case report glaukoma

42
LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIS Pembimbing: dr. Agah Gadjali, SpM dr. Hermansyah, SpM dr. Gartati Ismail, SpM dr. Mustafa K. Shahab, SpM dr. Henry A. W, SpM Disusun oleh: Almira Rosalie 1102010015 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO

Upload: anonymous-qnh8ag595b

Post on 14-Apr-2016

88 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Glaukoma

LAPORAN KASUS

GLAUKOMA KRONIS

Pembimbing:

dr. Agah Gadjali, SpM

dr. Hermansyah, SpM

dr. Gartati Ismail, SpM

dr. Mustafa K. Shahab, SpM

dr. Henry A. W, SpM

Disusun oleh:

Almira Rosalie

1102010015

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 25 JANUARI – 27 FEBRUARI 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Page 2: Case Report Glaukoma

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn.S

Umur : 70 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Tanggal lahir : 11 September 1945

Agama : Islam

Suku, Kebangsaan : Jawa, Indonesia

Pendidikan : SMA

Perkerjaan : Pensiun PNS

Alamat : Komplek Paspampres RT 06/06 Kel Jakarta Timur

No telp. : 021 - 87792377

Status : Menikah

Tanggal pemeriksaan : 05 Februari 2016

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 05 Februari 2016.

Keluhan utama : Penglihatan mata kabur tanpa disertai mata merah sejak 5

tahun yang lalu

Keluhan tambahan : Mata terasa pegal dan kering

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan penglihatan mata semakin

kabur, terasa pegal dan kering tanpa disertai mata merah. Keluhan tersebut dirasakan

sejak 5 tahun yang lalu. Saat pertama kali serangan pasien mengeluhkan mata sebelah

kiri terasa kabur dan sakit namun tidak disertai muntah, serta terdapat mata merah,

kemudian pasien berobat ke RSPAD Gatot Subroto dan saat diperiksa tekanan

intraokular pasien mencapai 40 mmHg dan didiagnosis Glukoma Akut dan dianjurkan

untuk operasi pada mata sebelah kiri.

Kemudian sejak 2 tahun yang lalu pasien merasakan hal yang sama pada mata sebelah

kanan namun pasien hanya berobat jalan.

2

Page 3: Case Report Glaukoma

Gangguan tersebut memburuk dikarenakan pasien jarang berobat sehingga pasien

datang ke Poliklinik Mata di RS Polri. Saat pertama datang ke RS Polri pasen mengeluh

pandangan kabur, mata terasa pegal dan kering. Keluhan mata merah sudah tidak

dirasakan lagi oleh pasien. Pasien juga mengaku tekanan intraokular pasien tinggi saat

itu sehingga pasien harus kontrol setiap minggu. Saat ini gangguan penglihatan kedua

mata pasien sedikit membaik dan keluhan lainnya sedikit berkurang. Pasien Pasien

sekarang rutin berobat ke RS Polri setiap 2-3 minggu sekali (saat obat habis).

Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat menggunakan kacamata (+).

- Riwayat diabetes melitus (+).

- Riwayat hipertensi (+).

- Riwayat trauma pada mata (-).

- Riwayat asma dengan pengobatan menggunakan steroid (+)

- Riwayat alergi obat Antalgin (+)

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang merasakan keluhan seperti pasien

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis:

Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 05 Februari 2016,

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah: 160/100 mmHg

Nadi : 82 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36.5 °C

3

Page 4: Case Report Glaukoma

Status Oftalmologi

Inspeksi

4

Page 5: Case Report Glaukoma

OD OS

Visus 5/30 5/30F

Gerakan bola mata

Kedudukan bola mata Ortoforia

Lapang pandang

Tes konfrontasi: lapang pandang menyempit

Tes konfrontasi: lapang pandang menyempit

Palpebra

SuperiorEdema (-), nyeri tekan (-),

hiperemis (-).Edema (-), nyeri tekan (-),

hiperemis (-). InferiorKonjungtiva tarsal Superior

Hiperemis (-), papil (-), folikel (-), sikatriks (-), sekret (-).

Hiperemis (-), papil (-), folikel (-), sikatriks (-), sekret (-). Inferior

Konjungtiva bulbi

injeksi konjungtiva (-),injeksi siliar (-), perdarahan (-).

injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), perdarahan (-).

Kornea Jernih Jernih

Bilik mata depan Dalam Dalam

Iris Kripti (+), sinekia anterior/posterior (-/-)

Kripti (+), sinekia anterior/posterior (-/-)

Pupil Bulat, sentral, reguler, refleks cahaya langsung/tidak langsung (+/+),

diameter 3 mm.

Bulat, sentral, reguler, refleks cahaya langsung/tidak langsung (+/+),

diameter 3 mm.

Lensa Relatif keruh, shadow test (-). Relatif Keruh, shadow test (-).

TIO 8/7,5 (15,6 mmHg) 8/7,5 (15,6 mmHg)

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi

Papil : Batas tegas, CD ratio 0,9-1Cupping (+) nasalisasi (+) temporal rim

menghilang, A/V 2/3Makula (+)

Retina: eksudat (-)

Papil : Batas tegas, CD ratio 0,8-0,9Cupping (+) nasalisasi (+) temporal rim

menghilang, A/V 2/3Makula (+)

Retina: eksudat (-)

5

Page 6: Case Report Glaukoma

IV. Resume

Pasien laki-laki berusia 70 tahun, datang ke poliklinik mata RS Polri dengan

keluhan penglihatan mata semakin kabur, terasa pegal dan kering tanpa disertai

mata merah sejak 5 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat glukoma sejak 5

tahun yang lalu dan telah dioperasi pada mata sebelah kiri, kemudian hal yang

sama dirasakan oleh mata sebelah kanan pasien sejak 2 tahun yang lalu. visus OD

5/30 OS 5/30F, Tekanan intraokular ODS 15,6 mmHg. Pada pemeriksaan

funduskopi didapatkan papil OD CD ratio 0,9-1 Cupping (+) temporalis

menghilang OS papil CD ratio 0,8-0,9 Cupping (+) temporalis menghilang.

V. Diagnosis Kerja

Glaukoma kronik ODS

VI. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan gonioskopi

Pemeriksaan lapang pandang (perimetri)

VII.Penatalaksanaan

Medikamentosa

o Glaucon (Azetazolamide 250 mg) 2 x 1 tablet

o Aspar K (Kalium L-aspartate 300 mg) 1 x 1 tablet

o Timolol 0,5% eye drop 2 x 1 ODS

o Glaupen (Latanoprost 0,005%) eye drop 1 x 1 ODS

Non-medikamentosa

o Membatasi asupan cairan

o Pemakaian obat dan kontrol secara teratur

o Edukasi mengenai perjalanan penyakit

o Kontrol gula darah dan tekanan darah

VIII. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanactionam : dubia ad malam

6

Page 7: Case Report Glaukoma

Ad cosmeticam : dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata.

Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan

stroma. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris

anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari :

1. Trabekula korneoskleral

Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke belakang mengelilingi

kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.

2. Trabekula uveal

Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi

dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.

3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)

Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.

4. Ligamentum Pektinatum Rudimenter

Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi oleh

endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah

di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.

Gambar 1. Anatomi Sudut Filtrasi

7

Page 8: Case Report Glaukoma

Struktur lain yang terlibat adalah kanalis sklem, kanalis berbentuk sirkumferensial

dan dihubungkan oleh septa-septa. Bagian dalam kanalis dilapisi oleh sel-sel endotel

berbentuk kumparan yang mengandung vakuol-vakuol besar, dan di bagian luar dilapisi

oleh sel-sel datar halus yang mengandung ujung dari kanalis-kanalis kolektor.

Bagian selanjutnya yang berperan adalah kanalis kolektor. Kanalis ini meninggalkan

kanalis sklem dan berhubungan dengan vena episklera.

Akuous humor diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan mengalir ke

dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan posterior iris melalui sudut

pupil. Selanjutnya masuk ke bilik anterior. Akuous humor keluar dari bilik anterior

melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non

trabekula).

1. Outflow melalui jalur trabekulum ( jalur konvensional ). Yang merupakan jalur utama,

dimana sekitar 90% outflow humor akuos melalui jalinan trabekular menuju kanalis

sklem dan berlanjut ke sistem vena kolektor. ( Gambar 2 )

Gambar 2. Jalur konvensional dan tidak konvensional

2. Outflow melalui jalur uveoskleral ( jalur tidak konvensional ). Dimana sekitar 10%

outflow akuous humor melalui jalur ini. Mekanisme yang beragam terlibat, didahului

lewatnya akuous dari camera oculi anterior kedalam otot muskularis dan kemudian

8

Page 9: Case Report Glaukoma

kedalam ruang suprasiliar dan suprakoroid. Cairan kemudian keluar dari mata melalui

sklera yang utuh ataupun sepanjang nervus dan pembuluh darah yang memasukinya.

Akuous humor menentukan secara langsung tekanan intraokular, dengan keterkaitan

terhadap kecepatan pembentukan akuous humor dan kecepatan akuous humor keluar dari

mata. Cairan ini adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang.

Volumenya sekitar 250 mikroliter, dan kecepatan pembentukannya, yang memiliki variasi

diurnal, sekitar 2,5 mikroliter per menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi

dibandingkan plasma. Komposisi Akuous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa

cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein,

urea dan glukosa yang lebih rendah.

Konsep Tekanan Intraokuler normal.

Distribusi tekanan intra okuler (TIO) pada populasi genral berkisar antara 11-21

mmHg. Walaupun tidak ada titik patologis pasti, 21 mmHg dianggap batas atas dan hasil

sebesar ini akan dilihat dengan kecurigaan akan adanya proses patologis yang sedang

terjadi. TIO bervatiasi sepanjang hari bergantung pada denyut jantung, tekanan darah dan

respirasi.

B. Definisi Glaukoma

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh

pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang; biasanya disertai

peningkatan tekanan intraokular.

C. Epidemiologi

Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertinggi, 2%

penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga

didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang.

Berdasarkan data WHO 2010 diperkirakan sebayanyak 3,2 juta orang mengalami

kebutaan akibat glaukoma. Di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih dari 500.000

kasus kebutaan di Indonesia dan kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat

permanen. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan kasus glaukoma terbanyak (90%).

Sekitar 0,4-0,7% orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70

tahun diperkirakan mengidap glaukoma sudut terbuka primer.

9

Page 10: Case Report Glaukoma

E. Etiologi

Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat disebabkan oleh

bertambahnya produksi akuous humor oleh badan siliar ataupun berkurangnya

pengeluaran akuous humor di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.

Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi akuous humor, hambatan

terhadap aliran akuous dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal

tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini lebih

sering disebabkan oleh hambatan terhadap aliran akuous humor.

Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan

retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang

sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan

terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang

pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada

akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

F. Klasifikasi

Secara sederhana glaukoma di klasifikasi berdasarkan etiologi dan mekanisme

peningkatan tekanan intra okuler.

Klasifikasi berdasarkan etiologi, yaitu sebagai berikut :

1. Glaukoma primer, tidak diketahui penyebabnya :

a. Glaukoma sudut sempit/ tertutup ( close angle glaucoma, acut congestive

glaucoma ).

b. Glaukoma sudut terbuka ( glaucoma simpleks, open angle glaucoma, chronic

simple glaucoma ).

2. Glaukoma sekunder, timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata,

disebabkan:

a. Perubahan lensa:

o luksasi

o Pembengkakan ( intumsemen )

o Fakolitik

b. Kelainan uvea:

o Uveitis

10

Page 11: Case Report Glaukoma

o Tumor

c. Trauma:

o Perdarahan dalam bilik mata depan ( hifema )

o Perforasi kornea dan prolaps iris

d. Bedah

e. Rubeosis.

f. Steroid dan lainnya

3. Glaukoma kongenital

a. Primer atau infantile.

b. Menyertai kelainan kongenital lainnya.

4. Glaukoma absolut, keadaan terakhir suatu glaukoma, yaitu dengan kebutaan total dan

bola mata nyeri.

Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme tekanan intra okuler, yaitu:

1. Glaukoma sudut terbuka

a. Membran pratrabekular

b. Kelainan trabekular

c. Kelainan pascatrabekular

2. Glaukoma sudut tertutup

a. Sumbatan pupil

b. Pergeseran lensa ke anterior

c. Pendesakan sudut

Gambar 3. Glaukoma sudut terbuka

11

Page 12: Case Report Glaukoma

Gambar 4. Glaukoma sudut tertutup

G. Faktor Predisposisi

Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :

1. Bulbus okuli yang pendek, biasanya pada mata yang hipermetrop. Makin berat

hipermetropnya makin dangkal bilik mata depannya.

2. Tumbuhnya lensa, menyebabkan bilik mata depan menjadi lebih dangkal. Pada

umur 25 tahun, dalamnya bilik mata depan rata-rata 3,6 mm, sedangkan pada

umur 70 tahun 3,15 mm.

3. Kornea yang kecil, dengan sendirinya bilik mata depannya dangkal.

4. Tebalnya iris. Makin tebal iris, makin dangkal bilik mata depan.

Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa jadi lebih dekat ke iris, sehingga aliran

cairan bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata depan terhambat, inilah yang

disebut dengan hambatan pupil. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya tekanan

didalam bilik mata belakang dan medorong iris ke depan. Pada sudut bilik mata depan

yang memang sudah sempit, adanya dorongan ini menyebabkan iris menutupi jaringan

trabekula, sehingga cairan bilik mata tidak dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah

glaukoma sudut tertutup.

12

Page 13: Case Report Glaukoma

H. Patofisiologi

Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan trabekular, sedangkan

sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intra okular meningkat karena adanya

hambatan outflow humor akuos akibat kelainan mikroskopis pada jalinan trabekular.

Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekanan intra

okular meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata, sehingga

outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan seperti ini

sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit ( kadang-kadang disebut dengan

“dangerous angle” ).

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel

ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam

retina serta berkurangnya akson di nervus opticus. Diskus opticus menjadi atrofik, disertai

pembesaran cawan optik.

Mekanisme yang paling berkontribusi dalam kehilangan visual pada glaukoma adalah

atrofi sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan nervus dan nuklear dalam

pada retina dan hilangnya akson pada nervus optikus. Optic disc mengalami atrofi dan

optic cup membesar. Iris dan korpus siliaris juga mengalami atrofi, dan prosesus siliaris

mengalami degenerasi hialin.

Efek peningkatan tekanan intra okuler dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar

peningkatan tekanan intra okuler. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intra okuler

mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai

edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer,

tekanan intra okuler biasanya tidak meningkat lebih dari 30 mmHg dan kerusakan sel

ganglion terjadi setelah waktu yang lama, sering setelah beberapa tahun. Pada glaukoma

tekanan normal, sel-sel ganglion retina mungkin rentan mengalami kerusakan akibat

tekanan intra okuler dalam kisaran normal, atau mekanisme keruskannya yang utama

mungkin iskemia caput nervi optici.

13

Page 14: Case Report Glaukoma

I. Manifestasi Klinik

o Biasanya terjadi secara perlahan-lahan dan asimptomatik, sampai terjadi penurunan

penglihatan dan umumnya terjadi secara bilateral

o Pasien mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada bola mata

o Pasien mengakui melihat halo (seperti pelangi atau lingkaran disekitar objek sinar

atau cahaya)

o Beberapa pasien mengeluhkan adanya defek lapang pandang jika sudah mencapai

stadium lanjut

Gambar 5 ab. Kerusakan Retinal Nerve Fiber LayersGambar diatas menunjukkan perubahan pada Retinal Nerve Fiber Layer yang baisanya mendahului perubahan diskus optikus yang dapat dideteksi dan perubahan lapang pandang. Dapat didapati dua bentuk: (a) defek terlokalisir berbentuk jajar genjang dan (b) defek difus yang lebih besar dengan batas yang tidak jelas.

Defek Lapang Pandang pada Pasien Glaukoma

1. Perubahan paling awal yang dapat diamati pada pasien glaukoma adalah perubahan

sensitivitas pada daerah-daerah tertentu yang nantinya akan mengalami defek

2. Defek paracentral akan dapat ditemui pada fase selanjutnya, dimana defek yang

terletak akan terletak diluar area central dan hal ini merupakan defek visual awal pada

glaukoma. Defek ini mengikuti pola distribusi Retinal nerve Fiber Layer dan karena

itu akan berhenti pada garis tengah horizontal. (Gambar 5 a & b)

3. Nasal Ronne Step, menunjukkan perbedaan sensitivitas antara lapang pandang nasal

superior dan inferior

4. Defek lapang pandang Arkuata, merupakan akibat dari gabungan antara skotoma-

skotoma paracentral, umumnya berada 10 sampai 20 derajat dari area fiksasi, dan

seiring dengan waktu akan meluas secara circumferential

14

Page 15: Case Report Glaukoma

5. Perbesaran dari skotoma diakibatkan oleh kerusakan pada retina yang berdekatan

6. Pendalaman / perparahan dari skotoma dan pembentukan defek area baru

7. Skotoma Cincin (Ring Scotoma) terbentuk jika skotoma arkuata di lapang inferior

dansuperior terhubung

8. Perubahan tahap akhir (End Stage) ditandai dengan lapang pandang central yang

biasanya juga disertai oleh lapang pandang temporal (Tunnel Vision)

J. Diagnosis

Anamnesis

1. Keluhan visual

Biasanya tidak dikeluhkan oleh pasien kecuali kerusakan telah terjadi secara

signifikan. Kadang defek lapang pandang sentral dapat terjadi pada stadium awal,

walaupun lapang pandang perifer masih normal

2. Riwayat oftalmologi sebelumnya

o Status refraksi pasien. Miopia memiliki resiko tinggi untuk terjadinya Primary

Open Angle Glaucoma, sedangkan hipermetropia memiliki resiko tinggi untu

Primary Angle Closure Glaucoma

o Sebab-sebab glaukoma sekunder yang mungkin seperti riwayat trauma

okuler, inflamasi, atau pembedahan mata

3. Riwayat keluarga

POAG atau kondisi terkait seperti Ocular Hypertension

4. Riwayat medis sebelumnya

Pertanyaan spesifik mengenai hal – hal berkut sebaiknya dilakukan

o Riwayat asma, gagal jantung, blok jantung, Penyakit vaskuler perifer dan

Chronic Obstructive Pulmonary Disease, karena penyakit-penyakit ini

merupakan kontraindikasi penggunaan betablocker dalam penatalaksanaan

glaukoma

o Riwayat trauma kepala, patologi intrakranial, atau sebab-sebab lain yang

mungkin menyebabkan atrofi nervus optikus atau defek lapang pandang

o Vasopasme terkait migraine atau raynaud phenomenon

o Diabates, hipertensi sistemik, dan penyakit cardiovascular lain

5. Pengobatan saat ini

o Steroid, baik sistemik maupun topikal

15

Page 16: Case Report Glaukoma

o Beta Blocker oral, dapat menurunkan TIO, menciptakan suatu efek masking

yang menutupi keadaan sebenarnya

Pemeriksaan

Untuk  mendiagnosis  glaukoma  dilakukan  sejumlah  pemeriksaan  yang  rutin

dilakukan pada seseorang yang mengeluh rasa nyeri di mata, penglihatan dan gejala

prodromal lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan dengan lebih dari satu

metode akan lebih bermakna dibandingkan jika hanya dilakukan 1 kali

pemeriksaan.Pemeriksaan tersebut meliputi:

a. Tajam penglihatan 

Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus

untuk glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik, misalnya 6/6

belum berarti tidak glaukoma.

b. Tonometri 

Tonometri diperlukan  untuk memeriksa tekanan intraokuler.  Ada 3 macam tonometri,

yaitu:

1. Digital

Merupakan  teknik  yang  paling  mudah  dan  murah  karena  tidak memerlukan alat.

Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan

tahanan  kedua  bola  mata  terhadap  tekanan  jari.  Hasil pemeriksaan

ini diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal,  T n+1 untuk tekanan yang

agak tinggi, dan T n-1 untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini

dianggap paling rendah karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.

Gambar 6. Menafsirkan pengukuran TIO secara digital

16

Page 17: Case Report Glaukoma

2. Tonometer Schiotz

Tonometer Schiotz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang digunakan dan

harganya murah. Pasien tidur terlentang tanpa menggunakan bantal, dan diberi anestesi

local (pantokain) pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata

ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-hati pada tepian

orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh

kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan plunger berujung

tumpul menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea,

yang sebanding dengan tekanan inraokuler, akan mendesak plunger ke atas. Sewaktu

bergeser ke atas didalam selongsong, plunger menggeser jarum penunjuk skala. Makin

tinggi tekanan intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi

pula geseran plunger ke atas, sehingga makin jauh menggeser jarum penunjuk skala.

Pembacaan skala disesuaikan dengan kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang

diterjemahkan ke dalam tekanan intraokuler.

Gambar 7. Tonometer Schiotz

17

Page 18: Case Report Glaukoma

Gambar 8. Skala Kalibrasi

3. Tonometer aplanasi Goldmann

Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp yang juga

mahal. Dengan alat ini, kekakuan sclera dapat diabaikan sehingga hasil yang didapatkan

menjadi lebih akurat. Setelah anestesi lokal dan pemberian flourescein, pasien duduk di

depan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat flourescein, dipakai filter

cobalt blue dengan penyinaran paling terang. Setelah memasang tonometer didepan

kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan

kornea. Sebuah percounter balance yang dikendalikan dengan tangan mengubah-ubah

beban yang diberikan pada ujung tonometer. Setelah berkontak, ujung tonometer

meratakan bagian tengah kornea dan menghasilkan garis flourescein melingkar tipis.

Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua setengah lingkaran

yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara manual

sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat bertumpuk.

Gambar 9a. Tonometer aplanasi Goldmann. Gambar 9b. Tenaga tonometer diatur secara manual

sampai kedua setengah lingkaran bertumpuk

c. Gonioskopi 

Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi dapat

menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan

pada semua pasien yang menderita glaukoma, pada semua pasien suspek glaukoma, dan

pada semua individu yang diduga memiliki sudut bilik mata depan yang sempit. Dengan

gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga

dapat dilihat adanya perlekatan iris bagian perifer kedepan (peripheral anterior sinechiae)

18

Page 19: Case Report Glaukoma

Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran yang

menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan yang dilihat pada prisma

goniolen :1) Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar.2) Pita badan siliar,

biasanya tampak abu-abu atau coklat.3) Sclera spur, biasanya tampak sebagai garis putih

prominen di alas pita badan shier.4) Trabekulum meshwork 5) Garis Schwalbe, suatu tepi

putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork. Dengan lensa goniskopi dapat melihat

keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan

anestesi local. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata

dengan memutarnya 360 derajat. Nilai derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat

kontak kornea dengan iris (sudut tertutup), derajat 1 bila tidak terlihat ½ bagian jalinan

trabekulum sebelah belakang dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit,

derajat 2 bila sebagian kanal Schlem terlihat, derajat 3 belakang kanal Schlemm dan

skleral spur masih terlihat, derajat 4 badan siliar terlihat (sudut terbuka)

Gambar 10a. Pemeriksaan Gonioskop Gambar 10b. Gambaran yang terlihat pada gonioskop

d. Lapang Pandang (perimetri)  

Yang  termasuk  ke  dalam pemeriksaan  ini  adalah  lapangan pandang sentral dan

lapangan pandang perifer. Pada stadium awal, penderita tidak  akan  menyadari  adanya

kerusakan  lapangan  pandang  karena tidak  mempengaruhi  ketajaman penglihatan

sentral. Pada tahap yang sudah  lanjut,  seluruh  lapangan pandang  rusak  dengan  tajam

penglihatan  sentral  masih  normal sehingga penderita seolah-olah melihat melalui suatu

teropong (tunnel vision).

19

Page 20: Case Report Glaukoma

Gambar

11a.

Pemeriksaan perimetri Gambar 11b. Lapang

pandang pada pengelihatan normal dan penderita glaukoma

e.Oftalmoskopi 

Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan  adalah  keadaan papil saraf

optik. Perubahan yang terjadi pada papil dengan glaukoma  adalah  penggaungan

(cupping) dan  degenerasi  saraf  optik  (atrofi).  Jika terdapat penggaungan lebih dari 0,3

dari diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka harus diwaspadai

adanya ekskavasio glaukoma. Diskus  optikus normal. Lihat batas tegas dari diskus

optikus, demarkasi yang jelas dari ‘cup’, dan warna pink cerah dari sisi neuroretinal.

f .Tonograf i

Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang

dikeluarkan melalui trabekula dalam satu satuan waktu. Dengan tonografi diukur derajat

penurunan tekanan bola mata bila diberikan tekanan dengan tonometer schiotz. Tonometer

yang dipakai adalah semacam tonometer schiotz dan bersifat elektronik yang merekam

tekanan bola mata selama 4 menit dan berguna untuk mengukur pengaliran keluar cairan air

mata. Pada tonografi terlihat kurva fasilitas pengeluaran cairan bilik mata, juga terlihat

pulsasi nadi intraocular. Nilai tonografi C=0,18 adalah normal, bila C kurang dari 0,18 maka

keadaan ini dicurigai menderita glaukoma.

20

Page 21: Case Report Glaukoma

Gambar 12a dan b. Pemeriksaan Tonografi

g. Tes Provokasi 

Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma.

Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test, dan tes

steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap, tes

membaca dan tes midriasis.

Uji lain pada glaucoma :

• Uji Kopi

Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15- 20 mmHg

setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.

• Uji Minum Air 

Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum dengan

cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15

mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma.

• Uji Steroid

Pada  pasien  yang  dicurigai  adanya  glaukoma  terutama  dengan  riwayat glaukoma

simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari.

Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan

bola mata akan naik setelah 2 minggu.

• Uji Variasi Diurnal

Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,selama 3 hari

biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-4 mmHg,

sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5

mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.

• Uji Kamar Gelap

Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan ke

dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan bola mata diukur. 55%

pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg.

• Uji provokasi pilokarpin

Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1%selama 1 minggu

4 kali sehari kemudian diukur tekanannya.

21

Page 22: Case Report Glaukoma

K. Penatalaksanaan

Managemen dari glaukoma bertujuan untuk mencegah degradasi fungsional dari

penglihatan dalam masa hidup pasien.

Tujuan Terapi

Target Pressure

Harus diasumsikan bahwa level TIO pre-treatment pada pasien sudah dapat merusak

nervus optikus dan akan terus merusak jika tidak diturunkan, oleh karena itu penting

untuk mempertimbangkan menurunkan tekanan sampai dibawah titik pasien pertama kali

datang ke dokter. Jika hal ini tidak dapat terjadi, maka modalitas terapi lain harus

dipertimbangkan, seperti menambahkan regimen obat, atau melakukan tindakan bedah

untuk menurunkan tekanan intraokular.

Proportional Reduction

Suatu metode lain untuk managemen glaukoma kronis adalah untuk menurunkan tekanan

sebesar 30% dari tekanan awal, lalu melakukan monitoring pada progresifitas kerusakan.

Monitoring

Dua aspek yang penting untuk ditinjau dalam montioring adalah caput nervus opticus dan

lapang pandang. Jika diamati adanya progresifitas kerusakan maka target TIO harus

diturunkan dibawah apa yang selama ini ditentukan. Walauapun tidak ada konsensus

mengenai berapa level tekanan yang aman, progresi kerusakan jarang terjadi jika TIO

berada dibawah 16 mmHg. Hal ini juga dikaitkan dimana penurunan 1 mmHg tekanan di

asosiasikan dengan reduksi 10% laju hilangnya sel saraf. Oleh karena itu, pasien-pasien

dengan kerusakan lanjut harus memiliki target TIO yang lebih rendah lagi untuk

mempertahankan sel saraf yang tersisa.

Pertimbangan dalam menjalankan terapi medis

a. Menjalankan terapi

Obat yang terpilih harus dimulai penggunaanya pada konsentrasi paling rendah, di

teteskan sejarang mungkin konsisten dengan tujuan terapi yang diinginkan

Secara ideal, obat-obatan dengan efek samping yang paling ringan harus menjadi pilihan

utama.

22

Page 23: Case Report Glaukoma

Mulai terapi dengan satu obat, biasanya prostaglandin analogue atau beta blocker, tanpa

melupakan pertimbangan terkait pemilihan.

b. Monitoring

Interval konsultasi pasien disesuaikan dengan kebutuhan, namun biasanya diatara 4-8

minggu

Respons terhadap pengobatan harus dapat dibandingkan dengan target TIO

Jika respobs memuaskan maka interval konsultasi dapat diubah menjadi 3-6 bulan sekali

Jika respons kurang memuaskan, dapat ditambah obat lain atau dengan sediaan kombinasi

Dalam menggunakan dua obat tetes, harus ada jarak 5 menit antar penetesan untuk

mencegah “washout” dari obat yang pertama kali diteteskan

Kadang perlu untuk menunggu satu atau dua bulan sebelum merubah regimen terapi

karena respon obat dapat mengalami perubahan seiring berjalannya waktu

Ketaatan pasien yang buruk atau penggunaan yang salah dapat menjadi sebab tidak

memuaskannya respons terhadap obat

Selalu tanyakan kepada pasien apakah obat sudah dipakai hari ini ketika pasien datang

untuk konsultasi.

c. Perimetry

Jika tekanan intraokuler berada dalam jangkauan target terapi, tanpa adanya keluhan dari

pasien, dan progresifitas yang signifikan maka Perimetri dapat dilakukan setahun sekali.

d. Gonioscopy

Sebaiknya dilakukan setahun sekali pada pasien karena sudut mata cenderung menyempit

seiring dengan bertambahnya usia.

e. Pemeriksaan Diskus optikus

Pencitraan berkala dari diskus optikus dapat memberikan kesan yang baik tentang

progresifitas terkait waktu.

f. Sebab-sebab gagal nya tatalaksana

Ketaatan yang buruk

23

Page 24: Case Report Glaukoma

Fluktuasi tekanan yang besar pada pasien dalam satu hari

Proses-proses patologis lain yang dapat menyebabkan deteroriasi pasien seperti perfusi

yang terganggu, variasi tekanan diurnal yang tidak dideteksi, dan lesi kompresif.

Farmakologis

Kebanyakan dari obat-obatan glaukoma di berikan dengan cara topikal, sebagai aturan

umum, terapi diberikan pada saat dimana keadaan-keadaan yang secara meyakinkan dapat

menyebabkan kerusakan pada mata didapatkan pada pasien. Pilihan obat yang digunakan

akan sangat tergantung pada riwayat kesehatan pasien, seperti pada pasien asma dan

bradycardia dimana di kontraindikasikan untuk pemberian beta blocker.

a) Beta Blocker

Kerja dari beta blocker sangat dipengaruhi oleh reseptor-reseptor adrenergik sebagai

tempat kerjanya.

Alpha-1 Receptors, reseptor-reseptor ini terletak pada arteriol, m.dilator pupillae, dan

m.muller. Stimulasi dari reseptor ini akan menyebabka hipertensi, midriasi dan retraksi

palpebral.

Alpha-2 Inhibitory receptors, terletak di epitel ciliaris. Stimulasi menyebabkan

peningkatan dari laju aliran akuous humor keluar dari mata.

Beta-1 receptors. Terletak pada miokardium dan menyebabkan takikardia dan penngkatan

cardiac output ketika di stimulasi

Beta 2 Receptors terletak di bronchus dan epitelium corpus ciliaris, stimulasi reseptor ini

menyebabkan bronkodilatasi dan peningkatan produksi akuous humor.

Dengan mekanisme yang belum dapat didefinisikan dengan jelas, beta blocker dapat

mengurangi TIO dengan mengurangi produksi akuous humor dan karena hal ini berguna pada

semua tipe glaukoma. Bagaimanapun pasien dapat mengalami Tachyphylaxis baik berupa

short-term escape atau long-term drift. Efek samping dari beta blockers biasanya berupa

iritasi dan rasa gatal. Efek samping terkait fungsi pernapasan dan kardiovaskuler biasanya

terjadi pada minggu pertama pemakaian, walaupun jarang tapi basanya signifikan, dapat

berupa bradikardia, hipotensi dan bronkokonstriksi pada pasien asma.

b) Analog Prostaglandin

24

Page 25: Case Report Glaukoma

Agen-agen analog prostaglandin umumnya bisa bertahan sampai beberapa hari dalam

konsentrasi terapeutik pada pasien. Reseptor prostaglandint terletak pada banyak jaringan

okuler dengan keterlibatan pada fungsi seperti pada regulasi tekanan intraokular dan aliran

darah.

Latanoprost

Adalah agen F2-alpha anaog yang berperan sebagai agonist selektif dari reseptor FP

prostanoid. Kedua agen ini meningkatkan aliran akuous humor melalui jalur uveoskeral

0.005% 1x1

Bimatoprost

Merupakan analog prostaglandin sintetik yang serupa dengan prostagandin alami

prostasemide. Agen ini menurukan TIO dengan cara meningkatkan aliran uveoscleral dan

trabecular 0.004% 1x1

Tafluprost

Merupakan analog sitnetik prostaglandin F2alpha yang juga berefek di reseptor FP

0.0015% 1x1

c) Topical Carbonic Anhydrase Inhibitors

Obat-obat ini secara kimia terkait sulphonamides, menghamb at enzim karbonik

anhidrase yang berfungsi dalam sekresi akuous humor ke dalam Camera Oculi Posterior.

o Dorzolamide 2% t.i.d

o 1% b.d atau t.i.d

d) Miotik

Obat-obat golongan ini merupakan golongan parasimpatomimetik yang berfungsi dengan

menstimulasi reseptor muskarinik di m. spnhincter pupillae dan corpus ciliare. Pada POAG

agen-agen miotikum mereduksi TIO dengan cara mengkontraksi muskulus ciliaris, dengan ini

meningkatkan jalur aliran keluar aquous melalui trabecular meshwork. Sedangkan pada

PACG, kontraksi dari m.sphincter pupillae menarik iris perifer menjauh dari

trabeculumsehingga membuka sudut bilik amta depan.

o Pilocarpine ED 0.5%, 1%, 2% , 4% q.i.d

o Pilocarpine Gel 4%

o Carbachol 3% tid, digunakan pada kasus-kasus yang resiten atau intoleran terhadap

25

Page 26: Case Report Glaukoma

o pilocarpine

e) Systemic Carbonic Acid Inhibitors

o Acetazolemide

o Tablet 250mg , TD 250-1000mg/d

o Sustained Release capsules 250 mg. TD = 250-500mg/d. Sediaan ini digunakan sekali

sehari

o Bubuk 500mg untuk injeksi

o Dichlorphenamide, 50 mg bd atau t.i.d

o Methazolamide , 50 mg bd atau t.i.d. 1,2

f) Osmotic Agents

Agen-agen osmotik berfungsi untuk meningkatkan osmolaritas darah, sehingga proses

difusi yang secara normal terjadi di blood-aqueous barrier menjadi terhambat, dan bahkan air

menjadi tertarik lewat barier ini keluar dari vitreous dan bilik mata ke dalam darah, sehingga

dapat menurunkan tekanan intraokuler.

-Glycerol, mannitol. Seringkali digunakan untuk managemen glaukoma akut

Bedah

Laser Trabeculoplasty

Dilakukan  pada  glaucoma sudut terbuka. Sinar laser (biasanya argon)  ditembakkan

ke  anyaman trabekula  sehingga  sebagian anyaman  mengkerut.  Kerutan  ini dapat

mempermudah aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus, terapi  medikamentosa  tetap

diperlukan.  Tingkat  keberhasilan dengan argon laser trabeculoplasty mencapai  75%.

Karena  adanya proses  penyembuhan  luka  maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2

tahun.

Trabeculectomy

Merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan dalam penatalaksanaan

glaukoma yang melibatkan pengangkatan sebagian dari trabecular meshwork agar aqueous

dapat mengalir ke bawah konjungtiva untuk kemudian diserap, indikasinya berupa:

26

Page 27: Case Report Glaukoma

Kegagalan terapi medis

Intoleransi agen terapi medis

Menghindari polifarmasi

Perburukan progresif

Terapi Primer

Pada keadaan-keadaan dimana mengharuskan dicapainya target TIO rendah untuk jangka

lama

L. Prognosis

Mayoritas pasien yang terdiagnosa dengan POAG tidak akan menjadi buta dalam masa

hidupnya namun laju progresi berbeda-beda pada individu:

Jika tidak ditangani, maka kebanyakan pasien akan buta dalam 20 tahun

Periode rata-rata dari diagnosis sampai kematian rata-rata 15 tahun

Pada pasien-pasien yang telah di follow up selama 20 tahun, menunjukkan angka

kebutaan sebesar 15% pada mata yang lebih buruk.

BAB III

PEMBAHASAN

Penemuan Pada Kasus Teori

27

Page 28: Case Report Glaukoma

Anamnesis:

Gangguan lapang pandang yang disertai hasil funduskopi yang menunjukkan pencekungan (cupping) diskus optikus dan terdapat peningkatan tekanan intraokular sebelum menjalani pengobatan rutin.

Terjadi pada seorang pria berusia 70 tahun

Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan penggunaan steroid karena penyakit asma

Glaukoma adalah suatu neuropati

optik kronik didapat yang ditandai oleh

pencekungan (cupping) diskus optikus

dan pengecilan lapang pandang;

biasanya disertai peningkatan tekanan

intraokular.

2% penduduk berusia lebih dari 40

tahun menderita glaukoma. Glaukoma

dapat juga didapatkan pada usia 20

tahun, meskipun jarang.

Terdapat faktor resiko pada seseorang

untuk mendapatkan glaukoma seperti

diabetes melitus, hipertensi, dan

penggunaan steroid

Lesi pada kulit cenderung di

28

Page 29: Case Report Glaukoma

Gejala klinis :

• Keluhan dirasakan sudah 5 tahun

• Pasien mengeluhkan mata buram tanpa disertai mata merah

Pemeriksaan :

Visus OD : 5/30, OS : 5/30F TIO ODS : 15,6 mmHg (pasien

sudah menjalani pengobatan rutin) Lapang pandang ODS : tes

konfrontasi lapang pandang menyempit

Funduskopi OD : Papil batas tegas, CD ratio 0,9-1, Cupping (+) nasalisasi (+) temporal rim menghilang, A/V 2/3, Makula (+), Retina: eksudat (-)

Funduskopi OS : Papil batas tegas, CD ratio 0,8-0,9, Cupping (+) nasalisasi (+) temporal rim menghilang, A/V 2/3, Makula (+), Retina: eksudat (-)

• Biasanya terjadi secara perlahan-lahan dan asimptomatik,

• Beberapa pasien mengeluhkan adanya defek lapang pandang

• Biasanya terjadi secara perlahan-lahan

dan asimptomatik, sampai terjadi

penurunan penglihatan dan umumnya

terjadi secara bilateral

• Terdapat peningkatan TIO

• Beberapa pasien mengeluhkan adanya

defek lapang pandang jika sudah

mencapai stadium lanjut

• Pada pemeriksaan oftalmoskopi

terdapat perubahan yang terjadi pada

papil dengan glaukoma  adalah

penggaungan (cupping) dan

degenerasi  saraf  optik  (atrofi)

29

Page 30: Case Report Glaukoma

Tatalaksana :

Glaucon (Azetazolamide 250 mg) 2 x

1 tablet

Aspar K (Kalium L-aspartate 300 mg)

1 x 1 tablet

Timolol 0,5% eye drop 2 x 1 ODS

Glaupen (Latanoprost 0,005%) eye

drop 1 x 1 ODS

Managemen dari glaukoma bertujuan

untuk mencegah degradasi fungsional

dari penglihatan dalam masa hidup

pasien.

30

Page 31: Case Report Glaukoma

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM.. Pharmacotherapy : A

Pathophysiological Approach, 8th ed. USA: McGrawHill; 2011.

Eva PR & Whitcher JP. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury, 17th ed. Jakarta: EGC; 2009.

Ilyas, Sidarta.2009.Glaukoma.Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Hal 212-216.Ed.2

Kanski JJ, Bowling B, Nischal K, Pearson A. . Clinical Ophthalmology A Systematic

Approach, 7th ed. UK: Elsevier; 2012.

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran, 7th ed.Jakarta:

EGC; 2009

Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Kronis dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculapius. Hal. 61-62

31