bab i-iii fix
DESCRIPTION
ghjhkjkkTRANSCRIPT
KEANEKARAGAMAN SERANGGA TANAH
DI KAWASAN TRIANGULASI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Hewan yang Dibina oleh Drs. H. Agus Dharmawan, M.Si dan Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati, M.Si
Laporan KKL
Oleh:Kelompok 21/ Off C
Anggrasti Megah I. 130341614801
Atika Anggraini 130341614798
Kiki Elita S. 130341614850
Lailil Hidayah 130341614827
Rabiatul Adwiyah 130341614832
Tania Puspa C. 130341614839
Wawan Yuliati N. 130341614844
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGIApril 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taman Nasional Alas Purwo terletak di ujung timur pulau Jawa. Tepatnya
di kecamatan Tegal delimo Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Alas
Purwo merupakan suaka marga satwa sekaligus Taman Nasional dengan luas
430.420 Ha.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan konservasi yang
dikelola Taman Nasinal Alas Purwo, dan ditetapkan sebagai Taman Nasional
dengan surat keputusan Menteri kehutanan Nomor : 2831/kpts-11/1992 tanggal 26
februari 1992 dengan luas 43.420 Ha (Balai Taman Nasional Alas Purwo, 2000
dalam Purwahyuni; 2001).
Taman Nasional Alas Purwo merupakan suatu ekosistem hutan tropis
daratan rendah yang di dalam nya terdapat vegetasi hutan pantai, hutan mangrove,
hutan tropis daratan rendah. Sebagian hutan tanaman padang rumput dan hutan
bambu mendominir 40% dari luas kawasan (Balai Taman Nasional Alas Purwo,
2000 dalam Purwahyuni, 2001).
Secara umum Taman Nasional Alas Purwo kondisi geografisnya
bervariasi, dengan puncak tertinggi pada gunung Linggamanis (322 m dpl). Pada
dataran rendah terdapat rawa-rawa terletak di sebelah barat. Di sebelah timur
terdapat bukit Gampang yang terjal. Kawasan Taman Nasional Alas Purwo
didominasi oleh hutan tropik dataran rendah. Salah satu bagian dari hutan tropik
dataran rendah yaitu hutan pantai.
Menurut Odum, 1993 hutan pantai terdiri dari dua daerah yang berbeda,
yaitu hutan mangrove dan hutan campuran. Hutan mangrove terdapat di sepanjang
pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan
campuran pohonnya selalu hijau dan tinggi dengan keanekaragaman yang tinggi,
karena curah hujan tinggi, kandungan humus tinggi, dan penyinaran matahari
lebih lama.
Pada ekosistem daratan, organisme tanah merupakan pengurai yang
berfungsi untuk mengubah bahan organik segar, tidak segar maupun sedang
melapuk menjadi bentuk senyawa lain yang bermanfaat baik kesuburan tanah
(Haium, dkk. 1986 dalam Wulandari, 1999). Fauna tanah seperti serangga,
nematoda, keong, bekicot, rayap dan serangga sangat penting perduannya dalam
proses dekomposisi, sebelum proses dekomposisi lebih lanjut oleh
mikroorganisme tanah (Hakim, dkk. 1986 dalam Wulandari, 1999).
Berdasarkan uraian diatas, yaitu habitat yang bermacam-macam pada
hutan pantai, dimungkinkan mempunyai keanakaragaman jenis fauna tanah yang
berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut maka diadakan observasi dengan judul
“Studi Keanekaragaman Dan Kemerataan Hewan Tanah Di Hutan Pantai
Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi Jawa Timur”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
1. Apa sajakah jenis serangga tanah yang terdapat di hutan pantai Triangulasi
Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi?
2. Bagaimanakah keanekaragaman serangga tanah di hutan pantai Triangulasi
Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi?
3. Bagaimana pola distribusi jenis serangga tanah di hutan pantai Triangulasi
Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi?
4. Apa sajakah faktor abiotik tanah yang berpengaruh terhadap keanekaragaman
jenis kemerataan, dan kekayaan serangga tanah di hutan pantai Triangulasi
Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis-jenis serangga tanah yang terdapat di hutan pantai
Triangulasi Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi.
2. Untuk memahani keanekaragaman serangga tanah di hutan pantai Triangulasi
Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi.
3. Untuk mengetahui pola distribusi jenis hewan tanah di hutan pantai Triangulasi
Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
4. Agar dapat memahami faktor abiotik tanah yang berpengaruh terhadap
keanekaragaman jenis kemerataan, dan kekayaan serangga tanah di hutan
pantai Triangulasih Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi
D. Manfaat Penelitian
1. Dengan menerapkan metode Pitfall Trap, mahasiswa dapat mengetahui
keanekaragaman, kemerataan, serta kekayaan jenis hewan tanah di hutan
pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
2. Memberikan informasi tentang keanekaragaman serangga tanah di hutan pantai
Triangulasih Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi.
3. Menambah pengetahuan tentang avertebrata khususnya serangga.
4. Mahasiswa mengetahui kehidupan organisme dalam tanah dan peranannya bagi
ekosistem yang ditempatinya.
E. Ruang Lingkup
1. Pengamatan yang di lakukan pada serangga tanah yang berada di kawasan
pantai hutan Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo.
2. Pengamatan dilakukan dengan penjebakan serangga tanah (pithfall trap).
3. Pengamatan dilakukan mengenai perbedaan serangga atau kemerataan serangga
yang berada di dekat pantai hingga ke dalam hutan.
4. Jenis hewan yang diamati hanya serangga tanah yang ditemukan dalam gelas
untuk penjebakan serangga tanah.
F. Definisi Operasional
1. Serangga tanah adalah hewan yang menempati tanah sebagai habitatnya.2. Pit fall trap merupakan metoda pengumpulan hewan tanah dengan cara
memasang perangkap jebak.3. Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya, ia dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas (Soegianto dalam Purwahyuni, 2001).
4. Kemelimpahan adalah jumlah individu dalam satu spesies yang ada pada
suatu area atau tempat tertentu dan dibandingkan dengan spesies yang ada
pada suatu atau tempat lain (Soejipta, 1993).
5. Kekayaan adalah banyaknya suatu jenis spesies yang ada pada suatu area
atau tempat tertentu (Soejipta, 1993).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tanah Sebagai Habitat Serangga
Tanah memiliki berbagai macam komponen, dimana tanah disusun oleh
komponen biotik dan abiotik. Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang
terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan
dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan
sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah
mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk
pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme
hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba
dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994).
Dalam definisi ilmiahnya tanah adalah sekumpulan dari benda alam di
permukaan bumi yang tersusun dari horison-horison, terdiri dari campuran bahan
mineral, bahan organik, air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya
tanaman (Hardjowigeno dalam Zuraidah, 2001). Bagi ekosistem darat, tanah
merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan. Tanah
dihuni oleh makhluk hidup dalam macam dan jumlah sangat banyak, baik hewan
maupun tumbuhan. Makhluk yang hidup di dalam tanah membentuk flora dan
fauna khas yang berasosiasi dengan bahan penyusun tanah yang berupa benda
abiotik, yaitu batuan, mineral, air dan udara (Notohadiprawiro, 1998). Komponen
abiotik dan biotik menyusun tanah sebagai suatu sistem ekologi.
Komponen biotik dan abiotik sangat erat berhubungan di dalam tanah, yang
berdasarkan batasannya terdiri dari lapisan kulit bumi yang dilapukkan dengan
organisme hidup dan hasil pembusukannya bercampur aduk (Odum,1993 dalam
Zuraidah, 2001). Soetjipta, 1993 menyatakan bahwa tanah merupakan pendukung
yang padat. Kerangka yang kuat bagi makhluk hidup tumbuhan dan hewan yang
memiliki alat pergerakan mengalami proses evolusi di atas habitat tanah. Sebagai
benda alami yang heterogen, tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas yang
bersifat dinamik. Sebagai suatu sistem, tanah merupakan sistem yang terbuka.
Menurut Hardjowigeno dalam Zuraidah (2001) faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan tanah antara lain:
Iklim
Organisme
Bahan induk
Topografi (relief)
Waktu
Nutrisi tanah.
B. Morfologi Serangga
Serangga secara umum terbagi menjadi tiga bagian tubuh, yaitu kepala,
toraks, dan abdomen. Ketiga bagian tersebut dilindungi oleh kutikula yang
tersusun atas buku-buku. (Wulandari, 1999:6).
Kepala tersusun dari sepasang antena, sepasang mandibula, sepasang
maxila, sebuah hipopharing dan labium (Borror, 1992 dalamWulandari, 1999).
Pada kepala terdapat antena yang tersusun atas buku-buku yang mengandung
buku-buku sensoris, mata majemuk yang tersusun atas ommatidia, kecuali itu
terdapat tiga mata sederhana yang disebut ocelli (Yasin, 1984).
Dada terdrri atas bagian anterior, yang besar disebut prothorak, bagian tengah
disebut mesothorak, dan belakang disebut metathorak. Masing-masing buku ini
mempunyai sepasang kaki yang beruas-ruas (Yasin, 1984).
Abdomen merupakan bagian ketiga dan paling posterior dari tubuh abdomen
merupakan struktur yang relatif sederhana seperti halnya pada thorak dan setelah
dewasa pada abdomen tidak terdapat kaki jalan (Ross. 1964 dalam Wulandari.
1999).
C. Deskripsi Fauna Tanah
Fauna tanah adalah hewan yang menempati tanah sebagai habitatnya.
Menurut Adianto (1980) dalam Fatawi (2002) kehadiran fauna tanah pada
habitatnya tidak sama, ada yang secara temporer dan ada pula yang menetap.
Menurut Adianto (1980) dalam Fatawi (2002) fauna tanah secara umum
dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh, ketergantungan terhadap air,
kehadirannya di tanah dan menurut tempat hidupnya.
Berdasarkan ukurannya, Van Der Driff (1951) dalam Ardianto (1980)
dalam Fatawi (2002) membagi fauna tanah menjadi empat kategori sebagai
berikut:
Mikrofauna : 20-200 mikron
Mesofauna : 200 mikron-2 mm
Makrofauna : 2-20 mm
Megafauna : 20-200 mm
Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi menjadi:
Fauna tanah yang temporer, yaitu golongan hewan tanah yang memasuki
tanah dengan tujuan bertelur, setelah menetas dan berkembang menjadi
dewasa, hewan akan keluar dari tanah.
Misalnya: Diptera.
Fauna tanah yang transien, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya
berlangsung di atas tanah.
Misalnya: kumbang dari famili Conccinelidae.
Fauna tanah yang periodik, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di
dalam tanah, hanya sesekali hewan dewasa keluar dari dalam tanah untuk
mencari makanan dan setelah itu masuk kembali ke dalam tanah.
Misalnya: ordo Forficula, Chelisolches, Collembola, dan Acarina.
Fauna tanah yang permanen, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di
dalam tanah, dan tidak pernah keluar dari dalam tanah.
Misalnya: Nematoda tanah, Protozoa, dan Rotifera.
Menurut Adianto (1980) dalam Fatawi (2002) berdasarkan sifat
ketergantungan terhadap air, fauna tanah terbagi menjadi:
Hidrobiontes, yaitu fauna tanah yang membutuhkan air relatif banyak untuk
aktifitas hidupnya.
Misalnya: Cilliata dan Flagelata.
Higrofil, yaitu fauna tanah yang tidak menyukai air terlalu banyak untuk
syarat hidup optimalnya.
Misalnya: Collembola.
Xerofil, yaitu fauna tanah yang lebih menyukai habitat kering.
Misalnya: jenis laba-laba.
Fauna tanah menurut tempat hidupnya, dibagi menjadi:
Treefauna, yaitu hewan yang hidup di pohon.
Epifauna, yaitu hewan yang hidup di permukaan tanah.
Infauna, yaitu hewan yang hidup di dalam tanah.
D. Klasifikasi Fauna Tanah
Ada berbagai macam versi mengenai klasifikasi serangga. Djarubito
(1984) membagi serangga menjadi 34 ordo dan 23 ordo diantaranya sebagai
serangga tanah, sedangkan lilies (1992) membagi serangga dalam 2 golongan
besar yaitu Apteryota dan Pterygota, berdasarkan pada struktur sayap, bagian
mulut, metamorfosis dan bentuk tubuh keseluruhan. Apterygota terbagi
menjadi 4 ordo dan Pterygota terbagi menjadi 20 ordo dengan 10 ordo
diantaranya sebagai serangga tanah.
Dalam pembahasan berikut akan diuraikan ciri-ciri serangga tanah
berdasarkan Lilies (1992).
a. Ordo Diptera
Berasal dari kata di yang berarti dua dan ptera berarti sayap.
Ukuran tubuh bervariasi, mempunyai sepasang sayap di depan karena
sayap di belakang mereduksi, berfungsi sebagai alat keseimbangan. Larva
tanpa kaki, kepala kecil halus dan tipis. Mulut bertipe penghisap dengan
variasi struktur mulut seperti penusuk, penyerap dan seolah-olah tidak
berfungsi. Pembagian famili berdasarkan pada perbedaan sayap dan
antena. Terbagi atas Famili: Nymphomylidae, Tricoceridae, Tanyderidae,
Xylophagidae, Tipulidae, dan lain-lain.
b. Ordo Diplura
Secara morfologi ordo Diplura mirip dengan ordo Thysanura tanpa
filamen median dengan dua filamen ekor. Tubuhnya biasanya tidak
tertutup oleh sisik, tidak mempunyai mata majemuk dan mata tunggal,
tungkai satu ruas, Mulut tipe pengunyah yang tersembunyi dan tertarik
kedalam kepala. Mempunyai stili pada abdomen ruas 1-7 atau ruas 2-7.
Panjang tubuh biasanyakurang dari 7 mm, seringkali dengan warna
pucat. Antena bersegmen dengan tungkai yang berkembang baik. Terdapat
serci berbentuk gunting dan ada juga yang bersegmen-segmen. Ada
kantong ventral di kepala. Tarsi satu ruas. Metamorfosis tidak nyata.
Terbagi atas tiga famili yaitu Japygidae, Campodeidae, Procampodeidae,
dan Anajapygidae.
c. Ordo Protura
Kepala agak berbentuk konis, tanpa mata dan antena. Mulut untuk
mengerok partikel-partikel makanan yang kemudian dicampur dengan air
liur dan dihisap masuk ke dalam mulut. Merupakan hekapoda kecil
berwarna keputihan dengan panjang 0,6 sampai 1,5 mm. Pasangan tungkai
pertama berfungsi sebagai sensorik dan terletak dalam posisi yang
mengangkat seperti sungut. Mempunyai stili pada tiga ruas pertama
abdomen. Setelah menetas dari telur abdomennya berjumlah 9 ruas, dan
tiap tiga pergantian kulit berikutnya ditambahkan ruas-ruas disebelah
anterior bagian ujung. Penambahan ruas tersebut mengakibatkan abdomen
dewasa kelihatan mempunyai 12 ruas. Tidak memiliki mata dan antena
mereduksi. Dibagi menjadi beberapa famili, yaitu: Protentomidae,
Eosentornidae, Acerentomidae, dan lain-lain.
d. Ordo Coleoptera
Coleoptera berasal dari kata coleo yang berarti selubung dan ptera
yang berarti sayap. Mempunyai empat sayap dengan pasangan sayap
depan menebal seperti kulit, atau keras dan rapuh, biasanya bertemu dalam
satu garis lurus di bawah tengah punggung dan menutupi sayap-sayap
belakang. Pembagian famili berdasarkan perbedaan elytra, anteana,
tungkai, dan ukuran tubuh. Terbagi atas famili: Bittacidae, Boreidae,
Meropeidae, Panorpidae, dan Panorppodidae.
e. Ordo Plecoptera
Berukuran medium (kecil) agak gepeng, bertubuh lunak, dan
berwarna agak kelabu yang terdapat di dekat aliran-aliran air yang berbatu.
Sayap depan memanjang, agak sempit dan biasanya memiliki rangka-
rangka sayap yang menyilang. Sungut panjang, ramping, dan banyak ruas.
Tarsi beruas tiga, terdapat sersi yang mungkin panjang atau pendek.
Bagian-bagian mulut adalah tipe pengunyah, walaupun pada benyak
serangga dewasa agak menyusut. Terbagi beberapa famili, yaitu:
Pteronarcyidae, Capniidae, Leuctridae, Peridae, dan lain-lain.
f. Ordo Orthopthera
Ada yag bersayap dan ada yang tidak bersayap, yang bersayap
biasanya mempunyai empat buah sayap. Sayap-sayap depan biasanya
memanjang, banyak rangka-rangka sayap, agak menebal dan disebut
tegmina. Sayap-sayap belakang berselaput tipis, lebar, banyak rangka-
rangka sayap, dan pada waktu istirahat biasanya terlipat seperti kipas di
bawah sayap depan. Tubuh memanjang, sergi bagus terbentuk, sungut
relatif panjang dan banyak ruas. Bagian-bagian mulut adalah tipe
pengunyah. Terbagi atas beberapa famili, yaitu: Grillotalpidae,
Tridactyilidae, Tetrididae, Eugamastracidae, Acrididae, dan lain-lain.
g. Ordo Neuroptera
Berasal dari kata neuro yang berarti syaraf dan ptera yang berarti
sayap. Bertubuh lunak dengan 4 sayap yang berselaput tipis yang biasanya
mempunyai banyak rangka sayap melintang dan bercabang. Kebanyakan
larva bersifat pemangsa. Terbagi atas beberapa famili, yaitu: Corydalidae,
Sialidae, Mantispidae, Raphidiidae, Inoculliidae, dan lain-lain.
h. Ordo Isoptera
Berasal dari kata iso artinya sama dan ptera artinya sayap. Isoptera
hidup sebagai serangga sosial dengan beberapa golongan yaitu:
reproduktif, pekerja dan serdadu.
Golongan serdadu memiliki kepala yang berskleretisasi,
memanjang hitam dan besar yang berfungsi sebagai pertahanan.
Mandibula berukuran sangat panjang dan kuat, berkait dan dimodifikasi
untuk memotong. Pada beberapa genus mempunyai kepala pendek dan
persegi di depan, bentuk seperti itu sesuai dengan fungsinya untuk
menutupi pintu masuk ke dalam sarang (Borror, 1992).
Golongan reproduktif terdapat sayap yang berjumlah empat dan
berselaput tipis, dimana sayap depan dan belakang hampir sama
ukurannya. Ukuran sayap yang sama inilah yang menjadi asal mula nama
ordo. Golongan ini melakukan fungsi reproduktif yang dilakukan oleh
rayap reproduktif primer yaitu raja dan ratu yang berjumlah satu pasang
setiap koloni. Ukuran jantan lebih kecil daripada ratu, hal ini disebabkan
abomen ratu sangat besar karena kapasitas telur yang meningkat. Mulut
rayap pekerja dan reproduktif bertipe pengunyah (Lilies, 1992).
Dalam koloni, jumlah golongan pekerja paling banyak. Golongan
ini berwarna pucat dengan tubuh lunak, mulut tipe pengunyah yang
berfungsi untuk membuat dan memperbaiki sarang. Golongan pekerja juga
memberi makan dan merawat anggota koloni.
i. Ordo Tysanoptera
Serangga bersayap duri (umbai) adalah serangga kecil berbentuk
langsing, panjang 0,5-5 mm. Terdapat atau tida ada sayap. Sayap-sayap
bila berkembang sempurna berjumlah 4, sangat panjang, sempit dengan
beberapa atau berkembang sempurna berjumlah 4, sangat panjang, sempit
dengan beberapa atau tidak ada rangka sayap dan rumbai denagn rambut-
rambut yang panjang. Bagian-bagian mulut adalah tipe penghisap dan
gemuk. Sungut pendek dengan 4-9 ruas. Tarsi 1 atau 2 ruas, dengan 1 atau
2 kuku, dan seperti gelembung di ujung. Terbagi atas beberapa famili,
yaitu: Phaleothripidae, Aelothripidae, Thripidae, Merothripidae, dan
Heterothripidae.
j. Ordo Homoptera
Homoptera adalah pemakan tumbuh-tubuhan dan banyak jenisnya
sebagai hama yang merusak pada tamnaman budidaya. Bagian-bagian
mulut serupa dengan Hemiptera. Mereka penghisap dengan 4 penusuk,
mempunyai 4 sayap. Sayap-sayap depan mempunyai sifat yang seragam
seluruhnya, baik berselaput tipis atau agak tebal, dan sayap belakang
berselaput tipis. Sungut sangat pendek, seperti rambut duri pada beberapa
Homoptera, lebih panjang, dan biasanya berbentuk benang pada yang
lainya. Mata majemuk biasanya berkembang bagus. Terbagi atas beberapa
famili, yaitu: Corydalidae, Sialidae, Mantispidae, Raphidiidae,
Inoculliidae, dan lain-lain.
k. Ordo Mecoptera
Berasal dari kata meco yang berati panjang dan ptera yang berarti
sayap. Tubuh panjang dan ramping dengan ukuran bervariasi. Kepala
panjang, alat mulut penggigit, dan memanjang ke arah bawah berbentuk
seperti paruh. Sayap panjang, sempit seperti selaput dengan bentuk,
ukuran dan susunan yang sama. Larva seperti ulat, alat kelamin jantan
seperti capit pada kalajengking dan terletak di ujung abdomen. Pembeda
antar famili adalah tungkai dan sayap.
l. Ordo Dermaptera
Tubuh memanjang, ramping, dan agak gepeng yang menyerupai
kumbang-kumbang pengembara tetapi mempunyai sersi seperti capit.
Yang dewasa bersayap atau tidak mempunyai sayap denagn 1 atau 2
pasang sayap. Bila bersayap, sayap depan pendek, seperti kulit,
mempunyai rangka sayap, sayap belakang berselaput tipis dan membulat.
Mempunyai perilaku menangkap mangsa dengan forcep yang diarahkan ke
mulut dengan melengkungkan abdomen melalui atas kepala. Binatang ini
aktif pada malam hari. Pembagian famili berdasarkan pada perbedaan
antena. Terbagi atas beberapa famili, yaitu: Forficulidae, Chelisochidae,
Labiidae, Labiduridae, dan lain-lain.
m. Ordo Hemiptera
Sayap depan menebal seperti kulit, dan di bagian ujung berelaput
tipis. Bagian mulut Hemiptera adalah tipemenusuk, menghisap, dalam
bentuk paruh yang biasanya beruas, ramping, yang timbul dari bagian
depan kepala dan umumnya menjulur ke belakang sepanjang sisi ventral
tubuh kadang-kadang tepat dibelakang dasar tungkai belakang. Makan
cairan tumbuhan atau cairan tubuh hewan. Protorax besar dan bebas,
contoh kepik. Pembagian famili berdasarkan atas antena, tungkai, sayap,
bentuk abdomen, warna, dan ukuran tubuh. Terbagi atas beberapa famili,
yaitu: Polyctenidae, Belastocoridae, Ochteridae, Corixidae, dan Nepidae.
n. Ordo Collembola
Bagian mulut adalah entognata yang diadaptasikan untuk menusuk,
antena terdiri dari 3 segmen. 3 segmen pertama mempunyai otot intrinsik.
Tidak mempunyai mata majemuk. Abdomen terdiri dari 6 segmen. Tubuh
kecil, tidak bersayap. Antena beruas 4. kaki dengan tarsus beruas tunggal.
Pada tengah abdomen terdapat alat tambahan untuk meloncat yang disebut
furcula. Alat mulut untuk mengunyah, mata majemuk. Abdomen terdiri
dari 6 somit. Tidak ada metamorfosis. Pembagian famili berdasarkan pada
jumlah ruas abdomen, mata dan furkula (Barror, 1992). Terbagi menjadi
beberapa famili, yaitu: Onychiuridae, Podiridae, Hypogastruridae,
Entomobrydae, Isotomidae, Sminthuridae dan Neelidae.
o. Ordo Hymenoptera
Berasal dari kata hymeno yang berarti selaput dan ptera yang
berarti sayap. Ukuran tubuh bervariasi, mempunyai dua pasang sayap yang
berselaput dengan vena sedikit bahkan hampir tidak ada untuk yang
berukuran kecil. Sayap depan lebih lebar dari pada sayap yang belakang.
Antena 10 ruas atau lebih. Mulut bertipe panggigit dan penghisap. Terbagi
atas famili yaitu: Orussidae, Siricidae, Xphydridae, Cephidae, Argidae,
Cimbicidae, dan lain-lain.
p. Ordo Thysanura
Thysanura berasal dari kata thysan yang berarti rapuh dan ura yang
berarti ekor. Thysanura biasa disebut sebagai serangga perak. Tubuh
memanjang dan agak gepeng dengan gelambir seperti ekor pada ujung
posterior abdomen. Tubuh tertutupi oleh sisik, mulut bertipe pengunyah.
Mata majemuk kecil terpisah atau tidak ada, kadang terdapat mata tunggal.
Abdomen terdiri dari 11 ruas,dengan abdomen terakhir yang sering
menyusut. Ruas 2-7 masing-masing mengandung sebuah skerit tunggal
ventral yang tidak terbagi atau sebuah sternit dan sepasang koksopodit
dengan stili pada ruas 2-9, 7-9, atau 8-9. Thisanura adalah Apterygota
dengan bagian mulut ektognatus yang diadaptasikan untuk menusuk.
Antena terdiri dari beberapa segmen, dengan segimen berasal yang
dilengkapi otot intrinsik. Mempunyai sistem trakhea dan tubulus malpigi.
Terbagi atas 3 famili yaitu: Lepidotrichidae, Lepismatidae dan Nicotidae.
E. Parameter Keanekaragaman
1. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologisnya, ia dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas. Suatu komunitas dinyatakan mempunyai keanekaragaman
jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan
spesies yang sama atau hampir sama. Sebaiknya jika komunitas tersebut disusun
oleh sangat sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah
(Soegianto,1994:111).
Indeks keragaman Shannon-Wiener diperoleh dari perhitungan spesies
Richness dan Evenness dari distribusi individu di antara spesies. Richness
dinyatakan sebagai jumlah spesies dan Evenness dinyatakan sebagai hubungan
keeratan antara serangkaian dan kelimpahan spesies hasil observasi dengan
keanekaragaman maksimum yang mungkin tercapai (Soegianto,1994:117). Fungsi
Shannon atau indeks H’ menggabungkan komponen keanekaragaman dan
komponen kemerataan sebagai suatu indeks keanekaragaman secara keseluruhan
(Odum,1993:185).
F. Keanekaragaman Komunitas Tanah
Krebs dalam Wulandari (1999) menyatakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberadaan serangga tanah dalam ekosistem yaitu:
1. Pertumbuhan Populasi
Suatu populasi akan mengalami pertumbuhan apabila laju kelahiran lebih
besar dari kematian, dengan mengansumsikan laju emigrasi diimbangi laju
imigrasi. Apabila populasi terdapat dalam lingkungan yang baik dimana
ketersediaan makanan, ruang dan kondisi lingkungan lain tidak berperan sebagai
faktor pembatas tanpa ada persaingan dan lainnya maka populasi akan mengalami
pertumbuhan eksponensial (Kramadibrata.1990:112).
Menurut Odum (1993:230) pertumbuhan populasi yang cepat
mengakibatkan tingginya jumlah anggota populasi, hal ini mengakibatkan
populasi tersebut mendominasi komunitas. Berkurangnya populasi penyusun
komunitas berarti pula mengurangi keanekaragaman komunitas tersebut.
2. Interaksi Antar Spesies
Interaksi antara komunitas meliputi kompetisi dan pemangsa. Kompetisi
sumbernya bagi hewan terjadi pada bermacam-macam sumberdaya misalnya air,
makanan, tempat dan lain-lain. Kompetisi untuk tempat terjadi pada banyak
hewan misalnya untuk bersarang, memperoleh tempat berlindung dan sebagainya
(Hadisubroto, 1989:93).
Dalam komunitas persaingan intra maupun interspesies keduanya dapat
terjadi bersama-sama meskipun berbeda dalam corak intensitasnya. Misalnya,
dalam populasi yang kelimpahannya tinggi akibat rendahnya atau tidak adanya
persaingan dengan spesies lain dapat terjadi persaingan intraspesies yang sangat
keras dan sebaliknya (Kramadibrata.1990:125). Pemangsaan merupakan gejala
yang menunjukkan hewan yang memakan hewan lain setelah menangkap dan
membunuhnya. Hewan yang memakan hewan lain itu adalah pemangsanya
(Ewuise.1999:20). Menurut Odum (1993:275) pemangsaan dapat menekan laju
pertumbuhan populasi atau mengurangi besarnya populasi seluruhnya.
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenekaragaman dan Distribusi
Fauna Tanah
Faktor lingkungan berperan sangat penting dalam menyusun berbagai
pola penyebaran fauna tanah. Faktor biotik dan abiotik bekerja secara bersama-
sama dalam suatu ekosistem, menentukan kehadiran, kelimpahan, dan penampilan
organisme.
Menurut Andayani (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman fauna tanah antara lain:
1. Faktor biotik
a. Pertumbuhan populasi dimana dalam pertumbuhannya setiap organisme
meiliki perkembangan yang berbeda dari organisme yang lain.
b. Interaksi antar spesies, berupa:
1. Kompetisi dalam hal ini mereka berkompetisi memperebutkan
makanan sehingga harus bersaing antar orgaisme yang lain.
2. Predator dimana ada organisme yang memangsa hewan lain sebagai
makanannya.
2. Faktor abiotik
a. Keasaman (pH) Tanah
Heddy (1994) menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) tanah merupakan
faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik flora maupun fauna tanah. pH
tanah dapat menjadikan organisme mengalami kehidupan yang tidak sempurna
atau bahkan mati pada kondisi pH yang terlalu biasa.
Wulangi (1992) menytakan bahwa flora maupun fauna dapat hidup baik harus
berada pada kisaran pH yang netral yaitu 6 s/d 8. Khusus hewan tanah pH tanah
pengaruhnya bias secara langsung mengenai organ-organ tubuhnya sehingga
dapat pada daerah tertentu yang mempunyai pH terlalu asam jarang sekali terdapat
hewan tanah.
pH tanah dapat berubah-ubah karena pengaruh lingkungan yang berupa induksi
berubah-ubah karena pengaruh lingkungan yang berupa induksi bahan-bahan
tertentu ke dalam tanah sebagai akibat dari aktifitas alam yang berupa hujan
letusan gunung berapi, pasut, dan sebagainya. Disamping itu pH tanah juga
dipengaruhi oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah seperti pemupukan,
pemberian kapur, insektisida, dan sebagainya (Hakim, 1986).
b. Suhu Tanah
Suhu merupakan salah satu parameter yang sering diukur karena kegunaannya
dalam mempelajari proses-proses fisika, kimia, dan biologi (Sidjabat, 1993). Suhu
seringkali sebagai faktor pembatas. Perubahan terjadi sering dengan perubahan
intensitas penyinaran matahari. Penerimaan cahaya matahari ini akan
mempengarihi proses fotosintesis yang terjadi seiring pembuangan sisa-sisa
metabolisme maupun perubahan bagian-bagian tumbuhan yang telah tua dan akan
mempengaruhi serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan.
Secara tidak langsung suhu adalah mempercepat kehilangan lalu lintas air yang
dapat menyebabkan organisme mati (Odum, 1993). Fluktuasi suhu 10 C s/d 20 C
dengan rata-rata 15 C tidak sama pengaruhnya terhadap hewan bila dibandingkan
dengan lingkungan bersuhu konstan 15 C (Kramadibrata, 1990).
c. Kelembapan Tanah
Kelembapan tanah sangat mempengaruhi nitrifikasi, dimana kelembapan tinggi
lebih baik daripada kelembapan renah, pada amfibia, serangga dan avertebrata
darat lain, pengaruh kelembaban bersifat langsung. Banyak jenis serangga
mempunyai batas toleransi sempit terhadap kelembapan.
H. Peranan Fauna Tanah
Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam
perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah
tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan
makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam
dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan
meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan
dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna
tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara
berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu
peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang
ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%.
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat
atau bahan-bahan organik dengan cara :
1. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah
bagi aktifitas bakteri dan jamur,
2. Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan
sejenis lignin,
3. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
4. Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
5. Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral
tanah. (Barnes, 1997).
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil
senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti
berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai
tambah dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi.
Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal
bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar)
mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah
bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan
dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran
kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001).
Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan
tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis
semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan
jenis-jenis vertebrata.
Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup
mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan
atas (top soil), di mana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan
yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh
fungi, bakteria dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).
I. Pola Distribusi Hewan Tanah
Secara umum populasi menyebar dalam tiga pola yaitu acak (random),
mengelompok/agresi (clumped), dan seragam (uniform). Pada umumnya populasi
hewan cenderung untuk berkelompok, oleh karenanya dari ketiga pola tersebut
sering kali dijumpai gabungan dua pola yaitu acak mengelompok, kelompok
bergerombol, dan seragam kelompok.
A B C
Gambar 2.1 Pola sebaran populasi A. acak, B. mengelompok, C. seragam
Menurut Eden (1990) berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu
adalah acak, maka dapat didefinisikan bahwa varians (S2) adalah sama dengan
harga rata-rata (x ). Jadi, apabila varians lebih besar dari harga rata-rata maka
penyebaran individu adalah berkelompok, dan sebaliknya apabila varians lebih
kecil dari pada harga rata-rata maka penyebarannya merata.
. . . .. ..
. . . . .
Menurut Dharmawan, dkk (2004) pola sebaran acak menunjukkan terdapat
keseragaman (homogenitas) kondisi lingkungannya. Pola sebaran random dapat
disebabkan oleh pengaruh negatif persaingan sumber daya diantara individu
anggota populasi itu. Sedangkan pola sebaran mengelompok dapat disebabkan
oleh sifat agregarius, adanya keragaman (heterogenitas) kondisi lingkungan,
ketersediaan makanan, perkawinan, pertahanan, perilaku sosial, serta faktor
persaingan.
Pola sebaran merata umumnya terdapat pada tumbuhan. Penyebaran ini
terjadi apabila ada persaingan yang kuat antara individu-individu dalam populasi
tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendapatkan nutrisi dan
ruang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
metode survei yang diatur secara sistematik yang bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang keanekaragaman serangga malam.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 19-22 Maret 2015.
2. Tempat Penelitian di hutan pantai Triangulasih Taman Nasional alas Purwo
Banyuwangi dan Laboratorium UM Malang.
3. Mengidentifikasikan serangga yang ditemukan di Gedung Biologi O5
Universitas Negeri Malang
C. Obyek dan Sampel Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah semua jenis serangga tanah di hutan
pantai Triangulasih Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi. Sampel yang
diamati adalah semua jenis fauna tanah yang tertangkap dalam gelas aqua yang
berisi gliserin.
D. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu:
1. gelas aqua berfungsi sebagai tempat menjebak serangga tanah
2. cetok berfungsi untuk menggali tanah yang nantinya akan ditempat gelas
aqua sebagai jebakan serangga tanah.
3. spraiyer berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa hewan yang tanah yang
masih menempel pada gelas aqua untuk dipindahkan ke dalam botol film.
4. kuas berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa hewan tanah yang akan
dimasukkan dalam gelas aqua.
5. mikroskop stereo berfungsi untuk mengamati hewan tanah yang diamati
6. cawan petri berfungsi sebagi tempat untuk hewan tanah yang akan
diamati.
7. Plakon berfungsi memasukkan sampel yang diperoleh dalam ukuran kecil
8. pinset berfungsi untuk mengambil spesimen yang akan diamati.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu:
1. gliserin 15% berfungsi membungkus hewan tanah agar organnya tidak
rusak.
2. aquades berfungsi mencuci sisa-sisa hewan tanah yang menempel pada
gelas aqua.
3. alkohol 15% berfungsi untuk memberikan rangsangan bau pada fauna
tanah dan untuk mengawetkan spesimen agar tidak rusak.
4. formalin berfungsi sebagai pengawet spesimen setelah dipisahkan dari
tanah.
E. Prosedur Kerja
1. Penentuan Lokasi Pengambilan sampel.
2. Memasang jebakan Pitfall Trap
Melakukan observasi awal dengan cara melihat secara langsung
lokasi penelitian.
Memberikan tanda pada setiap stasiun untuk memudahkan
pengambilan data.
Membuat garis plot 20 stasiun, dan jarak antara satu plot dengan
plot yang lain adalah 10 meter.
Pada lokasi pengambilan sampel, menarik garis lurus sejajar dengan
pantai pada daerah terdekat dengan garis pantai.
Menggali lubang pada masing-masing stasiun plot.
Memberi tanda pada setiap gelas aqua serta mengisinya dengan
larutan alkohol 15% dan larutan gliserin 15% dengan perbandingan
2:1
3. Pengambilan Sampel
4. Identifikasi Spesimen
5. Memasukkan data ke dalam tabel
F. Teknik Pengambilan Data
no Taksa Stasiun 2 ∑U1 U2 U3 ….. U21 U22
1234
G. Teknik Analisis Data
Menutupi permukaan gelas dengan daun setelah terlebih dahulu
penyangga dan membiarkan sampai 1x 24 jam.
Mengambil jebakan Pitfall Trap setelah 24 jam.
Memasukkan spesimen ke dalam botol plakon yang telah ditetesi
formalin 70% sebanyak 3 tetes.
Memisahkan spesimen yang berbeda kemudian mendiskripsikan
ciri-ciri morfologinya dengan menggunakan mikroskop stereo.
Mencocokkan dengan literatur yang sesuai dan memeberi nama
yang sesuai serta menentukan klasifikasinya.
no Taksa Stasiun 1 ∑U1 U2 U3 ….. U21 U22
12345
Data hasil penelitian di hutan pantai Triangulasih Taman Nasional alas
Purwo Banyuwangi ditabulasikan. Keanekaragaman pada masing-masing plot
dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon Wiener, yaitu:
P (%) =
∑ spesies
∑ totalspesies×100%
keterangan:
P (%) = predominasi
∑ spesies = jumlah spesies dari satu jenis/spesies dalam 20 ulangan
∑ Spesies total =jumlah spesies keseluruhan yang ada pada tiap plot dalam
20 ulangan.
Pi =
nN =
∑ sp1
∑ total sp
Keterangan:
Pi = kelimpahan proposional
n = jumlah keseluruhan spesies
N = jumlah total spesies
H´ = -∑ Pi Ln Pi
Keterangan:
H´ = Indeks keanekaragaman
Pi = kelimpahan proposional
Pi =
nN =
∑ sp1
∑ total sp
n = jumlah spesies
N = Total individu pada lokasi pengambilan sampel
Setelah memperoleh nilai indek keanekaragaman Shanon, selanjutnya menghitung
nilai indek kemaerataan (Evennes) dengan rumus:
E= H '
LnS
Keterangan:
E = Evennes
S = Jumlah spesies (n1, n2, .....nt)
Setelah itu memperoleh nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan, selanjutnya
menghitung nilai penyebaran dengan rumus:
S2 =
[ (∑ x12 )−
(∑ x1 )2
nn−1
Keterangan:
S2 = varians
n = jumlah keseluruhan spesies
∑x1 = jumlah total spesies
Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan di hutan pantai Triangulasih
Taman Nasional alas Purwo Banyuwangi dimasukkan ke dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel Keanekaragaman dan Kemerataan Fauna Tanah
No Taksa Stasiun/Plot ke- ∑ x P
(%)
S2
S2
x
Pi PiLnPi Distribusi
Ulangan
1.
Dst
(n)
1 2 3 4 ..dst 20
∑
H´
Ln (n)
E
Keterangan:
∑ = Jumlah spesies
X = rata-rata
n = jumlah spesies
P (%) = predominasi
S2 = Varians
S2
x = varians dibagi rata-rata atau yang menentukan distribusi
Pi =
nN =
∑ sp1
∑ total sp
PiLnPi =
∑ sp1
∑ total sp x Ln
∑ sp1
∑ total sp
Distribusi = pola penyebarannya, dimana ketentuannya sbb:
S2
x = 1 ………acak
S2
x >1..............mengelompok
S2
x < 1.............merata