bab ii dbd

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seantero wilayah Republik Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa. Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa 5

Upload: mirayunithap

Post on 09-Feb-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab2dbd

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II DBD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968

penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi

kejadian luar biasa dan meluas ke seantero wilayah Republik Indonesia. Oleh

karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya

banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran

menyerang dewasa.

Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada

waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat

memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini

masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula

tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai

meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun

laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.

Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di

dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap, walaupun sampai

saat ini tidak sedikit peneliti yang mendalami bidang tersebut, namun hasil yang

memuaskan belum terlihat secara jelas di dalam mengungkapkan berbagai faktor

yang dapat menyebabkan hal tersebut di atas.

Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung

meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi

35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di

banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan

anak di rumah sakit. Program pencegahan DBD yang tepat guna harus

dilaksanakan secara integral mencakup surveilans laboratory based, penyuluhan

5

Page 2: BAB II DBD

dan pendidikan pengelolaan penderita bagi dokter dan paramedis, dan

pemberantasan sarang nyamuk dengan peran serta masyarakat.

Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut

endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis

atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini

sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat

memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan

pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.

2.2. Demam Berdarah Dengue

Penyakit demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus. Dikenal bermacam-macam jenis virus penyebab penyakit demam berdarah,

tetapi di Indonesia hanya terdapat 2 jenis virus penyebab demam berdarah yaitu

virus dengue dan virus chikungunya. Diantara kedua jenis virus yang terdapat di

negeri kita, virus dengue merupakan penyebab terpenting dari demam berdarah.

Oleh karena itu, penyakit demam berdarah yang kita kenal tepatnya bernama

demam berdarah dengue, sesuai dengan nama virus penyebab.

Virus dengue sebagai penyebab penyakit demam berdarah dengue,

merupakan mikroorganisme yang sangat kecil hanya dapat dilihat dengan

mikroskop elektron. Virus hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi

kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia yang ditempati

terutama untuk kebutuhan protein. Apabila daya tahan tubuh seseorang yang

terkena infeksi virus tersebut rendah, sebagai akibatnya sel jaringan akan semakin

rusak bila virus tersebut berkembang banyak maka fungsi organ tubuh tersebut

baik, maka akan sembuh dan timbul kekebalan terhadap virus dengue yang pernah

masuk ke dalam tubuhnya.

Penyakit demam berdarah dengue mengenai seseorang melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang menularkan penyakit adalah nyamuk betina

dewasa. Nyamuk betina memerlukan darah manusia atau binatang untuk hidup

dan berkembang biak. Apabila di sekitar tempat bersarang nyamuk tersebut

dijumpai seseorang yang sedang sakit demam berdarah penyakit demam berdarah

6

Page 3: BAB II DBD

dengue ringan atau berat. Bila daya tahan tubuh baik dan virus tidak ganas, maka

derajat penyakit tidak berat. Sebaliknya apabila daya tahan tubuh rendah seperti

pada anak-anak, penyakit infeksi dengue ini dapat menjadi berat bahkan dapat

mematikan.

Seperti halnya virus yang lain (misalnya influenza, campak) sebagian besar

penderita anak sembuh dengan sendirinya, baik diobati maupun tidak diobati oleh

karena penyakit virus bersifat self limiting disease. Jadi, penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus mempunyai keunikan yaitu datang mendadak, penyakit

akan berjalan terus walaupun diobati, dan akhirnya akan sembuh dengan

sendirinya tergantung dari ketahanan tubuh orang yang terkena. Jadi, apa gunanya

diobati? Sebenarnya yang diobati adalah gejala yang timbul sebagai ‘akibat ulah’

virus yang berakhir timbul gejala demam, syok, maupun perdarahan, oleh karena

sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue, maka

harapan lainnya adalah dibuatnya vaksin dengue, yang sampai saat ini masih

dalam taraf penelitian dan belum beredar.

2.2.1.Definisi dan Batasan

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang

disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom

renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok. 1

Penyakit infeksi disebabkan oleh virus dengue ditandai dengan demam

tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan

renjatan dan kematian.

2.2.2.Epidemiologi

Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di

Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun

7

Page 4: BAB II DBD

1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak

dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi

kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di

Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan

kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%

pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun

1991.2

Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara

simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di Asia tropik,

dimana suhu panas dan praktek penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi

aedes aegypti besar dan pemanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue

dari semua tipe sering ada, dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi.

Sesudah umur 1 tahun, hampir semua penderita dengan sindrom syok dengue

mempunyai kenaikan sekunder antibodi terhadap virus dengue, yang menunjukan

infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah tahun 1981 di Kuba,

dimana anak dan dewasa terpajan sama, telah menunjukan bahwa sindrom

permeabilitas vaskuler akut, terjadi hampir selalu pada anak usia 14 tahun dan

yang lebih muda. Pada orang dewasa penyakit berat lebih sering disertai dengan

fenomena perdarahan. Demam berdarah dengue dapat terjadi selama infeksi

dengue primer, paling sering pada bayi yang ibunya imun terhadap dengue. 3

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi

disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,

tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi

meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,

tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada

anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur

memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur

<15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia

dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak

begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September

sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.2

8

Page 5: BAB II DBD

2.2.3. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus

merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai

tunggal dengan berat molekul 4x106. 1

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.

Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur

hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan

terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue

dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis

serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. 1,2

Vektor

Virus Dengue dapat ditularkan oleh:

1. Nyamuk Aedes aegypti

2. Nyamuk Aedes albopictus

Morfologi dan Daur Hidup Nyamuk Vektor DBD

1. Nyamuk dewasa: ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih

pada bagian badan, kaki dan sayap

2. Telur: berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti

gambaran kain kassa

3. Jentik: ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya

berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas. Pada waktu

istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

9

Page 6: BAB II DBD

Gambar 2.2 Daur Hidup Nyamuk Vektor DBD

4. Metamorfosis sempurna

Sifat-Sifat Nyamuk Aedes aegypti

1. Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa

orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah pemindahan

virus

2. Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas 09.00-

10.00 dan 16.00-17.00

3. Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau

terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh

4. Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap

dalam rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel,

peci dan lain-lain.

5. Nyamuk ini lebih senang warna gelap daripada terang.

2.3.4. Patofisiologi

10

Page 7: BAB II DBD

Volume Plasma

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan

membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,

trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada

kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai

indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit

mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok.

Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan

dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.

Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok

terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang

interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung

dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun

dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada

otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya

edema. 2

Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara

efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat

diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan

perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak

ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau

akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional

dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang

bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada

masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka

akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang

diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia. 2

Trombositopenia

11

Page 8: BAB II DBD

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada

sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan

mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat

meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari

sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya

megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit

diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain

trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan

radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem

retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak

diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue,

komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem

pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi

trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis

terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan

gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya

perdarahan pada DBD. 2

Sistem koagulasi dan fibrinolisis

Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa

perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial

yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk

faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi

peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut

faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III.

Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II,

dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini

menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak

hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi

sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan

12

Page 9: BAB II DBD

alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian

di atas menunjukan bahwa 2:

1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis

2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga

DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol

dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk

sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC

sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi

sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat,

terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian.

3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan

fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah

akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti trombositopenia,

gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC,

terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai

komplikasi asidosis metabolik.

4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan

kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang.

Sistem Komplemen

Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar

C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun

tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat

penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi

komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil

penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum

komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena

produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan

anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk

melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan

peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.

13

Page 10: BAB II DBD

Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan

trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek,

kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga

merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor

(TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1). 2

Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD

ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2)

adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada

DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif

kompleks imun dengan derajat berat penyakit. 2

Respon Leukosit

Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat

peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan.

Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi

memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke

enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan

demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam

dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran

antara limfosit B dan limfosit T. 2

Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes

Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES

meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum

tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel

monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam

peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel

tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya

masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk

14

Page 11: BAB II DBD

komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural

virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses

perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang

menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini

menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini

dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus

DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak

ada “cross protectif” terhadap serotip virus yang lain.

Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis:

netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated

Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement.

2.2.5.Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu 4:

1. Silent dengue atau Undifferentiated fever

2. Demam dengue klasik

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)

4. Dengue Shock Syndrome (DSS)

Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih

manifestasi 2:

1. Nyeri kepala, nyeri retro-orbital

2. Mialgia

3. Ruam kulit

4. Leukopenia.

Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi,

nyeri pada anggota badan dan ruam (rash).

Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam

bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.

15

Page 12: BAB II DBD

Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada,

tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat

makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam

sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari.

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak

nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering

ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar

limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai

Castelani’s sign yang patognomonik. 2

Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut:

Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian

leukopeni hingga periode demam berakhir

Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme

pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi

trombositopeni

Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin

meningkat.

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD

terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat

pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila

sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi

jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi

dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi. 2

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4

cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan

dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan

perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada

sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak

jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan. 2

16

Page 13: BAB II DBD

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia

sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama

yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma,

trombositopenia, dan diatesis hemoragik. 2

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah

dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab

dan pasien tampak gelisah.

Gambar 2.16 Gambaran Skematis Kebocoran Plasma pada DBD

Gambar 1. Endotracheal Tube

17

Page 14: BAB II DBD

Sumber: Miller, Ronald D. (2005). Atlas of Regional Anesthesia Procedure. USA:

Churchill Livingstone.

Gambar 2. Endotracheal Tube dengan Bavel dan Murphy Eye

Sumber: Miller, Ronald D. (2005). Atlas of Regional Anesthesia Procedure. USA:

Churchill Livingstone.

2.2.6. Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 2009: 5

Kriteria Klinis

1. Panas mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe demam

bifasik (saddleback) yaitu:

a. Hari 1-2 : naik

b. Hari 3-4 : turun

c. Hari 5-6 : naik

18

Page 15: BAB II DBD

Diagnosis ditegakkan jika terdapat dua atau lebih kriteria klinis dan satu

kriteria laboratoris

Gambar 2.17 Demam Bifasik pada DBD

2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:

a. uji torniket (+)

b. petechie, ekhimosis ataupun purpura

c. perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan gusi

d. hematemesis dan melena

3. Hepatomegali.

4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan

lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak

terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary refill

time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

Kriteria Laboratoris

1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)

2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah

mendapat terapi cairan).

19

Page 16: BAB II DBD

Pembagian derajat DBD menurut WHO ialah :

Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan

spontan.  Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah,

kulit lembab dan penderita gelisah.

Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah

tidak dapat diperiksa.

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu

ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan

pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan

perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran

plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan

peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya

terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai

hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah

leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan

limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.

Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis

dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin,

faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada

sepertiga sampai setengah kasus DBD.

Pencitraan

20

Page 17: BAB II DBD

Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa

kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura,

kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum,

penebalan dinding vesica felea.

Pemeriksaan Rumple eed test

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara

mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada

dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak

oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan

merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah

kecil pada permukaan kulit (petechiae).

Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan

atas dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan

diastolik. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan ikatan dan

tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah telah berhenti

jika warna kulit pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi warna kulit

lengan yang tidak dibendung. Lalu carilah petechiae yang timbul dalam lingkaran

berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm distal dari vena cubiti. Test dikatakan positif jika

terdapat lebih dari dikatakan positif 10 petechiae dalam lingkaran tadi.

Pemeriksaan Serologi

Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :

Uji hambatan hemaglutinasi

Uji Netralisasi

Uji fiksasi komplemen

Uji Hemadsorpsi Immunosorben

Uji Elisa Anti Dengue Ig M

Tes Dengue Blot.

2.2.8. Komplikasi

21

Page 18: BAB II DBD

Ensefalopati Dengue

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,

cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti

dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera

dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl

(0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi edema otak diberikan

kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya

kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan

vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60

mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi

jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.

Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk

mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD

ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat

diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari +

kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang

tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban

detoksifikasi obat dalam hati.

Kelainan Ginjal

Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal

akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume

intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum

mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai

kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan

tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila

diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi

dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan

untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.

Edema paru

22

Page 19: BAB II DBD

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat

pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai

kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema

paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi

reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih

(kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa

memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai

sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto

roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.

2.2.9. Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki

sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler

Diseminata (KID).

Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah

Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan

permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan

hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan

Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu

pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Masa kritis ialah pada atau

setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung

trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya

kehilangan cairan, Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah

urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan

pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,

sehingga dapat mencegah syok.

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan

resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan,

gelatin dan hydroxy ethyl starch) sebanyak 10-30ml/kgBB/jam.setelah terjadi

perbaikan, segera cairan ditukar kembali dengan kristaloid. Apabila setelah

pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan

23

Page 20: BAB II DBD

kadar hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan

pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan cairan

kristaloid dikurangi bertahap sesuai dengan keadaan klinis dan kadar hematokrit.

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat

traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan

homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur

pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan

bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan

suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen

plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah

agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula

diberikan packed red cell (PRC).

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali

dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk

mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)

bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi

hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak

masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar

hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.

2.2.10. Kriteria Memulangkan Pasien

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat

7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau

asidosis).4

24

Page 21: BAB II DBD

25