daftar inventarisasi masalah (dim) rancangan peraturan dpr ri...

29

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Peraturan DPR RI tentang Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme Penyusun: Iftitahsari Maidina Rahmawati Muhamad Eka Ari Pramuditya Editor: Anggara Erasmus A.T. Napitupulu Desain Cover: Genoveva Alicia K. S. Maya Elemen Visual: Freepik from www.flaticon.com Lisensi Hak Cipta

    This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Diterbitkan oleh: Institute for Criminal Justice Reform Jl. Komplek Departemen Kesehatan Nomor B-4 Pasar Minggu, Jakarta Selatan – 12520 Phone/Fax: 021-27807065 Dipublikasikan pertama kali pada: Oktober 2019

  • Kata Pengantar Terorisme merupakan suatu kejahatan serius lintas batas (borderless crimes) yang memiliki dimensi kuat dari sisi ideologis, sehingga pendekatan hukum pidana bukanlah suatu cara yang mutlak untuk menanggulangi terorisme. Diperlukan berbagai pendekatan untuk menekan serta mencegah perkembangan terorisme. Terkait dengan upaya ini, pada bulan Mei 2018 lalu, DPR dan pemerintah telah mengesahkan RUU Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU No. 5 Tahun 2018 (UU 5/2018). Terdapat beberapa perubahan penting yang dimuat dalam UU 5/2018, antara lain meliputi ketentuan-ketentuan mengenai jenis-jenis tindak pidana terorisme, hukum acara (jangka waktu penangkapan dan penahanan, penuntutan, kewenangan penyadapan), bentuk-bentuk upaya pencegahan tindak pidana terorisme, kelembagaan, hingga pemenuhan hak-hak korban. Salah satu perubahan yang signifikan dalam UU 5/2018 terdapat pada bagian kelembagaan, khususnya pada Pasal 43J mengenai pengawasan, yang memberikan mandat kepada DPR untuk membentuk Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme (TPPT) melalui Peraturan DPR. TPPT akan mengawasi dan memberikan rekomendasi kepada lembaga-lembaga pemerintah dalam penanggulangan terorisme. Tantangan yang akan dihadapi dengan Laporan dan Rekomendasi dari TPPT adalah bagaimana meningkatkan komitmen dan kepatuhan lembaga-lembaga pemerintah untuk menindaklanjuti laporan dan rekomendasi dari TPPT tersebut. Melihat urgensi pembentukan Peraturan DPR terkait TPPT, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) telah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Peraturan DPR tentang TPPT (DIM) sebagai upaya untuk memperkuat mandat, perangkat, pengaturan, dan kelembagaan dari TPPT untuk memastikan TPPT DPR dapat bekerja dengan maksimal dan menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif untuk penanggulan terorisme di Indonesia. Dalam DIM ini, ICJR memetakan setidaknya terdapat delapan hal yang penting untuk diperhatikan dalam Peraturan DPR tersebut, yaitu pembentukan TPPT, pengangkatan anggota, pemberhentian anggota, tugas dan wewenang anggota, tim penilai independen, keterbukaan informasi, rekomendasi TPPT, serta larangan dan sanksi. Jakarta, Oktober 2019 Anggara Direktur Eksekutif ICJR

  • DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

    RANCANGAN

    PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR… TAHUN…

    TENTANG TIM PENGAWAS PENANGGULANGAN TERORISME

    NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    1. Menimbang: a. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43J Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, Dewan Perwakilan Republik Indonesia perlu membentuk tim pengawas tetap yang terdiri atas perwakilan Komisi di Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang menangani bidang penegakan hukum dan pertahanan keamanan negara;

    Tidak ada perubahan

    b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

    Tidak ada perubahan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Tim Pengawas Penanggulangan terorisme di Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia;

    Mengingat: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568);

    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568);

    Substansi dari Peraturan DPR tentang TPPT tidak hanya terbatas bersumber dan berkaitan dengan keempat undang-undang tersebut. Masih banyak undang-undang dalam bidang lainnya seperti undang-undang yang mengatur mengenai hak asasi manusia, administrasi pemerintahan, pelayanan publik, hingga keterbukaan informasi yang sangat berkaitan erat dengan materi yang diatur dalam Peraturan DPR tentang TPPT.

    1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568);

    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    Republik Indonesia Nomor 5568); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

    Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

    4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

    5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

    6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

    7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

    8. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 01/ DPR RI/ I/ 2014 tentang Tata Tertib.

    3. Peraturan Dewan Perwakilan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    Rakyat Republik Indonesia Nomor 01/ DPR RI/ I/ 2014 tentang Tata Tertib.

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan: PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TENTANG TIM PENGAWAS PENANGGULANGAN TERORISME DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA

    Tidak ada perubahan

    2 BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat

    DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    2. Sekretariat Jenderal DPR yang selanjutnya disebut Setjen DPR adalah sistem pendukung DPR yang berkedudukan sebagai kesekretariatan lembaga negara

    3. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang

    Penyebutan Penilai Independen dalam Peraturan DPR tentang TPPT belum masuk dalam ketentuan umum Pasal 1 yang memberikan definisi mengenai istilah-istilah. Kemudian terminologi yang kurang tepat juga perlu dibenahi yakni penggunaan istilah badan hukum seharusnya mengacu pada istilah yang digunakan pada hukum pidana yaitu korporasi, karena badan hukum merupakan istilah dalam hukum perdata. Selain itu, jumlah komisi di DPR yang anggotanya dapat menjadi anggota TPPT juga perlu ditambahkan karena kerja-kerja penanggulangan tindak pidana terorisme meliputi hal-hal yang sangat luas yakni mulai dari upaya pencegahan hingga pemulihan korban. Sehingga, cakupan

    BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya

    disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    2. Sekretariat Jenderal DPR yang selanjutnya disebut Setjen DPR adalah sistem pendukung DPR yang berkedudukan sebagai kesekretariatan lembaga negara.

    3. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap ohjek vital yang strategis lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

    4. Penanggulangan Terorisme adalah segala sesuatu yang mencakup upaya terstruktur dan sistematis mulai dari tindakan kesiapsiagaan, pencegahan, penindakan,penegakan hukum, dan pemulihan korban dalam penanganan tindak pidana terorisme.

    5. Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme yang selanjutnya disebut TPPT adalah tim yang anggotanya teridiri dari komisi gabungan di DPR yang khusus menangani hukum, keamanan, pertahanan dan hak asasi manusia.

    6. Pengawasan adalah proses dalam rangka menetapkan ukuran dan pengambilan tindakan serta langkah perbaikan terhadap penyimpangan dalam rangka mendukung pencapaian hasil dan/perencanaan yang telah diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    7. Penyelenggara Penanggulangan Terorisme adalah setiap penyelenggara negara, instansi maupun lembaga yang memiliki tugas penanggulangan terorisme baik langsung maupun tidak langsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    8. Bahan Rapat adalah segala sesuatu yang dipergunakan dan/atau dibahas dalam rapat Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme.

    9. Hasil rapat adalah segala sesuatu yang diputuskan dalam rapat Tim Pengawas Penanggulangan

    bidang komisi di DPR yang terlibat dalam penanggulangan terorisme semestinya tidak hanya terbatas pada bidang keamanan, hukum, dan hak asasi manusia namun juga meliputi bidang pendidikan, sosial, keagamaan, perempuan dan anak, kesehatan, hingga keuangan. Dengan demikian, daftar komisi di DPR yang dapat menjadi anggota TPPT antara lain Komisi I, Komisi III, Komisi VII, Komisi VIII, Komisi IX, Komisi X, Komisi XI.

    kerusakan atau kehancuran terhadap ohjek vital yang strategis lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

    4. Penanggulangan Terorisme adalah segala sesuatu yang mencakup upaya terstruktur dan sistematis mulai dari tindakan kesiapsiagaan, pencegahan, penindakan,penegakan hukum, dan pemulihan korban dalam penanganan tindak pidana terorisme.

    5. Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme yang selanjutnya disebut TPPT adalah tim yang anggotanya berasal dari komisi di DPR yang menangani hukum, keamanan, pertahanan, hak asasi manusia, pendidikan, sosial, agama, perempuan dan anak, kesehatan, dan keuangan.

    6. Pengawasan adalah proses dalam rangka menetapkan ukuran dan pengambilan tindakan serta langkah perbaikan terhadap penyimpangan dalam rangka mendukung pencapaian hasil dan/perencanaan yang telah diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    7. Penyelenggara Penanggulangan Terorisme adalah setiap penyelenggara negara, instansi maupun lembaga yang memiliki tugas penanggulangan terorisme baik langsung maupun tidak langsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    8. Bahan Rapat adalah segala sesuatu yang dipergunakan dan/atau dibahas dalam rapat Tim

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    Terorisme. 10. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau

    badan hukum.

    Pengawas Penanggulangan Terorisme. 9. Hasil rapat adalah segala sesuatu yang

    diputuskan dalam rapat Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme.

    10. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

    11. Penilai Independen sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf i adalah seorang ahli yang diangkat dan diberhentikan oleh TPPT untuk melakukan penilaian atau penelitian atau melakukan tugas-tugas tertentu untuk jangka waktu tertentu.

    3 BAB II

    PEMBENTUKAN, PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN Bagian Kesatu Pembentukan

    Pasal 2 (1) TPPT dibentuk oleh DPR yang anggotanya terdiri

    dari komisi gabungan di DPR yang khusus menangani bidang hukum, keamanan, hak asasi manusia dan pertahanan negara dalam rangka melakukan pengawasan secara transparan dan akuntabel.

    (2) TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.

    (3) TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas secara rutin dan berkala.

    (4) TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari 1 (satu) orang perwakilan fraksi di DPR yang khusus menangani bidang hukum, keamanan, hak

    Jumlah komisi di DPR yang anggotanya dapat menjadi anggota TPPT perlu ditambahkan karena kerja-kerja penanggulangan tindak pidana terorisme meliputi hal-hal yang sangat luas yakni mulai dari upaya pencegahan hingga pemulihan korban. Sehingga, cakupan bidang komisi di DPR yang terlibat dalam penanggulangan terorisme semestinya tidak hanya terbatas pada bidang keamanan, hukum, dan hak asasi manusia namun juga meliputi bidang pendidikan, sosial, keagamaan, perempuan dan anak, kesehatan, hingga keuangan. Dengan demikian, daftar komisi di DPR yang dapat menjadi anggota TPPT antara lain Komisi I, Komisi III, Komisi VII, Komisi VIII, Komisi IX, Komisi X, Komisi XI. Oleh karenanya, ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (4) perlu diubah dan disesuaikan pula dengan ketentuan Pasal 1 angka 5.

    BAB II PEMBENTUKAN, PENGANGKATAN, DAN

    PEMBERHENTIAN Bagian Kesatu Pembentukan

    Pasal 2 1) TPPT dibentuk oleh DPR yang anggotanya

    berasal dari komisi di DPR yang menangani bidang hukum, keamanan, pertahanan, hak asasi manusia, pendidikan, sosial, agama, perempuan dan anak, kesehatan, dan keuangan dalam rangka melakukan pengawasan secara transparan dan akuntabel.

    2) TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.

    3) TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas secara rutin dan berkala.

    4) TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari 1 (satu) orang perwakilan fraksi di

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    asasi manusia dan pertahanan negara (5) Keanggotaan TPPT sebagaimana dimaksud pada

    ayat (4) terdiri atas pimpinan dan anggota. (6) Jumlah Anggota TPPT sebagaimana dimaksud

    pada ayat (4) berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang

    (7) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merangkap sebagai anggota.

    (8) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipilih dari dan oleh anggota TPPT dan bekerja secara kolektif kolegial.

    (9) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bertindak sebagai juru bicara TPPT.

    DPR yang khusus menangani bidang hukum, keamanan, pertahanan, hak asasi manusia, pendidikan, sosial, agama, perempuan dan anak, kesehatan, dan keuangan.

    5) Keanggotaan TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas pimpinan dan anggota.

    6) Jumlah Anggota TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang.

    7) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merangkap sebagai anggota.

    8) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipilih dari dan oleh anggota TPPT dan bekerja secara kolektif kolegial.

    9) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bertindak sebagai juru bicara TPPT.

    4 Bagian Kedua Pengangkatan

    Pasal 3 Calon anggota Tim Pengawas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. mampu secara jasmani dan rohani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;

    b. ditugaskan oleh fraksinya; c. memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman

    di bidang penanggulangan terorisme; dan d. mampu menjaga rahasia dan integritas dalam

    TPPT.

    Pengawasan dalam sektor keamanan merupakan sebuah langkah reformasi yang relevan dan perlu dilakukan untuk menghindari praktik-praktik sistem pemerintahan yang buruk (poor governance). Salah satu indikator untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good governance) antara lain adalah dengan menerapkan prinsip rule of law dan menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian, memiliki keahlian dalam bidang hukum dan hak asasi manusia untuk melaksanakan tugas-tugas pengawasan dalam isu penanggulangan terorisme merupakan syarat mutlak bagi anggota TPPT.

    Bagian Kedua Pengangkatan

    Pasal 3 Calon anggota Tim Pengawas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. mampu secara jasmani dan rohani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;

    b. ditugaskan oleh fraksinya; c. memiliki pengetahuan dan/atau

    pengalaman di bidang penanggulangan terorisme;

    d. mampu menjaga rahasia dan integritas dalam TPPT; dan

    e. memiliki kompetensi di bidang hukum dan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    hak asasi manusia.

    5 Pasal 4 (1) Pengajuan calon anggota TPPT dari Fraksi

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), diajukan oleh ketua fraksi di DPR dan disampaikan kepada Pimpinan DPR bidang politik dan keamanan.

    (2) Calon anggota TPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengucapkan sumpah atau janji secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing sebelum memangku jabatannya.

    (3) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dalam sidang paripurna DPR dengan dipandu oleh Pimpinan DPR

    (4) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berbunyi sebagai berikut: “Demi Allah saya bersumpah atau berjanji: Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara republik Indonesia tahun 1945. Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai pimpinan/anggota TPPT dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa saya akan menjunjung tinggi hak asasi

    Tidak ada perubahan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    manusia, demokrasi, dan supremasi hukum. Bahwa saya akan menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya dengan sungguh-sungguh, seksama, objektif, berani, dan profesional. Bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian”.

    6 Bagian Ketiga Pemberhentian

    Pasal 5

    Keanggotaan TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) berhenti jika:

    a. meninggal dunia; b. berhalangan tetap karena sakit yang dibuktikan

    dengan surat keterangan dokter; c. tidak dapat melaksanakan tugas sebagai TPPT

    secara berkelanjutan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun;

    d. tidak lagi menjadi anggota DPR; e. tidak lagi menjadi pimpinan atau anggota komisi

    di DPR yang khusus menangani bidang hukum, keamanan, hak asasi manusia dan pertahanan negara;

    f. ditarik dari TPPT oleh fraksinya; g. menjadi terdakwa atau dinyatakan bersalah

    berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena

    Bahwa pekerjaan ini membutuhkan waktu dan fokus yang tinggi karena tingkat kerumitan tugas yang diemban, maka akan lebih baik apabila anggotanya tidak dengan cepat dan mudah untuk diganti namun hanya terbatas untuk alasan-alasan tertentu yang terukur. Tanpa keberadaan alasan huruf f, alasan-alasan yang disebutkan mulai huruf a hingga huruf i telah cukup menjadi indikator yang terukur tersebut. Sehingga keberadaan poin f tidak relevan lagi. Dari praktik beberapa negara juga dapat dilihat adanya jaminan pemberian independensi yang tinggi bagi tim pengawas parlemennya, misalnya dengan memberikan peluang bagi mereka untuk dapat mempertahankan keanggotaannya hingga masa jabatan satu periode penuh. Dengan demikian, ketentuan Pasal 5 huruf f yang berbunyi “ditarik dari TPPT oleh fraksinya” perlu dihapus.

    Bagian Ketiga Pemberhentian

    Pasal 5

    Keanggotaan TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) berhenti jika:

    a. meninggal dunia; b. berhalangan tetap karena sakit yang

    dibuktikan dengan surat keterangan dokter; c. tidak dapat melaksanakan tugas sebagai

    TPPT secara berkelanjutan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun;

    d. tidak lagi menjadi anggota DPR; e. tidak lagi menjadi pimpinan atau anggota

    komisi di DPR yang khusus menangani bidang hukum, keamanan, hak asasi manusia dan pertahanan negara;

    f. menjadi terdakwa atau dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

    h. membocorkan rahasia dalam hal diputuskan rahasia dalam TPPT;

    i. melanggar sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5).

    melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

    g. membocorkan rahasia dalam hal diputuskan rahasia dalam TPPT;

    h. melanggar sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5).

    7 Pasal 6 Pemberhentian keanggotaan TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan oleh Pimpinan DPR bidang politik dan keamanan atas usul TPPT setelah diputuskan di dalam rapat TPPT.

    Tidak ada perubahan

    8 Pasal 7 Penggantian keanggotaan TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengangkatan keanggotaan TPPT sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

    Tidak ada perubahan

    9 BAB III FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG

    Bagian Kesatu Fungsi

    Pasal 8

    TPPT berfungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penanggulangan terorisme di Indonesia oleh Penyelenggara Penanggulangan Terorisme sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme

    Tidak ada perubahan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    10 Bagian Kedua Tugas dan Wewenang

    Pasal 9

    TPPT bertugas: a. mengawasi pelaksanaan seluruh rangkaian

    tindakan penanggulangan terorisme di Indonesia; dan

    b. memastikan pelaksanaan penanggulangan terorisme berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    Ketentuan Pasal 9 tidak menjabarkan tugas-tugas TPPT secara jelas sehingga perlu diperinci tekait rangkaian tindakan pengawasan apa saja yang masuk dalam cakupan tugas TPPT. Misalnya dalam hal ini penjabaran mulai dari tugas pencegahan, penindakan, dan pemulihan korban. Namun tugas tersebut harus tidak mengganggu proses peradilan atau sifatnya hanya terbatas non-yudisial karena parlemen dalam hal ini pada dasarnya bertugas untuk mempertanyakan kebijakan Pemerintah.

    Bagian Kedua Tugas dan Wewenang

    Pasal 9

    (1) TPPT bertugas mengawasi pelaksanaan seluruh rangkaian tindakan penanggulangan terorisme yang dilakukan oleh Penyelenggara Penanggulangan Terorisme di Indonesia pada area pencegahan, penindakan/penegakan hukum, dan pemulihan korban dalam penanganan tindak pidana terorisme.

    (2) Dalam area pencegahan dalam penanganan tindak pidana terorisme, TPPT bertugas mengawasi: a. Pengembangan program deradikalisasi dan

    kesesuaian program pembinaan di dalam maupun di luar lapas dengan upaya deradikalisasi;

    b. Kampanye perdamaian dalam rangka perumusan narasi dan produk kontra radikalisasi, kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi;

    c. Implementasi kebijakan kontra radikalisasi dalam program dan kebijakan sektoral (misalnya: pendidikan, bisnis, dan lain-lain);

    d. Implementasi program Pemerintah dalam memberikan edukasi terkait ekstrimisme kekerasan dan pendidikan kewarganegaraan;

    e. Kesiapan sarana dan prasarana untuk menerapkan kesiapsiagaan nasional dengan melihat ketersediaan protokol keamanan dan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    keselamatan terhadap ancaman aksi-aksi terorisme;

    f. Implementasi program sistem deteksi dan penanganan dini di berbagai tingkat masyarakat serta pemetaan wilayah rawan paham radikal; dan

    g. Seluruh kegiatan dan/atau kebijakan lainnya yang terkait dengan kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi yang dilakukan oleh Penyelenggara Penanggulangan Terorisme dalam rangka pencegahan dalam penanganan tindak pidana terorisme.

    (3) Dalam area penindakan/penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana terorisme, TPPT bertugas mengawasi: a. Proses jalannya penangkapan dan

    pengamanan tersangka/terdakwa teroris baik ketika terjadinya peristiwa terorisme maupun penangkapan tersangka/terdakwa teroris bukan ketika terjadinya peristiwa terorisme oleh Polri, TNI, maupun tim gabungan keduanya;

    b. Kondisi penahanan, lamanya waktu penahanan, dan jalannya pemeriksaan tersangka (pembuatan berita acara pemeriksaan);

    c. Pemberian hak-hak tersangka/terdakwa kasus terorisme pada masa penahanan yang meliputi hak untuk berkomunikasi dengan keluarga dan penasihat hukumnya;

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    d. Pemenuhan hak-hak yang dijamin dalam hukum acara pidana selama proses peradilan pada seluruh tingkatan (mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan tingkat pertama/banding/kasasi, dan upaya hukum lain yakni peninjauan kembali dan grasi. Adapun hak-hak yang dijamin dalam hukum acara pidana tersebut diantaranya: hak untuk mendapatkan bantuan hukum, hak untuk tidak disiksa atau mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan, serta hak atas peradilan yang adil, independen, dan imparsial dengan putusan yang beralasan;

    e. Administrasi peradilan seperti kesesuaian prosedur pelaksanaan hukum acara pidana hingga kelengkapan dan pemberian berkas-berkas terkait persidangan kepada tersangka/terdakwa, penasihat hukum, atau keluarganya;

    f. Penanganan korban salah tangkap mulai dari prosedur tindak lanjut terhadap aparat yang melakukan salah tangkap hingga pemberian ganti kerugian sesuai dengan prosedur yang diatur dalam hukum acara pidana;

    g. Realisasi langkah tindak lanjut terhadap pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan terkait poin a hingga f oleh institusi terkait; dan

    h. Seluruh tindakan dan/atau kebijakan lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    Penanggulangan Terorisme dalam rangka melakukan penindakan/penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana terorisme.

    (4) Dalam area pemulihan korban dalam penanganan tindak pidana terorisme, TPPT bertugas mengawasi: a. Proses pengajuan kompensasi, restitusi, dan/

    atau ganti kerugian oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan saksi dan korban;

    b. Proses penyampaian jumlah kompensasi, restitusi, dan/ atau ganti kerugian oleh penuntut umum dalam tuntutan;

    c. Pemberian kompensasi, restitusi, dan/ atau ganti kerugian melalui putusan maupun penetapan pengadilan;

    d. Proses pencairan kompensasi, restitusi, dan/ atau ganti kerugian yang nilainya telah diputuskan oleh pengadilan;

    e. Kesesuaian kompensasi, restitusi, dan/ atau ganti kerugian yang nilainya telah diputuskan oleh pengadilan dengan yang diterima;

    f. Ketersediaan dan kualitas pemberian bantuan medis serta seketika terjadinya peristiwa terorisme hingga ketersediaan jaminan fasilitas perawatan dan pengobatan lebih lanjut;

    g. Pola koordinasi antara pihak-pihak terkait dalam proses pemberian bantuan medis, yakni dalam hal ini antara pemerintah sebagai penjamin bantuan medis dengan tempat

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    penyedia layanan medis seperti rumah sakit, puskesmas, apotek, dan sebagainya;

    h. Pelaksanaan pemberian rehabilitasi psikososial dan psikologis yang dibutuhkan korban; dan

    i. Seluruh kegiatan dan/atau kebijakan lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara Penanggulangan Terorisme dalam rangka pemulihan korban dalam penanganan tindak pidana terorisme.

    11 Pasal 10 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, TPPT berwenang:

    a. menerima dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat kepada DPR yang terkait penanggulangan terorisme di Indonesia;

    b. mengadakan rapat dengan setiap orang yang terkait penanggulangan terorisme di Indonesia;

    c. memanggil penyelenggara penanggulangan terorisme yang bersangkutan untuk didengar keterangannya dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    d. meminjam atau menjamin bahan-bahan, data, informasi, dan/atau dokumen yang dimiliki, disimpan, atau dikendalikan penyelenggara penanggulangan terorisme dan/atau setiap orang, untuk kepentingan pengawasan yang terkait dengan penyimpangan pelaksanaan penanggulangan terorisme di Indonesia;

    e. melakukan investigasi ke lokasi dan tempat yang

    Penyebutan “pihak ketiga” sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf j harus diperinci untuk memperjelas siapa-siapa saja yang dapat dilibatkan dalam proses pengawasan yang dilakukan oleh TPPT, sehingga bunyi ketentuan tersebut perlu ditambahkan dengan beberapa contoh instansi atau lembaga yang relevan dengan pelaksanaan tugas-tugas pengawasan TPPT. Pada dasarnya, keberadaan seorang ahli yang independen dalam membantu tugas-tugas pengawasan TPPT merupakan hal yang diperlukan. Ahli tersebut dapat melakukan penilaian atau penelitian secara independen untuk isu-isu spesifik atau tematik tertentu yang masuk dalam lingkup bidang kewenangan tim pengawas, misalnya, ahli tersebut hanya secara khusus ditugaskan untuk memastikan pemenuhan hak-hak korban tindak pidana

    Pasal 10 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, TPPT berwenang: a. menerima dan menindaklanjuti aspirasi dan/atau

    pengaduan setiap orang dan/atau kelompok masyarakat kepada DPR yang terkait penanggulangan terorisme di Indonesia;

    b. mengadakan rapat dengan setiap orang yang terkait penanggulangan terorisme di Indonesia;

    c. memanggil Penyelenggara Penanggulangan Terorisme yang bersangkutan untuk didengar keterangannya dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    d. meminjam atau menjamin bahan-bahan, data, informasi, dan/atau dokumen yang dimiliki, disimpan, atau dikendalikan Penyelenggara Penanggulangan Terorisme dan/atau setiap orang, untuk kepentingan pengawasan yang terkait dengan penyimpangan pelaksanaan penanggulangan terorisme di Indonesia;

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    diperlukan untuk kepentingan pengawasan; f. menganalisis bahan-bahan, data, informasi

    dan/atau dokumen yang terkait dengan penyimpangan pelaksanaan penangulangan terorisme di Indonesia;

    g. melaporkan setiap orang dan/atau penyelenggara penanggulangan terorisme yang diduga telah melakukan tindak pidana atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan kepada pihak yang diberikan kewenangan dalam peraturan perundang-undangan.

    h. memberikan rekomendasi perbaikan bagi pelanggaran yang ditemukan dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    i. menunjuk dan membentuk tim penilai independen untuk melakukan assessment terkait penyelenggaraan setiap tindakan penanggulangan terorisme di Indonesia; dan

    j. bekerja sama dengan pihak ketiga dalam hal pengumpulan bahan, data dan keterangan untuk kepentingan pengawasan.

    terorisme. Dalam draft Peraturan DPR tentang TPPT ini, peluang untuk mengangkat ahli-ahli independen tersebut dapat terlihat dari ketentuan Pasal 10 huruf i yang memberikan kewenangan bagi anggota TPPT untuk menunjuk dan membentuk Tim Penilai Independen. Akan tetapi, mengingat jumlah anggota TPPT yang sudah cukup banyak yakni 15 orang, maka untuk alasan efisiensi dan efektivitas maka Tim Penilai Independen yang disebutkan dalam Pasal 10 huruf i perlu diubah bentuknya agar menjadi satu orang saja dengan merujuk pada sistem kerja Pelapor Khusus (Special Rapporteur) yang diterapkan oleh PBB untuk melakukan tugas investigasi tertentu. Namun, Penilai Independen dapat membentuk tim asistensi sesuai keperluannya. Tim asistensi hanya bekerja untuk membantu kelancaran tugas dari Penilai Independen dan tidak mempunyai hak suara untuk memutuskan suatu hal.

    e. melakukan investigasi ke lokasi dan tempat yang diperlukan untuk kepentingan pengawasan;

    f. menganalisis bahan-bahan, data, informasi dan/atau dokumen yang terkait dengan penyimpangan pelaksanaan penangulangan terorisme di Indonesia;

    g. melaporkan setiap orang dan/atau Penyelenggara Penanggulangan Terorisme yang diduga telah melakukan tindak pidana atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan kepada pihak yang diberikan kewenangan dalam peraturan perundang-undangan.

    h. memberikan rekomendasi perbaikan bagi pelanggaran yang ditemukan dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    i. menunjuk dan membentuk Penilai Independen untuk melakukan assessment terkait penyelenggaraan setiap tindakan penanggulangan terorisme di Indonesia; dan

    j. bekerja sama dengan pihak ketiga yang terdiri dari organisasi masyarakat sipil, akademisi, lembaga penelitian, atau lembaga lainnya yang menguasai masalah penanggulangan tindak pidana terorisme dalam hal pengumpulan informasi, data dan keterangan untuk kepentingan pengawasan.

    Belum ada ketentuan yang mengatur secara rinci terkait proses pengangkatan maupun tugas dan wewenang Penilai Independen sebagaimana

    Pasal 10a Penilai Independen

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    dimaksud Pasal 10 huruf i sehingga perlu penambahan satu pasal yang khusus mengatur mengenai Penilai Independen. Adapun persyaratan untuk menjadi Penilai Independen dalam hal ini dapat dipersamakan dengan persyaratan untuk menjadi Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sosok yang dicari hampir sama yaitu seorang yang dapat dijamin independensi, integritas, maupun keahliannya.

    (1) TPPT mengangkat Penilai Independen dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, non-diskriminasi, profesionalitas, dan proporsionalitas.

    (2) Untuk dapat diangkat menjadi Penilai Independen, calon Penilai Independen harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. warga negara Republik Indonesia; 2. sehat jasmani dan rohani; 3. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang

    tinggi, dan memiliki reputasi yang baik; 4. berijazah sekurang-kurangnya Strata 1 dan

    memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang penanggulangan terorisme, hak asasi manusia, dan/atau keamanan;

    5. berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 70 (tujuh puluh) tahun pada saat diangkat;

    6. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik;

    7. tidak sedang memegang posisi sebagai pengambil keputusan pada badan pemerintahan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tanggung jawabnya sebagai Penilai Independen;

    8. tidak menjalankan profesinya selama menjalankan tugas sebagai Penilai Independen; dan

    9. bersedia untuk mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    undangan yang berlaku. (3) Penilai Independen bertanggung jawab kepada

    TPPT dan melaporkan hasil penilaian atau penelitian pada akhir masa tugasnya untuk dibahas dalam rapat TPPT.

    (4) Penilai Independen dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya dapat dibantu oleh tim asistensi yang ditunjuk oleh Penilai Independen yang terdiri dari paling banyak 5 (lima) orang dengan latar belakang akademisi, anggota organisasi masyarakat sipil, praktisi, dan/atau memiliki pengalaman dalam menangani masalah penanggulangan tindak pidana terorisme.

    (5) Pembiayaan untuk pelaksanaan tugas Penilai Independen dan tim asistensi dibebankan kepada anggaran TPPT.

    (6) Dalam rangka untuk mengumpulkan data, informasi, dan keterangan untuk kepentingan penilaian atau penelitian sebagaimana dimaksud ayat (1), Penilai Independen dapat bertindak untuk dan atas nama TPPT untuk menjalankan kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf d, e, dan f.

    12 BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN

    Bagian Kesatu Hak

    Pasal 11

    Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana

    Tidak ada perubahan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    dimaksud dalam Pasal 9 dan 10, TPPT berhak: a. membela diri; b. mendapatkan imunitas selama melakukan

    kegiatan pengawasan; c. mendapatkan informasi secara menyeluruh dan

    tanpa terbatas terkait penanggulangan terorisme; d. mendapat perlindungan oleh negara dari

    kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pengawasan.

    e. mendapat hak keuangan, administratif dan protokoler sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    13 Bagian Kedua Kewajiban

    Pasal 12

    TPPT wajib: a. menjaga rahasia dalam TPPT; b. menyelenggarakan rapat; c. menetapkan seluruh bahan rapat sebagai

    dokumen yang bersifat terbuka, kecuali dalam hal rapat memutuskan bersifat tertutup dan rahasia;

    d. menetapkan seluruh hasil rapat bersifat rahasia, kecuali rapat memutuskan tidak bersifat rahasia;

    e. menindaklanjuti aspriasi dan pengaduan masyarakat yang terkait dengan pelanggaran dan/atau penyimpangan dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme di Indonesia;

    f. melaporkan hasil pengawasan terhadap

    Isu keterbukaan atau transparansi merupakan bagian yang cukup penting dalam proses pengawasan. Oleh karena itu, perlu ditekankan bahwa seluruh proses pengawasan harus bersifat terbuka, termasuk rapat-rapat pengambilan keputusan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pengawasan oleh TPPT. Sebagai konsekuensinya, segala bentuk bahan dan hasil rapat baik yang berupa data, informasi, maupun keterangan harus dinyatakan bersifat terbuka untuk umum. Pengeculian untuk menyatakan bersifat tertutup perlu dibatasi hanya untuk bagian-bagian tertentu saja sehingga tidak meliputi seluruh bagian suatu rapat, hasil rapat, maupun bahan rapat. Hal tersebut pun sebenarnya juga telah disinggung dalam Pasal 18 di bawah. Adapun indikator-indikator yang dapat

    Bagian Kedua Kewajiban

    Pasal 12

    TPPT wajib: a. menjaga rahasia dalam TPPT; b. menyelenggarakan rapat; c. mengambil keputusan hanya dalam rapat yang

    bersifat terbuka; d. menetapkan seluruh bahan rapat bersifat

    terbuka, kecuali beberapa bagian dalam bahan rapat yang dinyatakan bersifat rahasia;

    e. menetapkan seluruh hasil rapat bersifat terbuka, kecuali beberapa bagian dalam hasil rapat yang dinyatakan bersifat rahasia;

    f. menindaklanjuti aspirasi dan/atau pengaduan setiap orang dan/atau kelompok masyarakat

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    penyelenggaran penanggulangan terorisme kepada pimpinan DPR bidang politik dan keamanan setiap pelaksanaan pengawasan dan/atau sekurang-kurangnya (1) satu kali setiap akhir tahun persidangan; dan

    g. mendokumentasikan seluruh bahan rapat dan hasil rapat.

    dijadikan sebagai justifikasi untuk menyatakan bersifat tertutup juga perlu dijabarkan dengan jelas dalam Peraturan DPR ini. Kemudian, upaya untuk memastikan adanya akuntabilitas serta efektivitas dalam sistem pengawasan parlemen juga perlu didorong. Salah satu bentuknya dapat melalui penerbitan laporan secara periodik yang dapat diakses oleh publik. Dengan demikian, selain mengeluarkan hasil rekomendasi dari pengawasan yang dilakukan terhadap Penyelenggara Penanggulangan Terorisme, TPPT juga berkewajiban untuk menyusun laporan periodik terkait kinerjanya.

    kepada DPR yang terkait dengan pelanggaran dan/atau penyimpangan dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme di Indonesia;

    g. mendokumentasikan seluruh bahan rapat dan hasil rapat;

    h. memberikan laporan rekomendasi yang berisi hasil pengawasan terhadap pelaksanaan penanggulangan terorisme di Indonesia kepada Penyelenggara Penanggulangan Terorisme terkait;

    i. memberikan laporan secara periodik yang berisi seluruh kegiatan-kegiatan pengawasan yang telah dilakukan, evaluasi terhadap capaian target beserta penjelasan terhadap target-target kerja yang belum tercapai, dan susunan agenda atau rencana kerja untuk tahun selanjutnya kepada pimpinan DPR bidang politik dan keamanan setiap pelaksanaan pengawasan dan/atau sekurang-kurangnya (1) satu kali setiap akhir tahun persidangan; dan

    j. menjamin laporan rekomendasi dan laporan periodik sebagaimana dimaksud huruf g dan h dapat diakses oleh publik.

    14 BAB V MEKANISME KERJA

    Pasal 13

    (1) Rapat TPPT dilakukan pada masa sidang DPR. (2) Apabila diperlukan rapat TPPT sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada

    Tidak ada perubahan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    masa reses atau dilaksanakan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.

    15 Pasal 14 Pimpinan TPPT di awal rapat wajib menyatakan:

    a. rapat bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup; dan

    b. bahan Rapat dan Hasil Rapat bersifat rahasia dalam hal rapat dinyatakan tertutup.

    Perlu ditambahkan pengaturan mengenai indikator-indikator untuk menentukan kapan rapat dapat dinyatakan tertutup maupun untuk menentukan kapan bahan dan hasil rapat dapat dinyatakan bersifat rahasia ketika sesi tertentu dalam rapat tersebut dinyatakan tertutup.

    Pasal 14 1) Pimpinan TPPT di awal rapat wajib menyatakan:

    a. rapat bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup; dan

    b. bahan rapat dan hasil rapat bersifat rahasia dalam hal rapat dinyatakan tertutup.

    2) Data, informasi, dan keterangan dalam rapat, bahan rapat, maupun hasil rapat hanya dapat dinyatakan tertutup dan/atau bersifat rahasia sepanjang mengandung informasi yang berkaitan dengan:

    a. sistem keamanan nasional; b. keamanan aset negara; c. prosedur tanggap darurat (emergency

    response); dan d. hal-hal lain sebagaimana disebutkan

    dalam Pasal 17 dan pasal-pasal yang berkaitan dengannya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

    16 Pasal 15 (1) Peserta Rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    14 huruf a dapat dihadiri: a. TPPT; b. penyelenggara penanggulangan terorisme;

    Selain untuk alasan efisiensi dan masih sejalan pula dengan prinsip keterbukaan atau transparansi sebagaimana disebutkan di atas, maka pelaksanaan rapat TPPT hendaknya juga perlu dilaksanakan pada tempat-tempat resmi

    Pasal 15 (1) Peserta Rapat sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 14 ayat (1) huruf a dapat dihadiri: a. TPPT; b. Penyelenggara Penanggulangan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    dan c. setiap Orang yang dipanggil oleh TPPT.

    (2) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. rapat internal TPPT; b. rapat TPPT dengan penyelenggara yang

    berwenang melakukan penanggulangan terorisme;

    c. rapat TPPT dengan Setiap Orang yang dipanggil.

    (3) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengundang pakar sebagai narasumber

    (4) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diselenggarakan di Gedung DPR maupun di tempat atau lokasi sesuai kebutuhan TPPT

    (5) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didukung oleh Setjen DPR, Badan Keahlian DPR RI dan Tenaga Ahli.

    dan terbuka sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat umum. Oleh karenanya, dalam ketentuan Pasal 15 yang mengatur mengenai tempat pelaksanaan rapat TPPT idealnya dapat dilaksanakan di Gedung DPR saja.

    Terorisme; dan c. setiap Orang yang dipanggil oleh TPPT.

    (2) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    dapat berbentuk: a. rapat internal TPPT; b. rapat TPPT dengan penyelenggara yang

    berwenang melakukan penanggulangan terorisme;

    c. rapat TPPT dengan Setiap Orang yang dipanggil.

    (3) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengundang pakar sebagai narasumber.

    (4) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan di Gedung DPR.

    (5) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didukung oleh Setjen DPR, Badan Keahlian DPR RI dan Tenaga Ahli.

    17 Pasal 16 Rapat TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 membahas:

    a. pemantauan terhadap pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    b. penyimpangan dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    c. aspirasi dan/atau pengaduan masyarakat kepada DPR yang terkait dengan pelaksanaan penanggulangan terorisme; dan/atau

    d. evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan

    Dalam konteks penegakan hukum terorisme, ketidaksesuaian pelaksanaan penanggulangan terorisme dirasa kurang tepat apabila dimaknai sebagai “penyimpangan”. Sebab, penggunaan frasa “penyimpangan” seperti memberi kesan bahwa tingkat keseriusannya berada di bawah “pelanggaran” jika ditempatkan dalam konteks penegakan hukum. Oleh karenanya, istilah “penyimpangan” tersebut perlu diganti dengan “pelanggaran” dan dijadikan poin baru untuk menekankan bahwa penanggulangan terorisme

    Pasal 16 Rapat TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 membahas:

    a. pemantauan terhadap pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    b. penyimpangan dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme;

    c. aspirasi dan/atau pengaduan setiap orang dan/atau kelompok masyarakat kepada DPR yang terkait dengan pelaksanaan penanggulangan terorisme;

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    terorisme.

    dalam konteks penegakan hukum kurang tepat bila dipersamakan derajatnya dengan penyimpangan pada pelaksanaan penanggulangan terorisme dalam konteks yang lain. Namun perlu ditekankan pula bahwa kewenangan TPPT dalam membahas isu-isu yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar hukum pidana maupun hukum acara pidana tidak dipersamakan dengan keputusan badan peradilan (judicial authority). Sebagai ilustrasi, kesimpulan dari proses pengawasan TPPT yang menyatakan tindakan penangkapan dan penahanan tidak sah misalnya tidak dapat dipersamakan dengan Putusan Praperadilan yang berisi hal serupa yang dijatuhkan oleh hakim. Rekomendasi TPPT terhadap hal tersebut sifatnya akan menjadi alat bukti dalam sidang praperadilan.

    d. evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan terorisme; dan/atau

    e. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar hukum pidana dan hukum acara pidana dalam penegakan hukum terorisme;

    18 Pasal 17 Peserta rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) di awal, saat, dan setelah rapat berlangsung wajib menjaga kerahasiaan bahan rapat dan hasil rapat dalam hal rapat dinyatakan tertutup.

    Untuk menjaga konsistensi dan pemaknaan yang tunggal maka ketentuan Pasal 17 perlu dihubungkan dengan ketentuan Pasal 12.

    Pasal 17 Peserta rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) di awal, saat, dan setelah rapat berlangsung wajib menjaga kerahasiaan bahan rapat dan hasil rapat dalam hal rapat dinyatakan tertutup sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf d dan e.

    19 Pasal 18 Sebelum menutup rapat, pimpinan TPPT atas persetujuan bersama dari seluruh peserta rapat dapat memutuskan

    Tidak ada perubahan

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    bagian dari hasil rapat yang dapat diketahui dan disampaikan pada publik.

    20 Pasal 19 Juru bicara TPPT dapat menyampaikan bagian dari hasil rapat yang dapat diketahui publik setelah berkonsultasi dan mendapat persetujuan dari TPPT.

    Tidak ada perubahan

    21 Pasal 20 Anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan tugas dan wewenang TPPT dibebankan pada anggaran pimpinan DPR bidang Politik dan keamanan.

    Tidak ada perubahan

    22 Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, mekanisme penyelenggaraan rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, akan dimuat dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam peraturan ini

    Tidak ada perubahan

    23 BAB VI LARANGAN DAN SANKSI

    Pasal 22

    Peserta Rapat, Setjen, Badan Keahlian dan Tenaga Ahli DPR RI sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 15 dilarang membuka dan/atau membocorkan hasil, bahan, dan keputusan rapat TPPT yang bersifat tertutup.

    Untuk alasan efisiensi dalam redaksional dan menghindari pengulangan pasal maka frasa “Setjen, Badan Keahlian dan Tenaga Ahli DPR RI” perlu dihapus dan ketentuan Pasal 23 dapat diintegrasikan dengan Pasal 22 dalam satu pasal.

    Pasal 22 Peserta Rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilarang membuka, membocorkan, menggandakan, menyampaikan, dan/atau memberikan akses terhadap bahan rapat dan/atau hasil rapat TPPT yang dinyatakan bersifat rahasia.

    24 Pasal 23 Selama rapat yang bersifat tertutup berlangsung, peserta rapat, pakar, dan pihak yang mendukung pelaksanaan

    Pasal 23 dihapus karena telah terintegrasi dalam Pasal 22.

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), (3), dan (4) baik dengan sengaja maupun tidak sengaja dilarang membuka, menggandakan, menyampaikan, dan/atau memberikan akses terhadap bahan rapat dan/atau hasil rapat kepada setiap orang dan/atau publik.

    25 Pasal 24 Rekomendasi TPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib dilaksanakan penyelenggara penanggulangan terorisme secara proporsional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Salah satu indikator dari keberhasilan atau efektivitas fungsi pengawasan parlemen adalah adanya “pengaruh” yang ditimbulkan dari hasil pengawasan terhadap kerja-kerja Pemerintah di kemudian hari. Oleh karenanya, hasil pengawasan yang dilakukan oleh TPPT perlu mendapatkan status hukum yang kuat untuk memberikan daya paksa bagi eksekutif untuk menanggapi dan menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Laporan rekomendasi TPPT harus ditanggapi oleh lembaga eksekutif terkait dalam jangka waktu tertentu, jika tidak ditanggapi maka perlu diberikan “sanksi” untuk memaksa pemenuhan perintah dalam rekomendasi. Untuk memperbaiki kesalahan pengetikan dan menghapus klausula yang tidak perlu, serta menambahkan beberapa ayat mengenai tindak lanjut dari pelaksanaan rekomendasi, maka bunyi Pasal 24 perlu diubah.

    Pasal 24 (1) Rekomendasi TPPT sebagaimana dimaksud Pasal

    10 huruf h wajib dilaksanakan oleh Penyelenggara Penanggulangan Terorisme terkait.

    (2) Laporan rekomendasi TPPT harus ditanggapi oleh Penyelenggara Penanggulangan Terorisme terkait dalam jangka waktu maksimal 6 bulan sejak dikeluarkannya laporan rekomendasi TPPT.

    (3) Bentuk-bentuk tanggapan dari Penyelenggara Penanggulangan Terorisme sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat berupa: a. Pemberian pernyataan tertulis yang

    menyatakan komitmennya untuk memperbaiki program, kebijakan, atau administrasi pada lembaganya agar sesuai dengan prinsip perlindungan HAM dan peraturan perundang-undangan; dan

    b. Pelaksanaan tindakan berupa perubahan progam atau kebijakan yang dipermasalahkan tersebut atau tindakan lain yang diperlukan sesuai dengan instruksi dalam laporan rekomendasi yang ditentukan.

    (4) Apabila Penyelenggara Penanggulangan Terorisme tidak memberikan tanggapannya sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (3), maka anggota TPPT

  • NO. RANCANGAN PERATURAN DPR KOMENTAR REKOMENDASI/USULAN RUMUSAN PASAL

    dapat menggunakan hak angket yang dimilikinya sebagai anggota DPR untuk melaksanakan mekanisme pemanggilan terhadap Penyelenggara Penanggulangan Terorisme yang bersangkutan untuk dimintai keterangan terkait alasan tidak dilaksanakannya rekomendasi.

    (5) Apabila mekanisme sebagaimana dimaksud ayat (4) telah ditempuh namun Penyelenggara Penanggulangan Terorisme belum juga memberikan tanggapannya sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (3), maka TPPT melalui laporan periodik sebagaimana dimaksud Pasal 12 dapat mengusulkan untuk mengurangi alokasi APBN untuk Penyelenggara Penanggulangan Terorisme yang bersangkutan secara proporsional pada tahun berikutnya.

    26 BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 25

    Peraturan ini berlaku pada tanggal ditetapkan Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Tidak ada perubahan