bab ii tinjauan pustaka 2.1 letak administratif dan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Letak Administratif dan Geografis
Taman Nasional Karimunjawa terletak di utara pulau Jawa yang secara
geografis Taman Nasional Karimunjawa terletak pada koordinat 5°40’39” - 5°55’00”
LS dan 110°05’ 57” - 110°31’ 15” BT. Secara administratif kawasan ini termasuk
Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Taman Nasional
ini memiliki luas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan
1.507,70 ha kawasan darat. Taman Nasional Karimunjawa merupakan satu-satunya
kawasan pelestarian alam perairan di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang
merepresentasikan keutuhan dan keunikan pantai utara Jawa Tengah (Nababan 2012).
2.1.1 Kondisi Iklim dan fisika
Taman Nasional Laut Karimunjawa merupakan wilayah Kepulauan
Karimunjawa yang beriklim tropis, terbagi dalam dua musim yaitu musim kemarau
dan musim penghujan yang diselingi dengan musim pancaroba. Musim kemarau
relatif pendek yaitu pada bulan Juni-Agustus atau lebih dikenal dengan musim timur.
Saat musim timur seringkali bertiup angin barat yang menimbulkan hujan lokal.
Setelah musim timur berakhir, diikuti dengan musim pancaroba I pada bulan
September–Oktober sebagai peralihan musim kemarau yang tidak menentu. Musim
penghujan atau dikenal dengan musim barat pada bulan November-Maret bertiup
angin kencang yang mengakibatkan gelombang besar. Curah hujan cukup tinggi rata-
rata 40 mm/hari. Selama musim ini bertiup angin barat yang basah dengan kecepatan
tinggi, sehingga menimbulkan gelombang laut yang besar dan berbahaya bagi
pelayaran (Nababan 2012).
2.1.2 Aksesibilitas
1. Transportasi Laut
Perjalanan menuju Pulau Karimunjawa dapat dilakukan menggunakan
KM.Muria dan Kapal Motor Cepat Kartini I.
a. KM Muria berangkat dari Pelabuhan Kartini Jepara dilayani oleh 2 kali seminggu
dengan jadwal :
- Jepara ke Karimunjawa : setiap hari Rabu dan Sabtu dengan lama perjalanan
± 6 jam dan dikenakan biaya transportasi sebesar Rp. 32.000 hingga Rp.
80.000 perorang.
- Karimunjawa ke Jepara : setiap hari Senin dan Kamis.
b. Pada bulan April 2004 diluncurkan KMC. KARTINI I yang melayani rute
perjalanan Semarang-Jepara-Karimunjawa, dengan waktu tempuh yang lebih singkat
yaitu sekitar 4 jam dari Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang dengan biaya
transportasi sebesar Rp. 80.000 hingga Rp. 200.000 perorang.
- Semarang ke Karimunjawa : setiap hari Senin dan Sabtu.
- Karimunjawa ke Semarang : setiap hari Minggu dan Selasa.
c. Sampai saat ini belum ada kapal yang melayani transportasi antar pulau. Saat ini
transportasi antar pulau masih dilayani oleh kapal nelayan milik penduduk.
2. Transportasi Udara
Transportasi udara dapat ditempuh dari Bandara Ahmad Yani Semarang
menuju Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan. Saat ini penerbangan dikelola oleh
tour operator yang ada yaitu Kura-Kura Aviation (Nababan 2012).
3. Transportasi Darat
Transportasi darat di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan dapat dilakukan
dengan menyewa kendaraan roda dua atau roda empat milik masyarakat. Ada pula
kendaraan becak yang melayani rute pelabuhan menuju kota kecamatan, namun
umumnya hanya beroperasi pada waktu keberangkatan dan kedatangan kapal Muria
saja (Nababan 2012).
2.2 Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang berada di laut
dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Di dalam ekosistem ini banyak sekali
dijumpai biota laut baik tumbuhan maupun hewan yang tumbuh dan berkembang
serta saling berinteraksi satu sama lain, sehingga apabila terjadi kerusakan terumbu
karang akan berpengaruh terhadap biota dan rantai ekosistem yang ada di dalamnya.
Ekosistem terumbu karang ditandai dengan perairan yang selalu hangat dan jernih,
produktif dan kaya kapur CaCO3 (Randall dan Elredge 1983).
Terumbu karang merupakan ekosistem kompleks dengan keanekaragaman
hayati tinggi yang ditemukan di perairan dangkal di seluruh wilayah tropis. Terumbu
karang mendukung perikanan produktif sebagai pemasok sumber protein utama.
Dibalik kompleksitas dan tingginya keanekaragaman hayati ekosistem ini, terumbu
karang kurang stabil, bahkan sangat sensitif terhadap setiap gangguan yang
beranekaragam (Fitriani 2007), adapun beberapa faktor persyaratan hidup terumbu
karang adalah sebagai berikut :
1. Salinitas
Terumbu karang dapat bertahan hidup pada salinitas laut normal, yaitu
salinitas 32 - 35 0/00. Batas toleransi terumbu karang terhadap salinitas berkisar antara
27 - 42 0/00. Kisaran salinitas tersebut merupakan salinitas optimal untuk kehidupan
terumbu karang, sehingga kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat
dan membentuk terumbu akan meningkat (Guntur 2011).
2. Cahaya
Cahaya matahari sangat diperlukan untuk proses fotosintesis zooxanthella.
Intensitas penetrasi cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan karang, kedua
faktor ini saling terkait karena keberhasilan proses fotosintesis dan pertumbuhannya
bergantung pada zooxanthella dan polip karang sebagai pembentuk terumbu
(Nybakken 1992). Biasanya pada kedalaman 40 meter, polip karang sudah tidak bisa
hidup karena zooxanthella dalam jaringannya sudah tidak dapat melakukan proses
fotosintesis karena intensitas cahaya yang masuk sudah sangat kecil (Nontji 1993
dalam Sinuhaji 2003).
3. Suhu
Suhu ekstrim dapat memberikan dampak negatif bagi karang, dapat memicu
terjadinya pengapuran. Menurut Nybakken (1992), suhu merupakan pembatas utama
sebaran secara geografik. Suhu perairan yang optimum untuk kehidupan karang
berkisar antara 25oC sampai 28oC.
4. Kejernihan air
Karang memerlukan air laut yang bersih, karena partikel–partikel yang
terdapat di dalam air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari yang diperlukan
zooxanthella. Endapan pasir atau lumpur yang terbawa air mempunyai dampak
negatif dan dapat mengakibatkan kematian karang. Akibatnya pertumbuhan karang
akan menjadi lambat bahkan keberadaannya terancam hilang akibat ancaman dari
endapan dan sedimentasi yang berlebihan (Nontji 1993 dalam Sinuhaji 2003).
5. Pergerakan air (arus air)
Pada umumnya karang berkembang di daerah yang mempunyai gelombang
besar. Pergerakan air atau arus serta gelombang besar diperlukan untuk mensuplai
makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari timbunan endapan. Masuknya
oksigen dalam air laut disebabkan oleh adanya peristiwa up-welling telah
menyebabkan air laut menjadi teraduk mengakibatkan nutrisi dasar laut terangkat ke
permukaan (Nybakken 1992).
6. Substrat
Subtrat adalah tempat melekat koloni karang. Substrat yang keras dan bersih
dari lumpur diperlukan untuk pelekatan plannula (stadium larva pada karang) yang
akan membentuk koloni baru (Nontji 1993 dalam Sinuhaji 2003). Substrat keras
dapat berupa apa saja yang terdapat di dasar laut, potongan kayu atau logam yang
terbenam dapat ditumbuhi koloni baru, bahkan bangkai kapal tenggelam setelah
beberapa lama akan ditumbuhi koloni karang baru (IPB Press 2009).
2.2.1 Formasi Pembentukan Terumbu Karang
Menurut Nybakken (1992), karang terdiri dari dua kelompok yaitu karang
hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu
sedangkan karang ahermatipik tidak dapat menghasilkan terumbu. Karang
ahermatipik tersebar di seluruh dunia, tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di
wilayah tropik. Perbedaan yang mencolok antara kedua karang ini adalah bahwa di
dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis (hidup
bersama) yang dinamakan zooxanthela, sedangkan pada karang ahermatipik tidak
terdapat zooxanthela didalam jaringan karangnya.
Nybakken (1992), mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum
yaitu :
a. Terumbu karang tepi (Fringing reef/Shore reef ),
Terumbu karang ini berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman
tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh keatas atau kearah laut.
Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup arus. Diantara pantai dan
tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang
baik bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak
endapan yang datang dari darat.
b. Terumbu karang penghalang (Barrier reef),
Terumbu karang ini terletak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai
tersebut oleh dasar laut yang dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m).
Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan-akan
merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah The
Great Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350
mil.
c. Terumbu karang cincin (Atol)
Terumbu karang ini melingkari suatu goba (lagoon). Kedalaman goba di
dalam Atol sekitar 45 m jarang sampai 100 m seperti terumbu karang penghalang.
Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi Selatan.
Gambar 1. Tiga Tipe Terumbu KarangSumber : Nybakken 1992
2.2.2 Interaksi Dalam Ekosistem Terumbu Karang
Interaksi yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang menurut Nybakken
(1992), dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu :
1. Persaingan
Satu keistimewaan pada ekosistem terumbu karang adalah bahwa pada
ekosistem ini tidak terdapat tempat yang terluang karena seluruh ruangan telah
ditutupi oleh karang. Persaingan untuk memperoleh cahaya yang cukup dapat terjadi
antara jenis karang yang bercabang dan karang yang membentuk hamparan atau
masive. Biasanya karang yang bercabang tumbuh lebih cepat daripada karang yang
membentuk hamparan atau masif dan sering memperluas koloninya ke bagian atas
dan lebih tinggi dari pada hamparan, menutupi karang massive dari cahaya. Untuk
mencegah terjadinya penguasaan tempat dan memelihara keanekaragaman pada
terumbu karang, karang yang berbentuk massive dapat mencegah pertumbuhan yang
cepat dari karang bercabang dengan memakan jaringan hidup koloni karang yang
menutupinya (Nybakken 1992). Hal ini disebut sebagai suatu susunan kekuasaan
yang bersifat menyerang artinya setiap spesies mampu menyerang dan membunuh
spesies yang ada di bawahnya dan sebaliknya dapat diserang oleh spesies yang ada
dibawahnya, akibat adanya persaingan yang kuat pada ekosistem untuk menggunakan
tempat yang sama dalam satu ekosistem (Nybakken 1992).
2. Pemangsaan
Secara visual terlihat bahwa ekosistem terumbu karang didominasi oleh
karang dan ikan-ikan karang. Hal ini terjadi karena hewan-hewan lain seperti
invertebrata tersembunyi dari penglihatan disebabkan besarnya tekanan pemangsaan
pada terumbu karang. Predator yang mampu merusak koloni karang dan
memodifikasi struktur terumbu adalah bintang seribu (Acanthaster plancii) dan
beberapa jenis ikan (Nybakken 1992). Pemangsaan koloni karang oleh ikan pada
kondisi yang cukup parah dapat mematikan koloni terumbu (Motoda 1940 dalam
Nybakken 1992).
3. Grazing
Grazing adalah kegiatan yang dilakukan oleh ikan herbivora pemakan alga.
Grazing yang teratur terhadap alga koralin dilakukan oleh ikan-ikan Famili
Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae serta bulu babi seperti
Diadema. Pengaruh grazing oleh ikan-ikan Pomacentridae mengakibatkan
pertumbuhan alga koralin menjadi lambat dan terkendali karena kegiatan grazing
oleh ikan-ikan tersebut (Nybakken 1992).
2.3 Transplantasi Karang
Transplantasi karang adalah pencakokan atau pemotongan karang hidup untuk
dicangkok ditempat lain atau ditempat yang karangnya telah mengalami kerusakan.
Tujuannya untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami dan
mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Kegunaan transplantasi
karang yang cukup penting adalah menambah karang dewasa ke dalam suatu populasi
sehingga dapat meningkatkan produksi larva di ekosistem terumbu karang yang rusak
(Fitriani 2007).
Karang dapat dipindahkan dari sebuah terumbu karang dan di transplantasikan
pada substrat alam pada terumbu yang telah rusak atau pada substrat buatan seperti
blok beton. Sumber untuk transplantasi harus dipilih secara hati-hati guna
menghindari kerusakan bagi terumbu karang lainnya. Sumber yang paling baik
mungkin terumbu-terumbu karang yang sudah pasti akan rusak parah dimasa
mendatang akibat pengerukan pasir, reklamasi pantai, pembuangan cairan limbah
(Westmaccot et al. 2000).
Menurut Sukarno (1993) transplantasi karang dapat dilakukan untuk berbagai
tujuan yaitu: pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak; pemanfaatan
terumbu karang secara lestari (perdagangan kerang hias); perluasan terumbu karang;
pariwisata; meningkatkan kepedulian pariwisata akan status terumbu karang;
perikanan; terumbu buatan dan penelitian. Adapun manfaat transplantasi terumbu
karang adalah:
Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti upaya
untuk menghidupkan atau menanamkan kembali karang dengan benih-benih baru
baik yang berasal dari tempat sekitarnya atau juga dapat bersal dari tempat lain.
Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. Aplikasi dari kegiatan rehabilitasi
ini adalah bagian-bagian yang nantinya dapat dilaksanakan untuk kegiatan
konservasi.
Menciptakan komunitas baru dengan memasukan spesies baru kedalam ekosistem
terumbu karang di daerah tertentu.
Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman
hayati. Semua hal penting yang menyangkut sumberdaya plasma nutfah sangat
terkait atau terikat dengan biodiversity convention yang telah disepakati dan sudah
diratifikasi. Indonesia pun sudah meratifikasi Biodiversity Convention.
Keperluan perdagangan. Sebagai hiasan akuarium, karang merupakan spesies yang
menarik untuk dipindahkan dari lapangan atau dari habitat aslinya.
2.3.1 Metode Transplantasi Terumbu Karang
Menurut Putra (2011), metode transplantasi karang terbagi dalam lima jenis,
yaitu:
1. Metode Patok
a) Bahan dan Cara Kerja
Patok kayu tahan air atau besi yang dicat anti karat ditancapkan di perairan.
b) Keunggulan
Biaya yang dibutuhkan sangat sedikit, pemasangan relatif mudah, gangguan
sampah hampir tidak ada, cocok untuk karang lunak dan waktu/lama pekerjaan
relatif singkat.
c) Kelemahan
Tata letak metode patok didasar perairan tidak teratur, karena sangat
tergantung dari kondisi dasar perairan. Karang besi dapat menyebkan
pencemaran.
2. Metode jaring
a) Bahan dan Cara Kerja
Jaring atau waring bekas dan tali ris dengan ukuran disesuaikan dengan
kebutuhan.
b) Keunggulan
Bahan mudah didapatkan, dapat menggunakan bahan bekas, biaya lebih
murah, cocok untuk karang massive (bukan bercabang).
c) Kelemahan
Sulit untuk dibersihkan, sukar dalam pengukuran terutama untuk mengukur
tinggi, pertumbuhan karang tidak rata, kedudukan media di dasar media kurang
stabil.
3. Metode jaring dan substrat
a) Bahan dan Cara Kerja
Jaring yang dilengkapi dengan substrat yang terbuat dari semen, keramik atau
gerabah dengan ukuran 10 x 10 cm.
b) Keunggulan
Pengukuran relatif lebih murah, lebih rapih dan teratur, baik untuk karang
yang bercabang.
c) Kelemahan
Biaya lebih mahal, proses pemasangan lebih rumit, membutuhkan tenaga
yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama.
4. Metode jaring dan rangka
a) Bahan dan Cara Kerja
Rangka besi yang dicat anti karat dan diatasnya ditutupi dengan jaring yang
diikat secara kuat dan rapih. Rangka yang ideal berukuran 100 x 80 cm berbentuk
bujur sangkar dan pada bagian ujung-ujung bujur sangkar, terdapat kaki-kaki tegak
lurus masing-masing sepanjang 10 cm, di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan
jaring tempat mengikat bibit bibit transplantasi.
b) Keunggulan
Konstruksinya lebih kokoh daripada metode 1,2 dan 3 dapat ditata sesuai
dengan keinginan, monitoring dan evaluasi lebih mudah, baik bagi karang massive
bercabang, memiliki nilai estetika.
c) Kelemahan
Berbagai karang yang berbentuk bercabang tidak dapat tumbuh dengan tegak,
biaya sedikit lebih mahal. Rangka besi dapat menyebabkan pencemaran.
5.Metode jaring, rangka dan subsrat
a) Bahan dan Cara Kerja
Metode ini merupakan perpaduan antara metode 3 dan 4. Ukuran diameter
substrat 10 cm dengan tebal 2 cm, panjang patok 5-10 cm, bahan patok terbuat dari
peralatan kecil yang diisi semen dan diberi cat agar tidak mengakibatkan
pencemaran, rangka sebaiknya berbentuk siku berukuran 100 x 80 cm dan diberi cat
agar tidak mengakibatkan pencemaran.
b) Keunggulan
Lebih kokoh dan kuat, cocok untuk objek penelitian, cocok untuk karang
lunak dan karang bercabang, memiliki nilai estetika, bernilai ekonomis.
c) Kelemahan
Biaya yang dibutuhkan relatif mahal, rangka besi dapat menyebabkan
pencemaran.
2.3.2 Perkembangan Transplantasi Terumbu Karang
Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni
karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu
induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi
terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk memperbaiki daerah
terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen
penutupan (Harriot dan Fisk 1988).
Australia yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan hidup
terumbu karang, telah menerapkan teknologi transplantasi karang untuk tujuan
pengembangan wisata bahari guna merehabilitasi ekosistem terumbu karang. Jepang
merupakan negara yang secara intensif melakukan kegiatan transplantasi karang
bercabang. Di Teluk Kanehoe Hawai, transplantasi bertujuan untuk merehabilitasi
kembali ekosistem terumbu karang yang telah rusak akibat Acanthaster plancii
(Harriot dan Fisk 1988).
a Tranplantasi Di Alam
Penelitian pendahuluan yang mengarah pada transplantasi karang dilakukan
oleh Boli (1994) dengan melakukan penanaman beberapa jenis karang bercabang
Acropora di Pulau Lancang dan sebelah utara Pulau Pari. Penelitian ini
mengungkapkan kecepatan pertumbuhan pada dua daerah tersebut rata-rata
mendekati 1 cm/bulan. Penelitian lain dilakukan oleh Muchlis (1996) di Nusa
Tenggara Barat dengan fokus penelitian terhadap pertumbuhan jenis karang
bercabang (blanching) dengan tingkat pertumbuhan rata-rata mendekati 1 cm/bulan.
b Transplantasi di Ruang Terkontrol
Penelitian transplantasi dimulai dengan penelitian pendahuluan oleh PPLH-
LPPM IPB TAHUN (2002) yang bertujuan memberikan alternatif untuk
pengembangan transplantasi, karena di lapangan terdapat beberapa kendala misalnya
keamanan dan pengontrolan sistem yang ada di perairan. Dengan melakukan
transplantasi di ruang terkontrol diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang lebih
baik. Penelitian yang bertujuan untuk rekayasa teknologi fragmentasi buatan pada
karang masif jenis langka (Cynaria, Catalaphyllia dan Blastomussa) selama
pengamatan 80 hari karang Crustacea setelah fragmentasi, penambahan panjangnya
sekitar 4,53-6,34 mm (2,38 mm/bulan). Pertumbuhan karang Lobophyllia sp. yang
difragmentasikan termasuk lambat, pertumbuhan panjang mutlaknya berkisar 1,53-
6,83 mm selama pengamatan 80 hari (Soedarharma 2005).
2.3.3 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Menjangan Kecil
Pulau Menjangan Kecil merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam
gugusan Kepulauan Karimunjawa. Terumbu karang Pulau Menjangan Kecil
merupakan terumbu karang tepi (fringing reef). Hampir di setiap lokasi didominasi
oleh karang baru dari jenis Acropora sp. Rataan terumbu didominasi oleh
pertumbuhan karang seperti daun (foliose) dari jenis Montipora foliosa. Kearah
lereng terumbu juga masih didominasi oleh karang batu dari jenis Acropora sp., juga
Lobophyllia sp., Diploastra heliopora dan Pavites abdita (Hermanlimianto 1989).
Di rataan terumbu karang bagian barat Pulau Menjangan Kecil, nilai indeks
keanekaragaman termasuk tinggi yaitu 2,667. Tingkat dominasi terumbu karang
bagian barat pulau ini adalah Porites sp. sebesar 19,9%, Acropora sp. 12,3%,
Montipora sp. 11,9%, Favia sp. 7,6% dan Psammocora sp. 6%. Di rataan terumbu
karang sebelah timur pun nilai indeks keanekaragamannya tinggi yaitu 2,629. Porites
sp. menempati rataan terumbu karang ini dengan tingkat dominasi sebesar 24,5%,
sedangkan Acropora sp. 13,5%, Favis sp. 9,5%, Millepora sp. 10,5% dan Favites sp.
5,9%. Nilai keanekaragaman bagian utara pulau ini cukup tinggi, yaitu 2,103 yang
didominasi oleh Acropora sp. 25,40%, Poriters sp. 24,4%, Montipora sp. 17,4%,
Pavona sp. 8,4% dan Millepora sp. 6,1%. Rataan terumbu karang di bagian selatan
pulau ini keanekaragamannya cukup rendah yaitu 0,23 yang didominasi oleh
Montipora sp. sebesar 93,9%. (Hermanlimianto 1989).
2.4 Struktur Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu daerah tertentu
atau habitat fisik tertentu yang saling berinteraksi atau mempunyai hubungan timbal
balik dan secara bersama membentuk tingkat trofik (Odum 1993). Kreb (1972)
menyatakan bahwa karakteristik suatu komunitas meliputi beberapa komponen
pendukung, yaitu keanekaragaman, dominansi, kelimpahan relatif, bentuk dan
struktur pertumbuhan, serta struktur trofik. Struktur komunitas adalah pola
kelimpahan suatu spesies dan pola keterkaitan antar spesies dalam sebuah komunitas.
Odum (1997) dan Mintane (1999) dalam Arief (2001) menyatakan bahwa
komunitas dapat diklasifikasi menurut:
Bentuk dan sifat struktur utama.
Habitat fisik komunitas.
Sifat atau tanda fungsional seperti tipe metabolisme komunitas.
Struktur komunitas adalah pola kelimpahan suatu populasi dari suatu spesies
dan pola hubungan antar spesies dalam sebuah komunitas.
2.5 Ikan Karang
2.5.1 Kelimpahan Ikan Karang
Salah satu organisme yang berperan penting di ekosistem terumbu karang
adalah ikan karang, baik dalam hal keanekaragaman maupun morfologinya (Syms
1998). Organisme ini dapat ditemukan di terumbu karang sampai pada kedalaman
100 m, walaupun mungkin juga terdapat di dalam habitat yang lainnya (Lieske dan
Myers 1994). Beberapa jenis ikan non-karang juga ditemukan, akan tetapi memiliki
distribusi yang luas, berasosiasi dengan substrat yang kasar, dan beberapa ikan karang
terutama berasosiasi dangan habitat tepian, seperti gosong, laguna, dan mangrove.
Diantara 4000 jenis ikan di perairan Indo-Pasifik, 18% hidup di ekosistem terumbu
karang (Veron 1993).
Ikan karang mempunyai sifat territorial yaitu menempati wilayah kekuasaan
sehingga jika mereka diusik oleh penyelam, beberapa saat kemudian akan datang
kembali ke wilayah teritorial tersebut. Ikan karang yang bersifat migratory atau
sering berpindah antara lain adalah ikan hiu. Berdasarkan waktu makannya ikan
karang juga ada yang bersifat diurnal (muncul pada siang hari) (COREMAP 2006).
Keberadaan ikan karang pada terumbu karang membuat ekosistem ini
merupakan ekosistem paling kaya di lautan. Pada daerah terumbu karang, ikan sangat
terlihat mencolok karena jumlahnya yang banyak. Dengan jumlah yang banyak dan
mengisi daerah terumbu karang, maka merupakan ponyokong hubungan yang ada
dalam ekosistem terumbu karang (Nykbakken 1992).
Menurut Hobson (1991) dalam Sinuhaji (2003) sebagian besar distribusi ikan
di ekosistem terumbu karang adalah ikan diurnal (aktivitas siang hari). Ikan ini
mencari makan dan tinggal di terumbu karang pada siang hari, sedangkan sebagian
kecil lainnya adalah ikan nokturnal (aktivitas malam hari). Ikan nokturnal pada siang
hari menetap pada gua-gua dan celah karang.
2.5.2 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Periode Mencari Makan:
Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan periode
mencari makan dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Ikan Nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku
Holocentridae (Swanggi), Suku Apogoninade (Beseng), Suku Hamulidae.
Priacanthidae (Bigeys), Muraenidae (Eels), Seranidae (Jewfish) dan beberapa dari
suku dari Mullidae (goatfishes).
2. Ikan Diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku
Labridae (Wrasses), Chaetodontidae (Butterflyfishes) Pamocentridae (Damselfishes),
Scaridae (Parrotfishes), Acanthuridae (Surgeonfishes), Bleniidae (Blennies),
Balistidae (Tiggerfishes), Pomaccanthidae (Angelfishes), Monacanthidae,
Ostracionthidae (Boxfishes), Etraodontidae, Canthigasteridae dan beberapa dari
Mullidae (Goatfishes).
3. Ikan Crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku
Sphyraenidae (Baracudas), Serranidae (Groupers), Carangidae (Jacks), Scorpaenidae
(Lionfishes), Synodontidae (Lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidar, Spyrnidae
(Sharks) dan beberapa dari Muraenidae (Eels).
2.5.3 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Peranannya
Ikan karang merupakan sumberdaya yang penting pada daerah terumbu
karang (Sale 1991). Peranan ikan karang baik secara ekologis maupun sebagai
sumber daya yang bernilai ekonomis tinggi juga dapat dibedakan berdasarkan
peranannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Rachmawati (2001) bahwa
komunitas ikan karang mempunyai beberapa kepentingan terhadap tingkat
kelangsungan hidup terumbu karang di perairan serta mempunyai fungsi masing-
masing terhadap tingkat kehidupan karang. Berdasarkan peranannya ikan karang
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
a. Ikan Target
Kelompok ikan target merupakan komunitas ikan yang dapat menggambarkan
bahwa di daerah tersebut terdapat ikan-ikan konsumsi ekonomis tinggi yang menjadi
sasaran penangkapan ikan oleh nelayan. Ikan-ikan terget ini antara lain Seranidae,
Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae
(Cheillinus sp., Hemigymnus sp., Choerodon sp.) dan Haemulidae (TERANGI
2004).
1. SERANIDAE (Grouper, Rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi )
Klasifikasi dari famili ini mempunyai banyak subfamili seperti Anthiinae
(anthias), Epinephelinae grammistinae (soapfish) dan Famili Pseudogrammitinae
(podges) (Allen 1997).
• Soliter (Jarang ditemukan berpasangan ).
• Biasanya bersembunyi digua-gua atau bawah karang.
• Ukuran sampai 2 m dan berat sampai 200 kg.
• Tergolong karnivora memakan ikan, udang dan krustasea.
2. LUTJANIDAE (Snappers, Seabass, Kakap, Jenahan, Jambihan)
• Ditemukan di perairan dangkal sampai laut dalam.
• Bentuk memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring.
• Warna ada yang merah, putih kuning, kecoklatan dan perak.
• Sebagian ada yang bergerombol.
• Merupakan predator ikan, krustasea dan plankton feeders.
• Bentuk berbeda antara dewasa dengan yang kecil.
Lutjanus kasmira Lutjanus biguttatus Lutjanus sebae
3. ACANTHURIDAE (Surgeons, Botana, Maum,Marukut, Kuli pasir)
• Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor yang berjumlah 1 dan 2, sangat
tajam seperti pisau operasi.
• Kulit tebal dengan sisik halus.
• Termasuk golongan herbivora.
• Hidup bergerombol di daerah karang yang dangkal.
Zebrasoma scopes Naso vlamingii
4. MULIDAE (Goatfishes, Biji nangka, Kambing )
• Warna umumnya merah, kuning dan silver.
• Mempunyai jenggot (barbell).
• Mencari makan pada dasar perairan atau pasir.
Parupeneus bifasciatus Upeneus tragula
b.Ikan Indikator
Kelompok ikan yang dapat memberikan suatu gambaran tentang kondisi
perairan sebagai media tempat hidup terumbu karang di alam. Kelompok ini erat
hubungannya dengan kesuburan karang. Ikan-ikan ini diwakili oleh famili
Chaetodontidae (Ikan Kepe-Kepe).
1. CHAETODONTIDAE (Butterfly, Daun-daun, Kepe-kepe)
• Umumnya berpasangan, ada sebagian yang bergerombol.
• Ukuran kurang dari 6 inci.
• Tubuh bulat dan pipih
• Gerakan lamban atau lemah gemulai.
• Cara makan diatas karang seperti seperti kupu-kupu.
• Warna umumnya cemerlang dari kuning, putih.
dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata.
• Makanan polip karang, algae, cacing dan invebterata lain.
• Aktif di siang hari (diurnal).
Chaetodon speculum Chelmon rostratus Heniochus auminatus
c.Ikan Mayor
Semua ikan yang tidak termasuk di kedua kelompok tersebut, yang pada
umumnya berupa ikan-ikan kecil (5-25 cm) yang dimanfaatkan sebagai ikan hias air
laut. Ikan-ikan ini diwakili oleh family Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae,
Pomacanthidae, Labridae, dan Apogonidae (TERANGI 2004).
1. POMACHENRIDAE (Damselfish, Betoklaut, Dakocan)
• Mempunyai banyak genus.
• Badan pipih dan nampak dari samping bulat.
• Ikan kecil yang terbanyak di terumbu karang (kelimpahan individu).
• Makanan plankton, invetebrata, alga.
• Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon.
Chromis viridis Amphirion ocellaris Abudefduf vaigiensis
2. POMACANTHIDAE (Anggel, Injel, Betmen, Napoleon, Anular)
• Ukuran dewasa 30-39 cm.
• Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan.
• Hidup soliter (sendiri) dan berpasangan.
• Hampir mirip dengan kepe-kepe tapi lebih tebal dan dibawah tutup insang berduri.
• Makanan alga dan spong.
Genus Centropyge Genus Pomachantus
3.APOGONIDAE (Cardinal, Beseng, Belalang, Seriding, Capungan)
• Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi.
• Ukuran kecil (5-15 cm), agak buntet, sirip-sirip transparan.
• Warna kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris.
Apogon cyanosoma Cheilodipterus artus
Interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitatnya
dibedakan menjadi tiga bentuk (Choat dan Bellwood 1991) yaitu :
1. Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari pemangsa terutama ikan-ikan
muda,
2. Interaksi dalam mencari makan meliputi hubungan antara ikan-ikan karang
dengan biota yang hidup pada karang termasuk algae, dan
3. Interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur dan kondisi hidrologis pada
sedimen.
Pada umumnya ikan karang mempunyai batas wilayah tersendiri dan sangat
spesifik, yaitu menempati ruang dan jarang kelompok ikan keluar dari daerahnya
untuk mencari makan dan daerah perlindungan.
2.5.3 Ekologi Ikan Karang
Ikan karang merupakan ikan yang berasosiasi dengan habitat terumbu karang
yang mempunyai karakteristik dalam struktur dan morfologisnya. Hal yang menonjol
pada ikan karang adalah keragamannya (Sale 1991). Secara umum kehidupan ikan
karang dapat dibagi dalam tiga fase biologis yaitu : 1) Fase Larva Pelagis, 2) Fase
Juvenile, dan 3) Fase Dewasa. Pada fase larva pelagis, telur atau ikan melayang di
kolom air dan merupakan bagian dari plankton di laut (Hallacher 2003). Sebagian
besar ikan karang mempunyai fase pelagis terutama pada fase larva. Secara
morfologis larva ikan belum mengalami perubahan dan perkembangan bentuk
menjadi lebih sempurna (metamorfosis).
Pada fase pelagis, larva ikan karang menyebar di kolom air sampai beribu ribu
kilometer. Setelah akhir dari fase pelagis ikan karang mengalami transisi menuju
habitat terakhir (terumbu karang) disebut settlement (Sale 1991). Keadaan ikan dalam
fase juvenile dimulai ketika ikan muda berdiam pada salah satu bagian terumbu dan
disebut juga proses recruitment, secara morfologis juvenile ikan sangat berbeda
dengan fase dewasanya. Fase dewasa ditandai dengan perubahan warna dan bentuk
dari juvenile serta kematangan sel kelamin. Pada fase inilah pengamatan terhadap
ikan karang sering dilakukan (Hallacher 2003).
Menurut kebiasaan cara makannya, kelompok ikan karang dikelompokan
menjadi beberapa jenis (Sale 1991) yaitu:
a. Karnivora
Karnivora adalah kelompok yang paling banyak terdapat di terumbu karang,
mencapai 50-70% dari spesies ikan. Kebanyakan dari karnivora ini tidak
mengkhususkan makanannya pada satu sumber makanan tertentu, tetapi bersifat
oportunistik, mengambil apa saja yang berguna bagi mereka. Termasuk jenis ikan ini
adalah ikan dari Serranidae, Labridae, Haemulidae, Lethridae, Lutjanidae,
Apologonidae dan Pseudochronidae (Goldman dan Talbot 1976 dalam Nybakken
1992).
b. Herbivora
Herbivora merupakan kelompok ikan terbesar kedua setelah karnivora (15%
dari spesies). Empat famili ikan karang herbivora yang banyak muncul antara lain
famili Acanthuridae sekitar 76 spesies, Siganidae sekitar 25 spesies, Scaridae sekitar
79 spesies dan Pomacentridae sekitar 159 spesies (Choat 1991 dalam Sale 1991).
c. Planktivora
Mayoritas ikan laut mengkonsumsi plankton selama fase juvenil, walaupun
setelah dewasa memakan makanan lain (Leis 1991 dalam Sale 1991). Ikan karang
planktivora dewasa aktif selama siang dan malam hari, walaupun setiap periode
mempunyai kumpulan spesiesnya sendiri-sendiri. Beberapa famili mempunyai
banyak spesies yang beradaptasi sebagai planktivora diantaranya Serranidae,
Chaetodontidae, Pomacentridae, dan Balistidae. Famili nokturnal planktivora
diantaranya Holocentridae, Priacanthidae dan Apogoniodae (Hobson 1991 dalam
Hallacer 2003).
2.6 Pola Interaksi Antar Spesies
Pola interaksi diantara organisme terhadap terumbu karang secara ekologis
memenuhi beberapa bentuk interaksi. Interaksi-interaksi ini antara lain adalah
interaksi mutualisme, interaksi komensalisme, interaksi parasitisme, interaksi
predatorisme atau pemangsaan, dan juga adaptasi kamuflase dalam memangsa
(COREMAP 2006).
Menurut COREMAP (2006), interaksi parasitisme juga ditemui pada jenis
cacing tabung (Spirobanchus) yang menyusup dengan cara mengikis padatan
beberapa jenis karang massif Porites, sehingga karang mengalami luka. Pola
predatorisme juga lebih bervariasi. Ada yang menggunakan model penyamaran
dengan substrat sehingga tidak terlihat oleh mangsanya. Jenis ikan lempu tembaga
yang warna bagian punggung terlihat putih seperti pecahan karang, sangat kontras
dengan warna pada bagian sisi dan perutnya yang cerah. Predatorisme yang lain
adalah invasi jenis bintang laut seribu yang memakan polip-polip karang dengan cara
mengisapnya. Bentuk predatorisme demikian lebih aktif dibandingkan ikan lepu
tembaga yang bersifat pasif menunggu mangsa lewat (COREMAP 2006).