case app kronik
DESCRIPTION
app kronikTRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan
berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu
ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial
menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.
Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk
mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi
appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal
(di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus
halus) 0,4%,
1
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis
X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus.
Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri
ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka
appendiks mengalami ganggren.
Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks
tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah
penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan
jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
2
Definisi Appendisitis
Appendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis.
Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50%
ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan
limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.
Patofisiologi Appendicitis
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ
tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi
langkah awal terjadinya appendicitis.intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi
mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks
akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding
appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki
luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor
obstruksi telah dihilangkan.
Appendisitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia.
Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema,
warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan
selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut
appendicitis akut supuratif. Edema dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah
sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada
semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan
pembuluh darah kongesti. Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan
sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali obstruksi
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat
mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
3
Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang
persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial
terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan
muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada
sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
Gejala Appendicitis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:
1. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran
kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai
moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit
demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan
secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.
2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan dari
rasa sakit yang timbul permulaan.
3. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi.
4. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri lokal.
Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah
abdomen dibandingkan dengan biasanya.
5. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di daerah
panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah
rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks
mempengaruhi letak rasa nyeri.
4
Diagnosa Banding Appendicitis
1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan appendicitis akut.
2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai
dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif
untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.
4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan
nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan
menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.
7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan
sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehingga
diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi gastroduodenum
mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai appendicitis
retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam atau
leukositosis.
Komplikasi appendicitis :
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan
bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga
5
yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.
Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah
24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38o, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
3. Peritonitis
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun Peritonitis adalah peradangan peritoneum,
merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.
Diagnosa Appendicitis
Diagnosa yang dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan terlihat
distensi perut.
Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci
diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri
bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda
Blumberg (Blumberg Sign).
6
Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk menentukan
letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak di daerah pelvic.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi
dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks yang meradang
kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan
ini akan menimbulkan nyeri.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan
96-97%.
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
7
Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,
kandung empedu, dan pankreas.
Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
Penatalaksanaan Medis :
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak akses ke pelayanan
bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit,
serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah
operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage
(mengeluarkan nanah).
8
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
KASUS 1
I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : S. Pujiati
2. Umur : 46 tahun
3. Jenis kelamin : perempuan
4. Alamat : Jl. Budi Mulya No.24
5. Pekerjaan :
6. Agama :
7. Suku :
8. Pendidikan :
9. Tanggal masuk RS : 9 oktober 2012
II. ANAMNESA
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 10 oktober 2012 jam 17.00 WIB
1. Keluhan utama : Nyeri diperut kanan bawah sampai ke punggung dan paha 1 hari smrs
2. Riwayat Penyakit sekarang :
Os nyeri perut kanan bawah sampai ke punggung dan paha 1 hari smrs, disertai dengan
mual dan muntah. BAB dan BAK normal. Pasien sejak lama sudah sering sakit perut di
kuadran kanan bawah hilang timbul. Sebelumnya pasien ada riwayat sering konstipasi.
Riawayat demam disangkal.
3. Riwayat Penyakit dahulu :
Tidak ada riwayat hipertensi
Ada riwayat DM
Tidak ada riwayat asma
Ada riwayat TBC
9
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak ada riwayat DM
Tidak ada riwayat asma
5. Riwayat kebiasaan :
Os dulu pernah merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol
6. Riwayat Pengobatan:
Pada tanggal 15 agustus- 23 agustus 2012 os pernah dirawat di RSUD Koja karena
keluhan yang sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah : 140/90 mmHg
2. Nadi : 80x/ menit
3. Suhu : 36,5 o
4. Pernapasan : 14x / menit
Status generalis
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
THT : normotia, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),tonsil T1-T1 tenang
Mulut : oral hygene baik
Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba massa
Thorax :
10
- Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-)
- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan
- Perkusi : kiri dan kanan sonor
- Auskultasi : Paru : suara napas vesikuler kiri dan kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : rata, smilling umbilicus (-), bekas operasi (-), dilatasi vena (-)
- Auskultasi : bising usus (+),
- Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut kuadran kanan bawah (+), defens
muscular (-), Hepar : tidak teraba membesar, lien : tidak teraba membesar, ginjal :
balontement (-/-)
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas :
- Atas : simetris kanan-kiri,tidak tampak deformitas dan jejas, akral hangat (+/+),
oedem (-/-),nyeri tekan (-/-), nyeri gerak aktif dan pasif (-/-) ,CRT < 2 detik
- Bawah : simetris kanan-kiri, tidak tampak deformitas dan jejas, akral hangat (+/+),
oedem (-/-), nyeri tekan (-/-),nyeri gerak aktif dan pasif (-/-), CRT < 2 detik
Status lokalis :
1. Regio abdomen
Inspeksi : tampak rata, benjolan (-), dilatasi vena (-)
Auskultasi : bising usus (+),
Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (+) pada titik mcburney,
Perkusi : nyeri ketuk (+)pada kuadran kanan bawah
2. Colok dubur
Tonus sfingter ani baik
Ampula rekti kosong
Mukosanya licin
Nyeri tekan (+) pada jam 7
Benjolan / massa (-)
Tidak ada darah dan lendir
11
3. Uji psoas mayor (-)
4. Uji obturator (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
1. darah lengkap : - Hb : 10,8 gr/dl( 12-16 gr/dl)
- Leukosit : 12.600 /ul(4100-10.900/uL)
- Ht : 32 %(36-46%)
- Eritrosit : 3,79 juta (4-5juta)
- LED : 88 mm/jam (<15 mm/jam)
2. Gula darah sewaktu : 259 mg/dl ( <180 mg/dl)
Foto thorax PA :
- Sinus-sinus dan diafragma normal
- Infiltrate dilapangan atas paru kanan dan kiri
- Hili normal
- Bentik dan ukuran cor normal
Kesan : sugesti TB paru duplex
Appendicogram :
Kesan : non filling appendix, masih mungkin suatu appendicitis kronis
V. DIAGNOSIS KERJA : Appendisitis kronis
VI. DIAGNOSIS BANDING:
- Gastroenteritis
Dasar d/ : mual, muntah, nyeri perut
Perbedaan : mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan,
hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
appendicitis akut.
- Batu ureter kanan
Dasar d/ : nyeri perut kanan bawah
Perbedaan : Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan ada hematuria
12
- Limfadenitis mesenterika
Dasar d/ : nyeri perut kanan, disertai mual dan nyeri tekan pada perut kanan
Perbedaan : biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
- Infeksi panggul ( salpingitis)
Dasar d/ : nyeri perut bagian bawah
Perbedaan : Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi
urin.
VII. PENATALAKSANAAN :
Non operatif
1. Bed rest
2. Berikan cairan RL
3. Analgetik
4. Antibiotik
5. Antiemetik
Operatif : Persiapan untuk dilakukan appendiktomi
VIII. FOLLOW UP PASIEN (11/10/2012)
S : Nyeri di luka operasi
O: TD : 130/90 mmHg Suhu : 36o C
Nadi : 80x/menit RR : 14x/menit
Status Generalis : dalam keadaan baik
Status Lokalis :Regio abdomen
Inspeksi : Tampak luka tertutup perban, rembesan darah (-), pus (-), radang (-)
Auskultasi : bising usus (+),
Palpasi : supel, nyeri tekan luka bekas operasi
A : post op hari ke 2 e.c apendisitis kronis
IX. PROGNOSIS :
1. Ad vitam : dubia ad bonam
13
2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
KASUS 2
I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. Neneng Rusdiyanti
2. Umur : 24 tahun
3. Jenis kelamin : perempuan
4. Alamat : Jl. Melati 1 no.5
5. Pekerjaan : -
6. Agama :-
7. Suku :-
8. Pendidikan :-
9. Tanggal masuk RS :-
II. ANAMNESA
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 12 oktober 2012 jam 12.00 WIB
1. Keluhan utama : Nyeri diperut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu
2. Riwayat Penyakit sekarang :
Os nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan mual tanpa
muntah. Disertai dengan pusing dan tidak BAB sejak 3 hari yang lalu, BAK normal.
Sejak lama sudah sering sakit perut di kuadran kanan bawah hilang timbul. Sebelumnya
os ada riwayat sering konstipasi.
3. Riwayat Penyakit dahulu :
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak riwayat DM
14
Tidak ada riwayat asma
Tidak ada riwayat maag
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak ada riwayat DM
Tidak ada riwayat asma
5. Riwayat kebiasaan : tidak minum alkohol dan tidak merokok
6. Riwayat Pengobatan: -
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah : 120/80 mmHg
2. Nadi : 80x/ menit
3. Suhu : 37 o
4. Pernapasan : 16x / menit
Status generalis
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
THT : normotia, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),tonsil T1-T1 tenang
Mulut : oral hygene baik
Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba massa
Thorax :
- Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-)
- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan
15
- Perkusi : kiri dan kanan sonor
- Auskultasi : Paru : suara napas vesikuler kiri dan kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : rata, smilling umbilicus (-), bekas operasi (-), dilatasi vena (-)
- Auskultasi : bising usus (+),
- Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut kuadran kanan bawah (+), defens
muscular (-), Hepar : tidak teraba membesar, lien : tidak teraba membesar, ginjal :
balontement (-/-)
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Status lokalis :
1. Regio abdomen
Inspeksi : tampak rata, benjolan (-), dilatasi vena (-)
Auskultasi : bising usus (+),
Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (+) pada titik mcburney,
Perkusi : nyeri ketuk (+)pada kuadran kanan bawah
2. Colok dubur
Tonus sfingter ani baik
Ampula rekti kosong
Mukosanya licin
Nyeri tekan (+) pada jam 7 dan 9
Teraba benjolan / massa pada jam 7, konsistensi kenyal, permukaan licin
Tidak ada darah dan lendir
3. Uji psoas mayor (-)
4. Uji obturator (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
3. darah lengkap : - Hb : 12 gr/dl( 12-16 gr/dl)
16
- Leukosit : 12.000/ul(4100-10.900/uL)
- Ht : 37%(36-46%)
- Eritrosit : 4juta (4-5juta)
- LED : 15 mm/jam (<15 mm/jam)
4. Gula darah sewaktu : 98 mg/dl ( <180 mg/dl)
Foto thorax PA :
- Sinus-sinus dan diafragma normal
- Hili normal
- Bentik dan ukuran cor normal
Kesan : cor dan pulmonal normal
Appendicogram :
Kesan : non filling appendix, masih mungkin suat appendicitis
V. DIAGNOSIS KERJA : Appendisitis kronis
VI. DIAGNOSIS BANDING:
- Gastroenteritis
Dasar d/ : mual, muntah, nyeri perut
Perbedaan : mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan,
hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
appendicitis akut.
- Batu ureter kanan
Dasar d/ : nyeri perut kanan bawah
Perbedaan : Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan ada hematuria
- Limfadenitis mesenterika
Dasar d/ : nyeri perut kanan, disertai mual dan nyeri tekan pada perut kanan
Perbedaan : biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
- Infeksi panggul ( salpingitis)
Dasar d/ : nyeri perut bagian bawah
17
Perbedaan : Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi
urin.
VII. PENATALAKSANAAN :
Non operatif
1. Bed rest
2. Berikan cairan RL
3. Analgetik
4. Antibiotik
5. Antiemetik
Operatif : Persiapan untuk dilakukan appendiktomi
VIII. PROGNOSIS :
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
KASUS 3
I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. Dede apriadi
2. Umur : 30 tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki
4. Alamat : Jl. Melati No.38
5. Pekerjaan : -
6. Agama :-
18
7. Suku :-
8. Pendidikan :-
II. ANAMNESA
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 11 oktober 2012 jam 13.00 WIB
1. Keluhan utama : Nyeri diperut kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu
2. Riwayat Penyakit sekarang :
Os nyeri perut kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu, disertai dengan mual tanpa
muntah. BAB sulit sejak 3 hari yang lalu dan BAK normal.. Sejak lama sudah sering
sakit perut di kuadran kanan bawah hilang timbul. Sebelumnya ada riwayat sering
konstipasi.
3. Riwayat Penyakit dahulu :
Tidak ada riwayat hipertensi
Ada riwayat DM
Tidak ada riwayat asma
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak ada riwayat DM
Tidak ada riwayat asma
5. Riwayat kebiasaan :
Os merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol
6. Riwayat Pengobatan:-
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
19
Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah : 130/90 mmHg
2. Nadi : 80x/ menit
3. Suhu : 36,5 o
4. Pernapasan : 16x / menit
Status generalis
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
THT : normotia, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),tonsil T1-T1 tenang
Mulut : oral hygene baik
Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba massa
Thorax :
- Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-)
- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan
- Perkusi : kiri dan kanan sonor
- Auskultasi : Paru : suara napas vesikuler kiri dan kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : rata, smilling umbilicus (-), bekas operasi (-), dilatasi vena (-)
- Auskultasi : bising usus (+),
- Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut kuadran kanan bawah (+), defens
muscular (-), Hepar : tidak teraba membesar, lien : tidak teraba membesar, ginjal :
balontement (-/-)
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
20
Status lokalis :
1. Regio abdomen
Inspeksi : tampak rata, benjolan (-), dilatasi vena (-)
Auskultasi : bising usus (+),
Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (+) pada titik mcburney,
Perkusi : nyeri ketuk (+)pada kuadran kanan bawah
2. Colok dubur
Tonus sfingter ani baik
Ampula rekti kosong
Mukosanya licin
Nyeri tekan (+) pada jam 3
Benjolan / massa (-)
Tidak ada darah dan lendir
3. Uji psoas mayor (-)
4. Uji obturator (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
1. darah lengkap : - Hb : 14 gr/dl( 12-16 gr/dl)
- Leukosit : 11.000 /ul(4100-10.900/uL)
- Ht : 38 %(36-46%)
- Eritrosit : 4,24juta (4-5juta)
- LED : 20 mm/jam (<15 mm/jam)
2. Gula darah sewaktu : 100 mg/dl ( <180 mg/dl)
V. DIAGNOSIS KERJA : Appendisitis kronis
VI. DIAGNOSIS BANDING:
- Gastroenteritis
Dasar d/ : mual, muntah, nyeri perut
21
Perbedaan : mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan,
hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
appendicitis akut.
- Batu ureter kanan
Dasar d/ : nyeri perut kanan bawah
Perbedaan : Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan ada hematuria
- Limfadenitis mesenterika
Dasar d/ : nyeri perut kanan, disertai mual dan nyeri tekan pada perut kanan
Perbedaan : biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
VII. PENATALAKSANAAN :
Non operatif
6. Bed rest
7. Berikan cairan RL
8. Analgetik
9. Antibiotik
10. Antiemetik
Operatif : Persiapan untuk dilakukan appendiktomi
VIII. PROGNOSIS :
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
22
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 639-645.
2. Pusponegoro, AD;dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Editor :Reksoprodjo, S .Jakarta :
Binarupa Aksara,1995. Hal: 109-113
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit .Ed:Ke-6.
Jakarta: EGC.
4. Chronic Appendicitis. Editor : Rich Klasco, M.D.,FACEP. Available at :
http://www.localhealth.com/article/chronic-appendicitis.Accessed on 2 May 2011.
5. Appendicitis Clinical Presentation. Author: Sandy Craig, MD; Chief Editor: Barry E
Brenner, MD, PhD, FACEP. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-clinical. Accessed on 27 june 2012.
23