bab iv hasil dan pembahasan 4.1 deskripsi produk...
TRANSCRIPT
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Produk Tuna Steak Beku
PT. Graha Insan Sejahtera ialah salah satu perusahaan perikanan di Muara
Baru-Jakarta Utara yang menangani tuna menjadi produk akhir tuna steak beku
dengan berbahan dasar tuna segar. Deskripsi produk tuna steak beku di PT.
Garaha Insan Sejahtera disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera
No. Indeks Keterangan 1. Nama Produk Tuna Steak Beku 2. Nama Spesies Yellowfin tuna/Madidihang (Thunnus albacores )
Albacore Tuna ( Thunnus alalunga )
Big Eye Tuna ( Thunnus obesus ) 3. Kapal Penangkap Ditangkap dengan menggunakan rawai di samudera
Hindia dan lautan Indonesia 4. Bagaimana Ikan
Diterima
Bahan baku diterima dalam keadaan utuh segar dan
dibeli dari pemasok, diangkut menggunakan truk
berisolasi dengan suhu lebih rendah dari 3 0C
5. Produk Akhir Tuna Steak Beku 6. Tahapan Proses
(Secara Umum)
Penerimaan, pencucian, penampungan sementara,
pemotongan kepala, pencucian proses pembuatan
loin, pengulitan, pengirisan, perapihan, sortasi suntik
CO, pendinginan, pembuatan steak, pengukuran,
penimbangan, perapihan, pembekuan, pemeriksaan
akhir, pengemasan, pengepakan, pemberian label,
penyimpanan. 7. Tahapan Pengemasan Kemasan dalam: dimasukkan dalam kantong plastik.
Kemasan luar : Karton 8. Persyaratan
Penyimpanan
Disimpan di cold storage dengan suhu maksimum
-18 oC
9. Daya Awet Satu tahun disimpan dalam cold storage dengan suhu
maksimum -18 oC
10. Label/ Spesifikasi Nama produk, nama perusahaan, negara produksi,
negara pembeli, ukuran, berat bersih, kode produksi,
kandungan gizi dan suhu penyimpanan optimum. 11. Penggunaan Produk
Akhir
Dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan
12. Sasaran Pelanggan Amerika Serikat, Eropa, Afrika dan Australia
43
Tuna steak diproses berdasarkan sistem rantai dingin dengan temperatur
inti dari bahan baku tidak lebih rendah dari 4,4 0C. Banyaknya tuna steak beku
yang dihasilkan tergantung dari permintaan oleh negara pembeli (buyer), dan
untuk bulan Mei 2013 kapasitas produksi untuk tuna steak beku ialah 7 ton
dengan negara tujuan Amerika Serikat (USA). Selain Amerika Serikat, negara lain
yang membeli produk tuna steak beku di PT. Graha Insan Sejahtera ialah negara-
negara Eropa, Afrika dan Australia.
Bentuk penanganan tuna steak beku yang cepat dan higienis, membuat
produk dapat bertahan lama dan dapat diekspor dengan waktu yang cukup.
Ketahanan produk tuna steak beku yang dihasilkan di PT. Graha Insan Sejahtera
yaitu 12 bulan di dalam cold storage dengan kondisi temperatur lebih rendah dari
-18 0C.
4.1.1 Bahan Baku
Bahan baku tuna steak beku yang digunakan di PT. Graha Insan
Sejahtera ialah tuna segar. Tuna segar didapatkan dari kapal-kapal penangkap
ikan laut dalam yang dimana daerah fishing ground yaitu di sekitar Samudera
Hindia dan bagian timur perairan Indonesia. Bahan baku yang didapatkan dari
kapal penangkap tuna kemudian dikumpulkan di tempat pengumpulan (transit)
yang juga berada di areal komplek Nizam Zachman. Jarak transit dengan
perusahaan kurang lebih 200 meter, sehingga penanganan tuna dapat dilakukan
dengan lebih cepat.
Tuna segar yang ditangani di PT. GIS berukuran rata-rata 20-70 kg/ekor,
dengan kondisi mutu ikan yang cukup baik tidak mengandung bahan kimia dan
tidak berasal dari perairan yang tercemar. Menurut Ditjenkan (1997) dalam
Nasution (2009) bahwa suatu unit pengolahan tidak boleh menerima bahan baku
yang berasal dari perairan tercemar, yaitu perairan yang dicemari baik sengaja
maupun tidak sengaja oleh kotoran manusia atau hewan yang dapat
mengkontaminasi dan membahayakan kesehatan manusia. Tuna segar yang sudah
dikumpulkan di PT. GIS kemudian akan ditangani sesuai produk yang akan
dibuat, seperti loin tuna, tuna saku, steak tuna, dan lainnya.
44
4.1.2 Bahan Pembantu Penanganan Tuna Steak Beku
Bahan pembantu dalam penanganan tuna steak beku meliputi air, es dan
klorin. Penggunaan air di PT. GIS yaitu untuk proses pencucian bahan baku dan
bahan sudah jadi, untuk kebersihan pekerja yaitu pencucian tangan dan alas kaki
(boot), untuk pembersihan ruangan proses/kerja, untuk pencucian peralatan
penanganan tuna steak, dan sebagai bahan dasar membuat es untuk keperluan
produksi. Air yang digunakan adalah air PDAM yaitu sumber air yang disediakan
pemerintah, dan untuk meningkatkan kualitas sumber air yang akan digunakan,
maka dilakukan proses ozonisasi pada air yang akan digunakan sehingga aman
dari bakteri maupun mikroba. Ozonisasi merupakan proses pemberian ozon atau
gas O3 ke sumber air yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang terdapat pada
sumber air tersebut. Melalui proses oksidasi, ozon akan merusak dinding bagian
luar sel mikroorganisme (cell lysis) sekaligus membunuhnya, dan melalui proses
oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxida (H2O2) dan hydroxyl
radikal (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Sumber air yang sudah
melalui proses ozonisasi digunakan sebagai pencuci produk akhir dan sumber air
bersih di PT. GIS.
Selain proses ozonisasi untuk membunuh bakteri pada sumber air, proses
lain yang dilakukan di PT. GIS yaitu pemberian klorin dengan konsentrasi di
bawah 20 ppm yang aman untuk bahan makanan. Sumber air yang ditambahkan
klorin hanya digunakan untuk mencuci bahan baku yaitu tuna segar, dan bukan
digunakan untuk pencucian produk akhir. Pemberian klorin bertujuan untuk
membersihkan bahan baku dari bakteri patogen ataupun parasit yang menempel
pada daging tuna. Pengecekan kelayakan sumber air dilakukan dengan mengambil
sampel di beberapa titik penggunaan air dan dicek di laboratorium perusahaan
oleh tim laboratorium. Parameter yang diamati di laboratorium yaitu bakteri
patogen yang terkandung pada sumber air seperti Escherichia coli, Salmonella
dan Vibrio cholera, dan jenis bakteri lain dalam Total Plate Count (TPC).
Parameter lain yang diamati selain mengamati bakteri ialah residu sisa dari proses
ozonisasi dan penambahan klorin yaitu apakah sesuai standar yang ditetapkan
untuk bahan pangan.
45
4.1.3 Peralatan untuk Penanganan Tuna Steak Beku
Peralatan untuk penanganan tuna steak beku haruslah diperhatikan
kebersihannya, sehingga bahan baku yang ditangani oleh alat-alat tersebut tidak
rusak dan tetap memiliki mutu dan kualitas yang baik. Peralatan tuna steak beku
seperti meja proses, pisau, bak-bak penampungan ikan dan timbangan. Peralatan
tersebut harus dibersihkan dan didisinfektan secara rutin sebelum dan sesudah
digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang pada produk yang akan
ditangani. PT. GIS sudah menerapkan SSOP (Sanitation Standard Operating
Procedure) pada peralatan penanganan tuna steak beku, sehingga kemungkinan
terjadinya kontaminasi silang sangat kecil.
4.2. Tahapan Proses Penanganan Tuna Steak Beku di PT. Graha Insan
Sejahtera
Tahapan proses penanganan tuna steak beku yang dilakukan di PT. Graha
Insan Sejahtera sudah menerapkan standar GMP (Good Manufacturing Practice)
atau cara berproduksi yang baik, dan standar ini sudah ditetapkan pada sertifikat
HACCP produk tuna yang dimiliki oleh PT. GIS yaitu Certificate of
Implementation of Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Equivalent to The EU Regulation yang diatur oleh Kementrian Perikanan dan
Kelautan Indonesia (Lampiran 4). Alur proses tuna steak beku yang dilakukan di
PT. Graha Insan Sejahtera (GIS) yaitu meliputi penerimaan, penyimpanan
sementara, pemotongan kepala, pencucian, proses pembuatan loin, pengulitan,
pengirisan, perapihan, suntik CO, pendinginan, pembuatan steak, pengukuran,
penimbangan, pencucian akhir, pengemasan, pembekuan, penimbangan akhir,
pemeriksaan akhir dengan mesin pendeteksi logam, pengepakan, pemberian label,
dan penyimpanan. Lama waktu proses produksi dari kegiatan produksi awal yaitu
penerimaan bahan baku hingga penyimpanan produk akhir yaitu rata-rata 1 hingga
2 hari. Hal ini disebabkan terdapatnya proses yang membutuhkan waktu minimal
1 hari agar proses tersebut berjalan dengan baik, proses tersebut yaitu pendinginan
setelah proses penyuntikan gas CO ke loin ikan tuna. Bagan alir proses pembuatan
tuna steak beku yang dilakukan di PT. GIS disajikan pada Gambar 6.
46
Gambar 6. Bagan Alir Proses Penanganan Tuna Steak Beku di PT. Graha
Insan Sejahtera
Packing and Labeling
(Final Weighing)
Penimbangan Akhir
Freezing (Pembekuan)
Wrapping and or Vacum
Layering (Pengemasan)
Pemeriksaan akhir
dengan Metal Detector
Storage and Stuffing
Penyimpanan dan Penyusunan
Cleaning II/Pencucian II
Receiving and Weighing
Penerimaan Bahan Baku dan Penimbangan
De-heading
Pemotongan Kepala
Temporary Storage
Penyimpanan Sementara
Loinning
Skinning (Pengulitan)
Slicing and Trimming
Pengirisian dan perapihan
CO Treatment
Suntik CO
Chilling (Pendinginan)
Pembuatan Steak Sizing and Weighing
Pengukuran dan Penimbangan
Cleaning I/Pencucian I
47
4.2.1 Penerimaan Bahan Baku (Receiving)
Mutu bahan baku mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan dalam
proses penanganan tuna steak beku, sehingga hal yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan bahan baku adalah mutu bahan baku saat penerimaan. Bahan baku tuna
segar didapatkan dari tempat pengumpulan tuna sementara (Transit), dimana
daerah penangkapan ikan berasal dari perairan yang tidak tercemar. Tuna dibawa
dari transit menuju perusahaan menggunakan mobil pick up, dan dibongkar di
ruang penerimaan bahan baku. Penerimaan bahan baku diusahakan dengan cepat,
hati-hati, higienis, terlindung dari panas matahari, pengaruh panas dan penularan
kotoran, untuk menghindari terjadinya peningkatan suhu, kerusakan fisik dan
pertumbuhan mikrobiologi.
Kondisi tempat pembongkaran cukup bersih dan kebersihan karyawan
cukup terjaga sehingga mendukung pelaksanaan penerimaan bahan baku sesuai
dengan Good Manufacturing Practice (GMP). Bahan baku diterima dalam bentuk
utuh tanpa insang dan isi perut. Tuna segar yang akan diproses diperiksa oleh
karyawan bagian penerimaan bahan baku dengan uji organoleptik, dimana
parameter yang diamati yaitu kesegaran, termasuk penampakan, warna, bau ikan,
tekstur dan secara keseluruhan yaitu bentuk fisik ikan. Karyawan mencatat berat,
suhu ikan dan parameter organoleptik ikan tuna pada lembar penerimaan bahan
baku (Lampiran 5).
Suhu dicek secara berkala oleh Quality Control (QC) bagian laboratorium
dan Laboratorium External, pengecekan ini dibantu dengan lembar control suhu
(Lampiran 6). Selain pengujian suhu, pengujian lain yang dilakukan yaitu
pengujian kandungan histamin pada daging ikan. Pengujian histamin tidak
dilakukan pada setiap proses penanganan tuna steak beku, namun diuji pada tahap
awal yaitu penerimaan dan tahap akhir yaitu sebelum pengemasan. Hal ini
dikarenakan penanganan tuna steak beku yang dilakukan di PT. GIS dikontrol
dengan suhu dibawah 3 0C dan penanganan dilakukan secara cepat dan higienis,
sehingga peningkatan histamin pada produk steak tuna tidak meningkat secara
signifikan, pengujian histamin dibantu dengan lembar uji histamin (Lampiran 7).
48
Ikan tuna segar yang aman untuk dikonsumsi yaitu memiliki kandungan
Histamin tidak lebih dari 50 mg/Kg. Suhu ikan segar disarankan tidak lebih dari
30C agar histamin tidak meningkat, sehingga perlu dikendalikan bila terjadi
kenaikan suhu dengan menambahkan es atau ditempatkan pada ruangan pendingin
dan selalu diawasi dengan alat termometer. Pengecekan atau pengujian logam
berat (heavy metal) juga dilakukan secara berkala disamping pengecekan histamin
dan suhu. Pengujian logam berat dilakukan di Balai Pengujian Mutu dan
Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP) setiap tiga bulan sekali.
4.2.2 Penyimpanan Sementara (Temporary Storage)
Tuna segar yang sudah disortir di ruangan penerimaan, kemudian dicuci
dengan menggunakan air dingin yang mengandung klorin 20 ppm. Pencucian ini
dimaksudkan untuk membunuh bakteri maupun mikroba yang ada pada tuna.
Tuna yang sudah dibersihkan kemudian ditampung di bak-bak penampungan yang
berisi es dan disimpan di ruangan penyimpanan, dengan tetap menjaga suhu ikan
di bawah 3 0C. Penyimpanan ini tidak kurang dari satu hari, sehingga tuna harus
segerah diproses dengan cepat dan higienis.
Bahaya yang mungkin terjadi pada proses ini yaitu terjadinya kenaikan
suhu dan mengakibatkan histamin meningkat, namun masih dapat dikendalikan
oleh GMP perusahaan yaitu dengan secepat mungkin menaruh bahan baku di bak-
bak penampungan yang berisi es.
4.2.3 Pemotongan Kepala (De-heading)
Tuna segar yang disimpan pada penyimpanan sementara dipindahkan ke
meja proses untuk dilakukan penanganan awal yaitu pemotongan kepala.
Pemotongan kepala harus dilakukan dengan cepat dan higienis. Pemotongan
kepala dilakukan secara manual menggunakan pisau khusus untuk memotong
kepala, kemudian kepala segera dipindahkan secepat mungkin dari meja proses
dan diangkut ke tempat khusus penampungan sisa tubuh ikan. Suhu tuna harus
tetap dipertahankan di bawah 3 0C yang dicek dan dicatat oleh QC inspect.
Bahaya yang mungkin timbul pada tahap ini yaitu bahaya biologi yaitu
49
kontaminasi mikroba dan kenaikan suhu yang mengakibatkan histamin
meningkat, namun masih dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan
dengan mengontrol suhu ruangan, menjaga sanitasi peralatan, serta dilakukan
pengawasan terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi.
4.2.4 Pencucian Bahan Baku
Pencucian bahan baku ialah tahap selanjutnya setelah proses pemotongan
kepala. Tujuan dari pencucian yang dilakukan pada alur proses ini yaitu
menghilangkan kotoran-kotoran maupun bakteri atau mikroba yang menempel
pada ikan yang terjadi saat kontaminasi silang pada proses penanganan tuna. Air
yang digunakan untuk mencuci produk yaitu air bersuhu dingin dan air yang
digunakan tidak menggunakan klorin seperti saat penerimaan bahan baku, namun
air bersih yang sudah dilakukan treatment ozon. Pencucian bahan baku dilakukan
pada setiap tahap yang memerlukan pencegaahan kontaminasi silang antara
peralatan dengan bahan baku.
Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya biologis yaitu kontaminasi
silang dari peralatan dan kebersihan pekerja. Peluang terjadinya bahaya dengan
tingkat keseriusan tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan oleh
SSOP perusahaan dengan menjaga kebersihan peralatan dan kebersihan pekerja
seperti mencuci peralatan secara berkala dan pencucian tangan serta pengecekan
kebersihan karyawan oleh pengawas (QC) sebelum masuk ke ruang proses
produksi dan dilakukan pengawasan saat proses produksi berlangsung.
4.2.5 Pembuatan Loin (Loinning)
Tahap selanjutnya setelah pencucian yaitu pembuatan loin, pemotongan
dilakukan dengan cara manual menggunakan pisau stainless steel. Tuna dibelah
menjadi empat bagian pada sisi panjang dan dilakukan secepat mungkin untuk
menghindari kenaikan suhu pada ikan. Bahaya yang mungkin terjadi yaitu
kontaminasi silang antara peralatan dengan bahan baku yang ditangani serta
meningkatnya suhu ikan apabila tidak cepat dalam proses pembuatan loin. Bahaya
tersebut masih dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan dengan
50
mengontrol suhu ruangan, menjaga sanitasi peralatan, menjaga sanitasi pekerja
seperti mencuci tangan sebelum masuk ke ruang proses produksi serta dilakukan
pengawasan terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi.
4.2.6 Pembuangan Kulit (Skinning)
Proses selanjutnya setelah pembuatan loin yaitu pembuangan kulit.
Pembuangan kulit dilakukan secara manual menggunakan pisau untuk membuang
semua kulit yang menempel pada loin. Kulit segera dipindahkan secepat mungkin
dari meja dan diangkut ke tempat khusus dan pembuangan kulit harus segera
dilakukan secepat mungkin. Bahaya yang mungkin terjadi yaitu kontaminasi
silang antara peralatan dengan bahan baku yang ditangani serta meningkatnya
suhu ikan apabila tidak cepat dalam proses pengulitan. Bahaya tersebut masih
dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan dengan mengontrol suhu
ruangan, menjaga sanitasi peralatan, menjaga sanitasi pekerja seperti mencuci
tangan sebelum masuk ke ruang proses produksi serta dilakukan pengawasan
terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi.
4.2.7 Pengirisan dan Perapihan (Slicing and Trimming)
Proses selanjutnya setelah pembuangan kulit yaitu perapihan daging dan
pengirisan daging yang tidak diperlukan. Proses ini dilakukan dilakukan secara
manual menggunakan pisau untuk membuang tulang, daging hitam, daging perut
dan semua kulit yang tidak diperlukan. Tulang, daging hitam, daging perut dan
kulit segera dipindahkan secepat mungkin dari meja proses.
Bahaya yang mungkin terjadi yaitu kontaminasi silang antara peralatan
dengan bahan baku yang ditangani serta meningkatnya suhu ikan apabila tidak
cepat dalam proses perapihan dan pengirisan. Bahaya tersebut masih dapat
dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan dengan mengontrol suhu ruangan,
menjaga sanitasi peralatan, menjaga sanitasi pekerja seperti mencuci tangan
sebelum masuk ke ruang proses produksi serta dilakukan pengawasan terhadap
kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi dan QC.
51
4.2.8 Suntik CO (Karbon Monoksida)
Tahap seleanjutnya setelah pembuangan kulit yaitu penyuntikan karbon
monoksida ke bahan baku yang sudah berbentuk loin. Proses ini bertujuan untuk
mempertahankan warna merah cerah secara merata pada daging, sehingga bahan
baku lebih terlihat segar. Karbon monoksida (CO) berkombinasi dengan
mioglobin membentuk karboksimioglobin, sebuah pigmen cerah yang berwarna
merah ceri pada daging ikan. Karboksimioglobin lebih stabil dari bentuk
mioglobin yang dioksigenasikan yaitu oksimioglobin, yang dapat dioksidasi
menjadi pigmen coklat yaitu metmioglobin. Warna merah yang stabil ini dapat
bertahan lebih lama, sehingga memberikan kesan kesegaran pada daging ikan.
Langkah pengerjaan pada proses ini yaitu loin tuna yang akan disuntik
disiapkan di meja proses, kemudian penyuntikan dilakukan dengan alat khusus,
dimana penyuntikan dilakukan di beberapa titik permukaan daging loin tuna dan
dilakukan secara merata. Loin yang sudah disuntik kemudian dimasukkan ke
dalam plastik yang dimana plastik diisi kembali dengan CO hingga plastik penuh
dengan gas CO. Penyuntikan CO pada produk tuna tergantung dari permintaan
pembeli (buyer), dikarenakan tidak semua buyer ingin produk yang disuntik
dengan CO. Perbedaan warna daging tuna steak beku yang disuntik dengan CO
dan tanpa CO, disajikan pada Lampiran 8. Proses ini harus dilakukan dengan
sangat hati-hati, dan dikerjakan oleh pekerja yang sudah handal. CO didapatkan
dari penjual CO yang menjadi langganan dan dijual dalam tabung-tabung gas
yang aman. Penerimaan tabung gas harus diperiksa sebelum digunakan dan
dilakukan pencatatan pada saat penerimaan.
Bahaya yang mungkin terjadi pada proses ini yaitu bahaya keracunan gas
CO oleh pekerja, pada produk terjadi kontaminasi silang dengan alat suntik CO,
namun bahaya tersebut masih dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP
perusahaan dengan dilakukan pengawasan terhadap pekerja oleh pengawas per
divisi, dan untuk semua alat suntik CO terlebih dahulu diperiksa harus dalam
kondisi baik dan bersih sebelum dan sesudah digunakan.
52
4.2.9 Proses Pendinginan (Chilling)
Proses pendinginan (chilling) adalah proses selanjutnya setelah proses
treatment CO. Proses ini dilakukan di ruangan bersuhu dingin yaitu -2 0C sampai
dengan 4 0C, dengan deviasi 2. Loin tuna yang sudah di suntik CO akan
ditempatkan di ruangan ini selama ± 2 hari atau 48 jam, agar loin tuna memiliki
warna merah segar secara merata. Bahaya yang dapat timbul pada proses ini yaitu
kenaikan suhu ruangan yang signifikan bila tidak dipantau dan kontaminasi
bakteri dari luar dan dalam ruangan chilling. Bahaya ini dapat dikendalikan oleh
GMP dan SSOP perusahaan dengan memantau suhu ruangan chilling secara
berkala yaitu memastikan suhu tetap diantara -2 0C sampai dengan 4
0C setiap
hari dan menjaga kebersihan ruangan dari bahaya kontaminan.
4.2.10 Pembuatan Steak
Pembuatan steak ialah tahap setelah proses pendinginan loin di ruang
chilling. Loin tuna yang sudah disuntik CO dan didiamkan selama ± 2 hari di
ruang chilling, dibawa ke ruang proses untuk dilakukan pemotongan menjadi
steak. Pemotongan loin menjadi steak dilakukan secara manual dengan
menggunakan pisau khusus. Pemotongan dilakukan secara hati-hati, dan ukuran
steak yang biasanya dibuat di PT. GIS yaitu dengan ketebalan rata-rata 1,8-2,5
cm, lebar 6-8 cm serta panjang 8-10 cm. Setelah loin berbentuk steak, kemudian
steak yang sudah jadi dirapihkan bentuknya, yaitu merapihkan daging yang tidak
diperlukan (trimming).
Bahaya yang mungkin terjadi pada proses pembuatan steak yaitu
kontaminasi silang antara peralatan seperti pisau dengan bahan baku yang
ditangani, serta meningkatnya suhu ikan apabila tidak cepat dalam proses ini.
Bahaya tersebut masih dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan
dengan mengontrol suhu ruangan, menjaga sanitasi peralatan, menjaga sanitasi
pekerja seperti mencuci tangan sebelum masuk ke ruang proses produksi serta
dilakukan pengawasan terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi dan
QC.
53
4.2.11 Pengukuran dan Penimbangan (Sizing and Weighing)
Pengukuran dan penimbangan ialah tahap selanjutnya setelah proses
pembuatan steak. Tahap ini dilakukan untuk mengontrol kesalahan dalam
pemotongan. Pengukuran ini dilakukan oleh karyawan yang terlatih dan diperiksa
oleh supervisor secara random, sehingga ukuran sesuai standar yaitu dengan
ketebalan 1,8-2,5 cm , lebar 6-8 cm serta panjang 8-10 cm. Penimbangan adalah
proses selanjutnya setelah pengukuran, steak tuna ditimbang menggunakan
timbangan digital (tingkat ketelitian 0,001 gr) agar berat seluruh tuna steak sama.
Bahaya yang mungkin terjadi pada proses pembuatan steak yaitu
kontaminasi silang antara peralatan seperti alat pengukur dan timbangan dengan
bahan baku yang ditangani, serta meningkatnya suhu daging apabila tidak cepat
dalam proses ini. Bahaya tersebut masih dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP
perusahaan dengan mengontrol suhu ruangan, menjaga sanitasi peralatan, menjaga
sanitasi pekerja seperti mencuci tangan sebelum masuk ke ruang proses produksi
serta dilakukan pengawasan terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi
dan QC.
4.2.12 Pencucian Akhir
Pencucian akhir bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran maupun
bakteri yang tertinggal saat proses penanganan tuna steak berlangsung. Pencucian
produk menggunakan air dingin yang bersih, dan saat pencucian suhu ikan
dipertahankan dibawah 4 0C, sehingga pencucian harus dilakukan secara cepat dan
higienis. Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya biologis yaitu kontaminasi
dari sumber air yang digunakan dan kenaikan suhu produk saat pencucian.
Peluang terjadinya bahaya dengan tingkat keseriusan tidak mungkin terjadi karena
bahaya dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan yaitu dengan
menggunakan air bersih yang sudah diozonisasi, yaitu treatment ozon untuk
menghilangkan bakteri kontaminan pada sumber air, dan untuk pencucian produk
dilakukan dengan cepat dan higienis untuk mencegah kenaikan suhu produk.
54
4.2.13 Pengemasan secara Vacuum (Vacuum Pack)
Proses selanjutnya setelah pencucian produk yaitu pengemasan.
Pengemasan dilakukan dengan mesin vacuum dengan terlebih dahulu menyusun
tuna steak dalam plastik vacuum. Plastik pengemas sudah lengkap dengan
keterangan seperti nama produk, nama perusahaan, negara produksi, negara
pembeli, ukuran, berat bersih, kode produksi, kandungan gizi dan suhu
penyimpanan optimum. Proses pengemasan bertujuan untuk melindungi produk
dari kontaminasi, kerusakan selama transportasi, mempermudah dalam proses
pembekuan dan penyimpanan. Bahan pengemas harus bersih, tidak mencemari
produk yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi syarat kemasan
untuk bahan pangan. Bahaya yang mungkin terjadi yaitu kerusakan plastik
pengemas saat proses pengemasan dan kenaikan suhu pada produk. Bahaya dapat
diatasi oleh GMP perusahaan yaitu setiap pengemasan secara vacuum harus
diperiksa kembali untuk memastikan kerusakan plastik yang digunakan dan untuk
mempertahankan suhu produk maka proses pengemasan harus dilakukan dengan
cepat dan higienis.
4.2.14 Pembekuan (Freezing)
Tahap selanjutnya setelah pengemasan produk yaitu pembekuan.
Pembekuan tuna steak dilakukan dengan sistem air blast di ruangan Air Blast
Freezer (ABF) dengan suhu di bawah -37 0C. Produk yang sudah dikemas
ditempatkan dikeranjang ataupun rak-rak yang sudah disediakan dan disusun di
ruangan ABF. Keunggulan penggunaan ruangan ABF untuk pembekuan produk
yaitu, proses pembekuan dapat dilakukan secara cepat untuk mempertahankan
kesegaran produk dan suhu dapat dikendalikan secara berkala. Bahaya yang
mungkin terjadi yaitu kenaikan suhu produk, namun dapat diatasi oleh GMP
perusahaan dengan pengecekan suhu secara berkala.
55
4.2.15 Penimbangan Akhir dan Pemeriksaan Akhir dengan Pendeteksi
Logam (Final Weighing and Final Checking with Metal Detector)
Produk tuna steak yang sudah menjadi beku, kemudian ditimbang ulang
untuk mengetahui berat akhir produk. Produk yang sudah ditimbang kemudian
dicek dengan mesin metal detector untuk mencegah kemungkinan kontaminasi
serpihan logam yang tertinggal pada produk saat proses penanganan tuna steak
dilakukan. Bahaya yang mungkin terjadi yaitu ketidakakuratan mesin metal
detector saat pengecekan dilakukan, namun bahaya ini dapat diatasi oleh GMP
perusahaan dengan pemeriksaan sensivitas mesin pendeteksi logam oleh QC
pengawas yang diperiksa secara berkala. Standar logam yang diperiksa pada
produk tuna steak beku yaitu pada ferrous (Fe) yaitu < 2,5 mm dan stainless
(SUS) yaitu < 3,0 mm. Pada proses pengecekan akhir dengan mesin pendeteksi
logam diterapkan critical control point (CCP) untuk mewaspadai ketidakakuratan
mesin pendeteksi logam, sehingga perlu dikalibrasi setiap sejam sekali oleh QC
pengawas.
4.2.16 Pengepakan dan Pelabelan (Packing and Labeling)
Pengepakan dan pelabelan adalah proses setelah pemeriksaan akhir
dilakukan. Pengepakan dilakukan dengan menggunakan kardus dengan ukuran
sesuai permintaan pembeli. Kardus yang digunakan yaitu terbuat dari bahan yang
tidak merusak produk dan sesuai dengan persyaratan bahan pangan. Kardus yang
digunakan sudah lengkap dengan label dengan spesifiksi label yaitu nama produk,
nama perusahaan, negara produksi, negara pembeli, ukuran, berat bersih, kode
produksi, kandungan gizi dan suhu penyimpanan optimum. Pengepakan dan
pelabelan produk harus dilakukan secara cepat dan higienis untuk
mempertahankan suhu produk.
56
4.2.17 Penyimpanan dan Penyusunan (Storage and Stuffing)
Produk tuna steak beku yang sudah dikemas dalam kardus, kemudian
disimpan dalam ruangan penyimpanan dengan disusun secara baik dan benar agar
tidak merusak produk. Suhu ruangan penyimpanan dipertahankan dibawah -18 0C.
Pengecekan ruangan penyimpanan dilakukan secara berkala oleh QC pengawas,
agar produk tetap dalam kondisi beku hingga saat pendistribusian produk atau
ekspor produk dilakukan.
Pendistribusian produk atau ekspor produk harus dilakukan dengan
sesegera mungkin dan hati-hati untuk mencegah produk dari kerusakan,
peningkatan suhu dan terkena sinar matahari secara langsung. Tahap
pendistribusian ini harus diterapkan sistem FIFO atau First In, First Out yaitu
barang yang pertama masuk harus segera didistribusikan sesegera mungkin untuk
mencegah kemunduran mutu dan kualitas produk. Hasil pengamatan analisis
bahaya penanganan tuna steak beku di PT. Graha Insan Sejahtera secara
keseluruhan disajikan pada Tabel 10.
57
Tabel 10. Hasil Pengamatan Analisis Bahaya Penanganan Tuna Steak Beku
di PT. Graha Insan Sejahtera
No. Tahapan
Proses
Penyebab
Bahaya Potensi Bahaya
Tindakan
Pencegahan/
mengatasi
bahaya
GMP/SSOP
GMP
SSOP
1.
Penerimaan
Bahan Baku
(Fresh)
Kesalahan
Sortir Bahan
Baku
Bahaya fisik:
Mutu yang tidak
sesuai
- Penggunaan
pekerja
terampil dan
pemeriksaan
oleh QC
√
-
Peningkatan
Suhu
Bahaya Fisik :
Terjadinya
Penguraian
- Pengawasan
suhu
√ -
Bahaya Kimiawi :
Peningkatan
Histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
Laboratorium
√ -
Kontaminasi
dari
lingkungan
Bahaya Kimiawi :
Adanya logam berat
seperti :
- Mercury / Hg
- Lead/ Pb
- Cadmium/ Cd
- Menghindari
kontaminasi
dari luar
- Uji
Laboratorium
√ √
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Menjaga
kebersihan
pekerja.
√ √
2. Penyimpanan
Sementara
(Temporary
Storage)
Peningkatan
Suhu
Bahaya Fisik :
Terjadinya
Penguraian
- Pengontrolan
suhu
√ -
Bahaya Kimiawi :
Peningkatan
Histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
Laboratorium
√ -
3.
Pemotongan
Kepala
(De-heading
Kontaminasi
dari
Peralatan
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Pembersihan
alat pemotong
√ √
Peningkatan
Suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakeri :
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Melakukan
pengontrolan
suhu
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
58
No. Tahapan
Proses
Penyebab
Bahaya Potensi Bahaya
Tindakan
Pencegahan/
mengatasi
bahaya
GMP/SSOP
GMP
SSOP
4. Pencucian I
Kontaminasi
Air
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella¸TPC
- Menggunakan
air bersih
yang sesuai
standar
√ √
Peningkatan
Suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakeri :
E-coli, V-cholerae,
Salmonella,TPC
- Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
5. Loinning
Kontaminasi
dari
Peralatan
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Menghindari
pemakaian
alat secara
ganda
√ √
Peningkatan
Suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan
Histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
6. Pembuangan
Kulit /Skinning
Peningkatan
Suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
Kontaminasi
dari
peralatan
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Mengihindari
pemakaian
alat berganda
√ √
7.
Pengirisan
Daging yang
tidak
Diperlukan
(Slicing)
Kontaminasi
dari
Peralatan
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Mengihindari
pemakaian
alat berganda
√ √
Peningkatan
Suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri :
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
59
No. Tahapan
Proses
Penyebab
Bahaya Potensi Bahaya
Tindakan
Pencegahan/
mengatasi
bahaya
GMP/SSOP
GMP
SSOP
8. Perapihan
(Trimming)
Kontaminasi
dari
Peralatan
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Mengihindari
pemakaian
alat berganda
√ √
Peningkatan
Suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
9. Suntik CO
(CO
Treatment/
Smoked)
Kontaminasi
Alat
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
-Mengihindari
pemakaian alat
berganda
√
√
10. Pendinginan
(Chilling)
Peningkatan
Suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Pengontrolan
suhu ruangan
√
-
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
11. Pembuatan
Steak
Kontaminasi
dari
peralatan
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Menjaga
kebersihan alat
√
√
Peningkatan
suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan
Histamin
- Cek suhu ikan
Uji laboratorium
√
-
12.
Pengukuran
dan
Penimbangan
Peningkatan
suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Pengontrolan
suhu ruangan
√
-
Kontaminasi
dari
peralatan
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Pembersihan
peralatan
√
√
60
No. Tahapan
Proses
Penyebab
Bahaya Potensi Bahaya
Tindakan
Pencegahan/
mengatasi
bahaya
GMP/SSOP
GMP
SSOP
13.
Pencucian II
Kontaminasi
air
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Menggunakan
air bersih
yang sesuai
standar
√ √
Peningkatan
suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakeri :
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
14. Pengemasan
(Wrapping and
or Vacum
Layering)
Kontaminasi
dari
peralatan
Bahaya Biologi :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Penggunaan alat
kemas dan
kemasan yang
higienis
√
√
Peningkatan
suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Pengontrolan
suhu ruangan
√
-
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
- Uji
laboratorium
√ -
15. Pembekuan
(Freezing)
Peningkatan
suhu
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
-Uji
laboratorium
√ -
16. Penimbangan
Akhir
(Final
Weighing)
Kontaminasi
dari
peralatan
Bahaya Biologis :
Kontaminasi bakteri:
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Menjaga
kebersihan alat
√
√
17. Pemeriksaan
Akhir
(Final
Checking with
Metal
Detector)
Peningkatan
suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakteri
: E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
Pengontrolan
suhu ruangan
√
-
Bahaya Kimia :
Peningkatan
Histamin
- Cek suhu ikan
-Uji
laboratorium
√ -
Serpihan
Logam dan
benda asing
Bahaya Fisik :
Adanya serpihan
logam/seng atau
benda asing lainnya
Mengawasi
serpihan logam
yang menempel
pada daging
dengan alat
Metal Detector
√ -
61
No. Tahapan
Proses
Penyebab
Bahaya Potensi Bahaya
Tindakan
Pencegahan/
mengatasi
bahaya
GMP/SSOP
GMP
SSOP
18.
Pengepakan
dan Pelabelan
(Packing and
Labeling)
Kesalahan
Pekerja
(Human
Error)
Bahaya Fisik :
Kesalahan Pelabelan
Pengecekan
kembali
√ √
19. Penyimpanan/
Penyusunan
(Storage/
Stuffing)
Peningkatan
suhu
Bahaya Biologi :
Pertumbuhan bakeri :
E-coli, V-cholerae,
Salmonella, TPC
- Pengontrolan
suhu ruangan
√ -
Bahaya Kimia :
Peningkatan histamin
- Cek suhu ikan
-Uji
laboratorium
√ -
Keterangan : (√ ) : Tindakan diterima, (-) : Tindakan ditolak.
4.3 Indentifikasi Titik Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP)
Alur proses penanganan tuna steak beku di PT. GIS, terdapat 2 (dua)
bagian/tahap yang teridentifikasi CCP yaitu, penerimaan bahan baku dan
pengecekan akhir dengan pendeteksi logam (metal detector). Bagian penting yang
sangat diperhatikan pada saat penerimaan bahan baku yaitu penurunan mutu
bahan baku, kesalahan sortir, kontaminasi mikroba, peningkatan histamin, serta
adanya logam berat yaitu mercury (Hg) dan cadmium (Cd). Bagian yang sangat
signifikan untuk diawasi dan dikontrol yaitu peningkatan histamin dan adanya
logam berat pada daging tuna segar. Pengawasan logam berat dilakukan setiap
tiga bulan sekali di laboratorium pemerintah yaitu Balai Pengujian Mutu dan
Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP). Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kadar logam yang terkandung pada sampel dan harus dibawah standar keamanan
pangan atau batas aman untuk dikonsumsi, standar kadar logam yang diharuskan
untuk bahan baku yaitu merkuri < 1 mg/Kg dan kadmium < 0,1 mg/Kg.
Kandungan histamin yang tinggi pada daging ikan juga dapat
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Kandungan histamin
yang terkandung pada daging tuna tidak dapat dihilangkan atau dikurangi tetapi
hanya bisa dihambat dengan cara pengawasan khusus. Bahaya ini dapat dihambat
dengan dilakukan penanganan cepat dan penerapan sistem rantai dingin (cold
chain). Pengecekan kadar histamin dapat dilakukan di laboratorium yang dimiliki
62
PT. GIS. Kadar histamin pada daging tuna harus dibawah standar yaitu tidak lebih
dari 100 mg/Kg, sehingga aman untuk dikonsumsi manusia. Proses selanjutnya
yang teridentifikasi CCP yaitu proses pengecekan akhir produk tuna steak beku
dengan mesin pendeteksi logam (metal detector). Proses ini teridentifikasi CCP
karena perlunya pengawasan secara ketat untuk menghindari logam yang
menempel atau tercampur pada produk akhir. Mesin pendeteksi logam harus
dikalibrasi secara berkala yaitu sejam sekali untuk menghindari ketidakakuratan
data saat proses pendeteksian logam berlangsung, sehingga produk bebas dari
serpihan logam dan tentunya aman untuk dikonsumsi.
Penentuan CCP terhadap proses penerimaan bahan baku tuna segar dan
pemeriksaan akhir steak tuna dengan metal detector di PT.Garaha Insan Sejahtera
disajikan pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Identifikasi CCP pada Penerimaan Bahan Baku dan Pemeriksaan
Akhir Produk dengan Metal Detector di PT. Graha Insan Sejahtera
Tahapan Proses Bahaya Signifikan Identifikasi CCP CCP/Not
CCP Q1 Q2 Q3 Q4
Penerimaan Bahan
Baku
- Penurunan mutu bahan
baku
Yes No No - Not CCP
- Adanya histamin yang
tinggi pada daging tuna
Yes No Yes No CCP
- Adanya logam berat Yes No Yes No CCP
- Kesalahan sortir Yes No No - Not CCP
- Kontaminasi mikroba Yes No No - Not CCP
- Peningkatan histamin Yes No No - Not CCP
Pemeriksaan Akhir
dengan Metal
Detector
- Serpihan logam dan benda
asing lainnya
Yes
No
Yes
No
CCP
- Peningkatan histamin Yes No No - Not CCP
Keterangan :
Q1 : Adakah tindakan pengendalian ?, Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjut ke Q2.
Q2 : Apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkat yang dapat diterima? Jika ya CCP, jika
tidak lanjutkan ke Q3.
Q3 : Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan
yang dapat diterima atau dapatkan ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat
diterima?, Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjutkan ke Q4.
Q4 : Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi tingkatan
kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima?, Jika ya bukan CCP,
jika tidak CCP.
63
Tindakan yang dilakukan terhadap proses yang teridentifikasi CCP yaitu
penerimaan bahan baku tuna segar dan pemeriksaan akhir produk steak tuna
dengan metal detector yaitu dilakukannya pengawasan/pemantauan khusus dan
evaluasi terhadap kedua proses tersebut. Pada proses penerimaan bahan baku,
bahaya signifikan yang teridentifikasi CCP yaitu kandungan histamin, dimana
pencegahan naiknya kandungan histamin pada tuna segar dilakukan dengan
sistem rantai dingin untuk menjaga suhu ikan dibawah 3 0C dengan kadar
histamin tidak boleh lebih dari 100 mg/Kg. Pada proses pemeriksaan akhir dengan
metal detector tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu pengawasan ketat
terhadap mesin metal detector dengan mengkalibrasi alat setiap satu jam sekali,
sehingga alat tetap pada kondisi baik. Tindakan yang dilakukan terhadap titik
kendali kritis atau CCP pada penanganan tuna steak beku di PT. GIS lebih
jelasnya disajikan pada Lampiran 9.
4.4 Pengujian Karakteristik Organoleptik
Pengujian karakteristik organoleptik di PT. Graha Insan Sejahtera
dilakukan pada setiap bahan baku tuna yang datang ke ruang penerimaan.
Pengujian karakteristik organoleptik yang dilakukan di PT. GIS meliputi bau ikan,
warna, tekstur, dan kondisi fisik ikan tersebut apakah baik atau tidak. Pengujian
organoleptik dilakukan oleh QC bagian penerimaan bahan baku yang sudah
terlatih untuk menguji kesegaran ikan. Jumlah panelis untuk penguji organoleptik
di PT. GIS yaitu 2-3 orang panelis ahli. Hasil pengamatan organoleptik bahan
baku tuna steak beku yang dilakukan di PT. GIS rata-rata dalam kondisi baik atau
bisa diterima sebagai bahan baku standar untuk diproduksi. Hasil pengujian
karakteristik organoleptik tuna segar yang dilakukan di PT. GIS disajikan pada
Tabel 12.
64
Tabel 12. Hasil Pengujian Karakteristik Organoleptik Tuna Segar
No. Parameter
yang diuji
Ciri-ciri Hasil Pengujian
di PT.GIS 1. Bau Bau yang masih khas ikan laut, tidak
berbau busuk.
√ (diterima)
2. Warna Warna daging tuna masih cerah (sesuai
jenis tuna), kulit masih mengkilap.
√ (diterima)
3. Tekstur Tekstur daging masih
kenyal/kompak/keras atau tidak
lembek.
√ (diterima)
4. Kondisi Fisik Kondisi fisik tubuh ikan tuna dari ekor
hingga kepala harus baik atau tidak
rusak.
√ (diterima)
5. Parasit Tidak ada parasit yang menempel di
tubuh ikan.
√ (diterima)
Sumber : PT. Graha Insan Sejahtera
Selain bahan baku, produk akhir tuna steak beku juga diamati karakteristik
organoleptiknya. Pengamatan ini dibantu dengan lembar sensori tuna steak beku
berdasarkan SNI : 01-4485.1-2006 (Lampiran 10).
4.5 Hasil Uji Mikrobiologi
Pengujian mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yaitu
bakteri Escherichia coli, Vibrio cholerae, Salmonella, maupun jenis bakteri
lainnya. Jenis-jenis bakteri tersebut berasal dari kontaminasi sumber air yang
tercemar ataupun kontaminasi dari peralatan yang digunakan, sehingga jenis
tersebut yang paling sering diuji. Pengujian dilakukan di laboratorium PT. Graha
Insan Sejahtera setiap kali bahan baku masuk ke perusahaan dan untuk pengujian
terhadap air, es, peralatan dan hasil akhir produk dilakukan secara berkala.
Pengujian mikrobiologi dicatat pada lembar laporan uji mikrobiologi agar
memudahkan dalam input data (Lampiran 11). Penghitungan jumlah koloni
bakteri merupakan salah satu uji yang penting dalam menilai mutu suatu bahan
pangan, karena selain dapat menduga daya tahan suatu makanan juga dapat
digunakan sebagai indikator kebersihan dan keamanan pangan.
65
4.5.1 Hasil Uji Mikrobiologi Bahan Baku dan Produk Akhir Tuna Steak
Beku
Pengujian mikrobiologi terhadap bahan baku dan produk akhir tuna steak
beku dilakukan di laboratorium secara berkala. Pengujian ini dilakukan sebagai
syarat ekspor ke negara pengimpor untuk menjamin bahwa bahan baku yang
digunakan aman untuk dikonsumsi. Parameter uji mikrobiologi pada pengujian
bahan baku yaitu meliputi jumlah bakteri Angka Lempeng Total (ALT), E-coli,
Salmonella, dan Vibrio cholerae. Hasil uji mikrobiologi bahan baku tuna steak
beku di PT. GIS disajikan pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13. Hasil Uji Mikrobiologi Bahan Baku dan Produk Akhir Tuna Steak
Beku Jenis Uji Satuan Persyaratan
SNI
Hasil Uji
Bahan
Baku
Hasil Uji Produk
Akhir Tuna
Steak Beku
Cemaran Mikroba
- ALT
- Escherichia coli
- Vibrio cholerae
- Salmonella
Koloni/g
APM/g
Per 25 g
Per 25 g
Maks.5,0 x 105
Maks.< 3
negatif
negatif
8x103
< 2
Negatif
Negatif
6x103
< 2
Negatif
Negatif
Sumber : PT. Graha Insan Sejahtera
Berdasarkan Tabel 13 di atas bahan baku dan produk akhir tuna steak beku
yang akan digunakan untuk produk tuna steak beku masih dalam kondisi aman,
dimana hasil uji ALT dan E-coli masih di bawah persyaratan serta Salmonella dan
Vibrio cholerae tidak teridentifikasi.
4.5.2 Hasil Uji Air dan Es
Pengujian mikrobiologi terhadap air dan es dilakukan di laboratorium
kimia yang dimiliki perusahaan secara berkala. Pengujian terhadap air dan es
dilakukan sebagai syarat dokumen ekspor ke negara pengimpor untuk menjamin
bahwa bahan pembantu air dan es yang digunakan aman untuk dikonsumsi. Hasil
pengujian air dan es disajikan pada Tabel 14.
66
Tabel 14. Hasil Pengujian Air dan Es Parameter Hasil Uji
Es
Hasil Uji
Air
Standar SNI Metode
Mikrobiologi test
Angka Lempeng Total
(ALT) (koloni/ml)
Escherichia coli (MPN/ml)
37
< 2
45
< 2
100
< 2
SNI 01-2332.3-2006
SNI 01-2332.1-2006
Sumber : PT. Graha Insan Sejahtera
Berdasarkan Tabel 14 bahwa pertumbuhan jumlah bakteri masih
memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan yaitu untuk jumlah ALT 100
koloni/g, sedangkan hasil uji untuk air yang digunakan memiliki nilai 45 koloni/g
dan hasil uji untuk es memiliki nilai 37 koloni/g. Hasil uji E.coli dari air dan es
masih memenuhi standar yaitu kurang dari 2. Hasil uji tersebut menjelaskan
bahwa air dan es yang digunakan di PT.GIS masih memenuhi standar.
4.5.3 Hasil Uji Swab Peralatan Produksi
Pengujian Swab terhadap peralatan produksi dilakukan di laboratorium
perusahaan secara berkala. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui
kebersihan peralatan yang kontak langsung dengan produk, sehingga kebersihan
peralatan dapat diawasi secara ketat. Pengujian terhadap peralatan produksi yaitu
longpan, keranjang, cutting board, dan pisau disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Uji Swab Peralatan Produksi
Parameter
uji
Longpan Keranjang Cutting
board
Pisau Standar Metode
ALT 92.000 11.000 89.000 64.000 500.000 SNI 01-2332.3-2006
E. coli < 2 < 2 < 2 < 2 < 2 SNI 01-2332.1-2006
Salmonella Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif SNI 01-2332.2-2006
V. cholerae Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif SNI 01-2332.4-2006
Sumber : PT. Graha Insan Sejahtera
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa, pertumbuhan jumlah bakteri masih
memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan yaitu untuk jumlah ALT 500.000
koloni/100 cm2 dan persyaratan standar bakteri Salmonella dan V. cholerae adalah
67
negatif, hasil uji swab yang dilakukan juga semua peralatan negatif. Persyaratan
bakteri E.coli memiliki persyaratan < 2 MPN.cm2, hasil uji swab yang dilakukan
semua peralatan adalah < 2 MPN.cm2. Hasil uji swab secara keseluruhan masih
memenuhi standar karena hasil tidak melampaui dari standar yang ditetapkan dan
tidak membahayakan kesehatan.
4.6 Hasil Uji Kimia
Pengujian kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia yang
terkandung dalam suatu produk yang diuji. Pengujian kimia dilakukan di
laboratorium pemerintah Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan
(BPMPHP) setiap 3 bulan sekali terhadap bahan baku, air, es, peralatan dan hasil
akhir produk. Parameter uji pada pengujian kimia meliputi mercury (Hg),
cadmium (Cd), dan histamin. Hasil uji kimia produk tuna steak beku disajikan
pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Uji Kimia Bahan Baku dan Produk Akhir Tuna Steak Beku Jenis Uji Kimia Satuan Persyaratan
SNI 01-4485.1-2006
Hasil uji
Bahan baku
Hasil Uji Produk
Akhir
- Merkuri (Hg)
- Histamin
- Kadmium (Cd)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maksimal 1
maksimal 100
maksimal 0,1
0,381
3,00
0,039
0,381
4,90
0,039
Sumber : PT. Graha Insan Sejahtera
Hasil uji kimia bahan baku dan produk akhir tuna steak beku yang
dilakukan oleh PT. GIS di laboratorium pemerintah setempat, didapatkan hasil
bahwa jumlah cemaran kimia yaitu merkuri (Hg), Histamin, dan kadmium (Cd)
masih dibawah persyaratan yang ditentukan dalam SNI 01-4485.1-2006, sehingga
produk yang ditangani aman untuk dikonsumsi.
68
4.7 Hasil Uji Fisik
Pengujian fisik yang dilakukan yaitu pengecekan suhu pusat terhadap
bahan baku dan produk akhir. Bahan baku dan produk tuna steak beku diukur
suhu pusatnya dengan alat termometer batang dengan menancapkan langsung ke
bagian pusat/tengah daging tuna. PT. GIS menetapkan suhu pusat bahan baku
lebih kecil dari 4,4 OC dan produk akhir -18
OC. Hasil uji fisik bahan baku dan
produk akhir tuna steak beku disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Uji Fisik Bahan Baku dan Produk Akhir Tuna Steak Beku No. Berat Tuna
(Kg)
Suhu Pusat Bahan Baku (O
C)
(standar < 4,4 OC)
Suhu Pusat Produk Akhir (O
C)
(standar < -18 OC)
1. 69 -0,7 < -18
2. 23 -0,7 < -18
3. 21 -0,7 < -18
4. 22 -0,7 < -18
5. 20 -0,1 < -18
6. 49 -0,8 < -18
7. 60 -0,4 < -18
8. 61 -0,6 < -18
9. 23 -0,8 < -18
Sumber : PT. Graha Insan Sejahtera
Dari data Tabel 17 di atas, suhu pusat bahan baku berkisar antara -0,8 OC
sampai dengan -0,1 OC dengan rata-rata -0.6 O
C, dengan demikian suhu pusat
bahan baku masih dalam kondisi aman di bawah persyaratan. Suhu pusat produk
akhir rata-rata masih sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.