case app kronik

32
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, 1

Upload: yasmine-marella

Post on 21-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

app kronik

TRANSCRIPT

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan

berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu

ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,

pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial

menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan

menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia

tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.

Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk

mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi

appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal

(di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus

halus) 0,4%,

1

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika

superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis

X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus.

Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri

ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka

appendiks mengalami ganggren.

Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam

lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks

tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan

oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah

penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan

jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

2

Definisi Appendisitis

Appendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh

fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen

merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat

terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan

Enterobius vermikularis.

Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50%

ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan

limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.

Patofisiologi Appendicitis

Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ

tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi

langkah awal terjadinya appendicitis.intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi

mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks

akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding

appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki

luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor

obstruksi telah dihilangkan.

Appendisitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia.

Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema,

warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan

selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut

appendicitis akut supuratif. Edema dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah

sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada

semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan

pembuluh darah kongesti. Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan

sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali obstruksi

menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

3

Appendicitis Kronis

Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang

persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial

terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan

nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara

makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan

muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada

sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

Gejala Appendicitis

Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:

1. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran

kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai

moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit

demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan

secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.

2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan dari

rasa sakit yang timbul permulaan.

3. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi.

4. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri lokal.

Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah

abdomen dibandingkan dengan biasanya.

5. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di daerah

panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah

rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks

mempengaruhi letak rasa nyeri.

4

Diagnosa Banding Appendicitis

1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.

Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang

menonjol dibandingkan appendicitis akut.

2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai

dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.

3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif

untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.

4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Suhu

biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.

Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan

nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan

nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.

6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak

jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan

menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.

7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan

sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehingga

diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi gastroduodenum

mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.

9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai appendicitis

retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam atau

leukositosis.

Komplikasi appendicitis :

1. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan

bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga

5

yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh

omentum.

2. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.

Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah

24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang

timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38o, tampak toksik, nyeri tekan seluruh

perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).mikroperforasi dapat menyebabkan

peritonitis.

3. Peritonitis

Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun Peritonitis adalah peradangan peritoneum,

merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila

infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.

Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya

cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.

Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan

leukositosis.

Diagnosa Appendicitis

Diagnosa yang dilakukan antara lain:

1. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan terlihat

distensi perut.

Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila

tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci

diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut

kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri

bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Blumberg (Blumberg Sign).

6

Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk menentukan

letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini

terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak di daerah pelvic.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui

letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat

hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka

tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi

dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks yang meradang

kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan

ini akan menimbulkan nyeri.

2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm

(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum

yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan

meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses

elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan

90%.

Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography

Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan

bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami

inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka

sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat

akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan

96-97%.

Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran

kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

7

Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,

kandung empedu, dan pankreas.

Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya

kemungkinan kehamilan.

Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium

enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma

colon.

Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi

mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus

atau batu ureter kanan.

Penatalaksanaan Medis :

1. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak akses ke pelayanan

bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada

penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit,

serta pemberian antibiotik sistemik.

2. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah

operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian

antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage

(mengeluarkan nanah).

8

BAB II

PEMBAHASAN KASUS

KASUS 1

I. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : S. Pujiati

2. Umur : 46 tahun

3. Jenis kelamin : perempuan

4. Alamat : Jl. Budi Mulya No.24

5. Pekerjaan :

6. Agama :

7. Suku :

8. Pendidikan :

9. Tanggal masuk RS : 9 oktober 2012

II. ANAMNESA

Diambil dari autoanamnesis, tanggal 10 oktober 2012 jam 17.00 WIB

1. Keluhan utama : Nyeri diperut kanan bawah sampai ke punggung dan paha 1 hari smrs

2. Riwayat Penyakit sekarang :

Os nyeri perut kanan bawah sampai ke punggung dan paha 1 hari smrs, disertai dengan

mual dan muntah. BAB dan BAK normal. Pasien sejak lama sudah sering sakit perut di

kuadran kanan bawah hilang timbul. Sebelumnya pasien ada riwayat sering konstipasi.

Riawayat demam disangkal.

3. Riwayat Penyakit dahulu :

Tidak ada riwayat hipertensi

Ada riwayat DM

Tidak ada riwayat asma

Ada riwayat TBC

9

4. Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada riwayat hipertensi

Tidak ada riwayat DM

Tidak ada riwayat asma

5. Riwayat kebiasaan :

Os dulu pernah merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol

6. Riwayat Pengobatan:

Pada tanggal 15 agustus- 23 agustus 2012 os pernah dirawat di RSUD Koja karena

keluhan yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah : 140/90 mmHg

2. Nadi : 80x/ menit

3. Suhu : 36,5 o

4. Pernapasan : 14x / menit

Status generalis

Kepala : normocephali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung

(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)

THT : normotia, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),tonsil T1-T1 tenang

Mulut : oral hygene baik

Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba massa

Thorax :

10

- Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-)

- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan

- Perkusi : kiri dan kanan sonor

- Auskultasi : Paru : suara napas vesikuler kiri dan kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

- Inspeksi : rata, smilling umbilicus (-), bekas operasi (-), dilatasi vena (-)

- Auskultasi : bising usus (+),

- Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut kuadran kanan bawah (+), defens

muscular (-), Hepar : tidak teraba membesar, lien : tidak teraba membesar, ginjal :

balontement (-/-)

- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Ekstremitas :

- Atas : simetris kanan-kiri,tidak tampak deformitas dan jejas, akral hangat (+/+),

oedem (-/-),nyeri tekan (-/-), nyeri gerak aktif dan pasif (-/-) ,CRT < 2 detik

- Bawah : simetris kanan-kiri, tidak tampak deformitas dan jejas, akral hangat (+/+),

oedem (-/-), nyeri tekan (-/-),nyeri gerak aktif dan pasif (-/-), CRT < 2 detik

Status lokalis :

1. Regio abdomen

Inspeksi : tampak rata, benjolan (-), dilatasi vena (-)

Auskultasi : bising usus (+),

Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (+) pada titik mcburney,

Perkusi : nyeri ketuk (+)pada kuadran kanan bawah

2. Colok dubur

Tonus sfingter ani baik

Ampula rekti kosong

Mukosanya licin

Nyeri tekan (+) pada jam 7

Benjolan / massa (-)

Tidak ada darah dan lendir

11

3. Uji psoas mayor (-)

4. Uji obturator (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

1. darah lengkap : - Hb : 10,8 gr/dl( 12-16 gr/dl)

- Leukosit : 12.600 /ul(4100-10.900/uL)

- Ht : 32 %(36-46%)

- Eritrosit : 3,79 juta (4-5juta)

- LED : 88 mm/jam (<15 mm/jam)

2. Gula darah sewaktu : 259 mg/dl ( <180 mg/dl)

Foto thorax PA :

- Sinus-sinus dan diafragma normal

- Infiltrate dilapangan atas paru kanan dan kiri

- Hili normal

- Bentik dan ukuran cor normal

Kesan : sugesti TB paru duplex

Appendicogram :

Kesan : non filling appendix, masih mungkin suatu appendicitis kronis

V. DIAGNOSIS KERJA : Appendisitis kronis

VI. DIAGNOSIS BANDING:

- Gastroenteritis

Dasar d/ : mual, muntah, nyeri perut

Perbedaan : mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan,

hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

appendicitis akut.

- Batu ureter kanan

Dasar d/ : nyeri perut kanan bawah

Perbedaan : Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan ada hematuria

12

- Limfadenitis mesenterika

Dasar d/ : nyeri perut kanan, disertai mual dan nyeri tekan pada perut kanan

Perbedaan : biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.

- Infeksi panggul ( salpingitis)

Dasar d/ : nyeri perut bagian bawah

Perbedaan : Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian

bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi

urin.

VII. PENATALAKSANAAN :

Non operatif

1. Bed rest

2. Berikan cairan RL

3. Analgetik

4. Antibiotik

5. Antiemetik

Operatif : Persiapan untuk dilakukan appendiktomi

VIII. FOLLOW UP PASIEN (11/10/2012)

S : Nyeri di luka operasi

O: TD : 130/90 mmHg Suhu : 36o C

Nadi : 80x/menit RR : 14x/menit

Status Generalis : dalam keadaan baik

Status Lokalis :Regio abdomen

Inspeksi : Tampak luka tertutup perban, rembesan darah (-), pus (-), radang (-)

Auskultasi : bising usus (+),

Palpasi : supel, nyeri tekan luka bekas operasi

A : post op hari ke 2 e.c apendisitis kronis

IX. PROGNOSIS :

1. Ad vitam : dubia ad bonam

13

2. Ad fungsionam : dubia ad bonam

3. Ad sanationam : dubia ad bonam

KASUS 2

I. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Ny. Neneng Rusdiyanti

2. Umur : 24 tahun

3. Jenis kelamin : perempuan

4. Alamat : Jl. Melati 1 no.5

5. Pekerjaan : -

6. Agama :-

7. Suku :-

8. Pendidikan :-

9. Tanggal masuk RS :-

II. ANAMNESA

Diambil dari autoanamnesis, tanggal 12 oktober 2012 jam 12.00 WIB

1. Keluhan utama : Nyeri diperut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu

2. Riwayat Penyakit sekarang :

Os nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan mual tanpa

muntah. Disertai dengan pusing dan tidak BAB sejak 3 hari yang lalu, BAK normal.

Sejak lama sudah sering sakit perut di kuadran kanan bawah hilang timbul. Sebelumnya

os ada riwayat sering konstipasi.

3. Riwayat Penyakit dahulu :

Tidak ada riwayat hipertensi

Tidak riwayat DM

14

Tidak ada riwayat asma

Tidak ada riwayat maag

4. Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada riwayat hipertensi

Tidak ada riwayat DM

Tidak ada riwayat asma

5. Riwayat kebiasaan : tidak minum alkohol dan tidak merokok

6. Riwayat Pengobatan: -

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah : 120/80 mmHg

2. Nadi : 80x/ menit

3. Suhu : 37 o

4. Pernapasan : 16x / menit

Status generalis

Kepala : normocephali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung

(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)

THT : normotia, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),tonsil T1-T1 tenang

Mulut : oral hygene baik

Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba massa

Thorax :

- Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-)

- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan

15

- Perkusi : kiri dan kanan sonor

- Auskultasi : Paru : suara napas vesikuler kiri dan kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

- Inspeksi : rata, smilling umbilicus (-), bekas operasi (-), dilatasi vena (-)

- Auskultasi : bising usus (+),

- Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut kuadran kanan bawah (+), defens

muscular (-), Hepar : tidak teraba membesar, lien : tidak teraba membesar, ginjal :

balontement (-/-)

- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Status lokalis :

1. Regio abdomen

Inspeksi : tampak rata, benjolan (-), dilatasi vena (-)

Auskultasi : bising usus (+),

Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (+) pada titik mcburney,

Perkusi : nyeri ketuk (+)pada kuadran kanan bawah

2. Colok dubur

Tonus sfingter ani baik

Ampula rekti kosong

Mukosanya licin

Nyeri tekan (+) pada jam 7 dan 9

Teraba benjolan / massa pada jam 7, konsistensi kenyal, permukaan licin

Tidak ada darah dan lendir

3. Uji psoas mayor (-)

4. Uji obturator (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

3. darah lengkap : - Hb : 12 gr/dl( 12-16 gr/dl)

16

- Leukosit : 12.000/ul(4100-10.900/uL)

- Ht : 37%(36-46%)

- Eritrosit : 4juta (4-5juta)

- LED : 15 mm/jam (<15 mm/jam)

4. Gula darah sewaktu : 98 mg/dl ( <180 mg/dl)

Foto thorax PA :

- Sinus-sinus dan diafragma normal

- Hili normal

- Bentik dan ukuran cor normal

Kesan : cor dan pulmonal normal

Appendicogram :

Kesan : non filling appendix, masih mungkin suat appendicitis

V. DIAGNOSIS KERJA : Appendisitis kronis

VI. DIAGNOSIS BANDING:

- Gastroenteritis

Dasar d/ : mual, muntah, nyeri perut

Perbedaan : mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan,

hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

appendicitis akut.

- Batu ureter kanan

Dasar d/ : nyeri perut kanan bawah

Perbedaan : Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan ada hematuria

- Limfadenitis mesenterika

Dasar d/ : nyeri perut kanan, disertai mual dan nyeri tekan pada perut kanan

Perbedaan : biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.

- Infeksi panggul ( salpingitis)

Dasar d/ : nyeri perut bagian bawah

17

Perbedaan : Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian

bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi

urin.

VII. PENATALAKSANAAN :

Non operatif

1. Bed rest

2. Berikan cairan RL

3. Analgetik

4. Antibiotik

5. Antiemetik

Operatif : Persiapan untuk dilakukan appendiktomi

VIII. PROGNOSIS :

1. Ad vitam : dubia ad bonam

2. Ad fungsionam : dubia ad bonam

3. Ad sanationam : dubia ad bonam

KASUS 3

I. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Tn. Dede apriadi

2. Umur : 30 tahun

3. Jenis kelamin : laki-laki

4. Alamat : Jl. Melati No.38

5. Pekerjaan : -

6. Agama :-

18

7. Suku :-

8. Pendidikan :-

II. ANAMNESA

Diambil dari autoanamnesis, tanggal 11 oktober 2012 jam 13.00 WIB

1. Keluhan utama : Nyeri diperut kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu

2. Riwayat Penyakit sekarang :

Os nyeri perut kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu, disertai dengan mual tanpa

muntah. BAB sulit sejak 3 hari yang lalu dan BAK normal.. Sejak lama sudah sering

sakit perut di kuadran kanan bawah hilang timbul. Sebelumnya ada riwayat sering

konstipasi.

3. Riwayat Penyakit dahulu :

Tidak ada riwayat hipertensi

Ada riwayat DM

Tidak ada riwayat asma

4. Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada riwayat hipertensi

Tidak ada riwayat DM

Tidak ada riwayat asma

5. Riwayat kebiasaan :

Os merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol

6. Riwayat Pengobatan:-

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

19

Tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah : 130/90 mmHg

2. Nadi : 80x/ menit

3. Suhu : 36,5 o

4. Pernapasan : 16x / menit

Status generalis

Kepala : normocephali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung

(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)

THT : normotia, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),tonsil T1-T1 tenang

Mulut : oral hygene baik

Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba massa

Thorax :

- Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-)

- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan

- Perkusi : kiri dan kanan sonor

- Auskultasi : Paru : suara napas vesikuler kiri dan kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

- Inspeksi : rata, smilling umbilicus (-), bekas operasi (-), dilatasi vena (-)

- Auskultasi : bising usus (+),

- Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut kuadran kanan bawah (+), defens

muscular (-), Hepar : tidak teraba membesar, lien : tidak teraba membesar, ginjal :

balontement (-/-)

- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

20

Status lokalis :

1. Regio abdomen

Inspeksi : tampak rata, benjolan (-), dilatasi vena (-)

Auskultasi : bising usus (+),

Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (+) pada titik mcburney,

Perkusi : nyeri ketuk (+)pada kuadran kanan bawah

2. Colok dubur

Tonus sfingter ani baik

Ampula rekti kosong

Mukosanya licin

Nyeri tekan (+) pada jam 3

Benjolan / massa (-)

Tidak ada darah dan lendir

3. Uji psoas mayor (-)

4. Uji obturator (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

1. darah lengkap : - Hb : 14 gr/dl( 12-16 gr/dl)

- Leukosit : 11.000 /ul(4100-10.900/uL)

- Ht : 38 %(36-46%)

- Eritrosit : 4,24juta (4-5juta)

- LED : 20 mm/jam (<15 mm/jam)

2. Gula darah sewaktu : 100 mg/dl ( <180 mg/dl)

V. DIAGNOSIS KERJA : Appendisitis kronis

VI. DIAGNOSIS BANDING:

- Gastroenteritis

Dasar d/ : mual, muntah, nyeri perut

21

Perbedaan : mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan,

hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

appendicitis akut.

- Batu ureter kanan

Dasar d/ : nyeri perut kanan bawah

Perbedaan : Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan ada hematuria

- Limfadenitis mesenterika

Dasar d/ : nyeri perut kanan, disertai mual dan nyeri tekan pada perut kanan

Perbedaan : biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.

VII. PENATALAKSANAAN :

Non operatif

6. Bed rest

7. Berikan cairan RL

8. Analgetik

9. Antibiotik

10. Antiemetik

Operatif : Persiapan untuk dilakukan appendiktomi

VIII. PROGNOSIS :

1. Ad vitam : dubia ad bonam

2. Ad fungsionam : dubia ad bonam

3. Ad sanationam : dubia ad bonam

22

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar

Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.

Hal: 639-645.

2. Pusponegoro, AD;dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Editor :Reksoprodjo, S .Jakarta :

Binarupa Aksara,1995. Hal: 109-113

3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit .Ed:Ke-6.

Jakarta: EGC.

4. Chronic Appendicitis. Editor : Rich Klasco, M.D.,FACEP. Available at :

http://www.localhealth.com/article/chronic-appendicitis.Accessed on 2 May 2011.

5. Appendicitis Clinical Presentation. Author: Sandy Craig, MD; Chief Editor: Barry E

Brenner, MD, PhD, FACEP. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/773895-clinical. Accessed on 27 june 2012.

23