case tonsiloadenoid kronik
DESCRIPTION
Case Tonsiloadenoid KronikTRANSCRIPT
PRESENTASI CASEPRESENTASI CASE
ADENOTINSILITIS KRONIK ADENOTINSILITIS KRONIK
EKSASERBASI AKUTEKSASERBASI AKUT
Pembimbing :
dr. Wahyu BM, Sp. THT, Msi Med
Disususn oleh :
Gusna Ridha
11.2013.252
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THTKEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT PANTI WILASA Dr. CIPTO - SEMARANGPANTI WILASA Dr. CIPTO - SEMARANG
PERIODE 19 JANUARI 2015 – 21 FEBRUARI 2015PERIODE 19 JANUARI 2015 – 21 FEBRUARI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKSTATUS ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK
RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT PANTI WILASA Dr. CIPTO – SEMARANG PANTI WILASA Dr. CIPTO – SEMARANG
Nama : Gusna Ridha
NIM : 11.2013.252
Dokter pembimbing : dr. Wahyu BM, Sp.THT, Msi Med
I. IDENTITAS
Nama lengkap : An. BBS Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 9 tahun 9 bulan Agama : Katolik
Pendidikan: SD Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : - Alamat : Jl.bayem II. No.20 RT 12/7. Semarang
II. ANAMNESA
Auto anamnesa dan allo anamnes: tanggal 26 januari 2015, jam 11.00
Keluhan utama :
Nyeri Tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke rs dibawa oleh orang tuanya karna mengeluh sering mengalami nyeri
tenggorokan terutama saat makan dan minum disertai batuk, pilek dan hidung terasa bumpet
sejak 4 hari SMRS. Nyeri telan sering kali diiringi dengan rasa seperti ada yang mengganjal
di tenggorokan. Batuk berdahak, berwarna putih, darah (-), ingus encer dan berwarna bening,
hal ini timbul kadang kadang dan tidak sepanjang hari. Hidung sebelah kanan dan kiri sering
terasa bumpet bergantian, terutama pada malam dan pagi hari, sehingga Os kadang bernapas
melalui mulut. Dan menurut ibu Os, Os sering mengantuk, dan sering mendengkur hampir
setiap malam tetrapi tidak ada henti .beberapa hari sebelumnya pasien sempat demam, namun
demam sudah reda saat dibawa ke RS.
Orang tua Os mengaku hal seperti ini bukanlah pertama kalinya, os sering mengalami
gejala seperti ini bahkan sejak os masih TK yaitu sekitar +- 5 tahun yang lalu. Hal ini sering
terjadi terutama bila Os makan makanan yang berminyak dan minum minuman yang dingin.
Bila gejala kambuh biasanya Os diberi minum obat Laserin® dan Hufagrip® oleh orang
tuanya. Gejala agak mereda tetapi tidak sembuh total. Os tidak mengeluh adanya nyeri pada
telinga, telinga berdengung, maupun pendengaran berkurang
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat (-), asma (-), maag (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa (+) : Adik OS, Alergi (+) : ayah, asma (-), maag (-), hipertensi (-),
diabetes mellitus (-)
III. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 24 x / menit
Suhu : 37 oC
Berat Badan : 49 Kg
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Telinga
Kanan Kiri
Bentuk Daun Telinga Normal
Deformitas (-)
Normal
Deformitas (-)
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak nyeri Tidak nyeri
Penarikan daun telinga Tidak nyeri Tidak nyeri
Kelainan Pre-, Infra-,
Retroaurikuler
Tidak ada Tidak ada
Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Liang telinga CAE lapang, serumen (+),
oedem (-)
Nanah (-), serumen (+),
oedem (-)
Membran timpani MT intak , hiperemis (-),
edema (-), cairan nanah (-),
refleks cahaya (+) jam 5
MT intak, hiperemis (-),
edema (-), refleks cahaya
(+) jam 7
Tes penala :
- Rinne
- Weber
- Swabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kesan : Telinga kanan dan kiri dalam batas normal
Hidung dan Sinus Paranasal
Bentuk Simetris
Tanda peradangan Tidak ditemukan tanda peradangan dari luar
Vestibulum Tampak bulu hidung +/+
Hiperemis -/-,benjolan -/-, nyeri -/-
Cavum nasi Lapang +/+, oedem -/-, hiperemi -/-
Konka inferior kanan dan kiri oedem +/+, hiperemis -/-, hipertrofi konka -/-,
tampak licin +/+, sekret +/+
Konka media kanan dan kiri oedem +/+, hiperemis -/-, hipertrofi konka -/-,
tampak licin +/+, sekret +/+
Meatus nasi medius kanan dan kiri oedem -/- hiperemis -/-
Septum nasi Tidak ada deviasi
Daerah sinus frontal
sinus maksila
Nyeri tekan(-),nyeri ketuk (-)
Nyeri tekan(-),nyeri ketuk (-)
Nasofaring ( rhinoskopi posterior) tidak dilakukan pemeriksaan
Koana : Tidak diperiksa
Septum nasi posterior : Tidak diperiksa
Muara tuba eustachius : Tidak diperiksan
Torus tubarius : Tidak diperiksan
Konka inferior dan media : Tidak diperiksan
Dinding posterior : Tidak diperiksan
Pemeriksaan transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus frontalis; grade Tidak dilakukan tidak dilakukan
Sinus maksilaris; grade Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tenggorok
Faring
Dinding faring : hiperemis (+),granular (-)
Arkus faring : simetris, edema (-)
Adenoid : hipertrofi (+)
Tonsil : Ukuran : T4 /T4
Hiperemis : +/+
Permukaan mukosa granular dan tidak rata : +/+
Kripta melebar : +/+
Detritus : -/-
Perlengketan : -/-
Uvula : letak ditengah,hiperemis(-),oedem(-)
Gigi geligi : Lengkap,karies (-)
Lain-lain : Post nasal drip(-)
Laring ( Laringoskopi) tidak dilakukan pemeriksaan
o Epiglotis : tidak dilakukan pemeriksaan
o Plika aryepiglotis : tidak dilakukan pemeriksaan
o Arytenoid : tidak dilakukan pemeriksaan
o Ventricular band : tidak dilakukan pemeriksaan
o Pita suara asli : tidak dilakukan pemeriksaan
o Rima glotidis : tidak dilakukan pemeriksaan
o Cincin Trakea : tidak dilakukan pemeriksaan
o Sinus piriformis : tidak dilakukan pemeriksaan
Leher
Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
Kelanjar limfe servikal : tidak teraba membesar
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 13,9 g/dl 10,8 -15,6
Leukosit 13.300 /ul 4,5 – 13,5 x 103/ul
Hematokrit 41 % 33 - 45
Eritrosit 5,4 x 106/ul 3,80 – 5,80
Trombosit 298.000 /ul 150 – 400
MCV 76 fl 69 – 93
MCH 26 pg 22 - 34
MCHC 34 g/dl 32 – 36
Masa Perdarahan / BT 2 menit 1 – 3
Masa Pembekuan / CT 12menit 8 - 18
VI. RESUME
Dari anamnesa didapatkan :
Seorang anakl berusia 9 tahun mengeluh sering mengalami nyeri tenggorokan
saat makan dan minum disertai batuk, pilek dan hidung terasa bumpet sejak 4 hari
SMRS. Nyeri telan sering kali diiringi dengan rasa seperti ada yang mengganjal di
tenggorokan. Batuk berdahak warna putih, ingus encer berwarna bening, hidung terasa
bumpet bergantian, terutama pada malam dan pagi hari, sering juga diiringi dengan
demam. Bila tidur malam Os sering mendengkur tetapi tidak ada henti napas. Os sering
mengalami gejala seperti ini bahkan sejak os masih TK yaitu sekitar +- 5 tahun yang
lalu. Bila gejala kambuh biasanya Os diberi minum obat Laserin® dan Hufagrip® oleh
orang tuanya. Gejala agak mereda tetapi tidak sembuh total.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Konka inferior kanan dan kiri tampak agak hiperemis, udema ringan pada
konka inferior, tidak ada hipertrofi konka, permukaan licin, terdapat secret bening,
septum normal, tidak ada nyeri ketuk daerah sinus maksila dan sinus frontal
Pada pemeriksaan tenggorok menggunakan alat endoskopi didapatkan dinding
faring agak hiperemis, terdapat pembesaran adenoid dan pemebesaran tonsil (T4/T4)
dengan permukaan tonsil yang hiperemis, permukaannya tidak rata, kripte melebar,
tanpa detritus. Tidak terlihat adanya post nasal drip. dan hasil pemeriksaan darah rutin
didapatkan hasil dalam batas normal.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Adenotonsilitis Kronik eksaserbasi akut
Dipikirkan diagnosis ini karena terdapatnya persamaan gejalan klinik yang
dialami oleh pasien dengan gejala pada adenoidtonsilitis pada umumnya. Yaitu pada
pasien terdapat keluhan nyeri tenggorokan, rasa seperti ada yang mengganjal di
tenggorokan disertai batuk, pilek dan hidung terasa bumpet dan deman pada hari
sebelumnya. Bila tidur malam Os sering mendengkur, hal ini terjadi sejak lama +- 5
tahun yang lalu. Pada pemeriksaan tenggorok dengan menggunakan alat endoskopi
didapatkan dinding faring agak hiperemis, terdapat pembesaran adenoid dan
pemebesaran tonsil (T4/T4) dengan permukaan tonsil yang hiperemis, permukaannya
tidak rata, kripte melebar, tanpa detritus. Gejala klinis ini sangat menunjang untuk
diagnosis dari Adenotonsilitis Kronik eksaserbasi akut
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Faringitis difikirkan diagnosis banding ini karena terdapat beberapa gejala klinik
yang sama diantaranya pada faringitus didapati adanya nyeri dan rasa tidak enak
saat menelan, rasa kering ditenggorokan, terasa ada lendir di tenggorokan, dan
terdapat kemerahan di mukosa faring. Biasanya pada faringitis juga terdapat
demam disertai rinore, rasa mual dan muntah, dan terdapat pembersaran kelenjar
limfe akut di leher, tetapi
2. Laryngitis difikirkan diagnosis banding ini karena pada laryngitis akut juga
didapatkan gejala radang seperti demam, malaise, tetapi terdapat gejala lokal
yaitu suara parau yang tidak ada pada Adenotonsilitis., nyeri saat menelan dan
berbicara. Dan pada pemeriksaan tampak mukosa laring yang hiperemis dan
udem terutama diatas dan bawah pita suara
IX. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Radiologi : Foto lateral kepala untuk melihat pembesaran adenoid terutama
dilakukan pada anak.
- Pemeriksaan laboratorium kadar ASTO
- Tes resistensi kuman dengan mengambil swab
X. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
- Antibiotik : Cefixime 100 mg, 2 x1 selama 7 hari
- Mukolitik : ambroxol 30 mg, 3x1 selama 7 hari
- Decongestan : pseudoefedrin 3x1 selama 7 hari
- Antiinflamasi : MP 4 mg, 2 x1
- Analgetik/antipeiretik: paracetamol 3x1 bila diperlukan
b. Non medikamentosa
Operatif : Adenotonsilektomi (ATE)
c. Anjuran
1. minum obat yang diberikan oleh dokter dengan disiplin.
2. Jaga kebersihan mulut dengan rajin menggosok gigi, bisa juga memakai obat
kumur,
3. Minum lebih banyak cairan. Cairan yang hangat—seperti sup, kaldu adalah
pilihan yang baik.
4. Berkumur dengan air garam yang hangat. Campur ½ sendok teh garam dengan
(sekitar 30ml) air hangat, kumur-kumur kemudian buang air tersebut.
5. Menghisap permen pelega tenggorokan atau permen yang keras. Tindakan ini
akan mendorong produksi air liur, yang akan membasahi dan membersihka
tenggoroka.
6. Sering cuci tangan adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya berbagai
jenis infeksi, termasuk juga tonsilitis.
7. Hindari asap rokok dan polutan udara lainnya. Asap rokok dapat
meneyebabkan iritasi pada tenggorokan yang sakit.
8. Istirahatkan suara anda. Berbicara dapat menyebabkan iritasi tenggorokan yang
lebih parah dan menyebabkan hilangnya suara anda untuk sementara waktu
(laryngitis).
9. Setelah operasi, pasien diberi makanan yang cair di hari pertama dan
bertingkat ke makanan lunak smpai padat pada hari berikutnya
10. Hindari banyak makan makanan yang merangsang seperti yang berminyak,
banyk mengandung penambah rasa dan pengawet buatan
11. Berobat atau kontrol kembali jika gejala dirasakan tidak membaik
XI. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
Ad bonam
b. Quo ad functionam
ad bonam
XII. KOMPLIKASI
Pada anak sering menimbulkan komplikasi perluasan infeksi menjadi
sinusitis, , tonsilofaringitis, laringofaringitis, bronchitis, abses peritonsil (Quincy
Throat), serta abses parafaring, hal ini juga dapat menyebabkan oklusi tuba eustachius
sehingga dapat timbul OMA. Dan akibat hipertrofi dari tonsil dapat menyebabkan
pasien bernafas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karna terjadinya
sleep apnea yang dikenal sebagai obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), hal ini
juga menyebabkan kualitas kehidupan penderita sehari hari tidak maksimal sehingga
dapat menurunkan kualitas belajar.
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ
tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3
macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil Lingual yang
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris
diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Tonsillitis
sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri.
Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi
sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah
putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap
infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri
atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam
tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.1,2
Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke
dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada
bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami
invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh
pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3
tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya
terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan
berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.3
Anatomi
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah
tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam
fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba
eustachius.1
Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada
kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior
(otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring
superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari
palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas
mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas
hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar
posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum
mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral
faring.1,3
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu:
1. A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina
asenden;
2. A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden,
3. A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal,
4. A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis
dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan
A. palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan
pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah
dan pleksus faringeal. 2,3
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya
mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak
ada.3
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion
sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus. 3
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah
50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks
yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting
cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis
imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa
IgG. 1,3
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 1,3
Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang
sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti
suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini
tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa
faringeus. Permukaan bebasnya mempunyai celah celah (kripte) yang dangkal seperti lekukan
saja. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring
terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa
Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing
anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun
kemudian akan mengalami regresi.1-3
Derajat Pembesaran Tonsil
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi. Pembesaran
tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4. Pembagian pembesaran tonsil dalam ukuran
berikut :4
T0 : Post tonsilektomi
T1 : Tonsil berada dalam fossa tonsil
T2 : Tonsil sudah melewati fossa tonsil tapi masih berada diantara garis
khayal yang terbentuk antara fossa tonsil dan uvula ( Paramedian line )
T3 : Tonsil sudah melewati Paramedian line dan menyentuh uvula
T4 : Tonsil sudah melewati garis median
Tonsilitis Akut
Definisi dan Etiologi
Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman.Tonsillitis akut ini
lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus,
Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi penyebab
penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan
suhu 1-4 derajat celcius. Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia
5 tahun dan 10 tahun. Penyebarannya melalui droplet infection, yaitu alat makan dan
makanan.2,4
Patofisiologi
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklea.4
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat
yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai
kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas
kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas.
Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan
detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris. 4
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang
menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut didiagnosa
banding dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis difteri. 4
Diagnosis
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok. Kemudian
berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa nyeri
ini semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri hebat ini dapat
menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia)
tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus (IX).2,4
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai
menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu
makan berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar seperti orang
yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut plummy voice. Mulut berbau
busuk (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang hebat
(ptialismus).4
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat
detritus yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau
pseudomembran. Ismus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan arkus
posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di belakang
angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan. 4
Komplikasi
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses
peritonsil, abses parafaring dan pada anak sering menimbulkan otitis media akut. Komplikasi
lain yang bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus
berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal
(nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis)
dan vaskuler (plebitis).1,4
Pemeriksaan
Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam reumatik,
glomerulnefritis.1,2
Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan. 1
Terapi
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-
limiting disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik. Pasien dianjurkan
istirahat dan makan makanan yang lunak. Berikan pengobatan simtomatik berupa analgetik,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Berikan antibiotik spektrum luas
misalnya sulfonamid. Ada yang menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada pasien bayi
dan orang tua.4
TONSILITIS KRONIS
Etiologi
bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif. 1
Faktor prediposisi
Rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut yang
buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. 1
Patofisiologi
Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh
detritus. Proses ini meluas sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula. 1
Manisfetasi klinis
Adanya keluhan pasien di tenggorokan seperti ada penghalang atau mengganjal,
tenggorokan terasa kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar
dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi oleh detritus. 1,2
Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi kedaerah sekitarnya berupa
rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi lebih jauh
terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis. . 1
Pemeriksaan
Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil. . 1
Terapi
Terdapat dua pilihan terapi pad tonsillitis yaitu: 2,4
a. Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau
obat isap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa tidak berhasil.
Gambar tonsilitis kronis :
Terapi operatif Adenotonsilektomi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring
yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.5
Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi.
Pada dekade terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun
juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan, kegagalan
penambahan berat badan, overbite, tounge thrust, halitosis, mendengkur, gangguan bicara dan
enuresis. 5
Pada pertengahan abad yang lalu, mulai terdapat pergeseran dari hampir tidak adanya
kriteria yang jelas untuk melakukan tonsilektomi menuju kriteria yang lebih tegas dan jelas.
Selama ini telah dikembangkan berbagai studi untuk menyusun indikasi formal yang ternyata
menghasilkan perseteruan berbagai pihak terkait. Dalam penyusunannya ditemukan kesulitan
untuk memprediksi kemungkinan infeksi di kemudian hari sehingga dianjurkan terapi
dilakukan dengan pendekatan personal dan tidak berdasarkan peraturan yang kaku. American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery telah mengeluarkan rekomendasi resmi
mengenai tindakan tonsilektomi yang merupakan kesepakatan para ahli. 5
Tonsilektomi telah dilakukan oleh dokter THT, dokter bedah umum, dokter umum dan
dokter keluarga selama lebih dari 50 tahun terakhir. Namun, dalam 30 tahun terakhir,
kebutuhan akan adanya standarisasi teknik operasi menyebabkan pergeseran pola praktek
operasi tonsilektomi. Saat ini di Amerika Serikat tonsilektomi secara ekslusif dilakukan oleh
dokter THT. 5
Tingkat komplikasi, seperti perdarahan pascaoperasi berkisar antara 0,1-8,1% dari
jumlah kasus. Kematian pada operasi sangat jarang. Kematian dapat terjadi akibat komplikasi
bedah maupun anestesi. Tantangan terbesar selain operasinya sendiri adalah pengambilan
keputusan dan teknik yang dilakukan dalam pelaksanaannya5
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama
adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. 5
Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi
tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif
tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih
menjadi perdebatan.
The American Academy of Otolaryngology – head and Neck surgery Clinical
Indicators Compendium menetapkan:1
1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi
yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep
apnea, gangguan menelan.
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan.
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsillitis berulang yang dicurigai oleh bakteri grup A Streptococcus β hemolitikus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusa / otitis media supuratif.
Kontra Indikasi 2
a. Radang akut.
b. Penyakit penyakit perdarahan : leukemia, hemophilia, hemoragia diastesa, dan anemia.
c. Keadaan umum penderita lemah / jelek atau sakit berat.
d. Penyakit2 sistemik yang tidak terkendali seperti DM, dan Penyakit jantung
e. Status asmatikus.
Indikasi Adenoidektomi 2
1. sumbatan :
a. sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut
b. sleep apnea
c. gangguan menelan
d. gangguan berbicara
e. kelainan bentik wajah dan gigi (adenoid face)
2. infeksi
a. adenoiditis berulang / kronik
b. otitis media efusi berulang / kronik
c. otitis media akut berulang
3. kecurigaan neoplasma jinak / ganas
Komplikasi 2
1. Perdarahan :
a. perdarahan primer : terjadi pada waktu operasi sedang berjalan atau kurang dari 24
jam setelah operasi.
b. Perdarahan sekunder: terjadi pada waktu lebih dari 24 jam setelah operasi
2. Infeksi : karena sterilitas yang kurang diperhatikan, lebih lebih terjadi luka terbuka
selesai operasi
3. komplikasi karna akibat trauma alat alat saat operasi, missal terangkat uvula, sobeknya
pilar pilar laring
4. sakit pasca operasi
5. komplikasi tyerhadap paru, misalnya adanya aspirasi darah aspirasi pneumoni.
Perawatan dan Edukasi 2
1. minum obat yang diberikan oleh dokter dengan disiplin.
2. Jaga kebersihan mulut dengan rajin menggosok gigi, bisa juga memakai obat kumur,
3. Minum lebih banyak cairan. Cairan yang hangat—seperti sup, kaldu adalah pilihan
yang baik.
4. Berkumur dengan air garam yang hangat. Campur ½ sendok teh garam dengan (sekitar
30ml) air hangat, kumur-kumur kemudian buang air tersebut.
5. Menghisap permen pelega tenggorokan atau permen yang keras. Tindakan ini akan
mendorong produksi air liur, yang akan membasahi dan membersihka tenggoroka.
6. Sering cuci tangan adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya berbagai jenis
infeksi, termasuk juga tonsilitis.
7. Hindari asap rokok dan polutan udara lainnya. Asap rokok dapat meneyebabkan iritasi
pada tenggorokan yang sakit.
8. Istirahatkan suara anda. Berbicara dapat menyebabkan iritasi tenggorokan yang lebih
parah dan menyebabkan hilangnya suara anda untuk sementara waktu (laryngitis).
9. Setelah operasi, pasien diberi makanan yang cair di hari pertama dan bertingkat ke
makanan lunak smpai padat pada hari berikutnya
10. Hindari banyak makan makanan yang merangsang seperti yang berminyak, banyk
mengandung penambah rasa dan pengawet buatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. faringitis, tonsillitis, dan hipertrofi adenoid In : Buku
ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala leher. Soepardi EA, Iskandar N,
editors. 6th ed.FKUI. Jakarta; 2011. Hal 212-25.
2. Budi, wahyu. Kumpulan kuliah THT, Semarang. hal 14 – 28.
3. Boies fundamentals of otolaryngology,text book or ear,nose and throats desease 6 th
edision..
4. Junior, franklin. Tonsillitis. center unit otorhinolaryngology head and neck surgery
15th edision, may 2007. Diunduh dari : www.emedicine.com
5. Wanri, Arwansyah. Tonsilektomi. Palembang : departemen telingan, hidung, dan
tenggorokan Universitas Sriwijaya, 2007.