bab ii (2)
TRANSCRIPT
“Z” Field
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN ”Z”
2.1 Geologi Regional
Lapangan “Z” merupakan bagian dari wilayah kerja PT. Medco E&P yang
terletak di Block Sumatara Selatan dan Tengah, Sumatra Selatan, yang tepatnya
pada 1090 22’ 25” BT dan 3
0 14’ 54” LS (lihat gambar 2.1). Secara geologi,
lapangan ini terletak pada bagian utara dari Musi Platform (lihat gambar 2.2).
Suatu perpanjangan basement bagian atas (Basement-High) yang memanjang dari
timur laut – barat daya di bagian tengah platform dan lapangan ”“Z”” terletak di
dalam sayap (Flank) dari bagian atas basement.
Gambar 2.1
Lokasi Area Kontrak Sumatra Selatan Lapangan “Z”
Sumatra selatan basin diperkirakan telah mulai terbentuk sejak paleogen
atau lower tertiary, dan terangkat melalui suatu cekungan terangkat kepermukaan.
Pada saat ini suatu normal fault, graben-sub graben dan horst berkembang dan ini
sangat penting dalam mengontrol tertiary sedimentation. Graben mengontrol
pengendapan dan distribusi dari formasi lemat dan talang akar dengan baik
neogene sediment selama pengangkatan. Tinggi horst/paleo hanya mengontrol
pada sedimen akhir miosen muda dan neogen.
Musi platform adalah salah satu dari puncak pengembanhan paleo/hurst selama
pengankatan. Formasi lemat dan talang akar hadir pada musi platform. formasi
tipis talang akar diikuti oleh karbonat baturaja yang mulai berkembang di dalam
musi dan platform lain selama umur akhir miosen muda.
Berdasarkan dari hasil interpretasi seismik di daerah telitian menunjukkan
bentuk konfigurasi cekungan berarah barat laut – tenggara, secara umum bentuk
konfigurasi cekungan di pengaruhi oleh tiga fase tektonik yaitu yang pertama fase
tarikan (tensional) yang di mulai dari zaman kapur atas – tersier bawah yang
membentuk konfigurasi batuan dasar berarah barat laut – tenggara yang
mengontrol pengendapan Formasi Lahat dan Talang Akar Bawah pada daerah
dalaman. Fase kedua terjadi hampir bersamaan dengan mulainya fase trangresi,
pada saat Formasi Gumai mulai di endapkan (Miosen Tengah) di awali oleh
menurunnya intensitas gaya tarikan, diganti oleh gaya kompresi yang
menyebabkan beberapa daerah terangkat dan tererosi. Fase ketiga merupakan
puncak aktifitas gaya kompresi pada kala Plio-Plistosen yang memberikan bentuk
cekungan seperti saat ini.
Gambar 2.2
Musi Platform dalam Cekungan Sumtara Selatan
“Z”
2.2 Statigrafi Regional
Stratigrafi di Sumatra Selatan secara jelas mencerminkan sejarah tektonik
daerah ini. Pengendapan sedimen yang terjadi mengikuti bentukan topografi
Tersier pada saat itu yang dicerminkan secara tajam berupa tinggian dan
rendahan, hasil dari sistem wrench tectonic divergen transtensional pada awal
Tersier. Endapan-endapan ini berasal dari darat (terestrial) yang biasanya
terlokalisir dalam suatu graben dan half graben.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka stratigtafi Cekungan
Sumatra Selatan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : kelompok batuan Pra-
tersier, kelompok batuan Tersier serta kelompok batuan Kuarter. Susunan
stratigrafi regoinal daerah telitian dari tua sampai muda menurut (Lemigas, 2005)
ditunjukkan pada (Gambar 2.3) adalah sebagai berikut :
1. Batuan Pra-Tersier
Batuan pra-Tersier Cekungan Sumatra Selatan merupakan dasar cekungan
sedimen Tersier, yang meliputi granit, kuarsit, batugamping, serpih, metasedimen,
filit, sekis, andesit, dan basalt. Umur cekungan ini berkisar dari Paleozoik Akhir
sampai Mesozoik Akhir. Batuan pra-Tersier ini diperkirakan telah mengalami
perlipatan dan patahan yang intensif pada zaman Kapur Tengah sampai zaman
Kapur Akhir dan diintrusi oleh batuan beku sejak orogenesa Mesozoikum Tengah
(Lemigas, 2005).
Cekungan Sumatra Selatan terdiri dari 2 mikrolempeng benua, yaitu
mikrolempeng Mergui dan Malaka, serta oleh gabungan Mutus (Mutus
Assemblage). Mikrolempeng Mergui terdiri dari batuan permo-karboniferus dan
permo-triasik mengandung pebble mudstone glasial, serpih marine, dan meta
batupasir yang telah terdeformasi dan terintrusi oleh bermacam granit, termasuk
granit Setiti di daerah Jambi. Mikrolempeng Malaka berada di batas sebelah timur
cekungan ini, diwakili oleh kuarsit, filit, dan slate. Kedua mikrolempeng benua
tersebut tergabung di sepanjang zona batas yang membawa batuan dengan asal
dan umur yang berbeda (Mutus Assemblage), menghasilkan pencampuran dengan
komposisi argilit, redshale, basalt, dan tuff. Batuan ini diinterpretasikan dengan
produk pemekaran cekungan busur belakang dan volkanisme yang beriringan
dengan penipisan kerak benua serta naiknya aliran panas (heatflow).
2. Batuan Tersier
Cekungan Sumatra Selatan, klastika sedimen tipe benua berumur Eosen
sampai Oligosen diendapkan pada siklus transgresi yang berupa endapan sungai
(alluvial plain, piedmont deposit, braidded stream) serta endapan delta sampai
dengan endapan shallow marine tertutup. Umumnya endapan kala Eosen sampai
Oligosen awal terdiri dari endapan sedimen tebal yang didominasi berukuran butir
halus sampai kasar (kadang tersusun konglomerat) berselingan dengan serpih,
tuff, dan lapisan tipis batubara.
Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimenter Tersier di Cekungan
Sumatra Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu genang laut dan
tahap susut laut. Sedimen-sedimen yang terbentuk pada tahap genang laut disebut
kelompok Telisa (Lemigas, 2005), dari umur Eosen awal hingga Miosen tengah
terdiri atas Formasi Lahat (LAF), Formasi Talang Akar (TAF), Formasi Baturaja
(BRF) dan Formasi Gumai (GUI). Sedangkan yang terbentuk pada tahap susut
laut disebut kelompok Palembang, dari umur Miosen tengah sampai Pliosen,
terdiri atas Formasi Air Benakat (ABF), Formasi Muara Enim (MEF), dan
Formasi Kasai (KAF).
a. Formasi Lahat (LAF)
Formasi ini terletak secara tidak selaras di atas batuan dasar, yang terdiri
atas lapisan-lapisan tipis tuff andesitik yang secara berangsur berubah ke atas
menjadi batulempung tufaan. Selain itu breksi andesit berselingan dengan lava
andesit, yang terdapat di bagian bawah. Batulempung tufaan, segarnya berwarna
hijau dan lapuknya berwarna ungu sampai merah keunguan.
Menurut (Lemigas, 2005) Formasi ini terdiri dari tuff, aglomerat,
batulempung, batupasir tufaan, konglomerat dan breksi yang berumur Eosen akhir
hingga Oligosen tengah. Formasi ini diendapkan dalam air tawar daratan.
Ketebalan dan litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat diendapkan
dalam air tawar daratan.
Ketebalan dan litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya
karena bentuk cekungan yang tidak teratur, selanjutnya pada umur Eosen hingga
Miosen awal, terjadi kegiatan vulkanik yang menghasilkan andesit yang mencapai
puncaknya pada umur Oligosen akhir sedangkan batuannya disebut sebagai
batuan ”lava andesit tua” yang mengintrusi batuan yang diendapkan pada zaman
Tersier awal.
Endapan Formasi Lahat sangat signifikan mengandung hidrokarbon
dengan hadirnya endapan serpih noncalcareus yang kaya material organik
berwarna coklat gelap sampai hitam dan batubara yang hadir pada bagian
cekungan yang dalam. Shale ini diendapkan pada lingkungan lacustrine dan delta.
b. Formasi Talang Akar (TAF)
Formasi Talang Akar diendapkan di atas Formasi Lahat secara selaras,
tetapi secara setempat dijumpai pula hubungan yang tidak selaras. Pada kondisi
Formasi Lahat tidak berkembang, Formasi Talang Akar diendapkan langsung
secara tidak selaras di atas batuan dasar Pra-Tersier. Bagian bawah dari Formasi
ini mempunyai tipe sedimen fluvial-deltaic dan makin keatas berubah menjadi
kondisi endapan laut. Bagian bawah umumnya terdiri dari batupasir kasar, sangat
kasar selang seling dengan serpih dan batubara yang disebut Gritsand Member,
dengan ketebalan 200 – 550 m. Bagian atas umumnya terdiri dari batupasir sedang
sampai halus selang-seling dengan serpih dan batubara, yang disebut Transitional
Member, dengan ketebalan sekitar 300 m, Formasi ini berumur Miosen bawah
bagian atas.
Setelah terjadi hiatus pengendapan pada kala Oligosen tengah, kemudian
terjadi pengendapan sedimen pada topografi rendahan dengan umur Oligosen
akhir. Variasi lingkungan pengendapannya merupakan rezim fluvio-deltaic yang
berupa braidded stream dan point bar di sepanjang paparan (shelf) berangsur
berubah menjadi lingkungan pengendapan delta front, marginal marine, dan
prodelta yang mengindikasikan perubahan lingkungan pengendapan ke arah
cekungan (basinward). Sumber sedimen batupasir Lower Talang Akar ini berasal
dari dua tinggian pada kala Oligosen akhir, yaitu di sebelah timur (Sunda
Landmass) dan sebelah barat (deretan Pegunungan Barisan dan daerah tinggian
dekat Bukit Barisan). Kemudian dipengaruhi juga oleh tinggian-tinggian di sekitar
cekungan, seperti Tinggian Setiti dan Tinggian Palembang utara.
Sedimen Formasi Talang Akar pada umumnya berangsur-angsur dari
rezim lingkungan pengendapan fluvial pada bagian bawah, dan ke arah atas
menjadi lingkungan delta dan laut dangkal (shallow marine). Sedimen Talang
Akar bagian bawah secara umum tersusun oleh butiran yang berukuran halus
sampai kasar, kadang dijumpai konglomerat, sortasi baik, relatif bersih, dan
merupakan batupasir berpori yang berlapis tebal. Oleh karena itu bagian bawah
Formasi Talang Akar memiliki kualitas yang lebih baik dan menjadi penghasil
minyak utama di Sumatra Selatan.
Dengan terus berlangsungnya pengisian pada topografi rendahan yang
umumnya karena penurunan lingkungan pengendapan secara perlahan berubah
menjadi lingkungan laut. Sekuen-sekuen yang terbentuk adalah progradasi yang
mengarah ke tengah cekungan hingga kemudian terjadi transgresi regional yang
mengakhiri pengendapan Formasi Talang Akar selama waktu Miosen awal.
Formasi Upper Talang Akar dicirikan oleh sedimen-sedimen delta sampai
laut yang tersusun oleh suksesi batupasir dan serpih berselingan dengan batubara
dan kadang-kadang batugamping. Umumnya batupasir tersebut berukuran sangat
halus sampai sedang, argillaceous hingga calcareous (karbonatan), dengan
porositas dan permeabilitas yang jelek sampai bagus. Pengendapan Formasi
Talang Akar sangat dipengaruhi oleh bentuk relief topografi, kedalaman
topografinya berkisar 0 – lebih dari 3000 feet.
c. Formasi Baturaja (BRF)
Formasi Baturaja diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar.
Ketebalannya antara 19 – 150 meter dan berumur Miosen awal. Lingkungan
pengendapannya adalah laut dangkal.
Formasi Baturaja terutama tersusun oleh batugamping dan berkembang
dengan baik secara lokal di Cekungan Sumatra Selatan. Pada Cekungan Sumatra
Selatan yang kemudian berlanjut menjadi lingkungan laut, batugamping Formasi
Baturaja diawali bentuk dengan carbonate banks secara lokal yang diendapkan di
daerah high platform dan adakalanya berkembang build-up dan mound yang
berasal dari hancuran terumbu terbentuk sebagai bagian dasar karbonat.
Kenampakan penyebaran Formasi ini terdiri dari Coral/ boundstone yang
berlapis dengan baik, kemudian interkalasi serpih dan napal pada bagian bawah
serta lebih banyak coral-algal wackstone masif dan packstone di bagian atas.
Batugamping ini terendapkan pada lingkungan pengendapan shoal terbuka dan
reef. Fasies reservoir yang paling baik pada Formasi Baturaja untuk eksplorasi
dan produksi hidrokarbon adalah pada coral-algal wackstone, packstone, yang
”prone” dan ”leaching” serta membentuk porositas sekunder.
d. Formasi Gumai (GUF)
Formasi Gumai diendapkan setelah Formasi Baturaja dan merupakan hasil
pengendapan sedimen-sedimen yang terjadi pada waktu genang laut puncaknya.
Hubungannya dengan Baturaja pada tepi cekungan atau daerah dalam cekungan
yang dangkal adalah selaras, tetapi pada beberapa tempat di pusat-pusat cekungan
atau pada bagian dangkal adalah selaras, tetapi pada beberapa tempat dipusat
cekungan atau pada bagian cekungan yang dalam terkadang menjari dengan
Formasi Baturaja.
Formasi ini menunjukkan fase penyebaran trangresi Neogen yang terakhir
dan paling luas serta menunjukkan fase shallow marine-deep open marine
berkembang pada lingkungan dengan energi yang sangat rendah. Pengaruh laut
sangat tinggi hingga menghubungkan Cekungan Sumatra Selatan dan Tengah
hingga hampir menenggelamkan Tinggian Lampung hingga menghubungkan
dengan Cekungan Northwest Java.
Formasi Gumai secara umum tersusun oleh serpih laut berfosil dengan
lapisan batugamping dan batulanau yang tipis. Fasies laut yang lebih dangkal
dapat ditemukan pada batas-batas cekungan yang dicirikan dengan terdapatnya
batupasir berbutir halus, batulanau, dan batugamping tipis yang berselingan
dengan serpih. Pada bagian atas Formasi ini sering ditemukan perlapisan tebal
batupasir berbutir halus sampai menengah serta memiliki karakteristik reservoir
yang baik dan khususnya pada Cekungan Sumatra Selatan terkadang mengandung
hidrokarbon.
e. Formasi Air benakat (ABF)
Awal pengendapan pada fase regresi ini terjadi pada lingkungan neritik
hingga shallow marine, yang berubah menjadi lingkungan delta plain dan coastal
swamp pada akhir dari siklus regresi pertama.
Karena proses pendangkalan lingkungan pengendapan yang terjadi secara
gradual, siklus regresi pertama ini tersusun oleh sedimen-sedimen yang bervariasi,
yang antara lain serpih, batupasir glaukonitik, dan terkadang batugamping.
Kandungan lempung yang tinggi dan glaukonitik pada bagian bawah dari siklus
pasir pertama menyebabkan harga resistivitas yang rendah pada log elektrik,
meskipun pada reservoir yang mengandung minyak.
f. Formasi Muara Enim (MEF)
Formasi Muara Enim terletak selaras diatas Formasi Air Benakat dan
merupakan siklus regresi kedua. Ketebalan Formasi ini sekitar 450 – 750. Siklus
regresi kedua dapat dibedakan dari pengendapan siklus pertama (Formasi Air
Benakat) dengan ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan akumulasi lapisan
batubara yang tebal. Pengendapan awal terjadi di sepanjang lingkungan rawa-
rawa dataran pantai, sebagian di bagian selatan Cekungan Sumatra Selatan,
menghasilkan deposit batubara yang luas. Pengendapan berlanjut pada lingkungan
delta plain dengan perkembangan secara lokal sekuen serpih dan batupasir yang
tebal. Siklus regresi kedua terjadi selama kala Miosen Akhir dan diakhiri dengan
tanda-tanda awal tektonik Plio-Pleistosen yang menghasilkan penutupan cekungan
dan onset pengendapan lingkungan non marine.
Gambar 2.3
Kolom Statigrafi Regional Lapangan ”Z”
2.3 Petroleum Sistem Lapangan “Z”
Lapangan “Z” terletak pada cekungan Sumatra Selatan yang merupakan
salah satu cekungan di Indonesia yang telah terbukti dengan adanya cadangan
hidrokarbon yang ekonomis untuk diproduksi. Menurut Lemigas 2005, bahwa
terdapatya hidrokarbon pada cekungan ini sangat ditentukan oleh saling
keterkaitannya aspek-aspek dalam petroleum system, seperti yang tergambar pada
gambar 2.4.
1. Source rock (batuan induk)
Penelitian para ahli baru-baru ini menyebutkan bahwa source rock yang
menghasilkan minyak pada cekungan Sumatra Selatan berasal dari endapan
flufial deltaic, transisi dan secara setempat berasal dari endapan lacustrine, yang
diendapkan pada Eosen akhir – Oligosen Tengah (Lemat) dan Oligosen akhir –
Miosen Tengah (Talang Akar, batuan tersebut diendapkan pada graben dan Half
graben.
Formasi Talangakar dan Formasi Lemat di dominasi oleh fasies batubara
merupakan Source Rock yang baik dengan nilai TOC 3% dan nilai HI lebih dari
300, dengan type kerogen II/III dengan komponen materil minor leptinit, algal,
dan exinite.
Gradien geotermal di cekungan Sumatra Selatan rata – rata 2.89˚ fahrenheit
per 100 feet, apabila diasumsikan oil generat permulaan pada suhu 250˚
fahrenheit rata – rata kedalaman top oli window dicekungan sumatra selatan
pada kedalaman 1700 meter (5600 feet) dan diasumsikan gas generat permulaan
pada suhu 300˚ fahrenheit rata – rata kedalaman top gas window kira – kira pada
kedalaman 2300 meter ( 7300 feet).
2. Reservoir
Produksi oil dan gas di cekungan Sumatra selatan berasal dari reservoir
karbonat (Reef) dari formasi Baturaja. Reservoir karbonat pada formasi Baturaja
di bagi menjadi 2 kelompok yaitu batugamping platform dan batugamping
terumbu dengan nilai porositas berkisar 18% sampai 30%.
3. Cap Rock (batuan penutup)
Seal batuan penutup pada petroleum system cekungan Sumatra Selatan
secara umum berupa lapisan shale cukup tebal yang berada di atas reservoir
batugamping formasi Baturaja yang berasal dari formasi Gumai. Shale yang
bersifat intraformational juga menjadi seal rock yang baik untuk menjebak
hidrokarbon.
4. Trap (Perangkap)
Batuan penjebak hidrokarbon pada cekungan Sumatra Selatan terdiri atas
dua tipe, yaitu tipa jebakan struktur dan tipe jebakan stratigrafi.
Tipe jebakan struktur pada cekungan Sumatra Selatan secara umum
dikontrol oleh struktur-struktur tua dan struktur lebih muda. Jebakan struktur tua
ini berkombinasi dengan sesar naik sistem wrench fault yang lebih muda. Jebakan
sturktur tua juga berupa sesar normal regional yang menjebak minyak, sedangkan
jebakan struktur yang lebih muda terbentuk bersamaan dengan pengangkatan
akhir Pegunungan Barisan (Pliosen sampai pleistosen).
Struktur yang lebih muda ini terbagi menjadi beberapa macam, yaitu
struktur yang kebanyakan berarah north west sampai south east yang berupa
lipatan asimetrik yang berasosiasi dengan wrench fault, serta inverted structur
atau lazim disebut sebagai Sunda Folds yang merupakan produk dari convergence
wrench tectonism. Selain itu terdapat pula struktur kubah yang terbentuk oleh
intrusi atau vulkanisme selama awal pengangkatan Pegunungan Barisan.
Tipe jebakan stratigrafi pada umumnya berupa carbonate buildup dari
Formasi Baturaja.
5. Migration (Migrasi)
Oil generation Cekungan Sumatra Selatan termasuk dalam tingkat baik
hingga sangat baik. Migrasi minyak ini terjadi secara horisontal dan vertical dari
source rock serpih dan batubara pada Formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi
horisontal terjadi di sepanjang kemiringan slope, yang membawa hidrokarbon dari
source rock yang lebih dalam kepada batuan reservoir dari Formasi Lahat dan
Talang Akar. Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah
sesar turun mayor. Terdapatnya resapan minyak dan akumulasi minyak di dalam
Formasi Muara Enim dan Air Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan
adanya migrasi vertikal melalui daerah sesar kala Pliosen sampai Pliestosen.
Migrasi secara lateral terjadi secara intraformational dari batuan induk berupa
serpih dan batubara di dalam Formasi Lower Talang Akar yang diendapkan pada
lingkungan fluvial hingga transisi.
Gambar 2.4
Petroleum System Cekungan Sumatra Selatan
2.4 Karakteristik Reservoir Lapangan ”Z”
Karakteristik reservoir lapangan ”Z” terdiri dari 3 aspek yaitu batuan,
fluida, dan kondisi reservoir.
2.4.1 Sifat Fisik dan Kimia Batuan Reservoir
Lapangan ”Z” memproduksikan minyak dari reservoir batuan karbonat
yang berjenis batugamping (limestone), yang berasal dari formasi Baturaja.
Reservoir lapangan ”Z” memiliki sistem reservoir tertutup (close system), dengan
porositas yang berjenis primer (single porosity).
Berdasarkan dari analisa geologi dan geofisika, reservoir lapangan ”Z”
terbagi menjadi 4 facies, yaitu facies 0, facies 1, facies 2, dan facies 3. Keempat
facies tersebut memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Hal tersebut terbukti
dengan dihasilkannya trend data yang berbeda pada permeability transform plot
dari tiap facies pada analisa heterogenitas. Berdasarkan analisa diatas, reservoir
lapangan ”Z” dibagi menjadi 4 flow unit (region) dengan sifat fisik rata – rata
batuan reservoir sebagai berikut.
Tabel II.1
Data Sifat Fisik Batuan Reservoir Lapangan ”Z”
Sifat kimia dari batuan reservoir lapangan ”Z” yang berjenis batugamping
(limestone), telah dianalisa oleh PT. Halliburton Limited Indonesia di
laboratorium pada tanggal 9 Desember 1985. Analisa dilakukan pada 7 sample
core batuan reservoir yang diambil dari sumur J-1 pada ke dalaman yang berbeda,
lihat II.2. Penganalisaaan di laboratorium dilakukan dengan menggunakan metode
Qualitative X-ray Diffraction, dan hasil dari analisanya dapat dilihat pada tabel
II.3.
Tabel II.2
Deskripsi Sampel Core Batuan Reservoir dari Sumur J-1
Tabel II.3
Hasil Analisa Qualitative X-ray Diffraction Sampel Core Batuan Reservoir
dari Sumur J-1
2.4.2 Sifat Fisik dan Kimia Fluida Reservoir
Reservoir lapangan ”Z” dijenuhi oleh 3 jenis fluida yaitu gas, minyak, dan
air formasi. Pada studi simulasi reservoir, sifat fisik dan kimia ketiga fluida
reservoir tersebut diasumsikan homogen diseluruh reservoir.
Data sifat fisik dan kimia fluida reservoir lapangan ”Z” dapat diketahui
melalui analisa PVT yang dilakukan di laboratorium analisa fluida reservoir.
Pengujian dilakukan pada 3 sample fluida reservoir yang diambil dari sumur J-1,
J-2, dan J-12. Pengujian dilakukan pada kondisi awal reservoir, seperti yang
ditunjukkan pada tabel II.8. hasil pengujian dari sifat fisik fluida reservoir dapat
dilihat pada tabel II.4.
Tabel II.4
Data Sifat Fisik Fluida Reservoir Lapangan ”Z”
Sifat kimifluida reservoir lapangan ”Z” juga diuji dilaboratorium meliputi
gas dan minyak. Pengujian dilakukan untuk mengetahui komposisi penyusunnya
dar a i masing – masing jenisnya dan campuranya. Komposisi penyusun fluida
reservoir dapat dilihat pada tabel di bawah ini, seperti gas dapat dilihat pada tabel
II.5, sedangkan untuk minyak dapat dilihat pada tabel II.6, dan untuk fluida
campuran dari keduanya dapat dilihat pada tabel II.7.
Tabel II.5
Komposisi Kimia Gas pada Reservoir Lapangan ”Z”
Tabel II.6
Komposisi Kimia Minyak pada Reservoir Lapangan ”Z”
Tabel II.7
Komposisi Kimia Hydrocarbon pada Reservoir Lapangan ”Z”
2.4.3 Kondisi Reservoir
Resevoir lapangan ”Z” memiliki kondisi reservoir yang dapat dilihat pada
tabel II.8. Berdasarkan model geologi, maka diketahui bahwa reservoir lapangan
”Z” tidak memiliki layer – layer dan hanya memiliki zona aquifer yang terletak di
bawah zona minyak.
Zona aquifer terletak di bawah WOC yaitu pada 5852 ft (dpl), yang
memiliki harga permeabilitas rata – rata yaitu sebesar 5-15 mD (poor reservoir).
Kecilnya permeabilitas pada zona air menyebabkan aquifer susah untuk masuk ke
dalam zona minyak. Sistem reservoir yang terbatas menyebabkan aquifer
memiliki luasan yang terbatas, hal ini memberikan dampak pada lemahnya
support pressure yang diberikan aquifer pada reservoir.
Tabel II.8
Data Kondisi Reservoir Lapangan ”Z”
Cum Oil, MSTB
0 1000 2000 3000 2000
2200
2400
2600
2800
Pressure
psia
2.5 Pengenalan Lapangan “Z”
2.5.1 Sejarah Singkat Pengelolahan Lapangan
Lapangan “Z” ditemukan sejak tahun 1986 oleh PT. Stanvac Indonesia
setelah pemboran sumur eksplorasi J-01 yang terletak dalam kontrak area Sumatra
Selatan. Lapangan ini memproduksikan minyak dari formasi Baturaja sejak
september 1986 melalui sumur J-01,02, dan 03.
Pengembangan lapangan turus dilanjutkan di bawah PT Stanvac Indonesia
sampai Juni 1985, dan kemudian PT Exspan Nusantara mengambil alih wilayah
kerja dan melanjutkan pengoprasian lapangan tersebut. Akhirnya pada Januari
2005, PT Exspan Nusantara berubah nama menjadi PT Medco E&P Indonesia.
2.5.2 Sejarah Pengembangan Lapangan
Lapangan “Z” mulai diproduksikan pada september 1986, dengan tiga
sumur produksi (J-01,02, dan 03), dan pengembangan terus dilajutkan hingga
pada sumur J-16 yang semua sumurnya di produksikan, kecuali sumur J-04 yang
menembus suatu formasi Baturaja yang sangat kompak dan tipis.
Berdasarkan analisa data dari RFT dan well test, mengindikasikan bahwa
tekanan reservoir lapangan “Z” akan mengalami penurunan apabila fluida
reservoir di produksikan. Hal tersebut berkaitan dengan lemahnya tenaga
pendukung yang diberikan aquifer. Perkiraan laju penurunan tekanan sebesar 322
psi/MMSTB, yang ditunjukkan oleh gambar 2.5.
Gambar 2.5
Penurunan Tekanan Reservoir Versus Kumulatif Produksi Minyak
Besarnya penurunan tekanan reservoir tersebut, maka pada bulan
September 1987 PT. Stanvac Indonesia mulai merencanakan pembuatan sumur
injeksi air sebagai Pressure Maintenance untuk lapangan “Z”. Penginjeksian air
yang digunakan sebagai Pressure Maintenance dimulai melalui sumur J-13 dan J-
14 pada bulan september 1987, dengan laju injeksi air di lapangan sebesar 10.000
BWPD dan produksi minyak dilanjutkan melalui sumur J-
01,02,03,05,06,07,08,09,10, dan 11. Pada saat ini sumur J-12,15, dan 16 sedang
mengalami perbaikan komplesinya.
Pengembangan lapangan dilanjutkan dengan pemboran tambahan sumur
injektor dan produksi. Laju injeksi air telah meningkat mencapai 40.000 BWPD
pada akhir tahun 1988 dan mencapai 65.000 BWPD di pertengahan tahun 1993.
Pengembangan lapangan ”Z” berakhir pada Desember 1993, dengan total 62
sumur (22 water injectors dan 40 producers), lihat tabel II.9.
Tabel II.9
Waktu Penyelesaian dan Tipe Sumur pada Lapangan “Z”
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
Sep-86 Jun-89 Mar-92 Dec-94 Sep-97 Jun-00 Mar-03 Nov-05 Aug-08
Date
To
tal
Oil
Pro
d,
BO
PD
0.000
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
Wate
r C
ut,
%
Oil
Water
Gas
Water Cut
2.5.3 Sejarah Produksi
Sejarah laju produksi lapangan “Z” dapat dilihat pada gambar 2.6. Laju
produksi minyak maksimum dicapai sebesar 27.000 BOPD pada tahun 1989 dan
selanjutnya menurun hingga akhir september 2008 hanya mencapai 1,545 BOPD
dari 40 sumur produksi dengan water cut mencapai 96.6 % (lihat gambar 2.6).
Injeksi air dilanjutkan pada reservoir Baturaja sejak September 1987
sampai sekarang. Setelah mencapai maksimum sebesar 65.000 BWPD di tahun
1993, laju injeksi air selanjutnya diturunkan dan akhirnya stabil sebesar 42.000
BWPD pada tahun 2001 sampai sekarang kecuali pada periode tahun 2005 –
2007.
Kumulatif produksi minyak, air, dan air injeksi dapat dilihat pada tabel
II.10 di bawah ini.
Gambar 2.6
Performance Produksi Lapangan “Z”
Tabel II.10
Kumulatif Produksi dan Injeksi Air pada Lapangan “Z”
Reservoir Pressure (@ Datum 5800ft-ss)
1800
2000
2200
2400
2600
2800
3000
Aug-87 May-90 Jan-93 Oct-95 Jul-98 Apr-01 Jan-04 Oct-06 Jul-09
Date
Reserv
oir
Pre
ssu
re, P
sig
Reservoir Pressure (@ Datum 5800ft-ss)
1800
2000
2200
2400
2600
2800
3000
Aug-87 May-90 Jan-93 Oct-95 Jul-98 Apr-01 Jan-04 Oct-06 Jul-09
Date
Reserv
oir
Pre
ssu
re, P
sig
Pada awal aktifitas injeksi pada lapangan “Z” mengindikasikan respon
yang positif pada tekanan reservoir dan produksi minyak. Penurunan dan
peningkatan tekanan reservoir pada periode injeksi sangat bergantung pada laju
air yang diinjeksikan ke dalam reservoir. Melalui injeksi air tersebut,
menghasilkan tekanan reservoir yang stabil pada 2500-2600 psia yang diatas
tekanan bubble point (Pb) dan mendekati tekanan mula-mula (initial pressure)
sebesar 2750 psia (lihat gambar 2.7).
Gambar 2.7
Performance Tekanan Reservoir Lapangan “Z”