bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

64
BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kemunduran umat Islam saat ini adalah kurangnya perhatian terhadap zakat, karena tujuan utama dari zakat adalah untuk menyelesaikan masalah keperluan harta benda di kalangan umat Islam. Dengan kata lain zakat berperanan menagih kekayaan secara adil dalam masyarakat, bagi tujuan merapatkan jurang sosial antara yang kaya dan yang miskin. 1 Salah satu mustahik yang berhak menerima zakat menurut syara’ adalah fakir. Dewan Syariah Baitul Mal Aceh menetapkan kriteria fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak sanggup berusaha sama sekali, di samping tidak pernah mendapat bantuan dari pihak lain. Untuk dapat memenuhi kebutuhan fakir secara terus menerus, penyaluran zakat untuk fakir ditetapkan sebagai berikut: 1 Shofian Ahmad, Zakat Membangun Ummah, (Jakarta: Kencana, 2000), hlm. 9. 1

Upload: akbar-bako

Post on 19-Jun-2015

1.083 views

Category:

Data & Analytics


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

BAB SATU

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu penyebab kemunduran umat Islam saat ini adalah kurangnya

perhatian terhadap zakat, karena tujuan utama dari zakat adalah untuk

menyelesaikan masalah keperluan harta benda di kalangan umat Islam. Dengan

kata lain zakat berperanan menagih kekayaan secara adil dalam masyarakat, bagi

tujuan merapatkan jurang sosial antara yang kaya dan yang miskin.1

Salah satu mustahik yang berhak menerima zakat menurut syara’ adalah

fakir. Dewan Syariah Baitul Mal Aceh menetapkan kriteria fakir adalah orang

yang tidak mempunyai harta dan tidak sanggup berusaha sama sekali, di samping

tidak pernah mendapat bantuan dari pihak lain. Untuk dapat memenuhi kebutuhan

fakir secara terus menerus, penyaluran zakat untuk fakir ditetapkan sebagai

berikut:

1. Pemberian bantuan konsumtif (santunan) yang bersifat terus menerus.

2. Pemberian bantuan insidentil untuk keperluan tertentu, seperti bantuan hari

raya, bantuan pengobatan, bantuan perumahan dan sebagainya sesuai dengan

kemampuan dana yang dialokasikan untuk fakir.

Menurut pendapat mayoritas ulama, zakat mulai disyariatkan pada tahun

ke-2 Hijriah. Di tahun tersebut zakat fitrah diwajibkan pada bulan Ramadhan,

1 Shofian Ahmad, Zakat Membangun Ummah, (Jakarta: Kencana, 2000), hlm. 9.

1

Page 2: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

2

sedangkan zakat mal diwajibkan pada bulan berikutnya (bulan Syawal). Jadi

mula-mula diwajibkan zakat fitrah, kemudian zakat mal atau kekayaan.2

Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mempunyai kekayaan yang cukup

nishab, yaitu jumlah minimal harta yang wajib di keluarkan zakatnya. Jika kurang

dari itu kekayaan belum dikenai zakat. Adapun saat haul ialah waktu wajib

mengeluarkan zakat yang telah memenuhi nishabnya (dimiliki cukup dalam

waktu setahun).3

Di dalam Alquran, Allah SWT telah menyebutkan tentang kewajiban

shalat dan zakat secara bersamaan dalam suatu ayat, yaitu firman Allah SWT:

Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-

orang yang ruku'. (Q. S. al-Baqarah : 43).

Dari sini dapat disimpulkan bahwa setelah shalat, zakat merupakan rukun

Islam terpenting. Zakat dan shalat dalam al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai

pelambang keseluruhan ajaran Islam. Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya

hubungan seorang dengan Tuhannya, sedangkan zakat adalah lambang

harmonisnya hubungan antara sesama manusia. Oleh karena itu zakat dan shalat

merupakan pilar-pilar berdirinya bangunan Islam. Jika keduanya hancur, Islam

sulit untuk bertahan.4

2 Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, Cet.Ke-1(Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 13.

3 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji Depag RI, Pedoman Zakat, (2003), hlm.108.

4 Muhammad, zakat Profesi: Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm. 12.

Page 3: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

3

Zakat berasal dari kata az-zakah ( ( الزكاة yanga berarti suci, bersih,

tumbuh, berkembang, bertambah, dan berkah, namun sering diartikan menyucikan

atau membersihkan.5

Menurut terminologi syariat zakat adalah kewajiban atas harta tertentu,

untuk kelompok tertentu, dan dalam waktu tertentu pula.6 Jadi, bisa diartikan

bahwa zakat adalah nama atau sebutan dari sesuatu (Hak Allah Ta’ala) yang

dikeluarkan seseorang kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh

berkah, membersihkan jiwa, dan memupuk berbagai kebaikan.7

Zakat sebagai salah satu ibadah bagi umat Islam memiliki perkembangan

pelaksanaannya. Pada awal mula munculnya syariat zakat, belum ada ketentuan

mengenai besarnya zakat dan waktu pelaksanaannya. Hal ini terjadi pada saat

periode perkembangan awal Islam di Mekkah (sebelum hijriah). Zakat pada saat

itu hanya bentuk ibadah yang diperuntukkan bagi umat Islam yang kaya dan di

peruntukkan bagi umat Islam yang kurang mampu dan biaya jihad. Sedangkan

pada masa perkembangan Islam di Madinah, zakat sudah memiliki ketentuan

mengenai jenis harta, batasan harta, besarnya zakat, dan distribusi kepada

penerimanya. Dalam banyak riwayat dikisahkan bahwa zakat dari suatu daerah di

salurkan ke daerah itu juga, tidak dibawa ke Madinah. meski demikian, beberapa

riwayat mengisahkan sebagian zakat ada juga yang dikirim ke Madinah. Konsep 5 Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, Cet. Ke-1(Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2008), hlm. 13.

6 Ibid.

7 Ibid.

Page 4: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

4

zakat tidak statis, tapi terus dikembangkan oleh Khulafaurrasyidin dan para ulama

setelahnya.8

Dalam soal manajemen, pada awal Islam ada pengalaman yang menarik

bahwa zakat dikelola oleh pemerintah. Pendapat ini memang dapat diperdebatkan.

Sejarah mencatat bahwa sejak Rasulullah SAW melakukan migrasi atau hijrah

dari Mekkah ke Madinah, beliau di posisikan sebagai Nabi dan Negarawan.

Dengan demikian, keberadaan beliau selain pemimpin agama, juga sebagai

pemimpin negara dan pemerintahan. Tidak salah jika ada orang yang berpendapat

bahwa Islam adalah agama dan Negara (al-Islam huwa al-din wa al-daulah).9

Pendistribusian zakat merupakan penyaluran atau pembagian dana zakat

kepada mereka yang berhak menerimanya. Distribusi zakat mempunyai sasaran

dan tujuan. Sasaran di sini adalah pihak-pihak yang diperbolehkan menerima

zakat, sedangkan tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang

memerlukan bantuan dengan segera atau hal-hal yang bersifat darurat (zakat

konsumtif).

Distribusi zakat pada masa sekarang tidak lagi menggabungkan antara

pembagian dengan fungsi konsumtif dan produktif, termasuk Baitul Mal Aceh.

Untuk fungsi produktif di kelola oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah,

sedangkan fungsi konsumtif dikelola oleh Baitul Mal Aceh.

Dalam laporan ini penulis membahas mengenai Zakat Konsumtif, karena

selama melakukan Kerja Praktek di Baitul Mal Aceh penulis di tempatkan di

8 Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 191.

9 Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual: Dari Normatif ke pemaknaan Sosial, (Semarang: Kerja Sama pustaka Pelajar Yogyakarta dan LSM Damar, 2004), hlm. 299.

Page 5: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

5

bagian penyaluran, penulis mengamati secara langsung bagaimana proses

penyaluran zakat, khususnya zakat konsumtif. Penyaluran zakat konsumtif untuk

fakir uzur secara terus menerus disalurkan, karena tidak ada sanak famili yang

membiayai kebutuhan hidupnya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun

Laporan Kerja Praktik (LKP) ini dengan judul “PENYALURAN ZAKAT

KONSUMTIF UNTUK FAKIR UZUR OLEH BAITUL MAL ACEH”.

1.2. Tujuan Kerja Praktik

Tujuan penulis melaksanakan kerja praktik adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui serta memahami proses kerja atau kegiatan yang sesungguhnya

dari suatu instansi tempat melakukan kerja praktik didalam mengelola suatu

usaha.

2. Untuk mengetahui berbagai tahapan-tahapan dalam pelaksanaan suatu kegiatan

kerja serta mempelajari mekanisme kerja suatu instansi dengan melihat dan

mempelajari secara langsung tentang prinsip–prinsip kerjanya.

3. Agar penulis memiliki kemampuan secara professional dengan mempelajari

suatu sistem pada suatu perusahaan/lembaga/instansi serta memberikan

alternatif solusi atas permasalahan yang ada dan melaporkannya dalam bentuk

karya ilmiah.

1.3. Kegunaan Kerja Praktik

1. Khazanah Ilmu Pengetahuan

Page 6: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

6

Kegunaan Kerja Praktik (KP) bagi khasanah ilmu pengetahuan terutama

untuk lingkungan kampus UIN Ar-Raniry yakni untuk dapat membina

komunikasi serta hubungan baik secara akademis maupun sosial antara mahasiswa

Diploma III Perbankan Syariah dengan lembaga keuangan khususnya Baitul Mal

Aceh, yang merupakan tempat penulis melakukan praktik kerja dan diharapkan

hasil laporan Kerja Praktik ini dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa

khususnya Diploma III Perbankan Syariah dalam mengetahui bagaimana

Penyaluran Zakat Konsumtif Untuk Fakir Uzur Oleh Baitul Mal Aceh.

2. Masyarakat

Diharapkan dengan adanya laporan kerja praktik ini akan dapat

memberikan informasi dan manfaat bagi masyarakat luas baik dalam bentuk teori

maupun praktiknya untuk dapat memahami tentang Penyaluran Zakat Konsumtif

Untuk Fakir Uzur Oleh Baitul Mal Aceh.

3. Instansi Tempat Kerja Praktik

Kegunaan Kerja Praktik (KP) bagi instansi tempat penulis melakukan

praktik magang yakni untuk membantu meringankan pekerjaan staf atau karyawan

pada Baitul Mal Aceh. Diharapkan dengan adanya kerja praktik yang penulis

lakukan dapat memberikan konstribusi positif baik berupa usaha, saran maupun

kritikan yang membangun kepada pihak Baitul Mal Aceh yang sesuai dengan

prinsip syariah untuk kemudian agar dapat diaplikasikan dalam melangsungkan

kegiatan usaha kedepannya.

4. Penulis

Page 7: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

7

Manfaat Kerja Praktik (KP) bagi penulis secara pribadi yakni untuk

memberikan gambaran nyata bagi penulis mengenai penerapan sistem dalam

dunia kerja sesungguhnya terutama yang berkaitan dengan Baitul Mal Aceh, serta

memberikan wawasan yang luas serta pengalaman bagi penulis didalam melihat

perbedaan yang terjadi antara dunia kerja yang sesungguhnya dengan berbagai

teori yang dijumpai selama ini. Penulis mampu melihat, mengamati dan

membandingkan antara teori yang ditemui dalam proses bangku perkuliahan

dengan teknis pelaksanaan kerja di lapangan. Untuk meningkatkan

profesionalisme bagi penulis ketika terjun dalam dunia kerja, serta meningkatkan

wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis.

1.4. Prosedur Pelaksanaan Kerja Praktik

Pelaksanaan Kerja Praktik (KP) yang penulis lakukan telah melalui

beberapa tahap hingga dapat sampai pada penyusunan laporan kerja praktik ini.

Tahapan tersebut diantaranya yakni, sebelum melakukan Kerja Praktik (KP)

penulis terlebih dahulu mengisi Kartu Rencana Studi (KRS). Hal ini penting

karena merupakan syarat yang harus dilakukan sebelum melakukan Kerja Praktik

(KP). Penulis sebagai salah seorang mahasiswa Program D-III Perbankan Syariah

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry baru dapat mengikuti Kerja

Praktik apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

1. Penulis merupakan mahasiswa aktif (dibuktikan dengan fotocopy slip SPP

terbaru atau media lain);

2. Penulis telah lulus semua mata kuliah;

3. Nilai D tidak lebih dari 5% dari total SKS yang diwajibkan;

Page 8: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

8

4. Memperoleh nilai mata kuliah Metode Penulisan Laporan minimal C; dan

5. Menunjukkan KHS asli, KRS beserta transkrip nilai yang dibuat dan telah

diverifikasi oleh jurusan.

Setelah melalui semua tahapan yang telah dijelaskan diatas, selanjutnya

untuk dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh penulis selama duduk di

bangku perkuliahan, maka diperlukan media pengaplikasian yakni berupa sebuah

instansi atau perusahaan. Instansi atau perusahaan yang dipilih adalah instansi

atau perusahaan yang bergerak di bidang Lembaga Keuangan Bank/Non Bank

yang berprinsip syariah. Instansi tersebut dapat bersifat pemerintahan maupun

swasta. Selanjutnya setelah penulis mendapatkan Instansi tempat Kerja Praktik

(KP) dilakukannya tahap Persuratan Akademik-Instansi/Perusahaan Kerja Praktik.

Tahap ini mencakup urusan perizinan karena Kerja Praktik (KP) adalah kegiatan

yang bersifat resmi atau legal. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengurus

persuratan dari pihak jurusan untuk disampaikan ke pihak instansi atau

perusahaan yang ingin dijadikan tempat melakukan Kerja Praktik (KP), surat ini

harus disetujui oleh pihak fakultas. Setelah urusan persuratan di fakultas selesai,

kemudian membawanya ke pihak instansi atau perusahaan kemudian akan

direspon kembali oleh pihak instansi atau perusahaan mengenai persetujuan

mereka menerima mahasiswa untuk melakukan Kerja Praktik (KP) di Instansi

atau Perusahaan yang ditempati Kerja Praktik (KP).

Selama mengikuti kegiatan Kerja Praktik (KP) kurang lebih selama satu

setengah bulan atau sama dengan 30 hari kerja efektif, setiap harinya penulis

melakukan tahap pelaporan kepada pihak universitas berupa Penulisan Laporan

Page 9: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

9

Harian yang disetujui oleh Supervisor di tempat penulis melakukan Job Training

yakni pada Baitul Mal Aceh dan ditandatangani oleh Ketua Jurusan Program

Studi D-III Perbankan Syariah. Setelah selesai melakukan Kerja Praktik (KP)

penulis diwajibkan membuat Laporan Kerja Praktik (LKP) sebagai bentuk

pertanggungjawaban kepada pihak Universitas. Penulis berkonsultasi dengan

Ketua Lab untuk memastikan bahwa judul LKP yang penulis ajukan telah

memenuhi kriteria dan sesuai dengan buku Pedoman Kerja Praktik serta Format

Penulisan Laporan Program D-III Perbankan Syariah.

Selanjutnya, penulis membuat Laporan Awal LKP yang di dalamnya

memuat Latar Belakang, Tujuan Kerja Praktik, Kegunaan Kerja Praktik, Prosedur

Kerja Praktik, Landasan Teori, Daftar Pustaka beserta outline. Setelah laporan

awal LKP dipastikan telah memenuhi segala ketentuan dan syarat, maka barulah

kemudian Ketua Lab memberikan dosen pembimbing yang akan membimbing

penulis dalam mempersiapkan Laporan Kerja Praktik (LKP). Setelah memperoleh

SK bimbingan LKP penulis dapat memulai proses bimbingan dengan dosen yang

telah ditentukan. Penulis menjumpai pembimbing utama dan kedua selambat-

lambatnya 15 hari setelah SK bimbingan diterima pihak jurusan. Waktu dan tata

cara bimbingan dilakukan berdasarkan kesepakatan penulis dengan pembimbing.

Tanggung jawab pembimbing dianggap selesai setelah perbaikan LKP dilakukan

pasca seminar hasil.

BAB DUA

Page 10: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

10

TINJAUAN LOKASI KERJA PRAKTEK

2.1. Sejarah Singkat Baitul Mal Aceh

Pembentukan syariat Islam di Aceh berdasarkan Undang-undang Nomor

44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa

Aceh telah mendorong Pemerintah Aceh untuk membentuk lembaga-lembaga

yang didasarkan pada ketentuan hukum Islam yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat Aceh. Salah satu lembaga tersebut adalah Baitul Mal. Lembaga ini

sangat strategis dan penting keberadaannya dalam rangka mengoptimalkan

pendayagunaan zakat, waqaf dan harta agama.

Rintisan awal pembentukan lembaga formal pemungutan zakat di Aceh

dimulai tahun 1973 berasal dari BPHA (Badan Penertiban Harta Agama).

Kemudian tahun 1975 berubah menjadi BHA (Badan Harta Agama) Selanjutnya

berubah menjadi BAZIZ (Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah) yang dibentuk

dengan UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Pada tingkat Nasional kita ada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

sedangkan di daerah disebut BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah), mulai dari

tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Pada saat pembentukan

BAZDA ini, tetapi tetap dipertahankan BHA.

Demikian juga halnya pada tingkat gampong dan kelurahan tidak dibentuk

BAZIZ tetapi dipertahankan keberadaan fungsi BHA dan BAZIS tidak terdapat

perbedaan yang prinsipil, karena dalam harta agama juga terdapat zakat, infaq dan

Page 11: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

11

shadaqah. Bahkan BHA mempunyai cakupan yang lebih luas meliputi wasiat,

hibah, zakat, infaq, shadaqah dan sebagainya.

Baitul Mal menurut Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007

tentang Baitul Mal, ialah lembaga nonstruktural yang diberi

kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat,

wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat

serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan

hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak

ada wali berdasarkan syari’at Islam. Qanun tersebut merupakan

direlevasi dari pasal pasal 191 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang

pemerintahan Aceh yang menetapkan Zakat, Harta Wakaf dan

Harta Agama dikelola oleh Baitul Mal kabupaten/kota yang diatur

dengan Qanun.10

Baitul Mal dalam kedudukan tugas sehari-hari adalah

mewakili kepentingan mustahiq untuk memperjuangkan

kepentingan-kepentingannya yaitu meningkatkan harkat dan

derajat kaum dhuafa. Dalam pertumbuhan ekonomi modern,

Baitul Mal tidak hanya menyandarkan diri pada pengumpulan

zakat dan penyaluran zakat secara konvensional, tetapi dapat

mengembangkan dirinya dalam bentuk usaha atau kegiatan

yang lebih professional, asal saja rambu-rambu ketentuan syariat

tidak dilanggar.

10 Pasal 1 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Page 12: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

12

2.2. Struktur Organisasi Baitul Mal Aceh

Badan pelaksana Baitul Mal Aceh terdiri atas Kepala,

Sekretaris, Bendahara, Bidang Pengawasan, Bidang

Pengumpulan, Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan,

Bidang Sosialisasi dan Pengembangan, Bidang Perwalian yang

terdiri dari Sub Bidang dan Sub Bagian. Jabatan Kepala, Wakil

Kepala, Sekretaris, Bendahara, Kepala Subbag dan kepala Sub

Bidang Baitul Mal Aceh ditetapkan dengan keputusan gubernur.

Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan badan Baitul Mal Aceh harus

memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah.

b. Amanah, jujur, dan bertanggung jawab.

c. Memiliki kredibilitas dalam masyarakat.

d. Mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama, dan harta lainnya.

e. Syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Sebelum diangkat, Gubernur membentuk tim independen yang bersifat ad

hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatuhan terhadap calon-calon kepala

dan wakil kepala Baitul Mal Aceh. Tata cara uji kelayakan dan kepatuhan

pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh ditetapkan dengan

keputusan Gubernur. Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh, sebelum

ditunjuk dan diangkat oleh Gubernur terlebih dahulu harus mendapat persetujuan

Page 13: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

13

pimpinan DPRA melalui telaahan komisi terkait. Ketentuan lebih lanjut tentang

struktur organisasi diatur dalam peraturan Gubernur.11

Adapun tugas dari masing-masing jabatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kepala Baitul Mal

Kepala berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab

kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. Kepala mempunyai

tugas:

a. Memimpin Baitul Mal untuk mencapai tujuan kelembagaan

sebagai institusi Islam dalam Pengelolaan Zakat dan

Pemberdayaan Harta Agama.

b. Menyiapkan kebijakan umum dibidang Pengelolaan Zakat dan

Pemberdayaan Harta Agama sesuai dengan Hukum Syari’at

Islam.

c. Menyiapkan kebijakan teknis pelaksanaan Pengumpulan,

Pendistribusian Zakat dan Pemberdayaan Harta agama.

d. Menyiapkan program pemberdayaan fakir, miskin dan dhuafa

lainya melalui Pemberdayaan Ekonomi Umat.

e. Meningkatkan peran kelembagaan dalam pembangunan Islam

dan umat Islam.

f. Membantu Gubernur dibidang pelaksanaan Syari’at Islam

secara kaffah.

11Pasal 4 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Page 14: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

14

g. Melakukan konsultasi dan memberi informasi kepada kepala

dinas Syari’at Islam dan Kepala Dinas Pendapatan sebagai

koordinator PAD dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi

Zakat sebagai PAD.

h. Melakukan kerjasama dan sosialisasi dengan Dinas, Badan,

Lembaga Daerah dan Instansi TNI dan Polri, Perguruan Tinggi

Negeri/Swasta, BUMN/BUMD, dan perusahaan Swasta pada

umumnya untuk melaksanakan Pengumpulan dan Penyaluran

Zakat.

i. Menyusun Laporan Operasional kegiatan Baitul Mal sebagai

pertanggungjawaban Publik.

2. Wakil Kepala Baitul Mal

Wakil Kepala berkedudukan di bawah dan bertanggung

jawab kepada Kepala.Wakil Kepala mempunyai tugas:

a. Melaksanakan tugas Kepala bila Kepala Berhalangan.

b. Mengkoordinasikan tugas Sekretaris, Kepala-kepala bidang,

Kepala Kas Baitul Mal dan unit kerja lain untuk kelancaran

operasional kelembagaan.

c. Melaksanakan tugas bidang Pengawasan Internal.

d. Membantu Kepala dalam menyaiapkan kebijakan umum

Pengelolaan Zakat dan Pemberdayaan Harta Agama pada

umumnya.

Page 15: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

15

e. Membantu Kepala dalam menyiapkan kebijakan teknis

terhadap Pengumpulan, Penyaluran dan Pemberdayaan Harta

Agama sesuai Hukum Syari’at Islam.

f. Memberi bahan pertimbangan kepada kepala terhadap

penetapan yudifikasi atas permasalahan internal maupun

eksternal kelembagaan.

g. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberi kepala.

3. Sekretariat

Sekretariat adalah pembantu pimpinan dibidang

pembinaan administrasi.Sekretariat dipimpin oleh seorang

sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

kepala.Sekretariat mempunyai tugas melakukan koordinasi

penyusunan program kerja badan, pengelolaan urusan umum,

perlengkapan, keuangan, karyawan, amil serta pelayanan

administrasi kepada seluruh unit kerja di lingkungan badan.

4. Bendahara

Bendahara adalah unsur pembantu pimpinan di bidang

administrasi keuangan, bendahara di pimpin oleh seorang kepala

yang berada di bawah dan tanggungjawab kepada kepala Baitul

Mal. Bendahara mempunyai tugas penerimaan, penyimpanan,

penyetoran, penatausahan penerimaan Zakat dan Harta Agama

dalam suatu sistem administrasi Keuangan Baitul Mal, membuat

laporan harian, mingguan, bulanan dan tahunan terhadap Zakat

Page 16: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

16

dan yang menjadi tanggung jawabnya serta menerima,

menyimpan dan menyalurkan dana Zakat sesuai dengan

penerimaan dengan Baitul Mal berdasarkan bukti-bukti yang sah

dan meyakinkan menurut Hukum Syari’at Islam serta sesuai

dengan ketentuan administrasi keuangan Baitul Mal yang

berlaku.

5. Bidang Pengawasan

Bidang Pengawasan adalah unsur pelaksana teknis di

bidang pengawasan. Bidang pengawasan di pimpim oleh seorang

kepala bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab

kepada kepala Baitul Mal. Bidang pengawasan mempunyai tugas

melakukan monitoring, evaluasi, pengendalian dan verifikasi

terhadap pendataan muzakki, mustahiq dan membandingkan

kegiatan yang dilakukan dengan perencanaan yang telah di

tetapkan, melakukan perbaikan-perbaikan apabila ada kesalahan

yang terjadi, serta harus bisa menciptakan suatu perencanaan,

dan melaporkan setiap kesalahan atau penyimpangan yang

terjadi.

6. Bidang Pengumpulan Zakat

Bidang Pengumpulan Zakat adalah unsur pelaksana teknis

di bidang pengumpulan zakat. Bidang Pengumpulan Zakat

dipimpin oleh seorang Kepala bidang yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Baitul Mal. Bidang

Page 17: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

17

Pengumpulan Zakat mempunyai tugas melaksanakan kegiatan

pendataan Muzakki, menetapkan jumlah zakat yang di pungut,

mengumpulkan data penerimaan zakat yang terjadi tanggung

jawabnya dengan membina hubungan kerja dengan para Unit

Pengumpul Zakat (UPZ), serta penyelenggaraan administrasi

pembukuan dan laporan terhadap perkembangannya zakat

dalam Provinsi Aceh.

7. Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan

Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan adalah unsur

pelaksana teknis bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan.

Bidang ini dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Baitul Mal. Bidang

Pendistribusian dan Pendayagunaan mempunyai tugas

melakukan pendataan mustahiq sesuai dengan delapan ashnaf

berdasarkan ketentuan hukum Syari’at Islam, menyalurkan Zakat

kepada Mustahiq atas dasar prinsip ekonomi Islam yang adil

serta membuat laporan penyaluran zakat sesuai dengan

ketentuan administrasi yang berlaku.

8. Bidang Sosialisasi dan Pengembangan

Bidang Sosialisai dan Pengembangan adalah unsur

pelaksana teknis dibidang Sosialisasi dan Pengembangan. Bidang

ini dipimpin oleh seorang Kepala bidang yang berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Kepala Baitul Mal. Bidang

Page 18: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

18

Sosialisasi dan Pengembangan mempunyai tugas untuk

melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat

untuk memelihara dan menjamin keamanan Harta Agama,

melakukan pendataan Harta Wakaf dan mengkoordinasikan

Shadaqah, Wasiat, Infaq dan Warisan yang diserahkan kepada

Baitul Mal dan menjaga agar pemanfaatan harta Wakaf sesuai

dengan persyaratan Wakaf. Serta memasyarakatkan kewajiban

membayar zakat dan menjalin kerja sama antara Ulama,

Muzakki, dan Mustahik untuk pengembangan harta agama.

9. Bidang Perwalian

Bidang perwalian adalah unsur pelaksana teknis dibidang

Perwalian, bidang ini dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Baitul

Mal. Bidang Perwalian mempunyai tugas untuk mengasuh dan

mengelola harta kekayaan anak yang wali nasabnya telah

meninggal dengan sebaik-baiknya, membuat daftar kekayaan

anak tersebut serta mencatat semua perubahan-perubahan dan

bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat

kelalaiannya, serta melakukan fasilitasi bantuan dan advokasi

hukum. Selain itu Baitul Mal Aceh juga memiliki Dewan Pengawas Syariah

(DPS). Dewan Pengawas Syariah adalah unsur penting dalam kelembagaan Baitul

Page 19: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

19

Mal Aceh (BMA), selain Badan Pelaksana dan Sekretariat. Dikatakan penting,

karena kebijakan umum pendayagunaan zakat disahkan oleh DPS.

Dewan Pengawas Syariah dibentuk berdasarkan Pergub nomor 4/2011.

Adapun fungsi dari Dewan Pengawas Syariah adalah menetapakan dan

mengesahkan alokasi pendayagunaan zakat, infak, dan sedekah setiap tahun,

menetapkan nisab zakat, mengeluarkan Surat Edaran Kriteria Asnaf Zakat dan

melakukan pengawasan fungsional terhadap Badan Pelaksana dan Sekretariat

Baitul Mal Aceh. Dewan Pengawas Syariah juga menjadi mediator dalam

mengefektifkan komunikasi antara Badan Pelaksana dengan sekretariat.12

2.3. Kegiatan Usaha Baitul Mal Aceh

2.3.1. Pengumpulan Zakat

Pengumpulan zakat dilakukan oleh Baitul Mal dengan cara menerima atau

mengambil dari muzakki berdasarkan pemberitahuan muzakki. Baitul Mal dapat

bekerjasama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang ada di

bank berdasarkan permintaan muzakki.13

Setiap orang yang beragama Islam yang melakukan kegiatan usaha di

Aceh yang memenuhi syarat sebagai muzakki menunaikan zakat dan dapat

membayar infaq kepada Baitul Mal dengan ketentuan syariat. Muzakki dapat

melakukan perhitungan sendiri terhadap hartanya dan kewajiban zakatnya, dan

apabila tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya, muzakki

dapat meminta Baitul Mal untuk menghitungnya.

12http://www.sayedmuhammadhusen.com13 Pasal 20 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Page 20: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

20

2.3.2. Pengelolaan Zakat

Pembayaran zakat pendapatan/jasa dilakukan melalui tempat muzakki

bekerja. Semua penerimaan zakat yang di kelola Baitul Mal Aceh merupakan

sumber PAD Aceh yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Aceh. PAD Aceh

disimpan dalam rekening tersendiri Bendaharawan Umum Daerah (BUD) Aceh

yang ditunjuk Gubernur.

Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri dan

hanya dapat di cairkan untuk kepentingan program dan kegiatan yang diajukan

oleh Kepala Baitul Mal Aceh sesuai dengan asnaf masing-masing. Ketentuan

lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh muzakki dan pencairan

dana zakat oleh Baitul Mal Aceh dari Bendaharawan Umum Daerah (BUD) diatur

dengan peraturan Gubernur.

2.3.3. Pendayagunaan zakat

Zakat didayagunakan untuk mustahik baik yang bersifat produktif maupun

bersifat konsumtif berdasarkan ketentuan syariat. Mustahik zakat untuk produktif

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Adanya suatu jenis usaha produktif yang layak.

2. Bersedia menerima petugas pendamping yang berfungsi sebagai

pembimbing/penyuluh.

3. Bersedia menyampaikan laporan usaha secara periodik setiap 6 (enam) bulan.14

Mustahik zakat untuk konsumtif harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Berusia lanjut (di atas 60 tahun).

2. Dalam keadaan sakit/uzur.

14 Pasal 29 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Page 21: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

21

3. Tidak mempunyai saudara/sanak famili langsung yang dapat membantu

kehidupan sehari-hari.

4. Tidak mempunyai rumah sendiri yang dinilai layak huni/menumpang pada

orang lain dan tidak mendapat santunan dari pihak lain.

5. Taat beribadah.

2.4. Keadaan Personalia Baitul Mal Aceh

Berdirinya Baitul Mal Aceh tentu mempunyai visi dan misi, Baitul Mal

Aceh mempunyai visi “Menjadi lembaga amil yang amanah, transparan, dan

kredibel”. Dan mempunyai misi “Memberikan pelayanan berkualitas kepada

muzakki, mustahik dan masyarakat yang berhubungan dengan Baitul Mal Aceh.

Memberikan konsultasi dan advokasi bidang zakat, harta wakaf, harta agama dan

perwalian. Meningkatkan assessment dan kinerja Baitul Mal Aceh, Baitul

Kabupaten/Kota, Baitul Mal Kemukiman, dan Baitul Mal Gampong”.

Hal tersebut tidak terlepas dari kinerja para karyawan dan karyawati yang

telah di tetapkan oleh pihak Baitul Mal Aceh dengan tujuan menjadikan Baitul

Mal Aceh sebagai lembaga pengelola zakat, harta waqaf, harta agama, dan

perwalian dalam rangka pelaksanaan syariat islam dan pemberdayaan ekonomi

ummat.

Adapun jumlah karyawan yang dimiliki Baitul Mal Aceh terdiri dari 84

karyawan, Dimana 61 orang karyawan pria dan 23 orang karyawan wanita.Pada

Baitul Mal Aceh terdapat 32 orang karyawan dan karyawati pegawai negri sipil

sekretariat Baitul Mal Aceh,16 orang pimpinan dan anggota Badan Pelaksana

Page 22: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

22

Baitul Mal Aceh, 21 orang tenaga kontrak sekretariat Baitul Mal Aceh, dan 15

orang tenaga kontrak Badan pelaksana Baitul Mal Aceh.

2.5. Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh

1. Baitul Mal Aceh berwenang mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan:

a. Zakat Mal pada tingkat Provinsi meliputi : BUMN, BUMD Aceh dan

perusahaan swasta besar.

b. Zakat Pendapatan dan Jasa/Honorium dari :

1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan pemerintah pusat yang berada di

Ibukota Provinsi.

2. Pejabat/PNS/karyawan lingkup Pemerintah Aceh.

3. Pimpinan dan anggota DPRA.

4. Karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta besar pada tingkat

Provinsi.

5. Ketua, anggota dan karyawan lembaga dan badan daerah tingkat

provinsi.

2. Membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) yang ditetapkan dengan

keputusan Baitul Mal Aceh

3. Meminta laporan secara periodic setiap 6 (enam) bulan dari Baitul mal

Kabupaten/Kota.

4. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal

Kabupaten/Kota.15

15 Pasal 10 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Page 23: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

23

BAB TIGA

HASIL KEGIATAN KERJA PRAKTEK

3.1. Kegiatan Kerja Praktik

Selama mengikuti kegiatan kerja praktik di Baitul Mal Aceh lebih kurang

satu setengah bulan atau 30 hari kerja terhitung tanggal 3 maret sampai tanggal 15

april 2014, penulis benar-benar mendapatkan pengalaman yang sangat berharga

dan dapat langsung mempraktekkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah. Hal

tersebut tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan pimpinan, dan

karyawan/karyawati Baitul Mal Aceh. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilakukan

selama melaksanakan kerja praktek pada Baitul Mal Aceh antara lain:

3.1.1 Bagian Sosialisasi dan Pengembangan.

Page 24: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

24

a. Mempelajari ruang lingkup Baitul Mal.

b. Mempelajari kewenangan Baitul Mal.

c. Mempelajari sejarah dan susunan organisasi Baitul Mal.

d. Mengantar surat ke ruang asisten kepala Baitul Mal.

e. Melayani masyarakat kurang mampu yang membutuhkan biaya hidup.

f. Mempelajari tentang zakat.

g. Mengarsip file.

3.1.2 Bagian Distribusi dan Pendayagunaan.

a. Melayani masyarakat kurang mampu yang membutuhkan biaya hidup.

b. Membantu mempersiapkan perlengkapan maulid.

c. Menyusun berkas untuk pengecekan fakir uzur.

d. Menginput data fakir uzur tahun lalu.

e. Mendatangi dan mengecek keadaan rumah fakir uzur.

f. Mewawancarai fakir uzur.

g. Melihat keadaan fakir uzur apakah layak untuk diberikan bantuan.

h. Memasukkan data fakir uzur yang baru.

i. Mengganti data fakir uzur yang telah meninggal dengan fakir uzur yang baru.

j. Menghapus data fakir uzur yang tidak layak untuk diberikan bantuan setelah

dicek keadaannya dan menggantikan dengan data fakir uzur yang baru.

k. Melayani masyarakat yang mengantar anaknya untuk ikut tahfidz quran

tangkat SLTP.

3.2. Bidang Kerja Praktik

Page 25: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

25

Adanya perbedaan kriteria antara fakir dan miskin mengakibatkan

perbedaan pelayanan yang diberikan Baitul Mal Aceh kepada kedua asnaf

tersebut. Kepada fakir yang tidak mempunyai harta dan penghasilan tetap,

penyaluran hak zakatnya lebih diarahkan kepada santunan yang bersifat konsumtif

dan terus menerus sehingga fakir tersebut dapat melanjutkan kehidupan minimal

dalam memenuhi kehidupan pokoknya. Mengingat jumlah fakir yang harus

disantuni demikian banyak, sedangkan zakat yang dapat dikumpulkan masih

sangat terbatas, maka prioritas diberikan kepada fakir uzur serta berusia lanjut.

Sedangkan kriteria asnaf miskin adalah mereka yang mempunyai sedikit harta,

serta mempunyai mata pencaharian yang memberikan penghasilan, tetapi tidak

mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kepada orang-orang miskin tersebut perlu

diberi bantuan, dimana dengan bantuan tersebut yang bersangkutan dapat

memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Untuk memenuhi kebutuhan kedua asnaf ini, Baitul Mal Aceh telah

merancang secara khusus bentuk santunan dan bantuan kepada fakir miskin yang

juga dikelola secara khusus oleh unit tersendiri:

1. Unit Peduli Fakir Uzur (UPFU) memberikan santunan bulanan secara tetap

kapada fakir uzur yang telah terdaftar pada Biatul Mal Aceh, disamping

memberikan santunan untuk kebutuhan lainnya sesuai dengan jumlah dana

yang telah dialokasikan untuk asnaf tersebut.

2. Unit Pengelola Zakat Produktif (UPZP) memberikan modal usaha kepada

orang miskin yang telah mempunyai usaha/ kegiatan serta memerlukan

tambahan modal usaha. Pemberian modal usaha tersebut bersifat Qardhul

Page 26: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

26

Hasan (pinjaman kebajikan), yaitu pinjaman tanpa bunga dan tanpa agunan

yang dapat dicicil dalam masa satu tahun, dengan catatan apabila telah lunas,

pinjaman tersebut dapat diperoleh kembali dalam jumlah yang lebih besar,

sehingga kehidupan usaha si miskin dapat terbina terus sampai menjadi

mandiri.

Fakir uzur adalah salah satu kelompok rentan dalam masyarakat yang

kondisi sosial ekonominya sangat memprihatinkan. Karena disamping tidak

mempunyai harta dan penghasilan, juga usianya relatif tua serta dalam keadaan

sakit-sakitan (uzur).16 Biasanya fakir uzur tersebut tinggal bersama keluarganya,

tetapi keluarga tersebut adalah keluarga miskin. Bahkan ada fakir uzur yang

tinggal sebatang kara, dimana kehidupannya sangat tergantung kepada

belaskasihan tetangganya. Pada setiap desa miskin biasanya secara mudah dapat

ditemukan antara 3-10 orang fakir uzur yang kehidupannya sudah terlunta-lunta

bahkan tidak ada yang memperhatikan, karena kehidupan ekonomi masyarakat di

desa tersebut juga tergolong dalam keluarga miskin, sesuai dengan ketentuan

pasal 34 ayat (1) UUD 1945 (setelah perubahan) disebutkan bahwa fakir miskin

dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Walaupun usaha kearah itu

sedah dilakukan oleh Departemen/Dinas sosial, bahkan dengan membangun panti

jompo, panti asuhan dan sebagainya. Tetapi banyak sekali fakir miskin dan anak-

anak terlantar yang belum mendapatkan haknya.

Mengingat dana zakat yang dapat dikumpulkan Baitul Mal sangat terbatas,

maka salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan cara memberikan

santunan kepada fakir uzur tersebut secara berkesinambungan. Usaha kearah itu

16 Deskripsi Program Santunan Fakir Uzur Baitul Mal Aceh.

Page 27: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

27

sudah mulai dirintis dalam tahun 2007 dengan cara memberikan santunan kepada

275 orang fakir uzur di Kota Banda Aceh dan Aceh besar sebesar Rp.

150.000,-/bulan selama 6 bulan. Dalam tahun 2008 disantuni sebanyak 187 orang

dengan dana masing-masing Rp. 200.000,-/orang selama 10 bulan. Selanjutnya di

tingkatkan dalam tahun 2009 menjadi 200 orang dengan jumlah santunan Rp.

200.000,-/orang selama 12 bulan.

Khusus dalam tahun 2009 di samping santunan tetap bulanan sebesar Rp.

200.000,-/bulan, juga diberikan :

1. Bantuan paket Ramadhan 1430 H masing-masing uang Rp. 100.000,- dan 1

lembar kain sarung.

2. Santunan asuransi Taqaful dengan premi Rp. 100.000,-/orang selama setahun

dengan catatan apabila yang bersangkutan mendapat kecelakaan diberi biaya

pengobatan dan apabila meninggal diberi santuanan Rp. 8.000.000,-.

3. Kunjungan pemeliharaan kesehatan secara rutin yang dilakukan oleh dokter

umum dengan pemberian obat-obatan kebutuhan pokok seperti vitamin, obat

gosok dan sebagainya.

4. Kunjungan/bimbingan agama yang dilakukan oleh amil Baitul Mal sambil

mengantar santunan bulanan kepada fakir uzur juga diberikan tasbih dengan

harapan dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah sambil berzikir serta

melaksanakan ibadah fardhu sesuai dengan kemampuannya.

5. Terhadap fakir uzur yang karena kesehatannya memerlukan kursi roda, juga

direncanakan pemberian fasilitas kursi roda.

Page 28: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

28

Pada tahun 2012 jumlah fakir uzur di kota Banda Aceh dan Aceh Besar

mencapai 950 orang, dengan jumlah santunan Rp. 200.000,-/orang selama 12

bulan. Selanjutnya pada tahun 2013 jumlah fakir uzur di kota Banda Aceh dan

Aceh Besar semangkin meningkat, yaitu mencapai 1.060 orang dengan jumlah

santunan 200.000,-/orang selama 12 bulan.

Adapun pemberian fasilitas dan dukungan sarana sebagaimana tersebut

diatas dimaksudkan agar fakir uzur yang nasibnya kurang beruntung dapat

meningkatkan harga dirinya serta dapat beribadah kepada Allah SWT dengan

sebaik-baiknya. Sejauh mungkin diarahkan agar yang bersangkutan dapat

bertaubat pada sisa umurnya, dan semua yang tersebut diatas masih berjalan

dengan lancar sampai sekarang.

Mengingat pendataan fakir uzur yang di berikan santunan dan bantuan

pada tahu-tahu yang lalu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, dimana

terdapat sementara data yang diberikan oleh Kepala Desa /yang diambil petugas

adalah fakir uzur yang kurang layak mendapat santunan/bantuan, karena masih

banyak fakir uzur lain yang lebih layak, maka untuk santunan/bantuan untuk

tahun ini perlu dilakukan evaluasi kembali dengan cara :

1. Menetapkan kembali secara tegas persyaratan untuk mendapat santunan fakir

uzur tahun ini sebagai berikut :

a. Memenuhi kriteria fakir sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Dewan

Syariah No.01/SE/V/2006 tanggal 1 Mei 2006.

b. Berusia lanjut (diatas 60 tahun).

c. Dalam keadaan sakit (uzur).

Page 29: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

29

d. Tidak mempunyai saudara/sanak famili langsung yang dapat membantu

kehidupan sehari-hari.

e. Tidak mempunyai rumah sendiri yang dinilai layak huni/menumpang pada

orang lain.

f. Tidak mendapat santunan/bantuan dari pihak lain.

g. Taat beribadah.

2. Apabila inventarisasi jumlah fakir uzur yang disantuni melebihi plafond dana

yang tersedia, maka daftar inventaris tersebut dirangking sedemikian rupa

sehingga ditetapkan nama-nama yang paling layak mendapat santunan.

3. Sejauh mungkin diusahakan agar setiap tahun jumlah fakir uzur yang disantuni

jumlahnya semakin meningkat dan desa yang dapat dijangkau menjadi semakin

banyak.

4. Keberhasilan pelayanan dan santunan yang diberikan kepada fakir uzur

dijadikan pilot proyek untuk dikembangkan oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota.

Ruang lingkup kegiatan pemberian santunan dan pembinaan fakir uzur,

semakin meningkat sesuai dengan kebutuhan dan kadar pelayanan yang mungkin

dapat dijangkau Baitul Mal Aceh. Pada awalnya pemberian santunan dan

pembinaan tersebut berada dibawah kewenangan Bidang Penyaluran Zakat pada

tahun 2007. Selanjutnya dibentuk unit tersendiri dan pada pertengahan tahun 2009

diberi nama “Unit Peduli Fakir Uzur (UPFU)”. Tugas kegiatan UPFU meliputi :

1. Melakukan pendataan terhadap fakir uzur yang berdomisili di Kota Banda

Aceh dan Kabupaten Aceh Besar guna diberikan santunan bulanan sesuai

Page 30: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

30

dengan jumlah dana yang tersedia setelah mendapat rekomendasi dari kepala

desa setempat.

2. Melakukan Penggantian nama fakir uzur baru apabila terdapat nama fakir uzur

binaan yang meninggal dunia dengan prioritas di desa binaan lama/desa

terdekat, setelah mendapat rekomendasi kepala desa setempat.

3. Mengantar bantuan bulanan ketempat dimana fakir uzur berdomisili.

4. Membuat program pelayanan kesehatan yang dibantu oleh dokter umum sesuai

dengan kemampuan dana yang tersedia.

5. Melakukan pendampingan dalam pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter

umum yang ditunjuk ketempat masing-masing.

6. Melakukan pendampingan pelayanan agama dalam rangka meningkatkan iman

dan taqwa kepada Allah SWT.

7. Mendaftarkan fakir uzur binaan sebagai peserta Asuransi Taqaful sesuai

dengan perjanjian yang disepakati.

8. Melakukan kegiatan administrasi dan pertanggung jawaban keuangan sesuai

dengan bidang tugasnya.

9. Bekerjasama dengan unsur terkait dan orang-orang tertentu untuk menunjang

kegiatan Peduli Fakir Uzur.

10. Melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Unit Peduli Fakir Uzur (UPFU) berada dibawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Baitul Mal Aceh, yang terdiri dari :

a. 1 orang Kepala Unit.

b. 1 orang sekretaris merangkap anggota.

Page 31: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

31

c. 1 orang anggota.

Sedangkan penugasan untuk pendataan, pengantaran santunan untuk fakir

uzur dapat dirangkap oleh petugas amil lainnya baik dari kantor induk Baitul Mal

Aceh maupun dari Unit Pengelolaan zakat Produktif (UPZP). Setiap bulan Kepala

UPFU mengajukan permintaan pencairan dana melalui Kepala Bidang Penyaluran

Zakat serta membuat pertanggung jawaban keuangan secara keseluruhan baik

menyangkut jumlah santunan, bantuan kesehatan serta dukungan biaya

operasional termasuk hak amil. UPFU mempunyai visi “mengembalikan harkat

dan martabat fakir uzur sebagai insan yang beriman, berakhlak mulia dan

bertaqwa kepada Allah SWT”. Dan mempunyai misi “memberikan santunan

bulanan yang berkesinambungan dan terarah, memberikan bimbingan agama dan

pelayanan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan ibadah, dan menanamkan

sikap kebersamaan dan kedermawanan dalam islam melalui kewajiban zakat”.

3.3. Teori Yang Berkaitan

3.3.1. Pengertian Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari

zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti

tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik. Sedangkan

menurut istilah fiqih berarti “Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah

diserahkan kepada orang-orang yang berhak”.17 Zakat juga berarti satu nama yang

diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh seorang manusia sebagai hak Allah

17 DR. Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), hlm. 34.

Page 32: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

32

Ta’ala yang di serahkan kepada orang-orang fakir. Dinamakan zakat karena di

dalamnya terdapat harapan akan adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan

berkembang di dalam kebaikan.18 Zakat adalah salah satu rukun Islam yang

kelima. Disebutkan beriringan dengan shalat dalam delapan puluh dua ayat. Zakat

adalah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya, sunnah Rasul-Nya,

dan kesepakatan umat.19

Menurut Madzhab Maliki, zakat adalah mengeluarkan sebagian yang

tertentu dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas jumlah

yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya, manakalah

kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun) selain barang tambang

dan pertanian. Madzhab Hanafi berpandangan bahwa zakat adalah menjadikan

kadar tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik yang sudah ditentukan

oleh pembuat syari’at semata-mata karena Allah SWT. Menurut Madzhab Syafi’i,

zakat adalah nama untuk kadar yang dikeluarkan dari harta atau benda dengan

cara-cara tertentu. Madzhab Hambali memberikan definisi zakat sebagai hak

(kadar tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk

golongan yang tertentu dalam waktu yang tertentu pula.20

Jumhur Ulama berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua golongan

tapi satu macam. Yang dimaksud adalah mereka yang kekurangan dan dalam

kebutuhan. Tetapi para ahli tafsir dan ahli fiqih berbeda pendapat pula dalam

18 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), hlm. 1.

19 Ibid.20Panduan zakat, Kajian berbagai mazhab, Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 dari situs:

http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/ keutamaan-menunaikan-zakat.html.

Page 33: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

33

menentukan secara definitif arti kedua kata tersebut secara tersendiri, juga dalam

menentukan apa makna kata itu.21 Kedua kelompok tersebut berhak mendapatkan

zakat sesuai kebutuhan pokoknya selama setahun, karena zakat berulang setiap

tahun. Patokan kebutuhan pokok yang akan dipenuhi adalah berupa makanan,

pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainya dalam batas-batas kewajaran

tanpa berlebih-lebihan. Diantara pihak yang dapat menerima zakat dari kedua

kelompok ini  yaitu orang-orang yang memenuhi syarat (membutuhkan).

3.3.2. Landasan Kewajiban Zakat

1. Al-Quran

Firman Allah SWT :

Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q. S. at-Taubah ayat: 103)

Firman Allah SWT:

Artinya : Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang

meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.(Q. S. Adz-

Dzariyaat ayat: 19)

21 DR.Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), hlm. 510

Page 34: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

34

Firman Allah SWT:

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-

orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q. S. at-Taubah : 60)

2. Hadist

Nabi saw telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah

menjelaskan kedudukannya dalam Islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu

rukun Islam yang utama, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya

orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara. Peristiwa

Jibril mengajarkan agama kepada kaum Muslimin dengan cara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada Rasulullah SAW,

Artinya : “apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan

Page 35: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

35

ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya.” (muttafaq ‘alaih).22

Hadis dari Ibnu Abbas, yang terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhari

dan Muslim, bahwa Nabi mengirim Mu’az bin Jabal ke Yaman dan berkata,

Artinya : “Kau akan berada di tengah-tengah umat Ahli Kitab (agama lain). Ajaklah mereka mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya adalah RasulNya. Bila mereka menerima, beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka diwajibkan shalat lima kali dalam sehari semalam. Bila mereka menjalankannya, beritahukan pula bahwa mereka diwajibkan mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Dan bila mereka menjalankannya, maka kau harus melindungi harakat kekayaan mereka itu, dan takutlah kepada doa orang-orang yang teraniaya, karena antara doa orang teraniaya dengan Allah tidak terdapat penghalang”( muttafaq ‘alaih)23.

3. Ijma’

Para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya zakat pada tsimar dan hasil

pertanian. Hanya saja mereka berbeda pendapat pada jenis-jenis yang wajib 22 DR.Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,

2007), hlm. 7323 DR.Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,

2007), hlm. 74

Page 36: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

36

dizakati24. Terdapat sejumlah pendapat dalam masalah ini, yang secara umum

kami sebutkan di bawah ini:

a. Hasan al-Bashri dan asy-Sya’bi berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat

kecuali pada jenis-jenis yang disebutkan dalam nash, yaitu hinthah, sya’iir,

jagung, kurma, dan anggur. Sebab tidak ada nash yang menyebutkan selain dari

jeni-jenis di atas. Inilah pendapat yang paling benar menurut asy-Syaukani.

b. Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tumbuhan terkena kewajiban zakat.

Tidak ada bedanya antara sayuran dan selainnya. Namun disyaratkan adanya

niat untuk memanfaatkan lahan ketika menanamnya, sekaligus meningkatkan

produksi lahan sesuai kebiasaan yang berlaku. Beliau mengecualikan kayu,

tebu, rerumputan, dan pepohonan yang tidak berbuah25.

3.3.3. Yang Berhak Menerima Zakat

1. Fakir dan Miskin

Sasaran zakat sudah ditentukan dalam Quran Surah at-Taubah, yaitu

delapan golongan. Yang pertama dan yang kedua, fakir dan miskin. Mereka itulah

yang pertama diberi saham harta zakat oleh Allah. Ini menunjukkan, bahwa

sasaran pertama zakat ialah hendak menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan

dalam masyarakat Islam.26 Fakir yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi dapat

24 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), hlm. 62.

25 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), hlm. 63.

26 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 510.

Page 37: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

37

menjaga diri tidak minta-minta. Sedangkan miskin yaitu orang yang dalam

kebutuhan, tapi suka merengek-rengek dan minta-minta.27

2. Pengurus zakat (amil)

Sasaran ketiga daripada sasaran zakat setelah fakir miskin ialah, para amil

zakat. Yang dimaksudkan dengan amil zakat ialah, mereka yang melaksanakan

segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada

bendahara dan penjaganya, juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung

yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya.28

3. Muallaf

Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah, mereka yang

diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap

Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan akan

adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum Muslimin dari

musuh.29

4. Memerdekakan budak (riqab)

Riqab adalah bentuk jamak dari raqabah. Istilah ini dalam Quran artinya

budak belian laki-laki (abid) dan bukan belian perempuan (amah). Istilah ini

diterangkan dalam kaitannya dengan pembebasan atau pelepasan, seolah-olah

Quran memberikan isyarah dengan kata kiasan ini maksudnya, bahwa perbudakan

bagi manusia tidak ada bedanya seperti belenggu yang mengikatnya.

27 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 511.

28 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 545.

29 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 562.

Page 38: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

38

Membebaskan budak belian artinya sama dengan menghilangkan atau melepaskan

belenggu yang mengikatnya.30

5. Gharimun (orang yang berutang)

Gharimun adalah bentuk jamak dari gharim (dengan ghin panjang), artinya

orang yang mempunyai utang. Sedangkan ghariim (dengan ra panjang), adalah

orang yang berutang. Menurut Imam Malik, syafi’i, dan Ahmad, bahwa orang

yang mempunyai utang terbagi kepada dua golongan, masing-masing mempunyai

hukumnya tersendiri. Pertama untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan kedua,

orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan masyarakat.31

6. Fisabilillah

Diantara para ulama dahulu maupun sekarang, ada yang meluaskan arti

sabilillah, tidak hanya khusus pada jihad dan yang berhubungan dengannya, akan

tetapi ditafsirkannya pada semua hal yang mencakup kemaslahatan, takarrub, dan

perbuatan-perbuatan baik, sesuai dengan penerapan asal dari kalimat tersebut.32

7. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil)

Ibnu sabil adalah orang yang terputus bekalnya dan juga termasuk orang

yang bermaksud melakukan perjalanan yang tidak mempunyai bekal, keduanya

diberi untuk memenuhi kebutuhan, karena orang yang bermaksud melakukan

perjalanan bukan untuk maksud maksiat.33

30 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 587.

31 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 594.

32 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 619.

33 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 654.

Page 39: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

39

Dari penjelasan di atas dapat diketahui dan diperkuat bahwa zakat

merupakan hak bagi golongan penerimanya. Setelah zakat diberikan kepada

delapan golongan, maka hak penggunaan tergantung kepada keinginan dari

delapan golongan penerima tersebut yang pada dasarnya berhubungan dengan

upaya pemenuhan kebutuhan golongan penerima. Pada intinya, melalui syariat

zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita lainnya,

akan terperhatikan dengan baik.34

Al-Quran sendiri tidak mengatur bagaimana seharusnya membagikan

zakat kepada para asnaf. Umar bin Khattab ra pernah memberikan dana zakat

berupa kambing agar dapat berkembang biak. Nabi pernah memberikannya

kepada seorang fakir sebanyak dua dirham, dengan memberikan anjuran agar

mempergunakan uang tersebut, satu dirham untuk dimakan dan satu dirhamnya

lagi supaya dibelikan kapak sebagai alat kerja. Berdasarkan peristiwa pada

masa Rasulullah dan Umar maka distribusi zakat baik secara konsumtif

maupun produktif diperbolehkan demi kemaslahatan umat. Pendapat ini

dikuatkan oleh Yafie (1995: 236) bahwa pemanfaatan dana zakat yang

dijabarkan dalam ajaran fiqh memberi petunjuk perlunya suatu kebijakan dan

kecermatan, dimana perlu dipertimbangkan faktor-faktor pemerataan dan

penyamanan, kebutuhan yang nyata dari kelompok-kelompok penerima zakat,

kemampuan penggunaan dana zakat dari yang bersangkutan yang mengarah

kepada peningkatan kesejahteraannya dan kebebasan dari kemelaratannya. 35

34 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 12.

35 Hasrullah, “Efektivitas Pelaksanaan Zakat di Badan Amil Zakat Kota Polopo” (Skripsi dipublikasi), 2012, hlm. 35.

Page 40: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

40

b. Evaluasi Kerja Praktek

Setelah penulis menjelaskan tentang Penyaluran Zakat Konsumtif Oleh

Baitul Mal Aceh, yang menjadi landasan teori dari judul yang penulis angkat,

penulis tidak melihat adanya kesenjangan antara teori dan praktiknya. Penyaluran

Zakat Konsumtif oleh Baitul Mal Aceh itu diambil dari asnaf fakir, sebagaimana

dicantumkan dalam Surat Edaran Dewan Syariah Baitul Mal Aceh No.

01/SE/V/2006, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak sanggup

berusaha sama sekali, disamping tidak pernah mendapat bantuan dari pihak lain.

Pada Baitul Mal Aceh penyaluran zakat konsumtif sudah sesuai dengan hukum

Islam karena zakat yang disalurkan diambil dari asnaf fakir, kemudian dapat

dimanfaat langsung oleh yang menerimanya, dan sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan.

Page 41: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

41

BAB EMPAT

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan kerja praktik yang telah penulis lakukan di Baitul

Mal Aceh lebih kurang satu setengah bulan atau 30 hari kerja terhitung tanggal 3

maret sampai tanggal 15 april 2014 dan dari hasil-hasilnya telah dibahas dalam

bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Qanun Aceh No. 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, pasal 3 ayat (1)

menyebutkan Baitul Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang

dalam melaksanakan tugasnya bersifat Independensesuai dengan syariat, dan

bertanggung jawab kepada Gubernur. Tugas pokoknya sebagai pengelola zakat,

harta wakaf dan harta agama lainnya.

2. Program santunan fakir uzur adalah program yang ditujukan untuk mustahiq

dan dapat dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan. Program santunan

fakir uzur ini merupakan salah satu program dari Baitul Mal Aceh yang

diambil dari asnaf fakir. Tujuannya adalah untuk mengembalikan harkat dan

martabat fakir uzur sebagai insan yang beriman, berakhlak mulia dan bertaqwa

kepada Allah SWT

Page 42: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

42

3. Surat Edaran Dewan Syariah Baitul Mal Aceh No. 01/SE/V/2006, fakir uzur

termasuk kedalam asnaf fakir. Program santunan fakir uzur oleh Baitul Mal

Aceh diberikan kepada fakir yang usianya di atas 60 tahun, dan diutamakan

yang hidup sebatang kara.

4. program santunan fakir uzur merupakan program yang sangat bermanfaat bagi

mustahiq, karena dapat meringankan beban ekonomi baginya.

5. Dilihat dari landasan hukum, praktek pembagian zakat oleh Baitul Mal Aceh

tidak terkandung pertentangan dengan nilai Islam.

4.2. Saran

Berdasarkan hasil Kerja Praktek di Baitul Mal Aceh, maka penulis

menyarankan :

1. Kepada Baitul Mal Aceh agar program santunan bulanan dan bantuan alat

kesehatan fakir uzur tetap berjalan kedepannya.

2. Kepada Baitul Mal Aceh agar program santunan bulanan dan bantuan alat

kesehatan fakir uzur tidak hanya di wilayah kota banda aceh dan kabupaten

aceh besar saja, tetapi juga di daerah lainnya.

3. Baitul Mal sebagai Badan Pengelola Zakat di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam supaya lebih proaktif dalam mensosialisasikan kepada

mansyarakat tentang pentingnya zakat. Untuk mengoptimalkan pengumpulan

dan mengoptimalkan penyaluran zakat di masyarakat.

Page 43: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

43

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Aswar Karim. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani

Ahmad Rofiq. 2004. Fiqih Kontekstual: Dari Normatif ke pemaknaan Sosial, Semarang: Kerja Sama pustaka Pelajar Yogyakarta dan LSM Damar.

Al-Furqon Hasbi. 2008. 125 Masalah Zakat, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Arief Mufraini, Muhammad. 2005. Akutansi dan Manajemen Zakat, Jakarta: Kencana.

Dewan Syari’ah Nasional Majlis Ulama Indonesia. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional.

Didin Hafidhuddin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani.

DR. Yusuf Qardawi. 2007. Fiqhus Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., Hukum Zakat, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.

http://www.salafy.or.id

http://www.sayedmuhammadhusen.com

M. Ali Hasan. 2008. Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia, Jakarta: kencana.

Muhammad. 2002. Zakat Profesi, Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta: Salemba Diniyah.

Nuruddin Mhd. Ali. 2006. Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Page 44: Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv

44

Nurul Huda. 2012. Keuangan Publik Islami, Jakarta: Kencana.

Panduan zakat, Kajian berbagai mazhab, Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 dari situs: http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/ keutamaan-menunaikan-zakat.html.

Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Shofian Ahmad. 2000. Zakat Membangun Ummah, Jakarta: Kencana.

Syaikh As-Sayyid Sabiq. 2005. Panduan Zakat Menurut Alquran dan Assunnah, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. 2006. Pedoman Zakat, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.

U.U. Nomor 48 Tahun 2007.