bab 2 dan daftar pustaka

Upload: chitra-usi-ifanda

Post on 01-Mar-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN2.1 Penyakit Gigi dan Mulut. Rongga mulut mempunyai 2 fungsi utama. Pertama, sebagai pintu gerbang untuk nutrisi. Kedua, sebagai sarana komunikasi verbal. Kedua fungsi tersebut sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Anak dengan keadaan mulut yang sehat dan keadaan sistemik yang baik, nutrisi akan mudah masuk ke dalam tubuh, sehingga dapat terpenuhi kebutuhan untuk proses tumbuhnya. Keadaan mulut yang sehat juga sangat penting bagi anak untuk belajar bicara, mengembangkan kemampuan bahasanya sebagai sarana komunikasi. Pada keadaan tertentu, rongga mulut berfungsi sebagai saluran napas atas, misalnya pada saat infeksi yang disertai dengan sumbatan hidung (Megananda, 2011). Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga tahun 2001, dan menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam pengobatan menurut The World Oral Health Report, 2003 (Sariningsih, 2011).Pada manusia modern, bakteri di dalam mulut berkembang biak tidak terkendali karena sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami di dalam air ludah umumnya dirusak oleh konsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan kimia seperti perasa, pewarna, pengawet, dan pembasmi hama.

Pemakaian detergen (sodium lauril sulfat) yang berlebih di dalam pasta gigi juga mempunyai andil besar merusak air ludah. Batas toleransi kandungan detergen dalam pasta gigi adalah 0,0001 persen. Jika kandungan detergen melebihi toleransi, maka zat pembentuk busa ini akan merusak ludah dengan cara menghancurkan sistem pertahanan alaminya (Megananda, 2011). Untuk mengetahui efek dari pembentukan busa detergen, dapat dilakukan dengan uji sederhana. Setelah menggosok gigi menggunakan pasta gigi yang mengandung detergen (cirinya berbusa), makanlah buah jeruk. Bila rasa buah jeruk menjadi tidak enak (berubah rasanya) berarti telah terjadi perubahan pada ludah dan rusaknya sensor rasa. Mukosa mulut dan gigi juga akan terasa kasar karena teriritasi detergen (Megananda, 2011). Selain makanan yang mengandung bahan-bahan kimia dan pasta gigi yang mengandung detergen, ternyata pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi mempunyai andil terbesar merusak sistem pertahanan alamiah (LP-s). Antiseptik bersifat bakteriosid akan membunuh semua bakteri di rongga mulut. Jika sistem pertahanan alami ludah (LP-s) sudah rusak, maka sistem tersebut tidak dapat berfungsi lagi dalam ludah dengan dampak berikut: 1. Bakteri akan berkembang biak tanpa terkontrol dan menyebabkan lingkungan mulut menjadi asam. 2. Keasaman mulut akan melarutkan email sehingga gigi menjadi rapuh dan berlanjut menjadi caries atau gigi berlubang. 3. Bakteri yang berkembang biak akan memproduksi racun. Racun akan merembes ke dalam gusi menyebabkan peradangan gusi (gingivitis). Ciri-cirinya gusi akan berwarna kemerahan, ada pembengkakan, dan mudah berdarah. Jika racun masuk lebih dalam lagi ke jaringan penyangga gigi (periodontium) akan menyebabkan peradangan pada jaringan penyangga gigi (periodontitis). Bila terjadi periodontitis, maka gigi menjadi sangat peka terhadap rangsangan tertentu seperti asam, panas, atau dingin. Rangsangan tersebut akan menyebabkan gigi terasa ngilu. Jika keadaan berlanjut makin parah, kemungkinan gigi bisa goyah (luksasi) kemudian gigi menjadi tanggal

(Manson J, 2004). Perkembangan bakteri yang tidak terkontrol juga akan menyebabkan bau mulut (halitosis). Menurut penelitian Geertrui Delanahe MD, perkembangan bakteri yang tidak terkontrol merupakan persentase terbesar penyebab timbulnya bau mulut dibandingkan penyebab-penyebab lain. Bau mulut (halitosis) berasal dari H di permukaan telah diserap oleh bakteri aerob. Bakteri yang menimbulkan bau mulut sebagian besar mempunyai karakteristik gram (Megananda, 2011). Beberapa jenis penyakit gigi dan mulut adalah sebagai berikut :

a. Abses periapikal,b. Penyakit periodontal,c. Infeksi herpes pada mulut, d. Kanker dan pertumbuhan lainnya di mulut,e. Karies gigi,f. Kelainan pada bibir, mulut dan lidah, g. Kelainan sendi temporomandibuler,h. Masalah kedaruratan gigi, i. Pulpitis,j. Sariawan. 2.2 Penyakit Periodontal.2.2.1 Definisi. Penyakit periodontal adalah kelompok lesi yang mengenai jaringan di sekitar dan penyangga gigi-geligi pada rongganya. Secara umum penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi gingivitis dan periodontitis. Prevalensi gingivitis maupun periodontitis cukup tinggi di masyarakat. Penelitian NHANES menyatakan prevalensi gingivitis di AS tahun 1971-1974 : 20,7%. Sedangkan prevalensi gingivitis menurut laporan HRSA-DHOP tahun 1981 sebesar 49,2% dan menurut NIDR tahun 1985 sebesar 46,9%. Untuk periodontitis dengan studi yang paralel dengan studi di atas mendapatkan prevalensi berturut-turut sebesar 25,4%, 33,9%, 36,0% dan 22,2%. Penyakit periodontal merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa. Berbagai penelitian juga menyokong peranan- penyakit periodontal (Elisabet, 2010). Beberapa penelitian terbaru memperlihatkan ada hubungan endokarditis infektif, penyakit jantung koroner dan aterosklerosis, penyakit-penyakit pernafasan, berat bayi lahir rendah (BBLR) dan status psiko-sosial. Suatu terhadap 5 penelitian prospektif menunjukan bahwa kondisi mulut (terutama periodontitis) merupakan faktor risiko terhadap aterosklerosis. Sedangkan laporan studi tahun pertama dari Dental Atherosclerosis in Communities Study menemukan adanya hubungan antara penyakit periodontal dengan penebalan dinding karotid intima media, yang merupakan ukuran aterosklorosis sub-klinik. Studi lain menemukan adanya kenaikan 2 kali kadar C-reactive protein (CRP) serum amyloid (SAA) pada yang menderita penyakit kardiovaskuler atau penyakit periodontal dan kenaikan kadar tersebut sampai 3 kali pada orang yang mempunyai penyakit kardiovaskuler dan periodontal bersamaan (Rose LF,dkk, 2004). Dalam suatu studi kecil, penyakit gusi "periodontitits" dihubungkan dengan resiko yang meningkat mengenai serangan kanker lidah. Mine Terzal, dari University at Buffalo School of Dental Medicine di New York, dan rekannya membandingkan 51 pria kulit putih yang baru didiagnosis terserang kanker lidah dengan 54 orang yang dipantau bebas kanker yang ditemui selama periode yang sama (Megananda, 2011). Studi tersebut tidak mencakup orang yang berusia kurang dari 21 tahun dan mereka yang tidak memiliki gigi lengkap, sebelumnya menderita penyakit berbahaya dan mereka yang sistem kekebalan tubuhnya terganggu. Periodontitis mengakibatkan hilangnya tulang di sekitar gigi yang sakit, dan para peneliti menggunakan hilangnya tulang yang terlihat melalui sinar-X untuk menilai periodontitis. Mereka melaporkan, di dalam Archives of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, berkurangnya tulang setiap milimeter berhubungan dengan kenaikan lima kali lipat resiko kanker lidah. Tim tersebut menyimpulkan bahwa studi lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan itu, dan mengetahui dampak penggunaan tembakau pada resiko penyakit periodontitis serta kanker lidah. Selain kanker lidah, periodontitis dan penyakit jantung koroner mempunyai etiologi yang kompleks yang memberikan banyak faktor resiko yang potensial secara umum yang mana infeksi dan kondisi peradangan kronik seperti periodontitis dapat mempengaruhi penyakit jantung koroner atau proses aterosklerosis. Periodontitis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit jantung koroner dimana mengandung pengertian bahwa periodontitis menimbulkan resiko lebih besar pada individu untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Mikroorganisme subgingival dapat dijumpai pada periodontitis (Megananda,2011). Periodontitis merupakan infeksi campuran yang disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia. Bacteroidesforsy. Actinobacillus actynomycetemcomuans dan bakteri gram positif. Periodontitis adalah penyakit kronis yang bergerak maju dengan sangat lambat. Periodontitis merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa (Susanto, 2009). Secara sederhana, periodontitis adalah peradangan pada periodontum, yaitu suatu jaringan yang terdiri dari empat jaringan :a. Gingiva, atau gusi,b. Sementum, atau lapisan luar akar gigi,c. Tulang alveolar, atau kantung tulang,

d. Ligamen periodontal, yang merupakan jaringan ikat yang berjalan antara sementum dan tulang alveolar. Selain periodontitis, penyakit periodontal juga meliputi gingivitis. Dimana gingivitis itu sendiri adalah suatu peradangan pada gusi. gingivitis dapat mempengaruhi penyakit periodontal. Karena plak berakumulasi dalam jumlah besar di region interdental yang terlindung, maka inflamasi pada gingiva cenderung dimulai pada daerah inter dental papilla dan menyebar di sekitar leher gigi, lama kelamaan hal ini akan mengakibatkan darah mengalir ke tepi papil tersebut, terjadilah hipertropik gingiva yang tampak sebagai pembengkakan di sekitar serviks. Darah yang banyak ini tampak sebagai warna yang mengkilap dan sangat merah. Ini merupakan tahap awal dari timbulnya penyakit gusi, peradangan yang disebabkan oleh plak yang terbentuk di sekitar gusi. Jika pembersihan gigi yang dilakukan setiap hari tidak mampu membersihkan dan mengangkat plak yang terbentuk hal itu bisa menyebabkan iritasi pada lapisan luar gusi dan timbulah gingivitis (Megananda, 2011).2.2.2 Etiologi.Etiologi penyakit periodontal terutama berhubungan dengan mikro-organisme dan produk-produknya yang ditemukan pada plak supra dan sub-gingiva. Pencetus yang umum atau faktor etiologi kedua yang menyumbang terhadap akumulasi, retensi dan maturasi plak gigi adalah kalkulus supra dan sub-gingiva, tepi gingiva yang menggantung dan restorasi gigi yang over-contoure, menimbulkan impaksi makanan dan menambah kedalaman probing. Faktor-faktor sistemik mungkin mengubah respons jaringan terhadap bakteri. Oleh karenanya faktor-faktor sistemik dapat mempengaruhi keparahan periodontitis, tapi tidak memulai respons inflamasi. Studi lain menemukan bahwa mikroorganisme yang berperanan besar pada etiologi penyakit periodontal adalah Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotella intermedia dan Fusobacterium nucleatum (Susanto, 2009).Para penderita radang periodontitis umumnya memiliki kantong periodontitis yang agak dalam, dan di dalam kantong periodontitis terdapat bakteri dalam jumlah besar yang dapat menyebabkan berulang kali terjadi pembengkakan gusi, peradangan, timbulnya nanah, lalu muncullah bau mulut tersebut. Banyaknya terselip sisa-sisa makanan di celah-celah gigi akan menjadi busuk akibat pengaruh dari bakteri-bakteri tersebut, hal ini juga dapat menimbulkan bau mulut. Yang umumnya terjadi pada para manula (lanjut usia) adalah kelenjar air liur mulai berkurang, sehingga reaksi pembersihan alami dari rongga mulut sendiri juga menurun drastis, oleh karena itu masalah bau mulut ini akan lebih mudah timbul pada para orang tua dan lansia (Barnes, 2006).Sebagian besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak dan karang gigi (tartar) di antara gigi dan gusi. Akan terbentuk kantong di antara gigi dan gusi dan meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang di bawahnya. Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas oksigen, yang mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan ini terus berlanjut, pada akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong yang dirusak sehingga gigi lepas. Kecepatan tumbuhnya periodontitis berbeda pada orang-orang yang memiliki jumlah tartar yang sama. Hal ini mungkin karena plak dari masing-masing orang tersebut mengandung jenis dan jumlah bakteri yang berbeda, dan karena respon yang berbeda terhadap bakteri (Barnes, 2006). Beberapa keadaan medis yang bisa mempermudah terjadinya periodontitis: a. Diabetes melitus,

b. Sindroma down,

c. Penyakit crohn,

d. Kekurangan sel darah putih,

e. AIDS.2.2.3 Tanda dan Gejala.

Pada umumnya penyakit periodontal di klasifikasikan menjadi periodontitis dan gingivitis (Cotti E, 2010).

Adapun gejala penyakit periodontal antara lain :1. Gingivitis

Gingiva mudah berdarah saat menyikat gigi,

Gingiva mengalami inflamasi dan peka jika disentuh,

Gingiva bengkak ,berwarna kemerahan,

Nafas berbau dan mulut terasa tidak enak.

2. Periodontitis

Periodontitis terbagi 3 tahap, yaitu early periodontitis, moderate periodontitis dan advanced periodontitis (Davis S, 2010).a. Early periodontitis

Mulai terlepasnya gingiva dari permukaan gigi, Perdarahan, pembengkakan dan inflamasi mulai terlihat, Nafas berbau, tidak enak dalam mulut, Hilangnya sedikit pelekat tulang, Terbentuk poket sedalam 3-4 mm antara gigi dan gingiva pada satu daerah atau lebih.

b. Moderate periodontitis

Abses pada gingiva mulai terbentuk, Gigi terlihat lebih panjang akibat gingiva nya mulai resesi, Poket diantara gigi terbentuk sedalam 4-6 mm.

c. Advanced periodontitis

Gigi goyang bahkan tanggal,

Nafas berbau rasa tidak enak dalam mulut menetap,

Akar gigi terbuka dan sensitif terhadap panas dan dingin,

Poket diantara gigi dan gingiva terbentuk sedalam 6 mm.Pasien sebaiknya merasakan bahwa peradangan gingiva dan destruksi tulang sangat tidak sakit. Karenanya, orang-orang sering salah mengasumsikan bahwa perdarahan yang tidak nyeri setelah membersihkan gigi tidak signifikan, walaupun hal ini merupakan suatu gejala periodontitis yang progresif pada pasien tersebut (Ramadhan, 2010). 2.2.4 Pencegahan.

Oral higiene harian untuk mencegah penyakit periodontal meliputi :a. Menggosok gigi dengan benar dan teratur (minimal dua kali sehari), dengan pasien mencoba untuk mengarahkan bulu sikat ke bawah garis gusi, yang dapat membantu menghentikan pertumbuhan bakteri dan pembentukan plak subgingiva,b. Menyikat gigi secara halus setiap hari dan menggunakan sikat interdental, seperti halnya membersihkan bagian belakang gigi terakhir pada setiap kuadran,c. Menggunakan mouthwash. Mouthwash dengan kandungan dasar Chlorhexidine gluconate atau hydrogen peroxide dalam kombinasi dengan oral higiene yang seksama mungkin mengobati gingivitis, walaupun tidak mengembalikan hilangnya perlekatan akibat periodontitisd. Periksa gigi secara rutin dan pembersihan gigi profesional sesuai kebutuhan. Pemeriksaan gigi bertindak untuk memonitor metode higiene oral seseorang dan tingkat perlekatan di sekitar gigi, mengidentifikasi tanda awal periodontitis, dan memonitor respon terhadap pengobatan(Megananda, 2011).Biasanya, ahli kebersihan gigi (dokter gigi) menggunakan alat khusus untuk membersihkan gigi (debridemen) di bawah garis gusi dan mengangkat plak yang tumbuh di bawah garis gusi. Hal ini merupakan standar pengobatan untuk mencegah adanya kemajuan lebih lanjut dari periodontitis. Penelitian menunjukkan bahwa setelah pembersihan profesional tersebut (debridemen periodontal), bakteri dan plak cenderung kembali ke tingkat pra pembersihan setelah sekitar 3-4 bulan. Karenanya, dalam teori pembersihan tiap 3 sampai 4 bulan mungkin juga diharapkan untuk mencegah onset awal periodontitis. Namun, analisis penelitian yang diterbitkan telah melaporkan ada sedikit bukti yang mendukung hal ini dan interval dimana hal ini terjadi. Maka, dianjurkan bahwa interval antara pemeriksaan gigi sebaiknya ditentukan secara spesifik untuk tiap pasien antara 3 sampai 4 bulan. Meskipun demikian, stabilisasi lanjut untuk status periodontal pasien, sangat tergantung pada higiene oral pasien di rumah jika tidak bepergian. Tanpa higiene oral harian, penyaki ini tidak akan teratasi, khususnya jika pasien memiliki riwayat penyakit periodontal yang lama (Megananda, 2011).2.2.5 Gambaran Penderita Penyakit Periodontal.2.2.5.1 Konsep Karakteristik Pasien.Setiap pasien mempunyai karakteristik biografi yang berbeda. Karakteristik ini akan menyebabkan respon psikologis yang berbeda pula. Karakteristik yang dimaksud adalah umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jenis kelamin, status kawin, suku dan agama. Karakteristik ini dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang dan penampilannya dalam menghadapi hal yang baru atau asing bagi dirinya termasuk psikologisnya.a. Umur.

Sebuah peninjauan baru menyebutkan bahwa tingkat usia seseorang berpengaruh terhadap respon depresi dan psikologi. Rata-rata orang tua akan mengalami lebih banyak depresi dan tekanan psikologis dibandingkan dengan yang muda. Namun, pada usia tua gangguan ini lebih cepat pulih dibandingkan dengan usia muda. Potter dan Perry mengatakan bahwa, umur juga berpengaruh terhadap psikis seseorang dimana umur muda sering menimbulkan ketegangan, kebingungan, rasa cemas, dan rasa takut sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Biasanya semakin dewasa maka cenderung semakin menyadari dan mengetahui tentang permasalahan yang sebenarnya. Semakin bertambah usia maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga seseorang dapat meningkatkan kematangan mental dan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam bertindak lebih lanjut. Potter dan Perry (1997) mengatakan bahwa, umur sangat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku, yaitu seseorang akan berubah seiring dengan perubahan (kematangan) kehidupannya. Perkembangan emosional akan sangat mempengaruhi keyakinan dan tindakan seseorang terhadap status kesehatan dan pelayanan kesehatan.Pendidikan.

Soerjono Soekanto (1992) mengemukakan bahwa, pendidikan akan memberi kesempatan kepada orang untuk membuka jalan pikiran dalam menerima ide-ide atau nilai-nilai baru. Pendidikan baik formal maupun informal diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan. Orang dengan tingkat pendidikan formalnya yang lebih tinggi cenderung akan mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan orang yang tingkat pendidikan formalnya yang lebih rendah. Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran akan pentingnya arti kesehatan bagi diri dan lingungan yang dapat mendorong kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Menurut Potter dan Perry (1997) menyatakan bahwa ibu yang memiliki pendidikan relatif tinggi cenderung memperhatikan kesehatan anak-anaknya dibandingkan ibu-ibu yang berpendidikan rendah. Perkembangan emosional akan sangat mempengaruhi keyakinan dan tindakan seseorang terhadap status kesehatan dan pelayanan kesehatan. b. Menurut Green, peningkatan pendidikan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun hubungan positif antara kedua variable ini telah diperlihatkan didalam sejumlah penelitian yang dilakukan sampai saat ini. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya.c. Pendapatan. Menurut Niswonger (1992) pendapatan adalah jumlah yang ditagih kepada pelanggan atas barang ataupun jasa yang diberikan kepada mereka.Pada buku yang sama, Niswonger (1992) juga menjelaskan pendapatan atau revenue merupakan kenaikan kotor atau gross dalam modal pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagangan, pelaksanaan jasa kepada pelanggan atau klien, penyewa harta, peminjam uang, dan semua kegiatan usaha serta profesi yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.d. Pekerjaan.

Pekerjaan merupakan propfesi atau kegiatan rutin yang dilakukan sehari hari yang mendapat imbalan atau materi. Seseorang yang bekerja karena tuntutan pekerjaan dan lingkungan sekitarnya biasanya mempunyai tingkat wawasan dan pengetahuan yang lebih baik, karena masyarakat yang bekerja memiliki pergaulan dan informasi yang lebih baik (Notoatmodjo, 2010).Pekerjaan adalah pencarian barang apa saja yang menjadi pokok penghidupan yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah (Depdikbud, 2005).

Menurut Notoadmodjo (2010), makin tinggi pengetahuan seseorang makin mudah seseorang memperoleh pekerjaan dan dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar.

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang lebih banyak dan luas. Dengan kondisi sebagai seorang pegawai atau seorang karyawan, masyarakat mengaharapkan dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah dan menangani suatu penyakit (Mubarak, 2011).2.2.5.2 Perilaku Kesehatan. Perilaku kesehatan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan merupakan respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatnya. Menurut Green perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : a. Faktor predisposisi, yaitu sosiodemografi terdiri dari unsur gender, umur, tingkat pendidikan yang tidak dapat diintervensi dan pengetahuan, keyakinan, sikap, normal yang dapat diintervensi dengan pendidikan kesehatan.

b. Faktor pemungkin, yaitu tersedianya sumber daya, keterjangkauan, keterampilan petugas, dan pendapatan.

c. Faktor penguat, yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lain, keluarga, teman sejawat, sebaya orang tertentu dan lain-lain.Menurut Mahfoedz, perilaku kesehatan sangat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :a. Motif,b. Sikap,c. Lingkungan,d. Pengetahuan,

e. Pandangan,f. Keterampilan,g. Tingkat pendidikan.2.3 Kerangka Teori. Laurence Green mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior cause) dan faktor diluar perilaku (non-behaviour cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin/pendukung, faktor penguat/pendorong yang terdiri sebagai berikut :Faktor predisposisi

Pengetahuan

Umur

Pendapatan

pekerjaan

Sikap

Pendidikan

Persepsi

Keyakian

Motivasi

Perilaku

kesehatan

Faktor pendukung

Ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan

Faktor pendorong

Petugas kesehatan

Perilaku masyarakat

Gambar 2.3 Kerangaka Teori Lawrence Green Dalam NotoadmodjoDAFTAR PUSTAKA

1. Agung L. LP-System Cegah Penyakit Gigi dan Mulut. Dalam kompas online www.kcm.co.id. 13 September 2003

2. Green, W, L, Dkk, Perencanaan Pendidikan Kesehatan, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, 2000.

3. Inun NS. Periodontitis menunjukkan gangguan ginjal pada pasien diabetes. Dalam www.kalbe.co.id, 19 februari 2007.

4. Machfoed, Ircham, Dkk. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan, Fitramaya, Yogyakarta, 2005.

5. Notoatmojo, S, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan, dalam Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 1993.

6. Notoatmojo, S, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Rineka Cipta, 2003.

7. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penyakit Gusi Kronis Berhubungan dengan Kanker Lidah. Dalam http://www.nad.go.id, 30 June, 2008.

8. Setyawan H. Penyakit periodontal pada penderita diabetes mellitus (Periodontal Diseases on Diabetic Patients). Program Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro. 2003.

9. Sarwono, S. Teori-teori Psikologi Sosial Umum. Jakarta. CV. Rajawali. 2006.

10. Widayatun, R. T. Ilmu Perilaku M. A 104 . Jakarta. Sagung Seto. 1999.

11. _________, Upah Minimum Propinsi 2007. Laporan BPS Nanggroe Aceh Darussalam Indonesia, BPS Statistik Indonesia, 2007.

1. Agung L. LP-System Cegah Penyakit Gigi dan Mulut. Dalam kompas online www.kcm.co.id. 13 September 2003

2. Setyawan H. Penyakit periodontal pada penderita diabetes mellitus (Periodontal Diseases on Diabetic Patients). Program Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro. 2003.

3. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penyakit Gusi Kronis Berhubungan dengan Kanker Lidah. Dalam http://www.nad.go.id, 30 June, 2008.

4. Inun NS. Periodontitis menunjukkan gangguan ginjal pada pasien diabetes. Dalam www.kalbe.co.id, 19 februari 2007.

5. Anonymous. Periodontitis. http://en.wikipedia.org/wiki/Periodontitis, 28 June 2008.

6. Li Jie. Faktor Internal yang Menyebabkan Bau Mulut. Dalam www.erabaru.or.id, 2008.

7. Anonymous. periodontitis. Dalam www.medicastore.com, 2005.

8. Sarwono, S. Teori-teori Psikologi Sosial Umum. Jakarta. CV. Rajawali. 2006.

9. Widayatun, R. T. Ilmu Perilaku M. A 104 . Jakarta. Sagung Seto. 1999.

10. Green, W, L, Dkk, Perencanaan Pendidikan Kesehatan, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, 2000.

11. Machfoed, Ircham, Dkk. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan, Fitramaya, Yogyakarta, 2005.

12. Notoatmojo, S, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan, dalam Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 1993.

13. Notoatmojo, S, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Rineka Cipta, 2003.

14. _________, Upah Minimum Propinsi 2007. Laporan BPS Nanggroe Aceh Darussalam Indonesia, BPS Statistik Indonesia, 2007.

PAGE