bab i pendahuluan a. latar...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian merupakan organisasi pemerintah yang salah satu fungsinya adalah sebagai pelindung dan pelayan masyarakat Indonesia. Peran polisi sangat berat dalam melaksanakan fungsinya tersebut mengingat pelanggaran-pelanggaran hukum yang ditangani oleh polisi dari waktu kewaktu semakin meningkat. Dalam kondisi tersebut profesionalitas polisi harus lebih ditingkatkan demi menjaga nama baik Polisi di mata masyarakat. Mengingat banyaknya komitmen pemerintah untuk lebih menstabilkan kondisi Bangsa Indonesia dalam berbagai masalah pelanggaran hukum seperti pembasmian terorisme, penangkapan para koruptor, serta peningkatan keamanan masyarakat yang merupakan bagian penting dari stabilitas politik adalah bentuk tanggungjawab Polisi untuk pemerintah yang harus dijalankan dengan baik. Sesungguhnya permasalahan penegakan hukum bukanlah hal baru bagi polisi, karena selama ini polisi telah berusaha menjalankan fungsinya. Diharapkan adanya kerjasama yang baik antara polisi dan masyarakat tentang masalah penegakan hukum. Tanpa adanya bentuk kerjasama dari keduanya persoalan penegakan hukum menjadi lebih sulit teratasi, karena itu diperlukan adanya rasa saling mempercayai diantara dua pihak, baik dari Polisi maupun masyarakat sekitar. Namun tingkat kepercayaan masyarakat pada polisi semakin lama semakin berkurang disebabkan adanya persepsi negatif masyarakat pada tubuh polisi. Citra baik polisi di mata masyarakat seringkali dikotori oleh ulah oknumnya sendiri sehingga polisi didera vonis yang negatif, sebagai contoh : kasus pembunuhan wartawan Udin yang sudah lama bergulir tapi sampai saat ini belum tuntas proses penyelidikan dan investigasinya. Seringkali masyarakat

Upload: lekiet

Post on 02-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepolisian merupakan organisasi pemerintah yang salah satu fungsinya

adalah sebagai pelindung dan pelayan masyarakat Indonesia. Peran polisi sangat

berat dalam melaksanakan fungsinya tersebut mengingat pelanggaran-pelanggaran

hukum yang ditangani oleh polisi dari waktu kewaktu semakin meningkat. Dalam

kondisi tersebut profesionalitas polisi harus lebih ditingkatkan demi menjaga

nama baik Polisi di mata masyarakat. Mengingat banyaknya komitmen

pemerintah untuk lebih menstabilkan kondisi Bangsa Indonesia dalam berbagai

masalah pelanggaran hukum seperti pembasmian terorisme, penangkapan para

koruptor, serta peningkatan keamanan masyarakat yang merupakan bagian

penting dari stabilitas politik adalah bentuk tanggungjawab Polisi untuk

pemerintah yang harus dijalankan dengan baik.

Sesungguhnya permasalahan penegakan hukum bukanlah hal baru bagi

polisi, karena selama ini polisi telah berusaha menjalankan fungsinya. Diharapkan

adanya kerjasama yang baik antara polisi dan masyarakat tentang masalah

penegakan hukum. Tanpa adanya bentuk kerjasama dari keduanya persoalan

penegakan hukum menjadi lebih sulit teratasi, karena itu diperlukan adanya rasa

saling mempercayai diantara dua pihak, baik dari Polisi maupun masyarakat

sekitar. Namun tingkat kepercayaan masyarakat pada polisi semakin lama

semakin berkurang disebabkan adanya persepsi negatif masyarakat pada tubuh

polisi. Citra baik polisi di mata masyarakat seringkali dikotori oleh ulah

oknumnya sendiri sehingga polisi didera vonis yang negatif, sebagai contoh :

kasus pembunuhan wartawan Udin yang sudah lama bergulir tapi sampai saat ini

belum tuntas proses penyelidikan dan investigasinya. Seringkali masyarakat

2

membuat stereotipe masalah yang ada, kesalahan pada salah satu oknum polisi

tapi kemudian masyarakat menilai hal itu merupakan kesalahan dalam tubuh

organisasi Polisi secara keseluruhan.

Beberapa kasus yang seringkali menjadi masalah adalah kasus

penyalahgunaan wewenang, penganiayaan, ketidak jelasan dalam penyampaian

informasi suatu kasus, pelecehan seksual, perbuatan tidak menyenangkan,

pengusutan kasus yang tidak kunjung selesai, dan penyalahgunaan senjata api.

Kasus tersebut perlahan-lahan membentuk sebuah opini negatif dan sikap tidak

percaya dalam masyarakat, karena opini yang seharusnya terbentuk adalah polisi

merupakan sebuah figur yang patut untuk dicontoh dan diandalkan, karena

kekuatan polisi merupakan pilar utama dalam masalah keamanan dan ketertiban

masyarakat. Sehingga dalam menjalankan fungsinya seringkali publik atau

masyarakat meragukan kemampuan polisi dalam menjalankan fungsinya sebagai

pelindung dan penganyom yang dapat dipercaya.

Anggota dari Polisi merupakan anggota masyarakat juga. Keberadaan

polisi sangat erat kaitannya dengan masyarakat, karena masyarakat yang memiliki

pengaruh paling besar dan merupakan target utama dalam memberikan pelayanan

kepada mereka. Oleh karena itu dibutuhkan peran aparat keamanan. Untuk

menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Kepolisian Daerah Istimewa

Yogyakarta (Polda DIY) dibentuk sebagai alat negara yang berperan dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas), penegak hukum

(gakkkum) serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan bagi

masyarakat dalam rangka terciptanya keamanan dalam di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Saat ini humas kepolisian harus mengubah paradigma kehumasannya.

Humas bukan lagi sebagai lembaga yang melakukan sensor berita dan anti kritik.

Tapi, humas harus menganut prinsip keterbukaan yang mampu membangun

hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Berhubungan dengan masyarakat,

baik secara personal ataupun melalui forum diskusi adalah cara mewujudkan

komunikasi yang bersifat terbuka. Selain itu ada cara lain yaitu, dengan

3

memasang pamflet, siaran radio dan lain-lain, memberikan pendekatan kepada

masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Pendekatan

kepolisian dengan masyarakat adalah dengan FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan

Masyarakat) melalui pembinaan dan penyuluhan (binluh) dan kunjungan ke

tokoh-tokoh masyarakat. Pelaksanaannya oleh jajaran Babinkamtibmas yang

selalu mendampingi masyarakat di tingkat kelurahan atau desa. Sedangkan untuk

Polresta adalah dengan Patroli yang dilakukan (www.jogja.polri.go.id). Polisi

harus dapat menampilkan figur yang memasyarakat sehingga masyarakat tidak

memandang polisi sebagai lembaga militer yang otoriter dan menakutkan.

Akibatnya, banyak pekerjaan polisi yang semestinya bisa diselesaikan

dengan melibatkan partisipasi masyarakat, namun masyarakat kurang memberikan

informasi secara lengkap. Dengan demikian, polisi harus mengedepankan

pendekatan humanis dalam setiap menangani persoalan kamtibmas. Sebagai

gantinya, penyelesaian persoalan kamtibmas dengan pedoman menghargai hak

asasi manusia (HAM) perlu dikedepankan. Melalui cara demikian, otomatis

kedekatan Polisi dan masyarakat dapat tercipta. Selanjutnya, harapan Polisi

dengan terbentuknya kemitraan dan jaringan yang disertai dengan sikap

keterbukaan dalam penyampaian informasi, polisi akan dapat pula menciptakan

dan membangun reputasi polisi yang baik.

Sebagai bahan pendukung rangkaian hal yang melatar belakangi penelitian

ini, penulis mencoba memberikan beberapa bukti sebagai berikut : berita tentang

kerja sama Pelatihan Public Speaking antara Bina Sarana Informatika (BSI)

dengan Polda DIY yang bertema Polisi Harus Memiliki Kemampuan Komunikasi.

Sebagai aparat penegak hukum yang langsung bersentuhan langsung dengan

masyarakat dibutuhkan kemapuan berkomunikasi yang baik dan benar. Untuk itu

kemampuan dalam public speaking harus diasah terus. Dengan memiliki

kompetensi di bidang public speaking maka apa yang disampaikan akan mudah

diterima masyarakat. “Untuk itu anggota polisi harus percaya diri ketika

berhadapan dengan masyarakat atau di depan atasan. Intinya jangan sampai

grogi,” ungkap Lusy Laksita, Public Speaker yang juga Dosen Tamu BSI

4

Yogyakarta di sela-sela Pelatihan Public Speaking di Aula Mapolda DIY, Rabu

(17/9). Dijelaskan Lusy, saat dipercaya untuk berbicara di depan umum atau

menjadi seorang MC dibutuhkan modal berupa percaya diri. Dengan modal

percaya diri, ketika berbuat kesalahan maka akan segera memperbaiki. “Dalam

dunia public speaking seseorang MC misalnya terkadang salah mengucapkan

sesuatu, seperti nama pejabat. Tetapi karena percaya diri mereka dapat segera

memperbaikinya. Dah itu sebagai sesuatu hal yang wajar,” lanjut Lusy

menjelaskan. Sementara Dosen yang juga Humas BSI Yogyakarya, Diah

Pradiatiningtyas SE MSc mengatakan, pelatihan public speaking yang digelar

Kampus BSI Yogyakarta bekerja sama dengan Polda DIY diselenggarakan selama

6 hari yang akan diikuti 580 orang. Untuk hari pertama ini diikuti 90 anggota

babinkamtibmas dan 50 anggota intel. “Kerja sama yang kami jalin tak hanya

pelatihan public speaking saja. Tetapi kami juga memberikan beasiswa kepada

anggota polda dan anak-anaknya kuliah sampai S2,” tegas Diah

(www.krjogja.com).

Polisi hingga kini masih melakukan penyidikan kasus tewasnya wartawan

Harian Bernas Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin. Hal itu diungkapkan

Kapolda DIY Brigjen Pol Oerip Soebagyo di sela-sela silaturahmi dengan

wartawan di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jogja, Selasa

(5/8/2014). Kapolda menegaskan, pihaknya belum akan mengeluarkan SP3 atau

Surat Perintah Penghentian Penyidikan untuk kasus Udin. “Kami masih akan

menindaklanjuti kasus tersebut. Kami bahkan tidak terpikirkan untuk

mengeluarkan SP3 karena secara prinsip kasus Udin masih bisa ditindaklanjuti,”

kata Oerip Soebagyo yang didampingi para pejabat di lingkungan Polda DIY.

Menurut Oerip, Polda DIY masih mengkaji peluang dan potensi keberhasilan

seperti apa dalam upaya menindaklanjuti kasus pembunuhan wartawan Bernas,

Udin, yang terjadi 18 tahun lalu. Wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin

atau Udin, yang meninggal pada 16 Agustus 1996 setelah dianiaya lelaki tidak

dikenal di depan rumah kontrakannya di Dusun Gelangan Samalo, Jalan

Parangtritis Km 13 Kabupaten Bantul pada 13 Agustus 1996.

5

Secara yuridis formal kasus ini akan memasuki kadaluwarsa setelah 18

tahun atau hanya sekitar satu pekan lagi. Ketua PWI Cabang DIY Sihono HT

mengatakan, bagi kalangan wartawan di daerah ini, kasus pembunuhan wartawan

Bernas, Udin, merupakan persoalan yang selalu mengganjal karena hingga kini

belum terungkap siapa pelakunya. Meski Kapolda DIY telah berganti belasan kali

tetapi kasus ini masih belum terungkap. Ia juga berharap di masa mendatang

tindak kekerasan terhadap wartawan yang tengah melaksanakan tugas jurnalistik

sudah tidak ada lagi di wilayah DIY. “Tindak kekerasan terhadap wartawan

hendaknya berhenti sampai di sini dan penganiayaan Udin hendaknya menjadi

yang terakhir,” tegas Sihono (www.harianjogja.com).

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai perlu adanya evaluasi

terhadap kinerja kepolisian di wilayah DIY menyusul munculnya kasus-kasus

intoleransi yang berujung pada kekerasan. Termasuk upaya preventif yang selama

ini diterapkan kepolisian dalam meredam kasus tersebut. Hal itu disampaikan

Adrianus Meliala, komisioner Kompolnas saat menghadiri pertemuan dengan

korban kasus intoleransi di Yogyakarta di Pusat Studi Hak Asasi Manusia

(Pusham) UII, Senini (23/6). Selain Adrianus, hadir dalam pertemuan tersebut M.

Nasser, komisioner dan Syafriadi Cut Ali, Sekretaris Kompolnas.

Adrianus mengatakan, upaya penanganan kasus intoleransi yang terjadi di

Yogyakarta yang dilakukan polisi, dalam hal ini Polda DIY, tidak signifikan. Hal

ini lantaran kasus-kasus yang muncul bukannya berkurang namun justru

menumpuk dan belum terselesaikan. “Diperlukan penanganan yang tepat sehingga

bukan justru memicu kelompok lainnya untuk melakukan hal serupa. Harus

optimal dan memberikan efek jera,” paparnya. Ia menilai, sejauh ini tindakan

yang dilakukan polisi hanya menunggu terjadinya kasus. Sehingga belum ada

upaya pencehagan untuk menanggulangi munculnya kasus kekerasan yang terjadi.

“Laporan yang masuk kepada kami, banyak pihak yang mengeluhkan kinerja

polisi saat terjadinya kasus kekerasan. Termasuk tidak tegasnya polisi dalam

menindak pelaku perusakan dan kekerasan yang berlatarbelakang intoleransi,”

ungkapnya.

6

Untuk itu, pihaknya akan mengkonfimasi kepada Kapolda DIY terkait

proses penanganan kasus-kasus intoleransi yang berujung pada kekerasan dan

penyerangan kelompok. Selanjutnya, Kompolnas akan memberikan rekomendasi

dan catatan bagi Polda DIY untuk menjadi pertimbangan dalam menangangi

kasus serupa (www.tribunjogja.com).

Kesal dengan Kinerja Polisi, Warga Geruduk Mapolsek Galur . Kematian

Sugiyo (33) dan warga Desa Brosot, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo,

DIY, menuai kemarahan warga. Ini lantaran pria tersebut diduga tewas akibat

jamu oplosan yang dikonsumsinya. Selain itu, masih ada dua yang kini kritis usai

mengonsumsi jamu bersama Sugiyo.

Puluhan warga pun menggeruduk Mapolsek Galur, menuntut kasus

tersebut segera diusut. Mereka mendesak polisi merazia penjualan jamu oplosan.

“Kasus jamu oplosan ini sudah merenggut satu nyawa, dua lainnya masih dirawat

medis. Ini harus diusut tuntas,” ujar salah seorang warga di lokasi, Sabtu

(7/12/2013). Dia menjelaskan, dua warga yang kritis yakni Arif Septiawan, masih

diopname di RS Rizki Amalia Lendah dan Uut Yatmoko juga opname di RS Pura

Raharja Galur. Mereka bertiga merupakan peserta pesta jamu oplosan bersama

empat orang lainnya di sebuah warung di wilayah Kranggan, Galur.

Bambang warga lainnya menambahkan, sejak kematian Sugiyono, polisi

tidak terlihat menindaklanjuti kasus tersebut. Terbukti tidak ada barang bukti yang

diamankan yang biasanya dilakukan saat proses penyelidikan. Padahal pada Rabu

4 Desember malam, dirinya sudah datang ke Mapolsek Galur untuk melaporkan

kejadian tewasnya Sugiyo. "Kenyataanya sampai kemarin siang polisi belum bisa

menunjukkan barang bukti untuk penyelidikan. Warga sendiri langsung bergerak

dan mampu mengumpulkan sjeumlah barang bukti dari korban lain yang ikut

pesta jamu oplosan. Di antaranya botol bekas minuman keras, satu botol minuman

suplemen, plastik sisa minuman untuk campuran dan bekas muntahan," terangnya.

Barang bukti yang ada menurutnya, disimpan di rumah Didik, salah satu warga

yang ikut berpesta jamu oplosan.

7

Sementara itu, Kapolsek Galur Kompol Bonafacius Slamet mengaku akan

menindaklanjuti laporan warga. Bila nantinya penjual memang menjual jamu

dengan kandungan berbahaya, maka akan diproses secara hukum. Ancaman

hukumannya penjara tujuh tahun sesuai UU Nomor 18 tahun 2012 tentang

Pangan. "Itupun harus uji lab. Sedangkan untuk korban yang masih dirawat di

rumah sakit akan kami periksa,” pungkasnya (www.news.okezone.com).

Jajaran Kepolisian di Yogyakarta mendapat kado kurang menarik di

penghujung tahun 2007 ini. Korps baju cokelat itu dinilai paling banyak

dikeluhkan masyarakat terkait layanan yang diberikan. "Polri menduduki rangking

pertama sebagai instansi yang layanannya paling dikeluhkan masyarakat. Dari 222

laporan masyarakat yang diterima Ombudsman, 57 diantaranya mengeluhkan

buruknya layanan di lingkungan kepolisian," tutur Kepala Komisi Ombudsman

Nasional Perwakilan DIY dan Jateng Kardjono Darmoatmodjo di Yogyakarta,

Senin (24/12/2007). Urutan kedua ditempati pemerintah daerah dengan 50 laporan

keluhan, Kantor Pertanahan BPN 19 laporan, instansi pemerintah pusat di daerah

22 laporan, BUMN 18 laporan dan kejaksaan sebanyak 15 laporan. "Jika

dipersentasi keluhan masyarakat pada instansi kepolisian mencapai 25,67 persen

dari total 222 laporan yang diterima ombudsman selama setahun ini," terang

Kardjono. Mantan ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat itu menambahkan,

substansi laporan yang paling banyak dikeluhkan masyarakat tersebut terkait

penanganan perkara yang berlarut-larut oleh polisi atau undue delay.

Asisten Ombudsman Muhajirin SH MKN menambahkan, penanganan

yang dikategorikan undue delay termasuk di dalamnya adalah perkara korupsi

pengadaan buku Balai Pustaka Sleman senilai Rp29,8 miliar. Menurut Muhajirin,

kasus buku ajar Sleman tersebut sudah tiga tahun ditangani namun tak kunjung

tuntas. Kendati paling banyak dikeluhkan, Polda Jateng dinilai cukup terbuka

memberikan tanggapan. Baik Kardjono maupun Muhajirin mengapesiasi respon

Polda Jateng yang merespon 20 buah tanggapan dari 24 laporan yang tertuju ke

korp baju coklat Jawa Tengah tersebut (www.sindonews.com).

8

Kinerja polisi selalu menjadi sorotan publik yang menarik untuk

diperbincangkan dalam diskusi formal maupun informal. Jaringan Pemantau

Polisi (JPP) DIY mengadakan diskusi public bertema riset “Evaluasi Kritis

Kualitatif Kinerja Kepolisian 2010 di Wilayah Polda Yogyakarta” di Gedung

PUSHAM UII pada kemarin (22/11). Ketua Jaringan Pemantau Polisi (JPP) DIY

Bambang Tiong mengatakan diskusi ini penting dilakukan sebagai kontrol atas

kinerja Polisi POLDA DIY. “Ada lima wilayah sasaran riset di Polda Yogyakarta

yakni Plores Bantul, Polres Sleman, Polres Kulonporgo, Polres Gunung Kidul,

dan Polresta Kota Yogyakarta,” terangnya kepada Radar Jogja.

“Kita menginginkan institusi polisi bersih dari pungli, diskrimiasi pelayanan

publik, praktik KKN dengan demikian polisi bisa menjadi mitra dalam pelayan

warga yang bisa dipercaya,” tambahnya. Diskriminasi pelayanan yakni pelayanan

terhadap publik yang tumpang tindih dan tidak adil yakni kerap terjadi masalah

sensitivitas kelompok rentan kelas sosial miskin, anak- dan perempuan.

Koordinator Peneliti Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII

Guntur Narwaya mengatakan contoh masalah budaya pungli, suap, korupsi dan

kekerasan yang sudah dibaca sebagai budaya yang wajar selama pola berpikir

masyarakat menganggap tak ada korelasi yang penting antara dampak korupsi itu

dengan pelayanan terhadap kepentingan publik. “Perilaku aparat penegak hukum

yang “tajam ke bawah namun tumpul ke atas” inilah yang berakibat kejahatan

yang diulang-ulang terus menerus tanpa kontrol dan tanpa sanksi tegas lama

kelamaan akan menjadi biasa dan disebut kebenaran,” papar Guntur Narwaya.

“Konsep polisi sebagai pelayan publik atau public service mengikat satu

komitmen tugas yang bercita-cita membangun masyarakat sipil yang demokratis

dan adil,” ujarnya. “Karena sejak awalnya kata polisi diambil dari bahasa Yunani

yakni politiea yang berarti pengaturan kehidupan publik, jadi sejatinya polisi tidak

bisa terpisah dengan tugas publik sebagai pelayan warga,” tambahnya.

Upaya riset evaluasi ini adalah mengurai dan memahami dinamika

peristiwa di lapangan atas kinerja polisi yang terdapat penyelewengan tugas

sebagai keamanan negara sekaligus pelayan masyarakat harus dikawal dengan

9

ketat oleh masyarakat. Melalui JPP dan PUSHAM UII, diharap bisa mengontrol

kinerja polisi di lapangan. Oleh sebab itu, dengan adanya evalusiasi dan temuan

riset di lapangan para peneliti PUSHAM ini bisa dijadikan bahan introspeksi dan

perbaikan terhadap institusi polisi memperbaiki kinaerja memantau polisi di DIY

lima Kabupaten.

Bambang Tiong mengatakan hal ini upaya menyadarkan manusia untuk

sadar hukum namun sebagai alat pembelaratan masyarakat dan polsi itu sendiri.

“Sudah saatnya masyarakat kita melek hukum, terlebih polisi mampu bekerjasama

secara moral dan profesional,” ujarnya. “Hasil diskusi dan temuan riset

pelanggaran kinerja polisi di lapangan akan dikirim ke Polda DIY sebagai bahan

evaluasi,” tambahnya. Konsolidasi dan pemantauan sudah mendapat dukungan

juga dari PUSHAM UII dan Polda DIY juga sebagai upaya balance kinerja

institusi polisi di lapangan. Jadi masyarakat yang biasa melanggar juga dihukum,

begitu juga otoritas penegak hukum yang melakukan pelanggaran juga harus

ditindak secara hukum yang berlaku. Hukum berdiri di atas tranparansi, terbuka

(www.krjogja.com).

Paparan fenomena dan penjelasan diatas menjadi dasar motivasi dari

penelitian ini. Pemilihan Polda DIY sebagai objek penelitian karena penulis

melihat bahwa respon khalayak DIY menilai bahwa kinerja Polda DIY tidak

sebagaimana mestinya dan dianggap kurang terbuka kurang jelas dalam

menyampaikan informasi kepada publik masyarakat DIY. Selain itu polisi

menjadi objek penelitian karena polisi yang mempunyai slogan melindungi dan

melayani masyarakat terkadang justru malah tidak melindungi dan tidak melayani

masyarakat, terbukti dari adanya kasus sikap arogan dari polisi terhadap

masyarakat DIY. Penelitian ini memilih bidang humas Polda DIY sebagai

narasumber utama dalam memperoleh informasi. Karena, Bidang Humas Polda

DIY memiliki strategi yang efektif dan efisien dalam menghadapi berbagai kasus,

isu dan tudingan dari masyarakat DIY terhadap seluruh anggota dan jajaran Polda

DIY. Peran bidang humas sangat penting dalam menentukan strategi apa yang

harus dilakukan dalam mengelola informasi yang didapat dari berbagai sumber,

10

yang kemudian bidang humas juga yang mampu memilah informasi apa saja yang

layak untuk dipublikasikan kepada masyarakat DIY, yang mana Polda DIY juga

dituntut untuk bisa terbuka dalam menyampaikan segala informasi yang

dibutuhkan masyarakat DIY terkait Undang-undang 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penggambaran fenomena permasalahan diatas, maka

penelitian ini rumusan masalahnya adalah Bagaimana peran Bidang Humas Polda

DIY dalam mengelola informasi terkait manajemen komunikasi publik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui proses pengelolaan informasi yang dilakukan Polda DIY.

2. Mengetahui peran Bidang Humas Polda DIY dalam menjalani tugasnya di

kepolisian.

Penelitian ini dilakukan diharapkan pada hasil penelitiannya dapat

memberikan manfaat sebagai berikut :

Penelitian ini diharapakan bisa menjadi referensi bagi kekayaan

pengetahuan ilmu komunikasi khusus kajian manajemen komunikasi. Secara

spesifik maksudnya adalah mendapatkan pengetahuan tentang proses Polda DIY

melakukan evaluasi mengenai manajemen komunikasi dalam isu strategis

nasional yang membutuhan sinergi dengan kebijakan pemerintah yaitu adanya

keterbukaan informasi untuk publik.

11

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka teori adalah berupa uraian tentang dasar teori atau model yang

digunakan sebagai acuan penelitian. Setiap penelitian selalu menggunakan teori.

Seperti yang dinyatakan oleh Neuman (2003) Sugiyono (2009:81) : “Researchers

use theory differently in various types of research”. Kerlinger dalam Sugiyono

mengemukakan: “Theory is a set of interrelated construct (concept), definitions,

and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying

relations among variables, with purpose of explaining and predicting the

phenomena.” Selanjutnya Cooper & Schindler dalam (Sugiyono,2009:82)

mengemukakan bahwa: “A theory is a set of systematically interrelated concepts,

definition, and proposition that are advanced to explain and predict phenomena

(fact)”. Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun

secra sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan

fenomena. Oleh sebab itu teori berguna untuk memberikan arah pada suatu

disiplin ilmu tertentu.

Berdasarkan teori yang pernah diperoleh suatu kerangka analisis untuk

menerangkan hasil penemuannya. Dengan teori pula dapat memungkinkan

seseorang menghubungkan data-data yang sebenarnya mempunyai kaitan satu

sama lain. Dengan demikian kerangka teori merupakan konsep yang digunakan

sebagai acuan utama penelitian dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai satuan

pengetahuan yang sistematis dan untuk membimbing penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang tentunya terkait

dengan masalah penelitian yang ingin diteliti oleh penulis, teori tersebut adalah:

1. Definisi Humas / Public Relations

Public relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan

mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan

publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip,

Center, Broom, 2011:6). Public relations sebagai sebuah fungsi manajemen, yang

12

berarti bahwa manajemen di semua organisasi harus memperhatikan public

relations. Menurut Harlow, Public Relations adalah fungsi manajemen yang

membantu mendirikan dan memelihara hubungan komunikasi yang saling

menguntungkan, keterbukaan dan kerjasama antara organisasi dan publiknya,

melibatkan manajemen masalah dan isu, membantu manajemen untuk tetap

terinfomasi dan responsive terhadap publik. Menurut Jefkins (2003: 10), public

relations adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik yang sifatnya

internal (ke dalam) maupun yang sifatnya eksternal (ke luar), antara suatu

organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan

spesifik yangberlandaskan pada saling pengertian.

Definisi menurut Institute of Public Relations (IPR) – British, Praktik PR

adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan

berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan

saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.” (Jefkins,

1992: 8). Definisi menurut International Public Relations Association (IPRA)-

Den Haag, Public relations merupakan fungsi manajemen yang direncanakan dan

dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi-organisasi, lembaga-lembaga

umum dan pribadi dan digunakan untuk memperoleh dan membina saling

pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada hubungannya dan diduga

ada kaitannya, dengan cara menilai opini publik dengan tujuan sedapat mungkin

menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan guna mencapai kerja sama

yang lebih produktif, dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih

efisien.” (Rumanti, 2002: 11).

Definisi public relations yang disimpulkan oleh Foundation for Public

Relations Research and Education dalam Nova (2009: 31-32), dimana sebanyak

65 pakar humas, menganalisa 472 definisi humas yang berlainan, dan

menyimpulkan definisi public relations adalah fungsi manajemen yang khas yang

membantu membangun dan memelihara garis saling komunikasi, pemahaman,

penerimaan, dan kerjasama antara dan organisasi dengan publiknya, melibatkan

pengelolaan masalah atau isu, membantu manajemen untuk mendapatkan

13

informasi dan responsif opini publik, mendefinisikan dan menekankan tanggung

jawab manajemen untuk melayani kepentingan umum, membantu manajemen

untuk mengikuti dan efektif memanfaatkan perubahan, melayani sebagai sistem

peringatan dini untuk membantu mengantisipasi tren, dan menggunakan penelitian

dengan teknik komunikasi etis sebagai alat utamanya.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa public

relations berperan penting untuk membantu lancarnya kegiatan manajemen,

khususnya dalam hal upaya untuk menilai sikap publik terhadap organisasinya,

dengan melakukan komunikasi yang sifatnya dua arah yang bertujuan untuk

menciptakan kerjasama yang positif dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.

Teori tentang public relations sebagai fungsi manajemen dipilih karena dalam

organisasi kepolisian yaitu Polda DIY tentunya membutuhkan strategi yang tepat

untuk mengelola segala bentuk pesan dan informasi yang ada. Polda DIY melalui

bidang humasnya tentunya memiliki kebijakan pertimbangan yang sudah

disesuaikan dengan kepentingan keterbukaan informasi yang akan dipublikasikan

kepada publik Polda DIY yaitu masyarakat Yogyakarta. Hal utama yang

mendasari adalah tidak semua pesan ataupun informasi yang dimiliki Polda DIY

harus dipublikasikan kepada khalayak Yogyakarta. Polda DIY memilah pesan

atau informasi yang mana yang layak dikonsumsi khalayak Yogyakarta mana

yang tidak.

2. Peran Humas / Public Relations

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi

oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran

adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial

tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21). Abu Ahmadi (1982) mendefinisikan peran

sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus

bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi

14

sosialnya. Linton (1936), antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori

Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang

bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori

ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita

untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang

mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita,

dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan

peran tersebut.

Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti

pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat

tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.

Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang

diberi atau mendapatkan sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya

sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena itulah ada

yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran seseorang dalam

posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari

orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi tersebut. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa peranan yang dimaksud dalam lingkup kerja kepolisian

khususnya bidang humas, adalah melakukan perannya sebagai humas sesuai

dengan ketentuan yang telah diatur.

Public relations sebagai fungsi manajemen yang membangun dan

mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan

publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip,

Center, Broom, 2011:6). Public relations adalah salah satu dari beberapa fungsi

staff, yang berarti bahwa public relations memberi nasehat dan mendukung

manajer lini yang bertanggung jawab dan punya wewenang untuk menjalankan

organisasi. Karena itu, praktisi public relations perlu memahami peran ini. Model

manajemen lini-staff berasal dari organisasi militer yang kemudian sekarang

dipakai di banyak perusahaan. Fungsi lini adalah mencakup fungsi produksi dan

menghasilkan profit. Fungsi staff adalah memberi nasehat dan membantu

15

eksekutif di bidang keuangan, legal, SDM, dan public relations. Manajemen lini-

staff public relations harus saling mendukung dengan mengharapkan hal-hal

berikut ini :

a. Loyalitas.

b. Saran mengenai aspek public relations dalam mengambil keputusan.

c. Keahlian dalam mengartikulasikan prinsip dan memperkaya pemahaman

publik terhadap organisasi.

d. Inspirasi untuk membantu semua anggota melakukan hal terbaik.

e. Mempengaruhi agar anggota lain tidak mengatakan atau melakukan

sesuatu yang merugikan organisasi.

f. Pembentukan karakter jujur, dapat dipercaya, dan bijakasana

Peran profesi public relations semakin bias tanpa adanya spesialisasi

profesi sehingga diharapkan seorang praktisi PR memahami perannya dengan

baik, bukan hanya pelengkap kerja dan pekerjaan rangkap seorang kepala bidang

kehumasan yang menjadi bawahan pimpinan. PR merupakan salah satu kunci

penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi. Ada beberapa

fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR menurut antara lain berperan

sebagai berikut (Cutlip, Center, Broom, 2011:46) :

• Teknisi Komunikasi (Technician communication)

Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi komunikasi.

Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya menyebutkan keahlian

komunikasi dan jurnalistik, sebagai syarat. Teknisi komunikasi disewa untuk

menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature,

mengembangkan isi website, dan mengangani kontak media. Praktisi yang

melakukanm peran ini biasanya tidak hadir disaat manajemen mendefinisikan

problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan

komunikasi dan mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui

secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun mereka tidak

16

hadir saat diskusi tentang kebijakan baru atau keputusan manajemen baru,

merekalah yang diberi tugas untuk menjelaskannya kepada karyawan dan pers.

• Pakar Perumus Komunikasi (Expert Prescriber Communication)

Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lain akan

menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan solusinya.

Manajemen puncak menyerahkan PR di tangan para ahli dan manajemen biasanya

mengambil peran pasif saja. Praktisi yang beroperasi sebagai praktisi pakar

bertugas mendefinisikan probelm, mengembangkan program, dan bertanggung

jawab penuh atas implementasinya.

• Fasilitator Komunikasi (Communication facilitator)

Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai

pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi

bertindak sebagai perantara (liason), interpreter, dan mediator antara organisasi

dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi

percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar

saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang

dibutuhkan oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputuasan

demi kepentingan bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi

ini bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara organisasi

dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda mendiagnosis dan

memperbaiki kondisi-kondisi yang menganggu hubungan komunikasi di antara

kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-tengah dna

berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik.

• Pemecah Masalah (Problem Solving)

Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka berkolaborasi dengan manajer

lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari

17

tim perencanaan strategies. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan

pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final. Praktisi pemecah

masalah membantu manajer lain untuk dan organisasi untuk mengaplikasikan PR

dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan problem

organisasional lainnya.

Tabel 1 : Lingkungan dan Peran Organisasional

Ancaman Rendah Ancaman Tinggi

Sedikit Perubahan Teknik Komunikasi Fasilitator Pemecahan Masalah

Banyak Perubahan Fasilitator Komunikasi Pakar Perumus

Sumber : Cutlip, Center, Broom, 2011:51

Banyak faktor yang mempengaruhi peran praktisi public relations antara

lain : pendidikan, pengalaman professional, kepribadian, supervisi, serta kultur

dan lingkungan organisasional. Praktisi yang memahami sebab dan akibat dari

melakukan peran yang berbeda-beda dapat mengembangkan strategi untuk

menghadapi berbagai situasi dan pandangan peran praktisi lainnya. Pemahaman

ini mungkin penting bagi wanita karena adanya perbedaan peran yang disebabkan

oleh gaji dan partisipasi dalam pembuatan keputusan manajemen. Dalam hal ini,

sesuai dengan kondisi organisasi Polda DIY yang mana kepala bidang humasnya

juga seorang wanita. Public relations dalam fungsi organisasi berperan sebagai

media relation, customer relation, community relation. Fungsi public relations

adalah sebagai berikut :

1. Manajemen Berita :

a. mengkreasikan dan mendistribusikan pesan untuk membangun

publisitas yang menguntungkan.

b. Membangun dan memelihara kontrak dengan wartawan.

2. Hubungan Komunitas :

a. memelihara hubungan yang baik dengan pemerintah dan kelompok

komunitas.

18

b. Menggunakan bantuan dan sponsor korporat.

c. Memberikan kontribusi yang bersifat amal pada tingkat lokal dan

nasional.

3. Manajemen Krisis :

a. memberikan citra klien di mata public karena perselisihan internal,

kesalahan kebijakan atau kecelakaan yang tak disengaja.

b. Memberi pedoman bagi korporat dalam merespons pada keadaan

mendesak.

c. Memulihkan citra di mata public yang menyertai suatu konflik atau

krisis.

4. Lobi

a. memonitor aktivitas pemerintah.

b. Memelihara hubungan dengan legislator.

c. Menyebarkan informasi kepada legislator untuk mendukung

hukum atau kebijakan yang menguntungkan klien.

d. Mempengaruhi voting legislator melalui hubungan atau kontrol

pribadi.

Tabel 2 : Aktivitas Umum Public Relations

Riset Konseling Publik Internal

• Mengidentifikasi masalah • Mengidentifikasi public • Melakukan tes terhadap

suatu konsep • Memonitor kemajuan

kampanye • Mengevaluasi keefektifan

kampanye

• Memberi nasehat manajemen dalam pengambilan keputusan

• Mengusulkan kebijkan bagi komunikasi internal dan eksternal

• Melatih personil untuk mempromosikan citra korporat yang positif

• Mereka yang berada dalam organisasi, termasuk para pemegang saham

• Dengan publik eksternal, mereka yang berada diluar organisasi, termasuk komunitas, berita, media, pelanggan, dan legislator

Sumber : Ibrahim, 2010 : 58

19

3. Manajemen Komunikasi

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasisan, pengarahan

dan pengawasan dengan memberdayakan anggota organisasi dan penggunaan

sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan (Handoko, 2003: 8). Menajemen sering juga didefinisikan sebagai seni

untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Para manejer mencapai

tujuan organisasi dengan cara mengatur orang lain untuk melaksanakan tugas apa

saja yang mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Stoner, 1996 : 7).

Menurut George R Terry manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu

melalui kegiatan tertentu melalui kegiatan orang lain. dengan demikian manajer

mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan, dan perpindahan.

Manajemen komunikasi menurut (Kaye,1994:9) kelahiran sub-disiplin

manajemen komunikasi tidak terlepas dari adanya tuntutan untuk lebih

membumikan ilmu komunikasi di tataran dunia nyata. Manajemen komunikasi

lahir karena adanya tuntutan umtuk menjembatani antara teoritisi komunikasi

dengan praktisi komunikasi. Para teoritisi menghadapai keterbatasan dalam

mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki. Sementara para praktisi komunikasi

mengalami keterbatasan pada rujukan teoritis atau ilmu komunikasi. Menurut

Parag Diwan Manajemen komunikasi adalah proses penggunaan berbagai

sumber daya komunikasi secara terpadu melalui proses perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Antar Venus Manajemen

komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya komunikasi yang ditujukan

untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan yang terjadi dalam

berbagai konteks komunikasi.

Konteks komunikasi yang dimaksud disini berarti tataran komunikasi

individual, interpersonal, organisasional, sosial, atau bahkan internasional.

Menurut Cutlip Center Broom, manajemen komunikasi adalah proses timbal

20

balik pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi

perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan

para para komunikator dan konteks sosialnya. Menurut Moore manajemen

komunikasi adalah proses menggunakan manusia, keuangan, sumber daya teknis

dalam memahami dan melakukan fungsi komunikasi dalam perusahaan dan

antara sesama perusahaan mereka dan masyarakat. Sehingga manajemen

komunikasi melibatkan mengatur dan mengelola sumber daya komunikasi

(kelompok pribadi, organisasi dan teknis) dan proses komunikasi untuk

memudahkan komunikasi dalam konteks korporasi.

Seorang praktisi public relations dalam pekerjaannya akan menggunakan

konsep-konsep manajemen untuk melakukan persiapan-persiapan, melakukan aksi

dan komunikasi, dan diakhiri dengan tindakan pengendalian yang biasa disebut

dengan evaluasi. Berikut ini adalah bagan sistematis proses manajemen praktisi

public relations.

Diagram 1 : Proses Manajemen Public Relations Sumber : Hamid, 2012 : 112

Proses Manajemen Public Relations

Pengumpulan Fakta

Identifikasi Permasalahan

Perencanaan dan Program

Aksi dan Komunikasi

Evaluasi

21

4. Komunikasi Publik

Komunikasi Publik (Public Communication) adalah salah satu jenis atau

bentuk komunikasi, selain komunikasi intrapribadi (intrapersonal

communication), komunikasi antarpribadi (interpersonal communication),

komunikasi kelompok (group communcation), komunikasi organisasi

(organization communication), dan komunikasi massa (mass communication).

Komunikasi Publik dikenal dengan banyak nama/istilah –urusan publik (public

affairs), informasi publik (public information), dan hubungan publik (public

relation) atau humas (hubungan masyarakat). Komunikasi publik (public

communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah

besar orang (khalayak) yang tidak bisa dikenali satu per satu. Komunikasi

demikian sering juga disebut pidato, ceramah, atau kuliah umum. Beberapa pakar

menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large-group communication)

untuk komunikasi ini (Mulyana, 2005: 74). Berikut ini penjelasan singkat definisi

komunikasi public oleh beberapa pakar komunikasi: Devito, komunikasi publik

adalah komunikasi yang di sampaikan kepada khalayak secaralangsung dan dua

arah. Jalaluddin Rakhmat, komunikasi publik adalah proses penyampaian pesan

darikomunikator kepada banyak komunikan. Secara serempak dan langsung.

(Anwar Arifin) komunikasi publik adalah proses pengiriman pesan kepada

khalayak yang bertujuan untuk memperoleh feedback yang langsung.

Komunikasi publik adalah pertukaran pesan dengan sejumlah orang yang

berada dalam sebuah organisasi atau yang di luar organisasi, secara tatap muka

atau melalui media. Namun dalam bagian ini yang akan dibahas hanyalah tatap

muka di antara organisasi dan lingkungan eksternalnya. Brooks menguraikan tipe

komunikasi publik ini sebagai monological karena hanya seorang yang biasanya

terlibat dalam mengirimkan pesan kepada publik. Kualitas yang membedakan

komunikasi organisasi publik ini dengan komunikasi interpersonal dan

komunikasi kelompok kecil adalah:

22

1. Komunikasi publik berorientasi kepada si pembicara atau sumber.

Sedangkan pada komunikasi interpersonal dan kelompok kecil terdapat

hubungan timbal balik di antara si pembicara dengan si penerima yag

terlibat. Pada komunikasi organisasi publik, si pembicara mendominasi

hubungan.

2. Pada komunikasi publik melibatkan sejumlah besar penerima tetap pada

komunikasi intepesonal biasanya hanya 2 orang dan komunikasi kelompok

kecil tidak lebih 5 – 7 orang penerima.

3. Pada komunikasi publik kurang terdapat interaksi antara si pembicara

dengan pendengar. Hal ini menjadikan kurangnya interksi secara langsung

antara si pembicara dengan si pendengar lebih-lebih bila pendengarnya

makin banyak.

4. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi publik lebih umum supaya

dapat dipahami oleh pendengar.

Istilah publik dalam public relations merupakan khalayak sasaran dari kegiatan humas. Public disebut juga stakeholder, yakni kumpulan dari orang-orang atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi. Publik dalam bidang public relations diklasifikasikan menjadi berbagai jenis (Khasali, 2000,30), yaitu :

1. Publik internal dan publik eksternal.

Publik internal yaitu publik yang berada di dalam organisasi, seperti :

karyawan staff, pimpinan, dan direksi organisasi. Sedangkan public

eksternal adalah publik yang secara organik tidak berkaitan langsung

dengan organisasi, seperti : pemerintah, pers, masyarakat umum, dan

komunitas.

2. Publik primer, sekunder, dan marginal.

Publik primer bisa sangat membantu atau merintangi upaya organisasi.

Publik sekunder dan publik marginal adalah publik yang kurang begitu

penting.

23

3. Publik tradisional dan publik masa depan.

Karyawan dan pelanggan adalah contoh publik tradisional, sedangkan

akademisi, peneliti, pengajar, pembelajar adalah publik masa depan.

4. Proponent, opponent, dan uncommitted.

Diantara publik terdapat kelompok yang menentang organisasi, yang

memihak organisasi, dan ada yang tidak peduli dengan organisasi.

Organisasi perlu mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat

dengan jernih dan cermat melihat permasalahan yang dihadapi organisasi.

5. Silent majority dan vocal majority.

Dilihat dari aktivitas publik dalam mengajukan keluhan atau memberikan

dukungan kepada organisasi, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif)

dan yang silent (pasif). Publik yang menjadi penulis di surat kabar adalah

publik yang aktif mengemukakan pendapatnya meskipun jumlahnya tidak

banyak, sedangkan mayoritas pembaca adalah publik pasif sehingga tidak

kelihatan pengaruhnya atas pendapat yang dipublikasikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka konsep penelitian ini memposisikan

Polda DIY sebagai organisasi keamanan negara di tingkat daerah yang harus

menyelaraskan visi misi dan kinerjanya dengan situasi dan kondisi yang ada di

masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. berdasarkan teori manajemen

komunikasi, maka Polda DIY dituntut masyarakat DIY untuk mampu menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari masyarakat seputar kasus-kasus yang

terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat DIY menginginkan

adanya keterbukaan informasi dari pihak Polda DIY terkait kasus-kasus yang

terjadi di DIY, selain itu masyarakat DIY juga menginginkan adanya ketegasan

dan kejelasan dari pihak Polda DIY dalam menangani kasus-kasus yang terjadi di

wilayah DIY. Masyarakat DIY tidak ingin memperoleh informasi hanya sebatas

jawaban yang dianggap jawaban umum seperti pada ungkapan yang sering

disampaikan pihak Polda DIY kepada masyarakat umum yaitu “kasus ini masih

ditangani pihak kami, kelanjutannya bagaimana nanti kami sampaikan

perkembangannya”.

24

Masyarakat DIY adalah publik eksternal yang mana ada yang aktif

menuntut keterbukaan informasi dan ada yang pasif menunggu publikasi

informasi dari pihak Polda DIY. Namun demikian, dalam penelitian ini titik

tekannya ada pada keselarasan penyampaian informasi dan penyampaian respon

antara kedua pihak yaitu Polda DIY dan masyarakat DIY. Penelitian ini ingin

mengaplikasikan model komunikasi dua arah yang asimetris, yaitu respon atau

timbal balik dari komunikan yaitu masyarakat DIY hanya sebatas bahan

pertimbangan sekunder dalam penentuan keputusan publikasi informasi yang akan

dilakukan oleh bidang humas Polda DIY.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data

yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, atau dibuktikan, suatu

pengetahuan tertentusehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,

memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu. Jenis-jenis

metode penelitian dapat dikelompokan menurut bidang, tujuan, metode, tingkat

eksplanasi, dan waktu. Menurut bidang, penelitian dapat dibedakan menjadi

penelitian akademis, profesional, dan institusional. Dari segi tujuan, penelitian

dapat dibedakan menjadi penelitian murni dan terapan.

1. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif

kualitatif. Pada penelitian ini, setelah peneliti mengumpulkan data dalam bentuk

hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi maka untuk selanjutnya data

tersebut akan dianalisis lebih mendalam lagi sehingga membentuk suatu

kesimpulan ilmiah- alamiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan, terutama

dalam hal ini adalah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai subyek

penelitian dalam tesis. Beberapa alasan memilih metode ini yaitu: pertama,

menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan

25

jamak (kompleks/heterogen). Kedua , metode ini menyajikan secara langsung

hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Dan yang ketiga , metode ini

lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman

pengaruh bersama terhadap pola- pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2006:107).

Metode ini juga dapat menggambarkan abstraksi dari berbagai macam

alternatif pengembangan kemitraan pemerintah daerah dengan swasta secara

teoritis –kritis dan obyektif. Alasan lain dari dipilihnya metode ini dikarenakan

pemahaman seseorang terhadap sebuah permasalahan lebih bersifat kualitatif

yang didasarkan pada persepsi, eksplorasi pemikiran, penjelasan dan

pengembangan konsep.

Berbicara metode penelitian kualitatif berarti berbicara pada proses dalam

rangka pencapaian suatu tujuan (hasil akhir) yang diinginkan, bukan berbicara

pada output (keluaran/hasil akhir), membatasi studi dengan fokus yang jelas, dan

hasilnya dapat disepakati oleh kedua belah pihak (peneliti dan subyek penelitian).

Dalam penelitian kualitatif, tidak sekadar mendeskripsikan sebuah fenomena,

yang terpenting adalah menjelaskan makna, mendeskripsikan makna dari

fenomena yang muncul (Bungin,2010:109).

2. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, dikarenakan

Yogyakarta merupakan kota yang dinilai sebagai kota pelajar yang notabene

merupakan kota yang penghuninya banyak sekali kalangan akademisi terutama

dan masyarakat umum. Kota yang cukup padat penghuni sehingga cukup banyak

tindak kriminal yang terjadi di kota Yogyakarta. adanya lembaga penegak hukum

kepolisian di wilayah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya juga

mempengaruhi aman atau tidaknya kota Yogyakarta. oleh karena itu kinerja dari

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta perlu diamati agar masyarakat kota

Yogyakarta juga menilai kinerja Polda DIY baik. Subjek penelitiannya adalah

pada Polda DIY yang menjadi narasumber utama bidang humas.

26

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau metode

pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti dapat

menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada tergantung masalah

yang dihadapi (Kriyantono, 2009: 93). Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini, antara lain:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu dengan cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan

dalam penelitian dengan membaca literatur yang relevan untuk

mendukung, seperti buku-buku, jurnal, dan internet mengenai peran humas

dalam suatu lembaga atau organisasi khususnya kepolisian.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

1. Wawancara mendalam (depth interview)

Wawancara mendalam (depth interview) merupakan metode

pengumpulan data dimana peneliti melakukan kegiatan wawancara

tatap muka secara mendalam dan terus-menerus (lebih dari satu

kali)untuk menggali informasi dari responden (Kriyantono,2009:63).

Wawancara mendalam adalah wawancara secara intensif untuk

mendapatkan data kualitatif yang mendalam.

2. Observasi; diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung,

tanpa mediator, subjek penelitian untuk melihat dengan dekat kegiatan

yang dilakukan subjek tersebut. Observasi merupakan metode

pengumpulan data yang dilakukan pada riset kualitatif. Yang

diobservasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi

antara subjek yang diteliti. Sedangkan observasi yang digunakan

adalah observasi non-partisipan, yang merupakan metode observasi

tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti yang dilakukan

27

kelompok yang diteliti, baik kehadirannya diketahui atau tidak

(Kriyantono, 2009: 110).

3. Bahan Visual Bahan visual bermanfaat untuk mengungkapkan suatu

keterkaitan antara subjek penelitian dengan peristiwa di masa silam

atau peristiwa saat ini. Bahan visual juga memiliki makna secara

spesifik terhadap informan penelitian. Walau bahan visual bisa

digunakan dalam penelitian, namun karena bahan visual ini adalah

bahan informasi sekunder, sehingga metode bahan visual ini hanya

dapat digunakan sebagai metode sekunder (Bungin, 2010:123)

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dimana analisis

data yang digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data

kualitatif berupa kata-kata,kalimat-kalimat, atau narasi-narasi, baik yang diperoleh

dari wawancara mendalam maupun observasi.

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian keabsahan data dapat diukur dari adanya wawancara

dengan narasumber, yang mana dalam hal ini terjadi kesepakatan data yang

dibutuhkan. Penulis juga melaukan observasi dengan terjun langsung di lapangan

untuk mengamati permasalahan yang mempengaruhi topik penelitian. Penelitian

ini menggunakan metode triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan sumber

dalam memeriksa keabsahan data hasil penelitian. Sedang jenis triangulasi dengan

sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan kualitatif.

Hal ini dapat dicapai dengan :

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

28

Setelah memahami penjelasan validitas data dengan metode triangulasi

secara teoritis diatas, maka dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dijelaskan

penulis menggunakan beberapa cara yaitu membandingkan data hasil pengamatan

dengan hasil wawancara. Keabsahan data yang diperoleh penulis terbukti benar,

dimana penulis langsung memperoleh data pengamatan dilapangan yang

memperlihatkan secara langsung pelayanan yang baik oleh Kepolisian Daerah

Istimewa Yogyakarta kepada masyarakat yang berkunjung ke kantor Kepolisian

Daerah Istimewa Yogyakarta yang sesuai dengan data hasil wawancara.