bab ii tinjauan pustaka -...

24
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dilihat dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing- masing. Semua uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skinner disebut juga teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons, yaitu: a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. b. Operant respons atau instrumental respons yaitu respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Berdasarkan teori S-O-R perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup ( covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap

Upload: phamdat

Post on 07-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Pengertian perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan. Dilihat dari sudut pandang biologis semua

makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-

masing. Semua uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar (Notoatmodjo, 2007).

Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Teori Skinner disebut juga teori S-O-R atau

Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons,

yaitu:

a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting

stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

b. Operant respons atau instrumental respons yaitu respons yang timbul

dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang

lain. Perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena

berfungsi untuk memperkuat respons.

Berdasarkan teori S-O-R perilaku manusia dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup ( covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap

2

stimulus tersebut masih belum bisa diamati oleh orang lain secara

jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,

perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang

bersangkutan.

b. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut

sudah berupa tindakan atau praktik, ini dapat diamati orang lain dari

luar.

2. Perilaku kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka dapat

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.

a. perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)

Adalah perilaku atau usaha – usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek

yaitu: perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila

sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit,

perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan

sehat, perilaku konsumsi terhadap gizi (makanan) dan minuman

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

Adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.

Misalnya mengelola pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan

sebagainya.

Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang

perilaku kesehatan ini yaitu

3

a. Perilaku hidup sehat

Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan

seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

Perilaku ini mencakup antara lain: makan dengan menu seimbang yang

mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan jumlahnya cukup

untuk memenuhi kebutuhan tubuh, olahraga teratur, tidak merokok,

tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup,

mengendalikan stress, dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif

bagi kesehatan.

b. Perilaku sakit (illness behaviour)

c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)

Yaitu pasien mempunyai peran mencakup hak-hak orang sakit (right)

dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Perilaku ini meliputi:

tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengetahui fasilitas

pelayanan/penyembuhan penyakit, mengetahui hak (hak memperoleh

perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan) dan kewajiban orang

sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada

dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang

lain).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku terbentuk di dalam diri

seseorang dari 2 faktor utama, yaitu:

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal atau stimulus dari luar diri seseorang adalah faktor

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun nonfisik dalam bentuk

sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, kepercayaan, tradisi, politik dan

sebagainya

4

1) Sosial

Setiap individu sejak lahir berada didalam suatu kelompok,

terutama kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka

kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-

anggota kelompok lain. Setiap kelompok memiliki aturan dan

norma sosial tertentu, sehingga perilaku setiap individu anggota

kelompok berlangsung dalam suatu jaringan normatif.

2) Ekonomi

Keadaan ekonomi juga berpengaruh terhadap suatu penyakit,

misalnya angka kematian lebih tinggi dikalangan masyarakat yang

status ekonominya rendah dibandingkan dengan status ekonomi

tinggi, hal ini disebabkan karena masyarakat rendah tidak memiliki

biaya untuk berobat sehingga tidak ada suatu penanganan yang

baik dalam menghadapi suatu penyakit.

3) Budaya

Setiap daerah pasti memiliki budaya yang berbeda-beda misalnya

dalam suatu komunitas yang masyarakatnya menganut agama

islam, tidak mau memakan daging babi karena bagi mereka daging

babi adalah haram, dan tidak baik bagi kesehatan. Maka dari itu

mereka tidak akan mau memakan daging babi tersebut demi

menjaga kesehatan mereka.

Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal yang paling besar

perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan

budaya, dimana seseorang tersebut berada. Faktor sosial sebagai faktor

eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain struktur sosial,

pranata-pranata sosial dan permasalahan-permasalahan sosial yang

lain.

b. Faktor Internal .

Faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari

luar yaitu :

5

1) Perhatian

Ada 2 batasan tentang perhatian yaitu energi psikis yang tertuju

pada suatu obyek dan banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai

suatu aktivitas yang sedang dilakukan.

2) Pengamatan

Pengamatan adalah pengenalan obyek dengan cara melihat,

mendengar, meraba, dan mengecap. Sedangkan mendengar,

meraba, membau, dan mengucap itu sendiri disebut sebagai

modalitas pengamatan

3) Persepsi .

Setelah melakukan pengamatan maka akan terjadi gambaran yang

tinggal dalam ingatan. Gambaran yang tinggal dalam ingatan inilah

yang disebut persepsi.

4) Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

guna mencapai suatu tujuan. Motif tidak dapat diamati, yang dapat

diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan

tersebut.

5) Fantasi

Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan-

tanggapan yang telah ada. Tanggapan baru ini tidak harus sama

dengan tanggapan yang telah ada.

4. Bentuk-bentuk perubahan perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep

yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku.

Menurut WHO, perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

a. Perubahan alamiah (Natural Change)

Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila

dalam Masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau

6

sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat didalamnya

juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini memang direncanakan sendiri oleh subjek.

c. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan

dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang

sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah

perilakunya), dan sebagian lagi sangat lambat menerima inovasi atau

perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai

kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2003).

5. Pengukuran perilaku

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu

dengan wawancara dan angket atau dapat dilakukan secara langsung yaitu

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,

2003).

B. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tau

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita

ketahui tentang suatu objek tertentu termasuk kedalamnya adalah ilmu,

jadi ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia

disamping berbagai pengetahuan lainnya (Suriasumantri, 1994).

7

2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,

dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimplkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

8

Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Nasution

(1999) dalam Notoatmodjo (2003) yaitu:

a. Tingkat pengetahuan

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-

hal baru dan menyesuaikan dengan hal-hal yang baru tersebut.

b. Informasi

Informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang

jelas.

c. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang.

Karena informasi-informasi yang baru akan dijaring kira-kira sesuai

tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,

maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas sedang

umur semakin banyak (bertambah tua).

e. Sosial ekonomi

Tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan

dengan penghasilan yang ada. Sehingga menuntut pengetahuan yang

dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin begitupun dalam

9

mencari bantuan kesarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan

dengan pendapatan keluarga.

4. Pengukuran tingkat pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket untuk menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek

penelitian dari responden (kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui).

C. Sikap

1. Pengertian sikap.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-

hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus

sosial. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007) salah seorang ahli

psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi

terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap

obyek.

Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok,

yaitu: Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek,

kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, dan

kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

10

2. Tingkatan sikap

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap juga mempunyai tingkatan

berdasarkan intensitasnya yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan

atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya.

3. Ciri-ciri sikap

Menurut Soetarno (1993) ciri-ciri sikap yaitu:

a. Sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, melainkan dibentuk

sepanjang perkembangannya.

b. Sikap dapat berubah-ubah. Oleh karena itu sikap dapat dipelajari.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan selalu berkaitan

dengan suatu objek.

d. Objek suatu sikap dapat tunggal atau jamak.

e. Sikap mengandung motivasi dan perasaan. Pengetahuan mengenal

suatu objek tanpa disertai motivasi belum berarti sikap.

4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap

Faktor-faktor yang turut mempengaruhi pembentukan dan

perubahan sikap menurut Setarno (1993) misalnya:

11

a. Faktor intern

Manusia senantiasa memilih jika dihadapkan pada beberapa

perangsang yang ada diluar dirinya. Pilihan tersebut berhubungan erat

dengan motivasi dan sikap yang sedang bekerja didalam dirinya dan

yang mengarahkan perhatiannya terhadap objek-objek tertentu diantara

seluruh objek yang mungkin ada pada waktu itu. Pilihan selalu terjadi

karena manusia tidak dapat memberi perhatian yang sama kepada

semua perangsang yang datang dari luar.

b. Faktor ekstern

Pembentukan dan perubahan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor

ekstern, misalnya: sifat, isi yang menyokong pandangan baru itu, cara

pandangan baru itu diterangkan dan situasi tempat sikap baru itu

diperbincangkan.

5. Komponen sikap

Sikap mempunyai 3 komponen menurut Mar’at (1984):

a. Komponen kognisi yang hubungannya dengan belief, ide dan konsep.

b. Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang.

c. Komponen kognasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.

6. Pengukuran sikap

Satu cara untuk dapat mengukur atau menilai sikap seseorang dapat

menggunakan skala atau kuesionar. Skala penilaian sikap mengandung

serangkaian pertanyaan tentang permasalahan tertentu. Responden yang

akan mengisi diharapakan menentukan sikap setuju atau tidak setuju

terhadap pertanyaan tersebut (Azwar, 2005).

Skala pengukuran sikap oleh Likert dibuat dengan pilihan jawaban

dari 1-4 yaitu:

a) Sangat setuju

b) Setuju

12

c) Tidak setuju

d) Sangat tidak setuju

D. Lansia

1. Batasan lansia

Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara

memuaskan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia yang dikatakan lanjut

usia adalah berumur antara 60 dan 74 tahun. Sedangkan menurut Jos

Masdani mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa

yaitu pada fase ketiga praesenium antara 55 dan 65 tahun (Nugroho,

2000). Dalam Undang-Undang No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lansia pada pasal 1 ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun keatas. Departemen Kesehatan RI sendiri

menetapkan usia 60 tahun sebagai batasan seseorang dikatakan lansia

sebagaimana konsensus yang telah dicapai WHO tahun 1989 (Departemen

Kesehatan, 1998). Data lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Candi

Lama menggunakan usia 60 tahun keatas sebagai batasan lansia. Dari

beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan

bahwa seseorang dikatakan sebagai lanjut usia ketika orang tersebut

mencapai umur 60 tahun keatas.

2. Proses menua

Menurut Nugroho (2000) menua (menjadi tua) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-

menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya

dialami pada semua makhluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi

merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

13

rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh dan sebenarnya proses

menua telah berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa.

Untuk menjelaskan perubahan fisik yang terjadi pada proses

penuaan, disusun teori biologis tentang penuaan (Hardywinoto, 2005).

Teori biologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan

teori ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan dengan usia,

timbul akibat penyebab didalam sel sendiri, sedangkan teori estrinsik

menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh pengaruh

lingkungan. Teori biologis dapat dibagi dalam :

a. Teori genetik

Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam

tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan

jalannya proses penuaan. Setiap spesies mempunyai jam biologis

sendiri dan masing–masing spesies mempunyai batas usianya. Teori

genetik mengakui adanya mutasi somatik (somatic mutation), yang

mengakibatkan kegagalan atau kesalahan didalam penggandaan

desoxyribonucleic acid atau DNA.

b. Teori non genetik

Teori ini merupakan teori ekstrinsik yang terdiri dari berbagai teori

seperti :

1) Teori radikal bebas

Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti asap kendaraan

bermotor dan rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar

ultraviolet mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan

kolagen pada proses penuaan.

2) Teori cross–link

Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia

mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan terjadinya jaringan yang

kaku pada proses penuaan.

14

3) Teori kekebalan (Immunologic Theory)

Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan limfoid

mengakibatkan tidak adanya keseimbangan dalam sel T sehingga

produksi antibody dan kekebalan menurun.

4) Teori fisiologis

Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri dari teori

oksidasi stres dan teori dipakai aus.

3. Masalah-masalah yang terjadi akibat proses menua (Nugroho, 2000)

a. Masalah fisik-biologik lansia

Pada proses penuaan terjadi kemunduran dari berbagai organ dan

sistem tubuh. Perubahan-perubahan tersebut adalah:

1) Sel

Jumlah sel akan semakin sedikit dan cairan intrasel berkurang.

Bukan hanya sel tubuh, jumlah sel dalam otak pun akan menurun.

Disertai dengan menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,

darah dan hati.

2) Sistem persarafan

Berat otak menurun 10-20%. Saraf panca indra pun akan mengecil,

sehingga pada lansia reaksi terhadap respon menjadi lama dan

lambat.

3) Sistem kardiovaskuler

Akibat penuaan yang dijumpai pada sistem kardiovaskuler adalah

menurunnya elastisitas dinding aorta, penebalan katub jantung,

penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah, dan

meningginya tekanan darah karena resistensi pembuluh darah

perifer.

4) Sistem respirasi

Otot-otot pernafasan akan kehilangan kekuatannya dan menjadi

kaku, aktivitas silia menurun, menghilangnya elastisitas paru,

ukuran alveoli melebar, tetapi jumlahnya berkurang. Hal tersebut

15

akan menyebabkan nafas menjadi berat dan menurunnya

kemampuan untuk batuk.

5) Sistem gastrointestinal

Pada lansia gigi mulai tanggal, indera pengecapan menurun, dan

esophagus melebar sehingga sensitifitas rasa lapar juga menurun.

Fungsi absorbsi dan peristaltik usus juga menurun.

6) Sistem genitourinaria

Nefron akan mengecil dan mengalami atrofi, otot-otot vesika

urinaria akan menurun sampai 200 mililiter menyebabkan

peningkatan frekuensi buang air seni pada lansia. Pada laki-laki

usia lanjut prostat akan membesar.

7) Sistem endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun, termasuk aldosteron dan

kelamin. Tetapi sekresi kelenjar paratiroid tidak mengalami

perubahan. Basal Metabolic Rate (BMR) dan daya pertukaran zat

juga mengalami penurunan. Pertumbuhan hormon pituitary ada

tetapi lebih rendah dan hanya ada didalam pembuluh darah.

8) Sistem kulit dan rambut

Kulit akan berubah menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak elastis

lagi akibat hilangnya jaringan lemak sehingga respon terhadap

trauma dan perisai kuman terganggu. Selain itu pertumbuhan kuku

pada lansia pun menjadi lambat. Berkaitan dengan perubahan

degeneratif kulit, rambut akan berubah menjadi putih, rontok,

kering dan tidak mengkilat.

9) Sistem muskuloskeletal

Pada proses menua kadar kapur (kalsium) dalam tulang menurun,

density (cairan) tulang juga menurun sehingga tulang menjadi

rapuh. Persendian akan menjadi kaku dan membesar, pada lansia

juga terjadi kifosis (bungkuk). Otot-otot berkurang jumlahnya dan

akan mengalami atrofi, sementara jaringan ikat bertambah tetapi

fungsi dan kekuatannya berkurang.

16

b. Masalah psikologis lansia

Masalah psikologis pada lansia adalah:

1) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal

terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti

menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan

sensorik terutama pendengaran.

2) Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan

kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh

pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik

dan kesehatan.

3) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu

diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi

suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres

lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.

4) Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas

umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif

kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari

dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit

medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian

mendadak dari suatu obat.

5) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham

(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-

barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia

yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.

17

6) Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku

sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena

lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk

barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan

tersebut dapat terulang kembali.

c. Masalah sosial budaya lansia

Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian

kesejahteraan lansia (Hardywinoto, 2005) antara lain:

1) Masih besarnya jumlah lanjut usia yang berada dibawah garis

kemiskinan.

2) Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga lansia kurang

diperhatikan, dihargai, dan dihormati.

3) Lahirnya kelompok masyarakat industri yang menjalankan

kehidupannya berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan

efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut

usia.

4) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tanaga profesional

pelayanan lanjut usia dan terbatasnya sarana pelayanan, fasilitas

pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.

5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan

kesejahteraan lanjut usia.

E. Posbindu lansia

1. Pengertian

Posbindu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan

pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia

sejak dini (Effendy, 1998).

18

Posbindu lansia adalah suatu sarana pelayanan kesehatan yang

dipergunakan untuk melayani lanjut usia dalam tingkat masyarakat

(Hardywinoto, 2005).

Posbindu lansia merupakan bentuk peran serta masyarakat lansia

untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal serta kondisi menua yang

sehat dan mandiri.

Posbindu lansia sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan

bagi lansia yang terdapat di masyarakat adalah modifikasi/adopsi dari

bentuk operasional posyandu bagi balita, tetapi sasaran dan kegiatannya

untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan lansia.

2. Tujuan penyelenggaraan

Mengacu pada Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi

Petugas Kesehatan, 1998 tujuan penyelenggaraan posbindu lansia (Depkes

RI, 1998) adalah:

a. Tujuan umum

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan lansia untuk

mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan

keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata

masyarakat.

b. Tujuan khusus

1) Meningkatkan kesadaran lansia untuk membina kesehatan dirinya

sendiri.

2) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam

menyadari dan menghayati kesehatan lansia yang optimal.

3) Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan lansia.

4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.

3. Penyelenggara posbindu lansia

Penyelenggara posbindu lansia (Effendy, 1998) terdiri atas:

19

a. Pelaksana kegiatan

Adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader

kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas.

b. Pengelola posbindu

Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader

PKK, tokoh masyarakat formal dan non formal, serta kader kesehatan

yang ada di wilayah tersebut.

4. Kegiatan posbindu lansia

Kegiatan di posbindu lansia merupakan kegiatan nyata yang

melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan dari masyarakat,

oleh masyarakat, dan untuk masyarakat yang dilakukan oleh kader

kesehatan yang telah mendapat pendidikan dan latihan dari Puskesmas

mengenai pelayanan kesehatan dasar.

Kegiatan di posbindu lansia secara umum mencakup kegiatan

pelayanan yang berbentuk (Depkes RI, 1998) :

a. Kegiatan promotif

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan gairah hidup para lansia agar

merasa tetap dihargai dan tetap berguna.

b. Kegiatan preventif

Merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah sedini mungkin

terjadinya penyakit dan komplikasi yang diakibatkan oleh proses

degeneratif. Kegiatan yang dilakukan berupa deteksi dini kesehatan

lansia baik dikelompok lansia maupun dikelompok Puskesmas.

c. Kegiatan kuratif

Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi lansia

yang sakit.

d. Kegiatan rehabilitatif

Upaya yang dilakukan bersifat medik, psikososial, edukatif dan

pengembangan keterampilan atau hobi untuk mengembalikan

20

semaksimal mungkin kemampuan fungsional dan kepercayaan diri

pada lansia.

e. Kegiatan rujukan

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan

rehabilitatif yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan.

Menurut Hardywinoto (1998), pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada lanjut usia dikelompokkan dalam: upaya peningkatan/promosi

kesehatan, upaya pencegahan/prevention, diagnosa dini dan

pengobatan/early diagnosis and prompt treatment, pembatasan

kecacatan/disability limitation, dan upaya pemulihan/rehabilitasi.

Kegiatan-kegiatan dalam posbindu lansia dicatat dan dipantau

melalui kartu Menuju Sehat (KMS) bagi lansia.

Kegiatan-kegiatan di posbindu lansia antara lain: penyuluhan

kesehatan (perilaku hidup sehat, gizi lansia, proses degeneratif),

pemeriksaan kesehatan berkala, pelayanan dan pemeliharaan kesehatan

lansia, rujukan, olahraga dan kesehatan, pembinaan rohani atau kesehatan

mental spiritual, pemberian makanan tambahan, dan rekreasi.

21

F. Kerangka teori

Faktor Predisposisi

Pengetahuan

Sikap

Keyakinan

Nilai

Kepercayaan

Demografi

Jenis kelamin

Usia

Cita-cita

Pengalaman

Intelegensia

Keadaan social

Perilaku

Faktor Pendukung

Ketersediaan fasilitas

Pendidikan

Sosial

Ekonomi

Mengikuti posbindu lansia

Faktor Pendorong

Petugas

Keluarga

Kelompok

Masyarakat

(Lawrence Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2003)

22

G. Kerangka konsep

Keterangan :

= area penelitian

Perilaku mengikuti

posbindu lansia

Sikap terhadap

posbindu lansia

Pengetahuan tentang

posbindu lansia

23

H. Hipotesis

Dari masalah penelitian yang ada maka hipotesis yang dapat

diambil yaitu:

1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan lansia tentang posbindu

lansia dengan perilaku mengikuti posbindu lansia.

2. Ada hubungan yang bermakna antara sikap lansia terhadap posbindu lansia

dengan perilaku mengikuti posbindu lansia.

I. Variabel penelitian

1. Variabel independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (terikat) (Hidayat. A, 2007).

Dalam penelitian ini variabel independennya adalah pengetahuan lansia

tentang posbindu lansia dan sikap lansia terhadap posbindu lansia.

2. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

karena variabel bebas (Hidayat. A, 2007).

Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah perilaku lansia

mengikuti posbindu lansia.

24