bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1. Pengertian perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Dilihat dari sudut pandang biologis semua
makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-
masing. Semua uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Teori Skinner disebut juga teori S-O-R atau
Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons,
yaitu:
a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting
stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
b. Operant respons atau instrumental respons yaitu respons yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang
lain. Perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
berfungsi untuk memperkuat respons.
Berdasarkan teori S-O-R perilaku manusia dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup ( covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap
2
stimulus tersebut masih belum bisa diamati oleh orang lain secara
jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,
perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang
bersangkutan.
b. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut
sudah berupa tindakan atau praktik, ini dapat diamati orang lain dari
luar.
2. Perilaku kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.
a. perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha – usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek
yaitu: perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila
sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit,
perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan
sehat, perilaku konsumsi terhadap gizi (makanan) dan minuman
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak
mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.
Misalnya mengelola pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan
sebagainya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang
perilaku kesehatan ini yaitu
3
a. Perilaku hidup sehat
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
Perilaku ini mencakup antara lain: makan dengan menu seimbang yang
mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan jumlahnya cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh, olahraga teratur, tidak merokok,
tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup,
mengendalikan stress, dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif
bagi kesehatan.
b. Perilaku sakit (illness behaviour)
c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
Yaitu pasien mempunyai peran mencakup hak-hak orang sakit (right)
dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Perilaku ini meliputi:
tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengetahui fasilitas
pelayanan/penyembuhan penyakit, mengetahui hak (hak memperoleh
perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan) dan kewajiban orang
sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada
dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang
lain).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku terbentuk di dalam diri
seseorang dari 2 faktor utama, yaitu:
a. Faktor eksternal
Faktor eksternal atau stimulus dari luar diri seseorang adalah faktor
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun nonfisik dalam bentuk
sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, kepercayaan, tradisi, politik dan
sebagainya
4
1) Sosial
Setiap individu sejak lahir berada didalam suatu kelompok,
terutama kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka
kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-
anggota kelompok lain. Setiap kelompok memiliki aturan dan
norma sosial tertentu, sehingga perilaku setiap individu anggota
kelompok berlangsung dalam suatu jaringan normatif.
2) Ekonomi
Keadaan ekonomi juga berpengaruh terhadap suatu penyakit,
misalnya angka kematian lebih tinggi dikalangan masyarakat yang
status ekonominya rendah dibandingkan dengan status ekonomi
tinggi, hal ini disebabkan karena masyarakat rendah tidak memiliki
biaya untuk berobat sehingga tidak ada suatu penanganan yang
baik dalam menghadapi suatu penyakit.
3) Budaya
Setiap daerah pasti memiliki budaya yang berbeda-beda misalnya
dalam suatu komunitas yang masyarakatnya menganut agama
islam, tidak mau memakan daging babi karena bagi mereka daging
babi adalah haram, dan tidak baik bagi kesehatan. Maka dari itu
mereka tidak akan mau memakan daging babi tersebut demi
menjaga kesehatan mereka.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal yang paling besar
perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan
budaya, dimana seseorang tersebut berada. Faktor sosial sebagai faktor
eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain struktur sosial,
pranata-pranata sosial dan permasalahan-permasalahan sosial yang
lain.
b. Faktor Internal .
Faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari
luar yaitu :
5
1) Perhatian
Ada 2 batasan tentang perhatian yaitu energi psikis yang tertuju
pada suatu obyek dan banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai
suatu aktivitas yang sedang dilakukan.
2) Pengamatan
Pengamatan adalah pengenalan obyek dengan cara melihat,
mendengar, meraba, dan mengecap. Sedangkan mendengar,
meraba, membau, dan mengucap itu sendiri disebut sebagai
modalitas pengamatan
3) Persepsi .
Setelah melakukan pengamatan maka akan terjadi gambaran yang
tinggal dalam ingatan. Gambaran yang tinggal dalam ingatan inilah
yang disebut persepsi.
4) Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
guna mencapai suatu tujuan. Motif tidak dapat diamati, yang dapat
diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan
tersebut.
5) Fantasi
Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan-
tanggapan yang telah ada. Tanggapan baru ini tidak harus sama
dengan tanggapan yang telah ada.
4. Bentuk-bentuk perubahan perilaku
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep
yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku.
Menurut WHO, perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a. Perubahan alamiah (Natural Change)
Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila
dalam Masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau
6
sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat didalamnya
juga akan mengalami perubahan.
b. Perubahan terencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini memang direncanakan sendiri oleh subjek.
c. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan
dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang
sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah
perilakunya), dan sebagian lagi sangat lambat menerima inovasi atau
perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2003).
5. Pengukuran perilaku
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu
dengan wawancara dan angket atau dapat dilakukan secara langsung yaitu
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,
2003).
B. Pengetahuan
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tau
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu objek tertentu termasuk kedalamnya adalah ilmu,
jadi ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia
disamping berbagai pengetahuan lainnya (Suriasumantri, 1994).
7
2. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimplkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
8
Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Nasution
(1999) dalam Notoatmodjo (2003) yaitu:
a. Tingkat pengetahuan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-
hal baru dan menyesuaikan dengan hal-hal yang baru tersebut.
b. Informasi
Informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang
jelas.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang.
Karena informasi-informasi yang baru akan dijaring kira-kira sesuai
tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas sedang
umur semakin banyak (bertambah tua).
e. Sosial ekonomi
Tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan
dengan penghasilan yang ada. Sehingga menuntut pengetahuan yang
dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin begitupun dalam
9
mencari bantuan kesarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan
dengan pendapatan keluarga.
4. Pengukuran tingkat pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket untuk menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek
penelitian dari responden (kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui).
C. Sikap
1. Pengertian sikap.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007) salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi
terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
obyek.
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok,
yaitu: Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek,
kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, dan
kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
10
2. Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2005), sikap juga mempunyai tingkatan
berdasarkan intensitasnya yaitu:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding)
Diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan
atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing)
Membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya.
3. Ciri-ciri sikap
Menurut Soetarno (1993) ciri-ciri sikap yaitu:
a. Sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, melainkan dibentuk
sepanjang perkembangannya.
b. Sikap dapat berubah-ubah. Oleh karena itu sikap dapat dipelajari.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan selalu berkaitan
dengan suatu objek.
d. Objek suatu sikap dapat tunggal atau jamak.
e. Sikap mengandung motivasi dan perasaan. Pengetahuan mengenal
suatu objek tanpa disertai motivasi belum berarti sikap.
4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap
Faktor-faktor yang turut mempengaruhi pembentukan dan
perubahan sikap menurut Setarno (1993) misalnya:
11
a. Faktor intern
Manusia senantiasa memilih jika dihadapkan pada beberapa
perangsang yang ada diluar dirinya. Pilihan tersebut berhubungan erat
dengan motivasi dan sikap yang sedang bekerja didalam dirinya dan
yang mengarahkan perhatiannya terhadap objek-objek tertentu diantara
seluruh objek yang mungkin ada pada waktu itu. Pilihan selalu terjadi
karena manusia tidak dapat memberi perhatian yang sama kepada
semua perangsang yang datang dari luar.
b. Faktor ekstern
Pembentukan dan perubahan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor
ekstern, misalnya: sifat, isi yang menyokong pandangan baru itu, cara
pandangan baru itu diterangkan dan situasi tempat sikap baru itu
diperbincangkan.
5. Komponen sikap
Sikap mempunyai 3 komponen menurut Mar’at (1984):
a. Komponen kognisi yang hubungannya dengan belief, ide dan konsep.
b. Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang.
c. Komponen kognasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.
6. Pengukuran sikap
Satu cara untuk dapat mengukur atau menilai sikap seseorang dapat
menggunakan skala atau kuesionar. Skala penilaian sikap mengandung
serangkaian pertanyaan tentang permasalahan tertentu. Responden yang
akan mengisi diharapakan menentukan sikap setuju atau tidak setuju
terhadap pertanyaan tersebut (Azwar, 2005).
Skala pengukuran sikap oleh Likert dibuat dengan pilihan jawaban
dari 1-4 yaitu:
a) Sangat setuju
b) Setuju
12
c) Tidak setuju
d) Sangat tidak setuju
D. Lansia
1. Batasan lansia
Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara
memuaskan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia yang dikatakan lanjut
usia adalah berumur antara 60 dan 74 tahun. Sedangkan menurut Jos
Masdani mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa
yaitu pada fase ketiga praesenium antara 55 dan 65 tahun (Nugroho,
2000). Dalam Undang-Undang No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia pada pasal 1 ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas. Departemen Kesehatan RI sendiri
menetapkan usia 60 tahun sebagai batasan seseorang dikatakan lansia
sebagaimana konsensus yang telah dicapai WHO tahun 1989 (Departemen
Kesehatan, 1998). Data lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Candi
Lama menggunakan usia 60 tahun keatas sebagai batasan lansia. Dari
beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan
bahwa seseorang dikatakan sebagai lanjut usia ketika orang tersebut
mencapai umur 60 tahun keatas.
2. Proses menua
Menurut Nugroho (2000) menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-
menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
13
rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh dan sebenarnya proses
menua telah berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa.
Untuk menjelaskan perubahan fisik yang terjadi pada proses
penuaan, disusun teori biologis tentang penuaan (Hardywinoto, 2005).
Teori biologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan
teori ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan dengan usia,
timbul akibat penyebab didalam sel sendiri, sedangkan teori estrinsik
menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh pengaruh
lingkungan. Teori biologis dapat dibagi dalam :
a. Teori genetik
Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam
tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan
jalannya proses penuaan. Setiap spesies mempunyai jam biologis
sendiri dan masing–masing spesies mempunyai batas usianya. Teori
genetik mengakui adanya mutasi somatik (somatic mutation), yang
mengakibatkan kegagalan atau kesalahan didalam penggandaan
desoxyribonucleic acid atau DNA.
b. Teori non genetik
Teori ini merupakan teori ekstrinsik yang terdiri dari berbagai teori
seperti :
1) Teori radikal bebas
Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti asap kendaraan
bermotor dan rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar
ultraviolet mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan
kolagen pada proses penuaan.
2) Teori cross–link
Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia
mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan terjadinya jaringan yang
kaku pada proses penuaan.
14
3) Teori kekebalan (Immunologic Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan limfoid
mengakibatkan tidak adanya keseimbangan dalam sel T sehingga
produksi antibody dan kekebalan menurun.
4) Teori fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri dari teori
oksidasi stres dan teori dipakai aus.
3. Masalah-masalah yang terjadi akibat proses menua (Nugroho, 2000)
a. Masalah fisik-biologik lansia
Pada proses penuaan terjadi kemunduran dari berbagai organ dan
sistem tubuh. Perubahan-perubahan tersebut adalah:
1) Sel
Jumlah sel akan semakin sedikit dan cairan intrasel berkurang.
Bukan hanya sel tubuh, jumlah sel dalam otak pun akan menurun.
Disertai dengan menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,
darah dan hati.
2) Sistem persarafan
Berat otak menurun 10-20%. Saraf panca indra pun akan mengecil,
sehingga pada lansia reaksi terhadap respon menjadi lama dan
lambat.
3) Sistem kardiovaskuler
Akibat penuaan yang dijumpai pada sistem kardiovaskuler adalah
menurunnya elastisitas dinding aorta, penebalan katub jantung,
penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah, dan
meningginya tekanan darah karena resistensi pembuluh darah
perifer.
4) Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan akan kehilangan kekuatannya dan menjadi
kaku, aktivitas silia menurun, menghilangnya elastisitas paru,
ukuran alveoli melebar, tetapi jumlahnya berkurang. Hal tersebut
15
akan menyebabkan nafas menjadi berat dan menurunnya
kemampuan untuk batuk.
5) Sistem gastrointestinal
Pada lansia gigi mulai tanggal, indera pengecapan menurun, dan
esophagus melebar sehingga sensitifitas rasa lapar juga menurun.
Fungsi absorbsi dan peristaltik usus juga menurun.
6) Sistem genitourinaria
Nefron akan mengecil dan mengalami atrofi, otot-otot vesika
urinaria akan menurun sampai 200 mililiter menyebabkan
peningkatan frekuensi buang air seni pada lansia. Pada laki-laki
usia lanjut prostat akan membesar.
7) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, termasuk aldosteron dan
kelamin. Tetapi sekresi kelenjar paratiroid tidak mengalami
perubahan. Basal Metabolic Rate (BMR) dan daya pertukaran zat
juga mengalami penurunan. Pertumbuhan hormon pituitary ada
tetapi lebih rendah dan hanya ada didalam pembuluh darah.
8) Sistem kulit dan rambut
Kulit akan berubah menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak elastis
lagi akibat hilangnya jaringan lemak sehingga respon terhadap
trauma dan perisai kuman terganggu. Selain itu pertumbuhan kuku
pada lansia pun menjadi lambat. Berkaitan dengan perubahan
degeneratif kulit, rambut akan berubah menjadi putih, rontok,
kering dan tidak mengkilat.
9) Sistem muskuloskeletal
Pada proses menua kadar kapur (kalsium) dalam tulang menurun,
density (cairan) tulang juga menurun sehingga tulang menjadi
rapuh. Persendian akan menjadi kaku dan membesar, pada lansia
juga terjadi kifosis (bungkuk). Otot-otot berkurang jumlahnya dan
akan mengalami atrofi, sementara jaringan ikat bertambah tetapi
fungsi dan kekuatannya berkurang.
16
b. Masalah psikologis lansia
Masalah psikologis pada lansia adalah:
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh
pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik
dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi
suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian
mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
17
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena
lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk
barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.
c. Masalah sosial budaya lansia
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lansia (Hardywinoto, 2005) antara lain:
1) Masih besarnya jumlah lanjut usia yang berada dibawah garis
kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga lansia kurang
diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri yang menjalankan
kehidupannya berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan
efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut
usia.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tanaga profesional
pelayanan lanjut usia dan terbatasnya sarana pelayanan, fasilitas
pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lanjut usia.
E. Posbindu lansia
1. Pengertian
Posbindu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia
sejak dini (Effendy, 1998).
18
Posbindu lansia adalah suatu sarana pelayanan kesehatan yang
dipergunakan untuk melayani lanjut usia dalam tingkat masyarakat
(Hardywinoto, 2005).
Posbindu lansia merupakan bentuk peran serta masyarakat lansia
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal serta kondisi menua yang
sehat dan mandiri.
Posbindu lansia sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan
bagi lansia yang terdapat di masyarakat adalah modifikasi/adopsi dari
bentuk operasional posyandu bagi balita, tetapi sasaran dan kegiatannya
untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan lansia.
2. Tujuan penyelenggaraan
Mengacu pada Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi
Petugas Kesehatan, 1998 tujuan penyelenggaraan posbindu lansia (Depkes
RI, 1998) adalah:
a. Tujuan umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan lansia untuk
mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata
masyarakat.
b. Tujuan khusus
1) Meningkatkan kesadaran lansia untuk membina kesehatan dirinya
sendiri.
2) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam
menyadari dan menghayati kesehatan lansia yang optimal.
3) Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan lansia.
4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.
3. Penyelenggara posbindu lansia
Penyelenggara posbindu lansia (Effendy, 1998) terdiri atas:
19
a. Pelaksana kegiatan
Adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas.
b. Pengelola posbindu
Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader
PKK, tokoh masyarakat formal dan non formal, serta kader kesehatan
yang ada di wilayah tersebut.
4. Kegiatan posbindu lansia
Kegiatan di posbindu lansia merupakan kegiatan nyata yang
melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan dari masyarakat,
oleh masyarakat, dan untuk masyarakat yang dilakukan oleh kader
kesehatan yang telah mendapat pendidikan dan latihan dari Puskesmas
mengenai pelayanan kesehatan dasar.
Kegiatan di posbindu lansia secara umum mencakup kegiatan
pelayanan yang berbentuk (Depkes RI, 1998) :
a. Kegiatan promotif
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan gairah hidup para lansia agar
merasa tetap dihargai dan tetap berguna.
b. Kegiatan preventif
Merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya penyakit dan komplikasi yang diakibatkan oleh proses
degeneratif. Kegiatan yang dilakukan berupa deteksi dini kesehatan
lansia baik dikelompok lansia maupun dikelompok Puskesmas.
c. Kegiatan kuratif
Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi lansia
yang sakit.
d. Kegiatan rehabilitatif
Upaya yang dilakukan bersifat medik, psikososial, edukatif dan
pengembangan keterampilan atau hobi untuk mengembalikan
20
semaksimal mungkin kemampuan fungsional dan kepercayaan diri
pada lansia.
e. Kegiatan rujukan
Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan.
Menurut Hardywinoto (1998), pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada lanjut usia dikelompokkan dalam: upaya peningkatan/promosi
kesehatan, upaya pencegahan/prevention, diagnosa dini dan
pengobatan/early diagnosis and prompt treatment, pembatasan
kecacatan/disability limitation, dan upaya pemulihan/rehabilitasi.
Kegiatan-kegiatan dalam posbindu lansia dicatat dan dipantau
melalui kartu Menuju Sehat (KMS) bagi lansia.
Kegiatan-kegiatan di posbindu lansia antara lain: penyuluhan
kesehatan (perilaku hidup sehat, gizi lansia, proses degeneratif),
pemeriksaan kesehatan berkala, pelayanan dan pemeliharaan kesehatan
lansia, rujukan, olahraga dan kesehatan, pembinaan rohani atau kesehatan
mental spiritual, pemberian makanan tambahan, dan rekreasi.
21
F. Kerangka teori
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Nilai
Kepercayaan
Demografi
Jenis kelamin
Usia
Cita-cita
Pengalaman
Intelegensia
Keadaan social
Perilaku
Faktor Pendukung
Ketersediaan fasilitas
Pendidikan
Sosial
Ekonomi
Mengikuti posbindu lansia
Faktor Pendorong
Petugas
Keluarga
Kelompok
Masyarakat
(Lawrence Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2003)
22
G. Kerangka konsep
Keterangan :
= area penelitian
Perilaku mengikuti
posbindu lansia
Sikap terhadap
posbindu lansia
Pengetahuan tentang
posbindu lansia
23
H. Hipotesis
Dari masalah penelitian yang ada maka hipotesis yang dapat
diambil yaitu:
1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan lansia tentang posbindu
lansia dengan perilaku mengikuti posbindu lansia.
2. Ada hubungan yang bermakna antara sikap lansia terhadap posbindu lansia
dengan perilaku mengikuti posbindu lansia.
I. Variabel penelitian
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat) (Hidayat. A, 2007).
Dalam penelitian ini variabel independennya adalah pengetahuan lansia
tentang posbindu lansia dan sikap lansia terhadap posbindu lansia.
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena variabel bebas (Hidayat. A, 2007).
Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah perilaku lansia
mengikuti posbindu lansia.