bab i bab ii bab iii bab iv repaired)

Upload: cindy-putri-nalianinggusti-asmoro

Post on 07-Jul-2015

1.848 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.504 pulau, dengan terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania yang menunjukkan bahwa posisi strategis ini mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, serta perekonomian di

Indonesia. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1,9 juta mil, dengan lima pulau besar di Indonesia yaitu (indonesian profile, 2011) : a. b. c. Sumatera dengan luas 473.606 km Jawa dengan luas 132.107 km Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas

539.460 km d. e. Sulawesi dengan luas 189.216 km dan Papua dengan luas 421.981 km. Begitu besarnya wilayah perairan Indonesia menjadikan

Indonesia termasuk kedalam negara yang memiliki kekayaan

2

sumber daya perairan yang tinggi dengan sumber daya hayati perairan yang sangat beranekaragam. Keanekaragaman sumber daya perairan Indonesia ini meliputi sumber daya ikan maupun sumber daya terumbu karang. Terumbu karang yang dimiliki Indonesia luasnya sekitar 7000 km dan memiliki lebih dari 480 jenis karang yang telah berhasil dideskripsikan. Luasnya daerah karang yang ada menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman ikan yang tinggi khususnya ikan-ikan karang yaitu lebih dari 1.650 jenis spesies ikan. (Burke et al, 2002 dalam Zainarlan, 2007) Beragamnya membuat sumber rentan daya akan hayati tersebut tindak tentu saja

Indonesia

berbagai

pencurian

diwilayah perairannya. Terlebih Indonesia adalah negara yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangganya. Untuk masalah perbatasan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki perairan yang berbatasan langsung dengan 10 negara, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filiphina, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau dan Timor leste. (Sudjatmiko, Rusdi Ridwan., 2004) Dalam kaitannya dengan unsur wilayah, istilah tertentu inilah yang dapat menunjukkan bahwa ruang gerak suatu negara dalam melaksanakan yuridiksinya dibatasi oleh adanya negara lain, khusus yang wilayahnya bersebelahan atau berdampingan. Untuk

3

menjamin agar pelaksanaan yurisdiksi tersebut tidak meluas ke wilayah negara lain, maka perlu ditetapkan perbatasan-perbatasan tetap (permanen) dengan negara-negara tetangga. Ketidakjelasan batas - batas wilayah negara telah banyak menimbulkan sengketa Internasional yang serius dan tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya konflik antar negara yang bertetangga. Melihat potensi kelautan nasional yang sangat besar itu, tentu saja hal ini akan menarik perhatian negara lain untuk turut mengeksploitasi hasil sumber daya laut yang dimiliki Indonesia dan inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia menjadi tempat paling sering terjadinya penangkapan ikan secara ilegal (Illegal Fishing). Banyaknya sumber daya alam ditambah ramainya jalur perairan yang ada di perairan Indonesia yang kiranya menjadi sebuah keuntungan sendiri bagi Indonesia, akan tetapi apa jadinya jika perairan Indonesia yang terbilang luas, padat dengan jalur

transportasi ekspor dan impor ke negara-negara tetangga terusik dengan terjadinya aksi illegal fishing di perairan Indonesia. (Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia, 2011) Ditahun 2008 2009, pelanggaran perbatasan negara

Indonesia melalui illegal fishing ini banyak dilanggar oleh salah satu negara tetangga yaitu Malaysia. Untuk pelanggaran wilayah

perbatasan perairan Indonesia, di perairan Kalimantan Timur dan seputar Laut Sulawesi telah terjadi 21 kali pelanggaran oleh Kapal

4

Perang Malaysia dan 6 kali oleh Kapal Polisi Maritim Malaysia. (Adidharta, S., 2011) Dari segi perekonomian, inilah yang

menyebabkan perikanan nasional di Indonesia saat ini langsung berada dalam krisis pangan yang berarti jenis ikan tersebut telah ditangkap sehingga sebesar jumlah maksimal adanya produktivitas eksploitasi biologisnya berlebihan

memungkinkan

(overexploited) yaitu ditangkap dalam jumlah yang melampaui kesinambungan biologis sebuah spesies ikan sehingga dapat mengakibatkan kepunahan spesies ikan tersebut. Bahkan 10% telah berada dalam ancaman kepunahan yang di tandai dengan jumlah tangkapan yang sangat menurun, meskipun dengan menggunakan upaya apapun. Dari jumlah tersebut hanya 1% saja yang berada dalam proses pemulihan (Food And Agriculture Organization (FAO) : 2002). Wilayah perbatasan sebagai batas kedaulatan suatu negara secara universal memiliki peran strategis dalam penentuan

kebijakan pemerintah baik untuk kepentingan nasional maupun hubungan antar negara atau secara Internasional. (AD, M., 2011) Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan illegal, (DKP), yang and

mengakibatkan

maraknya

aktivitas

unreported

unregulated fishing (IUU-Fishing) di Indonesia adalah : 1. Rentang kendali dan luasnya daerah pengawasan tidak

sebanding dengan kemampuan pengawasan yang ada saat ini.

5

2. laut. 3.

Terbatasnya kemampuan sarana dan armada pengawasan di

Lemahnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) nelayan dan banyaknya kalangan atau broker. pengusaha bermental

Indonesia

pemburu rente ekonomi 4. 5.

Masih lemahnya penegakan hukum. Lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak

hukum. Berbagai kegiatan yang termasuk dalam kategori illegal, unreported and unregulated fishing (IUU-Fishing) secara langsung merupakan ancaman bagi upaya pengelolaan sumber daya ikan yang tidak bertanggung jawab dan menghambat kemajuan

pencapaian perikanan tangkap yang berkelanjutan (Food And Agriculture Organization (FAO), 2002) (Valhalla, C., 2010)

1.2 Pokok Permasalahan Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya alam hayati maupun non hayati. Letak Indonesia yang berada di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia merupakan jalur lalu lintas pelayaran internasional. Sumber daya hayati laut yang terkandung didalamnya sangat potensial, baik untuk bahan baku

6

industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia seluas 5.866 juta km. (Gany, R., 2000) Penetapan batas-batas maritim sangat penting untuk di lakukan dalam rangka penegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah yuridiksi Indonesia di laut, pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan ekonomi kelautan. Penetapan batas maritim ini berdasarkan United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982 (UNCLOS 1982), yang telah di ratifikasi dengan UndangUndang Nomor 17 tahun 1985, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002. Dengan adanya UNCLOS 1982 ini seharusnya illegal fishing Malaysia di wilayah perairan Indonesia semakin berkurang Namun mengapa Malaysia tetap melanggar perbatasan ini serta melakukan illegal fishing nya diperairan Indonesia, Itu adalah karena kebutuhan pasokan ikan industri perikanan di Malaysia yang cukup besar, yang menyebabkan Malaysia mencuri ikan di wilayah teritorial Indonesia. Melalui modus memperkerjakan nelayan asing, sepanjang tahun 2007 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengerahkan 21 kapal patroli dan mengamankan sebanyak 185 Kapal Motor asing, tahun 2008 dengan mengerahkan 23 kapal patroli diamankan 242 Kapal Motor asing dan 2009 sebanyak 180 Kapal Motor asing. Perkiraan kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari 180

7

kapal Motor asing Rp 720 miliar dengan asumsi satu kapal motor telah merugikan Negara Rp 4 miliar per tahun. Modus itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan industri perikanan mereka karena sumber daya kelautan mereka sedikit. disepanjang tahun 2009, telah ditemukan banyak kasus illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) Sebanyak 13 kasus illegal fishing yang ditangani oleh Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Polisi daerah Sulawesi Selatan dan Barat, 22 kasus yang tangani oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Proponsi Kalimantan Tengah yang aksinya tersebar di 14 Kabupaten, dan masih banyak lagi kasus illegal fishing di perairan yang berbatasan dengan Malaysia. (Muthalib, A, 2009) Jika sampai September 2007 ada 160 kapal yang ditangkap, berarti minimal kerugian negara akibat penangkapan ikan liar tahun 2007 saja berkisar antara Rp160 miliar sampai Rp640 miliar. (Kerugian Negara Akibat "Ilegal Fishing" Terus Naik, 2007) Di dalam konteks perbatasan laut, Indonesia - Malaysia memiliki permasalahan perbatasan di empat kawasan. Yakni, Permasalahan klaim tumpang tindih wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di kawasan Selat Malaka bagian utara (Peta sepihak Malaysia 1979), belum ditetapkannya garis laut teritorial di kawasan Selat Malaka bagian selatan, belum ditetapkannya wilayah Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) di kawasan Laut China Selatan, dan pada wilayah Ambalat di kawasan Laut Sulawesi (setelah Kasus Sipadan-Ligitan).

8

Kondisi

perbatasan

tanpa

batas

yang

sudah

dibiarkan

mengambang selama 65 tahun Indonesia merdeka ini akan terus menjadi bumerang bagi Indonesia dan Malaysia. Hal ini sudah tentu dapat menjadi potensi konflik yang besar bagi hubungan Indonesia dan Malaysia apabila tidak diselesaikan, terlebih berada di beberapa kawasan yang krusial karena keempat kawasan tersebut tidak saja terkait dengan permasalahan kedaulatan, tetapi juga nilai ekonomi seperti jalur perdagangan, perikanan, dan sumber daya (Adidharta, S., 2011) alam

(atlas indonesia dan dunia, 2011)

Dari permasalahan tersebut di atas maka muncul pertanyaan penelitian yaitu: Apa Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Kasus Illegal Fishing Malaysia Yang Terjadi Di Wilayah Pengelolaan Perairan Indonesia Tahun 2007-2009 ?

9

1.3 Tinjauan Pustaka A. Kebijakan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan Bahan tinjauan dalam penulisan skripsi ini, penulis

menggunakan literatur yang di terbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang berjudul : kebijakan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, di dalam buku ini dijelaskan bahwa kegiatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan merupakan bagian integral dari proses pengelolaan kehadirannya sumber sangat daya kelautan dan perikanan dengan yang

diperlukan

seiring

semakin

kompleksnya permasalah yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. pengelolaan Permasalahan sumber daya yang paling dan

mengemuka

dalam

kelautan

perikanan saat ini adalah maraknya praktek-praktek penangkapan

10

ikan secara illegal (illegal fishing) yang dilakukan oleh kapal-kapal perikanan Indonesia (KII) maupun kapal-kapal perikanan Asing (KIA), kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan, pemanfaatan sumber daya ikan melebihi daya dukungnya, destructive fishing, pemanfaatan lingkungan sumber daya perikanan dan ekosistem perairan tanpa izin dan tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, serta penegakan Pengawasan hukum Sumber (law Daya

enforcement).

(Direktorat

Jenderal

Kelautan dan Perikanan, 2010)

B. Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Illegal Bahan menggunakan tinjauan literatur bagi yang penulisan di tulis skripsi oleh ini, penulis PH

Dr.Ir.Victor

Nikijuluw.M.sc yang berjudul : Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Illegal BLUE WATER CRIME dibuku ini dijelaskan bahwa salah satu alasan IUU atau Illegal, Unreported, Uregulated Fishing tetap hidup dan ada di dunia adalah karena ikan memang selalu dibutuhkan manusia. Alasan lain terjadinya IUU-Fishing yaitu peluang atau kemungkinan sumber daya ikan untuk di jarah memang cukup besar. (Nikijuluw, V. P, 2008)

C. Batas Maritim Antarnegara

11

Delimatisasi batas maritim antarnegara adalah penentuan batas wilayah atau kekuasaan antara satu negara dengan negara lain (tetangganya) dilaut. Adanya tumpang tindih atau tidak adanya batas maritim bisa menyebabkan perebutan atau konflik atas akses terhadap sumberdaya, navigasi dan keamanan. Dilakukannya

delimatisasi batas maritim tidak saja akan mempengaruhi hubungan baik antara negara-negara bersengketa, tetapi juga posisi negara tersebut secara umum di dunia Internasional. Terkait dengan pengelolaan sumber daya di laut, adanya batas maritim akan memberi kepastian dalam proses eksplorasi dan eksploitasi. (I Made Andi Arsana, ST, ME, 2007)

1.4 Kerangka Teori Sebagai melaksanakan pedoman penelitian, untuk maka mempermudah penulis penulis dalam suatu

menggunakan

kerangka teori-teori para pakar yang sesuai dengan permasalahan di atas. Adapun teori-teori yang dimunculkan adalah teori yang berkaitan dengan permasalahan Hubungan Internasional sampai dengan permasalahan pengambilan kebijakan luar negeri,

perbatasan laut dan illegal fishing yang dimunculkan sesuai dengan obyek penelitian yang diambil Dalam yaitu tentang : Kebijakan Illegal

Pemerintah

Indonesia

Menangani

Kasus

12

Fishing

Malaysia

Yang

Terjadi

Di

Wilayah

Pengelolaan

Perairan Indonesia Tahun 2007-2009.

Definisi kebijakan menurut kamus besar bahasa Indonesia di artikan sebagai : Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan lain sebagainya) pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha untuk mencapai sasaran atau garis haluan dari Pemerintah. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011)

Sedangkan Hubungan Internasional menurut Muchtar Masoed dalam bukunya Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan

Metodologi (LP3ES,1995 hlm 18. Jakarta) suatu kerangka analitis menyatakan istilah hubungan internasional sebagai berikut :Awal memahami aktivitas dan fenomena yang terjadi dalam Hubungan Internasional yang memiliki tujuan dasar mempelajari prilaku internasional, yaitu prilaku aktor-aktor internasional baik aktor negara maupun aktor non Negara. Dalam interaksi internasional yang meliputi perilaku perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi serta koalisi maupun interaksi yang terjadi dalam suatu wadah organisasi wadah organisasi internasional. (Masoed, 1995)

Relevan dengan pernyataan diatas KJ. Holsti mengemukakan tentang

13

istilah Hubungan Internasional sebagai berikut:Istilah hubungan internasional mengacu kepada semua bentuk interaksi antar anggota masyarakat yang berlainan, baik yang di sponsori oleh pemerintah maupun tidak, hubungan internasional akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses-proses antar bangsa menyangkut segala hubungan itu. (Holsti, 1987 : hlm 26-27)

Menurut Ade Priangani dan Oman Heryaman dalam bukunya Kajian Strategis dalam Dinamika Hubungan Luar Negeri Indonesia,

menyatakan bahwa :Pada hakekatnya merupakan hubungan antar Negara bangsa, bergerak diantara dua suasana (titik) ekstrim yaitu persengketaan (conflict) dan ketatatentraman (order). (Priangani dan Heryaman : 2003 : hlm 11)

Salah satu kajian dari studi Hubungan Internasional yaitu politik luar negeri, politik luar negeri merupakan :strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh pembuat keputusan suatu Negara dalam menghadapi Negara lain atau unit politik internasional lainya dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam kepentingan nasional.

Mochtar

Kusumaatmadja

mengemukakan

pendapat

lain

mengenai definisi dari Politik Luar Negeri, adalah :Kebijakan, sikap atau tindakan negara merupakan output politik luar negeri. Output tersebut merupakan tindakan atau pemikiran yang disusun oleh para pembuat keputusan untuk menanggulangi permasalahan atau untuk mengusahakan perubahan dalam lingkungan (Kusumaatmadja, 1983 : hlm 152)

Dalam

Pasal

1,

Undang-Undang

no.37

tahun

1999

tentang

Hubungan Luar Negeri, Politik Luar Negeri adalah :Kebijakan, sikap dan langkah (pemerintah Republik Indonesia) yang diambil dalam melakukan hubungan dengan Negara lain, Organisasi

14

Internasional dan Subjek Hukum Internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah Internasional guna mencapai tujuan nasional.

Dalam

Pasal

1,

Undang-Undang

no.37

tahun

1999

tentang

Hubungan Luar Negeri, Hubungan Luar Negeri adalah :Setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga Negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau warga Negara Indonesia.

Politik luar negeri lebih cenderung untuk melindungi kepentingan kepentingan nasional yang kemudian di transfomasikan kedalam kebijakan luar negeri. Menurut Charles Lerche dan Abdul Said (1972) mendefinisikan kepentingan nasional sebagai :keseluruhan proses jangka panjang dan berkesinambungan dengan berbagai tujuan suatu negara, dan pemerintah melihat ini semua sebagai suatu pemenuhan kebutuhan bersama (charles lerche dan abdul said : 1972)

Kepentingan nasional juga didefinisikan sebagai apa yang dicoba untuk dilindungi dan dicapai dalam hubungan antar Negara satu sama lainnya. Tujuan dari setiap kebijakan luar negeri pada dasarnya berkaitan dengan apa yang ingin dicapai suatu Negara, dilindungi atau dimiliki dalam berhubungan dengan Negara lain. Kebijakan eksternal dan internal diusahakan untuk dapat mencapai sasaran yang bernilai guna bagi anggota masyarakat dalam suatu Negara.

15

Morgenthau (1958) percaya bahwa :Kepentingan nasional ditentukan oleh tradisi politik dan budaya dalam mana suatu Negara memformulasikan kebijakan luar negerinya. (Morgenthau, 1958)

Di dalam politik luar negeri suatu Negara, terkandung kebijakan kebijakan yang di rumuskan pemerintah untuk mencapai

kepentingan politiknya, pengertian kebijakan menurut Howard H.Lentneer adalah suatu aksi atau tindakan yang meliputi : 1. Penetapan pemilihan tujuan (selection of objectives) :

menyangkut pemilihan tujuan dari berbagai alternatif pilihan dengan mempergunakan cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. 2. Mobilisasi card (mobilization of means) : mobilisasi dari sarana

meliputi pengerahan semua sumber daya yang di miliki oleh suatu Negara berkenaan dengan politik luar negerinya, berkaitan juga dengan perolehan sumber daya di Negara lain. 3. Pelaksanaan (implemention) : serangkaian tindakan yang di

tujukan untuk pencapaian tujuan yang telah di sepakati oleh pihakpihak yang mengadakan kerja sama. (Lentner, 1974 : hlm 17)

Hans J. Morgenthau, mendefinisikan Power sebagai : Dalam hubungannya dengan bidang politik, berarti the power of man over the minds and actions of other man, yang kira-kira berarti : kekuasaan atau kemampuan dari seseorang untuk mempengaruhi

16

dan menguasai pikiran dan tindakan orang-orang lain. Karena permasalahan yang akan diteliti berhubungan dengan pertahanan keamanan wilayah negara, maka diperlukan kejelasan dari definisidefinisi tersebut. (Morgenthau, 1958)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertahanan di definisikan sebagai berikut : Pertahanan adalah kesiapan untuk menghadapi ancaman disintegrasi yang dan berbentuk kekerasan bangsa. terhadap Adapun kedaulatan, segi definisi

keselamatan

pertahanan Negara, yaitu: a) daya Pertahanan Negara diselenggarakan melalui usaha membina kemampuan, daya tangkal Negara dan bangsa, serta

menanggulangi setiap ancaman b) Pengelolaan pertahanan Negara adalah segala kegiatan pada strategi dan kebijakan yang meliputi perencanaan,

tingkat

pelaksanaan pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara. (kamus besar bahasa indonesia, 2011)

Menurut Simon Dalby Konsep keamanan dalam konteks hubungan internasional pasca Perang Dingin, tidak lagi diartikan secara sempit, karena, sebagai hubungan konflik atau kerjasama antar negara (inter-state relations), tetapi juga berpusat pada keamanan masyarakat. Kebijaksanaan keamanan dapat dianggap sebagai

17

bagian dari politik luar negeri sebuah negara, yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi politik nasional dan internasional yang dapat melindungi tujuan - tujuan mendasar sebuah negara. Kebijaksanaan keamanan ini memiliki tiga dimensi yakni

kebijaksanaan ekonomi, kebijaksanaan militer, dan kebijaksanaan diplomatik. Kebijaksanaan ekonomi memusatkan perhatian pada alokasi

sumberdaya di dalam masyarakat dan menangani hubungan ekonomi dengan negara lain. Kebijaksanaan diplomatik memperhatikan soal-soal

pengelolaan hubungan politik antar negara. Kebijaksanaan militer terdiri dari kebijaksanaan-kebijaksanaan

yang secara langsung berkenaan dengan angkatan bersenjata dan penggunaan kekuatan militer. (Dalby, 1992 : hlm 102-103)

Kebijakan Luar Negeri Menurut K.J. Holsti, kebijakan luar negeri dapat didefinisikan

sebagai suatu ide/tindakan yang dirancang oleh para pembuat kebijakan, perilaku atau tindakan dari aktor atau negara lainnya. Tujuan utama dari kebijakan luar negeri (Foreign Policy) adalah untuk menjamin kedaulatan, kemerdekaan, serta memelihara

kelangsungan sistem sosial, politik, dan ekonomi di wilayahnya. (K.J. Holsti : 1977)

18

Teori kebijakan luar negeri lain yang diungkapkan oleh William D. Coplin, dapat juga digunakan sebagai alat analisa dalam penulisan ini. Menurutnya kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh beberapa faktor determinasi, yaitu : 1. Situsasi politik domestik, termasuk faktor budaya sebagai

dasar tingkah laku politik. 2. Situasi ekonomi dan militer domestik, termasuk faktor

goegrafis yang selalu mendasar pertimbangan pertahanan dan keamanan. 3. Konteks internasional, yaitu pengaruh negara-negara lain atau

konsentrasi politik internasional. Analisa politik luar negeri memusatkan perhatian pada

penelitian kepentingan nasional dan tujuan suatu bangsa, berbagai alternatif kebijakan yang bisa diambil oleh suatu pemerintah dan perhitungan untung rugi atas masing-masing alternatif tersebut. Berbagai pertimbangan rasional tersebut diarahkan untuk

optimalisasi pencapaian nasional. (Willian D. Coplin : 1992). Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu. Untuk

19

memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral. Kepentingan Nasional Kepentingan nasional merupakan konsep kunci didalam perumusan kebijakan luar negeri suatu negara. Kepentingankepentingan yang digariskan oleh suatu bangsa biasanya selalu mengacu kepada kesatuan dan persatuan bangsa yang lebih ideal, terciptanya keadilan, kedamaian domestik, pertahanan yang memadai serta kesejahteraan ekonomi yang tidak hanaya bermanfaat untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Daniel S. Papp, mengatakan bahwa kepentingan nasional secara sederhana adalah kepentingan yang dimiliki sebuah negara. Kepentingan nasional dipandang sebagai objektif

nasional yang secara konstan dipengaruhi oleh unsure ekonomi, ideologi, militer, moralitas dan loyalitas serta power. (Daniel S. Papp, 1997) Kepentingan nasional dari setiap negara berbedabeda, tergantung pada pembuat keputusan/kebijakan dalam masing-masing negara.

20

Untuk mencapai kepentingan nasionalnya, setiap negara harus memperhatikan jika nilai-nilai dasar yang hanya dapat bisa eksis

direalisasikan

negara

dan

bangsa

berkesinambungan dalam lingkungan yang aman dan damai, sehingga kemerdekaan, integritas wilayah, lembaga-lembaga yang fundamental, dan suatu tingkat kehidupan politik, sosial, ekonomi dan kemampuan militer yang lebih tinggi dapat terjamin. (John M. Collins, 1973) Kepentingan nasional dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negrinya. Kepentingan nasional suatu negara secara khas merupakan yang unsur-unsur paling vital, yang seperti membentuk pertahanan,

kebutuhan

negara

keamanan militer dan kerjasama ekonomi. (Yani, Anak Agung Banyu Perwira dan Yayan Mochamad, 2005)

21

1. 5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang akan dipaparkan berikut ini : a. Untuk menjelaskan upaya-upaya apa saja yang di lakukan pemerintah malaysia di b. Indonesia dalam mengatasi illegal fishing

perairan Indonesia.

Menjelaskan dampak serta kerugian yang di akibatkan oleh

illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. 2. Manfaat atau Kegunaan Penelitian A. a. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah dan pengetahuan hubungan Internasional yang terlebih titik

wawasan

menyangkut

wilayah

perbatasan

perairan

menjadi

pangkal kedaulatan suatu Negara. b. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar

kesarjanaan (S-1) Hubungan Internasional. B. Bagi akademik

22

Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

tambahan

pengetahuan secara umum bagi para akademisi yang meminati bidang hubungan internasional khususnya mengenai wilayah

perbatasan serta kelautan sektor perikanan Indonesia Malaysia.

1.6 Hipotesa Berdasarkan pada kerangka teori dan latar belakang

permasalahan yang telah dikemukakan diatas, penulis menarik suatu hipotesa, yaitu : Kebijakan Indonesia dalam menangani Illegal Fishing di perbatasan wilayah perairan Indonesia yang di lakukan oleh para nelayan malaysia adalah dengan menggunakan Teori kebijakan luar negeri yang menganut kepada dasar kepentingan nasional dari Indonesia sendiri yaitu melalui Kebijakan kementerian kelautan dan perikanan Indonesia yang berlandaskan pada

Kepentingan ekonomi (economic interest), serta untuk menjaga kedaulatan dengan tujuan membangun serta memajukan kehidupan perekonomian nasional perikanan dan meningkatkan hubungan internasional dengan negara lain dalam hal ini oleh Malaysia. Jika kebijakan untuk memberantas illegal fishing yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan meningkatkan kemampuan

pertahanan wilayah perairan dan kelautan Indonesia berhasil dilakukan maka, seharusnya illegal fishing yang dilakukan oleh para nelayan Malaysia berkurang karena itu dapat mengganggu

23

kedaulatan wilayah serta perekonomian Indonesia sehingga potensi ekonomi kelautan dapat terjaga dengan maksimal.

1.7 Model AnalisisKEBIJAKAN INDONESIA DALAM MENGATASI PENANGKAPAN IKAN SECARA ILLEGAL (ILLEGAL FISHING) TERHADAP MALAYSIA DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA TAHUN 2007 2009. VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT

unit eksplanasi illegal fishing diwilayah perairan Indonesia yang dilakukan oleh para nelayan Malaysia KEBIJAKAN INDONESIA MENGATASI PENANGKAPAN IKAN SECARA ILLEGAL (ILLEGAL FISHING) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA TAHUN 2007 2009.

Konseptual Kebijakan kelautan yang di keluarkan pemerintah Indonesia tahun 2007 - 2009

Definsi konseptual Kebijakan kelautan yang di keluarkan pemerintah Indonesia terhadap Illegal Fishing untuk menjamin perekonomian Negara serta kedaulatan wilayahnya.

Definsi operasional - Peraturan menteri kelautan dan perikanan RI NO per 03/men/09. - Perubahan UU NO 31 tahun 2004 menjadi UU NO 45 tahun 2009 tentang perikanan - Peningkatan keamanan kelautan bekerjasama dengan TNI AL, BAKORKAMLA, serta POLISI Republik Indonesia

24

1.8 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif penelitian dengan yang menggunakan berusaha penelitian eksplanatif dan yaitu

mengungkapkan

menjelaskan

mengenai suatu gejala yang terjadi. Metode sangat penting dalam sebuah kegiatan penelitian serta berguna untuk mempermudah dalam membahas masalah yang di ajukan dalam sebuah penelitian. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai alat bantu untuk menganalisis data, melalui teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan baik itu melalui buku, majalah, surat kabar, jurnal-jurnal ilmiah, karya tulis yang bersifat ilmiah, serta media elektronik (website/via-internet) yang dapat di jadikan pijakan dalam upaya menuju pencapaian penulisan. Metode penulisan dari skripsi ini juga menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan

mengumpulkan, menyusun, membaca dan mempelajari bahanbahan kepustakaan yang berada di perpustakaan KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, perpustakaan FREEDOM INSTITUTE,

25

perpustakaan Moestopo.

LIPI,

serta

perpustakaan

Universitas

Prof.

Dr

1.9 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terbagi dalam IV bab, masing-masing bab akan menjelaskan variabel-variabel yang ada. BAB I. PENDAHULUAN Pada bagian ini yang dibahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesa, model analisa, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II. ILLEGAL FISHING (PENANGKAPAN IKAN SECARA ILLEGAL) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA 2007 2009 Pada bagian II ini akan dijelaskan apa pengertian illegal fishing serta apa saja dampak-dampak dan kerugiannya bagi

Negara Indonesia. A. PENGERTIAN ILLEGAL FISHING UNREPORTED, AND

UNREGULATED FISHING (IUU-FISHING). B. MODUS OPERANDI ILLEGAL FISHING

26

C. BAB

DAMPAK ILLEGAL FISHING BAGI INDONESIA III. UPAYA FISHING PEMERINTAH MALAYSIA INDONESIA TERJADI MENGATASI DIPERAIRAN

ILLEGAL

YANG

INDONESIA SEPANJANG TAHUN 2007 HINGGA 2009 Pada bagian ke III ini akan membahas tentang langkah dan kebijakan kelautan apakah yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia terkait Illegal fishing yang terjadi di wilayah perairan Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia. BAB IV. KESIMPULAN DAN PENUTUP Pada bagian terakhir ini akan membahas kesimpulan tentang upaya serta kebijakan dari pemerintah Indonesia mengatasi Illegal Fishing yang terjadi di wilayah perairan Indonesia sepanjang tahun 2007 hingga 2009.

27

BAB II ILLEGAL FISHING (PENANGKAPAN IKAN SECARA ILLEGAL) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA 2007 2009

II.

A.1.

PENGERTIAN

ILLEGAL,

UNREPORTED,

AND

UNREGULATED FISHING (IUU-FISHING) Dalam penulisan ini penulis menggunakan definisi mengenai illegal fishing yang merujuk kepada pengertian yang telah

dikeluarkan oleh International Plan Of Action (IPOA) Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing yang di prakasai oleh Food And Agriculture Organization (FAO) dalam konteks implementasi Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF). a. 1. Illegal Fishing memiliki pengertian sebagai berikut : Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara

tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan

28

yuridiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu. (Activities Conducted by national or foreign vessels in waters under the jurisdiction of a state, without

permission of the state, or in contravention of its laws and regulation). 2. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal

perikanan berbendera salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, Regional

Fisheries Management Organization (RMFO) tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan perikanan yang telah diadopsi oleh RMFO. Negara RMFO wajib mengikuti aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan dengan hukum Internasional. (Activities conducted by vessels flying the flag of states that are parties to a relevant Regional Fisheries Management Organization (RMFO) but operate in contravention of the conservation and management measures adopted by the organization and by which states are bound, or relevant provisions of the applicable international law).

29

3.

Kegiatan

penangkapan

ikan

yang

bertentangan

dengan

perundang-undangan suatu negara atau ketentuan Internasional, termasuk aturan-aturan yang ditetapkan negara anggota RMFO. (Activities in violation of national laws or international obligations, including those undertaken by cooperating stares to a relevant regional fisheries management

organization (RFMO) Walaupun IPOA-IUU Fishing telah memberikan batasan terhadap pengertian IUU-Fishing, dalam pengertian sederhana dan bersifat operasional, illegal fishing diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar hukum. (psdkp, 2009)

b.

Unreported fishing merupakan kegiatan penangkapan ikan

dengan : 1) Tidak dilaporkan, atau laporannya salah, kepada instansi berwenang perundangan. 2) Dilaksanakan di daerah pengelolaan organisasi perikanan dan bertentangan dengan peraturan

regional yang tidak dilaporkan atau laporan salah dan bertentangan dengan prosedur pelaporan organisasi tersebut. (sularso, 2009)

30

c.

Unregulated Fishing merupakan kegiatan penangkapan

ikan dengan: 1) Tidak dilaporkan atau salah laporan kepada instansi berwenang dan bertentangan dengan peraturan nasional.

nasional yang perundingan 2)

Dilaksanakan di daerah kewenangan organisasi perikanan tidak dilaporkan prosedur atau salah laporan, yang di yang atur

regional yang bertentangan

dengan

pelaporan

organisasi regional

tersebut.

Unregulated fishing dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang dilakukan : 1) Di daerah penerapan pengelolaan organisasi regional,

dilakukan oleh kapal-kapal tanpa kebangsaan, atau oleh kapal kebangsaannya bukan anggota organisasi regional, atau oleh entitas penangkapan dalam suatu cara-cara tidak konsisten atau bertentangan tersebut. 2) Di area atau untuk stok ikan yang tidak diterapkan dengan prinsip konservasi organisasi regional

prinsip konservasi dan peraturan pengelolaan dalam hal mana penangkapan dilakukan tidak konsisten dengan negara penanggung jawab kapal atau bertentangan denga prinsip konservasi yang diatur oleh hukum internasional. (Sularso, 2009)

31

A.2 PENYEBAB ILLEGAL, UNREPORTED, AND UNREGULATED FISHING (IUU-FISHING) Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di wilayah perairan Indonesia yang tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain dengan memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, yaitu : 1. kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, di sisi lain

pasokan ikan dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal ataupun illegal. 2. Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di

negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan. 3. Fishing Ground di negara-negara lain sudah mulai habis,

sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan. 4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain

kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional

32

(kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasi daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yuridiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat tebukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (high seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing. 5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan

saat ini bersifat terbuka (open access), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika di hadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas. 6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta

SDM (sumber daya manusia) pengawasan khususnya dari sisi kuantitas, samapai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 penyidik perikanan (PPNS Perikanan) daan 340 ABK (anak buah kapal) kapal pengawas perikanan. Jumlah tersebut tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih di perparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan. 7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih

dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masi belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan

33

komitmen operasi kapal pengawas di ZEE Indonesia. (direktorat jenderal psdkp : 2009 hal 22-23).

a. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

1. Penyebab Illegal Fishing Meningkatnya permintaan ikan di Negara Negara asing Berkurang atau habisnya stok di Negara lain Lemahnya armada perikanan nasional Izin / dokumen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi Lemahnya pengawasan dan penegakan hokum di laut Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana

a. 1. 2.

2. Penyebab Unreported Fishing Lemahnya peraturan perundangan Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil

tangkapan/ 3. Belum

angkutan ikan ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya

menyampaikan 4. 5.

data hasil tangkapan/angkutan ikan.

Lemahnya ketentuan sanksi dan pidana Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan sebagian besar tidak termonitor dan terkontrol besar perusahaan yang memiliki armada

ikan yang 6.

Sebagian

penangkapan

memiliki pelabuhan

34

7.

Laporan produksi yang diberikan oleh pengurus perusahaan dinas terkait cenderung retribusi lebih rendah dari

kepada

sebenarnya.Menurut petugas

laporan produksi

produksi yang

umumnya tidak pernah mancapai 20% dari sebenarnya.

a. 1.

3. Penyebab unregulated fishing Potensi SDI di perairan Indonesia masih dianggap memadai

dan belum membahayakan. 2. 3. 4. 5. Sibuk mengatur yang ada karena banyak masalah Orientasi jangka pendek Beragamnya kondisi daerah perairan dan SDI Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi

perikanan internasional. (pelabuhan perikanan nusantara, 2011)

Kegiatan illegal fishing yang paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) adalah

pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring countries). walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing yang tejadi di WPP-RI, namun dari hasil pengawasan yang dilakukan sepanjang 2005-2009 dapat di simpulkan bahwa illegal fishing oleh kapal ikan asing sebagian besar terjadi di wilayah zona ekonomi

35

eksklusif Indonesia (ZEEI) dan juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state). (psdkp, 2009) Indonesia memiliki perairan yang begitu luas dan memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup besar sehingga rentan terhadap pelanggaran tindak pidana di laut khususnya di bidang perikanan. Maraknya illegal fishing di perairan Indonesia saat ini adalah akibat adanya potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia yang masih menjanjikan, sementara potensi tersebut di ZEEI belum mampu dimanfaatkan sepenuhnya oleh bangsa

Indonesia sendiri. Dengan maraknya illegal fishing tersebut dapat berdampak terhadap perekonomian nasional dan meningkatkan permasalahan sosial apabila tidak di atasi secara serius.

A.3.

SITUASI

WILAYAH

PERAIRAN

INDONESIA

YANG

MENGALAMI GEJALA KELEBIHAN TANGKAP (OVERFISHING) TERDAPAT DI : Kelebihan tangkap sumber daya perikanan pada suatu

perairan, tidak saja mengakibatkan kelebihan tangkap secara biology tetapi juga berdampak pada kemusnahan jenis ikan yang dapat mengakibatkan degradasi sosial ekonomi. Gejala seperti itu dalam jangka panjang akan menimbulkan proses pemiskinan bagi

36

nelayan tradisional yang akan semakin banyak bermukim diwilayah pesisir, karena kebanyakan sumber daya ikan di zona terdekat senantiasa terkuras. Nelayan tradisional harus mencari alternatif zona ke wilayah yang lebih dalam, karena keterbatasan alat tangkap, nelayan tradisional atau nelayan kecil itu kemudian akan kehilangan keuntungan atau bahkan sama sekali kehilangan

pendapatannya. Wilayah yang sudah memiliki gejala kelebihan tangkap di perairan Indonesia terdapat di beberapa daerah yaitu : 1. Selat Malaka, untuk spesies ikan terubuk 2. Pantai Utara Jawa, untuk spesies ikan samadar dan ikan putih menunjukkan gejala overfishing 3. Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, spesies ikan yang

mengalami overfishing berupa ikan pelagis besar 4. Selat Malaka dan Laut Jawa, spesies ikan yang mengalami overfishing adalah ikan pelagis kecil 5. Selat Makasar, Selat Malaka, Laut Flores, Laut Sulawesi, Arafura dan Samudera Pasifik, spesies ikan yang mengalami overfishing demersal

yaitu ikan

6. Perairan Laut Jawa, Flores, Banda, Sulawesi, Samudera Pasifik, Hindia, serta Selat Makasar, spesies ikan yang mengalami ikan karang

overfishing adalah

7. Selat Makasar Dan Laut Flores, spesies overfishing nya adalah lobster

37

8. Selat Malaka, Selat Makasar, Laut Jawa, Laut Flores Dan Arafura Spesies (kamaluddin, yang mengalami overfishing adalah cumi-cumi.

2002)

PRESENTASE JUMLAH KAPAL YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING (%) STATUS KAPAL 2007 2008 6,8 2009 2,1 KAPAL BERBENDERA 4,8 INDONESIA KAPAL BERBENDERA 42,0 ASINGTabel 1 : persentase jumlah kapal yang melakukan illegal fishing di WPP-RI.

83,8

54,6

Dari tabel 1 diatas berdasarkan hasil operasi pengawasan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 dapat disimpulkan bahwa 100 kapal berbendera Indonesia yang diperiksa hanya sekitar 6 7 kapal berindikasi terlibat illegal fishing. Sedangkan, dari 100 kapal yang berbendera asing sebanyak 83 84 kapal terindikasi melakukan illegal fishing. Dengan demikian terlihat bahwa ancaman terbesar illegal fishing terhadap sumberdaya perikanan Indonesia berasal dari kapal-kapal ikan asing.

(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009)

A.4. ILLEGAL FISHING MALAYSIA DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA TAHUN 2007 HINGGA TAHUN 2009 A. a. TAHUN 2007 Polisi Tangkap Kapal Ikan Berbendera Malaysia

Selasa, 14 Agustus 2007 TEMPO Interaktif, Medan

38

Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah Sumara Utara mengamankan 1 unit kapal jenis Pukat Trawl bernomor lambung PKFA 8589 berbendera Malaysia. Menurut Kepala Seksi Penegakan Hukum Komisaris Polisi J. Tamba, kapal tersebut ditangkap di sekitar perairan Selat Malaka atau 24 mil tenggara pulau Pandang Asahan karena tidak memiliki izin memasuki perairan Indonesia. Selanjutnya kapal tersebut, diboyong ke Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara di Belawan beserta awak kapal untuk diminta pertanggung jawaban. Mereka didakwa melanggar pasal 20 ayat 2 No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Selain itu, kepolisian juga menyita barang bukti berupa alat tangkap pukat trawl, 600 kilogram ikan segar, 500 ikan busuk, pesawat radio, komputer, serta perangkat alat navigasi kapal. (tempo.co.id)

b.

Surabaya - Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim)

TNI AL berhasil menangkap kapal MV Chen Long berbendera Panama (Penang, Malaysia, London, United Kingdom, Ho chi mint city, Vietnam) Kapal asing itu ditangkap saat melakukan transfer ilegal ikan sebanyak 459 ton di perairan Arafuru. Kapal tersebut ditangkap KRI Ajak 653 yang dikomandani Mayor Laut (P) Antonius S pada 22 Februari 2007. Kapal tersebut saat ditangkap tidak memiliki surat izin Berlayar (SIB) Perikanan serta dokumen surat izin kapal penangkap ikan (SIKPI). Karena tidak memiliki kedua dokumen

39

tersebut, maka kapal beserta 21 ABK dibawa menuju pangkalan utama TNI AL Surabaya untuk diamankan. Kapal penangkap ikan yang ditangkap KRI Ajak 653 ini dimikili oleh perusahaan asing Fujian Xinca Saipong Co.LTD yang dinakhodai Zhang Hong He untuk dilakukan proses hukum pada 1 Maret 2007 lalu. Untuk itu, penyidik TNI AL dari satuan Patroli Terbatas (Satroltas) Lantamal V akan menjerat MV Chen Long dengan Pasal42 ayat (2) jo Pasal 98 UU No 31 Tahun 2004 tentang perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda 200 Juta karena tidak memiliki Surat Ijin Berlayar (SIB). Sedangkan pasal yang akan dikenakan akibat mengangkut ikan tanpa dilengkapi dokumen SIKPI, kapal

berbendera Panama tersebut akan dikenakan Pasal 94 UU No 31 Tahun 2004 tentang perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 1,5 miliar. (detiknews.com)

B. a.

TAHUN 2008 Dua Kapal Illegal Fishing Ditangkap Kapal Pengawas.

Hiu 001 18/06/2008

40

TANJUNGBALAI (BP) - Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) RI terus melakukan pengawasan terhadap perairan melalui kapal patroli (KP) Hiu 001 yang dipimpin komandan patroli Zairani melakukan penangkapan terhadap dua kapal nelayan berbedera Indonesia dan bendera Malaysia pada Sabtu (31/5) di perairan teritorial Indonesia. Kapal nelayan asing yang masuk ke perairan Indonesia diketahui melakukan illegal fishing dan berhasil

ditangkap. Kapal nelayan Malaysia tersebut dengan kode lambung kapal JHF 5196 B berjenis pukat trawl. Jika dilihat dari nomor seri lambung, kapal nelayan Malsyaia ini berasal dari negeri Johor. Penangkapan kapal ikan asal Johor Baharu, Malaysia bukan hal yang pertama kali dilakukan. Hal ini disebabkan daerah Kabupaten Karimun berbatasan langsung dengan bagian dari salah satu negeri di Malaysia tersebut. Sehingga, salah satu perairan, khususnya bagian utara memang rawan dimasuki nelayan Malaysia, hasil pemeriksaan yang dilakukan petugas di atas KM Wahyu berhasil ditemukan jenis ikan teri sebanyak 38 ton yang diduga berasal dari Malaysia dan akan dibawa ke Kuala Tungkal,

Tembilahan. Kemudian, petugas juga menemukan 132 box ikan yang buiasa digunakan untuk menyimpan ikan hjasil tangkapan dan kemudian dibawa atau dijual ke Malaysia. Untuk kapal nelayan asing dari Malaysia yang ditrangkap sudah jelas melanggar dan

beroperasi menangkap ikan tanpa izin. (Batam Pos) (KKP.go.id)

41

b.

Illegal Fishing Malaysia Di Perairan Indonesia

Senin, 24 November 2008 Pencurian ikan di perairan Riau oleh nelayan asing masih marak. Terbukti dua kapal berbedera Malaysia berhasil ditangkap dan saat ini ditahan di Dumai. Badan Koordinasi Keamanan Laut

(Bakorkamla) sektor wilayah Barat berhasil menangkap dua kapal nelayan berbendera Malaysia karena diduga kuat melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia. Penangkapan dilakukan dalam operasi Gurita VI pada Sabtu akhir pekan lalu. Kedua kapal Malaysia tersebut ditangkap di dua lokasi berbeda. Dua nakhoda dan 10 anak buah kapal (ABK) ditahan untuk menjalani proses lebih lanjut. Komandan Sektor wilayah Barat Bakorkamla Letkol Roni Saleh menjelaskan dua kapal yang ditangkap itu adalah KM PKFB 1168 ditangkap di sekitar Pulau Jemur, Rokan Hilir dan KM SLFA 4830 yang ditangkap di batas Zona Ekonomi Esklusif (ZEE). Selain berawakkan warga negara Malaysia, kedua kapal tersebut juga berawakkan warga negara Myanmar. Bagi Bakorkamla,

penangkapan dua kapal ini merupakan keberhasilan keenam dalam mengawal perairan di wilayah Barat dari aksi pencurian nelayannelayan asing (riauterkini.com)

42

C. a.

TAHUN 2009 Kapal Asing Berbendera Malaysia Ditangkap KP. Hiu 003 milik P2SDKP DKP berhasil lagi menangkap kapal

illegal fishing Pada hari Kamis tanggal 20 Bulan Agustus Tahun 2009 Pukul 07.35 WIB yaitu 1 buah kapal ikan asing KM. SF2-3532 berbendera Malaysia dengan jumlah Anak Buah Kapal 14 orang yang terdiri dari Warga Negara Thailand, Kamboja dan Laos, kapal tersebut melakukan penangkapan ikan tanpa dilengkapi dokumen dan menggunakan alat penangkapan ikan jenis trawl di Wilayah Perairan Territorial Indonesia yaitu Laut Natuna pada posisi

02206 LU - 109244 BT. Kapal yang dinakhodai Mr. LAMDUAN SESTHO (35 tahun) berkebangsaan Thailand tersebut melakukan pencurian ikan (illegal fishing) di Wilayah Negara Republik Indonesia dan di duga melakukan Tindak Pidana Perikanan yaitu melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a, Pasal 9 Jo Pasal 85, Pasal 26 Jo Pasal 92, Pasal 27 Ayat (2) Jo Pasal 93 Ayat (2) UU No 31 Tahun 2004 Tentang perikanan. Kini kapal asing tersebut di Ad-hock di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat dan di serah terimakan ke Satker PSDKP Pemangkat untuk Penyidikan lebih lanjut Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. (Muslani, S.St.Pi Pengawas Perikanan (KKP.go.id))

43

b.

Kapal Illegal Fishing Malaysia Kembali Di Tangkap.

Jakarta,(Tvone) Polisi menangkap 35 kapal pencuri ikan asal Malaysia di Muara Nunukan, Kalimantan Timur pada 8 April 2009. Menurut Direktur Tindak Pidana Tententu Polri, Brigadir Jenderal Boy Salamuddin pencurian kapal tersebut bukan kali pertamanya. Dari hasil penangkapan, kapal Malaysia yang beroperasi 150 kapal. Satu kapal biasanya empat kali berlayar. Sekali berlayar, satu kapal bisa mengeruk 10 ton ikan dan udang dari perairan Indonesia. Ikan lalu dijual di Tawo, Malaysia tanpa melalui tempat pelelangan ikan Indonesia. Kerugian yang ditanggung Indonesia sangat besar, mulai dari proses perijinan dan jumlah ikan yang diambil. Pertahun kerugian negara Rp 230 miliar. Selain kerugian materiil, negara juga menderita kerusakan ekosistem laut akibat penggunaan jaring trawl. Jaring trawl adalah atau pukat harimau adalah jaring yang mengambil hasil laut tanpa pilih-pilih, bahkan ikan-ikan kecil yang penting bagi kelanjutan ekosistem laut ikut terjaring. Dalam penangkapan tersangka 35 kapal Malaysia, Polri warga telah menangkap 38

yang

kesemuanya penyidikan

negara ke orang

Indonesia, Malaysia

pengembangan (Tvone.news.com)

mengarah

44

c.

Jumat, 5 Juni 2009 Kapal Nelayan Malaysia Ditangkap Januari-Mei 2009, 48 Kapal Nelayan Malaysia Ditangkap

TARAKAN. Direktur Tindak Pidana Teritorial (Tipiter) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Salamudin mengatakan, perairan di wilayah Kalimantan timur bagian utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia sering terjadi pencurian ikan dan pelanggaran wilayah teritorial. Menurut Salamudin, dalam sebulan terakhir ini, Mabes Polri telah menangkap 11 kapal malaysia asal Tawau yang melakukan pencurian ikan di perairan Kalimantan Timur. Bahkan pada Januari hingga Mei 2009, Polres Bulungan, Polres Tarakan dan Pol Airud juga telah menangkap 48 kapal nelayan Malaysia. Kerugian negara akibat aksi pencurian ikan di wilayah Indonesia itu diperkirakan mencapai Rp244 miliar per tahun, belum termaksuk kerugian akibat rusaknya ekosistem bawah laut.

Dikatakan, 11 buah kapal nelayan asal Tawau, Malaysia itu, kini sudah diamankan di pangkalan milik Kepolisian Air dan Udara (Pol Airud) di Juata Laut Tarakan Utara. Kapal-kapal tersebut telah berhasil menangkap hampir 4 ton ikan, dan setiap kapal rata-rata

45

berkapasitas 10 ton. Pada waktu penangkapan kapal Malaysia di perairan Kaltim, mereka mengunakan jala yang tidak sesuai dengan aturan, sehingga merusak ekositem yang ada. Sementara itu, seorang petugas perikanan di Sungai Nyamuk berinisial AK, dan ACH mantan pegawai harian lepas di kantor yang sama, menurut Salamudin, keduanya berperan untuk mengeluarkan Surat Izin Berlayar (SIB) untuk kapal-kapal Malaysia. Semua kapal Malaysia itu tidak dilengkapi dengan surat izin penangkapan ikan dari Departemen Kelautan dan Perikanan. Maka dari 11 kapal tersebut yang tertangkap oleh Pol Airud, tujuh kapal membawa SIB bodong (palsu), namun keempat kapal yang baru tertangkap tidak memiliki dokumen sama sekali. SIB palsu itu dibuat di Kantor Pelabuhan Sungai Nyamuk, lalu dibawa ACH ke Tawau. Tidak adanya dokumen apa pun pada empat kapal asing itu, menurut polisi, mengindikasikan kapal Malaysia makin nekat mencuri di wilayah perairan Indonesia.

d.

Kapal Malaysia Pencuri Ikan Di Tangkap Kapal patroli polisi 622 milik Dit Pol Air Babinkam Mabes Polri

yang di-BKO-kan di Direktorat Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Dit Pol Air Sumut) menangkap dua kapal ikan berbendera Malaysia di sekitar kawasan perairan teritorial Indonesia atau sekitar 23 mil laut arah Timur Pulau Berhala, Sumut. Kasubdit Bin Ops Dit Pol Air

46

Polda Sumut Kompol Alfian, SIK, MSi, didampingi Kasi Gakkum, Kompol J Tamba kepada Batak Pos, Senin (9/3), di Belawan mengatakan, penangkapan yang dilakukan, Jumat (6/3) sekitar pukul 23.30 WIB berawal dari kecurigaan petugas yang tengah melakukan patroli rutin di sekitar perairan Pulau Berhala. Ketika itu, posisi kedua kapal saat ditangkap berada di dalam kawasan perairan teritorial Indonesia atau pada koordinat 03-4500 LU dan 099-53-00 BT. Ketika ditangkap, kapal PKFB 972 dinakhodai, Sin (35), warga berkebangsaan Thailand, diduga usai menjaring ikan menggunakan pukat harimau, ini terbukti dengan ditemukannya 800 kilogram ikan hasil tangkapan terdiri atas berbagai jenis dan ukuran disimpan dalam palka kapal. Sementara itu, kapal PKFB 260 saat akan ditangkap baru saja memulai menjaring ikan karena ketika ditangkap kapal yang dinakhodai Mr Phaisan Masrin, 41, warga negara Thailand langsung memutuskan tali tambang pukat harimau. Di dalam palka, petugas tidak menemukan ikan curian hasil tangkapan kapal tersebut. Dari hasil pemeriksaan kedua kapal ikan berbendera Malaysia itu tidak memiliki surat izin pangkapan ikan (SIPI) di perairan Indonesia. Untuk diproses hukum kedua kapal ini kami amankan di Dermaga Dit Pol Air Polda Sumut di Belawan berikut awak kapal dan 2 set pukat trawl, dua bundel dokumen kapal milik PKFB 972 dan PKFP 260 serta 800 kg ikan jenis campuran. (batakpos-online.com, 2009)

47

Sepanjang tahun 2007 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengerahkan 21 kapal patroli dan mengamankan sebanyak 185 Kapal Motor asing, tahun 2008 dengan mengerahkan 23 kapal patroli diamankan 242 Kapal Motor asing dan 2009 sebanyak 180 Kapal Motor asing. Perkiraan kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari 180 kapal Motor asing Rp 720 miliar dengan asumsi satu kapal motor telah merugikan Negara Rp 4 miliar per tahun. karena kebutuhan pasokan ikan industri perikanan di Malaysia yang cukup besar, yang menyebabkan Malaysia mencuri ikan di wilayah teritorial Indonesia. Melalui modus memperkerjakan nelayan asing. Modus itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan industri perikanan mereka karena sumber daya kelautan mereka sedikit.Bendera Kapal China Malaysia Philiphina Thailand Vietnam 92,9 97,9 100 100 6,0 2007 Barat timur 16,7 Total 9,1 100 100 31,6 97,9 100 100 100 100 100 100 100 2008 Barat 61,5 100 Timur 50,0 100 Total 55,6 100 2009 Barat Timur 100

100 100

Tabel 2 : persentase kapal yang diperiksa di tengah laut terlibat illegal fishing berdasarkan bendera kapal tahun 2007 2009

Tabel 2 diatas menunjukkan tingkat illegal fishing oleh kapalkapal berbendera asing berdasarkan negara asal kapal maupun WPP, dari hasil operasi pengawasan di laut yang dilakukan oleh

48

kapal patroli Departemen Kelautan dan Perikanan. 3 kawasan perairan yang paling banyak IUU-FISHING, yaitu L.Natuna, perairan utara sulawesi utara berbatasan dengan Philiphina serta L.Arafura. (Kementerian Kelautan Dan Perikanan, 2009)

B.

MODUS

OPERANDI

ILLEGAL

UNREPORTED,

AND

UNREGULATED-FISHING DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA.

B.1 MODUS OPERANDI ILLEGAL FISHING DI INDONESIA DI KATEGORIKAN KE DALAM EMPAT GOLONGAN, YAKNI : 1. Kapal Ikan Asing, kapal murni berbendera asing melaksanakan kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen dan tidak pernah mendarat di pelabuhan perikanan Indonesia. 2. Kapal ikan berbendera Indonesia eks kapal asing yang asli tapi palsu atau tidak ada dokumen izin.

dokumennya 3.

Kapal ikan Indonesia dengan dokumen asli tapi palsu yang oleh pejabat yang berwenang atau dokumen

dikeluarkan palsu. 4.

Kapal ikan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen sama sekali

yang berarti menangkap ikan tanpa izin. (Aji sularso : 2002 hlm 65).

49

Dalam

keputusan

Menteri

kelautan

dan

perikanan

nomor

Kep.10/men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, menyatakan bahwa setiap kapal ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia harus ada dokumen-dokumen yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Ijin Usaha Perikanan (IUP) Surat Penangkapan Ikan (SPI) Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) Surat Ijin Berlayar (SIB) Tanda Pendaftaran Kapal (Grosse Akta) Surat Ukur Kapal Sertifikat Kelaikan dan Pengawasan Persetujuan penggunaan kapal asing Crue list (seaman book) Kemudahan khusus keimigrasian (Dahsuskim bagi ABK asing). 2009)

(sularso,

Dokumen-dokumen ini berlaku terhadap semua kapal ikan yang melakukan kegiatan penangkapan atau pengangkutan ikan di wilayah perairan Indonesia, kecuali untuk kapal ikan yang tidak bermotor atau bermotor luar atau bermotor dalam berukuran tidak lebih dari 5 Gross Tonage (GT) dan atau mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 15 Daya Kuda (DK). Namun kapal ikan ini setiap tahun wajib mencatatkan kegiatan usahanya kepada Dinas

50

Perikanan atau instansi yang berwenang di bidang perikanan didaerah setempat. (Aji sularso : 2002 hlm 2).

B.2 MODUS KEGIATAN ILLEGAL FISHING YANG DILAKUKAN OLEH KAPAL IKAN INDONESIA ADALAH : a. penangkapan ikan tanpa surat izin (Surat izin usaha

perikanan/SIUP) dan Surat izin penangkapan ikan (SIPI) maupun Surat izin kapal pengangkutan ikan (SIKPI). b. memiliki izin tetapi melanggar ketentuan sebagaimana

ditetapkan (pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan). c. pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan,

registrasi, dan perizinan kapal). d. e. transhipment di laut. tidak mengaktifkan transmitter (kkhusus bagi kapal-kapal

yang diwajibkan menggunakan transmitter). penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan

melestarikan sumberdaya hayati maupun perikanan. (Aji sularso : 2002 hlm 65). Pelaku illegal unreported and unregulated fishing dilihat dari perspektif operasionalnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

51

kapal-kapal asing atau kapal eks asing dan kapal-kapal asli Indonesia. Pengelompokan ini didasarkan pada pertimbangan

bahwa kedua kelompok memiliki perbedaan mendasar dalam teknologi alat tangkap, kapasitas penangkapan (GT, mesin kapal dan jaring) dan perilaku nelayan kapal tersebut. Untuk kapal asing atau kapal eks asing, pada umumnya di atas 100 GT dan beroperasi dalam kelompok lebih dari 1 kapal (minimal 5 kapal) salah satu kapal merangkap sebagai kapal komando yang dilengkapi teknologi komunikasi canggih, biasanya ada kapal pengangkut ikan yang berfungsi sebagai penampung ikan untuk Transhipment di laut dan dibawa langsung ke negara asal dan berfungsi pula sebagai dukungan logistik seperti bahan makanan, suku cadangan, jaring cadangan dan lain-lain. Pelanggaran alat tangkap yang paling banyak ditemukan adalah jaring lebih panjang dari ketentuan, jaring dirangkap, ukuran mata jaring lebih kecil dari ketentuan dan manipulasi alat tangkap, misalnya pukat ikan dilengkapi pemberat sehingga sama dengan pukat harimau (trawl). Sebagian besar daerah operasi penangkapan (Fishing Ground) tidak di daerah yang ditentukan dalam izin. artinya, de facto open access (suatu kondisi dimana kapal dapat masuk dan keluar di wilayah tertentu dengan seenaknya). Sebagian besar ikan hasil tangkapan dibawa langsung ke negara asal dengan berbagai cara, antara lain:

52

a.

transhipment

di

laut

menggunakan

kapal

angkut

legal

maupun illegal. b. di daratkan terlebih dahulu ke pelabuhan perikanan dan

dipindahkan ke kapal angkut setelah itu baru di ekspor dengan prosedur PEB (pelaporan ekspor barang). c. di daratkan ke UPI (unit pengolah ikan) miliknya atau pola

kerjasama, namun dengan merubah kemasan setelah itu baru di ekspor. d. mendaratkan sebagian kecil tangkapannya dan sebagian

tetap di ekspor. Komposisi Anak buah kapal (ABK) sebagian besar masih didominasi oleh nelayan asing, terutama posisi yang menentukan seperti Nahkoda, Fishing master serta KKM. kecenderungan akhirakhir ini justru ABK asing di kapal porposinya lebih besar dari pada ABK Indonesia, hal tersebut sebagai konsekuensi ketentuan yang longgar, dimana jumlah ABK asing ditetapkan berdasarkan

rekomendasi Direktur Jenderal PT. ini berarti keberadaan mereka tidak berkontribusi positif terhadap upaya Pemerintah dalam penyerapan tenaga kerja. Ketentuan baru dengan tidak memberikan subsidi Bahan bakar minyak (BBM) bagi yang ABK nya masih asing merupakan terobosan yang sangat baik dan dapat memotivasi penambahan penempatan ABK Indonesia di atas kapal.

53

Sebagian besar kapal eks asing berizin mendapatkan BBM bersubsidi karena memang ada kuota 25 KL per/bulan, sebagian gambaran jika selisih harga ekonomi dan subsidi Rp.3000,- maka per/kapal menikmati dana subsidi sebesar Rp.75 juta,- sehingga per/tahun sebesar Rp.900 juta. Pada saat BBM internasional harga nya 140 USD per/barel dan harga ekonomi mencapai Rp.8000,subsidi per/liternya adalah Rp.4000,- maka per/kapal menikmati dana subsidi sebesar Rp.100juta atau Rp.1,2juta Milyar per/tahun. Berdasarkan hasil pelacakan VMS (Vessel Monitoring System) rekam jejak kapal-kapal eks asing menunjukan bahwa modus utama adalah Fishing\ground, Transhipment ikan di laut (kapal angkut posisinya dekat perbatasan ZEEI (zona ekonomi eksklusif

Indonesia). kapal-kapal asli Indonesia pada umumnya menggunakan jaring sesuai ketentuan, penyimpanan alat tangkap sangat sedikit ditemukan. Masih ada sekelompok kapal di atas 30 GT yang belum memiliki SIPI, terutama di daerah sibolga. sebagian besar

pelanggaran yang dilakukan adalah menyalahi fishing ground. semua ikan hasil tangkapan didaratkan di Indonesia untuk konsumsi dalam negeri melalui TPI di pelabuhan perikanan, tangkahan atau di pasok ke UPI. kegiatan illegal fishing oleh kapal eks asing dan eks asing dilihat dari perspektif yang lebih luas dapat dikategorikan sebagai berikut :

54

a.

Merupakan

kejahatan

lintas

negara

terorganisasi

(trans

national organised crime). b. Sangat mengganggu kedaulatan NKRI (negara kedaulatan

Republik Indonesia terutama kedaulatan ekonomi). c. Mematikan industri pengolahan ikan di Indonesia dan

sebaliknya menumbuh kembangkan industri pengolahan di negara lain. d. Merusak kelestarian sumber daya ikan, karena intensitas IUU-

Fishing menyebabkan overfishing dan overcapacity. (Aji sularso 2010 : 51).

Sampai dengan tahun 2009, kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia, terbilang cukup tinggi dan memprihantinkan. Wilayah Laut Arafura, Laut China Selatan dan Samudera Pasifik merupakan daerah yang tingkat pelanggarannya cukup tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut terutama

dilakukan oleh kapal ikan asing yang berasal dari berbagai negara diantaranya Thailand, Malaysia, Vietnam, China, dan Filiphina.

B.3. JENIS TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH KAPAL IKAN INDONESIA MAUPUN KAPAL IKAN ASING DIWILAYAH PERAIRAN INDONESIA TAHUN 2006 HINGGA 2009 :Jenis tindak pidana Tahun

55

2006 2007 Tanpa izin 29 65 Tanpa izin dan alat tangkap terlarang 33 27 Dokumen tidak lengkap 0 18 Alat tangkap terlarang 19 5 Fishing ground 8 10 Alat tangkap tidak sesuai izin (SIPI) 0 8 Dokumen tidak lengkap dan Fishing ground 0 4 Tidak ada transmitter 0 5 Fishing ground dan alat tangkap terlarang 1 1 Pengangkutan ikan (transhipment) 6 7 Menampung ikan tidak sesuai SIKPI 0 0 Tanpa keterangan jenis tindak pidana perikanan 0 0 Transhipment dan alat tangkap 5 0 Pemalsuan dokumen 0 0 Pencurian terumbu karang 2 1 Penyetruman (ACCU) 34 0 Dokumen tidak lengkap dan tidak ada transmitter 0 0 Bahan peledak/bom 2 3 Pasir laut tanpa dokumen 0 0 Anak buah kapal (ABK) tidak sesuai SIPI 0 1 Jumlah total 139 155 Tabel 3 : jumlah tindak pidana perikanan menurut jenis tindak 2006 2009

2008 2009 35 59 11 20 27 17 4 4 1 3 4 6 5 3 15 4 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 104 118 pidana tahun

Dari tabel 3 tersebut diatas dapat telihat bahwa dari tahun 2006 hingga tahun 2009 telah terjadi penurunan tingkat tindak pidana yang dilakukan para pelaku pencurian ikan baik itu kapal ikan Indonesia maupun kapal ikan Asing. Dan dari tahun 2006 terjadi 139 total tindak pidana di wilayah pengelolaan perairan Indonesia, tahun 2007 meningkat dengan total kasus 155 dengan pelanggaran terbanyak 65 kapal tanpa izin, tahun 2008 terjadi penurunan dengan total kasus pidana sebanyak 104, dan hingga tahun 2009 terjadi 118 kasus tindak pidana dengan pelanggaran terbanyak 59 kapal tanpa izin. (kelautan dan perikanan dalam angka : 2010 hlm 135-136).

56

C.1 DAMPAK ILLEGAL FISHING BAGI INDONESIA TAHUN 20072009 Kegiatan illegal fishing di wilayah pengelolaan perikanan Republik-Indonesia telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi Indonesia, Overfishing, Overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumber daya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan, termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan illegal fishing. kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materiil namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah Internasional karena di anggap tidak mampu untuk

mengelola perikanannya dengan baik. Hasil operasi kapal-kapal patroli terutama di ZEEI selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan hari operasi patroli menghasilkan kapal illegal yang ditangkap juga meningkat secara proposional. Demikian pula kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari tahun ke tahun semakin meningkat.TAHUN TERJADINYA ILLEGAL FISHING JUMLAH KERUGIAN NEGARA YANG BERHASIL DI SELAMATKAN (Rp.Miliyar) JUMLAH KAPAL PENGAWAS JUMLAH KAPAL YANG DITANGKAP JUMLAH (HARI) KAPAL PENGAWAS MELAUT

57

2002

28,65 M

1

12

-

2003

95,52 M

6

40

-

2004

202,99 M

11

85

-

2005

267,47 M

14

112

-

2006

315,24 M

16

132

-

2007

439,42 M

20

184

180

2008

508,33 M

23

243

135

2009

484,80 M

24

203

180

Tabel 4 : jumlah kapal pengawas, jumlah kapal yang berhasil di selamatkan.

di tangkap serta kerugian

Tabel 4 diatas menunjukan bahwa selama tahun 2007 dengan kapal patroli sebanyak 20 dan 180 hari operasi melaut, kapal illegal asing dan eks asing yang ditangkap dan dipidanakan sebanyak 184 dengan kerugian yang berhasil diselamatkan sebesar Rp.439 miliyar. Selama tahun 2008, dari 21 kapal patroli dengan hari operasi melaut selama 135 hari, terjadi peningkatan tajam jumlah kapal asing dan eks asing yang dipidanakan sebanyak 242 kapal dengan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp.580 miliyar. Pada tahun 2009, dengan jumlah hari operasi 180 hari, hasil operasi pengawasan telah berhasil menangkap kapal perikanan

58

illegal sebanyak 203 kapal dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp.484 miliyar. (perikanan, 2009)

C.2 Kerusakan Sumberdaya Hayati Indonesia Akibat Illegal Fishing 2007 hingga 2009 Kegiatan illegal fishing umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan. Kegiatan ini termasuk kedalam kegiatan illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang karang. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan traditional didalam memanfaatkan sumberdaya perikanan

khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan

peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik baik bagi ikanikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain

59

yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang. Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya. Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan penangkapan dengan

menggunkan bahan peledak juga berakibat buruk untuk ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan bahan meledak umumnya tidak memiliki kesegaran yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya, nelayan masih tetap menggunakan bahan peledak didalam melakukan kegiatan

penangkapan karena hasil yang mereka peroleh cendrung lebih besar dan cara yang dilakukan untuk melakukan proses

penangkapan tergolong mudah.

A.

Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing

adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api Provinsi Sumatera Utara dan di Selat

60

Tiworo Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang

penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan di sulawesi Utara cendrung tidak memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan

menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut. Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau secara terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak

spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jarring. Jaring yang tersangkut akan menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut

61

maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besarbesaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikan yang berhabitat pada daerah karang tersebut.

B.

Kerusakan

karang

akibat

penggunaan

bahan

beracun

khususnya dengan menggunakan sianida dapat dilihat dari kasus pulau Panambungan di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data

penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di ketahui bahwa di pulau Panambungan secara umum terumbu karangnya berada dalam kondisi rusak. Kerusakan ini diakibatkan oleh penggunaan bahan beracun pada saat melakukan kegiatan penangkapan. Keadaan ini diperkuat lagi karena sebagian wilayah pulau ini tidak berpenghuni sehingga tidak adanya pengawasan dan memberikan ruang gerak kepada nelayan untuk melakukan penangkapan illegal fishing secara leluasa. (abdulmuthalib, 2009)

BAB III

62

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENGATASI ILLEGAL FISHING MALAYSIA YANG TERJADI DIPERAIRAN INDONESIA SEPANJANG TAHUN 2007 HINGGA 2009

Permasalahan ILLEGAL, UNREPORTED, AND UNREGULATED FISHING (IUU-FISHING) ataupun yang umumnya dikenal adalah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi permasalahan yang klasik dan seakan tidak ada habisnya. Hingga sekarang pun IUU fishing masih sulit untuk di berantas, berita penangkapan kapal asing oleh patroli Indonesia, hampir setiap tahun selalu terdengar, berbagai kebijakan untuk memberantasnya pun sudah diberlakukan, akan tetapi tetap masih saja ada kapal-kapal asing yang masuk wilayah RI untuk melakukan Illegal Fishing-nya Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2004 hingga 2009 yaitu Freddy Numberi menegaskan, untuk mengatasi menipisnya stok ikan dan untuk menjaga keamanan pangan dunia akibat perubahan iklim serta pencurian ikan, penanganan Illegal Fishing tidak dapat dinegosiasikan secara politik, menurutnya sumber daya ikan dunia terancam akibat illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing dan perubahan iklim dan ini juga akan mengganggu produksi nelayan khususnya di negara berkembang. Penanganan masalah tersebut, menjadi deadline yang tidak dapat dinegosiasikan secara politik mengingat ancaman terhadap keamanan pangan sangat

63

nyata di masa depan. IUU Fishing harus dilihat selain dari sisi ekonomi dan politiknya, juga harus dilihat bahwa tindakan tersebut sama buruknya dengan praktik pencucian uang, sehingga harus menghadapi masalah IUU Fishing ini secara tuntas karena apabila gagal diatasi sumber daya ikan Indonesia akan habis. Oleh karena itu pemerintah Republik Indonesia memberikan kebijakan terkait untuk memberantas ataupun mengurangi Illegal Fishing di willayah pengelolaan perairan Republik Indonesia pada tahun 2007 hingga 2009.

A. KEBIJAKAN KELAUTAN TAHUN 2007 a. OPERASI GURITA 03/2007 Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) melalui

operasi Gurita 03/2007 yang berlangsung selama dua bulan, antara September - November 2007, berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp10,6 miliar di area wilayah laut Indonesia oleh Malaysia. Kepala Pelaksanaan Harian Bakorkamla Laksamana Madya TNI Djoko Sumaryono mengatakan dari operasi Gurita tersebut berhasil ditangkap sejumlah kapal penangkapan Ikan illegal dengan nilai sebesar Rp8,65 miliar, Ilegal logging senilai Rp0,5 miliar dan penyelundupan BBM dan perusak lingkungan hidup senilai Rp1,5 miliar. Operasi ini dilaksanakan sesuai dengan program kerja Bakorkamla tahun 2007 yaitu melaksanakan operasi keamanan laut

64

bersama dengan pihak instansi terkait, seperti TNI AL, Kepolisian, Kejaksaan, DKP dan Pengadilan serta pemda melakukan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum meliputi Selat Malaka, laut Natuna, Selat Bangka. Dari hasil operasi tersebut, ditemukan berapa pelanggaran yang menonjol diantaranya penyelundupan barang antar kapalkapal terutama di Tanjung Balai Karimun, seperti penyelundupan BBM, pencemaran lingkungan, keimigrasian, aparat lalay terhadap kewajiban jabatan, agen kapal memalsukan data bahan bakan minyak, perizinan tata niaga migas. Untuk kapal perikanan, ditemukan sejumlah kapal tanpa dokumen izin operasi perikanan, kemudian dari kepabeannya dokumen barang dan muatannya diubah barang. Operasi Gurita tersebut di dukung sejumlah Kapal Laut seperti KP HIU 009, Kapal pengawas Bea Cukai 7002, KRI Sanca - 815, KP Jalak 635.KN Trisula yang berhasil menangkap sebanyak 94 kapal dan saat ini telah dilakukan penahanan sebanyak 11 kapal dan 7 diantaranya disegel. Sedangkan 17 kapal lainnya telah di dektesi. Kapal-kapal tersebut diantaranya milik TB Eboni dan TK Sun dengan muatan3.254.09 m3 kayu log, muatan kayu log sebanyak 2.393, 24 m3 milik PT. Rapido dan TK Sun Lion yang melanggar kelebihan muatan dan tidak sesuai dokumen Adhoc ke Adpen Belawan. KM tanda tangan pengamanannya, mamanipulasi ekspor

65

Lenon dengan muatan kargo kayu, drum solar, yang dinilai telah melanggar UU No.2 Tahun 2007 pasal 53 (b) tentang Minyak dan Gas. Para pelanggar tersebut telah diserahkan ke Dit Polairda Kepulauan Riau. Kapal tangker MT. Unity yang membawa limbah beracun, yang dinilai telah melanggar pasal43 UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup telah diserahkan ke Satpolair Pemangkat. KLM Selalu Mulia muatan cargo katu 101 GT nihil melanggar peraturan tentang pelayanan dimana kapal tersebut tidak memiliki nahkoda dan ditemukan kapal tersebut telah menyelundupkan kayu ke Kuching Malaysia, kasus tersebut telah diserahkan ke Satpolair Pemangkat. (depkominfo, 2007)

b.

REVITALISASI PERIKANAN DAN PEMBERANTASAN PERIKANAN Revitaslisasi perikanan yang telah dicanangkan oleh Presiden

SBY

merupakan

salah

satu

upaya

untuk

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat perikanan, khususnya nelayan. Namun demikian gerakan semacam ini bukan hal baru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dari periode ke periode kepemerintahan gerakan semacam ini telah mengalami berbagai perubahan nama, akan tetapi kesejahteraan Salah nelayan satu tetap saja belum mengalami dalam

perubahan.

ketidakseriusan

pemerintah

melaksanakan gerakan tersebut dapat dilihat dari masih maraknya kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia. Padahal illegal fishing

66

tersebut

merupakan

salah

satu nelayan

kunci

suksesnya Misalnya

gerakan target

peningkatan revitalisasi

kesejahteraan perikanan

tersebut.

tersebut

adalah

peningkatan

produksi

perikanan perikanan sekitar 9 juta ton per tahun. Target ini sama saja dengan target gerbang mina bahari dan protekan 2003. Menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan produksi perikanan tangkap indonesia saat ini mencapai 4,4 juta ton per tahun. Apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut dapat

dimanfaatkan oleh kapal-kapal perikanan nasional maka produksi perikanan laut dapat meningkat sampai 5,9 juta ton per tahun atau sekitar 92,19 persen dari potensi sumberdaya ikan laut Indonesia (6,4 juta ton per tahun). Dengan demikian potensi sumberdaya ikan di perairan indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kapal perikanan nasional. Selain itu juga apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut dimanfaatkan oleh armada penangkapan nasional maka sedikitnya dapat menghidupi bahan baku industri-industri pengolahan hasil perikanan, misalnya industri pengalengan tuna. Dengan demikian target revitalisasi perikanan untuk membangkitkan industri

pengolahan ikan akan terlaksana dengan baik. Selain itu juga kekhawatiran para pemilik industri pengalengan ikan tuna yang ada saat ini terhadap kekurangan bahan baku dapat diminimalisir.

67

Selain itu pemberantasan illegal fishing tersebut akan sangat berdampak positif terhadap pencapaikan target revitalisasi

perikanan lainnya seperti : a) Pertama, peningkatan devisa ekspor. Selama ini praktek

illegal fishing tersebut telah mengurangi peran tempat pendaratan ikan nasional dan pembayaran uang pandu pelabuhan. Hal ini akan berdampak secara nyata terhadap berkurangnya pendapatan

ekspor nasional. Hal ini juga berimplikasi serius terhadap aktivitas pengawasan, di mana jika aktivitas pengawasan tersebut didukung secara keseluruhan atau sebagian oleh pendapatan ekspor (atau pendapatan pelabuhan). b) Kedua, penyerapan tenaga kerja. illegal fishing selama ini

telah mengurangi potensi ketenagakerjaan nasional dalam sektor perikanan seperti perusahaan penangkapan ikan, pengolahan ikan dan sektor lainnya yang berhubungan. c) Ketiga, peningkatan konsumsi ikan masyarakat dan

peningkatan pendapatan nelayan. Maraknya illegal fishing akan mengancam pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal dan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini akan meningkatkan resiko kekurangan gizi dalam

masyarakat. Selain itu juga praktek illegal fishing selama ini telah mengancam keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayannelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia.

68

Hal ini disebabkan, nelayan asing selain melakukan penangkapan secara illegal juga mereka tak jarang menembaki nelayan-nelayan tradisional yang lagi melakukan penangkapan ikan di fishing ground yang sama. Dengan melihat pentingya pemberantasan illegal fishing terhadap pencapaikan pemerintah komprehensif beberapa hal target saat dalam yang revitalisasi ini untuk perikanan merumuskan illegal fishing maka hendaknya

langkah-langkah tersebut. Ada

menangani dapat

dilakukan

oleh

pemerintah

dalam

menangani illegal fishing tersebut, yaitu : a) Pertama, mempercepat pembentukan keputusan presiden

(Keppres) illegal fishing yang saat ini masih dipersiapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Keppres tersebut hendaknya dapat dijadikan payung hukum dalam memberantas illegal fishing di perairan Indonesia. Namun demikian keberadaan keppres tersebut hendaknya diikuti dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan berpihak kepada kepentingan nasional. b) peningkatan kesadaran dan kerjasama kelautan antar seluruh dalam

stakeholders

perikanan

dan

nasional

pemberantasan praktek illegal fishing. Hal ini perlu dilakukan karena praktek illegal fishing selama ini banyak dilakukan oleh

stakeholders perikanan itu sendiri, termasuk pemerintah dan

69

pengusaha perikanan. Hal mendesak yang perlu dilakukan adalah memberantas KKN dalam penurusan ijin penangkapan ikan. c) peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan

perikanan regional. Dengan meningkatkan peran ini Indonesia dapat meminta negara lain untuk memberlakukan sangsi bagi kapal yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Dengan menerapkan kebijakan anti illegal fishing secara regional, upaya pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin. Kerjasama ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya operasional MCS sehingga joint operation untuk VMS (Vessel Monitoring Systems) misalnya dapat dilakukan. (Kementerian

Kelautan Dan Perikanan, 2007)

c.

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN E-GOVERNMENT Masalah illegal fishing belakangan ini makin sering terjadi dan

hal ini tentu saja makin merepotkan aparat keamanan yang memiliki sumber daya terbatas. Menghadapi hal itu, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tidak tinggal diam. DKP mencoba meredam kegiatan illegal fishing dengan mengimplementasikan egovernment. Caranya adalah dengan membangun infrastruktur yang bisa mengoneksikan data dan informasi antara kantor-kantor

70

DKP di Jakarta, stasiun pengamatan kelautan DKP, dan 33 dinas perikanan dan kelautan provinsi. Menurut Soen'an H. Poernomo, Kepala Pusat Data Statistik, dan Informasi DKP, Departemen kelautan dan perikanan telah berhasil mengembangkan infrastruktur Metropolitan Area Network untuk lingkup lima kantor DKP di Jakarta, infrastruktur Wide Area Network di tiga lokasi stasiun pemantau kelautan DKP (PerancakBali, Sorong, Bitung), fasilitas Wi-Fi (hotspot) di kantor pusat DKP, dan infrastruktur VOIP untuk komunikasi di lingkup kantor DKP 2007. Dengan anggaran e-government tahun 2007/2008 sebesar Rp. 6,2 miliar, tahun 2008 DKP mengembangkan teknologi koneksi data dari daerah ke pusat, termasuk penyewaan internet connection untuk 33 dinas kelautan dan perikanan provinsi serta tersedianya local loop V-Sat bagi empat lokasi unit pengamatan kelautan DKP (Perancak-Bali, Sorong, Bitung, dan Sukamandi).

B.

KEBIJAKAN KELAUTAN TAHUN 2008 DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN Siapkan Dana

Rp271 Miliar Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyiapkan dana sebesar Rp271 miliar untuk mencegah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) pada 2008. Kerugian negara akibat praktik ini

71

diperkirakan mencapai Rp30 triliun per tahun. Kalau tingkat penangkapan ikan ilegal di dunia sebesar 6 juta ton per tahun, berarti kita menyumbang 1,5 juta ton ikan per tahun. Jika dihitung satu ikan per kilogram seharga USD2, maka dalam setahun Indonesia dirugikan sekitar Rp30 triliun, jelas Dirjen Pangawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP Ardius Zaenudin. Menurutnya, dana sebesar Rp271 miliar itu digunakan untuk menggaji pegawai yang terkait program tersebut dan untuk biaya operasional kapal, jika tidak ada dana tambahan, kapal DKP maksimal hanya mampu beroperasi selama 100 hari. Karena itu, didalam rapat anggaran dengan DPR, pihaknya meminta tambahan dana Rp30 miliar untuk operasional 21 kapal selama 180 hari. Di tempat yang sama Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi juga mengatakan, untuk mencegah penangkapan ikan secara ilegal, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah yaitu Pemerintah akan membatasi jumlah kapal asing yang masuk ke perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) serta lebih selektif dalam memberikan izin penangkapan ikan, yang akan memberikan efek jera kepada kapal asing. Misalnya dengan menenggelamkan kapal asing yang beroperasi secara ilegal. Ini memang diperlukan payung hukum yang tegas. Ketegasan aturan yang ditetapkan dalam payung hukum tersebut, harus dapat membuat kapal-kapal

72

asing yang beroperasi secara ilegal akan berpikir keras sebelum mencuri ikan di ZEEI. Sementara Direktur Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan DKP Yunus Lebang Lambe mengatakan, hingga Oktober 2008 DKP sudah mengeluarkan izin penangkapan bagi sebanyak 7.000 kapal yang terdiri atas kapal asing berbendera Indonesia serta kapal nelayan lokal. Kendala yang dihadapi saat ini, kata dia, adalah banyaknya pemalsuan dokumen izin penangkapan ikan di daerah. Berdasarkan SK Dirjen Perikanan Tangkap DKP No 4314/2006, sebanyak 13 daerah mendapatkan kewenangan berupa perbantuan proses

perizinan.Aturan tersebut memberikan kewenangan bagi daerah untuk memperpanjang izin penangkapan ikan. Surat izin

penangkapan banyak yang dipalsukan, ini bisa memicu maraknya illegal fishing. Berkedok izin palsu, mereka dapat menangkap ikan, Untuk itu, DKP akan melakukan evaluasi dengan mengganti blangko manual untuk memperpanjang surat izin dengan sistem online di tingkat daerah. (fiskal.depkeu.go.id, 2007)

B.1

KERJASAMA

INDONESIA

MALAYSIA

DALAM

MEMBERANTAS ILLEGAL FISHING

73

a)

Kerjasama Sosial ekonomi Malindo Bahas Penyelundupan dan

Pencurian Ikan b) Kerjasama Bidang Sosial Ekonomi antara Malaysia dengan (Sosek Malindo) membahas topik utama tentang ikan di

Indonesia

penyelesaian

masalah

penyeludupan

dan

pencurian

perbatasan kedua negara yang hingga kini terus berlangsung. Harapan itu disampaikan kedua perwakilan kedua negara usai pembukaan pertemuan delegasi kedua negara yang berlangsung di Samarinda sebagai tindak lanjut program kerjasama yang telah terjalin selama 12 tahun. Sekprov Kaltim, H Syaiful Teteng mengakui hingga kini sejumlah nota kerjasama yang dilakukan kedua negara melalui Sosek Malindo umumnya masih di atas kertas, sementara kenyataan di lapangan belum memuaskan, terutama terkait soal penanganan penyeludupan kayu dan pecurian ikan di kawasan perbatasan. (www.indonesia.go.id) Indonesia yang memiliki kawasan perbatasan dengan hutan begitu luas dan perairan yang potensi ikannya cukup besar selalu menjadi korban pembalakan dan pencurian ikan yang dilakukan oleh sejumlah oknum pengusaha asal negeri Jiran itu. Dengan terus menjalin kerjasama untuk mengatasi masalah ini pihak indonesia berharap agar pembalakan dan pencurian ikan bisa diminimalisir. Hal senada juga disampaikan Pimpinan Rombongan Malaysia, Maznah Haji Abdul Ghani selaku Timbalan Setia Usaha Kerajaan

74

Negeri Sabah, Malaysia yang mengatakan soal penyelundupan akan menjadi pembahasan utama dalam pertemuan itu. Diakuinya masalah aturan kedua negara menjadi kendala dalam program kerjasama mengatasi penyelundupan tersebut sehingga perlu upaya bersama untuk saling mengerti agar masalah itu bisa segera diselesaikan. Maznah mengatakan terjadinya penyeludnupan itu tidak hanya merugikan Indonesia, namum Malaysia juga mengalami hal yang sama, karena tidak memperoleh pemasukan negara kare