bab ii tinjauan pustaka 2.1. akuntansi...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik muncul karena pesatnya perkembangan fraud yang
terjadi, untuk mengungkapkan fraud tersebut diperlukan ilmu mengenai
akuntansi forensik. Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari
forensic accounting. Menurut Meriam Webster’s Collegiate Dictionary
dalam Tuanakotta (2010 : 5) pengertian forensik dapat diartikan “yang
berkenaan dengan pengadilan” atau “berkenaan dengan penerapan
pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan : “Setiap orang yang
diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Dalam
praktek, kelompok ahli lainnya termasuk para akuntan atau pelaksana audit
investigasi yang memberi keterangan ahli demi keadilan. Namun, mereka
belum lazim dikenal sebagai akuntan forensik.
Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk
menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah
yang digunakan akuntansi (bukan audit) forensik. Praktik akuntansi forensik
tumbuh tidak lama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997.
Akuntansi forensik sesungguhnya bisa mempunyai peran yang efektif dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menegakkan hukum di Indonesia, namun perannya masih belum maksimal.
Saat ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
berusaha untuk mengembangkan akuntansi forensik yang mulai
berkembang di Indonesia sejak krisis ekonomi 1997.
2.1.1 Pengertian Akuntansi Forensik
Definisi akuntansi forensik menurut Hopwood et al (2008 : 3) yaitu
“forensic accounting is the application of investigative and
analytical skills for the purpose of resolving financial issues in a
manner that meets standards required by courts of law.”
Dengan terjemahan sebagai berikut, akuntansi forensik adalah
aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan dan hukum.
Menurut Tuanakotta (2010 : 4) akuntansi forensik ialah “penerapan
disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah
hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan”.
Menurut Bologna dan Lindquist yang dikutip dalam Crumbley dan
Apostolou (2002 : 17) mendefenisikan akuntansi forensik sebagai
“forensic and investigative accounting is the application of financial
skills and an investigative mentality to unresolved issues, conducted
within the context of the rules of evidence”.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan terjemahan sebagai berikut, akuntansi forensik dan
investigasi adalah aplikasi kecakapan finansial dan sebuah
mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang
dijalankan dalam konteks rules of evidence”.
Menurut de Lorenzo (1993 : 23) mendefenisikan akuntansi forensik
“forensic accounting could be described as the application of
accounting knowledge and skills to legal problems, though in
today’s complex commercial environment the meaning and use of
the term is much broader”.
Dengan terjemahan sebagai berikut, penerapan pengetahuan
akuntansi dan keterampilan untuk masalah hukum, meskipun dalam
kompleks lingkungan komersial dan penggunaan istilah tersebut jauh
lebih luas.
Dari beberapa pengertian akuntansi forensik di atas, dapat
disimpulkan bahwa akuntansi forensik adalah penerapan disiplin
akuntansi yang berdasarkan pada keterampilan-keterampilan dalam
menginvestigasi dan menganalisis yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah keuangan yang dilakukan berdasarkan
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh hukum. Akuntansi forensik
biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau
pengeluaran tertentu) yang diindikasikan telah terjadi tindak fraud
baik dalam laporan pihak dalam atau orang ketiga atau, petunjuk
terjadinya fraud.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
dalam Hopwood (2008 : 5) mengklasifikasikan akuntansi forensik
dalam dua kategori : “jasa penyelidikan (investigative services) dan
jasa litigasi (litigation services)”. Dalam jasa layanan yang pertama
meliputi pemeriksa penipuan atau auditor penipuan dimana mereka
mengetahui tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan
mengendalikan penipuan, penyalahgunaan dan misinterpretasi. Jenis
layanan yang kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang
pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang
ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami
dalam kasus perceraian.
2.1.2 Mengapa Akuntansi Forensik?
Tingkat korupsi yang tinggi menjadi pendorong yang kuat untuk
berkembangnya praktik akuntansi forensik di Indonesia. Akuntansi
forensik diperlukan karena adanya potensi fraud yang mampu
menghancurkan pemerintahan, bisnis, pendidikan, departemen
maupun sektor-sektor lainnya. Menurut Tuanakotta yang dikutip
dalam Asia Pacific Fraud Convention (2007 : 23) “pada pertemuan
Asia Pacific mengenai fraud tahun 2004, Deloitte Touche Tohmatsu
melakukan polling terhadap 125 delegasi”. Polling tersebut
menunjukkan bahwa kebanyakan peserta (82%) menyatakan bahwa
mereka mengalami peningkatan dalam corporate fraud (fraud di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perusahaan) dibandingkan dengan tahun sebelumnya; 36% di
antaranya menyatakan peningkatan fraud yang teramat besar.
Berdasarkan forecast BMI kuartal keempat 2005 memuat SWOT
Analysis mengenai lingkungan usaha diperoleh bahwa dalam
kategori Weakness, BMI memasukkan sistem hukum di Indonesia
yang tidak handal sedangkan dalam kategori Opportunities
disebutkan bahwa pembasmian korupsi akan meningkatkan minat
para investor untuk menanamkan uang mereka di Indonesia.
Fraud terjadi karena corporate governance yang rendah, lemahnya
enforcement, kelemahan dalam bidang penegakan hukum, standar
akuntansi dan lain-lain konsisten dengan tingkat korupsi dan
kelemahan dalam penyelenggaraan negara.
2.1.3 Akuntan Forensik
Profesi akuntan forensik sangat dibutuhkan oleh penegak hukum,
yakni jika ada sebuah transaksi yang dicurigai, maka abdi hukum
bisa meminta bantuan akuntan forensik untuk menjelaskan dari mana
dan ke mana transaksi tersebut mengalir. Akuntan forensik
menerapkan keterampilan khusus di bidang akuntansi, audit,
keuangan, metode kuantitatif, beberapa bidang hukum, penelitian
dan keterampilan dalam menginvestigasi untuk mengumpulkan,
menganalisis, dan mengevaluasi bukti dan untuk
menginterpretasikan dan mengkomunikasikan temuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seorang akuntan forensik membantu organisasi atau individu
terutama untuk memberikan dukungan manajemen dalam bentuk
laporan untuk mendeteksi fraud dan dukungan litigasi, terutama
melalui kesaksian saksi ahli.
Seorang akuntan forensik menyelidiki kasus fraud yang sudah
diketahui atau dicurigai harus dapat mengembangkan teori kasus
tersebut dan menggabungkannya ke dalam metode ilmiah.
Pendekatan ini mencakup identifikasi masalah (hipotesis),
mengumpulkan bukti dan data, menganalisis data untuk menguji
hipotesis, dan menarik kesimpulan. Dalam melakukan penyelidikan,
menurut Harris dan Brown (2000 : 6) seorang akuntan forensik
memiliki keterampilan khusus dan kemampuan teknis termasuk :
1. Pemahaman hukum dan rules of evidence. Seorang akuntan forensik sudah tidak asing lagi dengan hukum pidana dan perdata dan memahami prosedur-prosedur ruang sidang dan ekspektasi. Memahami rules of evidence dengan memastikan bahwa semua temuan dan dokumentasi yang terkait dapat diterima di pengadilan. Seorang akuntan forensik harus memiliki pemahaman dasar tentang proses hukum dan masalah hukum.
2. Keterampilan investigasi kritis dan analitis. Seorang auditor mungkin bisa dikatakan juga sebagai watchdog, tetapi seorang akuntan forensik adalah bloodhound. Seorang akuntan forensik harus memiliki skeptisisme tingkat tinggi dan kegigihan seorang detektif untuk memeriksa situasi red flags yang menunjukkan adanya fraud.
3. Memahami teori, metode dan pola penyalahgunaan penipuan. Seorang akuntan forensik harus dapat berpikir secara kreatif untuk mempertimbangkan dan memahami taktik pelaku yang dapat melakukan dan menyembunyikan kecurangan. Seorang akuntan forensik juga harus dapat berpikir seperti pelaku yang akan memanipulasi catatan akuntansi atau membalikkan keadaan untuk menipu perusahaan. Sebagai contoh, seorang akuntan forensik dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memahami efek tekanan situasional, kesempatan untuk melakukan fraud, dan integritas pribadi.
4. Kemampuan berkomunikasi yang baik. Seorang akuntan forensik harus menjelaskan temuannya secara jelas dan ringkas kepada berbagai pihak, termasuk mereka yang belum begitu paham tentang akuntansi dan audit. Sebagai contoh, seorang akuntan forensik mungkin diminta untuk menyajikan metode investigasi dan kesimpulan yang dicapai untuk departemen akuntansi, manajemen, dewan direksi, pejabat pemerintah dan peserta sidang (hakim, juri, penggugat, terdakwa dan pengacara). Akuntan forensik secara efektif menjelaskan analisis dan prosedur yang digunakan dan dapat membedakan antara temuan fakta dan opini secara jelas.
5. Kemampuan berorganisasi yang kokoh. Kemampuan untuk mengatur dan menganalisis sejumlah besar data keuangan dan dokumen adalah kualitas utama dari seorang akuntan forensik. Mengelola tugas ini sangat penting untuk mengembangkan sebuah kesimpulan profesional, pendapat para pakar atau laporan. Akuntan forensik harus mengatur informasi dan menetapkan data yang kompleks dan dokumen yang dapat membangun pendapat mereka.
Robert J. Lindquist yang dikutip dalam Edratna (2009) membagikan
kuesioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes, tentang
kualitas apa saja yang harus dimiliki oleh seorang akuntan forensik
yaitu :
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
6. Percaya diri. Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).
Menurut Hopwood et al (2008 : 6) menyatakan bahwa akuntan
forensik yang terlatih memiliki tingkat pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang-bidang berikut ini :
1. Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi akuntan forensik karena adanya sifat pengumpulan informasi dan verifikasi yang terdapat pada akuntansi forensik. Akuntan forensik yang terampil harus mampu mengumpulkan dan mengkaji informasi apapun yang relevan sehingga kasus-kasus yang mereka tangani akan didukung secara positif oleh pihak pengadilan.
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya praktik-praktik surveillance dan keterampilan wawancara dan introgasi, membantu akuntan forensik untuk melangkah di luar keterampilan mereka di dalam mengaudit aspek-aspek forensik baik aspek legal maupun aspek finansial.
3. Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah penting bagi akuntan forensik karena keterampilan investigasi yang efektif sering bergantung pada pengetahuan tentang motif dan insentif yang dialami oleh perpetrator.
4. Pengetahuan akuntansi membantu akuntan forensik untuk menganalisis dan menginterpretasi informasi keuangan, apakah itu dalam kasus kebangkrutan, operasi pencucian uang, atau skema-skema penyelewengan lainnya. Hal ini meliputi pengetahuan tentang pengendalian internal yang baik seperti yang terkait dengan kepemimpinan perusahaan (corporate governance).
5. Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan keberhasilan akuntan forensik. Pengetahuan tentang prosedur hukum dan pengadilan mempermudah akuntan forensik untuk mengidentifikasi jenis bukti yang diperlukan untuk memenuhi standar hukum yuridiksi di mana kasus akan dinilai dan menjaga bukti melalui cara-cara yang memenuhi kriteria pengadilan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Pengetahuan dan keterampilan bidang teknologi informasi (TI) menjadi sarana yang penting bagi akuntan forensik di tengah dunia yang dipenuhi oleh kejahatan-kejahatan dunia maya. Pada taraf yang minimum, akuntan forensik harus mengetahui poin di mana mereka harus menghubungi seorang ahli bidang piranti keras (hardware) atau piranti lunak (software) komputer. Akuntan forensik menggunakan keterampilan teknologi untuk mengkarantina data, ekstraksi data melalui penggalian data, mendesain dan menjalankan pengendalian atau manipulasi data, menghimpun informasi database untuk perbandingan, dan menganalisis data.
7. Keterampilan berkomunikasi juga dibutuhkan oleh akuntan forensik untuk memastikan bahwa hasil penyelidikan/analisis mereka dapat dipahami secara benar dan jelas oleh pengguna jasanya.
2.1.4 Lingkup Akuntansi Forensik
a. Praktek di Sektor Swasta
Fraud jika dikaitkan dengan lemahnya corporate governance,
bisa terjadi baik di sektor publik maupun di sektor privat.
Dampaknya jika fraud terjadi disektor korporasi yaitu harga
saham dari korporasi yang bersangkutan lebih rendah dari harga
pasar. Hal tersebut akan mempengaruhi penilaian investor pada
saat menentukan keputusan. Tidak jarang para investor mau
membayar saham dengan harga premium jika perusahaan
diindikasikan mau memperbaiki kelemahan corporate
governance-nya.
Menurut Tuanakotta (2005 : 41) ialah “lingkup akuntansi
forensik sangat spesifik untuk lembaga yang menerapkannya
atau untuk tujuan melakukan investigasinya”.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bologna dan Lindquist dalam Tuanakotta (2005 : 41)
mengemukakan beberapa istilah dalam perbendaharaan
akuntansi, yakni
fraud auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis”. Menurut mereka, istilah-istilah tersebut tidak didefenisikan secara jelas. Dalam penggunaan sehari-hari litigation support merupakan istilah yang paling luas dan mencakup keempat istilah lainnya. Bologna dan Lindquist tidak menyentuh istilah valuation analysis. Analisis ini berhubungan dengan akuntansi atau unsur hitung-hitungan. Pihak-pihak yang bersengketa dalam urusan bisnis dapat meminta satu pihak membeli seluruh saham pihak lainnya atau mereka dapat menyepakati bahwa pembeli akhirnya adalah penawar yang mengajukan harga tertinggi. Dalam kasus tindak pidana korupsi, diperlukan perhitungan mengenai berapa kerugian negara ini. Inilah gambaran umum mengenai lingkup akuntansi forensik di sektor swasta atau bisnis.
b. Praktek di Sektor Pemerintahan
Tuanakotta (2005 : 42) mengemukakan
Di sektor publik (pemerintahan), praktek akuntan forensik
serupa dengan apa yang digambarkan di atas, yakni pada
sektor swasta. Perbedaannya adalah bahwa tahap-tahap
dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi di
antara berbagai lembaga. Ada lembaga yang melakukan
pemeriksaan keuangan negara, ada beberapa lembaga yang
merupakan bagian dari internal pemerintahan, ada lembaga-
lembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan
memerangi kejahatan pada umumnya, dan korupsi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
khususnya seperti (PPATK), dan lembaga-lembaga lainnya
seperti KPK. Juga ada lembaga swadaya masyarakat yang
berfungsi sebagai pressure group.
Masing-masing lembaga tersebut mempunyai mandat dan
wewenang yang diatur dalam konstitusi, undang-undang atau
ketentuan lainnya. Mandat dan wewenang ini akan mewarnai
lingkup akuntansi forensik yang diterapkan. Disamping itu
keadaan politik dan macam-macam kondisi lain akan
mempengaruhi lingkup akuntansi forensik yang diterapkan,
termasuk pendekatan hukum atau non hukum.
Dampak yang terjadi di sektor pemerintahan apabila terdapat
fraud adalah terganggunya pelaksanaan penyelenggaraan
negara. Apabila tidak ditunjang dengan penegakan bidang
hukum yang kuat, standar akuntansi dan lain-lain maka tingkat
korupsi dan kelemahan dalam penyelenggaraan negara akan
meningkat.
2.1.5 Atribut, Standar dan Kode Etik Akuntansi Forensik
a. Atribut
Howard R. Davia dalam Tuanakotta (2005 : 45) memberi lima
nasehat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan
investigasi terhadap fraud yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan (perpetrators’ intent to commit fraud).
3. Kreatiflah, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak dalam hal arah pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi kita (be creative, think like a perpetrator, do not be predictable).
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.
5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), si auditor harus mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan.
b. Standar
Standar ini berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi
seluruh anggota organisasi auditor dalam mematuhi kode etik
dan menjalankan tugas serta kewajiban profesional sebagaimana
tercantum dalam Kode Etik bagi auditor. Dengan mematuhi
standar audit, auditor diharapkan dapat menunjukkan komitmen
yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa
secara profesional.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta
(2005 : 52) merumuskan beberapa standar untuk mereka yang
melakukan investigasi terhadap fraud. Standar –standar ini akan
dijelaskan dengan konteks Indonesia :
1. Standar 1 Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui (accepted best practices). Dalam hal ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan antara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
praktek-praktek yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik pada saat itu (benchmarking) dan upaya benchmarking dilakukan terus menerus mencari solusi terbaik.
2. Standar 2 Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Standar 3 Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu perusahan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepted best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan.
4. Standar 4 Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator dituntut.
5. Standar 5 Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana.
6. Standar 6 Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.
7. Standar 7 Liput seluruh tahapan kunci dalan proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
Selain standar yang telah diuraikan di atas, dalam Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan, juga diatur mengenai standar audit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kecurangan yaitu dalam bagian standar pemeriksaan dengan
tujuan tertentu. Adapun standar pelaksanaan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu berisikan :
1. Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
2. Komunikasi auditor
3. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya
4. Pengendalian intern
5. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan dari ketentuan Peraturan Perundang-
undangan; Kecurangan (Fraud), serta Ketidakpatuhan
(Abuse)
6. Dokumentasi pemeriksaan
7. Pemberlakuan standar pemeriksaan
c. Kode Etik
Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan
sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya,
dan dengan masyarakat luas. Kode etik adalah sistem norma,
nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar
dan tidak baik bagi profesional.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Di Amerika Serikat, (ACFE) telah menetapkan kode etik bagi
para fraud auditor yang bersertifikat, yang terdiri atas delapan
butir yaitu :
1. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam segala keadaan, harus menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan ketekunan dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang bersifat ilegal atau melanggar etika, atau segenap tindakan yang dapat menimbulkan adanya konflik kepentingan.
3. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam semua keadaan, harus menunjukkan integritas setinggi-tingginya dalam semua penugasan profesionalnya, dan hanya akan menerima penugasan yang memiliki kepastian yang rasional bahwa penugasan tersebut akan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
4. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mematuhi peraturan/perintah dari pengadilan, dan akan bersumpah/bersaksi terhadap suatu perkara secara benar dan tanpa praduga.
5. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, harus memperoleh bukti atau dokumentasi lain yang dapat mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh menyatakan pendapat bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu “bersalah” atau “tidak bersalah”.
6. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak boleh mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hasil audit tanpa melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang.
7. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mengungkapkan seluruh hal yang material yang diperoleh dari hasil audit yakni, apabila informasi tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distorsi terhadap fakta yang ada.
8. Seorang fraud auditor yang bersertifikat secara sungguh-sungguh harus senantiasa meningkatkan kompetensi dan efektivitas hasil kerjanya yang dilakukan secara profesional.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Audit Investigasi
Seiring dengan waktu, perkembangan akuntansi forensik menjadi lebih
kompleks yakni melibatkan satu bidang lagi yaitu audit. Berkembangnya
kompleksitas bisnis dan semakin terbukanya peluang usaha dan investasi
menyebabkan risiko terjadinya fraud semakin tinggi. Mengacu ke berbagai
kasus baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa fraud dapat
terjadi di mana saja. Dalam rangka memperkecil kerugian akibat fraud dan
memperbaiki sistem pengendalian maka jika ada indikasi kuat terjadi suatu
fraud, perusahaan diharapkan mengambil langkah yang tepat dengan
melakukan audit investigasi.
Pelaksanaan audit investigasi lebih mendasarkan kepada pola pikir bahwa
untuk mengungkapkan suatu kecurangan auditor harus berpikir seperti
pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan pelaksanaan prosedur yang
ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga
tindak lanjut pemeriksaan.
Auditor harus memiliki kemampuan untuk membuktikan adanya fraud yang
terjadi dan sebelumnya telah diindikasikan oleh berbagai pihak. Auditor
harus peka terhadap semua hal yang tidak wajar baik hal itu dirasakan
terlalu besar, terlalu kecil, terlalu sering, terlalu rendah, terlalu banyak,
terlalu sedikit, maupun kesan yang janggal. Auditor harus mampu
berkomunikasi dalam “bahasa” mereka. Auditor juga harus mempunyai
kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan, dan
kemampuan untuk menarik kesimpulan. Dan juga sangat penting bagi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
auditor untuk menyederhanakan konsep-konsep keuangan sehingga orang-
orang pada umumnya dapat memahami apa yang dimaksudkannya. Menurut
Tuanakotta (2007 : 49) auditor investigasi adalah “gabungan antara
pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif (atau investigator)”.
2.2.1 Pengertian Audit Investigasi
Menurut Herlambang (2011) audit investigasi yaitu
suatu bentuk audit atau pemeriksaan yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengungkap kecurangan atau kejahatan dengan menggunakan pendekatan, prosedur atau teknik-teknik yang umumnya digunakan dalam suatu penyelidikan atau penyidikan terhadap suatu kejahatan
Jack Bologna dan Paul Shaw yang dikutip dalam Amin Widjaja
(2005 : 36) mengatakan
forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporate and management fraud, embezzlement or commercial bribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general realm of collar crime
Yang diterjemahkan sebagai berikut, akuntansi forensik kadang-
kadang disebut audit penipuan, adalah keterampilan yang melampaui
alam penggelapan dan penipuan manajemen perusahaan, atau
penyuapan komersial. Memang, keterampilan akuntansi forensik
melampaui wilayah umum kejahatan berkerah.
Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh
Widjaja (2005 : 36), mendefenisikan audit investigasi sebagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berikut : “fraud auditing is an initial approach (proactive) to
detecting financial fraud, using accounting records and information,
analytical relationship, and an awareness of fraud perpetration and
concealment efforts”.
Dengan terjemahan sebagai berikut audit kecurangan merupakan
suatu pendekatan awal (proaktif) untuk mendeteksi penipuan
keuangan, dengan menggunakan catatan akuntansi dan informasi,
hubungan analitis dan kesadaran perbuatan penipuan dan upaya
penyembunyian.
Secara garis besar audit investigasi mirip dengan istilah Fraud
Examination sebagaimana yang dimaksud dalam Fraud Examination
Manual yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE). Menurut panduan/manual para fraud examiners
tersebut, yang dimaksud audit investigasi yaitu
methodology for resolving fraud allegations from inception to disposition. More specifically, fraud examination involves obtaining evidence and taking statements, writing reports, testifying findings and assisting in the detection and prevention of fraud
Yang artinya adalah metodologi untuk menyelesaikan tuduhan-
tuduhan penipuan dari awal sampai disposisi. Lebih khusus,
pemeriksaan penipuan melibatkan memperoleh bukti dan mengambil
laporan, menulis laporan, kesaksian temuan dan membantu dalam
mendeteksi dan pencegahan penipuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari ketiga definisi audit investigasi di atas, dapat disimpulkan
bahwa audit investigasi merupakan suatu cara yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi dan memeriksa fraud terutama dalam laporan
keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi
menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor (teknik audit).
2.2.2 Perbedaan Financial Audit dengan Audit Investigasi
Sampai saat ini audit investigasi di Indonesia belum dibakukan
prosedurnya oleh IAI. Selain itu, istilah yang resmi dari IAI juga
belum turun. Sebagian ada yang menyebutnya audit kecurangan,
audit forensik, audit khusus dan audit investigasi. Untuk
memudahkan pembahasan, penulis akan menggunakan istilah audit
investigasi dan mengasumsikan bahwa investigasi berkaitan dengan
pengadilan atau hukum dan dilakukan mulai dari tahap pendeteksian
sampai dengan persidangan.
Dalam majalah Akuntansi No. 10 Tahun 1988 yang dikutip dalam
Karni (2000 : 5), dijelaskan tentang akuntan investigasi sebagai
berikut :
sesungguhnya akuntan investigasi tidak berbeda dengan akuntan publik yang ada, hanya pada akuntan publik, mereka bertujuan memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa dan kadang juga menemukan adanya kecurangan, sedangkan akuntan investigasi memang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan adanya kecurangan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang mati misterius (tidak wajar)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari kutipan di atas, terdapat beberapa perbedaan antara financial
audit dengan audit investigasi yaitu :
1. Dasar Pelaksanaan Audit
Pada financial audit, audit dilaksanakan berdasarkan permintaan
perusahaan yang menginginkan laporan keuangannya diaudit.
Dasar pelaksanaan audit investigasi adalah permintaan dari
penyidik untuk mendeteksi fraud yang mungkin terjadi. Selain
itu, audit investigasi juga dapat dilakukan atas dasar pengaduan
dari masyarakat tentang kecurigaan adanya fraud dan dari
temuan audit yang mengarah pada kemungkinan adanya fraud
yang didapat dari financial audit sebelumnya.
2. Tanggung Jawab Auditor
Pada financial audit, audit bertanggung jawab atas nama
lembaga audit atau KAP (Kantor Akuntan Publik) tempat
auditor bekerja. Pada audit investigasi, auditor bertanggung
jawab atas nama pribadi yang ditunjuk, karena apabila
keterangan di sidang pengadilan merupakan keterangan palsu
auditor yang bersangkutan akan terkena sanksi.
3. Tujuan Audit
Tujuan financial audit adalah untuk mengetahui laporan
keuangan perusahaan klien telah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Audit investigasi bertujuan untuk
membantu penyidik untuk membuat terang perkara dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mencari bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mendukung
dakwaan jaksa.
4. Teknik dan Prosedur Audit
Dalam financial audit, prosedur dan teknik audit yang
digunakan mengacu hanya pada standar auditing, sedangkan
audit investigasi mengacu pada standar auditing juga
kewenangan penyidik sehingga dapat digunakan teknik audit
yang lebih luas.
5. Penerapan Azas Perencanaan dan Pelaksanaan Audit
Pada financial audit menggunakan skeptis profesionalisme,
sedangkan audit investigasi selain menggunakan skeptis
profesionalisme juga menggunakan azas praduga tak bersalah.
6. Tim Audit
Dalam financial audit, tim audit bisa siapa saja yang ada di KAP
tersebut. Dalam audit investigasi, tim audit dipilih auditor yang
sudah pernah melaksanakan bantuan tenaga ahli untuk kasus
yang serupa atau hampir sama dan salah satu dari tim audit
harus bersedia menjadi saksi ahli di persidangan.
7. Persyaratan Tim Audit
Pada financial audit, auditor harus menguasai masalah akuntansi
dan auditing, sedangkan pada audit investigasi, auditor harus
mengetahui juga ketentuan hukum yang berlaku disamping
menguasai masalah akuntansi dan auditing.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Laporan Hasil Audit
Dalam financial audit, menyatakan pendapat auditor tentang
kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi berlaku
umum. Dalam audit investigasi, menyatakan siapa yang
bertanggung jawab dan terlibat dalam kasus fraud yang
ditangani, tetapi tetap menerapkan azas praduga tak bersalah.
2.2.3 Tujuan Audit Investigasi
Menurut pendapat Karni (2000 : 4) tentang audit investigasi adalah
audit ketaatan bertujuan untuk mengetahui apakah seorang klien telah melaksanakan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki otorisasi lebih tinggi. Dalam audit investigasi, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, tidak hanya kebijakan manajemen, auditor investigasi sampai dengan hukum formal, hukum material dan lain-lain. Untuk itu, audit investigasi tidak hanya cukup untuk menguasai bidang ekonomi, tetapi juga mengerti tentang hukum yang berlaku
Dan tujuan investigasi yang di ambil dari K.H. Spencer Pickett and
Jennifer Picket, Financial Crime Investigation and Control dalam
Tuanakotta (2007 : 201) beberapa diantaranya yaitu :
1. Memberhentikan manajemen. Tujuannya adalah sebagai teguran keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung-jawabkan kewajiban fidusiernya.
2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukup dan relevannya bukti. Tujuannya akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan.
3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah. 4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan
untuk investigasi. 5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan
pemulihan dari kerugian yang terjadi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari invetigasi tersebut; harapannya adalah bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu.
7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.
8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. 9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran
penjarahan. 10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.
Syafi’i dalam Yuhertiana (2005 : 2) juga mengungkapkan bahwa
tujuan audit investigasi yaitu “mengadakan audit lebih lanjut atas
temuan audit sebelumnya serta melaksanakan audit untuk
membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari
masyarakat”.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, pemilihan
di antara berbagai alternatif tujuan investigasi tergantung dari
organisasi atau permintaan penyidik untuk membantu penyidik
mengungkapkan fraud yang terjadi dan menjebloskan oknum-oknum
ke penjara. Tujuan ini juga untuk mengetahui apakah kecurigaan
fraud tersebut terbukti atau tidak.
2.2.4 Prinsip-prinsip Audit Investigasi
Prinsip-prinsip berikut berdasarkan pengalaman dan praktek dapat
dijadikan pedoman bagi investigator dalam setiap situasi sebagai
berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Investigasi adalah tindakan mencari kebenaran dengan
memperhatikan keadilan dan berdasarkan pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber
bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan.
3. Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa
sehingga bukti-bukti yang diperolehnya dapat memberikan
kesimpulan sendiri (bahwa telah terjadi tindak kejahatan dan
pelakunya teridentifikasi).
4. Informasi merupakan napas dan darahnya investigasi sehingga
investigator harus mempertimbangkan segala kemungkinan
untuk dapat memperoleh informasi.
5. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang
penting dalam investigasi.
6. Pelaku kejahatan adalah manusia, oleh karena itu jika ia
diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka mereka juga
akan merespon sebagaimana manusia.
2.2.5 Aksioma Audit Investigasi
Ada tiga aksioma dalam melakukan audit investigasi. Aksioma
menurut Tuanakotta (2007 : 208) adalah “asumsi dasar yang begitu
gamblangnya sehingga tidak memerlukan pembuktian mengenai
kebenarannya”.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Fraud selalu tersembunyi.
Fraud dalam hal ini menyembunyikan seluruh aspek yang
mungkin dapat mengarahkan pihak lain dalam menemukan
terjadinya fraud tersebut. Pihak-pihak yang terlibat menutup
rapat-rapat kebusukan mereka. Metode dalam menyembunyikan
fraud tersebut begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau
investigator yang berpengalaman sekalipun dapat terkecoh.
2. Melakukan pembuktian timbal balik.
Seorang auditor harus mempertimbangkan apakah terdapat bukti
yang dapat memberatkan seorang tersangka yang tidak pernah
melakukan fraud. Dan sebaliknya, auditor juga harus dapat
mempertimbangkan apakah bukti yang tidak memberatkan
seseorang telah melakukan fraud.
3. Fraud terjadi merupakan kewenangan pengadilan untuk
memutuskannya.
Dalam menyelidiki fraud, investigator hanya membuat dugaan
mengenai apakah seseorang bersalah atau tidak berdasarkan
bukti-bukti yang telah dikumpulkannya. Tetapi adanya suatu
fraud yang terjadi dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh
majelis hakim dan para jury di pengadilan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.6 Metodologi Audit Investigasi
Menurut metodologi internal audit, seorang fraud auditor dapat
melakukan pengujian atau pemeriksaan beberapa hal yang berkaitan
dengan subjek auditnya atau prosedur kerja dan organisasi dimana
fraud diduga terjadi dan orang yang bersangkutan. Untuk mencari
jawaban suatu fraud tanpa bukti yang lengkap, auditor perlu
membuat asumsi tertentu.
Menurut Assosiation of Certified Fraud Examiners yang menjadi
rujukan internasional dalam melaksanakan Fraud Examination.
Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana
melaksanakan suatu pemeriksaan investigasi atas kasus yang
memiliki indikasi tindak fraud dan berimplikasi kepada aspek
hukum, serta bagaimana tindak lanjutnya. Pemeriksaan investigasi
yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak fraud terdiri
atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigasi
atas fraud berhubungan dengan hak-hak individual pihak-pihak
lainnya, maka pemeriksaan investigasi harus dilakukan setelah
diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang diistilahkan
sebagai predikasi.
Predikasi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau
menunjukkan adanya keyakinan kuat yang didasari oleh
profesionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah
dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang fraud, bahwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
fraud telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa predikasi,
pemeriksaan investigasi tidak boleh dilakukan. Hal ini menyebabkan
adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang menyangka
bahwa jika suatu institusi audit menemukan satu indikasi
penyimpangan dalam pelaksanakan financial audit-nya, maka
institusi tersebut dapat melakukan pemeriksaan investigasi.
Pemeriksaan investigasi belum tentu langsung dilaksanakan karena
indikasi yang ditemukan umumnya masih sangat prematur sehingga
memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang cukup
kuat untuk dilakukan pemeriksaan investigasi. Garis besar proses
audit investigasi secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir,
dipilah-pilah sebagai berikut :
1. Penelaahan Informasi Awal
Pada proses ini pemeriksa melakukan : pengumpulan informasi
tambahan, penyusunan fakta dan proses kejadian, penetapan dan
penghitungan tentatif kerugian keuangan, penetapan tentatif
penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal.
2. Perencanaan Pemeriksaan Investigasi
Pada tahapan perencanaan dilakukan : pengujian hipotesa awal,
identifikasi bukti-bukti, menentukan tempat atau sumber bukti,
analisa hubungan bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan
program pemeriksaan investigasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan : pengumpulan bukti-bukti,
pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisa dan pengujian
dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa dan review kertas
kerja.
4. Pelaporan
Isi laporan hasil pemeriksaan audit investigasi memuat : unsur-
unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak
kerugian keuangan akibat penyimpangan/tindak melawan
hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum,
pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan
melawan hukum yang terjadi, dan bentuk kerja sama pihak-
pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan
hukum.
5. Tindak Lanjut
Pada tahap tindak lanjut ini : proses sudah diserahkan dari tim
audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya
diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil
audit investigasi kepada pengguna laporan diharapkan sudah
memasuki pula tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian
dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim audit investigasi
dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan
ahli jika diperlukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.7 Teknik Audit Investigasi
Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit
kewajaran penyajian laporan keuangan. Teknik audit yang biasa
diterapkan dalam audit umum seperti :
1. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan yaitu
penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang,
aktiva tetap, dan barang berwujud. Untuk teknik ini, investigator
menggunakan inderanya untuk mengetahui atau memahami
sesuatu.
2. Konfirmasi
Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang
diinvestigasi) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran
suatu informasi. Dalam investigasi, investigator harus
memperhatikan apakah pihak ketiga mempunyai kepentingan
dalam investigasi.
3. Memeriksa Dokumen
Pemeriksaan dokumen selalu dilakukan dalam setiap investigasi.
Dengan kemajuan teknologi dapat dipastikan dokumen menjadi
lebih luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan, dan
dipindahkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Review Analitikal
Review analitikal menekankan pada penalaran, proses
berpikirnya. Dengan penalaran yang baik akan membawa pada
seorang auditor investigator pada gambaran mengenai wajar,
layak atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari
gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh. Review
analitikal didasarkan atas perbandingan antara apa yang
dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi.
5. Meminta Penjelasan Lisan atau Tertulis dari Auditan
Permintaan informasi harus diperkuat atau dikolaborasi dengan
informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain.
6. Menghitung Kembali
Menghitung kembali yaitu memeriksa kebenaran perhitungan.
Dalam investigasi, perhitungan yang dihadapi sangat kompleks,
didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin
sudah terjadi perubahan dan renegoisasi berkali-kali dengan
pejabat yang berbeda.
7. Mengamati
Teknik ini juga tidak berbeda jauh dengan pemeriksaan fisik.
Investigator juga menggunakan inderanya untuk melakukan
pengamatan.
Hanya dalam audit investigasi, teknik-teknik audit tersebut bersifat
eksploratif, mencari “wilayah garapan”, atau probing maupun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pendalaman. Dari ketujuh teknik audit tersebut, dalam audit
investigasi lebih ditekankan kepada review analitikal. Untuk
mendapatkan hasil investigasi yang maksimal, menurut Cahyani
(2012) seorang fraud auditor harus juga menguasai beberapa teknik
investigasi, antara lain :
1. Teknik penyamaran atau penyadapan 2. Teknik wawancara 3. Teknik merayu untuk mendapatkan informasi 4. Mengerti bahasa tubuh 5. Dengan bantuan software
2.3 Fraud (Kecurangan)
Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang
dapat menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan
tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku fraud. Dalam istilah
sehari-hari fraud diberi nama yang berlainan, seperti pencurian,
penyerobotan, pemerasan, pengisapan, penggelapan, pemalsuan, dan lain-
lain. Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada
dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
Salah saji terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan
(fraud). Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernyataan Standar
Auditing (PSA) No. 70, demikian pula error dan irregularities masing-
masing diterjemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan sesuai PSA
sebelumnya yaitu PSA No. 32.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1 Pengertian Fraud
Definisi fraud menurut Black Law Dictionary adalah
1. a knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime.
2. a misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act.
3. a tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material act, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.
Yang diterjemahkan secara tidak resmi, fraud adalah :
1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu
kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta
material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan
perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya
merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya
dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu
kejahatan.
2. Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara
ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya
kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan
orang lain bertindak atau berbuat.
3. Suatu kerugian yang dapat timbul sebagai akibat diketahui
keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan),
penyembunyian fakta material, atau penyajian yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk
berbuat atau bertindak yang merugikannya.
Menurut IIA dalam Soepardi (2010) dalam standarnya menjelaskan
fraud yaitu
fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts charactized by intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the organization and by persons outside as well as inside organization
Dengan terjemahan sebagai berikut, fraud mencakup suatu
ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang
disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian
organisasi oleh seorang di luar atau di dalam organisasi.
Definisi lainnya dikemukakan oleh Sunarto yang dikutip dalam
Zulaiha (2008) yaitu “kecurangan dalam pelaporan keuangan yang
dinyatakan untuk menyajikan laporan keuangan yang menyesuaikan,
seringkali disebut kecurangan manajemen (management fraud)”.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan
beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud dalam Tuanakotta
(2010 : 194 ) seperti :
Pasal 362 Pencurian : mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Pasal 368 Pemerasan dan Pengancaman : dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pasal 372 Penggelapan : dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Pasal 378 Perbuatan Curang : dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang. Pasal 369 : merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit.
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Hopwood et al dalam Tunggal
(2011 : 4) “fraud means by which a person can achieve an
advantage over another by false suggestion or suppression of the
truth”. Yang bisa diartikan bahwa fraud berarti dimana seseorang
dapat mencapai keunggulan atas yang lain dengan sugesti palsu atau
penindasan kebenaran.
2.3.2 Penyebab Terjadinya Fraud
Faktor-faktor yang menyebabkan fraud terjadi yaitu pertama karena
adanya peluang (opportunity), dengan mempunyai pengetahuan
pelaku dapat melihat peluang mewajarkan aktivitas fraud mereka
demi untuk mendapatkan kekayaan dan keuntungan. Kedua, tekanan
(pressure) dimana keadaan finansial atau non finansial merupakan
dorongan paling biasa untuk melakukan fraud. Ketiga, rasional
(rationalization) terjadi karena sikap iri hati, dendam, marah, ingin
cepat kaya dan percaya mereka hebat dapat menjadi pendorong
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk seseorang melakukan fraud. Faktor-faktor ini lebih dikenal
sebagai fraud triangle atau segitiga fraud.
Penyebab fraud yang dijelaskan Bologna dengan GONE theory
dalam Soepardi (2010 : 6) terdiri dari empat faktor yaitu :
1. Greed (keserakahan), berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunity (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan fraud terhadapnya.
3. Needs (kebutuhan), berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu untuk menunjang hidupnya yang menurutnya wajar.
4. Exposure (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang akan dihadapi oleh pelaku fraud apabila pelaku ditemukan melakukan fraud.
2.3.3 Tanda-Tanda Terjadinya Fraud
Fraud dapat sedini mungkin terdeteksi jika manajemen atau internal
auditor jeli melihat tanda-tanda fraud tersebut. Tunggal (2011 : 114)
menyatakan tanda-tanda fraud tersebut beberapa diantaranya yaitu :
1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya.
2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. 3. Seseorang menangani hampir semua transaksi yang penting. 4. Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai. 5. Perkembangan perusahaan yang sulit.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui dengan jelas tanda-tanda
fraud dapat dilihat dari perbedaan angka laporan keuangan yang
mencolok dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena
adanya manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh pelaku
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk menutupi fraud sehingga timbul perbedaan angka-angka.
Pembagian tugas dan tanggung jawab yang tidak jelas juga dapat
memicu seseorang melakukan fraud karena karyawan dapat
bertindak semena-mena.
Dalam melakukan suatu transaksi yang penting diperlukan beberapa
orang untuk menanganinya agar karyawan tidak dapat memanipulasi
transaksi yang telah terjadi. Setiap melakukan transaksi juga harus
dilengkapi dengan bukti-bukti yang jelas. Perkembangan perusahaan
yang sulit juga dapat menimbulkan niat seseorang untuk melakukan
fraud dikarenakan kondisi individual yang ingin menunjang
kehidupannya.
2.3.4 Unsur-Unsur Fraud
Menurut Effendi (2006) yang disampaikan dalam
seminar/perkuliahan umum, unsur-unsur fraud antara lain
“sekurang-kurangnya melibatkan dua pihak (collusion), tindakan
penggelapan/penghilangan atau false representation dilakukan
dengan sengaja, menimbulkan kerugian nyata atau potensial atas
tindakan pelaku fraud”.
Unsur-unsur fraud atau penipuan menurut Tunggal (2011 : 96)
antara lain sebagai berikut
pertama, suatu perjanjian palsu dari fakta material, atau dalam kasus tertentu suatu pendapat. Kedua, keinginan melakukan suatu tindakan yang salah atau untuk mencapai suatu tujuan yang tidak konsisten dengan peraturan atau kebijakan publik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ketiga, menyamar suatu tujuan melalui pemalsuan dan kesalahan representasi untuk melaksanakan suatu rencana. Keempat, kepercayaan pelanggar terhadap kelalaian atau ketidaktelitian dari korban. Kelima, penyembunyian dari kejahatan
2.3.5 Klasifikasi Fraud
Fraud dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam menurut
Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) yaitu:
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Fraud yang dilakukan oleh manajemen yaitu dalam bentuk salah
saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan
kreditor. Fraud ini dapat bersifat finansial atau non finansial.
b. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘kecurangan
kas’ dan kecurangan atas persediaan dan aset lainnya, serta
pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent
disbursement)
c. Korupsi (Corruption)
Korupsi terjadi apabila memenuhi tiga kriteria yang merupakan
syarat bahwa seseorang bisa dijerat undang-undang korupsi,
ketiga syarat itu adalah : 1) melawan hukum, 2) memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau korporasi, 3) merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Tunggal (2011 : 82) fraud terbagi dalam beberapa jenis
yaitu :
a. Kecurangan Korporasi (Corporate Fraud) Kecurangan korporasi atau kejahatan ekonomi (economic
crime) biasanya dilakukan oleh pejabat, eksekutif, atau manajemen pusat laba dan perusahaan publik untuk memuaskan kebutuhan ekonomis jangka pendek mereka.
b. Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraudulent Financial Reporting)
Contoh kecurangan ini adalah 1) memanipulasi, memalsukan, atau mengubah catatan atau dokumen. 2) menyembunyikan atau menghilangkan pengaruh transaksi yang lengkap dari dokumen. 3) mencatat transaksi tanpa substansi. 4) salah menerapkan kebijakan akuntansi. 5) gagal mengungkapkan informasi yang signifikan.
c. Kecurangan Manajemen (Management Fraud/White Collar-Crime)
Tujuan white collar-crime adalah untuk mencuri jumlah uang yang besar daripada jumlah uang yang kecil, dan modus operasinya adalah dengan menggunakan teknologi dan komunikasi massa daripada tindakan brutal dan alat-alat kasar.
d. Kegagalan Audit (Audit Failure) Kegagalan audit mengakibatkan kantor akuntan publik
berhadapan dengan litigasi yang mahal dan kehilangan reputasi. Kegagalan audit disebabkan : 1) kesalahan interpretasi auditor terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). 2) kesalahan interpretasi terhadap standar auditing yang berlaku umum (GAAS) atau implementasi GAAS. 3) kesalahan karena adanya kecurangan.
e. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud) Kecurangan karyawan biasanya melibatkan perpindahan
aktiva dari pemberian kerja. Kadang-kadang merupakan suatu tindakan langsung dari pencurian atau manipulasi.
Fraud juga dapat terjadi pada perusahaan dengan menggunakan
sistem komputerisasi. Computer fraud dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya dengan menyalahgunakan waktu komputer atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mencuri sumber daya komputer dan memanipulasi data atau
memasukkan data yang tidak benar.
2.3.6 Cara Mencegah Fraud
Menurut Tuanakotta (2007 : 159) ada ungkapan yang secara mudah
ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud yaitu
“fraud by need, by greed, and by opportunity”. Maksud dari
ungkapan tersebut adalah apabila kita ingin mencegah fraud,
hilangkan atau tekan sekecil mungkin penyebabnya. Menurut
Miqdad (2008 : 52) seorang auditor intern juga dapat melakukan
beberapa hal untuk mencegah terjadinya fraud antara lain :
1. Membangun struktur pengendalian internal yang baik. 2. Mengefektifkan aktivitas pengendalian, dengan cara :
review kinerja, pengolahan informasi, pengendalian fisik, pemisahan tugas.
3. Meningkatkan kultur organisasi melalui implementasi prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance (GCG).
4. Mengefektifkan fungsi internal audit.
Dalam mencegah terjadinya fraud, Hartini (2010) memberikan
beberapa saran agar fraud tersebut dapat dihindari. Saran itu antara
lain :
1. Tingkatkan pengendalian intern yang terdapat di perusahaan.
2. Lakukan seleksi pegawai secara ketat, gunakan jasa psikolog dalam penerimaan pegawai.
3. Tingkatkan keandalan internal audit departemen antara lain dengan : a. Memberikan balas jasa yang menarik. b. Memberikan perhatian yang cukup besar terhadap
laporan mereka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Mengharuskan internal auditor melaksanakan continuing professional education (melanjutkan pendidikan profesional).
4. Berikan imbalan yang memadai untuk seluruh pegawai, timbulkan sense of belonging (rasa kepemilikan) diantara pegawai.
5. Lakukan rotation of duties (rotasi tugas) dan wajibkan para pegawai untuk menggunakan hak cuti mereka.
6. Lakukan pembinaan rohani. 7. Berikan sanksi yang tegas kepada mereka yang melakukan
kecurangan dan berikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi.
8. Tumbuhkan iklim keterbukaan di dalam perusahaan. 9. Manajemen harus memberikan contoh dengan bertindak
jujur, adil dan bersih. 10. Buat kebijakan tentang fair dealing (kejujuran). 11. Buat program whistle blowing (pengakuan saksi)
2.4 Fraud di Lingkungan Digital
Fraud di lingkungan digital merupakan fraud yang berkaitan dengan
komputer atau teknologi informasi (IT). Departemen Kehakiman Amerika
Serikat mendefenisikan fraud komputer sebagai tindak ilegal apapun yang
membutuhkan pengetahuan teknologi komputer untuk melakukan tindak
awal penipuan, penyelidikan, atau pelaksanaannya. Komputer mempunyai
pengaruh yang besar dalam lingkungan masyarakat modern dan telah
mengakibatkan banyak perubahan dalam jangka waktu yang pendek. Setiap
perusahaan juga tidak luput dari penggunaan teknologi informasi tersebut.
Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam
menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja,
biaya serta memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan,
mengakibatkan masyarakat semakin mengalami ketergantungan kepada
komputer. Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian
besar bagi pemakai (user) atau pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam dunia sekarang ini, informasi adalah aktiva utama dan pengetahuan
adalah kekuasaan. Fraud di lingkungan digital bukanlah suatu mitos,
sejumlah kasus yang besar dan hebat banyak terjadi dikarenakan lingkungan
IT tersebut. Perkembangan kejahatan dengan menggunakan teknologi
komputer pun semakin beragam. Untuk meminimalisir kasus fraud dalam
lingkungan digital, kuncinya terletak pada manajemen untuk
mengembangkan sistem dan prosedur untuk mencegah atau meningkatkan
kemungkinan deteksinya.
2.4.1 Fraud Yang Terkait Dengan Komputer
Fraud dalam akuntansi adalah sebuah tindakan yang menyebabkan
kesalahan pelaporan dalam laporan keuangan. Suatu kejahatan yang
berkaitan dengan komputer, dalam istilah yang sangat luas berarti
kejahatan yang telah dilakukan atau bersekongkol melalui
penggunaan komputer dan kejahatan dimana komputer itu sendiri
adalah korban. Kejahatan yang biasa dilakukan dengan komputer
meliputi penggelapan, pencurian properti dan informasi kepemilikan,
penipuan, peniruan dan pemalsuan. Pada dasarnya, kejahatan yang
berkaitan dengan komputer adalah suatu kejahatan yang
berhubungan dengan pekerjaan/jabatan. Artinya, hal ini dilakukan
oleh orang-orang yang mempunyai keterampilan, pengetahuan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
akses. Fraud lebih mudah dilakukan oleh orang yang berada dalam
organisasi dibandingkan dari pihak luar. Penelitian tentang hal ini
yang dikutip dalam Sucipto (2012) menemukan bahwa “sekitar 70%
sampai 80% tindakan berbahaya yang menyangkut komputer
dilakukan oleh orang dalam dibandingkan orang luar”. Oleh karena
itu, penting untuk memandang kejahatan yang berkaitan dengan
komputer dari berbagai perspektif :
1. Kriminal individual dan motivasinya.
2. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang meningkatkan motivasi
untuk melakukan kejahatan komputer.
3. Budaya internal organisasi yang meminimalkan atau
memaksimalkan kemungkinan terjadinya fraud.
2.4.2 Alasan Terjadinya Fraud dalam Lingkungan Digital
Ada beberapa alasan kuat yang membuat sistem akuntansi otomatis
cenderung untuk membuka kesempatan terjadinya fraud. Alasan
prinsipnya kemungkinan berfungsinya komputer tanpa keterlibatan
manusia (impersonal). Fraud dalam lingkungan teknologi informasi
biasanya terjadi menurut Tunggal (1993 : 128) karena :
1. Pengendalian yang berjalan terlalu kuno dan tidak menjalankan fungsi penghalangnya secara memadai paling tidak untuk rata-rata kriminal berkerah putih (white collar-crime).
2. Pengendalian yang secara normal, dan kaku ditekankan dalam sistem manual secara mendadak menghilang karena sistem otomatisasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Manajemen tampaknya telah siap untuk menghadapi tantangan pengamanan komputer di mukanya.
4. Pemasok komputer dapat dimengerti, lebih tertarik dalam menjual solusi aplikasi yang inovatif.
5. Karyawan yang secara normal terlalu bersemangat pada pengamanan aktiva fisik pada umumnya apatis terhadap pengaman EDP.
6. Auditor tidak dapat mengikuti tantangan kehadiran sistem modern.
7. Akses terhadap sistem telah meningkat secara dramatis sejak pada akhir tahun 1970-an.
8. Pemakai sistem tidak lagi diintimidasi atau ditakut-takuti oleh otomasi.
9. Pihak luar mempunyai kesempatan yang lebih baik mempenetrasi jaringan kerja yang mengakibatkan kecurangan “encryption” date yang dikirimkan melalui kebanyakan jaringan kerja dan meningkatkan pemakaian koneksi “dial-up”
2.4.3 Jenis-Jenis Fraud di Lingkungan Digital
Banyak kasus-kasus computer fraud yang belum dapat terungkap di
lingkungan perusahaan dikarenakan pelaku fraud telah
menggunakan berbagai metode untuk melakukan computer fraud.
Pengkategorian computer fraud melalui penggunaan model
pemrosesan data (data processing model), dapat dirinci sebagai
berikut :
1. Cara yang paling sederhana dan umum untuk melaksanakan
fraud adalah mengubah computer input.
2. Computer fraud dapat dilakukan melalui penggunaan sistem
(processor) oleh yang tidak berhak, termasuk pencurian waktu
dan jasa komputer serta penggunaan komputer untuk keperluan
di luar job deskripsi awal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Computer fraud dapat dicapai dengan mengganggu perangkat
lunak (software) yang mengolah data perusahaan atau computer
istruction. Cara ini meliputi mengubah software, membuat copy
illegal atau menggunakannya tanpa otorisasi.
4. Computer fraud dapat dilakukan dengan mengubah atau
merusak data files perusahaan atau membuat copy,
menggunakan atau melakukan pencarian terhadap data tanpa
otorisasi.
5. Computer fraud dapat dilaksanakan dengan mencuri atau
menggunakan secara tidak benar system output.
Secara umum computer fraud menurut Tunggal (1993 :129) dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1. Pencurian data (thefts of data) : seperti program-program, daftar surat-surat, catatan konfidensial.
2. Pencurian peralatan (theft of equipment) : seperti perangkat keras atau lunak.
3. Pencurian jasa (service theft) : pemakaian sumber daya komputer tanpa diotorisasi.
4. Kejahatan properti (property crime) : pemakaian komputer secara tidak legal untuk mengalihkan properti.
5. Kecurangan finansial (financial fraud) : pemakaian komputer untuk pemrosesan finansial, pencurian, atau pengalihan dana.
6. Sabotase (sabotage) : penyerangan fisik terhadap fasilitas komputer atau komponen agar membuat sistem tidak dapat beroperasi.
Di samping bermacam-macam jenis fraud yang dilakukan oleh si
pelaku fraud, terdapat juga beberapa penipuan dan teknik
penyalahgunaan komputer, yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Cracking (menjebol)
2. Data diddling (mengacak data)
3. Data leakage (kebocoran data)
4. Denial of service attack (serangan penolakan pelayanan)
5. Eavesdropping (menguping)
6. E-mail forgery and threats (pemalsuan e-mail)
7. Hacking (melanggar masuk)
8. Internet misinformation and terrorism (informasi yang salah di
internet dan terorisme internet)
9. Logic time bomb (bom waktu logika)
10. Masquerading or impersonation (menyamar atau meniru)
11. Password cracking (penjebolan password)
12. Piggybacking (menyusup)
13. Round-down (pembulatan ke bawah)
14. Salami technique (teknik salami)
15. Software piracy (pembajakan software)
16. Scavenging (pencarian)
17. Social engineering (rekayasa sosial)
18. Superzapping (serangan cepat)
19. Trap door (pintu jebakan)
20. Trojan horse (kuda troya)
21. Virus
22. Worm (cacing)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.4 Pencegahan fraud di Lingkungan Digital
Dalam upaya mencegah terjadinya fraud dalam lingkungan digital
dapat dilakukan beberapa cara, salah satunya suatu perusahaan
membuat standar tertentu dapat secara signifikan mengurangi
potensi terjadinya penipuan dan kerugian yang dapat dihasilkannya.
Standar-standar tersebut adalah membuat penipuan lebih jarang
terjadi, meningkatkan kesulitan untuk melakukan penipuan,
memperbaiki metode deteksi, mengurangi kerugian akibat penipuan,
menuntut dan memenjarakan pelaku penipuan.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya computer
fraud yaitu dengan merancang sebuah sistem yang dilengkapi
dengan internal control yang cukup memadai sehingga computer
fraud sukar dilakukan oleh pihak luar maupun orang dalam
perusahaan. Menurut Effendi (2009) cara perlindungan yang dapat
dilakukan oleh organisasi/perusahaan untuk melindungi/mencegah
timbulnya computer fraud, yaitu
1. Personnel screening 2. Defenisi pekerjaan (job defined) 3. Pemisahan tugas (segregration of duties) 4. Etika profesional (professional ethics) 5. Lisensi (license) 6. System design control 7. Physical access security 8. Electronics access security 9. Internal control and edit
Saat ini telah tersedia teknologi pengaman dalam memberikan
perlindungan atas arus komunikasi dalam suatu organisasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Meskipun teknologi pengaman ini pengembangannya tidak di dasari
pola pikir pendeteksian dan pencegahan fraud, jika digunakan secara
layak, solusi ini dapat memberikan laporan tentang kemungkinan
adanya upaya fraud secara instan. Menurut Sucipto (2012) solusi
dalam mencegah kemungkinan adanya fraud yaitu :
1. Firewalls : merupakan perangkat keamanan yang efektif menyaring atau memblokir lalu lintas yang melintas melaluinya.
2. Messaging (E-mail) : memberitahu karyawan bahwa mereka seharusnya tidak memiliki harapan privasi sehubungan dengan e-mail atau penggunaan lainnya dari jaringan perusahaan dan sistem komputer dapat bertindak sebagai pencegah yang sangat baik untuk kegiatan fraud.
3. Messaging (Instant Messaging) : pelayanan IM yang paling populer adalah AOL, Yahoo, MSN, dan ICQ. Kebanyakan pengguna memiliki asumsi ini yang salah bahwa karyawan mereka tidak memiliki kemampuan untuk me-log lalu lintas ini. Solusi untuk mengidentifikasi lalu lintas ini IM dari lalu lintas web lain dengan menggunakan TCP port yang sama. Ketika lalu lintas teridentifikasi, ia dapat diblokir atau dikendalikan oleh alamat atau pengguna IP tertentu yang memiliki akses ke IM.
4. Content Filtering : solusi content filtering terutama digunakan untuk membatasi atau me-log akses ke situs web tertentu di internet.
Computer fraud harus dicegah sebelum terjadi, merupakan tanggung
jawab manajemen untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
sehingga dapat mencegah terjadinya computer fraud.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Ringkasan Tinjauan Peneliti Terdahulu
No Nama dan Tahun Peneliti
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1. Siti Zulaiha (2008)
Variabel independen : pengaruh kemampuan auditor investigatif Variabel dependen : efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan
Kemampuan auditor investigatif bermanfaat terhadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan.
2. Siska Dwi Hartini (2010)
Variabel independen : kemampuan auditor Variabel dependen : efektivitas pelaksanaan prosedur audit investigasi dalam pembuktian kecurangan
Kemampuan auditor memiliki hubungan dan memiliki pengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit investigatif dalam pembuktian kecurangan sebesar 36%.
2.6 Kerangka Konseptual
Semakin pesatnya perkembangan teknologi dapat mencetuskan ide baru
bagi pelaku fraud untuk melakukan tindakan penipuan melalui lingkungan
teknologi yang sering disebut sebagai Fraud in the Digital Environment.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pearson dan Singleton (2008)
menerapkan kepada mahasiswa atau mahasiswi lulusan akuntansi harus
mampu menguasai ilmu teknologi informasi (IT) untuk mendukung upaya
anti penipuan dan dapat melakukan akuntansi forensik dan audit investigasi.
Baik mahasiswa akuntansi ataupun auditor perlu akrab dengan peran IT dan
bermain di lingkungan digital. Bisnis juga telah tumbuh dalam penggunaan
teknologi dan ketergantungan pada sistem berbasis komputer.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ketergantungan terhadap komputer dalam suatu organisasi akan
meningkatkan kerugian akibat penipuan dan penyalahgunaan.
Kerangka pemikiran yang telah diuraikan oleh penulis di atas dapat dilihat
pada gambar kerangka konseptual, sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Akuntansi forensik & audit
investigasi fraud
Lingkungan digital
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA