biofar ii(1)
DESCRIPTION
biofarmasiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Untuk menghindari efek samping seperti dispepsia, iritasi mukosa lambung dan
diare suatu obat dapat diatasi diformulasikan ke dalam sediaan supositoria.
Penggunaan supositoria mempunyai keuntungan dibanding sediaan oral salah satunya
tidak mengiritasi lambung, tidak menyebabkan rasa tidak enak (mual), dapat digunakan
pada pasien yang sulit menelan obat dan tidak sadarkan diri.
Pelepasan obat dari basis merupakan faktor penting dalam keberhasilan terapi
dengan menggunakan sediaan supositoria. Di dalam tubuh obat akan diabsorbsi
dalam keadaan terdispersi, karena itu obat harus dilepaskan dari bahan pembawa
kemudian larut dalam cairan tubuh. Kecepatan pelarutan obat dipengaruhi oleh
formulasi sediaan sediaan obatnya yaitu kadar zat aktif, basis dan cara
pembuatannya.
Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastro-
intesinal dimana proses pencernaan makanan untuk menghasilkan energi bagi tubuh
dilakukan dan bahan-bahan yang tidak berguna lagi (fecal matter/stol) dibuang.
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan dan konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.
1
Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan kedalamnya oleh
dorongan otot kolon, hal ini melebarkan dinding rektum dengan menginisiasi refleks
defekasi. Pada batang otak terdapat pusat defekasi di mana dengan dimediasi oleh
refleks parasimpatis menimbulkan kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan
relaksasianal spingter. Feses didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan ke
otak dimana timbul pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingteranal untuk
membuka atau menutup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka refleks ini
berhenti beberapa saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan dorongan defekasi
yang lama-kelamaan tidak dapat dihindarkan lagi.
Anus manusia terletak di bagian tengah bokong, bagian posterior dari
peritoneum. Terdapat dua otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan luar). Otot ini
membantu menahan feses saat defekasi. Salah satu dari otot sphinkter merupakan
otot polos yang bekerja tanpa perintah, sedangkan lainnya merupakan otot rangka.
Fungsi Rektum:
Rektum mempunyai dua peran mekanik yaitu sebagai tempat penampungan
feses dan mendorongnya saat pengeluaran. Adanya mukosa memungkinkan
terjadinya penyerapan yang tidak dapat diabaikan, hal ini menguntungkan pada
pengobatan dengan supositoria dan lavement nutritif.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui cara pelepasan obat dalam rektal
Untuk mengetahui tentang obat apa saja yang dapat diabsorbsi dalam rektal
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI KOLON DAN REKTUM
Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500cm, yang terdiri dari sekum, kolon
asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Dinding usus
besar mempunyai tiga lapis yaitu lapisan mukosa (bagian dalam), yang berfungsi untuk
mencernakan dan absorpsi makanan, lapisan muskularis (bagian tengah) yang berfungsi
untuk menolak makanan ke bagian bawah, dan lapisan serosa (bagian luar), bagian ini
sangat licin sehingga dinding usus tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga
abdomen.
Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit, sehingga
mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat, disebut eses. Kolon tidak
memproduksi enzim, tetapi hanya mukus. Terdapat sejumlah bakteri pada kolon, yang
mampu mencerna sejumlah kecil selulosa, dan menghasilkan sedikit nutrien bagi tubuh.
Bakteri juga memproduksi vitamin K dan juga gas, sehingga menimbulkan bau pada
feses. Feses juga bewarna coklat yang disebabkan pigmen empedu. Kisaran pH yang
dimiliki kolon dan rectum berkisar Antara pH 7-8.
3
Gambar rektum manusia
2.2 Sediaan Obat untuk Rektal
Rute rektal sering digunakan ketika pemberian bentuk sediaan melalui mulut
tidak sesuai, misalnya dengan adanya mual dan muntah, pada pasien tidak sadar, jika
menderita penyakit pencernaan bagian atas yang dapat mempengaruhi absorbsi obat
atau rasa obat tidak menyenangkan atau labil asam.
Obat dapat diberikan dalam beberapa bentuk sediaan obat melalui rute rektal.
Bentuk sediaan yang biasanya adalah suppositoria, suspensi padat atau emulsi padat
sedangkan kapsul gelatin yang diberikan rectal dapat berisi formulasi cair. Micro-
enema memiliki volume antara 1 dan 20 ml , dan makro enema 50 ml atau lebih, yang
keduanya dapat diberikan baik sebagai larutan atau suspensi.
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan semi padat yang pemakaiannya dengan
cara dimasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan melebur
melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sitemik. Menurut (Farmakope
Indonesia edisi IV) suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau
melarut pada suhu tubuh.Formulasi suppositoria suspensi telah banyak digunakan, dan
telah menunjukkan karakteristik pelepasan yang tergantung pada faktor fisiologis, sifat
fisikokimia obat, basis suppositoria dan lingkungan lokal di dalam rektum.
4
Secara umum, larutan berair dari obat diserap lebih cepat dalam rute rektal
daripada rute oral. Tetapi absorbsinya biasanya lebih lambat dengan formulasi tak
berair, karena terbatasnya jumlah air yang tersedia untuk disolusi obat. Absorbsi obat
setelah pemberian rektal dapat bervariasi tergantung pada penempatan suppositoria
atau larutan obat di dalam rektum. Sebagian obat dapat diabsorbsi melalui vena
hemoroid bawah, dimana obat langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, beberapa
obat yang dapat diabsorbsi melalui vena hemoroid superior, yang masuk ke dalam
vena mesenterika ke pembuluh darah portal ke hati, dan dimetabolisme sebelum
absorbsi sistemik.
2.3 Keuntungan Menggunakan Obat melalui Rektal.
a) Bentuk sediaan relatif besar dapat ditampung dalam rektum
b) Rute rektal aman dan nyaman bagi pasien usia lanjut dan muda
c) Pengenceran obat diminimalkan karena volume cairan residu rendah
d) Rektum umumnya kosong
e) Adjuvant absorbsi memiliki efek lebih jelas daripada saluran pencernaan
bagian atas
f) Enzim degradatif dalam lumen rektal berada pada konsentrasi yang relatif
rendah
g) Terapi dapat dengan mudah dihentikan
h) Eliminasi lintas pertama (first pass-elimination) obat oleh hati dihindari
sebagian
2.4 RUTE REKTAL
Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal biasanya
pada rute oral, sehingga biotransformasi obat melalui hati oleh hati dikurangi. Bagian
obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava
inferior dan tidak melalui vena porta.
5
Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) adalah mencegah
penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung.Suppositoria, yang
dipakai secara rektal mengandung zat aktif yang tersebarkan (terdispersi) di dalam
lemak yang berupa padatan pada suhu kamar tetapi meleleh pada suhu sekitar 35ºC,
sedikit di bawah suhu badan. Jadi, setelah disisipkan ke dalam rektum sediaan padat
ini akan meleleh dan melepaskan zat aktifnya yang selanjutnya terserap dalam aliran
darah.
Secara rektal, suppositoria digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat
diserap oleh mukosa dalam rektum. Aksi kerja awal dapat diperoleh secara cepat,
karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi
darah serta terhindar dari pengrusakan obat dari enzim didalam saluran gastro-
intestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hepar. Obat yang diabsorpsi
melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati dahulu sehingga tidak
mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang mengakibatkan obat terhindar dari
tidak aktif.
Penyerapan direktum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:
1. lewat pembuluh darah secara langsung
2. lewat pembuluh getah bening
3. lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.
Menurut Ravaud, penyerapan hanya terjadi pada pembuluh darah secara
langsung lewat inferior dan vena intermedier yang berperan dan membawa zat aktif
melalui vena iliaca ke vena cava inferior. Menurut Quecauviller dan Jund, bahwa
penyerapan dimulai dari vena haemorrhoidalles inferior terutama vena
haemorrhoidalles superior menuju vena porta melalui vena mesentricum
inferior.Saluran getah bening juga berperan pada penyerapan rektal yaitu melalui
saluran toraks yang mencapai vena subclavula sinistra, sedangkan menurut Fabre dan
Regnier pengaruh tersebut hanya berlaku pada obat-obat yang larut lemak.
Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable
sempurna.Penyerapan rektum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan
bukal.Selain itu penyerapan juga tergantung pada derajat pengosongan saluran cerna
6
jadi tidak dapat diberlakukan secara umum.Bahkan beberapa obat tertentu tidak
diserap oleh mukosa rektum.
Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum,
sebaiknya diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada rektum
kosong, akan tetapi setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih
kuat dibandingkan per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rektum
tidak tersambung pada sistem porta dan obat tidak melalui hati pada peredaran darah
pertama, sehingga tidak mengalami perombakan FPE (first pass effect). Pengecualian
adalah obat yang diserap dibagian atas rektum dan oleh vena rectalis superior
disalurkan ke vena porta dan kemudian ke hati, misalnya thiazinamium. Dengan
demikian, penyebaran obat didalam rektum tergantung dari basis suppositoria yang
digunakan, dapat menentukanrutenya kesirkulasi darah. Suppositoria dan salep juga
sering kali digunakan untuk efek lokal pada gangguan poros-urus, misalnya wasir.
2.5 Absorbsi Obat dan Pencegahan metabolisme Lintas-Pertama
Beberapa obat harus diatasi pada obat yang diberikan dalam bentuk rektal. Jika
obat yang diberikan dalam bentuk suppositoria, pelelehan atau pencairan basis harus
terjadi dan tahap ini sebagian akan menentukan penyebaran dosis melalui rektum.
Obat harus larut dalam cairan rektum terbatas, yang telah diperkirakan antara 1
dan 3 ml. Jumlah obat yang tersedia untuk absorbsi dapat berkurang banyak dengan
degradasi oleh isi lumen. Absorbsi isi luminal dan defekasi.
Obat harus berdifusi melintasi air yang tidak teraduk dan lapisan mukosa yang
berdekatan dengan epitel. Obat dapat diserap melalui epitel atau melalui junction
yang rapat, dan itu hanya dapat terjadi melalui transpor pasif.
Jika obat dikirim ke bagian atas rektum, diangkut kedalam sistem portal maka,
akan terkena metabolisme lintas pertama dihati. Salah satu cara untuk menghindari
metabolisme lintas pertama ini adalah memberikan obat kebagian bawah rektum.
Prinsip sederhana ini agak rumit oleh keberadaan anastomoses yang tidak
memungkinkan tujuan yang tepat dari daerah yang mengalir ke portal dan sirkulasi
sistemik.
7
Kenaikan 100% dalam ketersediaan lignocaine menunjukkan ketika diberikan
rektal bukan oral, dan itu dihitung bahwa fraksi rata-rata yang diberikan rektal dosis
yang lolos dari metabolisme lintas pertama adalah 57%.
Obat lain yang memiliki metabolisme lintas-pertama tinggi seperti salisilamid
dan propanolol, tidak menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang besar bila
diberikan mealalui rektal.
2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI
Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal :
1. Faktor Fisiologis
a. Isi Kolon obat akan mempunyai kemungkinan untuk diabsorpsi lebih besar
ketika rektum dalam keadaan kosong. Untuk tujuan ini diberikan enema
sebelum penggunaan obat melalui rektal.
b. Rute sirkulasi jika obat diabsorpsi dari pembuluh darah hemorrhoidal akan
langsung menuju vena cava inferior, sehingga absorpsi akan cepat dan
efektif.
c. pH dan minimnya kapasitas buffer cairan rektal pH cairan rektal 7-8 dan
tidak memiliki kapasitas buffer yang efektif.
2. Faktor Fisika Kimia dari Obat
Kelarutan obat : Obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat
terabsorbsi daripada obat yang larut air. Suatu obat lipofilik yang terdapat dalam
basis supositoria berlemak dengan konsentrasi rendah memiliki kecenderungan
yang kurang untuk melepaskan diri ke dalam cairan di sekelilingnya,
dibandingkan bila ada bahan hidrofilik pada basis berlemak, dalam batas-batas
mendekati titik jenuhnya.
Kadar obat dalam basis : Jika kadar obat makin besar absorbsi obat makin
cepat.
Ukuran partikel : Ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan
larutnya obat ke cairan rektum. Semakin kesil ukuran partikel maka semakin
mudah larut dan lebih besar kemungkinannya untuk cepat diabsorbsi di tubuh.
8
Basis Supositoria : Basis harus mampu mencair, melunak, atau melarut
supaya melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Obat yang larut dalam
air dan berada dalam basis lemak akan segera dilepaskan ke cairan rektum. Jika
basis dapat segera terlepas setelah masuk ke dalam rektum ; obat segera
diabsorbsi dan aksi kerja awal obat akan segera muncul. Jika obat larut dalam air
dan terdapat dalam basis larut air, aksi kerja awal obat akan segera muncul jika
basis tadi cepat larut dalam air.
2.7 Mekanisme Kerja Obat dalam Rektum
Bila supositoria obat dimasukan ke dalam rektum pertama-tama akan timbul efek
refleks, selanjutnya supositoria melebur atau melarut dalam cairan rektum hingga zat
aktif tersebar dipermukaan mukosa, lalu berefek setempat.
2.8 NASIB OBAT DIREKTUM
Nasib obat yang diabsorpsi dari rektum tergantung dari posisi obat dalam rektum.
Di daerah sub mucosal pada dinding rektal terdapat banyak pembuluh darah dan
pembuluh limfe. Pembuluh darah hemorrhoidal bagian atas merupakan saluran ke
sirkulasi portal, sehingga obat yang diabsorpsi pada bagian atas akan melewati hati
sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Sedangkan pembuluh darah hemorrhoidal
bagian tengah dan bawah merupakan saluran langsung ke vena cava inferior,
sehingga obat yang diabsorpsi pada bagian tersebut akan langsung masuk ke sirkulasi
sistemik.
2.9 Distribusi-Penyebaran Bentuk Sediaan Rektal
Dalam rangka untuk mengobati kolon melalui rute rektal, bukan hanya bertujuan
untuk absorbsi rektal, sediaan harus terdistribusi secara efisien. Hal ini membatasi
pengobatan topikal dari kolon ke daerah distal ke fleksura lienalis.
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk penetrasi melalui penggunaan formulasi
baru, menggunakan skintigrafi untuk mengevaluasi distribusi sediaan.
9
2.10 Obat-obat yang dapat diberikan secara Rektal
Antikonvulsan
Satu-satunya cara yang paling efektif untuk pengobatan epiliepsi atau
kejang berseri adalah memeberikan obat antikonvulsan secara intravena.
Namun, masalah teknis yang terkait dengan pemberian intravena
mendorong bentuk sediaan rektal sebagai alternatif praktis.
Obat pra-operasi dan induksi Anastesi
Obat pra-operasi biasanya diberikan secara parenteral, namun rute
penghantaran yang lebih diterima, terutama anak-anak sedang dicari.
Pemberian rektal midazolam menghasilkan efek penenang memuaskan 30
menit setelah pemberian untuk anak-anak.
Pemberian rektal secara berangsur-angsur dari larutan midazolam
hidroklorida ( 5g/L:0,3 mg/kg) pada sukarelawan sehat menghasilkan
menghasilkan bioavailabilitas sekitar 50%. Namun, studi metabolik
menyarankan bahwa absorbsi rektal lengkap dari obat induk tidak melalui
metabolisme lintas pertama.
Absorbsinya cepat, Tmax rata-rata menjadi 31 menit dan Cmax mencapai 120
μ/ L.
Analgesik dan Antiarthritis
Studi menunjukkan bahwa morfin yang diberikan secara rektal memiliki
efek bioavailabilitas yang bervariasi jika dibandingkan dengan injek
intramuskular, 30-70% bila diberikan dalam gel mengandung pati. Dan
40-88% dari lemak suppositoria yang keras.
Meningkatnya microenema morfin rektal dari 4,5 ke 7,4 secara signifikan
meningkat laju absorbsi.
Antiemetik
Pemberian rektal azilapride sebagai suppositoria dalam basis yang tidak
spesifik mengakibatkan bioavailabilitas rata-rata 61% relatif terhadap dosis
bolus intravena.
10
Antara alizapride dan promethazine memiliki profil absorbsi dari pemberian
rektal jauh lebih lambat dibanding dengan oral atau intramuskular. Selain itu
promethazine menghasilkan iritasi rektal yang signifikan.
Senyawa Antibakteri
Metronidazole digunakan secara luas dalam pencegahan dan pengobatan
infeksi bakteri anaerob. Untuk alasan praktis dan ekonomis, beberapa upaya
telah dilakukan untuk mengembangkan formulasi metronidazole rektal.
Xantin
Absorbsi teofilin dari larutan rektal mirip dengan absorbsi dari larutan oral,
dan umumnya terjadi dengan cepat dan secara sempurna. Namun, absorbsi
dari suppositoria dapat bervariabel dan tidak lengkap.
Menariknya, teofilin diabsorbsi dengan baik ketika dihantarkan dalam
perangkat penghantaran rektal osmotik, meskipun fakta bahwa tingkat air
yang tersedia di rektum sangat rendah.
Obat aktif Kardiovaskular
Penghantaran obat rektal laju-dikendalikan nifedipin oleh perangkat
penghantaran osmotik dalam relawan sehat menghasilkan konsentrasi
plasma steady-state, dengan laju inout rendah dalam menurunkan tekanan
darah tanpa refleks takikardia bersamaan.
2.11 Iritasi dan Kerusakan Rektal
Aplikasi obat rektal jangka panjang telah diteliti menyebabkan iritasi, pendarahan
rekat, rasa sakit, dan bahkan ulserasi.
Suppositoria ergotamin tartrat yang digunakan pada kisaran dosis dari 1,5 sampa 9
mg selama periode antara satu sampai delapan tahun dapat mengahsilkan kerusakan
rektal, ini dikarenakan iskemia mukosa yang dihasilkan oleh alkaloid.
Ulserasi rektal juga telah ditemukan pada pasien yang menggunakan suppositoria
mengandung dextropropoxyphene, paracetamol, aspirin, carbromal, bromisoval, dan
kodein phospate. Kerusakan rektal muncul hanya terjadi setelah penggunaan
11
suppositoria setiap hari dalam jangka panjang dan aspirin, ergotamine dan paracetamol
tampaknya yang menjadi penyebab masalah paling umum.
12
BAB III
PEMBAHASAN
Suppositoria digunakan untuk distribusi sistemik karena dapat diserap oleh mukosa
dalam rektum, obat yang diabsorpsi melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati
terlebih dahulu sehingga tidak mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang
mengakibatkan obat terhindar tidak aktif.
Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable sempurna. Penyerapan
rektum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan bukal. Selain itu penyerapan juga
tergantung pada derajat pengosongan saluran cerna jadi tidak dapat diberlakukan secara
umum. Bahkan, beberapa obat tertentu tidak dapat diserap oleh mukosa rektum.
Penyebaran obat dalam rektum tergantung dari basis suppositoria yang digunakan,
dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah.
Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum, sebaiknya
diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada rektum kosong, akan tetapi
setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan per oral,
berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rektum tidak tersambung pada sistem porta
dan obat tidak melalui hati pada peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami
perombakan FPE (first pass effect). Pembuluh darah hemorrhoidal bagian tengah dan
bawah merupakan saluran langsung ke vena cava inferior, sehingga obat yang diabsorpsi
pada bagian tersebut akan langsung masuk ke sirkulasi sistemik. Nasib obat yang
diabsorpsi dari rektum tergantung dari posisi obat dalam rektum. Obat harus berdifusi
melintasi air yang tidak teraduk dan lapisan mukosa yang berdekatan dengan epitel.
Pada kasus penyebaran obat dalam rectal sejumlah upaya telah dilakukan untuk
penetrasi melalui penggunaan formulasi baru, dengan menggunakan skintigrafi untuk
mengevaluasi distribusi sediaan.
13
BAB IV
KESIMPULAN
Pada pemberian obat melalui rute rektal ini digunakan pada pasien yang tidak
sadarkan diri, muntah saat pemberian obat melalui oral, obat yang tidak dapat
melalui asam lambung. Biasanya obat yang dapat melepaskan zat aktif dalam rektum
pelelehan atau pencairan basis harus terjadi dan tahap ini sebagian akan menentukan
penyebaran dosis melalui rektum. Obat harus berdifusi melintasi air yang tidak
teraduk dan lapisan mukosa yang berdekatan dengan epitel. Obat yang banyak
digunakan dalam dunia medis pada pengobatan rektum ini biasanya digunakan
“suppositoria” walaupun kerugiannya pada pemakaian ini tidak menyenangkan
namun melalui rute ini biasanya obat aman digunakan. Karena obat yang digunakan
tidak melalui hati terlebih dahulu untuk melepaskan zat aktif dalam tubuh sehingga
tidak mengalami perombakan FPE (first pass effect).
Obat yang digunakan melalui rectal ini hanya digunakan pada pengobatan jangka
pendek, karena aplikasi obat rektal jangka panjang telah diteliti dapat menyebabkan
iritasi, rasa sakit, dan bahkan ulserasi. Jadi, obat dapat digunakan karena
pengenceran obat diminimalkan pada volume cairan residu rendah. Dan obat yang
dimasukkan dalam rektal akan meleleh pada suhu tubuh setelah sampai pada bagian
yang ingin diobati walaupun onset of action-nya ini lebih lama.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. 2012. Pengantar Sediaan obat yang diberikan secara rektal, Universitas Jendral
Soedirman. Purwokerto.
2. Drug delivery on Rectal Absorption : suppositories. July 2013. India. (15
Desember2014)
3. Dr.A.k.Jha.2010. Routes of drugs Administrstion. India. Diunduh pada (15 Desember
2014)
4. Depkes RI, Farmakope Indonesia edisi IV, 1995. Depkes RI : Jakarta
5. Moh. Anief. 2007. FARMASETIKA.Yogyakarta : GADJAH MADA UNIVERSITY
PRESS
15