jakarta.

Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Keputusan

Presiden /Keppres No. 31/1998. Jakarta, Temporary Visa: Ijin

Tinggal Wisatawan Senior.

Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Ketetapan Dirjen

Imigrasi No. F.256-12.02/2000. Temporary Visa: Ijin Tinggal

Wisatawan Usia Lanjut. Jakarta.

187

Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Ketetapan Dirjen

Imigrasi No. F.256-12.02/2000. Jakarta.Temporary Visa: Ijin

Tinggal Wisatawan Senior.

Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. SK Menteri

Kehakiman No. M-04-12.01.02/1998. Temporary Visa: Ijin

Tinggal Wisatawan Usia Lanjut. Jakarta.

Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. SK Menteri

Kehakiman No. M-04-12.01.02/1998. Jakarta.Temporary Visa:

Ijin Tinggal Wisatawan Senior.

Purwani Wisantisari, “Penyajian Informasi Pariwisata Di Kabupaten

Tegal Berbasis Sistem Informasi Geografis (Sig)”, Universitas

Negeri Semarang, 2005

Rahmawati Indah, Putu. 2011. Motivation and Behavior of Older People

Assist Segmenting the Mature Market and Identifying Senior

Tourist Expectation. Denpasar: Jurnal Kepariwisataan, STP

Nusa Dua Bali, Volume 10 Nomor 2 September 2011, Hal 95-

100.

Rangkuti Freddy. 2002. Riset Pemasaran, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Ray, S. (1999). Strategic Communication in Crisis Management: Lessons

from the Airline Industry. Westport: Quorum Books.

Resmayasari, Ira. 2011. “Persepsi Wisatawan Perancis Terhadap The

Island Of Paradise”. Denpasar (Tesis): Kajian Pariwisata,

Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ritchie, Hu, Y. Z., J. R. B. 1993. Measuring Destination Attractiveness: A

Contextual Approach. Journal of Travel Research, 32 (2): 25-34.

Roger J. (1994). Development of a Framework for the Determination

of Attributes Used for Hotel Selection-Indication from Focus

Group and in - Depth Review. Hospitality Research Journal, 18

Rucci, A. J., Kirn, S. P., & Quinn, R. T. (1998). The employee-customer-

profit chain at sears. Harvard Business Review, January-

February.

188

Ryan, C. 1998. ‘‘The travel career ladder: an appraisal’’, Annals of

Tourism Research, Vol. 25 No. 4

S. Bekti Istiyanto, “Implementasi Kebijakan Sektoral Dalam

Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Dari Perspektif

Penataan Ruang”, Dosen Tetap Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip

Unsoed dan Dosen Tidak Tetap PS Komunikasi Penyiaran

Islam STAIN Purwokerto.

S. Bekti Istiyanto, Komunikasi Pemasaran Dalam Economic Recovery

Program Masyarakat Kawasan Objek Wisata Pangandaran

Pasca Gempa Dan Tsunami 17 Juli 2006, http://sbektiistiyanto.

files.wordpress.com/2008/02/jurnal-pangandaran.doc

Salah Wahab.1997. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: PT. Perca.

Sandhu, R. (2006). Analysis of the business environment and strategy

for tourism. In Beech, J. and Chadwick, S. (eds) The Business of

Tourism Management. Harlow, England: Prentice Hall

Santoso, Singgih, dan Tjiptono, Fandy. 2002. Riset Pemasaran,Konsep

dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta. PT. Alex Media Komputindo.

Schelsinger & Zornitsky, 1991. “Internal Service Quality, Customer and

Job Satisfaction”, Human ReSumbers Planning, 19, 2; ABI/

INFORM Global

Schofield, P,. 2000. Evaluating castlefield urban heritage park from the

consumer perspective: Destination attribute importance, visitor

perception, and satisfaction. Tourism Analysis, 5(2–4), 183–

189.

Seaton, AV & Bennett, MM 1996: Marketing tourism products;

concepts, issues, cases. UK: International Thomson Business

Press.

Setiawan, Boenyamin. 2002. Kesadaran dan Kepedulian Lansia. Cited

Februari 17, 2010. available from http://www.depsos.go.id.

Sheldon, P., Wöber, K. and Fesenmaier, D. (2000). Information and

Communication Technologies in Tourism. Vienna: Springer.

189

Shiffman, L.G., Sherman, E,. 1991. Value orientations of new-age elderly:

the coming of an ageless market. Journal of Business Resarch

22 April, 187–194.

Shoemaker, S,. 1989. Segmentation of the senior pleasure travel market.

Journal of Travel Research Winter 27, 14–21.

Siehoyono, L. (2004). Am I satisfied?: Analysing the influence of

employee backgrounds and internal service quality on employee

satisfaction in economics faculty of Petra Christian university,

Surabaya. Proposal penelitian internal. Surabaya: Program

Management Perhotelan.

Simamora, Hendry. 2000. Manajemen Pemasaran International.

Jakarta: Salemba Empat, cetakan pertama.

Singgih Santoso. 2007. Riset Pemasaran (Konsep dan Aplikasi dalam

SPSS). Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.

Sirgy, M. J,. 1984. A social cognition model of consumer satisfaction/

dissatisfaction: An experiment. Psychology & Marketing, 1, 27–

44.

Siswanto, “Pariwisata Dan Pelestarian Warisan Budaya”, Balai

Arkeologi Yogyakarta, 2007

Smith, C., Jenner, P. 1997.The senior s travel market.Travel and Tourism

Analyst.

Smith, James P., Kington R. 1997. Demographic And Economic

Correlates Of Health In Old Age. Demography. Volume 34 No. 1,

Februari 1997.

Smith, S.J. 1990. ‘‘A test of Plog’s allocentric/psychocentric model:

evidence from seven nations’’, Journal of Travel Research, Vol.

28 No. 4

Soekresno, I N R Pendit, 2004, Petunjuk Praktek Pramusaji Food and

Beverage Service, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Solomon, Michael.1996. Consumer Behavior. 3th edition. McGrawHill.

Som, Ahmad Puad Mat,. Badarneh, Mohammad Bader. 2011. Tourist

Satisfaction and Repeat Visitation; Toward a New

190

Comprehensive Model. International Journal of Human and

Social Sciences 6:1 2011

Songshan (Sam) Huang and Cathy H.C. Hsu. 2009. Travel motivation:

linking theory to practice. The Hong Kong Polytechnic

University, Hong Kong, China. VOL. 3 NO. 4 2009. International

Journal Of Culture, Tourism and Hospitality Research

Spillane, James.1993. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan

prospeknya.Yogyakarta: Kanisius.

Spinelli, Canavos, 2000. Investigating the relationship between

employee satisfaction and guest satisfaction, Cornell Hotel and

Restauran Administrastion Quarterly; Dec 2000; 41, 6;

ABI/INFORM Global.

Stebbins, R.A. 1998 After Work: The Search for an Optimal Leisure

Lifestyle. Detselig Enterprises, Calgary, Alberta.

Strauss, W. and Howe, N,. 1991. Generations: The History of America’s

Future. 1584–2069. Quill, New York.

Subikshu, Ida Bagus Kade. 2012. Bali Bentuk Badan Pariwisata Sasar

Lansia. Di unduh pada 12 Juli 2012, pada http://bali.

antaranews.com/berita/23396/bali-bentuk-badan-pariwisata-

sasar-lansia

Subiyanto, Ibnu. 2000. Metodologi Penelitian Manajemen dan

Akuntansi. Yogyakarta. UPP. Akademi Manajemen Perusahaan

YKPN.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabet.

Summary Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten

Rembang, “Rencana Pengembangan Pariwisata Kabupaten

Rembang”, 2007

Supranto, J, dan Limakrisna, Nandan. 2011. Perilaku Konseumen dan

Strategi Pemasaran: Untuk Memenangkan Persaingan Bisnis.

Jakarta: Mitra Wacan Media, Edisi 2.

Supranto, J., 2006, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Jakarta:

PT Rineka

191

Suradnya, I Made, 2004. Rencana Pemasaran Strategis Untuk Bali

Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia, Makalah disampaikan

dalam Seminar “Mengelola Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata

Dunia” di STP Bali, 25 Maret 2004

Suradnya, I Made. 2005. Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali

dan implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah

Bali, Denpasar: Jurnal SOCA, Universitas Udayana

Syamsu, Yoharman. 2000a. Karakteristik Wisatawan Asing di

Indonesia, Jakarta: STP Trisakti. Edisi, November 2000 Vol. 52

Syamsu, Yoharman. 2000b. Memahami Perilaku Wisatawan, Jakarta:

STP Trisakti. Edisi, Agustus 2000 Vol. 51

Syamsul A Syahdan, “Implementasi Aplikasi Customer Relationship

Management (CRM) pada Sistem Informasi Perhotelan”,

http://dosen.amikom.ac.id/downloads/artikel/Implementasi

%20Aplikasi%20Customer%20Relationship%20Management

%20(CRM).pdf

Tashakkori, Abbas, dan Teddlie Charles. 2010. Mixed Methology:

Mengkombinasikan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tenaya, Narka. 2002. Metode Successive Interval (MSI). Modul Statistik

Parametrik Pascasarjana Agribisnis. Universitas Udayana.

Thaothampitak, Wipada., Weerakit, Naree. 2007. Tourist Motivation

and Satisfaction:The Case Study Of Trang Province, Thailand.

Faculty of Hospitality and Tourism, Prince of Songkla

University.

The Hong Kong Polytechnic University.2012. Overall Tourist Satisfaction

Index. The Hong Kong Polytechnic University, PolyU Tourist

Satisfaction Index Report, available from http://

hotelschool.shtm.polyu.edu.hk/tsi/common/methodology.jsp

cited 23 Oktober 2012.

The United Nation. 2010. World population ageing, 1950–2050.

Available from http://www.un.org/esa/population/

publications/worldageing19502050/

192

Theophilus Wellem, Semantic Web Sebagai Solusi Masalah Dalam E-

Tourism Di Indonesia, Program Studi Sistem Informasi

Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya

Wacana

Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran Edisi II. Yogyakarta: ANDI

Tjiptono, Fandy. 2000. Prinsip dan Dinamika Pemasaran. Edisi

Pertama. JJ Learning. Yogyakarta

Tourism Queensland. 2002. GREY TOURISM (SENIORS). Research

Department of Tourism Queensland, downloaded 12 June

2012, at www.tq.com.au/research

Tse, D. K., Wilton, P. C,. 1988. Models of consumer satisfaction: An

extension. Journal of Marketing Research, 25, 204–212.

Umar, Husein. 2003. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Jakarta

Business Research Center (JBRC) Jakarta.

United Nation. 2007. World Population Prospects The 2006 Revision.

New York: Department of Economic and Social AffairsPopulation

Division (serial online) available from http://www.un.org cited

1 Juli 2013

United Nation-World Tourism Organization (WTO). 2005. Tourism

Highlight UNWTO, Tourism Barometer Volume 12, January

2014.

United Nation-World Tourism Organization 2005, Tourism Highlight

2005, UN-WTO, Madrid.

USAID, World Population Data Sheet. 2012. Population Reference

Bureau. 1875 Connecticut Ave., NW, Suite 520, Washington, DC

20009 USA, (serial online) available from website:

www.prb.org cited 12 Desember 2012.

Utama, I Gusti Bagus Rai. (2014). Pengantar Industri Pariwisata.

Yogyakarta: Deepublish

Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Agrowisata sebagai Pariwisata

Alternatif Indonesia. Yogyakarta: Deepublish

193

Utama, I Gusti Bagus Rai., Eka Mahadewi, Ni Made (2012). Metodologi

Penelitian Pariwisata dan Perhotelan. Yogyakarta: Andi

Utama, I., Rai, G.B. and Mahadewi, N.M.E., 2012. Metodologi Penelitian

Pariwisata dan Perhotelan. Yogyakarta: ANDI.

Utama, I.G.B.R. 2018. E-commerce, Food and Beverage, and Homestay

Training in Rural Tourism Blimbingsari by Tim PKM

Universitas Dhyana Pura Bali pada https://raiutama.

wordpress.com/2018/04/20/e-commerce-food-and-

beverage-and-homestay-training-in-rural-tourism-

blimbingsari-by-tim-pkm-universitas-dhyana-pura-bali/

Utama, I.G.B.R., 2015. Pengantar Industri Pariwisata. Yogyakarta:

Deepublish.

Utama, I.G.B.R., 2017. Pemasaran Pariwisata. Yogyakarta: Andi

Utama,, I.G.B.R. 2007. Experience Marketing at Eka Karya Botanical

Garden Bali. Available at SSRN 2628177.

Utama,, I.G.B.R. 2007. Landscape as an Outdoor Recreation Form (Case

Study the Netherlands and Bali, Indonesia). Available at SSRN

2553138.

Utama,, I.G.B.R. 2014, Agrotourism as an Alternative Form of Tourism

in Bali Indonesia. In The International Conference on

Sustainable Development March (Vol. 6, p. 2012).

Utama,, I.G.B.R. 2015. Leisure and Tourism on Quality of Life. Available

at SSRN 2629774.

Uysal, M., Hagan, L. R. 1993. Motivation of pleasure to travel and

tourism. In M. A. Khan, M. D. Olsen, & T. Var (Eds.), VNR’S

Encyclopedia of Hospitality and Tourism. New York: Van

Nostrand Reinhold.

Veal, A. Lynch, R. 2001 Australian leisure. Longmans/Butterworth,

French’s Forest, New South Wales.

Wahab, S. and Cooper, C. (2001). Tourism in the Age of Globalisation.

London: Routledge.

194

Wang, Y. and Fesenmaier, D.R. (2007). Collaborative destination

marketing: A case study of Elkhart county, Indiana. Tourism

Management.

Wei, S. and Millman, A. 2002 The impact of participation in activities

while on vacation on seniors’ psychological well-being: a path

model analysis. Journal of Hospitality and Tourism Research

26.

Wei, S., Millman, A. 2002. Growing Older: The impact of participation in

activities while on vacation on senior s’ psychological well-being:

a path model analysis. London: Journal of Hospitality and

Tourism Research 26.

Widiyanto, D., Purwo Handoyo, J. and Fajarwati, A., 2008.

Pengembangan Pariwisata Perdesaan (Suatu Usulan Strategi

bagi Desa Wisata Ketingan). Bumi Lestari, 8(2).

Wilkie, L.1994. Consumer Behavior, 4th. New York: John Wiley and

Sons.

Wilson, B. and Smallwood, S. (2007). Understanding Recent Trends in

Marriage. Population Trends

World Tourism Organisation 1991: Tourism in the year 2000;

qualitative aspects affecting global growth. Spain: WTO.

World Tourism Organisation 1993: Sustainable tourism development;

guide for local planners. Spain: WTO.

World Tourism Organisation Business Council 1999: Marketing

tourism organizations online, strategies for the information

age. Spain: WTOBC.

Wuni, I.A.K.N., Sendratari, L.P., Hum, M., Margi, I.K. and Si, M., 2014.

Gereja Pniel Di Desa Blimbingsari, Jembrana, Bali (Sejarah

Pendirian Dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Di

Sma). Jurnal Widya Winayata, 2(1).

Wylie, R.C,. 1974. The Self Concept. University of Nebraska Press,

Lincoln, Nebraska.

195

Yoo, J. J. - E., Chon, K. 2008. Factors Affecting Convention Participation

Decision Making: Developing a Measurement, Journal of Travel

Research, 47, 113-122.

Yoon, Yooshik., Uysal, Muzaffer. 2003. An examination of the effects of

motivation and satisfaction on destination loyalty: A structural

model. Tourism Management (in press). Department of

Tourism Management, Pai Chi University, 439-6 Doma-2 Dong,

Seo-Gu, Daejeon 302-735, South Korea. Department of

Hospitality & Tourism Management, Virginia Polytechnic

Institute and State University, 362 Wallace Hall, Blacksburg,

VA 24061-0429, USA

Yuliani, Dewi (2016). Diunduh dari 8 situs dan startup travel terbaik

di Indonesia https://id.techinasia.com/9-situs-dan-startup-

wisata-terbaik-di-indonesia

Zeithaml, Valerie A., Bitner, Mary Jo. 2000. Services Marketing.

McGraw-Hill International Editions.

Zyman, S 1999: The end of marketing as we know it. USA: Harper

Business.

196

INDEKS

A

Agrowisata, 20, 21, 22, 24, 25, 26,

27, 38, 40, 46, 47, 48, 49, 50,

92, 93, 94, 185, 192, 199

Akomodasi, v, 55, 56, 57, 61, 62,

63, 68, 80, 91, 92, 96, 98, 99,

108, 159, 160, 168, 169, 179

B

B2B, 154

B2C, 154

C

C2B, 156

C2C, 155

D

Daerah tujuan wisata, 76, 77, 78,

83, 149

Daya tarik desa wisata, 35, 38, 40,

43, 48

Daya tarik wisata, 21, 22, 26, 50,

51, 66, 67, 75, 76, 77, 78, 82,

85, 86, 87, 89, 90, 93, 94, 95,

96, 157, 166, 168, 170, 174,

191

Desa blimbingsari, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,

9, 10, 11, 13, 15, 18, 19, 23,

51, 52, 54, 55, 58, 59, 60, 61,

62, 63, 73, 171, 194

E

E-commerce, 151, 152, 153, 154,

155, 156, 157, 158, 164, 193

E-commerce, 146, 154

E-goverment, 156, 157

Electronic commerce, 151, 152,

153

E-tourism, 147, 148, 149, 150

F

Faktor penarik, 47, 48, 49, 76

Faktor pendorong, 41, 47, 48, 80

G

G2C, 156

I

Industri pariwisata, 80, 89, 96,

147, 148, 149, 150

J

Jatiluwih, 1

Jembrana, 1, 4, 5, 6, 9, 11, 12, 13,

18, 19, 54, 55, 61, 63, 171, 194

Jenis pelayanan, 127

Jenis restoran, 113

K

Keberlanjutan desa wisata, 49, 50,

56

Klasifikasi hotel, 99

L

Loyalitas, 52, 167

197

M

Makanan dan minuman, 10, 55,

57, 72, 81, 91, 92, 99, 124,

132, 136, 168

Mice, 86, 87, 89, 90, 91

Motivasi perjalanan wisata, 167

Motivasi wisatawan, 20, 21, 22,

26, 34

P

Pariwisata, v, 20, 21, 22, 24, 52,

57, 61, 63, 65, 66, 75, 82, 90,

92, 96, 146, 147, 148, 149,

150, 158, 166, 167, 168, 169,

185, 190, 199

Pemasaran, v, 25, 55, 58, 148, 149,

151, 158, 168, 185

Pengertian hotel, 98

Perhotelan, 63, 98, 199

PKM, 54, 62, 63, 68, 73, 193

Program kemitraan masyarakat,

1, 54

Proses, 11, 30, 91, 135, 136, 146,

151, 152, 153, 157, 168

S

Situs dan startup, 158, 159, 160,

161, 162, 164, 165, 195

T

Tata boga, 59, 60, 61, 63, 64, 68,

70, 73

Tata hidangan, 56, 63, 64, 65, 70,

73

Transformasi ekonomi, v

Transportasi, 27, 35, 37, 77, 91,

109, 152, 168, 169

U

Unwto, 192

V

Visitor center, 27, 60, 61, 62, 67,

170

W

Wisata budaya, 82, 83, 84, 168

Wisata buru, 75, 94

Wisata cagar alam, 85

Wisata konvensi, 86, 89

Wisata maritim, 84

Wisata ziarah, 95

Wisatawan senior, 181, 186, 187

Wto, 146, 192, 194

198

BIODATA PENULIS

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Menamatkan Pendidikan Program doktor

(Dr) bidang pariwisata di Universitas Udayana

Bali pada tahun 2014. Menamatkan Pendidikan

Master Agribisnis (M.MA) di Universitas

Udayana pada tahun 2005. Pada tahun 2006

mendapat kesempatan melanjutkan studi ke

negeri Belanda untuk mempelajari bidang

pariwisata (MA) dan tamat pada tahun 2007. Program Sarjana

Ekonomi diselesaikan pada tahun 2001 di Universitas Mahasaraswati,

Denpasar. Saat ini bekerja sebagai dosen tetap di Universitas Dhyana

Pura Bali. Adapun matakuliah yang diampu adalah: Metodologi

Penelitian, Manajemen Strategik, Statistik Bisnis, Pengantar Bisnis,

Sistem Informasi Manajemen, dan Pengantar Industri Pariwisata &

perhotelan. Penulis dapat dihubungi via Hp. 081337868577 dan email,

[email protected]

Judul Buku yang pernah di tulis

1) Statistik Penelitian Bisnis Dan Pariwisata, Dilengkapi Studi

Kasus Penelitian (2018), Penerbit Andi, Yogyakarta. ISBN: 978-

979-29-6841-5 (Buku Ajar)

2) Pemasaran Pariwisata (2017), Penerbit Andi, Yogyakarta. ISBN:

978-979-29-6270-3 (Buku Ajar)

3) Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif Indonesia (2015),

Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. ISBN 978-602-

280-886-2 (Buku Referensi)

4) Pengantar Industri Pariwisata (2014), Penerbit Deepublish

Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. 978-602-280-328-7 (Buku Ajar)

199

5) Metodologi Penelitian Pariwisata dan Perhotelan (2012),

Penerbit Andi, Yogyakarta. ISBN: 978-979-29-3463-2 (Buku Ajar)

Dr. I Wayan Ruspendi Junaedi, SE., MA

Tahun 1997 menyelesaikan S1 di Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga pada jurusan

Ekonomi Manajemen. Tahun 2002 menyelesaikan

S2 di Ruhr University Bochum (Jerman) pada

jurusan Development Management. Tahun 2014

menyelesaikan S3 di Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga pada jurusan Ekonomi Studi

Pembangunan.

Bidang pekerjaan yang digeluti sejak menyelesaikan studi

sampai saat ini, yaitu; pada tahun 2002-2004 sebagai operasional

Manager di Orchid Garden Cottage & Restaurant, Kuta, Bali; tahun

2005-2009 sebagai General manager di Dhyana Pura Beach Resort &

Spa, Kuta, Bali; sampai saat ini sebagai wakil Rektor II Bidang

operasional dan Dosen di Universitas Dhyana Pura Bali, Jl. Raya

Padang Luwih, Tegal Jaya, Dalung, Kuta, Bali.

Kegiatan akademik yang dilaksanakan selama ini yaitu

mengampu beberapa mata kuliah seperti Pengantar Bisnis, Ekonomi

Manajerial, Manajemen Jasa dan Studi Kelayakan Bisnis. Pada tahun

2014 melakukan penelitian dengan judul “Transformasi Ekonomi di

Blimbingsari”. Karya tulis yang sudah dipublikasikan berupa buku

yang berjudul “Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari yang

terbit pada tahun 2014 di Satya Wacana University Press, Salatiga;

yang kedua dengan judul buku Kepemimpinan & Transformasi

Ekonomi Kajian Desa Blimbingsari” pada tahun 2016. Yang diterbitkan

oleh Pustaka Larasan. Penulis dapat dihubungi via Hp. 08123956977

dan email, [email protected].