bab 9. vitreus

7
Steve Charles, MD & William O. Edward, MD ffi PENDAHULUAN Pada tiga dekade terakhir abad ke dua puluh' terlihat suatu peningkatan minat yang luar biasa terhadap vitreus dengan semakin berkembangnya bedah vitreoretina. Se- belum ini, sejumlah besar pasien dibutakan oleh penyakit-penyakit vitreoretina yang tak dapat dioperasi' Tujuan dari bab ini adalah untuk membantu para oftal- molog umum dan optometris menyadari indikasi bedah vitreoretina, yang banyak di antaranya bersifat sensitif terhadap waktu. Banyak kondisi vitreoretina mempunyai implikasi dengan dokter keluarga, dokter penyakit dalam, dokter di ruang gawat darurat, dan dokter anestesi. ANATOMI VITREUS DAN RETEVANSINYA DENGAN PATOLOGI Vitreus mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas matriks serat kolagen tiga-dimensi dan gel asam hia- luronat (Gambar 9-1). (Terminologi terdahulu, vitreous humor jarang digunakan saat ini.) Sembilan puluh dela- pan persen dari vitreus tersusun atas air' Permukaan luar vitreus, dikenal sebagai korteks, berkontak dengan lensa (korteks vitreus anterior) dan memiliki daya lekat yang berbeda-beda ke permukaan retina (korteks vitreus pos- terior) (Gambar 9-2). Proses penuaan/' perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-proses lain sering menyebabkan kon- traksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus posterior kemudian,memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya lemah dan dapat menimbulkan traksi pada daerah-daerah yang perlekatannya lebih kuat. Sebenar- nya, vitreus tidak pernah lepas dari basisnr a. Vitreus juga melekat pada nervus opticus dan, dengan keeratan yang kurang, pada makula dan pembuluh-pembuluh retina. Perlekatan ke daerah makula adalah suatu faktor yang ber- makna dalam patogenesis membran epimakula dan lubang makula. Sebelumnya dipelajari bahwa vitreus membentuk ka- vitas dari suatu proses yang dikenal sebagai sineresis, yang pada akhirnya menimbulkan kolaps vitreus' Sekarang, diyakini bahwa faktor utamanya adalah perubahan pada kolagen dan lepasnya sebagian perlekatan retina, dan bukan pembentukan kavitas. Walaupun vitreus dapat berpindah ke inJerior saat memisah dari retina, proses ini menghasilkan gaya yarrg lebih kecil pada zond-zona per- lekatan vitreoretina dibandingkan dengan gaya traksi yang dihasilkan oleh pergerakan mata sakadik. Gaya dinamik, yang terinduksi oleh gerak sakadik, berperan penting dalam perkembangan robekan retina, kerusakan permukaan retina, dan perdarahan dari pembuluh-pem- buluh yang robek (Gambar 9-3). Kontraksi vitreus lebih lanjut akibat invasi epitel pigmen retina, sel glia, atau sel radang dapat menimbulkan traksi statik yang cukup kuat untuk melepaskan retina tanpa disertai robekan retina. Sebelum bedah vitreoretina, traksi pada retina diduga disebabkan oleh pita-pita vitreus, dan begitu banyak vpaya yarrg tidak menghasilkan dilakukan untuk memotong pita-pita ini dengan gunting. Gambaran yang diperlihatkan oleh sistem endoiluminasi vitreoretina telah menambah pengetahuan anatomi kita dan menunjukkan bahwa pita-pita ini berbatasan langsung dengan korteks vitreus posterior tembus pandang, yang juga berperan pada banyak traksi. PEMERIKSAAN VITREUS DAN PERTEMUAN VITREORETINA Vitreus yang normal pada dasarnya bersifat tembus pan- dang, tetapi mampu menghasilkan gaya yarrg kuat pada retina. Traksi vitreoretina sering terjadi karena pengaruh bentuk permukaan retina (Gambar 9-4). Vitreus yang tem- bus pandang paling baik dilihat dengan menggunakan cahaya celah off-axis sempit, lensa kontak tiga cermin, dan biomikroskop stereo (Gambar 9-5). Dengan adaptasi gelap pengamaf gambaran yang terlihat diperjelas secara bermakna. Biomikroskop dengan cahay a celah on-axislebat atau oftalmoskop direk biasanya tidak cocok untuk meng- amati vitreus. Oftalmoskop indirek memberikan lapangan pandang yang besar sehingga pengamat dapat memeriksa keke- ruhan lentikular dan vitreus, dan menye{iakan suatu pan- dangan stereoskopik. Banyak pengamat hanya sekedar  melihat melalui vitreus, mengabaikan kesempatan untuk  melihat vitreusnya, terutama bila terdapat kelainan pada 178

Upload: shirahoshihime

Post on 01-Mar-2018

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7/25/2019 Bab 9. Vitreus

http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 1/7

Steve

Charles,

MD &

William

O.

Edward,

MD

ffi

PENDAHULUAN

Pada

tiga

dekade

terakhir

abad

ke dua

puluh'

terlihat

suatu

peningkatan

minat

yang

luar biasa

terhadap

vitreus

dengan

semakin

berkembangnya

bedah vitreoretina.

Se-

belum

masa

ini, sejumlah

besar pasien

dibutakan

oleh

penyakit-penyakit

vitreoretina

yang

tak

dapat

dioperasi'

Tujuan

dari

bab ini

adalah

untuk

membantu

para

oftal-

molog

umum

dan

optometris menyadari

indikasi

bedah

vitreoretina,

yang banyak

di

antaranya

bersifat

sensitif

terhadap

waktu.

Banyak kondisi

vitreoretina

mempunyai

implikasi

dengan

dokter

keluarga,

dokter

penyakit

dalam,

dokter

di ruang

gawat

darurat,

dan

dokter

anestesi.

ANATOMI

VITREUS

DAN

RETEVANSINYA

DENGAN

PATOLOGI

Vitreus

mengisi

ruang

antara

lensa

dan

retina,

dan

terdiri

atas

matriks

serat

kolagen

tiga-dimensi

dan gel

asam

hia-

luronat

(Gambar

9-1).

(Terminologi

terdahulu,

vitreous

humor

jarang

digunakan

saat

ini.)

Sembilan

puluh

dela-

pan

persen

dari vitreus tersusun

atas

air'

Permukaan

luar

vitreus,

dikenal

sebagai

korteks,

berkontak

dengan

lensa

(korteks vitreus anterior)

dan

memiliki

daya

lekat

yang

berbeda-beda

ke

permukaan

retina

(korteks

vitreus

pos-

terior)

(Gambar

9-2).

Proses

penuaan/'

perdarahan,

peradangan,

trauma,

miopia,

dan

proses-proses

lain

sering

menyebabkan

kon-

traksi

matriks

kolagen

vitreus.

Korteks vitreus

posterior

kemudian,memisahkan

diri dari

retina

pada

daerah

yang

perlekatannya

lemah

dan

dapat

menimbulkan

traksi

pada

daerah-daerah

yang

perlekatannya

lebih

kuat.

Sebenar-

nya,

vitreus

tidak

pernah

lepas

dari

basisnr a.

Vitreus

juga

melekat

pada

nervus

opticus

dan,

dengan

keeratan

yang

kurang,

pada

makula dan

pembuluh-pembuluh

retina.

Perlekatan

ke

daerah

makula

adalah

suatu

faktor

yang

ber-

makna

dalam

patogenesis

membran

epimakula

dan

lubang

makula.

Sebelumnya

dipelajari

bahwa

vitreus

membentuk

ka-

vitas

dari

suatu

proses

yang

dikenal

sebagai

sineresis,

yang

pada

akhirnya

menimbulkan

kolaps vitreus'

Sekarang,

diyakini

bahwa

faktor

utamanya

adalah

perubahan

pada

kolagen

dan

lepasnya

sebagian

perlekatan

retina,

dan

bukan

pembentukan

kavitas.

Walaupun

vitreus

dapat

berpindah

ke

inJerior

saat

memisah dari

retina,

proses

ini

menghasilkan

gaya

yarrg

lebih

kecil

pada

zond-zona

per-

lekatan

vitreoretina

dibandingkan

dengan

gaya

traksi

yang

dihasilkan

oleh

pergerakan

mata

sakadik.

Gaya

dinamik,

yang

terinduksi

oleh

gerak

sakadik,

berperan

penting

dalam perkembangan

robekan

retina,

kerusakan

permukaan retina, dan

perdarahan

dari

pembuluh-pem-

buluh

yang robek

(Gambar

9-3).

Kontraksi vitreus

lebih

lanjut

akibat

invasi epitel

pigmen

retina,

sel

glia,

atau

sel

radang

dapat menimbulkan

traksi

statik yang

cukup

kuat

untuk

melepaskan

retina tanpa

disertai

robekan

retina.

Sebelum bedah

vitreoretina,

traksi pada

retina

diduga

disebabkan oleh

pita-pita

vitreus, dan

begitu

banyak

vpaya

yarrg tidak

menghasilkan

telah

dilakukan

untuk

memotong

pita-pita

ini

dengan gunting.

Gambaran

yang

diperlihatkan

oleh sistem

endoiluminasi

vitreoretina

telah

menambah pengetahuan

anatomi

kita dan

menunjukkan

bahwa pita-pita

ini

berbatasan

langsung

dengan

korteks

vitreus

posterior tembus

pandang,

yang

juga

berperan

pada banyak

traksi.

PEMERIKSAAN

VITREUS

DAN

PERTEMUAN

VITREORETINA

Vitreus

yang

normal

pada dasarnya

bersifat

tembus

pan-

dang, tetapi

mampu

menghasilkan

gaya

yarrg

kuat

pada

retina.

Traksi

vitreoretina

sering

terjadi

karena

pengaruh

bentuk

permukaan

retina

(Gambar 9-4).

Vitreus

yang

tem-

bus pandang

paling

baik dilihat

dengan

menggunakan

cahaya

celah

off-axis

sempit,

lensa kontak

tiga

cermin,

dan

biomikroskop

stereo

(Gambar

9-5).

Dengan

adaptasi

gelap

pengamaf

gambaran

yang

terlihat

diperjelas

secara

bermakna.

Biomikroskop

dengan

cahay

a celah

on-axislebat

atau

oftalmoskop direk

biasanya

tidak

cocok

untuk

meng-

amati

vitreus.

Oftalmoskop

indirek

memberikan

lapangan

pandang

yang besar

sehingga

pengamat

dapat

memeriksa

keke-

ruhan

lentikular dan

vitreus,

dan

menye{iakan

suatu

pan-

dangan

stereoskopik.

Banyak

pengamat hanya

sekedar

 melihat

melalui

vitreus,

mengabaikan

kesempatan

untuk

 melihat

vitreusnya,

terutama

bila

terdapat

kelainan

pada

178

7/25/2019 Bab 9. Vitreus

http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 2/7

Gambar 9-1. Vitreus

terdiri

atas matriks serat kolagen tiga-

dimensi dan

gel

asam

hialuronat.

struktur

tersebut.

Visualisasi

traksi vitreoretina

malah

diperjelas dan

bukannya

dirugikan

oleh pergerakan mata.

Selain

itu,

pergerakan

vitreus adalah

suatu

ukuran

besar-

nya-traksi vitreoretina

yang sempurna. Sebagian

retina

mata

yang

mengalami

perdarahan

vitreus

berat

sering

dapat

terlihat

dengan

melihat

ke perifer terlebih

dahulu

untuk

menetapkan

suatu bidang

fokus. Vitreus sering

kali

lebih

jernih

di bagian superior. Memposisikan

pasien

duduk tegak untuk sementara waktu dapat menyebabkdn

darah berpindah ke inferior, memungkinkan padangan re-

tina yang

lebih

baik.

Optical

coherence

tomography

(OCT)

berperan

penting

untuk

menentukan apakah korteks

vitreus

posterior

me-

lekat

pada

makula.

Ini

terutama berguna

untuk

menilai

Iubang

makula yang terus

berkembang,

sindrom-sindrom

traksi vitreomakula,

dan

perlekatan

korteks

vitreus

pos-

terior

yang

meregang

yang

berkaitan dengan

edema

ma-

kula diabetik.

VITREU5

I 179

Gambar

9-3.

Pergerakan vitreus

yang

terlepas sebagian

(pa-

nah

putih),

terinduksi

oleh

gerakan

sakadik

(panah

hitam)

dan

menyebabkan

robekan

retina

(kepala

panah).

Apabila vitreus terlalu keruh

sampai

retina

tidak

dapat

terlihat, harus

digunakan

ultrasonografi

scan-B

untuk

menentukan

apakah

retina

melekat dengan baik,

atau me-

nentukan

adanya

tumor,

benda

asing,

dislokasi

lensa,

dis-

iokasi

lensa

intraokular,

atau ablatio

koroid

(Gambar

9-6).

ffi

GEJALA

PENYAKIT

VITREORETINA

FLOATERS

Sebagian

besar orang

pernah

mengalami

Jloaters

pada

suatu

saat dalam kehidupannya. Gejala

ini

mungkin di-

gambarkan

sebagai

benang-benang,

jaring

laba-laba,

objek-objek

serupa piring

kecil,

atau sebuah cincin tembus

pandang.

Pelepasan

vitreus posterior terjadi

sedikitnya

Gambar

9-2,

Korteks vitreus melekat

ma

pada

permukaan

retina

dengan

bervariasi.

pada

lensa

dan

teruta-

derajat keeratan

yang

Gambar

9-4. Bentuk

retina

yang

abnormal

(panah

putih)

mengindikasikan

suatu traksi

vitreoretina

(panah

hitam).

7/25/2019 Bab 9. Vitreus

http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 3/7

180

/

BAB 9

pada7}%

populasi

dan menjadi

penyebab

sebagian

besar

keluhan

floaters.

Untungnya,

kebanyakan

floaters

terbukti

tidak

bermakna

klinis

setelah

pemeriksaan

retina

tidak

berhasil

menemukan

adanya

suatu

robekan

retina

atau

kondisi

patologis

lainnya.

Pemeriksaan

retina

perifer

lan-

jutan

yang

cermat

dengan

menggunakan

oftalmoskop

in-

direk

melalui

pupil

yang

didilatasi

lebar

harus

dilakukan

setiap

kali seorang

pasien

mengeluhkan

awal

terjadinya

floaters.

Perubahan

sifat

floaters

juga

merupakan

indikasi

dilakukannya

pemeriksaan

retina perifer

dalam

beberapa

hari.

Floaters

yang

terjadi

sekunder

akibat

lepasnya

vitreus

posterior

sebaiknya

disebut

sebagai

kondensasi

vitreus,

menekankan asal-usulnya,

yaitu

dari

serat-serat

dan per-

mukaan

kolagen

vitreus

yang

telah ada

sebelumnya.

Ada-

nya

eritrosit,

dan

sesekali,

sel-sel

radang

dalam

vitreus

dapat

menyebabkan

pasien

melihat

floaters,

yang

sering

digarrrbarkan

sebagai

objek

mirip-piring.

Floater

seperti-

Gambar

9-5.

Cahaya

celah

off-axis

sempit,

lensa kontak,

dan

biomikroskop

memberikan

gambaran vitreus

tembus

pandang yang

paling

baik.

cincin

biasanya

terlihat

saat

memvisualisasikan

daerah

korteks vitreus

posterior

yang

sebelurnnya

melekat

pada

nervus

opticus.

Perdarahan

vitreus

(Gambar

9-7)

meng-

indikasikan

pemeriksaan

yang

teliti

untuk

menentukan

ada

tidaknya

penyakit

vaskular,

seperti retinopati

diabe-

tik, penyakit

oklusi

vena,

hemoglobinopati,

atau

leukemia.

Adanya

sel-sel

radang

mengindikasikan

pemeriksaan

lan-

jutan

untuk sarkoidosis,

candida,

lim{oma,

dan

kelainan

sistemik

lain.

Walaupun

floaters

sering

ditemukan,

pe-

meriksaan

retina yang

cermat harus

dilakukan

sebelum

pasien

diyakinkan

bahwa yang

terjadi

hanyalah

lepasnya

perlekatan

vitreus

posterior.

Objek-objek

keemasan

bulat,

kecil, seragam,

yang

di-

kenal

sebagai

hialosis

asteroid

sering

timbui

di vitreus

(Gambar

9-8).

Walaupun

tampilannya

mengesankan,

objek-objek

tersebut

hampir

tidak

pernah

mempengaruhi

penglihatan

dan

tidak

memerlukan

pengobatan.

Hialosis

Gambar 9-6.

Scan-B.

Gambar

9-7.

Perdarahan

vitreus.

7/25/2019 Bab 9. Vitreus

http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 4/7

Gambar 9-8.

Hialosis

asteroid

asteroid

pernah

diduga

berhubungan.

dengan

diabetes,

tetapi hal ini

tidak

terbukti

kemudian.

Vitrektomi

sangat

jarang diindikasikan

pada

floaters.

Banyak pasien

yang

bereaksi

berlebihan

terhadap

timbul-

nya

floaters

dan lebih

membutuhkan konseling

daripada

tindakan

bedah, yang berisiko menimbulkan ablatio

reti-

nae

dan katarak. Walaupun

beberapa

oftalmolog

melaku-

kan

vitreolisis laser YAG untukfloaters, tindakan

ini

jarang

ada

yang efektif

dan memiliki risiko

abiatio

retinae

dan

katarak.

KILATAN SINAR

(FOTOPSIA)

Kilatan sinar-sebaiknya

disebut

fotopsia

-

disebabkan

oleh

rangsangan

mekanis

pada

retina,

biasanya

terjadi

sekunder

setelah

pemisahan

vitreus dari

retina.

Skotoma

bilateral berkilau,

seperti-kilat, bergergi

yang

terjadi'se-

kunder

pada

migrain

(50%

tidak

disertai dengan

sakit

kepala) sering disalah

artikan

dengan

fotopsia. Sebagian

besar pasien

yang vitreus

posteriornya

terlepas

akan

me-

ngalami

kilatan

sinar,'

terutama saat

melakukan gerak

sakadik, sampai

pemisahannya

stabil.

Pemisahan

vitreus

posterior

tidak

pernah

sempurna

karena

vitreus akan

selalu melekat pada

basis vitreus

posterior.

Setiap

pasien

yang

baru

mengalami fotopsia harus menjalani pemerik-

saan

cermat lanjutan retina

perifer dengan

menggunakan

oftalmoskop

indirek

melalui

pupil

yang dilebarkan.

W

PENYAKIT.PENYAKIT

VITREORETINA

ROBEKAN RETINA

&

ABLATIO

RETINAE

REGMATOGENOSA

Sebagaimana

dijelaskan di atas, pemisahan

vitreus

pos-

terior

pada mata dengan perlekatan vitreoretina yang

ab-

VITREUS I

181

normal dapat

menyebabkan

retina robek.

Robekan

retina

lebih

sering

terjadi

pada

pasien miopia

karena

pasien-

pasien

miopia mungkin mengalami

degenerasi

lattice,yang

terkait

secara

genetis dengan

miopia.

Robekan

retina

yang

simptomatik

dikatakan

lebih

bermakna daripada

yang

asimptomatik

meskipun

gejala-gejala

yang

dilaporkan

sangat bervariasi. Robekan

besar lebih

bermakna

daripada

robekan

kecil. Lubang

bulat

kecil, terutama yang

berada

di

dalam

degenerasi lattice,

jarang

menyebabkan ablatio

retinae.

Lubang

bertutup

atau

lubang

bulat atrofik

lebih

jarang

lagi

menyebabkan

ablatio

retinae

daripada robekan

flap (tapal

kuda)

(Gambar

9-9).

RETINOPATI

DIABETIK

Pasien

dengan

retinopati diabetik

proliferatif

dapat meng-

alami perdarahan

vitreus yang

berasal

dari

neovaskular-

isasi

retina.

Pasien-pasien ini

harus

ditangani secara

agre-

sif

dengan

tindakan

penyelamatan-mata fotokoagulasi

panretina. Jika darah menghalangi visualisasi retina,

pe-

meriksaan

ultrasonografi

harus

dilakukan

untuk

menying-

kirkan

kemungkinan

ablatio retinae

traksional. Dapat

di-

lakukan

vitrektomi

intuk memperbaiki penglihatan

dan

dilakukan

fotokoagulasi

panretina

endolaser

(Gambar

e-1

0).

Ablatio

retinae traksional

diabetik ditangani

melalui

tindakan bedah

vitreoretina,

dengan menyatukan teknik-

teknik,

seperti

segmentasi

gunting

(Gambar

9-11) dan

delaminasi

gunting

(Gambar

9-12)

pada

membran

epire-

tina.

Neovaskularisasi yang ditranseksi

dapat dikoagulasi

dengan

menggunakan

prob

diatermi bipolar

(Gambar

e-13).

KOMPTIKASI

BEDAH KATARAK

Sekitar

2% pasien

bedah

katarak

akhirnya mengalami ab-

latio

retinae

regrnatogenosa,

diduga akibat pergerakan

Gambar

9-9.

Aliran

vitreus

cair

melalui robekan

retina

ber-

bentuk

tapal-kuda

yang

dapat menimbulkan

ablatio

retinae.

7/25/2019 Bab 9. Vitreus

http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 5/7

182 / BAB 9

Fotokoagulasi retina endolaser

Gambar 9-11. Segmentasi

gunting

pada

untuk melepaskan traksi tangensial.

Gambar9-13. Koagulasi

pembuluh yang

ditranseksi, menggu-

nakan

endoiluminator

bipolar

selama

proses

segmentasi dan

delaminasi.

vitreus ke

anterior

selama

atau

setelah pembedahan.

Pa-

sien-pasien

ini mengeluhkan kilatan

sinar, fotopsia,

hilang-

nya

penglihatan

perifer,

dan

hilangnya

penglihatan

sen-

tral

bila makula

teriepas.

Dikatakan bahwa

bedah

katarak

menyebabkan

kehilangan

vitreus sekitar

1%,

bukti-bukti

terkini

mengisyaratkan insidens tersebut mendekati

5%.

Ablatio

retinae

lebih sering

terjadi

setelah ruptur

kapsul,

kehilangan vitreus,

dan

vitrektomi

anterior

(Gambar

9-14).

Ruptur

kapsul

saat

bedah

katarak

dapat mengakibat-

kan pergeseran materi iensa

atau, sesekali, seluruh lensa

ke

dalam

vitreus.

Peradangan

dan

glaukoma

fakolitik

biasa terjadi, kecuali

bila

hanya

se1'umlah kecil

korteks

yang

mengalami

dislokasi.

Vitrektoni dan

fakofragmen-

membran

Gambar

9-14.

Traksi

vitreus

selama

dan setelah bedah katarak

dapat menimbulkan robekan

dan ablasi retina.

membran

epiretina

tasi

sangat

efektif untuk'mengangkat

materi

lensa

yang

terdislokasi

posterior

(Gambar

9-15).

Endoftalmitis

dapat terjadi dalam

satu

sampai

bebe-

rapa

hari setelah operasi

katarak dan

dengan cepat dapat

Gambar 9-12.

Delaminasi

epiretina

yang

melekat.

gunting

untuk

melepas

7/25/2019 Bab 9. Vitreus

http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 6/7

Gambar 9-15.

Vitrektomi dengan

lensa

kontak

dan endo-

iluminasi memungkinkan

fragmentasi dan

pengangkatan

ma-

teri

lensa

yang

mengalami dislokasi

posterior.

menyebabkan

kehilangan mata bila tidak

dikenali

dan

segera

diobati.

Sebagian

besar kasus

paling

baik

diatasi

dengan melakukan sadap

vitreu s (aitreous fap)

untuk

biakan dan

uji sensitivitas serta

injeksi antibiotik

intra-

vibreal.

Beberapa kasus

dapat

juga

diatasi

dengan

vi-

trektomi. Pasien yang terinfeksi

organisme

yang agresif

sering kehilangan

matanya

walaupun dilakukan

diagno-

sis dini dan

pengobatan

yang

tepat. Setiap

pasien dengan

nyeri, penurunan

penglihatan,

dan

peradangan

yang

terus

meningkat

harus segera dilihat

apakah

terdapat

endoftalmitis.

Endoftalmitis

dapat

juga

berasal

dari bleb

filtrasi

yang

bocor,

atau sumber-sumber

endogen,

seperti

jalur

vena sentral atau kateter yang

lama

dipakai.

TRAUMA

Trauma tembus mata sering

menyebabkan perdarahan

vitreus, yang

mungkin disertai

dengan kerusakan

retina

yang bermakna.

Pergerakan vitreus

seperti

yang

terlihat

dengan

oftalmoskopi indiirek

dan

ultrasonografi

memban-

tu menentukan

waktu dilakukannya

vitrektomi setelah

trauma

tembus tanpa benda asing.

Vitreus yang bergerak,

walaupun

sangat

keruh akibat perdarahan,

dapat diamati

saat ultrasonografi

menunjukkan retina yang

akan

dile-

katkan dan bila

tidak

ada benda asing.

Vitrektomi

umum-

nya

dilakukan

7-10 hari setelah

perbaikan luka

awal

sete-

lah te4adi

pemisahan

vitreus

posterior,

perdarahan

aktif

reda, dan kornea lebih

jernih.

Jika

kontraksi vitreus

dini

ditunjukkan

dengan

penurunan

gerak

vitreus,

vitrektomi

harus

dilakukan

sebelum

terjadi

fibrosis dan ablatio

retinae

traksional

sekunder.

Apabila terdapat

benda asing

logam

(besi atau temba-

ga),

benda asing

toksik,

atau berpotensi

infeksi,

diperlukan

VITREUS / 183

Gambar

9-16.

Pengangkatan benda asing

intraokular

dengan

forceps

berlapis-berlian

vitrektomi

segera dan

pengangkatan

benda asing

dengan

forceps

(Gambar 9-16).

Kadang-kadang, benda

asing

dari

plastik

atau

gelas

atau

peluru

senapan angin dapat diob-

servasi

saja

tanpa

pembedahan

atau sampai

terjadi

traksi

vitreoretina.

ffi

RINGKASAN

Studi

penyakit penyakit vitreoretina

sangat

mengagum-

kan

dan

bisa menimbulkan

dampak yang

besar

pada

hasil-

akhir

penglihatan. Berbagai

teknologi

dan

teknik

baru telah

dikembangkan

secara

luas dan

menghasilkan kemajuan

yang

sangat besar

pada

hasil-akhir

pascabedah

vitreore-

tina.

Banyak

mata yang dulunya tidak dapat disembuhkan

merasakan

pengembalian

penglihatan dalam tahuri-tahun

belakangan

ini.

Kemajuan

dalam bioteknologi tampaknya

akan menghasilkan kemajuan-kemajuan

yang fenomenal

di masa

yang akan datang.

DAFTAR

PUSTAKA

Bajaire B

et al: Vitreoretinal surgery of the

pcisterior segment for

explosive

traurna in terrorist warfare. Grades Arch Gun Exp

Ophthalmol2006;244:991.

[PMID:

16440208]

Binder

MI

et al:

Endogenous

endophthalmitis: An

18-year

review

of culture-positive

cases

at

a tertiary care center. Medicine

(Baltimore)

2003;82:97.

[PMID:

12640186]

Busbee

BG

et al: Bleb-associated endophthalmitis: Clinical charac-

teristics and visual

outcomes.

Ophthalmology 2004;11L:L495.

IPMID:15288977)

Castellarin A

et al:

Vitrectomy

with

silicone

oil in{usion in severe

diabetic retinopathy. Br

J

Ophthalmol

2003;87:318.

[PMID:

1.25984461

7/25/2019 Bab 9. Vitreus

http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 7/7

144

/

BAB

9

Demefriades

AM

et al: Combined phacoemulsification,

intraocu-

lar lens implantation,

and vitrectomy

for

eyes

with

coexist-

ing

cataract

and viheoretinal

pathology. Am

J

Ophthalmol

2003

;135

:291

IPMID

: 126147

Ml

Dhingra

N et

al:

Early vikectomy

for fundus-obscuring

dense

vi-

treous haemorrhage from

presumptive

retinal tears.

Graefes

Arch

Clin

Exp

Ophthalmol

2006;lrn27

[Epub

ahead of

print].

IPMID:

168021331

Forte R

et al:

Visualisation

of vitreomacular

tractions

with en face

optical

coherence

tomography.

Eyc

2006;

ltn

2

[Epuh

ahead of

printl.

[PMID:

1.6751756)

Gaucher

D

et al:

Optical

coherence tomography

assessment of

the

vitreoretinal

relationship

in diabetic macular

edema.

Am

J

Ophthalmol

2005;139:807.

[PMID:

1586028a]

Margo

CE et

al:

Posterior

vitreous

detachment: How to approach

sudden-onset

floaters

and

flashing lights. Postgrad Med

2005;117 :37.

[PMID):

1578267 2]

Moore

]K

et aI: Retinal

detachment

in eyes undergoing

pars

plana

vitrectomy

for

removai

of

retained

lens

fragments.

Ophthal-

mology

2003;110:709.

[PMID:

12689890]

Ng

JQ

et al: Management

and outcomes

of

postoperative en-

dophthalmitis

since

the

endophthalmitis vitrectomy

study:

The Endophthalrnitis Population Study

of

Western Australia

(EPSWA)'s

fifth

report.

Ophthalmology

2005;112:1199.

IPMID:

159217591

Rossetti

A

et

al: Retained

intravitreal lens

fragments

after

phaco-

emulsification:

Complications and visual

outcome

in

vikec-

tomized and

nonvitrectomized

eyes.

J

Cataract

Refract

Surg

200228:310.

[PMID

: 11821 215]

Scott IU

et al:

Clinical

features

and

outcomes

of pars

plana

vitrec-

tomy

in patients

with retained

lens fragments.

Ophthalmology

2003

1L0

:15 67 .

IPMID

: 12917 17 4]

Scott

RA et

al:

Vitreous

surgery

in

the

maragement

of

chronic

endogenous

posterior

uveitis. Eye 2003;17:221,.

[PMID:

126404101

Shah

SP

et al: Factors

predicting outcome

of vitrectomy

for dia-

betic

macular

oedema:

Results

of

a prospective

study. Br

J

Ophthalmol

2006;90:33.

[PMID:

16361663]

Sheard

RM

et al:

Vitreoretinal

surgery

after childhood

ocular

trauma.

Eye

2007

;21:793.

[PMID:

166017

44]

van

Overdam

KA et

aI:

Symptoms and

findings predictive

for

the

development

of

new retinal

breaks. Arch

Ophthalmol

2005

123

47

9.

IPMID

:

158242201

Wickham

L et

al:

Outcornes of

surgery

for

posterior

segment

in-

traocular

foreign

bodies

-.a

retrospective

review of 17

years

of

clinicai

experience.

Graefes

Arch

Clin Exp Ophthalmol

2006;

Jun

21

[Epub

ahead of print].

[PMID:

16788826]

Zhang YQ

et al:

Treatment

outcomes

after

pars

plana vitrectomy

for

endogenous

endophthalmitis. Retina

2005;25:746.

IPMID:

1,61418631