case pneumothoraks

28
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny.UN Jenis kelamin : Perempuan Usia : 25 tahun Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Karyawati Pendidikan : SMA Alamat : Prapatan Dalam no 38 Tanggal masuk RS: 27 Jan 2016 A. ANAMNESIS Diambil dari autoanamnesis, tanggal 27 Jan 2013 Jam 19.20 WITA Keluhan Utama : batuk darah Keluhan Tambahan : nyeri dada kiri, sesak, berdebar-debar. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD RSPB dengan keluhan batuk berdahak disertai darah sejak 3 minggu SMRS. Awalnya batuk berdahak yang tidak sembuh pada minggu pertama tanpa diobati lalu berlanjut menjadi batuk darah seminggu terakhir SMRS. Pasien tidak berobat sebelumnya. Sesak jg dirasakan sejak 1 minggu terakhir disertai nyeri dada sebelah kiri serta rasa berdebar yang hilang-timbul

Upload: maria-marcella-rusli

Post on 09-Jul-2016

30 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

case simple pneumothoraks

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny.UN Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 25 tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawati Pendidikan : SMA

Alamat : Prapatan Dalam no 38 Tanggal masuk RS: 27 Jan 2016

A. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis, tanggal 27 Jan 2013 Jam 19.20 WITA

Keluhan Utama : batuk darah

Keluhan Tambahan : nyeri dada kiri, sesak, berdebar-debar.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSPB dengan keluhan batuk berdahak disertai darah sejak 3

minggu SMRS. Awalnya batuk berdahak yang tidak sembuh pada minggu pertama tanpa diobati

lalu berlanjut menjadi batuk darah seminggu terakhir SMRS. Pasien tidak berobat sebelumnya.

Sesak jg dirasakan sejak 1 minggu terakhir disertai nyeri dada sebelah kiri serta rasa berdebar

yang hilang-timbul sejak 1-2 minggu terakhir. Nyeri dada dirasakan menjalar sampai ke

punggung namun hilang dengan istirahat.

Pasien memiliki riwayat bekerja di tempat yang sangat berdebu akibat pembangunan

sekitar 3 bulan terakhir namun menyangkal adanya teman sekerja dan orang rumah yang dalam

pengobatan paru 6 bulan. Pasien menyangkal adanya keringat malam, nafsu makan berkurang,

mual dan muntah.

Riwayat penyakit dahulu

Asma (-), Alergi (-)

Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-)

Riwayat penyakit keluarga

HT (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), Asma (-)

Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja di lingkungan yang kotor dan berdebu akibat lokasi pembangunan

gedung di Balikpapan sejak 3 bulan terakhir

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 50 kg

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,2°C

Pernafasaan : 24 x/menit

Keadaan gizi :baik ( IMT = 19,53 )

Kesadaran : compos mentis

Kepala

Ekspresi wajah : baik Simetri muka : simetris

Rambut : hitam, merata Pembuluh darah temporal : teraba

Mata

Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus : tidak ada

Kelopak : oedem (-)/(-) Lensa : jernih

Konjungtiva : anemis (-)/(-) Visus : tidak dinilai

Sklera : ikterik (-)/(-) Gerakan Mata : normal

Lapangan penglihatan: normal Tekanan bola mata: tidak diperiksa

Telinga

Tuli : -/- Membran timpani : utuh

Serumen : -/- Penyumbatan : tidak ada

Cairan : -/- Pendarahan : tidak ada

Mulut

Bibir : normal Tonsil : T1 –T1 tenang

Langit-langit : normal Bau pernapasan : tidak ada

Gigi geligi : normal Trismus : tidak ada

Faring : hiperemis (+) Selaput lendir : tidak ada

Lidah : normal

Leher

Kelenjar Tiroid : tidak tampak membesar.

Kelenjar Limfe kanan : tidak tempak membesar

Kelenjar Getah Bening

Submandibula : tidak teraba membesar Supraklavikula: tidak teraba membesar

Leher : tidak teraba membesar Axilla : tidak teraba membesar

Lipat paha : tidak teraba membesar

Dada

Bentuk : datar, tidak cekung

Pembuluh darah : normal, spider nervi (-)

Paru – Paru

Depan Belakang

Inspeksi Simetris saat statis dan Tidak

simetris saat dinamis

Simetris saat statis dan Tidak

simetris saat dinamis

Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan

- Stem fremitus lebih kuat

- Tidak ada benjolan

- Stem fremitus lebih kuat

Kanan - Tidak ada benjolan

- Stem fremitus kuat

- Tidak ada benjolan

- Stem fremitus kuat

Perkusi Kiri Hipersonor Hipersonor

Kanan Sonor Sonor

Auskultasi Kiri - Suara dasar menghilang

- Wheezing (-), Ronki (-)

- Suara dasar menghilang

- Wheezing (-), Ronki (-)

Kanan - Suara dasar vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

- Suara dasar vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis.

Palpasi : Teraba iktus cordis pada 1 cm medial ICS V di linea midklavikula kiri

Perkusi :

Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan.

Batas kiri : ICS V 1 cm sebelah medial linea midklavikula sinistra

Batas atas : ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Dinding perut : supel, nyeri tekan epigastrium (-)

Hati : tidak teraba pembesaran

Limpa : tidak teraba pembesaran

Ginjal : ballotement ( - ), nyeri ketok costovertebral ( - )

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior

Akral Hangat +/+, Edema -/-, tonus otot dan gerak baik

Ekstremitas Inferior

Akral Hangat +/+, Edema -/-, tonus otot dan gerak baik

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LABORATORIUM

Hasil pemeriksaan tanggal 27 Jan 2016

Hasil Nilai NormalHemoglobinHematokritEritrositLeukositTrombositMCVMCHCMCHDiff count :BasofilEosinofilNeutrofilLimfositMonosit

12.432.33.727.74282873833

0273214

12-16 g/dL37-47 g/dL4.2-5.4 10^6 /uL4.8-10.8 10^6/uL150-450 10^3/uL81-99 fL33-37 g/dL27-31 pg

0-1%0-7%40-47%19-48%3-9%

Glukosa SewaktuSGPTSGOTKreatininUreumElektrolit :NatriumKaliumKlorida

8013220.620.3

143.23.8105.8

<170 mg/dL0-33 U/L0-40 U/L0.5-0.9 mg/dL10-50 mg/dL

136-145 mmol/L3.5-5.1 mmol/L97-111 mmol/L

LED 35 0-20 mm/jam

2. RADIOLOGI

Tgl 27 Jan 2016

Kesan : Pneumothorax sinistra

3. EKG

Kesimpulan : Sinus Rhythm

D. RESUME

Telah diperiksa pasien perempuan, usia 25 th, datang ke IGD RSPB dengan keluhan

batuk berdahak disertai darah sejak 3 minggu SMRS. Awalnya batuk berdahak yang tidak

sembuh seminggu awal , berlanjut menjadi batuk darah seminggu terakhir SMRS. Sesak sejak 1

minggu terakhir dan rasa berdebar yang hilang-timbul sejak 1-2 minggu. Nyeri dada kiri

menjalar sampai ke punggung namun hilang dengan istirahat sejak 1-2 minggu. Pasien

menyangkal adanya kontak dengan orang TBC, keringat malam, nafsu makan berkurang.

Riwayat pekerjaan : bekerja di tempat pembangunan gedung yang berdebu

Riwayat penyakit dahulu : asma (-), alergi (-)

P emeriksaan F isik :

Tanda vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,2°C

Pernafasaan : 24 x/menit

Paru-paru :

o inspeksi : tampak asimetris saat bernapas

o palpasi : stem fremitus kiri lebih kuat

o perkusi : hipersonor di paru kiri

o auskultasi : suara nafas kiri menghilang, ronkhi -/-, wheezing -/-

Pemeriksaan penunjang :

Lab darah lengkap : LED 35 mm/jam

Foto thorax PA : kesan : pneumothorax sinistra

EKG dalam batas normal

E. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Simple Pneumothorax Sinistra

Dasar Diagnosis

Keluhan : batuk 3 minggu, berdahak minggu awal diikuti batuk berdarah 2 minggu

terakhir. Terasa sesak sejak 1 minggu. Nyeri dada kiri menjalar ke punggung sejak 1

minggu dan rasa berdebar.

Pemeriksaan fisik :

o inspeksi : tampak asimetris saat bernapas

o palpasi : stem fremitus kiri lebih kuat

o perkusi : hipersonor di paru kiri

o auskultasi : suara nafas kiri menghilang, ronkhi -/-, wheezing -/-

Foto Thorax PA kesan : pneumothorax sinistra

F. RENCANA PENATALAKSANAAN

Pemeriksaan Lanjutan :

Sputum BTA dan kultur sputum

Tatalaksana Non Medikamentosa :

Pemasangan WSD untuk evakuasi udara dalam selaput paru

Monitoring keberhasilan dengan foto rontgen thorax PA

Monitoring TTV

Tatalaksana Medikamentosa

O2 nasal kanul 3lpm

IVFD RL 16 tpm

Inj Transamin 3x1 amp

Inj Vit K 3x1 amp

Inj Esofer 2x1 amp

Inj Remopain 2x1 amp

G. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang

menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).

B. Klasifikasi

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) :

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat

diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba

tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari

oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,

penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi

maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena

jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena

kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis

dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara

mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan

untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum

era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga jenis, yaitu (4) :

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding

dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura

awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap

oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-

ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah

kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura

tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan

bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).

Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada

pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai

dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4).

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan

menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,

tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka

(sucking wound) (2).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama

makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada

waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan

selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di

dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura

makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam

rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (2).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<

50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%

volume paru).

Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya (6,7,9) :

1. Pneumotorak spontan Oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder

(infeksi, keganasan), neonatal

2. Pneumotorak yang di dapat Oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma

Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:

1. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock

2. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock

Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan luar menjadi :

1.Open pneumotorak

2.Closed pneumotorak

C. Patofisiologi

Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara pleura

parietalis danvisceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan

serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada

intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase

inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O;

sedangkan pada fase ekspirasi tekananintrapleura: -3 s/d -6 cmH2O. Adanya udara pada

cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga

akan mengganggu padaproses respirasi.

Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension

pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya

dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang

lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum

pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai

pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut

mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan

intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak

spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga

tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum

pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal

kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter

(6,7,9). Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi

sebaliknya masihbisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.

Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock

dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan

tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed

pneumotorak .Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal

karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana

proses ini semakin berlanjut,hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan

mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum

pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,shunting

udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.Akibatnya dapat timbulah gejala pre-

shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan tension

pneumotorak(6,7,9).

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan

lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat

inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).

Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk

ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan

intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavumpleura yang menekan

mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal

yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka

saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru

yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka

yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,shunting

udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-

shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian inidikenal dengan tension

pneumotorak.

D. Gejala klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan

mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,

dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang

sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis

pneumotoraks spontan primer.

E. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura

tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Röntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara

lain (6):

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak

garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk

garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada

di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar

kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals

melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan

jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi

pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai

berikut (3):

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai

dari basis sampai ke apeks.

2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal

ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum.

3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak

permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada

kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat

secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan

pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk

membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari

rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,

penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,

maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi

tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam

beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan

ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang

luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra

pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2)

:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan

demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif

karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4).

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,

kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan

dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan

tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di

dalam botol (4).

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan

kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks

sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap

ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.

Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah

klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari

ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura

dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan

troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan

insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris

posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke

rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks

yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks

yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik

lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm

di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah

keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap

positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar

10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru

telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif

kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu

dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam

rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.

Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi

maksimal (2).

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat

bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah (4)

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang

menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru

tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau

terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua

pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :

EGC; 1997. p. 598.

2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati,

Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.

1063.

3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27;

cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551

4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :

Airlangga University Press; 2009. p. 162-179

5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited :

2011 January 10. Available from :

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press;

2007. p. 56