bab ii tinjauan pustaka 2.1 ikan komet 2.1.1...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Komet
2.1.1 Morfologi Ikan Komet
Ikan komet (Carassius auratus auratus) merupakan salah satu jenis ikan
mas hias, ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin
atau sirip ekornya lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat
jelas, tidak seperti ikan mas biasa yang percabangan di sirip ekornya tidak begitu
terlihat jelas. Selain itu, ikan komet mempunyai warna oranye yang mencolok
sehingga sangat menarik untuk menjadi ikan hias di dalam ruangan ataupun di
luar ruangan.
Ikan komet memiliki badan yang memanjang dan ramping sehingga di
dalam akuarium ataupun di kolam, ikan ini selalu aktif berenang ke segala
penjuru. Panjang tubuh ikan komet bisa mencapai sekitar 35 cm dari ujung kepala
sampai ujung ekor. Ikan komet mulai bisa memijah pada umur 4 bulan dan bisa
hidup sampai berumur 14 tahun tergantung pemeliharaan. Dari banyaknya
varietas ikan mas hias yang dihasilkan di dunia oleh Cina dan Jepang, ikan komet
ini merupakan satu-satunya hasil seleksi dari ikan common goldfish pada abad 19
di Philadelpia Amerika Serikat oleh Hugo Murket dan secara masal di terjunkan
ke pasaran (Skomal 2007).
Klasifikasi ikan komet berdasarkan ilmu taksonomi (Lingga dan Susanto
2003) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Otariphisysoidei
Sub Ordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus auratus
8
Gambar 2. Ikan Komet (dokumentasi pribadi)
Pada upaya pembenihan, seleksi induk merupakan hal yang penting untuk
dilakukan agar hasil pemijahan ikan menghasilkan keturunan yang berkualitas.
Adapun ciri ikan komet jantan dan ikan komet betina adalah sebagai berikut:
- Ciri induk jantan yaitu terdapatnya bintik-bintik bulat menonjol pada sirip
dada dan jika diraba terasa kasar, pada induk yang telah matang gonad jika
diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan
berwarna putih.
- Ciri induk betina yaitu terdapat bintik-bintik pada sirip dada namun terasa
halus jika diraba, jika diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan
keluar cairan kuning bening, dan pada induk yang telah matang perutnya
terasa lembek juga lubang genital berwarna kemerah-merahan (Derri 2010).
2.1.2 Karakteristik Sperma dan Telur
A. Sperma
Sperma adalah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis dan merupakan
suatu sel kecil, kompak yang tidak bertumbuh dan tersimpan dalam cairan sperma
dalam testis. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan
seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis. Campuran antara seminal plasma
dengan spermatozoa disebut semen. Dalam setiap testis semen terdapat jutaan
spermatozoa (Hoar 1969).
9
Sperma terdiri dari kepala yang membawa materi keturunan paternal dan
ekor yang berperan sebagai alat penggerak. Fungsi utama sperma pada individu
parental adalah sebagai pembawa sebagian materi genetik dalam proses
pembuahan untuk membentuk individu baru (Effendi 1997).
1. Morfologi sperma
Struktur spermatozoa secara umum pada ikan yang sudah matang terdiri
dari kepala, leher, dan ekor flagella (Gambar 3). Inti spermatozoa terdapat pada
bagian kepala (Lagler 1977). Middle piece merupakan penghubung atau
penyambung antara leher dan ekor yang mengandung mitokondria dan berfungsi
dalam metabolisme sperma.
Spermatozoa mempunyai struktur yang sederhana dan ukuran yang hampir
sama. Umumnya ukuran panjang kepala sperma antara 2-3 mikron (îm) dan
panjang total dari spermatozoa antara 40-60 îm.
Gambar 3. Sperma dan bagiannya (Gilbert 2000)
a. Kepala sperma
Kepala spermatozoa secara umum berbentuk bulat atau oval. Bagian
tengah mengikuti pola struktur umum, terdiri dari sebuah flagel tengah dan
selubung mitokondria yang sedikit tidak termodifikasi dan terletak di dalam
sebuah low collar (lengkung bawah) agak jauh di belakang nukleus bulat.
10
Kepala sperma berisi materi inti, berupa chromosom yang terdiri dari DNA.
Informasi genetika yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan di
dalam molekul DNA.
Sebagai hasil pembelahan reduksi selama spermatogenesis, sperma hanya
mengandung setengah jumlah DNA pada sel-sel somatik dari spesies yang sama
dan terbentuklah dua macam spermatozoa, sperma yang membawa chromosom-x
akan menghasilkan embrio betina sedangkan sperma yang mengandung
chromosom-y akan menghasilkan embrio jantan.
b. Ekor sperma
Ekor sperma dapat dibagi atas tiga bagian, bagian tengah, bagian utama
dan bagian ujung berasal dari centriol spermatid selama spermiogenesis. Ekor
sperma berfungsi memberi gerak maju kepada spermatozoa dan gelombang-
gelombang yang dimulai di daerh inplantasi ekor kepala dan berjalan ke arah
distal sepanjang ekor seperti pukulan cambuk.
Selubung mitokondria berasal dari pangkal kepala membentuk dua struktur
spiral ke arah berlawanan dengan arah jarum jam. Bagian tengah ekor merupakan
gudang energi untuk kehidupan dan pergerakan spermatozoa oleh proses-proses
metabolik yang berlangsung di dalam helix mitokondria, mitokondria
mengandung enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme eksudatif
spermatozoa. Bagian ini kaya akan fosfolipid, lecithin dan plasmalogen.
Plasmalogen mengandung satu aldehid lemak dan satu asam lemak yang
berhubungan dengan gliserol maupun cholin. Asam-asam lemak dapat dioksidasi
dan merupakan sumber energi endogen untuk aktifasi sperma.
Inti ekor atau axial core terdiri atas dua serabut sentral dikelilingi oleh
suatu cincin konsentrik terdiri atas 9 fibril rangkap yang berjalan dari daerah
implantasi sampai bagian ujung ekor.
B. Telur
Telur merupakan asal mula suatu makhluk hidup. Telur mengandung
materi yang sangat dibutuhkan sebagai nutrien bagi perkembangan embrio. Proses
pembentukan telur sudah dimulai pada fase differensiasi dan oogenesis, yaitu
terjadinya akumulasi vitelogenin ke dalam folikel yang lebih dikenal dengan
11
vitelogenesis. Telur juga dipersiapkan untuk dapat menerima spermatozoa sebagai
awal perkembangan embrio. Sehingga anatomi telur sangat berkaitan dengan
anatomi spermatozoa.
Pada telur yang belum dibuahi, bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang
dinamakan selaput kapsul atau khorion (Gambar 4). Di bawah khorion terdapat
lagi selaput yang kedua dinamakan selaput vitelin. Selaput yang mengelilingi
plasma telur dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel
satu sama lain dan tidak terdapat ruang diantaranya. Bagian telur yang terdapat
sitoplasma biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas dinamakan kutub
anima. Bagian bawahnya yaitu pada kutub yang berlawanan terdapat banyak
kuning telur.
Kuning telur pada ikan hampir mengisi seluruh volume sel. Kuning telur
yang ada di bagian tengah keadaanya lebih padat daripada kuning telur yang ada
pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma. Selain dari itu sitoplasma banyak
terdapat pada sekeliling inti telur.
Khorion telur yang masih baru bersifat lunak dan memiliki sebuah mikrofil
yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada waktu
terjadi pembuahan. Ketika telur dilepaskan ke dalam air dan dibuahi, alveoli
kortek yang ada di bawah khorion pecah dan melepaskan material koloid-
mukoprotein ke dalam ruang perivitelin, yang terletak antara membran telur dan
khorion. Air tersedot akibat pembengkakan mucoprotein ini. Khorion mula-mula
menjadi kaku dan licin, kemudian mengeras dan mikrofil tertutup. Sitoplasma
menebal pada kutub telur yang terdapat inti, ini merupakan titik dimana embrio
berkembang. Pengerasan khorion akan mencegah terjadinya pembuahan
polisperma. Dengan adanya ruang perivitelin di bawah khorion yang mengeras,
maka telur dapat bergerak selama dalam perkembangannya.
12
Gambar 4. Strutktur Telur (Effendi 1997)
a. Membran telur
Selama oogenesis pada teleostei, salah satu proses yang paling menyolok
adalah pembentukan sebuah zona tebal yang sangat berdiferensiasi (membran
telur, membran vitelin, zona radiata, zona pelusida) yang terletak diantara lapisan-
lapisan granulosa dan oosit. Bergantung pada spesies maupun tahap pertumbuhan
oosit, membran telur bervariasi dalam hal ketebalan, tebalnya 7-8 mikron pada
oosit telur ikan mas koki dan sekitar 30 mikron pada rainbow trout.
Pada Chichlasoma nigrofasciata badan-badan rekat yang mengelilingi zona
pelucida, yang terdiri dari filamen dan selubung lendir yang kental, disintesis
dalam sel folikel selama vitelogenesis, struktur ini nampaknya disekresi secara
langsung dari retikulum endoplasma granular. Pada Cichlasoma dan Fundulus
struktur ini berfungsi sebagai alat untuk merekatkan telur pada subsrat dan pada
Cynolebias berfungsi sebagai sistem respirasi khorionik (Nagahama 1983).
b. Mikrofil
Mikrofil adalah sebuah lubang kecil tempat dimana sperma dapat masuk ke
dalam telur yang tertutup, yang merupakan modifikasi struktural dari membran
telur.
Mikrofil terletak pada kutub anima dan bervariasi dalam hal ukuran antar
spesies. Diameter luar mikrofil telur Fundulus heteroclitus sekitar 2,5 mikron dan
1-1,5 mikron pada lubang yang didalamnya
c. Lapisan Perekat telur
Lapisan perekat telur merupakan lapisan yang terbentuk di sekitar lapisan
vitelin yang tersusun oleh glukoprotein. Lapisan ini disebut juga jelly layer
13
dengan fungsi berbeda-beda pada setiap individu (gambar 5). Fungsi utamanya
yaitu sebagai pelindung telur dari lingkungan luar dan juga sebagai penarik
sperma. Pada ikan, terutama ikan yang memerlukan substrat untuk memijah
(phytophils), lapisan ini berfungsi sebagai perekat untuk menempelkan telur pada
substrat di sekitar setelah telur dimasuki sperma (Gilbert 2000).
Gambar 5. Sperma yang Menembus Lapisan Vitellin ( Gilbert 2000)
2.1.3 Proses Penetasan
Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase
kehidupan, hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan.
Penetasan merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa
proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya.
Penetasan terjadi karena ada dua hal yaitu :
1. Kerja mekanik, disebabkan oleh embrio yang sering mengubah posisi
karena kekurangan ruang dalam cangkangnya atau karena embrio telah lebih
panjang dari lingkungan dalam cangkangnya. Dengan pergerakan-
pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang lembek akan pecah
sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya.
2. Kerja enzimatik, yaitu enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan oleh
kelenjar endodermal embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya
14
bersifat mereduksi chorion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi
lembek,. Biasanya pada bagian cangkang yang pecah akibat gabungan kerja
mekanik dan kerja enzimatik ujung ekor embrio dikeluaran terlebih dahulu,
kemudian menyusul kepalanya.
Semakin aktif embrio bergerak, maka akan semakin cepat terjadinya
penetasan. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh faktor
dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur.
Pengaruh hormon misalnya adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa
dan tyroid yang berperan dalam proses metamorfosa, sendangkan volume kuning
telur berhubungan dengan perkembangan embrio. Biasanya ikan tropis
mempunyai volume kuning telur yang relatif lebih sedikit dan lebih cepat
berkembang dibandingkan ikan-ikan subtropis.
Faktor luar yang berpengaruh antara lain suhu dan oksigen terlarut. Proses
penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena
pada suhu yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga
perkembangan embrio juga akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada
pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namun demikian, suhu
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengahambat proses penetasan.
Selain suhu, kelarutan oksigen juga akan mempengaruhi proses
penetasan. Oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik embrio.
Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung pada jenisnya.
Faktor lain adalah intensitas cahaya. Cahaya yang kuat dapat menyebabkan laju
penetasan yang cepat.
2.2 Biologi Tumbuhan Teh
2.2.1 Sejarah Tumbuhan Teh
Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 species,
terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30° sebelah utara
maupun selatan khatulistiwa. Selain tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O.
Kuntze) yang dikonsumsi sebagai minuman penyegar, genus Cammelia ini juga
15
mencakup banyak jenis tanaman hias. Kebiasaan minum teh diduga berasal dari
China yang kemudian berkembang ke Jepang dan juga Eropa.
Tanaman teh berasal dari wilayah perbatasan negara-negara China selatan
(Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut,
yang merupakan vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis.Tanaman
teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari jepang yang
dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai
tanaman hias di Jakarta. Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam
melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan
Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Dewasa ini di seluruh pelosok Indonesia aneka
produk teh dijumpai sehari-hari. Teh bisa diminum panas atau dingin, sebagai
minuman penyegar atau obat.
Secara umum, tanaman teh dapat tumbuh pada kisaran suhu udara 28-30oC
dan untuk pertumbuhan optimumnya pada suhu tanah berkisar 20-25oC. Suhu
haruslah berada pada kisaran normal selama 6 bulan setiap tahunnya. Tingginya
curah hujan dan kelembaban relatif juga sangat dibutuhkan dan pada kebun-kebun
teh umumnya memiliki curah hujan rata-rata sebesar 1800 mm untuk setiap
tahunnya. Tanaman teh juga dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, yang
dibentuk dari berbagai batu induk dalam berbagai kondisi klimatik.
2.2.2 Sistematika
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, teh digolongkan kedalam:
Filum : Spermatophyta
Sub Filum : Angiospermae
Kelas : Dicotiledoneae
Ordo : Guttiferales
Famili : Tehaceae
Genus : Camelia
Spesies : Camelia sinensis
16
Gambar 6. Tumbuhan Teh (dokumentasi pribadi)
Daun teh yang baru dipetik mengandung air 75 % dari berat daun dan
sisanya berupa padatan dan terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik.
Bahan organik yang penting dalam pengolahan antara lain polifenol, karbohidrat
dan turunannya, ikatan nitrogen, pigmen, enzim dan vitamin.
Bahan-bahan kimia dalam daun teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok
besar, yaitu:
a. Substansi fenol : tanin / katekin, flavanol
b. Sustansi bukan fenol : resin, vitamin, serta substansi mineral
c. Substansi aromatis : fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, netral bebas
karbonil (sebagian besar terdiri atas alkohol).
d. Enzim : Invertase, amilase, glukosidase, oximetilase,
protease, dan peroksidase.
Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat
yang baik pada teh. Jadi apabila pengendalian selama proses pengolahan dapat
dilakukan dengan tepat, maka akan diperoleh hasil yang maksimal.
Substansi Fenol
Komponen fenol dalam daun teh mencapai 30% dari keseluruhan bahan kering
daun (Miller 1995).
17
- Tanin/Katekin
Senyawa ini tidak berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat
menentukan kualitas daun teh dimana dalam pengolahannya, perubahannya
selalu dihubungkan dengan semua sifat teh kering yaitu rasa, warna dan aroma.
Tanin atau katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks.
Jumlah totalnya hanya merupakan fraksi saja yang merupakan ukuran kualitas
teh. Tanin mempunyai sifat mudah berikatan dengan protein karena tanin
mempunyai sejumlah kelompok ikatan fungsional yang berinteraksi dengan
molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar
dan kompleks yaitu tanin-protein (Tanuwiria 2007)
Katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol.
Jumlah atau kandungan katekin ini bervariasi untuk masing-masing jenis teh.
Adapun katekin teh yang utama adalah epicathecin (EC), Epicathecin galat
(ECG), Epigalochatechin dan Epichatecin gallate (EGCG). Katekin teh memiliki
sifat tidak berwarna, larut dalam air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada
seduhan teh.
- Flavanol
Flavanol utama yang terdapat didalam daun teh adalah querecetin,
kaemferol dan myricetin terutama dalam bentuk glikosidanya (berikatan dengan
molekul gula) dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Jumlahnya dapat bervariasi
tergantung suhu dan cara ekstraksinya .
Substansi Bukan Fenol
- Karbohidrat
Seperti tanaman lain, daun teh juga mengandung karbohidrat mulai dari
gula sederhana sampai dengan yang kompleks. Yang terpenting diantaranya
adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa. Keseluruhan karbohidrat yang dikandung
teh adalah 0,75 % dari berat kering daun.
- Substansi Pektin
Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam pektat, besarnya
bervariasi antara 4,9 - 7,6% dari berat kering daun atau tangkai. Sustansi ini
dianggap ikut menentukan kualitas dari teh.
18
- Alkaloid
Senyawa ini yang menjadikan teh sangat digemari karena bersifat
menyegarkan. Sifat penyegar teh yang berasal dari bahan tersebut menyusun
3-4 % berat kering. Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, theobromin
dan theofilin.
- Protein dan Asam-asam Amino
Daun teh mengandung protein yang sangat besar peranannya dalam
pembentukan aroma teh. Diketahui bahwa perubahan utama selama pelayuan
adalah pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino bersama
dengan karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis. Asam
amino yang paling berpengaruh adalah alanin, fenilalanin, valin, leusin, dan
isoleusin. Seluruh protein dan asam amino bebas berkisar 1,4-5 % dari berat
kering daun.
- Klorofil dan Zat Warna Lain
Zat warna (klorofil) dalam daun mendukung 0,019 % dari berat kering
daun teh. Zat lainnya seperti karotenoid (zat warna jingga) dalam daun teh dapat
menentukan aroma teh, karena oksidasinya menghasilkan substansi yang mudah
menguap yang terdiri atas aldehid dan keton tidak jenuh.
- Asam organik
Dalam proses metabolisme terutama respirasi, asam organik berperan
penting sebagai pengatur proses oksidasi dan reduksi. Selain itu, asam organik
juga merupakan bahan untuk membentuk karbohidrat, asam amino dan lemak
untuk tanaman.
- Substansi Resin
Bau atau aroma teh tergantung pada minyak esensial dan resin. Sebagai
bahan kimia, resin sukar dibedakan dengan minyak esensial dan terpena.
Peranan resin yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman teh terhadap
frost. Kandungan resin besarnya 3 % dari berat kering.
19
- Vitamin-vitamin
Daun teh mengandung beberapa vitamin yaitu vitamin C, K, A, B1, B2,
asam nikotinat dan asam pantotenat. Tetapi kebanyakan rusak selama proses
pengolahan.
- Substansi Mineral
Elemen mineral yang merupakan mayoritas adalah potasium yang
jumlahnya separuh dari kandungan mineral. Kandungan mineral dalam daun teh
kira-kira 4-5 % dari berat kering. Dari segi kualitas, peranan substansi ini tidak
banyak disebut. Namun ada beberapa unsur yang berhubunan dengan oksidasi
polifenol, yaitu fosfor yang mengtur pH selama oksidasi, magnesium yang
merupakan komponen dari klorofil serta tembaga yang merupakan gugusan
prostetis dari polifenol oksidasi.
Enzim-enzim
Enzim berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia didalam
tanaman. Enzim yang dikandung didalam daun teh diantaranya adalah invertase,
amilase, glukosidase, oksimetilase, protease dan peroksidase.
2.2.3 Perbedaan Teh Hijau dengan Teh Hitam
Ada tiga tipe utama pengolahan teh, yaitu teh Hijau, teh Oolong, dan teh
Hitam. Secara umum teh Hijau merupakan teh yang tidak difermentasi, teh
Oolong merupakan teh yang mengalami fermentasi sebagian dan teh Hitam
merupakan teh yang mengalami fermentasi penuh. Beberapa perbedaan yang
dapat dilihat dari ketiga teh diatas dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Perbedaan Umum antara Teh Hijau, Teh Oolong dan Teh Hitam
Teh Hijau Teh Oolong Teh Hitam
Tidak terjadi Fermentasi Fermentasi sebagian Fermentasi terjadi sempurna
Konstituen natural leaf
dipertahankan
Minyak essensial
berkembang
Konsentrasi tinggi akan minyak
essensial