bab i.refrt

38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis- lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. (1) Dewasa ini kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak berbahaya tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di Amerika. Insidens pada pria agak lebih banyak daripada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia tetapi umumnya pada orang dewasa. (1) Penyebab psoriasis masih belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor resiko timbulnya psoriasis seperti faktor genetik dan faktor imunologi. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus yang utama. (1)

Upload: alfania-novita-putri

Post on 26-Jul-2015

178 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I.refrt

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun bersifat kronik dan residif,

ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang

kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan

Kobner.(1)

Dewasa ini kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak

berbahaya tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, mengingat bahwa perjalanannya

menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk

kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%,

sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika, jarang

dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di Amerika. Insidens pada pria agak lebih

banyak daripada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia tetapi umumnya pada orang

dewasa.(1)

Penyebab psoriasis masih belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor

resiko timbulnya psoriasis seperti faktor genetik dan faktor imunologi. Berbagai faktor

pencetus pada psoriasis diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena

Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis

merupakan faktor pencetus yang utama.(1)

Prinsip pengobatan pada setiap sumber pustaka memberikan gambaran yang

hampir sama, yaitu menggunakan pengobatan sistemik, topikal, ataupun kombinasi.(2)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah definisi dari psoriasis vulgaris?

Bagaimana epidemiologi dari psoriasis vulgaris?

Bagaimana etiopatogenesis terjadinya psoriasis vulgaris?

Bagaimana gejala klinis dan bentuk klinis dari psoriais vulgaris?

Apasajakah diagnosa banding dari gejala psoriasis vulgaris?

Bagaimana penatalaksanaan dari psoriasis vulgaris?

Page 2: BAB I.refrt

2

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui:

Definisi psoriasis vulgaris

Epidemiologi dari psoriasis vulgaris

Etiopatogenesis terjadinya psoriasis vulgaris

Gejala klinis dan bentuk klinis dari psoriais vulgaris

Diagnosa banding dari gejala psoriasis vulgaris

Penatalaksanaan dari psoriasis vulgaris

1.4 Manfaat

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang psoriasis vulgaris.

Sebagai perbandingan referensi pembaca tentang pengertian dan

penatalaksanaan dari psoriasis vulgaris.

Page 3: BAB I.refrt

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat kronik

dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan

lilin, Auspitz dan Kobner.(1)

Penyakit ini disebut dalam arti luas yaitu psoriasis vulgaris, yaitu psoriasis yang

biasa karena terdapat psoriasis dalam bentuk lain, seperti psoriasis pustulosa.(1) Psoriasis

jarang mengenai anak pada umur kurang dari 10 tahun, biasanya sering mengenai

pasien pada umur 15 sampai dengan 40 tahun.(2)

2.2 Epidemiologi

Kasus psoriasis makin sering ditemukan. Meskipun penyakit ini tidak

menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terutama karena

perjalanan penyakit ini bersifat menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih

lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di

Amerika Serikat 1-2% sedangkan di Jepang 0.6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya

di Afrika jarang dilaporkan demikian pula pada suku Indian di Amerika. (1,3) Insiden

pada pria agak lebih banyak dari pada wanita.(1)

Onset usia pada psoriasis tipe dini dengan puncak usia 22,5 tahun (pada anak,

usia onset rata-rata 8 tahun). Untuk tipe lambat, muncul pada usia 55 tahun. Onset dini

memprediksikan derajat penyakit dan penyakit yang menahun, dan biasanya disertai

riwayat psoriasis pada keluarga. Psoriasis mempengaruhi 1,5 – 2% populasi dari negara

barat. Di Amerika Serikat, terdapat 3 sampai 5 juta orang menderita psoriasis.

Kebanyakan dari mereka menderita psoriasis lokal, tetapi sekitar 300.000 orang

menderita psoriasis generalisata.(4)

Tabel 1. Prevalensi psoriasis di antara beberapa etnik.(4)

Page 4: BAB I.refrt

4

2.3 Etiopatogenesis

Etiologi

Penyebab terjadinya kondisi psoriasis belum diketahui secara pasti, akan tetapi

terdapat dua abnormalitas dari terjadinya psoriasis, 1) hiperproliferasi atau proliferasi

yang berlebihan dari sel keratinosit, dan 2) adanya infiltrasi mediator inflamasi seperti

neutrofil dan T limfosit tipe TH-1.(2)

Faktor genetik diduga ikut berperan dalam proses terjadinya penyakit psoriasis.

Secara epidemiologi bila orang tua tidak menderita psoriasis, resiko psoriais sebesar

12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya dapat

mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I

dengan awitan dini bersifat familial, dan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat

nonfamilial. Hal lain yang ikut mendasari adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis

berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berkaitan dengan HLA-B13, B-17, Bw57, dan

Cw6, sedangkan psoriasis tipe II berhubungan dengan HLA-B27, dan Cw2.(1)

Faktor imunologi juga ikut berperan, dimana defek genetik pada psoriasis dapat

diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen

APC (Antigen Presenting Cell) pada atau keratinosit. Keratinosit psoriasis matang

umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas

limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfosit pada epidermis. Sedangkan pada lesi

Page 5: BAB I.refrt

5

baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Sel langerhans juga

berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali

dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans.

Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat hanya sekitar 3-4

hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.(1)

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di

antaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma, faktor endokrin, gangguan metabolik,

obat, alkohol serta rokok.(1)

a) Trauma pada psoriasis aktif, lesi dapat menyebabkan kerusakan kulit akibat

garukan ataupun luka akibat tindakan (Kobner Phenomenon).

b) Infeksi fokal infeksi menahun di daerah hidung, tenggorokan, telinga taupun

gigi. Tonsilitis yang diakibatkan Streptococcus β-hemoliticus sering memicu

terjadinya psoriasis gutata. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang

sembuh setelah dilakukan tonsilektomi.(1)

c) Faktor psikis stress, emosi dan kegelisahan dapat menyebabkan penyakit

psoriasis bertambah berat.

d) Hormonal frekuensi psoriasis umumnya membaik saat kehamilan dan akan

kembali setelah melahirkan. Hipokalsemia sekunder akibat hipoparatiroid juga

dianggap sebagai faktor pencetus.(1)

e) Cuaca Sinar matahari dapat memperbaiki keadaan psoriasis akan tetapi 10%

menjadi buruk.

f) Penyakit metabolik dibetes melitus yang laten

g) Obat antimalaria, litium, β- bloker, dan IFN- α dapat memperburuk kondisi

psoriasis. Psoriasis dapat terjadi “rebound” setelah diberikan pengobatan

dengan sistemik steroid.(2)

Page 6: BAB I.refrt

6

Gambar 1. Faktor pencetus (hormon dan imunologi) yang berperan dalam perkembangan

psoriasis.(5)

Patogenesis

Kulit didesain dengan spesifikasi klinis sedemikian rupa sehingga mampu

melindungi manusia dari luka atau infeksi serta beberapa faktor imunologik, di

antaranya sitokin TNF-α , sebuah sinyal bahaya yang dikeluarkan oleh jaringan-jaringan

yang sedang mengalami luka kepada sistem imunologi. Pelepasan TNF-α dari sel-sel

yang terdestruksi pada luka nantinya akan memanggil sitokin-sitokin dan kemokin

lainnya sehingga memodifikasi permukaan endotel pada venula-venula pascakapiler.

Proses ini merupakan mekanisme alamiah yang memfasilitasi ekstravasasi leukosit ke

jaringan yang sedang luka. Leukosit yang keluar dari pembuluh darah nantinya akan

merembes memasuki dermis melalui beberapa proses yang melibatkan beberapa

molekul, di antaranya LFA-1. Leukosit yang memasuki dermis melalui gradien

kemotaktik akan mulai memediasi fungsi efektor, misalnya untuk membunuh bakteri

atau jamur. Selama perjalanannya leukosit yang menuju jaringan luka ini juga akan

mengeluarkan TNF-α ke sirkulasi. Dengan demikian semakin lama akan semakin

banyak leukosit yang terpanggil ke tempat luka.(7)

Dalam kenyataannya, proses imunitas merupakan rangkaian adaptasi fisiologis

yang senantiasa berubah demi mempertahankan hidup. Penempatan sel T diatur oleh

pajanan jutaan antigen yang masuk ke tubuh manusia. Awalnya semua sel T merupakan

sel T naif yang berkelana di dalam pembuluh darah serta sebagian tersimpan di kelenjar

Page 7: BAB I.refrt

7

getah bening (KGB) proses ini sangat.tergantung dengan LFA-1. Ketika terdapat luka

di jaringan, sel dendritik akan menjadi matur serta bermigrasi ke KGB karena

dirangsang oleh sinyal berbahaya yang kemudian 'memberi tahu' (dengan mekanisme

MHC kelas III atau protein klas III) antigen apa yang sedang menyerang jaringan

tersebut. Sebagaimana dipahami, MHC (Majorhistocompatibility Complex) merupakan

cara pengenalan antigen dari sel-sel yang terpajan antigen melalui ligan reseptor kepada

sel T yang naif. Sel T naif ini terdiri dari sel-sel dengan reseptor yang khas. Sel T

dengan reseptor CD28 akan berikatan dengan MHC reseptor CD80 dan CD86

(kostimulasi), sedangkan sel T dengan reseptor LFA-1 akan berikatan dengan ICAM-1

(intercellular adhesion molecules 1) pada sel dendritik.(7)

Sel T yang menuju ke kulit akan mengekspresikan Cutaneous Lymphocyte

Antigen (CLA), reseptor chemokine CC-4 dan -10, serta LFA-1. Nantinya ekspresi CLA

dan kawan-kawannya akan berinteraksi dengan pembuluh darah untuk menghasilkan E-

selectin dan P-selectin, ligan chemokine CC serta ICAM-1. Reaksi inilah yang

membantu sel T untuk melawan antigen-antigen yang masuk ke kulit. Jika memang

tidak ada antigen yang masuk ke kulit, maka perlahan-lahan sel-sel T ini akan masuk ke

pembuluh limfe dan berjalan menuju KGB terdekat. Konsep sel T memori dengan CLA,

LFA-1, dan reseptor CC inilah yang menjawab pertanyaan mengapa reaksi antigen di

kulit berlangsung sangat cepat. Pasalnya, pelepasan TNF-α dan sitokin-sitokin lainnya

akan merangsang pembentukan ICAM-1,chemokine, dan E-selectin dalam jumlah yang

besar.(7)

Para penderita psoriasis memiliki autoantigen psoriasis yang diproduksi di tubuh

dan spesifik dilawan oleh sel-sel T memori yang berada di sekitar kulit. Ketika ada

autoantigen psoriasis datang, sel-sel T otomatis akan menyerang dan otomatis pula

menghasilkan mediator-mediator di atas, termasuk TNF-α dan LFA-1. Selain itu, di

samping sel-sel T jaringan yang telah luka akibat reaksi antigen dengan sel T juga akan

memproduksi TNF-α yang akhirnya akan memperburuk keadaan psoriasis. Keadaan ini

ditandai dengan respon perproliferasi epidermis serta gejala umum psoriasis.(2)

Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, serta terdapat maturasi

inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Terjadi replikasi yang cepat dari sel

germinativum dan terdapat pengurangan waktu transit sel melalui epidermis yang tebal.

Kemungkinan faktor genetik berperan dalam proses hiperproliferasi keratinosit serta

Page 8: BAB I.refrt

8

peningkatan kecepatan turn over dari kulit pada penderita psoriais.(2) Abnormalitas pada

vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu

limfosit, polimorfonuklear, leukosit dan makrofag yang terakumulasi pada dermis dan

epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik

stadium inisial ataupun stadium lanjut penyakit.(1) Mekanisme yang mendasari

terjadinya peningkatan proliferasi sel keratinosit belum dipahami secara keseluruhan.

Cyclic guanosin monophosphate (cGMP), metabolisme asam arakidonat, polyamines,

calmodulin, dan aktivasi plasminogen dapat meningkatkan plak psoriasis, akan tetapi

berdasarkan teori intervensi terapi dengan memperhatikan faktor tersebut belum

sepenuhnya berhasil. Dan kemungkinan faktor genetiklah yang mengontrol

pertumbuhan keratinosit.(2)

Didapatkan adanya peningkatan ekspresi interleukin dan faktor pertumbuhan

serta molekul adesi pada lesi psoriasis.(2) Terdapat beberapa hipotesis yang dapat

berperan dalam terjadinya psoriasis:

a. Keratinosit dapat distimulasi oleh beberapa keadaan (trauma, infeksi, obat,

radiasi ultraviolet) yang dapat merangsang pengeluaran IL-1, IL-8, dan IL-18.

b. Mediator IL-1 dapat meningkatkan regulasi ekspresi Intercellular Adhesion

Molecule-1 (ICAM-1), dan E selectin pada endotel vasular papila dermis.

c. IL-8 dapat menarik sel T limfosit dan neutrofil untuk bermigrasi dari papila

dermis ke dalam epidermis.

d. Akumulasi sel T limfosit pada epidermis dapat menstimulasi aktivasi dengan sel

Langerhans dan keratinosit. Aktivasi sel T limfosit dapat mengeluarkan IL-2,

IFN-γ dan TNF-α.

e. IL-2 membentuk lokal proliferasi sel T limfosit.

f. IFN-γ dan TNF-α menginduksi keratinosit untuk mengekspresikan HLA-DR,

untuk meningkatkan regulasi ekspresi ICAM-1 dan untuk memproduksi IL-6,

IL-8 dan TGF-α.

g. TGF-α mengaktifasi mediator autokrin dan mengekspresikan reseptor Epidermal

Growth Factor (EGF) yang menginduksi proliferasi keratinosit. IL-6 dan

Transforming Growth Factor-α (TNF-α) juga mempengaruhi mitosis dari

keratinosit.(2)

2.4 Gejala Klinis dan Bentuk Klinis

Page 9: BAB I.refrt

9

Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi

eritroderma. Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp,

perbatasan scalp dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan

lutut serta daerah lumbo sakral.(1)

Gambar 2. Predileksi lokasi terjadinya psoriasis.(5)

Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan

skuama diatasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada masa penyembuhan

seringkali eritema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama

berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta transparan. Besar kelainan

bervariasi, bisa lentikular, nummular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya

atau sebagian besar berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-

anak, dewasa muda dan terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus aureus.(1)

Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul

dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada

umumnya terdapat pada siku, lutut, scalp, umbilikus, dan intergluteal.

Gambar 3. Pasien psoriasis dengan kulit cerah, lesi primer berwarna merah dengan sisik

putih perak.(5)

Page 10: BAB I.refrt

10

Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul

dan plak berwarna keunguan dengan sisik abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak

kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan menebal pada waktu yang

bersamaan. Trauma eksternal, meliputi goresan dan garukan pada kulit menyebabkan

plak psoriatik yang lama, hal ini dikenal dengan Fenomena Kobner.(1) Pada psoriasis

terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yaitu

tetesan lilin dan Auspitz dianggap khas, sedangkan Kobner dianggap tidak khas, hanya

kira-kira 47% dari yang positif dan didapat pula pada penyakit lain, misalnya Liken

Planus dan Veruka plana juvenilis.(1)

Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada

goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh perubahan indeks bias. Cara

menggoresnya bisa dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum

atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya

adalah dengan cara skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan ujung gelas alas.

Setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan secara perlahan karena jika

terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik melainkan perdarahan

yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya trauma akibat garukan

dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan psoriasis dan disebut dengan

fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.(1)

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira 50%

yang agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau nail pit yang berupa

lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian

distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis

subungual) dan onikolisis. Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku,

penyakit ini dapat pula menimbulkan kelainan pada sendi. Umumnya bersifat

poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal dan terbanyak terdapat

pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik

subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.(1)

Page 11: BAB I.refrt

11

Gambar 4. Psoriasis pada kuku.(2)

Gambar 5. Psoriasis artritis.(2)

Derajat penyakit psoriasis dapat diukur dengan PASI (Psoriasis Area and

Severity Index). Perhitungan dengan metode ini merupakan skala rating penilaian secara

kuantitatif untuk mengukur tingkat keparahan lesi psoriasis berdasarkan area yang

terkena dan gambaran plak. Parameter yang diukur meliputi eritema, deskuamasi

(thickeness), dan ukuran (scaling). Area lokasi yang dinilai meliputi kepala (10%),

punggung (20%), ektremitas superior (30%), dan ekstremitas inferior (40%).(6)

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, antara lain:

1. Psoriasis Vulgaris

Bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut psoriasis vulgaris.

Dinamakan juga tipe plak karena lesi-lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat

predileksinya yaitu pada scalp, perbatasan scalp dengan wajah, ekstremitas terutama

bagian ekstensor yaitu lutut, siku dan daerah lumbosakral.

Page 12: BAB I.refrt

12

Gambar 6. Psoriasis vulgaris, lesi primer berbatas tegas (plak).(2)

2. Psoriasis Gutata

Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan

diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis

influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat

timbul setelah infeksi yang lain baik bakterial maupun viral.(2)

Gambar 7. Psoriasis Gutata.(2)

3. Psoriasis Inversa

Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan

namanya.

Gambar 8. Psoriasis inversa pada daerah siku.(3)

Page 13: BAB I.refrt

13

4. Psoriasis Eksudativa

Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu dalam bentuk

kering, tetapi pada jenis ini kelaianannya bersifat eksudatif seperti pada dermatitis akut.

5. Psoriasis Seboroik

Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan

dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak

lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.(1)

6. Psoriasis Pustulosa

Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai

penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk

psoriasis pustulosa yaitu:

a. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)

Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai telapak

tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok

pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.

Gambar 9. Psoriasis pustulosa palmar.(2)

b. Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)

Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat ditimbulkan oleh

berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang tersering karena penghentian

kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik

betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide,

kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain obat ialah hipokalsemia, sinar

matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi bakterial dan virus. Penyakit ini dapat

timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula muncul

pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Gejala awalnya ialah kulit nyeri,

hiperalgesia disertia gejala umum berupa demam,malese, nausea, anoreksia. Plak

Page 14: BAB I.refrt

14

psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak

edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak

pustul miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi

membentuk lake of pus berukuran beberapa cm.1 Pustul besar spongioform terjadi

akibat migrasi neutrofil ke atas stratum malphigi, di mana neutrofil ini beragregasi di

antara keratinosit yang menipis dan berdegenerasi.3 Kelainan-kelainan semacam itu

akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium

menunjukkan leukositosis, kultur pus dari pustul steril.(1)

Gambar 10. Psoriasis von Zumbusch, pustul multipel pada kulit yang eritematous. (3)

7. Eritroderma psoriatik

Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu

kuat atau karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk

psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal.

Adakalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan

kulitnya lebih meninggi. (1)

Gambar 11. Psoriasis Eritroderma.(2)

2.5 Laboratorium dan Histologi

Laboratorium :

Page 15: BAB I.refrt

15

- Sebenarnya tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa

psoriasis akan tetapi, dapat dipakai untuk mengetahui faktor pencetus seperti

adanya infeksi dan pemeriksaan gula darah serta kolesterol pada penderita

diabetes melitus.(1)

Histologi :

- Psoriasis memberikan gambaran histopatologik yang khas yakni parakeratosis

dan akantosis (inti sel dalam sel tanduk).

- Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan

keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan tampak penebalan pada stratum

korneum.

- Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang

berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro.

- Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai

oleh sebukan sel radang limfosit dan monosit.(2)

Gambar 12. Gambaran histologi dari psoriasis dan kulit yang normal.(2)

2.6 Diagnosis Banding

Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sulit menentukan diagnosis psoriasis.

Akan tetapi, apabila tidak khas maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain.

Pada diagnosis banding sebaiknya selalu diingat, bahwa psoriasis terdapat tanda-

tanda yang khas, yakni skuama yang kasar, transparan dan berlapis- lapis, serta terdapat

fenomena tetesan lilin dan fenomena Auzpit.(1)

Page 16: BAB I.refrt

16

Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi hanya

di pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah keluhan pada

dermatofitosis sangat gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur. Sifilis

stadium dua juga dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis. Penyakit

ini sekarang telah jarang dijumpai, perbedaannya pada sifilis terdapat senggama

tersangka saat anamnesa, terdapat pembesaran kelenjar limfonodi menyeluruh dan tes

serologi untuk sifilis TPHA positif.(1) Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis

karena skuama yang berminyak dan kekuningan serta predileksi pada tempat yang

seboroik. Pitiriasis Rosea kadangkala dibingungkan dengan psoriasis gutata, akan tetapi

lesi pada penyakit ini berbentuk oval sedikit bulat dan berjalan sejajar dengan tulang

rusuk sehingga tampak gambaran pohon cemara terbalik. Terdapat mother plaque dan

predileksi lokasinya biasanya terdapat di punggung.(2)

2.7 Penatalaksanaan

Secara garis besar pengobatan psoriasis dibagi menjadi pengobatan secara

sistemik, lokal, radiasi ultraviolet, dan kombinasi.(2) Terapi pada pasien dengan psoriasis

akan didasarkan pada keahlian atau seni dari dokter dan kondisi yang menguntungkan

bagi pasien.(2)

Tabel 2. Pilihan terapi pada psoriasis.(2)

1. Terapi Sistemik

Pengobatan sistemik diberikan pada psoriasis yang mengenai lebih dari 20%

permukaan tubuh.(2)

Page 17: BAB I.refrt

17

a. Sitostatika

Bekerja dengan menghambat sintesis asam folat pada proses mitosis fase S dan

menyebabkan berkurangnya turnover pada epidermis.(5) Obat ini menunjukkan

hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek

hambatan sintesis. Indikasinya ialah untuk psoriasis vulgaris, psoriasis pustulosa,

psoriasis arthritis dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis yang sukar

terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat kelainan hepar,

ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC, Ulkus

peptikum, colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate diberikan dengan

dosis inisial 5 mg untuk melihat apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika

tidak terjadi efek yang tidak diinginkan maka preparat ini diberikan dengan dosis 3 x

2.5mg dengan interval 12 jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5mg. Jika tidak ada

perbaikan maka dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan dosis 3 x 5

mg akan tampak ada perbaikan. Cara lain adalah dengan pemberian metrotreksat i.m

dosis tunggal sebesr 7,5 – 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih banyak menimbulkan

reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika penyakit telah terkontrol maka dosis perlahan

diturunkan dan diganti ke pengobatan secara topikal.(1)

Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologi, urin lengkap, fungsi ginjal

dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian metotreksat

dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsy hepar setiap kali dosis

mencapai dosis total 1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar abnormal maka dilakukan biopsi

hepar bila dosis total mencapai 1 gram.

Efek samping dari penggunaan metotreksat adalah nyeri kepala, alopesia,

gangguan saluran cerna, sumsum tulang, hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa

nausea, nyeri lambung, stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat dapat

terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi sumsum tulang

menyebabkan timbulnya leukopenia, trombositopenia dan kadang-kadang anemia. Pada

hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis.(1)

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dosis harus diturunkan karena

preparat ini diekskresi melalui urine.(5) Preparat ini bersifat teratogenik, sehingga

preparat ini tidak boleh diberikan pada wanita dan laki-laki dalam masa reproduktif.(2)

b. Kortikosteroid

Page 18: BAB I.refrt

18

Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen prednisone

30-60 mg perhari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan lalu diberikan

dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan

kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata.(1)

c. Asitretin

Merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang

sukar disembuhkan yang dapat untuk psoriasis pustular dan juga untuk psoriasis

eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi

psoriasis dan kulit normal. Efek sampingnya minor berupa kulit menipis dan kering,

selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis,

pruritus, nyeri tulang dan persendian, serta efek mayor meliputi peninggian lipid darah,

gangguan fungsi hepar.(5) Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah

obat dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang utama.

Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh

eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.(1)

Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum

terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. Penggunaan terapi

ini dapat berfungsi sinergis dengan PUVA (photochemotherapy) yang dapat

menghilangkan plak psoriasis lebih cepat daripada hanya dengan PUVA.(2)

d. Siklosporin

Merupakan imunosupresan yang sering digunakan dalam transplantasi organ.

Preparat ini mengeblok resting limphosit fase G0 atau awal G1 pada siklus sel dan

menghambat keluarnya limfokin, terutama IL-2.(2) Dosis awal yang digunakan 3-4

mg/kgBB/hari dan tidak lebih dari 5 mg/kgBB/hari. Efek samping pada pemakaian

jangka lama adalah hipertensi, kerusakan fungsi ginjal, dan beresiko mendapatkan

kanker kulit akibat virus. Tekanan darah dan fungsi ginjal harus diukur dan dipantau

sebelum terapi dilakukan.(2)

e. Levodopa

Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Pada beberapa pasien

Parkinson yang juga menderita psoriasis dan diterapi dengan levodopa menunjukkan

perbaikan. Berdasarkan penelitian, Levodopa menyembuhkan sekitar 40% pasien

dengan psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250 mg – 3 x 250 mg. Efek samping levodopa

Page 19: BAB I.refrt

19

adalah mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikis dan gangguan pada jantung.(1)

f. Diaminodifenilsulfon (DDS)

Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan psoriasis pustulosa

tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya adalah anemia hemolitik,

methemoglobinuria dan agranulositosis.(1)

g. Terapi Sistemik Lain

Antimetabolit seperti mycophenolate mofetil, 6-tioguanine, dan hydroxyurea

dapat membantu gejala psoriasis tetapi tidak melebihi metotreksat.(2) Obat biologi

merupakan obat yang baru dengan efeknya memblok langkah molecular spesifik yang

penting pada pathogenesis psoriasis. Contoh obatnya adalah alefaseb, efalizumab,

etanerseb, adalimumab dan TNF-α-antagonist.(1)

Gambar 13. Target terapi untuk menekan proliferasi sel T limfosit pada psoriasis.(2)

2. Terapi Topikal

a. Preparat Ter

Preparat ini berfungsi sebagai anti radang akan tetapi tidak mampu menghambat

sintesis DNA.(2) Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:

Fosil, misalnya iktiol.

Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.

Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens

Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis, yang

cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih efektif

daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga besar.

Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara,

Page 20: BAB I.refrt

20

karena ter tersebut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis

yang menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut

dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikawatirkan akan terjadi

iritasi dan menjadi eritroderma.

Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai dengan konsentrasi rendah,

jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya

penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan

konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salep karena salep mempunyai

daya penetrasi terbaik.(1)

b. Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum

bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di

tempat lain digunakan salep. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih

potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat memberik efek samping di

antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan berupa strie atrofikans. Pada tubuh dan

ekstremitas digunakan salep dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama

penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.(1)

c. Dithranol (Antralin)

Bekerja sebagai antimitosis dan menyebabkan iritasi pada kulit yang normal.

Preparat ini tidak dapat digunakan pada wajah dan genitalia karena dapat mewarnai

kulit dan pakaian.(5) Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta,

salep, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk mencegah

iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.(1)

d. Penyinaran

Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis,

sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah

penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan akan

memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya

sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau

berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA,

atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara

Goeckerman.

Page 21: BAB I.refrt

21

Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata,

pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep

likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci

dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan

berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan

seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis

Area and Severity Index). Hasil baik dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak.(1)

e. Calsipotriol

Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim 50

mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada

salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa iritasi, yakni rasa

terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan

hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.(1)

f. Tazaroten

Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi

dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi

pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan

konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi

sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek

sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga

bersifat fotosensitif.(1)

g. Emolien

Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain

lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar

vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya

penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.(1)

3. PUVA (Photochemotherapy)

Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang

sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan, 2 jam kemudian dilakukan

penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu.

Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu, setelah itu dilakukan

terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA

Page 22: BAB I.refrt

22

juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.(1) Efek

samping yang paling banyak dikeluhkan adalah nyeri pada daerah eritema yang dapat

diminimalisir dengan pemberian dosis penyinaran secara hati-hati. Beberapa pasien juga

merasakan gatal dan mual setelah pemberian terapi radiasi. Efek samping penggunaan

jangka lama meyebabkan prematuritas pada kulit (bintik-bintik pigmentasi, berkerut

dan atrofi), kanker kulit pada penggunaan lebih dari 1000J atau penggunaan terapi lebih

dari 250 kali.(2)

4. Terapi Kombinasi

Apabila psoriasis mengalami resisten dengan satu pengobatan, maka dapat

digunakan terapi kombinasi. Terapi kombinasi dapat mencegah efek samping dari tiap-

tiap pengobatan yang digunakan. Terapi kombinasi yang sering digunakan adalah

pengobatan dengan analog vitamin D dengan steroid lokal atau UVB, dithranol dengan

preparat ter dan UVB serta ter batubara dan UVB (terapi Goeckerman). Terapi metode

rotasi juga dapat meminimalkan efek toksik dari beberapa pengobatan, seperti

penggunaan PUVA, metotreksat, acitretin dan siklosporin, dimana tiap pengobatan

tersebut digunakan 1-2 tahun sebelum menjalani terapi selanjutnya.(2)

2.8 Komplikasi

Psoriasis dapat menyebabkan keadaan seperti, psoriasis antropati, dan

eritroderma. Penyakit sendi akibat psoriasis terjadi kira-kira pada 5% pasien. Rasio

terjadinya sama antara wanita dan laki-laki.(3) Terdapat empat tipe bentuk komplikasi

ini, meliputi:

Distal artritis, merupakan kondisi yang paling umum. Terjadi karena

pembengkakan pada sendi interphalangeal pada tangan dan kaki yang

menyebabkan kondisi fleksi deformitas.

Rheumathoid like arthriti, menyerupai penyakit rematoid dengan poliarthropati,

tetapi tidak simetris dan tes untuk faktor rematoid hasilnya negatif.

Artritis mutilasi, yang sering berhubungan dengan psoriasis berat. Erosi dimulai

dengan mengenai tulang yang kecil pada tangan dan kaki yang menyebabkan

deformitas tulang yang progresif.

Ankilosis Spondilitis/sacroilitis, biasanya mengenai pasien dengan pola HLA-

B27 positif.(3)

2.9 Prognosa

Page 23: BAB I.refrt

23

Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi menggangu kosmetik karena

perjalanan penyakitnya bersifat kronis dan residif.(1)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat kronik

dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan

lilin, Auspitz dan Kobner.(1)

Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna.

Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2% sedangkan di Jepang

0.6%. Insiden pada pria agak lebih banyak dari pada wanita. (1) Penyebab terjadinya

kondisi psoriasis belum diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat dua abnormalitas

dari terjadinya psoriasis, 1) hiperproliferasi atau proliferasi yang berlebihan dari sel

keratinosit, dan 2) adanya infiltrasi mediator inflamasi seperti neutrofil dan T limfosit

tipe TH-1.(2) Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di

antaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma, faktor endokrin, gangguan metabolik,

obat, alkohol serta rokok.(1)

Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan

skuama diatasnya. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta

transparan. Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah,

papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada

umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal. Pada psoriasis

terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yaitu

tetesan lilin dan Auspitz dianggap khas, sedangkan Kobner dianggap tidak khas, hanya

kira-kira 47% dari yang positif dan didapat pula pada penyakit lain, misalnya Liken

Planus dan Veruka plana juvenilis.(1) Bentuk klinis dari psoriasi meliputi, psoriasis

Page 24: BAB I.refrt

24

vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa, psoriasis eksudativa, psoriais seboroik dan

psoriais pustolosa.(1)

Penatalaksanaan dari psoriasis diberikan secara topikal, sistemik atau terapi

kombinasi yang disesuaikan dengan pemikiran dokter dan keadaan pasien.(3) Komplikasi

yang dapat terjadi adalah psoriasis antropati, dan eritroderma. Penyakit sendi akibat

psoriasis terjadi kira-kira pada 5% pasien. Rasio terjadinya sama antara wanita dan laki-

laki.(3) Psoriasis sendiri tidak menyebabkan kematian tetapi menggangu kosmetik karena

perjalanan penyakitnya bersifat kronis dan residif.(1)

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada penulisan referat ini adalah:

Pada pasien yang sudah dalam dekade 4 atau dekade 5, penyakit sistemik yang

mungkin berpengaruh terhadap kondisi pasien juga harus diperiksa dengan

pemeriksaan penunjang yang memadai.

Penggunaan terapi yang bersifat teratogenik sebaiknya dihindari pada pasien-

pasien dalam masa reproduksi aktif, sehingga tidak mengganggu proses

reproduksinya.

Penggunaan terapi kombinasi dapat disarankan pada pasien yang telah resisten

atau pada pasien dengan gangguan terhadap satu macam terapi saja.

Page 25: BAB I.refrt

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Halaman 189- 195.

2. Hunter, John.; Savin, John.; Dahl, Mark. 2002. Psoriasis. In Clinical

Dermatology Third Edition. Blackwall Science.h 48-62.

3. Gawkrodger, D. J. 2003. Psoriasis. In Dermatology an Illustrated Collour Text

Third Edition. Churchill Livingstone- Elsevier Science. h. 26- 29.

4. Wolff K., Johnson R.A.2009. Psoriasis. In Wolff K., Johnson R. A.

Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition.

New York: Mc Graw Hill.h.53-71.

5. Buxton, K Paul. 2003. Psoriasis. In ABC of Dermatology. Fourth Edition.

British Medical Journals Publishing. h.8-16.

6. Anonim,. 2009. Psoriasis Area and Severity Index (PASI) Worksheet. Ministry

of Health Service. British Columbia.

7. Kumar, V.; Cotran, R. S.; and Robbin, S. L. 2007. Penyakit Imunitas. Dalam

Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,

EGC. Halaman 113-123.