bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.uir.ac.id/683/1/bab1.pdfdan mengurus...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan diperbaharui dengan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Pemerintahan Daerah, memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur
dan mengurus masyarakatnya sendiri. Dalam menjalankan wewenang tersebut,
Pemerintah Daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan pendapatan daerah
guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu dengan cara menggali segala
kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan batasan peraturan
perundang-undangan yang berlaku1. Cara yang paling mungkin dilakukan adalah
dengan optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah. Upaya tersebut
diaplikasikan dengan pembentukan berbagai Peraturan Daerah yang bertujuan
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah tersebut akan menambah PAD, yang dapat
digunakan untuk pelaksanaan pembangunan daerah.
Pengenaan pajak daerah tidak mutlak sama pada seluruh daerah di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-
masing daerah. Oleh karena itu, untuk dapat memungut pajak daerah, Pemerintah
1 Erly Suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2002, hlm. 257
2
Daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang suatu jenis
pajak daerah. Peraturan tersebut akan menjadi landasan hukum operasional dalam
pelaksanaan pemungutan pajak daerah di Kabupaten/Kota.2 Pajak daerah adalah
kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.3 Pajak daerah terdiri atas Pajak Provinsi serta Pajak
Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air
Permukaan dan Pajak Rokok.4
Sementara itu, Pajak kabupaten/kota terdiri atas: Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung
Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.5
Salah satu jenis Pajak daerah yaitu Pajak Air Tanah (PAT). Dasar hukum
pemungutan PAT adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu Pasal 2 ayat 2 huruf h.
Kebutuhan air bersih untuk rumah tangga, industri, bisnis dan utilitas
perkotaan di Kabupaten Indragiri Hilir dipenuhi dari dua sumber utama, yaitu air
permukaan yang disediakan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirt Indragiri
2 Marihot. P. Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajawali Press, Bandung, 2008, hlm.
245. 3 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 ayat
(10). 4 Ibid., Pasal 2 ayat (1)
5 Ibid, Pasal 2 ayat (2).
3
(mencapai 35% dari total penduduk Indragiri Hilir) dan air tanah yang diekstraksi
dari sumur galian dan sumur bor. Berkaitan dengan penggunaan bersama ini,
kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir adalah meningkatkan
cakupan pelayanan PDAM Tirta Indragiri dan mengurangi proporsi pemakaian air
tanah. Peningkatan cakupan pelayanan, ceteris paribus, akan menurunkan
pemakaian air tanah. Situasi yang terjadi saat ini, kapasitas produksi dan cakupan
pelayanan air bersih dari PDAM Tirta Indragiri relatif tetap, sementara kebutuhan
air bersih terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan urbanisasi,
perkembangan industri dan bisnis, dan peningkatan pemakaian air untuk
kepentingan lainnya. Situasi ini akan menyebabkan meningkatnya pengambilan
dan pemanfaatan air tanah di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Selain itu terdapat
sumur bor liar dan sumur-sumur yang dibuat oleh rumah tangga yang belum
tercatat (memiliki pencatat meter air).
Sampai saat ini sumur yang digunakan untuk kepentingan pemenuhan
kebutuhan rumah tangga tidak dilaporkan dan tidak dikenakan pajak pengambilan
dan pemanfaatan air bawah tanah. Uraian tersebut mengindikasikan bahwa
pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang sesungguhnya jauh lebih besar
dibandingkan dengan yang tercatat dan jumlahnya terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk akibat kelahiran, peningkatan kapasitas usaha
komersial dan industri, ataupun berkembangnya sektor sosial dan bisnis lainnya
yang membutuhkan air bersih.
Biaya untuk memperoleh air tanah yang lebih murah merupakan faktor
yang mendorong rumah tangga, industri, usaha komersial dan institusi lainnya
mengambil dan memanfaatkan air tanah. Sebelum diberlakukannya kenaikan pajak
4
air tanah, biaya pengadaan air tanah lebih murah dibandingkan dengan harga air
yang disediakan oleh PDAM Tirta Indragiri. Pajak pengambilan air tanah hanya
dikenakan kepada industri dan usaha komersial, sedangkan pengambilan air tanah
oleh rumah tangga dan instansi pemerintah tidak dipungut pajak air tanah. Dengan
demikian biaya pengadaan air tanah bagi rumah tangga dan instansi pemerintah
hanya berupa pengganti daya listrik untuk menyedot air, sedangkan untuk industri
dan usaha komersial masih harus ditambah pajak pemanfaatan air tanah yang
besarnya relatif kecil, hanya sekitar seperdelapan sampai sepersepuluh tarif air
yang dikenakan bagi pelanggan PDAM Tirta Indragiri. Disparitas harga yang
relatif besar ini menyebabkan rumah tangga dan industri memilih menggunakan
air tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu terdapat faktor-faktor lainnya,
yakni: (1) wilayahnya terletak diluar jangkauan pelayanan air bersih dari PDAM
Tirta Indragiri dan (2) pengambilan dan pemanfaatan air tanah sifatnya in-situ
sehingga ketersediaannya tidak tergantung pihak lain sehingga ketersediaan air
lebih terjamin.
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 di atas, maka
dapat diketahui masalah pengawasan retribusi air minum termasuk dalam
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.
Sehubungan dengan dilimpahkannya sebagian urusan pemerintah oleh
pemerintah pada daerah, maka urusan-urusan pemerintah tersebut menjadi urusan
daerah untuk mengatur dan mengurus berdasarkan kebutuhan dan kepentingan
rakyat. Dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, maka pemerintah telah menyerahkan urusan wajib pada
daerah kabupaten/kota.
5
Salah satu urusan wajib daerah adalah masalah mengurus pajak daerah dan
retribusi daerah. Maka dari itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, pada Pasal 108
menjelaskan bahwa:
(1) Objek Retribusi adalah: a. Jasa Umum; b. Jasa Usaha; dan c. Perizinan Tertentu.
(2) Retribusi yang dikenakan atas jasa umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
(3) Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.
(4) Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
6
Kemudian pada Pasal 127 menjelaskan:
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g. Retribusi Rumah Potong Hewan; h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; j. Retribusi Penyeberangan di Air; dan k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
Selanjutnya pada Pasal 138 menjelaskan:
(1) Objek Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 127 huruf k adalah penjualan hasil produksi
usaha Pemerintah Daerah. (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah penjualan produksi oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, maka dapat diketahui bahwa
6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan
Retribusi Daerah
6
Retribusi air minum merupakan retribusi daerah yang termasuk jenis retribusi jasa
usaha yang tergolong dalam retribusi penjualan produksi usaha daerah.
Sehubungan dengan retribusi penjualan produksi usaha daerah, salah satu
hasil produksinya adalah air minum. Urusan pilihan dimaksud salah satunya
adalah urusan perdagangan yang meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan
perdagangan secara umum termasuk urusan penyediaan sarana dan prasarana
Untuk Air Minum. Peningkatan sarana prasarana Untuk Air Minum dimaksukan
untuk menjamin kelancaran arus barang antar wilayah serta meningkatkan
ketersediaan dan kesetabialan harga bahan pokok, salah satu kebijakan yang
ditempuh adalah kebijakan dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).
Salah satu perusahaan yang harus memperhatikan pelayanan kepada
masyarakat adalah PDAM. Karena, salah satu sumber keuangan daerah berasal
dari pendapatan yang dimiliki oleh perusahaanperusahaan milik daerah, di
antaranya adalah PDAM. Salah satu upaya peningkatan pendapatan dapat
dilakukan melalui pengelolaan sumber daya manusia yang mandiri. Pengelolaan
sumber daya manusia dapat dilakukan melalui usaha-usaha ke arah peningkatan
produktivitas kerja karyawan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa
penelitian ini dilakukan di PDAM.
Retribusi air minum sebagai salah satu jenis penerimaan daerah dapat
dijadikan andalan dan merupakan primadona penerimaan di sektor retribusi
daerah. Hal ini selaras dengan dengan apa yang dikatakan oleh Santoso bahwa
retribusi air minum di banyak daerah kabupaten dan kota di Indonesia menjadi
sumber penerimaan PAD yang cukup berarti. Retribusi air minum akan turut
7
menentukan besarnya tingkat kemandirian suatu daerah dalam arti mampu
mendanai sendiri segala urusan otonomi daerah.7
Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah yang banyak terdapat anak
sungai, dan dilalui oleh sungai Indragiri yang cukup panjang, bahkan Indragiri
Hilir disebut juga sebagai negeri seribu parit karena daerah Indragiri terdiri dari
perairan, sungai, rawa-rawa, dan perkebunan kelapa yang dipisahkan oleh parit-
parit kecil. Kabupaten Indragiri Hilir memiliki iklim tropis basah dengan curah
hujan 1.300mm, musim hujan datang pada bulan oktober hingga maret dan musim
kemarau tanpa hujan berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan menimbulkan masalah
dalam memperoleh air bersih, irigasi dan lain-lain. Indragiri Hilir memang di lalui
oleh sungai Indragiri yang cukup panjang, bahkan di kabupaten Indragiri Hilir
banyak terdapat anak-anak sungai dan kondisi tanahnya rawa-rawa. Namun
kualitas dari air tanahnya kurang baik, bahkan tidak dapat digunakan untuk
memasak dan untuk minum, airnya keruh dan berwarna kemerahan serta rasanya
pun sedikit asin.
Pada tahun 1980 dibangunlah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
yang terletak di desa pulau palas yang lokasinya tidak begitu jauh dari kota
tembilahan. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai Perusahaan Milik
Daerah yang berfungsi menyalurkan air bersih ke berbagai wilayah di kota
Tembilahan baik untuk masyarakat umum maupun untuk kebutuhan industri,
perkantoran, sekolah serta tempat-tempat ibadah yang ada di kota Tembilahan.
Sungai Indragiri yang melintas di sekitar desa Pulau Palas merupakan
sumber utama bagi Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dibangun guna memenuhi
7 Juli Panglima Santoso, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, Cetakan
Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, Hlm. 20.
8
kebutuhan air bersih bagi masyarakat kota Tembilahan. Pada tahun 1983 prasarana
yang dibangun oleh pemerintah baru mulai beroperasi dengan membentuk Badan
Pengelola Air Minum (BPAM) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum Republik Indonesia Nomor : 148/KPTS/CK/1983 Tanggal 20 Agustus
1983.
Saat ini, pihak Perusahaan Daerah Air Minum kota Tembilahan sudah
beroperasi selama 24 jam penuh dengan menggunakan pompa 60 l/dt sebanyak 2
unit yang terpasang di desa Pulau Palas yang diolah di 7 buah bak pengolahan
yang mengolah 20 kubik air setiap detik dengan mencampur air dalam bak
pengolahan dengan bahan alumunium sulfat hingga 1 ton perhari tergantung
kualitas air baku, tetapi air yang dihasilkan menjadi air bersih hanya sekitar 15
kubik setiap detiknya, karna air baku yang diolah tersebut tidak semuanya menjadi
air bersih. Namun jumlah air yang dialirkan ke kota Tembilahan tidak seperti yang
diharapkan, ini dikarenakan banyaknya jumlah air yang hilang, pada tahun 2006
saja jumlah air yang hilang mencapai 33%, sedangkan pada tahun 2015 sudah
hampir mencapai 40%.
PDAM Tirta Indragiri sebagai suatu Badan Usaha Milik Pemerintah
Kabupaten Indragiri Hilir yang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir
Nomor 19 Tahun 2009 disebutkan didirikan dengan tujuan untuk :
a. Melaksanakan sebagian tugas dan urusan Pemerintah Daerah khususnya dibidang : 1. Pengelolaan, penyediaan, transmisi dan distribusi air layak
konsumsi dan air bersih yang memenuhi standar baku mutu; 2. Peningkatan pendapatan asli daerah yang bersumber dari usaha
pengelolaan, penyediaan, transmisi dan distribusi air layak konsumsi dan air bersih; dan
3. Pengembangan perekonomian dalam rangka pembangunan daerah.
9
b. Mengembangkan pemenuhan kebutuhan air layak konsumsi bagi
masyarakat di daerah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
sehat dan sejahtera.8
Kebijakan yang mengatur mengenai pelayanan yang dilakukan oleh PDAM
Tirta Indragiri adalah Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Perusahaan Daerah Air Minum yang berisikan tujuan dan
tugas-tugas serta wewenang dari tiap-tiap bagian di PDAM Tirta Indragiri. Adapun
fungsi PDAM Tirta Indragiri adalah sebagai berikut : 1) Pelayanan umum dan
jasa; 2) Menyelenggarakan kepentingan umum; 3) Meningkatkan pendapatan
daerah; 4) Pelaksanaan; 5) Pengawasan.
Sehubungan dengan Pengawasan Pemungutan Retribusi Atas Pelanggan
Perusahaan Air Minum (PDAM) Di Tembilahan Menurut Perda Nomor 19 Tahun
2009 Tentang Pengaturan Pelayanan Air Minum Pdam Tirta Indragiri, dalam
Perda tersebut memuat tentang pengawasan pemungutan retribusi. Pengawasan
tersebut dilakukan langsung oleh Bupati. Hal ini dipertegas dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis Dan Tata
Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum Pada Pasal
25 Menyatakan :
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan atas penetapan tarif.
(2) Gubernur melakukan pengawasan atas pelaksanaan pedoman penetapan
tariff, dibantu oleh Walikota/Bupati untuk daerah yang dibawahinya.9
Sesuai dengan Perda Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Perusahaan Daerah
Air Minum Tirta Indragiri menyatakan bahwa:
8 Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Perusahaan
Daerah Air Minum Tirta Indragiri 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis Dan Tata
Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum
10
Pasal 11
(1) Dewan Pengawas berasal dari unsur Pejabat Pemerintah Daerah, professional
dan/atau masyarakat konsumen yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Batas usia Dewan Pengawas paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun.
Pasal 12
(1) Calon anggota Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan:
a. Menguasai manajemen PDAM;
b. Menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya; dan
c. Tidak terikat hubungan keluarga dengan Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah atau Dewan Pengawas yang lain atau Direktur sampai derajat
ketiga baik menurut garis lurus atau kesamping termasuk menantu dan
ipar.
(2) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 13
(1) Jumlah anggota Dewan Pengawas sebanyak 3 ( tiga ) orang
(2) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah
satunya diangkat sebagai Ketua merangkap anggota dan seorang sebagai
Sekretaris merangkap anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Sehubungan dengan pengawasan dalam Pemungutan Retribusi Atas
Pelanggan Perusahaan Air Minum, hal yang perlu diperhatikan adalah dasar
penetapan tarif. Berdasarkan Perda Nomor 19 Tahun 2009 menyatakan
Penetapan tarif didasarkan pada prinsip:
a. keterjangkauan dan keadilan;
b. mutu pelayanan;
c. pemulihan biaya;
d. efisiensi pemakaian air;
e. transparansi dan akuntabilitas; dan
f. perlindungan air baku.
Dalam hal pengawasan Pemungutan Retribusi Atas Pelanggan Perusahaan
Air Minum (Pdam) Di Tembilahan, sesuai dengan Perda Nomor 19 Tahun 2009
menyatakan:
Pasal 15:
Dewan Pengawas mempunyai tugas :
a. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap
pengurusan dan pengelolaan PDAM;
11
b. Memberikan pertimbangan dan saran kepada Bupati, baik diminta
ataupun tidak diminta guna perbaikan dan pengembangan PDAM,
antara lain mengenai pengangkatan Direktur, program kerja yang
diajukan oleh Direktur, rencana perubahan status kekayaan PDAM,
rencana pinjaman dan ikatan hukum dengan pihak lain, serta menerima,
memeriksa dan atau menandatangani Laporan Triwulan dan Laporan
Tahunan; dan
c. Memeriksa dan menyampaikan Rencana Strategis Bisnis (business
plan/corporate plan), dan Rencana Bisnis dan Anggaran Tahunan
PDAM yang dibuat Direktur kepada Bupati untuk mendapatkan
pengesahan.
Pasal 16:
Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15, mempunyai wewenang :
a. Menilai kinerja Direktur dalam mengelola PDAM;
b. Menilai Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan yang disampaikan
Direktur untuk mendapat pengesahan Bupati;
c. Meminta keterangan Direktur mengenai pengelolaan dan
pengembangan PDAM; dan
d. Mengusulkan pengangkatan, pemberhentian sementara, rehabilitasi dan
pemberhentian Direktur kepada Bupati.
Salah satu aspek pengawasan yang dilakukan Bupati kepada konsumen
adalah keterjangkauan dan keadilan. Dalam pra penelitian hasil wawancara dengan
Pihak PDAM Tirta Indragiri diperoleh bahwa:
“Selama ini, harga pokok produksi (HPP) sebesar Rp. 6527/M3, sementara
harga jual terkadang berada di bawah HPP. Kami tak mungkin lagi
menekan HPP itu, karena komponen HPP itu begitu banyak dan biaya yang
berkontribusi paling besar dalam HPP itu adalah biaya produksi yang
terdiri dari biaya listrik, gaji, bahan kimia untuk proses koagulasi
(Pencampuran bahan kimia koagulan dengan air baku,red), yakni
aluminium sulfat, soda ash dan kalsium hipoklorit, dan biaya lainnya”.10
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat diketahui bahwa hal
yang perlu diawasi adalah tarif penetapan. Dengan tariff yang terhitung dibawah
10
Wawancara dengan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Indragiri
(PDAM TI) Agustian Rasmanto, dikantornya di Jalan M. Boya, Tembilahan, tertanggal 23
April 2016.
12
harga pokok produksi, maka pelayanan menjadi tidak optimal, bahkan terjadi
kekurangan air untuk konsumen.
Berikut akan ditampilkan data mengenai jumlah air yang diolah,
didistribusikan dan yang terjual kepada pelanggan PDAM Tirta Indragiri pada
tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1. Jumlah Air Produksi, distribusi dan Terjual
Tahun Diolah Produksi Distribusi Terjual
2011 1.723.720 M3 1.706.660 M
3 1.689.760 M
3 1.130.380 M
3
2012 2.026.250 M3 2.006.180 M
3 1.986.320 M
3 1.930.140 M
3
2013 1.826.130 M3 1.808.050 M
3 1.790.150 M
3 1.785.430 M
3
2014 1.914.020 M3 1.895.070 M
3 1.876.310 M
3 1.822.660 M
3
2015 1.933.520 M3 1.914.370 M
3 1.895.420 M
3 1.200.150 M
3
2016 2.437.859 M3 2.425.356 M
3 2.403.689 M
3 2.399.235 M
3
Sumber : PDAM Tirta Indragiri tahun 2016
Dari tabel 1.1. diatas, terlihat jumlah air yang butuhkan masyarakat kota
Tembilahan dan hampir setiap tahun meningkat, namun dari jumlah air yang
diproduksi hingga yang terjual ke pelanggan masih banyak air yang hilang. Hal ini
tentu saja merugikan masyarakat dan juga pihak PDAM sendiri sebagai
perusahaan daerah yang mengharapkan keuntungan.
Keuntungan yang diharapkan merupakan suatu hal yang wajar tetapi
masalah perlindungan konsumen juga harus ditegakkan. Maka dari itu, keberadaan
pengawas sangat diperlukan agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
tidak semata-mata mengharapkan keuntungan tetapi juga kesejahteraan masayrakat
juga diperhatikan dalam hal perolehan air bersih.
Kemudian data tentang jumlah pelanggan PDAM Tirta Indragiri sebagai
berikut:
13
Tabel 1.2. Jumlah Pelanggan dan Retribusi Pembayaran dari Pelanggan
Tahun Jumlah
Pelanggan
%
Penginkatan
Pembayaran
Pelanggan
(Rp)
Rata/rata
Pembayaran
Pelanggan (Rp)
2012 11.032 - 7.993.445.208 724.569
2013 11.762 6,62 8.496.374.796 722.358
2014 13.943 18,54 10.130.788.598 726.586
2015 15.000 7,58 11.043.855.100 736.257
2016 17.061 13,74 11.556.329.600 677.354
Sumber: PDAM Tirta Indragiri, 2017
Berdasarkan tabel 1.2 diketahui bahwa jumlah pelanggan retribusi PDAM
Tirta Siak terus meningkat. Hingga tahun 2016 jumlah pelanggan menjadi 17.061
pelanggan atau meningkat sebesar 13,74% dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan ini menyebabkan peningkatan jumlah pendapatan DPAM Tirta
Indragiri dari pembayaran pelanggan.
Di tahun 2016 tatal pendapatan PDAM Tirta Indragiri sebesar Rp.
11.556.329.600,-. Namun jika dilihat tingkat Rata/rata Pembayaran Pelanggan di
tahun 2016 jauh menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dari tahun 2012
– 2015, Rata/rata Pembayaran Pelanggan sebesar Rp. 722.000,- tetapi di tahun
2016, Rata/rata Pembayaran Pelanggan sebesar Rp. 677.354,-. Terjadi perbedaan
tingkat pembayaran yang jauh disbanding tahun-tahun sebelumnya. Dengan
demikian, diperlukan penghasan khusus untuk mengetahui tingkat perbedaan
jumlah pembayaran yang terjadi.11
Hasil pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas PDAM Tirta
Indragiri menyatakan biaya dan pendapatan adalah sebagai berikut:
11
LAKIP, PDAM Tirta Indragiri, 2015.
14
Tabel 1.3. Hasil Pengawasan Biaya dan Pendapatan PDAM Tirta Indragiri:
Tahun Pendapatan Bersih Biaya PDAM Laba Kotor
2012 9.994.032.803 15.237.917.951 (5.243.885.148)
2013 11.991.282.911 15.268.549.354 (3.277.266.443)
2014 16.969.776.020 15.438.371.440 1.531.404.580
2015 19.743.371.902 15.866.774.348 3.876.597.554
2016 22.720.590.524 16.059.488.206 6.661.102.318
Sumber: Dewan Pengawas PDAM TIrta Indragiri, Tembilahan, 2017
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa di tahun 2014 – 2016
perusahaan mengalami keuntungan. Jika dilakukan perbandingan pendapatan
bersih PDAM menurut laporan dari Administrasi PDAM dengan hasil pengawasan
dari Dewan Pengawas PDAM terjadi selisih. Di tahun 2016 total pendapatan
menurut Administrasi PDAM sebesar Rp. 11.556.329.600,-. Sedangkan menurut
Dewan Pengawas sebesar Rp. 22.720.590.524,-. Selisih ini terjadi karena data
yang dicatat bagian Administrasi adalah pendapatan dari pelanggan konsumen dari
rumah tangga. Sedangkan Dewan Pengawas mencatat semua pelanggan termasuk
dari instansi.
Keberadaan dewan pengawas bukan hanya mengawasi pendapatan dari
PDAM saja, tetapi hendaknya juga melakukan pengawasan terhadap konsumen.
Dimana konsumen atau masyarakat banyak yang mengeluh karena kurangnya
pasokan air. Selain itu, kualitas air yang kurang untuk dikonsumsi.
Sebagaimana dapat dilihat dari hasil wawancara dengan pelanggan PDAM
berikut :
“air PDAM ini keruh, tidak bisa dipakai untuk memasak…untuk masak
kami pakai air hujan atau air galon (air mineral)…kalau air PDAM itu
kami pakai cuma untuk mandi dan mencuci, itupun airnya harus
diendapkan dulu beberapa saat”12
12
Wawancara Dengan Konsumen di Tembilahan, Tanggal 24 April 2016.
15
Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa air yang dialirkan oleh
pihak PDAM kepada pelanggan masih belum dapat dikategorikan layak konsumsi,
bahkan untuk kebutuhan mencuci pelanggan harus mengendapkan air untuk
beberapa waktu agar air menjadi lebih bersih.
Program-program yang dibuat setiap tahun oleh pihak PDAM, dengan
perencanaan program yang dibuat setiap tahunnya masih saja banyak keluhan yang
disampaikan oleh pelanggan kepada pihak PDAM. Hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara berikut ini :
“program ini tiap tahun kami buat, nanti setelah dibuat diajukan ke pihak
Dinas PU…yang membuat program dari direktur PDAM…kalau sesuai
dengan dana yang ada baru dilaksanakan program yang sudah di buat ni”13
Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa PDAM menyusun program
setiap tahunnya yang kemudian diajukan kepada pihak Dinas Pekerjaan Umum
untuk ditindak lanjuti apakah program tersebut sesuai dengan dana yang ada dan
dapat dilaksanakan sesuai dengan apa yang dicanangkan.
Namun program yang berjalan saat ini dan beberapa program yang telah
selesai dilaksanakan oleh pihak PDAM tidak banyak merubah keadaan kearah
yang lebih baik, ini dilihat dari masih adanya keluhan pelanggan mengenai air
yang keruh dan tidak dapat digunakan bahkan untuk mencuci. Sebagaimana dapat
dilihat dari hasil wawancara berikut ini :
“air yang dialirkan warnanya sudah seperti susu coklat, ada lima hari
seperti ini, mulai dari tanggal 11 kemaren sampai tanggal 16…pakaian
kotor sudah betumpuk, mau nyuci tidak bisa…kemarin waktu bayar
tagihan saya Tanya sama petugas kenapa airnya keruh, hampir seminggu
air tak bersih…tapi tak ada tanggapan dari mereka”14
13
Wawancara Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Indragiri (PDAM
TI) Agustian Rasmanto, dikantornya di Jalan M. Boya, Tembilahan, tertanggal 23 April 2016. 14
Wawancara Dengan Konsumen di Tembilahan, Tanggal 24 April 2016.
16
Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa air yang dialirkan oleh
pihak PDAM kepada pelanggan masih belum layak konsumsi, bahkan digunakan
untuk mencuci pakaian saja harus diendapkan terlebih dahulu agar airnya lebih
bersih dan dapat digunakan.
Dengan terlaksananya program-program tersebut dan beberapa program
yang hingga saat ini masih belum selesai pengerjaannya, namun hingga saat ini
kualitas, kuantitas dan kontiunitas air yang dialirkan kepada pelanggan masih saja
belum dapat dikatakan baik. Seharusnya dengan terlaksananya program yang
dicanangkan oleh pihak PDAM mampu meningkatkan kualitas, kuantitas dan
kontiunitas penyediaan air bersih kepada masyarakat. Apakah program-program
tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan apa yang dicanangkan atau program-
program tersebut tidak terlaksana sesuai dengan apa yang telah dicanangkan
sebelumnya.
Pengawasan lain yang perlu diperhatikan pihak pemerintah adalah masalah
pasokan air yang terbatas dan sering mengalami pemadaman. Akibat pemadaman
yang terjadi, tetapi konsumen tetap membayar jumlah pemakaian air yang tinggi
tanpa ada pengurangan.
Pengawasan pemungutan retribusi atas pelanggan perusahaan air minum
belum efektif. Berdasarkan hasil pra riset, diperoleh fenomena yaitu:
1. Pasukan air masih kurang untuk masyarakat. Jumlah air yang disalurkan tidak
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Tiap pelanggan mendapat pasokan air
yang tidak memenuhi batas minimum penggunaan. Sementara pembayaran
retribusi air ditetapkan berdasarkan batas minimum. Jika melebihi penggunaan
minimum akan dikenakan penambahan pembayaran retribusi berdasarkan
kelebihan dengan tariff yang sudah ditetapkan oleh undang-undang.
17
Masyarakat merasa tidak ada pengawasan dari pemerintah karena mereka
menggunakan air dibawah batas minimum, tetapi membayar retribusi secara
normal. Seharusnya jika penggunaan air berkurang, hendaknya masyarakat
juga membayar retribusi berkurang.
2. Pemerintah melakukan pengawasan pemungutan retribusi masih kurang
efektif. Hal ini terlihat dari retribusi yang diperoleh PDAM selalu tidak
tercapai dan berakibat PDAM menderita kerugian setiap bulan. Hendaknya
pengawasan yang dilakukan dalam pemungutan retribusi PAM ini, dapat
memberikan perlindungan kepada masyarakat tetapi tidak merugikan PDAM.
3. Kebijakan pemerintah dalam menangani masalah konsumen yang tidak
membayar tagihan retribusi belum tegas. Masih ditemui banyak wajib retribusi
yang melakukan penunggakan pembayaran tagihan PDAM tetapi tidak
mendapatkan sanksi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut dan menguangkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk tesis dengan judul
“PENGAWASAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI ATAS PELANGGAN
PERUSAHAAN AIR MINUM (PDAM) DI TEMBILAHAN MENURUT
PERDA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN
PELAYANAN AIR MINUM PDAM TIRTA INDRAGIRI”
B. Masalah Pokok
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, penulis merumuskan
masalah pokok penelitian yaitu :
1. Bagimananakah pengawasan dalam pemungutan retribusi pelanggan
Perusahaan Air Minum (PDAM) Di Tembilahan Menurut Perda Nomor 19
18
Tahun 2009 Tentang Pengaturan Pelayanan Air Minum Pdam Tirta
Indragiri?
2. Bagaimana penyelesaian perkara yang timbul akibat keberatan dari
pelanggan untuk membayar tribusi?
3. Bagaimana pelayanan yang diberikan kepada Konsumen yang
menggunakan jasa PDAM?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengawasan dalam pemungutan retribusi pelanggan
Perusahaan Air Minum (PDAM) Di Tembilahan Menurut Perda Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Pengaturan Pelayanan Air Minum Pdam Tirta
Indragiri.
2. Untuk mengetahui penyelesaian perkara yang timbul akibat keberatan dari
pelanggan untuk membayar tribusi.
3. Untuk mengetahui pelayanan yang diberikan kepada Konsumen yang
menggunakan jasa PDAM.
Kegunaan Penelitian
1. Dengan melakukan penelitian ini maka penulis dapat memahami secara
mendalam tentang pengawasan dalam pemungutan retribusi pelanggan
Perusahaan Air Minum (PDAM) Di Tembilahan Menurut Perda Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Pengaturan Pelayanan Air Minum Pdam Tirta
Indragiri.
19
2. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui atau
melanjutkan penelitian ini dalam pembahasan yang sama.
3. Untuk memperluas cakrawala penulis di bidng ilmu hukum kususnya
tentang hukum bisnis.
D. Kerangka Teori
1. Teori Negara Hukum
Istilah rechtsstaat yang diterjemahkan sebagai Negara hukum menurut
Philipus M.Hadjon mulai populer di Eropa sejak abad ke-19,meski pemikiran
tentang hal itu telah lama ada.15
Cita Negara hukum itu untuk pertama kalinya di
kemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran tersebut dipertegas oleh
Aristoteles.16
Menurut Aristoteles,yang memerintah dalam suatu Negara bukanlah
manusia,melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik
atau buruknya suatu hukum.Menurut Aristoteles, suatu Negara yang baik ialah
Negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Ia
menyatakan:17
“Constitutional rule in a state is closely connected,also with the requestion
whether is better to be rulled by the best men or the best law,since a
goverrment in accordinace with law,accordingly the supremacy of law is
accepted by Aristoteles as mark of good state and not merely as an
unfortunate neceesity.” Artinya ; Aturan konstutitusional dalam suatu
Negara berkaitan secara erat, juga dengan mempertanyakan kembali
apakah lebih baik diatur oleh manusia yang terbaik sekalipun atau hukum
yang terbaik, selama pemerintahan menurut hukum. Oleh sebab itu,
15
Philipus. M.Hadjon, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia,
Kumpulan Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo, Media Pratama,
Jakarta, 1996, hal.72. 16
NI’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Riview, UII Press, Yogyakarta, 2005,
hal. 1 17
George Sabine , A History of Political Theory, George G.Harrap & CO.Ltd., London, 1995,
hal. 92
20
supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai pertanda Negara yang
baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tidak layak.
Aristoteles juga mengemukakan tiga unsur dari pemerintahan berkonstitusi.
Pertama, pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum. Kedua, pemerintahan
dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan
hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang mengesampingkan konvensi
dan konstitusi. Ketiga, pemerintahan berkonstitusi yanga dilaksanakan atas
kehendak rakyat.18
Pemikiran Aristoteles tersebut diakui merupakan cita Negara
hukum yang dikenal sampai sekarang. Bahkan, ketiga unsur itu hamper ditemukan
dan dipraktikkan oleh semua Negara yang mengidentifikasikan dirinya sebagai
Negara hukum.
Konsep Negara hukum rechtsstaat di Eropa Kontinental sejak semula
didasarkan pada filsafat liberal yang individualistic. Ciri individualistic itu sangat
menonjol dalam pemikiran Negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental
itu.Konsep rechtsstaat menurut Philus M.Hardjon lahir dari suatu perjuangan
menentang absolutism,sehingga sifatnya revolusioner.19
Adapun cirri-ciri rechtsstaat adalah sebagai berikut :20
1. Adanya Undang-undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan
tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
2. Adanya pembagian kekuasaan Negara ;
3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Ciri-ciri rechtsstaat tersebut menunjukkan bahwa ide sentral rechtsstaat
adalah pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang bertumpu pada
18
Ibid., 19
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu Surabaya,
1987, hal. 72 20
Ni’matul Huda, Negara Hukum Demokrasi dan Judicial Review, UII Press Yogyakarta, 2005,
hal. 9.
21
prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya Undang-undang Dasar secara teoritis
memberikan jaminan konstitusional atas kebebasan dan persamaan tersebut.
Pembagian kekuasaan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penumpukan
kekuasaan dalam satu tangan. Kekuasaan yang berlebihan yang dimiliki seorang
penguasa cendrung bertindak mengekang kebebasaan dan persamaan yang
menjadi ciri khas Negara hukum.
Ciri-ciri rechtsstaat tersebut juga melekat pada Indonesia sebagai sebuah
Negara hukum.Ketentuan bahwa Indonesia adalah Negara hukum tidak dapat
dilepaskan dari Pembukaan UUD 1945 sebagai citanegara hukum,kemudian
ditentukan dalam batang tubuh dan penjelasan UUD 1945 (sebelum
diamandemen). Alinea I Pembukaan UUD 1945 mengandung kata perikeadilan ;
dalam alinea II terdapat kata adil; dalam alinea II terdapat kata Indonesia; dalam
alinea IV terdapat kata keadilan sosial dan kata kemanusiaan yang adil. Semua
istilah tersebut merujuk pada pengertian Negara hukum,karena salah satu tujuan
Negara hukum adalah untuk mencapai keadilan.21
Pengertian keadilan yang
dimaksud dalam konsep Negara hukum Indonesia adalah bukan hanya keadilan
hukum (legal justice), tetapi juga keadilan sosial (sociale justice).
Menurut Azhary, dalam penjelasan UUD 1945 (sebelum
amandemen),istilah rechtsstaat merupaka suatu genus begrip, sehingga dalam
kaitannya dengan UUD 1945 adalah suatu pengertian khusus dari istilah
rechtsstaat sebagai genus begrib, sehingga dalam kaitannyadengan UUD 1945
adalah suatu pengertian khusus dari istilah rechtsstaat sebagai genus begrib.
21
Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia, Kumpulan
Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo, Media Pratama, Jakarta, 1996,
hal. 25
22
Studi tentanag rechtsstaat sudah sering dilakukan oleh ahli hukum Indonesia, tetapi
studi-studi mereka belum sepenuhnya dapat menentukan bahwa Indonesia
tergolong sebagai Negara hukum dalam pengertian rechtstaat atau rule of law.22
Ada kecendrungan interpretasi yang mengarah pada konsep rule of law, antara lain
pemikiran Sunaryati Hartono dalam bukunya, Apakah The Rule of Law Itu?23
Oemar Senoadji, bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki cirri-ciri khas
Indonesia. Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum,
Negara Hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara Hukum Pancasila. Salah
satu cirri pokok dalam NegaraHukum Pancasila ialah adanya jaminan terhadap
freedom of religion atau kebebasan beragama. Ciri berikutnya dari Negara Hukum
Indonesia menurut Oemar Senoadji ialah tiada pemisahan yang rigid dan mutlak
antar agama dan Negara. Karena menurutnya,agama dan Negara berada dalam
hubungan yang harmonis.
Padmo Wahjono menelaah Negara hukum Pancasila dengan bertitik tolak
dari asas kekeluargaan yang tercantum dalam UUD 1945, yang diutamakan dalam
asas kekeluargaan adalah rakyat banyak dan harkat dan martabat manusia
dihargai.24
Pasal 33 UUD 1945 mencerminkan secara khas asas kekeluargaan ini.
Pasal ini menegaskan bahwa yang penting ialah kemakmuran masyarakat dan
bukan kemakmuran orang perorang. Kiranya konsep Negara Hukum Pancasila
perlu ditelaah pengertiannya dilihat dari sudut pandang asas kekeluargaan.
22
Azhary, Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Dilihat Dari Segi Hukum
Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Penerbit Kencana,
Jakarta, 2003, hal.92. 23
Sunaryati Hartono, Apakah Rule of Law itu?, Penerbit P.T Alumni, Bandung, 1982, hal.1 24
Padmo Wahjono, Konsep Yuridis Negara Hukum Republik Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1982,
hal. 17
23
Padmono Wahjono memahami hukum sebagai suatu alat atau wahana
untuk menyelenggarakan kehidupan Negara atau ketertiban dan menyelenggarakan
kesejahteraan sosial.Pengertian ini tercermin dalam rumusan Penjelasan UUD1945
(sebelum amandemen) yang menyatakan bahwa Undang-undang Dasar hanya
memuat aturan-aturan pokok atau garis-garis besar sebagai instruksi kepada
Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggaraan Negara untuk menyelenggarakan
kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial.
Azhary, hukum adalah wahana untuk mencapai keadaan yang tata tentram
kerta rahaja dan bukan sekedar untuk Kamtibmas (rust en orde).25
Padmono
Wahjono menjelaskan pula bahwa dalam UUD 1945 (sebelum amandemen)
terdapat penjelasan bahwa bangsa Indonesia juga mengakui kehadiran atau
eksistensi hukum tidak tertulis (selain hukum yang tertulis). Sehubungan dengan
fungsi hukum, Padmo Wahjono menegaskan tiga fungsi hukum dilihat dari cara
pandang berdasarkan asas kekeluargaan, yaitu :26
1. Mengakkan demokrasi sesuai dengan rumusan tujuh pokok sistem
pemerintahan Negara dalam Penjelasan UUD 1945.
2. Mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945;
2. Menegakkan perikemanusiaan yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha
Esa dan dilaksanakan secara adil dan beradab.
Padmo Wahjono menamakan fungsi hukum Indonesia sebagai suatu
pengayoman. Oleh karena itu, ia berbeda dengan cara pandang liberal yang
melambangkan hukum sebagai Dewi Yustitia yang memegang pedang dan
25
Azhary, Op.Cit., hal.95 26
Padmo Wahjono, Op.Cit., hal.18
24
timbangan dengan mata tertutup, memeperlihatkan bahwa keadilan yang tertinggi
ialah suatu ketidakadilan yang paling tinggi. Hukum di Indonesia dilambangkan
dengan pohon pengayoman.27
Adapun unsure-unsur pokok Negara Hukum Indonesia adalah (1)
Pancasila; (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat ; (3) Sistem Konstitusi ; (4)
Persamaan ; dan (5) Peradilan yang Bebas. Dari unsure-unsur yang dikemukakan
Azhary tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam Negara Hukum
Pancasila, yaitu :28
1. Kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga
pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa (ateisme) atau sikap
yang memusuhi Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan,seperti terjadi
di Negara-negara komunis yang membenarkan propaganda anti agama;
2. Ada hubungan yang erat antara Negara dan agama,sehingga baik secara
rigid atau mutlak maupun secara longgar atau nisbi, Negara Republik
Indonesia tidak mengenal doktrin pemisahan antara agama dan Negara.
Oleh karena Doktrin ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan
UUD 1945.
Lima unsur utama tersebut bertumpu pada prinsip sila pertama dari
Pancasila.Hal ini menurut Azhary, Negara hukum Pancasila memiliki bukan hanya
memiliki suatu cirri tertentu,tetapi cirri yang paling khusus dari semua konsep
hukum barat (rechtsstaat dan rule of law) maupun yang disebut sebagai socialist
legality.Sila pertama Pancasila mencerminkan konsep monoteisme atau tauhid.29
2. Kewenangan
Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan
kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak,
27
Ibid., hal.19 28
Azhary, Op.Cit., hal 96 29
Hazairin,Demokrasi Pancasila,Tintamas,Jakarta,1973,hal.5.
25
kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab
kepada orang/badan lain.30
Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum
organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan yang
berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan
oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.31
Menurut Bagir Manan wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan
kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak
berbuat.Wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban.32
Kewenangan adalah
merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki seorang pejabat atau
institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikiankewenangan juga
menyangkut kompetensi tindakan hukum yang dapat dilakukan menurut kaedah-
kaedah formal, jadi kewenangan merupakan kekuasaan formal yang dimiliki oleh
pejabat atau institusi. Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam kajian
hukum tata negara dan hkum administrasi negara.
Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M. Stroink
dan J.G. Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan
hukum administrasi negara.33
Berdasarkan definisi kewenangan menurut para ahli diatas, penulis
berpendapat bahwa kewenangan merupakan suatu hak yang dimiliki oleh seorang
30
Kamal Hidjaz. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan Daerah
Di Indonesia. Pustaka Refleksi. Makasar. 2010. hal 35 31
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2013. hal 71 32
Nurmayani S.H.,M.H. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung Bandarlampung.
2009. hal 26 33
Ridwan HR. Op.Cit. hal. 99.
26
pejabat atau institusi yang beritindak menjalankan kewenangannya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Indroharto, mengemukakan bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,
delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut : Wewenang
yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang
baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini
dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi
terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan
TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif
kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh
adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu
pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau
Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.34
Philipus M. Hadjon, mengatakan bahwa setiap tindakan pemerintahan
disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh
melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi
lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang
dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang
berasal dari pelimpahan. Kemudian Philipus M Hadjon pada dasarnya membuat
perbedaanantara delegasi dan mandat. Dalam hal delegasi mengenai prosedur
pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan
yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan
tanggung gugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan
34
Indroharto. Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:
Pustaka Harapan. 1993. hal. 68
27
wewenang itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas
”contrarius actus”. Artinya, setiap perubahan, pencabutan suatu peraturan
pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang menetapkan
peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih
tinggi. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan
bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap
pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri
wewenang yang dilimpahkan itu.35
Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan
dengan istilah Belanda “bevoegdheid”. Berdasarkan pendapat Henc van
Maarseveen sebagaimana dikutif oleh Philipus M. Hadjon dalam Sadjijono, bahwa
teori kewenangan digunakan di dalam hukum publik yaitu wewenang terdiri atas
sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu; pengaruh, dasar hukum dan konformitas
hukum. Komponen pengaruh ialah penggunaan wewenang dimaksudkan untuk
mengendalikan prilaku subjek hukum.
Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar
hukumnya, dan komponen komformitas hukum mengandung adanya standar
wewenang, yaitu standard umum (semua jenis wewenang), dan standar khusus
(untuk jenis wewenang tertentu). Pada konsep wewenang pemerintahan
(bestuursbevoegdheid), tidak semua komponen wewenang yang ada dalam hukum
publik, karena wewenang hukum publik memiliki cakupan luas termasuk
wewenang dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.36
35
Ridwan HR. Op.Cit. hal.108-109 36
Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, LaksBang Pressindo,
Yogyakarta, 2008, hal. 52.
28
Kewenangan berkaitan dengan produk hukum berupa peraturan perundang-
undangan dalam negara hukum. Menurut Hamid S. Attamimi yang mengutip
pendapatnya Van Wijk dan Konijnenbelt, didalam suatu negara hukum pada
dasarnya dapat dikemukakan adanya wawasan-wawasan sebagai berikut :37
a. Pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur), dengan bagian-
bagiannya tentang kewenangan yang dinyatakan dengan tegas tentang
perlakuan yang sama dan tentang kepastian hukum;
b. Perlindungan hak-hak azasi;
c. Pembagian kekuasaan, dengan bagian-bagiannya tentang struktur
kewenangan atau desentralisasi dan tentang pengawasan serta kontrol;
d. Pengawasan oleh kekuasaan peradilan.
Pelimpahan kewenangan dalam jabatan kenegaraan, menurut pendapat
Suwoto Mulyosudarmo38
menggunakan istilah kekuasaan, karena kekuasaan dapat
mencakup muatan lebih luas dari wewenang. Pada dasarnya pemberian kekuasaan
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu; kekuasaan yang bersifat atributif dan
derivatif. Kekuasaan yang diproleh secara atribusi (attributie) menyebabkan
terjadinya pembentukan kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang belum ada
menjadi ada yang menyebabkan adanya kekuasaan yang baru. Kekuasaan derivatif
(afgeleid) adalah yang diturunkan atau diderivasikan kepada pihak lain.
Pembentukan kekuasaan bisa terjadi pada saat yang bersamaan dengan
pembentukan lembaga yang memproleh kekuasaan dan bisa terjadi kemudian
sesudah lahirnya lembaga atau badan.
Bagir Manan, menyatakan dalam Hukum Tata Negara, kekuasaan
menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Wewenang mengandungarti
37
A. Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden
Yang Berfungsi Pengaturan Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Disertasi, Jakarta, Universitas
Indonesia, hal. 311. 38
Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Pidato
Nawaksara, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal.39.
29
hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan
tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu.
Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan
tertentu Dalam hukum administrasi negara wewenang pemerintahan yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui cara-cara yaitu
atribusi, delegasi dan mandat.39
Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh
badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang
pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya.
Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.40
Misal,
dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara Pasal 93 (1) Pejabat struktural eselon I diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2) Pejabat
struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang
bersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat diangkat dan
diberhentikan oleh Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri yang
bersangkutan.
3. Teori Pengawasan
Kata “Pengawasan” berasal dari kata “awas” berarti “penjagaan”. Istilah
pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dengan ilmu administrasi yaitu
sebagai salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan. George R Terry berpendapat
bahwa istilah “control” sebagaimana dikutip Muchsan, artinya : “control is to
39
Bagir Manan. Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah.
Fakultas Hukum Unpad. Bandung, 2000. hal. 1-2. 40
Ibid. hal. 104-105.
30
determine what is accomplished, evaluate it, and apply corrective measures,if
needed to ensure result in keeping with the plan “ (Pengawasan adalah
menentukan apa yang telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakan
korektif, jika perlu memastikan sesuai dengan rencana).41
Muchsan berpendapat bahwa pengawasan adalah kegiatan untuk menilai
suatu pelaksanaan tugas secara defacto, sedangkan tujuan pengawasan hanya
terbatas pada pencocokkan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud suatu
rencana/plan).42
Bagir Manan memandang control sebagai sebuah fungsi sekaligus hak,
sehingga lazim disebut sebagai fungsi kontrol atau pengendalian. Dalam
pelaksanaan tugas pengawasan tahapan-tahapan pada fungsi manajemen memiliki
keterkaitan satu sama lain. Keterpaduan fungsi-fungsi tersebut, memerlukan
adanya koordinasi dari fungsi-fungsi tersebut dan tuntutan profesi atas kualitas
hasil pengawasan menghendaki juga adanya sistem dan program pengendalian
mutu dari proses pelaksanaan tugas pengawasan.43
Di Indonesia dikenal bermacam-macam pengawasan yang secara teoretis
dibedakan atas pengawasan langsung dan tidak langsung, pengawasan preventif
dan represif, pengawasan internal dan eksternal. Bentuk pengawasan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :44
41
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika Offset, Jakarta,
2008, Hal. 97. 42
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata
Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1992, Hal. 38. 43
Manan, Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH)
Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001, Hal. 1. 44
Victor M. Situmorang, dan Jusuf Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Rineika Cipta,
Jakarta, 1993, Hal. 28.
31
1. Pengawasan Langsung dan Tidak Langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi
oleh pemimpin atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek
sendiri secara on the spot di tempat pekerjaan, dan menerima laporan-laporan
secara langsung dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi. Sedangkan
pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang
diterima dari pelaksana baik lisan maupun tulisan, mempelajari pendapat
masyarakat dan sebagainya tanpa on the spot.
2. Pengawasan Preventif dan Represif
Arti pengawasan preventif adalah pengawasan yang bersifat mencegah.
Mencegah artinya menjaga jangan sampai suatu kegiatan itu jangan sampai
terjerumus pada kesalahan. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang
bersifat mencegah agar pemerintah daerah tidak mengambil kebijakan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan represif adalah pengawasan yang berupa penangguhan atau
pembatalan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah baik berupa Peraturan
Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan DPRD maupun Keputusan Pimpinan
DPRD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengawasan represif
berupa penangguhan atau pembatalan terhadap kebijakan daerah yang dinilai
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan/atau peraturan perundangundangan yang lainnya.
3. Pengawasan Internal dan Eksternal
Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam
organisasi itu sendiri. Pengawasan intern lebih dikenal dengan pengawasan
32
fungsional. Pengawasan fungsional adalah pengawasan terhadap pemerintah
daerah, yang dilakukan secara fungsional oleh lembaga yang dibentuk untuk
melaksanakan pengawasan fungsional, yang kedudukannya merupakan bagian dari
lembaga yang diawasi seperti Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi,
Inspektorat Kabupaten/Kota. Sementara pengawasan eksternal adalah pengawasan
yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi itu sendiri seperti Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
Pengawasan adalah segala kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas dan kegiatan, apakah sesuai
dengan yang semestinya atau tidak. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
diuraikan bila tidak sesuai dengan semestinya atau standar yang berlaku bagi
kegiatan yang dilakukan maka telah terjadi penyimpangan.45
Kesalahan dan penyimpangan dalam pengawasan merupakan kegiatan dari
kenyataan yang sebenarnya, selain hal tersebut dalam kegiatan pengawasan juga
harus ditemukan sebab-sebab terjadinya penyimpangan, sifat penyimpangan,
akibat hukum dari penyimpangan dan kerugian keuangan yang ditimbulkan dari
perbuatan penyimpangan serta tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Produk dari pengawasan menurut Sujanto: Produk langsung dari
pengawasan hanyalah berupa data dan informasi maka hasil akhir atau manfaat
dari pengawasan itu hanya akan dapat terlihat atau dirasakan apabila data dan
informasi itu telah dimanfaatkan oleh manajer sehingga melahirkan tindakan-
tindakan yang nyata. Tindakan-tindakan tersebut umumnya dikenal dengan
tindakan korektif atau corrective action.46
45
Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia ndonesia, Jakarta, 1987, Hal. 63. 46
Ibid., Hal. 93.
33
Pengawasan dilakukan dengan maksud tidak mencari-cari kesalahan
(watch dog) namun untuk :
1. Memastikan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan oleh instansi
pemerintah memenuhi ketentuan kualitas yang dipersyaratkan atau
memenuhi harapan masyarakat ( assurance ).
2. Memberi bimbingan atau pendampingan kepada manajemen agar
kegiatan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan dan mencapai sasaran
yang diharapkan (consultant).
3. Fasilitator manajemen untuk menggali sendiri kecukupan pengendalian,
mengidentifikasi risiko dan mengevaluasi risiko, membuat rencana
tindakan dan mendorong untuk proses perbaikan yang berkelanjutan
(catalyst)47
Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah menentukan :48
(1) Pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan
Aparat Pengawas intern Pemerintah sesuai dengan fungsi dan
kewenangannya.
(2) Aparat Pengawas Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan
Lembaga Non Departemen, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat
Kabupaten/Kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di
daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.49
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah Lembaga
yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada tingkat pusat
adalah Inspektorat Jendral Departemen. Menurut Permendagri Nomor 130 Tahun
2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri, Inspektorat
47
Ateng Safrudin, Pasang Surut Otonomi Daerah, Orasi Diesnatalis Unpar, Bandung, 1983. 48
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 49
Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hal. 97.
34
Jenderal Departemen Dalam Negeri mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
fungsional di lingkungan Departemen. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :50
a. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional;
b. pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal.
Hal-hal yang berkaitan dengan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam Pasal 20 sampai dengan 36 Peraturan Pemerintah Nomor 79
Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah. Dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan daerah maka diperlukan pedoman. Pasal 28 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut
mengenai pedoman tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diatur dengan Peraturan
Menteri/Menteri Negara/ Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen sesuai
dengan fungsi dan kewenangannya.
Peraturan Menteri yang dimaksud oleh ketentuan ini adalah Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009. Ruang lingkup
pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2007, yang menyebutkan :51
50
Permendagri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam
Negeri 51
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
35
(1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah meliputi :
a. Adminitrasi umum pemerintahan ; dan
b. Urusan pemerintahan
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
terhadap :
a. Kebijakan daerah ;
b. Kelembagaan ;
c. Pegawai daerah ;
d. Keuangan daerah ;
e. Barang daerah
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pad ayat (1) huruf b dilakukan
terhadap :
a. urusan wajib ;
b. urusan pilihan ;
c. Dana Dekonsentrasi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 tersebut dapat diketahui bahwa pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pengawasan terhadap
administrasi umum pemerintahan dan urusan pemerintahan. Administrasi umum
pemerintahan meliputi kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, keuangan
daerah dan barang daerah. Sedangkan urusan pemerintahan meliputi urusan wajib,
urusan pilihan serta dan dekonsentrasi.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan amanat
dari ketentuan Bab XII, Pasal 218 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang
menyatakan bahwa :
(1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh Pemerintah meliputi :
a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah.
b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan
oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan
perundangundangan.
Ketentuan Pasal 218 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 dijabarkan
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
36
2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah perlu adanya pedoman pengawasan,
seperti yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
8 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah.
Instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan
pengawasan intern (internal audit) di lingkungan pemerintah pusat dan/atau
pemerintah daerah, yang terdiri dari :
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
2. Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat/unit pengawasan intern pada
Kementerian Negara, Inspektorat Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah
Non Kementerian, Inspektorat/unit pengawasan intern pada
Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara,
3. Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan
4. unit pengawasan intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.52
Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan tindakan korektif itu
sudah terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan
korektif itu merupakan proses lanjutan. Pengendalian adalah pengawasan ditambah
tindakan korektif. Sedangkan pengawasan adalah pengendalian tanpa tindakan
korektif. Namun sekarang ini pengawasan telah mencakup kegiatan pengendalian,
pemeriksaan, dan penilaian terhadap kegiatan. Menurut Prayudi, dalam mencapai
pelaksanaan pengawasan terhadap beberapa asas antara lain :
1. Asas tercapainya tujuan, ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan atau deviasi perencanaan.
52
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Nomor: Per – 1633
/K/Jf/2011 Tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah.
37
2. Asas efisiensi, yaitu sedapat mungkin menghindari deviasi dari perencanaan sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain diluar dugaan.
3. Asas tanggung jawab, asas ini dapat dilaksanakan apabila pelaksana bertanggung jawab penuh terhadap pelaksana perencanaan.
4. Asas pengawasan terhadap masa depan, maksud dari asas ini adalah pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik di waktu sekarang maupun di masa yang akan datang.
5. Asas langsung, adalah mengusahakan agar pelaksana juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.
6. Asas refleksi perencanaan, bahwa harus mencerminkan karakter dan susunan perencanaan.
7. Asas penyesuaian dengan organisasi, bahwa pengawasan dilakukan sesuai dengan struktur organisasi dan kewenangan masing-masing.
8. Asas individual, bahwa pengawasan harus sesuai kebutuhan dan ditujukan sesuai dengan tingkat dan tugas pelaksana.
9. Asas standar, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat, yang akan digunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan dan tujuan.
10. Asas pengawasan terhadap strategis, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis.
11. Asas kekecualiaan, bahwa efisiensi dalam pengawasan membutuhkan perhatian yang di tujukan terhadap faktor kekecualian yang dapat terjadi dalam keadaan tertentu, ketika situasi berubah atau tidak sama.
12. Asas pengendalian fleksibel bahwa pengawasan harus untuk menghindarkan kegagalan pelaksanaan perencanaan.
13. Asas peninjauan kembali, bahwa pengawasan harus selalu ditinjau, agar sistim yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.
14. Asas tindakan, bahwa pengawasan dapat dilakukan apabila ada ukuran –ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi dan pelaksanaan.
53
Oleh karena pengawasan tersebut mempunyai sifat menyeluruh dan luas,
maka dalam pelaksanaanya diperlukan prinsip-prinsip pengawasan yang dapat
dipatuhi dan dijalankan, adapun prinsip-prinsip pengawasan itu adalah :
1. Objektif dan menghasilkan data. Artinya pengawasan harus bersifat
objektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan
pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan. Artinya untuk dapat
mengetahui dan menilai ada tidaknya kesalahan-kesalahan dan
penyimpangan, pengawasan harus bertolak pangkal dari keputusan
pimpinan yang tercermin dalam:
53
Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal. 86
38
f. Tujuan yang ditetapkan
d. Rencana kerja yang telah ditentukan
e. Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang telah digariskan
f. Perintah yang telah diberikan
g. Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
3. Preventif. Artinya bahwa pengawasan tersebut adalah untuk menjamin
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang harus efisien dan efektif,
maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi
kesalahan-kesalahan berkembangnya dan terulangnya kesalahan-kesalahan.
4. Bukan tujuan tetapi sarana. Artinya pengawasan tersebut hendaknya tidak
dijadikan tujuan tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi
dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi.
5. Efisiensi. Artinya pengawasan haruslah dilakuan secara efisien, bukan
justru menghambat efisiensi pelaksanaan kerja.
6. Apa yang salah. Artinya pengawasan haruslah dilakukan bukanlah semata-
mata mencari siapa yang salah, tetapi apa yang salah, bagaimana timbulnya
dan sifat kesalahan itu.
7. Membimbing dan mendidik. Artinya “pengawasan harus bersifat
membimbing dan mendidik agar pelaksana dapat meningkatkan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkan.”54
Pengawasan adalah sebagai suatu proses untuk mengetahui pekerjaan yang
telah dilaksanakan kemudian dikoreksi pelaksanaan pekerjaan tersebut agar sesuai
dengan yang semestinya atau yang telah ditetapkan. Pengawasan yang dilakukan
adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga
dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan
dengan itu, untuk mencegah secara dini kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan.
Dengan demikian pada prinsipnya pengawasan itu sangat penting dalam
pelaksanaan pekerjaan, sehingga pengawasan itu diadakan dengan maksud:
a. Mengetahui lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan yang
telah direncanakan.
b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat kelemahan-
kelemahan, kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama
atau timbulnya kesalahan baru.
54
Ibid., Hal. 75
39
c. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah sesuai
dengan rencana atau terarah pada pasaran.
d. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan
dalam perencanaan semula.
e. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah diadakan
perbaikan-perbaikan lebih lanjut sehingga mendapatkan efisiensi yang
besar.55
Sedangkan tujuan pengawasan akan tercapai apabila hasil-hasil
pengawasan maupun memperluas dasar untuk pengambilan keputusan setiap
pimpinan. Hasil pengawasan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
penyempurnaan rencana kegiatan rutin dan rencana berikutnya. Dari uraian di atas
dapatlah kita ambil kesimpulam bahwa pada dasarnya pengawasan bertujuan untuk
mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi nantinya dapat digunakan sebai
pedoman untuk mengambil kebijakan guna mencapai sasaran yang optimal.
Selanjutnya pengawasan itu secara langsung juga bertujuan untuk:
1. Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijakan dan
peringkat.
2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan.
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan.
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas jasa yang dihasilkan.
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.56
Dari keseluruhan pendapat di atas dapat dilihat adanya persamaan
pandangan yakni dalam hal tujuan dilakukannya kegiatan pengawasan, yaitu agar
semua pekerjaa/kegiatan yang diawasi dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Rencana dalamhal ini adalah suatu tolok ukur apakah suatu pekerjaan/kegiatan
sesuai atau tidak. Dan yang menjadi alat ukurnya bukan hanya rencana tetapi juga
kebijaksanaan, strategi, keputusan dan program kerja. Pengawasan juga berarti
suatu usaha atau kegiatan penilaian terhadap suatu kenyataan yang sebenarnya,
55
Ibid., Hal. 77 56
Ibid., Hal. 82
40
mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan rencana atau
tidak.
Supaya perencanaan dan program pembangunan di daerah dapat berjalan
sesuai dengan apa yang diharapkan, maka hendaknya diperlukan pengawasan yang
lebih efektif di samping dapat mengendalikan proyek-proyerk pembangunan yang
ada di daerah. Dengan demikian untuk lebih memperjelas arti pengawasan
dalamkacamata hukum administrasi negara yang akan dilakukan oleh aparatur
pengawasan maka berikut ini penulis akan mengemukakan pendapat guru besar
hukum administrasi negara Prayudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa :
“Pengawasan adalah proses kegiatan – kegiatan yang membandingkan apa yang
dijalankan, dilaksanakan atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki,
direncanakan atau diperintahkan”57
Berdasarkan kutipan di atas maka dapat difahami bahwa yang
menjadi tujuan pengawasan adalah untuk mempermudah mengetahui hasil
pelaksanaan pekerjaana dari aparatur pemerintah di daerah sesuai dengan tahap-
tahap yang telah ditentukan sebelumnya, dan sekaligus dapat melakukan tindakan
perbaikan apabila kelak terjadi penyimpangan dari rencana/program yang telah
digariskan. Sejalan dengan itu pemerintah pusat dalam hal melakukan pengawasan
di daerah, juga melakukan pelimpahan bidang pengawasan ini kepada setiap
Gubernur, dan Bupati. Di samping itu gubernur dengan aparatur pemerintah
Daerah seharusnya melakukan pengendalian terhadap semua proyek-proyek
daerah, inpres dan sebagainya dalam arti untuk mengetahui tahap-tahap kemajuan
57
Ibid., Hal. 80
41
hasil pelaksanaan pekerjaan untuk dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri.
4. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengaturan Pelayanan
Air Minim
PDAM Tirta Indragiri sebagai suatu Badan Usaha Milik Pemerintah
Kabupaten Indragiri Hilir yang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir
Nomor 19 Tahun 2009 disebutkan didirikan dengan tujuan untuk :
a. Melaksanakan sebagian tugas dan urusan Pemerintah Daerah
khususnya dibidang :
1. Pengelolaan, penyediaan, transmisi dan distribusi air layak
konsumsi dan air bersih yang memenuhi standar baku mutu;
2. Peningkatan pendapatan asli daerah yang bersumber dari usaha
pengelolaan, penyediaan, transmisi dan distribusi air layak
konsumsi dan air bersih; dan
3. Pengembangan perekonomian dalam rangka pembangunan daerah.
b. Mengembangkan pemenuhan kebutuhan air layak konsumsi bagi
masyarakat di daerah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
sehat dan sejahtera.
Kebijakan yang mengatur mengenai pelayanan yang dilakukan oleh PDAM
Tirta Indragiri adalah Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Perusahaan Daerah Air Minum yang berisikan tujuan dan
tugas-tugas serta wewenang dari tiap-tiap bagian di PDAM Tirta Indragiri.
Adapun fungsi PDAM Tirta Indragiri adalah sebagai berikut : 1) Pelayanan umum
dan jasa; 2) Menyelenggarakan kepentingan umum; 3) Meningkatkan pendapatan
daerah; 4) Pelaksanaan; 5) Pengawasan.
Salah satu uraian dalam Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 adalah
masalah pengawasan. Pada Pasal 11 berbunyi:
42
(1) Dewan Pengawas berasal dari unsur Pejabat Pemerintah Daerah,
professional dan/atau masyarakat konsumen yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Batas usia Dewan Pengawas paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun.
Kemudian pada Pasal 12 berbunyi:
(1) Calon anggota Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan:
a. Menguasai manajemen PDAM;
b. Menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya; dan
c. Tidak terikat hubungan keluarga dengan Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah atau Dewan Pengawas yang lain atau Direktur
sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus atau kesamping
termasuk menantu dan ipar.
(2) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Selanjutnya Pasal 13 berbunyi:
(1) Jumlah anggota Dewan Pengawas sebanyak 3 ( tiga ) orang
(2) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah
satunya diangkat sebagai Ketua merangkap anggota dan seorang
sebagai Sekretaris merangkap anggota yang ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
Pada Pasal 14 berbunyi:
(1) Masa jabatan anggota Dewan Pengawas paling lama 3 (tiga) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Pengangkatan kembali anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dibuktikan dengan kinerja dalam melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kegiatan Direktur dan kemampuan PDAM dalam
meningkatkan kinerja pelayanan air minum kepada masyarakat.
Selanjutnya, Tugas dan Wewenang dari Dewan Pengawas adalah sebagai
berikut:
Dewan Pengawas mempunyai tugas :
a. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap
pengurusan dan pengelolaan PDAM;
b. Memberikan pertimbangan dan saran kepada Bupati, baik diminta
ataupun tidak diminta guna perbaikan dan pengembangan PDAM,
antara lain mengenai pengangkatan Direktur, program kerja yang
diajukan oleh Direktur, rencana perubahan status kekayaan PDAM,
rencana pinjaman dan ikatan hukum dengan pihak lain, serta menerima,
memeriksa dan atau menandatangani Laporan Triwulan dan Laporan
Tahunan; dan
43
c. Memeriksa dan menyampaikan Rencana Strategis Bisnis (business
plan/corporate plan), dan Rencana Bisnis dan Anggaran Tahunan
PDAM yang dibuat Direktur kepada Bupati untuk mendapatkan
pengesahan.
Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di
atas, mempunyai wewenang :
a. Menilai kinerja Direktur dalam mengelola PDAM;
b. Menilai Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan yang disampaikan
Direktur untuk mendapat pengesahan Bupati;
c. Meminta keterangan Direktur mengenai pengelolaan dan
pengembangan PDAM; dan
d. Mengusulkan pengangkatan, pemberhentian sementara, rehabilitasi dan
pemberhentian Direktur kepada Bupati.
Kemudian pada Pasal 17 menjelaskan:
(1) Untuk membantu kelancaran tugas Dewan Pengawas, dapat dibentuk
Sekretariat Dewan Pengawas dengan Keputusan Ketua Dewan
Pengawas.
(2) Sekretariat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan paling banyak 3 (tiga) orang dan dibebankan pada
Anggaran PDAM.
(3) Pembentukan Sekretariat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) memperhatikan efisiensi pembiayaan
PDAM.
5. Retribusi
Secara umum konsep peningkatan pajak dan retribusi daerah dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu upaya ekstensifikasi dan intensifikasi.
1) Upaya Ekstensifikasi
Ekstensifikasi merupakan suatu kondisi yang menekankan pada upaya
penjangkauan sesuatu secara lebih luas daripada yang telah ada. Sedangkan
ekstensifikasi pajak/retribusi menurut Soemitro adalah :
a) Penambahan pajak/retribusi baru dengan menemukan wajib obyek
pajak/retribusi baru,
44
b) Menciptakan pajak-pajak/retribusi baru, atau memperluas ruang
lingkup pajak yang ada. 58
2) Upaya Intensifikasi
Intensifikasi memiliki makna penekanan dalam pencapaian tujuan dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang ada. Ada pun langkah-langkah intensifikasi,
berdasarkan Sari Kajian dan Moneter ”dimaksudkan untuk mengefektifkan
pemungutan pajak terhadap subyek dan obyek pajak/retribusi yang sudah
dikenakan sebelumnya dengan memberikan kegiatan penerangan, penyuluhan dan
sosialisasi pajak/retribusi lainnya”.59
Selanjutnya menurut Soemitro, sistem intesifikasi pajak/retribusi
maksudnya untuk meningkatkan pajak/retribusi dengan mengintensifkan segi-
segi:60
a) Intensifikasi perundang-undangannya
b) Meningkatkan kepastian hukum
c) Mengintensifkan peraturan pelaksanaan
d) Meningkatkan mutu aparatur
e) Meningkatkan fungsi dan menyesuaikan organ/struktur
perpajakan/retribusi sehingga sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
teknologi
f) Memberantas pemalsuan pajak/retribusi
g) Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pematuhan peraturan
perpajakan/retribusi dan melakukan pengawasan melekat.
Dari kedua upaya peningkatan pajak dan retribusi daerah di atas,
penggunaannya harus mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki maupun
situasi dan kondisi yang dihadapi oleh organisasi. Sehingga sebelum kita
58
Soemitro, Rochmat, 1988, “Pajak dan Pembangunan”, PT. Eresco, Bandung, hal. 384 59
Seri Kajian Fiskal dan Moneter Edisis Khusus tahun 1996, “Pajak Kunci Kemandirian
Pembiayaan Pembangunan”, PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta, hal. 39 60
Soemitro, Rochmat, Op.Cit., hal. 77
45
membahas lebih lanjut tentang upaya peningkatan pajak dan retribusi daerah oleh
institusi pengelola pasar perlu dipahami terlebih dahulu tentang konsep organisasi.
Menurut Mamesah, ”keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban
yang dapat dimulai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang
maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain
sesuai ketentuan/peraturan”.61
Davey menambahkan bahwa ”masalah keuangan
daerah menyangkut upaya mendapatkan uang maupun membelanjakannya”.62
Ruang lingkup keuangan daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 meliputi :
a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan daerah;
d. pengeluaran daerah;
e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak ain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
daerah; dan
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau
kepentingan umum.
E. Konsep Operasional
Konsep operasional berisikan batasan-batasan tentang terminology yang
terdapat dalam Pengawasan Pemungutan Retribusi Atas Pelanggan Perusahaan Air
Minum (PDAM) di Tembilahan Menurut Perda Nomor 19 Tahun 2009 Tentang
61
Mamesah, D.J., 1995, “Sistem Administrasi Keuangan Daerah”, Gramedia, Jakarta, hal. 45 62
Davey, 1988, “Pembiayaan Pemerintahan Daerah”, UI-Press, Jakarta, hal. 9
46
Pengaturan Pelayanan Air Minum Pdam Tirta Indragiri. Pengawasan yang
dilakukan terhadap tarif retribusi terdiri atas:
Tabel 1.4. Tarif Retribusi Air Minum PDAM Tirta Indragiri
K Kode Tarif
Uraian / Golongan Pelanggan
Tarif Pemakaian Air (Progresif)
0-10 m3 11-20 m3 >20m3
K I
1A Asrama Badan Sosial
1.050 1.050 1.050 1B Rumah Yatim Piatu
1C Tempat Ibadah 5A Hidran & Ledeng Umum
K II
1D Rumah Sakit Pemerintah
1.050 1.250 1.575 2A1
Rumah Tangga Sangat Sederhana
5F1 Rumah Susun Sangat Sederhana
K III A
2A2 Rumah Tangga Sederhana
3.550 4.700 5.500 5B Stasiun Air dan Mobil Tangki
5F2 Rumah Susun Sederhana
K III B
2E1 Lembaga Swadaya Non Komersial
4.900 6.000 7.450
2A3 Rumah Tangga Menengah 3A Kios / Warung
3B1 Bengkel Kecil 3C1 Usaha Kecil
3D1 Usaha Kecil Rumah Tangga 5F3 Rumah Susun Menengah
K IV A
2A4 Rumah Tangga Diatas Menengah
6.825 8.150 9.800
2B Kedutaan / Konsulat 2C Kantor Instansi Pemerintah
2D Kantor Perwakilan Asing 2E Lembaga Swasta Komersial
2F Lembaga Pendidikan / Kursus 2G Instansi TNI
3B Bengkel Menengah 3C Usaha Menengah
3D Usaha Menengah Dalam Rumah Tangga
3E Tempat Pangkas Rambut
3F Penjahit 3G Rumah Makan / Restoran
3H Rumah Sakit Swasta / Poliklinik / Laboratorium
3I Prakter Dokter
3J Kantor Pengacara
47
3K Hotel Melati / Non Bintang
4A Industri Kecil
5FA Rumah Susun Diatas Menengah
K IV B
3L Hotel Berbintang 1,2,3 / Motel / Cottage
12.550 12.550 12.550
3M Steambath / Salon Kecantikan
3N Night Club / Cafe 3O Bank
3P Service Station, Bengkel Besar
3Q Perusahaan Perdagangan / Niaga / Ruko / Rukan
3R Hotel Berbintang 4,5
3S Gedung Bertingkat Tinggi / Apartemen / Kondominium
4B Pabrik ES 4C Pabrik Makanan / Minuman 4D Pabrik Kimia/Obat /Kosmetik
4E Pabrik /Gudang Perindustrian 4F Pabrik Tekstil
4G Pergudangan /Industri Lainnya
Sumber: PDAM Tirta Indragiri Tembilahan, 2017
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 adalah masalah pengawasan,
mengatakan bahwa tugas pengawasan adalah:
a. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap
pengurusan dan pengelolaan PDAM;
b. Memberikan pertimbangan dan saran kepada Bupati, baik diminta ataupun
tidak diminta guna perbaikan dan pengembangan PDAM, antara lain
mengenai pengangkatan Direktur, program kerja yang diajukan oleh
Direktur, rencana perubahan status kekayaan PDAM, rencana pinjaman
dan ikatan hukum dengan pihak lain, serta menerima, memeriksa dan atau
menandatangani Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan; dan
c. Memeriksa dan menyampaikan Rencana Strategis Bisnis (business
plan/corporate plan), dan Rencana Bisnis dan Anggaran Tahunan PDAM
yang dibuat Direktur kepada Bupati untuk mendapatkan pengesahan.
Sehubungan dengan pernyataan di atas, maka pengawasan pemungutan
retribusi PDAM Tirta Indragiri Tembilahan membahas sesuai dengan tugas dari
bagian pengawasan.
48
Pembahasan akan dilakukan sehubungan dengan tipe pengawasan terhadap
retribusi PDAM Tirta Indragiri Tembilaha. Donnelly, et al.63
mengelompokkan
pengawasan menjadi 3 Tipe pengawasan yaitu :
1. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).
2. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)
3. Pengawasan Feed Back (feed back control)
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan sifat penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan penulis didalam penelitian ini adalah jenis
penelitian hukum yang bersifat empiris atau observasi riset. Dimana penelitian ini
merupakan suatu penelitian yang mengkaji mengenai asas-asas hukum, yang
diperoleh secara langsung di objek penelitian. Sistematika hukum, taraf
sinkronisasi hukum dan perbandingan hukum. Sifat penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yaitu untuk memberikan data yang diteliti tentang Pengawasan
Pemungutan Retribusi Atas Pelanggan Perusahaan Air Minum (PDAM) Di
Tembilahan Menurut Perda Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengaturan Pelayanan
Air Minum Pdam Tirta Indragiri. 64
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan Perusahaan Air Minum (PDAM) Di Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir.
63
Donelly, Ivanevich, Gibson dan 2005, Organisasi : Perilaku, Struktur & Proses, Pustaka Utama,
Jakarta, 2005, Hal. 302 64
Soejono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo, Jakarta, 1995, Hal. 29
49
3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri/
karakteristik yang sama65
. Populasi dalam penelitian ini adalah unsur-unsur yang
menangani Pengawasan Pemungutan Retribusi Atas Pelanggan Perusahaan Air
Minum (PDAM) Di Tembilahan Menurut Perda Nomor 19 Tahun 2009 Tentang
Pengaturan Pelayanan Air Minum Pdam Tirta Indragiri. Dalam hal ini populasi
yaitu pegawai PDAM Tirta Indragiri berjumlah sebanyak 45 orang, dewan
pengawas sebanyak 3 orang dan Konsumen sebanyak 17.061 orang.
Dari populasi yang ada maka diambil sampel untuk dijadikan informen
yaitu:
1. Key Informen adalah Kepala PDAM Tirta Indragiri.
2. Informen dari Karyawan PDAM sebanyak 5 orang.
3. Informen dari konsumen/masyarakat sebanyak 20 orang.
4. Jenis dan sumber data.
Data yang dikumpulkan dari dalam penelitian ini adalah berupa data
dokumen dan dapat dibedakan menurut sumbernya terdiri dari :
a. Hukum primer merupakan bahan yang menjadi sumber utama dalam
penleitian. Bahan hukum primer dapat berupa
1) Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.
2) Peraturan Dasar terdiri atas Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
65
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan 2006, UI Press, Jakarta, 1984, Hlm. 10.
50
3) Peraturan Perundang-Undangan, terdiri atas: Undang-Undang dan
peraturan yang setaraf, Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf,
Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf, Keputusan Menteri dan
peraturan yang setaraf, dan Peraturan-peraturan Daerah.
4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos
5) Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti misalnya, hukum adat.
6) Yirisprudensi
7) Traktat
8) Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku
seperti misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang merupakan
terjemahan yang secara yuridis formal bersifat tidak resmi dari Wetboek
van Strafrecht).
b. Hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti misalnya rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian,
hasil karya ilmiah dari kalangan hukum dan literatur.
c. Hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti adanya kamus,
ensiklopedi, indeks kumulatif, dan seterusnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada tiga teknik pengumpulan data yang
dilakukan penulis, yaitu :
1) Wawancara, pihak yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah
responden dengan menggunakan metode non-structure yaitu penulis
51
tidak mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan, tetapi
penulis dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada
responden sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti.
2) Dokumentasi yaitu pengambilan data berdasarkan dokumen resmi
sehubungan dengan Pengawasan Pemungutan Retribusi Atas Pelanggan
Perusahaan Air Minum (PDAM) Di Tembilahan Menurut Perda Nomor
19 Tahun 2009 Tentang Pengaturan Pelayanan Air Minum Pdam Tirta
Indragiri.
3) Questioner, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan berbentuk
angket yang mana jawabannya telah disediakan. Angket diberikan
kepada responden.
6. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan
Pada penelitian hukum sosiologis ini penulis menganalisis data
dengan kualitatif yang pada hakikatnya pengolahan data ini adalah suatu
kegiatan mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah pekerjaan penulis didalam
menganalisa data tersebut. Penarikan kesimpulan yang penulis gunakan
adalah metode berpikir deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal
yang bersifat umum menjadi pernyataan yang bersifat khusus.